Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam-...

10
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- * Oleh : Aswanto Muhammad Takwi, Lc. Taqdim Iman kepada hari akhir adalah salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh seorang muslim. Tanpa Iman kepada kepada hari akhir keimanan seseorang tidak sah walaupun ia meyakini perkara-perkara iman lainnya dan menjalankan amalan-amalan lahiriah, sebagaimana kondisi orang-orang musyrik pada zaman Rasulullah yang percaya dengan keberadaan Allah Ta’ala dan melaksanakan beberapa bentuk ibadah seperti haji dan lainnya, namun tidak yakin dengan hari kebangkitan dan pembalasan pada hari kiamat sehingga mereka dinyatakan kafir oleh Allah Ta’ala. Iman kepada hari akhir mencakup iman kepada kehidupan setelah kematian manusia di muka bumi ini, mulai dari kehidupan di alam barzakh, kebangkitan manusia hari kiamat, hisab, timbangan amal, meniniti shirat, kejadian-kejadian dan kondisi yang terjadi di sela-selanya hingga surga dan neraka. Termasuk di dalamnya apa yang akan dialami dan dilalui oleh para nabi dan ummatnya, seperti kejadian di telaga haudh Rasulullah di padang mahsyar yang akan dijelaskan secara rinci dalam pembahasan ini. Salah satu indikasi ketakwaan seseorang adalah ketika ia mengimani kejadian hari akhirat yang telah diinformasikan oleh Allah dan Rasul-Nya, bahkan ia adalah karakter yang sangat menonjol dimiliki oleh orang bertakwa. Allah Ta’ala berfirman: Alif laam miim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib[QS. Al Baqarah:1-2]. Dan kejadian di hari akhirat termasuk perkara ghaib. Dampak iman kepada hari akhir dalam kehidupan muslim Iman terhadap hari akhir memberi dampak positif dalam kehidupan seorang mukmin, diantaranya: 1. Menanamkan sifat sabar dan ridha terhadap takdir yang Allah tetapkan baginya, sebab ia sadar bahwa kehidupan dunia hanya sementara dan akhirat yang kekal abadi, kehidupan dunia sebagai cobaan sehingga ia bersabar dan menunggu balasan kesabarannya di akhirat. Rasulullah shallallahu alahi wa sallam bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan orang beriman, seluruh urusannya baik baginya, jika ia mendapatkan musibah maka ia sabar, dan itulah yang terbaik baginya, jika ia mendapatkan nikmat ia bersyukur dan itulah yang terbaik baginya, yang demikian itu tidak ada kecuali pada diri serang beriman” [HR.Muslim]. 2. Menanamkan sifat pema’af dan derma, karena ia yakin bahwa hari akhirat adalah hari pembalasan, manusia akan dibalas sesuai dengan perbuatannya di dunia, disamping itu ada

Transcript of Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam-...

Page 1: Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- *wahdahmakassar.org/wp-content/uploads/2015/02/Hau… ·  · 2015-02-02Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar

Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- *

Oleh : Aswanto Muhammad Takwi, Lc.

Taqdim

Iman kepada hari akhir adalah salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh seorang muslim. Tanpa

Iman kepada kepada hari akhir keimanan seseorang tidak sah walaupun ia meyakini perkara-perkara

iman lainnya dan menjalankan amalan-amalan lahiriah, sebagaimana kondisi orang-orang musyrik pada

zaman Rasulullah yang percaya dengan keberadaan Allah Ta’ala dan melaksanakan beberapa bentuk

ibadah seperti haji dan lainnya, namun tidak yakin dengan hari kebangkitan dan pembalasan pada hari

kiamat sehingga mereka dinyatakan kafir oleh Allah Ta’ala.

Iman kepada hari akhir mencakup iman kepada kehidupan setelah kematian manusia di muka bumi ini,

mulai dari kehidupan di alam barzakh, kebangkitan manusia hari kiamat, hisab, timbangan amal,

meniniti shirat, kejadian-kejadian dan kondisi yang terjadi di sela-selanya hingga surga dan neraka.

Termasuk di dalamnya apa yang akan dialami dan dilalui oleh para nabi dan ummatnya, seperti kejadian

di telaga haudh Rasulullah di padang mahsyar yang akan dijelaskan secara rinci dalam pembahasan ini.

