HT PD CVA

25
BAB I PENDAHULUAN Stroke merupakan penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Kira-kira 200 ribu kematian dan 200 ribu orang dengan gejala sisa akibat stroke pada setiap tingkat umur. Stroke klinis merujuk pada perkembangan neurologis defisit yang mendadak. Stroke dapat didahului oleh banyak faktor pencetus dan seringkali yang berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyakit vascular . Berbagai kelainan dan penyakit diantaranya dikenal sebagai faktor risiko stroke menyertai penderita pada saat serangan, salah satunya ialah hipertensi. Sekitar 50 persen penderita stroke iskemik dan 60 persen stroke perdarahan mempunyai latar belakang hipertensi . Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung. Dibandingkan dengan individu normotensive, penderita hipertensi mempunyai risiko penyakit jantung koroner 2 kali lebih besar dan risiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan stroke. Apabila tidak diobati, kurang lebih setengah dari penderita hipertensi akan meninggal akibat stroke dan 10-15% 1

description

HT

Transcript of HT PD CVA

Page 1: HT PD CVA

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Kira-kira

200 ribu kematian dan 200 ribu orang dengan gejala sisa akibat stroke pada setiap tingkat

umur. Stroke klinis merujuk pada perkembangan neurologis defisit yang mendadak. Stroke

dapat didahului oleh banyak faktor pencetus dan seringkali yang berhubungan dengan

penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyakit vascular .

Berbagai kelainan dan penyakit diantaranya dikenal sebagai faktor risiko stroke

menyertai penderita pada saat serangan, salah satunya ialah hipertensi. Sekitar 50 persen

penderita stroke iskemik dan 60 persen stroke perdarahan mempunyai latar belakang

hipertensi .

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri dan

mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh

seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Pasien dengan hipertensi

mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit

arteri perifer, dan gagal jantung.

Dibandingkan dengan individu normotensive, penderita hipertensi mempunyai risiko

penyakit jantung koroner 2 kali lebih besar dan risiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan

stroke. Apabila tidak diobati, kurang lebih setengah dari penderita hipertensi akan meninggal

akibat stroke dan 10-15% akan meninggal akibat gagal ginjal maka kontrol terhadap tekanan

darah merupakan hal yang sangat penting dengan diharapkan akan menurunkan mortalitas

akibat penyakit kardiovaskular dan stroke secara bermakna .

Penanganan tekanan darah adalah salah satu strategi untuk mencegah stroke dan

mengurangi risiko kekambuhan pada stroke iskemik dan perdarahan. Penanganan hipertensi

dapat mengurangi kerusakan disekitar daerah iskemik hingga kondisi klinis pasien stabil .

Penelitian mengenai pengobatan antihipertensi melaporkan bahwa pengurangan tekanan

darah 5-6mmHg menghasilkan pengurangan serangan stroke sebanyak 42% dan penelitian

menunjukkan pengurangan serangan stroke sebanyak 37% pada pasien yang mengalami

stroke iskemik dan diterapi dengan antihipertensi. Maka dari pada itu, dalam makalah ini

akan dibahas tentang hipertensi pada stroke yang merupakan salah satu faktor utama terjadi

nya stroke.

1

Page 2: HT PD CVA

BAB II

PEMBAHASAN

A. HIPERTENSI

Seseorang dikatakan hipertensi bila secara konsisten menunjukkan tekanan

sistolik 140 mmHg atau lebih tinggi, dan tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih tinggi.

Angka tekanan darah orang dewasa dinyatakan normal adalah <120/80 mmHg.

Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar yaitu :

a) Hipertensi Primer (esensial)

Hipertensi esensial atau hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi tanpa

kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi

esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan.

b) Hipertensi Sekunder

Meliputi 5-10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi

endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-lain. Obat-obatan penyebab

hipertensi antara lain kontrasepsi oral, kortikosteroid, siklosporin, eritropoetin,

kokain, dan penyalahgunaan alkohol. Penyebab lainnya berupa penyakit

koarktasioaorta, preeklamsia pada kehamilan dan keracunan timbal akut.

