JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu...

182
3 1

Transcript of JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu...

Page 1: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

3 1

Page 2: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

i

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Jurnal Hukum

lingkungan indonesia

Volume 3 Issue 1, Juli 2016

ISSN: 2355-1305

Indonesian Center for Environmental Law

Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Indonesia

Page 3: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

ii

Jurnal Hukum lingkungan indonesia

Vol. 3 Issue 1 / Juli / 2016ISSN: 2355-1305Website: www.icel.or.id/jurnalE-mail: [email protected]

Diterbitkan oleh:IndonesIan Center for envIronmental law (ICel)Jl. Dempo II no. 21, Kebayoran BaruJakarta Selatan 12120Telp. (62-21) 7262740, 7233390Fax. (62-21) 7269331

Desain Sampul : Suparlan, S.Sos.Tata Letak : Gajah Hidup

Redaksi mengundang para akademisi, pengamat, praktisi, mahasiswa dan mereka yang berminat untuk memberikan tulisan ilmiah mengenai hukum lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam. Tulisan dapat dikirimkan melalui pos atau e-mail sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Penulisan (hal. ix)

DISCLAIMEROpini yang dimuat dalam Jurnal ini tidak mewakili pendapat resmi ICEL, melainkan merupakan pendapat pribadi masing-masing Penulis.

Page 4: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

iii

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

r e d a k s I d a n m I t r a B e B e s t a r I

Dewan Penasehat

Mas Achmad Santosa, SH. LL.M.

Prof. Dr. Muhammad Zaidun, SH. M.Si.

Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, SH., M.H.

Indro Sugianto, SH. M.H.

Sandra Moniaga, SH., LL.M.

Ir. Yuyun Ismawati, M.Sc.

Dadang Trisasongko, S.H.

Penanggung Jawab

Henri Subagiyo, S.H., M.H.

Pemimpin Redaksi

Margaretha Quina, S.H., LL.M.

Redaktur Pelaksana

Budi Afandi, S.H.

Sidang Redaksi

Laode M. Syarief, S.H., LL.M., Ph.D.Wiwiek Awiati, S.H., M.Hum.

Sukma Violetta, S.H., LL.M.Josi Khatarina, S.H., LL.M.

Rino Subagyo, S.H.Windu Kisworo, S.H., LL.M.

Prayekti Murharjanti, SH., M.Si.Feby Ivalerina, S.H., LL.M.

Dyah Paramitha, S.H., LL.M.Citra Hartati, S.H., M.H.

Raynaldo G. Sembiring, SH.Astrid Debora, S.H.Rika Fajrini, S.H.Ohiongyi Marino, S.H.Isna Faitmah, S.H.Rayhan Dudayev, S.H.Wenni Adzkia, S.H.Fajri Fadhillah, S.H.Budi Afandi, S.H.

Mitra Bebestari

Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M., Ph.D.

Redaksi dan segenap Penulis Artikel mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Sidang Redaksi dan Mitra Bebestari atas peer review dan saran yang diberikan dalam

penyempurnaan Artikel Ilmiah yang diterima.

Page 5: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

iv

Page 6: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

v

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

P e n g a n t a r r e d a k s I

“Kembali Mengawal Pencemaran:

Menjaga Tanah, Air dan Udara Bumi Pertiwi”

S tatus Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2012 menyajikan gambaran

yang mengkhawatirkan mengenai kualitas air, udara dan laut

Indonesia. Dalam hal pencemaran air, dari 411 titik pantau di 52

sungai strategis nasional, 75,2% titik pantau menunjukkan status tercemar berat,

22,52% tercemar sedang dan 1,73% tercemar ringan.1 Dalam hal pencemaran

udara, sekalipun polutan kriteria CO, NO2, TSP, SO2, HC, dan O3 tidak tercemar

secara signifikan, terlihat 40% sampel PM2,5 melebihi baku mutu, sementara

100% PM10 melampaui baku mutu ambien udara.2 Pencemaran laut pun tidak

terkontrol dengan baik, dengan 36 kasus tumpahan minyak sepanjang kurun

1997-2012 (15 tahun) dan sebagian besar parameter kecerahan, amonia, TSS, dan

DO di atas baku mutu.3 Lebih mengkhawatirkan, Indonesia tidak memiliki data

nasional yang komprehensif dan terintegrasi mengenai semua kualitas air, udara,

dan tanah yang mencakup semua kabupaten/kota. Hal ini misalnya tercermin

dari ketimpangan data peredaran merkuri di Indonesia pada 2012, di mana

UNCOMTRADE merekam 368 ton merkuri diekspor ke Indonesia, sementara data

impor Kementerian Perindustrian hanya merekam kurang dari 1 ton.4 Selain itu,

SLHI 2013 dan 2014 masih belum terbit juga hingga kini.

Lahirnya hukum lingkungan di Indonesia berasal dari isu pencemaran.

Sekalipun mencakup substansi yang luas, perlindungan dan pengendalian

terhadap pencemaran di Indonesia bertujuan sama: mempertahankan kualitas

lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi manusia. Dalam perkembangannya,

pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu

1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH, 2012), hlm. 35-38.

2 Id., hlm. 23-29.

3 Id., hlm. 75-76.

4 Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Study on Regulations of Mercury Manage-ment in Indonesia, (Jakarta: ICEL, 2012), hlm. 11.

Page 7: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

vi

pencemaran air, udara, dan laut. Pencemaran bahan beracun dan berbahaya yang

kerap lintas media kemudian berkembang menjadi satu cabang tersendiri dalam

ilmu hukum lingkungan. Selain itu, dimensi lain yang menarik ditelusuri adalah

keadilan dalam distribusi beban lingkungan, di mana golongan ekonomi lemah

beresiko lebih tinggi menanggung beban pencemaran lingkungan. Perkembangan

terkini landasan hukum mengenai pencemaran ini dirangkum UU No. 32 Tahun

2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup baik dalam

aspek hukum administrasi, perdata maupun pidana.

