Degradasi Protein Dan Fermentasi Tempe

13
DEGRADASI PROTEIN DAN FERMENTASI TEMPE 1. HASIL PENGAMATAN Rag i (gr ) Plastik A B C 1 Coklat kehitaman Tidak kompak, miselium tidak terbentuk Rasa : - Aroma : bau busuk 2 Coklat kehitaman Tidak kompak, miselium tidak terbentuk Rasa : - Aroma : bau busuk 3 Coklat Tidak kompak, miselium tidak terbentuk Rasa : - Aroma : bau busuk Rag i (gr ) Daun Pisang A B C 1 Coklat Tidak kompak, miselium tidak Rasa : - Aroma : busuk

description

fdsfsdf

Transcript of Degradasi Protein Dan Fermentasi Tempe

Page 1: Degradasi Protein Dan Fermentasi Tempe

DEGRADASI PROTEIN DAN FERMENTASI TEMPE

1. HASIL PENGAMATAN

Ragi

(gr)

Plastik

A B C

1 Coklat kehitaman Tidak kompak,

miselium tidak

terbentuk

Rasa : -

Aroma : bau busuk

2 Coklat kehitaman Tidak kompak,

miselium tidak

terbentuk

Rasa : -

Aroma : bau busuk

3 Coklat Tidak kompak,

miselium tidak

terbentuk

Rasa : -

Aroma : bau busuk

Ragi

(gr)

Daun Pisang

A B C

1 Coklat Tidak kompak,

miselium tidak

terbentuk

Rasa : -

Aroma : busuk

2 Coklat Tidak kompak,

miselium tidak

terbentuk

Rasa : tidak gurih

Aroma : kuarang

sedap

3 Coklat Tidak kompak,

miselium tidak

terbentuk

Rasa : gurih

Aroma : kurang

sedap

Page 2: Degradasi Protein Dan Fermentasi Tempe

Ragi

(gr)

Petridish

A B C

1 Coklat Tidak kompak,

miselium tidak

terbentuk

Rasa : -

Aroma : bau tidak

enak

2 Coklat Tidak kompak,

miselium tidak

terbentuk

Rasa : -

Aroma : bau tidak

enak

3 Coklat Tidak kompak,

miselium tidak

terbentuk

Rasa : -

Aroma : bau tidak

enak

2. PEMBAHASAN

Fermentasi merupakan proses pengolahan bahan pangan yang melibatkan kapang atau

khamir. Proses fermentasi bertujuan untuk memperbanyak jumlah mikrobia, dan

menggiatkan metabolismenya di dalam makanan. Makanan yang mengalami fermentasi

biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada bahan aslinya (Winarno,

1980).

Pada percobaan fermentasi tempe ini, bahan dasar yang kami gunakan adalah kacang

kedelai berwarna kuning. Menurut Iskandar (1995), jenis-jenis kedelai antara lain

kedelai hitam dan kedelai putih. Termasuk dalam kedelai putih adalah jenis-jenis yang

warnanya agak hijau, kuning atau kelabu. Kacang kedelai adalah salah satu bahan

makanan sumber protein nabati yang paling baik, karena mengandung 38% protein

(tertinggi dari segala kacang-kacangan lain) dan merupakan satu-satunya golongan

Leguminosa yang mengandung semua asam amino esential yang sangat diperlukan

tubuh manusia (Moehyi, 1992).

Tempe adalah bahan makanan yang dibuat dari kacang kedelai sebagai bahan dasar.

Menurut Sarwono (1996), kedelai yang diolah menjadi tempe adalah biji tanaman

kedelai (Glycine max). Tempe dibuat melalui proses fermentasi dengan menggunakan

jamur Rhizopus oligosporus atau Rhizopus oryzae.

Page 3: Degradasi Protein Dan Fermentasi Tempe

Pada percobaan ini dibuat 3 macam tempe yang masing-masing berbeda bahan

pembungkusnya. Bahan pembungkus yang digunakan adalah plastik putih bening, daun

pisang dan petridish. Selain bahan pembungkus yang berbeda, jumlah massa laru tempe

yang ditaburkan pun berbeda-beda (1g, 2g, 3g). Menurut Sarwono (1996), ragi

(inokulum) tempe atau laru merupakan sekumpulan spora kapang tempe yang

digunakan untuk bahan pembibitan dalam pembuatan tempe.

