Fiqih Ramadhan

71
FIQH RAMADLAN H. Abdurrahman Navis, Lc. M.HI Bismillah walhamdulillah wasshalatu wassalmu ala Rasulillah. Amma ba’du: Ikhwani al muslimiin Rahimakumullah. Untuk menjawab permasalahan fiqhiyah yang sering terjadi di bulan suci Ramadlan baik masalah puasa, shalat dan zakat, maka kami menganggap perlu menjelasakn secara komparatif antara pendapat ulama' fiqih yang dilengkapi dengan dalil dan alasannya. Selanjutnya silahkan jamaah mengamalkan sesuai keyakinanya dan hendaknya bersikap toleransi kepada orang lain yang menggunakan pendapat lain yang berbeda. Berikut penjelasannya: BAB I PUASA 1. Seputar Perbedaan Penentuan Awal dan Akhir Ramadlan dan Solusinya Pertanyaan: Sudah beberapa kali di Indonesia ini terjadi perbedaan penentuan hari raya, baik itu Idul Fitri maupun Idul Adlha. Bagi orang yang memahami permasalahan tersebut, masalah tersebut dianggap sebagai wacana kekayaan islam, tetapi bagi kalangan orang awam tidak jarang kemudian permasalahan tersebut factor pembicu terjadinya konflik antar tetangga karena perbedaan dalam berhari raya. Yang menjadi pertanyaan saya ustadz, apa penyebab perbedaan itu dan apa ada solusinya untuk bisa disatukan? Atas penjelasan ustadz saya haturkan terima kasih. Muh. Ishom Ayatillah Slopeng Sumenep Jawaban: Mas Muh Ishom Ayatillah yang saya hormati, penyebab terjadinya perbedaan dalam menentukan hari raya baik 1

description

Bagi umat Islam yang akan menjalankan ibadah Ramadhan, berikut ini dasar-dasar bagaimana kita beribadah di bulan succi ramadhan

Transcript of Fiqih Ramadhan

Page 1: Fiqih Ramadhan

FIQH RAMADLANH. Abdurrahman Navis, Lc. M.HI

Bismillah walhamdulillah wasshalatu wassalmu ala Rasulillah. Amma ba’du:

Ikhwani al muslimiin Rahimakumullah. Untuk menjawab permasalahan fiqhiyah yang sering terjadi di bulan suci Ramadlan baik masalah puasa, shalat dan zakat, maka kami menganggap perlu menjelasakn secara komparatif antara pendapat ulama' fiqih yang dilengkapi dengan dalil dan alasannya. Selanjutnya silahkan jamaah mengamalkan sesuai keyakinanya dan hendaknya bersikap toleransi kepada orang lain yang menggunakan pendapat lain yang berbeda. Berikut penjelasannya:

BAB I PUASA

1. Seputar Perbedaan Penentuan Awal dan Akhir Ramadlan

dan Solusinya

Pertanyaan: Sudah beberapa kali di Indonesia ini terjadi perbedaan

penentuan hari raya, baik itu Idul Fitri maupun Idul Adlha. Bagi orang yang memahami permasalahan tersebut, masalah tersebut dianggap sebagai wacana kekayaan islam, tetapi bagi kalangan orang awam tidak jarang kemudian permasalahan tersebut factor pembicu terjadinya konflik antar tetangga karena perbedaan dalam berhari raya. Yang menjadi pertanyaan saya ustadz, apa penyebab perbedaan itu dan apa ada solusinya untuk bisa disatukan? Atas penjelasan ustadz saya haturkan terima kasih.

Muh. Ishom Ayatillah Slopeng Sumenep

Jawaban: Mas Muh Ishom Ayatillah yang saya hormati, penyebab

terjadinya perbedaan dalam menentukan hari raya baik ‘Idul Fitri atau ‘Idul Adlha di Indonesia, menurut al-Haqir, karena dua hal, yaitu: Pertama, karena berbedanya pijakan atau acuan dalam mengambil keputusan masuknya awal bulan Qamariyah. Perbedaan acuan atau pijakan yang dimaksud adalah antara hisab dan rukyat. Kedua, perbedaan dalam hal penentuan mathla’ (tempat terbitnya bulan), antaran wihdat al-mathla’ (centra

1

Page 2: Fiqih Ramadhan

terbitnya bulan/ rukyat internasional) dan ikhtilaf al-mathali’ (berbeda terbit bulan / rukyat lokal).

Sebagian kelompok umat Islam di Indonesia dalam menentukan masuk awal bulan Hijriyah menggunakan rukyat al-hilal bil fi’li (melihat bulan secara langsung) sebagai acuan yang sah, sedangkan ilmu hisab atau ilmu falak merupakan penunjang untuk bisa dilakukannya rukyat. Dan jika terjadi pertentangan antara hasil perhitungan ilmu hisab atau ilmu falak dengan hasil rukyat, maka yang dijadikan acuan adalah hasil rukyat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang kemudian dilaksanakan para sahabat:

6ي1 ع3ن1 ب3 ة3 أ ر3 ي;;1 3ن? ه=ر3 6ي? أ ?ب ل?ى الن ه6 الل;;ه= ص;;3 3ي;;1 ?م3 ع3ل ل و1م=و1ا و3س;;3 : ص;;= ال3 ق;;3

ه6 3ت;;6 ؤ1ي 6ر= و1ا ل ر= 3ف1ط;;6 ه6 و3أ 3ت;;6 ؤ1ي 6ر= 6ن1 ل 6ي3 و3إ =م1 غ3ب 1ك 3ي =و1ا ع3ل 1م6ل ك3 أ د?ة3 ف;;3 3ان3 ع;;6 ع1ب ش;;3

1ن3 6ي 3ث 3ال ث

Artinya:“Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihat bulan, kalau mendung bagimu, maka sempurnakan hitungan bulan sya’ban menjadi tiga puluh hari1.” (H.R. Bukhori)

Di lain pihak, sebagian kelompok Islam menjadikan ilmu hisab sebagai pijakan utama dalam hal penentuan awal bulan Qamariyah dan sekaligus mencukupkan diri kepada hasil perhitungan ilmu hisab atau ilmu falak tersebut, tanpa harus dilakukannya rukyat al-hilal bil fi’li (melihat bulan secara langsung). Adapun yang dimaksud dengan hasil perhitungan ilmu hisab atau falak ialah al-Hisab al-Falaki al-Qoth‘i (ilmu hisab atau falak yang memiliki akurasi yang tinggi dan mendekati kebenaran). Artinya, jika bertentangan antara hasil hisab dan rukyat, maka yang dimenangkan adalah hasil hisab. Hal ini dikarenakan adanya rukyat yang sangat tergantung pada kondisi cuaca pada saat dilakukannya rukyat. Dengan kata lain, hilal akan dapat dirukyat apabila didukung dengan kondisi cuaca yang cerah. Dan sebaliknya, apabila kondisi cuaca tidak mendukung (mendung), maka sangat mungkin hilal tidak dapat dirukyat. Akibatnya, hitungan bulan harus diistikmalkan (disempurnakan menjadi 30 hari). Dengan alasan ini, maka hasil perhitungan ilmu hisab atau ilmu falak dianggap cukup untuk dijadikan sebagai acuan yang sah secara syar‘i kaitannya dengan penepatan awal bulan Qamariyah.

Disamping itu, sebagian kelompok umat Islam yang lain ada yang menganut pendapat ulama’ tentang wihdatul mathla’ (rukyat internasional), artinya, apabila di sebagian negara Islam di dunia

1 al-Ima>m Abi> Abdillah Muhammad bin Isma>’i>l bin Ibra>him al-Mugi>rah bin Bazdarbah al- Bukha>ri al-Ju’fi, S}a>hi>h al- Bukha>ri, Lebanon, Da>rul Fikr, t.t., 120

2

Page 3: Fiqih Ramadhan

terutama Makkah (Arab Saudi) ada yang melihat bulan, maka seluruh umat Islam sedunia harus mengikutinya. Karena bulan itu satu dan untuk semua manusia penghuni bumi. Hal ini sebagaimana yang terjadi di zaman Rasulullah SAW dengan tidak adanya umat Islam yang ada di seluruh pelosok jazirah Arab yang berbeda dengan ketetapan Rasul SAW. Dan jika Rasulullah SAW memulai berpuasa, maka seluruh umat Islam yang ada pada zaman itu secara serentak melaksanakan ibadah puasa juga sebagaimana yang diajarkan oleh Rasul SAW. Begitu juga dengan ketentuan yang berkaitan dengan Idul Fitri, jika Rasulullah SAW berlebaran, maka seluruh kaum muslimin juga ikut berlebaran.

Sedangkan sebagian umat Islam yang lain menggunakan menggunakan ikhtilaful matholi’ (rukyat lokal) sebagai dasar dalam menentukan awal bulan Qamariyah. Artinya, setiap wilayah hukum punya otoritas untuk menentukan masuknya awal bulan Qamariyah. Sebagai contoh, walaupun di kota Makkah hilal sudah terlihat, akan tetapi kalau di Indonesia hilal tersebut belum terlihat, maka Indonesia punya hak untuk menentukan sendiri dan tidak harus mengikuti Makkah. Hal ini berdasarkan hadits sahabat Kuraib yang ketika awal Ramadlon berada di Syam dan berpuasa hari Jumat karena mengikuti keputusan Khalifah Mu‘awiyah yang berhasil melihat hilal malam Jum’at. Di pertengahan Ramadlon, Kuraib pergi ke Madinah dan bertemu dengan Ibnu Abbas, dan kemudian beliau berkata kepada sahabat Kuraib seraya menjelaskan bahwa di Madinah baru memulai puasa pada hari Sabtu karena hilal baru terlihat pada malam Sabtu. Dengan berlandaskan kepada atsar sahabat ini, maka keberadaan ikhtilaf al-mathali’ sebagai acuan dalam kaitannya penentuan awal bulan Qamariyah mendapatkan legitimasi dalam pandangan hukum Islam2. (Lihat: al-Fiqh Alislamy wa Adillatuh. DR. Wahbah al-Zuhaili)

Itulah faktor atau penyebab terjadinya perbedaan penentuan hari raya baik Idul Adlha atau Idul Fitri. Tentu sebagai umat Islam yang berukhuwah, kita tidak boleh mengklaim bahwa kebenaran hanya ada pada dirinya lalu menyalahkan orang lain yang berbeda pandangan. Oleh karena itu, sudah seharusnya umat Islam memandang bahwa perbedaan ini merupakan khilafiyah furu’iyah yang tidak harus terlalu dipertentangkan. Dengan demikian, hendaknya seluruh umat Islam mengikuti pendapat yang diyakininya, tetapi hendaknya juga memberikan toleransi pada orang lain yang menggunakan acuan yang berbeda. Disamping itu, karena permasalahan ini merupakan hasil ijtihad, sedangkan Mujtahid (orang yang berijtihad) sekalipun salah dalam memberikan sebuah penjelasan hukum, maka kesalahan tersebut tidak menimbulkan dosa melainkan diberikan satu pahala. Sudah

2 Wahbah al-Zuhaily>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu,, Damaskus, Da>r al- Fikr, Cetakan II, 1985, 732

3

Page 4: Fiqih Ramadhan

barang tentu, kesalahan hasil ijtihad tersebut bukan didasarkan kepada hawa nafsu atau kepentingan pribadi lainnya, melainkan didasarkan kepada kajian ilmiah disamping sudah terpenuhinya syarat-syarat mujtahid.

Namun alangkah baiknya kalau bisa disatukan seperti negara-negara muslim lain. Apa mungkin disatukan? Menurut al-Haqir, masih bisa disatukan dengan beberapa cara, diantaranya: Pertama, semua kaum muslimin dan organisasi Islam di Indonesia sepakat untuk mengikuti secara konsisten ketetapan (itsbat) hakim (pemerintah. Cq. Mentri agama). Hal ini sebagaimana kaidah Ushul Fiqh: “Keputusan hakim bersifat mengikat dan dapat menghilangkan perselisihan”. Akan Tetapi, sebelum (pemerintah. Cq. Mentri agama) menetapkan (itsbat), hendaknya pemerintah terlebih dahulu mengakomodasi dan mempertimbangkan pendapat atau penjelasan dari masing-masing perwakilan Organisasi Islam kaitannya dengan masuknya awal bulan Qamariyah berdasarkan metode yang digunakannya. Kedua, hendaknya Organisasi Islam, pemerintah dan kaum muslimin di Indonesia berijma’ (sepakat) untuk mengikuti pendapat jumhur Ulama’ tentang keberadaan “wihdatul mathla’ (rukyat internasional) sebagai acuan yang sah dalam pandangan hukum Islam. Artinya, Apabila di salah satu negara Islam khususnya Makkah sudah berhasil merukyat hilal, maka negara muslim lainnya tidak perlu melakukan rukyat sendiri. Dengan demikian, hasil rukyat di salah satu negara tersebut menjadi acuan internasional. Ini tentu menuju persatuan umat Islam se dunia.

Semoga penjelasan tentang penentuan awal bulan Qamariyah ini menjadi sumbangan pemikiran bagi penyelesaian perbedaan hari raya di tahun-tahun yang akan datang. Amiin.

2. Minum Obat Penunda Haidl agar Dapat Melaksanakan

ibadah Puasa di bulan Ramadlan Sebulan Penuh

Pertanyaan Ustadz, di bulan Ramadlan yang penuh dengan keutamaan ini saya ingin melaksanakan ibadah sebanyak – banyaknya, agar penuh satu bulan saya minum obat penunda haid. Apa hukumnya?

ZakiyahMojosari Mojokerto

Jawaban

Mbak Zakiyah yang saya hormati, memang di bulan Ramadlan ini penuh dengan fadhilah (keutamaan), rahmah, maghfirah, dan ‘itqun min al-nar, bahkan di bulan Ramadlan ini ada

4

Page 5: Fiqih Ramadhan

satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan yaitu ‘Lailatul Qodar. Maka beruntunglah kaum muslimin yang dapat menggunakan kesempatan ini untuk beribadah sebanyak – banyaknya, baik itu puasa, shalat Tarawih dan shalat sunah lainya, membaca al- Qur’an, shadaqah, i’tikaf dan beberapa ibadah lainnya sehingga mencapai derajat yang paling tinggi di sisi Allah SWT yaitu Muttaqin (orang-orang yang bertaqwa).

Mbak Zakiyah yang dimuliakan Allah, bagi seorang muslimah, secara qudrati akan mengalami masa haidh setiap bulan. Dan apabila sedang haidl, maka tidak boleh berpuasa, shalat, membaca al- Qur’an dan lainnya. Tentu hal tersebut akan menjadi penyebab bagi mereka untuk dapat melaksanakan beberapa rangkaian ibadah sunnah dan wajib sebagaimana penjelasan diatas, walaupun itu bukan sebuah pelanggaran kepada Allah SWT. Dengan demikian, jika seseorang mengkonsumsi obat penunda haidl itu tidak menggangu kesehatan dan bertujuan agar lebih banyak beribadah kepada Allah SWT, maka hal itu hukumnya mubah (boleh). Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Baa Alawi menegaskan: “ … dan dalam fatawa alqumat dijelaskan bahwa boleh hukumnya menggunakan obat pencegah kehamilan (penunda haid). “ (Bughyatul Mustarsyidin: 247).

Akan tetapi jika penggunaan obat penunda haidl itu justru akan membawa madlorroh (bahaya) terhadap dirinya, maka haram hukumnya mengkonsumsi obat tersebut. Hal ini didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW,

1ن6 ع3ن6 ?اسz اب ض6ي3 ع3ب 1ه= الله= ر3 : ق3ال3 ع3ن و1ل= ق3ال3 س;= ل?ى الل;ه6 ر3 الل;ه= ص;31ه6 3ي ?م3 ع3ل ل ر3 و3س3 3ض3ر3 ار3 و3ال3 ال ماجه) ابن و أحمد (رواه 3ض6ر3

Artinya: “tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan dirinya dan membahayakan orang lain”.

Mbak Zakiya, Allah tidak membebani seseorang kecuali

sesuai dengan kemampuannya. maka laksanakanlah amal ibadah tersebut sesuai dengan qudrah dan kemampuannya, karena yang dinilai oleh Allah bukan hanya kuantitasnya melainkan juga kualitas ibadahnya.

Semoga kita semua menjadi hamba Allah yang khusyu’, tawadlu’, patuh kepada Allah sehingga mencapai derajat muttaqin. Amiin.

3. Meninggalkan Puasa Karena Hamil, Ukuran Fidyah dan Caranya

3 al-Sayyid al-Ima>m Muhammad bin Isma>’il al-Kah}la>ni> al- S}an’a>ni>, Subul al- Sala>m, Jilid III Surabaya, al-Hida>yah, t.t.,84

5

Page 6: Fiqih Ramadhan

Pertanyaan: Assalamualaikum Wr. Wb.

