Gambaran Perspektif Kurikulum Tekur

5
Gambaran perspektif kurikulum (Schubert) - Kurikulum merupakan isi atau bahan pelajaran Dulu ilmu pengetahuan sangatlah sedikit, seperti zaman trivium (grammar, rhetoric, and dialectic) dan quadrivium (arithmetic, geometry, astronomy, and music). Kurikulum sama dengan mata pelajaran yang diajarkan Tp sekarang berbeda, ilmu pengetahuan sudah berkembang. Jadi saat menyusun kurikulum harus disesuaikan dengan tingkat sekolah. Seperti pada tahap sekolah dasar harus diberikan mata pelajaran yang setara. Lalu di lihat juga bagaimana pendekatan guru, instrument pengajaran dan lain-lain. - Kurikulum sebagai Program Rencana Kegiatan Kurikulum harus dijalankan sesuai urutan karna sudah di rencanakan sebelumnya. Lalu untuk menunjang, seorang guru harus mencatat setiap mengadakan kegiatan belajar mengajar untuk mempermudah mengetahui tujuan umum, tujuan khusus, bahan yang dibutuhkan, prosedur, evaluasi, dan sebagainya. Biasanya panduan kurikulum dibuat dari catatan terdahulu, yang memberikan informasi latar belakang untuk guru, dan menyarankan strategi pengajaran, pengaturan untuk lingkungan belajar, bahan tambahan, sumber luar, dan cara evaluasi. Disini juga guru dituntut untuk bisa memperbaharui panduan kurikulum tersebut beriringan dengan pengalaman mengajar. Dan banyak ide-ide yang

description

telaah kurikulum

Transcript of Gambaran Perspektif Kurikulum Tekur

Gambaran perspektif kurikulum (Schubert) Kurikulum merupakan isi atau bahan pelajaranDulu ilmu pengetahuan sangatlah sedikit, seperti zaman trivium (grammar, rhetoric, and dialectic) dan quadrivium (arithmetic, geometry, astronomy, and music). Kurikulum sama dengan mata pelajaran yang diajarkanTp sekarang berbeda, ilmu pengetahuan sudah berkembang. Jadi saat menyusun kurikulum harus disesuaikan dengan tingkat sekolah. Seperti pada tahap sekolah dasar harus diberikan mata pelajaran yang setara. Lalu di lihat juga bagaimana pendekatan guru, instrument pengajaran dan lain-lain. Kurikulum sebagai Program Rencana KegiatanKurikulum harus dijalankan sesuai urutan karna sudah di rencanakan sebelumnya. Lalu untuk menunjang, seorang guru harus mencatat setiap mengadakan kegiatan belajar mengajar untuk mempermudah mengetahui tujuan umum, tujuan khusus, bahan yang dibutuhkan, prosedur, evaluasi, dan sebagainya.Biasanya panduan kurikulum dibuat dari catatan terdahulu, yang memberikan informasi latar belakang untuk guru, dan menyarankan strategi pengajaran, pengaturan untuk lingkungan belajar, bahan tambahan, sumber luar, dan cara evaluasi. Disini juga guru dituntut untuk bisa memperbaharui panduan kurikulum tersebut beriringan dengan pengalaman mengajar. Dan banyak ide-ide yang tak terduga datang, misalnya ide bagaiman membuat kondisi kelas menjadi kondusif ketika siswa mulai tdk bergairah untuk belajar. Kurikulum sebagai hasil belajar(Jhonson, 1977 dan Ponser, 1982) menyatakan bahwa kurikulum seharusnya tidak dipandang sebagai aktifitas, tetapi difokuskan secara langsung pada berbagai hasil belajar yang diharapkan (intended learning outcomes). Kajian ini menekankan perubahan cara padang kurikulum, dari kurikulum sebagai alat (means) menjadi kurikulum sebagai tujuan atau akhir yang akan dicapai (ends). Salah satu alasan utama adalah karena hasil belajar yang diharapkan merupakan dasar bagi perencanaan dan perumusan berbagai tujuan kegiatan pembelajaran.Dalam konteks ini, tujuan pembelajaran tidak lagi dirumuskan dalam retorika global seperti Siswa memiliki apresiasi terhadap warisan budaya, tetapi dirumuskan dalam serangkaian hasil belajar yang terstruktur. Artinya, setiap kegiatan, pengajaran, desain lingkungan, dan sebagainya, difungsikan sedemikian rupa sehingga menjadi saling mendukung untuk mencapai tujuan akhir (ends) yang telah di tetapkan sebelumnya. Dalam pandangan ini, hsil belajar yang diharapkan tersebut tidak dapat disamakan dengan kurikulum itu sendiri, tetapi lebih merupakan dunia (realms) kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan ( hasil belajar) yang diharapkan. Kurikulum sebagai Reproduksi Kultural ( Cultural Reproduction)

