Jta agtssptmbr 14
description
Transcript of Jta agtssptmbr 14
Penanggungjawab: Abetnego TariganDewan Redaksi: Khalisah Khalid, Nurhidayati, Ahmad SH, Pius Ginting, Dedi Ratih, M Islah,
Zenzi Suhadi, Kurniawan SabarRedaktur Pelaksana: Irhash Ahmady
Editor : Febrina AndriasariDesign dan Layout: perfarmerLab.Studio
Kolase Ilustrasi Cover: AnggawedhaswharaKolase Ilustrasi Isi: Anggawedhaswhara & Fajar Ahmad Jawari
Penerbit: Walhi EknasDistributor: Suhardi, Harno
Wahana Lingkungan Hidup IndonesiaJL. Tegalparang Utara 14,
Mampang-Jakarta Selatan 12790T/F: +6221 79193363/7941673
E: informasi[at]walhi.or.idW: http://www.walhi.or.id
Daftar IsiKata Pengantar
Dari Dapur Redaksi
Kejahatan Kerah Putih ; Lemahnya Hukum LingkunganCatur Widi Asmoro
Kriminalisasi Terhadap Penolakan Pengelolaan Kawasan Karst : Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Masyarakat Dan AktivisLingkungan HidupM. Irsyad Tamrin
Pengelolaan Kawasan Kars Dalam Perspektif Penanggulangan BencanaET Paripurno, Sunu Widjanarko, Petrasa Wacana, Irfanianto, Abe Rodhialfalah, Thomas Suryono, Fredy Chandra, Imron Fauzi, Gunritno, Ming-ming Lukiarti
Karst Maros-pangkep Dan Perlindungan Taman NasionalBantimurung BulusaraungZulkarnain Yusuf
Ancaman Karst Di Hulu Sungai BatanghariMusri Nauli
Mengelola Kawasan Karst Ekotipe Sumberdaya Ekologi Versus Skema Pembangunan Di Jawa TengahFitri Indriyaningrum ...................................................... 71
...................................................... IV
...................................................... 1
...................................................... 13
...................................................... 31
...................................................... 45
...................................................... 61
..................................................... I
JURNAL TANAH AIR / AGUSTUS - SEPTEMBER 2014
I
Karst merupakan kawasan yang memiliki karakteristik relief dan drainase yang sangat
khas. Topogra karst yang sangat unik dengan perbukitan tekstur kasar dan memiliki
petakan hingga ronga serta goa yang bagus dimana membentuk alirasan sungai
bawa tanah dan menyimpan potensi mata air. Secara potensi sesungguhnya Karst
memiliki banyak aspek yang dapat dikembangkan, seperti sumberdaya air
diantaranya sebagai sumber air baku untuk kawasan, ekosistem bagi kelelawar dan
wallet yang masih bisa dikembangkan sebagai ekonomi tinggi. Masyarakat di
pedalaman Kabupaten Berau dan Kutai Timur, Kalimantan Timur sangat tergantung
dengan keberadaan sungai. Karena mereka bermukim di pinggiran sungai dan sungai-
sungai tersebut dijadikan sebagai jalur transportasi utama.
Keberadaan Karst di Indonesia dikatakan sebagai potensi konservasi namun sekaligus
menjadi sumberdaya untuk pembangunan infrastruktur. Semakin tinggi kebutuhan
akan batu gamping dan lain sebagainya sebagai sumber bahan baku semen
mempertinggi kerentanan dan keselamatan warga. Inilah yang dihadapi sebagian
besar rakyat di belahan Jawa yang padat penduduk. Padahal di luar Jawa, praktik
buruk ekspolitasi kawasan karst sudah berlangsung puluhan tahun. Meningkatnya
kebutuhan akan bahan baku karst disinyalir sebagai penopang akan mega proyek
infrastruktur dalam skema MP3EI.
Jurnal Tanah Air edisi kali ini hadir kehadapan ibu/bapak, anggota Walhi, mitra dan
sahabat mengusung tema “Ongkos” di Balik Agenda Pembangunan Infrastruktur
dalam Rejim Korporasi”. Tema ini diangkat sebagai bentuk pertanggungjawaban
gerakan lingkungan hidup menghadang agenda pembangunan yang tidak
mengindahkan keselamatan lingkungan karst.
Tanah air sendiri merupakan jurnal yang diproduksi oleh Walhi, bukan sebagai media
outreach semata. Jurnal Tanah Air ini diharapkan menjadi media transformasi
pemikiran dan gagasan tentang Indonesia kedepan. Selain itu media ini juga sebagai
wahana kelola pengetahuan dari orang perorang menjadi pengetahuan public
Kata Pengantar
“ONGKOS”
DI BALIK
AGENDA PEMBANGUNAN IN
FRASTRUKTUR DALAM R
EJIM
KORPORASI
sehingga mendorong satu paradigm perubahan terhadap system demokrasi di
Indonesia. Yang utama tentu menjadi alat advokasi terhadap pembelaan oleh Rakyat
atas lingkungan hidup dan sumberdaya alam.
Akhir kata, selamat membaca dan menyelami gagasan untuk memperkaya
pengetahuan dan advokasi gerakan lingkungan hidup.
Salam Adil dan Lestari,
Abetnego Tarigan
Direktur Eksekutif Nasional WALHI
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
II
Dengan karakter georgras Indonesia, sangat mudah ditemui kawasan karst dengan
potensi besar diseluruh Indonesia. Menurut Clement Kawasan karst di Indonesia
memiliki luasan sekitar 145.000 km2, yang tersebar mulai dari ujung barat sampai
dengan ujung Timur Indonesia. Di belahan dunia lain, sekitar 20 persen penduduk di
dunia memperoleh air bersih dari kawasan karst, seperti di Slovenia, Inggris, Mexico,
Yunani, dan masih banyak lagi. Potensi non ekstraktif yang tinggi menjadi hal banyak
pilihan negara tersebut untuk dikembangkan melalui pembangunan berkelanjutan.
Disamping aspek diatas Karst saat ini berpotensi juga rawan terhadap ancaman
kegiatan bisnis industry pertambangan sebagai bahan baku industry semen.
Sebenarnya perhatian dalam upaya pelestarian kawaan karst sudah dimulai
diIndonesia, antara lain dengan menjadikannya sebagai suatu taman nasional, yang
terdapat di pulau Seram, Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya. Namun demikian taman-
taman nasional inipun sedang dalam ancaman perusakan ekosistem oleh industri
semen disekitarnya. Beberapa waktu yang lalu, ratusan petani yang berasal dari Desa
Tegaldowo, Kecamatan Bunem, Rembang menolak penambangan karst dan
pembangunan pabrik PT Semen Indonesia pada tanggal 16 Juni 2014. Petani yang
sebagian besar adalah ibu-ibu melakukan pemblokiran jalan karena menganggap
wilayah karst mereka sebagai sumber mata air untuk pertanian. Akibatnya mereka
dikriminalisasi dan dianggap sebagai penghambat pembangunan, tak jarang petani
ini dipenjara dan ditembak untuk mempertahankan sumber kehidupan.
Tulisan dalam jurnal hendak mengupas beberapa aspek dalam konteks isu karst di
Indonesia melalui tema “Ongkos” di Balik Agenda Pembangunan Infrastruktur dalam
Rejim Korporasi. Dimana problem hukum lingkungan yang belum menjadi aspek dalam
perlindungan lingkungan. Sejauh ini pihak kepolisian belum mampu menjerat korporasi
menjadi kasus pidana, polisi baru mampu menjerat individu dan menggunakan bukti-
bukti hukum sesuai dengan KUHP. Perlu terobosan dalam menjalankan dan
menegakan hukum lingkungan agar tidak ada kriminalisasi terhadap petani dan
rakyat. Pandangan ini dikupas lengkap oleh Catur Widi Asmoro yang merupakan
peneliti di INDIES.
Dari Dapur Redaksi
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
IV
V
M. Irsyad Thamrin dosen hukum dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta juga
mengupas secara gamblang bagaimana perlindungan hukum pidana terhadap
rakyat dan aktivis lingkungan hidup dalam menghadapi kriminalisasi. Posisi aparat
negara tidak lagi melindungi kepentingan rakyat tapi justru melindungi kepentingan
korporasi. Ubi societas ibi Ius. Adagium yang dinyatakan oleh Cicero seharusnya
menjadi pedoman bahwa hukum sebagai fenomena sosial terbentuk dan merupakan
aturan-aturan untuk memenuhi berbagai kepentingan masyarakat (social) tanpa
terkait dengan kepentingan kekuasaan. Pun demikian dalam proses pembangunan
perlu menggunakan prinsip keterbukaan atau biasa yang disebut FPIC sehingga rakyat
menjadi subjek dalam pembangunan.
Selanjutnya dalam tulisan yang dibuat oleh Eko Teguh Paripurno pengajar dari UPN
Veteran Yogyakarta bersama tim mengulas risiko pembangunan dan eksploitasi karst
dalam perspektif bencana. Sebenarnya dalam kebijakan pengelolaan karst sudah
cukup untuk memberikan perlindungan kawasan yang mampu meniminalisasi risiko
bencana. Ada tidaknya aturan semestinya bergantung pada kesimbangan dalam
menggunakan potensi karst yang ada karena potensi tersebut tidak hanya untuk
konservasi namun juga untuk kepentingan pembangunan yang lain. Perancanaan
dan pemilihan lokasi pertambangan diperlukan agar tidak terjadi salah tempat akan
menghancurkan ekosistem karst, fungsi lahandan sistem tata air. Perencanaan
pertambangan diperlukan untuk memastikan ”nasib” kondisi lahan tersebut pasca
pertambangan dilakukan. Perencanaan pertambangan bukan hanya memastikan
ada reklamasi, tetapi juga memastikan bahwa pasca pertambangan lahan berfungsi
lebih baik.
Praktik buruk korporasi dalam membangun pertambangan membuat dampak
diberbagai daerah sangat baik dijelaskan oleh Zulkarnain Yusuf mantan direktur Walhi
di wilayah Sulawesi Selatan khususnya di kawasan karst Maros-Pangkep. Problem
tumpang tindih ijin ditengah perlindungan karst yang memberikan keuntungan
ekosistem dan biodiversities di Sulawesi Selatan. Temuan lapangan, hasil investigasi
WALHI Sulawesi Selatan mengungkap bahwa, sebagian besar Wilayah Ijin Usaha
Pertambangan (WIUP) marmer dan semen yang terdapat dalam kawasan Karst Maros-
Pangkep. Berdasarkan pada kriteria klasikasi Karst yang ada, justru berada dalam
kawasan Karst kelas I, yang seharusnya mendapat perlindungan dari Negara.
“ONGKOS”
DI BALIK
AGENDA PEMBANGUNAN IN
FRASTRUKTUR DALAM R
EJIM
KORPORASI
Terjadinya inkonsistensi kebijakan dan fakta dilapangan merupakan salah satu
problem mendasar dalam pengelolaan kawasan Karst.
Musri Nauli, Direktur Walhi Jambi juga mempertegas praktik buruk pemerintah dan
korporasi dalam penyelewengan ijin, melalui pemberian Izin Lokasi dan Eksplorasi PT.
SBR Nomor 53 Tahun 2011 bertentangan dengan pasal 50 dan pasal 53 Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Tata Ruang Wilayah Nasional dan KEPMEN
ESDM No 1456.K./20/MEM/2000 dan juga PERMEN ESDM No 17 Tahun 2012, tentang
penetapan kawasan bentang alam Karst. Pun demikian dengan paparan tulisan Fitri
Indriyaningrum direktur Walhi Jawa Tengah menjelaskan bahwa peruntukan ijin yang
menyalahi ketetapan kawasan karst menjadi persoalan mencolok di pertambangan di
Jawa Tengah. Bahkan berakhir dengan konik warga dan kriminalisasi. Korporasi
melalui kebijakan tetap menjalankan agenda penambangan sehingga
menyebabkan kehilangan asset dan sumber penghidupan petani yang
menyandarkan hidup pada sumberdaya karst yang membentang dari kabupaten
Cilacap, Gombong, Kebumen (DAS Serayu dan Pantai Selatan), Wonogiri
(pegunungan Sewu), Grobogan, Pati, Blora, Rembang, Kudus, Muria (pegunungan
Kapur Utara atau pegunungan Kendeng).
Pada akhirnya kita mempertanyakan makna pembangunan apakah untuk
mensejahterakan rakyat atau mensejahterakan korporasi. Pilihan tersebut ada pada
pengurus negara khususnya pemerintahan baru untuk lima tahun kedepan. Bagi rakyat
hanya kawasan karst merupakan bentang alam yang memberikan keuntungan tidak
hanya untuk poenghidupan juga masa depan anak cucu.
VI
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
KEJAHATAN KERAH PUTIH ; LEMAHNYA HUKUM LINGKUNGAN
1Oleh Catur Widi Asmoro
Abstrak
Seperti kita ketahui bersama,
persoalan lingkungan hidup bukan lagi
menjadi permasalahan bangsa Indonesia
akan tetapi sudah menjadi isu global
yang harus ditanggulangi secara serius
dan bersama utamanya mengenai
Perubahan Iklim karena menyangkut
masa depan umat manusia di muka bumi.
Kesadaran lingkungan yang bersifat
global ini telah dituangkan dalam
berbagai konferensi Internasioanl,
Regional dan Nasional. Konferensi
In te rnas iona l per tama mengenai
lingkungan hidup diselenggarakan di
Stockholm Swedia pada tahun 1972 yang
terkenal dengan Deklarasi Stockholm,
dua puluh tahun kemudian tepatnya
tahun 1992 diadakan Deklarasi Rio De
Janeiro di Brazil adalah merupakan
konferensi PBB mengenai Lingkungan
H idup kedua yang laz im d i sebut
Konferensi Tingkat Tinggi Bumi, dilanjutkan
KTT Pembangunan Berkelanjutan di
Johannesburg Afrika Selatan pada Tahun
2002 dan Bali Road Map Tahun 2007 di Bali
Indones ia. Pada t ingkat nas ional
kesadaran l ingkungan hidup telah
diwujudkan dalam berbagai peraturan
perundangan-undangan dan kebijakan
di bidang lingkungan hidup seperti UU No.
4 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok-
Pokok Lingkungan Hidup yang kemudian
diperbaharui dengan UU No. 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang saat ini sudah direvisi dengan
disahkannya UU No.32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Secara sadar dl ihat bahwa
kerusakan l ingkungan di Indonesia
diakibatkan semakin menguatkan posisi
korporasi dalam melakukan perluasan
ekspolitasi, disisi yang lain Negara dalam
hal ini pemerintah memfasilitasi seluas-
luasnya kebijakan yang mendorong
menurunnya daya dukung lingkungan
d a n a n c a m a n k e h i l a n g a n
keanekaragaman hayati. Pada satu
decade terakhir ini, isu kebakaran hutan
di Sumatera dan Kalimantan mewarnai
p rob lem l ingkungan dan bahkan
menganggu dan membuat pasang surut
hubungan luar negari Indonesia dengan
negara tetangga terutama Malaysia dan
S ingapura. Pun demik ian dengan
b e r b a g a i p e r u s a h a a n H T I d a n
Perkebunan Sawit seperti Sinar Mas, Asian
Agri dan lainnya. Berbagai praktik yang
dapat dikategorikan sebagai kejahatan
t e r e n c a n a t e r u s b e r l a n g s u n g d i
Indonesia. Akibatnya deforestasi dan
1
1. Peneliti di INDIES
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
degradasi lahan terus meningkat dengan
efek yang sistematis tak tertanggulangi,
s e b e l u m t a h u n 2 0 0 4 d e f o r e s t a s i
didominasi oleh penebangan besar
besaran sektor HPH (IUPHHK-HA), saat ini
telah melampaui phase ke 3 eksploitasi
ruang dan sumber daya alam dengan
kerusakan lebih dari 56,55 juta hektar oleh
4 sektor komoditi destruktif ; HPH , Sawit, HTI
dan Tambang. Padahal Hutan sebagai
sumber paru-paru dunia menjadi tema
dalam putaran diskusi iklim di global.
Komitmen Rejim SBY-Boediono untuk
menurutkan emis i karbon dengan
mendorong perlindungan kawasan hutan
t i d a k b e r b a n d i n g l u r u s d e n g a n
implementasi di lapangan.
Luasnya konsesi telah melampaui
daya tampung dan daya dukung
l i n g k u n g a n s e r t a k e m a m p u a n
pemerintah untuk mengendalikannya,
telah membawa dampak akumulatif
sistematis dalam bentuk kebakaran dan
asap yang dalam skala berbahaya
secara periodik sejak tahun 2006 hingga
2014, Provinsi Sumatera Utara, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, kalimantan
Tengah, kalimantan Barat dan Batam
menjadi langganan asap yang kadarnya
mencapai 3 kali lipat dari kadar yang
berbahaya bagi manusia.
I. Kejahatan Kerah Putih
Masih ingat dengan lm Erin
Brokovich yang dibintangi arti Julia Robert
? Film yang beredar pada tahun 2001 ini
merupakan lm tentang seorang
paralegal yang mengangkat kasus
lingkungan yang terjadi di Amerika.
Adalah Pacic Gas and Electric (PG&E
Corporation) yang menjadi lawannya
dalam memperjuangkan hak atas
lingkungan hidup yang sehat. dimana
perusahaan yang mengetahui bahwa
salah satu unit stasiun kompressornya di
Hinckley telah mencemari air di daerah
tersebut. Akan tetapi perusahaan itu
tidak menginformasikan kepada public
namun sebaliknya menyakinkan public
bahwa air mereka minum masih aman
untuk dikonsumsi.
Akibatnya, para pengguna air
yang telah terkontaminasi menderita
berbagai macam penyakit dan bahkan
sampai meninggal dunia ( industrial
poisoning). Kasus ini menjadi salah satu
kasus corporate crime terbesar dengan
penjatuhan sanks i pidana berupa
pembayaran ganti rugi dengan jumlah
yang terbesar dalam sejarah Amerika
Serikat.
Kejahatan korporasi (corporate
crime) merupakan salah satu wacana
yang timbul dengan semakin majunya
kegiatan bisnis disektor industry ekstraktif
semakin massif. Isu Corporate crime
bukanlah merupakan suatu isu yang baru,
namun isu semakin membesar akibat
terus meningkatknya praktik buruk
perusahaan terhadap kualitas lingkungan
hidup yang terkandung di dalamnya.
KEJAHATAN K
ERAH P
UTIH
; H
UKUM L
EMAH L
INGKUNGAN
2
3
T i d a k a d a y a n g d a p a t
menyangkal bahwa perkembangan
zaman serta kemajuan peradaban dan
t e k n o l o g i t u r u t d i s e r t a i d e n g a n
perkembangan t indak ke jahatan
berserta kompleksitasnya. Di sisi lain,
ketentuan Hukum Pidana yang berlaku di
Indonesia belum dapat menjangkaunya
dan senantiasa ketinggalan untuk
merumuskannya. Salah satu contohnya
adalah Tindak Pidana Pencucian Uang
( m o n e y l a u n d e r i n g ) y a n g b a r u
dikriminalisasi secara resmi pada tahun
2002. Contoh lain adalah kejahatan
dunia maya atau cyber crime yang
sampai dengan saat ini pengaturannya
masih mengundang tanda tanya.
Ak ibatnya, banyak bermuncu lan
tindakan-tindakan atau kasus-kasus
illegal, namun tidak dapat dikategorikan 2sebagai crime .
Menurut Hyman Gross dalam
tulisan Bismar Nasution menyatakan
bahwa tindak pidana (crime) dapat
diidentikasi dengan timbulnya kerugian
(harm), yang kemudian mengakibatkan
lahirnya pertanggungjawaban pidana 3atau criminal liability . Pernyataan ini
mengundang perdebatan tentang
bagaimana pertanggungjawaban
korporas i atau corporate l iabi l i ty
mengingat bahwa di dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Indonesia yang dianggap sebagai
subyek hukum pidana hanyalah orang
perseorangan dalam konotasi biologis
yang alami (naturl i jkee person). Di
samping itu, KUHP juga masih menganut
asas sociates delinquere non potest
dimana badan hukum atau korporasi
dianggap tidak dapat melakukan tindak 4pidana .
Dalam konteks ini j ika suatu
korporasi melakukan kelalaian dan
terbukti mengakibatkan kerugian dan
harus diberi sangsi, lalu sangsi itu akan
diberikan kepada siapa dan dalam bentu
apa.
B l a c k ' s L a w D i c t i o n a r y
menyebutkan kejahatan korporasi atau
corporate crime adalah any criminal
offense committed by and hence
chargeable to a corporation because of
activities of its ofcers or employees (e.g.,
price xing, toxic waste dumping), often
referred to as “white collar crimeKejahatan korporasi adalah
tindak pidana yang dilakukan oleh dan
oleh karena itu dapat dibebankan pada
suatu korporasi karena aktivitas-aktivitas
pegawai atau karyawannya (seperti
penetapan harga , pembuangan
limbah), sering juga disebut sebagai
“kejahatan kerah putih”.
Sally. A. Simpson yang mengutip
pendapat John Braithwaite menyatakan
kejahatan korporasi adalah “conduct of
a corporation, or employees acting on
behalf of a corporat ion, which i s 5proscribed and punishable by law“ .
Simpson menyatakan bahwa ada
tiga ide pokok dari denisi Braithwaite
2. Singgih, Kejahatan Korporasi yang Mengerikan, Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Tangerang, 2005, Hal. 9
3. Hyman Gross, A Theory of Criminal Justice, Oxford University Press, New York, 1979,hal.114.4. Rusmana,SH, Pertanggungjawaban Korporasi dalam Tindak Pidana Perikanan,
http://www.solusihukum.com/artikel/artikel45.php5. Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary, West Publishing Co., St. Paul, Minnessota, 1990, ed.6, hal. 339.
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
mengenai kejahatan korporasi. Pertama,
tindakan ilegal dari korporasi dan agen-
agennya berbeda dengan perilaku
kriminal kelas sosio-ekonomi bawah
dalam ha l p rosedur admin i s t ras i .
Karenanya, yang digolongkan kejahatan
korporasi tidak hanya tindakan kejahatan
a t a s h u k u m p i d a n a , t e t a p i j u g a
pelanggaran atas hukum perdata dan
administrasi. Kedua, baik korporasi
(sebagai “subyek hukum perorangan
“legal persons“) dan perwakilannya
termasuk sebagai pelaku kejahatan (as
illegal actors), dimana dalam praktek
yudisialnya, bergantung pada antara lain
kejahatan yang dilakukan, aturan dan
kualitas pembuktian dan penuntutan.
Ket iga, mot ivas i ke jahatan yang
dilakukan korporasi bukan bertujuan
untuk keuntungan pribadi, melainkan
pada pemenuhan kebutuhan dan
pencapaian keuntungan organisasional.
T idak menutup kemungkinan motif
tersebut ditopang pula oleh norma
operasional (internal) dan sub-kultur 6organisasional .
II. Pertanggung jawaban Pidana
oleh Korporasi
Korporasi sebagai badan hukum
sudah tentu memiliki identitas hukum
tersendiri. Identitas hukum suatu korporasi
atau perusahaan terpisah dari identitas
hukum para pemegang sahamnya,
direksi, maupun organ-organ lainnya. Dalam kaidah hukum perdata
(civil law), jelas ditetapkan bahwa suatu
korporasi atau badan hukum merukapan
subjek hukum perdata dapat melakukan
aktivitas jual beli, dapat membuat
perjanjian atau kontrak dengan pihak
lain, serta dapat menuntut dan dituntut di
p e n g a d i l a n d a l a m h u b u n g a n
keperdataan. Para pemegang saham
menikmati keuntungan yang diperoleh
dari konsep tanggung jawab terbatas,
dan kegiatan korporasi berlangsung
terus-menerus , dalam art i bahwa
keberadaannya tidak akan berubah
meskipun ada penambahan anggota-
anggota baru atau berhentinya atau
meninggalnya anggota-anggota yang
ada.
Namun sampai saat ini, konsep
pertanggungjawaban pidana oleh
korporasi sebagai pribadi (corporate
criminal liability) merupakan hal yang
masih mengundang perdebatan. Banyak
p i h a k y a n g t i d a k m e n d u k u n g
pandangan bahwa suatu korporsi yang
wujudnya semu dapat melakukan suatu
tindak kejahatan serta memiliki criminal
i n t e n t y a n g m e l a h i r k a n
p e r t a n g g u n g j a w a b a n p i d a n a .
Disamping itu, mustahil untuk dapat
4
6. Sally S. Simpson, Strategy, Structure and Corporate Crime, 4 Advances in Criminological Theory 171 (1993).
KEJAHATAN K
ERAH P
UTIH
; H
UKUM L
EMAH L
INGKUNGAN
7. Actus Reus atau guilty act adalah perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan pelaku bertanggung jawab secara pidana jika unsur mens rea juga turut terbukti.
8. Mens rea atau gulty mind adalah salah satu unsur dari pertanggungjawaban pidana, disebut juga dengan pengetahuan atau tujuan yang salah.
9. L.C Soesanto, Universitas Diponegoro, The Spectrum of Corporate Crime in Indonesia, http://www.aic.gov.au/publications/proceedings/12/soesanto.pdf
5
menghadirkan di korporasi dengan sik
y a n g s e b e n a r n y a d a l a m r u a n g
pengadilan dan duduk di kursi terdakwa
guna menjalani proses peradilan.
B a i k d a l a m s i s t e m h u k u m
common law maupun civil law, sangat
sulit untuk dapat mengatribusikan suatu
bentuk tindakan tertentu (actus reus atau 7guilty act) serta membuktikan unsur mens
8rea (criminal intent atau guilty mind) dari
suatu entitas abstrak seperti korporasi. Di
Indonesia, meskipun undang-undang
diatas dapat dijadikan sebagai landasan
hukum untuk membebankan criminal
l iabil ity terhadap korporasi, namun
Pengadilan Pidana sampai saat ini
terkesan enggan untuk mengakui dan
mempergunakan peraturan-peraturan
tersebut. Hal ini dapat dilihat dari
sed ik i tnya kasus -kasus ke jahatan
korporasi di pengadilan dan tentu saja
berdampak pada sangat sedikitnya
keputusan pengadilan berkaitan dengan 9kejahatan korporasi. Akibatnya, tidak
ada acuan yang dapat di jadikan
sebagai preseden bagi l ingkungan
peradilan di Indonesia. Dua kasus yang
muncul di peradilan sampai dengan saat
ini hanya berkaitan dengan pelanggaran
lingkungan hidup.
III. Kejahatan Lingkungan adalah
Extra Ordinary Crimes
Secara makro kondisi penegakan
hukum pidana di bidang lingkungan
hidup saat ini belum sesuai harapan
masyarakat. Kejahatan l ingkungan
adalah tindak pidana sebagaimana
termaktub dalam Pasal 41 sampai
dengan Pasal 48 UU No.23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
yaitu perusakan yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat sik atau hayatinya yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak
ber fungs i lag i da lam menun jang
p e m b a n g u n a n b e r k e l a n j u t a n .
Selanjutnya menurut Pasal 97 sampai
dengan Pasal 120 UU No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dimana kejahatan
l ingkungan adalah perusakan dan
pencemaran yang men imbu lkan
perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat sik, kimia, dan/atau hayati
lingkungan hidup sehingga melampaui
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Jauh sebelumnya pada kongres
PBB ke 5 tahun 1975 di Jenewa mengenai
The Prevent ion Of Cr ime and The
Treatment of Ofenders , Kejahatan
Lingkungan dikatagorikan sebagai
“Crime as business“ yaitu kejahatan yang
bertujuan mendapatkan keuntungan
materil melalui kegiatan dalam bisnis atau
industri, yang pada umumnya dilakukan
secara terorganisir dan dilakukan oleh
mereka yang mempunyai kedudukan
terpandang dalam masyarakat, yang
biasa dikenal dengan “organized Crimes”
“White Cal lor Cr ime”. Selanjutnya
didalam Kongres ke-7 tahun 1985, antara
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
lain dimintakan perhatian terhadap
kejahatan-kejahatan tertentu yang
dipandang membahayakan seperti
“economic crimes”,“Environmental
offences”, “illegal trafcking in drugs”,
“terorism” dan “apartheid”.
Sehubungan dengan peranan
dari pertumbuhan industri serta kemajuan
ilmu dan teknologi, Kongres ke-7 juga
meminta perhatian khusus terhadap
masalah “industrial crimes”, khususnya
yang berhubungan dengan masala,
pertama ; kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat (public health), kedua ;
kondisi para pekerja/buruh/karyawan
(labour conditions), ketiga; eksploitasi
sumber-sumber alam dan lingkungan (the
exploitation of natural resources and
e n v i r o n m e n t ) d a n k e e m p a t ;
p e l a n g g a r a n t e r h a d a p
ketentuan/persyaratan barang dan jasa
bagi para konsumen (offences against
the provision of goods and services to
consumers).
Berbagai kasus pencemaran air
dan laut akibat pembuangan limbah
beracun, perusakan kawasan hutan,
perusakan terumbu karang, abrasi pantai
akibat penambangan pasir, pembalakan
liar dan pembakaran kawasan hutan
yang dapat dikatagorikan sebagai tindak
pidana l ingkungan hidup semakin
merajalela dan bahkan menjurus kearah
kejahatan transnasional yang terorganisir.
Kebakaran dan asap yang terus
t e r u l a n g t i d a k l e p a s d a r i p e r a n
pemerintah menerbitkan perturan yang
senjang antara kewenangan dengan
kejawiban dalam proses regulas i .
Kewenangan penerbitan izin yang dimiliki
pemerintah pusat dan daerah tidak
disertai dengan tanggung jawab dan
kewajiban yang kuat mengikat perizinan
dan dampak.
