Fiqih siyasah - Marhamahsaleh's Weblog | Berhenti … · Web viewMakalah ini ditulis penulis...
Click here to load reader
Transcript of Fiqih siyasah - Marhamahsaleh's Weblog | Berhenti … · Web viewMakalah ini ditulis penulis...
Fiqih siyasah
Dosen :Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA
Disusun Oleh :
Mella Champisha MLaili khoirun NisaMuhammad Nawawi
Tema : Kehidupan Politik Pada Masa Khulafa Al Rasyidin (4 khalifah)Kehidupan Politik Pasca Masa Khulafa Al Rasyidin (Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah )
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis hanturkan kepada Allah atas segala rahmat-Nya yang telah
memberikan kesempatan waktu bagi penulis dalam menyusun tugas kelompok ini. Dan
shalawat beserta salam, penulis hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
memberikan inspirasi kepada penulis akan arti dan penerapan bidang-bidang Fiqh Siyasah.
Makalah ini ditulis penulis sebagai tugas mata kuliah Fiqh Siyasah. Dan tujuan dari
makalah ini adalah untuk mengetahui kehidupan politik pada masa khulafa al-Rasyidin dan
kehidupan politik pasca khulafa al-Rasyidin.Tiada Manusia yang Sempurna, begitupun dengan
makalah ini. Masih ada beberapa kesalahan yang ada tanpa disadari oleh penulis, oleh karena
itu penulis harapkan akan adanya kritik dan saran atas makalah ini yang membangun. Dan
dari penulis sendiri kami ucapkan terima kasih, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.
Ciputat, 2 Oktober 2009
Penulis
2
Daftar Isi
Kata Pengantar
Kehidupan Politik Masa khulafah al-Rasyidin ……....
Abu Bakar
Umar bin Khatab
Utsman bin Affan
Ali bin Abu Thalib
Kehidupan Politik Masa khulafah al-Rasyidin
Masa Bani Umayyah
Masa Bani Abbasiyah
Daftar Pustaka
3
AL Khufala Al – Rasyidin
Dengan wafat nya Nabi maka berakhirlah stuasi yang sangat unik dalam sejarah islam, yakni
kehadiran seorang pemimpin tunggal yang memiliki otoritas spiritual dan temporal (duniawi)
yang berdasarkan kenabian dan bersumberkan wahyu Illahi.
Nabi Muhammad adalah utusan Tuhan yang terakhir. Sementara itu beliau tidak meninggalkan
wasiat atau pesan tentang siapa di antara para sahabat yang harus menggantikan beliau
sebagai pemimpin umat. Itulah kiranya mengapa ada 4 Al-khulafa al – Rasyidin.
ABU BAKAR (11-13H / 632-634 M)
Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama melalui pemilihan dalam satu pertemuan yang
berlangsung pada hari kedua setelah Nabi Wafat dan sebelum jenazah beliau di makamkan.
Itulah antara lain yang menyebabkan kemarahan keluarga Nabi, khususnya Fatimah, putrid
tunggal beliau.
Pada hari itu Umar Bin Khattab mendengar berita bahwa kelompok ansar mendengar berita
sedang melangsungkan pertemuan di Saqifah atau Balai pertemuan Bani Saidah, Madinah,
Untuk mengangkat Saad Bin Ubadah, seorang tokoh ansar dari suku khazraj, sebagai
khalifah. Dalam keadaan gusar umat cepat cepat pergi kerumah kediaman Nabi dan menyuuh
seseorang untuk menghubungi Abu Bakar, yang berada dalam rumah, dan memintanya
supaya keluar. Semula Abu Bakar Menolak denagan alsan sedang sibuk. Tetapi akhirnya dia
keluar setelah di beritahu telah terjadi peristiwa penting yang mengharuskan kehadiran Abu
Bakar.
