FENOMENA HORMESIS PADA LALAT RUMAH Musca … · perlakuan dosis subletal insektisida imidakloprid,...
Transcript of FENOMENA HORMESIS PADA LALAT RUMAH Musca … · perlakuan dosis subletal insektisida imidakloprid,...
i
ABSTRAK
FENOMENA HORMESIS PADA LALAT RUMAH
(Musca domestica Linn ) (DIPTERA : MUSCIDAE) RESISTEN,
PASCA APLIKASI DOSIS SUBLETAL IMIDAKLOPRID DAN
PERMETRIN
Oleh
Sri Yusmalinar
NIM: 30612006
(Program Studi Doktor Biologi)
Lalat rumah, Musca domestica, merupakan salah satu serangga hama permukiman
yang menyebabkan berbagai permasalahan bagi manusia, baik dari aspek estetika,
ekonomi maupun kesehatan. Untuk mengendalikan populasi lalat rumah,
masyarakat cenderung memilih penggunaan insektisida karena dianggap lebih
efektif dan hasilnya terlihat lebih cepat. Namun penggunaan insektisida yang tidak
bijaksana dapat menimbulkan berbagai permasalahan seperti timbulnya resistensi
dan hormesis yang mengarah pada terjadinya resurjensi dan ledakan populasi hama
(pest outbreaks). Pada penggunaan insektisida di lapangan, seringkali
konsentrasinya menurun setelah diaplikasikan. Dalam kondisi ini, sebagian besar
individu serangga dapat menerima insektisida pada dosis subletal. Dosis subletal
dapat memicu respon fisiologis pada serangga yang dikenal dengan hormesis.
Insektisida berbahan aktif permetrin termasuk insektisida yang sudah cukup lama
digunakan di Indonesia sejak tahun 1980-an, sedangkan imidakloprid masih
tergolong baru digunakan yaitu sejak tahun 2011. Penelitian ini ditujukan untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang fenomena hormesis pada strain
lalat rumah resisten yang diseleksi oleh permetrin dan imidaklorid dengan dosis
subletal 10% dan 30% LD50 atau LC50 selama 10 generasi.
Penelitian secara keseluruhan terbagi dalam tiga tahapan, yang dilakukan sejak
April 2014 hingga Februari 2017. Tahapan pertama ditujukan untuk mengetahui
peningkatan resistensi terhadap permetrin dan imidakloprid pada strain lapangan
dan standar rentan (DPIL) hingga 10 generasi. Sampel strain lalat rumah lapangan
berasal dari 6 ibukota provinsi di Pulau Jawa dan strain DPIL sebagai strain standar
rentan yang dikoleksi dari Denmark. Penentuan tingkat resistensi pada semua strain
lalat rumah dilakukan dengan menggunakan metoda topikal untuk insektisida
berbahan aktif permetrin dan metoda umpan untuk insektisida berbahan aktif
imidakloprid. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada semua strain yang diuji
telah mengalami peningkatan tingkat resistensi. Lalat strain SRG mempunyai
perkembangan rasio resistensi yang paling tinggi terhadap permetrin pada generasi
ke-10 dibanding strain lain yaitu sebesar 40.620-kali. Sementara itu, lalat strain
BDG mempunyai perkembangan tingkat resistensi yang paling tinggi terhadap
ii
imidakloprid generasi ke-10 dibandingkan dengan strain lainnya, yaitu sebesar
123,6-kali.
Tahapan kedua dilakukan untuk menguji kemampuan fekunditas, fertilitas dan
fitness sebagai parameter biologis kemampuan reproduksi pada strain lalat rumah
resisten. Penelitian ini terdiri dari pengujian hayati (bioassay) dengan metoda
topikal pada permetrin dan metoda pakan pada imidaklorid dengan dosis subletal
(10% dan 30% LD50 atau LC50). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lalat
strain DPIL yang resisten (tingkat resistensi paling rendah) mempunyai
peningkatan kemampuan fekunditas dan fertilitas secara berturut-turut sebesar
185,8% dan 102,6 % dibandingkan dengan strain SRG yang memiliki tingkat
resistensi paling tinggi. Demikian pula, pada strain DPIL setelah diberikan
perlakuan dosis subletal insektisida imidakloprid, terdapat peningkatan fekunditas
dan fertilitas sebesar 143,5% dan 65,5% dibandingkan strain SRG. Hasil penelitian
tentang fitness menunjukkan bahwa aplikasi insektisida berbahan aktif permetrin
dan imidakloprid pada dosis subletal mampu meningkatkan parameter fitness
berupa viabilitas (persentase penetasan telur), waktu perkembangan larva,
persentase pembentukan pupa, panjang umur lalat dewasa hingga generasi ke-10.
