Ilmu Ukur Tanah III Ugik
-
Upload
nanang-s-laksono -
Category
Documents
-
view
172 -
download
0
Transcript of Ilmu Ukur Tanah III Ugik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ilmu Ukur Tanah adalah ilmu yang mempelajari tentang cara-cara pekerjaan
pengukuran diatas tanah yang diperlukan untuk menyatakan kedudukan atau situasi
diatas permukaan bumi. Ilmu ukur tanah adalah bagian dari Ilmi Geodesi, Ilmu
Geodesi menurut Sutomo Wongsotjirto 1977 mempunyai dua maksud yaitu :
Maksud Ilmiah : Ilmu yang mempelajari bentuk dan besar bulatan bumi.
Maksud Praktis : Ilmu yang mempelajari penggambaran dari sebagian
besar dan sebagian kecil permukaan bumi yang dinamakan Peta.
Pada pekerjaan-pekerjaan Geodesi secara teknis di mulai dari pengukuran
tanah, dimana dalam pengukuran tanah diperlukan ketelitian untuk mendapatkan hasil
pengukuran yang sesuai dengan keadaan dilapangan.
Dalam pengukuran di lapangan selalu diperoleh kesalahan-kesalahan yang
disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu : alat, manusia, alam. Oleh karena itu dalam
pengukuran harus terukur seteliti mungkin.
1.2. Maksud dan Tujuan
1.2.1. Maksud Praktikum
Maksud dilaksanakan praktikum ilmu ukur tanah III adalah :
1. Untuk mendapatkan bayangan yang sebenarnya di lapangan. Keadaan yang
dimaksud adalah semua pekerjaan-pekerjaan praktis dalam kaitannya
dengan hasil yang diinginkan, persiapan menjelang pengukuran (orientasi
lapangan) dan pengolahan data, serta penggambaran permukaan bumi
berdasarkan dari data yang didapat di lapangan.
2. Menambah wawasan kepada praktikan mengenai jenis pekerjaan dan segala
permasalahan yang terdapat dalam praktikum.
3. Untuk mempratekkan materi-materi perkuliahan ilmu ukur tanah III.
1.2.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dilaksanakan praktikum ilmu ukur tanah III adalah :
1. Dapat mengoperasikan alat-alat ukur tanah dengan baik.
2. Dapat mengolah data dari pengukuran lapangan.
3. Dapat mengaplikasikan teori-teori yang telah didapatkan dalam perkuliahan.
4. Untuk menambah pengalaman pekerjaan-pekerjaan pengukuran di lapangan.
5. Dapat melakukan pengukuran poligon, detail, azimuth matahari, dll.
1.3. Volume Pekerjaan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama praktikum meliputi :
1.3.1 Orientasi lapangan.
1.3.2 Pengukuran poligon.
1.3.3 Pengukuran waterpass memanjang
1.3.4 Pengukuran Jarak
1.3.5 Pengamatan azimuth matahari.
1.3.6 Pengukuran situasi / titik detail.
1.3.7 Pengolahan data dan penggambaran.
1.4. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan praktikum ini
adalah :
1.4.1 Studi literature, penulisan laporan ini berpedoman pada teori-teori yang
diberikan dalam perkuliahan dan dari buku-buku yang berkaitan dengan Ilmu
Ukur Tanah..
1.4.2 Studi lapangan, penyusunan laporan didasarkan pada data-data yang diperoleh
dilapangan saat pelaksanan praktikum pada tanggal 7 April 2003 – 8 April
2003, di daerah Perumahan Pondok Alam Malang
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Peta Topografi
Peta topografi adalah suatu peta yang memperlihatkan unsur – unsur alam dan
buatan manusia diatas permukaan bumi dengan skala tertentu melalui proyeksi
tertentu. Peta topografi bersifat umum, sebab penyajian merupakan semua unsur
yang ada di permukaan bumi, sehingga peta topografi dapat digunakan sebagai peta
dasar untuk pembuatan peta – peta lain.
Peta ini juga digunakan sebagai sarana perencanaan umum untuk suatu
pekerjaan perencanaan pengembangan wilayah yang cakupannya sangat luas.
2.2. Kerangka Kontrol Peta (KKP)
Kerangka kontrol peta merupakan gambaran dari keseluruhan atau sebagian
kecil dari permukaan bumi diatas bidang datar dalam sistem proyeksi tertentu dan
skala tertentu. Dalam pengukuran kerangka kontrol peta dibagi menjadi dua
pengukuran yaitu :
1. Pengukuran Kerangka Kontrol Horisontal (KKH), dalam menentukan kerangka
kontrol horisontal ada beberapa metode yang digunakan, yaitu :
Poligon (rangkaian titik-titik yang membentuk segi banyak)
Triangulasi (rangkaian segitiga untuk KKH dengan diketahui sudutnya)
Trilaterasi (rangkaian segitiga untuk KKH dengan diketahui jaraknya)
2. Pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal (KKV), dalam melakukan pengukuran
posisi vertikal dikenal beberapa macam metode pengukuran antara lain :
Barometris (pengukuran dengan menggunakan perbedaan tekanan udara)
Tachymetris (pengukuran dengan perhitungan trigonometri)
Sipat datar (pengukuran dengan waterpass untuk mengetahui beda tinggi
masing-masing titik)
Dari beberapa metode di atas, yang paling banyak digunakan dalam penentuan
kerangka kontrol horisontal adalah metode poligon. Sedangkan yang paling banyak
digunakan dalam menentukan kerangka kontrol vertikal adalah metode sipat datar.
2.2.1. Kerangka Kontrol Horisontal ( KKH )
Poligon merupakan rangkaian titik-titik yang membentuk rangkaian segi
banyak. Rangkaian titik-titik tersebut dapat digunakan sebagai kerangka peta.
Koordinat titik-titik dapat dihitung dengan data masukan yang merupakan hasil
pengukuran sudut dan jarak. Posisi titik-titik di lapangan (detail) dapat ditentukan
dengan mengukur sudut dan jarak ke arah titk kontrol. Pengukuran titik-titik kontrol
harus mempunyai ketelitian yang tinggi serta dapat menjangkau semua titik detail.
Data-data ukuran lapangan untuk pengukuran poligon meliputi :
2.2.1.1. Pengukuran Sudut
Metode pengukuran sudut dapat menjadi 2 (dua) yaitu :
Sudut tunggal
Pada pengukuran sudut tunggal hanya didapatkan satu data ukuran sudut horisontal
antara 2 titik atau lebih.
Sudut ganda
Sudut ganda ini juga disebut dengan pernyataan seri. Sudut satu seri didapatkan dua
data ukuran sudut atau lebih, yaitu data ukuran sudut pada kedudukan biasa dan
luar biasa, dan besarnya sudut dapat ditentukan dengan rata – rata banyaknya
pengambilan data pengukuran sudut, serta digunakan untuk mengetahui ketelitian
alat.
