hikayat rumah tafsir -...

69
hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Transcript of hikayat rumah tafsir -...

Page 1: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

hikayat rumah tafsir

himpunan puisi

Alexander Robert Nainggolan

Page 2: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

: rina, syifa, saffa, torang

Page 3: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Semacam Pengantar Mulanya aku memang meniatkan segala rangkaian diksi ini sebagai puisi. Barangkali dapat

menemukan lagi tabir-tabir keindahan yang bersembunyi di sana. Keindahan yang mungkin tak bisa diterima sebagai suatu yang “indah” bagi orang kebanyakan. Keindahan yang bagiku mesti menepikan lagi setiap lanskap sunyi. Mendedahkannya lagi. Berulang-ulang. Terima kasih puisi! Sebab dengan menuliskan dirimu, aku selalu terjaga dalam ingatan di kepala yang tak seberapa ini. Meskipun beberapanya ada banyak hal-hal yang mesti dilewati dengan kesendirian atau kesedihan. Pelbagai kenangan yang ditampung, aku percaya akan menghapus murung demi murung.

Terima kasih puisi, telah engkau ajarkan untuk menemukan relung dari sebuah kata. Sehingga aku tak hanya mampu mengucapkan, "Selamat pagi!" kepada pagi atau semua orang. Telah kaukabarkan juga bagaimana tabiat orang-orang, menghubungkan mimik wajahnya dengan ucapan, atau mungkin warna pakaian yang dikenakan. Terima kasih puisi, telah kaubangunkan aku untuk tetap terjaga di setiap mimpi buruk. ihwal kota yang tiba-tiba terbelah, atau mengapung meski tak ada air bah. Sebagaimana juga kaurunutkan kembali setiap imaji, lambang, mitos-mitos—yang melenakan dan mesti kubangun lagi dari awal. Dari pondasi yang nyatanya tak lagi berpijak pada tanah. Kemudian tertatih aku melatih untuk melewatinya. Dan membangunnya kembali dengan bangunan baru, yang terkadang mendebarkan hati.

Terima kasih puisi! Terima kasih pada orang-orang tercinta yang dipenuhi dengan keindahan dan terus memberikan diriku ruang untuk menuliskannya. Terima kasih para pembaca. Tanpamu puisi-puisi ini tak bisa menerjemahkan makna apapun, selain kehidupan yang terus berjalan dan kita merasa serba lekas lalu bergegas di dalamnya.

Alexander Robert Nainggolan

Page 4: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Sajak Malam Minggu

- didik siswantono

di sebuah kafe yang rindang. sepasang anak muda berpelukan. menyimpan gelap tubuhnya. tapi kita

malah bercakap tentang puisi atau ihwal kesedihan yang turunkan oleh hujan. maka kelebat malam

menjadi tuba. terasa cengeng dan larat, meskipun tak membuat kita terisak. hanya meja dengan

payung bundar menemani, ranum kopi hitam. uapnya membawa lagi kita ke sebuah negeri yang

kehilangan arwah puisi. ah, tapi kita masih tetap bertahan bukan? di sebuah hari, malam minggu yang

riuh dengan keramaian engkau berupaya mengumpulkan pecahan-pecahan sunyi.

di sebuah kafe yang rindang. setelah sejumlah jadwal berlalu, sungguh engkau cemas; sebenarnya apa

betul ada rumah kata-kata bagi puisi?

2016

Insomnia yang Tertinggal di Malam Minggu

aku tidurkan lagi pikiran. sungai-sungai ingatan mengalir lagi. ayah yang tak lagi menemani. jalanan

sunyi di depan rumah. dan kantuk yang tak kunjung menyergap. lalu catatan-catatan terasa makin

pendek, seperti aku yang terkenang pada warna pakaian dalammu. serasa sendiri, dengan riuh ingatan

yang terkunci di bahuku. semestinya, engkau bersenandung atau mengusap minyak kayu putih di

punggungku. barangkali juga menciumku.

insomnia ini merebut segala ngilu tubuh. menyambukku dengan mimpi tentang ayah.

2016

Page 5: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Telepon dari Ibu

telepon dari ibu tak kunjung berdering di ponselku. rumah masa lalu dipenuhi kabut, jalan-jalan

tertutup rambu dari rutinitas. begitu lama ibu tak kutemui, pun remah suaranya yang selalu

menjagaku di masa kanak. tak ada suara ibu yang bersahutan, panggil memanggil. ia menjelma tugu

yang mendingin, sementara aku telah tumbuh tanpa ayah. menyimpan helai-helai kesedihan.

sungguh aku rindu bercakap denganmu, ibu!

2016

Di Ujung Azan

apakah kita sungguh bertemu di ujung azan itu? jalanan macet, dengan bayangan kendaraan dan gesa

langkah membayang di pundak jalanan. kau seperti mencair di kerumunan hujan. menyambangi

rumah masalalu yang tergenang di kepala. hanya ada keramaian yang menajamkan ingatan. tentang

gesa orang-orang, tertinggal di kubangan. namun azan terus bertandang, menyelimuti setiap amarah

dan lelah. suara itu memanggilmu. untuk tetap sujud berabad-abad.

melepas cemas.

2016

Page 6: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Pulang

setiap kali datang, engkau merasa harus cepat pulang. entah apa yang melintas di tempurung

kepalamu. mungkin bayangan rumah, kamar yang sederhana, beranda dengan sebatang pohon yang

berbuah, dapur yang dipenuhi remah sampah, tumpukan baju dan pirin kotor. dan engkau memang

akan datang ke sebuah tempat, merapat di setiap kerlip warna kota. atau sebuah pagar yang aus oleh

karat, besinya yang keropos namun tetap kaujaga. berapa kali mimpinya terguncang, sekadar terjaga,

menghitung remah-remah masalalunya.

kini ia merasa gagal untuk menjadi dewasa. ia yang telah yatim, tertatih dihadang kenyataan. bagaikan

sebuah siluet, yang merajangnya saat tumbuh.

2016

Kota Sebelum Hari Raya

hanya remah langkah, kerumunan orang di toko swalayan. memanggul jenuh tubuh, di antara

kortingan harga. jalanan sesak menuju rindu-Mu. kepala-kepala tak berpenghuni, tak ada puisi di sini.

namun aku ikut rembuk juga di sana, membiarkan sunyi pergi sendirian. menjadi yatim, tanpa mesti

ada denyar tangis yang luruh.

kota sebelum hari raya. ingatan ayah yang berdoa. menyimpan kanak-kanak yang luruh. kerumunan

silam, menujah dada. tak ada puisi di sini. juga ayah.

2016

Page 7: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Kampung Halaman

1.

engkau tumbuh tanpa kampung halaman. hanya batas kota yang merenggut. remah kota yang

dipenuhi cahaya. tak ada rindu pada harum rumput dan tanah. ke mana sebenarnya engkau akan

pulang? membawa kangen koyak. di batas usia.

2.

semestinya engkau berangkat, menembus sesak kerumun orang. memutar perjalanan. hanya ada ngilu

bagi tubuh. detak jam membeku.

2016

Paragraf Hujan yang Dituliskan Anakku

ia menuliskan hujan di jendela kamarnya. embunnya tertinggal di jemari. seharusnya ia keluar dan

bermain di taman. tapi hujan mengurungnya di dalam rumah. tapi acap sia-sia kukuras saluran

ingatan. betapa ia penuh di tubuhku. dan iapun menghitung waktu, detak mjam dinding bergambar

hello kitty. hari sudah sore dan malam. lalu buku catatan sekolahnya dipenuhi pula dengan kalimat-

kalimat tentang hujan.

2016

Page 8: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Gadis

-assyifa chalisa nainggolan

engkau telah gadis sekarang. betapa aku menjadi ayah. haru menyelinap di mata. engkau terus

tumbuh. menghapal perkalian dan sesak bagi diriku. meski kerap aku kehilangan waktu untuk

bersamamu, mendengar keluhanmu di sekolah.

engkau telah gadis sekarang. belajar memasak dan mencuci baju. di sana engkau tanak, merayap

dalam diriku.

2016

Sepanjang Jalan Hujan

akhirnya kautembus juga hujan itu, kuyup diri sepanjang jalan. remang cuaca, genangan air tumpah.

begitu panjang mata usia, berkilau di mata. sekadar mengingat ayah, berhitung remah langkah. begitu

riang kautembus hujan. hanya kelebat lampu merah. berjubah lelah, seperti siluet yang membayang.

sepanjang jalan hujan. tubuh sesak merangkak. kota yang sekejap bengkak, seperti seorang ibu yang

bunting.

maka kau mengingat sejumlah nama atau remah bibir perempuan. menyimpan pijar bola matanya

hingga dadamu seluas tanah datar. dan hujan mengerubung, berkalung di setiap sisa langkah.

2016

Page 9: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Fragmen-fragmen Bagi Musa

1.

tuan musa,

tangismu yang bayi, telah memecah matahari. inilah hari saat bayi akan dibunuh saat

kelahiran. mereka memburu tunas yang pecah di udara, ke liang-liang rumah. dan ketika bayangan

pohon jatuh di punggung air. maka berlayarlah engkau sepanjang sungai nil. sendiri dalam perahu

kecil. tangan mungil terkepal. sebuah tanda jika engkau tak mudah lelah dan kalah. dan semerbak

tubuhmu atau erang tangismukah yang memanggil? tapi istanamu mungkin adalah pusat mainan. di

mana engkau bisa leluasa menarik janggut sang raja. dan pilihlah bara api ini, agar kelak kau ingat

bagaimana neraka terbuat.

2.

tuan musa,

kelak raja lalim itu akan tertidur. bertahun kausimpan wajahnya di kerumunan masa kanak. di

tongkatmu adalah urat-urat dari cakrawala. tongkat yang mampu menyihir segala rencana jahat.

menjadi ular. dan di dalam cahaya, engkau telah memantik cahaya.

di tursina, lidah cahaya menjilati kornea matamu-- sekujur tubuh yang memutih. dan engkau

tersungkur, sebab masih ada rasa angkuh yang memburu. tapi kini engkau luluh dan tersimpuh.

angin memiuh bagi tubuh perkasamu. sekujur rambut, menyambut wahyu meringkuk di segenap

cemasmu.

3.

tuan musa,

maka petualanganmu kelak akan menjadi kisah di ujung lidah. ketika kau belah laut merah

dengan amuk cemas yang mengeras di tubir tongkat kayumu. maka meringkuklah fir'aun jadi fosil

batu, menggali kubur di hening samudera.

di kejauhan kota memphis, urat-urat cahaya di wajah. seperti rindu tak kunjung habis.

engkaupun pergi menjelajah, menjauhi debar kota. dalam kembaramu, bintang-bintang selalu terbit

di ufuk. menandai gemertap yang tersekap, dari setiap jalan akal. bagi pencarianmu.

rasa haus yang mengepal. dan di tursina, tongkatmu memukul sebuah batu besar, hingga air

mamancar dua belas. mengalir deras. dan bawalah sepuluh wasiat taurat. agar jejak langkahmu tak

berkarat, menghapus segala dosa yang telah jadi coklat.

Page 10: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

4.

tuan musa,

rasa sabar memang tak pernah lebar. seperti engkau menjadi kawan sejalan. tuan khidir

memenuhi penglihatanmu dengan enigma yang ganjil.

apa yang kaulihat bukan terang cahaya pada retina

apa yang kaudengar bukan sesumbar kisah picisan

apa yang kaurasa bukan sekadar keringat pada jangat

bukankah engkau acap tergesa menafsir peristiwa? hanya tiga pertanyaan yang membatu.

bertalu di kepalamu. kapal megah yang rusak, anak kecil dibunuh, bangunan yang rubuh dibangun.

maka di antara keterjagaanmu ada rahasia yang menyembul di ujung waktu.

5.

tuan musa,

saat kematianmu mendekat, engkau sendiri dan kesepian. memandang berhala sapi emas

dajjal. murka yang terkepal. kaummu mengeras, menjelma berhala. engkau tertunduk berdiam di

padang tih, dengan bilangan tahun di angka 120. kenangan menjauh dari pembuluh.

