DISIPLIN ILMU UTAMA PADA UNIVERSITAS MODERN … filemembedakannya dengan Abad Pertengahan Awal dan...
Transcript of DISIPLIN ILMU UTAMA PADA UNIVERSITAS MODERN … filemembedakannya dengan Abad Pertengahan Awal dan...
STULOS 12/2 (September 2013) 195-210
DISIPLIN ILMU UTAMA PADA UNIVERSITAS
MODERN MULA-MULA
Tjiauw Thuan - Hali
Abstrak: Tulisan ini hendak meneliti eksistensi keempat disiplin ilmu pada
universitas mula-mula melalui penelusuran terhadap bibliografi yang
menggupas dunia Eropa pada abad pertengahan puncak. Universitas
modern lahir di Eropa pada abad pertengahan puncak. Pada universitas
mula-mula kita jumpai adanya empat disiplin ilmu yang dikembangkan:
sastra, hukum, kedokteran, dan teologia. Para dosen dan karya-karya
penting dalam terjemahan bahasa Latin ternyata memberikan kontribusi
yang besar bagi perkembangan keempat disiplin ilmu tersebut, selain
kebutuhan masyarakat Eropa pada masa itu akan tenaga profesional
guru & dosen, ahli hukum & negarawan, ahli medis lainnya, pendeta
dan pakar teologia. Guna memenuhi kebutuhan tenaga ahli itu,
universitas-universitas modern mula-mula menyelenggarakan empat
fakultas yang berbeda. Meskipun disiplin ilmu lainnya juga eksis dan
dikembangkan, harus diakui bahwa perkembangannya tidak sepesat
keempat disiplin ilmu terapan ini.
Kata Kunci: Sastra, hukum, kedokteran, dan teologia.
INTRODUKSI
Berkenaan langsung dengan tema penelitian kita ini, terdapat dua hal
penting yang terlebih dahulu perlu dipahami. Hal pertama ialah
universitas modern mula-mula, sementara hal kedua ialah disiplin ilmu
utama. Kedua hal ini perlu diberi batasan dan penjelasan agar penelitian
kita ini dapat tetap terfokus pada pokok persoalan.
Di satu pihak, universitas modern mula-mula hendak membedakannya
dengan universitas klasik. Di lain pihak universitas modern mula-mula
hendak membedakannya dengan universitas yang berkembang belakangan.
196 DISIPLIN ILMU UTAMA
Universitas-universitas klasik dapat ditelusuri ke dalam sejarah Babilonia,
Mesir, China dan India. Akan tetapi kita justru tidak sedang
membicarakan hal itu. Universitas-universitas modern baru lahir pada
Abad Pertengahan. Abad Pertengahan itu sendiri meliputi kurun waktu
yang panjang antara abad Keempat hingga abad Keempat Belas pada
pentarikhan Masehi. Universitas-universitas modern lebih tepatnya lahir
pada Abad Pertengahan Puncak (High Medieval Ages). Ada pula
pengamat yang menyebut Abad Pertengahan Puncak sebagai Abad
Pertengahan Pusat (Central Medieval Ages).1 Penambahan terminologi
“puncak” atau “pusat” pada Abad Pertengahan berguna untuk
membedakannya dengan Abad Pertengahan Awal dan Abad Pertengahan
Akhir. Pada umumnya disepakati bahwa kurun waktu antara Abad
Kesepuluh hingga Abad Kedua Belas termasuk Abad Pertengahan Puncak.
Konkretnya, Abad Pertengahan Puncak berada di antara tahun 900 M dan
1300 M. Pada kurun waktu inilah universitas-universitas modern lahir.
Universitas-universitas modern mula-mula lahir di Benua Eropa.
Meskipun Yunani memiliki sejarah yang panjang dengan sejumlah
pemikir kenamaan: Sokrates, Plato, Aristoteles, universitas-universitas
modern mula-mula justru tidaklah lahir di sana. Universitas-universitas
modern mula-mula lahir di tanah Italia, Perancis, Spanyol dan Inggris.
