ESDM Analis

99

Transcript of ESDM Analis

Page 1: ESDM Analis
Page 2: ESDM Analis

ANALIS ISU-ISUSEKTOR ESDM

Kajian

Page 3: ESDM Analis
Page 4: ESDM Analis

1

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa kami telah menyelesaikan Laporan Akhir Analisis Isu-Isu Sektor ESDM. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai bagian dari tupoksi dan respon Pusdatin ESDM dalam mencermati berbagai perkembangan isu-isu strategis terkait sektor ESDM baik di lingkup nasional maupun global. Seiring dengan pertambahan populasi dan pertumbuhan perekonomian nasional, konsumsi energi di Indonesia dalam satu dasawarsa terus meningkat sekitar 7-8% per tahun. Kemudian, Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka mendukung pembangunan melalui sektor energi, yang tentu akan berdampak pada manajemen energi secara keseluruhan. Hal ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan kehandalan penyediaan energi untuk menopang akselerasi perekonomian dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut, Kementerian ESDM dalam rangka menjalankan salah satu kewajibannya dalam pengelolaan energi dan mineral nasional tentu menghadapi berbagai kendala dan tantangan yang perlu disikapi dengan tepat dan komprehensif. Untuk itu, melalui kegiatan Analisis Isu-Isu Sektor ESDM diharapkan dapat memberikan antisipasi dan rekomendasi kepada pimpinan Kementerian ESDM dalam penyusunan strategi kebijakan untuk penyelesaian permasalahan di sektor ESDM saat ini dan masa mendatang.

Penyusun

Page 5: ESDM Analis

2

KATA PENGANTAR BAB I. PENDAHULUAN BAB II. KEBIJAKAN SEKTOR ESDM DAN PROYEKSI EKONOMI INDONESIA 2013 2.1. Kebijakan Subsidi Listrik 2.1.1 Landasan Hukum 2.1.2 Tarif Tenaga Listrik Pt Pln (Persero) 2.1.3 Faktor-Faktor Berpengaruh Terhadap Subsidi Listrik 2.1.4 Upaya Penurunan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik 2.1.5 Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) 2013 2.1.6 Kesimpulan 2.2. Kebijakan Subsidi Bbm 2.2.1. Landasan Hukum 2.2.2. Latar Belakang 2.2.3. Metoda Perhitungan Subsidi Bbm 2.2.4. Outlook Subsidi Bbm Tahun 2013 2.2.5. Kesimpulan 2.2.6. Rekomendasi 2.3. Kebijakan Ekspor Mineral Dan Batubara 2.3.1. Latar Belakang 2.3.2. Kondisi Saat Ini 2.3.3. Kebijakan Ekspor Batubara 2.3.4. Arah Kebijakan Tahun 2013 2.3.5. Permasalahan Sektor Pertambangan Dan Upaya Penyelesaian 2.3.6. Kesimpulan Dan Rekomendasi 2.4. Perkembangan Dan Outlook Ekonomi Indonesia Dan Implikasinya Pada Kebijakan Energi Nasional 2.4.1. Latar Belakang 2.4.2. Perkembangan Terkini Perekonomian 2.4.3. Dampak Kebijakan Energi Pada Perekonomian 2.4.4. Implikasi Kebijakan 2.4.5. Kesimpulan Dan Rekomendasi

0104

1010101214

191920212122252834353636384244

4546

484849

505154

Page 6: ESDM Analis

3

56565861616262

636465

67676769717274808386

88

BAB III. MENCARI TEROBOSAN INVESTASI PANAS BUMI INDONESIA 3.1 Pendahuluan 3.2 Potensi Panas Bumi Indonesia 3.3 Kendala Dan Upaya Penyelesaian 3.3.1 Tumpang Tindih Lahan 3.3.2 Peraturan Perundang Undangan 3.3.3 Negosiasi Kontrak 3.4 Kebijakan Pemerintah Untuk Meningkatkan Pengembangan Panas Bumi3.5 Peluang Investasi 3.6 Kesimpulan Dan Rekomendasi

BAB IV. MANFAAT CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN TAMBANG TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR 4.1 Pendahuluan 4.1.1. Latar Belakang 4.1.2.Definisi 4.1.3. Sejarah Singkat CSR4.2 Cakupan CSR4.3 Peran Pertambangan Mineral Dan Batubara 4.4 Rumusan Permasalahan 4.5 Pembahasan 4.6 Kesimpulan Dan Rekomendasi

BAB V. PENUTUP

Page 7: ESDM Analis

4

BAB IPENDAHULUAN

Dalam satu dasawarsa terakhir, konsumsi energi Indonesia menunjukkan peningkatan rata-rata 7-8% per tahun seiring dengan pertambahan populasi dan pertumbuhan ekonomi yang terus membaik. Kondisi ini menuntut ketersediaan energi yang baik untuk mendukung aktifitas perekonomian dan dinamika sosial masyarakat. Namun demikian, terdapat berbagai tantangan dan kendala untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut diantaranya produksi minyak bumi yang cenderung menurun sementara akselerasi pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang diharapkan dapat menjadi tulang punggung baru energi nasional masih belum maksimal.

Berdasarkan data dari Handbook of Energy and Economics Indonesia (Pusdatin, 2011), produksi minyak bumi Indonesia mengalami trend penurunan dimana pada tahun 2000 tingkat produksi mencapai 1,4 juta barel per hari (bph), namun di tahun 2010 tingkat produksi hanya sekitar 940 ribu bph. Di saat bersamaan, tingkat konsumsi BBM nasional terus meningkat dari 960 ribu bph di tahun 2010 menjadi 1,151 juta bph di tahun 2010 sehingga di tahun 2004, Indonesia telah menjadi net importir minyak disebabkan tingkat produksi minyak nasional tidak dapat mencukupi kebutuhan domestik.

Walaupun diperkirakan pada tahun 2015, produksi minyak bumi nasional akan kembali mencapai angka 1 juta bph, namun pertumbuhan kebutuhan BBM nasional juga terus meningkat melampaui kondisi yang ada saat ini. Hal ini tentu akan menyebabkan volume impor minyak mentah maupun BBM terus membesar sehingga dapat menimbulkan ancaman terhadap ketahanan energi karena di saat bersamaan kemampuan produksi kilang BBM nasional juga belum dapat ditingkatkan dari level sekarang yang mencapai 1,157 juta bph. Di sektor ketenagalistrikan, dengan pertumbuhan permintaan tenaga listrik yang mencapai sekitar 8-9% per tahun tentu harus diimbangi dengan pasokan tenaga listrik yang handal. Sampai dengan tahun 2011, kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia mencapai 39.900 MW yang terdiri dari pembangkit PLN sebesar 30.529 MW dan sisanya merupakan pembangkit IPP (Independent Power Producer)

Page 8: ESDM Analis

5

sebesar 7.667 MW serta pembangkit PPU (Private Power Utility) sebesar 1.704 MW dan rasio elektrifikasi mencapai 72,95% (Ditjen Ketenagalistrikan, 2012).

Dengan kondisi tersebut, semua upaya untuk mewujudkan ketahanan energi harus menjadi agenda prioritas bagi Indonesia, dimana bukan hanya pasokan energi fosil yang harus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya namun juga energi baru terbarukan yang sumber dayanya cukup melimpah dan beragam di seluruh Indonesia diantaranya tenaga air (dengan potensi 75 GW), panas bumi 29 GW, tenaga surya, tenaga angin dan biofuel.

Pentingnya mewujudkan ketahanan energi ini disebabkan dinamika sektor energi global di tahun 2012 dan tahun-tahun mendatang nantinya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor supply, demand, dan harga namun juga faktor lainnya seperti isu geopolitik dan stabilitas kawasan dimana terletak sumber-sumber energi dunia seperti di kawasan Timur Tengah dan Laut China Selatan. Berikut, isu-isu yang diperkirakan akan memengaruhi trend sektor energi mendatang: Pertama, energi fosil masih tetap menjadi primadona dalam konsumsi energi di masa mendatang. Saat ini, Asia menjadi konsumen minyak yang mengalami kenaikan permintaan terbesar dan pada 2020 diperkirakan Asia juga akan menjadi konsumen gas terbesar di dunia. Seiring dengan fakta ini, justru cadangan minyak dunia khususnya, di Asia terus mengalami penurunan dalam 20 tahun terakhir ini. Kedua, negara-negara berkembang di Asia, termasuk raksasa Cina dan India, kini sedang memasuki fase most energy-intensive. Tingginya demand terhadap kebutuhan energi akan menstimulasi mereka untuk menggunakan energi alternatif yang lebih efisien. Di samping itu, dalam rangka menjaga pasokan energi di negaranya, Cina kini juga banyak berburu sumber-sumber energi di negara lain yang memiliki sumber-sumber energi besar, termasuk Indonesia dengan batubaranya.

Ketiga, pada 2015, pertumbuhan produksi minyak dan gas diperkirakan tidak akan match dengan pertumbuhan demand-nya. Sementara itu, pertumbuhan produksi batu bara diperkirakan juga akan mulai dibatasi karena isu lingkungan. Akibatnya, sumber energi alternatif

Page 9: ESDM Analis

6

seperti biofuel diperkirakan akan menjadi bagian yang signifikan dalam energy mix policy masing-masing negara.Keempat, meskipun energi fosil saat ini dan dalam jangka menengah masih akan mempertahankan share-nya dalam energy mix dan merespon demand, isu emisi CO2 akan menjadi tantangan serius bagi industri migas global. Tuntutan perubahan iklim akan berkembang lebih serius dan ini tentunya akan direspon industri manufaktur untuk melakukan perubahan dalam desain industrinya. Industri otomotif, misalnya, diperkirakan akan semakin mengurangi produksi kendaraan berbasis BBM fosil dan akan lebih banyak memproduksi kendaraan berbasis BBM non-fosil. Kelima, keadaan ekonomi di Zona Eropa dan Amerika masih menunjukkan ketidakpastian setelah selama 2012 kedua kawasan ini diterpa berbagai permasalahan ekonomi politik yang cukup kritis seperti resiko gagal bayar negara anggota Uni Eropa yang mendorong beberapa negara mengancam keluar dari keanggotaan Uni Eropa dan krisis jurang fiskal (fiscall cliff) di Amerika Serikat pasca kemenangan Barack Obama untuk menjabat presiden untuk keduakalinya. Untuk itu, kegiatan Analisis Isu-Isu Sektor ESDM merupakan salah satu kegiatan yang perlu dilakukan oleh Pusdatin sebagai unit yang memiliki tugas untuk melakukan kajian energi dan mineral. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi dan strategi alternatif bagi pimpinan KESDM dalam menghadapi berbagai permasalahan dan isu-isu aktual strategis sektor ESDM yang terjadi saat ini dan masa mendatang. Adapun analisis isu-isu strategis sektor ESDM yang dibahas pada kegiatan ini adalah Kebijakan Sektor ESDM dan Proyeksi Ekonomi Indonesia 2013, Mencari Terobosan Investasi Panas Bumi Indonesia, dan Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Tambang Terhadap Masyarakat Sekitar.

Kebijakan Sektor ESDM Dan Proyeksi Ekonomi Indonesia 2013Dalam perekonomian nasional, sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) memegang peran yang sangat strategis. Di satu sisi, sektor ESDM merupakan salah satu kontributor terbesar terhadap penerimaan negara, namun di sisi lain sektor ESDM dalam tugasnya menjamin ketersediaan energi juga mengakibatkan konsekuensi subsidi dalam alokasi anggaran negara yaitu dalam bentuk subsidi BBM dan listrik.

Page 10: ESDM Analis

7

Pada tahun 2011 kontribusi sektor ESDM mencapai Rp 352 triliun dari total penerimaan nasional Rp 1.199 triliun atau sekitar sekitar 29,4%. Sementara subsidi energi yang meliputi subsidi BBM dan listrik mencapai total Rp 255,6 triliun. Hal ini tentunya sangat disayangkan, mengingat hampir 72,6% penerimaan sektor ESDM digunakan hanya untuk memberikan subsidi BBM dan listrik. Akan lebih baik tentunya jika sebagian besar penerimaan dari sektor ESDM digunakan untuk meningkatkan kehandalan infrastruktur energi sehingga akses mayarakat terhadap energi dapat lebih ditingkatkan. Dengan semakin baiknya infrastruktur energi, kekurangan gas untuk kebutuhan sektor industri, kelangkaan pasokan BBM, dan keterbatasan pasokan listrik akan teratasi. Kondisi ini dapat mendorong tumbuhnya minat investasi sehingga dapat memperluas lapangan kerja, memperbesar pendapatan negara, mengurangi penduduk miskin yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga ke depan sektor ESDM tidak lagi berkontribusi sebagai sumber penerimaaan negara semata namun dapat memberikan nilai tambah terhadap perekonomian nasional.

Di saat bersamaan, berbagai kebijakan di sektor ESDM seperti kebijakan subsidi harga BBM dan Tarif Tenaga Listrik (TTL), kebijakan penghematan energi, dan pembatasan ekspor bahan mentah komoditas mineral serta rencana pembatasan ekspor batubara diharapkan dilakukan secara jelas dan komprehensif sehingga dampak terhadap perekonomian dapat lebih terukur. Oleh karena itu pusdatin melakukan analisis dalam rangka meningkatkan koordinasi dan sinkroniasi kebijakan di sektor energi dan sektor ekonomi khususnya monter dan fiskal, dengan masukan dari beberapa narasumber dari Ditjen Ketenagalistrikan, Ditjen Minerba, BP Migas, dan Bank Indonesia. Mencari Terobosan Investasi Panas Bumi IndonesiaIndonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia yaitu sekitar 29.000 MW yang terdiri dari total sumber daya (spekulatif dan hypothetical) sebesar 13.195 MW dan cadangan sebesar 16.020 MW, yang terdiri dari cadangan terduga (possible) sebesar 12.909 MW, cadangan mungkin (possible) sebesar 823 MW, dan cadangan terbukti (proven) sebesar 2.288 MW. Namun dengan potensi sebesar

Page 11: ESDM Analis

8

itu, pemanfaatannya masih kecil, yaitu kapasitas terpasang PLTP sebesar 1.226 MW (Ditjen EBTKE, 2012). Dalam rangka pengembangan panas bumi, Pemerintah sudah menetapkan roadmap Pengembangan Panas Bumi yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Sebagai implementasi Perpres tentang KEN ini, Pemerintah telah mencanangkan Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW Tahap II yang ditegaskan di dalam Perpres No. 4 Tahun 2010 dimana kontribusi PLTP sampai tahun 2014 diharapkan dapat mencapai 4.925 MW. Namun demikian, dalam implementasinya di lapangan realisasi Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW Tahap II, khususnya untuk PLTP masih sangat kecil. Oleh karena itu, Pusdatin ESDM bersama para narasumber dan pakar ekonomi energi melakukan analisis untuk mengetahui serta mencari solusi dan terobosan dalam peningkatan realisasi investasi panas bumi di indonesia.

Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Tambang Terhadap Masyarakat Sekitar. Sebagai sumber penerimaan negara, sektor ESDM setiap tiap tahun memberikan kontribusi sekitar 30% terhadap penerimaan nasional. Pada tahun 2011, penerimaan sektor ESDM mencapai Rp 387,97 triliun atau sekitar 29% terhadap perkiraan penerimaan nasional sebesar Rp 1.199 triliun. Penerimaan sektor ESDM tersebut 109% dari APBN-P 2011 sebesar Rp 324 triliun, dan 122% dari penerimaan tahun 2010 sebesar Rp. 288,84 triiliun. Dari jumlah tersebut, kontribusi sektor pertambangan mencapai Rp 77,3 triliun terhadap total penerimaan negara. Namun, data ini tidak berbanding lurus dengan kondisi pendapatan di daerah karena masih terdapat ketimpangan tingkat pendapatan atau kemiskinan di daerah-daerah penghasil mineral tambang. Hal ini tentu menjadi bahan diskusi tentang kontribusi sektor pertambangan terhadap pembangunan di daerah.

Berdasarkan kondisi tersebut, Pusdatin ESDM melakukan analisis dengan mengundang beberapa pakar ekonomi, sosial dan pertambangan dalam rangka menggali pengembangan manfaat dari

Page 12: ESDM Analis

9

pendapatan mineral dan batubara dan sejauh mana dampak dimensi industri pertambangan terhadap pengentasan kemiskinan di daerah-daerah tambang. Selain itu, itu untuk mengidentifikasi berbagai penyebab mengapa pelaksanaan CSR kurang memberikan manfaat maksimal terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat di sekitar pertambangan dan bagaimana program CSR akan dijalankan di masa mendatang.

Page 13: ESDM Analis

10

BAB II KEBIJAKAN SEKTOR ESDM DAN PROYEKSI EKONOMI INDONESIA TAHUN 2013

Sektor ESDM memiliki peranan penting dalam pembangunan dan perekonomian nasional yaitu sebagai penjamin sumber pasokan (energi dan minerba) yang didukung oleh harga energi yang terjangkau dan kemampuan meningkatkan nilai tambah.

Sektor ESDM akan berpengaruh terhadap pembangunan nasional dan perekonomian nasional baik melalui indikator fiskal, moneter dan sektor riil. Dari sisi fiskal, sektor ESDM berkontribusi terhadap penerimaan negara (revenue) tapi di sisi lain menimbulkan konsekuensi subsidi energi dalam upaya menerapkan kebijakan harga energi yang terjangkau bagi masyarakat. Dari moneter, komoditas ESDM yang bersifat adminestered price akan berperan terhadap besaran/dinamika inflasi nasional. Sedangkan dari sektor riil, secara timbal balik, sektor ESDM berperan terhadap tumbuhnya investasi dan di saat bersamaan juga membutuhkan investasi untuk berkembang.

Pada tahun 2011 kontribusi sektor ESDM mencapai Rp 352 triliun dari total penerimaan nasional Rp 1.199 triliun atau sekitar sekitar 29,4%. Sementara subsidi energi yang meliputi subsidi BBM dan listrik mencapai total Rp 255,6 triliun. Hal ini tentunya sangat disayangkan, mengingat hampir 72,6% penerimaan sektor ESDM digunakan hanya untuk memberikan subsidi BBM dan listrik.

2.1 KEBIJAKAN SUBSIDI LISTRIK2.1.1. Landasan Hukum

Sebagaimana kita ketahui bahwa landasan hukum dalam pemberian subsidi adalah berpijak dari Peraturan Perundangan yang berlaku, antara lain adalah sebagai berikut:• UU No. 30/2007 tentang Energi: Sesuai ketentuan Pasal 7

(1) “Harga energi ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan” dan (2) “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana subsidi untuk masyarakat tidak mampu”;

• Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

Page 14: ESDM Analis

11

Pasal 4 ayat (3) huruf a : Untuk penyediaan tenaga listrik, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana untuk: “kelompok masyarakat tidak mampu”.

• Pasal 34 ayat (1) “Pemerintah sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”.

• Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Penjelasan pasal 66 ayat 1 (mengenai Kewajiban Pelayanan Umum/KPU): “Meskipun BUMN didirikan dengan maksud dan tujuan untuk mengejar keuntungan, tidak tertutup kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh Pemerintah. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, Pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan.”• Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan

Usaha Penyediaan Tenaga listrik Pasal 41 ayat 2 : Dalam menetapkan tarif tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, harus memperhatikan: - keseimbangan kepentingan nasional, daerah, konsumen, dan

pelaku usaha penyediaan tenaga listrik; - kepentingan dan kemampuan masyarakat; - kaidah industri dan niaga yang sehat; - biaya pokok penyediaan tenaga listrik; - efisiensi pengusahaan; - skala pengusahaan dan interkoneksi sistem; dan - tersedianya sumber dana untuk investasi.

Pasal 41 ayat (4) : Untuk mendapatkan penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen, pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik mengajukan permohonan tertulis kepada: Menteri; Gubernur; atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.• Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif Tenaga

Listrik PT PLN.• Permenkeu Nomor: 111/PMK.02/2007 tentang Tatacara

Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik.

Page 15: ESDM Analis

12

2.1.2. Tarif Tenaga Listrik PT PLN (Persero)

Dalam rangka mempertahankan kelangsungan pengusahaan penyediaan tenaga listrik dan peningkatan mutu pelayanan kepada konsumen, maka perlu dilakukan penyesuaian tarif tenaga listrik yang disediakan oleh PT Pembangkit Listrik Negara (Persero), dimana Besaran Tarif Tenaga Listrik (TTL) tahun 2011 mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2011, sedangkan pada tahun 2013 pemerintah menyesuaikan harga Tarif Tenaga Listrik, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 30 Tahun 2012 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT PLN (Persero). Dimana pada tahun 2013 mengalami total kenaikan sebesar 15%, dengan dilakukan penyesuian per Triwulan sekali (untuk golongan rumah tangga 450 VA dan 900 VA tidak mengalami kenaikan).

Formula Perhitungan Subsidi Listrik, sesuai dengan PMK 111/2007:

Subsidi = - (Tarif – BPP (1 + m)) x V

Dimana:Tarif = Tarif Tenaga Listrik (TTL) rata-rata (Rp/kWh) (ada tidaknya kenaikan tarif, termasuk besaran serta waktu pemberlakuannya, akan diusulkan dalam Nota Keuangan) BPP = Biaya Pokok Penyediaan rata-rata (Rp/kWh) m = Margin usaha (%)V = Volume penjualan tenaga listrik (kWh)

Kementerian ESDM selaku regulator menjaga agar penyediaan tenaga listrik dilakukan secara efisien dan menjaga keseimbangan kepentingan penyedia listrik (PLN) dan konsumen.

Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik pada dasarnya sama dengan Tarif Tenaga Listrik (TTL) yang dibayar oleh konsumen, namun saat ini TTL masih dibawah BPP. Oleh karena itu, maka Pemerintah melakukan evaluasi Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik PLN, dengan berprinsip pada Allowable Cost, dan memaksimalkan efisiensi melalui diversifikasi energi primer dan penurunan losses.

Dalam rangka subsidi listrik diprioritaskan bagi konsumen tidak mampu (450 s.d 1.300 VA), tarif lainnya ditetapkan sesuai BPP dan

Page 16: ESDM Analis

13

keekonomian secara bertahap. Subsidi diperlukan apabila tingkat TTL dibawah nilai semestinya (biaya pokok penyediaan + margin).

Dari data tabel di atas dapat terlihat bahwa subsidi listrik tahun 2011 sebesar Rp 93,18 Triliun atau naik sekitar sekitar 60,37% jika dibandingkan besarnya subsidi listrik tahun 2010 yang sebesar Rp 58,10 Triliun. Kenaikan subsidi ini dikarenakan adanya kenaikan terhadap BPP, dimana pada tahun 2010 sebesar Rp 1.008/kWH, naik menjadi Rp 1.251/kWH pada tahun 2011. Kenaikan BPP ini dikarenakan meningkatnya penjualan listrik pada tahun 2011, seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap listrik nasional. Komponen-komponen yang mempengaruhi BPP tenaga listrik pada tahun 2011, sesuai dengan PMK Nomor 111/PMK.02/2007 adalah sebagai berikut:• Pembelian tenaga listrik termasuk juga didalamnya sewa

pembangkit.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

11

Tebel 2.1 Perkembangan subsidi Listrik dan kebijakan

Sumber : Ditjen Ketenagalistrikan, 2012

Dari data tabel di atas dapat terlihat bahwa subsidi listrik tahun 2011 sebesar

Rp 93,18 Triliun atau naik sekitar sekitar 60,37% jika dibandingkan besarnya

subsidi listrik tahun 2010 yang sebesar Rp 58,10 Triliun.

Kenaikan subsidi ini dikarenakan adanya kenaikan terhadap BPP, dimana

pada tahun 2010 sebesar Rp 1.008/kWH, naik menjadi Rp 1.251/kWH pada

tahun 2011. Kenaikan BPP ini dikarenakan meningkatnya penjualan listrik

pada tahun 2011, seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap listrik

nasional.

Komponen-komponen yang mempengaruhi BPP tenaga listrik pada tahun

2011, sesuai dengan PMK Nomor 111/PMK.02/2007 adalah sebagai berikut:

Pembelian tenaga listrik termasuk juga didalamnya sewa pembangkit.

Tahun Alokasi Subsidi (Triliun Rp)

Realisasi Subsidi

(Triliun Rp) Kebijakan Subsidi

2000 3,93 3,93 Defisit Arus Kas

2001 4,62 4,30 Konsumen Terarah,

Khusus pelanggan s.d. 450 VA dan pemakaian

60 kWh

2002 4,10 4,10

2003 3,76 3,36

2004 3,31 3,31

2005 12,51 10,64

Konsumen Diperluas, TDL rata-rata lebih

rendah dari BPP

2006 31,2 33,90

2007 29,4 37,48

2008 62,50 78,58

2009 47,55 53,72

2010 55,10 58,10

2011 65,56 93,18

Page 17: ESDM Analis

14

• Biaya terhadap pengadaan bahan bakar, yang terdiri dari bbm, gas alam, panas bumi, batubara, minyak pelumas, serta adanya biaya retribusi air permukaan.

• Adanya biaya pemeliharaan, yang terdiri dari material, dan jasa borongan.

• Biaya kepegawaian• Biaya administrasi• Adanya penyusutan aktiva tetap operasional.• Adanya bunga dan keuangan yang digunakan untuk penyediaan

tenaga listrik.

2.1.3. Faktor-Faktor Berpengaruh Terhadap Subsidi Listrik

Faktor yang mempengaruhi Subsidi Listrik secara garis besar dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu adanya faktor BPP+Margin dan Pendapatan. Faktor BPP dipengaruhi oleh dua faktor dominan, yaitu besarnya biaya penyediaan energi primer dan komposisi energy mix pada pembangkitan.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

12

Biaya terhadap pengadaan bahan bakar, yang terdiri dari bbm, gas alam,

panas bumi, batubara, minyak pelumas, serta adanya biaya retribusi air

permukaan.

Adanya biaya pemeliharaan, yang terdiri dari material, dan jasa borongan.

Biaya kepegawaian

Biaya administrasi

Adanya penyusutan aktiva tetap operasional.

Adanya bunga dan keuangan yang digunakan untuk penyediaan tenaga

listrik.

