Isi Makalah
description
Transcript of Isi Makalah
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amalgam dikenal sebagai bahan restorasi selama lebih dari 170 tahun.
Berdasarkan survei yang di lakukan pada tahun 2001, melaporkan bahwa 75% dokter
gigi di Amerika serikat memakai amalgam sebagai bahan restorasi gigi. Pada tahun
1999, sekitar 60% amalgam seringkali dijadikan sebagai bahan restorasi kavitas klas
I dan II. bahkan terdapat persentase penggunaan amalgam yang lebih tinggi dinegara
berkembang (Uçar and Brantley, 2011).
Berdasarkan American Dental Association (ADA) No.1 logam campur
amalgam terdiri dari perak dan timah sebagai bahan utama serta campuran seperti
tembaga dan seng. Selain itu serbuk campuran logam amalgam akan di campurkan
dengan Hg atau merkuri. hal ini dilakukan agar memperoleh amalgam yang lebih
bersifat plastis dan mudah dimanipulasi ketika di aplikasikan kedalam kavitas gigi.
Namun, penggunaan Hg dalam restorasi amalgam sering kali dikhawatirkan dapat
menimbulkan efek-efek yang merugikan bagi kesehatan. Baik kesehatan dalam
rongga mulut maupun kesehatan secara sistemik. Sehingga penggunaan amalgam
sebagai bahan restorasi mulai banyak ditinggalkan dan beralih menggunakan bahan
restorasi lain seperti SIK, resin komposit tanpa melihat sifat yang unggul dari
amalgam.
Amalgam memiliki keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki oleh bahan
tumpatan lain. Seperti kekuatan terhadap tekanan mastikasi yang tinggi. Mudah
untuk diaplikasikan kedalam kavitas, perubahan dimensi yang minimal, ketahan
terhadap aus dan lain-lain. Maka dari itu dengan melihat keunggulan-keunggulan
yang ada dalam amalgam diharapkan akan menjadi pertimbangan untuk tetap
menggunakan amalgam sebagai bahan restorasi gigi.
Pada preparasi kavitas klas II, kekuatan dan keutuhan bagian tepi merupakan
dua kriteria penting untuk memutuskan apakah cusp akan dipertahankan atau
2
dikorbankan dengan harapan tumpatan dapat menahan fraktur selama pengunyahan.
Beberapa contoh desain kavitas digambarkan dengan nomenklatur kavitas (Baum
dkk., 1997).
Kavitas Klas II dapat dibagi dalam dua kategori; (1) Klas II amalgam
insipient adalah sedikit banyak menutupi lubang yang dapat dimasuki mikroba yang
dapat menyerang gigi, dan (2) Klas II amalgam yang diperluas merupakan tambalan
yang mengembalikan bagian gigi yang hilang atau rusak. Konsep (1) ‘menambal”
dengan (2) “membangun”, adalah penting untuk dimengerti, karena bisa mengubah
perawatan atau tipe dari prosedur itu sendiri (Baum dkk., 1997).
1.1 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan amalgam?
2. Apa saja kelebihan dan kekurangan restorasi amalgam?
3. Apa saja indikasi dan kontraindikasi amalgam?
4. Bagaimana cara manipulasi dan reaksi pengerasan amalgam?
5. Bagaimana design, prinsip, dan teknik praparasi untuk tumpatan amalgam
klas II ?
6. Apa saja kesalahan dalam preparasi amalgam?
7. Apa saja kegagalan dalam restorasi amalgam?
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang amalgam, restorasi dan preparasi
pada kavitas klas II amalgam.
1.3 Hipotesa
Design, preparasi, teknik preparasi, dan teknik restorasi yang tepat
mempengaruhi keberhasilan suatu restorasi amalgam.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Amalgam
2.1.1 Definisi Amalgam
Amalgam adalah campuran dari dua atau beberapa logam, salah satunya
adalah merkuri. Aloi amalgam terdiri atas tiga atau beberapa logam. Amalgam itu
sendiri merupakan kombinasi aloi dengan merkuri melalui suatu proses yang disebut
amalgamasi atau triturasi. Campuran merupakan bahan plastis dimasukkan ke dalam
kavitasdan bahan tersebut menjadi keras karena kristalisasi (Baum, 2012).
2.1.2 Komposisi Amalgam
Komposisi bahan restorasi dental amalgam terdiri dari perak, timah, tembaga,
merkuri, platinum, dan seng. Unsur – unsur kandungan bahan restorasi amalgam
tersebut memiliki fungsinya masing – masing, dimana sebagian diantaranya akan
saling mengatasi kelemahan yang ditimbulkan logam lain, jika logam tersebut
dikombinasikan dengan perbandingan yang tepat. Pada tabel 2.1 dapat dilihat
komposisi persentase berat kandungan alloy amalgam (Anusavice, 2004).
Alloy Presentase Berat (%)
Silver 65 (maksimum)
Tin 29 (maksimum)
Copper 6 (maksimum)
Zinc 2 (maksimum)
Mercury 3 (maksimum)
Palladium 0,5
Tabel 2.1
Komposisi Amalgam
4
2.1.3 Fungsi Unsur dalam Alloy Amalgam
Amalgam itu sendiri merupakan kombinasi aloi dengan merkuri. Fungsi unsur-
unsur kandungan bahan restorasi tersebut adalah sebagai berikut (McCabe & Walls,
2008):
1. Perak
a) Meningkatkan strength
b) Meningkatkan setting expansion
2. Timah
a) Mengurangi strength dan hardness
b) Mengurangi ekspansi
c) Meningkatkan setting time
3. Tembaga
a) Meningkatkan strength dan hardness
b) Menghambat pembentukan fase gamma 2
c) Mengurangi tarnish dan korosi
d) Mengurangi terjadinya pengerutan dan kebocoran tepi
4. Zink
a) Zink berperan sebagai penghambat oksidasi selama dalam proses
pembuatan, sehingga dapat mencegah oksidasi dari unsur-unsur yang
penting seperti perak, tembaga, maupun timah.
b) Zink dapat menyebabkan ekspansi yang tertunda pada low copper
5. Palladium
a) Mengurangi korosi
6. Indium
a) Meningkatkan strength
b) Mengurangi jumlah pemakaian merkuri
c) Mengurangi terjadinya kerusakan marginal
5
2.1.4 Klasifikasi Amalgam
Amalgam dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah metal alloy, berdasarkan
ukuran alloy, berdasarkan bentuk partikel alloy, berdasarkan kandungan tembaga, dan
berdasarkan kandungan zinc (Craig, 1993) yaitu :
1. Berdasarkan jumlah metal alloy, yaitu :
a. Alloy binary, contohnya : silver-tin
b. Alloy tertinary, contohnya : silver-tin-copper
c. Alloy quartenary, contohnya : silver-tin-copper-indium
2. Berdasarkan ukuran alloy, yaitu :
a. Microcut, dengan ukuran 10 - 30 µm.
b. Macrocut, dengan ukuran lebih besar dari 30 µm.
3. Berdasarkan bentuk partikel alloy, yaitu :
a. Alloy lathe-cut
Alloy ini memiliki bentuk yang tidak teratur.
b. Alloy spherical
Alloy spherical dibentuk melalui proses atomisasi. Dimana cairan
alloy diatomisasi menjadi tetesan logam yang berbentuk bulat kecil. Alloy
ini tidak berbentuk bulat sempurna tetapi dapat juga berbentuk persegi,
tergantung pada teknik atomisasi dan pemadatan yang digunakan.
c. Alloy spheroidal
Alloy spheroidal juga dibentuk melaui proses atomisasi.
4. Berdasarkan kandungan tembaga
Kandungan tembaga pada amalgam berguna untuk meningkatkan
kekuatan (strength), kekerasan (hardness), dan ekspansi saat pengerasan.