Belum berhasilnya penegakan
hukum pidana lingkungan juga dapat
dilihat dari data PROPER yang setiap
tahun di publikasikan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup. Pada periode PROPER
2012 – 2013 ini dari total 1812 perusahaan,
sebanyak 201 perusahaan diawasi oleh
KLH, 1160 perusahaan diawasi oleh
6
KEJAHATAN K
ERAH P
UTIH
; H
UKUM L
EMAH L
INGKUNGAN
Provinsi dan 451 perusahaan melalui
Mekanisme Penilaian Mandiri. Dari 1812
perusahaan sebanyak 20 perusahaan
tidak diumumkan peringkatnya karena
perusahaan sedang dalam proses
penegakan hukum dan tidak beroperasi.
Tingkat ketaatan periode 2012 -2013
secara umum mencapai 65% mengalami
sedikit penurunan dibanding tahun
kemarin yang mencapai 69%.
Pada periode 2012 – 2013 ini, hasil
penilaiannya adalah :Peringkat Emas
b e r j u m l a h 1 2 p e r u s a h a a n
(0.67%),Peringkat Hijau berjumlah 113
perusahaan (6.31%), Peringkat Biru
berjumlah 1039 perusahaan (57.98%),
P e r i n g k a t M e r a h b e r j u m l a h 6 1 1
p e r u s a h a a n ( 3 4 . 1 % ) ,
Peringkat Hitam berjumlah 17 perusahaan
(0.95%). Namun kegiatan PROPER ini
b e r h e n t i h a n y a p a d a t a h a p
pengumanan daftar tidak ditindaklanjuti
dengan kebijakan dan intervensi lebih
jauh sehingga kita tidak bisa melihat lebih
jauh seberapa taatnya korporasi dalam
upaya perlindungan lingkungan hidup.
Menurut WALHI, data bencana
ekologis pada tahun 2013 mengalami
lonjakan yang sangat tajam. Jika pada
tahun 2012 banjir dan longsor hanya
terjadi 475 kali dengan korban jiwa 125
orang, pada 2013 secara kumulatif
menjadi 1392 kali atau setara 293 persen.
Bencana tersebut telah melanda 6727
desa/keluarah yang tersebar 2787
kecamatan, 419 kabupaten/kota dan 34
propinsi dan menimbulkan korban jiwa
sebesar 565 orang. Penyebab utamanya
8 0 % a d a l a h a k i b a t i j i n k o n s e s i
p e r t a m b a n g a n d a n p e r k e b u n a n
khususnya Sawit yang semakin massif di
seluruh wilayah Indonesia.Dan dari data
tersebut tidak ada juga perusahaan yang
d i s e r e t k e p e n g a d i l a n u n t u k
mempertanggungjawabkan kegiatan
mereka.
Dalam kasus yang melibatkan
pejabat negara dan pengusaha, baru
sebatas penyalah gunaan i j in dan
wewenang seperti yang terjadi pada
Adelin Lis, Rusl i Zainal dan Hartati
Murdaya. Pada kasus pembalakan liar
yang dilakukan oleh pengusaha kayu asal
Medan Adelin Lis, telah merugikan
keuangan negara hampi r sek i ta r
Rp.227,02 trilyun, sedangkan kerusakan
l ingkungan dapat d i l ihat adanya
penggundulan hutan secara liar yang
berlangsung dari tahun 1967 telah
mengakibatkan kerusakan hutan di
Indonesia mencapai 1,8 juta hektar per
tahunnya meskipun disisi yang lain dapat
meningkatkan devisa negara. Terakhir
adalah ditangkapnya Rachmat Yasin
Bupati Bogor akibat Kasus suap ini diduga
terkait pemberian rekomendasi tukar
menukar kawasan hutan seluas 2.754
7
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
88
hektare di Bogor, Jawa Barat. Nilai suap
sebesar Rp 4,5 miliar. Namun belum
menyentuh substasi prilaku korporasi
dalam memperlakukan lingkungan hidup
dan masyarakat yang menjadi korban
terdampak.
P a d a t a h u n 2 0 1 3 p e r i o d e
kebakaran mei – juli, dari data yang di
publ ikas ikan Walh i , mereka te lah
melaporkan 117 Perusahaan di Riau dan 6
Perusahaan di Jambi yang mengalami
kebakaran konsesinya ke Kementerian
Lingkungan Hidup. Pada tahun 2013 juga
KLH telah menyelidiki 26 perusahaan
dengan 29 kasus dugaan kebakaran
hutan dan lahan di Riau. Sampai akhir Juni
2014, sudah 18 perusahaan dengan 67
s a k s i d i m i n t a i k e t e r a n g a n . D a r i
pemeriksaan lapangan terhadap 26
perusahaan ini, ada tiga perusahaan
sudah dinaikkan ke tingkat penyidikan.
Yakni, PT. TFDI (perkebunan sawit) di Siak,
perusahaan HTI PT. SGP di Dumai dan PT.
TKWL (perkebunan sawit) di Kabupaten
Siak. Faktanya hingga hari ini belum ada
satupun yang ditetapkan tersangka dan
dicabut ijinnya. Sebaliknya pada tahun
2014 in i just ru kebakaran kembal i
melanda wilayah ini.
IV. Rakyat Melawan Ijin Tambang
Karst
S a l a h s a t u k a s u s t a m b a n g
terbesar dan meluas di Jawa adalah
tambang karst dalam satu decade
terakhir. Hasil temuan Jaringan Advokasi
Tambang (Jatam) menyebutkan, hingga
2013, izin tambang karst di Pulau Jawa,
mencapai 76 izin. Ia tersebar di 23
kabupaten, 42 kecamatan dan 52 desa
dengan total konsesi tambang karst
34.944,90 hektar. Kondisi ini bisa menjadi
ancaman serius bagi lingkungan di Pulau
Jawa. Eksploitasi karst ini, sebagian besar
dipacu lewat legalisasi daerah seperti
Peraturan Daerah Jawa Tengah Nomor 6
Tahun 2010 tentang RTRWP 2009 – 2029.
Lalu, Perda RTRW Kabupaten Kebumen
nomor 23 tahun 2012 menyebutkan
bentang alam karst Gombong memiliki
luas lebih kurang 4.894 hektar dan
seterusnya.
Dewasa ini beberapa rencana
investasi baru seperti pembangunan
investasi pabrik semen Lafarge SA, sebuah
produsen semen terbesar di dunia dan PT
Semen Bosowa di Jawa Timur. Ada juga PT
Ultratech Minning Indonesia di Wono Giri.
Kondisi ini jelas memicu konik dan
kepentingan perebutan lahan yang
massif. Di wilayah Yogyakarta tepatnya di
Kabupaten Gunung Kidul dikenal sebagai
wilayah karst. Luasan kawasan karst ini
sekitar 807 km persegi atau 53% dari luas
kabupaten in i 1 .483 km per seg i .
Berdasarkan data inventerisasi dan
verikasi dari Dinas Energi Sumber Daya
Mineral (EDSM) Yogyakarta ada tujuh
perusahaan menambang batu gamping
dengan total luas ekploitasi 40 ribu meter
KEJAHATAN K
ERAH P
UTIH
; H
UKUM L
EMAH L
INGKUNGAN
p e r s e g i . S e d a n g k a n u s a h a
pertambangan warga ada 14 yang
terverikasi izin eksploitasi berkisar 7.000
meter pesergi.
Penelitian yang dilakukan oleh
Risyanto dkk (2001) meyebutkan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat
p e n a m b a n g a n d o l o m i t m e l i p u t i
perubahan relief, ketidakstabilan lereng,
kerusakan tanah, terjadinya perubahan
t a t a a i r p e r m u k a a n d a n b a w a h
permukaan, hilangnya vegetasi penutup,
p e r u b a h a n o r a d a n f a u n a ,
m e n i n g k a t n y a k a d a r d e b u d a n
kebisingan.
Penetapa kawasan karst sebagai
kawasan l indung geologi mela lu i
P e r a t u r a n M e n t e r i E n e r g i d a n
Sumberdaya Mineral No 17 tahun 2012
tidak cukup menghadang agenda
pembangunan pabrik untuk kebutuhan
infrastruktur. Potensi upaya manipulasi
Perusahaan agar bisa melanggar hukum
lingkungan yang telah ditetapkan. Upaya
perlindungan kawasan karst penting
karena inimerupakan sumberdaya yang
t i d a k t e r b a r u k a n k a r e n a u n t u k
m e m b e n t u k b e n t a n g a l a m k a r s t
membutuhkan jutanan tahun untuk
kembali terbentuk. Perlawanan warga
Rembang adalah contoh terbaru dari
bentuk kejahatan korporasi yang tidak
mengindahkan prinsip keterbukaan
terhadap masyarakat.
V. Jalan Keluar
K o n d i s i p e n e g a k a n h u k u m
l i n g k u n g a n d e w a s a i n i c u k u p
menggambarkan rendahnya kesadaran
hukum aparat penegak hukum, para
pengusaha, pemilik modal, terhadap
lingkungan dan sangat lambannya
kinerja aparat penegak hukum didalam
menjalankan tugasnya. Hal ini tentu saja
telah menghancurkan semangat untuk
melindungi, mencegah kerusakan dan
perusakan lingkungan yang sedang
tumbuh di masyarakat. Bagaimana tidak
di dalam negara hukum seperti di
Indonesia penegakan hukum sangat
di tentukan oleh Pengadi lan. Jadi
meskipun Kejaksaan sudah berusaha
semaksimal mungkin membuat dakwaan
yang lengkap dan akurat, setelah pelaku
perusakan l ingkungan diajukan ke
pengadilan tidak divonis, hal ini tentu
menjadi bumerang bagi kejaksaan. Oleh
karenanya dibutuhkan hakim-hakim yang
mempunyai empati , dedikas i dan
determinasi untuk menciptakan keadilan.
Upaya perbaikan kualitas hukum
melalui sertikasi Hakim lingkungan secara
sepintas cukup menggembirakan namun
tidak cukup menyelesaikan persoalan
lingkungan yang kompleks. Perlu satu
perbaikan sistematis dalam pengelolaan
lingkungan hidup sehingga pelanggaran
terhadap kasus l ingkungan dapat
diselesaikan. Peraturan perundang-
9
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
undangan yang digunakan pada proses
penegakan hukum pidana di bidang
lingkungan sudah sangat lengkap terdiri
dari UU No.23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
diperbaharui dengan UU No.32 tahun
2009 tentang Per l indungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (general
environmental law) dan UU sektoral
lainnya sepert i UU Kehutanan, UU
P e r t a m b a n g a n , P P t e n t a n g
Pengendalian dan atau Pencemaran
L ingkungan Hidup yang berkaitan
dengan Kebakaran Hutan dan atau
Lahan, PP tentang Ijin Pembuangan
Limbah, UU tentang Sumber Daya Alam
dan Ekosistemnya dan lain-lain (sektoral
environmental law). Namun keberadaan
regulasi tersebut belum cukup untuk
memberikan kekuatan dan tunduk
terhadap peraturan dan kebijakan
lingkungan hidup yang lebih jauh. Hingga
hari ini kebijakan lingkungan hidup hanya
dilihat sebagai problem ikutan dari upaya
pembangunan.
P a r a m e t e r s e d e r h a n a ,
penentuan menteri lingkungan hidup
tidak cukup politis seperti halnya menteri
ESDM atau menteri Kehutanan. Dalam
pertarungan antar sektor seringkali
k e p e n t i n g a n l i n g k u n g a n h i d u p
dikalahkan oleh sektor-sektor yang lain
s e p e r t i p e r t a m b a n g a n , e n e r g i ,
kehutanan, investasi, dan lain-lain. Konik
kepentingan atas ekonomi dan investasi
sektor ektraksi sumberdaya alam mampu
menyerap tenaga kerja atau melakukan
konservasi terhadap satu kawasan
bentang alam yang harus diproteksi.
Maka tidak heran muncul berbagai
regulasi sektoral yang berbenturan
d e n g a n k e b i j a k a n d a n r e g u l a s i
perlindungan lingkungan hidup.
Fakta menunjukan pengusung
i d e - i d e l i n g k u n g a n h i d u p h a r u s
menghadapi tantangan yang sangat
tidak seimbang dari penguasa politik,
penguasa dun ia usaha dan dar i
m a s y a r a k a t s e n d i r i . K a l a h n y a
kepentingan lingkungan hidup dalam
pertarungan yang tidak seimbang
melawan kepentingan-kepentingan lain
tersebut terjadi tidak hanya di forum-
forum teknis eksekutif, tetapi juga di forum-
forum politik, di lingkungan lembaga
legislative dan bahkan kepentingan
nasional masing-masing negara dalam
forum internasional. Oleh karena itu di
samping ada UU lingkungan hidup yang
tentu saja berpihak pada lingkungan,
banyak pula produk undang-undang di
bidang lain yang justru tidak ramah
lingkungan harus diubah dan mengacu
kepada upaya perlindungan tanpa
m e n g h a m b a t k e p e n t i n g a n
pembangunan nasional.
10
KEJAHATAN K
ERAH P
UTIH
; H
UKUM L
EMAH L
INGKUNGAN
VI. Mendorong Kebijakan Peradilan
Lingkungan
Berkaca dari praktik yang terjadi
di lapangan dan hukum lingkungan maka
pent ing untuk hadirnya peradi lan
lingkungan. Dorongan ini dibutuhkan
mengingat kejahatan lingkungan hidup
sudah masuk pada kategori bukan
kejahatan biasa (extra ordinary crimes),
karena korbannya sudah banyak baik
korban jiwa, korban materi maupun
kerugian sosial ekologis yang tidak dapat
dinilai dalam sebuah hitungan (valuasi)
ekonomi. Peradilan lingkungan hidup
menjadi agenda mendesak yang patut
dipertimbangkan untuk dibentuk oleh
pemerintahan kedepan untuk mengadili
kejahatan lingkungan yang bersembunyi
dibalik kebijakan dan regulasi baik di
tingkat pusat maupun daerah. Kita
ketahui dalam perkembangannya,
kejahatan korupsi sudah dimasukkan
pada kejahatan luar biasa, dan ada
kebijakan serta kelembagaan yang
sekaligus menjadi penegakan hukumnya
melalui KPK.
DAFTAR PUSTAKA
1. Black, Henry Campbell, Black's Law
Dictionary, West Publishing Co., St. Paul,
Minnessota, 1990, ed.6, hal. 339.2. Dine, Janet, Company Law, Macmillan
Press Ltd., 1998.3. Ferguson,Gerry, Corruption and
C r i m i n a l L i a b i l i t y ,
h t t p : / / w w w . i c c l r . l a w . u b c . c a /
Publications/ Reports/ FergusonG.PDF4. Gross, Hyman, A Theory of Criminal
Justice, Oxford University Press, New York,
1979, hal.114.5. Keenan, Denis & Josephine Biscare,
Smith & Keenan's Company Law For
S tudents , F inancia l T imes, P i tman
Publishing, 1996.6. Khanna, V.S, Corporate Criminal
Liability: What Purpose Does It Serve?, 109
Harv. L.Rev. 1477, The Harvard Law
Review Association, 19967. Lipton, Philip dan Abraham Herzberg,
Understanding Company Law, Brisbane,
The Book Law Company Ltd, 1992.
11
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
KRIMINALISASI TERHADAP PENOLAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KARST :
PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA TERHADAP MASYARAKAT DAN AKTIVIS
LINGKUNGAN HIDUP
Oleh : M. Irsyad Tamrin
Abstrak
K a w a s a n k a r s t m e r u p a k a n
kawasan yang sering menjadi sumber
konik antara wacana konservasi dan
penambangan. Disisi lain pemerintah
dengan dalih melindungi kepentingan
investasi yang menguntungkan Negara,
seringkali menggunakan pendekatan
ketertiban dan keamanan. Atas legitimasi
ini aparat penegak hukum menggunakan
instrumen hukum pidana sebagai jalur
p e n y e l e s a i a n k o n i k t e r h a d a p
masyarakat yang melakukan penolakan
t e r h a d a p i j i n p e r t a m b a n g a n .
Penggunaan bahasa kriminalisasi kepada
masyarakat maupun aktivis lingkungan
hidup yang memperjuangkan hak atas
lingkungan yang bersih dan sehat, sudah
menjadi bahasa umum yang seringkali
kita dengar. Kebijakan konservasi dan
pelindungan lingkungan selalu bertolak
b e l a k a n g d e n g a n k e b i j a k a n
p e m b a n g u n a n l a i n n y a d a l a m
penyelesaian konik yang ada.Tulisan ini akan menguraikan
bagaimana tumpang tindihnya regulasi
mengenai pengelolaan kawasan karst,
yang justru menjadi salah satu akar
masalah lahirnya konik (baca: factor
k r i m i n o g e n ) , k r i m i n a l i s a s i d a n
kecenderungan politisasi hukum pidana
dalam penyelesaian konik sumber daya
a l a m . F o k u s t u l i s a n h e n d a k
menggambarkan bagaimana konteks
perlindungan hukum pidana kepada
masyarakat maupun aktivis lingkungan
hidup.
I. Pendahuluan
Hingga tahun 2013, pemerintah
telah mengeluarkan 76 izin tambang karst
hanya di pulau Jawa. Izin tersebut
tersebar di 23 kabupaten, 42 kecamatan
dan 52 desa dengan total konsesi
pertambangan karst 34.944,90 hektar.
Kondisi ini bisa menjadi ancaman serius
bagi lingkungan tidak hanya di Pulau
Jawa, tetapi juga di wilayah lain di 1Indonesia. Banyaknya izin tersebut
seringkali melahirkan konik di masyarakat
y a n g t e r k e n a d a m p a k l a n g s u n g
kerusakan lingkungan . Belum hilang dari
ingatan kita bagaimana para petani
desa Tegaldowo, Sukolilo, Kabupaten
Rembang Jateng , mendapatkan
kekerasan, intimidasi dan penangkapan
karena menolak penambangan Karst
dan pembangunan pabrik PT. Semen
Indonesia di wilayah mereka. Dalam
upaya penolakan tersebut empat orang
petani ditangkap, ibu-ibu petani yang
memblokade pabrik semen terluka akibat
kekerasan dari aparat keamanan. Alasan
13
1. Data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
penolakan warga desa yang mayoritas
adalah petani adalah hilangnya sumber
mata air dan tanah di pegunungan
Kendeng tempat menggantungkan
hidupnya mereka.
Berdasarkan data WALHI, pada
tahun 2012 telah terjadi 147 kasus
kekerasan dan kr iminal isasi terkait
persoalan lingkungan hidup. Di tahun
2013, naik cukup signikan menjadi 227
kasus konik lingkungan hidup, sumber
daya alam dan agraria yang berujung
p a d a t i n d a k a n k e k e r a s a n d a n
k r i m i n a l i s a s i t e r h a d a p p e j u a n g
lingkungan hidup dan pejuang HAM di 2I n d o n e s i a . C a t a t a n K P A j u g a
menunjukkan, sepanjang 2004-2012
sedikitnya 941 orang ditahan, 396
m e n g a l a m i l u k a - l u k a , 6 3 o r a n g
diantaranya mengalami luka serius akibat
peluru aparat, serta meninggalnya 54
petan i /warga d i se lu ruh w i layah
Indonesia. Sejumlah kejadian yang
m e l i b a t k a n k e p o l i s i a n d a l a m
penanganan konik agraria, kriminalisasi
dan penangkapan kepada pimpinan
organisasi rakyat oleh aparat kepolisian
yang sering mengunakan jerat pidana
dengan pasal-pasal 160, 170, 187, 365 dan 3406 KUHP. Sebagian besar kasus pidana
y a n g d i b a w a k e p e n g a d i l a n
menjatuhkan vonis bersalah kepada
masyarakat yang melakukan tindak
pidana sebagaimana yang didakwakan
oleh jaksa. Pertimbangan hakim sendiri
ketika memutus perkara secara jelas
menyatakan bahwa semua unsur
tersebut telah memenuhi unsur-unsur
didakwakan. Sekalipun ada alasan yang
meringankan, sebagian besar lebih
mengambil pert imbangan dengan
alasan keluarga, perbuatan baik selama
persidangan dan tidak mengulang lagi
perbuatannya.
Dari kondisi di atas, permasalahan
konik lingkungan dan SDA yang terjadi
dan dimunculkannya permasalahan
kriminal kepada masyarakat maupun
aktivis lingkungan mereeksikan bahwa
persoalan lingkungan tidak sesederhana
yang dibayangkan,. Permasalahan
munculnya kriminalisasi yang dilontarkan
kepada aparat penegak hukum dan
pemerintah terhadap penyelesaian
k o n i k l i n g k u n g a n m e m b e r i k a n
gambaran tentang persoalan yang lebih
mendasar tentang sosial-politik, ekonomi-
politik, dan politik hukum bahwa saat ini
ada kondisi yang tidak adil atas nama
pembangunan ekonomi.
Tarik menarik antara kepentingan
peningkatan anggaran dan ekonomi
harus berhadapan dengan perlindungan
terhadap kekayaan dan kelestarian
lingkungan hidup. Dan kesemuanya
menggunakan instrumen hukum sebagai
dasar pengambilan keputusan politik
(baca kebijakan).
2. Annual Report WALHI 2012-2013.3. Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
14
KRIM
INALIS
ASI TERHADAP P
ENOLAKAN P
ENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARST : P
ERLIN
DUNGAN
HUKUM P
IDANA T
ERHADAP M
ASYARAKAT D
AN A
KTIVIS
LIN
GKUNGAN H
IDUP
Kita ketahui bahwa perlindungan
terhadap kawasan karst dan kelestarian
lingkungan hidup sudah diatur dalam
peraturan perundangan-undangan, baik
itu UU ataupun aturan dibawahnya.
Namun di sisi lain, pemerintah (juga DPR)
pun mengeluarkan peraturan mengenai
pengelolaan pertambangan mineral
batu bara, termasuk di dalamnya
mengenai pengelolaan kawasan karst.
Kebijakan yang tidak konsisten inilah yang
sebenarnya mengakibatkan munculnya
polemik dan konik di masyarakat. Ketika
konik tidak terselesaikan, penggunaan
ins t rumen hukum pidana kepada
masyarakat maupun aktivis lingkungan
hidup yang dianggap mengganggu
akan lebih menguatkan lagi pandangan
masyarakat bahwa “posisi aparat
penegak hukum tidak dalam posisi yang
netral dan hukum bukan ditujukan untuk
kesejahteraan masyarakat”.
Ubi societas ibi Ius. Adagium yang
d inyatakan o leh C icero te r sebut
seharusnya menjadi pedoman bahwa
hukum sebaga i fenomena sos ia l
terbentuk dan merupakan aturan-aturan
untuk memenuhi berbagai kepentingan
masyarakat (social) tanpa terkait dengan
kepentingan kekuasaan. Kepentingan
sosial tersebut meliputi hal-hal seperti
kepastian dalam bertransaksi (hubungan
h u k u m ) , k e t e r t i b a n m a s y a r a k a t ,
k e t e r t i b a n d a l a m h u b u n g a n
kekeluargaan dan lain-lain.Hal-hal ini
merupakan kepentingan individu atau
masyarakat yang tidak terkait dengan
kepentingan kekuasaan. Bahkan kalau
tidak ada hukum sebagai aturan sosial
tersebut, justru akan menyulitkan para
penguasa sendiri, karena akan terjadi
kekacauan hubungan antar individu atau
sos ia l yang o leh Thomas Hobbes
digambarkan sebagai "homo homini
lupus bellum, omnion centra omnes".
Kalaupun yang terakhir ini tetap terselip
kepentingan yang berkuasa, tetapi hal itu
tidak bertujuan memeras atau menindas,
melainkan hukum sebagai instrumen
yang memberi dasar pada kekuasaan,
untuk menjalankan fungsi sebagai
penjaga keamanan dan ketertiban.
Paling tidak, kehadiran hukum dapat
dipandang sebagai pranata yang saling
menguntungkan antara masyarakat dan
penguasa.
15
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
N a m u n r e a l i t a s n y a t i d a k
sebagaimana yang diungkapkan oleh
lsuf Cicero, dalam hal in i hukum
digunakan o leh kekuasaan untuk
mel indungi kepent ingan investas i
eksploitasi sumber daya alam dari
masyarakat yang menolak kepentingan
tersebut. Dengan dalih melakukan
perusakan, mengganggu ketertiban dan
k e a m a n a n , m e n g h a m b a t
pembangunan, masyarakat atau aktivis
lingkungan yang melakukan penolakan
penambangan dicap sebagai kriminal
yang melakukan pelanggaran hukum
sehingga sudah sepantasnya ditindak
oleh aparat penegak hukum. Anggaplah
itu benar bahwa tindakan tersebut
mengganggu ke te r t iban , namun
penggunaan pidana harus ditimbang
dan diperhatikan secara mendalam.
Harus dilihat dulu penyebab masalah
keamanan itu terjadi, faktor-faktornya,
t e r m a s u k r a s a k e a d i l a n d a l a m
masyarakat. Harus dipahami oleh
Pemerintah maupun aparat penegak
hukum bahwa pembangunan dapat
b e r s i f a t k r i m i n o g e n a t a u d a p a t
meningkatkan kr iminal itas apabila
pembangunan itu tidak direncanakan
secara ras ional , perencanaannya
t i m p a n g a t a u t i d a k s e i m b a n g ,
mengabaikan nilai-nilai kultural dan moral
s e r t a t i d a k m e n c a k u p s t r a t e g i
perlindungan masyarakat yang integral.
II. Kebijakan perlindungan kawasan Karst
yang setengah hati
Saat ini payung hukum yang
m e n g a t u r m e n g e n a i k e t e n t u a n
pertambangan Indonesia adalah UU No 4
tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Undang-undang
ini secara substansi tidak mengakui hak
rakyat untuk membuat keputusan
menerima atau menolak sebuah investasi
yang berpotensi merusak sumber-sumber
kehidupan mereka. Hal ini terbukti
dengan tidak ada satupun pasal yang
menyatakan bahwa masyarakat memiliki
h a k u n t u k m e n o l a k i n v e s t a s i
pertambangan di wilayah mereka.
Undang Undang ini sebenarnya harus
memasukkan konsep Free Prior and
Informed Concern (FPIC) yang sudah
diadopsi oleh banyak negara. Konsep ini
adalah sebuah konsep yang mengatur
hak masyarakat untuk mendapatkan
informasi sebelum sebuah program atau
proyek pembangunan dilaksanakan
dalam wilayah mereka dan berdasarkan
informasi tersebut, mereka secara bebas
tanpa tekanan menyatakan setuju atau
menolak. Dengan kata lain, masyarakat
memiliki hak untuk memutuskan jenis
kegiatan pembangunan seperti apa
yang dapat berlangsung dalam tanah
mereka.
Permasalahan lain yang muncul
terkait dengan regulasi pertambangan
adalah t idak harmonisnya aturan
m e n g e n a i p e n a m b a n g a n k a r s t .
Tumpang tindihnya aturan yang tersebar
ini memunculkan banyak tafsir yang
digunakan untuk memuluskan upaya
penambangan di kawasan bentang
16
KRIM
INALIS
ASI TERHADAP P
ENOLAKAN P
ENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARST : P
ERLIN
DUNGAN
HUKUM P
IDANA T
ERHADAP M
ASYARAKAT D
AN A
KTIVIS
LIN
GKUNGAN H
IDUP
alam karst. Peraturan Pemerintah No. 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional memuat semangat
untuk melindungi kawasan karst dari
upaya penambangan. Peratu ran
P e m e r i n t a h i n i c u k u p k e t a t d a n
membawa angin segar bagi kelestarian
kawasan karst karena sebelumnya telah
ada Keputusan Menteri ESDM No. 1456
T a h u n 2 0 0 0 t e n t a n g P e d o m a n
P e n g e l o l a a n K a w a s a n k a r s t
diklasikasikan menjadi tiga bagian yakni :
a. Kawasan Karst Kelas I, merupakan
kawasan lindung yang di dalamnya
t i d a k b o l e h a d a k e g i a t a n
penambangan. Boleh di lakukan
kegiatan lain asal tidak mengganggu
proses karstikasi dan tidak merusak
fungsi kawasan karst.b. Kawasan Karst Kelas II, merupakan
kawasan karst yang di dalamnya boleh
dilakukan aktivitas penambangan
dengan disertai studi AMDAL, UKL dan
UPLc. Kawasan Karst Kelas III, merupakan
kawasan karst yang di dalamnya boleh
dilakukan kegiatan-kegiatan yang
sesuai dengan perundangan.
Pada implementasinya regulasi ini 4membuka tafsir untuk dimanipulasi oleh
pihak pihak investor demi keuntungan
semata tetap melakukan kegiatan
eksplo i tas i kars t walaupun masuk
kawasan karst kelas I. Apalagi oknum
oknum birokrasi, akademisi mampu
diarahkan untuk menetapkan kawasan
tersebut menjadi klasikasi kelas II atau III
t e r m a s u k m e l a k u k a n m a n i p u l a s i
terhadap proses AMDAL. Akhirnya Izin
pendirian perusahaan tambangkarst
terus diterbitkan tentu dengan berbagai
p e r h i t u n g a n d a n a r g u m e n y a n g
mengiringinya.
Pada perkembanganya dengan
derasnya tun tu tan pe r l i ndungan
terhadap kawasan karst, Pemerintah
mengelurkan peraturan yakni PPNo. 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional. Peraturan Pemerintah
in i d ianggap mampu mel indung i
kawasan karst karenadalam regulasiini
tidak lagi dikenal Kawasan Karst Kelas I, 5Kelas II atau Kelas III. Dalam peraturan ini,
semua bentang alam karst dan goa
termasuk dalam Cagar Alam Geologi
(Pasal 60 ayat 2 poin C dan F).Cagar Alam
Geologi dalam peraturan tersebut
dimasukkan dalam Kawasan Lindung
Geologi (Pasal 52 ayat 5), Kawasan
Lindung Geologi sebagai bagian dari
Kawasan Lindung Nasional (Pasal 51).
Secara hierarki, kedudukan kawasan karst
dalam PP No. 26 tahun 2008 sangat jelas,
yaitu merupakan bagian dari Kawasan
Lindung Nasional.
