Giring Giring Perak - Parang Pariaman
description
Transcript of Giring Giring Perak - Parang Pariaman
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
1/39
Parang Pariaman Bagian 1
Giring-giring Perak akhirnya mendapatkan kenyataan-kenyataan yang amat tragis dan sekaligus
membahagiakan dirinya di goa Bukit Tambun Tulang. Kenyataan tragis pertama adalah terbunuhnya Puti
Nuri. Gadis bangsawan dari Lima Kaum yang telah menatap sejak lama bersama orang tuanya Raja Tuo
di Kampung Pisang.
Tragedi kedua adalah ketika dia berhasil membunuh Harimau Tambun Tulang. Ternyata kepala
penyamun Bukit Tambun Tulang yang namanya sudah amat tersohor itu tak lain tak bukan daripada
gurunya sendiri! Guru yang amat menyayanginya. Yang membesarkan dan mengajarkan padanya
segenap ilmu silat dan ilmu sirat. Guru yang mengajarkan padanya agar selalu berbuat kebaikan,
membela yang benar dan menumpas kejahatan. Guru yang telah dianggapnya sebagai ayah dan ibunya.
Tetapi ada dua hal pula yang membahagiakan dirinya. Pertama, dia bertemu di goa itu dengan ibu
kandungnya. Perempuan tabah melahirkannya ke permukaan bumi. Yang ditawan dalam goa itu selama
lebih dari dua puluh tahun. Dan kedua, Siti Nilam, gadis pengungsi dari Pariaman itu, yang diam-diam
mereka saling mencintai, masih hidup meski telah terperangkap dalan goa itu sebelum dia tiba.
Namun di saat terakhir mereka akan meninggalkan goa itu, goa tersebut runtuh. Kunci rahasia yang
mampu meruntuhkan goa itu ternyata telah dicabut oleh Harimau Kumbang sesaat sebelum dia
meninggal. Mereka terkurung dalam kamar serba biru yang selama belasan tahun dihuni oleh Puti
Bergelang Emas, bangsawan dari Pagaruyung, ibu si Giring-giring Perak.
Suara berderam gemuruh mengeletarkan seluruh goa. Si Giring-giring Perak yang tengah memangku
tubuh ibunya yang kurus dan lemah, tertegak kaku. Demikian juga Tuanku Nan Renceh, Raja Tuo dan
Datuk Sipasan. Siti Bilam tegak di dekat Giring-giring Perak.
Mereka menatap langit-langit goa dimana mereka berada. Lantai goa itu bergoyang. Pintu keluar ke arah
ruangan latihan besar itu runtuh dengan suara menegakkan bulu roma. Dan pintu ke sana tertutup rapat
oleh jutaan ton bebatuan dan tanah. Debu memenuhi ruangan tersebut.
Ya Allah, ya Akbar! Mereka membuat goa ini sebagai kuburan kita. Tuanku Nan Renceh terdengar
berkata perlahan.
Goncangan dan suara gemuruh berjatuhannya batu dan langit-langit goa masih terdengar. Dan tiba-tiba
sebahagian langit-langit goa dimana mereka berada juga ikut runtuh.
Kita terperangkap. terdengar Raja Tuo berseru.
Ketiga lelaki itu, Tuanku Nan Renceh, Datuk Sipasan dan Raja Tuo segera berusaha mencari celah atau
jalan keluar. Raja Tuo dengan masih tetap memangku mayat anaknya Puti Nuri, berusaha meneliti tiap
senti dinding. Namun mereka sia-sia mencari jalan keluar.
Giring-giring Perak sudah dua kali melompat menghindari runtuhnya langit-langit goa tersebut.
Ini ada sedikit cahaya!! tiba-tiba terdengar suara Tuanku Nan Renceh.
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
2/39
Mereka mendekat ke tempat itu. Dan di antara reruntuhan bebatuan dan tanah, seberkas cahaya
menembus masuk. Namun masih tetap tak bisa keluar. Cahaya itu jauh sekali di antara reruntuhan.
Menghindarlah.. tiba-tiba si Giring-giring Perak terdengar bersuara. Dia ternyata telah meletakkan
ibunya di lantai yang beralas permadani. Perempuan itu dipeluk oleh Siti Nilam. Ketiga lelaki itu mundur,
si Giring-giring Perak berdiri sedepa dari berkas cahaya yang kelihatan itu. Mulutnya menggurimin
membaca doa. Dan perlahan, semua yang ada dalam ruangan itu melihat betapa asap tipis mengepul
dari kepala anak muda itu.
Kemudian kedua belah tangannya menjadi merah. Mula-mula dari pangkal lengan. Cahaya merah
seperti besi terbakar itu menjalar perlahan, ke lengan, lalu memenuhi seluruh jari jemari. Tuanku Nan
Renceh dan kedua temannya benar-benar merasa takjub. Mereka sudah banyak mendengar dan bahkan
belajar ilmu batin. Namun yang seperti ini, yaitu ilmu Al Kurdsi ini, baru kali ini mereka melihatnya.
Sementara itu Giring-giring Perak membuat kuda-kuda dengan memajukan kaki kanannya ke depan.
Tangannya yang kiri mengepal. Yang kanan terbuka dengan jari-jari rapat. Lalu yang kanan ditarik sejajar
dengan tubuh. Dan. dengan menyebut Allahuakbar, tangan kanannya mendorong ke depan.
Sepuputan tenaga yang amat dahsyat, menghantam bebatuan di depannya. Terdengar suara gemuruh,
dan bebatuan itu melesak menghantam dinding. Kemudian hal yang tak termakan oleh akal itupun
terjadilah. Dinding goa itu jebol, bebatuan yang tadi menghalang, terhempas dan terpukul jauh ke luar.
Sebuah lobang sebesar drum kelihatan pada bekas kena hantam tenaga raksasa itu. Akibatnya
goncangan bahagian yang lemah dari langit-langit runtuh.
Reruntuhannya menghantam tempat ibunya berada bersama Siti Nilam. Tanpa memutar tegak, tangan
kanannya mengibas ke arah batu langit-langit yang tengah meluncur turun dan hanya tinggal sehasta
dari ubun-ubun Siti Nilam. Tuanku Nan Renceh, Raja Tuo dan Datuk Sipasan sampai berpeluh melihat
runtuhnya batu itu. Mereka yakin kedua perempuan itu takkan tertolong.
Namun di saat kritis itulah tenaga pukulan tangan Giring-giring Perak datang menghantam. Batu besar
yang tengah meluncur turun itu terhantam. Tak ada suara, tak ada apa-apa. Hanya saja batu besar itu
terhantam berobah arahnya, membentur dinding, dan.jatuh ke lantai dalam bentuk debu!
Cepat keluarlah.duluan, saya menjaga di sini. Giring-giring Perak berkata. Dan ucapannya
menyadarkan semua mereka, bahwa mereka harus keluar dari sana dengan segera.
Tuanku Nan Renceh yakin anak muda ini akan mampu menolong ibunya. Karena itu dia segera bergerak
cepat. Dalam beberapa gerakan saja, tubuhnya sudah berada di luar goa. Dan dalam waktu singkat, Raja
Tuo dan Datuk Sipasan juga sampai di sana. Raja Tuo memangku mayat anaknya, Puti Nuri yang
tubuhnya dipenuhi anak panah.
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
3/39
Dan tak lama setelah mereka berada di luar, Giring-giring Perak pun tiba sambil kedua tangannya
memangku tubuh ibunya dan tubuh Siti Nilam. Suara berderam dan goncangan yang hebat terasa di
tanah tak lama setelah mereka berada di luar. Pepohonan bergoyang, malah banyak yang rubuh. Tanah
berbukit di depan mereka tiba-tiba seperti tersedot ke bawah. Kayu malang melintang. Debu tipis
mengepul. Satwa yang ada di sana bertemperasan. Kemudian sepi!
Parang Pariaman (bagian 2)
Hal itu mereka buktikan ketika terjadi perang antara pengikut Tuanku Nan Renceh dengan Belanda di
Kamang. Tanpa diduga, mereka datang membantu. Pasukan Tuanku Nan Renceh yang semula sudah
terjepit, tiba-tiba mendapat bantuan.
Belanda yang mengepung tiba-tiba ditikam dari belakang oleh pasukan bekas para penyamun ini.
Belanda lari terbirit-birit meninggalkan banyak sekali korban. Mereka juga membantu orang Pariaman
yang berperang melawan Inggeris di Pariaman. Mereka memang memilih jadi petani, nelayan atau
pedagang. Namun setiap saat mereka siap terjun ke medan pertempuran melawan penjajah.
Mereka memang orang yang terlatih dalam perang tradisional dalam rimba. Raja Tuo kembali ke
kampung Pisang. Sementara siGiring-giring Perakmenikah dengan Siti Nilam dan memutuskan untuk
berdiam di kampung isterinya itu, di suatu desa tak jauh dari Pariaman.
Begitulah kisah hancurnya penyamun di Bukit Tambun Tulang. Tapi itu bukan berarti berakhirnya
kejahatan di berbagai tempat di Minangkabau saat itu. Itu bukan berarti berakhirnya penderitaan
rakyat.
Indonesia ternyata harus memperpanjang masa deritanya di bawah cengkeraman penjajah yang satu ke
penjajah yang lain. Belanda, Inggeris, Portugis, datang silih berganti menjajah negeri ini. Dan di zaman
Giring-giring Perak ini, Inggeris sempat membuat jejak berdarahnya di Minangkabau, terutama di
bahagian pesisir pantai, PARIAMAN!.
Penduduk Pariaman yang terkenal berdarah panas itu kali ini dihadapkan pada teror dari pasukan
Inggeris yang baru saja didatangkan dari Eropah. Yaitu pasukan yang memenangkan perang melawan
Napoleon dari Perancis.
Pariaman di suatu hari sekitar tahun 1800. Saat itu, Minangkabau sudah berada di bawah kekuasaan
Inggeris. Sebab tahun 1793 benua Eropah dijilat api peperangan. Napoleon yang tengah berkuasa di
Perancis dan Belanda terlibat perang dengan kerajaan Inggeris.
Perang di Eropah menyebabkan seluruh daerah jajahan ketiga bangsa itu juga berperang. Pimpinan
Inggeris di Calcutta, India yang membawahi Benua Asia memerintahkan angkatan lautnya merebut
wilayah Sumatera Barat yang kaya dengan emas dan rempah-rempah dari tangan Belanda.
Tahun 1795 itu, angkatan perang Inggeris mendarat dan segera dapat merebut pos-posKompeni(V.O.C)
di Padang tanpa perlawanan yang berarti. Dengan jatuhnya pos-pos Belanda di Padang, maka pos-pos
mereka di daerah pesisir seperti di Salido, Painan, Pariaman dan Tiku juga menyerah pada Inggeris.
Sejak tahun 1795 itu, bermulalah penjajahan Inggeris atas pesisir Minangkabau. Kekuasaan Inggeris ini
kelak akan berakhir pada tahun 1819. Daerah ini dikembalikan kepada Belanda berdasarkan perjanjian
London tahun 1814 antara Inggeris dan Belanda tentang daerah jajahannya di Hindia Belanda.
Parang Pariaman (bagian 3)
HARI alangkah panasnya. Dalam terik yang membakar itu, dua puluh pasukan yang menunggang kuda
bergerak di bawah pohon kelapa. Mereka adalah pasukan berkuda tentara Inggeris. Dengan pedang di
http://tikamsamurai.wordpress.com/http://tikamsamurai.wordpress.com/http://tikamsamurai.wordpress.com/http://id.wikipedia.org/wiki/Vereenigde_Oostindische_Compagniehttp://id.wikipedia.org/wiki/Vereenigde_Oostindische_Compagniehttp://id.wikipedia.org/wiki/Vereenigde_Oostindische_Compagniehttp://id.wikipedia.org/wiki/Vereenigde_Oostindische_Compagniehttp://tikamsamurai.wordpress.com/ -
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
4/39
pinggang, dan senjata api panjang tergantung di sisi pelana, pasukan berseragam baju merah, celana
putih dan bertopi tinggi berjambul ini kelihatan seperti sesuatu yang asing di tengah kesederhanaan
penduduk Pariaman.
Penduduk menatap mereka dengan diam. Menatap tentara penjajah itu dengan tatapan yang
mengandung misteri. Kedua puluh pasukan berkuda itu berjalan menyusur tepi pantai arah ke selatan.
Di depan sekali, seorang perwira yang masih muda berpangkat letnan berjalan sendirian. Enam depa di
belakangnya, barulah pasukannya yang dua puluh itu menyusul dalam barisan dua-dua.
Tak begitu lama berkuda, mereka sampai di tempat yang dituju. Sebuah Perguruan.