Sumber : Ditjen Ketenagalistrikan, 2012

Gambar 2.1 Faktor-faktor Berpengaruh Terhadap Subsidi Listrik (selain kurs dan ICP)

2.1.3. Faktor-Faktor Berpengaruh Terhadap Subsidi Listrik

Faktor yang mempengaruhi Subsidi Listrik secara garis besar

dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu adanya faktor BPP+Margin dan

Pendapatan. Faktor BPP dipengaruhi oleh dua faktor dominan, yaitu besarnya

biaya penyediaan energi primer dan komposisi energy mix pada

pembangkitan.

Page 18: ESDM Analis

15

Besarnya biaya energi primer dipengaruhi oleh harga gas, harga batubara dan harga bbm, sedangkan komposisi dari energi mix pembangkit ditentukan oleh keadaan infrastruktur dan pasokan gas, juga dengan COD PLTU batubara.

Pendapatan dari perusahaan juga mempengaruhi besarnya subsidi, dimana pendapatan ini akan dipengaruhi dari besarnya penjualan listrik dan tarif tenaga listrik. Dimana penjualan listrik didapatkan dari produksi listrik dari semua pembangkit dengan mempertimbangkan losses yang terjadi.

Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa tahun 2012 share prosentase untuk bbm pada pembangkit listrik mengalami penurunan, dimana pada tahun 2011 sebesar 22,95% menurun menjadi 13,83% pada tahun 2012, dan ditargetkan akan menurun lagi pada tahun 2013, yaitu sebesar 9,70%.

Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan energi primer pada pembangkit listrik, PT PLN mengembangkan pembangkit dengan EBT antara lain energi air, biodiesel, panas bumi, serta energi lainnya. Disamping itu PT PLN juga mengembangkan pembangkit gas bumi

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

13

Besarnya biaya energi primer dipengararuhi oleh harga gas, harga batubara

dan harga bbm, sedangkan komposisi dari energi mix pembangkit ditentukan

oleh keadaan infrastruktur dan pasokan gas, juga dengan COD PLTU

batubara.

Pendapatan dari perusahaan juga mempengaruhi besarnya subsidi, dimana

pendapatan ini akan dipengaruhi dari besarnya penjualan listrik dan tarif

tenaga listrik. Dimana penjualan listrik didapatkan dari produksi listrik dari

semua pembangkit dengan mempertimbangkan losses yang terjadi.

Sumber : Ditjen Ketenagalistrikan, 2012 Gambar 2.2 Perkembangan Dan Target Energy Mix Tahun 2008 – 2013

Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa tahun 2012 share prosentase untuk

bbm pada pembangkit listrik mengalami penurunan, dimana pada tahun 2011

sebesar 22,95% menurun menjadi 13,83% pada tahun 2012, dan ditargetkan

akan menurun lagi pada tahun 2013, yaitu sebesar 9,70%.

Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan energi primer pada pembangkit listrik,

PT PLN mengembangkan pembangkit dengan EBT antara lain energi air,

biodiesel, panas bumi, serta energi lainnya. Disamping itu PT PLN juga

mengembangkan pembangkit gas bumi serta adanya pembangkit listrik

Page 19: ESDM Analis

16

serta adanya pembangkit listrik tenaga batubara. Dimana pada tahun 2013 pembangkit listrik PT PLN didominasi oleh pembangkit batubara, yaitu sebesar 56,66%.

Dari gambar di atas terlihat bahwa, harga batubara dari tahun ketahun mengalami kenaikan harga, dimana pada tahun 2011 harga sebesar US$ 4,54 per MSCF mengalami kenaikan menjadi US$ 6,12 per MSCF pada tahun 2012, dan US$ 7,96 per MSCF pada tahun 2013.Sedangkan untuk harga batubara pada tahun 2013 konstan jika dibandingkan tahun 2012, yaitu sebesar Rp 792/kg. Dan untuk harga bbm pada tahun 2013 diprediksikan mengalami sedikit penurunan harga, yaitu Rp 8233/liter, sedangkan pada tahun 2012 sebesar Rp 8336/liter.

Apabila hanya dilihat dari harga diatas, khususnya batubara dan bbm, tentunya yang harganya cenderung konstan, kemungkinan tidak akan mempengaruhi dari pada BPP, namun apabila dilihat dari volumenya dan nilai tukar rupiah terhadap US$ serta harga ICP, maka harga tersebut juga akan mempengaruhi dari BPP.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

14

tenaga batubara. Dimana pada tahun 2013 pembangkit listrik PT PLN

didominasi oleh pembangkit batubara, yaitu sebesar 56,66%.

Sumber : Ditjen Ketenagalistrikan, 2012

Gambar 2.3 Harga Rata-rata Gas, BBM, Dan Batubara Untuk Pembangkit PLN Tahun 2005 - 2013

Dari gambar di atas terlihat bahwa, harga batubara dari tahun ketahun

mengalami kenaikan harga, dimana pada tahun 2011 harga sebesar US$ 4,54

per MSCF mengalami kenaikan menjadi US$ 6,12 per MSCF pada tahun

2012, dan US$ 7,96 per MSCF pada tahun 2013.

Sedangkan untuk harga batubara pada tahun 2013 konstan jika dibandingkan

tahun 2012, yaitu sebesar Rp 792/kg. Dan untuk harga bbm pada tahun 2013

diprediksikan mengalami sedikit penurunan harga, yaitu Rp 8233/liter,

sedangkan pada tahun 2012 sebesar Rp 8336/liter.

Apabila hanya dilihat dari harga diatas, khususnya batubara dan bbm,

tentunya yang harganya cenderung konstan, kemungkinan tidak akan

mempengaruhi dari pada BPP, namun apabila dilihat dari volumenya dan nilai

Page 20: ESDM Analis

17

Dari gambar roadmap di atas, terlihat bahwa PT PLN berupaya melakukan efisiensi terhadap kehilangan/losses ataupun susut jaringan, dari tahun ke tahun akan mengalami penurunan, untuk tahun 2013 penurunan susut jaringan yang ditargetkan dalam APBN 2013 sebesar 8,50%.

Beberapa upaya PT PLN dalam rangka efisiensi terkait susut jaringan antara lain:• Memperbanyak trafo distribusi sisipan baru;• Mengurangi transfer energi dengan mempercepat COD

pembangkit baru;• Penggunaan trafo distribusi low-losses;• Meningkatkan penertiban pemakaian listrik, termasuk Penerangan

Jalan Umum dan pemakaian listrik billboard ilegal;• Mendorong penggunaan listrik prabayar.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

15

tukar rupiah terhadap US$ serta harga ICP, maka harga tersebut juga akan

mempengaruhi dari BPP.

Sumber : Ditjen Ketenagalistrikan, 2012

Gambar 2.4 Roadmap Dan Realisasi Penurunan Susut Jaringan

Dari gambar roadmap di atas, terlihat bahwa PT PLN berupaya melakukan

efisiensi terhadap kehilangan/losses ataupun susut jaringan, dari tahun ke

tahun akan mengalami penurunan, untuk tahun 2013 penurunan susut

jaringan yang ditargetkan dalam APBN 2013 sebesar 8,50%.

Beberapa upaya PT PLN dalam rangka efisiensi terkait susut jaringan antara

lain:

Memperbanyak trafo distribusi sisipan baru;

Mengurangi transfer energi dengan mempercepat COD pembangkit baru;

Penggunaan trafo distribusi low-losses;

Meningkatkan penertiban pemakaian listrik, termasuk Penerangan Jalan

Umum dan pemakaian listrik billboard ilegal;

Mendorong penggunaan listrik prabayar.

Page 21: ESDM Analis

18

Ratio elektrifikasi nasional pada tahun 2011 sebesar 72,95%, sedangkan pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 75, 30%. Untuk tahun 2013, rasio elektrifikasi nasional ditargetkan sebesar 77, 65%, dan ini akan terus ditingkatkan menjadi 80% pada tahun 2014.

Dalam rangka mewujudkan target rasio elektrifikasi tersebut, maka Pemerintah dan PT PLN (Persero) merencanakan penambahan kapasitas pembangkit dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan untuk mendukung program MP3EI. Berdasarkan RUPTL PLN 2011-2020, pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik diproyeksikan sekitar 8.46% pertahun dan kapasitas pembangkit sebesar 55.795 MW hingga tahun 2020 atau rata-rata 5.580 MW pertahun. Dan dalam implementasinya pemerintah sudah melaksanakan Fast Track Program (FTP) 10.000 MW tahap I dan FTP 10.000 II. Dimana pada FTP I pembangkit listriknya masih bertumpu pada pembangkit batubara, sedangkan pada FTP II sudah mencantumkan pembangkit energi baru dan terbarukan.

Dengan adanya penambahan kapasitas pembangkit listrik tersebut, maka kebutuhan energi primernya juga akan bertambah, dan dengan

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

16

Sumber : Ditjen Ketenagalistrikan, 2012

Gambar 2.5 Target Ratio Elektrifikasi 2012

Ratio elektrifkasi nasional pada tahun 2011 sebesar 72,95%, sedangkan pada

tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 75, 30%. Untuk tahun 2013, rasio

elektrifkasi nasional ditargetkan sebesar 77, 65%, dan ini akan terus

ditingkatkan menjadi 80% pada tahun 2014.

Dalam rangka mewujudkan target rasio elektrifikasi tersebut, maka

Pemerintah dan PT PLN (Persero) merencanakan penambahan kapasitas

pembangkit dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan untuk

mendukung program MP3EI. Berdasarkan RUPTL PLN 2011-2020,

pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik diproyeksikan sekitar 8.46% pertahun

dan kapasitas pembangkit sebesar 55.795 MW hingga tahun 2020 atau rata-

rata 5.580 MW pertahun. Dan dalam implementasinya pemerintah sudah

melaksanakan Fast Track Program (FTP) 10.000 MW tahap I dan FTP 10.000

II. Dimana pada FTP I pembangkit listriknya masih bertumpu pada pembangkit

batubara, sedangkan pada FTP II sudah mencantumkan pembangkit energi

baru dan terbarukan.

Page 22: ESDM Analis

19

adanya penambahan kebutuhan energi primer tersebut, maka BPP juga akan ikut mengalami kenaikan.

2.1.4. Upaya Penurunan BPP Tenaga Listrik

Dalam rangka mengurangi beban subsidi listrik yang terus meningkat, Pemerintah dan PT PLN (Persero) berupaya menurunkan BPP tenaga listrik, antara lain melalui: • Program diversifikasi energi pembangkit BBM ke non BBM;• Program penurunan susut jaringan (losses); • Optimalisasi penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar gas

dan batubara;• Meningkatkan peran energi baru terbarukan dalam pembangkitan

tenaga listrik.

2.1.5. Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik 2013

Subsidi listrik dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan, dimana dalam APBN-P 2012 subsidi listrik mencapai Rp 64,97 Triliun, dan diperkirakan apabila tidak ada penyesuaian harga listrik, maka diperkirakan pada tahun 2013 subsidi listrik bisa mencapai Rp 93,52Triliun.

Dalam rangka mengurangi beban subsidi listrik pada APBN Tahun 2013, maka pemerintah akan melakukan penyesuaian tarif tenaga listrik secara bertahap triwulanan rata-rata 4,3% yang diberlakukan mulai Januari 2013. Namun untuk golongan pelanggan rumah tangga 450 VA dan 900 VA tidak mengalami kenaikan.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

18

Tabel 2.2 Skenario Penyesuian TTL Tahun 2013

Uraian

Skenario Penyesuaian TTL 2013

TTL Tetap

TTL naik triwulanan mulai Januari %

rata-rata naik

triwulanan

TTL Jan- Mar

TTL Apr - Jun

TTL Jul - Sept

TTL Okt - Des

Penjualan (TWh) 182.28 182.28 TTL rata-rata (Rp/kWh) 729 4.3% 762 798 828 857

Subsidi (Triliun Rp.) 93.52 78.63 Sumber : Ditjen Ketenagalistrikan, 2012

2.1.6. Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan:

Dari data dan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan untuk

subsidi listrik tahun 2013, adalah sebagai berikut:

1. Penyesuaian tarif tenaga listrik tahun 2013 sangat diperlukan agar

pendistribusian subsidi listrik lebih tepat sasaran; dana penghematan

subsidi listrik dapat dipakai untuk membangun infrastruktur;

2. Kebutuhan dana untuk pembangunan jaringan dan pembangkit guna

meningkatkan Rasio Elektrifikasi (dari realisasi 2011 sebesar 72,95%

dengan target sebesar 77,65% pada tahun 2013) dan untuk mendukung

pertumbuhan ekonomi 6,8% pada tahun 2013;

3. Dengan pertumbuhan penjualan listrik sebesar 9%, susut jaringan 8,5%,

dan margin 7%, maka dibutuhkan dana pengadaan listrik sebesar Rp.

226,91 triliun;

4. Dengan kenaikan TTL sebesar 15% pada tahun 2013, dibutuhkan

subsidi tahun berjalan sebesar Rp. 78,63 triliun. Apabila tidak dinaikkan

diperlukan Rp. 93,52 triliun, artinya mendapat penghematan anggaran

sebesar Rp. 14,89 triliun;

Page 23: ESDM Analis

20

2.1.6. Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan:

Dari data dan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan untuk subsidi listrik tahun 2013, adalah sebagai berikut:

1. Penyesuaian tarif tenaga listrik tahun 2013 sangat diperlukan agar pendistribusian subsidi listrik lebih tepat sasaran; dana penghematan subsidi listrik dapat dipakai untuk membangun infrastruktur;

2. Kebutuhan dana untuk pembangunan jaringan dan pembangkit guna meningkatkan Rasio Elektrifikasi (dari realisasi 2011 sebesar 72,95% dengan target sebesar 77,65% pada tahun 2013) dan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 6,8% pada tahun 2013;

3. Dengan pertumbuhan penjualan listrik sebesar 9%, susut jaringan 8,5%, dan margin 7%, maka dibutuhkan dana pengadaan listrik sebesar Rp. 226,91 triliun;

4. Dengan kenaikan TTL sebesar 15% pada tahun 2013, dibutuhkan subsidi tahun berjalan sebesar Rp. 78,63 triliun. Apabila tidak dinaikkan diperlukan Rp. 93,52 triliun, artinya mendapat penghematan anggaran sebesar Rp. 14,89 triliun;

5. Penerima subsidi terbesar adalah dua golongan; yaitu R1/450 VA dan R1/900 VA (total: 39.180.800 pelanggan) yang mencapai 53,1% (Rp. 41,76 triliun) dari kebutuhan subsidi listrik tahun 2013.

6. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menekan BPP, yaitu Optimalisasi energi primer untuk pembangkit yaitu dengan meningkatkan pemanfaatan batubara dan gas bumi. Setiap peningkatan 1% penggunaan batubara pada bauran energi untuk menggantikan minyak diperkirakan dapat menghemat subsidi listrik sebesar Rp. 2,3 T. Dalam hal pemanfaatan gas, setiap peningkatan 1% pada bauran energi diperkirakan dapat menghemat subsidi sebesar Rp.2,1 T; Pembangunan FSRU antara lain di Teluk Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Timur dan Jawa Tengah; Program peningkatan efisiensi melalui penurunan susut jaringan (losses).

Page 24: ESDM Analis

21

Rekomendasi:

1. Permasalahan utama yaitu energi mix pada pembangkit lisrik, dimana komposisi BBM masih cukup tinggi sehingga hal ini menjadi tantangan PT PLN untuk dapat mengurangi seefisien mungkin, karena biaya BBM merupakan komponen terbesar dalam struktur BPP listrik. Oleh karena itu, diharapkan PT PLN agar berkomitmen untuk merealisasikan project FTP I dan FTP II sesuai dengan jadwal.

2. PT PLN agar mengoptimalisasi keandalan dan efisiensi pembangkit, transmisi, dan distribusi.

3. PT PLN diharapkan agar mengembangkan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan, sesuai dengan potensi daerah setempat dalam rangka meningkatkan ratio elektrifikasi.

4. Dalam rangka penyediaan tenaga listrik, diharapkan agar menggunakan komponen lokal, untuk mendukung pertumbuhan industri ketenagalistrikan dalam negeri.

2.2. KEBIJAKAN SUBSIDI BBM2.2.1. Landasan Hukum

Sebagaimana kita ketahui bahwa landasan hukum dalam pemberian subsidi adalah berpijak dari Peraturan Perundangan yang berlaku, antara lain adalah sebagai berikut:

• UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 8 (2) “Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah NKRI”

• PP No. 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas, Pasal 4c, “Menteri menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM di seluruh wilayah NKRI”;

• UU No. 30 Tahun 2007 Tentang Energi Pada Pasal 7 AYAT 2 : “Pemerintah & Pemerintah Daerah menyediakan dana subsidi untuk kelompok masyarakat tidak mampu.”

• Peraturan Presiden RI 45/2009 jo Perpres 71/2005 tentang Penyediaan Dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu, yang mengharuskan Pemerintah mensubsidi selisih harga jual dan harga patokan;

• Peraturan Presiden RI No. 15/2012 tentang Harga Jual Eceran

Page 25: ESDM Analis

22

dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu, yang mengatur harga jual eceran untuk BBM untuk konsumen tertentu.

• Peraturan Presiden RI No. 104/2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga LPG Tabung 3Kg;

• Peraturan Presiden RI No. 64/2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, & Penetapan Harga BBG untuk Transportasi Jalan;

• Peraturan Menteri ESDM No. 12/2012 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak.

2.2.2. Latar Belakang

Realisasi pemakaian bbm bersubsidi tahun 2011 mengalami lonjakan volume (over kuota) dari volume bbm bersubsidi yang telah ditetapkan dalam APBN 2011 sebesar 38,59 juta KL, namun dalam perjalanan waktu kemudian mengalami lonjakan lagi sehingga masuk dalam APBN-P 2011 sebesar 40,79 juta KL. Dan pada akhirnya sampai akhir tahun 2011, realisasi bbm bersubsidi mencapai 41,79 juta KL.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

21

Peraturan Menteri ESDM No. 12/2012 tentang Pengendalian Penggunaan

Bahan Bakar Minyak.

2.2.2. Latar Belakang Realisasi pemakaian bbm bersubsidi tahun 2011 mengalami lonjakan

volume (over kuota) dari volume bbm bersubsidi yang telah ditetapkan dalam

APBN 2011 sebesar 38,59 juta KL, namun dalam perjalanan waktu kemudian

mengalami lonjakan lagi sehingga masuk dalam APBN-P 2011 sebesar 40,79

juta KL. Dan pada akhirnya sampai akhir tahun 2011, realisasi bbm bersubsidi

mencapai 41,79 juta KL.

Tabel 2.3 Realisasi Volume BBM Bersubsidi Tahun 2011 (juta KL)

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Beberapa penyebab utama adanya over kuota ini adalah sebagai berikut:

Program pengaturan BBM bersubsidi tahun 2011 hanya secara persuasif

sehingga belum dapat mengendalikan volume sesuai rencana semula

Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2011 lebih tinggi (dari 6,4%

menjadi 6,5%) (sumber : Kementerian Keuangan)

Peningkatan penjualan mobil di penghujung tahun 2011 mencapai 900

ribu (estimasi 850 ribu unit/tahun) (sumber : Gaikindo).

Tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dan BBM non subsidi sehingga

terjadi migrasi konsumen dari BBM Non Subsidi ke BBM Bersubsidi.

Page 26: ESDM Analis

23

Beberapa penyebab utama adanya over kuota ini adalah sebagai berikut:

• Program pengaturan BBM bersubsidi tahun 2011 hanya secara persuasif sehingga belum dapat mengendalikan volume sesuai rencana semula

• Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2011 lebih tinggi (dari 6,4% menjadi 6,5%) (sumber : Kementerian Keuangan)

• Peningkatan penjualan mobil di penghujung tahun 2011 mencapai 900 ribu (estimasi 850 ribu unit/tahun) (sumber : Gaikindo).

• Tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dan BBM non subsidi sehingga terjadi migrasi konsumen dari BBM Non Subsidi ke BBM Bersubsidi.

Dari tahun ke tahun besar subsidi cenderung mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2009 subsidi BBM/BBN dan LPG sebesar Rp 45 triliun, tahun 2010 menjadi Rp 82,3 triliun, dan tahun 2011 sebesar 168,2 triliun.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

22

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.6 Perkembangan subsidi

Dari tahun ke tahun besar subsidi cenderung mengalami kenaikan, dimana

pada tahun 2009 subsidi BBM/BBN dan LPG sebesar Rp 45 triliun, tahun

2010 menjadi Rp 82,3 triliun, dan tahun 2011 sebesar 168,2 triliun.

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.7 Persentase Kelompok Rumah Tangga Penerima Subsidi

Dari gambar di atas ini dapat dilihat bahwa sebesar 25% kelompok rumah

tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan tertinggi justru yang

Page 27: ESDM Analis

24

Dari gambar di atas ini dapat dilihat bahwa sebesar 25% kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan tertinggi justru yang menerima alokasi subsidi yaitu sebesar 77%. Sementara kelompok 25% kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan terendah hanya menerima subsidi sekitar 15%. Oleh Karena itu telah terjadi ketimpangan dan ketidakadilan yang telah berlangsung bertahun tahun dalam pengalokasian sasaran penerima subsidi BBM, atau dengan kata lain, pengalokasian bbm besrsubsidi selama ini kurang tepat sasaran.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

22

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.6 Perkembangan subsidi

Dari tahun ke tahun besar subsidi cenderung mengalami kenaikan, dimana

pada tahun 2009 subsidi BBM/BBN dan LPG sebesar Rp 45 triliun, tahun

2010 menjadi Rp 82,3 triliun, dan tahun 2011 sebesar 168,2 triliun.

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.7 Persentase Kelompok Rumah Tangga Penerima Subsidi

Dari gambar di atas ini dapat dilihat bahwa sebesar 25% kelompok rumah

tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan tertinggi justru yang

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

23

menerima alokasi subsidi yaitu sebesar 77%. Sementara kelompok 25%

kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan

terendah hanya menerima subsidi sekitar 15%. Oleh Karena itu telah terjadi

ketimpangan dan ketidakadilan yang telah berlangsung bertahun tahun dalam

pengalokasian sasaran penerima subsidi BBM, atau dengan kata lain,

pengalokasian bbm besrsubsidi selama ini kurang tepat sasaran.

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.8 Konsumsi Premium Tahun 2011

Premium merupakan jenis BBM yang menyerap subsidi terbanyak yaitu

sebesar 60% (23,1 juta KL) dari total perkiraan realisasi BBM Bersubsidi tahun

2010 sebesar 38,38 juta KL. Berdasarkan sektor pengguna BBM bersubsidi,

sektor transportasi (darat) menggunakan 89% (32,49 juta KL) dari perkiraan

realisasi BBM bersubsidi 2010 sebanyak 38,38 juta KL.

Konsumsi premium pada sektor transportasi (darat) didominasi oleh mobil

pribadi sebesar 53% (13,3 juta KL) dari total konsumsi premium untuk

transportasi darat. Dari sisi kewilayahan, Jawa-Bali mengkonsumsi 59% kuota

premium nasional, dimana sebesar 30%nya dikonsumsi di Jabodetabek

(sama dengan 18% konsumsi premium nasional).

Page 28: ESDM Analis

25

Premium merupakan jenis BBM yang menyerap subsidi terbanyak yaitu sebesar 60% (23,1 juta KL) dari total perkiraan realisasi BBM Bersubsidi tahun 2010 sebesar 38,38 juta KL. Berdasarkan sektor pengguna BBM bersubsidi, sektor transportasi (darat) menggunakan 89% (32,49 juta KL) dari perkiraan realisasi BBM bersubsidi 2010 sebanyak 38,38 juta KL. Konsumsi premium pada sektor transportasi (darat) didominasi oleh mobil pribadi sebesar 53% (13,3 juta KL) dari total konsumsi premium untuk transportasi darat. Dari sisi kewilayahan, Jawa-Bali mengkonsumsi 59% kuota premium nasional, dimana sebesar 30%nya dikonsumsi di Jabodetabek (sama dengan 18% konsumsi premium nasional).

2.2.3. Metoda Perhitungan Subsidi BBM

Lembaga Penilaian Harga Minyak untuk kawasan Asia terutama di Singapore adalah Platts dan Argus Media. Dua lembaga tersebut memiliki metode yang berbeda dalam hal penilaian harga minyak di Singapura. Metode yang berbeda membuat penilaian harga minyak di Singapore yang diterbitkan 2 lembaga tersebut juga akan berbeda. Penilaian harga Platts (MOPS) berdasarkan transaksi yang terjadi di sistem window Platts. Di mana seller dan buyer memasukkan volume untuk jenis minyak yang sesuai spesifikasi Platts dan harga bid/offer. Sedangkan Argus Media menggunakan metode survei, testing, dan analisis untuk menentukan penilaian harga minyak.

Platts merupakan salah satu divisi dari The McGraw-Hill Companies (NYSE-MHP), sebuah perusahaan penyediaan informasi global dan sister to such market-leading brands as Standard & Poor’s, J.D. Power & Associates, Aviation Week, and McGraw-Hill Construction. Sejak tahun 1953, Platts menyediakan informasi tentang metal, perkapalan, pasar yang berkaitan dengan energi seperti minyak, batubara, listrik, tenaga nuklir, petrokimia, energi terbarukan dan emisi.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

24

2.2.3. Metoda Perhitungan Subsidi BBM Lembaga Penilaian Harga Minyak untuk kawasan Asia terutama di

Singapore adalah Platts dan Argus Media. Dua lembaga tersebut memiliki

metode yang berbeda dalam hal penilaian harga minyak di Singapura. Metode

yang berbeda membuat penilaian harga minyak di Singapore yang diterbitkan

2 lembaga tersebut juga akan berbeda. Penilaian harga Platts (MOPS)

berdasarkan transaksi yang terjadi di sistem window Platts. Di mana seller dan

buyer memasukkan volume untuk jenis minyak yang sesuai spesifikasi Platts

dan harga bid/offer. Sedangkan Argus Media menggunakan metode survei,

testing, dan analisis untuk menentukan penilaian harga minyak.

Platts merupakan salah satu divisi dari The McGraw-Hill Companies (NYSE-

MHP), sebuah perusahaan penyediaan informasi global dan sister to such

market-leading brands as Standard & Poor’s, J.D. Power & Associates,

Aviation Week, and McGraw-Hill Construction. Sejak tahun 1953, Platts

menyediakan informasi tentang metal, perkapalan, pasar yang berkaitan

dengan energi seperti minyak, batubara, listrik, tenaga nuklir, petrokimia,

energi terbarukan dan emisi.