Tabel klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC 7

Klasifikasi Tekanan darah Tekanan Darah Sistolik

(mmHg)

Tekanan Darah

Diastolik (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Prehipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi stadium 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi stadium 2 ≥160 Atau ≥100

Rekomendasi JNC 7 untuk tindak lanjut

Tekanan Darah Awal Tindak lanjut

Normal Cek ulang minimal dalam 2 tahun

Prehipertensi Cek ulang dalam 1 tahun, dengan anjuran perbaiki gaya hidup

Hipertensi stadium 1 Konfirmasi ulang dalam 2 bulan, dengan anjuran perbaiki gaya

hidup

Hipertensi stadium 2 Evaluasi atau rujuk ke spesialis dalam 1 bulan. Jika tekanan

2

Page 3: HT PD CVA

darah lebih inggi eveluasi dan segera terapi.

Perbaiki gaya hidup meliputi:

1. Penurunan berat badan: mengupayakan berat badan normal

2. Pola makan yang tidak memicu hipertensi: mengkonsumsi buah-buahan, sayuran dan

produk susu rendah lemak serta mengurangi konsumsi lemak jenuh

3. Diet rendah garam: mengurangi intake garam <100 mmol/ hari ( 2,4 g Na atau 6 g

NaCl)

4. Aktifitas fisik: sktifitas fisik rutin seperti jalan santai minimal 30 menit/hari.

5. Kurangi konsumsi alkohol

Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah mempunyai

faktor risiko tambahan, tetapi kebanyakan asimptomatik. Gejala-gejala umum yang kadang

dirasakan sebelumnya antara lain sakit kepala (terutama sering pada waktu bangun tidur dan

kemudian menghilang sendiri setelah beberapa jam), kemerahan pada wajah, cepat capek,

lesu, dan impotensi .

Hipertensi seringkali disebut sebagai “silent killer” karena pasien dengan hipertensi

esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik yang utama adalah

meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali control ditentukan untuk

mendiagnosa hipertensi. Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosa dan

mengklasifikasikan sesuai dengan tingkatannya.

B. STROK

Stroke adalah terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah nontraumatik

yang terjadi secara akut pada suatu fokal area di otak, yang berakibat terjadinya keadaan

iskemia dan berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Secara

tipikal, stroke bermanifestasi sebagai munculnya defisit neurologis secara tiba-tiba,

seperti kelemahan gerakan atau kelumpuhan, defisit sensorik, atau bisa juga gangguan

berbahasa.

Secara umum stroke dibagi berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya yaitu:

a) Stroke Hemoragik (perdarahan), stroke hemoragik dibagi menjadi dua bagian yaitu:

3

Page 4: HT PD CVA

1. Perdarahan intraserebral (terjadi di dalam otak atau intraserebral), perdarahan

ini biasanya timbul akibat hipertensi maligna atau sebab lain misalnya tumor

otak yang berdarah, kelainan (malformasi) pembuluh darah otak yang pecah.

2. Perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah masuknya darah ke ruang

subarakhnoid baik dari tempat lain (Perdarahan subarakhnoid sekunder) atau

sumber perdarahan berasal dari rongga subarakhnoid itu sendiri (Perdarahan

subarakhnoid primer).

b) Stroke Iskemik

Gangguan fungsi otak secara tiba-tiba yang disebabkan oleh penurunan aliran

oksigen (akibat penyempitan atau penyumbatan arteri ke otak) yang dapat mematikan

sel-sel saraf. Keadaan iskemik dapat berlanjut menjadi kematian sel-sel otak yang

disebut infark otak (cerebral infarction). Macam atau derajat dari stroke iskemik

berdasarkan perjalanan klinisnya.

(1) Transient Ischemic Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas.

