GERBANG KEBENARAN

107
Sri: [email protected] | http://dharmadvar.blogspot.com B.P.B. RANGARAJAN GERBANG KEBENARAN

Transcript of GERBANG KEBENARAN

Sri:

[email protected] | http://dharmadvar.blogspot.com

B.P.B. RANGARAJAN GERBANG KEBENARAN

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 2

GERBANG KEBENARAN

Dipersembahkan kepada Parampujyapadapadma

Paramahansh Paribrajakacharyabarya Sri Srimad

GOUR GOBINDA SWAMI MAHARAJA GURUDEVA Yang senantiasa berbelas kasih memberkati

semua usaha kami dalam pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna

oleh

B.P.B. Rangarajan

Editor: Sundarananda dasa Finalisasi: Radha Rasbiharijiu Seva Sanga Jalan Tukad Banyuning i/2 Denpasar 80225 Telepon (0361) 228 391 e-mail: [email protected] available in Facebook

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 3

Mangalacharanam

om ajnana-timirandhasya jnananjana-salakaya caksur unmilitam yena tasmai sri-gurave namah

Hamba bersujud dengan hormat kepada Sang Guru Kerohanian, yang telah membuka mata hamba yang sudah dibutakan oleh kelamnya kebodohan, dengan pelita ilmu pengetahuan.

vande’ham sri-guroh sri-yuta-pada kamalam sri-gurun Vaishnavam ca sri-rupam sagrajatam saha-gana-raghunatanvitam tam sa-jivam

sadvaitam savadhutam parijana-sahitam sri-krsna-caitanya-devam sri-radha-krsna padan saha-gana-lalita-sri-visakhanvitams ca

Hamba bersujud dengan hormat kepada kaki padma guru kerohanian hamba dan juga kepada semua guru kerohanian lainnya dalam garis perguruan pengabdian suci. Hamba bersujud dengan hormat kepada semua Vaishnava dan kepada para Gosvami yaitu Sri Sanatana, Sri Rupa, Sri Raghunatha, Sri Gopala Bhatta, Sri Raghunatha Bhatta, dan Sri Jiva. Hamba bersujud kepada Sri Advaita Prabhu, Sang Avadhuta Sri Nityananda Prabhu, Tuhan Sri Caitanya Mahaprabhu dan semua penyembah Beliau yang dipimpin oleh Sri Srivasa Thakura. Kemudian hamba juga mempersembahkan sembah sujud ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna, Srimati Radhika, beserta semua gopi, yang dipimpin oleh Sri Lalita dan Visakha.

namo maha-vadanyaya krsna-prema pradaya te krsnaya-krsna-caitanya-namne gaura tvise namah

Hamba bersujud ke hadapan Tuhan Yang Mahamurah hati. Engkau adalah Tuhan Sri Krishna Sendiri yang kini hadir dalam rupa Sri Caitanya Mahaprabhu yang berwarna keemasan. Engkau telah menyebarkan pengabdian cintakasih yang murni ke seluruh penjuru dunia.

ananda-lilamaya-vigrahaya hemabha divya-cchavi-sundaraya tasmai maha-prema-rasa pradaya caitanya-candraya namo namaste

Hamba bersujud kepada Rembulan Kesadaran Tertinggi, Sri Caitanyacandra. Perwujudan sukacita kegiatan rohani, yang bercahaya gemerlap oleh keindahan kemilau emas cair, dan yang menganugerahkan nikmatnya rasa cintakasih yang paling agung kepada dunia.

sri krsna-tattva-nirdesa krpa yasya prayojanam vande tam jnanadam krsnam caitanyam rasa-vigraham

Dengan segala hormat, hamba bersujud dalam-dalam ke hadapan Bhagavan Sri Krishna Caitanya Mahaprabhu, yang Rupa-Nya penuh sempurna oleh segala rasa kenikmatan rohani, dan merupakan penganugerah segenap pengetahuan. Tanpa mendapatkan belas kasih-Nya tak seorangpun dapat menginsafi kebenaran sejati mengenai Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna.

samudra-sosanam renor yatha na ghatate kvacit tattva me tattva-nirdeso mudhasya ksudra-cetasah

Sebagaimana sebutir debu, tidaklah mungkin mampu menghisap seluruh air samudera, maka sungguhlah benar-benar sulit bagi seorang bodoh dan dungu seperti diriku ini untuk dapat menetapkan kebenaran (tattva-nirdesam).

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 4

kintu me hrdaye ko’pi purusah syamasundarah sphuran samadhisat karyam etat tattva-nirupanam

Walaupun seorang insan nan remeh ini, tiada akan pernah mampu menetapkan kebenaran dengan secuil kecerdasannya, namun Sesosok Pribadi Kehitaman dengan wujud kesadaran murni tanpa noda, telah muncul di dalam hatiku dan menempatkanku dalam kekhusukan karya menegakkan kebenaran. Hanya demi alasan inilah diriku memantapkan hati melaksanakan tugas yang mustahil ini.

gathulanni khilamaina kaliyuga mandunu gathi eethade chupe ghana guru daivamu

Pada Kaliyuga ini, saat semua upaya telah gagal, adalah beliau Srila A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupadaji Maharaja, Acharya agung yang menunjukkan kepada kita jalan untuk menca-pai Tuhan Sri Krishna.

ithani karunane kaa ila vaishnavula maithimi ithani vallane kanntini thirumani

Hanyalah berkat belas kasihnya hamba dapat menerima Dharma Vaishnava yang termulia dalam kehidupan hamba saat ini. Hanyalah karena beliau hamba dapat mengenakan Thirumani (Vaishnava-tilaka).

ithade upadesamichenu krishna-nama mantramu ithade sri prabhupadulu iha para daivamu

Beliau telah mengajarkan rahasia Krishna-nama mantram. Bagi hamba Srila Prabhupada, sungguh-sungguh Para-devata, Junjungan yang termulia, di dunia ini maupun di dunia rohani.

velayinche eethadekaa vedapu rahasyamulu chalamai eethade chupe saranagathi

Beliau telah mengungkapkan intisari Veda yang tersembunyi dan menunjukkan jalan penyerahan diri (saranagathi).

nilipinaadeethade kaa nijamudraadhaaranamu malasi prabhupadulu maatalaade daivamu

Beliau juga mengajarkan cara yang benar untuk menempuh ja-lan kerohanian. Karena ini hamba memuja beliau sebagai Devata yang berbicara.

niyamamulu ithade kaa nilipe prapannulaku dayatho mokshamu chupe thaganeethadu

Beliau telah menetapkan aturan-aturan bagi para prapanna (mereka yang menyerahkan diri dalam jalan pengabdian suci). Dengan belas kasihnya beliau telah memberikan pembebasan tertinggi kepada kita.

nayamai raseshvaramu nagamekke vaakitanu daya chuchi mammu nitte thalli tandri daivamu

Beliau, dengan kemurahan hatinya telah membawa kita menuju pintu gerbang kediaman Sri Raseshvara. Beliaulah ayah dan ibu sejati kita.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 5

UCAPAN TERIMAKASIH

Perkenankanlah saya menghaturkan sembah sujud dan terimakasih sedalam-dalamnya kepada Parampujyacarana Srila Sripada Maharaja (Sri Srimad Bhaktisvarupa Damodara Svami), yang telah bermurah hati senantiasa berkenan memberkati segala usaha saya dalam memuliakan para Vaishnava, Acharya, dan Bhagavata. Kepada Anuttara Siksha-acharyadeva saya tercinta, Parampujyacarana Paramahamsa Paribrajakacharyavarya Sri Srimad Gour Govinda Svami Maharaja Srila Gurudeva, yang merupakan sumber inspirasi dalam hati saya. Kepada Sri Pejawar Swamiji, Srimad Visveshwara Tirtha Sripadangalavaru dan Sri Puttige Swamiji, Srimad Sugunendra Tirtha Sripadangalavaru, karena tanpa tulisan-tulisan dan tattva-vichar beliau semua, saya tidak mungkin mendapatkan pemahaman yang jelas mengenai Dvaita-siddhanta. Tidak lupa saya bersujud dan berterima kasih kepada Pujyasri Sriman U.Ve. Srirama Ramanuja Achari, yang telah bermurah hati memberikan banyak pengajaran dalam memahami Hindudharma terutama Srivaishnava-siddhanta kepada saya. Juga kepada Laksminrsimha-seva-rashikan Allakkhiya-singhar Thiruvadigal Pujyasri U. Ve. Oppiliappan Koil Sri Varadacharya Satakopan Swami, karena tanpa ajaran dan tulisan-tulisan beliau, saya tidak akan mampu memahami Vaidika-sampradaya. Terimakasih sebesar-besarnya kepada Pujyasri Sriman Sundarananda Prabhu dan Prema Manjari Mataji yang telah memberikan bimbingan dan perlindungannya bagi saya dalam mempelajari Goudiya-vaishnava-siddhanta, sekaligus melakukan penyuntingan terhadap tulisan ini. Saudara-saudara dalam Seva Sanga yang memberikan dukungan dan mengusahakan pencetakannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa Sri Sri Radha Rasbiharijiu, Sri Patitapabana Jagannathjiu, Sri Sri Nityananda Gaurangadeva, beserta para Vaishnava, Acharya dan Bhagavata mencurahkan karunia-Nya kepada kita semua.

OM SRI:

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 6

indu dan Hinduisme adalah suatu istilah yang dilekatkan oleh para penjajah asing India pada sistem sosio-relijius tradisional dari orang-orang Hind atau India. Istilah ini tidak tampak dalam satu pun dari Pustaka Suci Hindu, yaitu Veda. Umat Hindu sendiri merujuk kepada agama mereka sebagai Sanatana Dharma yang

diterjemahkan secara harfiah berarti Kebenaran Abadi, Jalan yang Kekal. Sanatana berarti kekal, tiada berkesudahan, atau senantiasa ada. Dharma berarti metode apapun yang memungkinkan seseorang melihat kenyataan/kebenaran sebagaimana adanya dan yang dengannya dia dapat ditarik mendekati Kebenaran Mutlak dan Realitas Tertinggi. Karena para pengikut Sanatana Dharma menempatkan Veda sebagai otoritas pengetahuan tertinggi, maka jalan ini disebut pula Veda-dharma.

Sanatana Dharma jauh lebih tua dari peradaban manapun, dengan pustaka sucinya yang telah ada jauh sebelum adanya catatan sejarah. Dharma ini telah menyebar ke seluruh dunia, membentuk peradaban yang sampai saat ini masih hidup di seluruh Asia Tenggara, Jepang, Cina, Tibet, dan bagian-bagian benua lainnya. Kerajaan kuno pra-injili, Mittani di Asia Kecil, telah diperintah oleh raja-raja Hindu yang menggunakan nama-nama Sanskrit.

Tidak seperti mitos yang dihembuskan para indolog asing, bahwa Hindu berasal dari peradaban “Arya” Indo-Eropa yang datang ke India dan menaklukkan penduduk pribumi. Justru sebaliknya, orang-orang Sumeria dan Hittite yang keduanya merupakan Indo-Eropa sesungguhnya berasal dari daerah-daerah di lembah Ganga. Filsafat dan teologi Hindu telah mempengaruhi kebudayaan Yunani dengan demikian kuatnya sejak masa ketika Alexander yang Agung menginvasi beberapa wilayah di India Utara. Keserupaan yang bermakna juga ditunjukkan oleh kepercayaan dan mitologi bangsa Skandinavia kuno dengan yang terdapat dalam Hindu.

Peradaban-peradaban besar dunia kuno seperti Romawi, Yunani, Mesir, Sumeria, Babilonia, semua sudah berlalu. Bahkan tradisi kerohanian tertua di dunia Barat, agama Yahudi, telah mengalami perubahan yang radikal semenjak awal mulanya sekitar 5000 tahun yang lalu. Walaupun demikian kebudayaan dan peradaban Hindu tetap berlanjut sebagai kekuatan yang hidup, tetap menggemakan pemikirannya, dan penampakannya hampir tidak berubah selama lebih dari 6000 tahun. Saat ini, masyarakat Hindu dapat ditemukan hampir di setiap negara di dunia.

Sanatana Dharma, sebagaimana namanya, tetap merupakan agama yang paling tua dan paling dinamis di antara semua agama dunia. Dia juga tetap merupakan peradaban yang hidup, sumber dari nilai-nilai yang masih dipegang teguh dan diterapkan oleh sejumlah besar penduduk dunia. Hindu juga tetap berada di garis depan dari semua jalan yang menekankan spiritualitas eksperiental (kerohanian yang diinsafi dan dialami) dan menunjukkan kebebasan yang besar dalam pendekatannya terhadap kehidupan rohani pribadi. Hindu memiliki suatu kemampuan bawaan yang unik, yaitu dapat mengadaptasikan dirinya dengan berbagai perubahan keadaan. Dikatakan oleh yang paling penting di antara para pembuat hukum, “Apapun (yang disebut) dharma itu, yang tidak akan mengarahkan pada kebahagiaan dan yang secara umum disalahkan oleh orang-orang (loka-vikrusta), maka haruslah ditolak.” (Manu 12.105-106). Anjuran ini mengarahkan masyarakat Hindu untuk selalu mampu

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 7

mengadaptasikan praktik-praktik relijiusnya bersama nilai-nilai luhur dalam masyarakat tempatnya bertumbuh. Hindu tidak mengajarkan untuk menolak latar belakang penganutnya, kemudian menggantinya dengan cara hidup tertentu yang dibakukan. Sekalipun India menjadi negeri asal Hindu, tetapi Hindu tidak semata-mata India. Hindu membuat penganutnya mampu melihat hal-hal yang baik dan mulia dalam budaya bangsanya, memperindahnya dengan sentuhan keinsafan rohani mendalam dan kebijaksanaan Veda, lalu membentuk pribadi bangsa yang memiliki jati diri sendiri. Hal ini secara khusus tepat bagi keadaan masa kini, ketika ada begitu banyak komunitas Hindu yang berkembang di hampir setiap negara-negara Barat – AS, Kanada, Australia, Eropa dan sebagainya. Kebudayaan rohani Veda ini telah mengalami kebangkitan dan pengaruhnya terus bertumbuh di seluruh dunia. Ini hanya merupakan salah satu dari sekian banyak alasan mengapa Hindu mampu bertahan selama ribuan tahun, walaupun berada di tengah berbagai tekanan. Selain itu, tak dapat dipungkiri, para penganutnya telah mengalami banyak usaha untuk meniadakan keberadaannya, yang dilakukan oleh agama-agama lain yang bersifat lebih dogmatis dan berorientasi iman (Berimanlah maka kamu selamat. Perbuatan tidak penting).

Sebagai hasil dari semakin meningkatnya minat dalam pencarian akan kebenaran, umat manusia di dunia ini semakin banyak yang mulai mendekati dan mengeksplorasi kembali tradisi-tradisi rohani yang lebih tua, untuk memperoleh dalam dan tingginya tingkat pemahaman spiritual yang dikandungnya. Bersamaan dengan tumbuhnya minat dunia terhadap sisi mistik-spiritual dan esoterik dari semua agama-agama, maka gerakan-gerakan yang memperhatikan ajaran-ajaran semacam ini akan tumbuh pula. Sebagian besar darinya adalah bersumber dari Veda dan tradisi Hindu. Istilah-istilah Sanskrit seperti yoga, mantra, karma, chakra, tantra, guru, semuanya telah lumrah digunakan di negara-negara Barat. Semakin banyaknya orang yang berminat pada warisan kekayaan Veda seperti meditasi, yoga, dan pengobatan Ayurveda telah menunjukkan bagaimana ajaran yang terkandung dalam Veda dapat memberikan manfaat dan pengaruh positif bagi umat manusia di dunia, apapun latar belakangnya. Ini merupakan tanda bahwa sifat universal yang terdapat dalam tradisi Veda telah menjadi semakin tampak, semakin diterima, sehingga jelas sesuailah dengan namanya, Sanatana Dharma, Jalan Kebenaran yang Kekal.

Semakin banyak orang yang mengerti keterbukaan dan nilai-nilai rohani Sanatana Dharma, maka semakin kuatlah keinginan mereka untuk mengakhiri perang-perang agama yang bersumber dari fanatisme sempit, kurangnya keinsafan rohani, kesalahpahaman dan prasangka. Sesungguhnya Sanatana Dharma mampu memberikan jalan secara pribadi dalam pencarian akan Tuhan dan Kebenaran yang sejati. Agama berdiri di atas keinsafan diri pribadi akan Kebenaran Mutlak yang kekal, bukan semata-mata pengakuan manusia yang bisa bersifat artifisial dan diktatorial. Kekacauan masyarakat dunia saat ini salah satunya bersumber dari konflik-konflik agama untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah, lalu memusnahkan mereka yang berkeyakinan berbeda dengan sistem kepercayaan yang lebih mendominasi. Penyakit ini dapat disembuhkan apabila kita dapat mempelajari dengan seksama Sanatana Dharma. Apabila kita dapat menerima dan menerapkan prinsip serta nilai-nilai Veda dalam hidup kita, maka kita akan merasakan dan membuktikan bahwa Hindu

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 8

adalah anugerah Tuhan yang sesungguhnya bagi seluruh umat manusia, bumi ini, bahkan alam semesta.

Tentu saja dalam membaca atau mempelajari segala sesuatu yang menyangkut Hindu, kita harus selalu memikirkan keunikan Hindu. Keunikan itu adalah penghargaan atas orisinalitas pendapat dan kebebasan berekspresi. Sekalipun sastra-sastra suci Hindu harus dijelaskan dalam koridor ortodoksi yang berupa kesetiaan terhadap kitab-kitab suci Veda dan realisasi para praktisi ajaran yang sudah sempurna, namun selalu ada ruang bagi setiap umat Hindu untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas, sejauh keinsafan rohaninya mengijinkan. Keterbukaan dalam menerima koreksi, ketidak setujuan, bahkan tentangan sekalipun, merupakan kelebihan karya-karya rohani Hindu.

Buku ini menyampaikan gambaran mengenai Hindu bukan dari sisi akademis atau observasi yang bersifat empiris. Dia dimaksudkan sebagai awal untuk menampilkan jiwa dan semangat dari tradisi rohani yang hidup, Kebenaran Abadi yang diyakini umat manusia sejak masa yang tak dapat diingat lagi. Di sini tradisi rohani Veda, Sanatana Dharma, atau agama Hindu dipandang dari kacamata seorang praktisi, seorang Hindu. Sekumpulan pertanyaan mengenai aspek-aspek Hindu dalam buku ini benar-benar dijawab oleh seorang Hindu melalui telaah atas pendapat dan tulisan-tulisan para tokoh suci Hindu dan sarjana Veda tradisional. Mereka merupakan narasumber dalam masyarakat Hindu yang paling tradisional, yang mewakili otoritas rohani, keimanan, dan realisasi dalam bagian-bagian spiritual dari masyarakat Hindu. Pengaruh mereka membentuk seorang pribadi, seorang Hindu, atau lebih tepatnya salah satu dari sekian banyak umat Hindu, tak lain adalah diri penulis yang dalam buku ini berbicara menjawab berbagai pertanyaan.

Berbicara tentang Hindu juga tidak dapat dilepaskan dari pemikiran keempat denominasi utama yang menyusunnya, yaitu Vaishnava, Saiva, Sakta, dan Smarta. Masing-masing mazhab ini telah berkembang hampir seperti empat sistem agama yang berbeda dan terpisah. Masing-masing juga telah merumuskan sistem kepercayaan dan ritual yang telah mapan. Mencampuradukkan keempat sistem ini justru akan lebih membawa kerugian dan kebingungan dibandingkan pengertian yang benar. Dalam kasus tertentu adalah mustahil mempersatukan keempatnya. Namun sebagai cabang-cabang yang lahir dari satu induk yang sama, dalam banyak hal terdapat kesepakatan dan kesepahaman. Kualitas tradisi rohani Veda yang sangat unik juga mendukung semua keyakinan ini hidup berdampingan secara harmonis dalam payung kebenaran yang sama. Akan tetapi perlu diingatkan pula pada para pembaca, bahwa dalam buku ini dihadirkan pemahaman akan aspek-aspek Hindu atau tepatnya Sanatana Dharma, yang sebagian besar terutama dipengaruhi sudut pandang Vaishnavisme tradisional, sesuai latar belakang penyusunnya, tradisi tempat dia dibesarkan yang tentu lebih dikenalnya dengan baik.

Buku ini telah berusaha ditulis seotoritatif mungkin dengan menyandarkan diri pada sumber-sumber yang terpercaya, namun dalam bentuk ungkapan saduran secara bebas, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya noda kekurangtepatan interpretasi dari penyusun yang belum sempurna. Khusus untuk membahas topik-topik tattva seperti teologi, secara berhati-hati digunakan sumber yang hanya berasal dari dalam lingkungan resmi

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 9

berbagai Veda Sampradaya saja, tanpa menyentuh sumber-sumber yang berasal dari sarjana akademis Hindu modern, apalagi dari non-hindu, sekalipun di dalamnya mungkin ada nilai kebenaran.

Jadi apabila para pembaca, khususnya umat Hindu, merasakan adanya kebenaran dalam tulisan ini, mohon diterima sebagai petunjuk dari para guru suci dan Acharya yang telah menjadi sumber rujukan. Apabila ada kesalahan atau ketidakbenaran, maka itu murni akibat kekurangan dalam penyajiannya. Apabila di sini dikatakan “menurut Hindu”, maka para pembaca berhak untuk mengertikannya sebagai “menurut salah satu umat Hindu”. Hal ini terutama penting bagi pembaca yang berada di luar tradisi Hindu yang mungkin tidak terbiasa dengan “cara Hindu/Hindu way” mengemukakan pendapat. Mungkin hanya dalam Hindu terdapat kebebasan berpikir dan berpendapat yang begitu luas tanpa ada ketakutan akan dituduh sebagai bidah atau persekusi oleh kelompok mainstream. Pertentangan paham dalam Hindu selalu bersifat akademis dan filosofis, di kalangan intelektual, tidak pernah secara fisik.

Tidak dipungkiri mungkin saja ada pernyataan-pernyataan dalam buku ini yang tidak ditemukan dalam buku-buku Hindu yang biasa anda baca. Mohon tidak terganggu dengan hal-hal semacam itu dan janganlah menjadi bingung. Kami sangat mengharapkan, setelah membaca buku ini, akan menambah informasi tentang agama Hindu, kemudian tumbuh minat yang semakin menggelora untuk mempelajari Hindu atau Sanatana Dharma sebagaimana adanya, yaitu sebagaimana para penganut Veda dari beribu-ribu tahun yang lalu mempelajarinya. Jadikanlah apa yang anda baca di sini sebagai pintu gerbang untuk memasuki dan mengeksplorasi ruang-ruang kebenaran Veda-Vedanta semakin dalam lagi.

Semoga tulisan ini dapat membantu semua orang yang membutuhkannya. Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru. Semoga Gurudeva, para Acharya, dan Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna menjadi puas.

Sri sri guru-gaura-nityananda srikrishnarpanamastu

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 10

AGAMA HINDU indu/Hinduisme merupakan suatu istilah umum untuk menyatakan sekumpulan besar berbagai jenis sistem kepercayaan, adat-kebiasaan, tradisi, dan ritual. Istilah ini awalnya digunakan oleh para penjajah bangsa asing untuk menjelaskan suatu religi yang diterapkan oleh masyarakat yang hidup di jazirah India. Nama Hindu

diturunkan dari nama sungai Indus. India disebut Ind atau Hind dalam bahasa Parsi dan Arab, dan dengan demikian agama yang dianut para penghuni India disebut Hindu/Hinduisme. Nama Hindu ini sama sekali tidak ditemukan dalam Veda (Kumpulan Pustaka atau Sastra Suci yang merupakan kitab suci bagi umat Hindu) atau dalam sastra-sastra klasik India Kuno manapun. Oleh umat Hindu sendiri, kepercayaannya ini disebut sebagai Sanatana Dharma berarti Jalan Kebenaran Yang Kekal.

Dasar dari Sanatana Dharma adalah kitab-kitab yang diungkapkan di India Purba. Berbeda dengan bayangan orang pada umumnya mengenai bentuk suatu kitab suci agama yang biasanya berupa satu buku besar, revelasi yang terdapat di India merupakan sejumlah pengetahuan yang amat sangat luas, meliputi berbagai bidang baik sekuler maupun spiritual. Mustahil menuliskan keseluruhan revelasi ini dalam bentuk satu buku tunggal. Sesungguhnya kumpulan besar ilmu pengetahuan ini dalam bentuk tertulisnya dapat mengisi penuh satu perpustakaan negara. Kumpulan segala ilmu yang bersumberkan atau berasal langsung dari Tuhan inilah yang disebut Veda, yang secara harfiah juga berarti “Ilmu Pengetahuan”. Seluruh ilmu pengetahuan di dunia diyakini terkandung dalam Veda. Bagi Hindu, Veda merupakan pengetahuan cetak biru alam semesta. Pengetahuan yang mengungkapkan pikiran Tuhan, sebelum menjadikan alam semesta. Veda inilah yang mendasari seluruh penerapan Jalan Kekal atau Sanatana Dharma. Kemudian dalam praktiknya saat ini, Sanatana Dharma dapat dibagi menjadi dua kategori.

1. Religi heterodoks yang dianut kebanyakan orang, terdiri lebih banyak dari takhayul, animisme, dinamisme, ritual-ritual permohonan yang ditujukan kepada berbagai dewa dan dewi untuk mendapatkan keselamatan, mengusir wabah, penyakit, kesialan, bencana dan sebagainya, bercampur dengan berbagai macam filsafat, kebiasaan turun-temurun, sistem moral dan sosial, tanpa basis teologis maupun filosofis yang kuat. Sistem kepercayaan dan adat istiadat ini bisa berbeda-beda dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu kelompok sosial ke kelompok sosial lain di berbagai pelosok anak benua India dan dunia.

2. Religi ortodoks, sering pula disebut sebagai Brahmanisme (walaupun kurang tepat) oleh para indologis, yang didasarkan atas Kitab-kitab Suci yang direvelasikan (Veda), dengan dasar filosofis dan teologis yang masuk akal dikenal sebagai Vedanta (Kesimpulan Akhir Segala Pengetahuan). Walaupun ada banyak tradisi dan mazhab dalam religi ortodoks ini dan berbagai variasi dalam doktrin-doktrin teologinya, namun praktiknya kurang lebih sama di seluruh dunia Hindu. Memasuki religi ini secara resmi harus melalui proses inisiasi (diksha) dan pengikatan dengan para pelindung ajaran.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 11

RELIGI HETERODOKS DAN ORTODOKS Heterodoks dalam hal ini adalah digunakannya rujukan-rujukan yang berbeda dari

sumber-sumber yang diakui sebagai Vaidika maupun Tantrika. Boleh juga dikatakan mereka adalah yang menerapkan ajaran Hindu yang lebih bersifat lokal. Beberapa bangsa di dunia sudah mengembangkan bentuk-bentuk pemahaman tertentu terhadap fenomena-fenomena rohani. Tentang roh dan kekuatan yang lebih tinggi daripada kemampuan manusia, yang mengendalikan seluruh alam semesta. Ada banyak tradisi rohani yang mungkin sudah diterapkan dan diyakini oleh suatu bangsa itu, sebelum mendapatkan pengaruh Veda.

Ketika ajaran Veda mencapai tempat-tempat dan budaya rohani seperti itu, Veda tidak serta merta menghapuskan tradisi-tradisi ini. Veda dan para pengajarnya sangat menghargai potensi internal dan keunikan masing-masing individu. Mulai dari posisi manapun, dalam keadaan apapun, pada tingkat spiritual yang bagaimanapun, semuanya diterima dalam pelukan Sanatana Dharma. Veda akan memulai dari mana setiap orang siap secara rohani. Dia akan mengembangkan setiap unsur yang terdapat dalam budaya masyarakat tempatnya tumbuh, sampai mencapai kesempurnaan yang mereka butuhkan dan inginkan.

Jadi bukanlah hal yang aneh apabila Hindu dapat berkembang dalam berbagai bentuk yang unik dan dengan beragam penampilan berbeda di seluruh dunia. Selain itu umat Hindu meyakini bahwa suatu ketika pada jaman dahulu seluruh bumi ini menerima Veda dan Jalan Sanatana Dharma. Hanya karena pengaruh waktu saja, persatuan dan hubungan internasional ini menjadi terputus. Kami percaya bahwa setiap tradisi rohani yang ada di dunia seperti agama-agama suku (tribal religions) dahulu kala memiliki hubungan dengan ajaran Veda. Kepercayaan tradisional di berbagai belahan dunia, seperti agama asli Amerika, Skandinavia, Inggris, Cina, Jepang, Asia Tenggara dan sebagainya memiliki banyak kemiripan dengan aspek-aspek tertentu dalam ajaran Veda.

Tentu saja pada saat mereka kembali kepada Hindu (menggabungkan diri), kita menganggap mereka sebagai anggota keluarga yang kembali lagi ke rumah. Sepanjang perpisahan yang panjang ini mereka tentu sudah mengembangkan tradisi spiritualnya sendiri yang tampak berbeda dengan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Hindu secara umum. Ini membuat berkembangnya bentuk religi Hindu yang bersifat heterodoks. Bagi Hindu sendiri ini bukanlah masalah. Secara perlahan-lahan mereka dapat memanfaatkan kembali ajaran apapun yang terdapat dalam Veda untuk membangun bentuk agama Hindu yang sesuai untuk keadaan mereka saat ini. Mengatakannya sebagai Hindu heterodoks tidak menjadikan sebagian umat Hindu yang mengikuti religi ortodoks menjauhi mereka atau menolak mereka. Justru di sinilah kita harus hidup bersama-sama secara harmonis, saling membantu mengembangkan potensi rohani kita masing-masing. Keyakinan yang bersifat heterodoks terhadap Veda, dapat diterima sebagai anggota keluarga besar Hindu dalam batasan-batasan tertentu, seperti adanya pengakuan terhadap kebenaran sastra suci Veda. Sampai mereka siap menerima Veda sepenuhnya dan menjadi bagian dari tradisi ortodoks, tak seorangpun berhak merubah secara paksa tradisi rohani yang sudah mereka jalankan dari masa para leluhurnya itu.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 12

Penganut Veda Ortodoks lebih lanjut dapat dibagi menjadi tiga yaitu golongan impersonalis, semi-impersonalis, dan personalis. Para impersonalis dikatakan termasuk golongan Smarta. Sesungguhnya Smarta merupakan istilah yang merujuk kepada mereka semua yang mengikuti Kanon Eklestikal, sejumlah kitab-kitab yang dijadikan tuntunan resmi oleh lembaga keagamaan, yang disebut Smriti-sastra. Smriti merupakan bagian dari Veda yang secara khusus bukan merupakan kitab-kitab revelasi langsung (yang dikenal sebagai Shruti), namun merupakan ulasan dan ekspresi praktis dari Shruti yang dikanonisasi (disahkan sebagai kitab suci). Oleh karena para Smarta sebagian besar menganut paham impersonalisme, maka justru para impersonalislah yang digolongkan ke dalam kelompok Smarta ini. Doktrin-doktrin Smarta sangat dipengaruhi oleh filsafat monistik non-dualis impersonalistik Sankaracharya, seorang tokoh rohani dan guru agung yang hidup pada abad ke-8. Mereka meyakini Tuhan bukanlah suatu Pribadi. Jiva atau inti kehidupan rohani yang bersemayam dalam tiap makhluk dan Tuhan identik satu sama lain, bukanlah dua entitas yang berbeda. Mereka menggunakan pemujaan personalistik lima bentuk Illahi (Devata) utama dalam Veda, menyembah kelima-limanya, sebagai sarana untuk menyadari kemanunggalan Jiva dengan Zat Tertinggi yang non-dualistik dan tak berpribadi. Metode ini disebut sistem pancopasana. Walau demikian mereka juga bisa memilih salah satu dari lima Devata (Siva, Vishnu, Ganesha, Shakti, atau Surya) sebagai pujaan utama yang disebut ishta-devata (Illah Kesayangan).

Para semi-personalis adalah para Saiva. Istilah ini juga digunakan sama kasusnya dengan para Smarta. Saiva sebenarnya merujuk kepada mereka yang memuja Siva sebagai Pribadi Tuhan. Selain menggunakan Veda utama sebagai dasar, mereka juga menggunakan kitab-kitab Agamasastra. Agamasastra merupakan Kanon Ritual yang berkaitan dengan pemujaan Ikon Suci, pembangunan kuil-kuil, dan metode memperingati upacara harian maupun perayaan hari-hari tertentu. Saiva menggunakan 14 kitab Saiva Agama sebagai dasar doktrin-doktrin dalam mazhabnya. Kami menyebut Saiva sebagai semi-personalis, karena ide kemanunggalan antara Jiva dengan Tuhan juga diterima dalam keyakinan ini. Pada tahap kesempurnaan, mereka yakin bahwa Pribadi Tuhan dan Jiva akan menunggal, sehingga mirip dengan paham impersonalis-monistik dari Sankaracharya, sekalipun terdapat pula beberapa garis transmisi esoterik yang memegang teguh konsep dualitas antara Jiva dengan Tuhan. Golongan Saiva dibagi dalam banyak garis silsilah transmisi mistik-esoterik yang disebut Sampradaya atau Parampara. Saiva Sampradaya yang terkemuka terdiri dari enam perguruan yaitu Lingayat (Vira Saiva), Pasupata-saiva, Advaita-saiva, Kashmiri-saiva, Saiva-siddhanta dan Siddha-siddhanta.

Golongan personalis adalah Vaishnava. Vaishnava merupakan keyakinan yang bersifat personalistik eksklusif dan monotheistik. Para Vaishnava meyakini Keesaan dan Sifat Pribadi Tuhan. Jiva tidak pernah menunggal dengan Tuhan, dalam artian melebur menjadi satu dengan Tuhan. Tuhan dan Jiva adalah tetap dua pribadi yang berbeda dalam segala keadaan. Sama dengan golongan Saiva, para Vaishnava mendasarkan ajaran-ajarannya pada Veda dan Agamasastra. Ada 108 Kitab Vaishnava Agama yang dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu Pancharatrika-agamasastra dan Vaikhanasa-agamasastra. Ada pula bagian mistik-esoterik dari Vaishnavisme yang disebut Bhagavata. Masyarakat Vaishnava saat ini dibagi lagi

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 13

menjadi empat garis silsilah transmisi esoterik (Sampradaya) utama yaitu Srivaishnava, Brahma-Madhva, Rudra-Vishnuswami (Vallabhacharya), dan Kumara-Nimbarka. Walaupun dalam keempat garis silsilah ini ada perbedaan dalam beberapa poin teologis dan ritual, namun semuanya sama dalam pendekatan theistik serta konsep ketuhanannya. Mereka semua meyakini Tuhan Berpribadi dan memilih jalan devosi, pelayanan pengabdian suci cintakasih (bhakti), sebagai sarana utama menuju Pembebasan Sempurna yang Tertinggi.

Dalam tradisi Saiva dan Vaishnava, sekalipun terdapat pemahaman bahwa Brahman melampaui semua sifat dan definisi jasmaniah, namun Tuhan Tertinggi dipersonifikasikan dalam Bentuk Maskulin. Aspek Feminin dari Tuhan merupakan personifikasi dari kekuatan-Nya, disebut Shakti. Vaishnava menerima bahwa Tuhan Yang Mahasempurna adalah perpaduan antara Energi (shakti) dan Energetik (shaktiman) dalam rupa Sri Sri Laksmi Narayana atau Sri Sri Radha Krishna. Sedangkan Saiva memuja-Nya sebagai Uma Maheshvara atau Siva-shakti. Di samping kedua tradisi ini ada yang mengutamakan pemujaan kepada Shakti. Mereka disebut para Sakta, yang menyembah Aspek Feminin Tuhan yang dikenal dengan nama Devi. Para Sakta atau pemuja Devi juga memiliki sistem religinya sendiri yang dirumuskan dalam Sakta-agama atau Sakti-tantra. Sehingga secara keseluruhan, masyarakat Hindu ortodoks dibangun oleh empat denominasi utama yaitu Vaishnava, Saiva, Sakta, dan Smarta.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 14

DINAMIKA SEKTE-SEKTE HINDU

ertama-tama kita harus memahami bahwa Hindu merupakan jalan rohani yang mendasarkan dirinya pada otoritas Veda. Jadi semua pemeluk Hindu harus menerima Veda sebagai sumber pengetahuan dan kebenaran tertinggi atau pramana. Semua umat Hindu harus dengan segala daya upaya mencapai tataran

spiritual yang sudah diberikan oleh Veda. Dengan kata lain mereka menerima teologinya, sistem etika, dan nilai-nilai moralnya. Mereka juga harus mengikatkan diri secara spiritual dengan para pelindung Vedadharma, seperti para guru, siddha, rishi, dan deva Hindu. Dalam batasan tertentu adat istiadat dan nilai-nilai budaya asli, apalagi yang sejalan dengan ajaran Veda, memperoleh tempatnya dalam Hindu. Yang terpenting adalah mereka bersedia mengikatkan diri, menetapkan komitmen rohani menerima ajaran Veda, dan menerima konsep-konsep Veda dalam menjelaskan tradisi relijius yang mereka terapkan.

Kita harus membedakan umat Hindu dengan orang yang merasa mendapatkan manfaat dari ajaran Hindu. Saat ini pemikiran Vedanta, yoga, dan banyak aspek-aspek ajaran Hindu lainnya telah dipelajari dan dipraktekkan oleh mereka yang tidak secara resmi menyatakan diri Hindu. Semua orang memang bisa memperoleh berbagai manfaat dari ajaran Veda, dan Hindu tidak melarang siapapun untuk mendapatkannya. Akan tetapi tidak begitu saja menjadikannya seorang Hindu, pengikut Veda, atau Sanatana Dharmi. Orang-orang seperti Schopenhauer, Emerson, Muller, dan sebagainya, sekalipun telah mempelajari teks-teks Veda, bahkan mungkin sudah menerima atau meyakini sebagian darinya tidak bisa dikatakan umat Hindu. Sepanjang hidupnya mereka belum pernah menetapkan komitmen untuk menerima Veda sebagai sumber kebenaran atau pramana tertinggi.

Beberapa agama yang ada di dunia sekarang telah mengembangkan konsep ketuhanan yang sama sekali berbeda dengan Veda. Mereka juga menetapkan tujuan akhir yang berbeda. Para umat agama-agama ini tentu tidak bisa disebut Hindu, dan umat mereka yang mempelajari Hindu atau mendapatkan manfaat dari ajaran Hindu, selama tidak memutuskan ikatannya dengan agama-agama ini tentu juga tidak bisa disebut umat Hindu.

Sampai saat ini kita sudah menyimpulkan bahwa Hindu adalah Vaishnava, Saiva, Sakta, dan Smarta beserta semua cabang yang berafiliasi ke dalamnya dan berbagai ordonya. Tradisi rohani yang memiliki konsep spiritualisme sama dengan salah satu dari keempatnya, memiliki teologi yang sama, sekalipun telah mengambil bentuk lahiriah yang berbeda, dan kembali bersedia menerima Veda sebagai pramana, dapat disebut Hindu.

Sebagai contoh di Borneo, Indonesia ada yang disebut tradisi rohani Kaharingan. Mereka menyebut Tuhan dengan nama non-Sanskrit yang tidak dikenal dalam Veda. Tetapi konsep ketuhanan mereka sesuai dengan Veda. Mereka juga menerapkan prinsip-prinsip relijius dan nilai-nilai yang sama dengan Veda. Di Maharastra, Tuhan disebut dengan nama lokal Vittobha dan shakti-Nya disebut Rakhuma. Kedua nama ini tidak ditemukan dalam Veda. Nama Tuhan Jagant Kitung dalam kepercayaan suku di Orissa juga tidak ditemukan dalam Veda. Tetapi mereka menyatakan konsep ketuhanan yang sama dengan Veda. Mereka bisa diterima sebagai

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 15

sebagai bagian dari Hindu. Apabila mereka lebih lanjut secara resmi menetapkan komitmennya untuk menerima Vedadharma, maka sudah dipastikan mereka adalah Hindu.

“Bawaan lahir” dari Hindu adalah keterbukaannya. Mungkin Hindu adalah satu-satunya agama dunia yang sama sekali tidak mempermasalahkan sektarianisme. Tidak ada kelompok mainstream dan sempalan-sempalan. Yang ada adalah pemikiran, pandangan, dan pemahaman yang berbeda. Perbedaan ini pun dianggap sebagai suatu kewajaran, karena tradisi relijius Hindu mengakui sepenuhnya hubungan antara Tuhan dan manusia sebagai urusan individu yang paling pribadi. Setiap orang berhak mengemukakan pandangannya sesuai tingkat keinsafan rohani tempat dia berada terhadap berbagai pengalaman yang bersifat sekuler maupun relijius. Dengan ini maka sungguh wajar ada berkembang ribuan sekte dalam tubuh Hindu, baik yang tergabung dalam denominasi utama maupun yang tidak. Lebih jauh lagi bahkan ada pemahaman bahwa jalan rohani tersedia sebanyak jumlah manusia yang akan menempuhnya, karena hampir tidak ada satu individu pun yang sama persis dengan yang lainnya. Sehingga penyeragaman seakan menjadi bertentangan dengan inti keyakinan Hindu dan penghargaannya atas keanekawarnaan ciptaan Tuhan.

Walau demikian kita juga memahami bahwa konsep-konsep tertentu dapat diformulasikan. Pengalaman relijius dapat diungkapkan sebatas kemampuan mereka yang merasakannya. Dengan demikian masyarakat Hindu memiliki paling tidak enam pandangan yang membantu merumuskan suatu “jalan”. Mereka adalah Vaiseshika, Nyaya, Sankhya, Yoga, Mimamsa, dan Vedanta. Masing-masing, walaupun tidak tepat demikian, dapat dikatakan sebagai pengetahuan ritual, logika, metafisika, asketisme-mistikisme, hermenetik-eksegesis, dan teologi. Berdasarkan pandangan-pandangan ini mereka mengungkapkan pemahamannya terhadap Tuhan dan pengetahuan-Nya, yaitu Veda. Maka dengan demikian dapatlah kita temukan berbagai sekte atau kelompok dalam masyarakat Hindu.