Poris Plawad-Gondangdia, 2016

Page 11: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Kartu Tanda Penduduk

bagaimana aku bisa mengenal masalalumu? di sana cuma tercecap nama lengkap atau tempat lahir.

tapi engkau tak pernah bisa mengingat lengkap hangat garba ibu, atau pekerjaanmu yang menjelma

tempat tanpa alamat. sebab kota begitu riuh dan selalu tumbuh. ah, golongan darah? apakah luka

yang kaupunya selalu berdiam diri di bagian yang sama. kini aku hanya bisa mencacah, di antara

deretan angka yang menandai bayangan tahun di punggungmu. juga sebuah tanda tangan dan sidik

jari. cuma rangkaian kode yang terjaga, terkunci rapat di lemari negara.

bagaimana aku bisa mengakrabimu? hanya sepotong ingatan yang merasuk ke tempurung kepala,

sebuah nama jalan atau gang dengan nomor rumah. selebihnya memang hanya rahasia, yang tak

tuntas kueja.

Gondangdia, 2016

Hujan Berdiam Diri hujan berdiam diri selalu kembali ke asal pada remah tanah menyiram ingatan aku bertahan dengan rangkaian jarak tempuh juga waktu hujan berdiam diri menggelar permainan rebah di jas plastik atau payung warna-warni kota kerap tertunduk seperti pohon-pohon rimbun yang bungkuk 2016

Page 12: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Rumah Masa Kecil setiap kali tiba di rumah masa kecil, aku menjadi yatim. hanya ada seorang ibu menunggu, dengan atap plafon yang berlepasan. di panggulnya aku dalam sejumlah remang kenang. membayang haru, suara ayah atau dapur yang dingin kehabisan sayuran. tapi selalu ada yang mesti dibenahi, ada rindu yang lungkrah seketika-- membuka pintu kamar dan kusam cat dinding. dan foto-foto itu seperti aliran waktu yang menggiringku untuk selalu kembali. pun sejumlah karat pada paku dan pagar besi seakan ingin berbagi remah kisah dengan ibu. hingga rebah seluruh usia. sampai takjub tak lagi terbaca. 2016 Malam di Gondangdia jalanan yang sunyi. lintasan dengung kendaraan hanya sesekali. memutar lingkaran, barangkali sekadar lambaian tangan dari seorang perempuan. rumah megah tanpa penghuni. tak ada ibu-ibu berkerumun bercakap tentang harga bawang. hanya lintasan tukang kopi bersepeda, membelah merkuri. rimbun pohon, akar-akar yang menua di tanah. lalu hujan turun, guguran bunga dari pohon jambu di halaman kantor. tak ada kerumunn lelaki yang berkumpul tenggelam dalam domino atau bidak catur. malam mendadak kelam. diganti dengan warna-warni lampuan. cahaya buatan menari di retina. selebihnya sunyi. Agustus 2016 Coretan Dinding di Kamar Anak ia menulis angka dengan krayon berwarna. atau hapalan abjad yang mendarat, tentang namanya sendiri. gambar ayah, ibu, dan perahu. entah berapa lama cat di kamarnya tak berganti. dan ia terus meninggi, membenahi seragam sekolah sendiri atau buku-buku yang telah usang. ia terus meninggi. di pohon usiaku yang berwarna coklat. 2016

Page 13: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Pertemuan - ramadhan anggoro akhirnya kau kembali juga ke jakarta. menikah dan punya anak. kita menjadi tua. kunjunganmu seperti rangkaian sua yang lama ditunggu. dan ingatan cadas, di luar hujan terus mengurung. langkah kaki kecil anakmu yang rebah di punggung lelah. tapi acap ada debar kabar yang lain. tentang kawan-kawan lama yang tak kunjung berjumpa. atau kisah kota yang meleleh di setiap perjalanan. kita yang terukurung gedung-gedung jangkung. hanya bisa takjub, lalu beradaptasi. 2016 Di Hotel Grand Cempaka dingin tak lagi menyelimuti tubuh. meski tanpa gaduh, aku menempuh remah luka. hijau merapat, menyekat tubir mata. aku menata ingatan yang menjauh dari gemuruh kota. keluh berdiam diri di cadas batu, jalanan menurun dan pendar lampu menyayat mata. dan tak ada remah percakapan bagi asmara. atau lembab bibirmu menanam luka. malam tak bergeming, meski menimbun hening. 2016 Jejak Alif menempuh hari, gagap enigma memapah cahaya. menelusup ke pori tubuh, waktu tercacah dan terus tumbuh. namun alif terus saja tegak di sana, berdiri lurus menujah lidah matahari. mengerat keramaian kota atau sunyi yang menghunus hati para durjana. rindu mengapung. suara azan di ceruk masjid. bergumul dalam kerumun langkah. memasuki usia di kepala orang-orang. menuang pecahan-pecahan kaca di cangkir gelas. dan meminumnya bersama dalam suatu karnaval. merayakan kecemasan. tapi alif terus saja melangkah, tidak tergesa dan sendiri. menempuh jazirah yang berkawah. meskipun kota bising mengurungnya. di sudut-sudut yang telah lama kehilangan arwah dan cahaya. bertahun-tahun. Poris Plawad, 2016

Page 14: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Fragmen-fragmen Bagi Ibrahim 1. sebab iman. tuan mengalungkan kapak besar di pundak berhala. mencari tuhan dan terbakar di api. menenggak sunyi. ketika seluruh berhala hancur dan api cuma kobar yang menyerpih. tubuh tak terbakar. dan orang-orang tak percaya pada kapak melingkar. 2. sebab iman. tuan tempuh segalah sendu dan keluh. menguji nyali. anak kesayangan. anak yang ditunggu. puluhan tahun tanpa timangan. anak yang telah besar. betapa tuan sayang. namun harus tuan sembelih. di urat leher ismail. tapi ada yang tak berdarah, setiap tebasan terganti oleh doa. 3. sebab iman. maqam-mu menjadi kotak kubus. milayaran manusia mengitarinya. engkau telah membangun pusat di perut bumi. agar doa-doa selalu hinggap. di kepala atau pundak para duafa. 4. sebab iman. arah peta jadi penanda. bagiku. 2016 Fragmen-fragmen Bagi Yunus 1. sebab lautan akan menempuh perjalanan terjauhmu. di kedalaman samudera. doa adalah iman yang mampu menembus labirin. maka berenanglah engkau sejauh mimpi. di dalam perut paus, di gigir cahaya lurus. tuan yunus, cibiran dan pengkhianatan akan kerap kembali. namun kautimba juga sumur sabar, tanpa gentar. menemui kaum para pecundang. 2. tuan yunus; adakah rindumu akan tetap lungkrah pada daratan? memijak tanah, tanpa mesti berenang di kedalaman samudera. atau memetik rimbun hijau daun, sekaligus menikmati hangat cahaaya matahari. di sebuah perut ikan. di antara kenyal dan asin laut. doamu menjadi cahaya. berlayarlah engkau di sebuah samudera. lalu engkau akan menghirup napasmu. 2016

Page 15: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Fragmen-fragmen Bagi Sulaiman 1. suatu waktu, engkau bercakap pada laron dan ngengat. menemui padang sabana, yang kaumasuki dengan perlahan. sebelum mekar bunga menjelma jadi kuncup. telah kaukirimkan silsilah ke negeri berantah. ratu yang terpikat pada kilau singgasana, atau istana yang memantulkan bayangan air. di tongkatmu sulaiman, para jin menunduk-- menyimpan getir ingin. 2. tuan sulaiman, ceritakanlah tentang sebuah negeri yang akan kaudatangi. seorang ratu yang jelita, dipenuhi dengan rasa tidak percaya. maka engkaupun akan tandang menembusi dinding istana. agar mereka percaya jika engkau adalah nabi. tapi percakapan itulah yang mungkin membuat langit terbelah. betapa engkau ingin segera menyeru, bahwa tuhan itu satu. 3. tuan sulaiman; jubahmu adalah perjalanan setiap bahasa. dan para binatang akan bercerita padamu. yang kecil menyatu dengan yang besar. 2016 Hujan yang Kembali hujan acap kembali. menemui rumusnya dan tiba di jalan lurus. engkau yang tersesat di dalamnya, menduga selalu ada siasat merekat. tubuhmu memberat, jaket kuyup. runcing dingin menyelimut di kulit. hujan kerap kembali. menelikung semua jalan yang urung kautempuh. di remah dinginnya, pernah kau bayangkan seorang gadis kecil menggigil. membawa masa kanak-kanakmu. 2016

Page 16: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Usaha Untuk Mengobati Sepi lelaki itu selalu merasa kesepian. melulu ia terkurung dalam pengap gedung. duduk di sudut, di genangan cuaca yang berkerut. maka iapun berusaha untuk mengobati sepi, yang terus menerus tirus memasuki dadanya. sepi yang diam-diam berkembang, meskipun ia berada di keramaian bersama orang-orang. sepi yang berkalung, walaupun ia sedang berada di sebuah konser musik cadas. maka perlahan ia membaca puisi, barangkali dengan puisi ada sepi yang bisa terobati. barangkali dengan puisi, sepi tak akan bertunas di kepalanya. namun usahanya gagal. sepi semakin banyak. mengerubunginya seperti jubah kelam. ia membaca puisi. ah, betapa penuh sepi di sana. ia merasa tubuhnya tumbuh tanpa doa. 2016 Ctrl + A menemui kata-kata yang telah menghitam. seluruh muasal, riwayat, penanda, silsilah adalah petualangan mendebarkan. sejak mula engkau terlahir dan buncah. kini aku yang rebah, di belakang sejarah. menyimpan tragedi sekaligus duka. telah kuhitung semua yang pernah kautampung di kelam murung. sajakmu yang gelap, kausalin juga tabiat dan muslihat. dari pemimpin yang suka memuja diri sendiri. kata-kata itu, sendirian memanggul lelahmu. di balik ufuk gemetar dari ingatan. luruh di gertap keluh. aku? barangkali hanya engkau yang paham, makna yang pernah kaukurung dari batas cuaca. dan masih ada senyum ibu, bukan dengan wajah sembilu. bukankah engkau ada keseluruhan dari tubuhku? 2016

Page 17: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Ctrl + S aku akan terus menyimpanmu. kenangan yang hanya pijar sebentar, dan cinta kita yang selalu rindu jalan pulang ke rumah. sebab tak akan ada yang mengusik kita setelah ini. asmara adalah dada hangat yang berlarian di antara genangan hujan. menderas dalam sketsa kata-kata. atau setiap pelukan dan kecupan, yang sesungguhnya tak pernah berkahir dengan singkat. meskipun waktu mengurung dengan sejumlah dengung, dan kita kehilangan cerita-cerita menjelang tidur. aku akan terus menyimpanmu. sepanjang ingatan, bahkan ketika puisi-puisi mengabarkan derita dan sakitnya. debarmu adalah kunci yang selalu membuka beranda rumah. bagi tubuhku yang koyak. menyatu dalam lekat hari yang tak lagi gelap. bertahun, kukubur engkau bersama lembar takdir gelambir. atau debar jantung yang mengular. di setiap binar. 2016 Alt + Tab namun engkau selalu berpindah dari kolom satu ke lainnya. menyimpan kata dengan riang. meskipun sesekali sunyi tandang. tapi betapa lorong yang kaumasuki selalu panjang. sekejap engkau terhampar, terlempar jauh dari sejarah yang tak sempat mekar dibaca. di saat seperti ini, sungguh engkau butuh kecupan ringan dan pelukan dari perempuan. sesekali engkau merindukan rumah, sebab sudah lama lelah melompat-lompat. di sebuah alinea. di sebuah jendela yang lain, engkau akan menikmati remang yang rumpang. 2016 Ctrl + C engkau paham, jika bukan penganut dimas kanjeng. tak akan pernah sanggup engkau menggandakan segalanya. tapi begitu cepat kauciptakan duplikat yang dipenuhi muslihat. beribu salinan yang mirip dengan asli. tapi selamanya yang nyata cuma satu. lainnya fana. hanya ilusi. lalu kaupun mengingat sapardi; bukankah yang fana adalah kita? sedangkan waktu abadi. wajahmu bercahaya. sepanjang ngilu menghantui pusara tubuhmu. "sungguh, dirimu bukanlah fanatik berat dimas kanjeng?" ada liur serakah yang jadah. melibasmu dengan cahaya palsu. seketika kau ingin menelusup ke surga dunia yang jauh. 2016

