Gangguan Suasana Perasaan

download Gangguan Suasana Perasaan

of 29

description

xxxx

Transcript of Gangguan Suasana Perasaan

Gangguan Kelainan Bipolar Periode Manik Fenshiro Lesnussa 102010168 C8 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Kampus 2 Ukrida, Jl. ArjunaUtara no. 6 Jakarta 11510

PendahuluanPenyakit Manik - Depresif (Kelainan Bipolar) adalah suatu keadaan dimana periode depresi bergantian dengan periode mania atau tingkat kegembiraan yang lebih rendah atau yang cenderung meningkat . Penyakit ini terjadi pada kurang dari 2% penduduk. Penyakit ini menyerang pria dan wanita dalam perbandingan yang sama dan biasanya mulai timbul pada masa remaja, usia 20 atau 30 tahun.

Skenario Seorang Perempuan 25 tahun dibawa ke puskesmas oleh ibunya karena malam tidak tidur, banyak kegiatan, gembira terus, banyak bicara, uang tabunganya selama 2 tahun dihabiskan dalam waktu 2 minggu dengan membeli macam-macam barang mewah yang tidak perlu, mengaku mempuyai 5 perusahaan dan mempunyai banyak pacar. Mengatakan tidak butuh tidur, semangat terus, merasa sangat sehat dan kuat

AnamnesisAnamnesis merupakan wawancara medis yang bertujuan untuk mencari tau penyakit yang diderita pasien hal ini biasanya berupa penanyaan :1. Identitas Pasien berupa Nama, Alamat,Suku,Satus Perkawinan,umur,dan hal-hal yang berkaitan dengan identitas pasien2. Keluhan Utama : Keluhan yang merupakan alasan kenapa pasien datang untuk berobat dimana ini biasa merupakan prioritas pengobatan3. Riwayat Penyakit Sekarang : Penyakit Lain selain Penyakit keluhan utama, hal ini merupakan penyakit-penyakit yang lama 4. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Penyakit Sebelumnya, hal ini pada beberapa kasus medis bias berkaitan5. Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat Penyakit keluarga merupakan salah satu indikasi penting, karena beberapa kasus medis bias berkaitan6. Riwayat Sosial : Riwayat kalangan,ekonomi pasien pada kasus-kasus tertentu hal ini bisza berkaitan

Wawancara Psikiatri Wawancara psikitari merupakan komunikasi 2 arah terapis pada klien. Sebagai terapis hal-hal yang harus diketahui yakni: tidak mengadili/menghakimi, bukan interogasi, bersikap empati, memahami apa yang terjadi, menerima klien apa adanya, sikap berada di sampingnya, sikap menunjukkan perhatian, kontak mata sikap hangat dan sentuhan fisik, mampu menjadi pendengar yang baik, memberikan kesempatan berbicara kepada klien. Tujuannya untuk mendapat diagnosis yang dapat tepat dan mengenai faktor-faktor seperti biologik-genetik, tempramen, psikologik, perkembangan, pendidikan, dan sosial-budaya.1

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang dapat dilakukan terdiri dari pemeriksaan status mental, status neurologis, dan status internus. Status MentalHal-hal yang harus diketahui saat pemeriksaan status mental pasien yakni: 1. Penampilan saat pasien datang, dari penampilan dapat memberikan ciri khas pada beberapa penyakit psikiatrik, contohnya pada pasien mania biasanya mereka berpakaian dan berdandan berlebihan tidak sesuai dengan tempatnya. Contohnya mereka ke dokter seperti akan ke acara pernikahan.2. Cara bicara, perhatikan pasien saat bicara. Biasanya pada pasien depresi mereka cenderung tertutup dan kurang member informasi, sedangkan pada pasien mania, mereka berbicara terus-menerus tiada henti.3. Mood atau suasana hati.4. Pikiran seperti bagaimana perhatian pasien, daya memorinya, apakah dia dapat menentukan sikap, serta cara berbahasa.5. Persepsi, tanyakan apakah pasien merasa ada yang berbisik, atau melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh dokter untuk mengetahui apakah pasien mengalami halusinasi.6. Sensorium dimana pasien sering merasa kesemutanPsikodinamik formulasi adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh pasien. Seperti penolakan (deny), pada saat disalahkan dia akan menyalahkan orang lain, menggunakan orang lain untuk mencapai tujuannya.Clinical Interview adalah cara yang dilakukan pemeriksa dalam menggali informasi kepada pasien agar pasien mau bercerita kepada dokter dengan leluasa. Hal ini dapat dicapai dengan menimbulkan kedekatan (rapport), kepercayaan (trust), penjaminan (reassurance), dan memberikan respon emosional yang positif.

