FIQHUL WAQI' (MEMAHAMI REALITA UMMAT) … WAQI' (MEMAHAMI REALITA UMMAT) Syaikh Muhammad Nasiruddin...

4
FIQHUL WAQI' (MEMAHAMI REALITA UMMAT) Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani Segala puja dan puji hanya milik Allah Jalla Jalaluhu, kami memujiNya, memohon pertolongan dan ampunanNya. Kami berlindung kepadaNya dari kejahatan diri-diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang ditunjukiNya tiada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang di sesatkanNya, maka tidak ada yang dapat memberi petunjuk. Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang sebenarnya selain Allah Jalla Jalaluhu Yang Mahaesa, tiada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hamba dan rasulNya. Amma ba'du. Bahwasanya Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda. "Artinya: Hampir tiba saatnya ummat-ummat itu saling seru menyeru untuk memerangi kalian, sebagaimana orang yang akan makan saling menyeru untuk segera ketempat makannya. Seorang berkata "apakah karena jumlah kami sedikit pada saat itu ?" Beliau berkata: (tidak) bahkan jumlah kalian pada saat itu banyak, namun kalian ibarat buih yang terbawa oleh banjir. Dan benar-benar Allah akan mencabut dari hati musuh-musuh kalian rasa segan mereka terhadap kalian, dan Allah akan melemparkan dalam hati kalian 'al-wahan', seorang bertutur: "Wahai Rasulullah apakah 'al-wahn' itu ?. Beliau menjawab : 'Cinta dunia dan benci pada kematian". [Dikeluarkan oleh Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Abi Dunyaa dan selainnya, dishahihkan oleh Al-Albani dalam 'Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah' jilid 2, halaman 647. No. hadits 958] Terungkap dengan sangat jelas dari hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia ini berbagai fenomena dan gambaran tentang "malapetaka besar" yang menimpa kaum muslimin, dan telah memecah belah persatuan mereka, melemahkan kemuliaan dan kehormatan mereka, serta memporak porandakan barisan-barisan mereka. Salah satu sisi fitnah ini telah menimpa lubuk hati sejumlah besar para da'i dan penuntut ilmu. Sehingga -sangat disayangkan- merekapun terpecah dan terbagi. Sebagian mencela dengan sebagian yang lain, sedangkan yang lainnya mengeritik, membantah dan seterusnya. Bantahan-bantahan itu tidak sekedar bantahan, demikian pula jika sekedar kritikan- kritikan, tidak akan membahayakan seorang dari mereka, baik pihak yang membantah atau yang dibantah. Karena menurut pandangan orang-orang yang adil, yang tidak fanatik bahwa kebenaran itu diketahui dengan cahaya dan dalil-dalilnya, bukan diketahui dengan orang yang menyampaikan atau yang menyatakannya. Akan tetapi yang membahayakan mereka (para pembantah dan yang dibantah) adalah "berbicara tanpa ilmu", serampangan, tanpa memikirkan akibat dan dampaknya, serta berbicara tanpa hak terhadap hamba-hamba Allah Jalla Jalaluhu. A. Masalah Fiqhul Waqi' Ditengah fitnah yang buta, tuli dan dibangkitkan pula beragam masalah yang berhubungan erat dengan masalah fiqh, manhaj dan dakwah. Alhamdulillah kami mempunyai jawaban-jawaban ilmiah seputar masalah tersebut. Maka segala puji dan karunia hanya milik Allah Jalla Jalaluhu. Diantara problematika yang cukup melelahkan dan banyak diperbincangkan secara serius dalam fitnah di zaman ini, apa yang diistilahkan oleh sebagian orang dengan "Fiqhul Waqi' " alias "Memahami realita umat". Sementarta itu, saya tidak menyangkal gambaran atau ilustrasi ilmu yang mereka ada-adakan, namanya dengan sebutan "Fiqhul Waqi'", sebab telah banyak ulama- ulama ummat yang memberikan berbagai jawaban guna mencari jalan keluar bagi

Transcript of FIQHUL WAQI' (MEMAHAMI REALITA UMMAT) … WAQI' (MEMAHAMI REALITA UMMAT) Syaikh Muhammad Nasiruddin...

