II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kunir Putih Jenis Mangga ( Val.)eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2939/4/BAB...
-
Upload
truongcong -
Category
Documents
-
view
226 -
download
0
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kunir Putih Jenis Mangga ( Val.)eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2939/4/BAB...
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kunir Putih Jenis Mangga (Curcuma mangga Val.)
Kunir putih jenis mangga dengan nama latin Curcuma mangga Val.
merupakan tanaman yang berasal dari wilayah Indo-Malaya dan secara luas
didistribusikan ke daerah tropis, yaitu Asia, Afrika dan Australia. Tanaman ini
tumbuh hingga mencapai tinggi 1-2 m, memiliki daun panjang 5 sampai 6 pasang
dalam satu tanaman, dan rimpangnya memiliki panjang 5-10 cm dengan diameter
2-5 cm (Anonim, 2015 dalam Pujimulyani, 2016). Orang Jawa mengenalnya
sebagai kunir putih, temu bayangan, temu putih, atau temu poh. Orang Sunda
menyebutnya koneng joho, koneng lalap, atau koneng pare, sedangkan orang
Madura menyebutnya temu pao (Muhlisah, 2003). Adapun klasifikasi tanaman
kunir putih adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberates
Familia : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma mangga Val.
Tanaman ini merupakan tanaman semak berumur tahunan. Umbi yang
dihasilkan adalah umbi batang. Rimpang kunir putih berbentuk bulat, renyah dan
mudah dipatahkan, kulitnya dipenuhi semacam akar serabut yang halus.
Percabangan rimpangnya banyak dan rimpang utamanya keras. Rimpang yang
5
dibelah tampak daging buah yang berwarna kekuning-kuningan di bagian tengah.
Rimpang kunir putih berbau dan berasa seperti buah mangga yang sudah matang.
Komposisi kimia kunir putih dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia kunir putih dalam 100 g
Komponen Kadar
Energi (kal) 349,00
Air (g) 13,10
Protein (g) 6,30
Lemak (g) 5,10
Total Karbohidrat (g) 69,40
Serat Kasar (g) 2,60
Abu (g) 1,30
Kalsium (mg) 0,15
Fosfor (mg) 0,28
Natrium (mg) 0,15
Kalium (mg) 3,30
Besi (mg) 18,60
Tiamin (mg) 0,03
Riblovlavin (mg) 0,05
Sumber : Lukman, 1984 dalam Pujimulyani, 2016
Kunir putih mengandung antioksidan berupa kurkuminoid sebanyak 132
ppm (Pujimulyani, 2003). Antioksidan merupakan senyawa-senyawa yang dapat
menghambat, menunda, atau mencegah terjadinya oksidasi lemak atau senyawa-
senyawa lain yang mudah teroksidasi (Santoso, 2016). Antioksidan banyak
digunakan dalam produk pangan yang mengandung minyak atau lemak untuk
menghambat terjadinya reaksi oksidasi minyak atau lemak tidak jenuh
(Pujimulyani, 2003).
Rimpang kunir putih dapat dimanfaatkan sebagai lalapan yang dapat
dimakan bersama nasi dan dapat diolah menjadi makanan maupun minuman
fungsional. Selain sebagai makanan maupun minuman kunir putih juga
dimanfaatkan sebagai obat tradisional seperti obat sakit perut, penguat lambung,
6
penurun panas badan dan mengobati penyakit kulit seperti bintik-bintik merah
karena gatal. Tanaman ini juga dapat digunakan untuk mengobati luka memar dan
keseleo (Darwis dkk, 1991).
Kunir putih (Curcuma mangga Val.) mengandung minyak atsiri, tannin,
guls dan dammar (Fauziah, 1999). Kandungan kunir putih (Curcuma mangga
Val.) yang juga sangat penting adalah pigmen kurkuminoid yang berwarna
oranye. Pigmen ini merupakan campuran dari tiga komponen analog yaitu
kurkumin, demotiksi kurkumin dan bisdemotoksi kurkumin (Tonnesen, 1986).
