Episiotomi Fix

34
PHANTOM EPISIOTOMI Kelompok B Dekta Mufhizah 04114705081 Richard Togi Lumban Tobing 04114705030 Philosophia Ramadhan Sugianto Mukmin 04114708060 Atika Meilandari 04108705036 Muhammad Tomy Edwardo 04091001074 Lia Purnasari 04091001073 Aditya Fresno Dwi Wardhana 04091401044 Pembimbing: dr.Iskandar Zulkarnain, Sp.OG(K) 2013

Transcript of Episiotomi Fix

Page 1: Episiotomi Fix

PHANTOM EPISIOTOMI

Kelompok B

Dekta Mufhizah 04114705081

Richard Togi Lumban Tobing 04114705030

Philosophia Ramadhan

Sugianto Mukmin 04114708060

Atika Meilandari 04108705036

Muhammad Tomy Edwardo 04091001074

Lia Purnasari 04091001073

Aditya Fresno Dwi Wardhana 04091401044

Pembimbing: dr.Iskandar Zulkarnain, Sp.OG(K)

2013

Page 2: Episiotomi Fix

BAB 1

PENDAHULUAN

Episiotomi yang dikenal masyarakat pedesaan dengan istilah “digunting” merupakan

tindakan untuk memperlebar jalan lahir untuk mencegah terjadinya ruptura perineum yang

sering kali menjadi penyebab kesakitan pada ibu bersalin dan tingginya angka kesakitan pada

ibu nifas.

Episiotomi dikembangkan di Inggris pada tahun 1970 dan awal tahun 1980-an, dimana

saat itu tindakan episiotomi dipakai sekitar 50%. Tindakan episiotomi umumnya dilakukan

pada wanita yang baru pertama kali melahirkan. Namun kadang - kadang episiotomi

dilakukan juga pada persalinan berikutnya, tergantung situasinya. Bila akan terjadi robekan

maka dilakukan episiotomi

Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada

jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan

tersebut. Oleh sebab itu, pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus mengacu pada

pertimbangan klinik yang tepat dan tehnik yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang

dihadapi.

Page 3: Episiotomi Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan

terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum

rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum. 1

Episiotomi dalam arti sempit adalah insisi pudenda. Insisi ini dapat dibuat di

linea mediana (episiotomi mediana) atau dapat mulai di linea mediana tetapi

diarahkan ke lateral dan kebawah menjauhi rektum (episiotomi mediolateralis).

B. Tujuan

Tujuan episiotomi, yaitu membentuk insisi bedah yang lurus, sebagai pengganti

robekan tak teratur yang mungkin terjadi. Episiotomi dapat mencegah vagina robek

secara spontan, karena jika robekanya tidak teratur maka menjahitnya tidak rapi,

tujuan lain dari episiotomi adalah mempersingkat waktu ibu dalam mendorong

bayinya keluar. 2

Tindakan upaya episiotomi memiliki tujuan, berupa :

1. Mempercepat persalinan dengan memperlebar jalan lahir lunak

2. Mengendalikan robekan perineum untuk memudahkan menjahit

3. Menghindari robekan perineum spontan

4. Memperlebar jalan lahir pada operasi persalinan pervaginam.

C. Jenis Episiotomi3

Macam-macam Episiotomi

1. Episiotomi Medialis

Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas

atas otot-otot sfingter ani.

Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi antara lain dengan

larutan procain 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau larutan xylocain 1%-

2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting

Page 4: Episiotomi Fix

yang tajam dimulai dari bagian terbawah introitus vagina menuju anus, tetapi tidak

sampai memotong pinggir atas sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan. Bila

kurang lebar disambung ke lateral (episiotomi mediolateralis).

Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri dan

kanan dirapatkan dengan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan

beberapa jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit pula dengan beberapa

jahitan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan empat atau lima jahitan. Jahitan

dapat dilakukan secara terputus-putus (interrupted suture) atau secara jelujur

(continuous suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia, dan

selaput lendir adalah catgut khromik, sedang untuk kulit perineum dipakai

benang sutera.

a. Perineum digunting mulai dari ujung paling bawah introitus vagina menuju anus melalui kulit, selaput lender vagina, fasia dan otot perineum.

b. Otot perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.c. Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.d. Selaput lendir vagina dan kulit perineum dijahit dengan benang sutera.