Saya mempunyai satu pertanyaan. Mohon diberi penjelasan mengenai seorang wanita hamil yang meninggalkan puasa Ramadlan dengan alasan khawatir terhadap janin / bayi yang ada di dalam kandungannya. Apabila diganti dengan membayar fidyah, berapa besarnya dan bagaimana caranya? Atas penjelasannya, saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Sulis YuliawatiGempol

Jawaban:

Mbak Sulis Yuliawati yang saya muliakan, para Ulama’ Fiqh bersepakat tentang kebolehan bagi seorang wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadlan. Hal ini berdasarkan hadits,

=م1 1ك 3ي خ1ص3ة6 ع3ل 6ر= 6ي الله6 ب ?ت خ?ص3 ال =م1 ر3 3ك الترمذي) (رواه 4ل

Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT memberi kemurahan kepada musafir untuk tidak puasa dan mengqashar shalat, juga memberi kemurahan kepada wanita hamil dan menyusui untuk tidak puasa.” (HR. al-Turmudzi)

Namun Ulama’ berbeda pendapat tentang konsekuensinya, apa yang diwajibkan kepada wanita hamil dan menyusui yang tidak puasa itu? Imam Hanafi hanya mewajibkan qadla’ saja (mengganti puasa di hari lain). Sedangkan Imam Syafi’i dan Hanbali mentafsilkan (memilahnya). Jika si Ibu tersebut berpuasa justru akan membawa madharrah (bahaya) sedangkan madharrah (bahaya) tersebut akan menimpa pada dirinya saja dan tidak pada bayinya, maka cukup baginya mengqadha’ (mengganti) puasa yang ditinggalkannya di hari yang lain tanpa harus membayar fidyah (tebusan). Akan tetapi jika madharrah (bahaya) tersebut akan menimpa pada bayinya saja dan tidak kepada Ibunya), maka disamping wajib mengqadha’ (mengganti) puasanya, juga wajib membayar fidyah (tebusan). Dan ini pendapat mayoritas Ulama’ Fiqh5. Terkait dengan dasar atau dalilnya, Fuqaha’ (para ahli Fiqh) menggunakan qiyas (analogi) sebagai dasarnya. Fuqaha’ yang memiliki pendapat ini menganalogikan orang yang sedang hamil dengan orang yang sakit atau bepergian. Sebagaimana firman

4 Abi> I<sa> Muhammad bin I<sa> bin Saurah, Sunan al-Turmuz}i, Leiden, Da>r Ihya>’al-Kutub al- Arabiyah 1958, 5725 Abdurrahma>n al- Juzairi>, Al-fiqh ala> al-Maz}a>hib al-Arba’ah,, Lebanon, Da>r al-Fikr, Cetakan I, 1996, 140

6

Page 7: Fiqih Ramadhan

Allah SWT: “Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam bepergian (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain…” (Q.S. al-Baqarah: 183)

Adapun Ibnu Umar, Ibnu Abbas dari kalangan sahabat, Said bin Jabir dan lainnya dari tabiin berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui jika tidak berpuasa Ramadhan, maka cukup baginya membayar fidyah saja tanpa dikenakan kewajiban menqada’ (mengganti) puasa yang ditinggalkannya. Dan pendapat ini juga didasarkan kepada al-Qur’an pula. Hanya saja mereka (fuqaha’) menganalogikan wanita hamil tersebut dengan orang yang sudah tua renta. Hal ini termasuk dalam kandungan firman Allah SWT: “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankanya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin….” (Q.S. al-Baqarah: 183)

Diriwayatkan dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar ditanya tentang wanita hamil yang khawatir membahayakan pada anaknya jika berpuasa. Ibnu Umar menjawab: “ Boleh berbuka dan cukup memberi makan kepada orang miskin setiap hari satu mud (7 ons) dari gandum.” (H.R. Malik dan Baihaqi)

Juga diriwayatkan, bahwa Ibnu Abbas pernah menyuruh seorang wanita yang hamil agar tidak puasa di bulan Ramadlan dan beliau berkata: “ Kamu sama dengan orang tua yang tidak kuat berpuasa, maka berbukalah dan memberi makan setiap hari setengah sho’ (1,4 ons) gandum”.

Lalu, mana yang lebih utama jika wanita hamil atau menyusui tersebut berbuka (tidak berpuasa), mengqadha’ puasakah atau membayar fidyah? DR. Yusuf al-Qardhawi menjelaskan: ‘Jika wanita itu hamil, melahirkan dan menyusui secara estafet dan tidak ada kesempatan mengqadha’ puasa sampai tiba bulan Ramadlan berikutnya, dan begitu juga bagi wanita yang hamil secara terus menerus atau menysui dalam waktu yang berdekatan, maka cukup baginya membayar fidyah (tebusan) saja dan tanpa harus mengqadha’(mengganti). Hal ini bertujuan untuk meringankan beban kaum wanita sebagai pelaksanaan dari pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Beda halnya dengan wanita yang punya kesempatan untuk mengqadha’ puasa yang ditinggalkannya, maka wajib baginya untuk mengqadha’ (mengganti) puasa yang ditinggalkannya, tanpa harus membayar fidyah (tebusan), sebagaimana pendapat mayoritas Ulama’ Fiqh.6’

Mbak Sulis Yuliawati yang dimuliakan Allah SWT, dari penjelasan diatas, penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut: Jika wanita yang hamil atau menyusui tersebut tidak berpuasa di bulan Ramadlan masih mempunyai kesempatan untuk

6 Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Siyam, Cet. II, (Kairo: Dar al-Sahwah, 1992), 60-62

7

Page 8: Fiqih Ramadhan

mengqadha’nya serta tidak dikhawatirkan akan menimbulkan madharrah bagi dirinya, maka wajib baginnya mengqadha’ puasa yang ditinggalkannya sejumlah hari yang ditinggalkannya pula pada hari lain. Akan tetapi jika wanita yang hamil atau menyusui tersebut tidak berpuasa di bulan Ramadlan karena khawatir akan madharrah yang menimpa dirinya serta tidak adanya kesempatan untuk mengqadha’ puasa yang ditinggalkannya karena dekatnya masa kehamilannya dengan masa kehamilan berikutnya, maka cukup baginya membayar fidyah saja tanpa harus mengqadha’. Berkenaan dengan jumlah fidyah yang harus dibayarkan oleh wanita hamil yang meninggalkan puasa tersebut, Ulama’ Fiqh menentukannya 1 mud (7 ons) untuk setiap harinya. Sedangkan yang berkenaan dengan cara pemberian tersebut, sebaiknya diberikan kepada fakir miskin, baik bahan mentahnya ataupun diwujudkan dalam bentuk makanan yang siap saji, dan boleh juga dibayar secara kontan ataupun dicicil. Disamping itu, diperbolehkan juga menambah lauk - pauk yang dapat dikonsumsi langsung.

Semoga Allah menerima ibadah dan mengampuni dosa kita semua. Amiin yaa Mujbassailiin.

4. Bersetubuh di Siang Hari Ramadlan Setelah Makan dan

Kaffarahnya

Pertanyaan: Maaf ustadz saya bertanya agak pribadi. Begini ustadz, suatu

saat di siang bulan Ramadhan ini saya istirahat bersama isteri di ranjang akhirnya saya tidak kuat menahan syahwat, terpaksa saya berhubungan suami isteri, tetapi sebelum itu saya makan dan minum dulu biar segar. Yang menjadi pertanyaan saya ustadz, bagaimana cara menggantinya? Apa cukup bayar satu hari atau puasa dua bulan? Tolong ustadz saya merasa sangat berdosa. Atas jawaban ustadz saya haturkan terima kasih.

Ismail Karang Anyar Pasuruan

Jawaban: Pak Ismail yang saya hormati, seorang yang sedang berpuasa

lalu sengaja membatalkan puasanya dengan cara jima’ (coitus) secara langsung (tanpa dibatalkan dengan makan dan minum terlebih dahulu), maka Ulama Fiqh sepakat akan adanya kewajiban baginya untuk mengganti puasanya dengan memerdekakan budak, berpuasa dua bulan berturut-turut atau memberi makanan 60 orang miskin. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah, bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw, kemudian dia

8

Page 9: Fiqih Ramadhan

berkata, “ Celaka aku hai Rasulullah!” Rasulullah bertanya, apa yang membuatmu celaka?” Lelaki itu menjawab, “ Aku melakukan (jima’) dengan isteriku di siang bulan Ramadlon.” Maka Rasululloh SAW bersabda, “Apa kamu bisa memerdekakan budak?” Lelaki itu menjawab, “tidak.”. Rasululloh bertanya lagi, “Apakah kamu bisa puasa dua bulan berturut-turut?” “tidak” jawab lelaki itu. Rasululloh bertanya Rasululloh bertanya lagi, “ Apakah kamu bisa memberi makan 60 orang miskin?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.” Lelaki itu duduk kemudian Rasulullah mengambil satu bejana yang berisi kurma, seraya bersabda, “ Bershadakahlah kamu dengan ini !” Lelaki itu berkata, “ Apa ada yang lebih miskin dari saya? Tidak ada di antara keluarga di tempat saya yang lebih butuh makanan daripada saya.” Rasululloh tersenyum sampai terlihat giginya kemudian bersabda, “ Pergilah dan berikan makan ini kepada keluargamu !” (H.R. Syaikhan).

Namun jika membatalkan puasanya dengan cara makan terlebih dahulu dan setelah itu melakukan jima’, artinya walaupun niat awal ingin bersetubuh dengan istri namun dia membatalkan puasanya terlebih dahulu dengan cara makan dan minum, maka dalam hal ini ada beberapa pendapat Ulama’: 1) Madzhab Syafi’i dan Hanbali: Dia berdosa tetapi cukup

mengganti sehari saja dan tidak wajib membayar kaffarat, karena dia tidak membatalkan langsung dengan jima’. Sedangkan yang diwajibkan membayar kaffarat itu apabila dibatalkan secara langsung dengan cara berjima’ dengan istrinya. Disamping itu, dia harus mendapatkan hukuman ta’zir (diberi hukuman) oleh Ulil Amr (pemerintah) sebagai tebusan atas kesalahannya.

2) Madzhab Hanafi dan Maliki: Dia tetap harus mengganti dua bulan berturut-turut atau bayar kaffarat, karena niat awal dia ingin jima’ cuma dia membatalkannya dengan makan dan minum terlebih dahulu. Oleh karena itu, kasus tersebut dikembalikan pada tujuan awal. Dan pendapat ini didasrkan pada Qiyas (analogi) antara syahwat perut atas syahwat Farj7.

Pak Ismail, ketika berpuasa hendaknya berusaha menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dan hendaknya menghindari diri dari perbuatan yang dapat menyebabkan batalnya puasa. Tidur satu ranjang dengan istri pada saat puasa sangat memungkinkan untuk melakukan hubungan suami istri. Oleh karena itu, seharusnya perbuatan itu dihindari agar tidak terjadi apa yang sudah terjadi kepada Pak Ismail. Apa yang sudah terjadi yaitu Pak Ismail melakukan hubungan suami istri di siang bulan Ramadlan namun dibatalkan puasanya dengan makan dahulu agar segar, menurut penulis, Pak Ismail itu berdosa dan segera bertobat

7 Muhyiddin al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, hal. 329

9

Page 10: Fiqih Ramadhan

namun cukup mengganti satu hari saja dari puasa yang batal itu dan tidak harus mengganti dua bulan dan juga tidak harus membayar kaffarat, sesuai hadits Abu Hurairah di atas, juga pendapat Imam Syafi’i dan Hambali. Wallahu a’lam bisshowab.

5. Waktu Mulai Diperbolehkan Bersetubuh Pada Bulan Ramadlan, dan Puasa dalam Keadaan Junub

Pertanyaan:Sebelum bulan Ramadhan ini saya baru saja menikah dan saya

tahu bahwa di siang bulan Ramadhan tidak boleh bersetubuh. Namun yang ingin saya tanyakan ustadz, sejak jam berapa boleh berhubungan dengan isteri dan apabila selesai berhubungan tetapi belum sempat mandi jinabah, ternyata waktu shubuh dudah tiba, apa batal puasa saya ustadz? Atas penjelasan ustadz saya haturkan terima kasih.

Nur TaufiqTengginah Sukolilo Bangkalan

Jawaban:Mas Nur Taufiq yang saya hormati, memang di antara yang

dapat membatalkan puasa adalah bersetubuh dengan isteri di siang bulan Ramadhan. Tetapi bukan berarti tidak ada kesempatan bagi suami istri untuk bersetubuh dengan istrinya, karena pada malam hari bulan Ramadhan, terhitung sejak tenggelamnya matahari (ghurub) pada awal waktu Maghrib sampai sebelum terbitnya fajar sebagai tanda masuknya awal waktu Shubuh diperbolehkan bagi pasangan suami istri untuk mengadakan hubungan intim (jima’). Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT, dalam surat al-Baqarah ayat: 187,“

=ح6ل? =م1 أ 3ك 3ة3 ل 1ل 3ي 6 ل 3ام ف3ث= الص�ي 6ل3ى الر? =م1 إ اء6ك 6س3 3اس� ه=ن? ن 6ب =م1 ل 3ك =م1 ل 1ت 3ن و3أ 3اس� 6ب ?ه=ن? ل ل

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka….”

Mas Nur Taufiq, jika mengadakan hubungan badan dengan istrinya di malam bulan Ramadhan dan belum sempat mandi jinabah sampai masuk awal waktu Shubuh, dalam Fiqh memang tidak membatalkan puasa tetapi makruh hukumnya. Dengan demikian sebaiknya mandi jinabah sebelum imsak, agar ketika masuk awal waktu Shubuh sudah dalam keadaan suci dari hadats besar dan puasanya tidak makruh.

10

Page 11: Fiqih Ramadhan

Mas Nur Taufiq yang dimuliakan Allah SWT, bagi orang yang junub, maka makruh baginya makan dan minum (sahur), tidur, masuk shubuh dalam keadaan junub dan beberapa ibadah lainnya. Agar tidak menjadi makruh puasanya, maka hendaknya berwudhu’ terlebih dahulu sebelum makan atau tidur walaupun di luar bulan Ramadhan.

Semoga amal ibadah Mas Nur Taufiq dan kita semua di bulan Ramadhan ini di kabulkan oleh Allah swt. Amiiin ya Robbal alamin.

6. Mimpi Basah di Siang Bulan Ramadhan

PertanyaanUstadz, saya tidur pada saat puasa di siang bulan Ramadlon,

tanpa disadari saya bermimpi indah sampai keluar mani. Apakah batal puasa saya?

SholehJl. Banyu Urip Wetan 5/23 Surabaya

JawabanMas Sholeh yang budiman, di antara yang membatalkan

puasa adalah jima’ (bersetubuh) dengan istri, baik itu keluar mani atau tidak, juga sengaja mengeluarkan mani, baik itu dengan cara masturbasi, bercumbu rayu dengan istri tanpa penghalang dan lainnya. Adapun keluar mani tidak sengaja karena menghayal, bercumbu rayu dengan istri menggunakan penghalang (berpakaian) dan bermimpi saat tidur itu tidak membatalkan puasa, karena tidak ada unsur kesengajaan dan di luar kemampuannya. Sebagai mana tersebut dalam kitab Hasyiatusyarqowi Alat Tahrir: 1/435: “ Walhasil bahwa mengeluarkan mani secara muthlak dan keluar mani dengan menyentuh tanpa penghalang, sekalipun tanpa syahwat di kala terjaga (tidak tidur), adalah membatalkan puasa. Lain halnya kalau keluar mani pada saat tidur (bermimpi), menghayal bersentuhan dengan ada penghalang, maka sesungguhnya tidak membatalkan puasa walaupun dengan syahwat8.”

Mas Sholeh, memang tidurnya seorang yang berpuasa itu ibadah, namun alangkah lebih baik dan lebih sempurna kalau puasa tidak hanya digunakan tidur, apalagi sebelum tidur menghayal yang tidak karuan, tetaapi diisi dengan amal sholeh, membaca Al- Qur’an dan lain sebagainya, tentu akan menambah nilai ibadah puasa sehingga mencapai derajatyang paling tinggi yaitu Khowasul khowas (super spesial). Semoga ibadak kita diterima Allah SWT. Amiin.

8 Hasyiyah syarqawi

11

Page 12: Fiqih Ramadhan

7. Bersetubuh di Siang Hari Ramadlan, Siapa Yang Membayar Kaffarah, Kedua- duanya atau Suami Saja, Boleh Memilih Kaffarah atau Tidak

Pertanyaan:

Ustadz, teman saya penganten baru terlanjur coitus (jima’) di siang bulan Ramadlan. Saya katakan, kamu harus bayar kaffarat dengan memerdekakan budak, puasa dua bulan bertutrut-turut atau memberi makan 60 fakir miskin. Namun ia bertanya, apa kaffarat itu boleh dipilih atau harus berurutan? Dan yang bayar kaffarat itu yang laki saja atau juga yang perempuan. Maaf ustadz saya tidak bisa menjawab, mohon penjelasan dari ustadz, terima kasih.

Moh Taufiq Tapak Siring Surabaya

Jawaban: Mas Moh Taufiq yang saya hormati, suatu ketika ada seorang

lelaki datang kepada Rasulullah saw seraya berkata: “ Celaka aku Rasul. “ Rasululllah bertanya, “ Apa yang mencelakaanmu?” Lelaki itu menjawab, “aku bersetubuh dengan isteriku di siang bulan Ramadlan.” Kemudian Rosulullah bersabda; “ Apa kamu punya untuk memerdekakan budak?” Lelaki itu menjawab, “ Tidak Rasul.” “ Apakah kamu bisa puasa dua bulan berturut-turut?” Lelaki itu juga menjawab, “ Tidak.” Rasulullah bertanya lagi, “ Apakah kamu bisa memberi makan 60 orang miskin?” Juga lelaki itu menjawab, “Tidak.” Kemudian Rosulullah duduk dan mengambil satu bejana yang berisi kurma, seraya bersabda, “ Bershadakahlah dengan ini !” Lelaki itu berkata, “ Apa ada yang lebih miskin dari saya? Tidak ada tetangga yang lebih buituh dari pada saya.” Rosulullah tersenyum sampai terlihat giginya kemudian bersabda, “ Pergilah dan berikan makan ini kepada keluargamu !” (H.R. Syaikhan) Tambahan dari Abu Daud, “ Makanlah kamu dan keluargamu ! Puasalah satu hari dan mohonlah ampun kepada Allah9.

Para Ulama’ fiqh sepakat bahwa tindakan orang yang membatalkan puasanya dengan cara jima’ di siang bulan Ramadlan harus membayar kaffarat tersebut, namun apakah harus berurutan atau boleh memilih? Ada dua pendapat. Pertama, menurut jumhur fuqoha’ wajib berurutan. Tidak boleh pindah ke memberi makan 60 fakir miskin kalau masih mampu puasa dua bulan dan begitulah sterusnya; Kedua, pendapat Imam Malik dan sebagian riwayat dari

9 al-Ima>m Abi> Abdillah Muhammad bin Isma>’i>l bin Ibra>him al-Mugi>rah bin Bazdarbah al- Bukha>ri al-Ju’fi, S}a>hi>h al- Bukha>ri, Lebanon, Da>rul Fikr, t.t., 664

12

Page 13: Fiqih Ramadhan

Imam Ahmad bahwa boleh memilih di antara memerdekakan budak, puasa dua bulan atau memberi makan 60 fakir miskin dan tidak harus berurutan.

Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Muwattha’ dan al-Syaikhan, dari Abu Hurairah bahwa ada seorang lelaki jimak di siang bulan Ramadlan kemudian Rasulullah menyuruhnya memerdekakan budak “atau” puasa dua bulan “atau” memberi makan 60 fakir miskin. Kata “atau” (aw) di sini menunjukkan untuk memilih (littakhyir) bukan berurutan (littartib) sebagaimana dalam kaffarat sumpah.

Menjawab pertanyaan, apakah yang wajib bayar kaffarat itu yang laki saja atau keduanya suami isteri? Jawabnya, juga ada dua pendapat ulama’ fiqh. Pertama, pendapat jumhur ulama’, bahwa jika dilakukan suka sama suka, maka keduanya yang laki dan perempuan sama-sama wajib bayar kaffarat. Tetapi kalau yang perempuan dipaksa, maka yang wajib hanya yang laki saja yang perempuan cukup mengqadla satu hari; Kedua, pendapat Imam al-Syafi’i, dan Imam Ahmad bahwa yang wajib membayar kaffarat hanya yang laki saja dan bagi perempuan hanya diwajibkan mengqadla’ satu hari saja walaupun dilakukan suka sama suka. Alasannya, ketika kejadian seorang lelaki mengadu kepada Rasulullah ia jimak di siang bulan Ramadlan, yang disuruh membayar kaffarat oleh Rasulullah hanya yang laki saja dan tidak menyuruh kepada yang perempuan pada hal Rasulullah mengetahuinya10.