Spora kapang ini dicamput dengan tepung (sebagai carrier), sehingga laru dapat

digunakan secara praktis dalam bentuk serbuk (powder). Dalam pembuatan tempe, laru

dicampurkan pada kedelai yang telah dimasak, ditiriskan dan didinginkan. Penggunaan

laru mempengaruhi tempe yang dihasilkan. Laru tempe mengandung paling sedikit tiga

spesies kapang, yaitu kapang Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus

stolonifer atau kapang Rhizopus Chlamydosporus.

Prinsip proses fermentasi tempe meliputi pra-fermentasi yaitu fermentasi awal yang

dilakukan oleh bakteri pembentuk asam, terutama bakteri asam laktat yang digunakan

untuk menurunkan pH biji sehingga sesuai dengan pH pertumbuhan jamur. Proses pra-

fermentasi dillakukan dengan perendaman biji di dalam air, sehingga terjadi proses

fermetasi secara alami. Sifat proses fermentasi ditentukan oleh kondisi pertumbuhan

dan sifat-sifat dari jamur itu sendiri.

Sebelum dimasukkan ke dalam bahan pembungkus, dalam percobaan kami kedelai

mengalami perlakuan : dicuci dan dibersihkan dari kotoran (membersihkan pasir dari

berbagai kotoran yang lain yang terdapat dalam kacang kedelai) direndam dalam air

(bertujuan agar kedelai mudah untuk dibuang kulitnya). Ketika direndam, pada kulit

kedelai telah berlangsung proses fermentasi oleh bakteri yang terdapat dalam air,

terutama bakteri asam laktat) dilepas kulit luarnya dikukus selama 0,5 – 1 jam.

Pengukusan ini bertujuan agar kepingan biji kedelai menjadi lunak sehingga lebih

mudah ditembus dan digerek oleh miselium kapng tempe ditiriskan dan didinginkan

sampai hangat-hangat kuku diinokulasi dengan laru. Dengan cara biji ditebarkan di

atas tampah dan diserakkan tipis-tipis agar kedelai tidak terlalu basah sehingga

kelembaban dapat sesuai dengan kebutuhan kapang tempe. dimasukkan ke dalam

Page 4: Degradasi Protein Dan Fermentasi Tempe

bahan pembungkus (plastik, daun pisang, petridish). Setelah dibungkus, semua bahan

difermentasikan pada suhu kamar 38 –400 C di tempat yang agak gelap. Langkah-

langkah ini sudah benar karena sesuai dengan teori Sarwono (1996).

Adapun tujuan dari proses perebusan biji kedelai (Sarwono, 1996) :

Untuk membunuh bakteri kontaminan.

Mengaktifkan senyawa tripsin inhibitor.

Membantu membebaskan senyawa-senyawa dalam biji yang diperlukan untuk

pertumbuhan jamur.

Saat perebusan, dengan menyebutkan bahwa pada saat kedelai direbus pada suhu air

mendidih selama 40 menit, penghambat tripsin dan zat anti gizi yang tidak tahan panas

akan rusak total. Hemaglutinin dapat dihilangkan dengan pencucian karena larut dalam

air. Kombinasi pencucian dan pemanasan cukup mampu mengurangi keaktifan

hemaglutinin hingga 1% dari awal. Asam fitat bersifat larut dalam air, karena itu dengan

perendaman semalam dan pembilasan beberapa kali juga mampu mengurangi asam fitat

yang ada pada kedelai. Asam fitat terletak pada kulit dan lapisan bawah kulit, maka

penghilangan kulit kedelai akan menghilangkan atau menurunkan 30% asam fitat dari

jumlah awalnya. Peppler & Perlman (1979) Dari perbandingan antara percobaan dengan

dasar teori, maka dapat dikatakan bahwa langkah-langkah dalam percobaan ini sudah

benar.

Tempe merupakan hasil proses fermentasi. Dan kegiatan tersebut melibatkan 3 faktor

penting yang sangat berperan, yaitu bahan baku yang diurai (kedelai), mikroorganisme

(kapang tempe), dan keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH, kelembaban) (Sarwono,

1996).

Berdasarkan hasil percobaan, dikatakan bahwa percobaan fermentasi tempe tidak

berhasil (meskipun sudah diulang), baik pembungkus plastik, daun pisang, maupun

petridish, karena dari semua percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil sebagai

berikut :

Warna tempe yang dihasilkan coklat, bahkan ada yang kehitam-hitaman.

Page 5: Degradasi Protein Dan Fermentasi Tempe

Tekstur tempe tetap tidak kompak (meski sudah diperam) karena tidak terbentuk

miselium.

Aroma tempe yang dihasilkan berbau busuk dan kurang sedap.