Status NeurologisMeliputi pemeriksaan kesadaran, pemeriksaan pupil dan gerakan mata, pemeriksaan tanda rangsang meningeal, pemeriksaan saraf cranial, pemeriksaan motorik (gerakan pasif dan aktif), pemeriksaan refleks patologis (babinski dan klonus kaki), pemeriksaan koordinasi.Status InternusMeliputi pemeriksaan abdomen, thorax, jantung, agar dapat memastikan bahwa gangguan mania tersebut tidak disebabkan oleh adanya akibat dari penyakit dalam (interna) yang diderita pasien. 1

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah uji psikologi, elektroensefalografi (EEG), dan CT-scan. 1. Uji Psikolog i:Tes psikologi bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepribadian dan kemampuan tiap orang. Pengertian tes psikologi adalah suatu ujian (test) untuk menguji mental dan dilakukan untuk menyeleksi serta menetapkan psikis khusus individu.2. Elektroensefalografi (EEG) : Elektro Ensefalo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang mempelajari gambar dari rekaman aktivitas listrik di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan interpretasinya. Neuron-neuron di korteks otak mengeluarkan gelombang-gelombang listrik dengan voltase yang sangat kecil (mV), yang kemudian dialirkan ke mesin EEG untuk diamplifikasi sehingga terekamlah elektroensefalogram yang ukurannya cukup untuk dapat ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai gelombang delta,alpha, beta, theta, gamma dsb.Saat terbaik perekaman adalah pada saat bebas obat sehingga Gelombang Otak (Brainwave) yang didapat adalah Gelombang Otak (Brainwave) yang bebas dari pengaruh obat. Lama perekaman minimal 15-20 menit pada penderita sadar. 3. CT-Scan Computed Tomography Scanning (CT Scan) adalah suatu peralatan radiologi yang dapat digunakan untuk menampilkan dan mengalokasikan suatu objek yang akan di diagnosis keadaannya dengan cara menggunakan teknik pemeriksaan tomografi untuk menghasilkan gambaran-gambaran objek yang berupa potongan-potongan tubuh secara axial dengan menggunakan prinsip kerja tomografi yang dilengkapi sistem komputer sebagai media pengolahan data-data software dan recontruksi gambar objek.Pada umumnya radiasi dari sinar X yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT Scan adalah aman dengan indikasi medis yang sesuai.2

Working DiagnosisGangguan Afektif Bipolar Episode manik

GejalaPenyakit manik-depresif biasanya diawali dengan depresi dan meliputi setidaknya 1 episode mania dalam perjalanan penyakitnya. Episode depresi berlangsung selama 3-6 bulan. Pada bentuk penyakit yang paling berat (kelainan bipolar I), depersi diselingi oleh mania yang berat. Pada bentuk yang tidak terlalu berat (kelainan bipolar II), episode depresi yang singkat diselingi denganhipomania.

