Isi Makalah Polio
-
Upload
dita-deswita-sari -
Category
Documents
-
view
905 -
download
3
Transcript of Isi Makalah Polio
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit polio merupakan penyakit infeksi paralisis yang disebabkan
oleh virus. Agen pembawa penyakit ini merupakan virus yang dinamakan
poliovirus (PV) dan masuk ke tubuh melalui mulut dan menginfeksi usus.
Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat
yang menyebabkan melemahnya otot dan terkadang kelumpuhan ( Chin,
2006 : 482 ). Polio termasuk penyakit menular melalui kontak antar
manusia, dapat menyebar luas secara diam-diam karena sebagian penderita
yang terinfeksi polio virus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau
mereka sendiri sedang terjangkit (Cahyono.2010).
Penyakit polio pertama kali terjadi di Eropa pada abad ke 18 dan
menyebar ke Amerika Serikat beberapa tahun kemudian. Penyakit polio
juga menyebar ke negara maju belahan bumi utara yang bermusim panas.
Kejadian terjangkit penyakit polio terus meningkat dengan jumlah kematian
yang juga meningkat akibat penyakit ini. Penyakit polio terus menyebar luas
di Amerika Serikat pada tahun 1952 dengan penderita 20.000 orang
( Miller,N.Z,2004). Sampai tahun 1988, rata-rata 8-10 kasus yang terkait
dengan virus polio dilaporkan setiap tahun. Empat kasus dengan vaksin
berasal dari polio virus diidentifikasi pada kalangan anak anak di sebuah
masyarakat Amish yang tidak bervaksin di Minnessota. Semenjak tahun
2004, hanya ada 5 negara dimana transmisi virus polio tidak pernah putus,
diantaranya adalah India, Mesir,Pakistan,Nigeria dan Afghanistan.
Meskipun kemajuan signifikan telah dibuat dalam pemberantasan penyakit
infeksi ini di negara-negara tersebut, peningkatan jumlah kasus pada tahun
2006 tetap ada dan terlapor. ( L.heymann,2004).
Sejak tahun 1923-1953, vaksin polio telah diperkenalkan dan
diberikan tetapi angka kematian penyakit polio di Amerika Serikat dan
Inggris masih tinggi, sekitar 47 % sampai 55%. Sedangkan pada data
statistik, kejadian yang berbeda terjadi di Eropa yang menunjukkan
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 1
penurunan angka kematian. Ketika vaksin polo tersedia di Eropa, banyak
orang bertanya tentang manfaat dan efektifitas vaksin polio karena banyak
warga Eropa yang menggunakan vaksin polio namun masih terserang polio.
(L. Heymann,2004).
Di tahun 1995 Indonesia melancarkan kampanye besar-besaran lewat
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) untuk memerangi penyakit infeksi virus ini.
Setelah l.k 10 tahun Indonesia dinyatakan bebas polio, namun pada awal
tahun 2005 di Indonesia kembali timbul epidemi polio dengan l.k 15 kasus
di Sukabumi, Jawa Barat, sehingga DepKes menganggap perlu untuk di
bulan Agustus 2006 melakukan vaksinasi masal dengan vaksin polio oral
(OPV,Sabin). Dalam rangka membebaskan Indonesia dari virus polio,
imunisasi terpadu terus digalakkan. Sejak tahun 2005 sudah 5 kali
dilaksanakan PIN dan terakhir di tahun 2006 dengan target Indonesia harus
bebas polio pada tahun 2008. Virus polio yang timbul kembali di Indonesia
pada tahun 2005 diperkirakan berasal dari negara Afrika-Asia dimana
penyakit ini masih endemik, seperti Sudan , Nigeria, Pakistan, India dan
Afganistan.
Penyakit polio dapat menyerang semua kelompok umur, namun
kelompok umur yang paling rentan adalah 1-15 tahun dari semua kasus
polio ( Surya, 2007 ). Penelitian Soemiatno dalam Apriyatmoko (1999)
menyebutkan bahwa 33,3 % dari kasus polio adalah anak-anak di bawah 5
tahun. Infeksi oleh golongan enterovirus lebih banyak terjadi pada laki-laki
daripada wanita dengan perbandingan 1,5-2,5 : 1. Risiko kelumpuhan
meningkat pada usia yang lebih tinggi,terutama bila menyerang individu
lebih dari 15 tahun (Sardjito,1997). WHO memperkirakan adanya 140.000
kasus baru dari kelumpuhan yang diakibatkan oleh poliomyelitis sejak tahun
1992 dengan jumlah keseluruhan penderita anak yang menderita lumpuh
akibat polio diperkirakan 10 sampai 20 juta orang.
Masalah keperawatan yang muncul meliputi nyeri, nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, ansietas serta gangguan mobilitas fisik, dimana hal
tersebut menjadi perhatian utama dalam penanganan dan pencegahan
penyakit polio. Pencegahan paling efektif menanggulangi penyakit polio
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 2
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah dengan pemberian vaksin.
Pada saat ini terdapat dua jenis vaksin polio, yaitu OVP ( Oral Polio
Vaccine) dan IPV (Inactivted Polio Vaccine). Namun kurangnya kesadaran
masyarakat tentang pentingnya vaksin inilah yang menjadikan penyakit
polio menjadi penyakit endemik di beberapa negara. Dengan begitu,
diharapkan tersusunnya makalah ini mampu menjawab berbagai pertanyaan
yang muncul di masyarakat tentang polio dan penanggulangannya.
1.2 RumusanMasalah
1.2.1 Apa definisi dari polio?
1.2.2 Apa etiologi dari penyakit polio ?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi penyakit polio?
1.2.4 Apa manifestasi klinik dari polio?
1.2.5 Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari polio?
1.2.6 Bagaimana pelaksanaan dari polio?
1.2.7 Apa komplikasi dari polio?
1.2.8 Bagaiman prognosis polio?
1.2.9 Bagaimana WOC dari polio?
1.2.10 Apa definisi imunisasi polio?
1.2.11 Bagaimana cara dan waktu pemberian imunisasi polio?
1.2.12 Apa indikasi, kontra indikasi dan efek samping dari imunisasi
polio?
1.2.13 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan polio?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui, memahami dan memberikan asuhan
keperawatan klien dengan polio yang dihubungkan dengan imunisasi
polio
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami polio.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami
imunisasipolio.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 POLIO
2.1.1 Definisi
Penyakit polio adalah penyakit infeksi paralisis yang disebabkan
oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan
poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus.
Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke system saraf pusat
menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (QQ_Scarlet,
2008). Infeksi virus polio terjadi di dalam saluran pencernaan yang
menyebar ke kelenjar limfe regional sebagian kecil menyebar ke system
syaraf (Chin, 2006:482).
Penyakit polio dapat menyerang semua kelompok umur, namun
kelompok umur yang paling rentan adalah 1-15 tahun dari semua kasus
polio (Surya, 2007). Penelitian Soemiano dalam Apriyatmoko (1999)
menyebutkan bahwa 33,3% dari kasus polio adalah anak di bawah 5 tahun.
Infeksi oleh golongan enterovirus lebih banyak terjadi pada laki-laki dari
pada wanita (1,5-2,5:1). Risiko kelumpuhan meningkat pada usia yang lebih
tinggi, terutama bila menyerang individu lebih dari 15 tahun (Sardjito, 1997
dalam Utami 2006). WHO memperkirakan adanya 140.000 kasus baru dari
kelumpuhan yang di akibatkan oleh poliomyelitis sejak tahun 1992 dengan
jumlah keseluruhan penderita anak yang menderita lumpuh akibat polio di
perkirakan 10 sampai 20 juta orang (Biofarma, 2007).