Belum sampai setahun, Lembaga
legislatif dan Pemerintah masih tergoda
dengan potens i keuntungan dar i
eksploitasi tambang di kawasan karst
dengan mengeluarkan regulasi yang
baru pada tahun 2009.Dalam UU No. 4
Tahun 2009 membuka kesempatan untuk
kawasan karst untuk di tambang.Dalam
Pasal 1 angka 4 UU No 4 tahun 2009
menyatakan bahwa “pertambangan
4. Belum adanya standarisasi metode investigasi dan klasikasi kawasan karst.Sehingga banyak pihak yang sebenarnya tidak memahami tentang karst berani membuat klasikasi berdasarkaan metode yang tidak tepat.Akibatnya, kawasan karst yang seharusnya masuk kriteria kelas I turun menjadi kelas II atau III.
5. Sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No.1456 tahun 2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan karst
17
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
kumpulan mineral yang berupa bijih atau
batuan, di luar panas bumi, minyak dan
gas bumi, serta air tanah”. Berikutnya
berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah
Pertambangan pada Pasal 4 ayat (3)
menjelaskan bahwa pertambangan
mineral dikelompokkan ke dalam empat
komoditas tambang, yaitu :
i. pertambangan mineral radioaktif; ii. pertambangan mineral logam;iii. pertambangan mineral bukan
logam; dan iv. pertambangan batuan.
Mineral bukan logam menurut PP
N o m o r 2 3 T a h u n 2 0 1 0 t e n t a n g
P e l a k s a n a a n U s a h a K e g i a t a n
Pertambangan Mineral dan Batubara
Pasal 2 ayat (2) huruf c meliputi “intan,
korundum, grat, arsen, pasir kuarsa,
uorspar, kriolit, yodium, brom, klor,
belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika,
magnesit, yarosit, oker, uorit, ball clay, re
clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit,
gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirolit,
kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, batu
kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu
gamping untuk semen”.Khusus untuk batu
gamping yang merupakan sumber batu
kapur dan bahan baku semen dapat
dijumpai pada kawasan bentang alam 6karst.
Dari ketentuan PP tersebut yang
merupakan turunan dari UU No 4 tahun
2009 menjelaskan bahwa karst yang
merupakan bagian dari mineral bukan
logam merupakan salah satu obyek
tambang, hal ini sangatlah bertentangan
dengan PP No 26 tahun 2008 yang
menyatakan bahwa kawasan karst
merupakan kawasan yang harus
dilindungi karena merupakan kekayaan
alam yang tak terbarukan dan memiliki
fungsi sebagai wilayah penampung air
(catchment area).Salah satu fungsi
p e n t i n g n y a b e r k a i t a n d e n g a n
ketersediaan air sehingga kelestariannya
menjadi krusial, langsung berhubungan 7dengan kehidupan masyarakat.
Dari uraian ini sangatlah jelas
bahwa Pemerintah masih setengah hati
atau lebih tegasnya belum memiliki
komitmen yang kuat untuk melindungi
kawasan karst dari eksploitasi. Akan selalu
ada argumen bahwa peningkatan
e k o n o m i m e n j a d i f a k t o r u t a m a
dilakukannya penambangan di kawasan
6. Karst, menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 17 Tahun 2012 Pasal 1 nomor 1 adalah “bentang alam yang terbentuk akibat pelarutan air pada batu gamping dan/dolomite.
7. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (Permen ESDM) Nomor 17 Tahun 2012 Pasal 3 menyebutkan bahwa “Kawasan bentang alam karst merupakan kawasan lindung geologi sebagai bagian dari kawasan lindung nasional”. Masih menurut Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012 tersebut, pada Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa “Kawasan bentang alam karst sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 merupakan kawasan bentang alam karst yang menunjukkan bentuk eksokarst dan endokarst”. Bentuk eksokarst yang disebutkan dalam Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012 Pasal 4 ayat (5) terdiri atas : mata air permanen, bukit karst, dolina, uvala, polje, dan/atau telaga. Sedangkan Pasal 4 ayat (6) menyebutkan bahwa “bentuk endokarst terdiri atas sungai bawah tanah; dan/atau speleotem”
18
KRIM
INALIS
ASI TERHADAP P
ENOLAKAN P
ENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARST : P
ERLIN
DUNGAN
HUKUM P
IDANA T
ERHADAP M
ASYARAKAT D
AN A
KTIVIS
LIN
GKUNGAN H
IDUP
karst. Pembenaran eksploitasi tambang
bisa dilakukan melalui legalisasi di daerah
melalui Peraturan daerah (Perda)
tentang RT/RW ataupun pengeluaran izin
dari Kepala Daerah sesuai dengan
mekanisme formal yang ada. Sebagai
contoh kasus pendirian pabrik dan
penambangan di pegunungan kendeng
(Rembang), penggunaan kawasan
cekungan air tanah watu putih sebagai
area penambangan batuan kapur untuk
bahan baku pabrik semen ini melanggar
Perda RTRW Jawa Tengah No 6 tahun 2010
pasal 63 yang menetapkan area ini
kawasan lindung imbuhan air. Juga Perda
RTRW Kabupaten Rembang no 14 tahun
2011 pasal 19 yang menetapkan area ini
sebagai kawasan lindung geologi.Namun
dengan dalih penambangan dilakukan di
area morfologi karst di lokasi zona kering
maka Pemerintah kabupaten Rembang
m e n y e t u j u i u n t u k d i l a k u k a n n y a
penambangan. Apalagi penambangan
di kawasan karst tidak secara tegas untuk
dilarang secara keseluruhan.Kebijakan ini
diambil karena mendatangkan investasi
senilai 3, 717 trilyun yang berpotensi
menambah pendapatan asli daerah
(PAD), namun sejalan dengan itu,
kerusakan lingkungan serta penurunan
kualitas kesehatan masyarakat terus
terjadi.
Berubah-ubahnya kebi jakan
pengelolaan dan perlindungan kawasan
karst berpotensi melahirkan konik yang
besar di masyarakat. Hal ini patut
dipertanyakan bagaimana keseriusan
dan political will Pemerintah dalam
pembuatan kebijakan melindungi dan
mensejahterakan masyarakatnya. Dalam
hubungan antara politik kriminal dengan
politik sosial, kebijakan pada hakikatnya
merupakan bagian integral antara upaya
per l indungan masyarakat ( soc ia l
d e f e n c e ) d a n u p a y a m e n c a p a i 8kesejahteraan (social welfare). Dalam
konteks ini, apakah sudah tepat kebijakan
yang dikeluarkan Pemerintah bertujuan
untuk kese jahteraan masyarakat ,
ataukah bertolak belakang dengan
r e a l i t a s b a h w a k e b i j a k a n y a n g
dikeluarkan Pemerintah justru tidak
mel indungi mereka ? Pertanyaan
selanjutnya adalah apa yang terjadi
ketika pihak swasta dan Pemerintah tetap
8. Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1977, hal. 44
19
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
n g o t o t u n t u k d i l a k u k a n n y a
p e n a m b a n g a n d a n m a s y a r a k a t
bersikeras menolak rencana tersebut ?
Masyarakat khususnya yang langsung
bersinggungan di daerah tersebut dan
terancam kesejahteraannya pastinya
a k a n m e m p e r t a h a n k a n ( b a c a :
melawan) dengan cara apapun, untuk
itu apakah Aparat penegak hukum dan
Pemerintah akan menindak mereka
termasuk menggunakan pendekatan
hukum pidana ? Pada akhirnya kesemua
ini melahirkan polemik/konik yang tidak
pernah terselesaikan dan akan selalu
muncul di kemudian hari. Pemerintah
justru dengan kebijakannya yang menjadi
penyebab masalahnya.
Berdasarkan hal tersebut di atas
satu satunya solusi menyelesaikan
polemik/konik yang selalu manifest
tersebut , adalah member lakukan
kebi jakan yang kons isten dengan
melarang seluruh kawasan karst (secara
limitatif) sebagai obyek tambang. Namun
tentunya hal ini harus disertai political will
dan komitmen yang kuat. Bagaimanapun
juga investas i semen (karst) yang
dianggap besar nilai ekonomisnya tidak
bisa dibandingkan dengan investasi
lingkungan hidup dan keanekaragaman
hayati yang selain nilai ekonomis yang
bisa dikembangkan juga ni lai-ni lai
l a i n n y a . B e l a j a r d a r i e k s p l o i t a s i
p e r t a m b a n g a n s e b e l u m n y a ,
pemanfaatan kawasan lindung oleh
industri tambang selalu menyisakan efek
samping yang begitu besar seperti polusi,
hilangnya sumber air, rusaknya lahan
pe r tan ian dan pe rkebunan juga
punahnya keanekaragaman hayati.
I I I . Menolak Penambangan Kars t ,
Kr iminalisasi ataukah Poli t isasi
Penegakan Hukum Pidana?
Beberapa waktu la lu ramai
d i b e r i t a k a n d i m e d i a t e n t a n g
penangkapan petani/masyarakat
Rembang oleh aparat Kepolisian paska
bentrok ketika warga menolak dan
memblokade kawasan pend i r ian
tambang karst dan pabrik semen PT
Indonesia di Pegunungan Kendeng,
Kabupaten Rembang. Aktivis lingkungan
hidup maupun beberapa lembaga
swadaya masyarakat (LSM) mengutuk
aksi tersebut dan menolak cara-cara
“kriminalisasi” yang dilakukan oleh aparat
K e p o l i s i a n d a l a m p e n y e l e s a i a n
konik/sengketa lingkungan hidup. Jauh
sebe lum kasus Rembang, kasus
semacam ini sudah banyak terjadi di
beberapa wilayah Indonesia yang
berujung penangkapan serta intimidasi.
Banyak kalangan meneriakkan dan
menolak cara penyelesaian penolakan
warga terhadap aktivitas penambangan
kawasan karst.melalui cara kriminalisasi
terhadap masyarakat dan akt iv i s
lingkungan hidup.
20
KRIM
INALIS
ASI TERHADAP P
ENOLAKAN P
ENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARST : P
ERLIN
DUNGAN
HUKUM P
IDANA T
ERHADAP M
ASYARAKAT D
AN A
KTIVIS
LIN
GKUNGAN H
IDUP
Dalam perspektif hukum pidana,
penggunaan terminologi “kriminalisasi”
terhadap masyarakat dan akt iv i s
lingkungan hidup sebenarnya kurang
tepat. Karena di dalam kebijakan hukum
pidana sebagaimana yang terdapat di
dalam KUHP memang tidak pernah
menyebutkan bahwa menjalankan
“aktivitas perlindungan lingkungan hidup
merupakan tindakan kriminal”, dengan
kata lain suatu bentuk “kejahatan”.
Menurut J.E. Sahetapy dan B. Marjono
Reksodiputro kejahatan mengandung
konotasi tertentu, merupakan suatu
pengertian dan penamaan yang relatif,
mengandung variabilitas dan dinamik
serta bertalian dengan perbuatan atau
tingkah laku (baik aktif maupun pasif),
yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau
minoritas masyarakat sebagai suatu
perbuatan anti sosial, suatu perkosaan
terhadap skala nilai sosial dan atau
perasaan hukum yang hidup dalam
masyarakat sesuai dengan ruang dan 9waktu.
U n t u k i t u d a l a m k o n t e k s
banyaknya masyarakat ataupun aktivis
lingkungan hidup yang ditangkap dan
diproses pidana, penggunaan teminologi
“kriminalisasi” oleh beberapa kalangan
dimaksudkan sebagai tindakan Aparat
Penegak Hukum menggunakan pasal
KUHP untuk men je rat akt iv i s dan
masyarakat yang melakukan aks i
penolakan pertambangan.
9. Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1977, hal. 44
21
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
Di bawah ini adalah Pasal –pasal
KUHP yang sering digunakan Aparat
Kepolisian ketika terjadi konik penolakan
p e r t a m b a n g a n , d e n g a n a l a s a n
penjeratan pidana dan gambaran
bentuk tindakan /perbuatan. Lihat bagan
di bawah ini
Alasan Penjeratan Pidana Pasal KUHP yang disangkakan Kegiatan/aksi Masyarakat dan Aktivis Lingkungan
Hidup
Adanya kerusakan barang/fasilitas
perusahaan, atau muncul korban
(biasanya cuma luka luka) dari
Perusahaan maupun Pemerintah
Pasal 170 ,telah melakukan tindakan pidana
secara bersama-sama dimuka umum
melakukan kekerasan terhadap orang atau
barang
Perusahaan :melakukan penutupan kantor perusahaan
tambang, menduduki/memblokade lokasi tambang
penyebab kerusakan lingkungan
Pemerintah :Aksidi kantor pemerintah untuk mencabut
ijin tambang, atau dugaan munculnya ijin illegal yang
dikeluarkan
Masyarakat termobilisasi untuk
melakukan penolakan tambang yang
dikaitkan dengan adanya
penghasutan untuk melawan
kebijakan Pemerintah,
Pasal 160, Barang siapa di muka umum
dengan lisan atau dengan tulisan menghasut
supaya melakukan perbuatan yang dapat
dihukum, melawan pada kekuasaan umum,
dengan kekerasan atau supaya jangan mau
menurut peraturan undang-undang atau
perintah yang sah yang diberikan menurut
peraturan undang-undang.
Biasanya dikenakan kepada pemimpin kelompok
masyarakat yang menggalang melakukan penolakan
tambang, aktivis penggerak aksi, pemimpin
demonstrasi/korlap aksi blockade.
Masyarakat melawan Aparat
Penegak Hukum dan Pemerintah
ketika aksi masyarakat dibubarkan.
(dianggap mengganggu kemanan dan
ketertiban atau tidak memiliki izin
aksi/demonstrasi)
Pasal 214 dan/atau pasal 212 dan/atau pasal
216 KUHP (Kejahatan terhadap Penguasa
Umum) melawan dengan kekerasan kepada
pegawai negeri yang sedang melakukan
pekerjaan yang syah dan atau tidak
menghiraukan perintah dari petugas
Masa aksi menolak pembubaran aksi/protes penolakan
tambang, Ketika aparat melakukan kekerasandalam
melakukan pembubaran aksi, muncul perlawanan atau
bentuk pertahanan ketika dibubarkan(masyarakat
terprovokasi tindakan kekerasan aparat) yang
mengakibatkan ada aparat terluka (biasanya korban juga
lebih banyak jatuh dari pihak masyarakat).
Perusahan/pihak swasta yang
melaporkan masyarakat terkait
tindakan/bentuk-bentuk aksi
penolakan masyarakat
Pasal 335, Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP
selengkapnya berbunyi, “Barang siapa secara
melawan hukum memaksa orang lain supaya
melakukan, tidak melakukan atau membiarkan
sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau
dengan memakai ancaman kekerasan, baik
terhadap orang itu sendiri maupun orang
lain.”10
Demonsrasi, melakukan protes di perusahaan yang
memasuki lingkungankerja perusahaan, melakukan
blockade atau melarang pegawai perusahaan tambang
bekerja, menuntut pemimpin perusahaan atau kepala
daerah membatalkan investasi tambang atau ijin usaha
tambang, dan lain lain.
Pemerintah yang melaporkan karena
dianggap mencemarkan nama baik
pejabat biasanya terkait jin yang
dikeluarkan, atau pihak swasta yang
melaporkan terkait tuduhan
pencemaran/ perusakan yang
berdampak kepada nama baik
orang/ perusahaan
Pasal 310 dan 311 KUHP tentang
pencemaran/penghinaan. Pasal-pasal inilah
yang juga dikenal sebagai “pasal-pasal karet”
dimana Klausul dalam pasal-pasal tersebut
bisa menjebak karena tidak ada parameter
yang jelas.
Melakukan orasi, membuat selebaran, kampanye di media
massa elektronik maupun cetak tentang dampak buruk
dari pertambangan, tentang dugaan manipulasi ijin
tambang atau dugaan pelanggaran tata ruang dan lain
sebagainya
Kepada masyarakat yang dianggap
ikut serta atau membantu aksi
/perbuatan yang disangkakan
KUHP jo pasal 55 KUHP dan atau pasal 56
KUHP. Turut serta melakukan perbuatan
pidana (delik penyertaan maupun pembantuan)
Warga msyarakat yang ikut aksi penolakan tambang
10. MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 335 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP terkait delik perbuatan tidak menyenangkan dan Pasal 21 ayat (4) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. MK membatalkan frasa perbuatan tidak menyenangkan dalam Pasal 335 KUHP, tetapi MK tak membatalkan Pasal 335 ayat (1) KUHP dan Pasal 21 ayat (4) KUHAP sebagai pasal yang bisa dilakukan penahanan. “MK menyatakan bahwa frasa, “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”.Eko Teguh Paripurno, Apakah Kebijakan Pembangunan Kita Meningkatkan resiko bencana, Pembangunan Ekosistem Kawasan Karst jawatengah, cat watu putih rembang, Semarang 7 Juli 2014 Sekda propinsi Jawatengah
22
KRIM
INALIS
ASI TERHADAP P
ENOLAKAN P
ENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARST : P
ERLIN
DUNGAN
HUKUM P
IDANA T
ERHADAP M
ASYARAKAT D
AN A
KTIVIS
LIN
GKUNGAN H
IDUP
11
Dar i bagan d i atas , hanya
mengkaitkan kolom 1 dan 2, tentunya
sangat besar kemungkinan masyarakat
maupun akt iv i s l ingkungan h idup
dipidanakan. Sangat mudah bagi aparat
kepolisian dengan bukti atau kekuasaan
tafsir yang dimiliki untuk memenuhi unsur
u n s u r s e b a g a i m a n a p a s a l y a n g
disangkakan. Namun kalau dihubungkan
dengan kolom 3 rasanya tidak adil dan
bijak (cenderung represif) penggunaan
p a s a l K U H P t e r s e b u t t a n p a
memperhatikan factor factor lainnya.
Perlu di cermati
Dar i bagan d i atas , hanya
mengkaitkan kolom 1 dan 2, tentunya
sangat besar kemungkinan masyarakat
maupun akt iv i s l ingkungan h idup
dipidanakan. Sangat mudah bagi aparat
kepolisian dengan bukti atau kekuasaan
tafsir yang dimiliki untuk memenuhi unsur
u n s u r s e b a g a i m a n a p a s a l y a n g
disangkakan. Namun kalau dihubungkan
dengan kolom 3 rasanya tidak adil dan
bijak (cenderung represif) penggunaan
p a s a l K U H P t e r s e b u t t a n p a
memperhatikan factor factor lainnya.
Perlu di cermati dan harus digali lebih
dalam secara losos maupun sosiologis
penggunaan pasal pasal tersebut
dengan menjawab pertanyaan :1. Apakah bentuk/tindakan masyarakat
tersebut memiliki kaitan dengan niat
(mens rea/ intention) jahat ?
2. Apakah perbuatan yang bertujuan
m e l i n d u n g i l i n g k u n g a n h i d u p
merupakan tindakan immoral, dengan
k a t a l a i n a p a k a h t e p a t a t a u
sebanding tindakan masyarakat
dalam aksi penolakan terhadap
p e n a m b a n g a n k a r s t m a u p u n
eksploitasi sumber daya alam harus
selalu menggunakan pendekatan
pidanadengan menggunakan pasal
p a s a l K U H P s e b a g a i j a l u r
penyelesaian ?
Menjawab pertanyaan pertama,
mengutip paparan Edwin H. Sutherland
dalam bukunya Principles of Criminology
menyebutkan Suatu perbuatan tidak
akan disebut kejahatan kecuali apabila
memuat semua tujuh unsur yakni :a) Harus
terdapat akibat-akibat tertentu yang
nyata atau kerugian, b) Kerugian tersebut
harus dilarang oleh undang-undang, c)
harus dikemukakan dengan jelas dalam
hukum pidana, d) harus ada perbuatan
a t a u s i k a p m e m b i a r k a n s e s u a t u
p e r b u a t a n y a n g d i s e n g a j a a t a u
sembrono yang menimbulkan akibat-
akibat yang merugikan, e) harus ada
maksud jahat (mens rea), f) Harus ada
hubungan kesatuan atau kesesuaian
persamaan suatu hubungan kejadian
d i a n t a r a m a k s u d j a h a t d e n g a n
perbuatan, g) Harus ada hubungan
sebab akibat diantara kerugian yang
di larang undang-undang dengan
23
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
perbuatan yang disengaja atas keinginan
sendiri, h) Harus ada hukuman yang 11ditetapkan oleh undang-undang. Dari
ketujuh unsur tersebut, khususnya huruf d,
e,f,g dan dikaitkan dengan kolom 3 tidak
memenuhi syarat bahwa perbuatan
masyarakat tersebut di kategorikan
sebagai kejahatan. Secara imparsial
kasus -kasus peno lakan te rhadap
penambangan karst dan eksploitasi SDA
yang merusak lingkungan sangat jarang
berdasarkan atas niat jahat, artinya betul
betul karena niat dan upaya untuk
melakukan penyelamatan lingkungan
a t a u s e t i d a k n y a k a r e n a a l a s a n
l ingkungan tersebut sebagai mata
pencaharian/ kelangsungan hidup
mereka. Tidak ada hubungan kesatuan
antara niat jahat merusak/mengganggu
keamanan orang, perusahaan maupun
pemerintah dengan tujuan merugikan
siapapun.
Menjawab pertanyaan kedua.
Menggunakan perspektif HAM tentang
hak ekonomi sosial budaya (Ekosob)
dimana salah satu konsepsinya “Negara
berkewajiban secara terus menerus untuk
melakukan pemenuhan terhadap
lingkungan hidup yang bersih dan sehat”.
Dalam situasi Pemerintah belum banyak
berbuat optimal menjaga kelestarian
lingkungan hidup, harusnya masyarakat
y a n g s e c a r a a k t i f m e n j a g a d a n
m e l i n d u n g i l i n g k u n g a n h i d u p
m e n d a p a t k a n a p r e s i a s i d a n
penghargaan yang tinggi. Untuk itu ketika
masyarakat berkonik (baca : marah)
dengan pihak swasta yang melakukan
p e r u s a k a n l i n g k u n g a n d e n g a n
melakukan tindakan yang dianggap
merugikan pihak swasta atau pemerintah
tidak bisa serta merta dikategorikan
sebagai suatu tindak pidana dan dijerat
dengan pasal pasal KUHP. Jika itu tetap
dilakukan siapa sebenarnya yang tidak
bermoral ? Hal yang sangat berbahaya
apabila Penguasa (baca pemerintah)
d a n a p a r a t p e n e g a k h u k u m
m e n g g u n a k a n p a s a l - p a s a l K U H P
terhadap aksi perlindungan lingkungan
h i d u p t a n p a m e n g g u n a k a n
pertimbangan pertimbangan yang
b i j a k s a n a d a n r a s i o n a l . I n i b i s a
dikategorikan politisasi hukum pidana !
Harus diingat bahwa penggunaan pasal-
pasal KUHP (baca kriminalisasi) tidak
boleh di lakukan j ika dimaksudkan
sekedar sebagai reaksi atas suatu
masalah atau bahkan politisasi hukum
p i d a n a d a n j u g a h a r u s
mempertimbangkan efek yang timbul
terhadap penggunaan pasal tersebut
dalam kasus konik lingkungan.
11. Soedarto, Op.Cit .,44
24
KRIM
INALIS
ASI TERHADAP P
ENOLAKAN P
ENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARST : P
ERLIN
DUNGAN
HUKUM P
IDANA T
ERHADAP M
ASYARAKAT D
AN A
KTIVIS
LIN
GKUNGAN H
IDUP
Hal ini tentunya bisa menjadikan
penguasa ataupun calon penguasa
yang “otoriter” mendapatkan justikasi
dari momen tersebut untuk melakukan
politisasi hukum pidana. Seperti yang
dikemukakan oleh Richard Quinney 12sebagai berikut :
a . H u k u m m e r u p a k a n c e r m i n a n
k e p e n t i n g a n d a r i k e l o m p o k
masyarakat tertentu, bukan dari
seluruh masyarakat.b. Hukum t idaklah mewaki l i suatu
k o m p r o m i d a r i k e p e n t i n g a n -
kepentingan yang bebeda, tetapi
mendukung beberapa kepentingan
tertentu saja dan mengorbankan
beberapa kepentingan tertentu yang
lain.c . K e l o m p o k k e p e n t i n g a n y a n g
mempunyai akses kekuasaan dalam
mengambil keputusan politik, akan
l e b i h b e r p e l u a n g u n t u k
mengartikulasikan nilai-nilai ataupun
kepentingan-kepentingannya.
Dari uraian Richard Quinney
tersebut jika dikaitkan dengan pasal-
pasal KUHP yang digunakan untuk
menjerat masyarakat maupun aktivis
lingkungan hidup, nampak bahwa isi
ketentuan KUHP tersebut sangat rentan
diselewengkan agar sesuai kepentingan
penguasa. Apalagi pasal seperti itu
dahulu sering digunakan untuk tujuan-
tujuan politik untuk menjaga kekuasaan
dari musuh-musuh politik.Menurut G.P.
Hofnagels, suatu politik kriminal harus
rasional, kalau tidak demikian antara
kejahatan dan kekuasaan dalam proses
melakukan kriminalisasi sering ditetapkan
secara emosional artinya politik criminal
sudah tidak sesuai dengan definisinya
sebagai “a rational total of the responses 13to crime”.
Untuk i tu kalau kita kaitkan
dengan kriminalisasi masyarakat dan
akt iv i s l ingkungan h idup (baca :
penyelesaian kasus lingkungan hidup
melalui hukum pidana), dari beberapa
pasal-pasal KUHP yang telah ada dan
sudah diterapkan bisa dilakukan suatu
evaluasi terhadap efek yang timbul bagi
pelaku, korban ataupun masyarakat. Hal
ini ditujukan agar efektitas dan esiensi
d a l a m p e n c i p t a a n h u k u m y a n g
berorientasi pembaharuan dapat sesuai
dengan tu juan mense jahte rakan
masyarakat, selain itu pula evaluasi ini
dilakukan untuk mencegah/terhindar dari
pendekatan rasional yang pragmatis
yang menurut Jeremy Bentham bahwa
pidana janganlah diterapkan/digunakan
a p a b i l a “ g r o u n d l e s s , n e e d l e s s , 14unprotable or inefcacious”.
12. Richard Quinney, The Social Reality Of Crime, Boston, Little Brown, 1973, page 35.13. Muladi dan Barda Nawawi, Teori-Teori Dan Kebijakan Hukum Pidana, Alumni, Cetakan Kedua, Bandung,
1998, hal 16314. Ibid, hal 135.
25
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
IV. Upaya Perlindungan Hukum Pidana
Masyarakat dan Aktivis Lingkungan Hidup
Menurut Mulyana W Kusumah,
dalam hubungan dengan semangat
untuk membangun negara hukum yang
demokratis dan berkeadilan sosial, maka
hukum pidana nasional harus dapat
didayagunakan bukan saja sebagai
dasar pol i t ik hukum pidana untuk
mengendalikan kejahatan, akan tetapi
juga harus menjadi dasar berkurangnya
kecenderungan bagi proses penegakan
yang lebih diarahkan pada berbagai
bentuk peristiwa pidana “konvensional”,
k r im ina l i sas i pe r i laku sos ia l yang
dipandang tidak sesuai dengan nilai serta
k o n s t a l a s i k e p e n t i n g a n e k o n o m i
dominan, penggunaan kekerasan tidak
sah (illegitimate violence) terhadap
mereka yang dicap sebagai pelaku
kejahatan, serta penulisan perilaku politik
yang dipandang mengancam status quo
politik melalui formulasi “delik-delik
ideologi” maupun pasal-pasal penabur 15kebencian (hartzai artikelen).
Dari uraian Mulyana tersebut
mengenai tujuan hukum pidana nasional
dikaitkan dengan penggunaan pasal
KUHP untuk melakukan kriminalisasi
terhadap masyarakat ataupun aktivis
penolak tambang merupakan gaya orde
baru (baca : konvensional). Artinya belum
ada perubahan yang signikan orde
hukum k i ta menu ju negara yang
demokratis dan berkeadilan sosial. Hukum
yang harusnya menjadi jembatan untuk
m e l a k u k a n p e n y e l e s a i a n k o n i k
lingkungan hidup sampai hari ini hanya
menjadi instrumen pembungkam kritik
kepada masyarakat yang melakukan
penolakan terhadap eksploitasi sumber
daya alam. Ujung-ujungnya masyarakat
menjadi korban ketidakadilan ekologi
karena terampas hak atas lingkungannya
dan juga menjadi korban ketidakadilan
hukum ketika melakukan penolakan dan
perlawanan terhadap eksploitasi sumber
daya alam.
Secara bijak, Pemerintah dan
Aparat penegak hukum seharusnya
memahami bahwa munculnya tindakan
reaktif dari masyakarat tersebut justru
berawal dari kebijakan pemerintah dan
investor yang tanpa pandang bulu
m e l a k u k a n e k s p l o i t a s i t a n p a
mempertimbangkan dampak serius
kepada hajat hidup orang banyak.
Aparat penegak hukum seharusnya
memiliki perspektif bahwa tindakan
masyarakat ter sebut bagian dar i
perjuangan keadilan ekologis yang
menjadi pertahanan diri mereka dalam
upaya memenuhi kebutuhan hidup
mereka dari alam. Disinilah aparat
penegak hukum harus memahami losos
n i l a i k e a d i l a n e k o l o g i s y a n g
d i p e r j u a n g k a n t e r s e b u t a d a l a h
bagaimana jaminan keselamatan dan
perlindungan masyarakat termasuk
perlindungan hukumnya.
15. Hendardi et.all, Pembaharuan Hukum Pidana dalam perspektif Hak Asasi Manusia, Jaringan Informasi Masyarakat Friderich Naumann Stiftung kerjasama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, 1992, hal 63.