Hal-hal ini mendasari pemilihan tema “Kembali Mengawal Pencemaran:

Menjaga Tanah, Air dan Udara Bumi Pertiwi” untuk edisi Jurnal Hukum

Lingkungan Indonesia Volume 3 Issue 1 (Juli 2016). Berbagai analisis yang terdapat

di dalam tulisan-tulisan yang dimuat di dalam jurnal ini diharapkan mampu

memantik diskursus lintas sektor yang lebih dalam tentang: (1) evaluasi norma dan

implementasi hukum dan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup dalam konteks pencemaran; (2) persoalan-persoalan hukum dan kebijakan

yang dihadapi dalam permasalahan pengendalian pencemaran di Indonesia; dan

(3) gagasan-gagasan perbaikan dan pengembangan berdasarkan permasalahan-

permasalahan dimaksud.

Redaksi mengucapkan terima kasih kepada para Penulis yang telah

mendedikasikan waktu, tenaga dan pikirannya dalam menyelesaikan artikel ini

dan melakukan revisi berdasarkan masukan substantif dari penelaahan sejawat

dan Sidang Redaksi. Terima kasih juga kami ucapkan kepada segenap anggota

Sidang Redaksi yang telah menelaah dengan cermat dan memberikan masukan

substantif bagi tiap artikel. Tidak lupa kepada Mitra Bebestari edisi ini, Andri G.

Wibisana, S.H., LL.M., Ph.D. yang telah melakukan double-blind peer review terhadap

artikel dalam jurnal edisi ini.

Akhir kata, JHLI Vol. 3 Issue 1 (Juli 2016) ini tidak lepas dari kekurangan.

Redaksi mempersilakan semua pihak memberikan kritik dan masukan untuk

memperbaiki proses maupun substansi, maupun hasil akhir artikel yang dimuat

dalam jurnal ini.

Jakarta, Juli 2016,

Redaksi

Page 8: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

vii

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

d a f t a r I s I

Redaksi & Mitra Bebestari ................................................................... iii

Pengantar Redaksi ................................................................................ v

Daftar Isi ................................................................................................. vii

Artikel Ilmiah

1. Perkembangan Pengaturan Kualitas Udara di Indonesia: Dari Pendekatan Tradisional Atur dan Awasi ke arah Bauran Kebijakan Cecep Aminudin, S.H., M.Si. ...................................................... 1

2. Perlindungan dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil Bidang Perikanan sebagai Upaya Pengendalian Pencemaran Wilayah Pesisir dan Laut Dr. Nur Sulistyo Budi Ambarini, S.H., M.Hum. ...................... 31

3. Tanggung Renteng dalam Perkara Perdata Pencemaran Udara dari Kebakaran Hutan dan Lahan Fajri Fadhillah, S.H. ....................................................................... 51

4. Mengatasi Kabut Asap melalui Mekanisme Citizen Lawsuit Mulyani Zulaeha, S.H., M.H. ........................................................ 87

5. Fungsi Izin dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan (Studi Kasus: Gugatan Penerbitan Izin Pembuangan Limbah Cair di Sungai Cikijing) Nadia Astriani, S.H., M.Si. dan Yulida Adharani, S.H., M.H. ... 107

6. Kontribusi Industri Tekstil dalam Penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun terhadap Rusaknya Sungai Citarum Desriko Malayu Putra, S.H. .......................................................... 133

Anotasi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta antara Kuat, cs. melawan Gubernur DKI Jakarta (Perkara No. 193/G/LH/2015/PTUN-JKT) tentang Pembatalan Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau GRayhan Dudayev, S.H. ............................................................................. 153

Pedoman Penulisan Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia .............. ix

Page 9: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

viii

Page 10: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

1

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Perkembangan Pengaturan kualitas udara di indonesia:

dari Pendekatan tradisional atur dan awasi ke araH

bauran kebaJikan

Cecep Aminudin1

Abstrak

Masalah pencemaran udara membutuhkan respon pengaturan hukum

seiring dengan meningkatnya tantangan yang dihadapi. Artikel ini bertujuan

untuk menggambarkan perkembangan pengaturan kualitas udara sejak Indonesia

merdeka tahun 1945. Uraian dilakukan berdasarkan hasil analisis yuridis normatif

terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang berhasil diinventarisasi.

Perkembangan pengaturan dibagi dalam 5 kurun waktu. Pada periode pertama

(1945-1972), ordonansi gangguan merupakan instrumen pengaturan utama.

Periode kedua (1972-1982) merupakan tahap perkembangan pertama yang

ditandai dengan inisiatif provinsi seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat yang

menerbitkan peraturan tentang baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi.

Periode ketiga (1982-1997) merupakan tahap perkembangan kedua yang ditandai

dengan pengaturan mengenai baku mutu udara ambien, emisi dan gangguan

nasional, serta pengaturan mengenai pedoman teknis. Periode keempat (1997-

2009) ditandai dengan upaya pertama sistematisasi pengaturan dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999. Periode kelima (2009-sekarang) merupakan

momentum untuk mengembangkan pengaturan kualitas udara yang lebih

komprehensif. Selama lima periode itu, instrumen kebijakan yang diterapkan

1 Pengamat, pengajar dan konsultan hukum lingkungan, mengampu mata kuliah kebijakan dan hukum lingkungan pada Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung sejak 2009, S1 Ilmu Hukum dan S2 Ilmu Lingkungan keduanya dari Universitas Indonesia.

Page 11: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

2

CECEP AMINUDIN

telah bergeser dari pendekatan tradisional atur dan awasi kearah bauran kebijakan

dengan menerapkan berbagai instrumen lainnya.

Kata Kunci: pencemaran udara, kualitas udara, perkembangan pengaturan,

instrumen kebijakan.

Abstract

Air pollution problems require a response of legal rules along with the increasing

challenges faced. This article aims at describing the development of air quality regulation

since Indonesia’s independence in 1945. The description is based on the results of

juridical normative analysis of the primary and secondary legal materials which can be

inventoried. The development is divided into 5 periods. In the first period (1945-1972),

the disturbance ordinance is the main instrument. The second period (1972-1982) is

the first stage of development characterized by local initiatives such as the provinces of

Jakarta and West Java which issued a regulation on the ambient air and emission quality

standards. The third period (1982-1997) is the second stage of development characterized by

regulations regarding national ambient air, emissions and disturbance quality standards,

and regulations for technical guidance. The fourth period (1997-2009) marked the first

attempt to systematize the regulations in Government Regulation No. 41 Year 1999. The

fifth period (2009-present) is a momentum to develop more comprehensive air quality

regulations. During those five periods, the application of policy instruments has shifted

from a traditional command and control approach to policy mixes by applying a variety of

other instruments.

