DAFTAR ISI -...
Transcript of DAFTAR ISI -...
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Maksud dan Tujuan .................................................................. 4
C. Acuan Peraturan Perundang-undangan ..................................... 4
D. Ruang Lingkup Studi ................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6
A. Landasan Pemikiran ................................................................. 6
B. Pola Pikir Penyusunan Tatralok Kabupaten
Kabupaten Majene ..................................................................... 11
BAB III METODOLOGI STUDI ............................................................. 15
A. Konsep dan Model Pengembangan Jaringan Transportasi ....... 15
B. Metodologi Studi ...................................................................... 19
BAB IV KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI
SAAT INI ..................................................................................... 23
A. Kabupaten Majene ..................................................................... 23
BAB V PERKIRAAN KONDISI YANG AKAN DATANG
KABUPATEN MAJENE ............................................................ 40
A. Kabupaten Majene ..................................................................... 40
BAB VI ARAH PENGEMBANGAN TRANSPORTASI ....................... 45
A. Arahan Pengembangan Sistem Transportasi Provinsi
Sulawesi Barat .......................................................................... 45
B. Kebijakan, Strategi, dan Program Pengembangan Jaringan
Transportasi Provinsi Sulawesi Barat ....................................... 50
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi.
Karenanya sistem transportasi nasional (Sistranas) diharapkan mampu
menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan tinggi dan
diselenggarakan secara efisien dan efektif dalam menunjang dan sekaligus
menggerakkan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas manusia
dan barang serta jasa; mendukung pola distribusi nasional serta
mendukung pengembangan wilayah, peningkatan hubungan nasional dan
internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara.
Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun
terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka
pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
dan melengkapi dokumen perencanaan.
Di sisi lain, tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah
mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global
mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap perubahan. Keberadaan
Indonesia di pusat baru gravitasi ekonomi global, yaitu kawasan Asia
Timur dan Asia Tenggara, mengharuskan Indonesia mempersiapkan diri
lebih baik lagi untuk mempercepat terwujudnya suatu negara maju dengan
hasil pembangunan dan kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata
oleh seluruh masyarakat.
Pembangunan Indonesia tidak lepas dari posisi Indonesia dalam dinamika
regional dan global. Secara geografis Indonesia terletak di jantung
pertumbuhan ekonomi dunia. Kawasan Timur Asia memiliki tingkat
pertumbuhan ekonomi yang jauh di atas rata-rata kawasan lain di dunia.
Indonesia sebagai pusat gravitasi perekonomian global, Kawasan Asia
(termasuk Asia Tenggara) memiliki jumlah penduduk sekitar 50 persen
dari penduduk dunia. Cina memiliki sekitar 1,3 miliar penduduk,
sementara India menyumbang sekitar 1,2 miliar, dan ASEAN dihuni oleh
sekitar 600 juta jiwa. Secara geografis, kedudukan Indonesia berada di
tengah-tengah Kawasan Timur Asia yang mempunyai potensi ekonomi
sangat besar.
Dalam aspek perdagangan global, dewasa ini perdagangan South to South,
termasuk transaksi antara India-Cina-Indonesia, menunjukkan
peningkatan yang cepat. Sejak 2008, pertumbuhan ekspor negara
2
berkembang yang didorong oleh permintaan negara berkembang lainnya
meningkat secara signifikan (kontribusinya mencapai 54 persen). Hal ini
berbeda jauh dengan kondisi tahun 1998 yang kontribusinya hanya 12
persen. Pertumbuhan yang kuat dari Cina, baik ekspor maupun impor
memberikan dampak yang sangat penting bagi perkembangan
perdagangan regional dan global. Impor Cina meningkat tajam selama
dan setelah krisis ekonomi global 2008. Di samping itu, konsumsi Cina
yang besar dapat menyerap ekspor yang besar dari negara-negara di
sekitarnya termasuk Indonesia. Selaras dengan visi pembangunan
nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun
2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-
2025, maka visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia adalah “Mewujudkan Masyarakat IndonesIa yang Mandiri,
Maju, Adil, dan Makmur”.
Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun
2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250-
USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD
4,0-4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi
riil sebesar 6,4-7,5 persen pada periode 2011-2014, dan sekitar 8,0-9,0
persen pada periode 2015-2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan
dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode
2011-2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. Kombinasi pertumbuhan dan
inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju.
Sebagai unsur pendorong, Tatralok berfungsi sebagai pedoman dalam
penataan dan pengembangan sistem transportasi di Kabupaten Majene
yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi dengan daerah
berkembang yang berada di luar wilayahnya, sehingga terjadi
pertumbuhan perekonomian yang sinergis.
Sistranas pada hakekatnya merupakan suatu konsep pembinaan
transportasi dalam pendekatan kesisteman yang mengintegrasikan sumber
daya dan memfasilitasi upaya-upaya untuk mencapai tujuan nasional.
Dalam hal ini adalah penting untuk secara berkelanjutan memperkuat
keterkaitan fungsi atau keterkaitan aktivitas satu sama lainnya baik
langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan transportasi
baik pada tataran nasional maupun tataran wilayah.
Terkait dengan Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 Tentang
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembanguan Ekonomi Indonesia
2011-2025, Undang-undang (UU) yang baru Tata Ruang UU No. 26
Tahun 2007 dan UU di Bidang Transportasi, UU No. 23 Tahun 2007, UU
No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, dan UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Dalam kaitan hal tersebut Sistranas diwujudkan dalam
Tatranas dibuat oleh pemerintah, Tatrawil dibuat oleh pemerintah provinsi
3
dan Tatralok dibuat oleh pemerintah kabupaten/kota. Keterkaitan ketiga
tataran tersebut tidak dapat dipisahkan yang pada akhirnya akan menjadi
acuan bagi semua pihak terkait dalam penyelenggaraan transportasi untuk
perwujudan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien baik pada
tatanan lokal, wilayah maupun nasional.
Penyusunan Tatralok ini dilakukan dalam upaya meningkatkan pelayanan
transportasi baik keandalan maupun kelaikan sarana dan prasarana
transportasi, serta peningkatan keterpaduan antar dan intramoda
transportasi, disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat
kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang, dan lingkungan.
Beberapa hal pokok yang menjadi isu yang melatarbelakangi kegiatan ini
adalah:
1. Sistranas harus mampu menghasilkan jasa transportasi yang
berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efisien dan efektif
dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika
pembangunan baik di tingkat Nasional, provinsi maupun
kabupaten/kota.
2. Sistem transportasi nasional dan lokal juga harus mampu mendukung
sebagai berikut:
a. mobilitas manusia dan barang serta jasa;
b. pola distribusi nasional
c. pengembangan wilayah
d. peningkatan hubungan nasional dan internasional
3. Berdasarkan dokumen MP3EI telah diidentifikasi lokasi kawasan
Perhatian Investasi (KPI) oleh KP3EI terkait dengan wilayah
kabupaten/kota.
4. Suksesnya pelaksanaan percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi Indonesia sangat tergantung pada kuatnya derajat
konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun
konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia.
5. Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen
kebijakan nasional yang terdiri dari sistem logistik nasional
(Sislognas), Sistranas, Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN),
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT).
6. Pentingnya suatu kelanjutan untuk memperkuat keterkaitan fungsi
atau keterkaitan aktivitas satu sama lainnya baik langsung maupun
tidak langsung dengan penyelenggaraan transportasi baik pada
Tatranas, Tatrawil, maupun Tatralok.
4
7. Unsur pendorong dalam pengembangan transportasi berfungsi
menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan
daerah terisolasi, tertinggal dan perbatasan dengan daerah
berkembang yang berada di luar wilayahnya, sehingga terjadi
pertumbuhan perekonomian yang sinergis.
8. Dalam rangka perwujudan sistranas dalam mendukung MP3EI perlu
disusun jaringan transportasi pada tataran nasional, provinsi dan lokal
kabupaten/kota agar tercipta harmonisasi dan sinkronisasi
penyelenggaraan transportasi.
Pada akhirnya yang menjadi isu pokok yang melatarbelakangi kegiatan ini
adalah agar diperoleh arah pembangunan jaringan pelayanan dan jaringan
prasarana yang dapat berperan dalam mendukung perekonomian wilayah
(MP3EI) dan mendorong pertumbuhan wilayah yang belum berkembang
baik pada tataran lokal, provinsi hingga nasional/internasional sehingga
perlu disusun Tatralok untuk mendukung prioritas pembangunan
sentra produksi di koridor ekonomi Sulawesi pada Kabupaten Majene.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Maksud dari studi ini adalah menyusun, mengevaluasi dan meninjau
ulang sistem transportasi lokal sejalan dengan dinamika
perkembangan ekonomi wilayah di masa mendatang, sebagai
pedoman pengaturan dan pembangunan sistem transportasi di
wilayah Kabupaten Majene.
2. Tujuan
Sedangkan tujuan dari studi ini adalah agar rencana dan program
pengembangan transportasi di wilayah Kabupaten Majene ,yang
efektif dan efisien sesuai dengan MP3EI dan rencana
pengembanganan sistem jaringan transportasi pada Tatranas dan
Tatrawil.
C. Acuan Peraturan Perundang-undangan
Menurut pemahaman konsultan, beberapa hal yang menjadi alasan
kegiatan ini adalah adanya peraturan perundang-undangan yang terbaru
sebagai berikut:
1. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan
Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) 2011-2025
2. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang
3. Undang-undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
4. Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
5
5. Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
6. Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan
Jalan.
D. Ruang Lingkup Studi
Lingkup kegiatan penyusunan kajian studi sistranas pada Tatralok
Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Sulawesi Barat ini mencakup:
1. Identifikasi permasalahan yang ada pada sistem transportasi lokal;
2. Evaluasi pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana
transportasi secara terpadu;
3. Analisis permintaan transportasi lokal terkait dengan rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana pembangunan dalam
MP3EI, dan Tatrawil, Tatranas;
4. Pengkajian model pengembangan jaringan transportasi wilayah
kabupaten/kota;
5. Merumuskan alternatif pengembangan jaringan transportasi;
6. Menetapkan prioritas dan tahapan pengembangan jaringan
transportasi lokal dalam kurun waktu 2014, 2019, 2025, dan 2030;
7. Merumuskan kebijakan pelayanan jaringan transportasi lokal;
8. Menyusun rancangan peraturan bupati/walikota tentang Sistranas
pada Tatralok;
9. Mengadakan focus discussion group (FGD) di Ibukota
Kabupaten/Kota untuk mendapatkan masukan alternatif
pengembangan jaringan transportasi lokal;
10. Menyelenggarakan seminar penyempurnaan laporan akhir dan
legalitas Tatralok di Ibukota Provinsi.
Dari keseluruhan lingkup tersebut diharapkan tersedianya dokumen
tatralok dan konsep penetapannya disesuaikan dengan MP3EI 2011-
2025 dan Sistranas pada Tatranas dan Tatrawil.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Pemikiran
Sistem transportasi wilayah dalam konteks kewilayahan provinsi di
Indonesia harus dibangun dalam konteks yang luas, yang melibatkan
serangkaian pertimbangan teknis dari sisi besaran perencanaan dan
pertimbangan konseptual sesuai dengan perangkat kebijakan yang ada.
Disamping itu, karena transportasi merupakan prasarana dasar (basic
infrastructure) bagi kegiatan sosial-ekonomi masyarakat, maka dalam
perencanaannya tidak dapat dilepaskan dengan bagaimana pola kegiatan
masyarakat yang dilayaninya tersebut akan dikembangkan.