Pembagian amalgam berdasarkan kandungan tembaga yaitu:
a. Alloy rendah copper (low copper alloy)
Low copper alloy ini mengandung silver (68-70%), tin (26-27%),
copper (4-5%), zinc (0-1%).
b. Alloy tinggi copper (high copper alloy)
6
High copper alloy mengandung silver (40-70%), tin (22-30%), copper
(13-30%), zinc (0-1%). Alloy ini dapat diklasifikasikan sebagai:
a) Admixed/dispersi/blended alloys
Alloy ini merupakan campuran spherical alloy dengan lathe-cut
alloy dengan komposisi yang berbeda yaitu high copper spherical alloy
dengan low copper lathe-cut alloy. Komposisi seluruhnya terdiri atas
silver (69%), tin (17%), copper (13%), zinc (1%).
b) Single composisition atau unicomposition alloys
Tiap partikel dari alloy ini memiliki komposisi yang sama.
Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (40-60%), tin (22-30%), copper
(13-30%), zinc (0-4%).
5. Berdasarkan kandungan zinc
a. Alloy mengandung seng: mengandung lebih dari 0.01% zinc.
b. Alloy bebas seng: mengandung kurang dari 0.01% zinc.
2.1.5 Kelebihan dan Kekurangan Amalgam
Menurut Anusavice (2003) Kelebihan dan kekurangan Amalgam dalam
kedokteran gigi adalah :
1. Kelebihan :
Dapat dikatakan sejauh ini amalgam adalah bahan tambal yang paling kuat
dibandingkan dengan bahan tambal lain dalam melawan tekanan kunyah,
sehingga amalgam dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama di
dalam mulut (pada beberapa penelitian dilaporkan amalgam bertahan hingga
lebih dari 15 tahun dengan kondisi yang baik) asalkan tahap-tahap
penambalan sesuai dengan prosedur.
Ketahanan terhadap keausan sangat tinggi, tidak seperti bahan lain yang pada
umumnya lama kelamaan akan mengalami aus karena faktor-faktor dalam
mulut yang saling berinteraksi seperti gaya kunyah dan cairan mulut.
7
Penambalan dengan amalgam relatif lebih simpel dan mudah dan tidak terlalu
“technique sensitive” bila dibandingkan dengan resin komposit, di mana
sedikit kesalahan dalam salah satu tahapannya akan sangat mempengaruhi
ketahanan dan kekuatan bahan tambal resin komposit.
Biayanya relatif lebih rendah
2. Kekurangan :
Secara estetis kurang baik karena warnanya yang kontras dengan warna gigi,
sehingga tidak dapat diindikasikan untuk gigi depan atau di mana
pertimbangan estetis sangat diutamakan.
Dalam jangka waktu lama ada beberapa kasus di mana tepi-tepi tambalan
yang berbatasan langsung dengan gigi dapat menyebabkan perubahan warna
pada gigi sehingga tampak membayang kehitaman.
Pada beberapa kasus ada sejumlah pasien yang ternyata alergi dengan logam
yang terkandung dalam bahan tambal amalgam. Selain itu, beberapa waktu
setelah penambalan pasien terkadang sering mengeluhkan adanya rasa sensitif
terhadap rangsang panas atau dingin. Namun umumnya keluhan tersebut tidak
berlangsung lama dan berangsur hilang setelah pasien dapat beradaptasi.
Hingga kini issue tentang toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri
yang dikandungnya masih hangat dibicarakan. Pada negara-negara tertentu
ada yang sudah memberlakukan larangan bagi penggunaan amalgam sebagai
bahan tambal.
Sering menyebabkan kebocoran mikro dan sekunder karies. Solusinya
enggunakan “cavity varnish” yang mengandung larutan resin alami atau
sintetis dalam pelarut yang menguap misalkan eter dan harus tahan air.
Mengakibatkan rasa nyeri bila menimbulkan arus galvanis bersama dengan
tumpatan logam lain. Solusinya dengan melepas tumpatan logam lain sebelum
memakai tumpatan amalgam.
8
2.1.6 Indikasi dan Kontra Indikasi Penggunaan Amalgam
Indikasi amalgam menurut Anusavice (2003) adalah :
1. Sebagai bahan restorasi permanen pada kavitas klas I, klas II, dan klas V dimana
faktor estetis bukanlah suatu hal yang penting.
2. Dapat dikombinasikan dengan pin retentif untuk menempatkan mahkota.
3. Dipergunakan dalam pembuatan die.
4. Sebagai bahan pengisian saluran akar retrograde.
5. Dilihat dari segi biokompatibilitasnya, amalgam memiliki adaptasi yang cukup
baik pada jaringan di rongga mulut terutama email dari gigi tersebut.
Kontra Indikasi amalgam adalah :
1. Mengutamakan estetik untuk gigi posterior
2. Restorasi kecil sampai sedang yang tidak dapat dilakukan isolasi dengan baik
3. Restorasi kelas 6 yang kecil
2.1.7 Efek Samping Penggunaan Merkuri dalam Amalgam
Kandungan merkuri dalam bahan restorasi amalgam dalam beberapa peristiwa
memang dapat menyebabkan terjadinya reaksi hipersensitivitas atau alergi. Tetapi
peristiwa alergi yang terjadi pada pasien yang menggunakan restorasi amalgam
tidaklah signifikan, karena tidak setiap pasien yang melakukan treatment
menggunakan amalgam mengalami alergi.Beberapa penelitian menerangkan bahwa
penggunaan restorasi amalgam dapat pula menyebabkan terjadinya gangguan
kesehatan secara sistemik seperti kerusakan pada ginjal, alergi atau hipersensitivitas
atau gangguan terhadap neurobehavior. Namun, apabila penggunaan alamgam
dilakukan secara benar, tidak akan terjadi masalah terhadap biokombatibilitas dari
restorasi amalgam (Craig, 1993).
9
Seseorang dapat terpapar merkuri daridiet makanan, minuman, udara, dan
restorasi amalgam.Merkuri yang terlepas dari bahan restorasi amalgam biasanya
terjadi akibat adanya penguapan merkuri. Uap merkuri pada manusia dapat
ditemukan pada hembusan nafas, pada rongga mulut dengan keadaan mulut terbuka
atau teertutupmelalu kateter yang dipasang ditrakea melalu bronkoskop. Data dari
penelitian menjelaskan bahwa merkuri secara terus menerus terlepas dalam rongga
mulut dari bahan restorasi amalgam. Tingkat pelepasan merkuri pada seseorang
dipengaruhi oleh banyak factor yaitu area restorasi, usia, diet, komposisi amalgam,
dan kuantitas permukaan yang mengalami oksidasi. Uap merkuri dapat terlarut pada
udara intraoral ataupun oleh saliva, kemudian dapat penetrasi ke organisme melalui
banyak cara (Uçar and Brantley, 2011).
World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa ditemukan kadar
merkuri dalam urin yang lebih tinggi yaitu sekitar 5 sampai 20 pada orang yang
mengkonsumsi seafood dengan frekuensi seminggu sekali jika dibandingkan dengan
kadar merkuri akibat pajanan restorasi amalgam yaitu sekitar 1 atau sekitar 1
mg/(Craig, 1993).
WHO merekomendasikan nilai batas paparan merkuri jangka panjang untuk
para pekerja atau operator adalah sebesar 25selain itu WHO merekomendasikan
paparan yang merkuri untuk wanita dalam masa subur harus lebih rendah dari nilai
standar yaitu sekitar 10 (Bindslev, 1991).
