Dka

download Dka

of 16

Transcript of Dka

PENILAIAN DAN PENATALAKSANAAN KETOASIDOSIS DIABETIK

I. PENDAHULUAN

Walaupun Diabetes mellitus adalah penyakit yang sudah diketahui sejak berabad-abad yang dulu, tetapi paatofisiologi penyakit ini baru dipahami dengan benar dengan dipaparkannya konsep produksi glukosa di hati oleh Claude Bernard serta penemuan O. von Mering dan J. Minkowski tahun 1889 bahwa pengangkatan pankreas menyebabkan diabetes. Penanganan penyakit ini mengalami kemajuan berarti sejak ditemukannya insulin oleh Fredererick Banting dkk tahun 1922 dan OAD (oral hypoglycemic agent) tahun 1950(1,2).

Untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus harus didapatkan adanya hiperglikemia. Glukosa plasma harus diukur melalui metode baku laboratorium; tidak cukup menggunakan strip glukosa darah atau glukometer (1). Glikosuria sendiri belum cukup bukti untuk menegakkan diagnosis diabetes. Di bawah ini ditunjukkan kriteria diagnostik diabetes menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1999.Kriteria diagnostik diabetes menurut WHO

1 Gejala khas diabetes plus glukosa plasma vena sembarang 1 1,1 mmol/L. Sembarang didefinisikan setiap saat di siang hari tidak tergantung dari saat terakhir makan. Gejala klasik diabetes meliputi poliuria, polidipsia and penurunan berat badan yang tidak dapat diterangkan.2 Glukosa plasma puasa 7,0mmol/L atau whole blood 6,1 mmol/L. Puasa didefinisikan tidak mendapat asupan kalori paling sedikit 8 jam.3 Glukosa plasma 1 1,1 mmollLselama tes toleransi glukosa oral menggunakan 75 gram glukosa.Pada kasus tanpa gejala, kriteria-kriteria di atas harus dikonfirmasi dengan tes pada hari yang berbeda. Jika nilai glukosa puasa atau sembarang tidak diagnostik, harus dilakukan penilaian 2 jam pada tes toleransi glukosa oral.Catatan

Glukosa plasma puasa < 6,1 mmol/L adalah normal

Glukosa plasma puasa > 6,1 and < 7,O mmol/L termasuk IFG (impaired

fasting blood glucose)Glukosa plasma glukosa > 7,0 mmol/L-diagnosis provisional diabetes; diagnosis harus dikonfirmasi ulang (lihat atas)1 mmol/L = 18 mg/dLAmerican Diabetes Association (ADA) mengajukan kriteria diabetes yang berbeda dengan WHO. Perbedaan utama adalah ADA tidak merekomendasikan penggunaan tes toleransi glukosa oral. WHO mendefinisikan kategori baru IGT yaitu glukosa puasa normal tetapi pada tes toleransi glukosa oral terjadi peningkatan pada 2 jam walaupun bukan diabetes. ADA terbaru tahun 2003 juga memperkenalkan IFG yaitu glukosa plasma puasa antara 5,6 dan 6,9 mmpl/L. Di bawah ini adalah tabel kriteria klasifikasi toleransi glukosa menurut WHO dan ADA(3).

Tabel 1: Kriteria status toleransi glukosa berdasarkan WHO dan ADA.

Diabetes mellitus adalah masalah kesehatan di dunia yang terus meningkat akibat komplikasi yang ditimbulkannya berupa penyakit jantung koroner yang lebih dini, kebutaan, gagal ginjal dan amputasi. Prevalensi diabetes di dunia saat ini sekitar 5% tetapi meningkat secara cepat terutama pada orang tua(1,3). Di Asia Tenggara prevalensi diabetes tahun 2003 adalah sebesar 5,6% dan diproyeksikan meningkat menjadi 7,5% pada tahun 2025(3). Tahun 1995 Indoenesia menempati urutan ke 7 di dunia penderita diabetes mellitus setelah India, Cina, USA dan Rusia, Jepang dan Brasil yaitu sebanyak 4,5 juta. Tetapi pada tahun 2025 diperkirakan naik ke urutan lima di bawah India, Cina, USA dan Pakistan dengan 12,4 juta penderita(1). Hal ini diakibatkan karena prevalensi yang meningkat dan pertumbuhan penduduk yang sangat besar. Indonesia tahun 2008 berpenduduk 239,9 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1,5% sehingga diproyeksikan tahun 2025 berpenduduk 291,9 juta jiwa.

