FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM …
Transcript of FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM …
SENI ARSITEKTUR MASJID SYUHADA DESA DUSUN
TERUSAN KECAMATAN MARO SEBO ILIR
KABUPATEN BATANG HARI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1)
Dalam Ilmu Sejarah Kebudayaan Islam
Oleh
AL FADLI
NIM: AS.110989
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2018/2019
MOTTO
1
18. hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan
shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain
kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan
Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
1 Tafsir.com
PEMSEMBAHAN
UNTUK AYAH DAN IBUKU
(Semoga Mereka Selalu Dalam Keadaan Sehat)
Amiin Ya Rabbal’Alamin
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis diberikan kekuatan dan
kekurangan dalam menyelesaikan skripsi ini dengan judul. “Seni Arsitektur Masjid As-
Suhada Desa Dusun Terusan Kecamatan Maro Sebo Ilir Kabupaten Batang Hari”.
Shalawat teriring salam selalu tercurahkan kepada Rasullah Muhammad SAW bererta
para sahabat, keluarga dan umatnya sepanjang zaman, Amin ya rabbal ‘alamin.
Selama penyusunan dan penulisan ini, penulis banyak mendapat bantuan,
dukungan dan masukan, baik berupa ide ataupun saran dari berbagai pihak. Untuk itu,
dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimah kasih yang teristimewa
kepada orang tuaku yang selalu memberikan cinta, do’a dan motivasinya yang luar
biasa. Selanjutnya, ucapan terimahkasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
terutama kepada Bapak Drs. Sayuti, S. M. Pd. I selaku Pembimbing Skripsi I dan Bapak
Muhammad Nur, S.Sos, M. Sy selaku Pembimbing Skripsi II yang selalu memberikan
koreksi dan masukan kesempurnaan skripsi ini, terimah kasih sekali saya ucapkan.
Selanjutnya tak lupa pula penulis menyampaikan rasa terimah kasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor IAIN Jambi, Selanjutnya
Ibu Prof. Dr. Hj. Maisah. M. Pd. I selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Wakil
Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan III, Bapak Aliyas, M. Fil. I, yang luar biasa selaku
Ketua Jurusan dan Bapak Agus Fiadi, M. Si selaku Sekretaris Jurusan Sejarah Kebudayaan
Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, serta para
karyawan dan karyawati Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi yang telah bersusah payah memberikan pelayanan dan berbagi urusan bagi
penulis dalam penyelasain dan penyusunan skripsi.
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini, Kritik dan Saran sangat diharapkan untuk hasil yang lebih baik
dikemudian hari. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin ya rabbal
‘alamin.
Jambi, 23 Jaunuari 2018
Penulis
Al Fadli
NIM: AS.110989
ABSTRAK
Al Fadli, Seni Arsitektur Masjid Syuhada Desa Dusun Terusan, Kecamatan Maro
Sebo, Kabupaten Batanghari, Skripsi, Jurusan Sejarah
Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN
Sulthan Thaha Jambi. Pembimbing (1) Drs. Sayuti, S.
M.Pd. I(II) Muhammad Nur, S.Sos, M.Sy.
Penelitian ini dilatar belakangi tentang keinginan penulis untuk meneliti
lebih mendalam mengenai seni arsitektur masjid Syuhada di Desa Dusun
Terusan, Kecamatan Maro Sebo Ilir, Kabupaten Batanghari, selain pola arsitektur
yang unik. Masjid ini juga tertua di desa dusun Terusan yang berdiri pada tahun
1918 dan yang lebih menarik lagi masjid As-suhada ini dibangun tepat di tepi
sungai Batanghari, sungai terpanjang di Sumatera, dimana pada saat itu sungai
Batang hari dahulu menjadi peradaban dan sebagai jalur primadona transportasi
air pada saat itu.
Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan bagaimana sejarah masjid
Syuhada di desa dusun Terusan, Bagaiamana seni arsitektur bangunan masjid Syuhada,
dan bagaimana pola desain masjid Syuhada desa dusun Terusan, Kecamatan Maro Sebo
Ilir Kabupaten Batanghari.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kebudayaan dan kualitatif deskriptif, menggambarkan dan menceritakan apa saja yang
dialami penulis dengan mendeskripsikan dalam sebuah tulisan, mengenai seni arsitektur
masjid Syuhada, data yang diperoleh adalah hasil wawancara mendalam bertempat di
desa dusun Terusan, Kecamatan Maro Sebo Ilir, Kabupaten Batanghari.
Hasilnya adalah masjid Syuhada di desa dusun terusan, Kecamatan Maro Sebo
Ilir, Kabupaten Batanghari adalah masjid tertua di desa dusun terusan yang dibangun
pada tahun 1918 kemudian di renovasi pada tahun 1933 dengan tukang kebangsaan
China dari Singapore pada masa Belanda. Arsitektur masjid Syuhada ini mengalami
akulturasi budaya, kebudayaan melayu bahkan dari menara dan kubah ada kemiripan
dengan kubah masjid yang ada di Turki dan Persia. Mengenai pola desain, bentuk, ruang
dan kubah masjid Syuhada di desa dusun terusan kecamatan maro sebo ilir kabupaten
Batanghari ini adalah yaitu secara umum adalah perwujudan rasa syukur, kepasrahan,
dan penyerahan diri terhadap kebesaran Allah SWT, dan jika melihat secara keseluruhan
betapa megahnya masjid ini merupakan anugrah dari Allah SWT.
Kata Kunci: Seni, Arsitektur, Banguna Masjid
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................................
NOTA DINAS ............................................................................................................
PENGESAHAN ..........................................................................................................
SURAT PERYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................................................
MOTTO ....................................................................................................................
PERSEMBAHAN ........................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................................
ABSTRAK .................................................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
b. Batasan Masalah ................................................................................................... 8
c. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 9
d. Manfaat Penelitan ................................................................................................. 9
e. Tinjaun Penelitian Sebelumnya ............................................................................ 10
f. Kajian Teori .......................................................................................................... 11
BAB II METOLOGI PENELITIAN
1. Seting Penelitian ................................................................................................... 20
2. Jenis dan Sumber Data .......................................................................................... 20
3. Penelitian Informan .............................................................................................. 22
4. Metode Pengumpulan Data ................................................................................... 23
5. Teknik Analisis Data ............................................................................................ 27
6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ................................................................... 30
7. Penyusunan Laporan ............................................................................................. 31
8. Jadwal Penelitian .................................................................................................. 32
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
a. Sejarah dan Letak Geografis Dusun Terusan ........................................................ 34
b. Mata Pencaharian .................................................................................................. 34
c. Agama dan Sarana Pendidikan ............................................................................. 36
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELTIAN
a. Sejarah Masjid As-suhada Desa Dusun Terusan ....................................... 40
b. Arsitektur Bangunan Masjid As-suhada Desa Dusun Terusan .................. 43
c. Pola Desain Masjid As-suhada Desa Dusun Terusan ................................ 50
a) Pola Desain Masjid As-Suhada ...................................................... 50
b) Bentuk Masjid As-Suhada ............................................................. 52
c) Ruang dalam dan Ornamen Masjid As-suhada .............................. 54
d) Kubah Masjid As-suhada ............................................................... 55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 57
B. Kata Penutup .............................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 59
LAMPIRAN ............................................................................................................... 60
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu bentuk arsitektur2 yang umum nya di kenal bagi masyarakat
islam adalah bangunan masjid. Masjid merupakan bangunan yang penting dan
tidak dapat di pisahkan dari segala aspek sosial dan budaya masyarakat. Fungsi
masjid tidak lagi hanya sekedar tempat untuk melakukan hubungan ritual3 antara
manusia dan tuhan nya, tetapi juga berfungsi sebagai tempat melakukan hubungan
antar manusia, bahkan dapat digunakan untuk mencari ilmu4. Hakikat dari masjid
itu merupakan tempat melakukan segala aktifitas yang berkaitan dengan
kepatuhan dengan Allah SWT sesuai dengan ajaran Islam. Lebih jauhnya masjid
itu bukan hanya khusus sebagia tempat shalat beserta rangakaian aktifitas yang
berkaitan dengan shalat tetapi lebih jauh diartikat sebagai tempat melaksanakan
segala aktifitas kaum muslimin berkaitan dengan kepatuhan kepada Tuhan.5
1Menurut Abdul Rochym adalah salah sutu segi kebudayaan yang menyeruh segi
kemanusiaan secara langsung, yang dengan sendirinya mengandung faktor pelaksanaan kehidupan
manusia. Hal tersebut dapat berupa gambaran dari corak kehidupan mayarakat dari segala
kelengkapannya seperti masa kehidupannya, latar belakangnya, pembentukan kebudayaan serta
bagaimana kehidupan tersebut direalisasikan ke dalam bentuk-bentuk fisik bangunan, karya seni
dan bentuk kepercayaan. Abdul Rochym. Sejarah Arsitektur Islam: Sebuah Tinjauan, (Bandung:
Angkasa, 1983), hlm. 2.
2Hornby mengemukakan, ritual adalah kata sifat (adjective) dari rites. Sebagai kata sifat
ritual berarti segala yang dihubungkan atau disangkutkan dengan upacara keagamaan, seperti
ritual dance, ritual laws. Sedangkan sebagai kata benda adalah segala yang bersifat upacara
keagamaan, seperti upacara gereja Katolik. Bustanuddin Agus, Agama dalam kehidupan
masyarakat : Pengantar Antropologi Agama, ( Jakarta : PT. RajaGrafindoPersada, 2006 ), hlm.96. 4 Zein M. Wiryoprawiro, Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur, ( surabaya:
PT. Bina Ilmu, 1989 ), hlm.155. 5 Yulianto Sumalyo, Arsitektur Masjid dan monumen Sejarah Islam ( Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2006 ), hlm. 1.
Masjid juga diartikan sebagai tempat syiar Islam yang bertujuan memajukan umat
Islam dalam segala aspek kehidupan sosial budaya seperti kegiatan kegiatan
pengajian dan ceramah agama yang rutin dilaksanakan pihak pengelola masjid
maupun politik.6
Begitu luas dan pentingnya peran masjid tersebut tentunya menjadikan
masjid sendiri memiliki nilai arsip visual dari gambaran kehidupan manusia yang
melahirkannya sesuai dengan zamannya.7
Sebagai aspek kultural yang
melengkapi suatu wujud dari segala aktifitas manusia, masjid telah mengisi
sejarah perkembangan para sulthan yang kaya dan penuh kharisma dalam
kekuasaannya juga berhasil pada bangunan – bangunan masjid dan arsitektur
lainnya.8
Masjid merupakan salah satu peninggalan arkeologi masa Islam yang
merupakan simbol dari adanya pemukiman muslim di suatu tempat. Tak hanya
itu, masjid dengan berbagai gaya bentuk bangunannya serta seni arsitekturnya
juga mewakili suatu kebudayaan9 bagi masyarakat sekitarnya.
Masuknya Islam dan sejalan dengan perkembangannya di Indonesia telah
memberikan pengaruh pada pola dan alam pikiran kehidupan masyarakatnya.
6 A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1983 ), hlm. 143.
7 Berkaitan dengan nilai arsip visual dan masjid itu sendiri, M. Syaom Barliana
menerangkan bahwa dalam arsitektur masjid mengandung dua unsur, yaitu sebagai kristalisasi
nilai dan pandangan hidup masyarakat Muslim, dan sekaligus sebagai pembentuk manusia-
manusia yang sesuai dengan nilai dan pandangan hudup masyarakatnya itu sendiri. Lihat M.
Syaom Barliana, Perkembangan Arsitektur Masjid: Suatu transformasi Bentuk dan Ruang, (
Bandung, 2008), hlm. 5. Lihat juga Jurnal HISTORIA, Vol IX, No. 2, Desember208. 8 Abdul Rochym, Sejarah Arsitektur Islam: Sebuah tinjauan, hlm.16.
9 Kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa Koentjaraningrat menambahkan
bahwa kebudayaan itu ada tiga wujud, yaitu (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya. (2)Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas dan serta tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat. (3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Koentjaraningrat,
Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990 ), hlm. 181, dan hlm. 186-187.
Pengaruh tersebut tidak hanya terbatas pada bidang mental spiritual saja, tetapi
juga masuk dalam pola pikir serta kreatifitas yang dilakukan masyarakat. Salah
satu bentuk pengaruh itu ditandai dengan munculnya seni bangunan Islam berupa
bangunan masjid.
Masjid muncul sebagai pusat kegiatan keislaman yang merupakan
perpaduan dari fungsi bangunan sebagai unsur arsitektur islam yang berpedoman
pada ketentuan – ketentuan yang diperintahkan oleh tuhan sebagai tempat
pelaksanaan ajaran Islam, dengan bangunan sebagai ungkapan tertinggi dari nilai
– nilai luhur dari suatu kehidupan manusia yang juga melaksanakan ajaran Islam,
sehingga wujud nyata bangunan masjid sebagai aplikasi dari seni arsitektur Islam
menjadi kian lengkap, dengan bentuk gaya, corak, dan penampilannya di setiap
kurun waktu, setiap daerah, lingkungan kehidupan dengan adat dan kebiasaan,
serta latar belakang manusia yang menciptakannya.