B, LB
B, LB
P8P2
P1
S
P2 P8
S
P1
Gambar 2.1Sudut Tunggal
Gambar 2.2Sudut Ganda
Ket :P1 : Letak Alat Ukur TheodolitP2,P8 : Titik yang ditujuS : Sudut Horizontal
Ket :P1 : Letak Alat Ukur TheodolitP2,P8 : Titik yang ditujuS : Sudut HorizontalB : Sudut BiasaLB : Sudut Luar Biasa
keterangan : Dd = jarak datar ba = benang atas bb = benang bawah bt = benang tengahK = kostanta (100)Dm= jarak miringH = sudut vertikal
(helling)Z = sudut vertikal
(zenith)
2.2.1.2. Pengukuran Jarak
Jarak adalah hubungan terpendek antara 2 buah titik atau posisi, pengukuran
jarak dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain :
Metode jarak langsung, yaitu jarak titik-titik poligon di ukur secara langsung
dengan roll meter. Apabila antara dua titik poligon terlalu jauh untuk diukur
langsung dengan menggunakan roll meter, maka dilakukan pelurusan dengan
bantuan jalon.
d
P1 P2
Gambar.2.3. Pengukuran jarak langsung
P1 P2
d
Metode jarak optis, yaitu pengukuran jarak titik-titik poligon dengan menggunakan
alat ukur theodolite maupun waterpass melalui pembacaan benang silang (benang
atas, benang tengah, benang bawah) pada rambu ukur. Adapun rumus yang
digunakan untuk perhitungan jarak optis ini adalah :
Dm = ( ba – bb ).100.sin ZDd = (ba – bb) . 100. Sin 2 Z
Dm = ( ba – bb ).100.cos HDd = (ba – bb) . 100. cos 2 H
Gambar .2.4. Pengukuran jarak optis
Ba
BtBb
Z H
Dm
Dd
A
B
Ket :P1,P2 : Titik d : Jarak
Metode jarak elektronis, yaitu pengukuran jarak titik-titik yang di ukur dengan
menggunakan alat ukur EDM (Elektronik Distance Measurement).
Ditinjau dari posisinya, jarak dibagi menjadi 3 macam yaitu :
a. Jarak datar adalah hubungan terpendek antara 2 titik pada posisi mendatar ( Hz )
b. Jarak miring adalah hubungan terpendek antara 2 titik pada posisi miring
c. Jarak vertikal adalah hubungan terpendek antara 2 titik pada posisi tegak ( V ) atau
disebut juga dengan beda tinggi.
B
Dm AB
Dd AC Dv BC
A C
Gambar 2.5. Pengukuran jarak dilihat dari posisi
2.2.2. Kerangka Kontrol Vertikal (KKV)
Kerangka Kontrol Vertikal ditentukan dengan ketinggian titik poligon
dengan mengukur beda tinggi dari titik tetap (BM) ke titik lain secara berurutan.
Pengukuran beda tinggi dapat dilakukan dengan metode pergi pulang maupun
doble stand dari titik awal sampai titik akhir dengan BM sebagai titik ikat.
2.2.2.1. Pengukuran Waterpass Memanjang
Adapun yang perlu di perhatikan dalam pengukuran waterpass memanjang
antara lain untuk menghilangkan kesalahan nol rambu, yaitu menentukan slag
genap dalam satu sesi pengukuran beda tinggi antara kedua titik yang diukur beda
tingginya dan untuk mengantisipasi adanya garis bidik tidak sejajar garis arah nivo
maka alat harus didirikan ditengah-tengah antara rambu belakang dan rambu
muka
Cara pengukuran beda tinggi tergantung dari keadaan dilapangan, yaitu :
1. Alat berdiri diatas titik
Alat ukur waterpass ditempatkan diatas titik dan membidik titik-titik yang lain.
Rambu ukur
Dd Ti B h A
Ket :Dm AB : Jarak miring dari titik A ke titik BDd AC : Jarak datar dari titik A ke titik CDv BC : Jarak vertikal dari titik B ke titik C
Ket :A,B : Titik tetapTi : Tinggi alatDd : Jarak datarh : Beda tinggi
2. Alat berdiri diantara dua titik
Alat ukur waterpass ditempatkan diantara titik yang satu dengan yang lain,
jarak antara titik satu ke alat dan titik dua ke alat usahakan sama. Karena
dengan cara pengukuran seperti ini maka data pengukuran akan lebih teliti.
Rambu ukur
b m
Ti
A B
3. Alat berdiri di luar titik
Alat ukur waterpass ditempatkan di luar antara titik yang satu dengan yang
lain, karena mungkin adanya rintangan di sekitar titik tersebut.
Rambu ukur
m b Ti
A B
Sungai
b Rambu ukur
b m
m Alat waterpass
2 Pulang 1 8
3 7
Pergi
4 6
5
Keterangan :
1,2,….,8 : Posisi Rambu pada titik poligon b : bacaan belakang m : bacaan muka
Gambar pengukuran waterpass memanjang
Ket :A,B : Titik tetapTi : tinggi alatb : bacaan belakangm : bacaa muka
Ket :A,B : Titik tetapTi : tinggi alatb : bacaan belakangm : bacaa muka
Cara perhitungan yang berlaku pada pengukuran waterpass memanjang :
Bila dikehendaki beda tinggi antara dua titik di ujung dan di akhir perjalanan
pengukuran, maka dapat di jumlahkan semua bacaan benang tengah skala rambu
belakang di kurangkan dengan semua bacaan skala rambu muka. Hal ini dapat
dijelaskan secara matematis sebagai berikut :
Rumus perhitungan elevasi :
H1 = H awal + 1
Keterangan rumus :
= jumlah beda tinggi = jumlah bacaan benang tengah pada skala rambu belakang = jumlah bacaan benang tengah pada skala rambu muka n = beda tinggi pada titik tertentuB1 = bacaan benang tengah pada skala rambu belakang pada titik satuM1 = bacaan benang tengah pada skala rambu muka pada titik satuH1 = elevasi pada titik satuHawal = elevasi awal
2.3. Poligon
2.3.1. Pengertian Poligon
Poligon adalah suatu rangkaian dari titik-titik di lapangan yang membentuk
segi banyak atau sudut banyak yang dipakai sebagai kerangka peta dan diketahui
koordinatnya.
2.3.2. Macam- Macam Poligon
Menurut bentuknya poligon dibagi menjadi dua, yaitu :
2.3.2.1. Poligon tertutup
Poligon tertutup adalah poligon yang dimulai dari titik awal dan diakhiri pada titik
yang sama.