Terdapat dua subtipe diabetes yang utama yaitu Diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2. Tipe 1 ditandai oleh adanya destruksi sel beta pankreas baik oleh karena proses otoimun atau idiopatik. Tipe 1 meliputi 10% kasus diabetes mellitus dan terjadi pada usia muda. Tipe 2 penyakit yang sangat heterogen ditandai oleh adanya resistensi insulin, defek sekresi atau keduanya, umumnya terjadi pada usia lebih tua. Tipe 2 terjadi akibat interaksi gen yang peka dan faktor lingkungan (gaya hidup). Tipe 2 meliputi 80-90% kasus diabetes(3,4,5).

Ketoasidosis diabetik atau Diabetic Ketoacidosis (DKA) adalah komplikasi diabetes yang terjadi pada defisiensi insulin yang berat dan juga terjadi pada defisiensi insulin yang lebih ringan disertai peningkatan stress hormone. DKA merupakan tanda utama diabetes tipe 1 dan merupakan 25% dari manifestasi awal diketahuinya penyakit. DKA sering juga terjadi pada tipe 2 bila terdapat stress berat misalnya infark miokard atau infeksi berat(1).II. PATOFISIOLOGI

II.1 Patofisiologi Hiperglikemia

1.Sebagian besar metabolisme glukosa terjadi di jaringan yang tidak tergantung insulin yaitu 50% terjadi di otak, dan 25% di daerah splanknik. Sekitar 25% terjadi di jaringan yang tergantung insulin (terutama otot dan sebagian kecil jaringan lemak). Sekitar 85% produksi glukosa endogen terjadi di hati dan 15 % di ginjal. 2.Setelah mendapat asupan glukosa, peningkatan glukosa plasma akan merangsang pelepasan insulin. Insulin akan meningkatkan pengambilan glukosa oleh jaringan splanknik dan jaringan perifer dan menekan produksi glukosa endogen (glukoneogenesis dan glikogenolisis).3.Insulin menghambat lipolisis sehingga asam lemak bebas tidak terbentuk.

4.Akibat defisiensi insulin, proses glukoneogenesis dan glikogenolisis tidak terkendali, dan lipolisis menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas yang melalui proses oksidasi beta menghasilkan badan keton (5).

Gambar1: Gambar skematik efek normal insulin.

Gambar di atas menunjukkan secara skematik efek normal insulin. Sekresi insulin dari pankreas secara normal mengurangi output glukosa dari hati, meningkatkan uptake glukosa oleh otot dan menekan pelepasan asam lemak dari jaringan lemak(6).

Gambar di bawah ini adalah mekanisme pembentukan glukosa. Glukosa dihasilkan di hati melalui proses glukoneogenesis dan glikogenolisis. Sumber utama glukoneogenesis adalah asam amino glukogenik yaitu alanin dan glutamine, gliserol, laktat dan piruvat. Kecepatan glukoneogenesis dihambat oleh insulin dan dipercepat oleh saraf simpatis. Pemecahan glikogen menjadi glukosa (glikogenolisis) dirangsang oleh glukagon dan katekolamin dan dihambat oleh insulin(2).

Gambar 2: Mekanisme produksi glukosa di hati melalui proses glukoneogenesis dan glikogenolisisII.2Patogenesis Ketoasidosis Diabetik

Pada seorang penderita dapat didapatkan hiperglikemia saja, asidosis saja saja, atau ketosis saja atau kombinasi dari dua keadaan di atas. Pada DKA didapatkan ketiga-tiganya. Gambar skematik di bawah ini menunjukkan posisi DKA di antara ketiga keadaan di atas(7).