Pada awalnya masjid tidak dibentuk bangunan khusus sebagai karya
arsitektur tertentu. Berdasarkan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim RA
menyebutkan, bahwa : “Kepada Jabir bin Abdullah Al-Anshary, Nabi
menerangkan bahwa bumi ini bagiku bersih dan boleh dijadikan tempat untuk
sembahyang, maka dimanapun seseorang berada bolehlah ia sembahyang
apabila waktunya tiba, 10
maka masjid bisa berarti sekedar sebuah batu atau
hamparan rumput savana, atau lapangan padang pasir yang dikelilingi bangunan
serambi seperti “Masjid lapangan”11
yang pertama kali dibangun oleh Nabi
10
Hussein Bahreisj, Hadist Sahih Bukhari Muslim, ( Karya Utama , 1982). 11
Lihat M. Syaom Barliana, Perkembangan Arsitektur Masjid: Suatu Transformasi
bentuk dan ruang, hlm. 3. Oloan Situmorang, Seni Rupa IslamPertumbuhan dan
Perkembangannya ( Bandung: Angkasa), hlm. 22.
Muhammad SWA sebagai lambang syiar Islam yang dikenal dengan masjid An-
Nabawi di Madinah. Tetapi perkembangan berikutnya, pola masjid lapangan
tersebut justru diikuti oleh banyak bangunan masjid terutama di kawasan timur
tengah seperti pasjid Damaskus (Suriah), masjid Qairawan atau Kairouan
(Tunisia) yang di bangun oleh Uqbah bin Nafi’ pada tahun 670-675 M, Masjid
Sammara (Irak), dan Masjid Ibnu Tulun (Kairo, Mesir). Maka pola masjid
lapangan inilah yang kemudian menjadi pola dasar susunan arsitektur bagi masjid-
masjid di masa berikutnya.12
Perkembangan bangunan masjid selanjutnya, beberapa masjid yang telah
disebutkan diatas ternyata memiliki bangunan yang ramping yang menjulang
tinggi dan difungsikan sebagai tempat mengumandangkan adzan dan dikenal
dengan sebutan menara atau minaret (Arab: ma’zan). Padahal pada awal pendirian
masjid Nabi belum mengenal menara sebagai tempat adzan. Barulah disekitar
tahun 45 H (665-666 M) untuk pertama kalinya dibangun sebuah menara sebagai
tempat adzan, berupa bangunan ramping dan tinggi yang dimasukkan sebagai
bagian dari bangunan masjid. Bangunan menara yang pertama kalinya di bangun
di Masjid Besar Basrah.13
Begitupun dengan pemakaian kubah atau qubhat.
Kubah sebagai salah satu bagian dalam arsitektur masjid sebagai penutup bagian
atas ataupun atap masjid yang secara umum berupa atap setengah lingkaran dan
pada umumnya juga pada bagian puncak tengah lingkaran kubah tersebut terdapat
12
Oloan Situmorang, Seni Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm.22. 13
Gagasan utama timbulnya ide membangun sebuah menara sebagai bagian yang integral
dengan bangunan masjid ini adalah melihat dari oerilaku seorang sahabat, Bilal bin Rabah,
seorang kulit hitam berasal dari Abbesenia yang masuk Islam, ia dikenal sebagai Muadzin-nya di
zaman Rasulullah. Kalau hendak mengumandangkan adzan, ia selalu mencari tempat yang tinggi
dan dengan memanjat atap bangunan yang berada di sekitar masjid. Oloan Situmorang, Seni rupa
Islam Pertumbuhan dan Perkembanganya, hlm. 21.
lambang bulan sabit dan ditengahnya terdapat bintang : keduanya ditopang oleh
sebuah tongkat.14
Sebagainama penuturan K.A.C Cresswell mengatakan “ bentuk
pertama masjid madinah (Masjid Nabawi) belum menggunakan kubah. Desain
masjid pertama umat islam itu sangat sederhana, “hanya berbentuk segi empat
dengan dinding pembatas di sekelilingnya. Penerapan bentuk atap kubah baru
pertama kali ditemukan pada bangunan Qubhat Al-Sakhra (Dome Of The Rock) di
Jerussalem (687 M) dan Kubah pada bangunan masjid Jami’ Damaskus.15
Seiring berkembangnya Islam dalam masa dan kurun waktu yang ikut
bergulir ternyata membawa perkembangan dan pengaruh yang makin meluas pula
terutama di masa Dinasti Umayyah yang menggalakkan pembangunan-
pembanguna baik istana maupun masjid ataupun bangunan penting lainnya
lengkap dengan taman-taman yang indah. Beberapa bangunan tersebut memiliki
gaya campuran yang pengaruhnya berasal dari Syiria-Bizantium dan Persia-
Sassania seperti bangunan Masjid Ummayah yaitu Masjid Jama’al Umawi di
Damaskus dan Qubhat al-Sakharadi Jerussalem.16
Begitu pula di Indonesia
pengaruh terhadap gaya bangunan masjidnya kebanyakan dari corak Persia-
Sassania. Hal ini dapat terlihat pada gaya kubahnya yang khas antara kubah
Masjid Istiqlal dan bangunan Cut Amir di Samarkand (1405 M).17
14
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembanganya, hlm. 25. 15
Dalam sejarah Islam, pemakaian bentuk kubah ini pertama kali ditemukan pada makam
istri Nabi Muhammad bernama Maimunah binti Harist, yang meninggal pada 65 H atau Tahun 680
M. Penemuan ini adalah suatu bukti munculnya suatu pemakaian bentuk atap kubah sebagai salah
satu corak bangunan Islam. Tetapi dikutip dari tulisan Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam
Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 25-26. 16
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 25-26. 17
Ibid., hlm. 25-26.
Munculnya arsitektur masjid di Indonesia, tentu berhubungan erat dengan
munculnya masyarakat Muslim. Jika ada teori yang mengatakan, bahwa
kedatangan Islam dan terbentuknya kelompok Muslim yang pertama di Indonesia
adalah abad VII atau VIII Masehi, maka seharusnya jejak saat itu pula lah sudah
ada bangunan masjid yang didirikan. Begitu pula, jika ada pendapat bahwa
adanya pemukiman Muslim di Indonesia pada abad XIII Masehi, tentu waktu itu
sudah ada masjid-masjid yang didirikan. Tetapi Uka Tjandrasasmita menjelaskan
“sampai sekarang belum ditemukan sisa-siasa peninggalan bangunan masjid di
masa itu, sehingga arsitekturnya pun tidak bisa dibicarakan”.18
Uka juga
menambahkan dalam penjelasannya tersebut “Masjid terkuno19
di Indonesia,
dilihat dari segi arsitekturnya, menunjukan ciri-ciri abad XVI, XVII, dan XVIII
Masehi.
Masjid masjid di Indonesia didirikan selain karena dorongan dari tauhid
dan iman, tentu juga disebabkan oleh faktor-faktor alam. Hujan lebat, panas terik,
dan gangguan binatang sebagaimana berlaku juga pada pendirian bangunan
tempat tinggal serta faktor-faktor yang bisa mengganggu kekhusyukan saat
beribadah, merupakan faktor-faktor yang lain yang tidak dapat diabaikan sebagai
hasrat dalam mendirikan bangunan masjid tersebut. Dengan kata lain, yang
demikian itu dapat dianggap sebagai munculnya pengertian masjid yang sekunder,
berupa bangunan, sebagai karya arsitektur. Maka wajar saja jika di Indonesia
dengan segala kondisi alam dan lingkungannya, bangunan bangunan masjidnya
18
Uka Tjandrasasmita, “Masjid-masjid di Indonesia”, (dalam nafas Islam: Kebudayaan
Indonesia, Joop Ave, Jakarta: Jayakarta Agung Offset, 1991, hlm. 48). 19
Di Indonesia mengenal istilah untuk benda-benda peninggalan sejarah dengan istilah
kuno, maka masjid-masjid yang tergolong dalam umur yang cukup lama, juga termasuk dalam
istilah tersebut yaitu masjid kuno.
tentu memiliki khas gaya arsitektur sendiri yang merupakan hasil dari tradisi
masyarakat pribumi seperti yang kita kenal dengan bangunan atap yang
berundak20
. Hal ini dapat dilihat pada masjid-masjid kuno di Indonesia yang
masih memiliki konsep bujur sangkar atau persegi panjang menyerupai Joglo21
.
Bangunan luar tampak tertutup dengan atap berbentuk limas tunggal atau besusun
ganjil, contohnya pada Masjid Kudus dan Masjid Pancasila yang dibangun pada
masa Soeharto.
Pada dasarnya dalam Islam tidak memiliki konsep arsitektur baku
(memaksa) dan harus memiliki ciri seragam seperti harus ada pemakaian kubah
baru dapat dikatakan itu adalah bangunan masjid atau bentuk lainnya,22
bahkan
karena sifatnya yang universal, umat Islam bebas membangun masjid dengan
coraknya masing-masing. Tak ada bentuk arsitektur atau ornamental baku kecuali
kiblatnya. Namun bagi umat Islam masjid adalah “Rumah Allah” yang harus
dimuliakan dan inilah yang menjadi faktor kenapa harus ada curahan yang
optimal baik dalam hal keterampilan teknologi, estetika, dan falsafah ketika
masjid itu dibangun dan sepanjang rangkaian sejarah arsitektur Islam tidak hanya
20
Salah satu bangunan peninggalan budaya Nusantara berbentuk susunan tumpang tindih
atau bertingat-tingkat. Atap yang berundak adalah bentuk atap yang bersusun keatas, makin keatas
makin kecil dengan bagian atasnya yang berbentuk limas. Jumlah susunannya ganjil atau gasa,
biasanya tiga atau lima undak seperti yang terdapat pada masjid Banten. Sekali-kali terdapat pula
atap yang bersusun dua undak, tetapi yang demikian ini dinamakan tumpang satu, jadi tetap gasal.
Dikutip dari Abdul Rochym, Masjid Islam dalam karya arsitektur Nasional Indonesia, (Bandung:
Angkasa, 1995), hlm. 55. Lihat juga Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3,
(Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1973) hlm. 75 21
Rumah adat faerah Jawa Tengah. 22
Hal ini sejalan dengan pernyataan Mangunwijaya, bahwa meski buah (hasil karya)
arsitektur yang tumbuh dari pohon penghayatan keagamaan biasanya menampakan arti sejati yang
di ilhami oleh kedalaman jiwa manusia yang peka dimensi kosmologis, namun kita harus hati-hati
dikala menghubungkan suatu predikat “ciri keagamaan” tertentu pada suatu perwujudan bentuk-
bentuk arsitektur tertentu dengan predikat Islam atau Kristen misalnya, baru boleh disebut
arsitektur dengan predikat Islam atau Kristen jika setiap kepada suatu rangkaian bentuk-bentuk
arsitektur. Y. B. Mangunwijaya, Wastu Citra, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013), hlm. 84.
bangunan masjid melainkan juga bangunan-bangunan penting lainnya seperti
istana para sultan.
Melihat dari beberapa khasanah seni arsitektur khususnya pada bangunan
masjid di Indonesia sungguh menunjukan suatu kebudayaan yang sangat penuh
apresiasi sehingga menunjukan betapa Islam berkembang tak hanya membawa
ajaran-ajaran yang bersipat kajian keagamaan saja melainkan juga pengaruh
terhadap ide-ide, meskipun ide-ide tersebut juga hasil dari gabungan konsep-
konsep yang telah ada, dalam hal ini di Desa Dusun Terusan, memiliki salah satu
bangunan masjid yang tua yang dikenal dengan nama masjid Syuhada di bangun
pada tahun 1933 dan merupakan peninggalan pada masa kolonial Belanda. Selain
masjid tersebut merupakan peninggalan kolonial belanda bahwa dari bentuk dan
arsitektur masjid tersebut berbeda dengan masjid secara umum yang berada
dikecamatan maro sebo ilir khususnya Berangkat dari ketertarikan inilah peneliti
ingin menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul “seni arsitektur masjid
Syuhada Desa Dusun Terusan Kecamatan Maro Sebo Ilir Kabupaten Batang
Hari”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi fokus pada penelitan ini
yaitu memetakan pola seni arsitektur masjid yang ada di Desa Dusun Terusan.
Untuk itu masalahnya dibatasi kepada arsitektur bangunan yang mendominasi dari
ciri bentuk baik itu bentuk atap atau kubah, dan lengkungan yang ada pada masjid
Dusun Terusan. Maka bertitik tolak dari batasan tersebut pemasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan menjadi sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah masjid Syuhada di Desa Dusun Terusan ?
2. Bagaimana seni arsitektur bangunan masjid Syuhada di Desa Dusun
Terusan ?
3. Bagaimana pola desain arsitektur masjid Syuhada di Desa Dusun Terusan
?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara umum bagaimana
pola seni arsitektur bangunan masjid di Desa Dusun Terusan. Selain itu, tujuan
penelitian ini dapat diketahui nya unsur-unsur (lokal atau asing) yang
mempengaruhi arsitektur masjid. Tujuan penelitian ini diharapkan juga untuk
mengetahui kultur masyarakat sekitar yang berperan aktif dalam pendirian masjid
tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini pada dasarnya tetap terkait dengan tujuan penelitian
itu sendiri. Adapun manfaatnya sebagai berikut :
1. Secara teoritis untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan
mengenai sejarah dan kebudayaan Islam serta peninggalannya di
jambi yang harus dilestarikan keberadaannya, khususnya masjid
yang ada di Desa Dusun Terusan yang merupakan salah satu
perwujudan seni budaya Islam.