Keywords: air pollution, air quality, regulations development, policy instrument.

I. Pendahuluan

Masalah pencemaran udara membutuhkan respon pengaturan hukum seiring

dengan meningkatnya tantangan yang hadapi. Tantangan yang dihadapi utamanya

terkait dengan meningkatnya emisi dari sumber pencemar udara yaitu transportasi,

kegiatan industri, pembuangan dan pembakaran sampah dan kegiatan domestik

rumah tangga.2 Selain itu, kebakaran hutan dan lahan juga menjadi sumber

2 Moestikahadi Soedomo, Kumpulan Karya Ilmiah Mengenai Pencemaran Udara (Bandung: Penerbit ITB, 1999). Hal 4-5.

Page 12: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

3

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

pencemaran udara yang utama di Indonesia. Grafik berikut ini menggambarkan

tantangan pencemaran udara dari sektor transportasi dengan meningkatnya jumlah

kendaraan bermotor di Indonesia. Kendaraan bermotor menghasilkan pencemar

udara berupa CO, NOx, hidrokarbon, SO2 dan timbal (lead).3

Gambar 1 Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia (1987-2013)4

Pada grafik terlihat peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang sangat

signifikan, khususnya pada jenis sepeda motor yang meningkat lebih dari 13 kali

lipat atau berjumlah sekitar 5 juta pada tahun 1987 menjadi lebih dari 76 juta pada

tahun 2012. Sementara itu kendaraan angkutan umum seperti bis peningkatannya

lebih rendah yaitu 7 kali lipat dari sekitar 300.000 pada tahun 1987 menjadi sekitar

2.200.000 pada tahun 2012.5

Melalui artikel ini penulis mencoba menggambarkan perkembangan

pengaturan kualitas udara sejak Indonesia merdeka tahun 1945 hingga saat ini.

Uraian dilakukan berdasarkan hasil analisis juridis normatif terhadap bahan

hukum primer dan sekunder yang berhasil diinventarisasi serta sumber pustaka

lainnya yang berhasil ditelusuri. Perkembangan pengaturan dibagi dalam 5 kurun

waktu yang pada masing-masing kurun waktu ditandai dengan momen penting

(milestone).

Istilah “pengaturan” sebenarnya mengacu pada pengertian yang lebih

komprehensif yang meliputi mata rantai peraturan perundang-undangan,

3 Ibid.

4 Kantor Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana dikutip “Badan Pusat Statistik,” http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1413. Diakses pada 3 Mei 2016. *) sejak 1999 tidak termasuk Timor-Timur.

5 Kantor Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana dikutip Ibid.

Page 13: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

4

penentuan standar, pemberian izin, penerapan dan penegakan hukum.6 Namun

tulisan ini hanya terbatas pada peraturan perundang-undangan, sebagai sumber

hukum formil yang berfungsi untuk mengatur atau mempengaruhi perilaku

subyek hukum. Materi muatan suatu peraturan lingkungan dapat diidentifikasi

berdasarkan instrumen kebijakan lingkungan yang digunakannya. Dalam

literatur, terdapat berbagai usaha untuk mengklasifikasikan instrumen kebijakan

lingkungan.7 Untuk kepentingan penulisan ini digunakan klasifikasi yang

dilakukan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)8 yang

membagi instrumen kebijakan lingkungan menjadi 6 jenis yaitu: atur dan awasi

(command and control-CAC), instrumen ekonomi (economic instrument), tanggung

gugat dan kompensasi (liability and damage compensation-LDC), pendidikan dan

informasi (education and information-E&I), pendekatan sukarela (voluntary approach-

VA), dan manajemen serta perencanaan (management and planning-M&P). Selain itu,

kebijakan untuk merespon permasalahan pencemaran udara yang komprehensif

dapat berupa respon kebijakan terhadap faktor pemicu (driving forces), kebijakan

untuk mengatasi tekanan (pressure), kebijakan untuk mengatasi kondisi kualitas

udara (state), atau kebijakan untuk mengatasi dampak (impact) yang sudah terjadi.

Pendekatan ini dikenal dengan nama pendekatan DPSIR (driving force – pressure-

state-impact-response).9

Pokok permasalahan yang dicoba diulas dalam tulisan ini adalah: (a)

faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan pengaturan kualitas udara

di Indonesia? (b) bagaimana kecenderungan pergeseran instrumen kebijakan

dalam peraturan pengelolaan kualitas udara yang digunakan dari satu periode

ke periode berikutnya? (c) sejauh mana kebijakan yang dimuat dalam peraturan

bersifat komprehensif (merespon faktor pemicu, tekanan, kondisi dan dampak

pencemaran udara)?

6 Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan (Jakarta: Sapta Arta Jaya, 1997). Hal 82.

7 Mengenai hal ini lihat Åsa Maria Persson, “Choosing Environmental Policy Instruments: Case Studies Of Municipal Waste Policy In Sweden And England” (A thesis submitted to the Department of Geography and Environment of the London School of Economics and Political Science for the degree of Doctor of Philosophy, 2007). Hal 36 – 55.

8 OECD, Sustainable Development Critical Issues: Critical Issues (OECD Publishing, 2001).Hal 132.

9 S.G. Vaz, T. Ribeiro, and EEA, Reporting on Environmental Measures: Are We Being Effective?, Environmental Issue Report (European Environment Agency, 2001), http://www.eea.europa.eu/publications/rem/issue25.pdf.hal 21.

