Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional...

54
Evaluasi/Audit Kelembagaan Evaluasi/Audit Kelembagaan Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Perpustakaan Nasional RI Perpustakaan Nasional RI

Transcript of Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional...

Page 1: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanEvaluasi/Audit KelembagaanEvaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RIPerpustakaan Nasional RIPerpustakaan Nasional RI

Page 2: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan Nikmat

yang diberikan. Kami mengucapkan syukur Laporan Pendahuluan dalam pekerjaan

Penyusunan Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI dapat kami

susun dan selesaikan.

Sebagaimana latarbelakan kegiatan ini, mengingat peran penting

perpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya tulis, karya cetak,

dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi

kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para

pemustaka. Sehingga perpustakaan dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan,

penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi dalam rangka meningkatkan

kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Dengan demikian, tujuan dari keberadaan

perpustakaan adalah untuk memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan

kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa dapat tercapai.

Perpusatakaan Nasional sebagai institusi yang memperoleh mandat dari

pemerintah untuk menyelenggarakan pengembangan, pembinaan, dan

pendayagunaan semua jenis perpustakaan di instansi atau lembaga pemerintah

maupun swasta dalam rangka pelestarian bahan pustaka sebagai suatu hasil budaya

serta pelayanan informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan, harus

senantiasa mampu meng-update kapasitas maupun kapabilitas secara kelembagaan.

Berlatarbelakang hal tersebut, maka kajian ini dilaksanakan yang nanti akan

dijadikan landasan, meliputi: a). Mendapat gambaran arah kebijakan organisasi

Perpustakaan Nasional menuju organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran; b).

Memberikan pengertian tentang tugas yang terkandung dalam suatu jabatan dan

persyaratan yang harus dipenuhi untuk jabatan tersebut sehingga memudahkan

pemegang jabatan untuk melaksanakan pekerjaannya; c). Sebagai dasar untuk

melaksanakan kegiatan-kegiatan manajemen SDM lainnya mulai dari perencanaan

sampai dengan pelaksanaan kegiatan pemeliharaannya; d). Memastikan seluruh

tugas dan fungsi di dalam organisasi terbagi habis dan tidak terjadi overlapping

maupun white-space tugas, kewenangan dan tanggung jawab.

Laporan Pendahuluan ini merupakan titik pijak untuk pelaksanaan kegiatan

selanjutnya, maka kami mengharapkan banyak masukan dan saran yang

membangun untuk penyempurnaan pada kajian ini sehingga mampu menghasilkan

kajian yang khpmprehensif. Atas nama PT.Sinergi Visi Utama kami mengucapkan

terimakasih atas kepercayaan yang diberikan Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia dalam pelaksanaan kajian ini.

Yogyakarta, September 2018

Prof. Dr. Achmad Nurmandi, M.Sc Direktur Utama

Page 3: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .................................................................................................. I-1

1.2. Referensi Hukum .............................................................................................. I-6

1.3. Tujuan ............................................................................................................... I-7

1.4. Sasaran .............................................................................................................. I-7

1.5. Ruang Lingkup .................................................................................................. I-7

1.6. Lokasi Penelitian ............................................................................................... I-8

1.7. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan ........................................................................... I-8

BAB II KAJIAN LITERATUR

2.1. Konsep Tata Kelola Pemerintahan .................................................................... II-1

2.1.1 Reinventing Government ............................................................................... II-1

2.1.2 Effective Governance ..................................................................................... II-3

2.2 Manajemen Birokrasi Pemerintahan .................................................................. II-5

2.2.1 Reformasi Birokrasi ................................................................................... II-5

2.2.2 Tata Kelola Pemerintahan ......................................................................... II-7

2.2.3 Arah Reformasi Birokrasi Pemerintahan ................................................... II-9

2.3 Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) .............................................. II-10

2.4 Model Tata Kelola Perpustakaan ....................................................................... II-15

2.4.1 Hakikat, Fungsi, dan Prinsip-prinsip Tata Kelola Perpustakaan ................ II-15

2.4.2 Tata Kelola Perpustakaan Berbasis IT ....................................................... II-25

2.4.3 Model Pengembangan Organisasi Perpustakaan ....................................... II-26

2.4.4 Persinggungan Fungsi Perpustakaan Nasional

dengan Kementerian/Lembaga Lain ......................................................... II-26

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian .............................................................................................. III-1

3.2. Unit Analisis ..................................................................................................... III-5

3.3. Jenis Data ......................................................................................................... III-5

3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... III-6

3.5. Teknik Analisis Data ........................................................................................ III-7

Page 4: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan.................................................................... I-8

Tabel 2.1. Persinggungan Fungsi Perpustakaan Nasional dengan

Kementerian/Lembaga Lain ...................................................................... II-28

Tabel 2.3. Langkah Kerja Evaluasi/Audit Organisasi ................................................. III-4

Page 5: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Soft System Methodology .......................................................................... III-2

Page 6: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

I-1

1.1. Latar Belakang

Sebagaimana tujuan Republik ini didirikan, salah satunya adalah untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa seluruh elemen masyarakat

berhak dan wajib untuk memperoleh pendidikan yang layak. Pada kenyataannya,

keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah saat ini, menyebabkan belum

semua masyarakat indonesia mampu memperoleh dan mengakses jenjang pendidikan

yang layak. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dikeluarkan

United Nations Development Programme (UNDP) pada 2016, Indonesia meraih

angka sebesar 0.689. Nilai tersebut menempatkan Indonesia dalam kategori

pembangunan manusia menengah, berada di peringkat 113 dari 188 negara.

Kondisi itu tentunya menghambat upaya Indonesia untuk bersaing di kancah

global. Padahal, konstitusi telah menjamin hak setiap warga negara untuk mendapat

pendidikan sebagaimana termaktub pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal

28C. ”Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan

dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu

pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya

dan demi kesejahteraan umat manusia.”

Dalam konteks ini, peran penting perpustakaan bagi masyarakat sebagai

institusi pengelola karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional

PENDAHULUAN

BAB SATU

Page 7: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

I-2

dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian,

pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Sehingga perpustakaan dapat

berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi

dalam rangka meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Dengan demikian,

tujuan dari keberadaan perpustakaan adalah untuk memberikan layanan kepada

pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan

pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dapat tercapai.

Perpusatakaan Nasional sebagai institusi yang memperoleh mandat dari

pemerintah untuk menyelenggarakan pengembangan, pembinaan, dan

pendayagunaan semua jenis perpustakaan di instansi atau lembaga pemerintah

maupun swasta dalam rangka pelestarian bahan pustakasebagai suatu hasil budaya

serta pelayanan informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan, harus

senantiasa mampu meng-update kapasitas maupun kapabilitas secara kelembagaan.

Di negara manapun, Perpustakaan Nasional diposisikan sebagai bagian dari

lembaga publik dimana perpustakaan berperan menyediakan sumber data dan

informasi bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat memahami dan mengerti

tentang data dan informasi yang berkembang. Dalam konteks ini, perpustakaan

sebagai sarana publik untuk mendapatkan dan mengembangkan pengetahuan serta

meningkatkan keterampilan (Mostert & Mugwisi, 2018). Selain itu, perpustakaan juga

sebagai pusat pengembangan ilmu dan pusat kajian untuk menyelesaikan

permasalahan sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat (Barokati, Wajdi

& Barid, 2017). Karena itu, eksistensi perpusatakaan sangat strategis dalam

mewujudkan masyarakat cerdas (smart people) dan membangun peradaban negara

(civilization government).

Mengingat pentingnya keberdaan perpusatakaan maka negara-negara maju

mencurahkan perhatiannya untuk mendesain tata kelola perpustakaan yang

mendukung dan memperkuat peradaban negara, termasuk di dalamnya membentuk

mental dan wawasan pengetahuan warga negara. Anunobi & Okoye (2008) secara

khusus meneliti tentang peran negara-negara maju dalam mendesain tata kelola

perpustakaan. Dalam hasil penelitian mereka, Anunobi & Okoye (2008)

mengungkapkan bahwa pemerintah di negara-negara maju memandang perpustakaan

harus mampu memberikan pelayanan secara maksimal bagi warga negara. Anunobi

dan Okoye (2008) menguraikan salah satu strategi pemerintah di negara-negara maju

Page 8: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

I-3

dalam mewujudkan pelayanan perpustakaan yang efektif dan efisien adalah

melakukan pengembangan organisasi perpustakaan yang mendukung penerapan

teknologi informasi dalam tata kelola perpustakaan.

Mostert dan Mugwisi (2018) dalam hasil penelitian mereka tentang

perpustakaan nasional di Nigeria mengungkapkan bahwa pemerintah Nigeria

menempatkan perpustakaan nasional sebagai lembaga nasional yang memiliki

tanggungjawab untuk menyediakan informasi dan data yang lengkap dan mudah

diakses oleh masyarakat luas. Kementerian Pendidikan di Nigeria mendorong

lembaga perpustakaan, pemerintah federal, dan pemerintah daerah bersama-sama

membangun sistem perpustakaan yang terintegrasi sehingga akses informasi dan data

dapat dilakukan melalui satu sistem. Sistem perpustakaan nasional di Nigeria

terintegrasi dengan perpustakaan di negara-negara bagian Nigeria sehingga warga

negara dapat mengakses data dan informasi di semua perpustakaan melalui satu

sistem.

Menurut para ahli manajemen perpustakaan, kinerja lembaga perpusatakaan

publik (public library performacet) harus didukung oleh peraturan hukum, kebijakan,

sarana, anggaran, dan sumber daya manusia yang memiliki keahlian di bidang tata

kelola perpustakaan (library governance) (Kuh & Gonyea,2003; Harrison, 2018). Dalam

hal ini, pemerintah menyiapkan peraturan hukum yang memberi ruang otonomi bagi

pengelolaan perpustakaan sehingga perpustakaan dapat menyiapkan informasi dan

data yang relevan. Selain itu, pemerintah membuat kebijakan pengembangan

perpustakaan yang mendukung penerapan teknolofi informasi dalam manajemen

perpustakaan. Aspek lain yang lebih penting adalah pemerintah harus mengalokasikan

anggaran yang cukup untuk pengembangan perpustakaan, termasuk di dalamnya

penguatan kapasitas sumber daya manusia yang terampil dalam tata kelola

perpustakaan (Mostert & Mugwisi, 2018).

Mengacu pada kajian di atas, kinerja organisasi perpustakaan tidak lepas dari

bentuk peraturan perundang-undangan, penataan kebijakan, alokasi anggaran negara,

sarana, dan kapasitas sumber daya manusia yang memadai. Dalam konteks ini,

pengembangan Perpustakaan sebagai bagian dari organisasi publik perlu dilakukan

melalui kajian mendalam yang didasarkan pada perspektif governance dan reformasi

birokrasi yang mendukung terwujudnya organisasi Perpustataan Nasional yang efektif

dan efesien dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat luas. Wong, G. K. W.,

& Chan, D. L. (2018) mengungkapkan bahwa good governance library adalah tata kelola

Page 9: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

I-4

perpustakaan dijalankan berdasarkan pada paradigma reinventing government, effective

governance, dan development organization. Pada umumnya, reinventing government

merupakan konsep yang menggambarkan penyelenggaraan pelayanan publik yang

efektif dan efesien (Field, N., & Tran, R., 2018). Sedangkan effective governance adalah

sebuah konsep tata kelola pemerintahan yang menekankan pada penguatan organisasi

yang mendukung penyelenggaraan pelayanan publik (Aasi, P., Rusu, L., Leidner, D.,

Perjons, E., & Estrada, M. C., 2018). Kemudian, Development Organization (OD) adalah

konsep yang menjelaskan tata kelola organisasi yang mendukung terwujudnya tujuan

dan target organisasi secara efektif dan efesien (Cummings, T. G., & Worley, C. G.,

2014).

Wong, G. K. W., & Chan, D. L. (2018) menjelaskan bahwa pemerintah harus

mengedepankan model kepemimpinan adaptif (adaptive leadership) guna memperkuat

lembaga perpustakaan sebagai pusat belajar masyarakat. Dalam hal ini,

kepemimpinan adaptif menggambarkan peran pemerintah dalam merubah proses

pelayanan perpustakaan yang lebih efektif dan efesien untuk membangun budaya dan

lembaga perpustakaan yang adaptif dengan tuntutan dan perkembangan teknologi

informasi. Di lain pihak, Field, N., & Tran, R. (2018) juga menekankan bahwa tata

kelola perpustakaan harus berdampak pada tercapianya public value yakni peningkatan

ekonomi masyarakat dan keadilan sosial bagi semua warga negara di dalamnya. Bagai

Field, N., & Tran, R. (2018), eksistensi perpustakaan tidak hanya sebagai sarana yang

menyediakan informasi dan data bagi warga negara namun juga sebagai lembaga yang

mendukung terwujudnya kesejahteraan dan keadilan bagi warga negara.

Sejauh ini, pemerintah Indonesia berupaya mewujudkan tata kelola

Perpustakaan Nasional sebagai pusat informasi dan data yang mendukung

pengembangan ilmu pengetahuan, terwujudnya masyarakat yang cerdas (smart people)

dan sadar literasi (literacy awareness) serta mendukung terwujudnya hak asasi warga

negara terhadap pelayanan pendidikan (Barokati, Wajdi & Barid, 2017). Pemerintah

Indonesia memiliki undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan di

mana melalui Undang-undang ini tata kelola perpustakaan dijalankan untuk

mendukung terselenggaranya pendidikan di Indonesia secara adil, efektif, dan efesien.