Sampai di balai pertemuan ternyata sudah datang pula sejumlah orang Muhajirin, dan bahkan
telah terjadi perdebatan sengit antara kelompok Ansar dan kelompok Muhajirin.lalu Abu Bakar
dengan nada tenang mulai berbicara. Kepada kelopok Ansar beliau mengingatkan bukan kah
Nabi pernah bersabda bahwa kepemimpinan umat islam itu seyogianya berada pada tengah
suku Quraisy, dan bahwa hanya pada di bawah pimpinan itulah akan terjamin keutuhan,
4
keselamatan dan kesejahteraan bangsa Arab. Kemudian Abu Bakar menawarkan dua tokoh
Quraisy untuk dipilih sebagai khalifah, Umar Bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarah. Orang
orang ansar tampaknya sangat terkesan oleh ucapan Abu Bakar itu, dan Umar tidak menyia
nyiakan momentum yang sangat baik itu. Dia bangun dari tempat duduknya dan menuju ke
tempat Abu Bakar untuk ber baiat dan menyatakan kesetiannya kepada Abu Bakar sebagai
Khalifah, seraya menyatakan bahwa bukanlah Abu Bakar yang selalu di minta oleh Nabi untuk
menggantikan beliau sebagai imam sholat bilamana Nabi sakit, dan bahwa Abu Bakar adalah
sahabat yang paling di sayangi oleh Nabi. Gerakan Umar itu diikuti oleh Abu Ubaidah bin
Jarah. Tetapi sebelum kedua tokoh Quraisy itu tiba di depan Abu Bakar dan mengucapkan
baiat, Basyir bin Saad, seorang tokoh Ansar dari suku Khazraj, mendahului mengucapkan
baiatnya kepada Abu Bakar. Barulah kemudian Umar dan Abu Ubaidah serta para hadirin,
baik dari kelompok Muhajirin maupun kelompok Ansar dari Aus. Baiat terbats ini kemudian
terkenal dala sejarah Islam dengan nama Bai’at Saqifah atau baiat di bali pertemuan. Para
sahabat senior tersebut kemudian seorang demi seorang, kecuali Zubair, dengan sukarela
berbaiat kepada Abu Bakar. Zubair memerlukan tekanan dari Umar agar bersedia berbaiat.
Adapun Ali bin Abu Thalib, menurut banyak ahli sejarah baru berbaiat kepada Abu Bakar
setelah Fatimah, istri Ali, dan putri tunggal Nabi wafat 6 bulan kemudian.
B. UMAR BIN KHATTAB ( 13-23H / 634–644M )
Berbeda dengan pendahulunya, Abu Bakar, mendapatkan kepercayaan sebagai khallifah
kedua tidak melalui pemilihan dalam suatu forum musyawarah yang terbuka, tetapi melalui
penunjukan atau wasiat oleh pendahulunya. Pada tahun ketiga sejak menjabat khlifah, Abu
Bakar mendadak jatuh sakit. Selama 15 hari dia tidak pergi ke masjid dan meminta kepada
Umar agar mewakilinya menjadi imam sholat. Makin hari makin sakit Abu Bakar makin parah
dan timbul perasaan padanya bahwa ajal sudah dekat. Sementara itu kenangan tentang
pertentangan di balai pertemuan Bani Saidah masih segar dalam ingatannya. Dia khawattir
kalau tidak segera menunjuk pengganti dan ajal segera datang, akan timbul pertentangan di
kalangan umat islam yang dapat lebih hebat daripada ketika Nabi wafat dahulu. Bagi Abu
Bakar orang yang paling tepat menggantikannya tidak lain adalah Umar bin Khattab. Maka dia
mulai mengadakan konsultasi tertutup dengan beberapa sahabat senior yang kebetulan
5
menengok di rumahnya. Diantara mereka adalah Abd al-Rahman bin Auf dan Utsman bin
Affan dari kelompok Muhajirin, serta Asid bin Khudair dari kelompok Ansar. Pada dasarnya
semua mendukung maksud Abu Bakar, meskipun ada beberapa diantaranya yang
menyampaikan catatan Abd al-Rahman misalnya, mengingatkan akan sifat “keras” Umar.
Peringatan itu dijawab oleh Abu Bakar bahwa Umar yang bersifat keras selama ini karena
melihat sifat Abu Bakar yang biasanya lunak, dan kelak kalau Umar sudah memimpin sendiri
dia akan berubah menjadi lebih lunak. Suatu hal yang cukup menarik ialah seusai
berkonsultasi dengan Abd al-Rahman bin Auf dan Utsman bin Affan, Abu Bakar berpesan
kepada mereka berdua agar tidak menceritakan isi pembicaraan itu kepada orang lain.
Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan, lalu mendiktekan pesannya. Baru saja setengah dari
pesan itu didiktekan, tiba tiba Abu Bakar jatuh pingsan, tetapi Utsman terus saja
menuliskannya. Ketika Abu Bakar sadar kembali dia bertanya kepada Utsman supaya
membacakan apa yang telah dia tuliskan. Utsman membacanya, yang pada pokoknya
menyatakan bahwa Abu Bakar telah menujuk Umar bin Khattab supaya menjadi penggantinya
(sepeninggal dia nanti). Seusai dibacakan pesan yang sebagian ditulis oleh Utsman sendiri itu
Abu Bakar menyatakan pula bahwa tampaknya Utsman juga ikut gusar terhadap kemungkinan
perpecahan umat kalau pesan itu tidak diselesaikan.
Sesuai dengan pesan tertulis tersebut, sepeninggal Abu Bakar, Umar bin Khattab di kukuhkan
sebagai khalifah kedua dalam suatu baiat dan terbuka di mesjid Nabawi.
C. UTSMAN BIN AFFAN ( 23-35H / 644-656M )
Utsman bin Affan menjadi khalifah yang ketiga melalui proses lain lagi, tidak sama dengan
Abu Bakar, tidak serupa pula dengan Umar. Dia dipilih oleh sekelompok orang yang nama
namanya sudah di tentukan oleh Umar sebelum dia wafat.
Waktu itu datanglah sejunlah tokoh masyarakat mohon kepada Umar supaya segera
menunjuk pengganti, karena mereka khawatir bahwa akibat luka lukanya itu Umar tidak akan
6
hidup lebih lama lagi dan kalau sampai wafat tanpa terlebih dahulu menunjuk penggantinya di
khawatirkan akan terjadi pertentangan dana perpecahan dikalangan umat. Tetapi Umar
menolak memenuhi permintaan mereka dengan alasan bahwa orang orang yang menurut
pendapatnya pantas ditunjuk sebagai pengganti sudah lebih dahulu meniggal. Bahkan Umar
marah besar ketika tokoh tokoh tersebut mengusulkan agar dia menunjuk salah seorang
putranya sendiri Abudulah Bin Umar. Akhirnya Umar menyerah tetapi tidak secara langsung
menunjuk pengganti. Dia hanya menyebutkan enam sahabat senior dan merekalah nanti
sepeninggalnya yang harus memilih seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah: Ali bin
Abu Thalib, Usman bin Affan, Saad bin Abu Waqqas, Abd al-Rahman bin Auf, Zubair bin
Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah, serta Abudllah bin Umar, putranya, tetapi “tanpa hak
suara”. Menurut Umar dasar pertimbangan mengapa memilih enam orang tersebut, yang
semuanya dari kelompok Muhajirin atau Quraisy, karena mereka berenam itu dahulu
dinyatakan oleh Nabi sebagai calon calon pengurus surga, dan bukan karena mereka masing
masing mewakili kelompok atau suku tertentu. Pesan Umar, sepeninggalnya nanti mereka
berenam segera berunding dan dalam waktu paling lama tiga hari sudah dapat memilih salah
seorang diantara mereka menjadi khalifah.
Setelah Umar wafat lima dari enam orang tersebut segaera bertemu untuk merundingkan
pengisiian jabatan khalifah. Sejak awal jalannya pertemuaan itu sangat alot. Abd al-Rahman
bin Auf menciba memperlancarnya dengan himbauan agar sebaiknya di anatara mereka
dengan sukarela membuka diri dan memberi kesempatan kepada orang yang betul betul
paling memenuhi syarat untuk dipilih sebagai khalifah. Tetapi himbauan itu tidak berhasil.
Kemudian Abd al-Rahman sendiri menyatakan mengundurkan diri, tetapi tidak ada seorang
pun dari empat orang yang lain itu mengikutinya. Dalam keadaan macet itu Abd al-Rahman
bermusyawarah dengan tokoh tokoh selain ke empat orang tersebut. Mereka terbelah menjadi
2 kubu : pendukung Ali dan pendukung Utsman. Dalam pertemuaan berikutnya dengan empat
rekannya, Abd al-Rahman menanyakan kepada Ali bin Abu Thalib, bahwa seandainya bukan
dia (Ali), siapa menurut pendapatnya yang patut menjadi khalifah. Ali menjawab : Utsman.
Pertanyaan yang sama di ajukan kepada Zubair dan Saad, dan jawaban mereka berdua sama
: Utsman. Terakhir pertanyaan yang sama diajukan pula kepada Utsman dan Utsman
menjawab Ali. Dengan demikian semakin jelas bahwa hanya dua calon untuk jabatan khalifah:
Ali dan Utsman. Kemudian Abd al-Rhman menanyakan kepadanya seandainya dia di pilih
7
menjadi khalifah, sanggupkah dia melaksanakan tugasnya berdasarkan Alquran, sunah Rosull
dan kebijaksanaan dua khalifa sebelum dia. Ali menjawab bahwa dirinya berharap dapat
berbuat sejauh pengetahuaan dan kemampuaannya. Abd al-Rahman berganti mengundang
Utsman dan mengajukan pertanyaan yang sama kepadanya. Dengan tegas Utsma menjawab
“ya! Saya sanggup”. Berdasarkan jawaban itu Abd al-Rahman menyatakan Utsman menjadi
khalifah ketiga.
D. ALI BIN ABU THALIB (35-40H / 656-661M )
Ali bin Abu Thalib 12 tahun kemudian, diangkat menjadi khalifah yang ke empat melalui
pemilihan yang penyelenggaraannya jauh dari sempurna. Setelah para pemberontak
membunuh Utsman bin Affan, mereka mendesak Ali agar bersedia diangkat menjadi khalifah.
Ali menolak desakan para pemberontak, dan menanyakan dimana peserta (pertempuran)
Badar, dimana Thalhah, Zubair dan Saad, karena merekalah yang berhak menentukan
tentang siapa yang harus menjadi khalifah. Maka muncul lah tiga tokoh senior itu dan berbaiat
kepada Ali dan segera diikuti oleh orang banyak, baik dari kelompok Muhajirin maupun
kelompok Ansar. Orang pertama yang berbaiat kepada Ali adalah Thalhah bin Ubaidillah.
Perlu kiranya dikemukakan bahwa terdapat perbedaan antara pemilihan terhadap Abu Bakar
dan Utsman dan pemilihan terhadap Ali. Dalam dua pemilihan yang terdahulu meskipun mula
mula terdapat sejumlah orang yang menentang, tetapi setelah calon calon itu terpilih dan
diputuskan menjadi khalifah orang orang tersebut menerimanya dan ikut berbaiat serta
menyatakan kesetiaannya termasuk Ali, baik kepada Abu Bakar maupun terhadap Utsman.
Lain hal nya dalam pemilihan terhadap Ali penetapannya sebagai khalifah ditolak antara lain
oleh Muawiyah bin Abu Sofyan, gubernur di Suria yang keluarga Utsman, dengan alasan :
pertama Ali harus bertanggung jawabkan tentang terbunuhnya Utsman. Kedua, berhubung
wilayah Islam telah meluas timbul komunitas Islam, maka hak untuk menentukan pengisian
jabatan khalifah tidak lagi merupakan hak mereka yang berada di Madinah saja.
8
KEHIDUPAN POLITIK PASCA KHULAFAURRASYIDIN
A.BANI UMAYYAH
Nama Bani Umayyah dalam bahasa arab berarti anak turun Umayyah,yaitu
Umayyah bin Abdul Syams,salah satu pemimpin dalam kabilah suku Quraisy. Abdul
Syams adalah saudara dari Hasyim,sama-sama keturunan Abdul Manaf,yang
menurunkan Bani Hasyim. Dari Bani Hasyim inilah lahir Nabi Muhammad.
Pada masa sebelum islam,Bani Umayyah selalu bersaing dalam Bani Hasyim. Pada
waktu itu,Bani Umayyah selalu bersaing dengan Bani Hasyim. Pada waktu itu,Bani
Umayyah lebih berperan dalam masyarakat mekah. Hal itu disebabkan mereka
menguasai pemerintahan dan perdagangan yang banyak bergantung kepada
pengunjung kakbah. Dipihak lain,Bani Hasyim adalah orang-orang yang berekonomi
sederhana.
Keadaan mulai berubah pada waktu Nabi Muhammad SAW,salah seorang dari Bani
Hasyim,mendapatkan wahyu Allah SWT untuk mengembangkan agama islam,Bani
Umayyah merasa bahwa kekuasaan dalam perekonomiannya terancam. Oleh sebab
itu,merka menjadi penentang utama dalam perjuangan Nabi Muhammad SAW.
1.Awal Berdirinya
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW,pemerintahan islam dipegang oleh Abu
Bakar as-Siddiq. Pada masa itu,Bani Umayyah merasa bahwa kelas mereka di bawah
kaum Anshar dan Muhajitin. Hal itu disebabkan,mereka masuk islam pada gelombang
yang terakhir,untuk mendapat kelas yang setingkat,mereka harus menunjukkan
perjuangan mereka dalam perang membela islam. Ketika itu,Muawiyyah bin Abu
Sufyan berjasa karena keterlibatannya dalam perang riddah untuk menumpas kaum
murtad. Pada masa pemerintahan usman bin Affan,Muawiyyah bin Abu Sufyan
diangkat menjadi gubernur di Suriah menggantikan saudaranya. Bani Umayyah juga
mendapatkan ketetapan bahwa mereka menjadi penguasa disana,sebagaimana orang
9
Quraisy mendapatkan kekuasaan di Mekah. Hal itu juga disebabkan karena Usman bin
Affan adalah salah seorang Bani Umayyah .
Masa pemerintahan Ali bin Abi Talib menjadi awal perpecahan umat islam. Hal
ini disebabkan oleh kematian Usman bin Affan yang terbunuh.
2.Masa Pemerintahan
Muawiyyah bin Abu Sufyan mengawali pemerintahan 90 tahun Bani Umayyah di
Damaskus. Dalam peristiwa amul jama’ah yang menjadi titik awal pemerintahan
Bani Umayyah,Muawiyyah bin Abu Sufyan membuat kesepakatan dengan Hasan
bin Ali. Isi kedepakatan itu, antara lain mengenai pergantian kekuasaan yang akan
diserahkan kepada musyawarah umat islam. Umat islam berhak menentukan siapa
yang akan menjadi khlifah,akan tetapi,muawiyyah bin Abu Sufyan melanggar
kesepakatan itu. Ia mewariskan kekuasaan secara turun-temurun kepada anggota
Bani Umayyah. Hal inilah yang menyebabkan munculnya perlawanan dari
masyarakat yang kecewa terhadapnya.
Pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan,umat islam menyebrangi
sungai Oxus,menguasai daerah Balkh, Bukhara, Khawarizm, Fergana dan
Samarkan. Umat islam juga memasuki India dan menguasai
Balukistan,Sind,Punjab,dan Multan.
Penyebaran islam dilanjutkan pada masa al-Walid nin Abdul Malik. Pada tahun
711 M,Tariq bin Ziyad menaklukan Aljazair dan Maroko. Ia bahkan menyebrang ke
Spanyol dan menguasai Kordoba,Sevilla,Elvira,dan Toledo. Sebuah gunung batu
tempat di mana Tariq bin Ziyad mendarat diabadikan dengan namanya,yaitu jabal
Tariq dan sekarang termahsyur dengan nama Gibraltar. Sejak saat itulah islam
mulai menyebar di Eropa serta mengembangkan berbagai macam ilmu
pengetahuan dari sana.
10
3.Keruntuhan Bani Umayyah
Bani Umayyah mengalami keruntuhan oleh banyak hal,diantaranya adalah
terbaginya kekuasaan Daulah Bani Umayyah ke dalam dua wilayah. Kholifah Marwah
bin Muhammad berkuasa di wilayah semenajung Tanah Arab,dan Kholifah Yazid bin
Umar berkuasa di wilayah Wasit. Namun yang paling kuat diantara kedua wilayah
tersebut adalah yang berpusat di Semenanjung Tanah Arab. Sehingga para pendiri
kerajaan Daulah Bani Abbasiyah terus menerus mengatur strateginya untuk
menumbangkan Kholifah Marwan dengan cara apapun,termasuk menghabisi
nyawanya. Pembunuhan terhadap Marwan bin Muhammad dan Yazid bin Umar
momwnt inilah yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah
yang sudah berkuasa selama 90 tahun.
B.BANI ABBASIYAH
1.Pembangunan Daulah Bani Abbasiyah
Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib,paman
Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin
Al-Abbas,atau lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani
Abbasiyah berdiri antara tahun 132-656/750-1258 M. Lima setengah abad lamanya
keluarga Abbasiyah menduduki singgasana khalifah islamiyah. Pusat
pemerintahannya di kota Baghdad.
Tokoh pendiri Daulah Bani Abbasiyah adalah: Abul Abbas As-Saffah,Abu Ja’far Al-
Mansur,Ibrahim Al-Imam dan Abu Muslim Al-Khurasani. Bani Abbasiyah mempunyai
khalifah sebanyak 37 orang. Dari masa pemerintahan Abul Abbas As-Saffah sampai
Khalifah Al-Watsiq Billah agama islam mencapai masa keemasan ( 132-232 H/749-
879 M). Dan pada masa kholifah Al-Mutawakkil sampai dengan Al-Mu’tashim,islam
mengalami masa kemunduran dan keruntuhan akibat serangan bangsa Mongol
Tartar pimpinan Hulakho Khan pada tahun 656 H/1258 M.
11
2.Perbedaan antara kekuasaan dinasti Abbasiyah dengan kekuasaan Dinasti bani Umayah,diantaranya adalah:
Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab Orientid,artinya dalm segala hal para
pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni,begitu pula corak peradaban yang di
hasilakn pada dinasti ini.
Dinasti Abbasiyyah disamping bersifat arab murni,juga sedikit banyak telah
terpengaruh dengan corak pemikiran dan peradaban Persia,Romawi Timur,Mesir
dan sebagainya.
Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah,luas wilayah kekuasaan islam semakin
bertambah,meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah,antara lain
Hijaz,YamanUtara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia),
Yordania,Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia,Al-jazair, Maroko, Spanyol, Afganistan
dan Pakistan dan meluas sampai ke Turki, Cina dan juga India.
3.Bentuk-Bentuk peradaban islam pada masa Daulah abbasiyah
Adapun bentuk-bentuk peradaban islam pada masa daulah Bani Abbasiyah
adalah sebagai berikut:
a.Kota-Kota Pusat PeradabanDiantara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adlah Baghdad dan
Samarra. Baghdad merupakan ibu kota Negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan
Kholifah Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya
kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan.
