Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif...

16
Isu kesehatan merupakan isu yang sangat penting dan mendapat perhatian dari Pemerintah Aceh. Oleh sebab itu, program kesehatan menjadi program utama dan berada di atas program pendidikan dan lainnya. Anggaran yang diplot untuk JKA juga terus naik.” Ir. H. Nova Iriansyah, MT Plt Gubernur Aceh

Transcript of Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif...

Page 1: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

Isu kesehatan mer upakan

isu yang sangat penting

dan mendapat perhatian

dari Pemerintah Aceh.

Oleh sebab itu, program

keseha tan menjadi

program utama dan

berada di atas program

pendidikan dan lainnya.

Anggaran yang diplot

untuk JKA juga terus naik.”

Ir. H. Nova Iriansyah, MT

Plt Gubernur Aceh

Page 2: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

2 Edisi 02/Tahun I/2019eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Isi di luar tanggung jawab percetakan

Alamat Redaksi: Jalan Tgk. Syech Muda Wali Nomor 6 Telpon (0651) 22421 – Fax. 34005

BANDA ACEH 23242

Salam Redaksi

Gubernur Aceh :Wakil Gubernur Aceh :

Sekretaris Daerah Aceh :Kepala Dinas Kesehatan Aceh :

Sekretaris Dinas Kesehatan Aceh :Para Eselon III/Kabid/Ka. UPTD Dinkes Aceh :

Ka. Subbag Umum & Perencanaan :Yusrizal, SKM.,M.Kes :Cut Ampon, ST.,M.Si :Cut Efri Maizar, SKM :

Afril Heri P, SKM.,M.Kes :Cut Nasrulsyah, SKM :Azhari., SKM.,M.Kes :

Muhammad Jamil, SKM.,M.Kes :Faizah Hanum, SKM :

Muhammad Yusuf, SKM.,MPH :Safrizal, AMTE :

Muhammad Fauzi, AMTE :Muhammad Iqbal Basri, SKM :

Ainal Mardhiah, SKM.,M.Si :Arina, SKM.,M.Kes :

Nur Arafah, SKM :Yulidar, SKM :

Henny Maulida, SKM :

Pelindung/PengarahPelindung/PengarahPelindung/PengarahPengarahPenanggung JawabPenanggung Jawab MateriPemimpin umumPemimpin RedaksiDewan RedaksiDewan RedaksiDewan RedaksiSekretariat RedaksiSekretariat RedaksiSekretariat RedaksiSekretariat RedaksiInformasi TeknologiInformasi TeknologiPhotograferPhotograferNotulensiNotulensiNotulensiNotulensiNotulensi

Komitmen Peningkatan Layanan JKA

DI PENGHUJUNG sisa gema Idul Fitri 1440 H yang masih terasa menggeliat, kami me­

nyelesaikan edisi ke­2 Tabloid Aceh Sehat Seujahtera tahun 2019 ini, hingga sampai ke khasanah baca Anda semua. Kami merangkum beberapa reportase, mulai dari Laporan Utama, Laporan Khusus, serta rangkaian bukti visual aktifitas jajaran Dinkes Aceh selama dua bulan terakhir. Setidaknya akan menjadi pengaya bagi perluasan wawasan Anda, ser­ta tentu saja untuk menambah referensi Anda di dunia baca.

Kali ini kami mengangkat isu utama menyangkut ren­cana Pemerintah Aceh untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan kesehatan lewat jalur JKA. Sebagaimana kita ketahui, layanan JKA yang menjadi embrio terwujudnya layanan kesehatan gratis na­sional lewat jalur BPJS, kini tetap berlangsung, seiring ber­lakunya BPJS.

Plt Gubernur Aceh, Ir H Nova Iriansyah MT menyebut­kan, peningkatan kualitas laya­nan JKA itu tak lepas dari visi misi Pemerintah Aceh yang menomorsatukan sektor kese­hatan, karena nya menjadi isu utama yang mendapat perha­tian Pemerintah Aceh. Dengan target akhir terwujudnya Aceh Seujahtera.

Hal yang sama diung­kapkan Kadis Kesehatan Aceh, dr Hanif yang secara lugas

menyebutkan, tambahan itu berupa alat bantu dengar bagi anak Aceh yang tunarunggu. Semua empati itu tak lepas dari komitmen Pemerintah Aceh di sektor kesehatan, yang secara langsung bisa dinikma­ti oleh rakyatnya.

Salah satu wujud dari ko­mitment itu konsistensi Pemer­intah Aceh dalam menyediakan obat yang dihibahkan kepada pemerintah kabupaten/kota di Aceh setiap tahunnya melalui Dana Otsus. Tahun ini ada plot­ing dana sebesar Rp 3 miliar un tuk sektor tersebut.

Komitmen kolektif un­tuk perbaikan layanan JKA itu juga disuarakan oleh Iskan­dar Dawod, Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Ia meminta sisa dana JKA tahun 2019 yang belum tertampung, bisa dia­jukan kembali dalam usulan dana tambahan atau APBA­P tahun 2019. Dengan kebijakan tersebut diharapkan peningka­tan coverage layanan JKA akan bisa diwujudkan pada tahun ini.

Harus diakui, perluasan coverage layanan JKA itu akan menggerus dana Otsus Aceh. Namun manfaat langsung yang dirasakan oleh jutaan rakyat membuat urgensi JKA itu jauh lebih penting. Konon lagi ini menyangkut hajad hid­up jutaan rakyat Aceh, tanpa membedakan kelas atau stata.

Seperti edisi sebelumn­ya, kami masih membuka ru­brik gallery visual, berupa foto

foto rangkaian kegiatan jajaran Dinkes Aceh serta pihak pihak terkait lainnya. Bagaimanapun foto kadang lebih banyak bic­ara dan menjadi bukti sahih dari keinginan untuk mewujud­kan kehendak kolektif intitusi.

Masih seputar penguatan layanan kesehatan, Pemerintah Acerh tahun ini juga melakukan penguatan Posyandu melalui program Revitaliasi, seperti di ung kapkan Kabid Kesehatan Masyarakat, dr Efi Safrida.

Di sisi lain, penambahan coverage layanan JKA, serta ko mitment lain untuk member­ikan layanan kesehatan terbaik bagi warga Aceh, tak ada art­inya jika tak diikuti komitmen para SDM kesehatan untuk memberikan layanan terbaik. Salah satu koridor yang ditem­puh adalah dengan melaku­kasn pemilihan Nakes Teladan.

Seperti dikatakan Abdul Fatah, Kabid SDK Dinkes Aceh, pemilihan Nakes Teladan itu bukan hanya sekadar upaya memberikan reward, namun yang lebih hakiki adalah tekad untuk memberikan pelayanan bermutu dan berkualitas kepa­da masyarakat Aceh.

Masih ada beberapa ru­brik yang kami sajikan di edisi kali ini. Dan kami tutup dengan sebuah tulisan inspiratif ten­tang seorang Ferdiyus SKM MKes , mantan perawat gigi yang kini telah menjadi Sek­Dinkes Aceh. Moto lelaki itu sederhana saja, berkomunikasi dan melayanilah dengan hati!

Page 3: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

3Edisi 02/Tahun I/2019 eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Laporan Utama

Penambahan dan Peningkatan Kualitas Pelayanan JKA Plus

PEMERINTAH Aceh terus memperbaiki program JKA plus baik secara kuantitas maupun kualitas. Pelayanan di berbagai fasilitas keseha-

tan semakin ditingkatkan, baik di pusk-esmas maupun rumah sakit berbagai tipe hingga ke pusat rujukan utama, Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh. Pelayanan-pelayanan yang sebelumnya belum tercover oleh BPJS Kesehatan, ke depan akan coba ditanggung langsung oleh Pemerintah Aceh. Misalnya saja bantuan alat bantu dengar kepada anak-anak yang bisu.

Saat ini BPJS Kesehatan be-lum meng-cover kebutuhan tersebut. Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Han-if memastikan bahwa pihaknya akan mengajukan usulan anggaran ke DPRA dalam APBA-P mendatang.

“Karena anak yang lahir tidak bisa mendengar, bisa mengakibatkan bisu seumur hidup. Itu sebabnya pe-layanan akan kita tambah. Saya akan mengajukan usulan di perubahan anggaran. Ini di luar jaminan BPJS. Klaimnya itu langsung ke Dinas Kese-hatan. Alatnya memang mahal, “ tan-das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu.

Perbaikan dan penambahan jenis pelayanan ini tidak terlepas dari prior-itas pemerintah Aceh yang menom-orsatukan sektor kesehatan. Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, memastikan bahwa isu kesehatan mer-upakan isu yang sangat penting dan mendapat perhatian dari Pemerintah Aceh. Oleh sebab itu, program keseha-tan menjadi program utama dan berada di atas program pendidikan dan lainnya. Anggaran yang diplot untuk JKA juga terus naik. Jika pada tahun 2010 APBA yang diplot untuk JKA sekira Rp 230 miliar, kini hampir Rp 600 miliar.

“Karena apa pun tidak dapat dilakukan tanpa adanya kesehatan,” kata Nova Iriansyah saat membuka Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rak-erkesda) di Hermes Palace Hotel, Ban-da Aceh, Senin (4/3/2019). Rakerkesda tersebut mengusung tema “Kolabora-

si Pemerintah Aceh, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Penguatan Pelayanan Kesehatan Menuju Aceh Sejahtera.”

Menurut Nova, kualitas kesehatan di Aceh memang belum memuaskan. Ada beberapa isu tentang kesehatan yang saat ini ditangani Pemerintah Aceh. Di antaranya terkait pencegahan stunting, penanganan Penyakit Tidak Menular ( PTM), Tuberculosis (TBC), peningkatan cakupan dan mutu imunisasi serta Ang-ka Kematian Ibu dan Angka Kematian Neonatal (AKI- AKN). “Untuk mem-perbaiki lima isu tersebut, langkah yang kami lakukakan tidak hanya melalui pen-gobatan, tapi juga melakukan pencegah-an,” tutur Plt Gubernur.

Selain itu, kata Nova, pihak Peme-rintah Aceh saat ini telah memberikan sistem pelayanan kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan tersebut, sambung Nova, tidak hanya di hadirkan di Provinsi saja, tapi juga sampai ke pe-losok desa.

Rumah sakit juga harus berusaha meraih standar pelayanan tertentu, mis-alnya melalui perolehan akreditasi, baik yang berlevel nasional hingga internasi-onal. RSUDZA misalnya, saat ini sedang berusaha meraih akreditasi JCI, sebuah standar akreditasi dari Join Commission Internasional. Dari ribuan rumah sakit di Indonesia, baru beberapa rumah sakit yang berhasil meraih standar tersebut.

Plt Gubernur mengatakan, pro-gram JKA Plus merupakan tekad pihak-nya untuk memberikan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang berkualitas dan masif. Meski demikian, dalam peningkatan kualitas kesehatan, Aceh masih kerap menghadapi berbagai tantangan seperti kekurangan tenaga dokter, utamanya di Rumah Sakit Daerah serta belum adanya tenaga medis yang memadai di puskesmas. “Di tambah lagi, masih banyak kekurangan kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan. Selain stunting, Aceh juga rentang terke-na penyakit jantung dan stroke,” ujarnya.

Selanjutnya, Nova menuturkan, pihak Pemerintah Aceh juga sedang

menyiap kan dan menyusun aksi penan-ganan dan pencegahan untuk mendapat hasil yang lebih baik dalam pemban-gunan kesehatan ke depan. Selain aksi pencegahan dan penanganan, ia meng-ingatkan kepada seluruh stakeholder da-lam bidang kesehatan untuk memverifi-kasi data kesehatan. Sebab, data tersebut sangat menentukan rencana, aksi, dan tindakan agar bisa tepat sasaran.

Nova menilai, bekerja di bidang kesehatan membutuhkan banyak hal, seperti nalar, kerja keras, kesabaran, dan keikhlasan. Oleh karenanya, atas nama Pemerintah Aceh ia mengapresiasi semua langkah yang telah dilakukan oleh semua komunitas kesehatan mulai dari pemerintah, TNI- Polri, lembaga nasion-al sampai lembaga swasta.

“Saya berharap nanti Ibu Menteri menyampaikan langkah yang harus kami lakukan untuk memperkuat pelayanan kesehatan sehingga visi misi Irwandi Nova dalam mewujudkan program kese-hatan bisa tercapai,” pungkasnya di depan Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek.

Sementara itu, Menteri Keseha-tan Republik Indonesia, Nila Moeloek, mengatakan pihaknya tidak hanya ingin meningkatkan usia harapan hidup mas-yarakat Indonesia. Lebih lanjut, ia ingin usia kehidupan masyarakat Indonesia berkualitas.

Umur harapan hidup indonesia dari tahun 1990 sampai 2017 mengalami peningkatan yakni 71,5 persen. Namun untuk Aceh, tutur Nila, usia harapan hid-

up masih memperihatinkan karena di bawah presentase nasional, yakni 67,8 persen. “Insya Allah Pak Plt Guber-nur sangat mementingkan isu keseha-tan, sehingga outcome yang kita dapat adalah kesehatan yang berkualitas,” tu-turnya.

Indonesia, kata Nila, angka kema-tian ibu masih tinggi dibandingkan Fil-ipina, Vietnam dan Singapura. Selain angka kematian ibu, tren status keku-rangan gizi balita di Aceh masih cukup tinggi. Menurutnya, semua pemangku kepentingan kesehatan harus banyak melakukan konsultasi agar anak Aceh tidak menderita stunting. “Selain itu, Kita juga perlu memotivasi pencegah-an terhadap penyakit diabetes,” tutur Nila.

Tingginya penderita diabetes di Aceh juga bukan isapan jempol. Pola hidup tak sehat ditengarai sebagai salah satu penyebab. Oleh karena itulah, pe-merintah Aceh melalui Dinas Keseha-tan Aceh tidak lupa mengampanyekan pola hidup sehat lewat berbagai pro-gram, termasuk melalui media massa.