Adapun komposisi kimia kunir putih dan bubuk kunir putih dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia kunir putih dan bubuk kunir putih dalam 100 g
Komponen Kunir putih Bubuk kunir putih
Energi (kal)
Air (g)
Protein
Lemak (g)
Total karbohidrat (g)
Serat kasar (g)
Abu (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Natrium (mg)
Kalium (mg)
Besi (mg)
Tiamin (mg)
Riboflavin (mg)
349,00
13,10
6,30
5,10
69,40
2,60
-
0,15
0,28
0,03
3,30
18,60
0,03
0,05
390
5,80
8,60
8,90
69,90
6,90
6,80
0,20
0,26
0,01
2,50
47,50
0,09
0,19
Sumber : Lukman, 1984 dalam Pujimulyani, 2010
7
B. Antioksidan
Antioksidan merupakan suatu zat yang mampu menetralisir atau meredam
dampak negatif dari adanya radikal bebas. Radikal bebas sendiri merupakan suatu
molekul yang mempunyai kumpulan elektron yang tidak berpasangan pada suatu
lingkaran luarnya. Manfaat dari antioksidan untuk menangkal radikal bebas ini
yang menjadikan antioksidan sangat banyak diteliti oleh para peneliti. Berbagai
hasil penelitian, antioksidan dilaporkan dapat memperlambat proses yang dapat
diakibatkan oleh radikal bebas seperti adanya tokoferol, askorbat, flavonoid, dan
adanya likopen (Andriani, 2007).
Radikal bebas adalah senyawa oksigen yang reaktif dan memiliki elektron
yang tidak berpasangan. Jika tubuh memiliki kadar radikal bebas yang tinggi
memicu munculnya berbagai macam penyakit degeneratif. Adanya antioksidan
yang dapat membantu melindungi tubuh dari radikal bebas dan dapat mengurangi
atau meredam dampak negatif dari radikal bebas tersebut, antioksidan menjadi
suatu komponen yang sangat penting. Antioksidan sendiri merupakan suatu
molekul yang sangat reaktif yang dapat menghambat adanya reaksi oksidasi pada
tubuh dengan mengikat radikal bebas. Daya tangkap radikal bebas dinyatakan
dalam % RSA (Radical Scavenging Activity) (Winarsi, 2007).
Terdapat banyak bahan pangan yang dapat dijadikan sumber antioksidan
yang alami misalnya yaitu rempah-rempah, teh, coklat, dedaunan, biji-biji
serealia, sayuran, sumber bahan pangan yang kaya akan enzim dan protein.
Tumbuhan pada umumya merupakan sumber senyawa antioksidan alami yang
berupa senyawa fenolik yang terletak pada hampir seluruh bagian tumbuhan
8
yaitu pada kayu, biji, daun, buah, akar, bunga ataupun serbuk sari (Sarastani,
dkk., 2002). Suatu tanaman dapat memiliki aktivitas antioksidan apabila
mengandung senyawa yang dapat menangkal radikal bebas seperti fenol
(Widyastuti, 2010).
Antioksidan mengandung senyawa fenolik atau polifenolik yang merupakan
golongan flavonoid. Senyawa flavonoid sebagai antioksidan pada masa sekarang
ini sangat banyak diteliti, karena senyawa flavonoid yang terdapat pada
antioksidan memiliki kemampuan untuk merubah atau mereduksi resiko yang
dapat ditimbulkan oleh radikal bebas dan juga dapat dimanfaatkan sebagai anti-
radikal bebas (Munisa, dkk., 2012).
Di dalam tubuh, antioksidan memperkecil kerusakan oksidatif sel-sel hidup
(Pujimulyani, 2010). Antioksidan yang dihasilkan tubuh manusia tidak cukup
untuk melawan radikal bebas, sehingga tubuh memerlukan asupan antioksidan
dari luar (Darlimartha dan Soedibyo, 1999).
Berdasarkan mekanismenya dalam menghambat oksidasi antioksidan
dibedakan menjadi dua, yaitu antioksidan primer dan sekunder. Antioksidan
primer dapat bereaksi dengan radikal lipid dengan membentuk produk yang lebih
stabil. Antioksidan primer berperan sebagai pemutus rantai atau donor hidrogen.
Antioksidan primer meliputi senyawa fenolik dan senyawa-senyawa alami
flavonoid. Antioksidan sekunder bekerja dengan cara menurunkan kecepatan
tahap inisiasi dengan berbagai mekanisme, yaitu mengikat ion logam, mengikat
oksigen, mengubah hidroperoksida menjadi bentuk non radikal, menyerap radiasi
sinar UV atau inaktivasi oksigen. Antioksidan sekunder meliputi vitamin C (Asam
9
askorbat), askorbil palmitat, asam eritrobat, dan natrium eritrobat yang dapat
menstabilkan lemak (Hudson, 1990).