SUBSIDI BBM = Volume BBM

x [Harga Patokan–Harga Jual Eceran (tidak

termasuk pajak)]

Page 29: ESDM Analis

26

Sumber: Ditjen Migas, 2012Gambar 2.9 Formula Perhitungan Subsidi BBM

*) Catatan:• Pajak terdiri dari: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak

Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)• PBBKB hanya untuk Premium dan Solar

Harga Patokan dihitung setiap bulan berdasarkan MOPS rata-rata pada periode satu bulan sebelumnya ditambah biaya distribusi dan margin (Perpres No. 71 Tahun 2005, pasal 1 (6));

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

24

2.2.3. Metoda Perhitungan Subsidi BBM Lembaga Penilaian Harga Minyak untuk kawasan Asia terutama di

Singapore adalah Platts dan Argus Media. Dua lembaga tersebut memiliki

metode yang berbeda dalam hal penilaian harga minyak di Singapura. Metode

yang berbeda membuat penilaian harga minyak di Singapore yang diterbitkan

2 lembaga tersebut juga akan berbeda. Penilaian harga Platts (MOPS)

berdasarkan transaksi yang terjadi di sistem window Platts. Di mana seller dan

buyer memasukkan volume untuk jenis minyak yang sesuai spesifikasi Platts

dan harga bid/offer. Sedangkan Argus Media menggunakan metode survei,

testing, dan analisis untuk menentukan penilaian harga minyak.

Platts merupakan salah satu divisi dari The McGraw-Hill Companies (NYSE-

MHP), sebuah perusahaan penyediaan informasi global dan sister to such

market-leading brands as Standard & Poor’s, J.D. Power & Associates,

Aviation Week, and McGraw-Hill Construction. Sejak tahun 1953, Platts

menyediakan informasi tentang metal, perkapalan, pasar yang berkaitan

dengan energi seperti minyak, batubara, listrik, tenaga nuklir, petrokimia,

energi terbarukan dan emisi.

SUBSIDI BBM = Volume BBM

x [Harga Patokan–Harga Jual Eceran (tidak

termasuk pajak)]

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

25

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.9 Formula Perhitungan Subsidi BBM *) Catatan: • Pajak terdiri dari: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan

Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) • PBBKB hanya untuk Premium dan Solar

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.10 Flow Harga Patokan BBM

Harga Patokan dihitung setiap bulan berdasarkan MOPS rata-rata pada

periode satu bulan sebelumnya ditambah biaya distribusi dan margin (Perpres

No. 71 Tahun 2005, pasal 1 (6));

Harga Patokan = MOPS + ALPHA

a. MOPS (Mean of Platts Singapore) adalah Indeks Pasar Produk Minyak

yang merupakan HargaTransaksi Jual Beli di Pasar Singapura yang

dipublikasikan secara harian;

b. Alpha ditentukan oleh Pemerintah atas persetujuan DPR.

Perhitungan alpha untuk RAPBN-P 2012 sama dengan APBN 2012 dengan

menggunakan formula sebagai berikut :

Page 30: ESDM Analis

27

Harga Patokan = MOPS + ALPHA

a. MOPS (Mean of Platts Singapore) adalah Indeks Pasar Produk Minyak yang merupakan HargaTransaksi Jual Beli di Pasar Singapura yang dipublikasikan secara harian;

b. Alpha ditentukan oleh Pemerintah atas persetujuan DPR.

Perhitungan alpha untuk RAPBN-P 2012 sama dengan APBN 2012 dengan menggunakan formula sebagai berikut :Alpha = a MOPS + b, Dimana:

a. biaya distribusi yang terkait dengan MOPS, biaya angkut (bahan bakar) tanker, truk, dan losses (dinilai dalam prosentase terhadap MOPS, dalam US$/barel)

b. biaya tetap seperti biaya operasi dan perawatan depo, fee penjualan ke SPBU dan Margin Badan Usaha pelaksana PSO (dalam rupiah/liter)

Harga eceran adalah harga yang sama dengan harga patokan apabila tidak ada subsidi. Dengan adanya subsidi, harga eceran selalu dibawah harga patokan

Angka alpha diperoleh dari penjumlahan biaya transportasi BBM dari Kilang/penyediaan sampai dengan penyalur/custody transfer ditambah dengan angka margin;

Biaya yang diperhitungkan antara lain :• Freight Cost (Darat, Laut atau Udara);• Insurance;• Working Capital;• Depreciation;• Storage and Handling Cost;• Losses;• Marketing Cost;• Wholesale Margin;• Retail Margin.

MOPS (Mean of Platts Singapore), adalah rata-rata dari harga rendah

Page 31: ESDM Analis

28

dan tinggi yang dipublikasikan oleh Platts Singapore dari setiap jenis BBM sebagai harga indeks pasar BBM yang berada di Singapura (FOB Singapura) yang mencerminkan transaksi jual beli produk minyak. MOPS (Mean of Platts Singapore) adalah Indeks Pasar Produk Minyak yang merupakan HargaTransaksi Jual Beli di Pasar Singapura yang dipublikasikan secara harian;

Sampai dengan akhir 2005, MOPS digunakan sebagai referensi penetapan harga jual BBM. Mulai 1 Januari 2006, MOPS digunakan sebagai reference penetapan harga patokan dengan pertimbangan sebagai border price refference yang most likely memasok BBM ke Indonesia

2.2.4. Outlook Subsidi BBM Tahun 2013

Besaran subsidi BBM selain dipengaruhi oleh besaran volume konsumsi BBM bersubsidi juga dipengaruhi oleh harga minyak bumi dan nilai tukar rupiah.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

27

HargaTransaksi Jual Beli di Pasar Singapura yang dipublikasikan secara

harian;

Sampai dengan akhir 2005, MOPS digunakan sebagai referensi penetapan

harga jual BBM. Mulai 1 Januari 2006, MOPS digunakan sebagai reference

penetapan harga patokan dengan pertimbangan sebagai border price

refference yang most likely memasok BBM ke Indonesia

Tabel 2.3 Biaya Distribusi dan Margin

2.2.4. Outlook Subsidi BBM Tahun 2013

Besaran subsidi BBM selain dipengaruhi oleh besaran volume

konsumsi BBM bersubsidi juga dipengaruhi oleh harga minyak bumi dan nilai

tukar rupiah.

Page 32: ESDM Analis

29

Trend ICP tahun 2012 (s.d 18 Desember 2012) mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada bulan Maret 2012 dengan rata-rata ICP bulan Maret 2012 sebesar US$128,14/barel dan penurunan terendah pada bulan Juni 2012 dengan rata-rata ICP bulan Juni 2012 sebesar US$99,08/barel, kemudian bulan-bulan selanjutnya berada pada kisaran US$102 – US$111/barel.

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga minyak antara lain: kondisi geopolitik di kawasan Timur Tengah dan Afrika yang tidak stabil dan menimbulkan kekhawatiran akan terhambatnya pasokan minyak, kekhawatiran pasar terhadap prospek penyelesaian krisis hutang Yunani dan atas ancaman resesi ekonomi global salah satunya resesi ekonomi di AS akibat fiscal cliff. Harga BBM tahun 2012 tidak dinaikkan, karena sesuai APBN-P 2012 harga ICP 6 bulan kebelakang selama tahun 2012 tidak pernah melebihi 15% dari asumsi APBN-P sebesar US$ 105/barel atau sebesar US$ 120,75/barel.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

28

Sumber: Laporan esdm 2012 dan rencana 2013, KESDM

Gambar 2.11 Perkembangan Harga Minyak Indonesia Dan Minyak

Utama Dunia

Trend ICP tahun 2012 (s.d 18 Desember 2012) mengalami peningkatan yang

cukup tinggi pada bulan Maret 2012 dengan rata-rata ICP bulan Maret 2012

sebesar US$128.14/barel dan penurunan terendah pada bulan Juni 2012

dengan rata-rata ICP bulan Juni 2012 sebesar US$99.08/barel, kemudian

bulan-bulan selanjutnya berada pada kisaran US$102 – US$111/barel.

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga minyak antara lain: kondisi geopolitik

di kawasan Timur Tengah dan Afrika yang tidak stabil dan menimbulkan

kekhawatiran akan terhambatnya pasokan minyak, kekhawatiran pasar

terhadap prospek penyelesaian krisis hutang Yunani dan atas ancaman resesi

ekonomi global salah satunya resesi ekonomi di AS akibat fiscal cliff.

Harga BBM tahun 2012 tidak dinaikkan, karena sesuai APBN-P 2012 harga

ICP 6 bulan kebelakang selama tahun 2012 tidak pernah melebihi 15% dari

asumsi APBN-P sebesar US$ 105/barel atau sebesar US$ 120,75/barel.

Page 33: ESDM Analis

30

Keterangan:1. Short Term Energy Outlook, 7 Agustus 20122. Hasil pooling Reuters 29 Agustus 20123. CGES: Center For Global Energy Studies, Monthly Oil Report

volume 21 issue 8, 20 Agustus 2012

Harga minyak dunia cenderung mengalami peningkatan di triwulan I Tahun 2012, sebagai akibat dari memburuknya situasi geopolitik di Timur Tengah, serta belum pulihnya krisis hutang dan finansial Eropa dan Amerika namun cenderung turun di awal triwulan II Tahun 2012 sebagai akibat mulai meredanya ketegangan di Timur Tengah dan membaiknya perkonomian Amerika . Prediksi harga minyak dunia pada 2013 berdasarkan berbagai sumber (Reuters, DOE & OPEC) berkisar antara US$ 80 – 140/barel. (status mei 2012)

Berdasarkan perkembangan realisasi ICP dan harga minyak dunia, prediksi harga minyak dunia tahun 2013 dari berbagai sumber, serta masih tingginya ketidakpastian faktor-faktor yang mempengaruhi harga minyak, seperti pertumbuhan ekonomi dan kondisi geopolitik di kawasan penghasil minyak maka ICP untuk RAPBN 2013, yang diusulkan pada kisaran US$ 100 - 120/barel dan disetujui dalam APBN 2013 sebesar US$ 100/ barrel.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

29

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.12 Proyeksi Harga Minyak Mentah Indonesia 2013

Keterangan:

1. Short Term Energy Outlook, 7 Agustus 2012 2. Hasil pooling Reuters 29 Agustus 2012 3. CGES: Center For Global Energy Studies, Monthly Oil Report volume 21

issue 8, 20 Agustus 2012

Harga minyak dunia cenderung mengalami peningkatan di triwulan I Tahun

2012, sebagai akibat dari memburuknya situasi geopolitik di Timur Tengah,

serta belum pulihnya krisis hutang dan finansial Eropa dan Amerika namun

cenderung turun di awal triwulan II Tahun 2012 sebagai akibat mulai

meredanya ketegangan di Timur Tengah dan membaiknya perkonomian

Amerika .

Prediksi harga minyak dunia pada 2013 berdasarkan berbagai sumber

(Reuters, DOE & OPEC) berkisar antara US$ 80 – 140/barel. (status mei

2012)

Berdasarkan perkembangan realisasi ICP dan harga minyak dunia, prediksi

harga minyak dunia tahun 2013 dari berbagai sumber, serta masih tingginya

ketidakpastian faktor-faktor yang mempengaruhi harga minyak, seperti

pertumbuhan ekonomi dan kondisi geopolitik di kawasan penghasil minyak

Page 34: ESDM Analis

31

Gambar 2.13 Prosuksi Migas Nasional

Berbagai langkah-langkah strategis dalam upaya peningkatan produksi migas dilakukan melalui penerapan Inpres No. 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional, intensifikasi penerapan Pedoman Kebijakan Peningkatan Produksi Migas (re. Permen ESDM No 6/2010), mengoptimalkan Tim Pengawasan Peningkatan Produksi Migas dan Tim Monitoring Fasilitas Produksi yang antara lain untuk mengurangi gangguan produksi.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

30

maka ICP untuk RAPBN 2013, yang diusulkan pada kisaran US$ 100 -

120/barel dan disetujui dalam APBN 2013 sebesar US$ 100/ barrel.

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.13 Produksi Migas Nasional

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.14 Prognosa Produksi/Lifting Minyak Bumi 2013

Berbagai langkah-langkah strategis dalam upaya peningkatan produksi

migas dilakukan melalui penerapan Inpres No. 2 Tahun 2012 tentang

Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional, intensifikasi penerapan

Pedoman Kebijakan Peningkatan Produksi Migas (re. Permen ESDM No

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

30

maka ICP untuk RAPBN 2013, yang diusulkan pada kisaran US$ 100 -

120/barel dan disetujui dalam APBN 2013 sebesar US$ 100/ barrel.

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.13 Produksi Migas Nasional

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.14 Prognosa Produksi/Lifting Minyak Bumi 2013

Berbagai langkah-langkah strategis dalam upaya peningkatan produksi

migas dilakukan melalui penerapan Inpres No. 2 Tahun 2012 tentang

Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional, intensifikasi penerapan

Pedoman Kebijakan Peningkatan Produksi Migas (re. Permen ESDM No

Page 35: ESDM Analis

32

Berdasarkan perkembangan produksi 2011, dan upaya peningkatan produksi, serta perkiraan adanya tambahan produksi dari pengembangan lapangan baru, maka prognosa lifting minyak bumi dan kondensat pada RAPBN 2013 diusulkan sebesar 890 - 930 ribu Barel Oil Per Day (BOPD), sedangkan disetujui dalam APBN 2013 sebesar 900.000 barrel/hari.

Berbagai langkah-langkah strategis dalam upaya peningkatan produksi gas bumi antara lain melalui intensifikasi penerapan Pedoman Kebijakan Peningkatan Produksi Migas (re. Permen ESDM No 6/2010), mengoptimalkan Tim Pengawasan Peningkatan Produksi Migas dan Tim Monitoring Fasilitas Produksi yang antara lain untuk mengurangi gangguan produksi.

Berdasarkan perkembangan produksi gas di tahun 2012 dan upaya peningkatan produksi, serta perkiraan adanya tambahan produksi dari pengembangan lapangan baru, maka prognosa lifting gas bumi pada APBN 2013 disetujui sebesar 1.360 Ribu BOEPD.

Berdasarkan perkembangan produksi migas di tahun 2012, dan upaya peningkatan produksi, serta perkiraan adanya tambahan produksi dari pengembangan lapangan baru, maka prognosa produksi/lifting migas pada APBN 2013 disetujui sebesar 2.260 Ribu BOEPD.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

31

6/2010), mengoptimalkan Tim Pengawasan Peningkatan Produksi Migas dan

Tim Monitoring Fasilitas Produksi yang antara lain untuk mengurangi

gangguan produksi.

Berdasarkan perkembangan produksi 2011, dan upaya peningkatan

produksi, serta perkiraan adanya tambahan produksi dari pengembangan

lapangan baru, maka prognosa lifting minyak bumi dan kondensat pada

RAPBN 2013 diusulkan sebesar 890 - 930 ribu BOPD, sedangkan disetujui

dalam APBN 2013 sebesar 900.000 barrel/hari.

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.15 Prognosa Lifting Gas Bumi 2013

Berbagai langkah-langkah strategis dalam upaya peningkatan produksi gas

bumi antara lain melalui intensifikasi penerapan Pedoman Kebijakan

Peningkatan Produksi Migas (re. Permen ESDM No 6/2010),

mengoptimalkan Tim Pengawasan Peningkatan Produksi Migas dan Tim

Monitoring Fasilitas Produksi yang antara lain untuk mengurangi gangguan

produksi.

Berdasarkan perkembangan produksi gas di tahun 2012 dan upaya

peningkatan produksi, serta perkiraan adanya tambahan produksi dari

pengembangan lapangan baru, maka prognosa lifting gas bumi pada APBN

2013 disetujui sebesar 1.360 Ribu BOEPD.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

32

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.16 Prognosa Lifting Migas 2013

Berdasarkan perkembangan produksi migas di tahun 2012, dan upaya

peningkatan produksi, serta perkiraan adanya tambahan produksi dari

pengembangan lapangan baru, maka prognosa produksi/lifting migas pada

APBN 2013 disetujui sebesar 2.260 Ribu BOEPD.

Tabel 2.4 Volume BBM Bersubsidi

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Proyeksi Volume BBM bersubsidi tahun 2013, diperkirakan sekitar 45,0 –

48,0 juta KL dengan memperhatikan tingkat keberhasilan dari program

penghematan BBM bersubsidi tahun 2012 dan kelanjutannya. Volume BBM

bersubsidi tahun 2013 dapat dikendalikan menjadi 45 juta KL apabila

program penghematan BBM tahun 2012 tetap diimplementasikan dan

adanya penyesuaian harga jual BBM.

Volume BBM bersubsidi tahun 2013 dapat mencapai 48 juta KL apabila

program penghematan belum sesuai yang diharapkan dan penyesuaian

harga BBM tidak dapat dilaksanakan di tahun 2013. Proyeksi tersebut adalah

pertumbuhan dari hasil penghematan tahun 2012 yang diperkirakan menjadi

Page 36: ESDM Analis

33

Proyeksi Volume BBM bersubsidi tahun 2013, diperkirakan sekitar 45,0 – 48,0 juta KL dengan memperhatikan tingkat keberhasilan dari program penghematan BBM bersubsidi tahun 2012 dan kelanjutannya. Volume BBM bersubsidi tahun 2013 dapat dikendalikan menjadi 45 juta KL apabila program penghematan BBM tahun 2012 tetap diimplementasikan dan adanya penyesuaian harga jual BBM.

Volume BBM bersubsidi tahun 2013 dapat mencapai 48 juta KL apabila program penghematan belum sesuai yang diharapkan dan penyesuaian harga BBM tidak dapat dilaksanakan di tahun 2013. Proyeksi tersebut adalah pertumbuhan dari hasil penghematan tahun 2012 yang diperkirakan menjadi 44 juta KL dengan pertumbuhan 9%. Dalam kesepakatan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat telah disepakati dalam APBN 2013 volume subsidi BBM dan BBN sebesar 46,01 Juta KL, volume subsidi LPG 3 kg sebesar 3,86 Juta Mton.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

32

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Gambar 2.16 Prognosa Lifting Migas 2013

Berdasarkan perkembangan produksi migas di tahun 2012, dan upaya

peningkatan produksi, serta perkiraan adanya tambahan produksi dari

pengembangan lapangan baru, maka prognosa produksi/lifting migas pada

APBN 2013 disetujui sebesar 2.260 Ribu BOEPD.

Tabel 2.4 Volume BBM Bersubsidi

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Proyeksi Volume BBM bersubsidi tahun 2013, diperkirakan sekitar 45,0 –

48,0 juta KL dengan memperhatikan tingkat keberhasilan dari program

penghematan BBM bersubsidi tahun 2012 dan kelanjutannya. Volume BBM

bersubsidi tahun 2013 dapat dikendalikan menjadi 45 juta KL apabila

program penghematan BBM tahun 2012 tetap diimplementasikan dan

adanya penyesuaian harga jual BBM.

Volume BBM bersubsidi tahun 2013 dapat mencapai 48 juta KL apabila

program penghematan belum sesuai yang diharapkan dan penyesuaian

harga BBM tidak dapat dilaksanakan di tahun 2013. Proyeksi tersebut adalah

pertumbuhan dari hasil penghematan tahun 2012 yang diperkirakan menjadi

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

33

44 juta KL dengan pertumbuhan 9%. Dalam kesepakatan antara Pemerintah

dan Dewan Perwakilan Rakyat telah disepakati dalam APBN 2013 volume

subsidi BBM dan BBN sebesar 46,01 Juta KL, volume subsidi LPG 3 kg

sebesar 3,86 Juta Mton.

Tabel 2.5 Subsidi BBN

SATUAN

2012 2013

APBN-P REALISASI sd 31 Ags

20121) Outlook KESEPAKATAN

KOMISI VII2) NOTA

KEUANGAN

a. Biodiesel (BBN) Rp./liter 3.000 2.5853) 2.600 3.000 3.000

b. Bioethanol (BBN) Rp./liter 3.500 3.500 3.500

c. LGV Rp./liter 1.500 1.500 1.500 d. BBM (Alpha) Rp./liter

641,944)

662,93 658,03 628,38 – 669,64

5)

642,646)

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Catatan:

Perbandingan harga BBN, terhadap harga BBM fosil cenderung mengalami

penurunan, namun harga penyediaannya masih diatas harga BBM fosil,

untuk itu pada APBN 2013 disetujui tambahan subsidi BBN sebesar Rp.

3.000/liter untuk biodiesel dan Rp. 3.500/liter untuk bioethanol.

Sejalan dengan perkembangan program konversi Minyak tanah ke LPG 3 kg

dan perkembangan pemakaian dari pengguna LPG 3 kg untuk isi ulang/refill

LPG 3 kg tahun 2013 diproyeksikan sebesar 3,86 – 4,29 juta Metrik Ton, dan

yang disetujui dalam APBN 2013 sebesar 3,86 Juta Mton.

Program konversi tahun 2013 direncanakan dilaksanakan untuk

Kabupaten/Kota yang belum terkonversi di Provinsi yang sudah terkonversi

dan penyisiran rumah tangga yang belum mendapatkan paket konversi.

Page 37: ESDM Analis

34

Catatan :

Perbandingan harga BBN, terhadap harga BBM fosil cenderung mengalami penurunan, namun harga penyediaannya masih diatas harga BBM fosil, untuk itu pada APBN 2013 disetujui tambahan subsidi BBN sebesar Rp. 3.000/liter untuk biodiesel dan Rp. 3.500/liter untuk bioethanol.

Sejalan dengan perkembangan program konversi minyak tanah ke LPG 3 kg dan perkembangan pemakaian dari pengguna LPG 3 kg untuk isi ulang/refill LPG 3 kg tahun 2013 diproyeksikan sebesar 3,86 – 4,29 juta Metrik Ton, dan yang disetujui dalam APBN 2013 sebesar 3,86 Juta Mton.

Program konversi tahun 2013 direncanakan dilaksanakan untuk Kabupaten/Kota yang belum terkonversi di Provinsi yang sudah terkonversi dan penyisiran rumah tangga yang belum mendapatkan paket konversi.

2.2.5. Kesimpulan

Dari data dan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:

1. Subsidi BBM, BBN, dan LPG tahun 2013 (Kurs Rp. 9.224,36/US$) : - Volume subsidi BBM dan BBN pada tahun 2013 sesua dengan

nota keuangan sebesar 46,01Juta KL. - Volume LPG 3 Kg sebesar 3,86 Juta MTon - Subsidi Biodiesel (BBN) sebesar Rp 3.000/ liter - Subsidi Bioethanol (BBN) sebesar Rp 3.500/ liter - Subsidi untuk LGV sebesar Rp 1.500/ liter - BBM (Alpha) sebesar Rp 642,64/ liter (Alpha BBM dengan

asumsi ICP: US$ 100/bbl, Kurs Rp. 9.300/US$)

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

33

44 juta KL dengan pertumbuhan 9%. Dalam kesepakatan antara Pemerintah

dan Dewan Perwakilan Rakyat telah disepakati dalam APBN 2013 volume

subsidi BBM dan BBN sebesar 46,01 Juta KL, volume subsidi LPG 3 kg

sebesar 3,86 Juta Mton.

Tabel 2.5 Subsidi BBN

SATUAN

2012 2013

APBN-P REALISASI sd 31 Ags

20121) Outlook KESEPAKATAN

KOMISI VII2) NOTA

KEUANGAN

a. Biodiesel (BBN) Rp./liter 3.000 2.5853) 2.600 3.000 3.000

b. Bioethanol (BBN) Rp./liter 3.500 3.500 3.500

c. LGV Rp./liter 1.500 1.500 1.500 d. BBM (Alpha) Rp./liter

641,944)

662,93 658,03 628,38 – 669,64

5)

642,646)

Sumber: Ditjen Migas, 2012

Catatan:

Perbandingan harga BBN, terhadap harga BBM fosil cenderung mengalami

penurunan, namun harga penyediaannya masih diatas harga BBM fosil,

untuk itu pada APBN 2013 disetujui tambahan subsidi BBN sebesar Rp.

3.000/liter untuk biodiesel dan Rp. 3.500/liter untuk bioethanol.

Sejalan dengan perkembangan program konversi Minyak tanah ke LPG 3 kg

dan perkembangan pemakaian dari pengguna LPG 3 kg untuk isi ulang/refill

LPG 3 kg tahun 2013 diproyeksikan sebesar 3,86 – 4,29 juta Metrik Ton, dan

yang disetujui dalam APBN 2013 sebesar 3,86 Juta Mton.

Program konversi tahun 2013 direncanakan dilaksanakan untuk

Kabupaten/Kota yang belum terkonversi di Provinsi yang sudah terkonversi

dan penyisiran rumah tangga yang belum mendapatkan paket konversi.

Page 38: ESDM Analis

35

2. Sebesar 25% kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan tertinggi justru yang menerima alokasi subsidi yaitu sebesar 77%. Sementara kelompok 25% kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan terendah hanya menerima subsidi sekitar 15%.

3. Penyebab terjadinya over kuota yang berlangsung hampir setiap tahunnya adalah sebagai berikut:• Meningkatnya pertumbuhan ekonomi.• Program pengaturan BBM bersubsidi yang telah direncanakan

tidak dapat dilaksanakan secara penuh• Terjadinya peningkatan penjualan mobil & motor .• Tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dan BBM non

subsidi sehingga terjadi migrasi konsumen dari BBM Non Subsidi ke BBM Bersubsidi.

4. Upaya pemerintah dalam rangka mengurangi konsumsi BBM bersubsidi :• Pengalihan Subsidi Harga ke Subsidi Langsung dan Bantuan

Sosial melalui penguatan program-program penanggulangan kemiskinan.

• Pengurangan Volume (Q ) BBM tertentu, dengan cara : - Pengurangan pemakaian Bahan Bakar Minyak Tertentu - Diversifikasi energi - Penerapan Sistem Distribusi Tertutup untuk pengguna tertentu - Insentif dan Disinsentif Fiskal

• Pemilihan Harga Patokan BBM yang tepat - Menekan biaya distribusi BBM - Menghitung harga keekonomian penyediaan BBM - Penetapan Harga Jual BBM tertentu sesuai daya beli

pengguna tertentu

2.2.6. Rekomendasi

1. Semakin tingginya beban APBN untuk subsidi bbm yang ditanggung oleh pemerintah, dimana tahun 2013 hampir mencapai Rp. 300 Triliun, maka perlunya penyesuaian harga BBM, agar APBN lebih sehat dan dananya dapat dialokasikan ke infrastruktur.