Nila mengajak seluruh stake-holder dalam pembangunan kesehatan untuk menggaungkan gerakan mas-yarakat sehat (germas) serta penguatan layanan kesehatan. Selain itu, untuk menguatkan mutu kesehatan di Aceh, pihaknya telah mengirim tenaga medis serta berusaha untuk mengembalikan dokter spesialis ke setiap kabupaten/kota.(*)

Page 4: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

4 Edisi 02/Tahun I/2019eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Laporan Utama

Pemerintah Aceh Plotkan Rp 3 M untuk Obat Bufferstok

ESUAI dengan ketentuan Undang Udang yang menyebutkan, pemer­intah wajib memenuhi kebutuhan obat pada Fasilitas Kesehatan Ting­kat Pertama (FKTP) yaitu di tingkat Puskesmas, Pemerintah Aceh se­tiap tashun anggaran memplotkan anggaran untuk pengadaan obat di Puskesmas seluruh Aceh.

Menurut Elfina SSi Apt, Kasie Ke farmasian Dinkes Aceh, untuk ta­hun 2019, Pemerintah Aceh mem­plotkan dana sejumlah Rp 3 miliar

untuk pengadaan obat di jajaran FKTP atau Pusk­

esmas yang tersebar di seluruh Aceh.

Pengadaan obat itu dilakukan melalui Dana Otsus, sejak Aceh mendapatkan dana tersebut dari pu sat. Sebelumnya

ju ga menggunakan da na APBA yang dulu­

nya masih berwujud dana APBD. “Setiap tahun

Pemerintah Aceh memplotkan dana, untuk obat, bahan medis ha­bis pakai, (alat suntik, kapas, kasa, masker serta lainya) juga ada vak­sin. Semua itu ditalangi dengamn dana yang diplotkan setiap tahun. Khusus tahun 2019 diplotkan dana obat sebesar Rp 3 miliar,” kata Elf­ina.

Ditambahkan, pengadaan obat oleh Pemerintah Aceh itu sifatnya hanya sebagai stok penyangga atau buffer stock, yang disalurkan jika ada permintaan dari Kabupaten/Kota di Aceh.

Fungsi stok penyangga itu juga dilakukan oleh pemerintah pusat. Dalam hal ini penyaluran ke tingkat propinsi bartu dilakukan setelah adanya permintaan dari Dinkes

propinsi ke Kementerian Kesehatan RI. “Kita minta ke Jakarta jika ada kekosongan obat, misalnya vendor tak sanggup penuhi permintaan, lalu Pemerintah Aceh meminta obat ke Jakarta selaku buffer stock ting­kat nasional yang menggunakan dana APBN,” tutur Elfina.

Obat yang telah disalurkan oleh pemerintah pusat dan propinsi itu sifatnya adalah hibah atau menjadi inventaris yang dikelola dan diman­faatkan oleh daerah. Artinya tak lagi perlu ada pengembalian dari kabu­paten/kota penerima ke pemerintah propinsi. Hal yang sama juga berlaku untuk obat yang disalurkan pusat ke Pemerintah Provinsi.

Karena sifatnya hibah maka penyerahan atau penyaluran obat dari pemerintah propinsi dan pusat itu dilengkapi BAST (Berita Acara Serah Terima). Hal itu juga terkait dengan tertib administrasi serta juga tertib anggaran.

Setelah diserahterimakan, ma­ka obat obat itu mernjadi milik daer­ah kabupaten/kota. Merekalah yang mengelola serta mendistribusikan ke Puskesmas. Selain itu juga dengan mengawasi jadwal kedaluarsa setiap jenis obat atau fasilitas yang diterima dari Pemerintahan Propinsi.

Pengadaan obat di kabupaten

direalisasikan melalui pengusulan dengan melampirkan RKO (Rencana Kebutuhan Obat) . Namun dalam proses realisasinya kadang sampai tiga bulanan, karena juga melalui proses pengadaan yang makan waktu atau rata rata distributor minta waktu 90 hari untuk realisasi pengadaan obat.

Karena usulan pengadaan itu dilakukan secara online dan bisa di­pantau oleh Dinkes Propinsi, maka pihak Pemerintah Aceh melalui Dinkes Aceh melakukan langkah antisipatif, dengan mempersiapkan obat sebagai stok penyangga. Obat obat yang di­stanby­kan pihak Pe­merintah Aceh itu adalah obat obat yang masuk dalam 20 indikator obat.

Disebutkan oleh Elfina, obat yang disuplai ke kabupaten/kota itu adalah, obat kesehatan dasar seperti, obat demam, obat diabetes, hipertensi, obat kesehatan ibu dan anak, vaksin, serta lainnya. “Intin­ya obat yang diadakan propinsi melalui dana Otsus hanyalah obat yang masuk 20 indikator. Sebagai buffer stok propinsi siap sepanjang tahun. “Kita bisa melihat secara on­line atau e Monev, RKO kabupaten/kota, dan kita langsung bergerak ce­pat melakukan antisipasi untuk buf­ferstok,” tandas Elfina.(ns)

Setiap tahun Pemerintah Aceh memplotkan dana,

untuk obat, bahan medis habis pakai, (alat suntik,

kapas, kasa, masker serta lainya) juga ada

vaksin. Semua itu ditalangi dengan dana yang diplotkan setiap

tahun. Khusus tahun 2019 diplotkan dana obat

sebesar Rp 3 miliar.”

Elfina SSi AptKasie Farmasi Dinkes Aceh

Dari SPO Hingga Mengacu Kepada PORPROSEDUR permintaan obat dari Kabupaten/Kota ke Pe­merintahan Propinsi terhitung simple dan tak berbelit. Pihak Dinkes Kabupaten/Kota mem­buat surat permohonan yang ditandatangani oleh Kadinkes setempat. Yaitu dalam bentuk Surat Pemintaan Obat (SPO).

Surat permintaan itu akan ditelaah dalam kesempatan per­tama, sebelum dilakukan peny­aluran. Langkah taktis diperlu­kan, karena menyangkut nasib ribuan atau bahkan jutaan um­mat yang membutuhkan.

Materi obat yang diminta haruslah dominan dengan yang termasuk dalam 20 in­dikator. Seperti obat demam, diare, kesehatan ibu dan anak, termasuk obat pencegah stunt­ing. Selain itu juga ada vaksin, dan obat hipertensi hingga di­abetes. Selain dilihat dari sisi proporsionalitas, pem,enuhan permintaan obat itu juga men­gacu dengan Penggunaan Obat Rasional (POR). Yaitu penggu­naan obat sesuai dengan indi­kasi, efek samping serta mem­perhatikan waktu atau kapan obat diminum.

Ada empat indikator POR, yakni, penggunaan antibiotik pada kasus ISPA nonpnomeni, Menurut aturan dari Kemenk­es, jika batuk tak disertai den­gan sesak tak perlu digunakan antibiotic. Kedfua, penggunaan antibiotik pada kasus diare

nonspesifik, yaitu diare yang tak disertai lendir atau hanya diare biasa. Itu cukup dengan garamn oralit atau zinc. Tak di­rekomendasikan untuk meng­gunakan antibiotik seperti co­tremoxsazol. Yang ketiga injeksi pada kasus miagia, kalau pegal pegal biasa tak perlu gunakan injeksi vitam,in. Indikator ter­akhir adalah, rerata lembar resep untuk semua kasus obat.

Artinya, dalam kondisi normal, obat milik Pemerin­tah Propinsi lebih difokukskan pada kabupaten/kotas yang 20 persen dari jumlah Puskes­masnya sudah mencaspasi nilai POR pada angka 60 persen. Na­mun demikian, jumlah obast yang disalurkan ke kabupaten/kota itu juga terkait dengan se­baran penduduk dan jumlah unit Puskesmas yang ada.

Umumnya obat yang paling banyak diminta oleh daerah adalah yang termasuk dalam 20 indikator, misalnya obat amoxilyn tablet dan sirup. Paracetamol tablet dan sirup, obat obat antasida atau maag, Selain itu juga salep, teruta­ma untuk kalangan pesantren yang banyak membutuhkan, dimana santrinya rawan terke­na gatal gatal.

Pengiriman obat ke daer­ah tak ada biaya, jadi langsung diantar oleh petugas ke Dinkes kabupasten/kota.

Obat hibah dari propinsi

atau Pusat itu hanya diberi­kan untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama, dalam hal ini Puskesmas. Sementara untuk Rumah Sakit milik pemerintah telah ditanggung dengan pro­gram BPJS.

Namun, seandainya ter­jadi kondisi darurat obat di sebuah rumah sakit, pihak ru­mah sakit bisa saja meminta penalangan sejenak ke Dinkes setempat, dan bisa disalurkan, selaku pemegang peran stok penyangga obat daerah. Akan tetapi tetap saja obat itu harus dikembalikan setelah ada obat pengganti milik rumah sakit. “Jika tidak ini akan menjadi temuan sebab statusnya han­ya pinjaman. Dan pihak Dinas akan dimintai pertanggung­jawaban sesuai ketentuan ang­garan, karena obat itu ditang­gung dengan dana Otsus serta peruntukannya sudah jelas,” tegas Elfina.

Lebih dari itu, rumah sakit saat ini sudah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang bisa melakukan amparah­an obatnya melalui klaim BPJS.

Selain itu, pihak kabu­paten/kota hanya meminta talangan obat ke Pemerintah Propinsdi kala kondisi obat kurang. Karena daerah ting­kat II juga memiliki stok obat tersendiri yang diadakan melalui dana APBK. “Sesuai ketetapan Kemenkes, masing

masing daerah harus mencuk­upi obatnya untuk masa dela­pan belas bulan. Ketentuan itu berlaku hingga tingkat kabu­paten/kota dan propinsi.”

Sebelumnya sempat terja­di, ada pemerintahan kabupat­en/kota yang tak menganggar­kan pengadaan obatnya. Karena mereka berpikir hal yang sama telah dilakukan pemerimntah tingkat propinsi, melalui dana otsus. Namun akhirnya mere­ka mengerti jika peran pemer­intah propinsi dalam hal ini obat yang ada di Isntalasi Far­masi Dinkes hanyalah sebagai stok penyangga, yang sifatnya standby jika terjadi permintaan dari kabupaten/kota.

Di sisi lain, pihak Kabupat­en/Kota juga punya kewajiban mengadakan obat untuk men­cukupi kebutuhan Puskesmas masing masing di wilayahnya, lewat Dana Alokasi KHusus (DAK). “Kita juga memberikan obat itu secara terukur dan proporsional. Misalnya mereka minta Paracetamol 1000 boks,

kita tak lantas memenuhinya, karena ada kajian kelayakan tersendiri. Karerna Pemerin­tah Aceh masih memiliki kewa­jiban terhadap 22 kabupaten/kota lain yang harus dipikir­kan,” kata Elfina.

Penyaluran obat itu se­mata mata untuk menghindari terjadi kekosongan obat di Puskesmas. Penjabaran kebu­tuhan juga dilihat dari jumlah Puskemas di kabupaten/kota setempat, karena tentu ber­beda jumlah Puskesmas pada setiap kabupaten/kota.

Selain untuk mengantisi­pasi kekosongan obat di Pusk­esmas, obat milik propinsi atyau pusat itu didrop dalam kesempatan pertama jika ter­jadi bencana di daerah, seperti banjir, kebakaran atau musi­bah social lainnya. Penyaluran obat juga dilakukan saat ke­giatan bakti social di kabupat­en/kota. Semua itu tetap saja dikoordinasikan dengan in­stansi teknis terkait di daerah setempat.(ns)

S

Page 5: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

5Edisi 02/Tahun I/2019 eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Laporan Utama

Ini merupakan kewajiban Pemerintah Aceh untuk

memenuhi sisa atau dana kurang bayarnya JKA tahun

2019. Karena ini program unggulan kampanye

gubernur/wakil gubernur, maka ini harus dipenuhi.”

--Iskandar Daod,Anggota Komisi VI DPRA

Sisa Dana JKA yang belum Tertampung Bisa Diajukan Kembali

KOMISI VI Dewan Perwa­ki lan Rakyat Aceh mene­gaskan, Pemerintah Aceh berkewajiban untuk me­

menuhi dana Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) secara penuh dalam ta­hun anggaran berjalan 2019.

Kewajiban ini menurut ang­

gota Komisi VI DPRA Is­kandar Daod menjadi

tang gung jawab Pe­merintah Aceh untuk memenuhi layanan kesehatan bagi rak­yat sesuai dengan visi dan misi pemer­intah.

Hal tersebut dikatakan Iskandar

Daod sehubungan de­ngan masih adanya sisa

anggaran JKA yang yang diajukan Pemerintah Aceh

belum disetujui atau disahkan da­lam APBA 2019.

Sisa anggaran JKA yang belum disahkan tersebut mencapai Rp 200 miliar dari pagu yang diaju­kan Pemerintah Aceh untuk tahun 2019 atau selama 12 bulan senilai Rp 600 miliar.

Sedangkan pada pengesahan APBA 2019, DPRA hanya menga­

komodir anggaran JKA untuk 2019 sejumlah Rp 400 miliar. Dana terse­but hanya mampu menutupi pemba­yaran premi selama delapan bulan, Januari­Agustus. Sedangkan sisanya Rp 200 miliar atau untuk empat bu­lan ke depan (September­Desember 2019) belum ada anggaran.

“Ini merupakan kewajiban Pemerintah Aceh untuk memenuhi sisa atau dana kurang bayarnya JKA tahun 2019. Karena ini program un­ggulan kampanye gubernur/wakil gubernur, maka ini harus dipenuhi. Pemda Aceh tahu caranya itu. Ini memang hak rakyat Aceh untuk mendapat fasilitas kesehatan JKA, seperti yang sudah dijanjikan,” ujar Iskandar kepada Tabloid Aceh Se­hat Seujahtera, Senin (17/6/2019).

Menurut Iskandar, me­kanisme pengajuan dana sisa JKA yang tidak tertampung dalam APBA 2019 harus melalui APBA­Perubah­an. Pemerintah harus mengajukan

kembali usulan dana tersebut ke­pada dewan untuk dibahas dan di­sahkan. "Pemda harus mengajukan lagi dalam pembahasan APBA­Pe­rubahan" tegasnya.

Akan tetapi, kata Iskandar, hing ga saat ini DPRA belum mem­bahas atau menetapkan jadwal pem bahasan APBA­Perubahan. "Soal jadwalnya pimpinan dewan yang lebih tahu. Kami anggota be­lum ada info," sebutnya.