Pasal 3 undang-undang tersebut menegaskan bahwa Perpustakaan berfungsi sebagai

wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk

meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Secara eksplisit Undang-undang

nomor 43 tahun 2007 hadir untuk menjamin keadilan sosial bagi semua warga negara

Page 10: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

I-5

Indonesia. Pasal 5 ayat 2 menegaskan bahwa “masyarakat di daerah terpencil,

terisolasi, atau terbelakang sebagai akibat faktor geografis berhak memperoleh layanan

perpustakaan secara khusus.”

Pada dasarnya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki tugas yang

sama dalam manajemen perpustakaan di mana hal ini ditegaskan dalam undang-

undang perpustakaan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki

kewajiban membuat peraturan tentang pengembangan perpustakaan. Namun dalam

konteks ini, pemerintah pusat memiliki kewenangan menetapkan kebijakan nasional

tentang perpustakaan untuk ditaati oleh semua perpustakaan di wilayah Indonesia.

Pasal 9 Undang-undang perpustakaan menegaskan bahwa pemerintah pusat

menetapkan kebijakan nasional dalam pembinaan dan pengembangan semua jenis

perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu,

Perpustakaan Nasional memiliki kewenangan menetapkan standard Perpustakaan

Daerah, Perguruan Tinggi, dan Sekolah. Oleh karena itu, tanggungjawab

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam mengendalikan dan menata

organisasi perpustkaan sangat besar.

Mengingat besarnya kewenangan dan tanggungjawab Perpustakaan Nasional.

Penguatan kinerja Perpustakaan Nasional perlu dilakukan melalui reformasi birokrasi,

penataan struktur, kebijakan, dan sumber daya manusia perpustakaan nasional.

Secara khusus, pengembangan organisasi perpustakan nasional baik pada aspek

kewenangan maupun aspek kelembagaan dapat mengacu pada undang-undang nomor

23 tahun 2014 tentang pembagian urusan pemerintah pusat dan daerah di mana

undang-undang ini menegaskan batas kewenangan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah. Dalam urusan perpustakaan, kewenangan pemerintah pusat

adalah menetapkan kebijakan Perpustakaan Nasional dan membina perpustakaan

daerah melalui penetapan standarisasi perpustakaan. Sedangkan kewenangan

pemerintah daerah adalah membuat kebijakan perpustakaan daerah dengan

memperhatikan kebijakan dan standar perpustakaan yang ditetapkan pemerintah

pusat melalui perpustakaan nasional.

Pada aspek kelembagaan, pengembangan organisasi perpustakaan nasional

mengacu pada Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Nomor 1 tahun 2012 tentang

Perubahan atas Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Nomor 3 tahun 2001

tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional dimana peraturan tersebut

menjelaskan struktur dan tata kerja organisasi Perpustakaan Nasional. Kendati

Page 11: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

I-6

peraturan kepala perpustkaan tersebut sudah jelas mengatur struktur dan tata kerja,

namun dalam perspektif OD (Organization Development) pengembangan aspek

kelembagaan organisasi perpustakaan harus terus dilakukan dengan memperhatikan

kebutuhan masyarakat, perkembangan teknologi informasi, dan perkembangan ilmu

pengetahuan sehingga tujuan besar perpustakaan nasional sebagaimana ditegaskan

dalam undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan dapat dicapai

dengan baik.

Kajian ini dilakukan untuk memperkuat kapasitas Perpustakaan Nasional

sebagai organisasi yang berperan memberikan layanan kepada masyarakat luas,

meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan

untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui hasil kajian ini, Perpustakaan

Nasional dapat merumuskan arah kebijakan perpustakaan yang mendukung

terselenggaranya pelayanan yang efektif dan efesien (Re-inventing Government),

memperkuat struktur dan tata kerja Perpusnas yang efektif (Effective Governance), dan

memperkuat relasi antar perpustakaan melalui pengembangan organisasi dan

kewenangan (Development Organization).

1.2. Referensi Hukum

Dalam proses kajian Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional

RI ada beberapa referensi hukum yang menjadi landasan dalam proses

pelaksanaannya, meliputi:

1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan;

2. Undang-Undang Nomor4 Tahun 1990 tentang Serah-Simpan Karya Cetak

dan Karya Rekam;

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara;

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pembagian Urusan

Pemerintah Pusat Daerah;

5. Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 2000 tentang Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai

Page 12: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

I-7

Negeri Sipil;

9. Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Nomor 3 Tahun 2001 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional;

10. Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Nomor 1 Tahun 2012 tentang

Perubahan atas Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Nomor 3 Tahun

2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional.

1.3. Tujuan

Berdasarkan penjelasan pada bagian latar belakang di atas, tujuan umum

kajian ini adalah untuk mengetahui kapasitas Perpustakaan Nasional secara

menyeluruh sehingga Perpustakaan Nasional dapat:

1. Memahami gambaran arah kebijakan organisasi Perpustakaan Nasional

menuju organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran;

2. Pengertian tentang tugas yang terkandung dalam suatu jabatan dan

persyaratan yang harus dipenuhi untuk jabatan tersebut sehingga

memudahkan pemegang jabatan untuk melaksanakan pekerjaannya;

3. Melaksanakan kegiatan-kegiatan manajemen SDM mulai dari perencanaan

sampai dengan pelaksanaan kegiatan pemeliharaannya;

4. Memahami seluruh tugas dan fungsi di dalam organisasi terbagi habis dan

tidak terjadi overlapping maupun white-space tugas, kewenangan dan tanggung

jawab.

1.4. Sasaran

Sasaran kegiatan ini adalah terwujudnya organisasi Perpustakaan Nasional

yang proporsional dan tepat fungsi serta tepat ukuran (right size) melalui implementasi

instrumen dan pedoman penataan organisasi yang telah disusun secara efektif.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan ini mencakup hal utama:

a. Pembahasan proposal penataan (struktur) organisasi Perpustakaan Nasional

yang disampaikan oleh konsultan;

b. Pelaksanaan penyusunan perubahan tugas dan fungsi struktur organisasi

Perpustakaan Nasional oleh konsultan (pengumpulan bahan, desk research,

Page 13: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

I-8

penelitian lapangan, analisa dan pelaporan);

c. Focuss Group Discussion;

d. Pembahasan hasil dan rekomendasi akhir melalui uji publik perubahan tugas

dan fungsi struktur organisasi Perpustakaan Nasional.

1.6. Lokasi Penelitian

a. Lokasi Penelitian dilaksanakan di Jakarta, Bukit Tinggi dan Blitar;

b. Lokasi Focus Group Discussion dilaksanakan di Jakarta dan sekitarnya;

c. Lokasi uji publik dilaksanakan di Jakarta dan sekitarnya.

1.7. Jadwal pelaksanaan pekerjaan

Secara keseluruhan waktu yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tahun 2018 selama 120 hari

kalender/4 (empat) bulan. Jadwal pelaksanaan pekerjaan (Work Plan) yang akan

dilaksanakan pada kegiatan ini selengkapnya disajikan pada Tabel 1.1. Berikut:

Tabel. 1.1.

Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan

No Uraian Pekerjaan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4

Ket 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

I TAHAP PERSIAPAN

- Koordinasi dan Pemahaman KAK

- Mobilisasi Personil

- Penyiapan Metodologi Untuk Survey dan Analisis

II TAHAP PENYUSUNAN

LAPORAN PENDAHULUAN

- Penyusunan Laporan Pendahuluan

- Penyerahan Laporan Pendahuluan

- Presentasi Laporan Pendahuluan

III TAHAP PENGUMPULAN DATA

DAN INFORMASI

- Pengumpulan Data Sekunder

- Pengumpulan Data Primer

IV TAHAP PENGOLAHAN DAN

ANALISA DATA

- Pengolahan Data

- Analisa Data

VI TAHAP PENYUSUNAN

DRAF LAPORAN AKHIR

- Penyusunan Draf Laporan Akhir

- Penyerahan Draf Laporan Akhir

Page 14: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

I-9

No Uraian Pekerjaan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4

Ket 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

- Presentasi Draf Laporan Akhir

VII TAHAP PENYUSUNAN

LAPORAN AKHIR

- Penyempurnaan Laporan

- Penyerahan Laporan Akhir

Page 15: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-1

2.1 Konsep Tata Kelola Pemerintahan

2.1.1 Reinventing Government

Konsep reinventing government yang digagas oleh David Osborne dan Ted

Gaebler merupakan gagasan untuk mengoptimalkan kinerja organisasi

pemerintahan dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Menurut

Heryanto (2014), teori reinventing government yang tergolong pada the new public

management merupakan demistifikasi atas the old public management. Gagasan

ini muncul sebagai respon atas buruknya pelayanan publik yang terjadi di

pemerintahan Amerika sehingga timbul krisis kepercayaan terhadap

pemerintah.

Oesman (2010) menyebutkan bahwareinveting government yaitu praktik

manajemen publik yang didukung oleh birokrasi dengan semangat

kewirausahaan. David Osborne dan Ted Gaebler (1992) menyebutkan

terdapat 10 prinsip konsep reinventing government. Pertama, pemerintahan

katalis yaitu mengarahkan ketimbang mengayuh. Artinya, jika pemerintahan

diibaratkan sebagai perahu, maka pemerintah dituntut berkonsentrasi pada

pembuatan kebijakan-kebijakan strategis daripada kegiatan-kegiatan yang

bersifat administratif atau pelayanan. Kedua pemerintahan milik rakyat yaitu

LITERATURE REVIEW

BAB DUA

Page 16: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-2

memberi wewenang ketimbang melayani. Artinya, birokrasi pemerintahan

dituntut berkonsentrasi pada pemberdayaan kelompok-kelompok masyarakat

dalam rangka menciptakan iklim partisipatif rakyat untuk ikut mengontrol

jalannya pemerintahan.

Ketiga, pemerintahan yang kompetitif yaitu menyuntikkan persaingan ke

dalam pemberian pelayanan. Artinya, seluruh pelayanan tidak hanya

menyebabkan risorsis pemerintah menjadi habis terkurassehingga pemerintah

perlumendorong terciptanya kompetisi di antara masyarakat, private sector, dan

organisasi non pemerintah yang lain dalam pelayanan publik. Keempat,

pemerintahan yang digerakkan oleh misi yaitu mengubah organisasi yang

digerakkan oleh peraturan. Artinya, penyelenggaraan pemerintahan

didasarkan pada misi yang hendak dicapai dan tidak tersandera oleh

peraturan-peraturan yang menghambat misi tersebut agar lebih efektif dan

efisien.Kelima, pemerintahan yang berorientasi hasil yaitu membiayai hasil,

bukan masukan. Artinya, anggaran pemerintah lebih difokuskan untuk

meningkatkan kinerja sehingga tercipta sikap obsesif untuk meningkatkan

prestasi. Sistem penggajian dan penghargaan, misalnya, seharusnya

didasarkan atas kualitas hasil kerja bukan pada masa kerja, besar anggaran dan

tingkat otoritas

Keenam, pemerintahan berorientasi pelanggan yaitu memenuhi

kebutuhan pelanggan, bukan boirokrasi. Artinya, pemerintah dituntut

memposisikan rakyat sebagai pelanggan yang harus dipenuhi kebutuhannya.

Ketujuh, pemerintahan wirausaha yaitu menghasilkan ketimbang

membelanjakan. Artinya, pemerintah wirausaha harus berinovasi bagaimana

menjalankan program publik dengan dengan sumber daya keuangan yang

sedikit tersebut.Kedelapan, pemerintahan antisipatif yaitu mencegah daripada

mengobati. Artinya, pemerintah seharusnya memusatkan anggaran

pemerintah untuk mencegah hal-hal buruk yang kemungkinan terjadi di masa

mendatang. Misalnya, daripada mengeluarkan anggaran untuk mengatasi

kerusakan fasilitas publik akibat bajur, pemerintah seharusnya lebih banyak

mengalokasikan anggaran untuk perbaikan saluran air dan sebagainya.

Kesembilan, pemerintahan desentralisasi yaitu dari hierarki menuju

partisipasi dan tim kerja. Artinya, beban kerja pemerintah harus dibagi sesuai

Page 17: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-3

spesifikasi kebutuhan organisasi dan tidak menunggu instruksi dari organisasi

di atasnya. Kesepuluh, pemerintahan berorientasi pasar yaitu mendongkrak

perubahan melalui pasar. Artinya, daripada beroperasi sebagai pemasok masal

barang atau jasa tertentu, pemerintahan atau organisasi publik lebih baik

berfungsi sebagai fasilitator dan pialang dan menyemai pemodal pada pasar

yang telah ada atau yang baru tumbuh.

Di satu sisi, konsep pemerintahan entrepreneur(reinventing government)

yang dicetuskan Osborn dan Gaebler yang mencoba menemukan nilai-nilai

baru (re-inventing) di bidang pemerintahan masih dianggap memiliki banyak

kelemahan. Painter (dalam Usman, 2011)mengkritisi bahwa bahwa ia terlalu

bias pada “new administrative values” yang lebih banyak menitik beratkan pada

orientasi goal governance dengan meminggirkan nilai-nilai administrasi klasik

yang sebenarnya masih potensial yang berbasis pada rule governance. Di sisi

lainnya, Keban (2000) justru menganggap bahwa konsep reinventing

governmentmerupakan alternatif dalam tata kelola organisasi pemerintahan dan

berpandangan bahwa di masa mendatang, orientasi penilaian kinerja

pemerintahan hendaknya mengikuti paradigma “reinventing government” atau

“post-bureaucratic”, yang mengutamakan pengukuran kinerja pada hasil akhir

atau tujuan serta visi organisasi, dan bukan pada kemampuan mendanai input

dan menjalankan proses.

Secara garis besar, konsep reinventing goverment memiliki orientasi

fokus pada pergeseran operasi pemerintahan dari yang sebelumnya

berorientasi ke dalam (inward looking) ke pemerintahan yang berorientasi

keluar (outward looking) yang memperhatikan kebutuhan stakeholders atau

pemangku kepentingan, khususnya pengguna jasa. Selain itu, partisipasi

masyarakat dalam mengontrol penyelenggaraan pemerintahan merupakan

saluran penting untuk memastikan pemerintahan berjalan secara efektif.