Karena percobaan kelompok kami gagal, maka kami bergabung dengan kelompok lain

untuk uji organoleptik (tempe yang kelihatan jadi digoreng, lalu dirasakan). Dari hasil

penggorengan pun dinilai bahwa percobaan mayoritas mengalami kegagalan karena rasa

yang didapat adalah tidak gurih dengan aroma yang kurang sedap.

Seharusnya ciri tempe yang segar dan bagus adalah tempe yang tampak padat, apabila

dipegang terasa kenyal atau agak keras dan warnanya putih bersih. Kepingan-kepingan

kedelainya rata, sama besar dan tampak rapat antara satu dengan yang lainnya. Pada

tempe yang sudah jadi, miseliumnya tumbuh mengelilingi setiap keping kedelai

sehingga kepingan itu menjadi satu kesatuan yang kompak. Lebatnya miselium

memberikan wujud seperti wujud seperti kapas pada tempe yang dihasilkan. Kesatuan

miselium tersebut tidak rusak saat tempe dipotong-potong (Sarwono, 1996).

Setelah kami analisa, penyebab kegagalan pada percobaan fermentasi tempe mungkin

disebabkan karena :

Suhu tempat pemeraman yang tidak sesuai, karena menurut Fardiaz (1992), kapang

memerlukan kondisi udara yang relatif hangat dan lembab.

Kebutuhan pH bagi kapang Rhizopus sp dalam laru tidak sesuai. Menurut Fardiaz

(1992), kapang (termasuk Rhizopus sp) mempunyai pH optimum 5 – 7. Jika pH

tersebut tidak terpenuhi, maka dapat mengakibatkan pertumbuhannya terhambat.

Kadar air selama pencampuran tempe dengan laru yang tidak optimum. Menurut

Fardiaz (1992), nilai aw minimal untuk Rhizopus adalah 0,995- 0,98. Kadar air yang

kurang maupun berlebih menyebabkan pertumbuhan kapang tidak maksimal. Pada

percobaan yang kami lakukan, tampaknya kadar air pada kedelai terlalu banyak,

karena kedelai mungkin belum kering benar pada saat pencampuran laru.

Starter tempe yang digunakan kurang baik. Starter tempe itu sendiri adalah suatu

bahan yang mengandung biakan jamur tempe, yang mana sering digunakan sebagai

agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada

kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifat

Page 6: Degradasi Protein Dan Fermentasi Tempe

karakteristiknya menjadi tempe. Tetapi inokulum dengan bubuk tempe pasar sebagai

starter mengandung bakteri lebih tinggi. Sifat fisik tempe kedelai penting dan

menentukan dari segi penampakan adalah kekompakan antar biji kedelai dalam

tempe. Sifat kekompakan ini berhubungan dengan kelebatan pertumbuhan miselium

dan penetrasi miselium ke dalam biji kedelai (Rahman, 1992). Karena pentingnya

peranan starter, maka dalam pembuatan fermentasi tempe hendaklah dipilih starter

yang benar-benar baik, karena menentukan jalannya proses fermentasi. beberapa

persyaratan untuk kualitas jamur tempe yang baik untuk dipakai sebagai starter

tempe antara lain (Kasmidjo, 1990) : mampu memproduksi spora dalam jumlah

yang banyak, mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan genetis

maupun kemampuan tumbuhnya, memiliki prosentase perkecambahan spora yang

tinggi segera setelah diinokulasikan, mampu menghasilkan produk yang stabil yang

berulang-ulang. Pertumbuhan miselia setelah inokulasi harus kuat, lebat, berwarna

putih bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang enak dan tidak mengalami

sporulasi terlalu awal.

Karena lubang yang dibuat saat ditusuk pada plastik terlalu banyak, maka

menyebabkan adanya aerasi udara yang berlebihan pada tempe sehingga

menyebabkan bagian-bagian hitam pada salah satu tempe (bagian yang pertama kali

terkena kontak dengan udara), hal itu yang menyebabkan massa kedelai menjadi

sangat besar. Dalam proses fermentasi tempe tidak luput dari keikutsertaan bakteri.

Hal ini disebabkan karena biasanya kedelai untuk pembuatan tempe tidak

mendapatkan perlakuan pemanasan dengan tekanan, agar tekstur yang dihasilkan

oleh tempe baik, sehingga bakteri yang tahan panas dan terutama bakteri pembentuk

spora akan bertahan pada pemanasan.

Beberapa spesies bakteri yang menghasilkan spora yang tahan panas adalah anggota

dari genus Bacillus. Dapat bertahan hidup jika perlakuan pemanasan tidak memadai.

Bakteri ini dapat hidup dalam keadaan anaerob pada bahan berasam rendah. Bakteri

tersebut tidak menimbulkan perubahan yang nyata terhadap kenampakan pangan,

tetapi melakukan fermentasi dan menghasilkan asam dan menimbulkan rasa yang

tidak enak pada makanan. Selama organisme tidak membentuk gas, kerusakan tipe

ini tidak dapat dideteksi sampai tempe tersebut dimakan (Winarno et al, 1980). Dari

Page 7: Degradasi Protein Dan Fermentasi Tempe

teori ini dapat dijelaskan mengapa tempe yang digoreng terasa tidak enak dengan

bau busuk.

Keuntungan fermentasi tempe :

Bahan makanan yang dibuat melalui proses fermentasi umunya mempunyai daya

cerna yang tinggi (Moehyi, 1992).

Dengan adanya kapang Rhizopus sp yang diperoleh dari ragi, maka susunan kimia

kedelai (atau bhan lain) yang semula kompleks dan sulit dicerna, diubah menjadi

bahan yang lebih sederhana dan mudah diserap oleh tubuh (Astawan & Mita, 1991).

Dengan cara fermentasi kapang ini, juga diharapkan bau langu kedelai dapat

dihilangkan, sekaligus menciptakan aroma dan cita rasa yang khas (Astawan &

Mita, 1991).

Makanan-makanan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang

lebih tinggi daripada bahan asalnya. Hal ini tidak hanya disebabkan karena mikrobia

bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen yang kompleks menjadi zat-

zat yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna, tetapi mikrobia juga dapat

mensintesa beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B12 dan provitamin A.

Tempe kedelai mengandung protein sekitar 19, 5% selain itu tempe kedelai juga

mengandung lemak sekitar 4%, karbohidrat 9,4%, vitamin B12 antara 3,9 – 5 mg

per 100 gram tempe. Tempe dibuat dengan cara fermentasi atau peragian (Sarwono,

1996).

Pada percobaan yang kami lakukan, plastik yang digunakan ditusuk-tusuk dengan kawat

untuk memberikan aerasi udara pada kapang di dalam plastik, sehingga kapang

memperoleh supply udara dari luar, karena kapang tempe membutuhkan banyak oksigen

untuk pertumbuhannya. Perlakuan ini sesuai dengan teori menurut Sarwono (1996),

bahwa pada pembungkusan dengan plastik, plastik ditusuk-tusuk dengan kawat dengan

tujuan agar udara segar dapat masuk ke dalam tempe. Jadi perlakuan pada percobaan

sudah benar karena sesuai dengan teori.

Apabila pada percobaan fermentasi tempe ini berhasil, maka bahan pembungkus yang

paling tepat adalah pembungkus plastik yang dilubangi dan daun pisang, bukan

Page 8: Degradasi Protein Dan Fermentasi Tempe

menggunakan petridish, karena kapang tempe membutuhkan banyak oksigen untuk

pertumbuhannya.

3. KESIMPULAN

Fermentasi merupakan proses pengolahan bahan pangan yang melibatkan kapang

atau khamir.

Laru tempe mengandung paling sedikit tiga spesies kapang, yaitu kapang Rhizopus

oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer atau kapang Rhizopus

Chlamydosporus.

Fermentasi tempe melibatkan faktor : yaitu bahan baku yang diurai (kedelai),

mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH,

kelembaban).

Ciri tempe yang segar dan bagus adalah tempe yang tampak padat, apabila dipegang

terasa kenyal atau agak keras dan warnanya putih bersih.

Starter tempe yang dipilih harus benar-benar baik, karena menentukan jalannya

proses fermentasi.

Adanya aerasi udara yang berlebihan pada tempe sehingga menyebabkan bagian-

bagian hitam pada salah satu tempe.

Tempe terkontaminasi dengan bakteri Bacillus yang tahan terhadap pemanasan,

sehingga berasa tidak enak saat dimakan.

Pada pembungkusan dengan plastik, plastik ditusuk-tusuk dengan kawat dengan

tujuan agar udara segar dapat masuk ke dalam tempe.

Bahan pembungkus yang paling tepat adalah plastik yang dilubangi dan daun

pisang, karena kapang tempe membutuhkan banyak oksigen untuk pertumbuhannya.

4. DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M & Mita, W. A. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo. Bogor.

Iskandar, H. M. (1995). Teori Pengolahan Makanan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Page 9: Degradasi Protein Dan Fermentasi Tempe

Moehyi, S. (1992). Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bharata. Jakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta.

Sarwono, B. (1996). Membuat tempe dan Oncom. Swadaya. Jakarta.

Winarno, F. G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. ; Srikandi, F. & Dedi, F. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.