Dalam menyusun sistem transportasi yang handal dan berkemampuan
tinggi, diharapkan berbagai tantangan, peluang dan kendala akibat
perubahan lingkungan akan menjadi dinamis. Perubahan lingkungan ini
meliputi otonomi daerah, globalisasi ekonomi, perubahan perilaku
permintaan jasa transportasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup dan
keterbatasan sumber daya baik alam maupun manusia. Dalam usaha untuk
mengantisipasi kondisi tersebut, sistem transportasi perlu ditata dan
disempurnakan dengan didukung peningkatan kualitas sumberdaya,
sehingga terwujud keandalan pelayanan dan keterpaduan antar dan intra
moda transportasi yang disesuaikan dengan perkembangan ekonomi,
tingkat kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang, pelestarian lingkungan
dan kebijakan energi nasional. Sehingga, selalu memenuhi kebutuhan
pembangunan dan tuntutan masyarakat serta kebutuhan perdagangan
nasional dan internasional dengan memperhatikan kehandalan serta
kelaikan sarana dan prasarana transportasi. Secara umum konteks pola
pikir sistem transportasi dapat dilihat pada visualisasi Gambar 2.1. Pola
pikir tersebut meliputi moda (sarana) transportasi, jaringan transportasi,
penyelenggaraan transportasi, landasan pemikiran, Trigatra, lingkungan
stategis, lingkungan masyarakat, visi dan misi, kebijakan, pelayanan,
kepuasan pengguna jasa dan ketahanan nasional.
Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
perencanaan tata ruang. Perencanaan transportasi tanpa
mempertimbangkan pola tata ruang akan menimbulkan permasalahan lalu
lintas. Selain kesesuaian dengan rencana tata guna lahan harus
memperhatikan landasan pengembangan kawasan dengan perkiraan
traffic generate/attractive yang ditimbulkan.
Urutan pertama konsep yang dapat menyatukan hubungan dasar antar
ketiga sistem tersebut di atas adalah aksesibilitas atau daya hubung.
Aksesibilitas akan memberikan pengaruh pada beberapa lokasi kegiatan
7
atau tata guna lahan. Lokasi kegiatan juga memberikan pengaruh pada
pola perjalanan sehari-hari. Pola perjalanan ini mempengaruhi jaringan
transportasi dan sistem transportasi secara keseluruhan. Perubahan tata
guna lahan akibat pertumbuhan ekonomi harus didukung dengan
peningkatan jaringan dan sistem transportasi.
1. Otonomi daerah sebagai outstanding issues
Tantangan pertama adalah perbedaan interpretasi terhadap Undang-
undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang telah
direvisi pada Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah (sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang
telah ditetapkan dengan Undang-undang No. 8 Tahun 2005). Dalam
amandemen kedua UUD 1945 prinsip desentralisasi lebih ditegaskan
melalui perubahan pasal 18 UUD 1945 yang memberikan jaminan
bahwa pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten dan
pemerintah kotamadya mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Walaupun otonomi
dijalankan seluas-luasnya perlu diingat, bahwa UUD 1945 tetap
mengamanatkan Indonesia sebagai Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik. Dengan adanya Otonomi Daerah maka sistem
pemerintahan yang bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi.
Dengan diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah, maka daerah
otonom (dalam hal ini dapat berupa provinsi ataupun kabupaten/kota)
dapat melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi kebijakan dalam
rangka meningkatkan kemampuan daerah secara mandiri untuk
berkembang. Dalam hal perencanaan sistem transportasi, daerah dapat
membuatnya sendiri (tentu saja tetap dalam kerangka Sistem
Transportasi Nasional) sesuai dengan pola perkembangan wilayah
yang ingin dituju dan strategi pengembangan ekonomi setempat. Ini
merupakan tantangan baru bagi Pemerintah Daerah untuk lebih
matang menyiapkan infrastruktur daerahnya.
8
Gambar 2.1 Pola Pikir Konsepsi SISTRANAS
Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan No. 49 Tahun 2005
INTERNASIONAL
REGIONAL
NASIONAL
INPUT TRANSPORTASI IPTEK SUMBER
DAYA MANUSIA
ENERGI MANAJMEN DANA ADM.
NEGARA
MODA TRANSPORTASI JALAN KERETA API SUNGAI &
DANAU PENYEBERANGA
N LAUT UDARA PIPA
JARINGAN PRASARAN
A PELAYANAN
PENYELENGGARAAN (OPERATOR) UPT –
PEMERINTAH BUMN BUMD BUMS KOPERASI PERORANGAN
REGULATOR VISI & MISI JAKSTRA KEBIJAKAN STRATEGI UPAYA
PELAYANAN TRANSPORTASI EFEKTIF EFISIEN
PENGGUNA JASA (USER)
TANNAS TANGGUH
INSTRUMENTAL INPUT:
PANCASILA
UUD 45
WAWASAN NUSANTARA
TANNAS
(GBHN)
UU TERKAIT
TRI GATRA
GEOGRAFI
DEMOGRAFI
SUMBER DAYA ALAM
ENVIRONMENTAL INPUT
PELUANG DAN KENDALA
LINGKUNGAN MASYARAKAT
UMPAN BALIK
SASARAN SISTRANAS
Terciptanya penyelenggaraan TRANSPORTASI yang:
EFEKTIF dalam arti: selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, dan polusi rendah.
EFISIEN dalam arti: beban publik rendah dan utilitas tinggi.
9
2. Kebijakan tata ruang
RTRWN merupakan pedoman perumusan kebijaksanaan pokok
pemanfaatan ruang di wilayah nasional yang menjabarkan bahwa
struktur dan pola ruang nasional harus mewujudkan keterpaduan,
keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta
keserasian antar sektor . RTRWN ini diharapkan menjadi payung
dan acuan bagi setiap Provinsi dalam mengembangkan tata ruang
dalam skala ruangnya yakni Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RTRWP). Selanjutnya, RTRWP menjadi acuan bagi rencana tata
ruang di kabupaten atau kota (RTRWK), kemudian RTRWK
menjadi acuan bagi rencana tata ruang kawasan yang lebih kecil.
.
3. Hubungan Sistem Transportasi dan Tata Ruang
Transportasi merupakan kebutuhan turunan yang diakibatkan oleh
tersebarnya pola tata ruang (spasial separation) di mana kebutuhan
manusia dan proses produksi (dari penyediaan bahan mentah
sampai dengan pemasaran) tidak dapat dilakukan hanya pada satu
lokasi saja. Dengan kata lain selalu dibutuhkan proses perpindahan
yang dalam kajian transportasi disebut dengan perjalanan. Setiap
pengembangan tata ruang akan selalu membutuhkan dukungan dari
penyediaan sarana dan prasarana transportasi, demikian juga
sebaliknya setiap pengembangan sistem transportasi akan
mempengaruhi pola dan perkembangan tata ruang di sekitarnya.
Interaksi timbal balik antara sistem transportasi dan tata ruang
dapat dijelaskan melalui Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Keterkaitan antara Sistem Transportasi dan Tata Ruang
10
Dalam memahami interaksi yang terjadi dalam sistem transportasi
dan kaitannya dengan tata ruang, Tamin (1992) memberikan
konsepsi mengenai sistem transportasi makro seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2.3. Sistem transportasi makro tersebut
terdiri dari beberapa sub sistem yang masing- masing saling terkait
dan saling mempengaruhi. Sub sistem itu terdiri dari sistem
kegiatan, sistem jaringan prasarana transportasi, sistem pergerakan
lalu lintas, dan sistem kelembagaan.
Di Indonesia, sistem kelembagaan yang berkaitan dengan masalah
transportasi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Sistem kegiatan, dalam hal ini melibatkan Bappenas, Bappeda
Provinsi dan Bappeda Kabupaten/Kota, yang sangat penting
dalam penentuan kebijakan baik yang berskala wilayah,
regional, maupun sektoral melalui perencanaan tata ruang dan
perencanaan pembangunan lainnya.
b. Sistem jaringan, dalam hal ini melibatkan Departemen
Perhubungan dan dinasnya di daerah, Departemen Pekerjaan
Umum dan dinasnya di daerah sebagai lembaga yang
menyusun dan melaksanakan kebijakan mengenai
pengembangan dan penyelenggaraan sistem jaringan
transportasi secara nasional maupun wilayah/daerah.
c. Sistem pergerakan, dalam hal ini melibatkan Departemen dan
Dinas Perhubungan, Organda, Polantas, masyarakat yang
berkaitan dengan teknis operasional penyelenggaraan
transportasi di lapangan.
Gambar 2.3 Sistem Transportasi Makro
Sumber: Tamin (1992)
11
4. Konsepsi sistem transportasi dalam kaitannya dengan
kebijakan tata ruang
Dalam merencanakan sistem transportasi di suatu wilayah
diperlukan adanya analisis mengenai pola dan intensitas kegiatan di
pusat-pusat kegiatan sebagai lokasi yang membangkitkan dan/atau
menarik perjalanan. Dalam Sistranas rencana pusat kegiatan
nasional diakomodir sebagai masukan dalam merencanakan
jaringan transportasi nasional secara multimoda dimana penyediaan
sarana dan prasarana transportasi diharapkan mampu mendorong
perkembangan kegiatan ekonomi di wilayah- wilayah unggulan.
Dalam sistem transportasi regional kabupaten/kota tersebut
menjadi acuan bagi sistem yang lebih kecil yaitu sistem transportasi
kawasan yang juga diharuskan mengacu pada rencana tata ruang
kawasan. Secara umum keterkaitan antaran RTRW dan Sistem
Transportasi disajikan pada Gambar 2.4. Secara terstruktur
kerangka pikir penyusunan sistem transportasi wilayah diharapkan
memberikan gambaran mengenai rencana sistem transportasi dalam
skala wilayah (provinsi maupun kabupaten/kota) yang mampu
mencerminkan keterpaduan antara berbagai rencana pengembangan
wilayah dengan kebutuhan dan penyediaan pelayanan transportasi
di wilayah yang bersangkutan.
Gambar 2.4 Keterkaitan RTRW dan Sistem Transportasi pada
Berbagai Tingkatan Wilayah
(Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Perhubungan, 2004)
B. Pola Pikir Penyusunan Tatralok Kabupaten Mamuju
Tatanan transportasi lokal (Tatralok) Kabupaten Mamuju dalam
konteks kewilayahan di Indonesia harus dibangun dalam konteks yang
luas, yang melibatkan serangkaian pertimbangan teknis dari sisi besaran
12
perencanaan dan pertimbangan konseptual sesuai dengan perangkat
kebijakan yang ada.
Adanya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) sebagai dokumen kerja, memberikan arahan
mengenai pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih
spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi
perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang perlu
dilakukan maupun pemberlakuan peraturan-perundangan baru yang
diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi.
Secara umum konteks pola pikir dalam penyusunan Tataran
Transportasi Lokal ini dapat divisualisasikan melalui Gambar 2.5
berikut.
Gambar 2.5 Pola Pikir Penyusunan Tatralok Kabupaten Mamuju
1. Kebijakan pembangunan jangka panjang RPJP-nasional 2005-
2025 sebagai pendukung MP3EI
Dalam rangka memberikan arahan dan pedoman pembangunan
jangka panjang di seluruh wilayah Indonesia Pemerintah telah
menetapkan Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005-2025. Dalam
RPJP Nasional tersebut di dalamnya berisi arahan pembangunan
KONDISI DAN PERKEMBANGAN
PRASARANA TRANSPORTASI SAAT INI
RTRWN
RTRWP
SISTRANAS
TATRANAS
RTRWK
TATRALOK
TATRALOK KABUPATEN
MAMUJU
RENCANA STRATEGIS SISTEM TRANSPORTASI KABUPATEN MAMUJU:
▪ PREDIKSI DEMAND
▪ IDENTIFIKASI MASALAH
▪ KEBIJAKAN STRATEGI PENGEMBANGAN
▪ INDIKASI PROGRAM
MASTERPLAN PERCEPATAN DAN
PERLUASAN PEMBANGUNAN
EKONOMI INDONESIA (MP3EI)
KONDISI DAN PERKEMBANGAN KONDISI LALU LINTAS
(PENUMPANG DAN BARANG) SAAT INI
KONDISI DAN PERKEMBANGAN TATA GUNA LAHAN SAAT INI
KONDISI DAN PERKEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI SAAT INI
RPJMN
RPJPN
13
Jangka Panjang tahun 2005-2005 yang didalamnya antara lain
memberikan guidance guna mewujudkan Pembangunan yang Lebih
Merata dan Berkeadilan.