Beberapa universitas modern yang acapkali disebut antara lain berdiri di
kota: Montpellier, Samalanca, Salerno, Reggio, Orleans, Bologna, Paris,
Oxford, Toulouse, Padua, Palencia, Cambridge.2 Di antara itu, terdapat
empat universitas yang paling sering masuk ke dalam daftar universitas
modern mula-mula. Keempatnya adalah Universitas Oxford, Universitas
Paris, Universitas Bologna dan Universitas Salerno.
1David C. Lindberg, The Beginnings of Western Science: The Europe Scientific
Tradition in Philosophical, Religious, and Institutional Context, 600 B.C. to A.D. 1450 (Chicago: The University of Chicago, 1992) 183; Clifford E. Bachman, Worlds of Medieval Europe (Oxford: Oxford University, 1998) viii [Ebrary].
2Edward H. Reisner, Historical Foundations of Modern Education (New York: Macmillan, 1927) 303; Bachman, Worlds of Medieval Europe, 249 [Ebrary].
JURNAL TEOLOGI STULOS 197
Dalam kerangka universitas modern mula-mula tersebutlah kita akan
meneliti disiplin ilmu yang berkembang pada masa itu. Disiplin-disiplin
ilmu apa sajakah yang telah dikembangkan oleh keempat universitas
tersebut? Mengapa mereka mengembangkan disiplin-disiplin ilmu tersebut?
Siapakah tokoh-tokoh penting di dalamnya? Karya-karya apa sajakah
yang menjadi bahan acuan pengembangan disiplin-disiplin ilmu tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan ini akan menjadi pemandu kita untuk menelusuri
disiplin ilmu yang berkembang pada universitas modern mula-mula.
Apabila menyelidiki keempat universitas di atas, maka kita bisa
mendapati bahwa universitas-universitas modern mula-mula memiliki
jurusan-jurusan sebagai berikut: sastra, hukum, kedokteran dan teologi.
Keempat disiplin ilmu inilah yang secara universal dikembangkan oleh
universitas-universitas modern mula-mula. Hal ini sama sekali bukan
berarti disiplin-disiplin ilmu di luar itu tidak eksis. Sebelum Abad
Pertengahan pun berbagai disiplin ilmu telah eksis dan berkembang.
Sebut saja biologi, matematika, astronomi, filsafat. Hanya saja, sastra,
hukum, kedokteran dan teologi menjadi primadona pada masa itu. Para
kaum intelektual melalui lembaga-lembaga perguruan tinggi masa itu
secara aktif mengembangkan keempat disiplin ilmu ini sehingga menjadi
sangat diminati di seluruh benua Eropa.
Penelitian kita ini akan berfokus pada keempat disiplin ilmu ini satu
persatu. Kita akan melihat tokoh-tokoh di dalam pengembangan disiplin
ilmu tersebut dan karya-karya penting yang menjadi sumber acuan
mereka. Pada bagian akhir, penulis akan mengajak pembaca untuk
mencermati sigfinikansi perkembangan keempat disiplin ilmu tersebut
pada universitas modern mula-mula di Abad Pertengahan Puncak dalam
terkaitannya dengan dunia modern kita dewasa ini.
Sastra
Sebelum menempuh pendidikan tinggi, para remaja dan pemuda di
Abad Pertengahan tentunya telah mendapatkan pendidikan tingkat
198 DISIPLIN ILMU UTAMA
menengah dan pendidikan tingkat dasar. Hanya saja, perlu ditegaskan
bahwa pada masa itu belum ada pembagian yang jelas dan tegas
sebagaimana pembagian pendidikan masa kini atas: pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, atau dengan penamaan yang
berbeda: primary education, secondary education dan tertiary education.
Warisan pendidikan ala Yunani dan Romawi masih amat mewarnai
pendidikan tinggi pada Puncak Abad Pertengahan. Mereka mempelajari
bidang tata bahasa, retorika, logika, aritmetika, geometri, musik dan
astronomi. Tiga bidang yang awal lazim dinamakan sebagai Trivium
sedangkan empat bidang yang belakangan lazim dinamakan sebagai
Quadrivium. Gabungan dari keduanya, menjadi tujuh bidang, biasanya
dikenal sebagai Seven Liberal Arts.
Pada Abad Pertengahan Puncak, manakala para mahasiswa memasuki
universitas, setiap orang harus terlebih dahulu belajar di fakultas sastra.
