Faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan privatisasi bumn komparasi indonesia malaysia
-
Upload
lmfeui -
Category
Economy & Finance
-
view
676 -
download
5
description
Transcript of Faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan privatisasi bumn komparasi indonesia malaysia
1
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PRIVATISASI BUMN : KOMPARASI INDONESIA-MALAYSIA
DR TOTO PRANOTO*
1. Latar Belakang
Privatisasi BUMN merupakan fenomena yang terjadi di negara maju dan
berkembang, dilakukan secara intensif terutama pada awal dekade 1980 an dengan
Inggris di bawah Thatcher sebagai motornya .
Privatisasi BUMN yang banyak dijalankan terutama di negara berkembang sering
menimbulkan kontroversi terkait dengan tujuan, motivasi, serta implementasi yang sering
disertai dengan banyak distorsi. Beberapa pemikiran yang muncul mendukung privatisasi
sebagai suatu konsep untuk menciptakan perbaikan kinerja BUMN, sementara pemikiran
lain melihat langkah restrukturisasi BUMN lebih tepat dilakukan untuk menghindarkan
efek buruk privatisasi.
Privatisasi BUMN di Indonesia dan Malaysia telah intensif dilakukan sejak 2 dekade
terakhir .Dengan latar belakang, tujuan, serta motif yang tidak persis sama maka privatisasi
yang dijalanlan di ke dua negara telah menghasilkan transaksi privatisasi yang signifikan
dalam jumlah dan nilai transaksi. Apakah privatisasi yang dijalankan mampu merubah
kinerja BUMN dan bagaimana pengaruh aspek politik, organisasi dan kebijakan (policy)
terhadap keberhasilan privatisasi merupakan hal yang akan dianalisis dalam penelitian ini.
* DR Toto Pranoto, saat ini bertugas di Lembaga Management FEUI. Paper ini dipresentasikan pada
FEUI Research Day, 13 Desember 2011
2
2. Landasan Teori
Apabila ditinjau dari perkembangan teori adminsitrasi publik, Privatisasi
merupakan buah dari Kritik terhadap model administrasi publik klasik yang kemudian
melahirkan konsep manajemen publik baru (New Public Management).
Konsep NPM muncul pada tahun 1980 an dengan Sasaran utama yang ingin
dicapai adalah perubahan cara pengelolaan pemerintah dalam penyampaian pelayanan
kepada masyarakat dengan penekanan pada orientasi pasar (market orientation) sehingga
mampu menghasilkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik.
Konsep NPM memfokuskan diri pada pemisahan birokrasi pada unit yang lebih kecil,
kompetisi antara pemerintah dan swasta dalam penyediaan jasa publik, dan perubahan
motivasi dari sekedar pelayan publik menjadi motif ekonomi, dengan memberikan insentif
pada pelayanan publik seperti yang diberikan dalam usaha swasta. NPM menekankan
performance sebagai kriteria utama, dengan menerapkan teknologi manajemen yang
digunakan di lingkungan swasta ke lingkungan publik.
Menurut Farazmand (2003)1, NPM timbul sebagai reaksi atas perubahan
lingkungan yang terjadi dalam 2 dekade sejak awal 1980 an. Perubahan lingkungan
tersebut meliputi antara lain besarnya alokasi budget untuk sektor publik yang kemudian
mendorong langkah efisiensi dan pemotongan budget, tumbuhnya inovasi teknologi
terutama teknologi informasi, pengaruh globalisasi ekonomi yang menjadikan efisiensi
1 Farazmand, Ali .2003. Origin, Ideas and Practice of New Public Management .Asian Affairs, Vol 25,
No 3 : 30-48, July-September 2003
3
sebagai kata kuncinya, liberalisasi ekonomi sebagai response atas mismanagement,
korupsi, manajemen sumberdaya yang tidak efisien dan birokrasi yang rumit, serta
tuntutan publik atas barang dan jasa yang berkualitas sehingga setiap organisasi harus fit
menghadapinya. Meskipun NPM memiliki beberapa variasi nama seperti managerialism
(Pollit, 1990), market-based public adminstration (Lan & Rosenbloom, 1992), serta
entrepreneurial government (Osborne & Gaebler, 1992), prinsip dasarnya memiliki
kesamaan yaitu perubahan pada konsep administrasi publik yang konvensional.
Perubahan tersebut mencakup aspek government organization meliputi : control of public
organizations, control of output measures, management practice, serta discipline in
resource use .
Upaya yang terus dilakukan dalam rangka reformasi administrasi (administrative
reform) untuk memperkuat administrasi publik diantaranya adalah melalui:
Decentralization, Downsizing and Restructuring the Government Machinery ,Information
and Communication Technologies, Contracting out and Outsourcing, De-
bureaucratization, Privatization, and Deregulation (Mhina, 2008)2.
Dash dan Abbott3 menyatakan NPM sebagai upaya membongkar model lama
birokrasi administrasi publik dengan mengintroduksi kompetisi dan keterlibatan sektor
swasta kedalam sektor publik. Mereka memasukan juga unsur change traditional
bureaucracy dan reduce the size of the public sector sebagai bagian dari ciri NPM,
terlihat secara skematik dalam Gambar 1.1.
2 Mhina,Charles E, 2008 ,Essential Characteristic of new public management and administrative reforms
that need to be adopted to strengthen public administration 3 Dass,Mohan dan Abbott, Keith. Modelling New Public Management in Asian Context :Public Sector
Reform in Malaysia .The Asia Pasific Journal of Public Administration Vol 30 .No 1 (june 2008)
4
Gambar 1.1. General Model of New Public Management
Sumber : Dash & Abbot (2008)
5
Para penganjur kebijakan privatisasi mendasarkan diri pada teori privatisasi
seperti Property Right Theory, Public Choice Theory, serta Dispersed Knowledge Theory
yang digagas oleh Vickers & Yarrow, Schleifer & Visney, Cowan, Savas, dan beberapa
ilmuwan lainnya.
Savas (2000)4 menjelaskan pilihan restrukturisasi dan privatisasi BUMN
berdasarkan posisi perusahaan yang digambarkan dalam matrix profitability dan industry
competitiveness seperti terlihat pada gambar 1.2.
Gambar 1.2
Matrix keterkaitan industry attractivenss & enterprise profitability
Mostunprofitable
Mostprofitable
Enterprise Profitability
• Sell parts• Give away• Liquidate
• Easy to sell
• Change policy• Deregulate to allow competition• Privatize and regulate• Sell or to give users
Hig
hly
Mon
opol
istic
Hig
hly
Com
petit
ive
Indu
stry
Com
petit
iven
ess
Source: Adapted from B. Jacquillat, Destatiser (Paris: Editions Robert Latfont), 138
4 Savas,E.S, 2000. Privatization and Public Private Partnership .Chatham House Publishers
6
Menurut penelitian Abravanel (2006)5, benefit yang diterima pemerintah dari
privatisasi BUMN bukan sekedar hasil penjualan saham di BUMN tersebut (IPO Proceed)
melainkan juga meliputi tertariknya investor lokal dan asing untuk masuk dalam industri,
peningkatan efisiensi dalam pengelolaan BUMN sehingga tariff bisa lebih murah dan kualitas
barang/jasa lebih baik, kesempatan BUMN menjadi regional/global champion karena
lingkungan usaha yang lebih kompetitif, sehingga akhirnya dapat meningkatkan shareholder
value bagi para pemegang saham.. Hal ini diilustrasikan dalam Gambar 1.3
Gambar 1.3 Value Improvement Process
Sumber : Roger Abravanel,McKinsey, 2005
5 Abravanel,Roger, 2005, “Key lessons from Successful Privatization”, Privatization Barometer
Workshop,Rome
Value Improvement Proces s
Dividends/proceeds from additional tranches
Incumbent performance improvement
P rivate investments for infrastructure and productivity
P roceeds from IPO
C ustomer benefits through companies efficiency
Total privatization benefits
•C ash to reduce debt
•Attract private foreign and domestic capital
•Different investment needs between emerging and developed countries
•Improve service/pricing/tariff reduction in regulated sectors
•C reate global/ regional leader
•C reate shareholder value
•Additional cash by sharing the benefits of the value creation
Indus try s truc ture•Opportunity to introduce competition
• Optimal number of players in the different parts of the value chain
• S trategic and value added role of state versus private enterprise
7
Berbagai penelitian tentang kinerja privatisasi BUMN, seperti yang disarikan oleh
Megginson & Netters (2001)6 menyimpulkan bahwa BUMN pasca privatisasi umumnya
mengalami perbaikan kinerja operasional dan finansial seperti diukur dari indikator real
sales (output), profitability, efficiency (tingkat penjualan per pegawai), peningkatan
belanja modal (capital spending) dan menurunnya angka hutang (leverage). Penelitian
privatisasi di negara berkembang seperti yang dilakukan Boubakri dan Rondinelli
(2000)7 menunjukan bahwa faktor utama keberhasilan privatisasi bukan ditentukan
semata oleh proses transfer kepemilikan saham, namun juga sangat dipengaruhi faktor
institusional seperti bagaimana kebijakan pemerintah dalam perdagangan bebas (trade
openness), terbukanya iklim kompetisi, dan kesiapan infrastruktur pasar modal.
Studi Villalonga dan Wattanakul (2000)8 menunjukkan pentingnya faktor politik
,organisasi, serta kebijakan dalam mempengaruhi kesuksesan privatisasi. Peningkatan
kinerja BUMN tidak saja terjadi karena perpindahan transfer kepemilikan dari pemerintah ke
sektor swasta, namun juga ditentukan oleh bagaimana lingkungan politik yang kondusif,
faktor organisasi yang memungkinkan tumbuhnya semangat corporate entreprenership, serta
faktor kebijakan untuk mendukung tumbuhnya industri yang sehat.
Namun demikian privatisasi dianggap bukan satu-satunya jalan untuk perbaikan
kinerja BUMN . Stiglitz (2004) menganggap Prioritas sebaiknya lebih ditekankan pada
upaya membangun pasar dibandingkan privatisasi. Membangun pasar berarti mendorong
6 Megginson, William, Netter J.N, 2001. From state to market: a survey of empirical studies on
privatization, journal of economic Literature 39, 321-389 7 Boubakri,Narjess and Coseet,Jean-Claude ,2000. Aftermarket Performance of privatization offering in
developing countries 8 Villalonga,B, 2000. Privatization and efficiency ; Differentiating ownership effects from political,
organizational, and dynamic effects. Journal of Economic Behaviour and organization 42, 43-74
8
kompetisi. Untuk pasar terregulasi (regulated market) membangun perangkat
kelembagaan menjadi prasyarat sebelum dilakukan privatisasi. Pendapat serupa
disampaikan Rondinelli (2005) dan Chang (2007). Sementara Tan (2007)9 menyatakan
bahwa proses privatisasi sering mengalami kegagalan di negara berkembang karena
motivasi politik lebih kuat dibandingkan keinginan untuk menyehatkan BUMN itu
sendiri. Political motivation itu biasanya terkait dengan politik redistribusi kesejahtraan
yang ditujukan hanya pada kelompok tertentu saja.
Menurut Haque (2000)10 ,dibalik alasan formal privatisasi yang dinyatakan oleh
banyak negara-negara berkembang (seperti meningkatkan efisiensi, meningkatkan
kepemilikan publik, mengurangi defisit, meningkatkan kompetisi, serta perbaikan service
quality), terdapat beberapa alasan kritis yang sesungguhnya menjadi penyebab mengapa
privatisasi dijalankan di negara berkembang. Pertama adalah faktor ideologi, dimana
dengan dominanya ideology neoliberal (new right) yang mendewakan kebijakan pro
pasar (deregulasi, free trade, pemotongan subsidi, direct foreign investment), dipicu oleh
langkah konservatif Thatcher dan Reagan di awal dekade 1980 an, maka negara-negara
berkembang yang banyak dikendalikan oleh teknokrat lulusan AS atau Inggris (Eropa
Barat pada umumnya) terbawa arus untuk menjalankan privatisasi. Hal ini diperkuat pula
dengan pengaruh yang dibawa oleh organisasi donor seperti USAID dan lembaga
keuangan internasional seperti IMF dan IFC yang mempromosikan privatisasi sebagai
obat manjur bagi negara berkembang untuk meningkatkan daya saing ekonominya.