H = BM karena,1 = B1 – M12 = B2 – M2n = Bn – Mn +H = BM
Syarat-syarat poligon tertutup :
1. Syarat sudut untuk poligon tertutup:
Untuk sudut dalam : + f n ”
Untuk sudut luar : + f n + ”
Keterangan :
f : kesalahan penutup sudutn : banyaknya titik poligon yang di ukur : jumlah perhitungan sudut
2. Syarat untuk koordinat :
Untuk absis : (X akhir – X awal) + fx = 0
Untuk ordinat : (Y akhir – Y awal) + fy = 0
3. Syarat koreksi untuk kesalahan koordinat :
Koreksi ini dilakukan dengan perhitungan koordinat :
X = d sin
Y = d cos
Dari harga tersebut dapat diperoleh kesalahan koordinat dengan :
fx = x
fy = y
Sehingga besar koreksi masing-masing koordinat yaitu :
fx1 = d1/d . fx
fy1 = d1/d . fy
AC
Sa Sc
Sb Sd
A
dA-B
B
C
dC-D
DdB-D
dA-C
Gambar. 2.6Jaringan Poligon tertutup
Keterangan gambar :Sa s/d Sd : sudut dalam poligonA s/d D : titik-titik poligonAC : azimuth titik A ke titik BdA-C : Jarak antara titik A ke C
keterangan :
fx : jumlah koreksi absisfy : jumlah koreksi ordinatx : koreksi absis pada titik satu y : koreksi ordinat pada titik satud1 : jarak pada sisi satud : jumlah keseluruhan jarak antar titik poligon
4. Kesalahan Jarak dinyatakan dengan : Cd = X2 + Y2
Keterangan :Cd = Kesalahan JarakX = Kesalahan absisY = Kesalahan ordinat
5. Ketelitian azimuth XEb = arc tan Y
6. Ketelitian Linier Cd
K = d
2.3.2.2. Poligon terbuka
Poligon terbuka merupakan poligon yang titik awal dan titik akhir tidak
saling bertemu atau berimpit, poligon ini terdiri dari :
1. Poligon terbuka terikat sempurna
Merupakan poligon terbuka dengan titik awal dan titik akhir adalah titik tetap.
AB D (xd,yd)
dab db1 d12 d23 d3c CD dcd
S2 S4
S3
B (xb,yb) C (xc,yc)
A (xa,ya)
Gambar 2.7Rangkaian poligon terbuka terikat sempurna
S1
Keterangan gambar :
A,B,C,D : titik tetapdB1,dB2,dB3 : jarak sisi poligonAB,CD : azimuth awal dan azimuth akhirS1,S2,..Sn : sudut titik poligon(Xa, Ya) : koordinat titik tetap
Pernyataan yang harus dipenuhi adalah :
1. S + f(S) = ( awal akhir) + (n1) . 180
2. d . sin f(X) = X akhir X awal
3. d . cos f(Y) = Y akhir Y awal
Keterangan :
F(S) : kesalahan penutup sudut poligonF(X) : kesalahan absisF(Y) : kesalahan ordinatS : jumlah sudutd : jumlah jarak sisi poligon
2. Poligon terbuka terikat dua koordinat
Merupakan poligon yang titik awal dan titik akhir berada pada titik tetap, hanya
terdapat koreksi pada jarak.
Rumus :
S1)-(180-1 BM2 2 1 α
YBMYBM
XBMXBMtan12
21
21
arc α BM
Gambar 2.8Rangkaian poligon terbuka terikat
koordinat
BM2
DBM2-1
BM1 1 3
BM2-1
d1-2
S1
2
S2
S3
Keterangan :
BM1 dan BM2 : titik tetapS1, ...........,Sn : sudut horizontalBM2 - 1 : azimuthXBM1: koordinat X di BM1XBM2: koordinat X di BM 2YBM1 : koordinat Y di BM 1YBM2: koordinat Y di BM 2
3. Poligon terbuka terikat azimuth
Pada prinsipnya poligon ini sama dengan poligon terbuka terikat sepihak,
hanya saja pada titik awal dan titik akhir diadakan pengamatan azimuth. Sehingga
ada koreksi sudut.
Rumus :
Keterangan :
A, B : titik tetapS1, .....Sn : sudut horizontalab : azimuthd12, .....,dn : jarakXA : koordinat X di AXB : koordinat X di BYA : koordinat Y di AYB : koordinat Y di B
4. Poligon terbuka terikat sepihak
Poligon terbuka terikat sepihak merupakan poligon yang terikat pada dua
titik tetap di awal rangkaian.
5. Poligon terbuka bebas
Poligon terbuka bebas merupakan poligon yang tidak terikat pada titik tetap
jaring poligon.
UB S2
ab
A 1
3
Gambar 2.10Rangkaian poligon terbuka terikat sepihak
dB-1
S1 d2-3 d1-2
2
UB S2
ab
A 1
3
Gambar 2.9Rangkaian poligon terbuka terikat azimuth
dB-1
S1 d2-3 d1-2
2
U
Keterangan :
A, B : titik tetapS1, .....Sn : sudut horizontalab : azimuthd1-2, .....,dn : jarak
2.4. Pengukuran Titik Detail
Pengukuran detail merupakan pengukuran posisi – posisi obyek baik berupa
detail alam maupun detail buatan manusia terhadap titik kontrol untuk menentukan
posisi planimetris (x,y) dan posisi vertikal (z) dari titik detail. Data ukuran yang harus
dihitung adalah data sudut horizontal dan vertikal, serta data jarak datar.
2.4.1. Metode penentuan posisi titik detail.
Pada pemetaan dikenal beberapa metode pengukuran detail seperti :
Metode Radial
Metode ini menggunakan titik poligon sebagai tempat berdirinya alat, dari alat
dapat membidik titik – titik detail ke segala arah (menyebar), yang mana disetiap
titik detail yang akan diambil / diukur diberi rambu ukur supaya dapat di tentukan
jaraknya dan mengukur sudut horizontalnya.
3
c
a b
d2-a
bs Sa Sb Sc
1 2
Gambar.2.11. Pengukuran Detail Metode Radial
Rumus perhitungan koordinat titik detail :
Xa = X2 + d2-a sin 2-a
Ya = Y2 + d2-a cos 2-a
Ket :1,2,3 : Titik Poligona,b,c : Titik detailSa,Sb,Sc : Sudut DetailBs : Arah back sight2-a : Azimuth titik 2 ke titik detail ad2-a : Jarak titik 2 ke detai a
Keterangan :
1,…,5 : titik poligonS1, .....Sn : sudut horizontal1-2 : azimuthd1-2, .....,dn : jarak
U2 S3
1-2
1 3 5
Gambar 2.10Rangkaian poligon terbuka bebas
d2-3
S2 d4-5
d1-2 4
S1
1-2 2-a
Ket :Xa,Ya : Koordinat pada titik detail aX2,Y2 : Koordinat pada titik 2
Metode Polar
Metode ini pengambilan titik – titik detail dengan menaruh alat ukur di sembarang
titik, dan untuk pembacaan backsight / foresight dapat dibidikkan pada titik tetap,
yang titik tetap tersebut merupakan hasil transfer dari titik BM terdekat, dan dari
titik tersebut alat membidik sebanyak mungkin titik – titik kisi – kisi yang ada.