Ini merupakan keharusan dan tak dapat ditawar-tawar. Disiplin ilmu yang
telah dikembangkan oleh Yunani dan Romawi dirasakan sudah kurang
memadai lagi.
Pada umumnya fakultas sastra menuntut penguasaan logika formal
dan dialektika. Apa yang diajarkan ialah logika Aristoteles yang meliputi
metode berpikir deduktif, teori silogisma dan teori pengungkapan pendapat
di muka umum.3 Selain itu, penguasaan tentang struktur bahasa juga masuk
ke dalam kurikulum. Konkretnya ialah pemahaman tata bahasa. Adapun
bahasa pengantar di berbagai sekolah menengah dan universitas pada
Abad Pertengahan ialah Latin. Di luar bahasa Latin, mahasiswa perlu
pula mempelajari bahasa Yunani dan terkadang juga Ibrani, dua bahasa
akademik terpenting pada masa itu.
Tulisan-tulisan Aristoteles merupakan sumber acuan utama pada masa
itu. Tidak sedikit universitas menuntut mahasiswanya untuk mempelajari
semua karya Aristoteles (dalam terjemahan Latin). Terkadang masih
3Reisner, Historical Foundations of Modern Education, 313.
JURNAL TEOLOGI STULOS 199
ditambah lagi dengan tulisan-tulisan Cicero. Di antara karyanya, Hortensius,
intinya menghimbau orang-orang yang mempelajari dan mencintai
hikmat; inilah makna dari filsafat. Sayang sekali yang ditekankan melalui
karya Aristoteles dan Cicero terutama ialah pemahaman dan penguasaan
bahasa Latin terhadap tulisan-tulisan tersebut. Sepanjang Abad Pertengahan,
bahasa Latin telah menjadi lingua franca dan bahasa akademis, khususnya
dalam wilayah kekaisaran Romawi yang mahaluas itu.
Sastra merupakan disiplin ilmu paling mendasar pada universitas
modern mula-mula. Hampir semua universitas masa itu memiliki jumlah
mahasiswa terbanyak dalam fakultas sastra bisa dikatakan menjadi
semacam “prasyarat” atau “kelas persiapan” sebelum mahasiswa dapat
menempuh studi pada tiga disiplin ilmu lainnya.
Studi di fakultas sastra diakhiri melalui sebuah ujian komprehensif di
depan para dosen. Barangsiapa yang lulus berhak menjadi pengajar untuk
membantu dosen, atau semacam asisten dosen. Selain itu, lulusan fakultas
sastra dapat pula langsung menjadi guru di berbagai sekolah menengah.
Dapat dikatakan bahwa lulusan fakultas sastra pada Abad Pertengahan
mendapatkan semacam “sertifikat mengajar” (licentia docendi).
Pada Abad Pertengahan, tenaga guru dan dosen dipersiapkan melalui
fakultas sastra. Mereka dituntut untuk belajar bahasa Latin dan logika
dengan baik. Jelaslah bahwa pendidikan bagi guru dan dosen merupakan
bagian yang tak terpisahkan di dalam sebuah universitas.
Hukum
Apabila mahasiswa pada usia yang paling mudah empat belas tahun
mulai menempuh studi sastra, maka pada waktu dia tamat telah berusia
20 tahun. Ini merupakan usia termudah yang diizinkan untuk menjadi
asisten dosen. Tambahan pula, ini merupakan usia termudah untuk dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.
200 DISIPLIN ILMU UTAMA
Setelah tamat dari fakultas sastra, mahasiswa mempunyai tiga
pilihan studi lanjut: disiplin ilmu hukum, disiplin ilmu kedokteran atau
disiplin ilmu teologia. Masing-masing disiplin ilmu ini berturut-turut
membutuhkan waktu enam tahun, delapan tahun dan dua belas tahun.4
Fakultas hukum dapat diperinci lebih detail lagi atas dua disiplin
hukum, yaitu hukum sipil dan hukum gereja. Hukum sipil terutama
mempelajari ilmu hukum warisan Kekaisaran Romawi, sementara hukum
gereja mempelajari keputusan-keputusan konsili gereja. Berhubung
pengaruh gereja amat besar pada Abad Pertengahan, disiplin hukum
gereja menjadi lebih favorit di banyak universitas. Belakangan hari,
seiring dengan surutnya dominasi gereja, disiplin ilmu sipil menjadi
semakin penting. Dunia Eropa pada Abad Pertengahan amat bergantung
kepada hukum Romawi dan hukum gereja untuk mengatur keamanan dan
ketertiban di tengah-tengah masyarakat. Seiring dengan mulai terbentuk
monarki-monarki di berbagai belahan Eropa, kebutuhan akan tenaga ahli
yang memahami dan menguasai bidang hukum semakin hari menjadi
semakin besar.