Penguapan merkuri dari bahan restorasi amalgam lebih kecil jika
dibandingkan dengan pengkonsumsian berbagai jenis ikan. Peningkatan kadar
amalgam dalam urin dan darah dapat dipengaruhi oleh berbagai factor, tidak hanya
dipengaruhi oleh merkuri yang berasal dari bahan restorasi amalgam. Secara
keseluruhan merkuriyang berasal dari amalgam hanya memberikansedikit pengaruh
terhadap total kadar merkuri dalam tubuh .secara epidemiologi, kadar merkuri dalam
urin dan darah berkolerasi dengan jumlah paparan yang berasal dari lingkungan dan
diet (Craig, 1993).
10
Pencemaran merkuri terhadap lingkungan hidup dapat menimbulkan dampak
negatif pada kesehatan manusia. Pencemaran tersebut akan menyebabkan terjadinya
toksisitas atau keracunan tubuh manusia. Hal ini dapat terjadi pada lingkungan
pekerjaan seperti pertambangan, pertanian, industri, farmasi, kedokteran gigi dan aa
banyak pekerjaan lain dengan potensi paparan terhadap merkuri. Pencemaran merkuri
di lingkungan dokter dapat terjadi pada saat proses pembuatan amalgam sampai
pemakaian amalgam sebagai tumpatan gigi (Silalahi, 2002).
1. Toksik merkuri
Toksik merkuri berkaitan dengan afinitasnya untuk membentuk ikatn
kovalen dengan gugus sulfhidril yang akan menganggu sistem enzim dalam
organ. Keracunan merkuri terjadi karena terbentuknya senyawa yang mudah
di serap yaitu merkuri yang teroksidasi atau terikat dengan sulfida. Merkuri
dapat diabsorbsi oleh tubuh melalui tiga cara yaitu inhalasi, pencernaan, dan
permukaan kulit. Inhlasi adalah jalur utama absorbsi persenyawaan merkuri
yaitu sebesar 80% (Silalahi, 2002).
2. Toksisitas akut
Lemah,mual, muntah, diare disertai lendir dan darah, sakit kepala,
sukar berbicara dan menelan, kulit pucat dingin,iritasi membran mukosa
bronkus, pneumonitis yang diikuti demam dan dispena, rasa sakit dan terbakar
di kerongkongan dan perut, penyempitan lapangan pandang, serta
berkurangnya pengeluaran air seni sampai berhenti sama sekali (Silalahi,
2002).
3. Toksisitas kronis
Paparan yang terus menerus dengan merkuri akan menimbulkan tiga
gejala berupa eretisme (keadaan sangat mudah terangsang), tremor, dan
stomatitis. Gejala-gejala neurologis dan psikis merupakan gejala yang paling
karakteristik. Gejala dini nonspesifik berupa anoreksia, penurunan berat
badan, dan sakit kepala. Kemudian gejala ini diikuti gangguan-gangguan yang
lebih karakteristik seperti iritabilitas meningkat,gangguan tidur,mudah
11
terangsang, kecemasan,depresi,gangguan daya ingat, dan kehilangan
kepercayaan diri. Keracunan berat sering berakibat kelainan bicara terutama
mengenai pengecapan (Silalahi, 2002).
2.1.8 Sifat – sifat Amalgam
1. Sifat Fisik Amalgam
a) Creep ( Tekanan )
Creep adalah sifat viskoelastik yang menjelaskan perubahan dimensi
secara bertahap yang terjadi ketika material diberi tekanan atau beban. Untuk
tumpatan amalgam, tekanan menguyah yang berulang dapat menyebabkan
creep. ANSI-ADA specification no.1 menganjurkan agar creep kurang dari 3%.
Amalgam dengan kandungan tembaga tinggi mempunyai nilai creep yang jauh
lebih rendah, beberapa bahkan kurang dari 0,1% (Anusavice, 2004).
Tingkat creep terbukti mempunyai hubungan dengan kerusakan tepi dari
amalgam tradisional yang kandungan tembaganya rendah, yaitu makin tinggi
creep, semakin besar derajat kerusakan tepi. Tepi dari amalgam dengan tingkat
creep tinggi tampak tercungkil cukup parah (Anusavice, 2004).
b) Stabilitas Dimensional
Idealnya amalgam harus mengeras tanpa perubahan dimensinya dan
kemudian tetap stabil. Amalgam dapat memuai dan menyusut tergantung pada
cara manipulasinya, idealnya perubahan dimensi kecil saja. Perubahan
dimensional dari amalgam bergantung pada seberapa banyak amalgam tertekan
pada saat pengerasan dan kapan pengukuran dimulai. ADA menyebutkan
bahwa amalgam dapat berkontraksi atau berekspansi lebih dari 20μm / cm,
diukur pada 30°C, 5 menit dan 24 jam sesudah dimulainya triturasi dengan alat
yang keakuratanya tidak sampai 0,5μm. Ekspansi yang berlebihan juga dapat
menimbulkan tekanan pada pulpa dan kepekaan pascaoperatif (Anusavice,
2004).
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi perubahan dimensi adalah :
12
Komposisi alloy : semakin banyak jumlah silver dalam amalgam, maka akan
lebih besar pula ekxpansi yang terjadi
Rasio mercury (alloy) : makin banyak mercury, akan semakin besar tingkat
ekspansinya.
Ukuran partikel alloy : dengan berat yang sama, jika ukuran partikel
menyusut, maka total area permukaan alloy akan meningkat.
Waktu triturasi : merupakan faktor paling penting. Secara umum, semakin
lama waktu triturasi, maka ekspansi akan lebih kecil.
Tekanan kondensasi : jika amalgam tidak mengalami kondensasi setelh
triturasi, akan terjadi kontraksi dalam skala besar karena tidak tergantung
difusi mercury ke alloy (Anusavice, 2004).
c) Difusi Termal
Difusi termal amalgam adalah 40 kali lebih besar dari dentin sedangkan
koefisien ekspansi termalnya 3 kali lebih besar dari dentin yang mengakibatkan
mikroleakage dan sekunder karies (Anusavice, 2004).
d) Abrasi
Proses abrasi yang terjadi saat mastikasi makanan, berefek pada
hilangnya sebuah substansi / zat, biasa disebut wear. Mastikasi melibatkan
pemberian tekanan pada tumpatan, yang mengakibatakan kerusakan dan
terbentuknya pecahan / puing amalgam (Anusavice, 2004).
2. Sifat Kimia Amalgam
a) Reaksi Elektrokimia Sel Galvanik
Korosi galvanik atau bimetalik terjadi ketika kedua atau lebih logam
berbeda atau alloy berkontak dengan larutan elektrolit, dalam hal ini adalah
saliva. Besarnya arus galvanis dipengaruhi oleh lama/usia restorasi, perbedaan
potensial korosi sebelum berkontak dan daerah permukaan (Craig, 2002).
13
Jarak yang cukup lebar/besar dihasilkan dan berkontak elektrik dari
beberapa restorasi secara in vivo. Untuk restorasi amalgam-amalgam, perbedaan
potensial korosi sebelum berkontak mungkin akan berguna dalam memprediksi
besarnya arus galvanis, yang mana paling tidak perbedaan keluar adalah 24 V
(Craig, 2002).
Hubungan lama restorasi dengan besar arus galvanis berbanding terbalik,
artinya semakin lama usia restorasi amalgam dengan tumpatan lainnya, semakin
kecil arus galvanis yang dihasilkan (Craig, 2002).
b) Korosi
Korosi adalah reaksi elektrokimiawi yang akan menghasilkan degradasi
struktur dan properti mekanis. Banyak korosi amalgam terjadi pada bagian pits
dan cervical. Korosi dapat mengurangi kekuatan tumpatan sekitar 50%, serta
memperpendek keawetan penggunaannya (Craig, 2002).
c) Tarnis
Reaksi elektrokimia yang tidak larut, adherent, serta permukaan film yang
terlihat dapat menyebabkan tarnish. Penyebab discoloration yang paling
terkenal adalah campuran silver dan copper sulfida karena reaksi dengan sulfur
dalam makanan dan minuman (Craig, 2002).