Apakah sekian banyak pandangan tidak menimbulkan pertentangan atau perselisihan? Ketidaksetujuan filosofis tentu saja ada. Tetapi paling tidak keempat denominasi utama yang disebutkan sebelumnya, masing-masing telah mencapai kedudukannya yang mapan dalam dunia Hindu. Perlu diperhatikan pula bahwa Sanatana Dharma meyakini bahwa setiap Jiva memilih jalan rohani yang akan ditempuhnya berdasarkan atas guna (sifat bawaan) dan karmanya (perbuatan dan pahala perbuatannya) masing-masing. Tak seorangpun dapat memaksakan mengubah keyakinan seseorang atau ketertarikan internalnya terhadap suatu konsep ketuhanan. Segala sesuatunya berjalan secara alamiah. Masing-masing mazhab utama dalam Hindu ini diyakini juga mewakili bakat, minat, dan ketertarikan manusia yang paling mendasar terhadap kerohanian. Dengan masing-masing caranya yang unik, keempatnya memenuhi kebutuhan rohani para pengikutnya sesuai dengan keadaan alamiah mereka. Bagi para bijak Veda, dorongan rohani alamiah yang bersumber dari sang roh secara pribadi, dengan alasan apapun tidak berhak dicampuri secara eksternal oleh siapapun. Para penganjur, penyebar, dan guru-guru dari masing-masing denominasi mengutarakan kebenaran yang sesuai dengan keinsafan rohani yang diterima dalam garis perguruan dan ordonya. Mereka berbicara dengan kejujuran, bahkan sering berkata-kata keras mengenai ajaran garis perguruan lain, namun ini hanya berada pada tataran filosofis dan intelektualitas saja. Mereka tidak

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 16

memaksakan ajarannya agar diterima oleh masyarakat. Bahkan adalah hal yang biasa seorang Vaishnava menerima guru Saiva dengan hormat di rumahnya, sekalipun dia tidak sependapat dengan pemahaman filosofisnya. Begitu pula dengan masyarakat Sakta dan Smarta.

Sebagai contoh, perguruan Sankara dan Vaishnava boleh dikatakan musuh bebuyutan yang selalu saling serang dan bahkan saling hujat dengan berbagai karya filosofisnya. Tetapi ketika kedua Acharyanya bertemu di luar perdebatan filsafat, mereka duduk berdampingan dan saling menghormati. Begitu pula para pengikutnya. Para Vaishnava selalu menyebut ajaran Sankara sebagai mayavada (paham khayalan) dan pasanda (atheis dungu) serta selalu bersikap menentang paham mereka. Walau demikian ketika Acharya mereka atau bahkan seorang rahib biasa dari ordo Sankara datang, seorang perumahtangga Vaishnava bersujud kepadanya dengan hormat. Begitu pula sebaliknya. Inilah etika dalam masyarakat Veda. Tidak ada perselisihan pendapat yang berakhir dengan upaya saling memusnahkan.

Dalam sejarah kita mengenal Krishnadevaraya, Maharaja Vijayanagar, penguasa kerajaan terbesar di India Selatan yang melindungi agama Hindu selama beberapa abad. Dia adalah seorang Vaishnava yang menerima ajaran dari Sri Vyasa Tirtha atau Vyasaraja, salah satu Acharya terbesar dalam garis perguruan Madhva. Pengaruh Vyasaraja bagi Vaishnava Madhva adalah ketiga setelah Jayatirtha dan Madhvacharya sendiri. Vyasaraja juga bertindak sebagai pendeta utama, guru kerohanian, dan penasehat tertinggi kerajaan Vijayanagar. Maharaja Krishnadevaraya bahkan mendudukkan guru Vaishnava ini di atas singgasananya sendiri dan memuja kakinya, menyebutnya sebagai Kuladevata, junjungan seluruh dinastinya. Anda bisa bayangkan bagaimana posisi politis yang bisa didapatkan oleh mazhab Vaishnava di masa itu. Krishnadevaraya membangun, memperindah, dan memberikan banyak sumbangan harta kepada tempat-tempat suci Vaishnava seperti Thirupati, Kanchi Varadaraja, Srirangam, dan sebagainya. Tetapi Krishnadevaraya juga membangun tempat-tempat suci Saiva seperti Chidambaram, Thiruvanamalai, Sri Kalahasti, dan lain-lain. Sekalipun dia seorang Maharaja berkuasa yang menganut Vaishnava tetapi tak pernah sekalipun dia menggunakan kekuasaannya untuk menghancurkan paham-paham lain. Begitu pula Sri Vyasaraja tentu bisa saja memerintahkan seorang maharaja, yang baginya adalah seorang murid yang tunduk di bawahnya, melakukan pemusnahan semua paham non-Vaishnava. Tetapi hal ini tidak pernah terjadi. Walau demikian, adalah Krishnadevaraya pula yang menjadikan balairung istananya sebagai tempat perdebatan filsafat antara berbagai sekolah pemikiran yang berbeda. Di tempat ini para sarjana dan pemimpin rohani berbagai komunitas saling mengkaji dan menguji berbagai pandangan yang berkembang. Siapapun yang berhasil menunjukkan keunggulan ajarannya, diberi hadiah dan penghormatan oleh Sang Maharaja. Itulah keunikan Hindu.

Empat Veda Utama dan Agamasastra memiliki otoritas yang sama dan merupakan pengetahuan revelasi yang berasal dari Tuhan. Namun bagian ritual dari Veda saat ini selalu tidak dapat diterapkan oleh orang biasa, terutama karena dibutuhkan biaya besar untuk melaksanakan upacara-upacara Vaidika (yang menggunakan pengetahuan Empat Veda Utama) dan juga memakan waktu (bisa berlangsung berbulan-bulan). Pada masa lampau ritual Vaidika disponsori oleh para raja dan golongan masyarakat yang sangat kaya. Pada jaman sekarang kemampuan menurun jauh dan individualitas meningkat. Tidak ada orang atau

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 17

pemerintah yang bisa diharapkan bersedia mengeluarkan dana besar untuk melaksanakan ritual-ritual Vaidika untuk kesejahteraan masyarakat umum. Jadi pada keadaan demikianlah Agamasastra atau Tantra memegang peranan yang penting untuk memenuhi kebutuhan rohani rakyat secara praktis. Masyarakat umum terdiri dari individu dengan berbagai variasi. Maka Agamasastra yang berbeda-beda seperti Vaishnava-agama, Saiva-agama, dan Sakta-agama dengan berbagai sub-agamanya menjadi sangat dibutuhkan oleh umat manusia.

Penerapan Agamasastra yang direpresentasikan oleh empat denominasi utama Hindu merupakan satu-satunya metode otoritatif yang memungkinkan untuk diterapkan dalam kehidupan saat ini. Ritual-ritual Tantrika atau Agamika ini lebih fleksibel daripada ritual Vaidika yang asli. Beberapa tradisi Hindu bahkan mengembangkan bentuk penerapan Agamasastra yang sesuai dengan keadaan lokal tempatnya berkembang. Umat Hindu di Bali, Indonesia, dengan ordo kependetaannya yang unik dalam dunia Hindu, memiliki Agamasastranya sendiri yang diperkirakan berkembang dari Saiva-agama. Begitu pula dengan Brahmanisme Saiva yang berkembang di Thailand. Di manapun saat ini, tidak ada lagi masyarakat Hindu yang mampu melaksanakan ritual Vaidika murni. Tempat suci di India seperti Puri Jagannath juga memiliki kitab Agamasastranya sendiri yang tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu Agama, melainkan memadukan ritual ketiga Agama, Vaishnava, Saiva, dan Sakta.

Empat Veda yang asli (Rig, Yajur, Sama, dan Atharva) tetap berfungsi sebagai sumber otoritas rohani, terutama bagian Upanishadnya. Namun penerapan religi Veda hanya dimungkinkan dengan melaksanakan ajaran-ajaran dari Agamasastra.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 18

EMPAT PERGURUAN VAISHNAVA

aris perguruan atau garis silsilah rohani merupakan garis pewarisan ajaran rohani secara turun-temurun dari guru kerohanian sempurna, tattva-darsi, seorang pelihat kebenaran sejati kepada murid rohani yang sungguh-sungguh sempurna juga, sat-sishya. Murid kemudian menjadi guru, melanjutkan proses transmisi keinsafan

akan Kebenaran Mutlak Tertinggi yang sama. Semua garis perguruan Vaishnava sahih berawal langsung dari Tuhan Yang Maha Esa Sendiri. Transmisi kebenaran sempurna, melalui garis perguruan sempurna, sampai tersampaikannya pengetahuan itu secara sempurna dikenal dengan istilah amnaya, nama lain dari Veda itu sendiri. Demi melihat betapa pluralistiknya pandangan Hindu, maka kita mengambil contoh keanekaragaman yang bertumbuh dalam denominasi Vaishnava.

Sesungguhnya dari keempat garis silsilah rohani utama ini, Rudra Sampradaya Vishnuswami adalah yang tertua, namun kemashyurannya dikibarkan oleh Sri Vallabhacharya yang hidup pada abad ke-13. Pada saat ini para pengikutnya di India tersebar terutama di daerah Gujarat, Rajasthan, dan Brindaban. Nathdwara merupakan pusat rohani terpenting bagi garis perguruan ini.

Berikutnya adalah Kumara Sampradaya yang disebar luaskan oleh Sri Nimbarkacharya. Tokoh suci ini diyakini hidup beberapa ribu tahun yang lalu. Pembaharuan dan revitalisasi dilakukan oleh Srinivasacharya beberapa abad lampau, sehingga pengikutnya berjumlah sangat besar seperti saat ini, dengan sistem pengajaran dan pusat rohani yang tertata dengan baik. Para pengikut Nimbarka tersebar di daerah India Utara sampai Nepal. Pusat utamanya di kota Salembabad dan daerah Mathura–Brindaban.

Garis perguruan Vaishnava tertua yang utuh dan tak pernah terputuskan adalah Srivaishnava yang tokoh utamanya adalah Sri Ramanujacharya. Srivaishnava pada saat ini merupakan salah satu garis perguruan yang paling berkembang di seluruh dunia. Sampradaya ini memiliki keunikan, yaitu penerimaannya atas revelasi dalam bahasa Tamil, bahasa yang digunakan di India Selatan, sedangkan Veda secara umum didapatkan dalam bahasa Sanskrit. Mereka mengakui revelasi berbahasa Tamil yang diterima oleh para Alvar, berupa syair 4000 bait, sejajar dengan Veda Sanskrit. Kitab ini yang dikenal sebagai Divya Prabandham (Kitab Kumpulan Kudus) disebut Veda Tamil atau Dravidaveda, Veda dari Negeri Selatan. Alvar adalah 12 orang suci Tamil yang menemukan pengetahuan rohani ini, seperti para Rishi Veda. Kata Alvar sendiri bermakna “orang yang terserap sepenuhnya dalam cintakasih kepada Tuhan”. Mereka adalah roh-roh agung yang menembus rahasia kemisteriusan Illahi melalui cinta yang berkobar. Oleh karena penerimaannya atas kedua revelasi dalam bahasa Sanskrit maupun Tamil, para Srivaishnava disebut Ubhaya-vedanta, mereka yang menerima ajaran Vedanta Ganda. Pusat utamanya di kota suci Perumbudur, Mellukotte, Kanchipuram dan Srirangam. 106 tempat suci yang disebutkan dalam kitab para Alvar dan tersebar di seluruh

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 19

India juga merupakan tempat tujuan perziarahan bagi para Srivaishnava. India Selatan, terutama daerah yang berbahasa Tamil merupakan basis penyebaran keyakinan ini.

Garis perguruan Vaishnava ortodoks lainnya adalah Brahma Sampradaya dengan tokoh utamanya Sri Madhvacharya. Brahma-Madhva lebih lanjut dibagi menjadi garis Tattvavada yang dominan di India Selatan dan garis Goudiya yang berkembang setelah kemunculan Sri Krishna Caitanya Mahaprabhu, tokoh rohani terbesar di India Utara. Garis Tattvavada diusung oleh banyak guru-guru suci. Sri Jaya Tirtha, Sri Vyasaraja Tirtha, Sripadiraja Tirtha, Sri Vadiraja Tirtha, dan Raghavendra Tirtha adalah sedikit dari begitu banyak nama penerus Tattvavada Madhva yang luar biasa. Pusat pengajarannya adalah di Udupi Krishna Math dan 8 biara utama yang didirikan oleh Sri Madhvacharya. Salah satu guru suci yang paling berpengaruh dari garis perguruan ini di masa kini adalah Sri Raghavendra Tirtha atau Sri Rayaru. Tempat pertapaan, makam samadhi, dan biaranya di Mantralayam dikunjungi ribuan peziarah tiap harinya. Garis perguruan ini berkembang di daerah Karnataka, karena itu banyak guru-gurunya yang menulis dalam bahasa Kannada selain dalam bahasa Sanskrit. Cabang perguruan Madhva yang paling penting di India Utara adalah Madhva-Goudiya. Garis ini dipelopori oleh Sri Krishna Caitanya Mahaprabhu dan penerus-penerus-Nya terutama para Goswami. Ini merupakan garis perguruan Vaishnava yang berkembang di daerah berbahasa Bengala (Gouda). Karya-karya rohaninya banyak ditulis dalam bahasa Bengali, sehingga disebut sebagai perguruan Madhva Bengala.

Keempat perguruan Vaishnava kini dapat dijumpai hampir di seluruh dunia. Penyebaran Vaishnava selain melalui semacam misi keagamaan juga mengikuti perantauan bangsa India Hindu. Sesungguhnya misi Vaishnava tidak sama dengan pikiran kita mengenai misionaris pada umumnya. Vaishnava dan Hindu secara umum tidak mengenal konversi, karena mereka menganggap agama sebagai identitas lahiriah. Namun ajaran Veda adalah pengetahuan, tak beda dengan matematika, fisika, kimia dan ilmu sekolahan lainnya. Fisika boleh dipelajari oleh siapa saja, bukan hanya oleh fisikawan. Ilmu fisika berguna tidak saja bagi fisikawan, namun memberikan manfaat bagi rakyat secara umum. Begitu pula Ajaran Ketuhanan dalam Veda, tidak dimaksudkan hanya bagi orang India atau Hindu saja, namun bagi dunia yang membutuhkannya. Begitu pula cara pandang Hindu terhadap banyak paham dan keyakinan lainnya. PENANDA FISIK

Perbedaan fisik terutama paling jelas tampak dari simbol relijius yang dilukiskan di badan para pengikut masing-masing perguruan. Lambang-lambang ini disebut tilaka, pundra, naamam, thirumani, atau thiruneeru.

Para Saiva mengenakan tanda tiga garis horizontal yang disebut Tri-pundra, Sakta mengenakan tanda titik atau bulatan, dan Vaishnava mengenakan dua garis vertikal atau Urdhva-pundra. Masing-masing garis perguruan dalam berbagai denominasi Hindu ini juga memiliki variasi bentuk tilakanya sendiri. Sebagai contoh adalah dalam mazhab Vaishnava yang terdiri dari empat perguruan utama.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 20

Tilaka Vaishnava atau Vaidika-tilaka bentuk dasarnya adalah garis vertikal sehingga disebut juga Urdhva-pundra. Wujud dari tilaka ini dikatakan menyerupai beberapa bentuk, seperti kaki padma Tuhan Yang Maha Esa Narayana, daun bambu, nyala api, dan sebagainya. Tilaka merupakan lambang lahiriah dari penyerahan diri kita kepada Narayana atau berbagai rupa Beliau yang menjadi tujuan pemujaan kita. Bentuk dan bahan yang digunakan untuk membentuknya bisa berbeda-beda tergantung dari proses penyerahan diri tertentu yang diikuti oleh masing-masing sampradaya. Dalam Sri Vaishnava sampradaya, tilaka dibuat dari lumpur putih yang didapatkan dari bukit semut. Lumpur ini terutama diperoleh berlimpah di Mellukotte (Thirunarayana-puram) yang berhubungan erat dengan Sri Ramanuja, Acharya mereka. Kitab suci menyatakan bahwa lumpur yang diperoleh dari bagian bawah pohon Tulasi dan bukit semut sangat suci

dan baik sekali digunakan sebagai tilaka. Para Sri Vaishnava melukiskan tilaka dalam dua garis lebar sebagai kaki padma Sriman Narayana, kemudian pada bagian tengahnya mereka membentuk sebuah garis vertikal lagi, berwarna merah atau kuning, sebagai perlambang Sri atau Laksmi. Pada awalnya garis ini berwarna merah, yang didapatkan dengan menggosokkan batu-batu merah yang terdapat di dalam bukit semut tersebut. Bila batu ini digosok, kemudian ditambah air, maka jadilah lumpur berwarna merah. Warna merah dalam ajaran Vaidika maupun Tantrika merupakan simbol umum untuk Shakti. Jadi karena Sri Vaishnava diawali dari Parashakti, Sri Laksmi, dan karena mereka mendekati Sriman Narayana melalui Sri, maka bentuk tilaka mereka melambangkan proses penyerahan diri mereka ini. Tilaka dalam tiap sampradaya sesungguhnya mencerminkan kesimpulan teologis dan filosofis (siddhanta) dari sampradaya tersebut.

Dalam Vallabha sampradaya digunakan bentuk tilaka yang berupa dua garis membentuk U atau satu garis merah vertikal saja. Garis ini melambangkan Sri Yamuna Devi. Rupa Tuhan yang dipuja dalam garis perguruan Vallabha adalah Sri Nathji atau Govardhana. Shakti dari

Govardhana adalah sungai Yamuna. Sehingga proses penyerahan diri mereka yang tergabung dalam Vallabha-Vishnuswami sampradaya adalah melalui Sri Yamuna Devi. Madhva (Tattvavada) sampradaya mengenakan tilaka yang berasal dari lumpur gopichandana yang diambil di Dvaraka. Dua garis vertikal seperti daun bambu melambangkan kaki padma Krishna. Gopichandana tilaka ini mirip dengan tilaka serupa yang digunakan oleh Goudiya sampradaya. Untuk Madhva sampradaya, pada bagian tengah, antara kedua garis vertikal ini, dibuat satu lagi garis vertikal berwarna hitam yang berasal dari arang yajna-kunda (tungku api kurban suci). Dalam Madhva

Tilaka Sri Vaishnava dari cabang Tenkalai

Tilaka Vallabhiya

Tilaka Madhva

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 21

sampradaya mereka selalu melaksanakan nitya-homa, atau upacara api suci setiap hari kepada Krishna. Sisa dari arang untuk puja ini setiap hari diambil untuk membuat garis hitam tersebut. Pada pangkal garis hitam satu titik merah digunakan untuk mewakili Laksmi atau Rukmini, shakti Krishna. Mereka yang tidak melaksanakan nitya-homa, cukup mengenakan gopichandana tilaka saja.

Bagi para Madhva Goudiya, pengikut Caitanya Mahaprabhu, tilaka biasanya juga dibuat dari lumpur gopichandana. Beberapa garis silsilah rohani Goudiya lebih menyukai lumpur yang khusus berasal dari Vrindaban. Pada dasarnya tilaka Goudiya sama dengan Madhva sampradaya. Sedikit perbedaan muncul karena adanya penekanan pada nama-sankirtana, atau pengucapan nama suci Tuhan. Dalam garis Sri Caitanya, nama-sankirtana adalah yajna yang dilaksanakan pada Kaliyuga ini, bukan nitya-homa seperti pada Madhva-sampradaya. Oleh karena itu garis hitam yang dibuat dari arang yajna tidak digunakan. Perbedaan kedua terjadi karena adanya perbedaan pendekatan kepada Tuhan. Para Goudiya tidak secara langsung

mendekati Tuhan Sri Krishna melalui Srimati Radharani (Shakti-Nya), tetapi melalui penyembah-penyembah Beliau. Untuk menunjukkan hal ini maka titik atau garis merah yang melambangkan Shakti atau Sri Radha tidak dikenakan, tetapi diganti dengan lukisan selembar daun Tulasi. Daun ini tepat berada di bawah bentuk U yang melambangkan kaki padma Krishna. Ini mewakili penyerahan diri mereka melalui para Hamba Srimati Radharani.

Para Nimbarkiya juga menggunakan desain tilaka berbentuk U yang melambangkan kaki padma Sri Krishna dan sebuah titik bulatan matahari tepat di tengahnya melambangkan Sri Sudarsana. Hal ini karena mereka melaksanakan penyerahan dirinya melalui Sri Nimbaditya Svami yang merupakan Inkarnasi dari Sudarsana-cakra. Bulatan matahari ini juga melambangkan cahaya Srimati Radhika,

karena mereka memuja Srimati Radhika sebagai istadevanya. Dalam sastra suci hanya diberikan deskripsi yang umum

mengenai prosedur pemakaian tilaka. Contohnya hanya dikatakan bahwa tilaka harus berupa garis vertikal atau Urdhva-pundra; tilaka harus dilukiskan pada dua belas bagian tubuh, dan sebagainya. Tetapi petunjuk ini sangat umum dan meninggalkan rincian-rincian berikutnya kepada para Acharya. Bahkan dalam hal sederhana seperti lokasi tilaka, ada yang mengatakan bahwa daerah bahu mulai dari pangkal lengan, tetapi ada juga yang mengenakan tilaka bahu dekat dengan leher.

Tilaka Goudiya

Tilaka Nimbarkiya

Tilaka Sri Vaishnava dari cabang Vadakalai

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 22

Rancangan bentuk tilaka ini terwujud baik melalui pewahyuan rohani maupun telaah pramana (bukti-bukti dari kitab suci). Salah satu contoh pewahyuan rohani terdapat pada tilaka yang dikenakan oleh para Goudiya-vaishnava dari cabang Sri Shyamananda Prabhu. Srimati Radharani menunjukkan bagian dari gelang kaki-Nya kepada Shyamananda dan menggunakannya untuk mencetak tilaka pada dahi Shyamananda. Alhasil terbentuklah tilaka unik yang membedakannya dari tilaka Goudiya pada umumnya.

Pada keadaan lain, seorang Acharya secara ilmiah menelaah siddhanta sampradaya dan menerjemahkannya dalam bentuk tilaka sesuai dengan yang mereka kenakan. Salah satu tujuan eksternal penggunaan tilaka adalah untuk membedakan para pengikut sampradaya dengan golongan para filsuf yang lain, kemudian bisa juga membedakan antara satu cabang dengan cabang lainnya dalam sampradaya itu. Hal ini persis seperti baju seragam yang digunakan oleh tentara. Dalam keadaan tertentu bentuk tilaka ini bisa saja berbeda ketika timbul percabangan sampradaya karena perkembangan pandangan filosofisnya. Cabang yang baru menganalisa tilakanya sesuai dengan siddhantanya dan membuat perubahan bentuk yang sesuai dengan proses penyerahan diri yang mereka lakukan. Keadaan seperti ini bisa kita lihat pada dua cabang Sri Vaishnava sampradaya, Tenkalai dan Vadakalai, atau pada Madhva Tattvavada dan Madhva Goudiya. Karena adanya dua opini berbeda sehubungan dengan proses penyerahan dirinya, maka muncul dua tilaka yang berbeda.

Dalam setiap keadaan, tujuan utama tilaka adalah untuk menyucikan diri seseorang dan menandainya sebagai Pura bagi Tuhan. Sastra suci tidak secara spesifik memberikan rincian bagaimana seharusnya kita membentuknya dan di sinilah Acharya berperan menyimpulkan prosedur yang sesuai dengan sampradayanya, sementara tetap patuh berpegang pada aturan umum yang diberikan dalam sastra suci.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 23

AWAL MULA HINDU DAN VEDA

ejauh kita perhatikan dalam sejarah, Hindudharma tidaklah memiliki satu pendiri seperti agama-agama lain. Pustaka-pustaka suci kuno India (Veda)

menyatakan bahwa dharma ini sesungguhnya didirikan atau berasal langsung dari Tuhan Sendiri (dharman tu saksad bhagavad pranitam). Dari sudut pandang kitab suci, ‘agama’ atau dharma ini termanifestasi bersamaan dengan setiap kali penciptaan oleh kehendak Tuhan. Setelah penciptaan siklik dari alam semesta yang menjadi tempat kita hidup saat ini, Tuhan Tertinggi yang disebut sebagai Narayana dalam Veda, mengajarkan dharma kepada Brahma, insan pertama di alam semesta. Brahma kemudian mengajarkannya kembali kepada putra-putranya, salah satunya adalah Narada, yang kemudian menyampaikannya lagi kepada Vyasa Mahamuni. Dengan cara inilah dharma yang purba ini diturunkan melalui sebuah rangkaian garis perguruan yang bermula langsung dari Tuhan melalui jutaan tahun yang tak terhitung lamanya. Dengan demikian agama yang bersumber dari Veda ini dikenal sebagai Sanatana Dharma, atau agama yang kekal, karena ia melampaui segala konsep ruang dan waktu buatan manusia. Kita tidak boleh bingung antara Sanatana Dharma dengan keyakinan agama lain yang bersifat sektarian, karena Sanatana Dharma ini sungguh-sungguh merupakan ekspresi fungsi yang asli dari sang roh (jivatma), sebagaimana sifat cair tidaklah dapat dipisahkan dari air. Dalam sejarah Veda, ada tak terhitung banyaknya orang-orang suci yang datang dan menyebarluaskan ajaran-ajaran rohani yang terkandung dalam Pustaka Suci Veda, tetapi tak satupun dapat disebut sebagai pendiri agama. Masing-masing adalah murid (sishya) dari seorang guru dan masing-masing juga menyampaikan pengetahuan yang sama sebagaimana diajarkan oleh gurunya terdahulu. Inilah sistem Veda, tidak ada pendiri, karena setiap orang pertama-tama dan utamanya adalah seorang murid. Dharma tidak bisa dibuat manusia, diawali oleh manusia, atau bahkan oleh makhluk-makhluk lain yang lebih dari manusia. Dharma dijelaskan sebagai ajaran dan petunjuk langsung dari Tuhan, dharman tu saksad bhagavad pranitam. Dharma ini tidak bermula dari makhluk fana apapun (apauruseya)

Nama atau kata modern Hinduisme atau agama Hindu, merupakan istilah yang baru saja dikembangkan pemakaiannya kira-kira 700 tahun yang lalu oleh penjajah Muslim di India. Ada sebuah sungai yang disebut Shindu, yang salah disebut oleh para penjajah ini sebagai Hindu. Semua orang yang tinggal di seberang sungai itu, tak peduli apapun keyakinannya, disebut oleh mereka orang-orang Hindu. Ajaran-ajaran suci dan nilai-nilai yang dianut oleh orang-orang “Hindu” ini secara mudah juga mereka sebut “agama Hindu”, untuk

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 24

membedakannya dari keyakinan yang mereka anut. Sehingga tentu saja salah apabila kita menyimpulkan bahwa ada kemungkinan kita dapat melacak sejarah awal agama kuno India berdasarkan penggunaan kata ini dalam sejarah. Kita harus mengetahui bahwa dalam kitab-kitab suci Hindu yang purba ini tak dapat ditemukan satu kata Hindu pun. Namun kita menemukan kata Sanatana Dharma (dharma yang kekal), vaidika-dharma (dharma dari Veda), bhagavata-dharma (dharma (yang berasal) dari Tuhan), dan sebagainya. Dharma ini senantiasa segar dan abadi. Artinya dia tidak pernah ketinggalan jaman dan ada untuk selamanya. Dijelaskan dalam sastra suci Veda bahwa kapanpun dharma ini melemah atau bahkan lenyap, maka Tuhan Sendiri akan turun membangunnya kembali. Salah satunya adalah ketika Beliau turun sebagai Sri Krishna 5000 tahun yang lalu. Beliau menegakkan kembali dharma dengan memusnahkan berbagai kekuatan jahat dan menyabdakan kembali Bhagavad-gita di tengah medan perang Kuruksetra. “yada yada hi dharmasya glanir bhavati bharata abhyutthanam adharmasya tadatmanam srijamy aham, kapanpun prinsip-prinsip dharma mengalami kemunduran dan adharma merajalela, pada saat itu Aku (Tuhan) Sendiri turun untuk menegakkannya kembali” (Bhagavad Gita 4.7).

Terkadang kita ditantang atau tertantang untuk membuktikan klaim Hindu atas Veda-nya yang disebut sebagai Apaurusheya. Mudah saja, pertama tidak ada yang bisa membuktikan kapan Veda bermula. Veda sanatana, kekal abadi, anadi dan ananta, tiada awal dan akhirnya, karena Veda merupakan sabda-brahma yang memancar (nigama) langsung dari Tuhan Yang Maha Esa, yang juga adalah sanatana, anadi, dan ananta. Kedua Veda merupakan apauruseya, tidak berasal dari makhluk fana. Tidak satu agamapun yang bisa mengatakan ajaran atau kitab sucinya apauruseya, semua agama lain terbukti memiliki nabi (manusia) yang mengawali berdirinya agama itu. Ketiga hanya dalam Veda Tuhan Sendiri berjanji untuk menjaga dharma ini secara langsung. Beliau Sendiri bersedia menyisihkan keagungan-Nya (paratva) untuk turun ke dunia menyelamatkan Veda-dharma. Beliau sungguh-sungguh menunjukkan betapa besar kasih sayang-Nya (vatsalyatva) bagi pengikut Veda. Bagi mereka Beliau menyediakan Diri-Nya untuk mudah didekati (saulabhya) dan dapat bekerja sama dengan mereka menjaga dharma (sausilya).

Hanya dari tiga kenyataan ini saja kita sudah mampu melihat bahwa Vedadharma ini memang sungguh-sungguh berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya lebih mudah membuktikan keabsahan Veda dibandingkan ajaran-ajaran agama bernabi. Siapa bisa menjamin kalau manusia-manusia yang disebut nabi, yang lahir tidak lebih dari beberapa ribu tahun yang lalu itu, memang benar menerima wahyu dari Tuhan? Mereka hanya membawa suatu ajaran yang berasal entah dari mana dan bersifat eksternal (external unknown source). Mereka memaksa suatu masyarakat berubah di bawah ancaman dan hukuman. Berbeda dengan para Maharishi Veda. Para Maharishi menyatakan bahwa mereka hanyalah menyampaikan dharma yang kekal, dharma yang terkandung dalam diri sejati kita. Mereka hanyalah berusaha mengembalikan apa yang sesungguhnya memang milik kita, menyatu dengan jati diri kita yang asli. Para Maharishi tidak datang untuk sekedar menyuruh kita tunduk kepada Tuhan dan diri mereka sebagai utusan-Nya. Beliau-beliau ini hanya menyatakan diri sebagai orang yang lebih dahulu menginsafi Brahman Tertinggi, kemudian

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 25

mengajak kita untuk turut mengalami sendiri potensi tak terbatas kita dalam berhubungan dengan Brahman. Ajarannya merupakan cara kita melatih diri menginsafi dharma sejati kita. Inilah yang menjadi dasar ajaran rohani yang kini disebut Hindu itu.

MEYAKINI OTORITAS VEDA

Tiap penemuan atau riset mengenai suatu subjek yang tak dikenal pertama-tama dimulai dengan adanya beberapa hipotesis dan asumsi. Bila asumsi-asumsi itu benar, maka si peneliti akan mendapatkan hasil yang bagus dan dapat menemukan atau menyadari suatu pengetahuan yang baru. Bila asumsi itu salah, dia juga akan secepatnya dapat menyadarinya dan tidak melanjutkan risetnya ke arah itu lebih lanjut lagi. Begitu juga ketika mempelajari buku baru mengenai suatu subjek yang tak diketahui, apapun itu, pertama-tama kita harus memiliki rasa hormat terhadap sang penulis atas karyanya itu dan lebih jauh lagi kita menganggap bahwa penulis sedang memberitahukan suatu kebenaran dalam bukunya. Apabila pada akhirnya kita justru menemu-kan sebaliknya, maka kita perlu mempertanyakan hal itu atau menunjukkan kesalahannya dalam publikasi penelitian kita sendiri. Tanpa mempelajari subjek tersebut, kita hendaknya jangan meragukannya terlebih dahulu. Hanya setelah mengkajinya saja kita bisa tahu, apakah yang disampaikan itu benar atau salah.

Jadi seseorang harus mulai mempelajari Veda dengan keyakinan bahwa semua itu benar dan kemudian maju lebih jauh lagi. Begitu pembelajaran anda maju lebih dalam dan semakin dalam, maka anda akan menyadari bahwa keyakinan anda itu bukanlah keyakinan buta. Itu adalah keyakinan yang benar. Kita tidak dapat memahami subjek-subjek ilmu teknik atau ilmu kedokteran yang rumit pada saat kita masih pra sekolah. Kita harus percaya dulu bahwa semua ilmu itu adalah benar dan mulai belajar subjek-subjek yang paling mendasar terlebih dahulu. Setelahnya dapatlah kita memahami subjek yang lebih rumit. Begitu pula kita perlu percaya kepada Veda dan mempelajari semua sastra. Maka dengan demikian pada akhirnya anda akan mendapati dan menyadari bahwa keyakinan anda selama ini bukanlah kepercayaan buta dan Veda sungguh-sungguh kebenaran yang kekal abadi.

Ada tiga jenis bukti, yaitu dokumenter, sirkumstansial, dan kesaksian langsung. Dalam istilah kitab suci (Veda) ketiganya disebut pramana, yaitu shabda (dokumenter), anumana (inferensial atau sirkumstansial) dan pratyaksha (kesaksian langsung). Kita memiliki semuanya ini untuk membuktikan Divinitas (keilahian) dari semua pustaka suci kita berikut semua penjelasannya.

Benar kita meyakini bahwa Veda bukanlah ciptaan atau karangan makhluk duniawi. Veda memang sungguh-sungguh berasal dari Tuhan Yang Maha Esa Sendiri. Veda merupakan sabda rohani Sang Mahapencipta. Mengapa kita bisa meyakini hal ini? Pertama, kita memiliki sebuah sistem pencatatan yang jelas. Pustaka-pustaka suci kita itu sendiri memberitahu kita mengenai sumber dari tulisan-tulisannya. Upanishad, yang merupakan revelasi utama, memberitahukan kepada kita bahwa Veda-veda, Upanishad-upanishad dan semua para Rishi diciptakan langsung oleh Tuhan Maha Vishnu Sendiri dan kemudian juga dilindungi oleh Beliau. Tidak hanya satu, namun di banyak tempat hal ini telah dicatat atau didokumentasikan dalam Upanishad. Brihadaranyakopanishad (2.4.10) menyatakan bahwa empat Veda, Purana-

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 26

purana, Itihasa-itihasa dan semua turunan serta pelengkap Veda, berikut tatabahasanya diciptakan langsung oleh Tuhan Sendiri. Lagi dalam Chandogyopanishad (7.1.2) dikatakan bahwa kitab-kitab sejarah (yang disebut Itihasa seperti Ramayana dan Mahabharata) dan juga Purana merupakan Veda ke lima. Sebagai pembuktian secara dokumentasi ilmiah, Mahabharata memberikan data astronomik yang rinci mengenai kapan Bhagavan Vedavyasa membuat reproduksi pustaka-pustaka suci Veda ini dan juga kapan perang besar Bharatayudha terjadi. Sehingga kita bisa mengetahui bahwa peristiwa yang dikisahkan dalam kitab suci Veda maupun Itihasa sungguh benar terjadi.

Kedua, dengan memperhatikan kedalaman, luasnya pembahasan, ketepatan, dan kesempurnaan pengetahuan pustaka suci yang demikian itu, yang berada di luar jangkauan kecerdasan manusia, maka dengan mudah dapat disimpulkan bahwa semua ini pastilah merupakan pengetahuan yang bersifat adi-duniawi, yang hanya mungkin berasal dari Tuhan. Kedalaman filsafat mengenai Tuhan dan pencerahan akan Tuhan dengan deskripsinya yang sangat rinci, panjang lebarnya deskripsi sejarah dalam Purana dan Itihasa, ketepatan perhitungan periode-periode dan siklus waktu (sebagai contoh dalam Veda dinyatakan awal mula keberadaan peradaban manusia adalah 120, 5331 juta tahun; usia bumi dan juga keberadaan bentuk matahari ini adalah 1971,9616 juta tahun pada tahun 1998; awal mula sistem tata surya ini adalah 155,521972 triliun tahun; hampir sama dengan penemuan ilmiah modern. Bahkan kitab suci Bhagavata (3.11.4) menyatakan bahwa waktu dihitung berdasarkan getaran atom seperti standar waktu yang kita gunakan sekarang dalam fisika modern), dan sempurnanya tata bahasa Sanskrit sejak dia diperkenalkan di bumi melalui para Rishi purba di India, adalah sebagian kecil dari contoh-contoh yang tidak dapat disamai oleh kitab-kitab (agama) lain. Contoh-contoh ini tentu saja secara alamiah merupakan bukti keagungan rohani pustaka suci Veda.

Ketiga, sehubungan dengan kesaksian langsung, kisah setiap orang suci sepanjang masa, yang telah merealisasikan Tuhan, telah menjadi saksi atas kemuliaan Tuhan tercintanya, dan juga berada dalam pergaulan langsung bersama Tuhan, membentuk tema utama dalam semua kitab suci kita. Demikian pula ketika mereka yang sempurna ini menuliskan atau menguraikan sesuatu berkenaan dengan keinsafannya, maka itu semua sempurna sejalan dengan ajaran pustaka suci. Ada begitu banyak contoh yang demikian itu. Pengetahuan mengenai keberadaan kediaman-kediaman surgawi dan para dewanya sejauh kita perhatikan tidak perlu seorang Maharishi Veda sejati untuk membuktikannya. Bahkan seorang yogi yang tengah mengembangkan diri dalam ajaran Veda, yang sudah mencapai kesempurnaan samadhi tertentu, dapat melihat surga dan para penguasanya dalam tahapan tertentu samadhinya. Dari jaman yang sangat lampau sampai masa sekarang ini kita memiliki berbagai kisah hidup para Rasika-bhakta yang pergaulan rohaninya dengan Tuhan Sri Krishna diuraikan secara panjang lebar. Ada sejumlah besar orang suci di Braja (tempat suci bagi para penyembah Sri Krishna di India) sepanjang limaratus tahun terakhir ini yang menulis visualisasi mereka mengenai permainan rohani Tuhan dalam bentuk lagu-lagu yang disebut pada (padavali). Ada ribuan jumlahnya dan semua dicetak dalam bentuk buku. Seorang suci Rasika-bhakta, Surdasji, dikatakan telah menyanyikan lebih dari seratus ribu lagu tentang Tuhan Tertinggi Krishna.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 27

Artinya beliau paling tidak menggubah 15 sampai 20 lagu setiap harinya. Sekarang inipun masih ada sekitar dua ribu lagu yang dapat ditemukan. Ini merupakan keindahan penggambarannya, yaitu beliau menyanyikan lagu sambil melihat visi rohani itu secara nyata. Para orang suci ini juga menuliskan aspek filosofis dari bentuk dan sifat Tuhan, serta jalan sejati menuju keinsafan akan Tuhan. Mistikus-mistikus yang diyakini tenggelam dalam realisasinya pada Tuhan merupakan sesuatu yang luar biasa dalam tradisi rohani lain. Namun kita memiliki ribuan orang suci seperti itu yang ada, telah ada, dan akan ada sepanjang masa. Mereka yang sungguh-sungguh telah mengalami Tuhan ini juga menjelaskan dasar filosofis dari pengalaman rohaninya, sehingga benar-benar bukan merupakan ungkapan emosional belaka. Dengan cara inilah mereka telah menyaksikan Tuhan secara langsung dan juga membuktikan kebenaran Tuhan dalam pustaka suci kita.

Anda juga bisa mempelajari kitab-kitab lain. Tidak ada salahnya. Setelah mempelajarinya, anda semua akan dapat menemukan sendiri bahwa pada mereka semua ada semacam keyakinan buta. Dengan demikian anda juga bisa menyadari bahwa ternyata Veda lebih otentik dan tidak mengandung keyakinan buta di dalamnya. Kita punya banyak contoh dalam sejarah. Banyak orang yang berusaha mengingkari kebenaran Veda. Seperti Charvaka, Jainisme, Buddhisme, dsb. memulai ajaran mereka sendiri dan mengatakan bahwa Veda tidak benar. Tetapi tak satupun darinya yang sejauh ini mampu dengan sukses membuktikannya. Veda sudah ada sejak masa yang tak dapat diingat lagi dan dengan begitu banyak orang yang berusaha menghancurkan/mengingkarinya, tetap saja Veda bertahan sampai hari ini dan selama-lamanya, karena Veda adalah benar dan kekal.

Hal penting lainnya adalah tak satu agama lain pun yang mengatakan kitab suci mereka apauruseya (tidak diawali oleh insan fana manapun). Hanya Hindu yang mengatakan Veda adalah apauruseya. Kitab suci semua agama lainnya berawal dari satu orang tertentu dan mengandung pengetahuan terbatas dari orang itu dan juga dipengaruhi oleh semua kekurangan dari pengetahuan orang itu. Itu tidak bisa benar sempurna 100%. Seperti membaca sebuah buku sains berumur 50-100 tahun. Itu benar bagi para ilmuwan di masanya, namun tidak untuk saat ini. Seperti itu juga yang ditulis oleh para nabi agama lain, hal itu benar bagi mereka dan orang-orang di masanya tetapi bukan kebenaran kekal. Namun Veda, tidak ditulis oleh seorangpun. Veda ini kekal, sehingga itu juga benar dan tanpa kekurangan.

Satu lagi yang tak boleh dilupakan, sudah begitu banyak insan-insan agung yang mengabdikan hidupnya untuk mempelajari dan mengkaji Veda ini. Para orang suci dari masa yang terdahulu dan para Guru agung seperti Sri Acharya Madhva, Sri Jayatirtha, Sri Vadiraja Swamiji, Sri Raghavendra Swamiji dan banyak lagi yang lainnya telah mempelajari kitab-kitab suci ini seumur hidupnya, dan hasil dari pengkajian beliau-beliau itu telah tersedia bagi kita. Kita jadinya tidak perlu “menemukan roda” lagi. Kita bersama dapat mempela-jari semua itu dan apabila kita mendapatkan inkonsistensi atau ketidaksempurnaan, kita dapat lanjut melakukan pengkajian dan menemukan keotentikan serta validitas Veda.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 28

MAHARISHI VYASA

aharishi Vyasadeva atau Vedavyasa adalah yang mengkodifikasi dan membuat Veda dapat dijumpai dalam wujud tertulisnya untuk pertama kali.

Tetapi Veda sudah ada jauh sebelum usaha Vyasadeva ini. Lalu mengapa kita perlu meyakini Vedavyasa dan tulisan-tulisannya?

Sederhana saja. Mengapa anda percaya kepada orangtua anda dan bagaimana anda bisa yakin bahwa mereka sungguh-sungguh orangtua anda, bukan orang lain. Itu karena anda melihat mereka menyayangimu, merawatmu, dan berusaha memberikan semua yang terbaik bagi dirimu. Jadi anda bisa yakin bahwa mereka sungguh-sungguh orangtua anda dan anda mau mendengarkan apa kata mereka. Seperti itu juga para orang suci dari berbagai jaman telah mempelajari Veda yang kekal sebagaimana dituliskan oleh Vedavyasa dan mendapati bahwa semuanya benar dan baik bagi umat manusia. Bila tulisan-tulisan ini tidak benar atau membahayakan bagi umat manusia, maka sudah sejak lama semuanya diabaikan atau dicampakkan. Tulisan-tulisan ini tidak akan bertahan selama ini (lebih dari 5000 tahun).