CECEP AMINUDIN

Page 14: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

5

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

II. Periode 1945 – 1972: Periode Permulaan

Pada periode ini dapat dicatat masih berlakunya Ordonansi Gangguan

(Hinderordonnantie) warisan pemerintah kolonial Belanda. Jenis pencemar yang

tercakup dalam peraturan tersebut adalah asap dan kebauan dengan instrumen

utama berupa izin. Izin diwajibkan untuk pendirian bangunan-bangunan tempat

bekerja tertentu yang berpotensi menimbulkan gangguan dan dikeluarkan

oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Jadi yang diatur lebih kepada jenis usaha/

kegiatannya.10 Pada periode ini dapat dikatakan ordonansi ini merupakan

instrumen pengaturan utama untuk masalah pencemaran lingkungan termasuk

pencemaran udara, khususnya dari sumber tidak bergerak. Namun karena

cakupan pengaturannya yang terlalu umum dan kurang jelas jenis pencemaran

yang diaturnya, peraturan ini kurang memadai untuk mengendalikan pencemaran.

Meskipun demikian, rezim Ordonansi Gangguan warisan kolonial Belanda ini

masih berlaku hingga sekarang dan belum pernah dicabut. Sebuah ordonansi dapat

dicabut dengan Undang-Undang, meskipun ordonnantie tidak dapat diterjemahkan

sebagai Undang-Undang.11

Pada periode ini juga dapat dicatat inisiatif Pemerintah DKI Jakarta yang

mengeluarkan Peraturan Daerah No. 12 Tahun 1971 tentang Larangan Pengotoran

Udara, Air, dan Lepas Pantai dalam Wilayah DKI Jakarta, yang masih berlaku

berlaku hingga sekarang.12 Namun demikian, tidak banyak yang bisa dicatat pada

periode permulaan ini selain pemberlakukan peraturan lama warisan kolonial dan

eksperimentasi pengaturan oleh daerah dengan pendekatan CAC (melalui izin

gangguan dan larangan). Kebijakan juga tampaknya masih diarahkan hanya pada

sebagian tekanan (pressures) yaitu dari sumber tidak bergerak.

10 Undang-Undang Gangguan (Hinderordonnantie) Hinder Ordonnantie Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226, 1926. Yang diubah/ditambah terakhir dengan stbl. 1940 No. 450) Pasal 1.

11 Alasannya karena ordonantie merupakan produk penjajahan Belanda sedangkan Undang-Undang merupakan produk negara merdeka. Lihat Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, 8th ed. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009). Hal 66.

12 Lihat Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 670/2000 Tanggal 28 Maret 2000 Tentang Penetapan Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Di Propinsi DKI Jakarta, 2000.yang menyebutkan peraturan ini dalam konsideransnya. Namun penulis belum berhasil mendapatkan teks peraturan ini hingga artikel ini ditulis.

Page 15: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

6

III. Periode 1972 – 1982: Tahap Perkembangan Awal dengan Inisiatif Daerah

Periode ini ditandai dengan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) tentang Lingkungan Hidup Manusia yang diselenggarakan pada bulan

Juni 1972 di Stockholm, Swedia dimana Indonesia ikut hadir sebagai peserta

konferensi. Konferensi tersebut menghasilkan di antaranya Deklarasi Stockholm

dengan 26 butir prinsip pengelolaan lingkungan hidup global.13 Tindak lanjut

dari keikutsertaan Indonesia dalam Konferensi tersebut adalah dikeluarkannya

Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1972 tentang Pembentukan Panitia Perumus

dan Rencana Kerja bagi Pemerintah di Bidang Pengembangan Lingkungan Hidup.

Pada periode ini dapat dicatat terbitnya Keputusan Menteri Perindustrian

No.12/M/SK/1/78 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran

Lingkungan Sebagai Akibat Dari Usaha Industri. Pertimbangan penerbitan

Keputusan Menteri Perindustrian tersebut adalah “bahwa usaha-usaha industri

selain mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat dapat mengakibatkan

gangguan dan pencemaran tata lingkungan hidup, baik gangguan keseimbangan

tanah, gangguan keseimbangan air, gangguan bau-bauan dan kebisingan,

maupun pencemaran permukaan tanah, pencemaran air dan udara” dan

“peraturan perundangan yang telah ada belum cukup mengatur pencegahan dan

penanggulangan masalah pencemaran lingkungan sesuai dengan perkembangan

teknologi.”14 Keputusan Menteri yang berisi 10 Pasal pengaturan tersebut

mendefinisikan pencemaran sebagai, “keadaan yang terjadi karena masuknya zat-

zat ke dalam tanah, air dan udara, sehingga mengganggu susunan tanah, air dan

udara yang mengakibatkan kerusakan kehidupan.” Instrumen kebijakan yang

digunakan adalah pemberdayaan izin usaha, pengawasan dan sanksi administrasi.

Pada tahun 1980, Tjokropanolo, Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI)

Jakarta waktu itu menerbitkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 587 Tahun

1980 tentang Penetapan Kriteria Ambient Kualitas Udara dan Kriteria Ambient

13 United Nations, “Report of the United Nations Conference on the Human Environment” (United Nations, 1972), http://www.un-documents.net/aconf48-14r1.pdf.

14 Republik Indonesia, Keputusan Menteri Perindustrian No. 12/M/SK/1/78 Tentang Pencegahan Dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Sebagai Akibat Dari Usaha Industri, 1978. Lihat bagian konsiderans Keputusan Menteri tersebut.

CECEP AMINUDIN

Page 16: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

7

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Bising dalam Wilayah DKI Jakarta (KepGub DKI 587/1980). Keputusan gubernur

tersebut diterbitkan setelah sebelumnya dibentuk Tim Peneliti dan Penyusunan

Kriteria Kualitas Udara dan Bising dalam wilayah DKI Jakarta berdasarkan

Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 542 Tahun 1978 tanggal 16 September 1978.

KepGub DKI 587/1980 tersebut mengatur nilai ambang batas untuk jenis pencemar

Carbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Oksida (NO), Amonia

(NH3), Timah Hitam (Pb), Hidrogen Sulfida (HS), Oxidant, Debu dan Hidrokarbon.