Peningkatan viabilitas tertinggi ditunjukkan oleh strain SRG dari generasi F1
hingga F10 setelah dilakukan seleksi dengan insektisida permetrin dan imidakloprid
pada dosis subletal secara berturut-turut sebesar 81,66 % dan 67,76%, waktu
perkembangan larva terlama adalah 7,02 dan 7,48 hari, umur lalat rumah dewasa
terpanjang 28,40 hari dan 28,80 hari serta pembentukan pupa tertinggi ditunjukkan
oleh strain DPIL sebesar 77,63% dan 86,50%.
Penelitian tahap ketiga terdiri atas pengukuran kadar hormon juvenil yang
dilakukan dengan menggunakan alat HPLC (high performance liquid
chromatography) dan kadar total protein dengan menggunakan metoda ekstraksi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan insektisida dosis subletal
berbahan aktif permetrin pada konsentrasi 10% LC50 pada strain lalat rumah DPIL
dapat meningkatkan kemampuan rata-rata hormon juvenil sebesar 17,44 % dan
42,35%, yang masing-masing dibandingkan dengan perlakuan dosis 30% LC50 dan
kontrol serta dapat meningkatkan kadar rata-rata total protein pada dosis subletal
konsentrasi 10% LC50 sebesar 17,16 % dibandingkan perlakuan dosis 30% LD50
dan sebesar 42,19% jika dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu, perlakuan
insektisida berbahan aktif imidakloprid dengan dosis subletal 10% LC50 pada lalat
strain DPIL yang resisten dapat meningkatkan kemampuan rata-rata hormon
juvenil sebesar 17,34% dan 42,18% jika masing-masing dibandingkan dengan
perlakuan dosis 30% LD50 dan kontrol serta dapat meningkatkan kemampuan rata-
rata total protein sebesar 17,20 % dibandingkan perlakuan dosis 30% LD50 dan
sebesar 41,74% jika dibandingkan dengan kontrol.
Penelitian tentang hormesis pada beberapa strain lalat rumah resisten yang diseleksi
permetrin dan imidakloprid selama 10 generasi merupakan penelitian pertama di
dunia. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa insektisida permetrin dan
imidakloprid yang diberikan dengan dosis subletal (10% dan 30% LD50 atau LC50)
dapat memicu terjadinya hormesis pada lalat rumah resisten selama 10 generasi.
Kebaruan dari penelitian ini adalah untuk melihat terjadinya fenomena hormesis
iii
pada lalat rumah strain standar rentan dan beberapa strain lapangan yang resisten
setelah mendapat tekanan seleksi imidakloprid dan permetrin dengan dosis subletal
selama 10 generasi.
Kata kunci: Hormesis, dosis subletal, imidakloprid, permetrin, reproduksi, Musca
domestica
iv
ABSTRACT
HORMESIS PHENOMENON IN RESISTANT HOUSEFLY
(Musca domestica Linn) (DIPTERA : MUSCIDAE), AFTER
SUBLETHAL DOSES APPLICATION OF IMIDACLOPRID AND
PERMETHRIN
By
Sri Yusmalinar
NIM : 30612006
(Doctoral Program in School of Life Science and Technology)
Housefly, Musca domestica, is one of urban pests causing various problems in
human life, both from aesthetic, economy and health aspects. The insecticide
application is the most common method to control housefly populations, because it
is considered more effective and faster result. However, unwise insecticide use can
cause various problems, such as resistance and hormesis which leads to the
occurrence of resurgence and pest outbreaks. Insecticide concentration often
decreases after insecticide application in the field. In this condition, most of
individual insect could receive sublethal dose of insecticide. Sublethal dose can
trigger physiological response on insect known as hormesis. Besides, permethrin
has used for a long time in Indonesia, since the 1980s, while imidacloprid is still
newly used since 2011. Thus, this experiment aimed to obtain a better
understanding of the hormesis phenomenon associated with reproductive ability of
resistant housefly strains selected by sublethal doses of permethrin and
imidacloprid (10% and 30% of LD50 or LC50) for 10 generations.