Demikianlah kita telah memiliki berbagai jenis bukti yang mendukung keotentikan, kekekalan, dan keagungan pustaka-pustaka suci Hindu, Veda, Upanishad, Purana, Mahabharata, Sri Ramayana, dan lain-lain. Pustaka-pustaka ini juga menguraikan sejarah rohani para Rishi, orang suci, pribadi-pribadi rohani, dan Avatara (Inkarnasi) Tuhan Yang Mahatinggi. Mereka juga menjelaskan jalan yang mudah dan sederhana untuk menginsafi Tuhan melalui cintakasih (bhakti) dan persembahan diri (prapatthi), sementara memberikan penjelasan terperinci mengenai aspek-aspek filosofis dimensi-dimensi kedewataan dan aneka wujud Tuhan Yang Tak Terbatas.

Kami pernah membaca sebuah buku pelajaran untuk anak-anak sekolah yang menyatakan bahwa Vyasamuni atau lebih tepatnya Bhagavan Sri Vedavyasa (di Indonesia dikenal sebagai Maharishi Byasa, Wyasa atau Abiasa) merupakan nabi (prophet) umat Hindu. Jadi terkesan ada kecenderungan untuk mensejajarkan Vyasamuni dengan para pendiri dan pengajar agama Semitik (Yahudi, Nasrani, dan Islam). Hal ini sungguh tidak benar dan tidak sesuai dengan keyakinan pengikut Sanatana Dharma yang sejati. Bagi kita, Bhagavan Vedavyasa yang mengkodifikasikan seluruh Pustaka Suci Veda sama sekali tidak bisa disamakan dengan para nabi Semit. Bahkan apabila kita mempelajari kedudukan ontologis Bhagavan Vedavyasa menurut cara pandang pengikut Veda, menyatakan Beliau sebagai seorang nabi adalah penghinaan (blasphemy).

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 29

Dalam tradisi Veda, Bhagavan Vedavyasa merupakan salah satu dari duapuluh empat wujud Tuhan yang mengejawantah di bumi (Avatara). Menurut ajaran Sanatana Dharma, setiap Avatara Tuhan adalah absolut dan kekal, sarva purnah sasvatasca dehastasya paratmanaha. Walau demikian, dalam kehidupan praktis kebanyakan (tidak semua) Avatara menerima seorang ayah dan seorang ibu, yang merupakan pribadi-pribadi rohani pula. Begitu juga Vedavyasa, menjadi putra dari Maharishi Parasara. Beliau lahir segera dewasa dan segera pergi ke hutan untuk melakukan tapasya. Tidak lama setelahnya Beliau mulai mengungkapkan berbagai kitab suci. Beliau hidup pada masa Raja Shantanu, nenek moyang para Pandava dalam Mahabharata. Krishna Dvaipayana adalah nama pertamanya dan Vedavyasa merupakan gelar kehormatan yang diberikan kepada Beliau karena Beliau mengungkapkan dan mensistematiskan kembali mantra-mantra dalam Veda. Beliau juga disebut Vadrayana atau Badarayana, karena beliau tinggal di hutan Badari (sejenis beri) di Himalaya. Semua nama Beliau ini termashyur dalam kitab-kitab suci, tetapi gelar Vedavyasa atau Bhagavan Vedavyasa umum digunakan untuk menyebut Beliau.

Segala sesuatu dalam kehidupan Bhagavan Vedavyasa adalah kejadian yang bersifat adi-duniawi. Kita harus mengerti bahwa Bhagavan Vedavyasa adalah Tuhan Narayana Yang Maha Esa. Sebagaimana Veda dahulu tercipta dari napas Narayana, maka seluruh Veda sebenarnya terkandung dalam pikiran rohani Bhagavan Vedavyasa. Beliau kemudian secara sistematis mengungkapkannya satu demi satu dan menuliskannya agar generasi umat manusia selanjutnya dapat mempelajarinya. Pertama-tama Beliau menuliskan Veda-veda yang termasuk keseluruhan 1.180 Upanishad beserta berbagai pelengkap dan turunannya, kemudian 18 Mahapurana, 18 Upapurana. Dilanjutkan dengan Mahabharata, Sri Ramayana dan Itihasa lainnya. Bhagavan Vedavyasa menuliskan kembali Sri Ramayana yang sudah dituliskan oleh Maharishi Valmiki 18 juta tahun sebelumnya. Pada akhirnya Beliau menulis Bhagavatam yang disebut Grantharaja (Raja semua kitab suci). Sri Vedavyasa kemudian mengajarkan semua kitab suci ini kepada murid-murid-Nya yang juga telah merealisasikan Tuhan untuk kemudian diresapkan ke dalam pikiran rohani mereka.

Beliau adalah Avatara (Avatar) Tuhan Yang Maha Esa Narayana. Konsep Avatara ini merupakan sesuatu yang sangat unik dalam Veda. Kita akan membahasnya lebih lanjut lagi. Kembali mengenai Bhagavan Vedavyasa, Trivikrama Panditacharya dalam Srimad-vayustuti mempersembahkan doa kepada Vedavyasa dalam dua sloka. Juga dijelaskan Bhagavat-svarupa-Nya (bahwa Beliau sesungguhnya adalah Tuhan Sendiri) dan keunikan Avatara-Nya sebagai Vyasa ini. Dinyatakan bahwa Mukhyaprana Vayu (devata yang menguasai udara) mendengarkan keluhan dan permohonan orang-orang suci di dunia. Beliau kemudian berdoa kembali kepada Tuhan Narayana agar Beliau turun, beravatara sebagai Vedavyasa. Srimadvayustuti 36 menguraikannya sebagai berikut, “Terperangkap di tengah samudera kehidupan yang amat dalam, orang-orang di sini begitu menderita, oleh perputaran kelahiran dan kematian, rasa haus dan lapar. Engkau (Mukhyaprana Vayu) berpaling dan berdoa kepada Tuhan yang bersemayam di Lautan Susu (Vishnu). Beliau pun berinkarnasi sebagai Vyasa, Putra Maharishi Parasara dan Satyavati. Tubuhnya bukanlah sekedar jasmani semata, itu adalah inkarnasi dari cahaya dan pengetahuan.”

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 30

Dalam sumber Sanskrit yang asli dikatakan bahwa tubuh Maharishi Vedavyasa bukanlah berasal dari unsur-unsur alam. Tubuhnya adalah Chinmatramurti. Ada perdebatan yang panjang mengenai apakah Tuhan berbentuk atau tidak, apakah Beliau Sakara atau Nirakara. Sesungguhnya apabila dikatakan bahwa Paramatma atau Brahman tidak berbentuk, itu artinya Beliau memiliki Tubuh Rohani yang tidak tersusun atas triguna; Satva (kebaikan), Rajas (nafsu), dan Tamas (kebodohan). Apabila Beliau dikatakan memiliki bentuk maka Beliau memiliki Tubuh Rohani Sat-Chit-Ananda (Mahakekal, Penuh Pengetahuan, dan Penuh Kebahagiaan). Sri Jayatirtha mengungkapkan hal yang sama dalam Tattvaprakashika, shuddhanandoru samviddyutibala bahulaudarya viryadi deham, Tuhan memiliki Badan Rohani dengan segala kemuliaan-Nya seperti Ananda yang murni, pengetahuan sempurna, cahaya, kekuatan, kecerdasan tiada tara dan bebas dari segala keterbatasan. Begitu pula Vedavyasa, Avatara-Nya, bukanlah memiliki tubuh dari darah dan daging melainkan disebut chinmatramurti, artinya bukan sekedar badan jasmani yang sama seperti badan kita ini. Tubuh Beliau adalah cahaya kesadaran dan pengetahuan.

Pada sloka berikutnya Trivikrama Panditacharya menegaskan kembali bahwa Vedavyasa itu tiada lain adalah Tuhan Sendiri. Kemudian lebih lanjut dijelaskan pentingnya Avatara Beliau yang sangat istimewa ini. “Orang buta tak dapat memilih permata-permata yang berserakan. Orang jahat tak dapat menembus makna sejati Veda-veda yang kekal. Sang Guru yang asli, Vyasa, menuliskan Brahmasutra untuk membantu orang-orang yang berjalan dalam kebenaran agar dapat memahami makna tersirat Shruti-shruti. Berkat anugerah Mukhyaprana hamba berdoa kepada Maharishi Vedavyasa dan bersujud kepada-Nya setiap hari, demi mendapatkan pengetahuan yang paling suci.” (Srimadvayu-stuti 37)

Beliau dinyatakan sebagai gurutamam agurum devadevam, Vedavyasa sesungguhnya adalah Guru Tertinggi, Guru yang asli, satu-satunya guru sejati di seluruh alam semesta ini (a-guru). Beliau adalah Junjungan para deva semuanya (devadevam). Ada ketidaktahuan dalam masyarakat Hindu mengenai siapa sesungguhnya Vedavyasa. Kebanyakan kita hanya tahu bahwa Beliau cuma seorang rishi yang menyusun Veda saja, ditambah lagi pengacauan dengan keyakinan agama lain, terutama agama-agama Semitik. Mengatakan Beliau sebagai nabi sesungguhnya adalah meremehkan kedudukan sejati Beliau dan keyakinan penganut Sanatana Dharma. Kenyataannya Bhagavan Vedavyasa tidaklah serendah itu. Beliau adalah manifestasi Tuhan Narayana Sendiri, yang turun untuk melindungi Dharma sebagaimana janji Beliau dalam Bhagavad-gita, “dharma-samsthapanartaya-sambhavami-yugeyuge, demi menegakkan Dharma, Aku turun dari jaman ke jaman.”

Sudah saatnya umat Hindu kembali meyakini penjelasan Vedanya sendiri mengenai semua aspek-aspek Dharma. Berhentilah menggunakan pengertian orang lain yang jauh lebih tidak sempurna dibanding penjelasan yang ada dalam Veda dan yang diberikan oleh para Acharya.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 31

KONSEP KETUHANAN HINDU

idak ada kata dalam bahasa Sanskrit yang bersinonim dengan ide-ide barat mengenai filsafat dan teologi. Istilah yang digunakan untuk sejenis spekulasi

filosofis dalam tradisi Veda/Hindu mungkin adalah darshana, yang artinya adalah ‘pandangan’, suatu cara untuk memahami Kebenaran Tertinggi, atau suatu jalan yang mengungkapkan aspek tertentu dari Sifat Illahi. Istilah yang digunakan untuk teologi adalah Brahmavada, yang berarti ‘diskusi mengenai Kebenaran Tertinggi’. Lalu ada pula istilah Siddhanta, yang berarti kesimpulan filosofis yang ditegakkan melalui olah pikir yang rasional dan pewahyuan Kitab Suci. Vedanta merupakan suatu darshana, suatu jalan atau metodologi untuk menembus Realitas Absolut menggunakan logika secara sistematis, observasi ilmiah dan dasar pembuktian dari pewahyuan Kitab Suci (Veda, Upanishad, Brahma Sutra). Ketika telaah filsafat dan usaha menginsafi kebenaran telah tegak menjadi suatu kesimpulan akhir, inilah yang disebut siddhanta. Siddhanta merupakan kesimpulan akhir setelah mengkaji semua Veda, yang didukung sepenuhnya oleh prasthana-traya (tiga sumber pengetahuan) yaitu sruti-prasthana (Kitab-kitab yang diwahyukan, utamanya adalah Upanishad-upanishad), smriti-prasthana (Kitab-kitab yang dikanonisasi, yang terutama adalah Bhagavad-gita), dan nyaya-prasthana (Kitab-kitab yang membutuhkan ketajaman analisa dalam memahami maknanya. Pada umumnya merujuk pada Brahma-sutra atau Vedanta-sutra, aforisma mengenai Kebenaran Mutlak Tertinggi tujuan akhir segala ilmu pengetahuan). Siddhanta inilah yang diyakini, dipelajari, dan diinsafi dalam berbagai garis perguruan Veda yang otentik. Masing-masing perguruan dan mazhab dalam Hindu merumuskan Siddhantanya dengan berdasarkan berbagai aspek ilmu yang terkandung dalam Veda dan juga pengalaman spiritual dalam perjumpaan mistis pribadi para Acharya-nya dengan Sang Kebenaran Tertinggi. Siddhanta inilah yang mendasari konsep ketuhanan, dasar keimanan, dan pengamalan ajaran Veda oleh umat Hindu. Dia merupakan kesimpulan dari keyakinan, pembelajaran, dan pengalaman.

Alam semesta di sekitar kita tampak sebagai fenomena kompleks yang selalu berubah dan tidak kekal. Di balik fenomena yang sementara ini, ada substratum eterna, Zat Kekal yang tidak pernah berubah. Ini disebut sebagai Kebenaran Mutlak Tertinggi. Mutlak diterjemahkan dari kata Absolut, suatu istilah Latin yang menyatakan substansi yang bebas dari segala hambatan dan ikatan keterbatasan. Dalam Vedanta, Kebenaran Absolut Tertinggi ini disebut sebagai Brahman. Melalui proses olah pikir yang logis, dapat dicapai kesadaran akan keberadaan suatu Realitas Tertinggi yang cerdas di balik alam semesta yang tidak dapat berpikir. Menurut

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 32

Vaishnava-siddhanta, Brahman ini merupakan Suatu Pribadi Illahi Transendental atau Tuhan. Walau demikian keberadaan Tuhan Tertinggi tidak dapat dijangkau dengan proses investigasi dan pembuktian ilmiah. Pikiran manusia yang bekerja melalui perbandingan yang bersifat antitesis tidak dapat menjangkau Brahman. Keberadaan Brahman dapat ditelusuri, dengan menggunakan logika, melalui fenomena alam semesta yang bersifat sementara ini, namun persepsi langsung akan Brahman hanya berasal dari keinsafan rohaniah dan Revelasi, suatu keadaan dimana Kebenaran itu sendiri bersedia mengungkapkan diri kepada si pencari. Hanyalah melalui keinsafan dan pencerahan rohani akan Pengetahuan yang direvelasikan, yaitu Veda, Upanishad, Bhagavad-gita, dsb. kita dapat mengetahui Brahman, bukan dengan cara yang lainnya.

Menurut Vedanta, Realitas Absolut yang disebut Brahman merupakan asal-muasal tunggal dari segala manifestasi. Brahman adalah Insan Berpribadi dalam artian Beliau memiliki sifat dan ciri yang terdiri dari kesadaran absolut, keberadaan absolut, kekekalan absolut, kemurnian absolut, dan kebahagiaan absolut. Pribadi Tertinggi yang Esa ini atau Brahman, disebutkan dengan banyak nama di dalam Veda, namun yang paling utama di antaranya adalah Narayana atau Krishna. Nama ini menyatakan semua kualitas esensial yang ada dalam Brahman. Narayana dapat dimaknai sebagai Tempat Bersandar Semua Insan. Beberapa makna lain juga diberikan seperti Sang Diri Tertinggi, pendukung dan tempat bersandarnya semua keberadaan.

Dalam Veda, para penerima wahyu sering disebut sebagai pengamat (seer). Aspek-aspek Pribadi Tertinggi diungkapkan kepada para Rishi, Alvar, dan Acharya, tidak saja dalam bentuk informasi belaka, namun juga dalam keinsafan akan Pribadi-Nya. Sehingga dengan demikian istilah yang digunakan bagi mereka ini adalah para tattva-darsi, pelihat Kebenaran, melihat dalam arti yang sangat harfiah sekali. Bertatap muka dengan Sang Kebenaran, Pribadi Tertinggi. Sri Ramanuja mengatakan, “Tuhan sungguh memiliki rupa/bentuk rohani, yang sangat menyenangkan hati dan tiada cacat cela-Nya. Rupa-Nya ini tidak dapat dijangkau pikiran, tidak tergambarkan, rohani, kekal, dan murni tak bernoda.” Rupa yang tak tergambarkan ini ditampakkan bagi para Rishi, Alvar, dan Acharya. Mereka melihat, namun sesempurna-sempurnanya mereka berusaha menjelaskan melalui bahasa kata-kata, tetap keseluruhan kesempurnaan yang berwujud pribadi itu tak terjelaskan. Ketika Tuhan memperlihatkan Wujud Semesta-Nya kepada Arjuna dalam Bhagavad-gita, kita diberi gambaran oleh Sanjaya, sang pengamat, “Andaikan saja berjuta-juta matahari terbit bersamaan di angkasa, cahayanya tak setara dengan Cahaya Rupa-Nya.”

Sewajarnya apabila kita berbicara mengenai ketuhanan, maka kita haruslah mencari konsep yang tertinggi. Upanishad merupakan kesimpulan dari berbagai konsep ketuhanan Veda, dan Vedanta merupakan kesimpulan dari semua Upanishad. Suatu hal yang menarik dari konsep Ketuhanan dalam Vedanta adalah dikenalnya Personalisme dualistik (pluralistik) yang mengarah pada monotheisme-murni-Vedik (ada konsep yang berbeda dengan monotheisme agama-agama Abrahamik) dan Impersonalisme non-dualistik yang mengarah pada pantheisme dan monisme.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 33

DUA KUTUB ADVAITA DAN DVAITA

asyarakat dunia saat ini khususnya umat Hindu memiliki ketertarikan dan semangat yang semakin besar dalam mempelajari pemikiran-pemikiran rohani yang terkandung dalam Veda. Sekarang mungkin hampir semua umat Hindu sudah pernah mendengar istilah-istilah filsafat Veda-Vedanta seperti Advaita,

Dvaita, Visista-advaita, dan sebagainya. Selama ini dalam banyak tulisan tokoh cendikiawan Hindu berbahasa Indonesia, baik berupa karya orisinal maupun terjemahan, terdapat pemahaman yang bias terhadap konsep Advaita dan Dvaita dalam Veda. TERUTAMA tidak ada orang yang menjelaskan Dvaita-vedanta dari penganutnya sendiri. Dvaita hampir selalu dijelaskan berdasarkan sudut pandang seorang penganut Advaita atau sudut pandang seorang peneliti agama Hindu yang bukan praktisi (sadhaka) seperti para indolog Barat.

Sripada Adi Sankaracharya terutama mengajarkan Advaita, Vedanta non-dual, suatu bentuk pemahaman dan ajaran yang menyatakan kemanunggalan segala-galanya, suatu pemikiran dan ulasan atas Veda-vedanta yang bersifat monistik dan impersonalistik. Hingga

hari ini beliau tetap menjadi salah satu tokoh yang pengaruhnya paling besar dalam pemahaman filsafat Veda, dengan sejumlah besar perguruan atau sekolah-sekolah pemikiran di seluruh India dan juga dunia, yang masih mendasarkan ajarannya pada pemikiran Adi Sankara. Banyak ulasan-ulasan dan tafsir atas sastra Veda ditulis oleh mereka yang mengikuti prinsip-prinsip Advaita Sankara ini. Sehingga tulisan-tulisan tersebut menunjukkan adanya pengaruh paham impersonalisme, yang mengesampingkan atau tidak memberikan penekanan khusus pada Tuhan Personal atau Tuhan Berpribadi. Bahkan Hinduisme secara umum, yang merupakan turunan dari Veda-dharma, dianggap sebagai suatu agama yang monis dan impersonalis. Hal ini terjadi karena para cendikiawan Hinduisme modern banyak yang mengambil ide impersonalistik Sankara sebagai suatu alternatif atas personal-

monotheisme agama-agama Abrahamik. Sisi impersonal ajaran Veda tentu sangat menarik bagi mereka yang sudah jenuh akan ketuhanan personal-monotheistik dari agama-agama Abrahamik, agama-agama Barat, yang dianggap terlalu kaku dan sudah usang. Menariknya lagi, impersonal-monisme Sankara boleh dikatakan memberikan identitas yang unik dari Hinduisme, sehingga tidak heran bila para pemikir dan penyebar Hinduisme masa kini sangat

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 34

mementingkan pandangan ini. Belum lagi Svami Vivekananda, mungkin orang pertama yang memperkenalkan istilah Vedanta ke dunia modern, adalah seorang Advaiti. Sehingga wajar saja Vedanta yang diketahui kebanyakan orang adalah identik dengan Advaitavada.

Kevala Advaitavada yang diajarkan Sankara sangat dipengaruhi oleh pemahaman mengenai Sunyavada-Nirviseshavada (filsafat yang menekankan kekosongan dan tanpa sifat dari Kebenaran Mutlak), mirip seperti konsep Tathata Buddhisme. Sesungguhnya Sankara mendasarkan pemikirannya pada jalan pemahaman gurunya, Sri Gaudapada. Karika-karika atas Agamasastra dari Gaudapada sangat dipengaruhi oleh pemikiran Madhyamika Nagarjuna dan Yogachara dari Asangha–Asvaghosa yang merupakan denominasi filsafat Buddhisme Mahayana. Gaudapada tidak melakukan rujukan apapun pada Badarayana Sutra dari Maharishi Vedavyasa. Tugas untuk menyesuaikan pandangan Gaudapada dengan Vedanta-Badarayana Sutra serta Upanishad dilaksanakan oleh Sankara. Inilah yang menghasilkan pemahaman Advaita sekarang, yang terutama dianut oleh banyak cendikiawan Hindu modern, termasuk Dr. S. Radhakrishnan. Terjemahan Upanishad-upanishad utama oleh Radhakrishnan bersifat Advaitik dan disusun berdasarkan pemahaman akan keunggulan Advaitavada atas semua sistem filsafat lainnya, ditambah sudut pandang kebarat-baratannya yang bias.

Sebenarnya turut hidup dalam keluarga besar Hindu ini adalah keinsafan akan Tuhan yang berpribadi dengan pemahaman Vedanta yang bersifat Dualistik (Dvaita). Vedanta yang bersifat dualistik menekankan pada perbedaan dan keunggulan Brahman di atas semua kenyataan (tattva) lainnya. Walau demikian, sedikit yang mengetahui bahwa Advaitavada dan Dvaitavada sesungguhnya adalah dua jalan keinsafan rohani yang berbeda, dengan awal dan tujuan yang berbeda pula. Keduanya saat ini memang memperoleh tempat dan otoritasi di dalam dunia Hindu, yang sejajar dan saling menghormati. Tetapi tetap saja pengertian yang dipahami atas tiga topik Vedanta, yaitu Tuhan (isvara), roh (cit), dan alam (acit) berbeda, sehingga tujuan serta sarana yang digunakan untuk mencapainya juga berbeda. Tujuan tertinggi yang disebut moksa dipahami secara berbeda oleh Advaitavadi dengan Dvaitavadi. Keadaan moksa yang diinginkan oleh kedua pihak ini tidak sama. Para penganut pemahaman Dvaitavedanta pada umumnya adalah perguruan-perguruan Vaishnava dan Bhagavata. Sayangnya kita tidak banyak mengetahui hal tersebut karena kurangnya pengetahuan mengenai Dvaita di Indonesia. Hal ini tentu saja diakibatkan cukup sulitnya mendapatkan sumber-sumber pustaka Dvaita dalam bahasa yang dapat diakses oleh kebanyakan orang Indonesia. Sampai paling tidak tahun 1960-an mungkin tidak ada sastra dan komentar dari perguruan Bhagavata atau Vaishnava yang tersedia secara luas dalam bahasa non Sanskrit dan Prakrit India. Jadi selama ini Dvaita atau Bheda-vada selalu dijelaskan berdasarkan pemahaman Advaitavada, sehingga terkesan bahwa selalu dihadirkan pemikiran Dvaita merupakan tangga untuk memasuki pemahaman Advaita. Jadi pendakian kesempurnaan keinsafan diri dimulai dari Dvaita, yang diartikan sebagai dualitas atau pluralitas. Menurut mereka Dvaita merupakan keterpisahan antara jivatma dengan paramatma atau Brahman. Kemudian kesempurnaan tertinggi yang disebut moksa didefinisikan sebagai bersatunya atman dengan Brahman. Atman (roh individual) menunggal dengan Brahman. Atman tidak

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 35

bisa lagi dibedakan dengan Brahman, kembali menyatu dengan sumbernya. Beberapa justru membuatnya lebih tegas lagi yaitu atman telah kembali lagi menjadi Brahman. Pemahaman Advaita adalah pemahaman akan kondisi ini, yaitu menyadari bahwa atman dengan Brahman adalah satu, sehingga Advaita menjadi identik dengan moksa. Advaita dimengertikan sebagai “memahami pengetahuan mengenai itulah yang sesungguhnya terjadi dalam keadaan moksa”. Dengan demikian akan tampak bahwa Advaita mengandung keinsafan rohani yang lebih tinggi daripada Dvaita. Pengertian seperti ini mungkin benar bagi penganut Advaitavada, tetapi tidak bagi Dvaitavada. Sekali lagi, apabila sebagian besar cendikiawan Hindu berpikir seperti itu, maka hal ini bukanlah sesuatu yang tidak wajar, karena mereka hampir semua berlatar belakang Advaitavadi atau paling tidak menerima pendidikan sedari awal didasarkan pada keyakinan Advaita. Saat ini, apabila Anda secara acak saja mempelajari sebuah buku yang populer mengenai filsafat Hindu, maka kemungkinan besar Anda tengah mempelajari pemikiran Advaitavada. Penjelasan mengenai Advaita sangat mudah diperoleh dalam buku-buku Hindu yang kebanyakan beredar.

Sri Vyasa Tirtha salah satu tokoh Dvaita-vedanta terbesar dari garis perguruan Tattvavada, mengatakan bahwa Acharya Sriman Madhva, pengajar utama Dvaita-vedanta menegaskan harih paratarah, Sri Hari adalah yang tertinggi. Ada tingkatan-tingkatan di antara para insan, dan Sri Hari (Vishnu) adalah Insan Yang Tertinggi, yang berarti Beliau bahkan berada di atas yang paling tinggi di antara semuanya itu. Dalam salah satu pengertian para Tattvavadi mengakui bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah tiada duanya. Beliau mampu memanifestasikan Diri dalam berbagai aspek-Nya yang tak terbatas. Semuanya sempurna dalam aspek-aspek tertentu itu, akan tetapi bagi Tattvavadi konsep ketuhanan Vishnu adalah yang tertinggi. Sri Hari juga merupakan yang tertinggi di antara pribadi-pribadi yang kekal (nityo-nityanam) dan yang paling tinggi di antara segala kehidupan (cetanas-cetananam). Ini menunjukkan bahwa tak seorangpun yang menyatu ke dalam-Nya setelah mencapai pembebasan karena persatuan semacam itu tidak dapat diterima bagi paratparatva (kemahaluhuran)-Nya. Singkatnya, sekalipun telah mencapai moksa, tak satupun dapat menjadi Parabrahman Vishnu, setara, apalagi melampaui-Nya.

Kemudian satyam jagat, alam ini adalah nyata adanya. Para Kevala-advaitavadi berpendapat bahwa alam semesta ini hanyalah khayalan belaka, tidak memiliki substansi yang nyata. Hanya tampaknya saja ada, tetapi sebenarnya tidak ada. Tetapi Tattvavada menyatakan bahwa alam adalah nyata, segala keanekawarnaannya adalah nyata, dan segala sesuatu yang ada di dalamnya, sekalipun bersifat sementara adalah nyata. Kenapa alam itu nyata? Karena menurut pengalaman langsung, kesimpulan logika, dan otoritas sastra tidak ada yang bisa membuktikan alam hanya ilusi. Tidak ada pernyataan Veda yang mengatakan bahwa alam ini palsu dan sekedar khayalan. Lalu

Tattvata bhedah, keanekawarnaan dan keberagaman adalah nyata. Perbedaan merupakan kenyataan yang juga tidak dapat disangkal, jiveshvarabhida chaiva jadeshvara bhida tatha| jivabhedo mithashchaiva jadajiva bhida tatha| mithashcha jadabhedo’yam prapancho bhedapanchakah||, ada perbedaan antara jiva dengan isvara, benda mati (jada) dengan isvara, jiva dengan jiva, jiva dengan jada, dan antara jada dengan jada. Kelima perbedaan ini membangun

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 36

seluruh alam semesta. Terlalu banyak perbedaan yang harus diabaikan untuk menerima bahwa semuanya adalah satu dan sama. Tidak ada pilihan lain kecuali menerima apa adanya bahwa perbedaan itu nyata (tattva).

Perbedaan ini membuka pemahaman berikutnya yaitu jivaganah harer anucharah, jiva-jiva yang beraneka ragam sifat dan tingkatannya merupakan bawahan Sri Hari. Konsep ini tunduk dan sejalan dengan konsep awal bahwa harih paratarah, hari-sarvottama. Keinsafan ini juga memberikan pengakuan bahwa masing-masing jiva memiliki tingkat kepuasan yang berbeda. Tidak satupun yang memiliki kenikmatan yang persis sama, sehingga tidak adil memberikan satu tujuan yang sama untuk semua orang.

Nichochcha bhavan gatah, masing-masing jiva mencari kepenuhannya sendiri dalam tingkat yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah sesuai dengan kecenderungannya masing-masing. Apabila para jiva ini tidak identik maka yang menjadi pertanyaan tentu apakah mereka akan mencapai tujuan yang sama? Apabila mereka mencapai tujuan yang sama, maka lagi-lagi kita harus menyalahkan Tuhan karena Beliau memberikan sesuatu yang tidak diinginkan oleh masing-masing jiva. Apabila semua jiva menginginkan kebahagiaan, bagaimana mungkin kita mengatakan ada kebahagiaan dalam suatu kondisi yang dipaksakan? Ingat bahwa masing-masing jiva memiliki kenikmatannya sendiri yang sesuai dengan tingkatan-tingkatannya. Karena itu dalam Tattvavada dikenal jiva-taratamya, penggolongan jiva sesuai dengan kualifikasinya yang berbeda-beda.

Sekarang Tattvavada mengemukakan keinsafan terhadap moksa, mukti naija-sukha anubhutih, yang disebut mukti/moksa itu adalah mengalami kebahagiaan tertinggi secara sempurna dalam kedudukan sejati masing-masing jiva. Bila kebahagiaan itu tiada berkesudahan, maka kita harus memahami dari mana datangnya kebahagiaan itu. Bila dia datang dari sesuatu yang ada di alam duniawi, maka tentu saja kebahagiaan itu tidak kekal adanya. Apabila dia merupakan anugerah Tuhan, lalu akan timbul pertanyaan mengapa Tuhan tidak memberikan kebahagiaan yang sama pada setiap jiva, di mana keadilan-Nya? Satu-satunya yang menjadi sumber kebahagiaan adalah diri jiva individual itu sendiri. Hubungannya dengan Tuhan yang merupakan sumber kebahagiaan tertinggi ditentukan oleh sifat inti dari jiva. Tuhan hanya mewujudkan kebahagiaan penuh yang sudah terkandung dalam jiva. Inilah yang disebut moksa.

Akan tetapi karena harih-sarvottama, maka hanya Sri Hari yang dapat memberikan kondisi moksa, muktih pradatam sarvesam visnuh eva na samsayah, hanya Tuhan Yang Maha Esa Vishnu, yang dapat memberikan moksa seperti ini. Amala bhaktih cha tat sadhanam, hanyalah dengan bhakti yang tak ternoda, suci murni, dan pengertian yang benar maka moksa itu dapat dicapai. Bhakti merupakan inti dari kondisi moksa yang dialami jiva tanpa pengabaian akan individualitas dan perbedaannya yang kekal dengan Brahman. Sri Caitanya Mahaprabhu pendiri Goudiya Sampradaya yang dikatakan juga merupakan cabang dari perguruan Madhva, mengembangkan pemahaman bahwa jiva memang memiliki persamaan dengan Brahman (abheda), tetapi pada saat yang sama juga memiliki perbedaan yang sangat mendasar (bheda). Kedua kondisi ini bersifat tidak dapat dijangkau pikiran (acintya). Tetapi dalam Tattvavada ditekankan bahwa hanya perbedaan ini yang bersifat fundamental, mengatasi

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 37

persamaannya, sehingga kesempurnaan moksa sekalipun tetap tidak membuat jiva dengan Brahman menjadi satu entitas yang sama. Para Dvaitavadi tidak menginginkan pencapaian moksa yang meniadakan individualitas sang jiva, seperti yang dituju oleh para Advaitavadi. Menurut Tattvavada justru dalam keadaan inilah jiva mengekspresikan kesempurnaan kebahagiaannya yang tertinggi, yang berasal dari dirinya sendiri.

Konsekuensi dari Tuhan sebagai Yang Tertinggi di atas semuanya ini (hari-sarvottama), maka Beliau adalah paramasva-tantrya, yang paling tidak tergantung pada apapun (supremely independent). Tetapi jiva berbeda dengan Tuhan, dia adalah asvatantrya, bersifat dependen pada Tuhan. Karena itu dalam mewujudkan kondisi kebahagiaan sempurnanya, sekalipun itu bersumber dari dirinya sendiri, dia membutuhkan Tuhan. Maka jalan menuju kebahagiaan sempurna adalah Bhakti, pengabdian suci dan pelayanan cintakasih kepada Vishnu, Sang Sarvottama. Bhakti ini tidak tergoyahkan, bersifat sangat murni. Cinta itu semata karena cinta.

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana bhakti ini dapat menjadi goyah? Apabila seseorang menganggap dirinya juga adalah Tuhan, atau sama dengan Tuhan, atau bahkan lebih dari Tuhan. Apabila dia juga menganggap ada yang lebih tinggi daripada Sang Sarvottama, maka bhakti pasti akan goyah dan tidak akan berhasil membuahkan moksa yang diidamkan. Jadi bisa dipahami bahwa setitik saja pemikiran Advaita dapat menutup seluruh kemungkinan mereka yang mengikuti jalan Dvaita untuk mencapai kesempurnaan. Dasar utama jalan amala-bhakti yang membawa kepada moksa ini adalah penerimaan adanya prabhu-dasa-bheda, beda antara Tuhan dengan hamba. Begitu bheda ini disangkal, maka tidak ada bhakti, bhakti musnah maka moksa tidak dicapai. Lihatlah bagaimana sesungguhnya Dvaitavada dan Advaitavada merupakan dua jalan berbeda yang dimaksudkan untuk mencapai dua bentuk kesempurnaan yang berbeda. Mengatakan bahwa Dvaita (Bheda) merupakan anak tangga menuju Advaita (Abheda) adalah sesuatu kekonyolan dan kesalahpahaman yang harus diperbaiki. Justru apabila dicampuradukkan begitu saja, kedua pemahaman ini akan merusak

SRI MADHVACHARYA

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 38

satu sama lain, ini akan menghancurkan sadhana (disiplin rohani) dari mereka yang berusaha mencapai paratpara-sadhya, tujuan tertinggi.

Hyaksaditritayam pramanam-akhila-amnayaikavedyo harih, ini merupakan pernyataan penutup dari sloka mengenai sembilan pokok pemahaman Tattvavada. Dikatakan bahwa kebenaran-kebenaran ini ditegakkan berdasarkan tiga pramana utama yaitu pratyaksa (pengalaman langsung), anumana (kesimpulan logis), dan sabda (pengetahuan yang diwahyukan, yaitu Veda-Vedanta dan Agamasastra). Semua Veda dan pramana ini hanyalah membicarakan tentang Sri Hari semata. Inilah yang diterima oleh para Tattvavadi dan Dvaitavadi, bukan kesimpulan yang lainnya.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 39

BHAGAVAN, SOSOK PRIBADI TERTINGGI

alam perguruan-perguruan Vaishnava dipahami bahwa Upanishad dan Vedantasutra mengajarkan tiga jenis konsep ketuhanan secara lengkap dan sempurna. Zat nyata yang tiada duanya itu (advaya-tattva) diinsafi dalam tiga aspek yang berbeda. Satu aspek melampaui alam semesta, transenden, tidak

terbatas, tidak berwujud, dan tidak terpengaruh segala sifat alam. Satu aspek meliputi segalanya, meresapi segenap alam dan segenap kehidupan. Tidak ada sesuatu apapun yang tidak mengandung Diri-Nya. Ini merupakan aspek yang bersifat immanen. Satu aspek lagi adalah yang mengatasi sifat transenden dan immanen-Nya. Suatu aspek yang memungkinkan Brahman menjaga kondisi transendensi dan immanensi-Nya, tanpa mengorbankan keunggulan-Nya (paratva) dibanding segala sesuatu yang diresapi-Nya dalam kondisi immanen, dan kemudahan dalam mencapai-Nya (vatsalyatva) serta manisnya keintiman dalam berhubungan dengan-Nya (madhuryatva) dalam kondisi transenden.

Aspek pertama merupakan tujuan para Advaitavadi atau kaum Monis. Tentu saja tidak mungkin mencapai kondisi ini tanpa menjadi transendental juga. Maka praktisi (sadhaka) yang

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 40

ingin mencapai kondisi ini harus meyakini bahwa dirinya dan Brahman adalah satu. Pemikiran yang bersifat monistik dan impersonal sangat dibutuhkan untuk mendapatkan keadaan tersebut. Tuhan Personal atau yang berpribadi tidaklah diperlukan bagi mereka karena mereka tidak menginginkan adanya hubungan dua arah, yang tentu saja bersifat dualistik. Adanya bentuk pribadi pasti akan menimbulkan perbedaan antara dua pribadi, lalu bagaimana bisa terjadi kesempurnaan yang menurut mereka adalah persatuan. Menurut pemahaman ini Jiva dalam keadaan terkondisi berada di bawah pengaruh Avidya, sehingga dia menganggap dirinya terpisah dengan Brahman. Atma tidak menyadari bahwa dirinya adalah Brahman. Ketika Jiva menginsafi bahwa dirinya adalah satu dengan Brahman, maka dicapailah pembebasan. Kondisi pembebasan atau moksa seperti ini diistilahkan sebagai Kaivalya-mukti atau Sayujya dengan Brahman yang bersifat impersonal.

Aspek kedua diinsafi oleh para mistikus yogi. Melalui pengalaman meditasi yang sempurna mereka dapat menginsafi kehadiran Brahman yang meresapi segala-galanya. Sekalipun mungkin mereka masih berada dalam tubuh jasmaninya, namun mereka yang telah mencapai kesempurnaan dalam aspek Tuhan ini, mampu mengalami Tuhan seketika itu juga. Mereka sepenuhnya menyadari bahwa sesungguhnya Tuhan berada di dalam dirinya dan juga di segala yang ada di seluruh alam semesta ini. Pemahaman akan Tuhan yang bersifat pantheistik merupakan pengalaman langsung bagi mereka. Tidak ada yang tidak diresapi oleh Brahman termasuk diri mereka sendiri. Keinsafan ini sangat mirip dengan Kaivalya. Bedanya tentu hanya dapat dirasakan oleh mereka yang mengalaminya. Tetapi secara teori dapat dikatakan dalam kesempurnaan Advaitik dialami bahwa sang diri sesungguhnya adalah Brahman, satu dengan Brahman. Sedangkan dalam keinsafan para yogi meditatif ini, kesempurnaan merupakan ketidakterpisahan diri dengan Brahman.

Aspek ketiga diinsafi oleh para Bhagavata atau Vaishnava. Aspek ini dikenal sebagai Bhagavan. Dalam Upanishad yang merupakan bagian filosofis dari Veda, lima atribut diungkapkan untuk menjelaskan sifat sejati dari Brahman. Sifat-sifat ini dikenal sebagai svarupaka-nirupaka-dharma, yang berjumlah lima.

1. satyam. Kebenaran, ini merupakan atribut keberadaan tanpa sebab yang tidak terkondisi dan absolut. Tuhan ada karena Diri-Nya dan untuk Diri-Nya. Beliau bukan objek dari segala bentuk perubahan atau modifikasi, sehingga Beliau tidak bergantung pada suatu apapun. Tidak ada di seluruh alam semesta ini yang dibutuhkan Tuhan demi keberadaan-Nya, Beliau sepenuhnya penuh sempurna dalam Diri-Nya Sendiri.

2. cit. Mahasadar, kemahasadaran atau kemahatahuan Tuhan bersifat arketipal, yang artinya Beliau mengetahui segala fenomena karena semuanya ada dalam pikiran-Nya sebagai suatu ide, sebelum mengambil bentuk termanifesnya. Bukan seperti pengetahuan manusia yang datang karena mempelajari sesuatu, pengetahuan Tuhan berasal dari dalam Diri-Nya. Bagi-Nya pengetahuan bukanlah objek yang harus dipelajari dahulu untuk tahu, namun memang objek itu termanifes oleh pengetahuan-Nya.

3. anantam. Tiada Terbatas, Insan Tertinggi bukanlah subjek dari keterbatasan ruang waktu. Dia Mahaada, ada di mana-mana dalam saat yang sama. Definisi ini merujuk

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 41

baik kepada keberadaan Pribadi-Nya maupun atribut-atribut-Nya, yang sama-sama meliputi dan meresapi segala-galanya.

4. anandam. Kebahagiaan. Tuhan memiliki sukacita, kebahagiaan yang tiada terbatas dan tak tergambarkan. Segala kebahagiaan dan rasa sukacita yang mungkin dapat kita rasakan sebagai manusia bukanlah apa-apa, hanyalah setetes air dibandingkan dengan samudera kebahagiaan Tuhan.

5. amalam. Kemurnian. Tuhan suci murni tiada bernoda dan secara kekal bebas dari segala kekotoran dan ketidaksempurnaan. Istilah amalam memiliki suatu konotasi moral dalam artian bahwa Illahi Tertinggi merupakan pengejawantahan dari kesempurnaan moral dan etika. Tidak ada kekurangan atau kesalahan dalam Pribadi-Nya, sehingga tidaklah pernah terbelenggu oleh karma atau hukum aksi-reaksi.

Dalam Vaishnava-agamasastra, lima atribut yang diuraikan dalam Upanishad ini dikembangkan menjadi enam sifat yang melekat pada Pribadi Tertinggi, menjadi ciri dari wujud Pribadi Tuhan. Wujud transendental dari Pribadi Illahi Tertinggi ini adalah mutlak, tidak terkondisi, dan tak terbatas. Ada dengan sendirinya dan bukan merupakan hasil (efek) dari sesuatu yang lain. Ketakterjangkauan Tuhan ini tidaklah mungkin dimengerti oleh manusia manapun. Bahkan makhluk-makhluk surgawi yang disebut deva sekalipun tidak dapat memahami-Nya. (Bhagavad-gita 11.52 dan Bhagavatam 1.1.1). Wujud ini disebut Para-vasudeva atau Para-brahman.

Wujud Pribadi Beliau yang disebut Para-vasudeva ini berada di alam rohani tertinggi yang disebut Paramapada (Kediaman Tertinggi) dalam Veda atau Vaikuntha, “alam tanpa batas”. Secara theologis enam sifat utama menjadi atribut yang tak terpisahkan dari Para-vasudeva, menjadi ciri dari Pribadi Rohani-Nya. Enam sifat utama dari Para-vasudeva dikenal sebagai sad-guna-kalyana dalam Pancharatra. Sungguh tidak mungkin sebenarnya bagi kita untuk menggambarkan sifat transendental Tuhan ini. Namun Veda dan Agamasastra mengungkapkannya, agar manusia mendapatkan setitik sinar yang menerangi jalannya menuju Tuhan, tujuan tertinggi kehidupan.

Sad-guna-kalyana

1. jnanam (Pengetahuan), istilah ini menyatakan kemahatahuan atau pengetahuan sempurna mengenai segala sesuatu di dunia rohani maupun alam semesta duniawi, baik pada masa lalu, kini, dan akan datang.