2. Secara praktis untuk menambah bahan informasi bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya yang ingin mengetahui
bagaimana seni arsitektur bangunan masjid yang ada di Desa
Dusun Terusan.
E. Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang terkait dengan seni arsitektur bangunan masjid belum
banyak dilakukan terutama di daerah jambi khususnya, terlebih yang memakai
konsep memetakan tipologi bentuk bangunan di suatu kawasan. Namun ada
sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdul Basid berjudul Kecenderungan
Tipologi Arsitektur Majid di Kota Malang23
yang membahas berbagai macam
bentuk bangunan masjid Kota Malang, bentuk dasar dari tipologi arsitektur masjid
di Kota Malang, dan seberapa jauh pengaruh arsitektur dunia melalui teknologi
informasi dan bangunan terhadap kecenderungan arsitektur masjid di Kota
Malang. Penelitian tersebut tentu berbeda dengan penelitian ini, meskipun konsep
pemetaan terhadap seni arsitektur bangunan masjid tetapi hanya khusus di Kota
Malang bukan di jambi apalagi di Desa Dusun Terusan.
Karya Oloan Situmorang dengan judul Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan
Perkembangannya.24
Buku ini memuat pembahasan tentang perkembangan seni
rupa Islam dan salah satu yang luas adalah seni bangunan dalam kesenian Islam.
Secara spesifik menjabarkan bagaimana perkembangan seni arsitektur baik berupa
masjid dan monumen sejarah muslim di dunia. Buku ini di gunakan dalam
penelitian sebagai alat bantu untuk menganalisa seni arsitektur bangunan Masjid
di Desa Dusun Terusan.
23
Abdul Basid, Kecenderungan Tipologi Arsitektur Majid di Kota Malang, (artikel
Malang: Lemlitbang UIN Malang,2012lemlitbang.uin-malang.ac.id). 24
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya.
F. LANDASAN TEORI
a. Seni Islam dan Arsitektur
1. Pengertian Seni
Seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia,
dilahirkan dalam perantaraan alat komunikasi ke bentuk yang dapat ditangkap
oleh indera pendengaran (seni suara), penglihatan (seni rupa, lukis), atau
dilahirkan dengan perantara gerak (seni tari, drama). 25
Terkait dengan
pembahasan ini tentang masjid adalah sebagai bagian dari umat Islam maka seni
disini mengarah pada pengertian kesenian Islam.
Seni Islam26
merupakan karya seniman yang mengandung dan
mengungkapkan keindahan, nilai arsistik dan estetika yang pada sutu segi
mengekspresikan pandangan dunia dan pandangan hidup islami dalam ruang dan
waktu.27
Proses penciptaan seni Islam itu sendiri adalah bagian dari proses
pengabdian atau ibadah kepada Allah SWT yang pada dasarnya mengandung
unsur-unsur pengagungan (tahmid), dan penyucian (tasbil) terhadap nya, serta
penghormatan (Sholawat) untuk Muhammad SWA sekaligus penyebaran
kedamaian (salam) bagi seluruh mahluk-Nya. Dengan kata lain proses penciptaan
25
Abdurrahman Al-Bagdhadi, Seni Dalam Pandangan Islam, (Jakarta, Gema Insani
Press, 2001), hlm. 13. Disadur dari Ensiklopedia Indonesia, Jilid V, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru-Van
Houve), hlm. 3080-3081. 26
Tokoh-tokoh Islam turut menerangkan pengertian seni melalui pandangan Islam
diantaranya: Menurut Quraish Shihab, seni adalah keindahan yang merupakan ekspresi ruh dan
budaya manusia dan lahir dari sisi terdalam manusia dan didorong oleh kecenderungan seniman
kepada yang indah, apapun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupan naluri manusia, atau
fitrah yang dianugerahkan Allah SWT kepada hamba-hamba Nya. Lihat M. Quraish Shihab,
Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 385. Menurut Yusuf Al-Qardhawi, seni
adalah merasakan dan mengungkapkan keindahan. Lihat Yusuf Qardhawi, Islam Bicara Seni,
Terj,Wahid Ahmadi, dkk, (Solo: Intermedia, 1998), hlm. 13. 27
Yusiono, Islam dan Kebudayaan Indonesia, Cet I, (Jakarta: Yayasan Festifal Astiqlal,
1993), hlm. 34. Lihat juga pendapat anshori dalam Sutiono, Pribumisasi Islam Melalui Seni
Budaya Jawa, (Yogyakarta: Insan Persada, 2010).
seni Islam harus mengandung proses tazkiah (pembersihan spiritual) yang
merupakan esensi ibadah.28
Harmoto membagi seni berdasarkan sifatnya kedalam tiga jenis yaitu:
a) Seni rupa, yang artinya adalah penciptaan keindahan yang mampu
berkomunikasi dengan penikmatnya terutama melalui mata. Termasuk di
dalam seni rupa adalah jenis lukis, seni patung, arsitektur, dan kerajinan.
b) Seni gerak meliputi seni tari dan seni panggung atau teater.
c) Seni suara meliputi seni vokal dan seni musik.29
Dari pembagian tersebut maka arsitektur adalah termasuk dalam ruang
lingkup seni rupa dan masjid menjadi objek bangunan yang di kaji sehingga ini
adalah penelitian tentang khasanah kesenian Islam yang berfokus pada arsitektur
bangunan masjid sebagai objek kajiannya.
2. Pengertian Arsitektur
Seni Bangunan (arsitektur) menurut Abdul Rochym adalah salah satu segi
kebudayaan yang menyentuh segi kemanusiaan secara langsung yang dengan
sendirinya mengandung faktor pelaksanaan kehidipan manusia. Hal tersebut dapat
berupa gambaran dari corak kehidupan masyarakat dari segala kelengkapannya
seperti masa kehidupannya, latar belakangnya, pembentukan kebudayaan serta
bagaimana kehidupan tersebut direalisasikan kedalam bentuk-bentuk fisik
bangunan, karya seni dan bentuk kepercayaan.30
Hal ini tentu dalam suatu karya
fisik tersebut akan mengandung duatu makna secara simbolik baik pada bentuk
28
Armahedi Mazhar, Islam Masa Depan, (Bandung:Penerbit Pustaka, 1993), hlm. 17. 29
Hartomo, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 40. 30
Abdul Rochym. Sejarah Arsitektur Islam: Sebuah Tinjauan, hlm. 2.
atau bagian tertentu maupun struktur bangunan tersebut secara keseluruhan.
Begitu pula arsitektur Islam31
yang juga merupakan salah satu gaya arsitektur
yang tak hanya menampilan keindahan namun juga kaya akan makna.
Berikut gagasan para tokoh intlektual yang mengerti tentang sejarah
arstiketur masjid di Indonesia. Sutjipto mengemukakan gagasan bahwa model
masjid kuno di Indonesia berasal dari bangunan tradisional Jawa yang bernama
pendopo (Dendapa). Istilah pendopo berasal dari kata mandapa dalam bahasa
Sangsekerta yang mengacu pada suatu bagian dari kuil Hindu di India yang
berbentuk persegi dan dibangun langsung di atas tanah. Di Indonesia, arsitektur
mandapat tersebut dimodifikasi menjadi sebuah ruang besar dan terbuka yang
sering digunakan untuk menerima tamu yang kemudian dinamakan pendopo.
Denah pendopo yang bujur sangkar itulah yang menjadi alasan bagi Sutjipto
untuk menduganya sebagai model masjid-masjid tua di Indonesia
3. Pengertian Pola Dalam Arsitektur
Berkaitan dengan pola arsitektur, pola yang dimaksudkan disni lebih
kepada suatu model dari bentuk arsitektur itu. Biasanya diterjemahkan ke dalam
tipe-tipe atau mazhab-mazhab berdasarkan pengaruh dari perkembangan zaman
dan kondisi arsitektur di daerah atau negara dimana masjid tersebut berada. Perlu
diingat sebagaimana keterangan diatas bahwa arsitektur sangat terkait dan
menyentuh segi kemanusiaan secara langsung, yang dengan sendirinya
31
Menurut Achmad Noe’man ketika diwawancarai oleh Agus S. Ekomadyo tentang
Islamic Architecture, Noe’man menjawab, “Islamic architecture is architecture that doesn’t have
no contradiction with Qur’an and Sunnah”. Dikuti dari Agus S. Ekomadyo, Islam
Indonesianity,and moderenity in architecture og Achmad Noe’man: Representing modern Islamic
Movoment Narration Beyond the modern Islamic architecture Heritage in Indonesia, makalah
disampaikan dalam internasional Symposium of modern Asia architecture Network: (mAAN III),
Surabaya: Petra Universit, 2003, hlm. 1.
mengandung faktor pelaksanaan kehidupan manusia. Dengan demikian, selain
foktor alam suatu karya arsitektur tersebut akan berwujud sebagaimana keadaan
dari masyarakatnya, mka sudah tentu disetiap suatu daerah atau negara-negara
yang mendapat pengaruh Islam khususnya di luar negara-negara Arab, memiliki
corak atau pola bentuk arsitektur bangunan masjid tersendiri bahkan berberda
dengan daerah asalnya Islam itu (Arab).
Dalam dinamika perkembangan kebudayaan, umat muslim sangat
memegang peran penting dalam bentuk universal dari pola arsitektur Islam
terutama pada sosok tampilan masjid. Ciri universal tersebut menurut Achmad
Fanani adalah kubah, minaret atau menara, lengkungan, dan kaligrafi.32
Bila
diamati dari bentuk dan ciri-ciri tersebut mengandung ciri pembeda antara satu
wilayah sengan wilayah lainnya. Untuk mempermudah kajian ini pengelompokan
dari ciri universal tersebut memakai penjelasan dari Oloan Situmorang yang telah
membagi berbagai pola bentuk bangunan masjid menjadi beberapa aliran atau
madzhab yang sesuai dengan kondisi dari masing-masing daerahnya. Beberapa
aliran atau madzhab tersebut adalah :
1) Aliran Arab : daerah pengembangannya adalah Arab Saudi, Kuait, Mesir,
Yaman, Yordania, Palestina, Libya, Syiria.
2) Aliram Moor : daerah pengembangannya adalah Maroko, Tunisia,
Algeria/Aljazair dan Spanyol.
32
Unsur kubah, minaret, kelengkungan, dan kaligrafi telah menyatukan tampilan
arsitektur masjid seakan menjadi sama corak. Semua itu bukan semata-mata benda sucu yang perlu
diistimewakan. Keberadaannya memiliki peran dan fungsi serta petanda. Lihat Achmad Fanani,
Arsitektur Masjid, (Yogyakarta:Bentang, 2009), hlm. 18.
3) Aliran Turki : daerah pengembangannya adalah Turki, Semenanjung
Balkan, sebagian Eropa Timur, beberapa bagian Selatan Uni Soviet seperti
Balusistan, Kirgistan, dan Turkistan.
4) Aliran Persia : daerah pengembangannya adalah Irak dan Iran.
5) Aliran India : daerah pengembangannya adalah India, Pakistan,
Afganistan, Bangladesh.
6) Aliran Indonesia : daerah pengembangannya adalah Indonesia, Malaysia,
Brunai Darussalam, daerah Filipina, bagian Selatan atau disebut denga
Kepulauan Mindanao.
7) Aliran Tiongkok : daerah pengembangannya adalah Tiongkok (Cina),
Korea, dan Jepang.33
Dalam proses pengelompokan ini Oloan Sitimorang membaginya berdasarkan
bentuk kubah, menara, dan lengkungan.34
a) Atap/Kubah
Atap atau Kubah bagi masjid menjadi salah satu item bangunan yang
sangat penting dan sudah terasosiasi sebagai bagian dari pada arsitektur masjid.
Meskipun ditinjau dari segi sejarah penggunaan kubah sebelumnya telah lebih
dulu digunakan oleh Bangsa Romawi dan Yunani.
b) Menara
Bentuk menara masjid terkait pada aliran-aliran yang ada dalam
pengelompokan kubah masjid. Meskipun demikian menara-menara tersebut
secara umum banyak yang terpengaruh satu sama lain. Kalau pun ada yang
33
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 18. 34
Ibid., hlm. 28-58.
berbeda, itu hanyalah sekedar penyelesaian dengan selera arsitektur modern masa
kini. Terutama di Indonesia, menurut Mangunwijaya, “manusia Indonesia
seumumnya bersifat ekliktik (suka campuran), maka tak heran jika bentuk masjid-
masjid kita pun begaya campuran.”35
jadi wajar saja ketika melihat bentuk dari
menara Kudus kelihatan ada akulturasi budaya Hindu dengan atap tumpang
merupakan asal dari pola candi.
