Dasar Teori Gas Kromatografi
-
Upload
desi-supiyanti -
Category
Documents
-
view
238 -
download
0
Transcript of Dasar Teori Gas Kromatografi
-
8/11/2019 Dasar Teori Gas Kromatografi
1/7
Dasar Teori
Kromatografi Gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan pada jaman
instrument dan elektronika yang telah merevolusikan keilmuan selama lebih dari 30 tahun.
Sekarang GC dipakai secara rutin di sebagian besar laboratorium industri dan perguruan tinggi.
GC dapat dipakai untuk setiap campuran yang komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua
komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan.
Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai
uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa
cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat
penunjangnya.
Ada beberapa kelebihan kromatografi gas, diantaranya kita dapat menggunakan kolom
lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi. Gas dan uap mempunyai
viskositas yang rendah, demikian juga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung
cepat, sehingga analisis relatif cepat dan sensitifitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan sebagian
besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Kelemahannya adalah
teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap.
Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran
yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuransederhana sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen.
Komponen campuran dapat diidentifikasikan dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi)
yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah waktu yang menunjukkan berapa lama
suatu senyawa tertahan dalam kolom.waktu tambat diukur dari jejak pencatat pada kromatogram
dan serupa dengan volume tambat dalam KCKT dan Rf dalam KLT. Dengan kalibrasi yang
patut, banyaknya (kuantitas) komponen campuran dapat pula diukur secara teliti . kekurangan
utama KG adalah bahwa ia tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah
besar. Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan campuran pada tingkat tidak
mungkin dilakukan; tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar dilakukan kecuali jika
tidak ada metode lain.
Proses kromatografi dalam alat GC dimulai dengan menyuntikkan sample ke dalam kolom.
Mula-mula komponen-komponen di dalam kolom diuapkan, kemudian dielusi oleh gas pembawa
-
8/11/2019 Dasar Teori Gas Kromatografi
2/7
untuk melalui kolom. Perbedaan laju migrasi masing-masing komponen dalam kolom
disebabkan oleh perbedaan titik didih dan interaksi masing-masing komponen dengan fasa
stasioner. Pendeteksian saat keluar dari kolom dilakukan berdasarkan perubahan sifat fisika
aliran gas yang disebabkan adanya komponen yang dikandungnya. Sifat fisika tersebut, misalnya
daya hantar panas, absorpsi radiasi elektromagnetik, indeks refraksi, derajat terinduksi ion, dsb.
Untuk analisa kualitatif, komponen-komponen yang terelusi dikenali dari nilai waktu retensi, TR.
TR analit dibandingkan dengan TR standar pada kondisi operasi alat yang sama. Sedangkan
untuk analisa kuantitatif, penentuan kadar atau jumlah analit dilakukan dengan membandingkan
luas puncak analit dengan luas puncak standar. Efisiensi kolom ditentukan berdasarkan jumlah
pelat teori (N) dalam kolom, melalui persamaan : N = 16 x (TR / WB)2 , dengan TR = waktu
retensi dan WB = lebar dasar puncak.
Komponen-Komponen Kromatograf i Gas
1. Gas Pembawa
Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi dengancuplikan ataupun
fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder baja bertekanan tinggi sehingga gas ini akan
mengalir cepat dengan sendirinya.Karena aliran gas yang cepat inilah maka pemisahan dengan
kromatografi gas berlangsung hanya dalam beberapa menit saja.Gas pembawa yang biasa
digunakan adalah gas argon, helium,hidrogen dan nitrogen. Gas nitrogen memerlukan kecepatan
alir yang lambat(10 cm/detik) untuk mencapai efisiensi yang optimum dengan HETP
(HighEficiency Theoretical Plate) minimum. Sementara hidrogen dan helium dapatdialirkan
lebih cepat untuk mencapai efisiensi optimumnya, 35 cm/detik untuk gas hidrogen dan 25
cm/detik untuk helium. Dengan kenaikan laju alir, kinerjahidrogen berkurang sedikir demi
sedikit sedangkan kinerja nitrogen berkurangsecara drastis.
