HADITS KEDUAPULUH DUA
description
Transcript of HADITS KEDUAPULUH DUA
HADITS KEDUAPULUH DUA
Dari Abu Abdullah, Jabir bin Abdullah Al Anshary radhiallahuanhuma: Seseorang bertanya kepada Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata: Bagaimana pendapatmu jika saya melaksanakan shalat yang wajib,
berpuasa Ramadhan, Menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram dan saya tidak tambah sedikitpun,
apakah saya akan masuk surga? Beliau bersabda: Ya. [Riwayat Muslim] Sahabat yang bertanya kepada Anbi
Muhammad SAW dalam hadits di atas adalah Nu’man bin Qauqal Abu ‘Amr bin Shalah. Ia mengatakan bahwa
secara dhahir yang dimaksud dengan perkataan “aku mengharamkan yang haram” mencakup dua hal, yaitu
meyakini bahwa sesuatu itu benar-benar haram dan tidak melanggarnya. Hal ini berbeda dengan perkataan
“menghalalkan yang halal,” yang ana cukup meyakini sesuatu yang benar-benar halal saja. Secara umum, nabi
Muhammad SAW tidak mengatakan kepada penanya di dalam hadits ini sesuatu yang bersifat tathawwu’
(sunnah). Akan tetapi, orang yang meninggalkan sunnah dan tidak mau melakukannya sedikit pun, maka ia tidak
akan memperoleh kebaikan dan pahala yang banyak. Akibatnya, bobot kualitas keberagamaannya akan berkurang
dan nilai kesungguhannya dalam beragama akan rendah. Para ulama fikih perlu menjelaskan perbedaan antara
sunnah dan wajib, bukan hanya dalam konteks ibadah. Karena jika hanya dijelaskan dengan logika fikih, dimana
halhal yang sunnah boleh ditinggakan, maka orang-orang akan cenderung meninggalkan amalan-amalan sunnah
tersebut.
Dalam hal ini, para ulama perlu menjelaskan hikmah-hikmah yang terkandung di dalam amalan-amalan sunnah,
agar orang-orang tidak mudah meninggalkannya. Rasulullah SAW dahulu tidak menjelaskan perbedaan antara
sunnah da wajib adalah untuk memudahkan dan melapangkan. Karena kaum muslimin masih baru dengan
Islamnya sehingga dikhawatirkan membuat mereka lari dari Islam. Atau maksud lainnya adalah agar orang tidak
beranggapan bahwa amalan tambahan dan amalan utama keduanya merupakan merupakan hal yang wajib atau
kedua-duanya sunnah, sehingga jika ditinggalkan konsekuensinya sama. Sebagaimana dalam hadits lain, bahwa
ada seorang sahabat bertanya kepada nabi Muhammad SAW tentang shalat. Kemudian nabi SAW
memberitahukan bahwa shalat itu lima waktu. Lalu orang itu bertanya: “Apakah ada kewajiban bagiku selain itu?”
Beliau menjawab: “Tidak, kecuali engkau melakukan (shalat yang lain) dengan kemauan sendiri.” Orang itu
kemudian bertanya tentang puasa, haji dan beberapa hukum lain. Lalu beliau jawab semuanya. Kemudian di akhir
pembicaraan orang itu berkata: “Demi Allah, aku tidak akan menambah atau mengurangi sedikit pun dari semua
itu.”
Nabi Muhammad SAW lalu bersabda: “Dia akan beruntung jika benar. Jika ia berpegang dengan apa yang telah
diperintahkan kepadanya, niscaya ia akan masuk surga.” Artinya, bila ia memelihara hal-hal yang diwajibkan,
melaksanakan dan mengerjakan tepat pada aktunya, tanpa mengubanya, maka dia mendapatkan keselamatan
dan keberuntungan yang besar. Barangsiapa yang dapat mengerjaan yang wajib, lalu diiringi dengan yang sunnah,
niscaya dia akan mendapatkan nilai (pahala) dan hikmah ibadah yang lebih esar lagi. Amalan yang sunnah
sesungguhnya disyariatkan untuk menyempurnakan yang wajib. Sahabat yang ertanya tersebut, dan juga sahabat
yang lain, dibiarkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam keadaan seperti itu untuk memberikan kemudahan sampai
hatinya mantap dan pemahamannya utuh sehingga memiliki semangat yang kuat untuk melaksanakan amalan-
amalan sunnah, sehingga pada akhirnya mereka akan ringan dalam melaksanakannya.