Pemenuhan criteria telah di tetapkan WHO dan berhubungan dengan
persyaratan specimen tinja untuk di uji di laboratorium. Hal yang
berhubungan dengan specimen tinja surveilans AFP antara lain ketepatan
waktu pengamiblan stempel yang optimum yaitu tidak lebih dari 14 hari
terjadinya paralysis, jumlah specimen yang di ambil dengan jumlah yang
cukup sebanyak 2 kali, dengan selang waktu 24 jam, menggunakan wadah
khusus untuk diuji di laboratorium, penanganan dan pengiriman specimen
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 4
harus dilakukan sedemikian rupa sehingga suhunya terjaga 2-8 derajar dan
tetap dalam keadaan segar (Ditjen PP & PL, 2006)
2.1.2 Etiologi
Polio ini disebabkan oleh virus polio. Virus polio merupakan virus
yang termasuk kedalam genus enterovirus. Virus polio memiliki tiga tipe,
yaitu tipe 1,2, dan 3. Ketiga virus tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan.
Di alam bebas, irus polio dapat bertahan selama 48 jam pada musim
kemarau dan dua minggu pada musim hujan. Di alam usus manusia, virus
dapat bertahan hidup sampai dua bulan. Virus polio tahan terhadap
sabun,detergen, alkohol, eter, dan kloroform, tetapi virus ini akan mati
dengan pemberian formaldelhida 0,3 %, klorin, pemanasan, dan snar
ultraviolet (Widoyono, 2011).
Virus poliomyelitis tergolong dalam enterovirus yang filtrabel.
Dapat diidolasi 3 strain virus tersebut yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2
(lansing), dan tipe 3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih tipe
tersebut, yaitu dapat dibuktikan dengan ditemukannya 3 macam zat anti
dalam serum seorang penderita. Epidemi yang luas dan ganas biasanya
disebabkan oleh virus tipe 1, epidemi yang ringan oleh tipe 3 sedangkan tipe
2 kadang-kadang menyebabkan kasus yang sporadik (Ngastiyah,1997).
Virus ini dapat hidup dalam air untuk berbulan-bulan dan bertahun-
tahun dalam deep freeze. Dapat tahan terhadap banyak bahan kimia
termasuk sulfonamida, antibiotika (streptomisin, penisilin, kloromisetin),
eter, fenol dan gliserin. Virus dapat dimusnahkan dengan cara pengeringan
atau dengan pemberian zat oksidator yang kuat seperti peroksida atau
kalium permanganat. Resrvoir alamiah satu-satunya ialah manusia,
walaupun virus juga terdapat pada sampah atau lalat.Masa inkubasi
biasanya anatara 7-10 hari, tetapi kadang-kadang terdapat kasus dengan
inkubasi antara 3-35 hari(Ngastiyah,1997).
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain
berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan
kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 5
mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3
hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3
hingga 35 hari.
Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit
peradaban. Polio menular melalui kontak antarmanusia. Polio dapat
menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi
poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri
sedang terjangkit.
Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang
memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Setelah
seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa
minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus. Virus polio adalah
virus yang termasuk dalam famili Picornaviridae dan merupakan penyebab
penyakit poliomielitis. Virus ini memiliki diameter ~30 nm, tahan pada
keadaan asam (pH 3 atau lebih rendah), dan berbentuk ekosahedral. Virion
(partikel penyusun) virus polio terdiri dari empat protein kapsid yang
berbeda, disebut VP1, VP2, VP3, dan VP4. Genom (materi genetik) dari
virus polio terdiri dari RNA utas tunggal positif (+) yang berukuran 7441
nukleotida.
Virus polio diklasifikasikan menjadi tiga golongan berdasarkan sifat
antigenik dari struktur protein penyusunnya. Virus ini menyebar melalui
kontaminasi tinja pada makanan ataupun pasokan air. Untuk bereplikasi,
genom virus akan masuk ke dalam sel inang melalui endositosis sementara
partikel virus lainnya dibuang. Reseptor untuk pengikatan virus ini terletak
pada epitelium usus manusia. Apabila virus ini telah berhasil menginfeksi
usus maka dapat terjadi kerusakan jaringan dan mengakibatkan diare.
2.1.3 Patofisiologi
Poliovirus merupakan RNA virus yang di transmisikan melalui
infeksi droplet dari oral -faring (mulut dan tenggorokan) atau feses
penderita yang terinfeksi. Penularan terutama terjadi langsung dari manusia
ke manusia melalui fekal-oral (dari feses ke mulut) atau yang agak jarang
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 6
melalui oral-oral (dari mulut ke mulut). Melalui rute oral-fekal, yaitu dari
konsumsi dari air yang terkontaminasi feses (kotoran manusia). Sementara
itu, oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut
manusia sehat lainnya.
Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka
terhadap formaldehide dan larutan chlor. Suhu tinggi cepat mematikan
virus, tetapi pada keadaan beku dapat bertahan bertahun-tahun. Terdapat
tiga jenis (tipe 1 Brunhilde, tipe 2 Lansing, tipe 3 Leon) yang dapat
menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi dapat terjadi oleh satu atau
lebih dari tipe virus tersebut, namun epidemic yang luas dan ganas biasanya
disebabkan oleh virus polio tipe 1. Masa inkubasi membutuhkan waktu 5 –
35 hari.
Apabila virus polio masuk kedalam tubuh melalui jalur makan
(mulut) dan hidung, berkembang biak di dalam tenggorokan dan saluran
pencernaan, diserap dan disebarkan melalui system pembuluh getah bening
nasofaring atau usus, dan kemudian menyebar melalui darah ke seluruh
tubuh. Setelah virus masuk kedalam jaringan tubuh, virus akan
mengeluarkan neurotropik yang akan merusak akhiran saraf pada otot, yang
menyebabkan kelumpuhan dari organ gerak bahkan sampai otot mata.
Bila tertelan virus yang virulen, kira-kira 7-10 hari setelah tertelan
virus, kemudian terjadi penyebaran termasuk ke susunan syaraf pusat.
Penyakit yang ringan (minor illness) terjadi pada saat viremia, yaitu kira-
kira hari ketujuh, sedangkan major illness ditemukan bila konsentrasi virus
disusunan syaraf pusat mencapai puncaknya yaitu pada hari ke 12 – 14.
Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah:
1. Medula spinalis terutama kornu anterior.
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial
serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital.
3. Sereblum terutama inti-inti virmis.
4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan
kadang-kadang nucleus rubra.
5. Talamus dan hipotalamus.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 7
6. Palidum.
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.
Ketahanan virus di tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan
suhu dan mikroba lainnya. Virus itu dapat bertahan lama pada air limbah
dan air permukaan, bahkan hingga berkilo-kilometer dari sumber penularan.
Meski penularan terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio
dari penderita yang infeksius, virus itu hidup di lingkungan terbatas.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Penyakit polio terbagi 3 jenis sebagai berikut (Suharjo, 2010):
1. Polio non-paralisis yang menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu,
kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh. Hal
ini berlangsung2-10 hari dan akan sembuh sempurna.
2. Polio paralisis spinal , yang menyerang saraf tulang belakang dan
menghancurkan sel pengontrol pergerakan tubuh. Kelumpuhan paling
sering ditemukan pada kaki. Namun, pada penderita yang tidak memliki
kekebalan atau belum di vaksinasi virus ini biasanya akan menyerang
seluruh bagian saraf tulanng belakang dan batanng otak yang
mengakibatkan kelumpuhan seluruh anggota gerak badan. Kelumpuhan
pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas-kondisi ini disebut accute
flaccid paralysis (AFP). Kelumpuhan tersebut bersifat asimetris (salah
satu sisi) sehingga menimbulkan deformitas (gangguan bentuk tubuh)
yang cenderung menetap atau bahkan menjadi lebih berat. Kelumpuhan
itu berjaan bertahap dan memakan dua hari hingga dua bulan. Sekitar
50%-70% fungsi otot pulih dalam waktu 609 bulan. Kemudian setelah
dua tahun, diperkirakan tidak terjadi lagi perbaikan kekuatan otott.