Gambar 3: Hubungan antara ketoasidosis diabetik , dengan keadaan asidosis, ketosis, dan hiperglikemiaDahulu dikenal istilah koma diabetik, yang terdiri dari koma diabetik hipoglikemik dan koma diabetik hiperglikemik. Terdapat dua jenis koma diabetik hiperglikemik , yaitu koma hiperglikemik ketoasidosis dan koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik. Sekarang istilah koma hiperglikemik ketoasidotik sudah berganti nama menjadi diabetic ketoacidosis (DKA) karena hanya sebagian kecil yang disertai koma. Sedangkan yang lainnya berganti nama menjadi Hyperglycaemic Hyperosmolar State (HHS) karena terdapat juga ketosis walaupun ringan.Mekanisme primer berkembangnya DKA dan HHS adalah berkurangnya kadar atau kerja insulin secara efektif dengan disertai peningkatan kadar hormone kontraregulator yaitu glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan(8). Hal ini terjadi pada pasien Diabetes tipe-2 bila terjadi penyakit serius.

Patogenesis DKA dan HHS mirip. Perbedaan keduanya adalah pada HHS insulin masih cukup tersedia sehingga ketogenesis yang timbul minimal saja. Perbedaan kedua adalah pada HHS hiperglikemia lebih tinggi sehingga terjadi glikosuria dan diuresis osmotik yang menyebabkan dehidrasi dan keadaan hiperosmolar. Pada DKA terdapat defisiensi insulin yang absolut sehingga terjadi peningkatan lipolisis yang menghasilkan asam lemak bebas yang berujung ketoasidosis. Di bawah ini gambar skematik patogenesis DKA dan HHS(8).

Gambar 4: Gambar skematik patogenesis trjadinya DKA dan HHSketerangan: FFA = free fatty acid (asam lemak bebas)III.PENILAIAN DAN PENCEGAHAN KETOASIDOSIS DIABETIKKetoasidosis terjadi karena defisiensi insulin yang nyata. Dalam praktek sehari-hari hal ini biasanya karena:

1. Menghentikan insulin atau mengurangi dosisnya termasuk karena salah menentukan dosis.

2.Resistensi insulin yang meningkat selama infeksi atau penyakit lain yang berat

3.Onset diabetes tipe 1 yang tidak disadari.

Konsep bahwa DKA jarang terjadi pada diabetes tipe 2 adalah tidak benar(7). Ternyata DKA cukup sering didapatkan pada diabetes tipe 2 bila menghadapi stress infeksi atau penyakit lain.

Pencetus DKA yang paling sering adalah infeksi(1,4,7, 9,10). Penyakit yang paling sering adalah pneumonia dan infeksi saluran kemih ditemukan pada 30-50% kasus(7). Penyakit lain yang mencetuskan DKA adalah penyakit jantung dan pembuluh darah misalnya infark miokard, stroke, juga pankreatitis akut, gagal ginjal akut, luka baker, tirotoksikosis(7,8). Obat-obatan dapat mencetuskan DKA misalnya penyekat beta, chlorpromazine, cimetidin, fenitotin, dan steroid.

Onset klinis ketoasidosis terjadi dalam hitungan jam atau hari. Karena itu segenap jajaran medis dan paramedis termasuk yang bekerja di jajaran pelayanan kesehatan pertama di Puskesmas agar dapat memahaminya. Manifestasi dari diabetes yang tidak terkontrol selalu ada, tapi sering terabaikan. Kontrol diabetes harus selalu dikerjakan pada penderita diabetes bila merasa tidak sehat karena berbagai alas an. Harus diterapkan sick day rule, yaitu seorang penderita diabetes yang mengeluh sakit harus diobsevasi ketat karena sebagian besar kasus DKA dapat dicegah(9).Selama terjadinya setiap penyakit atau infeksi, kadar glukosa cenderung meningkat dan kontrol diabetes memburuk. Sebagian besar pasien memerlukan dosis insulin lebih besar daripada biasanya dan pada pasien dengan OAD memerlukan tambahan insulin selama periode sakitnya. Peningkatan kebutuhan insulin itu terjadi bahkan juga pada pasien dengan anoreksia dan vomitus(9).Setiap pengguna insulin harus mengerti bahwa insulin tak boleh dihentikan. Penghentian insulin atau sekedar mengurangi dosis sering memicu timbulnya DKA.