35
Y. B . Mangunwijaya, Wastu Citra, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013), hlm. 93.
c) Lengkungan
Disamping kubah sebagai bentuk atap lengkungan (setengah lingkaran)
masjid, kita dapat menemukan pula pentuk pintu atau jendela masjid yang
berbentuk lengkung. Oloan menyebutnya dalam istilah lengkung tapak kuda.36
Bentuk lengkung pintu atau jendela tapak kuda setengah lingkaran ini telah lama
dipakai sebagai ciri khusus bentuk pintu, jendela maupun portal (lengkungan-
lengkungan dalam masjid), sebagai ciri khusus dalam unsur arsitektur masjid yang
tersapat disemua negara-negara Islam maupun negara lainyang ada bangunan
masjidnya. Lengkung-lengkung tersebut memiliki bentuk yang bervariasi sesuai
dengan daerah asal bangunan masjid tersebut. Jadi, perbedaan tersebut
berdasarkan aliran atau Madzhab daerah perkembangannya, sehingga bentuk
lengkung-lengkung tersebut bercorak Arab, Moor, Turki, Persia, India, dan lain
sebagainya. Dan biasanya lengkung-lengkung pintu atau jendela ini memiliki
keserasian dengan bentuk kubahnya. Dikatakan demikian bahwa kubah
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap bentuk lengkungan tersebut,
bahkan memiliki kebersamaan bentuk yang searah. Karena kebersamaan tersebut
maka melahirkan suatu keselarasan pandangan yang menyatu dalam sebuah
bangunan masjid dan menimbulkan sinar keagungan dan keindahan dari masjid
tersebut.
Oloan mengamati keseluruan pola bentuk baik pintu maupun jendela
bangunan masjid dari setiap daerah sesuai dengan aliran atau madzhab daerah
36
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 38.
perkembangannya,37
maka ia menyimpulkan bahwa corak lengkungan masjid itu
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Corak Lengkung Tunggal
Corak lengkung tunggal dapat ditemui pada bangunan masjid beraliran,
Arab, Turki, Persia, India, dan Indonesia, misalnya : Masjid Ibnu Tulun, Al-
Azhar, Khirbet al-Mafraj.
b. Corak Lengkung Ganda
Corak ini umumnya ditemukan pada aliran Moor, pada corak ini terlihat
kombinasi lengkungan-lengkungan yang amat sangat bervariasi, misalnya :
Masjid Alcazar, Sevilla, dan Al-Hambra, Andalusia.
4. Pengertian Masjid
Masjid sebagai suatu bangunan tentunya merupan arsip visual dari
gambaran kehidupan manusia yang melahirkannya sesuai dengan zamannya.38
Pendefinisia kata masjid disini di ambil dari pendapat Yulianti Sumalyo yang
memaknai hakikat dari masjid itu merupakan tempat melakukan segala aktifitas
yang berkaitan dengan kepatuhan kepada Allah SWT. Sehingga pengertian lebih
jauhnya masjid itu bukan hanya khusus tempat shalat beserta rangkaian aktifitas
yang berkaitan dengan shalat tetapi lebih jauh diartikan sebagai tempat
melaksanakan segala aktifitas kaum muslimin berkaitan dengan kepatuhan kepada
Tuhan.39
Berkaitan dengan arsitektural, menurut Pijper, konsep bangunan masjid
di Indonesia mulanya memiliki ciri-ciri khusus seperti berdenah persegi panjang,
37
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 39. 38
Abdul Rochym. Sejarah Arsitektur Islam : Sebuah Tinjauan, hlm. 16. 39
Yulianto Sumalyo, Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Islam, hlm. 1.
mempunyai serambi di depan atau di samping ruang utama, mempunya mihrab di
sisi Barat, mempunyai pagar keliling dengan satu pintu dan berapa tumpang.40
5. Pengertian Kebudayaan
Arsitektur terkait sekali dengan segi kehidupan manusia, dan berupakan
bagian dari kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa.41
Koentjaraningrat mengatakan bahwa kebudayaan itu ada tiga wujud yaitu (1)
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya. (2) Wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat. (3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.42
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa kebudayaan dapat
dikaitkan denga wujud bangunan karena dengan adanya kebudayaan yang bersifat
nyata dapat mewujudkan suatu kelakuan yang berfungsi untuk memahami dan
menafsirkan lingkungan yang dihadapi. Kelakuan ini menghasilkan benda-benda
kebudayaan, seperti bangunan-bangunan lama berupa candi atau masjid tua.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika. Teori
semiotika adalah teori yang dimana sebagai sebuah sistem tanda sign) yang
memiliki dimensi tata susunan (structure atau syntactic) dan dimensi makna
(meaning). Teori ini merupakan jalan yang ditempuh oleh arsitektur dalam
pengkajian arsitektur sebagai sebuah medan kegiatan memproduksi
pengetahuan (arsitektur) dalam arti mengenal lebih jauh dari makna filosofis
40
G. F. Pijper, Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1959 (Jakarta: UI Press,
1984), hlm. 27. Lihat juga Uka Tjandrasasmita, “Masjid-masjid di Indonesia”, (dalam Nafas
Islam: Kebudayaan Indonesia, Joop Ave, Jakarta Agung Offset, 1991, hlm. 57). 41
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta Rineka Cipta, 1990), hlm. 181 42
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, hlm. 186-187
yang terkandung dari suatu bangunan. Teori ini yang dianggap cocok untuk
menganalisis pola desain arsitektur masjid as-suhuda di desa terusan.
BAB II
METODE PENELITIAN
1. Seting Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Maro Sebo di Desa Terusan. Metode penelitian
ini merupakan metode penelitian kualitatif atau penelitian lapangan Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode budaya dengan pendekatan historis.
Mengkaji lebih mendalam tentang pola seni arsitektur masjid yang ada di Desa
Dusun Terusan.
2. Jenis dan Sumber Data
A. Jenis Data
Data yang penulis kumpulkan terdiri dari data primer dan data skunder.
1. Data Primer
Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai
merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis
atau melalui perekaman video, pengambilan foto atau film. Data atau sumber
primer antara lain meliputi dokumen meliputi dokumen historis dan legal, hasil
dari suatu eksperimen, data statistik, lembaran-lembaran penulisan kreatif, dan
objek-objek seni.43
Data primer mempunyai keuntungan karena sesuai dengan tujuan peneliti
dan dikumpulkan dengan prosedur-prosedur yang ditetapkan dan dikontrol oleh
peneliti. Data primer yang penulis maksud adalah meminta langsung dengan
43
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kulitatif :Edisi Revisi, (Remaja Rosdakarya,
2005), hlm. 157.
orang yang bersangkutan atau orang yang terlibat dalam objek penelitian ini
seperti kepala pengurus masjid Syuhada di desa dusun Terusan.
2. Data Skunder
Data skunder merupakan data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau
dari sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan. Data
yang dikumpulkan melalui sumber-sumber lain yang tersedia dinamakan data
skunder. Sumber skunder meliputi komentar, interpretasi, atau pembahasan
tentang materi original.44
Bahan-bahan sekunder dapat berupa artikel-artikel dalam surat kabar atau
majalah popular, buku atau telaah gambar hidup atau artikel-artikel yang
ditemukan dalam jurnal-jurnal ilmiah yang mengevaluasi atau mengkritisi suatu
penelitian yang lain. Buletin statistik, laporan-laporan atau arsip organisasi,
publikasi pemerintah, informasi yang di publikasikan dan tersedia dari dalam atau
luar organisasi, analisis-analisis yang dibuat oleh para ahli, hasil survei terdahulu
yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan, data base yang ada di penelitian
terdahulu, catatan-catatan publib mengenai peristiwa-peristiwa resmi dan catatan
perpustakaan juga merupakan sumber data skunder. Sedangkan data skunder yang
di maksud adalah data yang telah terdokumentasikan dan memilki hubungan
dengan pokok permasalahan yang akan di teliti atau data yang di ambil dari arsip
berita, yang membahas tentang arsitektur masjid di Desa Dusun Terusan dan juga
peneliti mengambil data-data dari buku-buku, jurnal, skripsi, yang telah ada yang
44
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung : Refika Aditama, 2012), hlm. 289
bersangkutan dengan penelitian ini, sehingga memperbanyak data agar menjadi
akurat.
B. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan
tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber
data adalah subjek di mana data yang bersangkutan dengan penelitian itu di
dapatkan. dalam proposal ini sumber datanya adalah:
a) Buku-buku yang bersangkutan dengan proposal ini seperti skiripsi-
skiripsi, jurnal, koran media online dan tulisan lainnya yang berhubungan
dengan skripsi ini.
b) Data yang di peroleh dari informan yaitu: kepala, staff, pengurus,
pengelola Masjid As-syuhada, dan tetua desa Terusan di desa dusun
terusan.
1. Datuk Saleh sselaku tetua Desa Terusan
2. Datuk Husin selaku tetua Desa Terusan
3. Datuk Asnawi Selaku Imam Masjid
4. Pak Salamudin selaku Sekretaris Desa Terusan
c) Dokumentasi, sumber data ini di ambil dari dokumentasi yang terdapat di
lapangan, lokasi masjid As-syuhada di desa dusun Terusan.
Gambar masjid shuhada saat di lihat dari luar
Gambar masjid as_shuhada di lihat dari dalam
3. Penelitian Informan
Informan adalah orang yang memberikan informasi. Dalam penelitian ini
seseorang informan merupakan orang nomor satu setelah peneliti. Karena, tanpa
informan, penulis mungkin akan buta dan akan kebingungan untuk mendapatkan
informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.
Informannya adalah orang-orang yang terlibat seperti pengelola Masjid
Syuhada desa dusun terusan, selain orang yang terlibat penulis juga mencoba
mengali informasi kepada orang-orang atau masyarakat yang dianggap faham
dengan penelitian ini.
4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah
sebegai berikut:
a. Observai
Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.45
Dengan
Observasi kita dapat peroleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sosial,
yang sukar diperoleh dengan metode lain. Obeservasi juga dilakukan karena
masih banyak keterangan yang kurang dalam masalah yang saya selidiki.
Mungkin dari hasil observasi ini saya dapat memperoleh gambaran yang lebih
jelas tentang masalah pada penelitian ini dan dari observasi ini saya mendapat
petunjuk-petunjuk tentang cara memecahkannya.
Dengan Observasi sebagai alat pengumpulan data dimaksud observasi
yang dilakukan secara sistematis bukan observasi sambil-sambilan atau secara
kebetulan saja,dan data observasi harus valid serta menurut kenyataan,
melukiskannya dengan kata-kata secara cermat dan tepat mengenai apa yang
diamati, mencatatnya dan kemudian mengolahnya.46
45
Cholid Narbuko, Metodologi Penelitian, (Jakarta :Bumi Aksara, 2007), Hlm 70. 46
Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2007),hlm. 106.
Dalam Pelitian ini penulis mencoba meneliti secara Partisipasif.
Maksudnya, pengamatan terlibat merupakan jenis pengamatan yang melibatkan
peneliti dalam kegiatan orang yang menjadi sasaran penelitian, tanpa
mengakibatkan perubahan pada kegiatan atau aktifitas yang bersangkutan dan
tentu saja dalam hal ini peneliti tidak menutupi dirinya selaku peneliti. Untuk
menyempurnakan aktifitas pengamatan aktifitas persipatif ini, peneliti harus
mengikuti kegiatan keseharian yang dilakukan informan dalam waktu tertentu,
memerhatikan apa yang terjadi, mendengarkan apa yang dikatakannya,
mempertanyakan informasi yang menarik, dan mempelajari dokumen yang
dimiliki.47
Metode ini berguna sebagai data untuk memperlengkap penelitian
tentang Arsitektur masjid yang di Desa dusun Terusan.
Ada beberapa pengertian dan pembagian yang perlu diketahui bersama
tentang pengamatan dalam penelitian kualitatif. Di dalam buku Lexy J. Moleong
dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi tentang
macam-macam pengamatan. Dari penjelasannya di dalam buku tersebut dapatlah
ditarik kesimpulan, diantaranya yaitu (1) pengamatan secara peranan, (2)
pengamatan secara sudut pandang subjek penelitian dan (3) pengamatan secara
latar penelitian.
47
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta : Erlangga, 2009), hlm.
101.
b. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya
jawab lisan yang berlansung satu arah, artinya pertanyaan datang dari
pihak yang mewawancarai dan jawaban di berikan oleh yang di
wawancara.48
Interview atau wawancara merupakan alat pengumpulan data yang
sangat penting dalam penlitian komunikasi kualitatif yang melibatkan manusia
sebagai subjek (Pelaku, aktor) sehubungan dengan realitas atau gejala yang
dipilih untuk diteliti. Dalam penelitian kualitatif dikenal setidaknya ada tiga
jenis wawancara: (a) wawancara percakapan informal, (b) wawancara dengan
menggunakan pedoman wawancara, dan (c) wawancara dengan menggunakan
open-ended standart (lihat, misalnya, Patton, 2002:342-347). Wawancara
percakapan informal menunjuk pada kecendrungan sifat sangat terbuka dan
sanggat longgar (tidak tersruktur) sehingga wawancara memang benar-benar
mirip dengan percakapan. Wawancara dengan menggunakan pedoman
wawancara pada umumnya dimaksudkan untuk kepentingan wawancara yang
lebih mendalam dengan lebih memfokuskan pada persoalan yang menjadi
pokok dari minat penelitian. Wawancara dengan menggunakan standar
opended sangat membutuhkan kecermatan dalam kaitan dengan susunan item
pertanyaan beserta bagian-bagian yang akan dicakup di dalamnya maupun
dalam pilihan kalimat atau kata-kata. Pertanyaan-pertanyaan pada jenis
48
Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan teknik penyusunan skripsi, (
Jakarta : Rineka Cipta, 2011), hlm. 104.
wawancara ini bersifat lebih terstruktur dibandingkan dengan kedua jenis
wawancara ini. Hal demikian dikarenakan bahwa peneliti memang bermaksud
memperoleh kepastian bahwa kepada setiap sabjek ( informan ) telah
disampaikan pertanyaan-pertanyaan yang sama, dengan cara yang sama,
termasud standar yang digunakan.49
Pada penelian ini peneliti mencoba
memakai teknik wawancara yang ketiga yaitu teknik standar opended, agar
hasil wawancara lebih jelas dan data yang didapat dari yang diwawancari
lebih valid.