2. Episiotomi Mediolateralis

a. Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke

arah belakang dan samping. Arah insisi dapat dilakukan ke arah kanan ataupun

kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-

kira 4 cm.

b. Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan

teknik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa

sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya lurus simetris.

Page 5: Episiotomi Fix

a. Menjahit jaringan otot-otot dengan jahitan terputus-putusb. Benang jahitan pada otot-otot ditarikc. Selaput lendir vagina dijahitd. Jahitan otot-otot dikaitkane. Fasia dijahitf. Penutupan fasia selesaig. Kulit dijahit

3. Episiotomi Lateralis.

a. Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3

atau 9 menurut arah jarum jam.

b. Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbulkan

komplikasi. Luka insisi dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah

pudendeal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.

Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu

penderita.

4. Insisi Schuchardt.

Page 6: Episiotomi Fix

Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya

melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih

lebar.

D. Indikasi dan Kontraindikasi4

Indikasi

Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun faktor janin.

Indikasi ibu antara lain adalah:

a. Primigravida umumnya

b. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu

c. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya

padapersalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum

dan anak besar

d. Arkus pubis yang sempit

Indikasi janin antara lain adalah:

a. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah

terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.

b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar.

c. Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti

pada gawat janin, tali pusat menumbung.

Kontraindikasi

a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam

b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti

penyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan

vagina.

E. Saat Melakukan Episiotomi

1. Episiotomi sebaiknya dilakukan ketika kepala bayi meregang perineum pada

janin matur, sebelum kepala sampai pada otot-otot perineum pada janin matur.

Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari luka

episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu

lambat maka laserasi tidak dapat dicegah. sehingga salah satu tujuan episiotomi

itu sendiri tidak akan tercapai.

Page 7: Episiotomi Fix

2. Episiotomi biasanya dilakukan pada saat perineum menipis dan pucat serta kepala

janin sudah terlihat dengan diameter 3 - 4 cm  pada saat kontraksi . Jika dilakukan

bersama dengan penggunaan ekstraksi forsep, sebagian besar dokter melakukan

episiotomi setelah pemasangan sendok atau bilah forsep.

3. Pertama pegang  gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril dengan satu

tangan, kemudian letakkan jari telunjuk dan jari tengah di antara kepala bayi dan

perineum searah dengan rencana sayatan.  Hal ini akan melindungi kepala bayi

dari gunting dan meratakan perineum sehingga membuatnya lebih mudah di

episiotomi.

4. Setelah itu, tunggu fase acme (puncak his). Kemudian selipkan gunting dalam

keadaan terbuka di antara jari telunjuk dan tengah. Gunting perineum  mengarah

ke sudut yang diinginkan untuk melakukan episiotomi, misalnya episiotomi

mediolateral  dimulai dari fourchet (komissura posterior) 45 derajat ke lateral kiri

atau kanan. Pastikan untuk melakukan palpasi/ mengidentifikasi sfingter ani

eksternal dan mengarahkan gunting cukup jauh kearah samping untuk

rnenghindari sfingter.

5. Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu

atau dua guntingan yang mantap. Hindari “menggunting” jaringan sedikit

demi sedikit karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan

menyulitkan penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih lama.

6. Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi dengan

di lapisi kain atau kasa disinfeksi tingkat tinggi atau steril di antara kontraksi

untuk membantu mengurangi perdarahan.  Karena dengan melakukan tekanan

pada luka episiotomi akan menurunkan perdarahan.

7. Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah perluasan

episiotomi.

8. Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah episiotomi,

perineum dan vagina mengalami perluasan atau laserasi, lakukan penjahitan jika

terjadi perluasan episiotomi atau laserasi tambahan.

F. Penjahitan Luka Episiotomi

Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali

jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu

(memastikan hemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk ke dalam jaringan

Page 8: Episiotomi Fix

tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya

infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan benang

yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan

pendekatan dan hemostasis.

Keuntungan-keuntungan teknik penjahitan jelujur:

1. Mudah dipelajari (hanya perlu belajar satu jenis penjahitan dan satu atau dua

jenis simpul)

2. Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang digunakan

3. Menggunakan lebih sedikit jahitan

Mempersiapkan penjahitan :

1. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi

tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta

anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada dalam

posisi litotomi.

2. Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.

3. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum bisa

dilihat dengan jelas.

4. Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi,

memberikan anestesi lokal dan menjahit luka.

5. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.

6. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau yang steril.

7. Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan

disinfeksi tingkat tinggi untuk penjahitan.

8. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah

dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.

9. Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva,

vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah

yang ada sambil menilai dalam dan luasnya luka.

10. Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa

laserasi/sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika

laserasinya dalam atau episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk

memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukkan

jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati-hati dan angkat jari

tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasi sfingter ani. Raba tonus atau

Page 9: Episiotomi Fix

ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu mengalami laserasi derajat tiga

atau empat dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi

serviks.

11. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril

yang baru setelah melakukan pemeriksaan rektum.

12. Berikan anestesia lokal.

13. Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang.

Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat,

tahan lama dan paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.

14. Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan

jepit jarum tersebut.

Dalam penjahitan episiotomi, penting menggunakan benang yang dapat diserap

untuk menutup robekan. Benang poliglikolik lebih dipilih dibandingkan catgut

kromik karena kekuatan regangannya, bersifat non alergenik, kemungkinan

komplikasi infeksi dan kerusakan episiotominya lebih rendah. Catgut kromik dapat

digunakan sebagai alternative, tetapi bukan benang yang ideal.

G. Penyembuhan Luka Episiotomi

Page 10: Episiotomi Fix

Proses penyembuhan sangat dihubungi oleh usia, berat badan, status nutrisi,

dehidrasi, aliran darah yang adekuat ke area luka, dan status imunologinya.

Penyembuhan luka sayatan episiotomi yang sempurna tergantung kepada beberapa

hal. Tidak adanya infeksi pada vagina sangat mempermudah penyembuhan.

Keterampilan menjahit juga sangat diperlukan agar otot-otot yang tersayat diatur

kembali sesuai dengan fungsinya atau jalurnya dan juga dihindari sedikit mungkin

pembuluh darah agar tidak tersayat. Jika sel saraf terpotong, pembuluh darah tidak

akan terbentuk lagi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka

1. Status nutrisi yang tidak tercukupi memperlambat penyembuhan luka

2. Kebiasaan merokok dapat memperlambat penyembuhan luka

3. Penambahan usia memperlambat penyembuhan luka

4. Peningkatan kortikosteroid akibat stress dapat memperlambat penyembuhan

luka

5. Ganguan oksigenisasi dapat mengganggu sintesis kolagen dan menghambat

epitelisasi sehingga memperlambat penyembuhan luka

6. Infeksi dapat memperlambat penyembuhan luka

Menurut Walsh (2008) proses penyembuhan terjadi dalam tiga fase, yaitu:

1. Fase 1: Segera setelah cedera, respons peradangan menyebabkan peningkatan

aliran darah ke area luka, meningkatkan cairan dalam jaringan,serta

akumulasi leukosit dan fibrosit. Leukosit akan memproduksi enzim

proteolitik yang memakan jaringan yang mengalami cedera.

2. Fase 2: Setelah beberapa hari kemudian, fibroblast akan membentuk benang

– benang kolagen pada tempat cedera.

3. Fase 3: Pada akhirnya jumlah kolagen yang cukup akan melapisi jaringan

yang rusak kemudian menutup luka.

H. Anastesi Lokal Pada Episiotomi4

Obat anastesi disuntikkan disekitar daerah operasi dengan cara infiltrasi. Pada

episiotomi, infiltrasi obat anastesi harus mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.