This research was divided into three stages conducted from April 2014 to February
2017. The first step was aimed to know the resistance increase of permethrin and
imidacloprid on field strains and Danish Pest Infestation Laboratory (DPIL) strain
for 10 generations. The strains collected from six cities in Java and DPIL as
standard strain collected from Denmark. The resistance level in all strains was
determined using topical method for permethrin and bait method for imidacloprid.
This result showed that there was resistance level increase in all strains tested. SRG
strain had the highest resistance-ratio development to permethrin compared to
other strains in the tenth generation, at 40,620-fold. Meanwhile, BDG strain had
the highest resistance-ratio development to imidacloprid compared to other strains,
at 123.6-fold in the tenth generation.
The second stage was aimed to test the ability of fecundity, fertility and fitness as
biological parameters of reproductive ability in resistant housefly strain. This study
consisted of bioassay using topical method for permethrin and bait method for
imidacloprid, with a sublethal dose (10% and 30% of LD50 or LC50). The result
showed that DPIL strain (the lowest resistance level) had the increase of fecundity
and fertility, at 185.8% and 102.6% respectively, compared to SRG strain, the
v
highest resistance level. Moreover, after the imidacloprid application of sublethal
dose on DPIL strain, there was fecundity and fertility ability increase, at 143.5%
and 65.5% each, compared to SRG strain. Fitness test result showed that sublethal
doses of permethrin and imidacloprid could increase the fitness parameters
(viability percentage, larval development time, pupa formation percentage, adult
lifetime) for 10 generations. After the sublethal dose selection of permethrin and
imidacloprid, the highest viability increase was showed by SRG strain from F1 to
F10 generations, at 81.66 % and 67.76% respectively, the longest larval
development time was 7.02 and 7.48 days each and the longest adult lifetime was
28.40 and 28.80 days severally and. the highest pupa formation percentage was
shown by DPIL strain, at 77.63% and 86.50% respectively.
The third step consisted of the juvenile hormone level quantification by HPLC (high
performance liquid chromatography) and total protein content by extraction
method. The result showed that there was physiological responses increase (the
change of juvenile hormone and protein total level) in all resistant strains after
sublethal doses application. The sublethal dose application of permethrin (10%
LC50) on DPIL strain (the lowest resistance level) could increase the juvenile
hormone level average compared to 30% LC50 dose and control, at 17.44% and
42.35% respectively. Meanwhile, the sublethal dose application of imidacloprid
(10% LC50) on DPIL strain could increase the juvenile hormone level average,
compared to 30% LC50 dose and control, at 17.34% and 42.18% respectively.
Furthermore, the sublethal dose application of permethrin (10% LC50) on DPIL
strain could increase the protein total, at 17.16% compared to 30% LD50 dose and
42.19% compared to control. This result also showed that the sublethal dose
application of imidacloprid (10% LC50) on DPIL strain could increase the protein
total average, at 17.20% compared to 30% LD50 dose and 41.74% compared to
control.
Hormesis research on some resistant housefly strains selected by permethrin and
imidacloprid for 10 generations was the first research in the world. This result
provides the information that the sublethal doses application of permethrin and
imidacloprid (10% and 30% of LD50 or LC50) could trigger hormesis on resistant
housefly for 10 generations. The novelty of this research is to observe the hormesis
phenomenon on susceptible strain and some field strains which were resistant after
the insecticide selection pressure of sublethal dose of imidacloprid and permethrin
for 10 generations.
Key words: Hormesis, sublethal dose, imidacloprid, permethrin, reproduction,
Musca domestica