Salah satu indikasi ketakwaan seseorang adalah ketika ia mengimani kejadian hari akhirat yang telah

diinformasikan oleh Allah dan Rasul-Nya, bahkan ia adalah karakter yang sangat menonjol dimiliki oleh

orang bertakwa. Allah Ta’ala berfirman:

“Alif laam miim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib” [QS. Al Baqarah:1-2].

Dan kejadian di hari akhirat termasuk perkara ghaib.

Dampak iman kepada hari akhir dalam kehidupan muslim

Iman terhadap hari akhir memberi dampak positif dalam kehidupan seorang mukmin, diantaranya:

1. Menanamkan sifat sabar dan ridha terhadap takdir yang Allah tetapkan baginya, sebab ia sadar

bahwa kehidupan dunia hanya sementara dan akhirat yang kekal abadi, kehidupan dunia

sebagai cobaan sehingga ia bersabar dan menunggu balasan kesabarannya di akhirat. Rasulullah

shallallahu alahi wa sallam bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan orang beriman, seluruh

urusannya baik baginya, jika ia mendapatkan musibah maka ia sabar, dan itulah yang terbaik

baginya, jika ia mendapatkan nikmat ia bersyukur dan itulah yang terbaik baginya, yang

demikian itu tidak ada kecuali pada diri serang beriman” [HR.Muslim].

2. Menanamkan sifat pema’af dan derma, karena ia yakin bahwa hari akhirat adalah hari

pembalasan, manusia akan dibalas sesuai dengan perbuatannya di dunia, disamping itu ada

Page 2: Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- *wahdahmakassar.org/wp-content/uploads/2015/02/Hau… ·  · 2015-02-02Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar

manusia-manusia yang dimaafkan dan diberi dispensasi oleh Allah Ta’ala. Dengan memaafkan

orang yang berbuat salah kepadanya, ia berharap Allah pun memberinya maaf di akhirat, dan

memberinya balasan yang berlipat ganda atas pemberiaan dan dermanya terhadap orang lain.

Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang meringankan (menghilangkan) kesulitan seorang

muslim kesulitan-kesulitan duniawi, maka Allah akan meringankan (menghilangkan) baginya

kesulitan di akhirat kelak. Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang

mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kemudahan (urusan) di

dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia,

maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan senantiasa

menolong seorang hamba selalu ia menolong saudaranya”. [HR.Muslim].

3. Melahirkan sifat zuhud terhadap dunia dan cinta terhadap akhirat. Sebab ia yakin bahwa harta

dunia tidak akan dibawa ke akhirat sehingga ia mengambil dari harta dunia sebatas

kebutuhannya di dunia sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Ia berfirman:

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya

akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” [QS. Al Ankabut:64]

4. Membersihkan jiwa dari sifat-sifat buruk, seperti iri, dengki, dendam.

5. Mencegahnya dari perbuatan keji, kemungkaran dan zalim terhadap orang lain. Karena ia yakin

bahwa di hari akhirat akan ada qishah terhadap perbuatan yang ia lakukan. Rasulullah bertanya

kepada para sahabanya: “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut?” Mereka menjawab:

orang yang bangkrut adalah orang yang tidak mempunyai dirham dan perhiasan. Maka

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari

umatku adalah orang yang datang di hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan

zakat, namun dia juga datang dengan dosa mencela, menuduh dan memakan harta orang lain,

menumpahkan darah dan memukul orang. Maka kebaikan-kebaikan dari amalan shaleh

tersebut dibayarkankan kepada orang pernah dizaliminya. Sampai jika kebaikannya telah habis

maka dosa orang yang pernah dizalimi ditimpakan kepadanya sehingga dia dicampakkan di

dalam neraka” [HR.Muslim].

Al Haudh

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa kehidupan akhirat melalui tahapan-tahapan dan

keajidan-kejadian yang sangat panjang. Tahapan awalnya adalah alam kubur atau alam barzakh.

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya liang kubur adalah awal perjalanan akhirat, jika seseorang

selamat dari (siksaan)nya maka perjalanan selanjutnya akan lebih mudah, namun jika ia tidak

selamat dari (siksaan)nya maka (siksaan) selanjutnya akan lebih berat.” [HR. Tirmidzi].

Salah satu diantara tahapan-tahapannya adalah melalui Haudh Rasulullah shallallahu alahi wa

sallam.