Page 11: Episiotomi Fix

I. Prosedur Tindakan Episiotomi

PROSEDUR/LANGKAH KLINIK

1 PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK

1.1 Memperkenalkan diri selaku petugas yang akan menolong pasien

1.2 Menjelaskan diagnosis dan penanganan luka episiotomi dan robekan perineum

1.3 Menjelaskan pula bahwa setiap tindakan medik mempunyai risiko

1.4 Memastikan bahwa pasien dan keluarganya telah mengerti semua aspek diatas

1.4 Memberi kesempatan pasien dan keluarganya mendapat penjelasan ulang

1.6 Membuat Persetujuan Tindakan Medik tertulis dan memasukkan kedalam catatan medik pasien

2 PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN

2.1 Memeriksa dan menyiapkan peralatan

2.2 Menjelaskan pada ibu untuk tidur terlentang dengan posisi kaki ½ flexi

3 PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN

3.1 Mencuci tangan dan lengan sampai siku dan keringkan dengan handuk DTT

Page 12: Episiotomi Fix

3.2 Memakai baju dan perlengkapan kamar tindakan dan sarung tangan tindakan DTT/ steril

4 EPISIOTOMI

4.1 Anestesi Lokal

4.1.1 Jelaskan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantulah agar ibu merasa tenang

4.1.2 Pasanglah jarum no.22 pada semprit 10 ml, kemudian isi semprit dengan bahan anestesi (lidokain HCl 1% atau Xilokain 10 mg/ml)

4.1.3 Letakkan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) di antara kepala dan janin daN perineum. Masuknya bahan anestesi (secara tidak sengaja) ke dalam sirkulasi bayi, dapat menimbulkan akibat fatal, oleh sebab itu gunakan jari-jari penolong sebagai pelindung kepala bayi.

4.1.4 Tusukkan jarum tepat di bawah kulit perineum pada daerah comissura posterior (fourchette) yaitu bagian sudut bawah vulva

4.1.5 Arahkan jarum dengan membuat sudut 450 ke sebelah kiri(atau kanan) garis tengah perineum. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak

memasuki pembuluh darah (terlihat cairan darah dalam semprit). (Intravasasi

bahan anestesi lokal kedalam pembuluh darah, dapat menyebabkan syok pada

ibu)

4.1.6 Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5-10 ml lidokain 1%

4.1.7 Tunggu 1-2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal, sebelum episiotomy dilakukan.

-Penipisan dan peregangan perineum berperan sebagai anestesi alamiah.

-Apabila kepala bayi menjelang ke luar, lakukan episiotomi dengan segera.

* Jika kepala janin tidak segera lahir, tekan insisi episiotomi di antara his sebagai upaya untuk mengurangi perdarahan

* Jika selama melakukan penjahitan robekan vagina dan perineum, ibu masih merasakan nyeri, tambahkan 10 ml lidokain 1% pada daerah nyeri

* Penyuntikan sambil menarik mundur, bertujuan untuk mencegah akumulasi

bahan anestesi hanya pada satu tempat dan mengurangi kemungkinan penyuntikan ke dalam pembuluh darah.

4.2 Tindakan Episiotomi

4.2.1 Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan.

Page 13: Episiotomi Fix

4.2.2 Letakkan jari telunjuk dan tengah di antara kepala bayi dan perineum, searah dengan rencana sayatan

4.2.3 Tunggu fase acme (Puncak His) kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka di antara telunjuk dan tengah

4.2.4 Gunting perineum, dimulai dari fourchet (comissura posterior) 45O ke lateral (kiri atau kanan)

4.2.5 Lanjutkan pimpinan persalinan

4.3 Penjahitan Luka Episiotomi

4.3.1 Atur posisi ibu menjadi posisi litotomi dan arahkan cahaya lampu sorot pada daerah yang benar

4.3.2 Keluarkan sisa darah dari dalam lumen vagina, bersihkan daerah vulva dan perineum

4.3.3 Kenakan sarung tangan yang bersih/DTT. Bila diperlukan pasanglah tampon atau kasa ke dalam vagina untuk mencegah darah mengalir ke daerah yang akan dijahit

4.3.4 Letakkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu

4.3.5 Uji efektifitas anestesi lokal yang diberikan sebelum episiotomi masih bekerja (sentuhkan ujung jarum pada kulit tepi luka). Jika terasa sakit, tambahkan anestesi lokal sebelum penjahitan dilakukan

4.3.6 Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja dengan leluasa dan aman dari cemaran

4.3.7 Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan dan tentukan secara jelas batas luka. Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm di atas ujung luka di dalam vagina. Ikat dan potong salah satu ujung dari benang dengan menyisakan benang kurang lebih 0,5 cm

4.3.8 Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur dengan jerat ke bawah sampai lingkaran sisa himen