2. Perlunya sosialisasi yang lebih intens kepada masyarakat tentang

Page 39: ESDM Analis

36

hemat energi, khususnya energi fosil. 3. Perlunya kebijakan pemerintah yang dapat menurunkan tingkat

penjualan kendaraan bermotor, sebagai contoh kebijakan uang muka (DP) untuk kredit kendaraan bermotor, dan bunga bank.

4. Perlunya diversifikasi BBM dengan bahan bakar lainnya, BBG maupun BBN untuk kendaraan bermotor.

5. Perlunya perbaikan moda transportasi massa dengan bahan bakar gas yang lebih aman dan nyaman, agar dapat mengalihkan pemakaian kendaraan pribadi ke kendaraan umum.

2.3. KEBIJAKAN EKSPOR MINERAL DAN BATUBARA2.3.1. Latar Belakang

Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.

Dalam pengelolaan kekayaan alam, sering terjadi perbedaan kepentingan dan perlu adanya jaminan kepastian hukum dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan sektor Mineral dan Batubara sesuai dengan Undang-undang Penataan Ruang dan Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012Gambar 2.17 Peran Subsektor Mineral Dan Batubara Dalam PembangunanSesuai ketentuan dalam Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

36

5. Perlunya perbaikan moda transportasi massa dengan bahan bakar gas

yang lebih aman dan nyaman, agar dapat mengalihkan pemakaian

kendaraan pribadi ke kendaraan umum.

2.3. KEBIJAKAN EKSPOR MINERAL DAN BATUBARA 2.3.1. Latar Belakang

Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum

pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan yang

mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak,

karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai

tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.

Dalam pengelolaan kekayaan alam, sering terjadi perbedaan kepentingan dan

perlu adanya jaminan kepastian hukum dalam pelaksanaan kegiatan

pertambangan sektor Mineral dan Batubara sesuai dengan Undang-undang

Penataan Ruang dan Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012

Gambar 2.17 Peran Subsektor Mineral Dan Batubara Dalam

Pembangunan

Page 40: ESDM Analis

37

Pertambangan Mineral dan Batubara, wajib dilakukan peningkatan nilai tambah mineral dan batubara melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Adanya kemungkinan ekspor batubara dari Indonesia yang tidak tercatat pada data ekspor di Indonesia, serta adanya kemungkinan perbedaan data ekspor batubara yang tercatat di luar negeri dibandingkan dengan data yang tercatat di Indonesia

Industri pertambangan mineral dan batubara ditujukan untuk mendukung kebijakan pemerintah Four Track Strategies yaitu: Pro Poor, Pro Job, Pro Growth dan Pro Environment sehingga terwujud pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang bermanfaat, berkeadilan dan keberpihakan bagi kesejahteraan masyarakat.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012Gambar 2.18 Penguasaan Mineral Dan Batubara

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, maka bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai kepemilikannya oleh Negara, Bangsa Indonesia (mineral right). Sedangkan dalam rangka menyelenggarakan penguasaan pertambangan tersebut (mining right) dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, maupun Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan dan tugas yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Sedangkan

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

37

Sesuai ketentuan dalam Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara, wajib dilakukan peningkatan nilai

tambah mineral dan batubara melalui pengolahan dan pemurnian di dalam

negeri.

Adanya kemungkinan ekspor batubara dari Indonesia yang tidak tercatat pada

data ekspor di Indonesia, serta adanya kemungkinan perbedaan data ekspor

batubara yang tercatat di luar negeri dibandingkan dengan data yang tercatat

di Indonesia

Industri pertambangan mineral dan batubara ditujukan untuk mendukung

kebijakan pemerintah Four Track Strategies yaitu: Pro Poor, Pro Job, Pro

Growth dan Pro Environment) sehingga terwujud pengelolaan pertambangan

mineral dan batubara yang bermanfaat, berkeadilan dan keberpihakan bagi

kesejahteraan masyarakat.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012

Gambar 2.18 Penguasaan Mineral Dan Batubara

Page 41: ESDM Analis

38

dalam rangka pengusahaannya diserahkan kepada pelaku usaha (economic right), yaitu BUMN/BUMD, Badan usaha lainnya, Koperasi, dan perorangan.

2.3.2. Kondisi Saat Ini

Berikut ini adalah peta sebaran sumber daya dan cadangan mineral yang tersebar hampir diseluruh kepulauan di Indonesia. Komoditi tembaga hampir sebesar 9.000 juta ton ore , emas 11.000 juta ton ore, perak sebesar 7500 juta ton ore, nikel sebesar 3.000 juta ton ore.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012Gambar 2.19 Peta Sumberdaya Dan Cadangan Mineral

Disamping itu terdapat pula komoditas lainnya, antara lain pasir besi, besi lateritic, besi primer, besi sedimen, mangan, perak, zinc, timah dan lead.

Batubara memiliki total sumberdaya sebesar 161,34 Miliar Ton (termasuk 41 Miliar Ton SD baubara tambang dalam) dan cadangan totalnya sebesar 28,17 Miliar Ton, yang tersebar di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, dan di Papua.

Cadangan batubara Indonesia berdasarkan kalori adalah untuk cadangan barubara dengan kalori rendah (< 5000kal/gr) sebesar 10.000,02 Juta Ton, Kalori sedang (5000-6000 kal/gr) sebesar

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

38

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, maka bumi, air dan

kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai kepemilikannya oleh Negara,

Bangsa Indonesia (mineral right). Sedangkan dalam rangka

menyelenggarakan penguasaan pertambangan tersebut (mining right)

dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, maupun Pemerintah

Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan dan tugas yang telah ditetapkan

oleh undang-undang. Sedangkan dalam rangka pengusahaannya diserahkan

kepada pelaku usaha (economic right), yaitu BUMN/BUMD, Badan usaha

lainnya, Koperasi, dan perorangan.

2.3.2. Kondisi Saat Ini

Berikut ini adalah peta sebaran sumber daya dan cadangan mineral

yang tersebar hampir diseluruh kepulauan di Indonesia. Komoditi tembaga

hampir sebesar 9.000 juta ton ore , emas 11.000 juta ton ore, perak sebesar

7500 juta ton ore, nikel sebesar 3.000 juta ton ore.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012

Gambar 2.19 Peta Sumberdaya Dan Cadangan Mineral

Disamping itu terdapat pula komoditas lainnya, antara lain pasir besi, besi

lateritic, besi primer, besi sedimen, mangan, perak, zinc, timah dan lead.

Page 42: ESDM Analis

39

16.128,80 Juta Ton, cadangan kalori tinggi (6.000-7100 kal/gr) sebesar 1.655 Juta Ton, dan cadangan kalori sanat tinggi (> 7100) sebesar 231,57 Juta Ton.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012Gambar 2.20 Potensi Batubara Indonesia

Negara-negara tujuan ekspor batubara dari Indonesia adalah Negara India, Malaysia, Thailand, China, Hongkong, Thaiwan, Philiphina, Korea, Jepang.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012Gambar 2.21 Ekspor Batubara, Nikel, Tembaga Indonesia

Negara tujuan ekspor nikel dari Indonesia, adalah Negara-negara di eropa dan USA, Taiwan, Korea, Jepang dan Australia. Sedangkan

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

39

Batubara memiliki total sumberdaya sebesar 161,34 Miliar Ton (termasuk 41

Miliar Ton SD baubara tambang dalam) dan cadangan totalnya sebesar 28,17

Miliar Ton, yang tersebar di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa,

Pulau Sulawesi, dan di Papua.

Cadangan batubara Indonesia berdasarkan kalori adalah untuk cadangan

barubara dengan kalori rendah (< 5000kal/gr) sebesar 10.000,02 Juta Ton,

Kalori sedang (5000-6000 kal/gr) sebesar 16.128,80 Juta Ton, cadangan

kalori tinggi (6.000-7100 kal/gr) sebesar 1.655 Juta Ton, dan cadangan kalori

sanat tinggi (> 7100) sebesar 231,57 Juta Ton.

.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012

Gambar 2.20 Potensi Batubara Indonesia

Negara-negara tujuan ekspor batubara dari dari Indonesia adalah Negara

India, Malaysia, Thailand, China, Hongkong, Thaiwan, Philiphina, Korea,

Jepang.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

40

Sumber: Ditjen Minerba, 2012

Gambar 2.21 Ekspor Batubara, Nikel, Tembaga Indonesia

Negara tujuan ekspor nikel dari Indonesia, adalah Negara-negara di eropa

dan USA, Taiwan, Korea, Jepang dan Australia. Sedangkan untuk ekspor

tembaga dengan Negara tujuan India, Korea, Jepang, Cina, Philipina dan

Negara eropa dan USA.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012

Gambar 2.22 Produksi, Ekspor dan Penjualan Domestik Batubara (2007-2011)

Page 43: ESDM Analis

40

untuk ekspor tembaga dengan Negara tujuan India, Korea, Jepang, Cina, Philipina dan Negara eropa dan USA.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012Gambar 2.22 Produksi, Ekspor dan Penjualan Domestik Batubara (2007-2011)

Dari gambar di atas bahwa, produksi batubara nasional dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2011 produksi batubara nasional mencapai 353 Juta Ton, naik sekitar 78 Juta Ton jika dibandingkan produksi batubara pada tahun 2010 yang sebesar 275 Juta Ton.

Untuk konsumsi domestik batubara juga mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2010 konsumsi dalam negeri sebesar 67 Juta Ton, naik sekitar 13 Juta Ton, menjadi 80 Juta Ton pada Tahun 2010.

Demikian juga untuk batubara komoditas ekspor juga selalu mengalami kenaikan dari tahun 2007 sampai tahun 2011 terjadi kenaikan sebesar 110 Juta Ton, dimana kenaikan paling tinggi terjadi pada tahun 2010 ke tahun 2011, yaitu terjadi kenaikan sebesar 65 Juta Ton, dari 208 Juta Ton pada 2010 menjadi 273 Juta Ton pada tahun 2011.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

40

Sumber: Ditjen Minerba, 2012

Gambar 2.21 Ekspor Batubara, Nikel, Tembaga Indonesia

Negara tujuan ekspor nikel dari Indonesia, adalah Negara-negara di eropa

dan USA, Taiwan, Korea, Jepang dan Australia. Sedangkan untuk ekspor

tembaga dengan Negara tujuan India, Korea, Jepang, Cina, Philipina dan

Negara eropa dan USA.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012

Gambar 2.22 Produksi, Ekspor dan Penjualan Domestik Batubara (2007-2011)

Page 44: ESDM Analis

41

Sumber: Ditjen Minerba, 2012Gambar 2.23 Ekspor Mineral Indonesia (2008-2011)

Dari gambar di atas dapat ilihat bahwa ekspor komoditi pertambangan semenjak tahun 2008-2011 mencatat kenaikan yang cukup tinggi. Ekspor bijih nikel pada tahun 2011 mengalami kenaikan sekitar 8 kali lipat jika dibandingkan dengan ekspor pada tahun 2008.

Ekspor bijih besi pada tahun 2011 mengalami kenaikan sekitar 7 kali lipat jika dibandingkan ekspor biji besi pada tahun 2008. Unuk ekspor bijih tembaga pada tahun 2011 mengalami kenaikan 11 kali lipat, jika dibandingkan ekspor pada tahun 2008. Sedangkan ekspor bijih bauksit mengalami kenaikan sekitar 5 kali lipat pada tahun 2011 jika dibandingkan tahun 2008.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012Gambar 2.24 Investasi Subsektor Mineral dan Batubara (2007-2011)

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

41

Dari gambar di atas bahwa, produksi batubara nasional dari tahun ke tahun

selalu mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2011 produksi batubara

nasional mencapai 353 Juta Ton, naik sekitar 78 Juta Ton jika dibandingkan

produksi batubara pada tahun 2010 yang sebesar 275 Juta Ton.

Untuk konsumsi domestik batubara juga mengalami kenaikan, dimana pada

tahun 2010 konsumsi dalam negeri sebesar 67 Juta Ton, naik sekitar 13 Juta

Ton, menjadi 80 Juta Ton pada Tahun 2010.

Demikian juga untuk batubara komoditas ekspor juga selalu mengalami

kenaikan dari tahun 2007 sampai tahun 2011 terjadi kenaikan sebesar 110

Juta Ton, dimana kenaikan paling tinggi terjadi pada tahun 2010 ke tahun

2011, yaitu terjadi kenaikan sebesar 65 Juta Ton, dari 208 Juta Ton pada

2010 menjadi 273 Juta Ton pada tahun 2011.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012

Gambar 2.23 Ekspor Mineral Indonesia (2008-2011)

Dari gambar di atas dapat ilihat bahwa ekspor komoditi pertambangan

semenjak tahun 2008-2011 mencatat kenaikan yang cukup tinggi. Ekspor bijih

nikel pada tahun 2011 mengalami kenaikan sekitar 8 kali lipat jika

dibandingkan dengan ekspor pada tahun 2008.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

42

Ekspor bijih besi pada tahun 2011 mengalami kenaikan sekitar 7 kali lipat jika

dibandingkan ekspor biji besi pada tahun 2008. Unuk ekspor bijih tembaga

pada tahun 2011 mengalami kenaikan 11 kali lipat, jika dibandingkan ekspor

pada tahun 2008. Sedangkan ekspor bijih bauksit mengalami kenaikan sekitar

5 kali lipat pada tahun 2011 jika dibandingkan tahun 2008.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012

Gambar 2.24 Investasi Subsektor Mineral dan Batubara (2007-2011)

Total investasi subsektor mineral dan batubara selama tahun 2007 sampai

tahun 2011 mengalami kenaikan sekitar 25%. Dimana investasi pada tahun

2011 hampir mencapai 3500 Juta USD yang sebelumnya pada tahun 2007

masih sekitar 600 juta USD. Share investasi terbesar pada KK, IUJP, PKP2B

dan IUP BUMN.

2.3.3. Kebijakan Ekspor Batubara

Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan Negara dari sektor

pertambangan dan batubara, maka pemerintah perlu melaksanakan

pengawasan pelaksanaan ekspor batubara, dimana sampai saat ini masih

terjadi perbedaan besarnya volume ekspor tersebut, khususnya ekspor

batubara antara kementeriaan energi dan sumber daya mineral dengan pihak

Page 45: ESDM Analis

42

Total investasi subsektor mineral dan batubara selama tahun 2007 sampai tahun 2011 mengalami kenaikan sekitar 25%. Dimana investasi pada tahun 2011 hampir mencapai 3500 Juta USD yang sebelumnya pada tahun 2007 masih sekitar 600 juta USD. Share investasi terbesar pada KK, IUJP, PKP2B dan IUP BUMN.

2.3.3. Kebijakan Ekspor Batubara

Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan Negara dari sektor pertambangan dan batubara, maka pemerintah perlu melaksanakan pengawasan pelaksanaan ekspor batubara, dimana sampai saat ini masih terjadi perbedaan besarnya volume ekspor tersebut, khususnya ekspor batubara antara kementeriaan energi dan sumber daya mineral dengan pihak bea cukai, kementeriaan keuangan, kementeriaan perdagang maupun Bank Inonesia. Disamping itu KESDM juga berkoordinasi antar pihak-pihak terkait.PKP2B / IUP wajib menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) kepada Pemerintah Pusat / Daerah. Pemerintah Pusat / Daerah menetapkan Persetujuan RKAB yang salah satunya berisi total tonase batubara yang diijinkan untuk ekspor maupun penjualan domestik.

RKAB yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten atau Propinsi harus disampaikan kepada ESDM (Ditjen Minerba) dan telah diterima oleh Ditjen Minerba selambat – lambatnya akhir bulan Januari. Untuk penjualan ke domestik dalam rangka DMO, harus disesuaikan dengan kuota yang telah ditetapkan untuk masing – masing PKP2B / IUP yang nantinya akan diverifikasi oleh surveyor yang ditunjuk oleh pemerintah.

Page 46: ESDM Analis

43

Sumber: Ditjen Minerba, 2012Gambar 2.25 Bagan Pengawasan Mineral dan Batubara

Untuk penjualan ekspor, akan dilakukan verifikasi oleh ESDM / Minerba sesuai dengan RKAB yang telah disetujui dan menetapkan jumlah ekspor per perusahaan per tahun dengan catatan sebagai berikut :• Harga minimal sesuai HPB• Sudah lunas royalty / DHPB sebelum nya• Tonase yang telah ditetapkan dalam RKAB

ESDM melalui Ditjen Minerba memberikan kepada Kementerian Perdagangan tentang data ekspor maksimum per perusahaan (PKP2B/IUP) per tahuan sesuai dengan persetujuan RKAB PKP2B maupun IUP yang telah disampaikan oleh Pemerintah Daerah. PKP2B / IUP mengajukan permohonan ijin ekspor kepada Kementerian Perdagangan untuk kuantitas (tonase) ekspor per triwulan nya. Kementerian Perdagangan akan menetapkan Ijin Ekspor Per Triwulan (tonase) berdasarkan rekomendasi ESDM (secara total setahun). Surveyor akan melakukan verifikasi terhadap kualitas dan kuantitas batubara yang akan diekspor dan akan mengeluarkan laporan hasil verivikasi. Bea cukai melakukan verifikasi terkait hasil verifikasi surveyor, rekomendasi maupun ijin dari Kementerian Perdagangan sebagai bahan evaluasi dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang merupakan pintu / filter terakhir dalam penjualan ekspor.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

43

bea cukai, kementeriaan keuangan, kementeriaan perdagang maupun Bank

Inonesia. Disamping itu KESDM juga berkoordinasi antar pihak-pihak terkait.

PKP2B / IUP wajib menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya

(RKAB) kepada Pemerintah Pusat / Daerah. Pemerintah Pusat / Daerah

menetapkan Persetujuan RKAB yang salah satunya berisi total tonase

batubara yang diijinkan untuk ekspor maupun penjualan domestik.

RKAB yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten atau Propinsi harus

disampaikan kepada ESDM (Ditjen Minerba) dan telah diterima oleh Ditjen

Minerba selambat – lambatnya akhir bulan Januari. Untuk penjualan ke

domestik dalam rangka DMO, harus disesuaikan dengan kuota yang telah

ditetapkan untuk masing – masing PKP2B / IUP yang nantinya akan

diverifikasi oleh surveyor yang ditunjuk oleh pemerintah.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012

Gambar 2.25 Bagan Pengawasan Mineral dan Batubara

Untuk penjualan ekspor, akan dilakukan verifikasi oleh ESDM / Minerba

sesuai dengan RKAB yang telah disetujui dan menetapkan jumlah ekspor per

perusahaan per tahun dengan catatan sebagai berikut :

Harga minimal sesuai HPB

Page 47: ESDM Analis

44

PKP2B / IUP dapat melakukan penjualan ekspor dengan cara penjualan langsung kepada end user atau melalui trader luar negeri maupun melalui trader domestik. Khusus untuk trader / pemegang IUP OP Khusus Pengangkutan dan Penjualan, penentuan perhitungan tonase ekspor tetap mengacu kepada ketentuan ekspor dari pemegang IUP Operasi Produksi dalam RKAB nya. Setiap penjualan ekspor harus mendapat dokumen PEB.

Untuk DMO, Suveyor yang telah ditunjuk oleh Pemerintah akan melakukan verifikasi terhadap pemenuhan kuota DMO yang telah ditentukan kepada PKP2B / IUP dan hasil verifikasi nya disampaikan kepada ESDM. Apabila kuota ekspor sudah habis, PKP2B / IUP dapat meminta rekomendasi ke Ditjen Minerba ESDM, dengan catatan kewajiban ke domestik (DMO) telah dipenuhi sesuai ketentuan berlaku, kemudian ESDM akan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Perdagangan.Dilakukan koordinasi antara ESDM/Minerba, Kemdag, Beacukai, untuk rekonsiliasi realisasi ekspor dan perijinan ekspor yang telah diterbitkan

2.3.4. Arah Kebijakan Tahun 2013

• Mendorong pengembangan nilai tambah produk komoditi hasil tambang (a.l. pengolahan, pemurnian, local content, local expenditure, tenaga kerja dan pengembangan masyarakat);

• Melaksanakan peningkatan pembinaan dan pengawasan pada kegiatan pertambangan;

• Mendorong peningkatan investasi dan optimalisasi penerimaan negara melalui peningkatan kerjasama dengan instansi terkait (Pemda, BPK, BPKP, Kemenkeu dan KPK);

• Memberikan kepastian dan transparansi di dalam kegiatan usaha pertambangan dengan regulasi pendukung UU No. 4/2009 (Permen dan Kepmen);

• Menjamin keamanan pasokan batubara dalam negeri melalui Domestic Market Obligation (DMO);

• Mempertahankan kelestarian lingkungan melalui pengelolaan dan pemantauan lingkungan, termasuk reklamasi dan pasca tambang.

Page 48: ESDM Analis

45

2.3.5. PERMASALAHAN SEKTOR PERTAMBANGAN DAN UPAYA PENYELESAIAN

a. Rekonsiliasi IUP• Masih banyaknya IUP yang belum clear and clean, oleh karena

itu perlu melanjutkan verifikasi melalui unit pelayanan terpadu.• Lambatnya respon Pemda (Pemprov, Pemkab/Pemkot)

dalam menyelesaikan permasalahan tumpang tindih wilayah dan administrasi perijinan IUP, oleh karena itu diharapkan kedepannya agar Mendorong komitmen dari Gubernur, Bupati, Walikota untuk penyelesaian hal tersebut.

• Batas wilayah antar daerah secara definitif belum tegas, oleh karena itu perlu Penegasan batas wilayah antar daerah secara definitif yang telah ada Permendagri-nya yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penataan IUP.

b. Peningkatan Nilai Tambah/Hilirisasi Minerba Di Dalam Negeri• Kemampuan industri dalam negeri untuk menyerap produk

hasil pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara masih belum memadai apabila seluruh hasil tambang mineral diolah di dalam negeri, oleh karena itu tentunya kedepannya agar menningkaktan kemampuan industri dalam negeri untuk menyerap produk hasil pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara.

• Pasar luar negeri untuk produk hasil pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara mayoritas masih terbatas pada pasar jepang, china dan korea, upaya yang sangat di diperlukan adalah diplomasi perdagangan luar negeri yang kuat.

• Untuk membangun fasiiltas pengolahan dan pemurnian membutuhkan investasi yang sangat besar dengan payback period yang lama, sehingga diperlukan insentif agar menarik minat untuk berinvestasi. Untuk mengatasi permasalahan ini maka diperlukan kajian bersama antara KESDM, Kemenkeu dan Kemenperin terkait jenis insentif yang tepat untuk pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara.

c. Penyesuaian (Renegosiasi) KK Dan PKP2B• Belum diperoleh rumusan ketentuan perpajakan untuk

Page 49: ESDM Analis

46

penyesuaian/renegosiasi KK dan PKP2B belum diperoleh dari Kemenkeu. Oleh karena itu diharapkan agar Kemenkeu segera menyampaikan rumusan ketentuan perpajakan untuk penyesuaian KK dan PKP2B.

• Belum seluruh KK/PKP2B yang disesuaikan dengan UU No. 4 Tahun 2009. Oleh karena itu perlu adanya Koordinasi dengan SesMenko Perekonomian untuk pelaksanaan kegiatan Tim Pelaksanaan Evaluasi Penyesuaian KK/PKP2B sesuai dengan KepMenko Bid. Perekonomian No. KEP-54/M.EKON/06/12.

2.3.6. Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan1. Lahirnya UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara memberikan kepastian hukum kepada semua pihak, karena dalam proses penyusunannya banyak terkait dengan tuntutan demokratisasi, otonomi daerah, HAM, kebutuhan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup, sehingga sumberdaya mineral dan batubara dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan bangsa dan negara.

2. Industri pertambangan mineral dan batubara ditujukan untuk mendukung kebijakan pemerintah Four Track Strategies yaitu: Pro Poor, Pro Job, Pro Growth dan Pro Environment, sehingga terwujud pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang bermanfaat, berkeadilan dan keberpihakan bagi kesejahteraan masyarakat.

3. Untuk menjamin keberlanjutan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri pada masa yang akan datang, maka mutlak untuk dilakukan pengendalian penjualan mineral ke luar negeri dalam bentuk bijih.

4. Permen ESDM No. 7/2012 dan peraturan lainnya sebagai acuan untuk tata laksananya, menjadi dasar hukum yang kuat bagi Pemerintah guna mendorong perusahaan melakukan peningkatan nilai tambah pertambangan mineral melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

5. Fakta bahwa ekspor batubara dari Indonesia yang tidak tercatat pada data ekspor di Indonesia kemungkinan dapat menjadikan perbedaan data ekspor batubara yang tercatat di luar negeri dibandingkan dengan data yang tercatat di Indonesia

6. Pada saat ini masih terdapat sejumlah permasalahan yang perlu

Page 50: ESDM Analis

47

menjadi perhatian bersama, diantaranya adalah: tumpang tindih perizinan, infrastruktur, dll.

7. Perlu dukungan semua pihak pemangku kepentingan untuk mewujudkan peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri sesuai amanat UU No 4/2009.

8. Prospek usaha pertambangan mineral dan batubara di masa mendatang masih sangat terbuka sebagai peluang berinvestasi. Kerjasama internasional diperlukan dalam berbagai kegiatan pertambangan, seperti eksplorasi, tambang bawah permukaan (underground mining), pengolahan dan pemurnian mineral, produk nilai tambah batubara: UBC, pencairan batubara, gasifikasi, dll).

Rekomendasi1. Dalam rangka mendorong perusahaan melakukan peningkatan

nilai tambah pertambangan mineral melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, diharapkan agar pasokan energi dapat terpenuhi untuk operasional smelter.

2. Perlunya penetapan batasan minimum pengolahan dan pemurnian dalam Permen yang otomatis diberlakukan pada IUP baru dan KK serta PKP2B yang akan memasuki tahap produksi.

3. Untuk mendapatkan manfaat yang optimal bagi Negara direkomendasikan pengendalian ekspor melalui penerapan Tata Niaga Ekspor dan Bea Keluar.

4. Penerbitan Izin Ekspor Mineral wajib mendapatkan rekomendasi dari Kementerian ESDM dengan persyaratan: IUP Clear and Clean, Pemenuhan Kewajiban Keuangan, Rencana Pengolahan dan Pemurnian, dan menandatangani Pakta Integritas (untuk mengolah dan memurnikan ore/raw material di dalam negeri paling lambat tanggal 12 Januari 2014).