2.1.2 Effective Governance

Effective governance merupakan salah satu prinsip tata kelola

pemerintahan yang baik (good governance). UNDP (dalam Fernanda, 2006)

mengemukakan bahwa kepemerintahan yang baik sebagai prasyarat bagi

keberhasilan pembangunan manusia yang berkelanjutan harus memiliki

sembilan unsur. Pertama, Partisipasi masyarakat dan hak suara yang sama

Page 18: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-4

dalam berbagai tahapan proses pembangunan. Kedua, Supremasi Hukum (Rule

of Law). Ketiga, Transparansi kelembagaan dan aparatur Negara. Keempat,

Aparatur negara yang responsive. Kelima, Administrasi Negara yang

berorientasi Konsensus. Keenam, Keadilan dan kesetaraan kesempatan bagi

seluruh lapisan masyarakat. Ketujuh, efektivitas dan efisiensi kelembagaan

(institutional effectiveness and efficiency). Kedelapan, Akuntabilitas publik

kelembagaan dan individu pejabat publik, dunia usaha, maupun masyarakat

madani (civil society). Kesembilan, para pemimpin pemerintahan dan

masyarakat memiliki visi strategis mengenai kepemerintahan yang baik dan

pembangunan manusia yang berkelanjutan.

Berdasarkan kesembilan unsur tersebut, efektivitas dan efisiensi

kelembagaan (institutional effectiveness and efficiency) merupakan unsur penting

tata kelola pemerintahan yang baik. Istilah Effective Governancedapat diartikan

sebagai tatakelola lembaga atau organisasi pemerintahan secara efektif. Collin

(dalam Hanafie, 2016)mengemukakan sembilan langkah menuju Effective

governance. Pertama, memiliki pejabat atau pegawai yang benar. Kedua,

menetapkan dan menyetujui aturan main (adanya regulasi). Ketiga,

Mendukung pimpinan. Keempat, menyiapkan kepemimpinan yang strategis.

Kelima, membuat setiap pertemuan organisasi menjadi penting. Keenam,

konsisten dalam menegakkan aturan. Ketujuh, memiliki rencana kerja.

Kedelapan, mengadakan review (evaluasi) kinerja secara regular. Kesembilan,

menetapkan tujuan secara umum.

Secara praktis, kesembilan langkah tersebut merupakan tuntutan yang

harus dilaksanakan oleh pemerintah agar operasionalisasi organisasi

pemerintahan dapat berjalan secara efektif. Sebagaimana prinsip good

governance, effective governance mendorong penyelenggaraan pemerintahan

berjalan secara solid, efektif, dan efisien dengan melibatkan tiga aktor penting

yaitu negara, masyarakat, dan sektor swasta. Selain itu, sebagai bagian dari

prinsip good governance, partisipasi aktor-aktor nagara demi terwujudnya

effective governance secara teoritis menjadi pendukung konsep reinventing

governemnt yang pada dasarnya mendorong partisipasi aktif rakyat untuk ikut

mengawasi dan mengontrol penyelenggaraan pemerintahan agar berjalan

secara efektif dan efisien.

Page 19: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-5

2.2 Manajemen Birokrasi Pemerintahan

2.2.1 Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi merupakan salah satu tuntutan gerakan reformasi

yang digulirkan pada tahun 1998 untuk menata kembali kedudukan, sistem,

dan fungsi birokrasi di Indonesia. Kata reformasi berasal dari istilah latin yaitu

formare yang artinya membentuk berasal dari kata forma yang artinya

membentuk. Sesuai dengan kata asalnya maka istilah reformasi mempunyai

beberapa pengertian (Akhmaddhian, 2012). Pertama, suatu perubahan kearah

yang lebih baik atau suatu peningkatan. Kedua, koreksi dari kesalahan,

penyimpangan, atau pelanggaran. Ketiga, suatu tindakan untuk revolusioner.

Berdasarkan ketiga pengertian tersebut, reformasi birokrasi merupakan

evaluasi dan penataan kembali kedudukan, sistem, dan fungsi birokrasi untuk

meningkatkan kinerja birokrasi. Selain itu, Kementerian Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam website resminya

(https://www.menpan.go.id) menjelaskan bahwa reformasi birokrasi pada

hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan

mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama

menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business

prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Reformasi disini merupakan

proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan,

sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan

revolusioner.Tome (2012) mengemukakan bahwa Reformasi birokrasi

merupakan sebuah upaya yang harus diwujudkan dalam kerja nyata

pemerintahan guna melahirkan sistem pemerintahan yang kuat dalam

membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand

Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 menyebutkan beberapa prinsip

pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia. Pertama, Outcomes oriented yaitu

seluruh program dan kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitan dengan

reformasi birokrasi harus dapat mencapai hasil (outcomes) yang mengarah pada

peningkatan kualitas kelembagaan, tatalaksana, peraturan perundang-

undangan, manajemen SDM aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas

pelayanan publik, perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture

Page 20: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-6

set)aparatur. Kondisi ini diharapkan akan meningkatkan kepercayaan

masyarakat dan membawa pemerintahan Indonesia menuju pada

pemerintahan kelas dunia.

Kedua, terukur yaitu Pelaksanaan reformasi birokrasi yang dirancang

dengan outcomes oriented harus dilakukan secara terukur dan jelas target serta

waktu pencapaiannya.Ketiga,efisien yaitu Pelaksanaan reformasi birokrasi

yang dirancang dengan outcomes oriented harus memperhatikan pemanfaatan

sumber daya yang ada secara efisien dan profesional. Keempat, Efektif yaitu

Reformasi birokrasi harus dilaksanakan secara efektif sesuai dengan target

pencapaian sasaran reformasi birokrasi. Kelima, Realistik Outputs dan

outcomes dari pelaksanaan kegiatan dan program ditentukan secara realistik

dan dapat dicapai secara optimal.

Keenam, konsisten yaitu Reformasi birokrasi harus dilaksanakan secara

konsisten dari waktu ke waktu, dan mencakup seluruh tingkatan

pemerintahan, termasuk individu pegawai. Ketujuh, Sinergi Pelaksanaan

program dan kegiatan dilakukan secara sinergi yaitu tatu tahapan kegiatan

harus memberikan dampak positif bagi tahapan kegiatan lainnya, satu

program harus memberikan dampak positif bagi program lainnya. Kegiatan

yang dilakukan satu instansi pemerintah harus memperhatikan keterkaitan

dengan kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah lainnya, dan harus

menghindari adanya tumpang tindih antarkegiatan di setiap instansi.

Kedelapan, Inovatif yaitu Reformasi birokrasi memberikan ruang gerak

yang luas bagi K/L dan Pemda untuk melakukan inovasi-inovasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan, pertukaran pengetahuan, dan best practices

untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik. Kesembilan, Kepatuhan Reformasi

birokrasi harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan.

Kesepuluh, Dimonitor yaitu Pelaksanaan reformasi birokrasi harus dimonitor

secara melembaga untuk memastikan semua tahapan dilalui dengan baik,

target dicapai sesuai dengan rencana, dan penyimpangan segera dapat

diketahui dan dapat dilakukan perbaikan.

Berdasarakan kesepuluh prinsip tersebut, Susanto, E. H. (2017)

mengemukakan bahwa untuk mendukung keberhasilan reformasi birokrasi,

diperlukan kepemimpinan birokrasi yang mampu menangani program

Page 21: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-7

pemerintah lebih baik.Ashari (2010) mengemukakan bahwa terselenggaranya

reformasi birokrasi mengandung maksud agar birokrasi pemerintah dapat

berlangsung dengan baik sesuai kebaikan prinsip-prinsip manajemen modern

yang semakin baik dalam pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat

yang memang merupakan tugas utama public servant. Hal ini sesuai dengan

tujuan Reformasi birokrasi yaitu untuk menciptakan birokrasi pemerintah

yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi,

bersih dan bebas KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi,

dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.

2.2.2 Tata Kelola Pemerintahan

Dalam literatur ilmu pemerintahan atau ilmu politik terdapat istilah tata

kelola pemerintahan yang baik sering pula disebut atau dipadankan dengan

istilah good governance. Sumodiningrat (1999) menyatakan good governance

adalah upaya pemerintahan yang amanah dan untuk menciptakan good

governance pemerintahan perlu didesentralisasi dan sejalan dengan kaidah

penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan

nepotisme.

Pada dasarnya konsep Good Governance memberikan rekomendasi pada

sistem pemerintahan yang demokratis yang menekankan kesetaraan antara

lembagalembaga negara baik ditingkat pusat maupun daerah, sektor swasta,

dan masyarakat. Good Governance atau tata kelola pemerintahan yang baik

berdasarkan pada pandangan ini suatu kesepakatan menyangkut pengaturan

negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat dan sektor

swasta.

Menurut Kartiwa (2006),governance secara analogi dalam konteks

organisasi secara umum, baik berupa organisasi perusahaan maupun

organisasi publik atau sosial lainnya, maka dapat diartikan pula sebagai suatu

sistem dan struktur yang baik dan benar yang menciptakan kejelasan

mekanisme hubungan organisasi baik secara internal maupun eksternal. Good

governance terwujud dalam implementasi dan penegakan (enforcement) dari

sistem dan struktur yang telah tersusun dengan baik. Implementasi dan

Page 22: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-8

penegakan tersebut bertumpu pada lima prinsip yang universal yaitu

responsibility, accountability, fairness, independency, dan transparency.

World Bank (dalam Mardiasmo, 2002) mendefinisikan good governance

sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan

bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang

efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi

baik secara politik maupun administrasi, menjalankan disiplin anggaran serta

penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Secara

teoritis, good governance memiliki beberapa prinsip diantaranya yaitu partisipasi

(participation), penegakan hukum (rule of law), transparansi (transparancy), daya

tanggap (responsiveness), berorientasi pada consensus (consensus orientation),

keadilan (equity), keefektifan dan efisiensi (effectivennes and efficiency),

akuntabilitas (accountability), visi strategis (strategic vision).

Laode Ida (2010), mengatakan bahwa good governance memiliki beberapa

ciri. Pertama, terwujudnya interaksi yang baik antara pemerintah, swasta, dan

masyarakat, terutama bekerja sama dalam pengaturan kehidupan sosial politik

dan sosioekonomi. Kedua, adanya jaringan multi sistem (pemerintah, swasta,

dan masyarakat) yang melakukan sinergi untuk menghasilkan output yang

berkualitas. Ketiga, proses penguatan diri sendiri (self enforcing process), di mana

ada upaya untuk mendirikan pemerintah (self governing) dalam mengatasi

kekacauan dalam kondisi lingkungan dan dinamika masyarakat yang tinggi..

Keempat, keseimbangan kekuatan (balance of forces), di mana dalam rangka

menciptakan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), ketiga

elemen yang ada menciptakan dinamika, kesatuan dalam kompleksitas,

harmoni, dan kerjasama. Kelima, adanya ketergantungan yang dinamis antara

pemerintah, swasta, dan masyarakat melalui koordinasi.

Oleh sebab itu, berdasarkan deskripsi di atas, Taufik dan Kemala (2013)

mengemukakan bahwa diterapkannya good governance pada sektor publik,

diharapkan akan memberi arahan yang jelas pada perilaku kinerja serta etika

profesi pada organisasi sektor publik. Upaya ini dimaksudkan agar kiprah yang

dihasilkannya akan lebih aktual dan terpercaya, untuk mewujudkan kinerja

yang lebih baik dan optimal. Komitmen organisasi merupakan salah satu

karakter sangat penting dalam melaksanakan tugasnya.

Page 23: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-9

2.2.3 Arah Reformasi Birokrasi Pemerintahan

Reformasi Birokrasi di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

profesionalitas birokrasi serta memastikan memiliki dampak yang positif bagi

masyarakat. Namun, upaya tersebut seringkali terhambat oleh berbagai

permasalahgan pokok organisasi pemerintahan. Gie,K.K. (2003)

mengemukakan berbagai permasalahan di bidang kelembagaan dapat

dikelompokkan ke dalam tiga hal yaitu, Pertama, masalah kondisi struktur

birokrasi yang tumpang tindih. Kedua, ketidakjelasan fungsi-fungsi yang harus

dilaksanakan pemerintah dengan yang harus menjadi bagian dari tugas

masyarakat, dan Ketiga, belum adanya proses politik yang transparan dalam

perumusan dan penetapan kebijakan publik.

Selain itu, dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang

Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 juga dijelaskan beberapa

permasalahan birokrasi seperti persoalan organisasi yang belum tepat fungsi,

tumpang tindihnya peraturan, kualitas dan produktivitas SDM aparatur, serta

pola pikir dan budaya kerja. Oleh sebab itu, reformasi birokrasi di Indonesia

merupakan tantangan sekaligus peluang untuk menempatkan birokrasi sesuai

dengan kedudukan dan fungsinya.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand

Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025, terdapat dua arah Reformasi

Birokrasi di Indonesia untuk menjawab kompleksitas persoalan birokrasi.

Pertama, Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi

untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan

tata pemerintahan yang baik, baik di pusat maupun di daerah agar mampu

mendukung keberhasilan pembangunan di bidang lainnya (UU No. 17 Tahun

2007 tentang RPJPN 2005-2025). Kedua, kebijakan pembangunan di bidang

hukum dan aparatur diarahkan pada perbaikan tata kelola pemerintahan yang

baik melalui pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi.