9 Tan, Jeff, 2007, Privatization in Malaysia; Regulation, rent seeking and policy failure, Routledge
Publication 10 Haque, M.Samsul, 2000, Privatization in Developing Countries; Formal Causes, Critical Reason, and
Adverse Impact, in Ali Farazmand (ed) Privatization or Public Enterprise reform? (Westport,Conn : Greenwood Press, 2000, pp 217-238
9
Kedua adalah faktor tingginya hutang luar negri di negara-negera berkembang,
sehingga mereka dipaksa oleh lembaga seperti IMF/IFC/ADB untuk melakukan
privatisasi sebagai bagian dari komitmen hutang yang diberikan. Disini alasan privatisasi
bukanlah ideologi, melainkan adanya tekanan eksternal.
Ketiga, privatisasi dilaksanakan untuk kepentingan kelompok politik tertentu (vested
political) dan kelompok ekonomi tertentu (economic interest gainer). Di negara maju seperti
Inggris, privatisasi dipakai sebagai alat politik untuk memenangkan pemilu dan bahkan
melemahkan kelompok oposisi seperti terjadi pada era Thatcher. Di negara-negara
berkembang seperti Asia dan Amerika Latin, kelompok ekonomi dan politik tertentu
memperkaya diri dengan kebijakan privatisasi yang undervalue.. Pihak lain yang menikmati
privatisasi ini adalah beberapa konsultan multinational seperti McKinsey, Arthur Young &
Co, Coopers & Lybrand, dimana mereka menerima jasa konsultasi yang sangat mahal untuk
suatu proses privatisasi. Bahkan Chapman (1990)11 membuat pernyataan menarik
”....Ironically, as the century draws to a close, the British, the Belgians, and the French are
back in Africa and Asia, not as colonialist, but as highly-paid professional adviser, invited to
produce reports on how privatization, including transnational ownership of state enterprises,
can revitalize depressed and bankrupt economies ”
Tuntutan kepada sektor usaha termasuk BUMN untuk melakukan reformasi dalam
tata kelolanya (corporate governance) juga meningkat seiring dengan tuntutan agar korporasi
lebih accountable dan responsif terhadap tuntutan konsumen. Isu pokok teori keagenan
dalam privatisasi meliputi internal control mechanism dan external control mechanism.
11 Chapman, Collin (1990). Selling the Family Silver: Has Privatization Worked ? London: Hutchinson
Business Book Limited
10
Internal control mechanism meliputi kegiatan memonitor BOD oleh manajemen puncak
(Fama dan Jansen 1993 ; Johnson, Hoskisson and Hitt, 1993), pemberian penghargaan
(reward) dan perubahan struktur korporasi. Sementara external control mechanism meliputi
pekerjaan : hostile takeover, leverage buyout, proxy contest, serta legal protection of minority
shareholder right (Boyd, 1994 ; Walsh dan Seward, 1990).
Simon Wong (2004)12 menyatakan tuntutan atas corporate governance didorong oleh
kuatnya dorongan dari pihak stakeholder (terdiri atas pihak Regulatory, External Scrutiny,
Internal, serta tuntutan Pasar Modal). Pihak Regulator ingin terhindar dari systemic risk
sehingga memastikan bahwa governance dilaksanakan. Sementara tuntutan investor di pasar
global juga mengharapkan transparansi yang semakin luas. Dari segi internal perusahaan
adanya tuntutan untuk rapid growth dan transisis dari model family business menyebabkan
governance juga menjadi penting. Sementara faktor eksternal tentunya terkait dengan
tuntutan stakeholder untuk lebih transparan bagi perusahaan.
Karakteristik BUMN yang memiliki banyak tujuan dan kadang bersifat conflicting,
kuatnya intervensi politik, serta kurangnya transparansi menyebabkan BUMN memiliki
governance yang unik dibandingkan sektor swasta. Dari sisi negara terdapat tantangan
berupa banyaknya kepentingan dari berbagai badan negara/Kementrian untuk intervensi
pengelolaan BUMN. Dari sisi Dewan Pengawas terdapat tantangan berupa lemahnya otoritas
mereka untuk mengawasi dewan direksi serta posisi mereka sebagai pejabat birokrasi yang
memiliki keterbatasan waktu untuk mengawasi BUMN. Sementara di sisi manajemen
pengelola BUMN sering menghadapi tantangan berupa buruknya sistem remunerasi dan
12 Wong, Simon.2006. Corporate Governance in State Own Enterprises .Mckinsey Company, Washington
DC
11
rendahnya disiplin manajemen. Untuk mengatasi hal tersebut maka pemerintah disarankan
untuk fokus pada pengembangan BUMN dengan mengedepankan 3 prinsip utama, yaitu
clear objectives (terdapat mandat yang jelas bagi pengelola BUMN sehingga mereka hanya
bertanggung jawab pada satu pintu dan kejelasan objective perusahaan apakah bersifat
komersial atau social), transparency(prinsip high disclosure baik untuk pemerintah maupun
BUMN) dan political insulation (dimana tugas pemerintah dibatasi sebagai pengawas dan
pengarah, sementara pengelola dilakukan oleh professional secara mandiri) sehingga
governance BUMN dapat dijalankan dengan baik. Konsep tersebut dilustrasikan seperti
terlihat pada gambar 1.4 .
Gambar 1.4 Three Pillars of SOE Reform
Sumber : Simon Wong (2004)
12
3. Kondisi BUMN Indonesia
Pada periode 2004-2008, seperti yang ditunjukkan tabel 2.1 kinerja keuangan
BUMN menunjukan adanya angka perbaikan terlihat dari pertumbuhan tingkat penjualan
dan profit, namun demikian dari tingkat efisiensi yang ditunjukan indiaktor ROA masih
sangat rendah. Demikian pula dengan jumlah dividen yang bisa disetorkan kepada
pemerintah.
Tabel 2.1
Sumber : Kantor Kementrian BUMN, 2009, data diolah
Diamati secara keseluruhan, seperti terlihat pada tabel 2.2, maka pada tahun 2008
terlihat bahwa dari 30 BUMN dengan aset terbesar (dari total 141 BUMN) ternyata telah
menyumbang porsi lebih dari 90 % kinerja pendapatan dan laba bersih dari keseluruhan
BUMN . Jika dua BUMN yang rugi, PT PLN dan PT KAI, tidak dimasukkan dalam
perhitungan maka laba bersih dari 28 BUMN yang tersisa mempunyai porsi sebesar 93,06%
terhadap laba keseluruhan BUMN tahun 2008. Kenyataan ini ternyata tidak jauh berbeda dari
Kinerja Keuangan seluruh BUMN tahun 2004 –2008, disajikan dalam tabel berikut :(dalam Miliar rupiah)
AKUN 2004 2005 2006 2007 2008
Total Aset 1.191.873 1.295.389 1.457.110 1.725.113 1.977.800
Ekuitas 366.124 379.774 456.743 512.399 526.126
Pendapatan 527.827 654.801 754.597 865.567 1.161.708
Laba Usaha 82.574 60.310 84.987 119.327 134.565
Laba Bersih 36.943 32.974 53.243 70.773 78.473
Belanja Operasional 453.403 596.764 672.057 748.032 1.028.372
Belanja Modal 32.260 39.900 47.950 91.200 128.320
Dividen 12.835 21.451 23.222 29.088 28.615
Huku
sebag
Sumb
um Pareto, di
gian besar BU
Kinerja
ber : Riset L
imana hanya
UMN membe
Pendapatan
MFEUI, 201
a 20% BUM
erikan keuntu
T
n dan Laba
10
MN yang mem
ungan yang s
Tabel 2.2
Bersih 30 B
mberikan 80%
sangat sediki
BUMN tahu
% keuntunga
it.
un 2008 (mil
1
an, sebalikny
lyar )
13
ya
14
4. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan mengidentifikasikan faktor-faktor yang
dianggap berpengaruh terhadap keberhasilan privatisasi BUMN. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya dapat diidentifikasi beberapa faktor utama yang
berpengaruh terhadap keberhasilan privatisasi BUMN, yaitu faktor politik, organisasi,
serta kebijakan (policy). Untuk menguji penelitian secara empiris maka dipilih kasus
privatisasi BUMN di Indonesia yang akan dikomparasikan dengan pengalaman
privatisasi BUMN di Malaysia.
Penelitian ini juga secara khusus melihat bagaimana pemerintah di kedua negara
melaksanakan kebijakan privatisasi dilihat dari keberadaan master plan privatisasi,
pilihan metode privatisasi, serta pengaturan aspek kelembagaan pengelola BUMN
5. Model Penelitian
Berdasarkan teori dan konsep serta penelitian-penelitian terdahulu terkait
permasalahan penelitian ini, maka dibangun model penelitian untuk menjawab pertanyaan
penelitian. Model penelitian yang ingin dikembangkan dalam riset ini adalah pembuktian
hipotesis bahwa terdapat perbedaan kinerja BUMN sebelum dan sesudah privatisasi ,serta
adanya pengaruh faktor politik, organisasi dan kebijakan dalam menentukan kinerja
privatisasi BUMN. Model penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
15
Gambar 4.1 Model Penelitian
6. Proposisi dan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka teori yang telah dikemukakan diatas, selanjutnya diajukan
beberapa proposisi yang akan menjadi kerangka acuan dalam penelitian ini. Adapun
proposisi yang dimaksudkan adalah :
16
a) Proposisi 1
Terdapat perbedaan kinerja BUMN sebelum dan sesudah privatisasi. Konsep
property right maupun public choice theory menyatakan bahwa BUMN memiliki banyak
hambatan untuk berkembang dan meningkatkan kinerja, sehingga tindakan privatisasi
diharapkan dapat memperbaiki kinerja BUMN. Penelitian Meggison dkk (1994); La Porta
dan Lopez De Silanes (1997); Frydman dkk (1997); Earle dan Estrin (1997); Dewenter
dan Malatesta (1998); Anderson dkk (1997), menunjukan Privatisasi menghasilkan
perbaikan pada efisiensi operasional BUMN yang pada akhirnya meningkatkan kinerja
finansial. Penelitian Makhija (2003) menunjukkan bahwa kemampuan daya saing
(didalamnya termasuk kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan) lebih besar
pada BUMN yang sudah diprivatisasi.
b) Proposisi 2
Kinerja privatisasi BUMN dipengaruhi oleh faktor politik. Faktor politik disini terkait
dengan asumsi pengelolaan BUMN oleh pemerintah yang dianggap tidak efisien sehingga
memungkinkan terjadinya proses ”buying votes & political power”. Disini bisa terjadi konflik
seperti keputusan untuk menjual dengan upaya menumbuhkan kompetisi, atau bagaimana
metoda privatisasi yang akan dipilih. Shirley menunjukan privatisasi tidak akan berjalan
mudah bila terjadi politisasi BUMN, sehingga mengurangi minat investor. Schleifer &Visny
serta Vickers & Yarrow berpendapat bahwa privatisasi akan mengurangi intervensi politisi
terhadap BUMN. Sementara Savas menyatakan pentingnya political commitment dari
pemerintah dalam menunjang keberhasilan privatisasi
17
c) Proposisi 3
Kinerja privatisasi BUMN dipengaruhi oleh faktor organisasi. Diantaranya
ditunjukan oleh Villalonga tentang pentingnya peran pemimpin (CEO) dalam menentukan
kesuskesan privatisasi. Sementara Parker menyatakan bahwa organisasi BUMN akan
menjadi lebih ramping pasca privatisasi sebagai response menghadapi situasi pasar yang
dianggap lebih kompetitif. Forrer & Kee menyatakan bahwa privatisasi BUMN
mempengaruhi perusahaan secara struktural (perubahan BOD, perubahan dalam manajemen
dan mission,goals,values BUMN) dan perubahan kultur organisasi (proses pengambilan
keputusan, perubahan HRM, perubahan persepsi karyawan) .
d) Proposisi 4
Kinerja privatisasi BUMN dipengaruhi oleh faktor kebijakan (policy). Hal ini
terutama dikaitkan dengan bagaimana kebijakan pemerintah dalam mendorong
terciptanya regulasi yang kondusif bagi BUMN pasca privatisasi, seperti kebijakan untuk
mempromosikan kompetisi pasar atau regulasi hukum yang lebih kuat. Rondinelli
menyatakan keberhasilan privatisasi dipengaruhi seberapa jauh kemampuan pemerintah
untuk mengimplementasikan kebijakan dalam mempromosikan kompetisi dan regulasi
yang efektif. Hal tersebut serupa dengan pendapat Abravanel dan Kriegsmann.