5. Penetapan tarif bea Keluar dikenakan pada semua komoditas mineral dengan tarif seragam karena keterbatasan data yang diperoleh dari Pemerintah Daerah dan Pemegang IUP maka diusulkan bea Keluar menggunakan 1 tarif yang dapat diterima sebagian besar Pemegang IUP berbagai komoditas.

Page 51: ESDM Analis

48

2.4. PERKEMBANGAN DAN OUTLOOK EKONOMI INDONESIA DAN IMPLIKASINYA PADA KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

2.4.1 Latar BelakangSejak era globalisasi, krisis keuangan terjadi lebih sering daripada sebelumnya, hal utamanya adalah karena kemajuan dalam bidang teknologi informasi, yang dapat memperbesar gelombang krisis dan mempercepat penyebarannya ke daerah atau negara lain. Selain itu, krisis disebabkan oleh perkembangan dari sektor keuangan yang sangat pesat, salah satu contoh adalah munculnya International Financial Integration (IFI). Dalam hal ini, Edison et al. (2002) menjelaskan bahwa IFI mengacu pada “sejauh mana suatu perekonomian tidak membatasi transaksi lintas batas”. Oleh karena itu, dengan sistem keuangan yang terintegrasi maka timbulnya gangguan keuangan domestik di satu negara dapat mengakibatkan efek domino dengan cara mengacaukan ekonomi terintegrasi lainnya yang mengarah kepada kekacauan keuangan global.

Dalam dua dekade terakhir, setidaknya dua krisis keuangan besar terjadi, yaitu Krisis Keuangan Asia Timur 1997 dan Krisis Keuangan Global 2008. Jika krisis pada tahun 1997 disebabkan oleh kurangnya transparansi dan kredibilitas pemerintah yang menyebabkan distorsi struktural dan gejolak ekonomi, sedangkan tahun 2008 terutama dipicu oleh inovasi yang cepat dalam produk keuangan seperti praktek sekuritisasi dan “credit default swap”. Hal ini diperburuk oleh spekulasi properti dan peringkat kredit yang tidak akurat dan kasus ini menyebar ke benua lain, dan menjadi krisis global karena efek menular di tengah sistem keuangan yang terintegrasi secara global dan penyebaran informasi yang cepat. Meskipun sumber krisis dapat bervariasi, konsekuensi dari krisis keuangan selalu dikaitkan dengan indikator makroekonomi, khususnya pertumbuhan ekonomi. 2.4.2 Perkembangan Terkini Perekonomian

Tahun 2012 kondisi perekonomian global masih melambat dan diliputi ketidakpastian, dimana pertumbuhan ekonominya diperkirakan hanya mencapai 3,1% sedangkan pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi global diperkirakan juga masih rendah, yaitu hanya sekitar 3,4%. Tren ekonomi Amerika Serikat juga masih menurun dan pada tahun 2013 tumbuh sekitar 2%. Uni Eropa juga masih mengalami

Page 52: ESDM Analis

49

resesi, dan beresiko menurunnya peringkat rating invetasi beberapa negara anggota Zona Euro, bahkan menuju sub-investment grade, dan tahun 2013 diprediksi juga masih mengalami resesi. China sendiri pertumbuhannya tidak setinggi yang diperkirakan, namun akan membaik sejak Triwulan IV-2012, sedangkan pada tahun 2013 pertumbuhan diperkirakan membaik dng pertumbuhan 8%.

Di tengah kondisi ekonomi global yang melambat, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 masih tumbuh cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi tersebut terutama ditopang oleh permintaan domestik. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 mencapai 6,3% dan menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan tertinggi dan paling stabil di dunia dalam 5 tahun terakhir.

Konsumsi rumah tangga sebagai salah satu komponen yang mendorong tetap kuatnya pertumbuhan ekonomi nasional, tumbuh cukup tinggi 5,4% pada tahun 2012. Berdasarkan komponennya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang kuat tersebut terutama bersumber dari konsumsi non-makanan. Kuatnya konsumsi rumah tangga tersebut didukung oleh menguatnya keyakinan konsumen, membaiknya daya beli masyarakat, rendahnya inflasi, dan tersedianya pembiayaan konsumsi.

Investasi juga tumbuh tinggi sekitar 9,8%, meningkat dibandingkan pertumbuhan pada 2011 sebesar 8,8%. Kuatnya pertumbuhan investasi tersebut antara lain didorong oleh optimisme pelaku usaha terhadap perekonomian Indonesia, perbaikan iklim investasi serta terjaganya kestabilan makroekonomi. Dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi juga didukung oleh meningkatnya Foreign Direct Investment (FDI), dukungan belanja modal pemerintah dan sumber pembiayaan eksternal lainnya.

Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat mencapai kisaran 6,3%-6,7%. Sumber utama pertumbuhan tersebut diperkirakan didorong masih kuatnya konsumsi dan investasi, serta ekspor yang diperkirakan lebih baik sejalan dengan proyeksi membaiknya perekonomian dunia. Konsumsi yang masih kuat didukung oleh daya beli yang tetap tinggi yang didorong oleh meningkatnya pendapatan masyarakat terkait kenaikan Upah Minimum Regional, peningkatan gaji Pegawai Negeri Sipil dan kebijakan pemerintah menaikkan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Page 53: ESDM Analis

50

Inflasi 2012 diperkirakan akan sedikit lebih rendah dari titik tengah target 4,5%, sejalan dengan permintaan yang mereda paska lebaran, koreksi harga komoditas global, serta ekspektasi yang terkendali. Inflasi bahan pangan (volatile food) juga menurun, didorong oleh penurunan harga komoditas pangan yang cukup signifikan, terjaganya pasokan, dan kebijakan intensif yang dilakukan Pemerintah dalam pengendalian harga pangan. Di sisi lain, inflasi administered prices juga terkendali dengan tidak adanya kebijakan Pemerintah di bidang harga barang dan jasa yang bersifat strategis. Inflasi tahun 2013 diprakirakan mencapai 4,8%, setelah menghitung dampak kenaikan TTL sebesar 15% (0,39%) dan kenaikan UMP secara rata-rata tertimbang 29% (0,25%).

Kuatnya investasi dan konsumsi mendorong peningkatan barang-barang impor, baik impor bahan baku, barang modal dan konsumsi. Di tengah melemahnya ekspor, kuatnya impor menyebabkan melebarnya defisit transaksi berjalan yang diperkirakan akan mencapai sekitar 2,3% di akhir 2012 dan menjadi sekitar 2% di akhir 2013.

2.4.3 Dampak Kebijakan Energi Pada Perekonomian

Dengan masih adanya kebijakan subsidi harga BBM maka akan mendorong peningkatan konsumsi BBM. Di lain sisi, produksi minyak bumi nasional dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Konsumsi BBM nasional paling besar adalah untuk sektor transportasi yaitu hampir mencapai 90% dari konsumsi BBM nasional. Hal ini disebabkan kenaikan penjualan kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor dari tahun ke tahun. Pertumbuhan permintaan dunia yang melambat dan harga komoditas ekspor yang menurun tajam, di tengah permintaan domestik yang masih kuat dan konsumsi BBM yang meningkat, menyebabkan surplus neraca perdagangan nonmigas menyusut dan defisit neraca perdagangan migas melebar. Konsumsi BBM yang lebih tinggi dari produksi minyak bumi mendorong peningkatan impor produk minyak. Akibatnya, pada tahun 2012 transaksi berjalan mengalami defisit sekitar 2,7% dari PDB. Namun, defisit transaksi berjalan ini dapat diimbangi oleh surplus transaksi modal dan finansial yang meningkat pesat dibandingkan tahun sebelumnya sehingga Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) masih mengalami surplus sebesar US$0,2 miliar dan cadangan devisa dapat dipertahankan pada tingkat relatif aman.

Page 54: ESDM Analis

51

Kenaikan surplus transaksi modal dan finansial tersebut bukan hanya berasal dari investasi portofolio, tetapi juga berupa investasi Penanaman Modal Asing (PMA), dan didukung pula oleh semakin besarnya porsi devisa hasil ekspor yang diterima melalui perbankan domestik serta keberhasilan dalam meningkatkan arus masuk investasi asing dan mengendalikan defisit transaksi. Berdasarkan data historis, tekanan terhadap transaksi berjalan di tahun 2012 terjadi pula di tahun 2005 dan 2008 pada saat terjadi lonjakan impor minyak bumi.

2.4.4 Implikasi Kebijakan

Komoditi yang termasuk dalam administered price adalah barang-barang yang mekanisme pembentukan harganya banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Walaupun pada periode-periode lainnya pergerakan harga komponen ini terbentuk dari mekanisme pasar, namun pada periode tertentu terdapat pengaruh dari kebijakan pemerintah yang berdampak sangat signifikan terhadap pembentukan keseimbangan harga yang baru pada komponen ini. Sehingga dalam jangka panjang, pembentukan harga komponen ini dapat dikatakan lebih banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.

Kebijakan administered prices berpengaruh terhadap inflasi melalui jalur langsung dan tidak langsung. Dengan demikian kebijakan harga energi untuk BBM dan TDL pada sektor rumah tangga merupakan startegic administered price akan berdampak langsung terhadap administered prices, dan dampak tidak langsung terhadap inflasi core. Sedangkan kebijakan pemerintah pada BBM dan TDL untuk sektor industri akan berdampak tidak langsung pada inflasi core. Bobot komponen administered price dalam pembentukan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) dapat menunjukkan seberapa besar peran pemerintah dalam perkembangan inflasi IHK.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

54

Sumber: Paparan BI

Gambar 2.26 Kebijakan Administered Prices terhadap Inflasi IHK

Sebagai ilustrasi, Bank Indonesia (BI) melakukan simulasi terhadap dampak

kenaikan harga BBM dimana dengan kenaikan Rp 500 per liter maka akan

memberikan dampak langsung terhadap inflasi sebesar 0,3%. Sedangkan

dampak tidak langsung akan lebih kompleks perhitungannya dengan

memperhitungkan kenaikan tarif baru untuk transportasi orang maupun barang.

Namun inflasi tidak langsung ini akan bersifat temporer one-time shock dan

inflasi akan kembali menurun sesuai dengan kondisi fundamental

perekonomian. Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) akan memantau dengan

ketat setiap kebijakan pemerintah, khususnya untuk BBM agar dapat dapat

dijaga target inflasinya, melalui penguatan operasi moneter untuk

mengendalikan ekses likuiditas jangka pendek serta dengan tetap menjaga

konsistensi kebijakan suku bunga dengan prakiraan makroekonomi ke depan.

Page 55: ESDM Analis

52

Sebagai ilustrasi, Bank Indonesia (BI) melakukan simulasi terhadap dampak kenaikan harga BBM dimana dengan kenaikan Rp 500 per liter maka akan memberikan dampak langsung terhadap inflasi sebesar 0,3%. Sedangkan dampak tidak langsung akan lebih kompleks perhitungannya dengan memperhitungkan kenaikan tarif baru untuk transportasi orang maupun barang. Namun inflasi tidak langsung ini akan bersifat temporer one-time shock dan inflasi akan kembali menurun sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian. Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) akan memantau dengan ketat setiap kebijakan pemerintah, khususnya untuk BBM agar dapat dapat dijaga target inflasinya, melalui penguatan operasi moneter untuk mengendalikan ekses likuiditas jangka pendek serta dengan tetap menjaga konsistensi kebijakan suku bunga dengan prakiraan makroekonomi ke depan.

Sumber: Paparan BIGambar 2.27 Ekspektasi Inflasi Pedagang

Selain itu, ekspektasi inflasi akan dilakukan pula oleh pedagang terhadap rencana Pemerintah tentang kebijakan harga BBM seperti yang terlihat dalam gambar di atas. Untuk memetakan ekspektasi inflasi pedagang ini, BI secara melakukan Survei Konsumen (SK) dan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang hasilnya diterbitkan dengan menampilkan indeks ekspektasi harga tiga dan enam bulan ke depan menurut perspektif konsumen dan pedagang.

Berdasarkan simulasi BI, kenaikan harga BBM bersubsidi yang dilakukan secara bertahap akan berdampak pada inflasi yang sedikit lebih rendah tetapi hal ini harus didukung dengan komunikasi yang baik untuk mengendalikan ekspektasi.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

55

Sumber: Paparan BI

Gambar 2.27 Ekspektasi Inflasi Pedagang

Selain itu, ekspektasi inflasi akan dilakukan pula oleh pedagang terhadap

rencana Pemerintah tentang kebijakan harga BBM seperti yang terlihat dalam

gambar di atas. Untuk memetakan ekspektasi inflasi pedagang ini, BI secara

melakukan Survei Konsumen (SK) dan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang

hasilnya diterbitkan dengan menampilkan indeks ekspektasi harga tiga dan

enam bulan ke depan menurut perspektif konsumen dan pedagang.

Berdasarkan simulasi BI, kenaikan harga BBM bersubsidi yang dilakukan

secara bertahap akan berdampak pada inflasi yang sedikit lebih rendah tetapi

hal ini harus didukung dengan komunikasi yang baik untuk mengendalikan

ekspektasi. Tabel 2.6 Dampak Kenaikan Harga BBM Langsung dan Bertahap

Sumber: Paparan BI

Page 56: ESDM Analis

53

Tabel 2.6 Dampak Kenaikan Harga BBM Langsung dan Bertahap

Sumber: Paparan BI

Dari tabel di atas terlihat bahwa dampak langsung terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi akan memengaruhi IHK, dimana setiap ada kenaikan BBM secara langsung sebesar Rp 500 per liter akan berdampak inflasi IHK sebesar 0,69-0,81%, kenaikan Rp 1000 per liter berdampak inflasi IHK sebesar 1,5-1,62%, sedangkan untuk kenaikan BBM sebesar Rp 1500 per liter akan berdampak inflasi IHK 2,43%. Namun apabila kenaikan BBM tersebut dilakukan secara bertahap setiap triwulan sebesar Rp 500 per liter, akan berdampak pada inflasi IHK sebesar 2,35%. Besaran inflasi di atas sudah termasuk perhitungan terhadap dampak tidak langsung terhadap tarif angkutan umum, maupun ke komoditas lainnya.

Kebijakan pembatasan BBM untuk mobil pribadi berdasar kapasitas mesin akan memberikan tambahan tekanan terhadap inflasi dengan besaran yang relatif moderat. Dari analisis Bank Indonesia, untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dengan asumsi mobil pribadi dengan kapasitas > 1.500 cc yang menggunakan Pertamax 30%, maka akan berdampak inflasi sebesar 0,19%. Untuk wilayah Jawa-Bali berdampak inflasi sebesar 0,17%. Sedangkan untuk total Jawa-Bali berdampak inflasi sebesar 0,36%.

Kenaikan TTL rumah tangga berdampak langsung pada IHK melalui komponen tarif listrik dalam keranjang IHK, sementara kenaikan TTL industri berdampak tidak langsung pada IHK melalui kenaikan biaya produksi.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

55

Sumber: Paparan BI

Gambar 2.27 Ekspektasi Inflasi Pedagang

Selain itu, ekspektasi inflasi akan dilakukan pula oleh pedagang terhadap

rencana Pemerintah tentang kebijakan harga BBM seperti yang terlihat dalam

gambar di atas. Untuk memetakan ekspektasi inflasi pedagang ini, BI secara

melakukan Survei Konsumen (SK) dan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang

hasilnya diterbitkan dengan menampilkan indeks ekspektasi harga tiga dan

enam bulan ke depan menurut perspektif konsumen dan pedagang.

Berdasarkan simulasi BI, kenaikan harga BBM bersubsidi yang dilakukan

secara bertahap akan berdampak pada inflasi yang sedikit lebih rendah tetapi

hal ini harus didukung dengan komunikasi yang baik untuk mengendalikan

ekspektasi. Tabel 2.6 Dampak Kenaikan Harga BBM Langsung dan Bertahap

Sumber: Paparan BI

Page 57: ESDM Analis

54

Tabel 2.7 Dampak Inflasi dari Kenaikan TTL 2013

Dari tabel di atas, terlihat bahwa kenaikan TTL secara bertahap Triwulanan dengan total 22,09% (Tw I=5,39%, Tw II=6,91%, Tw III=5,07% dan Tw IV=4,73) akan berpengaruh terhadap total inflasi langsung sebesar 0,21%, dan inflasi dampak tidak langsung 0,18%, sehingga total inflasinya sebesar 0,39%. Total inflasi sebesar 0,39% tersebut sama dengan apabila pemerintah menaikan TTL sebesar 15,40% secara langsung di awal tahun. 2.4.5 Kesimpulan dan RekomendasiKesimpulan

a. Pertumbuhan ekonomi global 2012 diperkirakan mencapai 3,1% dan 2013 mencapai 3,4%.

b. Indeks harga ekspor non migas Indonesia (IHEx) Nov 2012 turun 11,9% (yoy) atau turun 2,9% (mom). Tahun 2013, IHEx diperkirakan akan naik 2% (yoy).

c. Di tengah perlambatan global, ekonomi Indonesia cukup resisten. Pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,3%, paling stabil di dunia dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih dalam kisaran 6,3 – 6,7% dengan faktor pendorong tetap dari permintaan domestik.

d. Selama periode 2002 – 2012 inflasi berdasarkan IHK dan inflasi inti (core inflation) menurun secara gradual. Inflasi tahun 2012 diperkirakan sedikit lebih rendah dari target sebesar 4,5%. Pada tahun 2013 inflasi diperkirakan 4,8% setelah menghitung dampak kenaikan TTL 15% (0,39%) dan kenaikan UMP rata-rata 29% (0,25%).

e. Implikasi kebijakan energi pada perekonomian antara lain : - Kebijakan subsidi energi berdampak pada transaksi berjalan

dan stabilitas makroekonomi.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

56

Dari tabel di atas terlihat bahwa dampak langsung terhadap kenaikan harga

BBM bersubsidi akan memengaruhi IHK, dimana setiap ada kenaikan BBM

secara langsung sebesar Rp 500 per liter akan berdampak inflasi IHK sebesar

0,69-0,81%, kenaikan Rp 1000 per liter berdampak inflasi IHK sebesar 1,5-

1,62%, sedangkan untuk kenaikan BBM sebesar Rp 1500 per liter akan

berdampak inflasi IHK 2,43%. Namun apabila kenaikan BBM tersebut dilakukan

secara bertahap setiap triwulan sebesar Rp 500 per liter, akan berdampak pada

inflasi IHK sebesar 2,35%. Besaran inflasi di atas sudah termasuk perhitungan

terhadap dampak tidak langsung terhadap tarif angkutan umum, maupun ke

komoditas lainnya.

Kebijakan pembatasan BBM untuk mobil pribadi berdasar kapasitas mesin akan

memberikan tambahan tekanan terhadap inflasi dengan besaran yang relatif

moderat. Dari analisis Bank Indonesia, untuk wilayah Jabodetabek dengan

asumsi mobil pribadi dengan kapasitas > 1.500 cc yang menggunakan

Pertamax 30%, maka akan berdampak inflasi sebesar 0,19%. Untuk wilayah

Jawa-Bali berdampak inflasi sebesar 0,17%. Sedangkan untuk total Jawa-Bali

berdampak inflasi sebesar 0,36%.

Kenaikan TTL rumah tangga berdampak langsung pada IHK melalui komponen

tarif listrik dalam keranjang IHK, sementara kenaikan TTL industri berdampak

tidak langsung pada IHK melalui kenaikan biaya produksi.

Tabel 2.7 Dampak Inflasi dari Kenaikan TTL 2013

Page 58: ESDM Analis

55

- Inflasi masih rentan terhadap perubahan kebijakan energi (BBM dan TTL).

- Penyesuaian harga BBM harus memperhatikan waktu dan magnitude (besaran) untuk mengurangi dampak negatif jangka pendek terhadap perekonomian.

- Permintaan valas Pertamina sering menimbulkan volatilitas yang berlebihan.

f. Kebijakan subsidi BBM mendorong peningkatan konsumsi BBM karena besarnya gap antara harga BBM subsidi dengan non subsidi. Sementara produksi minyak mengalami trend yang menurun sehingga mendorong peningkatan impor produk minyak. Hal ini menambah tekanan terhadap neraca pembayaran.

g. Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi untuk mobil pribadi berdasar kapasitas mesin akan memberikan tambahan tekanan terhadap inflasi dengan besaran yang relatif moderat.

h. Kenaikan TTL rumah tangga berdampak langsung terhadap inflasi IHK melalui komponen tarif listrik. Kenaikan TTL industri berdampak tidak langsung terhadap inflasi IHK melalui kenaikan biaya produksi (biaya input).

i. Kenaikan harga BBM yang tinggi berdampak pada inflasi, melemahkan keyakinan konsumen dan pertumbuhan PDB. Kenaikan harga BBM lebih dari 10% pada tahun 2005 menaikkan inflasi hingga 17% dan menurunkan PDB pada tahun 2006.

Rekomendasi:

a. Pemerintah harus dapat memberikan kepastian tentang kebijakan harga BBM serta metode apa yang dipakai sehingga dapat mengurangi resiko ekspektasi inflasi yang berlebihan dari masyarakat.

b. Untuk meminimalkan dampak kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap inflasi maka harus dilakukan secara bertahap dan didukung komunikasi yang baik untuk mengendalikan ekspektasi.

c. Diperlukan data dan informasi yang jelas terhadap kebutuhan valas Pertamina untuk mengimpor minyak/BBM sehingga pengelolaan pasar valas dapat diatur dengan baik untuk mengurangi volatitas nilai tukar.

Page 59: ESDM Analis

56

BAB III. MENCARI TEROBOSAN INVESTASI PANAS BUMI INDONESIA

3.1. Pendahuluan

Indonesia memiliki beragam sumber energi primer, baik sumber energi fosil (batubara, minyak dan gas bumi) maupun sumber energi terbarukan (panas bumi, tenaga air, tenaga angin, tenaga surya, dan biogas). Saat ini jenis energi primer yang dominan dalam penyedian energi untuk keperluan di dalam negeri adalah minyak bumi, diikuti oleh batubara, biomasa dan gas bumi. Disamping biomasa, sumber energi terbarukan yang telah cukup banyak dimanfaatkan adalah tenaga air skala besar dan panas bumi, sedangkan sumber energi terbarukan lainnya seperti bahan bakar nabati (BBN), tenaga surya dan angin belum banyak dimanfaatkan dan masih dalam tahap pengembangan.

Tabel 3.1 Potensi Energi Terbarukan

Penyediaan energi nasional (enegy mix) masih didominasi oleh energi fosil yang disubsidi, sementara energi terbarukan belum banyak dimanfaatkan. Produksi minyak bumi dari tahun ketahun terus mengalami penurunan, dan cadanganpun demikian juga, dilain sisi penemuan cadangan baru belum tercapai. Oleh karena itu dalam rangka pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri, maka pemerintah setiap tahunnya melakukan impor bbm dari luar. Share pemakaian energi final tahun 2011 masih didominasi energi fosil, yaitu bbm sebesar 47,7%, batubara sebesar 18,9%, gas bumi sebesar 15,8%, listrik sebesar 12,8%, serta LPG sebesar 4,8%.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

60

BAB III. MENCARI TEROBOSAN INVESTASI PANAS BUMI INDONESIA

3.1. Pendahuluan

Indonesia memiliki beragam sumber energi primer, baik sumber energi

fosil (batubara, minyak dan gas bumi) maupun sumber energi terbarukan

(panas bumi, tenaga air, tenaga angin, tenaga surya, dan biogas). Saat ini

jenis energi primer yang dominan dalam penyedian energi untuk keperluan di

dalam negeri adalah minyak bumi, diikuti oleh batubara, biomasa dan gas

bumi. Disamping biomasa, sumber energi terbarukan yang telah cukup

banyak dimanfaatkan adalah tenaga air skala besar dan panas bumi,

sedangkan sumber energi terbarukan lainnya seperti bahan bakar nabati

(BBN), tenaga surya dan angin belum banyak dimanfaatkan dan masih dalam

tahap pengembangan.

Tabel 3.1 Potensi Energi Terbarukan

NO RENEWABLE ENERGY

RESOURCES (R)

INSTALLED CAPACITY (IC)

RATIO IC/R (%)

1 Hydro 75,670 MW 6,866 MW 9.074

2 Mini/Micro Hydro 769.69 MW 217.89 MW 28.31

3 Geothermal 29,215 MW 1,228 MW 4.23

4 Biomass 49,810 MW 1,618.40 MW 3.25

5 Solar Energy 4.80 kWh/m2/day 13.50 MW -

6 Wind Energy 3 – 6 m/s 2.731 MW -

7 Ocean Energy ≈ 43.000 MW - - Sumber: Ditjen EBTKE, 2012

Penyediaan energi nasional (enegy mix) masih didominasi oleh energi fosil

yang disubsidi, sementara energi terbarukan belum banyak dimanfaatkan.

Produksi minyak bumi dari tahun ketahun terus mengalami penurunan, dan

Page 60: ESDM Analis

57

Potensi energi baru dan terbarukan Indonesia sangat besar dan beragam, sehingga pemanfaatan yang optimal akan meningkatkan kemandirian energi, dan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca.

Disamping itu, Presiden RI pada Forum G-20 di Pittsburgh, USA tahun 2009 dan pada COP 15 di Copenhagen menyampaikan bahwa Indonesia bisa menurunkan emisi sebesar 26% dengan upaya sendiri atau sebesar 41% dengan bantuan negara maju hingga tahun 2020, sehingga perlu disusun Agenda Sektor EBTKE dengan cara mengurangi emisi GRK. Sektor Energi berkewajiban menurunkan emisi sebesar 6%.

Penerapan mandatori penyediaan energi terbarukan dan komitmen efisiensi pemanfaatan energi menjadi kunci utama dalam mencapai green energy.

Landasan kebijakan pengembangan EBT di Indonesia sesuai dengan UU Energi, Nomor 30 Tahun 2007 bahwa: • Pasal 20 :

(1) d. Penyediaan energi dilakukan melalui diversifikasi, konservasi, dan intensifikasi sumber energi dan energi

(2) Penyediaan energi oleh pemerintah/pemerintah daerah diutamakan di daerah yang belum berkembang, terpencil dan daerah perdesaan, dengan menggunakan sumber energi setempat khususnya sumber energi terbarukan.

(3) Daerah penghasil sumber energi mendapat prioritas untuk memperoleh energi dari energi setempat.