2. Overview koridor ekonomi Sulawesi
Gambar 2.6 Pemetaan Investasi Berdasarkan Lokus Industri di
Koridor Ekonomi Sulawesi
Sumber: MP3EI
Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai tema Pusat Produksi dan
Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, dan
Pertambangan Nikel Nasional. Koridor ini diharapkan menjadi garis
depan ekonomi nasional terhadap pasar Asia Timur, Australia, dan
Amerika. Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki potensi tinggi di
bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan-kegiatan unggulannya;
antara lain :
14
a. Pertanian pangan.
b. Kakao.
c. Perikanan.
d. Nikel.
e. Minyak dan gas bumi.
15
BAB III
METODOLOGI STUDI
A. Konsep dan Model Pengembangan Jaringan Transportasi
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa transportasi
mempunyai dua fungsi utama dikaitkan dengan potensi ekonomi
wilayah yaitu fungsi pelayanan (servicing function) pada wilayah yang
telah berkembang dan fungsi promosi (promoting function) pada
wilayah yang belum berkembang. Dalam kaitan tersebut proses
pengembangan jaringan transportasi wilayah perlu mempertimbangkan
kondisi potensi daerah yang berada dalam cakupan Sistranas pada
Tatralok.
Pada daerah yang belum berkembang biasanya sangat sulit
memperkirakan permintaan Transportasi dengan teknik-teknik atau
model proyeksi karena selain kesulitan dalam perolehan data juga
memiliki banyak faktor-faktor yang sulit dihitung secara matematis.
Oleh karenanya pada daerah demikian pengembangan jaringan
transportasi sebaiknya tidak semata-mata didasarkan pada proyeksi
matematis akan tetapi juga perlu dikombinasikan dengan skenario
pengembangannya. Skenario pengambangan yang dipilih merupakan
kesepakatan barsama yang perlu ditindaklanjuti oleh semua pihak
terkait.
Hasil proyeksi matematis terhadap permintaan transportasi akan
dimodifikasi berdasarkan analisis skenario yang dilakukan melalui
beberapa tahap proses iterasi sebagai berikut:
Tahap 1 : Menganalisis keputusan dan strategi jangka Menengah &
panjang.
Tahap 2 : Mengidentifikasi faktor utama yang menemukan
keberhasilan dan keputusan serta strategi yang telah
ditentukam.
Tahap 3 : Mengindentifikasi faktor lingkungan yang mempengaruhi
seperti: sosial, ekonomi, politik dan teknologi.
Tahap 4 : Menganalisis kekuatan faktor lingkungan strategis seperti:
kecenderungan, tingkat ketidakpastian, hubungannya
dengan faktor-faktor lain.
Tahap 5 : Mendefinisikan skenario-skenario logis dengan
memperhatikan kondisi dan tingkat ketidakpastian hasil
analisis pada tahap 4.
Tahap 6 : Menjabarkan skenario-skenario dengan memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan yang jelas akan terjadi.
16
Tahap 7 : Menganalisis implikasi dari setiap skenario terhadap faktor-
faktor mana yang telah diidentifikasi pada lahap 2.
Tahap 8 : Menganalisis implikasi dari setiap skenario terhadap
keputusan dan strategi jangka panjang.
Proses pengembangan jaringan transportasi lokal secara keseluruhan
dapat dijelaskan sesuai Gambar 3.1, 3.2, dan 3.3 berikut.
17
Gambar 3.1 Konsep Pengembangan Jaringan Transportasi Lokal (Tatralok)
Kab. Majene
Tatrawil Provinsi Sulawesi Barat
RTRW Provinsi Sulawesi Barat
TATRANAS (Kebijakan Sistem Transportasi
Nasional)
MP3EI
RTRW dan TATRALOK Kab. yang Berbatasan
Kabupaten Majene
KABUPATEN MAJENE
18
Gambar 3.2 Proses Pengembangan Jaringan Transportasi Lokal (Tatralok)
Tatrawil Provinsi Sulawesi Barat
RTRW Provinsi Sulawesi Barat TATRANAS (Kebijakan Sistem Transportasi
Nasional)
MP3EI
Kebijakan Rencana pembangunan Daerah
(RPJMD dan RPJPD) RTRW dan TATRALOK Kab. yang
Berbatasan
RTRW
KAB. MAJENE
Sistem Jaringan Transportasi yang Ada
SISTEM ANGKUTAN
ORANG
PERKIRAAN BANGKITAN
PERJALANAN ORANG
PERKIRAAN ASAL TUJUAN
PERJALANAN ORANG
PEMILIHAN
MODA TRANSPORTASI
PERENCANAAN TRAYEK/
RUTE OPERASI SARANA
PERKIRAAN LALU LINTAS
SARANA PADA PRASARANA
RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN
TRANSPORTASI
- RUAS LALU LINTAS (WAYS)
- SIMPUL (TERMINAL)
SISTEM ANGKUTAN
BARANG
PERKIRAAN BANGKITAN
PERGERAKAN BARANG
PERKIRAAN ASAL TUJUAN
PERGERAKAN BARANG
PEMILIHAN
MODA TRANSPORTASI
PERENCANAAN TRAYEK/
RUTE OPERASI SARANA
RENCANA JARINGAN
PELAYANAN TRANSPORTASI
RENCANA PELAYANAN
TRANSPORTASI
POTENSI DAERAH
19
Gambar 3.3 Konsep Pengembangan Sistem Transportasi Kabupaten
Majene
B. Metodologi Studi
Secara umum, metodologi yang dimaksud disampaikan pada Gambar
3.4.
20
Gambar 3.4 Pentahapan Kegiatan Studi Sistranas pada Tataran
Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Sulawesi Barat dalam
Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi
Sulawesi
LATAR BELAKANG, MAKSUD DAN TUJUAN, RUANG LINGKUP KEGIATAN
PEMANTAPAN METODOLOGI DAN PENGUMPULAN DATA
TATRAWIL PROVINSI SULAWESI BARAT
KONDISI WILAYAH DAN TRANSPORTASI KAB.
MAJENE
MP3EI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN
TRANSPORTASI
POLA DISTRIBUSI PENUMPANG DAN
BARANG
EVALUASI DAN RUMUSAN
PERMASALAHAN
KONDISI TRANSPORTASI IDEAL (YANG DIHARAPKAN)
KAB. MAJENE
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN
TRANSPORTASI LOKAL KAB. MAJENE
ANALISIS PRIORITAS
PEMODELAN LALU LINTAS
(4 STEPS MODEL) + PERAMALAN DEMAND
PRIORITAS PENGEMBANGAN
TRANSPORTASI
PEMERIKSAAN KINERJA TRANSPORTASI DAN DAMPAK
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH
KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM/ RENCANA AKSI
DRAFT PERATURAN BUPATI MAJENE
PENDAHULUAN
ANTARA
KONSEP LAPORAN AKHIR
FINALISASI
21
Pada pentahapan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pengumpulan peraturan perundang-undangan.
2. Pengumpulan data sekunder dan primer.
Data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari
pengamatan dan survai-survai lapangan, sedangkan data sekunder
merupakan data yang didapatkan melalui literatur dan data yang
berasal dari pihak terkait.
3. Penentapan zona studi.
Zona studi dalam hal ini merupakan zona lalu lintas yang memiliki
pengertian bagian-bagian studi terkecil dimana karakteristik
permintaan dan pasokan transportasi bagian daerah tersebut dapat
terwakili.
4. Matrik asal-tujuan.
Matrik asal-tujuan dilakukan guna mengetahui perjalanan antar
zona studi internal-eksternal dan eksternal yang melewati batas
wilayah studi.
5. Pemodelan transportasi empat tahap.
a. Bangkitan perjalanan.
b. Penyebaran perjalanan.
c. Pemilihan moda.
d. Pembebanan perjalanan.
6. Kajian tata ruang.
Menurut Wicaksono, A.D. (2004), lalu lintas merupakan
konsekuen bersama antara tingkat aktivitas guna lahan dan
kemampuan transportasi. Lahan merupakan ruang (space) dengan
kegiatan diatasnya. Guna lahan diartikan sebagai kegiatan yang
dominan ada di suatu lahan. Contoh guna lahan adalah perumahan,
perdagangan, perkantoran, industri. Antar space dihubungkan oleh
channel, yang dalam hal antara lahan dihubungkan oleh jalan raya.
Hubungan antar guna lahan yang lewat channel ini berupa lalu
lintas (traffic). Pada tata guna lahan adapun yang perlu ditinjau
adalah mengenai kategori intensitas tata guna lahan serta kapasitas
tata guna lahan suatu zona.
7. Kajian sistem transportasi eksisting.
Menganalisis kondisi transportasi eksisting pada sisi sarana dan
prasarananya ditinjau dari pelayanannya, keselamatannya,
kapasitasnya dan ketersediaannya.
22
8. Optimalisasi jaringan pelayanan sarana dan prasarana
transportasi.
Dari kajian kondisi eksisting dan hasil analisis pergerakan pada
masa mendatang dari pemodelan empat tahap maka dilakukan
analisis terhadap kondisi jaringan transportasi yang ada sebelum
dilakukan pengembangan dilakukan optimalisasi terlebih dahulu
pada jaringan pelayanan sarana dan prasarana transportasi
Kabupaten Majene.
9. Pengembangan jaringan pelayanan sarana dan prasarana
transportasi.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan maka dapat diketahui
kebutuhan jaringan pelayanan sarana dan prasarana transportasi
sehingga dapat diketahui rencana pengembangannya.
10. Penyusunan kebijakan, strategi dan program transportasi.
Penyusunan program sebagai perwujudan dari tujuan dan sasaran
pengembangan transportasi. Program dibagi menjadi tiga tahapan
yang masing-masing berupa program jangka pendek, menengah
dan panjang. Ketiga tahapan program tersebut disusun berdasarkan
tingkat prioritas pengembangan transportasi.
11. Focus Group Discussion
Dan agar program-program aksi tersebut lebih diperkaya maka
perlu dilakukan kegiatan FGD untuk mendapatkan aspirasi dari
daerah tentang sistem transportasi yang ada.
Secara teknis metodologi yang dikembangkan akan mengaitkan antara
variabel sistem transportasi dan tata ruang wilayah ke dalam bentuk
model. Model yang digunakan adalah model perencanaan transportasi
empat tahap. Kalibrasi model dilakukan dengan menggunakan data
kondisi jaringan transportasi, sosio-ekonomi dan kependudukan, serta
pola tata ruang eksisting. Dari hasil kalibrasi diperoleh beberapa model
yang diperlukan untuk prediksi permintaan perjalanan dan kinerja
sistem transportasi di masa datang.
23
BAB IV
KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI
SAAT INI
A. Kabupaten Majene
1. Keadaan geografis
Kabupaten Majene yang beribukota di Kecamatan Banggae terletak
antara 20
38’ 45” - 30
38’ 15” Lintang Selatan dan antara 1180 45’
00” - 1190 4’ 45” Bujur Timur, yang berbatasan dengan Kabupaten
Mamuju di sebelah utara dan Kabupaten Polewali Mandar di
sebelah timur, Batas sebelah selatan dan barat masing-masing Teluk
Majene dan Selat Makassar. Berdasarkan catatan Stasiun
Meteorologi, rata-rata temperatur di Kabupaten Majene dan
sekitarnya sepanjang tahun 2009 sekitar 27,48 0C, dengan suhu
minimum 22,00 0C dan suhu maksimum 34,80
0C. Luas wilayah
Kabupaten Majene tercatat 947,84 km2 yang meliputi 8 kecamatan
dan 40 desa/kelurahan.