2. aisvaryam (Kuasa), ini menunjukkan kesempurnaan Pribadi Tertinggi yang dengannya Beliau menjadi kausa absolut dan utama, sehingga dengan demikian Beliau menguasai seluruh manifestasi semesta. Kegiatan dari Pribadi Tertinggi didasarkan atas kemerdekaan absolut (svatantriya) dan keputusan sendiri yang tak pernah gagal (satya sankalpa).

3. sakti (Energi). Tuhan merupakan kausa instrumental/kausa efisien dan juga sekaligus kausa ingredensia/kausa material dari segala manifestasi kosmis. Sebagai contoh seperti seorang perajin gerabah yang membuat kendi tanah liat. Si perajin adalah orang yang berkeinginan membuat kendi tanah liat dan dia juga yang akan

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 42

mengerjakan pembuatannya. Dia adalah merupakan kausa instrumental (nimitta). Sedangkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan kendi itu seperti tanah liat, air, dan alat-alat lainnya merupakan kausa ingredensia (upadana). Keduanya merupakan kausa atau penyebab terbentuknya sebuah kendi. Melalui berbagai sakti/energi dan berbagai perubahannya (parinama) ini, Tuhan menjadi asal-muasal segalanya. Jadi dalam Vaishnava-siddhanta Tuhan tetap merupakan pembentuk maupun bahan dari segala ciptaan, melalui sakti yang bersumber dari Diri-Nya.

4. bala (Kekuatan) Ini menunjukkan kemahakuasaan Tuhan yang memiliki kekuatan untuk memproyeksikan, memelihara, dan menguraikan/ meleburkan seluruh semesta kemudian memproyeksikannya kembali tanpa pernah mengalami kelelahan.

5. virya (Kuasa penciptaan). Ini mengindikasikan bahwa sekalipun Tuhan adalah kausa dari alam semesta, namun Beliau Sendiri tidaklah pernah berubah dan tidak terpengaruh oleh aktivitas proyeksi, sustentasi, dan transformasi kosmis. Hal ini membantah teori impersonalis-monistik yang menyatakan bahwa Tuhanlah yang berubah menjadi alam dan makhluk hidup. Kesalahtahuan kita atau khayalan kita (vivarta) membuat kita tidak menyadari kesatuan segalanya dengan Tuhan. Paham ini disebut vaivarta-vada. Namun dalam Vaishnava-siddhanta dinyatakan bahwa Tuhan tetap sebagai Tuhan, hanyalah energi-Nya (sakti) yang mengalami perubahan. Paham ini disebut tad-tac-cakti parinama-vada.

6. tejas (Kegemilangan) Ini berarti bahwa Tuhan adalah penuh sempurna dalam Diri-Nya Sendiri dan tidak membutuhkan sesuatu apapun dari yang lain untuk menjaga eksistensi-Nya. Tetapi segala-galanya mempertahankan eksistensinya hanya dengan bersandar pada Tuhan. Beliau tidak memiliki saingan.

Secara keseluruhan keenam sifat ini merupakan sifat esensial yang melekat kekal dalam Tuhan Tertinggi, sehingga Beliau disebut sad-gunam-vigraham-devam atau pemilik (van) dari enam kemuliaan (bhaga). Jadi Para-brahman disebut pula sebagai Bhagavan.

Para Bhagavata (Vaishnava) juga menginsafi dua aspek Tuhan yang lainnya. Mereka memahami adanya Brahman yang tak berwujud. Mereka juga menyadari memiliki sifat-sifat yang sama dengan Brahman, tetapi tetap saja mereka mempertahankan bahwa Brahman berbeda dengan dirinya. Mereka juga memahami bahwa Tuhan sungguh-sungguh meresapi segalanya ini, tetapi tetap saja segalanya ini berbeda dengan Tuhan. Bagi para Bhagavata Tuhan tetap adalah sarvottama, Pribadi Tertinggi yang menjadi pusat cintakasihnya dan tujuan pelayanannya. Perbedaan ini, antara Tuhan dengan hamba-Nya, adalah kekal. Bagi mereka Aspek Tuhan yang Berpribadi adalah mutlak. Pribadi itu adalah satu-satunya Pribadi Tertinggi yang berbeda dengan segala sesuatu yang ada ini. Pribadi ini kekal, selalu ada. Tidak pernah menjadi ada lalu berhenti ada atau sebaliknya. Inilah Ekanta, pengabdian yang terpusat pada Satu Pribadi Tunggal. Mungkin ini bisa disebut personal-monotheisme, tetapi Upanishadik atau Vedantik personal-monotheisme. Dengan demikian monotheisme Veda ini berbeda dengan monotheisme agama-agama Abrahamik yang tampaknya mengabaikan dua aspek Tuhan yang lainnya.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 43

NIRGUNA DAN SAGUNA BRAHMAN

uhan sebagai Pribadi Tertinggi, pemilik dari sifat-sifat mulia yang tiada terbatas merupakan salah satu konsep yang paling fundamental dalam siddhanta-siddhanta theistik dalam Veda (kesimpulan ajaran yang sangat menekankan keberadaan Tuhan sebagai pusat penyembahan, pemujaan, pelayanan, dan pengabdian),

dengan demikian Tuhan Yang Maha Esa juga dikenal sebagai Ananta-kalyana-gunanidhi (samudera kemuliaan yang tiada terbatas). Secara khusus pengutamaan atas aspek Pribadi (Personal) Tuhan merupakan sumbangan keinsafan Vaishnava bagi kekayaan konsep Ketuhanan dalam Hindu. Apabila Upanishad menjelaskan Parabrahman sebagai nirgunam atau tanpa sifat, menurut Vaishnava-siddhanta bukanlah berarti bahwa Brahman sungguh-sungguh tidak memiliki sifat apapun, namun hal ini bermakna bahwa Beliau tidak memiliki rupa dan sifat duniawi yang penuh kekurangan seperti makhluk fana atau heya-guna. Nirguna juga bermakna bahwa Beliau sepenuhnya berada di atas pengaruh tiga sifat alam yaitu kebaikan (sattvam), nafsu (rajas), dan kebodohan (tamas), dengan demikian Beliau disebut pula sebagai Trigunatita. Apabila kata nirguna ini diterima sebagai keadaan tanpa sifat apapun, maka akan timbul ketidaksesuaian di antara deskripsi sastra-sastra suci Veda. Kontradiksi antar pernyataan Veda tidak boleh ada dalam penjelasan yang berasal dari perguruan-perguruan filsafat Vaishnava.

Pribadi Parabrahman berada dalam sifat kebaikan murni yang mutlak, non relatif, yang diistilahkan sebagai keadaan visuddha-sattvam, yang tidak mungkin hadir dalam diri makhluk terikat manapun, dan Pribadi Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa, Sri Bhagavan dalam terminologi Vaishnava, tidak pernah jatuh dari keadaan ini. Kitab suci menguraikan delapanbelas kekurangan atau sifat-sifat negatif yang tampak dalam diri roh terikat yaitu: jatuh dalam khayalan, rasa kantuk, tidak beradab, nafsu birahi, loba, kegilaan, irihati, kelicikan, meratap sedih, berusaha terlampau keras, kecenderungan menipu, amarah, ketakutan, berbuat kesalahan, ketidaksabaran, dan kebergantungan. Kitab suci menyatakan dengan jelas bahwa sifat-sifat Tuhan sepenuhnya bebas dari segala kelemahan dan kekurangan ini. Maka dalam visishta-advaita siddhanta, heya-pratyanikatva atau tiadanya sifat-sifat duniawi merupakan salah satu indikasi pengenal (lingam) dari Kebenaran Mutlak Tertinggi, yang adalah merupakan kalyana-gunakaratva, pemilik sifat-sifat mulia yang tak terbatas. Jadi dua hal ini, yaitu tiadanya kekurangan atau tiadanya sifat negatif dan penuh sempurnanya kemuliaan, merupakan dua indikasi (ubhaya-lingam) terpenting dari Parabrahman. Dalam Vedanta, Nirguna dan Saguna tidak menyatakan dua Vastu (substansi) yang berbeda. Parabrahman adalah nirguna dalam artian heya-pratyanikatva dan saguna dalam artian kalyana-gunakaratva. (akila-heya-pratyanika kalyanaikatana-svetara vastu vilakshana ananta jnana anandaika svarupa)

Sifat-sifat Pribadi Parabrahman adalah ananta, tidak terbatas. Namun para Acharya menggolongkan sebagian sifat kemuliaan Beliau sebagai yang menunjukkan kemahakuasaan-Nya (aisvaryatva) atau kemahaluhuran-Nya (paratva) dan kasih sayang (vatsalyatva) atau rasa

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 44

manis-Nya (madhuryatva). Sifat-sifat yang menunjukkan aisvaryatva dan paratva telah diuraikan pada bab sebelumnya sebagai Sadgunakalyana.

Sisi lain Tuhan adalah madhuryatva, Penuh Rasa Manis, yang menjadikan Tuhan memiliki berbagai sifat yang memungkinkan-Nya menjadi sausilyam (dapat berhubungan akrab dengan siapa saja) dan saulabhyam (mudah didekati, tidak berusaha menjauhkan Diri-Nya). Salah satu sifat paling utama dari Sri Bhagavan adalah Anugraha atau dikenal pula sebagai Daya, Anukampa, Kripa dan Karuna, yang dapat diartikan sebagai belas kasih. Dalam Madhurya-kadambini, yang diuraikan oleh Srila Visvanatha Cakravarthipada, seorang Acharya yang agung dalam garis Gaudiya-vaishnava, dinyatakan bahwa Kripa-sakti (kekuatan belas kasih) mewujudkan dirinya dalam mata padma Tuhan dengan berbagai keindahannya. Melalui pandangan-Nya, Tuhan menjulurkan kripa-sakti ini kepada para prapanna, mereka yang menyerahkan diri kepada-Nya. Bagi para dasya-bhakta (mereka yang memuja Tuhan dalam rasa penghambaan) dia adalah kemurahan hati-Nya. Bagi para vatsalya-bhakta (mereka yang memuja Tuhan dalam kasih orangtua) dia adalah kecintaan atau ikatan kasih dalam keluarga. Bagi para sakhya-bhakta (mereka yang memuja-Nya dalam cinta persahabatan) dia adalah hangatnya keakraban. Sedangkan bagi para madhurya-bhakta (yang memuja Tuhan sebagai Kekasih) dia adalah kekuatan daya tarik yang meluluhkan hati. Dengan cara ini Kripa-sakti hadir dalam berbagai rupa sesuai dengan berbagai perasaan cintakasih para pemuja-Nya yang berbeda-beda. Kripa-sakti Tuhan ini memicu iccha-sakti (kekuatan kehendak bebas Tuhan) yang dapat mewujudkan segala-galanya tanpa batas, untuk menjamah roh-roh berdosa dan mewujudkan dalam diri mereka keberagaman perasaan tertarik (raga) terhadap Tuhan.

Parabrahman dijelaskan sebagai Purna, mahalengkap. Jadi haruslah memiliki kedua aspek berpribadi maupun tidak berpribadi. Akan tetapi dalam aspek pribadi tercakup aspek tidak berpribadi. Sebagai contoh cahaya matahari tergantung dari adanya matahari, jadi cahaya yang bersifat impersonal bergantung pada sumber cahaya yang bersifat pribadi. Nama baik, kemashyuran, dan pengaruh seseorang di masyarakat misalnya, juga bersifat impersonal. Semua ini tidak ada artinya bila seseorang yang merupakan pribadi itu tidak ada. Mereka yang telah berpuas hati dalam diri sejatinya dan telah menginsafi Brahman yang tidak bersifat pribadi disebut atmaram. Pengaruh dari iccha-sakti juga membanjiri para atmaram, pribadi-pribadi yang telah mencapai pencerahan dan berpuas sepenuhnya dalam diri mereka sendiri, dengan kekaguman dan keterpukauan sehingga membawa mereka ke dalam keluhuran kerohanian yang mahaindah, yang semakin tinggi dan semakin dalam. Hal yang demikian tidak kita temukan dalam nirguna-brahman. Sesungguhnya para atmaram adalah mereka yang

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 45

telah menginsafi Brahman dan terbebas sepenuhnya dari samsara, sehingga mereka tidak membutuh-kan apapun lagi untuk membuat diri mereka merasakan sukacita. Walau demikian kekuatan iccha-sakti dari Sri Bhagavan meluluhkan mereka dan membuat nama (Nama Suci), rupa (Wujud Rohani), dan lila (Kegiatan Sukacita Rohani) dari Tuhan yang Berpribadi menjadi sangat menawan bahkan bagi para atmaram ini. Kemudian sekali lagi dijelaskan bahwa Kripa-sakti ini pula yang membuat Tuhan menjadi semakin bercahaya dalam sifat bhakta-vatsalya-Nya (perasaan melindungi dan kasih sayang-Nya bagi para penyembah yang menyerahkan diri). Ibunda Prithvi (Bhumidevi) dalam Srimad Bhagavatam (1.16.26-29) dengan jelas menerangkan bahwa kemuliaan-kemuliaan Tuhan (seperti kejujuran-Nya, kesucian, dsb.) yang mahamujur dan rohani, bertindak di bawah pengarahan dari Kripa-sakti. Kripa-sakti mengarahkan kekuatan bhakta-vatsalya Tuhan. Selanjutnya, dengan demikian sifat bhakta-vatsalya ini kemudian merupakan yang tertinggi di atas segala sifat Tuhan yang lainnya. Secara khusus sad-guna yang satu inilah yang menjadi pengharapan dan sarana bagi para penekun jalan Bhakti dalam mencapai kesempurnaan tujuannya. Para Bhaktiyogi secara khusus menikmati ini dalam hubungan mereka dengan Tuhan Berpribadi, karena itu mereka tidak begitu tertarik dengan aspek Tuhan yang impersonal.

MENYIKAPI PERBEDAAN PANDANGAN KETUHANAN

Sebagai pribadi, tentu kita harus memilih satu di antara dua garis keinsafan ini yang paling sesuai dengan diri kita. Kita sendiri yang harus memutuskan mana yang menurut kita paling benar dengan cara mempelajari pramana, terutama yang berasal dari kitab suci. Masing-masing realisasi membentuk jalan yang berbeda untuk mencapai jenis pembebasan (moksa) dan tujuan akhir yang berbeda (sadhya). Tanyakanlah pada diri kita sendiri, tujuan seperti apa yang ingin kita capai. Kita juga harus berdoa dengan tulus kepada Tuhan agar diberikan jalan yang sesuai dan tepat untuk menuju Beliau. Sebagai bagian dari keluarga besar Hindu dan penganut Veda secara umum, kita sudah sepantasnya menerima semua pemahaman ini adalah valid bagi masing-masing yang meyakininya dan memilihnya sebagai sarana untuk mencapai kesempurnaan. Veda memberikan dukungannya kepada semua pihak dan keyakinan. Walau begitu harus tetap dipahami bahwa dalam tingkat apapun, baik dalam sadhananya maupun setelah mencapai moksa, para Dvaiti tidak akan pernah menerima keinsafan yang bersifat Advaita. Anggapan bahwa Dvaita adalah untuk pemula dan Advaita adalah untuk mereka yang sudah lebih maju rohaninya adalah tidak benar. Semoga anggapan bahwa Dvaita merupakan anak tangga mencapai Advaita ini dapat berakhir.

Kita seharusnya mendapat pandangan bahwa Veda merupakan pengetahuan yang sedemikian lengkap dan sempurnanya, sehingga berbagai jalan berbeda menuju berbagai aspek yang berbeda dari Tuhan Yang Maha Esa, bisa mendapatkan bimbingan, penyempurnaan, kehormatan dan tempatnya yang pantas di dalamnya. Inilah keajaiban Veda-dharma. Konsep Ketuhanan Veda, terutama dalam Upanishad dan Vedanta benar-benar unik dan sulit mencari padanan istilah Barat yang sesuai. Tidak ada yang bisa mengatakan Vedanta benar-benar monistik, pantheistik, atau monotheistik. Di sana ditemukan secara bersamaan monisme, pantheisme, dan monotheisme pada titik yang paling sempurna.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 46

PURA DAN SANNIDHANA enar bahwa Tuhan berada di mana-mana, akan tetapi ‘sannidhana-Nya’ tidak berada di semua tempat. Sannidhana ini berbeda dengan keberadaan atau eksistensi. Walaupun Tuhan menerima segala puja dan doa-doa kita dari mana saja, tapi bila kita membutuhkan berkat-Nya atau anugraha, maka kita perlu pergi

ke tempat sannidhana-Nya berada. Secara umum sannidhana adalah merupakan pusat penyebarluasan anugraha Tuhan yang otoritatif. Kita dapat memperoleh karunia-Nya dengan sangat cepat di tempat-tempat seperti ini. Tempat-tempat ini seperti pesawat penerima gelombang radio atau televisi. Walaupun gelombang radio/TV terpancar di mana-mana, namun kita tidak bisa mendengar musik atau menonton gambarnya secara langsung. Kita membutuhkan sebuah pesawat radio/TV supaya dapat menangkap sinyalnya. Begitu pula halnya kita membutuhkan sannidhana Tuhan untuk bisa mendapatkan anugraha-Nya. Jadi walaupun kita bisa memuja Krishna (Tuhan Yang Maha Esa) di rumah, tetap saja kita harus pergi ke pura setempat dan juga mengunjungi tempat-tempat suci seperti Udupi, Dwarka, Mathura, Thirupathi, dsb, sekalipun di sana kita tentu saja tetap memuja Tuhan yang sama. Kita dapat menghaturkan puja dan doa di mana saja, namun untuk menerima karunia khusus-Nya kita perlu pergi ke tempat perziarahan suci dan pura yang suci. Sannidhana Tuhan tersedia lebih banyak dan lebih kuat di tempat-tempat itu, dimana rishi-rishi agung, para Acharya telah melakukan tapa, memuja Tuhan, mensthanakan Citra Suci Tuhan, melaksanakan yajna, dsb.

Ada perbedaan sannidhana di masing-masing tempat suci. Hal itu tergantung dari latar

belakang sejarah dari tempat itu yang disebut sthala mahatme. Untuk mendapatkan sannidhana yang lebih kuat, kita harus pergi ke pura atau tempat disthanakannya Citra Suci Tuhan, yang prana-pratistha-Nya dilaksanakan oleh orang-orang suci, para rishi, dan Acharya agung.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 47

Sebagai contoh, itulah sebabnya mengapa di Udupi kita dapat memperoleh sannidhana Krishna lebih besar dari pada di Amerika, karena Udupi Krishna dipuja oleh Srimadacharya Madhva yang agung. Thirumala-Thirupathi juga memiliki sannidhana yang lebih besar, karena selain Citra Suci Tuhan yang berada di sana merupakan svayamvyakta (muncul sendiri, tidak dibuat atau disthanakan oleh makhluk hidup manapun), Beliau juga dipuja oleh banyak rishi agung seperti Sri Vyasaraja Tirtha, Sri Vadiraja Tirtha, dsb., juga oleh para rishi dari jaman lampau dan bahkan juga oleh para devata.

Kekuatan sannidhana tergantung dari siapa yang mendirikan pura itu dan siapa yang melaksanakan pemujaan di sana. Ketika melaksanakan puja, kita melakukan avahana, mengundang Tuhan di dalam hati supaya bersemayam di dalam Citra Suci-Nya. Kemudian pada akhir puja kita mempersilakan Tuhan kembali ke dalam hati. Apabila ‘tidak ada Tuhan’ di hati pemuja, maka tidak ada Tuhan juga di dalam Arca-Nya yang dipuja itu (sekali lagi ini adalah masalah sannidhana, bukan kemahaadaan Tuhan). Jadi semua itu bergantung pada tingkat spiritual, tingkat pelaksanaan spiritual, dan tingkat pencapaian spiritual dari pendeta yang melakukan pemujaan di sana.

Hal ini perlu diperhatikan pada tempat-tempat suci atau pura yang dibangun pada jaman sekarang dan yang tidak terlalu lama, bukan pada pura-pura yang berada di tempat perziarahan suci. Pada pura-pura seperti ini, karena kekuatan pemujaan orang-orang suci di masa lampau, sannidhana yang kuat telah tegak berdiri di sana (apalagi bila itu merupakan nitya-lila sthana, tempat berlangsungnya kegiatan kekal Tuhan secara rohani dan terwujud oleh kehendak Tuhan Sendiri, bukan dibuat atau dibangun makhluk hidup). Jadi tidaklah bergantung dengan siapa yang saat ini melakukan puja di sana. Walaupun kita lihat sepertinya pendeta yang memuja saat ini mungkin tidak memiliki sadhana yang baik, kita tidak perlu berhenti pergi ke sana. Sannidhana sudah ada dan berakar oleh kekuatan pemujaan para rishi di masa lampau. Oleh karena itu dalam mengunjungi tempat suci perlu kita perhatikan juga bagaimana sejarahnya.

Pada umumnya India disebut sebagai punya-bhumi atau tanah suci. Tempat-tempat lain secara normal lebih memberikan prioritas pada kehidupan duniawi dan hidup pengabdian serta spiritualitasnya kurang. Karena itu tempat lain disebut bhoga-bhumi. Tetapi bila kita dapat meningkatkan bhakti kita kepada Tuhan dan juga hidup rohani, maka tempat inipun dapat menjadi karma-bhumi (tempat usaha kultivasi spiritual). Sekalipun India adalah punya-bhumi, namun tidak semua tempat itu sama sucinya. Tempat-tempat seperti Bangalore, Hyderabad bukanlah tempat suci bila dibandingkan dengan Udupi dan Thirupathi. Masing-masing tempat

ANANDA NILAYA VIMANA THIRUMALA

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 48

suci juga memiliki tingkat kesuciannya masing-masing. Karena itu kitab suci menganjurkan kita mengunjungi semua tempat perziarahan seperti Thirupathi, Badri, dsb.

Mengunjungi tempat suci adalah tergantung dari bhakti dan ketertarikan anda kepada Tuhan. Kita dapat saja mengunjungi semua pura dan semua tempat suci berkali-kali. Tetapi bila anda tidak mendapatkan bhakti, maka tidak akan ada gunanya. Bila anda marah dan kesal oleh segala sesuatu yang tidak mengenakkan di sana dan anda tidak bisa memuja Tuhan di sana, maka itu juga tidak ada gunanya. Ingatlah bahwa semua itu hanyalah kesalahan buatan manusia. Tuhan tidak pernah salah. Tidak ada hubungan antara sannidhana dengan kepengurusan yang bersifat manajerial. Orang-orang yang melakukan kesalahan dengan mengatasnamakan Tuhan kelak akan dihukum. Abaikan semua itu, dan berusahalah untuk melihat Tuhan di sana dan pusatkan pikiran serta berdoa kepada Tuhan. Itulah kewajiban kita. Semua hal-hal konyol itu janganlah sampai mengganggu kita. Bahkan bagi orang-orang yang tinggal di tempat suci itu, apabila mereka tidak menginsafi dan memahami kesucian pura atau tempat suci tersebut, maka itu juga tidak berguna. Ikan, buaya, dsb. berenang dan hidup di sungai Ganga. Mereka mandi setiap hari di sana, tetapi tidak mencapai pembebasan. Kita harus merenungkan dalam-dalam, kesucian dan keagungan dari tempat suci, pura, dan Tuhan yang dipuja di sana. Kemudian kita harus mandi dalam tirtha, lakukan puja. Hanya dengan demikian kita bisa mendapatkan buah kebajikan, punya.

Kita juga harus membuat tempat tinggal kita mendapatkan sannidhana pula. Lakukan japa, tapa, dan yajna, lagi dan lagi, supaya sannidhana Tuhan juga terwujud di rumah kita, sejauh kapasitas spiritual kita mengijinkan. Juga bila ada banyak bhakta yang datang ke rumah kita dan melaksanakan puja, maka akan ada lebih banyak sannidhana lagi. Karena itu kita harus menjadi tuan rumah puja dan satsanga (pertemuan dan pergaulan rohani) sehingga semakin banyak bhakta yang datang ke rumah kita. Sannidhana dapat terwujud dari kekuatan bhakti mereka.

Mengenai pendirian Pura, memang benar ada beberapa umat Hindu yang berpikir bahwa kita tidak perlu membangun tempat pemujaan banyak-banyak. Tentu saja kalau berlebihan dan di luar batas kemampuan kita untuk membangun dan memeliharanya, maka itu tidak diperlukan. Tetapi setiap umat Hindu harus mengerti bahwa Pura memiliki fungsi yang penting secara sosial dan juga secara rohani. Pura merupakan wujud eksistensi Hindu, menjadi pemersatu umat, dan sarana satsanga yang baik. Selain itu dengan membangun Puralah umat Hindu menyatakan kecintaannya kepada Tuhan dan para devata.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 49

PEMUJAAN CITRA

alam Hindu kita memang mengenal pemujaan Citra (Ikon) atau Tuhan yang diwujudkan secara fisik. Ini disebut Srimurti-puja. Ada beberapa orang yang tersentak oleh teori pemujaan Srimurti. Kata mereka, “Oh pemujaan Srimurti adalah penyembahan berhala! Srimurti adalah berhala yang dibuat oleh seniman

dan diperkenalkan tiada lain oleh Setan-Iblis, Baalzebub dan Lucifer sendiri. Memuja objek seperti itu akan membangkitkan kecemburuan Tuhan dan membatasi kemahakuasaan, kemaha tahuan dan kemahaadaan-Nya!” Kepada mereka kami akan berkata, “Wahai saudara, nyatakanlah keingintahuanmu secara tulus dan jangan biarkan dirimu dibuat salah paham oleh dogma-dogma yang bersifat sektarian. Tuhan tidaklah mungkin cemburu, karena Beliau adalah yang tunggal tiada duanya. Baalzebub atau Satan tak lain hanyalah objek imajinasi atau perumpamaan belaka. Makhluk imajiner atau perumpaan seperti itu seharusnya tidak boleh menjadi penghalang cintamu kepada Tuhan (bhakti).”

Mereka yang meyakini Tuhan sebagai impersonal mengidentikkan Beliau dengan suatu kekuatan atau atribut dalam Alam, walaupun sesungguhnya Beliau berada di atas Alam, hukum maupun aturan-aturannya. Keinginan-Nya adalah hukum dan akan menjadi tidak adil bila kita membatasi keunggulan-Nya yang tak terbatas dengan atribut-atribut seperti

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 50

mahakuasa, mahatahu, dan mahaada; atribut-atribut yang juga bisa dimiliki oleh objek-objek yang diciptakan seperti ruang dan waktu. Termasuk dalam keunggulan-Nya adalah bahwa di dalam Diri-Nya segala sifat dan kekuatan yang saling bertentangan berada di bawah pengendalian Diri-Nya yang adiduniawi (seperti Beliau mahabesar, juga mahakecil). Beliau Sendiri hanyalah identik dengan Persona-Nya Sendiri yang penuh segala keindahan, memiliki berbagai kekuatan seperti kemahaadaan, kemaha-tahuan, dan kemahakuasaan, yang tak dapat disamai oleh apapun. Pribadi-Nya yang suci dan sempurna ada secara kekal di dunia rohani dan pada saat yang sama juga ada dalam tiap ciptaan di mana-mana dalam segala kesempurnaan-Nya. Pemikiran seperti ini melampaui segala pemikiran tentang bentuk Citra apapun. Pemujaan Citra dalam Veda dikembang-kan dalam konsep ini, dengan kesadaran penuh akan ketidakterbatasan Tuhan.

Sesungguhnya konsep berhala tidaklah dikenal dalam Veda. Karena bagi penganut Veda, tidak ada sesuatupun di seluruh alam semesta ini yang tidak diresapi oleh kemaha-adaan Tuhan. Seluruhnya adalah kekuatan Tuhan yang tak terbatas dan Beliau berhak mengubah yang duniawi menjadi rohani atau sebaliknya. Umat Hindu menggantungkan dirinya hanya kepada Tuhan Yang Mahakuasa seperti ini. Selain itu tidak ada sesuatupun yang dapat membuat Tuhan dalam Veda menjadi cemburu, karena Beliau adalah satu-satunya Tuhan yang tidak memiliki saingan. Selain itu Srimurti yang dibuat oleh para pengikut Veda bukanlah hasil dari imajinasi belaka. Dia sungguh-sungguh merepresentasikan Tuhan secara sempurna.

Namun apabila berhala diterjemahkan sebagai mengagungkan materi yang tak lebih merupakan ciptaan Tuhan, maka inipun tidak diijinkan dalam Hindu. Semua orang suci Hindu juga menolak penyembahan berhala, tetapi mereka menyatakan bahwa pemujaan Srimurti adalah satu-satunya sarana yang tak dapat ditolak dalam pengembangan kerohanian. Telah ditunjukkan bahwa Tuhan adalah Persona dan juga penuh segala keindahan. Para Maharishi seperti Vyasa dan yang lainnya telah melihat keindahan itu dengan mata rohnya. Mereka telah mewariskan kepada kita penggambaran. Tentu saja kata-kata juga mengandung kasarnya zat duniawi. Tetapi Sang Kebenaran tetap dapat dipahami melalui penggambaran mereka itu. Menurut penggambaran itulah seseorang merancang Srimurti dan melihat Tuhan pujaan hati kita yang Mahaagung dengan penuh kegembiraan! Saudaraku, apakah ini salah atau dosa?

Mereka yang mengatakan Tuhan tidak memiliki bentuk, baik duniawi maupun rohani, kemudian mengkhayalkan suatu bentuk pemujaan yang palsu, inilah yang sesungguhnya berhala. Tetapi mereka yang melihat wujud rohani Pujaannya dengan mata roh mereka,

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 51

membawa kesan mendalam itu semampunya ke dalam pikiran dan kemudian membentuk sebuah perlambang untuk memberikan sukacita bagi mata jasmaninya, semata-mata demi mempelajari perasaan rohani yang lebih tinggi, maka ini sama sekali bukan berhala. Apabila ketika melihat Srimurti bukanlah citra itu sendiri yang tampak, melainkan Model Rohani yang menjadi dasar pembentukan Murti itulah yang terlihat, maka engkau benar-benar seorang pemuja Tuhan yang murni. Berhala dan Srimurti adalah dua hal yang berbeda, janganlah kita mencampuradukkannya karena ketidak hati-hatian. Sesungguhnya, pemujaan Srimurti adalah satu-satunya bentuk penyembahan yang benar kepada Tuhan, yang tanpanya kita tidak akan mungkin dapat membangkitkan maupun mengungkapkan perasaan-perasaan keagamaan di jalur yang benar. Dunia akan menarik kita melalui indera-indera jasmani dan selama kita tak melihat Tuhan dalam objek penginderaan, maka kita akan berada dalam posisi yang sangat sulit, yang susah sekali membantu kita dalam menjaga kemajuan rohani.

Tempatkanlah Srimurti di rumahmu. Berpikirlah bahwa Tuhan Yang Mahakuasa melindungi kediamanmu, makanan yang engkau makan adalah prasad (karunia)-Nya, wangi bunga-bunga serta dupa juga adalah prasad-Nya. Mata, telinga, hidung, peraba, dan lidah semuanya mendapatkan pengembangan rohani. Engkau melakukannya dengan hati yang suci dan Tuhan akan mengetahuinya, Beliau akan menilaimu berdasarkan ketulusanmu. Satan dan Iblis tidak punya urusan dalam hal ini! Segala jenis penyembahan semua berdasarkan prinsip Srimurti. Lihatlah dalam sejarah agama-agama dan engkau akan temukan kebenaran mulia ini.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 52

MENANGGAPI PANDANGAN AGAMA LAIN Seringkali kita bertanya-tanya. Mengapa orang-orang non-Hindu, terutama yang berasal

dari koalisi Abrahamik (Yahudi, Kristen, Islam) sangat sulit sekali menerima pemujaan Srimurti? Sesungguhnya kita sama sekali tidak punya urusan dengan orang yang berkeyakinan lain. Adalah hak mereka untuk percaya maupun tidak percaya pada Srimurti. Tetapi Veda menyatakan bahwa Parabrahman adalah Purna. Sebagai Pribadi Tertinggi, Beliau tentu memiliki Rupa (wujud), Nama (nama suci), Guna (sifat-sifat), dan Lila (aktivitas). Di sisi lain Beliau juga memiliki aspek yang tidak berpribadi (impersonal). Ini sudah kita bahas sebelumnya.

Para Maharishi dan Acharya kita yang menginsafi Tuhan sebagai Pribadi Tertinggi, juga menginsafi Rupa, Nama, Guna, dan Lila-Nya. Mereka “mengalami” Tuhan. Dalam kesempurnaannya mereka ini sungguh-sungguh dapat melihat Rupa-Nya, mengenal Nama-Nya, merasakan Guna-Nya, dan turut serta dalam Lila-Nya. Jadi ketika mereka bermurah hati kepada insan-insan yang belum sempurna, maka sewajarnya mereka juga berusaha membagikan pengalaman pencerahan dan kesempurnaan yang mereka alami. Karena Parabrahman Sri Bhagavan memiliki semua atribut-atribut ini secara tak terbatas, maka mereka yang mengalami keadaan tanpa keterbatasan ini tentu juga menjadi tak terbatas. Tetapi keadaan yang dapat dipersepsi oleh orang-orang biasa adalah keadaan yang serba terbatas dan tidak sempurna. Lalu bagaimana kita bisa mengkomunikasikan ketidakterbatasan dalam alam yang serba terbatas?

Kita harus ingat bahwa apabila kita mengatakan bahwa Tuhan adalah yang tidak terbatas, maka Beliau juga memiliki kuasa untuk menjadikan apapun mungkin. Segala energi duniawi yang tidak sempurna ini adalah juga bagian dari energi Tuhan yang tak terbatas. Jadi apa anehnya bila Tuhan mewujudkan Diri-Nya dalam gambaran atau cerminan yang dipantulkan dalam energi duniawi.

Siapakah yang mampu memahami secara sempurna sifat-sifat Tuhan? Para Rishi dan Acharya kita mengalaminya dalam kesempurnaan mereka. Tetapi insan-insan yang belum sempurna tidak mampu seperti itu. Maka para Rishi dan Acharya, dengan belas kasihnya mencoba menguraikannya dengan kata-kata, walaupun tidak dapat secara sempurna, karena kata-kata duniawi juga terbatas.

Begitu juga Rupa dari Sri Bhagavan. Para Rishi dan Acharya tidaklah mengkhayalkan wujud-wujud itu secara membuat-buat. Mereka sungguh-sungguh melihat-Nya. Lalu untuk membantu kita yang belum sempurna ini menjadi lebih terstimulasi, dideskripsikanlah Rupa Tuhan yang sesungguhnya tidak dapat digambarkan itu. Setetes madu dari samudera madu tetap terasa manis. Begitu pula gambaran atau citra lahiriah dari Tuhan yang sepenuhnya rohani juga memiliki keserupaan dengan Beliau. Para Rishi dan Acharya dapat menggambarkan Tuhan, karena mereka sungguh-sungguh dapat melihat Tuhan. Mereka bagaikan seorang seniman yang memperkenalkan objek lukisan melalui lukisan karyanya.

Kita tidak bisa menyalahkan kalau orang lain keberatan dengan penggambaran Tuhan dalam Srimurti, karena para Acharya mereka mungkin memang tidak dapat melihat Tuhan seperti para Acharya kita. Sehingga mereka mencegah pengikutnya membuat perwujudan

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 53

yang tentu saja sepenuhnya akan bersifat imajinatif. Bentuk-bentuk imajiner seperti ini pun juga merupakan hal yang harus dihindari oleh umat Hindu. Kita tidak pernah memuja objek khayal yang tak pernah ada, atau yang hanya ada dalam pikiran kita saja. Tetapi orang lain pun tidak berhak mengatakan umat Hindu atau para Rishi dan Acharyanya salah. Kalau kita mengakui bahwa Tuhan adalah yang maha tak terbatas, lalu siapa yang dapat menjamin bahwa dalam segala keterbatasannya, manusia dan agamanya bisa mengetahui seluruh kebenaran tentang Tuhan?

Contoh kasus dapat kita berikan dari pendapat Zakir Naik dalam dialog atau debatnya bersama Sri Sri Ravi Sankar, yang diadakan 21 Januari 2006. Tuan Naik berkata, “Nama lain yang diberikan kepada Tuhan Yang Mahakuasa dalam Rigveda, Mandala 2, bagian 1, mantra 3 adalah Vishnu. Vishnu disebut sebagai Tuhan yang memelihara. Bila anda menerjemahkan Pemelihara ke dalam bahasa Arab, maka akan mirip dengan nama Rabb. Kami kaum Muslim tidak berkeberatan bila seseorang menyebut Tuhan Yang Mahakuasa sebagai Rabb atau Sang Pemelihara. Tetapi apabila ada orang mengatakan bahwa dia adalah Tuhan Yang Mahakuasa dengan empat tangan dan memberikan suatu citra pada Tuhan Yang Mahakuasa, pada satu tangan memegang teratai, tangan satunya memegang kulit lokan, dan bepergian di laut dengan pembaringan ular, maka kami umat Islam dengan keras menolaknya.”

Lihatlah secara logika betapa anehnya pendapat ini. Dia mengakui bahwa Tuhan Yang Mahakuasa bisa bernama Vishnu. Dia bahkan mengakui bahwa Tuhan juga memiliki aktivitas (Lila), yaitu dalam hal ini memelihara ciptaan-Nya. Bahkan sifat atau Guna dari Tuhan juga bisa diekspresikan dengan nama ini, misalnya kasih sayang dan belas kasih-Nya pada semua ciptaan, karena Beliau adalah Sang Pemelihara. Lalu apa sulitnya memahami bahwa Tuhan Yang Maha Esa Sri Vishnu juga memiliki Rupa. Hanya sayangnya Tuan Naik atau mungkin nabi yang ajarannya diyakini Tuan Naik tidak pernah atau tidak mampu melihat Rupa Sri Vishnu. Bukan salah para Rishi dan Acharya Hindu bila mereka mampu sepenuhnya menginsafi Nama, Guna, Lila, dan Rupa Tuhan. Bukan salah mereka juga bila mereka berusaha sedapatnya menggambarkannya kepada kita untuk mempermudah umat Hindu memusatkan pikiran, mengarahkan hati, dan mengembangkan cintanya lebih dalam kepada Tuhan Sri Vishnu. Para Rishi dan Acharya pun sadar bahwa sarana-sarana fisik seperti kata-kata dan ukiran tidak dapat secara sempurna menggambarkan Tuhan. Namun dalam Agamasastra dinyatakan bahwa Tuhan dengan kemurahan hati-Nya bersedia memanifestasikan Diri-Nya dalam keterbatasan itu, demi menerima persembahan cinta yang paling remeh sekalipun dari para hamba-Nya. Inilah Arca-avatara atau Srimurti dalam Hindu.

Sehingga sungguh tidak masuk akal bila seseorang berkomentar, menilai, menyatakan setuju atau tidak setuju, dan menyatakan benar atau salah pada sesuatu yang tidak dikenalnya dengan baik. Untuk orang-orang yang berpendapat negatif terhadap Srimurti, kita hanya menyarankan agar mereka menerima dan melaksanakan dahulu praktik spiritual Hindu ini dengan sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya, barulah kemudian berkomentar. Bila mereka tidak mau, sebaiknya tidak usah berbicara.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 54

AVATARA

ara bhaktivedanta-bhagavata-acharya menjelaskan bahwa Para-brahman adalah Pribadi Tuhan Yang Maha Esa Sri Bhagavan. Rupa Beliau yang kekal

merupakan pujaan dan tujuan tertinggi yang dinyatakan dalam Veda-Vedanta. Bagi para bhakta-Nya, Para-brahman adalah Sri Sri Radha Krishna atau Divya-dampathi Sri Sri Laksmi Narayana atau Sri Sri Sita Rama. Walau demikian ketika kita mempelajari Purana dan Itihasa yang menguraikan kegiatan rohani (lila) Tuhan ketika turun ke dunia atau dikenal sebagai Avatara, terkadang kita melihat adanya kekurangan, kelemahan, dan sifat negatif yang dimiliki oleh makhluk fana. Jadi keraguan dalam pertanyaan Anda ini dapat dipahami. Seperti dalam Diri Sri Rama yang diuraikan dalam Srimad Ramayana, kita melihat bahwa Sri Rama meratap sedih ketika ditinggalkan oleh Sita. Beliau juga marah ketika penguasa samudera tidak kunjung menampakkan diri saat Sri Rama memanggilnya. Kebohongan dan penipuan juga mewarnai kisah Sri Krishna. Sehingga timbullah pertanyaan, bila ini sungguh Parabrahman yang hadir di dunia, mengapa ada berbagai kekurangan ini? Ada kalanya pula Tuhan hadir dalam kedudukan yang lebih rendah dari seseorang. Seperti misalnya Vamanadeva menjadi saudara muda dari Indra, Sang Raja Surga yang digulingkan dari tahtanya oleh Maharaja Bali Cakravarthi. Vamana bertindak sebagai bawahan Indra dan membantunya kembali ke surga dengan melakukan suatu muslihat untuk menaklukkan Bali Cakravarthi. Di kemudian hari setelah Bali terusir dan jatuh ke daerah Patala, sebagai balasan atas kerelaannya menyerahkan seluruh dunia kepada Indra, Vamana kemudian menjadi penjaga pintu istana Bali. Bagaimana mungkin Tuhan Yang Mahatinggi bertindak sebagai seorang dewa yang tak penting di bawah kekuasaan Indra, kemudian setelah melakukan kewajiban-Nya terhadap Indra, Beliau pergi ke alam bawah untuk menjadi pelayan dari seorang raja yang jatuh? Apakah semua cerita Purana ini adalah hanya mitologi, perumpamaan, atau justru hanya dongeng semata? Mungkinkah Sri Rama, Sri Krishna, Sri Vamanadeva, dsb. adalah benar-benar Pribadi Tuhan Yang Maha Esa, Sang Kebenaran Mutlak Tertinggi, Parabrahman? Mengapa orang Hindu memuja pribadi-pribadi yang memiliki kekurangan seperti ini sebagai Tuhan? Kalau pun benar semua adalah Avatara Tuhan, apakah layak kita memuja para Avatara seperti ini? Demikianlah yang menjadi pertanyaan di benak orang-orang ini.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 55

Beberapa sarjana yang tidak mengetahui siddhanta Veda yang benar membuat berbagai pernyataan. Ada yang mengatakan bahwa ketika Parabrahman turun ke dunia, Dia bersentuhan dengan maya (kekuatan khayalan duniawi). Saguna-brahma (Brahman beratribut dan bersifat) yang hadir sebagai Avatara bila Dia turun ke dunia, mendapatkan atribut dan sifat-Nya dari maya. Walaupun di dalamnya adalah Brahman, namun tubuh Avatara adalah tubuh duniawi yang dibentuk oleh maya, sehingga kekuatan ilusi duniawi juga mempengaruhi sang Avatara. Bila Parabrahman mengambil rupa, maka itu merupakan ciptaan maya. Mereka mengatakan bahwa begitu rupa ini tidak dibutuhkan lagi, dengan kata lain tugas atau misi sudah diselesaikan, maka akan kembali lagi menjadi nirguna-brahman. Dengan demikian adalah wajar jika ditemukan adanya kekurangan dalam diri Sri Rama atau Sri Krishna. Ada pula yang mengatakan bahwa inilah bukti bahwa Tuhanpun tidak luput dari hukum alam yang menyatakan bahwa tiada yang sempurna di dunia ini. Bila Dia masuk ke dalam dunia, maka Dia harus mengikuti hukum alam ini seperti makhluk lainnya. Di antara kedua pernyataan ini, maupun pernyataan serupa yang diajukan oleh mereka, tak satupun diterima oleh para bhaktivedanta-acharya sebagai kebenaran. Bagaimana mungkin Parabrahman yang merupakan sumber segalanya, yang dijelaskan dalam Brahma-sutra, intisari semua Upanishad, sebagai janmadhy-asya-yatah, sumber dan asal-muasal segala keberadaan, menjadi di bawah ciptaan-Nya. Tidakkah maya merupakan kekuatan yang bersumber dari Beliau juga? Orang waras macam apa yang dapat berpikir bahwa Tuhan dapat dikhayalkan oleh maya dan dipengaruhi keduniawian? Ide bahwa Tuhan terpaksa harus mengikuti hukum alam yang diciptakan-Nya adalah pandangan yang tidak sesuai dengan sastra suci, tidak didukung oleh para sadhu, tidak diterima oleh para sad-guru dan acharya, serta tidak mendapat tempat dalam logika yang sehat. Dengan mengatakan bahwa rupa Pribadi Tuhan Yang Maha Esa hadir untuk sementara untuk kemudian musnah, juga tidaklah sesuai dengan kata-kata kitab suci, advaitam-acyutam-anadim-ananta-rupam. Wujud-wujud rohani-Nya adalah tiada berbeda satu dengan yang lainnya, tidak pernah tergagalkan atau terusakkan, tiada awal-Nya dan tiada akhir, tak terbatas. Jelas pula disebutkan parama-tattva visuddha-sattvam, Kebenaran Mutlak Tertinggi sepenuhnya berada dalam kebaikan murni.