3. Sifat Mekanik Amalgam
a). Kekuatan
Dental amalgam mempunyai berbagai macam struktur, dan kekuatan
struktur tersebut tergantung dari sifat individu dan hubungannya antara satu
struktur dengan struktur yang lainnya (Anusavice, 2004).
Dental amalgam adalah material yang brittle/rapuh. kekuatan tensile
amalgam lebih rendah dibanding kekuatan kompresif. kekuatan komperesif ini
cukup baik untuk mempertahankan kekuatan amalgam, tetapi rendahnya
kekuatan tensile yang memperbesar kemungkinan terjadinya fraktur/retakan
(Anusavice, 2004).
14
Faktor yang mempengaruhi kekuatan amalgam:
Rasio mercury (Alloy) : jika mercury yang digunakan terlalu sedikit, maka
partikel alloy tidak akan terbasahi secara sempurna sehingga bagian
restorasi alloy tidak akan bereaksi dengan mercury, menyisakan peningkatan
lokal porositas dan membuat amalgam menjadi lebih rapuh
Ukuran dan Bentuk partikel : kekuatan amalgam diperoleh dengan ukuran
partikel yang kecil, mendukung kecenderungan fine atau microfine particles.
Porositas : sejumlah kecil porositas pada amalgam akan mempengaruhi
kekuatan.
Efek triturasi : efek ini tergantung pada jenis lugam campur amalgam, waktu
triturasi, dan kecepatan amalgamator.
Efek laju pengerasan amalgam : spesifikasi ADA menyebutkan kekuatan
kompresif minimal adalah 80 Mpa pada 1 jam dari amalgam komposisi
tunggal yang kandungan tembaganya tinggi sangatlah besar.
4. Sifat Biologi Amalgam
a). Alergi
Secara khas respon alergi mewakili antigen dengan reaksi antibodi
yang ditandai dengan rasa gatal, ruam, bersin, kesulitan bernapas,
pembengkakan, dan gejal lain (Craig, 2002).
Dermaititis kontak atau reaksi hipersnsitif tipe 4 dari commbs
mewakili efek samping fisiologis yang paling mungkin terjadi pada amalgam
gigi, tetapi reaksi ini terjadi kurang dari 1% dari populasi yang dirawat (Craig,
2002).
b). Toksisitas
sejak awal penggunaannya kemungkinan efek samping dari air raksa
sudah mulai dipertanyakan. kadang - kadang masi ada dugaan bahwa keracunan
air raksa dari tambalan gigi adalah penyebab dari penyakit - penyakit tertentu
yang diagnosisnya tidak jelas dan ada bahaya bagi dokter gigi atau pasiennya.
15
Ketika uap air raksa terhirup selama pengadukan, penempatan dan
pembuangan. suatu analisis pada dentin dibawah tambalan amalgam
mengungkapkan adanya air raksa yang turut berperan dalam perubahan warna
gigi (Craig, 2002).
Sejumlah air raksa dilepaskan pada saat pengunyahan tetapi
kemungkinan keracunan dari air raksa yang menembus gigi atau sensititasi
terhadap garam -garam air raksa yang larut dari permukaan amalgam jarang
tejadi (Craig, 2002).
2.1.9 Reaksi Pengerasan Amalgam
Reaksi pengerasan amalgam dimulai setelah alloy dan merkuri dicampur.
Pencampuran ini menyebabkan lapisan luar partikel alloy larut dalam merkuri dan
membentuk dua fase baru yang solid pada temperatur kamar. Reaksinya adalah
sebagai berikut (Craig, 2002):
Ag3Sn + Hg Ag3Sn + Ag2Hg3 + Sn(7-8)Hg
γ + merkuri γ + γ1 + γ 2
powder liquid alloy yang matriks
tidak bereaksi
Tidak semua partikel alloy akan larut dalam merkuri. Struktur bahan setelah
reaksi pengerasan berupa struktur inti (γ yang tidak bereaksi), γ1 dan γ2 yang secara
mikroskopis membentuk suatu susunan jala yang tidak terputus-putus (Craig, 2002).
Menurut ANSI/ADA specificatin no.1, kekerasan maksimal amalgam dicapai
setelah 24 jam pengerasan. Reaksi pengerasan yang baik dengan pemampatan yang
cukup akan mencegah terjadinya ekspansi maupun kontraksi yang tidak diinginkan.
Ekspansi maupun kontraksi tersebut merupakan manifestasi dari perubahan dimensi.
Pada high-copper amalgam, tembaga akan terdisitribusi secara merata. Peningkatan
kandungan tembaga dalam alloy akan mempengaruhi reaksi pengerasan. Sehingga
16
untuk amalgam tipe high copper terdapat reaksi sekunder yang berlangsung setelah
reaksi pertama. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut (Craig, 2002):
γ 2 + Ag-Cu Cu6Sn5 + γ1
Setelah reaksi sekunder ini terjadi, amalgam tidak mengandung atau sedikit
mengandung fase γ2. Modifikasi reaksi pengerasan yang terjadi pada amalgam tipe
high copper menghasilkan beberapa kelebihan, yaitu (Craig, 2002):
a. Compressive strength lebih tinggi
b. Final strength terjadi lebih cepat
c. Meminimalisasi creep
d. Meminimalisasi korosi
e. Hardness yang lebih tinggi
2.1.10 Manipulasi Amalgam
Amalgam merupakan kombinasi alloy dengan merkuri melalui suatu proses
yang disebut amalgamasi atau triturasi. Campuran yang merupakan bahan plastis
dimasukkan ke dalam kavitas dan bahan tersebut menjadi keras karena kristalisasi.
Triturasi amalgam dapat dilakukan dengan cara manual dan masinal. Cara
manual dilakukan dengan menggunakan alu dan mortal. Homogenitas amalgam
tergantung dari tekanan yang terjadi antara alu dan lumpang. Tekanan yang berbeda-
beda dari operator menyebabkan kekuatan amalgam yang berbeda homogenitasnya
sehingga hasilnya kurang baik. Lain halnya dengan cara masinal yang tekanannya
selalu sama sehingga menghasilkan amalgam yang homogen.
Manipulasi amalgam dapat melalui proses (Craig, 2002) :
1. Proportioning
Perbandingan antara alloy dan merkuri harus sesuai. Menggunakan perbandingan
alloy dan mercury 5:7 atau 5:8. Kelebihan mercury mempermudah triturasi dan
dapat diperoleh hasil campuran yang plastis Jika mercury yang digunakan terlalu
17
sedikit, maka partikel alloy tidak akan terbasahi secara sempurna sehingga bagian
restorasi alloy tidak akan bereaksi dengan mercury, menyisakan peningkatan lokal
porositas dan membuat amalgam menjadi lebih rapuh.
2. Triturasi
Pencapuran amalgam alloy dan merkuri dengan menggunakan amalgamator
selama waktu yang telah ditentukan. Proses triturasi dapat dilakukan dengan cara
manual dan mekanis.
3. Kondensasi
Teknik kondensasi yang baik akan memeras keluar merkuri dan menghasilkan
fraksi volume dari fase matriks yang lebih kecil. Tekanan kondensasi yang tinggi
diperlukan untuk mengurangi porositas dan mengeluarkan merkuri dari amalgam lathe- cut.
Sebaliknya, amalgam sferis yang dimampatkan dengan tekanan ringan akan
mempunyai kekuatan yang baik.
4. Trimming dan Carving
Amalgam yang dibuat dari serbuk alloy yang kasar lebih sukar mengukirnya karena
kepingan alloy yang agak besar dapat tertarik oleh instrument dari permukaan. Apabila
dikehendaki pengukiran yang mudah, dapat menggunakan alloy spheris.