Sedangkan derajat kebisingan yang diatur adalah untuk perumahan, industri/

perkantoran, pusat perdagangan, rekreasi dan campuran perumahan/industri.15

Sebagai gambaran, pada tahun 1980, jumlah kendaraan di Jakarta mencapai

754.546 unit yang artinya bertambah lebih dari 3 kali lipat dibanding tahun 1970

yang mencapai 222.082 unit.16

Pada periode ini juga dapat dicatat terbitnya Surat Keputusan Gubernur

Jawa Barat Nomor 660.31/Sk/694/BKPMD/82 tentang Tata Cara Pengendalian

dan Kriteria Pencemaran Lingkungan Akibat Industri (Kep Gub Jawa Barat

660.31/Sk/694/BKPMD/82). Keputusan yang ditandatangani oleh H.A. Kunaefi,

Gubernur Jawa Barat waktu itu, didalamnya mengatur tentang definisi emisi,

kebisingan, kriteria kualitas udara (ambien) dan kriteria kualitas emisi. Apabila

KepGub DKI 587/1980 bersifat umum, artinya mencakup sumber pencemar

transportasi dan industri, maka KepGub Jawa Barat 660.31/Sk/694/BKPMD/82

hanya mengatur sumber pencemar industri.

Pada periode tahap perkembangan awal ini dapat dikatakan inisiatif regulasi

pengaturan kualitas udara yang lebih bersifat teknis lahir dari daerah provinsi.

KepGub DKI 587/1980 merupakan peraturan pertama di Indonesia yang mengatur

Baku Mutu Udara Ambien. Bahkan penelitian mengenai kualitas udara di kota-kota

besar lainnya yang dilakukan Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan

dan Lingkungan Hidup (PPLH), berbagai Departemen dan Lembaga penelitian

15 Lihat Bagian Lampiran Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 587 Tahun 1980 Tentang Penetapan Kriteria Ambient Kualitas Udara Dan Kriteria Ambient Bising Dalam Wilayah DKI Jakarta, 1980.

16 Kantor Statistik Propinsi DKI Jakarta, Statistik Kendaraan Bermotor dan Panjang Jalan tahun 1970- 1989, Jakarta dalam Bambang Sukana and Syahrudji Naseh, “Pencemaran Udara Di DKI Jakarta (Review),” Media Litbangkes III, no. 4 (1993): 6–12.

Page 17: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

8

waktu itu menggunakan peraturan tersebut sebagai acuan.17 Hal ini dapat

dipahami karena Kementerian Negara PPLH yang baru dibentuk pada tahun

1978 dengan tugas pokok mengkoordinasikan pengelolaan lingkungan hidup

di berbagai instansi pusat maupun daerah masih mempersiapkan perumusan

kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.18 Dengan demikian, dapat

dikatakan instrumen kebijakan yang diterapkan pada periode ini masih berupa

instrumen CAC namun mulai menerapkan baku mutu emisi, baku mutu udara

ambien, izin usaha, pengawasan dan sanksi administrasi. Dengan adanya baku

mutu udara ambien, kebijakan juga mulai merespon kondisi (state) kualitas udara.

IV. Periode 1982 – 1997: Tahap Perkembangan Awal Regulasi Nasional

Periode ini ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982

tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 4/1982) yang mengatur

tentang pengelolaan lingkungan hidup secara umum termasuk pengendalian

pencemaran. Meskipun tidak secara spesifik mengatur tentang pencemaran udara,

UU 4/1982 mendefinisikan pencemaran lingkungan sebagai, “masuknya atau

dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam

lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang atau tidak

berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.” UU 4/1982 juga mendefinisikan

baku mutu lingkungan sebagai “batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,

atau komponen yang ada dan atau unsur pencemaran yang ditenggang adanya

dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Selanjutnya

diatur bahwa perlindungan lingkungan hidup dilakukan berdasarkan baku mutu

lingkunganyang diatur dengan peraturan perundang-undangan.19 UU 4/1982 juga

mengatur mengenai ganti kerugian dan sanksi pidana bagi pencemar lingkungan.20

17 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan. Hal 239.

18 Lihat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1978 Tentang Perubahan, Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1978 Tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Dan Tatakerja Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Dan Lingkungan Hidup, Menteri Negara Riset Dan Teknologi Serta Susunan Organisasi Stafnya, 1978.

19 Lihat Pasal 15, Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Pokok - Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, 1982.

20 Ibid. Lihat Pasal 20-22.

CECEP AMINUDIN

Page 18: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

9

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Pada tahun 1985, Menteri Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1985 tentang Tata Cara Pengendalian Pencemaran

bagi Perusahaan-Perusahaan Yang Mengadakan Penanaman Modal Menurut

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1968 (Permendagri 1/1985). Permendagri 1/1985 tersebut mendefinisikan limbah

sebagai “hasil sampingan dari proses produksi yang tidak digunakan yang dapat

berbentuk benda padat, cair, gas, debu, suara, getaran, perusakan dan lain-lain

yang dapat menimbulkan pencemaran bilamana tidak dikelola dengan benar.”21

Pada tahun 1988, Menteri Lingkungan Hidup menerbitkan Keputusan Menteri

Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: Kep-02/Menklh/I/1988

Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan (KepmenLH 02/1988). Yang

menarik dari KepmenLH 02/1988 adalah pertimbangan diterbitkannya peraturan

tersebut adalah “sambil menunggu diundangkannya peraturan pemerintah yang

mengatur tentang pengendalian pencemaran lingkungan, dipandang perlu untuk

menetapkan baku mutu lingkungan sebagai pedoman untuk menetapkan baku

mutu lingkungan dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan hidup

di daerah.” Tampak disadari betul oleh penyusun peraturan tersebut bahwa

pengaturan yang ideal untuk pengendalian pencemaran adalah dalam bentuk

Peraturan Pemerintah.22 KepmenLH 02/1988 mengatur definisi pencemaran

udara, baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi. Baku mutu udara (ambien

dan emisi sumber bergerak maupun tidak bergerak) kemudian diatur dalam

Bab III, Pasal 7 sampai Pasal 10. Dengan demikian dapat dikatakan KepmenLH

02/1988 merupakan peraturan nasional pertama yang mengatur mengenai Baku

Mutu Udara Ambien dan Emisi.

Berdasarkan KepmenLH 02/1988, Gubernur menetapkan baku mutu udara

ambien untuk provinsi dengan berpedoman pada baku mutu udara ambien

nasional dalam Lampiran III Surat Keputusan tersebut.23 Setelah ditetapkan baku

21 Lihat Pasal 1 butir 9, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1985 Tentang Tata Cara Pengendalian Pencemaran Bagi Perusahaan-Perusahaan Yang Mengadakan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 196 Dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968., 1985.