Selain itu, Rewansyah (2008) menyebutkan beberapa sasaran reformasi

birokrasi. Pertama, Birokrasi yang bersih (bebas dari praktek KKN melalui

pembenahan sistem pengelolaan anggaran, perbaikan kesejahteraan pegawai,

peningkatan pengawasan dan penegakan hokum. Kedua, birokrasi yang efisien

Page 24: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-10

dan efektif (dilakukan melalui program penghematan penggunaan

sumberdaya, metoda dan waktu). Ketiga, Birokrasi yang transparan

(pembukaan ruang publik dan publik dapat mengakses secara luas

penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum). Keempat,

Birokrasi yang melayani (pengubahan birokrasi yang primodialisme atau

minta dilayani menjadi birokrasi yang melayani masyarakat). Kelima,

Birokrasi yang terdesentralisasi (pendelegasian kewenangan pengambilan

keputusan kepada aparatur terdepan).

Selanjutnya, menurut Perpres Nomor 81 Tahun 2010 tersebut, misi

konkret untuk mengatasi persoalan-persoalan birokrasi diantaranya yaitu,

Pertama, membentuk/menyempurnakan peraturan perundang-undangan

dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, Kedua,

melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen

sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan

publik, mindset dan culture set, Ketiga, mengembangkan mekanisme kontrol

yang efektif, dan Keempat, mengelola sengketa administratif secara efektif dan

efisien. Dengan demikian, secara konstruktif, reformasi birokrasi di Indonesia

telah memiliki payung hukum dan menjadi pedoman dalam

penyelenggaraannya.

2.3 Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)

Berdasarkan filosofi pembentukannya, LPNK sebenarnya dibentuk

sebagai special agency yang melaksanakan tugas spesifik tertentu yang tidak

ditangani oleh Kementerian, dan peranannya yang dimainkan juga sangat

diperlukan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas kementerian negara.

Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non

Departemen yang terakhir diubah dengan Peraturan Presiden No. 3 Tahun

2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun

2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi,

dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian telah mengamanatkan

bahwa pengertian LPNK merupakan lembaga pemerintah pusat yang

melaksanakan tugas dan fungsi tertentu dari Presiden sesuai dengan peraturan

Page 25: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-11

perundangan-undangan. Tugas dan fungsi tertentu ini belum ada penjelasan

yang lebih tegas terutama terkait dengan peran dan kedudukannya. Dengan

kata lain, pengertian tersebut sebenarnya masih bersifat umum dan luas,

sehingga dalam perkembangannya, terdapat beberapa LPNK yang dibentuk

hanya sebagai perluasan tugas dan fungsi dari suatu kementerian tertentu

bahkan dapat mengalami pembesaran pada struktur organisasinya. Sampai

saat ini memang dipahami bahwa tugas tertentu tersebut adalah mandat yang

diberikan Presiden dan bagian prerogatif Presiden.

Pada awalnya, pembentukan Lembaga Pemerintah Non-Departemen

(LPND), --istilah sebelum LPNK-- adalah sebagai lembaga yang dibentuk

untuk mempertajam tugas dari Kementerian (Thoha, 2013). Sehingga LPNK

akan memiliki peran sebagai pendukung tugas-tugas khusus yang memerlukan

adanya suatu keputusan cepat dan tepat sesuai dengan bidang tugas dan

mandate pembentukannya. Awalnya, keberadaan LPND dikoordinasikan

oleh Sekretariat Negara, hingga muncul peraturan yang menempatkannya

dalam koordinasi kementerian terkait. Terakhir posisi ini diperkuat dengan

UU No. 39 Tahun 2008.

Eksistensi LPNK tersirat dari pengaturan Pasal 25 ayat 2 UU No. 39

Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang menyatakan bahwa Lembaga

Pemerintah Non Kementerian (LPNK) berkedudukan dibawah Presiden dan

bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri mengkoordinasikan.

Sebenarnya pembentukan LPNK sebagai special agency, lebih berbasis pada

kompetensi dan keahlian karena filosofi pembentukan LPNK sebenarnya

khusus untuk menangani tugas yang sifatnya sangat spesifik tertentu yang

bersifat keahlian, tidak ditangani oleh kementerian tertentu karena bukan

bagian dari salah satu pembagian dalam urusan pemerintahan. Selain itu,

LPNK seharusnya juga dibentuk karena tidak menangani fungsi yang sifatnya

regulasi publik tetapi dalam tugas dan fungsi yang dijalaninya tetap harus

bersifat lintas kementerian. Pembentukan LPNK berfokus pada fungsi yang

memberikan dukungan manajemen dan substansi pemerintahan, dimana

dalam hal ini juga termasuk melakukan pengkajian atau penelitian yang

disesuaikan dengan bidangnya.

Page 26: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-12

Menurut kajian Lembaga Administrasi Negara, dari pembentukan tiap-

tiap LPNK terbagi menjadi empat fungsi, yaitu:

1) LPNK pendukung yang menyelenggarakan fungsi dukungan terhadap

kementerian atau lembaga dibidang manajemen pemerintahan. Seperti

LEMHANNAS, BAPPENAS, LKPP, LAN, ANRI, BKN,

PERPUSNAS, LEMSANEG, dan BPKP.

2) LPNK pendukung yang menyelenggarakan fungsi dukungan terhadap

kementerian atau lembaga dibidang substansi pemerintah tertentu. Seperti

BPS, BASARNAS, BNPT, BIN, BMKG, BNPB, BNPT, BKKBN, BSN,

BAPPETEN, BATAN, LAPAN, BAKORSURTANAL, LIPI, dan

BPPT.

3) LPNK yang masih menyelenggarakan fungsi pelayanan publik regulasi

publik, seperti BPN, BPOM, BKPM, dan BNP2TKI.

4) LPNK yang berfokus pada tugas dan fungsi pengkajian dan penelitian.

Seperti LIPI, LAN, BPPT, BATAN, dan LAPAN.

Struktur kelembagaan LPNK berdasarkan Keputusan Presiden No. 103

tahun 2001, terdiri atas unsur pimpinan, sekretaris utama (sebagai unsur

pembantu pimpinan), inspektur (sebagai unsur pengawas), deputi (sebagai

unsur pelaksana), dan pusat (sebagai unsur pendukung). Namun, dalam

perkembangannya ada beberapa LPNK yang diatur secara tersendiri, dan ini

menjadi awal menjamurnya LPNK menambah struktur baru sehingga keluar

dari jalur pola dasar sebuah LPNK yang seharusnya, seperti adanya

penambahan Unit Staf Ahli, Tenaga Ahli, Dewan Pengarah, Komite, dan lain-

lain. Sebagai tambahan, dari sisi besaran organisasi antar LPNK juga sangat

bervariasi terutama dalam besaran unsur pelaksana (Deputi), yang berjumlah

antara 3-6 deputi. Selain itu ada beberapa LPNK yang memiliki pejabat Wakil

Kepala LPNK, seperti Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Bappenas.

Lembaga Non Struktural (LNS)

Selain kelembagaan Kementerian dan LPNK, juga lahir lembaga baru

yang merupakan quasi dari organisasi pemerintah dan masyarakat. Lembaga

ini muncul seiring dengan era reformasi yang membuka keran demokratisasi

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Awalnya dari sisi penamaan ada

beberapa istilah yang sering digunakan untuk kelembagaan LNS, seperti:

Page 27: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-13

lembaga mandiri, lembaga independen, lembaga ekstra struktural bahkan

adapula yang disebut sebagai lembaga negara atau lembaga negara

independen. Bentuknya juga sangat beragam mulai dari komisi, komite,

dewan, lembaga, badan, tim, dan lainnya.

Kehadiran LNS ini juga tidak lepas dari munculnya berbagai

perundang-undangan untuk memperkuat proses demokratisasi yang

mengamanatkan dibentuknya lembaga baru untuk mengawal jalannya

kebijakan yang ditetapkan. Namun berimbas kepada proliferasi kelembagaan

LNS. Bahkan banyak kritik pembentukan LNS ini adalah bagian untuk

mendistribusikan kekuasaan dari Presiden kepada para pendukungnya.

Dalam kedudukannya, terdapat LNS yang berada di bawah Presiden,

Kementerian, ataupun LPNK. Dalam sifatnya, terdapat LNS yang memang

disebut sebagai Lembaga Non Struktural, namun ada pula yang dengan

sebutan lain. Tidak ketinggalan pula pemerintah daerah dapat membentuk

LNS sesuai dengan keperluan daerahnya, yang juga tentunya didasarkan atas

peraturan dari pemerintah pusat. Pada umumnya LNS merupakan suatu

lembaga yang bersifat mandiri atau independen dalam melaksanakan tugas

dan fungsinya, serta berada di luar struktur kementerian negara, LPNK,

maupun lembaga pemerintah lainnya.

Menurut Lembaga Administrasi Negara (2013), hingga saat ini belum

ada peraturan perundangan yang mengatur tentang LNS sehingga

menimbulkan variasi yang begitu tinggi. Namun demikian dapat dilihat

beberapa pola yang ada di LNS, meliputi:

1) LNS yang anggotanya terdiri dari pejabat dari lingkungan Kementerian

atau organisasi pemerintah lainnya dan diketuai oleh Presiden. Tugas dan

fungsinya melakukan koordinasi dan pelaksanaan program tertentu antar

organisasi pemerintah yang memiliki keserumpunan.

2) LNS yang anggotanya terdiri dari masyarakat atau swasta dan unsur

pemerintah. LNS ini dibentuk untuk dapat memberikan saran dan

pertimbangan kebijakan kepada Presiden.

3) LNS yang anggotanya melibatkan pakar atau profesional yang ahli pada

bidang tertentu sehingga sangat selektif dalam proses pemilihannya. LNS

Page 28: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-14

ini memiliki tugas dan fungsi untuk melaksanakan urusan pemerintahan

tertentu secara teknis dan urgen untuk dibentuk.

Pembentukan LNS diberbagai level pemerintahan tersebut, seringkali

dilakukan bukan dalam rangka pembagian tugas dan fungsi, tetapi karena

faktor lain (Firmansyah et al, 2005, Assidiqie 2006; Indrayana, 2005; Budiono,

2006), seperti:

1) Tiadanya kredibilitas lembaga-lembaga yang telah ada akibat asumsi (dan

bukti) mengenai korupsi yang sulit diberantas.

2) Tidak independennya suatu lembaga negara sehingga tidak imun terhadap

intervensi suatu kekuasaan negara atau kekuasaan lain.

3) Ketidakmampuan lembaga pemerintah yang telah ada untuk melakukan

tugas-tugas yang urgen dilakukan dalam masa transisi demokrasi karena

persoalan birokrasi dan korupsi, kolusi dan nepotisme.

4) Tekanan lembaga-lembaga internasional, tidak hanya sebagai prasyarat

memasuki pasar global tetapi juga demokrasi sebagai satu-satunya jalan

bagi negara-negara yang asalnya berada di bawah kekuasaan yang

otoriter.

Sedangkan Rhodes (dalam Jimly Asshiddiqie, 2006:7), menyebut hal ini

sebagai intermediate institutions yang mempunyai tiga peran utama, yakni:

1) Mengelola tugas yang diberikan pemerintah pusat dengan

mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan berbagai lembaga lain (coordinating

the activities of the various other agencies).

2) Melakukan pemantauan (monitoring) dan memfasilitasi pelaksanaan

berbagai kebijakan atau policies pemerintah pusat.

3) Mewakili kepentingan daerah dalam berhadapan dengan pusat.

Dari jenis LNS, terdapat LNS yang independen (Denny Indrayana, 2006;

Jimly Assidiqie, 2006), yang berciri:

1) Independen dalam hal ini memiliki makna bahwa pemberhentian

anggota hanya dapat dilakukan berdasarkan sebab-sebab yang diatur

dalam undang-undang pembentukkannya, tidak seperti lembaga biasa

yang dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Presiden.

2) Memiliki kepemimpinan yang kolektif,

3) Kepemimpinan tidak dikuasai mayoritas partai tertentu,

Page 29: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-15

4) Masa jabatan komisi tidak habis bersamaan tetapi bergantian (staggered

terms).

5) LNS tersebut juga diidentifikasi sebagai lembaga yang berfungsi di luar

fungsi legislatif, yudikatif dan eksekutif atau mungkin juga campuran

dari di antara ketiganya.

Selain terdapat LNS yang Independen, terdapat pula LNS yang berada

di bawah atau bertanggungjawab di bawah Presiden sehingga merupakan LNS

negara eksekutif atau merupakan bagian dari eksekutif. Dari segi kedudukan,

LNS dapat dibedakan menjadi LNS yang termasuk dalam/sebagai lembaga

negara, LNS yang termasuk dalam/sebagai lembaga pemerintah pusat, dan

LNS yang termasuk dalam/sebagai lembaga daerah. Sedangkan dari

karakteristik tugasnya dalam pemerintahan, LNS dapat dibedakan menjadi

LNS yang termasuk dalam level primary atau yang melaksanakan tugas-tugas

pemerintahan yang bersentuhan langsung dengan pihak luar pemerintahan

(operating core), dan LNS yang termasuk dalam level auxiliary yaitu organisasi

yang bukan merupakan unit pelaksana tugas pemerintahan, dengan arti kata

pekerjaannya tidak langsung berhubungan langsung dengan masyarakat.

