Diktat Pintar

download Diktat Pintar

of 38

Transcript of Diktat Pintar

Pemeriksaan Antenatal Care pada Ibu HamilAnamnesa: Riwayat perkawinan. Riwayat penyakit ibu dan keluarga. Status wayat Haid, HPHT. Riwayat imunisasi Ibu saat ini Kebiasaan ibu. Riwayat persalinan terdahulu Dari anamnesa haid tersebut, tentukan Usia kehamilan dan buat taksiran persalinan. Pemeriksaan Pemeriksaan Umum. Keadaan umum Bumil Ukur TB, BB, Lila. Tanda vital : tensi, Nadi, RR, HR Pemeriksaan fisik menyeluruh ( dari kepala sampai ekstremitas). Mata : conjungtiva, ikterus ; Gigi , Kaki :Oedema kaki , dst. Pemeriksaan khusus. 7. UMUR KEHAMILAN 20 mgg: a). Inspeksi. 1. Tinggi fundus uteri 2. Hypergigmentasi dan striae 3. Keadaan dinding perut b). Palpasi. Lakukan pemeriksaan Leopold dan intruksi kerjanya sbb : Pemeriksa berada disisi kanan bumil, menghadap bagian lateral kanan. a. Leopold 1. 1. Letakkan sisi lateral telunjuk kiri pada puncak fundus uteri untuk menentukan tinggi fundus. Perhatikan agar jari tersebut tidak mendorong uterus kebawah (jika diperlukan, fiksasi uterus basah dengan meletakkan ibu jari dan telunjuk tangan kanan dibagian lateral depan kanan dan kiri, setinggi tepi atas simfisis) 2. Angkat jari telunjuk kiri (dan jari-jari yang memfiksasi uterus bawah) kemudian atur posisi pemeriksa sehingga menghadap kebagian kepala ibu. 3. Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada fundus uteri dan rasakan bagian bayi yang ada pada bagian tersebut dengan jalan menekan secara lembut dan menggeser telapak tangan kiri dan kanan secara bergantian b. Leopold 2. 1. Letakkan telapak tangan kiri pada dinding perut lateral kanan dan telapak tangan kanan pada dinding perut lateral kiri ibu sejajar dan pada ketinggian yang sama. 2. Mulai dari bagian atas, tekan secara bergantian atau bersamaan telapak tangan kiri dan kanan kemudian geser kearah bawah dan rasakan adanya bagian yang rata dan memenjang (punggung) atau bagaian yang kecil (ekstremitas). c. Leopold 3. 1. Atur posisi pemeriksa pada sisi kanan dan menghadap kebagian kaki ibu. 2. Letakkan ujung telapak tangan kiri pada dinding lateral kiri bawah, telapak tangan kanan pada dinding lateral kanan bawah perut ibu, tekan secara lembut bersamaan atau bergantian untuk menentukan bagian bawah bayi (bagian keras, bulat dan hampir homogen adalah kepala, sedangkan tonjolan yang lunak dan kurang simetris adalah bokong).

d. Leopold 4. 1. Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada dinding lateral kiri dan kanan uterus bawah, ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan berada pada tepi atas simfisis. 2. Temukan kedua jari kiri dan kanan, kemudian rapatkan semua jarijari tangan kanan yang meraba dinding bawah uterus. 3. Perhatikan sudut yang dibentuk oleh jari-jari kiri dan kanan (konvergen/divergen) 4. Pindahkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada bagian terbawah bayi (bila presentasi kepala, upayakan memegang bagian kepala didekat leher dan bila presentasi bokong, upayakan untuk memegang pinggang bayi) 5. Fiksasi bagian tersebut kearah pintu atas panggul, kemudian letakkan jari0jari tangan kanan diantara tangan kiri dan simfisis untuk menilai seberapa jauh bagian terbawah telah memasuki pintu atas panggul. c). Auskultasi. - Pemeriksaan bunyi dan frekuensi jantung janin. d). Pemeriksaan Tambahan. - Laboratorium rutin : Hb, Albumin - USG 910. KONTRA INDIKASI Tidak ada

HIPEREMESIS GRAVIDARUMKeadaan dimana penderita hamil muda muntah-muntah yang berlebihan >10x dalam 24 jam atau setiap saat sehingga mengganggu kesehatan penderita. GK - Memuntahkan apa yang dimakan - Berat badan turun - KU tampak lemah - Tanda-tanda dehidarasi, mata cekung, turgor kulit turun, kulit keriput - Berat bisa ikterik Pem ,penunjang lakukan USG untuk memastikan kehamilan normal Tatalaksana - Puasa 24 jam atau lebih tergantung kondisi - IVFD D10%:NaCl:Rl (1:1:1) - Primperan 3x1 amp, cimetidin 3x1 amp - Oral o Primperan 3x10mg o Antasyd 3xcth1 o Mediamer B6 3x1 o Phenobarbital 3x30mg o Kalium (bila perlu) Komplikasi : dehidrasi, Multi Organ Failure

TUMBUH KEMBANG BAYIPada dasarnya tumbuh kembang pada setiap bayi berbeda beda, namun ada beberapa kesamaan saat bayi berkembang dengan sehat dan normal. Jadi bunda tidak perlu kuatir jika bayi bunda ada sedikit perbedaan dalam tumbuh kembangnya misalnya lebih cepat ataupun sedikit lebih lambat dari bayi umumnya. Namun bunda juga harus selalu mengonsultasikannya pada dokter yak Nah, menu bayi sehat kali ini berusaha merangkum setiap tahapan tumbuh kembang bayi yang sehat dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat ya Bunda ^^

Bayi 1 bulan Pada hari hari pertama, bayi masih belum bisa membuka matanya. Kemudian beberapa waktu akan bisa melihat dalam jarak 20 cm. Tahap bayi mulai beradaptasi dengan lingkungan baru. Gerakan yang dikuasainya merupakan gerakan reflex alami. Sangat peka terhadap sentuhan. Akan menggerakkan kepala ke arah bagian tubuh yang disentuh. Sudah bisa tersenyum. Menangis adalah bahasa komunikasinya. Semakin lama, bunda akan tahu dengan sendirinya arti dari menangis sang bayi, apakah bayi bunda menangis karena lapar, karena gerah atau lainnya. Memegang jari yang disentuhkan ke tangannya. Menghabiskan sebagian besar waktunya dengan tidur

Bayi 2 Bulan Sudah bisa membedakan muka dan suara. Kualitas penglihatannya meningkat. Matanya bisa mengikuti gerakan benda yang dekat dengannya. Akan menghisap setiap benda yang dipegangnya. Bisa miring ke kiri dan ke kanan. Menggerak gerakkan tangan dan kaki ketika memita perhatian. Bayi 3 bulan Dapat mengangkat kepala dan tubuh saat tengkurap. Matanya sudah memperhatikan lingkungan sekitar. Menangis jika ditinggal. Mencari arah suara yang didengarnya. Dapat duduk beberapa waktu jika ditunjang. Menyukai bayangannya di cermin Semakin mahir menggunakan tangannya. Mulai mengenali wajah orang dan benda yg akrab dengannya. Bayi 4 bulan Mulai mengoceh dan tertawa. Menginjakinjakkan kaki jika diberdirikan. Dapat menggerakkan/menggeser-geserkan tubuhnya untuk meraih benda. Mengamati ekspresi wajah orang dan menirunya. Sebagian sudah ada yg tumbuh giginya. Bayi 5 bulan Menangis jika mendengar suara ibunya. Dapat memindahkan barang dari satu tangan ke tangan yang lain. Menangis jika mainannya diambil. Senyum dan megoceh saat meminta perhatian. Dapat memasukkan kaki ke mulutnya. Bereksperimen dengan suaranya. Membuat suara yang berbeda beda untuk mengkomunikasikan keinginannya missal lapar, haus, marah, dll. Sangat suka ditegakkan dalam posisi duduk. Saatnya untuk mengenalkan gelas bermoncong (sippy cup) dengan 2 pegangan. Bayi 6 bulan Sudah banyak mengeluarkan suara. Sudah bisa tengkurap sendiri. Belajar menggunakan jari jarinya untuk menggenggam dengan baik, memukul, mengambil, dan memindahkan benda. Saat yang tepat untuk mengenalkan MPASI Bayi 7 bulan

Sudah mahir duduk. Sudah dapat mengangkat badannya dalam posisi merangkak. Saat posisi merangkak senang mengayunkan badannya ke depan dan kebelakang. Bermain dengan mainan yang disukai dan akan marah jika mainan tersebut diambil. Bayi 8 bulan Mampu berteriak untuk memanggil orang. Sudah bisa merangkak dan duduk sendiri. Membuang mainan yang tidak disukainya Sudah dapat berdiri dengan bantuan. Dapat memegang botol minumnya sendiri. Bayi 9 bulan Mulai bereaksi jika diperintah. Mengenal beberapa kata. Dapat berdiri dengan tangan dipegangi. Aktif merangkak dan memanjat. Bayi 10 bulan Dapat berjalan dengan bantuan. Merangkak dengan baik. Mulai takut dengan orang yang tidak dikenal. Mengerti yang diperintahkan kepadanya. Bayi 11 bulan Dapat menelan beberapa kali secara bertutut turut jika minum dalam cangkir. Berdiri lama tanpa bantuan. Mempunyai lebih banyak kosakata. Saatnya mengajarkan untuk berbagi, Karena pada usia ini bayi memiliki sifat egosentris yang besar. Bayi 12 bulan Banyak berjalan meski belum stabil. Dapat berbicara 2 3 kata Mulai suka menggambar. da beberapa tahapan yang bisa dijadikan petunjuk dalam mengetahui kemampuan berbicara bayi. 1. Bayi usia 3 bulan Saat usia ini bayi mendengarkan kata-kata yang ucapkan orang lain dan memperhatikan mimik wajahnya. Terkadang bayi lebih banyak menyukai suara perempuan dibandingkan laki-laki. Tidak ada salahnya untuk merangsang vokalisasi bayi dengan lebih sering mendengarkan suara musik. 2. Bayi usia 6 bulan Pada usia ini bayi mulai mengoceh dengan suara yang berbeda, seperti berkata 'ba-ba' atau 'da-da'. Saat usia 6 bulan akhir, bayi bisa menanggapi namanya sendiri, mengenali bahasa ibunya dan menggunakan nada suara untuk memberitahu jika bayi sedang bahagia atau sedih. Ocehan yang terjadi saat usia ini masih terdiri dari suku kata yang acak tanpa ada makna. 3. Bayi usia 9 bulan Setelah berusia 9 bulan, bayi mulai dapat memahami beberapa kata dasar seperti 'tidak', 'iya' atau 'bye-bye'. Selain itu, bayi juga mulai menggunakan huruf konsonan lebih banyak. 4. Bayi usia 12 bulan Rata-rata bayi bisa mengucapkan beberapa kata sederhana seperti 'mama' atau 'dada' pada akhir usia 12 bulan serta mengerti apa yang dikatakannya. Pada usia ini bayi mulai bisa menanggapi atau paling tidak mengerti apa yang dibicarakan orang lain. 5. Bayi usia 18 bulan Bayi pada usia ini mulai bisa mengatakan minimal 10 kata-kata

sederhana, menunjuk ke orang atau benda serta mulai mengenali nama dari bagian tubuhnya. Saat usia ini bayi sering mengulangi kata dengan hanya mengucapkan suku kata terakhir.