1 2 3 BM1 b 4 5 6
7 8 9 BM2 10 11 12
Gambar 2.12. Pengukuran Detail Metode Polar
2.4.2. Metode penentuan posisi ketinggian titik detail
Untuk mencari beda tinggi titik – titik detail dapat digunakan rumus dibawah :
Rumus perhitungan beda tinggi :
bt - p Ti H A1 , dimana P = Dd . Cotg Z Dd = (ba – bb) . 100. Sin 2 Z (zenith)
Keterangan rumus :
HA1 = beda tinggi antara titik A dan titik 1.Ti = tinggi alatbt = bacaan benang tengah pada skala rambu di titik 1Dd = jarak datar antara titik A dan titik 1ba = bacaan benang atas pada skala rambu di titik 1bb = bacaan benang bawah pada skala rambu di titk 1Z = bacaan skala piringan vertikal pada bacaan mikrometer pada theodolite
Ti
H
Gambar 2.13. Beda timggi Tachymetri
Ket :1,2,3 : Titik detailBM : Bench MarkBs : Arah backsight
Ba
BtBb
Z H
Dm
Dd
A
B
keterangan : Dd = jarak datar ba = benang atas bb = benang bawah bt = benang tengahK = kostanta (100)Dm= jarak miringH = sudut vertikal
(helling)Z = sudut vertikal
(zenith)H= Beda Tinggi
2.5. Azimuth Matahari
Azimuth dengan pengamatan matahari adalah suatu cara yang digunakan untuk
menetukan arah utara rata-rata dari azimuth titik acuan terhadap azimuth pusat
matahari. Azimuth matahari bisa ditentukan setiap saat pagi atau sore hari jangan lupa
dalam pembacaan skala piringan horizontal dan vertikal kita harus mencatat jam pada
saat pengamatan matahari baik dalam keadaan teropong biasa maupun luar biasa.
Gambar 2.14. Pengamatan Matahari
2.5.1. Macam-macam metode pengamatan Azimuth matahari :
1. Metode tinggi matahari
Pada metode ini dilakukan pengukuran tinggi matahari yang biasa dilakukan
dengan cara :
Menggunakan filter gelap
Pada pengamatan ini filter dipasang di okuler teropong, sehingga pengamat
dapat langsung membidik kearah matahari, kemudian menyinggung benang
silang pada tepi-tepi bayangan matahari yang diamati secara tepat.
Menggunakan prisma Roelofs
Pada pengamatan ini prisma roelofs digunakan bila teropong tidak memiliki
lingkaran matahari dan titik filter. Keistimewaan lain alat ini adalah
pengamatan dapat menempatkan benang silang pada tepi-tepi matahari dengan
mudah. Alat ini juga dapat dipasang di depan lensa obyektif pada theodolite.
Menggunakan sistem tadah bayangan matahari
Pada pengamatan ini bayangan matahari ditadah dengan kertas putih di
belakang lensa okuler pada theodolite, apabila diafragma memiliki lingkaran
matahari dapat diamati pusat matahari. Namun bila tidak ada, dilakukan dengan
Rumus :P2-P3 = P2-M - SP3-M
Keterangan :M : matahariP2,P3 : tempat berdiri alatP2-M : azimuth dari P2 ke matahariP2-P3 : azimuth dari titik P2 ke titik P3SP3-M : sudut horisontal
dari pusat Titik P3 ke matahari
U
P2
P2-M
M
P2-3
SP3-M
P3
menyinggungkan tepi-tepi matahari (metode tangen) atau sisi menyinggung dan
yang lain ditengah bayangan matahari (metode tangen pusat)
IV I bayangan matahari IV I
III II III II
Gambar . metode tangen dan metode tangen pusat
Adapun dasar dari metode ini adalah mengukur tinggi suatu benda langit
yang diketahui deklinasinya dengan tinggi (h), deklinasinya(), lintang pengamatan
(). Rumus titik acuan :
zsin cos
cossinsin A Cos
h cos cos
hsin sin -sinδ A Cos
z
2. Metode sudut waktu
Seperti halnya dalam metode tinggi matahari, dalam metode ini juga
diperlukan peta topografi untuk menentukan lintang dan bujur pengamat dengan
ketelitian yang cukup. Adapun data pengamatan adalah waktu mengamat matahari
dan sudut horisontal antara matahari dan titik acuan. Adapun rumus dasar untuk
metode sudut waktu adalah :
h cos cos
sin sin -hsin t Cos
3. Metode tinggi matahari pada tinggi yang sama.
Untuk mendapatkan ketinggian yang sama, maka matahari harus diamati
berpasangan pagi atau sore hari. Dengan mencatat pembacaan piringan horisontal
pada pagi atau sore hari pada tinggi yang sama maka akan didapat sudut horisontal,
sedang arah kutub di dapat dengan membagi dua sudut horisontal ini. Apabila arah
kutub dapat ditentukan, maka azimuth matahari dapat dihitung, dan apabila sudut
mendatar antara matahari dan titik acuan di ukur () berarti azimuth acuan dapat
dihitung pula dan besarnya = ½ . Pada metode ini tidak diperlukan hitungan
dengan rumus-rumus, tetapi hanya berdasarkan pada geometri peredaran matahari
mengelilingi kutub dalam gerak hariannya.
Untuk pengamatan matahari ini ada empat koreksi yang harus diberikan, koreksi
tersebut dinamakan koreksi astronomis. Adapun koreksi-koreksi tersebut adalah:
A. Koreksi refraksi
Dimana : : deklinasi : lintangh : tinggi matahariA : azimuth z : zenith
Dimana :t : sudut waktu h : tinggi matahari : lintang : deklinasi
Ket :I,II,..,IV : kwadran I,II,III,IV : bayangan matahari
Udara yang meliputi bumi berlapis-lapis, maka sinar matahari yang sampai
ke bumi dibiaskan oleh setiap lapisan udara sehingga arahnya mengalami perbelokan.
pada waktu sinar mencapai pengamat arah sinar matahari kelihatan datang kemata
pengamat, sehinga matahari lebih tinggi, sudut pergeseran arah tersebut dinamakan
koreksi refraksi (r) yang harus dikurangkan terhadap tinggi hasil ukuran. Adapun data
temperatur dan tekanan udara tidak ada, maka koreksinya digunakan rumus :
" ctg hur 58
Dimana :
r : koreksi refraksi hu : tinggi matahari
B. Koreksi paralaks
Paralaks adalah sudut pada benda langit yang terbentuk oleh garis arah benda
langit ke pangamat dan ke pusat bumi. Paralaks (p) matahari dari tempat pengamat atau
besarnya paralaks dinyatakan dengan rumus :
Z
Z’ p R ph
0 d
huph P
p"
Ph hu
cos"
cos
Dimana :
P” : koreksi paralaks Ph : rata-rata setiap hari dalam tabel deklinasi (8.8”) hu : tinggi matahari
C. Koreksi ketinggian
Sudut yang terbentuk ditempat pengamat antara horison yang sebenarnya dan
horison yang miring dinamakan sudut kemiringan horison. Akibat keadaan yang
demikian, maka tinggi benda langit yang dibidik adalah tinggi semu.