Karya Gratian Decretum yang memaparkan hukum gereja menjadi
salah satu sumber acuan terpenting. Hukum sipil menggunakan sumber
yang acapkali dihubungkan dengan Justinian bernama Corpus Juris
Civilis yang dapat dibagi atas tiga bagian: Digestum Vetus, Infortiatum,
Digestum Novum, di mana karya ini berisi hukum-hukum yang berlaku
pada zaman Romawi kuno.5
Dalam fakultas hukum, terdapat satu hal unik mengenai para
mahasiswanya. Kebanyakan mahasiswa yang berstudi di fakultas hukum
telah memiliki jabatan politik tertentu di daerah asalnya masing-masing.
Oleh karena itu secara usia, mereka merupakan orang-orang dewasa yang
sudah matang. Tidak sedikit di antara mereka berusia lebih tua daripada
dosen-dosennya. Hal ini paling menonjol kita jumpai di Universitas
4Bachman, Worlds of Medieval Europe, 251 [Ebrary]. 5Jacques Le Goff, Zhongshiji De Zhishi Fenzi (Beijing: Shangwu Yinshuguan, 1999), 70.
JURNAL TEOLOGI STULOS 201
Bologna, Italia bagian utara. Pada masa itu, ilmu hukum berkembang
amat pesat di Bologna, sehingga menarik banyak pelajar dari seluruh
Eropa untuk menempuh studi ilmu hukum di Bologna. Bologna menjadi
pusat disiplin ilmu hukum di seluruh Eropa pada masa itu.
Fakultas hukum pada Abad Pertengahan memiliki dharma utama
membekali mahasiswa untuk menjadi politikus dan pakar hukum gereja.
Baik mereka yang menguasai hukum sipil maupun hukum gereja sangat
dibutuhkan pada Abad Pertengahan. Mereka menjadi penengah dan
pengambil keputusan di dalam menyelesaikan persengketaan-persengketaan
yang terjadi di dalam masyarakat. Kehidupan masyarakat Eropa pada
masa itu didasarkan pada aturan-aturan dari hukum Romawi dan hukum
gereja. Lulusan ilmu hukum mendapatkan gelar master (magister dalam
bahasa Latin).
Kedokteran
Disiplin ilmu kedokteran pada Abad Pertengahan lebih sering
menggunakan sebutan ilmu pengobatan. Tentulah ilmu pengobatan pada
Abad Pertengahan itu belum berkembang sepesat seperti disiplin ilmu
kedokteran masa kini. Walaupun demikian, fisiologi, patologi, anatomi,
neurologi, ilmu bedah sudah eksis pada masa itu.
Disiplin ilmu kedokteran terutama mempelajari karya Hipocrates
dan Galan dari Pergamum. Karya Hipocrates yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin pada masa itu di antaranya ialah De Quatuor
Humoribus (Empat Larutan) dan De Pulsibus.6 Hingga hari ini, apa
yang dinamakan sebagai sumpah Hipocrates masih tetap menjadi dasar
etika bagi dunia kedokteran modern. Perkembangan ilmu pengobatan
orang-orang Yunani mencapai titik kulminasinya pada zaman Galan.7
Konstantine dari Afrika (1027—1087 M) pada abad ke-11 telah menyusun
6Olaf Pedersen, The First Universities: Studium Generale and the Origins of
University Education in Europe (Cambridge: Cambridge University, 1997), 123. 7Lindberg, The Beginnings of Western Science, 125-131.
