Empat tanda keimanan

5

Click here to load reader

description

Empat tanda keimanan

Transcript of Empat tanda keimanan

Page 1: Empat tanda keimanan

Empat Tanda Keimanan

Page 2: Empat tanda keimanan

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan

melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-

ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya“. (QS Al A’raf [7]:96).

Dalam kehidupan ini, seorang muslim harus memiliki keimanan yang kuat dan kokoh agar

dapat meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat.

Dengan iman, kehidupan seorang muslim menjadi terarah, selalu mendekatkan diri kepada

Allah dan jauh dari segala maksiat. Dengan iman yang kokoh, Nabi Yusuf menolak ajakan

Zulaikha untuk berzina, dan begitulah seterusnya.

Orang yang beriman disebut dengan mukmin dan orang Islam disebut dengan muslim.

Seorang muslim belum tentu seorang mukmin, akan tetapi seorang mukmin pasti seorang

muslim, hal ini karena belum tentu iman sudah masuk ke dalam hati.

Dalam hal ini karena banyak sekali seorang muslim yang mengaku beragama Islam akan

tetapi mereka tidak menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah dan juga tidak

menjauhkan segala apa yang dilarang-Nya, kita sering menyebutnya dengan Islam KTP.

Untuk itu, kita akan membahas empat tanda keimanan kepada Allah yang harus kita

tunjukkan.

1. Taqwa.

Taqwa adalah menjaga diri dari segala perbuatan dosa dengan melaksanakan segala apa yang

diperintah oleh Allah swt dan juga meninggalkan apa yang telah dilarang-Nya.Keimanan

seseorang kepada Allah swt belum sempurna jika ia tidak bertaqwa, yakni mewujudkannya

dalam bentuk yang nyata dengan beramal shaleh atau berbuat kebaikan kepada orang lain.

Rasulullah saw mengajarkan kepada kita untuk selalu bertaqwa dimana saja kita berada. Jika

kita berada di pasar maka kita harus menunjukkan ketaqwaan dalam urusan kita di pasar, jika

kita berada dalam klas yang sedang belajar kita juga harus bertaqwa kepada Allah dalam

urusan menuntut ilmu dan mengajarkannya dan begitulah seterusnya dimana saja kita berada

kita harus bertaqwa kepada Altah swt tanpa harus ragu-ragu untuk melakukannya.

Namun bila kita terlanjur melakukan kesalahan yang pastinya tidak disukai oleh Allah atau

kita melakukan perbuatan yang menimbulkan dosa, maka bersegeralah kita untuk bertaubat

dan menebusnya atau menghapus dosa yang telah kita perbuat dengan melakukan kebaikan.

Allah swt sama sekali tidak membedakan derajat manusia berdasarkan suku, bangsa, bahasa,

dan budaya, akan tetapi Allah swt membedakan perbedaan antara seseorang dengan yang

lainnya dengan taqwanya, barang siapa yang paling bertaqwa, maka dialah yang derajatnya

paling mulia di sisi Allah swt.

Hal tersebut termaktub dalam firman Allah swt: “Hai manusia, sesungguhnya kami

menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang

yang paling mulia diantara kamu di sisiAllah ialah orang yang paling bertaqwa diantara

kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS AIHujurat[49]:13).

Page 3: Empat tanda keimanan

Orang yang bertaqwa atau muttaqiin memperoleh berbagai keistimewaan, di dunia ia

diberikan kelebihan seperti anugerah furqan yakni petunjuk untuk dapat membedakan yang

haq (benar) dengan yang bathil (salah), diampuni kesalahan dan dosa, hal ini termaktub

dalam firman Allati swt: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah,

niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan segala kesalahan-

kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar“.

(QS Al Furqan [25]:29).

Selain itu orang yang bertaqwa juga akan diberikan jalan keluar dari persoalan yang dihadapi,

bahkan bila masalahnya adalah ekonomi, akan diberikan rizki yang dia sendiri tidak

menduga-duga, hal ini dinyatakan Allah swt dalam firman-Nya: “Barangsiapa bertakwa

kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginyajalan keluar, dan memberinya rezki

dari arah yang tiada disangkasangkanya“. (QS At Thalaq [65]: 2-3).

Hal lain yang akan diberikan kepada orang yang bertagwa adalah memperoleh kemudahan

dalam menyelesaikan segala urusannya sebagaimana firman-Nya: “dan barang siapa yang

beriakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menjadikan baginya kemudahan dalam

urusannya“. (QS At Thalaq [65]:4).

Keistimewaan lain yang diberikan Allah swt kepada orang yang bertaqwa adalah akan

dilimpahkan kepadanya berkah dari langit dan bumi: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-

negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari

langit bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka

disebabkan perbuatannya“. (QS Al A’raf [7]:96).

Adapun di akhirat nanti, ia dijanjikan tempat terbaik yaitu surga dengan segala

kenikmatannya yang termaktub dalam surat Adz-Zariyaat [51]: 15: ” Sesungguhnya orang-

orang yang bertaqwa berada didalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air“.

2. Malu.

Tanda keimanan yang amat penting dari seseorang yaitu al haya’ atau mempunyai rasa malu.

Maksud dari mempunyai rasa malu disini bukan kita merasa malu berbicara di depan orang

banyak sehingga merasakan panas dingin jika berbicara di depan umum atau kita merasa

malu dengan penampilan yang kurang meyakinkan atau kurang keren di depan teman-teman

kita dalam suatu acara. Akan tetapi, rasa malu yang harus kita tanam sebagai orang yang

beriman yaitu malu jika kita tidak melakukan perbuatan atau hal-hal yang telah dibenarkan

oleh Allah swt dan Rasul-Nya.