Cara koreksinya dengan menggunakan rumus :
dR
R β
cos
Keterangan :
R : Jari-jari Cos : sudut kemiringan horisond : tinggi tempat pengamat
D. Koreksi setengah diameter matahari ( ½ d )
Koreksi setengah diameter matahari diberikan pada pengamatan matahari.
Besarnya setengah diameter matahari ini dapat dilihat dalam tabel atau kalau tidak
diketahui dapat diambil rata-ratanya. Koreksi ini dapat (+) atau (–) tergantung pada tepi
mana yang diamati, apabila yang diamati tepi atas maka koreksi (-) dan apabila tepi
bawah koreksi (+).
Dh = ½ . d dan Ds = ½ . d
Dimana : Dh : Koreksi diameter untuk tinggi matahari
Ds : Koreksi diameter untuk sudut horizontal
d : Diameter
Langkah perhitungan azimuth matahari ada beberapa tahap yaitu :
1. Tinggi matahari (hu)
Biasa (hu) = 90º 00’00” - bacaan vertikal
Luar biasa (hu) = bacaan vertikal –270º 00’ 00”
2. Koreksi refraksi (r)
(rB) = -58” . ctg hu
3. Koreksi paralaks
P = Ph . Cos hu
4. Koreksi ½ d
½ lingkaran
5. Tinggi pusat matahari (h)
h = hu + r + p + ½ d
6. Azimuth pusat matahari
Cos A = CoshCos
Sin
.θ
sinh).θ(sinδ
7. Koreksi ½ d . sec h
8. Azimuth titik acuan
AP = A - + Koreksi ½ d . sech
Keterangan :
hu : Tinggi matahariPh : Paralaks horizontzlP : Koreksi paralaksr : koreksi refraksid : diameter mataharih : Tinggi pusat matahariA : azimuth matahari : sudut horizontal yang dibentuk antara titik acuan dengan matahari : deklinasi pada saat pengamatan : lintang pengamatAP : azimuth titik acuan
2.6. Penggambaran Garis Kontur
Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketinggian yang sama di permukaan bumi, atau dengan kata lain garis permukaan
tanah yang mempunyai ketinggian tertentu. Pada peta garis kontur, kontur
digambarkan sebagai garis lengkung yang menutup artinya garis kontur tersebut tidak
mempunyai ujung pangkal akhir. Interval garis kontur tergantung oleh skala peta yang
ditentukan, yang diperoleh dengan rumus :
Sifat-sifat garis kontur :
1. Garis kontur tidak pernah berpotongan
2. Ujung-ujung garis kontur akan bertemu kembali
3. Garis kontur yang semakin rapat menginformasikan keadaan permukaan tanah
semakin terjal.
4. Garis kontur yang semakin jarang menginformasikan keadaan permukaan bumi
semakin datar.
Sifat garis kontur terhadap suatu medan
1. Bentuk kontur sungai 2. Bentuk kontur jalan
901,0 901,0 901,5 902,0 901,5
902,0
3. Bentuk kontur gunung 4. Bentuk kontur danau
901,0 902,0 901,5 901,5 902,0 901,0
Cara penggambaran garis kontur adalah dengan menginterpolasi titik tinggi dengan
langkah kerjanya sebagai berikut :
a. Membuat jaring segitiga antara tiga titik
b. Pembagian garis kontur antara titik terhadap interval garis kontur yang
didapat dari perhitungan pada garis jaring segitiga yang rumusnya :
Garis kontur = Titik yang dicari – titik yang terendah * jarak pada peta Titik yang tertinggi – titik yang terendah
901,125 901,560
901,25 Titik yang dicari
901, 426 901,5 901,75 901,781
Gambar 2. 15. contoh penggambaran garis kontur
Penggambaran garis kontur dilakukan dengan empat tahapan, yaitu :
1. Ploting titik ikat atau kerangka dasar pada milimeter blok dengan menggunakan
sistem koordinat kartesian
2. Ploting titik detail tersebut digambar secara grafis dengan argumen sudut
jurusan, jarak mendatar, dan ketinggian.
3. Menarik garis kontur dengan menggambarkan detail yang ada diatas milimeter
blok tersebut sesuai dengan skala dan tata cara yang berlaku.
4. Menyalin / menjiplak hasil no.3 ke kertas kalkir.
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Pengamatan Azimut Magnetis
Hari / tanggal : Rabu, 28 Januari 2004
Lokasi : Kampus II ITN Malang
Alat yang digunakan :
1. Theodolite Topcon TL 6 GF = 1 buah
2. Kompas = 1 buah
3. Statif = 1 buah
Langkah kerja :
1. Dirikan alat thedolite dan letakkan kompas diatas theodolite pada salah satu titik
poligon, misal titik P7 atur alat theodolite sesuai dengan prosedur.
2. Lakukan centering dengan mendirikan alat secara tepat diatas patok, sehingga
ujung paku payung pada patok berada tepat ditengah-tengah lingkaran teropong
centering optis.
3. Seimbangkan gelembung nivo dengan bantuan sekrup pengatur A, B dan C
saehingga berada tepat ditengah-tengah lingkaran nivo.
4. Setkan piringan horizontal pada bacaan 0°0’0”.
5. Letakkan jalon pada titik yang akan dibidik (titik 1).
6. Bidik jalon pada patok (titik 1). Bacaan piringan horizontal tetap 0°0’0”.
7. Set kompas, dan perhatikan ujung jarum yang menunjukkan arah utara.
8. Putar penggerak horizontal, sehingga jarum kompas sejajar dengan garis
horizontal.
9. Baca sudut horizontal pada alat ukur theodolit. Cata hasil bacannya sehingga
didapat azimut 7-1.
Gambar 3.6. Pengukuran azimuth magnetis
Keterangan gambar :
7 = titik 7
1 = titik 1
176°7’57” = azimut titik 7-1
3.2. Pengukuran Poligon Tertutup
Hari / tanggal : Selasa, 27 Januari 2004
Lokasi : Kampus II ITN Malang
Alat yang digunakan :
1. Theodolite Topcon TL 6 GF = 1 buah
2. Payung = 1 buah
3. Statif = 1 buah
4. Roll meter = 1 buah
5. Patok kayu = 7 buah
6. Paku payung = 7 buah
Langkah kerja :
1. Dirikan statif dan pasang theodolite pada titik P1sebagai titik awal poligon.
2. Centering theodolite sesuai dengan prosedur.
3. Apabila alat sudah sesuai prusedur arahkan teropong ke titik P7 sebagai titik
akhir dan set 00º00’00’’ dan teropong dalam keadaan biasa.
4. Arahkan teropong ke titik P2, tepatkan target dan baca skala piringan
horizontal, catat bacaan skala piringan horizontal di titik P2 (bacaan biasa)
5. Putar theodolite menjadi posisi luar biasa dan arahkan kembali teropong di
titik P2 tepatkan target dan catat bacaan skala piringan horisontalnya
(bacaan luar biasa).
6. Arahkan teropong ke titik P7 tepatkan target dan catat bacaan skala piringan
horisontalnya (bacaan luar biasa).