24
Gambar 4.1 Kabupaten Majene
2. Kependudukan
Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, penduduk Majene pada
tahun 2011 sebesar 153.869 jiwa. Jumlah penduduk terbesar
terdapat di dua kecamatan yaitu Kecamatan Banggae dengan
penduduk sebesar 38.015 jiwa (24,71%) dan Kecamatan Banggae
Timur dengan penduduk sebesar 29.071 jiwa (18,89%). Menurut
jenis kelamin, tercatat penduduk laki-laki sebesar 75.020 jiwa (
48,76%) sedangkan penduduk perempuan sebesar 78.849 jiwa (
51,24%).
Angka Sex Ratio penduduk di setiap kecamatan dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
25
Tabel 4.1 Banyaknya Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin di
Kabupaten Majene Tahun 2011
KECAMATAN
PENDUDUK (Jiwa) RASIO
JENIS
KELAMIN LAKI-
LAKI
PEREM-
PUAN JUMLAH
BANGGAE 18.697 19.318 38.015 96,79
BANGGAE TIMUR 13.954 15.117 29.071 92,31
PAMBOANG 10.238 10.943 21.181 93,56
SENDANA 9.960 10.787 20.747 92,33
TAMMERODO 5.281 5.497 10.778 96,07
TUBO SENDANA 4.102 4.262 8.364 96,25
MALUNDA 8.554 8.742 17.296 97,85
ULUMANDA 4.234 4.183 8.417 101,22
TAHUN 2011 75.020 78.849 153.869 95,14
2010 73.674 77.433 151.107 95,15
Sumber: Kab. Majene Dalam Angka, 2012
Tabel 4.2 Kepadatan Penduduk di Kabupaten Majene Tahun 2011
KECAMATAN LUAS
(km2)
JUMLAH
PENDUDUK
(Jiwa)
KEPADATAN
(jiwa/km2)
BANGGAE 25,15 38.015 1.512
BANGGAE TIMUR 30,04 29.071 968
PAMBOANG 70,19 21.181 302
SENDANA 82,24 20.747 252
TAMMERODO 55,40 10.778 195
TUBO SENDANA 41,17 8.364 203
MALUNDA 187,65 17.296 92
ULUMANDA 456,00 8.417 18
TAHUN 2011 947,84 153.869 162
2010 947,84 151.107 157
Sumber: Kab. Majene Dalam Angka, 2012 3. PDRB
PDRB Majene atas dasar harga berlaku pada tahun 2011 sebesar
1.507.556,78 juta Rupiah dengan kontribusi terbesar diberikan oleh
26
sektor pertanian yakni sebesar 50,01 persen dan disusul sektor jasa-
jasa sebesar 15,48 persen.
PDRB Majene atas dasar harga konstan 2000 untuk tahun 2011
sebesar 657.603,19 juta rupiah atau meningkat sebesar 7,52 persen
dari tahun sebelumnya.
Tabel 4.3 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan
Usaha Kabupaten Majene Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun
2007 – 2009 (Juta Rupiah)
LAPANGAN USAHA TAHUN
2009 2010 2011
1. Pertanian 270.979,08 288.886,91 306.300,15
2. Pertambangan Dan Penggalian 3.210,28 3.927,79 4.448,83
3. Industri Pengolahan 24.483,74 28.614,25 30.119,68
4. Listrik, Gas Dan Air 3.645,91 4.657,89 5.780,99
5. Bangunan 28.966,84 36.340,52 41.568,71
6. Perdagangan, Hotel Dan Rest. 65.667,79 72.927,80 78.669,88
7. Angkutan Dan Komunikasi 28.144,42 29.860,45 33.538,78
8. Bank Dan Lembaga Keuangan 55.093,67 69.994,13 70.642,89
9. Jasa-Jasa 76.407,69 76.378,67 86.533,28
PDRB 556.599,42 611.588,41 657.603,19
Sumber: Kab. Majene Dalam Angka, 2012
Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan
Usaha Kabupaten Majene Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007 –
2009
(Juta Rupiah)
LAPANGAN USAHA TAHUN
2009 2010 2011
1. Pertanian 543.415,16 685.673,71 753.951,29
2. Pertambangan Dan Penggalian 8.392,00 10.770,36 13.528,07
3. Industri Pengolahan 41.354,20 42.863,56 46.988,26
4. Listrik, Gas Dan Air 7.537,20 9.771,64 12.284,20
5. Bangunan 51.615,14 74.105,59 84.944,93
6. Perdagangan, Hotel Dan Rest. 126.622,73 142.343,04 170.032,29
7. Angkutan Dan Komunikasi 55.693,75 43.193,00 49.505,58
8. Bank Dan Lembaga Keuangan 94.791,63 131.840,73 142.894,52
9. Jasa-Jasa 192.485,96 199.628,66 233.427,65
PDRB 1.121.907,77 1.356.275,61 1.507.556,79
Sumber: Kab. Majene Dalam Angka, 2012
27
4. Kemiskinan
Berdasarkan hasil PPLS 2011, jumlah rumah tangga menengah ke
bawah di Kabupaten Majene sebanyak 19.231 RT dengan
klasifikasi 1.933 RT sangat miskin, 2.139 RT miskin, 4.667 RT
hampir miskin, dan 10.492 RT rumah tangga menengah layak.
Gambar 4.2 Jumlah Rumah Tangga Menengah Ke bawah Hasil PPLS
2011
rinci Menurut Kecamatan di Kabupaten Majene
5. Potensi unggulan daerah
a. Potensi pertanian (tanaman pangan)
Produksi padi sawah pada tahun 2011 mengalami penurunan
bila dibandingkan pada tahun 2010. Sedangkan padi ladang
mengalami peningkatan produksi yang cukup signifikan.
Produksi padi sawah dan padi ladang pada tahun 2011
masing-masing sebesar 8.654 Ton dan 1.947 Ton.
b. Potensi perkebunan
Pada tahun 2011 komoditi andalan Kabupaten Majene
seperti kopi, cengkeh, kemiri, dan kakao mengalami
peningkatan produksi bila dibandingkan tahun sebelumnya.
28
Komoditi kakao mengalami peningkatan produksi yang
paling tinggi dibandingkan komoditi yang lain. Sedangkan
kelapa dalam mengalami penurunan produksi pada tahun
2011. Produksi kopi, cengkeh, kemiri, kakao, dan kelapa
dalam pada tahun 2011 adalah masing-masing sebesar 264
Ton, 288 Ton, 2.014 Ton, 9.024 Ton, dan 10.118 Ton.
c. Potensi kehutanan
Kawasan Hutan di Kabupaten Majene pada tahun 2011
seluas 45.036,76 Ha terdiri dari Hutan Lindung seluas
6.918,54 Ha dan Hutan produksi Terbatas seluas 51.955,3
Ha.
Sumber daya alam sektor kehutanan yang menonjol dan sangat
prioritas untuk dikembangkan adalah Rotan. Luas lahan rotan
diperkirakan sekitar 10.000 Ha yang berada Kecamatan
Sendana, Malunda dan Ulumanda dengan perkiraan produksi
sebesar 2.352,8 ton pertahun. Pengolahan rotan ini hanya
sampai penggorengan dan sampai saat ini belum ada
pengolahan yang serius.
Sumber daya alam yang kedua yang perlu dikembangkan
adalah Kemiri yang tersebar di semua kecamatan dengan luas
lahan sebesar 2.025, 56 Ha dan diperkirakan produksi pertahun
sebesar 1.782,67 ton. Juga pada produksi ini belum ada
pengolahan yang professional dan selama ini hanyalah dikelola
secara rumah tangga. Sumber daya kehutanan yang ketiga perlu
dikembangkan adalah jati lokal dengan luas lahan 1.000 Ha,
dengan produksi 3.114,25 Ton/Tahun.
29
d. Potensi perikanan
Kabupaten Majene dengan mempunyai sumber daya kelautan
yang melimpah karena didukung oleh kondisi alam yaitu berada
di daerah pesisir dengan panjang, dan luas perairan mencapai
1.000 km2, dengan tambak yang dikelolah 450 Ha, dengan
jumlah produksi 178,9 ton/tahun. Jenis peralatan yang
dipergunakan sifatnya masih tradisionil yaitu perahu sandeq
dan kapal motor nelayan dengan jenis alat tangkap yaitu
Payang, Pukat dan Pancing. Pemrosesan masih bersifat
tradisionil yaitu pembekuan, pengeringan biasa dan
pengasapan. Kondisi pasar masih masih lokal dan semi ekspor,
yaitu lewat eksportir Makassar. Jumlah armada perikanan
sebanyak 4.61 unit, dengan alat tangkap 10.477 unit. Potensi
perikanan laut di Kabupaten Majene sangat dimungkinkan
untuk pengembangan dengan skala besar untuk orientasi
ekspor, dengan penyediaan fasilitas penangkapan, sumber
manusia dan processing.
e. Potensi peternakan
Pendapatan tambahan oleh masyarakat Kabupaten penduduk
memiliki ternak keluarga yang dikelola secara tradisionil,
namun hasilnya sangat memuaskan dan bisa untuk
dikembangkan. Dari jumlah hewan peliharaan, maka ternak
sapi dan ternak kambing yang mengalami peringkat teratas dari
jumlah ternak yang dihasilkan setiap tahun mendominasi
populasi ternak Kabupaten Majene. Sejak beberapa tahun
terakhir Kabupaten Majene menjadi pusat peternakan kambing
di Sulawesi Barat. Salah satu jenis kambing yang
dikembangkan saat ini adalah kambing peranakan Ettawa.
30
Dengan bahasa lokal juga disebut BEKE singkatan dari Bibit
Ettawa Kualitas Ekspor.
f. Potensi pariwisata
Objek wisata di Kabupaten Majene meliputi objek wisata alam,
wisata budaya, maupun objek wisata buatan.. Untuk
pengembangan kegiatan wisata di Kabupaten Majene, maka
beberapa obyek wisata yang dapat dikembangkan adalah
sebagai berikut.
Kawasan peruntukan pariwisata budaya, terdiri atas:
1) Kawasan Museum Mandar terletak di Kelurahan Pangali
Ali Kecamatan Banggae;
2) Kawasan Mesjid Tua Salabose di Puncak Salabose
Kelutahan Pangali – Ali Kecamatan Banggae;
3) Kawasan Mesjid Raya/Mesjid Tua di Lingkungan Saleppa
Kelurahan Banggae Kecamatan Banggae;
4) Kawasan Upacara Maulid Nabi Muhammad SAW di
Puncak Salabose Kelurahan Pangali – Ali Kecamatan
Banggae;
5) Kawasan Upacara Pa’bandangan Manu – Manu di
Pettaweang Desa Kayuanging Kecamtan Malunda;
6) Kawasan Makam Raja-Raja Banggae di Ondongan
Lingkungan Pa’leo Tobandq Kelurahan Pangali Ali
Kecamatan Banggae;
7) Kawasan Makam Syekh Abdul Mannan di Lingkungan
Salabose Kelurahan Pangali Ali Kecamatan Banggae;
8) Kawasan Benteng Ammana Wewang di Desa Betteng
Kecamatan Pamboang;
9) Kawasan Makam Raja-Raja Pamboang di Lingkungan
Kopel Desa Lalampanua Kecamatan Pamboang;
31
10) Kawasan Makam Imannang di Lingkungan Pamboborang
Kelurahan Baru Kecamatan Banggae;
11) Kawasan Makam Tabulese di Lingkungan Camba Utara
Kecamatan Banggae;
12) Kawasan Makam Lombeng Susu dan Puang Rambang di
Kelurahan Tande Kecamatan Banggae Timur;
13) Kawasan Makam Nenenk Ular, Makam Reso dan Makam
Pappesse Bassi yang terletak di Lingkungan Segeri
Kelurahan Baruga dan Kecamatan Banggae Timur; dan
14) Kawasan Makam Mara’dia Parappe di Lingkungan
Tangnga-Tangnga Kelurahan Labuang Kecamatan Banggae
Timur.