4.3.9 Kemudian tusukkan jarum menembus mukosa vagina di depan himen dan keluarkan pada sisi dalam luka perineum. Periksa jarak tempat keluarnya jarum di perineum dengan batas atas irisan episiotomi

4.3.10 Lanjutkan jahitan jelujur dengan jerat pada lapisan subkutis dan otot sampai ujung luar luka (pastikan setiap jahitan pada ke dua sisi memiliki ukuran yang sama dan lapisan otot tertutup dengan baik)

4.3.11 Setelah mencapai ujung luka, balikkan arah jarum ke lumen vagina dan mulailah merapatkan kulit perineum dengan jaitan subkutikuler

4.3.12 Bila telah mencapai lingkaran himen, tembuskan jarum keluar mukosa vagina

Page 14: Episiotomi Fix

pada sisi yang berlawanan dari tusukkan terakhir subkutikuler

4.3.13 Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem, kemudian tusukkan kembali jarum pada mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat keluarnya benang dan silangkan ke sisi berlawanan hingga menembus mukosa pada sisi berlawanan

4.3.15 Ikat benang yang dikeluarkan dengan benang pada klem dengan simpul kunci

4.3.16 Lakukan kontrol jahitan dengan pemeriksaan colok dubur (lakukan tindakan yang sesuai bila diperlukan)

4.3.17 Tutup jahitan luka episiotomi dengan kasa yang dibubuhi cairan antiseptik

5 PENCEGAHAN INFEKSI PASCA TINDAKAN

5.1 Kumpulkan dan masukkan instrumen kedalam wadah yang berisi khlorin 0,5%

5.2 Kumpulkan bahan habis pakai dan masukkan ke tempat sampah medis

5.3 Bubuhilah benda-benda didalam kamar tindakan yang terkena darah atau

cairan tubuh pasien dengan khlorin 0,5%

5.4 Bersihkanlah sarung tangan, dilepaskan dan direndam dalam khlorin 0,5%

5.5 Cuci tangan dengan sabun dalam air mengalir

5.6 Keringkan tangan dengan handuk/kertas tissue yang bersih

6 PERAWATAN PASCA TINDAKAN

6.1 Periksa tanda vital pasien

6.2 Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan dalam status pasien

6.3 Buat insruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien

6.4 Memberitahu pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai

6.5 Tegaskan kepada perawat untuk menjalankan instruksi dan pengobatan serta melaporkan segera apabila ditemukan perubahan pascatindakan

Page 15: Episiotomi Fix

J. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi Organ Genetalia Eksterna

Gambar 2: Organ Genetalia Eksterna Pada Wanita

( Sumber: Wiknjo Sastro, 2002)

Keterangan :

Mons Veneris

Mons veneris adalah bagian menonjol diatas simfisis. Pada wanita dewasa

ditutupi oleh rambut kemaluan.pada wanita umumnya batas atasnya melintang

sampai pinggir atas simfisis,sedangkan ke bawah sampai sekitar anus dan

paha.

Labia Mayora (bibir-bibir besar)

Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah,terisi jaringan

lemak serupa dengan yang ada di monsveneris.Ke bawah dan belakang kedua

labia mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior.

Labia Minora (bibir-bibir kecil)

Labia Minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar.Ke

depan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk diatas klitoris preputium

klitoridis dan dibawah klitoris frenulum klitoridis.Ke belakang kedua bibir

kecil bersatu dan membentuk fossa navikulare. Kulit yang meliputi bibir kecil

mengandung banyak glandula sebasea dan urat saraf yang menyebabkan bibir

kecil sangat sensitif dan dapat mengembang.

Klitoris

Page 16: Episiotomi Fix

Kira-kira sebesar kacang ijo tertutup oleh preputium klitoridis, terdiri atas

glans klitoridis ,korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan klitoris

ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat

mengembang ,penuh urat saraf dan amat sensitif.

Vulva

Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka ke belakang dan dibatasi

dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan dibelakang oleh

perineum; embriologik sesuai sinus urogenitalis.Di vulva 1-1,5 cm di bawah

klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum (lubang kemih) berbentuk

membujur 4-5 mm dan .tidak jauh dari lubang kemih di kiri dan kanan

bawahnya dapat dilihat dua ostia skene.Sedangkan di kiri dan bawah dekat

fossa navikular terdapat kelenjar bartholin, dengan ukuran diameter ± 1 cm

terletak dibawah otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang

1,5-2 cm yang bermuara di vulva.Pada koitus kelenjar bartolin mengeluarkan

getah lendir.