Penulis mengadakan wawancara untuk memperoleh informasi yang
tujukan kepada kepala pengurus Masjid Syuhada di desa dusun terusan, sesekali
penulis coba mewawancarai masyarakat yang tau tentang Masjid Syuhada di desa
terusan.
Adapun pedoman dasar dalam melakukan proses wawancara ini, secara
umum dijelaskan sebagai berikut:
a) Peneliti akan menentukan siapa orang pertama yang akan diwawancari
terlebih dahulu.
b) Kemudian barulah peneliti menjajaki kepada informan-informan lainnya
untuk diwawancarai.
c) Proses wawancara berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak
(pewawancara dan yang akan diwawancarai).
d) Waktu wawancara tidak dibatasi dan dianggap selesai ketika tidak ada lagi
informasi baru yang didapatkan dari seorang informan.
49
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LKiS, 2007), hlm. 134.
e) Bahasa yang digunakan pada saat wawancara menggunakan bahasa bahasa
Indonesia.
f) Suasana dalam proses wawancara pun akan dibuat senyaman-nyaman
mungkin.
g) Alat rekam yang digunakan dalam proses wawancara ini yaitu
menggunakan tape recorder/handycam/hand phone.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mempelajari
catatan-catatan mengenai data pribadi responden.50
Di dalam sebuah
pendokumentasian, sering dikenal istilah dokumen, record, foto, dan video/film.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, bisa berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya menumental dari seseorang yang berfungsi
sebagai bukti bahwa hasil penelitian dari observasi/pengamatan dan wawancara
mengandung nilai yang kredibel.
Pengumpulan data dalam bentuk dokumentasi seperti dokumen, record,
foto dan video/film dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber, yaitu sumber
internal dan eksternal. Sumber internal yang dimaksudkan di sini yaitu sumber
data yang merupakan hasil catatan lapangan dari pengamatan, catatan wawancara,
koleksi foto dan video yang dibuat oleh peneliti sendiri. Sumber eksternal yaitu
sumber data yang bukan merupakan hasil catatan lapangan dari pengamatan,
catatan wawancara, koleksi foto dan video yang dibuat oleh peneliti, melainkan
data yang berasal dari pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini yang telah ada
sebelumnya. Metode ini penulis gunakan untuk mengupulkan data yang
berhubungan dengan arsitektur masjid di desa dusun Terusan.
5. Teknik Analisis Data
Pada bagian analis data diuraikan proses pelacakan dan pengaturan secara
sistematis transkrip-transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain
50
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LKiS, 2007), hlm 112.
agar dapat menyajikan temuannya.51
Analis data adalah kegiatan mengatur,
mengurutkan, mengelompokkan, member kode atau tanda dan mengkategorikan
data sehingga dapat di temukan dan dirumuskan hipotesis kerja berdasarkan data
tersebut, dan analisis data ini berguna untuk meruduksi data menjadi perwujudan
yang dapat di pahami melalui pendeskripsian secara logis dan sistematis sehingga
fokus studi dapat di telaah, di uji, dan di jawab secara cermat dan teliti. .
Menurut Miles dan Huberman, kegiatan analisis terdiri dari tiga alur
kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/verifikasi. Terjadi secara bersamaan berarti reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang jalin
menjalin merupakan proses siklus dan interaktif pada saat sebelum, selama, dan
sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar untuk membangun wawasan
umum yang disebut “analisis”.
a. Reduksi Data
Reduksi data bukannlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Ia
merupakan bagian analis. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyerderhaan, pengabstraksian dan transformasi data
kasar yang muncul dari catatan yang tertulis dilapangan. Kegiatan melakukan
reduksi data yang berlangsung terus menerus, terutama selama proyek yang
berorientasi kualitatif berlangsung atau selama pengumpulan data. Selama
pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan reduksi (membuat ringkasan,
mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, dan
51
Sylvia Saraswati, Cara muda menulis Proposal, Skripsi,Tesis dan Disertasi,
(Jogjakarta :Ar-Ruzz Media, 2009),hlm. 72.
menulis memo). Pilihan-pilihan peneliti tentang bagian mana yang dikode, mana
yang dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar,
cerita-cerita apa yang sedang berkembang, semuanya itu merupakan pilihan-
pilihan analisis.52
b. Penyajian Data
Penyajian data yang dimaknai oleh Miles dan Huberman 1992 sebagai
sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan mencermati penyajian data ini,
peneliti akan lebih muda memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus
dilakukan. Artinya apakah peneliti meneruskan analisisnya atau mencoba untuk
mengambil sebuah tindakan dengan memperdalam temuan tersebut.
Kegiatan reduksi data dan proses penyajian data adalah aktivitas-aktivitas
yang terkait langsung dengan proses analis data model interaktif. Dengan begitu,
kedua proses ini pun berlangsung selama proses penelitian berlangsung dan belum
berakhir sebelum laporan hasil akhir penelitian disusun sehingga jangan terburu-
buru untuk menghentikan kegiatan display data sebelum yakin bahwa semua yang
seharusnya diteliti telah dipaparkan atau disajikan.53
c. Menarik Kesimpulan
Kegiatan analis yang ketiga adalah menarik kesimpulan dan verifikasi.
Ketika pengumpulan data dilakukan, seorang penganalis kualitatif mulai mencari
arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-
52
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung : Refika Aditama, 2012), hlm 339.
53
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta : Erlangga, 2009), hlm 151.
konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Mula-mula
keseimpulan belum jelas, tetapi kemudian kian meningkat menjadi lebih
terperinci. Kesimpulan-kesimpulan “final” mungkin tidak muncul sampai
pengumpulan data berakhir, bergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan
catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan metode pencarian ulang
yang digunakan, kecakapan peneliti, dan tuntutan pemberi dana, tetapi sering kali
kesimpulan itu telah dirumuskan sebelumnya sejak awal, sekalipun seorang
peneliti menyatakan telah melanjutkannya “secara induktif”.54
6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau
pembanding suatu data. Triangulasi merupakan persoalan penting, dan juga sangat
bersifat krusial, dalam upaya pengumpulan data dalam konteks penelitian
kualitatif. Peneliti, siapapun dia, selalu menginginkan agar data yang berhasil
dikumpulkan bersifat valid. Validitas data dalam penelitian kualitatif lebih
menunjuk pada tingkat sejauh mana data yang diperoleh telah akurat mewakili
realitas atau gejala yang diteliti. Kemudian realibitas berkenaan dengan tingkat
konsistensi hasil dari pengunaan cara pengumpulan data. 55
Trigulasi data bertujuan untuk memeriksa kembali kebenaran dan
keabsahan data-data yang diperolah di lapangan tentang Arsitektur masjid
Syuhada di desa terusan. Hal itu di dapat perlu di adakan pengecekan ulang
terhadap sumber-sumber data dengan cara:
54
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung : Refika Aditama, 2012), hlm 341.
55 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LKiS, 2007), hlm 97.
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang
dikatakannya secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan menengah, atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
7. Penyusunan Laporan
Bagian akhir sebuah proses penelitian adalah menyusun laporan. Kegiatan
penyusunan laporan ini sangat penting karena merupakan bukti konkrit telah
selesainya satu aktivitas penelitian hal yang harus diingat dalam proses
penyusunan laporan ini adalah menyajikan hasi-hasil temuan sebagaimana adanya
dan jangan pernah berfikir bahwa hasil penelitian ini hanya untuk peneliti. Artinya
buatlah laporan dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh mereka yang
akan membacanya. Penggunaan bahasa Indonesia yang baku menjadi syarat
mutlak suatu penelitian.56
Dan juga penulis berusaha menyajikan secara sistematis
agar mudah dimengerti dan mudah di pahami oleh pembaca.
56
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta : Erlangga, 2009), hlm 205.
8. Jadwal Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pembuatan proposal, kemudian dilanjutkan
dengan perbaikan hasil seminar proposal skripsi. Setelah pengesahan judul dan
riset, maka penulis mengadakan pengumpulan data, verifikasi data dan analis data
dalam waktu yang berurutan. Hasilnya penulis melakukan konsultasi dengan
pembimbing sebelum diajukan kepada siding munaqosah. Hasil sidang
munaqosah dilanjutkan dengan perbaikan dan pengadaan laporan skripsi.
Tabel 1.
JADWAL PENELITIAN
NO
TAHAP
PENELITIAN
BULAN DAN TAHUN
Agust
2017
Sep
2017
Okt
2017
Nov
2017
Des
2017
Jan
2018
Feb
2018
1 Obeservasi awal dan
pencarian data
X
2 Pembuatan Proposal
Skripsi
X
3 Penunjukkan Dosen
Pembimbung
X
4 Konsultasi dengan
Dosen Pembimbing
X
5 Seminar Proposal X
6 Perbaikan Hasil
Seminar Proposal
X
7 Pengesahan Judul dan
Permohonan Riset
X
8 Pengumpulan Data X
9 Penyusuan Data X
10 Analisis Data X
11 Penyususna Draf
Skripsi
X
12 Penyusunan dan
Penggandaan
X
13 Ujian Skripsi
(Munaqosah)
X
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah dan letak Geografis Dusun Terusan
Desa Terusan adalah sebuah desa yang terletak di pinggir sungai
Batanghari dan termasuk dalam wilayah Kecamatan Marosebo Ilir, Desa Terusan
sendiri sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Muara Bulian.
Menurut keterangan pihak Pemerintahan Desa Terusan, tahun 1980
merupakan awal terbentuknya Desa terusan menjadi sebuah Desa yang diakui
oleh pemerintahan Kabupaten, Desa Terusan sudah ada akan tetapi masih
berbentuk sebuah dusun atau perkampungan.
Desa Terusan saat ini memiliki luas wilayah seluas 4.500 Ha, mayoritas
penduduk asli, semenjak berdiri, Desa Terusan telah di pipmpin oleh 14 Kepala
Desa dimana eman orang antaranya hanya menjabat sebagai pejabat (Pjs) Kepala
desa. Kepala Desa pertama Desa Terusan Yakni hambali yang merupakan kepala
desa yang paling lama.
Berdasarkan letak Geografisnya desa Terusan berbatasan dengan desa-
desa tetangga, di sebelah utara berbatasan dengan Desa Danau Embat, sebelah
Selatan berbatasan denga Desa Tenam dan terakhir sebelah barat berbatasan
dengan Desa Pasar Terusan. Mayoritas penduduk Desa Terusan beragama Islam
dan bermata pencaharian sebagai petani dan penambang motor sebrangan.
Sejarah berdirinya Desa Terusan tidak lepas dari sejarah perkembangan
Islam di Kabupaten Batanghari, hal ini dapat dilihat adanya masjid tertua yang
berada di wilayah Desa Terusan. Masjid tersebut bernama Syuhada yang di
bangun pada tahun 1931 saat masa penjajahan belanda.
Untuk nama Desa Terusan sendiri banyak versi yang mengatakan bahwa
nama Terusan diambil dari daratan yang mencolok kearah yang dibelah oleh
sunga kecil, selain itu versi lain juga mengatakan bahwa dahulu kala di tepian
sungai Batanghari ada dua ekor angsa yang hanyut dari hulu ke hilir akan tetapi
sesaat sampai di daerah Desa Terusan angsa tersebut tidk singgah untuk mencari
makan melainkan terus mengikuti arus sungai sehingga muncul lah istilah terusan.
Untuk budaya dan adat istiadat masyarakat Desa Terusan hingga kini juda
sangat dipengaruhi unsur-unsur adat melayu jambi.
Adapun kebiasaaan masyarakat Desa Terusan yang masih di budidayakan
hingga kini antaranya, ngadang duren, bekarang lumbung jawi, dan terakhir
lomba perahu yang diadakan saat menyambut hari-hari besar Islam maupun hari
besar Nasional.
B. Mata Pencarian
Desa Terusan Terletak di Kecamatan Maro Sebo Ilir Kabupaten
Batanghari, masyarakat Desa Terusan mayoritas bermata pencarian sebagai
petani, seperti karet, kelapa sawit, dan perahu ketek/penyebrangan untuk
memenuhi kehidupan sehari-hari ada juga yang berdagang atau warung kecil
kecilan.