Sedangkan kota Samarra terletak di sebelah timur sungai Tigris,yang berjarak + 60
km dari kota Baghdad. Didalamnya terdapat 17 istana mungil yang menjadi contoh
seni bangunan islam di kota-kota lain.
b.Bidang Pemerintahan.
12
Dalam pembagian wilayah (provinsi),pemerintahan Bani Abbasiyah menamakannya
dengan Imaraat,gubernurnya bergelar Amir/Hakim. Imaraat saat itu ada 3 macam
yaitu: Imaraat Al-Istikhfa,Al-Amaarah Al-Khassah dan Imaraat Al-Istilau. Kepada
wilayah/imaraat ini diberi hak-hak otonomi terbatas,sedangkan desa/al-Qura dengan
kepala desanya as-Syaikh al-Qoryah diberi otonomi penuh. Dinasti Abbasiyah juga
telah membentuk angkatan perang yang kuat. Kholifah juga membentuk Baitul
Mal/Departemen keuangan untuk mengatur keuangan Negara khususnya.
Disampaing itu khalifah juga membentuk badan peradilan guna membantu khalifah
dalam urusan hokum.
c.Bangunan Tempat Pendidikan dan Peribadatan Diantara bentuk bangunan yang dijadikan sebagai lembaga pendidikan adlah
madrasah. Madrasah yang terkenal saat itu adalah Madrasah Nizamiyah,yang
didirikan di Baghdad,Isfahan,Nisabur,Basrah,Tabaristan,Hara dan Musol oleh Nizam
al-Mulk seorang perdana mentri pada tahun 456-486 H. Selain madrasah terdapt
juga Kuttab,sebagai lembaga pendidikan dasar dan menegah,Majlis Muhadhoroh
sebahai tempat pertemuan dan diskusi para ilmuan,serta Darul Hikmah sebagai
perpustakaan.
Disamping itu juga terdapat masjid seperti masjid Cordova,Ibnu Toulun,Al-Azhar dan
lain sebagainya.
d.Bidang ilmu pengetahuanIlmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu
aqli. Ilmu naqli terdiri dari Ilmu Tafsir,Ilmu Hadits,Ilmu Fiqih,Ilmu Kalam,Ilmu
Tasawwuf dan Ilmu Bahasa. Adapun Ilmu Aqli seperti: Ilmu Kedokteran,Ilmu
perbintangan,Ilmu Kimia,Ilmu Pasti,Logika,Filsafat dan Geografi.
4.Kemunduran Daulah Bani AbasiyahKehancuran Dinasti Abbasiyah ini tidak terjadi dengan cara spontanitas,
melainkan melalui proses yang panjang yang diawali oleh berbagai pemberontakan
dari kelompok yang tidak senang terhadap kepemimpinan Kholifah Abbasiyah.
Disampin itu juga kelemahan kedudukan kekholifahan dinasti Abbasiyah di
13
Baghdad,disebabkan oleh luasnya wilayah kekuasaan yang kurang
terkendali,sehingga menimbulkan disintegrasi wilayah.
Diantara kelemahan yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah
sebagai berikut:
a. Mayoritas kholifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadinya
dan cenderung hidup mewah.
b. Luasnya wilayah kekuasaan Abbasiyah,sementara komunikasi pusat dengan daerah
sulit dilakukan
c. Ketergantungan kepada tentara bayaran
d. Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki dan Persia,yang menimbulkan
kecemburuan bagi bangsa Arab murni.
e. Permusuhan antar kelompok suku dan agama.
f. Perang salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
Penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan Panglima Hulagu Khan yang
menghancurleburkan kota Baghdad.
14
Daftar Pustaka
Sadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara: Ajaran, sejarah da pemikiran. Jakarta: UI
Press,1990
Haludhi, khuslan dan Sa’id, Abdurrohim, Integrasi Budi Pekerti Dalam Pendidikan
Agama Islam. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,2004
15