Kawasan peruntukan pariwisata alam, terdiri atas:
1) Wisata Puncak Salabose Kelurahan Pangali – Ali
Kecamatan Banggae;
2) Wisata Puncak Pohon Pinus di Segeri Kelurahan Baruga
Dhua Kecamatan Banggae Timur;
3) Wisata Agro Wisata Bambangan di Bambangan Desa
Bambangan Kecamatan Malunda;
4) Wisata Takkesi di Bambangan Desa Bambangan
Kecamatan Malunda;
5) Wisata Terumbu Karang Pantai Pacitan Kelurahan Pangali
Ali Kecamatan Banggae;
6) Wisata Terumbu Karang Pantai Rangas di Lingkungan
Rangas Kelurahan Totoli Kecamatan Banggae;
7) Wisata Pantai Pasir Putih dan Terumbu Karang Pantai
Leppe, Barane, Tamo dan Pangale di Kelurahan Baurung
Kecamatan Banggae Timur;
8) Pantai Luaor dan Pantai Pasir Putih soreang di Kelurahan
Totoli Kecamatan Banggae;
32
9) Pantai Rewataa di Kecamatan Pamboang;
10) Pulau Pantai Maluno, Pulau Idaman Tai Manu, dan Pantai
Pasir Putih Bonde-Bonde serta Pulau Lere-Lerekang yang
terletak di Kecamatan Sendana;
11) Permandian Sungai Teppo di Kelurahan Baru Kecamatan
Banggae;
12) Air Terjun Orongan Puawang di Lingkungan Puawang
Kelurahan Tande Kecamatan Banggae Timur;
13) Permandian Udhuhun Pokki di Galung Kecamatan
Pamboang;
14) Permandian Sungai Tubo di Kecamatan Tubo Sendana;
15) Permandian Air Panas di Limboro dan Makula serta Wisata
Wai Makula Tinggas di Kecamatan Sendana; dan
16) Air Terjun Mario dan Takkulilia di Kecamatan Malunda.
17) Terumbu Karang Pantai Pacitan Kelurahan Pangali Ali
Kecamatan Banggae;
18) Terumbu Karang Pantai Rangas di Lingkungan Rangas
Kelurahan Totoli Kecamatan Banggae; dan
19) Terumbu Karang Pantai Bautapa di Lingkungan Baurung
Kelurahan Baurung Kecamatan Banggae Timur;
Kawasan peruntukan pariwisata buatan, yaitu Kolam Renang
Tirta di Deteng – Deteng kelurahan Totoli Kecamatan Banggae.
g. Potensi perindustrian
Ada berapa jenis industri yang sangat prospek untuk
dikembangkan yaitu sebagai berikut:
1) Industri pembuatan kapal/perahu
2) Industri kerajinan batang kelapa
3) Industri pertenunan sutera
4) Industri minyak goreng
33
5) Industri arang tempurung
6) Industri gula merah
7) Industri batu merah
h. Potensi pertambangan.
Potensi pertambangan di Kabupaten Majene adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.5 Potensi Pertambangan Kabupaten Majene
JENIS BAHAN GALIAN LOKASI SUMBER DAYA
Batu Gamping
Kec.Banggae/B.Timur 162.844.100 m³
Kec.Pamboang 21.590.000 m³
Kec.Tubo Sendana 1.232.000.000 m³
Kec. Malunda 1.141.396.000 m³
Batupasir
Kec.Malunda 6.307.840.000 m³
Kec.Sendana 86.640.000 m³
Kec.Pamboang 84.225.000 m³
Lempung Kec.Banggae Timur 2.129.000 m³
Kec.Malunda 60.000 m³
Andesit Kec.Malunda 2.509.000 m³
Basal Kec.Malunda 1.914.000 m³
Konglomerat Kec.Malunda 13.000.800 m³
Napal Kec. Banggae 10.000.000 m³
Dasit Kec. Pamboang 851.491.000 m³
Batu Bara
Kec. Sendana
Belum Diketahui Kec. Malunda
Kec. Tammero'do Sendana
Pasir Besi Kec. Tammero'do Sendana Belum Diketahui
Emas Kec. Pamboang
Belum Diketahui Kec. Malunda
Zeolit Kec. Tammero'do Sendana Belum Diketahui
Migas Blok Mandar
Blok Mandar Selatan
Blok Malunda
Blok Karana
Belum Diketahui
Belum Diketahui
34
6. Kondisi pola aktivitas
Pola aktifitas kegiatan di Kabupaten Majene didasarkan pada
pergerakan masyarakat yang selanjutnya membentuk struktur ruang
dengan pengembangan sistem pusat-pusat permukiman perkotaan
(urban system) terhadap fungsi-fungsi utama pelayanan perkotaan,
hubungan antar pusat permukiman perkotaan dan orientasi
pergerakan barang dan penumpang.
a. Orientasi pergerakan barang dan penumpang.
Penataan hubungan antar pusat-pusat permukiman perkotaan
dan dengan outlet-outlet utama kegiatan transportasi wilayah
merupakan hal yang sangat penting dalam rangka menciptakan
arus pergerakan barang dan penumpang yang efisien, efektif
dan menerus dari kawasan-kawasan produksi ke lokasi-lokasi
pasar di dalam wilayah maupun di luar wilayah (dan
sebaliknya). Penataan hubungan tersebut dilakukan melalui
pengembangan sistem dan fasilitas kegiatan transportasi secara
terpadu inter dan intra moda (udara, laut dan udara) sehingga
mampu menghasilkan layanan angkutan yang cepat, aman dan
berbiaya murah.
Dengan memperhatikan faktor-faktor aglomerasi pusat-pusat
permukiman perkotaan, sebaran wilayah hinterland, serta
jaringan prasarana dan fasilitas kegiatan transportasi darat,
sungai, penyeberangan, laut dan udara yang sudah ada maupun
yang direncanakan untuk dikembangkan, dapat diarahkan
hubungan antar pusat dan orientasi pergerakan barang dan
penumpang di wilayah Kabupaten Majene. Dapat dikemukakan
bahwa arahan dan orientasi pergerakan ini bersifat agak
disederhanakan dan ideal, mengingat dalam kenyataannya
orientasi pergerakan barang dan penumpang sangat kompleks
dapat berasal dan menuju ke segala arah sesuai dengan lokasi
35
supply dan demand yang sepenuhnya mengikuti mekanisme
pasar.
Dengan memperhatikan hirarki sistem perkotaan yang ada di
Kabupaten Majene, maka dapat diperoleh gambaran pergerakan
barang dan penumpang secara sederhana:
b. Pengembangan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
PKW mempunyai skala pelayanan seluruh Kabupaten Majene
diarahkan pada:
1) Pemantapan keterkaitan antar wilayah dengan kota-kota
utama di Provinsi Sulbar terutama kota-kota dengan hirarki
yang sama dan yang ada diatasnya, dengan meningkatkan
sarana dan prasarana perhubungannya.
2) Penyediaan sarana perkotaan sesuai dengan fungsi kota
dengan pendekatan Program Pembangunan Prasarana Kota
Terpadu (P3KT), yang mencakup penyediaan bagi
kecukupan air bersih, jalan kota, sistem jaringan drainase,
sistem jaringan air limbah buangan, persampahan, serta
perbaikan kawasan pemukiman.
3) Peningkatan peran serta investasi swasta dalam pengadaan
dan pembangunan sarana dan prasarana kota.
4) Pengembangan kegiatan ekonomi kota (jasa dan
perdagangan) dalam rangka memacu pertumbuhan dan
perkembangan daerah serta memperluas kesempatan kerja.
5) Penataan ruang kota melalui perencanaan detail tata ruang
kota , yaitu RDTRK dan RTRK, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang kota secara terpadu.
Adapun wilayah yang menjadi PKW di Kabupaten Majene
adalah meliputi Kecamatan Banggae dan Kecamatan Banggae
Timur.
36
c. Pengembangan Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLP).
PKLP mempunyai skala pelayanan sebagian wilayah
Kabupaten Majene dalam klaster ruang di sekitarnya dan
diarahkan pada:
1) Penyediaan sarana perkotaan sesuai dengan fungsi kota,
serta peningkataan ketersediaan sarana dan prasarana
produksi bagi kawasan pertambangan, pertanian,
perkebunan, dan industri.
2) Peningkatan sarana komunikasi antar wilayah
pengembangan yang ada di Kabupaten Majene.
3) Peningkatan aksesibilitas ke wilayah belakang yang
dilayaninya melalui pengembangan sistem transportasi
yang memadai.
4) Peningkatan fungsi kota sebagai penyangga fungsi ibukota
kabupaten.
Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) di Kabupaten Majene
diarahkan pada Kecamatan Malunda, Kecamatan Pamboang,
dan Kecamatan Sendana.
d. Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)
PPK mempunyai skala pelayanan di wilayah sekitarnya, dan
diarahkan pada:
1) Peningkatan aksesibilitas ke wilayah PKLp dan Ibukota
Kabupaten (PKW).
2) Peningkatan aksesibilitas ke wilayah belakang yang
dilayaninya melalui pengembangan jaringan jalan.
3) Peningkataan ketersediaan sarana dan prasarana produksi
bagi kawasan pertambangan, pertanian, perkebunan, dan
perikanan.
37
4) Peningkatan prasarana komunikasi antar sentra produksi.
Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) diarahkan di Tammero’do di
Kecamatan Tammerodo Sendana; Tubo di Kecamatan Tubo
Sendana; dan Ulumanda di Kecamatan Ulumanda.
e. Pengembangan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)
PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala antar desa. PPL tersebut, meliputi:
1) Kelurahan Baruga di Kecamatan Banggae Timur;
2) Kelurahan Sirindu di Kecamatan Pamboang;
3) Kelurahan Tallubanua di Kecamatan Sendana;
4) Desa Ulidang di Kecamatan Tammero’do Sendana; dan
5) Desa Maliaya di Kecamatan Malunda.
38
Gambar 4.3 Fungsi Pusat Kegiatan Kota di Kabupaten Majene
7. Kondisi transportasi wilayah saat ini
Uraian mengenai kondisi transportasi membahas tentang jaringan
prasarana, jaringan pelayanan, dan kinerja pelayanan. Penjelasan
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Jaringan jalan dan jembatan
PUSAT KEGIATAN WILAYAH (PKW):
mempunyai skala pelayanan seluruh Kabupaten Majene
KECAMATAN
BANGGAE
PUSAT KEGIATAN LOKAL PROMOSI (PKLp):
mempunyai skala pelayanan sebagian wilayah
Kabupaten Majene dalam klaster ruang di sekitarnya dan diarahkan pada Kecamatan
Malunda, Kecamatan Pamboang, dan
Kecamatan Sendana
MALUNDA
PAMBOANG
TAMMERO’DO DI KECAMATAN
TAMMERODO
SENDANA; TUBO DI
KECAMATAN
TUBO SENDANA; DAN
ULUMANDA DI
KECAMATAN ULUMANDA
PUSAT PELAYANAN KAWASAN (PPK):
Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya
disebut PPK adalah kawasan perkotaan di Kabupaten Majene yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa
KECAMATAN
BANGGAE
TIMUR
SENDANA
PUSAT PELAYANAN LINGKUNGAN (PPL):
pusat permukiman yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala antar desa
KELURAHAN BARUGA DI
KECAMATAN BANGGAE
TIMUR; KELURAHAN SIRINDU DI
KECAMATAN PAMBOANG;
KELURAHAN TALLUBANUA DI KECAMATAN SENDANA;
DESA ULIDANG DI
KECAMATAN TAMMERO’DO SENDANA; DAN
DESA MALIAYA DI
KECAMATAN MALUNDA.