EKG

6. Bayi usia 2 tahun Prosedur Pada usia ini bayi mulai bisa mengucapkan dua sampai empat kata 1. Posisi pasien diatur terlentang datar dalam pengucapannya serta sudah lebih jelas maksud dari ucapannya. Membuka dan melonggarkan pakaian pasien bagian atas, bila pasien 2. memakai jam tangan, gelang, logam lain agar dilepas 7. Bayi usia 3 tahun. Bayi yang berusia 3 tahun kosa katanya semakin 3. Membersihkan kotoran dengan menggunakan kapas pada daerah dada, berkembang dengan cepat dan bisa mengucapkan beberapa kata, kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai dilokasi manset meskipun struktur kalimatnya belum terlalu benar. elektroda 4. Mengoleskan jelly pada permukaan elektroda Menurut dr Aditya bila anak belum dapat bicara bisa bermacam5. Memasang manset elektroda pada kedua pergelangan tangan dan macam penyebabnya: kedua tungkai Pertama, dan yang tersering adalah kurangnya komunikasi kepada 6. Memasang arde anak. Anak jarang diajak bicara atau mengajarkan lebih dari satu 7. Menghidupkan monitor EKG bahasa sehari-hari yang membuat anak menjadi bingung. 8. Menyambungkan kabel EKG pada kedua tungkai pergelangan tangan dan kedua tungkai pergelangan kaki pasien, untuk rekaman Kedua, adalah keterlambatan bicara karena kelemahan saraf motorik ekstremitas lead (Lead I, II, III, AVR, AVL, AVF) dengan cara : bicara. Biasanya hal ini perlu pelatihan khusus dan diharapkan anak Warna merah pada pergelangan tangan kanan akan dapat bicara setelah dilakukan pelatihan khusus. Warna hijau pada kaki kiri Warna hitam pada kaki kanan Ketiga, adalah anak terlambat bicara karena terdapat penyakit yang Warna kuning pada pergelangan tangan kiri lain seperti retardasi mental atau autisme, pada kasus ini anak tidak 9. Memasang elektroda dada untuk rekaman precardial lead hanya keterlambatan berbicara, tetapi juga terlambat dalam personalV1 pada intreosta keempat garis sternum kanan sosialnya dan anak tidak dapat berkomunikasi dengan lingkungannya.V2 pada intreosta keempat garis sternum kiri V3 pada pertengahan V2 dan V1 Leslie Rescorla, PhD direktur dari Child Study Institute di Bryn Mawr V4 pada intrekosta kelima garis pertengahan elavikula kiri College dilansir dari Parenting, Sabtu (7/8/2010), waktu yang tepat V5 pada axila sebelah depan kiri bagi anak untuk mendapatkan pertolongan profesional adalah saat V6 pada axila sebelah belakang kiri usianya 2,5 tahun. Karena jika di usia tersebut anak sudah 10. Melakukan kalibrasi dengan kecepatan 25 mili/detik mendapatkan bantuan, maka anak masih bisa mengejar ketinggalan. 11. Bila rekaman EKG telah lengkap terekam, semua elektroda yang melekat ditubuh pasien dilepas dan dibersihkan seperti semula Tanda-tanda anak mengalami keterlambatan berbicara adalah: 12. Pasien dibantu merapihkan pakaian 13. Untuk pasien rawat inap hasil rekaman EKG disimpan kedalam berkas rekam medik pada formulir yang tersedia dan dilaporkan kedokter 1. Anak masih berbicara dalam satu suku kata atau konsonan 14. Tindakan EKG yang telah dilakukan dicatat kedalan catatan perawat pada berkas rekam medik pasien akhirnya saja. 15. Untuk pasien rawat jalan, hasil rekaman EKG diberikan ke dokter yang 2. Anak tidak menggunakan dua kata dalam satu kalimat yang bersangkutan. Memahami EKG dapat kita mulai dengan mempelajari gambaran EKG diucapkannya. normal. Kita lihat gambar dibawah. 3. Anak jarang mengucapkan kata atau frekuensi berbicaranya Gambar I : EKG Normal sedikit.

Keterangan : - Garis putus-putus hijau adalah garis isoelektrik. - Garis putus-putus merah adalah interval PR, durasi normal adalah < 5 kotak kecil (kk) atau < 0,2 detik. - Garis putus-putus biru adalah kompleks QRS, durasi normal adalah < 3 kk atau < 0,12 detik. - Garis putus-putus hitam adalah Interval RR. - Garis Kuning adalah segmen ST. Gelombang P adalah defleksi positif pertama, gambarnya menyerupai bukit-cembung keatas. Gelembang Q adalah defleksi negatif pertama sebelum gelombang R, bentuknya kerucut menghadap kebawah,

tetapi kadang-kadang gelombang ini hampir tidak kelihatan. Gelombang S adalah defleksi negatif pertama setelah gelombang R. Gelombang R sendiri membentuk kerucut yang selalu menghadap keatas, kecuali di lead aVR atau pemasangan elektroda ekstremitasnya terbalik. dan Gelombang T berbentuk seperti bukit letaknya setelah kompleks QRS Gambar 2 (Lead II) Keterangan : Lead-lead yang berada diblok biru muda memproyeksikan kondisi jantung area Depan (Anterior) yakni Lead V1 sd V4, Lead yang berada diblok warna merah muda memproyeksikan kondisi jantung area kiri (Lateral) yakni Lead I, V5 dan V6, dan lead yang berada diblok warna kuning memproyeksikan kondisi jantung area bawah (inferior) yakni II, III dan aVF. Sedangkan lead aVR jarang dihiraukan. Contoh : Bila kita melihat gambaran ST Elevasi di lead I, aVL, V5, dan V6 artinya terdapat "Infark Akut" di otot jantung sebelah kiri (Baca: Infark Akut Lateral kiri) Kita lihat kembali Gambar 3. Disana terdapat ST Elevasi di lead II, III dan aVF, maknanya kondisi jantung sebelah bawah sedang mengalami "injuri" disebut Infark Akut Inferior. ST depresi di lead I dan aVL artinya terdapat kematian akut otot jantung subendocardial yang lokasinya berada di sebelah bawah jantung, disebut Non ST Elevasi Miocardial Infarction (Non STEMI)inferior.

Beri nama masing-masing gelombang pada gambar 2 seperti contoh ! Hitung durasi interval PR dan kompleks QRS! Hitung interval RR! Hitung frekwensi nadi dari gambar diatas dengan cara : 1500 : Interval RR LATIHAN II Gangguan perfusi pada jantung disebabkan adanya penempitan atau sumbatan arteri koroner. Kondisi ini mengakibatkan otot jantung mengalami iskemi, injury bahkan kematian otot jantung. Pada sadapan EKG ditunjukan dengan perubahan segmen ST, gelombang T yang terbalik, dan gelombang Q Patologi. Gelombang T terbalik yang dikenal dengan T Inversi menunjukan kondisi otot jantung yang kekurangan oksigen atau iskemi, Q Patologi menunjukkan kematian otot jantung (old infark) sedangkan ST depresi dan ST elevasi menunjukan otot jantung sedang mengalami injuri menuju kematian (Infark akut). Pada pembahasan berikutnya kita akan melakukan latihan mengenal gangguan perfusi. 1. Mengenal gangguan perfusi. Gambar 3 (Perubahan segmen ST)

a. ST elevasi (segmen ST berada diatas garis isoelektrik) artinya otot jantung sedang mengalami infark yang akut(baca:serangan jantung), dapat dilihat di lead II, III dan AVF pada gambar 3. b. ST depresi (segmen ST dibawah garis isoelektrik) artinya sama dengan ST elevasi hanya kedalaman infarknya yang berbeda. Pada ST elevasi otot yang infark meliputi otot jantung dalam sampai yang terluar (disebut Transmural) sedangkan pada ST Depresi otot yang kena infark "hanya" meliputi otot jantung bagian dalam (subendocardial). ST depresi dapat dilihat di lead I dan aVL. 2. Menentukan lokasi yang terkena gangguan. Gambar 4 (Lokasi Kelainan)

Pemeriksaan Thorax

TUJUAN Tujuan pemeriksan foto toraks : Menilai adanya kelainan jantung, misalnya : kelainan letak jantung, pembesaran atrium atau ventrikel, pelebaran dan penyempitan aorta. Menilai kelainan paru, misalnya edema paru, emfisema paru, tuberkulosis paru. Menilai adanya perubahan pada struktur ekstrakardiak. Gangguan pada dinding toraks Fraktur iga Fraktur sternum Gangguan rongga pleura Pneumotoraks Hematotoraks Efusi pleura Gangguan pada diafragma Paralisis saraf frenikus Menilai letak alat-alat yang dimasukkan ke dalam organ di rongga toraks misalnya: EET, CVP, NGT dll BAGAIMANA MEMBACA FOTO THORAX? Menentukan umur, jenis kelamin, dan riwayat pasien Mengidentifikasi proyeksi dan teknik yang digunakan: AP, PA, laterl, portable, atau standard distance Mengidentifikasi posisi pasien: Upright, supine, decubitus, lordosis Melihat cara bernapas pasien Adequate, hipoinflasi, hiperinflasi

Mengidentifikasi abnormalitas yang jelas dan umum Ukuran jantung, besar atau normal Bentuk jantung, pembesaran rongga yang spesifik Contour/garis di bagian atas medistinal Memeriksa aliran udara, penyimpangan trachea Kesimettrisan paru-paru Adakah pergeseran kea rah mediastinal? Posisi hilus Infiltrasi, massa, atau nodule paru-paru Vaskularisasi paru-paru Meningkat, menurun, atau normal Lebih sedikit, lebih besar daripada bagian atas Efusi pleura, tketumpulan sudut costophrenicus Fracture atau lesion pada tulang rusuk, clavicula, dan spina Mengecek posisi pembuluh Mengecek lagi apa yang kita anggap normal dan melihat type blind spot (bercak yang samar-samar) Di belakang jantung Di belakang hemidiaphragma Di apex paru-paru Adakah pneumothorax? Sudut costophrenicus Dinding dada Lesion tulang rusuk

Pundak Melihat film-film yang lalu, bukan hanya yang paling baru Memutuskan apa yang ditemukan dan lokasinya Memberikan diagnosis yang berbeda yang berhubungan dengan riwayat klinis.