Oleh karena itu sangatlah penting bagi kita mempunyai rasa malu seperti ini, agar tentunya

tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan. Bahkan, keimanan dengan

rasa malu menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dan tentunya tidak boleh juga kita

pisah-pisahkan sendiri seperti dua sisi mata uang yang tidak diakui dan tidak bisa digunakan

sebagai alat pembayaran yang sah.

Bila malu tidak ada pada jiwa seseorang yang mengaku beriman, pada hakikatnya dia tidak

beriman. Haya’ (rasa malu) terdapat dua macam yaitu:

1. Malu naluri (haya’ nafsaniy), yaitu rasa malu yang dikaruniakan Allah kepada

setiap diri manusia, seperti rasa malu kelihatan auratnya atau ma!u bersenggama di

Page 4: Empat tanda keimanan

depan orang lain. Dalam hal ini tentu kita harus selalu tunduk dan patuh kepada Allah

swt dengan segala ketentuan-Nya dengan mengkaruniakan kita malu naluri. Bila kita

memiliki rasa malu terhadap diri sendiri dan juga kepada orang lain pasti kita akan

selalu menjaga aurat jangan sampai kelihatan dihadapan orang lain. Oleh karena itu,

orang yang tidak memiliki rasa malu harus diwaspadai, sebab kalau dia telah merusak

citra dirinya sendiri, sangat mungkin baginya untuk merusak citra orang lain.

2. Malu imani (haya’imaniy), ialah rasa ma!u yang bisa mencegah seseorang dari

melakukan perbuatan maksiat karena takut kepada Allah swt. Setiap muslim haruslah

memiliki sifat malu kepada Allah yang sebenar-benarnya, malu yang ditunjukkan

dimana saja, kapan saja, dan dalam situasi serta kondisi yang bagaimanapun juga.

Bukan hanya malu untuk menyimpang ketika berada di masjid dan sejenisnya, tapi

tidak malu-malu untuk melakukan penyimpangan di pasar, kantor, bahkan saat

sendirian. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita untuk selalu

memperkokoh rasa malu sehingga tidak ada kejelekan sedikitpun dari sifat malu

tersebut.

3. Syukur.

Tanda keimanan seseorang yang amat penting adaiah selalu bersyukur. Allah swt meng-

anugerahkan nikmat yang banyak kepada manusia. Setiap detik dalam kehidupan manusia

tidak akan pemah lepas dengan yang namanya nikmat Allah swt.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya manusia selalu bersyukur kepada Allah swt. Syukur berarti

“berterima kasih kepada Allah swt”. Dalam arti lain, syukur ialah memanfaatkan nikmat yang

diberikan Allah swt kepada kita sesuai dengan kehendak yang memberikannya.

Bersyukur mengandung banyak manfaat, diantaranya yaitu mengekalkan dan menambah

nikmat itu pula dengan nikmat yang lain yang berlimpah, Allah swt berfirman: “Sesunguhnya

jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu

mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih” (QS Ibrahim

[14]:7).

Ada tiga macam cara kita bersyukur kepada Allah swt:

1. Bersyukur dengan hati, yakni mengakui dan menyadari bahwa nikmat yang

diperolehnya berasal dari Allah swt.

2. Bersyukur dengan lisan, yaitu dengan mengucapkan “Alhamdulillah” yang berarti

segala puji bagi Allah.

3. Bersyukur dengan perbuatan, seperti melakukan perbuatan yang baik, sesuai

dengan tuntutan agama.

Allah swt melimpahkan nikmat yang banyak kepada manusia. Secara garis besar nikmat

Allah terbagi atas dua macam yaitu nikmat yang menjadi tujuan dan nikmat yang menjadi

alat untuk mencapai tujuan.

Ciri-ciri nikmat yang pertama adalah kekal, diliputi kebahagiaan dan kesenangan, sesuatu

yang mungkin dicapai, dan segala kebutuhan terpenuhi. Adapun nikmat yang kedua meliputi

kebersihan jiwa dalam bentuk iman dan akhlak yang mulia, kelebihan tubuh seperti kesehatan

dan kekuatan, hal-hal yang membawa kesenangan jasmani, seperti harta dan kekuasaan, dan

hal-hal yang membawa sifat keutamaan seperti pertolongan dan lindungan dariAllah swt.

Page 5: Empat tanda keimanan

4. Sabar.

Yang terakhir atau yang Keempat dari tanda keimanan seseorang yaitu sabar. Sabar berasal

dari bahasa Arab yaitu shabara-yashbiru-shabran yang artinya menahan atau mengekang.

Secara istilah sabar yaitu menahan diri dari bersikap, berbicara, dan bertingkah laku yang

tidak dibenarkan oleh Allah swt.

Sabar merupakan bagian yang penting dari iman. Dalam hadits yang diriwayatkan oieh Abu

Nu’aim, Rasulullah saw bersabda bahwa sabar adalah sebagian dari iman. Kedudukan sabar

bagi iman sangat penting, seperti kedudukan hari Arafah dalam ibadah haji.

Nabi saw melukiskan sabar sebagai barang yang sangat bernilai tinggi di surga. la juga

pemah berkata, “sabar terhadap sesuatu yang engkau benci merupakan kebajikan yang

besar” (HR. At-Tirmidzi).

Sumber : Khairu Ummah Edisi ke-43 Tahun XVI