FIQHUL WAQI' (MEMAHAMI REALITA UMMAT) Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani

Segala puja dan puji hanya milik Allah Jalla Jalaluhu, kami memujiNya, memohon pertolongan dan ampunanNya. Kami berlindung kepadaNya dari kejahatan diri-diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang ditunjukiNya tiada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang di sesatkanNya, maka tidak ada yang dapat memberi petunjuk. Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang sebenarnya selain Allah Jalla Jalaluhu Yang Mahaesa, tiada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hamba dan rasulNya. Amma ba'du. Bahwasanya Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda. "Artinya: Hampir tiba saatnya ummat-ummat itu saling seru menyeru untuk memerangi kalian, sebagaimana orang yang akan makan saling menyeru untuk segera ketempat makannya. Seorang berkata "apakah karena jumlah kami sedikit pada saat itu ?" Beliau berkata: (tidak) bahkan jumlah kalian pada saat itu banyak, namun kalian ibarat buih yang terbawa oleh banjir. Dan benar-benar Allah akan mencabut dari hati musuh-musuh kalian rasa segan mereka terhadap kalian, dan Allah akan melemparkan dalam hati kalian 'al-wahan', seorang bertutur: "Wahai Rasulullah apakah 'al-wahn' itu ?. Beliau menjawab : 'Cinta dunia dan benci pada kematian". [Dikeluarkan oleh Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Abi Dunyaa dan selainnya, dishahihkan oleh Al-Albani dalam 'Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah' jilid 2, halaman 647. No. hadits 958] Terungkap dengan sangat jelas dari hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia ini berbagai fenomena dan gambaran tentang "malapetaka besar" yang menimpa kaum muslimin, dan telah memecah belah persatuan mereka, melemahkan kemuliaan dan kehormatan mereka, serta memporak porandakan barisan-barisan mereka. Salah satu sisi fitnah ini telah menimpa lubuk hati sejumlah besar para da'i dan penuntut ilmu. Sehingga -sangat disayangkan- merekapun terpecah dan terbagi. Sebagian mencela dengan sebagian yang lain, sedangkan yang lainnya mengeritik, membantah dan seterusnya. Bantahan-bantahan itu tidak sekedar bantahan, demikian pula jika sekedar kritikan-kritikan, tidak akan membahayakan seorang dari mereka, baik pihak yang membantah atau yang dibantah. Karena menurut pandangan orang-orang yang adil, yang tidak fanatik bahwa kebenaran itu diketahui dengan cahaya dan dalil-dalilnya, bukan diketahui dengan orang yang menyampaikan atau yang menyatakannya. Akan tetapi yang membahayakan mereka (para pembantah dan yang dibantah) adalah "berbicara tanpa ilmu", serampangan, tanpa memikirkan akibat dan dampaknya, serta berbicara tanpa hak terhadap hamba-hamba Allah Jalla Jalaluhu. A. Masalah Fiqhul Waqi' Ditengah fitnah yang buta, tuli dan dibangkitkan pula beragam masalah yang berhubungan erat dengan masalah fiqh, manhaj dan dakwah. Alhamdulillah kami mempunyai jawaban-jawaban ilmiah seputar masalah tersebut. Maka segala puji dan karunia hanya milik Allah Jalla Jalaluhu. Diantara problematika yang cukup melelahkan dan banyak diperbincangkan secara serius dalam fitnah di zaman ini, apa yang diistilahkan oleh sebagian orang dengan "Fiqhul Waqi' " alias "Memahami realita umat". Sementarta itu, saya tidak menyangkal gambaran atau ilustrasi ilmu yang mereka ada-adakan, namanya dengan sebutan "Fiqhul Waqi'", sebab telah banyak ulama-ulama ummat yang memberikan berbagai jawaban guna mencari jalan keluar bagi