2.4 Model Tata Kelola Perpustakaan

2.4.1 Hakikat, Fungsi, dan Prinsip-prinsip Tata Kelola

Perpustakaan

Perpustakaan berasal dari kata pustaka, yang berarti kitab atau buku

(Saleh, 2014). Setelah ditambah awalan per dan akhiran an menjadi

perpustakaan yang artinya kumpulan buku-buku yang kini dikenal sebagai

koleksi bahan pustaka. Dalam bahasa Inggris dikenal istilah Library yang

berasal dari bahasa latin, yaitu liber atau libri yang artinya buku. Dalam Bahasa

Belanda disebut bibliothek, Jerman dikenal dengan bibliothek, Perancis disebut

bibliotheque, Spanyol dan Portugis dikenal dengan bibliotheca. Menurut Berawi

(2012), perpustakaan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi edukasi, sumber

informasi, penunjang riset, rekreasi, publikasi , deposit dan interpretasi

informasi

Menurut Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 24 Tahun

2014 tentangPelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang

Page 30: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-16

Perpustakaan, Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis,

karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang

baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian,

informasi, dan rekreasi para pemustaka. Tata Kelola Perpustakaan bergantung

pada manajemen perpustakaan.

Dalam penjelasan lebih lanjut, jenis-jenis perpustakaan terdiri dari

perpustakaan nasional, perpustakaan umum, perpustakaan khusus,

perpustakaan sekolah/madrasah dan perpustakaan perguruan tinggi. Bahkan

ada juga jenis perpustakaan keliling yang menghantarkan bahan pustaka

kepada masyarakat, sehingga mereka yang tidak memiliki akses ke

perpustakaan di sekitarnya dapat terbantu kebutuhan informasinya melalui

perpustakaan keliling tersebut. Di samping itu, masih terdapat pula taman

bacaan masyarakat yang tumbuh subur di beberapa daerah bahkan sampai ke

tingkat desa. Meskipun perpustakaan menggunakan nama berbeda-beda, jenis

koleksi berbeda-beda, dan sasaran pengguna juga berbeda-beda, namun fungsi

dan tujuannya adalah sama yaitu sebagai wahana pendidikan, penelitian,

pelestarian, informasi, dan rekreasi dalam rangka mencerdaskan bangsa.

Untuk mendefinisikan perpustakaan dalam rangka kajian ini, maka

perpustakaan yang diharapkan tidak hanya mengatur, namun justru

mendorong tumbuhnya perpustakaan masyarakat, maka batasan

perpustakaan hendaknya tidak hanya mengikuti pendapat umum saat

sekarang. Hendaknya batasan ini mengandung aspek futuristik perpustakaan

yaitu sebagai pengelola pengetahuan. Maka diusulkan batasan berikut:

Perpustakaan adalah sebuah lembaga yang mengumpulkan

pengetahuan terekam, mengelolanya dengan berdasarkan sistem

tertentu guna memenuhi kebutuhan intelektualitas para

penggunanya melalui beragam cara interaksi pengetahuan.

Berbagai fungsi, tugas dan kewenangan yang diharapkan dapat

dilaksanakan dapat dikategorikan meliputi:

(1) Fungsi Informasi dan Inspirasi

Dalam hidup keseharian masyarakat, baik bersama-sama sebagai

kesatuan bangsa, maupun masing-masing sebagai individu warga masyarakat,

terdapat berbagai macam kebutuhan informasi yang harus dipenuhi. Selain

Page 31: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-17

itu, berkenaan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi secara

global, masyarakat memerlukan sumber-sumber informasi yang dapat

memberikan inspirasi untuk dapat memanfaatkan kemajuan tersebut.

Sebagaimana termaktup dalam Ketetapan MPR Nomor 17/1998, pasal

21, bahwa: “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran

yang tersedia.”.

Kebutuhan informasi sesungguhnya merupakan kebutuhan untuk

mengisi kekosongan pengetahuan atau pikiran dalam diri manusia. Informasi

yang dibutuhkan sesungguhnya merupakan sesuatu yang berada di antara

sumber eksternal yang bisa berupa buku, video, suratkabar dan sebagainya

dan tempat kosong dalam pikiran manusia. Dengan kata lain, perpustakaan

harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pencarian dan

pemenuhan informasi ini berjalan lancar. Hal ini mensyaratkan agar

perpustakaan dikelola sebagai suatu sistem yang menyediakan perangkat

sistemik untuk kelancaran dan keakuratan pemenuhan informasi.

Perpustakaan tidak bisa diselenggarakan secara seadanya, tanpa mengikuti

ketentuan-ketentuan teknis-sistemik yang telah dibakukan.

Di pihak lain, perpustakaan sebagai pusat sumber informasi, pasar ide-

ide, atau supermarket akademik tentunya harus memiliki koleksi bahan

perpustakaan yang lengkap, mutakhir, dan relevan dengan kebutuhan

masyarakat penggunanya. Dalam kaitan dengan fungsi memberikan inspirasi

bagi penggunanya, sesungguhnya tingkat relevansi itu baru disadari tatkala isi

bahan perpustakaan itu (pengetahuan) berhasil menjadi informasi yaitu

mampu mengisi kekosongan pikir penggunanya. Dari kegiatan menelusur

(browsing) atas berbagai jenis bahan perpustakaan, pemustaka mungkin saja

menemukan sesuatu yang memberikan inspirasi kepadanya untuk

mengerjakan atau mengusahakan sesuatu. Jenis-jenis bahan perpustakaan

yang termasuk kategori buku-buku pedoman (buku pintar) dan panduan

keterampilan, chicken soup, atau “cara membuat sendiri …” dapat menjadi

sumber inspirasi yang sangat bermanfaat bagi pemustaka yang kreatif.

Berdasarkan bahan bacaan itu, pengguna dapat memulai usaha

produktif yang dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Dengan demikian

Page 32: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-18

perpustakaan juga berfungsi sebagai wahana pembelajaran sosial-ekonomi

rumah tangga demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Saat ini perpustakaan telah beralih fungsi, keberadaan dan peranannya

sangat menentukan dan dibutuhkan oleh masyarakat modern. Sebagai pusat

layanan informasi perpustakaan dapat memberikan layanan lintas batas di

mana seluruh masyarakat dunia dapat mengakses informasi yang

dibutuhkannya kapan dan di mana saja mereka berada. Hal ini betul-betul

merupakan suatu terobosan besar yang sangat luar biasa di bidang jasa layanan

informasi. Telah terjadi suatu pergeseran dalam bidang perpustakaan yaitu

dari sistem tradisional menjadi sistem modern yang lebih diminati oleh para

siswa saat ini karena adanya aplikasi teknologi informasi yang mempercepat

proses pengaksesan informasi yang diperlukan serta tersedianya berbagai jenis

non-book materials yang semua itu sangat sesuai dengan selera pengguna saat

ini, terutama generasi mudanya.

(2) Fungsi Pendidikan

Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat

kecerdasan yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Bagi bangsa Indonesia dasar

pemikiran ini telah disadari sepenuhnya dan secara fundamental telah

dicantumkan dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 sebagai tanggung

jawab pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya

mewujudkan bangsa yang cerdas, yang mampu mewujudkan cita-cita

kemerdekaan merupakan tugas dan tanggung jawab setiap komponen bangsa.

Tugas dan tanggungjawab itu diwujudkan melalui penyelenggaraan

program pendidikan berdasarkan sistem pendidikan nasional yang telah

ditetapkan, yang dilaksanakan baik secara formal maupun nonformal. Agar

sistem pendidikan ini dapat berjalan lancar dengan hasil yang optimal, maka

diperlukan sarana dan prasarana utama dalam menyukseskan proses belajar

mengajar ini. Perpustakaan di lingkungan lembaga pendidikanmerupakan

salah satu unsur utama yang memberikan dampak secara langsung melalui

layanan informasi yang diberikan kepada seluruh peserta didik yang

membutuhkannya. Selain melalui jalur pendidikan formal, pencerdasan

kehidupan bangsa harus juga dilakukan melalui jalur nonformal dimana

kebutuhan informasi, masyarakat perlu dipenuhi secara demokratik dan

Page 33: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-19

merata oleh pemerintah. Perpustakaan umum di tengah masyarakat

merupakan sarana pendidikan non-formal atau wahana pembelajaran

masyarakat yang menunjang upaya pencerdasan kehidupan bangsa.

Sejarah perjalanan perpustakaan di Indonesia cukup panjang, namun

keberadaan serta peranannya dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa

masih dipertanyakan. Hal ini bukan disebabkan karena tidak pentingnya

perpustakaan dalam pendidikan nasional di negeri ini, tetapi lebih disebabkan

oleh kurangnya perhatian dan pemahaman para penyelenggara negara tentang

pentingnya peranan perpustakaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,

terutama peranan dalam menunjang pendidikan.

(3) Fungsi Penelitian

Salah satu komponen dalam proses perkembangan dan kemajuan

peradaban umat manusia adalah dilakukannya kegiatan yang disebut

penelitian dan pengembangan (research and development). Istilah penelitian

yang merupakan terjemahan dari re-search dapat diartikan sebagai upaya

untuk mencari kembali atau mencari lagi (lebih mendalam – in-depth study)

jawaban atas permasalahan yang ada. Disebut mencari kembali atau mencari

lebih mendalam, karena pada dasarnya jawaban atas permasalahan itu telah

pernah ditemukan, paling tidak untuk sebagiannya. Jawaban-jawaban yang

sudah pernah ada atas permasalahan itu, atau yang terkait dengan

permasalahan tersebut, telah terekam dalam berbagai dokumen seperti laporan

penelitian, artikel jurnal, atau juga buku teks. Dokumen-dokumen tersebut –

yang biasa disebut sebagai bahan perpustakaan – tersedia di perpustakaan.

Dengan demikian, perpustakaan mempunyai peran penting dalam proses

penelitian dan pengembangan, atau dengan kata lain, perpustakaan memiliki

fungsi penelitian. Peranan penting perpustakaan dalam proses penelitian, dan

bagaimana peran itu dilaksanakan, dijelaskan dengan baik pada hampir semua

buku teks tentang metodologi penelitian.

Bagi kebanyakan perpustakaan fungsi penelitian berkembang secara

bertahap, kecuali bagi perpustakaan di lembaga penelitian yang dari awal

dibangun memang sudah menjadi tugasnya. Karena perpustakaan merupakan

akumulasi dari semua pengetahuan terekam, termasuk pengetahuan yang

diperoleh sebagai hasil dari suatu proses penelitian, dan mengingat

Page 34: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-20

perkembangan pengetahuan yang sangat pesat, maka akumulasi itu dapat

menjadi sangat besar jumlahnya. Keberadaan beragam pengetahuan pada satu

lokasi menjadikan perpustakaan tempat yang ideal bagi peneliti untuk

melakukan penelitian atas sesuatu subjek atau topik, dengan memanfaatkan

koleksi bahan perpustakaan tentang subyek atau topik tersebut. Di sinilah

mengapa fungsi penelitian, atau lebih tepatnya: fungsi menunjang penelitian,

sesungguhnya juga diemban oleh setiap perpustakaan.

Di pihak lain, sesungguhnya perpustakaan juga harus melakukan

kegiatan penelitian untuk memenuhi kebutuhan penggunanya. Kegiatan

penelitian yang paling sederhana dilakukan oleh setiap perpustakaan adalah

dalam rangka melayani pertanyaan pengguna atas informasi yang diperlukan.

Jawaban atas kebutuhan informasi pengguna – terutama informasi untuk

mendukung kegiatan penelitian atas sesuatu subjek atau topik – sering harus

dicari melalui upaya penelitian atau penelusuran lebih lanjut atas beragam

sumber informasi yang ada. Tidak jarang harus dilakukan dengan

menggunakan sumber informasi dari perpustakan lain, atau bahkan melalui

jaringan global internet (Bdk. Denise K. Fourie dan David R. Dowell, 2002).

Untuk dapat menggunakan semua alat penelusuran itu perpustakaan harus

mempunyai pustakawan yang mampu memahami kebutuhan pengguna.

Tidak saja memahami disiplin atau subyek yang ditanyakan, namun juga

harus tahu ke mana sumber informasi mengenai disiplin atau subyek itu harus

dicari.

Kegiatan menjawab pertanyaan atau memenuhi kebutuhan informasi

pengguna merupakan kegiatan pokok perpustakaan dalam bidang informasi.

Tugas ini memerlukan pemahaman yang luas atas materi terkait dengan

pertanyaan. Lebih kompleks lagi bahwa jenis atau konteks pertanyaan

biasanya tidak terduga sebelumnya. Untuk itu jelas bahwa pustakawan harus

belajar hal-hal baru atau mendalami lebih khusus subyek yang menjadi

keahliannya. Penelitian merupakan salah satu fase dalam proses belajar.

Dengan demikian jelas bahwa bagi seorang pustakawan, tugas penelitian juga

menjadi bagian tugas yang tidak boleh dilupakan. Khususnya penelitian

menyangkut informasi yang diperlukan oleh pengguna.

Page 35: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-21

Jenis penelitian lain adalah penelitian tentang suatu topik, subyek, atau

disiplin ilmu tertentu. Dalam lingkup tugas perpustakaan jenis penelitian ini

sangat berpengaruh pada kegiatan pengembangan koleksi perpustakaan.

Penelitian ini sendiri biasanya dilakukan oleh peneliti di luar institusi

perpustakaan. Namun penelitian ini memerlukan dukungan penuh dari

perpustakaan, terutama dalam pengelolalan koleksi khusus. Koleksi yang

mendukung bidang penelitian ini harus dikelola dan dikembangkan secara

khusus. Merupakan ciri khusus dari koleksi ini yang berbeda dengan koleksi

perpustakan pada umumnya adalah bahwa koleksi ini lebih menekankan pada

kelestarian dan kelengkapan serta utuh. Dengan kata lain, tidak perlu

dilakukan penyiangan (penarikan) koleksi bahan perpustakaan untuk

mendukung bidang penelitian, kendati banyak bahan yang sudah tergolong tua

(out of date). Hal itu karena semakin lengkap koleksi, semakin dapat menjamin

dilaksanakan kegiatan penelitian secara komprehensif.