Berdasarkan proposisi tersebut maka diajukan Hipotesis dalam penelitian ini
sebagai berikut :
Hipotesis 1 : Terdapat perbedaan kinerja BUMN sebelum dan sesudah privatisasi
Hipotesis 2 : Faktor politik berpengaruh terhadap kinerja privatisasi BUMN
Hipotesis 3 : Faktor organisasi berpengaruh terhadap kinerja privatisasi BUMN
Hipotesis 4 : Faktor kebijakan berpengaruh terhadap kinerja privatisasi BUMN
18
Berdasarkan kerangka teori serta proposisi dan hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini, berikut dapat digambarkan kerangka operasional hubungan faktor politik,
organisasi, kebijakan, strategi privatisasi serta kinerja BUMN seperti yang terlihat pada
gambar 5.1. dibawah ini .
Gambar 5.1 Diagram Model dengan Variabel dan Indikator Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada BUMN yang sudah diprivatisasi di Indonesia dan di
Malaysia. Pengujian dilakukan pada periode 3 tahun sebelum dan 3 tahun setelah
privatisasi. Untuk memberikan keyakinan atas hasil penelitian, maka time horizon
penelitian di Indonesia juga ditambah menjadi 5 tahun sesudah privatisasi. Penelitian di
Indonesia menggunakan 13 sampel BUMN, yaitu 3 BUMN perbankan dan 10 BUMN
19
non perbankan yang melakukan privatisasi pada periode 1991-2004. Sementara penelitian
di Malaysia menggunakan sampel terhadap 24 BUMN yang melakukan privatisasi
dengan metoda penjualan saham (IPO) di Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) pada
periode 1984-1995. Pada penelitian privatisasi BUMN di Malaysia akan digunakan hasil
penelitian kuantitatif yang telah dilakukan oleh Qian Sun dan Wilson Tong (2002)13.
7. Metoda Pengumpulan dan Analisis Data
Untuk kasus Indonesia, maka data primer yang diperlukan dalam penelitian ini
dikumpulkan melalui kuesioner yang didistribusikan ke 13 BUMN Indonesia yang telah
diprivatisasi pada periode 1990- 2004, serta kunjungan dan wawancara ke Kantor
Kementrian Negara BUMN sebagai regulator, wawancara dengan praktisi BUMN, serta
Akademisi pemerhati BUMN. Sementara data sekunder menggunakan informasi yang dapat
diakses di Bursa Efek Indonesia, website perusahaan, serta sumber-sumber lain yang relevan.
Sementara data primer untuk kasus privatisasi di Malaysia diperoleh dengan
melakukan kunjungan ke Kantor Pusat Khazanah Nasional ,yaitu holding company yang
mengelola BUMN yang bersifat komersial di Malaysia, bertempat di kantor pusat
Khazanah di Kuala Lumpur.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan t-test. Dalam penelitian ini
akan digunakan tiga jenis uji statistik non-parametrik antara lain Sign Test, Wilcoxon
Signed Ranks Test, dan Mann Whitney Test (atau disebut juga Wilcoxon Rank Sum
13 Sun, Kian & Wilson Tong. 2002 Malaysia Privatization: A Comprehensive Study. Financial
Management, vol. 31, no 4,Winter 2002.
20
Test). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan keuangan yang
diperoleh dari Bursa Efek Indonesia dan Malaysia.
Dalam rangka untuk meneliti variabel yang paling berpengaruh terhadap
keberhasilan privatisasi di Indonesia akan dilakukan dengan pengujian data primer
dengan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP). Atas hasil AHP tersebut maka
kemudian akan dilakukan pendalaman lebih lanjut dengan melakukan in-dept-interview
terhadap narasumber ahli. Sementara untuk mendapatkan profil keberhasilan atau
kekurangberhasilan privatisasi BUMN di Indonesia berdasarkan berbagai variabel yang
telah ditentukan dalam penelitian ini, maka dilakukan pengolahan data primer dengan
menggunakan metode Analisis Cluster
8. Hasil Pengujian Data :
Hasil pengujian data primer untuk pembuktian hipotesis dapat dilihat secara
lengkap dalam bagian Lampiran.
Secara umum hasil pengujian hipotesis adalah sebagai berikut :
Hipotesis 1 : Terdapat perbedaan kinerja BUMN sebelum dan sesudah privatisasi
Kelompok BUMN Non Perbankan :
Hasil analisa kinerja BUMN non perbankan sebelum dan sesudah privatisasi secara umum
menunjukan adanya perbaikan kinerja pasca privatisasi. Indikator yang berubah secara
signifikan adalah untuk indikator Real Sales, Debt Ratio, serta Long term Debt to equity.
Sementara untuk indikator Net profit margin, dividen to sales serta dividen payout ratio juga
menunjukkan angka yang meningkat, meskipun secara uji statistik tidak signifikan.
21
Kesimpulan : Hipotesis 1 terbukti seperti penelitian yang dilakukan oleh Megginson
(2000), Rondinelli dan Boubakri (2000),Wattanakul (2002)
Kelompok BUMN Perbankan : Hasil pengujian pada 2 bank menunjukkan perbaikan indikator keuangan, seperti
indikator NIM, ROA ,NPL, Dividen to operating income lebih baik dibandingkan
perhitungan dengan sampel 3 bank . Meskipun uji secara statistik pada semua indikator
menunjukkan hasil tidak signifikan
Kesimpulan : Untuk BUMN Kelompok Perbankan Hipotesis tidak terbukti
Hipotesis 2: Faktor Politik Berpengaruh Terhadap Kinerja Privatisasi BUMN
Proxy 1 : Regim Otoriter Vs Regim Demokrasi ---- Hasilnya menunjukkan Privatisasi
pada era Regim Otoriter (Regim Soeharto) pada beberapa aspek ternyata memiliki kinerja
yang lebih baik dibandingkan BUMN yang diprivatisasi pada pemerintahan era
demokrasi /reformasi. Hal ini ditunjukkan dengan kenaikan pada indikator NPM dan
ROA dan uji statistik terbukti signifikan . Sementara indikator OE,RS,DR,LTDE,DtS,dan
DP secara uji statistik tidak signifikan
Proxy 2 : Struktur kepemilikan Saham Pemerintah -- -Hasilnya menunjukkan
Privatisasi BUMN dimana kepemilikan pemerintah kurang dari 75% pada beberapa
indikator ternyata memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan BUMN yang
diprivatisasi dimana kepemilikan saham pemerintah lebih dari 75%. Hal ini ditunjukkan
dengan uji statistik pada indikator NPM dan Real Sales yang terbukti signifikan.
Sementara indikator ROA,ROE,DR,LTDE,DtS,dan DP menunjukkan angka yang lebih
baik meskipun uji statistik tidak signifikan
22
Kesimpulan : Hipotesis 2 terbukti bahwa faktor politik berpengaruh terhadap kinerja
privatisasi. Hal ini sesuai dengan teori tentang pengaruh faktor politik dalam Privatisasi
BUMN, seperti yang dinyatakan : Lawrinsky&Kiefel (1993), Vickers & Yarrow (1988),
Schleifer & Visney (1994), Savas (2000), serta penelitian yang dilakukan Megginson
(2000), Comstock (2000), dan Jelic,Briston & Aussenegg (2003)
Hipotesis 3: Faktor Organisasi Berpengaruh Terhadap Kinerja Privatisasi BUMN
Proxy : Tim Manajemen Baru
Hasil : Semua indikator keuangan menunjukkan hasil yang tidak signifikan, kecuali
untuk indikator Real Sales, dimana manajemen lama ternyata lebih baik dibandingkan
manajemen baru. Dari segi profitabilitas (NPM,ROA,ROE) dan pengelolaan hutang
(DR,LTDE) ternyata manajemen lama dapat memberikan kinerja yang lebih baik
dibandingkan manajemen baru, meskipun uji statistik tidak signifikan.
Kesimpulan : Hipotesis 3 bahwa faktor organisasi berpengaruh terhadap kinerja
privatisas BUMN terbukti meskipun hanya pada satu indikator keuangan
Hipotesis 4: Faktor Kebijakan Berpengaruh Terhadap Kinerja Privatisasi BUMN
Proxy : Sifat Pasar Kompetitif dan Tidak Kompetitif
Hasil : Indikator kinerja BUMN yang bergerak di pasar yang tidak kompetitif ternyata
memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan BUMN yang diprivatisasi dan bergerak di
pasar yang bersifat kompetitif. Uji statistik menunjukkan hasil yang signifikan pada
indikator NPM, ROA, ROE, dan Dividen to Sales . Sementara indikator Real Sales,
Debt Ratio, LTDE, dan DP secara uji statistik tidak signifikan
23
Kesimpulan : Hipotesis 4 terbukti pada sebagian besar indikator keuangan, artinya
faktor kebijakan berpengaruh terhadap kinerja privatisasi BUMN. Pembuktian hipotesis
ini sesuai dengan penelitian tentang pengaruh faktor organisasi terhadap Kinerja
Privatisasi BUMN ,seperti yang dilakukan : Megginson (2000), Narain (2003), serta
Rondinelli (2005)
Kinerja Metode IPO vs SS Untuk membandingkan kinerja BUMN yang diprivatisasi dengan metoda yang berbeda
yaitu dengan pola IPO dan SS, maka dilakukan perhitungan untuk menunjukan perbedaan
kinerja tersebut
Hasil : Terlihat dari 8 indikator keuangan ternyata 5 indikator lebih superior apabila
privatisasi mengunakan metoda IPO. Hal ini bisa dilihat dari indikator NPM, debt ratio,
LTDE, dividend to sales serta dividend payout. Sementara dari sisi kinerja ROA dan ROE
relatif hampir sama meskipun metoda SS relative lebih unggul. Metoda SS terlihat
superior pada indikator real sales. Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
dalam melihat metode privatisasi di negara transisi dan negara berkembang, seperti yang
dilakukan oleh Megginson (2000), Boubakri (2000), Jelic,Briston & Aussenegg (2003) .
Hasil Analisis AHP Terhadap PengaruhFaktor Politik, Organisasi, Serta Kebijakan
(Policy) Dalam Privatisasi BUMN
Analisis AHP dilakukan untuk melihat persepsi responden tentang seberapa dominan
pengaruh faktor politik, organisasi, serta kebijakan dalam menentukan keberhasilan
privatisasi. Secara rata-rata responden menjawab bahwa faktor organisasi adalah yang paling
24
dominan berpengaruh terhadap keberhasilan privatisasi, ditunjukan dengan skor 0,496.
Faktor dominan kedua adalah politik dengan skor 0,335 dan diikuti dengan factor dominan
ke tiga yaitu kebijakan dengan skor 0,170
Dari bobot terhadap keseluruhan sub faktor terlihat bahwa 5 sub faktor dominan
adalah: tim manajemen baru (17,3%), diikuti oleh sub faktor struktur keuangan
perusahaan (11,3%), struktur kepemilkan saham (9,4%), pengurangan keterlibatan
pemerintah dalam pengambilan keputusan perusahaan (7,7%), serta penerapan
efisiensi dengan mendorong kompetisi (7,7%). Dapat dilihat bahwa 5 (lima) sub faktor
ini ada dalam kelompok faktor organisasi dan faktor politik. Hal ini mencerminkan
pentingnya sub faktor tersebut diantara para responden.
Ditinjau dari evaluasi alternatif hirarki tujuan, maka dikaji pilihan apakah BUMN
akan diprivitisasi dengan metoda IPO atau SS, serta pilihan apakah pemerintah akan
melepas kepemilikan secara mayoritas (full divestiture) atau sebagian (partial
divestiture). Untuk tujuan pertama, responden penelitian menunjukan bahwa alternatif
IPO (63,3%) lebih dipilih dibandingkan metode SS (36,7%).