Bentuk yang lebih ringan adalah penyakit siklotimik, dimana periode kegembiraan dan depresi tidak terlalu berat, berlangsung hanya beberapa hari dan kambuh dalam selang waktu yang tidak beraturan. Pada akhirnya penyakit siklotimik berkembang menjadi penyakit manik-depresif, tetapi tidak pernah berkembang menjadi depresi maupun mania. Penyakit siklotimik bisa menyebabkan penderitanya sukses dalam usaha, kepemimpinan, prestasi dan kreativitas seni. Tetapi penyakit ini juga bisa menyebabkan catatan pekerjaan dan sekolah yang ganjil, kegagalan dalam hubungan asmara maupun perkawinan serta penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan. 1 dari 3 penderita kelainan bipolar mengalami gejala-gejala mania (atau hipomania) dan depresi secara bersamaan. Keadaan ini disebut status bipolar campuran.3Etiologi Penyakit ini diyakini sebagai penyakit keturunan, meskipun kelainan genetik yang pasti masih belum diketahui namun Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar.2,3 Kelainan OtakKelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Selain itu ditemukan volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).2 Stres LingkunganSatu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan suasana perasaan daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I.4,5

EpidiomologiPenyakit manik-depresif terjadi pada kurang dari 2% penduduk. Penyakit ini menyerang pria dan wanita dalam perbandingan yang sama dan biasanya mulai timbul pada masa remaja, usia 20 atau 30 tahun. jumlah pria dan wanita 2 : 1.Prevalensi timbulnya mania sekitar 0,1% pertahun.5 Prevalensi terjadinya mania 0,1%,1,4% dapat terjadi dalam kelompok usia 18-44 tahun.

PenatalaksanaanEpisode mania atau hipomania pada penyakit manik-depresif dapat diobati dengan cara yang sama pada mania akut.Episode depresi diobati dengan cara yang sama pada depresi. Sebagian besar obat anti-depresi bisa menyebabkan perubahan depresi menjadi hipomania atau mania dan kadang menyebabkan siklus yang cepat. Karena itu obat-obat tersebut digunakan hanya untuk jangka pendek dan efeknya terhadap suasana hati diawasi secara ketat. Jika terdapat tanda-tanda hipomania atau mania,maka obat anti-depresi segera dihentikan. Anti-depresi yang cenderung menyebabkan perubahan suasana hati adalah bupropion dan MAOIs (monoamine oxidase inhibitors).Kepada penderita penyakit manik-depresif sebaiknya diberikan obat yang bisa menstabilkan suasana hati,misalnya litium atau anti-kejang. Litium tidak memiliki efek terhadap suasana hati yang normal, tetapi mengurangi kecenderungan perubahan suasana hati pada 70% penderitapenyakitmanik-depresif. Efek samping dari litium adalah tremor, kedutan otot, mual, muntah, diare, kehausan, berkemih berlebihan dan penambahan berat badan. Litium bisa memperburuk jerawat atau psoriasis, menyebabkan kadar hormon tiroid dalam darah menurun dan kadang menyebabkan penderita sering berkemih. Kadar litium dalam darah yang sangat tinggi bisa menyebabkan sakit kepala, linglung, ngantuk, kejang dan gangguan irama jantung. Efek samping ini lebih sering terjadi pada penderita usia lanjut. Wanita yang merencanakan hamil, sebaiknya berhenti mengkonsumsi litium, karena bisa menyebabkan kelainan jantung pada janin. Pengobatan lainnya adalah dengan obat anti-kejang karbamazepin dan divalproeks. Karbamazepin bisa menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah dan sel darah putih, sedangkan divalproeks bisa menyebabkan kerusakan hati (terutama pada anak-anak). Kedua obat ini terutama efektif diberikan kepada penderita penyakit manik-depresif tipe campuran atau yang siklusnya berganti dengan cepat, yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan lainnya.