26
KRIM
INALIS
ASI TERHADAP P
ENOLAKAN P
ENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARST : P
ERLIN
DUNGAN
HUKUM P
IDANA T
ERHADAP M
ASYARAKAT D
AN A
KTIVIS
LIN
GKUNGAN H
IDUP
Berdasarkan hal tersebut di atas,
lantas bagaimana konsep perlindungan
dalam perspektif penegakan hukum
p idana untuk men jawab rea l i tas
banyaknya masyarakat maupun aktivis
l i n g k u n g a n h i d u p y a n g d i j e r a t
menggunakan pasal KUHP? Hal tersebut
antara lain :
1 . UU No 32 tahun 2009 tentang
Per l indungan dan Pengelolaan
L i n g k u n g a n H i d u p ( U U P P L H )
khususnya dengan Pasal 66 sangat
m a j u d a l a m m e m b e r i k a n
perlindungan hukum kepada “Setiap
orang yang memperjuangkan hak
atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat tidak dapat dituntut secara 16pidana maupun perdata”. Dalam
konteks pidana seharusnya regulasi ini
bisa menjadi lex specialis untuk
memproteksi jeratan KUHP kepada
m a s y a r a k a t m a u p u n a k t i v i s
l ingkungan hidup. KUHP sendir i
m e n g a t u r m e n g a t u r t e n t a n g
ketentuan tersebut sebagaimana
d a l a m p a s a l 6 3 a y a t 2 y a n g
menyatakan “jika suatu perbuatan
masuk dalam suatu aturan pidana
yang umum, diatur pula dalam aturan
yang khusus, maka hanya yang khusus
itulah yang diterapkan”. Perlindungan
hukum ini sangat penting karena
pada masa lalu telah ada kasus-kasus
di mana para aktivis lingkungan hidup
yang melaporkan dugaan terjadinya
p e n c e m a r a n d a n p e r u s a k a n
l ingkungan hidup telah digugat
secara perdata atau dituntut secara
pidana atas dasar pencemaran
nama baik perusahaan-perusahaan
yang diduga telah menimbulkan
p e n c e m a r a n a t a u p e r u s a k a n
lingkungan hidup. Aparat penegak
hukum terutama hakim di Indonesia
penting sekali untuk memahami
kehadiran dan kegunaan Pasal 66
UUPPLH, Dimana pasal ini dilahirkan
untuk memberikan proteksi kepada
l i n g k u n g a n t e r m a s u k k e p a d a
masyarakat dan aktivis lingkungan
hidup. Dalam beberapa kasus yang
terjadi ketika masyarakat maupun
aktivis lingkungan hidup dijerat pasal
KUHP, aparat penegak hukum masih
mengabaikan atau tidak memahami
ketentuan aturan ini baik secara
losos maupun substansi.
2. Menempatkan aparatur hukum dan
Pemerintah pada posisi netral. Aparat
penegak hukum seharusnya tidak
dibebani oleh komitmen politik dalam
penyelesaian kasus melalui proses
peradilan pidana. Tindakan aparatur
hukum akan selalu dinilai sebagai
b a g i a n d a r i k e b i j a k a n p o l i t i s
pemerintah ataupun yang memiliki
akses kekuasaan. Mengapa terjadi
penilaian demikian ? Dengan asumsi
b a h w a h u k u m b e r a d a d a l a m
subsistem sosial, “teori arus sibernetika”
Talcott Parson bisa dipakai untuk
menjelaskan hubungan antara sistem
politik dan sistem sosial, yang termasuk
pula sistem hukum. Dari segi ideal,
16. Sebagai perbandingan di dalam sistem hukum Amerika Serikat dan Phillipina, jaminan perlindungan hukum seperti ini disebut dengan Anti SLAPP (Strategic Legal Action Against Public Participation), yaitu gugatan yang dilakukan oleh perusahaan yang diduga telah mencemari atau merusak lingkungan hidup kemudian menggugat si pelapor atau pemberi informasi atau whistle blower dugaan terjadinya masalah-masalah lingkungan dengan tujuan untuk menimbulkan rasa takut dan kerugian materil terhadap pelapor atau pemberi informasi maupun terhadap pihak-pihak lain di masa datang.
27
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
sistem politik akan diatur atau dikontrol
s i s tem hukum yang mempunyai
i n f o r m a s i l e b i h t i n g g i . N a m u n
pelaksanaan hukum akan dikondisikan
oleh keadaan politik, yang berenergi
lebih besar. Sistem peradilan, termasuk
peradi lan pidana, akan sangat
tergantung pada kondisi yang terjadi
dalam subsistem polit ik. Artinya,
kehendak po l i t i k akan banyak
berpengaruh, atau bahkan sangat
menentukan pengoperasian sistem
peradilan pidana tersebut. Kita ketahui
Kitab Undang Undang Hukum Acara
P i d a n a ( K U H A P ) m e m b e r i k a n
kewenangan yang cukup besar
kepada institusi Kepolis ian yaitu
diberikan kekuasaan umum untuk
menangani kriminal (general policing
authority in criminal matter). Dalam
melaksanakan wewenang tersebut
Kepolisian berperan dalam melakukan
kontrol kriminal (crime control) dalam
menjalankan penegakan hukum.
Coba k i ta bayangkan apabi la
Kepolisian ataupun pemerintah yang
memiliki kekuasaan begitu besar justru
kolusi dengan investor/perusahaan
tambang termasuk untuk memberikan
perlindungan dalam operasionalisasi
tambang. Ketika masyarakat ataupun
aktivis lingkungan hidup berhadapan
d e n g a n p e r u s a h a a n t e r s e b u t
sangatlah mudah menggunakan
pendekatan pidana untuk melakukan
pembungkaman (politisasi hukum
pidana).
V. Penutup
K o n i k p e n g e l o l a a n d a n
perlindungan kawasan karst menjadi
konik yang selalu ada sepanjang regulasi
y a n g a d a t i d a k d i u b a h . U p a y a
kriminalisasi yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum maupun Pemerintah
sebagai jalur penyelesaian konik
penolakan tambang kawasan karst
merupakan respon terhadap maraknya
masyarakat dan aktivis lingkungan hidup
yang dijerat dengan pasal KUHP. Kondisi
ini akan terus berlangsung selama
peraturan perundang-undangan di
Indonesia masih mengatur mengenai ijin
penambangan di kawasan karst yang
notabene sebagai bagian dari Kawasan
Lindung Nasional yang memegang fungsi
dan peranan penting atas ketersediaan
air kebutuhan masyarakat.
Menurut hemat penulis, dengan
mempert imbangkan manfaat dan
k e g u n a a n k a w a s a n k a r s t b a g i
masyarakat maupun bagi lingkungan itu
sendiri, segala peraturan yang terkait
dengan pengelolaan kawasan karst harus
dicabut. Kebijakan ini bisa menjadi salah
satu factor kriminogen. Pemerintah harus
bisa dan tegas menyatakan bahwa
kawasan karst adalah kawasan yang
terlarang untuk dilakukan penambangan
untuk kepentingan apapun dengan
a n c a m a n p i d a n a b a g i y a n g
melanggarnya. Dengan demikian maka
tidak akan ada lagi tindakan represif
te rhadap masyarakat yang ing in
mempertahankan kelestarian kawasan
karst.
28
KRIM
INALIS
ASI TERHADAP P
ENOLAKAN P
ENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARST : P
ERLIN
DUNGAN
HUKUM P
IDANA T
ERHADAP M
ASYARAKAT D
AN A
KTIVIS
LIN
GKUNGAN H
IDUP
Selain itu menempatkan posisi
Pemerintah dan Aparat penegak hukum
pada posisi yang netral akan mencegah
kemungkinan terjadinya politisasi hukum
pidana dalam konik pengelolaan dan
perlindungan kawasan karst. Masyarakat
dan aktivis l ingkungan hidup yang
melakukan per juangan terhadap
keadilan ekologis seharusnya dilindungi
dengan mengefektifkan pelaksanaan
pasal 66 UU No 32 tahun 2009 tentang
P e r l i n d u n g a n d a n P e n g e l o l a a n
Lingkungan Hidup (UU PPLH). Dalam
konteks pidana seharusnya regulasi ini
b i s a m e n j a d i l e x s p e c i a l i s u n t u k
memproteksi jeratan KUHP kepada
masyarakat maupun aktivis lingkungan
hidup.
Pada akhirnya komitmen dan
political will Pemerintah menjadi kunci dari
itu semua. Namun apakah Pemerintah
berani dan mampu melepaskan diri dari
tekanan investasi dan memprioritaskan
perlindungan masyarakatnya ? Tidak ada
yang tahu !
Daftar Pustaka
1. Annual Report WALHI 2012-20132. Data Jaringan Advokasi Tambang
(JATAM)3. Data Konsorsium Pembaruan Agraria
(KPA)4. Hendardi et.all, Pembaharuan Hukum
Pidana dalam perspektif Hak Asasi
M a n u s i a , J a r i n g a n I n f o r m a s i
Masyarakat Friderich Naumann Stiftung
kerjasama Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, 1992.5. Muladi dan Barda Nawawi, Teori-Teori
Dan Kebijakan Hukum Pidana, Alumni,
Cetakan Kedua, Bandung, 1998.6. Richard Quinney, The Social Reality Of
Crime, Boston, Little Brown, 1973.7. Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana,
Alumni, Bandung, 1977.8. Syahruddin Husein,Kejahatan Dalam
M a s y a r a k a t d a n U p a y a
Penanggulangannya, Fakultas Hukum
Jurusan Hukum Pidana Universitas
Sumatera Utara, Digitized by USU digital
library 2003.
29
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
PENGELOLAAN KAWASAN KARS DALAM PERSPEKTIF PENANGGULANGAN
BENCANA
Oleh: ET Paripurno, Sunu Widjanarko, Petrasa Wacana, Irfanianto, Abe
Rodhialfalah, Thomas Suryono, Fredy Chandra, Imron Fauzi, Gunritno,
Ming-Ming Lukiarti
31
Seputar Kars Kita
Kars (bahasa Inggris : karst,
bahasa Italia : carso, bahasa Slovenia :
kras) adalah nama suatu daerah di timur
laut kota Tr ieste, Slovenia. Karena
kekhasan bentangalamnya, Cvij ic,
geologiawan abad 19 yang meneliti
daerah itu mengabadikan dengan istilah
kars. Kars diartikan sebagai bentuk
bentangalam khas yang berkembang di
suatu kawasan batuan karbonat atau
batuan lain yang mudah larut, dan telah
mengalami proses kartikasi sampai pada
kondisi tertentu. Kekhasan ini antara lain
dapat dilihat dari fenomena yang ada di
permukaan (exokarst) dan di bawah
permukaan (indokarst).
Indonesia mempunyai batuan
karbonat yang luasnya mencapai 15,4
juta hektar. Beberapa diantaranya
dikenal telah berkembang menjadi
kawasan-kawasan kar s , m i sa lnya
Gunungsewu (Jawa Tengah – Jawa
Timur), Kendeng Utara, Karangbolong,
Gombong Selatan (Jawa Tengah), Kars
Maros (Sulawesi Selatan). Beberapa
kawasan kars tersebut merupakan
kawasan kars penting kaliber dunia.
Pepatah, tidak kenal maka tak sayang,
barangkali cukup pas jika diterapkan
pada hubungan kita dengan kawasan-
kawasan kars yang ada di Indonesia.
Nampaknya, orang lain lebih mengenal
kars kita, dibanding kita mengenalnya.
Ujungnya, mereka lebih menyayangi
kawasan itu. Misalnya, pada tahun 1994,
kars Gunungsewu secara aklamasi oleh
International Union of Speleoloogy
dinyatakan sebagai World Natural
Heritage. Perbukitan-perbukitan konikal
yang te rbentuk d i kawasan ka r s
Gunungsewu juga merupakan ekotipe
khas dari kars tropis basah dengan batuan
batugamping tebal dan berteras, yang
jarang dijumpai di Indonesia. Mac
Donnald & Partners dari British Cave
Research Assosiation, menyebutkan
bahwa kars ini merupakan salah satu
contoh konikal kars terbaik di dunia. Oleh
karena itu sangat layak jika kawasan ini
s e c a r a g e o m o r f o l o g i s d i j a d i k a n
morfotipe, yaitu Tipe Kars Gunungsewu.
Fenomena eksotik kars, baik
eksokarsik dan endokarsik merupakan
bentukan yang tidak ternilai. Bentukan
eksokars secara umum berupa bukit-bukit
dengan besar dan ketinggian beragam,
berbentuk kerucut, kubah, dan lembah
dolina atau polje. Ciri khas bentang alam
ini selain perbukitan, adanya dekokan
(closed depresions) dengan berbagai
u k u r a n , p e n g a s a t a n ( d r a i n a g e )
permukaan yang terganggu, serta gua
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
PENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARS D
ALAM P
ERSPEKTIF P
ENANGGULANGAN B
ENCANA
32
dan sistem pengasatan bawah tanah.
Kars yang didominasi bukit cembung
landai merupakan ciri kars daerah tropis
basah dengan lapisan batugamping
tebal. Disela-sela bukit terdapat lembah /
ledokan yang tak berhubungan satu
dengan yang lain (blind dry valley),
l u w e n g ( s i n k h o l e ) , t a n a h m e r a h
(terrarossa). Tempat saudara-saudara
k i ta, komuni tas kars , bertani dan
ber ladang. Komun i tas ka r s te lah
melakukan kegiatan ini turun temurun
dengan se laras a lam dan ramah
lingkungan. Pertanian lahan kering dan
sistem tumpang sari, telah terbukti ampuh
m e n s i a s a t i a l a m , d e n g a n c a r a
m e m a n f a a t k a n t a n p a h a r u s
menghancurkannya.
Gua merupakan salah satu
f e n o m e n a e n d o k a r s i k . P r o s e s
pembentukan gua membutuhkan waktu
ratusan sampai ribuan tahun untuk
mencapai kondisi seperti sekarang. Pola
ini berakhir pada bentukan sungai
ataupun danau bawah tanah. Pada
sungai gua bawah tanah terdapat
ornamen-ornamen gua yang sangat
m e n a r i k . K o n d i s i i n i m e n j a d i k a n
lingkungan gua sangat unik dan ekstrim.
Terutama pada kondis i suhu dan
kelembaban yang relatif tetap sepanjang
waktu. Perjalanan air saat melewati celah
dan lapisan batugamping, sambi l
melarutkan batu gamping yang terdiri
dari senyawa penyusun utama kalsium
karbonat (CaCO3), sehingga air menjadi
mengandung kalsium karbonat.
Air celah ini yang kemudian
muncul menetes dari atap-atap gua, dan
meninggalkan partikel kalsium karbonat
te r sebut d i a tap , dan p roses i n i
berlangsung terus menerus dan tumbuh
menjadi stalagtit (stalactite). Karena
perbedaan kadar kalsium karbonat dan
bentuk rekahan, antara satu tempat
dengan tempat lain menyebabkan
stalaktit berbeda-beda bentuk. Sebagian
tetesan air tersebut menetes sampai ke
lantai, meninggalkan senyawa kalsium
karbonat tadi dalam bentuk stalagmit
(stalagmite). Jika suatu saat, stalagtit dan
stalagmit bertemu, maka terbentuk tiang
dari lantai sampai atap yang disebut pilar
(column). Ornamen-ornamen akibat
tetesan air ini disebut batu tetes atau drip
stone. Jika air celah dan air perlapisan
tersebut muncul dan mengalir di dinding-
dinding gua maka disebut ow stone.
Bentukan ini merupakan ornamen gua
yang indah, menyerupai payung
(canopy) atau tirai (gordyn).
33
I. Kebijakan Pengelolaan Kars
Saat ini terdapat peraturan-
p e r a t u r a n t e n t a n g p e n g e l o a a n
l ingkungan dan tata ruang khusus
kawasan kars baik peraturan nasional
m a u p u n d a e r a h y a n g d a p a t
dipergunakan sebagai acuan mengenai
pemanfaatan daerah kars.・ Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 24 tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana. ・ Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 26 tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang. ・ Peraturan Pemerintah RI Nomor 28
Tahun 1985 tentang Perlindungan
Hutan.・ Peraturan Pemer intah Republ ik
Indonesia nomor 26 tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang wilayah
(RTRW) Nasional. ・ Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor KEP-11/MENLH /3/1994
tentang Kawasan Lindung. ・ Keputusan Menteri Pertambangan dan
Energi Nomor 1518 K/20/MPE/1999
tentang Pengelolaan Kawasan Karst. ・ Keputusan Menteri Energi dan Sumber
D a y a M i n e r a l N o m o r
1456K/20/MEM/2000, tanggal 3
Nopember 2000 tentang Pedoman
Pengelolaan Kawasan Karst.・ Keputusan Menteri Energi dan Sumber
D a y a M i n e r a l N o m o r
0398K/40/MEM/2005 Tanggal 25
Pebruari 2005 tentang Penetapan
Kawasan Karst Sukolilo.・ Peraturan MenteriEnergi dan Sumber
Daya Mineral Nomor 17 Tahun 2012
Tentang Penetapan Kawasan Bentang
Alam Karst. ・ Keputusan Menteri Energi dan Sumber
D a y a M i n e r a l N o m o r 2 6 4 1
K/40/MPE/2014 tentang Penetapan
Kawasan Bentang Alam Karst Sukolilo.・ Keputusan Menteri Energi dan Sumber
D a y a M i n e r a l N o m o r 3 0 4 5
K/40/MEM/2014Tentang Penetapan
K a w a s a n B e n t a n g A l a m K a r s t
Gunungsewu, ・ Keputusan Menteri Energi dan Sumber
D a y a M i n e r a l N o m o r 3 0 4 3
K/40/MEM/2014Tentang Penetapan
Bentang Alam Karst Gombong.・ Peraturan Gubernur Jawa Tengah
Nomor 128 Tahun 2008 Tentang
Penetapan Kawasan Karst Sukolilo. ・ Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 6 Tahun 2010 Tentang RTRW
Provinsi Jawa Tengah.
Sebenarnya, terlepas ada atau
tidak peraturan itu, j ika hubungan
mutualis yang ingin dikembangkan maka
tidak berlebihan jika kawasan kars ini lebih
layak jika dikonservasi : diamankan
bentuk bentang alam kars permukaan
maupun bawah permukaan dengan
s e g a l a e k o s i s t e m n y a , u n t u k
dimanfaatkan secara lestari.
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
PENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARS D
ALAM P
ERSPEKTIF P
ENANGGULANGAN B
ENCANA
34
Konservasi itu pemanfaatan lestari. Tetapi
rasanya yang terjadi tidak demikian.
Perubahan dan hadirnya peraturan-
peraturan kawasan kars namaknya
belum diarahkan ke pemanfaatan lestari.
Oleh karena itu banyak yang menduga
hadirnya kebijakan lebih didasarkan atas
kepentingan diluar pemanfaatan lestari.
Sebagai contoh, bisa kita lihat perubahan
kebijakan karst di Kars Sukolilo, baik
kebijakan nasional maupun kebijakan
provinsi yang hadir, dan tumpang tindih.
II. Potensi Kars
Di beberapa gua itu dijumpai
akumulasi air yang melimpah. Karena
batugamping mudah larut air di akifer kars
mempunyai angka kesadahan sangat
tinggi. Pergerakan air tanah kars dimulai
dari masukn-ya air hujan menuju saluran
pelarutan di bawah permukaan melalui
porosias primer dan sekunder. Pada
batugamping terumbu airtanah bergerak
melalui rongga-rongga saluran pelarutan.
Pergerakan air tanah membentuk arus
sederhana dan menunjukkan rongga-
rongga saluran pelarutan yang dilewati
airtanah. Pada batugamping berlapis,
pergerakan air tanah menjadi lebih
kompleks. Air tanah bergerak melalui
saluran pelarutan dan celah antar bidang
perlapisan serta melalui ruang antar butir.
Pada akhirnya airtanah tersebut muncul
pada tepi kars melalui celah antar bidang
perlapisan dan juga pada batas kontak
dengan batulempung kedap air.
P e r m e a b i l i t a s b a t u a n k a r s
b i a s a n y a s a n g a t b e s a r , h a l i n i
mengakibatkan air dapat melaluinya
dengan sangat leluasa. Air di daerah kars
mempunyai pola laku, sebaran, sifat
kimia, sika, serta biologis unik, yang pada
umumnya berbeda dengan air di daerah
jenis media berpori lainnya. Banyak
contoh yang menunjukkan kars menjadi
penyatu air penting. Kawasan kars
Gunungsewu mempunyai lebih-kurang 76
mata-air, sejumlah 34 mata-air terdapat
di sebelah selatan-timur, sepanjang
pantai antara Ngrenean dan Wediamba;
sedang sedikitnya 42 mata-air terdapat di
wi layah Kecamatan Panggang, di
bagian barat dan utara.Potensi air
kawasan kars, bisa kita lihat dari contoh
air tanah yang ada di sistem Gua Bribin-
Baron . S i s tem a i r tanah te r sebut
mempunyai debit 5.684 liter per detik.
K a w a s a n k a r s K e n d e n g d i
Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati
mempunyai lebih dari 80 mata air dengan
debit relat i f konstan menyantuni
kebutuhan air bersih bagi 8000 kk,
menyantuni kebutuhan pengairan lebih
dari 4.000 hektar sawah, untuk sumber
energi alternatif mikro hidro. Kawasan kars
Kendeng di Desa Brati, Kecamatan
Tambakromo, terdapat 109 gua dan 34
mata air yang ditemukan. Salah satunya
adalah mataair Ronggoboyo yang juga
sebagai tempat punden untuk upacara-
upacara adat. Lainnya mataair Sumber
Agung, Kali Cilik, dan Kali Gede yang
dipergunakan untuk irigasi dengan debit
terukur mencapai 303.826 liter per detik.
CAT Watuputih yang merupakan
bagian Kawasan Kars Kendengdi
Kabupaten Rembang merupakan area
imbuhan air sebesar 2555,1 ha. CAT
Watuputih tersebut saat ini mencatu
banyak mataair. Mata air terbesar
adalah Sumber Sewu di Desa Tahunan di
bagian Timur CAT Watuputih memiliki
debit 600 lt per detik, atau menghasilkan
51.840.000 liter per hari. Mataair terkecil
adalah Belik Watudi Desa Timbrangan di
bagian barat CATWatuputihdengan
debit 0,02 liter per detik, sehingga
menghasi lkan 1.728 l i ter per har i .
Sementara, mataair Sumber Semen
merupakan sumber u tama untuk
p e m e n u h a n k e b u t u h a n a i r
masyarakat607.188 jiwa di 14 kecamatan
di Kabupaten Rembang.
Kawasan kars di Kecamatan
G i r i ton t ro dan G i r iwoyo memi l i k i
beberapa sistem sungai bawah tanah.
Sungai bawah tanah terbesar adalah di
Luweng Pace, dengan debit puncak di
musim hujan 794 liter perdetik dan pada
musim kemarau 200 liter per detik. Selain
i t u , P a g u y u b a n W a r g a G i r i w o y o
mendapatkan 54 mataair, 10 sumur, 8
telaga, dan 23 gua yang tersebar di
wilayah tersebut.
Sungai bawah tanah bukan saja
memenuhi kebutuhan air kita. Sungai itu
juga bank plasma nutfah atas jenis-jenis
ikan air tawar di pulau Jawa. Didalam
perairan bawah tanah tersebut terdapat
ikan lele lokal, pelus, gabus, tawes, keting
dan juga udang. Sebagian jenis ikan itu
sudah sulit dicari, dan bahkan punah di
perairan permukaan pulau Jawa. Sungai
bawah tanah tersebut merupakan suatu
habitat tersendiri. Sungai-sungai ini
bermuara di bawah permukaan air laut,
berdidinding terjal dan tidak terlihat dari
a tas . Kond i s i i n i menguntungkan
beberapa jenis ikan laut maupun ikan air
tawar yang membutuhkan air tawar atau
air laut guna menjalani sebagian dari
proses kehidupannya. Ikan jambal,
35
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
bertelur di air tawar kemudian dewasa di
laut dalam. Ikan pelus, bertelur dilaut dan
dewasa di perairan tawar. Aktivitas
bertelur tersebut berlangsung musiman
dengan migrasi besar-besaran.
Gua juga be rmakna un tuk
pengembangan burung walet. Begitu
besar nilai sarang burung walet bagi
p e n d a p a t a n m a s y a r a k a t d a n
pemerintah daerah. Sayangnya, nilai
y a n g t i n g g i i n i m e n j a d i h b u a h
s imalakama. K i ta ter la lu bernafsu
mengambil sarangnya. Mestinya sarang
diambil pada periode tertentu, ketika
sarang sudah selesai digunakan bertelur
dan membesarkan anaknya. Sehingga
populasi burung ini tetap terjaga bahkan
akan bertambah. Dan kita tak henti
menikmati
Di gua, kita bisa “berternak”
kelelawar. Ada dua keuntungan yang
bisa kita hasilkan. Pertama, kelelawar
tersebut menjadi musuh alami dari
berbagai macam serangga hama.
Kedua, menjadikan kelelawar sebagai
sumber fosfat guano, yang terdiri dari
senyawa P2O5 yang biasa digunakan
untuk pupuk yang menggunakan fosfat
s e b a g a i s a l a h s a t u s e n y a w a
penyusunnya. Fosfat guano ini terjadi dari
endapan kotoran kelelelawar. Endapan
ini bertumpuk dan tertimbun dalam
jangka waktu lama. Fosfat guano yang
bermutu baik dihasi lkan oleh jenis
kelelawar pemakan serangga misalnya
species hipposideras diadema. Fosfat
guano ini sendiri juga perlu ditambang,
karena dapat mengkontaminasi sumber-
sumber air, apabila terdapat dalam
jumlah besar. Tetapi gangguan akibat
penambangan fosfat terhadap kelelawar
yang hidup dalam gua ini harus dikurangi,
salah satu caranya dengan melakukan
penambangan pada malam hari, saat
kelelawar melakukan aktitas di luar gua.
Gua juga dapat dikembangkan
sebagai obyek wisata, baik dengan atau
tanpa melakukan pemugaran sama
sekali. Gua dengan pemugaran bisa kita
lihat di gua Pindul dan gua Jomblang
(Gunungkidul), gua Tabuhan (Pacitan),
gua Jatij jar (Kebumen), gua Akbar
(Tuban), guwa Lawa (Trenggalek). Gua
kars yang tanpa pemuaran dapat
merupakan alternatif lain bagi pecinta
wisata penerobosan hutan maupun
p e n d a k i a n g u n u n g . P e r p a d u a n
keduanya dapat dikembangkan olah
raga yang penyusuran gua (caving),
panjat tebing (climbing), orientering, jalan
d a n l a r i l i n t a s a l a m ( h a s h i n g ) .
Pengelolaan ekowisata yang berbasis
kerakyatan merupakan salah satu upaya
alternatif terpilih yang dapat dilakukan.
Wisata bukan hanya milik agen wisata
PENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARS D
ALAM P
ERSPEKTIF P
ENANGGULANGAN B
ENCANA
36
atau pemandu wisata, tetapi juga milik
komunitas.
III. Tambang dan Risiko pada Kars
Otonomi daerah memicu masing-
masing lembaga eksekutif dan legislatif
menghitung-hitung potensi sumberdaya
daerahnya untuk dijual murah. Semua
bagaikan kebakaran jenggot, bersiasat
meningkatkan pendapatan asli daerah
(PAD) guna menutup kebutuhan rutin.
K a w a s a n k a r s t e n t u t i d a k l u p u t
perhitungan itu. Pikiran paling sederhana
dan konvensional adalah menjadikan
potensi kawasan kars tersebut sebagai
aset pertambangan. Apalagi, kehidupan
nyata keseharian kita tidak lepas dari
kebutuhan atas bahan tambang itu. Jika
dicermati, menempatkan kars sebagai
b a h a n t a m b a n g , b e r a r t i
menempatkannya kars sebagai bahan
“tidak berharga”. Untuk pertambangan
r a k y a t , d a n n a m p a k n y a p a d a
pertambangan skala besarpun, nilai yang
diberikan bukan atas bahan tambang,
tetapi atas proses penambangan :
m e n g h i t u n g o n g k o s g a l i d a n
memasukkan ke t ruk . Lebih jauh,
penambangan serampangan justru
merupakan tindakan menebar ancaman
yang akan menuai bencana dikemudian
hari. Setidaknya pada pemanfaatan
lahan dan air.
H a m p i r s e m u a p e m e r i n t a h
d a e r a h m e n a w a r k a n p o t e n s i
sumberdaya alamnya. Provinsi Jawa
Tengah misalnya, menawarkan potensi
batugamping yang diperkirakan sebesar
168.963.370.000 ton, dengan kandungan
CaCO3 antara 80 % - 95 %, yang tersebar
di Kabupaten Wonogir i , Kebumen,
Grobogan, Blora dan Rembang. Tanahliat
diperkirakan sebesar 38.003.491.490 ton
te r sebar d i Kabupaten Wonogi r i ,
Rembang, Grobogan, dan Banjarnegara.
Pas i r Kuarsa diperk i rakan sebesar
25.899.660.000 ton besar tersebar di
Kabupaten Rembang, Jepara dan Blora.
Gypsum diperkirakan sebesar 120.00 Ton
tersebar di Kabupaten Blora, Wonogiri,
T e g a l d a n G r o b o g a n . P r o s e s
penambangan ini bukan tanpa risiko.
Kenyataan menunjukkan bahwa
“lawan” pengelolaan kawasan kars untuk
p e m a n f a a t a n l e s t a r i b u k a n l a h
masyarakat lokal, tetapi modal para
pendatang. Modal telah mengancam
kawasan kars . Kawasan i tu te lah
dikapling-kapling untuk tambang dan
industri wisata. Pertambangan yang
37
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
datang ke kawasan kars, menjadikan
kawasan kars ini tercabik-cabik. Ini
hampir terjadi di semua kawasan kars di
Jawa. Di kawasan kars Gunungsewu
misalnya, jika kita terlambat, maka
morfotipe kars terbaik di dunia itu hilang
sudah. Di kawasan kars itu pula, eksploitasi
air sungai tanah dengan teknologi tinggi
dan debit tinggi akan mengganggu
keseimbangan tata air. Saat ini pun kita
sedang “kehilangan” satu gua Seropan.
Pembangunan instalasi eksploitasi air gua
itu telah merajam ornamen gua. Tidak
adakah cara lain yang dapat digunakan,
sehingga pembangunan tidak perlu
menghancurkan?