Hasil Analisis Cluster
Penelitian ini menggunakan 10 sampel BUMN non bank yang sudah diprivatisasi
di Indonesia sampai dengan tahun 2004. Ke 10 BUMN ini kemudian dibuat cluster
berdasarkan 7 variabel, yaitu : kenaikan NPM, kenaikan ROA, kenaikan real sales,
kepemilikan pemerintah, sifat pasar, tahun IPO, serta perubahan direksi BUMN.
25
Cluster Terbaik adalah cluster ke 2 dengan karakteristik : • Kenaikan NPM rata-rata 11%
• Kenaikan ROA rata-rata minus 1% (turun)
• Kenaikan Real Sales rata-rata 64%
• Semua anggotanya (4), kepemilikan pemerintah < 75%
• Semua anggotanya (4), IPO sebelum 1998
• Semua anggotanya (4), berada pada pasar tidak kompetitif
• 3 dari 4 anggotanya, kebanyakan direksinya adalah direksi lama
9. Analisis Kinerja Privatisasi BUMN Malaysia
Penelitian yang dilakukan terhadap BUMN yang diprivatisasi di Malaysia
dilakukan terhadap 24 BUMN yang terdaftar (listed) di Kuala Lumpur Stock Exchange.
Pemilihan sampel ini terutama didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Qian
Sun dan Wilson Tong (2002). Hasil penelitian secara umum memperlihatkan bahwa:
BUMN pasca privatisasi mampu meningkatkan profit hampir 3 kali lipat, sementara
tingkat real sales dapat ditingkatkan hampir lebih dari dua kali lipat. Di sisi lain tingkat
hutang (leverage) dapat ditekan turun, sementara tingkat deviden yang dibagikan
cenderung meningkat. Uji secara statistik terbukti signifikan.
Beberapa temuan lainnya menunjukan bahwa struktur kepemilikan pemerintah
cukup berpengaruh dalam menentukan besarnya tingkat keuntungan (NPM).
26
Sementara itu dilihat dari sisi organisasi tampak bahwa perubahan dalam
kompensasi terhadap BOD memiliki dampak negatif terhadap kinerja BUMN yang
diprivatisasi dengan IPO. Sementara itu dari sisi pergantian pucuk pimpinan perusahaan
(key management personnel) ternyata memiliki dampak negatif terhadap kinerja
perusahaan. Hal ini bisa diartikan bahwa new management team kurang memiliki
kualifikasi yang diharapkan untuk memimpin perubahan dalam perusahaan.
Dilihat dari pengaruh faktor kebijakan terhadap kinerja privatisasi BUMN
berdasarkan penelitan tersebut terlihat bahwa pasar kompetisi kurang berpengaruh
terhadap kinerja BUMN Malaysia. Sebagian besar BUMN biasanya berada dalam pasar
yang kurang kompetitif (less market competition) sehingga mereka kurang termotivasi
untuk berkompetisi meskipun telah menjadi perusahaan publik .
10. Komparasi Kebijakan Privatisasi Indonesia- Malaysia
10.1 Pembinaan BUMN
Perbandingan kebijakan privatisasi diantara Indonesia dan Malaysia dapat dilihat
Berdasarkan kebijakan pemerintah yang telah dikeluarkan untuk pengelolaan BUMN,
maka dapat ditelusuri bahwa kebijakan privatisasi telah dicanangkan sejak tahun 1988
dimana pemerintah mengeluarkan Keppres No 5/1988 yang berisikan ketentuan untuk
restrukturisasi,merger, dan privatisasi BUMN. Secara historis kebijakan ini dapat dilihat
pada gambar 10.1 sebagi berikut :
27
Gambar 10.1 Pembinaan dan Pengelolaan BUMN
Sumber : Kantor Meneg BUMN (2009)
Pada tahun 2003 pemerintah dan DPR telah menerbitkan UU N0 19 /2003 tentang
BUMN dimana dalam UU tersebut diatur tentang peran dan posisi BUMN. Dalam UU ini
ditegaskan bahwa peran BUMN mengandung 5 unsur utama yaitu : fungsi membantu
pertumbuhan ekonomi nasional, fungsi mengejar keuntungan, fungsi pelayanan umum,
fungsi perintisan usaha, serta fungsi untuk pengembangan ekonomi lemah. Secara lebih
jelas dapat dilihat pada gambar 10.2.
UU No. 19 PRP th1960 tentang Perusahaan Negara
PP No. 12 th 1998 tentang Perusahaan Perseroan; PP No. 13 th 1998 tentang Perusahaan Umum
PP No. 12 th 1969 tentang Perusahaan Perseroan; Inpres No. 11 tahun 1973; PP No. 3 th 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum dan Perusahaan Perseroan
(1960‐1969) (1969‐1998)
Pembinaan BUMN oleh Departemen/ Menteri Teknis
• Menteri Keuangan sebagaiPembina Keuangan
• Menteri Teknis sebagai Pembina Teknis
(1998)
PP No. 50 th 1998; Inpres No. 15 Th 1998; Keppres No. 38/1999; Keppres No. 39/1999
Pengalihan tugas dankewenangan MenteriKeuangan sebagai PemegangSaham dalam Perusahaan Perseroan (Persero) kepadaMenteri Negara Pendayagunaan BUMN
(1998‐2001)
PP No. 64 th. 2001
Pengalihan/ Pelimpahankedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan pada Persero, Perum dan Perjan kepadaMenteri BUMN
(2001‐2003)
UU 19/2003 tentang BUMN
Menteri BUMN adalah pihakyang mendapatkan Kuasa dariNegara/ Pem.Pus selakuPemegang Saham/ PemilikModal BUMN (pasal 1 ayat 5)
(2003‐Sekarang)
PP No. 41 th. 2003
(2003‐Sekarang)
Pelimpahan kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan pada Persero, Perum dan Perjan kepadaMenteri BUMN
28
Gambar 10.2
Peran BUMN sesuai UU No 19/2003
Sumber : Kementrian BUMN, 2009
Banyaknya peran yang harus dijalankan BUMN menjadi salah satu faktor yang
dianggap menjadi kelemahan BUMN . Belum lagi dikaitkan dengan banyaknya
UU/Peraturan yang harus diikuti BUMN pada saat melakukan corporate action. Pihak
bisnis swasta hanya tunduk pada UU PT dan UU Pasar Modal, sementara BUMN harus
ditambah dengan UU Keuangan Negara, Badan Pengawasan, serta UU BUMN.
UU No 17 Th 2003 tentang Keuangan negara terutama pasal 2 huruf g yang
memasukkan aset negara yang dipisahkan sebagai modal di BUMN sama seperti aset
negara lainnya yang tidak dipisahkan, sehingga untuk melakukan rightsizing BUMN
AKTIVITAS
SEKTOR BUMN
INDIKATOR
• Infrastruktur•Energi•Pendanaan/Kredit
•BBM•Listrik•Transportasi•Sarana Pertanian•Bahan Pangan•Kesehatan
• Transportasi(sarana & prasarana)
•Penjaminankredit, •PKBL, •Kredit UKM
• Pelabuhan, Ban dara, Jalan
• BBM, Listrik, Batubara,
• PerbankandanJasaKeuangan
•Energi•Transportasi•Sarana Pertanian•Logistik•Farmasi•Asuransi
•Transportasi
• Perbankan, Tele komunikasi& perdagangan
• Pertambangan• Perkebunan
•Penjaminan•Perbankan• SemuaBUMN untung
• Meningkat‐nyabelanja& investasiBUMN
• Ketersedia‐an Sarana Prasaranaekonomi
Ketersediaanbarang& Jasa denganjumlahyang tepat & harga terjangkau
Meningkatnya Peran BUMN dalam Perkembangan Daerah
• MeningkatnyaLaba Usaha & Dividen
• Meningkatnyakapitalisasi sahamBUMN di pasarmodal
Meningkatnya peran UKM dalam perekonomian
• Jasa(Perbankan, telekomunikasi, perdagangan)
• Pertambangan• Perkebunan
PertumbuhanEkonomi Nasional
MengejarKeuntungan
PelayananUmum
Perintis Usaha
PengembanganEkonomi
Lemah, Koperasi & Masyarakat
29
diperlukan proses sebagaimana proses penataan aset negara yang dikelola pemerintah.
Sementara PP No 41 Tahun 2003 tentang pelimpahan kewenangan Menteri Keuangan
selaku Pemegang Saham BUMN kepada Menteri Negara BUMN sebagai Kuasa
Pemegang Saham masih menyisakan beberapa kewenangan yang tidak dilimpahkan ke
Menteri BUMN, diantaranya : merger, akusisi, likwidasi dan privatisasi.
Berdasarkan dinamika politik yang terjadi dalam waktu 10 tahun terakhir, dimana
telah terjadi 7 kali penggantian Menteri BUMN telah memunculkan keraguan terhadap
konsistensi pelaksanaan kebijakan Kementrian BUMN. Proses pergantian pemerintah
yang begitu cepat pada periode 1999-2004 mempengaruhi pencapaian upaya reformasi
BUMN menuju korporasi yang berdaya saing tinggi. Dorongan politik ekonomi untuk
melakukan privatisasi BUMN selalu berubah menyesuaikan dengan tujuan dan visi regim
pemerintah bersangkutan
10.2 Proses Privatisasi
Proses privatisasi sendiri akan dilaksanakan melalui mekanisme yang cukup ketat
diantara pemerintah dan DPR. Proses ini mengikuti tahapan sebagai berikut : 1) proses
internal di pemerintah yang terdiri dari proses penetapan BUMN yang akan di privatisasi
(identifikasi BUMN yang akan di privatisasi, cara/metode privatisasi dan jumlah saham
yang akan dilepaskan), dimana proses ini melibatkan Komite Privatisasi yang diketuai
oleh Menko Ekonomi dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN
serta Menteri Teknis terkait..BUMN yang disepakati untuk diprivatisasi dimasukan dalam
daftar Program Tahunan Privatisasi (PTP) ; 2) proses persetujuan dan konsultasi di DPR
yang dimulai dengan penetapan hasil privatisasi dalam APBN (jika ada) ; 3) proses
30
pelaksanaan privatisasi sesuai dengan program tahunan privatisasi dan sesuai dengan
persetujuan DPR. Proses ini dapat dilihat pada gambar 10.3.
Gambar 10.3
Mekanisme Privatisasi BUMN
Dalam prakteknya, seperti yang dinyatakan oleh sumber di Kementrian BUMN14,
proses ini akan makan waktu yang cukup panjang terutama saat pembahasan di DPR,
karena paling tidak melibatkan 2 komisi. Apabila dibutuhkan minimal 2 kali pertemuan
setiap komisi maka untuk 1 proposal privatisasi BUMN akan dibutuhkan minimal 4 kali
pertemuan dengan pihak DPR, sehingga ketika pemerintah membawa proposal 10
BUMN yang akan diprivatuisasi maka dibutuhkan paling sedikit 40 kali hearing dengan
14 Wawancara penulis dengan pejabat eselon 1 Kementrian Negara BUMN pada 2010
Menteri NegaraBUMN
KomitePrivatisasi
MenteriKeuangan*)
Menetapkan ProgramTahunan Privatisasi/PTP
● Menyusun Program TahunanPrivatisasi/PTP, meliputi:- Nama BUMN yang akan diprivatisasi- Metode Privatisasi- Rentang jumlah (%) saham- Perkiraan nilai (hasil) privatisasi(Psl 81 UU 19/2003 dan penjelasanannya,Psl 12 PP 33/2005)
Arahan/Koordinasi, meliputi:-Kebijakan umum dan persyaratan-Langkah2 untuk kelancaran-Jalan keluar jika ada masalahstrategis sektoral
(Psl 80 UU 19/2003, Psl 11 PP33/2005, Keppres 8/2006)
DPR-RI
Presiden
● Melaksanakan Privatisasi- Setelah konsultansi/persetujuan DPR(disvestasi maupun dilusi) per BUMN
- Setelah terbit PP (untuk disvestasi)(Psl 81 UU 19/2003, Psl 3, 12 PP 33/2005
Permintaan Rekomendasi atas PTP *)
MengajukanPTP
Setneg
- Pembahasan usulan RAPBN Privatisasi (Panggar, Panja)
- Penetapan hasil privatisasi (Program Tahunan Privatisasi/PTP) secara overall, dalam APBN
*) Rekomendasi Menkeu atas PTP sesuai Psl 12 ayat 3 PP 33/2005 dapat diberikan sekaligus dalam kapasitas Menkeu sebagai anggota Komite Privatisasi
● Sosialisasi kepada stakeholder/lewat Direksi(Psl 12 PP 33/2005)
Menyam
paikan RP
P divestasi kepada S
etneg yang diusulkan M
eneg BU
MN
untuk ditetapkan oleh Presiden
Usulan R
encana Privatisasi dalam
RA
PB
N(P
sl 3 PP
33/2005)
Usulan R
PP
kepada Setneg m
elalui Menkeu untuk ditetapkan oleh
Presiden
31
DPR. Terkadang hal ini menyebabkan hilangnya momentum untuk go public. Upaya
untuk pembenahan proses IPO dengan melakukan pemisahan yang tegas antara proses
politik dan birokrasi dengan proses korporasi mutlak segera dilakukan.