Pasal 10 ayat 1 Undang-undang ini menyebutkan fungsi lembaga

penunjang sebagai salah satu unsur kelembagaan dalam Sistem Nasional

Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Fungsi yang dimaksud berupa memberikan dukungan dan membentuk iklim

yang kondusif bagi penyelenggaraan kegiatan penguasaan, pemanfaatan, dan

pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, dalam Penjelasan

atas pasal tersebut disebutkan bahwa lembaga-lembaga penunjang itu antara

lain adalah lembaga penyedia informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang

dalam pasal 11 ayat 1 disebut sebagai salah satu sumber daya IPTEK. Kendati

tidak disebutkan secara tegas, namun dapat dipastikan bahwa salah satu

lembaga penyedia informasi IPTEK itu adalah perpustakaan. Fungsi

perpustakaan sebagai lembaga penyedia informasi IPTEK adalah memberikan

dukungan sumber informasi yang akurat, relevan, komprehensif, dan mutakhir

yang seharusnya dapat diketemukan di atau diperoleh melalui perpustakaan.

Oleh karena itu, Sistem Nasional Perpustakaanharus dikembangkan

guna meningkatkan secara optimal peranannya dalam mendukung program

nasional penelitian. Hal itu tidak mustahil dilakukan manakala berbagai jenis

perpustakaan yang ada di negara ini dipadukan dan disinergikan dalam suatu

jaringan atau sistem, yakni Sistem Nasional Perpustakaan.

Page 36: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-22

(4) Fungsi Pembudayaan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka

Departemen Pendidikan, pembudayaandiartikan sebagai (1) proses,

perbuatan, cara memajukan budaya (pikiran, akal budi, adat istiadat, atau

sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah), (2) proses dari

segala sosial budaya menjadi suatu adat atau pranata yang mantap. Analog

dari pengertian ini, maka fungsi pembudayaan perpustakaan dapat diartikan

sebagai cara dan/atau proses yang dilakukan oleh perpustakaan untuk

memajukan dan meningkatkan pikiran, akal budi, atau kebiasaan menjadi

suatu adat atau pranata yang mantap.Sebagaimana dikemukakan pada bagian

pendahuluan, perpustakaan merupakan wujud dari suatu proses budaya. Di

dalamnya dikoleksikan berbagai bentuk warisan budaya, khususnya budaya

literer, sehingga perpustakaan juga merupakan wahana pewarisan budaya.

Di pihak lain, fungsi sebagai wahana pewarisan budaya ini hanya dapat

terlaksana apabila bahan perpustakaan yang dikoleksikan dibaca oleh para

penggunanya. Dengan kata lain, proses pembudayaan nilai-nilai warisan luhur

budaya bangsa hanya bisa berlangsung apabila terbangun kebiasaan dan

kegemaran membaca. Oleh karena itu, salah satu fungsi pembudayaan yang

harus dilaksanakan oleh perpustakaan adalah program pembudayaan

kebiasaan dan kegemaran membaca. Program ini dilaksanakan melalui

pembudayaan untuk mendayagunakan jasa perpustakaan sebagai pranata

untuk membaca dan atau belajar secara efektif. Meningkat dan meluasnya

kebiasaan mendayagunakan perpustakaan sesungguhnya sangat erat

kaitannya dengan meningkat dan meluasnya kebiasaan membaca di

masyarakat.

Oleh karena itu, pembudayaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan

dari upaya pembudayaan minat dan kebiasaan membaca. Jika kedua

pembudayaan ini dapat dilaksanakan, maka akan mempercepat terwujudnya

kehidupan masyarakat yang cerdas dan bijak, sebagaimana harapan dan cita-

cita bangsa Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945. Dari pengertian ini tampak jelas bahwa perpustakaan memiliki

peran yang sangat strategis dan sebagai salah satu faktor utama dalam

Page 37: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-23

memajukan bangsa Indonesia menghadapi/memasuki era globalisasi yang

sangat kompetitif.

Untuk menciptakan kondisi masyarakat yang memiliki kebiasaan

membaca (kapan dan dimana saja) tidaklah mudah. Banyak faktor yang harus

diperhatikan, mulai dari sejauh mana keberhasilan pendidikan menciptakan

manusia yang gemar membaca, serta bagaimana kehidupan keluarga dan

lingkungan, kondisi ekonomi, ketersediaan sarana prasarana akses bahan

bacaan, kesempatan masyarakat beraktualisasi, hingga ketersediaan sarana

komunikasi, mampu mendorong terbentuknya budaya gemar membaca.

Disadari bahwa perpustakaan tidak memiliki kewenangan dan kapasitas untuk

semua aspek ini. Namun melalui fungsi dan kewenangan yang melekat dalam

perpustakaan, misalnya yang terkait dengan ketersediaan sarana prasarana

akses bahan bacaan, serta didukung sumberdaya manusia yang profesional,

lembaga ini dapat berperan secara proaktif membina masyarakat gemar

membaca melalui jasa perpustakaan. Kegemaran membaca yang mungkin

sudah timbul sebagai hasil dari suatu proses pembelajaran di rumah atau di

sekolah, misalnya, tidak akan berkembang apabila tidak didukung oleh

ketersediaan bahan bacaan serta akses yang mudah atas koleksi bahan bacaan

tersebut. Dari gambaran singkat ini, tampak jelas perpustakaan memiliki peran

yang sangat strategis dan bahkan telah ditunggu kiprahnya oleh masyarakat

dan bangsa Indonesia.

Meskipun perpustakaan sudah banyak berdiri dan diketahui sebagian

masyarakat negara ini, bahkan sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari,

keberadaan dan pemanfaatan perpustakaan sebagai sarana utama pendidikan

dan fasilitasi pembinaan kebiasaan membaca (minat baca) dapat dikatakan

relatif masih rendah dan belum seperti yang diharapkan. Banyak perpustakaan

telah dibentuk dan dioperasikan, seperti perpustakaan sekolah, perpustakaan

keliling, perpustaakaan perguruan tinggi, perpustakaan umum dan

perpustakaan lembaga/khusus. Namun pada umumnya perpustakaan-

perpustakaan itu dikunjungi dan dimanfaatkan oleh masyarakat pengguna

hanya karena alasan tugas, diperintah dan atau keterpaksaan karena tidak

memperoleh informasi dari sumber lain. Keberadaan dan pemanfaatan

perpustakaan belum dipandang masyarakat sebagai kebutuhan dan pilihan

Page 38: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-24

pertama untuk menggali pengetahuan dan tempat rekreasi ilmu. Perpustakaan

lebih terkesan sebagai pelengkap persyaratan institusi, gudang atau tempat

menyimpan buku lama, cukup ditangani oleh pegawai kelas dua, serta lokasi

dan kondisi ruangnya cukup seadanya dan kurang nyaman diakses.

(5) Fungsi Pelestarian

Hasil budaya manusia telah dituangkan ke dalam tulisan sejak beberapa

abad yang lalu. Tulisan-tulisan tersebut ditorehkan di atas lempengan tanah

liat yang banyak diketemukan di beberapa negara Timur Tengah. Tanah liat

bertuliskan huruf cuneiform yang lazim disebut tablet itu merefleksikan

peninggalan kebudayaan suatu bangsa berbentuk syair, teks keagamaan dan

hal-hal gaib. Bentuk tanah liat bertulis ini lebih tepat disebut arsip daripada

bahan perpustakaan.

Dari fungsi dan kewenangan terkait perpustakaan maka kita dapat

melihat peran penting perpustakaan dalam pengembangan masyarakat saat ini

sehingga pengelolaan perpustakaan mampu memberikan pelayanan yang baik

bagi masyarakat melalui manajemen perpustakaan yang semakin baik.

Dalam perspektif Rodiah (2009), manajemen perpustakaan artinya

mengelola agar seluruh potensi perpustakaan berfungsi secara optimal. Dalam

hal ini pimpinan beserta segenap stafnya berupaya bekerja keras

mendayagunakan sarana/prasarana yang dimiliki, serta potensi masyarakat

demi mendukung tercapainya tujuan perpustakaan.

Perpustakaan yang baik dapat diukur dari keberhasilannya dalam

menyajikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat (Subrata dan Kom

2009). Semakin baik pelayanannya, semakin tinggi penghargaan yang

diberikan kepada sebuah perpustakaan, lengkapnya fasilitas yang ada,

besarnya dana yang disediakan, serta banyaknya tenaga pustakawan, tidak

berarti apa-apa apabila perpustakaan tersebut tidak mampu menyediakan

pelayanan yang bermutu.Secara garis besar, perpustakaan memiliki beberapa

tugas (Saleh, 2014). Pertama, mengumpulkan, menyimpan dan menyediakan

informasi dalam bentuk tercetak ataupun dalam bentuk elektronik dan

multimedia kepada pemakai. Kedua, Menyediakan informasi yang dapat

diakses lewat internet, namun harus pula menyediakan peraturan-peraturan

yang dapat melindungi kepentingan perpustakaan dan keamanan informasi

Page 39: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-25

tersebut.Ketiga, terus memperhatikan kemajuan zaman dan kemajuan

teknologi agar keinginan masyarakat dalam mengakses informasi dapat

terpenuhi. Keempat, harus mampu menjadi jembatan penyedia informasi pada

masa lalu, masa kini dan masa depan. Kelima, Perpustakaan harus terus

mencari jalan agar tetap tanggap secara efektif dan inovatif terhadap

lingkungan yang beragam dalam memenuhi harapan pengguna.

2.4.2 Tata Kelola Perpustakaan Berbasis IT

Mengelola perpustakaan yang baik jelas memerlukan biaya besar, baik

untuk pengadaan buku maupun benda-benda kepustakaan lainnya maupun

untuk mengelola gedung dan mendidik personalia yang diperlukan untuk

mengoperasionalkannya. Selain itu, penggunaan sistem informasi

perpustakaan merupakan tantangan dan peluang untuk meningkatkan kualitas

layanan perpustakaan.

Sistem informasi pengelolaan perpustakaan saat ini merupakan

kebutuhan mendesak dalam rangka mengoptimalisasi layanan perpustakaan.

Jogiyanto (dalam Pebrianto. 2011) menjelaskan bahwasistem informasi adalah

suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan

pengolahan data transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial,

dan kegiatan strategi dari suatu organisasi serta menyediakan pihak luar

tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan.

Kebutuhan akan Teknologi Informasi berkaitan erat dengan peran

perpustakaan sebagai kekuatan dalam pelestarian dan penyebaran ilmu

pengetahuan maupun informasi lintas zaman yang berkembang seiring dengan

kegiatan serta pemenuhan kebutuhan masyarakat akan informasi. Secara

umum, sistem informasi perpustakaan dimulai dari pendataan anggota,

pendataan buku, peminjaman buku, pengembalian buku, pemberian surat

bebas perpustakaan dan pembuatan laporan meliputi laporan data anggota,

laporan data buku, laporan peminjaman buku, laporan pengembalian buku

serta laporan penerimaan denda (Nugraha, 2014).

Page 40: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-26

2.4.3 Model Pengembangan Organisasi Perpustakaan

Kinerja perpustakaan secara umum bergantung pada fasilitas dan

sumber daya manusia. Fasilitas mempunyai peranan untuk menjembatani

aktivitas dengan hasil/produktivitas yang dicapai. Widiasa (2007)

mengungkapkan bahwa fasilitas dan sumber daya perpustakaan memiliki

peran sentral dalam pengembangan organisasi perpustakaan. Fasilitas yang

lengkap, serta didukung tenaga yang profesional, maka tujuan dan fimgsi

perpustakaan sekolah dapat dicapai. Fasilitas dalam arti segenap kebutuhan

yang dipergunakan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan dalam usaha

kerjasama manusia. Sedangkan sumber daya manusia sumber daya manusia

(SDM) sangat menentukan dalam pengelolaan perpustakaan.

Dengan demikian, pengembangan organisasi perpustakaan perlu

didukung oleh fasilitas yang memadai serta sumber daya manusia yang

mumpuni.Namun di sisi lainnya, pengembangan tata kelola organisasi

perpustakaan memiliki beberapa kendala yaitu biaya pengembangan dan

pengelolaan perpustakaan digital dan sumber daya manusia yang memiliki

kemampuan menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi (Adi,

Djailani, dan Ibrahim, 2015).

Selain itu, faktor kepemimpinan dalam organisasi perpustakaan

memiliki peran krusial untuk meningkatkan kualitas pelayanan perpustakaan.

Menurut Kahar (2008), untuk merencanakan dan mengimplementasikan

perubahan organisasi diperlukan kepemimpinan yang kuat melalui tindakan

pimpinan dalam mempengaruhi, mengarahkan anggota organisasi untuk

mencapai perubahan. Oleh sebab itu, pimpinan perpustakaan harus mampu

memberikan, mengembangkan dan menyebarkan visi (visioner), sebagai

komunikator, menjadi agen perubahan (change agent), sebagai pelatih (Coach)

dan menganalisa pemanfaatan teknologi informasi.

2.4.4. Perencanaan dan Desain Perpustakaan

Sejatinya perpustakaan tidak hanya sebagai tempat untuk mencari

referensi dan pustaka tapi juga sebagai ruang dan tempat berinteraksi,

komunikasi, dan rekreasi pengembangan ilmu pengetahuan. Perpustakaan

harus menyediakan fasilitas yang mendukung terwujudnya ruang dan tempat

Page 41: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-27

tersebut. Sebagai ruang dan tempat, perpustakaan didefiniskan sebagainstitusi

yang di dalamnya terdapat serangkaian aktifitas perencanaan, tata kelola, dan

evaluasi kinerja semua pihak yang berhubungan dengan urusan perpustakaan.

Dengan demikian, perpustakaan adalah institusi dinamis yang selalu

mengedepankan inovasi dan kreatifitas guna terwujudnya perpustakaan

sebagai ruang dan tempat untuk membangun budaya akademik bagi

masyarakat luas (Williams, D. E., Nyce, J. M., & Golden, J., 2009).