39
Panjang jalan di Kabupaten Majene pada tahun 2011 dirinci
menurut permukaan jalan yaitu jalan Aspal, Kerikil, Tanah,
Tidak dirinci, dan Beton masing-masing adalah 296,31 km,
32,32 km, 66,07 km, 193,18 km, 29,92 km. Kondisi Jalan pada
tahun 2011 Baik: 419,46 km; Sedang: 75,30 km; Rusak: 21,22
km; dan Rusak Berat: 102,22 km.
Tabel 4.6 Panjang Jalan Daerah Dirinci Menurut Kondisi Jalan Di
Kabupaten Majene Tahun 2007 - 2011
KONDISI JALAN TAHUN
2007 2008 2009 2010 2011
1. BAIK 321,41 331,87 385,09 406,88 419,46
2. SEDANG 55,23 53,45 66,38 75,55 75,3
3. RUSAK 42,9 40,5 31,38 29,25 21,22
4. RUSAK BERAT 198,4 196,12 129,91 105,76 102,22
JUMLAH 617,94 621,94 612,76 617,44 618,2
Sumber: Kab. Majene Dalam Angka, 2012
Tabel 4.7 Panjang Jalan Daerah Dirinci Menurut Permukaan Jalan
Kabupaten Majene Tahun 2005 -2009
JENIS PERMUKAAN TAHUN
2007 2008 2009 2010 2011
1. ASPAL 338,82 313,46 310,08 296,31 296,31
2. KERIKIL 63,52 46,55 36,92 35,23 32,32
3. TANAH 25,40 65,81 68,44 66,07 66,07
4. TIDAK DIRINCI 190,20 196,12 197,32 193,89 193,18
5. BETON 25,94 29,92
KAB. MAJENE 617,94 621,94 612,76 617,44 618,20
Sumber: Kab. Majene Dalam Angka, 2012
40
BAB V
PERKIRAAN KONDISI MENDATANG
A. Kabupaten Majene
1. Rencana struktur ruang
a. Umum
Rencana tata ruang merupakan suatu sistem keruangan yang
dibentuk oleh berbagai elemen, yaitu sistem pusat
pengembangan, sistem hirarki kota, dan sistem pusat pelayanan
dengan masing-masing skala pelayanannya yang
menggambarkan susunan unsur-unsur pembentuk rona
lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan
yang berurutan secara hirarkis dan berhubungan satu sama lain
dalam membentuk struktur ruang. Sedangkan struktur ruang
adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis
memiliki hubungan fungsional. Kemudian rencana struktur
ruang wilayah kabupaten merupakan kerangka tata ruang
wilayah kabupaten yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat
kegiatan yang berhierarki satu sama lain yang dihubungkan
oleh sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten terutama
jaringan transportasi. Dalam hal ini, pusat kegiatan di wilayah
kabupaten merupakan simpul pelayanan sosial, budaya,
ekonomi, dan/atau administrasi masyarakat di wilayah
kabupaten.
Agar interkoneksitas antar pusat kegiatan, serta pelayanan
prasarana wilayah efisien dan efektif maka perlu diwujudkan
sistem interkoneksitas antar kawasan perkotaan dan perdesaan
yang berdaya guna besar. Sistem perkotaan Kabupaten Majene
dibangun dengan beberapa pusat kegiatan seperti Pusat
Kegiatan Lokal Promosi (PKLp), Pusat Pelayanan Kawasan
(PPK) dan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
Rencana struktur ruang wilayah kabupaten harus
menggambarkan rencana struktur ruang wilayah nasional dan
wilayah provinsi yang ada di wilayah kabupaten dan harus
berhirarki dan tersebar secara proporsional di dalam ruang serta
saling terkait menjadi satu kesatuan sistem wilayah kabupaten.
b. Dasar pertimbangan pengembangan pusat-pusat kegiatan
Prinsip dasar pertimbangan dalam pengembangan sistem kota-
kota atau pusat permukiman meliputi :
41
1) Pembatasan limpahan perkembangan perkotaan dari daerah
hinterland;
2) Pengembangan sistem transportasi yang mendukung
struktur ruang pada sistem perkotaan;
3) Menjaga keberadaan kawasan lindung;
4) Pengintegrasian fungsi dan sistem kota-kota atau pusat
permukiman;
5) Antisipasi terhadap perkembangan kegiatan di masa
mendatang.
2. Rencana pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan
Rencana pengembangan sistem perkotaan di wilayah kabupaten
Rencana pengembangan sistem kota-kota secara umum diarahkan
untuk mencapai keseimbangan perkembangan ruang antara pusat-
pusat pemukiman dan/atau pusat pertumbuhan. Adanya
peningkatan hirarki serta pengembangan fungsi memberikan
implikasi terhadap kebutuhan penyediaan sarana dan prasarana
perkotaan yang mendukungnya.
Mengingat dalam konsep wilayah ini tidak terikat batas-batas
administrasi pemerintahan, maka keserasian antar wilayah
kecamatan menjadi sangat penting manakala kepentingan
pembangunan wilayah bersentuhan. Untuk ini, proses kerjasama
(joint efforts), koordinasi antar wilayah kecamatan, dan temu
konsultatif perencanaan, dan sebagainya merupakan bentuk-bentuk
interaksi yang perlu dilakukan di bawah koordinasi Pemerintah
Kabupaten.
Rencana pengembangan sistem kota-kota di Kabupaten Majene
diarahkan untuk mencapai keseimbangan perkembangan ruang
antara pusat-pusat pemukiman dan/atau pusat pertumbuhan.
Adanya peningkatan hierarki serta pengembangan fungsi
memberikan implikasi terhadap kebutuhan penyediaan sarana dan
prasarana perkotaan yang mendukungnya.
a. Pengembangan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
PKW mempunyai skala pelayanan seluruh Kabupaten Majene
diarahkan pada:
1) Pemantapan keterkaitan antar wilayah dengan kota-kota
utama di Provinsi Sulbar terutama kota-kota dengan hirarki
yang sama dan yang ada diatasnya, dengan meningkatkan
sarana dan prasarana perhubungannya.
2) Penyediaan sarana perkotaan sesuai dengan fungsi kota
dengan pendekatan Program Pembangunan Prasarana Kota
42
Terpadu (P3KT), yang mencakup penyediaan bagi
kecukupan air bersih, jalan kota, sistem jaringan drainase,
sistem jaringan air limbah buangan, persampahan, serta
perbaikan kawasan pemukiman.
3) Peningkatan peran serta investasi swasta dalam pengadaan
dan pembangunan sarana dan prasarana kota.
4) Pengembangan kegiatan ekonomi kota (jasa dan
perdagangan) dalam rangka memacu pertumbuhan dan
perkembangan daerah serta memperluas kesempatan kerja.
5) Penataan ruang kota melalui perencanaan detail tata ruang
kota (RDTRK dan RTRK), pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang kota secara terpadu.
Adapun wilayah yang menjadi PKW di Kabupaten Majene
adalah meliputi Kecamatan Banggae dan Kecamatan Banggae
Timur.
b. Pengembangan Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp)
PKLp mempunyai skala pelayanan sebagian wilayah
Kabupaten Majene dalam klaster ruang di sekitarnya dan
diarahkan pada:
1) Penyediaan sarana perkotaan sesuai dengan fungsi kota,
serta peningkataan ketersediaan sarana dan prasarana
produksi bagi kawasan pertambangan, pertanian,
perkebunan, dan industri.
2) Peningkatan sarana komunikasi antar wilayah
pengembangan yang ada di Kabupaten Majene.
3) Peningkatan aksesibilitas ke wilayah belakang yang
dilayaninya melalui pengembangan sistem transportasi
yang memadai.
4) Peningkatan fungsi kota sebagai penyangga fungsi ibukota
kabupaten.
Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) di Kabupaten Majene
diarahkan pada Kecamatan Malunda, Kecamatan Pamboang,
dan Kecamatan Sendana.
c. Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)
PPK mempunyai skala pelayanan di wilayah sekitarnya, dan
diarahkan pada:
1) Peningkatan aksesibilitas ke wilayah PKLp dan Ibukota
Kabupaten (PKW).
43
2) Peningkatan aksesibilitas ke wilayah belakang yang
dilayaninya melalui pengembangan jaringan jalan.
3) Peningkataan ketersediaan sarana dan prasarana produksi
bagi kawasan pertambangan, pertanian, perkebunan, dan
perikanan.
4) Peningkatan prasarana komunikasi antar sentra produksi.
Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) diarahkan di Tammero’do di
Kecamatan Tammerodo Sendana; Tubo di Kecamatan Tubo
Sendana; dan Ulumanda di Kecamatan Ulumanda.
d. Pengembangan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)
PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala antar desa. PPL tersebut, meliputi :
1) Kelurahan Baruga di Kecamatan Banggae Timur;
2) Kelurahan Sirindu di Kecamatan Pamboang;
3) Kelurahan Tallubanua di Kecamatan Sendana;
4) Desa Ulidang di Kecamatan Tammero’do Sendana; dan
5) Desa Maliaya di Kecamatan Malunda.
44
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)
18)
19)
20)
21)
22)
23)
24)
25)
26)
27)
28)
29)
30)
Gambar 5.1 Rencana Struktur Ruang
45
BAB VI
ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN
A. Arahan Pengembangan Sistem Transportasi di Kabupaten Majene
Seperti halnya Kabupaten Mamuju, visi, misi, dan kebijakan
pengembangan sistem transportasi di Kabupaten Majene mengacu pada
visi, misi, dan kebijakan pengembangan sistem transportasi Provinsi
Sulawesi Barat yang pada intinya diarahkan untuk mengatasi
permasalahan transportasi yang ada saat ini dan masa yang akan datang
serta mendukung strategi pembangunan daerah Kabupaten Majene
dalam rangka mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi di
Kabupaten Majene.
Visi:
Terwujudnya transportasi yang berwawasan lingkungan,
mengharmoniskan keunggulan masing-masing kawasan untuk
mendukung sektor pertanian, industri, perdagangan, pertambangan,
pariwisata, dan pendidikan serta mendukung pengembangan wilayah
yang diselenggarakan secara efisien dan berbudaya sehingga terwujud
masyarakat madani yang sejahtera, mandiri, dan berkualitas.
Misi:
1. Meningkatkan tingkat aksesibilitas antar kawasan kecamatan;
2. Memperlancar perhubungan antar ibukota kecamatan dan dengan
ibukota Kabupaten Majene dan kabupaten sekitarnya serta ibukota
provinsi;
3. Memadukan pengembangan transportasi dengan
pengembangan/penataan tata ruang;
4. Memperkuat simpul (terminal) dan mengembangkan fasilitas
pelabuhan;
5. Mengembangkan integrasi layanan berbagai moda transportasi;
6. Menciptakan layanan transportasi yang bermutu untuk mendukung
sektor industri, pertanian, perdagangan, peternakan, pertambangan,
perikanan, pariwisata, dan pendidikan;
7. Meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum;
8. Mengharmonisasikan sistem transportasi kawasan perkotaaan
dengan kawasan perdesaan;
9. Menciptakan citra sistem transportasi yang berteknologi tepat guna,
rendah biaya dengan tingkat keselamatan tinggi serta ramah
lingkungan.