Psikoterapi bisa dilakukan secara individu maupun dalam suatu kelompok. Terapi kelompok membantu penderita dan pasangannya atau keluarganya untuk memahami penyakitnya dan mengahadapinya dengan lebih baik. Fototerapi kadang digunakan untuk penyakit yang lebih ringan atau depresi musiman, yaitu depresi musim dingin-musim gugur dan hipomania musim semi-musim panas. Penderita ditempatkan di ruang tertutup yang disinari dengan cahaya buatan. Cahaya ini dikendalikan sedemikian rupa sehingga menyerupai musim yang diinginkan; siang yang lebih lama untuk musim,panas dan siang yang lebih pendek untuk musim dingin. Jika dosis cahaya terlalu berlebihan, penderita bisa berubah menjadi hipomania atau bisa terjadi kerusakanmata(jarang). PROGNOSIS

Hampir pada semua kasus, penyakit manik ini mengalami kekambuhan. Episodenya kadang berubah dari depresi menjadi mania atau sebaliknya, tanpa periode suasana hati yang normal diantaranya. 15% penderita, terutama wanita, mengalami 4 episode atau lebih setiap tahunnya. Penderita yang sering mengalami kekambuhan, lebih sulit untuk diobati. 6

Differential DiagnosisSKIZOFRENIADefinisiSkizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa isi pikiran tidak wajar (waham), gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan, perilaku aneh atau tak terkendali (disorganized). Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, miskin kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif

Fase atau Perjalanan PenyakitPerjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari prodromal, fase aktif dan keadaan residual Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan Perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan . Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak adaFase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa atau gejala negatif yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri dan perilaku aneh

EtiologiSampai saat ini penyebab dari gangguan skizofrenia masih belum diketahui secara pasti. Namun, terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia, antara lain : 1. Faktor Genetik faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 86%. Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini

2. Faktor Biokimia Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan 3. Faktor Psikologis dan Sosial Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluargaBanyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya. Keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya

PatogenesisSkizofrenia dan DopaminSemua jenis obat antipsikotik yang tersedia dapat mengurangi gejala skizofrenia dengan menurunkan neurotransmiter dopaminergik. Turunnya neurotransmiter dopaminergic mengurangi gejala dari pasien dengan skizofrenia dan meningkatkan kemampuan persepsi mereka. Pasien yang diterapi dengan obat-obat tersebut secara terus menerus menunjukkan penurunan munculnya halusinasi dan waham, pasien juga lebih baik dalam mengatur kebiasaannya.Teori dopamin pada skizofrenia masih mempunyai beberapa kekurangan. Pertama Blokade pada neurotransmitter dopaminergik tidak sepenuhnya mengurangi gejala skizofrenia. Kedua, meskipun gejala positif skizofrenia berkurang ketika neurotransmitter dopaminergic diturunkan dengan obat antipsikotik, level metabolit dopamin dan receptor dopamin ketika diukur sebelum dan setelah pengobatan masih dalam batas harga normal. Ketiga, peranan dopamin bagi otak lebih komplek daripada pergantian secara sederhana dari gejala psikotik. Selama periode psikotik akut, banyak orang yang menderita skizofrenia nampak menunjukkan perangsangan reseptor dopamin yang berlebihan di ganglia basalis, yang diukur dengan penggunaan ligan radioaktif dari single-photon-emission yang tertomografi. Bagaimanapun juga, penurunan aktivitas dopaminergik pada korteks serebral pada lobus frontal dapat menjadi satu faktor konstribusi dalam penanganan gangguan kognitif yang sering ditemukan pada pasien yang menderita skizofrenia. Oleh karena itu, investigasi pada patofisiologi skizofrenia mengembangkan lebih jauh lagi mengenai dopamin, para peniliti menggali lebih dalam mengenai pengobatan farmakologi dari skizofrenia, yang tidak mengabaikan dopamin sebagai target, telah memperluas bidang penyelidikan mereka termasuk neurotransmiter yang lain.Tidak ada lesi tunggal yang dapat menyebabkan skizofrenia. Tapi, adanya peran dari faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi fungsi dan perkembangan dari otak hal tersebut juga yang dapat menyebabkan skizofrenia. Penghambatan interneuron biasanya terjadi, hal ini dapat ditunjukan dengan adanya penurunan jumlah dari mereka, pengeluaran enzim yang mensintesis penghambat neurotransmitter -asam aminobutrat yang menurun, penurunan pengeluaran dari neuropeptide seperti kolesistokinin dan somatostatin yang dilepaskan selama neurotransmisi, dan pengurangan migrasi neuron ke korteks dari lapisan putih otak. Sebagai tambahan pada perubahan spesifik pada interneuron, terdapat pengurangan secara umum dari neuropil kortikal, seperti dendrit dan akson yang mengubungkan neuron, menggambarkan proses kerusakan pada pyramidal maupun penghambat neuron menjadi bentuk penghubung sinapsis. Pada beberapa area dalam otak, terjadi berkurangnya jumlah total neuron secara nyata. Penemuan NeuropatologiPada penemuan secara neuropatologi, Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukan adanya pembesaran ventrikel dan penurunan volume dari beberapa bagian otak, termasuk didalamnya hipokampus dan korteks temporosuperior. Dengan menganalisis hasil dari MRI dapat dikatakan bahwa terjadi penurunan bagian neuronal baik pada hipokampus maupun pada korteks prefrontal, yang diindikasikan dengan level dari neuronal asam amino N-asetilaspartat. Meskipun terjadi penurunan dari jaringan otak, pencitraan otak secara fungsional dengan tomografi emisi-positron dan MRI fungsional menunjukan adanya hiperaktivitas pada hipokampus dan korteks prefrontal lateral dorsal, mungkin terus menerus dikuti dengan kehilangan penghambat fungsi neuron. Temuan genetika pada skizofreniaPerbedaan temuan neurobiologi pada skizofrenia terbayang dengan adanya keberagaman dari temuan genetik. Temuan genetik secara epidemiologi, seperti adanya indeks besar yang berkaitan dengan skizofrenia antara kembar monozigot dan kembar dizigot dan insidensi tinggi dari penyakit pada anak yang diadopsi yang mana ibu biologisnya mengidap skizofrenia, terdapat resiko sebesar 70%. Walaupun demikian, skizofrenia tidak terlihat sebagai monogen, dan terdapat sejumlah kromosom locus yang nantinya akan bekaitan terhadap penyakit yang telah bereplikasi. Polimorfim nukleotid tunggal berhubungan dengan skizofrenia, yang beberapa telah menunjukan adanya penurunan fungsi neural, telah ditemukan dalam gen dengan locus ini, termasuk regulator Protein G pada kromosom 1, protein pada kromosom 6 yang berhubungan dengan struktur sinaps, faktor pertumbuhan pada kromosom 8 yang berhubungan dengan pertumbungan sinapsis, respon modulator pada kromosom 13 yang mempengaruhi N-metil D-aspartat glutamate, sebuah reseptor pada kromosom 15 untuk asetilkolin dan enzim pada kromosom 22 yang mempengaruhi metabolisme dopamin. Mekanisme neuronal glutamatergik, kolinergik, dan dopaminergic dipengaruhi oleh faktor genetik ini dan dikaitkan dengan berbagai macam aspek pada disfungsi kognitif termasuk ketidakmampuan dalam perasaan dan pengingat. Sebagai tambahan untuk faktor genetik, komponen lingkungan dari patogenesis pada skizofrenia, mempunyai resiko sebanyak 30%, termasuk kerusakan otak ketika perinatal dan masa anak-anak dan stres psikososial selama masa kehidupan seperti terpisah dari keluarga

Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ-IIIHarus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas atau kurang tajam) :a. Isi Pikiran1) thought eco = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda.2) thought insertion or withdrawl = isi pikiran yang asing dari luar masukke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawl)3) thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.b. Waham1) delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar2) delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar3) delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar4) delusion perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.c. halusinasi auditorik1) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien 2) Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara)3) Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh. d. waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, mislanya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain)4. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:a. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengembang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.b. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stuporc. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.d. Gejala gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan response emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.5. Adanya gejala gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal)6. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, sikap larut dalam diri sendiri, tidak berbuat sesuatu, dan penarikan diri secara sosial.