C. Agama dan Sarana Pendidikan
1. Agama
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari hubungan
sesama manusia dan hubungan kepada sang pencipta, oleh karena itu harus ada
keserasian antara keduanya dalam menjalani kehidupan. Manusia sebagai mahluk
tuhan yang mempunyai kedudukan dan martabat yang sama dimata sang khalik
dan semua manusia mempunyai hak dalam menentukan hidupnya sendiri
diantaranya hak azazi untuk memeluk agama yang di yakini.
No Sarana Jumlah
1. Masjid 1 Buah
2. Mushollah 4 Buah
Jumlah 5 Buah
Tabel : Keadaan sarana Masyarakat Desa Terusan.
Menurut data yang peneliti dapatkan dari penduduk bahwa Desa Terusan
mayoritas memeluk Agama Islam. Dalam kehidupan beragama kesadaran
melaksanakan ibadah keagamaan khususnya agama Islam sangat berkembang
baik, hal ini antara lain ditandai dengan adanya sarana peribadatan seperti Masjid,
Desa Terusan memiliki satu Masjid dan lima Musollah untuk beribadah.
2. Pendidikan.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk kemajuan bangsa,
sebab maju mundurnya suatu bangsa dapat diukur dari segi mutu dari pendidikan
bangsa itu sendiri terutama dari generasi muda, bebab itu pemerintahan selalu
berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini selaras dengan tujuan
peningkatan pengetahuan serta proses terciptanya masyarakat yang cerdas dalam
rangka meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Keadaan pendidikan di Desa Terusan begitu baik dan berkembangkarena
Desa Terusan memiliki fasilitas pendidikan diantaranya.
NO. Fasilitas Pendidikan jumlah
1. SD 1 Buah
2. SMP N 1 buah
3. SMA N 1 buah
4. TK 1 buah
5. Paud 1 buah
3. Jumlah penduduk.
Jumlah penduduk Desa Terusan berdasarkan wawancara penulis dengan
Staf Kontor Desa Terusan Kecamatan Maro Seboilir, jumlah penduduk Desa
Terusan adalah 2.305 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 674 KK. Agar dapat
menjadi dasar pembangunan perkembangan disuatu tempat maka keinginan
jumlah penduduk yang besar harus disertai dengan kealitas SDM yang tinggi.
Penanganan kependudukan sangat besar sehingga potensi yang di miliki mampu
menjadi pendorong dalam pembangunan, khususnya pembanguan Desa Terusan.
Berkaitan dengan kependudukan, aspek yang penting antara lain perkembangan
jumlah penduduk, kepadatan dan pembesaran serta strukturnya.
Laki-laki Perempuan Jumlah Total
1.160 jiwa 1.145 jiwa 2.305wa
Tabel : Jumlah penduduk 674 KK dengan jumlah jiwa
3. Struktur Desa
Suatu pemerintahan merupakan salah satu faktor berhasilnya suatu
pemerintahan dan kepemimpinan suatu organisasi harusnya mempunyai susunan
kepengurusan secara sistematis, hal ini juga merupakan gambaran aktifitas
objektif. Organisasi yang baik dan terartur merupakan ujung tombak dari
keberhasilan pembangunan.
Suatu wilayah desa mempunyai 3 (tiga) persyaratan yaitu adanya rakyat,
pemimpin, dan daerah. Maka demikian juga dengan Desa Terusan. Desa Terusan
dipimpin oleh Kepala Desa. Berjalan atau tidaknya suatu pemerintahan desa
sangat bergantung pada kemampuan, kemauan, dan ketegasan dari pemimpinnya.
Sebagaimana pada umumnya masyarakat desa belum begitu maju, sehingga
kepala desa serta aparat desa lainnya harus bekerja keras dalam memerintah
sehati-hari maka Kepala Desa di bantu oleh sekretaris Desa, 4 (empat) orang
Kepala Urusan (kaur) dan Kepala Dusun.
Desa Terusan merupakan salah satu bagian dari Kecamatan Maro Seboilir.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, Desa Terusan tengah bergantung pada
Kepala Desa. Di dalam menjalankan tugasnya Kepala Desa dibantu oleh
sekretaris desa, 3 (tiga) orang kepala urusan (kaur), dan kepala dusun.
Untuk melancarkan kerja sama mereka masing- masing diberi tugas sesuai
dengan jabatannya. Dengan adanya kerja sama yang baik maka roda pemerintahan
tentu berjalan dengan baik pula sesuai dengan apa yang diharapkan seleruh
lapisan masyarakat Desa Terusan.
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah masjid Syuhada
Masjid ini telah berdiri pada masa penjajahan belanda tepatnya pada tahun
1918 M oleh tokoh-tokoh pada masa itu yang secara bahu membahu menyumbang
dengan tenaga dan pikiran dan harta bendanya untuk tegak dan berdirinya sebuah
rumah ibadah (masjid). Pada awalnya masjid Syuhada ini dibangun bertiang atau
panggung, namun pada tahun 1933 M dipugar dan menjadi bentuk bangunan
seperti sekarang ini.
Syahid (kata tunggal Bahasa Arab: شَهيد, sedangkan kata jamaknya adalah
Syuhada, Bahasa Arab: شُهدَاء) merupakan salah satu terminologi dalam Islam yang
artinya adalah seorang Muslim yang meninggal ketika berperang atau berjuang di
jalan Allah membela kebenaran atau mempertahankan hak dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan untuk menegakkan agama Allah. Demikian arti dari
masjid ini terinspirasi oleh para-para pejuang Allah yang telah syahid.
57Para tokoh yang menjadi penggerak dan penyandang dana yang untuk
masjid Syuhada antara lain : H. Abdullah (dolah) menyumbang 20 suku emas, H.
Zainuddin (Din) 15 suku emas, H. Mu’in 5 suku emas, H. Sa’ib 5 suku emas, H.
Syafi’i menyumbang 3 ekor kerbau dan Jago Bidin 2 ekor kerbau.
Pada awalnya masjid panggung ini di berinama Masjid Imam Ahmad,
selanjutnya berubah nama menjadi masjid Syuhada karena salah satu tokoh
pejuang yang ada di Desa Terusan yaitu H. JALIL gugur sebagai syuhada saat
57
Wawancara bersama dengan tua tengganai Desa Terusan dan pengurus masjid
melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda dan dimakamkan di samping
masjid, sehingga tokoh-tokoh masyarakan pada tahun 1973 M bermufakat untuk
mengganti nama masjid menjadi Masjid Syuhada sebagai penghormatan kepada
H. Jalil yang gugur sebagai syuhada melawan kezaliman penjajah belanda.
Masjid dengan bangunan panggung dengan nama Imam Ahmad yang
didirikan pada tahun1918, saat ini hanya tinggal cacatan sejarah, bukti
keberadaannya dapat dilihat dari sepotong tiang yang ada disamping masjid
syuhada sekarang, namaun demikian masjid yang ada sekarang keberadaan tetap
diatas bekas masjid yang dulunya di bangun dengan bangunan panggung.
Pemugaran Masjid diawali pada tahun 1929, dimana pada masa itu,
masyarakat Desa Terusan yang bermukim dipinggiran batang hari ini melakukan
musyawarah karena tempat ibadah mereka tidak dapat menampung banyaknya
jamaah yang akan melakukan sholat jum’at, sehingga muncullah gagasan untuk
melakukan pemugaran dan membangun Masjid yang lebih besar lagi. Rencana ini
baru terwujud 4 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1933 M Masjid yang
bangunannya panggung dibongkar, sehingga pada saat itu untuk melakukan sholat
berjamaah warga melakukannya di tanah lapang halaman depan masjid.
Pemugaran ini dilakukan oleh tukang cina dari singapura yang dikenal H.
Jalil kepada Saman Betet yang diutus oleh warga Terusan untuk mencari tukang
ke kota Jambi. Dari perkenalan ini Saman Betet dan H. Jalil membawa orang Cina
dari Singapura itu ke Desa Terusan, untuk mengecek perencanaa dan lokasi
pembanguanan.
Sampai di Desa terusan tukang dari singapura berkebangsaan cina ini
menyarankan agar masjid dibangun 50 meter dari tebing sungai batang hari yang
kebetulan tempat berada di lokasi masjid panggung yang telah di bongkar. Untuk
membangun masjid ini Bilal Penek mewakafkan tanah seluas 10 Depo Jago Pati
Binin, sehingga dabangun masjid pada awalnya berukuran panjang 15,80 meter
dengan lebar 16 meter dengan mihrab atau tempat imam berukuran 3,20 meter
dan lebar 3,20 meter.
Dalam perkembanganya masjid kembali di perluas dengan bangunan
tambahan di belakang masjid asal, berukuran panjang 17,80 meter dengan lebar
18 meter dan dilengkapi dengan halaman pada kiri kanan masjid, yang tanahnya
merupakan hasil swadaya masyarakat untuk menambah tanah yang telah
diwakafkan Bilal Penek.
Masjid Tertua Sekabupaten Batang Hari yang beraa di Desa Terusan ini di
disain oleh K. H. A. Majid Hamzah dari Tanjung Johor Jambi, begitu pula bahan-
bahan bangunan sebagian besar berasal dari Jambi yang pada saat itu untuk
sampai ke Desa Terusan diangkut menggunakan kapal uap dan kapal kincir.
Terusan merupakan salah satu Desa yg ada di pinggir sungai batang hari.
Sungai yang pada zamannya menjadi arus utama transportasi barang dan jasa,
sehingga tidak heran bila Desa ini selalu disinggahi para pedagang, baik lokal
maupun manca Negara. Sungai terpanjang di Sumatera ini sampai dengan dekade
tahin 1970an masih merupakan jalur utama transportasi dan urat nadi
perekonomian. Tercatat dalam sejarah saat pembangunan Masjid di Desa ini
seorang saudagar yang diketahui bernama Nurdin Hamzah dalam pelayarannya
singgah dan berinfak sebesar 1 ringgit atau setara dengan Rp. 700.000- pada masa
itu.
Masjid Syuhada sudah mengalami beberapa renovasi, namun demikian
beberapa bukti peninggalan sejarah dapat dilihat dari bangunan masjid yang
merupakan perpaduan arsitek Melayu dan Cina, dengan beberapa keunikan yang
dapat kita lihat seperti lantai dan bagian dinding dari keramik tua, pintu besar dan
jendela, tiang induk 17, tangga di dalam masjid yang pada saat itu di pergunakan
untuk naik ke atas guan mengumandangkan adzansetiap datang waktu sholat.
Keaslian masjid juga dapat dilihat dari bentuk plafon (dek) dan lubang
angin (ventilasi) bentuk kubah dan adanya pagar kubah dibagian atas, serta bentuk
Mimbar Khatib. Baik Masjid panggung maupun masjid sekarang, sangat berguna
bagi masyarakat dengan tempat ibadah Sholat berjamaah, Pengajian, dan kegiatan
keagamaan lainnya.
B. Arsitektur Masjid Syuhada
Berkaitan dengan pola arsitektur, pola yang dimaksudkan disini lebih
kepada suatu model dari bentuk arsitektur itu. Biasanya diterjemahkan ke dalam
tipe-tipe atau mazhab-mazhab berdasarkan pengaruh dari perkembangan zaman
dan kondisi arsitektur di daerah atau negara dimana masjid tersebut berada. Perlu
diingat sebagaimana keterangan diatas bahwa arsitektur sangat terkait dan
menyentuh segi kemanusiaan secara langsung, yang dengan sendirinya
mengandung faktor pelaksanaan kehidupan manusia. Dengan demikian, selain
foktor alam suatu karya arsitektur tersebut akan berwujud sebagaimana keadaan
dari masyarakatnya, mka sudah tentu disetiap suatu daerah atau negara-negara
yang mendapat pengaruh Islam khususnya di luar negara-negara Arab, memiliki
corak atau pola bentuk arsitektur bangunan masjid tersendiri bahkan berberda
dengan daerah asalnya Islam itu (Arab).
Dalam dinamika perkembangan kebudayaan, umat muslim sangat
memegang peran penting dalam bentuk universal dari pola arsitektur Islam
terutama pada sosok tampilan masjid. Ciri universal tersebut menurut Achmad
Fanani adalah kubah, minaret atau menara, lengkungan, dan kaligrafi.58
Bila
diamati dari bentuk dan ciri-ciri tersebut mengandung ciri pembeda antara satu
wilayah sengan wilayah lainnya. Untuk mempermudah kajian ini pengelompokan
dari ciri universal tersebut memakai penjelasan dari Oloan Situmorang yang telah
membagi berbagai pola bentuk bangunan masjid menjadi beberapa aliran atau
madzhab yang sesuai dengan kondisi dari masing-masing daerahnya. Beberapa
aliran atau madzhab tersebut adalah :
8) Aliran Arab : daerah pengembangannya adalah Arab Saudi, Kuait, Mesir,
Yaman, Yordania, Palestina, Libya, Syiria.
9) Aliram Moor : daerah pengembangannya adalah Maroko, Tunisia,
Algeria/Aljazair dan Spanyol.
10) Aliran Turki : daerah pengembangannya adalah Turki, Semenanjung
Balkan, sebagian Eropa Timur, beberapa bagian Selatan Uni Soviet seperti
Balusistan, Kirgistan, dan Turkistan.