Lalu bagaimana kita menjelaskan “sifat-sifat negatif” yang ditunjukkan oleh Sri Rama atau Sri Krishna? Kitab suci sangat jelas mengumandangkan bahwa sifat-sifat Tuhan sepenuhnya mutlak bebas dari segala kelemahan dan kekurangan. Walau demikian sewaktu-waktu Kripa-sakti, kekuatan belas kasih-Nya mengatur kenampakan sifat-sifat kelemahan manusiawi ini sehubungan dengan Sri Rama, Krishna, dan sebagainya. Akan tetapi kekuatan dari Kripa-sakti juga membuat kelemahan ini justru bukan menjadi sesuatu yang buruk, sebaliknya sesuatu yang nampak sebagai kekurangan ini menjadi keagungan rohani. Mereka menjadi kemuliaan-kemuliaan rohani yang mewarnai kepribadian Tuhan. Sebagai contoh kegiatan mencuri adalah suatu kejahatan yang dikutuk oleh semua kitab suci. Lalu kita melihat bagaimana Krishna mencuri mentega dari banyak rumah dan membohongi begitu banyak orang demi mencapai tujuan-Nya. Orang biasa tidak dapat melihat keindahan dari kegiatan mencuri yang dilakukan Krishna, tetapi dengan cahaya pemahaman siddhanta Veda yang benar kita dapat mengetahuinya. Mereka yang rumahnya kecurian pada saat itu tidaklah merasa sedih atau

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 56

marah. Mungkin di luar tampak demikian, namun sesungguhnya mereka merasa sangat senang dan bahagia karena Krishna mencuri di tempat mereka. Di sisi lain dengan mencuri Krishna menunjukkan betapa berharganya karya para penyembah-Nya. Beliau menunjukkan penghormatan dan penghargaan yang amat sangat besar terhadap persembahan cinta mereka. “Segala sesuatu yang kalian persiapkan bagi-Ku begitu dipenuhi cinta, begitu menggiurkan bagi-Ku, sehingga Aku tidak tahan untuk mengambilnya, entah kalian siap atau tidak.” Sifat seperti ini hadir dalam hubungan yang erat dan intim antara Tuhan dengan hamba-Nya. Secara eksternal itu ditunjukkan oleh kekuatan Kripa-sakti-Nya, yang kemudian hadir sebagai sifat bhakta-vatsalya. “Demi kebahagiaan penyembah-Ku, Aku akan lakukan apa saja”. Maka Iccha-sakti (kekuatan mewujudkan segala kehendak-Nya) menjadikan semua ini mungkin. Tuhan adalah sarvamangala, mahasuci dan mahamenyucikan. Bahkan keburukanpun akan menjadi agung bila bersentuhan dengan-Nya. Inilah penjelasan yang dapat diterima oleh sastra, sadhu, dan guru. Tidak pula bertentangan dengan logika yang sehat, karena kita telah menempatkan Tuhan sebagai yang maha-mulia, maka uraian ini tidaklah mengurangi kemuliaan Tuhan, justru sifat-sifat negatif yang diperlihatkan-Nya semakin menambah kemuliaan-Nya.

Kripa-sakti-Nya ini yang menjadikan Tuhan bersedia turun sedemikian rendah. Sifat belas kasih agung-Nya yang mengatasi segalanya inilah yang menjadikan Tuhan begitu dekat dengan kita, yang merupakan satu-satunya penghiburan dan sumber pengharapan kita. Dengan Kripa atau Daya-Nya, Beliau menyisihkan keagungan-Nya yang tiada banding (paratva) dan menerima kedudukan serta peran sebagai Pribadi yang lebih mudah didekati. Maharishi Valmiki sangat menikmati dalam memuliakan sifat-sifat Sri Rama dalam berbagai tempat dalam Srimad Ramayana. Namun terlebih-lebih beliau begitu memuliakan sifat saulabhya (mudah didekati) dan sausilya (bebas bergaul dengan siapapun)-Nya. Dengan kemurahan hati-Nya dan belas kasih-Nya Dia telah berkenan menjadi seperti salah satu dari kita dan bergerak dengan bebas di antara kita. Dia berkenan merendahkan Diri-Nya agar kita tidak takut datang kepada-Nya. Inilah yang ditekankan Valmiki dalam Srimad Ramayananya. Dalam Ayodhya-kanda Valmiki berkata, anrisamsyam anukrosam … raghavam sobhayantyete sadgunah purusottamam, “Betapa indahnya kemuliaan Sang Pribadi Tertinggi Sri Rama (Raghava), penuh belas kasih dan memahami perasaan orang lain.” Kemahakuasaan-Nya ditutupi oleh belas kasih-Nya yang begitu besar dan tak terbatas kepada para hamba-Nya. Sekali lagi ini demi membuat Diri-Nya lebih mudah didekati dan bergerak secara bebas di tengah-tengah ciptaan-Nya.

Hendaknya dimengerti bahwa sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna memiliki berbagai rupa atau wujud rohani. Rupa-rupa ini secara tattva tiada berbeda satu sama lain, namun mempertunjukkan berbagai kegiatan rohani yang berbeda dan menikmati pertukaran cintakasih yang beranekawarna bersama para hamba-Nya. Sebagaimana kita ketahui dari Sri Brahma-samhita,

advaitam acyutam anadim ananta-rupam adyam purana-purusam nava-yauvanam ca

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 57

vedesu durlabham adurlabham atma-bhaktau govindam adi-purusam tam aham bhajami

Hamba memuja Sri Govinda, Pribadi Tuhan yang awal, yang tidak dapat dicapai sepenuhnya oleh Veda, namun dapat dicapai oleh pengabdian cintakasih yang murni dari para jiva, yang adalah tunggal tiada duanya, yang tiada termusnahkan, yang tak memiliki permulaan, yang wujud-Nya tak terbatas, yang adalah pribadi terpurba yang paling awal, namun wujud-Nya senantiasa penuh kesegaran keindahan usia muda. (Brahma-samhita 33).

Di sini disebutkan bahwa Bhagavan yang penuh sempurna akan segala kemuliaan, Sri Govinda, memiliki wujud yang tak terbatas (ananta). Masing-masing rupa atau wujud ini adalah kekal dan tidak pernah mengalami kelapukan (acyutam). Itu berarti bahwa tidak pernah sekalipun rupa ini tidak ada, kemudian menjadi ada, lalu kembali menjadi tidak ada. Semua wujud Beliau yang tak terbatas ini ada untuk selamanya dan tiada permulaannya (anadi). Walau Beliau memiliki berbagai wujud yang tak terbatas namun secara tattva sesungguhnya tiada perbedaan antara satu wujud yang satu dengan wujud yang lain. Semua wujud ini adalah Bhagavan yang tunggal tiada duanya (advaita).

Berbagai rupa Bhagavan ini hadir di berbagai bagian dunia rohani Sri Vaikuntha yang juga tidak terbatas, menikmati berbagai rasa pertukaran cintakasih yang beranekawarna bersama para jiva sempurna, yaitu para hamba-Nya yang murni dan kekal pula. Berbagai rupa ini sekali lagi secara tattva tidaklah berbeda dengan Bhagavan Adipurusa Govinda atau Sri Krishna. Sehingga berbagai bentuk ini dikenal sebagai Vishnu-tattva atau sva-amsa, manifestasi yang tiada berbeda dengan Sri Bhagavan Sendiri. Lebih lanjut dinyatakan dalam Sri Brahma-samhita,

diparcir eva hi dasantaram abhyupetya dipayate vivrta-hetu-samana-dharma yas tadrg eva hi ca visnutaya vibhati

govindam adi-purusam tam aham bhajami Bagaikan satu pelita yang menyalakan banyak pelita-pelita yang lain, sekalipun apinya menyala secara terpisah, namun memiliki sifat yang sama. Hamba memuja Pribadi Tuhan yang awal, yang mewujudkan Diri-Nya dengan kemuliaan-Nya yang sama dalam berbagai manifestasi-Nya yang berbeda-beda. (Brahma-samhita 46).

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 58

Berbagai bentuk Sri Bhagavan ini senantiasa berada di dunia rohani secara kekal. Para Avatara seperti Sri Vedavyasa dan juga Sri Narayana Rishi juga merupakan salah satu dari berbagai rupa Bhagavan yang tak terbatas itu. Suatu ketika apabila Sri Bhagavan bersedia oleh belas kasih-Nya memanifestasikan rupa ini di alam duniawi, sehingga dapat dialami oleh makhluk-makhluk di alam duniawi, maka Beliau dikenal sebagai Avatara. Beliau juga memberkati hamba-hamba Beliau yang terpilih, dengan lahir sebagai seorang anak di keluarga mereka atau juga menikmati manisnya pergaulan bersama mereka di dunia ini. Sesuai dengan maksud turun-Nya Beliau ke dunia, maka Beliau juga mempertunjukkan berbagai kegiatan rohani yang bermacam-macam. Setelah misi-Nya di dunia berakhir, maka Beliaupun menutup kegiatan-Nya, sehingga dunia tidak mampu lagi melihat-Nya. Walau demikian rupa Beliau tetaplah berada di dunia rohani, tidak musnah atau menjadi tidak ada lagi. Para Avatara Tuhan adalah bentuk kekal Sri Bhagavan atau Parambrahman yang senantiasa hadir di dunia rohani. Hal ini juga membantah pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa Avatara merupakan roh (atma) yang telah mencapai persatuan dengan Brahman, namun menghadirkan diri kembali ke dunia untuk menjalankan suatu misi. Avatara Tuhan adalah sva-amsa (bagian yang tak terpisah dari Tuhan) sebagaimana dijelaskan dalam Brahma-samhita. Namun jivatma adalah tetap jivatma, dia merupakan vibhinnamsa (bagian yang terpisah dan berbeda dengan Tuhan). Jivatma tidak dapat menjadi Parambrahman Sri Bhagavan. Memang benar insan-insan agung, roh-roh yang mahasempurna, rekan-rekan terdekat dan hamba-hamba Tuhan yang kekal di dunia rohani (dikenal sebagai nityasuri atau nityasiddha) berkat belas kasihnya atau perintah dari Sri Bhagavan Sendiri, juga turun ke alam duniawi ini. Tetapi mereka berbeda dengan Avatara yang merupakan rupa pribadi dari Sri Bhagavan.

Perlu diketahui pula, oleh karena Bhagavan Sri Vishnu tidak terbatas, begitu pula kediaman rohani-Nya, Sri Vaikuntha tidaklah terbatas. Perluasan rohani kediaman suci Beliau juga bisa berada di bagian manapun di alam semesta ini, khususnya di bumi. Sebagai contoh Uttarabadri yang berada di Himalaya juga merupakan perluasan dari tempat kediaman Sri Narayana yang sama, yang berada di Vaikuntha. Bagi jiva-jiva yang telah mencapai kesempurnaan rohani, maka dengan pergi ke Badri di Himalaya, mereka juga dapat melihat dan memasuki kegiatan lila kekal Sri Bhagavan di Vaikuntha. Bagi jiva biasa, Himalaya akan tampak sebagai pegunungan bersalju semata. Namun bagi para penyembah murni seperti Sri Madhvacharya, di Himalaya ini terletaklah Uttarabadri, tempat bersemayam-Nya Sri Vedavyasa dan Sri Narayana Rishi secara kekal.

Ketika Sri Vedavyasa membawa Sri Madhvacharya menemui Avatara Bhagavan yang lain yaitu Sri Narayana Rishi, yang juga bersemayam di Uttarabadri dalam rupa seorang yogi, segera beliau dipenuhi kebahagiaan rohani. Begitu melihat wujud Sri Narayana Rishi, cintakasih yang meluap-luap mebanjiri hati beliau. Seketika itu pula beliau melihat berbagai wujud Avatara Bhagavan yang lainnya beserta semua kegiatan rohani-Nya yang beranekawarna. Srimad Anandatirtha kemudian bersujud lurus bagaikan sebatang tongkat dan menyanyikan doa pujian kepada-Nya dengan sloka ini,

paramatmane satatamekarupine dasharupine shatasahasrarupine

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 59

avikarine sphutamanantarupine sukhachitsamastatanave namonamah

Sembah sujud hamba kepada Roh Yang Utama, yang tunggal tiada duanya, yang memiliki sepuluh wujud, seratus wujud, seribu wujud, dan wujud-wujud yang tak terbatas, yang senantiasa memberikan kebahagiaan dan kehidupan bagi seluruh alam semesta.

Srimad Anandatirtha pertama-tama melihat Bentuk Pribadi Beliau yang asli. Kemudian tampaklah Beliau dalam Dasarupa-Nya seperti Sri Matsyadeva, Kurma, dan Varaha. Lalu Satarupa, seratus rupa Beliau yang merupakan perbanyakan dari Sri Narayana, seperti Acyuta, Kesava, Janardana, dan sebagainya yang bersemayam di berbagai bagian Vaikunthaloka. Setelah itu beliau melihat Sahasrarupa, seribu wujud yang dimuliakan dalam Vishnu-sahasranama-stotram, seperti Vishva, Yajna, Vibhu, dan sebagainya. Akhirnya beliau melihat berbagai wujud Bhagavan yang tak terbatas, Anantarupa seperti Ajita, Hari, Hamsa, Prsnigarbha, Vibhu, Satyasena, Vaikuntha, Sarvabhauma, Visvaksena, Dharmasetu, Sudhama, Yogesvara, Brhadbhani, Adi-Buddha, Dattatreya, Rsabhadeva, dan lain-lain.

Tuhan dalam Rupa Pribadi-Nya yang kekal bukanlah khayalan atau hasil imajinasi sebagian pengikut Veda yang bodoh dan sentimental. Kita layak bersukacita karena dalam keluarga-keluarga yang menjalankan dan melindungi Veda-dharma seperti wangsa Soma-

yadava dan Surya, Tuhan tidak saja mengirimkan utusan-utusan-Nya, seperti para nabi dalam agama-agama lain. Bagi kita para pengikut Veda Beliau juga tidak cuma menunjukkan adanya begitu banyak pribadi yang mencapai pencerahan sempurna dan kesadaran tertinggi seperti para Alvar dan Maharishi. Dalam keluarga para pengikut Veda ini, Tuhan sungguh-sungguh turun, mengambil peran sebagai bagian dari umat manusia. Hanya di dalam masyarakat yang menerima Veda-dharma ini saja Tuhan Yang Mahaluhur membuka Diri-Nya untuk berhubungan sedemikian akrab dengan para penyembah-Nya. Di sinilah Tuhan tidak ditakuti, tidak pula dipandang penuh rasa segan. Di sini Tuhan dicintai sepenuh hati, menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup para hamba-Nya. Oleh karena itu Tuhan sungguh-sungguh turun dalam keluarga Vaidika, dan umat Hindu mengenal serta memuja-Nya sebagai Avatara.

Berjalan di tengah-tengah makhluk-Nya

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 60

BUDDHA DALAM HINDU

uddha dikatakan dipuja oleh umat Hindu, terutama dari golongan Vaishnava, sebagai Vishnu-avatara atau

Inkarnasi Vishnu. Pendapat atau keyakinan ini memang ditentang oleh umat Buddha, terutama dari kalangan tradisionalis yang dikenal sebagai Theravada. Dalam agama Buddha, Sakyamuni atau Gautama, yang kita kenal sebagai Buddha historis adalah seorang manusia biasa yang mencapai pencerahan sempurna menjadi Buddha seperti Buddha-Buddha lain yang telah mendahuluinya pada jaman yang telah lampau. Buddha bukanlah penjelmaan siapa-siapa. Tetapi pertanyaannya adalah apakah Buddha Sakyamuni (atau Sakyasingha) adalah Buddha yang sama, yang dibicarakan oleh kedua kelompok, umat Buddha dan Hindu Vaishnava? Sepengetahuan kita, Vaishnavisme banyak tidak sependapat dengan ajaran Buddhisme sebagaimana dibawakan oleh Sakyasingha, lalu apa logikanya mereka bisa memuja pendiri “agama saingan” sebagai penjelmaan dari Pujaan Tertinggi dalam keyakinan mereka? Belum lagi tidak ada satu Vaishnava pun secara tradisi yang bersedia melakukan pemujaan di tempat-tempat suci Buddhis. Perkecualian hanya di Vajrasana atau Mahabodhi Vihara di Gaya (Bihar)! Sekalipun sering dikatakan bahwa golongan Hindu Vaishnavalah yang mengangkat Buddha masuk ke dalam pantheon para deva Hindu demi membangkitkan kembali pengaruh agama Veda yang mengalami kemunduran selama berabad-abad oleh perkembangan pesat agama Buddha, tetapi sesungguhnya ini tidak benar. Pada praktiknya, tidak ada Vaishnava yang bersembahyang di Vihara Buddha, kecuali pada tempat yang kita sebut sebelumnya. Kita harus memperhatikan benar kenyataan ini.

Sebelumnya kita harus benar-benar paham apa yang dimaksud sebagai Buddha dan Vishnu dalam Vaishnavisme atau Hindu secara umum. Konsep Vishnu dalam agama Hindu, khususnya Vaishnavisme, tampaknya tidak dikenal dengan baik oleh umat Buddha. Mereka menyangka Vishnu adalah semata nama dari seorang deva, makhluk surgawi yang bercahaya,

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 61

suatu sesembahan yang bersifat pribadi fana. Sehingga tidak mungkin bagi umat Buddha untuk menerima bahwa Sakyasingha Buddha merupakan penjelmaan atau titisan deva ini. Tetapi Vishnu dalam Vaishnavisme bukanlah seperti itu. Vishnu bukanlah nama seorang deva, tetapi menunjukkan Kebenaran Mutlak Tertinggi yang dalam Vedanta disebut sebagai Param-brahman. Param-brahman ini merupakan Prinsip Utama yang diinsafi oleh para pengikut Vedanta dalam tiga aspek yaitu transendental personal, transendental imanens, dan transendental impersonal. Kemudian dalam Pancaratra-agama yang menjadi dasar dari Vaishnava-tantra dijelaskan bahwa Vishnu ini hadir dalam lima ekspresi yaitu Para, Vyuha, Vaibhava, Antaryami, dan Archa. Para adalah aspek yang tiada terkatakan, tiada bandingannya, prinsip tertinggi yang tak terungkapkan. Vyuha merupakan aspek emenasi dari Para, yang termanifestasi sebagai ekspresi dari aspek-aspek tertentu dalam ketidakterbatasan Para. Vaibhava merupakan Inkarnasi, yang menampilkan berbagai karakteristik tertentu dari Tuhan dalam wujud tertentu. Suatu ketika, atas kehendak-Nya Sendiri, wujud atau bentuk itu dapat memanifestasikan Diri di alam fisik yang dapat dipersepsi oleh makhluk-makhluk terikat. Antaryami adalah aspek yang meresapi segala-galanya dan berada di mana-mana. Archa merupakan Inkarnasi dalam bentuk Ikon Suci. Archa merupakan khas dari ajaran Pancaratra-agama atau Vaishnava-tantra, yaitu ketika yang tak terbatas mewujudkan Diri-Nya dalam fenomena alam yang terbatas atas permohonan praktisi spiritual yang memuja-Nya. Konsep seperti ini asing dalam pemahaman Buddhisme, terutama Theravada yang dikatakan berdasarkan ajaran-ajaran asli Buddha historis, Sakyasingha, sebagaimana adanya. Sedangkan dalam Vaishnavisme, Buddhadeva adalah salah satu perwujudan Vaibhava dari Param-brahman.

Secara teologis dan ontologis, kedua Buddha ini berbeda. Tetapi dari agama Buddha sendiri, kita mendapatkan sedikit informasi. Sumber-sumber dalam tradisi Vajrayana Tibet, salah satunya Taranatha, menyebutkan bahwa pada masa Buddha Sakyasingha terdapat seorang raja di daerah Oddiyana yang bernama Indrabhuti, yang kebetulan juga seusia dengan Buddha. Dalam kisah munculnya Vajrayana yang bersifat metafisik, dikatakan bahwa Indrabhuti berkeinginan mendapatkan ajaran dari Sakyasingha, yang memungkinkannya mencapai pencerahan tertinggi dalam satu tubuh, satu kehidupan, bebas dari segala kemelekatan tanpa harus meninggalkan fungsinya di kehidupan sekarang, dalam hal ini tentu adalah tugas dan kewajibannya sebagai raja. Sakyasingha lalu metransmisikan ajaran Vajrayana kepadanya, khususnya ajaran Guhyasamaja-mula-tantra. Selain itu Buddha juga mentransmisikan berbagai emenasi Anuttarayoga-tantra lainnya seperti Sri Kalachakra, Hevajra, dan Cakrasamvara. Jadilah Indrabhuti sebagai salah satu penerima awal ajaran Buddha Tantrayana atau Vajrayana. Dia mempraktikkan ajaran ini, mengembangkan, dan menyebarluaskannya di seluruh wilayah Oddiyana. Tersebut dalam legenda-sejarah Blue Annals, bahwa Munindra sendiri (Buddha Sakyasingha) mengajarkan Guhyasamaja kepada Indrabhuti dari Oddiyana. Seorang yogini dari alam Naga menerimanya dari Indrabhuti, lalu mengajarkannya kepada raja Visukalpa dari India Selatan. Mahasiddha Saraha mempelajarinya dari raja ini untuk kemudian diturunkan kepada Acharya Nagarjuna, tokoh Buddhisme Mahayana terbesar setelah masa Sakyasingha. Jadi bisa disimpulkan bahwa Oddiyana, yang

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 62

banyak disebut-sebut dalam berbagai literatur Tantra, terutama yang masih dilestarikan di Tibet, merupakan pusat Vajrayana, bahkan kemungkinan besar merupakan tempat awal munculnya Vajrayana. Kerajaan kuno Oddiyana diperkirakan oleh beberapa orang sebagai suatu daerah di India bagian barat, kemungkinan di lembah Swat. Namun penelitian para ahli sejarah India mendapatkan bahwa Oddiyana lebih tepat berada di negara bagian Orissa modern, di pesisir Timur India. Bukti-bukti kuat menunjukkan bahwa Orissa merupakan pusat Tantrayana yang besar selama berabad-abad, tidak seperti daerah Swat. Magnum-opus dari almarhum Prof. N.K. Sahu, “Buddhism in Orissa”, membuktikan semua ini dengan sumber-sumber tekstual maupun penemuan-penemuan arkeologis. Satu lagi didapatkan catatan mengenai Indrabhuti sebagai raja Sambhala, yang diperkirakan pula oleh para sejarawan sebagai pengajar utama Vajrayana secara historis. Vajrayana dari Indrabhuti ini menyebar ke Pascima Lanka yang diperintah oleh Jalendra, yang putranya menikah dengan saudari Indrabhuti yang bernama Laksmikara. Para sejarawan berpendapat bahwa Indrabhuti merupakan penggagas Vajrayana dan Laksmikara merupakan pengagas Sahajayana atau Dakini-tantra. Sambhala dan Lankapuri, di luar kemungkinan bahwa keduanya merupakan tempat di dimensi spiritual, diperkirakan sebagai Sambalpur dan Sonepur di Orissa modern. Konsep Adi-Buddha sendiri, sebagai total potensi pencerahan semua Buddha, sumber semua manifestasi Buddha dan Bodhisattva, khususnya dikenal dalam Vajrayana. Pada masa ketika Orissa menjadi pusat perkembangan agama Buddha Mahayana-Vajrayana, maka keyakinan ini berakar kuat dalam kehidupan masyarakat sebagai suatu agama negara. Vajrayana, Tantrayana, atau Mantrayana dari Indrabhuti, meyakini bahwa pencerahan tertinggi Kebuddhaan dapat dicapai melalui pelaksanaan pelafalan mantra (japa) dan puja, dalam hidup ini juga.

Terlepas dari kenyataan apakah Sakyasingha memang mengajarkan metode ini atau tidak, maka apabila kita secara ketat berpegang pada ajaran Buddha historis, adalah mustahil dapat memperoleh pencerahan dengan menggantungkan diri pada sarana-sarana seperti puja, penyembahan, dan sebagainya. Buddha historis mengatakan bahwa sepeninggal dirinya, para pengikutnya haruslah menjadi perahu untuk menyeberangkan diri mereka sendiri. Dia tidak dapat membantu mereka lagi. Lalu Buddha yang bagaimana yang dipuja dan dilafalkan mantranya oleh Indrabhuti? Sesuatu yang sangat menarik ditemukan dalam Jnanasiddhi karya Indrabhuti, yang menunjukkan keterkaitan antara Mahayana-Vajrayana dengan Vaishnavisme. Dinyatakan, “pranipatya jagannatham sarvajina-vararcitam sarva-buddha-mayam siddhi vyapinam gaganopamam, Persembahkan diri kepada Jagannath, yang disembah oleh mereka yang terbaik di antara pribadi-pribadi yang telah mengalahkan (insan-insan yang telah tercerahkan), yang adalah hakikat kesempurnaan semua Buddha, meresapi segala-galanya bagaikan angkasa yang tak terbatas.” (Jnanasiddhi 1.1). Sloka ini menyatakan pujian kepada Adi-Buddha. Identifikasi Adi-Buddha dengan Jagannath menjadi semakin bermakna apabila kita memperhatikan kenyataan bahwa keyakinan Vajrayana ini berkembang di Orissa, yang memiliki Jagannath sebagai Pujaan Utama, jauh sebelum agama Buddha mulai tersebar luas. Sri Jagannath yang dipuja oleh seluruh rakyat Orissa sampai saat ini di Pura Agung-Nya di Puri adalah personifikasi Adi-Buddha dalam Vajrayana. Sedangkan para Vaishnava memuja Jagannath ini

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 63

sebagai Vishnu, Kebenaran Mutlak Tertinggi yang meresapi segalanya. Vishnu juga diuraikan dengan perumpamaan gaganam (angkasa/langit) seperti Jagannath-Buddha dalam Jnanasiddhi Indrabhuti. Vishnu dinyatakan sebagai gaganasaddrusham, hakikat ketidakterbatasan yang diumpamakan angkasa. Indrabhuti tidak mengidentikkan Buddhanya dengan Sakyasingha, Buddha historis, melainkan dengan suatu Buddha yang bersifat adi duniawi, yaitu Jagannath Buddha. Jagannath yang sampai sekarang dipuja di Orissa adalah Buddhadeva dalam Vaishnavisme yang tidak berbeda dari Vishnu! Kami tidak mengatakan bahwa umat Hindu, khususnya Vaishnava, mengubah Adi-Buddha menjadi Vishnu atau sebaliknya. Tetapi kita bisa melihat bahwa keyakinan dan cara pandang Buddhisme Vajrayana terhadap Adi-Buddha dan Vaishnava terhadap Vishnu memiliki keparalelan. Kesejajaran ini terutama mencapai keharmonisannya dalam pemujaan Jagannath di Orissa. Sri Jagannath kemudian hadir sebagai Adi-Buddha bagi umat Buddha dan sebagai Mahavishnu atau Krishna bagi Vaishnava.

Informasi lain juga bisa kita temukan dari Amarakosha. Amarasingha yang menyusun

kamus Amarakosha membedakan antara Vishnu-avatara Buddha yang dinamainya Sugata Buddha dengan Buddha historis yang disebut sebagai Sakyamuni atau Sakyasingha. Lankavatara-sutra juga menyatakan seorang Buddha yang berbeda dan mendahului Sakyamuni. Lebih tegasnya kitab-kitab suci Hindu-Vaishnava yang menyebutkan tentang Buddha seperti Nrisingha-purana, Vishnu-purana, Agni Purana, Vayu-purana, Skanda-purana

ADI-BUDDHA JAGANNATH

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 64

dan sebuah naskah yang bernama Nirnaya-sindhu memuat catatan astronomis yang menyatakan saat kemunculan Buddha-avatara dari Vishnu di dunia. Berdasarkan perhitungan astronomis tersebut dapat disimpulkan bahwa Buddha yang dipuja oleh Vaishnava hidup pada 4000 tahun yang lalu, sedangkan Sakyasingha hidup 2500 tahun yang lalu.

Dengan adanya catatan ini, sebagian sarjana Vaishnava berpendapat bahwa Buddha-avatara juga mewujud secara fisik di dunia pada masa yang mendahului Sakyasingha. Dia mengajarkan Dharma yang kemudian kembali diajarkan oleh Sakyasingha, setelah dia menemukannya dalam pengalaman pencerahan di Vajrasana, Gaya. Ada pula yang berpendapat bahwa potensi Buddhadeva mewujudkan diri dalam Sakyasingha. Jadi Sakyasingha hanyalah manusia biasa yang mencapai tingkatan spiritual tertentu sehingga dia dapat menjadi wadah yang tepat bagi potensi itu. Ini tentu merupakan sudut pandang Vaishnava yang tidak berhubu-ngan dengan doktrin Buddhis manapun. Hanya saja menegaskan sekali lagi bahwa Buddhanya Vaishnava dengan Guru Agung Sakyasingha adalah berbeda. Hal ini juga bukan sesuatu yang istimewa dalam sejarah Veda. Keadaan serupa juga terdapat pada kasus Kapila-avatara. Memang ada dua Kapila. Satu Kapila merupakan Kapila-avatara, inkarnasi Vishnu, yang mengajarkan ajaran Sankhya theistik dalam Kapila-gita. Sedangkan satu Kapila lain adalah seorang filsuf yang mengajarkan Sankhya atheistik. Kapila-avatara hidup pada masa yang mendahului Sankhya filsuf. Kita juga mengenal dua Risabhadeva. Satu adalah Vishnu-avatara, sedangkan yang satunya lagi adalah seorang Arhat dalam agama Jain.

Buddha juga disebut sebagai Saktya-avesha-avatara. Saktya-avesha berarti seorang jiva biasa atau makhluk hidup biasa yang diberikan kuasa khusus dan kekuatan khusus dari aspek tertentu Tuhan. Sebagai contoh adalah para Avatara seperti Narada, Mahidasa, dan Empat Kumara. Kekuatan Tuhan bekerja melalui mereka, sekalipun mereka sendiri adalah makhluk hidup biasa. Memang benar Buddha dianggap salah satu Saktya-avesha sesuai dengan keyakinan bahwa Tuhan Sendiri secara Pribadi tidak menjelma pada jaman Kali sebagai Avatara. Dalam Veda dengan jelas dikatakan bahwa tidak ada Avatara pada Kaliyuga, sehingga dengan demikian tentu saja Buddha bukan termasuk golongan Avatara seperti Rama, Nrisimha, Vamana, dan sebagainya, tetapi termasuk golongan Saktya-avesha.

Walau demikian, menurut berbagai catatan dalam Veda dan Purana, yang juga diperjelas oleh Sri Jiva Gosvami dalam Sri Krishna Sandarbha, Sarva-samvadini-tika, dan Vishnu-dharmottara, dikatakan bahwa Buddha adalah seorang Saktya-avesha yang turun pada saat jaman Kali sudah berjalan selama 2000 tahun (tatah ity ayam kaler abda-sahasra-dvitiye gate vyaktah). Itu berarti sekitar 3500-4000 tahun yang lalu, sedangkan Sakyamuni atau Buddha Gautama hidup 2500 tahun yang lalu. Jadi jelas bahwa Buddha yang dimaksud dalam Veda bukanlah Buddha historis, melainkan Buddha lain yang oleh Amarasingha disebut sebagai Sugata Buddha. Sugata Buddha inilah yang disebut sebagai Saktya-avesha dari Vishnu, bukan Sakyamuni Buddha. Kemudian dalam Dasa-avatara-stotra, Sri Vadiraja Tirtha menjelaskan bahwa Vishnu-avatara Buddha mengajarkan dharma Kebuddhaan di alam surga kepada para deva, sedangkan Sakyamuni, yang dikatakan sebagai putra Suddhodana mengajar di alam

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 65

manusia. Buddha yang dipuja oleh umat Hindu, khususnya para Vaishnava, adalah Sugata Buddha ini atau yang oleh Sri Vadiraja disebut Paramatma Buddha.

Hindu dan Buddhisme, sekalipun memiliki banyak persamaan, namun juga berdiri pada dasar konsep ketuhanan yang berbeda. Umat Buddha tidak perlu merasa keberatan dengan keyakinan Hindu bahwa Buddha adalah salah satu Avatara Vishnu. Di luar ada tidaknya dampak politis dari keyakinan ini, setidaknya secara filosofis Buddha yang dimaksud oleh kedua belah pihak tidaklah sama. Umat Hindu juga tidak benar memaksakan bahwa Sakyamuni merupakan Buddha-avatara dari Vishnu. Dalam literatur Veda sendiri tidak ada bukti-bukti yang mendukung hal ini, tidak pula dalam tulisan para guru Hindu terdahulu. Tampaknya keyakinan bahwa Sakyamuni Buddha merupakan Avatara adalah kesalah-pahaman yang terlanjur populer dan disebar luaskan oleh mereka yang berada di luar tradisi Veda otentik.

Lalu di manakah umat Hindu, khususnya Vaishnava, memuja Buddha-avatara? Tentunya di Jagannath Puri, Orissa. Karena kita memuja Jagannath sebagai Param-brahman, dan Buddhadeva adalah salah satu wujud-Nya. Selain itu umat Hindu juga memuja Buddhadeva di Mahabodhi Vihara, di Bihar. Buddhadeva yang dipuja oleh Vaishnava merupakan salah satu wujud manifestasi Jagannath yang adalah Adi-Buddha, sumber semua potensi pencerahan, bukan Buddha Sakyasingha, Buddha historis yang merupakan manusia dan guru besar yang telah mencapai pencerahan, pendiri agama Buddha yang masih ada di jaman modern ini. Vajrasana atau Mahabodhi Vihara dinyatakan sebagai tempat pemujaan Adi-Buddha, jadi tidak mengkhusus pada peringatan pencapaian pencerahan Buddha historis saja. Lalitavistara bab 21 menyatakan bahwa Sakyasingha (Siddhartha) duduk di bawah pohon Bodhi di Vajrasana demi mencapai pencerahan sebagaimana para Buddha sebelumnya (purvabuddhasanasthah). Jadi jelas bahwa Mahabodhi Vihara tidak hanya dimaksudkan sebagai monumen peringatan pencapaian pencerahan Sakyasingha saja, melainkan semua Buddha sebelumnya. Dengan kata lain Mahabodhi merupakan tempat memuja hakikat tertinggi Kebuddhaan itu sendiri yang disebut Adi-Buddha dalam Vajrayana dan Vishnu-avatara Buddha atau Jagannath dalam Vaishnavisme. Inilah sebabnya mengapa para Vaishnava hanya bersembahyang pada Buddha di Mahabodhi Vihara saja. BUDDHA DI INDONESIA

Dari sumber-sumber Buddhisme di Cina, dikatakan bahwa raja Subhakarasingha dari Odra atau Orissa berjasa dalam membawa agama Buddha ke Cina. Subhakarasingha dikata-kan merintis penyebaran agama Buddha ke Cina dengan membawa Mahavairochana-sutra dan sebuah kitab ikonografi memuat berbagai mandala yang bernama Sarvatathagatha-tattvasamgraha yang secara khusus menekankan pentingnya Mahavairochana. Mahavairochana di sini juga merepresentasikan kembali konsep Adi-Buddha-Jagannath yang sudah berkembang di Orissa sebelumnya. Mandala-mandala terkenal yang berkaitan dengan ajaran ini antara lain Mahakaruna-garbhodbhava-mandala dan Vajradhatu-mandala. Ajaran-ajaran ini memang mencapai popularitasnya pada awal abad ke-8 di Orissa. Jagannath yang dipuja di Orissa sebagai Adi-Buddha sekali lagi mendapat tempat-Nya di pusat Vajradhatu-

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 66

mandala sebagai Mahavairochana. Para sejarawan di Orissa meyakini bahwa ajaran ini mencapai Cina setelah melalui Sumatra dan Jawa, di Indonesia. Ajaran tentang Mahavairo-chana ini masih dianut di Cina dan Jepang sampai sekarang.

Ajaran ini juga berkembang dengan kuat di Indonesia di masa kejayaan Srivijaya-Sumatra dan Mataram-Jawa, bisa dilihat dari isi kitab Sang Hyang Kamahayanikan Mantrayana, yang masih dilestarikan hingga saat ini oleh sebagian umat Buddha Indonesia. Bahkan lebih dari itu ternyata juga sampai pada jaman Majapahit yang melahirkan konsep Siva-Buddha sebagaimana ditemukan dalam kitab Sutasoma. Buddhisme Indonesia tampaknya merupakan turunan Mahayana-Vajrayana-Mantrayana. Para praktisi ajaran ini menyebut diri mereka mengikuti Dharma Kasugatan. Memang Buddha historis juga disebut dengan gelar Sugata, tetapi Amarasingha terutama menggunakan nama Sugata Buddha untuk menyebut Vishnu-avatara Buddha. Melihat pelaksanaan Dharma Kasugatan dan keyakinannya akan konsep Adi-Buddha yang theistik, maka tampaknya Buddhisme Indonesia ini bersifat Vajrayana. Theravada, yang lebih bersifat non-theistik, mazhab Buddhisme terbesar di Asia Tenggara dan Srilanka tampaknya tidak banyak berpengaruh pada Buddhisme Indonesia di masa lampau, yang sekarang sisa-sisanya masih ditemukan di beberapa tempat. Kompleks Candi Borobudur merupakan pengejawantahan fisik dari ajaran ini.

Candi Buddha terbesar di dunia ini merupakan Vajradhatu-mandala tiga dimensi yang luar biasa, dengan Mahavairochana di pusatnya, yang dilambangkan dengan stupa induk Borobudur. Sedangkan Mendut merupakan mandala Buddha Mahavairochana yang juga diuraikan dalam Kamahayanikan. Mahavairochana Buddha kembali mewakili konsep Adi-Buddha dan Jagannath yang juga diyakini dan dipuja oleh Vaishnava. Di antara kedua candi ini, yang posisinya membentuk garis lurus, terdapat Candi Pawon. Pawon merupakan tempat puja Homa atau Agnihotra, sebuah ritual api suci yang nyaris hanya dilaksanakan dalam Vajrayana saja, selain dalam agama Hindu tentunya. Homa juga masih dilaksanakan oleh para pengikut Shingon Buddhisme di Jepang, salah satu cabang Tantra Buddha yang juga memuliakan Mahavairochana. Di Jepang upacara ini disebut Goma. Poros Mendut-Pawon-Borobudur dengan jelas menggambarkan konsep dan ajaran agama Buddha mana yang diterapkan di sini.

Dengan demikian kompleks Borobudur merupakan satu lagi tempat suci Buddha yang juga boleh menjadi tempat persembahyangan Vaishnava-Hindu, setelah Mahabodhi Vihara di Gaya (Bihar). Sehingga secara spiritual tidak mengherankan bila Borobudur-Buddhis dibangun serangkaian dengan kompleks Candi Prambanan-Hindu (Prambanan=Param-brahman=Para-

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 67

vasudeva). Borobudur dibangun berdasarkan konsep bahwa dia merepresentasikan Kebuddhaan Tertinggi dalam Vajradhatu-mandala yang berpusat pada Mahavairochana. Mahavairochana adalah Adi-Buddha yang adalah Jagannath atau Vishnu sebagai Svayam-bhagavan-para-vasudeva atau Param-brahman. Sedangkan Prambanan menghadirkan Param-brahman dalam representasi Tri Natha, Tri Deva, atau Tri Murti. Keduanya menyatakan Kebenaran Mutlak Tertinggi yang sama! Sehingga bagi umat Hindu di Indonesia, khususnya para Vaishnava, di candi-candi inilah mereka dapat memuja Buddhadeva.

Sebagai kesimpulan dapatlah kita nyatakan bahwa Sakyamuni, Sakyasingha, atau

Gautama yang dikenal sebagai Buddha historis bukanlah Buddha yang dipuja oleh para Vaishnava sebagai Vishnu-avatara Buddha. Sakyasingha merupakan guru agung yang telah mengalami pencerahan tidak disembah oleh para Vaishnava, bahkan kenyataannya umat Buddha pun juga tidak menyembahnya. Umat Buddha hanya menghormatinya sebagai guru pembimbing, teladan yang tiada taranya bagi mereka. Buddha yang dimaksud oleh para Vaishnava berbeda dengan yang dimuliakan oleh umat Buddha sebagai pendiri agamanya. Perbedaan ini terutama sangat jelas sehubungan dengan pandangan kalangan Theravada dari Buddhisme. Selama ini golongan Vaishnava dianggap bertanggung jawab atas masuk atau diserapnya Buddha historis sebagai salah satu Avatara serta memperoleh kehormatan dalam pantheon deva-deva Hindu. Ini tidaklah benar! Pemujaan Vaishnava kepada Buddhadeva mendahului kemunculan Sakyamuni atau Buddha historis.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 68

PEMUJAAN LELUHUR

itab Satapatha-brahmana membicarakan mengenai lima utang yang ditanggung oleh manusia yang hidup di bumi ini. Seseorang berutang kepada Tuhan dan deva, kepada para rishi, leluhur, sesama manusia yang hidup, dan makhluk-makhluk yang lebih rendah dari manusia. Manusia menjadi berutang karena

untuk hidup dia membutuhkan bantuan dari semua ini. Menurut Veda utang-utang tersebut dapat dibayar melalui yajna (korban suci). Yajna dan puja menyeimbangkan kondisi manusia, sehingga manusia tidak semata-mata bisa menikmati saja tanpa memberikan tanda terimakasih apapun sebagai balasan kepada semuanya. Penghormatan dan persembahan kepada para pitri dan pelayanan kepada orang-tua serta leluhur adalah salah satu usaha untuk membalas jasa ini. Nilai-nilai tersebut dijunjung tinggi dalam Hindu dan juga dalam kepercayaan tradisional banyak bangsa. Bukan tidak mungkin ajaran Satapatha-brahmana, lebih dari 5000 tahun yang lalu telah diajarkan di dunia dan menyatu dengan jiwa bangsa-bangsa sampai hari ini.

