DM Dan Nefropati Diabetik

40
BAB I PENYAKIT GINJAL KRONIS DAN DIABETES MELITUS A. Pendahuluan Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama. Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer. Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. 1 Penyakit ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia. Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi 1

Transcript of DM Dan Nefropati Diabetik

BAB IPENYAKIT GINJAL KRONIS DAN DIABETES MELITUS

A. PendahuluanDi negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama. Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer. Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal.1Penyakit ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia. Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan. 1

B. Gagal Ginjal KronikDefinisiGagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m. Batasan penyakit ginjal kronik sebagai berikut :1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:- Kelainan patologik- Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjalPada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal.1,2Etiologi Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).2,3a. Glomerulonefritis Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis.Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis.b. Diabetes melitus Menurut American Diabetes Association diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. c. Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.d. Ginjal polikistik Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.2,3

C. Hubungan Gagal Ginjal Kronik dan Diabetes MelitusPada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada IDDM dan endogen pada NIDDM) yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih sensitive terhadap pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen, dan mungkin inilah yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang tidak terkendali tekanan intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus. Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus dapat dibedakan dalam 5 tahap:1. Stadium I (Hyperfiltration-Hypertropy Stage)Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai: Hiperfiltrasi: meningkatnya laju filtrasi glomerules mencapai 20-50% diatas niali normal menurut usia. Hipertrofi ginjal, yang dapat dilihat melaui foto sinar x. Glukosuria disertai poliuria. Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang dari 200 ug/min.2. Stadium II (Silent Stage)Stadium ini ditandai dengan: Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (0,5gr/24j). Hipertensi Penurunan laju filtrasi glomerulus.5. Stadium V (End Stage Renal Failure)Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai fibrosis ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk sampai pada stadium IV dan5-7tahun kemudian akan sampai stadiumV. 3

D. Penggunaan Insulin pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK)Secara umum pada pasien diabetes disarankan untuk kontrol status glikemia yang diukur dengan penurunan HbA1c di bawah 7%. Angka ini didukung oleh banyak studi prospektif randomized control trial pada diabetes tipe 1 maupun 2. Pada pasien diabetes tipe 1 memang diterapi dengan insulin, walaupun terapi insulin pada diabetes tipe 2 memiliki risiko sedikit lebih tinggi dalam terjadinya hipoglikemia. 4 Beberapa studi observasional memperlihatkan hubungan antara kontrol status glikemi yang buruk dengan penurunan GFR pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2.2 Dalam beberapa studi juga ditemukan bahwa penurunan HbA1c sampai sekitar 7.0% akan menurunkan angka terjadinya makroalbuminuria, walaupun jumlah studi ini masih sedikit dan belum terdapat bukti kuat tentang adanya hubungan kuat antara keduanya. Beberapa studi lain bahkan menghubungkan antara penurunan HbA1c dengan penurunan kecepatan penurunan GFR, walaupun bukti-bukti yang mendukungnya masih lemah. Sehingga penting untuk diperhatikan dalam mengontrol status glikemi pasien pada GGK. 6Diabetes menjadi tantangan dalam penanganan GGK, terutama pada end-stage, uremia dan dialisis dapat mengganggu kontrol gula dengan mempengaruhi sekresi, klirens, dan sensitifitas perifer terhadap insulin.6Beberapa hal seperti uremia, dapat meningkatkan resistensi insulin pada GGK stadium V, berimbas pada penurunan kemampuan ginjal untuk menekan glukoneogenesis hepar dan meregulasi pemakaian glukosa. Pada diabetes tipe 2 tanpa penyakit ginjal, resistensi insulin merangsang sekresi insulin tambahan. Hal ini tidak terjadi pada GGK stadium akhir karena terjadinya asidosis metabolik, defisiensi 1,25 dihidroksivitamin D dan hiperparatiroid sekunder. Hemodialisis lebih jauh lagi mengganggu sekresi insulin, klirens, dan terjadinya uremia, asidosis dan penumpukkan fosfat berakibat pada resistensi insulin. GGK stadium akhir dan hemodialisis mengakibatkan pemaksaan eksresi, kerja, dan metabolisme insulin yang mengakibatkan sulitnya memperkirakan serum glukosa.6Pada pemberian regimen untuk mengontrol gula darah pada pasien dengan GGK perlu memperhatikan peningkatan atau perubahan sensitivitas regimen tertentu, perubahan diet dan hal-hal yang terkait dengan kompleksitas perawatan yang dibutuhkan oleh pasien. Sampai saat ini rekomendasi untuk perawatan diabetes pada pasien GGK masih terbatas.5 Sebagian besar oral anti diabetik diekskresikan melalui ginjal sehingga menjadi kontraindikasi atau tidak direkomendasikan dalam penatalaksanaan diabetes dengan GGK, sehingga insulin menjadi pilihan terapi pada kasus ini.6Konsentrasi dekstrosa pada dialisa juga dapat mempengaruhi kadar gula darah. Pada beberapa kasus dipakai dialysate yang rendah dekstrosa, yang mungkin berhubungan dengan kejadian hipoglikemia. Sebaliknya, dialisa tinggi dektrosa digunakan untuk peritoneal dialisis untuk meningkatkan ultrafiltrasi namun hal ini dapat mengakibatkan hiperglikemia 6Pada pasien dengan GGK stadium III hingga V, memiliki risiko tinggi mengalami hipoglikemia. Hal ini disebabkan dua hal: (1) penurunan klirens insulin dan beberapa oral anti diabetik, dan (2) glukoneogenesis yang terganggu. Dengan penurunan massa ginjal, jumlah glukoneogenesis juga berkurang. Penurunan kemampuan glukoneogenesis ini memperbesar risiko hipoglikemi karena tingginya kadar insulin atau kurangnya asupan makanan untuk mencegah hipoglikemia.4,6Sekitar sepertiga dari jumlah insulin didegradasi di ginjal, sehingga kerusakan ginjal akan berhubungan dengan pemanjangan masa paruh insulin. Pasien diabetes tipe 1 dengan kadar kreatinin yang tinggi (> 2,2 mg/dL) memiliki risiko lima kali lebih besar dalam mengalami hipoglikemia. Sehingga perlu dilakukan monitor kadar gula pasien serta mengurangi dosis insulin untuk mencegah hipoglikemia.4,7 Tidak ada guidelines atau rekomendasi tentang jenis insulin yang harus digunakan dalam penanganan kasus gagal ginjal kronis. Beberapa studi menyarankan menghindari insulin long-acting, sementara beberapa studi lain mengatakan sebaliknya.7

Tabel 1. Pengelolaan nefropati diabetik berdasarkan fungsi renal

stageDeskripsiGFR (ml/min per 1,73 m2 luas permukaan tubuh)RekomendasiRegimen Obat

1Gangguan ginjal dengan GFR normal atau sedikit meningkat 90A1c ~