11) Aliran Persia : daerah pengembangannya adalah Irak dan Iran.
58
Unsur kubah, minaret, kelengkungan, dan kaligrafi telah menyatukan tampilan
arsitektur masjid seakan menjadi sama corak. Semua itu bukan semata-mata benda sucu yang perlu
diistimewakan. Keberadaannya memiliki peran dan fungsi serta petanda. Lihat Achmad Fanani,
Arsitektur Masjid, (Yogyakarta:Bentang, 2009), hlm. 18.
12) Aliran India : daerah pengembangannya adalah India, Pakistan,
Afganistan, Bangladesh.
13) Aliran Indonesia : daerah pengembangannya adalah Indonesia, Malaysia,
Brunai Darussalam, daerah Filipina, bagian Selatan atau disebut denga
Kepulauan Mindanao.
14) Aliran Tiongkok : daerah pengembangannya adalah Tiongkok (Cina),
Korea, dan Jepang.59
Dalam proses pengelompokan ini Oloan Sitimorang membaginya berdasarkan
bentuk kubah, menara, dan lengkungan.60
d) Atap/Kubah
Atap atau Kubah bagi masjid menjadi salah satu item bangunan yang
sangat penting dan sudah terasosiasi sebagai bagian dari pada arsitektur masjid.
Meskipun ditinjau dari segi sejarah penggunaan kubah sebelumnya telah lebih
dulu digunakan oleh Bangsa Romawi dan Yunani.
e) Menara
Bentuk menara masjid terkait pada aliran-aliran yang ada dalam
pengelompokan kubah masjid. Meskipun demikian menara-menara tersebut
secara umum banyak yang terpengaruh satu sama lain. Kalau pun ada yang
berbeda, itu hanyalah sekedar penyelesaian dengan selera arsitektur modern masa
kini. Terutama di Indonesia, menurut Mangunwijaya, “manusia Indonesia
seumumnya bersifat ekliktik (suka campuran), maka tak heran jika bentuk masjid-
59
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 18. 60
Ibid., hlm. 28-58.
masjid kita pun begaya campuran.”61
jadi wajar saja ketika melihat bentuk dari
menara Kudus kelihatan ada akulturasi budaya Hindu dengan atap tumpang
merupakan asal dari pola candi.
f) Lengkungan
Disamping kubah sebagai bentuk atap lengkungan (setengah lingkaran)
masjid, kita dapat menemukan pula pentuk pintu atau jendela masjid yang
berbentuk lengkung. Oloan menyebutnya dalam istilah lengkung tapak kuda.62
Bentuk lengkung pintu atau jendela tapak kuda setengah lingkaran ini telah lama
dipakai sebagai ciri khusus bentuk pintu, jendela maupun portal (lengkungan-
lengkungan dalam masjid), sebagai ciri khusus dalam unsur arsitektur masjid yang
tersapat disemua negara-negara Islam maupun negara lainyang ada bangunan
masjidnya. Lengkung-lengkung tersebut memiliki bentuk yang bervariasi sesuai
dengan daerah asal bangunan masjid tersebut. Jadi, perbedaan tersebut
berdasarkan aliran atau Madzhab daerah perkembangannya, sehingga bentuk
lengkung-lengkung tersebut bercorak Arab, Moor, Turki, Persia, India, dan lain
sebagainya. Dan biasanya lengkung-lengkung pintu atau jendela ini memiliki
keserasian dengan bentuk kubahnya. Dikatakan demikian bahwa kubah
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap bentuk lengkungan tersebut,
bahkan memiliki kebersamaan bentuk yang searah. Karena kebersamaan tersebut
maka melahirkan suatu keselarasan pandangan yang menyatu dalam sebuah
bangunan masjid dan menimbulkan sinar keagungan dan keindahan dari masjid
tersebut.
61
Y. B . Mangunwijaya, Wastu Citra, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013), hlm. 93. 62
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 38.
Oloan mengamati keseluruan pola bentuk baik pintu maupun jendela
bangunan masjid dari setiap daerah sesuai dengan aliran atau madzhab daerah
perkembangannya,63
maka ia menyimpulkan bahwa corak lengkungan masjid itu
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
c. Corak Lengkung Tunggal
Corak lengkung tunggal dapat ditemui pada bangunan masjid beraliran,
Arab, Turki, Persia, India, dan Indonesia, misalnya : Masjid Ibnu Tulun, Al-
Azhar, Khirbet al-Mafraj.
d. Corak Lengkung Ganda
Corak ini umumnya ditemukan pada aliran Moor, pada corak ini terlihat
kombinasi lengkungan-lengkungan yang amat sangat bervariasi, misalnya :
Masjid Alcazar, Sevilla, dan Al-Hambra, Andalusia.
Arsitektur masjid Syuhada yang ada di Maro Sebo ini jika dibandingkan
dengan asritektur masjid yang ada di Provinsi Jambi secara umum adalah sangat
sederhana dalam konteks seni arsitektur.64
Sehingga keberadaannya kurang
mendapat perhatian akibatnya baik literatur maupun sumber tertulis sangat sulit
penulis jumpai sehingga penulis mengambil opsi metode wawancara atau oral
history dalam bahasa sekarang wawancara lisan tentunya secara terstruktur seperti
metode yang ada pada bab II diatas.
63
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 39. 64
Masjid ini telah berdiri pada masa penjajahan belanda tepatnya pada tahun 1918 M
oleh tokoh-tokoh pada masa itu yang secara bahu membahu menyumbang dengan tenaga dan
pikiran dan harta bendanya untuk tegak dan berdirinya sebuah rumah ibadah (masjid). Pada
awalnya masjid As-Suhada ini dibangun bertiang atau panggung, namun pada tahun 1933 M
dipugar dan menjadi bentuk bangunan seperti sekarang ini. (Wawancara, dengan pak Rokib,
selaku ketua pengurus masjid As-suhada).
Namun sedikit demi sedikit penulis ingin mencoba mengali secara
mendalam tentang gaya arsitektur masjid Syuhada yang ada di desa terusan ini,
mengingat jika mengakaji seni arsitektur, menurut penulis kontribusi budaya
nenek moyang terdalu tidak bisa dilepaskan. Pasti secara akulturasi budaya sedikit
banyak telah mengambil peran tentang baik bentuk, corak maupun pola
didalamnya. Fenomena ini sangat menarik menurut penulis untuk di kaji secara
mendalam, sebab arsitektur masjid disuatu tempat atau wilayah sering kali
dipengaruhi oleh kondisi setempat, atau dengan kata lain dipengaruhi arsitektural
terdahulu bahkan bisa dikatan jauh sebelum Islam masuk yaitu Hindu dan Budha..
Mengenai atap yang bertingkat, rupanya dapat diwakili oleh bangunan
Jawa lainnya, yang disebut rumah joglo. Tipe atap rumah joglo ini menjadi benih
Bari atap tumpang pada masjid. Alasan estetika kemudian menjadikan bentuk atap
rumah joglo pada masjid memakai bentuk tingkat untuk mengimbangi ukuran
ruangnya yang besar.
Sedangkan menurut C.F. Pijper (1992: 24), Indonesia memiliki arsitektur
masjid kuno yang khas yang membedakannya dengan bentuk-bentuk masjid di
negara lain. Tipe masjid Indonesia berasal dari Pulau Jawa, sehingga orang dapat
menyebut masjid tipe Jawa. Ciri khas masjid tipe Jawa ialah:
1. Fondasi bangunan yang berbentuk persegi dan pejal (massive) yang agak
tinggi;
2. Masjid tidak berdiri di atas tiang, seperti rumah di Indonesia model kuno
dan langgar, tetapi di atas dasar yang padat.
3. Masjid mempunyai tambahan ruangan di sebelah barat atau barat laut,
yang dipakai untuk mihrab;
4. Masjid mempunyai serambi di depan maupun di kedua sisinya;
5. Halaman di sekeliling masjid dibatasi oleh pagar dengan satu pintu masuk
di depan, disebut gapura.
6. Denahnya berbentuk segi empat;
7. Arah mihrab tidak tepat ke kiblat
8. Terdapat pant, di sekelilingnya atau di depan masjid;
9. Dahulu dibangun tanpa serambi (intinya saja).
Secara tidak langsung point-point diatas hampir memenuhi syarat dan tipe-
tipe arsitektur yang ada di masjid Syuhada disamping bangunannya berbentuk
segi empat, masjid ini juga dahulunnya pada tahun 1918 dibangun dengan
seadanya saja bahkan tanpa serambi atau intinya saja, asal bisa dijadikan untuk
tempat beribadah barulah pada tahun 1933 Masjid Syuhada dipugar dan dibangun
sebagai mana mestinya65
. Uniknya masjid Syuhada ini berdiri tepat di pingiran
sungai, dikatakan oleh para terua desa Terusan yang merupakan informan dahulu
pada tahun 1918 bahkan sampai jauh sebelumnya peradaban orang-orang di desa
dusun terusan berada di pinggir sungai, hal ini dikarenakan sungai pada saat itu
merupakan alat transportasi bagi mereka yang menghubungkan dengan sistem
ekonomi dan pendapatan warga yang ada di desa dusun terusan.
65
Bangunan ini dipugar atau direkontruksi pada tahun 1933. Para tokoh yang menjadi
penggerak dan penyandang dana yang untuk masjid As-Suhada antara lain : H. Abdullah (dolah)
menyumbang 20 suku emas, H. Zainuddin (Din) 15 suku emas, H. Mu’in 5 suku emas, H. Sa’ib 5
suku emas, H. Syafi’i menyumbang 3 ekor kerbau dan Jago Bidin 2 ekor kerbau, (wawancara
dengan pak Najid, selaku wakil ketua pengurus masjid As-suhada).
Sama seperti semenjak awal. Masjid Syuhada ini terdiri atas satu lantai
dan berbentuk persegi empat. menara masjid terbuat dari bahan seng. Di bagian
bawah menara terdapat jendela yang di cat warna kuning mas yang
melambangkan kemegahan. Serta bagian bawah bangunan masjid Syuhada diberi
cat warna seperti kebanyakan warna dan bangunan siri khas orang melayu.
Di bagian luar, terdapat anak tangga yang langsung menyambung ke teras.
Satu berada di sebelah kiri mesjid atau yang mengarah ke bawah sungai,
berjumlah tiga anak tangga. Kini terbuat dari batu cor dan diberi warna merah.
Satunya lagi berada di bagian belakang. Berjumlah lima anak tangga dan masih
menggunakan cor. Tak seberapa jauh di bawah bagian anak tangga sebelah ini
terdapat tempat mengambil air wudhu. Terbuat dari tangga berundak dan
langsung menuju tepian sungai.
Kembali kebagian-bagian masjid Syuhada, masjid ini dikelilingi pagar warna
hijau, dengan beberapa pohon taman didekatnya,
Di ruang utama mesjid, keseluruhan lantai tanpa ditutupi dengan hamparan
sajadah atau bagaian shaff depan saja yang diberi sajadah. Pilar-pilar masjid ini
terdiri dari tiang beton yang cukup besar, yang kini dilapisi dengan keramik
dengan warna gelap serta cat warna putih. Dinding-dinding interiornya juga
terbuat dari dinding semen dengan jendela kayu. Dibagian dalam didekat mimbar
khatib terdapat ukurin-ukiran unik berwarna kuning emas melambangkan
kemegahan masjid tua yang dibangun pada tahun 1918 dan di pugar pada tahun
1933.
Di bagian depan, terdapat sebuah mimbar sebagai tempat khatib
menyampaikan khotbah. Disebelah kanan mighrab terdapat ruangan kecil yang
diperuntukkan menyimpan barang-barang keperluan mesjid. Ada pula rak buku
tempat menyimpan mushaf di salah satu sisi masjid.
Mengingat letaknya di tepian dekat dengan Sungai Batanghari, dari
jendela masjid Syuhada, kita bisa menyaksikan lalu lintas perahu ketek atau
perahu penyebrangan yang kebetulan melintas. Jendelanya pun dibuat dengan
ukuran yang besar. Sekitar 1 x 1,5 m. Tentunya sebagai bagian dari ventilasi udara
agar di dalam ruangan mesjid tetap berasa sejuk.
Sebagai masjid tertua yang ada di desa dusun terusan . Bentuk, cerita, dan
sejarah masjid Syuhada, tentu telah menjadi bagian yang tak mungkin terpisahkan
dari sejarah desa ini. Untuk itu sudah sepatutnya ia di jaga. Bukan hanya menjaga
bangunannya saja. Namun juga menjaga sejarah yang menyertainya.
C. Pola Desain Arsitektur Masjid Syuhada Di Desa Dusun Terusan
a. Pola desain Masjid Syuhada
Pada masa lampau sebelum masjid Syuhada di renovasi bangunannya
terlihat sangat sederhana66
terdiri dari kolom dan balok atau seperti persegi empat
dengan bentuk seadanya tanpa menara semegah seperti sekarang. Tetapi tentunya
sesuai dengan tuntutan sholat bahwa shaf atau barisan dalam sholat harus lurus
dan rapat, maka pada saat itu KH. Majid selaku Arsitektur masjid Syuhada
mencari pola dan bentuk kubah yang tidak banyak tiang-tiang penganggu
didalamnya. Maka tak heran kalau muncul dua kubah dengan satu ruangan di
masjid Syuhada ini. Tetapi dengan bentuk kubah seperti itu dan gaya-gaya yang
disalurkan melalui lengkungan unik di kubah inipun tidak banyak mengganggu
aktivitas didalam masjid/kebanyak tiang.