Para sarjana menekankan bahwa perpustakaan sebagai ruang dan

tempat yang berhubungan dengan kinerja perpustakaan menjalankan tugas

sebagai institusi yang memberi layanan pendidikan, literasi, dan penguatan

kapasitas sumber daya manusia bagi komunitas dan masyarakat luas secara

terus menerus. Para ilmuwan perpustakan telah mencurahkan perhatiannya

melalui seminar dan workshop untuk mendiskusikan perecanaan dan desain

perpustakaan. Pada intinya, desain dan perencanaan perpustakaan diarahkan

untuk membangun perpustakaan sebagai insitusi pendidikan yang mampu

memberikan pelayanan tidak hanya pada aspek fasilitas perpustakaan seperti

literature dan teknologi, namun jauh lebih penting adalah perpustakaan hadir

untuk mendukung terciptanya budaya dan peradaban bangsa (Anttiroiko, A.

V., & Savolainen, R., 2007).

Karena itu, Bennett menekankan bahwa tata kelola perpustakaan harus

transformasi menuju institusi yang menghadirkan budaya bangsa untuk masa

depan negara yang lebih baik. Mengingat pentingnya perpustakaan, Bennett

menjelaskan bahwa perencanaan dan desain perpustakaan harus

memperhatikan lingkungan sosial, budaya, dan nilai-nilai bangsa yang ada di

dalamnya.

2.4.5 Persinggungan Fungsi Perpustakaan Nasional dengan

Kementerian/Lembaga Lain

Dalam kajian terdahulu yang dilaksanakan oleh Kementerian

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (2016),

Penyelenggaraan perpustakaan merupakan kegiatan yang melibatkan berbagai

komponen bangsa, sehingga mustahil hal tersebut dapat dilaksanakan oleh

Perpustakaan Nasional sendiri. Dalam kerangka tersebut, maka didalam

melaksanakan tugasnya Perpustakaan Nasional memiliki hubungan dan

Page 42: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-28

keterkaitan dengan berbagai kementerian/lembaga lainnya. Tabel 2.1 berikut

menunjukkan matriks bagaimana hubungan dan keterkaitan Perpustakaan

Nasional dengan kementerian/lembaga lain berdasarkan fungsi yang diemban

oleh duat kedeputian yang dimiliki Perpustakaan Nasional.

Tabel tersebut menunjukkan bagaimana peran serta

kementerian/lembaga bekerjasama dan mendukung kegiatan

penyelenggaraan perpustakaan dari fungsi pembina, rujukan, deposit,

penelitian, pelestarian, maupun jejaring perpustakaan.

Page 43: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit KelembagaanPerpustakaan Nasional RI

II-29

Tabel 2.1 Persinggungan Fungsi Perpustakaan Nasional dengan Kementerian/Lembaga Lain

Kementerian/Lembaga

Fungsi Perpustakaan Nasional

(Undang-Undang No.43 Tahun 2007)

Pembina Rujukan Deposit Penelitian Pelestarian Jejaring

Perpustakaan

Kemdikbud 1. Perpustakaan

Khusus

2. Perpustakaan

Sekolah

Penyedia bahan

pustakan

penunjang

pembelajaran

Pada bidang

perbukuan

Penyedia bahan

pustaka referensi

Pelestarian film

dokumenter

Kemenristekdikti 1. Perpustakaan Khusus

2. Perpustakaan

Perguruan tinggi

Penyedia bahan pustaka

penunjang

civitas akademik

Jurnal dan buku terbitan

Penyedia bahan pustaka referensi

Kementerian Agama 1. Perpustakaan

khusus

2. Perpustakaan

Perguruan Tinggi

3. Perpustakaan Sekolah

Penyedia bahan

pustakan

penunjang

pembelajaran

Jurnal dan buku

terbitan

Penyedia bahan

pustaka referensi

Pelestarian

manuskrip dan

naskah kuno (kitab

kuning)

Kementerian Dalam Negeri 1. Perpustakaan

Umum (Propinsi,

Kab/Kota,

Desa/Kelurahan)

2. Perpustakaan

khusus

Jurnal dan buku

terbitan

Arsip Nasional RI Perpustakaan Khusus

Memiliki fungsi

pelestarian, namun

berbeda obyek dan

definisi

PDII LIPI Perpustakaan Khusus

Penyedia bahan

pustaka

penunjang

penelitian

Pengelolaan ISSN

Page 44: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

III-1

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Soft System Methodology

(SSM). Menurut Checkland, studi sistem dibagi menjadi dua bagian yaitu (1) theory of

development of systems thinking, dan (2) problem solving application of systems thinking.

Bagian kedua lebih lanjut dibagi menjadi work in hard system dan work in soft system.

Hard system digunakan untuk menganalisis masalah yang telah terstruktur dengan

jelas, sedangkan soft system digunakan untuk menganalisis situasi masalah yang tidak

terstruktur dengan jelas.

Soft System Methodology terdiri atas tujuh sebagai tahap ideal, sebagaimana

disajikan dalam Gambar 3.1 berikut ini:

METODE PENELITIAN

BAB TIGA

Page 45: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

III-2

Gambar 3.1.

Soft System Methodology

Berikut adalah masing-masing dari tujuh tahap sebagai tahap ideal berikut

proses tahapannya:

1. Tahap 1 dan 2: dilakukan penggambaran selengkap mungkin atas situasi

permasalahan Fungsi dari kedua tahap ini adalah untuk mengenali situasi

permasalahan tidak terstruktur dari Lembaga yang menjadi unit analisis

penelitian. Pada tahap ini diupayakan untuk menggambarkan situasi riil yang

ada (rich picture). Alat analisis yang dipergunakan adalah Strategic Assumption

Surfacing and Testing (SAST), sertapemetaan regulasi (regulatory

mapping)sekaligus dilakukan analisis tekstual.

2. Tahap 3: Setelah mengembangkan gambaran yang lengkap atas situasi

permasalahan, kemudian dilakukan perumusan definisi dasar (root definition)

yang berkaitan dengan idealisasi sistem yang seharusnya diciptakan, dibuat, dan

dikembangkan. Gambaran pada tahap ini adalah mendeskripsikan situasi

permasalahan berdasarkan what, why, who, whom, beserta batasan lingkungan

yang dihadapi. Konstruksi model yang dihasilkan adalah menggunakan

CATWOE analysis. Sebagai panduan untuk menyusun root definition, Checkland

Page 46: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

III-3

mengajukan CATWOE yang menggambarkan 6 elemen yang harus

dimasukkan ke dalam root definition:

a. C: Customers atau konsumen sistem yang menunjuk pada kelompok-

kelompok kepentingan yang diuntungkan atau dirugikan dengan atau

tanpa sistem dan yang terpengarus aktivitas sistem.

b. A: Actors atau para aktor dalam sistem yang melaksanakan atau yang

menjadi sasaran aktivitas utama sistem.

c. T: Transformation proccess atau proses transformasi dimana input sistem

diubah menjadi output-output tertentu.

d. W: Worldview atau perspektif dari mana root definition dilihat sebagai

interpretasi dan pandangan terhadap lingkungan dimana sistem berada

e. O: Owners atau pemilik sistem yang memiliki kekuasaan paling besar yang

menyebabkan sistem tidak eksis lagi.

f. E: Environtment constraints atau hambatan-hambatan lingkungan pada

sistem yang pada tingkat tertentu harus dianggap sebagai 'takdir dan yang

sulit mempengaruhi, memberikan dampak, dan mengubah.

Selain itu, dilakukan Analytical Network Process (ANP),yang mencerminkan

pengukuran relatif dari pengaruh elemen-elemen yang saling berinteraksi

berkenaan dengan kriteria kontrol (Saaty, 2003).

3. Tahap 4: Hasil dari analisis pada tahap ketiga digunakan untuk membuat sebuah

model konseptual untuk setiap root definition. Model konseptual tersebut

merupakan set yang terstruktur dari kegiatan yang dibutuhkan dalam sistem

yang didefinisikan dalam root definition. Alat analisis yang dipergunakan dalam

tahap ini adalah Interpretive Structural Modeling (ISM).

Tahap 4a memastikan bahwa model konseptual yang dikembangkan tidak

memiliki kekurangan yang mendasar, mencocokkan model tersebut terhadap

model umum dari setiap sistem aktivitas manusia dalam model 'sistem resmi'.

Tahap 4b. menunjukkan bahwa analis dapat menggunakan konsep sistem lain

sebagai sebuah perbandingan. Dengan demikian tahap ini dimaksudkan untuk

memanfaatkan apa pun konsep yang dimiliki sistem yang nantinya

dikembangkan dalam rangka memperoleh kepastian lebih jauh bahwa model

konseptual model tersebut 'sah', atau setidaknya layak dipertahankan.

Page 47: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

III-4

4. Tahap 5: Pada tahap 5 analis meninggalkan pemikiran sistem dan memulai

perdebatan mengenai perubahan layak dan yang diinginkan dengan

menyelenggarakan diskusi yang membandingkan model yang dibangun dalam

tahap 4 dengan situasi masalah dinyatakan dalam tahap 2. Checkland

menggambarkan perbandingan sebagai konfrontasi 'whats' dengan 'hows'.

Tujuan dari model adalah untuk menjawab pertanyaan apakah model dapat

ditemukan di dunia nyata, seberapa baik dapat diimplementasikan.

5. Tahap 6 dan 7: Melaksanakan perubahan yang layak dan diinginkan (feasible and

desirable changes).Tahap 6 dan 7 sejatinya berkaitan dengan pelaksanaan

perubahan untuk memperbaiki situasi permasalahan. Dalam prakteknya SSM

tidak selinier seperti dijelaskan di sini, sebagai sebuah tahap ideal dengan proses

tahapan. Seiring perdebatan dilakukan dalam tahap 5, sangat mungkin kembali

memberi perhatian ke analisis dan root definition awal. Namun demikian hasil

SSM harus menjadi implementasi dari perubahan-perubahan 'diinginkan' dan

'layak'. Checkland menjelaskan perubahan mungkin dalam tiga kategori:

perubahan struktur (organisasi), dalam prosedur (kegiatan), dan pada 'sikap'

termasuk misalnya perubahan pengaruh, harapan, peran, dan lain-lain.

Merujuk pada tahapan SSM, maka langkah kerja evaluasi/audit organisasi

disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.1.

Langkah Kerja Evaluasi/Audit Organisasi

Tahap Langkah Kerja Metode

Tahap 1:

Identifikasi kondisi riil

Lembaga

Mengenali situasi permasalahan kelembagaan

yang tidak terstruktur berbasis tiga aspek: fungsi,

ukuran, dan proses.

• StudiPustaka

• In-depth Interview (IDI)

• Analisis tekstual

Tahap 2:

Permasalahankritikal

Menganalisis asumsi utama mengenai masalah

dan pilihan strategi/solusi terkait aspek: fungsi,

ukuran, dan proses.

• Focus Group Discussion

(FGD) + survei pakar

• Regulatory Mapping

• SAST

Tahap 3:

Pendefinisiansistem

implementasi

Merumuskan definisi dasar (root definition) yang

berkaitan dengan idealisasi sistem yang seharusnya

diciptakan, dibuat, dan dikembangkan, terkait

aspek: fungsi, ukuran, dan proses.

• FGD & IDI

• CATWOE

• ANP

Tahap 4:

Pengembangan

modelkelembagaan

Membuat model konseptual: pola ideal

denganmintzberg’s framework.

• ISM

Page 48: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

III-5

Tahap Langkah Kerja Metode

Tahap 5:

Perbandingan Model

Membandingkan model yang dibuat dengan dunia

nyata, termasuk di negara lain (Best fit, right size,

right process)

• Analisis dan uji tahap 2

dan 4

Tahap 6:

Pembahasanuntukperubahan

yang diinginkan

Mengkompromikantemuandenganpola ideal

tigaaspek:fungsi, ukuran, danproses

• Panel pakar/Justifikasi

pakar

• Face validity

Tahap 7:

Konsep final

Pembahasanuntukperubahan

yang diinginkan

Run down pola ideal untuktigaaspek:

1. Tepat Fungsi

2. Tepat Ukuran

3. Tepat Proses

Perumusan rekomendasi final

Adapun unsur-unsur yang dianalisis dalam masing-masing aspek sebagai

berikut:

a) Fungsi:

• Legal frameworks mandat organisasi

• “Kompetisi” antarlembaga sejenis

b) Ukuran:

• Struktur organisasi (“overlapping”, “inkonsistensi”,

diferensiasi/kompleksitas, overload/underload)

c) Proses:

• Intra-organisasi (pengaruh “overlapping”, “inkonsistensi”)

• Inter-organisasi (pola hubungan dengan K/L lain berkaitan dengan

“positioning” mandat organisasi)

3.2. Unit Analisis

Unit analisis kajian ini adalah Perpustakaan Nasional.

3.3. Jenis Data

Data yang diperoleh peneliti dapat digolongkan menjadi data primer dan data

sekunder:

a) Data primer

Data primer diperoleh peneliti melalui studi lapangan. Studi lapangan dilakukan

melalui diskusi terfokus dan wawancara mendalam dengan beberapa informan,

Page 49: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

III-6

baik yang berasal dari dalam Lembaga yang menjadi unit analisis, maupun dari

para pakar.

b) Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen yang telah ada.

