Dengue Shock Syndrome

download Dengue Shock Syndrome

of 32

description

Dengue Shock Syndrome

Transcript of Dengue Shock Syndrome

MAKALAH PLENO KELOMPOK C4DENGUE SHOCK SYNDROME

Muhammad Afiq bin Abd Malek 10.2010.367 Alethea Andantika 10.2010.251 Elisabeth Stefani 10.2010.069 Nurul Syahidah binti Muhamad Zaki 10.2010.380 Muhammad Aditya Mahatvavirya 10.2010.070 Petrick Aqrasvawinata 10.2010.392 Claudia Narender 10.2010.209 Vien Stefany 10.2010.238 Shannaz Yudono 10.2008.038

Mahasiswa Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat

PENDAHULUANDemam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada abad ke-18 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Pola penyebaran penyakit infeksi virus Dengue sejak 1780 1949 memiliki kecenderungan epidemic dan lebih banyak di daerah tropis. Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan global. SINDROM SYOK DENGUESindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal. 1ETIOLOGIVirus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. keempatnya ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya.1,2EPIDEMIOLOGISaat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD cenderung menurun hingga 2% tahun 1999. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. 3PATOGENESISPatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement. Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection. Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik.Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok. 1

Gambar 1. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue

Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.1,2

Gambar 2: patogenesis syok pada DBD

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.1Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.1MANIFESTASI KLINISManifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus sehingga dapat bsifat asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas (undifferentiated fever), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD).Masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari) timbul gejala prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan merasa lemas.2

Gambar 3. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue

Sindrom Syok DengueSyok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, hipotensi, pengisian kapiler terlambat dan produksi urin yang berkurang. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna. infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.3,4Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu : Penurunan kesadaran, gelisah Nadi cepat, lemah Hipotensi Tekanan nadi < 20 mmHg Perfusi perifer menurun Kulit dingin-lembab

PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan darah rutin dilakukan untuk screening dengan periksa kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), trombosit, leukosit. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi menunjukkan limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Kadar leukosit dapat normal atau menurun Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% jumlah leukosit total) disertai limfosit plasma biru (LPB >15% total leukosit) yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit umumnya menurun pada hari ke-3 hingga ke-8. Pemeriksaan hematokrit untuk menentukan kebocoran plasma dengan peningkatan kadar hematokrit >20% kadar hematokrit awal.Diagnosis pasti dapat tegak bila didapatkan hasil isolasi virus dengue (cell culture) atau deteksi antigen virus RNA dgn teknik Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction namun teknik ini rumit. Pemeriksaan lain yaitu tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue. Berupa antibodi total, IgM yang terdeteksi mulai hari ke-3 sampai ke-5, meningkat smpai minggu 3, dan menghilang setelah 60-90 hari. IgG terbentuk pada hari ke-14 pada infeksi primer, dan terdeteksi pada hari ke-2 pada infeksi sekunder.Pemeriksaan lain menunjukkan SGOT dan SGPT dapat meningkat. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. aPTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis pada posisi lateral dekubitus kanan bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.1,2

PENENTUAN DERAJAT PENYAKITPerbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel berikut :1

DERAJATGEJALA & TANDALABORATORIUM

DDDemam 2-7 hariDisertai > 2 tanda : sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgiaLeukopeniaTrombositopeniKebocoran Plasma (-)Serologi Dengue Positif

DBDIGejala di atas (+)Disertai uji bendung positifTrombositopeni ( 20 % Penurunan Ht > 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat.

DBDIIGejala di atas (+)Disertai perdarahan spontan

DBDDSSIIIGejala di atas (+)Disertai tanda kegagalan sirkulasi

DBDDSSIVSyok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi yang tidak terukur