Page 3: Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- *wahdahmakassar.org/wp-content/uploads/2015/02/Hau… ·  · 2015-02-02Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar

Haudh berasal dari bahasa arab yang berarti kumpulan air atau kolam. Dan yang dimaksud dengan

Haudh dalam pembasahan akidah adalah kolam yang berisi air milik Rasulullah shallallahu alahi wa

sallam, berada di padang mahsyar, dan akan dilalui oleh ummatnya dan minum darinya.

Dalil-dalil syar’i tentang Haudh

Haudh termasuk perkara ghaib yang tidak dapat diindera oleh panca indera manusia, tidak dapat

ditetapkan berdasarkan akal dan khayalan, tapi membutuhkan wahyu dari Al Qur’an atau hadits

Nabi. Di dalam Al Qur’an tidak terdapat nash yang gamblang tentang al Haudh, hanya saja sebagian

ulama berpendapat bahwa al Haudh yang disebutkan dalam hadits Nabi adalah al Kautsar yang

disebutkan dalam Al Qur’an di surat al Kautsar.

Adapun dalam hadits Nabi, terdapat banyak keterangan tentang al Haudh, hingga hadits-haditsnya

sampai kepada derajat mutawatir. Ibnu Katsir menyebutkan nama-nama sahabat yang

meriwayatkan langsung dari Rasulullah hadits tentang al Haudh, jumlah mereka sampai tiga puluh

tiga orang sahabat [lihat: An Nihayah oleh Ibnu Katsir, jilid 2, hal.29]. Bahkan Ibnu Hajar

menyebutkan sampai lima puluh orang sahabat yang meriwayatkan hadits al Haudh, dan beliau

sebutkan bahwa sebagian ulama menyebutkan sampai delapan puluh orang sahabat [lihat: Fathul

Bari, jilid 11, hal.469].

Ulama Ahlussunnah wa jama’ah telah sepakat dan ijma’ tentang adanya al Haudh milik Rasulullah

pada hari akhirat, bahkan ia keyakinan tentang adanya al Haudh adalah salah satu simbol akidah

Ahlussunnah wal jama’ah, siapa yang menyangkalnya maka divonis sebagai ahlul bid’ah. As safarini

berkata: “Al Haudh dan al Kautsar ada berdasarkan nash dan konsensus ulama Ahlussunnah wal

jama’ah, hingga mereka memasukkannya dalam perkara akidah untuk menanggapi Ahlul bid’ah”

[Syarah Tsulatsiyat al musnad, jilid 1, hal.537].

Diantara hadist-hadist al Haudh:

Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah keluar untuk

mendo'akan para syuhada perang Uhud, sebagaimana do'a yang beliau baca untuk orang yang

meninggal. Setelah itu beliau kembali menuju mimbar dan bersabda: “Sesungguhnya aku orang

pertama yang akan tiba di telagaku untuk menyaksikan kalian. Demi Allah, sekarang aku benar-

benar telah melihat telagaku dan aku diberi kunci-kunci kekayaan bumi” [HR.Muslim].

Hadits Abu Dzar, dia berkata: “Aku pernah bertanya: Wahai Rasulullah, Apakah gelas-gelas telaga al

Haudh? Beliau menjawab: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh gelas-

gelasnya sebanyak bilangan bintang-bintang di langit pada malam yang gelap gulita. Itulah gelas-

gelas di surga. Barang siapa yang minum air telaga tersebut, maka ia tidak akan merasa haus

selamanya. Di telaga tersebut ada dua saluran air yang tersambung ke Surga. Barang siapa

Page 4: Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- *wahdahmakassar.org/wp-content/uploads/2015/02/Hau… ·  · 2015-02-02Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar

meminum airnya, maka ia tidak akan merasa haus. Lebarnya sama dengan panjangnya, yaitu

seukuran antara Amman dan Ailah. Airnya lebih putih dari pada susu dan rasanya lebih manis dari

pada manisnya madu” [HR.Muslim].

Hadits Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah bersabda: “Aku akan mendahului kalian di telaga, dan

sungguh Allah akan menampakkan (kepadaku) sekelompok lelaki dari kalian, kemudian Dia

memalingkan mereka sebelum sampai kepadaku. Maka aku katakan: “Wahai Rabb, sahabatku?”.