Data yang digunakan dalam analisis ini adalah pemanfaatan data sekunder yang

diperoleh dari berbagai dokumen resmi yang dikeluarkan oleh lembaga/instansi

yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, misalnya peraturan

perundang-undangan, serta jurnal, buku dan referensi lain yang relevan dengan

tema penelitian.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Melalui pendekatan ini, peneliti akan mengumpulkan data penelitian melalui

kegiatan wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Teknik Wawancara. Dalam tekni ini, peneliti akan melakukan serangkaian

aktifitas atau langkah-langkah yang mendukung kegiatan wawancara untuk

mendapatkan informasi dan data yang diperlukan untuk Kegiatan evaluasi/audit

kelembagaan Perpustakaan Nasional. Adapun langkah-langkah yang dimaksud

adalah sebagai berikut. Pertama, kami terlebih dahulu menyusun daftar pertanyaan

yang berhubungan langsung dengan rumusan masalah penelitian yang telah

ditentukan sebelumnya. Kedua, kami menentukan dan mengidentifikasi subyek

penelitian yang dianggap memahami daftar pertanyaan penelitian tersebut. Ketiga,

kami membangun komunikasi dengan subyek penelitian yang telah ditentukan dan

dianggap memahami isu penelitian. Keempat, kami mengajukan daftar pertanyaan

kepada subyek penelitian untuk dibaca, dipahami, dan dikoreksi oleh mereka sehingga

nantinya kami dan subyek penelitian memiliki kesamaan pandangan tentang

rangkaian penelitian ini. Kelima, kami mengadakan wawancara langsung dengan para

subyek penelitian. Keenam, kami menyimpan data wawancara yang telah didapatkan

dari subyek penelitian.

Teknik Pengamatan (observasi). Pada teknik ini, peneliti melangsungkan

serangkaian aktifitas pengamatan berupa pengamatan sempurna dan pengamatan

sebagai nonpartisipan. Dalam pengamatan sempurna, peneliti berperan aktif dalam

proses Kegiatan evaluasi/audit kelembagaan Perpustakaan Nasional. Keterlibatan

peneliti dalam rangkaian kegiatan yang diamati membantu peneliti untuk memahami

Page 50: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

III-7

fenomena yang terjadi selama Kegiatan evaluasi/audit kelembagaan Perpustakaan

Nasional. Pada sisi lain, peneliti tidak selamanya mengambil bagian dari isu yang

diamati seperti pada tahap Kegiatan evaluasi/audit kelembagaan Perpustakaan

Nasional. Pada tahap ini, peneliti tidak bisa terlibat di dalamnya. Karena itu, peneliti

menggunkan teknik pengamatan nonpartisipan, di mana peneliti memposisikan diri

sebagai outsider dari kelompok yang sedang diteliti dan peneliti menyaksikan dan

mebuat catatan lapangan dari kejauhan.

Teknik Pendokumentasian Data. Melalui teknik ini, peneliti melakukan

pengumpulan data dokumen berupa kebijakan dan catatan lain yang berhubungan

dengan Kegiatan evaluasi/audit kelembagaan Perpustakaan Nasional. Dokumen

kebijakan dikumpulkan oleh peneliti yang nantinya dapat dijadikan sebagai data

sekunder untuk melengkapi data primer yang didapatkan melalui kegiatan wawancara

dan observasi.

3.5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik (tahap-tahap) analisis data penelitian

kualitatif yang dikemukakan oleh Creswell (2014) berikut ini:

1. Mengorganisasikan data. Peneliti mengawali analsisi data dengan

mengorganisasikan data yang didapatkan melalui kegiatan wawancara,

pengamatan, dan pendokumentasian. Data-data tersebut diarsipkan dalam

bentuk file dan dikelompokkan berdasarkan rumusan masalah penelitian yang

diajukan sebelumnya.

2. Membaca dan membuat memo (memoing). Setelah mengorganisasikan data, kami

melanjutkan proses analisis dengan mamaknai database tersebut secara

komprehensif melalui membaca ulang data-data tersebut, mendiskusikan secara

mendalam, dan mengakegorisasikan data-data tersebut dalam bentuk catatan-

catatan pendek (ringakasan). Pada bagian ini, kami memeriksa kembali data-data

yang didapatkan melalui kegiatan wawancara, pengamatan, dan

pendokumentasian.

3. Mendeskripsikan, mengklasifikasikan, dan menafsirkan data menjadi kode dan

tema. Pada bagian ini, kami mengkaji dan menganalisis lebih jauh data-data hasil

memoing sebelumnya sehingga menjadi kode dan kategori yang konkrit sesuai

rumusan masalah penelitian. Peneliti mendeskripsikan kode dan kategori tersebut

Page 51: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RI Tinggi

III-8

secara detail dan memberikan penafsiran menurut sudut pandang peneliti dari

perspektif yang ada dalam literatur.

4. Menafsirkan data. Peneliti melakukan penafsiran kembali terhadap data-data

(kode dan kategori) sehingga peneliti dapat memastikan bahwa data-data tersebut

merupakan kode dan kategori yang menggambarkan realitas sosial (isu penelitian)

di lapangan. Kemudian, pada tahap ini, peneliti menafsirkan kode dan kategori

tersebut berdasarkan konsep (literatur) tentang kelembagaan Perpustakaan

Nasional

5. Menyajikan dan memvisualisasikan data. Pada fase ini, peneliti menguraikan

temuan-temuan penelitian berdasarkan hasil analisis sebelumnya. Peneliti

menguraikan temuan tersebut dalam bentuk narasi, bagan, dan tabel yang saling

keterkaitan dan keterhubungan diantara mereka (narasi, tabel, dan bagan).

Kemudian, peneliti dapat membuat jastifikasi bahwa temuan tersebut adalah

temuan ilmiah yang menggambarkan fenomen yang terjadi dalam kegiatan

Kegiatan evaluasi/audit kelembagaan Perpustakaan Nasional.

Page 52: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

DAFTAR PUSTAKA

Adi, H., Djailani, A. R., & Ibrahim, S. (2015). Kualitas Pelayanan Perpustakaan Digital Pada

SMA Negeri 2 Banda Aceh. Intelektualita, 3(2).

Akhmaddhian, S. (2012). Pengaruh Reformasi Birokrasi Terhadap Perizinan Penanaman Modal di

Daerah (Studi Kasus di Pemerintahan Kota Bekasi). Jurnal Dinamika Hukum, 12(3), 464-478.

Alfarisi, A., Purnomo, M., Johar, Y. E., & Hariyanto, H. (2013). Manajemen Tata Kelola

Perpustakaan Universitas Stikubank Semarang. KKP Mahasiswa TI S1.

Anbarini, R., Susilana, R., & Silvana, H. (2017). PENGELOLAAN ARSIP PADA BADAN

PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT (Studi

Evaluasi tentang Pengelolaan Arsip yang Dilaksanakan di Bapusipda Jabar). Edulibinfo,

3(1).

Anunobi, C. V., & Okoye, I. B. (2008). The role of academic libraries in universal access to

print and electronic resources in the developing countries.

Anttiroiko, A. V., & Savolainen, R. (2007). New premises of public library strategies in the age

of globalization. In Advances in library administration and organization (pp. 61-81).

Emerald Group Publishing Limited.

Arif, S. N., Wanda, A. P., & Masudi, A. (2013). Aplikasi Administrasi Perpustakaan Berbasis Web

SMK Swasta Brigjend Katamso Medan. Jurnal Saintikom Vol, 12(1).

Ashari, E. T. (2010). Reformasi Pengelolaan SDM Aparatur, Prasyarat Tata Kelola Birokrasi Yang

Baik. Jurnal Borneo Administrator, 6(2).

Barokati, N., Wajdi, N., & Barid, M. (2017). Application Design Library With gamification

concept. Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi, 3(1), 93-102.

Benawi, I. (2012). Mengenal lebih dekat perpustakaan perguruan tinggi. Iqra': Jurnal Perpustakaan

dan Informasi, 6(01), 49-61. Bertot, J., Estevez, E., & Janowski, T. (2016). Universal and contextualized public services:

Digital public service innovation framework.

Fernanda, D. (2006). Paradigma New Public Management (NPM) Sebagai Kerangka Reformasi

Birokrasi Menuju Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance) di Indonesia. Jurnal Borneo

Administrator, 2(3).

Gie, K. K. (2003). Reformasi birokrasi dalam mengefektifkan kinerja pegawai pemerintahan. Jakarta:

Bappenas.. 2003b. Report on Corruption Abolition. Kompas, 9. Hanafie, H. (2016). Implementasi Musrenbang Perspektif Effective Governance (Studi Kasus

Musrenbang di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan). Transparansi, 8(2), 170-184.

Heryanto, Y. (2014). Implementasi Good Governance Terhadap Peningkatan Pelayanan Publik di

Indonesia. Jurnal Logika, 12 (3), 23-40.

Kahar, I. A. (2008). Konsep kepemimpinan dalam perubahan organisasi (Organizational Change) pada perpustakaan perguruan tinggi. Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan

Informasi, 4(1).

Kanedi, I., & Wulandari, A. (2013). Tata Kelola Perpustakaan Menggunakan Bahasa Pemrograman

Visual Basic 6.0 (Studi Kasus Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Seluma). Jurnal Media

Infotama, 9(1).

Kartiwa, H. A. (2006). Implementasi peran dan fungsi DPRD dalam rangka mewujudkan good

governance. Abstrak.

Keban, Y. T. (2000). Good Governance dan Capacity Building sebagai Indikator Utama dan Fokus

Penilaian Kinerja Pemerintahan. Jurnal Perencanaan Pembangunan, Jakarta. Lembaga

Administrasi Negara. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

https://www.menpan.-go.id/site/reformasi-birokrasi/makna-dan-tujuan. Diakses pada tanggal 02 September 2018.

Page 53: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

Kusrini, K., & Al Fatta, H. (2014). Analisis Dan Perancangan Sistem Informasi Perpustakaan

Stkip Hamzanwadi Selong Dengan Menggunakan Togaf ADM. Data Manajemen dan

Teknologi Informasi (DASI), 15(4), 20.

La Ode Ida. 2010. Negara Mafia. Jakarta: Galang Press.

Mardiasmo, 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.

Mutaki, H. (2017). Implementasi Sistem Automasi Perpustakaan Di Universitas Islam Negeri

Sunankalijaga Yogyakarta. Hanata Widya, 6(1), 12-21.

Nawawi, J. (2012). Membangun Kepercayaan Dalam Mewujudkan Good Governance. Jurnal Ilmiah

Ilmu Pemerintahan, 1(3), 19-29.

Oesman, A. W. (2010). Mewujudkan Good Governance Direktorat Jenderal Pajak Dengan Reinventing

Government. Jurnal Eksis, 1479-1485.

Osborne, David dan Gaebler, Ted. 1992. Reiventing Government (How the Enterpreneurial Spirit is

Transforming The Public Sector). New York: Addison-Wesley Publishing Company Inc.

Owusu-Ansah, E. K. (2003). Information literacy and the academic library: a critical look at a

concept and the controversies surrounding it. The Journal of Academic Librarianship,

29(4), 219-230.

Pebrianto, S. (2011). Pembangunan Sistem Informasi Perpustakaan Pada Perpustakaan Umum

Kabupaten Pacitan. Speed-Sentra Penelitian Engineering dan Edukasi, 2(2).

Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 –

2025. Rewansyah Asmawi. 2008. Reformasi Birokrasi Ceramah Ketua LAN RI, pada Diklat Pim Tk

II Angkatan XXXIII Kelas D. Jakarta, 2008 Rodiah, S. (2009). Kegiatan Manajemen Perpustakaan Sekolah Dalam Mendukung Tujuan

Sekolah. Abstrak.

Saleh, A. R. (2014). Manajemen perpustakaan. http://repository.ut.ac.id/4138/1/PUST2229-

M1.pdf. Diakses pada 02 September 2018.

Salman, A. A., Mostert, J., & Mugwisi, T. (2018). The Governance and Management of Public

Library Services in Nigeria. Library Management, (just-accepted), 00-00.

Subrata, G., & Kom, S. (2009). Upaya pengembangan kinerja pustakawan perguruan tinggi di era globalisasi informasi. Jurnal Pustakawan Perpustakaan UM, 1-12.

Sumodiningrat, G., 1999. Pemberdayaan Masyarakat & JPS. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Susanto, E. H. (2017). Kelambanan Reformasi Birokrasi dan Pola Komunikasi Lembaga

Pemerintah. Jurnal ASPIKOM-Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(1), 109-123.

Taufik, T., & Kemala, D. (2013). Pengaruh Pemahaman Prinsip-prinsip Good Governance,

Pengendalian Intern dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Sektor Publik. Jurnal

Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, 5(1), 51-63.

Tome, A. H. (2012). Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Mewujudkan Good Governance Ditinjau

Dari Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20

Tahun 2010. Jurnal Hukum Unsrat, 20(3), 132-147.

Too, E. G., & Weaver, P. (2014). The management of project management: A conceptual

framework for project governance. International Journal of Project Management, 32(8),

1382-1394.

Usman, J. (2011). Manajemen Birokrasi Profesional dalam Meningkatkan Pelayanan Publik. Otoritas:

Jurnal Ilmu Pemerintahan, 1(2).

Widiasa, I. K. (2007). Manajemen Perpustakaan Sekolah. Perpustakaan Sekolah: Kajian, Metode,

Praktik, dan Evaluasi Perpustakaan Sekolah. Tahun, 1, 8-18.

Williams, D. E., Nyce, J. M., & Golden, J. (Eds.). (2009). Advances in Library Administration and Organization. Emerald Group Publishing Limited.

Page 54: Evaluasi/Audit Kelembagaan Perpustakaan Nasional RIrb.perpusnas.go.id/.../2018/12/...Perpustakaan-Nasional-Th-2018.pdfperpustakaan bagi masyarakat sebagai institusi pengelola karya

pt. sinergi visi utama consultant

Jl. Retno Dumilah No. 56B Prenggan,Kotagede, YogyakartaTelp. (0274) 376683, 4438000e-Mail : [email protected]

Kerjasama antara: