FORMULASI dan UJI STABILITAS KRIM NANO MINYAK ATSIRI …
Transcript of FORMULASI dan UJI STABILITAS KRIM NANO MINYAK ATSIRI …
FORMULASI dan UJI STABILITAS KRIM NANO MINYAK
ATSIRI DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum L. Merrill dan
Perry)
SKRIPSI
diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari
RIZKI DERMAWAN
D1A151048
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis
panjatkan atas kehadirat Alloh SWT,karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penyusunan skripsi yang berjudul “ FORMULASI dan UJI STABLITAS KRIM
NANO MINYAK ATSIRI DAUN CENGKEH (Syzygium aromaticum (L)
MERRIIL & PERRY”ini dapat di selesaikan guna memenuhi salah satu
persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Jurusan Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-ghifari.
Perjalanan Panjang telah penulis lalui dalam rangka perampungan penulisan
skripsi ini .banyak hambatan yang di hadapi dalam penyusunannya, namun berkat
kehendak-Nyalah sehingga penulis berhasil menyelesaikan penyusunan skripsi
ini.Oleh karena itu ,dengan penuh kerendahan hati,pada kesempatan patutlah
kiranya penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr.H. Didin Muhafidin, S.I.P.,M.Si., selaku Rektor
Universitas Al-Ghifari Bandung.
2. Bapak Ardian Baitariza, M.Si.,Apt., selaku Dekan Fakultas MIPA
Universitas Al-Ghifari Bandung.
3. Ibu Ginayanti Hadisoebroto,M.Si.,Apt., selaku Ketua Jurusan
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Al-Ghifari Bandung.
4. Ibu Sri Maryam,M.Si.,Apt.,selaku Dosen Wali dan Dosen
Pembimbing Skripsi Utama dan Bapak Kusdi Hartono,S.Si.M.Mkes
selaku Dosen Pembimbing Skripsi kedua yang telah meluangkan
waktu ,fikiran, dan perhatian serta bimbingan dalam penulisan skipsi
ini.
5. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmunya selama masa
perkuliahan ,seluruh staf dan karyawan Universitas Al-Ghifari
Bandung.
6. Orang tua tercinta yaitu Uded Rukmana S.Pd dan Engkay yang
selalu mendoakan dan membantu menyelesaikan permasalahan
yang terjadi selama menyusun skripsi.
7. Adik tersayang yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan
dalam penyusunan skripsi.
8. Ibu Hj.Yena R Iskandar,.S.Si.Apt selaku Direktur Utama PT
Ma’soem Generasi Utama yang telah memberikan motivasi dan
dukungan selama masa perkuliahan penulis.
9. Kepada teman – teman sejawat ,seperjuangan khususnya anak kelas
A11A yang berjuang bersama dari awal hingga akhir serta semua
pihak yang terlibat mulai dari awal penulisan, penelitian hingga
skripsi ini selesai.
10. Serta tidak lupa untuk teman setim dalam penelitian ini rahmadian
dan windi yang telah banyak berjasa dari awal penelitian sampai
skripsi ini selesai.
Rasa hormat dan terima kasih bagi semua pihak atas segala dukungan dan
doanya semoga Alloh SWT,membalas segala kebaikan yang telah mereka berikan
kepada penulis.Aamiin
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang
telah membantu dan semoga alloh SWT melimpahkan karunianya dalam setiap
amal kebaikan kita dan berikan balasan.Aamiin .
Bandung , Agustus 2019
Penulis
ABSTRAKS
Cengkeh ( Syzygium aromaticum ( L ) merril & perry ) adalah tanaman asli
Indonesia yang semua bagian tanaman ini menghasilkan minyak atsiri,
kandungan utama minyak cengkeh adalah eugenol ( 70-80 % ). Perkembangan
nanoteknologi semakin pesat hingga muncul teknologi nano atau sering disebut
nanoteknologi . Nanoteknologi merupakan teknologi yang dapat di terapkan di
berbagai bidang. Pada perkembangannya produk nano semakin luas kebidang
kosmetik seperti krim nano partikel. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui kestabilan minyak atsiri dalam sediaan krim nano dan mengetahui
kestabilan minyak atsiri pada suhu rendah dan suhu tinggi. Metode penelitian pada
pembuatan minyak cengkeh dengan menggunakan destilasi, pada pembuatan
krim menggunakan alat homogenisasi tingkat tinggi ( High pressure
Honogenation /HPH ) dan untuk menganalisis sediaan krim nano dengan
mengunakan alat particle size analyzer (PSA). Hasil penelitian sediaan krim nano
minyak atsiri daun cengkeh terbukti stabil dalam nanopartikel dengan angka
0,688µm dengan variansi 0,306µm2 sebelum evaluasi tetapi sesudah evaluasi
menunjukan angka 1,919µm dengan variansi 0,375µm2 ,hasil penelitian dalam satu
bulan krim yang stabil pada suhu kamar,suhu dingin dan suhu tinggi adalah
formula 1 sedangkan untuk formula 2 dan 3 terjadi perubahan pada suhu
tinggi.Hasil uji iritasi krim ini tidak menyebabkan iritasi.Hasil Uji kesukaan baik
dari bentuk,warna,dan tekstur yang paling disukai adalah formula 1.Simpulan
sediaan krim nano minyak atsiri terbukti stabil dalam nanopartikel dan
berdasarkan hasil penelitian dalam satu bulan krim yang stabil pada suhu kamar,
suhu dingin dan suhu tinggi adalah formula 1 sedangkan untuk formula 2 dan 3
mengalami perubahan pada suhu tinggi.
Kata kunci : minyak atsiri cengkeh , nanoteknologi , nanopartikel
i
ABSTRACT
(Syzygium Aromaticum (L) merril & perry) is an Indonesian native plant
that all part these plants produce essential oils, the main content of clove oil is
eugenol (70- 80%). The development of nanotechnology is increasingly rapid until
nanotechnology appears or often called nanotechnology. Nanotechnology is a
technology that can be applied in various fields. In its development the
development of nano products is increasingly widespread in the field of cosmetics
such as nano particle creams. The purpose of this study was to determine the
stability of essential oils in nano cream preparations and determine the stability
of essential oils at low temperatures and high temperatures, the research method in
making clove oil using distillation. in the process of making cream using a high
pressure Honogenation (HPH) tool and to analyze nano cream preparations using
a particle size analyzer (PSA) .The results of the nano clove oil essential cream
preparation proved to be stable in nanoparticles with a number of 0.688 µm with
a variance of 0.306 µm2 before evaluation but after evaluation showed a figure of
1,919 µm with a variance of 0.375 µm2, the results of the study in one month of
cream were stable at room temperature, cold temperature and high temperature
is formula 1 whereas for formula 2 and 3 there is a change at high temperature.
The results of this cream irritation test do not cause irritation. proven to be stable
in nanoparticles and based on research results in one month a cream that is
stable at room temperature, cold temperature and high temperature is formula 1
whereas for formula 2 and 3 it changes at high temperature.
Keywords: clove essential oil, nanotechnology, nanoparticles
ii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK…………………………………………………………………. i
ABSTRACT………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. iii
DAFTAR GAMBAR,GRAFIK…………………………………………… viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………….. ix
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. x
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………
….. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………….. 1
1.2 Identifikasi Masalah…………………………………………….. 3
1.3 Tujuan Masalah…………………………………………………. 3
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………. 3
1.5 Waktu dan tempat Penelitian……………………………………. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….. 5
2.1 Cengkeh ………………………………………………………….. 5
2.1.1 Deskripsi Cengkeh……………………………………….. 5
2.1.2 Klasifikasi Cengkeh……………………………………… 6
2.1.3 Budidaya Cengkeh……………………………………...... 7
2.1.4 Morfologi Tanaman……………………………………… 8
2.1.5 Pembuatan Simplisia……………………………………… 9
2.1.6 Skrining Fitokim………………………………………….. 10
iii
2.2 Ektraksi ………………………………………………………… 15
2.2.1 Definisi Ektraksi……………………………………….. 15
2.2.2 Jenis – Jenis Ektraksi…………………………………... 16
2.3 Minyak Atsiri…………………………………………………… 21
2.3.1 Defini Minyak Atsiri…………………………………… 21
2.3.2 Sifat-Sifat Minyak Atsiri……………………………….. 22
2.4 Minyak daun cengkeh………………………………………….. 23
2.4.1 Definisi Minyak Daun Cengkeh……………………….. . 23
2.4.2 Kandungan Minyak Daun Cengkeh…………………… .. 24
2.4.3 Kegunaan Minyak Daun Cengkeh…………………….... 25
2.5 Krim…………………………………………………………… . 25
2.5.1 Pengertian Krim………………………………………….. 25
2.5.2 Kelebihan Krim…………………………………………… 26
2.5.3 Kekurangan krim……………………………………….... 27
2.5.4 Jenis- jenis Krim………………………………………… 28
2.6 Metode Pembuatan Krim…………………………………………. 29
2.7 Evaluasi Sediaan Krim…………………………………………… 30
2.8 Nano teknologi…………………………………………………… 31
2.9 Metode Pembuatan Lemak Padat Nanopartikel………………….. 32
2.10 Monografi Bahan………………………………………………… 33
iv
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 37
3.1 Alat dab Bahan…………………………………………………… 37
3.2 Prosedur Penelitian……………………………………………….. 37
3.3 Cara Ekstraksi Minyak Daun Cengkeh…………………………… 37
3.4 Karakteristik Simplisia……………………………………………. 38
3.4.1 Penetapan kadar air………………………………………… 38
3.4.2 Susut Pengeringan……………………………………….. 38
3.5 Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak……………………... 39
3.6 Uji Formulasi Sediaan Krim Nano……………………………… 41
3.6.1 Rancangan Formula……………………………………… 41
3.6.2 Prosedur Pembuatan…………………………………........ 42
3.7 Uji Evaluasi dan Stabilitas Krim………………………………… 43
3.7.1 Evaluasi Stabilitas pada suhu rendah,kamar dan tinggi...... 43
3.7.2 Pengamatan Organoleptik………………………………… 43
3.7.3 Pemeriksaan Homogenitas……………………………….. 43
3.7.4 Pengukuran pH…………………………………………… 43
3.7.5 Evaluasi Viskositas………………………………………. 44
3.7.6 Cycling test…………………………………………………….. 44
3.7.7 Hedonik…………………………………………………… 44
3.7.8 Uji Nano Partikel………………………………………… 45
v
3.7.9 Uji Iritasi…………………………………………………. 45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………….. 46
4.1 Pengumpulan Bahan……………………………………………... 46
4.2 Determinasi Tanaman…………………………………………… 46
4.3 Karakteristik Simplisia………………………………………….. 46
4.3.1 Penetapan kadar air………………………………………. 46
4.3.2 susut pengeringan………………………………………… 46
4.4 Skrining Fitokimia……………………………………………… 47
4.5 Ektraksi Daun Cengkeh cara Destilasi di desa serang Panjang.... 48
4.6 Evaluasi Krim Minyak Daun cengkeh………………………….. 48
4.6.1 Evaluasi Stabilitas Pada suhu rendah, kamar, tinggi…….. 48
4.6.2 Organoleptik……………………………………………… 49
4.6.3 Homogenitas…………………………………………….. 50
4.6.4 Uji pH…………………………………………………….. 51
4.6.5 Uji Viskositas……………………………………………. . 53
4.6.6 Uji Cycling test …………………………………………. . 54
4.6.7 Uji Hedonik……………………………………………… 55
4.6.8 Uji iritasi………………………………………………… .. 56
4.6.9 Uji Partikel………………………………………………. 57
vi
BAB V Penutup ................................................................................................. 60
5.1 Simpulan…………………………………………………………. 60
5.2 Saran ................................................................................................... 60
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 61
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Formulasi Krim Nano Minyak atsiri daun Cengkeh……………… 41
Tabel 4.1 Skrining Fitokimia………………………………………………… 47
Tabel 4.2 Hasil evaluasi suhu………………………………………………… 48
Tabel 4.3 Hasil Organoleptik di lihat dari bentuk,warna, bau……………….. 49
Tabel 4.4 Homogeitas sediaan Krim Minyak cengkeh………………………. 50
Tabel 4.5 Uji pH krim Minyak Cengkeh…………………………………….. 50
Tabel 4.6 Hasil Viskositas Krim Minyak Cengkeh…………………………. 51
Tabel 4.7 Hasil Cyngling Test………………………………………………. 53
Tabel 4.8 Hasil Uji Hedonik………………………………………………… 54
Tabel 4.9 Hasil Uji Iritasi…………………………………………………… 56
viii
DAFTAR GAMBAR DAN
GRAFIK
Halaman
Gambar 2.1 Tanaman Cengkeh……………………………………………….. 6
Gambar 2.2 Struktur Flavon…………………………………………………. 13
Gambar 2.3 Struktur Tanin…………………………………………………… 14
Gambar 2.4 Struktur Eugenol………………………………………………... 24
Gambar 4.1 Grafik Kestabilan pH Krim Minyak daun Cengkeh……………. 51
Gambar 4.2 Grafik Kestabian Viskositas……………………………………. 54
Gambar 4.3 Grafik Uji kesukaan Krim Minyak Daun cengkeh…………….. 56
Gambar 4.4 Grafik hasil Uji nano sebelum evaluasi……………………….. 57
Gambar 4.5 Grafik hasil uji nano sesudah evaluasi………………………… 58
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil Determinasi……………………………………………….. 67
Lampiran II Hasil Ektsraksi………………………………………………….. 68
Lampiran III Hasil Skrining Fitokimia………………………………………. 69
Lampiran IV Hasil Karakteritik Simplisia……………………………………. 70
Lampiran V Proses Pembuatan dan Evaluasi………………………………… 71
Lampiran VI Hasil Hedonik…………………………………………………… 72
Lampiran VII Cara Perhitungan………………………………………………. 75
Lampiran VIII Alur Penelitian………………………………………………… 76
Lampiran IX Hasil uji nano partikel sebelum evaluasi……………………….. 78
Lampiran X Hasil uji nano Partikel sesudah evaluasi………………………… 79
x
BAB I
PENDAHULUA
N
1.1 Latar Belakang
Thomas (2007) menyatakan bahwa cengkeh (Syzygium aromaticum (
L) Merrill & perry ) termasuk jenis tumbuhan perdu yang memiliki batang
pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh mampu bertahan hidup puluhan
bahkan sampai ratusan tahun, tingginya dapat mencapai 20-30 meter dan
cabang- cabangnya cukup lebat.
Cengkeh adalah tanaman asli Indonesia yang semua bagian tanaman
ini menghasilkan minyak atsiri, baik dahan, ranting, daun serta bunganya.
Secara umum, kandungan utama minyak cengkeh adalah eugenol (70-80%),
yang mempunyai sifat sebagai stimulan, anestetik lokal, karminatif,
antiemetik, antiseptik, anti inflmasi dan antispasmodik. Eugenol merupakan
cairan tak berwarna atau kuning pucat yang bila terkena cahaya matahari
berubah menjadi coklat hitam yang berbau spesifik (Putri dkk., 2014).
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat
yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam
minyak atau minyak dalam air .Sekarang ini batas tersebut lebih di arahkan
untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse
mikrokristal asam -asam
1
2
lemak atau alkohol berantai Panjang dalam air , yang dapat dicuci dengan air
dan lebih di tujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. ( Depkes RI
2014)
Perkembangan teknologi semakin pesat hingga muncul teknologi nano
atau sering disebut dengan istilah nanoteknologi. Nanoteknologi merupakan
teknologi yang dapat diterapkan di berbagai bidang. Dibidang kosmetik fokus
kepada sistem koloid (colloidal system) termasuk nanoemulsi, nanosuspensi
dan nanopartikel. Produk nanopartikel mulai dikembangkan pada awal tahun
1990 sebagai alternatif sistem pembawa untuk emulsi, liposom, dan polimer
nanopartikel (Rahmi dkk 2013). Pada perkembangannya penerapan produk
nano semakin luas ke bidang kosmetik seperti krim nanopartikel. Beberapa
metoda pembuatan nanopartikel untuk krim antara lain high speed
homogenization (HSH), ultrasound, high pressure homogenization (HPH),
solvent emulsification (SE), solvent injection/solvent displacement dan
membrane contractor (Rahmi dkk 2013).dari hasil penelitian pemakaian basis
nano tidak menyebabkan iritasi dan dari segi penampilannya memberikan
tekstur yang lebih baik, distribusi partikelnya lebih homogen serta proses
penyerapannya lebih cepat. (Latiefah, 2008)
Penelitian sebelumnya di lakukan oleh ( Haque , dkk 2015 ) menunjukan
bahwa Minyak atsiri cengkeh dengan bahan aktif telah terbukti secara ilmiah
berkhasiat sebagai anti inflamasi ,antioksidan,antiemetika dan
antiseptik.Sehingga di perlukan penelitian lebih lanjut terkait dengan
formulasinya, salah satu faktor dalam pengembangan formulasi adalah
penentuan konsentrasi minyak atsiri dalam sediaan yang di maksud.
Sementara itu penelitian yang di lakukan ( Haque , dkk
3
2015 ) evaluasi uji iritasi dan uji sifat fisik pada sediaan krim M/A minyak
atsiri bunga cengkeh dengan berbagai variasi kosentrasi.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka peneliti bermaksud untuk
membuat formulasi krim nano dan menguji kestabilan minyak atsiri daun
cengkeh (Syzygium Aromaticum ( L ) Merrill & perry ) pada sediaan krim .
1.2 Identifikiasi Masalah
1. Apakah minyak atsiri bisa stabil dalam sediaan krim pada basis nano.
2. Apakah minyak atsiri pada sedian krim nano bisa stabil pada suhu
rendah, dan pada suhu tinggi.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kestabilan minyak atsiri dalam sediaan krim nano.
2. Untuk mengetahui kestabilan minyak atsiri pada suhu rendah dan
suhu tinggi jika di simpan selama 1 bulan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini di harapkan memberikan informasi akan manfaat dari
minyak astiri dari daun cengkeh.
4
1.5 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2019
di lab bahan alam dan teknologi formulasi Jurusan Farmasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Al-Ghifari,
Bandung.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merrill & Perry)
2.1.1 Deskripsi Cengkeh
Deskripsi cengkeh yakni mempunyai habitus pohon dengan tinggi
mencapai 5-10 meter. Cengkeh memiliki akar tunggang yang panjang dan
kuat (Ketaren, 1985). Tajuk tanaman cengkeh umumnya berbentuk kerucut.
Cabang- cabangnya sangat banyak dan rapat, pertumbuhan agak mendatar dan
ukurannya relatif kecil jika dibandingkan dengan batang utama. Tanaman
cengkeh memiliki daun yang tidak lengkap karena hanya mempunyai tangkai
daun (petiolus) dan helaian daun (lamina), namun tidak memiliki pelepah
daun (vagina). Daun tunggal bertangkai dan duduk bersilang. Bangun daunnya
memanjang (oblongus), bagian ujung runcing (acutus), pangkalnya meruncing
(acuminatus), susunan tulang menyirip (penninervis), tepi daunnya rata
(integer), daging daunnya seperti kertas, tipis, tetapi cukup tegar. Daun
berukuran panjang 2,5-5 cm dan lebar 6- 13,5 cm. Daun berwarna merah
muda ketika masih muda dan hijau ketika mulai menua dengan permukaan
licin dan mengkilap karena keberadaan kelenjar minyak (Tjitrosoepomo,
2005).
5
6
2.1.2 Klasifikasi Cengkeh
Klasifikasi Tanaman
Kingdom :
Plantae
Filum : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium aromaticum (L. Merril dan Perry)
Gambar 2.1 Tanaman cengkeh
7
2.1.3 Budidaya Daya Tanaman
Tanaman cengkeh menghendaki lingkungan yang khusus agar tumbuh
dan berproduksi dengan baik. Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman cengkeh adalah iklim dan
tanah . iklim meliputi tinggi tempat dari permukaan laut , jumlah dan sifat
hujan , dan pancaran sinar matahari (Najiyati,1991).
Iklim dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun sangat baik
untuk tanaman cengkeh karena tanaman ini tidak tahan terhadap musim
kemarau yang terlalu berkepanjangan. Curah hujan yang dikehendaki pada
bulan kering berkisar antara 60-80 mm perbulan atau menghendaki bulan
bulan basah selama Sembilan bulan dan bulan bulan kering selama tiga bulan
dengan curah hujan berkisar antara 2400-4000 mm per tahun. Tanaman
cengkeh tumbuh dan berproduksi pada daratan rendah , sedangkan pada
daratan tinggi tanaman cengkeh sangat lambat bahkan tidak akan berproduksi
sama sekali (lutony , 2002).
Tanaman cengkeh tumbuh dan berproduksi pada dataran rendah ,
sedangkan pada dataran tinggi tanaman cengkeh sangat lambat bahkan tidak
akan berproduksi sama sekali, tumbuhan cengkeh akan tumbuh dengan baik
apabila cukup air dan mendapat sinar matahari langsung pada lahan Indonesia
, cengkeh cocok di tanam di daerah dataran rendah dekat pantai maupun di
pegunungan pada ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (
Hapsoh,2011).
8
2.1.4 Morfologi Tanaman
Morfologi Cengkeh terbagi dalam beberapa bagian seperti akar, batang,
daun, bunga dan biji, adapun keterangan tentang morfologi dari tumbuhan
cengkeh adalah sebagai berikut:
A. Akar Cengkeh
Sistem perakaran pohon cengkeh adalah akar tunggang, yaitu akar
pokok yang berasal dari akar lembaga, kemudian akar ini bercabang-cabang.
Bentuk akar tunggangnya menyerupai bentuk tombak (fusiformis). Akar
cengkeh ini kuat sehingga bisa menahan pohon tetap tegak selama puluhan
tahun.
B. Batang Cengkeh
Batang tanaman cengkeh yaitu berkayu keras, kuat, dan tinggi.
Bentuknya membulat (teres), permukaan luar batangnya kasar dan
mempunyai cabang-cabang yang dipenuhi banyak ranting. Arah tumbuh
batang pohon cengkeh yaitu tegak lurus (erectus).
C. Daun
Daun cengkeh bukan merupakan daun lengkap karena hanya
memiliki tangkai daun (petioles) dan helaian daun (lamina), tetapi tidak ada
upi atau pelepahan daun. Daun cengkeh berbentuk lonjong dan berbunga pada
bagian ujungnya.
D. Bunga
Bunga cengkeh muncul pada ujung ranting daun, tangkainya pendek
dan bertandan, bunga cengkeh merupakan bunga majemuk yang berbatas
karena
9
ujung ibu tangkainya selalu ditutupi bunga. Bunga cengkeh terdiri dari tangkai
ibu tangkai, dan dasar bunga.
E. Biji dan Buah Cengkeh
Cengkeh mempunyai tangkai buah pada masa awal yang berwarna
hijau, dan berwarna merah saat sudah mekar. Buah cengkeh termasuk buah
semu karena ada bagian bunga yang ikut ambil bagian pada kulit buah antara
lain, epikarpium, mesokarpium, dan endokarpium
2.1.5 Pembuatan Simplisia (Depkes RI, 2000)
Cara pembuatan simplisia ada beberapa tahapan yaitu sortasi basah,
perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan serta
pemeriksaan mutu.
A. Sortasi Basah
Dilakukan untuk memisahkan kotoran - kotoran atau bahan-bahan asing
lainnya dari bahan simplisia.
B. Pencucian
Dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain yang melekat pada
bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih misalnya dengan mata
air, air sumur, atau air PAM. Simplisia yang mengandung zat yang mudah
larut dalam air yang mengalir, pencucian dilakuikan dengan waktu yang
sesingkat mungkin.
C. Perajangan
Dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan, dan
penggilingan. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin
perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran
yang
10
dikendaki. Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapan
air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu
tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat yang
berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau,
dan rasa yang diinginkan.
D. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan
menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan
simplisia. Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar
matahari atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu
diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan,
kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan
bahan.
2.1.6 Skrining Fitokimia
Uji fitokimia terhadap kandungan senyawa metabolit sekunder
merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian mengenai tumbuhan
obat atau dalam hal pencarian senyawa aktif baru yang berasal dari bahan
alam yang dapat menjadi prekursor bagi sintesis obat-obat baru atau menjadi
prototype senyawa aktif tertentu. Oleh karenanya, metode uji fitokimia harus
merupakan uji sederhana tetapi terandalkan. Metode uji fitokimia yang banyak
digunakan adalah metode reaksi warna dan pengendapan yang dapat
dilakukan di lapangan atau di laboratorium (Iskandar, 2012).
11
A. Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang banyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-
tumbuhan dan tersebar dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid
mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa
dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin
heterosiklik.
Secara organoleptik, daun- daunan yang berasa sepat dan pahit,
biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun- daunan,
senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.
Berdasarkan literature, diketahui bahwa hampir semua alkaloid
dialam mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis
tertentu pada makhluk hidup.
Identifikasi Alkaloid:
1. Dengan pereaksi Mayer, membentuk endapan putih.
2. Dengan pereaksi Wagner, membentuk endapan coklat.
3. Dengan pereaksi Dragendorf, membentuk endapan coklat/orange.
B. Triterpenoid/ Steroid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon
C30 asiklik yaitu skualen. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit,
kebanyakan
12
OH
OH
A
O
B
OH
Flavon
berupa alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Uji yang banyak digunakan
adalah Lieberman-Buchard anhidrida asetat- H2SO4 pekat yang dengan
kebanyakan triterpen dan sterol memberikan warna hijau – biru. Sterol
satu steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya cincin
siklopentana perhidrofenantren. Senyawa sterol pada tumbuhan disebut
dengan fitosterol, yang umumnya terdapat pada tumbuhan tinggi adalah
sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol.
C. Flavonoid
Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali
dijumpai, hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Disamping
itu, sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda
kelas. Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula- mula
didasarkan pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Kemudian diikuti
dengan pemeriksaan ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis secara
kromatografi.
Flavonoid terdapat secara univesal pada tanaman sebagai kelompok
tunggal senyawa cincin oksigen yang terbesar. Terdapat dalam berbagai
warna pada jaringan tanaman dan retenoid misalnya, memiliki sifat
insektisidal, kerangka dasarnya terdapat pada flavon.
13
OH
OH COO
OH Tanin
Gambar 2.2 Struktur Flavon
D. Tanin
Tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa
polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H, dan O serta sering
membentuk molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari 2000.
Tanin yang terdapat pada kulit kayu dan kayu dapat berfungsi sebagai
penghambat kerusakan akibat serangan serangga dan jamur, karena
memiliki sifat antiseptik . Dari struktur kimianya, tanin dapat digolongkan
menjadi dua macam, yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.
Identifikasi Tanin dapat dilakukan dengan cara:
1. Diberikan larutan FeCl3, berwarna biru tua/hijau violet/hitam
kehijauan.
2. Ditambahkan Kalium Ferrisianida + amoniak, berwarna coklat.
3. Diendapkan dengan garam Cu, Pb, Sn dan larutan Kalium
Bikromat, berwarna coklat.
14
Gambar 2.3 Struktur Tanin
E. Saponin
Saponin merupakan triterpena atau steroid yang terutama terdapat sebagai
glikosida. Saponin merupakansenyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun, dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah.
Sifat- sifat Saponin:
1) Mempunyai rasa pahit.
2) Dalam larutan air membentuk busa yang stabil.
3) Menghemolisa eritrosit.
4) Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi.
5) Membentuk persenyawaan dengan kolestrol dan hidroksistreroid lainnya.
6) Sulit dimurnikan dan diidentifikasi.
7) Berat molekul relative tinggi, dan analisa hanya menghasilkan formula
empiris yang mendekati.
Uji saponin yang sederhana ialah dengan mengocok ekstrak alkohol-
air dari tumbuhan dalam tabung reaksi, kemudian amati apakah ada
busa tahan lama pada permukaan cairan.
F. Kuinon
15
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon- karbon. Untuk tujuan
identifikasi, kuinon dapat dipulih menjadi empat kelompok : benzokuinon,
naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama
biasanya terhidroklisasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapat in
vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk
kuinol. Untuk memastikan adanya suatu pigmen termasuk kuinon atau bukan,
reaksi warna sederhana masi tetap berguna. Reaksi yang khas ialah reduksi
bolak balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanwarna, kemudian
warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara.
2.2 Ekstraksi
2.2.1. Definisi Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dari massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
telah ditetapkan (Dirjen POM, 2000).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik dan memisahkan senyawa yang
mempunyai kelarutan berbeda – beda dalam berbagai pelarut komponen kimia
yang terdapat dalam bahan alam baik dari tumbuhan, hewan, dan biota laut
dengan menggunakan pelarut organik tertentu (Dirjen POM, 2000).
16
2.2.2 Jenis – Jenis Ekstraksi
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat - zat berkhasiat yang
tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi
maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi
pada keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan
atau pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI, 2000).
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan.
Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. Metode ini
dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke
dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi
dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam
pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi,
pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Kerugian utama dari
metode maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan
cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu,
beberapa senyawa mungkin
17
saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi
dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil
(Agoes, 2007).
Selama proses maserasi atau perendaman dilakukan pengocokan
berulangulang. Upaya ini menjamin keseimbangan konsentrasi bahan
ekstraksi yang lebih cepat didalam cairan. Sedangkan keadaan diam selama
maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Secara teoritis pada
suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin
besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin
banyak hasil yang diperoleh (Voight, 1994).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna
(Exhaustiva extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu
bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat seperti berpori. Proses
terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi
sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan (Depkes RI,
2000).
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam
sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian
bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan
dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini
adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya
18
adalah jika sampel
19
dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh
area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan
banyak waktu (Agoes, 2007).
3. Sokletasi
Sokletasi merupakan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang
selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus soxhletasi sehingga
terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik. Hal ini dilakukan
dengan cara serbuk bahan ditempatkan pada selongsong dengan pembungkus
kertas saring, lalu ditempatkan pada alat soklet yang telah dipasang labu
dibawahnya. Tambahkan pelarut sebanyak 2 kali sirkulasi. Pasang pendingin
balik, panaskan labu, ekstraksi berlangsung minimal 3 jam dengan interval
sirkulasi kira - kira 15 menit (Atun, 2014).
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung
selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di
atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam
labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode
ini adalah proses ektraksi yang kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut
murni hasil kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak
memakan banyak waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat
termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus - menerus
berada pada titik didih.
4. Destillasi Uap
20
Destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk
mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap).
Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian
yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah yang terhubung dengan
kondensor. Kerugian dari metode ini adalah senyawa yang bersifat termolabil
dapat terdegradasi (Seidel, 2006).
Proses destilasi lebih banyak digunakan untuk senyawa organik yang
tahan pada suhu yang cukup tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut
yang digunakan (Darwis, 2000).
5. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3 - 5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
(Depkes RI, 2000).
Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu
yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai
titik didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu. Kerugian dari
metode ini adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi (Seidel,
2006) .
6. Infundasi
21
Infundasi merupakan metode ekstraksi dengan pelarut air. Pada waktu
proses infundasi berlangsung, temperatur pelarut air harus mencapai suhu
90ºC selama 15 menit. Rasio berat bahan dan air adalah 1 : 10, artinya jika
berat bahan
100 gr maka volume air sebagai pelarut adalah 1000 ml. Cara yang biasa
dilakukan adalah serbuk bahan dipanaskan dalam panci dengan air
secukupnya selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90ºC sambil
sekali - sekali diaduk. Saring selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air
panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume yang diinginkan.
Apabila bahan mengandung minyak atsiri, penyaringan dilakukan setelah
dingin (Atun, 2014).
7. Dekoktasi
Dekoktasi merupakan proses ekstraksi yang mirip dengan infundasi,
hanya saja infus yang dibuat membutuhkan waktu lebih lama (≥ 30 menit) dan
suhu pelarut sama dengan titik didih air. Caranya, serbuk bahan ditambah air
dengan rasio 1:10, panaskan dalam panci enamel atau panci stainless steel
selama 30 menit. Bahan sesekali diaduk. Saring pada kondisi panas melalui
kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas sehingga
diperoleh volume yang diinginkan (Atun, 2014).
8. Ultrasound - Assisted Solvent Extraction
Merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan
bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah yang
berisi serbuk sampel ditempatkan dalam wadah ultrasonic dan ultrasound. Hal
ini dilakukan untuk memberikan tekanan mekanik pada sel hingga
22
menghasilkan
23
rongga pada sampel. Kerusakan sel dapat menyebabkan peningkatan kelarutan
senyawa dalam pelarut dan meningkatkan hasil ekstraksi (Seidel, 2006).
Getaran ultrasonik (> 20.000 Hz) memberikan efek pada ekstrak dengan
prinsip meningkatkan permiabilitas dinsing sel, menimbulkan gelembung
spontan (cavitation) sebagai stres dinamis serta menimbulkan fraksi interfase.
Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama
proses ultrasonikasi (Depkes RI, 2000).
2.3 Minyak Atsiri
2.3.1 Definisi Minyak Atsiri
Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak mudah
menguap atau minyak terbang. Pengertian atau definisi minyak atsiri yang di
tulis dalam Encylopedia of chemical technology menyebutkan bahwa minyak
atsiri merupakan senyawa , yang pada umumnya berwujud cairan , yang
diperoleh dari bagian tanaman , akar, kulit, batang, daun,buah,biji maupun
dari bunga dengan cara penyulingan dengan uap (Sastrohamidjojo,2004).
Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemaran , minyak atsiri
umumnya tidak berwarna, namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri
dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih
tua ( gelap ). Untuk mencegah supaaya tidak berubah warna , minyak atsiri
harus terlindung dari pengaruh cahaya, misalnya di simpan dalam bejana gelas
yang berawarna gelap.bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin sehingga
tidak
24
memungkinkan berhubungan langsung dengan oksigen udara, di tutup rapat
serta di simpan di tempat yang kering dan sejuk (Gunawan 2010).
2.3.2 Sifat – Sifat Minyak Atsiri
Adapun sifat- sifat minyak atsiri di terangkan sebagai berikut :
1. Tersusun oleh bermacam- macam komponen senyawa.
2. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya,
bau minyak atsiri atau dengan yang lain berbeda- beda sangat
tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing -masing
komponen penyusunnya.
3. Mempunyai rasa getir , kadang – kdang berasa tajam, menggigit,
memberi kesan hangat sampai panas atau justru dingin ketika terasa di
kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunya.
4. Dalam keadaaan murni ( belum tercemar oleh senyawa lain ) mudah
mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila di teteskan pada
selembar kertas maka ketika di biarkan menguap, tidak meninggalkan
bekas noda pada benda yang ditempel.
5. Bersifat tidak bisa di sabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah
menjadi tengik.
6. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan , baik pengaruh oksigen
, udara, sinar matahari ( terutama gelombang ultra violet ) , dan panas
karena terdiri dari berbagai macam komponen senyawa.
7. Indeks bias umumnya tinggi.
25
8. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air , tetapi cukup dapat
larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun
kelarutanya sangat kecil.
9. Sangat mudah larut dalam pelarut organic ( gunawan , dkk 2010).
2.4 Minyak Daun Cengkeh
2.4.1 Definisi Minyak Daun Cengkeh
Minyak atsiri dari tanaman cengkeh di bagi menjadi 3 bagian
berdasarkan sumbernya, yaitu minyak daun cengkeh (clove leave oil ) ,
minyak tangkai cengkeh ( clove stem oil), minyak bunga cengkeh (clove bud
oil ). Minyak daun cengkeh merupakan salah satu minyak atsiri yang cukup
banyak yang dihasilkan di Indonesia dengan cara penyulingan. Minyak daun
cengkeh berupa cairan berwarna bening sampai kekuning-kuningan,
mempunyai rasa yang pedas, dan berbau aroma cengkeh. Warnanya akan
berubah menjadi coklat atau unggu jika terjadi kontak dengan besi atau akibat
penyimpanan . minyak cengkeh di peroleh dengan cara destilasi buah atau
daun dan kompononen kimia utama yang di kandungnya adalah eugenol.
Negara produsen utama yaitu Indonesia, Madagaskar,Filipina (Agusta,2000).
2.4.2 Kandungan Minyak Daun Cengkeh
Komponen utama yang terkandung di dalam minyak cengkeh adalah
terpena dan turunanya , sama dengan komponen yang terdapat dalam minyak
atsiri lain . terpena sangatlah penting dalam kegiatan industry, komponen ini
26
banyak di gunakan dalam parfum,Flavour,obat-obatan, cat plastik dan lain
sebagainya ( lutony 2002).
Jenis terpena yang penting dalam minyak cengkeh yaitu eugenol ,
menurut Guenther ( 1990), terpena yang lainya berupa eugenol asetat dan
caryophelene.ketiga senyawa terpena tersebut menjadi komponen utama
penyusun minyak cengkeh dengan kadar total dapat mencapai 99% dari
minyak atsiri yang di kandungnya ( lutony ,2002).
Kadar eugenol dalam minyak atsiri daun cengkeh umumnya antara 70-90
% , kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam bunga, daun dan tangkai
bunga cengkeh masing – masing berkisar antara 15-25 %, 1-4%, dan 5-7 %
rendemen minyaknya berkisar antara 2-12% , tergantung pada jenis dan
keadaan bahan baku, penanganan bahan serta cara dan kondisi penyulingan (
Ruhnayat,2004).
Gambar 2.4 Struktur Eugenol (Sastrohamidjojo,2004)
Nama : eugenol
Rumus molekul :C10H12O2
Berat molekul :164,20
g/mol
Penampilan fisik : cairan tidak berwarna
hingga kekuningan Titik leleh : -
9,20C Titik didih : 255
0C
Indeks bias : 1.537
Densitas : 1.0663 g/ml
27
2.4.3 Kegunaan Minyak Daun Cengkeh
Pemanfaatan tanaman cengkeh di Sulawesi Utara sebagian besar hanya
mencakup bagian bunganya saja sedangkan bagian daun hanya dianggap
sebagai limbah, padahal di dalam daun cengkeh terkandung suatu komponen
minyak atsiri dan komponen fenolik yang selama ini kurang dimanfaatkan
secara maksimal (Rorong, 2008). Komponen fenolik merupakan antioksidan
alami yang bermanfaat bagi manusia, antioksidan merupakan senyawa penting
dalam menjaga kesehatan tubuh yang terbukti sebagai pelidung melawan efek
bahaya radikal bebas dan diketahui pula mampu menurunkan resiko kanker,
obat sakit gigi, penyakit jantung coroner, stroke, artherosclerosis,
ospteoporosis, inflamasi, penyakit neurodegeneratif, dan produk aroma terapi
(Lumingkewas dkk., 2014).
2.5 Krim
2.5.1 Pengertian Krim
Krim adalah bentuk sediaan farmasi berupa sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut / terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai. Krim mengandung banyak zat cair sehingga cenderung
lembek dan apabila digunakan tidak lengket dan dapat dicuci dengan air.
Menurut Farmakope Indonesia III definisi krim adalah sediaan
setengah padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar. Dan menurut Farmakope Indonesia IV,
Cream adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut
28
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Sedangkan menurut
Formularium Nasional Cream adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi
kental mengandung air tidak kurang dari 60 % dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa krim adalah sediaan setengah padat
berupa emulsi kental, mengandung air tidak kurang 60%, dan mengandung
satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai serta dimaksudkan untuk pemakaian luar.
2.5.2 Kelebihan Krim
Adapun kelebihan menggunakan sediaan krim adalah :
1. Mudah menyebar rata
2. Praktis
3. Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe
m/a (minyak dalam air)
4. Cara kerja langsung pada jaringan setempat
5. Tidak lengket, terutama pada tipe m/a ( minyak dalam air )
6. Bahan untuk pemakaian topical jumlah yang diabsorpsi tidak
cukup beracun, sehingga pengaruh aborpsi biasanya tidak
diketahui pasien.
7. Aman digunakan dewasa maupun anak – anak.
8. Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe a/m ( air dalam
minyak )
29
9. Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit
terutama pada bayi, pada fase a/m ( air dalam minyak ) karena
kadar lemaknya cukup tinggi.
10. Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata,
krim kuku, dan deodorant.
11. Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi
tidak menyebabkan kulit berminyak.
2.5.3 Kekurangan Krim
Di samping kelebihan tersebut, ada kekurangan di antaranya yaitu :
1. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m (air dalam
minyak) karena terganggu system campuran terutama
disebabkan karena perubahan suhu dan perubahan komposisi
disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran 2 tipe crem jika zat pengemulsinya tidak
tersatukan.
2. Susah dalam pembuatannya karena dalam pembuatan krim
harus dengan cara panas.
3. Mudah lengket, terutama tipe a/m ( air dalam minyak )
4. Gampang pecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya
tidak pas.
5. Pembuatannya harus secara aseptic.
2.5.4 Jenis- jenis Krim
30
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal
asam – asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci
dengan air dan lebih ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim
dapat juga digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim
yaitu krim tipe minyak dalam air (m/a) dan krim tipe air dalam minyak (a/m).
Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikehendaki. Untuk krim tipe a/m digunakan sabun polivalen, span, adeps
lanae, kolsterol dan cera. Sedangkan untuk krim tipe m/a digunakan sabun
monovalen, seperti trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat dan
ammonium stearat. Selain itu juga dipakai tween, natrium lauryl sulfat, kuning
telur, gelatinum, caseinum, cmc dan emulygidum.
A. Krim M/A (Minyak dalam Air)
Biasanya digunakan pada kulit, mudah dicuci, sebagai pembawa
dipakai pengemulsi campuran surfaktan. Sistem surfaktan ini juga bisa
mengatur konsistensi. Campuran pengemulsi yang sering dipakai yaitu :
1. Emulsifying wax BP.
2. Lannette wax (campuran etil & stearil alkohol yang disulfonasi).
3. Cetrimide emulsifying wax.
4. Cetomakrogol emulsifying wax.
5. Asam – asam lemak, seperti palmitat,
stearate Sifat Emulsi M/A Untuk Basis krim :
1. Dapat diencerkan dengan air.
2. Mudah dicuci dan tidak berbekas.
31
3. Untuk mencegah terjadinya pengendapan zat maka
ditambahkan zat yang mudah bercampur dengan air tetapi tidak
menguap (propilen glikol).
4. Formulasi yang baik adalah krimm yang dapat mendeposit
lemak dan senyawa pelembab lain sehingga membantu hidrasi
kulit.
B. Krim A/M (Air dalam Minyak)
Konsistensi dapat bervariasi, sangat tergantung pada komposisi
fase minyak & fase cair. Cream ini mengandung zat pengemulsi A/M
yang spesisifik, seperti :
1. Ester asam lemak dengan sorbitol
2. Garam – garam dari asam lemak dengan logam bevalensi
3. Adeps lanae.
2.6 Metode Pembuatan Krim
1. Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses
emulsifikasi.
2. Komponen tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin
dicairkan bersama-sama dipenangas air.
3. Semua larutan berair yang tahan panas. Komponen yang larut
dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen
lemak.
4. Larutan berair secara perlahan-lahan tambahkan ke dalam
campuran lemak yang cair dan diaduk secara konstan,temperatur
dipertahankan selama 5-10 menit untuk mencegah kristalisasi dari
32
lilin/lemak.
33
5. Campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang
terus-menerus sampai campuran mengental.
6. Bila larutan tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka
beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan
antara fase lemak dengan fase cair.
2.7 Evaluasi Sediaan Krim
Dibagi dalam tiga kelompok :
1. Evaluasi Fisik.
Homogenitas diantara dua lapis film, secara makroskopis : alirkan di
atas kaca. Konsistensi, tujuan : mudah dikeluarkan dari tube dan mudah
dioleskan. Pengukuran konsistensi dengan pnetrometer. Konsistensi / rheologi
dipengaruhi suhu; sedian non newton dipengaruhi oleh waktu istirahat oleh
karena itu harus dilakukan pada keadaan yang identik. Bau dan warna untuk
melihat terjadinya perubahan fasa. pH, pH berhubungan dengan stabilitas zat
aktif, efektifitas pengawet, keadaan kulit.
2. Evaluasi Kimia.
Kadar dan stabilitas zat aktif dan lain-lain.
3. Evaluasi Biologi.
a. Kontaminasi mikroba.
b. Salep mata harus steril untuk salep luka bakar, luka terbuka dan
penyakit kulit yang parah juga harus steril.
34
c. Potensi zat aktif. Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang
dipakai secara topikal..
2.8 Nano Teknologi
Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa material, struktur fungsional
maupun piranti dalam skala nanometer (10-9
). Hasil akhir riset bidang
nanomaterial adalah mengubah teknologi yang ada sekarang yang pada
umumnya berbasis material skala mikrometer menjadi teknologi berbasis pada
materia skala nanometer. Beberapa tahun terakhir ini, penerapan
nanoteknologi di segala bidang berkembang sangat pesat. Nanoteknologi
merupakan bidang yang sangat multidisiplin, mulai dari fisika terapan, ilmu
material, sains, koloid dan antarmuka, fisika alat, kimia supramolekul, mesin
pengganda-diri dan robotika, teknik kimia, teknik mesin, rekayasa biologi, dan
teknik elektro. Menurut Abdullah (2008) di bidang material keunikan dari
partikel nano terletak pada sifat atau fungsi yang berbeda dari material sejenis
dalam ukuran besar (bulk) di mana hukum-hukum fisika kuantum akan
mendominasi dari sifat fisikanya. Reaktivitas nanomaterial lebih tinggi karena
luas permukaannya lebih luas dibanding material dalam ukuran besar (Abe,
2008).
Keunikan sifat dan fungsi yang luas dari nanopartikel membuat para
peneliti berlomba untuk mendalami dan menerapkan teknologi ini pada
bidangnya masing-masing, seperti makanan (Bouwmeestera, et.al., 2009,
Cahu et.al., 2007), keramik (Corni et.al., 2008), tekstil (Sivakumar et.al.,
2010), kimia (Linton et.al., 2008), farmasi dan kosmetik (Ernest et.al., 2005)
35
dan lain-lain.
36
Pengembangan nanoteknologi di bidang farmasi/kosmetik fokus
kepada sistem koloid (colloidal system) termasuk nanoemulsi, nanosuspensi
dan nanopartikel. Nanoemulsi merupakan efisiensi homogenisasi penyebaran
dua bahan cair yang tidak saling larut. Nanoemulsi dapat dibuat dengan
ultrasonifikasi atau homogenisasi tekanan tinggi (high pressure
homogenisasi/HPH) (Gutierrez et.al., 2008). Menhnert (2001) mendefinisikan
nanosuspensi sebagai koloid partikel (colloidal particles) yang hanya terbuat
dari bahan aktif dan surfaktan/emulsifier. Seperti nanoemulsi, sintesis
nanosuspensi dapat dilakukan dengan HPH (Teeranachaideekal et.al., 2008).
Mereka membuat nano- suspensi dari ascorbyl palmitate sebagai anti oksidan
pada kosmetik dan industri makanan.
2.9 Metode Pembuatan Lemak Padat Nanopartikel
Ada beberapa metode untuk memproduksi SLN seperti High speed
homogenization (HSH)/ultrasound, high pressure homogenization (HPH),
solvent emulsification (SE), solvent injection/solvent displacement dan
membrane contractor method. Di antara metode yang sudah dilakukan ada
tiga metode yang paling banyak dipakai peneliti untuk memproduksi SLN
yaitu HSH/ultrasound, HPH dan SE (Pardeike et.al., 2009).
Metode HPH merupakan metode paling populer diantara metode-
metode yang sudah dikembangkan (Muller et.al., 2007). Metode ini tidak
hanya banyak dipakai oleh para peneliti bahkan juga banyak diterapkan pada
industri untuk menghasilkan SLN skala pabrik. Secara umum tekanan diatur
antara 100 bar hingga 2000 bar. Apabila memakai metode lain untuk
mendapatkan nanopartikel, kandungan lemak dalam formula tidak boleh lebih
37
dari 10%, akan tetapi dengan
38
metode HPH kita dapat meningkatkan kandungan lemak dalam formula
sampai 40% (Menhnert, 2001)
2.10 Monografi Bahan
1. Propilparaben ( nipasol )
Propilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 100,5 % C10H12O3 di hitung terhadap zat yang telah di keringkan.
Pemerian serbuk putih atau hablur putih kecil , tidak berwarna.
Kelarutan sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol , dan
dalam eter,sukar larut dalam air mendidih .
Jarak lebur < 1021> antara 95ᵒ dan 98
ᵒ
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik ( FI V hal 713).
2. Metilparaben
Metilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% C8H8O3 di hitung terhadap zat yang telah di keringkan.
Pemerian hablur kecil , tidak berwarna atau serbuk ,hablur,putih, tidak
berbau atau berbau khas lemah mempunyai sedikit rasa terbakar.
Kelarutan sukar larut dalam air, dalam benzena dan
dalam karbontetraklorida, mudah larut dalam etanol dan
dalam eter.
Jarak lebur < 1021> antara 125ᵒ dan 128ᵒ.
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik.( FI V hal 551).
3. Vaselin Album
39
Vaselin putih adalah campuran yang murnikan dan hidrokarbon
setengah padat , diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau
hampir keseluruhan di hilangkan warnanya dapat mengandung
stabilisator yang sesuai.
Pemerian putih atau kekuningan pucat , massa berminyak transparan
dalam lapisan tipis setelah di dinginkan pada suhu 0ᵒ.
Kelarutan tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol dingin atau
panas dan dalam etanol mutlak dingin , mudah larut dalam benzena ,
dalam karbondisulfida, dalam kloroform, larut dalam heksana, dan
dalam sebagian besar minyak lemak dan minyak atsiri.( FI V hal 822).
4. Propilen glikol
Propilen glikol mengandung tidak kurang dari 99,5% C3H8O2
Pemerian cairan kental ,jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak
berbau menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan dapat bercampur dengan air , dengan aseton dan dengan
kloroform larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial tetapi
tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.( FI V hal 712).
5. Setil Alkohol
Setil alkohol mengandung tidak kurang dari 90,0% C16H34O selebihnya
terdiri dari alkohol lain yang sejenis.
Pemerian serpihan putih licin , granul atau kubus , putih, bau khas
lemah , rasa lemah.
40
Kelarutan tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter
,kelarutan bertambah dengan naiknya suhu.
Jarak lebur < 1021> metode 1 antara 45 ᵒ dan 50 ᵒ , kecuali zat uji di
masukan kedalam tangas pada suhu lebih kurang sama dengan suhu
kamar
.
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup baik.( FI V hal 72).
6. Natrium Lauril Sitrat
Natrium lauril sitrat adalah campuran dari natrium alkil sulfat ,
sebagian besar mengandung natrium lauril sulfat,
CH3(CH2)10CH2OSO3Na. kandungan natrium klorida dan natrium
sulfat tidak lebih dari 8,0%.
Pemerian hablur ,kecil, berwarna putih atau kuning muda agak berbau
khas.
Kelarutan mudah larut dalam air, membentuk larutan opalesen.(FI V
hal 595).
7. Aquadest
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi ,
perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain
yang sesuai . di buat dari air yang memenuhi persyaratan air minum .
tidak mengandung zat tambahan lain.
Pemerian cairan jernih, tidak berwarna , tidak berbau ( FI V hal 112).
8. Poloxamer 407
Pemerian Serbuk putih atau hampir putih, bubuk lilin, serpihan .
41
Kelarutan sangat larut dalam air dan dalam alkohol, praktis tidak larut
dalam minyak bumi ringan ( 50 ᵒ c – 70 ᵒ c ). Poloxamer 407 memiliki
rumus kimia HO(C2H4O)101(C3H6O)56(C2H4O)101H.memiliki
bobot molekul 12.154g/mol , titik didih 53 ᵒ c dan 57 ᵒ c.( The United
State Pharmacopial convention 31th Ed,2008).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan untuk destilasi adalah satu set penyulingan
uap air, Pengaduk, kompor listrik, seperangkat alat glass, cawan porselen,
mortir, stamper, alat uji kestabilan, , pemanas air, batang pengaduk,
viscometer brookfield dan gelas ukur.
Bahan- bahan untuk membuat krim minyak dalam air (M/A) dengan
kualitas farmasetis (vaselin putih, propilen glikol, nipagin, air suling, nipasol,
Na lauril sulfat, alkohol stearat, dan propilen glikol)
3.2 Prosedur Penelitian
a. Pengumpulan Tanaman
Pengumpulan simplisia daun cengkeh (syzygium aromaticum ( L )
Merrill & perry ) di dapat dari daerah perkebunan masyarakat di desa cipancar
Kecamatan serang Panjang Kabupaten Subang .
b. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman di lakukan di laboratorium Herbarium
Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi
Bandung.
3.3 Cara Ekstraksi Minyak Daun Cengkeh
Pembuatan minyak daun cengkeh dilakukan dengan cara destilasi atau
penyulingan air dan uap. Penyulingan dengan cara ini memakai alat semacam
dandang. Simplisia diletakan di atas bagian yang berlubang-lubang. Sedangkan
air
36
38
Rendemen ekstrak =
× 100%
=
− ℎ
100%
di lapisan bawah. Uap di alirkan melalui pendingin dan sulingan ditampung
dalam suatu wadah.
3.4 Karakteristik Simplisa
3.4.1 Penetapan Kadar Air
Alat moisture balance dipastikan pada posisi nol dan jarum
menunjukkan posisi netral. Sebanyak 2 gram simplisia diletakkan merata di
atas alumunium serta anak timbangan 2 gram sehingga posisi jarum berada di
tengah. Lampu dinyalakan dan suhu diatur pada 100oC selama 15 menit,
kemudian lampu dipadamkan. Tombol pengukur diputar ke sebelah kiri
sampai jarum kembali ke posisi semula,
kadar air dibaca. (Depkes RI, 2014).
3.4.2 Susut Pengeringan
Timbang seksama 1 – 2 g zat dalam botol bertutup yang sebelumnya
telah dipanaskan pada suhu penetapan selama 30 menit yang telah ditara.
Ratakan zat dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga
merupakan lapisan setebal ± 5 mm – 10 mm, masukkan ke dalam ruang
pengering, buka tutupnya,
39
− ℎ
=
100%
keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap
penimbangan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam
desikator hingga suhu kamar (Depkes RI, 2014).
3.5 Skrinning Fitokimia Simplisia dan Ekstrak
Skrining fitokimia dalam penelitian ini adalah dilakukan terhadap
simplisia dan ekstrak dengan tujuan untuk mengetahui golongan kandungan
metabolit sekunder yang terdapat pada bunga cengkeh (Syzygium
aromaticum). Menurut Harborne (2007) skrining fitokimia untuk alkaloid,
flavonoid, polifenol, triterpenoid, tanin, saponin, dan glikosida antara lain:
1. Identifikasi Alkaloid
Sampel dibasakan oleh ammonia, kemudian ditambahkan kloroform,
digerus kuat-kuat. Lapisan kloroform dipipet sambil disaring, kemudian
kedalamnya ditambahkan asam klorida 2N. Campuran dikocok kuat-kuat
hingga terdapat dua lapisan. Lapisan asam dipipet, bagian pertama
ditambahkan pereaksi Mayer. Bila terjadi endapan atau kekeruhan putih,
berarti simplisia kemungkinan terkandung alkaloid. Bagian dua di tambahkan
pereaksi Dragendorff. Bila terjadi endapan atau kekeruhan berwarna jingga
kuning, berarti dalam simplisia kemungkinan terkandung alkaloid. Bagian tiga
digunakan sebagai blanko (Harbone, 2007).
40
2. Identifikasi Flavonoid
Sejumlah kecil sampel dalam tabung reaksi dicampur dengan serbuk
magnesium dan asam klorida 2N. Campuran dipanaskan di atas tangas air,
disaring. Kepada filtrat dalam tabung reaksi ditambahkan amil alkohol, lalu di
kocok kuat. Adanya flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna kuning
hingga merah yang dapat ditarik oleh amil alkohol (Harborne, 2007).
3. Identifikasi Tanin
a. Pereaksi FeCl3
Sejumlah sampel dalam tabung reaksi dipanaskan di penangas air.
Kemudian disaring. Kepada filtrat ditambahkan beberapa tetes 3 1% dan
terbentuknya warna coklat kehijauan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tanin (Harborne, 2007).
b. Pereaksi Gelatin 1%
1 ml sampel ditambahkan sedikit larutan gelatin 1% dan 5 ml NaCl
10%. Adanya senyawa tanin ditandai dengan terjadinya endapan kekuningan
(Harborne, 2007).
4. Identifikasi Steroid/ Triterpenoid
Uji triterpenoid dan steroid dilakukan dengan mereaksikan sampel
dengan 0,5 mL etanol, 0,5 mL asam asetat anhidrat, dan 2 mL asam sulfat
pekat melalui dinding tabung. Hasil ditunjukkan dengan terbentuknya warna
hijau dan biru (triterpenoid), dan merah atau ungu (steroid) (Harborne, 2007).
41
5. Identifikasi
Saponin
Sampel ditambahkan aquades panas 10ml kemudian didinginkan dan
dikocok kuat selama 10 detik. Terbentuk busa setinggi 1 -10cm yang stabil
selama
10 menit. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, busa tidak hilang
(Harborne, 2007).
3.6 Uji Formulasi Sediaan Krim Nano
3.6.1 Rancangan formula
Adapun beberapa formulasi yang akan peneliti gunakan adalah sebagai
berikut :
Tabel : 3.1 Formulasi Krim Nano Minyak Atsiri Daun Cengkeh
Bahan Formulasi 1 Formulasi 2 Formulasi 3
Minyak atsiri cengkeh 5 % 10 % 15 %
Vaselin putih 10 10 10
Nipagin 0.025 0.025 0.025
Nipasol 0.015 0.015 0.015
Propilen glikol 6 6 6
Setil alcohol 5 5 5
Poloxamer 407 1 1 1
Na lauril sitrat 1 1 1
Aquadest Ad 50 Ad 50 Ad 50
42
3.6.2 Prosedur Pembuatan Krim Nano
Semua bahan yang diperlukan ditimbang, kemudian fase minyak
(vaselin putih,setil alcohol, dan nipasol ) dipindahkan dalam cawan penguap,
di pansakan di atas penangas air pada suhu 60o-70
o C sampai lebur. Fase air (
natrium lauril sitrat, propilenglikol, nipagin, aquadest ) di panaskan diatas
penangas air dengan menggunakan cawan penguap pada suhu 60o-70
o C
sampai lebur. Kemudian fase minyak di pindahkan ke dalam gelas kimia
kemudian di homogenkan dengan menggunakan alat mixer selama 15 menit
.kecepatan homogenisasi di gunakan dalam mixer ini adalah 600 rpm.Proses
secara konvensional ini akan menghasilkan krim biasa,campuran tersebut
diaduk dengan mixer hingga homogen dan suhu di jaga kosntan kisaran 70 ᵒC-
80ᵒC agar campuran tidak memadat, kemudian mencampurkan minyak atsiri
daun cengkeh sebanyak 5 % ke formula 1, 10% ke formula 2, 20% ke formula
3 kedalam basis krim di aduk lagi hingga terbentuk krim sampai
homogen.homogenisasi di lanjutkan untuk menghasilkan krim nanopartikel
dengan menaikan kecepatan homogenisasi. Kecepatan homogenisasi yang
digunakan adalah 9000 rpm.Dalam hal ini kecepatan homogenisasi adalah
variabel perubah proses ini berlangsung selama 1 jam.Apabila terjadi
ketidakstabilan suhu selama proses maka perlu dilakukan pengaturan suhu
sampai mendekati 72 ᵒC sesuai titik leleh fase lemak ( Rahmi et al.,2013)
produk krim nano di masukan ke dalam wadah.Selanjutnya krim nano siap
untuk di lakukan uji evaluasi.
43
3.7 Uji Evaluasi dan Stabilitas Krim
3.7.1 Evaluasi stabilitas pada suhu rendah, suhu ruang, dan suhu tinggi
Sampel krim disimpan pada suhu rendah (4±2ºC) selama 8 minggu,
kemudian dilakukan pengamatan organoleptis, pengukuran pH, dengan
pengamatan setiap 2 minggu sekali. Lakukan cara yang sama pada suhu kamar
(28±2ºC) dan suhu tinggi (40±2ºC) (Iswandana,et.al. 2017)
3.7.2 Pengamatan organoleptis
Organoleptis dilakukan dengan cara pengamatan secara visual terhadap
sediaan, yang dinilai dari bentuk fisik sediaan yaitu perubahan warna, bentuk
dan bau krim ,selama penyimpanan 28 hari, Pengamatan uji stabilitas
dilakukan setiap hari pada minggu pertama, selanjutnya pada hari ke-14, 21,
dan 28 selama penyimpanan (Gozali et al., 2009).
3.7.3 Pemeriksaan Homogenitas
Masing – masing krim yang akan diuji dioleskan pada kaca objek,
kemudian dikatupkan dengan kaca objek yang lainnya untuk diamati
homogenitasnya. Apabila tidak terdapat butiran-butiran kasar di atas kaca
objek tersebut maka krim yang diuji homogen (Juwita dkk.,2013).
3.7.4 Pengukuran pH
Krim sebanyak 1 g di timbang dan di encerkan dengan 10 ml air
demineral lalu diaduk dengan menguunakan batang pengaduk.Pengukuran pH
dilakukan dengan menggunakan kertas indikator.Hasil uji pH sediaan krim
yang di harapkan
44
mendekati pH normal kulit yaitu 5,5 ( Iswari & Latifah, 2007) atau kisaran pH
yang dipersyaratkan oleh SNI 16-4399-1996 sediaan Tabir Surya( pH 4,5-
8,0).
3.7.5 Evaluasi viskositas
Viskositas sediaan krim diukur menggunakan viskometer Brookfield.
Sediaan krim sebanyak 50 gr dimasukkan ke dalam pot salep ukuran 50 gr .
Kemudian dipasang spindle ukuran 64 dan rotor dijalankan dengan kecepatan
10 rpm. Hasil viskositas dicatat setelah Viskometer menunjukan angka yang
stabil (Akhtar dkk.,2011).
3.7.6 Cycling Test
Sampel krim disimpan pada suhu 4ºC selama 24 jam, lalu dipindahkan
ke dalam oven yang bersuhu 40 ± 2ºC selama 24 jam (satu siklus). Uji
dilakukan sebanyak 6 siklus kemudian dilakukan pengamatan organoleptis
(perubahan warna, bau, dan creaming) (Iswandana,et.al. 2017).
3.7.7 Hedonik
Uji Hedonik dilakukan dengan melakukan analisis menurut uji kesukaan
(parameter aroma, sensasi di kulit, dan warna sediaan) menggunakan 20 orang
panelis yang diberikan contoh sediaan krim . Untuk melihat tingkat kesukaan
responden terhadap sediaan krim berdasarkan masing-masing parameter,
digunakan skala numerik, yaitu 0 (sangat tidak suka), 1 (agak tidak suka), 2
(netral), 3 (agak suka), 4 (sangat suka), 5 (amat sangat suka),dan dioleskan
pada punggung tangan (Panjaitan dkk, 2012)
45
3.7.8 Uji Nano Partikel
Krim nanopartikel yang telah dibuat selanjutnya di tentukan ukuran
partikelnya dengan menggunakan particle size analyser(PSA) berdasarkan
intensitasnya ( pang et al.,2009 ) kosentrasi larutan krim yang digunakan
untuk pengujian particle size analyser (PSA) adalah 10.000 ppm. Berdasarkan
hasil pengukuran air demineral digunakan sebagai medium pendispersi krim.
3.7.9 Uji Iritasi
Tehnik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji tempel
terbuka(patch Test) pada lengan bawah bagian dalam terhadap 10 orang
panelis.uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan yang di
buat pada lokasi lekatan dengan luas tertentu (2,5x2,5cm).Hasil uji diamati
selama 24- 48 jam.reaksi postif ditandai oleh adanya kemerahan,gatal,atau
bengkak pada kulit tangan yang diberi perlakuan (Tranggono dan Latifah
.,2007).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian kali ini yaitu berupa
minyak daun cengkeh dari simplisia daun cengkeh yang diambil dari daerah
desa Cipancar, kecamatan Serangpanjang.
4.2 Determinasi Tanaman
Hasil determinasi yang di lakukan di Institut Teknologi Bandung ( ITB
) dengan menunjukan bahwa tanaman yang digunakan pada penelitian ini
adalah Syzygium aromaticum ( L) Merryll & Perry dengan nama lokal
cengkeh. Tujuan determinasi adalah untuk membuktikan kebenaran tanaman
yang di gunakan dalam penelitian.
4.3 Karakteristik Simplisia
4.3.1 Penetapan Kadar Air
Kadar simplisia yang diperoleh sebesar 4 % .Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya pembusukan oleh jamur.nilai ini memenuhi
syarat,karena kadar air tidak boleh lebih dari 5 % (Agoes,2007).
4.3.2 Penetapan Susut Pengeringan
Tujuan penetapan susut pengeringan yaitu untuk memberikan batasan
maksimal ( rentang ) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses
pengeringan .penetapan susut pengeringan dari simplisia yaitu 9.8 %
45
47
4.4 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia ekstrak daun cengkeh
Syzygium aromaticum ( L) Merryll & Perry untuk memeriksa adanya
metabolit sekunder .secara umum senyawa ini meliputi
alkaloid,flavonoid,saponin tannin dan fenolik . hasil skrining fitokimia dari
daun cengkeh bisa dilihat pada table 4.1
Tabel 4.1 skrining fitokimia
Metabolit sekunder Simplisia Ektrak
Alkaloid - -
Flavonoid + +
Tanin + +
Saponin + +
Steroid + +
Keterangan :
( + ) : terdeteksi
(- ) : tidak terdeteksi
Berdasarkan hasil skrining fitkomia tersebut , dapat diketahui bahwa
simplisia dan ektrak memiliki kandungan metabolit sekunder yaitu
flavonoid,tanin,saponin dan steroid . Hasil skrining fitokimia tidak hanya di
lakukan pada simplisia daun cengkeh saja tetapi juga harus dilakukan pada
ektrak kental untuk memastikan bahwa proses ekstraksi tidak merusak
metabolit sekunder yang ada selama proses ektrak. Hal ini di tunjukan dengan
tidak adanya perubahan kandungan metabolit flavonoid pada simplisia dan
setelah di ektraksipun kandungan flavonoidnya tetap sama, pada kandungan
tanin juga tidak terjadi perubahan pada simplisia maupun setelah di ektraksi
kandungan tanin nya masih sama, pada kandungan saponin yang terdapat
dalam simplisia terdeteksi bagus dan pada extraksi kandungan saponin juga
bagus , begitu pula dengan
48
kandungan steroid pada simplisia terdeteksi bagus dan pada skrining yang
telah di lakukan pada ekstraksi juga bagus, maka dari itu kandungan metabolit
sekunder pada daun cengkeh sangat bagus.
4.5 Ekstraksi Daun Cengkeh Cara Destilasi Di Desa Cipancar
Untuk ekstraksi daun cengkeh cara destilasi diperoleh hasil berupa
minyak daun cengkeh dengan rendemen sebanyak 3%. Penyulingan daun
cengkeh dengan kadar air sekitar 7 - 12% yang dilakukan dalam tangki
stainless steel volume 100 L selama delapan jam, menghasilkan minyak
dengan rendemen 3,5% dan total eugenol 76,8% (Nurdjannah, 2004).
4.6 Evaluasi Krim Minyak Daun cengkeh
4.6.1 Evaluasi Stabilitas Pada Suhu Rendah , Suhu Kamar dan Suhu
Tinggi
Hasil Evaluasi Bisa di lihat pada tabel 4.2 Secara Organoleptik
Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Suhu
no Sediaan hari Jeni
s rendah 4
ᵒ C kamar 28
ᵒ C tinggi 40
ᵒC
1 formulasi 1 0 SP SP SP
7 SP SP SP
14 SP SP SP
21 SP SP SP
28 SP SP SP
2 formulasi 2 0 SP SP SP
7 SP SP SP
14 SP SP SSC
21 SP SP SSC
28 SP SP SSC
3 formulasi 3 0 SP SP SP
7 SP SP SP
14 SP SP SC
21 SP SP SC
28 SP SP SC
Keterangan : SP : setengah padat, SC : sediaan cair , SSC : sediaan setengah cair
49
Hasil pengamatan sediaan krim pada beberapa jenis suhu selama 4
minggu di peroleh sediaan yang paling stabil adalah formulasi 1 sedangkan
untuk formulasi 2 dan 3 mengalami perubahan bentuk .dikarenakan pada suhu
40 ᵒ C sedian mencair atau minyaknya memisah kembali karena pada suhu
tersebut minyak cengkeh cepat menguap dan terpisah lagi.Dalam hal ini
terjadi pemisahan kembali karena pada sifat kimia dari minyak atsirinya tidak
akan stabil atau akan terpengaruh oleh keadaan lingkungan baik dari
udara,sinar matahari dan panas
.(gunawan., dkk 2010) maka dari itu pada formula2 dan 3 mengalami
perubahan baik bentuk dan warna sediaan krim pada suhu 40 ᵒC untuk bentuk
pada formulasi 2 menjadi sediaan setengah cair dan untuk warna menjadi
putih agak kuning terjadi pada minggu ke tiga, dan untuk formulasi 3 pada
minggu ke tiga dan ke empat terjadi perubahan bentuk sedian menjadi cair dan
warna menjadi putih agak coklat.Hal ini desebabkan karena ikatan senyawa
yang terkandung dalam minyak atsri rusak sehingga krim menjadi tidak stabil
sehingga minyak dan basis krim nya menjadi terpisah kembali.akan tetapi
untuk sedian formula 1 stabil pada semua jenis suhu.
4.6.2 Organoleptik
Tabel 4.3 Hasil Organoleptik di lihat dari Bau,Bentuk,Warna
no sediaan hari JENIS
warna
bantuk
bau
1 formulasi 1 ,2,3
0 PS SP BC
7 PS SP BC
14 PS SP BC
21 PS SP BC
28 PS SP BC
50
Keterangan : PS: putih susu, BC : bau cengkeh , SP: setengah padat
51
Hasil pengamatan organoleptik pada ketiga formulasi krim menunjukan
bahwa selama 4 minggu waktu penyimpanan tidak mengalami perubahan
sediaan krim dari bentuk , warna dan bau krim tetap setengah padat, begitu
juga dengan bau tetep bau has cengkeh atau tidak berbau tengik, sama seperti
awal pembuatan warna krim adalah putih susu sesuai dengan basis ,dilihat dari
bentuk setengah padat dan bau memiliki aroma yang khas yaitu bau cengkeh ,
setelah di lakukan penyimpanan pada suhu kamar dari minggu ke 1 sampai
minggu ke 4 tidak terjadi perubahan apapun baik dari formula 1,2, dan 3.Hal
ini di karenakan masa penyimpanan sediaan krim tersimpan dalam wadah
yang tertutup rapat dan terlindung dari cahaya langsung.
4.6.3 Homogenitas
Tabel 4.4 Homogenitas Sediaan Krim Minyak Cengkeh
no formulasi HARI KE
0 7 14 21 28
1 F1 H H H H H
2 F2 H H H H H
3 F3 H H H H H
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui
tercampurnya bahan – bahan krim.Pengujian ini dilakukan dengan cara visual
pada kaca transfaran dengan mengamati rata atau tidaknya bahan krim.Hasil
uji homogenitas menunjukan bahwa ketiga formula sediaan krim tetap
homogen dalam waktu penyimpanan dari hari ke 0-28 . seluruh sediaan krim
tidak memperlihatkan adanya butir butir kasar pada saat sediaan di oleskan
pada kaca transfaran. Sifat
52
Chart Title
6
5
4
3
2
1
0
0 7 14 21 28
kadar ph formulasi 1 kadar ph formulasi 2 kadar ph formulasi 3
zat aktif dari minyak daun cengkeh mudah bercampur dengan basis M/A
sehingga tidak terjadi penggumpalan dan pemisahan fase. Hal ini menunjukan
sediaan yang dibuat mempunyai susunan yang homogen , perbedaan
kecepatan reaktor juga ternyata mempengaruhi tampilan fisik krim dari segi
tekstur. Semakin besar kecepatan pengaduk maka semakin halus pula tekstur
krim ( Muller-fischer et al.,2006).Krim yang dibuat dengan kecepatan
pengaduk 6000 rpm merupakan krim dengan tekstur yang paling lembut.
4.6.4 Uji pH
Tabel 4.5 Uji pH Krim Minyak Cengkeh
no hari kadar ph
F1 F2 F3
1 0 4 4 4
2 7 4 4 5
3 14 4 4,5 5
4 21 4 4,5 5
5 28 4 4,5 5
Gambar 4.1 Grafik Kestabilan pH Krim Minyak Daun Cengkeh
53
Nilai pH merupakan salah satu parameter penting dalam produk
kosmetika. Nilai pH adalah derajat keasaman suatu bahan atau pengukuran
aktivitas hidrogen dalam lingkungan air. Menurut iswari dan Latifah(2007)
,pH produk kosmetik sebaiknya mendekati pH kulit yaitu 5,5. Produk
kosmetika yang memiliki pH yang jauh dengan pH fisiologis kulit sekitar 4,5 -
5,5 akan lebih mudah mengiritasi kulit.kulit di lapisi oleh lapisan mantel asam
yaitu lapisan lembab yang bersifat asam di permukaan kulit. Mantel asam ini
terbentuk dari asam lemak yang berasal dari minyak kulit, asam susu dalam
keringan dan asam amino. Mantel asam ini keringat serta asam amino. Mantel
asam ini berfungsi melindungi kulit dari kekeringan, infeksi bakteri dan
jamur. Mantel asam akan rusak bila sering terkena bahan atau kosmetika yang
mempunyai pH jauh berbeda dengan pH fisiologis kulit. Pengujian pH krim
dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keamanan krim saat
digunakan sehingga tidak mengiritasi kulit. Menurut Dahanayake dan Rosen
(2000), iritasi kulit merupakan proses terjadinya denaturasi protein yang
disebabkan oleh adsorpsi surfaktan oleh kulit. Dalam pembuatan krim ini
perlu diperhatikan jenis surfaktan, kecenderungan surfaktan untuk menyerap
ke kulitdan kemudahan , surfaktan dalam menembus sel membran kulit. Hal
inilah yang akan menjadi faktor penentu utama terjadinya iritasi kulit.
Pengujian pH ini dilakukan dengan menggunakan pH indikator
universal. Kertas pH indikator universal dimasukkan ke dalam krim kemudian
dicocokkan warna indikator dengan standar warna pH indikator yang tertera
pada wadahnya. Uji pH terhadap krim dengan kecepatan homogenisasi 9000
rpm ternyata
54
diperoleh nilai pH untuk formula 1 yaitu 4 sedangkan untuk formula 2
mengalami perubahan pada minggu ke 3 yaitu 4.5 dan pada formulasi 3 terjadi
perubahan pada minggu ke 2 yaitu menjadi 5 sebagaimana yang tertera pada
tabel 4.5.pengujian ini di lakukan pada tiga suhu berbeda yaitu pada suhu
dingin,kamar dan tinggi. Sedangkan ketiga formula pada pengujian suhu
kamar nilai pH nya sama yaitu 4. Nilai pH ini masih dalam kisaran pH yang
dipersyaratkan oleh 16- 4399-1996 SNI Sediaan Tabir Surya, yaitu pH 4,5-
8,0. Pengujian pH ini dilakukan selama 1bulan penyimpanan krim pada suhu
kamar. Hasil menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan pH pada krim,tetapi
pada suhu tinggi mengalami perubahan.
Perubahan pH dapat terjadi pada krim apabila terjadi perubahan suhu
pada tempat penyimpanan. Menurut Budiman (2008), krim yang disimpan
dalam suhu tinggi sekitar 40±2°C akan mengalami perubahan pH ke arah
asam. Hal ini disebabkan oleh terjadinya proses hidrolisis karena adanya
peningkatan suhu.
4.6.5 Uji Viskositas
Tabel 4.6 Hasil Viskositas Krim Minyak Cengkeh
no formulasi VISKOSITAS KRIM
0 7 14 21 28
1 F1 3000cp 3000cp 3000cp 3100cp 2200cp
2 F2 2900cp 3100cp 3100cp 4200cp 5200cp
3 F3 3500cp 3500cp 3600cp 9800cp 11800cp
55
Gambar 4.2 Grafik Kestabilan Viskositas Krim Minyak Daun Cengkeh
Pengukuran viskositas di lakukan dengan menggunakan alat
viskometer Brookfield dengan spindel no 64 dan kecepatan 30 rpm yang
umumnya digunakan untuk mengkukur viskositas sediaan larutan sampai
sediaan setengah padat , dari ketiga sediaan formulasi krim , hasil uji
viskositas yang mengalami sedikit penurunan viskositas adalah F1 sedangkan
untuk F2 dan F3 mengalami kenaikan kenaikan , mungkin ini di pengaruhi
oleh stabilitas antara emulgator dan zat aktif minyak cengkeh maupun proses
pembuatan yang mempengaruhi viskositas krim , di lihat dari nilai viskositas
formulasi 2 lebih baik, karena dilihat dari hari ke 0-
28 mengalami kenaikan viskositas yang stabil . berdasarkan standar mutu
sediaan ( SNI 16-4399-1996) nilai viskositas sediaan antara 2000-50000cp.
4.6.6 Cycling Test
Tabel 4.7 Hasil Cycling Test Krim Minyak Cengkeh
no formula siklus
0 6
1 F1 stabil stabil
2 F2 stabil stabil
3 F3 stabil tidak
stabil
Chart Title
15000
10000
5000
0
0 7 14 21 28
VISKOSITAS KRIM
F1 F2 F3
56
Hasil pengamatan uji cycling dapat dilihat pada Tabel 4.7 sediaan krim
menunjukkan hasil yang stabil dimana adalah F1 dan F2 karena tidak terjadi
pemisahan fase. Tetapi untuk F3 terjadi perpisahan fase , hal ini di pengaruhi
oleh zat aktif yang terlalu banyak sehingga terjadi pemisahan kembali karena
minyaknya cepat menguap dan memisah karena tidak kuat dalam keadaan
suhu 40’C. Walaupun pada awalnya krim akan stabil pada pengocokan,
viskositasnya tidak kembali seperti semula. Hukum Stokes menunjukkan
bahwa pembentukan krim merupakan suatu fungsi gravitasi dan kenaikan
gravitasi dapat mempercepat pemisahan fase (Lachman et al., 1994)
4.6.7 Uji Hedonik
Tabel 4.8 Hasil Kesukaan Krim Minyak Cengkeh
kesukaan
panelis
warna
bau
sensasi di
kulit
F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3
1 5 0 1 1 0 1 0 0 1
2 13 13 10 8 3 3 15 11 9
3 1 5 8 7 10 11 5 7 6
4 0 2 1 3 6 4 0 2 4
5 1 0 0 1 1 1 0 0 0
Keterangan :
1 = sangat
suka 2 =
suka
3= agak tidak
suka 4= tidak
suka
5= sangat tidak suka
57
Gambar 4.3 Grafik Uji Kesukaan Krim Minyak Cengkeh
Uji kesukaan krim minyak cengkeh yang di lakukan oleh panelis
dengan rentang umur 20-30 tahun menunjukan suka dengan krim khususnya
pada formula 1, baik di lihat dari segi warna, aroma dan sensasi di kulit, hal
ini bisa di lihat perbedaannya pada grafik 4.3 dimana formula 1 lebih banyak
yang suka di banding formula 2, sedangkan formula 3 agak kurang tidak di
sukai sama panelis di karenakan bau dan rasa panas yang berlebihan ketika
merasakan formula 3.
4.6.8 Hasil Uji Iritasi
Tabel 4.9 Hasil Uji Iritasi Krim Minyak Cengkeh
no sediaan Panelis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Formula 1 - - - - - - - - - -
2 Formula 2 - - - - - - - - - -
3 Formula 3 - - - - - - - - - -
Ketengan : (-) tidak iritasi (+) iritasi
Chart Title
16
14
12
10
8
6
4
2
0
1 2 3 4 5
warna F1 warna F2 warna F3
bau F1 bau F2 bau F3
sensasi di kulit F1 sensasi di kulit F2 sensasi di kulit F3
58
Uji iritasi dilakukan pengujian langsung ke kulit tubuh manusia,krim
dioleskan di bagian belakang telinga, kemudian di biarkan selama 24 jam serta
di amati ada atau tidaknya gejala iritasi berupa kemerahan ,rasa gatal atau
alergi
,bengkak, dan perih bagian yang dioleskan krim minyak cengkeh
tersebut.menurut Tranggono dan Latifah(2007) bila sediaan mengalami gejala
tersebut ,maka positif terjadi iritasi.Berdasarkan pengamatan selama 24 jam
sediaan krim minyak daun cengkeh yang di ujikan kepada 10 orang
sukarelawan sebagaimana yang tertera pada tabel 4.9 tidak menimbulkan efek
iritasi pada kulit.Sehingga dapat di simpulkan sediaan krim minyak daun
cengkeh aman jika di gunakan .
4.6.9 Hasil Uji Nano Partikel
Grafik 4.4 Hasil Uji Nano Partikel Sebelum Evaluasi
59
Grafik 4.5 Hasil Uji Nano Partikel Sesudah Evaluasi
Distribusi dan ukuran partikel dalam penelitian ini dianalisa dengan
menggunakan particle size analyzer (PSA) Pengukuran ini didasarkan pada
prinsip PSA metode dynamic light scattering. Metode dynamic light
scattering atau sering disebut PCS ini merupakan teknik terbaik untuk
pengukuran rutin ukuran partikel (Menhnert & Mader 2001). , Pengukuran
menggunakan PSA lebih akurat dibandingkan dengan scanning electron
microscope ( SEM) terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan
submikron yang memiliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi (Lidiyah
2011). Hasil pengukuran , PSA berbentuk distribusi atau sebaran sehingga
dapat digunakan untuk menentukan ukuran partikel. Metoda mencakup
rentang PCS ukuran dari beberapa nanometer sampai 3 mikrometer. Partikel-
partikel lebih kecil menyebabkan penghamburan yang lebih kuat pada sudut
besar dibandingkan dengan partikel lebih besar.
60
Keuntungan dari metode ini adalah analisis yang cepat, tidak memerlukan
kalibrasi, dan peka terhadap partikel submikron (Menhnert & Mader , 2001).
Keuntungan lainnya menurut Rawie (2010), ukuran partikel yang terukur
adalah ukuran dari partikel tunggal akibat pendispersian partikel ke dalam
media. Hasil pengukuran yang didapat berada dalam juga bentuk distribusi
partikel, sehingga dapat menggambarkan keseluruhan kondisi sampel.
Sampel-sampel dalam ukuran
. nanometer dan submikron memliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi.
Pengukuran dengan alat dalam PSA penelitian ini menggunakan suhu kamar.
Suhu ini akan memengaruhi gerakan p partikel dalam larutan selama
pengukuran. Semakin tinggi suhu maka gerak partikel akan semakin aktif. Hal
ini akan berpengaruh terhadap keakuratan hasil pengukuran. Sebaran partikel
dari sampel yang diuji dengan dapat ditunjukkan PSA berdasarkan jumlah,
volume, dan intensitas sampel. Metode penghitungan partikel yang terdapat
pada alat terdiri dari 3 metode, PSA di antaranya : pade-laplace, statistic dan
cumulants.
Berdasarkan hasil pengujian nanopartikel bahwa sediaan ini
menunjukan hasil nano partikel dengan angka 0.688µm dengan variansi 0.306
µm2sebelum evaluasi tetapi sesudah evaluasi menujukan angka 1.919 µm
dengan variansi
0.375 µm2 . Dalam hal ini terjadi pembetukan globul – globul kembali atau
terbentuknya kembali ikatan ikatan molekul antara zat aktif dan surfaktan atau
emulsifier tetapi sediaan ini masih dalam rentang nano dari 0.017 µm sampai
2000 µm. dapat di simpulkan bahwa sediaan ini stabil dalam keadaan
61
nanopartikel.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan :
1. Sediaan krim nano minyak atsiri daun cengkeh terbukti stabil dalam
nanopartikel .