7. Lakukan pengukuran dengan pengukuran 1 seri rangkap, yaitu dengan
melakukan 4 kali pembacaan sudut horizontal biasa dan luar biasa sehingga
didapatkan sudut dalam rata - rata.
8. Ulangi pengukuran 1 seri rangkap diatas sampai dengan titik terakhir yaitu
titik P7 dengan arah sudut horizontal dari titik P6 ke titik P1.
P7
S7
S6 P6
P1 S1
S5 P5 Sudutluar
P2
S2
P4 S4
S4 P3
P3 S3
Gambar 3.1. Sket pengukuran poligon tertutup
Keterangan Gambar :
dP7-1
dP6-7
dP5-6
dP4-5
dP3-4
dP2-3
dP1-2
P1,…P7 = Titik poligonS1,…S7 = Sudut dalam rata – ratadP1-n = Jarak datar
3.3. Pengukuran Jarak
Hari / tanggal : Rabu, 28 Januari 2004
Lokasi : Kampus II ITN Malang
Alat yang digunakan :
1. Theodolite Topcon TL 6 GF = 1 buah
2. EDM = 1 buah
3. Prisma segitiga = 1 buah
4. Payung = 1 buah
5. Statif = 2 buah
6. Roll meter = 1 buah
7. Patok kayu = 7 buah
8. Paku payung = 7 buah
Langkah kerja pengukuran jarak langsung :
1. Dirikan alat Theodolite dan EDM di titik 1.
2. Lakukan centerring dengan mendirikan secara tepat diatas patok titik 1.
3. Seimbangkan gelembung nivo dengan bantuan sekrup pengatur a, b, c.
4. Dirikan prisma sgitiga diatas titik 2 dan rambu ukur dititik 7.
5. Lakukan centerring dengan mendirikan prisma segitiga secara tepat diatas
patok.
6. Seimbangkan gelembung nivo dengan bantuan sekrup pengatur a, b, c
7. Ukur tinggi alat Theoolite dan EDM.
8. Karena jarak antara EDM ke Theodolite adalah 17 cm, maka ukur sepanjang 17
cm dari dari tengah-tengah prisma ke bawah dan berikan tanda yang sekiranya
dapat terlihat jelas.
9. Ukur jarak dari titik 1dengan membidikan EDM ke pusat prisma segitiga dan
theodolit ke pusat triba kemudian baca bacaan yang terdapat pada EDM.
10. Ukur jarak bolak balik dengan memindahkan theodolit dan EDM ke titik 2 lalu
prisma ke titik1, kemudian lakukan seperti langkah-langkah diatas, hingga titik
terakhir.Z
h
Reflektor
dd
dm
V
Theodolite +
E D M
T
Gambar 3.2. Pengukuran jarak
3.4. Pengukuran Waterpass Memanjang (Pergi Pulang)
Hari / tanggal : Senin, 26 januari 2004
Lokasi : Kampus II ITN Malang
Alat yang di gunakan :
1. Waterpass Leica = 1 buah
2. Statif = 1 buah
3. Rambu ukur = 2 buah
4. Roll meter = 1 buah
5. Payung = 1 buah
6. Patok = 7 buah
7. Paku payung = 7 buah
Langkah Kerja :
1. Dirikan alat waterpass di antara 2 titik, usahakan jarak antara alat waterpass ke
titik P1 dan titik P2 sama.
2. Centering waterpass sesuai dengan prosedur, imana seimbangkan gelembung
nivo dengan bantuan sekrup pengatur a, b, c.
3. Letakan rambu ukur pada titik P1 sebagai rambu belakang dan letakan rambu
ukur pada titik P2 sebagai rambu muka.
4. Arahkan alat waterpass pada titik P1 dan baca bacaan skala rambu catat benang
atas, benang tengah dan benang bawah sebagai rambu belakang.
5. Arahkan alat waterpass pada titik P2 dan baca bacaan skala rambu, catat benang
atas, benang tengah dan benang bawah sebagai rambu muka.
6. Pindahkan alat waterpass diantara titik P2 dan titik P3, atur nivo kotak sesuai
prosedur.
7. Arahkan alat waterpass pada titik P2 dan baca bacaan skala rambu, catat benang
atas, benang tengah dan benang bawah sebagai rambu belakang.
8. Arahkan alat waterpass pada titik P3 dan baca bacaan skala rambu, catat benang
atas, benang tengah dan benang bawah sebagai rambu muka.
9. Lakukan kegiatan pengukuran seperti diatas sampai pada patok terakhir dan
lakukan pengukuran dengan metode pergi – pulang, dan ukur jarak waktu pergi
dan waktu pulang, setelah itu didapat jarak rata – rata.
Sket pengukuran waterpass memanjang
Keterangan :
P1,P2,….,P7 = Posisi Rambu pada titik poligon
dP1-2 = Jarak datar
3.5. Pengukuran Titik Detail (Situasi)
Hari / tanggal : Selasa- Rabu, 27-28 Januari 2004
Lokasi : Kampus II ITN Malang
Alat yang digunakan :
1. Theodolite Topcon TL 6 GF = 1 buah
2. Rambu ukur = 2 buah
3. Payung = 1 buah
4. Statif = 1 buah
Langkah kerja :
1
2
34
5
6
7
dp 6-7
Rambu ukur
dp 7-1
dp 1-2
dp 2-3
dp 3-4
dp 4-5
dp 5-6
Alat water pas
1. Dirikan alat theodolite pada titik poligon P1 dan lakukan centering optis sesuai
dengan prosedur dan ukur tinggi alat setiap mendirikan alat theodolite.
2. Apabila alat sudah siap digunakan arahkan teropong pada titik poligon P7
sebagai back sight dan tepatkan bacaan skala piringan horisontal pada bacaan
000000.
3. Letakan rambu ukur pada titik detail yang akan diukur, putar theodolite searah
jarum jam ke titik detail yang akan diukur dan baca skala piringan horisontal dan
vertikal, catat bacaan skala rambu untuk benang atas, benang tengah dan benang
bawah.
4. Apabila pengukuran titik-titik detail pada titik poligon tersebut sudah selesai
pindahkan alat pada titik poligon yang lain dan lakukan langkah kerja seperti
diatas sampai pada titik poligon yang terakhir.
Keterangan gambar :
P1,P2,P7 = Titik poligon 1.a,…1.d = Posisi titik-titik detailS1,S2,S3 = Bacaan skala piringan horisontal dari titik back sight ke titik
detail.
3.6. Penggambaran Detail
Langkah kerja penggambaran detail adalah :
1. Persiapkan alat – alat yang diperlukan ( pensil, busur lingkaran, penggaris )
2. Persiapkan hasil penggambaran poligon pada kertas milimeter dan hasil hitungan
pengukuran detail.
P7
1.a 1.b
1.b 1.dS1
S2
S3
P1 P2
Gambar 3.4Pengukuran titik detail
3. Tempatkan busur lingkaran di titik P1 dan setkan 00 ke arah titik P7 sebagai titik
belakang.