202 DISIPLIN ILMU UTAMA
pula sebuah buku seni pengobatan di dalam bahasa Latin berdasarkan
tulisan-tulisan dari Hipocrates dan Galan. Karya Konstantine ini menjadi
buku teks kedokteran terpenting, paling sedikit di kota Salerno.
Fakultas kedokteran pada Abad Pertengahan terutama mempelajari
ilmu kedokteran warisan Yunani. Di samping itu, universitas-universitas
juga mulai mempelajari ilmu kedokteran yang sedang dikembangkan oleh
orang-orang Yahudi dan Muslim (terutama di kota Bagdad). Karya ahli
medis dan filsuf Muslim, seperti Ibnu Sina (Avicenna) dan Ali ben El
Abbas telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sehingga menjadi salah
satu bahan acuan pula dalam fakultas kedokteran.
Disiplin ilmu kedokteran berkembang pesat sekali di Universitas
Salerno,8 Italia bagian selatan. Di kota itu telah ditemukan apa yang
dinamakan sebagai civitas Hipocrates.9 Mereka yang terhimpun di dalam
civitas Hipocrates inilah yang pada awalnya mengembangkan disiplin
ilmu kedokteran di kota Salerno. Tidaklah heran bahwa banyak pelajar
dari seluruh Eropa mendatangi kota Salerno untuk menempuh pendidikan
kedokteran. Salerno telah menjadi pusat disiplin ilmu kedokteran pada
masa itu.
Fakultas kedokteran pada Abad Pertengahan memiliki dharma utama
membekali mahasiswa untuk menjadi dokter serta tenaga medis lainnya.
Tenaga dokter dan ahli medis lainnya merupakan kebutuhan manusia
yang universal. Sama dengan lulusan ilmu hukum, Lulusan ilmu
kedokteran pun mendapatkan gelar master.
Pada Abad Pertengahan, dokter dan ahli medis dipersiapkan melalui
fakultas kedokteran. Sesudah tamat dari fakultas sastra, barulah para
mahasiswa dapat memasuki jurusan kedokteran. Sudah barang tentu
peradapan Eropa pada Abad Pertengahan Puncak membutuhkan tidak
sedikit tenaga dokter dan ahli medis guna menjamin kesehatan masyarakat.
8Sebetulnya Universitas Salerno lebih tepat dinamakan sebagai sebuah college. Ia
tidak pernah betul-betul berkembang menjadi sebuah universitas. 9Pedersen, The First Universities, 123.
JURNAL TEOLOGI STULOS 203
Teologia
Sepanjang Abad Pertengahan, kekristenan berkembang sangat luas
dan amat pesat. Ia telah menjadi semacam agama negara pada kekaisaran
Romawi. Gereja yang tersebar di mana-mana membutuhkan para pendeta
dalam jumlah yang tidak sedikit. Di samping pendeta, masih dibutuhkan
lagi para pejabat gerejawi di dalam berbagai tingkatan.
Kebutuhan tenaga pendeta dan pejabat gerejawi sebelumnya dipenuhi
melalui pendidikan di biara dan monastery. Lama-kelamaan dirasakan
pendidikan teologi yang diadakan di biara (monastery) tidak memadai
lagi. Setelah berdirinya universitas, pendidikan teologia masuk menjadi
sebuah fakultas di dalamnya. Ada pula biara (monastery) yang belakang hari
berkembang ke level universitas. Hampir setiap universitas modern
mula-mula memiliki fakultas teologia.
Dalam disiplin ilmu teologia, sumber acuan terpenting tidak lain dan
tidak bukan Alkitab itu sendiri. Di samping Alkitab, terdapat dua buku
penting yang menjadi bahan acuan, yaitu Sentences karya Peter Lombard
dan Historia Scholastica karya Petrus Comoster.10
Buku Sentences berisi
kalimat-kalimat penting yang pernah diucapkan oleh para bapa gereja.
Di dalam Historia Scholastica diungkapkan sejarah universal berdasarkan
data-data Alkitab dan ditambah dengan sumbangsih dari pemikiran
bapa-bapa gereja.