Klasifikasi1. Skizofrenia Paranoid Pedoman Diagnostika. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. b. Sebagai tambahan:1) Halusinasi dan/atau waham harus menonjola) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing)b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh. Halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjolc) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar beraneka ragam, adalah yang paling khas2) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif nyata/ tidak menonjol. 2. Skizofrenia Hebefrenik Pedoman Diagnostika. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. b. Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). c. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.d. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :1) Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan2) Afek pasien dangkal dan tidak wajar, sering disertai oleh cekikikan atau perasaan puas diri, senyum sendiri, atau oleh sikap, tinggi hati, tertawa menyeringai, mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau, keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang3) Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta inkoheren.e. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol. Dorongan kehendak dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan dan tanpa maksud. Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.3. Skizofrenia Katatonik Pedoman Diagnostika. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. b. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendomaninasi gambaran klinisnya:1) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)2) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)3) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)4) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan ke arah berlawanan)5) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan diri)6) Flexibilitas cerea (mempertahankan anggora gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar)7) Gejala-gejala lain seperti komen, automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimatc. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif4. Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated) Pedoman Diagnostika. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. b. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonikc. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia5. Depresi Pasca-skizofrenia Pedoman Diagnostika. Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:1) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya), dan3) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggub. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi Episode Depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai 6. Skizofrenia Residual Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:a. Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi nonverbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang burukb. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimana masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnostik skizofreniac. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofreniad. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.

7. Skizofrenia Simpleks (F. 20.6)a. Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari:1. Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik.2. Disertai dengan perubahan perilaku pribadi yang bermakna bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosialb. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya 8. Skizofrenia lainnya (F20.8) dan Skizofrenia YTT (F20.9) (Maslim, 2002)

B. Penatalaksanaan 1. Terapi MedikamentosaObat pertama yang efektif untuk terapi skizofrenia dikembangkan selama tahun 1950an. Obat ini disebut sebagai antipsikotik konvensional atau generasi pertama.Ada berbagai obat antipsikotik konvensional, seperti haloperidol chlorpromazine, fluphenazine, droperidol, pimozine, sulpiride, perphenazine, flupenthixol, zuclopenthixol, dan trifluoperazine . Kelebihan utama obat ini adalah mengobati gejala positif skizofrenia . Namun, obat ini kurang efektif terhadap gejala negatif skizofrenia. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet, cairan, suntikan jangka pendek dan jangka panjang.Sejumlah obat baru untuk skizofrenia dengan efikasi yang lebih luas untuk berbagai gejala skizofrenia dan dapat memperbaiki kemampuan berfungsi pasien telah tersedia sejak 20 tahun terakhir atau lebih. Obat antipsikotik baru ini dikenal sebagai antipsikotik atipikal atau antipsikotik generasi kedua. Obat baru ini meliputi aripiprazole, clozapine, olanzapine, paliperidone, quetiapin, dan risperidone . Obat ini tampaknya memiliki lingkup efek yang lebih luas untuk gejala skizofrenia . Obat ini efektif untuk mengobati gejala positif seperti halusinasi dan delusi serta dapat juga membantu dalam mengobati gejala negatif. Obat ini juga tersedia dalam bentuk tablet, cairan dan suntikan jangka pendek dan jangka panjang .Cara pemberian obat antipsikotik adalah pemberian dimulai dengan dosis awal sesuai dosis anjuran, kemudian dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaan sindrom psikosis), dosis dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan, dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi), kemudian dosis diturunkan setiap 2 minggu sampai ke dosis maintenance, dosis dipertahankan selama 6 buulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu), selanjutnya dilakukan tappering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) sampai dapat dihentikan Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal. Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini 2. Terapi Psikososiala. Terapi perilakuTeknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan .b. Terapi berorientasi keluargaTerapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati .

c. Terapi kelompokTerapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia .d. Psikoterapi individualHubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi e. Perawatan di Rumah SakitIndikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.

C. PrognosisWalaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan masih memiliki gejala sisa dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti usia tua, faktor pencetus yang jelas, onset akut, riwayat sosial yang baik, menikah, riwayat sosial/pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah, riwayat keluarga gangguan mood sistem pendukung baik, dan gejala positif ini akan memberikan prognosis yang baik.Sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, system pendukung buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk.GANGGUAN SKIZOAFEKTIFA. DefinisiGangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif. Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah diajukan, antara lain: 1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe gangguan mood2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari skizofrenia dan gangguan mood3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan mood4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan yang pertama

B. PatofisiologiPada prinsipnya patofisiologi dari skizoafektif sama dengan skizofrenia yaitu dimana mungkin melibatkan ketidakseimbangan neurotransmiter di otak, terutama norepinefrin, serotonin, dan dopamine . Namun, proses patofisiologi gangguan skizoafektif masih belum diketahui secara pasti. Penelitian yang mempelajari fungsi neurotransmitter pada penderita gangguan skizoafektif sangatlah sedikit, dan kebanyakan menggunakan sampel dari cairan serebrospinal atau plasma. Telah dilaporkan pola abnormalitas neurotransmiter yang serupa antara penderita gangguan skizoafektif, skizofrenia, dan gangguan bipolar. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kadar norepinefrin, prostaglandin E1 dan platelet 5HT pada pasien skizofrenia dan skizoafektifSecara umum, penelitian-penelitian telah menemukan bahwa gangguan skizoafektif dikaitkan dengan penurunan volume otak, terutama bagian temporal (termasuk mediotemporal), bagian frontal, termasuk substansia alba dan grisea. Dari sejumlah peneltian ini, daerah otak yang secara konsisten menunjukkan kelainan adalah daerah hippocampus dan parahipocampus. Pada penelitian neuroimaging pasien dengan gangguan skizoafektif, ditemukan penurunan volume thalamus dan deformitas thalamus yang serupa dengan pasien skizofrenia, tetapi abnormalitas pada nucleus ventrolateral penderita gangguan skizoafektif tidak separah penderita skizofrenia. Penderita skizoafektif juga menunjukkan deformitas pada area thalamus medius, yang berhubungan dengan sirkuit mood

Gambar 1. Permukaan thalamus penderita skizofrenia (SCZ), skizoafektif, dan kelompok kontrolPenelitian genetik penderita gangguan skizoafektif cenderung menunjukkan adanya gangguan afek dan skizofrenia pada sanak saudara penderita. Penelitian melaporkan bahwa penderita gangguan skizoafektif memiliki gangguan pada kromosom lq42, yaitu abnormalitas pada DISC 1 (Disrupted-In-Schizophrenia-1). DISC 1 berfungsi dalam perkembangan neuron dan diekspresikan pada lobus frontal. Abnormalitas pada gen ini juga menyebabkan disfungsi pada regulasi emosi dan proses informasi

C. Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ-III1. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.2. Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.3. Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (depresi pasca-skizofrenia).Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F 25.1) atau campuran dari keduanya (F 25.5). Pasien lain mengalami satu atau dua episode skizoafektif terselip diantara episode manik atau depresif (F30-33) (Maslim, 2002).

D. Klasifikasi1. Gangguan Skizoafektif Tipe Manik Pedoman diagnostik:a. Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manikb. Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.c. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia)2. Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif Pedoman diagnostik:a. Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar episode didominasi oleh skizoafektif tipe depresifb. Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk episode depresif c. Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan sebaiknya ada dua gejala khas skizofrenia (sebagaimana ditetapkan dalam pedoman diagnosis skizofrenia . 3. Gangguan skizoafektif tipe campuran Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia berada secara bersama-sama dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran 4. Gangguan skizoafektif lainnya5. Gangguan skizoafektif YTT