Orang yang telah menderita polio bukan tidak mungkin akan mengalami
gejala tambahan di masa depan seperti layu otot, gejala ini disebut
sindrom post-polio. Bagi penderita dengan tanda klinik paralitik 30%
akan sembuh 30% menunjukkan kelumpuhan ringan, 30% menunjukkan
kelumpuhan berat dan 10% menimbulkan kematian.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 8
3. Polio bulbar , yang disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami
sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandunng sel
pengatur pernapasan dan saraf yang mengirim sinyal ke berbagai otot
yang mengontrol pergerakan bola mata, muka, pendengaran, proses
menelan dan berbagai fungsi dikerongkongan, pergerakan lidah dan rasa,
saraf yang mengirim sinyal ke jatung, usus, paru-paru dan saraf
tambahan pengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio
bulbar dapat menyebabkan kematian.
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik
Seperti infeksi virus pada umumnya, pada fase awal penyakit infeksi
virus polio sulit didiagnosis jika hanya dari melihat gejala klinisnya saja.
Selain itu, infeksi virus polio sendiri pada fase awal juga dapat tanpa disertai
gejala klinis apapun atau bersifat asimptom. Oleh karena itu, untuk
membantu diagnose penyakit polio dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
diagnostik, diantaranya:
1. Viral Isolation
Virus polio ini paling mudah diisolasi di faring atau pada feses
penderita. Di daerah yang sedang mengalami atau baru saja terjadi
endemi polio, jika ada laporan kasus lumpuh layuh (paralisis flaksid)
akut, maka dua spesimen feses harus dikumpulkan dalam waktu 14
hari sejak awal terjadi paralisis, dan harus dilakukan isolasi virus. Itu
artinya, pada kasus-kasus yang pertama muncul, infeksi virus polio ini
sering tidak terdiagnosis dengan baik, terlambat, sehingga terjadi
kematian atau sembuh dengan gejala sisa.
Pengisolasian virus yang diambil dari cairan cerebrospinal adalah
tindakan diagnostik yang jarang mendapatkan hasil yang akurat.Jika
poliovirus terisolasi dari seseorang dengan kelumpuhan yang akut,
maka orang tersebut harus diuji lebih lanjut menggunakan uji
oligonucleotide atau pemetaan genomic untuk menentukan apakah
virus polio tersebut bersifat ganas atau lemah.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 9
2. Uji Serology atau diagnostic moleculer (dengan PCR)
Uji serology dilakukan dengan mengambil sampel darah dari
penderita.Jika pada darah ditemukan zat antibody polio maka
diagnosis bahwa orang tersebut terkena polio adalah benar.Akan tetapi
zat antibody tersebut tampak netral dan dapat menjadi aktif pada saat
pasien tersebut sakit.
3. Cerebrospinal Fluid ( CSF)
Pemeriksaan polio dengan CSF ini menunjukkan hasil bahwa di
dalam infeksi poliovirus pada umumnya terdapat peningkatan jumlah
sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama adalah sel
limfositnya.Dan kehilangan protein sebanyak 40-50 mg/100 ml ( Paul,
2004 ). Sementara itu, pada kasus yang disertai invasi pada sistem
syaraf pusat, pemeriksaan cairan serebrospinal ini dapat membantu
diagnosis.
Selain ketiga pemeriksaan diagnostic di atas, perlu dilakukan juga
diagnosis banding dengan beberapa penyakit lain. Hal ini dikarenakan
gejala yang timbul pada polio hampir mirip dengan beberapa penyakit yang
ada. Adapun diagnose banding dari penyakit ini adalah infeksi virus non-
polio (enterovirus 71, coxsackievirus A7, Japanese encephalitis virus, West
nile virus, tick borne encephalitis virus, virus rabies, dll), infeksi Borrelia,
Mikoplasma, Difteri, Botulismus, tetanus, neuropati (polineuropati
inflamasi akut, neuropati aksonal motor akut, keracunan logam berat),
gangguan syaraf tulang belakang (mielitis transversal akut, kompresi syaraf
tulang belakang akut, trauma, infark), miastenia gravis, dan gangguan otot
(miositis).
2.1.6 Penatalaksanaan
2.1.6.1. Upaya Pencegahan
Cara pencegahan yang utama adalah dengan memberikan
imunisasii polio, meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan
keluarga, serta kebersihan alat dan bahan makanan serta minuman.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 10
Ada beberapa langkah upaya pencegahan penyakit polio ini, di
antaranya:
1. Eradikasi Polio
Dalam World Health Assembly tahun 1988 yang diikuti oleh
sebagian besar negara di seluruh penjuru dunia dibuat
kesepakatan untuk melakukan Eradikasi Polio (ERAPO) tahun
2000, artinya dunia bebas polio tahun 2000. Program ERAPO
yang pertama dilakukan adalah dengan melakukan cakupan
imunisasi yang memyeluruh.
2. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Selanjutnya, pemerintah mengadakan PIN pada tahun 1995,
1996, dan 1997. Imunsasi polio yang harus diberikan sesuai
dengan rekomendasi WHO yaitu diberikan sejak lahir sebanyak 4
kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang pada saat usia
1,5tahun; 5 tahun; dan usia 15 tahun.
Upaya imunisasi yang berulang ini tentu takkan
menimbulkan dampak negatif. Bahkan merupakan satu-satunya
program yang efisien dan efektif dalam pencegahan penyakit
polio.
3. Survailance Acute Flaccidd Paralysis
Yaitu mencari penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada
usia di bawah usia 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya
untuk memastikan apakah karena polio atau bukan. Berbagai
kasus yang diduga polio harus benar-benar diperiksa di
laboratorium karena bisa saja kelumpuhan yang terjadi bukan
karena polio.
4. Mopping Up
Artinya tindakan vaksinasi massal terhadap anak usia di
bawah 5 tahun di daerah ditemukannya penderita polio tanpa
melihat status imunisasi polio sebelumnya.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 11
Tampaknya di era globalisasi di mana mobilitas penduduk
antarnegara sangat tinggi dan cepat muncul kesulitan dalam
mengendalikan penyebaran virus ini. Selain pencegahan dengan
vaksinasi polio, tentu harus disertai dengan peningkatan sanitasi
lingkungan dan sanitasi perorangan. Penggunaan jamban keluarga, air
bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, serta memelihara
kebersihan makanan merupakan upaya pencegahan dan mengurangi
resiko penularan virus polio yang kembali mengkhawatirkan.
Menjadi salah satu keprihatinan dunia bahwa kecacatan akibat
polio menetap tak bisa disembuhkan. Penyembuhan yang bisa
dilakukan sedikit sekali alias tidak ada obat untuk menyembuhkan
polio. Namun sebenarnya orangtua tidak perlu panik jika bayi dan
anaknya telah memperoleh vaksinasi polio lengkap.
Kebutuhan rehabilitasi bagi anak polio diarahkan untuk:
1. Menumbuh kembangkan kemampuan agar dapat mengatasi akibat
kelumpuhan
2. Menjaga agar kelainan tidak menjadi parah.
Diantara kebutuhan rehabilitasi bagi anak yang lumpuh karena
polio, adalah :
a. Mengurangi kondisi kontraktur sendi, melenturkan urat yangkaku
maupun memendek, mengatasi otot fleksid, meningkatkan
ruanggerak sendi, melatih fungsi koordinasi dan lain-lain melalui
berbagai bentuk terapi.
b. Pemberian alat bantu khusus sesuai kebutuhan seperti brace
pendek, brace panjang, skoliosisi, flat foot, sepatu koreksi,
splint/bidai.
c. Bimbingan ADL baik dengan ataupun tanpa alat bantu
d. Bimbingan mobilitas, mulaidari posisi tubuh sampai berjalan
e. Bimbingan sosial psikologis untuk menghilangkan dampak
negatif kelainan
f. Pendidikan anak dengan orang tua
g. Bimbingan ekonomi produktif
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 12
Selain dengan melakukan vaksinasi Polio dan rehabilitasi, cara
lain untuk mencegah penyakit polio adalah dengan selalu melakukan
cuci tangan bila akan melakukan sesuatu pekerjaan seperti makan juga
memperhatikan personal hygiene dan cuci tangan yang baik.