Page 18: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Shift + F3 telah kuberikan namamu serupa dengan caps lock. yang bundar melingkar. betapa engkau bangga jika tulisanmu menjadi besar. dengan kapital tak terpenggal. padahal semua hanya serupa penanda, acapkali menipumu. segalanya hanya serupa bayang-bayang, yang tak pernah nyata. tapi, mengapa engkau melulu mengisahkan sejarah usang. supaya orang terkenang, setiap rekah huruf dari sejarah yang kehilangan tuah. sehabis ini, setalah hujan luruh di awal bulan. engkau akan terkenang pada jalan-jalan lama. dan mengigau bila sejarah memang tak pernah ditulis dengan sempurna. selalu ada rekayasa dan sebuah nama yang mesti ditulis dengan huruf serba besar. mendadak engkau begitu gusar. 2016 Ctrl + X mulanya engkau menyunting bagian-bagian yang kauanggap buruk. dan setiap kali engkau memotongnya selalu ada tumbuh yang baru. seperti sembul tunas muda. dan setiap orang merindukan kelahiran yang baru. berupaya menciptakan silsilah bagi dirinya. menyiapkan leluhur lainnya. maka apa yang kaupenggal, tak akan pernah serupa dengan tukang jagal. sebab segalanya tak akan sia-sia. setiap luka akan menutup dan kenangan akan terajut. dan kerumun jejak akan meninggalkan bekas-bekasnya. bahkan saat jalan-jalan tertutup akar pohon atau palang. semacam kelahiran baru, bagi muasalmu yang kelam. 2016

Page 19: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Ctrl + O rahasia demi rahasia akan terbuka. terkuak di belahan kerak. dan kau akan tutupi lagi setiap aib. menghitung kelakar yang lama berpendar. jauh di kerinduanmu, seperti kelopak usia orang-orang mengingatnya sebagai serapah. ah, dirimu terdedah dengan sejumlah asumsi. enigma yang menetas di tempurung kepala. apa yang kaubuka akan segera menutup kembali. apa yang kautimba akan kautuang dengan segera. 2016 Bagian Diriku ada bagian diriku yang terlanjur menelusup kepadamu. bertahun-tahun. dalam setiap renyah tawa atau getir kesedihanmu. aku rasa memang baik adanya. kau yang terus tumbuh tanpa keluh. maka aku akan terus mencarinya, sepanjang rindu ataupun hari yang sekejap membungkuk. betapa engkau telah membelah setiap bara akal dan rasa. dan melahirkan tiga anak dari rahimmu yang suci. namun selalu ada bagian diriku yang lain, berlintasan menemuimu. memotret setiap ingatan yang barangkali telah sungsang dan kita lupa untuk membaca puisi tentang kita. sepanjang hari, setiap putaran rinsu yang membelit jantung, aku ingin berdiri di sampingmu. menjadi bara yang tak pernah padam. 2016 Terjal jalanan ke tubuhmu begitu terjal. puluhan malam telah aku lipat, untuk terus tidur bersamamu. menyimpan silam senyum dari bibirmu. tapi aku selalu tersengal untuk terus mendaki, hingga setiap napas kita menyatu. lalu malam terbenam. pagi membuka rongga jendela kamar, lalu aku terselip lagi di sejumlah jadwal yang mendebarkan. meskipun banyak simpangan yang membuatku terjaga, menengok bagian mana mesti dilintasi lebih dulu. meski aku yakin, terjalmu akan terpenggal. dan aku masuk di dalamnya. 2016

Page 20: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Samar setiap kata yang terucap mungkin hanya samar. lenguh yang tak bergetar, bahkan ketika kau rekam sejumlah perstiwa dari kota yang dikurung pijar cahaya. dan percakapan kita terasa hambar, dibawa oleh sejumlah kabar lain dari setiap media sosial yang hambur dari telepon seluler. kita tidak berkabar tentang diri sendiri. melainkan ketakutan pada usia tua atau senja yang terlanjur jatuh di pinggiran kota. sebelum malam merebutnya dengan tergesa. 2016 Tanggal Sebelas Bulan Sebelas aku terlunta serupa adam yang kesepian. kau yang datang, seperti menyibak remang. nyala mata yang pendar, hingga dadaku gemetar. lalu aku ikuti tubuhmu dengan gigil musim hujan bulan november. Menamai tanda. sebelas tahun. tanggal lahirmu angka sebelas. dan tubuhmu mencair, memendam kenangan tentang seorang ibu. menuggu waktu begitu jauh di matamu. 2016 Ada Banyak Hari ada banyak hari yang tak sempat kucatat menjadi puisi. segalanya lepas dengan begitu jelas. tak ada remah cuaca atau sehimpun doa yang tersisa bagi kata-kata. walaupun masih kujumpai sedikit kenangan tentang tanggal lepas. sedikit kecupan atau senym perempuan. ada banyak hari yang memang tak bisa dikemas dalam puisi. namun aku terus melangkah, menyimpan segala remah yang tak kunjung dikunyah. mungkin di sana, sekelebat masa lalu dirimu hinggap. merambat begitu lambat. 2016

Page 21: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Semacam Doa genapkanlah janji kami untuk bersama sampai tua nanti genapkanlah umur kami agar bisa berbenah menyimpan kenangan canda riang anak-anak mereka yang tumbuh luruh di setiap langkah kami dan aku akan terus berdoa mengakrabi cuaca jika sempat mengingat segala dosa dan mengusap air mata 2016 Di Ujung November langkah tergesa. melibas rencana. orang-orang bertarung sendiri, membawa isi kepala. lalu bersibuk mencari tempat akhir tahun. cerah kalender, menapak. seperti disimpannya rindu apak. mendung acap rapat di langit. percakapan bergemuruh, menyimpan kota yang lusuh. seorang perempuan, di sebuah sudut merayakan hari kelahirannya tanpa puisi. 2016 Tubuh yang Kehujanan tubuh yang kehujanan, tiba juga di beranda rumah. gigil merapat di balik mantel. lampu-lampu kota tertidur. aku berkumur dari penat perjalanan. sebelum kopi kauhidangkan, remah nyanyian anak-anak menjelma jadi tenung. di pangkal renung, sisa influenza menjalar. tak ada puisi yang hinggap di sini. selain basah daun mengurung. pecahan berita tevisi mengapung di kepala. tak ada puisi di sini. ia tergesa pergi bersama hujan akhir tahun. tanpa pamit yang terjepit di sana. 2016

Page 22: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Pamong : m. hari ananda "ketika kota telah tertidur engkau akan selalu terjaga," maka rampaslah cemas dan kantukmu, di genangan mimpi orang engkau menjaga sudut kota. tak ada seorang yang serius mencatat memang, namun kau yakin selalu ada ruang cahaya bagi sebuah pamrih. dengan geriap tindakan, sesungguhnya engkau bahagia. membuat orang-orang percaya dan terkesima. dan bukan soal pahala yang akan kaurengkuh bagi tubuh. di setiap engkau terjaga, selalu ada binar cahaya-- yang tak silau tapi meneguhkanku akan makna pengabadian. lalu cuaca berubah. lalu-lintas memadat, genangan air dan sampah selalu saja masuk dalam laporan. jangan cemas, telah kubersihkan semua tumpukan kesal saat mata memandang. "saat kota terlelap, engkau tak pernah tidur dengan pulas." dan memang selalu ada harap yang menggertap. setiap kali engkau melangkah ke kantor, berkerumun dengan orang-orang membaca atau sekadar mencatat sebuah masalah. sebagai pamong yang harus mengemong, dan warga tak pernah merasa puas dalam setiap pertolongan dari tanganmu. bagiku engkau serupa dengan malaikat, yang menjulurkan lenganmu meski tak begitu kekar, tapi berdebar di jantung. "dan kota memang sepenuhnya tertidur, di dalam dengkur..." 2016

Page 23: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Penggalan dari Sebuah Rindu apa yang kutulis tak kunjung terkais rinduku berpalung terkurung di genangan pesan dari aplikasi selebihnya sunyi dengan kisah yang mana aku mesti menghampiri jika engkau tak kunjung membaca setiap jerih kata mungkin masih bisa kubaca warna cerah dari perona bibir atau parfum yang mengulumku ke sebuah sudut kota lengkap dengan lanskap lelampuan mengambang selalu terpenggal dan gagal meskipun aku hanya ingin mencium remah rambutmu sebagai ruas rindu walau terkuras dalam setiap remas di genggaman jemarimu meranggas 2016

Page 24: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Perempuan Kecil yang Kerap Terjaga di Pagi Hari ia bangunkan tubuhku. menyemai pagi dengan doa disiapkannya waktu, buku, juga seragam sekolah hari ini dirampasnya lelahku ia yang terjaga lebih dulu mengulum senyum pada pagi tak sempat kutanyakan hal-hal sukar di sekolah sebab gegas waktu berangkat lebih cepat terasa rapat dan memberat di pundakku dengan mesin absen yang menyala di mata di pagi yang lain. ia tetap terjaga menanam doa di lingkar retina 2016 Longitude, Lattitude mestinya selalu kuhampiri dirimu, setiap senja. tapi alamat dirimu, selalu gagal untuk diberikan tanda. maka aku tentukan kordinat derajat, mencarimu. supaya kenangan tidak menjelma jadi banjir bandang yang besar. supaya masih ada catatan dari percakapan kita, meskipun hujan turun sepanjang hari dan cahaya kota semakin kecil. mendadak alamat dirimu yang jauh terganti dalam sejumlah angka, yang mestiditafsirkan oleh mesin pencarian dari data jaringan. ah, apakah betul engkau di sana? bersusah payah menulis puisi dan menyibak masa kanak yang tak pernah tanak di dalam otak. lalu aku akan berselancar lagi, menempukan setiap serpih, berupaya untuk menyingkirkan segala pedih. bagaimana jika aku yang akan tandang? lalu kita bertahan di suatu tempat sekadar menyimpan semua luka, menikmati bising kota dan cuaca yang sekejap berubah jadi cemeti. berupa duri di tenggorokanmu. 2016

Page 25: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Mesin Scanner berpuluh kali engkau salin diriku. namun yang sejati hanya akan satu. selintas memang terasa mirip, setiap warna atau lekuk raut wajah. bukankah kita tak pernah sempurna? hanya ada bayangan orang tergesa. angin di punggung gedung, atau tahun yang merangkulmu dengan kemurungan. ayolah salin lagi, semua dokumen yang menulis namamu. dan kubayangkan engkau meringkuk dalam sekumpulan data. berusaha untuk membaca luka di sana. 2016 GPRS sinyal dirimu menghilang. barangkali di bawa angin, tak ada yang bisa menjadi tanda. selain sebuah tikungan, jalan berlubang, atau pintu pagar yang kusam. dan kesunyian makin nyaring, menelusup serupa lengking yang tak bisa kujaring. sekalian saja, kuterka warna cuaca, menentukan sebuh tempat dengan bangunan kusam. sinyal dirimu lenyap. bahkan dengan puisi tak pernah bisa sampai padaku. tak pernah usai untuk kumasuki. entah bagaimana harus kutandai. 2016 Di Sebuah Video Cam hanya ada desah suaramu. dadaku terbelah. dan kau menari, memunguti setiap jaringan. senyummu adalah simpul dari hujan. kau berbicara menggunakan hands free, menyanyikan lagu kenangan. tubuhmu bergumul dalam terang. "bagian mana yang mesti kutunjukkan?" kau bertanya. hanya ada debar yang gemetar. sebelum satelit mendekapmu. lalu layar hitam berkerumun. tubuhmu menjelma jadi partikel-partikel kecil yang menyuling ingatan purbaku. tatapan pertama adam kepada hawa. 2016

Page 26: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Remah Ayah remah ayah rebah di mataku. seperti potongan film pendek, kenangan menguak. menyiletku di masa kecil. tubuh yang rapuh dan sakitnya yang bertahun. semacam sumur dalam. tak usai kutimba. remah ayah, mematukiku. di malam-malam diam. ia acap ada, menjaga. puluhan tahun, berkerumun di gulungan kepala. di ingatan. 2016 Sebuah Minggu Buat Penyair ia pun rebah di waktu yang senggang. mencuci ingatan, juga baju-baju yang terlanjur direndam. dan tak ada puisi yang hinggap di kepala. hanya sebuah televisi dengan film kartun warna cerah. sebenarnya ia ingin santai, atau barangkali pergi ke pusat kota. mengunjungi toko buku loak, menemui kata-kata usang. setelah itu merakitnya dalam puisi. tapi perutnya sakit, di remang tidurnya suara anak-anak berlarian. berkerumun lalu menjauhinya. 2016 Di Sebuah Hari barangkali di sebuah hari, ada yang benar-benar tak rampung kita tuliskan. segala percakapan tinggal dalam sebuah cawan, mungkin ampas kopi atau lumpur masalalu. meskipun kita mesti bertemu lagi dengan pagi. dan selalu serupa ini. puisi mendadak mati dan hanya menjelma gaung panjang tentang kesedihan. walau pada akhirnya kita percaya akan ada hari yang lain. setiap jejak kata akan berbicara. barangkali di sebuah hari, kita benar-benar melupakan teman atau kecupan dari perempuan yang tersisa di remah gincu. dan akhirnya kita menangis, jika para penguasa kota memberangus setiap kata dalam puisi. bahkan sebelum sempat kita mengeja atau membacanya. 2016