Perguruan itu cukup besar. Dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari kayu setinggi dua meter. Untuk
masuk ke dalam ada dua pintu. Pintu pertama arah ke Timur, arah ke matahari terbit. Tepatnya arah ke
darat. Sedangkan pintu satu lagi menghadap arah ke pantai.
Di pintu arah ke pantai inilah kini kedua puluh serdadu berkuda itu tegak. Setiap orang tahu, bahwa
perguruan yang dipagar dengan kayu setinggi dua meter itu adalah perguruan silat terbesar yang ada di
Minangkabau saat itu. Itulah perguruanSilat Sunua.Yang melahirkan Silat Jantan dan Silat Betina.
Di sini pulalah tempat asalnya Silat Ulu Ambek. Yaitu silat paripurna bagi yang telah masak dalam ilmu
lahir dan bathin. Perguruan silat ini berada di bawah perguruan Islam yang dipimpin oleh murid-murid
almarhum Syekh Burhanuddin. Syekh ini membuka perguruan Islam di Ulakan pada abad 17. Dan karena
penyebaran Islam saat itu amat sulit, maka diperlukan mempelajari ilmu bela diri, maka Syekh itu
mendirikan perguruan silat di Sunua.
Saat peristiwa itu terjadi, Syekh itu sudah lama meninggal. Yang memimpin adalah muridnya yang
bernama Anduang Ijuak. Dia seorang penganut Tarikat yang tersohor. Berilmu tinggi dan amat disegani
lawan dan kawan.
Kedatangan pasukan berkuda itu disambut oleh enam orang murid Anduang Ijuak. Keenam mereka,
semua lelaki yang bertubuh biasa-biasa saja, tegak dengan berpeluk tangan di depan gerbang
perguruan. Menatap dengan tenang pada pasukan berkuda yang kelihatannya mewah itu. Tatapan
mereka biasa-biasa saja. Tak tergambar sama sekali bahwa mereka adalah orang jajahan. Atau tepatnya
tak tergambar sedikitpun bahwa mereka takut menghadapi pasukan berkuda Inggeris itu.
Namun demikian, pimpinan pasukan Inggeris itu, si Letnan yang barangkali usianya belum cukup 23
tahun, memajukan kudanya ke depan. Lima depa dari pintu gerbang di mana murid-murid perguruan
Sunua itu tegak, dia menghentikan kudanya.
Selamat siang. Letnan itu membuka pembicaraan. Tak ada yang menyahuti ucapannya.
Bolehkah kami masuk menemui pimpinan kalian? Masih tak satupun yang menyahuti. Ke 20 anggota
pasukan letnan itu menatap dengan diam. Meski mereka agak tersinggung karena ucapan komandan
mereka tak disahuti, tapi sewaktu akan berangkat dari Loji tadi mereka telah diberi peringatan.
Kapten Calaghan yang menjadi komandan mereka untuk Loji ( pos ) Pariaman dan Tiku memesankan
benar agar mereka tak berlaku kasar pada murid-murid perguruan itu. Mereka dilarang untuk
memancing kekeruhan. Dan peringatan itu diberikan karena jumlah mereka di Pariaman dan tiku hanya
seratus orang. Ya, hanya seratus orang.
Jumlah itu memang besar. Tapi kalau rakyat sempat membentuk kekuatan dengan jumlah dua atau tiga
ratus, maka itu akan memayahkan Inggeris.
Sementara itu, perasaan Letnan muda itu juga jadi tak sedap ketika tak seorangpun di antara yang
berenam itu menyahuti ucapannya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sunua,_Nan_Sabaris,_Padang_Pariamanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sunua,_Nan_Sabaris,_Padang_Pariamanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sunua,_Nan_Sabaris,_Padang_Pariaman -
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
5/39
Apakah tak seorangpun di antara tuan-tuan yang mengerti apa yang saya ucapkan? katanya mulai
meninggi.
Tak seorangpun yang akan menyahuti tuan, selagi tuan bicara di atas punggung kuda itu. salah
seorang murid perguruan Sunua itu menjawab dengan nada datar.
Si letnan menatapnya. Lelaki yang menjawab itu bertubuh biasa-biasa saja. Rambutnya panjang dan
diikat di belakang. Dijalin dua. Mode rambut yang saat itu sangat lazim bagi setiap lelaki.
Saya harus turun? Letnan itu balik bertanya.
Tidak harus. Tuan bisa tetap di atas punggung kuda tuan dan silahkan berangkat dari sini., murid
perguruan itu menjawab lagi.
Wajah Letnan itu jadi merah padam. Dia menoleh pada anak buahnya. Dan kedua puluh anak buahnya
memang telah waspada.
Hati-hati bicara. Tuan bisa saya seret ke Loji dan saya penjarakan di sana. desis letnan itu tajam.
Betapapun dia diperingatkan oleh komandannya di Loji tadi untuk bersabar, namun menghadapi murid-
murid Perguruan Silat ini Letnan yang masih muda itu tak dapat menahan emosi. Sebagai seorang
perwira dia cukup ditakuti dalam pasukannya. Dan, kini, pribumi yang jelas berada di bawah jajahan
Inggeris berlaku kurang sopan padanya. Bukankah itu keterlaluan?
Murid perguruan silat Sunua itu tak menyahut. Ekspresi dan sinar mata mereka tetap seperti tadi. Tak
merasa gentar dan tidak pula ada kesombongan. Yang mereka ucapkan adalah kebenaran semata.
Mereka tahu dengan pasti, bahwa yang berada di hadapan mereka ini adalah pasukan berkuda kerajaan
Inggeris. Pasukan dari suatu bangsa yang merajai lautan. Yang memiliki negeri jajahan paling luas di
permukaan bumi. Mereka tahu hal itu dengan pasti. Namun itu bukan berarti mereka harus terbungkuk-
bungkuk untuk menghormat dan harus merasa rendah diri. Betapapun jua, negeri ini adalah negeri
tumpah darah mereka.
Sebenarnya, penduduk Pariaman ini telah beberapa kali berperang dengan Inggeris, Belanda dan
Portugis. Namun karena kurangnya persatuan, mereka selalu dikalahkan.
Parang Pariaman (bagian 4)
Letnan itu mulai memperlihatkan watak penjajah aslinya. Dia tertawa. Mula-mula hanya tertawa
bergumam. Kemudian mulai terkekeh. Dan tiba-tiba dengan sebuah teriakan panjang, dia memacu
kudanya. Kuda itu melejit ke depan. Menerjang keenam lelaki murid perguruan Sunua itu.
Dan sepuluh orang diantara anak buahnya masuk pula dengan suara gemuruh. Keenam murid
perguruan itu hanya memerlukan sedikit gerakan untuk menghindar dari kuda-kuda yang melejit di
depan mereka. Pasukan berkuda Inggeris yang sepuluh lagi tetap berada di luar dinding perguruan itu.
Duduk di atas punggung kudanya dengan bedil terhunus. Menjaga kemungkinan-kemungkinan yang tak
dingini.
Dan penduduk yang berada di luar areal perguruan itu menatap dan menanti perkembangan dari
kejauhan dengan diam. Kesebelas pasukan berkuda Inggeris itu segera berada dalam areal perguruan.
Dan mereka segera terhenti. Di dalam areal itu, ada sekitar tiga puluh orang, lelaki dan perempuan, yang
tengah berlatih silat.
Ada yang latihan tangan kosong. Ada yang latihan mempergunakan keris, tombak dan panah. Semua
mereka terhenti berlatih. Letnan Inggeris itu menatap mereka dengan diam. Kemudian menjalankan
kudanya ke arah sebuah rumah sederhana tak jauh dari tempat latihan itu.
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
6/39
Ada pimpinan kalian di sini? kembali dia bertanya.
Kalau yang tuan maksudkan Anduang Ijuak, dia tak ada di sini.
Sebuah suara memecah dari antara orang banyak yang berhenti latihan itu.
Letnan itu
Perguruan itu kini sepi. Tak seorangpun yang bergerak dari tempatnya. Beberapa orang di antara
mereka melirik pada plakat yang tadi ditempelkan di dinding rumah Anduang Ijuak. Mereka hanya
melirik dari kejauhan. Tak seorangpun yang berminat untuk mendekat mem bacanya. Sebab bagi
mereka sudah jelas maksud plakat itu.
Asyar. salah seorang di antara mereka bergumam perlahan.
Yang lain seperti diingatkan pada waktu solat yang telah tiba. Mereka segera bersibak. Lelaki pergi ke
barak lelaki, yang perempuan kembali ke baraknya pula. Barak mereka dipisahkan oleh pagar. Hanya
waktu berlatih saja mereka bergabung di sasaran ini. Sebuah sasaran lebar berlantai pasir putih di
bawah batang-batang kelapa dan pohon asam jawa.
Mereka mengambil udhuk. Kemudian sembahyang berjamaah. Dan saat itulah, lelaki yang bernama
Anduang Ijuak itu memasuki perguruannya.
Lelaki ini berambut kasar dan lurus. Berkumis tebal kasar. Tak diketahui dengan pasti apakah karena
rambut dan kumisnya yang kasar seperti ijuk itu makanya dia dinamakan Anduang Ijuak. Dan dia segera
melihat plakat yang ditempelkan di dinding rumahnya.
Ketika berada di Ulakan tadi, hatinya memang sudah berdetak bahwa ada apa-apa di perguruannya ini.
Mereka, para pimpinan dalam perguruan Ulakan dan Sunua yang berada di bawah pimpinan Syekh
Malik Muhammad, yaitu murid kesekian di bawahSyekh Burhanuddinyang telah almarhum itu,
memang sudah dua kali mendapat peringatan dari Inggeris untuk menghentikan latihan silat.
Tuan-tuan boleh melanjutkan perguruan agama tuan-tuan di Ulakan. Tapi tidak perguruan silat di
Sunua. Begitu dua kali peringatan yang pernah disampaikan Kapten Calaghan pada Syekh Malik
Muhammad tiga bulan yang lalu. Mereka mengetahui dengan pasti apa alasan larangan itu.
Mereka memang melatih silat untuk menghimpun kekuatan. Ada dua maksud utama yang ingin mereka
capai dengan latihan silat itu. Pertama mereka akan menghimpun tenaga untuk mengusir penjajah dari
Minangkabau. Untuk itu dibutuhkan ilmu perang dan ilmu beladiri.
Kedua, mereka memang tak mudah menyebarkan Agama Islam di tengah masyarakat yang telah
terbiasa dengan berbagai perbuatan maksiat. Makanya mereka lalu mempersiapkan diri dengan ilmu
silat.
Ada beberapa tingkat pelajaran yang harus dilalui oleh murid-murid perguruan di Ulakan. Pada tingkat
pertama mereka harus menuntut ilmu agama. Setelah mencapai tingkat tertentu, baru masuk ke Sunua
untuk belajar dasar-dasar silat.
Kemudian kembali ke Ulakan untuk memperdalam agama. Dan kembali lagi ke Sunua untuk memasuki
taraf lebih lanjut dari silat. Jika lolos, maka kembali lagi ke Ulakan. Di sini mereka belajar Tarikat. Dan jika
lulus dari sini, untuk kali ketiga kembali lagi ke Sunua menjadi murid-murid senior yang diberi pelajaran
silat Ulu Ambek yang terkenal itu.
Sejenis silat yang mempergunakan tenaga batin. Silat yang tak memerlukan saling bersentuhan fisik
untuk membunuh.
Mulai dari Portugis, Belanda dan kini Inggeris, mencium bahaya yang tersimpan di balik perguruan ini.
Jika dibiarkan orang-orang ini bisa menjadi pasukan yang tangguh. Dan itu sudah pasti berbahaya bagi
http://pariamannews.wordpress.com/2013/05/04/mengenang-sejarah-syeikh-burhanuddin-ulakan-1808-m/http://pariamannews.wordpress.com/2013/05/04/mengenang-sejarah-syeikh-burhanuddin-ulakan-1808-m/http://pariamannews.wordpress.com/2013/05/04/mengenang-sejarah-syeikh-burhanuddin-ulakan-1808-m/http://pariamannews.wordpress.com/2013/05/04/mengenang-sejarah-syeikh-burhanuddin-ulakan-1808-m/ -
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
7/39
yang menjajah.
Dalam sejarah, perguruan ini sejak seratus tahun terakhir memang menjadi pusat pergerakan
menentang kaum penjajah. Itulah sebabnya Inggeris melarang mereka melanjutkan latihannya.
Anduang Ijuak masih tertegak di luar rumahnya. Membaca maklumat yang ditempelkan oleh tentara
Inggeris tadi. Kemudian dia menoleh ke lapangan pasir di bawah pohon kelapa dan pohon asam di mana
murid-muridnya selama ini berlatih.