Lalu dikatakan: “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka perbuat

sepeninggalmu” [HR.Bukhari].

Hadits Abu Hurairah, dari Rasulullah bersabda: “Ketika aku sedang berdiri, terlihat olehku

sekelompok orang. Setelah aku kenali mereka, ada seorang keluar di antara aku dan mereka, lalu

berkata: ‘Ayo, mari’ Aku bertanya, ke mana? ia menjawab, ‘ke neraka, demi Allah’, Lalu aku

bertanya lagi: ada apa dengan mereka? Kemudian dijawab: ‘Sesungguhnya mereka telah murtad

sejak kau tinggalkan dan berbalik ke belakang (kepada kekafiran). Kemudian terlihat sekelompok

lain lagi. Ketika aku kenali mereka, ada seorang di antara aku dan mereka keluar dan menyeru: ‘Ayo,

mari’ Aku bertanya, ke mana? Ia menjawab: ‘Ke neraka, demi Allah’, Lalu aku bertanya lagi, ada apa

dengan mereka? dijawab: ‘Sesungguhnya mereka telah murtad sepeninggalmu dan kembali ke

belakang. Kulihat tidak ada yang selamat dan lolos kecuali beberapa orang saja yang jumlahnya

cukup sedikit, seperti jumlah unta yang tersesat dari rombongannya” [HR.Bukhari].

Letak al Haudh

Telah disebutkan di atas bahwa melewati al Haudh adalah salah satu diantara kejadian yang akan

terjadi pada hari akhirat. Namun terdapat perselisihan di kalangan ulama tentang kapan manusia

melalui telaga tersebut. Untuk memastikan waktunya dibutuhkan dalil yang jelas dan shahih, namun

tidak ada nash secara jelas menyebutkan waktunya, apa yang disebutkan oleh ulama hanya sekedar

hasil analisa yang mereka pahami dari hadits-hadits al Haudh.

Sebagian ulama berpendapat bahwa al Haudh itu sebelum melewati titian Shirath dan timbangan

amal, pendapat ini dikuatkan oleh al Qurthubi dalam kitabnya al Tadzkirah [hal.362], dan Ibnu Katsir

dalam kitab an Nihayah [jilid 2, hal.68]. Dasarnya adalah hadits Abu Hurairah di atas, pasalnya,

mereka yang melewati haudh dan diperintahkan ke neraka masih berjalan menuju neraka,

sementara Shirath adalah jembatan yang terdapat di atas neraka Jahannam, siapa yang melewatinya

maka ia akan selamat masuk surga. Alasan lain adalah dengan logika, bahwa orang yang

dibangkitkan dari alam kubur dan berada di padang mahsyar akan merasa kehausan, di saat itu

mereka sangat membutuhkan air untuk menghilangkan dahaga, dengan demikian al Haudh lebih

dahulu daripada Shirath.

Page 5: Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- *wahdahmakassar.org/wp-content/uploads/2015/02/Hau… ·  · 2015-02-02Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar

Sebagian ulama berpendapat bahwa al Haudh akan dilewati setelah melewati Shirath. Pendapat ini

dipegang oleh beberapa ulama, diantaranya Imam Bukhari, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu

Hajar. Ia berkata: “Disebutkannya hadits-hadits tentang al Haud setelah hadits-hadits tentang

syafa’at dan shirath oleh Imam Bukhari menunjukkan bahwa melewati al Haudh terjadi setelah

dipasangnya shirath dan melewatinya” *Fathul bari, jilid 11, hal.466+. Diantara sandaran pendapat

ini, hadits Anas bin Malik berkata: Aku meminta Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam agar memberiku

syafa’at pada hari kiamat, beliau bersabda: "Aku akan melakukannya." Ia bertanya: Wahai

Rasulullah, ke mana aku mencari anda? Beliau menjawab: "Carilah aku pada saat pertama kali kau

mencari di atas shirath." Ia bertanya: Bila aku tidak bertemu dengan anda di atas shirath? Beliau

menjawab: "Carilah aku di dekat mizan." Ia bertanya: Bila aku tidak bertemu dengan anda di dekat

mizan? Beliau menjawab: "Carilah aku di dekat al Haudh, karena aku tidak luput dari tiga tempat itu”

[HR.Tirmidzi]. Dalam hadits ini terdapat urutan kejadian, dimulai dari shirath, lalu timbangan amal

dan terakhir al Haudh. Hal ini dapat dipahami dari kata: “Carilah aku pada saat pertama kali kau

mencari…”.