Efek psikologis puja dan persembahan adalah berkembangnya eksistensi seorang individu. Dia menyelaraskan eksistensinya sendiri dengan keberadaan alam semesta beserta segala isinya. Dengan puja kepada para pitri, dimulai dengan leluhurnya sendiri, seseorang membangun relasinya dengan para leluhur seluruh makhluk hidup. Seorang anak manusia tidak lagi hidup sendirian di dunia ini. Arti dari mantra persembahan tarpana kepada pitri dalam Satapatha-brahmana memberikan gambaran tersebut. “a-brahma stamba-paryantam devarsi pitr-manavah trpayantu pitarah sarve matr-mata-mahadayah atita-kula-kotinam sapta-dvipa-nivasinam a-brahma bhuvanal loka-adidam astu tilodakam, Dari titik yang tertinggi sampai yang terendah, sejauh batas alam semesta, semoga para rishi yang suci dan para bapa leluhur, semua leluhur yang telah meninggal, baik dari pihak ibu maupun ayah, menerima persembahan ini. Semoga persembahan yang sederhana ini, berupa air yang menyejukkan dan biji-biji wijen memberikan manfaat bagi seluruh dunia, dari surga tertinggi sampai ke bumi, menyejahterakan para penduduk ketujuh benua yang tergabung dalam keluarga-keluarga yang banyaknya tak terbatas, dari masa lalu.” Ritual pitri-yajna atau pitri-puja dengan demikian merupakan suatu usaha untuk secara psikologis mengharmoniskan seorang manusia dengan dunia yang lebih luas di luar dirinya.

Pada pelaksanaan upacara persembahan pinda dalam Veda digunakan sejenis kue dari tepung beras atau makanan lainnya. Menurut Veda, kue ini bukanlah sekedar makanan saja. Kue-kue ini merepresentasikan para pitri itu sendiri dan pada akhirnya seluruh eksistensi alam semesta. Kue pertama dipersembahkan kepada ayah, karena ayah dipandang sebagai citra dari bumi (bhur), seperti api yang menikmati bumi, roh ayah menerima persembahan kue pertama. Kue kedua adalah untuk kakek yang dipandang sebagai representasi langit (bhuvah). Sebagaimana angin menikmati langit maka roh kakek menikmati kue kedua. Kue ketiga dipersembahkan untuk kakek buyut yang merepresentasikan surga (svah). Sebagaimana matahari menikmati surga, maka roh kakek buyut menerima kue ketiga. Bumi dan langit menyatakan eksistensi seluruh alam semesta dan surga menyatakan keberadaan Tuhan.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 69

Lampu (dipa) yang dinyalakan mewakili api, asap dupa mewakili angin, dan matahari atau vedi (altar) menjadi representasi Tuhan. Ketiganya, bumi, langit, dan surga menyatakan kelengkapan seluruh alam semesta. Sehingga dengan demikian sekali lagi dijelaskan dalam kitab-kitab Brahmana bahwa pitri-puja hendaknya dimaknai sebagai pengembangan secara psikologis individualitas manusia ke dalam eksistensi semesta untuk membangun hubungan yang selaras dengan alam semesta. Mempersembahkan pinda kepada para pitri bagaikan memberi makanan kepada seluruh ciptaan kosmis.

Puja kepada para leluhur merupakan salah satu jalan yang diberikan dalam Veda untuk dapat meraih kebahagiaan hidup di dunia. Pada awalnya para pitri diberi persembahan hanyalah sebagai wujud penghormatan oleh keturunannya. Tetapi dalam kehidupan duniawi, manusia juga mengalami banyak masalah yang perlu diatasi secara cepat. Masalah-masalah ini terkadang sulit diatasi seorang diri. Di sinilah, dalam batas-batas tertentu, para pitri dapat diharapkan bantuannya. Kedekatan mereka dengan keturunannya dan kecenderungan mereka untuk menjaga kesejahteraannya membuat para pitri lebih mudah dihubungi oleh manusia. Purana menyatakan bahwa di alam Pitriloka, para pitri dipimpin oleh Aryama, senantiasa melaksanakan puja kepada Tuhan demi kesejahteraan garis keturunannya. Ketika keturunannya mengingat para pitri yang berhubungan dengan mereka ini, maka kekuatan puja mereka juga akan membantu doa yang dipanjatkan oleh keturunannya di bumi. Dengan cara seperti inilah para leluhur tetap melindungi kita. Lebih jauh lagi, Veda bukan saja memberikan jalan untuk berhubungan dengan para pitri ini. Veda juga mengajarkan caranya agar kita membantu anggota keluarga yang telah meninggal untuk dapat memperoleh kedudukan yang layak di Pitriloka. Sekalipun tujuan semua jivatma adalah untuk kembali kepada Paramatma, namun tidak semuanya dapat melakukannya dalam satu kehidupan. Bagaimana nasib atma-atma anggota keluarga yang meninggal tanpa mencapai kesempurnaan tertinggi? Inilah yang menjadi inti dari Pitra-yajna, dimana keturunan atau keluarga yang masih hidup berusaha membantunya mendapatkan tubuh pitri. Sehingga dia dapat memperoleh kedudukannya yang layak setelah meninggal.

Keyakinan pada leluhur bagi para penganut Veda bukanlah sesuatu yang bersifat primitif atau menduakan Tuhan. Cinta dan keterikatan pada leluhur khususnya orangtua adalah kenyataan yang tak dapat dibantah dalam masyarakat manusia. Veda mengembangkan cinta ini, memperluas jangkauannya ke seluruh alam semesta, dan pada akhirnya kepada Tuhan. Siapakah leluhur tertinggi di alam semesta ini, bukankah itu Tuhan? Cinta kepada orangtua, kepada keluarga, kepada leluhur tidak harus dibuang kemudian dipaksa untuk mencintai Tuhan yang tak dikenal. Cinta ini harus disalurkan dan ditingkatkan sampai mencapai tujuannya yang tertinggi dan kekal. Inilah cara Veda membangun peradaban rohani. Veda membangun dengan menyempurnakan bangunan yang telah ada, bukan dengan merobohkannya secara membabi buta.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 70

ORANG SUCI HINDU DAN AJARAN DHARMA

ara orang suci Hindu disebut Sadhu, Sants, Mahant, atau Bhagavata. Mereka yang mengajarkan

pengetahuan keinsafan rohani kepada masyarakat luas juga disebut Guru atau Acharya. Mereka tidak saja mengajarkan secara teori tetapi juga melalui teladan pribadinya. Merekalah yang menjaga suksesi guru-murid yang tak terputuskan dari Tuhan dan para Acharya terdahulu sampai generasi yang sekarang. Para Sants, Sadhu dan Acharya adalah penjaga kelanjutan pewarisan dharma. Kaki padma mereka adalah tempat berlindung bagi semua jiva yang berkeinginan untuk mencapai kesempurnaan. Hindu masih tetap ada dan hidup segar hingga hari ini adalah karena mereka. Merekalah kepala dari seluruh masyarakat yang membangun tubuh Hindu. Setiap umat Hindu adalah murid yang dengan kerendahan hati memohon ajaran dari mereka. Ajaran mereka tiada lain adalah realisasi Veda itu sendiri dan merupakan kesempurnaan pengalaman rohani mereka di dalam jalan Veda.

Para orang suci (Sants) dan Acharya dari Bharatvarsha senantiasa menetapkan dan menjelaskan pokok-pokok pikiran devosional dan filosofis dari Upanishad, Gita, dan Bhagava-tam, yang membentuk keseluruhan tubuh Sanatana Dharma. Tidak ada pertentangan-pertentangan dalam uraian mereka itu. Apabila kita melihat adanya sesuatu yang tampak bertentangan, itu hanyalah karena kurangnya penafsiran yang benar atau pengertian yang tepat dari kita sebagai pembaca, karena setiap Sants dan Acharya menguraikan teori Ketuhanan dalam gayanya sendiri, sehingga untuk memaha-minya kita perlu mengerti gaya tulisan-tulisan mereka ini.

Satu hal yang mesti anda ketahui adalah, bahwa Tuhan yang telah merevelasikan kitab-kitab suci Sanatana Dharma, secara langsung atau melalui Brahma; adalah juga Tuhan yang mengutus pribadi-pribadi rohani dari tempat kediaman-Nya untuk datang ke planet bumi ini dan menegakkan Sanatana Dharma; dan adalah Tuhan pula yang mengungkapkan Kebahagiaan-Nya yang Sempurna dan mutlak, melalui lila rohani-Nya untuk menunjukkan jalan bhakti (lila atau permainan sukacita rohani, menurut Sanatana Dharma merupakan bentuk

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 71

ekspresi relasi Tuhan secara khusus dengan para pemuja-Nya). Bhakti inilah yang merupakan jiwa kehidupan dan intisari dari Sanatana Dharma dan semua pustaka suci. Dengan demikian, Sanatana Dharma yang abadi diciptakan oleh Tuhan, dihadirkan oleh Tuhan, ditegakkan, diajarkan dan disebarluaskan oleh rekan-rekan kekal Tuhan (para Sants dan Acharya).

Inilah yang menjadi alasan mengapa semua tulisan-tulisan rohani dari para Acharya dan Sants berada dalam keserasian sempurna dengan Upanishad, Gita, dan Bhagavatam (mewakili Prasthanatraya: sruti, smriti, dan nyaya atau sutra. Bhagavatam diterima sebagai smriti-purana dan juga nyayasastra karena merupakan ulasan atau bhasya atas Brahmasutra). Semua nama dan rupa Tuhan, dan juga filsafat untuk menginsafi Tuhan yang mereka jelaskan, sebenarnya sudah ada dalam Pustaka Suci (Veda). Tetapi beliau-beliau ini kemudian lebih lanjut menyederhanakan jalan pengabdian kepada Tuhan dan memperluas bahan-bahan yang bersifat devosional dengan mengungkapkan, misalnya lila Radha Krishna, sedikit lebih banyak daripada yang telah diulas dalam Upanishad, Purana, dan Bhagavatam.

Perbedaan-perbedaan yang tampak dalam tulisan-tulisan mereka dan ajaran-ajarannya merupakan representasi dari ketidakterbatasan wujud Tuhan, dan perbedaan-perbedaan ini berhubungan dengan status rohani sesungguhnya dari pribadi-pribadi yang mengungkapkannya. Hal tersebut juga merepresentasikan kebenaran ini, yaitu bahwa Tuhan Yang Maha Esa memiliki semua wujud yang tak terbatas. Demikianlah keyakinan penganut Sanatana Dharma terhadap ajaran para Sant dan Acharya yang berbeda-beda dalam tubuh tunggal Dharma kita ini.

Sri Ramanujacharya turun dari Vaikuntha, jadi beliau menekankan bhakti kepada Vishnu, namun beliau juga menjelaskan tentang pemujaan kepada Bhagavan Sri Rama dan Bhagavan Krishna. Beliau menulis tentang Sri Rama dalam bukunya, Sri Rama Patal dan Sri Rama Rahasya. Nimbarkacharya turun dari Goloka-dhama, jadi beliau mengajarkan tentang devosi kepada Radha Krishna. Sankaracharya merupakan titisan Siva, yang adalah Tuhan dalam yoga dan pembebasan, dan beliau juga seorang pemuja Krishna yang taat, jadi Sankaracharya menjelaskan tentang jnana dan yoga, namun disisipi juga tentang bhakti seperti yang kita dapatkan dalam bagian akhir ajaran Aparoksha-anubhutinya. Sankaracharya kemudian menguraikan pemujaan Krishna secara terperinci dalam Prabodha-suddhakara. Goswami Tulsidas adalah seorang pemuja Bhagavan Sri Rama yang abadi, jadi beliau secara panjang lebar memuji dan menyembah Bhagavan Sri Rama dalam semua tulisannya. Tetapi dalam suatu bagian Vinaya-patrika, beliau menulis bahwa maya tidak dapat menipunya karena beliau telah memiliki Nanda-kumara (Krishna) dalam lubuk hatinya. Contoh-contoh ini merepresentasikan status rohani sesungguhnya (posisi ontologis) dari masing-masing Sants dan Acharya, sekaligus juga menunjukkan penyerahan diri yang bersifat internal kepada berbagai Wujud Rohani Tuhan Yang Maha Esa.

Perbedaan-perbedaan yang tampak dalam berbagai bhasya (ulasan terhadap kitab suci) dari para Jagadguru atau Acharya ini bukanlah perbedaan atau pertentangan yang bersifat substansial. Mereka merupakan deskripsi dari Zat Illahi (divya-vastu) yang sama dengan suatu penyajian yang berbeda dan dengan pendekatan yang berbeda, dan terkadang mereka merupakan penjelasan yang lebih dalam lagi mengenai kebenaran rohani yang sama. Sebagai

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 72

contoh, Sankaracharya mengatakan dalam bhasyanya bahwa Tuhan adalah impersonal (nirakar) dan maya hanyalah khayalan belaka. Sri Ramanujacharya tidaklah menolak keberadaan nirakar-brahman dan sifat mengkhayalkan dari maya, namun beliau lebih lanjut menjelaskan bahwa nirakar-brahman merupakan salah satu aspek dari purushottam-brahman (Pribadi Tertinggi Tuhan) dan berada di dalam-Nya. Maya sendiri bukanlah khayalan, hanya efek atau hasil karyanyalah yang berupa khayalan, sedang maya merupakan kekuatan yang kekal dan tidak memiliki hidup (achit–lifeless). Jagadguru yang lain mengatakan bahwa roh merupakan bagian yang sangat kecil dari chit-shakti Tuhan. Jiva Goswami lebih lanjut mengungkapkan keadaan roh ini dan menjelaskan bahwa ada kekuatan (Tuhan) yang disebut jiva-shakti yang merupakan bagian dari chit-shakti. Roh sesungguhnya adalah suatu bagian yang sangat kecil dari jiva shakti tersebut. Nimbarkacharya dan Vallabhacharya memantapkan supremasi Krishna (aspek maskulin) tetapi mereka tidak sepenuhnya menjelaskan Ketuhanan Radharani (aspek feminin). Jiva Goswami dan Rupa Goswami lebih lanjut menjelaskan bahwa Radharani adalah jiwa Krishna dan kemutlakan dari kekuatan hladini (energi kebahagiaan Tuhan) yang merupakan kekuatan (shakti) personal utama dari Tuhan Tertinggi Krishna. Para Goswami kemudian juga menuliskan dalam Krishna-sandarbha, Priti-sandarbha, dan Ujjvala-nilamani suatu uraian yang terperinci mengenai keadaan-keadaan cinta rohani dan luapan kesukacitaan para gopi, Krishna, dan Radha sebagaimana mereka dilihat di Goloka-Vrindaban. Dengan demikian kita bisa melihat bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan substansial dalam ajaran para Jagadguru dan Acharya Sanatana Dharma. Semua ini merupakan deskripsi dari keberadaan rohani yang sama dalam gaya penulisan atau gaya pengajaran mereka yang khas dan sesuai dengan pengalaman pribadi mereka akan Tuhan.

Adalah salah apabila kita mengatakan berbagai sampradaya yang dirintis oleh para Jagadguru dan Acharya ini merupakan suatu perpecahan dalam tubuh Hindu atau Sanatana Dharma. Hindu juga bukanlah sekedar penggabungan (konglomerasi) secara sembarangan berbagai jenis tradisi dan ajaran rohani berbeda, dengan tujuan hanya untuk memperbesar kuantitas pengikut. Semua tradisi rohani yang beranekawarna, yang berkembang di India maupun yang tersebar luas di seluruh dunia, memang merupakan bagian dari Sanatana Dharma. Sekalipun wujud kasarnya berbeda, tetapi jiwa kehidupannya tetap sama, yaitu mengembangkan cintakasih rohani kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sanatana Dharma ini sungguh-sungguh menghormati keunikan relasi setiap roh dengan Tuhan, sekaligus juga membantu perkembangan potensi rohani kita setinggi-tingginya, cocok sesuai dengan keadaan yang kita butuhkan. Karena itu, sekalipun jiwa kehidupan Sanatana Dharma adalah satu, namun kita disediakan begitu banyak metode pendekatan yang sempurna sebagaimana dihadirkan oleh para Jagadguru-Acharya dan sampradayanya masing-masing.

Kata dharma dalam Veda diterjemahkan menjadi bermacam-macam. Dharma merupakan sesuatu yang menjadi satu dengan sang roh, kekal bersama roh, dia yang memberikan roh jati dirinya yang sejati. Tanpa dharma segala sesuatu bukanlah menjadi sebagaimana adanya (as it is). Seperti panas dari api atau terangnya cahaya memberikan jati diri bagi api dan juga cahaya. Tanpa panas, api bukanlah api dan tanpa terang, cahaya bukanlah cahaya. Panas dan terang merupakan dharma dari api dan cahaya. Demikian pula halnya dengan dharma bagi sang roh,

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 73

adalah berkaitan langsung dengan jati diri sejatinya. Dharma bukanlah sesuatu yang dibuat-buat karena itu dia dapat disebut pula sebagai agama dalam pengertian seperti di atas. Jadi agama juga bukan merupakan suatu keadaan yang tidak alamiah, tidak dipaksa-paksakan. Dia merupakan pancaran sejati dari jati diri sang roh yang asli.

Makhluk hidup atau roh (atma), sang kesadaran yang menghidupkan, disebutkan sebagai pancaran kecil dari Parambrahman Bhagavan Sri Krishna, Kesadaran Yang Mahatinggi atau Tuhan. Semua roh ini memiliki hubungan sejati dengan Roh Tertinggi. Hubungan ini merupakan salah satu dari kebenaran yang paling mendasar, yang disebut sebagai sambandha-tattva. Pengetahuan mengenai hubungan ini disebut sambandha-jnana. Kebenaran selanjutnya adalah tindakan dalam hubungan tersebut. Apa yang seharusnya terjadi dalam hubungan itu, ini disebut abhideya-tattva, dan pengetahuan mengenai hal itu dikenal sebagai abhideya-jnana. Pada titik akhir sampailah kepada apa maksud dari hubungan itu. Apa yang menjadi tujuan tertinggi dari semuanya ini. Kebenaran mengenai tujuan tertinggi dikenal sebagai prayojana-tattva, dan mengetahui hal ini merupakan keinsafan terhadap prayojana-jnana. Bila seseorang merenungkan semua ini dalam-dalam dan juga melihat dari mata kitab-kitab suci yang diwahyukan, maka kita mendapatkan bahwa cinta merupakan penjelasan bagi ketiga kebenaran ini. Kita berhubungan dengan Tuhan melalui cinta, tindakan dalam hubungan itu adalah karya-karya dalam cinta, dan tujuan tertinggi segalanya adalah mencintai Tuhan dengan sepenuh-penuhnya. Cinta ini merupakan tujuan (sadhya) dan juga merupakan cara (sadhana) untuk mencapai tujuan itu. Cara yang sempurna adalah merupakan kesempurnaan itu sendiri, sadhana yang sejati juga merupakan sadhya yang tertinggi itu, bagaikan lingkaran yang tak terputuskan, tiada awal dan akhirnya, dan mahamutlak. Inilah kosep ketuhanan dan kerohanian yang sejati, yang dinyatakan oleh semua kitab suci dan oleh mereka yang tercerahkan.

Pengabdian cintakasih atau Bhakti merupakan jawaban sesungguhnya atas semuanya ini. Hanya dia yang mampu mengungkapkan kebenaran yang paling mendasar, karena dia merupakan kebenaran itu sendiri. Bhaktilah yang merupakan dharma sejati, agama yang asli bagi semua makhluk hidup. Bhaktilah yang mampu mengungkapkan ketiga kebenaran mendasar itu dengan sempurna. Agama sejati adalah yang mampu membawa roh dalam keinsafan seperti itu. Dapatlah kita simpulkan bahwa Bhakti adalah merupakan dharma sejati bagi sang roh. Bhakti bercahaya sebagai perwujudan jati diri sang roh yang sesungguhnya. Dia kekal bersama roh, dia merupakan sifat alamiahnya, karena hanya dalam Bhaktilah hubungan antara roh dengan Tuhan diungkapkan secara sempurna. Oleh karena itu dikatakan bahwa Bhakti merupakan jiwa kehidupan Sanatana Dharma.

Hindu seperti yang telah kita pahami sebenarnya adalah Sanatana Dharma yang berdasarkan atas ajaran Veda. Sanatana Dharma sendiri merupakan fungsi roh yang kekal, sehingga sesungguhnya penampakan luar atau jasmaniah tidaklah seberapa penting dalam Hindu. Penerapan ajaran Veda atau agama Hindu dapat berkembang sesuai dengan keadaan di tempat dia tumbuh, sekalipun prinsip-prinsip yang mendasarinya tetap sama.

Sebagai contoh seorang pemuda yang jatuh cinta dengan seorang gadis bisa saja mengungkapkan perasaannya dengan cara yang berbeda-beda. Masing-masing orang tidaklah

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 74

sama. Ada yang mengungkapkannya dengan memberi setangkai mawar, ada yang memberi isi seluruh toko kembang, ada yang mengarang puisi atau menyanyikan lagu, dan sebagainya. Ungkapan cinta juga bisa diberikan dengan mempersembahkan sesuatu yang menurut kita paling baik dan indah. Tentu saja batasan yang terbaik dan terindah ini sangat relatif, berbeda masing-masing bangsa, masing-masing suku, masing-masing keluarga, bahkan masing-masing individu. Tetapi esensi dari cinta itu tetap sama. Di manapun juga cinta adalah cinta yang sama. Inilah yang diajarkan oleh Veda. Hindu mengijinkan umatnya mengembangkan potensi pribadinya sendiri setinggi-tingginya. Standarisasi bukan dalam hal eksternal tetapi menyatukan pandangan secara internal atau batiniah.

Sebenarnya bukan saja Hindu di India tampak berbeda dengan di tempat lain, bahkan tradisi Hindu di India Utara dengan Selatan saja sudah cukup berbeda. Sebagai contoh lagi dalam sejarah kita ketahui di kala India berada dalam masa kelam di bawah penjajahan bangsa-bangsa dan agama asing, India Selatan relatif tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi penuh tekanan ini. Kebudayaan Veda masih tumbuh dan berkembang dalam keindahan dan keasliannya yang sama sebagaimana beribu-ribu tahun yang lampau. Dengan adanya perlindungan kerajaan-kerajaan dan panglima-panglima perang Hindu yang cukup kuat, peradaban Veda yang suci tetap terjaga di India Selatan. Demikian pula hampir semua orang suci utama di jaman Kali, jaman kita ini, yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan ajaran Veda hingga hari ini, muncul dan hidup di India Selatan. Di antara mereka adalah para Nayanmar Saiva, Alvar Vaishnava, dan para Acharya. Sedangkan di Utara, tradisi Hindu telah menyesuaikan dengan pengaruh budaya bangsa lain yang pernah menjajah India dengan penuh tekanan. Kita tidak mendapatkan bentuk pemujaan yang penuh gegap gempita dan kemewahan seperti di Selatan. Di Utara kita bisa melihat Pura-pura Hindu yang berbentuk Haveli, seperti rumah orang kebanyakan.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 75

VEDA TAMIL

enghormatan Hindu kepada kekayaan budaya asli mungkin paling tepat ditunjukkan oleh adanya Veda Tamil di samping Veda Sanskrit. Veda Tamil atau Divya Prabandham adalah revelasi yang disampaikan oleh para Alvar di India Selatan. Alvar dalam bahasa Tamil berarti “mereka yang terbenam” dalam

Kesadaran Tuhan dan sifat-sifat-Nya. Menurut tradisi ada 10 Alvar, yaitu Kasarayogi, Bhutayogi, Bhranta-yogi, Bhaktisara, Satakopa, Vishnucitta, Kulasekhara, Bhakta-anghri-renu, Munivahana, dan Kalidvamsha. Kemudian dua pribadi suci lainnya yaitu Madhurakavi dan Andal (Godadevi) juga dimasukkan dalam kelompok para Alvar, sehingga membentuk kelompok yang terdiri dari 12 orang suci. Mereka berasal dari berbagai kalangan, komunitas, golongan dan kedudukan sosial dalam masyarakat. Para Alvar sangat penting bagi kita, karena melalui merekalah Tuhan Yang Maha Esa Sriman Narayana memberikan revelasi 4000 madah suci yang tergabung dalam kitab Nalayira Divya Prabandham. Mereka sendiri juga menggambarkan melalui teladan kehidupannya bahwa sesungguhnya tidaklah ada keterkaitan antara kelahiran, kasta, kekayaan dsb. ketika kita sampai pada CINTA Tuhan. Para Alvar memberikan sumbangan yang sangat bermakna dalam membentuk wajah Hindu masa kini, sebuah tradisi rohani berusia ribuan tahun yang bersumber pada Veda.

Para Alvar telah dipilih oleh Tuhan Sendiri sebagai sarana untuk menyebarkan amanat yang suci, yaitu bagai-mana kita dapat mencapai Tuhan. Kumpulan 4000 Yang Suci merupakan gabungan dari revelasi yang diterima oleh para Alvar dalam bentuk madah suci dan penuh oleh bhakti serta kerinduan yang bergelora kepada Tuhan, berikut pedoman bagaimana kita dapat menjalani hidup yang bermakna. 4000 madah suci ini adalah Tamil Veda (Veda dalam bentuk bahasa Tamil) atau Dravidaveda (Veda dari Negeri Selatan). Para Alvar mengarahkan kita agar menempatkan keyakinan kita kepada Tuhan dalam mencapai pembebasan, menggunakan waktu kita secara bermanfaat dengan melayani para hamba-Nya dan menikmati kemuliaan-kemuliaan-Nya yang tiada batasnya dan mahamenyucikan.

Para Alvar, keinsafan rohani, pencerahan sempurna, dan tradisi sucinya dikodifikasikan oleh Nathamuni, seorang suci agung yang boleh kita katakan bagaikan Maharishi Vyasadeva bagi Veda Sanskrit. Nathamuni menyusun kebenaran sejati (tattva) yang diinsafi oleh para Alvar, yang tentu juga sepakat dengan kebenaran sejati Veda Sanskrit, menjadi Divya Prabandham dan mendapatkan status istimewanya sebagai Dravidaveda. Brahman bagi para Alvar bukanlah suatu kekosongan besar yang jauh dari umat-Nya. Beliau adalah Pribadi yang amat dekat dan karib. Dengan berbagai Wujud-Nya, Inkarnasi-Nya, dan Ciri Pribadi serta Nama-Nya yang khas, mengalami pertukaran cintakasih yang begitu mesra bersama para

NAMMALVAR/ SATAKOPA

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 76

penyembah-Nya. Tuhan adalah Junjungan, Sahabat karib, Anak kesayangan, dan Kekasih tercinta bagi mereka. Tidak ada jarak yang memisahkan para Alvar dengan Tuhannya, Tuhan Yang Maha Esa Penguasa Seluruh Alam Semesta, Pencipta, Pemelihara, dan Pelebur yang tunggal. Ini merupakan ajaran utama yang terkandung dalam Divya Prabandham.

Sanskrit Veda merupakan suatu kompedium berbagai jenis ilmu pengetahuan. Tamil Veda di sisi lain merupakan ilmu pengetahuan yang sudah berupa intisari. Tamil Veda hanyalah mengandung informasi yang paling kita butuhkan untuk mencapai pembebasan dan tidak membutuhkan kualifikasi awal apapun untuk dapat mempelajarinya. Siapa saja yang tertarik dapat mulai mempelajari Tamil Veda dan segera memahami maknanya melalui seorang guru yang ahli.

Divya Prabandham terdiri dari 4000 paasuram (bait syair) yang terbagi menjadi empat bagian yaitu, Mudal-ayiram, Irandam-ayiram, Mundram-ayiram, dan Naangam-ayiram, merujuk kepada empat Veda Sanskrit, Rig, Yajus, Atharva, dan Sama Veda. Berbeda dengan Veda Sanskrit yang amat sulit dipahami tanpa bimbingan yang benar dan proses disiplin spiritual yang ketat, Divya Prabandham lebih lugas dalam penyampaian tattvanya sehingga lebih mudah dipahami oleh kebanyakan orang dan jarang menimbulkan kesalahan penafsiran. Divya Prabandham juga dapat dipelajari dan dilantunkan oleh semua golongan, tidak seperti Empat Veda Sanskrit yang secara tradisional hanya dapat didaraskan oleh Brahmana yang telah melatih diri dalam teknik-teknik pengucapan mantra secara tepat dan benar. Melalui Divya Prabandham ini para Alvar menarik hati seluruh lapisan masyarakat. Kata-katanya yang dihiasi kedalaman filsafat dan perasaan, menembus batas-batas keturunan dan golongan, mengikat semua orang dalam keimanan mereka. Para Alvar telah memahat satu warisan rohani yang berpengaruh dalam hati banyak orang, bertahan dari generasi ke generasi. Divya Prabandham telah membuat ilmu pengetahuan rohani dan tuntunan yang tersimpan dalam Veda Sanskrit tersedia bagi semua orang. Sebelumnya, karena kesalahpahaman sistem kasta yang kaku dan berbagai kepentingan, Vedadharma seakan menjadi barang mahal yang menjadi milik segolongan orang tertentu. Tetapi dengan Divya Prabandham para Alvar membuatnya membumi dan menjadi agama rakyat.

Tidak ada larangan apapun dalam mempelajari, melantunkan, dan memahami Tamil Veda. Hasil dari mempelajari Tamil Veda adalah memahami hubungan yang kekal antara Jivatma dengan Paramatma, meningkatkan cinta kepada Tuhan, dan berkembangnya keinginan atau kesukaan dalam melayani Tuhan serta para penyembah-Nya. Ajaran Tamil Veda sendiri juga tidaklah ketinggalan jaman. Dia dapat membantu kita dengan berbagai macam cara dalam menjalani kehidupan ini. Bila kita sungguh tertarik untuk maju dalam hidup rohani maka Tamil Veda akan membantu kita. Ajaran Tamil Veda akan membantu mengubah dan mengarahkan hati kita, membawa kita ke jalan yang benar. Sesungguhnya siapapun yang membenamkan dirinya dalam amanat suci Tamil Veda akan dapat menyerahkan diri sesuai kehendak Tuhan dan tidak akan berbuat yang melenceng dari jalan-Nya. Vaishnavisme Tamil merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perkembangan agama Hindu di India dan dunia. Tamil Veda adalah salah satu kekayaan kesusasteraan suci Hindu yang tiada bandingannya.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 77

HINDU DAN BUDAYA TIONGHOA

ada umumnya kita berpikir bahwa budaya dan agama India mempengaruhi Cina hanyalah melalui Buddhisme, namun sesungguhnya hubungan ini sudah ada sejak

jaman Veda ribuan tahun yang lalu. Mahabharata yang mengisahkan sejarah India diperkirakan tidak lebih muda dari 3000 b.c.e. mencatat bahwa utusan dari Cina juga hadir membawa hadiah bagi Pandava dalam upacara Rajasuya-yajna. Bahkan ketika Bharatayudha pasukan Cina yang berkulit langsat turut serta berperang di bawah pimpinan Maharaja Bhagadatta dari Pragjyotisapuram, bersama pasukan bangsa Kirata (bangsa di daerah Himalaya seperti Tibet, Nepal, dll.).

Tradisi delapan belas siddha-yogi di India Selatan menyatakan bahwa salah satu siddha yang bernama Kalangi-natha berasal dari Cina dan mencapai kesempurnaan di India Selatan. Beliau mempelajari ilmu pengetahuan kesempurnaan yoga dalam garis parampara para siddha yang dipimpin oleh Maharishi Agastya, Sang Adi-Siddha. Setelah mencapai kesempurnaan dikatakan bahwa Rishi Kalangi-natha kembali lagi ke Cina. Ketika Rishi Kalangi-natha bersiap memasuki mahasamadhi kekekalan, beliau meminta muridnya yang berasal dari India Selatan bernama Rishi Bhoga-natha, untuk lanjut mengajarkan pengetahuan ini di Cina. Rishi Bhoga-natha menceritakan perjalanannya ke Cina dalam kitab Bhoga-Saptakanda. Beliau ke sana dengan mengendarai sebuah vimana (pesawat udara) dan memperoleh beberapa murid yang kemudian diajarinya ilmu pengetahuan para siddha. Perjalanan ini terjadi kira-kira sekitar tahun 500 b.c.e.

Rishi Bhoga-natha menciptakan tubuh yang sesuai untuk mengajar di Cina dengan siddhi yang disebut parakaya-pravesha. Tubuh ini kemudian dikenal dengan nama Bo Yang. Di Cina, Bhoga-natha mengajarkan konsep kekuatan yang saling menyerasikan antara Siva-Sakti, konsep yang telah diajarkan oleh Adi-siddha Maharishi Agastya beribu-ribu tahun sebelumnya. Beliau membawa ajaran Yoga dan Tantra serta melatih beberapa murid Tionghoanya dalam ilmu pengetahuan siddha-yoga ini. Bhoga-natha juga dikatakan mengajarkan ilmu kimia dan pengobatan siddha kepada bangsa Tionghoa. Beliau juga mengetahui rahasia pembuatan Ramuan kaya-kalpam, yang berasal dari Maharishi Agastya. Beliau membentuknya menjadi tablet yang

BHOGA-NATHA

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 78

dapat memberikan kekuatan hidup dan tubuh tak terhancurkan. Oleh orang-orang di Cina disebut pil dewa.

Bhoga-rishi kemudian kembali ke India bersama beberapa murid terdekatnya. Salah satu muridnya adalah orang Tionghoa bernama Yu. Yu diberi pil dewa oleh Bo Yang dan berhasil mencapai siddhi kekekalan. Oleh Bhoga-natha, Yu diberi nama Pullipanni, karena dia pergi dengan mengendarai seekor harimau (pulli). Siddha Pullipanilah yang kemudian menuliskan Bhoga Saptakanda yang sampai kini masih diwarisi di India Selatan. Kita mengetahui kisah Rishi Bhoga-natha berkat tulisan dari Pullipani ini.

Sekembalinya di India, Bhoga-natha kemudian menghadiri pertemuan para siddha yang dipimpin oleh Adi-siddha kekal Agastya. Mereka memutuskan untuk menetapkan bhakti-yoga sebagai jalan pembebasan di jaman Kali. Bhoga-natha kemudian diperintahkan untuk membuat Arca Muruga (Kumara atau Subrahmanya) sebagai Istadevata para siddha dan menyusun aturan-aturan pemujaan-Nya. Bhoga-natha membentuk Arca ini dari Nava-pashana (sembilan racun) dengan aturan tertentu sehingga mengeras seperti batu. Bahan-bahan abhiseka yang disiramkan ke Arca ini kemudian dapat menjadi obat yang digunakan untuk mengobati segala penyakit. Hyang Muruga lalu memanifestasikan Diri-Nya sebagai Bhagavan Dandayudhapani-svami dalam rupa arca ini, yang kemudian distanakan di bukit suci Palani, India Selatan. Palani menjadi salah satu dari araipadaveedu, yaitu enam tempat perziarahan suci bagi para pemuja Hyang Muruga dan mereka yang mengikuti ajaran parampara para siddha India Selatan. Rishi Bhoga-natha sendiri kemudian memasuki mahasamadhi dan menghilang di bawah Arca Dandayudhapani.

Bersamaan dengan kehadiran Bhoga-natha di Cina, Lao Tsu juga mengajarkan Taoisme (abad ke-5 b.c.e.). Lao Tsu mengajarkan konsep Yin-Yang untuk pertama kalinya di Cina. Konsep ini serupa dengan ajaran mengenai Siva-Sakti dari tradisi para siddha Veda. Sebelum Lao Tsu tidak ada naskah Cina yang membahas konsep ini, sehingga boleh dikatakan Lao Tsu lah yang memberikan pengetahuan ini bagi bangsa Tionghoa. Lao Tsu merupakan pendiri agama Tao yang mirip dengan ajaran Dharma Veda. Dalam Taoisme juga diajarkan metode-metode yoga sadhana dan tantra seperti asana dan mudra. Lao Tsu sendiri kemudian dipuja sebagai seorang yang mencapai kesempurnaan (siddha), dikenal sebagai Mahadewa Tay Shang Lao Chun. Mahadewa Tay Shang diyakini pula memiliki kemampuan membuat pil dewa.

Taoisme dan kemudian Buddhisme serta Konfucianisme (Kong Hu Cu) membentuk hampir keseluruhan tradisi keagamaan dan keyakinan bangsa Tionghoa. Tao secara jelas masih menunjukkan adanya kesamaan dengan ajaran Veda. Bukan tidak mungkin Rishi Bhoga-natha, Bo Yang, dan Lao Tsu adalah pribadi yang sama. Website Pura Agung Palani memuat cerita Bhoga-natha di Cina ini dan menyamakannya dengan Lao Tsu. Lao Tsu dikatakan menuliskan kitab Tao Te Jing sebelum beliau naik ke alam dewa. Informasi serupa juga kita dapatkan dalam Bhoga Saptakanda, yang mengatakan bahwa Bhoga-natha memberikan peninggalan kitab kepada bangsa Tionghoa sebelum beliau kembali ke India selain juga mengajarkan teknik membuat kapal uap. Legenda Lao Tsu di Cina juga menyatakan bahwa beliau pergi ke Barat (India) mengendarai seekor kerbau hijau, menghilang, dan tak pernah kembali lagi.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 79

Kepercayaan kuno bangsa Tionghoa sebelum munculnya Taoisme yaitu pemujaan kepada Shang Ti, Tuhan Tertinggi, juga menunjukkan ciri-ciri Vedik. Banyak usaha-usaha misionaris yang mengidentikkan pemujaan Shang Ti dengan Yahwe Yahudi. Tetapi bahkan pemujaan Yahwe Yahudi sekalipun, juga hanyalah mencontoh ritual pemujaan yang sudah ada dalam Veda ribuan tahun sebelum bermulanya agama Yahudi. Sampai saat inipun, ketika pemujaan Shang Ti telah disederhanakan sebagai altar Thian (Thian Tie Kong) di tempat-tempat sembahyang bercorak Tionghoa, tetap saja masih menunjukkan ciri Vediknya. Paling tidak pemujaan ini sama sekali tidak bertentangan dengan Veda dan Hindu masa kini.

Inti keyakinan religius bangsa Tionghoa bahkan sampai ritual eksternalnya, masih menyisakan jejak ajaran Veda yang jelas. Penghormatan dalam agama tradisional Tionghoa kepada orang-orang berjasa yang kemudian didewakan, seperti Dewa Kwan Kong, para siddha-yogi, seperti Mahadewa Tay Shang Lao Chun, para roh duniawi yang menjadi penguasa daerah (vastu-devata atau grama-devata), seperti Dewa Tanah Tu Ti Pa Kung, sampai saat ini masih ditemukan kesejajarannya dengan tradisi keagamaan Hindu di India maupun di tempat lainnya.

Kita meyakini bahwa seluruh dunia pada masa lalu merupakan satu kesatuan dalam peradaban Veda. Veda diajarkan ke mana-mana termasuk ke Cina. Ini juga bukanlah peristiwa yang terjadi baru-baru saja. Hubungan Tiongkok dan India sudah berlangsung lebih dari 10.000 tahun. Bukan hal yang mengherankan bila Veda dalam bentuknya yang khas sudah melebur dalam jiwa bangsa Tionghoa. Kita melihat saudara-saudara Tionghoa kembali menjadi Hindu merupa-kan suatu penegasan akan kembalinya mereka ke pangkuan nenek moyang sendiri. Tidak ada salahnya seorang anak yang dahulu merantau, ingat rumah, tidak bisa melupakan rumah, dan kembali ke rumah.

Agama Hindu dan kepercayaan tradisional Tionghoa terutama Taoisme sama-sama meyakini adanya alam-alam kehidupan dan berbagai kelompok makhluk-makhluk hidup yang tersebar di seluruh alam semesta ini. Beberapa tinggal di alam yang secara spiritual berada di atas bumi ini dan beberapa tinggal di bawah bumi. Makhluk-makhluk ini ada yang tergolong mampu memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi manusia, ada pula yang dapat mengganggu kehidupan manusia. Beberapa ritual dan ajaran dalam Veda dan juga dalam Taoisme memungkinkan manusia berhubungan dengan makhluk-makhluk dari alam kehidupan yang berbeda, untuk mengusahakan keselarasan semesta yang pada akhirnya juga dapat memberikan kesejahteraan bagi manusia. Salah satu golongan makhluk hidup yang dapat memberikan kebaikan pada kehidupan manusia adalah para pitri, yaitu termasuk di dalamnya adalah para leluhur kuno umat manusia sampai anggota keluarga kita yang telah meninggal. Di antara para pitri ini juga tidaklah sama. Ada berbagai tingkatan dengan kemampuan spiritual yang berbeda, asal yang berbeda, dan masing-masing juga memiliki kedekatan yang berbeda dengan manusia yang hidup di bumi. Dalam tradisi Hindu dikenal beberapa kelompok pitri seperti Agnisvatta (pitri dari para deva), Barhisad (pitri dari para asura), Vairaja (pitri dari para pertapa), Somapa (pitri dari para brahmana), Havismat (pitri dari ksatriya), Ajyapa (pitri dari vaisya), Sukalin (pitri dari sudra), Vyama (pitri dari luar empat varna), dan sebagainya. Para pitri ini mencapai kedudukannya bukan saja berdasarkan garis

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 80

keluarga saat dia masih hidup sebagai manusia, tetapi juga disiplin rohani dan dharma yang dilaksanakannya. Mereka yang hidup di alam para leluhur atau Pitriloka, dan alam cahaya atau Devaloka, dapat dihubungi oleh manusia di bumi dengan metode tertentu. Leluhur yang didewakan ini tentu lebih mudah dihubungi karena ikatannya dengan yang hidup lebih dekat. Inilah yang membentuk pemujaan pitri dalam Veda, yang mungkin juga mempengaruhi kepercayaan tradisional Tionghoa. Kami pernah membaca bahwa para dewa Tionghoa banyak merupakan para leluhur yang semasa hidupnya melakukan disiplin spiritual tertentu, melaksanakan perbuatan bajik dan kepahlawanan dalam masyarakat dan berhasil mencapai tingkatan spiritual yang spesial, sehingga sekalipun tidak hidup di bumi lagi tetapi masih terus dapat membantu manusia dalam menjalani kehidupannya. Kita bisa sisihkan keyakinan akan kemampuan mereka membantu kita, tetapi kita tidak boleh menyangkal perbuatan-perbuatan bajik mereka dan teladan yang mereka berikan dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk ini kita wajib menghormati dan memuliakan para leluhur kita. Kepercayaan tradisional yang berkembang di India, Asia Tenggara, dan Cina (mungkin juga di bagian dunia lainnya) mengusahakan agar hubungan baik dengan para pitri ini masih tetap terjaga.