TIA didefinisikan sebagai suatu gangguan akut dan fungsi fokal serebral yang

gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus atau

emboli.Pada TIA ini, gejala yang timbul akan cepat menghilang, berlangsung

hanya dalam beberapa menit saja, tetapi juga dapat sampai sehari penuh.

(2) RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficits)

Gejala neurologis yang ada pada RIND juga akan menghilang, hanya waktu

berlangsungnya lebih lama yaitu lebih dari 24 jam bahkan sampai 24 hari.

(3) Stroke Progesif atau stroke in evolution.

Pada stroke ini, kelainan atau defisit neurologis yang timbul berlangsung

secara bertahap dari yang bersifat ringan menjadi lebih berat. Diagnosis

progressing stroke ditegakkan oleh dokter, karena dokter dapat mengamati

sendiri secara langsung atau berdasarkan keterangan pasien.

(4) Stroke komplet atau Completed Stroke

Pada stroke jenis ini, kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah menetap

tidak berkembang lagi. Kelainan neurologis yang timbul bermacam-macam

tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark.

Gejala yang khas adalah kelumpuhan mendadak sebelah anggota tubuh atau hanya

berkurangnya kekuatan, bicara pelo, hilang penglihatan sebelah dan berkurangnya sensasi di

kulit wajah, lengan atau tungkai. Penderita stroke hemoragik dapat disertai sakit kepala hebat,

kepala seperti berputar, gangguan daya ingat, penurunan kesadaran serta kejang mendadak.

4

Page 5: HT PD CVA

C. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI PADA STROKE

Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling

sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab

utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala

adalah gejala yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan

kognitif atau kejang dan beberapa gejala umum lainnya. Secara umum trombosis

serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia

atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada

beberapa jam atau hari.

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria

besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel

ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen

pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk

pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan

dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang

mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria

karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan

membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka

sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan

melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat

fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di

tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita

trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,

sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit

jantung.  Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya

embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit. tempat yang paling sering

terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.

Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua

penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan

sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya

disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan

/atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan

tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme

5

Page 6: HT PD CVA

pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper

otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah

akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak

di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.

Berikut ini skema terjadinya stroke

6

Page 7: HT PD CVA

D. TERAPI

Tekanan darah pada fase akut diturunkan perlahan-lahan sebab hipertensi tersebut

timbulnya secara reaktif dan sebagian besar akan turun sendiri pada hari ke 3 hingga 7.

Penurunan tekanan darah pada stroke iskemik dapat dipertimbangkan bila tekanan darah

sistolik >220 mmHg atau diastolik >120 mmHg, penurunan tekanan darah sebaiknya sekitar

10-15% dengan monitoring tekanan darah tersebut, sedangkan pada stroke perdarahan boleh

diturunkan apabila tekanan darah sistolik pasien ≥180mmHg dan atau tekanan darah diastolik

>130mmHg.

Penanganan hipertensi pada stroke iskemik akut

i. Pada penderita dengan tekanan darah diastolik > 140 mmHg (atau > 110 mmHg bila

akan dilakukan terapi trombolisis) diperlakukan sebagai penderita hipertensi

emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin, dan lain-lain.

ii. Jika tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan atau tekanan darah diastolic > 120

mmHg, berikan labetalol i.v. selama 1-2 menit. Dosis labetalol dapat diulang atau

digandakan setiap 10-20 menit sampai penurunan tekanan darah yang memuaskan

dapat dicapai atau samppai dosis kumulatif 300 mg yang diberikan melalui teknik

bolus mini. Setelah dosis awal, labetalol dapat diberikan setiap 6-8 jam bila

diperlukan.

iii. Jika tekanan darah sistolik <220 mmHg dan /atau tekanan darah diastolic <120

mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali adanya bukti perdarahan intraserebral,

gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut, edema paru,

diseksi aorta, ensefalopati hipertensi dan sebagainya. Jika peninggian tekanan darah

tersebut menetap pada dua kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan

200-300 mg labetalol 2-3 kali sehari sesuai kebutuhan. Pengobatan alternative yang

memuaskan selain labetalol adalah nifedipin oral 10 mg setiap 6 jam atau 6,25 – 25

mg kaptopril setiap 8 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil atau jika obat tidak

dapat diberikan per oral, maka di berikan labetalol i.v seperti cara di atas atau obat

pilihan lainnya (urgensi).

iv. Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya sampai 20%-25% dari tekanan

darah arterial rerata pada jam pertama, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per

kasus.

v. Berdasarkan penelitian ACCESS study, bahwa pemberian candesartan cilexetil pada

stroke acute terbukti meskipun penurunan level tekanan darah tak berbeda bermakna

7

Page 8: HT PD CVA

dengan placebo, penilaian outcome selama 1 tahun memperlihatkan hasil yang

memuaskan. Kita menunggu penelitian lanjutan skala yang lebih luas dan besar

mengenai peranan Angiotensin Receptor Blocker (ARB) pada stroke akut.

Penanganan hipertensi pada stroke perdarahan intraserebral akut

i. Hilangkan faktor-faktor yang berisiko meningkatkan tekanan darah seperti retensi

urin, nyeri, febris, peningkatan tekanan intracranial, emosional stress dan sebagainya.

ii. Bila tekanan darah sistolik >200 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg atau

tekanan darah arterial rata-rata > 145 mmHg, berikan nikardipin, atau diltiazem.

iii. Bila tekanan sistolik 180-220 mmHg atau tekanan diastolic 105-140 mmHg, atau

tekanan darah arterial rata-rata 140 mmHg:

a) Labetalol 10-20 mg i.v. selama 1-2 menit. Ulangi atau gandakan setiap 10

menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis awal bolus diikuti oleh

labetalol drip 2-8 mg/menit atau;

b) Nikardipin

c) Diltiazem

iv. Pada fase akut tekana darah tak boleh diturunkan lebih dari 20% - 25% dari tekanan

darah arteri rerata dalam 1 jam pertama.

v. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolic < 105 mmHg, tangguhkan

pemberian obat antihipertensi.

vi. Bila terdapat fasiilitas pemantauan tekanan intracranial, tekanan perfusi otak harus

dipertahankan >70 mmHg.

a) Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah harus

dipertahankan dibawah tekanan arterial rata-rata 130 mmHg.

b) Tekanan darah arterial rata-rata lebih dari 110 mmHg harus di cegah segera

pada waktu pasca-operasi dekompresi.

c) Bila tekanan darah arterial sistolik turun < 90 mmHg harus diberikan obat

menaikkan tekanan darah (vasopresor).

Obat parenteral untuk terapi emergensi hipertensi pada stoke akut

Jenis obat parenteral

Obat Dosis Mula kerja Lama kerja Efek samping Keterangan

Labetalol 20-80 mg iv 5-10 menit 3-6 jam Nausea, Terutama untuk

8

Page 9: HT PD CVA

bolus setiap

10 menit

atau 2

mg/menit

infuse

kontinyu

vomitus,

hiperttensi,

blok atau

gagal jantung,

kerusakan

hati,

bronkospasm

e

kegawatdaruratan

hipertensi,

kecuali pada

gagal jantung

akut

Nikardipin 5-15 mg/jam

infus

kontinyu

5-15 menit Sepanjang

infus

berjalan

Takikardi Larut dalam air,

tidak sensitive

terhadap cahaya,

vasodilatasi

perifer dengan

tanpa

menurunkan

aktifitas pompa

jantung

Diltiazem 5-40

ug/kg/menit

5-10 menit 4 jam Blok nodus

A-V, denyut

premature

atrium,

terutama usia

lanjut

Krisis hipertensi

Sifat khusus obat parentera

a. Nikardipin

Sediaan intravena dari preparat Dihydropyridine yang merupakan Calsium Channel

Blocker (CCBs) yang diberikan secara infuse kontinyu. Efek hemodinamik primer

adalah menimbulkan vasodilatasi perifer dengan mempertahankan atau peningkatan

aktifitas pompa jantung. Sediaan larut dalam air dan tidak sensitive tehadap cahaya

sehingga baik untuk penggunaan intravena. Dari beberapa studi telah dibuktikan

bahwa nikardipin dengan pemberian infuse langsung menurunkan tekanan darah

9

Page 10: HT PD CVA

sistemik dan selanjutnya dapat dipertahankan pada level tekanan darah yang

diinginkan.