Jenis antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan sintesis dan antioksidan
alami. Antioksidan sintesis yaitu butil hidroksilanisol (BHA), butil hidroksi toulen
(BHT), propigallat, dan etoksiquin (Cahyadi, 2006). Sedangkan antioksidan alami
terdapat pada tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan (Winarsi, 2007).
Senyawa fenolik/polifenol merupakan sekelompok metabolit sekunder yang
mempunyai cincin aromatik yang terikat dengan satu atau lebih substituen gugus
hidroksi (OH) yang berasal dari jalur metabolisme asam sikimat dan fenil
propanoid.
Termasuk dalam kelompok senyawa fenolik/polifenol adalah fenol
sederhana, asam fenolat, kumarin, tannin, dan flavonoid. Dalam tanaman,
senyawa-senyawa ini biasanya berada dalam bentuk glikosida atau esternya
(Proestos et al., 2006).
Senyawa-senyawa fenolik umumnya ditemukan pada tanaman, baik yang
dapat dimakan ataupun yang tidak dapat dimakan, dan dilaporkan mempunyai
sejumlah aktivitas biologis termasuk antioksidan (Kahkonen et al.,1999).
Senyawa fenolik dapat mencegah berbagai penyakit degeneratif (Joshipura et al.,
2001).
Senyawa fenolik mampu melindungi tanaman terhadap radiasi ultraviolet,
patogen, dan herbivora (Akowuah et al., 2004). Ekstrak buah, sayuran dan bahan-
bahan lain yang kaya senyawa fenolik menarik bagi kalangan industri makanan
karena ekstrak ini mampu menunda kerusakan oksidatif senyawa-senyawa lemak,
10
dan karenanya mampu meningkatkan nilai nutrisi suatu makanan (Kahkonen et
al., 1999).
Adanya ketertarikan pada senyawa fenolik sebagai antioksidan dikarenakan
sifat antioksidannya yang kuat dan toksisitasnya yang rendah dibanding dengan
senyawa antioksidan fenolik sintesis seperti BHA dan BHT (Cailet et al., 2006).
Contoh senyawa fenolik pada kunir putih adalah Asam Galat,
epigalokatekingalat, kurkumin (struktur disajikan pada Gambar 1).
Gambar 1. Struktur kurkumin, asam galat ( Paul et al., 1960), EGCG
(Anonim, 2015)
11
C. Antioksidan Kunir Putih
Penelitian terdahulu terhadap kandungan kunir putih melaporkan bahwa kunir
putih mengandung kurkumanoid (Sudewo, 2004) sebesar 132 ppm (Pujimulyani,
2003), tanin (Pujimulyani dan Sutardi, 2003) yang terbukti dapat menurunkan laju
oksidasi lemak. Kurkumanoid merupakan pigmen penting yang terdapat pada
beberapa tanaman famili Zingeberaceae. Kurkumin berbentuk serbuk kristalin,
rasa sedikit pahit dengan aroma khas dan memilki pigmen oranye. Pigmen ini
merupakan campuran dari 3 komponen analog yaitu, kurkumin, demetoksi
kurkumin dan bisdemetoksi kurkumin (Tonnesen, 1985).
Rimpang dan daun mengandung saponin dan flavonoid, disamping itu daunnya
mengandung polifenol (Hutapea, 1993). Penelitian Pujimulyani (2010), mengenai
aktivitas antioksidan kunir putih blanching terjadi peningkatan kadar fenol total,
flavonoid, tannin terkondensasi, katekin, epigalokatekingalat, dan munculnya
aglikon kuersetin yang semula tidak terdeteksi. Pada kunir putih diketahui
mengandung minyak atsiri yang terdiri atas curdione dan curcumol yang
berkhasiat sebagai antioksidan yang mencegah kerusakan gen penyebab
timbulnya kanker serta dapat meningkatkan sel darah merah. Struktur dasar tanin
terkondensasi dapat dilihat pada Gambar 2.
12
Gambar 2. Struktur dasar tanin terkondensasi (Hagerman et al., 1992)
Menurut hasil penelitian American Institue Cancer Report (New York Time,
1999) pusat penelitian Obat Tradisional (PPOT) Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Curcuma mangga Val. mengandung Ribosome Inactivating Protein
(RIP) yang salah satu aktivitasnya menonaktifkan perkembangan sel kanker
(Suharmiati dkk., 2002). Pujimulyani dan Wazyka (2005) melakukan penelitian
mengenai potensi kunir putih sebagai sumber antioksidan alami untuk
pengembangan produk makanan fungsional, seperti sirup kunir putih, bubuk
instan tablet effervescent. Pengujian aktivitas antioksidan pada produk olahan
tersebut dilakukan metode DPPH, metode FTC dan TBA. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan aktivitas antioksidan. Reaksi penangkapan radikal bebas DPPH oleh
asam askorbat dan tanin dapat dilihat berturut – turut pada Gambar 3. dan 4.