Dia juga menyebutkan, men­da pat fasilitas layanan kesehatan yang layak adalah hak rakyat. Sebab itu, pihaknya juga mendorong agar Pemerintah Aceh maupun DPRA mencari jalan keluar untuk menga­tasi persoalan ini.

"Semoga Pemda Aceh segera mencari jalan keluarnya dan men­gajukan dalam APBA Perubahan ta hun ini agar masyarakat tetap ter layani kesehatannya," tukas Iskandar.(*)

Aceh Pelopor Universal CoverageSESUATU yang besar atau terobosan tampaknya selalu dimulai dari Tanah Rencong ini. Meski dengan serba keterbatasan, negeri berjuluk Serambi Mekkah ini coba melakukan hal-hal besar, yang kemudian terbukti dicontoh pihak lain.

Salah satu program inovatif yang memberikan dampak luas untuk masya ra-kat adalah reformasi pem-biayaan kesehatan. Bukan rahasia lagi, Aceh merupakan provinsi pertama di repub-lik ini yang melaksanakan Sistem Jaminan Kesehatan bagi masyarakat yang bersifat universal. Mencakup seluruh penduduk Aceh dengan jami-nan yang menyeluruh.

Sistem pembiayaan ini sudah lama diamanahakan undang-undang. UUD 1945 sendiri mengamanatkan bah-wa jaminan kesehatan bagi masyarakat, khususnya yang miskin dan tidak mampu. Mereka-mereka ini menjadi tanggung jawab negara. Dalam UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, juga ditegaskan bahwa setiap orang punya hak yang sama atas akses sumber daya di bidang kesehatan dan mem-peroleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

Namun, untuk mewu-judkan jaminan kesehatan yang menyeluruh tidaklah mudah. Bukan saja lantaran membutuhkan komitmen yang tinggi dari pemerintah, legislatif, dan masyarakat, melainkan juga membutuh-kan biaya yang tidak sedik-it. Oleh karena itulah, tak semua negara di dunia punya kemampuan serupa.

Di Indonesia, keinginan

untuk menyelenggarakan sis tem jaminan kesehatan yang bersifat universal sudah cukup lama. Namun, seiring dengan dimulainya JKN per 1 Januari 2014, pemerin-tah baru mampu menjamin kesehatan masyarakat miskin dan tidak mampu, pegawai pemerintah, TNI/Polri dan keluarganya, serta pekerja swasta. Masih banyak warga yang belum di-cover oleh program asuransi Jaminan Kesehatan Nasional.

Nah, dengan segala ket-erbatasan pemerintah pusat, Pemerintah Aceh melakukan se jumlah terobosan, bahkan jauh-jauh hari sebelum pe-merintah pusat meluncurkan program JKN. Sejak tahun 2010, Aceh menjadi pelopor jaminan kesehatan bagi seluruh penduduknya.

Sejak diluncurkan, pemerintahan Zaini Abdul-

lah-Muzakir Manaf bekerja sama dengan BPJS Keseha-tan selaku pengelola, terus melakukan pembaharuan dan menyempurnakan regu-lasi, baik menyangkut rekrut-men kepesertaan, manfaat yang diterima masyarakat, maupun pengelolaan jaminan itu sendiri.

Sebelum Jampersal dilaksanakan, JKA sejak ta-hun 2010 telah memasukkan jaminan persalinan sebagai salah satu manfaat yang dite-rima oleh masyarakat. Kala itu memang berlangsung sing-kat. Ini bertujuan mengindari tumpang tindih pembiayaan, mengingat tahun berikutnya pemerintah pusat melaksa-nakan Jampersal yang bersifat nasional.

Di samping itu, JKRA yang saat ini dilaksanakan juga memberikan manfaat yang tidak mam pu di-cover

oleh sistem jaminan kese-hatan nasional. JKRA ikut menanggung biaya transpor-tasi rujukan, termasuk biaya pemulangan jenazah, kursi roda, dan lainnya.

Di samping keungulan di atas, pada awal pelaksa-naan JKRA telah member-ikan perhatian pada upaya pencegahan selain pengo-batan atau kuratif pada ting-kat fasilitas primer (Puskes-mas). Puskesmas diikat untuk menggunakan sebagian dana kapitasi yang diterima dalam memicu capaian imunisasi.

Pada tahun 2014, se-jalan dengan pemberlakuan JKN, JKRA juga menjadi pilot project pengintegrasian Jamkesda ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagaimana yang diamanah-kan undang-undang. Kini, sejalan dengan per kem-bangan waktu, perubahan

demi perubahan terus dilaku-kan untuk menyempurnakan program JKA. Sesuai visi-misi, Irwandi-Nova memberikan nama program JKA Plus. Proses administrasi dipangkas, kini berobat cukup dengan selembar KTP elektronik. Bah-kan di beberapa rumah sakit ditempatkan petugas khu-sus, hanya untuk membantu pasien JKA atau keluarganya yang ‘bingung’ atau ‘linglung’ saat hendak berobat. Mereka dituntun hingga semua pe-layanan tuntas, seperti dilaku-kan RSUDZA Banda Aceh selama ini. Kini, jika disetujui DPRA, Pemerintah Aceh dalam hal ini Dinas Keseha-tan Aceh bahkan berencana mengusulkan anggaran untuk membantu anak-anak yang bisu. Mereka akan dibantu alat mendengar, yang selama ini belum ditanggung oleh BPJS Kesehatan.(*)

Kadis Kesehatan Aceh, dr Hanif ketika meninjau pembangunan RS Regional di Meulaboh, beberapa waktu lalu.

Page 6: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

6 Edisi 02/Tahun I/2019eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Laporan Khusus

Karena anak yang lahir tidak bisa mendengar, bisa mengakibatkan bisu seumur hidup. Itu sebabnya

pelayanan akan kita tambah. Saya akan mengajukan usulan di perubahan anggaran. Ini di luar jaminan BPJS.

Klaimnya itu langsung ke Dinas Kesehatan. Alatnya memang mahal. “

--dr Hanif,Kepala Dinas Kesehatan Aceh

Pelayanan JKA Plus Terus Ditingkatkan

MALAM semakin larut. Namun, dr Hanif masih saja menyelesaikan berbagai pekerjaannya. Kepala Dinas

Kesehatan Aceh itu ditemani sejumlah stafnya di kantor yang terletak di bilangan Jalan Tgk Syech Mudawali No. 6 Banda Aceh itu. Terlalu banyak yang harus diselesaikan segera, sehingga dr Hanif dan jajarannya harus menghabiskan sebagian waktu istirahatnya untuk bekerja. “Ada yang

harus diselesaikan segera,” kata Pak Hanif—begitu dia biasa disapa-- di halaman Kantor Dinas Kesehatan Aceh.

Sebagai Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr Hanif berperan besar menyukseskan visi-misi Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah melalui berbagai program unggulan, seperti Aceh Seujahtera melalui program JKA Plus. Berikut petikan hasil wawancara lengkap kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera dengan pria ramah ini.

Menurut Bapak, bagaimana kira-kira realisasi visi-misi Gubernur Irwandi-Nova di bidang kesehatan?

Aceh Seujahtera yang menjadi program utama kan JKA. Ini hampir sama dengan program yang telah lalu. Program JKA ini dirintis oleh Pak Gubernur Irwandi dari awal, dilanjutkan kembali oleh Gubernur Zaini Abdullah, dan dilanjutkan kembali oleh Pak Irwandi-Nova.

Cuma, dari beberapa pemikiran, ada beberapa hal yang dibicarakan tentang kelanjutan program JKA Plus. Sesuai dengan rencana Pak Irwandi Nova, JKA Plus akan diperbaiki kualitas. Dalam arti, ada beberapa kegiatan dan pelayanan yang ditingkatkan. Akan tetapi, dari segi lain pemerintah berusaha untuk mengurangi jumlah pesertanya. Artinya, peserta yang mampu itu silakan membayar premi sendiri. Tetap sebagai peserta JKA, tetapi preminya diusahakan jangan dibayar oleh pemerintah lagi, tetapi dibayar secara mandiri oleh peserta, atau dibayar oleh instansi tempat peserta bekerja. Misalnya, kalau anak PNS di atas tiga orang itu dibayar sendiri. Selama ini ada yang sudah membayar sendiri, tapi banyak yang tidak. Kemudian, peserta yang bekerja di perusahaan dibayar oleh perusahaan.

Kebijakan ini berdampak besar mengurangi anggaran pembayaran premi Pemerintah Aceh?

Iya, dengan demikian, jumlah beban yang menjadi tanggung jawab pemerintah Aceh bisa berkurang. Artinya, beban ini bisa dialihkan untuk peningkatan pelayanan kepada orang yang betul-betul tidak mampu.

Kalau jadi penghematan di premi, sebagian dana itu ke mana akan dialihkan?

Rencananya ke depan, saya akan mengajukan usulan. Yang paling penting, kita harus menambah pelayanan alat bantu dengar. Alat bantu dengar yang

sangat dibutuhkan oleh anak yang lahir tidak bisa mendengar. Karena anak yang lahir tidak bisa mendengar, bisa mengakibatkan bisu seumur hidup. Itu sebabnya pelayanan akan kita tambah. Saya akan mengajukan usulan di perubahan anggaran. Ini di luar jaminan BPJS Kesehatan. Klaimnya itu langsung ke Dinas Kesehatan. Alatnya memang mahal.

Apakah cuma anak-anak yang akan mendapatkan alat bantu dengar tersebut?

Orangtua juga boleh. Tetapi, kita fokus dulu kan ke anak. Kenapa anak? Karena masa depan masih panjang. Dia bawaan lahir. Jadi, Kita berharap nanti tidak hanya anak, tetapi juga orangtua. Tetapi, biasanya memang kelainan yang berat dimulai dari anak. Alatnya mahal, sampai 200 juta rupiah untuk satu buah. Dan selama ini tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Selama ini BPJS Kesehatan menanggung biaya operasi, tapi tidak ada yang menyediakan alatnya. Kalau mau harus ditanggung sendiri. Itu sebabnya, anak-anak selama ini tidak dipasang alat ini, karena memang terlalu mahal. Itu khusus untuk anak-anak yang cacat

bawaan.

Apakah tidak akan terlalu banyak menguras APBA?

Ya, tetapi kan efeknya dan manfaatnya besar. Karena tidak mampu, anak-anak yang tidak bisa mendengar itu tidak sanggup membeli. Makanya dia bisa seumur hidup tuli. Seharusnya bisa diperbaiki kalau pada saat balita kita operasi dan kita pasang alatnya. Ini rencana dalam waktu dekat. Sudah kita pertimbangkan dengan berbagain pihak, termasuk dengan ahli THT. Sepertinya itu sangat bermanfaat untuk anak-anak.

Saat ini muncul kasus malaria yang ditularkan oleh monyet ke manusia. Bapak baru-baru ini juga terjun langsung melihat kondisi masyarakat yang tertular seperti di Aceh Barat?

Penyakit malaria yang ditularkan oleh monyet, namanya Malaria Knowlesi, baru muncul di Aceh dalam dua tahun terakhir. Dan paling banyak kasusnya di Sabang. Gejalanya, hampir sama dengan malaria falsifarum. Malaria ini progressnya paling cepat, sehingga cepat sekali muncul parasit. Dia ditularkan oleh monyet. Belum banyakn

referensi tentang malaria ini. Makanya sekarang, yang meneliti di Aceh tim dari UNICEF dan WHO. Karena ada beberapa kabupaten yang sudah terkena, seperti Sabang, Aceh Besar, dan Aceh Barat. Kita harapkan ini ada jalan keluar. Karena sifatnya, yang penting mencegah dari gigitan nyamuk. Jauhkan diri dari monyet. Cuma, masyarakat kan banyak pekerja di ladang, yang dekat dengan populasi monyet, sehingga ini menjadi tantangan tersendiri.

(Beberapa waktu lalu, dr Hanif berkunjung langsung ke kawasan warga yang menderita penyakit malaria jenis ini, misalnya di Aceh Barat. Di sana Kepala Dinas Kesehatan ini meminta warga untuk menjauhi monyet. Saat ini penelitian yang berkaitan dengan penularan malaria jenis ini sedang diteliti oleh organisasi kesehatan dunia, WHO).

Lalu, bagaimana kira-kira solusinya?

Ini yang kita carikan solusi, upaya-upaya lainnya selain menghindari dari monyet. Tentu nanti kalau ada solusi lain akan kita sampaikan kepada masyarakat bagaimana mencegah timbulnya malaria dari monyet.

Page 7: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

7Edisi 02/Tahun I/2019 eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Laporan Khusus

Cara saat ini, dalam jangka pendek, ya menghindari gigitan nyamuk.

Masyarakat yang bekerja di ladang, memakai penutup agar bisa menutupi seluruh badan. Kalau tidur, ya di dalam kelambu. Lebih bagus lagi kelambu yang anti nyamuk, kelambu khusus. Kalau untuk pengobatannya sama dengan malaria falsifarum. Obatnya sama.

Terkait program JKA Plus, bagaimana tingkat kepuasan masyarakat saat ini?

Secara program masyarakat cukup puas. Cuma, ada beberapa keluhan dalam proses pelayanan, itu saya kira wajar saja. Kita terus memperbaiki. Keluhan dalam proses pelayanan ini di fasilitas kesehatan, bukan di program. Fasilitas kesehatan itu, ya di rumah sakit paling banyak keluhan. Kita, pemerintah, saat ini berupaya supaya rumah sakit memperbaiki manajemen pelayanan. Manajemen ini diperbaiki dengan instrumen-instrumen akreditasi. Jadi, rumah sakit itu harus melaksanakan proses akreditasi. Supaya pelayanan yang diberikan ke masyarakat lebih terukur, terstandar, sesuai SOP.

(Sejumlah rumah sakit di Aceh sedang dalam proses akreditasi. RSUDZA bahkan sudah melangkah lebih jauh dengan berusaha mendapatkan akreditasi internasional seperti JCI dan ISO. Joint Commission International (JCI) adalah divisi dari Joint Commission International, di bawah The Joint Commission. Selama lebih dari 50 tahun, The Joint Commission dan organisasinya telah mendedikasikan diri dalam peningkatan kualitas dan keselamatan pasien).