(4) Penyediaan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

(5) Penyediaan energi dari sumber energi baru dan sumber energi terbarukan yang dilakukan o!eh badan usaha, bentuk usaha tetap, dan perseorangan dapat memperoleh kemudahan dan/atau insentif dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya untuk jangka waktu tertentu hingga tercapai nilai keekonorniannya.

Page 61: ESDM Analis

58

• Pasal 21:(1) Butir (c) Pemanfaatan energi memprioritaskan pemenuhan

kebutuhan masyarakat dan peningkatan kegiatan ekonomi di daerah penghasil sumber energi.

(2) Pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.

(3) Pemanfaatan energi dari sumber energi baru dan sumber energi terbarukan yang dilakukan oleh badan usaha, bentuk usaha tetap, dan perseorangan dapat memperoleh kemudahan dan/atau insentif dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangarlnya untuk jangka waktu tertentu hingga tercapai nilai keekonorr~iannya

3.2. Potensi Panas Bumi Indonesia

Sebagian besar dari lokasi panas bumi di Indonesia terletak di lingkungan vulkanik dan sisanya berada di lingkungan batuan sedimen dan metamorf, sehingga sebagian besar sumber panas bumi di Indonesia tergolong mempunyai enthalpi tinggi dengan temperatur 250–300 oC dan sisanya mempunyai enthalpi rendah atau sering disebut juga aquathermal dengan temperatur sekitar 140oC. Saat ini telah tersedia teknologi pembangkit listrik yang dapat memanfaatkan tenaga panas bumi dengan temperatur sekitar 140 oC, sehingga di masa mendatang panas bumi aquathermal dapat dimanfaatkan.Indonesia memiliki potensi Panas Bumi terbesar di dunia (29 GW), namun demikian pemanfaatannya masih kecil, yaitu kapasitas terpasang masih sebesar 1.226 MW.

Tabel 3.2 Potensi Panas Bumi

Total sumber daya (spekulatif dan hypothetical) panas bumi sebesar 13.195 MW, dan Cadangan sebesar 16.020 MW, yang terdiri dari cadangan terduga (possible) sebesar 12.909 MW, cadangan mungkin

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

63

sekitar 140 oC, sehingga di masa mendatang panas bumi aquathermal dapat

dimanfaatkan.

Indonesia memiliki potensi Panas Bumi terbesar di dunia (29 GW), namun

demikian pemanfaatannya masih kecil, yaitu kapasitas terpasang masih

sebesar 1.226 MW.

Tabel 3.2 Potensi Panas Bumi

SUMBER DAYA (MW) % CADANGAN

(MW) %

Spekulatif (Speculative)

Hipotesis (Hypothetical)

45.17%

Terduga (Possible)

Mungkin (Probable)

Terbukti (Proven)

54.83% 8.231 4.964 12.909 823 2.288 13.195 16.020

29.215 Sumber: Ditjen EBTKE, 2012

Total sumber daya (spekulatif dan hypothetical) panas bumi sebesar 13.195

MW, dan Cadangan sebesar 16.020 MW, yang terdiri dari cadangan terduga

(possible) sebesar 12.909 MW, cadangan mungkin (possible) sebesar 823

MW, dan cadangan terbukti (proven) sebesar 2.288 MW.

Potensi panas bumi tersebut tersebar hampir diseluruh pulau di Indonesia

yaitu di Sumatera sebesar 13.470 MW (86 lokasi), di Jawa sebesar 9.717 MW

(71 lokasi), Bali 296 MW (5 lokasi), Nusa Tenggara 1.471 MW (22 lokasi),

Kalimantan 145 MW (12 lokasi), Sulawesi 2.939 MW (56 lokasi), Maluku 1.051

(30 lokasi) dan Papua 75 MW (3 lokasi).

Sampai saat ini (Agustus 2012) telah ditetapkan sebanyak 58 WKP yang

tersebar di NAD 2 WKP, Sumut 5 WKP, Sumbar 4 WKP, Jambi 1 WKP,

Sumsel 3 WKP, Bengkulu 2 WKP, Lampung 5 WKP, Banten 2 WKP, Jawa

Barat 10 WKP, Jawa Tengah 6 WKP, Jawa Timur 3 WKP, Bali 1 WKP, NTB 2

WKP, NTT 2 WKP, Sulawesi Tengah 2 WKP, Gorontalo 1 WKP, Sulawesi

Utara 2 WKP, Maluku 1 WKP, dan Maluku Utara 2 WKP.

Page 62: ESDM Analis

59

(possible) sebesar 823 MW, dan cadangan terbukti (proven) sebesar 2.288 MW. Potensi panas bumi tersebut tersebar hampir diseluruh pulau di Indonesia yaitu di Sumatera sebesar 13.470 MW (86 lokasi), di Jawa sebesar 9.717 MW (71 lokasi), Bali 296 MW (5 lokasi), Nusa Tenggara 1.471 MW (22 lokasi), Kalimantan 145 MW (12 lokasi), Sulawesi 2.939 MW (56 lokasi), Maluku 1.051 (30 lokasi) dan Papua 75 MW (3 lokasi). Sampai saat ini (Agustus 2012) telah ditetapkan sebanyak 58 WKP yang tersebar di NAD 2 WKP, Sumut 5 WKP, Sumbar 4 WKP, Jambi 1 WKP, Sumsel 3 WKP, Bengkulu 2 WKP, Lampung 5 WKP, Banten 2 WKP, Jawa Barat 10 WKP, Jawa Tengah 6 WKP, Jawa Timur 3 WKP, Bali 1 WKP, NTB 2 WKP, NTT 2 WKP, Sulawesi Tengah 2 WKP, Gorontalo 1 WKP, Sulawesi Utara 2 WKP, Maluku 1 WKP, dan Maluku Utara 2 WKP.

Sumber: Ditjen ebtkeGambar 3.1 Distribusi Lokasi WKP

Dalam rangka pengembangan panas bumi di Indonesia, Pemerintah sudah menetapkan road map Pengembangan Panas Bumi yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam implementasinya, pemerintah telah mencanangkan Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW tahap II yang ditegaskan di dalam Perpres no. 4 Tahun 2010. Kontribusi

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

64

Sumber: Ditjen ebtke

Gambar 3.1 Distribusi Lokasi WKP

Dalam rangka pengembangan panas bumi di Indonesia, Pemerintah sudah

menetapkan road map Pengembangan Panas Bumi yang diatur dalam

Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Dalam implementasinya, pemerintah telah mencanangkan Program

Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW tahap II yang

ditegaskan di dalam Perpres no. 4 Tahun 2010. Kontribusi pengembangan

panas bumi sampai dengan Tahun 2014 sebesar 4.925 MW. Daftar Proyek

PLTP yang termasuk di dalam Perpres no. 4 Tahun 2010 sesuai dengan

Lampiran Permen ESDM 1/2012.

Dalam rangka pengembangan panasbumi dalam Program Percepatan 10.000

MW Tahap II untuk hampir tersebar diseluruh wilayah Indonesia, yaitu di

Pulau Sumatera (PLTP: 2.670 MW), Pulau Jawa (PLTP: 2.010 MW), Pulau

Sulawesi (PLTP: 145 MW), Pulau Bali dan Nusa Tenggara (PLTP: 65 MW),

Pulau Sulawesi (PLTP: 145 MW), Pulau Maluku dan Papua (PLTP: 35 MW).

Page 63: ESDM Analis

60

pengembangan panas bumi sampai dengan Tahun 2014 sebesar 4.925 MW. Daftar Proyek PLTP yang termasuk di dalam Perpres no. 4 Tahun 2010 sesuai dengan Lampiran Permen ESDM 1/2012.Dalam rangka pengembangan panasbumi dalam Program Percepatan 10.000 MW Tahap II untuk hampir tersebar diseluruh wilayah Indonesia, yaitu di Pulau Sumatera (PLTP: 2.670 MW), Pulau Jawa (PLTP: 2.010 MW), Pulau Sulawesi (PLTP: 145 MW), Pulau Bali dan Nusa Tenggara (PLTP: 65 MW), Pulau Sulawesi (PLTP: 145 MW), Pulau Maluku dan Papua (PLTP: 35 MW).

Tabel 3.3 Daftar Proyek PLTP yang Masuk dalam Crash Program 10.000 MW Tahap II (berdasarkan Permen ESDM No. 1/2012)

Sumber : Ditjen EBTKE, 2012

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

65

Tabel 3.3 Daftar Proyek PLTP yang Masuk dalam Crash Program 10.000 MW Tahap

II (berdasarkan Permen ESDM No. 1/2012)

Sumber : Ditjen EBTKE, 2012

Saat ini, kapasitas pembangkit panas bumi (PLTP) terpasang adalah sebesar

1.226 MW atau 4,2% dari potensi panas bumi yang ada. Dimana kapasitas

terpasang terbesar ada di Jawa yaitu sebesar 1.134 MW (PLTP Salak 377

NO. NAMA PROYEK PEMBANGKIT PROVINSIESTIMASI

KAPASITAS (MW)

RENCANA KAPASITAS TERPASANG

1 PLTP Sungai Penuh Jambi 2x55 1102 PLTP Hululais Bengkulu 2x55 1103 PLTP Kotamobagu 1 dan 2 Sulawesi Utara 2x20 404 PLTP Kotamobagu 3 dan 4 Sulawesi Utara 2x20 405 PLTP Sembalun Nusa Tenggara Barat 2x10 206 PLTP Tulehu Maluku 2x10 207 PLTP Tangkuban Perahu I Jawa Barat 2x55 1108 PLTP Kamojang 5 dan 6 Jawa Barat 1 x30 1 x60 909 PLTP Ijen Jawa Timur 2x55 110

10 PLTP Iyang Argopuro Jawa Timur 1 x55 5511 PLTP Wilis/Ngebel Jawa Timur 3x55 16512 PLTP Gunung Endut Banten 1 x55 5513 PLTP Rawa Dano Banten 1 x 110 11014 PLTP Cibuni Jawa Barat 1 x 10 1015 PLTP Cisolok-Cisukarame Jawa Barat 1 x50 5016 PLTP Karaha Bodas Jawa Barat 1 x30 2x55 14017 PLTP Patuha Jawa Barat 3x60 18018 PLTP Tampomas Jawa Barat 1 x45 4519 PLTP Tangkuban Perahu II Jawa Barat 2x30 6020 PLTP Wayang Windu Unit 3 dan 4 Jawa Barat 2x 110 22021 PLTP Gunung Ciremai Jawa Barat 2 x 55 11022 PLTP Baturaden Jawa Tengah 2x 110 22023 PLTP Dieng Jawa Tengah 1 x55 1 x60 11524 PLTP Guci Jawa Tengah 1 x55 5525 PLTP Ungaran Jawa Tengah 1 x55 5526 PLTP Seulawah Agam Nanggroe Aceh Darussalam 1X55 5527 PLTP Jaboi Nanggroe Aceh Darussalam 2x5 1028 PLTP Sarulla 1 Sumatera Utara 3x 110 33029 PLTP Sarulla 2 Sumatera Utara 2x55 11030 PLTP Umbul Telumoyo Jawa Tengah 1 x55 5531 PLTP Simbolon Samosir Sumatera Utara 2x55 11032 PLTP Sipoholon Ria-Ria Sumatera Utara 1 x55 5533 PLTP Sorik Marapi Sumatera Utara 240 (Total) 24034 PLTP Muaralaboh Sumatera Barat 2x 110 22035 PLTP Bonjol Sumatera Barat 3x55 16536 PLTP Lumut Balai Sumatera Selatan 4x55 22037 PLTP Rantau Dadap Sumatera Selatan 2x110 22038 PLTP Rajabasa Lampung 2x110 22039 PLTP Ulubelu 3 dan 4 Lampung 2x55 11040 PLTP Suoh Sekincau Lampung 4x55 22041 PLTP Wai Ratai Lampung 1 x55 5542 PLTP Danau Ranau Lampung 2x55 11043 PLTP Lahendong 5 dan 6 Sulawesi Utara 2x20 4044 PLTP Bora Sulawesi Tengah 1 x5 545 PLTP Marana/Masaingi Sulawesi Tengah 2x10 2046 PLTP Hu'u Nusa Tenggara Barat 2x10 2047 PLTP Atadei Nusa Tenggara Timur 2 x2,5 548 PLTP Sokoria Nusa Tenggara Timur 3x5 1549 PLTP Mataloko Nusa Tenggara Timur 1 x5 550 PLTP Jailolo Maluku Utara 2x5 1051 PLTP Songa Wayaua Maluku Utara 1 x5 5

4925TOTAL RENCANA KAPASITAS TERPASANG

Page 64: ESDM Analis

61

Saat ini, kapasitas pembangkit panas bumi (PLTP) terpasang adalah sebesar 1.226 MW atau 4,2% dari potensi panas bumi yang ada. Dimana kapasitas terpasang terbesar ada di Jawa yaitu sebesar 1.134 MW (PLTP Salak 377 MW, PLTP Wayang Windu 227 MW, PLTP Kamojang 200MW, PLTP Drajat 270 MW, PLTP Dieng 60 MW), di Sumatera Utara 12 MW (PLTP Sibayak) dan di Sulawesi Utara PLTP Lahendong sebesar 80 MW.

Tabel 3.4 Kapasitas PLTP Terpasang

Sumber : Ditjen EBTKE, 2012

3.3. KENDALA DAN UPAYA PENYELESAIAN3.3.1. Tumpang Tindih Lahan

Sebagian besar potensi panas bumi ada di kawasan hutan mencapai 42% atau setara dengan 12.069 MW. Terkait dengan hal tersebut, dalam rangka mempercepat penyelesaian tumpang tindih dan perizinan pengusahaan panas bumi pada kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung dan pengembangan panas bumi di kawasan konservasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Kehutanan telah melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang hasilnya diwujudkan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman tanggal 19 Desember 2011. Penandatanganan Nota Kesepahaman ini merupakan salah satu upaya dalam rangka mendukung program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW Tahap II, dimana PLTP diharapkan dapat memberikan konstribusi sekitar 4.925 MW.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

66

MW, PLTP Wayang Windu 227 MW, PLTP Kamojang 200MW, PLTP Drajat

270 MW, PLTP Dieng 60 MW), di Sumatera Utara 12 MW (PLTP Sibayak) dan

di Sulawesi Utara PLTP Lahendong sebesar 80 MW.

Tabel 3.4 Kapasitas PLTP Terpasang

No. WKP, Lokasi PLTP Kapasitas Terpasang

(MW)

1 Sibayak – Sinabung, SUMUT Sibayak 12

2 Cibeureum – Parabakti, JABAR Salak 377

3 Pangalengan, JABAR Wayang Windu 227

4 Kamojang – Darajat, JABAR Kamojang 200

5 Kamojang – Darajat, JABAR Darajat 270

6 Dataran Tinggi Dieng, JATENG Dieng 60

7 Lahendong – Tompaso, SULUT Lahendong 80

1.226 Sumber : Ditjen EBTKE, 2012

3.3. KENDALA DAN UPAYA PENYELESAIAN

3.3.1. Tumpang Tindih Lahan

Sebagian besar potensi panas bumi ada di kawasan hutan mencapai

42% atau setara dengan 12.069 MW. Terkait dengan hal tersebut, dalam

rangka mempercepat penyelesaian tumpang tindih dan perizinan

pengusahaan panas bumi pada kawasan hutan produksi, kawasan hutan

lindung dan pengembangan panas bumi di kawasan konservasi, Kementerian

Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Kehutanan telah

melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang hasilnya diwujudkan dengan

penandatanganan Nota Kesepahaman tanggal 19 Desember 2011.

Penandatanganan Nota Kesepahaman ini merupakan salah satu upaya dalam

Page 65: ESDM Analis

62

Kementerian ESDM dan Kementerian Kehutanan telah menyepakati bahwa pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi merupakan program prioritas Pemerintah dalam rangka mendukung ketahanan dan kemandirian energi, dan untuk mengurangi emisi karbon sebagai upaya menurunkan efek gas rumah kaca. Terkait dengan kawasan konservasi yang merupakan kawasan tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan, perlindungan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, maka diperlukan kesamaan pemahaman dalam perumusan regulasi mengenai pemanfaatan panas bumi di kawasan tersebut. Dalam penandatanganan Nota Kesepahaman telah disepakati target penyelesaian perizinan pengusahaan panas bumi pada kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung dan langkah-langkah dalam pengembangan panasbumi di kawasan konservasi.Disamping itu perlu dilakukan terobosan agar pengembangan panas bumi dapat dilakukan namun tetap mempertimbangkan kelestarian hutan khususnya pada kawasan hutan konservasi.

3.3.2. Peraturan Perundang Undangan

Undang – undang Panas Bumi Nomor 27 Tahun 2003, Pasal 1, ayat 1 mencantumkan bahwa tidak memungkinkan melakukan kegiatan Panas Bumi pada kawasan hutan karena kegiatan Panas Bumi dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan. Oleh karena itu dalam rangka mempercepat pemanfaatan panas bumi, maka pemerintah diharapkan dapat menyusun kembali peraturan perundangan agar dapat mendorong kegiatan panas bumi.

3.3.3. Negosiasi Kontrak.

Negosiasi kontrak membutuhkan waktu lama, harga pembelian panas bumi disamakan untuk semua wilayah, maksimum 9,7 cent US$/kWh;

Solusi Penyelesaian: Merevisi kebijakan harga listrik panas bumi dengan menggunakan feed-in tariff (harga listrik panas bumi per wilayah ditetapkan oleh Pemerintah dikaitkan dengan komitmen COD) sesuai Permen ESDM Nomor 22 Tahun 2012

Dalam rangka mempercepat proses pengusahaan panas bumi, harga jual listrik dari PLT panas bumi akan ditetapkan oleh Pemerintah secara

Page 66: ESDM Analis

63

fix, tidak dinegosiasikan dengan PLN. Harga ini yang dikenal sebagai feed-in tariff, akan ditentukan dengan pertimbangan , ketersediaan sumber energi yang ada di suatu daerah; daya dukung lingkungan; dan keekonomian.

Tabel 3.5 Harga Listrik Panas Bumi

Sumber: Ditjen Ketenagalistrikan, 2012

Feed-in Tariff ini akan diberlakukan untuk kontrak baru dan extension atau penambahan kapasitas. Diharapkan dengan feed-in tariff tersebut, akan mempercepat sekurang-kurangnya pengembangan 16 proyek panas bumi.

3.4. Kebijakan Pemerintah Untuk Meningkatkan Pengembangan Panas Bumi

a. Peningkatan dan harmonisasi kebijakan dan peraturan di bidang panas bumi antara lain dengan revisi UU 27/2003. Hal-hal pokok yang dimasukkan dalam draf RUU meliputi :

• Pengusahaan panas bumi tidak dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan;

• Untuk menunjang penetapan Wilayah Kerja, Menteri dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan Eksplorasi.

• Perizinan yang diperlukan dalam pengusahaan panas bumi selain IUP/IUPB ;

• Kewajiban penerbitan izin lingkungan sebelum melakukan kegiatan eksplorasi & eksploitasi;

• Pemegang IUPB wajib menawarkan participating interest kepada BUMD atau BUMN sebelum masuk ke tahapan eksploitasi sebesar 10% (sepuluh) persen.

b. Kontribusi panas bumi pada Crash Program 10.000 MW Tahap II yaitu 4.925 MW

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

68

3.3.3. Negosiasi Kontrak.

Negosiasi kontrak membutuhkan waktu lama, harga pembelian panas

bumi disamakan untuk semua wilayah, maksimum 9,7 cent US$/kWh;

Solusi Penyelesaian: Merevisi kebijakan harga listrik panas bumi dengan

menggunakan feed-in tariff (harga listrik panas bumi per wilayah ditetapkan

oleh Pemerintah dikaitkan dengan komitmen COD) sesuai Permen ESDM

Nomor 22 Tahun 2012

Dalam rangka mempercepat proses pengusahaan panas bumi, harga jual

listrik dari PLT panas bumi akan ditetapkan oleh Pemerintah secara fix, tidak

dinegosiasikan dengan PLN. Harga ini yang dikenal sebagai feed-in tariff,

akan ditentukan dengan pertimbangan , ketersediaan sumber energi yang ada

di suatu daerah; daya dukung lingkungan; dan keekonomian.

Tabel 3.5 Harga Listrik Panas Bumi

Sumber: Ditjen Ketenagalistrikan, 2012

Feed-in Tariff ini akan diberlakukan untuk kontrak baru dan extension atau

penambahan kapasitas. Diharapkan dengan feed-in tariff tersebut, akan

mempercepat sekurang-kurangnya pengembangan 16 proyek panas bumi.

Page 67: ESDM Analis

64

c. Pemerintah memberikan insentif fiskal bagi panas bumi, dengan dikeluarnya Permen Keuangan Nomor 21/PMK.011/2010 tentang Fasilitas Pajak dan Kepabeanan untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Daya Energi Terbarukan, diantaranya perihal pembebasan bea impor untuk pembangunan industri kelistrikan.

d. Untuk mempercepat pengembangan panas bumi, Pemerintah menawarkan Penugasan Survei Pendahuluan kepada pihak ketiga (investor) yang memberikan “first right refusal”.

e. Mekanisme pemantauan oleh pemerintah yang dilaksanakan oleh Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengelolaan Pembangunan (UKP4) membantu untuk memudahkan dalam koordinasi dengan pihak terkait

f. Telah ditandatangani Nota Kesepahaman antara MESDM dan Menhut untuk mempercepat perizinan dikawasan hutan.

g. Dalam waktu dekat Pemerintah berencana untuk menentukan harga listrik berdasarkan konsep “feed-in tariff” untuk setiap WKP, dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :• Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Listrik setempat;• Bahan bakar yang digunakan untuk membangkitkan listrik;• Daya dukung lingkungan;• Harga keekonomian (tingkat pengembalian investasi yang

menarik).• Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 2 / 2011 tentang

Penugasan kepada PLN untuk membeli listrik dari pembangkit listrik panas bumi, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Harga patokan pembelian listrik Panas Bumi dengan harga tertinggi sebesar 9,7 cent US$

3.5. PELUANG INVESTASI• Pengembangan 3.967 MW listrik dari Panas Bumi dalam

Crash Program 10.000 MW Tahap II sampai dengan tahun 2014 diperlukan lebih dari US$ 11 Miliar untuk investasi.

• Rencana pengembangan listrik dari panas bumi sebesar 12.000 MW sampai tahun 2025 membutuhkan investasi sebesar US$ 36 Miliar.

• Pencapaian target tersebut membutuhkan dukungan perbankan dalam hal pendanaan.

• Kepemilikan Asing di Bisnis Panas Bumi diperbolehkan hingga 95%.

• Peluang bisnis di sektor panas bumi: - Pemanfaatan langsung Panas Bumi;

Page 68: ESDM Analis

65

- Potensi panas bumi bersuhu rendah ; - Pembangkit listrik skala kecil; - UU No 27/2003 tentang Panas Bumi memberikan

kesempatan bagi sektor swasta untuk terlibat dalam pengembangan panas bumi melalui Penugasan Survei Pendahuluan, Studi Kelayakan, Eksplorasi & Eksploitasi Panas Bumi;

3.6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN: 1. Permen ESDM No. 2 Tahun 2011 tidak sepenuhnya mengadopsi

konsep feed-in tariff karena hanya menetapkan harga patokan tertinggi pembelian listrik oleh PT PLN sehingga mekarnisme lelang untuk mendapatkan WKP masih bisa dengan lelang harga terendah.

2. Beberapa pertimbangan terkait penetapan feed-in tariff: - Bagaimana feed-in tariff disusun, bagaimana harga akan

dibedakan mengingat proyek panas bumi sangat site specific. Penentuan kelompok harga hendaknya memerhatikan jenis teknologi, kapasitas proyek, kualitas resources, status pengembangan (green/existing field), dan lokasi/kondisi infrastruktur

- Perlu dipikirkan kaitannya dengan UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan mengingat potensi akan Pasal 33 ayat 2.

- Bagaimana terkait proses pengusahaan panas buminya (lelang untuk mendapatkan WKP, mekanisme penugasan survei pendahuluan) proses lelang migas dapat menjadi acuan untuk proses lelang WKP karena harga sudah tidak menjadi faktor penentu.

REKOMENDASI: 1. Pemerintah harus segera menetapkan feed in tariff untuk panas

bumi dengan memerhatikan berbagai masukan terhadap potensi masalah yang ada.

2. Pemerintah harus terus mendorong penyelesaian perizinan existing WKP Pertamina dan PLN dalam rangka mempercepat pengembangan panas bumi, dengan harapan lebih mudah berkoordinasi dengan BUMN.

3. Pemerintah harus memfasilitasi pemenang WKP yang sudah

Page 69: ESDM Analis

66

berizin IUP dengan PLN supaya pemenang WKP dapat segera melakukan eksplorasi.

4. Pemerintah dapat memberikan penugasan Survei Pendahuluan kepada Badan Geologi ESDM yang sejalan dengan Undang-Undang.

5. Pemerintah perlu memperjelas status dan peruntukan dana eksplorasi panas bumi yang ada di Kementerian Keuangan sehingga di kemudian hari tidak bertentangan dengan kebijakan feed in tariff

6. Pemerintah terus mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) untuk pengembangan panas bumi nasional.

Page 70: ESDM Analis

67

BAB IV MANFAAT CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN TAMBANG TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR

4.1 PENDAHULUAN4.1.1 LATAR BELAKANG Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) mungkin masih kurang popular dikalangan pelaku usaha nasional. Namun, tidak berlaku bagi pelaku usaha asing. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional ratusan tahun lalu.

Berbeda dengan kondisi Indonesia, kegiatan CSR baru dimulai tahun 1990 an, namun berkembang pada tahun 2003. Tuntutan masyarakat dan perkembangan demokrasi serta derasnya arus globalisasi dan pasar bebas, sehingga memunculkan kesadaran dari dunia industri tentang pentingnya melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Walaupun sudah lama prinsip-prinsip CSR diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam lingkup hukum perusahaan. Namun amat disesalkan dari hasil survey yang dilakukan oleh Suprapto pada tahun 2005 terhadap 375 perusahaan di Jakarta menunjukkan bahwa 166 atau 44,27 % perusahaan menyatakan tidak melakukan kegiatan CSR dan 209 atau 55,75 % perusahaan melakukan kegiatan CSR. Sedangkan bentuk CSR yang dijalankan meliputi; pertama, kegiatan kekeluargaan (116 perusahaan), kedua, sumbangan pada lembaga agama (50 perusahaan), ketiga, sumbangan pada yayasan social (39) perusahaan) keempat, pengembangan komunitas (4 perusahaan).