Seperti yang sama-sama kita ketahui kubah adalah adalah cirri dan
identitas masjid, dengan kubah cat warna kuning mas di masjid Syuhada penulis
seolah-olah merasakan keagungan apalagi masjid ini berdiri tetap disamping
sungai batang hari dan dapat merasakan semilir angin yang berasal dari sungai.
Bila kita berada tepat dibawah kubah kita seakan-akan merasakan ketenangan dan
66
Wawancara dengan Pak Amir, selaku pengurus masjid tanggal 20 Neovember 2017
orang sedang melaksanakan sholatpun merasa kecil, demikian kualitas ruang yang
tercipta sangat agung.
Untuk mendesain sebuah masjid, diperlukan tiga prasyarat, yang
maksudnya untuk dapat menstimulir kekhusukan dalam beribadat. Ketiga
prasyarat itu adalah, pertama: harus selalu bersih, dalam arti mudah dibersihkan
dan mudah pemeliharaannya. Kedua, adalah tenang, yaitu menciptakan “suasana”
yang dapat mendorong lahirnya ketenangan. Dan ketiga, adalah “sakral tapi
ramah”.67
Tujuannya menciptakan suasana yang ramah, agar setiap orang yang
memasuki masjid dapat duduk sama rendah tanpa perbedaan derajat.
b. Bentuk
67 Wawancara dengan Pak Ridwan, selaku pengurus masjid tanggal 25 Neovember 2017
Sejak awal dibangunnya sebuah masjid Syuhada, denah yang ada
berbentuk segi empat. Hal ini dilakukan secara logis sesuai dengan kebutuhan
shaf-shaf dalam shalat berjamaah.68
Bentuk persegi akan membuat ruang-ruang
yang terbentuk dapat dimanfaatkan seluruhnya, sedangkan denah yang berbentuk
sudut-sudut tertentu (lancip) akan membuat ruangan banyak yang terbuang. Ini
berarti, berlebih-lebihan atau mubazir. Arah kiblat yang tidak tepat juga dapat
mengakibatkan ruang-ruang terbuang percuma, sehingga dalam perencanaan
sebuah masjid hal ini harus benar-benar diperhatikan.
Denah segi empat, dapat berarti bujur sangkar atau empat persegi panjang.
Empat persegi panjangpun ada dua jenis, sisi panjangnya searah dengan arah
kiblat atau tegak lurus arah kiblat. Bentuk bujur sangkar membuat arah kiblat
menjadi lemah karena bentuk yang cenderung memusat itu akan menimbulkan
kesan ke atas yang kuat, paradoks dengan arah kiblat yang semestinya ditekankan.
Untuk denah segi empat yang sisi panjangnya searah dengan arah kiblat, para
jemaah dapat dengan mudah melihat khatib (pemberi khotbah).
Bentuk lain adalah segi empat yang sisi panjangnya tegak lurus arah kiblat
atau sisi terpendek searah dengan arah kiblat. Shaf yang terjadi tidaklah banyak,
walau jamaah agak sulit melihat khatib pada waktu khotbah. Namun dengan
sedikit menyerong, jemaah dapat melihat khatib dan hal ini tidak ada larangannya
dalam Islam.
68
Wawancara dengan Pak Amir, selaku pengurus masjid tanggal 20 Neovember 2017
Pembagian denah untuk ruang shalat bagi wanita biasanya ditempatkan
dibelakang. Dengan pembatas biasanya berupa tirai ataupun dinding kerawang
yang transparan. Beberapa masjid ada juga yang menempatkan wanita di lantai
atas, yang dibuat semacam balkon sehingga jemaah wanita masih dapat melihat
imam.
c. Ruang dalam dan Ornamen
Jika masuk bagian ruang dalam masjid Syuhada sangat terlihat konsep dan
suasana sakral serta perasaan diri ini sangat kecil dihadapan sang pencipta, apalagi
dekorasi khaligrafi yang glamour sangat menimbulkan rasa sakral didalamnya.
Perlu diketahui pada zaman dahulu pada masa-masa dinasti Islam ornamen
atau gambar manusia dilarang dipajang di dinding masjid karena menyerupai
kaum sebelumnya. Ada beberapa corak ornamen atau ornamentik, diantaranya
corak abstrak sebagai “ornamen arabesk” yang terdiri dari corak geometris dan
corak “stilasi” dari tumbuh-tumbuhan dan bunga-bungaan.69
Hal ini adalah jalan
keluar dimana adanya larangan dalam Islam untuk tidak boleh menampilkan
gambar-gambar atau lukisan sebagai hiasan dengan motif manusia, binatang atau
makhluk bernyawa lainnya secara realistis di dalam ruangan masjid.
Jika dilihat dari gaya ornamen di masjid Syuhada para khaligrafer
menvisuaalisasikan huruf-huruf arab menjadi begitu indah dengan tulisan lafazh
al-Qur’an sebagi hiasan masjid didalam ruangan, sehingga para jamaah yang
masuk dan sholat bisa merasakan ketenangan.70
d. Kubah Masjid As-syuhada
Kubah Masjid As-suhada Kubah Onion Turki
69
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 30 70
Wawancara dengan Pak Amir, selaku pengurus masjid tanggal 20 Neovember 2017
Kubah masjid As-syuhada Kubah Onion Persia
Dalam buku karya Olan Situmorang dengan judul, seni rupa Islam,
pertumuhan dan perkembangannya penulis menemukan beberapa sumber yang
menyatakan kubah-kubah masjid yang ada di Indonesia kebanyakan meniru
arsitektur luar negeri.
Karya seni arsitektur masjid Syuhada memiliki tiga nilai yaitu nilai aqidah,
syari’ah dan akhlaq. Dimana nilai aqidah dan makna terkandung didalmnya
memiliki nilai ajaran-ajaran Islam yang berkembang sesuai dengan konteks
budaya dan pengalaman seni yang berkembang pada budaya setempat, begitu juga
nilai syari’ah terdapat nilai dan hukum syara’ Islam dalam ornament ini dimana
pada saat itu ada terjadi akulturasi budaya antara arsitektur budaya lama dan
budaya baru yang sesuai dengan ajaran Islam tetap diambil dan dipakai, nilai
akhlak sangat mencolok dalam masjid ini karena sesuai dengan kriteria bangunan
dan falsafah umat muslim yang diwajibkan sholat di masjid bagi kaum laki-laki.
Terlepas dari mana karya ini terinpirasi yang jelas kubah dan menara
masjid sangat berguna untuk mendengarkan kumandang adzan. Jika pada zaman
dahulu adzan dilakukan di tempat-tempat yang tinggi sehingga radius
penyampainnya cukup terdengar jauh, untuk sekarang kubah dan menara masjid
digunakan dan dipasang toa untuk penyebaran suara yang lebih jauh lagi,
demikian perkembangan teknologi memudahkan semua. Dari sini kita melihat
bahwa fungsi menara tidak hanya sebagai simbol saja tetapi juga fungsional, dan
kemudian karena letak dan bangunannya yang tinggi maka dapat saja dijadikan
ikon atau simbol pada suatu masjid contonya masjid Syuhada ini.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarakan sumber-sumber yang diperoleh selama penelitian ini, maka
kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan rumusan masalah mengenai seni
arsitektur masjid Syuhada Desa Dusun Terusan Kecamatan Maro Sebo Kabupaten
Batanghari:
1. Masjid ini telah berdiri pada masa penjajahan belanda tepatnya pada
tahun 1918 M oleh tokoh-tokoh pada masa itu yang secara bahu
membahu menyumbang dengan tenaga dan pikiran dan harta bendanya
untuk tegak dan berdirinya sebuah rumah ibadah (masjid). Pada
awalnya masjid Syuhada ini dibangun bertiang atau panggung, namun
pada tahun 1933 M dipugar dan menjadi bentuk bangunan seperti
sekarang ini.
2. Arsitektur masjid Syuhada yang ada di dusun desa terusan ini,
mengalami akulturasi budaya dan sedikit banyak telah mengambil
peran tentang baik bentuk, corak maupun pola didalamnya. Terlihat
dari bentuk ruang masjid, bahkan catnya yang berwarna hijaunya
sangat menunjukkan eksistentensi melayu, dibagian kubah atau menara
ada sedikit sentuhan gaya arsitektur luar negeri yaitu Persia dan Turki.
3. Mengenai pola desain, bentuk, ruang dan kubah masjid Syuhada di
desa dusun terusan kecamatan maro sebo ilir kabupaten Batanghari ini
adalah yaitu secara umum adalah perwujudan rasa syukur, kepasrahan,
dan penyerahan diri terhadap kebesaran Allah SWT. Ada nilai dan
tafsiran sendiri mengapa masjid ini dahulu dibangun ditepi sungai
Batanghari yang sudah dijelaskan di bab-bab sebelumnya.
B. Kata Penutup
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya serta hidayah-Nya berupa
kesehatan dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini tentunya banyak sekali terdapat
kekurangan dan kesalahan serta jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, dengan
kerendahan hati penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi.
Akhirnya, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam menyelesaikan skripsi
ini.semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk dan rahmat-Nya kepada
kita semua. Amin ya rabbal’alamin.
Jambi, 23 Januari 2018
Penulis,
Al Fadli
NIM: AS. 110989
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rochym Sejarah Arsitektur Islam: Sebuah Tinjauan, Bandung: Angkasa,
1983
Bustanuddin Agus, Agama dalam kehidupan masyarakat : Pengantar Antropologi
Agama, Jakarta : PT. RajaGrafindoPersada, 2006
Zein M. Wiryoprawiro, Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur,
surabaya: PT. Bina Ilmu, 1989
Yulianto Sumalyo, Arsitektur Masjid dan monumen Sejarah Islam Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2006
A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1983
M. Syaom Barliana, Perkembangan Arsitektur Masjid: Suatu transformasi Bentuk
dan Ruang, Bandung, 2008
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1990
Hussein Bahreisj, Hadist Sahih Bukhari Muslim, Karya Utama , 1982
Oloan Situmorang, Seni Rupa IslamPertumbuhan dan Perkembangannya
Bandung: Angkasa
Uka Tjandrasasmita, “Masjid-masjid di Indonesia”, dalam nafas Islam:
Kebudayaan Indonesia, Joop Ave, Jakarta: Jayakarta Agung Offset, 1991
. Y. B. Mangunwijaya, Wastu Citra, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013
Abdul Basid, Kecenderungan Tipologi Arsitektur Majid di Kota Malang, (artikel
Malang: LEMLITBANG UIN Malang,2012lemlitbang.uin-malang.ac.id).
Abdurrahman Al-Bagdhadi, Seni Dalam Pandangan Islam, Jakarta, Gema Insani
Press, 2001. Disadur dari Ensiklopedia Indonesia, Jilid V, Jakarta: PT. Ikhtiar
Baru-Van Houve
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996
Yusuf Qardhawi, Islam Bicara Seni, Terj,Wahid Ahmadi, dkk, Solo: Intermedia,
1998
Yusiono, Islam dan Kebudayaan Indonesia, Cet I, Jakarta: Yayasan Festifal
Astiqlal, 1993
Sutiono, Pribumisasi Islam Melalui Seni Budaya Jawa, Yogyakarta: Insan
Persada, 2010
Armahedi Mazhar, Islam Masa Depan, Bandung:Penerbit Pustaka, 1993
Hartomo, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 1999
Y. B . Mangunwijaya, Wastu Citra, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta Rineka Cipta, 1990
DAFTAR INFORMAN
NO NAMA KETERANGAN
1
2
3
4
5
Asnawi Muhamad
Ihwani
Salamudin
Salamudin
muklis
Imam Masjid Syuhada
Kepala Desa Dusun Terusan
Pengurus Masjid Syuhada
Lembaga Syarak
Pengurus Remaja Masjid syuhada
LAMPIRAN
Keterangan: Masjid di lihat dari luar
Keterangan : Keadaan mimbar masjid
Keterangan : Ruangan tengah masjid
Keterangan : masjid di lihat Dari serambi masjid
Keterangan : Bentuk Kubah masjid
Keterangan : bentuk total masjid di lihat dari depan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Al Fadly
Tempat/Tanggal Lahir : Pasar Terusan 15-01-1994
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Mendalo,Valencia, Block Q, no. 05,
Ayah : Ahmad Syam
Ibu : Maryani
Anak : ke (1)
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
No Hp : 082284512709
Email : [email protected]
Hobi : Olahraga, Menonton, dan Membaca
RIWAYAT PENDIDIKAN
a. 2001-2006 : SDN 110 Desa Tenam
b. 2006-2009 : MTSN Terusan
c. 2009-2011 : MAN 1 Bulian
d. 2011-2018 : Strata Satu (S.1) Universitas Islam Negeri Suthan
Thaha Sifuddin Jambi Fakultas Adab Jurusan
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)