Tentu Pemerintah Aceh juga membutuhkan dukungan kabupaten?

Tentunya ini juga membutuhkan dukungan semua pihak. Pemerintah kabupaten/kota harus berperan aktif berupaya memperbaiki pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh

rumah sakit di daerah. Kita berharap, semakin lama, jumlah masyarakat yang komplain semakin berkurang. Ini karena kapasitas rumah sakit kita yang terbatas, sehingga pasti ada ketidakpuasan masyarakat, termasuk harus berantre dalam mendapatkan pelayanan. Tidak hanya RSUDZA, semua rumah sakit saat ini kapasitas pelayanan di atas 70 persen.

Terkait pembangunan rumah sakit regional, seperti apa realisasinya?

RS regional, karena dananya terbatas, maka progress-nya bervariasi. Rumah sakit regional ini kan rumah sakit yang sudah lama, sudah ada. Cuma, untuk rekonstruksi kan, ada sejumlah progress. Yang paling bagus progress-nya itu Aceh Selatan. Karena dia lokasinya yang lama. Jadi, begitu selesai, langsung bisa digunakan. Ini berbeda dengan rumah sakit regional yang lain. Untuk rumah sakit yang direlokasi, harus selesai semua dulu baru bisa digunakan.

Bagaimana pendapat Bapak tentang stunting yang banyak diderita anak-anak di Aceh?

Stunting kita paling tinggi. Tapi, kan ini perlu peran serta masyarakat. Tidak bisa pemerintah saja. Faktor utama adalah di asupan gizi anak. Sebenarnya bukan soal masyarakat tidak mampu. Banyak orangtua yang kurang peduli terhadap konsumsi anak-anaknya. Kadar gizi yang didapat oleh seorang anak itu tidak sesuai dengan kecukupan atau kebutuhan untuk anak. Contoh, anak umur kurang dari 6 bulan, seharusnya mendapatkan ASI ekslusif. Tetapi, karena kesibukan orangtua, banyak anak-anak tidak mendapatkan ASI eksklusif. Kemudian, pemberian ASI seharusnya dilanjutkan sampai umur dua tahun, tetapi seperti tadi, karena kesibukan dan faktor lainnya, hal ini tidak dilakukan.

Kemudian juga makanan yang diberikan untuk balita tidak lagi dikontrol. Makan apa adanya. Apa yang ada di rumah. Itu masalah yang sebenarnya. Jadi, terkait dengan pola asuh.

Jadi, bukan lantaran kesulitan ekonomi semata?

Bukan. Kalau dibilang ada keluarga yang tidak mampu membeli makanan bergizi seperti susu, ya memang ada juga. Tapi tentu ini bukan penyebab utama.

Saat ini jarang kita lihat orang tidak mampu membeli makanan untuk anak. Karena yang dibutuhkan anak itu bukan makanan yang mahal-mahal, tapi makanan sederhana seperti sayur, telur, ikan. Dan kebutuhan ikan untuk anak tidak banyak, sepotong cukup.

Jadi, ini terkait dengan pemahaman, perilaku, pola asuh yang tidak benar. Ini harus diubah. Kesimpulannya, kalau saya lihat, di Aceh ini bukan karena orangtua tidak mampu menyediakan makanan untuk anak, tapi lebih kepada faktor orangtunya tidak begitu peduli dengan makanan anak.

Mungkin butuh waktu panjang untuk menyadarkan masyarakat?

Ya, masyarakat semua harus sadar. Tentu berbahaya jika terus terusan seperti ini. Saya kira tidak perlu harus menunggu lama. Jika masyarakat sadar dengan pola asuh anak yang benar, bisa langsung diperbaiki. Yang penting kesadaran masyarakatnya.

(Setelah wawancara sekitar setengah jam lebih, dr Hanif kembali melanjutkan pekerjaannya malam itu. Ditemani sejumlah staf, Kadis Kesehatan Aceh itu kembali bergelut dengan berkas).

Page 8: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

8 Edisi 02/Tahun I/2019eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Lensa Seujahtera

Tim Dinas Kesehatan Aceh berfoto bersama seusai melakukan penilaian Nakes teladan.

Tim Dinas Kesehatan Aceh berfoto bersama seusai penilaian Nakes Teladan

Tim Dinas Kesehatan Aceh melakukan penilaian Nakes Teladan di Puskesmas

Page 9: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

9Edisi 02/Tahun I/2019 eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Selisik

Mencintai dan Melayani Klien dengan Hati

(Catatan Kecil tentang Pengabdian Seorang Perawat Kesehatan Jiwa di Nisam) Oleh Efi Syafrida dan Sri Afrianti*

NURLINA, seorang perawat kesehatan jiwa yang telah mende­dikasikan dirinya untuk bersahabat dan

berjuang dengan pasien yang mengalami gangguan jiwa, selama lebih dari 14 tahun. Ia salah satu perawat terlatih dan profesion­al yang memiliki kemampuan menerapkan pola asuhan keper­awatan jiwa di komunitas. Nur­lina yang sehari­hari bertugas sebagai perawat di Puskesmas Nisam, Aceh Utara, adalah sosok perempuan yang siap melayani semua kliennya di wilayah Nisam tempat ia bekerja. Istilah atau ter­minologi yang digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan jiwa adalah Orang Dengan Gang­guan JIwa yang disingkat ODGJ.

Lina­­begitu sapaan untuk Nurlina­­adalah figur perawat yang memiliki ketelatenan, kesabaran, dan ketulusan dalam melayani ODGJ yang membutuh­kan uluran tangannya, dengan kelembutan hati. Semua bakti pe­layanan dan performance kinerja ia suguhkan kepada masyarakat Nisam dalam sebuah inovasi luar biasa melalui tekad bertajuk Bersama Perawat Menuju Nisam Sehat Jiwa yangdisingkat NISWA. Bahkan dengan inovasinya ini, Lina pun sering disapa dengan panggilan Bu Niswa.

Nisam merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabu­paten Aceh Utara, dan salah satu wilayah yang menjadi pusat konf­lik Aceh selama puluhan tahun. Selama konflik Aceh, ada banyak kisah pilu dan cerita duka di wilayah ini. Mulai dari kekacauan politik, keretakan sosial, keru­sakan budaya, hingga kekerasan yang melahirkan trauma psikolo­gis berkepanjangan.

Apa motivasi yang mengg­etarkan kesadaran, dan meng­gerakkan Lina untuk melakukan berbagai inovasi, dalam menan­gani ODGJ secara komprehensif

dan berkelanjutan? Jawaban yang mengalir dari hatinya adalah; (1) tingginya kasus gangguan jiwa akibat konflik; (2) tingkat kepatu­han minum obat yang rendah; (3) kurangnya dukungan keluarga karena ketidaktahuan cara men­gasuh, dan juga rasa malu;(4) ku­rangnya penerimaan masyarakat terhadap ODGJ dengan stigma gila dan membahayakan. ODGJ pun kerap dianggap sosok yang tidak berguna dan tidak memiliki ke­mampuan yang dapat diandalkan. Karena itu, mereka tidak dilibat­kan dalam berbagai kegiatan dan sulit mendapatkan pekerjaan di masyarakat. Sebab, masyarakat menganggap bahwa ODGJ labil dan sering mudah kambuh.

Berdasarkan fenomena tersebut, tergetar nuraninya untuk melakukan sesuatu dalam rangka membantu ODGJ. Lang­kah awal yang ia lakukan adalah membentuk kelompok Nisam Sehat Jiwa (NISWA). Tujuannya adalah memulihkan dan mem­berdayakan ODGJ, meningkatkan kepatuhan minum obat, mengajak keluarga dan masyarakat untuk mendukung dan melibatkan ODGJ dalam kegiatan­kegiatan di mas­yarakat serta mencegah terjadin­ya kambuh. Dalam mewujudkan berdirinya Niswa, ada kegiatan yang diciptakan Lina, antara lain terapi aktifitas kelompok dan rehabilitasi sosial spritual.

Melalui sentuhan pelayanan yang bersahaja, berperikamanu­siaan di semua aspek, termasuk aspek kesehatan, kini Nisam telah berubah, yang dahulu meny­isakan trauma konflik, kini ia sudah tampil dengan wajah baru. Nisam memiliki profil penduduk yang ramah, tingkat partisipa­si masyarakat yang tinggi, dan didukung dengan komitmen pemerintah yang tinggi pula serta hubungan lintas sektornya cukup bagus, khususnya dalam mendukung program kesehatan jiwa. Situasi ini sangat efektif

dan efisien dalam membantu memberikan pelayanan terhadap orang dengan masalah kesehatan jiwa dan gangguan jiwa.

Karena proses pemulihan ODGJ membutuhkan waktu yang panjang, maka dibutuhkan figur perawat jiwa yang terampil seka­ligus sabar, ikhlas, dan bekerja sepenuh hati. Mengapa? Karena hanya kepada perawatlah mereka bisa mengungkapkan segenap emosinya. Mereka yakin, per­awatlah yang pasti tahu, apa dan bagaimana kondisi mereka, den­gan segenap persoalan kejiwaan yang dialami. Untuk itu semua, butuh perawat yang memiliki rasa empati, simpati, kepekaan atau sensivitas kemanusiaan yang tinggi. Tanpa ini semua tidak mungkin seorang perawat dapat melayani ODGJ yang beragam dengan persoalan yang kom­pleks. Inilah yang dilakukan oleh Nurlina selama belasan tahun bersahabat dengan mereka yang mengalami gangguan jiwa.

Ia dengan setia mendampin­gi kliennya sepanjang periode asuhan perawatan. Ada banyak risiko yang mungkin timbul sela­ma mendampingi dan menangani ODGJ, terutama akibat gejolak emosional yang tak terkendali dengan mudah. Suka duka yang dialami Lina sebagai seorang perawat jiwa tidak membuatn­ya surut dan takut, tetapi justru membuatnya semakin tertantang dan bersemangat dalam mengem­ban amanah moral dan tugas kemanusiaan ini. Setiap akan memulai tugasnya, mendampingi mereka ia berdoa, bergumam dan berkata, “Aku datang men­jemputmu, mendampingimu, merawatmu, hingga kamu pulih, mandiri, dan berguna bagi neg­eri, dan Aku melayanimu dengan hati.”

Ternyata Nurlina juga tidak sendiri, ia didukung oleh semua petugas kesehatan di Puskesmas Nisam di bawah kendali Kepala Puskesmas dan didukung oleh seluruh komponen masyarakat dan pemerintah, terutama peme­gang kunci suksesnya pembangun negeri, terutama Pak Camat, Dan­ramil, Kapolsek, dan semua un­sur muspika Nisam. Bahkan Pak Keuchik bersedia mengalokasikan dana desa untuk membangkitkan semangat para kader dan perawat kesehatan jiwa yang diprakarsai dan dikomandani oleh Nurlina. Menilik jumlah ODGJ yang ditan­gani Lina, tercatat 175 orang yang terdistribusi di 29 desa, 14 desa di antaranya sebagai desa siaga sehat jiwa dengan kader kese­hatan jiwa sejumlah 53 orang. Berkat ketulusan, kesabaran, dan keuletannya, ia berhasil memuli­hkan 129 orang dari 175 pasien

ODGJ. Lina sudah menjadi ibu asuh atau orang tua bagi ODGJ yang diasuhnya. Mereka yang sudah pulih kini sudah hidup mandiri bahkan sudah menikah membentuk keluarga yang dihiasi keharmonisan dan kebahagiaan.

Dengan demikian, sangat wajar jika profil dan segenap upaya yang Lina lakukan selama belasan tahun bersama ODGJ, di apresiasi oleh negeri karena keikhlasannya melayani dan ia akan menjadi sumber inspirasi bagi semua perawat, khususnya perawat kesehatan jiwa di Aceh Utara dan di seluruh Aceh pada umumnya.

Dalam upaya untuk men­jadikan kegiatan ini berkelanju­tan, Lina berhasil meyakinkan Geuchik Desa Meucat Nisam dimana lokasi Niswa ditetapkan, untuk mendukung kegiatan ini melalui dana desa dan partisi­pasi aktif desa dalam berbagai kegiatan kesehatan jiwa. Kemu­dian berhasil mengajak peran aktif pemerintah daerah untuk memberikan dukungan terhadap berbagai program kesehatan jiwa, termasuk kesediaan Dinas Sosial untuk melatih ODGJ mandi­ri terampil di bidangnya serta mendapat dukungan dari tokoh masyarakat yang menyediakan garasi rumahnya untuk dijadikan sekretariat NISWA. Keberhasilan Lina yang lain adalah memban­gun kebersamaan secara periodik antara tokoh masyarakat, pemer­intah, kader dan ODGJ mandiri melalui outbond dan kegiatan refreshing lainnya.

ODGJ Nisam, kini telah ber­hasil memproduksi berbagai hasil keterampilan mereka seperti diterjen, bunga, pupuk organik, sapu lidi, bordir­ jilbab, asesoris, dan lainnya. Ternyata, perjuangan panjang penuh liku dan pengor­banan yang dilakukan Lina, kini telah membuahkan hasil. ODGJ yang sebelumnya dipandang se­bagai manusia yang tidak bergu­na, menjadi sosok yang mandiri, terampil dan mampu melahirkan karya yang bermanfaat. Sangat tepat jika kita menggambarkan perjuangan Lina melalui moto suksesnya yaitu: Tiada keberhas­ilan tanpa kesungguhan dan tiada kesungguhan tanpa ketulusan.

Tekad ini telah membuktikan bahwa kita bisa bersama, memba­ngun sumber daya manusia tanpa alasan pembeda, termasuk mere­ka yang mengalami permasalahan kejiwaan. Terima Kasih Nurlina.

*Efi Syafrida adalah pegawai Dinas Kesehatan Aceh,

sedangkan Sri Afrianti adalah pegawai Dinas Kesehatan Aceh

Utara

Page 10: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

10 Edisi 02/Tahun I/2019eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Laporan Khusus

“Salah satu output yang ingin kita capai adalah

bagaimana Posyandu bisa hadir kembali di tengah-tengah masyarakat untuk

mengayomi semua kegiatan program

terpadu yang sifatnya lintas sektor.”