Sebagian ulama berusaha untuk mengkompromikan dua pendapat tersebut. Ada yang berpendapat

bahwa Rasulullah memiliki dua telaga, pertama: sebelum melewati shirat, dan orang yang

melewatinya masih ada kemungkinan ditolak darinya, dan yang kedua setelah melewati shirat, siapa

yang melewatinya sudah pasti meminumnya dan tidak ada lagi yang tertolak. Ada juga diantara

ulama yang berpendapat bahwa al Haudh hanya satu, hanya saja karena fisiknya sangat panjang dan

lebar, sebagaimana disebutkan dalam salah satu riwayat: “Panjangnya setara dengan perjalanan

selama satu bulan dan lebarnya setara dengan perjalan satu bulan”, maka seorang mukmin akan

meminumnya lebih dari sekali, ia akan meminumnya sebelum melewati shirath dan akan

meminumnya lagi setelah melewati shirat dari al Haudh yang sama.

Ciri-ciri al Haudh

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwa al Haudh termasuk perkara ghaib yang tidak

dapat ditetapkan berdasarkan akal dan khayalan, tapi harus melalui jalur nash Al Qur’an dan hadits.

Dan apa yang disebutkan dalam nash Al Qur’an dan hadits berupa ciri-ciri dan sifat maka hakikatnya

jauh berbeda dengan apa yang ada di dunia, namanya sama namun hakikatnya berbeda. Ibnu Abbas

berkata: “Apa yang terdapat di surga dibandingkan dengan apa yang terdapat di dunia, hanyalah

kesamaan nama” *Tafsir ath Thabari, jilid 1, hal.254].

Diantara hadits-hadits yang menyebutkan ciri-cirinya:

Hadits Tsauban bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku kelak akan

berada di telagaku untuk memberi minum kepada orang-orang baik. Lalu aku akan pukulkan

tongkatku, sehingga air telaga memancar kepada mereka”. Seseorang bertanya kepada beliau

tentang luas telaga itu, maka beliau menjawab: “Luasnya antara tempat dudukku sampai ke

Page 6: Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- *wahdahmakassar.org/wp-content/uploads/2015/02/Hau… ·  · 2015-02-02Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar

Amman”, Lalu seseorang bertanya tentang airnya, maka beliau menjawab: “Airnya lebih putih dari

pada susu, dan lebih manis dari pada madu. Di dalamnya ada dua saluran yang memancarkan air

dari surga. Satu saluran terbuat dari emas dan yang satu lagi terbuat dari perak” [HR.Muslim].

Hadits Abdullah bin ‘Amr, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Telagaku (panjang dan lebarnya) satu

bulan perjalanan, airnya lebih putih daripada susu, aromanya lebih harum daripada kesturi,

berjananya sebanyak bintang di langit, siapa yang minum darinya, ia tidak akan merasa haus

selamanya” [HR.Bukhari & Muslim]. Dalam riwayat lain disebutkan: “Telagaku sepanjang perjalanan

satu bulan. Ukuran seluruh sisinya sama” [HR.Muslim].

Hadits Anas, ia berkata, Nabiyullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Di dalamnya (telaga)

diperlihatkan gelas-gelas emas dan perak yang jumlahnya bagaikan jumlah bintang-bintang di

langit” [HR.Muslim].

Dapat disimpulkan bahwa al Haud adalah telaga yang sangat luas, memiliki sisi yang sama panjang,

terdapat di padang mahsyar sebelum melewati timbangan amal dan shirat. Airnya lebih putih dari

susu, lebih manis dari madu, aromanya lebih harum dari kesturi. Airnya terpancar dari surga melalui

dua saluran, salah satunya terbuat dari emas dan yang lain terbuat dari perak. Tersedia di dalamnya

bejana-bejana yang terbuat dari emas dan perak, jumlahnya sejumlah bintang-bintang di langit di

malam hari yang gelap. Siapa yang minum darinya maka ia tidak akan haus selama-lamanya.