Perancanaan dan pemilihan
lokasi pertambangan diperlukan agar
t idak te r jad i sa lah tempat akan
menghancurkan ekosistem karst, fungsi
lahan dan sistem tata air. Perencanaan
per tambangan d ipe r lukan un tuk
memast ikan ”nasib” kondis i lahan
tersebut pasca pertambangan dilakukan.
Perencanaan pertambangan bukan
hanya memastikan ada reklamasi, tetapi
j u g a m e m a s t i k a n b a h w a p a s c a
pertambangan lahan berfungsi lebih
baik. Perencanaan pertambangan yang
baik juga untuk memastikan bahwa
pelaksanaan pertambangan akan
menguntungkan dan tidak memunculkan
korban, serta tidak merugikan sektor lain
saat ini dan di masa mendatang. Persepsi
m a s y a r a k a t a t a s k e g i a t a n
pertambangan harus dihargai karena
persepsi tersebut merupakan hasi l
p e m b e l a j a r a n a t a s p r a k t i k
pertambangan di tempat lain.
Prinsip “empan papan” dengan
perspektif konservasi ini memungkinkan
kawasan kars dimanfaatkan secara lestari
dan mutualistis. Seiring dengan laju
p e m b a n g u n a n d a n k e b u t u h a n
batugamping di pulau Jawa meningkat
tajam, cepat atau lambat kegiatan
penambangan yang sporadis akan
menghancurkan fenomena kars. Oleh
karenanya perlu segera di lakukan
pendataan ulang potensi kars untuk
membuat tata ruang yang benar. Dari
posisi itu tata ruang yang mendukung
semua komponen dapat berkembang
dengan baik. Tata ruang bukan sekedar
ditentukan atas kenampakan sik kan?
PENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARS D
ALAM P
ERSPEKTIF P
ENANGGULANGAN B
ENCANA
38
1. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. (Pasal 1 ayat 17 UU no 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana)
2. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana (Pasal 13 ayat 1 UU no 24/ 2007 tentang Penanggulangan Bencana)
3. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (Pasal 1 ayat 1 UU no 24/ 2007 tentang Penanggulangan Bencana)
39
Hal lain, proses rehabilitasi lahan
yang kita kenal sebagai upaya restorasi,
reklamasi dan remodel lahan tidak
pernah berjalan dengan baik. Restorasi
lahan sebagai upaya pemulihan lahan
sedekat mungkin kembali ke kondisi asli
sebelum ada tambang dengan seluruh
nilai lingkungan, ekologi dan peninggalan
bersejarahnya. Kegiatan ini hampir
mustahil dilakukan. Apalagi oleh kegiatan
tambang terbuka yang lazim digunakan
industri semen. Reklamasi lahan sebagai
upaya pemulihan lahan agar aman, stabil
dan tidak mudah tererosi. Lahan yang
semula digunakan untuk pertanian atau
hutan dapat kembali ke tingkat produksi
awal. Dari lahan pertanian, dikembalikan
k e l a h a n p e r t a n i a n . D a r i h u t a n
dikembalikan ke fungsi hutan. Proses ini
masih banyak kendala. Semen Gresik
masih menyisakan masalah dengan
Kabupaten Tuban berkenaan dengan
l a h a n t a m b a n g n y a y a n g b e l u m
direklamasi. Remodel lahan sebagai
upaya menciptakan tata guna lahan
baru yang sangat berbeda dengan
sebelum ada tambang, misa lnya
mengubah lahan bekas tambang
menjadi danau, lapangan golf, tempat
wisata, jauh panggang dari api. Di
Indonesia hanya ada satu contoh yang
bisa di lihat, yaitu Taman Wisata Garuda
Wishnu Kencana Bali.
IV. Pengurangan Risiko: Belajar Dari
Tegaldowo
Fenomena kars sudah jelas, tetapi
i n f o r m a s i t e n t a n g k a r s t e r b a t a s .
Pengkajian seksama perlu dilakukan dan
per l indungan kar s per lu men jad i
perhatian utama. Sampai saat ini belum
ada kebijakan perlindungan kars holistik,
sehingga pengelolaan kars berpotensi
t i d a k t e p a t a s a s p e m b a n g u n a n
berkelanjutan. Dari sisi penanggulangan
bencana, saat ini kita masih belum
sepenuhnya mampu meniadakan risiko
bencana. kemampuan k i ta untuk
mengident ikas i , memahami, dan
mengambil tindakan dalam menangani
risiko bencana dapat merubah tingkat
risiko. Semakin mampu mengindentikasi
dan memahami tingkat risiko akan
semak in tepat da lam melakukan
penyelenggaraan penanggulangan.
Permasalahannya, kita cenderung tutup
mata terhadap kebijakan pembangunan
yang berpotensi meningkatkan risiko.
P e r l u k e s a d a r a n k r i t i s b a h w a
p e m b a n g u n a n b u k a n h a n y a 1mengurangi risiko bencana , tetapi juga
berpotensi meningkatkan risiko bencana
dan memuncu lkan bahaya se r ta 2ancaman bencana baru; yang pada
3akhirnya akan menghadirkan bencana.
P e m b e l a j a r a n a t a s r i s i k o
pembangunan yang merentankan, serta
komponen-komponen yang menjadi
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
PENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARS D
ALAM P
ERSPEKTIF P
ENANGGULANGAN B
ENCANA
40
rentan dapat kita pelajari dari rencana
p e m b a n g u n a n p a b r i k s e m e n d i
Tegaldowo, Kabupaten Rembang.
Rencana pabrik tersebut secara langsung
m a u p u n t i d a k l a n g s u n g a k a n
merentankan lebih dari 49 gua, 4 sungai
bawah tanah dan 109 mataair yang
tersebar di wilayah Cekungan Air Tanah
(CAT) Watuput ih sebagai mataair
parenial yang mengalir di sepanjang
musim. Penambangan mengurangi
jumlah s impanan a i r di f fuse , dan
m e n i n g k a t k a n a l i r a n c o n d u i t .
Bertambahnya persentese aliran conduit
saat musim hujan akan mengakibatkan
banjir, dan berkurangnya persentase
aliran diffuse saat musim kemarau
menyebabkan mata a i r men jad i
kering.Apa yang menjadi rentan?
P e r t a m b a n g a n b e r p o t e n s i
merentankan zona jenuh air berada di
sekitar Sumber Semen dan mata air
Brubulan berada pada ketinggian 150
mdpl, sedangkan zona peralihan pada
ketinggian lebih kurang 190 mdpl.
Pertambangan akan merentankan
kualitas dan kuantitas serta sebaran
mataair berada pada zona ketinggian
100 – 350 mdpl tersebar di area CAT
Watuputih dan di wilayah yang berada di
sebelah baratdaya, utara dan selatan
pegunungan Watuputih.
CAT Watuputih merupakan hulu 2
sungai besar di Jawa Tengah, yaitu K. Solo,
K. Lusi dan K. Tuyuhan. Kerusakan ekologis
hulu secara langsung dan tidak langsung
berisiko pada ketiga DAS tersebut.
Daerah tangkapan hilir K. Solo berada
pada CATWatuputih dengan luasan 2.122
ha. Penambangan seluas 491.5 ha
berkontribusi pada kerentanan K. Mrayun,
K. Kowang, K. Kening, dan akan bermuara
di K. Solo di daerah Bojonegoro. Daerah
t a n g k a p a n K . L u s i t e r d a p a t d i
CATWatuputih dengan luas 126.9 ha dan
t i d a k t e r d a m p a k o l e h k e g i a t a n
penambangan. daerah tangkapan K. Lusi
tapak pabrik dengan luas 349.91 ha,
s e l a n j u t n y a b e r k o n t r i b u s i p a d a
kerentanan K. Sadang, K. Kedawung, K.
Ngampel, dan masuk ke K. Lusi yang akan
mengalir melewati Grobogan, dan
Purwodadi . Daerah tangkapan K.
Tuyuhan berada pada CAT Watuputih
dengan luas 319 ha. Terdampak kegiatan
penambangan seluas 69.01 ha. Daerah
tangkapan in i berkontr ibus i pada
kerentanan K. Sambung Dawong, K.
Grubugan, K.Kroyo, K.Tuyuhan dan
bermuara di laut Jawa didaerah Lasem.
4. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. (Pasal 6 ayat 17 UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.)
5. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehablitasi. (Pasal 1 ayat 5 UU No 24/ 2007 tentang Penanggulangan Bencana). Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi (a) pra bencana, (b) saat tanggap darurat, (c) pascabencana (pasal 33 UU No 24/ 2007 tentang Penanggulangan Bencana).
6. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan pra bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf a meliputi (a) dalam situasi tidak terjadi bencana, dan (b) dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana (Pasal 33 UU No 24/ 2007 tentang Penanggulangan Bencana).
7. Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf c meliputi: (a) identikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana; (b) kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi sebagai sumber bahaya bencana; (c ) pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi ancaman atau bahaya bencana; (d) penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; (e) penguatan ketahanan sosial masyarakat
41
Berkenaan dengan hal tersebut
maka masyarakat percaya kegiatan 4p e n c e g a h a n b e n c a n a u n t u k
mengh i langkan dan mengurang i
ancaman bencana perlu dilakukan.
Dalam perspektif penanggulangan
b e n c a n a , a p a y a n g d i l a k u k a n
m a s y a r a k a t m e r u p a k a n u p a y a
pencegahan dalam penyelenggaraan 5penanggulangan bencana pada saat
6pra bencana dalam situasi tidak terjadi 7bencana .
Dengan demikian apa yang
dilaksanakan masyarakat Tegaldowo
merupakan kegiatan pencegahan untuk
p e n g u r a n g a n r i s i k o b e n c a n a
sebagaimana dimaksud dalam pasal 35
huruf c meliputi:
a. identikasi dan pengenalan secara
pasti terhadap sumber bahaya atau
ancaman bencana; b. kontrol terhadap penguasaan dan
pengelolaan sumberdaya alam yang
secara tiba-tiba dan/atau berangsur
berpotensi sebagai sumber bahaya
bencana; c. pemantauan penggunaan teknologi
yang secara tiba-tiba dan/atau
berangsu r be rpotens i men jad i
ancaman atau bahaya bencana;
d. penataan ruang dan pengelolaan
lingkungan hidup; e . p e n g u a t a n k e t a h a n a n s o s i a l
masyarakat.
Mengapa pencegahan tersebut
dilakukan? Apakah kita meragukan
bahwa pembangunan yang kita lakukan
tidak berisiko pada aset kars kita? Tidak
merusak morfologi? Tidak merusak
volume reservoir? Tidak merusak sistem
kekar? Tidak merusak sistem sungai
bawah tanah? Tidak merusak tanah
penutup? T idak merusak vegetas i
penutup? Tidak merusak kualitas dan
kuantitas air? Tidak merusak aset lain?
V. Rekomendasi
Akar permasalahan adalah
strategi dan praktek pengelolaan yang
diterapkan di kawasan kars t idak
b e r d a s a r k a n p a d a m a n a j e m e n
konservasi karst dan air. Tingkat degradasi
dapat dikurangi apabila semua pihak
melakukan transformasi strategi dan
praktek pengelolaan kawasan karst;
sepakat menerapkan pengelolaan
konservasi ekosistem kars dan air ,
berdasarkan berdasarkan fungsi sosial,
biotis dan sik. Agar tidak hanya mimpi,
maka penerapan “sederhana” dapat
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
PENGELO
LAAN K
AW
ASAN K
ARS D
ALAM P
ERSPEKTIF P
ENANGGULANGAN B
ENCANA
42
dilakukan, antara lain dalam bentuk:
1. Kita lebih memperhatikan hal-hal yang
sensitif dan mendesak untuk dikerjakan
atau dihentikan. Diperlukan kajian
holistik atas sebab-akibat sebuah
kegiatan, di kawasan karst terhadap
lokasi dan waktu tertentu; terutama
pada kegiatan beresiko besar yang
mengakibatkan kerusakan ekosistem
dan siklus hidrologi, yang tidak mungkin
dilakukan usaha rehabilitasi. 2. Pemerintah daerah tidak memperbesar
dan menggantungkan PAD dar i
penambangan batutersebut. Perlu
segera mencari alternatif sumber
pendapatan dari aktitas pengelolaan
sumberdaya terbarukan Misalnya, PAD
melalui penyediaan air bersih, bukan
dari pajak usaha pertambangan. 3 . P e r l u a d a k e y a k i n a n b a h w a
pertambangan tidak akansustainable.
Leb ih b i jaksana memi l ih lokas i
penambangan d i lokas i , yang
berdasarkan kajian holist ik t idak
m e m i l i k i d a m p a k l u a r p e n t i n g
terhadap ekosistem kars dan siklus
hidrologi. Sekalipun transportasi lebih
mahal, dan investasi lebih mahal.
k e m a m p u a n k i t a u n t u k
mengidentikasi, memahami, dan
m e n g a m b i l t i n d a k a n d a l a m
menangani risiko bencana dapat
merubah tingkat risiko4. Pola pemanfaatan ruang yang baik
merupakan modal awal untuk usaha-
usaha pengurangan risiko bencana.
jangan kita mencari keuntungan
dengan cara merugikan pihak lain.
Jangan kita mencari keuntungan dan
mengurangi r i s iko dengan cara
meningkatkan risiko pihak lain.
http://nou22femme.les.wordpress.com
KARST MAROS-PANGKEP DAN PERLINDUNGAN TAMAN NASIONAL
BANTIMURUNG BULUSARAUNG
Oleh: Zulkarnain Yusuf
Executive Summary
The charm and uniqueness Karst of Maros-
Pangkep, not only storing the high
potential economic and Ecological, But
also the area of a Living Space For Various
Species and it was a giant laboratory for
the development of science and life
testimony of the ancient history of
Mankind. It's ironic the the potential of it
s imply invit ing wealth problems in
uti l ization, industrial mining marine
spreading terror threat Karst and safety for
life sustainability living things in this area.
What was the genuine role of the
government policies toward ecosystem of
Karst in Maros-Pangkep Karst area? Is the
policies was made as an effort of the
guarantee protection of an exisisting Karst
ecosystem in that area? How was the the
extractive industry in exploiting the raw
materials of Karst for the needs of the
business market of marble quarries and
cement mine. Is there a strong relationship
which able to measure the destructive
f o r c e o f t h e M a s t e r p l a n f o r t h e
A c c e l e r a t i o n a n d E x p a n s i o n o f
Indonesian Economic Development
policy (MP3EI) in the corridor-4 Sulawesi
towards Maros-Pangkep Karst ecosystem.
In the end, we just can make an
argumentation, analysis, and opinion
toward the concrete situation made by
the destructive of Karst theritories. We
often forget that the form of capital
birocrate space policies always makes an
area as a commodity or a storefront
space for the benet of production
Capital Corporation. Because until this
moment the rate of destruction keeps
continues and tearing the landscape wall
and the tower of Karst and the damage
became a certainty.
I. Ekosistem Karst Maros-Pangkep,
Ruang Hidup dan Keistimewaannya
Seorang naturalis, Alfred Russel
Wallace memberikan julukan “The
K i n g d o m o f B u t t e r y ” , u n t u k
menggambarkan pesona keindahan
alam Bantimurung, setelah melakukan
eksplorasi ora dan fauna di Bantimurung
yang merupakan bagian dari kawasan
Karst Maros pada tahun 1857. In i
dilakukannya setelah mempublikasikan
laporan-laporan perjalanan dan koleksi
spesimennya. Sejak saat itulah deskripsi
kawasan Karst Maros-Pangkep dan
keanekaragaman hayatinya mulai
dikenal oleh para ilmuwan, naturalis, dan
masyarakat di Eropa. Kawasan Karst yang
berada dalam wilayah administratif
kabupaten Maros dan kabupaten
Pangkep ini, merupakan gugusan tower-
tower Karst, yang menyebar di 13 wilayah
45
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
kecamatan, yakni meliputi kecamatan
Bantimurung, Simbang, Cendrana,
Camba, Mallawa, Tompobulu, Bontoa,
dan Turikale, serta di Kabupaten Maros,
serta kecamatan Balocci, Minasa Te'ne
selanjutnya kecamatan.Tondong tallasa,
Bungoro, Labakkang di kabupaten
Pangkep.
T i d a k h a n y a k e u n i k a n
geomorfologi yang tiada duanya di
Indonesia, keindahan panorama alam
kawasan Karst Maros-Pangkep, dan
potensi keberagaman makhluk hidupnya
sangat kaya. Kawasan ini telah ribuan
tahun menjadi ruang h idup bagi
beragam species tumbuhan dan hewan.
y a n g m e n d i a m i t i d a k h a n y a d i
permukaan tanah ataupun tebing-tebing
Karst yang curam, melainkan juga hidup
di kegelapan gua-gua bawah tanah
yang banyak terdapat di kawasan Karst
Maros-Pangkep. Di kawasan ini terdapat
tidak kurang dari 284 species tumbuhan
berkayu, 103 species kupu-kupu yang
beberapa diantaranya merupakan jenis
endemik, serta beberapa species penting
lain yang kondisi populasinya sudah
semakin menurun di alam, misalnya, kera
hitam Sulawesi yang merupakan jenis
pr imata endemik Sulawesi , kuskus
beruang dan kuskus kecil yang khas,
berbagai jenis kelelawar, musang
Sulawesi, dan jenis primata terkecil di
dunia, Tarsius Spectrum atau Balao-
Cengke juga telah resmi tercatat sebagai
penghuni kawasan ini. Kars Maros-
Pangkep menjadi kawasan Karst yang
paling terkenal di Indonesia karena
landskapnya yang spesik dan memiliki
keanekaragaman hayati tertinggi di Asia
Tropika (Deharveng & Bedos 1999 dalam
Suhardjono dkk, 2007) . Kekayaan
keanekaragaman hayati kars Maros-
Pangkep, telah memperkaya khasanah
dan koleksi bioversity bangsa Indonesia,
dan menjadi bagian dari sumber ilmu
pengetahuan dunia yang harus dilindungi
dan dijaga daya dukung ekosistemnya.
Keindahan kawasannya juga memiliki
nilai tinggi sebagai potensi wisata,
utamanya objek wisata Bantimurung
yang terdapat dalam kawasan Karst
Maros.
Keistimewaan kawasan Karst
seolah tak pernah habis, Karst juga
merupakan reservoir atau penyimpan air
raksasa dan pengatur tata air yang
sangat strategis kedudukannya dalam
menopang aktivitas produksi masyarakat
di kab. Maros dan Pangkep.
Dengan formasi geologi utama
berupa batuan kapur, kawasan kars dan
kawasan hutan di sekitarnya merupakan
catchment area bagi beberapa sungai
besar di Sulawesi Selatan. Beberapa
KARST M
AROS-P
ANGKEP D
AN P
ERLIN
DUNGAN T
AMAN N
ASIO
NAL B
ANTIM
URUNG B
ULU
SARAUNG
46
sungai berhulu di kawasan ini, antara lain
sungai Walanae yang merupakan salah
satu sungai yang mempengaruhi sistem
hidrologi danau Tempe di Kabupaten
Wajo. Sungai lainnya adalah Sungai
Pangkep, Sungai Pute dan Sungai
Bantimurung-Maros. Di samping itu juga
ditemukan beberapa mata air dan sungai
kecil, terutama di gugusan bebatuan
Karst, serta aliran air bawah tanah pada
sistem perguaannya. Dapat disimpulkan
bahwa kawasan Karst Maros-Pangkep
merupakan kawasan penting, sebagai
sumber air untuk kebutuhan pertanian,
pertambakan dan ai r bers ih bagi
beberapa wilayah kabupaten di propinsi
Su lawes i Se latan. Tanah, a i r dan
kebudayaan bertan i t idak dapat
dipisahkan. Bahwa disetiap hamparan
t a n a h / a r e a l d a t a r , y a n g
menghubungkan tiap gugusan Karst,
t e r d a p a t k a w a s a n h u t a n , s e r t a
terbangun kebudayaan pertanian
masyarakat yang berbas i s pada
pertanian subsisten. Yang kemudian
membuat pola relasi yang kuat antara
masyarakat dan sumber daya hutan
yang menjadi satu kesatuan dari sistem
e k o l o g i k a w a s a n K a r s t .
Pada tahun 1902-1903, ahl i
prasejarah, Frits Sarasin dan Paul Sarasin
berhasil menemukan sisa-sisa peralatan
manusia prasejarah berupa serpih, bilah,
mata panah dan alat-alat yang terbuat
dari tulang di gua Cakondo, Ulu Leba dan
Balisao Kabupaten Maros. Para ahli
menarik kesimpulan bahwa, pada masa
prasejarah, gua-gua payung atau rock
s h e l t e r d i k a w a s a n K a r s t M a r o s
merupakan satu-satunya tempat yang
ideal untuk berlindung. Baik sebagai
tempat tinggal maupun sekedar transit,
dalam melakukan perjalanan migrasi
penduduk dari daratan asia ke kawasan
p a s i k . P a d a t a h u n 2 0 0 7 B a l a i
Peninggalan Prasejarah dan Purbakala
Sulawesi Selatan melaporkan bahwa 27
Situs Purbakala yang wajib dilindungi di
kawasan kars Maros-Pangkep dari total 89
gua prasejarah yang ada. Di kawasan ini
juga terdapat tidak kurang dari 400 gua
yang dapat menyajikan keindahan
bentukan ornamen gua (speleotem).
Gua-gua di kawasan karst Maros-
Pangkep, terutama gua fosil mempunyai
nilai arkeologi yang tinggi. Di dalamnya
banyak dijumpai lukisan gua manusia
prasejarah, yang dapat menguak
kehidupan manusia prasejarah dan
budayanya. Sebagai kawasan yang
dapat memberikan kesaksian sejarah
kehidupan manusia purba yang pernah
mendiami tempat ini. Sehingga tidaklah
berlebihan bila kawasan ini kemudian
menjadi tempat istimewa bagi para
ilmuwan dan naturalis untuk melakukan
r i s e t d e m i p e n g e m b a n g a n i l m u
pengetahuan, dengan kata lain kawasan
Karst adalah laboratorium alam raksasa
u n t u k p e n e l i t i a n d a n p e m a j u a n
pendidikan.
47
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
II. K e b i j a k a n N e g a r a y a n g
Mempengaruhi Kawasan Karst, dan
Sejarah Pengelolaan Karst Maros-
Pangkep Sebagai Ruang Perlindungan.
Kementerian Kehutanan dan
Kementerian ESDM, merupakan dua
raksasa pemilik klaim terbesar atas ruang
kawasan Karst Maros-Pangkep, sekaligus
p e m i l i k r e g u l a s i y a n g p a l i n g
mempengaruhi pengelolaan kawasan.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan,
N o . 3 9 8 / M e n h u t - I I / 2 0 0 4 t e n t a n g
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan pada
K e l o m p o k H u t a n B a n t i m u r u n g -
Bulusaraung, dan menjadikannya
sebagai kawasan Taman Nasional
Bantimurung-Bulusaraung seluas ± 43.750
Ha, te lah membuat Kementer ian
Kehutanan menjadi penguasa yang
paling berpengaruh atas kawasan kars
Maros-Pangkep, karena dari sekitar 40,000
Ha luas kawasan Karst Maros-Pangkep,
20,000 Ha diantaranya masuk dalam
kawasan taman nasional Babul.
Kebijakan perlindungan kawasan
dalam bentuk Taman Nasional, bukanlah
sebuah upaya perlindungan yang baru
terhadap kawasan Karst Maros-Pangkep.
Sebelumnya berbagai kebijakan Negara
juga lahir untuk melindungi ekosistem
Karst yang sangat penting. Pengalaman
praktik dalam perlindungan kawasan
Karst Maros-Pangkep, telah memiliki
sejarah yang panjang. Negara ini telah
banyak belajar dan memiliki rangkuman
pengalaman yang sangat berharga
dalam mengupayakan perlindungan
kawasan. Hampir seratus tahun, kita
berpraktek mengupayakan perlindungan
kawasan Karst, semestinya teori-teori
termaju dari gerakan konservasi yang
populis atau perlindungan kawasan yang
m e m b e r i k a n r a s a k e a d i l a n b a g i
kemanusiaan dapat lahir dari kawasan ini.
Pemerintah kolonial Belanda pada awal
abad ke-XX, mengambi l langkah
menertibkan status penetapan dan
penataan kawasan-kawasan hutan di
seluruh bagian kawasan Karst Maros-
Pangkep serta areal berhutan lain di
sekitarnya. Air terjun Bantimurung yang
mulai terkenal sejak kunjungan Wallace
dijadikan kawasan konservasi sejak tahun
1919 dengan luas 18 Ha berdasarkan
Guvernements Besluits tanggal 21-2-1919
No.6 Staatblad No.90. Delapan puluh
tahun kemudian, Menteri Kehutanan dan
Perkebunan menerbitkan Keputusan
Nomor: 890/Kpts-II/1999 tanggal 14
Oktober 1999, yang menjadikan kawasan
karst Maros-Pangkep dan kawasan lain di
[Lukisan pada dinding gua prasejarah di kars Maros-Pangkep]
KARST M
AROS-P
ANGKEP D
AN P
ERLIN
DUNGAN T
AMAN N
ASIO
NAL B
ANTIM
URUNG B
ULU
SARAUNG
48
sekitarnya sebagai kawasan hutan
dengan fungsi lindung, produksi dan
konservasi. Antara dekade 1980-2000, di
kawasan karst Maros-Pangkep telah
ditunjuk dan/atau ditetapkan 5 unit
kawasan konservasi seluas ± 11.906,9 Ha
(TWA. Bantimurung seluas 118 Ha, TWA.
Gua Pattunuang seluas 1.506,25 Ha, CA.
Bantimurung seluas 1.000 Ha, CA.
K a r a e n t a s e l u a s 1 . 2 2 6 H a , C A .
Bulusaraung 8.056,65 Ha). Barulah pada
tanggal 18 Oktober 2004, Menter i
Kehutanan menerbitkan Keputusan
Nomor SK.398/Menhut-II/2004 tentang
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan pada
K e l o m p o k H u t a n B a n t i m u r u n g -
Bulusaraung seluas ± 43.750 Ha terdiri dari
Cagar Alam seluas ± 10.282,65 Ha, Taman
Wisata Alam seluas ± 1.624,25 Ha, Hutan
Lindung seluas ± 21.343,10 Ha, Hutan
Produksi Terbatas seluas ± 145 Ha, dan
Hutan Produksi Tetap seluas ± 10.335 Ha
ter letak di Kabupaten Maros dan
Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan,
menjadi Taman Nasional Bantimurung
B u l u s a r a u n g . P r o d u k k e b i j a k a n
perlindungan dalam bentuk taman
nasional ini, tentulah dapat kita harapkan
dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi
setelah 8 tahun masa penetapannya,
p e n g e l o l a a n T N . B a n t i m u r u n g -
Bulusaraung, masih harus mengalami
banyak permasalahan, yang seolah ingin
menguji seberapa kuat daya proteksi
yang bisa dilakukannya.
K e p u t u s a n M e n t e r i
Pertambangan dan Energi, Nomor: 1518
K/20/MPE/1999, Tentang Pengelolaan
kawasan Karst dan Keputusan Menteri
Energi Dan Sumber Daya Mineral, Nomor:
1456 K/20/MEM/2000, tentang Pedoman
Pengelolaan Kawasan Kars. Kedua
regulasi ini dengan terang menjelaskan,
bahwa pengelolaan kawasan Karst
b e r t u j u a n u n t u k p e n g o p t i m a l a n
pemanfaatan kawasan Karst yang
berwawasan l ingkungan, dengan
s a s a r a n p e n i n g k a t a n u p a y a
perl indungan kawasan Karst yang
memiliki arti penting dalam pelestarian
fungsi hidrogeologi, proses geologi, ora
dan fauna serta nilai sejarah dan budaya.
Serta sasaran untuk pelestarian keunikan
dan kelangkaan bentukan alam di
kawasan Karst.
Satu lagi Keputusan Menteri
tentang pedoman pengelolaan kawasan
Karst, mengatur soal klasikasi kawasan
Karst , yaitu kawasan Karst kelas I
m e r u p a k a n k a w a s a n l i n d u n g
sumberdaya alam, yang tidak boleh
ditambang. kawasan Karst kelas II, dapat
dilakukan kegiatan usaha pertambangan
dan kegiatan lain, tetapi harus dilengkapi
dengan studi lingkungan (Amdal atau UKL
dan UPL) . kawasan Karst ke las I I I
merupakan kawasan yang tidak memiliki
kriteria sebagaimana dimaksud dalam
49
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
kawasan Karst kelas I dan II. dan Di dalam
kawasan Kars kelas III dapat dilakukan
kegiatan pertambangan.
Upaya inventarisasi, penyelidikan
dan penetapan klasikasi kawasan Karst,
agar sesuai dengan situasi objektf di
dalam kawasan, tentunya tidak semudah
s e p e r t i y a n g k i t a b a y a n g k a n .
Pengumpulan data, pembuatan peta
dan penyusunan laporan teknisnya,
pastinya memiliki tahapan-tahapan yang
rumit dan pembiayaan yang besar dalam
pengerjaannya. Hal inilah yang membuat
proses penetapan klasikasi kawasan
Karst I - III Maros–Pangkep, sampai saat ini
belum terealisasi. Penyebab lainnya
adanya faktor benturan kebijakan
sektoral yang menguasai peruntukan
pemanfaatan dan pengelolaan kawasan
Karst sebagai kawasan hutan. Temuan
lapangan, hasil investigasi WALHI Sulawesi
Selatan mengungkap bahwa, sebagian
besar Wilayah Ijin Usaha Pertambangan
(WIUP) marmer dan semen yang terdapat
dalam kawasan Karst Maros-Pangkep.
Berdasarkan pada kriteria klasikasi Karst
yang ada, justru berada dalam kawasan
Karst kelas I, yang seharusnya mendapat
perlindungan dari Negara. Terjadinya
inkons i s tens i kebi jakan dan fakta
di lapangan merupakan salah satu
problem mendasar dalam pengelolaan
kawasan Karst.
Kawasan Lindung Geologi untuk
bentang alam Karst yang disebutkan
dalam Peraturan Pemerintah .26 Tahun
2008, tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN), merupakan
angin segar perlindungan kawasan Karst.