Sejauh ini, meski hanya terdapat 18 BUMN yang sudah go public dari total 423
emiten yang terdaftar di BEI, peran mereka sangat menonjol. Hal ini dilihat pada
indikator total kapitalisasi emiten BUMN yang mencapai Rp 757 trilyun atau 25% dari
total kapitalisasi BEI. Disamping itu 4 emiten BUMN, yaitu Telkom, Bank Mandiri,
Bank Rakyat Indonesia dan Bank Negara Indonesia masuk dalam kategori 10 emiten
dengan kapitalisasi terbesar di BEI.
Privatisasi dilakukan dalam Masterplan Revitalisasi BUMN 2005-2009
menggunakan salah satu dari tiga metode di bawah ini yaitu:
a. Penjualan Saham berdasarkan Ketentuan Pasar Modal;
b. Penjualan Saham Langsung kepada Investor/Strategic Sale (SS)
c. Penjualan Saham kepada Manajemen dan/atau Karyawan (Employee and
Management Buy Out /EMBO)
Hasil privatisasi untuk saham baru (dilusi saham pemerintah) dialokasikan untuk
menambah kas perusahaan, sementara hasil privatisasi berupa penjualan saham lama
(divestasi saham pemerintah) masuk dalam APBN.
10.3 Aspek Kelembagaan Kementrian BUMN dan Good Governance
Di Indonesia pihak yang melakukan fungsi regulasi dan kontrol terhadap BUMN
(termasuk kegiatan privatisasi) adalah Kantor Kementrian Negara BUMN. Sejak berdiri
sebagai Kementrian tersendiri yang mengurusi BUMN pada tahun 1999, fungsi regulator
32
dan eksekutor dijalankan di satu atap. Beberapa pendapat telah disampaikan, misalnya
Abeng (2009), Daniri dan Prasetyantoko (2010), bahwa dalam konteks implementasi
good governance, maka Kementrian BUMN sebaiknya berperan sebagai non executing
agency yang menjembatani antara BUMN dengan pemerintah sebagai pemegang saham.
Menteri BUMN juga bertugas menyusun kebijakan BUMN secara keseluruhan,
berkoordinasi dengan Departemen, Parlemen, dan pihak-pihak lain. Sementara executing
agency diserahkan kepada super holding company yang bertanggung jawab pada Menteri
BUMN, yang tugas utamanya adalah melakukan pengembangan internal perusahaan.
Holding Company bertugas layaknya perusahaan modern yang berkonsentrasi pada
peningkatan daya saing melalui restrukturisasi, peningkatan efisiensi dan ekspansi bisnis.
Secara praktis peran Menteri BUMN sebagai pembuat kebijakan dan sebagai RUPS harus
dipisahkan. Sebagai pemegang saham pemerintah memiliki wewenang dan hak suara
dalam RUPS, namun selebihnya pemerintah diharapkan tidak ikut campur dalam
pengelolaan BUMN. Hal ini dianggap akan mengurangi rentang kendali (span of control)
Menteri BUMN dalam pengelolaan BUMN, sehingga harapan untuk menciptakan value
creation di setiap BUMN dapat terealisir.
Modifikasi struktur Kementrian BUMN dapat dilakukan melalui langkah transisi
menuju struktur ideal. Secara operasional fungsi Menteri BUMN dilaksanakan baik
sebagai Kepala Badan Kebijakan maupun sebagai Pengelola BUMN. Struktur saat ini
perlu dimodifikasi dimana diusulkan Menteri BUMN dibantu oleh Sekretaris
Kementrian, Deputi Pelayan Publik, Hukum, Pengelolaan Aset dan Pembinaan
Operasional .
33
Apabila langkah transisi dianggap sudah mencukupi maka pada tahap selanjutnya,
posisi Menteri BUMN ditetapkan sebagai Kepala Badan Kebijakan BUMN. Disini
positioning Menteri BUMN memang sebagai policy maker dan bertindak sebagai non
executing agency. Sementara untuk pengoperasian BUMN akan dibentuk Holding
Company /Super holding company yang dipimpin kalangan profesional dan bertanggung
jawab pada Menteri BUMN dalam kapasitas sebagai pemegang mandat RUPS. Secara
ideal struktur organisasi Kementrian BUMN pada masa transisi ini dapat diilustrasikan
pada gambar 10.4 .
Gambar 10.4 Struktur Ideal Kantor Kementrian BUMN
Sumber : Modifikasi Struktur Organisasi dari ide awal Daniri & Prasetyantoko
34
10.4 Kebijakan Pembinaan BUMN dan Privatisasi Di Malaysia
Privatization Masterplan pertama ini disusun untuk privatisasi BUMN dalam
rentang waktu 1991-1995. Dalam Guidance for Privatization tersebut dinyatakan lima
alasan yang mendasari penerapan privatisasi. Pertama, ditujukan untuk mengurangi
beban ekonomi dan keuangan pemerintah, khususnya dalam penanganan dan
pemeliharaan pelayanan dan infrastruktur. Kedua, untuk mempromosikan kompetisi,
memperbaiki efisiensi dan meningkatkan produktifitas dalam pemberian pelayanan.
Ketiga, untuk merangsang kewirausahaan dan investasi, dan karenanya dapat
mempercepat pertumbuhan ekonomi. Keempat, untuk mengurangi jumlah dan ukuran
sektor publik, dengan kecenderugan monopolistik dan dukungan birokrasi. Kelima, untuk
mendukung pencapaian tujuan New Economic Policy (NEP), khususnya untuk
meningkatkan kesejahteraan Bumiputera.
Berdasarkan studi Qian & Wilson (2004) dan Isnuhardi (2008)15 menunjukan metoda
privatisasi yang paling banyak digunakan adalah penjualan saham kepada publik (IPO) serta
model strategic sales. Namun demikian menurut Manikam (2009)16, metoda privatisasi di
Malaysia sesuai masterplan dilaksanakan dengan pendekatan dimana untuk proyek yang
bersifat baru dilakukan privatisasi dengan model Build-Operate-Transfer (BOT) biasanya
untuk proyek infrastruktur,utilitas dan proyek energi, Built-Operate-Owned (BOO) misalnya
untuk proyek pembangkit listrik, build-Lease-transfer (BLT), Build-transfer (BT) dan Land
Swap. Sementara untuk proyek yang sudah berjalan (existing projects), privatisasi bisa
15 Isnurhadi, Syamsurizal, 2008. Analysis of short run and long run performance of privatization initial
public offering in Malaysia. Working Paper 16 Manikam,Selvarajoo,2009. The privatization policy. Economic Planning Unit Malaysia 16 K.S.,Jomo and Wooi Sin,Tan, 1992
35
dilakukan dengan penjualan saham ke publik (IPO), Management-Buy-out (MBO) dan
Management Contract misalnya untuk pengelolaan air bersih (water treatment plants).
Menurut Husin (2006)17, kunci kesuksesan privatisasi di Malaysia dapat dilihat dari
beberapa proses sebagai berikut : 1) adanya komitmen yang kuat dari pemerintah ; 2) adanya
komitmen untuk menjadikan sektor swasta sebagai motor pembangunan (strong policy
statement on private sector as the engine of growth) ; 3)sektor swasta memiliki tingkat
keahlian dan kesiapan untuk menerima privatisasi dan menanggung investment risk ; 4)
dibutuhkannya well-developed financial market untuk mendukung privatisasi dalam skala
besar ; 5) diperlukannya perencanaan matang ( proper planning), monitoring & koordinasi
untuk menjamin suksesnya privatisasi ; 6) Diperlukannya evaluasi ketat atas project viability.
Khazanah Nasional Berhad sebagai induk perusaahaan BUMN yang bersifat
komersial di Malaysia didirikan sejak tahun 1994. Fungsi Khazanah adalah sebagai
super holding company yang mengelola kelompok BUMN yang bersifat komersial di
Malaysia. Pada akhir 2009 Khazanah mengelola hampir 50 BUMN (GLC) besar dengan
total asset per Desember 2009 mencapai RM 92.2 billion 18dibandingkan nilai per Mei
2004 yang hanya RM 50.9 billion atau hampir naik dua kali lipatnya.
Sebagai investment holding company Khazanah saat ini beroperasi secara global,
termasuk diantaranya investasi di negara seperti Singapura, India, China, Indonesia dan
beberapa negara di Eropa. Saat ini Khazanah Nasional bertindak sebagai investment holding
17 Husin. Dato Abd Rahman.2006. Malaysia’s Economic Development with emphasis on Public-Private
Collaboration . World Bank PSD Conference. 18 Khazanah Annual Report 2009
36
company yang membawahi 11 sub holding lainnya meliputi industri properti, transportasi dan
logistik, utilitas, infrastruktur dan konstruksi, media & komunikasi, kesehatan, dan lainnya.
Disamping program korporasi yang disesuaikan dengan kebutuhan bisnis global,
kesuksesan Khazanah juga didorong oleh keinginan pemerintah Malaysia untuk
bertindak proporsional dimana fungsi regulator dan eksekutor dipisahkan secara jelas,
serta visi yang jelas dalam membedakan BUMN yang bersifat komersial atau sosial.
Dalam konteks ini Pemerintah bertanggungjawab dalam mengelola BUMN yang
memiliki misi social, mengeluarkan regulasi yang jelas dalam pengelolaan BUMN, serta
memberikan kebebasan sebagai entitas korporasi kepada Khazanah untuk bertindak
sebagai investment company yang professional mewakili pemerintah Malaysia. Hal ini
secara jelas digambarkan dalam gambar 10.5
Gambar 9.5 Role of Government and Khazanah
Sumber: Khazanah 2009
37
Dalam wawancara dengan Abdullah Abdul Hamid19, Executive Director of
Transformation Program Khazanah Nasional, dinyatakan dalam konteks corporate
governance untuk menghasilkan pengelolaan korporasi yang professional namun juga
tetap dapat mempertahankan kepentingan pemerintah, maka BOD Khazanah Nasional
dipimpin oleh Perdana Menteri sebagai Chairman, beranggotakan 8 anggota board terdiri
atas 3 wakil pemerintah (Menteri Keuangan, Deputi Menteri Keuangan, serta Gubernur
Bank Sentral), serta 5 orang anggota board lainnya mewakili pihak private sector.
Komposisi board ini mencerminkan peran pemerintah secara governance terwakili dalam
holding structure, namun pemerintah tidak ikut campur dalam tataran mikro pengelolaan
korporasi.
Secara strategis master plan Khazanah yang diterbitkan Media Briefing (2009)20
menentukan visi kedepan sebagai holding company yang mampu bersaing di pasar
global. Langkah yang diambil terutama bertumpu pada perbaikan strategi investasi,
transformasi bisnis serta peningkatan dalam perbaikan SDM (human capital
development) seperti yang terlihat pada Gambar 9.6. Hasil yang diperoleh dari
transformasi Khazanah termasuk luar biasa, dimana pengeloaan portfolio mampu
meningkatkan modal sendiri dari RM6.7 billion di 2006 menjadi RM 20 billion di 2008.