Sebagian ahli pendidikan berpandangan bahwa kurikulum dalam setiap masyarakat atau budaya seharusnya menjadi refeleksi dari budaya masyarakat itu sendiri. Sekolah bertugas memproduksi pengetahuan dan nilai-nilai yang penting bagi generasi penerus. Masyarakat, Negara atau bangsa bertanggung jawab mengidentifikasi keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan berbagai apresiasi yang akan diajarkan. Sementara itu pihak pendidik professional bertanggung jawab untuk melihat apakah skill, knowledge, dan apresiasi tersebut sudah di transformasikan ke dalam kurikulum yang dapat disampaikan kepada anak-anak dan generasi muda. Kurikulum sebagai Tugas Discrete dan KonsepKurikulum dipandang sebagai satu set tugas yang harus dikuasai, dan mereka dianggap menyebabkan akhir ditentukan. Biasanya, akhir yang memiliki interpretasi perilaku tertentu seperti belajar tugas baru atau melakukan tua yang lebih baik. Kurikulum sebagai Agenda Rekonstruksi SosialSejauh mana keberanian sekolah membangun suatu tatanan sosial yang baru. Pertanyaan ini merupakan judul karya George S. Counts (1932) yang dipandang sebagai salah seorang perintis rekonstruksionisme sosial dalam pendidikan. Ide Counts tersebut banyak diperjuangkan oleh Theodore Brameld dalam dekade 1940 an dan 1950 an, yang banyak terinspirasi pemikiran Dewey. Pandangan ini berpendapat bahwa sekolah harus mempersiapkan suatu agenda pengetahuan dan nilai nilai yang diyakini dapat menuntun siswa memperbaiki masyarakat dan institusi kebudayaan serta berbagai keyakinan dan kegiatan praktik yang mendukungnya.

Kurikulum sebagai Currere

Sebagai pengganti interprestasi dari etimologi arena pacu atau lomba kurikulum (race course), currere merujuk pada jalannya lomba dan menekankan masing-masing kapasitas individu untuk merekonseptualisasi otobiografinya sendiri. Hal ini di tegaskan oleh Schubert (1986). Pemikiran Schubert di dukung oleh Pinar dan Grument (1976) yang mengilustrasikan bahwa masing-masing individu berusaha menemukan pengertian (meaning) di tengah-tengah berbagai peristiwa terakhir yang dialaminya, kemudian bergerak secara historis kedalam pengalamannya sendiri di masa lampau untuk memulihkan dan membentuk kembali pengalaman semula (to recover and reconstitute the origins), serta membayangkan dan menciptakan berbagai arah yang saling bergantung dengan subdivisi-subdivisi pendidikan lainnya.Perspektif ekologis perlu di kembangkan dalam konteks ini, yakni makna dari segala sesuatu harus dipandang secara kontinu berikut interdependensinya dengan kekuatan-kekuatan yang mempengaruhinya. Dengan demikian, karakter kurikulum membentuk dan dibentuk oleh berbagai hubungan eksternal dengan pengetahuan, perspektif dan praktik-praktik dalam domain kependidikan lainnya.