Mas Moh Taufiq, nasehati temanmu yang penganten baru itu, agar berhati-hati jangan mendekati isterinya di siang Ramadlan agar tidak terjadi yang dilarang agama, kalau di waktu malam silakan, karena memang di bolehkan bagi orang yang berpuasa untuk berkumpul dengan isterinya di malam Ramadlan.

Semoga puasa kita diterima oleh Allah SWT. Amiin ya Mujibassailin.

8. Puasa Mutih

Pertanyaan Assalamualaikum ustadz. Saya Nia, biasanya puasa itu kan tidak makan dan minum

serta tidak melakukan yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Adakah dalam Islam yang mengajarkan puasa selain itu, seperti misalnya puasa mutih, puasa dalam hari tertentu tapi cuma tidak boleh makan nasi saja, namun makan selain itu boleh?

10 Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Siyam, Cet. II, (Kairo: Dar al-Sahwah, 1992), 65

13

Page 14: Fiqih Ramadhan

Beberapa hari yang lalu suami saya pergi ke suatu tempat yang katanya biasa buat ritual. Waktu itu memang bulan Suro (Muharram). Saya tanya, "Ngapain sih jauh2 ke sana, kalau memang ingin ikut muharam-an apa tidak sebaiknya dzikir di rumah atau masjid saja?" Apalagi sebelum berangkat dia puasa seperti itu. Jawabnya ingin ibadah, ingin mendekatkan diri pada Allah.

Jujur saya kurang sependapat & kurang ikhlas waktu suami saya berangkat & ujung-ujungnya berantem, karena saya tidak bisa menguasai & menenangkan hati. Akhirnya saya jadi istri yang gak nurut.

Mohon petunjuk & penjelasan hukum ritual seperti itu. Terima kasih.

Kurniawati, Sidoarjo.

Jawaban:Walaikumssalam wr wb

Ibu Kurniawati yang saya hormati. Pada prinsipnya defenisi puasa itu adalah; menahan diri dari hala hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai tenggelamnya mata hari yang disertai dengan niat. Diantara yang membatalkan puasa yaitu makan dan minum serta jimak atau senganja mengeluarkan sperma. Adapun batas makan minum itu memasukkan suatu benda ke dalam rongga tenggaorokan tampa melihat jenis makanyanya. hal ini sesuai firman Allah SWT surat al Baqarah ayat 187:

وا... =ل;;= =وا و3ك ب ر3 ?ى و3اش;;1 ?ن3 ح3ت 3ي 3ب 3ت =م= ي 3ك ط= ل ي;;1 1خ3 3ض= ال 1ي ط6 م6ن3 األب ي;;1 1خ3 الو3د6 1ف3ج1ر6 م6ن3 األس1 =م? ال 6م وا ث ت

3 3ام3 أ 6ل3ى الص�ي . إ 1ل6 ?ي ..الل

Artinya: “dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,…”

Ibu Kurniawati. Permasalahan perilaku ibadah suami anda perlu diperjelas dahulu, apa tujuannya? dari mana sumber ajarannya? Dan apa alasan serta dalilnya. Memang ada sebagian ritual tertentu yang menggunakan cara-cara pelarangan terhadap makanan tertentu yang disebut puasa mutih dan harus mengkonsentrasikan diri dalam tempat dan waktu tertentu.hal itu disebut dengan riyadlah. Ritual itu tidak dilarang sepanjang tidak sampai melanggar syariat dan tidak melalaikan kewajiban serta tujuanya dan tetap ikhlas karena Allah SWT. Maka dari itu perlu diperjelas dahulu ajaran ritual suami anda dan setelah jelas coba anda konsultasikan dengan orang yang ahlinya

14

Page 15: Fiqih Ramadhan

Ibu Kurniawati. Isteri punya hak untuk disertai suaminya dan juga mengingatkan suaminya kalau dianggap menyimpang, itu bukan berarti gak nurut. tapi juga isteri wajib ridla jika apa yang dikerjakan oleh suaminya tidak melanggar syariat dan sudah melaksanakan kewajiban kepada isteri. Silahkan komunikasikan dengan suami anda lebih jelas dan selesaikanlah dengan damai. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Amiin

15

Page 16: Fiqih Ramadhan

9. Qadha Puasa Ramadhan di Hari Senin Kamis, Boleh Atau Tidak?

PertanyaanAssalamu’alaikum Wr. Wb.

Ustadz Navis yang terhormat, saya ibu rumah tangga ingin menanyakan masalah qadha puasa Ramadhan. Sebagai seorang wanita yang diberi siklus haid tiap bulan, saya selalu mempunyai ‘utang puasa’ di bulan Ramadhan. Nah, saya terbiasa meng-qadha utang puasa Ramadhan itu pada hari Senin dan Kamis. Saya memilih dua hari yang dikenal untuk puasa sunnah Senin Kamis itu, karena alhamdulillah hari itu suami saya puasa sunnah Senin Kamis. Sebagai istri, saya senang ada yang menemani berpuasa meskipun puasanya berbeda. Serasa ringan gitu.

Tapi, tetangga saya bilang, nyaur puasa wajib (qadha) itu tidak boleh pas waktunya puasa sunnah Senin Kamis. “Kalau nyaur ya nyaur, harus di hari di luar Senin Kamis atau di luar waktu-waktu puasa sunnah,” katanya kepada saya, Ustadz. Saya tidak habis pikir, barang kali dia mengira saya berniat dua, puasa qadha Ramadhan dan puasa sunnah Senin Kamis. Padahal, saya niat puasa qadha saja, Ustadz.

Nah, bagaimana ini, Ustadz Navis? Saya mohon penjelasannya. Terima kasih.Wassalam,

Aliyah, Sidoarjo.-

Jawaban:Walakumussalam warahmatullah wabarkatuh.

Ibu Aliyah yang saya hormati. Alangkah bahagianya ibu bersama suami yang dapat mengerjakan ibdah bersama bukan hanya yanga wajib tapi juga yang sunnah bukan hanya dilandasai dunia tapi juga agama, semoga keluarga ibu menjadi keluraga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Memang bagi wanita yang punya hutang puasa di bulan ramadlan karena haidl itu wajib menggantinya diluar bulan Ramadlan. Hal ini berdasarkan hadits dari Siti ‘Aisyah yang menjawab pertanyaan sahabiyah tentang hal itu. Beliau berkata:

الصالة بقضاء نومر وال الصوم بقضاء نومر كنا

Artinya: “Kami diperintah (oleh Rasulullah) mengganti puasa dan tidak diperintah mengganti shalat”. Artinya bagi wanita yang tidak puasa di bulan ramadlan karena haidl maka

16

Page 17: Fiqih Ramadhan

wajib menggantinya tapi wanita yang tidak shalat karena haidl tidak wajib menggantinya karena masyaqqah”.

Sebenarnya boleh mengqadla puasa ramadlan pada hari apa saja sejak bulan syawal sampai bulan sya’ban termasuk pada hari senin dan kamis. Namun yang berbeda pendapat ulama, apakah kalau puasa senin kamis sekaligus niat qadla puasa itu sah bahkan bisa menggabungkan dua niat qadla dan sunnah dengan mendapat dua pahala?1) Menurut pendapat ualama syafiyyah seperti Ibnu Hajar, Ar

Ramli, Al Kurdi, Al Barizi dan sebagian lajnah fatwa Saudi Arabiyah bahwa bagi seorang yang sudah biasa puasa sunnah seperti senin kamis kemudian pada hari itu diniatkan puasa qadla’, maka tetap mendapatkan pahala puasa sunnah sekaligus gugur hutang puasanya. Alhamdulillah. Tidak ada salahnya berpuasa pada hari Senin-Kamis untuk mengqadha' puasa Ramadhan yang tertinggal, dengan syarat puasa dilakukan dengan niat mengqadha puasa. Mudah-mudahan anda mendapat dua ganjaran sekaligus, ganjaran melakukan Qadha' dan ganjaran melakukan puasa sunat, dan fadhilat yang Allah berikan itu luas. Walaupun jika anda hanya mendapat ganjaran mengqadha' puasa, adalah utama, kerana mengqadha' puasa adalah lebih berhak dari melakukan puasa sunat. Akan tetapi jika kamu berniat melakukan puasa sunat dan tidak berniat melakukan qadha', maka kamu masih belum memenuhi tuntutan kefarduan. Maka masih wajib melakukan qadha' puasa Ramadhan. Wa Allahu 'alam dan selawat dan salam kepada Nabi Muhammad saw dan keluarganya11." -[Fataawa al-Lajnah al-Daa’imah, 10/383].[I’anah Tahalibin.2/252. Fath al wahhab.1/206. Bughyah al mustarsydin. 113. Fataawa al-Lajnah al-Daa’imah, 10/383].

2) Pendapat Syekh bin Baz mufti Saudi Arabia: “Tidak boleh melakukan puasa sunnah dengan dua niat sekaligus yaitu dengan niat qodho’ puasa dan niat puasa sunnah”.

Ibu Aliyah yang saya muliakan. Jadi, boleh saja dan tidak dilarang menggqadla puasa pada hari senen dan kamis atau di hari lain, namun hendaknya tetap niat qadla’ puasa ramadlan bahkan menurut sebagian pendapat ulama jika sudah biasa puasa sunnah senin kamis akan mendapatkan dua pahala yaitu pahala qadla dan pahala sunnah. Wallahu a’lam bisshawab

11 Ianat al-Talibin.

17

Page 18: Fiqih Ramadhan

10. Menggabungkan Niat Mengqodlo’ Puasa Ramadlan dengan Puasa Sunah

Pertanyaan:Dua tahun terakhir ini saya masih ingat kalau saya memiliki hutang puasa Ramadan. Karena faktor psikologi saya yang tidak stabil, akhirnya saya membiarkan waktu saya beberapa hari tidak puasa. Itu terjadi Ramadan selama dua tahun terakhir. Saya ingin mengqadlanya. Bagaimana cara dan niatnya? Dapatkah niat mengqadla Ramadan juga dipakai niat sekaligus untuk puasa lainnya?

Siti MaghfirahKebondalem, Nganjuk

18

Page 19: Fiqih Ramadhan

Jawaban:Mbak Siti Maghfirah yang saya hormati, puasa adalah rukun

islam yang ketiga yang diwajibkan kepada umat Muhammad sebagaimana juga diwajibkan kepada umat sebelumnya. Esensinya sama walaupun waktu dan tata caranya berbeda. Untuk umat Muhammad diwajibkan puasa pada bulan Ramadlon sebulan penuh, meninggalkan makan, minum, jimak dan hal-hal lain yang membatalkan puasa dimulai sejak terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari yang dibarengi niat.

Jika tidak dapat melakukan puasa di bulan Ramadlon karena sakit, bepergian atau karena sebab lain termasuk karena faktor psikologi, maka wajib diganti di waktu yang lain. Allah SWT, berfirman:

3ان3 ف3م3ن1... =م1 ك 1ك و1 م3ر6يضا م6ن3 ف3رz ع3ل3ى أ z م6ن1 ف3ع6د?ة� س3 ?ام 3ي . أ =خ3ر3 ..أ

Artinya: “… Maka barangsiapa diantara kamu sekalian sakit atau bepergian, maka diganti dihari yang lain…” (Q.S. al- Baqarah:184).

Sayidatina ‘Aisyah berkata setelah konfirmasi dengan Rasulullah tentang shalat dan puasa yang biasa ditinggalkan oleh wanita yang sedang menstruasi (haid),

الصالة بقضاء نومر وال الصوم بقضاء نومر كنا “Kami diperintah (oleh Rasulullah) untuk mengganti puasa dan tidak diperintah mengganti shalat.”

Mbak Maghfiroh yang saya hormati, puasa yang Anda tinggalkan itu baik karena ada alasan syar’i seperti sakit, bepergian, haid, atau alasan non syar’i seperti karena malas, psikologi tetap harus diqodlo’. Caranya, ya puasa di hari-hari yang tidak dilarang sepanjang tahun. Syarat rukunnya sama cuma yang berbeda niatnya. Yang seharusnya niat ‘aada’ diganti ‘qodlo’. Contohnya: “ Nawaitu shouma ghodin an qodlo’i fardlissyahri romadlona lillahi ta’ala.” (niat aku puasa besok untuk meng qodlo’ puasa dibulan romadlon lalu karena Allah ta’la). Niat qodlo’ ya hanya untuk qodlo’ tidak boleh untuk yang lain. Namun ada sebagian pendapat ulama’, kalau dia terbiasa puasa sunnah di hari itu kemudian digunakan puasa qodlo’ maka dia mendapat nilai pahala puasa sunnah itu walaupun tidak diniatkan kerena keistiqomahannya. Sedangkan niat puasa hanya untuk satu amalan tidak boleh untuk dua amalan sekaligus. Wallahu a’lam bisshowab.

19

Page 20: Fiqih Ramadhan

11. Lailatul Qadar untuk Orang Tertentu atau Umum

Pertayaan Ustadz, saya banyak mendengar tentang keutamaan Lailatul

Qodar bahwa nilainya lebih baik dari seribu bulan. Namun yang menjadi pertayaan saya, Ustadz apa Lailatul Qodar itu turun khusus untuk orang tertentu dan hanya untuk orang yang mengetahui tanda – tandanya saja? Atau juga bagi orang umum yang tidak merasa tanda – tanda Lailatul Qodar tetapi dia melakukan ibadah malam itu juga mendapat nilai seribu bulan? Atas jawaban Ustadz saya haturkan terima kasih. Jawaban:

Mbak Anis Syifa’ yang saya hormati, Lailatul Qodar artinya malam kemuliaan yang nilainya lebih baik dari seribu bulan dan hanya ada di bulan Ramadlon saja tidak ada di bulan lain sebagai tambahan nilai barokah bagi orang yang beribadah di bulan suci Ramadlon.

Waktu turunnya Lailatul Qodar yang pasti di bulan Ramadlan setiap tahun. Pada malam ke berapa? Ini yang banyak riwayat hadits dari Rasululloh. Al-Hafidz Ibnu Hajar menghitungnya ada 46 hadits. Mungkin di malam pertama atau kedua dan seterusnya yang jelas di antara malam bulan Ramadlon itu, namun dari beberapa riwayat itu yang paling banyak dijadikan pegangan oleh para ulama’ yaitu sepuluh terakhir di bulan Ramadlan sesuai dengan sabda Rasulullah,

األواخر العشر في التمسوهاArtinya: “Carilah Lailatul Qodar itu pada sepuluh terakhir di bulan

Ramadlan.” (H.R. Muttafaq alaih)

Apakah Lailatul Qodar itu hanya untuk orang tertentu atau umum untuk semua muslim? Ada dua pendapat ulama’: 1) Sekelompok Ulama’ berpendapat bahwa Lailatul Qodar itu turun

khusus hanya bagi orang tertentu yang tampak baginya tanda Lailatul Qodar secara nyata atau melalui mimpi, dan tidak mendapatkannya orang yang tidak menghetahui tanda-tandanya pada saat turun. Pendapat ini didasarkan pada penafsiran hadits ‘Aisyah: Bagaimana Rasulullah jika aku bertepatan (waafaqtu) dengan Lailatul Qodar apa yang aku baca? Maka Rasulullah menjawab:

عنا فاعف العفو تحب كريم عفو انك اللهم “ Bacalah ! ‘ Yaa Allah sesungguhnya Engkau Maha Pengampun senang mengampuni maka ampunilah aku. ” (H.R. Muslim) Kata “waafaqtu” ditafsiri oleh ulama dengan

20

Page 21: Fiqih Ramadhan

menemukan dan mengetahui Lailatul Qodar secara nyata dan ini syarat untuk mendapatkan pahala khusus itu.

2) Sebagian Ulama yang lain berpendapat bahwa Lailatul Qodar itu umum untuk setiap orang yang melakukan ibadah malam itu walaupun tidak mengetahui dan tidak ada tanda-tanda tetap mendapat nilai keutamaan Lailatul Qodar. Karena kata” waafaqtu” tidak berarti harus mengetahi tanda-tandanya baik melihat atau mendengar langsung atau tidak langsung.

Al-Imam al-Thobary menjelaskan, “ Ucapan sebagian ulama’

yang mensyaratkan seseorang harus mengetahui tanda Lailatul Qodar itulah yang menyebabkan sebagian besar kaum muslimin mengira bahwa Lailatul Qodar itu seberkas cahaya yang hanya dapat terbuka kepada sebagian orang yang beruntung dan tidak kepada yang lainnya, dengan demikian orang bilang, Wah … si Fulan mendapatkan Lailatul Qodar. Padahal semua itu tidak ada dalil yang pasti dalam syari’at.12”(DR. Yusuf al-Qordlowi, Fiqh al-Shiyam: 115)

Mbak Anis Syifa’ yang dimuliakan Allah SWT, Lailatul Qodar itu adalah sebuah malam yang penuh dengan fadlilah dan tidak berbentuk suatu benda apa pun dan umum bagi setiap orang yang mencarinya dan mengharapkan keutamaannya, setiap orang yang beribadah dalam bentuk apa pun baik itu shalat, membaca Al-Qur’an, berdzikir, bershodaqoh, berdo’a, beri’tikaf dan semua amalan shaleh baik dia merasa atau tidak jika yang dilakukan itu bertepatan dengan Lailatul Qodar, maka akan dapat nilai pahala seribu bulan atau 83 tahun. Atau dengan kata lain, Jika seseorang sebulan penuh shalat tarawih dan tadarrus Al-Qur’an atau amal yang lain secara istiqomah pasti di antara yang dilakukan itu akan bertepatan dengan Lailatul Qodar. Walluhu a’lam bisshowab.

12. Hukum dan Keutamaan Puasa Syawal, Puasa Tidak Berurutan

Pertanyaan: Ustadz, saya dengar setelah puasa Ramadlan ada puasa di bulan Syawal, yang menjadi pertanyaan saya ustadz, apa keutamaan puasa syawal? Dan apa harus langsung setelah lebaran secara berurutan atau boleh di pisah-pisah? Atas jawaban ustadz saya haturkan terima kasih.