19 Wawancara dengan Abdullah Abdul Hamid19, Executive Director of Transformation Program Khazanah
Nasional di Kantor Pusat Khazanah di Kuala Lumpur ,2010 20 Media Briefing Khazanah,2009
38
Gambar 9.6
Strategic Vision of Khazanah Nasional
Sumber : Khazanah Bhd, 2009
Pada tahun 2005 Perdana Menteri Abdulah Badawi mengeluarkan GLC
Transformation Program sebagai response atas melemahnya kinerja beberapa Government
Linked Companies (GLC) anggota Khazanah maupun GLC /BUMN diluar kelompok
Khazanah. Sebagai realisasi atas transformasi tersebut, maka kemudian dibentuk Putrajaya
Committee for GLC High Performance (PCG) yang dipimpin Deputi Menteri Keuangan
(Second Finance Minister) dan beranggotakan pimpinan GLC meliputi Permodalan Nasional
Berhad (PMN), EPF, Lembaga Tabung Haji (LTH), dan LTAT.
Our mandate is focused on developing a progressive corporate Malaysia… and yielding long term economic benefits for the nation.
39
Struktur komisi tersebut melibatkan juga konsultan internasional sebagai
penasehat manajemen seperti terlihat pada Gambar 9.7. Sekretariat kantor
Transformation Management Office (TMO) ini dipusatkan di Khazanah .
Gambar 9.7 Struktur PCG dan JWT
Komite tersebut bekerja cukup komprehensf dan kemudian telah merekomendasikan
beberapa rencana aksi (action plan) yang segera bisa diimplementasikan. Beberapa aksi yang
dilaksanakan diantaranya melakukan analisis GLC operating framework untuk mendapatkan
kerangka pengelolaan GLC yang lebih baik, dimana penekanan transformasi itu diantaranya
mencakup: kejelasan GLC objectives, otoritas manajemen, kinerja manajemen yang kuat dan
disiplin aspek keuangan.
40
Kritik terhadap privatisasi di Malaysia muncul terkait terutama dengan privelege
yang diberikan kepada Bumi Putera. Menurut studi oleh Jomo (2005))21, proses
peningkatan ekonomi Bumi Putera tidak berjalan sesuai rencana karena terjadi proses
rent seeking dan keterlibatan kekuasan politik dalam bisnis. Akibatnya proses penciptaan
entreprenersip Bumi Putera kurang dapat berjalan sesuai rencana. Hal ini diperburuk
dengan situasi dimana terjadi tekanan (pressure) terhadap pemerintah oleh pressure group
tertentu yang mengarahkan privatisasi untuk tujuan dan kepentingan kelompok tersebut.
11. Ikhtisar Perbandingan Privatisasi dan Pembinaan BUMN
Secara umum ikhtisar perbandingan privatisasi dan kebijakan pembinaan BUMN
diantara Indonesia dan Malaysia dapat diikhtisarkan pada Tabel 10.1 sebagai berikut :
21 K.S.,Jomo.2005. Privatization and Renationalization in Malaysia ; A Survey . Working Papaer. Kuala
Lumpur
41
Tabel 11.1 Kesimpulan Perbandingan Kebijakan Privatisasi
No Kebijakan Analisa Perbandingan
1 Master Plan Privatisasi Malaysia
- Masterplan Privatisasi (PMP) di Malaysia telah dibuat sejak 1991
. PMP tersebut dilengkapi dengan Privatization Action Plan
(PAP) yang berisikan rencana kerja 2 tahunan yang
membantu rencana implementasi privatisasi .
- PMP dan PAP relatif dapat diimplementasikan karena
adanya kesinambungan pemerintahan, serta faktor kestabilan
pemerintahan di Malaysia terutama di era Mahathir
Muhammad yang menjadi pendorong utama privatisasi
Indonesia
- Master plan BUMN Indonesia secara terstruktur baru
diterbitkan pada 1999 pada saat terbentuk Kementrian
BUMN pada kabinet Presiden Habibie. Terjadinya pergantian
6 Menteri BUMN dan 1 Dirjen BUMN dalam kurun 11 tahun
(1999-2010) menyebabkan prioritas dalam implementasi
Master Plan terhambat .
- Setiap Era Pemerintahan Sejak 1999 menyusun blueprint
pembinaan BUMN termasuk kebijakan privatisasi, namun
sebagia besar target tidak tercapai
2 Mekanisme Privatisasi Malaysia
- Di Malaysia perencanaan Privatisasi di koordinasikan oleh Kantor
EPU yang berada di bawah Kantor Perdana Menteri Malaysia.
Salah satu divisi di EPU mengkoordinasikan secara khusus tentang
privatisasi .
42
- Usulan privatisasi bisa berasal dari BUMN, badan pemerintah
atau inisiatif dari sektor swasta dan semuanya dikoordinasikan EPU
yang pada akhirnya akan dikirim kepada Kabinet untuk
persetujuan.
- Usulan privatisasi pemerintah kemudian dikirimkan ke parlemen
untuk mendapat persetujuan. Proses tersebut relatif berlangsung
cepat karena parlemen dikuasai koalisi partai pemerintah yaitu
Barisan Nasional dengan UMNO sebagai tulang punggungnya.
Indonesia
-Di Indonesia perencanaan privatisasi dikoordinasikan oleh
Kementrian BUMN . Dengan dibentuknya Komite Privatisasi pada
tahun 2006, maka usulan privatisasi Kementrian BUMN harus
mendapat pengesahan Komite Privatisasi.
-Usulan Privatisasi yang sudah mendapat persetujuan Komite
Privatisasi harus mendapat pengesahan DPR sebelum resmi
ditetapkan sebagai Program Tahunan Privatisasi tahun tersebut.
- Biasanya proses persetujuan PTP akan memakan waktu lama di
DPR karena tidak dominannya partai pemerintah di DPR.
Akibatnya persetujuan PTP sering terlambat dan privatisasi BUMN
kerap kehilangan momentum
3 Kriteria Privatisasi Kriteria privatisasi BUMN di Malaysia dan Indonesia relatif
hampir serupa. Ke dua negara mengadopsi prinsip restrukturisasi
BUMN sebelum masuk dalam tahap privatisasi. Artinya BUMN
akan disehatkan terlebih dahulu dalam proses corporatization
sehingga mampu menghasilkan profit, setelah itu baru di privatisasi
untuk mendapatkan value yang paling optimal.
43
4 Metoda Privatisasi Malaysia
-Dalam PMP di Malaysia pilihan metoda privatisasi beragam,
dibedakan antara privatisasi untuk proyek baru atau atas
exixting project
-Untuk kelompok new projects maka pilihan privatisasi bisa
dilakukan dengan metoda : BOT,BOO,BLT,BT dan Land swap.
Sementara untuk kelompok existing projects maka metoda yang
bisa digunakan terdiri atas : a) sale of asset or equity ; b) lease of
asset ; c) MBO ; d) management Contract.
Indonesia
-Di Indonesia pilihan metoda privatisasi sesuai dengan Master Plan
BUMN 2004-2009 terbatas pada : sale of equity (IPO), Strategic
Sales dan EMBO
- Dari ke 3 alternatif tersebut pilihan yang paling banyak adalah
menggunakan IPO 5 Kelembagaan dalam
pengelolaan BUMN
Malaysia
-Di Malaysia proses monitoring dan pembinaan BUMN pasca
privatisasi tidak lagi dilakukan EPU, melainkan telah diserahkan
kepada super holding company Khazanah Berhad sebagai
Government’s Strategic Investment Arm yang didirikan sejak tahun
1994
-Board of Khazanah dipimpin oleh Perdana Menteri sehingga CEO
Khazanah langsung bertanggungjawab kepadanya. Hal ini sangat
membantu dalam mengurangi intervensi politik dari pihak lain.
44
- Pihak profesional sangat mendominasi pengelola Khazanah
Holding Company, termasuk melibatkan profesional asing, dan
governance diantara induk dan anak perusahaan dilaksanakan
dengan ketat
- Terdapat PCG sebagai lembaga transformasi GLC (BUMN),
sehingga kinerja GLC dapat dimonitor secara kontinyu dan
memungkinkan GLC melakukan adaptasi sebagai pemain kelas
dunia
Indonesia
-Fungsi regulasi dan pengkoordinasian BUMN sebagai suatu
entitas bisnis masih dilaksanakan secara satu atap dibawah
Kementrian Negara BUMN.
-Span of control Menteri BUMN yang terlalu lebar sebagai
regulator sekaligus “CEO” seluruh BUMN menjadikan fungsi
pembinaan tidak optimal .
-Rencana pembentukan Holding Company yang dicetuskan sejak
Master Plan BUMN pertama diluncurkan belum berhasil
direalisasikan, kecuali untuk kelompok Semen dan Pupuk yang
juga dianggap belum Holding dalam arti sesungguhnya
-Fungsi monitoring BUMN lewat Dewan Komisaris relatif tidak
optimal karena sebagian besar Ketua/Anggota Dewan komisaris
adalah birokrat yang dianggap kurang memahami bisnis atau
bertindak tidak sepenuhnya untuk kepentingan pemilik (negara)
karena ada kepentingan politik tertentu atau vested interest
personal.
45
12. Saran dan Rekomendasi
Berrdasarkan hasil penelitian terhadap privatisasi BUMN di Indonesia dan Malaysia
serta faktor-faktor yangmempengaruhinya, maka disampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Metoda privatisasi BUMN dengan IPO di Indonesia ternyata lebih baik dibandingkan
SS, seperti yang ditunjukkan secara dominan dalam sebagian besar indikator keuangan.
Demikian pula statistik di Malaysia menunjukkan metode IPO paling banyak digunakan
dalam privatisasi. Direkomendasikan penggunaan metode IPO sebagai pilihan utama
dalam privatisasi BUMN. Namun demikian pilihan metoda privatisasi lainnya (SS dan
EMBO) tetap dapat dipertimbangkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai,
diantaranya : tujuan/kebutuhan pemerintah, kebutuhan spesifik BUMN bersangkutan,
keadaan industri dan regulasi yang melingkupinya, waktu dan biaya, ekpektasi pasar,
serta konstelasi dan situasi politik yang dihadapinya.
2. Direkomendasikan bagi pemerintah agar melaksanakan privatisasi pada situasi
politik yang lebih stabil, melepas jumlah (porsi) saham yang lebih besar dalam
privatisasi BUMN, mempertimbangkan kemampuan tim manajemen yang kuat (tidak
harus berarti manajemen baru), serta meregulasi kondisi struktur pasar dimana
BUMN tersebut beroperasi.
3. Implementasi Master Plan Privatisasi BUMN harus lebih dioptimalkan terutama pada
tahap perencanaan, sehingga target yang ditetapkan lebih realistik. Proses penyusunan
PTP harus lebih dini dilakukan sehingga BUMN cukup waktu untuk menyiapkan diri
untuk privatisasi. Diperlukan semacam Privatization Action Plan (PAP) seperti di
Malaysia untuk mendukung Master Plan BUMN terkait dengan persiapan program
privatisasi sehingga target privatisasi dapat termonitor dengan baik.
46
4. Mekanisme politik untuk persetujuan privatisasi perlu diperbaiki sehinga waktu yang
dibutuhkan dalam proses legislasi dapat diperpendek. Hal ini penting untuk menjaga
momentum privatisasi. Diperlukan kesepakatan antara pihak Eksekutif (Presiden )
dan DPR untuk melakukan depolitisasi BUMN. Keterlibatan DPR dalam kebijakan
privatisasi BUMN diharapkan tidak menyentuh hingga level mikro korporasi,
melainkan sebatas pada level kebijakan makro yaitu hal-hal yang terkait dengan
keuangan negara.
5. Direkomendasikan posisi Kementrian BUMN berperan sebagai non executing
agency yang menjembatani antara BUMN dengan pemerintah sebagai pemegang
saham. Tugas Menteri BUMN difokuskan pada penyusunan kebijakan BUMN secara
keseluruhan, berkoordinasi dengan Departemen, Parlemen, dan pihak-pihak lain.
Sementara executing agency diserahkan kepada super holding company yang
bertanggung jawab pada Menteri BUMN, yang tugas utamanya adalah melakukan
pengembangan internal perusahaan. Hal ini dianggap akan meringankan span of
control Menteri BUMN sehingga pembinan BUMN akan terfokus dan ditangani
kalangan profesional. Kondisi seperti ini telah dilaksanakan di Malaysia dimana
pengelolaan BUMN (GLC) yang bersifat komersial telah diserahkan kepada
Khazanah Nasional Berhad sebagai superholding company sejak tahun 1998. Dan
untuk mendorong kemajuan GLC secara kontinyu telah ditetapkan PCG sebagai
lembaga yang mengatur transformasi BUMN di Malaysia.