Bulbus Vestibuli Sinistra et Dekstra

Terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramus os pubis, panjang 3-4

cm ,lebar 1-2 cm dan tebal 0,51- 1cm; mengandung pembuluh darah, sebagian

tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor vagina.Saat

persalinan kedua bulbus tertarik ke atas ke bawah arkus pubis, tetapi bagian

bawahnya yang melingkari vagina sering mengalami cedera dan timbul

hamatoma vulva atau perdarahan.

Introitus Vagina

Mempunyai bentuk dan ukuran berbeda , ditutupi selaput dara (hymen).

Himen mempunyai bentuk berbeda – beda.dari yang semilunar (bulan sabit)

sampai yang berlubang- lubang atau yang ada pemisahnya(septum);

konsistensinya dari yang kaku sampai yang lunak sekali. Hiatus himenalis

(lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung jari sampai yang mudah

dilalui oleh 2 jari. Umumnya himen robek pada koitus. Robekan terjadi pada

tempat jam 5 atau jam 7 dan sampai dasar selaput dara. Sesudah persalinan

himen robek pada beberapa tempat.

Perineum

Terletak antara vulva dan anus , panjangnya rata-rata 4 cm.

Page 17: Episiotomi Fix

2. Fisiologi Organ Reproduksi Wanita

Adaptasi Fisiologis Pada Post Partum :

Proses Involusi

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan

disebutinvolusi. Proses dimulai setelah plasenta keluar akibat konstraksi otot-

otot polos uterus. Pada akhir persalinan tahap III, uterus berada digaris

tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus bersandar pada

promontorium sakralis. Ukuran uterus saat kehamilan enam minggu beratnya

kira15 kira 1000 gr. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus kurang lebih 1 cm

diatas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari

keenam fundus normal berada dipertengahan antara umbilikus dan simfisis

fubis. Seminggu setelah melahirkan uterus berada didalam panggul sejati

lagi, beratnya kira-kira 500 gr, dua minggu beratnya 350 gr, enam minggu

berikutnya mencapai 60 gr (Bobak, 2004: 493).

Konstraksi Uterus

Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir, diduga

adanya penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hemostatis

pascapartum dicapai akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium,

bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan pembekuan. Hormon

desigen dilepas dari kelenjar hipofisis untuk memperkuat dan mengatur

konstraksi. Selama 1-2 jam I pascapartumintensitas konstraksi uterus bisa

berkurang dan menjadi tidak teratur, karena untuk mempertahankan

kontraksi uterus biasanya disuntikkan aksitosan secara intravena atau

intramuscular diberikan setelah plasenta lahir (Bobak, 2004: 493).

Tempat Plasenta

Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontriksi vaskuler dan trombosis

menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak

teratur. Pertumbuhan endometrium menyebabkan pelepasan jaringan

nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi

karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan memampukan

endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan

implantasi untuk kehamilan dimasa yang akan datang. Regenerasi

endometrium selesai pada akhir minggu ketiga pascapartum, kecuali bekas

tempat plasenta (Bobak, 2004: 493).

Page 18: Episiotomi Fix

Lochea

Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula

berwarna merah lalu menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas

mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 jam pertama setelah lahir, jumlah

cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang

keluar selama menstruasi.Lochea rubra mengandung darah dan debris

desidua dan debris trofoblastik.Aliran menyembur menjadi merah muda dan

coklat setelah 3-4 hari (lochea serosa). lochea serosa terdiri dari darah lama

(old blood), serum, leukosit dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi

lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lochea alba). Lochea

alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum dan bakteri.

Lochea alba bertahan selama 2-6 minggu setelah bayi lahir (Bobak, 2004:

494).

Serviks

Serviks menjadi lunak setelah ibu malahirkan. 18 jam pascapartum, serviks

memendek dan konsistensinya lebih padat kembali kebentuk semula. Muara

serviks berdilatasi 10 cm, sewaktu melahirkan, menutup bertahap 2 jari

masih dapat dimasukkan Muara serviks hari keempat dan keenam

pascapartum (Bobak, 2004: 495).