Ibu Andin Waru Sidoarjo

12 Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Siyam, Cet. II, (Kairo: Dar al-Sahwah, 1992), 71

21

Page 22: Fiqih Ramadhan

Jawaban: Ibu Andin yang saya hormati, orang yang melaksanakan

puasa di bulan Ramadlan kemudian mengikutinya dengan puasa sunah enam hari di bulan Syawal, maka nilai pahalanya sama juga puasa satu tahun. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ayyub al-Anshori bahwa Rasulullah SAW bersabda:

الدهر صام فكأنما شوال من ستا وأتبعه رمضان صام من “ Barangsiapa berpuasa Ramadlan kemudian mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka seakan-akan dia puasa setahaun”. (H.R. Muslim)

Itulah keutamaan puasa 6 hari di bulan Syawal setelah puasa Ramadlan 30 hari sama dengan puasa satu tahun. Dengan asumsi, 1tahun = 360 hari. 1 bulan Ramadlan + 6 Syawal = 36 hari X 10 = 360 hari (karena setiap 1 kebajikan dilipatgandakan menjadi 10 X)

Ibu Andin, adapun pelaksanaan puasa Syawal apakah harus berurutan dan langsung setelah Idul Fitri? Ada beberapa pendapat Ulama’: 1. Imam Ahmad bin Hanbal: Puasa syawal boleh dilaksanakan

berurutan dan langsung setelah lebaran (tanggal 2 Syawal) atau secara terpisah-pisah dan tidak langsung, asal masih dalam lingkup bulan Syawal. Keduanya sama tidak ada yang lebih utama antar keduanya.

2. Imam Hanafi dan Syafi’i: Yang lebih utama dilaksanakan secara langsung setelah Idul Fitri dan berurutan (2 -7 Syawal) sehingga ada istilah lebaran ketupat pada tanggal 8 Syawal itu merupakan lebaran bagi orang yang puasa Syawal. Namun boleh di kerjakan secara terpisah dan tidak langsung

3. Imam Malik: Puasa Syawal itu makruh dilaksanakan, karena khawatir orang awam mengira bahwa puasa Syawal itu termasuk bagian dari puasa Ramadlan13.

Ibu Andin yang dimuliakan Allah SWT, kesimpulannya, puasa Syawal itu sunnah dan keutamaanya kalau dijumlah dengan puasa Ramadlan sama dengan puasa setahun. Pelaksanaanya boleh langsung dan berurutan juga boleh tidak asal masih dalam bulan Syawal. Wallahu a’lam bisshowab.

13. Mengakhirkan Puasa Syawal

Pertanyaan

13 Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Siyam, Cet. II, (Kairo: Dar al-Sahwah, 1992), 119

22

Page 23: Fiqih Ramadhan

Ustadz, saya mendengar tentang puasa Syawal, apa keutamaannya? Dan apakah masih bisa dilaksanakan di akhir bulan karena kesibukan ujung – ujung sehingga sempat pada awal bulan?

Fina Jl. Fatimura 24 Probolinggo

Jawaban

Ibu Fina yang dimuliakan Allah SWT, di bulan Syawal ini ada ibadah puasa enam hari yang juga sunah dikerjakan sebagai kelanjutan dari puasa kita di bulan Ramadlan. Keutamaan puasa Syawal jika digabungkan dengan puasa Ramadlan nilai pahalanya sama dengan puasa setahun. Dengan perhitungan setiap amal baik dilipat gandakan 10 kali “ Al hasanatu bi’asyri amtsalihaa “ (30 X 10 = 300. 6 X 10 = 60. 300 + 60 = 360 hari dalam setahun). Ibu Fina yang saya hormati, Rasulullah SAW bersabda, “ Barangsiapa yang puasa Ramadlon dan meneruskan puasa enam hari di bulan Syawal, maka seperti puasa setahun. “ (H.R. Muslim) Imam al- Nawawi menjelaskan: Hadits tersebut sebagai dalil yang jelas bahwa puasa enam hari di bulan Syawal itu hukumnya sunah. Menurut Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Daud dan lainnya. Tetapi makruh menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Maliki. (dalam kitab al Muwattho’ dijelaskan bahwa tidak pernah ada ahli ilmu yang mengamalkan dan khawatir dianggap wajib, maka hukumnya puasa Syawal itu makruh). Menurut Imam Syafi’i, hadits itu shorih dan tidak diragukan lagi, jadi tidak bisa digugurkan hanya karena sebagian orang tidak mengerjakan. Adapun khawatir dianggap wajib itu dapat ditiadakan dengan hukum puasa ‘ ‘Asyura dan ‘Arafah’ yang hukumnya sunah. Imam Syafi’i menambahkan bahwa sahabat kita berkata yang afdlol puasa Syawal itu dikerjakan berturut – turut segera setelah ‘Idul Fitri (dari tanggal 2 – 7 Syawal). Namun jika dikerjakan terpisah – pisah dan diakhirkan sampai akhir bulan asal masih di bulan Syawal, maka tetap mendapatkan fadlilah (keutamaan) puasa Syawal yang nilainya sama dengan puasa setahun “ (Syarh al-Nawawi ala Shohih Muslim: 8/56).

Ibu Fina, kalau anda masih ingin mendapatkan keutamaan seperti puasa setahun, maka anda sekarang masih bisa melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal ini walaupun tidak berurutan dan sudah di akhir bulan asal masih di dalam bulan Syawal. Semoga Allah SWT menerima amal kita selama bulan Ramadlan yang lalu dan menjadikan kita golongan muttaqiin. Juga semoga Allah memberi kekuatan kepda kita untuk meneruskan amal baik kita di bulan – bulan berikutnya. Amiin

23

Page 24: Fiqih Ramadhan

14. Manfaat Puasa bagi Pendidikan

PertanyaanUstadz, banyak saya mendengarkan tentang manfaat puasa

baik itu secara dzohir atau batin. Nah, sekarang saya ingin penjelasan dari ustadz, apa manfaat puasa terhadap pendidikan?

N. Azizah Jl. Sismangraja 123 Sidoarjo

JawabanUkhti N. Azizah yang baik hati, pendidikan intinya adalah

sebuah proses sistematis terencana dari bermacam – macam input atau untuk menghasilkan sebuah out put yang diharapkan. Pendidikan manusia dengan segala karakternya adalah sebuah proses untuk menjadi insan kamil sesuai apa yang digariskan oleh Allah SWT. Manusia akan mencapai derajat yang tinggi dengan ketaatan kepada Allah tetapi sebaliknya akan mencapai titik terendah dengan ingkar kepada Allah SWT. Allah berfirman,

3ق3د1 3ا ل 3ق1ن ل ان3 خ3 1س3 6ن 3ح1س3ن6 ف6ي اإل1 z أ 3ق1و6يم =م? )4( ت 3اه= ث د3د1ن ف3ل3 ر3 3س1 6ين3 أ اف6ل ( س35(

“Sesungguhya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik – baiknya kemudian kami kembalikan dia ke ketempat serendah – rendahnya. (Q.S. al-Tiin 4 – 5).

Puasa adalah salah satu terapi ruhiyah, aqliyah dan jasmaniyah untuk mencapai derajat ketakwaan yang paripurna

ا  ه;;3 ي3 3اأ ذ6ين3 ي وا ال;;? 6ب3 ء3ام3ن;;= =ت =م= ك 1ك 3ي 3ام= ع3ل ي ا الص;;� 3م;;3 6ب3 ك =ت ذ6ين3 ع3ل3ى ك م6ن1 ال;;?

=م1 6ك 1ل =م1 ق3ب ?ك 3ع3ل ( ل ?ق=ون3 3ت )183ت

“wahai orang – orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa sebagaimana diwajibakan kepada orang – orang sebelum kamu sekalian agar kamu sekalian menjadi orang – orang yang bertakwa. “ (Q.S. al-Baqarah: 183)

Pendidikan manusia mencakup tiga unsur rohani, aqli dan jasmani. 1. Pendidikan rohani adalah sebuah upaya untuk melatih dan

mengarahkan rohani menjadi terbebas dari segala macam dorongan An Nafs Al Amarah Bissuu’ (nafsu yang mendorong berbuat jahat), al-Nafs Allawwamah (nafsu yang suka mencela) untuk menggapai al nafs al Mutthmainnah (nafsu yang tenang).

Puasa dengan pengertian imsak (menahan diri) dapat mengendalikan diri dari hal – hal yang membatalkan puasa dan

24

Page 25: Fiqih Ramadhan

pahala puasa yang pada akhirnya dapat mengendalikan segala bentuk dorongan nafsu. Karena puasa kurang berarti kalau hanya meninggalkan makan dan minum sementara perbuatan maksiat masih terus dilakukan. Rasulullah bersabda,

والعطاس الجوع إال صيامه من له ليس صائم من كم

“Betapa banyak orang berpuasa tidak mendapatkan nilai pahala yang sempurna kecuali lapar dan haus.“ (H.R. Bukhori)

2. Pendidikan “ aqli.“ Akal manusia akan tercemari oleh pengaruh nafsu jahat kalau tidak disterilkan dari pengaruh pemikiran manusia yang inkar kepada Allah dan tidak mengikuti petunjuk Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda,

من ازداد علما ولم يزدد هدى من الله إال بعدا

“Barang siapa yang bertambah ilmu tetapi tidah tambah hidayah, maka dia makin jauh dari Allah SWT. “ (H.R. Muslim)

3. Pendidikan “jasmani“. Puasa selain memang sebagai upaya pengabdian kepada Allah SWT juga bermanfaat meningkatkan kesehatan tubuh. Rasulullah bersabda,

تصحوا صوموا“Puasalah … ! engkau akan sehat.“ Sehat disini adalah sehat jasmani dan rohani.

Ukhti Azizah yang saya hormati, bulan Ramadlan adalah bulan pelatihan untuk mendidik diri kita, baik itu pendidikan rohani, aqli dan jasmani, agar semua itu tunduk terhadap perintah Allah sehingga dapat mencapai target muttaqiin, itulah pengaruh puasa terhadap pendidikan manusia. Sehingga kita dapat mengamalkannya dan dapat mengambil hikmahnya. Amiin.

25

Page 26: Fiqih Ramadhan

15. Mengqadha’ puasa orang lain yang telah meninggal dunia

Pertanyaan:Pak ustadz, sekitar satu tahun yang lalu, orang tua saya

(bapak dan ibu) meninggal dunia akibat serangan jantung. Dan meninggalnya orang tua saya bertepatan dengan bulan Syawwal. Karena sakitnya semenjak awal bulan Ramadhan, maka dapat dipastikan bahwa orang tua saya tidak berpuasa selama bulan Ramdhan tersebut. Saya sebagai anaknya, tentu saya ingin mengqadha’ tanggungan orang tua saya. Bolehkah saya mengqadha’ puasanya orang tua saya pak Ustadz ?

Ahmad Mojokerto

Jawaban: Mas Ahmad yang dimulyakan oleh Allah SWT, bersuykurlah

anda karena anda termasuk orang yang ingin selalu berbakti kepada orang tuanya, semoga amal dan niat baik anda diterima disisiNya, amin.

Mas Ahmad yang dimulyakan oleh Allah, jumhur fuqaha’ telah sepakat bahwa status hokum bulan Ramadhan adalah wajib bagi seluruh kaum muslimin kecuali orang-orang tertentu yang memang ada udzur syar’i (alasan yang dibenarkan oleh syari’at). Kaitannya dengan permasalahan ini, terdapat dua kemungkinan14, yaitu: 1. Ada kalanya orang yang meninggal tersebut tidak berpuasa

mulai awal hingga akhir bulan Ramadhan, dan tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha’nya karena rasa sakit yang dialaminya. Dalam kasus ini, maka ahli warisnya tidak memiliki kewajiban untuk mengqadha’nya.

2. Ada kalanya orang yang meninggal tersebut tidak berpuasa mulai awal hingga akhir bulan Ramadhan, dan dia memiliki waktu yang cukup untuk mengqadha’nya tetapi dia tidak menggunakannya, maka ahli warisnya wajib mengqadha’nya. Dan apabila ahli warisnya tidak berkenan untuk mengqadha’nya, maka dosanya akan menjadi tanggungan pihak orang tua yang meninggal dunia.

Berdasarkan dua ketentuan diatas, apa yang terjadi pada orang tua anda (karena sakit) termasuk udzur syar’i yang dibenarkan oleh syariat Islam sehingga tidaklah berdosa baginya untuk tidak berpuasa. Akan tetapi, Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin memberikan kesempatan bagi ahli warisnya (termasuk anak) untuk berbuat baik kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia dan memiliki tanggungan hutang puasa dengan memilih salah satu diantara dua cara berikut ini: 1. Mengqadha’nya. Hal ini dipertegas oleh Hadits Nabi SAW:

14 Yusul al-Qardhawi, Fiqh Siyam, Cet. I, (Kairo: Dar al-Sahwah, 1991), hal 64-65

26

Page 27: Fiqih Ramadhan

�ي6ب?الن ى3ل6إ �ل=ج;;3ر 3اء3: ج;; 3ال3ق;; =ه1ن;;3ع =الل;;ه 3ي6ض;;3ر zاس?ب;;3ع 6ن1اب 6ن3ع 1ت3ات3م;; 1ي�م=أ ?ن6إ 6الل;;ه 3ل1و=س;;3ر ا3ي;; 3ال3ق;;3ف وس;;لم علي;;ه الله صلى

 ق3ح3أ 6الله =ن1ي3د3ف 1م3ع3: ن3ال3ق ؟ ا3ه1ن3ع 6ه1ي6ض1ق3أ ا3م3أ zر1ه3ش =م1و3ص ا3ه1ي3ل3ع3و البخاري) (رواه 15ى3ض1ق=ي 1ن3أ

Artinya: “ Dari Ibn Abbas r.a. dia berkata, ada seorang laki-laki dating menemui Rasul SAW seraya berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia tetapi dia memiliki tanggungan hutang puasa, bolehkan saya mengqadha’nya? Rasul SAW menjawab: ia, hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar” (HR. al-Bukhari)

2. Dengan cara memberikan makan kepada fakir miskin sebanyak satu mud (7 ons) dalam setiap harinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya. Misalnya, orang tua yang telah meninggal tersebut tidak berpuasa sebanyak dua puluh hari, maka kewajiban membayarnya adalah dua puluh mud (7 ons dikalikan 20 hari). Adapun harta yang digunakan untuk memberikan makan kepada fakir miskin boleh diambilkan dari harta peninggalan al-marhum dengan syarat ada pesan atau wasiat dari al-marhum.

16. Apakah orang yang berpuasa dan muntah di siang bulan Ramadhan dapat membatalkan Puasa?

Pertanyaan:Ustadz yang saya hormati, saya termasuk orang yang sering

kali melakukan perjalanan karena keperluan bisnis. Akan tetapi, sering kali saya muntah di tengah jalan ustadz. Apakah sebaiknya saya berhenti sementara untuk tidak bekerja dengan resiko anak dan istri saya tidak dinafkahi, ataukah tetap melanjutkan profesi saya walaupun harus muntah-muntah di tengah jalan? Atas jawabnnya saya ucapkan terima kasih.

Agus Mojowarno Jombang

Jawaban: Mas Agus yang dirahmati Allah, bersyukurlah karena anda

termasuk orang yang selalu bertanggung jawab kepada keluarga. Semoga usaha anda mendapatkan ridho dari Allah SWT, Amin.

Berkenaan dengan apa yang terjadi pada pak Agus, terdapat beberapa hadits Nabi yang membicarakan masalah orang yang

15 al-Ima>m Abi> Abdillah Muhammad bin Isma>’i>l bin Ibra>him al-Mugi>rah bin Bazdarbah al- Bukha>ri al-Ju’fi, S}a>hi>h al- Bukha>ri, Jilid III, Lebanon, Da>rul Fikr, t.t., 735

27

Page 28: Fiqih Ramadhan

muntah di siang bulan Ramadhan baik karena menjalankan profesinya maupun karena alasan-alasan lainnya. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Sebagian Ulama’ berpendapat bahwa muntah di siang bulan

Ramadhan dapat membatalkan puasa. Hal ini sebagaimana yang dialami Rasul SAW sendiri yang kemudian diriwayatkan oleh Abu Darda’:

3ن? و1ل3 أ س= 1ه6 الله= ص3ل?ى الله6 ر3 3ي ?م3 ع3ل ل 3ف1ط3ر3 ق3اء3 و3س3 16ف3أ

Artinya: “Sesungguhnya Rasul SAW muntah dan beliau berbuka”

2. Sebagian Ulama’ Fiqh yang lain menyatakan bahwa orang yang muntah di siang bulan Ramdhan tersenut tidak membatlkan puasanya. Hal ini juga berdasarkan pada hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

ع3ه= م3ن1 1ئ= ذ3ر3 1ق3ي 6م� و3ه=و3 ال 1ه6 ق3ض3اء3 ف3ال3 ص3ائ 3ي 3ق3اء3 و3م3ن1 ع3ل ت 3ق1ض6 اس1 1ي 17ف3ل

Artinya: “Barang siapa yang tidak sengaja muntah, maka tidak wajib mengqadha’nya, dan barang siapa yang sengaja untuk muntah,maka hendaknya mengqadha’nya”.

Dari dua hadits tersebut nampaknya kontradiktif, artinya dapat menghasilkan kesimpulan hokum yang berbeda. Di satu sisi Rasul membatalkan puasanya karena muntah, di sisi yang lain terdapat hadits lain yang menyatakan bahwa muntah tidak dapat membatalkan puasa. Oleh karena itu, perlu adanya tarjih (penguatan terhadap salah satu pendapat) baik melalui penelitian terhadap sanad hadits, mapupun hal-hal lain yang sekiranya tidak menimbulkan kesimpulan hukum yang berbeda. Berdasarkan penelitian al-Tahawi yang dikutip oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi bahwa hadits yang menjelaskan tentang Rasul SAW ketika muntah di siang bulan Ramdhan dan kemudian berbuka, bukanlah disebabkan karena muntahnya melainkan karena Rasul SAW mengalami sakit yang jika melanjutkan puasanya akan menjadikan madarrah (bahaya) bagi dirinya18. Dengan demikian, maka kandungan kedua hadits tersebut tidaklah bertentangan dan menurut qaul mu’tamad (pendapat yang kuat) bahwa muntah di siang bulan Ramadhan tidak membatlkan puasa.

17. Istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung dengan cara memasukkan air ke dalam hidung) dalam tinjauan hukum Islam

16 Abi> I<sa> Muhammad bin I<sa> bin Saurah, Sunan al-Turmuz}i, Juz III, Leiden, Da>r Ihya>’al-Kutub al- Arabiyah 1958, 67217 Ibid, 67318 Yusul al-Qardhawi, Fiqh Siyam, Cet. I, (Kairo: Dar al-Sahwah, 1991), hal 77

28

Page 29: Fiqih Ramadhan

Pertanyaan:Ustadz yang saya mulyakan, diantara salah satu yang

disunnahkan ketika berwudhu’ adalah istinsyaq ( menghirup air ke dalam hidung). Akan tetapi, ada yang ingin saya tanyakan kepada Ustadz, apakah istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) tersebut masih di sunnahkan ketika dilakukan pada siang Ramadhan ?