46
Sesuai hasil kajian tata guna lahan, potensi sumberdaya alam,
pariwisata, pola arus lalulintas serta ketersediaan sarana dan prasarana
yang ada dan permasalahan transportasi yang dihadapi saat ini dan masa
yang akan datang, maka perlu disusun rencana pengembangan sistem
transportasi di wilayah Kabupaten Majene. Adapun beberapa tujuan
dari rencana pengembangan transportasi yang dimaksud adalah:
1. Memacu perkembangan wilayah dengan memperhatikan fungsi dan
peranan kecamatan sebagai pusat pertumbuhan;
2. Meningkatkan aktivitas perekonomian di daerah yang dilalui;
3. Meningkatkan aksesibiltas ke semua wilayah di Kabupaten Majene;
4. Mengurangi disparitas pertumbuhan antar wilayah di Kabupaten
Majene
5. Memperkuat keterkaitan antar wilayah kecamatan dan ibukota
kabupaten melalui sistem jaringan transportasi yang efektif, efisien
agar dapat mengembangkan perekonomian di seluruh wilayah
Kabupaten Majene;
6. Mengembangkan keterkaitan antar wilayah yang berbatasan dengan
wilayah Kabupaten Majene melalui perencanaan sistem jaringan
transportasi yang terpadu, efektif, dan efisien dalam satu sistem
transportasi Provinsi Sulawesi Barat;
7. Mengembangkan sistem jaringan transportasi yang handal untuk
mendukung pengembangan kawasan pertambangan, pariwisata,
pertanian, perikanan, peternakan, dan industri di Kabupaten Majene
yang terpadu dengan sistem jaringan transportasi di Provinsi
Sulawesi Barat;
8. Mengembangkan serta mensinergikan layanan transportasi darat
dan laut sebagai pendukung transportasi wilayah
1. Arahan pengembangan sistem jaringan jalan di Kabupaten
Majene
Pengembangan transportasi di Kabupaten Majene menitikberatkan
kepada sistem jaringan jalan, termasuk pelayanan angkutan umum
dan tidak terlepas dari jaringan transportasi laut walaupun saat ini
Pelabuhan Palipi belum dimanfaatkan secara maksimal.
Permasalahan yang dialami Kabupaten Majene tidak jauh berbeda
dengan Kabupaten Mamuju, yaitu jaringan jalan dan lalu lintas
antar kecamatan belum menunjukkan pelayanan yang memuaskan,
masih terdapat permasalahan seperti terbatasnya daya dukung dan
kondisi permukaan jalan dan jembatan, selain itu permasalahan
yang terlihat secara jelas yaitu untuk jaringan jalan lokal hanya 21
47
% ruas jalan yang memenuhi standar minimal kriteria teknis jalan
sedangkan beberapa ruas jalan seperti Majene-Galung, Galung –
Simullu, P Simullu-Puawang, Tanate-Tande, Tande-Galung
Lombok, Lutang-Tande, Tanete-Puawang, Buttu Samang-Kaloli,
Tunda-Lembang, Majene-Pasangrahan, Tanete-Galung, Camba-
Teppo masih belum sesuai ketentuan Peraturan Menteri PU No.
19/PRT/M/.
Berdasarkan kondisi permasalahan sistem transportasi jalan raya
dan hasil analisa untuk infrastruktur transportasi jalan maka untuk
pengembangan sistem jaringan jalan di Kabupaten Majene perlu
dilakukan beberapa upaya, yaitu:
a. Melayani kebutuhan masyarakat akan pelayanan jasa
transportasi sebagai kebutuhan yang fundamental;
b. Pengembangan dan peningkatan aksesibilitas di kabupaten
perlu mendapatkan perhatian;
c. Mendorong kelancaran mobilitas orang dan barang serta
informasi baik dari Kabupaten Majene maupun ke Kabupaten
sekitar di Wilayah Provinsi Sulawesi Barat khususnya; dan
d. Mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan di wilayah
provinsi Sulawesi Barat sehingga dapat dinikmati oleh seluruh
lapisan masyarakat antar kabupaten, antar kecamatan, antar
desa dan kelurahan.
2. Arahan pengembangan sistem angkutan umum dan terminal di
Kabupaten Majene
Pergerakan yang dilakukan masyarakat Kabupaten Majene saat ini
sebagian menggunakan layanan moda angkutan umum. Penyediaan
moda angkutan umum tersebut sudah cukup baik melayani
pergerakan masyarakat setempat khususnya pergerakan antar
kabupaten dan pergerakan antar provinsi pada umumnya.
Secara garis besar, moda angkutan umum di Kabupaten Majene
dapat dibagi menjadi moda angkutan antar provinsi (AKAP), antar
kota dalam provinsi (AKDP), dan angkutan perdesaan. Adapun
terminal yang merupakan simpul dari pergerakan penumpang
dengan moda jaringan jalan khususnya angkutan umum yang
berfungsi sebagai tempat persinggahan kendaraan/angkutan umum
dan juga berfungsi mengatur pergerakan orang dan barang di
Kabupaten Majene hingga tahun 2013 hanya terdapat 1 unit
terminal tipe B di Jl. Sultan Hasanuddin dengan permasalahan yang
dihadapi saat ini yaitu jalan di dalam lokasi terminal sebagai jalan
utama dalam terminal tidak layak dilalui kendaraan bus kecil
maupun bus besar selain itu tanahnya kurang padat. Permasalahan
48
lainnya yaitu adanya terminal bayangan yang berlokasi di Jl.
Ammana Wewang akibat jauhnya lokasi terminal tipe B dari pusat
kegiatan masyarakat sehingga tidak bisa memenuhi fungsi utama
terminal.
Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut, maka konsep
pengembangan sistem angkutan umum dan terminal di Kabupaten
Majene dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Semua kecamatan sebaiknya dilayani trayek angkudes, dimana
jumlah armada disesuaikan dengan besarnya demand angkutan
umum;
b. Meningkatkan pelayanan angkutan umum di kawasan
perkotaan (angkutan kota) dan kawasan perdesaan (angkudes);
c. Angkutan umum yang boleh beroperasi dalam pusat kota hanya
angkutan kota sedangkan angkudes dilarang masuk kota hanya
menyisir pinggiran kota, khusus angkutan barang terdapat
pengecualian pada jam-jam tertentu
d. Perlunya pembangunan atau penyesuaian tipe terminal yang
ada menjadi terminal tipe A dengan mengacu pada konsep DM,
yaitu terminal terpadu yang berwawasan bisnis dan lingkungan;
e. Pada setiap kecamatan sebaiknya direncanakan ada terminal
penumpang tipe C yang lokasinya berjarak ± < 100 m
berdekatan dengan pasar kecamatan yang dirancang dengan
memperhatikan pola pergerakan arus lalu lintas di ruas jalan
utama dan geometrik akses terminal sehingga
kegiatan/keberadaan terminal tidak memberikan dampak yang
besar terhadap pergerakan arus lalu lintas di kawasan sekitar
terminal;
f. Memperbaiki dan meningkatkan pelayanan terminal di Jl.
Sultan Hasanuddin, dan terminal bayangan di Ammana
Wewang;
g. Peningkatan infrastruktur pendukung dan pelayanan terminal
yang memadai, memperbaiki trayek angkutan yang dalam
kondisi buruk, serta memanajemen pengaturan operasional
angkutan.
Berdasarkan konsep yang ada, maka dalam wilayah Kabupaten
Majene seharusnya terlayani oleh angkutan umum, namun
demikian mengingat tidak adanya subsidi pemerintah daerah
kepada operator angkutan umum, maka pelayanan angkutan
umum sebaiknya dikaitkan dengan besaran demand angkutan
umum yang ada di masing-masing kawasan di Kabupaten
Majene.
49
Kebijakan untuk meningkatkan kinerja sistem angkutan umum
tetap harus berpijak pada kerangka keseimbangan dalam
mengakomodir kepentingan setiap stakeholders, dealer, maupun
regulator/administrator (pemerintah). Sehingga diharapkan untuk
setiap stakeholders dapat melaksanakan fungsi, hak, dan tugasnya
dengan baik.
Operator adalah pihak yang berkonsentrasi dalam operasi sistem
angkutan umumdan melaksanakan keputusan sehari-hari yang
berkaitan dengan kondisi spesifik karakteristik pelayanan seperti
penjadwalan, penentuan plafon operasi, dan perawatan armada.
Pengguna adalah pihak yang sebenarnya membuat keputusan
perjalanan di dalam suatu sistem angkutan yang dipengaruhi oleh
besarnya biaya yang harus mereka keluarkan untyuk melakukan
suatu perjalanan (ongkos) dan biaya lain (intangibles) yang tidak
terukur melalui nilai uang, seperti: waktu menunggu, jarak dan
lama perjalanan.
Regulator adalah pihak yang mengontrol interaksi antara operator
dan pengguna. Regulator yang mengkaji performansi sistem baik
dari segi teknik operasional maupun ekonomi finansial dan
memberikan spesifikasi bagi penyediaan dan operasi sistem
transportasi umum. Kebijakan regulator inilah yang menjadi tolok
ukur bagi tingkat pelayanan suplai transportasi umum yang
disediakan.
Kepentingan dari ketiga faktor yang terlibat dalam interaksi pada
sistem transportasi umum memiliki sudut pandang yang berbeda,
sehingga dalam penyusunan alternatif penanganan maka indikator
kepentingan tersebut dapat diakomodir dengan penjelasan
mengenai kriteria dan ukurannya secara kualitatif dan kuantitatif.
3. Arahan pengembangan angkutan laut di Kabupaten Majene
Pelabuhan regional yang melayani kapal-kapal antar provinsi dan
kabupaten di Kabupaten Majene adalah Pelabuhan Majene dan
Pelabuhan Palipi sementara pelabuhan-pelabuhan lokal hanya
bersifat feeder yaitu Pelabuhan Pamboang dan Malunda.
Permasalahan yang dihadapi untuk angkutan laut saat ini yaitu
pelabuhan yang ada pada Kabupaten Majene belum tertata secara
baik dan belum dimanfaatkan secara maksimal karena kurangnya
sosialisasi untuk itu perlu penataan dan pengembangan pelabuhan
yang ada. Berdasarkan permasalahan yang ada, arahan
pengembangan angkutan laut di Kabupaten Majene, yaitu:
a. Mengembangkan pelabuhan barang dengan menyusun
masterplan;
50
b. Menjalin kerjasama dengan pihak swasta dengan Pemerintah
Daerah Kabupaten Majene agar menarik investor untuk
berinvestasi dalam pengembangan pertanian, perdagangan,
perkebunan, dan kawasan industri;
B. Kebijakan, Strategi, dan Program Pengembangan Jaringan
Transportasi di Kabupaten Majene
Rencana dan program pengembangan jaringan transportasi di
Kabupaten mamuju terdiri dari tiga periode, yaitu program jangka
pendek, program jangka menengah, dan program jangka panjang.
1. Program jangka pendek
a. Jaringan jalan
Beberapa rencana penanganan jaringan jalan yang akan
dilakukan pada program jangka pendek (2014-2018), adalah
sebagai berikut:
1) Tahun 2014, Peningkatan aksesibilitas dengan
menyesuaikan kondisi lebar jalan minimum 5,5 m di ruas
jalan Maliaya-Rui, Mekkatta-Aholeang, Mekkatta-
Bambangan, Tanisi-Sirupe, dst dapat dilihat pada
Lampiran, Peningkatan aksesibilitas ke pusat-pusat
pemerintahan, kawasan industri, perkebunan, dan pertanian
seperti di Kecamatan Banggai Timur, Peningkatan
kapasitas jalan dan persimpangan baik peningkatan kualitas
konstruksi maupun kapasitas jalan sesuai dengan kebutuhan
perkembangan arus lalulintas, Optimalisasi dan
peningkatan unjuk kerja ruas jalan, persimpangan, dan
jaringan jalan dengan manajemen dan rekayasa lalulintas
pada segmen ataupun area/kawasan dalam wilayah kota
yang intensitas penggunaan ruang jalan dan persimpangan
tinggi disertai hambatan dan tundaan lalulintas yang
berpotensi terjadi konflik lalulintas yang relatif tinggi,
Pemeliharaan ruas jalan di seluruh wilayah Kabupaten, dan
Sosialisasi pentingnya kesadaran dan keselamatan
berlalulintas untuk siswa SMP dan SMA.