THORAX PA Untuk posisi Thorax Pa diusahakan pasien berdiri / duduk karena diafragma berada pada ukuran terendah dan untuk mengurangi pembesaran jantung, pada pemeriksaan jantung digunakan foto PA dengan FFD 120 180 cm karena pada jarak tersebut ukuran jantung berada pada ukuran sebenarnya. Skapula tidak akan menutupi daerah paru. Besar jantung dapat diperkirakan dengan lebih mudah. Tulang rusuk anterior tidak tampak jelas, sedang rusuk di bagian belakang semuanya menuju ke arah tulang punggung. Pada posisi ini kamera berada di belakang pasien. Posisi Pasien Pasien berdiri dengan dada menempel kaset / stand chest dan batas atas kaset kira-kira 3-5 cm di atas shoulder joint Posisi Obyek Tempatkan MSP tubuh berada pada tengah kaset, letakkan dagu pada atas kaset / chest stand. Letakkan kedua punggung tangan di atas crista iliaka / hip dan rotasikan kedua elbow ke anterior sehingga shoulder menyentuh bagian kaset dan scapula tertarik ke arah lateral (untuk menghindari superposisi scapula dengan paru-paru) Usahakan pasien inspirasi penuh pada saat eksposi Usahakan kedua shoulder simetris kanan kiri untuk menghindari ketidaksimetrisan paru Usahakan rambut tidak ada yang menutupi bagian obyek yang difoto

THORAX AP Skapula tidak akan menutupi daerah paru. Besar jantung dapat diperkirakan dengan lebih mudah. Tulang rusuk anterior tidak tampak jelas, sedang rusuk di bagian belakang semuanya menuju ke arah tulang punggung. Pada posisi ini kamera berada di belakang pasien. Posisi ini digunakan apabila pasien tidak dapat berdiri. apabila pasien tidak dapat duduk. Pasien akan lebih sulit menarik nafas dalam, sehingga diafragma akan lebih tinggi. Jika ada cairan di paru atau di rongga pleura, maka hal ini tidak begitu jelas terlihat karena cairan cenderung hanya melapisi permukaan posterior paru. Posisi Pasien Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan dengan kedua tangan di samping tubuh Posisi Obyek MSP tubuh sejajar dengan garis tengah meja pemeriksaan / tengah kaset, batas atas 3-5 cm di atas shoulder joint. Jika memungkinkan fleksikan elbow, pronasikankan tangan serta letakkan kedua tangan pada hips untuk meminimalkan gambaran scapula ke arah lateral. Usahakan shoulder simetris kanan kiri dan inspirasi penuh jika memungkinkan CR sinar tegak lurus film CP Menuju manubrium (Vertebta Thoracal VII)

CP Tegak lurus film CR Pada MSP kira-kira pada vertebra thoracal V / Angulus Inferior Scapularis Faktor Eksposi 63 kV, 16 mAs dengan grid Kriteria Tampak gambaran trachea, lungs, arcus aorta dan jantung Scapula tidak menutupi gambaran paru-paru Kedua costal margin dan sinus costoprenikus tidak terpotong Kedua paru simetris dilihat dari jarak costal margin ke columna vertebra dan jarak acromioclavicular joint simetris Tampak juga gambaran thoracal I-VII sebagai indikasi kV yang cukup

Kriteria karena jauh dari film maka gambaran aorta dan jantung mengalami magnifikasi serta gambaran paru-paru terlihat lebih kecil dibandingkan posisi PA karena bayangan diafragma. clavicula lebih tinggi dan ribs terlihat lebih horisontal THORAX LATERAL

Gunakan FFD 120-180 cm Gunakan lateral kiri untuk memperlihatkan gambaran jantung dan paru-paru kiri dan lateral kanan untuk memperlihatkan paru-paru kanan. Posisi Pasien Pasien berdiri true lateral dengan bagian yang diperiksa menempel film menempel kaset / stand chest dan batas atas kaset kira-kira 3-5 cm di atas shoulder joint. Batas atas servikal VII Posisi Obyek Tempatkan MSP pasien sejajar dengan garis tengah kaset. Tempatkan tangan ke atas dengan elbow fleksi serta kedua antebrachi bersilang diletakkan di belakang kepala seperti bantalan dengan kedua tangan memegang elbow. Usahakan pasien bernapas dan ekspirasi penuh untuk memaksimalkan area paru-paru

radiologi. Pada foto dapat dilihat tulang rusuk melandai ke bawah, jantung akan lebih besar dan semakin membesar apabila jarak fokus terhadap pasien lebih dekat. Skapula tampak di atas daerah paru. Cara mengambil pasien berbaring dengan film diletakkan di punggung pasien dan kamera berada kira-kira 1,5 meter di depan pasien. Akan lebih baik jika pasien ditidurkan dalam posisi 450 dan pemotretan dilakukan saat inspirasi. AP dengan FFD 120 cm

CP Sinar tegak lurus film CR 5 cm kearah anterior menuju mid axillary line pada vertebra thoracal VII Faktor Eksposi 125 kV, 12 mAs dengan grid atau 60 kV, 50 mAs dengan grid Kriteria Bagian superior ribs saling superposisi Sternum dalam posisi true lateral Angulus costoprenicus tidak boleh terpotong

Ini adalah film PA di kiri AP dibandingkan dengan film telentang di sebelah kanan. AP menunjukkan perbesaran jantung dan pelebaran mediastinum. Bila memungkinkan pasien harus digambarkan dalam posisi tegak lurus PA. AP tinjauan kurang berguna dan harus disediakan untuk pasien yang sangat sakit tidak dapat berdiri tegak. THORAX RAO / LAO (PA OBLIK) Proyeksi ini digunakan untuk melihat area maksimum dari paru-paru RAO untuk melihat bagian kanan dan LAO bagian kiri Posisi Pasien Pasien berdiri posisi PA atau tengkurap di atas meja pemeriksaan dan MSP tubuh sejajar dengan garis tengah kaset. Posisi Obyek Rotasikan pasien membentuk sudut 45 derajat atau 55 60 untuk

PERBEDAAN FOTO THORAX PA DENGAN AP Pengambilan foto ini yang paling sering dilakukan pada pasien gawat, misalnya di ruang rawat darurat atau rawat intensif. Biasanya hasil foto portable akan sedikit lebih buruk dibanding foto yang diambil di

menilai jantung serta aorta. Batas atas kaset 3 cm di atas shoulder joint LAO Merotasikan pasien ke kanan dengan cara tangan kiri lurus dan tangan kanan fleksi dan menahan saat badan dirotasikan berikut dengan kaki kanan fleksi untuk menahan bagian pelvis ketika rotasi agar obyek benar-benar true oblik. RAO Merotasikan pasien ke kiri dengan cara tangan kanan lurus dan tangan kiri fleksi dan menahan saat badan dirotasikan berikut dengan kaki kiri fleksi untuk menahan bagian pelvis ketika rotasi agar obyek benarbenar true oblik. Foto dibuat saat inspirasi penuh CR Sinar tegak lurus menuju ke tengah film CP Pada vertebra Thoracal VII Faktor Eksposi 63 kV dan 25 mAs dengan grid LAO Kriteria LAO Terlihat area maksimum dari paru-paru kiri dengan susunan serabutserabut brochialus Tampak trachea Tampak gambaran paru-paru kanan yang mengalami pemendekkan Tampak jantung, arcus aorta dan aorta RPO dan LPO (AP Oblik) Posisi ini digunakan ketika pasein tidak dapat prone / telengkup. Radiografi ini hasilnya hampir sama. RPO berhubungan dengan LAO dan LPO berhubungan dengan RAO. RPO digunakan untuk melihat area dari paru kanan dan LPO bagian paru kiri sehingga dapat disimpulkan bahwa bagian yang dekat dengan film merupakan gambaran paru-paru yang paling jelas. Posisi Pasien Tidur telentang di atas meja pemeriksaan Posisi Obyek Rotasikan pasien membentuk sudut 45 derajat ke arah yang diinginkan (LPO / RPO) seiring dengan merotasikan hip. Untuk LPO letakkan tangan kanan di belakang tubuh untuk fiksasi / penahan bobot tubuh dan tangan kiri letakkan sebagai bantalan kepala. Untuk RPO sebaliknya. Fleksikan kaki sebagai fiksasi agar obyek yang di foto true oblik. Foto ini dibuat saat inspirasi penuh CR Sinar tegak lurus film CP Vertebra thoracal IV untuk paru-paru Vertebra thoracal V untuk jantung Faktor Eksposi 63 kV dan 25 mAs dengan grid Kriteria Untuk LAO terlihat gambaran seperti RPO dan sebaliknya namun area paru-paru cenderung mengalami pemendekan karena magnifikasi dari diafragma.\ Jantung dan aorta mengalami magnifikasi dikarenakan ada jarak antara obyek tersebut dengan film AP Lordotik Posisi ini digunakan untuk melihat apex pulmonary Karena pada posisi PA/AP apex pulmonary superposisi dengan ribs. Posisi Pasien Pasien berdiri 30 cm di depan chest stand Posisi Obyek MSP tubuh sejajar dengan garis tengah kaset Fleksikan elbow, tangan berada di atas hips untuk fiksasi Sandarkan pasien ke belakang dengan posisi lordosis hingga punggung menyentuh kaset / chest stand. Batas atas kaset 3 cm di atas shoulder joint. Foto diambil ketika inspirasi kedua CR

RAO RAO Terlihat area maksimum dari paru-paru kanan dengan susunan serabut-serabut brochialus Tampak trachea Tampak gambaran paru-paru kiri yang mengalami pemendekkan Posisi ini dapat untuk melihat gambaran atrium kiri, pulmonary arteri, bagian anterior dari apex ventrikel kiri dan ruang retrocardiac kanan. Bila diberi kontras (OMD) foto RAO dapat untuk melihat jelas bagian esophagus

Sinar tegak lurus kaset CP Sinar menuju pada pertengahan sternum / di antara papilla pada lakilaki

Posisi Pasien Pasien tidur miring / lateral recumbent dengan tangan di atas sebagai bantalan kepala dan kaki fleksi untuk fiksasi Tempatkan kaset di belakang pasien Posisi Obyek Area paru-paru harus masuk film. Foto di buat saat inspirasi penuh CP Sinar horizontal tegak lurus film CR Menuju vertebra thoracal VII / 8 cm di bawah jugular notch

Kriteria tampak gambaran apex pulmonary gambaran clavicula terlempar ke arah superior

Kriteria Tampak paru dengan batas air fluid level dan pnemothorax dengan gambaran opaque menutupi ribs

AP Axial Posisi ini digunakan apabila pasien tidak dapat melakukan posisi AP lordotik Posisi Pasien Pasien tidur terlentang / berdiri di meja pemeriksaan / chest stand Posisi Obyek MSP tubuh sejajar dengan garis tengah kaset Foto dibuat saat inspirasi penuh CR Sinar menyudut 15-20 chepalad CP Sinar menuju vertebra thoracal II

Ventral Decubitus Posisi ini untuk melihat air fluid level Posisi Pasien Tidur telentang / telengkup di atas meja pemeriksaan (true AP) Posisi Obyek Obyek / paru-paru yang diperiksa yang jauh dari film Foto dibuat saat inspirasi penuh CR Sinar horizontal tegak lurus film CP Vertebra thoracal VI-VII

Kriteria gambaran sama dengan lordotik tampak gambaran apex pulmonary gambaran clavicula terlempar ke arah superior LATERAL DECUBITUS Posisi ini untuk melihat air fluid level dan pneumothoraks Pasien juga dapat diperiksa dalam posisi lateral decubitus. Hal ini dapat membantu untuk menilai volume efusi pleura dan menunjukkan apakah suatu efusi pleura adalah mobile atau loculated. Anda juga dapat melihat nondependent hemithorax untuk mengkonfirmasi pneumotoraks pada pasien yang tidak dapat tegak.