--Efi Safrida,

Kabid Kesehatan Masyarakat

Penguatan Posyandu Lewat Revitalisasi

OS Pelayanan Terpadu (Posyan­du) sudah menyatu dalam ke­hidupan dan budaya masyarakat Indonesia, termasuk di Provin­si Aceh. Keberadaanya sangat diperlukan dalam mendekatkan upaya promotif dan preventif ke­pada masyarakat, utamanya ter­kait dengan upaya peningkatan status gizi masyarakat serta upa­ya kesehatan ibu dan anak.

Namun dalam beberapa ta­hun terakhir, keberadaannya di tengah­tengah masyarakat mu­lai mengalami stagnasi karena banyak faktor antara lain seperti kurangnya pemberdayaan dan belum jelasnya siapa ‘pemilik’ Posyandu.

Menyikapi itu, Pemerintah Aceh melalui Dinas Kesehatan dan sejumlah SKPA terkait sep­erti Dinas Pemberdayaan Mas­yarakat dan Gampong (DPMG), Dinas Sosial dan TP PKK sedang mengupayakan untuk merevital­isasi Posyandu sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan fung­si dan kinerja.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Aceh selaku salah satu stakeholder terkait, pada 21 Mei 2019 di Oasis Atjeh Hotel, Banda Aceh, telah memprakarsai rapat koordinasi tentang Kelompok Kerja Operisional Pembinaan Pos Pembinaan dan Pelayanan Terpa­du (Pokjanal Posyandu).

“Salah satu output yang in­gin kita capai adalah bagaimana Posyandu bisa hadir kembali di tengah­tengah masyarakat untuk mengayomi semua kegiatan pro­gram terpadu yang sifatnya lintas sektor,” ujar Kepala Bidang Kese­hatan Masyarakat, Dinkes Aceh, drg Efi Safrida, M.Kes.

Menurutnya, rapat koordi­nasi menjadi sangat penting kare­na selama ini Dinkes ‘berbeda’ harapan dengan DPMG tentang

siapa sebenarnya yang bertang­gung jawab terkait Posyandu. Apakah itu mulai dari pengor­ganisasian maupun lembaganya. Termasuk soal penetapan stra­ta dan bagaimana pemanfaatan dana desa yang disupport oleh DPMG untuk kelancaran pelaksa­naan di lapangan.

Nah! Hasil akhir dari pros­es yang dilakukan Dinkes Aceh adalah adanya masukan dari beberapa pihak terkait, dalam hal ini juga dirangkum oleh ibu Plt Gubernur Aceh Dr. Dyah Erti Idawati, MT . Ternyata, untuk melakukan penguatan terhadap Posyandu di seluruh Aceh diper­lukan suatu organisasi di semua level. Mulai level provinsi, level kecamatan sampai level dimana Posyandu itu berada.

Rakor mempertegas bahwa selama ini DPMG berperan se­bagai mediator yang memfasilita­si terbentuknya Pokjanal Posyan­du, dimana Dinkes Aceh, dalam hal ini kepala dinas sesuai den­gan Surat Keputusan (SK) disah­kan oleh gubernur merupakan sekretaris Pokjanal Posyandu.

Persoalannya adalah SK itu ternyata berlaku lima tahunan.

Jadi, sejak pertama pelantikan gu­

bernur sebel­umnya (Zaini A b d u l l a h – Muza­kir Manaf) pada tahun 2012 sampai 2017. Mes­

tinya, auto­matically atau

secara otomatis saat Gubernur Ir­

wandi Yusuf dan Nova Iriansyah dilantik diikuti dengan proses pelimpahan kegiatan operasion­al Posyandu.

Ternyata itu tidak terdis­tribusi, sehingga ada perbedaan data di lapangan, seperti saat Dinkes ingin mengetahui berapa sebenarnya jumlah Posyandu di seluruh Aceh.

Kalau mengacu pada catatan E­Pembangunan Pemberdayaan Masyarakat, jumlah desa atau gam pong di Aceh adalah 6.496. Artinya, kalau diasumsikan satu desa satu Posyandu, maka ang­kanya sama dengan jumlah desa atau lebih karena di satu desa terdapat dua Posyandu bahkan lebih.

Dalam profil kesehatan, jum lah Posyandu di seluruh Aceh adalah 7.458. Namun mirisnya, yang aktif hanya 1.702 Posyan­du. Artinya, cukup banyak sekali yang tidak berfungsi secara opti­mal.

Menyikapi itu, pihaknya akhir nya mencoba menjalin ko­munikasi dengan DPMG. Mere­ka menjawab, bukannya itu di Dinkes. Karena dirinya baru ber­gabung lagi di Promkes, akhirn­ya duduk dengan teman sejawat yang bertanggung jawab tentang Usaha Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), termasuk

di dalamnya Posyandu. Ternyata mereka mengatakan bahwa sama saja. Mestinya di sana juga ada di sini juga ada. Jadi atas dasar itulah Dinkes ingin menyamakan persesi dengan memprakarsai Rakor, me­ngundang sejumlah stakeholder, baik dari Dinkes sendiri, DPMG, dari Biro Isra selaku koordinator untuk kemitraan, kemudian Dinas Sosial, karena di sana ada program layanan sosial dasar. UNICEF juga turut diundang, karena organisasi milik Perserikatan Bangsa­Bangsa (PBB) tersebut baru saja mengem­bangkan satu sistem informasi Po­syandu berbasis aplikasi.

Terkait dengan aplikasi yang baru dikembangkan UNICEF, drg Efi menjelaskan bahwa aplika­si tersebut secara automatically ketika ada indikator dicapai oleh Posyandu, maka secara otomatis Posyandu punya strata atau per­ingkat.

Strata dibagi sesuai den­gan kinerja. Misalnya capaian untuk kegiatan penimbangan balita seluruhnya di atas angka 80 persen, maka Posyandu akan mendapat tanda hijau. Kalau memberikan pelayanan dengan sistem lima meja akan mendapat hijau, kalau semua indikator men­jadi penilaian hijau maka Posyan­du tersebut stratanya tinggi. Ada empat strata untuk posyandu. Pertama, strata pratama, kedua Madya, ketiga Purnama, dan ke­empat Mandiri. Kalau semua cak­upan tinggi, maka masuk mandiri.

Namun, Dinkes Aceh tentun­ya punya justifikasi lain terhadap strata. Ada delapan item yang akan dimasukkan dalam waktu dekat akan didiskusikan bersa­ma. “Kami ingin memasukkan tidak hanya dengan persentase ujug­ujug terus keluar strata. Ada delapan item akan coba dimasuk­kan dalam pemberian skor untuk menentukan strata,” terangnya.

Delapan item tersebut adalah, jumlah kader, punya gedung atau tidak, ada struktur pengurus atau tidak. “Kalau lengkap nilainya 10, kalau tidak ada nilainya nol. Kalau cakupannya di atas 80 persen mun­gkin sebuah Posyandu sudah bisa dikatakan mandiri,” katanya.

Kemudian apakah pelayanan kegiatan dengan sistem lima meja. Kalau kurang dari lima meja maka nilainya satu. Dikatakan, ada juga yang lebih dari lima meja seandainya ada layanan integrasi atau layanan sosial. Kemudian terkait frekuensi bukanya, apa­kah setahun 12 kali atau tidak. Kalau sudah di atas 10 kali nilain­ya bisa 10. Dinkes Aceh punya kri­teria sendiri yang akan digunakan pada saat pengembangan sistem informasi Posyandu.

Selain itu item lainnya ada­

P

Page 11: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

11Edisi 02/Tahun I/2019 eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Laporan Khusus

lah sarana dan prasarananya lengkap atau tidak, ada tim­bangan badan atau tidak, ada alat ukur tinggi badan atau tidak.

Setiap Posyandu juga harus punya jadwal, kapan laporan harus masuk ke ke­camatan untuk kemudian di­rekap dan diteruskan ke ka­bupaten dan provinsi.

Kesimpulan akhir yang ingin dicapai, pertama adalah revitalisasi Posyandu. Revit­alissai Posyandu juga punya indikator kinerja, salah sat­unya adalah seberapa aktif Posyandu. Dari sekian banyak Posyandu, berapa yang aktif dan strata masing­masing.

Kedua, terkait dengan operasional Posyandu, apa­kah dapat disupport oleh dana desa? Tentu kalau bic­ara dana desa kewenangann­ya ada pada DPMG. Menurut mereka, apa pun kegiatan di desa bisa menggunakan dana desa, asalkan punya peren­canaan yang jelas digunakan untuk kebutuhan apa.

Ia mencontohkan, saat ini Provinsi Aceh punya per­masalahan stunting yang cukup tinggi. Stunting ada­lah sebuah kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya, penyebab utamanya adalah kekurangan gizi sejak bayi masih dalam kandungan.

Apabila dana desa dia­jukan untuk entry point atau titik masuknya adalah stunt­ing, maka dana desa tentu boleh digunakan untuk Po­syandu, mulai dari pelatihan kader, transport kader, beli alat logistik atau untuk Pem­berian Makanan Tambahan (PMT). Itu semua bisa asal­kan ada perencanaan.

Jadi itulah output tera­khir yang ingin dicapai. Ka­lau untuk penyiapan SK Op­erasional dan penggunaan dana desa untuk menunjang operasional Posyandu dan memastikan Posyandu is ok dan running well di lapangan

itu di DPMG. “Kemarin dari DPMG juga menyampaikan, tolong Bu! Untuk penetapan standar di Dinkes dan untuk pembinaan sama­sama. It­ulah diikat melalui SK Pok­janal Posyandu,” terangnya.

Nah! Kesimpulan perta­ma pada rapat koordinasi be­berapa waktu lalu adalah soal penggalangan komitmen da­lam upaya penguatan Pokjanal Posyandu sesuai apa yang diamanatkan di Pergub No.14 tahun 2019 Tentang Upaya Pencegahan dan Penanganan Stunting Secara Terpadu.

Sekarang pertanyaan­nya adalah di mana mau di­tempatkan? “Ya, wadah yang sudah adakan pastilah Po­syandu dan judulnya juga Pos Pelayanan Terpadu, disingkat Posyandu,” katanya.

Kedua, sosialisasi semua regulasi yang mendukung operasional kegiatan yang terintegrasi di setiap level. Kalau Dinkes merujuk Per­menkes tentang pedoman umum tentang pengelolaan Posyandu, DPMG mungkin regulasi Permendes tentang Penggunaan Dana Desa. Ada juga Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 14 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Aceh. Kalau untuk TP PKK bisa menggu­nakan Permendagri Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pember­dayaan Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga. Din­sos punya program Keluarga Harapan (PKH) dan juga pu­nya program kegiatan yang diintegrasikan di Posyandu dengan layanan sosial dasar.

Ketiga, updating Tim Pokjanal Posyandu melalui SK Pokjanal Posyandu ta­hun 2019, sehingga nantinya dapat memperkuat opera­sional di lapangan. Ada beber­apa permasalahan Pokjanal pada umumnya, yaitu Pok­janal yang ada hanya sekadar SK, belum optimalnya tugas dan fungsi masing­masing

sektor. Kemudian, belum ada sekretariat tetap menjadi salah satu kendala. Instansi pemberdayaan masyarakat di daerah yang beragam/di­gabung dengan unsur lain.

Disamping itu, belum punya program kerja yang jelas dan terintegrasi. Ku­rangnya koordinasi antar sektor/lembaga dan antar program pemberdayaan ter­kait. Disamping itu, masih ada persepsi bahwa Pok­janal merupakan tugas teknis Dinas Kesehatan. Kendala lainnya adalah belum maksi­malnya dukungan dana pem­binaan, termasuk dana oper­asional Posyandu.

“Belum aktifnya Pok­janal Posyandu tingkat ka­bupaten/kota menjadi salah satu faktor yang mempen­garuhi penerapan Posyandu, disamping persoalan SDM di lapangan,” terangnya.

Kesimpulan keempat adalah update kembali stra­ta Posyandu. Khusus untuk Dinkes adalah mengupdate kembali strata Posyandu den­gan beberapa kriteria yang sudah disiapkan, termasuk di dalamnya berapa jumlah kader aktif akan diberikan

skor, kemudian tentang ket­ersediaan logistik ada atau tidak, sampai pada punya timbangan atau tidak, punya ukuran panjang badan tidak, punya tidak buku pencatatan pelaporan. Totalnya ada dela­pan item.

Kelima, Revitalisasi Po­syandu melalui pembinaan secara berjenjang dan terin­tegrasi dengan Tim Pokjanal Posyandu “Kita harus ber­payung pada regulasi kare­na ini sifatnya lintas sektor, masing­ masing sektor akan menggunakan dasar hukum yang terkait dengan Posyan­du,” kata drg Efi.

Kesimpulan keenam ada lah updating data peta masalah gizi di Kabupaten/Kota dengan cara melakukan verifikasi pengukuran status gizi.

Selain itu, ketujuh, juga perlu melibatkan pendamp­ing desa dan TKSK dalam rencana kegiatan untuk men­dukung kegiatan Posyandu melalui dana desa sesuai peraturan. Sebagaimana kes­impulan ketujuh.

Dan terakhir, Apabila ke sepakatannya adalah revit­alisasi Posyandu yang konon katanya dalam beberapa ta­hun terakhir sedikit mengen­dur, maka masing masing organisasi pemerintah harus mengalokasikan dana untuk pembinaan.

Jadi, tidak boleh hanya mengandalkan Dinkes, DP­MG, Dinsos dan PKK saja. Di­persilakan mengalokasikan sendiri di masing­masing Daf tar Isian Pelaksanaan Ang garan (DIPA). Setelah di­harapkan, saat turun ke la­pangan secara bersamaan. Nah, kalau sudah punya DIPA tentu buat arus kas, buat ren­cana kapan turun. Dimana itu akan disepakati? Tentunya di rapat koordinasi berikutnya yang akan difasilitasi oleh Biro Isra. “Rapat koordinasi pertama yang kami prakarsai sudah dilaksanakan 21 Mei

lalu. Kita harap akan terba­ngun kerja sama yang baik dengan lintas sektor dalam rangka penguatan kembali Posyandu,” kata dia.