47
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Tabel 7.1 s/d 7.7
Pengolahan Data Primer dengan Statistik Non Parametrik
Tabel 7.1
Sumber : Pengolahan data primer
K inerja BUMN Non‐B ank s ebelum privatis as i (1), 1‐3 tahun s etelah privatis as i (2), dan 3‐5 tahun s etelah privatis as i (3).
K inerja R ata‐rata S tandard Devias i
Median S tatis tik Wilcoxon
p value Interpretas i
Net P rofit Margin (NPM) (1) 0.145 0.090 0.138(2) 0.176 0.165 0.203 ‐1.172 0.241 T idakS ignifikan(3) 0.173 0.146 0.175 ‐1.172 0.241 T idakS ignifikan
R eturn on Assets (R OA) (1) 0.121 0.095 0.113(2) 0.090 0.089 0.072 ‐0.459 0.646 T idakS ignifikan(3) 0.102 0.076 0.074 ‐0.459 0.646 T idakS ignifikan
R eturn on E quity (R OE ) (1) 0.238 0.126 0.227(2) 0.145 0.141 0.203 ‐0.357 0.721 T idakS ignifikan(3) 0.171 0.084 0.172 ‐0.663 0.508 T idakS ignifikan
R eal S ales (R S ) (1) 19,054,103 23,231,659 11,841,130(2) 24,260,292 26,395,559 16,555,146 ‐2.701 0.007 S ignifikan pada α 1%(3) 26,677,237 21,883,711 18,821,761 ‐2.395 0.017 S ignifikan pada α 5%
Debt R atio (DR ) (1) 0.501 0.222 0.569(2) 0.419 0.225 0.334 ‐1.784 0.074 S ignifikan pada α 10%(3) 0.421 0.229 0.318 ‐1.478 0.139 T idakS ignifikan
Longterm‐Debt to E quity R atio (L TDE ) (1) 0.610 0.739 0.277(2) 0.332 0.528 0.046 ‐2.701 0.007 S ignifikan pada α 1%(3) 0.337 0.545 0.029 ‐2.191 0.028 S ignifikan pada α 5%
Dividend to S ales (DtS ) (1) 0.063 0.073 0.043(2) 0.071 0.051 0.060 ‐0.459 0.646 T idakS ignifikan(3) 0.062 0.044 0.073 ‐0.153 0.878 T idakS ignifikan
Dividend P ayout R atio (DP ) (1) 0.344 0.228 0.315(2) 0.425 0.249 0.334 ‐0.561 0.575 T idakS ignifikan(3) 0.445 0.195 0.396 ‐0.968 0.333 T idakS ignifikan
48
Tabel 7.2
Sumber : Pengolahan data primer
K inerja BUMN B ank s ebelum privatis as i (1), 1‐3 tahun s etelah privatis as i (2), dan 3‐5 tahun s etelah privatis as i (3).
K inerja R ata‐rata S tandard Devias i
Median S tatis tik Wilcoxon
p value Interpretas i
Net Interes t Margin (NIM) (1) 0.040 0.012 0.035(2) 0.031 0.097 0.044 0.000 1.000 T idakS ignifikan(3) 0.047 0.069 0.051 ‐0.535 0.593 T idakS ignifikan
R eturn on Assets (R OA) (1) 0.011 0.005 0.010(2) ‐0.085 0.184 0.011 0.000 1.000 T idakS ignifikan(3) ‐0.001 0.035 0.013 0.000 1.000 T idakS ignifikan
R eturn on E quity (R OE ) (1) 0.192 0.052 0.195(2) ‐1.506 2.943 0.110 ‐1.069 0.285 T idakS ignifikan(3) ‐1.360 2.693 0.138 ‐1.069 0.285 T idakS ignifikan
Operating Income (O I) (1) 68,962 19,068 66,686(2) 85,542 11,218 80,941 ‐1.069 0.285 T idakS ignifikan(3) 89,261 6,622 89,559 ‐1.069 0.285 T idakS ignifikan
C apital Adequacy R atio (C AR ) (1) 0.163 0.096 0.130(2) 0.072 0.234 0.168 ‐0.535 0.593 T idakS ignifikan(3) 0.145 0.077 0.173 ‐0.535 0.593 T idakS ignifikan
Non P erforming Loan (NP L ) (1) 0.106 0.075 0.099(2) 0.173 0.140 0.109 0.000 1.000 T idakS ignifikan(3) 0.139 0.106 0.088 0.000 1.000 T idakS ignifikan
Dividend to Op. Income (DtS ) (1) 0.082 0.043 0.077(2) 0.093 0.084 0.139 ‐0.535 0.593 T idakS ignifikan(3) 0.123 0.013 0.130 ‐1.069 0.285 T idakS ignifikan
Dividend Payout R atio (DP ) (1) 0.443 0.132 0.378(2) 0.752 0.857 0.476 ‐0.535 0.593 T idakS ignifikan(3) 1.738 2.235 0.479 ‐1.604 0.109 T idakS ignifikan
49
Tabel 7.3
Ikhtisar Regim Otoriter Dan Demokrasi
Sumber : Pengolahan data primer
K enaikan (Penurunan) K inerja BUMN Non‐Bank yang diprivatis as i s ebelum tahun 1998 (a) dan s etelah tahun 1998 (b),1‐3 tahun s etelah privatis as i (1) dan 3‐5 tahun s etelah privatis as i (2).
K inerja R ata‐rata S tandard Devias i
Median S tatis tik Mann‐Whitney
p value Interpretas i
Net P rofit Margin (NPM) (1a) 0.137 0.063 0.123 ‐2.611 0.009 S ignifikan pada α 1%(1b) ‐0.075 0.152 ‐0.005(2a) 0.105 0.040 0.098 ‐2.611 0.009 S ignifikan pada α 1%(2b) ‐0.049 0.100 ‐0.011
R eturn on Assets (R OA) (1a) 0.011 0.098 0.022 ‐1.776 0.076 S ignifikan pada α 10%(1b) ‐0.074 0.115 ‐0.010(2a) 0.011 0.087 0.020 ‐1.358 0.175 T idakS ignifikan(2b) ‐0.049 0.076 ‐0.016
R eturn on E quity (R OE ) (1a) ‐0.009 0.117 0.035 ‐1.567 0.117 T idakS ignifikan(1b) ‐0.178 0.261 ‐0.012(2a) ‐0.004 0.093 0.031 ‐1.358 0.175 T idakS ignifikan(2b) ‐0.130 0.172 ‐0.036
R eal S ales (R S ) (1a) 6,024,997 4,035,123 4,819,000 ‐0.940 0.347 T idakS ignifikan(1b) 4,387,381 5,248,512 1,522,282(2a) 6,584,747 6,064,663 7,125,597 ‐0.104 0.917 T idakS ignifikan(2b) 8,661,520 10,811,060 1,537,421
Debt R atio (DR ) (1a) ‐0.109 0.170 ‐0.076 ‐0.940 0.347 T idakS ignifikan(1b) ‐0.056 0.106 ‐0.019(2a) ‐0.091 0.213 ‐0.053 ‐0.313 0.754 T idakS ignifikan(2b) ‐0.069 0.139 ‐0.032
Longterm‐Debt to E quity R atio (L TDE ) (1a) ‐0.258 0.366 ‐0.082 ‐0.313 0.754 T idakS ignifikan(1b) ‐0.298 0.310 ‐0.213(2a) ‐0.236 0.435 ‐0.057 ‐0.522 0.602 T idakS ignifikan(2b) ‐0.311 0.292 ‐0.240
Dividend to S ales (DtS ) (1a) 0.032 0.085 0.051 ‐1.567 0.117 T idakS ignifikan(1b) ‐0.016 0.035 ‐0.008(2a) 0.018 0.076 0.055 ‐1.149 0.251 T idakS ignifikan(2b) ‐0.018 0.056 ‐0.012
Dividend Payout R atio (DP ) (1a) 0.105 0.328 0.139 ‐0.52223 0.602 T idakS ignifikan(1b) 0.057 0.365 ‐0.016(2a) 0.121 0.329 0.187 ‐0.731 0.465 T idakS ignifikan(2b) 0.080 0.363 0.008
50
Tabel 7.4 Ikhtisar Faktor Kepemilikan Saham Pemerintah
Sumber : Pengolahan data primer
K enaikan (Penurunan) K inerja BUMN Non‐Bank dengan kepemilikan pemerintah kurang dari 75% (a) dan lebih dari 75% (b),1‐3 tahun s etelah privatis as i (1) dan 3‐5 tahun s etelah privatis as i (2).
K inerja R ata‐rata S tandard Devias i
Median S tatis tik Mann‐Whitney
p value Interpretas i
Net P rofit Margin (NPM) (1a) 0.100 0.089 0.092 ‐1.706 0.088 S ignifikan pada α 10%(1b) ‐0.073 0.192 ‐0.029(2a) 0.077 0.066 0.089 ‐1.706 0.088 S ignifikan pada α 10%(2b) ‐0.046 0.126 ‐0.016
R eturn on Assets (R OA) (1a) ‐0.007 0.081 0.002 ‐0.640 0.522 T idakS ignifikan(1b) ‐0.068 0.150 ‐0.043(2a) ‐0.009 0.070 ‐0.002 0.000 1.000 T idakS ignifikan(2b) ‐0.033 0.110 ‐0.027
R eturn on E quity (R OE ) (1a) ‐0.015 0.103 0.001 ‐0.853 0.394 T idakS ignifikan(1b) ‐0.211 0.292 ‐0.147(2a) ‐0.017 0.082 0.004 ‐0.640 0.522 T idakS ignifikan(2b) ‐0.142 0.202 ‐0.132
R eal S ales (R S ) (1a) 7,372,497 4,175,666 7,410,914 ‐1.919 0.055 S ignifikan pada α 10%(1b) 1,956,728 2,854,621 1,127,106(2a) 10,737,065 9,354,879 10,610,266 ‐1.279 0.201 T idakS ignifikan(2b) 2,952,236 3,759,509 1,257,139
Debt R atio (DR ) (1a) ‐0.054 0.145 ‐0.056 ‐0.426 0.670 T idakS ignifikan(1b) ‐0.125 0.130 ‐0.127(2a) ‐0.029 0.176 ‐0.024 ‐1.066 0.286 T idakS ignifikan(2b) ‐0.156 0.148 ‐0.150
Longterm‐Debt to E quity R atio (L TDE ) (1a) ‐0.343 0.406 ‐0.146 ‐0.213 0.831 T idakS ignifikan(1b) ‐0.181 0.112 ‐0.213(2a) ‐0.321 0.454 ‐0.140 ‐0.426 0.670 T idakS ignifikan(2b) ‐0.202 0.122 ‐0.254
Dividend to S ales (DtS ) (1a) 0.020 0.077 0.025 ‐0.853 0.394 T idakS ignifikan(1b) ‐0.009 0.052 ‐0.007(2a) 0.008 0.065 0.025 ‐0.213 0.831 T idakS ignifikan(2b) ‐0.014 0.075 ‐0.012
Dividend Payout R atio (DP ) (1a) 0.040 0.317 0.127 ‐0.4264 0.670 T idakS ignifikan(1b) 0.143 0.385 0.093(2a) 0.108 0.408 0.177 ‐0.213 0.831 T idakS ignifikan(2b) 0.089 0.209 0.044
51
Tabel 7.5
Ikhtisar Faktor Keberadaan Tim Manajemen Baru
Sumber : Pengolahan data primer
K enaikan (P enurunan) K inerja BUMN Non‐B ank dengan T im Manajemen B aru (a) dan T im Manajemen L ama (b),1‐3 tahun s etelah privatis as i (1) dan 3‐5 tahun s etelah privatis as i (2).