13
Gambar 3. Reaksi DPPH dengan asam askorbat (Prakash et al., 2001)
Gambar 4. Dugaan reaksi tanin dengan DPPH
Gambar diilustrasikan dari reaksi DPPH dengan asam askorbat (Mabruroh,
2015)
D. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan atau pemisahan komponen zat aktif suatu
simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi bertujuan untuk
mendapatkan komponen-komponen bioaktif suatu bahan (Harborne, 1987). Ada
beberapa metode sederhana yang dapat dilakukan untuk mengambil komponen
berkhasiat ini, diantaranya dengan melakukan perendaman, mengaliri simplisia
14
dengan pelarut tertentu ataupun yang lebih umum dengan melakukan perebusan
dengan tidak melakukan proses pendidihan (Makhmud, 2001).
Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan lebih
mudah tarut dalam pelarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif dimulai ketika
pelarut organik menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga set yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel,
maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini akan berulang
terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar
sel (Tobo, 2001).
Ekstraksi dengan pelarut didasarkan pada sifat kepolaran zat dalam pelarut
saat ekstraksi. Senyawa polar hanya akan larut pada pelarut polar, seperti etanol,
metanol, butanol dan air. Sedangkan senyawa non-polar hanya akan larut pada
pelarut non-polar, seperti eter, kloroform dan n-heksana (Gritter et al., 1991).
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat
kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang penting
adalah sifat kepolaran, dapat dilihat dari gugus polar senyawa tersebut yaitu gugus
OH, COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar, dan senyawa
non polar akan lebih mudah larut dalam pelarut non polar. Derajat kepolaran
tergantung kepada ketetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin
polar pelarut tersebut (Anonim, 1992). Syarat-syarat pelarut adalah sebagai
berikut :
15
1. Kapasitas besar
2. Selektif
3. Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup rendah)
Cara memperoleh penguapannya adalah dengan cara penguapan diatas
penangas air dengan wadah lebar pada temperature 60oC, destilasi, dan
penyulingan vakum.
4. Harus dapat diregenerasi
5. Relative tidak mahal
6. Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam keadaan
uap
7. Viskositas cukup rendah
Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan yang
mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh dengan cara
maserasi. sedangkan kulit dan akar sebaiknya diperkolasi. untuk bahan yang tahan
panas sebaiknya diekstrasi dengan cara refluks sedangkan simplisia yang mudah
rusak karena pemanasan dapat diekstrasi dengan metode soxhlet (Agoes, 2007).
Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi (Agoes, 2007):
1. Bentuk/tekstur bahan yang digunakan
2. Kandungan air dari bahan yang diekstrasi
3. Jenis senyawa yang akan diekstraksi
4. Sifat senyawa yang akan diekstraksi
Proses ektraksi secara dingin pada prinsipnya tidak memerlukan pemanasan.
Hal ini diperuntukkan untuk bahan alam yang mengandung komponen kimia yang
16
tidak tahan pemanasan dan bahan alam yang mempunyai tekstur yang lunak.
Yang termasuk ekstraksi secara dingin adalah :
1. Metode Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa
hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode ini digunakan
untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut
dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti
benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada sampel yang
berupa daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk
melarutkan lemak/lipid (Anonim, 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Selain itu, kerusakan
pada komponen kimia sangat minimal. Adapun kerugian cara maserasi ini adalah
pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Anonim, 1986).
2. Metode Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan
penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi
molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam
klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah
melewati pipa sifon. Proses ini berlangsung hingga penyarian zat aktif sempurna
yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa sifon atau jika
17
diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis tidak memberikan noda lagi.
(Anonim, 1986).
Adapun keuntungan dari proses soxhletasi ini adalah cara ini lebih
menguntungkan karena uap panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi melalui
pipa samping. Kerugiannya adalah jumlah ekstrak yang diperoleh lebih sedikit
dibandingkan dengan metode maserasi (Anonim, 1986).
3. Metode Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk
simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan perkolasi adalah serbuk
simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,
cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui
sampel dalam keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya
beratnya sendiri dan tekanan penyari dari cairan di atasnya, dikurangi dengan
daya kapiler yang cenderung untuk menahan gerakan ke bawah (Anonim, 1986).