Pada pasien diabetes selama periode sakitnya, karbohidrat diberikan dalam bentuk cair dan tes darah teratur bila perlu 4 kali sehari. Jika glukosa darah lebih dari 15 mmol/L atau 270 mg% dosis insulin harus diberikan atau dinaikkan. Bila kontrol gula sangat buruk tambahan dosis insulin sekitar 8 unit dapat diaberikan pada siang dan malam hari.Insulin yang digunakan adalah yang kerja pendek. Jika muntah terus terjadi selama beberapa jam dianjurkan masuk rumah sakit untuk pemberian terapi cairan dan insulin untuk mencegah DKA(9).

Pengukuran keton dalam darah atau urin sangat berguna. Dengan didapatkannnya keton 1,0 3,0 mmol/L disertai glukosa yang tinggi biasanya menunjukkan kebutuhan insulin atau kebutuhan insulin yang meningkat. Pengukuran dapat diulang tiap 2 hingga 4 jam. Jika menetap atau melebihi angka 3,0 pasien dirujuk ke rumah sakit(9).IV.MANIFESTASI KLINIK KETOASIDOSIS DIABETIK

Diharuskan ditemukan tiga keadaan untuk menegakkan diagnosis DKA:

1.hiperglikemia

2.ketosis

3.asidosis

Keluhan yang disampaikan oleh pasien DKA berupa poliuria, rasa haus, polidipsi, penurunan berat badan, mual, muntah dan kadang nyeri perut dengan lokasi yang tidak jelas(1,4,10). Selain itu mengeluhkan rasa lemah, letih, sakit kepala, hilang selera makan(10),

Tanda khas yang didapatkan pada DKA adalah bau aseton pada pernafasannya serta pernafasan Kussmaul yaitu pernafasan cepat dan dalam. Hipovolemia yang berat bermanifestasi klinis sebagai insufisiensi prerenal dengan oligo atau anuria dan hipotensi, Tanda klinis yang utama adalah dehidrasi yaitu didapatkan takikardi, lidah kering, kram otot, dan bola mata lunak(10). Penurunan kesadaran biasanya terjadi tapi tidak sampai ke koma. Dikatakan derajat penurunan kesadaran berhubungan dengan derajat hiperosmolar(1) atau derajat keasaman (pH) arteri(7,8). Gambaran klinis yang lain adalah muntah dan gastroparesis dengan resiko pneumonia aspirasi(1). Walaupun sebagian besar faktor pencetus adalah infeksi pasien DKA datang dengan normotermi atau hipotermi(1,7,8,9,10).

Gambaran klinis yang khusus dapat berupa pseudoperitonitis diabetica berupa ketegangan pada dinding abdomen yang disertai rasa nyeri, dapat disertai peningkatan kadar amylase dan lekositosis. Gambaran klinis ini harus dapat dibedakan dari keadaan akut abdomen lainnya sehingga tidak dilakukan operasi yang tidak perlu.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada DKA:1.Glukosa serum dapat sedikit meninggi sampai hiperglikemi yang ekstrim, tetapi biasanya 14mol/L (250 mg/dL). Kadar glukosa tidak selalu menunjukkan berat penyakit, tapi sebagian besar penderita tampak sakit berat bila kadarnya di atas 30 mmol/L (540mg/dL)(1,7,9,10).2.pH arteri < 7,3 dan pada penyakit yang berat didapatkan pH yang lebih rendah(8).3.Bikarbonat serum < 15 mmol/L, dan pada penyakit yang berat didapatkan kadar yang lebih rendah(7,8).4.Keton plasma positif yaitu > ++ atau > pengenceran 1:2(7,8,10).

5.Keton urine positif yaitu > +3 atau > +2(7,8,10).

6.Gap anion > 12 tatapi pada yang ringan lebih rendah(8,10). Gap anion dihitung dengan rumus [ Na ] - [ ( Cl ) + ( HCO3 ) ].