Kita tidak boleh lupa bahwa pada Abad Pertengahan teologia pernah
mendapatkan julukan The Queen of Sciences dan yang senada dengan itu,
ibu [segala] pengetahuan yang mendalam (madame la haute science).11
Pada masa itu teologia menjadi disiplin ilmu utama dan memimpin
disiplin-disiplin ilmu lainnya. Teologia menduduki tempat yang terhormat
pada Abad Pertengahan. Tidaklah heran bahwa untuk menyelesaikan
pendidikan teologia dibutuhkan waktu hingga dua belas tahun setelah
10Le Goff, Zhongshiji De Zhishi Fenzi, 70-71. 11Charles H. Haskins, Daxue De Xingqi (Shanghai: Shiji, 2005), 17.
204 DISIPLIN ILMU UTAMA
tamat dari fakultas sastra; bandingkan dengan kedokteran yang
membutuhkan delapan tahun dan hukum yang membutuhkan enam tahun.
Hal ini memberitahu kita bahwa pendidikan teologia tidaklah sesuatu
yang mudah. Teologia bukanlah sebuah disiplin ilmu gampangan. Abad
Pertengahan Puncak telah memberitakan kita bahwa teologia jauh lebih
sulit dan mendalam daripada disiplin ilmu kedokteran dan hukum,
apalagi sastra.
Disiplin ilmu teologia berkembang amat pesat di Universitas Paris.
Selain kota Paris memiliki sigfikansi agama dan politik, terdapat
beberapa dosen kenamaan yang mengajar di sana, seperti Peter Abelard
(1079-1142). Banyak pelajar dari seantero Eropa memilih Universitas
Paris untuk menempuh pendidikan teologia. Paris menjadi pusat disiplin
ilmu teologia pada masa itu.
Fakultas teologia pada Abad Pertengahan memiliki dharma utama
membekali mahasiswa untuk menjadi para clergy. Berbeda dengan
lulusan ilmu hukum dan kedokteran, lulusan ilmu teologia mendapatkan
gelar doktor. Perlu ditambahkan di sini bahwa pada hahekatnya,
universitas modern mula-mula tidak membedakan tingkatan antara master,
doktor dan professor; ketiganya sederajat.12
Pada masa itu bisa dikatakan
hanya terdapat dua jenjang pada pendidikan tinggi: sarjana dan
pascasarjana; di mana hukum, kedokteran dan teologia sudah barang
tentu masuk kategori pascasarjana.
Signifikansi
Kekaisaran Romawi pada Abad Pertengahan menyediakan tempat
yang subur dan waktu yang tepat bagi perkembangan berbagai disiplin
ilmu pengetahuan. Tidak kalah pentingnya ialah peranan gereja. Pada
Puncak Abad Pertengahan, empat disiplin ilmu telah dierami sampai
12Hastings Rashdall, The Universities of Europe in the Middle Ages: Vol. I Salerno,
Bologna, Paris (Cambridge: Cambridge University, 2010), 21-22 [Google Books].
JURNAL TEOLOGI STULOS 205
matang sehingga menetaskan lembaga yang kita kenal sebagai universitas.
Kebanyakan universitas pada masa itu menyelenggarakan keempat fakultas
ini: sastra, hukum, kedokteran dan teologia. Di dalam fakultas-fakultas
inilah keempat disiplin ilmu pengetahuan itu dikembangkan semakin hari
semakin dalam dan luas.
Jelaslah bahwa disiplin-disiplin ilmu utama pada universitas modern
mula-mula berkecenderungan kepada disiplin-disiplin ilmu terapan.
Ilmu-ilmu terapan secara langsung melayani kebutuhan gereja, kebutuhan
masyarakat dan kebutuhan negara pada Abad Pertengahan Puncak.
Tenaga-tenaga ahli di bidang hukum, kedokteran dan teologia amat
dibutuhkan pada masa itu. Tidak kalah pentingnya ialah tenaga ahli di
bidang pendidikan. Baik sekolah menengah maupun universitas modern
yang baru lahir pada masa itu membutuhkan tidak sedikit tenaga guru dan
dosen.