Hasil Program Penilaian Peringkat Perusahaan (PROPER) 2004-2005 Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa dari 466 perusahaan dipantau ada 72 perusahaan mendapat rapor hitam, 150 merah, 221 biru, 23 hijau, dan tidak ada yang berperingkat emas. Dengan begitu banyaknya perusahaan yang mendapat rapor hitam dan merah, menunjukkan bahwa mereka tidak menerapkan tanggung jawab lingkungan. Disamping itu dalam prakteknya tidak semua perusahaan menerapkan CSR. Bagi kebanyakan perusahaan,

Page 71: ESDM Analis

68

CSR dianggap sebagai parasit yang dapat membebani biaya “capital maintenance”. Kalaupun ada yang melakukan CSR, itupun dilakukan untuk adu gengsi. Jarang ada CSR yang memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat.

Kondisi tersebut makin populer tatkala DPR mengetuk palu tanda disetujuinya klausul CSR masuk ke dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM). Pasal 74 UU PT yang menyebutkan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jika tidak dilakukan, maka perseroan tersebut bakal dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Aturan lebih tegas sebenarnya juga sudah ada di UU PM Dalam pasal 15 huruf b disebutkan, setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Jika tidak, maka dapat dikenai sanksi mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal, atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal (pasal 34 ayat (1) UU PM). Tentu saja kedua ketentuan undang-undang tersebut membuat fobia sejumlah kalangan terutama pelaku usaha lokal. Apalagi munculnya Pasal 74 UU PT yang terdiri dari 4 ayat itu sempat mengundang polemik. Pro dan kontra terhadap ketentuan tersebut masih tetap berlanjut sampai sekarang. Kalangan pelaku bisnis yang tergabung dalam Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang sangat keras menentang kehadiran dari pasal tersebut. Pertanyaan yang selalu muncul adalah kenapa CSR harus diatur dan menjadi sebuah kewajiban ? Alasan mereka adalah CSR kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal, seperti : ketertiban usaha, pajak atas keuntungan dan standar lingkungan hidup. Jika diatur sambungnya selain bertentangan dengan prinsip kerelaan, CSR juga akan memberi beban baru kepada dunia usaha. Apalagi kalau bukan menggerus keuangan suatu perusahaan.

Page 72: ESDM Analis

69

Pikiran-pikiran yang menyatakan kontra terhadap pengaturan CSR menjadi sebuah kewajiban, disinyalir dapat menghambat iklim investasi baik bagi perseroan yang sudah ada maupun yang akan masuk ke Indonesia. Atas dasar berbagai pro dan kontra itulah tulisan ini diangkat untuk memberikan urun rembug terhadap pemahaman CSR dalam perspektif kewajiban hukum. (Kemen Hukum dan HAM)

4.1.2 DEFINISI

Ada beberapa definisi Corporate Social Responsibility (CSR) yang dapat menjadikan patokan audit program CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan. Namun, sampai sekarang belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh berbagai lembaga. Ada beberapa definisi CSR di bawah ini yang menunjukkan keragaman pengertian CSR, adalah sebagai berikut:• Undang-undang tentang CSR di Indonesia diatur dalam UU PT

No.40 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib me0njalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1). UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Selajutnya lebih terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudiaan dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.4 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR.

• CSR menurut World Business Council For Sustainable Development (WBCSD) merupakan suatu komitmen berkelanjutan dari dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi pada komonitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup karyawan beserta seluruh keluarganya.

• Menurut ISO 26000 Karakteristik dari Social Responbility adalah kemauan sebuah organisasi untuk mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan dan bertanggung jawab atas dampak dari keputusan sarta aktivitas yang mempengaruhi masyarakat dan lingkungan.

• International Finance Corporation: Komitmen dunia bisnis untuk memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga

Page 73: ESDM Analis

70

mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui cara-cara yang baik bagi bisnis maupun pembangunan.

• Institute of Chartered Accountants, England and Wales: Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka.

• Canadian Government: Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi, lingkungan dan sosial ke dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan yang dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan berkembang.

• European Commission: Sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan.

• CSR Asia: Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.

• John Elkingston’s menegaskan “Corporate Social Responsibility is a concept that organisation especially (but not only) corporations, have an obligation to consider the interests of customers, employees, shareholders, communities, and ecological considerations in all aspect of their operations. This obligation is been to extend beyond their statutory obligation to comply with legislation”

• “It is true that economic and social objectives have long been seen as distinct and often competing. But this is a false dichotomy…Companies do not function in isolation from the society around them. In fact, their ability to compete depends heavily on the circumstances of locations where they operate.” Michael E. Porter dan Mark R. Kramer (2002: 5)

Page 74: ESDM Analis

71

4.1.3 SEJARAH SINGKAT CSR

Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998), karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P, singkatan dari profit, planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit). Melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).

Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional.

Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya kegiatan perusahaan membawa dampak – for better or worse, bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi. Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders atau para pemegang saham. Melainkan pula stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.

Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa dan pemerintah selaku regulator. Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dengan lainnya, tergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan (Supomo, 2004). Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio

Page 75: ESDM Analis

72

Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya. (Rahmat Hidayat, S.T., M.Sc-Universitas Andalas)

4.2 CAKUPAN CSR

Dari penelitian yang dilakukan oleh CECT di Indonesia, CSR memiliki beberapa tingkatan berdasarkan ruang lingkup dan kompleksitasnya, yaitu : • Kepatuhan terhadap semua hukum yang ada • CSR dalam bentuk Filantropi • CSR dalam bentuk Community Development • CSR dimana perusahaan mengandung dampak negatif yang

timbul dari bisnisnya dan meningkatkan dampak positif bisnisnya. • CSR sebagai suatu sistem yang terintegrasi dalam perencanaan

bisnis perusahaan (Radyati, 2010) Berdasarkan tingkatan tersebut, perusahaan sangat dianjurkan melakukan kegiatan CSR yang melampaui kepatuhan terhadap semua hukum (beyond compliance). Dalam melaksanakan kegiatan CSR sangat dianjurkan perusahaan melibatkan komunitas setempat, sehingga kegiatan CSR tersebut menghasilkan dampak positif tidak hanya untuk internal tetapi juga eksternal perusahaan. Kegiatan perlibatan langsung komunitas di wilayah perusahaan berada selama ini dikenal dengan nama CD atau Comdev.

Community Development (CD) atau yang dikenal sebagai Comdev atau pengembangan masyarakat merupakan suatu proses yang dirancang untuk menciptakan kemajuan kondisi ekonomi dan sosial warga masyarakat melalui partisipasi aktif, dimana pada akhirnya akan menumbuhkan prakarsa dan kemandirian masyarakat itu sendiri.

Konsep CSR erat kaitannya dengan konsep pengembangan masyarakat atau community development (Comdev), dimana Comdev merupakan bagian penting dalam proses implementasi kegiatan CSR. Sementara Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL), sebagaimana termaktub dalam Pasal 74 UU No. 40/2007 tentang perseroan Terbatas merupakan kepatuhan perusahaan kepada peraturan sektoral yang sudah ada.

Page 76: ESDM Analis

73

CSR bisa dilaksanakan secara langsung oleh perusahaan di bawah divisi human resource development atau public relations. CSR bisa pula dilakukan oleh yayasan yang dibentuk terpisah dari organisasi induk perusahaan namun tetap harus bertanggung jawab ke CEO atau ke dewan direksi.

Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan CSR melalui kerjasama dengan mitra lain, seperti LSM, perguruan tinggi atau lembaga konsultan. Beberapa perusahaan ada pula yang bergabung dalam sebuah konsorsium untuk secara bersama-sama menjalankan CSR. Beberapa perusahaan bahkan ada yang menjalankan kegiatan serupa CSR, meskipun tim dan programnya tidak secara jelas berbendera CSR (Suharto, 2007a).

Pada awal perkembangannya, bentuk CSR yang paling umum adalah pemberian bantuan terhadap organisasi-organisasi lokal dan masyarakat miskin di negara-negara berkembang. Pendekatan CSR yang berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan ini pada umumnya dilakukan secara ad-hoc, partial, dan tidak melembaga. CSR pada tataran ini hanya sekadar do good dan to look good, berbuat baik agar terlihat baik. Perusahaan yang melakukannya termasuk dalam kategori ”perusahaan impresif”, yang lebih mementingkan ”tebar pesona” (promosi) ketimbang ”tebar karya” (pemberdayaan) (Suharto, 2008).

Dewasa ini semakin banyak perusahaan yang kurang menyukai pendekatan karitatif semacam itu, karena tidak mampu meningkatkan keberdayaan atau kapasitas masyarakat lokal. Pendekatan community development kemudian semakin banyak diterapkan karena lebih mendekati konsep empowerment dan sustainable development. Prinsip-prinsip good corporate governance, seperti fairness, transparency, accountability, dan responsibility kemudian menjadi pijakan untuk mengukur keberhasilan program CSR. Sebagai contoh, Shell Foundation di Flower Valley, Afrika Selatan, membangun Early Learning Centre untuk membantu mendidik anak-anak dan mengembangkan keterampilan-keterampilan baru bagi orang dewasa di komunitas itu. Di Indonesia, perusahaan-perusahaan seperti Freeport, Rio Tinto, Inco, Riau Pulp, Kaltim Prima Coal, Pertamina serta perusahaan BUMN lainnya telah cukup lama terlibat dalam menjalankan CSR.

Page 77: ESDM Analis

74

Kegiatan CSR yang dilakukan saat ini juga sudah mulai beragam, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat berdasarkan needs assessment. Mulai dari pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan, pemberian pinjaman modal bagi UKM, social forestry, penakaran kupu-kupu, pemberian beasiswa, penyuluhan HIV/AIDS, penguatan kearifan lokal, pengembangan skema perlindungan sosial berbasis masyarakat dan seterusnya. CSR pada tataran ini tidak sekadar do good dan to look good, melainkan pula to make good, menciptakan kebaikan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (Rahmat Hidayat, S.T., M.Sc-Universitas Andalas)

4.3 PERAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Mineral dan batubara merupakan sumber daya alam yang tidak terbaharukan (non renewable) yang dikuasai oleh negara, maka pengelolaannya harus memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pengelolaan pertambangan mineral dan batubara berazaskan manfaat, keadilan dan keseimbangan, serta keberpihakan kepada kepentingan bangsa.Sesuai ketentuan dalam Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, wajib dilakukan peningkatan nilai tambah mineral dan batubara melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Sektor ESDM sampai saat ini masih mempunyai peran yang sangat penting terhadap penerimaan negara, dimana pada tahun 2012 sektor esdm berkontribusi sekitar Rp 415,2 Triliun (30%) dari pagu APBN. Dimana tahun 2011 hanya sekitar Rp 387,97 Triliun (29%).

Page 78: ESDM Analis

75

Tabel 3.6 Capaian Strategis Sektor ESDM

Sumber: KESDM (Kilas Balik Sektor ESDM 2012 dan Rencana 2013)

Tahun 2011 penerimaan negara sektor ESDM adalah sebesar Rp 387,97 Triliun, dimana penerimaan dari sub sektor minyak dan gas bumi (migas) masih merupakan komoditi primadona yaitu sebesar Rp 278,97 Triliun, sub sektor pertambangan umum sebesar Rp 107,27 Triliun, sub sektor panas bumi sebesar Rp 0,43 Triliun, sub sektor lainnya sebesar Rp 1,89 Triliun.

Besarnya penerimaan sektor ESDM tersebut belum termasuk deviden dari BUMN di lingkungan sektor ESDM, pajak-pajak dari pengusahaan sektor ESDM yang terdiri dari PPN, PBBKB dan PBB dan royalti, iuran tetap dari pemegang IUP yang ijinnya diterbitkan oleh Bupati dan sebagian masih diaudit.

Sebagai sumber penerimaan negara, sektor ESDM tiap tahunnya memberikan kontribusi sekitar 30% terhadap penerimaan nasional. Pada tahun 2011, penerimaan sektor ESDM mencapai Rp. 387,97 triliun atau sekitar 29% terhadap perkiraan penerimaan nasional sebesar Rp. 1.199 triliun. Penerimaan sektor ESDM tersebut 109% dari APBN-P 2011 sebesar Rp. 324 triliun, dan 122% dari penerimaan tahun 2010 sebesar Rp. 288,84 triiliun. Lebih tingginya realisasi

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

82

Tabel 3.6 Capaian Strategis Sektor ESDM

Sumber: KESDM (Kilas Balik Sektor ESDM 2012 dan Rencana 2013)

Tahun 2011 penerimaan negara sektor ESDM adalah sebesar Rp 387,97

Triliun, dimana penerimaan dari sub sektor minyak dan gas bumi (migas)

masih merupakan komoditi primadona yaitu sebesar Rp 278,97 Triliun, sub

sektor pertambangan umum sebesar Rp 107,27 Triliun, sub sektor panas

bumi sebesar Rp 0,43 Triliun, sub sektor lainnya sebesar Rp 1,89 Triliun.

Besarnya penerimaan sektor ESDM tersebut belum termasuk deviden dari

BUMN di lingkungan sektor ESDM, pajak-pajak dari pengusahaan sektor

ESDM yang terdiri dari PPN, PBBKB dan PBB dan royalti, iuran tetap dari

pemegang IUP yang ijinnya diterbitkan oleh Bupati dan sebagian masih

diaudit.

Sebagai sumber penerimaan negara, sektor ESDM tiap tahunnya memberikan

kontribusi sekitar 30% terhadap penerimaan nasional. Pada tahun 2011,

penerimaan sektor ESDM mencapai Rp. 387,97 triliun atau sekitar 29%

terhadap perkiraan penerimaan nasional sebesar Rp. 1.199 triliun.

Page 79: ESDM Analis

76

penerimaan migas antara lain disebabkan karena tingginya harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.

Besarnya penerimaan sektor ESDM tersebut belum termasuk deviden dari BUMN di lingkungan sektor ESDM, pajak-pajak dari pengusahaan sektor ESDM yang terdiri dari PPN, PBBKB dan PBB dan royalti, iuran tetap dari pemegang IUP yang ijinnya diterbitkan oleh Bupati dan sebagian masih diaudit.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012Gambar 3.2 Dana Community Development (2007-2011)

Peran sektor ESDM lainnya, juga penting sebagai pendorong pembangunan daerah. Peran sektor ESDM terhadap pembangunan daerah diwujudkan, antara lain melalui dana bagi hasil (DBH), kegiatan pengembangan masyarakat atau community development (comdev) atau corporate social responsibility (CSR). Selain itu terdapat program pembangunan Desa Mandiri Energi (DME), Pemboran air tanah dan listrik murah dan hemat yang merupakan program-program pro-rakyat sehingga pembangunan daerah dapat berjalan lebih efektif.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

83

Penerimaan sektor ESDM tersebut 109% dari APBN-P 2011 sebesar Rp. 324

triliun, dan 122% dari penerimaan tahun 2010 sebesar Rp. 288,84 triiliun.

Lebih tingginya realisasi penerimaan migas antara lain disebabkan karena

tingginya harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) dan nilai tukar Rupiah

terhadap Dollar Amerika.

Besarnya penerimaan sektor ESDM tersebut belum termasuk deviden dari

BUMN di lingkungan sektor ESDM, pajak-pajak dari pengusahaan sektor

ESDM yang terdiri dari PPN, PBBKB dan PBB dan royalti, iuran tetap dari

pemegang IUP yang ijinnya diterbitkan oleh Bupati dan sebagian masih

diaudit.

Sumber: Ditjen Minerba, 2012

Gambar 3.2 Dana Community Development (2007-2011)

Peran sektor ESDM lainnya, juga penting sebagai pendorong pembangunan

daerah. Peran sektor ESDM terhadap pembangunan daerah diwujudkan,

antara lain melalui dana bagi hasil (DBH), kegiatan pengembangan

masyarakat atau community development (comdev) atau corporate social

responsibility (CSR). Selain itu terdapat program pembangunan Desa Mandiri

Energi (DME), Pemboran air tanah dan listrik murah dan hemat yang

merupakan program-program pro-rakyat sehingga pembangunan daerah

dapat berjalan lebih efektif.

Growth 8%

Page 80: ESDM Analis

77

Tebel 3.7 Produksi Mineral 2009-2013

Catatan : *) proyeksi hingga akhir tahun 2012 **) rencana 2013Sumber: KESDM (Kilas Balik Sektor ESDM 2012 dan Rencana 2013)

Secara umum, produksi mineral tahun 2011 relatif baik, terdapat peningkatan produksi dari beberapa komoditi mineral seperti logam timah, bijih besi, bijih nikel, ferro nike, dan granit dibandingkan produksi tahun 2010.

Tidak tercapainya rencana produksi komoditas tembaga emas dan perak terjadi akibat penurunan produksi PT Freeport Indonesia yang terjadi akibat demo dan pemogokan kerja yang terjadi sejak triwulan III tahun 2011, yang berimbas pada berhentinya operasional PT Freeport Indonesia.

Tidak tercapainya rencana produksi komoditas logam timah di tahun 2011 terjadi akibat keputusan bersama pengusaha timah di Bangka dan Belitung untuk menghentikan ekspor logam timah sejak Oktober 2011. Hal ini berimbas pada terhentinya aktivitas produksi logam timah di Bangka Belitung.

Peran sektor ESDM juga penting sebagai pendorong pembangunan daerah. Peran sektor ESDM terhadap pembangunan daerah diwujudkan, antara lain melalui dana bagi hasil (DBH), kegiatan pengembangan masyarakat atau community development (comdev) atau corporate social responsibility (CSR). Selain itu terdapat program pembangunan Desa Mandiri Energi (DME), dan Pemboran air tanah yang merupakan program-program pro-rakyat sehingga pembangunan daerah dapat berjalan lebih efektif.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

84

Tebel 3.7 Produksi Mineral 2009-2013

Catatan : *) proyeksi hingga akhir tahun 2012 **) rencana 2013

Sumber: KESDM (Kilas Balik Sektor ESDM 2012 dan Rencana 2013)

Secara umum, produksi mineral tahun 2011 relatif baik, terdapat peningkatan

produksi dari beberapa komoditi mineral seperti logam timah, bijih besi, bijih

nikel, ferro nike, dan granit dibandingkan produksi tahun 2010.

Tidak tercapainya rencana produksi komoditas tembaga emas dan perak

terjadi akibat penurunan produksi PT Freeport Indonesia yang terjadi akibat

demo dan pemogokan kerja yang terjadi sejak triwulan III tahun 2011, yang

berimbas pada berhentinya operasional PT Freeport Indonesia.

Tidak tercapainya rencana produksi komoditas logam timah di tahun 2011

terjadi akibat keputusan bersama pengusaha timah di Bangka dan Belitung

untuk menghentikan ekspor logam timah sejak Oktober 2011. Hal ini berimbas

pada terhentinya aktivitas produksi logam timah di Bangka Belitung.

Peran sektor ESDM juga penting sebagai pendorong pembangunan daerah.

Peran sektor ESDM terhadap pembangunan daerah diwujudkan, antara lain

melalui dana bagi hasil (DBH), kegiatan pengembangan masyarakat atau

community development (comdev) atau corporate social responsibility (CSR).

Selain itu terdapat program pembangunan Desa Mandiri Energi (DME), dan

Pemboran air tanah yang merupakan program-program pro-rakyat sehingga

pembangunan daerah dapat berjalan lebih efektif

Page 81: ESDM Analis

78

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana Undang-Undang Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. DBH sektor ESDM bersumber dari kegiatan minyak bumi, gas bumi dan pertambangan umum, serta panas bumi.

Tebel 3.8 Dana bagi hasil sektor esdmTriliun Rupiah

Sumber: Ditjen Minerba, 2012 *) un-audited

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana Undang-Undang Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. DBH sektor ESDM bersumber dari kegiatan minyak bumi, gas bumi dan pertambangan umum, serta panas bumi. Dana bagi hasil sektor ESDM pada tahun 2011 diperkirakan dapat mencapai sebesar Rp. 40,9 triliun yang terdiri dari minyak bumi Rp. 16,4 triliun, gas bumi Rp. 11,7 triliun, pertambangan umum Rp. 12,3 triliun dan panas bumi Rp. 0,5 triliun.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

85

Dana bagi hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu

untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi,

sebagaimana Undang-Undang Nomor 33/2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. DBH sektor

ESDM bersumber dari kegiatan minyak bumi, gas bumi dan pertambangan

umum, serta panas bumi.

Tebel 3.8 Dana bagi hasil sektor esdm Triliun Rupiah

Sumber: Ditjen Minerba, 2012 *) un-audited

Dana bagi hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu

untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi,

sebagaimana Undang-Undang Nomor 33/2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. DBH sektor

ESDM bersumber dari kegiatan minyak bumi, gas bumi dan pertambangan

umum, serta panas bumi.

Dana bagi hasil sektor ESDM pada tahun 2011 diperkirakan dapat mencapai

sebesar Rp. 40,9 triliun yang terdiri dari minyak bumi Rp. 16,4 triliun, gas bumi

Page 82: ESDM Analis

79

Tebel 3.9 Dana community development sektor esdmMiliar rupiah

Sumber: Ditjen Minerba, 2012 *) un-audited

Di sektor energi dan sumber daya mineral, community development (comdev) adalah bagian dari tanggung jawab korporat (Corporate Social Responsibility) yang merupakan komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.

Keseluruhan peran sektor ESDM memiliki satu muara tujuan yaitu : mengkonversi keunggulan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia berupa potensi Sumber Daya Alam (SDA) energi dan mineral yang dikenal sebagai comparative advantage yang merupakan keunggulan yang bersifat “sementara” menjadi keunggulan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang dikenal sebagai competitive advantage yang merupakan keunggulan yang bersifat “kualitas”. Upaya mengkonversi comparative advantage menjadi competitive advantage yang paling potensial adalah melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam bidang pendidikan. Pendidikan berdampak besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (ability) dan budi pekerti (attitude). Implementasi program CSR secara nyata yaitu dengan pemberian beasiswa, bantuan sarana dan prasarana pendidikan dan sarana olah raga, pelatihan, bantuan tenaga guru, dan pelatihan bagi guru, pembangunan tempat ibadah, pengadaan air bersih, pemberdayaan pertanian dan peternakan secara modern.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

86

Rp. 11,7 triliun, pertambangan umum Rp. 12,3 triliun dan panas bumi Rp. 0,5

triliun.

Tebel 3.9 Dana community development sektor esdm

Miliar rupiah

Sumber: Ditjen Minerba, 2012 *) un-audited

Di sektor energi dan sumber daya mineral, community development (comdev)

adalah bagian dari tanggung jawab korporat (Corporate Social Responsibility)

yang merupakan komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan

ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga

karyawan tersebut berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara

keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.

Keseluruhan peran sektor ESDM memiliki satu muara tujuan yaitu :

mengkonversi keunggulan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh

Indonesia berupa potensi Sumber Daya Alam (SDA) energi dan mineral yang

dikenal sebagai comparative advantage yang merupakan keunggulan yang

bersifat “sementara” menjadi keunggulan potensi Sumber Daya Manusia

(SDM) yang dikenal sebagai competitive advantage yang merupakan

keunggulan yang bersifat “kualitas”. Upaya mengkonversi comparative

advantage menjadi competitive advantage yang paling potensial adalah

melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam bidang pendidikan.

Page 83: ESDM Analis

80

Dana comdev (CSR) sektor ESDM pada tahun 2011 sebesar Rp. 1,56 triliun, sedangkan realisasinya diperkirakan mencapai Rp. 1,66 triliun atau 106% terhadap target 2011.

Program comdev yang dijalankan perusahaan, yaitu :a. Hubungan Masyarakat, berupa keagamaan, sosial, budaya dan

olahragab. Pelayanan masyarakat, berupa bantuan dan charityc. Pemberdayaan masyarakat, berupa kesehatan, pendidikan,

ekonomi, dlld. Pengembangan infrastruktur, seperti sarana ibadah, saran

kesehatan, dll

Sumber: Ditjen Minerba, 2012Gambar 3.3 Kontribusi Sub Sektor Minerba Terhadap Penerimaan Negara

4.4 RUMUSAN PERMASALAHAN

Indonesia adalah negara penghasil tambang yang besar. Pada tahun 2010 tercatat GDP dari sektor pertambangan sebesar Rp. 718.136,8 milyar atau menyumbang 11,2% dari GDP total. Namun tingkat kemiskinan di propinsi-propinsi penghasil utama pertambangan mineral masih tinggi.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

87

Pendidikan berdampak besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya

manusia yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge),

ketrampilan (ability) dan budi pekerti (attitude). Implementasi program CSR

secara nyata yaitu dengan pemberian beasiswa, bantuan sarana dan

prasarana pendidikan dan sarana olah raga, pelatihan, bantuan tenaga guru,

dan pelatihan bagi guru, pembangunan tempat ibadah, pengadaan air bersih,

pemberdayaan pertanian dan peternakan secara modern.

Dana comdev (CSR) sektor ESDM pada tahun 2011 sebesar Rp. 1,56 triliun,

sedangkan realisasinya diperkirakan mencapai Rp. 1,66 triliun atau 106%

terhadap target 2011.

Program comdev yang dijalankan perusahaan, yaitu :

a. Hubungan Masyarakat, berupa keagamaan, sosial, budaya dan olahraga b. Pelayanan masyarakat, berupa bantuan dan charity c. Pemberdayaan masyarakat, berupa kesehatan, pendidikan, ekonomi, dll d. Pengembangan infrastruktur, seperti sarana ibadah, saran kesehatan, dll

Sumber: Ditjen Minerba, 2012 Gambar 3.3 Kontribusi Sub Sektor Minerba Terhadap Penerimaan

Negara

Page 84: ESDM Analis

81

Tabel 3.10 GDP sektor pertambangan di 5 propinsi penghasil tambang mineral terbesar di Indonesia

Sumber: paparan SAM IP, 2012

Kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan negara yang begitu besar, namun berdasarkan data di atas, dapat terlihat bahwa masih terdapat ketimpangan tingkat pendapatan/kemiskinan didaerah-daerah penghasil mineral tambang. Oleh karena itu perlu upayakan maksimal pemerintah dalam rangka pengembangan manfaat dari pendapatan mineral dan batubara dan sejauh mana dampak dimensi industri pertambangan terhadap pengentasan kemiskinan di daerah-daerah tambang. Disamping itu kita dapat mengidentifikasi berbagai penyebab mengapa pelaksanaan CSR tidak berdampak nyata terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat disekitar pertambangan dan bagaimana program CSR kedepan. Kemudian mencari masukan bagaimana upaya untuk mewujudkan terjadinya trickle down effect industri pertambangan dalam pengentasan kemiskian terutama di daerah sekitar tambang. Seperti kita ketahui bersama bahwa mineral right atau kepemilikan dari mineral itu ada di bangsa dan negara. Inilah yang kemudian didalam peyelenggaraannya penguasaan pertambangan ini di delegasikan kepada pemerintah, yang dalam ini ada pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten Kota. Pemerintah pusat memiliki kewenangannya dalam hal penetapan kebijakan dan pengaturan.