Menurut PP.26/2008, Kawasan Lindung
Geologi, salah satunya adalah kawasan
cagar alam geologi, yang memiliki
keunikan bentang alam, dan ditetapkan
dengan criteria; memiliki bentang alam
g o a ; m e m i l i k i b e n t a n g a l a m
ngarai/lembah; memiliki bentang alam
kubah; atau memiliki bentang alam Karst.
Kemudian muncullah kontroversi yang
dipicu oleh penafsiran pasal 60, ayat (2),
huruf f, yang menyebutkan kawasan
lindung geologi adalah kawasan yang
memiliki bentang alam Karst. pasal ini
kemudian menimbulkan interpretasi dan
persepsi yang berbeda-beda terkait
dengan kawasan lindung geologi.
Penggiat lingkungan hidup dan
pemerhati Karst melihat bahwa bentang
alam Karst merupakan kawasan yang
mengandung nilai keanekaragaman
hayati dan non hayati yang tinggi, selain
mempunyai nilai-nilai ilimiah, ekonomi,
ekologis dan kemanusiaan. Bahwa nilai-
nilai strategis yang dimiliki oleh kawasan
Karst haruslah di kelola dengan sangat
hati-hati, karena bila satu komponennya
t e r g a n g g u m a k a k e s e i m b a n g a n
ekosistemnya akan terganggu pula, dan
akan berdampak negatif terhadap
keber lan ju tan dan daya dukung
kawasan. Di lain pihak, para pengusaha
KARST M
AROS-P
ANGKEP D
AN P
ERLIN
DUNGAN T
AMAN N
ASIO
NAL B
ANTIM
URUNG B
ULU
SARAUNG
50
tambang menilai bahwa ketika kawasan
Karst sepenuhnya menjadi kawasan
lindung maka industri tambang, nilai
e k o n o m i d a n k e p e n t i n g a n
pembangunan akan terpinggirkan, dan
disisi lain, kebijakan izin pemanfaatan
Karst untuk industri tambang terlebih
dahulu dikeluarkan oleh pemerintah, jauh
sebelum terbitnya PP.26/2008, yang
menetapkannya sebagai kawasan
l i n d u n g g e o l o g i . P e r t a n y a a n n y a
kemudian, apakah PP.26/2008 mampu
untuk mencegah laju kerusakan kawasan
Karst? Karena paska ditetapkannya PP ini
p a d a t a h u n 2 0 0 8 , b e l a s a n I U P
pertambangan baik yang baru maupun
perpanjangan masih tetap diterbitkan
oleh pemerintah daerah.
III . I n d u s t r i P e r t a m b a n g a n d i
K a w a s a n K a r s t M a r o s - P a n g k e p ,
Mendulang Keuntungan, Merusak
Ekosistem & Mengancam Keselamatan
Hidup Masyarakat Lokal
Relasi ekonomi-pol i t ik, yang
m e n g h u b u n g k a n k e p e n t i n g a n
e k o n o m i / i n v e s t a s i p e r u s a h a a n -
p e r u s a h a a n t a m b a n g , d e n g a n
kekuasaan politik pejabat di daerah untuk
maksud penguasaan sumber daya
kawasan dan akumulasi capital, sangat
mempengaruhi arah pemanfaatan
k a w a s a n K a r s t . K e d u a p e m i l i k
kepentingan ini penerima manfaat
terbesar dari kawasan Karst, baik secara
vulgar maupun tertutup melakukan koalisi
d e n g a n m e m p r o p a g a n d a k a n
pentingnya peningkatan investasi di
i n d u s t r i t a m b a n g , y a n g s a n g a t
d i b u t u h k a n d e m i p e m a j u a n
pembangunan & memacu pertumbuhan
ekonomi daerah untuk kesejahteraan
rakyat. Untuk itu, pemerintah kabupaten
'wajib' memberikan ruang seluas-luasnya
bagi investasi tambang. Dan upaya koalisi
ini kini dipermudah dengan lahirnya
U n d a n g - U n d a n g M i n e r b a y a n g
berkontribusi besar dalam memuluskan
jalan bagi pemerintah daerah untuk
menerbitkan dan memberikan sebanyak
mungkin Izin Usaha Pertambangan
kepada perusahaan-perusahaan
tambang.
Tahun 2012, Data Dinas Energi dan
Sumber Daya Mineral Propinsi Sulawesi
Selatan tahun 2012 menyebutkan
sebanyak 29 izin Usaha Pertambangan
( IUP) jen is marmer d ike luarkan di
Kabupaten Maros, dengan luas WIUP
51
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
yang bervariasi 16.7 Ha hingga 50 Ha.
Tercatat 22 perusahaan marmer yang
beroperasi di Kab.Maros, memiliki total
luas WIUP marmer seluas 781 Ha. Untuk
wilayah kabupaten Pangkep dikeluarkan
44 IUP yang diber ikan kepada 39
perusahaan tambang marmer, dengan
luasan masing-masing WIUP 5 Ha – 50 Ha.
Total luas WIUP marmer yang ada di
Kab.Pangkep adalah 1,270 Ha, yang
t e r d a p a t d i 5 K e c a m a t a n .
Tapi dari usaha pertambangan
yang ada, industri semen yang paling
agresif mengerogoti kawasan Karst. Di
Karst Maros-Pangkep trdapat 2 industri
semen besar yang mengusai Wilayah Izin
Usaha Pertambangan batu gamping
dengan total luas 2,354.7 Ha, yakni Semen
Tonasa seluas 1,354.7 Ha di Kab Pangkep,
dan Semen Bosowa dengan luas 1,000 Ha
di Kab. Maros. Ke 73 IUP marmer dan 3 IUP
perusahaan semen, wilayah izin usaha
pertambangannya teridentikasi berada
dalam kawasan Karst yang masuk dalam
kawasan hutan lindung, hutan produksi,
h u t a n p r o d u k s i t e r b a t a s , a r e a l
penggunaan lain, dan diduga juga
masuk dalam kawasan konservasi.
Penting di pahami bahwa sebagian besar
WIUP marmer dan semen tersebut berada
dalam kawasan Karst kelas I dan II. yang
mana untuk Karst kelas I tidak boleh
ditambang, dan Karst kelas II, boleh di
tambang dengan syarat pengelolaan
lingkungan yang ketat. Bahwa sebagian
WIUP tersebut juga menjadi bagian dari
kawasan lindung geologi, sebagaimana
ciri-ciri sik bentang alam Karst yang
dimaksud dalam PP.26/2008. Hasi l
investigasi WALHI Sulsel pada tahun 2011,
m e l a p o r k a n b a h w a s e l a i n
pertambangan marmer dan semen, di
dalam maupun di sekitar kawasan Karst
Maros-Pangkep juga terdapat jenis usaha
tambang yang lain. 7 IUP Batubara
dengan total luas 4.639.03 Ha. Tambang
pasir silika seluas 77 Ha, 25 Ha diantaranya
ada lah kawasan Hutan L indung.
Tambang tanah liat untuk Industri seluas
74.8 Ha. Usaha tambang khromit dengan
luas wilayah IUP 195 Ha.
Total luas wilayah izin usaha
pertambangan semen dan marmer yang
terdapat dalam kawasan Karst Maros-
Pangkep seluas 4,405.7 Ha. ini belum
termasuk untuk jenis tambang lain yang
juga berada di dalam dan sekitar
kawasan Karst Maros-Pangkep. Bila
d i h i t u n g p r e s e n t a s e l u a s a r e a l
pertambangan semen dan marmer
dengan total keselurahan luas kawasan
Karst Maros-Pangkep yang seluas 40,000
Ha, maka sekitar 11% dari luas kawasan
tersebut adalah areal pertambangan,
y a n g p a s t i n y a a k a n m e n g a l a m i
kerusakan, atau bahkan hilang dari peta
Sebaran areal tambang batu gamping di kawasan karsMaros-Pangkep (Achmad 2011)
KARST M
AROS-P
ANGKEP D
AN P
ERLIN
DUNGAN T
AMAN N
ASIO
NAL B
ANTIM
URUNG B
ULU
SARAUNG
52
bumi. Sudah puluhan tahun aktitas
pertambangan merambah kawasan
Karst Maros-Pangkep, hal ini membuat
industry tambang menjadi sangat mapan
untuk dapat memastikan eksploitasi
dalam kawasan terus berlanjut. Secara
ekonomi entah telah berapa banyak nilai
keuntungan yang berhasil dihisap oleh
puluhan industry keruk ini dalam setahun.
Dan seberapa besar nilai ekologis dalam
kawasan yang telah dirusaknya, adalah
satu pertanyaan yang semestinya harus
b i sa d i jawab dan d ipertanggung
jawabkan. Pe rusahaan tambang
M e n g a i s k e u n t u n g a n d e n g a n
memproduksi bencana bagi lingkungan
hidup dan kemanusiaan. Dampak yang
saat ini terjadi di dalam dan sekitar
kawasan, yaitu hilangnya harmonisasi
kehidupan antara alam dan masyarakat,
serta rusaknya ruang hidup kawasan. Dan
bagi para petani di sekitar kawasan tidak
ada lagi masa depan atas ruang
produksi, semua telah di persembahkan
demi kepentingan akumulasi kapital.
Desa Mangilu di kabupaten Pangkep,
dapat dijadikan contoh dari praktek
massif industry destruktif. yang mana ada
4 0 I U P e r t a m b a n g a n y a n g
mengeksploitasi wi layahnya, yang
kemudian menjadikan desa tersebut
sebagai desa debu di ladang tambang,
yang tidak lagi memiliki hari depan.
IV. MP3EI dan Perluasan Kerusakan
E k o s i s t e m K a r s t M a r o s , P a n g k e p
Dalam kurun waktu 3 tahun
terakhir, untuk meningkatkan kapasitas
produksi, perusahaan industry semen di
S u l a w e s i S e l a t a n m e l a k u k a n
pengembangan dan perluasan pabrik
semen mereka, baik yang dimiliki oleh
semen tonasa di Kab.Pangkep,yang
berencana meningkatkan produksinya
hingga 6.7 juta ton pertahun. Maupun
yang di usahakan oleh semen bosowa di
Kab.Maros, yang menetapkan target
peningkatan produksi sampai 3 juta ton
pertahun. ekspansi perusahaan tersebut
dengan dalih bahwa kebutuhan dan
permintaan semen untuk pasar dalam
negeri terus meningkat. Pada tahun 2013,
juga ada rencana investasi baru untuk
pengembangan pabr ik semen d i
Kab.Maros. PT Conch dari China, akan
menanamkan modal 5 tri l iun untuk
menjadi salah satu perodusen semen di
Sulawesi Selatan. Pabrik semen ini akan
dibangun di Kecamatan Simbang dan
Tompobulu, dengan luas wi layah
pengembangan sekitar 500 hektar. Makin
bersemangatnya pengembangan dan
perluasan industry semen, tentu saja
berimplikasi kuat terhadap daya dukung
potensi batu gamping yang terdapat
dalam kawasan. Ini berarti akan terjadi
eksploitasi yang makin meluas terhadap
kawasan Karst Maros-Pangkep.
953
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
Fenomena pengembangan
industry semen di Sulawesi Selatan, bukan
tanpa dasar analisa ekonomi yang tajam
dari para operator industry semen di
Sulsel, yang menguasai sebagian pasar
semen dalam negeri, khususnya untuk
kawasan timur Indonesia. Indikasi kuat
dari makin massifnya pengembangan
industry semen, utamanya di picu oleh
banyaknya mega proyek pembangunan
infrastruktur yang di programkan dalam
Master Plan Percepatan dan Perluasan
Ekonomi Indonesia (MP3EI). Berdasarkan
laporan Tim Kerja Komite Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi KP3EI
Koridor Ekonomi Sulawesi, pada tanggal
10 Mei 2012 di Jakarta, Pada table Indikasi
Investasi Infrastruktur Di Koridor Ekonomi
(KE) Sulawesi, per 7 Mei 2012, kita dapat
melihat besarnya gelembung proyek
infrastruktur, yang diperkirakan akan
meledakkan perekonomian di koridor
ekonomi Sulawesi. Dan tentu saja industry
semen menjadi industry strategis untuk
mendulang keuntungan dari ledakan
te r sebut . Tabe l Ind ikas i Inves tas i
Infrastruktur Di Kawasan Perhatian
Investasi (KPI) Koridor Ekonomi (KE)
Sulawesi, per 7 Mei 2012
Pada table di bawah, terdapat
121 proyek infrastruktur dengan total nilai
investasi 201 tr i lyun lebih, yang di
programkan pelaksanaannya di KPI
Koridor Ekonomi Sulawesi. 121 proyek
infrastruktur tersebut, bisa dipastikan
sebagian besar pengerjaan konstruksinya
menggunakan semen sebagai bahan
baku utamanya. Dapat dibayangkan
berapa banyak kebutuhan semen yang
akan dihabiskan dalam proyek-proyek
infrastruktur tersebut, dan seberapa kuat
i n d u s t r y s e m e n u n t u k m e m e n u h i
kebutuhan pasar yang dipersembahkan
megaproyek MP3EI di 6 koridor ekonomi
yang ada. Kawasan Karst Maros-Pangkep
sebagai pemasok utama bahan baku
industry semen di Sulsel, tentu akan
mengalami dampak dan beban ekologis
yang makin besar dar i s i tuas i in i .
Pertanyaannya kemudian seberapa
besar nilai ekologis kawasan Karst Maros-
Pangkep yang akan hilang dan di
korbankan untuk membiayai proyek-
proyek ambisius MP3EI. Apakah kawasan
Kar s t Maros -Pangkep harus te rus
memfasilitasi keserakahan yang ditebar
oleh para pemilik capital yang tersaji
dalam MP3EI.
Tabel Indikasi Investasi Infrastruktur Di Kawasan Perhatian Investasi (KPI)Koridor Ekonomi (KE) Sulawesi, per 7 Mei 2012
(Sumber: Dokumen Laporan Tim Kerja KP3EI Koridor Ekonomi Sulawesi)
KARST M
AROS-P
ANGKEP D
AN P
ERLIN
DUNGAN T
AMAN N
ASIO
NAL B
ANTIM
URUNG B
ULU
SARAUNG
54
Hingga pada akh i rnya k i ta
m e n y a d a r i b a h w a M a s t e r P l a n
Percepatan dan Perluasan Ekonomi
Indonesia, sesungguhnya adalah Master
Plan Percepatan Pengrusakan Kawasan
Karst Indonesia.
V. Degradas i Kawasan Kars &
Rusaknya Sistem Sosial-Ekologi dalam
Ruang Kapital.
Kegiatan penambangan Karst
adalah kegiatan yang pasti merubah
bentang alam yang ada menjadi
lingkungan baru yang berbeda. Karst
adalah sumber daya alam yang tidak
dapat lagi diperbarui. Penambangan
d a p a t m e n c i p t a k a n k e r u s a k a n
lingkungan yang serius dalam suatu
kawasan. Skala potensi kerusakan ini
tergantung pada berbagai faktor
kegiatan pertambangan dan faktor
keadaan lingkungan. Faktor kegiatan
pertambangan antara lain berkaitan
dengan letak kedudukan mineral, faktor
teknik pertambangan, pengolahan, dan
sebagainya. Sedang faktor lingkungan
adalah faktor kepekaan dan daya
dukung lingkungan, antara lain faktor
geogras dan morfologis, faktor fauna
dan ora, faktor hidrologis dan lain-lain
(KLH, 2000). UNEP (1999) menggolongkan
dampak-dampak yang timbul dari
kegiatan pertambangan sebagai berikut:
1. K e r u s a k a n h a b i t a t d a n
keanekaragaman hayati pada
lokasi pertambangan, baik yang
ada di permukaan, maupun gua-
gua dan aliran sungai yang
terdapat di bawah tanah.2. Perubahan landskap/gangguan
visual/kehilangan penggunaan
lahan.3. Pencemaran yang disebabkan
oleh limbah tambang dan tailing.4. Kecelakaan/ terjadinya longsoran
fasilitas tailing.5. Peningkatan emisi udara, debu,
perubahan iklim dan konsumsi
energi.6. Pelumpuran dan perubahan
aliran sungai serta perubahan air
tanah dan kontaminasi.7. Kebisingan, radiasi dan toksisitas
logam berat.8. Perusakan peninggalan budaya
dan situs arkeologi.
55
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
9. Te rganggunya/menurunnya
kesehatan masyarakat dan
permukiman di sekitar tambang.
Peta Ancaman Tambang di Desa
SalenrangPemberian IUPertambangan
t a n p a d i d a s a r k a n p a d a k a j i a n
lingkungan hidup yang strategis, dan
tanpa mempertimbangkan daya dukung
serta daya tampung lingkungan hidup
dalam kawasan, merupakan mesin
penghancur keanekaragaman hayati,
situs-situs purba, menghilangkan hak
rakyat atas tanah dan melanggar
jaminan perl indungan Hak Ekosob
masyarakat . Ser ta d i s i s i la in juga
menggeser cara berproduksi masyarakat
dari bertani menjadi buruh-buruh murah
d i p e r t a m b a n g a n , s e k a l i g u s
menjadikannya sebagai masyarakat
yang konsumt i f dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, ini dapat kita
saksikan disekitar areal wilayah usaha
per tambangan yang ada da lam
kawasan, utamanya pada industry
s e m e n . d a n y a n g p a l i n g
mengkhawatirkan ancaman terhadap
keberlanjutan sumber daya air, yang bisa
mengganggu pemenuhan kebutuhan
p a n g a n m a s y a r a k a t . S i t u a s i i n i
m e m b u k t i k a n b a h w a h a r a p a n
p e m e r i n t a h k a b u p a t e n u n t u k
mendapatkan keuntungan dengan
beternak IUPertambangan, justeru
mendatangkan malapetaka dengan
rusaknya bentang alam, yang kemudian
menghilangkan keseimbangan ekosistem
d a l a m k a w a s a n , m e n d a t a n g k a n
bencana ekologis, hingga memunculkan
bencana social bagi masyarakat sebagai
hasilnya.
Sangat di sayangkan, karena
secara imp lementat i f keb i jakan-
kebijakan sektoral yang saling tumpang
tindih dalam pengelolaan kawasan Karst,
justeru melemahkan system perlindungan
kawasan yang ada. Tidak tegasnya
penegakan dan kepastian hukum yang
melindungi kawasan, telah membuat laju
kerusakan kawasan Karst terus meningkat.
Pelanggaran aturan pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan, telah
dimulai dari pengurusan perizinan, pada
s a a t k e g i a t a n p e n a m b a n g a n
berlangsung dan paska tambang.
Praktek suap maupun gratikasi dalam
pengurusan proses perizinan, sudah
menjadi rahasia umum dalam penerbitan
izin tambang oleh pemerintah daerah. izin
pinjam pakai kawasan hutan hutan dan
penambangan terbuka di kawasan
KARST M
AROS-P
ANGKEP D
AN P
ERLIN
DUNGAN T
AMAN N
ASIO
NAL B
ANTIM
URUNG B
ULU
SARAUNG
5556
h u t a n l i n d u n g m e n j a d i t r e n d
pelanggaran yang ada. Kewajiban
p e r u s a h a a n d a l a m p e n g e l o l a a n
lingkungan hidup yang terkait dengan
AMDAL, baik itu pencemaran oleh
limbah, polusi udara, polusi visual dan
kebis ingan, penggunaan air yang
melebihi batas yang telah di tentukan,
juga merupakan beberapa bentuk
pelanggaran yang sering ditemukan
dalam usaha penambangan dalam
kawasan Karst. Kewajiban perusahaan
melakukan rehabilitasi dan reklamasi
lingkungan paska tambang, merupakan
sebuah kewajiban yang tidak pernah
ditunaikan oleh perusahaan tambang.
D a n y a n g l e b i h m e m p r i h a t i n k a n
pelanggaran-pelanggaran ataupun
tindakan kejahatan yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan tambang ini,
t idak pernah mendapatkan sanksi
ataupun tindakan yang tegas dari pihak
yang berwenang. Berangkat dari situasi
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
gerak akumulasi kapital yang terus
m e n y a s a r d a n d i a r a h k a n u n t u k
memperluas eksploitasi sumber daya
kawasan akan semakin meluas, tidak
hanya merampas tanah dan air rakyat
sebagai sumber-sumber kehidupan,
melainkan juga menghilangkan hak
rakyat atas lingkungan yang baik dan
sehat, yang merupakan hak asasi
manusia. Dengan rusaknya system
ekologis dan fungsi lingkungan hidup
kawasan, membuat masyarakat sangat
rentan dan rawan dalam menghadapi
ancaman bencana ekologis. Artinya
dalam penggambaran realita yang ada,
[ D e s a M a n g i l u d i L a d a n g
Tambang]implementasi dari kebijakan
pemanfaatan dan penguasaan ruang
untuk industry pertambangan dalam
kawasan Karst Maros-Pangkep, justeru
t idak hanya berkont r ibus i da lam
penghilangan keanekaragaman hayati
kawasan, melainkan juga bertanggung
jawab atas ancaman keselamatan hidup
rakyat, dan kemiskinan menjadi sebuah
keniscayaan. Negara telah melakukan
p e m b i a r a n t e r h a d a p t e r j a d i n y a
pelanggaran ataupun kejahatan atas
lingkungan hidup & kemanusiaan.
Daftar Pustaka
57
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
1. Degradasi Vegetasi dan Dampak
PertambanganTerhadap Ekosistem
Karst Maros-Pangkep.Oleh: Amran Achmad
2. Tambang Dalam Kawasan Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung, 7
Februari 2013.(walhi-sulsel.blogspot.com)
3. Klasikasi Kawasan Kars Maros, Sulawesi
Selatan, Untuk Menentukan Kawasan
Lindung dan Budidaya.Oleh: Arif Daryanto dan Oki Oktariadi
(PusatLingkungan Geologi-Badan
Geologi)4. Kajian Keberadaan Penambangan
Marmer di Karst Hutan L indung
Bulusaraung. Studi Kasus di Kelurahan Leang-Leang,
Kecamatan Bantimurung, Kabupaten
Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Oleh: MOEHD SUBCHAN .
5. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang
T a m a n N a s i o n a l B a n t i m u r u n g
Bulusaraung periode 2008 – 2027,
kabupaten Maros dan Pangkep,
provinsi Sulawesi Selatan .Disusun Oleh:Kepala Balai Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung.6. Menakar Kerusakan Ekosistem Karst
Oleh Industri Tambang.Dokumen laporan hasil investigasi
WALHI Sulsel, November 2012.7. Dokumen laporan Tim Kerja Komite
P e r c e p a t a n d a n P e r l u a s a n
Pembangunan Ekonomi KP3EI Koridor
Ekonomi Sulawesi, yang disusun pada
tanggal10 Mei 2012 di Jakarta8. Ekosistem Karst Sulsel Makin Terancam,
26 November 2013( w a h y u C h a n d r a –
www.mongabay.co.id)
KARST M
AROS-P
ANGKEP D
AN P
ERLIN
DUNGAN T
AMAN N
ASIO
NAL B
ANTIM
URUNG B
ULU
SARAUNG
58
http://4.bp.blogspot.com
ANCAMAN KARST DI HULU SUNGAI BATANGHARI
Oleh : Musri Nauli
Sebelum lahirnya UU No. 5 tahun
1979 Tentang Pemerintahan Desa, di 1 2daerah hulu Sungai Batanghar i ,
masyarakat mengenal Dusun sebagai
p e m e r i n t a h a n t e r e n d a h ( v i l l a g e
government). Dusun terdiri dari beberapa
kampung. Mengepalai Kepala Dusun
adalah Depati. Dibawah Depati adalah
Mangku. Dusun-dusun kemudian menjadi
Margo. Pembagian kekuasaan dalam
negeri atau dusun di daerah hulu adalah
bathin dengan gelar Rio, Rio Depati atau
Depati, di daerah hilir penguasanya
adalah Penghulu atau Mangku dibantu
oleh seorang Menti (penyiar, tukang 3memberi pengumuman ).
4Sedangkan Margo mencakup
mencakup setiap Dusun yang terdiri dari
Bathin. Mengepalai Margo biasa dikenal 5dengan nama Pesirah . Dengan lahirnya
UU No. 5 Tahun 1979, maka Dusun menjadi
Desa sebagai pemerintahan terendah
(v i l lage government) . Sedangkan
kampung menjadi dusun.
1. Masyarakat hukum yang bermukim di Jambi Hulu, yaitu Onderafdeeling Muarabungo, Bungo, Sarolangun dan sebagian dari Muara Tebo dan Muara Tembesi. F. J. Tideman dan P. L. F. Sigar, Djambi, Kolonial Institutut, Amsterdam, 1938.
2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari merupakan DAS terbesar kedua di Indonesia, mencakup luas areal tangkapan (catchment area) ± 4.9 juta Ha. Sekitar 76 % DAS Batang Hari berada pada provinsi Jambi, sisanya berada pada provinsi Sumatera Barat. DAS Batang Hari juga berasal dari berada di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Di landscape TNKS terdapat Margo Batin Pengambang dan Margo Sungai Tenang. Sedangkan di Landscape TNBT terdapat Margo Sumay. Sungai Batanghari merupakan muara dari sembilan hulu anak sungai (Sungai-sungai besar yang merupakan anak Sungai Batanghari adalah Batang Asai, Batang Tembesi, Batang Merangin, Batang Tabir, Batang Tebo, Batang Sumay, Batang Bungo, dan Batang Suliti.). Namun studi ini akan dikonsentrasikan kepada Margo Sumay (Sungai Sumay), Margo Sungai Tenang (sungai Batang Tembesi) dan Margo Batin Pengambang (Sungai Batang Asai)
3. F. J. Tideman dan P. L. F. Sigar, Djambi, Kolonial Institutut, Amsterdam, 1938. 4. Istilah Marga telah dikemukakan oleh J.W.Royen, seorang pegawai Pemerintahan Kolonial yang
sedang cuti dalam disertasinya (1927). Studi ini mengenai hak-hak atas tanah dan air dari Marga, yakni suatu unit komunitas yang murni bersifat teritorial di Palembang, satu dari empat bagian di wilayah hukum Sumatera Selatan. Selain Palembang, bagian hukum adat lain juga terjadi di distrik Jambi, Bengkulu dan Lampung. Van Vollenhoven meneyebutkan beschikkingrecht sebagai sebuah konsep yang seragam, pembentuk identitas Indonesia yang kepulauan. Lihat ADAT DALAM POLITIK INDONESIA, (editor Jamie S. Davidson dkk), KITLV, Jakarta, 2010, hal. 89.
5. Dari berbagai sumber, juga disebutkan Pesirah (margahoofd) adalah kepala pemerintahan marga pada masa Hindia-Belanda di wilayah Zuid Sumatra (Sumatera Selatan yang wilayahnya bukan seperti saat ini). Pesirah merupakan seorang tokoh masyarakat yang memiliki kewenangan memerintah beberapa desa. Pasirah adalah salah satu elite tradisional yang bertugas mengatur pemerintahan tradisional dan acara ritual-ritual, pesta-pesta dan upacara-upacara adat lainnya. Di samping sebagai kepala pemerintahan, pasirah juga memiliki fungsi sebagai hakim tertinggi dalam memutuskan segala permasalahan baik yang menyangkut adat-istiadat maupun masalah perkawinan, perceraian dan aturan jual beli. Dalam menjalani pemerintahan dan pelaksanaan adat, pasirah dibantu oleh seorang kepala dusun. Secara historis sistem pasirah terbentuk melalui Surat Keputusan Pemerintah kolonial Belanda Tertanggal 25 Desember 1862
61
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
6Masyarakat Melayu Jambi
termasuk kedalam termasuk rumpun 7kesukuan Melayu. Secara fenomologis,
Melayu merupakan sebuah entitas
kultural (Malay/Malayness sebagai 8cultural termn/terminologi kebudayaan) .
D i l i h a t d a r i k a t e g o r i n y a , m a k a
masyarakat Melayu Jambi dapat
diklasikasikan dalam Melayu tradisional.
Menurut Yusmar Yusuf, kearifan dan tradisi
Melayu ditandai dengan aktivitas di 9Kampung . Kampung merupakan pusat
ingatan (center of memory), sekaligus
pusat suam (center of soul). Kampung
menjadi pita perekam tradisi, kearifan 10lokal (local wisdom) .
Kawasan Bukit Bulan termasuk
kedalam masyarakat hukum adat
(rechtsgemeenshap) Bukit bulan. Terletak
di Kabupaten Sarolangun. Dari ibukota
Propinsi Jambi ke ibukota Sarolangun
berjarak 180 arah selatan. Dari Ibukota
Kabupaten ke kawasan Bukit Bulan dapat
ANCAMAN K
ARST D
I HULU
SUNGAI BATANGHARI
ditempuh 6 – 8 jam.
Kabupaten Sarolangun memiliki
Luas Wilayah 6.174 Km2. Kabupaten
Sarolangun terdiri dari 10 Kecamatan dan
144 Desa, dan memiliki jumlah populasi
penduduk ±264.541 Jiwa.
Memiliki kawasan hutan seluas
252.377 hektar. Tabel 1. Status Kawasan hutan di
Kabupaten Sarolangun
Berdasarkan peta Pemerintah
Belanda tahun 1923 “Schetskaart
R e s i d e n t i e D j a m b i
Adatgemeenschappen (Marga's) schaal
1 : 750.000, Bukit Bulan merupakan
termasuk kedalam Margo Bukit Bulan
yang pusat margo di Meriboeng. Margo
Bukit Bulan berbatasan dengan Margo
Batang Asai, Margo Bathin Pengambang
dan Margo Cermin Nan Tiga.