PENATALAKSANAANDemam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok DengueTidak ada terapi spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama adalah terapi suportif yaitu pemeliharaan volume cairan sirkulasi akibat kebocoran plasma.Protokol 1. Penanganan Tersangka (probable) DBD Tanpa SyokPetunjuk dalam memberi pertolongan pertama pada penderita atau tersangka DBD di Unit Gawat Darurat serta dalam memutuskan indikasi rawat. Tersangka DBD di UGD dilakukan pemeriksaaan darah lengkap, minimal Hb, Ht dan trombosit. Bila hasil trombosit normal atau turun sedikit (100.000 150.000) pasien dipulangkan, wajib kontrol 24 jam berikut atau bila memburuk segera harus kembali ke UGD. Bila hasil Hb dan Ht normal, trombosit 10-20% dan trombosit turun 20% dan nilai trombosit 20%Peningkatan nilai Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Terapi awal pemberian cairan, infuse kristaloid dengan dosis 6-7ml/kg/jam. Monitor dilakukan 3-4 jam setelah pemberian cairan. Parameter nilai perbaikan adalah kadar Ht, frekuensi nadi, tekanan darah dan produksi urin. Bila didapatkan tanda perbaikan maka dosis cairan dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila 2 jam kemudian keadaan tetap dan ada perbaikan, dosis dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila keadaan tetap membaik dalam 24-48 jam kemudian, pemberian cairan infuse dapat dihentikan. Bila keadaan tidak membaik setelah terapi awal maka dosis cairan infus naik menjadi 10ml/kgbb/jam. Bila 2 jam keadaan membaik, cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgbb jam. Bila memburuk, naik menjadi 15 ml/kgBB/jam.Bila tanda syok (+) masuk ke protokol syok.1

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD DewasaSumber perdarahan masif dan spontan pada penderita DBD adalah epistaksis, perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena atau hematoskesia), saluran kencing (hematuria), perdarahan otak, dan yang tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Terapi cairan sama seperti kasus DBD tanpa syok. Pemeriksaan tanda vital, Hb, Ht, trombosit dilakukan 4-6 jam serta pemeriksaan trombosis dan hemostasis. Heparin diberi bila tanda KID (+). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi, PRC diberi bila Hb 201500 + 20 x kg (diatas 20 kg)

3. Kasus DBD derajat III & IVDengue Shock Syndrome (sindrome renjatan dengue) termasuk kasus kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu memperoleh cairan pengganti secara cepat.Biasanya dijumpai kelaian asam basa dan elektrolit (hiponatremi). Dalam hal ini perlu dipikirkan kemungkinan dapat terjadi DIC. Terkumpulnya asam dalam darah mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan hebat dan renjatan yang sukar diatasi.Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan gaam isotonik (Ringer Laktat, 5% Dekstrose dalam larutan Ringer Laktat atau 5% Dekstrose dalam larutan Ringer Asetat dan larutan normal garam faali) dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam atau pada kasus yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg (1 atau 2x).Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan koloidal (dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam faal atau plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.Selanjutnya pemberian cairan infus dilanjutkan dengan tetesan yang diatur sesuai dengan plasma yang hilang dan sebagai petunjuk digunakan harga hematokrit dan tanda-tanda vital yang ditemukan selama kurun waktu 24-48 jam. Pemasangan cetral venous pressure dan kateter urinal penting untuk penatalaksanaan penderita DBD yang sangat berat dan sukar diatasi. Cairan koloidal diindikasikan pada kasus dengan kebocoran plasma yang banyak sekali yang telah memperoleh cairan kristaloid yang cukup banyak.Pada kasus bayi, dianjurkan 5% dekstrose di dalam setengah larutan normal garam faali (5% dekstrose NSS) dipakai pada awal memperbaiki keadaan penderita dan 5% dekstrose di dalam 1/3 larutan normal garam faali boleh diberikan pada bayi dibawah 1 tahun, jika kadar natrium dalam darah normal. Infus dapat dihentikan bila hematokrit turun sampai 40% dengan tanda vital stabil dan normal. Produksi urine baik merupakan indikasi sirkulasi dalam ginjal cukup baik. Nafsu makan yang meningkat menjadi normal dan produksi urine yang cukup merupakan tanda penyembuhan.Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi kebocoran atau renjatan tidak lagi membutuhkan cairan. Reabsorbsi plasma yang telah keluar dari pembuluh darah membutuhkan waktu 1-2 hari sesudahnya. Jika pemberian cairan berkelebihan dapat terjadi hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema baru. Dalam hal ini hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi jangan diintepretasikan sebagai perdarahan dalam organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi kuat (20 mmHg) dan produksi urine cukup dengan tanda-tanda vital yang baik.Koreksi Elektrolit dan Kelainan MetabolikPada kasus yang berat, hiponatremia dan asidosis metabolik sering dijumpai, oleh karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya ditentukan secara teratur terutama pada kasus dengan renjatan yang berulang. Kadar kalium dalam serum kasus yang berat biasanya rendah, terutama kasus yang memperoleh plasma dan darah yang cukup banyak. Kadanga-kadang terjadi hipoglemia.Obat PenenangPada beberapa kasus obat penenang memang dibutuhkan terutama pada kasus yang sangat gelisah. Obat yang hepatotoksik sebaiknya dihindarkan, chloral hidrat oral atau rektal dianjurkan dengan dosis 12,5-50 mg/kg (tetapi jangan lebih dari 1 jam) digunakan sebagai satu macam obat hipnotik. Di RSUD Dr. Soetomo digunakan valium 0,3 0,5 mg/kg/BB/1 kali (bila tidak terjadi gangguan pernapasan) atau Largactil 1 mg/kgBB/kali.Terapi OksigenSemua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan oksigenTransfusi DarahPenderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan melena diindikasikan untuk memperoleh transfusi darah. Darah segar sangat berguna untuk mengganti volume masa sel darah merah agar menjadi normal.Kelainan GinjalDalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.MonitoringTanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah: Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien stabil Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi. Jumlah dan frekuensi diuresis.