2.1.6.2. Pengobatan
Seorang penderita polio akan sulit diobati.Salah satu
pengobatannya adalah dengan pemberian imunisasi sejak
balita.Penderita polio dapatmenular melalui air liur / feses.Virus polio
dapat tahan dengan alkohol dan lisol,tetapi peka terhadap
fermoldehida dan larutan klorin.Suhu yg tinggi dapat mematikan virus
tersebut.Namun,suhu yg rendah dapat membuat virus ini bertahan
hingga bertahun-tahun.Pemberian imunisasi polio saat balita sangat
membantu pencegahan polio di masa depan.Penyakit polio akan lebih
berbahaya jika menyerang orang dewasa yg belum diimunisasi sama
sekali.Tidak ada pengobatan untuk orang yang terinfeksi hanya
pengobatan suportif.Seperti :
1. Analgesik untuk nyeri
2. Bed rest untuk penyembuhan
3. Diet bernutrisi
4. Minimalkan excersice
5. Kompres hangat pada nyeri otot
6. Perawatan di rumah sakit untuk paralitik
7. Komplikasi polio pada kelemahan lengan dan kaki
2.1.7 Komplikasi
Beberapa pasien pengidap poliomyelitis, selama 10-40 tahun
kemudian akanmenampakkan puncak dari gejala seperti kelemahan otot,
penurunan kemampuan beraktifitassehari-hari, dan/ atrofi otot. Gejala ini
didefinisikan sebagai atrofi otot post-polio yang berlanjut.Manifestasi lain
dari post-polio sindrom termasuk nyeri otot, deformitas tulang, kelelahan
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 13
dan kram. Perkembangan kemunduran otot pada post-polio sindrom
umumnya lambat dan pada beberapa kasus tidak bisa dilihat hanya dalam 1-
2 tahun. (Berlin,2012)
Beberapa komplikasi lain yang mungkin terjadi, diantaranya:
1. Melenacukup berat sehingga memerlukan transfusi mungkin akibat
dari satu atau banyak erosi usus superficial; perforasi usus jarang.
2. Dilatasi lambung akut dapat terjadi mendadak selama stadium akut
atau konvalesen, menyebabkan ganguan respirasi lebih lanjut;
merupakan indikasi aspirasi lambung segera dan pemakaian kantong
eksternal.
3. Hipertensi ringan yang lamanya beberapa hari atau beberapa minggu
biasa pada stadium akut, mungkin akibat lesi pusat vasoregulator
dalam medulla dan terutama akibat kurang ventilasi.
4. Pada stadium lebih lanjut, karena imobilisasi, hipertensi dapat terjadi
bersama hiperkalsemia, nefrokalsinosis, dan lesi vaskuler.
5. Penglihatan kurang terang, nyeri kepala, dan rasa agak pusing yang
bersama dengan hipertensi harus dipandang sebagai peringatan
konvulsi yang nyata.
6. Ketidakteraturan jantung tidak biasa, tetapi kelainan
elektrokardiografi yang memberi kesan miokarditis sering.
7. Kadang – kadang terjadi edema paru akut, terutama pada penderita
dengan hipertensi arterial. Emboli paru tidak biasa meskipun ada
immobilisasi.
8. Abnormalitas Neurologis
Saraf yang terjepit mungkin terjadi pada pasien pengidap polio dan
menyebabkan eksaserbasi atropi otot dan kelemahan.
9. Dekalsifikasi skelet mulai segera sesudah immobilisasi dan
menyebabkan hiperkalsiuria, yang selanjutnya memberi
kecenderungan terhadap kalkuli, terutama bila ada stasis urin dan
infeksi. Masukan cairan yang banyak merupakan satu-satunya cara
profilaksis yang efektif. Penderita harus dimobilisasi sebanyak dan
seawall mungkin.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 14
2.1.8 Prognosis
Prognosis Poliomyelitis tergantung pada jenis polio (sub-klinis, non
paralitik arau paralitik) dan bagian tubuh yang terkena. Jika tidak
menyerang oak dan korda spinalis, kemungkinan akan terjadi pemulihan
total. Jika menyerang otal atau korda spinalis, merupakan suatu keadaan
gawat darurat yang mungkin akan menyebabkan kelumpuhan atau kematian
(biasanya akibat gangguan pernafasan). (Behrman et al, 1999)
Pada bentuk paralitik bergantung pada bagian mana yang
terkena.Bentuk spinal dengan paralisis pernafasan dapat ditolong dengan
bantuan pernafasan mekanik.Tipe bulber prognosis buruk, kematian
biasanya karena kegagalan fungsi pusat pernafasan atau infeksi sekunder
pada jalan nafas. Otot – otot yang lumpuh dan tidak pulih kembali
menunjukan paralisis tipe flasid dengan atonia , arefleksi dan degenerasi.
Komplikasi residural tersebut ialah kontraktur terutama sendi,
subluksasi bila otot yang terkena sekitar sendi, perubahan trofik oleh
sirkulasi yang kurang sempurna hingga mudah terjadi ulserasi.Pada keadaan
ini diberikan pengobatan secara ortopedik. (Widoyono, 2008)
Masalah prognosis yang paling utama adalah seberapa rusaknya sel
induk besar bagian anterior di spinal cord.Otot-otot terserang polio yang
telah menunjukkan awal dan kembalinya kekuatan yang berkembang
dengan pesat mungkin dapat sembuh total. Hal itu dapat terjadi,namun
pasien yang hanya memiliki sedikit kekuatan otot pada akhir periode ini
mungkin tidak akan pernah membuat pemulihan lengkap. Otot yang lumpuh
pada akhir periode ini mungkin akan selalu tetap demikian. Dengan kata
lain, pada akhir periode ini, sel-sel motorik tulang belakang telah atau belum
pulih aktivitas fisiologis mereka dan tidak ada perubahan di dalamnya yang
dapat diharapkan lebih lanjut. (Shell,2009)
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 15
Poliovirus (PV):tipe 1 Brunhilde, tipe 2 Lansing,
tipe 3 Leon
Penularan oral oral Penularan fekal oral
Konsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi feses penderita
Percikan air ludah penderita masuk ke dalam
mulut
Berkembang biak di dalam tenggorokan
dan saluran pencernaan
Diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh
getah bening nasofaring atau usus
Masuk kedalam jaringan tubuh
Infeksi mengeluarkan neurotropik yang akan merusak saraf paralisis
Menyebar melalui darah ke seluruh
tubuh
POLIO(Poliomyelitis)
Daerah yang biasanya terkena:Medula spinalis terutama kornu anterior
Batang otak nucleus vestibularis& inti saraf kranialSereblum terutama inti vermis
Midbrain terutama masa kelabu substansia nigraTalamus dan hipotalamus
Korteks serebri daerah motorik
MK: Nyeri akut
Kurang pengetahuan tentang proses & kondisi penyakit
MK: Ansietas
2.1.9 Web of Caution
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 16
Polio paralisis spinal
Polio non-paralisis
Polio bulbar
Mual, muntah
Lesu, kram otot leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh
Menyerang saraf tulang belakang dan menghancurkan sel pengontrol pergerakan tubuhKelumpuhan bersifat asimetris (salah satu sisi) deformitas
Kelumpuhan (paralisis) sering pada kaki
Tungkai menjadi lemasaccute flaccid paralysis (AFP)
Infeksi pada hipotalamus
Suhu tubuh
Infeksi pada kornu anterior dan talamus
Tidak ada kekebalan alami batang otak ikut terserang
Gangguan saraf pada proses menelan dan berbagai fungsi dikerongkongan, pergerakan lidah dan rasa
Paralisis otot sistem pernapasanMK: Resiko ketidakefektifan pola napas
MK: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
MK: Hipertermi
MK: Gangguan mobilitas fisik
2.2 IMUNISASI POLIO
2.2.1 Definisi
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan
kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit
(DepKes, 2000).