HINDU HYANG MURUGA TIONGHOA

Sejauh pengamatan kita, semua unsur-unsur ini dihadirkan dalam persembahyangan warga Tionghoa. Konsep pemujaan dan persembahan kepada leluhur dalam Veda tampaknya masih dilaksanakan oleh warga Tionghoa yang tetap setia pada kepercayaan leluhurnya, sekalipun mungkin maknanya sudah terlupakan dan hubungannya dengan Veda sudah tidak diketahui lagi. Bagi saudara-saudara Tionghoa kita yang kembali memeluk Hindu sebagai akar keyakinan para leluhurnya, maka sudah selayaknya mendapatkan kembali akses ke dalam Vedasastram. Kebijaksanaan Veda akan kembali memperjelas makna terdalam dari ritual-ritual yang selama ini hanya dianggap sebagai warisan budaya belaka. Sebuah aktivitas fisik tanpa makna akan sangat mudah ditinggalkan oleh siapa saja. Tanpa mengetahui makna, kita tidak dapat menghargai kemampuan para leluhur Tionghoa dahulu mengemas ajaran Veda dengan keindahan budaya lokalnya. Kini dengan mata pengetahuan Veda diharapkan para generasi muda Hindu Tionghoa dapat melihat kebenaran tersembunyi dalam “bahasa ritual-ritual budaya” yang diwariskan oleh para leluhurnya. Bahkan sepertinya makna inipun dapat menjelaskan berbagai bentuk pitri-puja yang sampai saat ini masih ada dalam banyak kebudayaan di Indonesia dan di dunia.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 81

HINDU DAN KEHIDUPAN MANUSIA DI DUNIA

ujuan hidup ini adalah melatih diri secara bertahap dalam rangka menuju kepada kesempurnaan rohani tertinggi. Seluruh hidup manusia sesungguhnya adalah rangkaian sebuah ritual dan upacara penyucian. Dalam setiap fase evolusi fisik kehidupan haruslah disucikan demi pelayanan kepada Tuhan. Para rishi pada

masa lampau menyusun berbagai ritual penyucian demi membangun masyarakat manusia yang memiliki nilai-nilai budaya tinggi dan sepenuhnya sadar akan tujuan-tujuan rohaninya. Ritual atau upacara-upacara ini dalam Hindu disebut samskara. Melalui pelaksanaan samskara-samskara ini pikiran dibangkitkan menuju Tujuan Akhir yaitu pencerahan sempurna dan berakhirnya siklus kelahiran–kematian yang berulang-ulang. Bagi umat Hindu samskara merupakan pengalaman spiritual yang hidup. Melalui samskara-samskara dalam berbagai fase kehidupan manusia maka tubuh jasmani ini, yang merupakan Pura tempat bersemayamnya Tuhan, menjadi disucikan dan dibuat agar pantas dalam pelayanan kepada Tuhan. Samskara dimaksudkan untuk menempa kepribadian seseorang sehingga ia dapat menjadi anggota masyarakat yang ideal dan seorang yang mendapatkan pencerahan rohani. Dua samskara terpenting dalam Hindu adalah Inisiasi (Samasrayana/ diksha) dan pernikahan (Vivaha-samskara).

Menurut Veda secara ideal hidup manusia terdiri dari empat tahapan yang disebut

Ashrama. Awalnya adalah brahmacharya, tahap hidup menuntut ilmu yang ditandai dengan upanayana-samskara. Kemudian diikuti oleh grhastha, membangun rumah tangga yang ditandai dengan Vivaha-samskara, sampai kemudian pengunduran diri (vanaprastha) dan pelepasan ikatan (sannyasa). Vivaha yang diterjemahkan sebagai pernikahan sebenarnya berarti “menerima beban” (tugas). Vivaha menandai masuknya seorang Hindu menjadi perumah

UPANAYANA

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 82

tangga yang memiliki kewajiban memelihara dan melaksanakan dharma yang telah dipelajarinya selama hidup sebagai brahmacari.

Para perumah tangga adalah unsur yang paling penting dalam masyarakat Veda karena mereka membangun dasar dari seluruh masyarakat. Adalah para grhastha yang menjalankan fungsi mengatur sumber daya dalam masyarakat demi memberikan kesejahteraan kepada sesama dan lingkungan. Grhastha juga berperan dalam menjaga berlangsungnya hubungan antara Tuhan dengan ciptaan-Nya melalui kesinambungan pelaksanaan yajna. Dengan demikian grhastha menjalankan fungsi Mahavishnu dalam kehidupan duniawi. Pada upacara suci pernikahan atau Vivaha-samskara, mempelai pria Hindu diperlakukan sebagai representasi Mahavishnu dan mempelai perempuan sebagai Mahalaksmi.

Upacara pernikahan Hindu memiliki makna yang mendalam dan merupakan perpaduan simbolis dari ritual dan tradisi. Bentuk upacara pernikahan yang saat ini masih dilaksanakan menurut tradisi Veda di India paling tidak sudah berusia 4000 tahun. Setiap bagian dalam upacara ini memiliki makna simbolik, filosofis, dan spiritual. Pernikahan bukan saja menyatukan jiwa kedua mempelai, tetapi juga menciptakan ikatan yang kuat antara dua keluarga (gotra). Penekanan pernikahan dan hidup berumah tangga dalam Veda (Hindu) adalah pelaksanaan kewajiban memelihara Veda-dharma. Para perumah tangga memiliki dharma untuk memperoleh kekayaan secara legal untuk dinikmati olehnya sendiri beserta keluarga (bidang sosial-ekonomi), untuk melaksanakan ajaran dharma dan untuk menyokong kehidupan para siswa (bidang pendidikan), para vanaprasthin serta sannyasi (bidang spiritual). Jadi upacara pernikahan atau Vivaha merupakan upacara yang sangat suci untuk mempersatukan seorang laki-laki dan seorang perempuan sepanjang hidup berumah tangganya agar dapat bahu-membahu menjalankan dharma. Vivaha merupakan komitmen sepanjang hidup. Dia merupakan pengikat yang terkuat dalam hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, disaksikan oleh Tuhan, para deva, leluhur, orangtua, keluarga besar, kawan-kawan dan seluruh dunia. Ini sesungguhnya adalah komitmen yang tak terbatalkan untuk seumur hidup.

Pernikahan Minakshi-Sundareshwara (Uma-Maheshwara), disaksikan oleh Sri Vishnu

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 83

Bagi seorang Hindu, pernikahan yang suci adalah satu-satunya cara untuk melanjutkan garis keluarga, dan dengan demikian juga membayar utang budinya kepada para leluhur (pitri-rna). Dalam Hindu pernikahan adalah untuk pertumbuhan spiritual dan suatu cara mempelajari berbagai hal dalam kehidupan melalui pengalaman. Dengan kata lain pernikahan dalam Hindu merupakan cara sempurna untuk mengikuti jalannya hukum suci Sang Pencipta (rta).

Pada upacara pernikahan Veda yang terutama dilakukan dalam Hindu tradisional India, bagian terpenting disebut Saptapadi (Tujuh Langkah). Saptapadi adalah tujuh kali berjalan mengitari api suci yajna searah putaran jarum jam sambil mengucapkan tujuh sumpah pernikahan. Putaran dimulai dari arah bintang kutub (Dhruvaloka) sebagai lambang keteguhan, karena Dhruva merupakan bintang di alam semesta ini yang tidak pernah berubah posisinya. Empat putaran pertama, mempelai laki-laki membimbing mempelai perempuan, sedangkan tiga putaran berikut dilaksanakan sebaliknya. Sejak saat ini dan untuk selama-lamanya kedua mempelai sah menjadi suami istri dan istri harus dihormati oleh seluruh anggota keluarga lain sebagai Grahalaksmi (Dewi Keberuntungan dalam rumah tangga).

Tujuh langkah ini adalah untuk mengikrarkan sumpah suci pernikahan. Dengan dibimbing mantra pendeta, kedua mempelai mengucapkan ikrar secara berbalasan dimulai oleh mempelai laki-laki. “Kekasihku, cinta kita diperkuat dengan engkau berjalan satu putaran bersamaku. Engkau akan menyajikan makanan padaku dan kita akan saling membantu dalam segala hal. Aku akan selalu mengasihi dan memberi kesejahteraan serta kebahagiaan bagi dirimu dan anak-anak kita |Aku menyerahkan diriku dengan rendah hati kepadamu, supaya engkau memberiku tanggung jawab atas rumah, pangan, dan urusan rumah tangga. Aku berjanji padamu akan melaksanakan semua kewajibanku sebagai istri demi kebaha-giaan semua anggota keluarga kita dan anak-anak.”

“Kekasihku, kini engkau telah berjalan dua putaran bersamaku. Penuhilah hatiku dengan kekuatan dan semangat. Bersama kita akan melindungi rumah tangga dan anak-anak kita|Sayangku, dalam dukamu aku akan mengisi hatimu dengan semangat dan kekuatan. Dalam bahagiamu aku turut bersukacita dan aku berjanji padamu akan selalu memuaskan-mu dengan kata-kata yang manis dan merawat keluarga serta anak-anak kita. Sebaliknya engkau hanyalah mencintai diriku saja sebagai satu-satunya istrimu.”

“Kekasihku, kini engkau berjalan tiga putaran bersama-ku. Dengan kekuatan sumpah suci kita, kekayaan dan kemakmuran kita akan terus berkembang. Engkau akan menjadi satu-satunya perempuan yang kucintai dan kuhormati sebagai istriku. Bersama kita akan mendidik anak-anak kita dan semoga mereka berumur panjang|Sayangku, aku akan mengabdi dan mencintaimu sepenuhnya sebagai suamiku. Aku akan memperlakukan semua laki-laki berada setelah dirimu. Aku akan mengabdi padamu sebagai istri yang setia dan engkaulah yang menjadi sumber bahagiaku. Inilah janjiku padamu.”

“Kekasihku, adalah berkat terbesar bagiku dapat menjalani empat putaran bersamamu. Engkau membawa kemujuran dan kesucian dalam hidupku. Semoga kita dianugerahi anak-anak yang patuh dan mulia. Semoga mereka panjang umur| Sayangku, aku akan

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 84

menghiasimu dari ujung kaki sampai ujung rambut dengan kebahagiaan. Aku akan selalu memuaskanmu dengan segala kemampuanku.”

“Kekasihku, kini engkau berjalan lima putaran bersamaku. Aku mengetahui bahwa seorang istri adalah sahabat yang terbaik dan yang selalu mengharapkan kesejahteraan bersama. Engkau telah memperkaya hidupku. Semoga Tuhan senantiasa memberkatimu. Semoga semua yang kita kasihi berumur panjang dan berbagi kemakmuran bersama kita| Sayangku, aku akan selalu bersamamu dalam suka maupun duka. Cintamu akan menjadikanku mempercayaimu dan menghormatimu. Aku akan berusaha mengabulkan semua harapanmu.”

“Grahalaksmiku, engkau penuhi hatiku dengan kebahagiaan dalam menjalani enam putaran bersamamu. Semoga engkau berbahagia dan merasa damai selama-lamanya|Pati-parameshwara-ku, dalam semua tindakan yang berada di jalur kebenaran, dalam semua bentuk kenikmatan dan juga karya-karya rohani, aku akan selalu mendampingimu.”

“Kekasihku, begitu kita menjalani tujuh putaran ini bersama, cinta dan persahabatan kita akan semakin kekal dan semakin kekal. Kita telah dipersatukan dalam Tuhan. Kini engkau sepenuhnya menjadi milikku dan aku juga mempersembahkan hidupku kepadamu. Semoga pernikahan kita ini abadi selama-lamanya|Sayangku, demi Tuhan dan Pustaka Suci, aku kini telah menjadi belahan jiwamu. Sumpah apapun yang telah kita ucapkan, telah diucapkan dengan pikiran yang suci. Kita akan selalu jujur dalam segala hal. Kita akan saling mencintai dan menghormati untuk selama-lamanya.”

Seluruh makna pernikahan yang suci dalam Hindu, digambarkan oleh tujuh pernyataan ikrar ini. Setiap keluarga Hindu, sekalipun mungkin tidak mengikuti tradisi Veda di India dan mungkin saja tidak melaksanakan Saptapadi dalam upacara pernikahannya bukanlah suatu masalah. Tetapi mereka tentu harus menghayati dan mengamalkan makna ikrar suci ini, supaya dapat membangun keluarga yang ideal, sesuai dengan nilai-nilai Veda-dharma.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 85

PEREMPUAN

ebuah pembahasan mengenai ajaran dalam Hindu tidak akan sempurna tanpa membahas kedudukan wanita dalam masyarakatnya. Bahkan mereka yang “terlahir” dalam

Sampradayam, tak jarang sangatlah sedikit mendapat informasi mengenai apa yang disampaikan oleh sastra suci mengenai perempuan. Setiap orang yang telah berpengalaman tinggal beberapa saat di India Selatan akan dapat melihat betapa lebih besarnya kebebasan yang diberikan kepada kaum perempuan Selatan dibandingkan saudari-saudarinya di bagian Utara. Satu-satunya alasan sederhana yang menjelaskan perbedaan ini adalah karena di Utara, Muslim telah berkuasa selama lebih dari 6 abad sehingga mau tidak mau, cara atau budaya yang berkembang dalam masyarakat mereka mengenai kedudukan seorang perempuan di mata kaum laki-laki, juga mempengaruhi masyarakat Hindu di sana. Namun di bagian Selatan, agama Hindu masih tidak tersentuh oleh sikap-sikap mereka yang tidak sejalan dengan ajaran Dharma yang kita anut ini.

Utamanya sebagaimana kita ketahui dalam masyarakat Srivaishnava, kaum perempuan menikmati kebebasan yang luas. Mereka bertanggung jawab atas jalannya kehidupan rumah tangga dan dengan demikan juga meluas pada masyarakat secara umum. Kaum perempuan tidak dipaksakan untuk mengikuti atau melaksanakan ritual-ritual selain membantu suaminya menjalankan kewajiban keagamaan mereka sehari-hari. Perempuan juga berhak menerima inisiasi (diksha) Pancha-samskara, walaupun biasanya dilakukan bersamaan dengan suaminya atau sesaat sebelum melangsungkan pernikahan, namun selalu tersedia kesempatan serta dukungan untuk menerimanya langsung seorang diri! Potensi mereka dikembangkan seluas-luasnya dengan selalu menyemangatkan dan menyediakan fasilitas bagi mereka untuk membaca, mempelajari, dan melantunkan berbagai paasuram Divya-prabandha (mantra-mantra Veda Tamil yang memiliki peranan vital dalam masyarakat Srivaishnava). Para wanita juga selalu melaksanakan japa Mantra Tiga Rahasia Agung yang tersuci (Rahasyatraya).

Penghormatan yang besar juga diberikan sebagaimana ditunjukkan oleh mantra-mantra terpilih dari Sri Lakshmi Tantra berikut (Adhyaya 43: 61-72) mengenai perempuan dan kedudukan mereka dalam Tradisi Pancaratra. Sejauh mana pernyataan-pernyataan sastra suci ini diwujudkan dan diterapkan dalam masyarakat Hindu saat ini, hendaknya selalu menjadi perhatian bagi kita bersama secara serius.

Sang Ibunda Semesta bersabda kepada Indra, raja para deva, “Seorang pria hanyalah bisa dikatakan punyam (memiliki kebajikan rohani) apabila dia bebas dari segala kegiatan berdosa, secara teguh berpegang pada ajaran-ajaran Pustaka Suci, melaksanakan perbuatan yang tidak

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 86

dikutuk oleh kaum wanita dan yang dapat menyenangkan hati mereka. Seorang yogi tidak boleh berbuat kesalahan kepada perempuan, baik dalam pikiran, melalui ucapan, maupun perbuatannya. Di manapun Aku berada, segala kesejatian (tattva) ada di sana. Di manapun Aku hadir, maka semua deva juga bersemayam di sana. Di manapun ada Aku, segala kebajikan ada di sana. Di manapun Aku bersemayam maka Krishna juga akan bertahta di tempat itu. Akulah prinsip kewanitaan yang meresapi segala-galanya di alam semesta ini dan yang bersemayam dalam diri setiap perempuan.

Dia yang bersalah pada kaum wanita, bersalah kepada-Ku, Lakshmi Sendiri, dan siapapun yang berdosa di hadapan Lakshmi, telah berdosa kepada seluruh alam semesta. Dia yang memiliki maksud-maksud jahat dan tidak terpuji kepada perempuan, sudah bersikap menghina dan merendahkan Aku Sendiri. Maka siapapun yang bermaksud jahat kepada-Ku, dia juga sudah berbuat kejahatan kepada seluruh alam semesta. Mereka yang Kukasihi adalah yang hatinya bergembira ketika melihat kaum wanita bagaikan kegembiraan melihat indahnya cahaya rembulan, yang tidak pernah pula memendam maupun mengembangkan pemikiran-pemikiran atau prasangka jahat terhadap mereka. Sebagaimana tidaklah ada noda dosa pada Narayana maupun pada Diri-Ku, wahai engkau Indra, tidak pula pada seekor sapi, seorang brahmana dan seorang yang terpelajar dalam Vedanta. Maka tidaklah ada kekotoran atau kesialan yang ada pada kaum perempuan. Inilah yang hendaknya engkau ketahui wahai Indra! Bagaikan Ganga, Sarasvati, dan juga Aruna, bebas dari segala ketidaksucian dan kejahatan, maka demikianlah halnya semua wanita harus dimuliakan sebagai yang tak ternoda.

Ketahuilah bahwa sejatinya Aku, Sang Ibunda bagi ketiga dunia, adalah dasar dari sifat kewanitaan, dan telah membuat kekuatan-Ku terwujud dalam diri kaum perempuan. Dengan demikian seorang wanita juga adalah ibu bagi ketiga alam, seorang dewi yang dipenuhi segala kelimpahan. Setelah memahami wanita adalah perwujudan-Ku secara langsung, bagaimana mungkin seorang yogi dapat menghindari penghormatan kepada mereka? Seseorang tidak boleh menyakiti wanita, bahkan tidak boleh berpikir sekalipun untuk menyakiti wanita. Seorang yogi yang sungguh-sungguh ingin mencapai kesempurnaan yoga, harus selalu berusaha bertindak di jalan yang direstui kaum perempuan. Dia harus memandang semua wanita sebagai ibunya, sebagai sang dewi, sebagai Diri-Ku Sendiri!”

Hindu berbeda dengan agama-agama Abrahamik yang cenderung menempatkan Tuhan sebagai pribadi maskulin dan paternalistik yang tidak memberikan tempat vital bagi perempuan. Kita bisa lihat dalam sejarah, bagaimana para pengikut tuhan

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 87

maskulin ini memusnahkan pemujaan kepada Dewi, divinitas feminin, dan menganggap mereka yang memujanya sebagai kafir. Hindu menginsafi Tuhan sebagai Kesempurnaan Yang Mahalengkap. Impersonal juga Personal. Tidak laki-laki, tidak perempuan, namun sekaligus juga adalah Prinsip Kelaki-lakian Tertinggi (sebagaimana Narayana bagi Vaishnava dan Siva bagi Saiva, yang disimbulkan dengan Lingam) dan Sang Ibunda Tertinggi, Perempuan Yang Paling Awal (Sri atau Mahalaksmi bagi Vaishnava dan Shakti bagi Saiva, yang disimbulkan dengan Yoni).

Sri Laksmi Tantram merupakan salah satu kitab Pancaratra-agama yang digunakan oleh golongan Vaishnava. Sebagaimana namanya, kitab ini memuliakan Mahalaksmi sebagai bagian tak terpisahkan dari Narayana, Tuhan Tertinggi dalam Vaishnavisme. Selain merupakan Kebenaran Mutlak Tertinggi dalam Pribadi Pasangan Rohani Yang Mahalengkap, Sri Sri Laksmi Narayana dalam teologi Vaishnava, maka Mahalaksmi juga dipandang sebagai Tuhan dalam sisi feminin-Nya atau “Tuhan Perempuan”. Konsep Ketuhanan semacam ini hampir tidak ada di luar agama Veda.

Sri Laksmi Tantram diturunkan oleh Sang Ibunda Tertinggi secara langsung kepada Indra, Raja Para Deva, istimewanya juga mengungkapkan makna rahasia yang terkandung dalam mantra-mantra Veda utama seperti Purusha-suktam dan Sri-suktam (pada

Adhyaya ke-50 dari total 57 Adhyaya-nya). Keistimewaan lainnya adalah Sri Laksmi Tantram “terungkapkan pada dunia” berkat keinsafan atau pencerahan yang dicapai oleh seorang perempuan juga yaitu Anusuya, istri dari Maharishi Atri. Jadi Laksmi Tantram adalah literatur Pancaratra-agama yang unik, karena memuliakan “Tuhan Perempuan”, Sri Mahalaksmi, diungkapkan oleh Sri Mahalaksmi Sendiri, dan kemudian hadir di dunia ini berkat seorang perempuan.

Pada Sri Laksmi Tantram Adhyaya 1, mantra 3-6 terlebih dahulu mengungkapkan kemuliaan Atri sebagai salah satu Rishi dalam Veda. Pravara atau “keturunan rohani” Atri disebut Aatreya. Beberapa yang paling termashyur dalam Pravara ini adalah Sutrakara Bhaudhayana, Katyayana, Apasthambha, dan Laukakshi. Secara umum ada 407 Rishi yang “melihat” Rig-veda mantram (mantra-drishta). Maharishi Atri dan Pravara-nya (Aatreya) terutama mengungkapkan Mandala ke-5. Maharishi Atri dijelaskan sebagai seorang yang telah menaklukkan semua dorongan indera jasmaninya secara sempurna, sang bijak yang merupakan Parama-yogi menguasai keseluruhan 14 bagian Yoga-sastram (Yoga-sutra Patanjali Adhyaya ke-2 yang disebut Sadhana-pada membahas 11 dari 14 bagian ini). Beliau juga

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 88

termashyur tak pernah goyah dalam usahanya menyerap Pengetahuan Sejati (Brahma-jnanam). Atri telah memusnahkan seorang Asura bernama Svarbhanu yang dengan kekuatan jahatnya ingin mengacau alam semesta dengan menghancurkan matahari. Beliau melakukan itu hanya dengan kekuatan pikirannya saja yang berada dalam kesempurnaan tapa. Sekalipun beliau seorang Grihastha (orang berkeluarga), namun beliau tidak terpengaruh Triguna, yaitu kebaikan relatif, nafsu, dan kebodohan atau kegelapan batin (sehingga diberi nama Atri). Sang Maharishi telah melampaui ketiga keberhasilan dalam hidup (Dharma, Artha, dan Kama), telah mencapai Moksha dan adalah seorang Rishi yang kekal abadi. Demikianlah keagungan dan pencapaian spiritual Maharishi Atri, sehingga sungguh konyol jika kita memperbandingkan para Rishi Veda seperti Atri dengan para nabi dalam agama lain, apalagi menganggapnya sama dengan manusia biasa seperti kita. Oleh pengaruh cara berpikir empiris orang Barat, banyak orang beranggapan bahwa bagian Veda tertentu, misalnya Smriti, bisa saja salah karena disusun berdasarkan ingatan para Rishi, bukan revelasi langsung. Sekalipun Smriti-sastra mungkin hasil ingatan para Rishi, tetapi kesalahan macam apa yang bisa dibuat oleh seseorang yang mampu memusnahkan seorang Asura hanya dengan kekuatan pikirannya saja?

Setelah memuliakan Atri, mantra 7-9 menggambarkan keagungan Dharmapatni-nya, sang istri Anusuya. Anusuya adalah sesempurnanya seorang perempuan yang terbaik sebagai istri. Yang tertinggi di antara Pati-vrata (sang istri setia maha-utama). Yang telah mendapatkan kedudukan sebagai Ibunda dari Tiga Devata (Brahma, Vishnu, dan Siva dahulu menguji kesetiaan Anusuya dengan menyamar sebagai tiga orang brahmana muda yang meminta makanan namun harus disajikan oleh Anusuya tanpa busana. Permintaan brahmana pantang ditolak, maka Anusuya dengan kekuatan kesetiaan dan pengabdiannya sebagai istri memercikkan air ke arah Tiga Devata dan mengubah Mereka menjadi bayi. Anusuya lalu menyusui Mereka Bertiga). Anusuya adalah seorang perempuan yang dipuji bahkan oleh para Deva, bercahaya gemilang oleh kekuatan tapanya, mencapai kemaha-tahuan, memahami secara sempurna semua Dharma-sastra, dan memperoleh segala ilmu melalui pelayanannya kepada suami.

Mantra 10-16 mengungkapkan bagaimana Anusuya bersujud kepada suaminya dan memohon pengetahuan rahasia ini. Dia berkata, “Oh Bhagavan, junjunganku yang maha-mengetahui, Guru dari para bijak. Anda sudah mengungkapkan semua sastra dan memberkati hamba dengan berbagai upadesham (ajaran suci). Hamba telah memahami dengan jelas intisari segala pengetahuan dan juga “buah” yang mereka hasilkan. Menurut hemat hamba dari semuanya tidak ada yang sebaik Bhagavata-dharma, dan Pancaratra-agama adalah yang termulia. Walau demikian dalam upadesham-mu hamba memperhatikan satu hal. Kapanpun Anda menguraikan Bhagavata-dharma, sungguh mengejutkan karena Anda tidak pernah menyinggung Vaibhavam (uraian kemuliaan dan kebenaran sejati) mengenai Mahalaksmi. Sejauh ini Anda belum pernah menjelaskan secara terperinci bagian-bagian sastra suci yang berkaitan dengan Mahalaksmi-tattva, apakah karena topik ini demikian rahasia ataukah karena hamba tidak pernah mempertanyakannya kepada Anda? Hamba sangat ingin memahami Mahalaksmi Vaibhavam yang sangat istimewa itu. Siapakah sejatinya Beliau itu (svarupa),

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 89

bagaimana Beliau mengungkapkan Diri-Nya, apakah sumber-sumber Pramana yang dapat memahami Beliau, apakah Inti Terdalam dari Beliau, bagaimanakah cara mencapai-Nya, dan apakah yang kita dapatkan dengan Beliau sebagai Rakshaki (Pelindung) kita? Anda adalah Acharya dan juga suami hamba yang termulia! Anda menguasai berbagai Brahma-vidya untuk mencapai Parambrahman dan juga mahir dalam semua tattva. Maka berkatilah hamba yang bersujud di hadapan Anda demi memahami jalan sejati, pengetahuan rahasia tentang Mahalaksmi.”

Puas mendengar pertanyaan ini dari istrinya, dengan penuh sukacita Sang Maharishi

menjawab sebagaimana dijelaskan dalam mantra ke 17-20. “Sayangku, yang mahir segala dharma dengan sempurna. Engkau sudah mengingatkanku akan ajaran yang belum kuberikan selama ini. Aku menunggu engkau bertanya mengenai hal ini. Oleh karena itu kinilah saatnya aku memberikan upadesham atas Mahalaksmi-tattva. Wahai yang terkasih, ketahuilah bahwa kemuliaan Sang Ibunda dijunjung di atas kepala semua Upanishad, mahkota semua Veda. Mahalaksmi-tattva bersemayam secara kekal dalam Veda-sirah (puncak kepala Veda). Kini engkau memiliki adhikara (pencapaian spiritual yang memberikan kepantasan) untuk mendengarnya berkat pertapaan dan kesetiaanmu yang tiada bandingannya. Suatu ketika Maharishi Narada juga ditemui oleh para Rishi dari Malaya-desham yang memiliki pertanyaan sama denganmu. Mereka adalah para Brahma-jnani (orang-orang yang sudah mencapai pencerahan tentang Brahman), ahli yang terpercaya dalam mengajarkan Bhagavata-dharma (atau Pancaratra-sastram), dan adalah pelaksana berbagai Yajna yang paling dimuliakan.”

Dari uraian di atas kita memahami bagaimana pada masyarakat Veda, seorang perempuan bisa memiliki pemahaman sempurna atas segala pengetahuan. Tanpa pertanyaan dari Anusuya, maka dunia tidak akan pernah mendapatkan pengetahuan Sri Laksmi Tantram ini.

Dattatreya. Putra Anusuya dan Atri. Penjelmaan tiga Devata

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 90

Bahkan suaminya sendiri dengan jujur mengakui bahwa istrinya telah memiliki adhikara atau kepantasan untuk menerima ajaran suci yang sangat rahasia, tersimpan dalam puncak semua Upanishad. Tanpa ragu dia memuji istrinya, memperbandingkannya dengan para Rishi dari Malaya-desham yang menemui Maharishi Narada dengan pertanyaan yang sama. Singkatnya beliau mengatakan bahwa kualitas spiritual istrinya adalah sama dengan para Rishi itu dan pertanyaannya membuktikan itu semua. Ajaibnya, Anusuya memperoleh pencerahan rohani yang sangat tinggi itu berkat kekuatan pertapaannya sebagai Pati-vrata.

Pati-vrata dimaknai sebagai seorang istri yang melaksanakan kewajibannya dengan sangat sempurna, tulus, dan penuh kesetiaan. Anusuya adalah contoh sebaik-baiknya seorang Pati-vrata. Ada perempuan yang berusaha mencapai keberhasilan dalam hidupnya, seperti dalam karir atau pendidikan, namun mengabaikan kewajibannya terhadap keluarga. Ada pula perempuan yang sibuk melayani keluarganya tanpa memperdulikan perkembangan dirinya sendiri. Tetapi dalam Veda, kaum perempuan diharapkan dapat seperti Anusuya, sempurna dalam keduanya. Suaminya adalah Rishi agung Atri, anak-anaknya adalah Tri Natha atau Tiga Devata Sendiri yang dipuja oleh seluruh alam semesta, dan dirinya sendiri adalah seorang yang tercerahkan, memahami semua pengetahuan, dan menguasai segala ilmu. Tentu pada jaman ini sangat sulit menemukan pribadi seperti mereka, bahkan tidak mungkin! Namun ini menunjukkan bagaimana Veda memuliakan potensi yang dapat dimiliki seorang perempuan. Kaum laki-laki, dalam hal ini dicontohkan oleh Atri sebagai suaminya, bukan saja tidak menghalangi kemajuan istrinya, tetapi justru dengan jujur memujinya, merayakan pencapaiannya dan mendukungnya untuk mencapai keberhasilan lebih lanjut.

Pengetahuan, bahkan yang paling rahasia sekalipun dalam Veda, tidak dimonopoli oleh kaum laki-laki saja. Di sisi lain perempuan juga bukan sekedar pendamping dan pelengkap seorang laki-laki seperti dalam ajaran agama lain. Potensinya sangat besar dan perannya begitu vital. Bayangkan saja apabila Anusuya hidup seperti perempuan-perempuan di Negara-negara berideologi tertentu yang dijauhkan dari pendidikan. Lalu laki-lakinya hanya hidup seperti binatang tanpa pencerahan rohani apapun, tetapi hanya menuntut pelayanan dari lawan jenisnya dalam hal-hal badaniah saja. Kita tidak akan pernah mengetahui Sri Laksmi Tantram ini!

Tentu saja Sri Laksmi Tantram tidak sekedar membahas peranan wanita. Seperti diuraikan sebelumnya, ini adalah salah satu kitab ajaran rahasia (Rahasya-jnana-grantham). Dia mengungkapkan kesejatian tentang Mahalaksmi, Sang Devi, Kebenaran Tertinggi dalam Wujud Feminin-Nya, “Sosok Tuhan Perempuan”. Namun keberadaannya membuktikan betapa terhormatnya kedudukan dan pentingnya peran perempuan dalam Veda.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 91

Pada satu bagian sastra suci Vaishnava otoritatif seperti Sri Lakshmi Tantra kedudukan seorang wanita begitu dimuliakan. Semua wanita merupakan tempat bersemayamnya kekuatan rohani Sri Mahalakshmi dan merupakan perwujudan Mahalakshmi di dunia ini. Tidaklah ada kekotoran atau kesialan yang ada pada kaum perempuan dan seperti kita memuliakan semua sungai suci seperti Sarasvati, Ganga, dan sebagainya, maka demikian pula hendaknya kita memandang setiap perempuan sebagai yang tak ternoda. Tetapi pada Sri Kapila-gitam, yang merupakan bagian dari Srimad Bhagavatam, sebagai kitab suci yang paling dimuliakan oleh para Vaishnava, bahkan disebut Grantharajan atau Raja semua sastra suci, pernyataan sebaliknya justru ditemukan. Sri Kapila-avataran bersabda pada Devahuti, “Wahai Ibunda! Lihatlah olehmu kebingungan yang ditimbulkan oleh kekuatan-Ku yang mengkhayalkan dalam bentuk seorang wanita. Dia dapat menjerumuskan bahkan seorang penakluk dunia yang paling mulia dan terkendali sekalipun, hanya dengan satu kerlingan matanya. Mereka yang ingin mendapatkan Sri Krishna, yang berada di puncak semua sadhana-bhakti-yoga, janganlah pernah bergaul dengan perempuan. Karena para bijak dan yang mengetahui kebenaran (tattva-vit) telah menjelaskan perempuan sebagai jalan pasti menuju neraka (niraya-dvaram)! Berhati-hatilah karena dia bagaikan sumur yang tertutup rerumputan. Dia selalu dinyatakan sebagai pintu neraka yang terbuka lebar.” Betapa mengagetkannya melihat dua pernyataan yang sangat bertolak belakang. Satu mengatakan perempuan adalah yang suci tak ternoda, sedangkan satunya lagi mengatakan perempuan adalah pintu gerbang neraka dan sumur tertutup rumput yang siap menjerumuskan siapa saja yang tidak berhati-hati. Akan lebih mengejutkan lagi, karena Kapila-avataran menyampaikan hal-hal buruk tentang perempuan ini di hadapan Devahuti, yang adalah ibu-Nya dalam Inkarnasi ini. Sri Lakshmi Tantra sebagai contoh adalah termasuk sastra suci Agamika atau Pancaratrika yang memiliki status sama dengan Sruti. Lalu Grantharajan Srimad Bhagavatam adalah digolongkan Pauranika-sastram (sastra suci yang tergolong Purana). Jadi beberapa orang di luar Sat-sampradayam akan mengatakan dengan mudah, “Pernyataan Sruti lebih tinggi dari Purana, karena itu, sekalipun diucapkan oleh seorang Avatara seperti Sri Kapiladeva, maka pernyataannya harus gugur.”

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 92

Emansipasi wanita adalah nilai yang saat ini sangat dijunjung oleh masyarakat kita, dan sejauh kita perhatikan juga sangat sejalan dengan hak asasi manusia. Sungguh memalukan jika ada ajaran Hindu yang merendahkan perempuan. Jadi solusi yang diberikan di luar Sat-sampradayam adalah buang saja pernyataan Grantharajan. Kebetulan juga Grantharajan tergolong Purana dan kita sudah dapatkan pernyataan yang menentangnya dari Sruti dan Pancaratrika-agama! Maka Grantharajan pun digugurkan otoritasnya, bukan oleh Sruti, tetapi sebenarnya oleh ide emansipasi wanita dan ide kesejajaran gender. Apabila satu ide yang dirumuskan oleh manusia dapat menggugurkan pernyataan sastra suci, sekalipun itu bukan tergolong Sruti-sastra, maka kita berhak mengedit semua bagian Pustaka Suci Veda! Bila 30% merendahkan

wanita, 60% memuliakan wanita, dan 10% abstain, maka kita boleh buang yang 10%, apalagi yang 30%, harus diabaikan! Juga ada pemegang veto bernama Sruti. Bila 55% saja pernyataan Sruti mendukung, maka sisanya yang menyatakan lain juga boleh dibuang. Sayangnya, Pustaka Suci Veda bukan parlemen yang berdasarkan demokrasi pemungutan suara. Bila kita menerima semua pernyataan sastra adalah benar dan tidak boleh gugur maka itu juga tidak selesaikan masalah. Bagaimana memahami bahwa perempuan yang adalah Devi-svarupi (wujud nyata Sang Devi) juga adalah Niraya-dvaram (pintu gerbang neraka)?

Kami membawa masalah ini kepada Sad-acharyan yang adalah permata dalam Sat-sampradayam. Srimad Vedanta Desikan menyatakan bahwa dalam Vaishnava-sat-sampradayam tidak boleh ada kontradiksi antar pernyataan sastra Suci. Sri Srila A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupadaji Maharaja adalah Sad-acharyan dalam Sri Goudiya Vaishnava. Apakah yang beliau katakan tentang perempuan? “Laki-laki juga adalah perempuan!” Apa maksudnya?

Dalam Bhagavata-upadesham beliau di Vrindaban, 1 September 1975, Srila Prabhupadaji Maharaja menyatakan, “Pelatihan ini (sadhana) adalah bagaimana melatihnya menjadi seorang brahmana, dengan sifat samo, dama, tapo, sauca, dsb. Tetapi kemajuan akan dihalangi oleh keterikatan pada wanita. Oleh karena itu menurut peradaban Veda, perempuan diterima sebagai halangan (virodhi) bagi kemajuan rohani. Dasar seluruh peradaban ini adalah bagaimana untuk menghindari… Perempuan… Jangan kalian pikir hanya perempuan yang adalah perempuan. Laki-laki juga adalah perempuan. Jangan pikir hanya perempuan yang disalahkan; laki-laki tidak. Perempuan berarti dinikmati dan laki-laki berarti yang menikmati.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 93

Jadi sesungguhnya perasaan ini, perasaan inilah yang disalahkan. Bila saya melihat seorang wanita untuk dinikmati, maka saya adalah laki-laki. Bila seorang perempuan melihat laki-laki untuk dinikmati, maka dia juga adalah laki-laki. Jadi siapapun yang memiliki perasaan ingin menikmati, dialah laki-laki. Jadi di sini kedua jenis kelamin berencana, bagaimana saya bisa menikmatinya? Maka dia purusha, secara mengada-ada. Namun sesungguhnya, sejatinya, kita semua adalah prakruthi, jiva, laki-laki atau perempuan sama saja. Ini hanyalah semata pakaian luar…”

Hal ini akan semakin mudah dipahami bila kita tahu istilah apa yang digunakan untuk menyatakan laki-laki atau perempuan dalam Sanskrit, jadi dalam Veda. Laki-laki disebut purushan, yang artinya penikmat, dan perempuan disebut stri atau prakruthi, yang dinikmati. Tuhan adalah Penikmat Tertinggi atas segalanya, karena semua ini adalah berasal dari Beliau, dan adalah milik Beliau. Karena itu Beliau adalah Purushottaman, hadir sebagai prinsip kelaki-lakian tertinggi. Lalu semuanya terwujud melalui emenasi shakti Beliau. Tuhan adalah sarva-shaktiman, sumber semua shakti. Shakti memancar dari Shaktiman demi memberikan kenikmatan bagi Beliau, jadi shakti yang dinikmati oleh Tuhan bersifat perempuan. Adya-shakti adalah mula-prakruthi, prinsip kewanitaan yang paling awal, hadir dalam rupa perempuan.

Bagaimana dengan kita? Bukankah kita tergolong jadi kaum laki-laki dan kaum perempuan. Itu hanyalah lahiriah belaka. Tetapi sesungguhnya semua adalah jivatma. Begitu kata semua Veda. Tidak ada laki-laki, tidak ada perempuan, yang benar hanyalah atma. Sebagai jivatma kita semua adalah manifestasi dari shakti. Kita adalah “yang dinikmati”. Kata lain untuk perempuan adalah yosit. Sri Srila Gurudeva Goura Govinda Swami menyatakan bahwa yosit berarti “dia yang dinikmati”. Permasalahan ada di sini. Baik Srila Prabhupadaji Maharaja maupun Srila Gurudeva menyatakan dengan tegas bahwa pemikiran untuk menikmati inilah yang bermasalah. Oleh karena itu Sri Kapila-avataran bersabda, “Jangan bergaul dengan perempuan, yosit-sangam tyajeta!”

Jangan melihat perempuan sebagai sumber kenikmatan yang harus dieksploitasi. Jangan melihatnya sebagai pemuas nafsu keinginan duniawi. Dengan menempatkan diri secara tidak wajar sebagai purushan, sang penikmat, lalu bergaul dengan perempuan sebagai yang dinikmati, maka inilah gerbang pasti yang terbuka lebar menuju kehidupan penuh penderitaan. Inilah sumber semua kejatuhan rohani dan penderitaan dalam samsara-samudram, lautan dukacita kesengsaraan duniawi. Selama kita bergaul dengan cara ini maka tidak akan ada kemajuan rohani dan semua sadhana menjadi sia-sia. Pahamilah makna ini. Lalu ketahuilah

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 94

bahwa semuanya adalah atma. Sang diri sejati bukan laki-laki atau perempuan. Maka dari itu janganlah berpikir bahwa satu ada demi memberi kenikmatan bagi yang lain. Satu ada untuk memuaskan dan dipuaskan oleh yang lain. Janganlah berpikir untuk saling mengeksploitasi, karena sesungguhnya semua adalah manifestasi dan emenasi yang sama dari Adya-shakti, Sri Mahalakshmi, dan adalah Prakruthi. Semuanya hanyalah dimaksudkan semata bagi pelayanan kepada Sri Purushottaman yang adalah Sarva-shaktiman. Oleh karena shakti-shaktimatayor-abhedah, kekuatan dan sumber segala kekuatan sesungguhnya tiada berbeda, maka Sri Mahalakshmi dan Sri Narayana adalah Satu Kebenaran Mutlak Yang Tunggal. Srimannarayana adalah sumber sekaligus pusat segalanya dan segalanya hanyalah dimaksudkan untuk Beliau. Bergaullah satu sama lain dan pandanglah satu sama lain dengan pemahaman seperti ini. Hiduplah bersama seperti ini. Itulah yang sesungguhnya dimaksudkan oleh semua Veda dan diajarkan oleh semua Vaishnava-sat-sampradayam.

Jadi dalam Vaishnava-sat-sampradayam semua pernyataan sastra suci bersepakat bahwa kaum laki-laki haruslah menghormati perempuan. Jangan berpikir dirinya adalah sang penikmat yang berhak mengeksploitasi perempuan demi memberi kenikmatan bagi dirinya. Sekali dia berpikir begini maka perempuan akan menjadi pintu gerbang terbuka lebar yang pasti akan mengantarkannya menuju neraka. Sebaliknya perempuan juga tidak boleh berpikir demikian terhadap laki-laki. Lebih lanjut, kedua pihak janganlah saling mengeksploitasi demi kenikmatan masing-masing.