Page 27: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Di Taman Menteng rumah kaca memantulkan sisa cahaya yang pengap kota menjulurkan lidahnya dan seorang perempuan dengan lipstik cerah berjalan melawan gerimis atau juga sisa tangis langit redup. sepasang kekasih sibuk menekan tuts di telepon genggam aku mematung mencari tempat teduh dari aroma kuliner yang memanjang rumah kaca masih saja meantulkan cahaya mungkin sisa usia dari remah kota yang tak sempat ditulis dalam sebuah berita 2016 Langkah Perempuan ia berjalan membawa hujan di tubuhnya. dengan gemerincing gelang, tas berwarna cerah, aroma parfum mengular. jalanan menjadi kaca, sepanjang harmoni yang tak sepi. ada gemuruh yang jatuh ketika bibirnya tersenyum. seperti mengulum padat kendaraan yang terisak. sepanjang harmoni. * dan ia berkecambah, memungut lelah. kota tergesa membangun setiap remah, dengan serapah orang-orang kalah. 2016

Page 28: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Upaya Menulis Rindu sebab rindu terus mengamuk di aorta dada, aku menulis dan mengenangmu. namun melulu kauanggap cuma gombal. kangen yang membiru, bukan pada langsat tubuhmu. tapi senyumanmu telah menghias ingatan bertahun. betapa ingin kudekatkan lagi bibirmu, seperti percakapan pertama kita. tak pernah usai. 2016 Punguk Merindukan Bulan ajari aku untuk mengemas kangen. gemas dan sedikit cemas pada warna lipstikmu, tatapan teduh acap berkerumun. getar asmara yang terus berdebar. bahkan saat kecupanmu menghilang, berpuluh jam dan aku mengingatnya. mungkin dalam sebuah puisi atau segelas kopi. sementara aku terus menelusuri setiap biografi menyisa. dan sejumlah pertanyaan terasa menjadi tuba, terabaikan. bagaimana bisa kuceritakan asmara? dengung waktu yang terus memintal, dan kau meminta aku membangun seribu candi bagi kesepian atau kerinduanku. 2016 Perjalanan Pulang rimbun kendaraan. menyesakkan dan sebuah hujan sore hari. waktu semedi, berangkat jadi lingkaran. menggenang dalam suara mesin. lalu lintas seperti kertas yang buram. bayangan warna pudar di cuaca. jalanan pecah di atas kepala. 2016 Pagi di Kuningan kota ini belum sepenuhnya bangun dari tidur. jalanan sepi, gedung masih dingin, dan lampu yang padam. aku memasuki jubahnya, tersesat mencari nama jalan, menempuh ingatan. namun sejumlah orang tergesa menyimak pagi, kehilangan ruap embun lalu mencabuti uban waktu dari kepala. 2016

Page 29: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Hujan di Epicentrum aku menepi di pelataran restoran. siang menjadi dingin, aku menghirup udara kota yang membising. terus berdenging seperti kepakan lebah. orang menatap gadget dan berubah jadi narsisus, menyimpan sisa birahi semalam. di percikan hujan, aku gemetar berurusan dengan langkah kaki. membelah ilusi air, mengusap gugup takdir. aku sendiri, di antara bayangan kaki. langkah yang terseret dan kota tertimbun di depan mata. 2016 Angin Bulan Desember angin bulan desember jatuh mendingin. menyimpan uap dingin, dengan tergesa melipat kalender. kota tumbuh dan menjadi onak. mengunci masa kanak-kanakmu. tak ada yang berubah, seperti juga puisi yang menangisi sepi sendiri. sebentar lagi, suara terompet menyeret semua masalalu. sejarah meneteskan lagi darah. entah untuk siapa. 2016 Bertepuk Sebelah Tangan bila cintamu pudar pada alamat mana lagi aku akan pulang 2016 Ranjang Saffa ia akan terlelap selalu dengan selimut motif kucingnya. setelah lelah menghafal tugas sekolah dan berkisah kawan bermain. di lentik matanya, selalu ada cemeti bagiku. abai pada setiap tanya darinya. tanya yang dipanggulnya berbulan-bulan. dan ia akan mencari sendiri setiap jawaban, sebelum aku sempat mengingatnya. di ranjangnya, ia akan terlelap. sebelum pukul sepuluh malam. sebelum kota hening dan kehilangan tanda jam malamnya. 2016

Page 30: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Di Makam Ayah yang kubawa hanya sekantong plastik kembang mawar merah dan putih dan dua botol air perasan bunga sementara magrib jatuh dengan tergesa lebih cepat dari kerumun langkah ada sekerumun burung terbang pulang ke sarang menembus langit dengan udara yang basah dan aku sendiri lelaki yang gemar meminang kesedihan helai ingatan berjatuhan seperti kusibak rerumputan kering di pinggir makam sebelum malam nyalang saat lampu-lampu menyala aku eja doa yang masih bisa kubaca dengan gemetar "aku tak lagi menangis," biarkan lengan kukuhmu selalu tumbuh di tubuhku hanya deru pesawat merebut liar desah napasmu dan membaca rindu yang kerap tak tertempuh 2017

Page 31: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Telolet Puisi "om telolet puisi, om..." sebab puisi adalah bunyi yang bersembunyi di gendang telinga ia mendambakan harmoni di setiap pengembaraannya hanya kata-kata membuka tuba cuaca setiap denting membungkus hening pada guguran suara yang bagaimana dirinya bisa sembunyi sementara setiap rumah telah pengap oleh lidah sunyi "om telolet puisi, om..." ia tak pernah yakin akan ada seseorang yang mampu sekadar merekam puisi sebelum getar rindu pergi tertikam di batas malam dari sebuah kota dengan serbuk cahaya di mata 2017

Page 32: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Sore bagi Penyair sore bagi penyair telah hilang dalam tafsir dikulumnya belulang kata dari kota yang fakir kata-kata berhenti di gigir jalan seharian berkelahi dengan sejumlah umpat dalam kalimat kata-kata menjadi iklan di sepanjang jalan kota hanya gelambir gerimis semakin tipis di matanya dan ia berdiam di sudut jalan menjaring cahaya lain setelah matahari bersalin 2017 Lelaki yang Mematikan Televisi setelah ini, ia akan melangkah mematikan televisi dan bersembunyi di balik cadar puisi tapi berita-berita bergentayangan seseorang dengan jamur umpatan di mulutnya ia gemetar menekan tombol pengendali selalu ada yang tertinggal di dada seperti debar melingkar mengingat sejarah 2017

Page 33: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Terompet Januari di etalase gedung ia tiup terompet ratusan kaki melangkah di jalan langit sudah hitam dan bulan januari telah digenggam ia hanya melangkah tanpa sempat bertanya langit pecah riak api cahaya pendar di mata tumpah 2017 Jalan Daan Mogot senja selalu melingkar di sini kerumunan orang pulang kerja terkepung suara deru panjang lampu merah menjelma nanah di retina tapi engkau terjebak di situ bertahun-tahun seperti candu membaca arah dan tanda jalan yang sama kerap waktu berhenti di pinggang dan kaki jarak ke rumah semakin lebar kerumunan orang memburu remah jalan tersaruk 2017

Page 34: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Sebelum Puisi dan aku membaca kata. sebelum puisi tertulis. raung kota. semak rindu kerap berkibar. sebuah pelayaran, dongeng yang membusa di mata para leluhur. dengan tergesa ia menyimpanku di sebuah lorong senja, di kejauhan kota dengan ujung jalan yang memanjang. segala desis berjatuhan bagai gerimis. atau catatan-catatan legenda mematung di puntung rokok. jauh di malam kelam. di sana, musim selamanya redup, matahari hanya hangat. tak ada kata serapah atau bunyi letusan. barangkali saat itu, aku masih bayi, menghuni garba ibu dan menyimpan jejak ari-ari di kepala. lalu kau mencatatnya dengan memberi tambahan semacam teks pidato untuk membuka perayaan. atau berita-berita yang terlanjur kauhirup sepanjang tahun. sebelum puisi. 2017 Hujan Akhir Januari lampion merah menyala hujan akhir januari turun di lengkung matamu menyimpan temaram bulan membasah asap dupa tersimpan di langit nyala lampion remah cahaya imlek bergema mimpi kue keranjang dan kini kau berhitung tentang silsilah murung rezeki beruntung hingga akhir tahun 2017

Page 35: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Asmara 1. di awal januari, birahi tumbuh bertubi. dengan dingin hujan di kulit ari, dan engkau menghirup aroma tubuh yang belum mandi. saatnya kita istirah, sejumlah ciuman akan kekal. bahkan saat tahun-tahun merapal terjal. seketika tanggal. namun aku mengenalimu lagi, bukan cuma lewat sudut retina. barangkali setiap percakapan hanya selimut yang keriput menutup kulitmu. sebelum diarak luka yang berdiam di rahim. betapa setiap aku terbungkus gairah, hanya denganmu aku mengeja. menyibak rumah hatimu dan berdiam di sana. membiarkan dendam terbenam, lalu menyiapkan sejumlah jadwal. mungkin berjalan sepanjang kota, ke musium atau tempat hiburan, menghabiskan lenggang hari dengan biasa. menawar harga di kaki lima, naik turun bis dari stasiun, atau memesan mie rebus di kedai murah. dan sesungguhnya cinta kita memang biasa. namun telah kuabadikan setiap langkah, engkau yang berada di sebelahku dengan selfie di depan kamera. 2. tapi pelukanmu abadi. bukan sekadar duka semacam yang sapardi bilang. senyummu abadi. berpuluh tahun aku menuruni lereng dari punggung alis matamu. berupaya mencari telaga dalam setiap pengembaraan. ah, kitapun tak punya doraemon yang punya pintu ajaib, bisa singgah di mana saja. kembalilah seperti dulu. dirimu yang sederhana. itu. 2017 Japri * dengan apa aku menemuimu. seluruh saluran di kota ini seketika putus. hanya ada sisa sketsa dari setiap pesan di sebuah aplikasi. di kabel telepon, tak ada burung gereja yang hinggap. sebagaimana pernah ia temui dalam sebuah sajak. tak kunjung kaubaca. mestinya kukirimkan surat lewat kantor pos. terlebih saat hujan seperti ini, saat segalanya menjadi unik. dengan kertas yang tetap kering, namun tukang pos akan menggigil dalam kuyup. bagaimana aku mampu menghimpunmu? sementara engkau melulu terkapar dikepung bisikan sejarah, membiarkan ratusan dongeng menghuni ruas kepalamu. meskipun acap kaulupakan kampung halaman. tolong, baca segera kabarku. jangan biarkan pesan di ponselmu kedinginan. ia membutuhkan cahaya dari matamu. menuliskan kabar terbaru darimu. merindukan debar dari setiap lentik tekanan jarimu. sebelum kota ini membatu dan membusuk seperti kardus yang dihinggapi rayap. 2017 * Japri: jaringan pribadi

Page 36: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Malam di Beranda Rumah malam di beranda rumah angin berbenah remang percakapan terbelah kini ia merasa seperti seorang pesakitan lengan yang sering pegal leher dan kepala mendadak linu ingatan tayangan televisi dengan kata-kata acapkali membuatnya mual malam di beranda rumah helai pucuk daun pecah ranting pohon srikaya bergesekkan dengan karat besi di luar cahaya kota mendadak jadi tenung tapi kali ini ia hanya akan di sini mengudap sepi 2017 Pucuk Merah di Halaman Rumah bukankah engkau telah kutandai dengan setiap sembul tunasku? tidak hanya sekadar merah yang pedih di mata aku yang bergelantungan sepanjang hari menyadap cahaya matahari dari akar tanah dan kau akan menebangku jika subur gembur dedaun aku akan tumbuh menyimpan perih yang getih aku akan memedaskan mata merah terbakar waktu silau akan kilau saat terpantul cahaya sementara hujan selalu hinggap di setiap pucuk merengut setiap peluk biarkan aku membaca matahari. bagi tubuh tanpa keluh. 2017