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 17
Istilah Imunisasi atau kekebalan biasanya dihubungkan dengan
perlindungan terhadap suatu penyakit tertentu. Pentingnya imunisasi
didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya
terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak. Imunisasi merupakan usaha
memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke
dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap
penyakit tertentu (A. Aziz Alimul, 2008).
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan
kelumpuhan pada anak, dan kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan (A. Aziz alimul, 2008).
Gejala awal pada poliomyelitis tidak jelas, dapat timbul gejala
demam ringan dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), kemudian timbul
gejala paralisis yang bersifat flaksid yang mengenai sekelompok serabut
otot sehingga timbul kelumpuhan. Kelumpuhan dapat terjadi pada anggota
badan, saluran napas, dan otot menelan. Penularan penyakit ini adalah
melalui droplet atau fekal. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi
menggunakan vaksin polio, bahkan dapat eradikasi dengan cakupan polio
100% (Yupi Supartini, 2002).
Imunisasi polio adalah tindakan imunisasi dengan memberikan
vaksin polio (dalam bentuk oral) atau dikenal dengan sebutan oral polio
vaccine (OPV) yang bertujuan untuk memberi kekebalan dari penyakit
poliomelitis, dapat diberikan empat kali dengan interval 4-6 minggu (A.
Aziz Alimul Hidayat, 2007).
2.2.2 Waktu Pemberian
Saat ini ada dua jenis vaksin polio, yaitu OPV (oral polio vaccine)
dan IPV (Inactivated polio vaccine). OPV diberikan 2 tetes melalui mulut,
sedangkan IPV diberikan melalui suntikan (dalam kemasan sendiri atau
kombinasi DpaT) (Cahyono, 2010).
Vaksin polio oral diberikan pada bayi baru lahir (0 bulan) kemudian
dilanjutkan dengan imunisasi dasar. Imunisasi dasar diberikan pada umur 2,
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 18
4, dan 6 bulan. Pada Pekan Imunisasi Nasional semua balita harus mendapat
imunisasi tanpa memandang status imunisasi kecuali pada penyakit dengan
daya tahan tubuh menurun (imunokompromais). Bila pemberiannya
terlambat tidak dianjurkan mengulang pemberiannya dari awal tetapi
melanjutkan dan melengkapi imunisasi sesuai dengan jadwal. Pemberian
imunisasi polio pada remaja dan dewasa yang belum pernah imunisasi dan
pekerjaan kontak penderita polio atau anak yang diberi OVP. Bagi ibu yang
anaknya diberikan OPV, diberikan 2 tetes dengan jadwal seperti imunisasi
dasar.
Imunisasi polio ulangan (penguat) diberikan saat masuk sekolah (5-6
tahun) dan dosis berikutnya diberikan saat usia 15-19 tahun (Suharjo, 2010).
2.2.3 Cara Pemberian
Vaksin polio oral diberikan pada bayi baru lahir kemudian
dilanjutkan dengan imunisasi dasar. Untuk imunisasi dasar diberikan pada
umur 2,4, dan 6 bulan. Bila pemberiannya terlambat maka vaksin tidak
boleh diberikan dari awal lagi tetapi dilanjutkan dan lengkapi imunisasi
sesuai dengan jadwal. Pemberian imunisasi polio pada remaja dan dewasa
yang belum pernah imunisasi dan pekerjaan kontak dengan penderita polio
atau anak yang diberi OPV. Bagi ibu yang anaknya diberikan OPV,
diberikan 2 tetes dengan jadwal seperti imunisasi dasar. Pemberian air susu
ibu tidak berpengaruh dengan respon pembentuk daya tahan tubuh terhadap
polio, jadi saat pemberian vaksin anak masih dapat meminum ASI (Suharjo
dkk, 2010: 79).
Imunisasi polio ulang atau penguat diberikan saat masuk sekolah (5-
6 tahun) dan dosis berikunya diberikan saat usia 15-19 tahun. Sejak 2007,
semua calon jemaah haji dan umroh dibawah 15 tahun harus mendapatkan 2
tetes OPV (Suharjo dkk, 2010: 79).
A. Dosis dan jadwal:
OPV : 2 tetes kemulut
IPV : 0,5 ml denga suntikan di lengan
Imunisasi dasar pada usia 2,4,6 bulan
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 19
Untuk Remaja dan dewasa diberikan 3 dosis dengan jarak 4-8 minggu.
B. Alat dan bahan
1. Vaksin polio dalam tremos es/flakon berisi vaksin polio
2. Pipet plastik
C. Prosedur
1. Cuci tangan
2. Jelaskan kepada orang tua prosedur yan akan dilaksanakan
3. Ambil vaksin polio dalam termos es
4. Atur posisi bayi dalam posisi terlentang di atas pangkuan ibunya
dan pegang dengan erat
5. Teteskan vaksin ke mulut sesuai jumlah dosis yang diprogramkan
atau yang dianjurkan, yakni 2 tetes.
6. Cuci tangan
7. Catat reaksi yang terjadi.
2.2.4 Efek Sampinng
Poliomielitis pernah dilaporkan sebagai dampak setelah diberikan
vaksin polio. Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat menimbulkan
gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot. Selain itu OPV tidak diberikan
pada bayi uyang masih di rumah sakit karena OPV berii virus polio yang
dilemahkan dan vaksin jenis ini bisa disekresikan (dibuang) melalui tinja
selama 6 minggu, sehingga bisa membahayakan bayi lain. Untuk bai yang
dirawat di rumah sakit disarankan pemberian IPV (Suharjo dkk,2010:79).
2.2.5 Indikasi
Adapun indikasi dari pemberian imunisasi polio (dr. J.B. Suharjo,
2010):
1. Imunisasi rutin
2. Remaja dan dewasa yang belum pernah imunisasi polio
3. Orang tua yang anaknya di imunisasi polio
Untuk imunisasi terhadap polio, vaksin inaktif diindikasikan jika
orang yang akan divaksin atau salah satu orang serumah mengalami
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 20
imunodefisiensi; pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya belum
divaksinasi, maka orang tersebut sebaiknya mendapat vaksin karena anak
tersebut beresiko lebih besar mengalami risiko paralisis akibat vaksin
(William Schwartz, 2005).
2.2.6 Kontraindikasi
Terdapat dua jenis vaksin polio yaitu OPV (Oral polio vaccine) dan
IPV (Inactivated polio vaccine). Kontraindikasi pada pemberian OPV dan
IPV yaitu (Suharjo dkk, 2010:80):
a. Demam
b. Muntah
c. Diare
d. Pengguna obat imunosupresif
e. Keganasan
f. HIV
g. Alergi
Menurut Schwartz (2004) pemberian OPV tidak dapat diberikan
pada pasien dengan imunodefisiensi, termasuk pada psien yang menerima
terapi imunosupresan atau pasien yang memiliki anggota keluarga penderita
imunodefisiensi. Pada saat keadaan ini harus diberikan IPV
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 21
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1..1 Anamnesis
1. Identitas Klien
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Demam, muntah, sakit perut, lesu, kram otot pada leher dan
punggung, otot terasa lembek jika disentuh
b. Riwayat kesehatan saat ini
Paralisis ekstremitas bawah atau paralisis seluruh tubuh.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat pengobatan, riwayat imunisasi, apakah klien pernah
terpajan zat zat kimia tertentu, penyakit yang pernah diderita
d. Riwayat Keluarga
Keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama
3. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Cemas, perubahan tingkah laku atau kepribadian, mudah
tersinggung, bingung.
4. Riwayat Perkembangan
Keterbatasan dalam hobi dan dan latihan,
3.1..2 Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Pernafasan)
Kesulitan bernafas, irama napas meningkat, dispnea, potensial
obstruksi.
2. B2 (Kardiovaskuler)
Perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi
jantung.
3. B3 (Persarafan)
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 22
Nyeri kepala, Paralisis, Refleks tendon berkurang, Kaku kuduk,
Brudzinky, perubahan status mental,
4. B4 (Perkemihan)
Inkontinensia kandung kemih.