2) Tahun 2015, Peningkatan aksesibilitas dengan
menyesuaikan kondisi lebar jalan minimum 5,5 m di ruas
jalan Maliaya-Rui, Mekkatta-Aholeang, Mekkatta-
Bambangan, Tanisi-Sirupe, dst dapat dilihat pada
Lampiran, Peningkatan aksesibilitas ke pusat-pusat
pemerintahan, kawasan industri, perkebunan, dan pertanian
seperti di Kecamatan Banggai Timur, Peningkatan jaringan
jalan untuk menunjang aksesibilitas ke kawasan pariwisata
seperti ke Pantai Dato, Pantai Pacitan, Permandian Air
51
Panas Limboro, Kolam renang Lambe-Lambe, pantai
Baruno, dsb, Optimalisasi dan peningkatan unjuk kerja ruas
jalan, persimpangan dan jaringan jalan dengan manajemen
dan rekayasa lalulintas pada segmen ataupun area/kawasan
dalam wilayah kota yang intensitas penggunaan ruang jalan
dan persimpangan tinggi disertai hambatan dan tundaan
lalulintas yang berpotensi terjadi konflik lalulintas yang
relatif tinggi, Pemeliharaan ruas jalan di seluruh wilayah
Kabupaten, dan Sosialisasi pentingnya kesadaran dan
keselamatan berlalulintas untuk siswa SMP dan SMA.
3) Tahun 2016, Peningkatan aksesibilitas antar kawasan
kecamatan dengan menyesuaikan kondisi lebar jalan
minimum 5,5 m seperti di ruas jalan Maliaya-Rui,
Mekkatta-Aholeang, Mekkatta-Bambangan, Tanisi-Sirupe,
dst dapat dilihat pada Lampiran, Peningkatan aksesibilitas
ke pusat-pusat pemerintahan, kawasan industri,
perkebunan, dan pertanian.
4) Tahun 2017, Peningkatan aksesibilitas antar kawasan
kecamatan dengan menyesuaikan kondisi lebar jalan
minimum 5,5 m seperti di ruas jalan Maliaya-Rui,
Mekkatta-Aholeang, Mekkatta-Bambangan, Tanisi-Sirupe,
dst dapat dilihat pada Lampiran, Peningkatan jaringan jalan
untuk menunjang aksesibilitas ke kawasan pariwisata,
Peningkatan kualitas jalan yang dilalui angkutan barang ke
outlet seperti pelabuhan laut dan penyeberangan,
Optimalisasi dan peningkatan unjuk kerja ruas jalan,
persimpangan dan jaringan jalan dengan manajemen dan
rekayasa lalulintas pada segmen ataupun area/kawasan
dalam wilayah kota yang intensitas penggunaan ruang jalan
dan persimpangan tinggi disertai hambatan dan tundaan
lalulintas yang berpotensi terjadi konflik lalulintas yang
relatif tinggi, Pemeliharaan ruas jalan di seluruh wilayah
Kabupaten, Sosialisasi pentingnya kesadaran dan
keselamatan berlalulintas untuk siswa SMP dan SMA, dan
dan Pembangunan dan pengembangan jalan lingkar luar di
bagian timur dan utara Kota Mamuju.
5) Tahun 2018, Peningkatan aksesibilitas antar kawasan
kecamatan dengan menyesuaikan kondisi lebar jalan
minimum 5,5 m seperti di ruas jalan Maliaya-Rui,
Mekkatta-Aholeang, Mekkatta-Bambangan, Tanisi-Sirupe,
dst dapat dilihat pada Lampiran, Peningkatan jaringan jalan
untuk menunjang aksesibilitas ke kawasan pariwisata yaitu,
Peningkatan kualitas jalan yang dilalui angkutan barang ke
outlet seperti pelabuhan laut dan penyeberangan,
52
Optimalisasi dan peningkatan unjuk kerja ruas jalan,
persimpangan dan jaringan jalan dengan manajemen dan
rekayasa lalulintas pada segmen ataupun area/kawasan
dalam wilayah kota yang intensitas penggunaan ruang jalan
dan persimpangan tinggi disertai hambatan dan tundaan
lalulintas yang berpotensi terjadi konflik lalulintas yang
relatif tinggi, Pemeliharaan ruas jalan di seluruh wilayah
Kabupaten, dan Sosialisasi pentingnya kesadaran dan
keselamatan berlalulintas untuk siswa SMP dan SMA.
b. Angkutan umum dan terminal
Program pengembangan angkutan umum dan terminal
ditekankan pada hal berikut, yaitu:
1) Tahun 2014, Penyusunan masterplan angkutan umum,
Penyusunan studi angkutan pelajar, Penyusunan studi
angkutan pariwisata, Optimalisasi rute angkutan antar kota
dalam provinsi, Peningkatan keselamatan lalulintas dan
angkutan jalan, Pembangunan Terminal Tipe A di Kota
Majene yang berlokasi dekat dengan pasar induk,
Peningkatan/pengembangan sarana prasarana terminal B di
Jl. Sultan Hasanuddin, dan Pembangunan Terminal Tipe C
Pembangunan Terminal Tipe C di Kec. Banggae, Kec.
Pamboang, Kec. Sendana, Kec. Tammerodo, Kec. Tubo
Sendana, Kec. Malunda, dan Kec Ulumanda.
2) Tahun 2015, rangkaian penyusunan masterplan angkutan
umum, Pengaturan arus lalu lintas dengan traffic
management, Pengusulan pengadaan angkutan pelajar,
Pengusulan pengadaan angkutan pariwisata, Optimalisasi
rute angkutan antar kota dalam provinsi, Peningkatan
keselamatan lalulintas dan angkutan jalan, rangkaian
pembangunan Terminal Tipe A di Kota Majene yang
berlokasi dekat dengan pasar induk, rangkaian
Peningkatan/pengembangan sarana prasarana terminal B di
Jl. Sultan Hasanuddin, dan rangkaian pembangunan
Terminal Tipe C di Pembangunan Terminal Tipe C di Kec.
Banggae, Kec. Pamboang, Kec. Sendana, Kec. Tammerodo,
Kec. Tubo Sendana, Kec. Malunda, dan Kec Ulumanda.
3) Tahun 2016, rangkaian penyusunan masterplan angkutan
umum, Pengaturan arus lalu lintas dengan traffic
management, Pengusulan pengadaan angkutan pelajar,
Pengusulan pengadaan angkutan pariwisata, Pengembangan
angkutan perintis untuk menghubungkan pusat kegiatan
dengan daerah pedalaman, Peningkatan keselamatan
lalulintas dan angkutan jalan, Pembangunan Terminal Tipe
53
A di Kota Majene yang berlokasi dekat dengan pasar induk,
Peningkatan/pengembangan sarana prasarana terminal B di
Jl. Sultan Hasanuddin, dan Pembangunan Terminal Tipe C
di Pembangunan Terminal Tipe C di Kec. Banggae, Kec.
Pamboang, Kec. Sendana, Kec. Tammerodo, Kec. Tubo
Sendana, Kec. Malunda, dan Kec Ulumanda.
4) Tahun 2017, rangkaian penyusunan masterplan angkutan
umum, Pengaturan arus lalu lintas dengan traffic
management, Pengusulan pengadaan angkutan pelajar,
Pengusulan pengadaan angkutan pariwisata, Pengembangan
angkutan perintis untuk menghubungkan pusat kegiatan
dengan daerah pedalaman, Peningkatan keselamatan
lalulintas dan angkutan jalan, rangkaian Pembangunan
Terminal Tipe A di Kota Majene yang berlokasi dekat
dengan pasar induk, Peningkatan/pengembangan sarana
prasarana terminal B di Jl. Sultan Hasanuddin, dan
rangkaian Pembangunan Terminal Tipe C di Pembangunan
Terminal Tipe C di Kec. Banggae, Kec. Pamboang, Kec.
Sendana, Kec. Tammerodo, Kec.
Tubo Sendana, Kec. Malunda, dan Kec
Ulumanda.
5) Tahun 2018, rangkaian penyusunan masterplan angkutan
umum, Pengaturan arus lalu lintas dengan traffic
management, Pengembangan angkutan perintis untuk
menghubungkan pusat kegiatan dengan daerah pedalaman,
Peningkatan keselamatan lalulintas dan angkutan jalan,
rangkaian Pembangunan Terminal Tipe A di Kota Majene
yang berlokasi dekat dengan pasar induk,
Peningkatan/pengembangan sarana prasarana terminal B di
Jl. Sultan Hasanuddin, dan rangkaian Pembangunan
Terminal Tipe C di Pembangunan Terminal Tipe C di Kec.
Banggae, Kec. Pamboang, Kec. Sendana,
Kec. Tammerodo, Kec. Tubo Sendana, Kec. Malunda, dan
Kec Ulumanda.
c. Angkutan laut
Program pengembangan laut ditekankan pada Penataan dan
pengembangan Pelabuhan Majene dan Pelabuhan Palipi dan
Pembangunan terminal barang di kawasan pelabuhan.
54
2. Program jangka menengah
a. Keterpaduan moda
Beberapa rencana penanganan moda yang akan dilakukan pada
program jangka menengah (2019-2025), adalah Pengembangan
layanan antar moda jalan dengan pelabuhan laut
b. Jaringan jalan
Program pengembangan jaringan jalan pada jangka menengah,
meliputi:
1) Optimalisasi dan peningkatan unjuk kerja ruas jalan,
persimpangan dan jaringan jalan dengan manajemen dan
rekayasa lalulintas pada segmen ataupun area/kawasan
dalam wilayah kota yang intensitas penggunaan ruang jalan
dan persimpangan tinggi disertai hambatan dan tundaan
lalulintas yang berpotensi terjadi konflik lalulintas yang
relatif tinggi;
2) Pengembangan jalan kolektor sekunder dan jalan lokal di
wilayah Kota Majene;
3) Peningkatan keselamatan lalulintas dan angkutan jalan;
4) Pemeliharaan ruas jalan di seluruh wilayah Kabupaten;
5) Pengembangan dan peningkatan prasarana jalan di luar
Kota Majene yang terdiri dari pembangunan jalan baru dan
peningkatan status dan fungsinya baik dalam sistem
jaringan jalan primer maupun sekunder terutama yang
dilalui kendaraan barang;
c. Angkutan umum dan terminal
Program pengembangan angkutan umum dan terminal pada
jangka menengah, sebagai berikut:
1) Rangkaian penyusunan masterplan angkutan angkutan
umum;
2) Penyusunan masterplan angkutan barang;
3) Penetapan dan implementasi lintas angkutan barang;
4) Pengembangan angkutan perintis untuk menghubungkan
pusat kegiatan dengan daerah pedalaman;
5) Rangkaian pembangunan Terminal Tipe C di Kec.
Banggae, Kec. Pamboang, Kec. Sendana, Kec.
Tammerodo, Kec. Tubo Sendana, Kec. Malunda, dan Kec
Ulumanda.
55
d. Angkutan Laut
Program pengembangan angkutan laut pada jangka menengah
lebih ditekankan pada rangkaian pembangunan terminal barang
di kawasan pelabuhan.
3. Program jangka panjang
a. Keterpaduan moda
Rencana penanganan moda yang akan dilakukan pada program
jangka panjang (2025-2030), adalah peningkatan keterpaduan
moda jalan dengan pelabuhan laut.
b. Jaringan jalan
Program jangka panjang untuk jaringan jalan merupakan
lanjutan dari program jangka pendek dan menengah, yaitu
pemeliharaan ruas jalan di seluruh wilayah Kabupaten.
c. Kereta Api
Program jangka panjang untuk angkutan kereta api ditekankan
pada pembangunan jaringan lintasan kereta api beserta fasilitas
pendukung disesuaikan dengan Rencana Induk Perkeretaapian
Nasional.