5. Polishing.
Amalgam konvensional baru dapat dipoles palng cepat 24 jam
setelah penambalan, yaitu setelah tambalan cukup kuat. Amalgam yang terbuat
dari alloy kaya kuprum lebih cepat mendapatkan kekuatannya, disebutkan bahwa
bahan ini dipoles tidak lama setelah penambalan.
2.2 Preparasi Kavitas
2.2.1 Prinsip Preparasi Kavitas
a. Outline Form
Outline form yaitu pola menentukan bentuk luar suatu preparasi kavitas
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan outline form antara
18
lain:Tempat atau permukaan yang mudah diserang karies harus dimasukkan dalam
outline form (Abu Bakar, 2012).
Semua pit, fisur dan developmental groove yang terkena karies harus
dimasukkan dalam outline form
Tonjol – tonjol gigi sebaiknya tidak dimasukkan dalam outline form.
Harus diusahakan jangan samapi ada dinding enamel yang tipis.
Extention for prevention dari Black menyatakan bahwa tepi – tepi kavitas
harus ditempatkan pada daerah – daerah gigi yang imun terhadap karies,
yaitu pada tempat – tempat di mana kemungkinan terjadinya karies kecil.
b. Removal Of Caries (Membuang jaringan karies)
Membuang jaringan karies atau yang diduga akan karies digunakan
ekskavator atau bur bulat kecepatan rendah. Pada kvitas yang dangkal dilakukan
serentak karena jaringan karies sudah terambil ketika membentuk resistance dan
retention form. Karies tidak boleh ditinggalkan dalam kavitas karena bila terjadi
kebocoran tumpatan, bakteri yang tinggal di kavitas akan menjadi aktif.
c. Resistance Form (Membuat bentuk resistensi)
Resistance form bertujuan membentuk preparasi kavitas sedemikian rupa
sehingga gigi dan tumpatan cukup kuat menerima tekanan serta menahan daya
kunyah (Abu Bakar, 2012). Berikut adalah hal – hal yang perlu diperhatikan :
Enamel yang tidak disokong dentin yang sehat dibuang. Bila pada kavitas
Klas II overhanging enamel sedemikian besar, enamel yang tidak disonkong
dentin sehat perlu dihilangkan. Dengan demikian akan menyebabkan sisa
jaringan gigi menjadi tipis. Dalam hal ini perlu diisi terlebih dahulu bagian
undermine (dasarnya) dengan semen Zn fosfat.
Dengan kedalaman kavitas 0,5 mm ke dalam dentin, kekuatan akan bertambah
dua kali jika isthmus didalamkan.
Isthmus harus dibuat 1/3 – ¼ jarak antar tonjol.
19
Line angle harus dibulatkan dan enamel harus didukung dentin yang sehat.
Selain itu perlu dibuat bevel atau dibulatkan pada axio-pulpa line angle
sehingga didapatkan “Bulk of Amalgam“. Hal ini penting untuk
menghindarkan pecahnya amalgam pada daerah tersebut terhadap daya
kunyah. Dengan adanya bevel, maka amalgam di daerah tersebut akan lebih
tebal dan daya kunyah dapat dibagi rata.
Cavo surface angle harus tegak lurus untuk mengurangi fraktur pinggir
restorasi dan memudahkan carving.
d. Retention Form
Retention form bertujuan membentuk kavitas sedemikian rupa sehingga
tumpatan tersebut memperoleh pegangan yang kuat dan tidak mudah bergeser
terhadap daya kunyah (Abu Bakar, 2012). Tumpatan tidak lepas ketika gigi berfungsi.
e. Convenience Form
Convenience form adalah upaya membentuk kavitas sedemikian rupa
sehingga memudahkan untuk bekerja dengan alat – alat, baik dalam hal preparasi
maupun memasukkan bahan tumpatan ke dalam kavitas. Pembuatan conviniece form
untuk preparasi tumpatan amalgam diperlukan juga sehingga meluaskan lapangan
penglihatan pada waktu preparasi (Abu Bakar, 2012). Misalnya :
Pada kavitas pit dan fisur, di permukaan luar hanya terdapat kavitas yang kecil
dan sempit. Tetapi bagian dalam kavitas sudah meluas. Sehubungan dengan
ini maka kavitas perlu dilebarkan pada permukaan luar sebelum kavitas
sebelah dalam dipreparasi.
Pada kavitas aproksimal, di mana masih ada kontak dengan gigi tetangga yang
letaknya tersembunyi dan tidak terlihat dari luarnya. Untuk preparasi kavitas
tersebut sebelumnya harus dipreparasi dahulu jaringan gigi sebelah oklusal,
bukal, lingual / palatal sekitar aproksimal kavitas yang baik.
Memilih alat – alat yang kecil ukurannya.
20
f. Finishing The Enamel Margin (Menghaluskan dinding / tepi kavitas)
Finishing the enamel margin adlah tindakan untuk membuat dinding yang
halus dan rata dengan tujuan mendapatkan kontak marginal yang baik.
g. Toilet Of The Cavity (Membersihkan kavitas debris / sisa – sisa
preparasi)
Toilet of cavity yaitu bertujuan membersihkan kavitas dari debris / sisa – sisa
preparasi (Abu Bakar, 2012). Tingkatan pekerjaan preparasi kavitas yang terakhir ini
ialah :
Kavitas dibersihkan dari debris dengan air.
Kavitas diperiksa lagi pada kavitas, mungkin masih terdapat jaringan karies
yang harus segera dikeluarkan.
Kemudian dinding – dinding kavitas, diulas dengan alkohol atau stelirizing
agent lain, dan dikeringkan dengan semprotan udara.
Kavitas yang telah memenuhi syarat tersebut di atas harus tetap dijaga
terhadap semua kotoran – kotoran, kuman – kuman dan saliva dengan
memblokir kelenjar ludah dengan cotton roll sebelum pemberian basis dan
mengisi tumpatan.
2.2.2 Preparasi Klas II Amalgam
Menurut definisi restorasi klas II adalah bila telah mengenai permukaan
mesial atau disyal gigi posterior alasan mengapa lesi proksimal mempunyai
klasivikasi tersendiri adalah karena lesi terjadi pada gigi – gigi molar dan premolar
yang saling berdekatan, yang sulit untuk menjaga kebersihan daerah di bawah kontak
lesi klas II terjadi pada proksimal umunnya dianggap kavitas campuran yaitu kavitas
yang mengenai dua permukaan sdalah satunya adalah permukaan oklusal begitu
sering terjadi sehingga dibagi menjadi mesial oklusal (MO), disto oklusal (DO), atau
21
oklusal mesial distal (MOD) akses ke lesi proksimal dapat langsung tetai keadaan
seperti ini jarang terjadi (Baum, dkk., 1997).
2.2.2.1 Design Kavitas
Karena mayoritas kavitas klasII adalah kavitas campuran bagai mana desain
kavitas jika seluruh mahkota ditambal(empat permukaan aksial ditambah oklusal
semua tonjol). Mengandung lima prinsip yang akan mempengaruhi restorasi klas II
baik yang kecil atau retorasi campuran yang besar (Baum, dkk., 1997).
1. Dinding aksial, pulpa dan dasar gingiva bertemu satu sama lain ada sudut
tegak lurus dengan kata lain semua dinding dibikinm vertikal atau horizontal
2. Dingding aksial tidak mengikuti kontur lonceng dari mahkota tetapi sejajar
dengan panjang sumbu gigi
3. Preparasi subtansi gigi dengan ketebalan tepi yang merata sehingga dinding
luar amalgam tidak tipis pada beberapa tempat dan begitu tebal pada tempatm
yang lain. Dari arah aksial dan oklusal, prearasi dibuat dangkal untuk
membatasi banyaknya logam yang dipajkai untuk menjaga jarak ke arah
pulpa.
4. Lantai pulpa dan gingiva rata serta sejajar dengan bidang oklusal (sudut tegak
lurus terhadap tekanan mastikasi).