22 Lihat bagian konsiderans Keputusan Menteri Negara Kependudukan Dan Lingkungan Hidup Nomor: Kep-02/Menklh/I/1988 Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan, 1988.

23 Ibid. Pasal 7 (1).

Page 19: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

10

mutu udara ambien, Gubernur menetapkan baku mutu udara emisi dengan

berpedoman pada baku mutu udara emisi dalam Lampiran IV Surat Keputusan

tersebut.24Apabila terdapat hal yang bersifat khusus dalam menetapkan baku

mutu udara ambien dan baku mutu udara emisi, Gubernur berkonsultasi dengan

Menteri.25 Disini terlihat bahwa KepmenLH 02/1988 menegaskan pentingnya baku

mutu emisi sebagai usaha untuk mencapai baku mutu udara ambien. Penegasan

ini juga terlihat dalam definisi baku mutu emisi pada peraturan tersebut sebagai

berikut:

“Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi

zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran

ke udara, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu

udara ambien.”26

KepmenLH 02/1988 juga mengatur sekilas tentang cara penetapan baku mutu

udara ambien provinsi yang ditetapkan dengan memperhitungkan kondisi udara

setempat. Untuk mengetahui kondisi udara setempat, Gubernur berkonsultasi

dengan Badan Meteorologi dan Geofisika yang pada saat itu berada di bawah

Departemen Perhubungan.27

Pasal 9 KepmenLH 02/1988 mencoba melahirkan instrumen pengendalian

yang baru, meskipun masih memperkuat pendekatan CAC, berupa izin

pembuangan limbah gas.Untuk setiap kegiatan yang membuang limbah gas ke

udara ditetapkan mutu emisi, dengan pengertian : a) mutu emisi dari limbah gas

yang dibuang ke udara tidak melampaui baku mutu udara emisiyang ditetapkan,

dan b) tidak mengakibatkan turunnya kualitas udara.28 Mutu emisi dari limbah gas

yang dibuang ke udara harus dicantumkan secara jelas dalam izin pembuangan

limbah gas.29

Pada tahun 1995-1996, dibawah kepemimpinan Sarwono Kusumaatmadja,

Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Kabinet Pembangunan VI (1993-19980)

24 Ibid. Pasal 8.

25 Ibid. Pasal 10.

26 Ibid. Pasal 1 butir 8.

27 Ibid. Pasal 7 (2).

28 Ibid. Pasal 9 (1).

29 Ibid. Pasal 9 (2).

CECEP AMINUDIN

Page 20: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

11

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

diterbitkan beberapa Keputusan Menteri/Kepala Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan (Bapedal) yang terkait dengan pengendalian pencemaran udara,

yaitu pengaturan emisi sumber tidak bergerak, pengaturan emisi sumber bergerak,

pengaturan baku tingkat gangguan, dan program langit biru.

Pengaturan Emisi Sumber Tidak Bergerak. Keputusan Menteri/Kepala Bappedal

yang terkait dengan emisi sumber tidak bergerak pada periode ini adalah: (1)

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.13/MENLH/3/1995

tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak (besi dan baja, pulp dan kertas,

pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara, industri semen dan

usaha/kegiatan lainnya)30; (2) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan Nomor Kep-03 /Bapedal/09/1995 Tentang Persyaratan Teknis

Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (di dalamnya mengatur Baku Mutu

Emisi Insinerator); (3) sebagai pelaksanaan Kep-13/MENLH/3/1995 kemudian

diterbitkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor

205 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber

Tidak Bergerak (di dalamnya mengatur mekanisme pemantauan kualitas udara,

pengambilan contoh uji dan analisis, persyaratan cerobong dan unit pengendalian

pencemaran udara).

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Meskipun tidak khusus

mengatur pencemaran udara, Amdal adalah salah satu instrumen penting

pengendalian pencemaran udara dari sumber tidak bergerak yang bersifat CAC.

Sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 16 UU 4/1982, untuk pertama kali pengaturan

mengenai teknis pelaksanaan Amdal dituangkan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 29 Tahun 1986 Tanggal 5 Juni 1986 (PP 29/1986). PP 29/1986 kemudian

disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 Tentang

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (PP 51/1993). Sebagai pelaksanaan PP

51/1993 kemudian diterbitkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor: Kep-11/Menlh/3/1994 Tentang Jenis Usaha Atau Kegiatan Yang Wajib

Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang kemudian

direvisi dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor: KEP-39/MENLH/8/1996.

30 Peraturan ini mencabut ketentuan mengenai baku mutu emisi sumber tidak bergerak dalam Kep-02/MENKLH/I/1988.

Page 21: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

12

Pengaturan Emisi Sumber Bergerak. Baku mutu emisi sumber bergerak (kendaraan

bermotor) dalam Kep-02/Menklh/I/1988 kemudian direvisi dengan Keputusan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-35/MENLH/10/1993 tentang

Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor (Tipe Baru dan Lama) (KEP-

35/MENLH/10/1993).Yang menarik dari KEP-35/MENLH/10/1993 adalah dasar

pembentukan Kepmen tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun

1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi yang telah mengatur ketentuan mengenai

persyaratan laik jalan kendaraan bermotor yang meliputi antara lain ambang batas

emisi gas buang kendaraan bermotor.31

Pengaturan Baku Tingkat Gangguan. Pada periode ini juga diterbitkan peraturan

menteri tentang baku tingkat gangguan (kebisingan, getaran dan kebauan) yaitu: (a)

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-48/MENLH/11/1996

tentang Baku Tingkat Kebisingan; (b) Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup Nomor KEP-49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran; (c)

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-50/MENLH/11/1996

tentang Baku Tingkat Kebauan. Ketiga peraturan tersebut masih berlaku hingga

sekarang.

Program Langit Biru. Sebagai salah satu upaya pengendalian pencemaran udara

dari kegiatan sumber bergerak dan sumber tidak bergerak, pada periode ini

Kementerian LH melaksanakan program langit biru yang ditetapkan dengan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (MENLH) Nomor 15 Tahun 1996

tentang Program Langit Biru. Pelaksanaan program ini di daerah melibatkan

Bupati/Walikota, Gubernur, Bapedal Wilayah dan Menteri dalam Negeri.