Kriteria Memulangkan PasienPasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini 1.Tampak perbaikan secara klinis 2.Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik 3.Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis) 4. Hematokrit stabil 5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/ul 6. Tiga hari setelah syok teratasi 7. Nafsu makan membaik Syok HipovolemikSyok adalah sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan system sirkulasi unutk memeprtahankan perfusi yang adekuat ke oragn-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian hemostasis tubuh yang serius seperti pendarahan massif, trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik, sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol (syok septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respons imun (syok anafilatik).4DiagnosisSyok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber pendarahan. Diagnosis akan sulit bila perdarahan tak ditemukan dengan jelas atau berada dalam tarktus gastrointestinal atau hanya terjadi penurunan jumlah plasma dalam darah. Setealh perdarahan maka biasanya haemoglobin dan hematokrit tidak langsung turun samapi terjadi gangguan kompensasi atau terjadi penggantian cairan dari luar. Jadi kadar hematokrit di awal tidak menjadi pegangan sebagai adanya pendarahan. Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi, kehilangan cairan bebas ditandai dengan hipernatremia. Temuan terhadap ini semakin meningktakan kecurigaan adanay hipovolemia.Harus dibedakan syok akibat hipovolemik dan akibat kardiogenik karena penatalaksanaannya yang berbeda. Keduanya memang memiliki penurunan curah jantung dan mekanisme kompensasi simpatis. Tetapi dengan menemukan adanaya tanda syok kardiogenik seperti distensi vena juglaris, ronki, dan gallop S3 maka semua dapat dibedakan.EtiologiSyok hipovolemik adalah terganggunya system sirkulasi dari volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat pendarahan massif atau kehilangan plasma darah.3Penyebab Syok HipovolemikPendarahanHematom subskapular hatiAneurisma Aorta PecahPendarahan gastrointestinalPerlukaan berganda

Kehilangan PlasmaLuka bakar LuasPankreatitisDeskuamasi KulitSindrom Dumping

Kehilangan Cairan EkstraselularMuntah DehidrasiTerapi diuretic yang sangat agresifDiabetis insipidusInsufisiensi adrenal

Tabel . Penyebab syok hipovolemik.

PatofisiologiPendarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah jantung yang rendah dibawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ.MikrosirkulasiKetika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energy untuk pelaksanaan metabolisme jantung dan otak adalah sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat unutk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastic dan fungsi sel disemua organ akan terganggu.NeuroendokrinHipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain.KardiovaskularTiga variable seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalm perfusi jarinagn, adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyababkan penurunan pengisian ventirkel, yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi unutk mempertahankan curah jantung.Gastrointestinal Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negative yang mati didalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan memeperbaiki nutrisi sel dan menyebabakan depresi jantung.GinjalGagal ginjal akut adalah salah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi.5 Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan memepertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat unutk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopressin bertanggungjawab terhadap menurunnya produksi urin.3Gejala klinisGejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non pendarahan serta pendarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok. Respon fisiologis yang normal adalah mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki volume darah dalam sirkulasi dengan efektif. Disini akan terjadi peningkata kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormone stress, serta ekspansi besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan menggunkan cairan interstitial, intraselular dan menurunkan produksi urin.Hipovolemia ringan (20% volume darah) menimbulkan takikardia ringan dengan sedikit gejala yang tampak, terutama penderita muda yang berbaring. Hipovolemia sedang (20-40% dari volume darah ) pasien menjadi lebih cemas dan takikardia lebih jelas, meski tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi berbaring, namun dapat ditemukan dengan jelas hipotensi ortostatik dan takikardia. Pada hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan darah menurun drastic dan tak stabil walau posisi berbaring, pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi dan bingung. Perfusi ke susunan saraf pusat dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat. Penurunan kesadaran merupakan gejala penting. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan yang memiliki penyakit berat dimana kematian mengancam. Dalam waktu yang sangat pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok maka dengan resusitasi agresif dan cepat.4,5Ringan(40% volume darah)

Ekstremitas dingin Waktu pengisian kapiler meningkat Diaporesis Vena kolaps Cemas Sama dengan Gejala Syok Hipovolemik Ringan Takikardia Takipnea Oliguria Hipotensi Ortostatik Sama dengan Gejala Syok Hipovolemik Sedang Hemodinamik tak stabil Takikardia bergejala Hipotensi Perubahan kesadaran

Tabel . Derajat syok hipovolemik

Penatalaksanaan Syok HipovolemikPrinsip pengelolaan syok perdarahan ialah menghentikan sumber perdarahan dan resusitasi cairan (darah) yang hilang. Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan adalah menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga alur pernapasan dan diberikan resusitasi cairan dengan cepat lewat akses intravena atau cara lain yang memungkinkan seperti pemasangan kateter CVP (central venous pressure) atau jalur intraarterial.Cairan yang diberikan adalah garam isotonus yang diberikan dengan cepat (hati hati terhadap asidosis hipokloremia) atau dengan cairan garam seimbang seperti Ringers laktat (RL0 dengan jarum infuse yang terbesar. Tak ada bukti medis tentang kelebihan pemberian cairan koloid pada syok hipovolemik. Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat mengembalikan keadaan hemodinamik.Guna mengetahui cairan sudah memenuhi kebutuhan unutk meningkatkan tekanan pengisian ventrikel dapat dilakukan pemeriksaan baji paru dengan menggunakan kateter Swan-Ganz. Bila hemodinamik tetap tak stabil, berarti perdarahan atau kehilangan cairan belum teratasi. Kehilangan darah yang berlanjut dengan kadar haemoglobin 10 g/dL perlu penggantian darah dengan transfuse. Jenis darah transfuse tergantung kebutuhan. Disarankan agar darah yang digunakan telah menjalani tes cross-match (uji silang), bila sangat darurat maka dapat digunakan Packed Red Cells tipe darah yang sesuai atau O negatif. Pada lelaki sebaiknya diberikan darah golongan O dengan Rh+ yang mudah didapat sedangakan pada wanita usia subur, sebaiknya diberikan golongan O dengan Rh- unutk menghindari sensitasi ketika wanita itu hamil kelak. Transfusi darah golongan O dalam jumlah kecil dapat ditoleransi dengan baik, sedangkan dalam jumlah banyak dapat menyebabkan koagulopati, asidosis, hipokalsemia, hipomagneisa dan hipotermia.Pada keadaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan, dukungan inotropik dengan dopamine, vasopressin atau dobutamin dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan kekuatan ventrikel yang cukup setelah volume darah dicukupi dahulu. Pemberian norepinefrin infuse tidak banyak memeberikan manfaat pada hipovolemik. Pemberian nalokson bolus 30mcg/kg dalam 3-5menit dilanjutkan 60mcg/kg dalam 1 jam dalam dektros 5% dapat membantu meningkatkan MAP.Selain resusitasi cairan, saluran pernapasan harus dijaga. Kebutuhan oksigen pasien harus terpenuhi dan bila dibutuhkan intubasi dapat dikerjakan. Kerusakan organ dapat terjadi pada susunan saraf pusat, hati, dan ginjal. Gagal ginjal merupakan komplikasi terpenting pada syok ini. 2,6Syok kardiogenikSyok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravascular yang cukup, dan dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel cukup baik.Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik1 jam di mana: Tak respons dengan pemberian cairan saja Sekunder terhadap fungsi jantung Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak 18mmHg.Termasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat >90 mmHg dalam satu jam setelah pemberian inotropik Pasien meninggal dalam 1 jam hipotensi tetapi memenuhi criteria lain syok kardiogenikEtiologi Gangguan kontraktilitas miokardium. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan/atau hipoperfusi iskemik. Infark miokard akut ( AMI), Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan infark-infark yang lebih kecil. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung). Cardiomyopathy (myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya). Penyakit katup jantungSyok kardiogenik bisa disebabkan oleh iskemia ventrikular primary, masalah struktural dan disritmia. Penyebab paling utama adalah infark miokard akut yang menyebabkan kehilangan 40% atau lebih fungsi miokardium. Kerusakan pada miokardium mungkin terjadi setelah salah satu infark miokard besar (biasanya dinding anterior), atau mungkin kumulatif sebagai akibat dari beberapa infark miokard yang lebih kecil atau infark miokard pada pasien dengan disfungsi ventrikel yang sudah ada sebelumnya. Masalah struktural pada sistem kardiopulmonari dan disritmia juga menyebabkan syok kardiogenik.7PatofisiologiSyok kardiogenik merupakan akibat dari terganggunya kemampuan ventrikel untuk memompa darah keseluruh tubuh, dimana menyebabkan penurunan di SV dan peningkatan didalam darah ventrikel kiri dan berakhir pada systol. Penurunan di SV mengakibatkan penurunan pada CO, yang mana menyebabkan penurunan suplai oksigen seluler dan ketidakefektifan perfusi jaringan. Biasanya, kinerja miokard menurun sebagai kompensasi vasokonstriksi yang meningkatkan miokardial afterload dan tekanan darah rendah sehingga memperburuk MI.Manifestasi klinisKeluhan Utama Syok Kardiogenik1. Oliguri (urin < 20 mL/jam).2. Mungkin ada hubungan denganIMA (infark miokard akut).3. Nyeri substernal seperti IMA.B.Tanda Penting Syok Kardiogenik1. Tensi turun < 80-90 mmHg.2. Takipneu dan dalam.3. Takikardi.4.Nadicepat, kecuali ada blok A-V.5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.7. Sianosis.8. Diaforesis (mandi keringat).9. Ekstremitas dingin.10. Perubahan mental.Komplikasi Cardiopulmonary arrest Disritmi Gagal multisistem organ Stroke TromboemboliPemeriksaan penunjang EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katup jantung. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).3Penatalaksanaan Syok Kardiogenik Langkah 1. Tindakan resusitasi Segera Tujuannya adalah untuk mencegah kerusakan organ, mempertahankan tekanan arteri rata-rata untuk mencegah sekuele neurologi dan ginjal. Memberikan aliran oksigen, intubasi atau ventilasi harus dilakukan segera jika ditemukan abnormalitas difusi oksigen. Dopamin dan noradrenalin (norepinefrin) untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dengan hipotensi Dobutamin dan dopamin dalam dosis sedang untuk keadaan low output tanpa hipotensi yang nyata. Intra-aortic ballon counterpulsation (IABP) dikerjakan jika tersedia sebelum transportasi. Memonitor gas darah dan memberi tekanan udara positif berkelanjutan jika ada indikasi. Memonitor EKG dan mempersiapkan alat defribilator, obat antiaritmia seperti amiodaron dan lidokain Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan elevasi ST jika diantisipasi keterlambatan angiografi lebih dari 2 jam. Pada infark miokard dengan elevasi non ST yang menunggu kateterisasi, diberikan inhibitor glikoprotein IIb/IIIaLangkah 2. Menentukan secara dini Anatomi KoronerHal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang berasal dari kegagalan pompa (pump failure) iskemik yang perdominan. Hipotensi diatasi segera dengan IABP. Syok mempunyai ciri penyakit 2 pembuluh darah yang tinggi, penyakit left main, dan penurunan fungsi ventrikel kiri. Tingkat disfungsi ventrikel dan instabilitas hemodinamik mempunyai korelasi dengan anatomi koroner. Langkah 3. Melakukan revaskularisasi Trial SHOCK merekomendasikan CABG emergensi pada pasien left main atau 3 pembuluh darah besar. Trial SHOCK merekomendasikan CABG emergensi pada pasien left main atau penyakit 3 pembuluh besar.Syok septikSyok septikmerupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.EtiologiPenyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan komponen terluar dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab sepsis terbanyak, dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik, namun merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Bakteri gram positif, jamur, dan virus, dapat juga menyebabkan sepsis dengan prosentase yang lebih sedikit. Peptidoglikan yang merupakan komponen dinding sel dari semua kuman, dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin dapat merusak integritas membran sel imun secara langsung.

PatogenesisEndotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ.Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung.Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan.4,7Gejala Klinis SepsisTidak spesifik, biasanya didahului demam, menggigil, dan gejala konsitutif seperti lemah, malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering: paru, tractus digestivus, tractus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulositopenia.Penatalaksanaan Syok SeptikPenatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam. OksigenasiHipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia. Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.

Terapi cairanHipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.

Vasopresor dan inotropikVasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).

BikarbonatSecara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH 100 mmHg 500 cc/ 1 Jam Bila perlu pasang CVP2. Medikamentosa Adrenalin 1:1000, 0,3 0,5 ml SC/IM lengan atas , paha, sekitar lesi pada venom. Dapat diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit, Pemberian IV pada stadium terminal / pemberian dengan dosis1 ml gagal , 1:1000 dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan 1-2 ml selama 5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB) Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50 mg dosis tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam selama 48 jam bila tetap sesak + hipotensi segera rujuk, (anak :1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200mg IV Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg BB dilarutkan dalam 10 ml garam faali atau D5, IV selama 20 menit dilanjutkan 0,2 1,2 mg/kg/jam Corticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg selama 4-6 jam, pemberian selama 72 jam .Hidrocortison IV, beri cimetidin 300mg setelah 3-5 menit3. Monitoring Observasi ketat selama 24 jam, 6jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik Klinis : keadaan umum, kesadaran, vital sign, produksi urine dan keluhan Darah : Gas darah EKGKomplikasi Kematian karena edema laring , gagal nafas, syok dan cardiac arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan, Myocard infark, aborsi dan gagal ginjal juga pernah dilaporkan.4Syok neurogenikPatofisiologi Hilangnya tonus vasomotor penurunan venous tone (dilatasi vena) penumpukan darah di vena Reaksi vasovagal berlebihan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus perfusi ke otak berkurang Rangsangan parasimpatis ke jantung memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Contoh : gangguan emosional pingsan Obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.

Manifestasi KlinisManifestasi klinis hampir sama dengan syok pada umumnya, tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda : Tekanan darah turun Nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) Kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia Pusing Pingsan.4

KesimpulanDengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan yang cepat dan agresif, kebanyakan pasien dapat sembuh dari DHF. Namun, setengah dari pasien yang tidak diobati dan mengalami syok tidak dapat bertahan hidup.

Daftar pustaka1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Herdiman. Demam berdarah dengue. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI 2005: 1709-10.2. Michael E. George L, Michael J. Buku penuntun kedaruratan medis. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.1-9.3. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo , Jameson and Loscalzo. Harrisons principle of internal medicine. 18th ed. United States of America: Mc Graw Hill; 2008.p.218-23.4. Sudoyo WA, Setiohadi W, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.245-60.5. Porth CM. Pathophysiology, concepts of altered health science. 8th ed. United States of America: Lippincott Williams and Wilkins; 2009.p.561-70.6. Staf pengajar FKUI. Buku Ilmu kesehatan anak. Jakarta:FKUI; 2007.h.983-89.7. Robbins, Cotrans. Buku dasar patofisiologi penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009, h.96-8.1