5. B5 (Pencernaan)
Sembelit, Berat badan menurun, Mual dan muntah, Kesulitan
menelan
6. B6 (Muskuloskeletal)
7. Kelemahan, Kelelahan, Kelumpuhan, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi,
ataksia, masalah dalam keseimbangan
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 23
3.2 Analisa Data
No.
Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DO: Suhu tubuh 380C
DS: Klien mengatakan suhu tubuhnya meningkat, demam, berkeringat
Virus masuk kedalam tubuh
Infeksi
Inflamasi
Suhu tubuh meningkat
Hipertermi
2. DO: BB sekarang 15 kg, idealnya 20 kg, wajah pucat, tampak lemas,muntah, porsi makan tidak habis
DS: Pasien merasa mual, tidak nafsu makan
Virus masuk kedalam tubuh
Virus menyerang batang otak
Gangguan saraf pada proses menelan
Intake nutrisi berkurang
Perubahan Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
3. DO: P: Nyeri timbul akibat adanya infeksi pada sistem sarafQ: Nyeri seperti rasa terbakar dan tertusuk-tusukR: Nyeri otot pada daerah tungkai kaki dan daerah kepala.S: Skala Nyeri 7 (dari angka 1-10)T: Nyeri terasa saat berjalan
DS: Pasien mengeluh nyeri
Virus masuk kedalam tubuh
Infeksi
Gaangguan saraf
Paralisis
Nyeri Akut
4. DO: Lemah, Sulit berjalan
DS: Pasien merasa tidak kuat untuk bergerak dan melakukan aktifitas
Virus masuk kedalam tubuh
Infeksi
Gaangguan saraf
Gangguan Mobilitas Fisik
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 24
Paralisis (kram otot)
5. DO: Gelisah, tidak tenang
DS: Pasien merasa cemas dengan kondisi yang dialaminya dan pasien mengatakan sulit tidur
Polio
Kurang pengetahuan tentang proses & kondisi penyakit
Ansietas
6. DO: Sesak napas, RR 40x/menit, bernapas menggunakan otot bantu pernapasan
DS: Pasien merasa kesulitan untuk bernapas
Virus masuk kedalam tubuh
Infeksi
Gaangguan saraf
Paralisis (otot pernapasan)
Risiko Ketidakefektifan
Pola Napas
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d proses infeksi dan inflamasi.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang
tidak adekuat
3. Nyeri akut b.d proses infeksi dan inflamasi
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan, paralisis
5. Ansietas b.d kurangnya informasi dan prognosis penyakit
6. Resiko ketidakefektifan pola nafas b.d kelemahan pada otot pernafasan
3.4 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d proses infeksi dan inflamasi.
Hipertermi b.d proses infeksi dan inflamasi.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam nilai suhu, denyut nadi,
frekuensi pernafasan, dan tekanan darah dalam rentang
normal.
Kriteria hasil: pasien akan menunjukan termoregulasi
Intervensi Rasional
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 25
Pantau tanda-tanda vital Mengetahui perubahan dan
perkembangan fisik
pasien
Lepaskan pakaian yang
berlebihan dan tutupi
pasien dengan selimut
saja
Mengurangi suhu
panas/pengap
Gunakan waslap dingin di
aksila, kening, tengkuk,
dan lipat dada.
Mengurangi suhu pasien
Anjurkan kepada orang tua
pasien agar memberi
asupan cairan oral,
sedikitnya
2000ml/sehari.
Mengganti cairan yang
menguap saat demam
dan cairan yang keluar
melalui keringat agar
mencegah dehidrasi
Beri tahu orang tua pasien
agar anak tidak
dimandikan dengan air
biasa
Bisa menyebabkan pasien
menggigil
Jelaskan pada orang tua
bahwa demam adalah
tindakan perlindungan
dan tidak
berbahayakecuali
demam >41 derajat C
Agar orang tua pasien tidak
cemas
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang
tidak adekuat
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi
yang tidak adekuat
Tujuan: setelah 2x24 jam pasien memperlihatkan status gizi
baik asupan cairan maupun makanan baik
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 26
Kriteria hasil: Mendemonstrasikan berat badan stabil atau
penambahan berat badan progresif ke arah tujuan dengan
normalisasi nilai laboraturium dan bebas dari tanda
malnutrisi.
Intervensi Rasional
Kaji status nutrisi secara
kontinu, selama perawatan
setiap hari, perhatikan tingkat
energi: kondisi kulit, kuku,
rambut, rongga mulut,
keinginan untuk makan/
anoreksia
Memberikan kesempatan untuk
mengobservasi penyimpangan
dari normal/ dasar pasien dan
mempengaruhi pilihan
intervensi
Timbang berat badan setiap
hari dan bandingkan dengan
berat badan saat penerimaan.
Membuat data dasar, membantu
dalam memantau keefektifan
aturan teraupetik, dan
menyadarkan perawat terhadap
ketidaktepatan cara.
Dokumentasikan, masukan oral
selama 24 jam, riwayat
makanan, dan jumlah kalori
yang tepat
Mengidentifikasikan
ketidakseimbangan antara
perkiraan kebutuhan nutrisi dan
masukan aktual
Beri suasana makan yang
nyaman
Untuk mengurangi gangguan
nafsu makan
Kaji fungsi GI dan toleransi
pada pemberian makanan
enteral: catat bising usus,
keluhan mual/ muntah,
ketidaknyamanan abdomen:
adanya diare/ konstipasi;
terjadinya kelemahan, sakit
kepala diaforesis, takikardi,
kram abdomen
Saluran GI berisiko tinggi pada
disfungsi dini dan atrofi dari
penyakit dan malnutrisi
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 27
Berikan porsi makan sedikit
tetapi dengan frekuensi sering
Bila dijumlah maka masukan
kalori per hari akan sama
dengan porsi dan frekuensi biasa
Kolaborasi rujuk pada tim
nutrisi/ ahli gizi
Membantu dalam identifikasi
defisit nutrien dan kebutuhan
terhadap intervensi nutrisi
parenteral/ enteral
3. Nyeri akut b.d proses infeksi dan inflamasi
Nyeri akut b.d proses infeksi dan inflamasi
Tujuan: memperlihatkan pengendalian nyeri
Kriteria hasil:
Intervensi Rasional
Mengkaji nilai nyeri dengan
skala Oucher lima wajah dari
sangat senang (1) sampai
menangis (5)
Mengetahui tingkat nyeri
Minta anak untuk menunjukkan
area yang sakit
Mengetahui lokasi nyeri
Ajarkan metode distraksi pada
pasien dewasa
Mengalihakn perhatian agar
tidak mengingat nyeri
Kolaborasi pemberian analgesik Mengurangi rasa nyeri
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan, paralisis
Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan, paralisis
Tujuan: Memperlihatkan mobilitas yang baik
Intervensi Rasional
Fasilitasi penggunaan postur
dan pergerakan dalam aktivitas
sehari-hari
Mencegah keletihan dan
ketegangan atau cedera
muskuloskeletal
Health Education pada orang Mempertahankan atau
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 28
tua agar membimbing pasien
untuk Latihan Rentang Gerak
Aktif pada Anggota Gerak
yang sehat minimal empat kali
sehari
meningkatkan kekuatan otot
Ambulasi dengan cara
meningkatkan dan membantu
dalam berjalan
Mmempertahankan atau
mengembalikan fungsi tubuh
autonom dan volunter selama
pengobtan dan pemulihan dari
kondisi sakit
Mobilitas sendi menggunakan
gerakan tubuh aktif dan pasif
Mempertahankan atau
mengembalikan fleksibilitas
sendi
Pengaturan posisi secara hati-
hati
Meningkatkan kesejahteraan
fisiologis dan psikologis
Bantu perawatan diri untuk
berpindah posisi untuk pasien
Mengubah posisi tubuh
5. Ansietas b.d kurangnya informasi dan prognosis penyakit
Ansietas b.d kurangnya informasi dan prognosis penyakit
Tujuan: ansietas berkurang, menunjukan pengendalian diri