7.Osmolaritas bervariasi tapi biasanya < 320 mmol/L. Bila > 320 mmol/L dicurigai HHS. Osmolaritas dihitung dengan rumus 2 X [ Na + K ] + Urea + Glucosa.

Bila pada penderita didapatkan kadar glukosa < 240 mg/dL dan hanya disertai ketonemia yang ringan maka DKA dapat disingkirkan dan harus dicari penyebab penurunan kesadaran yang lain misalnya perdarahan otak, gagal hati, keracunan atau uremia(10).

Berikut ini tabel yang menggambarkan hasil pemeriksaan laboratorium pada penderita DKA ringan, sedang, dan berat(7).

Tabel 2: Hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus DKA ringan, sedang dan berat

Prosedur diagnostik penderita DKA harus dikerjakan segera karena DKA adalah keadaan darurat medis. Pendekatan pertama adalah anamnesa dan pemeriksaan fisik yang cepat tapi cermat dengan perhatian khusus pada: terbukanya jalan nafas, kesadaran, status kardiovaskular dan ginjal, sumber infeksi, status hidrasi. Pemeriksaan laboratorium meliputi TSH, parameter sepsis, analisa gas darah, EKG, USG abdomen. Pemeriksaan glukosa, kalium dan analisa gas darah dilakukan pengulangan. Tidak semua penderita dengan ketoasidosis adalah DKA. Penderita dengan alkoholik kronik dengan muntah-muntah dapat terjadi alcoholic ketoacidosis (AKA)(7). Beberapa penderita dengan asupan kalori yang sangat sedikit yaitu < 500 kkal selama berhari-hari akan terjadi ketosis ringan. DKA harus juga dibedakan dengan penyakit lain yang disertai gap anion yang tinggi, misalnya asidosis laktat, gagal ginjal lanjut atau keracunan obat salisilat, methanol, etilen glikol dan paraldehid.V.PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi adalah(1,7,8,9,10,11,12):

1.meningkatkan volume sirkulasi darah dan mempertahankan perfusi jaringan.

2.menurunkan kadar glukosa darah dan osmolaritas menuju nilai normal.

3.membersihkan keton dalam serum dan urin4.mengkoreksi gangguan elektrolit

5.mengidentifikasi dan mengobati factor pencetus.

Pengobatan DKA dapat dibagi menjadi 3 tahap(10).

Tahap pertama adalah rehidrasi cepat. Setelah substitusi cairan gangguan fungsi otak diperbaiki, juga fungsi kardiovaskular dan ginjal. Setelah terjadi dilusi dan perbaikan perfusi ginjal kadar glukosa dapat turun 35 hingga 70 mg per jam.

Tahap kedua adalah terapi insulin. Glukosa darah harus diturunkan secara perlahan, berkesinambungan dan dalam batas-batas tertentu. Kecepatan maksimal penurunan glukosa adalah sekitar 50mg/dL setiap jam untuk menghindari disequilibrium syndrome. Terapi insulin menghambat ketogenesis sehingga mengurangi asidosis metabolik.Tahap ketiga adalah stabilisasi glukosa darah sekitar 200 mg/dL lalu dua hari berikutnya diturunkan lagi secara bertahap menuju kadar normal. Jika glukosa mencapai 250 mg/dL dosis insulin diturunkan banyak.

Penanganan umum:1. Berikan oksigen

2.Pasang IV cateter 2 jalur salah satunya dicabang dengan three way, sebaiknya jauh dari vena utama di pergelangan tangan karena vena di pergelangan tangan mungkin nantinya diperlukan untuk A-V shunt bila terjadi nefropati.

3.Jangan makan dari mulut paling sedikit 6 jam4.Pasang NGT jika ada gangguan kesadaran untuk mencegah muntah dan aspirasi

5.Pasang kateter urin

6.Berikan antibiotika spektrum luas bila diduga ada infeksi

7. Berikan heparin untuk mencegah deep vein trombosis, tidak dianjurkan rutin

8.Bila perlu dipasang arterial line untuk analisa gas darah secara periodic

9.Pada pasien dengan gangguan fungsi jantung dan ginjal dianjurkan diapasang central venous line.V.1Penggantian cairan.