Ada jejak telapak kuda mencekam pasir lembut itu. Dia segera tahu, pasukan berkuda itu telah
menerobos kemari. Dan dia bersyukur, murid-muridnya dapat menahan emosi untuk tidak melibatkan
diri dalam perkelahian dengan pasukan itu. Sebab dalam perundingannya dengan Syekh Malik
Muhammmad, pimpinan tertinggi perguruan Ulakan dan Sunua saat itu, didapat kesimpulan bahwa
mereka belum saatnya untuk mulai menyerang Inggeris.
Belum saatnya, karena mereka belum terkoordinir. Kekalahan yang dialami ketika berperang dengan
Belanda beberapa tahun dahulu masih berbekas. Banyak anggota dan pendekar-pendekar Ulakan yang
gugur.
Mereka, pimpinan perguruan di Ulakan dan Sunua itu, juga telah menghubungi seorang lelaki yang
tinggal di kampung kecil bernama Ambun Pagi di Puncak Lawang. Sebuah kampung yasng berada di
pucuk bukit terjal yang mengelilingi danau Maninjau.
Dari tempat tinggalnya, juga dari sawah dan ladangnya, pemandangan ke danau Maninjau luar biasa
indahnya. Amat luar biasa indah. Pagi maupun sore, kabut dan embun seperti mengapung di desa
berudara sejuk itu. Dari celah-celah embun dan kabut itu danau Maninjau kelihatan seperti beludru.
Kicau burung dan elang seperti suara salung dan bansi. Di tebing-tebing kelok terjal menuju Maninjau
kelihatan pucuk-pucuk cengkeh seperti permadani ke merah-merahan.
Mereka datang kerumah lelaki muda yang memiliki isteri amat cantik itu bersama Syekh Malik
Muhammad, Anduang Ijuak dan dua orang pemuka Pariaman Lainnya. Saat mereka datang kedua suami
isteri itu tengah menanam jagung tak jauh dari rumahnya. Mereka berhenti bekerja begitu melihat ada
serombongan orang menunggang kuda yang datang.
Assalamualaikum.. Syekh Malik Muhammad membuka perjumpaan itu, sesaat setelah mereka
menambatlan kudanya di depan rumah.
Waalaikum salam jawab lelaki muda tersebut sambil meletakkan tajaknya.
Lelaki muda itu agak terkejut melihat kehadiran orang-orang perguruan Ulakan dan Sunua ini. Dia sudah
akan melangkah dan menyilahkan tamunya ke rumah, tapi Syekh Malik Muhammad mencegahnya.
Tak usah merepotkan anda. Kami ingin bertemu sebentar saja.
Ya, tapi mari naik.. kata lelaki muda itu.
Apakah tuan keberatan kita bicara di bawah pohon itu? Syekh itu menunjuk ke pohon jambu yang
rindang.
Parang Pariaman (bagian 5)
Syekh itu terdiam. Yang lain juga terdiam. Lelaki muda yang sejak tadi terus memperhatikan si Syekh,
kini melemparkan pandangannya ke danau jauh di bawah sana. Kemudian dia menunduk.
Keheningannya itu dipecahkan oleh kehadiran isteri petani itu. Dia datang membawa air kelapa muda
dalam gelas dari alumanium.
Aha, ini air kelapa muda. Mari silahkan bapak-bapak minum.. kata lelaki muda itu sambil menolong
isterinya membagi-bagikan gelas alumanium tersebut.
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
8/39
Sekali lagi, maafkan kami mengganggu ketenanganmu nak. Syekh Malik Muhammad bicara lagi pada
isteri lelaki tersebut.
Perempuan cantik itu tersenyum. Setelah gelas itu dia bagikan, dia mengundurkan dirinya ke rumah.
Mereka lalu meneguk minuman itu. Kemudian sama-sama terdiam.
Bagaimana.? Syekh itu kembali bertanya.
Anak muda itu menarik nafas panjang. Kemudian berkata perlahan :
Saya benar-benar merasa malu hati atas perhatian tuan Syekh dan tuan-tuan pimpinan Ulakan dan
Sunua. Saya tak tahu apa yang harus saya sumbangkan untuk maksud sebesar itu. Saya khawatir saya
akan membuat kecewa tuanku Syekh, maafkan saya.
Dia berhenti. Syekh itu dan teman-temannya terdiam.
Maafkan jika penilaian saya salah. Setahu saya, di manapun saat ini, apakah di Pariaman atau di Tiku,
apakah di Inderapuro atau di Bukittinggi, apakah di Padang Panjang atau di Batusangkar, belum satupun
yang tepat saatnya untuk memulai perlawanan kepada Inggeris.Di Pariaman ini saja misalnya, saya tak
sangsi atas ketinggian ilmu perguruan yang tuan Syekh pimpin. Tapi dengan perguruan Syekh saja, tanpa
mengikut sertakan perguruan dan rakyat lainnya, perjuangan itu hanya berupa bunuh diri.
Nah, di Pariaman, maafkan saya, saya dengar antara perguruan silat yang satu dengan perguruan silat
yang lain terjadi pertentangan-pertentangan yang tajam. Saya justru khawatir, di saat satu pihak
menyerang Inggeris, maka pihak lain akan menikam dari belakang. Jumlah seratus pasukan berkuda
yang dimiliki Inggeris adalah jumlah yang besar. Besar selain karena mereka memiliki bedil yang tak
satupun kita miliki, mereka juga pasukan yang sudah terlatih dari banyak perang di Eropah. Begitu yang
saya dengar.
Syekh itu menarik nafas panjang.
Memang begitulah yang sebenarnya anak muda. Saya juga sependapat denganmu. Bahwa tanpa
mengikutsertakan seluruh lapisan rakyat untuk berjuang, maka perjuangan itu sama dengan bunuh diri.
Apa-lagi Inggeris memakai senjata api sesuatu yang sulit kita hadapi. Saya memang sudah menduga,
bahwa engkau akan menolak..
Tapi..
Saya mengerti maksudmu, kami datang hanya untuk menghilangkan was-was. Inggeris memang terlalu
kuat saat ini. Pendapatmu sekaligus berguna bagi kami sebagai saran. Kami akan coba menghimpun
sebanyak mungkin tenaga. Dan jika saatnya tiba, saya harap engkau bersedia membantu.
Jika saatnya tiba, adalah kewajiban saya sebagai anak Minang untuk berjuang mengusir penjajah.
Dengan tulang delapan kerat, saya akan menggabungkan diri dengan Tuan Syekh, anak muda itu
berkata pasti.
Syekh Malik Muhammad berdiri. Diikuti oleh ketiga rekannya. Dia mengulurkan tangan. Menyalami
lelaki muda itu.
Giring-giring Perak. Nama besarmu akan menambah semangat kami. Saya bahagia dapat bertemu
dengan tuan. kata Syekh itu. Petani itu, yang memang si Giring -giring Perak, tersenyum tipis.
Saya mendapat kehormatan yang besar sekali atas kunjugan tuan Syekh dan para pemimpin perguruan
Ulakan ini. Maafkan kami tak dapat menyambut dengan cara yang layak..
Sampaikan pada Siti Nilam, isterimu yang bahagia itu, bahwa kami tak sempat minta diri. Kami
bergegas benar
Keempat pimpinan perguruan Ulakan itupun menaiki kudanya. Dalam waktu yang singkat ke empatnya
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
9/39
lenyap dibalik tikungan.
Giring-giring Perak arif bahwa keempat lelaki yang barusan berkunjung ke rumahnya ini adalah ulama-
ulama yang berilmu tinggi. Baik ilmu agamanya, maupun ilmu silat dan ilmu bathinnya. Dan sebentar ini,
mereka mempergunakan ilmu Siringan-ringan untuk mempercepat jalan mereka. Itulah kenapa dalam
waktu yang singkat, mereka telah hilang dari pandangannya.
Mereka telah pergi.? tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara isterinya.
Dia menoleh, Siti Nilam kelihatan turun dari tangga rumahnya menuju ke bawah batang jambu di mana
dia tegak membawa baki. Dia memperhatikan isterinya. Perempuan cantik itu tetap saja cantik meski
dalam pakaian yang amat sederhana.
Mereka sudah pergi..?, kembali perempuan cantik itu bertanya.
Dan suaminya seperti terjaga dari sebuah lamunan.
Ya, mereka telah pergi, katanya perlahan.
Mengajak berperang?
Giring-giring Peraktertegun. Dia tatap isterinya.
Engkau tahu? Siti Nilam tersenyum.
Bagaimana saya takkan tahu, kalau melihat orang-orang yang datang adalah para pendekar, dan
kedatangan mereka nampaknya amat rahasia? Lagi pula, setiap isteri, pasti dapat merasakan apa yang
tengah dipikirkan suaminya.Mereka adalah pimpinan perguruan Ulakan, bukan?
Ya, mereka pimpinan Ulakan. Engkau cukup arif dan berpengamatan tajam, Nilam.Dan mereka
memang mengajak untuk bersatu melawan Inggeris. Inggeris?
Ya, melawan Inggeris. Mereka merasa sudah tiba waktunya untuk berbuat demikian
Melawan Inggeris yang punya lebih dari delapan puluh pasukan berkuda?
Tepatnya sekitar seratus pasukan berkuda.
Danlengkap dengan senjata api...
Ya. Lengkap dengan senjata api...
Apakah itu mungkin?
Penyerangan itu bisa saja mungkin.
Ya. Serangannya pasti mungkin. Tapi bagaimana dengan hasilnya?
Itulah yang saya lihat tak mungkin. Tak mungkin untuk menang.
Siti Nilam menarik nafas panjang. Dia duduk di depan suaminya. Dia adalah wanita yang selain amat
mencintai suaminya, juga amat mengaguminya.
Lalu bagaimana putusan uda tadi?
Saya rasa belum saatnya saya untuk ikut. Karenanya saya kembalikan saja persoalan itu pada mereka.
Saya janjikan bahwa saya akan ikut kalau telah tersusun kekuatan dari berbagai lapisan penduduk
Pariaman.
o0o
Anduang Ijuak, salah seorang pimpinan Ulakan yang datang ke rumah si Giring-giring Perak itu bersama
Syekh Malik Muhammad, kini tertegak di depan rumahnya dalam komplek perguruan Silat Sunua yang
dia pimpin.
Melihat plakat yang di tempelkan oleh pasukan Inggeris ketika dia tengah mengadakan pertemuan di
Ulakan. Dia menghela nafas.
http://tikamsamurai.wordpress.com/http://tikamsamurai.wordpress.com/http://tikamsamurai.wordpress.com/ -
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
10/39
Kemudian berbalik akan melangkah ke rumah. Namun langkahnya terhenti. Dia menatap keliling. Dan di
sekelilingnya, telah berdiri murid-muridnya yang lelaki. Tegak dengan diam. Mereka membentuk
setengah ligkaran. Jumlah mereka sekitar 20 orang.
Jumlah kita terlalu sedikit dibanding dengan pasukan Inggeris. masih terngiang olehnya ucapan si
Giring-giring Perak tiga hari yang lalu ketika mereka datang ke rumah anak muda itu.
Dan kini dia tatap murid-murid persilatan Sunua yang dia pimpin itu. Hanya sekitar 20 orang.
Berdatangan dari berbagai daerah. Mulai dari Luhak Nan Tigo, yaitu Tanah Datar, Agam dan 50 Kota.
Sampai dari Riau dan jambi. Bahkan ada yang datang dari Aceh.
Hanya dua puluh. Dan dari jumlah itu, hanya empat atau lima orang saja yang memiliki silat Ulu Ambek.
Silat yang paling atas dalam perguruan mereka. Selebihnya hanyalah silat Jantan dan Betina. Ya, kita
terlalu sedikit, kata guru Gadang ini dalam hatinya sambil menarik nafas panjang.
Anduang salah seorang muridnya buka suara. Anduang Ijuak mengangkat kepala. Meski hatinya
gundah namun dia tersenyum.
Kalian sudah sholat?
Sudah, Anduang kata mereka serentak.
Syukurlah.
Ada yang akan kami sampaikan pada Anduang
Apakah saya kalian izinkan sembahyang dahulu? Saya belum sholat Asyar.
Maafkan kami. Silahkan Anduang sholat.
Anduang Ijuak, lelaki bertubuh kekar dengan rambut kasar dan kulit berwarna hitam itu, tersenyum.
Secara keseluruhan lelaki ini adalah orang perkasa. Dengan tubuhnya yang besar itu, dia patut untuk
ditakuti.
Namun siapapun yang melihat wajahnya, takkan ada kesan menyeramkan dari wajahnya. Wajahnya
bersih. Selalu tersenyum lembut.