ragam kesulitan yang mereka hadapi dengan maksud dan tujuan agar mengetahui dan mengenal realita mereka. Dari sanalah kita jumpai ungkapan mereka yang populer : "Menghukumi sesuatu adalah bagian (cabang) dari gambarannya" Hal ini tidak akan terwujud melainkan dengan mengenal kenyataan, kejadian dan realita yang meliputi suatu masalah yang menjadi sasaran sebuah bahasan. Ini adalah suatu kaidah dasar dalam memberi fatwa secara khusus, dan ilmu-ilmu lainnya secara umum. Dengan demikian "Fiqhul Waqi' " adalah memahami sesuatu yang menggelisahkan atau menyusahkan kaum muslimin yang berhubungan erat dengan kepentingan-kepentingan mereka, atau tipu daya/makar musuh-musuh mereka, yang akan mengingatkan mereka agar mewaspadainya dan bangkit bersama secara nyata tidak hanya sekedar menganalisa atau menyibukkan diri dengan berita dan informasi kaum kafir atau bersikap melampui batas terhadap pemikiran-pemikiran mereka. B. Pentingnya Mengenal Realita Mengenal sebuah realita dengan tujuan agar sampai kepada hukum syariat adalah sangat penting dan merupakan salah satu kewajiban. Tugas ini harus dijalankan oleh sekelompok khusus pelajar muslim yang memiliki kecerdasan tinggi dari berbagai disiplin ilmu, baik syari'at atau kemasyrakatan (sosiologi), perekonomian, kemiliteran, dan ilmu apa saja yang dapat memberi manfaat bagi ummat Islam, serta mendekatkan mereka untuk kembali kepada kehormatan dan kemuliaan mereka. Terutama jika ilmu-ilmu ini terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman dan tempat. C. Beragam "Fiqh" Yang Harus Difahami Yang wajib diingat pada kesempatan ini, bahwasanya terdapat beragam fiqh yang mana kaum muslimin dituntut untuk memahaminya. Tidak hanya terbatas pada fiqh madzhab yang telah mereka kenal dan menerimanya, atau sekedar memahami "fiqh" (yang tengah kita bicarakan) ini, yang telah diingatkan dan digerakkan oleh sebagian da'i muda kita, tidak demikian. Sebab fiqh yang wajib dilaksanakan oleh kaum muslimin meskipun minimal bersifat fardhu kifayah, lebih besar dan lebih luas, seperti fiqh Qur'an, fiqh as-Sunnah, fiqh bahasa, fiqh mengenai sunnatullah di alam semesta ini, fiqh khilaf (yang berfungsi untuk mengetahui bagaimana memahami perbedaan pandangan ,-pent) dan lain sebagainya. Fiqh-fiqh ini secara umum tidak kalah pentingnya dengan dua macam fiqh yang telah disebutkan sebelumnya, baik fiqh yang berkenaan dengan madzhab ataupun Fiqhul Waqi' yang kami bermaksud untuk menjelaskannya disini. Bersamaan dengan itu semua, namun kami tidak menjumpai orang yang mengingatkan atau mengisyaratkan kepada beragam fiqh ini, terutama fiqh al-Qur'an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih yang merupakan induk dan dasar bagi fiqh-fiqh yang lainnya. Fiqh inilah yang jika seorang mengatakan atau berpendapat bahwa hukumnya fardhu 'ain, niscaya pendapat itu tidak jauh dari kebenaran, karena kaum muslimin sangat membutuhkannya, dan sangat lazim bagi mereka. Meski demikian kondisinya, namun tidak banyak kita dengar seorang yang mendengungkannya, meletakkan dasar-dasar manhajnya, menyibukkan para pemuda untuk memahaminya, serta mendidik dan membina mereka di atasnya. D. Yang Kami Inginkan "Manhaj" Bukan Sekedar Bicara Memang benar banyak yang membicarakan tentang al-Qur'an dan as-Sunnah di zaman ini, serta mengisyaratkan kepada keduanya, ini adalah hal yang patut disyukuri alhamdulillah. Namun demikian yang wajib dan yang kami inginkan, bukan sekedar menulis disini dan ceramah disana, akan tetapi yang kami kehendaki, kita pahami keduanya dengan pemahaman yang benar sebagaimana yang terjadi di masa generasi pertama (para Sahabat), kemudian kita, menjadikannya sebagai bingkai/batasan umum bagi setiap urusan, baik yang kecil maupun yang besar.