Pasien DKA mengalami kekurangan cairan sebanyak 5-7 liter air, 500-700 mmol Natrium, 200-350 mmol Kalium, 350-500 mmol fosfat dan 200-350 Klorida(8). Terapi cairan bertujuan mengkoreksi keadaan di atas dalam waktu 24-48 jam, mengisi ruang intra dan ekstravaskular dan mempertahankan perfusi ginjal(8).

Kecepatan pemberian cairan tergantung dari hemodinamik dan fungsi kardiovaskuler pasien. Secara klinis dilihat vena jugularis dan perubahan tekanan darah dan detak nadi saat tegak Peningkatan nadi ortostatik tanpa penurunan tekanan darah menunjukkan penurunan ekstraselular 10% atau sekitar 2 liter NaCl 0,9%. Penurunan tekanan darah ortostatik (>15-10 mmHg) menunjukkan deficit 15-20% volume ekstraseluler atau setara 3-4 liter. Hipotensi saat berbaring menunjukkan penurunan > 20% volume ekstraseluler atau > 4 liter(7). Pemeriksaan ini tidak berarti bila pasien mengalami gangguan fungsi otonom jantung atau konsumsi obat vasoaktif(7,8,910).

Cairan NaCl 0,9% diberikan dengan kecepatan 1 hingga 1,5 liter dalam 1 jam pertama sudah mencukupi untuk sebagian besar kasus. Tetapi bila terdapat syok hipovolemik harus difikirkan pemberian larutan koloid/plasma expander(7,8,10). Sebagai pengganti larutan NaCl 0,9% adalah larutan ringer laktat. Ringer laktat mengandung Na dan Cl lebih rendah daripada Na Cl 0,9% yaitu masing masing 130 dan 112 mmol/L sedangkan Na Cl 0,9% mengandung 150 mmol/L.

Pemberian cairan NaCl 0,9% jam kedua adalah sebanyak 1 liter, lalu 0,5 liter pada jam ketiga dan keempat, lalu 0,25 liter pada jam kelima dan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan(13). Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 liter.

Pemilihan NaCl 0,9% atau 0,45% menjadi kontroversi. Para pakar dari Amerika Serikat (ADA) memberikan NaCl 0,45% pada DKA dengan hipotensi ringan dan kadar Na yang normal atau tinggi(7). Tetapi guideline dari Eropa membatasi pemberian NaCl 0,45% sebanyak 1 liter dalam 8 jam(8). Tetapi umumnya menyepakati pemberian NaCl 0,9% pada penatalaksanaan DKA awal.

Jika Gula darah 35020

Jika Glukosa darah ada yang < 100 mg/dL, drip RI dihentikan

Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari, dibagi 3 dosis subkutan, sebelum makan bila pasien sudah makan.

Bersamaan dengan terapi RI diberikan substitusi kalium dan Bicarbonat

Berikut ini gambar guideline penanganan DKA menurut ADA dan pakar Eropa

Gambar 5: Protokol penanganan DKA pada pasien dewasa menurut ADA(7)

Gambar 6: Algoritma terapi pasien yang masuk dengan curiga DKA atau HHS(8).Keterangan:HCO3: bikarbonat, K: kalium, IM: intramuscular, IV:intravena, ECG:elektrokardiogram, FBC=full blood count.

VI.KESIMPULAN

1.Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik dengan jumlah penderita di Indonesia dan dunia yang diproyeksikan meningkat dua kali lipat pada tahun 2025.2.Terdapat dua subtipe utama diabetes mellitus yaitu tipe 1 dan tipe 2.

3.Ketoasidosis diabetik atau DKA merupakan komplikasi yang umum pada diabetes mellitus tipe 1 tapi juga dapat terjadi diabetes tipe 2 bila ada stress infeksi atau penyakit lain yang berat.

4.Mekanisme primer berkembangnya DKA adalah berkurangnya kadar atau kerja insulin secara efektif dengan disertai peningkatan kadar hormone kontraregulator yaitu glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan.5.Sebagian besar kasus DKA dapat dicegah bila dilakukan sick day rule.