6. Istilah Malayu pertama kali muncul pada tahun 671 M oleh seorang biksu Tiongkok bernama I-Tsing yang pada saat itu bermukim di kerajaan Malayu (Jambi) yang terletak di lembah Batang Hari untuk memperdalam pengetahuan mengenai lsafat agama Budha. ULI KOZOK, PH.D, KITAB UNDANG-UNDANG TANJUNG TANAH NASKAH MELAYU YANG TERTUA, Yayasan Naskah Nusantara Yayasan Obor Indonesia Jakarta 2006
7. Zulyani Hidayah, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Jakarta, LP3ES, 19978. Secara fenomologis, Melayu merupakan sebuah entitas kultural (Malay/Malayness sebagai cultural termn/terminologi kebudayaan)
8. Secara fenomologis, Melayu merupakan sebuah entitas kultural (Malay/Malayness sebagai cultural termn/terminologi kebudayaan)
9. Yusmar Yusuf, Ibid, Hal. 3410. Yusmar Yusuf, Ibid, Hal. 40
62
Sebagai masyarakat hukum adat
yang menjunjung nilai-nilai kebajikan 11yang ditandai dengan seloko seperti “ke
aik cemetik keno naik kedarat durian
runtuh – dilaman rumah lemang tesanda – 12naik kerumah anak ado” , yang buto
pengembus lesung – yang pekak pelepas
bedil – yang lumpuh menunggu rumah – 13yang bisu menyimpan rasio” , alam
sekato rajo- negeri sekato batin – luhak
sekato penghulu – rantau sekato jenang –
kampung sekato tuo – rumah sekato
tenganai – anak berajo kebapak –
kemenakan berajo kemamak – bini 14sekato laki“ atau seloko ”negeri bapaga
adat - tepian bepaga baso, laman
basapu undang – rumah baseko bamalu“
Penghormatan terhadap daerah-
daerah yang dijaga ditandai dengan
berbagai seloko. Masyarakat hulu Sungai
Batanghari mengenal daerah-daerah
yang t idak boleh dibuka. Mereka
mengenal dengan istilah Teluk sakti.
Rantau betuah, Gunung Bedewo”. Di
Daerah Sarolangun mereka mengenal
H u l u A i r / K e p a l a S a u k , R i m b o
P u y a n g / R i m b o K e r a m a t , B u k i t
Seruling/Bukit Tandus. Di Margo Sungai
Tenang mereka mengenal Rimbo sunyi
yang dikenal dengan seloko “Tempat
siamang beruang putih. Tempat ungko
berebut tangis. Sedangkan di Margo
Sumay mereka mengenal dengan istilah
hutan keramat seperti tanah sepenggal,
Bulian bedarah, Bukit selasih dan Pasir
11. Vergouwen menegaskan “Seloko” adalah petatah, petitih yang didapatkan dari pengetahuan turun temurun, memberikan motivasi bagi suatu kelompok untuk bertindak (in action). Dalam khazanah Bahasa Belanda dikenal dengan istilah “gevleugelde woorden (kata-kata bersayap), yaitu seperangkat kata yang begitu diucapkan akan menyebar dan hinggap dimana-mana seperti burung dan siapapun dapat menimba manfaat darinya. Lihat Nico Ngani, Perkembangan hukum Adat Indonesia
12. Melambangkan kemakmuran13. Mengandung makna bahwa setiap potensi sumberdaya, khususnya potensi sumberdaya manusia dapat
dimaksimumkan pendayagunaannya dalam mencapai cita-cita bersama, dimana pelaku pembangunan harus sesuai dengan bidang keahliannya.
14. Mengandung makna bahwa setiap individu dalam bermasyarakat harus memegang etika moral yang bersifat naturalistik. Dapat ditafsirkan sebagai “Kekuatan Batin dari Desa”. Dalam Konsep Von Savigny dikenal dengan istilah “die Volksgeist”. Volksgeist merupakan gabungan dari kekuatan magis yang melingkupi suatu perkumpulan adat / persekutuan hukum (rechtsgemeenshap).
63
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
Embun. Atau Sialang Pendulangan,
Lupak Pendanauan, dan Guntung (tanah
tinggi).
Rimbo ganuh atau rimbo sunyi
atau hutan keramat merupakan daerah
yang tidak boleh dibuka. Ujaran seperti
Teluk sakti. Rantau betuah, Gunung
Bedewo atau “Tempat siamang beruang
putih. Tempat ungko berebut tangis”
merupakan makna simbolik masyarakat
terhadap daerah-daerah yang harus
dilindungi.
Ter Haar sendiri menyebutkan
adanya penghormatan tempat-tempat
yang dilarang untuk dibuka. Yusmar Yusuf
menyebutkannya “rimbo simpanan atau 15rimbo larangan”. Tideman melaporkan
16sebagai “rimbo gano”.
Namun ancaman terhadap
masyarakat di hulu Sungai Batanghari.
S a l a h s a t u n y a d e n g a n s e m a k i n
gencarnya mempersiapkan kawasan ini
sebagai lokasi tambang dan kawasan
industri semen. Salah satunya PT. Semen
Baturaja (Persero) Tbk (PT. SBR) di
Sarolangun.
Kawasan bukit karst yang terdiri
dari beberapa bukit karst yaitu Bukit 17Bulan , Bukit Petak, Bukit Gedong, Bukit
Tengah dan Bukit Mentang. Pembukaan
areal tambang untuk produksi semen
pada tahap awal ini akan dilakukan pada
areal seluas 5.000 hektar yang mencakup
lima desa: Napal Melintang, Mersip,
Merbung, Berkun dan Renah Alai.
K a w a s a n K a r s t m e r u p a k a n
kawasan yang sangat mengagumkan
dengan owstone, goa sepanjang 1,5 km
yang menghubungkan dusun Dalam dan
dusun Duri, sungai bawah tanah, yang
merupakan hulu sungai Batanghari.
Dikelilingi hutan lindung rainforest dengan
aneka satwa langka dan tumbuhan
langka. Pembukaan kawasan Karst dapat
merusak tatanan morfologi karst serta
ekosistem yang terdapat di dalamnya.
P e m b u k a a n k a r s t y a n g
merupakan bentangan alam karst yang
b e r b u k i t - b u k i t y a n g m e r u p a k a n
hamparan Bukit Barisan Sumatera Bukit
Bulan yang dilindungi pemerintah melalui
peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun
2008 sebagai kawasan geologi unik dan
rentan akan terancam rusak.
Sementara itu, ada lebih dari 100
goa beraliran sungai bawah tanah aktif
serta tujuh mata air untuk pengairan
sawah dan keperluan rumah tangga.
P a d a h a l p e m e r i n t a h k a b u p a t e n
Sarolangun menetapkan Bukit Bulan
sebagai kawasan hulu lindung yang
hanya boleh untuk pertanian tradisional
dan pariwisata alam. Tertuang dalam
peraturan daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah tahun 2004 yang masih
berlaku.
15. Yusmar Yusuf, Studi Melayu, Ibid, Hal. 7116. F. J. Tideman dan P. L. F. Sigar, Djambi, Kolonial Institutut, Amsterdam, 193817. Kawasan karst Bukit Bulan, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, Indonesia terletak koordinat -2° 38′ 18.02″ S
102° 26′ 6.16″ E ; -2° 39′ 34.2″ S 102° 26′ 22.2″ E dan -2° 39′ 35.64″ S 102° 26′ 20.4″ E).
ANCAMAN K
ARST D
I HULU
SUNGAI BATANGHARI
64
Penyelidikan geologi mengenai
kawasan lindung karst ini sudah banyak
dilakukan, termasuk badan geologi
kementrian ESDM, akan tetapi era
otonomi daerah yang ber laku d i
I n d o n e s i a s a a t i n i , m e n j a d i k a n
pemerintah kabupaten setempat tidak
memi l i k i v i s i yang sama tentang
kelestarian kawasan karst kelas I dan kelas
II ini, dan mereka sedang mempersiapkan
skenario penghancuran kawasan dan
ekosistemnya untuk industri semen.
Berdasarkan hasil overlay peta
tematik komponen kars menghasilkan
peta kelas kawasan kars, yaitu kawasan
kars lindung geologi mempunyai jumlah
(total) skor antara 79 hingga 141, dan
kawasan kars budi daya mempunyai
jumlah (total) skor antara 47 hingga 78.
Kondisi di lapangan kawasan kars
l indung geologi memil ik i keunikan
bentang alam kars, sehingga arah
pemanfaatannya sesuai untuk kegiatan
geowisata. Sementara pada kawasan
kars budi daya dapat dilakukan kegiatan
penambangan setelah dilakukan studi
g e o l o g i l i n g k u n g a n d e t a i l u n t u k
menentukan zona pemanfaatan lahan
secara optimal.
Dari kedua peraturan tersebut
terdapat s inkron i sas i yang dapat
mengk las ikas ikan kars ke dalam
kawasan budi daya dan kawasan lindung
geologi. Oleh karena itu diperlukan
analisis penetapan kawasan kars agar
p e m a n f a a t a n n y a o p t i m a l d a n
berwawasan lingkungan. Metode analisis
menggunakan standar baku yang
digunakan di Pusat Sumber Daya Air
T a n a h d a n G e o l o g i L i n g k u n g a n ,
sementara proses analisis menggunakan
sistem informasi geogras (SIG) dengan
cara pembobotan dan overlay.
P e m e r i n t a h K a b u p a t e n
S a r o l a n g u n d e n g a n m u d a h n y a
melanggar regulasi di Indonesia dengan
memberikan izin lokasi dan eksplorasi
pertambangan kepada pelaku bisnis
tersebut. Dan saat ini mereka terus
m e l a k u k a n k o n s p i r a s i u n t u k
meningkatkan izin menjadi tahap izin 18operasi produksi.
Izin Lokasi dan Eksplorasi PT. SBR
Nomor 53 Tahun 2011 berada dalam
kawasan atau kawasan karst dengan
terdiri dari dari beberapa wilayah lokasi
bukit karst Bukit Bulan, Bukit Petak, Bukit
Gedong, Buk i t Tengah dan Buk i t
18. Walaupun pemerintah indonesia telah mengeluarkan peraturan pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional, terutama pasal 50 dan pasal 53 mengenai kawasan lindung geologi, Kepmen ESDM Nomor 1456.K./20/MEM/2000 dan Permen ESDM nomor 17 tahun 2012 tentang penetapan kawasan bentang alam Karst, akan tetapi pemerintah kabupaten (Bupati) setempat tidak menghiraukan peraturan tersebut dan melanggar peraturan dengan tetap memberikan kawasan Karst Bukit Bulan sebagai bahan baku industri semen.
65
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
Mentang, dan lokasi ini berada dalam
kawasan hutan lindung.
Namun setelah keluar izin lokasi
dan eksplorasi PT SBR apabila kita
perhatikan didalam ketentuan pasal 50
dan pasal 53 Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Tata Ruang
W i l a y a h N a s i o n a l s a n g a t l a h
bertentangan.
Izin lokasi dan eksplorasi PT SBR
termasuk kedalam kawasan lindung
geologi.
Didalam Keputusan Menter i
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
1456.K/20/MEM/2000 tentang pedoman
pengelolaan kawasan kars yang bersifat
operas ional , menyatakan bahwa
kawasan kars kelas I merupakan kawasan
l indung sumber daya a lam yang
penetapannya mengikuti peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dari kedua peraturan tersebut
terdapat s inkron i sas i yang dapat
mengk las ikas ikan kars ke dalam
kawasan budi daya dan kawasan lindung
geologi. Oleh karena itu diperlukan
analisis penetapan kawasan kars agar
p e m a n f a a t a n n y a o p t i m a l d a n
berwawasan lingkungan. Metode analisis
menggunakan standar baku yang
digunakan di Pusat Sumber Daya Air
T a n a h d a n G e o l o g i L i n g k u n g a n ,
sementara proses analisis menggunakan
sistem informasi geogras (SIG) dengan
cara pembobotan dan overlay.
D e n g a n d e m i k i a n m a k a
pemberian Izin Lokasi dan Eksplorasi PT.
SBR Nomor 53 Tahun 2011 bertentangan
dengan pasal 50 dan pasal 53 Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang
Tata Ruang Wilayah Nasional dan
KEPMEN ESDM No 1456.K./20/MEM/2000
dan juga PERMEN ESDM No 17 Tahun 2012,
tentang penetapan kawasan bentang
alam Karst.
B u p a t i S a r o l a n g u n t i d a k
mengindahkan aturan yang ada diatas
tersebut dengan tetap memberikan dan
mengeluarkan izin lokasi dan eksplorasi
tambang semen di area karst.
Pemberian izin PT. SBR yang
termasuk kedalam kawasan lindung
geologi yang dekat pemukiman serta
m e r u p a k a n s u m b e r k e h i d u p a n
masyarakat di 7 Desa yang berada di hulu
Sungai Batanghari.
Masyarakat kemudian menolak
pemberian izin terhadap PT. SBR. Melalui
ANCAMAN K
ARST D
I HULU
SUNGAI BATANGHARI
@C. Rahmadi-200766
perangkat desa, masyarakat kemudian
menyurati berbagai pihak.
Seperti yang dialami masyarakat
Desa Berkun Kecamatan Limun yang
sejak setahun lalu mengajukan surat
penolakan terhadap rencana izin.
Kepa la Desa Berkun Pa i sa l
menyebutkan ada beberapa alasan
mereka menolak kehadiran di desanya.
Pasalnya sebelum areal rencana izin,
areal tersebut merupakan hak kelola
masyarakat sejak lama dan terdapat
kebun-kebun karet milik mereka. “Disano,
ado kebun-kebun karet kami, dan
terdapat juga tanaman-tanaman buah
serta kuburankuburan lamo tempat
nenek bunyut kami,” sebutnya.
D i a j u g a m e n a m b a h k a n
kehadiran tersebut juga berdampak
buruk pada Hutan Adat Bathin Betuah
seluas 98 hektar yang telah ditetapkan
dalam SK Bupati Sarolangun Nomor 206
tahun 2010.
“Hutan adat kami terancam,
padahal keberadaan hutan adat ini
untuk kepentingan masyarakat guna
melinungi hulu air untuk irigasi areal sawah 19dan sumber air bersih”
Di areal tersebut tercatat ada
sebelas hutan adat yang sudah diakui
pemerintah, yakni hutan adat Pengulu
Laleh (128 ha), hutan adat Rio Peniti (313
ha), hutan adat Pengulu Patwa (295 ha),
hutan adat Pengulu Sati (100 ha), hutan
adat Rimbo Larangan (18 ha), hutan adat
Bhatin Batuah (98 ha), hutan adat Paduka
Rajo (80 ha), hutan adat Datuk Menti Sati
(78 ha), hutan adat Datuk Menti (48 ha),
hutan adat Imbo Pseko (140 ha), dan 20hutan adat Imbo Lembago (70 ha).
Di Harian Kompas, sikap ini juga
ditunjukkan sehingga persoalan karst di
Sarolangun menjadi persoalan nasional.
Kawasan karst Bukit Bulan, Kecamatan
Limun, Kabupaten Sarolangun, Jambi,
terancam oleh masuknya tambang dan
pabrik semen. Industri ini juga bakal
mengganggu ekosistem kawasan hulu
lindung dan bagian taman geologi
berusia 290 juta tahun yang diajukan 21sebagai warisan dunia.
Ketidaktegasan sikap pemerintah
terlihat dengan terus melenggangnya
perlahan namun pasti sosialisasi analisis
dampak lingkungan sebuah perusahaan
tambang yang akan memproduksi
seman digelar baru-baru ini.
Pengetahuan yang bersandarkan
kepada pengetahuan lokal baik melalui
seloko, petatah-petit ih dan tambo
memberikan pengetahuan yang baik
terhadap masyarakat. Dari seloko,
petatah-petit ih dan tambo dapat
diketahui tentang sejarah dan wilayah
klaim adat baik masing-masing Desa.
K e b e r h a s i l a n m a s y a r a k a t
mementahkan kehadiran berbagai
perusahaan dan melindungi kawasan
konservasi berdasarkan loso yang
dianutnya.
19. Wawancara dengan Kepala Desa Berkun, Alam Sumatera, September 201320. Data dari berbagai sumber. KKI-Warsi, G-Cinde, Walestra. 21. Kompas, 25 September 2013
67
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
Keadaan di atas menegaskan
betapa ekosistem hutan pada saat masih
terjaga dengan baik.
Kawasan hutan ini penting untuk
dipertahankan, karena berada di wilayah
hulu Jambi dan merupakan kawasan
ekologi penting. Selain menjadi sumber air
bagi DAS utama Batanghari , juga
merupakan wi layah penghidupan
m a s y a r a k a t s e t e m p a t . S e c a r a
keseluruhan hutan in i merupakan
kawasan penyangga (buffer zone)
Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS).
Kawasan yang tersisa di Jambi.
Kemampuan menjaga hutan oleh
masyarakat di daerah hulu Sungai
Batanghari berbanding terbalik dengan
kawasan hutan dikelola perusahaan atau
negara. Luas tutupan lahan hutan Jambi
selama 10 tahun berkurang sebesar satu
juta hektare. Dari 2,4 juta hektare pada
1990 menjadi 1,4 juta hektare pada tahun
2000, atau sebesar 29,66 persen dari total
luas wi layah Jambi. Pengurangan
tutupan lahan hutan ini terjadi di dataran
rendah dan pegunungan, yaitu 435 ribu
hektare. Sisanya terjadi di lahan rawa 22gambut .
Penurunan tutupan lahan hutan
disebabkan oleh alih fungsi kawasan
hutan menjadi areal pengunaan lain
(APL) untuk perkebunan besar kelapa
sawit dan budidaya pertanian lainnya.
Selain itu juga oleh kegiatan perusahaan
HPH, HTI dan pertambangan.
Ketidakmampuan negara dan
masih berdebat berdebat tentang cara
terbaik mengatasi perubahan iklim, emisi
karbon pun terus meningkat. Masyarakat
di hulu Batanghari sendiri telah melakukan
upaya penyelamatan hutan.
Filoso dan Nilai nilai adat (local
w i s d o m ) d a l a m p e n g e l o l a a n
sumberdaya alam disepakati masyarakat
s e b a g a i p r i n s i p u t a m a d a l a m
pengelolaan hutan kemudian diatur
didalam kedalam sebuah peraturan
desa. Dengan cara demikian dan
k e b i j a k a n t e n t a n g p e n g e l o l a a n
sumberdaya alam yang baik dan lestari
d a p a t b e r l a n g s u n g s e c a r a
berkesinambungan.
Pelajaran dari loso masyarakat
di hulu Sungai Batanghari didalam
mengelola sumber daya alam menjadi
pelajaran berharga. Begitu pentingnya keberadaan
masyarakat didalam menata dan
menjaga sumber daya alam merupakan
kekuatan masyarakat mel indungi
kawasan dari penghancuran.
22. Dari berbagai sumber, WALHI Jambi, 2011.
ANCAMAN K
ARST D
I HULU
SUNGAI BATANGHARI
68
R e n c a n a p e n g h a n c u r a n
kawasan karst dunia ini akan semakin
dipercepat jika pengesahan dokumen
A M D A L d i s e t u j u i o l e h k o n s p i r a s i
pemerintah setempat. Padahal kawasan
karst ini berada sangat dekat dengan
kawasan Geopark Merangin, yang telah
diajukan badan geologi Kementrian
ESDM ke UNESCO. Geopark yang
diperkirakan berusia 300 juta tahun dan
kawasan karst Bukit Bulan tentunya akan
menjadi ladang riset utama para geolog 23dunia dalam mempelajari evolusi bumi .
Pentingnya kawasan karst di areal
yang dilindungi masyarakat berdasarkan
seloko “Teluk sakti. Rantau betuah,
Gunung Bedewo”, Hulu Air/Kepala Sauk,
Rimbo Puyang/Rimbo Keramat, Bukit
Seruling/Bukit Tandus. Atau Rimbo sunyi
“Tempat siamang beruang putih. Tempat
ungko berebut tangis”.
Istilah Rimbo ganuh atau rimbo
sunyi atau hutan keramat merupakan
daerah yang tidak boleh dibuka. Ujaran
yang diwariskan secara turun menurun
merupakan makna simbolik masyarakat
terhadap daerah-daerah yang harus
dilindungi.
Penghancuran kawasan karst
berdampak kepada sungai di Batang
Asai dan Sungai Batang Limun. Sungai di
hulu yang mengairi Sungai Batanghari.
Sungai Terpanjang di Sumatera.
23. http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/06/geopark-merangin-menuju-jaringan-geopark-dunia
69
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
MENGELOLA KAWASAN KARST EKOTIPE SUMBERDAYA EKOLOGI VERSUS
SKEMA PEMBANGUNAN DI JAWA TENGAH
Oleh : Fitri Indriyaningrum
Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jawa Tengah
Executive Summary
Bahwa Indonesia mempunyai bentang
kawasan karst yang sangat luas, data dari
Bappenas yang dilansir pada tahun 2003,
Indonesia mempunyai kawasan karst 15,4
juta ha. Sedang menurut Clements (2006)
yang dikutip oleh Cahyo Rahmadi,
Indonesia diperkirakan mempunyai 1kawasan karst 142.000 km2.
Sedang sebaran bentang karst di
Indonesia tersebut meliputi gunung
L e u s e r , p e r b u k i t a n B a h o r o k ,
Payakumbuh, Bukit barisan, Baturaja
(pulau Sumatra). Sukabumi, Cilacap,
Gombong, Kebumen, pegunungan
Sewu, pegunungan Kapur u ta ra ,
pegunungan Kendeng, perbukitan
Blambangan (pulau Jawa). Perbukitan
Flores, perbukitan Sumba, perbukitan
T i m o r B a r a t ( N u s a T e n g g a r a ) .
Pegunungan Schwaner, pegunungan
Sangkul i rang (pulau Kal imantan) .
Perbukitan Maros Pangkajene, kawasan
Wowolesea, (pulau Sulawesi). Pulau
Muna, pulau Tukang Besi pulau Seram,
pulau Halmahera (kepulauan Maluku).
Kawasan Fakfak, pulau Biak, pegunungan
Tengah, pegunungan Lorentz (pulau 2 Papua) dan masih banyak lagi dengan
sebaran yang lebih luas dan rinci di negeri
yang tercinta ini.
Bentang karst tersebut merupakan
morfologi eksokarst, iindokarst sserta
sistem sungai bawah tanah yang telah
terbentuk dan tersusun atas formasi bulu,
dengan penyusun batuan batu gamping
masif berumur miosen tengah – miosen
atas, struktur llipatan sinklinal, patahan
yang mampu membentuk gua runtuhan
dan gua pelarutan. gua horisontal
mengikuti pola perlapisan, dengan arah
gua mengikuti struktur batuan. Dengan
demikian kawasan karst merupakan
penyangga keseimbangan ekosistem.
Akan tetapi program pembangunanisme
telah mengancam seluruh kekayaan dan
aset sumberdaya alam ini sehingga
k e b i j a k a n p e m b a n g u n a n t e l a h
meningkatkan risiko bencana ekologis
dan mengancam seluruh sumber-sumber
pelayanan alam kepada kehidupan.
1. Cahyo Rohmadi, Biospeleologi dan Inventarisasi fauna Gua dan apa peran bagi pengelolaabn karst?, makalah disampaikan dalam Seminar “Potensi Kawasan Karstt” IMPALA Universitas Brawijaya Malang, 21-22 April 2012
2. Dr. Rahmat Bowo Suharto, S.H.M.H, Perlindungan Hukum Kawasan Karstt di Era Otonomi Daerah, disampaikan dalam seminar nasional Universitas Muhamdiyah Surakarta, 13 Desember 2013
71
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
I. Karst Sebuah Berkah
Karst adalah i s t i lah bahasa
Jerman yang berarti tanah gersan dan
bebatuan. Kawasan karst sering hanya
dianggap sebagai lahan kering dan
berbatu, sehingga tidak mengherankan
kalau batu dianggap sebagai potensi
mesin uang untuk ditambang. Batu dan
b a t u a n g a m p i n g d i t a m b a n g
peruntukannya untuk pondasi rumah,
pondasi gedung, infrastruktur, batu nisan,
keramik, kalsit, dolomite, gowano, fosfat
bahkan bahan baku semen .dan lain
sebagainya. Bisnis sektor tambang juga
berpeluang dan memberikan bisnis
tersendiri seperti Bupati di Jawa Tengah
yang berkeinginan mempunyai toko
bangunan yang dipakai untuk “jualan
semen” seperti bupati Cilacap yang
sudah sukses jualan semen Holcim. Pun
demikian dengan Bupati Pati yang akan
jualan semen gresik (tertolak oleh warga
dan menang secara hukum formal yang
ditetapkan oleh Mahkamah Agung).
Menurut Peraturan Mentri ESDM
nomer 17 tahun 2012, karst adalah
bentang alam yang terbentuk akibat
pelarutan air pada batu gamping
dan/atau dolomit. Sedangkan bentang
alam karst adalah karst yang menunjukan 3bentuk eksokarst dan endokarst tertentu.
atau kawasan karst adalah bentang alam
khas yang berkembang di suatu kawasan
batuan karbonat (batu gamping dan
dolomite) dan sudah mengalami proses 4pelarutan oleh air hujan.
Sedang ciri-ciri kawasan karst
adalah ditemukannya banyak goa-goa,
sungai bawah tanah, bukit yang saling
sambung menyambung bahkan kadang
terdapat telaga. Goa yang terdapat
dalam kawasan karst sering dijadikan
tempat tinggal binatang seperti wallet, 5ular dan kelelawar.
Kawasan karst di Jawa Tengah
membentang dari kabupaten Cilacap,
Gombong, Kebumen (DAS Serayu dan
Pantai Selatan), Wonogiri (pegunungan
Sewu), Grobogan, Pati, Blora, Rembang,
Kudus, Muria (pegunungan Kapur Utara
atau pegunungan Kendeng). Potensi
kawasan karst ini tidak hanya faktor
ekonomi sa ja seper t i yang te lah
terdiskripsikan di atas, tetapi penyimpan
dan peñata kelola air yang terbaik,
keindahan alam yang ada dipermukaan
tanah maupun yang ada di dalam tanah,
goa-goa, binatang-binatang yang bisa
menjadi obyek pariwisata, atau juga
menjadi sumber ke i lmuan sepert i
geomarfologi, spetiologi, biospelologi,
ekologi, palentologi dan lain sebagainya.
Atau juga tidak kalah penting nya adalah
a s p e k b u d a y a s e b a g a i t e m p a t
pertapaan, z iarah, legendan dan 6dongeng pra sejarah.
MENGELO
LA K
AW
ASAN K
ARST E
KOTIP
E S
UMBERDAYA E
KOLO
GI VERSUS S
KEMA P
EMBANGUNAN D
I JAW
A T
ENGAH
3. Peraturan Mentri ESDM, No. 17 tahun 20124. M. Arief Zayyn, Mengelola Kawasan Karstt, ekotipe bentang alam karstt khas daerah beriklim tropis basah,
disampaikan dalam seminar nasional Universitas Muhamdiyah Surakarta, 13 Desember 2013 5. Eko Haryono, Hidup Bersama dengan kawasan Karst, Versi Karst Gunung Sewu dan Karst Gombong, Yogyakarta
2004 6. M. Arief Zayyn, ibid
72
Ancaman utama kelestarian
kawasan karst adalah kawasan karst
hanya dilihat sebagai “mesin uang”
m e l a l u i p e r t a m b a n g a n . L a j u
pertambangan dengan segala bentuk
“maa” telah membuktikan secara
faktual dari berbagai daerah di Jawa
Tengah mengalami kerusakan bahkan
terancam hilang seperti pulau Nusa
Kambangan kabupaten Cilacap oleh PT
Holcim. Untuk itu seluruh produk regulasi
tentang perlindungan karst dan kawasan
karst harus ditegakan oleh siapapun.
II. Studi Regulasi
Usaha dan upaya pelestarian
lingkungan hidup dan sumber-sumber
kehidupan lainya khususnya untuk
kawasan karst atau kawasan geologi
sebenarnya sudah diatur oleh regulasi
yang kita punya, seperti UU nomer 5 tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati, UU nomer 4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batu
bara, UU nomer 32 tahun 2009 tentang
Lingkungan hidup, UU nomer 27 tahun
1999 yang kemudian diganti dengan UU
nomer 32 tahun 2004 tentang otonomi
daerah, PP nomer 38 tahun 2007,
Peraturan Menteri ESDM nomer 17 tahun
2012, PP nomer 4 tahun 2009 tentang
pertambangan mineral dan batu bara,
karst merupakan sumberdaya alam yang 7masuk katagori mineral. PP nomer 23
tahun 2010 tentang pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan mineral
dan batu bara, PP nomer 26 tahun 2008
tentang Tata Ruang Nasional, Perda
nomer 6 tahun 20110 tentang Tata Ruang
P r o p i n s i J a w a T e n g a h d a n l a i n
sebagainya.
“ U n t u k i t u s i a p a p u n k i t a
berkwajiban untuk menegakan seluruh
produk regulasi tersebut. Siapapun kita
tidak punya kuasa untuk memperkosa
produk regulasi. Tidak boleh ada ruang
untuk perselingkuhan antara negara dan
penguasaha yang dibungkus dalam
bingkai birokrasi dengan dukungan
tentara dan polisi. Rakyat dan organisasi
sipil harus terus cerdas dan mengawasi
dinamika pembangunan yang hanya
mengejar pertumbuhan ini”
Dengan demikian perlindungan
Kawasan Bentang Alam Karst/ KBAK
merupakan kawasan lindung geologi
sebagai bagian dari kawasan lindung
nasional. Kawasan bentang alam karst
harus terus disuarakan agar t idak
d ikorbankan untuk mendapatkan
keuntungan komuditas yang bernilai
ekonomi semata.
7. Pengertian mineral menurut pasal 1 angka 2 UU nomer 4 tahun 2009 adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam , yang memiliki sifat sik dan kimia tertentu serta susunan Kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
73
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
Peraturan Mentri ESDM nomer : 17
tahun 2012 kawasan bentang alam karst
yang menunjukan bentuk eksokarst dan
e n d o k a r s t m e m p u n y a i k r i t e r i a
sebagaimana berikut :
1. Memiliki fungsi ilmiah sebagai obyek
penelitian dan penyelidikan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan2. Memil ik i fungsi sebagai daerah
imbuhan air tanah yang mampu
menjadi media meresapkan air
permukaan ke dalam tanah.3 . Memi l i k i fungs i sebagai media
penyimpan air tanah secara tetap
(permanen) dalam bentuk akuifer
yang keberadaanya mencukupi
fungsi hidrologi.4. Memiliki mata air permanen, dan5. Memiliki gua yang membentuk sungai
8atau jaringan sungai bawah tanah.