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan,
daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya
geseran (friksi) (Anonim, 1986).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang
digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif
yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah
dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Anonim, 1986).
18
Ekstraksi secara panas dilakukan untuk mengekstraksi komponen kimia
yang tahan terhadap pemanasan seperti glikosida, saponin dan minyak-minyak
menguap yang mempunyai titik didih yang tinggi, selain itu pemanasan juga
diperuntukkan untuk membuka pori-pori sel simplisia sehingga pelarut organik
mudah masuk ke dalam sel untuk melarutkan komponen kimia. Metode ekstraksi
yang termasuk cara panas yaitu (Tobo, 2001).
1. Metode Refluks
Metode refluks adalah termasuk metode berkesinambungan dimana cairan
penyari secara kontinyu menyari komponen kimia dalam simplisia cairan penyari
dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan oleh pendingin
balik, sehingga mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh
kembali ke labu alas bulat sambil menyari simplisia. Proses ini berlangsung secara
berkesinambungan dan biasanya dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam (Anonim,
1986).
Simplisia yang biasa diekstraksi adalah simplisia yang mempunyai komponen
kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur yang keras seperti
akar, batang, buah, biji dan herba (Anonim, 1986).
2. Metode Destilasi Uap Air
Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang
mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang
mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal, misalnya pada penyarian
minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman Sereh (Cymbopogon nardus). Pada
metode ini uap air digunakan untuk menyari simplisia dengan adanya pemanasan
19
kecil uap air tersebut menguap kembali bersama minyak menguap dan
dikondensasikan oleh kondensor sehingga terbentuk molekul-molekul air yang
menetes ke dalam corong pisah penampung yang telah diisi air. Penyulingan
dilakukan hingga sempurna (Anonim, 1986).
Prinsip fisik destilasi uap yaitu jika dua cairan tidak bercampur digabungkan,
tiap cairan bertindak seolah – olah pelarut itu hanya sendiri, dan menggunakan
tekanan uap. Tekanan uap total dari campuran yang mendidih sama dengan
jumlah tekanan uap parsial, yaitu tekanan yang digunakan oleh komponen
tunggal, karena pendidihan yang dimaksud yaitu tekanan uap total sama dengan
tekanan atmosfer, titik didih dicapai pada temperatur yang lebih rendah daripada
jika tiap – tiap cairan berada dalam keadaan murni (Anonim, 1986).
Keuntungan dari destilasi uap ini adalah titik didih dicapai pada temperatur
yang lebih rendah daripada jika tiap–tiap cairan berada dalam keadaan murni.
Selain itu, kerusakan zat aktif pada destilasi langsung dapat diatasi pada destilasi
uap ini. Kerugiannya adalah diperlukannya alat yang lebih kompleks dan
pengetahuan yang lebih banyak sebelum melakukan destilasi uap ini (Anonim,
1986).
E. Filler
Bahan pengisi atau filler merupakan bahan tambahan pada proses
pengolahan pangan. Menurut Gennaro (1995) bahan pengisi adalah zat inert yang
ditambahkan pada tablet agar diperoleh bobot tablet yang rasional saat dicetak.
Bahan pengisi berfungsi mempercepat proses pengeringan, memperbaiki atau
menstabilkan emulsi, meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan,
20
menambah berat produk, dan dapat menekan biaya produksi (Warsiki, 1995 dalam
Wiyono, 2007). Bahan pengisi ditambahan jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit
dikempa. Penambahan bahan pengisi ke dalam ekstrak kental perlu dilakukan
untuk menjaga agar komponen aktif di dalam ekstrak tidak mengalami kerusakan
ketika dilakukan pengeringan ekstrak pada suhu tinggi. Selain itu penambahan
bahan pengisi juga dapat mempercepat proses pengeringan (Sembiring dan Rizal,
2011). Beberapa bahan pengisi yang sering digunakan yakni sukrosa, laktosa,
amilum, kaolin kalsium karbonat, dekstrosa, manitol, selulosa, sorbitol dan lain-
lain (Banker dan Anderson, 1986). Beberapa kriteria yang harus dipenuhi bahan
pengisi yakni (1) ketersediannya cukup banyak (2) tidak beracun (3) harga murah
(4) bersifat netral atau inert secara fisiologis dan (5) stabil secara fisik dan kimia.