Semenjak dileburnya Bapedal ke dalam KLH pada 2002, maka Program Langit

Biru menjadi bagian kegiatan dari masing-masing Asisten Deputi MENLH yang

menangani urusan pengendalian pencemaran sumber bergerak dan sumber

tidak bergerak. Dalam perjalanannya, Program Langit Biru untuk sumber tidak

bergerak diintegrasikan dalam kegiatan Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan

dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER).32 Berdasarkan KEP-16/

31 Pasal 7 huruf c dan Pasal 127 ayat (1) a, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 Tentang Kendaraan Dan Pengemudi, 1993.

32 M. Didin Khaerudin et al., Kota Di Persimpangan Jalan: Pedoman Perancangan Strategi Pengendalian Emisi Dari Sektor Transportasi Jalan Di Kawasan Perkotaan (Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, 2009). Hal 111.

CECEP AMINUDIN

Page 22: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

13

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

MENLH/4/1996 ditetapkan Provinsi yang menjadi prioritas program langit biru

yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Perlindungan fungsi atmosfer. Pada periode ini Pemerintah mengesahkan United

Nations Framework Convention on Climate Change dengan Undang-Undang Nomor

6 Tahun 1994. Selain itu, pada periode ini Pemerintah juga mengesahkan Vienna

Convention for the Protection of the Ozone Layer dan Montreal Protocol on Substances

that Deplete the Ozone Layer as Adjusted and Amended by the Second Meeting of the

Parties London, 27 – 29 June 1990 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 1992. Dengan diratifikasinya perjanjian-perjanjian internasional

tersebut maka otomatis menjadi bagian dari hukum nasional.33

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan, periode ini merupakan tahap

perkembangan awal regulasi nasional mengenai pengendalian pencemaran

udara yang ditandai dengan lahirnya UU 4/1982 dan berbagai peraturan

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal yang terkait dengan pengendalian

pencemaran udara. Instrumen kebijakan yang diterapkan masih berupa instrumen

CAC dengan memperkuat pengaturan baku mutu emisi, baku mutu gangguan,

baku mutu udara ambien, izin usaha, pengawasan, sanksi administrasi, dan sanksi

pidana. Penambahan instrumen baru dalam kategori CAC adalah penerapan

Amdal dan pengaturan mengenai izin pembuangan limbah gas. Pendekatan

LDC juga mulai diterapkan dengan aturan ganti rugi dalam UU 4/1982. Dari sisi

cakupan, respon kebijakan tampaknya masih pada aspek tekanan (pressure) dan

kondisi (state) kualitas udara, namun jenis pencemar gangguan sudah mulai diatur

secara khusus.

V. Periode 1997 – 2009: Upaya Pertama Sistematisasi Regulasi Nasional

Periode ini ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 tahun

1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 23/1997) yang menggantikan

UU 4/1982. UU 23/1997 memberikan landasan hukum bagi pengaturan mengenai

baku mutu lingkungan, Amdal sebagai prasyarat izin usaha/kegiatan, izin

33 Karya tulis yang membahas masalah ini secara komprehensif lihat La Ode Muhammad Syarif, The Implementation of International Responsibilities for Atmospheric Pollution: A Comparison Between Indonesia and Australia (Jakarta: ICEL, 2001).

Page 23: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

14

pembuangan limbah, audit lingkungan (wajib dan sukarela), pengawasan, sanksi

administrasi, perdata (ganti rugi dan strict liability) dan sanksi pidana.

Perkembangan penting pada periode ini adalah terbitnya Peraturan

Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara (PP

41/1999) sebagai peraturan pelaksanaan dari UU 23/1997. PP 41/1999 terdiri dari

IX Bab dan 59 Pasal. Peraturan Pemerintah yang ditandatangani oleh Presiden

B.J. Habibie tersebut mengatur mengenai perlindungan mutu udara (baku

mutu udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi dan ambang

batas emisi gas buang, baku tingkat gangguan dan ambang batas kebisingan,

ISPU), pengendalian pencemaran udara (pencegahan dan persyaratan penaatan

lingkungan hidup, penanggulangan dan pemulihan (keadaan darurat, sumber

tidak bergerak, sumber bergerak, sumber gangguan), pengawasan, pembiayaan,

ganti rugi dan sanksi. PP 41/1999 memang menyebutkan sumber emisi terdiri

dari sumber bergerak (kendaraan bermotor), sumber bergerak spesifik (kereta api,

pesawat terbang, kapal laut dan kendaraan berat lainnya), sumber tidak bergerak

(utamanya industri), maupun sumber tidak bergerak spesifik (kebakaran hutan

dan pembakaran sampah). Namun demikian, PP 41/1999 juga menegaskan bahwa

pengendalian pencemaran udara dari sumber bergerak spesifik dan sumber tidak

bergerak spesifik belum diatur lebih lanjut dalam PP 41/1999 karena keterbatasan

teknis dalam penyusunan dan pelaksanaannya di lapangan pada saat itu.34

Kebakaran Hutan dan Lahan. Untuk merespon masalah pencemaran dan

kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan yang dampaknya bersifat

nasional bahkan lintas batas negara, pemerintah pada masa Presiden Abdurahman

Wahid menerbitkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 04 Tahun 2001 tentang

Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan

dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan. Kebakaran hutan dan atau lahan di

Indonesia, terjadi setiap tahun walaupun frekuensi, intensitas, dan luas arealnya

berbeda. Kebakaran paling besar terjadipada tahun 1997/1998 di 25 (dua puluh

lima) provinsi, yang untuk pertama kali dinyatakan sebagai bencana nasional.35

34 Lihat Pasal 2 dan Penjelasan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

35 Lihat Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah RI Nomor 04 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Atau Lahan, 2001.