K inerja R ata‐rata S tandard Devias i
Median S tatis tik Mann‐Whitney
p value Interpretas i
Net P rofit Margin (NPM) (1a) ‐0.013 0.213 0.011 ‐0.731 0.465 T idakS ignifikan(1b) 0.075 0.072 0.061(2a) ‐0.014 0.130 0.034 ‐0.940 0.347 T idakS ignifikan(2b) 0.070 0.071 0.081
R eturn on Assets (R OA) (1a) ‐0.050 0.136 0.010 ‐0.104 0.917 T idakS ignifikan(1b) ‐0.013 0.089 ‐0.006(2a) ‐0.025 0.097 0.009 ‐0.104 0.917 T idakS ignifikan(2b) ‐0.012 0.077 ‐0.013
R eturn on E quity (R OE ) (1a) ‐0.160 0.276 0.007 ‐0.104 0.917 T idakS ignifikan(1b) ‐0.026 0.111 0.001(2a) ‐0.107 0.191 0.031 ‐0.104 0.917 T idakS ignifikan(2b) ‐0.027 0.088 ‐0.018
R eal S ales (R S ) (1a) 2,000,609 2,474,121 1,522,282 ‐2.193 0.028 S ignifikan pada α 5%(1b) 8,411,769 3,700,619 10,002,828(2a) 5,180,776 5,952,511 1,537,421 ‐0.731 0.465 T idakS ignifikan(2b) 10,065,491 10,296,097 7,125,597
Debt R atio (DR ) (1a) ‐0.073 0.162 ‐0.019 ‐0.522 0.602 T idakS ignifikan(1b) ‐0.092 0.125 ‐0.068(2a) ‐0.084 0.206 ‐0.043 ‐0.104 0.917 T idakS ignifikan(2b) ‐0.076 0.150 ‐0.032
Longterm‐Debt to E quity R atio (L TDE ) (1a) ‐0.144 0.128 ‐0.213 ‐0.731 0.465 T idakS ignifikan(1b) ‐0.412 0.413 ‐0.210(2a) ‐0.141 0.173 ‐0.240 ‐0.522 0.602 T idakS ignifikan(2b) ‐0.406 0.451 ‐0.223
Dividend to S ales (DtS ) (1a) 0.017 0.074 0.003 ‐0.104 0.917 T idakS ignifikan(1b) 0.000 0.066 0.015(2a) ‐0.011 0.065 0.001 ‐0.313 0.754 T idakS ignifikan(2b) 0.010 0.073 0.049
Dividend P ayout R atio (DP ) (1a) 0.211 0.367 0.203 ‐1.14891 0.251 T idakS ignifikan(1b) ‐0.049 0.257 0.120(2a) 0.109 0.186 0.080 ‐0.104 0.917 T idakS ignifikan(2b) 0.092 0.454 0.167
52
Tabel 7.6
Ikhtisar Faktor Pasar Kompetitif Dan Tidak Kompetitif
Sumber : Pengolahan data primer
Kenaikan (Penurunan) Kinerja BUMN Non‐Bank yang beroperasi di Pasar Kompetitif (a) dan Pasar Tidak Kompetitif (b),1‐3 tahun setelah privatisasi (1) dan 3‐5 tahun setelah privatisasi (2).
Kinerja Rata‐rata Standard Deviasi
Median Statistik Mann‐Whitney
p value Interpretasi
Net Profit Margin (NPM) (1a) ‐0.138 0.178 ‐0.069 ‐2.393 0.017 Signifikan pada α 5%(1b) 0.103 0.078 0.105(2a) ‐0.097 0.105 ‐0.066 ‐2.393 0.017 Signifikan pada α 5%(2b) 0.082 0.051 0.081
Return on Assets (ROA) (1a) ‐0.123 0.132 ‐0.096 ‐1.709 0.087 Signifikan pada α 10%(1b) 0.008 0.081 0.010(2a) ‐0.088 0.072 ‐0.088 ‐1.937 0.053 Signifikan pada α 10%(2b) 0.011 0.072 0.020
Return on Equity (ROE) (1a) ‐0.295 0.292 ‐0.301 ‐1.709 0.087 Signifikan pada α 10%(1b) ‐0.007 0.096 0.007(2a) ‐0.223 0.163 ‐0.295 ‐2.165 0.030 Signifikan pada α 5%(2b) 0.000 0.078 0.031
Real Sales (RS) (1a) 4,085,680 5,139,615 1,522,282 ‐0.798 0.425 TidakSignifikan(1b) 5,686,407 4,542,552 4,819,000(2a) 5,829,518 8,623,078 976,857 ‐0.570 0.569 TidakSignifikan(2b) 8,391,826 8,783,667 7,125,597
Debt Ratio (DR) (1a) ‐0.072 0.146 ‐0.006 ‐0.570 0.569 TidakSignifikan(1b) ‐0.087 0.144 ‐0.068(2a) ‐0.089 0.192 ‐0.015 ‐0.342 0.732 TidakSignifikan(2b) ‐0.076 0.175 ‐0.043
Longterm‐Debt to Equity Ratio (LTDE) (1a) ‐0.212 0.002 ‐0.213 ‐0.342 0.732 TidakSignifikan(1b) ‐0.306 0.389 ‐0.082(2a) ‐0.244 0.023 ‐0.240 ‐0.342 0.732 TidakSignifikan(2b) ‐0.286 0.430 ‐0.057
Dividend to Sales (DtS) (1a) ‐0.033 0.036 ‐0.017 ‐1.709 0.087 Signifikan pada α 10%(1b) 0.026 0.071 0.034(2a) ‐0.049 0.049 ‐0.030 ‐1.709 0.087 Signifikan pada α 10%(2b) 0.020 0.064 0.049
Dividend Payout Ratio (DP) (1a) 0.055 0.511 ‐0.218 ‐0.34188 0.732 TidakSignifikan(1b) 0.092 0.272 0.135(2a) ‐0.059 0.182 0.008 ‐1.254 0.210 TidakSignifikan(2b) 0.168 0.363 0.187
53
Tabel 7.7 Ikhtisar Perbandingan Kinerja Privatisasi Dengan IPO Dan SS
Sumber : Pengolahan Data Primer
Sebelum T1 ‐ T3 Kenaikan T3 ‐T5 KenaikanIPO 0.14537 0.17636 0.03099 0.1733 0.02793Strat Sales 0.20033 0.11667 ‐0.08366 0.13481 ‐0.06552IPO 0.12099 0.08957 ‐0.03142 0.10233 ‐0.01867Strat Sales 0.07429 0.07077 ‐0.00352 0.10734 0.03306IPO 0.23787 0.14454 ‐0.09333 0.1709 ‐0.06698Strat Sales 0.12953 0.13531 0.00579 0.17591 0.04638IPO 19,054,103 24,260,292 5,206,189 26,677,237 7,623,133Strat Sales 38,137,164 55,506,254 17,369,091 63,408,792 25,271,629IPO 0.50089 0.41855 ‐0.08234 0.42102 ‐0.07988Strat Sales 0.51401 0.49531 ‐0.0187 0.45451 ‐0.0595IPO 0.61034 0.33232 ‐0.27802 0.33684 ‐0.2735Strat Sales 0.62566 0.45423 ‐0.17143 0.4238 ‐0.20185IPO 0.06292 0.07097 0.00805 0.06246 ‐0.00046Strat Sales 0.10786 0.05382 ‐0.05404 0.04824 ‐0.05962IPO 0.34431 0.42524 0.08093 0.44454 0.10023Strat Sales 0.76254 0.48923 ‐0.27331 0.37288 ‐0.38966
Keterangan
Debt Ratio (DR)
Long Term Debt to Equity Ratio (LTDE)Dividend to Sales (DtS)
Dividend Payout Ratio (DP)
Net Profit Margin (NPM)
Return on Asset (ROA)
Return on Equity (ROE)
Real Sales (RS)
54
DAFTAR PUSTAKA
• Abravanel,Roger, 2005, “Key lessons from Successful Privatization”, Privatization Barometer Workshop,Rome
• Barberis, Nicholas, Maxim Boycko, Andrei Shleifer, and Natalia Tsukanova. 1996. “How Does Privatization Work? Evidence From the Russian Shops,” J.Polit. Econ., 104, pp. 764-790.
• Boardman, Anthony and Aidan R. Vining. 1989. “Ownership and Performance in Competitive Environments: A Comparison of the Performance of Private, Mixed, and State-Owned Enterprises,” J. Law Econ., 32, pp. 1-33.
• Boubakri, Narjess and Jean-Claude Cosset. 1998. “The Financial and Operating Performance of Newly-Privatized Firms: Evidence From Developing Countries,” J. Fin., 53, pp. 1081-1110.
• Boubakri, Narjess and Jean-Claude Cosset. 2000. “The Aftermarket Performance of Privatization Offerings inDeveloping Countries,” working paper, Ecole des HEC: Montreal.
• Boycko, Maxim, Andrei Shleifer, and Robert W. Vishny. 1996a. “A Theory of Privatisation,” Econ. Journal, 106,pp. 309-319.
• D’Souza, Juliet and William L. Megginson. 1999. “The Financial and Operating Performance of Newly Privatized Firms in the 1990s,” J. Fin., 54, pp. 1397-1438.
• D’Souza, Juliet, Robert Nash, and William L. Megginson. 2000. “Determinants of Performance Improvement in Newly-Privatized Firms: Does Restructuring and Corporate Governance Matter?,” working paper,University of Oklahoma, Norman, OK.
• Frydman, Roman, Cheryl W. Gray, Marek Hessel, and Andrzej Rapaczynski. 1999. “When Does PrivatizationWork? The Impact of Private Ownership on Corporate Performance in Transition Economies,” Q. J.Econ., 114:4, pp. 1153-1191.
• Jones, Steven L., William L. Megginson, Robert C. Nash, and Jeffry M. Netter. 1999. “Share Issue Privatizations as Financial Means to Political and Economic Ends,” J. Financ. Econ., 53, pp. 217-253.
• Kikeri,Sunita, Fatima Kolo, 2005, Privatization : Trend recent and development, Washington DC, World Bank
• K.S, Jomo and Tan Wooi Syn, 2005 “Privatization and Renationalization in Malaysia ; A Survey “ Working Paper, Kuala Lumpur
55
• La Porta, Rafael and Florencio López-de-Silanes. 1999. “Benefits of Privatization--Evidence From Mexico,” Q. J.Econ., 114:4, pp. 1193-1242.
• La Porta, Rafael, Florencio López-de-Silanes and Andrei Shleifer. 2000b. “Investor Protection and CorporateGovernance,” J. Financ. Econ., 58, pp. 3-27.
• López-de-Silanes, Florencio. 1997. “Determinants of Privatization Prices,” Q. J. Econ., 112, pp. 965-1025.
• Laporan Masterplan Revitalisasi BUMN 2004-2009, penerbit Kantor Menteri Negara BUMN 2005, publikasi terbatas
• Megginson, William, Robert Nash, Jeffry Netter, and Annette Poulsen. 2000. “The Choice Between Private and Public Markets: Evidence From Privatizations,” working paper, University of Georgia, Athens, GA.
• Megginson, William, Robert Nash, and Matthias van Randenborgh. 1994. “The Financial and Operating Performance of Newly Privatized Firms: An International Empirical Analysis,” J. Fin., 49, pp. 403-452
• Megginson, William, Robert Nash, and Juliet D’Souza 2005 “The Effect of Changes in Corporate Governance and restructuring on Operating Performance ; Evidence from Privatizations,” working paper, University of Georgia, Athens, GA.
• Perotti, Enrico and Serhat E. Guney. 1993. “Successful Privatization Plans: Enhanced Credibility Through Timing and Pricing of Sales,” Fin. Manag., 22, pp. 84-98.
• Rondinelli, Dennis and Max Iacono. 1996. Policies and Institutions for Managing Privatization. International Training Centre, International Labor Office, Turin, Italy.
• Savas,S, 1987, “ Privatization ; The Key to Better Government”, Chatam House Publishers
• Shirley, Mary and John Nellis, 1991, “Public Enterprise Reform: The Lessons of Experience,” World Bank Publication no. 9800, The World Bank: Washington, D.C.
• Sun, Qian and Wilson Tong.2002. “ Malaysia Privatization : A Comprehensive Study . Financial Management, Vol. 31, No. 4, Winter 2002
• Wong,Simon, 2006 “ Key elements to improve Corporate Governance”, McKinsey Publication.