Kriteria Tampak air fluid level paru lateral menutupi bagian vertebra

HIV HIVHIV-1/HIV-2(Human Immunodeficiency Virus Type 1 & 2) Antibody Screen with Western Blot Confirmation HIV-1/HIV-2 (Human Immunodeficiency Virus Type 1 & 2) Antibodi Screen dengan Western Blot Konfirmasi This test detects the antibodies that are produced by the bodys immune system in response to HIV. This is the most common HIV test and is recommended for people whose potential exposure window is longer than 3 months ago. Tes ini mendeteksi antibodi yang diproduksi oleh body , " sistem kekebalan tubuh dalam merespons HIV. Ini adalah tes HIV yang paling umum dan dianjurkan untuk orang-orang yang potensial jendela eksposur lebih panjang dari 3 bulan yang lalu. Syphilis Sipilis RPR (Rapid Plasma Reagin) For Syphilis RPR (Rapid Plasma Reagin) Untuk Sifilis The RPR test is the most common syphilis test performed and is done so with a blood specimen. Uji RPR adalah yang paling umum sifilis tes dilakukan dan melakukannya dengan spesimen darah. If the RPR test comes back positive a confirmatory test (fluorescent treponemal antibody absorption or FTA-ABS test) will be performed at no additional charge. Jika tes RPR kembali positif tes konfirmasi (fluorescent treponemal penyerapan antibodi atau tes FTA-ABS) akan dilakukan tanpa biaya tambahan. Chlamydia Chlamydia Chlamydia Urine Test Chlamydia Test Urine This test is performed with a urine specimen NOT a swab. Tes ini dilakukan dengan spesimen urin yang TIDAK mengepel. The test uses nucleic acid amplification to detect the presence of the bacterium. uji amplifikasi menggunakan asam nukleat untuk mendeteksi keberadaan bakteri. The nucleic acid amplification test has been proven to be more accurate than the swab test. Uji amplifikasi asam nukleat telah terbukti lebih akurat dibandingkan dengan pengujian mengepel. Gonorrhea Kencing nanah Gonorrhea Urine Test Gonore Test Urine This test is performed with a urine specimen NOT a swab. Tes ini dilakukan dengan spesimen urin yang TIDAK mengepel. The test uses nucleic acid amplification to detect the presence of the bacterium. uji amplifikasi menggunakan asam nukleat untuk mendeteksi keberadaan bakteri. The nucleic acid amplification test has been proven to be more accurate than the swab test. Uji amplifikasi asam nukleat telah terbukti lebih akurat dibandingkan dengan pengujian mengepel. Hepatitis Hepatitis Hepatitis B Surface Antigen Test Hepatitis B Surface Antigen Test This is the most frequently and easily performed test for hepatitis B and is the first test to show abnormal results. Ini adalah paling sering dan mudah dilakukan tes untuk hepatitis B dan tes pertama menunjukkan hasil abnormal. HBsAg generally indicates active hepatitis B virus infection. HBsAg biasanya menunjukkan aktif infeksi virus hepatitis B. Hepatitis B Surface Antibody Test Hepatitis B Antibodi Uji Permukaan This antibody appears approximately 4 weeks after the disappearance of the surface antigen and signifies the end of the acute infection phase. antibodi ini muncul sekitar 4 minggu setelah hilangnya antigen permukaan dan menandakan akhir dari fase infeksi akut. HBsAb also signifies immunity to subsequent infections. HBsAb juga menandakan kekebalan terhadap infeksi berikutnya. Hepatitis C Core Antibody Test Hepatitis C Core Uji Antibodi This antibody appears approximately 1 month after infection with HBsAg and declines over several years. HBcAb is also present in people with chronic hepatitis. antibodi ini muncul sekitar 1 bulan setelah infeksi dengan HBsAg dan menurun selama beberapa tahun. HBcAb

INSPIRASI Pasien harus diperiksa secara penuh inspirasi. Hal ini sangat membantu ahli radiologi untuk menentukan apakah ada kelainan intrapulmonary. Diafragma harus dapat ditemukan di tentang tingkat ke-8 - 10th posterior kosta atau 5 - 6th anterior tulang rusuk inspirasi baik.

juga hadir pada orang dengan hepatitis kronis. CBC CBC Complete Blood Count (CBC) With Differential Test Darah Lengkap Count (CBC) Dengan Uji Diferensial The CBC and differential are a series of tests of the blood that provides a tremendous amount of information about the body's immune system. CBC dan diferensial adalah serangkaian tes darah yang menyediakan sejumlah besar informasi tentang itu sistem kekebalan tubuh. A CBC routinely includes RBC, WBC, hemoglobin, hematocrit, and platelet count among others. Sebuah KBK secara rutin mencakup RBC, WBC, hemoglobin, hematokrit, dan jumlah platelet antara lain. Both a urinalysis and a complete blood count provides an excellent indication of a persons overall health. It is very rare that something can be going on in the body and it does not show up in the blood or the urine. Baik urine dan jumlah darah lengkap memberikan indikasi yang sangat baik dari persona , " s kesehatan secara keseluruhan. Hal ini sangat jarang bahwa sesuatu dapat terjadi di dalam tubuh dan tidak muncul dalam darah atau urin. Urinalysis Urinalisis Urinalysis Testing Urinalisis Pengujian Total Urinary Analysis (UA) involves multiple routine tests on a urine specimen. Jumlah urin Analisis (UA) melibatkan beberapa tes rutin pada spesimen urin. A UA will routinely include color, appearance, and odor; pH; and presence of proteins, glucose, ketones, and blood. Sebuah UA secara rutin akan mencakup warna, penampilan, dan bau, pH, dan kehadiran protein, glukosa, keton, dan darah. It is also examined microscopically for RBCs, WBCs, casts, crystals, and bacteria. Hal ini juga diperiksa dengan mikroskop untuk sel darah merah, WBCs, gips, kristal, dan bakteri. Both a urinalysis and a complete blood count provides an excellent indication of a persons overall health. It is very rare that something can be going on in the body and it does not show up in the blood or the urine. Baik urine dan jumlah darah lengkap memberikan indikasi yang sangat baik dari persona , " s kesehatan secara keseluruhan. Hal ini sangat jarang bahwa sesuatu dapat terjadi di dalam tubuh dan tidak muncul dalam darah atau urin.

SYOKPROSEDUR PENANGGULANGAN PASIEN SYOK Pengertian : Penanganan pasien dalam keadaan syok. Tujuan : Mencegah pasien memburuk. Kebijakan : 1. Berdasarkan SK Direktur RSSA No. 349/RSSA/SK/DIR/IV/2002, tentang pedoman penyusunan SOP (Prosedur Tetap) di RS. Sari Asih. 2. SK. Dirjen Pelayanan Medik No. 00.32.2.6.7637 Berlakunya standar asuhan keperawatan di rumah sakit. Langkah : 1. Baringkan pasien mendatar, dengan kaki lebih tinggi dan kepala sedikit menengadah kebelakang, tanpa bantal untuk memaksimalkan aliran darah ke otak. 2. Bebaskan jalan nafas. 3. Berikan oksigen 2-5 1 / menit. 4. Pasang infus 5. Pasang kateter 6. Labolatorium cito-darah lengkap, fungsi ginjal dan gula darah. 7. Berikan obat-obatan : a. Adrenalin 0,3 0,5 cc. b. Bicarbonat 1 2 ampul dalam 500 ml larutan elektrolit. c. Bila gagal dengan pemberian cairan, berikan vasopresor untuk Shock cardiogenik dopamine 200 mg dalam 500 ml dextrosa 5 % (2,5 mg/kg BB/menit) 8. Periksa EKG. 9. Buat rontgen sesuai dengan jenis kelainan. 10. Jika keadaan membaik dirawat, jika keadaan statis / bertambah buruk dirujuk ke Rumah sakit lain dengan fasilitas lebih lengkap. PROSEDUR PENANGANAN SYOK HYPOLEMIK Pengertian : Keadaan syok yang disebabkan dengan adanya pendarahan Tujuan : Dapat memberikan pertolongan secepatnya dan mengambil tindakan medis selanjutnya. Gejala : 1. Tingkat kesadaran menurun dari sadar, gelisah sampai tidak sadar. 2. Penderita menjadi lemah dan pucat 3. Pernafasan cepat 30 kali / menit atau lebih dan dangkal 4. Tekanan darah menurun, sistolik < 90 ml / jam 5. Nadi cepat 110 kali / menit 6. Paru-paru bersih 7. Kadar hemaglobin kurang atau sama dengan 89% 8. Produksi urin kurang atau sama dengan 30 ml / jam 9. Ujung-ujung jari tangan dan kaki dingin. Langkah : 1. Penderita segera ditidurkan dengan posisi kepal lebih rendah dari kaki, segera lapor ke dokter, sementara itu lakukan tindakan berikut,. 2. Segala ikatan tubuh harus dilepas 3. Beri oksigen 6 liter / menit dan usahakan jalan nafas bebas / tidak tersumbat. 4. Pasang infus segera ringer lactate atau NACL 0,9% 5. Monitor tekanan darah, nadi dan pernafasan 6. Pada syok anaphylactic dapat diberikan adrenalin (1 : 1000) intra muskuler sebanyak 0,3-0,4 cc diulang tiap jam sampai tekanan systolik mencapai 90-100 mg 7. Bila nafas berhenti, usahakan nafas buatan, kepala ditarik kebelakang dan rahang keatas, berikan pernafasan dari mulut ke mulut / memakai ambu bag. 8. Bila jantung berhenti, lakukan kompresi jantung dari luar (menekan dada secara teratur).

10.

9. Bila penyebab syok adalah pendarahan, maka harus segera diusahakan darah, sementara menunggu darah, dapat diberikan NACL atau Dextran. Pasien yang teratasi syoknya, harus dirawat dan tetap diobeservasi selama 24 jam. RUMUS PEMBERIAN ALBUMIN D = Desire Albumin Level ( kadar Albumin yang dikehendaki ) A = Actual Albumin Level ( kadar Albumin sekarang ) BW = Body Wieight ( Berat badan ) Rumus : ( D A ) X ( B W X 40 ) X 2 100

= 15.000 1000

= 15 tts micro / menit

PEMBERIAN BICARBONAS NATRICUS ( BIC NAT ) Rumus : I = 1 / 3 X BB X BE II = 1 / 6 X BB X BE Contoh : BB BE BB BE Rumus : I II = = = = = = = = Berat Badan Base Exec 60 Kg -5 1 / 3 X 60 X 5 100 Meq 1 / 6 X BB X BE 50 Meq

Contoh :

Jawab :

Nilai Normal Albumin = 3,5 4,5 Diket : Hasil Albumin pasien = 2,1 Berat badan pasien = 50 Kg Berapa Albumin yang diperlukan. = ( 3 2,1 ) X ( 50 X 40 ) x 2 100 = 0,9 X 2000 X 2 100 = 0,9 X 20 X 2 = 36 gram Albumin

Perhatian : Cara I : a. Boleh diberikan dosis bolus perlahanlahan 1 2 jam, cek kembali analisa gas darah bila masih acidosis, beri lagi dosis bolus perlahan. b. Boleh diberikan dosis perlahan, sedangkan dosis lagi di encerkan dengan NaCl 0,9 % atau Dextrose 5% berikan per drip.

Cara II : a. Biasanya langsung bolus perlahan, kedua Perhatian : cara ini bertujuan agar tidak terjadi over dosis. 1. Memberikan albumin tidak boleh cepat-cepat minimal 4 jam 2. Maksimum pemberian albumin tidak boleh lebih dari 2 kolf / MBO ( Mati Batang Otak ) Menentukan tidak adanya reflek batang otak dapat dilakukan dengan hari. melakukan test-test sebagai berikut : DOPAMIN 1. Tidak adanya respon pupil terhadap cahaya Pengertian : 2. Dopamin adalah obat yang sangat berguna untuk menaikkan tekanan Tidak ada reflek kornea 3. Tidak ada respons motor dalam distribusi syaraf crannial terhadap darah sentral ( Central Vnous Pressure ). rangsang adekuat pada area somatik. 4. Tidak ada reflek vestibulo okular. Dosis : Tidak ada reflek muntak ( gag reflek ) Penggunaannya sampai unit maksimum antara 10 15 mg / kg BB. 5. Kelima reflek harus negatif sebelum MBO dapat di diagnosis. Test yang paling pokok untuk fungsi batang otak adalah test untuk Cara Pemberiannya : henti nafas 1. Dopamin dosis kecil : Renaldus 1 -3 mg / kg BB. Reseptor dopamin ke ginjal untuk merangsang di uretik. Caranya : Dopamin dosis minimum : 3 10 mg / kg BB. 1. Pre oksigenasi dengan 02 100% selama 10 menit Reseptor dopamin --- B1 jantung untuk merangsang konteraksi 2. Beri 5% CO2 dalam 95% oksigen selama 5 menit berikutnya. jantung. 3. Lepaskan pasien dari ventilator insuflasikan trachea dengan 100 % 3. Dopamin dosis maksimal : 10 20 mg / kg BB. Reseptor dopamin --- akan membuat vaso kontriksi, pembuluh oksigen 6 liter / menit melalui kateter intra trachea lewat karina. Lepas dari ventilator selama 10 menit. darah di reseptor alfa, mengakibatkan tekanan darah meningkat. 4. 2. KETENTUAN MATI BATANG OTAK Contoh : Apabila persediaan dopamin yang ada 100 mg dilarutkan dalam Ada tiga langkah untuk menegakkan MBO : 1. Terdapat pra cairan 100 cc ( Dextrose 5% ) berarti : 1 cc = 1 mg = 1000 micro ( 60 tts kondisi tertentu, yaitu : a. micro / menit ). Penderita membutuhkan sebanyak 5 mg / kg BB menit Pasien berada dalam keadaan koma dan henti nafas yaitu tidak responsif dan dibantu ventilator dengan BB = 50 kg maka berapakah tetesannya ? b. Penyebabnya kerusakan otak yang struktural dan irreversible, yang Dopamin = 100 mg X 1000 = 100.000 micro. disebabkan oleh gangguan yang dapat menuju mati batang otak. Dilarutkan dextrose 5 % = 100.000 = 1000 2. Menyingkirkan penyebab koma dengan henti nafas yang reversible 100 3. Memastikan arefleksia batang otak dan henti nafas yang menetap. Bila BB = 50 kg ( 5 mg ) Sebelum melakukan test-test untuk menentukan MBO hendaknya = 5 x 50 x 60 diperhatikan tanda-tanda menghilangnya fungsi batang otak : 1000

1. 2. 3. 4. 5.

Koma Tidak ada sikap abnormal ( dekortikasi, deserebrasi ) Tidak ada sentakan epileptik Tidak ada reflek batang otak Tidak ada nafas spontan

IWL ( Insensible Water Loss ) Pengertian : Yaitu pengeluaran cairan yang tidak dapat dihitung. Contohnya : - Spuntum - Keringat - Uap ( penguapan ) dari metabolisma.

Normalnya IWL : 10 cc / kg BB Jika kenaikan suhu 1 derajat celcius. IWL ditambah 10% dari IWL yang normal.

SYOK ANAFILAKTIKPatofisiologi Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera (Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase : Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil. Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators. Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.

Alergen Terr menyebutkan beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan alergen lain yang tidak bisa di golongkan. Allergen penyebab Anafilaksis Makanan Krustasea: Lobster, udang dan kepiting Moluska : kerang Ikan Kacang-kacangan dan biji-bijian Buah beri Putih telur Susu Obat Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginase Vaksin dan Darah Toxoid : ATS, ADS, SABU Ekstrak alergen untuk uji kulit Dextran Antibiotika: Penicillin, Streptomisin, Cephalosporin, Tetrasiklin, Ciprofloxacin, Amphotericin B, Nitrofurantoin. Agent diagnostik-kontras: Vitamin B1, Asam folat Agent anestesi: Lidocain, Procain, Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine, Acetil cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT Bisa serangga Lebah Madu, Jaket kuning, Semut api Tawon (Wasp). Lain-lain Lateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid Gejala klinis Anafilaksis merupakan reaksi sistemik, gejala yang timbul juga menyeluruh. Gejala permulaan: Sakit Kepala, Pusing, Gatal dan perasaan panas Sistem Organ Gejala Kulit Eritema, urticaria, angoedema, conjunctivitis, pallor dan kadang cyanosis Respirasi Bronkospasme, rhinitis, edema paru dan batuk, nafas cepatdan pendek, terasa tercekik karena edema epiglotis, stridor, serak, suara hilang, wheezing, dan obstruksi komplit. Cardiovaskular Hipotensi, diaphoresis, kabur pandangan, sincope, aritmia dan hipoksia Gastrintestinal Mual, muntah, cramp perut, diare, disfagia, inkontinensia urin SSP, Parestesia, konvulsi dan kom Sendi Arthralgia Haematologi darah, trombositopenia, DIC Diagnosis Anamnesis Mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ) Timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu. Fisik diagnostik Keadaan umum : baik sampai buruk Kesadaran Composmentis sampai Koma Tensi : Hipotensi, Nadi:Tachycardi, Nafas : Kepala dan leher : cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita, perioral, rhinitis Thorax aritmia sampai arrest Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing, Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat Ekstremitas : Urticaria, Edema ekstremitas Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Hitung sel meningkat Hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia naik/ normal / turun. X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug, EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia, Kimia meningkat, sereum triptaase meningkat Diagnosis banding: - Syok bentuk lain - Asma akut - Edema paru dan emboli paru - Aritmia jantung - Kejang - Keracunan obat akut - Urticaria - Reaksi vaso-vagal Penatalaksanaan dan Management syok anafilaktik

- Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis - Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat atau sengatan hewan longgarkan 1-2 menitn tiap 10 menit. - Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari kepala (posisi shock) dengan alas keras. - Bebaskan airway, bila obstruksi intubasi-cricotyrotomi-tracheostomi - Berikan oksigen, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila tidak bia persiapkandari mulut kemulut - Pasang cathether intra vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atau Nacl fisiologis, 0,5-1liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring dengan Tensi dan produksi urine - Pertahankan tekanan darah sistole >100mmHg diberikan 2-3L/m2 luas tubuh /24 jam Bila 100 mmHg 500 cc/ 1 Jam - Bila perlu pasang CVP Medikamentosa I. Adrenalin 1:1000, 0,3 0,5 ml SC/IM lengan atas , paha, sekitar lesi pada venom, Dapat diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit, Pemberian IV pada stadium terminal /pemberian dengan dosis1 ml gagal , 1:1000 dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan 1-2 ml selama 5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB) Adrenalin Intramuskular Pemberian secara intramuskuler merupakan pilihan pertama dari cara pemberian adrenalin pada penatalaksanaan syok anafilaktik. Adrenalin memiliki onset yang cepat setelah pemberian intramuskuler dan pada pasien dalam keadaan syok, absorbsi intramuskuler lebihg cepat dan lebih baik dari pada pemberian subkutan. Pasien dengan alergi berat dianjurkan untuk pemberian sendiri injeksi intramuskuler adrenalin. Volume injeksi adrenalin 1:1000 (1mg/ml) untuk injeksi intramuskuler pada syok anafilaksis. Umur Volume adrenalim 1:1000 Dibawah 1 tahun 0,05 ml 1 tahun 0,1 ml 2 tahun 0,2 ml 3-4 tahun 0,3 ml 5 tahun 0,4 ml 6-12 tahun 0,5 ml Dewasa 0,5 1 ml Dosis diatas dapat diulang tiap 10 menit, menurut tekanan darah dan nadi sampai perbaikan terjadi (mungkin diulangi beberapa kali) 2. Adrenalin Intravena Pada saat pasien tampak sangat kesakitan dan benar-benar diragukan kemampuan sirkulasi dan absorbsi injeksi intramuskuler, adrenalin mungkin diberikan dalam injeksi intravena lambat dengan dosis 500mcg (5ml dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000) diberikan dengan kecepatan 100 mcg/menit dan dihentikan jika respon dapat dipertahankan. Pada anak-anak dapat diberi dosis 10mcg/kgBB (0,1ml/kgBB dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000 dengan injeksi intravena lambat selama beberapa menit. 3. Pemberian Sendiri Adrenalin Individu yang mempunyai resiko tinggi untuk mengalami syok anafilaksis perlu membawa adrenalin setiap waktu dan selanjutnya perlu diajarkan bagaimana menyuntikkannya. Pada kemasan perlu diberi label pada kasus kolaps yang cepat orang lain dapat