Semakin cepat solut berkesetimbangan di antara fasa diam dan fasagerak maka semakin
kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang cepatmembantu mempercepat kesetimbangan
di antara dua fasa tersebut, sehinggaefisiensinya meningkat (HETP nya menurun). Pada
kecepatan alir tinggi, solut berdifusi lebih cepat melalui hidrogen dan helium daripada melalui
nitrogen.Hal inilah yang menyebabkan hidrogen dan helium memberikan resolusi yanglebih baik
daripada nitrogen. Hidrogen memiliki efisiensi yang relatif stabildengan adanya perubahan
kecepatan alir. Namun, hidrogen mudah meledak jika terjadi kontrak dengan udara. Biasanya,
helium banyak digunakan sebagai penggantinya.Kotoran yang terdapat dalam carrier gas dapat
-
8/11/2019 Dasar Teori Gas Kromatografi
3/7
bereaksi dengan fasadiam. Oleh karena itu, gas yang digunakan sebagai gas pembawa yang
relatif kecil sehingga tidak akan merusak kolom. Biasanya terdapat saringan( molecular saeive )
untuk menghilangkan kotoran yang berupa air danhidrokarbon dalam gas pembawa . Pemilihan
gas pembawa biasanyadisesuaikan dengan jenis detektor.
2. Sistem Injeksi Sampel
Sampel dapat berupa gas atau cairan dengan syarat sampel harusmudah menguap saat
diinjeksikan dan stabil pada suhu operasional (50-300C). Injektor berada dalam oven yang
temperaturnya dapat dikontrol. Suhuinjektor biasanya 50 C di atas titik didih cuplikan. Jumlah
cuplikan yangdiinjeksikan sekitar 5 L. Tempat pemasukkan cuplikan cair pada kolom
pak biasanya terbuat dari tabung gelas di dalam blok logam panas. Injeksi sampelmenggunakan
semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan karet tebaldisebut septum yang mana akan
mengubah bentuknya kembali secara otomatisketika semprit ditarik keluar.(www.chem-is-
try.org)Untuk cuplikan berupa gas dapat dimasukkan dengan menggunakanalat suntik gas ( gas-
tight syringe ) atau kran gas ( gas-sampling valve).Alat pemasukan cuplikan untuk kolom
terbuka dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu injeksi split ( split injection) dan injeksi
splitless( splitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk mengurangi volume
3. Oven, digunakan untuk memanaskan column pada temperature tertentu sehingga mempermudah
proses pemisahan komponen sample.
4. Column, berisi stationary phase dimana mobile phase akan lewat didalamnya sambil membawa
sample. Secara umum terdapat 2 jenis column, yaitu:
a. Packed column, umumnya terbuat dari glass atau stainless steel coil dengan panjang 1 5 m dan
diameter kira-kira 5 mm.
b. Capillary column, umumnya terbuat dari purified silicate glass dengan panjang 10-100 m dan
diameter kira-kira 250 mm. Beberapa jenis stationary phase yang sering digunakan: a)
Polysiloxanes untuk nonpolar analytes/sample. b) Polyethylene glycol untuk polar
analytes/sample. c)Inorganicataupolymer packinguntuk sample bersifat small gaseous species.
5. Detector, berfungsi mendeteksi adanya komponen yang keluar dari column. Ada beberapa jenis
detector, yaitu:
a. Atomic-Emission Detector (AED); cara kerjanya adalah: campuran sample-gas yang keluar dari
column diberi tambahan energy dengan menggunakan microwave sehingga atom-atomnya
-
8/11/2019 Dasar Teori Gas Kromatografi
4/7
bereksitasi; sinar eksitasi ini kemudian diuraikan oleh diffraction grating dan diukur oleh
photodiode array; kehadiran komponen dalam sample dapat ditentukan dari adanya panjang
gelombang eksitasi komponen tersebut yang diukur oleh photodiode array.
b. Atomic-Emission Spectroscopy (AES) atau Optical Emission Spectroscopy (OES); cara
kerjanya: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi tambahan energy sehingga atom-
atomnya bereksitasi; sumber energy tambahan ini (excitation source) terdiri dari beberapa jenis
yaitu direct-current-plasma (DCP), flame, inductively-coupled plasma (ICP) dan laser-induced
breakdown (LIBS); sinar eksitasi dari berbagai atom ini kemudian diukur secara simultan oleh
polychromator dan multiple detector; polychromator disini berfungsi sebagai wavelength
selector.
c. Chemi luminescense Spectroscopy; cara kerjanya sama seperti pada AES yaitu mengukur sinar
eksitasi dari sample yang diberi tambahan energy; perbedaan dari AES adalah eksitasi molekul
sample bukan atom sample; selain itu, energy tambahan yang diberikan bukan berasal dari
sumber energy luar seperti lampu atau laser tetapi dihasilkan dari reaksi kimia antara sample dan
reagent; sinar eksitasi molekul sample ini kemudian diukur dengan photomultiplier detector
(PTM).