Page 37: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Hikayat Rumah Tafsir ia telah membangun sebuah rumah untuk menafsirkan hal-hal biasa, barangkali sederhana dan remeh. di sana ada banyak makna yang mengerubunginya, meskipun berulang kali ia masuk, ia tak pernah keluar. di dalamnya ia bisa mengembara lepas, tanpa tersengat panas. sesekali pula ia menjelma di dalam air, bagaikan berada di sebuah akuarium. sementara ia serupa ikan, bisa berenang ke palung dalam atau menyembul ke permukaan. ia bertemu dengan banyak warna, kombinasi warna. yang cerah dan muram. yang hitam, putih, dan kelabu. namun beberapa orang gegabah mendedah. ia bisa mencium segala bau, yang busuk, yang harum. "ia telah gila," salah seorang dari mereka berkata. ah, padahal ia hanya mencecap segala ihwal. namun mengapa sebagian orang dengan cepat tanggap bahwa dirinya telah gagal? 2017 Dua Puluh Lima Februari yang teringat adalah debar kelahiranmu tangisan menerjang setiap sudut rumah sakit engkau, lelaki kecil memanggil di lengkung tubuhku remang cuaca. seperti pendingin ruangan yang sekejap mati seperti penanda dari hari lahirmu kini aku berenang di cahaya kota ingin selalu tergesa ke rumah bercanda riang denganmu dan menimanmu dengan lagu haru sebagaimana ayah dahulu engkau, lelaki kecil merenggut segala lelah dan tamakku ah, betapa aku tak selesai sekadar mengitung waktu lalu alpa tak mendengar segala kisah-kisahmu 2017

Page 38: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Seorang Kawan setelah ini kami berpisah menggali lelah masing-masing dan tak bertanya dia berjalan ke timur aku ke arah barat jauh menempuh segala tawa dan sedih "setelah ini mestinya akan selalu ada kabar, sekadar mengirim gambar pada layar telepon pintar." ia tak mengangguk untuk memberi jawaban pasti tubuhnya telah koyak namun kukuh seperti tembaga utuh meski sepi terasa melingkar begitu abadi matanya masih penuh binar kata-katanya melingkar sebagian usiaku tumbuh di kepalanya aku mencatatnya dengan membawa seluruh kerut kota yang tak pernah muncul dalam sajak 2017

Page 39: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Langit Anyer langit anyer laut susut menjauh debur mendadak lebur bayangan kota menjadi kabur masih ada amis ikan, bau garam yang rindang memasuki pelepah kepala langit anyer jalanan lurus kenangan tirus engkau rindu laut ah, bagaimana mesti kuhinggapi dirimu? meskipun ciuman berulang semacam bekas ombak yang menyisa di bibir pantai langit anyer bayangan laut mendadak gelap jubah angin melambai menyimpan setiap rinai 2017 Pengantar Surat Kelahiran yang kaubutuhkan cuma dua orang saksi, dengan tanda kartu penduduk. surat asli keterangan lahir dan nama yang baru. di sana, negara akan mencatat seluruh riwayat. tentang orangtua bukan erangan ibu yang berkeringat. namun kau juga akan lupa tentang sembilan bulan di rahim, setelah ini kau akan merangkak dan berlari, menjadi satu dalam keramaian orang-orang yang fasih untuk mencaci. ah, bukankah telah ada tanda tangan pejabat dari sebuah nama. yang utuh dan kukuh. 2017

Page 40: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Kuntum Hujan acap kaupungut kuntum hujan yang berlarian sepanjang jalan langit remang cahaya menerjang sesekali ingin kaubawa pulang setiap kuntum hujan agar ia bisa kaurawat dengan seluruh doa dan luka 2017 Hari Semakin Jauh hari semakin jauh. segala kisah seperti membelah. tak ada yang bisa kuriangkan, bahkan saat kuingat ayah. hari semakin jauh. ayah melayang, entah di mana. tapi selalu ada yang bisa dikenang, getar percakapan, lengan kekar, dan tatapan teduh di dalam rumah. hari semakin jauh, matahari meninggi. lembaran orang yang gemar memaki. dan aku termenung sendiri di samping makam ayah. 2017 Geh * di ujung pulau, rindu aroma lada memedas di mata. pijar tanjungkarang menyala di lingkar mata. kemarau yang lepau, gigil hujan menyiram pipi merah muda genggaman tangan seorang perempuan seperti selembar kertas yang dibawa angin jauh hingga ke teluk betung dan kausimpan lagi; aroma kopi, renyah keripik pisang, atau patung gading gajah 2017 Catatan: * sebuah kata sapaan bahasa Lampung

Page 41: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Menel * puan, parfummu menyekap uap lada yang pedas. tapi putih kulitmu merengut kecut tubuh. tersimpan dalam getah lelakiku. namun kausibuk menggambar bekas hujan, melambaikan tangan pada pijar lampu tanjungkarang. di sebuah kelokan, tempat pertama kita jumpa. puan, jika aku melulu terkenang pada bibirmu. dengan cara apa aku bisa mampir lagi pada jalanan rumahmu sehabis teluk betung? tak ada murung. hanya gerimis terkurung, memasuki kota yang tengah lapar pada cahaya. puan, geraikan saja panjang rambutmu. pakaian yang warna-warni, barangkali cuma penanda bagi kota yang selalu mengamuk di keseharianmu. dan dari tatapanmu, aku tahu kota sepenuhnya telah takluk. 2017 Catatan: * sebuah kata dari bahasa Lampung yang bermakna genit Basing * sebagai peragu, ia tak pernah yakin masih adakah ruang waktu di pembuluh. sebuah jalan lurus, tak pernah ia temui sebuah kelok. dan ia mengingat wajah para tetua, seperti denging panjang di gendang telinga. tak ada persimpangan. maka ia masuki jalan tanjungkarang. rumah-rumah yang makin rapat. dan cuaca memberat di setiap tubir. adakah ia mendengar arah lain? ketika mata angin menyimpan segala rutin. dan aku tak akan keberatan. seandainya engkau mengajakku ke tamasya. memasuki tajungkarang, menyaring sisa cahaya. 2017 Catatan: * sebuah kata dari bahasa Lampung yang bermakna terserah

Page 42: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Jalan-jalan Tanjungkarang mengenali lagi nama-nama sketsa yang tumbuh cuma ada poster kain tapis ingatan teriris tanjungkarang dalam gerimis mungkin di jalan satu arah masih ada yang kausamakan gedung pos, arstitektur masjid dan gereja sebuah stasiun kereta terkurung gedung tapi jalan ini selalu kembali pada tempat semula sebagaimana juga cuaca semacam lingkaran dengan degup hujan yang kerap dirindukan duh, ke mana perempuan paras ayu yang dulu datang di mimpimu? muli sikep yang menjeratmu dengan aroma cuka dan getah ludah pada sungging senyumnya jalan-jalan tanjungkarang rindumu yang berkembang 2017 Kamus Puisi ia menelusuri jejak huruf. abjad yang kehilangan sejarah. dan kembali ke rumah dengan langkah gelisah. tak didapatinya sebuah kata yang mengatakan tentang diri sendiri. cuma ada senyum simpul perempuan, yang mengulumnya sepanjang malam. sebagai lelaki, telah dibegalnya dinding sunyi, dikunyahnya rindu, dan ditajamkannya sembilu. kata-kata semakin kering dan asing. barangkali di keramaian semacam pasar atau mall acap dinukilkan larik baru, sebuah puisi. yang menjawab keseharinnya, yang begitu dekat dari setiap degup jantungnya. 2017

Page 43: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Remang melintasi jalanan itu, hatinya remang. ada ingatan usang, meletup di setiap remah langkah. namun cahaya terang tak usai dipungut. segalanya nampak biasa, sebagaimana ia temui. sepasang kekasih yang berpelukan, rimbun daun di pohon angsana, dan ibu tua penyeduh kopi bagi kesepian. dan di kota ini, berulang kali kehilangan kawan. berupaya akrab pada hujan. dan menimang helai-helai kesedihan. di sini, sebuah luka tak kunjung menjadi makna. ia masih melangkah... 2017 Lidah Kata siapa yang mencecap? di dalam gelap. kata yang menarikmu sampai ke tepi ranjang, seperti ditampungnya setiap duka. siapa yang berharap? sejumlah kata kehilangan tanda baca dan tawa. hanya ada barisan kesedihan memanjang, mengubur segala silsilah. namun engkau terlampau lelah untuk mencatat para leluhur. dan kita mengucapkan setiap hal yang sederhana menjadi gawat, sebab orang-orang melipat setiap harap dengan daruratg. 2017 Denyut adakah yang bergetar lebih cepat selain denyutnya? debar yang mengakar seperti selembar percakapan dengan perempuan yang dipujanya. ia mengurut nasib, menghitung langkah waktu dan mengunci pertemuan demi pertemuan. tapi kabar terasa makin hambar. setiap pertemuan selalu menyimpan enigma, sekadar menyibak ruang kosong melompong. selebihnya, barangkali kita cuma membaca diri sendiri saja. di kegelapan. 2017 Viral barangkali itu bukan dirimu yang sejati. tapi bayangan memang selalu menarik. maka orang-orang berburu identitasmu, melacak asal-usul juga kampung halaman. kini berita itu seperti ledakan, yang membangunkan kota dari mimpi buruk. meskipun engkau seperti biasa menjalani hari, menghimpun potongan puzzle dari sebuah cerita. lihatlah mereka terus bergunjing, lingkar wajahmu di layar kaca dan media cetak. meskipun sesungguhnya engkau cuma ingin berbenah. melacak diri sendiri. 2017

Page 44: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Mural catatan itu terbaca di antara kabar-kabar bohong, juga orang-orang yang gemar berkomplot. dan kota mengingatnya. semacam senja yang sekejap hilang dan menikam malam. lalu ada warna-warna yang bersilangan, mengintip masa bayi dengan pijar tangis pecah. ah, betapa engkau kehilangan seorang ibu, untuk memasuki persimpangan jalan-- di mana engkau terbiasa berjalan dengan perempuan. merekam peristiwa yang kehilangan doa. menyeka lelah di pintu rumah. 2017 Hujan yang Melintas hujan yang melintas. bergegas. seperti parade pengawalan raja di sebuah pertemuan. berapa banyak yang mampu kauingat? kuyup jalan, patahan usia seperti rebah di atas lantai. sebentar lagi udara dingin memilin angin. menelantarkan pada sebuah tempat jauh. yang tak pernah kautempuh. bahkan untuk setiap langkah yang kautinggalkan. hujan yang melintas. pusara cuaca seperti candu pahit di pangkal lidah. yang dikenang melulu napas seorang ibu. menjauh dari lingkar tubuh. 2017 Sebagian dari Usia sebagian dari usia terus tumbuh. lurus sepeti tiang bendera. menyimpan semua percakapan yang kautempa. dan kini setiap doa darimu adalah arus sungai panjang, dimana aku terperangkap di ruang yang sama. tak bisa kuhitung, setiap lembar hari. bahwa dirimu terus mengikutiku. ah, betapa selalu kulukai setiap senyum yang terperam. bahkan saat aku tahu, usia akan terus berjalan. di jubah keseharianku. dan engkau yang menunggu di pintu waktu. 2017

Page 45: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Pada Suatu Malam ia hanya ingin berjalan kaki saja. ke utara, menembus sisa keramaian atau hujan yang masih curah di sepanjang jalan thamrin. hanya bekas parade, sirine menderu, kelebatan asap, atau suara klakson menguntitnya. mungkin ia akan berbelok arah menuju rumah, mengetuk pintu dengan perlahan dan kau menyambut dengan mimpi yang lusuh sehabis menonton berita di televisi. atau dirinya akan naik bis, berhenti sembarang shelter dan menyimak sunyi yang bergelantungan di tubuh orang. tapi orang-orang tak lagi bertanya tentang kenangan. begitu banyak yang telah hilang, saat mereka keluar dan tiba di suatu tempat. hanya kerlip lampu menyala. membakar udara dingin, napas kota tersengal, dan para pengamen di sudut lampu merah. dua orang gadis remaja dengan rok cerah menyunggingkan senyum, mengirimkan lemak parfum ke kornea mata. tapi ia membaca mereka sebagai teks yang pudar dengan kertas yang terendam oleh hujan. "malam ini, dia tak tertarik." sembari meninggalkan mereka. di depan sebuah kafe ia berhenti. tapi dengung suaramu terasa dekat di telinganya. arah panah menunjuk lagi ke sebuah rumah. "selamat malam, aku harus pulang." pada suatu malam. 2017