Veda-dharma ini adalah jalan hidup yang benar. Tidakkah Sri Rayaru (Sri Raghavendra Tirtharu) juga berkata, “Tuhan telah memberi hidup manusia yang berharga untuk belajar. Mempelajari untuk hidup benar, karena tanpa hidup benar tak akan ada pemikiran benar. Pemikiran yang tidak benar akan membawa kepada perkataan, dan juga tingkah laku dalam ketidakbenaran. Belajarlah hidup benar melalui sastra suci di bawah bimbingan Sad-acharyan, guru kerohanian yang terpercaya, yang merupakan harta tak ternilai di seluruh alam semesta ini. Itulah pelita pemandumu agar dapat melangkah di jalan kebenaran.”

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 95

HINDU DAN VEGETARIANISME

egetarian memang merupakan diet Hindu dan merupakan gaya hidup yang dianjurkan dalam Veda. Vegetarian merupakan

suatu bentuk sadhana atau disiplin spiritual yang umum diterapkan oleh masyarakat Hindu. Umat Hindu meyakini bahwa pola makan seperti ini dapat meminimalisir perbuatan-perbuatan menyakiti (himsa-karma) yang menimbulkan reaksi-reaksi dosa. Dasar dari gaya hidup vegetarian dalam Hindu adalah konsep Ahimsa, tidak menyakiti.

Benar juga kalau dikatakan bahwa tumbuhan juga punya hidup dan membunuh tumbuhan juga berarti dosa. Jadi sebenarnya penerapan sempurna prinsip tanpa kekerasan adalah dengan mengikuti Shilonchana-Vrati. Hanya mengambil buah-buahan yang jatuh dari pohonnya atau dedaunan yang berguguran secara alami sebagai makanan kita. Dengan demikian kita bisa sama sekali tidak menyakiti yang lain. Namun tak semua orang bisa mengikuti cara hidup seperti itu. Kita harus makan untuk bertahan hidup dan memelihara badan ini. Ini masalah mempertahankan hidup. Jadi kita boleh memilih cara hidup yang paling sedikit menimbulkan dosa dan paling sedikit membuat makhluk lain menderita.

Sekarang ada dua alasan kita mengatakan makanan vegetarian memiliki dosa yang tidak seberapa berat. Banyak tanaman yang hidupnya hanya sekali panen seperti padi, gandum, dll. Begitu berbuah, mereka langsung mati, bahkan tanpa kita perlu memotongnya. Jadi memotong tanaman-tanaman seperti ini menimbulkan sedikit dosa atau bahkan tidak berdosa sama sekali. Banyak tanaman lain juga berbuah seperti mangga, jeruk, kelapa, dsb. yang tidak perlu dimatikan bila kita memetik buahnya. Maka memetik buah juga tidak menimbulkan dosa. Dengan demikian makanan vegetarian lebih sedikit menimbulkan dosa. Lebih jauh lagi, makanan seperti itu sudah cukup untuk kita hidup, makanan berdaging adalah suatu kemewahan dan kita tentu dapat menghindarinya. Makanan berdaging menimbulkan dosa karena untuk mendapatkannya kita tidak mungkin tidak membunuh hewan. Kita pasti harus menyiksa dan mematikannya.

Sekarang kita juga harus tahu kenapa beberapa tindakan itu bisa menimbulkan dosa. Setiap bentuk kehidupan (tumbuhan, hewan, manusia, dsb.) datang ke dunia ini untuk melaksanakan daya upaya spiritual (sadhana). Demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik, sampai akhirnya mencapai pembebasan (moksa). Kapanpun sadhana itu dibuat menjadi lebih singkat secara tidak wajar (dipaksa mengakhiri sadhana), maka itu menjadi tindakan berdosa. Bagi tumbuhan tidak terdapat sadhana yang terlampau tinggi. Mereka hampir tidak dapat melakukan sadhana apapun secara mental maupun fisik. Jadi apabila kita memotongnya kita

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 96

tidak melakukan sesuatu yang jahat terhadap sadhananya maupun mengurangi kesempatan mereka melakukan sadhana. Jadi hal demikian bukanlah dosa. Tetapi hewan dapat saja melakukan sejumlah besar sadhana secara fisik maupun secara mental. Dengan membunuhnya kita memotong masa hidupnya dan kesempatannya untuk melaksanakan sadhana dalam rangka mencapai evolusi spiritual yang lebih tinggi, sampai mencapai moksa. Jadi hal inilah yang mengakibatkan dosa.

Lebih jauh lagi dapat kita tambahkan bahwa dalam hal ini melakukan bunuh diri juga dosa. Padahal tidak ada yang rugi, toh? Cuma diri sendiri saja yang mati. Tetapi kita mesti ingat bahwa Tuhan telah memberikan kita tubuh dan hidup yang luarbiasa ini untuk melakukan sadhana dan menggapai kesempurnaan. Bila kita membuangnya begitu saja, itu merupakan pengingkaran kepada Tuhan dan suatu penghinaan. Jadi bunuh diri juga dosa. Maka dari itu secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan yang dapat memotong sadhana seseorang adalah dosa, dan menjadi vegetarian dapat memperkecil kemungkinan berbuat dosa.

Bukankah cuma manusia yang punya akal budi dan satu-satunya yang bisa melakukan sadhana. Bagaimana binatang dapat melakukan sadhana? Tidak benar begitu. Memang benar mereka tidak bisa melakukannya sebaik manusia. Mereka bersadhana dengan aktivitas mental. Tidakkah kita melihat ada berbagai tingkah laku hewan yang berbeda-beda bahkan antara jenis yang sama sekalipun, seperti antar kucing, antar anjing, atau antar sapi?! Beberapa lembut, beberapa ganas, beberapa sangat sensitif dan bisa menyayangi. Ini adalah karena sadhana mental mereka. Pada bayi kecil yang belum bisa “berpikir” juga bisa kita lihat ada perbedaan. Kami sudah pernah lihat seorang bayi berusia 2 tahun yang lucu di Bombay. Dia mencintai Tuhan Sri Krishna melebihi segala-galanya. Saat tidur dia memeluk erat Rupa Krishna. Dia tidak mau minum susu yang tidak dipersembahkan kepada Krishna, selalu ingin mendengar cerita tentang Krishna-lila, dan selalu ingin menonton Krishna-puja. Sungguh mengejutkan. Padahal bayi sekecil itu masih hampir seperti hewan saja. Semua itu karena samskaranya terdahulu, impresi mental. Begitu pula yang terjadi pada hewan.

Bukannya para rishi jaman dahulu biasa makan daging? Ada kejadian seperti itu pada kisah Vathapi-Illvala. Ya, ada disebutkan hal-hal semacam itu dalam kisah-kisah masa lampau. Kita perlu memahami dengan jelas mengapa dan dalam keadaan bagaimana beliau makan daging. Pertama bahwa beliau itu tidaklah makan daging sebagai makanan kesehariannya. Hewan akan dikorbankan dalam yajna tertentu, kepada api suci, lalu kemudian para rishi yang memiliki kekuatan yoga sangat tinggi memakannya sebagai prasad yajna. Karena kekuatan yajna khusus ini si binatang korban langsung pergi ke surga. Dalam cerita Maharishi Agastya juga seperti itu. Disebutkan bahwa begitu Agastya Muni berkata, “vathapi jirno bhava”, raksasa Vathapi dalam bentuk daging kambing itu langsung hancur dan lenyap. Jangan lupa Agastya punya kekuatan mengeringkan lautan lho!

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 97

Beberapa bagian dalam Veda memang menjelaskan adanya kebiasaan makan daging pada masyarakat Veda jaman dahulu. Tetapi keadaan saat itu sungguh jauh berbeda dengan keadaan sekarang. Dalam keadaan tertentu mereka diijinkan makan daging yang telah dipersembahkan dalam upacara yang sangat rumit dan suci. Daging dari tubuh hewan yang dikurbankan dalam upacara ada yang bisa dianggap sebagai karunia (prasada). Tetapi dalam upacara seperti itu, kekuatan mantra para Brahmana juga mampu membangkitkan hewan yang dikurbankan dalam tubuh jasmani yang baru, sehingga tubuh yang lama tidak digunakan lagi. Brahmana yang bertanggung jawab dan juga pelaksana upacara kurban suci semacam ini harus mampu menyeberangkan roh hewan yang dikurbankan ke tingkat rohani yang lebih tinggi. Hanya setelah melalui syarat-syarat seperti ini daging itu bisa dimakan.

Tetapi sekarang daging tidaklah dianjurkan untuk para Brahmin. Pertama kita harus tahu kenapa kita perlu makan. Itu adalah untuk menjadi sehat. Tidak hanya sehat fisik tetapi juga sehat secara rohani. Dalam Sanskrit ini disebut svasthya, pikiran yang sehat, suci, dan damai. Daging dan makanan non vegetarian memang memberi kekuatan kepada tubuh tetapi tidak pada pikiran. Kekuatan mental sangat diperlukan. Untuk hidup damai kita harus memiliki pikiran yang suci dan damai, stabilitas dan konsentrasi yang baik. Bagi kita daging dilarang. Sejak berbagai jaman, para leluhur kita, para pengikut Veda terutama para Brahmin terkenal penuh kelembutan, berbelas kasih, tenang dan pandai, sejak jaman dahulu pula para leluhur kita tidak memakan daging. Kalau kita mulai makan daging, maka pelan-pelan kita akan kehilangan semua sifat baik ini. Tentu perubahan itu tidak akan kelihatan dalam semalam. Itu perlu waktu dan akan tampak pada generasi keturunan kita berikutnya.

Banyak pemenang hadiah Nobel, orang-orang yang berbudi dan baik hati juga makan daging. Bagaimana dengan ini? Mendapatkan hadiah Nobel bukanlah tolok ukur seseorang memiliki pikiran yang suci, damai, tenang, dan konsentrasi yang baik. Contohnya para ilmuwan, mereka sesungguhnya lebih gelisah pikirannya. Semua yang mereka temukan tidaklah timbul dari pikiran yang tenang dan damai tetapi pikiran yang terganggu. Karena itu mereka bisa menciptakan sesuatu yang baru terus. Pada umumnya para Brahmana diharapkan memiliki pikiran yang tenang dan damai serta konsentrasi yang tinggi untuk melakukan japa dan tapa. Bahkan pada jaman dahulu, sekalipun mereka terkadang makan daging, namun kekuatan yogi mereka yang tinggi dapat tetap menjaga kedamaian pikirannya. Tapi bila di Kaliyuga sekarang ini, kekuatan mental dan konsentrasi kita jelas sudah menurun jauh. Suasana sattvik dan sifat-sifat sattvik berkurang karena kita tidak melakukan cukup japa, tapa,

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 98

dan yajna dengan kualitas sebaik dahulu kala. Jadi kalau kita mulai lagi ditambah dengan makan daging, maka semua sifat baik perlahan-lahan akan lenyap.

Kesimpulannya apakah seorang Hindu harus tidak makan daging? Harus, mungkin adalah kata yang terlalu keras. Seorang Hindu berusaha melaksanakan

sadhananya dengan baik. Sadhana ini bertujuan untuk memurnikan pikiran. Segala sesuatu berasal dari pikiran, termasuk pilihan makanan. Jadi seseorang yang pikirannya dimurnikan, dia akan bebas dari amarah, keserakahan, dan rasa iri. Dia kemudian tidak akan melakukan perbuatan yang dapat menyakiti makhluk lain apapun alasannya. Memang dalam rangka membantu proses memurnikan pikiran seorang Hindu memilih makanan vegetarian ini. Tetapi yang sesungguhnya adalah pada saat pikiran dimurnikan, seorang Hindu atau bukan Hindu pun, secara alamiah akan menghindari makanan non vegetarian.

Nilai-nilai kehinduanlah yang membuat orang memilih diet ini. Vegetarianisme sejalan dengan nilai-nilai Hindu. Jadi seorang Hindu bukannya harus tidak makan daging, tetapi mereka pasti lebih memilih untuk tidak makan daging atau merasa lebih baik hidup bervegetarian. Biarlah setiap orang menjadi penentu hidup dan nasibnya sendiri. Manusia biasa, bahkan Tuhan Sendiri tidak dalam posisi memaksakan suatu kondisi kepada orang lain. Setiap tindakan memiliki konsekuensinya. Setiap yang kita lakukan memiliki efeknya sendiri terhadap diri kita secara alamiah. Sastra Veda dan para Acharya hanya mengungkapkannya saja kepada kita. Semua keputusan berada di tangan kita.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 99

PANDANGAN HINDU ATAS AGAMA-AGAMA LAIN

angat sering dikatakan oleh banyak guru-guru Hindu dan para penganutnya, bahwa semua agama adalah sama dan semua jalan membawa kepada tujuan yang sama. Tetapi sesungguhnya hal ini tidaklah benar. Apa yang diperhatikan oleh Hindu adalah adanya suatu kebenaran, validitas, dan nilai-nilai intrinsik yang

berharga dalam semua sistem religi. Tak satu agama pun memiliki monopoli atas Kebenaran atau Moralitas. Semuanya berusaha mendekati apa yang mereka lihat sebagai Kebenaran dalam berbagai cara yang berbeda-beda. Setiap orang memilih untuk memeluk suatu agama yang cocok dengan temperamennya, tingkat perkembangan dan kemampuan pemahamannya. Persoalannya adalah tidak setiap agama mengajarkan tujuan yang sama.

Bagi sebagian agama tujuannya adalah demi mendapatkan sejenis surga hedonistik, dengan kenikmatan yang kekal abadi, yang justru dalam Hindu hanyalah suatu pencapaian inferior dan temporer, ”waktu istirahat” sementara dari siklus reinkarnasi. Di sisi lain kita mengetahui adanya para mistikus dari semua agama yang mengajarkan ”kemanunggalan” dengan Yang Illahi. Dari sudut pandang Tuhan semuanya ini sempurna sebagaimana adanya dan tidak ada sesuatupun yang perlu diubah. Dari sudut pandang manusianya, mengikuti agama-agama yang mengajarkan suatu tujuan yang bersifat impermanen hanyalah menambah penderitaan seseorang dan kelahiran mendatangnya dalam samsara. Jadi bukan agama yang harus dirubah melainkan pengharapan seseorang. Bila seseorang sungguh-sungguh berharap dengan tulus untuk dapat memasuki arus spiritual, maka dia perlu meninggalkan motif-motif duniawi berupa pembenaran diri dan pemuasan kenikmatan pribadinya di berbagai alam surgawi. Hindu mengakui adanya berbagai bentuk keyakinan yang berbeda kepada Tuhan dan juga penerapan atau pengalaman yang berbeda. Biarlah semuanya hidup apa adanya, secara berdampingan, harmonis, dan damai. Life and let life.

Menurut Hindu semua agama harus dihormati dan diakomodasi, dan semua spiritualitas harus diterima sebagai sesuatu yang valid selama amalan dan keyakinan itu juga mencakup kasih sayang yang bersifat universal dan tidak menimbulkan rasa sakit atau cedera apapun bagi semua makhluk hidup. Supaya suatu sistem religi dapat dianggap valid dari sudut pandang Hindu, maka dia haruslah memenuhi beberapa persyaratan tertentu:

1. Dia harus berdiri di atas Kebenaran (satyam) 2. Dia harus secara objektif terbukti bermanfaat secara universal (shivam) 3. Dia harus memiliki unsur keindahan, sesuatu yang menarik hati (sundaram) 4. Dia harus dapat membawa kedamaian bagi mereka yang menjalankannya dan juga

kepada orang lain (shanti) 5. Dia harus menjadi sumber kesejahteraan dan kebahagiaan yang besar (santosha) Hindu bukanlah suatu keyakinan yang secara aktif berusaha mengagamakan orang

(secara konversi maupun proselitasi). Pada awal jaman Kekristenan seluruh wilayah Asia Tenggara sampai Borneo dan termasuk daerah-daerah seperti Vietnam dan Cina Selatan menerima Sanatana Dharma. Konversi dalam konteks Hindu adalah diserapnya nilai-nilai

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 100

sistem relijius tersebut oleh mereka yang menginginkannya (bukan sekedar labelisasi). Hukum Suci Dharma tidaklah mengikat bagi non-Hindu, namun apapun yang mereka pilih untuk diikuti akan memberikan kebajikan baginya.

Pengajaran Dharma dibagi menjadi dua kategori; Publik dan Privat. Ajaran Publik diberikan di tempat-tempat umum dan mencakup berbagai perumpamaan dan ajaran-ajaran Dharma secara umum seperti ulasan-ulasan kisah sejarah (seperti Mahabharata dan Sri Ramayana) dan konsep-konsep filosofis yang umum. Ajaran Privat adalah kebijaksanaan internal yang diberikan kepada murid-murid dan aspiran rohani terpilih yang berminat untuk itu. Tidak ada keselamatan instan, jalan rohani itu panjang dan berliku (menurut Katha Upanishad, ”bagaikan meniti ujung tajam pisau silet”) dan membutuhkan banyak latihan serta kerja keras untuk transformasi-diri sebelum tujuannya dapat tercapai. Seseorang tidak menjadi dokter hanya dengan mendaftar saja di Fakultas Kedokteran. Begitu pula kita juga tidak dapat mencapai keselamatan hanya dengan mendaftarkan diri sebagai pemeluk salah satu sistem kepercayaan.

Kita tidak melihat perlunya secara aktif mengkonversi orang lain, karena masing-masing orang mengikuti jalan yang sesuai dengan keadaannya. Setiap orang maju dengan pemacunya sendiri. Beberapa masih dalam taman kanak-kanak rohani, beberapa sudah dalam pendidikan dasar dan menengah. Bila Tuhan sungguh Mahakuasa, maka Beliau dapat menerima doa dan penyembahan kita dengan cara manapun yang Beliau pilih. Bila Tuhan sungguh Mahaada, maka kita dapat memuja-Nya dari tempat manapun yang kita pilih. Bila Tuhan sungguh Mahatahu, maka Beliau akan mengetahui ketulusan hati kita dan isi hati kita terdalam tanpa perlu diucapkan dengan kata-kata. Karena itu tidak ada kebutuhan untuk secara aktif membuat orang lain menjadi seperti kita (konversi atau proselitasi). Bila orang lain melihat ada nilai yang baik dalam diri kita maka tanpa segan kita akan membaginya demi kebaikan dan kemajuan orang itu, tanpa harus terlebih dahulu mengubah orang itu menjadi sama seperti kita atau justru tunduk dengan sistem nilai dan kepercayaan yang kita yakini. Inilah pengajaran Sanatana Dharma. Walau demikian hendaknya juga dipahami bahwa seseorang tidak mungkin mendapat manfaat penuh dari suatu sistem khusus tanpa menekuni sistem itu secara total dan memutuskan ketergantungannya terhadap terlalu banyak metode atau lebih dari satu metode yang tidak memungkinkannya untuk maju dengan bersungguh-sungguh.

Prof. K.T. Pandurangi, direktur dari Dvaita Vedanta Foundation Bangalore, dalam sambutannya pada serangkaian Lectures on World Religion di Dharmaram College Bangalore mengatakan, “Saya sangat yakin bahwa seseorang yang tidak dapat menghormati agamanya tidak akan dapat menghormati agama orang lain. Seseorang yang tidak menghormati ibunya tidak bisa menghormati ibu orang lain. Rasa hormat pada agama sendiri akan memberi, tidak saja sekedar toleransi, tetapi juga penghormatan kepada semua agama.” Tetapi mengapa kenyataannya fanatisme agama justru kita lihat sendiri sebagai sumber kekacauan dalam masyarakat? Fanatisme agama bisa diartikan memberikan penghormatan yang tinggi dan kecintaan yang mendalam pada agama yang dianut. Dunia dan Indonesia sendiri sudah menyaksikan betapa banyaknya kekerasan dan penganiayaan yang terjadi karena suatu kelompok begitu mencintai agamanya. Ledakan bom di Kuta, Bali, yang menewaskan 200

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 101

orang adalah bukti cinta pelakunya pada agama yang dianutnya. Ada pelaku yang rela mati bersama bom yang diledakkannya, ada pula pelaku yang menerima hukuman mati. Kematian ini semua diterima dengan senang hati. Mereka dan para pendukungnya menganggap tindakan ini adalah penghormatan tertinggi bagi agamanya. Bila demikian di mana agama yang dibicarakan oleh Prof. Pandurangi? Ini merupakan suatu kenyataan yang tak dapat ditolak.

Contohnya Indonesia sekarang mengakui enam agama resmi Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Secara hukum yang berlaku di Indonesia hanya enam inilah agama. Kepercayaan lain seperti tradisi religius suku (tribal religion) dianggap bukan agama tetapi sekedar Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Entah siapakah yang berhak menentukan suatu kepercayaan kepada Tuhan itu adalah agama atau bukan. Apa hak negara untuk menyatakan orang beragama atau tidak, kita juga tidak tahu. Apa prosesnya sehingga syarat-syarat tertentu itu bisa ditetapkan di Indonesia untuk menentukan suatu kepercayaan boleh diakui sebagai agama dan kepercayaan yang lain tidak? Kita menerima apa adanya saja, toh kenyataannya siapapun yang hidup di Republik Indonesia, tentu harus mengikuti hukum-hukum negara ini.

Apapun definisi agama menurut negara, tetapi “suatu sistem keyakinan dan pemujaan” adalah definisi agama yang paling sederhana. Kuncinya adalah keyakinan pada kekuatan tertinggi yang membimbing kehidupan. Yang Tak Terbatas itu tersembunyi dari penginderaan, mungkin bisa atau juga tidak bisa dibuktikan dengan nalar, tetapi dapat dirasakan melalui keyakinan. Begitu kita meyakininya, maka dapatlah diinsafi sebagai yang mendasari segala pengalaman indera dan dikuatkan oleh penalaran. Adalah demi menegaskan dan mengembangkan keyakinan inilah maka pemujaan dilakukan. Doa dan pemujaan memungkinkan kita mempertebal keyakinan pada Yang Mahatinggi dan memohon bimbingan-Nya dalam menempuh hidup di dunia, sebaliknya keyakinan merupakan penggerak kita untuk melakukan pemujaan dan berdoa. Dasar yang paling fundamental dari agama ini yaitu keyakinan, dan metodologi agama yaitu doa serta pemujaan, membedakan agama dari sekedar moralitas belaka. Agama bukan sekedar moralitas, filsafat, pencarian yang bersifat ilmiah, dan persaudaraan sosial saja. Agama adalah sesuatu yang lebih dari semua ini dan agamalah yang membuat semua ini menjadi kaya makna dan penuh arti.

Prinsip paling mendasar dari agama semesta disebut Rita (rta) dalam Sanskrit. Suatu prinsip yang mengatur hukum kosmis dan juga hukum moral. Berlaku tidak saja bagi manusia, tidak juga bagi makhluk hidup saja, tetapi bagi semua yang membangun seluruh alam semesta ini. Suatu prinsip yang harus dipatuhi setiap orang dan memang dipatuhi. Matahari, angin, bahkan kematianpun patuh pada hukum ini dan seluruh alam semesta diperintah oleh hukum ini. Inilah Hukum Tuhan, Dharma atau Rita. Menurut Srila A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada, menerima agama berarti belajar untuk mematuhi Hukum Tuhan. Bertindak selaras dengannya merupakan agama sejati bagi semuanya.

Veda sendiri juga memberikan definisinya atas agama. Agama atau Dharma berdiri di atas Kebenaran. Satyam vadantam-ahuh dharmam vadati-iti, dharmam vadantam-ahuh satyam vadati-iti, Kebenaran adalah Agama dan Agama adalah Kebenaran. Apakah Kebenaran itu? Apapun

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 102

yang ditujukan demi kesejahteraan semuanya adalah kebenaran. Tetapi bagaimana kita menemukan apakah yang dapat memberikan kesejahteraan kepada semuanya ini? Dengan kata lain dari manakah sumber agama itu?

Veda menyatakan kita boleh meyakini ini sebagai Dharma. Pertama adalah tindakan-tindakan mereka yang telah bebas dari nafsu, amarah, kebencian, dan permusuhan (suka dan tidak suka). Kedua adalah apa yang kita terima melalui kesadaran batin. Agama adalah perintah nurani, suara hati. Suara hati ini adalah suara keyakinan pada Tuhan. Dia adalah pengungkapan keinginan Tuhan. Suara ini disemayamkan dalam Pustaka Suci Veda bagi umat Hindu. Jadi sejauh nilai-nilai dasar agama itu diperhatikan, yaitu keyakinan kepada Tuhan, kebaktian dan penyembahan kepada Tuhan, adanya karya sebagai pemujaan kepada Tuhan, persaudaraan semesta segala yang ada ini sebagai anak-anak Tuhan, jauh dari kejahatan dan kesewenangan, dan nilai-nilai kesucian lainnya dijunjung, maka berarti kita sudah beragama. Jadi agama seperti inilah yang sebenarnya dibicarakan oleh Prof. K.T. Pandurangi.

Apabila ada agama yang bertentangan dengan hati nurani, agama yang mengobarkan kemarahan dan kebencian, agama yang membuat kita tidak dapat hidup selaras dengan alam dan segala isinya. Maka itu tidak pantas disebut agama. Dalam Hindu, agama tidak boleh menjadi sumber konflik, sekalipun itu merupakan konflik internal dalam batin. Ajaran yang tidak berhasil membangun kepatuhan pada Hukum Tuhan dari batinnya terdalam, menimbulkan kondisi keterpaksaan yang penuh pertentangan dan permusuhan yang tidak saja ada dalam pikiran namun sampai terungkap melalui tindakan yang menyakiti makhluk lain secara fisik maupun mental, menurut Veda sama sekali tidak dapat diterima sebagai agama. Agama yang mengajarkan untuk menghancurkan apapun yang tidak sesuai dengannya bukanlah agama. Ini bukan agama, tetapi adalah musibah yang harus dicari bersama penanggulangannya oleh seluruh umat manusia yang masih memiliki hati nurani dan akal sehat.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 103

HINDU ADA SELAMANYA

idak dapat dipungkiri, banyak umat Hindu dari generasi baru yang bertanya-tanya. Saya dilahirkan dalam keluarga Hindu, saya sejak kecil mengikuti puja dan berdoa kepada para Devata. Di luar sana banyak orang yang tidak seperti saya, bahkan mereka mengatakan apa yang saya kerjakan selama ini salah. Lalu

mengapa saya harus tetap bertahan untuk menjadi Hindu? Mengapa saya harus tetap berdoa dengan cara-cara ini? Untuk apa saya terus percaya pada sesuatu yang tidak diyakini oleh kebanyakan orang? Benarkah saya bila mempertahankan cara hidup leluhur ribuan tahun yang lalu di jaman sekarang ini? ... Kemudian di keadaan yang lain ada orang yang baru saja menganut Hindu. Entah itu karena pernikahan dengan seorang Hindu atau karena tanpa sengaja dia tertarik pada ajaran Hindu setelah ikut kelas yoga untuk kesehatan. Oke sekarang saya Hindu, tetapi apakah kehinduan saya ini pantas untuk dipertahankan?

Pada umumnya kita selalu akan melihat hal yang superfisial dulu. Hindu, seperti juga agama lain, memiliki wajah. Wajah itu bisa menarik bagi yang tertarik, bisa juga jelek bagi yang tidak menyukainya sedari awal. Kecantikan wajah adalah sesuatu yang relatif. Tetapi kecantikan sejati berasal dari dalam. Keindahan yang sesungguhnya memancar dari cahaya roh kehidupan dan semua orang, terutama umat Hindu harus mengetahui bahwa jiwa di balik wajah Hindu adalah Veda Dharma, Sanatana Dharma. Satguru Sivaya Subramuniyaswami berkata, “Pencarian akan Tuhan, Kebenaran, disebut Sanatana Dharma, atau jalan yang kekal, karena dia terkandung dalam roh itu sendiri, tempat berasalnya agama. Jalan ini, kembalinya hidup kepada Sumbernya, selalu ada dalam diri manusia, selalu bekerja, baik prosesnya disadari maupun tidak. Tidak dicari-cari oleh siapapun juga. Lalu dari manakah datangnya tenaga penggerak ini? Dia datang dari dalam diri manusia itu sendiri. Oleh karenanya Hindu selalu hidup dan bergelora, karena dia bergantung pada sumber inspirasi yang asli ini, denyut pertama dari jiwa di dalam, memberikan energi dan gejolak yang terus-menerus dapat diperbaharui untuk selama-lamanya.”

Sanatana Dharma tidak berurusan dengan keadaan jasmaniah apapun. Dia tidak mengubah kita, tetapi membantu kita menemukan dan menyadari diri kita yang asli. Diri yang merupakan bagian dari keilahian yang paling suci dan penuh potensi. Jadi ajaran Veda ini dapat diterapkan dalam semua bentuk budaya, semua golongan, semua jenis orang. Dia tidak mematikan kreativitas pikiran, tidak membunuh rasa kemanusiaan, tidak menghancurkan budaya tempatnya bertumbuh. Justru dia menyempurnakan, memperindah, memberikan semangat kehidupan bagi mereka yang mempelajarinya. Dia tidak membuang-buang waktu memperbaiki wajah, tetapi langsung kepada inti. Ketika jiwa telah disegarkan, maka keindahan internalnya akan memancar sendiri keluar. Inilah sebabnya mengapa peradaban-peradaban manusia di dunia yang menerima pengaruh Veda memiliki budaya yang tinggi, tetapi sekaligus unik dengan tidak matinya budaya awal. Ini karena ajaran Veda dapat menyatu, melebur dengan harmonis bersama nilai-nilai luhur setempat. Menjadi Hindu adalah menjadi diri sejatimu.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 104

Hindu hendaknya dimaknai sebagai tradisi rohani hidup, yang bersumber pada otoritas Veda. Jalan rohani yang terkandung dalam Veda ini sesungguhnya merupakan Sanatana Dharma. Sanatana berarti kekal abadi, anadi – tiada awalnya dan anantam – tiada berakhir. Sebagaimana panasnya api dan terangnya cahaya tidak terpisahkan satu sama lain, maka Dharma ini tidak terpisahkan dari atma, sang diri sejati, roh kehidupan. Sanatana Dharma bukanlah keadaan eksternal atau penamaan yang dilekatkan secara tidak wajar pada diri kita. Dia berasal dari dalam. Veda sastra kohe, sambandha-abhideya-prayojana. Ketika seseorang mulai berusaha menginsafi kesejatian dirinya, bertanya mengenai Sumber dirinya, hubungan dirinya dengan Sumber itu (sambandha-tattvam), bagaimana bertindak dalam hubungan itu (abhideya-tattvam), dan bagaimana dia ketika kembali kepada Sumbernya (prayojana-tattvam), maka Veda akan datang untuk menjawab semua pertanyaannya itu. Begitu kita ingin menemukan Kebenaran Sejati, maka Veda akan menyediakan jalannya, setinggi kita mampu mencarinya. sei tina artha sarva sutre paryavasana. Ketiga hal ini dijelaskan secara sempurna sebagai kesimpulan semua Veda. Seorang Hindu hidup dalam kesadaran akan ajaran dharma ini.

Agama Veda ini, Hindu, tetap hidup dan giat. Di manakah peradaban besar Mesir Kuno, Yunani, Romawi, Sumeria, Babilonia, dan Persia sekarang? Semuanya sudah mati, tetapi tradisi Veda yang jauh lebih purba ini masih terus hidup dan giat. Bahkan dengan tekanan selama seribu tahun belakangan yang memusnahkan sebagian besar peradaban Hindu di dunia, tetap saja Hindu masih menjadi agama yang dipeluk oleh satu milyar penduduk dunia hingga saat ini. Dari mana kekuatan Hindu untuk bertahan selama ini? Mengapa otoritas Veda masih diterima oleh begitu banyak orang sampai hari ini?

Tenaga penggerak Hindu berasal dari roh yang kekal. Dari kerinduan mendalam umat manusia yang berkobar di dalam hatinya untuk menemukan Kebenaran, untuk menemukan Tuhan. Hal ini ditegaskan oleh Sri Ram Swarupji, “Hindu bersemayam dalam hati yang mencari-cari, kapanpun pencarian manusia akan Tuhan menjadi spiritual, Hindu, tradisi rohani Sanatana Dharma akan masuk dalam kehidupan.” Ketika manusia menyadari bahwa beragama bukanlah sekedar menamai diri dan bergabung dengan kelompok tertentu. Ketika beragama tidak sekedar memaksa diri mengikuti aturan-aturan dan mengubah penampilan. Ketika kita sudah mulai memasuki inti kehidupan rohani, yaitu keadaan kita yang sesungguhnya tak terpisahkan dari Tuhan Sumber Segala Kehidupan, maka di sanalah jalan Veda menyediakan dirinya. Pura-pura dari batu bisa dihancurkan, kitab-kitab bisa dibakar habis, para pendeta bisa dibunuh, garis keturunan dapat diputuskan. Tetapi siapakah yang dapat mematikan kebenaran yang bersemayam di dalam batin terdalam manusia? Jaman boleh berubah, kebiasaan hidup dan kebutuhan bisa berganti. Tetapi siapakah yang dapat mengubah jati diri sang roh yang kekal? Kehidupan Hindu berada dalam Veda yang abadi. Siapakah yang dapat membunuh keabadian? Karena itu Hindu tidak pernah ketinggalan jaman, Veda akan terus menjadi pembimbing umat manusia dahulu, kini, dan untuk selama-lamanya.

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 105

MENJADI SEORANG HINDU

apan nama Hindu adalah, “sarve janas sukhino bhavantu. loka samasta sukhino bhavantu. sarve badrani pasyantu, samasta sanmangalani santu, semoga semua orang berbahagia, semoga seluruh dunia berbahagia, semoga semuanya tumbuh dan berkembang, semoga segalanya mendapat kebaikan, semoga di mana-mana ada

kedamaian.” Inilah kata kunci Veda. Singkatnya semoga semua orang, tak peduli status sosial, keyakinan, dan agamanya dapat hidup harmonis dan berbahagia. Hindu tidak mengajarkan jalan keselamatan yang egois. Hindu tidak merestui keyakinan yang menggantungkan diri pada tuhan dan utusannya yang sewenang-wenang, yang hanya menyelamatkan pemujanya, seberapa besarpun mereka berbuat kerusakan di bumi dan membuang sisa seluruh umat manusia ke neraka, sebaik apapun mereka bertingkah laku di dunia. Veda mengajarkan bahwa dengan menyesuaikan tingkat kesadaran, maka kita dapat menentukan masa depan kita. Kitalah yang memutuskan untuk menempatkan diri dalam tingkat kesadaran yang mana. Apakah dalam pemuasan kebutuhan duniawi semata atau dalam keinsafan akan Tuhan. Semakin tinggi dan rohani tingkat kesadaran masyarakat, maka perubahan-perubahan buruk dalam masyarakat dan bumi secara keseluruhan akan berkurang. Segala sesuatu di dunia akan menjadi selaras dan seimbang. Kita diajarkan bahwa keadaan dunia ini merupakan cerminan dari kesadaran para penduduknya. Ketika umat manusia dapat bekerja sama secara harmonis dengan alam, maka alam tidak akan membuat kita menderita dengan bencana dan sebagainya. Ketika manusia dan alam seimbang, maka alam akan memberikan segala sesuatu yang kita butuhkan untuk hidup yang baik. Tidak ada sesuatu sumber kejahatan yang menjadi rival Tuhan.

Jadi umat Hindu tidak cuma berusaha menyimpan kenikmatan eksternal dari alam surga yang dinantikannya setelah mati seperti pada agama-agama tertentu. Kita diajarkan untuk membangun kebahagiaan internal dalam arus kesadaran rohani. Kebahagiaan itu bersumber dari cintakasih rohani kita kepada Tuhan, yang kemudian memancar, meluas kepada semua makhluk dan seluruh alam semesta. Kebahagiaan itu harus dibagikan kepada dunia tanpa membeda-bedakan.

Tidak seperti pencitraan orang selama ini, sesungguhnya tidak ada diskriminasi dalam Hindu, baik antara pengikutnya sendiri maupun terhadap umat beragama lain. Hal ini sejalan dengan pemahaman mendasar yang diberikan Veda mengenai Jiva atau atma. Semua makhluk sejatinya adalah atma, yang semua merupakan bagian dari Tuhan Yang Maha Esa, Paramatma, Roh Tertinggi. Semua kehidupan pada dasarnya adalah suci. Kanchi Sankaracharya Sri Candrasekharendra Sarasvati berkata, “Perhatian kepada segenap ciptaan Tuhan ini yang kita temukan terungkap oleh Veda, tidak dimiliki oleh agama-agama lain. Sanno astu dvipade sancatuspade... ini terdapat dalam suatu mantra Veda. Veda berdoa bagi kebaikan semuanya, makhluk berkaki dua, berkaki empat, dan sebagainya. Bahkan rumput, semak, pepohonan, gunung-gunung, dan sungai-sungai tak luput dari lingkupnya yang damai. Melalui keutamaan Veda yang begitu spesial, semua makhluk hidup dan benda mati dibawa ke dalam keadaan

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 106

yang bahagia.” Ini hanyalah salah satu dari sekian banyak aspek yang indah dari Hindu. Veda mengajarkan untuk tidak saja memikirkan kesejahteraan diri pribadi dan umat seagama saja, tetapi mendoakan kebaikan bagi seluruh makhluk hidup, manusia, hewan, tumbuhan, dan segenap alam.

Menganut suatu agama atau kepercayaan tertentu memang terkadang membuat kita menjadi terpisah dengan dunia. Kita juga bisa dipisahkan dari sanak keluarga, dari teman-teman, bahkan dari orang yang sangat kita cintai. Ada agama yang mengajarkan bahwa adalah hal yang sia-sia apabila mendoakan orang yang tidak seagama, walaupun mereka adalah orangtua atau anak sendiri. Mungkin saja ini benar untuk doa agama lain. Tetapi Hindu tidak mengajarkan hal semacam ini. Doa-doa dan mantra dalam Veda tidak saja diperuntukkan bagi kebahagiaan manusia, tetapi semua kehidupan dan juga benda mati. Veda tidak saja mendoakan diri kita yang menganutnya dan orang-orang yang kita kasihi saja, tetapi kekuatan mantra Veda dapat memberikan kesejahteraan kepada bumi, samudera, sungai-sungai, gunung-gunung, dan sebagainya.

Dengan jalan ini Sanatana Dharma bukanlah agama yang menjadikan penganutnya hidup terpisah dengan yang lainnya. Hindu atau peradaban rohani Veda ini tidaklah bermusuhan dengan jalan-jalan rohani lainnya. Jiwa Hindu tidak akan pernah terjebak dalam eksklusivitas religius. Hindu menghadirkan dan menyediakan sarana bagi setiap orang untuk dapat mencapai keinsafan rohani tertinggi, setinggi mungkin. Dia membantu kita memahami siapakah dan apakah sesungguhnya diri kita ini. Apa posisi kita di dunia, berdampingan dengan begitu banyak kehidupan dan alam ini. Bagaimana kita memberikan potensi kita dalam keseimbangan, keselarasan, dan kesejahteraan semuanya. Pada akhirnya adalah menginsafi bagaimana jalinan hubungan kita yang kekal dengan Sang Sumber segalanya.

Seorang Hindu adalah dia yang tidak lagi merasa agamanya sebagai sebuah tradisi kuno yang ketinggalan jaman. Bukan sekedar sebuah warisan nenek moyang penuh ketakhayulan yang harus dilestarikan. Bukan saja sebuah fosil peradaban manusia yang hanya dapat dibanggakan keunikannya. Bukan menjadi Hindu hanya karena terlahir demikian. Dia adalah seseorang yang paham betul bahwa Hindu sesungguhnya adalah salah satu jawaban terbaik yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan rohani umat manusia. Mengerti bahwa Veda adalah penuntun dan pengetahuan yang selalu ada sepanjang masa dan selalu penuh kesegaran.

Dia sepenuhnya menerima Veda, yang telah membangun sebuah jalan yang bersifat satyam, sivam, sundaram, shanti, dan santosham. Satyam karena dia berdiri di atas dasar kebenaran yang nyata, mengajarkan kebenaran, dan dapat dibuktikan kebenarannya. Sivam karena dia memberikan kesucian dan kemujuran. Dia tidak memaksa seseorang menjadi suci, tetapi membangun kesucian itu dari dalam, membuat masyarakat menjadi suci dengan sendirinya. Dia membawa kemujuran dan manfaat secara lahiriah maupun rohaniah bagi semua umat manusia tanpa diskriminasi. Sundaram karena dia membangun segalanya dalam keindahan, mengubah sensasi duniawi menjadi keindahan rohani yang menarik hati. Seseorang tak mampu berpaling darinya bukan karena terikat atau terpaksa, tetapi karena telah jatuh cinta. Shanti karena dia memberikan kedamaian bukan saja bagi umatnya saja tetapi juga kepada semua makhluk hidup. Kehidupan yang selaras dengan alam semesta selalu

GERBANG KEBENARAN Sri:

DasanVR e-Books 107

menjadi perhatian dalam Hindu. Santosham karena dia selalu berusaha memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan kepada semua orang. Dia menerapkan Ahimsa, prinsip tidak menyakiti, salah satu ajaran Hindu yang terpenting. Hindu tidak memaksa orang untuk berubah sehingga tidak akan membuat gangguan yang tidak perlu. Hindu membantu membangkitkan dan membangun potensi sejati dalam diri.

Seorang Hindu sejati memahami prinsip-prinsip ini, menerapkannya, dan selalu menghadirkannya dalam kehidupan. Seorang Hindu memiliki kepercayaan diri yang tinggi, bahwa setiap proses disiplin rohaninya (sadhana) mampu meningkatkan kualitas baik setiap orang. Dia tunduk kepada hukum, menjauhi perbuatan berdosa, tanpa merasa terpaksa, tetapi karena dia suka hidup dalam keteraturan dan kesucian yang demikian itu. Dia mampu melihat dan memperbaiki kekurangan yang ada pada dirinya, namun tidak secara sengaja mencari-cari kesalahan orang lain serta menghakiminya. Inilah sebagian kualitas Hindu yang kita harapkan dapat tercermin dari setiap orang yang memilih Hindu, Sanatana Dharma, sebagai penuntun hidupnya. Seorang Hindu adalah manusia yang tidak memberikan kesusahan pada makhluk lain dan gangguan terhadap keselarasan alam semesta. Orang seperti ini boleh disebut umat Hindu sejati.

Seorang Hindu diharapkan tidak sekedar mempelajari agamanya dengan membaca buku saja, lalu mengulanginya seperti burung beo. Dia hendaknya dengan serius menekuni jalan yoga apapun yang sesuai dengan dirinya dan melaksanakan penyerahan diri ke dalam proses sadhana yang diyakininya paling tepat. Bagi seorang Hindu sraddha atau keyakinan yang kuat, harus selalu disertai pengamalan ajaran dharma sesempurna mungkin. Perbuatan itu sendiri akan mencerminkan kebenaran dari keyakinan.