Dia melangkah menuju langgar kecil dalam pekarangan sasaran Sunua itu. Dia memang berusaha untuk
tak segera berdiskusi dengan murid-muridnya ini. Bukan rahasia lagi baginya, para murid ini ingin segera
menyerang Loji Inggeris di Pariaman dan Tiku. Dan bukan jadi rahasia pula, bahwa sejak lama ada
permusuhan antara perguruannya di Sunua ini dengan perguruan silat Harimau Kumbang di Pariaman.
Perkumpulan silat Harimau Kumbang itu mempunyai murid lebih dari 30 orang. Bermacam-macam
golongan kumpul di sana. Ada penghulu, ada ninik mamak, ada pemuda, ada nelayan, ada perampok.
Ada yang Islam, ada yang tidak.
Dan bukannya rahasia lagi, perguruan itu selalu menimbulkan huru-hara di daerah Tiku sampai ke
Pariaman. Pimpinan perguruan itu adalah seorang lelaki gemuk, tinggi besar dan selalu memakai gelang
akar bahar di lengannya, bernama Uwak Sanga.
Dia dinamakan Uwak Sanga karena memang tak ada soal yang beres baginya. Setiap soal, jika
dihadapkan padanya ujungnya pasti tak beres. Dan ujung ketidakberesan itu adalah bicaranya kaki dan
tangannya.
Sikapnya yang kasar dan mudah naik darah, membuat orang menggelarinya Uwak Sanga. Dan meski
demikian dia cukup ditakuti. Baik oleh kawan maupun lawan. Dan terus terang saja perguruan Syekh
Burhanuddin yang kini dipimpin oleh Syekh Malik Muhammad merasa segan pada Uwak ini.
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
11/39
Uwak itu memang memiliki ilmu yang tinggi. Kabarnya dia pernah menuntut di Pagaruyung dan ke Aceh.
Ilmu silatnya mirip ilmu silat harimau di darat sana. Tak diketahui dengan pasti, apakah karena itu
makanya perguruannya di namakan dengan Harimau Kumbang.
Uwak ini beragama islam. Itu pasti. Sebab tak seorangpun di antara murid-murid yang pernah belajar ke
Aceh yang tak beragama Islam. Namun, sudah puluhan tahun lamanya Uwak itu tak kelihatan
sembahyang. Dan dia membiarkan pula murid-muridnya berjudi, menyabung, mabuk-mabuk dan
menodai anak isteri orang.
Sejak lama, perguruan itu saling intai mengintai langkah dengan perguruan Ulakan. Pihak Ulakan tak
pernah mau memulai pertikaian. Sebab mereka memang dididik dengan aturan-aturan agama yang
keras.
Sementara perguruan Harimau Kumbang juga tak berani secara terang-terangan memusuhi perguruan
Ulakan. Kendati demikian, perkelahian antara murid-murid Ulakan dengan murid-murid Harimau
Kumbang sudah beberapa kali terjadi.
Meski tidak sempat melibatkan perguruan secara menyeluruh, namun sudah ada tanda-tanda bakal
terjadinya kebakaran antara kedua perguruan tersebut. Pihak Harimau Kumbang jugamenaruh segan
pada Ulakan. Bukan rahasia lagi, bahwa perguruan itu memiliki pendekar-pendekar aliran Ulu Ambek
yang tangguh.
Bagi pihak Ulakan sendiri, ada hal yang membuat mereka menaruh perasaan tak sedap pada perguruan
Harimau Kumbang. Perguruan yang dipimpin Uwak Sanga itu diketahui sangat rapat dengan Inggeris.
Dulu dia rapat dengan Belanda. Kini ketika Inggeris menggantikan Belanda, dia rapat dengan Inggeris.
Itulah soalnya.
Dan esoknya, Anduang Ijuak memang datang keLoji Ingeris yang terletak dekat lapangan lebar di pusat
kota. Dia datang ke sana setelah bermufakat dengan Syekh Malik Muhammad di Ulakan.
Datang bersama seorang wakilnya bernama Sidi Marhaban. Kedatangannya disambut oleh Letnan yang
kemaren datang memimpin pasukan berkuda ke sasarannya.
Aha.akhirnya tuan datang Anduang Ijuak! Mari, silahkan masuk.. ujar letnan itu meramah-
ramahkan diri. Tapi Anduang Ijuak tak beranjak dari tempatnya.
Parang Pariaman (bagian 6)
pukulan ulu ambek
Saya ingin bertemu dengan Komandan Loji.
Sayalah komandannya di sini..
Saya yakin tuan tak suka bermain-main. Saya ingin bertemu dengan Kapten Calaghan.
Persoalan perguruan tuan, bukan.?
Benar..
Persoalan itu telah dilimpahkan pada saya. Saya yang menanganinya. Sekarang tuan harus berurusan
dengan saya, suara letnan itu terdengar cukup keras.
Anduang Ijuak cukup maklum. Jika dia berurusan dengan perwira muda ini, maka dia akan berhadapan
dengan seorang opsir yang suka menyombong. Dia sebenarnya ingin balik kanan saja. Tapi dia tahu,
kaum penjajah bisa berbuat sekehendaknya. Maka akhirnya, dengan menekan perasaan, Anduang ini
masuk juga.
http://www.artikata.com/arti-338781-loji.htmlhttp://www.artikata.com/arti-338781-loji.htmlhttp://www.artikata.com/arti-338781-loji.htmlhttp://www.artikata.com/arti-338781-loji.html -
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
12/39
Ajudan tuan silahkan menanti di luar kata Letnan itu.
Dia wakil saya. Saya tak memiliki ajudan.. kata Anduang Ijuak.
Wakil atau tidak, saya tak suka terlalu banyak orang melayu masuk ke kamar saya. Baunya kurang
sedap bagi hidung saya!! ujar letnan itu.
Dan akibatnya luar biasa. Muka Anduang Ijuak dan Sidi Marhaban berobah menjadi merah padam. Sidi
Marhaban melangkah dua langkah dengan tangan siap menghantam mulut letnan yang lancang itu.
Namun Anduang Ijuak mencegahnya. Tapi seiring dengan itu, Letnan Inggeris tersebut telah mencabut
pistol di pinggangnya. Dan menembak langsung!
Peluru pistol yang terbuat dari serpihan besi halus itu segera menerkam dada dan muka Sidi Marhaban,
jarak tembak ini demikian dekatnya. Hanya dalam jarak sedepa! Dan yang diterkam peluru itu bukan
hanya dada Sidi Marhaban. Tetapi juga tangan kanan Anduang Ijuak. Tangan Anduang ini berada di dada
Sidi Marhaban karena dia mencegahnya ketika akan maju menyerang Letnan itu tadi.
Begitu tembakan menggema, lima orang serdadu Inggeris segera menerobos masuk dengan bedil dan
pedang di tangan. Peristiwa itu nampaknya memang telah diatur Inggeris sedemikian rupa. Ini adalah
titik awal dari api yang bakal memamah Pariaman dalam perang melawan Inggeris.
Begitu mereka masuk, semuanya tertegak diam. Letnan itu sendiri juga masih tegak dengan pistol yang
telah kosong tergantung di tangannya. Anduang Ijuak dan Sidi Marhaban juga masih tegak di tempatnya.
Inilah yang luar biasa.!Tembakan itu, jika ditembakkan pada manusia biasa, pasti telah membunuh sejak
tadi. Tapi, meski dengan dada berlobang-lobang, dengan pakaian hangus, dengan muka yang juga
berlobang di beberapa tempat, Sidi itu masih tegak di sana.
Tak sedikitpun darah nampak menetes dari bekas luka di dadanya. Tak setitikpun! Tangan Anduang Ijuak
yang sejak tadi menahan Sidi Marhaban, lambat-lambat dia turunkan. Anduang Ijuak menjadi amat
berang dengan sikap Letnan itu.
Dan turunnya tangannya dari dada Sidi Marhaban merupakan suatu tanda, bahwa dia tak lagi
menghalangi Sidi yang telah terluka itu.Dan memang itulah yang dilakukan Sidi marhaban. Dia tahu,
meskipun ilmu bathinnya tinggi, namun tembakan itu tadi benar-benar tak pernah diduganya. Dan dia
tak sempat mempersiapkan diri. Dan dia tahu, nyawanya bakal tak tertolong lagi. Dia hanya bisa
bertahan buat waktu yang singkat.
Bertahan agar darahnya tak menyembur keluar dari bekas lukanya. Bertahan agar dirinya tetap tegak.
Dan begitu tangan Anduang Ijuak lepas dari dirinya, dia menghimpun tenaga bathin. Dan letnan itu
masih tegak takjub ketika Sidi Marhaban membentak keras!
Bentakannya di iringi sebuah pukulan dari tempatnya berdiri. Bentakan itu demikian mengguntur dan
demikian menggetarkan. Semua yang ada dalam ruangan itu, kecuali Anduang Ijuak, merasakan betapa
lutut mereka jadi lemah. Dan yang lebih hebat lagi adalah akibat pukulan yang ditujukan pada Letnan
yang masih memegang pistol kosong itu. Tubuh Letnan Inggeris itu seperti terangkat dari lantai.
Kemudian terlambung ke belakang. Menghantam meja.
Merubuhkan meja itu dan menyerakkan benda-benda yang ada di atasnya. Kemudian menghantamkan
tubuh si Letnan ke dinding di belakangnya!
Letnan itu tertegak di sana. Matanya mendelik. Dan dari mulutnya yang ternganga, tiba-tiba darah segar
menyembur!
Set..setaaan.ilmu se.taannn rintihhnya.
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
13/39
Dan itu adalah kalimat yang terakhir di permukaan bumi. Kemudian tubuhnya rubuh! Dan Letnan ini
mati oleh sebuah pukulan Ulu Ambek yang terkenal itu. Pukulan jarak jauh yang tak memerlukan
persentuhan badan. Pukulan yang disertai tenaga bathin yang cukup tinggi.
Lalu, begitu Letnan itu rubuh, terhempas dan tertelungkup ke atas meja yang telah centang perenang
itu, para prajuritnya yang masuk tadi jadi tersadar. Tubuh Sidi Marhaban tertembus peluru dari enam
moncong bedil. Dia ditembak dari belakang. Tubuhnya tak bergoyang sedikitpun. Perlahan rubuh
disambut oleh Anduang Ijuak.
Sidi.! imbaunya.
Tak ada jawaban. Anduang Ijuak maklum, bahwa pukulan Ulu Ambek yang dilakukan Sidi tadi terhadap
Letnan itu, adalah gerakannya yang terakhir. Sebab dengan pukulan itu, dia telah melepaskan
pertahanannya terhadap dirinya yang terluka.
Anduang Ijuak yang tegak di sisi Sidi itu mendengar bisikan menyebut Allah tatkala Sidi itu membentak
dan memukulkan tenaga bathinnya.
Dan tak beberapa detik setelah pukulan itu, darah segar merembes dari badannya yang terluka sejak
tadi. Dan di saat itu, yaitu di saat para pengawal itu belum menembakkan bedilnya, Anduang Ijuak
maklum bahwa Sidi sudah berpulang! Tembakan keenam bedil itu mengenai sesosok mayat!
Anduang Ijuak merebahkan diri Sidi Marhaban di lantai.
Kemudian guru persilatan Sunua ini menatap pada keenam prajurit yang menembak Sidi itu. Ke enam
prajurit itu kini menodongkan bedil kosong tapi tapi berbayonet runcing di ujungnya itu ke arah
Anduang Ijuak.
Tembakan itu telah mengundang seluruh tentara Inggeris di Loji itu masuk ke ruangan tersebut. Dan
waktu yang amat singkat, kamar itu dipenuhi para serdadu yang berbaju dari beludru merah dengan
celana satin putih.
Parang Pariaman (bagian 7)
Kapiten, saya datang kemari sebagai orang undangan. Saya disuruh menghadap untuk berunding!
Beginikah cara orang Inggris berunding? suaranya terdengar dingin penuh ancaman. Kapten itu tak
segera menjawab. Dia menoleh pada anak buahnya.
Siapa yang melihat apa yang telah terjadi? katanya.
Seorang sersan maju.
Letnan Sammy melarang orang yang mati itu untuk masuk ke kamarnya. Cukup hanya orang ini
katanya sambil menunjuk pada Anduang Ijuak.
tapi orang itu mendesak terus, malah ketika dilarang, dia justru memulai menyerang Letnan Sammy.
Untuk membela diri, Letnan menembak orang itu. Ya, hanya untuk membela diri, Kapiten! Tapi ternyata
itupun terlambat. Dia telah kena hantam duluan. Mereka sama-sama mati!
Dialog ini dilakukan dalam bahasa Inggeris. Karenanya Anduang Ijuak tak mengerti sedikitpun. Kapten itu
menatap pada Anduang Ijuak.
Lalu, orang ini mengapa saja? tanyanya sambil memberi isyarat pada Anduang Ijuak. Sersan tadi
menjawab lagi dalam bahasa Inggeris.