Manhaj al-Qur'an dan as-Sunnah hendaknya menjadi syi'ar (semboyan) dan lambang bagi dakwah sejak permulaan hingga akhir. Dengan demikian diharapkan dari mereka yang didakwahi, baik generasi muda atau yang lainnya akan terus berkesinambungan sejalan dengan "manhaj yang mulia" ini yang dengan berpegang teguh dan berjalan di atasnya ummat akan menjadi baik. Keberadaan ulama pada setiap disiplin ilmu yang telah disebutkan di atas adalah sebuah keharusan. Terutama dalam memahami al-Qur'an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih berdasarkan pada ketentuan/kriteria yang jelas dan pokok-pokok kaidah yang telah diterangkan. Akan tetapi kami telah mendengar dan memperhatikan dengan seksama, banyaknya jumlah pemuda muslim yang terperangkap dalam permasalahan seputar Fiqhul Waqi' yang seakan-akan tidak ada jalan keluar, mereka terpecah menjadi dua kelompok, sehingga sangat disayangkan kedua kelompok ini sebagian bersikap melampui batas terhadap masalah ini, dan sebagian lainnya lebih cenderung menggampangkan atau menganggap enteng serta tidak memiliki kepedulian terhadapnya. Bahwasanya anda akan melihat dan mendengar dari mereka yang memperbesar urusan Fiqhul Waqi', serta meletakkannya tidak pada posisi yang semestinya, melebihi tingkat pengamalannya yang tepat (sesuai). Yang dikehendaki mereka bahwa setiap orang yang alim dalam masalah syariat, harus alim pula dalam apa yang mereka namakan Fiqhul Waqi'. Sebagaimana realitanya bahwa kebalikan dari apa yang mereka inginkan terjadi pada diri mereka. Sungguh mereka telah menanamkan sebuah anggapan terhadap orang-orang yang mendengarkan ucapan-ucapan mereka atau orang yang berada diseputar mereka, bahwasanya setiap orang yang mengetahui realita dunia Islam, sama dengan seorang alim yang memahami al-Qur'an dan as-Sunnah diatas pemahaman Salafush Shalih. Telah diketahui bahwa Fiqhul Waqi' bukanlah sebuah kelaziman sebagaimana yang telah kami isyaratkan diatas, lagi pula tidak pernah tergambar/terbayang oleh kami keberadaan seorang manusia yang sempurna yang mampu memahami seluruh ilmu yang telah kami sebutkan dan isyaratkan diatas. Jika demikian kondisinya, maka menjadi kewajiban untuk berpartisipasi menolong mereka yang telah meluangkan waktu dalam mengetahui dan mengenal realita ummat Islam, serta apa saja yang menjadi lawannya. Dengan bekerja sama antar para ulama yang memahami al-Qur'an dan as-Sunnah sejalan dengan faham Salaf, maka mereka (ulama Fiqhul Waqi') mengemukakan gambaran-gambaran dan pemikiran mereka terhadap realita ummat, sedangkan ulama yang memahami al-Qur'an dan as-Sunnah menerangkan serta menjelaskan hukum Allah Jalla Jalaluhu kepada mereka, serta nasihat yang berdiri tegak diatas dalil yang shahih/benar dan hujjah/bukti yang terang benderang. Adapun jika seorang yang berbicara Fiqhul Waqi', lalu dia dipandang oleh para pendengarnya sebagai salah seorang ulama dan pemberi fatwa, hanya karena ia berbicara tentang fiqh tersebut, hal seperti ini tidak dapat dihukumi sebagai sikap yang benar dari segala sudut pandang. Sebab nantinya dia akan menjadikan pembicaraan orang tersebut sebagai sandaran/pegangan yang dengannya ia menolak fatwa para ulama dan membatalkan upaya ijtihad dan hukum-hukum yang telah mereka putuskan. E. Kekeliruan Seorang Alim Tidak Menjatuhkan Yang sangat perlu untuk diterangkan pada kesempatan ini, bahwa seorang alim terkadang keliru atau salah dalam menghukumi suatu perkara tertentu dari sekian banyak problematika waqi'iyyah. Hal semacam ini adalah suatu perkara yang terjadi dan akan terjadi, akan tetapi apakah kasus tersebut menjatuhkan martabat sang alim itu atau ini ?. Dan menjadikan orang yang menyelisihinya menyipatinya dengan kata-kata yang tidak sepatutnya dikatakan kepadanya. Seperti dikatakan padanya,

ini adalah seorang ahli fiqh dalam masalah syariat dan bukan ahli dalam masalah realita ummat (Fiqhul Waqi'). Pembagian semacam ini akan menyelisihi tuntunan syariat sekaligus menyelisihi realita. Sebab dari ucapan mereka itu seakan-akan mengharuskan kepada para ulama al-Qur'an dan as-Sunnah untuk mengetahui dan menguasai bidang perekonomian, sosial kemasyarakatan politik, militer, cara penggunaan persenjataan mutakhir dan lain sebagainya. Saya tidak mengira bahwa seorang yang berakal sehat akan tergambar atau terbayang padanya kemungkinan terkumpul/terpadunya seluruh ilmu dan pengetahuan tersebut dalam dada seseorang meskipun ia seorang alim yang sempurna. -------------------------------------------------------------------------------- Disalin dari Majalah: as-Salafiyah, edisi ke 5/Th 1420-1421. hal 41-48, dengan judul asli "Hukmu fiqhil Waqi' wa Ahammiyyatuhu". Ashalah, diterjemahkan oleh Mubarak BM Bamuallim LC dalam Buku "Biografi Syaikh Al-Albani Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini" hal. 127-150 Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i. --------------------------------------------------------------------------------