b. Diltiazem

Diltiazem adalah penyekat saluran kalsium, obat ini sebaiknya diberikan sebagai infus

kontinyu 5 – 40 ug/kg/menit daripada suntikan bolus (10 mg dilarutkan dalam 10 ml

salin di suntikkan dalam waktu 3-5 menit). Penurunan tekanan darah 27,3% dengan

infus kontinyu dan 7,5% dengan suntikan bolus. Kecepatan denyut nadi tidak berubah

dengan infuse kontinyu, sedangkan pada suntikan bolus kecepatan nadi sedikit

berkurang dari 88 sampai 82 per menit. Obat ini tidak boleh diberikan pada blok sino-

atrial, blok AV derajat 2 atau 3 dan wanita hamil. Sediaan injeksi sudah ada di

Indonesia.

c. Labetolol

Labetalol merupakan blocker reseptor alpha-adrenergic dan beta-adrenergic yang

digunakan sebagai antihipertensi. Obat ini bekerja dengan cara memblokir reseptor

adrenergic yang memperlambat kecepatan sinus jantung, menurunkan resistansi

peripheral vascular, dan menurunkan output kardiak.

Indikasi:

Untuk pengobatan hipertensi (tekanan darah tinggi).

Efek Samping:

Efek CNS (kelelahan, depresi, pusing, kebingungan, gangguan tidur); Efek CV (gagal

jantung, sumbatan jantung, kedinginan, impotensi pada laki-laki); Efek berturut-turut

(bronchospasma pada pasien yang rentan & obat-obatan dengan beta1 harus

digunakan secara selektif pada pasien ini); Efek GI (N/V, diare, konstipasi); Efek

metabolik (bisa memproduksi hiper atau hipoglikemia, perubahan dalam serum

kolesterol & trigliserid.

Obat oral untuk terapi urgensi hipertensi pada stroke akut

Obat anti hipertensi tunggal

Jenis obat Cara Mula Lama Dosis Frekuensi Efek samping

10

Page 11: HT PD CVA

pemberian kerja kerja dewasa pemberian

Nifedipin Oral

Bukal

15-20

menit

5-10

menit

3-6 jam

3-6 jam

10 mg

10 mg

6 jam

20-30

menit

Hipotensi, nyeri

kepala,takikardi,

pusing, muka

merah

Kaptopril Oral

Sublingual

15-30

menit

5 menit

4-6 jam

2-3 jam

6,25-25

mg

6,25-25

mg

30 menit

30 menit

Hiperkalemia,

insufisiensi

ginjal, hipotensi

dosis awal

Clonidin Oral 30 menit 8-12 jam 0,1-0,1

mg

12 jam Sedasi

Prazosin Oral 15-30

menit

8 jam 1-2 mg 8 jam Sakit kepala,

fatique,

drowsiness,

weakness

Pencegahan vasospasme pada perdarahan subarachnoid

i. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam i.v. pada hari ke 3 atau secara

oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti

memperbaiki difisit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Kalsium antagonis

lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.

ii. Pengobatan dengan hyperdynamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu

hypervolemic – hypertensive – hemodilution dengan tujuan mempertahankan

“cerebral perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral

akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada

pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.

iii. Fibrinolitik intrasisternal, antioksidan dan anti inflamasi tidak begitu bermakna.

iv. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-

pasien yang gagal dengan terapi konvensional.

v. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sbb:

a) Pencegahan vasospasme:

Nimodipin 60 mg peroral 4 kali sehari

11

Page 12: HT PD CVA

3% NaCl iv 50ml 3 kali sehari

Jaga balans elektrolit

b) Delayed vasospasm:

Stop nimodipin, antihipertensi dan diuretika

Berikan 5% albumin 250 ml intravena

Pasang swan – Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure

12-14 mmHg

Jaga cardiac index sekitar 4L/min/sg.meter

Berikan Dobutamin 2-15 ug/kg/min

Tabel Petunjuk pemilihan obat antihipertensi pada Compelling indication

Compelling

indication

Obat Rekomendasi

Diuretik ß-blocker ACE

inhibitor

ARB CCB Aldostero

n

antagonis

Gagal

jantung

√ √ √ √ √

Infark

miocard

√ √ √

Resiko PJK √ √ √ √

DM √ √ √ √ √

Penyakit

ginjal kronis

√ √

Pencegahan

stroke

kambuhan

√ √

Berikut 5 kelompok obat hipertensi yang lazim digunakan untuk pengobatan yaitu:

a) Diuretik

Mekanisme

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan

volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan

tekanan darah. Selain itu beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga

12

Page 13: HT PD CVA

menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga akibat penurunan natrium di ruang

intertisial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat

influks kalsium.

Manfaat

Diuretik terutama golongan tiazid adalah obat lini pertama untuk kebanyakan pasien

dengan hipertensi. Bila terapi kombinasi diperlukan untuk mengontrol tekanan darah,

diuretik salah satu obat yang direkomendasikan. Berbagai penelitian besar membuktikan

bahwa diuretik terbukti paling efektif dalam menurunkan risiko kardiovaskular.

b) ACE Inhibitor

Mekanisme

ACE inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga

terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin juga

dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek

vasodilatasi ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah,

sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan

retensi kalium. Dalam JNC VII, ACE-Inhibitor diindikasikan untuk hipertensi dengan

penyakit ginjal kronik.

Manfaat

ACE inhibitor dianggap sebagai terapi lini kedua setelah diuretik pada kebanyakan pasien

dengan hipertensi. Studi menunjukkan kejadian gagal jantung dan stroke lebih sedikit

dengan klortalidon dibanding dengan lisinopril. Pada studi dengan lansia, ACE inhibitor

sama efektifnya dengan diuretik dan penyekat beta dan pada studi yang lain ACE inhibitor

menunjukkan lebih efektif. Data menunjukkan berkurangnya risiko stroke yang kedua kali

dengan kombinasi ACE inhibitor dan diuretik tiazid.

c) Angiotensin Reseptor Blocker

Mekanisme

Dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa ini merelaksasi otot polos

sehingga mendorong vasodilatasi, meningkatkan ekskresi garam dan air di ginjal,

menurunkan volume plasma, dan mengurangi hipertrofi sel. Antagonis reseptor

angiotensin II secara teoritis juga mengatasi beberapa kelemahan ACE inhibitor.

Manfaat

Angiotensin Reseptor Blocker sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien

hipertensi dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi

genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah. Pemberian

13

Page 14: HT PD CVA

Angiotensin Reseptor Blocker menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi

denyut jantung. Pemberian jangka panjang tidak mempengaruhi lipid dan glukosa darah.

d) Calcium Channel Blocker

Mekanisme

Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot pembuluh darah dan

miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol,

sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti oleh

refleks takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan dihidropiridin

kerja pendek (nifedipin). Sedangkan diltiazem dan verapamil tidak menimbulkan

takikardia karena efek kronotopik negatif langsung pada jantung.