Terdapat banyak riwayat yang menyebutkan luas al Haudh, masing-masing riwayat menyebutkan

keterangan yang beragam. Diantaranya:

1. Antara Ailah dan Shan’a

2. Antara ‘Adan dan Ailah

3. Antara ‘Amman hingga Ailah

4. Antara Ailah hingga Juhfah

5. Antara Shan’a hingga Medinah

6. Antara ‘Adan hingga ‘Amman

7. Antara Busra hingga Shan’a

8. Antara Mekah hingga ‘Amman

9. Antara Shan’a hingga Mekah

10. Perjalanan selama satu bulan

Kenyataannya, jarak antar kota-kota di atas berbeda, apakah terdapat kontradiksi dalam penjelasan

Rasulullah? Tentu tidak. Karena Rasulullah tidak bersabda kecuali berdasarkan wahyu dari Allah

Ta’ala, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.

Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” [QS. An Najm:3-4]. Dan

tidak ada yang kontraversi dalam wahyu Allah, baik dari Al Qur’an maupun hadits Nabi yang shahih,

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi

Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” [QS. An Nisa:82].

Page 7: Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- *wahdahmakassar.org/wp-content/uploads/2015/02/Hau… ·  · 2015-02-02Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar

Lalu apa maksud Rasulullah menyebutkan perumpamaan jarak tersebut? Ada beberapa jawaban

ulama dalam menanggapi perbedaan riwayat tersebut, diantaranya:

Perbedaan itu disesuaikan dengan wawasan orang yang mendengarkannya, Rasulullah memberikan

pendekatan jarak dengan menyebutkan kota yang dikenal oleh pendengar.

Rasulullah tidak bermaksud menyebutkan jarak sesungguhnya, oleh karena itu terkadang beliau

menyebutkan jarak tempuh antar dua kota dan terkadang juga menyebutkan waktu tempuh.

Jarak dekat tidak menafikan jarak yang lebih jauh. Bisa jadi beliau diwahyukan terlebih dahulu jarak

yang dekat, setelah itu luasnya ditambah dan diwahyukan kemudian kepadanya jarak tersebut.

Siapa yang akan meminum air al Haudh?

Dalam keterangan hadits-hadits Rasulullah disebutkan bahwa beliau akan menunggu ummatnya di

al Haudh. Ini menunjukkan bahwa yang akan singgah dan minum dari air al Haudh adalah

ummatnya. Ada beberapa sebab yang menguatkan seorang dapat singgah dan minum darinya,

yaitu:

1. Komitmen dengan Al Qur’an dan sunnah Rasulullah. Beliau bersabda: “Sungguh aku telah

tinggalkan bagi kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat setelah (berpegang) dengan

keduanya: Kitabullah dan sunnahku, keduanya tidak akan terpisah hingga mendatangi al Haud”

[HR.Hakim].

2. Bersabar terhadap cobaan hidup dan monopoli penguasa. Rasulullah bersabda: “Kalian akan

menemui setelah (wafatku) sikap sangat mementingkan diri sendiri (dari penguasa), maka

bersabarlah hingga kalian menjumpaiku di al Haudh” [HR.Bukhari].

3. Menjaga wudhu dengan sempurna. Rasulullah bersabda: “Sesungguhya telagaku lebih jauh

daripada jarak Ailah dengan Adan. Sungguh ia lebih putih daripada salju, lebih manis daripada

madu yg dicampur susu. Dan sungguh, wadahnya lebih banyak daripada jumlah bintang. Dan

sungguh, aku menghalangi manusia darinya sebagaimana seorang laki-laki menghalau unta

manusia dari telaganya. Mereka bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah anda mengenal kami

pada waktu itu? Beliau menjawab: 'Ya. Aku kenal, Kalian memiliki tanda yg tak dimiliki oleh

umat-umat selainnya. Kalian muncul padaku dalam keadaan putih bersinar disebabkan bekas

air wudhu'. [HR.Muslim].

Namun tidak semua ummatnya dapat meminum dari air al Haudh, ada juga orang-orang yang

terhalangi dari al Haudh. Ada beberapa golongan orang yang diusir dari Haudh Rasulullah, mereka

adalah:

1. Orang yang masuk Islam pada masa hidup Rasulullah lalu murtad dari Islam.

2. Orang Islam yang hidup setelah wafatnya Rasulullah kemudian murtad dan mati dalam keadaan

murtad.