Siti Aminah Dari Jl. Veteran Surabaya

29

Page 30: Fiqih Ramadhan

Jawaban: Ukhti Siti Aminah yang saya hormati, memang benar apa

yang disampaikan oleh anda bahwa istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) merupakan salah satu sunnah wudhu’. Hal ini sebagaimana tercantum dalam beberapa kitab-kitab fiqh. Akan tetapi, berbeda halnya ketika istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) tersebut dilakukan pada siang bulan Ramadhan. Hal ini dikarenakan akan adanya kekhawatiran atau kemungkinan masuknya air ke dalam hidung yang justru akan membatalkan puasanya. Sedangkan dalam tinjauan fiqh, masuknya sesuatu ke dalam salah satu lubang yang tujuh (termasuk hidung) dapat membatalkan puasa. Maka dengan demikian, Penulis berpendapat bahwa istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) di siang bulan Ramdhan sebaiknya tidak dilakukan mengingat akan kemungkinan terjadinya sesuatu yang dapat membatalkan puasanya. Hal ini berdasarkan kaidah Usuliyyah yang berbunyi:

ء= د6 د3ر1 1م3ف3اس6 6ح6 ج3ل1ب6 ع3ل3ى م=ق3د?م� ال 1م3ص3ال ال 19

Artinya: “Menolak bahaya lebih didahulukan dari pada berbuat sesuatu yang dapat mendatangkan kemaslahatan”.

Berdasarkan pada kaidah Usuliyyah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa istinsyaq (menghirup air ke hidung) lebih baik tidak dilakukan di siang bulan Ramadhan. Istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) memang hukumnya sunnah, tetapi menghindari adanya penyebab yang dapat membatlkan puasa yaitu kemungkinan masuknya air ke dalam hidung lebih didahulukan. Disamping itu, sebaiknya istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) tersebut sebaiknya dilakukan pada malam harinya sebelum masuk awal waktu shubuh.

18. Penggunaan Alat Suntik Dapat Membatalkan Puasa

Pertanyaan:Pak Ustadz yang saya hormati, saya sering kali mengalami

sakit kepala pada bulan Ramadhan, khususnya di pagi hari setelah bangun tidur. Untuk dapat melanjutkan puasa saya pak Ustadz, saya sering kali pergi ke rumah sakit untuk berobat. Dan tidak jarang kemudian, untuk keperluan pengobatan tersebut saya disuntik oleh dokter. Bagaimana tinjauan hukum Islamnya ?

Nurul Islam Burneh Bangkalan

19 Abi> al-Faid Muhammad Ya>sin I<sa> al-Fa>da>ni> al-Makki>, al-Fawa>id al-Janiyyah, Juz I,Lebanon, Da>r al-Fikr Cetakan I, 1997, 324

30

Page 31: Fiqih Ramadhan

Jawaban: Mbak Nurul Islam yang saya hormati, ada beberapa motif

yang dilakukan oleh beberapa orang yang menggunakan alat suntik di bulan Ramadhan. Adakalanya penggunaan alat suntik tersebut karena untuk pengobatan, dan adakalanya pula karena untuk menjadikan badannya lebih sehat dan kuat, dan tidak jarang pula untuk keperluan mengenyangkan perutnya.

Terkait dengan penggunaan alat suntik tersebut, Dr. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa penggunaan alat suntik tersebut tidak membatalkan puasa apabila moifnya hanya untuk pengobatan dan untuk menguatkan tubuhnya. Berbeda halnya dengan penggunaan alat suntik yang motifnya untuk mengenyangkan dan dimasukkan melalui urat nadi, para fuqaha’ berselisih pendapat. Pertama, Sebagian pendapat fuqaha’ menyatakan tidak membatalkan puasa. Hal ini dikarenakan masuknya sesuatu tersebut bukan dari rongga mulut yang merupakan tempat masuknya makanan pada umumnya. Kedua, sebagian fuqaha’ yang lain menyatakan bahwa penggunaan alat suntik tersebut dapat membatalkan puasa. Adapun dasar yang dijadikan acuan dalam penentuan hukumnya adalah dengan menggunakan qiyas (analogi). Hal ini mengingat adanya unsur kesamaan illah dengan makan pada umumnya, yaitu keduanya sama-sama mengenyangkan walaupun dari lubang yang berbeda20.

19. Mencuim Istri Di Siang Bulan Ramadhan

Pertanyaan:Pak Ustadz, saya adalah seorang anak muda yang baru saja

menikah dengan seorang gadis yang sangat saya cintai, tepatnya pada tanggal 24 Sya’ban 1432 H. Oleh karenanya pak Ustadz, sering kali saya ingin meluapkan rasa cinta saya kepada istri dengan cara mencium walaupun di siang bulan Ramadhan. Hal ini dikarenakan dekatnya tenggang waktu pernikahan saya dengan bulan suci Ramadhan yang mengakibatkan tidak puasnya saya untuk bercumbu rayu dengan istri dalam tenggang waktu yang sangat dekat. Bagaimana tinjauan fiqh terhadap permasalahan ini pak ustadz ?

Ramdhan Tulangan Sidoarjo

Jawaban:

20 Fiqh Siyam, Yusuf al-Qardhawi, 85-86

31

Page 32: Fiqih Ramadhan

Pak Ramdhan yang dimulyakan oleh Allah, terlebih dahulu saya mengucapkan “Barakallah Fika” (semoga Allah memberkahi pernikahan anda) dan semoga pula anda dapat membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, amin.

Pak Ramdhan yang dimulyakan Allah, pada dasarnya, mencium istri di siang bulan Ramadhan tidak termasuk hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Berbeda halnya ketika selesai mencium dilanjutkan dengan jima’ (bersetubuh) karena jima’ termasuk salah satu yang dapat membatalkan puasa. Oleh karenanya, sebaiknya anda tidak mencium istri di siang bulan Ramadhan mengingat pernikahan anda yang masih relatif baru karena khawatir anda tidak dapat membendung atau mengendalikan hawa nafsu anda. Namun, fuqaha’ berbeda pendapat tentang status hukumnya. Pertama, sebagian fuqaha’ berpendapat bahwa dilarang bagi anak muda maupun orang yang sudah tua untuk mencium istrinya di siang bulan Ramadhan. Hal ini didasarkan kepada hadith yang disandarkan kepada siti Aisyah (istri Rasul SAW).

و3د6 ع3ن6 3س1 : ق=ل1ت= األ1 ة3 ق3ال3 6ش3 6ع3ائ ر= ل 3اش6 =ب 3ي 6م= أ ائ : ال3 ؟ الص;;? ال3ت1 , ق=ل1ت= ق;;31س3 3ي 3ل 3ان3 أ و1ل= ك س= 1ه6 الله= ص3ل?ى الله6 ر3 3ي ?م3 ع3ل ل ر= و3س3 3اش6 =ب ان3 ق3ال3ت1 ؟ ي ك;;3

=م1 3ك 3ك م1ل3 6ه6 أ ب ر1

3 البيهقي) (رواه 21أل6Artinya: “ Dari Aswad, beliau berkata: aku berkata kepada Aisyah,

apakah boleh seorang yang sedang berpuasa bercumbu rayu dengan istrinya? Aisyah menjawab: tidak, aku (Aswad) berkata: bukankah Rasul SAW juga bercumbu rayu dengan istrinya walaupun beliau sedang berpuasa? Aisyah berkata: Beliau (Rasul) lebih mampu mengendalikan hawa nafsunya”. (HR. Baihaqi).

Kedua, sebagian fuqaha’ yang lain termasuk Imam Syafi’i dan Imam Malik memilahnya dengan melihat kepada subyek (pelakunya), apakah termasuk anak yang masih muda atau orang yang sudah tua. Jika yang mencium istrinya tersebut adalah anak muda, maka statusnya hukumnya makruh, dan sebaliknya jika yang mencium istrinya tersebut orang yang sudah tua, maka status hukumnya menjadi mubah. Hal ini didasarkan kepada pernyataan Nabi terkait dengan pertanyaan yang diajukan kepada beliau :

6ي1 ع3ن1 ب3 ة3 أ 1ر3 ي 3ن? ه=ر3 ج=ال أ 3ل3 ر3 أ 6ي? س;3 ?ب ل?ى الن ه6 الل;ه= ص;3 3ي;1 ?م3 ع3ل ل ع3ن6 و3س;3

ة6 ر3 3اش3 1م=ب 6 ال 6م 6لص?ائ خ?ص3 ل 3ه= ف3ر3 3اه= ل 3ت 3خ3ر= و3أ 3ه3اه= أ ?ذ6ي1 ه3ذ3ا ف3ن خ?ص3 ال ه= ر3 ل;;31خ� ي ?لذ6ي1 ش3 3ه3اه= و3ا اب¿ ن ) داود أبو ( رواه 22ش3

21 Ima>rah, Musthafa> Muhammad, Jawa>hir al-Bukha>ri, Surabaya, al-Hida>yah, Cetakan VIII, t.t., 18322 al-Ima>m Abi> Abdillah Muhammad bin Isma>’i>l bin Ibra>him al-Mugi>rah bin Bazdarbah al- Bukha>ri al-Ju’fi, S}a>hi>h al- Bukha>ri, Jilid III, Lebanon, Da>rul Fikr, t.t., 562

32

Page 33: Fiqih Ramadhan

Artinya: “Dari Abi Hurairah: Ada seseorang yang dating menemui Nabi SAW menanyakan tentang status hukum orang yang bercumbu rayu dengan istrinya di siang bulan Ramadhan, Nabi SAW memberikan keringanan kepadanya, setelah itu datang lagi seorang laki-laki yang lain, akan tetapi Nabi SAW melarangnya. Ternyata laki-laki yang diberi kerringanan oleh Nabi SAW adalah orang yang sudah tua, sedangkan orang yang dilarang oleh Nabi SAW adalah anak muda”. (HR. Abu Dawud)

Disamping itu, terdapat hadits lain yang semakna dengan hadits diatas:

1ن6 ع3ن6 1ن6 ع3م1رzو اب اص6 ب 1ع;3 ا ال =ن;? : ك ال3 د3 ق;3 ن;1 6ي� ع6 ?ب ل?ى الن ه6 الل;ه= ص;3 3ي;1 ع3ل?م3 ل اء3 و3س3 اب¿ ف3ج3 3ا ش3 : ي و1ل3 ف3ق3ال3 س= �ل= الله6 ر3 =ق3ب 3ا أ 3ن 6م� و3أ ائ : ؟ ص;;3 ال3 ف3ق;;3

. ف3ج3اء3 1خ� ال3 ي �ل= ف3ق3ال3 ش3 =ق3ب 3ا : أ 3ن 6م� و3أ 3ع3م1 ؟ ص3ائ : ن ال3 أحم;;د ( رواه 23ق;;3) حنبل بن

Artinya: “Dari Amr bin Ash, beliau berkata: ketika kami sedang berada di sisi Rasul SAW, tiba-tiba datang seorang laki-lakiyang masih muda bertanya kepada Nabi SAW, Ya Rasul SAW, bolehkah saya mencium istri saya sedangkan saya sedang berpuasa? Rasul menjawab:tidak boleh. Setelah itu, ada seorang laki-laki yang sudah tua dating kepada Nabi SAW seraya bertanya: bolehkah saya mencium istri saya sedangkan saya dalam keadaan berpuasa? Rasul menjawab: boleh”. (HR. Ahmad bin Hanbal)

20. Mengira Sudah Masuk awal Waktu Maghrib, Ternyata Matahari Masih Belum Terbenam

Pertanyaan:Pak Ustadz, saya ingin bercerita dan sekaligus minta

kejelasan hukumnya tentang kasus yang pernah saya alami. Pada suatu hari di bulan Ramadhan, saya sedang duduk-duduk di masjid sambil berdiskusi dengan beberapa teman dan sekaligus tetangga. Pada saat itu, cuaca sedang mendung dan pancaran sinar mataharipun tidak terlihat akibat mendung tersebut. Dengan demikian, saya melihat jam dinding yang ada di masjid dan ternyata jarum jam dinding di masjid menunjukkan pukum 17.38 yang menurut kebiasaannya sudah masuk awal waktu maghrib. Sekitar 7

23 al-Ima>m Abi> Abdillah Muhammad bin Isma>’i>l bin Ibra>him al-Mugi>rah bin Bazdarbah al- Bukha>ri al-Ju’fi, S}a>hi>h al- Bukha>ri, Jilid III, Lebanon, Da>rul Fikr, t.t., 971

33

Page 34: Fiqih Ramadhan

menit kemudian, ternyata saya baru mendengan adzan dari sebuah masjid yang terletak di sebelah kompleks rumah saya. Oleh karena itu, saya ingin bertanya kepada pak Ustadz tentang status puasa saya, apakah batal atau tidak? Dan jika batal, apakah saya harus mengqadha’nya di hari yang lain?

Mujahid Perak Surabaya.

Jawaban: Mas Mujahid yang saya hormati, sebaiknya bagi anda terlebih

dahulu memastikan tentang masuknya awal waktu maghrib. Terlebih-lebih bagi orang yang menjadi pengurus masjid atau Muadzin (orang yang biasa adzan), karena hal ini menyangkut dengan amal ibadah orang banyak. Terkait dengan permasalahan yang pernah anda alami, fuqaha’ (para pakar hukum Islam ) berbeda pendapat tentang status hukumnya. Perbedaan pendapat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Fuqaha’ empat madzhab berpendapat bahwa kasus tersebut

dapat membatlkan puasa. Hal ini disebabkan telah melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa yaitu makan dan minum sebelum masuk awal waktu maghrib.

2. Sebagian fuqaha’ yang lain seperti Mujahid, Urwah, Hasan al-Basri, menyatakan bahwa puasanya tersebut tetap sah dan tidak perlu mengqadha’ (mengganti) di hari yang lain. Hal ini didasarkan kepada hadits Nabi SAW:

6ي1 ع3ن1 ب3 ة3 أ 1ر3 ي ض6ي3 ه=ر3 1ه= الله= ر3 : ق3ال3 ع3ن و1ل= ق3ال3 س= الله= ص3ل?ى الله6 ر3ه6 3ي;;1 ?م3 ع3ل ل 6ن? و3س;;3 ع3 الل;;ه3 إ 6ي1 ع3ن1 و3ض;;3 م?ت

= 3 أ أ 1خ3ط;;3 3ان3 ال ي �س;;1 ا و3الن و3م;;31ر6ه=و1 =ك ت 1ه6 اس1 3ي ) ماجه ابن ( رواه 24ع3ل

Artinya: “Dari Abi Hurairah, beliau berkata: Rasul SAW bersabda: sesungguhnya Allah SWT tidak memberikan hukuman kepada umatku karena beberapa sebab, yaitu kesalahan, lupa, dan karena dipaksa”. (HR. Ibn Majah).

21. Berpuasa Di Indonesia Dan Berbuka Di Makkah al-Mukarramah

Pertanyaan:Kepada Pak Kiai Abdurrahman Navis yang saya hormati, pada

bulan Ramadhan terkadang saya bepergian ke luar negeri baik karena tugas dinas maupun sebab-sebab yang lain. Berdasarkan

24 al-Ima>m Abi> Abdillah Muhammad bin Isma>’i>l bin Ibra>him al-Mugi>rah bin Bazdarbah al- Bukha>ri al-Ju’fi, S}a>hi>h al- Bukha>ri, Jilid III, Lebanon, Da>rul Fikr, t.t., 347

34

Page 35: Fiqih Ramadhan

pengalaman yang lalu, saya berangkat dari bandara Juanda Surabaya pada pagi hari tepatnya pada pukul 07.00 WIB dan diperkirakan tiba di bandara Jeddah Arab Saudi pada pukul 13.00 waktu setempat karena perjalanan dari Juanda (Indonesia) – Jeddah (Arab Saudi) menghabiskan waktu sekitar 9 jam. Berdasarkan pada perhitungan ilmu falak atau ilmu hisab kontemporer, bahwa selisih waktu antara Juanda (Indonesia) – Jeddah (Arab Saudi) sekitar 4 jam lebih 21 menit. Dengan demikian, pada saat saya tiba di Jeddah tepatnya pukul 13.00, waktu di Juanda –Surabaya (Indonesia), menunjukkan pukul 17 lebih 21 menit. Yang menjadi kebingungan selama ini pak Kiai, apakah dalam hal berbuka saya harus mengikuti waktu Surabaya (Indonesia) ataukah mengacu pada waktu setempat yaitu Jeddah (Arab Saudi) ?

Abdus Salam Waru Sidoarjo

Jawaban: Pak Abdus Salam yang dirahmati Allah SWT, permasalahan

yang telah anda hadapi merupakan implikasi dari kemajuan dan modernisasi zaman yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menjadikan manusia dapat melintasi beberapa negara dalam rentan waktu yang cukup dekat, termasuk Indonesia-Arab Saudi. Di dalam al-Qur’an telah disebutkan tentang masuknya awal waktu maghrib sebagai tanda diperbolehkannya berbuka puasa bagi kaum muslimin yang menjalankan ibadah puasa. Ayat tersebut ialah:

=ح6ل? =م1 أ 3ك 3ة3 ل 1ل 3ي 6 ل 3ام ف3ث= الص�ي 6ل3ى الر? ... إ =م1 اء6ك 6س3 ن

Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu”…

Pada ayat diatas, dijelaskan tentang waktu dimulainya berbuka puasa yaitu pada malan harinya. Fuqaha’ (para pakar hukum Islam) telah bersepakat bahwa definisi malam itu diawali dengan peristiwa terbenamnya matahari (awal waktu maghrib). Akan tetapi, ayat tersebut tidak dikaitkan dengan daerah tertentu. Oleh karena tidak adanya taqyid (pembatasan) terhadap ayat tersebut, maka azas keberlakuan ayat tersebut juga bersifat umum dan berlaku di segala daerah dengan ketentuan sebagaimana ayat diatas, yaitu: terbenamnya matahari dari garis horizon (ufuk). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anda harus mengikuti waktu dimana anda berada bukan waktu dimana anda berasal. Artinya, anda harus mengikuti waktu Jeddah walaupun sejatinya di Surabaya (Indonesia) waktunya sudah malam dan diperbolehkan

35

Page 36: Fiqih Ramadhan

berbuka. Adapun waktu puasanya yang sedikit lebih lama dari ketentuan pada umumnya yaitu 12-14 jam untuk ukuran Indonesia, merupakan peristiwa alam yang tidak dapat di rekayasa. Hal ini juga sebagaimana yang terjadi di kota Melborn (Australia) yang pada saat tertentu akan mengalami peristiwa siang dan malam tidak sama.