5. Tepi cavo survace pada dasar gingiva adalah tegak lurus terhadap permukaan
email atau sementum .
Kekuatan dan keutuhan bagian tepi adalah dua kriteria penting untuk memutuskan
apakah tonjol yang lemah akan dipertahankan atau dikorbankan. Empat tipe
pertlekatan dapat dilakukan untuk retensi restorasi, yaitu (Baum, dkk., 1997):
1. Undercut pada oklusal atau gingiva
2. Interlock aksial (alur fasial dan lingual).
3. Parit
4. Dowel atu pin
22
Suatu parit adalah lubang yang dibuat, tempat kedalamanya amalgam akan
dimampatkan. Setelah mengeras amalgam menjadi kuat dengan retensi yang besar
panjangnya bervariasi dari 2-4mm dan lebarnya kira-kira 1mm perit tidak di
tempatkan terlalu jauh ke arah pulpa tetapi juga tidak terlalu dekat ke permukaan agar
bagian tepi gigi tidak patah. Lubang parit harus cukup besar untuk tempat pemampat
yang kecil dan dalamnya 1-2mm. Parit di buat pertama – tama dengan bur bulat
no.1/2 karena bur ini bisa membuat alur penuntun(pilot) tanpa tergelincir. Kemudian
digunakan bur visur lurus yang kecil misalnya no.56, untuk membuat parit yang rapi
dan retentif . alur retentif parit ini harus dibuat dengan bur dengan kecepatan rendah
(Baum, dkk., 1997).
Preparasi kavitas pada gigi – gigi didesain kurang lebih untuk memenuhi
kebutuhan dari amalgam, dengan kavitas bentuk boks, tepi dengan hubungan but
joints, dan underkut untuk menahan tambalan di dalam kavitas. Karena amalgam
merupakan logam pengantar panas yang baik, perparasi kavitas harus dangkal. Tapi
restorasi yang terlalu dangkal akan cenderung patah, karena amalgam amat rapuh
(Baum, dkk., 1997).
Oleh karena itu, preparasi gigi dibuat mempunyai ketebalan minimal 2 mm. Bila
karies dentin menembus lebih dalam daripada 2 mm, pelapik atau basis semen harus
ditempatkan. Untuk mengimbangi sifat rapuh dari bahan ini, seluruh kavitas dibentuk
ke dalam gigi. Dinding – dinding rata sejajar atau tegak dengan permukaan gigi,
menyusun bentuk preparasi seperti boks. Retensi dari bahan dicapai dengan
kesejajaran dari dinding yang berlawanan atau dengan sedikit underkut pada dentin
(Baum, dkk., 1997).
2.2.2.2 Kategori Kavitas Klas II Amalgam
A. Amalgam Klas II Insipien
Lesi insipien biasanya kecil dan terletak dibawah titik kontak anatomik dari
gigi. Urutan preparasinya pada dasarnya menggunakan bur, karena tidak meluas
makan tidak ada karies dentin yang perlu diekskavasi dengan instrumen genggam,
23
sebab bur secara otomatis sudah menghilangkannya selama selama preparasi. Urutan
preparasi sebagai berikut (Baum, dkk., 1997):
a. Preparasi melibatkan alur oklusi dan ceruk, seperti dilakukan untuk
amalgam oklusi klas I. Dilakukan dengan bur bulat No. 1 atau 2
b. Operator harus memutuskan seberapa luas (fasio-lingual) “pemotongan”
yang dilakukan untuk mendapatkan akses ke lesi proksimal. Kemudian
membuat tarikan dengan bur bulat no 1 atau 2 menembus linggir tepi
untuk membuat pertautan dento-email
c. Setelah orifis dari “parit terbalik” dibuat, preparasi dentin dengan bur
bulat atau bur bentuk pir dan potong sebuah alur sempit fasio-lingual
dibawah lapisan proksimal dari email. Gerakan berlahan-lahan dengan
satu arah untuk memperpanjang alur ke bawah ke arah gingiva, gerakan
ini juga membentuk bagian dalam (aksial) dari preparasi
24
d. Lapisan email ditembus dengan alur vertikal. Tindakan ini harus
dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengenai permukaan email gigi
sebelahnya
e. Lapisan email menjadi lemah karena pembuatan alur bidsa dipatahkan
dengan bilah instrumen, yang digunakan untuk mengungkitnya seperti
hatcet, pahat atau eksavator. Bila pengambilan dilakukan dengan tepat
email rod dapat dipatahkan dengan rapi
f. Penyempurnaan tepi dilakukan dengan pahat dan hatchet.
g. Gunakan bur no. 330 untuk memperdalam dinding aksial bila diperlukan,
untuk membentuk kembali alur aksial dan untuk melakukan
penyempurnaan tepi sepanjang oklusal
B. Amalgam Klas II yang Diperluas
Hal ini dilakukan karena daerah-daerah dalam kavitas atau karies rekuren
disekitar tambalan lama. Ukuran dari restorasi tergantung keadaan gigi. Semisal
karies merunyak dibawah email sepanjang pinggir gingiva, berarti dasar gingiva
harus diperluas kearah akar untuk menghilangkan email yang terkena karies (Baum,
dkk., 1997).
25
Biasanya untuk gigi premolar diperluas 1,2 mm, dan untuk molar 1,8 mm
yang dipengaruhi juga oleh anatomi gigi yang akan direparasi.
Urutan preparasi sebagai berikut (Baum, dkk., 1997):
a. Operator membayangkan regangan akhir dari reparasi gigi sebelum
pemotongan dilakukan
b. Dilakukan pemeriksaan radiografi bagaimana ukuran restorasi lama dan
bentuk akhir
c. Dilakukan pembongkaran pada restorasi lama dan bagian oklusal dari
kavitas yang akan dipreparasi dengan bur kecepatan rendah
26
d. Dentine dibawah email proksimal dibuang diikuti dengan mencungkil sisa
email dan membuat bagian tepi, dibutuhkan ketelitian dan ketepatan
operator
e. Yang perlu dipertimbangkan, apakah sudut-sudut tajam dan tegas, apakah
parit cukup diperluas ke arah fasial dan lingual, apakah dasar gingiva dari
alur rata dan halus, dan apakah semua dentin telah dihilangkan dari bawah
email (khususnya sepanjang dasar gingiva), karena bila terjadi
kecerobohan dan tidak memperhatikan pertimbangan-pertimbangan itu
email akan susah dipatahkan dan dicongkel dengan instrumen genggam.
f. Bila pengerjaan sudah tepat dan parit serta email sudah dipatahkan bagian
tepi dibuat dengan instrumen genggam. Instrumen genggamnya adalah
pahat besudut dua dengan pengerjaan menggunakan sudut 45 derajat
terhadap peganggannya.
27
g. Potonglah tepi gingiva miring menjauhi operator untuk arah tepi gingiva
distal dan, miring ke arah operator digunakan untuk tepi gingiva mesial.
h. Bersihkan bagian dalam dari kavitas dengan rutin meliputi pemeriksaan
daerah-daerah yang terlewatkan seperti basis semen yang diperdalam
sehingga menyebabkan amalgam tinggi dalam oklusi.
i. Apabila ada kerutan di daerah fasial dapat dipreparasi ulang dengan
instrumen yang tajam.
j. Perencanaan tepi adalah langkah terakhir sebelun pemasangan pita matriks
dan pemampatan amalgam
28
2.2.3 Kesalahan dalam Preparasi Amalgam
Dalam Taqwa & Yati (1986), terdapat beberapa kesalahan yang dapat terjadi
dalam preparasi amalgam, yaitu:
1. Pengambilan jaringan yang berlebihan
Salah satu syarat preparasi kavitas adalah semua pit dan fisure yang
terkena karies harus dimasukkan dalam outline foam. Tetapi ini bukan berarti
outline foamm dapat dibuat selebar mungkin, karena pengambilan yang
berlebihan akan melemahkan sisa jaringan dan akan melemahkan
amalgamnya sendiri. Pelebaran ke arah bukolingual kavitas proximal box di
daerah oklusal yang berlebihan mengakibatkan tidak baiknya dukungan bagi
dinding proksimal dan akhirnya akan mengakibatkan kerusakan pada bagian
marginal (marginal deterioration). Hal ini terjadi jika dinding kavitas proximal
box sejajar dengan permukaan luar gigi, ternyata posisi bur tidak tepat yaitu
tegak lurus terhadap gingivaa. Sehingga operator berusaha membetulkan
kesalahan ini dengan melakukan pelebaran kavitas.