Pada Abad Pertengahan, di antara keempat disiplin ilmu utama
tersebut, teologia menduduki tempat yang istimewa. Selain perkembangan
kekristenan yang pesat dalam Abad Pertengahan, faktor penentu yang
lebih dominan ialah natur dari pendidikan teologia itu sendiri. Disiplin
ilmu teologia tidaklah semudah apa yang dibayangkan oleh masyarakat
luas selama ini. Guna mendidik seseorang di dalam displin teologia
sampai pendidikannya matang, dibutuhkan waktu yang panjang.
Seseorang memutuskan masuk ke jurusan teologia bukanlah karena dia
tidak diterima di jurusan lainnya. Teologia menyertai manusia bukan
hanya seumur hidupnya, melainkan menjangkau pula ranah manusia
setelah kematiannya. Hidup mati manusia tidak terlepas dari perhatian
disiplin ilmu teologia.
Penguasaan bahasa yang baik dan benar amat dituntut pada Abad
Pertengahan. Dalam hal ini, bahasa Latin menjadi suatu bahasa yang
mutlak dibutuhkan. Universitas-universitas di Eropa pada Abad Pertengahan
dan bahkan sesudah itu menjadikan Latin sebagai bahasa pengantar di
dalam proses belajar mengajar. Calvin dan Luther pun sewaktu menempuh
206 DISIPLIN ILMU UTAMA
pendidikan universitasnya memakai bahasa Latin. Selain bahasa Latin,
mahasiswa seringkali masih dituntut untuk belajar bahasa Yunani dan
Ibrani. Belakangan hari, bahasa masing-masing barulah menggantikan
bahasa Latin sebagai bahasa pendidikan di berbagai universitas.
Perkembangan sebuah disiplin ilmu turut menentukan terbentuknya
fakultas. Apabila tenaga profesional di bidang disiplin ilmu tersebut
dibutuhkan dalam jumlah yang besar maka universitas mau tidak mau
akan membentuk sebuah fakultas tersendiri. Nyata sekali bahwa sampai
pada Abad Pertengahan Puncak, dunia Eropa membutuhkan tidak sedikit
tenaga profesional sebagai guru dan dosen, ahli hukum dan negarawan,
dokter dan tenaga medis lainnya, pendeta dan pakar teologia. Walaupun
disiplin ilmu lain seperti matematika, astronomi, biologi dan fisika telah
pula eksis pada masa itu, mereka tidak berkembang sampai terbentuknya
fakultas. Hal ini memberi kita petunjuk bahwa tenaga profesional di
bidang disiplin ilmu tersebut tidak atau paling sedikit belum dibutuhkan
dalam jumlah yang besar.
Usaha penerjemahan buku-buku memberikan sumbangsih yang besar
di dalam pengembangan disiplin-disiplin ilmu pada universitas-universitas
di Abad Pertengahan Puncak. Yang terbanyak ialah penerjemahan
karya-karya para cerdik cendikiawan Yunani ke dalam bahasa Latin.
Sesudah itu, tidak kalah pentingnya ialah penerjemahan karya-karya dari
pemikir-pemikir Yahudi dan Muslim ke dalam bahasa Latin. Kesemua
karya itu mewarnai pemikiran para kaum intelektual di Puncak Abad
Pertengahan dan masa sesudahnya. Hasil penelitian dan pengembangan
keempat disiplin ilmu pada masa itu tidak sedikit yang masih tetap
relevan hingga zaman kontemporer ini.
Upaya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke dalam bahasa
negara setempat menjadi suatu hal yang penting. Jepang setelah Perang
Dunia II menjadi salah satu contoh yang baik. Mereka mengirimkan
banyak anak-anak mudah untuk belajar ke dunia Barat. Pada waktu yang
sama Jepang menggalakkan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam
JURNAL TEOLOGI STULOS 207
bahasa Jepang. Alhasil, setelah kehancuran dan kekalahan dalam PD II,
Jepang segera pulih dan berkembang amat pesat setara dengan
negara-negara Barat. Berbagai disiplin ilmu pun berkembang pesat di
sana. Jepang menempatkan diri menjadi sebuah negara di Asia yang
paling maju di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengenai upaya
penerjemahan, beberapa jenis karya berikut ini mutlak mendapatkan
perhatian utama: buku teks dari berbagai disiplin ilmu, karya-karya klasik
dunia dan karya kontemporer di bidangnya masing-masing. Dengan
demikian, disiplin ilmu di setiap negara tidak akan ketinggalan zaman
dibandingkan negara-negara lain.