d. Electron Capture Detector (ECD); menggunakan radioactive beta emitter (electron) untuk
mengionisasi sebagian gas (carrier gas) dan menghasilkan arus antara biased pair of electron;
ketika molekul organik yang mengandung electronegative functional groups seperti halogen,
phosphorous dan nitro groups dilewati detector, mereka akan menangkap sebagian electron
sehingga mengurangi arus yang diukur antara electrode.
e. F lame Ionization Detector (F ID); terdiri dari hydrogen/air flame dan collector plate; sample
yang keluar dari column dilewatkan ke flame yang akan menguraikan molekul organik dan
menghasilkan ion-ion; ion-ion tersebut dihimpun pada biased electrode (collector plate) dan
menghasilkan sinyal elektrik.
f. F lame Photometri c Detector (FPD); digunakan untuk mendeteksi kandungan sulfur atau
phosphorous pada sample. Peralatan ini menggunakan reaksi chemiluminescent sample dalam
hydrogen/air flame; sinar eksitasi sebagai hasil reaksi ini kemudian diukur oleh PMT.
g. Mass Spectrometry (MS); mengukur perbedaan mass-to-charge ratio (m/e) dari ionisasi atom
atau molekul untuk menentukan kuantitasi atom atau molekul tersebut.
-
8/11/2019 Dasar Teori Gas Kromatografi
5/7
h. Ni trogen Phosphorus Detector (NPD); prinsip kerjanya hampir sama dengan FID, perbedaan
utamanya adalah hydrogen/air flame pada FID diganti oleh heated rubidium silicate bead pada
NPD; sample dari column dilewatkan ke hot bead; garam rubidium yang panas akan
memancarkan ion ketika sample yang mengandung nitrogen dan phosphorous melewatinya;
sama dengan pada FID, ion-ion tersebut dihimpun pada collector dan menghasilkan arus listrik.
i. Photoioni zation Detector (PID); digunakan untuk mendeteksi aromatic hydrocarbon atau
organo-heteroatom pada sample; sample yang keluar dari column diberi sinar ultraviolet yang
cukup sehingga terjadi eksitasi yang melepaskan electron (ionisasi); ion/electron ini kemudian
dikumpulkan pada electroda sehingga menghasilkan arus listrik.
j. Thermal Conductivity Detector (TCD); TCD terdiri dari electrically-heated wire atau
thermistor; temperature sensing element bergantung pada thermal conductivity dari gas yang
mengalir disekitarnya; perubahan thermal conductivity seperti ketika adanya molekul organik
dalam sample yang dibawah carrier gas, menyebabkan kenaikan temperature pada sensing
element yang diukur sebagai perubahan resistansi. 11) Photodiode Array Detector (PAD);
merupakan linear array discrete photodiode pada sebuah IC; pada spectroscopy, PAD
ditempatkan pada image plane dari spectroscopy sehingga memungkinkan deteksi panjang
gelombang pada rentang yang luas bisa dilakukan secara simultan.
Tipe Kolom dan Pengoperasian Kolom
Kolom dimana pemisahan terjadi, memiliki dua tipe dasar yaitu Kolom kemasan konvensional
dan Kolom kapiler atau Kolom tabung terbuka. Kolom dapat dioperasikan dengan dua cara ,
yaitu : secara isotermal (temperatur konstan) dan temperatur terprogram (variabel peningkatan
temperatur dan waktu ditahan pada temperatur konstan).
Operasi Isotermal
Pada operasi isotermal, temperatur kolom dijaga konstan. Batas temperatur maksimum
dan minimum dipengaruhi stabilitas dan karakter fisik fase diam. Batas bawah ditentukan oleh
titik beku dan batas atas ditentukan oleh bleed dari fase diam. Bleed adalah fase diam masuk
ke detektor. Secara umum pada mode operasional ini, injektor dioperasikan 30oC diatas
temperatur komponen dengan titik didih maksimum (kolom kemasan konvensional).
Operasi temperatur terprogram (TPGC)
-
8/11/2019 Dasar Teori Gas Kromatografi
6/7
Pada kromatografi gas temperatur terprogram, temperatur oven dikendalikan oleh sebuah
program yang dapat mengubah tingkatan pemanasan yang terjadi antara 0,25oC sampai 20oC.