22. Status Hukum Berbekam (cantuk) Dalam Tinjauan Fiqh

Pertanyaan:Kepada Yth. Ust. Abdurrahman Navis, saya ingin menanyakan

tentang status hukum berbekam dalam tinjauan fiqh. Hal ini perlu kami tanyakan kepada Ust. Abdurrahman Navis dan sekaligus saya membutuhkan jawabannya dari beliau, karena memang masalah berbekam (cantuk) ini sering kami lakukan mengingat untuk keperluan pengobatan sebagaimana masyarakat arab pada masa Rasul SAW.

Abdul Latif Ngaglik Surabaya

Jawaban :Mas Abdul Lataif yang dimulyakan Allah, fuqaha’ (para pakar

hukum Islam) berselisih pendapat dalam hal penentuan status hukum berbekan (cantuk) ditinjau dari sudut pandang fiqh. Hal ini mengingat adanya dua teks Hadits Nabi yang secara dzahirnya kontradiktif (bertentangan). Kedua Hadits tersebut adalah:

3ف1ط3ر3 1ح3اج6م= أ 1م3ح1ج=و1م= ال و3الماجه) ابن (رواه 25

Artinya: “Telah berbuka orang yang berbekam dan yang dibekam”. (HR. Ibn Majah)

1ن6 ع3ن6 ?اسz اب ي3 ع3ب ض;;6 ه= الل;;ه= ر3 ال3 ع3ن;;1 3ن? ق;;3 6ي? أ ?ب ل?ى الن ه6 الل;;ه= ص;;3 3ي;;1 ع3ل?م3 ل 3ج3م3 و3س3 ت 3ج3م3 م=ح1ر6م� و3ه=و3 اح1 ت 6م� و3ه=و3 و3اح1 ص3ائ

البخاري) (رواه 26Artinya: “Dari Ibn Abbas r.a., beliau berkata: Sesungguhnya Nabi

SAW berbekam pada saat berihram dan pernah berbekam pada saat berpuasa”. (HR. al-Bukhari)

25 Ima>m Abi> al-Hasan al-Hani>f al- Sindi>, Sunan Ibn Ma>jah, Jilid III, Lebanon, Da>r al-Ma’rifah, Cetakan I, 1996, 47126 al-Ima>m Abi> Abdillah Muhammad bin Isma>’i>l bin Ibra>him al-Mugi>rah bin Bazdarbah al- Bukha>ri al-Ju’fi, S}a>hi>h al- Bukha>ri, Jilid III, Lebanon, Da>rul Fikr, t.t., 837

36

Page 37: Fiqih Ramadhan

Berdasarkan kepada dua teks hadits diatas yang secara dzahir kontradiktif (bertentangan), adalah sebuah keniscayaan apabila fuqaha’ berselisih pendapat kaitannya dengan penentuan hukum berbekam (cantuk) dalam tinjauan fiqhnya. Pendapat yang menyatakan bahwa berbekam (cantuk) dapat membatalkan puasa diwakili oleh Ahmad, Ishaq, dan sejumlah sahabat dan tabi’in yang lain. Sedangkan pendapat yang memperbolehkan berbekam (cantuk) pada siang Ramadhan diwakili oleh jumhur fuqaha’ (pendapat mayoritas ulama’ fiqh). Namun, setelah diadakan kajian lebih lanjut terhadap teks hadits tersebut, ternyata kedua teks hadits tersebut tidak mengandung makna yang bertentangan.

Sebab kata الحاجم أفطر mengisyaratkan adanya darah yang masuk ke rongga mulut orang yang membekam. Dengan demikian,

maka puasanya menjadi batal. Sementara pada kata والمحجوم mengisyaratkan adanya sejumlah darah yang dikeluarkan dari anggota tubuhnya yang mengakibatkan lemahnya anggota tubuh sehingga orang yang dibekam tidak mampu melanjutkan puasanya. Dengan demikian, maka pendapat jumhur fuqaha’ yang aqwa (lebih kuat) dan mu’tamad (dapat dijadikan acuan)

23. Hal-Hal Yang Disunnahkan Bagi Orang Yang Berpuasa

Pertanyaan:Pak Ustadz, dalam rangka untuk menyempurnakan amal

ibadah puasa saya, maka saya memohon kepada pak ustadz agar menjelaskan tentang sejumlah amal (perbuatan) yang dapat menyempurnakan kualitas ibadah puasa saya di bulan Ramadhan yang akan datang sehingga puasa saya lebih bermakna di sisi Allah SWT dan sekaligus membawa dampak yang positif bagi kehidupan saya. Atas penjelasannya saya sampaikan terima kasih.

Abdul Mun’im Jl. Pagesangan 52 Surabaya

Jawaban:Mas Abdul Mun’im yang dirahmati Allah, adalah sebuah

kebanggaan bagi kita ketika kita melihat masyarakat muslim Indonesia yang tampak antusiasme ketika memasuki awal bulan Ramadhan. Dan tidak dapat dipungkiri pula, bahwa dibalik antusiasme masyarakat akan hadirnya bulan suci Ramdhan, maraknya perbuatan – perbuatan masyarakat yang menyimpang dari tuntunan syari’at Islam dan justru dilakukan oleh orang yang berpuasa. Hal ini sebagaimana disinyalir oleh Rasul SAW dalam sebuah haditsnya:

37

Page 38: Fiqih Ramadhan

3م1 z م6ن1 ك 6م 1س3 ص3ائ 3ي 3ه= ل 3ام6ه6 م6ن1 ل 6ال? ص6ي 1ج=و1ع= إ 1ع3ط3اس= ال و3ال27

Artinya: “ Betapa banyak orang yang melakukan ibadah puasa tetapi tidak mendapatkan pahala puasanya, melainkan hanya lapar dan haus”.

Oleh karena itu, sebaiknya kita berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari hal-hal yang dapat mengurangi nilai dan pahala puasa kita, dan sekaligus mengisi bulan suci Ramadhan ini dengan amalan-amalan yang baik yang dapat menyempurnakan nilai pahala puasa kita. Adapun amalan-amalan tersebut yang dapat menyempurnakan nilai puasa kita, antara lain28: 1. Bersegera dalam berbuka puasa pada saat matahari telah

terbenam dan dilakukan sebelum shalat Maghrib. Disamping itu, hendaknya bagi orang yang berpuasa memakan kurma atau jenis makanan lainnya yang memiliki rasa manis dan dalam jumlah yang ganjil, yaitu 3 atau lebih

2. Pada saat ingin berbuka hendaknya berdo’a kepada Allah SWT dengan do’a yang ma’tsur (diajarkan oleh Rasul SAW), antara lain:

?ه=م? 3ك3 الل 6ك3 ص=م1ت= ل 1ت= و3ب م3ن3 ق6ك3 و3ع3ل3ى أ ت= ر6ز1 3ف1ط3ر1 أ

Artinya: “ Ya Allah, hanya karenamu aku berpuasa, dan hanya kepadamu aku beriman, dan atas rezekimu aku berbuka”.

3. Makan sahur. Dan ulama’ menganjurkan agar makan sahur dilakukan walaupun hanya dengan seteguk air. Dan yang lebih utama lagi, sahur tersebut dilakukan menjelang adzan shubuh tetapi sekiranya tidak masuk awal waktu shubuh. Mengenai status hukumnya, sahur tersebut dianggap sebagai amalan yang sunnah. Hal ini sebagaimana Sabda Rasul SAW:

و1ا ح?ر= 3س3 6ن? ت ح=و1ر6 ف6ي ف3إ 3ة الس? ك 3ر3 ب 29

Artinya: “ Makanlah sahur kalian, karena sesungguhnya di balik makan sahur itu terdapat barakah”.

4. Mencegah lisan dari perkataan yang lagha (sia-sia). Pada dasarnya, menjaga lisan dari perkataan yang kurang

baik bukan hanya semata-mata di bulan Ramadhan, melainkan juga di hari-hari selain bulan Ramdhan. Dan seseorang dapat dikatakan sebagai muslim yang sempurna apabila dia dapat

27 Sayyid Ahmad al-Hasyimi, Mukhtar al-Ahadits, (Surabaya: Darul Ilmi, 1948), 6328 Abdurrahma>n al- Juzairi>, Al-fiqh ala> al-Maz}a>hib al-Arba’ah, Jilid III, Lebanon, Da>r al-Fikr, Cetakan I, 1996, 543-544 29 Sayyid Ahmad al-Hasyimi, Mukhtar al-Ahadits, (Surabaya: Darul Ilmi, 1948), 79

38

Page 39: Fiqih Ramadhan

mengendalikan lisannya dari perkataan yang tidak baik dan tidak membawa manfaat. Hal ini dipertegas oleh Sabda Nabi SAW:

6 ح=س1ن6 م6ن1 م ال3 6س1 ء6 إ 1م3ر1 =ه= ال ك 3ر1 1ه6 ال3 م3ا ت 6ي 3ع1ن ي

Artinya: “ Termasuk tanda-tanda kesempurnaan Islam seseorang adalah apabila dia mampu meninggalkan perkataan yang tidak membawa manfaat”.

5. Memperbanyak amal sholeh, antara lain: bersedekah, berbuat baik kepada tetangga, keluarga, dan fakir-miskin, menyibukkan diri dengan belajar dan menuntut ilmu pengetahuan, mebaca al-Qur’an, membaca shalawat, dan beri’tikaf (berdiam diri di masjid).

39

Page 40: Fiqih Ramadhan

BAB IISHALAT

1. Perbedaan Jumlah Raka’at Shalat Tarawih

Pertanyaan Ustadz, di bulan Ramadhan ini banyak orang melaksanakan

shalat tarawih dengan jumlah rakaat yang berbeda, ada yang 11 ada pula yang 23. Saya tahu itu khilafiah, Cuma saya ingin tahu penjelasan ulama dan dalilnya masing - masing supaya saya yakin mengamalkannya. Syukron jazil.

Ahmad Hafi JL.Wonoksumo Lor 24 Surabaya

Jawaban. Akhi Ahmad Hafi Rohimakumullah, istilah shalat tarawih

(shalat sunah di dalam Ramadlan) sebenarnya di zaman Rasulullah belum dikenal karena pada waktu itu shalat sunnah di dalam Ramadlan lebih dikenal dengan istilah “ Qiyamu Ramadlan “, Sesuai dengan sabda Rasulullah,

ذنبه من تقدم ما له غفر واحتسابا إيمانا رمضان قام من“Barang siapa yang malaksanakan shalat di dalam bulan Ramadlan (man qoma romadlona) dengan iman dan mengharap paha dari Allah SWT maka akan diampuni dosa yang telah lalu30 “ (H.R. Bukhori).

Istilah Tarawih baru dikenal setelah dalam kitab Shohih al Bukhori menggunakan “ Kitab Shalat al Tarawih “ yang berarti shalat santai karena beristirahat setiap dua rakaat (Lisan al Arab: 2/642).

Akhi Ahmad Hafi yang budiman, sejarah disyari’atkannya shalat tarawih (qiyamu Ramadlan) bersamaan dengan awal disyari’atkannya puasa Ramadlan yaitu pada tahun ke-2 Hijriyah. Dalam hadits yang diceritakan oleh Sayyidatina ‘Aisyah R.A. bahwa Rasulullah SAW keluar ke masjid pada awal bulan Ramadlan kemudian beliau shalat (sunah) bersama dengan sebagian shahabat. Keesokan harinya para shahabat bercerita dengan yang lain sehingga pada malam kedua semakin banyak yang ikut shalat bersama Rasulullah. Keesokan harinya yang lain juga bercerita, sehingga pada hari berikutnya bertambah banyak dan Rasulullah shalat bersama mereka. Pada malam keempat para shahabat makin banyak yang hadir di masjid menunggu kedatangan Rasulullah tetapi ternyata Rasulullah tidak keluar ke masjid sampai

30 al-Ima>m Abi> Abdillah Muhammad bin Isma>’i>l bin Ibra>him al-Mugi>rah bin Bazdarbah al- Bukha>ri al-Ju’fi, S}a>hi>h al- Bukha>ri, Lebanon, Da>rul Fikr, t.t., 762

40

Page 41: Fiqih Ramadhan

subuh. Setelah masuk waktu shubuh Rasulullah melaksanakan shalat shubuh bersama para shahabat. Setelah shalat Rasulullah bersabda, “ Aku sadar tadi malam kamu menunggu aku (untuk sholat bersama), tetapi aku sengaja tidak keluar karena khawatir shalat itu diwajibkan kepadamu kemudian kamu tidak mampu melaksanakan. Akhirnya demikianlah shalat dilaksanakan sesuai dengan kehendak masing – masing tanpa koordinasi sampai Rasulullah wafat. (H.R. Bukhori)

Pada zaman kholifah Umar bin Khotthab, baru shalat Tarawih dikoodinir di masjid Nabawi dengan satu iman seorang hafidz Ubai bin Ka’ab. Inilah yang kemudian yang banyak diikuti kaum muslimin sampai sekarang.

Akhi Ahmad Hafi yang saya hormati, tentang jumlah rakaat shalat Tarawih (Qiyamu Ramadlan) memang ada beberapa pendapat ulama’: 1. Menurut ahlul hadits sholat Tarawih sebelas rakaat (delapan

qiyamu Ramadlon. 3 rakaat Witir). Pendapat ini berdasarkan hadis riwayat ‘Aisyah R.A. Rasulullah SAW tidak pernah lebih (shalat malam) di bulan Ramadlan dan di luar bulan Ramadlan dari sebelas rakaat.

2. Menurut jumhur (mayoritas) ulama’ fiqh (Hanafi, Syafi’i, Hambali, Daud, dan lain – lain.) juga yang dilaksanakan pada masa shahat Umar, Utsman, dan Ali sholat tarawih 23 rakaat (20 qiyamu ramadlon. 3 rakaat witir). Hal itu berdasarkan kesepakatan para sahabat ketika shahabat Umar mengkoordinir shalat Tarawih menjadi satu imam dibawah pimpinan Ubai Ka’ab dan waktu itu shalat Tarawih dikerjakan 23 rakaat para shahabat tidak ada yang menentangnya.

3. Menurut ulama’ ahli Madinah Al- Munawwarah juga Imam Maliki shalat Tarawih 36 rakaat. Dengan alasan bahwa seharusnya kepada penduduk Madinah lebih banyak rakaat tarawihnya agar lebih mendapat keutamaan daripada yang lain31. (Lihat: Fathul Bari, Bidayatul Mujtahid, al- Fiqh al Islami wa ‘Adilltuh. Fiqh al Sunnah. I’anatuttholibin, Hilyatul ulama’, dll.)

Bahkan dalam riwayat lain, rakaat shalat Tarawih ada yang 13 rakaat ada 40 rakaat. Ibnu Taimiyyah menjelaskan, “ Rasulullah shalat malam, baik di bulan Ramadlan atau di luar bulan Ramadlan dengan 11 (sebelas) rakaat atau kadang – kadang dengan 13 (tiga belas) rakaat tetapi shalatnya panjang. Hal itu memberatkan jamaah. Baru pada zaman shahabat Umar bin Khotthab lebih diringankan lagi tetapi dengan 23 (dua puluh tiga) rakaat. Sebagian ulama’ salaf ada yang shalat 40 (empat puluh) rakaat ditambah shalat witir 3 (tiga) rakaat.”

31 Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid,

41

Page 42: Fiqih Ramadhan

Shalat itu dikerjakan setelah shalat ‘isyak yang kemudian dikenal dengan istilah Shalat Tarawih. Tetapi golongan Rafidloh (madzhab dalam Syi’ah) tidak senang dengan shalat Tarawih. (Kutub waa Rasail waa Fatawa ibn Taimiyah fil Fiqh: 23/120). Akhi Ahmad Hafi, kesimpulannya: Sholat Tarawih (Qiyamu Ramadlan) itu disyari’atkan pada bulan

Ramadlan saja. Adapun jumlah rakaatnya terjadi perbedaan pendapat ulama’

dan tidak ada bilangan yang pasti dari Rasulullah. Dalam kaidah ushul fiqh disebutkan “ Makin banyak pekerjaan,

makin banyak pula keutamaannya. “ Jumhurul ulama’ berpendapat jumlah rakaat sholat Tarawih 23

rakaat. Wallahul ‘a’lam bisshowab

42

Page 43: Fiqih Ramadhan

2. Shalat Tahajjud Setelah Shalat Witir Pertanyaan: Ustadz, saya kalau di luar bulan Ramadlan terbiasa shalat tahajjud dan di akhiri dengan witir di akhir malam. Pada bulan Ramadlan ini saya ikut shalat taraweh dan witir dilanjutkan dengan tadarrus ba’da isya’. Yang menjadi pertanyaan saya ustadz, bolehkah shalat tahajud di malam hari setelah melaksanakan witir pada saat shalat taraweh? Atas jawaban ustadz saya haturkan terima kasih. Ibu Rohimah Driyorejo Gresik

Jawaban: Ibu Rohimah yang saya hormati, melaksanakan shalat

Tahajjud setelah bangun tidur malam walaupun sudah melakukan shalat Witir bersama shalat taraweh itu ‘boleh’. Karena Rasulullah SAW pernah melakukan shalat sunnah di waktu malam padahal beliau sudah melakukan shalat Witir. Hal ini sesuai hadits dari Siti ‘Aisyah beliau berkata: “ Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah shalat di waktu malam dua rakaat setelah shalat witir sambil duduk. ” (HR. Muslim)

al-Shan’ani menjelaskan tentang komentar al-Imam al-Nawawi tentang hadits itu, beliau berkata: “ Bahwasannya Nabi Muhammad SAW, telah berbuat demikian untuk menerangkan tentang bolehnya shalat sunnah walaupun sudah melakukan salat witir dan bolehnya salat sunnah sambil duduk.32”. Juga Syekh Zainuddin al-Malibari menjelaskan, bukan hanya Rasulullah yang melakukan itu, bahkan shahabat yang lain seperti Sayidina Abu Bakar dan Sayidina Utsman juga pernah berwitir sebelum tidur lalu setelah bangun beliau melakukan shalat Tahajjud. (Fathul Mu’in: 32)

Ibu Rohimah, memang sebaiknya kalau terbiasa bangun di waktu malam untuk melakukan shalat Tahajjud hendaknya shalat Witirnya diakhirkan dan tidak ikut Witir sewaktu shalat Taraweh, karena ini lebih afdlol sesuai sabda Nabi Muhammad SAW:

وترا لليل با صالتكم أخر إجعلوا“ Jadikanlah akhir shalat kalian di waktu malam shalat witir !”

Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa kalimat perintah dalam hadits tersebut tidak menunjukkan wajib tetapi hanya

32 al-Sayyid al-Ima>m Muhammad bin Isma>’il al-Kah}la>ni> al- S}an’a>ni>, Subul al- Sala>m, Jilid II Surabaya, al-Hida>yah, t.t.,14

43

Page 44: Fiqih Ramadhan

menunjukkan sunnah saja dan lebih utama mengakhirkan Witir dari shalat sunnah yang lain. Sayyid Sabiq juga menegaskan, “ Barangsiapa yang sudah shalat witir kemudian ia hendak melakukan shalat (sunnah) yang lainnya, maka boleh baginya 33” (Fiqhussunnah: 1/166)

Namun demikian kalau sudah melakukan shalat Witir setelah shalat Taraweh dan pada malam harinya melakukan shalat Tahajjud, maka tidak usah shalat Witir lagi karena salat Witir hanya sekali dalam satu malam dan kalau dikerjakan dua kali jadi tidak witir (ganjil) tetapi menjadi genap. Hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW:

الليل في وتران ال“Tidak ada dua salat witir dalam satu malam34. ” (HR. Abu Daud wa al-Turmudzi)

Ibu Rohimah yang dimuliakan Allah SWT, kebiasaan Ibu

melakukan shalat Tahajjud di tengah malam jangan ditinggalkan bahkan hendaknya ditingkatkan di bulan Ramadlan ini, jika pada saat shalat Taraweh ibu sudah shalat Witir maka setelah shalat Tahajjud tidak usah shalat Witir lagi, tetapi akan lebih utama kalau ibu tidak ikut shalat Witir pada saat shalat Taraweh dan dilaksanakan Witirnya sebagai penutup shalat malam setelah Tahajjud dan shalat sunnah lainnya. Semoga ibadah ibu dan kita semua di bulan Ramadlan ini dikabulkan oleh Allah SWT. Amiiin yaa Mujibassailin. \

3. Hari Raya Idul Fithri di Hari Jum'at dan Shalat Jum'at

Pertanyaan: Ustadz, saya melihat di kalender hari raya Idul Fitri tahun ini

atau tanggal 1 Syawal 1423 H. bertepatan dengan tanggal 6 Desember 2002 tepat hari Jumat. Kalau nanti rukyat dan ketentuan berhari raya bagi kaum muslimin Indonesia bertepatan dengan hari Jumat, apakah kita yang sudah mengikuti shalat Ied di pagi hari masih diwajibkan untuk melaksanakan shalat Jum’at? Atas penjelasan Ustadz saya haturkan banyak terima kasih.

H. KusairiTambak Sari Surabaya

Jawaban:

33 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid I, 16634 Abi> I<sa> Muhammad bin I<sa> bin Saurah, Sunan al-Turmuz}i, Leiden, Da>r Ihya>’al-Kutub al- Arabiyah 1958, 684

44

Page 45: Fiqih Ramadhan

Pak H. Kusairi yang saya hormati, menurut pendapat madzhab Hanbali, kalau hari raya Idul Fitri atau Idul Adlha bertepatan dengan hari Jum’at maka bagi kaum muslimin yang hadir dalam shalat Ied tidak wajib hadir shalat Jum’at kecuali imam. Kalau imam tetap wajib hadir untuk mengimami shalat Jum’at dan masjid tetap harus menyelanggarakan shalat Jumat walaupun di pagi harinya sudah dilaksanakan shalat Ied. Shalat Jumat ini untuk orang yang tidak shalat Ied di pagi hari atau orang yang ingin melaksanakan shalat Jumat walau sudah melaksanakan shalat Ied, karena yang afdlol bagi seluruh kaum muslimin yang wajib shalat Jumat walaupun sudah hadir dalam shalat Ied tetap dianjurkan shalat Jumat sebagai upaya keluar dari perbedaan ulama’.

Pendapat di atas berdasarkan hadits Zaid bin Arqom yang diriwayatkan dari Imam Ahmad, bahwa Rasulullah SAW menjawab pertanyaan sahabat tentang shalat Jumat yang bersamaan dengan hari Ied: “ Barangsiapa yang mau melaksanakan shalat Jum’at, maka shalatlah jum’at !” Lafadz hadits yang diriwayatkan Abu Daud “ Barangsiapa yang mau shalat, maka shalatlah.”

Juga hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Berkumpul pada hari ini dua hari raya, maka barangsiapa yang shalat Ied maka cukup dari shalat Jumat dan kami tetap shalat Juma’t.” (HR. Ibnu Majah)

Kenapa shalat Jumat tidak wajib? Karena shalat Jumat sama dengan Dzuhur bedanya kalau shalat Jumat ada khutbahnya dan itu sudah didapatkan pada shalat Ied, jadi sudah cukup mendengarkan khutbah pada shalat Ied saja karena waktunya satu.

Kata “kami shalat Jumat” ini yang dimaksud Nabi dan beberapa sahabat dan ini menunjukkan imam dan khotib Jumat tetap diwajibkan hadir untuk mengimami jumat, karena kalau para khotib dan imam tidak hadir maka tidak dapat melaksanakan shalat Jumat orang yang berkewajiban shalat Jumat35. (DR. Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh: 2/270-271)

Pak H. Kusairi yang dimuliakan Allah SWT, kalau Idul Fitri yang akan datang bertepatan dengan hari Jumat (ada yang menetapkan hari Kamis), maka kalau Pak H. Kusairi sudah shalat Ied di pagi hari boleh hadir shalat Jumat boleh tidak, tetapi yang lebih utama tetap hadir shalat Jumat. Wallaohu a’lam bisshowab.

35 Wahbah al-Zuhaily>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu,, Damaskus, Da>r al- Fikr, Cetakan II, 1985, 270-271

45

Page 46: Fiqih Ramadhan

BAB IIIZAKAT

1. Zakat Profesi, Nishab, Syarat dan Cara Mengeluarkannya

Pertanyaan Assalamualaikum wr. wb.Ustadz, saya ingin sekali mendapatkan penjelasan yang agak rinci tentang ‘zakat profesi’. Apa itu zakat profesi? Berapa nishab dan syaratnya? Bagaimana cara megeluarkannya? Apa harus satu tahun sekali atau bisa dicicil? Atas jawaban ustadz saya haturkan terima kasihWassalamualaikum wr. wb.

Dari Idris, Nyamplungan Surabaya

Jawaban:Pak Idris yang saya hormati. Zakat profesi adalah

mengeluarkan sebagian harta dari hasil gaji, komisi atau bayaran suatu pekerjaan atau profesi, baik sebagai karyawan, dokter, konsultan, pengacara, penjahit, pemborong, kontraktor, makelaran, pengajar dan lainnya, baik itu pegawai negeri atau swasta. Diwajibkan mengeluarkan zakat setelah mencapai satu nishab dan memenuhi syarat dengan niat zakat karena Allah.

Istilah ‘zakat profesi’ sebenarnya tidak dikenal di zaman Rosulullah dan diliteratur kitab salaf, bahkan sebagian fuqaha’ salaf tidak menyebutkannya sebagai harta yang wajib dizakati. Karena harta yang wajib dizakati secara eksplisit hanya meliputi beberapa macam yaitu harta 1. Masyiyah (hewan ternak); 2. Naqd (emas dan perak); 3. Zuru’ (hasil pertanian); 4. Tsimar (buah-buahan); 5. ‘Arudl Al-Tijarah (harta dagangan); 6. Ma’dan (hasil pertambangan emas dan perak); 7. Rikaz (temuan harta dari pendaman orang jahiliah); 8. Madu. Sedangkan ‘penghasilan profesi’ tidak disebutkan dalam macam-macam harta tersebut.

Namun, sebagian ulama’ mutaakkhirin memasukkan penghasilan dari sebuah profesi sebagai harta yang wajib dizakati, karena setiap seorang muslim yang memiliki harta lebih dari kebutuhan dan mencapai satu nishab, maka itu ada hak orang lain dan harus diambil sebagian sebagai zakat. DR. Yusuf al-Qordlowi menyebutnya sebagai “al-mal al- mustafad” (harta yang diambil faidah), sedangkan DR. Wahbah al-Zuhaili menamakannya “ Zakat kasbi al-amal wa al-mihan al-hurrah (harta hasil pekerjaan dan profesi bebas). Kewajiban zakat profesi berdasarkan perintah umumnya ayat: “ Ambilah zakat dari sebagian harta mereka,

46

Page 47: Fiqih Ramadhan

dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoakanlah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Taubah Ayat: 103)

Dalam menentukan nishab zakat profesi ada sebagian ulama’ yang menqiyaskannya dengan pertanian (zuru’) dan ada yang dengan perdagangan (tijarah). Karena ada kesamaan antara keduanya yaitu sama-sama hasil dari sebuah pekerjaan. Jadi, jika diqiyaskan dengan pertanian, maka berarti nishabnya sama dengan harga 815, 758 kg beras dan zakat yang harus dikeluarkan 5%, dan dikeluarkan setiap masa panen. Tetapi jika diqiyaskan dengan perdagangan maka nishabnya sama dengan harga emas 90 gram dan zakat yang harus dikeluarkan 2,50%, dikeluarkan setiap satu tahu sekali (haul).

Cara mengeluarkannya, hendaknya seorang muzakki menjumlah semua penghasilan kemudian kalau sampai satu nishab dikeluarkan sebagian hartanya sesuai dengan ketentuan. Mengeluarkan zakat seharusnya setiap tahun sekali, namun boleh dicicil (ta’jiluzzakat) dan dibayar setiap menerima gaji dengan prosentase yang ditentukan36. (baca: al-Zuahily.DR Wahbah. al-Fiqh aL-Islami wa Adillatuh: II/865)

Pak Idris yang dimuliakan Allah SWT, bagi seorang muslim yang sudah memiliki harta mencapai satu nishab dan tidak dikeluarkan zakatnya, maka harta itu akan menggumpal menjadi setrika yang akan menggosok punggung orang yang punya nanti di neraka. Maka kesempatan di bulan Ramadlan ini membayar zakat. Karena Rasulullah ketika ditanya, kapan paling utamanya bershadaqah atau berzakat hai Rasul? Beliau menjawab, “ Bershodaqah di bulan Ramadlan.” Semoga dengan mencari harta yang halal dan mengeluarkan zakat sesuai ketentuan, harta kita menjadi berkah, bersih dan diridloi oleh Allah SWT. Amiin yaa Robbal alamiin.

2. Zakat Saldo Bank

PertanyaanAssalamu’alaikum Wr. Wb.

Ustadz, saya karyawan di salah satu perusahaan swasta. Alhamdulillah dari hasil saya kerja sebagian saya tabung di bank untuk persiapan masa depan. Setelah saya lihat saldo pada bulan Ramadlon ini lebih kurang 20.000.000,- (duapuluh juta). Apakah saya wajib zakat? dan berapa zakatnya?Hajar

36 Wahbah al-Zuhaily>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu,, Jilid II, Damaskus, Da>r al- Fikr, Cetakan II, 1985, 865

47

Page 48: Fiqih Ramadhan

Jl. Kertajaya 43 Surabaya

JawabanUkhti Hajar yang dikasihi Allah, harta adalah titipan Allah

kepada manusia untuk dimanfaatkan demi kemaslahatan pribadi sesuai kebutuhan dan untuk disalurkan kepada orang yang membutuhkan. Harta bisa menjadi “ zinatul hayatiddunya “ (hiasan kehidupan dunia) jika diperoleh dengan cara yang halal dan dibelanjakan untuk kebaikan.tetapi juga sebaliknya harta bisa menjadi “ fitnah “ (cobaan).

Ukhti Hajar yang saya hormati, harta yang dimiliki oleh seorang muslim ada hak orang lain yang harus dikeluarkan, baik itu berupa zakat, infaq atau shadaqah. Zakat itu merupakan pembersih harta dan pemiliknya, Allah berfirman,

ذ1 6ه6م1 م6ن1 خ= م1و3ال3 ه=م1 ص3د3ق3ة أ =ط3ه�ر= �يه6م1 ت ك =ز3 6ه3ا و3ت 1ه6م1 و3ص3ل� ب 3ي 6ن? ع3ل 3ك3 إ ت ال3 ص;;3

3ن� ك 3ه=م1 س3 ?ه= ل م6يع� و3الل 6يم� س3 ع3ل

“Ambillah shodaqoh (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan zakat itulah kamu dapat membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. “ (Q.S. al-Taubah: 103)

Dari pengertian ayat di atas para ulama’ menyimpulkan bahwa setiap harta yang lebih dari kebutuhan sehari – hari dan mencapai satu nishob dan haul (satu tahun) maka wajib zakat (Tafsir al- Qurthubi: 3/24).

Adapun uang yang ditabung di bank kalau sudah mencapai satu nisab (= emas 96 gr.) dan mencapai satu tahun (haul) maka termasuk yang wajib dikeluarkan zakatnya 2,5 % (dua setengah prosen) setiap tahun, bukan hanya sekali saja, sampai tabungan itu kurang dari satu nisab. Uang yang disimpan di bank itu dianalogikan dengan menyimpan emas dan perak dalam ketentuan nisab dan haulnya. (Fiqh Zakat, Yusuf al- Qordlofi)

Ukhti Hajar dari penjelasan di atas maka dapat saya simpulkan bahwa tabungan Anda di bank senilai 20.000.000,- itu sudah mencapai nisab jika sudah mencapai haul (setahun) maka itu wajib dikeluarkan zakatnya 2,5 % (500.000). Bukan hanya sekali saja pada tahun ini tetapi harus dikeluarkan setiap tahun sesuai dengan jumlah saldo akhir selama masih mencapai nisab.Semoga Allah menambah rizqi yang halal dan barokah. Amiin.

3. Zakat Ternak Ayam

48

Page 49: Fiqih Ramadhan

PertayaanUstadz, saya peternak ayam petelur dan pedaging yang

jumlahnya mencapai ratusan ekor dan kalau diuangkan omsetnya sekitar 20 juta. Bisnis ini sudah berjalan 2 tahun. Apakah saya wajib zakat? Dan bagaimana caranya?

H. JamilAsembagus Situbondo

JawabanBapak H. Jamil yang saya hormati, di antara harta benda

yang wajib dizakati adalah “ an’am “ berupa unta, sapi dan kambing. Adapun selain itu tidak wajib zakat. Rasulullah SAW bersabda, “ Aku maafkan bagimu dari kuda dan budak, dan tidak wajib zakat dari keduanya. “ (H.R. Ahmad dan Abu daud).

Sayyid Sabiq menjelaskan, “ Tidak wajib zakat sedikitpun dari hewan selain ‘an’am’ “….dari keduanya (binatang ternak unta, sapi dan kambing) kecuali diperdagangkan.” (Fiqh al Sunnah: 1/368)

Bapak H. Jamil yang budiman, ayam petelur dan pedaging bukan termasuk “ an’am “. Jadi tidak wajib zakat karena ainul mal (bendanya) nya, walaupun jumlahnya mencapai ratusan dan omsetnya puluhan juta. Namun karena dalam ternak ayam itu ada unsur jual beli yang anda sebut sebagai bisnis, mungkin dengan cara membeli ayam yang masih kecil lalu dipelihara, setelah besar kemudian dijual atau membeli ayam kemudian dipelihara dijadikan petelur dan setelah bertelur baru telurnya dijual, maka hal ini wajib zakat karena faktor perdagangan (maaluttijaroh) yang di dalamnya ada transaksi jual beli bukan hanya peternak. Berbeda kalau orang memelihara kambing, sapi atau unta walaupun tidak dijual belikankalau sudah mencapai satu nisab tetap wajib zakat. “ Dan telah kami tetapkan bahwa sesuatu yang tidak wajib zakat karena bendannya, maka wajib zakat karena perdagangan ….” (Hawasy al- Madaniyah: 2/95)

Bapak H. Jamil yang dikasihi Allah, Anda sebagai peternak ayam dan dijual belikan yang omsetnya mencapai puluhan juta dan sudah berjalan dua tahun, itu termasuk yang wajib zakat, karena sudah memenuhi persyaratan zakat tijaroh yaitu nisab (= 96 gram emas) dan haul (minimal satu tahun dari mulai usaha). Caranya dikeluarkan 2,5% dari omset dan diberikan kepada yang berhak (delapan golongan) atau melalui BAZ (Badan Amil Zakat) terdekat.

Semoga Allah membersihkan harta benda anda dari hak mustahiqqin dan diberkahi oleh Allah SWT. Amiin.

4. Zakat Dari Padi yang Dijual Tebasan

49

Page 50: Fiqih Ramadhan

PertanyaanUstadz, saya petani yang mempunyai sawah cukup luas. Saya

tanami padi dan setiap panen mencapai beberapa ton, namun kadang saya jual dengan cara tebasan (dijual borongan sebelum dipanen). Siapakah yang wajib mengeluarkan zakat? saya (penjual) atau dia (pembeli)?

H. NimahTanjung Gempol Pasuruan

JawabanH. Nimah yang dimuliakan Allah, sawah yang ditanami padi

(makanan pokok) dan hasilnya mencapai satu nisab (1.350 kg. Gabah / 750 kg. Beras), maka setiap kali panen harus dikeluarkan zakatnya (10% bila diairi irigasi / 5% bila air tadah hujan). Allah SWT berfirman,

=وا =ل 3م3ر6ه6 م6ن1 ك 6ذ3ا ث 1م3ر3 إ ث3 =وا أ 3و1م3 ح3ق?ه= و3ء3ات ح3ص3اد6ه6 ي

“Makanlah dari buahnya ketika berbuah dan berikanlah haknya (keluarkan zakatnya) pada saat panen. “ (Q.S. al An’am: 141)

Jika tanaman padinya dijual secara tebasan dan dijual sudah layak panen, maka yang wajib mengeluarkan zakat ziro’ah adalah pemiliknya (penjual). Sedangkan pembeli, jika dia pedagang padi dan sudah memenuhi syarat nisab dan haul, maka wajib mengeluarkan zakat tijaroh. Dalam kitab Ghoyah Talkhisilmurad al- Bughyah: 11, disebutkan, “ (Masalah) Jika membeli kurma (makanan pokok) setelah layak panen, maka penjual yang wajib mengeluarkan zakatnya. “

H. Nimah yang saya hormati, syukurilah nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada anda dengan cara menggunakannya di jalan Allah. Semoga Allah menambah nikmat kepada anda dan kita semua. Amiin.