Adapun bentuk eksokarst yang dimaksud
diatas adalah adalah sebagaimana
berikut :
1. Mata air permanen2. Bukit karst3. Dolina4. Uvala5. Polje, dan/atau6. Telaga
S e d a n g b e n t u k e n d o k a r s t
sebagaimana dimaksud terdiri dari1. Sungai bawah tanah, dan/atau
92. Speleontem
Dari gambaran regulasi tersebut jelas
s iapapun t idak bo leh melanggar
sekal ipun dengan persengkokolan
birokrasi. Seperti yang terjadi dalam
kawasan advokasi WALHI Jawa Tengah di
kabupaten Wonogi r i tepatnya d i
kecamatan Wuryantoro, Eromoko,
Pracimantoro, Giritontro dan Giriwoyo.
Kabupaten Pati tepatnya di kecamatan
Sukolilo, Kayen, Gabus dan Tambakromo.
Kabupaten Grobogan tepatnya di
kecamatan Tanggungharjo. Kabupaten
Rembang tepatnya di kecamatan
Gunem.
Menurut fakta dan data lapangan
yang ada adalah masuk katagori
kawasan bentang alam karst yang 10merupakan kawasan lindung giologi.
Akan tetapi para Bupati dengan
kekuatan birokrasi telah memberikan izin
kepada para pengusaha untuk eksplorasi
dan eksploitasi. Rakyat pun bergerak
melakukan gerakan kritis demi keutuhan
kawasan dan tegaknya aturan. Rakyat
bergerak tak kenal lelah, bahkan di
Sukolilo dengan komunitas Jaringan
Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng
(JMPPK) memenangkan “sengketa”
dengan bupati dan semen gresik dengan
dibuktikan produk kasasi dari Mahkamah
Agung. Sementara masyarakat Wonogiri
sampai hari ini masih terus berjuang
m e n e g a k k a n k e d a u l a t a n y a n g
tergabung dalam Save Pegunungan
Sewu. Dan Untuk masyarakat Rembang
sudah begitu yakin bahwa lahan harus
dipertahankan untuk asset masa depan
dengan membentuk JMPPK Rembang
yang didukung dengan organisasi sipil
la innya. Yang selanjutnya penul i s
mencoba mendiskripsikan studi empirik
perlawanan rakyat ini.
8. Peraturan Mentri ESDM, Nomer 17 tahun 20129. Peraturan Mentri ESDM, ibid 10. Peraturan Mentri ESDM, nomer 17 tahun 2012, ibid
MENGELO
LA K
AW
ASAN K
ARST E
KOTIP
E S
UMBERDAYA E
KOLO
GI VERSUS S
KEMA P
EMBANGUNAN D
I JAW
A T
ENGAH
74
III. Studi Empirik Perlawanan Rakyat
WALHI Jawa Tengah bersama
rakyat dan seluruh jaringan organisasi
masyarakat sipil melakukan advokasi
demi kedaulatan ekologi dan tegaknya
regulasi.
1. Rakyat Pati melawan Semen Gresik dan
Bupati
Kabupaten Pati Jawa Tengah
dengan luas wilayah 150.368 ha yang
terdiri dari 58.749 ha. Lahan sawah dan
91.619 ha. bukan sawah yang terbagi
dalam 21 kecamatan , 401 desa, 5
kelurahan, 1.106 dukuh, 1.464 RW dan 117.463 RT.
Dari sekian luasan tersebut yang
masuk wilayah pegunungan Kendeng
Utara tepatnya di kecamatan Sukolilo,
Kayen, Gabus dan Margorejo dengan
total luas kebutuhan lahan 1.560 ha.
Dengan rincian penambangan batu
kapur 900 ha. Penambangan tanah liat
500 ha. Untuk areal produksi 75 ha. dan
untuk infrastruktur 85 ha. dan tersebar di 1 2w i l a y a h d a r i 1 3 d e s a .
Masyarakat pun resah. Keberadan Serikat
Petani Pati atau SPP yang selama ini
konsen dan konsisten memperjuangakan
hak-hak Petani pun tidak tinggal diam.
SPP dibawah kepemimpinan Husaini yang
juga aktif di Yayasan Sheep Indonesia
mengorganisir masyarakat Tapak dan
jaringan masyarakat sipil di luar Pati. Tidak
hanya berhenti di sini, masayarakat
bersama masyarakta sipil melakukan studi
lapangan tapak semen gresik. Hasilnya
pers i s yang di lakukan Pusat Studi
Menejemen Bencana UPN Veteran
Yogyakarta dan ASC Yogyakarta, yaitu
seluruh tapak pendirian pabrik semen
gresik di Sukolilo ini memiliki cirri-ciri yang
yang ditetapkan dalam Peraturan Mentri
ESDM nomer : 17 tahun 2012 seperti
banyaknya situs, tempat-tempat alami
yang eksot ik dan potens ia l untuk
pariwisata. Untuk kecamatan Kayen,
Tambakromo dan sukoli lo terdapat
banyak goa seperti goa Wareh, goa Lowo
dan goa Pancur dan beberapa situs
s e j a r a h s e p e r t i m a k a m S a r i d i n ,
pertapaan Watu Payung peninggalan
kerajaan majapahit.
Koalisi rakyat pun terbentuk, atas
inisiasi Serikat Petani Pati (SPP), Forum
Masyarakat Peduli Lingkungan (FMPL),
Pemuda Tani Indonesia (PTI) badan
otonom HKTI Cabang Pati, Komunitas
Sedulur Sikep sebagai Komunitas Adat
Tertinggal (menurut pemerintah Pati),
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan
Kendeng (JMPPK), WALHI Jawa Tengah
melakukan kampanye penyelamatan
p e g u n u n g a n K e n d e n g d e n g a n
membangun mimbar demokrasi.
11. Badan Pusat Statistik kabupaten Pati Dalam angka, 2007 12. Harian kompas, 1 Agustus 2008
75
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
Orator utamanya adalah MH
Ainun Najib (budayawan dan Kyai
Kanjeng), Li lo Sunaryo, PhD (ketua
Marem/Tolak PLTN) Husaini (SHEEP), M.
Arief Zayyn (WALHI Jawa Tengah), Anis
Sholeh Ba'asin dengan Sampak Gusuran-
nya dan ditutup dengan doa oleh mbah
Tarno sesepuh dan Panutan (tokoh
central) sedulur sikep yang kemudian
dilanjutkan upacara penyelamatan
pegunungan kendeng ala Sedulur Sikep
yang dipimpin oleh mbah Tarno.
Rakyat yang tergabung dalam
JMPPK dan diketuai oleh Gunretno terus
bergerak dengan soliditas yang tinggi.
Bahkan pada tanggal 22 Januari 2009
masyarakat tanpa ada komando
menahan mobil dari PT Semen Gresik
(Persero) Tbk dengan seluruh penumpang
nya yang akan mengukur kebutuhan
tanah tapak.
Pol is i pun bergerak dengan
menangkap, menahan dan melakukan
kekerasan kepada Gunretno, Sudarto,
Tamsi, Sarpin, Mua'alim, Agus Porwanto,
Tolan, Sukarman, Sutikno, Sunarto dan
Muhammad Zaenul Wafa.
Mereka yang tergabung dalam
JMPPK ini tidak jera, bahkan semangat
untuk terus berlawan semakin berkobar
membangun jaringan dengan Kontras,
Komnas HAM, NGO di Jakarta, PBNU,
Solidaritas Rakyat Peduli Lingkungan yang
d i k e n a l d e n g a n S A R I D I N , y a i t u
masyarakat Pati yang ada di Jakarta.
Organ i sas i in i lah yang kemudian
penopang oprasional ketika harus
bersinergi dengan organisasi sipil di Jakart.
dan puncaknya adalah mem-PTUN kan
bupati Pati dan PT. Semen Gresek
(Persero) Tbk. atas dikeluarkannya Surat
Keputusan nomer 540/052/2008 oleh
B u p a t i P a t i t e n t a n g S u r a t I j i n
Pertambangan Daerah (SPID) eksplorasi
bahan galian golongan C batu kapur
untuk PT. Semen Gresik (Persero) Tbk di
kecamatan Sukolilo.
Proses PTUN ini diawali dengan
permohonan WALH I Jawatengah
kepada Bupati Pati dengan nomer surat
049/WALHI-Jtg/A/XI I -2008 per ihal :
Keberatan Terhadap Keputusan Bupati
Mengenahi Surat Ijin Penambangan
Derah (SIPD) no540/052/2008 tentang
Penambangan Batu Kapur oleh Pt. Semen 13Gresik (Persero) Tbk.
13. Narasi Dokumen Internal WALHI Jawatengah
MENGELO
LA K
AW
ASAN K
ARST E
KOTIP
E S
UMBERDAYA E
KOLO
GI VERSUS S
KEMA P
EMBANGUNAN D
I JAW
A T
ENGAH
76
Bahkan dukungan dari berbagai
NGO Regional, Nasional dan media
semakin menguat terbukti berita tentang
gerakan JMPPK ini terus menghiasi
berbagai media nasinal dan daerah,
terlebih dalam proses gugutan melalui
PTUN, yaitu EN WALHI, YLBHI atau LBH
Semarang, YAPHI yang selanjutnya para
Pengacara ini menjadi Pengacaranya
WALHI
Proses PTUN ini dilakukan oleh
WALHI melalui Pengadilan Tata Usaha
Negara Semarang, perihal : Gugatan
Pembata lan Keputusan Su rat I j i n
Penambangan Daerah (SP ID) no.
540/052/2008 tentang penambangan
batu kapur oleh Semen Gresik (Persero)
melalui PTUN Semarang. Proses ini
selanjutnya dimenangkan oleh WALHI
d i t ingkat kasas i dengan putusan
Mahkamah Agung dengan nomer 103
K/TUN/2010, yang memutuskan PT. Semen
Gresik untuk menghentikan seluruh
kegiatan rencana penambangan.
2. Rakyat Wonogiri Menolak Semen
Ultratech Mining Indonesia
Kawasan pegunungan sewu
yang membentang dari kabupaten
G u n u n g K i d u l D a e r a h I s t i m e w a
Jogyakar ta , kabupaten Wonogi r i
Jawatengah dan kabupaten Pacitan
kabupaten Ponorogo Jawatimur tidak
bisa dipisahkan sendiri-sendiri dalam
pengelolaanya, karena merupakan satu
kesatuan bentang alam karst.
Sementara untuk kabupaten
Wonogiri, setidaknya di kecamatan
Gir iwoyo, kecamatan Wuryantoro,
kecamatan Pracimantoro kecamatan
Giritontro masyarakat terusik dan resah
dengan adanya rencana pembangunan
pabrik semen oleh PT. Ultratech Mining
Indonesia yang telah mengantongi ijin
yang dikeluarkan oleh pemerintah
kabupaten Wonogiri dengan nomer
545.21/006/2011 dan atau nomer
545.21/007/2011
Keresahan dan keterus ikan
m a s y a r a k a t d i w u j u d k a n d e n g a n
melakukan audensi kepada bupati
Wonogiri pada tanggal 29 Mei 2013 tetapi
Bupati tidak mau menemui kekuatan
masyarakat yang berjumlah tidak kurang
dari 50 orang ini hanya ditemui oleh
Sekretariad Daerah (Sekda) dan beberap
staff yang lain. Dari audensi ini lah
m a s y a r a k a t b a r u t a h u b a h w a
pengukuran tanah-tanah mereka yang
selama ini dilakukan oleh orang-orang
yang asing di mata penduduk desa
ternyata dikandung maksud akan
didirikannya pabrik semen oleh PT.
Ultratech Mining Indonesia sebuah
investor dari India.
Sosialisai dijalankan, masyarakat
pun terbelah. Ada yang pro dan ada
yang kontra. Bahkan Bupati Wonogiri
dengan seluruh tim nya terang-terangan
mengatakan gunung-gunung ini hanya
akan diratakan yang selanjutnya akan
didirikan rumah sakit gratis, sekolah gratis
sambil mempertontonkan lm pabrik
semen yang ada di India.
77
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
Alasan Masyarakat Menolak
Penambangan dan Pendirian Pabrik
Semen di Wonogiri bukan tidak berdasar,
bahwa Karst Pracimantoro menurut fakta
lapangan telah memnuhi kreter ia
kawasan lindung giologi sebagaimana
diatur oleh Peraturan Mentri ESDM nomer
: 17 tahun 2012. Bahkan pemerintah
Kabupaten Wonogiri telah menetapkan
bahwa karst Pracimatoro yang meliputi
kecamatan Eromoko, kecamatan
Pracimantoro, kecamtana Giritontro,
k e c a m a t a n P a r a n g g u p i t o d a n
kecamatan Giriwoyo telah ditetapkan
menjadi Kawasan Lindung Giologi berupa 14Kawasan Cagar Alam Geologi.
Bukti ini sangat kuat sebagai karst
kelas I, yaitu banyak bermunculan di
lereng-lereng perbukitan. Mata air di
kawasan karst kecamatan Giriwoyo ini
mendominasi fenomena hidrologi karst
dan bersifat permanen atau mengalir
sepanjang tahun sebagian besar
bermunculan dari system sungai bawah
tanah (conduit aquifer) sebagian yang
la in berupa rembesan dar i celah
bebatuan (sur auifer).
B u k t i y a n g l a i n a d a l a h
ditemukannya banyak goa-goa vertikal
maupun goa-goa hor izontal yang
jumlahnya mencapai ratusan dalam satu
kawasan karst Pracimantoro ini. Bahkan
goa-goa ini banyak dihuni berbagai
banyak biota, salah satunya adalah goa
Lowo yang dihuni puluhan ribu kelelawar.
Banyak lagi bukti kalau kawasan
karst Pracimantoro Wonogir i yang
menjadi bagian dari pegunungan Sewu
ini adalah ditemukannya 60 lebih sumber
mata air, 8 telaga, 48 ponor, 27 goa dan
15 sumur hanya dari 3 desa, yaitu desa 15Tirtosworo, desa Girikikis dan desa Sejati.
Warga Wonogiri terus melakukan
perlawanan, yang tergabung dalam
Paguyuban Peduli Pegunungan dan
bersinergi dengan LPH-YAPHI, WALHI
Jawa Tengah dan WALHI Jogyakarta,
Jatam Jakarta dan membentuk jaringan
dengan nama Jar ingan Advokas i
Pegunungan Sewu (JAPS).
M e r e k a t e t a p a k a n
mempertahankan wilayah ulayatnya
yang telah memberikan hidup dan
penghidupan secara turun temurun
dengan cara apapun. Dan sat ini sedang
gencar-gencar nya mengkapanyekan
melalui media sosial, media cetak
(elektronik) dan lainnya. Sementara JAPS
sedang dalam proses persiapan naskah
gugatan.
14. Perda Nomer 9 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Wonogiri 2011 – 2031 pasal 2515. Edi Ariyanto (ketua Tim Survai Paguyuban Pedulu Gunung Sewu) Rencana Berdirinya Pabrik Semen di
Kecamatan Giriwoyo Wonogiri Meresahkan Masyarakat, disampaikan Seminar Save Pegunungan sewu olej Jaringan Advokasi Pegunungan Sewu (WALHI Jateng dan Yogya, jatam Jakarta dan LPH YAPHI) di taman sari Colomadu, 29 Maret 2014
MENGELO
LA K
AW
ASAN K
ARST E
KOTIP
E S
UMBERDAYA E
KOLO
GI VERSUS S
KEMA P
EMBANGUNAN D
I JAW
A T
ENGAH
78
3. Perempuan Garda Depan Rembang
Fenomena karst watu putih
Merupakan bagian karst kendeng
morfologi eksokarst, iindokarst serta sistem
sungai bawahttanah ttelah tterbentuk
tersusun atas formasi bulu, dengan
penyusun batuan batu gamping masif
berumur miosen ttengah – miosen atas
sstruktur llipatan ssinklinal utara selatan
dan patahan ttimur – barat. tterdiri dari
gua runtuhan dan gua pelarutan gua
horisontal mengikuti pola perlapisan,
dengan arah gua mengikuti struktur
batuan.
Sekalipun kawasan cekungan air
tanah Watu Putih belum di tetapkan
sebagai kawasan karst oleh pihak yang
berkompeten akan tetapi prasyarat
menjadi kawasan karst secara faktual
tersedia semua, Yaitu :a. Secara lapangan terbukti secara
aktif ditemukannya 109 titik mata
air.b. 49 tempat gua dan beberapa fosil
yang menempel pada dinding
gua.c. 4 sungai bawah tanah yang masih
mengalir dan mempunyai debit
yang bagus.d. Bahkan untuk kota rembang dan
kota lasem mengunakan jasa
Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) mengambil dari salah satu
mata air tersebut.
Semakin menguatkan keyakinan
bahwa kawasan lindung geologi Watu
Putih Harus di lindungi dari dinamika
proses produksi semen karena hanya
akan merusak tata kelola alami sumber
daya air yang berperan sangat penting
bagi kehidupan warga sekitar dan juga
warga Rembang dan lasem.
Kawasan Cekungan Air Watu
Putih dalah kawasan lindung Geologi
maka apabila pihak-pihak tertentu untuk
tetap melakukan eksploitasi terlebih untuk
pabrik semen dan industri ektraktif lainnya
tidak tertemukan secara kuat dalil hukum
atau regulasinya.
Bahkan kebutuhan lahan yang
s a n g a t l u a s u n t u k p e r u s a h a a n -
perusahaan semen akan berdampak
pada hi langnya lahan pertanian,
sehingga petani dan buruh tani akan
kehilangan lapangan pekerjaan.
Selain itu, hal ini juga akan
menurunkan produktitas sektor Pertanian
pada wilayah sekitar, karena dampak
buruk yang akan timbul, misalnya: 1. Matinya sumber mata air, 2. Polusi debu, 3 . T e r g a n g g u n y a k e s e i m b a n g a n
ekosistem alamiah. 4 . T e r a n c a m n y a k e t a h a n a n d a n
kedaulatan pangan daerah maupun
tingkat nasional yang hanya akan
menimbulkan kerentanan-kerentanan.
79
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
Kerentananan dan keterancaman
tersebut meliputi :
1. 49 gua, 4 sungai bawah ttanah, 109
mata air disekitar cat watuputih
sebagai mata air parenial yang
mengalir di sepanjang musim 2. Zona jjenuh air berada di sekitar mata
air sumber semen dan brubulan.. pada
ketinggian 150 mdpl, ssedangkan zona
peralihan pada ketinggian lebih
kurang 190 mdp 3. Sebaran mata air berada pada zona
ketinggian 100 – 350 mdpl tersebar di
area cat watu putih dan di wilayah
yang berada di sebelah barat daya,
utara dan selatan pegunungan watu
putih4. Cat watu putih yang merupakan area
iimbuhan air sebesar 2555,09681 ha5. Mata air tterbesar sumber seribu, debit
600 lt/detik di desa ttahunan di bagian
timur cat watu putih, dan tterkecil belik
watu dengan debit 0,02 liter/detik, di
desa ttimbrangan di bagian barat cat
watu putih dengan debit terkecil
menghasilkan 1728 liter/hari, debit
terbesar menghasilkan 51.840.000
liter/hari
6. Sumber semen merupakan sumber
utama untuk pemenuhan kebutuhan
air masyarakat 607.188 jjiwa di 14
kecamatan kabupaten rrembang
(pdam,, 2013)
7. Penambangan mengurangi jjumlah
s i m p a n a n a i r d i f f u s e , d a n
m e n i n g k a t k a n a l i r a n c o n d u i t .
bertambahnya persentese aliran
conduitssaat musim hujan akan
m e n g a k i b a t k a n b a n j i r , d a n
berkurangnya persentase aliran diffuse
saat musim kemarau menyebabkan
mata air menjadi kering..
8. Daerah tangkapan hilir k. bengawan
solo berada pada cat watu putih
d e n g a n l u a s a n 2 1 2 2 h a .
penambangan sseluas 491.5 ha.
berkontribusi pada kerentanan pada
ka l i mrayun , ka l i kowang, ka l i
kening,dan akan bermuara di kali
b e n g a w a n s o l o d i d a e r a h
bojonegoro..
9. Daerah ttangkapan kalillusi terdapat di
cat watu putih dengan lluas 126.9 ha
dan tidak terdampak oleh kegiatan
penambangan. Daerah ttangkapan
kali llusi ttapak pabrik dengan lluas
349..91 ha, selanjutnya berkontribusi
pada kerentanan kali Sadang, kali
kedawung, kali ngampel dan masuk
ke kali l lusi yang akan mengalir
melewati Grobogan, Purwodadi.10. Daerah ttangkapan kali ttuyuhan
berada pada cat watu put ih
denganlluas 319 ha.tterdampak
kegiatan penambangan seluas 69.01
ha.
11. Daerah tangkapan ini berkontribusi
pada kerentanan kali sambung
dawong, kali grubugan, kalirroyo, kali
ttuyuhan dan bermuara di laut jjawa 16di daerah lasem.
D a r i k e r e n t a n a n d a n
k e t e r a n c a m a n t e r s e b u t a p a b i l a
dipaksakan, beberapa temuan kajian
kritis literer terkuak dan tidak bisa
16. Eko Teguh Paripurno, Apakah Kebijakan Pembangunan Kita Meningkatkan resiko bencana, Pembangunan Ekosistem Kawasan Karst jawatengah, cat watu putih rembang, Semarang 7 Juli 2014 Sekda propinsi Jawatengah
MENGELO
LA K
AW
ASAN K
ARST E
KOTIP
E S
UMBERDAYA E
KOLO
GI VERSUS S
KEMA P
EMBANGUNAN D
I JAW
A T
ENGAH
80
terbantahkan, bahwa penggunaan
kawasan cekungan air Tanah Watu Putih
sebagai area penambangan batuan
kapur untuk bahan baku pabrik semen
melanggar:
1. Perda Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Provinsi Jawa Tengah Nomor 6
Tahun 2010 pasal 63 yang menetapkan
area ini sebagai kawasan lindung
imbuhan air 2. Perda RTRW Kabupaten Rembang
Nomor 14 Tahun 2011 pasal 19 yang
m e n e t a p k a n a r e a i n i s e b a g a i
kawasan lindung geologi. 3. Penebangan kawasan hutan yang
sudah dilakukan oleh pihak Semen
Indones ia t idak sesuai dengan
Persetujuan prinsip tukar menukar
k a w a s a n h u t a n o l e h M e n t e r i
K e h u t a n a n , s u r a t N o m o r S .
279/Menhut-II/2013 tertanggal 22 April
2 0 1 3 , d a l a m s u r a t t e r s e b u t
menyatakan bahwa kawasan yang
diizinkan untuk ditebang adalah
kawasan hutan KHP Mantingan yang
secara administrasi Pemerintahan
terletak pada Desa Kajar dan Desa
P a s u c e n k e c a m a t a n G u n e m
Kabupaten rembang provinsi Jawa
Tengah. 4. Namun fakta di lapangan, Semen
Indonesia menebang kawasan hutan
Kadiwono kecamatan Bulu seluas
kurang lebih 21,13 hektar untuk tapak
pabrik. 5. Perlu diketahui dalam Perda nomor 14
tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten
Rembang Kecamatan Bulu tidak
diperuntukkan sebagai kawasan 17industry besar.
IV. Gerakan Masyarakat
Mendasarkan keperuntukan
lahan cat watu putih Rembang oleh
masyarakat sebagai sumber-sumber
kehidupan secara permanen, menjadi
sumber-sumber mata air untuk kebutuhan
pertanian dan suplai PDAM kabupaten
R e m b a n g , p o t e n s i k e r e n t a n a n -
k e r e n t a n a n y a n g h a n y a a k a n
menghadirkan kebencanaan dan
khususnya untuk terjaminnya kehidupan
anak cucu dan generasi akan datang,
masyarakat pun melakukan penolakan
pendirian pabrik semen PT Indocement.
Rakyat Rembang bergerak
dengan membangun jaringan dari
seluruh tokoh masyarakat, bahkan
mendirikan Jaringan Masyarakat Peduli
Pegunungan Kendeng (JMPPK) Rembang
yang beraliansi dengan JMPPK Sukolilo
P a t i . R a k y a t p u n t e r u s b e r g e r a k
melakukan perlawanan di kawasan
“Tapak” dengan ujung tombank nya para
perempuan.
17. WALHI Jawatengah, surat kepada Gubenur Jawatengah, nomer 051/WALHI-Jtg/VI-2014, tertanggal 27 Juni 2014
81
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
P e r e m p u a n G a r d a D e p a n
sekarang bertepatan 2 bulan ini tidak
m e n i n g g a l t a p a k . M e r e k a t e r u s
m e n g i b a r k a n s e m a n g a t u n t u k
mempertahankan lahan tanah sebagai
sumber-sumber penghidupannya.
S e h i n g g a a d a l a h s u a t u
kewajiban kalau ibu-ibu perkasa ini terus
menerus melakukan upaya penghentian
pendirian pabrik semen, upaya ibu-ibu ini
pun sebuah aksi yang terus menerus
mendapatkan dukungan dari berbagai
pihak, terutama tokoh-tokoh agama,
tokoh-tokoh masyarakat, organisasi
masyarkat sipil dan lain sebagainya.
U p a y a i b u - i b u t i d a k b i s a
dihentikan lagi oleh siapapun dan angka
tawaran hanya satu, yaitu seluruh alat
berat yang sudah dipersiapkan oleh PT
Semen Indonesia juga pergi dari kawasan
tapak, ibu-ibupun kan berhenti dari aksi
doa dan pulang kerumah.
V. Penutup
D e m i k i a n r e k a m j e j a k
pembangunan di Indonesia justru telah
menjebak pada pembangunan versus
asset (sumber daya alam).
Pembangunan kita justru telah
merusak dan merubah marfo logi ,
merubah volume reservoir, merubah
system kekar, merubah system sungai
bawah tanah, merubah tanah penutup,
merubah vegetasi penutup, merubah
tatanan air dan merubah asset-asset
sumberdaya lain.
Kita telah menuwai bencana
ekologis yang meliputi :
1. Hancurnya keanekaragaman
hayati2. Punahnya beberapa spesies yang
unik dan khas3. Kerusakan bentukan-bentukan
alam yang unik4. Rusaknya arkeologi dan budaya
setempat5. H a n c u r d a n l e n y a p n y a
paleonologi6. Hilangnya pemandangan yang
indah7. Rusaknya tatanan air8. Hancurnya lahan pertanian9. H i l a n g n y a s u m b e r - s u m b e r
kehidupan penduduk setempat10. Tercemar dan rusaknya obyek
wisata alam goa-goa karstt 11. Tercemarnya lingkungan hunian
penduduk12. Menurunnya tingkat kesehatan
masyarakat
MENGELO
LA K
AW
ASAN K
ARST E
KOTIP
E S
UMBERDAYA E
KOLO
GI VERSUS S
KEMA P
EMBANGUNAN D
I JAW
A T
ENGAH
82
12
Daftar Pustaka :
1. Cahyo Rohmadi, Biospeleologi dan
Inventarisasi fauna Gua dan apa peran
bagi pengelolaabn karst?, makalah
disampaikan dalam Seminar “Potensi
Kawasan Karstt” IMPALA Universitas
Brawijaya Malang, 21-22 April 20122. Dr. Rahmat Bowo Suharto, S.H.M.H,
Perlindungan Hukum Kawasan Karstt di
Era Otonomi Daerah, disampaikan
dalam seminar nasional Universitas
Muhamdiyah Surakarta, 13 Desember
20133. Peraturan Mentri ESDM, No. 17 tahun
20124. M. Arief Zayyn, Mengelola Kawasan
Karstt, ekotipe bentang alam karstt
khas daerah beriklim tropis basah,
disampaikan dalam seminar nasional
Universitas Muhamdiyah Surakarta, 13
Desember 20135. Eko Haryono, Hidup Bersama dengan
kawasan Karst, Versi Karst Gunung
S e w u d a n K a r s t G o m b o n g ,
Yogyakarta 2004
6. UU Nomer 2/2009 Pengertian mineral
menurut pasal 1 angka 2 UU nomer 4
tahun 2009 adalah senyawa anorganik
yang terbentuk di alam , yang memiliki
sifat sik dan kimia tertentu serta
s u s u n a n K r i s t a l t e r a t u r a t a u
gabungannya yang membentuk
batuan, baik dalam bentuk lepas atau
padu7. Badan Pusat Statistik kabupaten Pati
Dalam angka, 2007 8. Harian kompas, 1 Agustus 20089. Narasi Dokumen Internal WALHI
Jawatengah 200810. Perda Nomer 9 tahun 2011, tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kab.
Wonogiri 2011 – 2031 pasal 25
11. Edi Ar iyanto (ketua T im Survai
Paguyuban Pedulu Gunung Sewu)
Rencana Berdirinya Pabrik Semen di
Kecamatan Gir iwoyo Wonogir i
M e r e s a h k a n M a s y a r a k a t ,
d i s a m p a i k a n S e m i n a r S a v e
Pegunungan sewu olej Jaringan
Advokasi Pegunungan Sewu (WALHI
Jateng dan Yogya, jatam Jakarta
dan LPH YAPHI) di taman sar i
Colomadu, 29 Maret 201412. Eko Teguh Par ipurno, Apakah
Kebi jakan Pembangunan K i ta
Meningkatkan resiko bencana,
Pembangunan Ekosistem Kawasan
Karst jawatengah, cat watu putih
rembang, Semarang 7 Juli 2014
Sekda propinsi Jawatengah13. WALHI Jawatengah, surat kepada
Gubenur Jawatengah, nomer
051/WALHI-Jtg/VI-2014, tertanggal 27
Juni 2014
83
JURNAL T
ANAH A
IR /
AGUSTUS - S
EPTEMBER 2
014
http://papanpelangi.les.wordpress.com