Terkait dengan pengua­tan Posyandu, tentu menjadi semangat semua stakeholder yang nantinya akan berbagi kewenangan atau tugas dan fungsi (tupoksi) dari mas­ing­masing instansi terkait. Integrasi lintas sektor juga diharapkan terjadi di lintas bawah saat pelayanan di Po­syandu diberikan.

“Nah, ketika diumumkan kepada ibu hamil dan yang memiliki balita bahwa hari ini ada Posyandu, Ayo Turun Serentak. Di situlah terjad­inya integrasi lintas sektor yang dimulai dari tingkat bawah. Siapa di bawah, keca­matan dan desa, ini dikend­alikan oleh siapa, oleh kabu­paten, lewat apa, Lewat RKA kabupaten atau lewat DIPA,” terangnya.

Dalam kesempatan ter­sebut dirinya juga menyam­paikan bahwa Dinkes Aceh, terutama bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) punya tiga kabupaten menjadi daer­ah lokus masalah stunting. Bukan berarti kabupaten lain tidak menjadi lokus. Posyan­du ada di Kesmas, termasuk masalah gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Muara akhirnya semua adalah di desa, karena di sana ada fasil­itas, selain bidan desa ada Posyandu.

Ketika hendak turun ke lapangan, maka kabupaten akan dihubungi. Kemudian wajib hukumnya kalau mau turun ke lapangan member­itahukan kepada Pokjanal. Dinkes masuk sebagai anggo­ta Pokjanal, SK­nya dikeluar­kan oleh DPMG dan disahkan oleh gubernur. Kepala Dinas Kesehatan adalah Sekretaris Pokjanal. Ada dua program Promkes melibatkan mereka, karena berhubungan dengan pemberdayaan dan kader.(rst)

Page 12: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

12 Edisi 02/Tahun I/2019eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Aktualita

“Disamping sebagai reward atas kinerja dan inovasi, seleksi ini

juga sebagai pendorong bagi Nakes dalam memberikan

pelayanan bermutu dan berkualitas kepada

masyarakat.”

--Abdul Fatah,Kabid SDK Dinas Kesehatan Aceh

Pemilihan Nakes Teladan di Puskesmas

EBAGAI unit pelaksana pemba­ngunan kesehatan tingkat kecama­tan, Pusat Kesehatan Masya ra kat, disingkat Puskesmas me ru pakan ujung tombak pela yanan kesehatan yang paling dasar dan terdepan di seluruh Tanah Air, utamanya dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Saat ini, terdapat 341 Pus kes­mas tersebar di seluruh Provinsi Aceh. Terdiri dari 143 rawat inap dan 198 non rawat inap, fasilitas kes­ehatan tingkat pertama ini me miliki tenaga kesehatan professional yang melayani dengan tulus dan ikhlas.

Setiap tahunnya, Pemerintah Aceh melalui Dinas Kesehatan mem­berikan penghargaan kepada Tenaga Kesehatan (Nakes) Teladan di Pusk­esmas. Mereka yang terpilih lewat serangkaian seleksi ketat, selanjutn­ya akan diikutkan pada seleksi ting­kat nasional digelar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik In­donesia, di Jakarta.

Ketua Tim Pemilihan Nakes Te­ladan Provinsi Aceh yang juga men­jabat sebagai Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan (SDK) Dinas Kese­hatan Provinsi Aceh, dr Abdul Fatah, MPPM menyampaikan, pemilihan Nakes Teladan rutin dilaksanakan setiap tahun. Tujuannya adalah se­bagai bentuk pengakuan atas kiner­ja para tenaga kesehatan yang telah berupaya melaksanakan pelayanan kesehatan terutama preventif dan promotif tanpa melupakan kuratif dan rehabilitatif. Disamping itu juga bertujuan untuk meningkatkan kin­erja dan kualitas pelayanan keseha­tan kepada masyarakat di Provinsi Aceh.

“Dengan adanya pemilihan Na­kes Teladan di Puskesmas, maka di­harapkan dapat memotivasi kinerja mereka untuk terus memberikan pe­layanan terbaik kepada masyarakat, dan semakin profesional,” ujar dr Ab­dul Fatah.

Dijelaskan, ajang pemilihan Na­kes Teladan di Puskesmas merupa­kan program nasional. Tapi khusus tahun ini, tingkat nasional ditiada­kan. Namun untuk Provinsi Aceh tetap dilaksanakan seperti tahun­ta­hun sebelumnya.

Ada sembilan jenis tenaga kes­ehatan yang dapat diajukan untuk mendapatkan penghargaan sebagai Nakes Teladan di Puskesmas meli­puti, dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat,

tenaga kesehatan ling kungan, ahli teknologi laboratorium

medik, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian.

Mereka yang dapat diajukan un tuk mendapatkan peng­hargaan pa ling sedik­it harus memenuhi tiga persyaratan, ten­tunya punya prestasi,

pengabdian, dan ino­vasi dalam bidang kes­

ehatan. Terpenting, punya pengalaman kerja di Puskes­

mas paling sedikit selama tiga ta­hun. Mereka yang sudah pernah ter­pilih sebagai Nakes tenaga kesehatan di Puskesmas tingkat nasional tidak boleh disertakan lagi.

Ketentuan tersebut sebagai­mana diatur dalam Peraturan Men ­teri Kesehatan (Permenkes) Repub­lik Indonesia Nomor 23 Ta hun 2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pemberian Penghargaan bagi Tenaga Kesehatan Teladan di Puskesmas.

Adapun bentuk penghargaan diberikan beragam, mulai dari piag­am, pin tenaga kesehatan teladan, ba­rang atau dalam bentuk lainnya sah sesuai dengan peraturan ketentuan perundang­ undangan.

Pada tahun ini, Pemerintah Aceh akan memberikan hadiah is­timewa kepada peringkat satu, yaitu umrah ke tanah suci. “Khusus juara pertama saja mendapat hadiah um­rah,” katanya.

Namun tidak semua kabupat­en/kota di Aceh mengajukan sembi­lan jenis Nakes. Ada beberapa daer­ah yang hanya mengusulkan lima dan tiga saja untuk untuk diikut ser­takan.

Penyerahan penghargaan dan hadiah, kata dr Abdul Fatah, untuk tingkat provinsi akan diberikan pada peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN). Sementara untuk level na­sional akan diberikan pada momen peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus.

Saat ini, tahapan seleksi untuk tingkat Provinsi Aceh masih ber­langsung, sudah ada sejumlah kabu­paten/kota dilakukan penilaian sep­erti Banda Aceh, Aceh Besar, Sabang,

Aceh Tamiang dan wilayah timur juga sudah ada.

Setelah libur Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriah, tim seleksi akan menuju ke Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Tenggara dan kawasan tengah.

Dengan adanya seleksi Nakes teladan, kata Abdul Fatah, maka di­harapkan dapat memotivasi dan meningkatkan kinerja dalam mem­berikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

“Disamping sebagai reward atas kinerja dan inovasi, seleksi ini juga sebagai pendorong bagi Nakes dalam memberikan pelayanan ber­mutu dan berkualitas kepada mas­yarakat,” ujarnya.

Dengan adanya event seperti ini, maka dapat memotivasi Nakes lainnya untuk mempersiapkan diri mengikuti seleksi tahun berikutnya. Agar bisa dipilih, mereka harus ber­prestasi dan memberikan inovasi da­lam bidang kesehatan.

Dirinya juga berharap kepada pemerintah tingkat kabupaten/kota untuk memberikan perhatian khu­sus kepada para Nakes berprestasi, apalagi mereka yang sudah mewakili daerah untuk tingkat provinsi.

“Inikan asset, mereka punya kapasitas dan prestasi, dan etos ker­ja yang bagus, pemerintah daerah harus memanfaatkan tenaga mereka dengan optimal, kalau perlu diting­katkan karirnya. Kalaupun tidak di stuktural bisa ditingkatkan kompe­tensi pendidikannya supaya punya kemampuan lebih di masa men­datang,” harapnya.

Dirinya juga berharap, dengan adanya pemilihan Nakes Teladan di Puskesmas untuk betul – betul di­manfaatkan secara maksimal, baik oleh tenaga kesehatan sendiri untuk selalu meningkatkan kompetensi dan melakukan inovasi dalam rang­ka memberikan pelayanan keseha­tan kepada masyarakat.

Nah bagi Dinas Kesehatan Ka­bupaten/kota, juga diharapkan un­tuk melakukan seleksi sesuai dengan aturan sehingga betul – betul terpilih tenaga kesehatan yang siap bersaing ditingkat provinsi. Siapapun kandi­dat diusulkan, kualitasnya sangat tergantung dengan bagaimana me­kanisme penjaringan di tingkat ka­

bupaten. Lebih lanjut dr Abdul Fatah

menyampaikan, dalam kontek pe­layanan di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tujuannya ada­lah pelayanan semesta universal health coverage. Cakupan semesta ini menuntut, bukan hanya bahwa pesertanya banyak, tapi bagaimana peserta mendapat pelayanan terbaik dengan tersedianya tenaga keseha­tan cukup dengan kompetensi yang baik dan professional tinggi. Kemu­dian harus didukung dengan alat – alat kesehatan serta obat – obatan memadai.

Dalam konteks ketersediaan tenaga kesehatan, ada beberapa yang diakunya masih kurang, mis­alkan tenaga sanitarian atau tenaga kesehatan lingkungan, tenaga analis kesehatan, tenaga kefarmasian.

Dari sembilan jenis tenaga kesehatan dasar, sampai pada 2019 yang penting di setiap Puskesmas tersedia saja lima sudah dianggap terpenuhi. Namun mulai tahun 2020 setiap Puskesmas hanya punya sem­bilan tenaga kesehatan sebagaimana tertuang dalam Undang – Undang Tenaga Kesehatan.

“Dari lima jenis ketenagaan dasar di Puskesmas, di Aceh baru sekitar 15 persen dari 341 Pusk­esmas yang miliki lima jenis ketenagaan dasar. Artinya masih kendala,” ungkapnya.

Maka kedepan, Pemerintah Aceh bersama pemerintah kabupat­en/kota harus betul – betul meng­hitung analisis beban kerja dan analisa jabatan. Dengan begitu dapat diketahui di sebuah Puskesmas jenis tenaga kesehatan apa saja yang be­lum ada.

Secara perlahan, sembilan je­nis tenaga kesehatan harus dipenuhi di setiap Puskesmas sebgaima­na amanah UU. Apakah diusulkan melalui formasi penerimaan CPNS, atau kontrak. Bisa juga diusulkan ke Pemerintah Pusat melalui program nusantara sehat. Supaya apa? Akses dari sisi pembiayaan sudah dise­diakan oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah pusat, itu betul – betul bisa dinikmati oleh masyarakat se­cara memadai, termasuk fasilitas kesehatan juga memadai.

“Sampai 2019 masih diberikan toleransi lima jenis tenaga kesehatan saja cukup, di luar dokter dan dok­ter gigi, kalau tidak ada itu kapitasi Puskesmas rendah. Besaran kapitasi diterima itu kan sangat tergantung lengkap tidaknya tenaga kesehatan,” paparnya.(rst)

S

Page 13: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

13Edisi 02/Tahun I/2019 eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Aktualita

KOMPLIKASI diabetes berkembang secara bertahap. Ketika terlalu banyak gula menetap dalam aliran darah untuk waktu yang lama, hal ini dapat mempengaruhi pembuluh dar-ah, saraf, mata, ginjal dan system kardiovaskular.

Komplikasi termasuk serangan jantung dan stroke, in-feksi kaki yang berat (menyebabkan gangren, dapat menga-kibatkan amputasi), gagal ginjal stadium akhir dan disfungsi seksual.

Komplikasi diabetes dapat dicegah dengan melakukan hal-hal penting sebagai berikut minum obat secara teratur seperti yang ditentukan oleh dokter/petugas kesehatan, men-getahui dengan teratur tingkat gula darah dengan pergi tes rutin dan check-up, makan sehat lebih banyak sayuran dan buah, kurangi lemak, gula dan makanan asin.(*)

Sekitar 80 persen kejadian kencing manis dapat dicegah.

Pencegahan dapat dilakukan dari sekarang dengan tata laksana

pengobatan yang optimum dan perubahan gaya hidup dan

pola makan.”

--Wahyu Zulfansyah,Kabid Pencegahan

dan Pengendalian Penyakit

Diabetes Melitus dan Upaya Pencegahan

CEH memiliki jumlah penderita diabetes melitus (kencing manis) yang banyak dengan beragam usia. Benarkah pola hidup tak sehat menjadi penyumbang terbesar munculnya penyakit ini?

Diabetes Melitus (kencing manis) saat ini sudah menjadi penyakit yang umum diderita oleh masyarakat. Penderita kencing manis merupakan penyakit penyebab kematian ketiga di Indonesia setelah sroke dan jantung, penyebab utama untuk kebutaan, serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan amputasi kaki.

"Jumlah penderita kencing manis sekarang sekitar 10 juta orang jumlahnya, akan meningkat pada 10 tahun mendatang menjadi dua sampai tiga kali lipat," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr Wahyu Zulfansyah MKes, kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, Sabtu (31/5/2019).

Prevalensi orang dengan kencing manis di Indonesia menunjukkan kecende rungan meningkat ya itu dari 5,7% (2007) menjadi 6,9% (2013) dan 10,9

(2018). Data ini ber­

da sar kan hasil Ris kesdas 2018. Selain itu 2/3 orang dengan kencing ma nis di Indonesia

ti dak mengetahui

diri nya memiliki kencing manis,

dan berpotensi untuk datang ke layanan kesehatan dalam kondisi terlambat (sudah dengan komplikasi).

Prevalensi kencing manis di Provinsi Aceh cenderung meningkat 1,8% (2013) menjadi 2,4 (2018) berdasarkan hasil Riskesdas 2013.

Sejalan hasil surveilans Penyakit Tidak Menular Dinkes Aceh tahun 2018, jumlah penderita Diabetes Melitus yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar sebanyak 121.447 orang.