terhadap ansietas
Intervensi Rasional
Kaji tingkat ansietas Mengetahui tingkat ansietas
Beri kenyamanan dan
ketentraman hati
Memberi rasa nyaman dan
mengurangi ansietas
Singkirkan stimulassi yang
berlebihan, batasi kontak
dengan orang lain (keluarga
atau klien ) yang juga
mengalami cemas
Mengurangi pemicu
penyebab ansietas
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 29
Memberikan dukungan
emosi
Memberikan penenangan,
penerimaan, bantuan dan
dukungan selama massa
stres
Memberikan informasi
secara tepat supaya dapat
diterima pasien dengan baik
Agar pasien memahami
sehingga tidak ansietas dan
bukan sebaliknya
Yakinkan kembali pasien
melalui sentuhan, dan sikap
empatik secara verbal dan
nonverbal secara bergantian
Membuat pasien meraa
nyaman, merasa dihargai
dan mengurangi ansietas
6. Resiko ketidakefektifan pola nafas b.d kelemahan pada otot pernafasan
Resiko ke tidakefektifan pola nafas b.d kelemahan pada otot
pernafasan
Tujuan:
Intervensi Rasional
Informasikan kepada klien
dan keluarga tentang teknik
nafas dalam
Memperbaiki pola
pernapasan
Informasikan pada keluarga
bahwa tidak boleh merokok
di dalam ruangan
Agar tidak ada asap rokok
yang memicu gangguan pola
napas
Observasi dan
dokumentasikan ekspansi
dada bilateral pada pasien
yang terpasang ventilator
Mengecek adakah tanda
ketidakefektifan pola napas
Mengintruksikan kepada
keluarga bahwa mereka
harus memberitahu
perawat pada saat
Agar perawat lebih cepat
menangani apabila terjadi
gangguan pola napas tiba-
tiba
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 30
terjadi ketidakefektifan
pola napas
Bila anak cenderung
bronkospasme
kolaborasi pemberian
obat-obatan
Mengurangi bronkospasme
BAB 4
KASUS
An.A (laki-laki, 4 tahun) datang ke Puskesmas bersama ibunya. Ibu An.A
mengatakan anaknya demam, berat badan menurun dan tampak lemas sejak
seminggu yang lalu. An.A juga mengeluh sakit perut, mual, dan sulit menelan
makanan. Ibu An.A merasa cemas setelah anaknya didiagnosa terkena polio
karena beliau kurang mengerti tentang penyakit tersebut. (suhu = 38°C; BB = 12
kg; TB = 90 cm)
4.1 Pengkajian
4.1.1 Anamnesis
1. Identitas Klien
Nama : An.A
Umur : 4 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
lemas, otot terasa lembek jika disentuh
b. Riwayat kesehatan saat ini
Paralisis ekstremitas bawah atau paralisis seluruh tubuh.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat pengobatan, riwayat imunisasi
d. Riwayat Keluarga
Keluarga ada yang pernah menderita penyakit yang sama
3. Riwayat Psikososial dan Spiritual
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 31
Cemas, perubahan tingkah laku, bingung.
4. Riwayat Perkembangan
Keterbatasan dalam hobi dan latihan
4.1.2 Pemeriksaan Fisik
B1 (Pernafasan) : -
B2 (Kardiovaskuler) : Perubahan pada tekanan darah atau normal
B3 (Persarafan) : -
B4 (Perkemihan) :
B5 (Pencernaan) : Berat badan menurun, Mual dan muntah,
Kesulitan menelan
B6 (Muskuloskeletal) : Kelemahan, Kelelahan, kaku.
4.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DO:Suhu tubuh 380C Virus masuk kedalam tubuh Hipertermi
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 32
DS:Klien mengatakan anaknya demam, berkeringat
Infeksi
Inflamasi
Suhu tubuh meningkat2. DO:BB sekarang 12
kg, tampak lemas,muntah, porsi makan tidak habis
DS:Pasien merasa mual, sulit menelan, tidak nafsu makan
Virus masuk kedalam tubuh
Virus menyerang batang otak
Gangguan saraf pada proses menelan
Intake nutrisi berkurang
Perubahan Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
3. DO: Lemah, Sulit berjalan
DS: Pasien merasa tidak kuat untuk bergerak dan melakukan aktivitas
Virus masuk kedalam tubuh
Infeksi
Gaangguan saraf
Paralisis (kram otot)
Gangguan Mobilitas Fisik
4. DO: Gelisah, tidak tenang
DS: klien merasa cemas dengan kondisi yang dialami anaknya
Polio
Kurang pengetahuan tentang proses & kondisi
penyakit
Ansietas
Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DO:Suhu tubuh 380C
DS:Klien mengatakan anaknya demam, berkeringat
Virus masuk kedalam tubuh
Infeksi
Inflamasi
Suhu tubuh meningkat
Hipertermi
2. DO:BB sekarang 12 kg, tampak lemas,muntah, porsi makan tidak habis
DS:Pasien merasa mual, sulit
Virus masuk kedalam tubuh
Virus menyerang batang otak
Gangguan saraf pada proses menelan
Perubahan Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 33
menelan, tidak nafsu makan
Intake nutrisi berkurang
3. DO: Lemah, Sulit berjalan
DS: Pasien merasa tidak kuat untuk bergerak dan melakukan aktivitas
Virus masuk kedalam tubuh
Infeksi
Gaangguan saraf
Paralisis (kram otot)
Gangguan Mobilitas Fisik
4. DO: Gelisah, tidak tenang
DS: klien merasa cemas dengan kondisi yang dialami anaknya
Polio
Kurang pengetahuan tentang proses & kondisi
penyakit
Ansietas
4.3 Diagnosa Keperawatan:
1. Hipertermi b.d. proses infeksi dan inflamasi
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 34
2. Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d. intake nutrisi yang
tidak adekuat.
3. Gangguan Mobilitas Fisik b.d. kelemahan, paralisis
4. Ansietas b.d. kurangnya informasi dan prognosis penyakit
4.4 Intervensi Keperawatan
1. Hipertermi b.d proses infeksi dan inflamasi.
Hipertermi b.d proses infeksi dan inflamasi.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam nilai suhu, denyut nadi, frekuensi
pernafasan, dan tekanan darah dalam rentang normal.
Kriteria hasil: pasien akan menunjukan termoregulasi
Intervensi Rasional
Pantau tanda-tanda vital Mengetahui perubahan dan
perkembangan fisik pasien
Lepaskan pakaian yang berlebihan dan
tutupi pasien dengan selimut saja
Mengurangi suhu panas/pengap
Gunakan waslap dingin di aksila,
kening, tengkuk, dan lipat dada.
Mengurangi suhu pasien
Anjurkan kepada orang tua pasien agar
memberi asupan cairan oral,
sedikitnya 2000ml/sehari.
Mengganti cairan yang menguap
saat demam dan cairan yang keluar
melalui keringat agar mencegah
dehidrasi
Beri tahu orang tua pasien agar anak
tidak dimandikan dengan air biasa
Bisa menyebabkan pasien
menggigil
Jelaskan pada orang tua bahwa demam
adalah tindakan perlindungan dan
tidak berbahayakecuali demam >41
derajat C
Agar orang tua pasien tidak cemas
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang
tidak adekuat
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 35
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak
adekuat
Tujuan: setelah 2x24 jam pasien memperlihatkan status gizi baik asupan
cairan maupun makanan baik
Kriteria hasil: Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan berat
badan progresif ke arah tujuan dengan normalisasi nilai laboraturium dan
bebas dari tanda malnutrisi.
Intervensi Rasional
Kaji status nutrisi secara kontinu,
selama perawatan setiap hari,
perhatikan tingkat energi: kondisi
kulit, kuku, rambut, rongga mulut,
keinginan untuk makan/ anoreksia
Memberikan kesempatan untuk
mengobservasi penyimpangan dari
normal/ dasar pasien dan
mempengaruhi pilihan intervensi
Timbang berat badan setiap hari dan
bandingkan dengan berat badan saat
penerimaan.