Page 46: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Pantai Mutun jalan menuju pantai mutun, kelokan dan tanjakan terjal. jalanan kecil dua arah. meski tak ada lagi bayangan tentang rumah panggung. hanya debar tanjungkarang yang semakin sibuk dan ramai. sekejap, memang akan hilang. segala rindu pada rumah panggung. meski bukitnya masih menggoda, dengan terjal cahaya. maka kau akan tiba sekadar menatap lekat pecahan karang, rekaman ingatan meriang. sejauh mata memandang. cuma ombak beternak, menyusun pasir-pasir putih. angin begitu lengang. asin laut tercecap di lidah. di ujung sana, lambaian pulau kecil memanggil. seperti mengurai barisan lelah di punggungmu. mulanya, kau ingin sekadar liburan. membuang sampah pikiran di kepala. kau percaya, di pantai, ada sesuatu yang akan pecah. seperti buih ombak. atau hari yang beringsut lambat dan santai. * barangkali, ada pecahan air yang terus mengalir. muli muda yang asik bermain pasir. juga kelebat senja. menjadi kabut dan berebut dengan gelap malam. setelah ini, pasang akan datang. kota akan tenggelam dengan lampion cahaya. seperti ribuan lilin, debar kota melingkar. di gigir matamu, cuma garis hitam memejam. dan ia termenung, dari kejauhan ekor matanya-- kota terapung. kemilau tanjungkarang dengan remang gemetar. terasa lebar kenangan. menjemputnya untuk segera pulang. samar angin melebar. tiba-tiba ia ingin menyimpan setiap kabar di kepalanya. mungkin, saatnya merebahkan segala mimpi yang masih mentah ke pulau, di lanskap kejauhan. lalu berlayar dengan setiap kemungkinan. muli itu berkaca pada laut di depan. sungut aroma asin berebutan. pohon-pohon menunduk berselimut angin. pulau di depan, menghampar. seketika ia kehilangan tanjungkarang yang sejuk. cekung telukbetung berbayang. kota terus melahirkan bangunan baru, yang tak bisa dipeluk. dengan marka jalan tertutup hujan. tanpa nama, hilang tanda. oh, tak lagi dicatat, tak mampu direkat. * di pantai mutun, dengan selasar memanjang. hamparan pasir putih. membenamkan kota menjadi himpunan serpih. di bekas langkah itu, di cetakan kaki yang menjauh dari pantai. menuju laut. kerumun orang, patahan ranting. liuk telukbetung seperti tenung. dan jejak memberat, engkau terus saja bermain air. membayangkan bakal ada lumba-lumba yang datang. di kejauhan. membawa sisa cahaya dari matahari. meski, kau tahu hari sudah malam. di dadamu yang keruh, barangkali ciuman itu masih berlabuh. seperti teluh. lesap di kedalaman gemuruh laut. 2017

Page 47: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Decrescendo * bagaimana bisa kuhitung dengan rampung, semua kecupanmu? saat kota-kota tertenung murung. dan jendela cuaca dipenuhi asap kendaraan. namun selalu di ujung jalan, aku terkesiap, ada yang masih terdekap. bahkan saat langkah kakimu merupa lumut. terasa makin jauh, menyepuh ingatan atau segala penglihatan. begitu kecut dan mengerut hanya ada kerumun orang, memasuki tembang baru. membawa spanduk dan papan protes. juga daun hijau yang lepas dari reranting daun, burung-burung kecil berwarna hitam melintas ke satu arah. lalu, remang waktu seperti berbisik, jika engkau semakin tua dengan kepala yang dipenuhi uban. dan aku semakin tenang dan mantap menantang rindu. menyibak helai-helai luka dan cintamu. 2017 Catatan: * Sebuah istilah dalam musik bermakna makin lama makin tenang Troppo * kita pun berjalan menyimak langkah waktu memberat terus di kepalamu terlalu banyak yang diingat untuk dilupakan seperti terpa debu yang menjauh lepas di rindang matamu dan kita yang lunak menjebak arah pulang menyisir lagi setiap rindang begitu lama berkerak ah, meskipun kita telah terbiasa untuk mencatat setiap luruh perasaan yang tak kunjung ditampung para penguasa terlalu banyak kalimat yang tak selesai hanya berdiam di tubir bibir 2017 Catatan: * Sebuah istilah dalam musik bermakna terlalu banyak

Page 48: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Catatan Jam Empat meja tak kunjung dirapikan hanya ada sisa bak stempel, tinta yang telah kering dan kertas yang teremas tempat sampah yang kosong, mesin pendingin ruangan yang bergemericik selebihnya gaung percakapan tanpa ujung sapaan yang memudar di lingkaran arloji atau sebuah televisi menyala seperti api dalam sekam memijar di retina semestinya kau keluar, mengendapkan suara kendaraan yang baru saja dinyalakan jam empat dan mesin absen jari yang menjerat semua karat tubuh sebelum melepuh aroma rumah berkemah di mata 2017

Page 49: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Dari Kejauhan aku terus mengamatimu dari kejauhan kota yang tertelan hujan sebagian orang merayakan kesedihan di jalan dan menyimpan ingatan sungsang ke dalam tempurung kepala yang retak lalu cuaca mengeras lagi mengunci dengan rutinitas dari kejauhan, hanya ada sisa kalimat panjang dari pidato penghabisan pejabat di atas mimbar sebelum makna akhirnya bubar dengan sendirinya sementara engkau terus menghimpun segala petaka bahkan saat hujan tinggal gerimis dan harapan terus kekal menjadi sekadar slogan 2017 Di Stasiun Manggarai di stasiun manggarai, dengan jadwal kereta yang terpenggal berkeumun dalam orang-orang yang gemar memasukkan masalalu ke dalam jaket atau tas ransel. peluit panjang dan papan informasi datang menghilang, kemudian mencuri remah langkah-- menyepuh kota yang semakin labil mungkin di jalur tiga kita akan bertemu aku dari ujung timur, engkau dari selatan dan kita menyepuh lagi sebuah janji sekelumit ingatan rumit, muasal adam dan hawa yang sua di sebuah jazirah namun kereta selalu berhenti dengan seketika menemui rutenya masing, masing sebelum gegas roda berputar dan rindu terus melingkar 2017

Page 50: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Hari Jumat di Masjid Cut Mutia getar azan mencakar. menembus labirin, di selasar taman yang rindang. pohon-pohon rimbun, seperti turut merapal doa. dengan lampiran zikir. hilir mudik orang, membasuh wudhu. menyimpan kesibukan dan menggelar sajadah. setelah ini, kepala akan rebah di tanah. udara memanas, gema khotbah seperti palu di ujung kepala. getar azan mencakar, riuh kendaraan berhenti.membiarkan udara menyentuh korneamu. menyatu cahaya. lalu sujud mencium rumput, dari sibuknya kota tak sempat berbenah. Menteng, 2017 Surat Masa Lalu 1. yang kaukabarkan melulu cemas keras. hanya airmata deras, tersimpan. di rumah, sebagian orang menulisi rasa sait di dadanya dengan pecahan kaca. acap gagal berkemas, kesedihan mengeras. 2. silau pada lepau sejarah. kerumunan orang. bau daging manusia terbakar. tak bisa kaucatat sebagai puisi. ingatan kusam melingkar di garis malam. 3. yang kutemui hanya sayat dirimu merekat dekat tapi tak bisa dicatat 2017 Kondangan dan aku berangkat, sebuah undangan dengan alamat, peta dan jalan yang coklat. menyisiri timur kota yang jauh. menembus labirin kota yang jenuh. engkau di pelaminan. dengan anggun. aku membaca usia, sisa tawa yang berlarian antara stasiun kereta. di kerumuin waktu, nama di buku tamu. bahkan saat biduan memanggil labil, sebuah lagu yang terulang. engkau berbahagia di panggung itu. 2017

Page 51: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Hujan Bulan Mei akhirnya hujan luruh juga di jalan kerumunan orang melingkar dalam nasib kota langit gelap namun lelah tak lagi menggertap harapan memanjang gemuruh menerjang doa menyibak remang batu-batu basah cahaya matahari tertunduk lemah remah yang lungkrah 2017 Angin Malam hanya semilir, menyimpan takdir. dengung dingin terpilin. mengingatmu, ayah. getar rindu buncah, memecah langkah. mungkin masih ada yang lekat diingat, derap percakapan dari kenangan yang tak pernah bisa ditukar. di kota ini, aku tumbuh sendiri. bersama kota lingkar usia 2017

Page 52: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Biryani * pada bulir nasimu masih sengat aroma rempah menadah di lidah menujah setiap resah beras memanjang, semacam terjang ingatan di pangkal tenggorokan menyiratkan sudut lampau, tentang sebuah pintu atau petualangan kukusanmu menembus jam-jam insomnia arus kota padat memucat pada piring kosong tangkai sendok dan garpu ruang hampa dari uap kaldu masih ada kenyal yang menyisa tergesa ingin selalu kumasuki Cikini, 2017 Catatan: * masakan khas Timur Tengah Jalan Cikini VIII sebuah jalan kecil rapat rumah kampung jalanan satu arah dengan koridor kendaraan yang ingin dicat ulang barisan pot plastik yang tertanam dengan semen keras sampah daun dan plastik menyisakan remah para pejalan kaki dan seorang perempuan dengan baju dan payung berwarna ungu lewat di situ membawa lindu yang beku pagi merembes di sini dingin yang perlahan leleh tersisa di jantungku Cikini, 2017

Page 53: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Pandora adakah jejak para pendosa, ketika jatuh cinta padamu? asmara kerap menyisakan gemilang tuba-- dan karena kesepian para dewa menciptakanmu. di bengkel besi haphaestus, rindu ukiran yang tulus. denting logam lembut, juga kemilau cahaya pada wajah. berikan juga pakaian berwarna cerah-- hadiah yang bermacam rupa. juga pesta sepanjang hari. agar sunyi tak berkelahi. tapi jangan pernah sentuh kotak itu. ada semacam tanda seru yang menunggu. entah berapa musim tergiling. para lelaki memujamu. kecantikan selalu sempurna. asmara yang menikam tubuh epimetheus. lalu ke mana perginya api abadi? dengan kembaran yang tak serupa pinang dibelah dua, promotheus selalu curiga. kotak itu kerap memancar-mancar kemilau. menyimpan debar sempurna. ini semua cuma muslihat para dewa. ia berkaca pada gemintang ingin yang berdentang. seperti cahaya bintang, pijar mengakar. bukan sembarang kotak. penuhilah hasratmu. kau akan terganggu dengan suara asing itu. "bukalah tanpa berdoa," sebelum pagi menagih dengan cahaya. kotak itu adalah enigma. bagi kesepian yang kaujerang. kotak itu seperti dentang lonceng memanggil. menembus ruang batinnya. dan ia mendengar suara nyanyian syahdu. sembari menari ia genggam penuh kotak itu. sepanjang hari. asmara yang kau timba tak sanggup sembunyi. hanya kotak itu yang menggoda. jangan pernah kaubuka. bahkan ketika angin berhenti menggoyang dedaunan. - kenapa? supaya cinta terus berbenah dan selalu ada di atas tanah yang kau pijak. takluk pada rona merah yang mekar di pipimu. di hari yang lain. saat debar terus memilin. akhirnya, lentik tanganmu menyentuhnya. begitu sempurna. roh-roh jahat dipenuhi muslihat. memendam bara dendam dengan kejahatan berkarat di dada mereka. 2017

Page 54: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Ruang Tamu ruang tamu itu membeku sejumlah wajah meninggalkan warna merah bagi ingatan beberapa hari cerah meja dan kursi yang sekejap bertukar menjadi tempat belajar anak-anak di hari yang lain, seseorang membuka pagar dan mengetuk pintu membelah sebuah kisah yang tak pernah kita tahu 2017

Page 55: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Lembu Jantan Bagi Pasiphae sebagai ratu, tubuhmu adalah bulan yang sendu. tungkai kakimu memanjang. menjadi mimpi basah para lelaki. kulit pualam yang terus bekilat. namun jatuh cinta tak kenal arah. telah dipersembahkan lembu putih sehat, padat dan liat. berikan saja kutukan itu poseidon. "seribu tahun engkau akan jatuh cinta pada lembu," hingga hatimu seperti batu beku. keras dan cadas. sebab hasrat telah mengutukmu dengan jahat sebagai peneguk anggur asmara yang lupa kemilau cahaya maka, pasiphae-- engkau akan terus bersembunyi dari setiap lunasnya birahi pori-pori kulitmu akan terbuka lebar mekar seperti bunga mawar berwarna hitam bukankah cinta semacam besi berani, dipenuhi getar yang aneh? tanpa kata namun sekejap berkelindan dalam nadi dan engkau akan tergila-gila tanpa gumam terka pada lenguh lembu atau suara langkahnya tanduknya yang perkasa tikaman mata seorang anak beternak dari rengkuh setubuh setengah darimu setengah dari sang lembu lepaslah anak itu sebelum murka abadi di labirin tanpa kunci 2017