Page 8: Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- *wahdahmakassar.org/wp-content/uploads/2015/02/Hau… ·  · 2015-02-02Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar

3. Orang-orang munafik, yang menampakkan keislamannya namun menyembunyikan kekufuran

dan kebencian terhadap Islam.

4. Orang yang membuat perkara baru (bid’ah) dalam ajaran Islam dan merubah syariat dan sunnah

Rasulullah.

5. Pemimpin-pemimpin zalim dan melampaui batas, yang menzalimi dan menindas rakyatnya,

demikian juga orang-orang yang mendukung dan membantunya dalam kezaliman.

Diantara dalil-dalil yang menunjukkan hal ini:

Hadits Abdullah bin Mas’ud dan Abu Hurairah yang telah disebutkan sebelumnya.

Hadits Abu Sa’id al Khudri, Rasulullah bersabda tentang sebagian umatnya yang terhalangi dari al

Haudh: “Mereka itu adalah dari golongan umatku”, lalu dikatakan kepada beliau: Sesungguhnya

kamu tidak tahu apa yang mereka lakukan sepeninggalmu. Maka aku bersabda: “Celakalah,

celakalah orang yang merubah ajaranku sepeninggalku” [HR.Muslim].

Hadits Aisyah berkata; Aku mendengar Rasulullah bersabda yang pada waktu itu beliau berada di

hadapan para sahabatnya: “Aku akan berada di telaga kelak. Menunggu siapa saja yang datang

kepadaku dari kalian. Demi Allah, sungguh di sana ada beberapa orang yang disingkirkan dariku.

Lalu akupun berkata; 'Ya Allah, mereka itu masih tergolong dari umatku.' Tetapi dijawab:

'Sesungguhnya kamu tidak tahu apa yang mereka kerjakan sepeninggalmu? mereka itu selalu

bertolak belakang dari ajaranmu [HR.Muslim].

Hadits Ibnu Umar, beliau berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Akan ada setelah (wafat)ku

pemimpin-pemimpin. Barangsiapa masuk pada mereka lalu membenarkan (menyetujui)

kebohongan mereka dan membantu kezalimannya, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan

dari golongannya, dan dia tidak (punya bagian untuk) mendatangi al Haudh. Dan barangsiapa yang

tidak masuk pada mereka dan tidak membenarkan kebohongannya, serta tidak mendukung

kezalimannya, maka dia adalah dari golonganku, dan aku dari golongannya, dan ia akan

mendatangi al Haqudh (di hari kiamat) [HR.Nasa’i].

Syubhat golongan Syi’ah/Rafidhah yang mengkafirkan para sahabat Rasulullah

Mereka mengatakan bahwa sahabat Rasulullah semuanya telah murtad kecuali beberapa orang saja

yeng mereka kecualikan. Mereka mengacu kepada lafadz: “Sahabtku”, sebagaimana dalam hadits

Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: “Akan (datang) di hadapanku kelak sekelompok

sahabatku, tapi kemudian mereka dihalau. Aku bertanya, wahai Tuhanku, mereka adalah sahabat-

sahabatku. Lalu dikatakan: ‘Kamu tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu.

Sesungguhnya mereka murtad dan berpaling (dari agama ) [HR.Bukhari].

Syubhat ini dapat ditolak dengan jawaban berikut:

Page 9: Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- *wahdahmakassar.org/wp-content/uploads/2015/02/Hau… ·  · 2015-02-02Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar

1. Rasulullah tidak tahu siapa yang murtad setelah wafatnya kecuali pada saat beliau melihat

mereka datang menuju al Haudh lalu dihalangi darinya. Lalu dari mana mereka dapat

menentukan nama-nama sahabat yang terhalangi dari al Haudh -menurut mereka-, padahal

Rasulullah sendiri tidak tahu menahu ketika di dunia.

2. Lafadz hadist di atas umum, sehingga dapat mencakup seluruh sahabat, lalu apa dasar mereka

mengeluarkan sahabat-sahabat yang mereka kecualikan, seperti Ali, Fathimah, Hasan, Husain,

Abu Dzar, Salman, Miqdad? Ahlussunnah wal jama’ah mengecualikan mereka semua, dari

kalangan Muhajirin dan Anshar, karena Allah telah menjamin bagi mereka surga.