Penyakit kronis ini tidak dapat disembuhkan tapi dapat dikendalikan agar tidak terjadi kom plikasi. "Sekitar 80 persen ke jadian kencing manis dapat di­cegah. Pencegahan dapat dila kukan dari sekarang dengan tata laksana pengobatan yang optimum dan perubahan gaya hidup dan pola makan,” katanya.

Orang dengan kencing manis dapat berumur panjang dan hi­dup sehat. Berat badan berlebih atau obesitas merupakan salah satu faktor risiko terbesar kencing manis.

Di dunia penyakit kencing manis ini membunuh lebih satu ju ta orang setiap tahun dan siapa pun dapat terkena.

Mengurangi berat badan 10% saja pada saat ini bisa mengurangi resiko diabetes besar. Saat ini tercatat mencapai 422 juta orang di dunia penderita kencing manis, atau empat kali lebih banyak dari 30 tahun yang lalu. Hal ini berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Diabetes Melitus merupakan kondisi dimana kadar gula (glukosa) dalam darah tinggi, timbul karena ketidakmampuan tubuh mengolah karbohidrat/glukosa aki bat kurangnya jumlah insulin atau insulin tidak berfungsi sempurna sehingga gula menumpuk dalam tubuh kita.

Menurut dr Wahyu klasifika­si diabetes dapat dibagi dakam beberapa kelompok.

Yaitu diabetes tipe 1. Pada diabetes tipe 1 ini, tubuh benar­benar berhenti memproduksi insulin karena perusakan sel pangkreas yang memproduksi insulin oleh sistem kekebalan tubuh.

Biasanya didiagnosa pada orang dewasa muda atau anak­anak atau diabetes insulin­dependent, karena terapi insulin sangat penting untuk kelangsungan hidup.

Pada diabetes tipe 2 pang­kreas menghasilkan jumlah yang tidak memadai insulin, atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin dengan benar. Biasanya terjadi pada orang dewasa, dan lebih sering terjadi pada orang yang kelebihan berat badan atau obesitas. Jenis diabetes tipe 2 tidak tergantung pada insulin.(*)

Cara MencegahDOKTER Wahyu menyebutkan, diabetes bergantung pada faktor genetik dan lingkungan, tetapi kita dapat membantu menjaga tingkat gula darah lewat susu-nan makanan sehat dan gaya hidup yang aktif. "Menghindari makanan manis dan minuman olahan dan mengubah roti putih dan pasta dengan gandum ada-lah langkah pertama yang baik," ujarnya. Disebutkan, gula dan biji-bijian halus lebih rendah nu-triennya karena bagian serat dan kaya vitaminnya telah diambil.

Contohnya adalah tepung terigu putih, roti putih, beras pu-tih, pasta putih, minuman man-is atau soda, permen dan sereal makan pagi dengan tambahan

gula. Susunan makanan sehat termasuk di antaranya adalah sayur, buah, kacang-kacangan dan gandum. Termasuk minyak sehat, kacang, ikan berminyak kaya omega-3. Seperti sardin, salmon dan kembung.

Adalah penting untuk makan dengan beda waktu yang tetap dan berhenti makan sebe-lum kenyang.

Olah raga juga memban-tu menurunkan tingkat gula darah. National Health System (NHS) Inggris menyarankan la-tihan aerobik selama 2,5 jam per minggu, seperti jalan cepat dan menaiki tangga.

Berat badan yang sehat akan membuat tubuh lebih

mu dah menurunkan tingkat gu la darah. "Jika Anda perlu menurunkan berat badan, laku-kan secara bertahap, antara setengah sampai satu kilogram per minggu," sebut dr Wahyu.

Dia menambahkan penting juga untuk tidak merokok dan mengendalikan tingkat kolester-ol untuk mengurangi risiko ter-kena penyakit jantung. Menurut dr Wahyu diabetes dapat dicegah dan dikendalikan. Untuk penye-bab diabetes tipe 1 tidak diketa-hui dan tidak dapat dicegah. Pe-rubahan gaya hidup yang sehat dan sederhana dapat membantu dalam pencegahan atau menun-da timbulnya diabetes tipe 2.

Hal ini dapat dilakukan

dengan mencapai dan memper-tahankan berat badan yang se-hat, aktivitas fisik setidaknya 30 menit setiap hari , makan akan makanan yang sehat antara tiga dan lima porsi buah dan sayuran

sehari, dan mengurangi asupan gula, garam dan lemak jenuh. "Hindari merokok dan minum alkohol, kelola stres, tes glukosa darah dan kadar HbA1c secara teratur," saran dr Wahyu.(*)

Lima Pilar Pengendalian 1. Edukasi2. Perencanaan makan/diet3. Aktivitas fisik4. Obat-Insulin5. Pemeriksaan Gula Darah

Mandiri

Faktor Risiko Diabetes

Komplikasi Diabetes Melitus

FAKTOR yang tidak dapat dikendalikan yaitu riwayat diabetes pada keluarga, jenis kelamin dan usia. Sedangkan faktor yang dapat dikendalikan yakni kegemukan, tekanan darah tinggi, kadar kolester-

ol, kurang bergerak, diet yang tidak sehat dan toleransi gula terganggu. Sementara itu ge-jala paling umum di antaran-ya merasa sangat haus, buang air kecil lebih sering dari bi-asanya,terutama pada malam

hari , merasa sangat lelah, ke-hilangan berat badan tanpa melakukan apapun, pengliha-tan kabur, luka yang tidak per-nah sembuh dan ada mati rasa atau kesemutan di tangan dan kaki.(*)

Kriteria Diagnostik Predi-abetes100 < GDP < 126 = 126140 < GDPP < 200 = 2005.7 < A1C < 6.5%* = 6.5%*

A

Page 14: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

14 Edisi 02/Tahun I/2019eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Info Kesehatan

Tips Mudik SehatMUDIK atau pulang

ke kampung hala­man adalah ritual tahunan mas­

yarakat Indonesia menjelang lebaran, begitu juga di Aceh. Memasuki minggu terakhir bulan puasa, tradisi mas­yarakat Indonesia menjelang lebaran adalah melakukan perjalanan pulang kampung atau biasa disebut mudik.

Tradisi mudik men­jelang lebaran seolah­olah telah membudaya bagi sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya yang hidup di perantauan. Kerin­duan akan kampung hala­man, orang­orang tercinta, sanak keluarga ataupun kawan yang telah lama tidak berjumpa merupakan alasan sebagian besar orang melakukan mudik. Aneka tujuan mudik, dari dan ke seluruh penjuru nusantara, untuk bertemu sanak keluar­ga dan merayakan kemenan­gan bersama­sama. Mudik dan bertemu dengan sanak keluarga selain dapat mele­pas kerinduan juga dapat mempererat tali silaturahmi.

Oleh karena itulah ban­yak yang rela menyisihkan

waktu, ongkos, tenaga untuk sekadar berburu tiket pulang atau mudik dengan kenda­raan pribadi sering menjadi pilihan utama. Disamping lebih leluasa, juga memper­mudah pengaturan jadwal dan tempat yang hendak dikunjungi.

Namun perlu diingat bah wa mudik dengan kend­araan sendiri membutuhkan kondisi fisik yang prima ter­lebih lagi jika kita mengemu­di sendiri tanpa ada penge­mudi pengganti. Perjalanan mudik yang panjang dan la­ma pasti akan menimbulkan kelelahan. Kelelahan akan me ngurangi konsentrasi dan dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terinfeksi berbagai penyakit.

Tradisi mudik jelang ha­ri raya ini juga menyebabkan adanya penumpukan pe­numpang di Terminal, Ban­dara, Pelabuhan, Jalan raya dan tempat­tempat tertentu yang berada di jalur mudik angkutan lebaran.

Peningkatan jumlah pe mu dik meningkatkan pu la potensi terjadinya kece­lakaan serta masalah kese­hatan, seperti ispa, infeksi

saluran cerna seperti diare yang biasanya disebabkan oleh makanan yang tidak higinies yang sering dibeli pemudik dipinggir jalan, kam buhnya penyakit yang diderita, dan lain sebagainya. Untuk itu perjalanan mudik harus dipersiapkan seopti­mal mungkin agar aman di perjalanan, selamat saat tiba di tempat tujuan dan sehat saat berkumpul bersama sanak keluarga.

Mudik harus dipersiap­kan secara benar, terutama kondisi fisik dan kondisi ken daraan. Hal ini untuk menciptakan rasa aman dan nyaman selama perjalanan.

Agar perjalanan ke kam­pung halaman tetap sehat, aman dan selamat, kepada para pemudik harus selalu ada persiapan seperti meny­iapkan fisik yang prima, konsumsi buah dan sayur, tetap berperilaku sehat, jauhi narkoba dan alkohol, serta tidak merokok.

Jangan memaksakan diri mengemudi jika lelah atau mengantuk. Terka dang pengemudi tidak meng in­dah kan durasi mengemudi yang lebih dari empat jam,

ter kadang mereka tak isti­rahat. Itu harus dihindari. Is tirahat selain baik bagi ke bugaran, juga baik untuk mendinginkan mesin kenda­raan. Sebaiknya beristirahat setiap 4 jam perjalanan.

Saat istirahat ini, bisa juga dilakukan sedikit peregangan, dengan gerakan peregangan yang mudah dan sederhana. Terlalu lama duduk di kendaraan, kadang juga menyebabkan otot­otot jadi kaku atau tidak rileks. Dengan adanya peregangan ini tentunya akan kembali membuat kita jadi rileks dan lebih bugar tentunya, per­jalanan pun lancar.

Bagi yang mudik meng­gunakan roda 2, sebaiknya gunakan masker untuk me­lindungi diri dari debu, asap dan polusi lainnya. Pastikan juga untuk tidak lupa meng­gunakan helm, disiplin dan patuhi rambu­rambu lalulin­tas yang ada.

Selain itu, bagi pemudik yang sudah punya riwayat penyakit tertentu, pemu­dik diimbau membawa obat­obatan pribadi guna mengantisipasi kambuhnya penyakit di perjalanan atau di kampung halaman. Hal itu untuk meminimalisasi risiko dari serangan penyakit. Bi­asanya karena faktor kelela­han di jalan, penyakit yang diderita akan cepat kam­buh. Dengan adanya obat yang biasa dikonsumsi, hal itu bisa diantisipasi tanpa harus ke dokter atau rumah sakit. Tapi harus diingat bagi pengemudi jangan sampai memakai obat­obatan yang dapat menyebabkan kantuk baik sebelum atau selama mengemudi dan apalagi sampai meminum minu­man yang beralkohol ketika mengemudi. Siapkan fisik yang sehat dan prima keti­ka mudik, khususnya bagi pengemudi.

BAGI pemudik yang mengalami kegawatdaruratan medis di perjalananan dan membutuhkan ambulan bisa memanfaatkan layanan Call Center PSC 119. Layanan Call Center PSC 119 Aceh ini melayani kegawatdaruratan medis dan non medis. Yang termasuk kedalam kegawatdaruratan medis seperti gangguan kesehatan dan kecelakaan. Layanan ini bisa juga digunakan untuk kegawat-daruratan non-medis seperti kejadian kebakaran atau bencana alam, atau kegawatdaruratan lainnya. Layanan PSC 119 ini ten-tunya bisa diakses 24 jam.

Dengan menghubungi Call Center PSC 119 bila terjadi ses-uatu kecelakaan atau kegawatdarutan yang membutuhkan pen-anganan segera, tim di call center 119 bisa membuat network-ing supaya cepat penanganannya. Misalnya ada telepon yang mengalami kecelakaan, petugas operator langsung mendeteksi lokasinya yang terdekat dengan call centre. Nanti akan segera di-kerahkan pertolongan yang ditangani di daerah terdekat. Untuk wilayah area layanan Banda Aceh dan Aceh Besar selain nomor 119, Anda juga bisa menghubungi nomor 0651 22118.

Pemudik juga bisa memanfaatkan jaringan Radio Antar Pen-duduk Indonesia (RAPI) terdekat. Relawan RAPI sebagai relawan komunikasi juga sangat berperan dalam membantu kelancaran arus mudik dengan membantu memberikan informasi dan komu-nikasi di sepanjang jalur mudik, termasuk juga jika terjadi kega-watdaruratan ataupun kecelakaan di jalan raya.

Selain itu, pemudik juga bisa memanfaatkan posko pe-layanan kesehatan di sepanjang jalur mudik yang dikoordinasikan oleh Dinkes Provinsi dan Dinkes kabupaten/kota setempat. Karena itu pemudik perlu melengkapi diri dengan brosur panduan mudik yang biasanya mencantumkan selain rute mudik, juga nomor-no-mor bantuan yang bisa diakses seperti kantor polisi, rumah sakit, Puskesmas, SPBU, Dinas Perhubungan, RAPI, Jasa Raharja serta lainnya.(*)

Hubungi 119 Jika Alami Kegawatdaruratan

Page 15: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

15Edisi 02/Tahun I/2019 eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Opini

Memaknai Halal BihalalOleh: M. Adli Abdullah

ARI Raya (Uroe Raya) adalah hari yang penuh kegem biraan. Kita saling berhalal bil halal. Halal bil Halal menjadi media silaturahmi antar umat Islam di Nusantara. Model silaturahmi ini menjadi perekat, penyejuk, dan mereduksi perbedaan dalam momen saling memaafkan. Artinya, dalam halal bil halal, kita bersilaturahmi dan salam-salaman sambil bermaaf maafan.

Dalam tatanan sosial, budaya dan politik dewasa ini, kehidupan masyarakat Aceh penuh dengan sikap ku’eh dan saling benci-membeci. Padahal, bagi orang Aceh budaya menghargai antarsesama orang Aceh dan luar Aceh sangat kental dipedomani oleh nenek moyang dulu. Dalam kultur sosial masyarakat Aceh dulu ada pantangan (tabu) yang tidak boleh dilanggar oleh siapa saja, seperti ungkapan hadih maja ini: Pantang di Aceh tateuoh biek deungon bangsa, tacarot, tateunak, tatrom, tasipak. Tapeh ulee, tacukeh keueng, Sinan ureueng le binasa.