Vagina dan Perinium

Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mucosa

vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan

kembali secara bertahap keukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi

lahir . Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat (Bobak,

2004:495).

K. ROBEKAN JALAN LAHIR5

Robekan Perineum

Ada beberapa penyebab robekan pada perineum, antara lain :

1. Kepala janin terlalu cepat lahir

2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya

3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut

4. Pada persalinan dengan distosia bahu.

Page 19: Episiotomi Fix

Laserasi vagina dan perineum diklasifikasikan menjadi derajat I-IV, yaitu :

1. Laserasi derajat I melibatkan fourchette, kulit perineum, dan membran

mukosa vagina tapi tidak mengenai fascia dan otot. Penjahitan robekan

perineum derajat I dapat dilakukan hanya dengan catgut yang dijahitkan

secara kontinu atau dengan cara angka delapan.

Gambar 2. Laserasi Derajat I

2. Laserasi derajat II melibatkan fascia dan otot (muskulus perinei transversalis)

dari badan perineum tapi tidak mengenai sfinkter anus. Robekan ini biasanya

melebar ke atas pada salah satu atau kedua sisi vagina, membentu luka

segitiga yang ireguler. Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum

tingkat II atau III, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau

bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih

dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem

terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru

dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot dijahit dengan catgut.

Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara interuptus atau

kontinu. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan.

Terakhir kulit perineum dijahit dengan benang secara interuptus.

Page 20: Episiotomi Fix

Gambar 3. Laserasi Derajat II

3. Laserasi derajat III meluas melewati kulit, membran mukosa, dan badan

perineum, dan melibatkan sfinkter anus. Sama seperti teknik menjadi pada

laserasi derajat 2, namun otot-otot levator ani dijahit terlebih dahulu dengan

jahitan interuptus.

Gambar 4. Laserasi Derajat III

4. Laserasi derajat IV meluas sampai mukosa rektum sampai ke lumen rektum.

Robekan di daerah uretra dengan perdarahan hebat bisa menyertai laserasi

tipe ini. Teknik menjahit : Mula-mula dinding depan rektum yang robek

dijahit. Kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit

dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter

ani yang terpisah oleh karena robekan dikelm dengan klem Pean lurus,

kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu

kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit

robekan perineum tingkat II.

Gambar 5. Laserasi Derajat IV

Page 21: Episiotomi Fix

Robekan Vulva

Perlukaan vulva sering terjadi pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan sering terlihat robekan-robekan kecil pada labium minus, vestibulum, atau bagian belakang vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidakmenimbulkan perdarahan banyak, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka robek agak besar dan banyak berdarah, lebih-lebih jika robekan terjadi pada pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan penghentian perdarahan dan penjahitan luka robekan. Luka robekan dijahit dengan catgut secara interuptus ataupun kontinu. Jika luka robekan terdapat di sekitar orifisium uretra atau diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum dilakukan penjahitan, dipasang dulu kateter tetap.

Page 22: Episiotomi Fix

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan

terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum

rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.

Episiotomi bertujuan untuk membentuk insisi bedah yang lurus, sebagai pengganti

robekan tak teratur yang mungkin terjadi. Episiotomi terdiri atas beberapa macam,

antara lain episiotomi medial, mediolateralis, lateral dan Insisi Schuchardt. Tujuan

menjahit laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh

(mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan

hemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk ke dalam jaringan tubuh, jaringan

akan terluka dan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Proses

penyembuhan sangat dihubungi oleh usia, berat badan, status nutrisi, dehidrasi, aliran

darah yang adekuat ke area luka, dan status imunologinya.

Page 23: Episiotomi Fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

2. Cunningham FG, et al. 2010. Williams Obstetrics, ed. 23. Appleton and Lange.3. Wiknjosastro,Hanifa. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawiroharjo.4. Rusda,Muammad. 2004. Anastesi Infiltrasi pada Episiotomi. USU Digital Library.5. Bonica, John J. Principles and Practice of Obstetric Analgesia and Anesthesia, FA

Davis Co. Philadelphia, 2nd ed, 1995;501-5136. Sastrawinata S. Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi, ed. 2. Bandung :

EGC, hal. 179-186.