4. Lihat sudut horizontal pada tabel hitungan dan aplikasikan pada gambar, dan
jarak datar antara P1 ke detail didapat dari rumus :
Jarak pada gambar = jarak pengukuran * 100 * skala
5. Lanjutkan penggambaran detail sampai titik poligon yang terakhir, setelah selesai
garis kontur siap diaplikasikan.
Gambar 3.5. Sket penggambaran detail
Keterangan Gambar :
P1,…P7 = Titik poligon1.a,..7.a = Titik detail
BAB IV
PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA
4.1 Perhitungan Poligon
4.1.1. Perhitungan jarak
Data perhitungan jarak langsung menggunakan EDM
No Bacaan Jarak Jarak
Pergi (m) Pulang (m) Rata -rata
P1-P2 74.776 74.774 74.775
P2-P3 71.185 71.188 71.186
P3-P4 73.372 73.375 73.372
P4-P5 73.525 73.523 73.522
P5-P6 75.667 75.668 75.666
P6-P7 64.260 64.259 64.259
P7-P1 71.286 71.286 71.287
∑ d = 504.071 m 504.073 m 504.072 m
4.1.2. Perhitungan sudut
Data perhitungan sudut poligon diperoleh dari pembacaan satu seri rangkap
Titik Arah Sudut Horizontzl Sudut Dalam Sudut
Biasa Luar Biasa Biasa Luar biasa Rata - rata
P7 00º00’00” 179º59’58”
P1 00º00’02” 180º00’01” 128º45’39” 128º45’40”
P2 128º45’39” 308º45’38” 128º45’39”
128º45’42” 308º45’40” 128º45’40” 128º45’39”
P1 00º00’00” 180º00’02”
P2 00º00’01” 179º59’59” 139º18’40” 139º18’37”
P3 139º18’40” 319º18’43” 139º18’39.3”
139º18’40” 319º18’40” 139º18’39” 139º18’41”
P2 00º00’00” 179º59’59”
P3 00º00’03” 179º59’58” 114º28’51” 114º28’52”
P4 114º28’51” 294º28’51” 114º28’49.8”
114º28’55” 294º28’53” 114º28’52” 114º28’55”
P3 00º00’00” 180º00’01”
P4 00º00’02” 179º59’59” 104º46’56” 104º49’58”
P5 104º49’56” 284º49’59” 104º49’57”
104º49’59” 284º49’57” 104º49’57” 104º49’58”
P4 00º00º01” 179º59’59”
P5 00º00’02” 180º00’01” 189º44’22” 189º44’22”
P6 189º44’24” 09º44’24” 189º44’22”
189º44’24” 09º44’23” 189º44’22” 189º44’22”
P5 00º00’02” 179º59’57”
P6 00º00’01” 179º59’59” 90º46’22” 90º46’25”
P7 90º46’26” 270º46’22” 90º46’23”
90º46’23” 270º46’23” 90º46’22” 90º46’22”
P6 00º00’02” 179º59’58”
P7 00º00’01” 180º00’01” 132º6’23” 132º6’26”
P1 132º6’25” 312º6’24” 132º6’23”
132º6’25” 312º6’22” 132º6’24” 132º6’21”
∑ sudut = 900º00’0.0766
7”
Besar kesalahan sudut :
∑S + f(s) = (n-2).180º
900º00’0.07667” + f(s) = (7-2).180º
f(s) = 900º00’0.07667” - 900º
f(s) = 00º00’0.07667”
Besar koreksi tiap sudut
Koreksi = -f(s) / n
= - 00º00’0.07667” / 7
= - 00º00’0.01095” ; Untuk 7 titik
4.1.3. Perhitungan koordinat titik poligon
Diketahui koordinat titik awal poligon :
XP1 = 5000,3 m
YP1 = 6000,3 m
Perhitungan data yang didapat dalam pengukuran poligon adalah :
Titik sudut horizontal koreksi Azimuth () Jarak d.sin koreksi d.cos Koreksi
P7 132 06º23’” 0.01095” 124º53’36” 71.287 58.470 0.0000166 -40.779 -0.01078
P1 128º45’39” 0.01095” 176º7’57” 74.775 5.0435 0.0000166 -74.604 -0.01078
P2 139º18’39.3” 0.01095” 216º49’17.7” 71.186 -42.663 0.0000166 -56.984 -0.01078
P3 114º28’49.75” 0.01095” 282º20’28” 72.5779 -70.902 0.0000166 15.512 -0.01078
P4 104º49’57” 0.01095” 357º30’31” 73.5834 -3.1986 0.0000166 73.513 -0.01078
P5 189º44’22” 0.01095” 347º46’9” 69.3031 -14.681 0.0000166 67.730 -0.01078
P6 90º46’23” 0.01095” 76º59’46” 69.7203 67.932 0.0000166 15.688 -0.01078
∑S = 900º00’0.07667” -0.07667” 0 ∑d =
502.435
∑f(x) =
-
0.0001
16318
0.0001163
18
∑f(y) =
0.076
-
0.07551
4938
Perhitungan koordinat untuk titik poligon :
XP2 = XP1 + dsin + f(x1)
= 5000,3 + 58.47091211+ 0,0000166
= 5058.771 m
YP2 = YP1 + dcos + f(y1)
= 6000,3 - 40.77975976 – 0.010787848
= 5959.509 m
Data koordinat yang didapat dari perhitungan
Titik Koordinat X Koordinat Y
P1 5058.771 5959.509
P2 5063.814 5884.894
P3 5021.151 5827.898
P4 4950.248 5843.400
P5 4947.050 5916.903
P6 4932.368 5984.623
P7 5000.300 6000.300
4.1.4. Ketelitian Linier Poligon
Jika diketahui : d = 502.435
Cd = 0.0760000888 Maka ketelitian linier poligon :
KL =
=
=
= 1 : 6610.980177
1 : 6611
Jadi ketelitian linier poligon adalah 1 : 6610.98
TitikBeda tinggi
(h Pergi)Kor. Elevasi (H)
P1 400.300
P2 0.384 400.684
P3 0.830 401.514
P4 1.260 -0.001 402.773
P5 -0.735 -0.001 402.037
P6 -0.123 -0.001 401.913
P7 -0.703 -0.001 401.209
P1 -0.909 400.300
h= 0.004 = -0.004
TitikBeda tinggi
(h Pulang)Kor. Elevasi (H)
P1 400.300
P7 0.910 -0.001 401.211
P6 0.713 -0.001 401.925
P5 0.129 -0.001 400.055
P4 0.717 -0.001 401.773
P3 -1.261 -0.001 401.513
P2 -0.829 -0.001 400.685
P1 -0.385 400.300
h= -0.006 = -0.006
4.2. Perhitungan waterpass memanjang
Perhitungan beda tinggi dari data pengukuran waterpass memanjang pergi dan pulang
Perhitungan beda tinggi
h1 = Bt belakang – Bt muka
= 1.347 – 0.963 = 0.384 m
Perhitungan elevasi
Elevasi awal (P1) = 400.3 m
Pergi HP2 = HP1 + h1 + koreksi
= 400.3 + (0.384) – 0.001
= 400.684 m
Data elevasi yang didapat dari perhitungan
Titik Elevasi pengukuran pergi Titik Elevasi pengukuran pulang
P1 400.300 P1 400.300
P2 400.684 P7 401.211
P3 401.514 P6 401.925
P4 402.773 P5 400.055
P5 402.037 P4 401.773
P6 401.913 P3 401.513
P7 401.209 P2 400.685
P1 400.300 P1 400.300
Ketelitian pengukuran waterpass memanjang
Data pengukuran pergi :
h = 0.004 m = 4 mm
d = 486.800 m = 0.48680 km
Data pengukuran pulang :
h = -0.006 m = 6 mm
d = 493.300 m = 0.49330 km
Pada poligon tertutup, jumlah beda pengukuran waterpass memanjang pergi –
pulang harus sama dengan nol (0) atau mendekati nol (0), karena pengukuran kembali
ketitik semula.