Membuat data dasar, membantu
dalam memantau keefektifan
aturan teraupetik, dan
menyadarkan perawat terhadap
ketidaktepatan cara.
Dokumentasikan, masukan oral
selama 24 jam, riwayat makanan, dan
jumlah kalori yang tepat
Mengidentifikasikan
ketidakseimbangan antara
perkiraan kebutuhan nutrisi dan
masukan aktual
Beri suasana makan yang nyaman Untuk mengurangi gangguan nafsu
makan
Kaji fungsi GI dan toleransi pada
pemberian makanan enteral: catat
bising usus, keluhan mual/ muntah,
ketidaknyamanan abdomen: adanya
diare/ konstipasi; terjadinya
kelemahan, sakit kepala diaforesis,
takikardi, kram abdomen
Saluran GI berisiko tinggi pada
disfungsi dini dan atrofi dari
penyakit dan malnutrisi
Berikan porsi makan sedikit tetapi Bila dijumlah maka masukan kalori
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 36
dengan frekuensi sering per hari akan sama dengan porsi
dan frekuensi biasa
Kolaborasi rujuk pada tim nutrisi/ ahli
gizi
Membantu dalam identifikasi
defisit nutrien dan kebutuhan
terhadap intervensi nutrisi
parenteral/ enteral
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan, paralisis
Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan, paralisis
Tujuan: Memperlihatkan mobilitas yang baik
Intervensi Rasional
Fasilitasi penggunaan postur dan
pergerakan dalam aktivitas sehari-hari
Mencegah keletihan dan
ketegangan atau cedera
muskuloskeletal
Health Education pada orang tua agar
membimbing pasien untuk Latihan
Rentang Gerak Aktif pada Anggota
Gerak yang sehat minimal empat kali
sehari
Mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan otot
Ambulasi dengan cara meningkatkan
dan membantu dalam berjalan
Mmempertahankan atau
mengembalikan fungsi tubuh
autonom dan volunter selama
pengobtan dan pemulihan dari
kondisi sakit
Mobilitas sendi menggunakan gerakan
tubuh aktif dan pasif
Mempertahankan atau
mengembalikan fleksibilitas sendi
Pengaturan posisi secara hati-hati Meningkatkan kesejahteraan
fisiologis dan psikologis
Bantu perawatan diri untuk berpindah
posisi untuk pasien
Mengubah posisi tubuh
4. Ansietas b.d kurangnya informasi dan prognosis penyakit
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 37
Ansietas b.d kurangnya informasi dan prognosis penyakit
Tujuan: ansietas berkurang, menunjukan pengendalian diri terhadap ansietas
Intervensi Rasional
Kaji tingkat ansietas Mengetahui tingkat ansietas
Beri kenyamanan dan ketentraman
hati
Memberi rasa nyaman dan
mengurangi ansietas
Singkirkan stimulassi yang berlebihan,
batasi kontak dengan orang lain
(keluarga atau klien ) yang juga
mengalami cemas
Mengurangi pemicu penyebab
ansietas
Memberikan dukungan emosi Memberikan penenangan,
penerimaan, bantuan dan dukungan
selama massa stres
Memberikan informasi secara tepat
supaya dapat diterima pasien dengan
baik
Agar pasien memahami sehingga
tidak ansietas dan bukan
sebaliknya
Yakinkan kembali pasien melalui
sentuhan, dan sikap empatik secara
verbal dan nonverbal secara
bergantian
Membuat pasien meraa nyaman,
merasa dihargai dan mengurangi
ansietas
Kaji tingkat ansietas Mengetahui tingkat ansietas
Beri kenyamanan dan ketentraman
hati
Memberi rasa nyaman dan
mengurangi ansietas
BAB 5
PENUTUP
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 38
5.1 Kesimpulan
Penyakit polio merupakan penyakit infeksi paralisis yang disebabkan
oleh virus. Agen pembawa penyakit ini merupakan virus yang dinamakan
poliovirus (PV) dan masuk ke tubuh melalui mulut dan menginfeksi usus.
Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat yang
menyebabkan melemahnya otot dan terkadang kelumpuhan (Chin, 2006 : 482).
Polio termasuk penyakit menular melalui kontak antar manusia, dapat
menyebar luas secara diam-diam karena sebagian penderita yang terinfeksi
polio virus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri
sedang terjangkit (Cahyono.2010).
Virus poliomyelitis tergolong dalam enterovirus yang filtrabel. Dapat
diidolasi 3 strain virus tersebut yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (lansing), dan
tipe 3 (Leon). (Ngastiyah,1997).
Prognosis Poliomyelitis tergantung pada jenis polio (sub-klinis, non
paralitik arau paralitik) dan bagian tubuh yang terkena. Jika tidak menyerang
oak dan korda spinalis, kemungkinan akan terjadi pemulihan total. Jika
menyerang otal atau korda spinalis, merupakan suatu keadaan gawat darurat
yang mungkin akan menyebabkan kelumpuhan atau kematian (biasanya akibat
gangguan pernafasan). (Behrman et al, 1999)
5.2 Saran
Sebagai seorang perawat sebaiknya kita mengetahui asuhan
keperawatan pada klien dengan polio dengan jelas agar dapat menunjang
keahlian perawat dalam dalam melaksanakan praktik keperawatan, mampu
menegakkan daignosis dan intervensi secara cepat dan tepat, sehingga dapat
memperpendek masa patologis penyakit pada tubuh klien.
DAFTAR PUSTAKA
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 39
Behman, Richard E et al. 1999. Ilmu Kesehatan Nelson Vol. 2. Jakarta : EGC
Behrman, et al. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Hal 632-634. Jakarta: FKUI
Behrman, Kliegman & Arvin, Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Cahyono, Suharjo B. 2010. Vaksinasi Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.
Yogyakarta: Penerbit KANISIUS
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 10.
Jakarta: EGC
Crol, j. 1996. Poliomielitis dan dasar-dasar pembedahan rehabilitasi. Jakarta :
egc
Doenges dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi3. Jakarta: EGC
Dr. J.B. Suharjo B. Cahyono, Sp.PD, dkk. 2010. Vaksinasi Cara Ampuh Cegah
Penyakit infeksi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Elizabeth J. Corwin, 2009. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta. EGC
e-USU Repository. 2005 Universitas Sumatra Utara
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Asuhan Neonatus, Bayi, & Balita: Buku
Praktikum Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak.
Jakarta: EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak.
Jakarta: EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk
pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
L. Heymann, David dan R. Bruce Aylward. 2004. Poliomyelitis. Switzerland :
Geneva 12116
M.D, Paul E. Peach. 2004. Poliomyelitis. Warm Springs : GA 31830.
N.Z, Miller. 2004. The polio vaccine: a critical assessment of its arcane history,
efficacy, and long-term health-related consequences. USA: Thinktwice
Global Vaccine Institute.
Ngastiyah. 1997.Perawatan anak sakit hal 331. Jakarta : egc
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 40
Pemeriksaan diagnostic pada polio diakses melalui
http://afie.staff.uns.ac.id/2009/02/24/diagnosis-infeksi-virus-polio/ pada
18 september 2013
Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC
Schwartz, M. William. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Shell, Marc. 2009. “Polio and Its Aftermath: The Paralysis of Culture”. Diakses
dari google books 18 September 2013
Springer, Berlin. 2012. Textbook of Clinical Pediatrics, Volume 1. New York:
Springer.
Suharjo B Cahyono, J.B. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.
Yogyakarta: Kanisius.
Supartini, Yupi. 2002. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Widoyono, (2011). Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya, Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga
Widoyono. 2008. “Penyakit Tropik Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberatasannya”. Jakarta : Penerbit Airlangga
Wilkinson, Judith dkk. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 9. Jakarta:
EGC
Wilson, Walter R. 2001. Current Diagnosisand Treatment in Infectious Disease.
USA : McGraw-Hill Companies, Inc
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO Page 41