F. Komponen Kimia Kunir Putih
1. Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Bahkan dalam bahan makanan yang
kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian terkandung air
dalam jumlah tertentu. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 2007).
21
Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah
dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakan dalam udara terbuka kadar
airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara di sekitarnya.
Kadar air bahan ini disebut dengan kadar air seimbang. Setiap kelembaban
relatif tertentu dapat menghasilkan kadar air tertentu pula. Penetapan kadar air
dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya.
Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan
dalam oven dengan suhu 110oC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang
konstan (Winarno, 2004). Kadar air kunir putih menurut Fajarwati (2014) adalah
sekitar 6,62% - 7,99%.
2. Kadar Lemak
Lipid (dari kata Yunani Lipos. Lemak) merupakan penyusun tumbuhan atau
hewan yang dicirikan oleh sifat kelarutannya. Terutama lipid tidak bisa larut
dalam air, tetapi larut dalam larutan non polar seperti eter (Hart, 2003).
Lemak merupakan sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri atas
unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen meliputi asam lemak, malam, sterol,
vitamin-vitamin yang larut di dalam lemak (contohnya A, D, E, dan K),
monogliserida, digliserida, fosfolipid, glikolipid, terpenoid (termasuk di
dalamnya getah dan steroid) dan lain-lain. Lemak secara khusus menjadi sebutan
bagi minyak hewani pada suhu ruang, lepas dari wujudnya yang padat maupun
cair, yang terdapat pada jaringan tubuh yang disebut adiposa (Poedjiadi, 2006).
Kadar lemak kunir putih menurut Fajarwati (2014) adalah 4,90% - 7,40%.
22
3. Kadar Abu
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga
dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan
total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses
pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah
disebut sebagai kadar abu. Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk
berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu
pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu
parameter nilai gizi suatu bahan makanan (Astuti, 2011).
Menurut Fajarwati (2014) kadar abu kunir putih adalah kisaran 1,88% - 3,83%.
Kandungan abu dari suatu bahan pangan menunjukkan kadar mineral dalam bahan
tersebut. Ada dua macam garam mineral yang terdapat dalam bahan menurut
Winarno (1997) yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik seperti
garam asam malat, oksalat, asetat, dan pektat. Garam anorganik diantaranya yaitu
garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat. Selain kedua garam tersebut,
kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang kompleks yang bersifat
organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya sangat
sulit. Menurut Winarno (1991), kadar abu yang terukur merupakan bahan-bahan
anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan
organik terbakar.
23
4. Kadar Protein
Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling
utama”) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu
sama lain dengan ikatan peptida. Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu
atau lebih gugus karboksil [-COOH] dan satu atau lebih gugus amino [-NH2] yang
salah satunya terletak pada atom C tepat di sebelah gugus karboksil. Asam-asam
amino yang berbeda-beda berikatan melalui ikatan peptida, yaitu ikatan di antara
gugus karboksil satu asam amino dengan gugus amino dari asam amino di
sampingnya (Winarno, 1992). Kadar protein kunir putih menurut Fajarwati (2014)
adalah 7,74% - 9,28%.
Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga yang tidak dimiliki oleh lemak
dan karbohidrat. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel
makhluk hidup dan virus. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat
penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh
serta sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1992).
5. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat digunakan dalam kimia untuk senyawa dengan formula
Cm(H2O)n, tetapi kini rumus molekul itu tidak secara kaku digunakan untuk
mendefinisikan karbohidrat (Kennedy and White, 1988). Pail dan Southgate
(1978) menggunakan definisi karbohidrat sebagai senyawa yang telah tersusun
24
oleh polihidroksi aldehid, keton, alkohol, asam dan turunan sederhananya serta
polimernya yang memiliki ikatan polimer tipe asetal.
Menurut strukturnya karbohidrat dapat dibagi menjadi kelompok sakarida
yaitu monosakarida, olisakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah gula
sederhana yang tidak dapat dipecah lagi menjadi molekul yang lebih kecil dan
monosakarida inilah yang menjadi unit penyusun dari oligosakarida dan
polisakarida. Oligosakarida dan polisakarida tersusun dari monosakarida yang
dihubungkan dengan ikatan glikosidik. Menurut Fajarwati (2014) kadar
karbohidrat kunir putih adalah kisaran 77,75%-84,45%.
G. Hipotesis
Variasi konsentrasi bubuk kunir putih sebagai filler diduga berpengaruh
terhadap sifat antioksidatif bubuk ekstrak kunir putih.