Dia.dia, dia hanya berdiri saja Kapiten.
Berdiri saja?
Ya. Begitu yang saya lihat, Kapiten
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
14/39
Kamu harus melihat bahwa orang ini ikut menyerang Letnan Sammy. Mengerti!!
Yes, sir!
Anduang Ijuak yang tak mengerti bahasa itu, hanya tegak menanti. Namun firasat nya mengatakan
bahwa orang ini tengah mengatur siasat untuk menjebaknya.
Dia telah mempelajari situasi. Kamar itu telah penuh sesak oleh tentara Inggiris. Satu-satunya yang
lowong adalah jendela dekat tubuh Letnan itu. Tapi jendela itu juga tidak menghubungkannya dengan
dunia luar. Jendela itu keluar ke pekarangan dalam Loji itu sendiri.
Barangkali dia bisa melarikan diri. Memukul mati seorang atau dua orang dalam ruangan ini. Tapi itu,
jelas bahaya besar bagi peguruannya. Perguruannya tengah menghimpun tenaga.
Tenaga setiap orang sangat dibutuhkan. Kini Sidi Marhaban, salah seorang senior di perguruannya telah
mati, berarti tenaga sudah berkurang. Kalau dia juga mati, maka tenaga makin berkurang.
Kalau dia meneruskan untuk menghantam orang-orang Inggeris ini, maka efeknya adalah ditangkapinya
murid-murid Sunua. Itu jelas akan mematikan perguruan itu. Daripada murid-muridnya ditangkapi, lebih
baik dialah yang memikul resiko itu. Demikian Anduang ini mengambil kesimpulan.
Kalau dia harus juga ditahan, maka pimpinan perguruan di Ulakan masih bisa berusaha terus. Dengan
harapan demikian dia tetap saja berdiri mendengarkan jebakan yang diatur untuk dirinya dalam bahasa
yang tak dia mengerti.
Tuan, tuan terpaksa saya tangkap. Tuan dan teman tuan ini telah menyerang perwira saya. Menyerang
dan membunuhnya, ujar Kapten itu berkata tegas pada Anduang Ijuak.
Anduang itu menatap si Kapten dengan mata yang disipitkan. Sesaat, hatinya berkata lagi, kalau
kubunuh kafir yang satu ini, apakah mereka bisa ditaklukkan semua? Tapi dia kurang yakin.
Sekali tiga hari selalu ada patroli berkuda dengan kekuatan lima puluh orang yang datang dari markas
besar Inggeris di Padang.
Kemudian sekali sebulan, ada kapal perangnya berlabuh di laut Pariaman. Barangkali esok atau lusa
kapal itu akan berlabuh. Dan biasanya, kapal itu membawa serta dua ratus pasukan angkatan laut. Inilah
yang membuat Anduang Ijuak dan pimpinan Ulakan lainnya berpikir masak-masak betul sebelum
bertindak.
Dengan pikiran itu pula Anduang ini mengurungkan niatnya untuk membunuh Kapten tersebut.
Tangkap dan masukkan dia ke penjara. Menjelang dikirim ke Padang untuk diadili!! perintah Kapten
itu menggema.
Sebentar Kapten.., Anduang Ijuak berkata.
Tentara yang mendekatinya dengan borgol di tangan menghentikan langkahnya. Kapten Calaghan
menatap sambil mengacungkan pistol.
Saya harap tuan menyerahkan jenazah teman saya ini ke perguruan kami
Saya akan menyuruh orang ke sana dan menyuruh murid tuan untuk mengambil mayat ini ke mari.
Sejenak Anduang Ijuak menatap Kapten itu. Ingin sekali dia meremukkan kepala jahanam itu. Namun
perbuatan itu pasti takkan menyelesaikan masalah. Patroli Inggeris yang datang dengan pasukan
berkuda dan singgahnya kapal perang mereka di perairan ini, menyebabkan dia harus berpikiran
panjang.
Saya harap tuan menepati janji tuan, kapiten. Saya tak ingin mayat ini teraniaya..
Tuan mengancam saya?.
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
15/39
Tidak, tapi tuan telah berjanji.
Bawa dia ke sel bawah tanah!
Dan guru persilatan Sunua itupun diborgol di tangannya. Kemudian dengan menempuh jalan berbelit,
dia dibawa ke sebuah kurungan bawah tanah. Kurungan khusus untuk orang yang berbahaya.
Bunyi pintu besi yang telah berkarat terdengar menegakkan bulu roma ketika pintu tahanan itu dibuka.
Beberapa ekor tikus berlompatan keluar tatkala Anduang itu didorong dengan kasar ke dalam.
Kemudian pintu berdentang ketika di tutup kan. Lalu pintu papan di bahagian luar pun di tutup kan pula.
Dan.gelap! Bau yang pengap. Udara yang sumpek. Dan di kakinya yang telanjang, beberapa ekor
tikus berkeliaran. Cukup besar-besar.
Dia tak bisa melihat apa-apa dalam kurungan ini. Bahkan tak bisa melihat dinding. Buat sesaat dia
memejamkan mata. Mengatur pernafasan. Empat kali bernafas, dari getar udara yang ditimbulkan amat
perlahan oleh nafas nya, berdasar pembalikan udara, dia dapat mengetahui, bahwa dinding penjara itu
hanya tiga langkah ke kanan. Dan tiga langkah ke kiri. Ke belakang hanya selangkah. Yaitu dimana pintu
besi tadi di tutup kan. Ke depannya hanya tiga langkah. Segitu lah luas kamar itu.
Ke atas, hanya ada jarak sehasta antara loteng dengan ubun-ubunnya. Kamar itu segera saja jadi panas
karena tak adapentilasi.
Dia masih tegak di sana dengan diam. Pikirannya segera ke perguruannya.
Banyak di antara teman dan murid-muridnya menyaran kan agar tidak memenuhi panggilan Letnan itu
ke Loji.
Tapi ketika dia meminta pendapat Syekh Malik Muhammad, maka pimpinan perguruan tinggi Islam
Ulakan itu menyuruhnya untuk pergi.
Pergilah. Supaya jangan ada alasan bagi mereka untuk menangkapi kita
Tapi bagaimana kalau Inggeris memasang perangkap. Sehingga kami terjebak di sana. Dihadapkan pada
situasi yang sulit sekali. Kemungkinan itu bukannya hal yang mustahil. Mengingat sifat penjajah sama
saja. Apakah dia bernama Inggeris, Belanda atau Portugis sekalipun.
Ya. Saya rasa, hal itu mungkin saja terjadi. Hanya saja harap Anduang hati-hati. begitu ucapan Syekh
Malik Muhammad yang menjadi pimpinan tertinggi di antara mereka.
Apa yang mereka duga tentang jebakan dan akal licik Inggeris itu, kini sudah jadi kenyataan. Dia hanya
berharap agar Syekh malik Muhammad cepat bertindak. Dalam sejarahnya, perguruan tinggi Islam di
Ulakan itu, dimana guru atau murid banyak orang-orang dari Aceh, Gujarat dan India, perguruan itu
sudah beberapa kali ditutup.
Ditutup karena sifat ekstrimnya terhadap penjajah yang berkuasa. Tapi perguruan itu senantiasa bisa
bangkit kembali. Yaitu disaat-saat chaos. Disaat-saat ketidakpastian penjajahan. Disaat kekacauan.
Adakalanya pesisir Barat Sumatera itu ditinggalkan oleh penjajah. Meskipun berada di bawah kekuasaan
mereka. Tapi karena kekurangan personil, maka negeri itu dibiarkan saja. Ini terjadi ketika tahun-tahun
1400, 1500 dan 1600 dimana secaara berurutan Portugis, Spanyol dan Belanda berkuasa.
Dalam jil di bawah tanah itu kini keadaan sepi. Untuk pertama kalinya Anduang Ijuak melihat setitik
cahaya merembes masuk, cahaya yang lemah yang masuk ke bilik tahanannya itu adalah cahaya yang
menerobos celah kecil di pintu di balik pintu besi yang tadi ditutupkan di belakangnya.
Anduang Ijuak meraba-raba dalam kegelapan itu. Tiba-tiba tangannya menyentuh sebuah balai-balai di
sebelah kanan. Balai-balai dari beton. Tangannya terpegang beberapa ekor tikus. Yang tampaknya telah
mendaulat tempat itu sebagai tempat mereka.
http://www.artikata.com/arti-344534-pentilasi.htmlhttp://www.artikata.com/arti-344534-pentilasi.htmlhttp://www.artikata.com/arti-344534-pentilasi.htmlhttp://www.artikata.com/arti-344534-pentilasi.html -
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
16/39
Tikus-tikus itu bertemperasan. Lari dengan suara mencericit. Dia lalu menanggalkan jubahnya yang
berwarna merah. Mengibaskannya ke atas balai-balai itu. Kemudian perlahan dia duduk. Terasa dingin.
Pikirannya melayang pada temannya. Sidi Marhaban yang tewas. Tapi dia agak puas juga. Sebab Sidi itu
juga telah membunuh letnan pongah itu.
-o0o
Di Loji Inggeris itu suasana jadi sibuk luar biasa. Sibuk dan tegang. Terbunuhnya Letnan Sammy
menimbulkan kegoncangan dan amarah di kalangan pasukan berkuda Inggeris yang sengaja di
tempatkan di Loji itu.
Kapten Calaghan sendiri mengadakan rapat darurat. Tamu-tamu yang datang ke Loji itu, para pedagang
dari Aceh, india dan Gujarat, segera diminta untuk meninggalkan Loji.
Bendera Inggeris yang terpancang tinggi di sudut Utara Loji, segera di kerek turun setengah tiang diiringi
bunyi terompet yang menegakkan bulu roma.Penduduk Pariaman yang berada di sekitar Loji itu menjadi
terkejut. Keterkejutan mereka bermula dari suara-suara letusan dari dalam Loji tadi. Banyak di antara
mereka yang melihat Anduang Ijuak dan Sidi Marhaban memasuki Loji Inggeris itu.Berita kedatangan
pasukan berkuda ke perguruan Sunua telah tersebar ke seluruh pelosok. Dalam sehari semalam saja,
berita itu telah menjalar ke mana-mana.
Parang Pariaman (bagian 8)
Atau mungkin pasukan berkuda itu membawa pesan dari guru mereka untuk menjemput beberapa
orang murid yang yang termasuk senior untuk diajak serta dalam perundingan di loji.Mereka menanti
dalam diam dalam sasaran. Tapi pintu gerbang tak kunjung diketuk. Tak ada panggilan untuk membuka.
Yang terjadi justru suara telapak kuda yang bergerak makin menjauh untuk kemudian lenyap sama
sekali.
Para murid itu saling bertukar pandangan.
Ada apa? tanya seseorang.
Ya, ada apa? sela seseorang yang lain.
Lalu sepi. Mereka berusaha menajamkan telinga. Berusaha menangkap suara mencurigakan dari luar
sana. Namun tak ada apa-apa kecuali suara angin yang mengipas daun-daun kelapa.
Kita lihat ke luar..
Ya, kita lihat ke luar..
Ya..!
Ayolah
Ayo!
Tidak. Jangan semua. Cukup bertiga, saya, engkau dan engkau. Yang lain tunggu saja di sini. Berjaga
kalau-kalau ada sesuatu yang tak beres. Nah, mari kita ke luar.
Ketiga murid senior perguruan Sunua itupun segera mendekati pintu gerbang. Yang lain tegak menanti
dan menatap dari jarak sepuluh depa. Yang seorang maju, mengangkat kayu yang memalangi pintu.
Kayu sebesar betis dan panjangnya tiga meter itu dicuilnya dengan telunjuk. Kayu itu mental ke atas.
Ketika meluncur turun, disambut dengan tangan kiri.Dia membuka pintu. Di depan gerbang itu kosong!
Angin dari laut menerpa masuk. Terasa angin.
Tak ada apa-apa.
Ya. Tak ada apa-apa.
Tapi tadi jelas mereka mendekati gerbang ini!.
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
17/39
Tapi mereka juga segera menjauhinya.
Bagaimana kalau kita melihat agak keluar sana.
Ya. Itu barangkali lebih baik.Ketiga mereka melangah perlahan melewati gerbang itu. Tak ada apa-apa!
Kosong dan sunyi!
Tak ada apa, suara salah seorang di antara mereka terputus tatkala tiba-tiba dia melihat sesosok
tubuh tertelungkup dekat pagar perguruan tak jauh dari gerbang di sebelah kanan.
Ya Tuhan, ada mayat! katanya perlahan.
Kedua temannya menoleh ke tempat yang ditatapnya. Dan mereka sama-sama melihatnya.