3. Sahabat-sahabat Rasulullah yang mereka kafirkan adalah orang-orang yang telah dijamin surga

oleh Allah, ini berarti mereka menuduh Allah tidak tahu tentang kejadian masa akan datang,

menginkari kesempurnaan ilmu Allah Ta’ala.

4. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah menyebutkan bahwa mereka yang dihalangi dari al Haudh

adalah rahthun (sekelompok orang). Dalam bahasa arab, rahthun artinya sekelompok orang

yang berjumlah tiga hingga sepuluh. Ini menunjukkan bahwa orang yang terhalangi dari al

Haudh jumlahnya sedikit.

5. Lafadz “Sahabat” yang dimaksud dalam hadits adalah orang-orang yang hidup di masa beliau

dan mengikutinya, baik secara lahiriah saja, seperti orang-orang munafik, maupun lahir dan

batin, ini adalah arti sahabat ditinjau dari etimologinya. Makna ini terdapat dalam sabda

Rasulullah, sebagaimana ketika Umar minta izin kepada Rasulullah untuk memenggal leher

Abdullah bin Ubay bin Salul, gembong orang-orang munafik, namun rasulullah melarangnya dan

bersabda: “Biarkan dia, jangan sampai orang-orang mengatakan bahwa Muhammad membunuh

sahabatnya”[HR.Tirmidzi].

Dan bisa juga diartikan: siapa saja yang mengikuti Rasulullah dalam risalah yang dibawanya,

walaupun tidak pernah berjumpa dengannya. Makna ini cakupannya lebih luas, masuk

didalamnya seluruh umatnya hingga akhir zaman. Ini didukung dengan beberapa lafadz hadits

dalam riwayat lain yang menyebutkan kata “ummatku” sebagai ganti kata “sahabtku”, dan

hadits-hadits Rasulullah saling menafsirkan satu sama lain.

Apakah setiap Nabi memiliki al Haudh?

Sebagian ulama berpendapat bahwa setiap nabi pada hari kiamat memiliki al Haudh yang mana

setiap ummat meminum dari Haudh nabi mereka masing-masing. Dasarnya adalah hadits Samurah

bahwa Rasulullah bersabda: “Sungguh setiap nabi memiliki al Haudh, mereka (para nabi) saling

berbangga, siapa diantara mereka yang terbanyak pengunjungnya, dan aku berharap akulah yang

terbanyak pengunjungnya” [HR.Tirmidzi].

Namun hadits ini mursal, sebagaimana perkataan Tirmidzi setelah meriwayatkan hadits ini, beliau

berkata: “Hadits gharib, Asy’ats bin Abdul malik telah meriwayatkan haidts ini dari Hasan dari Nabi

-shallallahu alahi wa sallam- secara mursal, dan ia tidak menyebutkan: dari Samurah, dan itulah

yang paling benar”.

Page 10: Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- *wahdahmakassar.org/wp-content/uploads/2015/02/Hau… ·  · 2015-02-02Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar

Al Haudh adalah perkara ghaib yang membutuhkan dalil yang shahih untuk menetapkannya,

sementara hadits-hadits yang meriwayatkan bahwa setiap nabi memiliki al Haudh, semuanya

sangat lemah, walaupun ada sebagian ulama menguatkannya karena banyak jalur-jalur

periwayatannya kendati semuanya tidak luput dari cacat.

Kelompok yang menginkari al Haudh

Orang pertama yang dikenal mengingkari al Haudh adalah Ubaidullah bin Ziyad, salah satu

gubernur Mu’awiyah untuk wilayah Iraq, namun para sahabat tidak tinggal diam, mereka

membantahnya dan menyebutkan hadits-hadits yang mereka riwayakan langsung dari Rasulullah.

Namun akhirnya bin Ziyad rujuk dari pendapatnya dan mengakui adanya al Haud [lihat Fathul bari,

jilid 11, hal.468].

Diantara kelompok-kelompok yang menginkari al Haud, Khawarij dan Mu’tazilah. Ibnu Hajar

berkata: “Khawarij dan sebagian Mu’tazilah mengingkarinya (yakni al Haudh)” *Fathul Bari, jilid 11,

hal.467].

-----------------

* Dibawakan pada Pengajian Akbar, “Kutunggu Engkau di al-Haudh” 11 Rabiul Tsani 1436 H / 1 Februari 2015 di Masjid Raya Perumahan Bukit, Antang, Makassar.