6.Terdapat tiga kejadian pada DKA yaitu hiperglikemi, ketosis dan asidosis.

7.Keluhan pasien DKA adalah poliuri, polidipsi, rasa haus, letih, mual, muntah. Tanda klinis yang khas adalah bau aseton (oleh sedikit pemeriksa) dan pernafasan Kussmaull. Tanda utama ditemukan dehidrasi, dan gangguan kesadaran.8.Tingginya kadar glukosa tidak selalu berkaitan dengan derajat penyakit.9.Penatalaksanaan DKA terdiri dari 3 tahap yaitu terapi cairan, pemberian insulin dan stabilisasi kadar glukosa sekitar 200 mg/dL10. Defisit cairan dapat diperkirakan dengan memeriksa nadi dan tekanan darah posisi berbaring dan duduk. Tetapi pada pasien dengan gangguan otonom jantung atau mendapat obat vasoaktif hal ini tak dapat dilakukan.

11.Larutan terpilih untuk resusitasi adalah NaCl 0,9% awal diberikan 1-1,5 liter dalam jam pertama, lalu 1 liter pada jam kedua, lalu 0,5 liter pada jam ketiga dan keempat, lalu 0,25 liter pada jam kelima dan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.

12.Pada pasien dengan gangguan fungsi jantung atau ginjal pemberian cairan dipandu dengan memantau tekanan vena sentral.

13.Pemberian Insulin dan elektrolit diberikan setelah 2 jam terapi cairan.

VII.KEPUSTAKAAN1.Watkins P.J., Amiel S.A., Howell S.L., Turner E: Diabetes and Its Management, Ed ke- 6, Massachussetts, Blackwell Publishing, 2003

2.Scobie I.A.: Atlas of Diabetes Mellitus, Ed ke-3, London, Informa Healthcare, 2007

3.Laakso M.: Epidemiology of Type 2 Diabetes dalam Goldstein B.J. dan Muller-Wieland D. Eds: Type 2 Diabetes Principles and Practices, Ed ke-2, New York, Informa Healthcare, 20084.Harris M.I.: Definition and Classification of Diabetes Mellitus and the Criteria for Diagnosis, dalam Derek L-R, Taylor S.I., Olefsky J.M.: Diabetes Mellitus: A Fundamental and Clinical Text, Ed. Ke-3 Lippincot William Wilkins, 20045. Hachem S. dan Bernbaum M.: Diabetes Mellitus dalam Schmitz P.G., Martin K.J. Eds: Internal Medicine Just the Facts. New York, Mc Graw Hill, 20086.Stumvoll M., Goldstein B.J., van Haelten T.W. Pathogenesis of Type 2 Diabetes dalam Goldstein B.J. dan Muller-Wieland D. Eds: Type 2 Diabetes Principles and Practices, Ed ke-2, New York, Informa Healthcare, 2008

7.Kitabchi A.E., Umpierez G.E., Murphy M.B. dkk Managemeny of Hyperglycemic Crisis in Patients With Diabetes, Diabetes care volume 24 nomor 1, Januari 2001

8.English P. dan Williams G., Hyperglycaemic Crises and Lactic Acidosis in Diabetes Mellitus. Postgrad. Med. J2004: 80; 253-2619.Watkins P.J..ABC of Diabetes London, BMJ Books, 200310.Hensen J.: Diabetic Coma: Current Therapy of Diabetic Ketoacidosis and Non-Ketoacidotic Hyperosmolar Coma dalam Goldstein B.J. dan Muller-Wieland D. Eds: Type 2 Diabetes Principles and Practices, Ed ke-2, New York, Informa Healthcare, 2008

11.Hardern R.D. dan Quinn N.D.:Emergency management of diabetic ketoacidosis in adults. Emerg Med J 2003; 20: 210-21312.Ramrakha P.S. dan Moore K.P.: Oxford Handbook of Acute Medicine, Ed kedua Oxford University Press 2004

13.Standar Pelayanan Medik PB PAPDI Edisi khusus 2005PAGE 1