Angku Sidi!! seru mereka hampir bersamaan tatkala mengenali sosok itu dari pakaian yang mereka
kenal sebagai milik Sidik Marhaban. Mereka berlarian ke mayat itu.
Ya Allah, ya Rabbi! Kapir-kapir itu telah membunuh Angku Sidi! seru salah seorang diantara mereka.
Seruan itu membuat semua murid perguruan Sunua itu bertemperasan datang ke sana. Di hadapan
mereka, di dekat tunggul pohon kelapa, di pasir putih yang sejuk, mereka menyaksikan sebuah
pemandangan yang mengharukan, sekaligus membakar hulu jantung mereka.
Sidi Marhaban, pelatih mereka yang selalu mewakili Anduang Ijuak, terbaring dengan muka, dada dan
punggung robek oleh peluru. Dari bekas luka darah masih mengalir terus.
Kapir jahanam! Kita serang merekaaaa!
Kita tuntut kematian ini!
Hutang nyawa harus dibayar dengan nyawa!
Keadaan tak teratasi lagi. Ketika mayat Sidi Marhaban itu diangkat ke dalam sasaran, sekitar belasan
orang di antara mereka sudah berlarian ke kandang kuda.
Hanya sekejap setelah itu kuda-kuda itu telah menderu keluar dari perguruan tersebut. Namun begitu
tiba di luar perguruan, kuda yang paling depan dihentikan mendadak. Kuda itu mengangkat kaki
depannya tinggi-tinggi karena kaget. Pasukan yang di belakang terpaksa berhenti pula mendadak.
Ada apa? Ayo maju!
Teriak seseorang dari belakang. Yang di depan tak menyahut. Justru berusaha menenangkan kudanya.
Yang di belakang tadi karena jengkel, mengambil jalan menyeli-nyelit di antara temannya untuk maju ke
depan. Sesampainya di depan, dia juga ikut tertegun. Tegak dengan diam.Kemudian seperti dikomando
mereka turun perlahan dari punggung kuda. Kemudian membungkuk memberi hormat.
Angku Syech. kata salah seorang di antara mereka dengan takzim.
Di depan mereka, yang menyebabkan mereka terpaksa menghentikan kuda dengan tiba-tiba adalah
karena munculnya Syekh Malik Muhammad, pimpinan tertinggi perguruan Ulakan dan Sunua.Syekh itu
tegak di sana dengan tenang. Di sisinya tegak pula dua orang wakilnya. Yaitu Syekh Fakhruddin dan
Syekh Mualim.
Akan ke mana, anak-anak? tanya orang tua itu lembut.
Angku, tuanku Sidi Marhaban telah dibunuh dengan kejam oleh kapir-kapir di Pariaman. Kami akan ke
sana menuntut balas.
Ya. Saya sudah mendengar musibah itu. Karena itulah kami datang kemari menemui kalian
Kita serang saja loji mereka tuan Syekh.. Menyerang tanpa rencana, tanpa perhitungan yang masak,
akan menyebabkan kita mati konyol. Saya tidak sepaham dengan ucapan tuan Syekh.!
Coba kau jelaskan dimana kita yang tak sepaham
Tentang mati konyol itu
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
18/39
Bagaimana pendapatmu, nak?
Bukankah dalam Alquran dikatakan bahwa muslim yang berjihad di jalan Allah bila dia mati, maka
matinya adalah mati syahid?
Syekh Malik Muhammad menarik nafas panjang. Bibirnya melukiskan senyum tipis.
Benar. Siapa yang berperang di jalan Allah, dan mati, akan mati syahid. Tapi mati syahid itu bertingkat,
nak. Jika engkau datang menyeruduk Inggeris di Pariaman sana tanpa perhitungan sama sekali, meski
dengan alasan membela teman yang dibunuhnya, padahal engkau tahu bahwa kekuatan tidak seimbang
dengan kekuatan mereka, maka bila engkau mati, kematianmu sama dengan seorang yang bunuh
diri.Dan engkau tahu, dimana Tuhan meletakkan orang bunuh diri di Yaumil Akhir, bukan?
Murid-murid Sunua itu pada terdiam. Menunduk. Dan Syekh itu menyambung lagi :
Mari kita misalkan, kita datang kesana seperti kedatangan yang kalian rencanakan sebentar ini, artinya
kita datang dengan memacu kuda secepatlimbubu.Kemudian memekik Allahuakbar sehingga
menegakkan bulu roma. Kemudian lagi, sebelum kita mencapai dinding loji itu, mereka telah
menyambut kita dengan semburan timah dan serpihan besi.Semua pelurunya menembus tubuh kita.
Kita mati tercampak ke tanah, tanpa dapat menyentuh salah seorangpun diantara mereka. Tak
seorangpun! Sebab loji itu berpagar tinggi. Sebelum peristiwa ini saja loji itu dijaga dengan sangat ketat
setiap saat.
Apalagi setelah peristiwa ini. Penjagaan sudah pasti mereka lipatgandakan. Nah, anak-anak, kedatangan
kita ke sana, sudah pasti merupakan bunuh diri. Kecuali kalau kita bisa mengatur siasat dan berfikir agak
tenang, dan memukul mereka pada saat yang tepat..
Murid-murid Sunua itu masih terdiam semua. Tak ada yang bisa mereka pikirkan, kecuali menerima
kebenaran ucapan Syekh Malik Muhammad itu.
Kami datang kemari karena ingin membicarakan hal itu dengan kalian semua. Bagaimana kalau kita
masuk ke dalam. Apakah anak-anak tak keberatan untuk surut setapak?
Saya, angku. jawab mereka serentak dan perlahan berbalik menuntun kuda mereka, masuk kembali
ke dalam komplek perguruan.
Mereka menyilahkan ketiga Syekh itu untuk berjalan di depan. Dan mereka menurut di belakang. Di
Balai Tengah, yaitu di sebuah rumah besar yang terletak di tengah ruangan dimana biasanya pimpinan
perguruan mengadakan rapat dengan murid-muridnya bila membicarakan hal yang penting, beberapa
murid Sunua kelihatan tengah menunggui mayat Sidi Marhaban.
Ketiga Syekh itu tertegak di bawah balai tengah itu. Mayat Sidi tersebut terbujur dan ditutupi dengan
sehelai kain hijau bersulam tulisan arab
Innalillah wa innailaihi rojiun. Mereka menatap diam ke atas balai. Ke mayat yang terbujur itu.
Bukakan kain penutupnya, nak ujar Syekh Ulakan perlahan.Salah seorang dari murid-murid yang
menunggui jenazah itu menyingkap kain tutup mayat tersebut.
Masya Allah!!
Ketiga Syekh itu mengucap tatkala melihat penderitaan mayat tersebut. Mereka sebenarnya telah
mendapat kabar tentang kematian Sidi Marhaban. Mereka telah dilapori oleh seorang pedagang Aceh
yang saat itu jadi tamu di loji, dan yang sebenarnya orang Aceh itu adalah juga orang yang menuntut
ilmu perguruan Ulakan.
Tidak banyak yang tahu siapa sebenarnya jati diri dari Sidi Marhaban ini,maka Syekh Malik Muhammad
menceritakan nya pada murid-murid sunua tersebut.Dulu pimpinan perguruan sunua ini di pimpin oleh
http://www.kamusbesar.com/23568/limbubuhttp://www.kamusbesar.com/23568/limbubuhttp://www.kamusbesar.com/23568/limbubuhttp://www.kamusbesar.com/23568/limbubu -
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
19/39
Syekh Fachturahman,pada suatu hari ada seorang anak muda yang datang mencarinya untuk di tantang
berkelahi.Setelah di temui oleh Syekh Fachturahman,tanpa basa-basi anak muda itu langsung
menyerangnya,dan Syekh itu hanya mengelak dari serangan itu.Namun dalam mengelak itu, dia masih
bertanya:
Anak muda, berapa orang engkau adik beradik makanya engkau berani datang kemari menyabung
nyawa?
Sambil tetap melancarkan serangan, anak muda itu menjawab bahwa dia anak tunggal. Karenanya dia
tinggalkan ibunya untuk menuntut bela. Mendengar jawaban itu, Fachturahman berhenti mengelak. Dia
tegak dan menatap anak muda itu dengan senyum. Anak muda itu maju, menikamnya berkali-kali.
Fachturahman tak berusaha mengelak. Barulah setelah orang itu hampir rubuh, anak muda itu sadar,
bahwa lawannya tak mengelak dari serangannya. Dia lalu bertanya sambil menyentakkan badik dari
dada lawannya :
Hai orang Ulakan yang terkenal bagak, kenapa engkau tak mengelak atau balas menyerang?
Sambil terduduk dan mendekap dadanya yang berlumur darah, Fachturahman men jawab :
Anak muda, aku bangga padamu. Sebagai anak satu-satunya, dari jauh engkau datang menuntut balas
kematian ayahmu. Alangkah bahagianya orang tuamu. Kalau saja aku punya anak seperti engkau, ah,
alangkah bahagianya. Malang, lima orang anakku, lelaki semua. Meninggal karena sakit, sakit karena
lapar ketika usianya masih sangat muda. Aku sangat sedih. Karenanya aku tak mau membunuhmu,
karena aku telah merasakan betapa pahitnya kematian anak
Lagipula anak muda, kata Faturahman di sisa tenaganya,
ayahmu tidak mati di tanganku, kami berbeda perguruan. Suatu hari perguruan kami berselisih. Untuk
jalan tengah dari pihaknya dia tampil, dari pihak Ulakan saya yang tampil untuk saling mengadu
kepandaian. Barangkali Tuhan melebihkan sedikit kepandaian pada saya. Hingga ayahmu terluka. Hanya
terluka, anak muda. Dia tidak mati. Sebulan setelah itu dia sembuh dan kami jadi kawan karib. Dua bulan
pula setelah perkelahian itu, dia dibunuh seseorang.
Yang kami dan dia sendiri tak mengenalnya. Tapi orang menduga bahwa yang membunuh ayahmu
adalah aku... Syekh itu berhenti lagi bercerita. Murid-muridnya tertegun mendengar cerita yang di
luar dugaan itu.
Lalu bagaimana kelanjutannya, angku?
Lalu, Fachturahman, murid tertua perguruan Ulakan itu melanjutkan ceritanya, bahwa dugaan yang
memberatkan dia yang membunuh adalah karena perkelahian dua bulan yang lalu itu. Sampai hari itu,
yaitu di hari anak itu menuntut balas, tak juga pernah diketahui siapa yang membunuh ayahnya.
Anak itu terkejut mendengar cerita itu. Dia tak dapat menahan air matanya. Di antara tangis yang tak
berbunyi itu, anak Bugis itu bertanya:
Kenapa bapak tidak menceritakan hal ini kepada saya sejak dari tadi, sebelum perkelahian ini terjadi.Dan kenapa bapak menerima saja tikaman badik saya?. Padahal bapak mampu mengelak kannya?
Fachturahman menjawab.
Aku tidak menceritakannya karena engkau datang untuk menantang ku berkelahi, bukan untuk mencari
kebenaran tentang kematian ayahmu. Apapun yang akan kujelaskan, pasti takkan bisa kau terima nak.
Sebab orang yang dibakar dendam, niatnya hanya satu yaitu membunuh lawan yang dibencinya. Dan
kenapa aku tak mau melawanmu, padahal dengan mudah engkau bisa ku kalahkan? Sebabnya, aku
sudah biasa menang dalam banyak perkelahian, dan dalam banyak persoalan. Kenapa untuk
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
20/39
membahagiakan anak yang datang menuntut bela kematian ayahnya, aku tak mau mengalah?. Sesekali
aku juga harus mau dikalahkan orang. Sesekali aku harus tahu, bagaimana rasanya jadi orang yang
ditakluk kan. Dan dengan cara ini pula, aku bisa bicara padamu. Bisa menceritakan hal yang
sebenarnya
Parang Pariaman (bagian 9)
Anak muda itu menangis menyesali dirinya. Dan Fachturahman meninggal di sana. Sejak saat itu, anak
muda itu tak mau beranjak dari Ulakan.
Dia memohon bekerja menjadi budak untuk menebus dosanya. Tapi tak seorangpun di antara murid dan
pimpinan Ulakan yang menyalahkannya. Dia diterima secara wajar. Sebagai seorang murid yang sama
hak dan derajatnya dengan murid-murid yang lain.
Dan anak muda itulah yang dari tahun ke tahun selalu tegak paling depan kalau ada orang yang
mengganggu Ulakan atau Sunua. Karena saleh dan taatnya, karena setia dan budinya, penduduk
memberinya gelar Sidi. Orang yang patut dimuliakan. Nah, anak-anak, itulah cerita tentang diri Sidi
Marhaban. Guru kalian yang hari ini dibunuh Inggeris. Syekh itu mengakhiri ceritanya.