Toleransi kesalahan dari pengukuran waterpass memanjang yang diberikan adalah 10√d
Dari pengukuran pergi
Pulang HP7 = HP1 + h1 + koreksi
= 400.3 + (0.910) + 0.001
= 401.211 m
Ketelitian : 10√0.48680 = 6.977105417 mm
Dari pengukuran pulang
Ketelitian : 10√0.49330 = 7.023531875mm
Jadi pengukuran waterpass memanjang pergi – pulang masih dalam toleransi yang
ditentukan.
4.3. Perhitungan titik detail
Hasil perhitungan dari pengukuran titik-titik detail yang diperoleh di lapangan
dibagi menjadi tiga tahap yaitu :
1. Perhitungan jarak
Perhitungan jarak datar yang digunakan pada titik-titik detail dengan memakai alat
theodolite adalah :
Dd = (ba – bb) . K. Sin 2 Z
= (2.257-2.233).100.Sin2 9111’00”
= 2.399 m
2. Perhitungan beda tinggi
Perhitungan beda tinggi titik-titik detail dengan menggunakan metode trigonometris
adalah :
h1 = (Ti – bt) + Dd .Cotg Z
= (1.234-2.245) + 2.399.Cotg 9111’00”
= -1.061 m
3. Perhitungan elevasi
Perhitungan elevasi titik-titik detail adalah :
H = Hawal + h
H1.b = Ha + h.b
= 400.403 + (-1.061)
= 399.623 m
4.4. Analisa Data
4.4.1. Pengamatan Azimuth Magnetis
Α12 = α 71 + 180° - Sdn
= 124°53’36” +180° - 128°45’39”
= 176°7’57”
Α23 = α 12 + 180° - Sdn
= 176°5’57” +180° - 139°18’39.25”
= 216°49’17.7”
Α34 = α 23 + 180° - Sdn
= 216°49’17.7” +180° - 114°28’49.75”
= 282°20’28”
Α45 = α 23 + 180° - Sdn
= 282°49’17.7” +180° - 104°49’57”
= 357°30’31”
Α56 = α 45 + 180° - Sdn
= 357°30’31” +180° - 189°4’22”
= 347°46’9”
Α67 = α 56 + 180° - Sdn - 360 °
= 347°30’31” +180° - 90°46’23” - 360 °
= 76°59’46”
Α71 = α 67 + 180° - Sdn
= 76°59’46” +180° - 132°6’23”
= 124°53’23”
4.4.2. Poligon Tertutup
Dari pengukuran poligon tertutup diperoleh data sebagai berikut :
1. Sudut yang diukur adalah sudut dalam dengn menggunakan metode satu seri
rangkap.
2. Jumlah sudut dalam adalah (n-2).180 = 900º00’00”,dimana n = 7 adalah jumlah
titik polygon, tetapi dalam pengukuran didapat jumlah sudut dalam 1 + 2 + …
+ 7 = 900º00’0.07667”, jadi kesalahan sudut yang harus dikoreksi sebesar
00º00’0.07667”
3. Dalam perhitungan data poligon, diperoleh ketelitian linier polygon
1 :6610.980177 .
4.4.5. Pengukuran dan Perhitungan Waterpass Memanjang
Ketelitian pengukuran waterpass memanjang
Data pengukuran waterpass memanjang pergi :
h = 0.004
+ m = -4 mm
d = 486.800m = 0.48680 km
Data pengukuran waterpass memanjang pulang :
h = -0.006 m = 6 mm
d = 493.300 m = 0.49330 km
Pada poligon tertutup, jumlah beda pengukuran waterpass memanjang harus sama
dengan nol (0) atau mendekati nol (0), karena pengukuran kembali ketitik semula.
Toleransi kesalahan dari pengukuran waterpass memanjang yang diberikan adalah
10√d
Dari pengukuran waterpass memanjang pergi :
Ketelitian : 10√0.48680 = 6.977105417 mm
Dari pengukuran waterpass memanjang pulang :
Ketelitian : 10√0.49330 = 7.023531875 mm
Jadi pengukuran waterpass memanjang masih dalam toleransi yang ditentukan.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari pelaksanaan praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa dalam pengukuran ini
adalah sebagai berikut :
1. Ketelitian linier poligon di tentukan oleh jarak yang dipakai untuk pengukuran,
makin teliti jarak ketelitian linier maka poligon makin teliti.
Kesalahan jarak yang dapat terjadi :
a. Pelurusan yang kurang baik
b. Kelengkungan pita roll meter
c. Kesalahan pengiraan/pembacaan pada roll meter.
2. Terjadinya penyimpangan beda tinggi antara titik awal pengukuran dan titik akhir
pengukuran pada poligon tertutup disebabkan oleh :
a. Kesalahan pengiraan/pembacaan bacaan pada rambu ukur
b. Karena refraksi atmosfir
c. Tidak tegaknya rambu ukur pada saat pembacaan.
3. Dengan melihat garis kotur dapat diketahui kondisi suatu daerah, missal : perbukitan,
lembah, ataupun sungai. Garis kontur juga dapat membantu pekerjaan teknik seperti
pembangunan bendungan, jalan dan lain-lain.
4. Kesalahan dan hambatan dalam melakukan pengukuran/pekerjaan lapangan adalah
a. Kurang teliti dalam mengambil data dilapangan
b. Alat yang dipakai tidak dikoreksi dengan baik
c. Keadaan alam dan cuaca yang tidak mendukung
5.2 SARAN
1. Sebelum melakukan pengukuran, sebaiknya diadakan survey lokasi yang akan
diukur.
2. Gunakan alat yang sesuai dengan kegunaannya serta memenuhi syarat.
3. Periksa alat ukur sebelum ke lokasi, untuk memastikan apakah alat ukur tersebut
siap untuk digunakan atau tidak
4. Persiapkan formulir ukur dan alat yang lain yang diperlukan dalam pengukuran di
lapangan.
5. Pelaksanaan praktikum sebaiknya dilakukan pada saat liburan jangan sampai
mengganggu jam kuliah.