memberikan adrenalin tersebut. Penting untuk memastikan bahwa suplay yang memadai telah terbukti mengatasi gejala anafilaksis sampai pertolongan medis tersedia. Medikamentosa II. Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50 mg dosis tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam selama 48 jam, bila tetap sesak + hipotensi segera rujuk, (anak :1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200mg IV Medikamentosa III. Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg BB dilarutkan dalam 10 ml garam faali atau D5, IV selama 20 menit dilanjutkan 0,2 1,2 mg/kg/jam IV. Corticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg selama 4-6 jam, pemberian selama 72 jam .Hidrocortison IV, beri cimetidin 300mg setelah 3-5 menit Monitoring Observasi ketat selama 24 jam, 6jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik - Klinis : keadaan umum, kesadaran, vital sign, produksi urine dan keluhan - Darah : Gas darah - EKG Komplikasi (Penyulit) Kematian karena edema laring , gagal nafas, syok dan cardiac arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan, Myocard infark, aborsi dan gagal ginjal juga pernah dilaporkan. Prevensi (Pencegahan) - Mencegah reaksi ulang - Anamnesa penyakit alergi px sebelum terapi diberikan (obat,makanan,atopik) - Lakukan skin test bila perlu - Encerkan obat bila pemberian dengan SC/ID/IM/IV dan observasi selama pemberian - Catat obat px pada status yang menyebabkan alergi - Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik. - Desensitisasi alergen spesifik - Edukasi px supaya menghindari makanan atau obat yang menyebabkan alergi - Bersiaga selalu bila melakukan injeksi dengan emergency kit Prognosis Bila penanganan cepat, klinis masih ringan dapat membaik dan tertolong Algoritme Management Penderita Syok Anafilaktik Ringan: - Baringkan dalam posisi syok, Alas keras - Bebaskan jalan nafas - Tentukan penyebab dan lokasi masuknya - Jika masuk lewat ekstremitas, pasang torniquet - Injeksi Adrenalin 1:1000 0,25 cc (0,25mg) SC Sedang - Monitor pernafasan dan hemodinamik - Suplemen Oksigen - Injeksi Adrenalin 1:1000- 0,25cc(0,25mg) IM(Sedang) atau 1:10.000 2,5-5cc (0,25-0,5mg) IV(Berat), Berikan sublingual atau trans trakheal bila vena kolaps - Aminofilin 5-6mg/kgBB IV(bolus), diikuti 0,4-0,9mg/kgBB/menit perdrip (untuk bronkospasme persistent) - Infus cairan (pedoman hematokrit dan produksi urine) Berat - Monitor pernafasan dan hemodinamika - Cairan, Obat Inotropik positif, Obat vasoaktif tergantung hemodinamik

- Bila perlu dan memungkin- rujuk untuk mendapat perawatan intensif RJPO Basic dan Advanced Life Support (RJPO) Arrest Nafas dan Jantung. Terapi Cairan pada Kegawatan Anak

Pengobatan adalah dengan penggantian cairan sesuai yang hilang. 2. Hipernatremia Paling sering disebabkan oleh disre dengan kehilangan air lebih banyak dari solute atau karena sebab-sebab lain seperti high solute load atau pada penyakit-penyakit ginjal dimana terjadi gangguan fungsi konsentrasi urine. Pengobatan : 1. Terapi shock dengan RL atau garam fisiologis (PZ) 20 ml/kg BB 2. Penggantian defisit dan pemberian cairan rumatan yang diberikan dalam 48 jam. Cairan yang diberikan adalah cairan renfah Na yaitu D5 in 0,2 % Saline. Kecepatan pemberian Natrium sebaiknya sekitar 0,5 1 mEq/l/jam. Contoh : Bayi 10 bulan, berat badan 10 kg dengan dehidrasi berat dan shock, maka cairan yang diberikan adalah : Terapi shock 200 ml diberikan dalam - 1 jam, dilanjutkan Terapi defisit (80 ml x 10 kg) + Terapi rumatan dalam 48 (2 x 24) jam (100 ml x 10kg x 2) = 2800 ml yang diberikan dalam 48 jam. Kalau sarana memungkinkan lakukan pemantauan kadar natrium darah setiap 2 4 jam. Terapi terhadap penyebab hipernatremia. 3. Diabetik Ketoasidosis Ketoasidosis diabetik merupakan penyebab utama kematian pada anak dengan diabetes. Pada ketoasidosis diabetik didapatkan hiperglikemia, ketoasidosis (didapatkan keton bodies dalam darah), gangguan kesadaran dan didapatkan keadaan hiperosmolar. Tujuan pengobatan cairan adalah mengatasi gangguan hemodinamik dan memberikan terapi rumatan dan terapi defisit yang diberikan secara pelan-pelan yaitu dalam 36 48 jam supaya tidak terjadi perubahan osmolaritas yang terlalu cepat. a. Terapi shock : RL / PZ 20 ml/kg BB b. Terapi rumatan dan terapi defisit diberikan dalam 36 48 jam. Cairan yang diberikan adalah cairan isotonic tanpa glukosa yaitu garam fisiologis 0,9 % Saline + 30 40 mEq Kalium. Jangan memberikan cairan hipotonik, sebab dapat menyebabkan oedema otak. Cairan yang mengandung glukosa (D5) bisa diberikan bila kadar gula darah sudah mencapai 200 300 mg%. c. Terapi Insulin 0,05 0,1 U/kg BB bolus dilanjutkan 0,1 U/kg BB/jam. Dosis disesuaikan tergantung respon dan kadar glukosa darah. d. Koreksi asidosis sebaiknya dilakukan hanya bila didapatkan asidosis berat dan diberikan dalam dosis kecil dan pelan-pelan. (0,5 1 mEq/ kg BB) dalam 10 menit. 4. Luka Bakar Pada luka bakar tejadi kerusakan permeabilitas pembuluh darah yang terjadi dengan cepat. Kerusakan integritas pembuluh darah ini tidak segera kembali dalam 8 12 jam sesudah luka bakar, sehingga disini trjadi keluarnya cairan/plasma dari pembuluh darah yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi Pada luka bakar juga terjadi hemolisis, sehingga bisa terjadi anemia dalam 4 7 hari pada luka bakar yang berat. Tujuan terapi cairan dalam 24 jam pertama dari luka bakar adalah : a. Untuk memperbaiki homeostasis cairan dan elektrolit b. Mengurangi kerusakan fungsi organ dan terjadinya oedema. 1. Terapi pertama adalah mengatasi shock : RL / PZ 20 ml/kg BB, dilanjutkan 2. Terapi rumatan dan defisit yang diberikan dalam 48 jam.

CATATAN : 1. Kebutuhan rumatan dalam 24 jam Berat Badan---- Kebutuhan 20 kg -------1500cc+20cc/kg BB setiap kg kenaikan BB diatas 20 kg 11 20 kg -----1000cc+50cc/kg BB setiap kg kenaikan BB diatas 10 kg > 20 kg ---------1000cc+20cc/kg BB setiap kg kenaikan BB diatas 20 kg 2. Cairan yang diberikan untuk : Hipernatremia adalah D5 in 0,2 % Saline Ketoasidosis Diabetik adalah cairan garam fisiologis 0,9 % Saline 3. Na Replacement : Penggantian Na ekstraseluler yang hilang sebaiknya tidak diganti seluruhnya, cukup 2/3 dari defisit Na. Kebutuhan Natrium = 0,6 x BB x delta Na delta Na : selisih antara kadar Natrium serum yang diinginkan dan kadar Natium hasil pemeriksaan. 4. Koreksi Kalium : Pemberian Kalium, kalau tidak ada tanda-tanda klinis kekurangan kalium sebaiknya ditunda sampai ada produksi urine. Koreksi kekurangan kalium sebaiknya diberikan dalam periode 3 4 hari, dengan kecepatan pemberian tidak boleh lebih dari 3 mEq / kg BB/24 jam. Kebutuhan Kalium = 0,4 x BB x delta K delta K : selisih antara kadar Kalium serum yang diinginkan dengan kadar Kalium hasil pemeriksaan. Beberapa keadaan gawat darurat yang membutuhkan terapi cairan pada anak : 1. Dehidrasi Merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama dan paling sering disebabkan oleh karena diare.

Carvajal menghitung kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama adalah : 2000 ml/m2/24 jam + 5000 ml/m2 luka bakar/24 jam. 50 % diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Contoh : Seorang anak laki-laki 4 th dengan luas permukaan tubuh 0,68 m2 dan luka bakar 40 %, maka kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama adalah : 2000 x 0,68 / 24 jam + 5000 x 40 % x 0,68 / 24 jam = 2720 ml / 24 jam. 8 jam pertama dibe erikan 1360 ml 16 jam berikutnya diberikan 1360 ml Cairan yang diberikan adalah cairan isotonic yang mengandung albumin, laktat, bikarbonat, dan karbohidrat. ( RL + Dextran ).

INFEKSI DEMAM REMATIK Diagnosa Gejala Demam rematik Demam rematik adalah penyakit radang yang mungkin berkembang setelah Anda telah menderita infeksi dengan bakteri Streptococcus. Penyakit seperti radang tenggorokan dan demam berdarah dapat menyebabkan demam rematik. Ini memiliki kecenderungan untuk mempengaruhi otak, sendi, kulit dan hati. Demam rematik terutama terhadap anak-anak berusia antara 6 dan 15 tahun, dan itu terjadi biasanya 20 hari setelah serangan demam berdarah atau radang tenggorokan. Telah dilihat bahwa hampir 3 persen orang dengan infeksi tenggorokan yang tidak diobati akhirnya mendapatkan demam rematik. Dan, orang-orang yang mendapat demam rematik lebih cenderung memiliki suar up radang infeksi. Gejala Demam reumatik Gejala berikut terlihat ketika seseorang bisa terpengaruh oleh demam rematik. Tidak perlu bahwa semua gejala akan menampakkan diri dalam satu orang.

Demam Arthritis, terutama di pergelangan tangan, lutut, siku dan pergelangan kaki Kemerahan dan nyeri sendi disertai pembengkakan Ruam kulit Sakit perut Dendeng gerakan yang tidak terkoordinasi mempengaruhi tangan, wajah dan kaki Nodul kulit Jantung Mimisan

Diagnosa Demam rematik Tidak ada tes khusus untuk mendiagnosa demam rematik. Namun, dokter melakukan pemeriksaan yang hati-hati untuk memeriksa anda sendi, jantung, dan kulit jika demam rematik diduga. Bahkan elektrokardiogram (EKG) dapat dilakukan untuk menguji hati Anda. Anda mungkin harus pergi untuk tes darah untuk memeriksa apakah Anda telah berulang radang infeksi. Seorang dokter mungkin menyimpulkan bahwa Anda memiliki demam rematik jika Anda menderita radang infeksi berulang atau yang baru saja sembuh dari infeksi streptokokus. Namun, demam rematik utama faktor diagnostik termasuk peradangan jantung, arthritis di banyak sendi, nodul kulit dan gerakan tersentak-sentak.