Murid-murid perguruan silat dari Sunua itu tak seorangpun yang bergerak. Banyak di antaranya yang
meneteskan air mata. Terharu akan cerita tentang diri Sidi Marhaban anak Bugis itu.Terbayang lagi hari-
hari yang mereka lalui bersama Sidi tersebut. Memang sedikit sekali di antara mereka yang mengetahui
bahwa Sidi itu bukanlah orang Pariaman. Sebab bahasa yang dia pakai, tata cara dan tatakramanya
selama ini, tak ada bedanya dari penduduk asli.
Terbayang lagi oleh mereka, betapa dalam latihan-latihan yang diawasi Sidi itu, bila terjadi kesalahan,
dia tak langsung memarahi. Biasanya Sidi memanggil murid yang melakukan kesalahan itu. Menanyakan
di mana dan bagaimana kabar orang tua si murid. Apakah sehat-sehat. Apakah mereka hidup
berkecukupan atau dalam kesulitan. Kemudian secara perlahan dan sangat bijaksana, baru dia
menunjukkan kesalahan si murid.
Caranyapun tidak dengan mengatakan, ini atau itu salah. Melainkan dengan perbandingan. Dia selalu
memakai kalimat Bagaimana kalau. Jika seorang murid terlambat bangun pagi, sehingga dia terlambat
sembahyang dan latihan, maka Sidi Marhaban biasanya bertanya : Bagaimana kalau pagi ini anda tak
usah ikut latihan.Siang saja nanti, tapi latihan yang intensif. Karena saya lihat anda masih belum
konsentrasi. Tawaran ini sama sekali bukan sindiran. Itu adalah tawaran yang ikhlas. Dan murid-murid
Sunua sangat menghormatinya karena sikapnya itu.
Dia tak pernah berang sambil membentak : Kenapa bangun lambat!! Itulah kenapa tadi mereka segera
saja berlompatan ke punggung kuda dan akan menyerang Loji itu tanpa memperdulikan keselamatan
diri mereka sendiri.Kini, Sidi yang anak Bugis yang telah jadi orang Pariaman itu, telah tiada. Mati
ditembak dengan keji oleh Inggeris.
Jangan khawatir. Kita semua berduka dan menyimpan dendam yang paling dalam di hati kita atas
kematian Sidi ini. Semua kita akan menuntut bela. Tak seorangpun yang akan kita biarkan mati sia-sia.
Hutang nyawa akan kita balas dengan nyawa. Tapi kita tunggu waktunya. kata Syekh Malik perlahan.
Ketika pusara selesai digali, ketika mayat akan diusung, tanpa dimandikan karena dia syahid, tanpa
diduga datang berpuluh-puluh penduduk Pariaman, datang pula penduduk dari Sunua dan Ulakan, dari
Petak dan Ketaping, mereka datang sebagai tanda ikut berduka yang dalam.
Rupanya berita kematian Sidi yang berbudi itu telah menjalar ke segenap penjuru seperti api memakan
sekam. Penduduk negeri-negeri itu tak lupa, bahwa Sidi Marhaban adalah lelaki rendah hati yang selalu
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
21/39
turun tangan membantu orang lain.Pendekar yang memiliki ilmu cukup tinggi. Namun tak pernah
menyombongkan dirinya sedikitpun. Orang Pariaman terkenal penaik darah dan suka main keroyok.
Mungkin karena mereka penduduk pantai yang bekerja sebagai pelaut. Mungkin pengaruh laut yang
selalu bergelombang tak stabil, selalu menantang bahaya dengan tegar, maka mereka menjadi cepat
naik darah dan merasa senasib sepenanggungan dalam menghadapi tiap bahaya yang menimpa salah
seorang di antara mereka.
Suatu hari pernah terjadi, seorang nelayan yang tengah menjual ikan hasil tangkapannya bertengkar
dengan seorang penduduk soal harga. Bermula dari tawar menawar, karena merasa terlalu mahal tak
jadi membeli.Suatu hal yang lumrah saja sebenarnya dalam sistem pasar sebelum membeli orang
menanyakan harga. Kalau dirasa terlalu mahal tak jadi membeli. Bukankah membeli harus sebatas
kemampuan?
Namun nelayan itu merasa tersinggung. Dia memaki. Kalau tak ada duit jangan menawar ikan orang.
Kalau mau yang murah kawin saja dengan saya. Ucapan ini membuat si penawar, seorang ibu, jadi
terperangah, malu dan sakit hati.Terjadi pertengkaran mulut. Suami perempuan itu ikut campur. Sebuah
bogem mentah sudah mendarat di dahi suami perempuan itu. Saat itulah Sidi Marhaban, yang belum
begitu dikenal orang Pariaman, datang dan memegang nelayan itu. Menyabarkannya dengan kata-kata
lembut.
Tapi si nelayan balik berang padanya. Dan menyerang Sidi dengan pisau. Sidi mengelak beberapa kali.
Melihat orang ini bisa mengelak, agak pendekar, maka teman-temannya yang lain segera ikut
mengeroyok.Sidi Marhaban, meski tengah di keroyok, sempat memberi isyarat pada kedua suami isteri
yang dia tolong itu agar cepat-cepat pergi dari sana. Setelah kedua orang itu pergi, dengan sedikit
gerakan dia memukul pergelangan ketiga orang itu dengan dua jarinya. Kontan pisau di tangan mereka
terlempar.
Sidi segera menyelinap di antara orang ramai, menghindar dari sana. Kembali cepat-cepat ke Sunua.
Tapi ternyata peristiwanya tak berakhir hingga itu. Nelayan Pariaman tadi tahu, bahwa yang telah
membuat malu mereka dengan memukul tangan mereka hingga pisau itu jatuh, adalah orang Sunua.
Nah, sekitar lima puluh nelayan, pedagang atau petani Pariaman, umumnya muda-muda, tapi ada juga
yang tua bangka, melakukan penyerbuan ke Sunua.
Di Sunua mereka sempat memukul dua orang penduduk untuk menanyakan di mana orang yang punya
ciri-ciri seperti Sidi yang menyerang mereka kemaren. Mereka hanya tahu ciri-cirinya, tak tahu namanya.
Karena penduduk tak bisa menjawab, mereka dipukuli. Sidi Marhaban sendiri yang merasa tak sedap,
keluar dari perguruannya. Dan begitu orang melihatnya, maka merekapun berseru :
Itu dia! Lanyauuu!.
Tojeh jo sakin!
Dan mereka yang bersenjata pisau, parang dan tombak itu menggebu mamburu. Dengan tenang Sidi
Marhaban tegak menanti. Mulutnya mengguriminkan doa. Di tak ingin ada korban di antara rakyat yang
gelap mata dan bodoh ini. Karenanya, sebelum orang-orang kalap itu dekat benar, dia mendekati
sebatang kelapa yang tingginya enam meter dan tengah berbuah lebat.
Dengan perlahan menyebut nama Allah, batang kelapa itu dia tepuk tiga kali. Hanya Tuhan jua yang
Maha Tahu, akibat tepukan perlahan itu, belasan buah kelapa berjatuhan ke tanah!
Penduduk yang memburunya terhenti. Ternganga. Sidi Marhaban masih tak bersuara. Dia memungut
sekaligus empat buah kelapa masak. Melambungkannya ke atas, lalu mengibaskan tangannya ke arah
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
22/39
empat kelapa itu. Keempat buah kelapa itu telambung ke segala penjuru dalam keadaan hancur!
Penduduk yang datang menyerang ternganga. Ada yang menggigil saat membayangkan kelapa itu
adalah kepalanya! Sidi itu kemudian berkata perlahan :
Saya orang rantau. Tujuh lautan telah saya lalui untuk sampai ke negeri ini. Jika saya pakai bahasa yang
sombong, maka ucapan saya akan berbunyi: Saya tak takut mati. Dan jumlah sebanyak ini, masih kurang
untuk menghadapi saya. Tapi bahasa kesombongan itu tak pernah saya pakai. Karena agama saya
membenci orang-orang yang sombong dan takabur
Parang Pariaman (bagian 10)
Akhirnya negeri anda dibenci karena suka berkelahi main keroyok. Sedangkan tugas utama, yaitu
memerangi penjajah dan membangun negeri tak lagi sempat dikerjakan. Karena pemuka masyarakat
sudah sibuk mengurus masalah perkelahian, turun-temurun!
Kenapa kalian hanya bersatu ketika menyerang orang negeri kalian saja. Kenapa kalian hanya bersatu
karena menyerang orang Sunua saja. Dan kalian orang-orang Sunua, kenapa kalian bersatu ketika
berkelahi dengan orang Pariaman atau orang Ulakan saja. Kenapa kalian tak bersatu, atau tak
menggunakan persatuan kalian itu untuk menyerang Inggeris yang menjajah negeri kalian?
Kenapa?! Apakah orang Inggeris yang menjajah itu lebih mulia dari orang negeri kalian sendiri, atau
bagakkalian hanya ditujukan pada orang kampung sendiri, sementara bila berhadapan dengan penjajah
jiwa kalian jadi kerdil?
Negeri ini tengah dijajah. Tengah diperas. Banyak pemimpinnya telah ditangkap dan dibunuh oleh
penjajah. Baik bangsa Belanda maupun bangsa Inggeris dan Portugis. Tapi saya tak pernah melihat kalian
jadi fanatik dan bersatu untuk membunuh penjajah yang telah membunuh pemuka kalian itu. Cobalah
jawab, kenapa?
Sidi itu berhenti lagi. Kebenaran ucapannya secara perlahan, tapi pasti, menyelusup ke dalam hati
semua orang Pariaman yang datang ke sana untuk membunuhnya itu. Ucapan itu juga menyelusup ke
hati orang-orang Sunua yang saat itu berkumpul pula di sana untuk melawan orang Pariaman yang tadi
telah memukul orang kampung mereka.
Semua mereka terdiam. Menunduk dan merasa malu. Mereka coba mengingat sudah berapa kali
mereka berkelahi dan terlibat dan cakak banyak yang berlumur darah dan menimbulkan korban tak
sedikit dalam perang antarkampung. Sudah berapa kalikah? Tak terhitung lagi.
Mereka bahkan pernah mengirim pasukan ke Padang. Yaitu ketika di sana terjadi perkelahian antara
orang Pariaman dengan orang Agam. Bahkan mereka pernah mengirim pasukan ke Riau. Ketika di sana
terjadi perkelahian antara orang Pariaman dengan orang Aceh.
Apa yang dikatakan oleh Sidi Marhaban ini memang benar. Banyak pimpinan mereka yang ditangkapi
oleh Inggeris. Namun mereka tak punya nyali untuk melawan. Yang di tangkap itu dibiarkan saja disiksa.
Suara Sidi yang orang Bugis itu terdengar lagi :
Tak ada soal yang selesai dengantikaman. Tak ada orang yang jadi orang besar karena buku jari. Orang
jadi orang besar karena otaknya. Karena itu, cobalah berfikir agak tenang. Jangan menurutkan hati
panas.
Tiba-tiba salah seorang di antara mereka, maju.
Sidi. Anda orang asing. Kami sudah siap untuk membunuh anda. Untuk anda ketahui, belum ada orang
yang berani mengatai-ngatai kami seperti yang ada lakukan sebentar ini. Seharusnya anda kami gantung
dan kami sayat-sayat. Tapi semua yang anda katakan semata-mata adalah kebenaran. Kami jadi malu
http://www.artikata.com/arti-320225-bagak.htmlhttp://www.artikata.com/arti-320225-bagak.htmlhttp://tikamsamurai.wordpress.com/http://tikamsamurai.wordpress.com/http://tikamsamurai.wordpress.com/http://tikamsamurai.wordpress.com/http://www.artikata.com/arti-320225-bagak.html -
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
23/39
pada diri kami. Pada kebodohan kami. Kami telah terlanjur datang kemari, betapapun tak ada yang
terlambat. Ternyata kedatangan kami kemari ada manfaatnya. Yaitu dapat mendengarkan apa yang baik
dan apa yang tidak, tentang kelakuan kami selama ini. Untuk itu, saya atas nama diri saya pribadi, atas
nama teman-teman yang lain, minta maaf. Maafkanlah kebodohan saya, kebodohan kami. Kami
memang tak punya pendidikan yang tinggi. Bahkan sekolahpun tidak..maafkan kami!
Lelaki Pariaman itu mengulurkan tangannya. Sidi Marhaban juga. Tapi mata anak Bugis itu berkaca.
Kejujuran lelaki Pariaman itu, tentang kebodohan dan ketidak berpendidikannya, sangat mengharukan
hati Sidi itu. Lelaki jujur yang alangkah rendah hatinya. Dia salami tangan orang Pariaman itu dengan
erat.