Pada saat buleun uroe raya inilah, biasanya masyarakat saling memanfaatkan. Momen halal bihalal yang berlangsung sebulan penuh, menjadi bagian praktik ketaatan masyarakat Aceh untuk kembali kepada kesucian. Kesucian dalam bertetangga, kesucian dalam bersahabat, kesucian dalam belajar mengajar, kesucian dalam segala interaksi sosial politik.

Jika lintas profesi, menyadari bahwa makna halal bihalal adalah bagian dari media untuk meraih kesucian kolektif, maka sesungguhnya akan melahirkan manusia-manusia yang saling menghargai, saling hormat dan tentu tidak saling menyalahkan. Melainkan saling support, saling mengoreksi dan saling menjaga silaturrahmi dalam urusan apa pun.

Tiga pengertianSecara filosofis, halal

bihalal memiliki tiga pengertian: Pertama, menurut bahasa berarti menyelesaikan persoalan, meluruskan benang kusut, mencairkan air yang keruh, dan melepaskan ikatan yang membelenggu. Dengan kata lain, kalau ditinjau dari segi bahasa, maka halal bihalal diharapkan hubungan yang selama ini keruh dan kusut dapat segera diurai dan dijernihkan. Halal bihalal bermakna untuk merekonstruksi relasi kemanusiaan yang lebih sejuk dan harmonis bagi lintas profesi dan etnik.

Kedua, pengertian halal bihalal dalam perspektif hukum, halal digunakan sebagai lawan dari kata haram dan makruh. Dengan pengertian ini, maka halal bihalal mengandung arti bahwa setiap orang yang berhalal bihalal, akan membebaskan diri dari perbuatan yang haram dan makruh dan perbuatan dosa. Oleh karena itu, tidaklah tepat jika dalam acara halal bihalal digunakan sebagai ajang saling menggunjing, memfitnah, membuat sisat buruk, atau perbuatan mubazir.

Ketiga, jika dilihat dalam Alquran, pengertian halal bihalal selalu dirangkaikan dengan kata thayyib (halalan thayyiba) yang berarti, halal lagi menyenangkan (QS. Al-Anfal: 69, Al-Maidah: 88, An-Nahl: 114). Maka halal bil halal di sini yaitu terbangunnya komitmen bersama untuk selalu melakukan yang baik dan bermafaat serta menyenangkan semua pihak. Seorang keuchik desa dapat menyenangkan warganya, seorang pimpinan kepala sekolah dalam menyenangkan pengajar dan siswanya. Seorang pimpinan selalu memiliki komitmen berpikir dan bertindak untuk rakyatnya.

Ketiga pengertian halal bihalal tersebut di atas merupakan media yang paling efektif untuk merajut kembali hubungan yang membeku dengan cara saling memaafkan dan menyadari kekhilafan masing-masing. Balutan halal bihalal dengan segala jenis aktivitas yang dilakukan, harus menjadi modal sosial bersama bagi rakyat Aceh. Sekat-sekat permusuhan, intimidasi, provokasi, dan segala jenis perbuatan yang dilarang Allah, bila akan terus dilakukan, akan menjadi beban sejarah rakyat Aceh ke depan.

Segala kearifan Aceh hendaknya dibangkitkan, dikampanyekan, dan diimplimentasikan, supaya kehidupan yang harmonis antar elite Aceh menjadi spirit baru bagi pembangunan rakyat Aceh. Dalam sejarah Aceh, perdebatan

antar elite selalu terjadi dalam setiap periode sejarah Aceh. Pada periode Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M), Iskandar Tsani (1636-1641 M) dan Sultanah Safiatuddin Syah (1641-1675 M), juga tak luput dari perdebatan, namun perdebatan tidak berujung pada pemutusan silaturahmi.

Memperkuat silaturahmiUntuk itu, etika dan ilmu

pengetahuan menjadi kunci dalam sanubari elite. Ilmu pengetahuan menjadi “wasit” dalam segala aktivitas elite. Jika kedua hal tersebut tidak dimiliki, maka Aceh ke depan akan terus berada pada persimpangan jalan. Alm Prof Safwan Idris, dalam beberapa kesempatan menyebutkan beberapa strategi dalam membangun Aceh, salah satu sarannya adalah memperkuat silaturahmi antarelite.

Dalam sejarah kepemimpinan Aceh modern, menghargai antarelite adalah modal sosial yang nyaris hilang. Kepentingan kekuasan sesaat, telah merusak tatanan silaturahmi antarelite, baik dalam spekrum politik, sosia, l maupun keagamaan. Untuk itu, ke depan hendaknya perbedaan tidak memutus silaturahmi, karena silaturahmi adalah bagian penting dalam setiap aspek kehidupan.

Dalam perspektif uroe raya, halal bihalal harus melahirkan komitmen bersama untuk membangun Aceh bersama-sama. Halal bihalal harus menjadi media membangun komunikasi yang produktif antar berbagai komponen dan aliran politik yang ada di Aceh. Sumbatan komunikasi harus reda dengan adanya halal bihalal. Halal bihalal harus dilakukan dengan hati yang ikhlas supaya mendapat ridha Allah Swt.

Jadi, suasana halal bihalal pada 2019 ini harus penuh dengan nuansa religius, kekeluargaan, dan keterbukaan. Supaya membuat semua kita bersatu walaupun berbeda cara pandang dalam membangun Bumi Iskandar Muda. Hal ini sesuai dengan kata bijak Aceh: Tameh jeut sarang sareung, yang penteng puteung di lop lam bara. Karena hari ini masih dalam suasan uroe raya dan lagi berhalal bihalal penulis juga mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir batin.

*Dr M. Adli Abdullah, SH., MCL., Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Geudam geudum tambo dipeh/ Tanda ka jadeh meu uroe raya/ Bak uroe raya pajoh nyang meuheut/ Asai na bacut keu ureung seulingka/ Mak dan ayah bak mandum rakan/ Beu neupeumeuah ube na desya (Nadham Aceh).

M. Adli Abdullah

H

Page 16: Isu kesehatan merisu yang sangat penting upakan …...das Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif kepada kru Tabloid Aceh Sehat Seujahtera, pekan lalu. Perbaikan dan penambahan jenis

16 Edisi 02/Tahun I/2019eujahteraS ACEH SEHAT

DINAS KESEHATAN ACEH

Sosok

BIOGRAFI SINGKAT;Nama : Ferdiyus SKM, MKesTTL : Cot Suruy, Blang Bintang, Aceh Besar, 28 Nopember 1969Alamat : Komplek Perumahan dr Saleh, Punge Blang Cut, Jaya Baru

Banda AcehPENDIDIKAN: 1. SPRG (1989)2. Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) (2003)3. Master Kesehatan Masyarakat (MKes) 2005 Ayah : Sulaiman (Alm) Ibu : Fatimah Istri : Nurseha Anak : HanifunNissa,TanjilAhya,WarmursalatiUrfa,KafqaNafisaRIWAYAT PEKERJAAN : n Staf Puskesmas Latihan 1990-2003n Staf Dinkes Aceh 2005 - 2010n Kasie SDMK 2010-2018n Sekdinkes Aceh 2018 – sekarang

Kadang ketika saya lewat di pasar banyak Nyak Nyak penjual sayur memberikan mangga atau apapun yang

mereka letakkan di lapak jualan. Itu kebahagiaan

dan kebanggaan tersendiri bagi Saya.”

Membangun Komunikasi dengan Hati

KESAN religius langsung tera­sa ketika menemui sosok ini pada suatu petang pekan lalu. Maaf Pak, Saya baru

se lesai shalat Ashar, jadi tak bisa terima telepon dari Bapak tadi. Lalu kami pun bicara secara cair di ru­angan kerjanya yang terlihat adem. Pria yang menjadi salah satu lulu­san terbaik Sekolah Keperawatan Gigi tahun 1989 itu tampak santai dalam melakoni keseharian tugas rutinnya

Memulai tugas di Puskesmas Latihan Banda Aceh sejenak lulus SPRG, lelaki yang bernama lengkap Ferdiyus SKM MKes itu secara ter­buka mengatakan lebih enjoy saat bertugas di pelayanan, ya….13 ta­hun sebagai perawat gigi dan men­genal begitu banyak rakyat di ta­taran bawah. “Kadang ketika saya lewat di pasar banyak Nyak Nyak pen jual sayur memberikan mangga atau apapun yang mereka letakkan di lapak jualan. Itu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi Saya,” kata Ferdiyus.

Bagi pria kelahiran Cot Suruy Blang Bintang, 28 Nopember 1969 itu, apa yang didapat dari keseder­hanaan dan keikhlasan para Nyak Nyak itu adalah balasan dari total­itas dalam melakoni tugas pelayanan itu sendiri. “Dengan memba ca Bis millah saat me­mulai tugas ke tika menangani pasien,

kita telah mendapat kepercayaan nyaris total dari pasien. Dan ini men­jadi sugesti dan empati tersendiri,” tutur Ferdiyus.

Bagaimanapun pasien mem­punyai tali batin dengan yang me­layaninya, konon lagi ditangani se cara islami, dengan ucapan Bis­millah saat mulai melayani. Karena masyarakat Aceh hampir serratus persen adalah umat Islam.

Dalam nada sedikit religi, sua­mi dari Ny Nurseha ini menyebut­kan, keikhlasan dalam berbuat ter­utama dengan ucapan Bismillah, Allah langsung mengangkat derajat ummatNya. Dalam kondisi begini rasanya tak akan ada kata kekuran­gan apalagi menjurus lapar. Kare­nanya, melayani dengan hati tidak mesti melihat dari jumlah materi.

Lama malang melintang di sek­tor pelayanan, Ferdiyus yang ayah empat orang anak itu menamat­kan S2 tepatnya Master Kesehatan di UGM Jogyakarta tahun 2005. Saat itu lelaki Aceh Rayeuk terse­but langsung masuk jalur struktu­ral di Dinas Kesehatan Aceh. Dari Jokya karta pula, ia mendapatkan pendam ping hidup hingga saat ini.

Memulai kiprah dari level staf hingga dipercayakan menjadi salah satu Kepala Seksi di Bidang Sum­berdaya Kesehatan (SDK), Ferdiyus akhirnya mengemban amanah se­bagai Sekretaris Dinas Kesehatan Aceh. Ya….buah hati dari pasangan ibunda Fatimah dan ayahanda Su­laiman (alm) itu kini menjadi orang nomor dua di Dinkles Aceh. Beru­bahkah seorang Ferdiyus? Rasanya tidak! Ia masih sosok sederhana dan lugas, khas Aceh Rayeuk.

Sebagai Sekdis dan salah satu Pembina internal, Ferdiyus kini bukan hanya sekadar membawahi jajaran kesekretariatan, namun juga menga­wasi secara administrative sebanyak 403 orang PNS dan 144 orang tena­ga kontrak di Dinkes Aceh. Mereka tersebar bukan hanya di Sekretar­iat Dinkes, namun juga di Lemba­ga Pendidikan seperti, Akademi Farmasi (Akfar), Akademi Keper­awatan (Akper), Akademi Analis Kesehatan (AAK), Laboratorium Ke sehatan Daerah (Labkesda) hingga Bapelkes. “Jujur saja itu

memang penuh warna war­ni, dengan segala corak dan

pro fesi. Tapi kita jalani saja dengan ikhklas, serta terus membangun komunikasi dengan hati. Lebih dari itu, semua job telah ter­

diskripsi secara ber­jenjang dan terken­dali,” kata Fer­

diyus.Karena semua staf sudah punya

atasan ma sing­masing untuk ber­koordinasi serta dalam hal penga­wasan dan pembinaan. Mereka baru berhubungan dengan Sekretariat, bila menyangkut dengan kepega­waian dan keuangan. Itupun sudah ada yang menghandel di Sekretariat, hingga tak menumpuk tugas pada Sekretaris. “Dalam kondisi begini tak ada lagi kata overlap, semua ada tu­poksi masing masing yang dijalani secara disiplin.”

Seorang Ferdiyus juga punya kiat untuk menghindari konflik ses­ama staf, terutama dalam kaitan pelayanan internal. Kunci utamanya adalah komitmen dan integritas da­lam melakoni peran dan tugas mas­ing­masing. Konon lagi saat ini su­dah berlaku semua system secara on line atau E­program. Semuanya sudah terukur dan sangat transpar­an. “Jadi taka da lagi dawa dawi soal kepangkatan misalnya. Kita bermain dengan jadwal yang sudah terskedul, dan itu diberi tahu oleh Subag Kepegawaian, baik itu pang­kat regular maupun pangkat dwi tahunan. Sudah ada surat edaran dan bisa dilakukan secara online, tidak ada lagi cara manual. Jadi tak ada lagi jamannya reugam boh soh (main tinju), karena semuanya su­dah bisa dilakukan secara terukur dan terkontrol,” tandas pria yang

mengaku sehari hari juga orang warung itu.

Sebagai unit yang juga men­yangkut dengan arus keuangan, Pak Sekdis juga berusaha berjalan di jalurnya, yaitu sesuai dengan SPM dan ada pererncanaan bula­nan serta juga dilakukan evaluasi. Semuanya diawasi secara berke­lanjutan, termasuk oleh Pak Kadis. Intinya, tak ada perbedaan, semua staf diberlakukan sama. “Kita ad­vokasi secara kekeluargaan, setiap hari Saya menyambangi staf di ke tiga subbag, untuk saling share, ser­ta berdiskusi bila ada kendala. Lebih dari itu, untuk mengantisipasi po­tensi terzaliminya orang yang ber­hubungan dengan Tupoksi kami.”

Pilosofi yang dianut oleh Sek­dis yang satu ini memang sederha­na saja. Ia berprinsip jangan terlalu ngoyo. Karenanya jangan memaksa diri untuk mendapatkan segalanya. Ia tak mau mendikte bak seorang the boss, karena semua manusia pada dasarnya punya aware, dan semuanya punya sikap profesional yang perlu dikedepankan.

Kami menutup pembicaraan ringan itu menjerlang matahari ma­suk ke peraduan. Para staf di luar kamar kerja Ferdiyus telah beranjak pulang. Hanya tenaga security yang tersisa di pintu masuk. Ada inspi­rasi yang menyelinap di hati, dalam temu sejenak itu.(**)