2. Berdasarkan hasil penelitian dalam satu bulan krim yang stabil pada
suhu kamar,suhu dingin dan suhu tinggi adalah formula 1 sedangkan
untuk formula 2 dan 3 terjadi perubahan pada suhu tinggi.
3. Berdasarkan hasil uji kesukaan bahwa sediaan yang di sukai baik dari
segi tekstur, warna dan bau adalah formula 1.
4. Berdasarkan uji iritasi semua sediaan ini tidak mengakibatkan iritasi
pada kulit.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian ini disarankan agar mencari konsentrasi emulgator
lain dan mengganti metode pembuatan perubahan partikelnya, dan agar
dilakukan lagi penelitian lebih lanjut terhadap efek farmakologinya agar
sediaan ini bisa bermanfaat.
60
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., Virgus, Y., Nirmin, dan Khairurrijal. 2008. Review: Sintesis
Nanomaterial, Jurnal Nanosains & Nanoteknologi, 1, 2, 33-57.
Abe, A.C., Albertsson, R., Duncan, K. 2008. Advances in Polymer Science,
Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 220
Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung:
Penerbit ITB.
Akhtar, N., B. A. Khan, M. S. Khan, T. Mahmood, H. M. S. Khan, M. Iqbal and
S. Bashir, 2011. Formulation Development and Moisturising Effects of
a Topical Cream of Aloe vera Extract. World Academy of
Science,Engineering and Technology 75 : University of Bahawalpur
Pakistan
Armando R, Asman A, 2009, Memproduksi 15 Minyak Atsiri Berkualitas,
Jakarta: Penebar Swadaya
Bouwmeestera, H., Dekkersb, S., Noordama, M.Y., Hagensb, W.I., Buldera,
A.S., Heerb, C., Voordea, S.E.C.G., Wijnhovenb, S.W.P., Marvina
H.J.P., and Sipsb, A.J.A.M. 2009. Review of Health Safety Aspects of
Nanotechnologies in Food Production, Regulatory Toxicology and
Pharmacology, 53, 1, 52-62.
Chau, C.F., Wu, S.H., Yen, G.C. 2007. The Development of Regulations For
Food Nanotechnology. Trends in Food Science & Technology. 18, 5,
269-280.
Corni, I., Ryan, M.P., Boccaccini, A.R. 2008. Electrophoretic Deposition: From
Traditional Ceramics To Nano- technology, Journal of the European
Ceramic Society, 28, 7, 1353-1367.
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Ernest S. Kawasaki. 2005. Nanotechnology, nanomedicine, and the development
of new, effective therapies for cancer. Nanomedicine: Nanotechnology,
Bio- logy and Medicine, 1, 2, 101-109.
Fitriansyah ,S,N, Gozali .D, 2014. Formulasi dan Evaluasi Fisik Sediaan Krim
Pelembab Dimethylsanol Hyaluronate Dengan Penambahan Basis
Nano dan Fase Minyak Kelapa Murni. Indonesian journal of
pharmaceutical science and technology vol III no 1.31-41
61
62
Gozali, D., Abdassah, M., Subghan, A., dan Lathiefah, S.A., 2009, Formulasi
Krim Pelembab Wajah yang Mengandung Tabir Surya Nanopartikel
Zink Oksida Salut Silikon, Journal Farmaka, 7(1).
Gomes, A., Fernandes, E., Lima, J.L.F.C., Mira, L., dan Corvo, M.L. 2008.
Molecular mechanisms of antiinflammatory activity mediated by
flavonoids. Curr. Med. Chem., 15:1586-1605.
Guenther, E. 2006. Minyak Atsiri. Jilid IV B. Penerjemah S. Ketaren.
Universitas Indonesia. 851 hal.Haryono. 1989. Penyakit –Penyakit
Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada Press. 8911166-C2E.
ISBN 979-420-107-3
Gunawan, D. dan Mulyani, S. 2010. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid
1.Penebar Swadaya. Jakarta
Gutierrez, J.M., Gonzalez, C., maestro, A., Sole, I., Pey, C.M., dan Nolla, J. 2008.
Nano-Emulsions: New Applications and Optimization of Their
Preparation, Current Opinion in Colloid & Interface Science, 13, 4, 245-
251.
Hapsoh, Hasanah, 2011. Budidaya tanaman obat dan rempah. Medan: USU
Press
Harborne, J.B., 2007., Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan. Edisi III.Institusi Teknologi Bandung,
Bandung
Haque ,F.A,Sugihartini N.2015. Evaluasi Uji Iritasi dan Uji Sifat Fisik Pada
Sediaan Krim M/A Minyak Atsiri Bunga Cengkeh Dengan Berbagai
Variasi Kosentrasi.Pharmacy vol 12 no 2.131-139
Hamzah N., Ismail I., dan Saudi A.D.A. 2014. Pengaruh Emulgator Terhadap
Aktivitas Antioksidan Krim Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosella
(Hibiscus sabdariffa Linn). Jurnal Kesehatan, Volume VII, No.2.
Hernani dan Raharjo, M., 2006, Tanaman Berkhasiat Antioksidan, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Iswandana, Raditya., Sihombing, Lidya KM. 2017. Formulasi, Uji Stabilitas
Fisik, dan Uji Aktivitas Secara In Vitro Sediaan Spray Antibau Kaki
yang mengandung Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle L.). Depok :
Universitas Indonesia
Juwita, A. P., Yamlean, P. V. Y. dan Edy, H. J. 2013. Formulasi Krim Ekstrak
Etanol Daun Lamun (Syringodium isotifolium), Jurnal Ilmiah Farmasi
UNSRAT, 2(2)
Ketaren, S. 1981. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka.
63
Latiefah, S. 2008. Formulasi Krim Pelembab Wajah yang Mengandung
Tabir Surya Nanopartikel Zink Oksida Salut Silikon. Bandung:
Fakultas Universitas Padjadjaran.
Linton, J.D., Walsh, S.T. 2008. The Theory of Innovation for Process-Based
Innovations such as Nanotechnology. Technological Forecasting and
Social Change, 75, 5, 583-594.
Lumingkewas M, Manarisi J., Indriaty F, Walangitan A, Mandei J, Suryanto E.
2014. Aktivitas antifotooksidan dan komposisi fenolik dari daun
cengkeh (Eugenia aromatic L.). J Chem. Fakultas Matematika dan
Imu Pengetahuan Alam, Unsrat (7):2.
Lutony, T.L dan Rahmayati, Y. (2002). Produksi dan perdagangan minyak
asiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya
Menhnert, W., dan Mader, K. 2001. Solid Lipid Nanoparticles, Production,
Characterization and Applications. Advanced Drug Delivery Reviews,
47, 165-196.
Panjaitan E N, Saragih A, Purba D., 2012, Formulasi Gel Dari Ekstrak
Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale R.). Journal of Pharmaceutict
and Pharmacology. Departemen Teknologi Farmasi fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara, Sumatra Utara. Hal. 9-20, Vol.1, Hal.1
Putri, R.L., Hidayat, N., Rahmah, N.L., 2014, Pemurnian Eugenol dari Minyak
Daun Cengkeh dengan Reaktan Basa Kuat KOH dan Ba(OH)2
(Kajian Konsentrasi Reaktan), Industria: Jurnal Teknologi dan
Management Agroindustri, 3 (1), 1-12.
Rahmawati D,.2017. Daya Antiinflamasi Salep Basis Larut Air Minyak Atsiri
Bunga Cengkeh ( Syzigium Aromaticum ) Dengan Variasi Komposisi
Enhancer, asam oleat dan propilen glikol. Pharmacy ,182-188
Rahmi D,.Yunilawati R,.Ratnawati .E.2013. Peningkatan Stabilitas Emulsi
Krim Nanopartikel Untuk Mepertahankan Kelembapan kulit. Balai
Besar Kimia dan Kemasan , Kementerian Perindustrian RI.
Ruhnayat, Agus. 2004. Memproduktifkan Cengkih. Jakarta : Penebar Swadaya
Rorong, Johnly A. 2008. Uji Aktivitas Antioksidan dari Daun Cengkeh
(Eugenia Carryophyllus) dengan Metode DPPH. Chemical Prog. 1(2) :
111-116
Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri Cetakan Ke-1. Yogyakara:
FMIPA UGM
64
Sivakumar, P.M. , Balaji S., Prabhawathi V., Neelakandan R., Manoharan P.T,
Doble M. 2010. Effective Antibacterial Adhesive Coating on Cotton
Fabric Using ZnO Nanorods And Chalcone. Carbohydrate Polymers. 79,
3, 717-723.
Stevenson, D.E. dan Hurst, R.D. 2007. Polyphenolic phytochemicalsjust
antioxidants or much more? A review. Cell. Mol. Life Sci., 64:2900-2916
Teeranachaideekal, V., Junyaprasert, V.B., Sonto, E.B., dan Muller, R.H., 2008.
Development of Ascorbyl Palmitate Nanocrystals Applying The
Nanosuspension Technology. Inter. Journal of Pharmaceutics, 354, 1-2,
227-234.
Thomas, A.N.S. 2007. Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta: Kanisus,pp:
22-24
Tjitrosoepomo, G. 1994. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada. University Press.
Yogyakarta
Tranggono,R.,I dan Latifah F.,2007., Buku Pegangan Ilmu Kosmetik.Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama
Wibowo ,A.S.Budiman A, Hartanti D. 2017. Formulasi dan Aktivitas Anti
jamur Sediaan Krim M/A Ektrak Etanol Buah Takokak (solanum
torvum swart ) terhadap Candida Albicans. Jurnal riset sains dan
teknologi.15-21
LAMPIRAN 1
HASIL DETERMINASI
65
66
LAMPIRAN II
HASIL EKSTRAKSI
1. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Cengkeh
Gambar. 1
ekstrak cair etanol daun
cengkeh
Gambar.
2 proses evaporator
Gambar. 3
ekstrak kental etanol
daun cengkeh
2. Pembuatan Minyak Daun Cengkeh
67
LAMPIRAN III
HASIL SKRINING FITOKIMIA
Gambar. 1
Hasil identifikasi flavonoid
Gambar. 2
Hasil identifikasi triterpenoid atau steroid
Gambar. 3
Hasil identifikasi monoterpenoid dan seskuiterpen
68
LAMPIRAN IV
HASIL KARAKTERISTIK SIMPLISIA
1. Penetapan kadar air
Gambar.1
Proses penetapan kadar air
Gambar. 2
Hasil penetapan kadar air
2. Penetapan susut pengeringan
Gambar. 4
Berat cawan kosong
Gambar. 5
Berat simplisia
Gambar. 6
Berat cawan dan
simplisia setelah di oven
69
LAMPIRAN V
PROSES PEMBUATAN DAN EVALUASI
Proses Pembuatan Krim Hasil Sediaan
Hasil Uji pH Alat Untuk Uji Partikel
70
LAMPIRAN VI
HASIL HEDONIK
71
LAMPIRAN VI
(LANJUTAN )
72
LAMPIRAN VI
(LANJUTAN )
73
LAMPIRAN VII
CARA – CARA PERHITUNGAN
A. Perhitungan rendemen
Rendemen ekstrak =
× %
=
× %
= 23 %
Rendemen minyak =
× %
=
× %
= 3 %
B. Perhitungan susut pengeringan
Susut pengeringan = −
× %
= , − ,
× %
,
= 9,8 %
65
74
Pengumpulan simplisia daun
Determinasi tanaman
Proses pembuatan formula
skrining fitokim ekstrak
LAMPIRAN VIII
Diagram Alur Penelitian
1. Pengamatan
organoleptis
2. Uji homogenitas
3. Pengukuran ph
4. Evaluasi viskositas
5. Uji stabilitas
6. Uji hedonic
7. Uji analisis partikel
Uji stabilitas sediaan krim
Pembuatan simplisia
Proses ektraksi
Skrining fitokimia
Karakteristik simplisia
75
LAMPIRAN IX
HASIL UJI NANO PARTIKEL SEBELUM EVALUASI
76
LAMPIRAN IX
(LANJUTAN)
77
LAMPIRAN X
HASIL UJI NANO PARTIKEL SESUDAH EVALUASI
78
LAMPIRAN X
(LANJUTAN )
79