Tuan lelaki yang berbudi. katanya.Orang Pariaman itu sendiri sudah sejak tadi merasa ingin
menangis. Namun dia nelayan yang keras hati. Dia membuang muka menatap ke laut. Dia tidak ingin Sidi
melihat air matanya menitik turun. Dan ketika tangannya telah dilepaskan oleh Sidi yang berbudi itu, dia
cepat-cepat menghindar dari depan orang saleh itu.
Orang-orang Pariaman yang lain juga berdatangan minta maaf. Menyalaminya. Kemudian bersalaman
dengan penduduk Sunua yang tadi beberapa orang telah mereka sakiti.Begitu kesan mendalam yang
ditinggalkan oleh Sidi Marhaban pada orang-orang Pariaman dan sekitarnya. Dan kini, ketika orang-
orang itu mendengar bahwa Sidi itu meninggal, mereka lalu datang menunjukkan rasa duka cita dan rasa
kehilangan yang amat dalam.
Izinkan kami ikut memikul keranda jenazah orang berbudi ini, tuan Syekh. salah seorang dari pemuka
Pariaman itu berkata.
Syekh Malik Muuhammad menatapnya. Dan memberi isyarat pada dua orang murid Sunua dan Ulakan
yang memikul keranda mayat di bahagian depan. Kedua murid itu memberikan pikulan tersebut pada
dua orang Pariaman. Dan iringan jenazah itupun bergerak ke pekuburan murid-murid Syekh
Burhanuddin di Ulakan.
o0o
Prosesi jenazah itu adalah prosesi yang duka. Tapi dalam prosesi itu sudah tumbuh benih kebencian
yang amat membakar pada penjajah Inggeris. Mereka tengah menimbun tanah yang terakhir ke pusara
tatkala derap kaki kuda itu terdengar lagi.
Saat itu hari sudah berlalu senja. Syekh Malik Muhammad mulai membacakan doa tatkala pasukan
berkuda Inggeris itu mulai mengepung mereka. Kemudian terdengar suara Kapten Calaghan bergema.
Kami atas nama Kerajaan Inggeris.
Syekh Malik Muhammad terus membaca doa. Seluruh yang hadir mengaminkan, seperti tak
mengacuhkan kehadiran pasukan berkuda Inggeris itu. Lalu kembali terdengar suara Kapten Calaghan.
Saya akan menangkap beberapa orang di antara tuan-tuan dari Sunua dan Ulakan..
Syekh Malik Muhammad masih membaca doanya. Banyak di antara yang hadir menitikkan air matanya,
tatkala dia membaca doa tersebut. Akhirnya doa itupun selesai. Syekh Malik Muhammad memalingkan
kepala. Menatap pada pasukan berkuda Inggeris yang mengepung mereka. Menatap pada Kapten
Calaghan yang masih duduk di punggung kudanya.
Menatap pada pasukan yang menodongkan moncong bedil pada mereka. Wakil pimpinan perguruan
Sunua dan Ulakan, Syekh Fakhruddin dan Syekh Malik juga menatap pada pasukan berkuda itu.Kapten
Calaghan memajukan kudanya. Dengan pedang terhunus, dia menunjuk pada Syekh Malik Muhammad
dan kedua wakilnya.
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
24/39
Atas nama kerajaan Inggeris, tuan bertiga saya tangkap.Suaranya terdengar bersipongang. Sementara
ujung pedangnya ditujukan pada ketiga Syekh itu.
Atas tuduhan apa tuan menangkap kami. Atas tuduhan menyusun kekuatan untuk melawan kerajaan
InggerisSyekh Malik Muhammad tertawa renyah.
Kapiten, saya hanya memimpin sebuah perguruan Islam. Saya hanya mengajarkan ilmu bukan
mengajarkan orang berperang. Bagaimana tuan bisa mengatakan kami menyusun kekuatan untuk
menyerang tuan..
Syekh! Sudah beberapa kali kami peringatkan agar perguruan tuan yang di Sunua itu ditutup. Tuan
boleh mengajar terus di Ulakan. Tapi tidak boleh membuka sasaran silat. Namun tuan tak mengacuhkan
permintaan kami. Dan siang tadi, seorang murid tuan, yang kini tuan kubur, telah membunuh perwira
saya.
Bukankah itu terjadi karena perwira tuan menyerang terlebih dahulu?
Banyak tentara saya jadi saksi, bahwa murid tuan yang menyerang terlebih dahulu
Syekh Malik Muhammad tertawa mendengar kesaksian itu. Kapiten ini cerdik sekaligus licik. Dan
sekaligus menganggap orang lain bodoh saja. Anak buahnya yang dia jadikan saksi atas peristiwa
terbunuhnya letnan di loji itu. Tentu saja mereka berpihak pada letnan itu.
Masih dengan menahan diri, Syekh Malik bertanya.
Kami ingin tahu, dimana temannya yang bernama Anduang Ijuak, yang tadi pagi datang bersama
temannya yang mati ini ke loji tuan untuk berunding.
Dia terpaksa kami tahan, karena dia juga menyerang Letnan Sammy.Suasana jadi sepi. Namunitu
hanya sebentar. Salah seorang murid Ulakan yang menempuh pendidikan tingkat kedua di Sunua, sudah
tak tahan lagi mengekang amarahnya.
Tadi dia termasuk di antara para murid yang ingin menyerbu ke loji Inggeris itu tatkala mereka
menemukan mayat Sidi Marhaban. Untung di luar perguruan mereka bertemu dengan ketiga Syekh
pimpinan perguruan tinggi Islam di Ulakan itu.Namun kali ini, murid yang cukup tangguh ini, tak bisa lagi
menahan berangnya. Dia tegak tak begitu jauh dari Syekh malik Muhammad. Dan di dekatnya tegak, ada
seorang tentara Inggeris. Dia mengukur jarak. Dan ketika orang sedang berunding itulah tiba-tiba sekali
tubuhnya melompat. Tubuhnya mendarat di belakang tubuh tentara Inggeris yang duduk di atas kuda
dua depa dari tempatnya tegak tadi.
Begitu berada di atas punggung kuda di belakang tentara itu, dia segera mencekiknya dengan kuat. Dia
mencekik dengan tangan kanan. Tangan kirinya menyentak pedang di pinggang serdadu itu. Dan dengan
sebuah pekik Allahuakbar, dia lalu menggebrak kuda itu maju. Seorang prajurit lainnya menghadang.
Pedang di tangan kiri murid Ulakan itu bekerja. Kepala serdadu itu putus!
Kejadian ini luar biasa cepatnya. Dan begitu kepala prajurit itu menggelinding ke bawah, murid Sunua itu
segera memacu kuda ke arah Kapiten Calaghan! Namun Kapten itu bukan orang sembarangan. Dia
sudah berpengalaman dalam perang di Eropah sana.Gebrakan kuda itu dia elakkan, dan begitu kuda itu
terlewat sedikit di depannya, pedangnya balas membabat! Dan murid Sunua itu memekik. Lehernya
bahagian belakang belah!Namun dia tak segera melepaskan musuhnya yang sejak tadi telah dia cekik.
Cekikannya makin kuat. Kapten itu menebas lagi dengan pedangnya. Dan murid Sunua itu tersentak.
Jatuh dan mati.
Parang Pariaman (bagian 11)
Tidak hanya sampai di sana. Dari pihak Ulakan tidak hanya berempat yang ditangkapi, ada dua puluh
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
25/39
orang jumlah mereka. Semuanya dilakukan Inggeris demi keamanan. Dikhawatirkan, kalau murid-murid
senior Ulakan itu berada di luar Loji, bisa berbahaya. Mereka bisa menyusun kekuatan. Oleh karena itu
Kapten Calaghan berpendirian, semua mereka harus ditangkap. Demi keamanan!
Malam itu juga, semua mereka dibawa ke loji Inggeris di Pariaman. Perguruan Islam itu, Ulakan dan
Sunua, tiba-tiba dicekam rasa lengang.Kapten Calaghan memang telah mempertimbangkan setiap
langkah yang dia ambil. Dengan menangkap dan menahan sebahagian besar orang-orang perguruan
Islam Ulakan di lojinya.Itu sama dengan menahan dan menyimpan dinamit yang setiap saat meledak dan
menghancurkan lojinya berikut mereka, dan semua isinya.
Kapten Calaghan bukannya tak tahu akan hal itu. Namun sebagai perwira Inggeris yang menang dari
perang dengan Napoleon, dia punya pikiran yang cerdik. Malam itu Syekh Malik Muhammad dan kawan-
kawannya mereka tahan. Esok siangnya, lima puluh tentara berkuda di bawah pimpinan seorang Letnan
tiba dari Padang.
Tentara berkuda ini datang sebagai pengganti mereka yang ada di pos. Sekali lima bulan selalu ada
aplusan. Yang di Padang datang ke Pariaman dan Tiku. Menggantikan mereka yang sudah lama di
pos.Tapi karena keadaan yang darurat, Kapten Calaghan tak membiarkan ada anak buahnya yang
ditukar untuk cuti pulang ke Padang. Dia malah tetap menahan kekuatan yang 50 orang itu di
Pariaman.Malah siang itu juga, dia mengirim tiga orang kurir ke Padang mengatakan bahwa keadaan
darurat. Di Padang yang menjadi pimpinan tertinggi tentara pendudukan Inggeris di Sumatera Barat
adalah kolonel Dundee Yr.
Seorang kolonel angkatan laut yang mata sebelah kanannya buta karena pecahan meriam kapal. Cacat
di matanya itu dia alami ketika perang selat Bosporus yang terkenal itu. Yaitu ketika dia memimpin satu
skuadron kapal Inggeris melawan kapal-kapal perang Perancis. Dia luka parah, sebelah matanya jadi
buta. Namun perang itu dimenangkannya dengan gemilang.Kapten itu terkenal kejam kepada musuh-
musuhnya. Begitu dia menerima laporan dari kapten Calaghan bahwa di Pariaman ada sekelompok
orang Islam yang tengah menyusun kekuatan untuk memberontak pada Inggeris, dia lalu menambah
pasukan berkuda 50 orang lagi. Kemudian mengirimkan dua buah kapal perang ke sana untuk
mengangkuti kaum pemberontak yang tertangkap itu.
Kapal yangt dikirim itu adalah kapal perang THE KING dengan 12 meriam dan sebuah kapal THE LORD
dengan ukuran lebih kecil. Yaitu hanya memiliki 6 meriam.Kapal itu segera bertolak ke Pariaman. Hanya
dua hari kemudian sejak tertangkapnya Syekh Ulakan itu bersama pengikutnya, kapal perang itupun
sampai di sana. Begitu berada di laut Pariaman, mereka melepaskan tembakan salvo dua puluh dua kali
ke udara.
Semacam perang urat syaraf. Penduduk Pariaman memang dibuat kecut dengan pemusatan kekuatan
Inggeris di kota kecil itu. Dalam waktu hanya dua hari, selain 50 pasukan berkuda yang datang pertama,
datang lagi 50 pasukan berkuda tambahan. Kemudian dua buah kapal perang dengan pasukan sekitar
enam puluh orang! Total, di Pariaman saat itu ada 260 orang pasukan Inggeris. Mobilisasi kekuatan yang
luar biasa.Perguruan Islam Ulakan dan Sunua ditutup. Pintunya di gerendel dengan kunci besi oleh
Inggeris. Beberapa orang muridnya yang tak ditangkap karena dianggap tak berbahaya, disuruh pulang
ke tempat asal 50 Kota, Agam, Tanah Datar, Jambi, Palembang dan Tapanuli.
Jika kalian tak pulang, dan masih berada di sini dalam tempo 2 x 24 jam, maka kalian akan ditangkapi,
demikian perintah Inggeris.
-
5/28/2018 Giring Giring Perak - Parang Pariaman
26/39
Namun murid Ulakan dan Sunua itu terkenal punya rasa setia kawan yang amat tebal terhadap
perguruan mereka. Beberapa orang justru minta ditangkap saat itu juga. Beberapa orang menghindar.
Namun mereka tak pulang seperti yang diancamkan pada mereka.Mereka justru membuka pakaian
perguruan Islam mereka. Berganti pakaian seperti rakyat Pariaman pada umumnya. Kemudian berbaur
dengan masyarakat. Mereka masih punya harapan, bahwa mereka akan dapat bertemu dengan Syekh
Malik Muhammad dan teman-temannya yang dikurung di loji.
Mereka masih berharap, bahwa suatu saat akan ada kekuatan yang tersusun untuk membebaskan dan
mengusir Inggeris dari tanah Pariaman. Mereka juga masih punya harapan, bahwa mereka masih akan
memiliki perguruan Islam Ulakan. Dalam sejarahnya, ini adalah kali yang keempat perguruan itu ditutup
dan di