Analisis Isu-Isu Sektor ESDM 2012

88

4.4 RUMUSAN PERMASALAHAN Indonesia adalah negara penghasil tambang yang besar. Pada tahun

2010 tercatat GDP dari sektor pertambangan sebesar Rp. 718.136,8 milyar

atau menyumbang 11,2% dari GDP total. Namun tingkat kemiskinan di

propinsi-propinsi penghasil utama pertambangan mineral masih tinggi.

Tabel 3.10 GDP sektor pertambangan di 5 propinsi penghasil tambang

mineral terbesar di Indonesia

Sumber: paparan SAM IP, 2012

Kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan negara yang begitu

besar, namun berdasarkan data di atas, dapat terlihat bahwa masih terdapat

ketimpangan tingkat pendapatan/kemiskinan didaerah-daerah penghasil

mineral tambang. Oleh karena itu perlu upayakan maksimal pemerintah dalam

rangka pengembangan manfaat dari pendapatan mineral dan batubara dan

sejauh mana dampak dimensi industri pertambangan terhadap pengentasan

kemiskinan di daerah-daerah tambang.

Disamping itu kita dapat mengidentifikasi berbagai penyebab mengapa

pelaksanaan CSR tidak berdampak nyata terhadap peningkatan taraf hidup

masyarakat disekitar pertambangan dan bagaimana program CSR kedepan.

Page 85: ESDM Analis

82

Kemudian penetapan standard dan pedoman, penetapan kriteria pembagian urusan pusat dan daerah, kemudian tanggungjawab pengelolaan mineral batubara yang berdampak pada nasional dan lintas provinsi, jadi ini tugas dari pemerintah pusat. Kemudian pemerintah untuk tingkat Provinsi, ini berkaitan dengan pengelolaan yang lintas kabupaten atau yang mempunyai dampak regional. Kemudian kabupaten, ini yang pengelolaan di wilayah kabupaten atau kota. Kemudian instrument kebijakan di daerah itu dalam bentuk Perda.

Kemudian pelaku usaha itu adalah mempunyai hak pengusahaannya/ economic right, jadi pelaku usaha ini BUMN, BUMD, badan usaha swasta dan perseorangan, dan ini dasarnya adalah Undang-Undang. Oleh karena itu kebijakan pengelolaan ini harus mampu mengubah kondisi saat ini menuju kepada kondisi yang diinginkan dengan mempertimbangkan lingkungan strategis yaitu peluang dan kendala. Kemudian kalau kita lihat hipotesisnya itu adalah pertambangan mineral dan batubara belum mampu menciptakan kondisi yang lebih baik bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat disekitar tambang. Karena kalau kita cermati sebenarnya dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat pada saat ini, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,3-6,4 persen, serta kalau kita lihat sebenarnya ada perbaikan, apabila kita lihat dari sisi kemiskinan, justru kemiskinan sekarang ini ditingkat nasional terjadi penurunan. Kalau kita lihat 2011 kita bandingkan 2010, itu terjadi penurunan secara nasional. Tahun 2011 itu tingkat kemiskinan 12,49 persen, namun kalau kita cermati ternyata tingkat kemiskinan di rural, itu jauh tinggi dibandingkan di urban. Kalau kita lihat ternyata tingkat kemiskinan di daerah-daerah rural itu 70 persen lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Namun kalau dicermati ada daerah-daerah tambang yang cukup baik yaitu di Kalimantan Selatan (Kalimantan Timur itu tingkat kemiskinannya sudah jauh lebih kecil dibandingkan dengan nasionalnya). Namun ada daerah-daerah tambang yang tingkat kemiskinannya masih lebih tinggi dibandingkan ditingkat nasional.Kebijakan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, sebenarnya tugas dari pemerintah yang tadi mempunyai hak untuk pengelolaan dari mining right, itu adalah semaksimalnya bisa mengambil manfaat dan hasil atas pengelolaan dan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara.

Page 86: ESDM Analis

83

Pemerintah mempunyai kewenangan dalam hal kebijakan dan pengaturan, perizinan, pembinaan dan pengawasan. Kemudian manfaat ini dalam bentuk penerimaan negara, yaitu baik pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Kemudian juga memaksimalkan produksi untuk pasokan bagi kebutuhan dan kepentingan nasional, disamping investasi, CSR, dana bagi hasil, ada dana alokasi khusus, ada dana alokasi umum, dan ada juga program-program dari pusat untuk daerah (pro growth, pro job, pro poor, pro environment). Penerimaan Negara peranannya masih cukup signifikan 30% dari penerimaan nasional dan kedepan memang sebaiknya itu penerimaan negara ini sebagian besar harus dari pajak. Kemudian dana bagi hasil ini yang ke daerah ini cukup signifikan, sekitar 40 trilyun, dan 2012 ini kita targetkan 55 trilyun.

CSR ini cukup signifikan, antara lain dengan banyak program-program pemerintah pusat untuk di daerah, ini misalnya untuk meningkatkan rasio elektrifikasi kita membangun jaringan, kemudian juga ada percepatan pengembangan energi setempat melalui desa mandiri energi, kemudian kita juga ada penyediaan air bersih, investasi.

Dengan investasi itu sendiri mempunyai multiplier effect bagi tenaga kerja setempat. Jadi ini modal dasar kita untuk mendorong pengentasan kemiskinan di daerah-daerah. Oleh sebab itu kedepannya kiranya perlu adanya optimalisasi program-program CSR, untuk jangka pendek dan jangka menengah, revitalisasi program-program dan kegiatan daerah. 4.5 PEMBAHASAN

Sumberdaya pada industri pertambangan merupakan sumberdaya alam tidak terbarukan, waktu panjang dalam menghasilkan return (slow yielding), beresiko tinggi, padat modal dan keahlian, terletak pada lokasi sudah tertentu dan tidak bisa dipilih (biasanya berlokasi di daerah terpencil dengan infrastruktur minim), menjadi ujung tombak pembangunan di daerahnya, serta rawan isu politik, lingkungan hidup dan sosial.

Page 87: ESDM Analis

84

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar pertambangan, maka pemangku kepentingan harus memiliki strategi jangka pendek, menengah dan panjang dalam pengelolaan pertambangan agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya terhadap masyarakat setempat. Hal-hal kritikal agar multiplier effect pertambangan dapat terjadi:

1. Penetapan arah kebijakan pembangunan wilayah pertambangan (5, 10, 15, 20 tahun ke depan).

2. Identifikasi dari Spending dan Income Cycle di wilayah pertambangan (kondisi saat ini dan yang diharapkan di masa depan).

3. Program peningkatan kapasitas masyarakat wilayah pertambangan didasarkan pada strategi jangka panjang.

4. Program pemerintah yang fokus pada pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan di wilayah pertambangan.

Oleh karena itu, Industri pertambangan harus dipandang sebagai satu kesatuan yang terdiri dari berbagai macam jenis dan skalanya. Dalam prakteknya banyak perusahaan kecil yang memiliki resiko kerusakan lingkungan yang tinggi dan praktek CSR yang buruk. Image buruk sektor pertambangan ini juga menimpa perusahaan tambang besar yang telah menerapkan good mining practis. Sebelum memetakan dampak CSR dan bagaimana CSR ke depan, kita harus memetakan dahulu industri pertambangan yang ada saat ini baik jenis dan skalanya.

Tujuan CSR idealnya adalah membangun infrastruktur, membentuk pola pikir masyarakat, pembentukan karakter, pemberdayaan SDM menuju masyarakat mandiri. Ironisnya banyak tambang yang tidak dapat melakukan hal ini yaitu perusahaan tambang kecil. Untuk itu dalam rangka mencapai tujuan ideal CSR maka nilai komplemen CSR harus dibedakan antara satu perusahaan dengan lainnya dengan melihat kondisi riil pertambangan yaitu jenis dan luasan perusahaan tambang, serta bagaimana bentuk komplemen CSR. Bagi perusahaan tambang skala kecil yang kembang kempis untuk mendapatkan profit, CSR mungkin hanya berupa community development atau charity yang dimasukkan sebagai biaya yang

Page 88: ESDM Analis

85

dikeluarkan dalam rangka keamanan wilayah tambangnya dan CSR yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan masih menjadi PR pemerintah untuk memetakan.

Dalam pelaksanaan 3 P (Profit, People, Planet) pemerintah harus lebih detail dalam menekankan elemen profit melalui analisis market industri pertambangan yang berujung pada pelaksanaan kontrol produksi. Misalnya pemerintah berusaha menarik investor sebanyak-banyaknya namun tidak melakukan analisis SWAT sehingga banyak investor yang mati dalam perjalanannya.

Regulasi pada setiap wilayah pertambangan, misalnya Sumatera dan Kalimantan, harus dibedakan sesuai karakteristik daerah. Untuk wilayah Sumatera misalnya pembangunan PLTU mulut tambang. Pembangunan PLTU mulut tambang tidak untuk meningkatkan PNBP tetapi lebih ditujukan untuk meningkatkan makro ekonomi daerah, maka selanjutnya CSR akan tumbuh.

Ada 5 aspek yang dapat dimasukkan dalam CSR :• Legal compliance, sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku.• Welfare, kesejahteraan masyarakat sekitar tambang meningkat. • Corporate image, dapat menjadi daya jual perusahaan. • Relationship antara perusahaan dan masyarakat, saat ini

banyak terjadi konflik perusahaan tambang dengan masyarakat (resistensi lokal).

• Equity antara Welfare atau well being, profit harus dihasilkan dengan keseimbangan dengan pemerataan kesejahteraan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar.

Harus ada integrasi antara perusahaan dengan masyarakat sekitar tambang untuk menghindari adanya resistensi lokal dan pemerataan kesejahteraan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar. Maka itu perlu ada peraturan perundangan dan proporsi CSR yang jelas. Harus ada indeks CSR yang jelas dan disepakati bersama, seperti halnya indeks kemiskinan, indeks demokrasi, indeks equality, dll.

Page 89: ESDM Analis

86

4.6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASIKESIMPULAN: a. Istilah Corporate Social Responsibility (CSR) mulai digunakan

sejak tahun 1970an dan di Indonesia istilah CSR baru digunakan sejak tahun 1990-an. Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan CSR melalui kerjasama dengan mitra lain, seperti LSM, perguruan tinggi atau lembaga konsultan

b. Empat sasaran pokok program CSR, antara lain: - Prioritas sektor ekonomi ditunjukkan untuk peningkatan

ekonomi mikro melalui usaha mandiri (home industry) dan peningkatan belanja lokal.

- Prioritas yang diberikan di sektor pendidikan ialah peningkatan kualitas sumber daya manusia, melalui bantuan-bantuan sarana pendidikan dan pemberian beasiswa bagi masyarakat yang kurang mampu.

- Pembangunan fasilitas umum/sosial yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

- Pemeriksaan dan pengobatan gratis bagi warga yang tidak mampu serta perbaikan sarana kesehatan yang sudah ada

c. Sektor pertambangan saat ini menyumbang penerimaan negara cukup tinggi (30%), tetapi tingkat kemiskinan di wilayah-wilayah pertambangan masih tetap tinggi (13%).

b. CSR merupakan kewajiban pembayaran externality cost industri pertambangan bagi masyarakat setempat.

c. Pelaksanaan Good Corporate Governance di dalam CSR telah diatur dalam ISO 26000 dan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan CSR.

d. Perusahaan tambang skala besar telah banyak yang menerapkan good mining practise termasuk CSR sedangkan perusahaan tambang skala kecil belum melaksanakan padahal kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya cukup besar.

REKOMENDASI:

a. CSR seyogyanya dikembalikan pada filosofinya yaitu bertujuan memberikan kontribusi dan pengembangan masyarakat yang berkesinambungan namun terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan (tidak hanya bersifat philanthropic, tetapi merupakan social investment).

Page 90: ESDM Analis

87

b. Sifat industri pertambangan adalah non renewable, high risk, long term dan slow yielding sehingga program CSR membutuhkan skema yang spesifik untuk setiap wilayah dengan mempertimbangan tahapan, jenis dan skala industri pertambangan.

c. Perlu dikembangkan suatu indeks penilaian pelaksanaan CSR di perusahaan tambang.

d. Kementerian ESDM diharapkan menetapkan regulasi terkait CSR perusahaan tambang yang dapat diadaptasi oleh perusahaan tambang.

e. Diperlukan terobosan baru yaitu mendayagunakan CSR untuk pengembangan energi baru terbarukan mulai dari skala mikro sebagai salah satu model pemberdayaan masyarakat dalam mendukung kebijakan energy mix.

Page 91: ESDM Analis

88

BAB VPENUTUP Dari Kegiatan Analisis Isu-Isu Sektor ESDM ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Kebijakan subsidi listrik tahun 2013 - Penyesuaian tarif tenaga listrik tahun 2013 sangat diperlukan

agar pendistribusian subsidi listrik lebih tepat sasaran; dana penghematan subsidi listrik dapat dipakai untuk membangun infrastruktur;

- Kebutuhan dana untuk pembangunan jaringan dan pembangkit guna meningkatkan Rasio Elektrifikasi (dari realisasi 2011 sebesar 72,95% dengan target sebesar 77,65% pada tahun 2013) dan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 6,8% pada tahun 2013;

- Dengan pertumbuhan penjualan listrik sebesar 9%, susut jaringan 8,5%, dan margin 7%, maka dibutuhkan dana pengadaan listrik sebesar Rp. 226,91 triliun;

- Dengan kenaikan TTL sebesar 15% pada tahun 2013, dibutuhkan subsidi tahun berjalan sebesar Rp. 78,63 triliun. Apabila tidak dinaikkan diperlukan Rp. 93,52 triliun, artinya mendapat penghematan anggaran sebesar Rp. 14,89 triliun;

- Penerima subsidi terbesar adalah dua golongan; yaitu R1/450 VA dan R1/900 VA (total: 39.180.800 pelanggan) yang mencapai 53,1% (Rp. 41,76 triliun) dari kebutuhan subsidi listrik tahun 2013.

- Upaya-upaya yang dilakukan untuk menekan BPP, yaitu Optimalisasi energi primer untuk pembangkit yaitu dengan meningkatkan pemanfaatan batubara dan gas bumi. Setiap peningkatan 1% penggunaan batubara pada bauran energi untuk menggantikan minyak diperkirakan dapat menghemat subsidi listrik sebesar Rp. 2,3 T. Dalam hal pemanfaatan gas, setiap peningkatan 1% pada bauran energi diperkirakan dapat menghemat subsidi sebesar Rp.2,1 T; Pembangunan FSRU antara lain di Teluk Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Timur dan Jawa Tengah; Program peningkatan efisiensi melalui penurunan susut jaringan (losses).

Page 92: ESDM Analis

89

b. Kebijakan Subsidi BBM1. Subsidi BBM, BBN, dan LPG tahun 2013 (Kurs Rp. 9.224,36/

US$) :• Volume subsidi BBM dan BBN pada tahun 2013 sesua dengan

nota keuangan sebesar 46,01Juta KL.• Volume LPG 3 Kg sebesar 3,86 Juta MTon• Subsidi Biodiesel (BBN) sebesar Rp 3.000/ liter• Subsidi Bioethanol (BBN) sebesar Rp 3.500/ liter• Subsidi untuk LGV sebesar Rp 1.500/ liter• BBM (Alpha) sebesar Rp 642,64/ liter (Alpha BBM dengan

asumsi ICP: US$ 100/bbl, Kurs Rp. 9.300/US$)

2. Sebesar 25% kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan tertinggi justru yang menerima alokasi subsidi yaitu sebesar 77%. Sementara kelompok 25% kelompok rumah tangga dengan penghasilan (pengeluaran) per bulan terendah hanya menerima subsidi sekitar 15%.

3. Penyebab terjadinya over kuota yang berlangsung hampir setiap tahunnya adalah sebagai berikut:• Meningkatnya pertumbuhan ekonomi.• Program pengaturan BBM bersubsidi yang telah direncanakan

tidak dapat dilaksanakan secara penuh• Terjadinya peningkatan penjualan mobil & motor .• Tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dan BBM non

subsidi sehingga terjadi migrasi konsumen dari BBM Non Subsidi ke BBM Bersubsidi.

4. Upaya pemerintah dalam rangka mengurangi konsumsi BBM bersubsidi :• Pengalihan Subsidi Harga ke Subsidi Langsung dan Bantuan

Sosial melalui penguatan program-program penanggulangan kemiskinan.

• Pengurangan Volume (Q ) BBM tertentu, dengan cara :• Pengurangan pemakaian Bahan Bakar Minyak Tertentu

- Diversifikasi energi - Penerapan Sistem Distribusi Tertutup untuk pengguna

tertentu

Page 93: ESDM Analis

90

- Insentif dan Disinsentif Fiskal• Pemilihan Harga Patokan BBM yang tepat

- Menekan biaya distribusi BBM - Menghitung harga keekonomian penyediaan BBM - Penetapan Harga Jual BBM tertentu sesuai daya beli

pengguna tertentu

c. Kebijakan Ekspor Mineral dan Batubara - Lahirnya UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral

dan Batubara memberikan kepastian hukum kepada semua pihak, karena dalam proses penyusunannya banyak terkait dengan tuntutan demokratisasi, otonomi daerah, HAM, kebutuhan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup, sehingga sumberdaya mineral dan batubara dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan bangsa dan negara

- Industri pertambangan mineral dan batubara ditujukan untuk mendukung kebijakan pemerintah Four Track Strategies yaitu: Pro Poor, Pro Job, Pro Growth dan Pro Environment) sehingga terwujud pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang bermanfaat, berkeadilan dan keberpihakan bagi kesejahteraan masyarakat.

- Untuk menjamin keberlanjutan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri pada masa yang akan datang, maka mutlak untuk dilakukan pengendalian penjualan mineral ke luar negeri dalam bentuk bijih.

- Permen ESDM No. 7/2012 dan peraturan lainnya sebagai acuan untuk tata laksananya, menjadi dasar hukum yang kuat bagi Pemerintah guna mendorong perusahaan melakukan peningkatan nilai tambah pertambangan mineral melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

- Fakta bahwa ekspor batubara dari Indonesia yang tidak tercatat pada data ekspor di Indonesia kemungkinan dapat menjadikan perbedaan data ekspor batubara yang tercatat di luar negeri dibandingkan dengan data yang tercatat di Indonesia

- Pada saat ini masih terdapat sejumlah permasalahan yang perlu menjadi perhatian bersama, diantaranya adalah: tumpang tindih perizinan, infrastruktur, dll.

- Perlu dukungan semua pihak pemangku kepentingan untuk mewujudkan peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri

Page 94: ESDM Analis

91

sesuai amanat UU No 4/2009. - Prospek usaha pertambangan mineral dan batubara di masa

mendatang masih sangat terbuka sebagai peluang berinvestasi. Kerjasama internasional diperlukan dalam berbagai kegiatan pertambangan, seperti eksplorasi, tambang bawah permukaan (underground mining), pengolahan dan pemurnian mineral, produk nilai tambah batubara: UBC, pencairan batubara, gasifikasi, dll).

d. Perkembangan Dan Outlook Ekonomi Indonesia Dan Implikasinya Pada Kebijakan Energi Nasional. - Pertumbuhan ekonomi global 2012 diperkirakan mencapai

3,1% dan 2013 mencapai 3,4%. - Indeks harga ekspor non migas Indonesia (IHEx) Nov 2012

turun 11,9% (yoy) atau turun 2,9% (mom). Tahun 2013, IHEx diperkirakan akan naik 2% (yoy).

- Di tengah perlambatan global, ekonomi Indonesia cukup resisten. Pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,3%, paling stabil di dunia dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih dalam kisaran 6,3 – 6,7% dengan faktor pendorong tetap dari permintaan domestik.

- Selama periode 2002 – 2012 inflasi berdasarkan IHK dan inflasi inti (core inflation) menurun secara gradual. Inflasi tahun 2012 diperkirakan sedikit lebih rendah dari target sebesar 4,5%. Pada tahun 2013 inflasi diperkirakan 4,8% setelah menghitung dampak kenaikan TTL 15% (0,39%) dan kenaikan UMP rata-rata 29% (0,25%).

- Implikasi kebijakan energi pada perekonomian antara lain : • Kebijakan subsidi energi berdampak pada transaksi

berjalan dan stabilitas makroekonomi.• Inflasi masih rentan terhadap perubahan kebijakan energi

(BBM dan TTL).• Penyesuaian harga BBM harus memperhatikan waktu dan

magnitude (besaran) untuk mengurangi dampak negatif jangka pendek terhadap perekonomian.

• Permintaan valas Pertamina sering menimbulkan volatilitas yang berlebihan.

- Kebijakan subsidi BBM mendorong peningkatan konsumsi BBM karena besarnya gap antara harga BBM subsidi dengan

Page 95: ESDM Analis

92

non subsidi. Sementara produksi minyak mengalami trend yang menurun sehingga mendorong peningkatan impor produk minyak. Hal ini menambah tekanan terhadap neraca pembayaran.

- Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi untuk mobil pribadi berdasar kapasitas meesin akan memberikan tambahan tekanan terhadap inflasi dengan besaran yang relatif moderat. Berdasarkan hasil analisis dampak pembatasan BBM bersubsidi terhadap mobil pribadi kapasitas >1.500 cc di wilayah Jabodetabek akan menaikkan inflasi pada kisaran 0,14 – 0,33%. Pada wilayah Jawa-Bali akan menaikkan inflasi pada kisaran 0,13 – 0,29%, dan total Jawa-Bali berkisar 0,27 – 0,62%.

- Kenaikan TTL rumah tangga berdampak langsung terhadap inflasi IHK melalui komponen tarif listrik. Kenaikan TTL industri berdampak tidak langsung terhadap inflasi IHK melalui kenaikan biaya produksi (biaya input).

- Kenaikan harga BBM yang tinggi berdampak pada inflasi, melemahkan keyakinan konsumen dan pertumbuhan PDB. Kenaikan harga BBM lebih dari 10% pada tahun 2005 menaikkan inflasi hingga 17% dan menurunkan PDB pada tahun 2006.

e. Mencari Terobosan Investasi Panas Bumi Indonesia - Permen ESDM No. 2 Tahun 2011 tidak sepenuhnya mengadopsi

konsep feed-in tariff karena hanya menetapkan harga patokan tertinggi pembelian listrik oleh PT PLN sehingga mekarnisme lelang untuk mendapatkan WKP masih bisa dengan lelang harga terendah.

- Beberapa pertimbangan terkait penetapan feed-in tariff:• Bagaimana feed-in tariff disusun, bagaimana harga

akan dibedakan mengingat proyek panas bumi sangat site specific. Penentuan kelompok harga hendaknya memerhatikan jenis teknologi, kapasitas proyek, kualitas resources, status pengembangan (green/existing field), dan lokasi/kondisi infrastruktur

• Perlu dipikirkan kaitannya dengan UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan mengingat potensi akan Pasal 33 ayat 2.

Page 96: ESDM Analis

93

• Bagaimana terkait proses pengusahaan panas buminya (lelang untuk mendapatkan WKP, mekanisme penugasan survei pendahuluan) proses lelang migas dapat menjadi acuan untuk proses lelang WKP karena harga sudah tidak menjadi faktor penentu.

6. Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Tambang Terhadap Masyarakat Sekitar - Istilah Corporate Social Responsibility (CSR) mulai digunakan

sejak tahun 1970an dan di Indonesia istilah CSR baru digunakan sejak tahun 1990-an. Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan CSR melalui kerjasama dengan mitra lain, seperti LSM, perguruan tinggi atau lembaga konsultan.

- Empat sasaran pokok program CSR, antara lain:• Prioritas sektor ekonomi ditunjukkan untuk peningkatan

ekonomi mikro melalui usaha mandiri (home industry) dan peningkatan belanja lokal.

• Prioritas yang diberikan di sektor pendidikan ialah peningkatan kualitas sumber daya manusia, melalui bantuan-bantuan sarana pendidikan dan pemberian beasiswa bagi masyarakat yang kurang mampu.

• Pembangunan fasilitas umum/sosial yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

• Pemeriksaan dan pengobatan gratis bagi warga yang tidak mampu serta perbaikan sarana kesehatan yang sudah ada

- Sektor pertambangan saat ini menyumbang penerimaan negara cukup tinggi (30%), tetapi tingkat kemiskinan di wilayah-wilayah pertambangan masih tetap tinggi (13%).

- CSR merupakan kewajiban pembayaran externality cost industri pertambangan bagi masyarakat setempat.

- Pelaksanaan Good Corporate Governance di dalam CSR telah diatur dalam ISO 26000 dan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan CSR.

- Perusahaan tambang skala besar telah banyak yang menerapkan good mining practise termasuk CSR sedangkan perusahaan tambang skala kecil belum melaksanakan padahal kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya cukup besar.

Page 97: ESDM Analis
Page 98: ESDM Analis

PengarahWaryono KarnoSekretaris Jenderal KESDM

PenanggungjawabEgo SyahrialKepala Pusat Data dan Informasi ESDM

Atena FalahtiKepala Bidang Kajian Strategis

KetuaAang DarmawanKepala Sub Bidang Kajian Strategis Energi

Wakil KetuaArifin Togar NapitupuluKepala Sub Bidang Kajian Strategis Mineral

KoordinatorAgus Supriadi

AnggotaTri Nia Kurniasih Aries KusumawantoGolfritz Sahat SihotangCatur Budi KurniadiAmeri Isra

NarasumberCecilya MalikAgus SugiyonoBPPT

Maya KalaloPT PLN (Persero)

TIM PENYUSUN

Page 99: ESDM Analis