Sebuah oven massa rendah mengijinkan pendinginan dan pemanasan cepat dari kolom yang
dapat ditahan sampai 1oC dari temperatur yang diperlukan. Pada operasi temperatur terprogram
diperlukan pengendali aliran untuk memastikan kesetabilan aliran gas. Kestabilan aliran sangat
diperlukan untuk mencapai stabilitas hasil detektor yang baik yang ditunjukan pada
garisbawah/baseline datar yang stabil. Fase diam harus stabil secara termal melewati range
temperatur yang lebar. Bleed dapat diganti dengan menjalankan dua kolom yang identik secara
tandem, satu untuk pemisahan komponen dan yang lain untuk melawan bleed.
APLIKASI KROMATOGRAFI GAS
1. Analisis kualitatif
Tujuan utama kromatografi adalah memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu
campuran. Dengan demikian, jumlah puncak yang terdapat dalam kromatogram menunjukkan
jumlah komponen yang terdapat dalam suatu campuran. Selain digunakan untuk keperluan
pemisahan, kromatografi juga sering kali digunakan dalam analisis kualitatif senyawa-senyawa
yang mudah menguap. Misalnya, analisi komponen pestisida yang dipisahkan dengan kolom
(panjang 1,5m dan diameter 6mm) yang berisi fasa diam 1,5% OV-17 dan dideteksi dengan
detetktor ECD. Dari hasil pengukuran diperoleh kromatogram sebagai berikut:
Berdasarkan kromatogram pada gambar 2 diatas, maka kita dapat mengidentifikasi setiap
komponen yang menghasilkan puncak. Dari hasil analisis kualitatif, komponen-komponen yang
menghasilkan puncuk A, B, C, D dan E berturut-turut adalah Aldrin, heptaklor, aldrin, dieldrin,
dan DDT.
Untuk mengidentifikasi tiap peak dalam kromatogram dapat dilakukan dengan berbagai macam
cara, antara lain:
a. Membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar. Waktu retensi standar
diperoleh melalui pengukuran senyawa yang diketahui pada kondisi pengukuran yang sama
dengan sampel. Misalnya, menentukan untuk menentukan waktu retensi eldrin saja, atau DDT
saja, kemudian dibandingkan dengan waktu retensi yang dihasilkan oleh sampel. Bila kedua
waktu retensi tersebut sesuai, maka kita dapat mengidentifikasi puncak pada kromatogram.
-
8/11/2019 Dasar Teori Gas Kromatografi
7/7
b. Melakukan ko-kromatografi, yaitu dengan cara menambahkan larutan standar kepada cuplikan
untuk kemudian diukur dengan menggunakan kromatografi gas. Bila luas area salah satu peak
bertambah, maka dapat dipastikan bahwa analit tersebut identik dengan standar.
c. Menghubungkan GC dengan detektor spektrometer massa atau IR. Dengan menghubungkan GC
dengan spektra dari setiap peak dapat direkam secara menyeluruh.
d. Setiap komponen yang telah keluar dari kolom kemudian dikondensasikan dan selanjutnya
dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan spektrometri NMR. Cara ini dapat
dilakukan apabila detektor yang digunakan pada GC tidak bersifat dekstruktif, misalnya TCD.
2. Analisis kuantitatif
Kromatografi gas juga dapat digunakan untuk keperluan analisis kuantitatif, yang
didasarkan pada dua pendekatan, yaitu luas area dan tinggi puncak pada kromatogram.
Pendekatan tinggi peak kromatogram dilakukan dengan cara membuat base line pada suatu peak
dan mengukur tinggi garis tegak lurus yang menghubungkan base line dengan peak. Pendekatan
ini berlaku jika lebar peak larutan standar dan analit tidak berbeda. Pendekatan luas area peak
memperhitungkan lebar peak sehingga perbedaan lebar peak antara standar dengan analit tidak
lagi menjadi masalah. Biasanya, kromatografi gas modern telah dilengkapi dengan piranti untuk
menghitung luas area peak secara otomatis. Secara manual, luas area peak dihitung dengan
menggambarkan segitiga pada peak tersebut, kemudian luas segitiga dihitung.
Gambar 3 pendekatan pada analisis kuantitatif
(a) Pendekatan luas area: A = tinggi
(b) Pendekatan tinggi puncak
Analisis kuantitatif dengan kedua pendekatan tersebut masih sangat kasar, sehingga
diperlukan koreksi terhadap hubungan anatar luas/ tinggi area puncak dengan jumlah analit yang
menghasilkan puncak tersebut, yang biasanya dinyatakan sebagai faktor respon detektor. Faktor
respon detektor berhubungan dengan kemampuan detektor untuk mendeteksi setiap komponen
yang terelusi dari kolom.