5. Zakat Mal Untuk Beasiswa

Pertanyaan:Ustadz, melihat besarnya dana pendidikan dan krisis ekonomi

yang belum berakhir maka banyak anak sekolah yang kesulitan dana, saya ingin membantu sesuai kemampuan dengan cara ingin menyisihkan sebagian zakat mal saya untuk beasiswa, namun yang menjadi pertanyaan, apa hukumnya menyalurkan zakat mal

50

Page 51: Fiqih Ramadhan

untuk beasiswa? Atas jawaban ustadz, saya haturkan terima kasih.

Beny ArdinyPasar Kembang Surabaya

Jawaban:Pak Beny Ardiny yang saya hormati, zakat wajib dan sah

disalurkan kepada delapan golongan yang sudah ditentukan oleh syariat islam seperti yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-Taubah ayat: 60

?م3ا 6ن د3ق3ات= إ اء6 الص;;? ر3 1ف=ق;;3 6ل 6ين6 ل اك 1م3س;;3 6ين3 و3ال ام6ل 1ع;;3 ا و3ال 1ه;;3 3ي ة6 ع3ل ?ف;;3 1م=ؤ3ل و3ال=ه=م1 =وب اب6 و3ف6ي ق=ل ق;;3 ار6م6ين3 الر� 1غ;;3 6يل6 و3ف6ي و3ال ب ه6 س;;3 1ن6 الل;;? 6ب 6يل6 و3ا ب الس;;??ه6 م6ن3 ف3ر6يض3ة ?ه= الل 6يم� و3الل ( ع3ل )60ح3ك6يم�

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. ”

Dari penjelasan ayat di atas ada golongan yang berhak menerima zakat yaitu ‘untuk jalan Allah’ (fiisabilillah). Pengertian fiisabilillah ini menurut mayoritas ulama adalah tentara perang yang sedang berjuang di medan perang. Namun al-Kasany memberikan penafsiran lebih luas bukan hanya tentara perang tetapi setiap ‘pendekatan diri di jalan Allah’ seperti untuk dana pembangunan masjid, madrasah dan sebagainya. Begitu juga sebagian ulama’ Hanafiah menafsirkan, termasuk fisabilillah yaitu para siswa yang sedang menunutut ilmu37.

Dalam keputusan Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: Kep-120/MUI/II/1996 yang ditandatangani oleh KH. Hasan Basri (Ketua Umum) dan Drs. H. Naziri Adlani (Sekretaris Umum) memfatwakan bahwa, memberikan uang zakat untuk keperluan pendidikan, khususnya dalam bentuk beasiswa, hukumnya adalah sah, karena termasuk dalam asnaf fi sabilillah (golongan yang berjuang di jalan Allah)

Pak Beny Ardiny yang dimuliakan Allah SWT, kalau Anda memiliki harta yang sudah sampai satu nishab maka wajib dikeluarkan zakatnya agar dapat mensucikan harta dan jiwa pemiliknya. Zakat dapat diberikan ke salah satu ashnaf yang berhak menerima zakat atau bisa diberikan kepada BAZIS yang

37 Wahbah al-Zuhaily>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu,, Juz II, Damaskus, Da>r al- Fikr, Cetakan II, 1985,876

51

Page 52: Fiqih Ramadhan

nanti disalurkan kepada mustahiq (Orang yang berhak menerima zakat). Sedangkan zakat untuk beasiswa sesuai dengan pendapat sebagian ulama dan keputusan MUI hukumnya sah dan akan mendapatkan nilai pahala dari Allah swt. Wallahu a’lam bisshawab.

6. Usaha di Daerah Lain, Zakat di Daerah Asal

PertanyaanUstadz, saya pedagang besi tua di pasar loak, Alhamdulillah saya

diberi rizqi oleh Allah sehingga saya termasuk muzakki (orang yang wajib zakat) kalau lebaran saya toron (pulang) ke Madura tempat asal saya. Apakah saya boleh mengeluarkan zakat di Madura?

SyamsuriJl. Bulak Rukem III/25 Surabaya

JawabanMas Syamsuri yang dimuliakan Allah SWT ada beberapa

pendapat ulama’ tentang memindah zakat (naqluzzakat) dari tempat seorang muzakki (orang yang wajib zakat) berdagang ke tempat lain yang jaraknya (masafah qoshri sholah) 80 KM.1. Jumhurul ulama’: Imam Syafi’i, Imam Maliki, sebagian riwayat

Imam Hambali, “ tidak boleh “ memindah zakat dari tempat berdagang, selama di tempat itu masih ada mustahiq zakat ke tempat lain yang jauhnya masafah qoshri sholah (jarak 80 KM.) Pendapat ini berdasarkan hadis ini berdasarkan hadits, ketika Mu’adz diutus ke Yaman, Rasulullah SAW berpesan, “ Ambillah harta dari orang kaya mereka kemudian berikan kepada orang – orang fakir mereka.” Hadis ini menunjukkan bahwa harta yang diambil dari orang kaya di Yaman harus dikembalikan pula kepada orang fakir yang berada di Yaman dan tidak boleh dipindahkan ke tempat lain38. (Minhajut Tholibin: 1/95)

2. Imam Hanafi, al- Laits, al- Bukhori, dan sebagian riwayat dari Imam Ahmad, ‘ boleh ‘ memindah zakat ke tempat lain kalau di tempat lain itu lebih membutuhkan. “ ….. Makruh memindah zakat ke tempat lain kalau di tempat itu masih ada yang berhak menerimanya, kecuali untuk kerabatnya atau untuk orang yang lebih membutuhkan. (Bidayatul Mubtadi’: 1/38) Adapun hadits Mu’adz itu berarti umum, tidak menunjukkan larangan memindahkan zakat, tetapi hanya menunjukkan prioritas yang harus diperhatikan, karena Mu’adz sendiri minta sebagian baju dari hasil zakat di Yaman untuk diberikankepada orang muhajirin

38

52

Page 53: Fiqih Ramadhan

di Madinah karena dianggap lebih memerlukan39. (Fathul Bari: 3/357)

Mas Syamsuri yang budiman, itulah tentang hukum memindah zakat, ada yang memperbolehkan dan ada yang tidak memperbolehkan, maka untuk ‘ Al khuruj minal khilaf’ (keluar dari perbedaan ulama’) ada yang memberikan solusi demikian; Mas Syamsuri dapat mengeluarkan zakatnya sebagian di Surabaya karena di sini tempat mencari harta dan berdagang, sebagian lagi dapat dibagikan di Madura tempat asal, karena yakin di sana lebih membutuhkan dan dapat menambah eratnya silaturrahim dengan famili, karena zakat esensinya adalah membantu orang yang sangat membutuhkan.

Semoga Mas Syamsuri ditambahkan rizki yang halal dan dapat menyalurkannya sesuai syari’at Allah SWT. Amiin.

7. Zakat Fithrah Orang Mati di Malam Idul Fithri atau Lahir di

Akhir Bulan Ramadlan

PertanyaanAssalamu’alaikum Wr. Wb.Ustadz, jika orang meninggal dunia di malam Idul Fitri atau lahir di akhir bulan Ramadlon, apakah wajib zakat fitrah?

Iffah LatifahSukodono Gresik

JawabanUkhti Iffah Latifah yang saya hormati, Rasulullah bersabda, “

Allah SWT mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadlon satu sho’ kurma atau gandum, (1 sho’ = 2.8 kg.) kepada kaum muslimin baik itu budak, orang merdeka, laki – laki, perempuan besar atau kecil.“ (H.R. Jama’ah)Para ulama’ memberi penjelasan tentang zakat fitrah bahwa:1. Hukum zakat Fitrah itu wajib bagi setiap muslim dan

muslimah yang mempunyai kelebihan untuk dimakan sehari semalam di hari Idul Fitri dan menemui dua bulan yaitu Ramadlon dan Syawal.

2. Waktu pembayarannya sejak tenggelamnya matahari pada malam Idul Fitri, sampai waktu shalat Ied di pagi hari. Tetapi boleh diawalkan sejak masuk bulan Ramadlan.

3. Jenis yang bisa dijadikan zakat fitrah adalah makanan pokok sehari – hari (qutu baladih) sebanyak 2.8 kg. Tetapi menurut Imam Hanafi boleh diganti dengan uang yang seharga (biqimatih).

39

53

Page 54: Fiqih Ramadhan

4. Dibagikan kepada delapan golongan sebagaimana dalam Al-Qur’an surat al-Taubah 60. (fakir miskin, amil, mualaf, budak, orang yang bangkrut karena hutang, fi sabilillah, dan ibnu sabil).

Ukhti Iffah Latifah yang dikasihi Allah, orang yang meninggal dunia di malam Ied atau lahir di akhir bulan Ramadlan termasuk menemui dua bulan yaitu bagian dari bulan Ramadlan dan bagian di bulan Syawal, maka orang tersebut ‘ wajib bayar zakat fitrah ‘. Maka dikeluarkan zakat fitrah dari orang yang mati sesudah maghrib (malam Ied) atau pada saat maghrib karena mendapatkannya dua bagian bulan, lain halnya kalau mati sebelum maghrib. Tidak wajib membayar zakat fitrah orang yang dilahirkan sesudah maghrib atau pada saat maghrib, karena tidak mendapatkan bagian bulan Ramadlan. Lain halnya orang yang dilahirkan sebelum maghrib maka dia wajib zakat40. (Hasyiah al- Baijuri: 1/279)

Semoga dengan menunaikan zakat fitrah, ibadah puasa kita semakin sempurna dan kita mencapai nilai kesucian. Amiin.

8. Seputar Ahlul Bait dan Zakat

Pertanyaan: Ustadz, saya guru ngaji di kampung saya yang kehidupan

ekonominya sangat sederhana dan kata orang tua saya ini masih keturunan Sayidati Fatimah binti Rosulullah (aalul bait). Pada Idul Fitri yang lalu santri saya ada yang memberi zakat fitrahnya kepada saya tetapi oleh famili saya disuruh jangan menerima zakat karena aalul bait itu katanya tidak boleh menerima zakat. Yang menjadi pertanyaan, siapa itu aalul bait dan apa benar tidak boleh menerima zakat juga apa berlaku sampai sekarang? Atas jawaban ustadz saya haturkan jazakumullah khoiron katsiiroo.

Muhammad As-SegaafPasuruan Jatim

Jawaban:Al-Habib Muhammad As-Segaf yang saya muliakan, Aalul bait

itu maksudnya keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW. Siapa yang termasuk aalul bait itu? Menurut Imam Hanafi dan Imam Hanbali yaitu: keluarga keturunan al-‘Abbas, ‘Ali, Ja’far, ‘Aqil bin Abi Tholib dan al-Harits bin Abdul Mutthollib. Menurut Imam Syafi’i yaitu Bani Hasyim dan Bani al-Mutthollib, Sedangkan menurut Imam Maliki ahlul bait itu, Bani Hasyim saja. Adapun Bani al-Mutthollib saudara Hasyim bukan termasuk ahlul bait. Nah, Habib Muhammad Assegaf kalau benar dari keturunan Sayidatina

40

54

Page 55: Fiqih Ramadhan

Fatimah binti Rasulullah dan Sayidina ‘Ali bin Abi Tholib baik itu dari al-Hasani atau al-Husaini, maka termasuk aalul bait, begitu juga keturunan Habib Muhammad As-Segaf sampai hari kiamat.

Apakah ahlul bait boleh menerima zakat? Ada sebuah riwayat bahwa Sayidatina Fatimah mendapatkan zakat dari orang kaya, kemudian Rasulullah tidak memperbolehkan untuk menerimanya seraya beliau bersabda: “ Sesungguhnya zakat ini sebagian kotoran (harta) manusia, dan sesungguhnya tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad. ” (H.R. Muslim dari Abdul Mutthollib bin Rabi’ah)

Yang dilarang bagi aalul bait itu menerima zakat baik itu zakat fitrah atau zakat mal, adapun shodaqah hadiah, hibah atau lainnya maka tidak ada larangan. Dan larangan keluarga Rasulullah menerima zakat itu menurut mayoritas ulama berlaku sampai akhir zaman dan sebagai konpensasinya aalul bait berhak mendapatkan 1/5 (seperlima) dari baitul mal. Jika sekarang aalul bait tidak mendapatkan bagian dari baitul mal atau memang di suatu negara tidak ada baitul mal, maka menurut pendapat Imam Hanafi, Maliki dan sebagian al-Syafi’yah, boleh menerima zakat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Bahkan menurut al-Dasuqi al-Maliki untuk masa sekarang memberikan zakat kepada aalul bait dalam kondisi kekurangan itu lebih utama41.

Habib Muhammad Assegaf yang saya hormati, antum sebagai guru ngaji dan kondisi ekonomi sederhana (baca: miskin) sebenarnya berhak menerima zakat fitrah atau mal, namun karena antum termasuk ahlul bait mindzurriyatirrosul maka ada larangan Rasulullah sendiri untuk menerima zakat kepada keluarganya sebagaimana hadits di atas, karena zakat itu kotoran harta kaum muslimin dan tidak layak keluarga dan keturunan Nabi hanya mendapatkan sisa-sisa kotoran harta manusia. Maka sebaiknya kalau antum masih memungkinkan untuk mendapatkan ma’isyah dengan cara lain yang halal maka sebaiknya tidak menerima zakat, tetapi kalau kondisi antum masyaqqoh dan udzur untuk kasab juga tidak ada yang memberikan dari baitul mal, maka sesuai sebagian pendapat ulama boleh menerima zakat. Dan seharusnya para wali santri guru ngaji tidak hanya memberikan zakat fitrah kepada guru ngaji anaknya, alangkah baiknya kalau guru ngaji itu juga dibantu ekonominya setiap waktu sehingga lebih konsentrasi mengajarkan Al-Qur’an yang merupakan pekerjaan paling utama, demikian kata Rasulullah SAW. Semoga Allah memberikan kemudahan dan kecukupan kepada Habib dan kita semua. Amiiin yaa Mujibassailiin.

9. Keturunan Nabi yang Miskin dan Fii Sabilillah dan Zakat41 Wahbah al-Zuhaily>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu, Juz II, Damaskus, Da>r al- Fikr, Cetakan II, 1985, 884

55

Page 56: Fiqih Ramadhan

PertanyaanUstadz, ummi saya asal Madura sedangkan abah saya

katanya keturunan arab Sayyid (turunan Fatimah binti Rasulullah). Saya termasuk mustahiq zakat karena fi sabilillah dan miskin. Kata orang, keluarga Sayyid tidak boleh menerima zakat. Bagaimana dengan saya bolehkah saya menerima zakat?

Abdul Aziz bin Salim Al HaddadBangkalan Madura

JawabanSayyid Abdul Aziz Al Haddad Rohimakumullah, pada waktu itu

al- Fadlol bin Abbas dan Robi’ah bin Abdul Muttholib datang ke Rasulullah. Salah satu di antara mereka berkata, “ Yaa Rasulullah Engkau paling baiknya manusia dan paling banyak bersilaturrahim, kami ini sudah mencapai usia nikah, kami datang ke sini agar engkau menyuruh kami untuk mengambil sebagian shadaqoh (zakat) ini, kemudian kami berikan kepadamu sebagaimana orang – orang memberikan, dan kami bisa mendapatkan bagian sebagaimana mereka juga mendapatkan bagian. “ Rasulullah diam lama tidak menjawab, hampir mereka berkata lagi tetapi Sayyidah Zainab melarangnya dari belakang hijab. Kemudian Rasulullah bersabda, “ Sesungguhnya shodaqoh (zakat) tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad, karena shodaqoh itu kotoran (harta) manusia. “ (H.R. Muslim)

Juga hadits yang datang dari Abi Amir beliau berkata, “Ketika kami sedang duduk – duduk bersama Rasulullah kemudian datang seorang laki – laki menyuguhkan sepiring kurma. Lalu Rasulullah bertanya, “ Apa ini, Shadaqoh atau hadiah? “ Lelaki itu menjawab, “ Shadaqoh. “ kemudian Rasulullah bersabda, berilah pada mereka (shahabat yang hadir). Sayyid Hasan (cucu rasulullah) waktu itu sedang berada di pangkuan Rasulullah, kemudian Sayyid hasan mengambil kurma dan memasukkan ke dalam mulutnya. Rasulullah mengeluarkan kurma dari mulut Sayyid Hasan dan membuangnya seraya bersabda, “ Sesungguhnya kita ini keluarga Muhammad, tidak halal bagi kita shadaqoh.“ (H.R. Ahmad dan Thobroni)

Abdul Aziz al Haddad, berdasarkan hadits di atas sebagian ulama’ mengambil kesimpulan bahwa keluarga Nabi Muhammad dan seluruh keturunnnya sampai hari kiamat (Bani hasyim dan Bani Muttholib) tidak boleh menerima shadaqoh (zakat) tetapi boleh menerima hadiah atau hasil rampasan perang. (Hasyiah al- Bajuri, Ali ibn Qosim: 1/296)

Namun Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Baa ‘Alawi menjelaskan bahwa banyak ulama’ yang ‘ memperbolehkan’

56

Page 57: Fiqih Ramadhan

keturunan Nabi Muhammad (Hasan dan Husen) di masa sekarang menerima shadaqoh (zakat) karena sudah tidak mendapat bagian rampasan perang 20% (khumus). Di antara para ulama’ itu al- Istikhori, al-Harwi, Ibnu Yahya, dan Ibnu Abu Hurairah. Bahkan hal ini dikerjakan dan difatwakan oleh al Fakhrurozi, al-Qodli Hasan, Ibnu Ziyad42, dll. (Bughyatul Mustarsyidiin: 107)

Abdul Aziz al Haddad, zakat faedahnya di antaranya membantu meringankan beban orang – orang yang mempunyai kesulitan ekonomi agar tidak menjadi orang yang meminta – minta bahkan diharapkan dengan zakat seorang mustahiq zakat nantinya bisa menjadi sebagai muzakki. Kalau memang Abdul Aziz termasuk mustahiq (miskin dan fi sabilillah) dan kemungkinan sulit mendapatkan sumber rizqi lain bahkan bisa mengakibatkan meminta – minta dan terlantarnya keluarga maka tidak salah kalau menerima zakat. Tetapi kalau ingin lebih hati – hati dan masih mungkin ada sumber ekonomi selain zakat, sebaiknya tidak menerima zakat.

Semoga Allah memberi rizqi yang mudah, halal, dan barokah yang mencukupi seluruh kebutuhan kita. Amiin.

Demikianlah fiqh Ramadlan yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat untuk kita semua dan kita dapat melaksanakan puasa dengan khusyu’ dan ikhlas sehingga menmggapai derajat muttaqiin. Amiin ya mujibassaiiliin

42 Bughyatul muaarsyidin

57