Page 56: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Labirin Minotaur apa yang ada di jantungmu? setengah lembu, setengah manusia tapi kandangmu penuh liku. jalanan zig-zag tanpa ujung. lingkaran kerumitan yang diciptakan daedalus. kini engkau hanya bisa menelisik rimba itu. pohon-pohon rapat. dan sepanjang minggu sang raja akan melemparkan cincangan tubuh manusia untuk kau makan. apakah engkau rindu pelukan ibu? namun hanya serorang yang bisa menemukanmu. kunci untuk memasuki ruanganmu. pada gemuruh sunyi yang kauhimpun.ah, di mana tangan kekar ayah untuk menggendong. sebab engkau hanya setengah. bertahan dalam luka tanpa darah. sementara kauangkan masa kanak, pelepah-pelepah yang menyambungkan setiap rasa bahagia. apa yang ada di kepalamu? isyarat berurat, menjadi makhluk menyeramkan yang ditakuti. dengan runcing tanduk, tatapanmu adalah debur api panjang. sungsang remang. sungguh dirimu telah besar tanpa air susu ibu. 2017 Jalan Arief Rachman Hakim di suatu masa yang berat, seseorang terkenang dirimu. tubuhmu yang tumbang di depan istana. tapi peluru siapa yang bersarang, ketika suara-suara menjelma gaung panjang. sebagai tanda, engkau selalu ada. langit buram dan sejarah terus berulang. di kerumunan ini, teriakanmu terus berjenjang. keranda yang diusung, mata penguasa yang pedih oleh gas air mata. sementara gedung-gedung bertambah tinggi. lalu-lalang peristiwa menjelma genangan. aku melintasinya. 2017

Page 57: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Icarus yang Jatuh jangan kau dekati matahari, engkau tak akan mampu terbang stinggi itu suara ayahnya menggema selebihnya jeda yang mungkin panjang dan usang tapi ia memilih untuk terus terbang semakin tinggi dan sunyi biarkan aku menari di angkasa jauh menempuh garis tubuh bukankah ini kegiatan yang menyenangkan? tapi perekat bulu yang menjadi sayap lilin-lilin itu, meleleh panasnya mencabut setiap kembara yang semaput biarkanlah aku jatuh laut akan menamaiku laut akan menangkapku sepanjang hijau gangganya yang jernih sesudah itu, tangisan ayah tak henti-henti betapa pengetahuan telah menciptakan bencana ia tenggelam jauh ke dasar ke ujung kecut dari sisa tangis ayah di ceruk mata 2017

Page 58: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Enigma Bagi Daedalus "segala ihwal jadi sia-sia telah aku kurung dirinya. di menara tinggi, supaya ia abadi." tapi tebing tinggi tak sanggup menawannya daedalus adalah ilmu pengetahuan yang terus mengalir ia melihat burung ia akan membuat sayap ia akan terbang menghilang dari menara tinggi "cari dia, bahkan sampai ke pelosok hutan yang rimbun." titah raja bagai api naga * amsal keong yang melingkar remah-remah bergetar siapa yang bisa memecahkan teka-teki bagi sunyi pengetahuan kelak kabar akan hambur jadi burung yang lepas dari sangkar "siapa yang bisa memasukkan benang dari cangkang hingga ke paling tepi," titah sang raja tapi bagimu semuanya hanya rangkaian peristiwa lilitkan ujung benang ke tubuh semut berjalanlah dalam kegelapan ujung benang menembus tubir dari gelambir lingkar cangkang siput * setelah itu, kau akan menjamu raja agar lupa kepada muasal amarah tuangkanlah air panas saat ia mandi hingga kerut tubuh keriput dan mati di kepalamu yang penuh dengan lampu. di sebuah kota engkau akan pergi, menjauh melupakan jerat kota menempuh sunyimu sendiri, daedalus 2017

Page 59: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Bakauheni pohon-pohon bakau sudah tak nampak. hanya deru kapal, mencari temapt sandar. angin laut yang memasuki rongga mata. dan ombak yang diam. sebentar, kita akan mengantri masuk, dan menikmati para perenang kecil menanti gemerincing uang logam. sebelum kapal berangkat. sebelum kapal berangkat, pulau-pulau lepuh jadi sketsa. seperti kecupan ringan seorang perempuan di sore hari. sore hari yang buram, meremas jejak senja dengan cahaya yang terus berjatuhan. seperti keringat di kemeja nahkoda. sebelum peluit panjang menerjang. dan kapal bergerak masuk ke dalam selat. di atas pagar, sekejap aku ingat pada drimu. barangkali tak ada yang harus dilupakan. sebab setiap keberangkatan selalu meninggalkan catatannya sendiri. hingga akhirnya kapal memang mesti berlayar. mengangkat jangkar. bersamamu. 2017 Gerimis di Tanjungkarang malam menjauh, gerimis di tanjungkarang. cahaya lampu berkabut. aku memungut kenangan pada setiap ruas jalan dan gambar bangunan yang hanyut. di kota ini, kebisingan merenda kecut tubuh. juga bercak masalalu, namun gagal ditempuh. hanya kuyup pohon besar di tengah jalan, mengkilap oleh genangan tahun. malam berjatuhan dalam gerimis di tanjungkarang. genggaman tangan seorang perempuan, memaksamu untuk masuk ke sebuah rumah. remah dirimu lungkrah. begitu asing untuk dikunyah. 2017

Page 60: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Ayah yang Pergi ayah yang pergi, namun kembali dalam mimpi. akupun merapikan ingatan. ziarah dan ingin mengecup punggung tangan ayah berulang kali. mungkin masih ada cerita yang terlanjur tak pernah bisa diingat, semacam hujan turun di pertengahan juli. tapi raung sakit ayah selalu membelah di kepala. jerit sengit dari dadanya, yang acap ditahan bertahun-tahun. ayah yang pergi. aku sendiri. berkubang dalam kesedihan, menelusuri jalan-jalan kota dimana ia biasa melewati saat berangkat kerja. sekelebat ada penyesalan yang terus berulang datang, tapi tak pernah terlihat. ayah yang pergi. pusara air mata, di sebuah sore saat jenazahnya memasuki bumi. dan ayah tak pernah kembali. hanya tanah basah. di ujung magrib yang dipenuhi hujan. 2017 Pedoman Menulis Sebuah Cerita pertama engkau mesti menciptakan tokoh paling hebat di dalam kepala. mungkin beratus hari kau endapkan dengan sejumlah sifat, kau bentuk wajahnya. kemudian, engkau akan meniupkan percakapan yang mungkin sepele. tentu kau akan jabarkan dirinya dengan panjang dan lebar. lalu kau biarkan tubuhmu larut seperti gula yang diaduk dalam secangkir air panas hingga meleleh. pada akhirnya, engkau terjebak di sebuah tempat, mungkin di akuarium, ruangan yang gulita, berlayar di tengah laut yang penuh badai, atau punggung pegunungan. sesekali, perlu juga engkau berkelahi. saling berebut mimpi sebelum tidur. dan terjaga di pagi gulita, bahwa tokohmu telah pergi. menangis dalam raungan panjang tanpa pernah kau lihat jasad atau sekadar bayangannya. 2017

Page 61: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Jantung Penyair barangkali engkau telah menciptakan badai kata-kata. belahlah jantung dari dadanya, yang kau jumpai hanya sehimpun sunyi, seorang laki-laki berdiam di sudut, juga dingin malam merapat di tengkuknya. tapi selalu ada linu kata, merayap di ruang gelap dan pengap. tapi jangan sebut ia sebagai sisifus atau malin kundang. sebab kota telah mengirimkan getah amuk yang buruk. cahaya redup di sebuah jalan sempit. * sudah berapa kali ia berdetak. nyatanya cuma lanskap yang terjebak. di sebuah punggung gunung, mungkin ada sedikit arsiran tentang lambaian kepergian perempuan di dalam hujan. maka biarkan saja, dirinya berlari. sekadar mencuci bekas sunyi. atau relung garba ibu, di mana dirinya pernah meringkuk. belajar pada kata-kata pertama. sebagaimana adam dan hawa. 2017 Tubuh Ibu dengan perjalanan apa lagi mesti kutempuh tubuhmu, ibu? di jalanan yang memadat sesak, kerumunan orang yang mendadak jadi yatim. dan aku tak bisa lagi meringkuk sebagai bayi. menghirup rahim sunyimu. tapi ibu datang malam hari, menjemput matahari yang sempat pendar dariku. dibawanya rangkaian kenangan dan membuatkannya sebagai kalung. supaya engkau tak jadi kundang, kata ibu. dengan langkah yang bagaimana lagi kuhampiri dirimu, ibu? ratusan hari mendadak lenyap. tak usai kuremas sisa masa kanak, tak kunjung beternak. namun ibu selalu datang, meski jarang berkata-kata. hanya genangan rindu di kedalaman matanya. tak menetas jadi air mata. 2017 Sebagian mungkin hanya sebagian dirimu, yang tak pernah tuntas kukenali. meski bertahun aku menggapai sekadar menelusuri segala riwayat. terjerat dan pucat. bahkan saat ciumanmu menjelma angin. membawaku pada lumat yang berkarat. bergegas, aku menghampirimu. merekat sejumlah rindu yang gagal dituliskan dalam sajak. sebagian yang lain, memang telah mendekat. dan meninggalkan arsiran baru. bagi tubuh kelabuku. 2017

Page 62: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Dari Sebuah Kata dari sebuah kata, mungkin masih menyisa doa. segala yang gagal kaulebur dengan cahaya. dan setiap kembaramu selalu kembali pada langkah pertama. halaman dari sebuah rumah dengan pintu pagar yang tak sepenuhnya terkunci. di sana, engkau terlelap dalam sejarah masa kanak. seperti ombak yang kerap bergolak. tanpa tapak jejak. di situ, engkau bersungguh-sungguh ingin merengkuh kenangan. barangkali sekelumit kisahmu di masa lalu. 2017 Getah engkau serupa getah. acap rekah. hingga gelora darah padaku buncah. maka aku menghimpun lagi setiap perjalanan yang pernah kita tempuh. betapa rekat dirimu terus beternak. mengambil seluruh demam. bahkan saat malam buram. dengan rinduku yang lengket. 2017 Perempuan dengan Jas Hujan Berwarna Ungu hanya bekas hujan, begitu lembab. rambutmu masih kering. hujan hanya menyeka pori wajah. dan kota memutar cahaya, jatuh di silau retinamu. seperti menyilangkan rambu asing. marka jalan yang berembun. dan kita mati gaya menafsirkan cinta. tapi begitu banyak kisah yang enggan kausimak. meskipun remah bibirmu mengitung langkah hari dari setiap kalender yang berganti. dan kita melupakan setiap fragmen. sejumlah pertanyaan yang mendadak beku. di dirimu. 2017

Page 63: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Pedoman Menonton Film di Bioskop akan mengasikkan sebelum kauberikan sobekan karcis kepada perempuan yang bertubuh ramping namun berwajah sendu itu, adalah membawa serta dalam genggaman: segelas plastik besar es susu coklat dan jagung panggang dengan rasa karamel. namun kauingat dirimu. kauhitung jumlah kadar gula yang akan menerobos tubuhmu. tapi engkau tak akan menghabiskan semuanya. selalu ada yang tersisa ketika film sudah habis. setelah itu, mengatur telepon seluler dalam posisi diam, atau bila perlu mematikannya agar setiap dering dan bunyi tak mengganggu. maka duduklah dirimu dengan tenang. di ruangan pendingin, lampu yang sekejap redup lalu menggelap. dan siritan lampu menyorot di layar putih. kau seharusnya tenang, mereka-reka setiap jalinan yang tertuang. membaca teks demi teks, adegan demi adegan, percakapan yang terlanjur menguap bersama pengap angin. setiap adegan menelusuri urat lehermu, masuk ke dalam korneamu. 2017