Usaha-usaha penerjemahan buku-buku hendaklah tidak mengurangi
minat untuk mempelajari bahasa asing dan bahasa akademik dunia. Para
mahasiswa dan ilmuwan kiranya tetap memiliki antusiasme untuk
mempelajari bahasa asli yang dituntut di disiplin ilmunya masing-masing.
Selain Inggris dan Mandarin yang akhir-akhir menjadi bahasa penting
dunia, Perancis dan Jerman merupakan bahasa akademik yang tetap
penting hingga dewasa ini. Di luar itu, tergantung kepada bidang disiplin
ilmu masing-masing untuk menentukan bahasa asing yang harus
dipelajari. Untuk mendalami Islam perlu belajar bahasa Arab. Untuk
menekuni Perjanjian Baru dibutuhkan bahasa Yunani. Untuk mendalami
Perjanjian Lama perlu belajar bahasa Ibrani. Untuk menekuni sejarah
Aceh diperlukan belajar bahasa Aceh. Dengan demikian, minat untuk
mendalami suatu bahasa akademik tertentu hendaklah didasarkan kepada
bidang disiplin ilmu yang hendak ditekuni seseorang.
208 DISIPLIN ILMU UTAMA
PENUTUP
Terbentuknya empat fakultas yang mengembangkan keempat disiplin
ilmu pada universitas modern mula-mula tidak terlepas dari kebutuhan
riil di tengah masyarakat. Masyarakat Eropa pada Abad Pertengahan
Puncak amat memerlukan tenaga profesional guru dan dosen, ahli hukum
dan negarawan, dokter dan ahli medis, pendeta dan pakar gerejawi
lainnya. Hal inilah yang mendorong disiplin ilmu sastra, hukum,
kedokteran dan teologia berkembang. Disiplin ilmu sastra memberikan
andil bagi keberlanjutan proses pendidikan di sekolah di universitas,
hukum menegakkan ketertiban dan keamanan masyarakat, kedokteran
memelihara kesehatan masyarakat dan teologia menunaikan penatalayanan
gerejawi bagi umat yang mana hampir semua orang- Eropa masa itu
beragama Kristen.
Perkembangan keempat disiplin ilmu tersebut didukung oleh
sumbangsih tokoh-tokoh kenamaan yang mendalami bidangnya
masing-masing. Hal yang lebih penting lagi adalah ketersediaannya
buku-buku bermutu. Dalam hal ini, terjemahan karya-karya tersebut ke
dalam bahasa Latin menjadi salah satu kunci. Berbagai karya bermutu di
dalam bahasa Yunani, Ibrani dan Arab diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin. Pada masa itu, bahasa Latin telah menjadi lingua franca di Eropa.
Pada waktu yang sama, Latin pun menjadi bahasa pengantar di
sekolah-sekolah dan universitas-universitas. Kesemua faktor tersebut
mendorong kemajuan empat disiplin ilmu tersebut.
JURNAL TEOLOGI STULOS 209
DAFTAR PUSTAKA
Bachman, Clifford E. Worlds of Medieval Europe. Oxford: Oxford
University, 1998.
Goff, Jacques Le. Zhongshiji De Zhishi Fenzi. Beijing: Shangwu
Yinshuguan, 1999.
Haskins, Charles H. Daxue De Xingqi. Shanghai: Shiji, 2005.
Lindberg, David C. The Beginnings of Western Science: The Europe
Scientific Tradition in Philosophical, Religious, and Institutional
Context, 600 B.C. to A.D. 1450. Chicago: The University of Chicago,
1992.
McCormick, Patrick J. History of Education. Washington: The Catholic
Education, 1946.
Pedersen, Olaf. The First Universities: Studium Generale and the Origins
of University Education in Europe. Cambridge: Cambridge
University, 1997.
Rasdhall, Hastings. The Universities of Europe in the Middle Ages: Vol. I
Salerno, Bologna, Paris. Cambridge: Cambridge University, 2010;
google books.
Reisner, Edward H. Historical Foundations of Modern Education. New
York: Macmillan, 1927.
210 DISIPLIN ILMU UTAMA