E. PenatalaksanaanPenanganan pasien gangguan skizoafektif meliputi :1. Farmakoterapia. Gejala manik: antimanikb. Gejala depresi: antidepresanPasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan percobaan anti depresan dan terapi elektrokonvulsan (ECT) sebelum mereka diputuskan tidak responsif terhadap terapi anti depresan.c. Gejalabipolar: antipsikotik. harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine (Tegretol), valporate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif 2. Psikoterapia. Psikoterapi suportifPsikoterapi ini dapat dilakukan dengan bimbingan,reassurance, serta terapi kelompokb. Psikoterapi reedukatif1) Terhadap Pasien:a) Memberikan informasi kepada pasien dan edukasi mengenai penyakit yang dideritanya, gejala-gejala, dampak, faktor-faktor penyebab, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan agar pasien tetap taat meminum obat dan segera datang ke dokter bila timbul gejala serupa di kemudian harib) Memotivasi pasien untuk berobat teraturc) Mengajarkan terapi relaksasi pada pasien saat pasien marah ataupun akan marah sehingga diharapkan pasien dapat mengontrol marahnya dan mengemukakan amarahnya dengan cara yang lebih halus.2) Terhadap Keluarga:a) Memberikan edukasi dan informasi mengenai penyakit pasien, gejala, faktor-faktor pemicu, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan di kemudian hari.b) Menjelaskan kepada keluarga bahwa salah satu faktor pemicu penyakit pasien saat ini adalah keluargapasien yang mengabaikan pasienc) Meminta keluarga untuk mendukung pasien pada saat-saat setelah sakit agar pasien dapat mengalamiremisi.

PrognosisPrognosis buruk pada pasien dengan gangguan skizoafektif umumnya dikaitkan dengan sejarah premorbid yang buruk, onset yang tidak diketahui, tidak ada faktor pencetus, psikosis yang dominan, gejala negatif, onset awal, kekambuhan yang tak henti-hentinya, atau mereka yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia 7,8,9,10

KesimpulanEpisode mania merupakan suatu episode meningkatnya afek seseorang yang jelas, abnormal, menetap, ekspansif, dan iritabel. Gejala mania meliputi cara berbicara yang cepat, berpikir cepat, kebutuhan tidur berkurang, perasaan senang atau bahagia, dan peningkatan minat pada suatu tujuan. Selain itu, tampak sifat mudah marah, mengamuk, sensitive, hiperaktif, dan waham kebesaran.

Daftar Pustaka1. Abrams, DJ., Rojas, DC., Arciniegas, DB. 2008. Is Schizoaffective disorder a distinct clinical condition?. Journal of Neuropsychiatric Disease and Treatment, 4(6) 108911092. APA Clinical Guidelines. American Psychiatric Association. 2004. Practice Guidelines for the treatment of patients with schizophrenia. Buchanan RW, Carpenter TW. 2005. Schizophrenia: Introduction and overview. Kaplan & Sadocks comprehensive textbook of psychiatry (7th ed.). Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins, Inc.3. Durland VM, and Barlow DH. 2007. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd edition Pacific Grove, CA: Wadsworth4. Freedman R. 2003. Schizophrenia. The New England Journal of Medicine. Colorado: University of Colorado Health Sciences Center5. Hodgkinson CA, Goldman D, Jaeger J, et al. 2004. Disrupted in schizophrenia 1 (DISC1): association with schizophrenia, schizoaffective disorder, and bipolar disorder. Am J Hum Genet, 75:86272.6. Ishizuka K, Paek M, Kamiya A, et al. 2006. A review of Disrupted-In-Schizophrenia-1 (DISC1): neurodevelopment, cognition, and mental conditions. Biol Psychiatry, 59:118997.7. Keith et al. 2004. Psychiatric Services. 55: 997-10058. Lieberman et al. 2003. Pharmacol Rev, 60: 358-4039. Maharatih GA, Nuhriawangsa I, dan Sudiyanto A. 2010. Psikiatri Komprehensif. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.10. Maramis WF. 2006. Catatan Kuliah Kedokteran Jiwa. Cetalan ketujuh. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press.

Page 26| 28