Page 64: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Identitas a/ Ihwal Nama mulanya kau bersikeras menjelaskan, tentang sebuah makna. huruf-huruf yang saling terkait dan menciptakan panggilan. sekaligus menghubungkan setiap tabiat dari lingkar kepala atau ingatan yang sekejap merasuk. dan kau terbiasa, melengkapi ucapan itu, mengekalkan dirimu agar sublim. seperti puisi lama yang pernah kautulis jauh hari, meski tak lagi bisa sembunyi. di masa sekolah, di muka kulit sebuah buku engkau merangkaikan lagi huruf demi huruf. mendadak seperti narcicus, kau berkaca bahwa itu memang dirimu sendiri. yang tak terbagi. barangkali abadi. b/ Tempat Tanggal Lahir ada sebuah kota, juga deretan angka dari hari, bulan sekaligus tahun. membungkusmu dengan kerlip riang. dan sebuah rasi bintang, peragai bimbang atau zodiak-- acapkali kautunggu di sebuah tabloid. bagaimana peruntunganmu di bulan ini. sesekali hidup memang serupa dengan judi. sebab selain sepi, kita hanya punya sekerumun mimpi. engkau paham, tak pernah minta dilahirkan pada hari bagaimana atau tanggal berapa. hanya selalu kauingat desah ibu, jeritannya yang melontarkanmu dari gelap garba ke pintu cahaya. c/ Jenis Kelamin sebagai pejantan atau betina, mungkin pula tak serupa enigma. tapi selalu ada tanda dengan aturan baru. misalnya, sebagai pejantan kelak lenganmu harus kuat memanggul dan tak cengeng. atau sebagai betina rambutmu harus panjang dengan tutur langkah dan kata yang kemayu. bersama tubuh engkau akan tumbuh. d/ Alamat ke sebuah rumah. ke langkah lelah. pucuk pintu yang menunggu. mungkin dalam gertap murungmu yang terlanjur beku. ada pagar yang membatasi jalan. oh, sebuah jalan kecil terus memanggil. agar engkau pulang tidak dengan tubuh yang gigil. 2017

Page 65: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Sajak Kepo bertahun-tahun, sajak yang kutulis terasa makin kepo. setiap kata minta dijelaskan atau sekadar diberi terang. padahal sudah ada cahaya matahari pagi yang terus memanggulnya. meski engkau sadar, jika udara pagi hanya rutin yang tak lagi dingin. kota akan terus meraung, tanpa sempat merenung. sajak kepo itu terus saja melahirkan tanya, yang tak pernah selesai ataupun puas dengan jawaban. ia menggali dan terus menggali, setiap buncahan kata, meskipun diriku dalam kondisi koma. setelah ini, apalagi yang mampu kautulis, penyair? sang sajak bertanya dengan ambigu, hingga lidahku kelu dan bahasa menjadi beku. 2017 Di Sebuah Jalan di sebuah jalan-- yang mungkin pernah kaulintasi. berhari engkau tebus langkah yang lalu. tapi di manakah dirimu? hanya kelebat bayangan kota yang memayungi diri, mengisap dan lebur. dari jejak yang hambur, dengan lintasan orang-orang semacam asin laut. laut yang tak pernah kaukunjungi, bahkan ketika kau menempuh jalan lainnya. tersesat sekaligus menyimpan larat berat. sungguh, di sisi jalan mana kita pernah benar-benar bertemu? 2017 Serupa Nerruda serupa nerruda, engkau menggali-gali cinta. merebut kelam malam yang jatuh, dan mengurai warna dari mawar. tapi kini kesepian selalu menembus linu jantung, beberapa fragmen asmara larut di kecut luka. gagal kaupahami. serupa nerruda, ternyata puisi tak bisa menebus setiap kecamuk dari getah cinta, pahit di pangkal lidah. 2017

Page 66: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Bangkit di dalam malam, ia mencoba bangkit. merakit segala sakit dan menulis puisi. memamah kata yang lama pendar. tak bisa lagi direngkuhnya setiap getar. bahkan pada setiap kerumun langkah para pejalan dan sketsa papan kota. kata-kata tak lagi menjadi tanda, sebagai arah pulang. ke remah rumah. dan bekas ingatan adalah remang. 2017 Terima Kasih Puisi terima kasih puisi, telah engkau ajarkan untuk menemukan relung dari sebuah kata. sehingga aku tak hanya mampu mengucapkan, "selamat pagi!" kepada pagi atau semua orang. telah kaukabarkan juga bagaimana tabiat orang-orang, menghubungkan mimik wajahnya dengan ucapan, atau mungkin warna pakaian yang dikenakan. terima kasih puisi, telah kaubangunkan aku untuk tetap terjaga di setiap mimpi buruk. ihwal kota yang tiba-tiba terbelah, atau mengapung meski tak ada air bah. sebagaimana juga kaurunutkan kembali setiap imaji, lambang, mitos-mitos-- yang melenakan dan mesti kubangun lagi dari awal. dari pondasi yang nyatanya tak lagi berpijak pada tanah. 2017 Puisi di Hari Libur puisi datang di hari libur, maunya berkemas dan mengajak rekreasi. ia suguhkan juga lembar demi lembar peta, menandai lagi setiap pecahan sunyi yang sekejap hilang tanpa bekas. puisi di hari libur, aku berkawan dengan anak-anak, mengantar dan menjemput mereka ke sekolah, membiarkan buku dan jejak langkah tumbuh di tubuhnya. 2017

Page 67: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Setiap Kawan setiap kawan adalah doa. yang melingkar di retina, setiap percakapan menyimpan lingkaran tahun di kepala. dari nyala sebatang rokok, sehirup kopi atau kecutnya makian. namun engkau akan terus terjaga, seperti dirinya yang membetulkan setiap bekas langkah yang kandung patah, atau ejaan dari sebuah nama. setiap kawan adalah berkas cahaya. menerangi kesunyian dari ampas kopi yang kausimpan di keseharian. 2017 Pergi mungkin kita selalu pergi dan tak pernah ingin kembali. bisa juga kita sebenarnya pura-pura kembali namun dengan kenangan yang tak utuh. untuk sekadar mengingat atau melupakan. dan selalu ada yang tumbuh di tepi tubuh, tubuh yang tak pernah utuh kita miliki. 2017 Hujan Tidak Benar-benar Berhenti hujan tidak benar-benar berhenti. setiap langkah dan kuyup tubuh yang menusuk tulang. jalanan adalah semak beternak, di mana rayap kenangan selalu beternak. dalam deru macet yang dipenuhi kelakar. hanya jalanan mengapung. basah dengan kenangan yang tak rampung. 2017

Page 68: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Buku Penyair ia ingin menuliskan segalanya. sepanjang hari. sejauh tahun menyusut di badannya. buku yang tak pernah rampung. setiap lintasan metafora, tenung kata tak usai dihitung. sesekali ia membaca lagi halaman sebelumnya. duh, betapa ia merasa telah jauh melangkah dari rumah, namun hanya tiba di ruang sama. ruangan yang itu saja. sermentara umur terus lamur dari kepalanya, uban-uban tumbuh. ia mendapati lagi, halaman yang lain-- sebuah rasi bintang, peta, juga pelacak jalan seperti aplikasi sepi yang terus beternak. barangkali ia mesti merencanakan perjalanan baru, yang tidak pernah ditempuh oleh leluhur sebelumnya. menjauhi pagar rumah. toh, dengan banyak tanda ia akan kembali pulang. tapi nyatanya ia tak juga ke mana-mana. atau sebagaimana ditulisnya di lembar buku lainnya. ia hanya menggambar ragam orang, berbagai tempat-tempat di kota. atau suatu sudut di jalanan yang ia kenal sejak kecil. nyatanya, ia hanya menempuh kebimbangan dan waktu dari arlojinya yang tak pernah tepat menandai rupa-rupa hari. sudahlah, semuanya hanya metafora, sedikit patah dan pecah. tak pernah lunas ia tuntaskan. tapi kata-kata terus berkerumun, lebih rimbun dari daun pohon mangga di halaman rumahnya. 2017 Amlodipine Besylate 10 mg kepala yang memberat rasa sakit harus diredam seperti seorang ibu menjaga sepanjang hari hanya satu butir setiap malam agar angka tensi tak tinggi tapi insomnia selalu mengecupnya tak luruh dari tubuh ah, semoga tensi tak lagi meninggi biarkanlah seperti chairil bilang, dijaga datuk-datuk tanpa batuk meskipun dadamu remuk 2017

Page 69: hikayat rumah tafsir - galeribukujakarta.comgaleribukujakarta.com/wp-content/uploads/2020/03/hikayat-rumah-tafsir... · hikayat rumah tafsir himpunan puisi Alexander Robert Nainggolan

Tentang Alexander Robert Nainggolan

Alexander Robert Nainggolan (Alex R. Nainggolan) lahir di

Jakarta, 16 Januari 1982. Bekerja sebagai staf Unit Pengelola

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UPPMPTSP)

Kota Adm. Jakarta Barat. Menyelesaikan studi di FE Unila jurusan

Manajemen. Tulisan berupa cerpen, puisi, esai, tinjauan buku

terpublikasi di Majalah Sastra Horison, Jurnal Puisi, Kompas, Republika,

Jurnal Nasional, Jurnal Sajak, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Jawa Pos,

Koran Tempo, Kedaulatan Rakyat, Seputar Indonesia, Berita Harian Minggu

(Singapura), Sabili, Annida, Matabaca, Majalah Basis, Koran Merapi, Indo

Pos, Minggu Pagi, Bali Post, News Sabah Times (Malaysia), Surabaya News,

Suara Merdeka, Pikiran Rakyat (Bandung), Tribun Jabar, Analisa, Radar

Surabaya, Lampung Post, Sriwijaya Post, Riau Pos, Suara Karya, Bangka Pos,

NOVA, Tabloid Cempaka (Semarang), Rakyat Sumbar, Padang Ekspres,

Medan Bisnis, Analisa, On/Off, Majalah e Squire, Majalah Femina,

www.sastradigital.com, www.angsoduo.net, Majalah Sagang Riau, www.detik.com, dll.

Pernah dipercaya sebagai Pemimpin Redaksi di LPM PILAR FE Unila.

Beberapa karyanya juga termuat dalam antologi Ini Sirkus Senyum...(Bumi Manusia, 2002), Elegi Gerimis Pagi (KSI, 2002), Grafitti Imaji (YMS, 2002), Puisi Tak Pernah Pergi (KOMPAS, 2003), Muli (DKL, 2003), Dari Zefir Sampai Puncak Fujiyama (CWI, Depdiknas, 2004), La Runduma (CWI & Menpora RI, 2005), 5,9 Skala Ritcher (KSI & Bentang Pustaka, 2006), Negeri Cincin Api (Lesbumi NU, 2011), Akulah Musi (PPN V, Palembang 2011), Sauk Seloko (PPN VI, Jambi 2012), Negeri Abal-Abal (Komunitas Radja Ketjil, Jakarta, 2013), Seratus Puisi Qur'an (Parmusi, 2016), Kota, Kata, Kita (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Prov. DKI Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Hari Puisi, 2019).

Bukunya yang telah terbit Rumah Malam di Mata Ibu (kumpulan cerpen, Penerbit Pensil 324 Jakarta, 2012), Sajak yang Tak Selesai (kumpulan puisi, Nulis Buku, 2012), Kitab Kemungkinan (kumpulan cerpen, Nulis Buku, 2012), Silsilah Kata (kumpulan puisi, Penerbit basabasi, 2016).

Beberapa kali memenangkan lomba penulisan artikel, sajak, cerpen, karya ilmiah di antaranya: Radar Lampung (Juara III, 2003), Majalah Sagang-Riau (Juara I, 2003), Juara III Lomba Penulisan cerpen se-SumbagSel yang digelar ROIS FE Unila (2004), nominasi Festival Kreativitas Pemuda yang digelar CWI Jakarta(2004 & 2005), Juara Harapan II Lomba Penulisan Cerpen Santri Kategori Umum yang digelar Kementerian Agama RI (2016), Juara Harapan II Lomba Penulisan Puisi tingkat Nasional yang digelar Dewan Kesenian Indramayu (2016), Juara II Lomba Penulisan Cerita Pendek tingkat nasional yang ditaja Dewan Kesenian Lubuk Linggau (2017), Juara II Krakatau Award Lomba Penulisan Puisi tingkat Nasional yang ditaja Dinas Pariwisata Provinsi Lampung (2017), Puisi Umum Terbaik tingkat nasional yang ditaja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Prov. DKI Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Hari Puisi (2019), Juara II Lomba Cipta Puisi HB Jassin yang ditaja Bengkel Deklamasi Puisi dan Dispursip Prov. DKI Jakarta (2019). Facebook: [email protected] Alex R. Nainggolan

Email: [email protected]