Kesalahan lain yang bisa terjadi adalah jika adanya dinding proximal
box dan kunci retensi di oklusal dilihat dari pandangan oklusal. Berhubung
sempitnya permukaan oklusal, sempitnya lebar isthimus, dan ekstensi box
yang minimal pada aspek oklusal, dinding-dinding proximal box jangan
terlalu lebar membuka ke arah emberasur. Sebaiknya dinding proximal box
29
harus bertemu di dinding oklusal dalam garis lurus sehingga tidak terdapat
titik-titik lemah dalam preparasi tersebut.
2. Letak dasar dinding proximal
Kesalahan kedua pada waktu preparasi adalah dalam meletakkan dasar
dari dinding proximal. Letak dasar dari dinding proximal yang ideal adalah
pada daerah self cleansing atau dibawah gingiva bebas.
Jika kedalaman lesi memerlukan diletakkannya dinding gingiva lebih
jauh lagi, maka preparasi harus hati-hati agar tidak membuka pulpa. Secara
klinis kadang-kadang ada kecenderungan untuk memperdalam dasar dari
dinding proximal terutama pada lesi yang dalam, tetapi hal ini sangat
berbahaya karena dapat mengenai pulpa. Hal ini disebabkan karena bentuk
piulpanya juga demikian.
3. Isthimus
Lampshire (1955) menganjurkan pembuatan isthimus harus lebar agar
diperoleh badan tumpatan nyang kuat pada titik lemah preparasi, sehingga
akan mencegah terjadinya fraktur pada tumpatan.
Law dkk (1996) dan mc. Donald (1966) menjelaskan bahwa
pembuatan isthmus harus sempit sedangkan badan tumpatan yang cukup kuat
dapat diperoleh dengan jalan mendalamkan kavitas. Idealnya lebar isthmus
tidak lebih dari 1/3 jarak tonjol molar sulung (cups bukal dan lingual).
Merle dan raymon brependapat bahwa fraktur pada amalgam biasanya
terjadi di daerah ishtmus. Penyebab fraktur pada isthimus adalah trauma gigi
antagonis dan pemakaian reatorasi selama 24 jam.
4. Terbukanya pulpa
Jarak antara tanduk pulpa dan permukaan enamel demikian dekatnya
yaitu lebih kurang 2 mm. Oleh karena itu pergerakan sedikit saja dari
30
kesalahan preparasi dapat menyebabkan terkenanya pulpa, untuk ini dituntut
keterampilan yang tinggi dari operator dan hendaknya dijalin kerjasama yang
baik dengan pasien. Kegagalan membulatkan dinding axial juga dapat
menyebabkan terbukanya pulpa.
2.3 Restorasi Amalgam
2.3.1 Teknik Restorasi Amalgam
Setelah gigi dipreparasi, gigi disiapkan untuk penumpatan amalgam. Jika
bukan amalgam yang perlu di-bonded, sealer diperlukan untuk meutup dentin yang
dipreparasi. Sealer bisa berupa coating material atau polymerized resin adhesive.
Tahap ini bisa dilakukan sebelum atau setelah aplikasi matrix. Pada amalgam yang
perlu di-bonded dan menggunakan matrix, dibutuhkan etsa, priming, dan penempatan
bahan adesif setelah matrix diaplikasikan (Roberson, dkk., 2006).
1. Penempatan matrix
Matrix secara utama digunakan pada restorasi permukaan proksimal. Menurut
Roberson, dkk., tujuan penggunaan matrix adalah untuk: menyediakan kontak yang
baik, kontur yang baik, pembatas material restoratif, dan mengurangi penggunaan
material yang berlebih. Matrix yang efektif memiliki ciri: mudah diaplikasikan
maupun diambil, memanjang ke bawah margin gingival, memanjang sampai ke atas
marginal ridge, dan mempertahankan terhadap deformasi selama penempatan
material. Aplikasi matrix pada preparasi gigi dapat melindungi gigi tetangga dari
kerusakan (Roberson, dkk., 2006).
2. Penempatan (kondensasi) amalgam
Kondensasi lateral pada bagian proximal box dari preparasi penting untuk
konfluensi amalgam dengan margin. Spherical amalgam lebih mudah dikondensasi
daripada admixed amalgam, tapi penempatan keduanya mudah. Secara umum,
digunakan amalgam condenser yang lebih kecil dahulu, agar amalgam terkondensasi
31
dengan baik pada sudut internal dan bagian retensi sekunder. Setelah itu, digunakan
condenser yang lebih besar (Roberson, dkk., 2006).
Jika amalgam perlu di-bonded, aplikasi adesif dan kondensasi amalgam
dilakukan secara simultan agar resin dapat melekat dengan baik dengan partikel
amalgam. Kondensasi amalgam harus dilakukan sebelum adesif berpolimerisasi. Jika
amalgam yang ditempatkan sedikit berlebih, perlu dilakukan precarve burnished
dengan egg-shaped burnisher yang besar untuk kondensasi final, menghilangkan
kelebihan merkuri, dan mengawali proses carving (Roberson, dkk., 2006).
3. Carving restorasi amalgam
Penempatan (kondensasi) dan carving amalgam harus dilakukan sebelum
amalgam menjadi terlalu keras untuk di-carving. Bonded amalgam lebih sulit di-
carving daripada nonbonded amalgam karena ekses polymerized adhesive resin
terakumulasi pada margin dan sulit dihilangkan. Carving pada area oklusal reatorasi
amalgam menggunakan instrumen discoid-cleoid, pada area facial dan lingual dengan
Hollenbeck carver, dan pada area embrasure proksimal dengan pisau amalgam atau
amalgam scaler (Roberson, dkk., 2006).
4. Finishing restorasi amalgam
Setelah carving selesai, restorasi dilihat dari berbagai sudut dan kedalaman
carving dievaluasi. Jika menggunakan rubber dam, maka harus dilepas dan kontak
oklusi rstorasi dievaluasi. Pasien diinstruksikan untuk mengatupkan gigi perlahan dan
berhenti ketika kontak dicapai. Jika terlihat ada celah antara gigi tetangga dengan gigi
lawannya, harus diidentifikasi dan diperbaiki. Articulating paper bisa digunakan
untuk mengatur kontak dengan lebih akurat hingga kontak oklusi yang tepat dicapai.
Setelah oklusi diatur, discoid-cleoid bisa digunakan untuk smoothing amalgam.
Cotton pellet yang sudah dibasahi dan dijepit dengan pinset bisa digunakan untuk
membantu smoothing amalgam. Jika carving dan smoothing dilakukan dengan tepat,
32
tidak perlu dilakukan pemulasan tambahan, dan hasilnya akan tetap baik dalam waktu
yang lama (Roberson, dkk., 2006).