DEMAM TIFOID Infeksi S.typhi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus kemudian melalui pembuluh limfe masuk ke peredaran darah sampai di organ-organterutama hati dan limpa. Basil yang tidak

dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organorgan tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah ( bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak pada mukosa diatas plaque peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin yang dieksresikan oleh basil S.typhi sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh 1,4 kelainan pada usus. Gejala Klinis Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-14 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan lemas dan lesu, nyeri kepala, pusing, 1,2,3 dan tidak bersemangat. Kemudian disusul gejala klinis, yaitu : 1. Demam Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. 2. Gangguan saluran pencernaan Pada penderita demam tifoid dapat ditemukan bibir kering, dan pecahpecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tounge) dengan pinggir yang hiperemis, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi,akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare. 3. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah. Disamping gejala-gejala yang biasa ditemukan tersebut kadang-kadang ditemukan pula gejala lain berupa roseola pada punggung dan 1 ekstremitas dan bradikardia pada anak besar. Relaps Relaps atau kambuh merupakan keadaan berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Biasanya terjadi dalam minggu kedua setelah suhu badan 1,4 normal kembali. Diagnosis Menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak merupakan hal yang 1 tidak mudah mengingat gejala dan tanda- tanda yang tidak khas. Diagnosis demam tifoid dapat dibuat dari anamnesis berupa demam, gangguan gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran. Untuk memastikan diagnosis tersangka demam tifoid maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut 1,4 : 1. Darah tepi - Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus. - Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/uL. - Limfositosis relatif dan anaeosinofilia pada permulaan sakit. - Trombositopeni terutama pada demam tifoid berat. 2. Pemeriksaan serologi

- Serologi Widal : untuk membuat diagnosis yang diperlukan adalah titer terhadap antigen O dengan kenaikan titer 1/200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens. - Kadar Ig M dan Ig G (Typhi-dot). 3. Biakan Salmonela - Biakan darah terutama pada minggu I perjalanan penyakit. - Kultur tinja terutama pada minggu II perjalanan penyakit.

- Malnutrisi. - Terdapat kompliksi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopneumonie, dll. Catatan kaki PEMERIKSAAN LABORATORIUM PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah tepi (2) pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman (3) uji serologis, dan (4) pemeriksaan kuman secara molekuler. 1. PEMERIKSAAN DARAH TEPI Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid. Penelitian oleh Darmowandowo (1998) di RSU Dr.Soetomo Surabaya mendapatkan hasil pemeriksaan darah penderita demam tifoid berupa anemia (31%), leukositosis (12.5%) dan leukosit normal (65.9%). 2. IDENTIFIKASI KUMAN MELALUI ISOLASI / BIAKAN Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses. Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi 1. 2. 3. jumlah darah yang diambil perbandingan volume darah dari media empedu; dan waktu pengambilan darah.

Komplikasi 1,4 Dapat terjadi pada : 1. Intestinal: - Perdarahan usus. Bila perdarahan yang terjadi banyak dan berat dapat terjadi melena disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. - Perforasi usus. Biasanya dapat timbul pada minggu ketiga atau lebih. - Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tapi dapat juga tanpa perforasi usus dengan ditemukannya gejala abdomen akut, yaitu nyeri perutyang hebat, dinding abdomen tegang (defans musculair) dan nyeri tekan. 2. Diluar Intestinal Pengobatan 1,4 a. Medikamentosa 1. Antibiotik - Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari, oral atau iv, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari. - Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, oral selama 10 hari. - Kotrimoksazol 6 mg/kgBB/hari, oral. Dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari. - Seftriakson 80 mg/kgBB/hari, iv atau im, sekali sehari selama 5 hari. - Sefiksim 10 mg/kgBB/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari. 2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran. - Deksametason 1-3 mg/kgBB/hari iv, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik. 3. Antipiretik 1,4 b. Suportif - Tirah baring - Isolasi yang memadai - Kebutuhan cairan dan kalori yang cukup - Diet rendah serat dan mudah dicerna 1,4 Prognosis Umumnya prognosis demam tifoid pada anak baik asal penderita cepat mendapat pengobatan. Prognosa menjadi buruk bila terdapat gejala klinis yang berat, seperti : - Hiperpireksia atau febris kontinua. - Kesadaran menurun.

Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil dibutuhkan 2-4 mL. Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur hanya sekitar 0.5-1 mL. Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini dapat menjelaskan teori bahwa kultur sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun dengan volume sampel yang lebih sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah media empedu (gall) dari sapi dimana dikatakan media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S. typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut. Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan pada perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan

biakan darah positif 40-80% atau 70-90% dari penderita pada minggu pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga. Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika dan meningkat sesuai dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang dipakai. Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu pertama. Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur darah negatif sebelumnya. Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi tidak digunakan secara luas karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak. Salah satu penelitian pada anak menunjukkan bahwa sensitivitas kombinasi kultur darah dan duodenum hampir sama dengan kultur sumsum tulang. Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media yang digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu pengambilan spesimen yang tidak tepat. Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita. 3. IDENTIFIKASI KUMAN MELALUI UJI SEROLOGIS Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. uji Widal tes TUBEX metode enzyme immunoassay (EIA) metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan pemeriksaan dipstik.

Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai penting dalam proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan adanya variasi yang luas dalam sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen spesifik S. typhi oleh karena tergantung pada jenis antigen, jenis spesimen yang diperiksa, teknik yang dipakai untuk melacak antigen tersebut, jenis antibodi yang digunakan dalam uji (poliklonal atau monoklonal) dan waktu pengambilan spesimen (stadium dini atau lanjut dalam perjalanan penyakit). METODE ENZYME IMMUNOASSAY (EIA) DOT Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi

terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode TyphidotM yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik. Penelitian oleh Purwaningsih dkk (2001) terhadap 207 kasus demam tifoid bahwa spesifisitas uji ini sebesar 76.74% dengan sensitivitas sebesar 93.16%, nilai prediksi positif sebesar 85.06% dan nilai prediksi negatif sebesar 91.66%. Sedangkan penelitian oleh Gopalakhrisnan dkk (2002) pada 144 kasus demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76.6% dan efisiensi uji sebesar 84%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 79% dan spesifisitas sebesar 89%. Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bahwa Typhidot-M ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat. Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk terjadinya reaksi silang dengan penyakit demam lain, murah (karena menggunakan antigen dan membran nitroselulosa sedikit), tidak menggunakan alat yang khusus sehingga dapat digunakan secara luas di tempat yang hanya mempunyai fasilitas kesehatan sederhana dan belum tersedia sarana biakan kuman. Keuntungan lain adalah bahwa antigen pada membran lempengan nitroselulosa yang belum ditandai dan diblok dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu 4C dan bila hasil didapatkan dalam waktu 3 jam setelah penerimaan serum pasien. 3.4 METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA. Chaicumpa dkk (1992) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95% pada sampel darah, 73% pada sampel feses dan 40% pada sampel sumsum tulang. Pada penderita yang didapatkan S. typhi pada darahnya, uji ELISA pada sampel urine didapatkan sensitivitas 65% pada satu kali pemeriksaan dan 95% pada pemeriksaan serial serta spesifisitas 100%. Penelitian oleh Fadeel dkk (2004) terhadap sampel urine penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 100% pada deteksi antigen Vi serta masing-masing 44% pada deteksi antigen O9 dan antigen Hd. Pemeriksaan terhadap antigen Vi urine ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut akan tetapi tampaknya cukup menjanjikan, terutama bila dilakukan pada minggu pertama sesudah panas timbul, namun juga perlu diperhitungkan adanya nilai positif juga pada kasus dengan Brucellosis. 3.5 PEMERIKSAAN DIPSTIK Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda

dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 69.8% bila dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan 86.5% bila dibandingkan dengan kultur darah dengan spesifisitas sebesar 88.9% dan nilai prediksi positif sebesar 94.6%. Penelitian lain oleh Ismail dkk (2002) terhadap 30 penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%. Penelitian oleh Hatta dkk (2002) mendapatkan rerata sensitivitas sebesar 65.3% yang makin meningkat pada pemeriksaan serial yang menunjukkan adanya serokonversi pada penderita demam tifoid. Uji ini terbukti mudah dilakukan, hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan hasil kultur negatif atau di tempat dimana penggunaan antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara luas. 4. IDENTIFIKASI KUMAN SECARA MOLEKULER Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi. Penelitian oleh Haque dkk (1999) mendapatkan spesifisitas PCR sebesar 100% dengan sensitivitas yang 10 kali lebih baik daripada penelitian sebelumnya dimana mampu mendeteksi 1-5 bakteri/mL darah.24 Penelitian lain oleh Massi dkk (2003) mendapatkan sensitivitas sebesar 63% bila dibandingkan dengan kultur darah (13.7%) dan uji Widal (35.6%). Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian. WIDAL TEST Suatu jenis Pemeriksaan Serologi. Uji widal positif artinya ada zat anti (antibodi) terhadap kuman Salmonella, menunjukkan bahwa seseorang pernah kontak/terinfeksi dengan kuman Salmonella tipe tertentu. Beberapa hal yang sering disalahartikan : 1. Pemeriksaan widal positif dianggap ada kuman dalam tubuh, hal ini pengertian yang salah. Uji widal hanya menunjukkan adanya antibodi terhadap kuman Salmonella. 2. Pemeriksaan widal yang diulang setelah pengobatan dan menunjukkan hasil positif dianggap masih menderita tifus, ini juga pengertian yang salah. Setelah seseorang menderita tifus dan mendapat pengobatan, hasil uji

widal tetap positif untuk waktu yang lama sehingga uji widal tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk menyatakan kesembuhan. Hasil ulang pemeriksaan widal positif setelah mendapat pengobatan tifus, bukan indikasi untuk mengulang pengobatan bilamana tidak lagi didapatkan gejala yang sesuai. Hasil uji negatif dianggap tidak menderita tifus : Uji widal umumnya menunjukkan hasil positif 5 hari atau lebih setelah infeksi. Karena itu bila infeksi baru berlangsung beberapa hari, sering kali hasilnya masih negatif dan baru akan positif bilamana pemeriksaan diulang. Dengan demikian,hasil uji widal negatif,terutama pada beberapa hari pertama demam belum dapat menyingkirkan kemungkinan tifus. Untuk menentukan seseorang menderita demam tifoid : 1. Tetap harus didasarkan adanya gejala yang sesuai dengan penyakit tifus. 2. Uji widal hanya sebagai pemeriksaan yang menunjang diagnosis. Seorang tanpa gejala,dgn uji widal positif tidak dapat dikatakan menderita tifus. Memang terdapat kesulitan dalam interpretasi hasil uji widal karena kita tinggal di daerah endemik,yang mana sebagian besar populasi sehat juga pernah kontak atau terinfeksi, sehingga menunjukkan hasil uji widal positif. Hasil survei pada orang sehat di Jakarta pada 2006 menunjukkan hasil uji widal positif pada 78% populasi orang dewasa. Untuk itu perlu kecermatan dan kehatihatian dalam interpretasi hasil pemeriksaan widal. PENILAIAN

Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640. - Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+). - Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+). - Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala klinis khas. Uji Widal didasarkan pada : - Antigen O ( somatic / badan ) - Antigen H ( flagel/semacam ekor sebagai alat gerak ) Jika masuk ke dalam tubuh kita, maka timbul reaksi antigen-antibodi. ANTIBODI terhadap Antigen O : setelah 6 sampai 8 hari dari awal penyakit. Antigen H : 10-12 hari dari awal penyakit. Uji ini memiliki tingkat sensitivitas dan spesifitas sedang (moderate). Pada kultur yang terbukti positif, uji Widal yang menunjukkan nilai negatif bisa mencapai 30 persen. Beberapa keterbatasan uji Widal ini adalah: 1. Negatif Palsu Pemberian antibiotika yang dilakukan sebelumnya (ini kejadian paling

sering di negara kita, demam > kasih antibiotika > nggak sembuh dalam 5 hari > tes Widal) menghalangi respon antibodi. Padahal sebenarnya bisa positif jika dilakukan kultur darah. 2. Positif Palsu - Beberapa jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S. paratyphi A, B, C) memiliki antigen O dan H juga, sehingga menimbulkan reaksi silang dengan jenis bakteri lainnya, dan bisa menimbulkan hasil positif palsu (false positive). Padahal sebenarnya yang positif kuman non S. typhi (bukan tifoid). - Beberapa penyakit lainnya : malaria, tetanus, sirosis, dll. Pada daerah yang endemik seperti Indonesia (apalagi Jakarta, bagi yang hobi makan gado-gado, ketoprak ) ditentukan nilai batas minimal pada populasi normal. Sehingga kemungkinan seseorang menderita demam tifoid sangat besar pada nilai minimal titer tertentu. Diagnosa Pasti : GAL CULTURE ( waktu yg dibutuhkan : +/- 1 minggu ). CARIER Sulit untuk menghilangkan sifat carrier (titer antibodi dalam darah kita menjadi negatif), mengingat Indonesia endemik tifoid. Tapi ini tidak masalah. Yang penting tidak jatuh sakit. DHF 1. Demam tinggi mendadak, >38 C, 2-7 hari 2. Demam tidak dapat teratasi maksimal dengan penurun panas biasa 3. Mual, muntah, nafsu makan minum berkurang 4. Nyeri sendi, nyeri otot (pegal-pegal) 5. Nyeri kepala, pusing 6. Nyeri atau rasa panas di belakang bola mata 7. Wajah kemerahan 8. Nyeri perut 9. Konstipasi (sulit buang air besar) atau diare Jika seluruh atau beberapa gejala diatas ditemukan pada seseorang, maka secara medis orang itu didiagnosis menderita Demam Dengue (Dengue Fever). Adapun tanda-tanda seseorang menderita Demam Berdarah Dengue (DHF) adalah jika didapatkan: 1. Demam tinggi mendadak >38C selama 2-7 hari 2. Adanya manifestasi perdarahan spontan, seperti bintik-bintik merah di kulit yang tidak hilang jika ditekan (utamanya di daerah siku, pergelangan tangan dan kaki), mimisan, perdarahan gusi, perdarahan yang sulit dihentikan jika disuntik atau terluka 3. Pembesaran organ hepar (hati) dan limpa 4. syok Kriteria berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium darah: 1. Adanya trombositopenia, yaitu jumlah trombosit < 150.000/mm (normalnya 150-450 ribu/mm) 2. Hemokonsentrasi, yaitu pengentalan darah akibat perembesan plasma (komponen darah cair non seluler), ditandai dengan nilai Hematokrit (Hct) yang meningkat 20% dari nilai normalnya.

Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2 laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF. Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu: 1. DHF derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak hanya dengan Uji Torniquet positif. 2. DHF derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan, bintik-bintik merah) 3. DHF derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur. 4. DHF derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat terukur. Apakah Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ? Jawabannya: Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang mungkin terjadi di rumah sakit. Apa yang Bisa Dilakukan di Rumah ? Pengobatan DHF sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat dihitung dengan rumus: 1. Dewasa: 50 cc/kg BB/hari 2. Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari - Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari - Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti kebutuhan cairan perharinya adalah ((10010) + (5010) + (203))= 1560 cc Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam, vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya infeksi bakterial). Jika ada diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani tubuh penderita.

Kapan Harus Waspada ? Beberapa kasus DHF dapat berlanjut menjadi serius yang diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain seperti keganasan virus dan pertahanan tubuh yang lemah. Tanda-tanda yang menunjukkan penderita perlu mendapat pemeriksaan medis antara lain: 1. Muntah darah segar (merah) atau muntah hitam 2. Buang air besar berwarna hitam 3. Sesak nafas yang makin lama makin sesak meski demam telah teratasi 4. Nyeri perut yang makin nyata, diiringi dengan pembesaran lingkar perut 5. Kesadaran menurun tanpa syok, nyeri kepala atau pusing hingga muntah nyemprot, pandangan makin lama makin kabur Tanda-Tanda Syok Tanda-tanda tersebut menggambarkan perembesan plasma yang tidak teratasi dan efek perdarahan dalam rongga tubuh (misalnya saluran cerna, otak) akibat trombosit yang terus turun. Penderita yang mengalami tanda diatas sebaiknya segera diperiksakan ke Rumah Sakit untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Lalu Kapan Sembuhnya ? DHF umumnya akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali. Penyakit infeksi kronis oleh kuman mycobacterium leprae yg menyerang saraf tepi (primer) ,kulit dan jaringan tubuh.kecuali saraf pusat. Kuman masuk melalui salur nafas dan kulit yg tidak utuh sumber penularan adalah px kusta tipe multibasiler yg belum diobati. Gejala klinis o Kelainan saraf tepi Sensorik - Keluhan Hipoestesi atau anastesi - Pmx sensibilitas suhu tes panas dingin - Pmx rasa nyeri jarum pentul (px meutup mata,jarum ditusuk ke telapak tangan pd sepuluh titik, px diminta menunjukan tempat tusukan) - Pmx rasa raba kapas (px menutup mata, kapas digesekan pd area lesi dan diselangi area normal, px disuruh hitung tiap kali merasa kapas.) Motorik - kelemahan otot ( ext.atas,bwh, muka dan otot mata) - kx n. fasialis paralysis n. orbikularis palpebra lagoftalmus - kx n.ulnaris +kx n. medianus claw hand - kx n. radialis ggx ekstensi jari2 n pergelangan tgn drop hand - kx n.Poplitea lateralis drop foot Autonomik - Pensyarafan kel. Keringat kulit kering - Tes gunawan ( area lesi digores dgn tinta, px disuruh exercise) Pelebaran saraf tepi - n.Ulnaris, n.aurikularis magnus,n. peroneus komunis, n.tibialis posterior

- pmx dibandingkan kanan dan kiri dr segi ukuran , bentuk, serat dan lunak o Kulit dan organ lain Pd gejala lanjut dpt timbul gejala banyaknya kuman iaitu - Facies leonina ( gejal infiltrasi yg difus di muka) - Madarosis ( penipisan alis dan bulu mata bagian lateral) - Anestesi simetris kedua kaki dan tangan (gloves & stocking anaestesia) - Penebalan cuping telinga dan saddle nose - Ginekomastia ggx hormonal infiltrasi granuloma pd tubulus seminiferus testis. Pemeriksaan bakteriologis o Pewarnaan Ziehl Nielsen, mikroskop dgn minyak emersi pembesaran 100x o Sedian cuping telinga bagian bawah dan lesi di kulit o Diperhatikan bentuk: Solid I. dinding sel tidak putus II. mengambil zat warna merata III. panjang kuman 4-5 kali lebar IV. ujung tumpul Fragmented/ pecah-pecah Granular/ butiran Globus Clump ( spt granular mbtk pulau) Kepadatan kuman Indeks bakteri (IB) menurut jumlah BTA /Lapangan pandang o 1+ 1-10 BTA/ 100LP o 2+1-10 BTA/10LP o 3+1-10 BTA/ LP o 4+11-100 BTA/ LP o 5+100-1000 BTA/ LP o 6+>1000 BTA/ LP Bentuk solid: kuman masih hidup dan dpt berkembang biak dan menularkan ke org lain. Indeks morfologi (IM) adalah persentasi btk solid terhadap seluruh basil tahan asam. Syarat perhitungan: o Minimal kuman tiap lesi 100 BTA o Mulai dari IB 3+ keatas Pemeriksaan serologis o Lepromin Test : cek imunitas seluler n tipe kusta o MLPA : cek imunitas humoral o PCR :sgt sensitive, dpt mendeteksi 1-10 kmn Diagnosis WHO Thn 1997 dx berdasarkan Cardinal sign berupa I. Kx kulit yg hipopigmentasi atai eritematosa dgn anestesi yg jelas II. Kx saraf tepi berupa penebalan saraf dgn anestesi III. Hapusan kulit (+) utk BTA Dx ditegakkan bila dijumpai salah satu tanda diatas.

Penentuan tipe WHO membagi berdasarkan pengobatan dengan TIpe : o Pausibasiler (PB) TT, BT o Multibasiler (MB) BB, BL, LL Tipe PB MB Klinis Makula Asimetris (jumlah 1-5) Batas tegas,kering,kasar Anastesi jelas Hipopigmentasi Simetris (jumlah >5) Tak tegas,halus berkilat Anastesi tidak jelas Eritematus Penebalan saraf tepi Terjadi dini Asimetris Terjadi lanjut Cenderung simetris BTA Negative Positive

- Rifampicine 600mg/bln, dosis supervisi - Lamprene 300mg/hr, dosis supervise Ditambahkan - Lamprene 50mg/hr - DDS 100mg/hr Tx teratur sebanyak 12 dosis(bln) dan diselesaikan max 18 bln Setelah 12 dosis RFT meskipun klinis aktif dan BTA masih (+) PNEUMONIA DEFINISI Pneumonia adalah peradangan yanga mengenai prenkim paru, distal dan bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasijaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi infalmasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. PATOGENESIS Patogensis pneumonia mencakup interaksi antara mikroorganisme ( MO ) pemyebab yang masuk melalui berbagai jalan dengan daya tahan tubuh pasien.Kuman mencapai alveoli melalui inhalasi ,asapirasi kuman ,orifaring, penyebaran hematogen dari focus infeksi lain atau pemyebaran langsung dari infeksi. Pada bagian saluaran napas bawah, kuman menghadapi daya tahan tubuh berupa sistem pertahanan mokosilier daya tahan selular makrofak alveolar limfosit bronchial ,dan neutrofil. Juga daya tahan humoral lgA dan lgG dari sekresi b