Manfaat

Calcium Channel Blocker bukanlah agen lini pertama tetapi merupakan obat antihipertensi

yang efektif, terutama pada ras kulit hitam. Calcium Channel Blocker mempunyai indikasi

khusus untuk yang beresiko tinggi penyakit koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat

tambahan atau pengganti. Penelitian menemukan diltiazem ekuivalen dengan diuretik dan

penyekat beta dalam menurunkan kejadian kardiovaskular.

e) Penyekat Reseptor Beta Adrenergic (Beta Blocker)

Mekanisme

Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian beta bloker dapat

dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain penurunan frekuensi denyut jantung

dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung, hambatan sekresi renin di

sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II, dan efek

sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas

baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis

prostasiklin.

Manfaat

Penyekat beta telah digunakan pada banyak studi besar untuk hipertensi. Ada perbedaan

farmakokinetik dan farmakodinamik diantara penyekat beta yang ada, tetapi menurunkan

tekanan darah hampir sama. Manfaat beta blocker pada stroke dari beberapa penelitian

menunjukkan bahwa efektivitasnya paling rendah dibanding anti hipertensi yang lain.

BAB III

14

Page 15: HT PD CVA

PENUTUP

KESIMPULAN

Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat

mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh

darah otak pecah maka timbullah perdarahan otakl dan apabila pembuluh darah otak

menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami

kematian. Obat antihipertensi tidak diberikan untuk menormalkan tekanan darah, tetapi hanya

mengurangi tekanan darah sampai batas tertentu sesuai protocol pengobatan.

Terapi dengan obat antihipertensi diberikan pada stroke hemoragik bila tekanan darah

sistolik ≥180mmHg dan diastolik ≥110 mmHg. Pada stroke non hemoragik diberikan obat

antihipertensi bila tekanan darah sistolik ≥220 mmHg dan diastolik ≥120 mmHg. Target

penurunan tekanan darah adalah 10% - 20% dari tekanan darah awal.

Ada 5 golongan obat antihipertensi yang dapat digunakan untuk penurunan tekanan

darah pada stroke, diantaranya diuretic, ACE inhibitor, angiotensin reseptor blocker, calcium

channel blocker, dan Beta blocker. Pemilihan obat pada penanganan stroke akut baik stroke

perdarahan maupun stroke iskemik, obat yang biasanya menjadi pilihan adalah golongan Beta

Blocker (Labetalol), dan Golongan Calcium Channel Blocker (Nikardipin dan DIltiazem).

Golongan Calcium Channel Blocker juga mempunyai sifat anti vasospasme jadi merupakan

pilihan terapi pada stroke karena perdarahan subarackhnoid. Pada stroke akut sebaiknya

digunakan obat parenteral sehingga pemberiannya dapat di kontrol dan diatur sesuai dengan

keadaan tekanan darah pasien

15

Page 16: HT PD CVA

DAFTAR PUSTAKA

1. E-Medicine Speciality, Emergency Medicine, Neurology. 2010. Stroke, Ischemic.

2. Shiber JR, Fontane E, Adewale A. Stroke registry: hemorrhagic vs ischemic

strokes. Am J Emerg Med. Mar 2010.

3. Aliah, Amirudin; Kuswara,F.F; Limoa, R.Arifin; Wuysang,Gerrad, Gambaran Umum

tentang Gangguan Peredaran Darah Otak, Kapita Selekta Neurologi, edisi II, Gajah

Mada University Press, cetakan kelima, Agustus 2005.

4. American Heart Association. Stroke Risk Factors. September 2,2010.

5. Harold P Adam et al. Guideline for the Early Management of Patients with Ischemic

Stroke. Stroke 2003;34:1056.

6. Powers W. Acute Hypertension After Stroke: The Scientific Bases for The Treatment

Decisions. Neurology 1995; 3: 3-5.

7. Wallin JD, Fletcher E, Ram CVS, et al. Intravenous Nicardipine for the Treatment of

Severe Hypertension. Arc Intern Med 1989; 149: 2662-9

8. Nicardipin. Diunduh dari www.detikhealth.com. Disunting Februari 2015.

9. Diltiazem. Diunduh dari www.detikhealth.com. Disunting Februari 2015.

10. Labetolol. Diunduh dari www.detikhealth.com. Disunting Februari 2015.

16