5. Reparasi restorasi amalgam
Jika restorasi amalgam mengalami fraktur pada saat penempatan, area defektif
tersebut harus direparasi seperti aplikasi restorasi kecil. Kedalaman dan bentuk
retensi yang sesuai perlu diperhatikan. Matrix dapat digunakan jika diperlukan. Mix
amalgam yang baru dapat dikondensasikan secara langsung pada defek dan melekat
pada amalgam yang sudah ditempatkan sebelumnya jika tidak diberi bahan
intermedier di antara kedua amalgam. Bahan sealer dapat ditempatkan pada dentin
yang terbuka, tapi tidak boleh ditempatkan pada dinding preparasi amalgam. Jika
amalgam perlu di-bonded, aplikasi bahan adesif pada struktur gigi yang terbuka harus
lebih hati-hati (Roberson, dkk., 2006).
2.3.2 Matriks dan Baji
2.3.2.1 Matriks
Tujuan penambalan amalgam ialah memugar daerah kontak dan linger tepi,
dan pada saat yang sama memperoleh pertautan halus antara restorasi dan gigi. Akan
tetapi karena dinding kavitas tidak lengkap, maka dinding tambalan harus dibuat agar
amalgam dapat diisikan dan dikondensasikan secara leluasa, hal itu dapat diatasi
dengan penggunaan lempeng matriks (Baum, dkk., 1997).
Fungsi :
- Membantu kondensasi amalgam di kavitas.
- Memungkinkan adaptasi amalgam terhadap tepi servikal dan oklusal dengan
rapat dan baik.
- Membantu memugar daerah kontak dan eksternal mahkota.
33
2.3.2.2 Baji/Wedge
Bahan terbuat dari kayu, plastik atatu logam, tebal di satu ujing kemudian
meruncing keujung lain. Digunakan untuk memisahkan atau mencegah gerakan
bebas, memegang pita matriks agar terletak dengan baik dan erat di daerah tepi
servikal suatu kavitas yang baru dipreparasi, dan untuk memisahkan gigi (Baum,
dkk., 1997).
Fungsi wedge/ baji:
- Merapatkan pita matriks dengan dinding kavitas agar posisinya stabil dan kuat
sehingga tak adaamalgam yang lolos melalui matriks saat kondensasi.
- Untuk sedikit memisahkan gigi, sehingga saat baji dan matriks dibuka, gigi
akan kembali ke posisi semula dan menutup ruang kecil yang disebabkan
ketebalan pita matriks (Baum, dkk., 1997).
2.3.3 Kegagalan Dalam Restorasi Klas II Amalgam
Kegagalan dalam restorasi klas II Amalgam adalah sebagai berikut (Roberson,
dkk., 2006):
1. Fraktur marginal ridge (lingir tepi)
Penyebab:
a. Axiopulpal line angle tidak dibulatkan saat preparasi
b. Marginal ridge terlalu tinggi
c. Embrasur oklusal tidak benar
Solusi:
a. Axiopulpal line angle dibulatkan saat preparasi
b. Tinggi marginal ridge disesuaikan dengan gigi sebelahnya dan dengan oklusi
c. Menciptakan embrasur oklusal yang bersesuaian dengan gigi sebelahnya
2. Tumpatan overhanging sehingga mengiritasi gingiva
Penyebab:
a. Kesalahan peletakan wedge yang terlalu ke gingival saat insersi amalgam
Solusi:
34
a. Posisi wedge diletakkan secara benar
3. Tepi amalgam lemah
Penyebab:
a. Kertidaksesuaian antara tumpatan amalgam dengan arah dinding mesiolingual
dan mesiofasial
Solusi:
a. Perhatian khusus pada arah prisma email dan sifat amalgam saat preparasi dan
insersi amalgam.
35
BAB III
PETA KONSEP
INDIKASIKONTRA INDIKASI
SIFATKOMPOSISI
AMALGAM
KEGAGALANBERHASIL
RESTORASI KAVITAS
PREPARASI KAVITAS
DIPERLUASINSIPIEN
KAVITAS KELAS II
36
BAB IV
PEMBAHASAN
Amalgam dikenal sebagai bahan restorasi selama lebih dari 170 tahun.
Bahkan, amalgam merupakan satu-satunya bahan restorasi yang sifatnya sangat
kuat dan tahan lama didalam rongga mulut. Berdasarkan American Dental
Association (ADA) No.1 logam campur amalgam terdiri dari perak dan timah
sebagai bahan utama dan unsur-unsur lain seperti tembaga, seng, merkuri, emas,
sebagai bahan tambahan dengan konsentrasi yang kurang dari besar konsentrasi
timah dan perak. Penambahan material tersebut kedalam bahan campur amalgam
bertujuan untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanik dari restorasi amalgam.
Selain itu serbuk campuran logam amalgam akan di campurkan dengan Hg atau
merkuri. Hal ini dilakukan agar memperoleh amalgam yang lebih bersifat plastis
dan mudah dimanipulasi ketika di aplikasikan kedalam kavitas gigi.
Amalgam adalah alloy yang berisi merkuri yang menjadi pasta keperak-
perakan yang lunak ketika dicampur dan kemudian akan mengeras. Amalgam
merupakan bahan yang paling sering digunakan karena bahan ini dapat bertahan
lama sebagai bahan tumpatan. Kerusakan tambalan seringkali disebabkan oleh
dokter gigi, perawat gigi atau pasien dan bukan karena bahan tambalannya,
meskipun amalgam sendiri bersifat rapuh. Preparasi kavitas harus dirancang
dengan benar, dan amalgam harus diaduk dengan benar sehingga tidak ada bagian
tambalan yang berada di bawah tekanan tarik yang besar. Teknik manipulasi
amalgam akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan keberhasilan klinis dari
restorasi itu sendiri. Penentuan desain preparasi dan teknik preparasi pun harus
tepat dan sesuai dengan 7 prinsip preparasi, agar tidak terjadi kesalahan dalam
preparasi yang nantinya akan berpengaruh terhadap keawetan bahan, seperti
dalam hal pengambilan jaringan yang berlebihan saat membuat akses atau jalan
masuk. Salah satu syarat preparasi kavitas adalah semua pit dan fisure yang
terkena karies harus dimasukkan dalam outline foam. Tetapi ini bukan berarti
37
outline foam dapat dibuat selebar mungkin, karena pengambilan yang berlebihan
akan melemahkan sisa jaringan dan akan melemahkan amalgamnya sendiri.
Pergerakan sedikit saja dari kesalahan preparasi juga dapat menyebabkan
terkenanya pulpa, untuk ini dituntut keterampilan yang tinggi dari operator dan
hendaknya dijalin kerjasama yang baik dengan pasien. Faktor operator
berpengaruh besar bagi daya tahan restorasi.
Selain dalam penentuan desain dan teknik preparasi, teknik restorasi juga
harus dilakukan dengan tepat agar restorasi amalagam dapat bertahan lama. Jadi
penentuan desain preparasi, teknik preparasi dan teknik restorasi yang tepat akan
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan perawatan lesi karies dengan
menggunakan tumpatan amalagam.
38
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Amalgam adalah alloy yang berisi merkuri yang menjadi pasta keperak-
perakan yang lunak ketika dicampur dan kemudian akan mengeras. Penentuan
desain preparasi dan teknik preparasi pun harus tepat dan sesuai dengan 7 prinsip
preparasi, agar tidak terjadi kesalahan dalam preparasi yang nantinya akan
berpengaruh terhadap keawetan bahan, seperti dalam hal pengambilan jaringan
yang berlebihan saat membuat akses atau jalan masuk. Selain dalam penentuan
desain dan teknik preparasi, teknik restorasi juga harus dilakukan dengan tepat
agar restorasi amalagam dapat bertahan lama.
5.2 Saran
Sebaiknya kekurangan dan kelebihan termasuk indikasi dan kontraindikasi
dari penggunaan amalgam gigi perlu diperhatikan untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan. Teknik dalam preparasi dan restorasi juga perlu diperhatikan agar
tidak terjadi kesalahan dan kegagalan dalam pengaplikasiannya.