CECEP AMINUDIN

Page 24: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

15

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Meskipun ada PP tersendiri mengenai pengendalian kerusakan/pencemaran

lingkungan hidup akibat kebakaran hutan dan lahan, namun pengendalian

terhadap terjadinya kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup diatur

dalam peraturan perundang-undangan tersendiri, seperti dalam Peraturan

Pemerintah tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Peraturan Pemerintah

tentang Pengendalian Pencemaran Air.36 Baku mutu udara ambien misalnya, tetap

mengacu pada PP 41/1999.37

Pengaturan Emisi Sumber Tidak Bergerak. Upaya untuk mengatur baku mutu

emisi dari sumber tidak bergerak terus dilakukan pada periode ini. Peraturan/

Keputusan Menteri mengenai hal ini yang terbit pada periode ini adalah: (1)

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 133 Tahun 2004 tentang

Baku Mutu Emisi Bagi Kegiatan Industri Pupuk; (2) Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 07 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak

Bergerak Bagi Ketel Uap; (3) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17

Tahun 2008 Tentang baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/

atau Kegiatan Industri Keramik; (4) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup

No. 18 Tahun 2008 Tentang baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha

dan/atau Kegiatan Industri Carbon Black; dan (5) Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 21 Tahun 2008 Tentang baku Mutu Emisi Sumber Tidak

Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal.

Program penilaian peringkat kinerja perusahaan (PROPER) yang pada awalnya

diutamakan pada pengendalian pencemaran air38, kemudian juga mencakup

pengendalian pencemaran udara dengan diterbitkannya Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup Nomor 127 Tahun 2002 tentang Program Penilaian Peringkat

Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal ini menandai

digunakannya instrumen kebijakan informasi dalam pengendalian pencemaran

udara dari sumber tidak bergerak.

36 Ibid.

37 Ibid. Pasal 9 dan 10.

38 Lihat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-35 A/MENLH/7/1995 tentang Program Penilaian Kinerja Perusahaan/Kegiatan Usaha Dalam Pengendalian Pencemaran dalam Lingkup Kegiatan PROKASIH (PROPER PROKASIH).

Page 25: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

16

Amdal. Dengan diundangkannya UU 23/1997, Peraturan Pemerintah Nomor 51

Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan kemudian disesuaikan

dan diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan. Demikian pula Kep-39/MENLH/11/1996 tentang

Jenis Usaha Atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan diganti dengan Keputusan Menteri LH Nomor 3 Tahun 2000

yang kemudian direvisi lagi dengan KepmenLH 17/2001. KepmenLH 17/2001

kemudian direvisi dengan PermenLH 11/2006.

Pengaturan Emisi Sumber Bergerak. Pengaturan baku mutu emisi sumber bergerak

terus ditingkatkan pada periode ini. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan

Bermotor untuk uji tipe emisi kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan

yang sedang diproduksi (current production) dalam KEP-35/MENLH/10/1993

digantikan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 141 Tahun

2003. Sedangkan Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama

dalam KEP-35/MENLH/10/1993 digantikan dengan Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2006. Selain itu untuk meningkatkan penaatan

terhadap emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru sebagaimana telah

diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun

2003, Menteri Lingkungan Hidup menetapkan Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 252 tahun 2004 tentang Program Penilaian Peringkat

Hasil Uji Tipe Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru. Hal ini menandai

digunakannya instrumen kebijakan informasi dalam pengendalian pencemaran

udara dari sumber tidak bergerak tipe baru.

Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Pada periode ini juga mulai diterapkan

ISPU dengan pertimbangan “untuk memberikan kemudahan dan keseragaman

informasi kualitas udara ambien kepada masyarakat di lokasi dan waktu tertentu”

serta “sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan upaya-upaya pengendalian

pencemaran udara”.39 Mengenai ISPU ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara

yang kemudian dijabarkan dalam Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan Nomor KEP-107/KABAPEDAL/11/1997 tentang Pedoman Teknis

39 Lihat Bagian konsiderans Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 1997 Tentang Indeks Standar Pencemar Udara, 1997.

CECEP AMINUDIN

Page 26: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

17

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara.

Pengembangan Kapasitas Daerah. Upaya pengembangan kapasitas daerah pada

periode ini dilakukan berdasarkan Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 8 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

Antara Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota, yang menyatakan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang

bersifat wajib berpedoman pada standar pelayanan minimal yang dilaksanakan

secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Untuk menindaklanjuti ketentuan

tersebut, Menteri Lingkungan Hidup menerbitkan Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal

Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten / Kota dan

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah

Provinsi dan Daerah Kabupaten / Kota yang di dalamnya mengatur mengenai

pelayanan informasi status mutu udara ambien dan pelayanan pencegahan

pencemaran udara dari sumber tidak bergerak.

Pemanfaatan ruang dan pengendalian pencemaran udara. Meskipun pengendalian

pencemaran udara baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak

disadari sangat terkait dengan kegiatan pemanfaatan ruang namun PP 41/1999

belum mengatur atau menyinggung mengenai hal ini. Adalah Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang kemudian menyatakan secara

eksplisit bahwa pemanfaatan ruang dilaksanakan sesuai dengan standar kualitas

lingkungan serta daya dukung dan daya tampung lingkungan.40 Keterkaitan

40 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, 2007. Pasal 34 ayat (4) huruf b dan c. Penjelasan Pasal 34 ayat (4) huruf b UU 26/2007 menyatakan sebagai berikut:

“Yang dimaksud dengan standar kualitas lingkungan, antara lain, adalah baku mutu lingkungan dan ketentuan pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan ambang batas pencemaran udara, ambang batas pencemaran air, dan ambang batas tingkat kebisingan.

…..

Penerapan kualitas lingkungan disesuaikan dengan jenis pemanfaatan ruang sehingga standar kualitas lingkungan di kawasan perumahan akan berbeda dengan standar kualitas lingkungan di kawasan industri.”

Page 27: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

18

antara penataan ruang dengan upaya pengendalian pencemaran udara apabila

dielaborasi lebih lanjut menandakan digunakannya instrumen kebijakan yang

bersifat perencanaan dan manajemen (management and planning).

Perlindungan fungsi atmosfer. Pada tahun 2004 dengan Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2004 Indonesia mengesahkanProtokol Kyoto atas Konvensi

Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Perubahan Iklim.

Mengenai perlindungan lapisan ozon, pada periode ini pemerintah juga

mengesahkan Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer,

Copenhagen, 1992 (Protokol Montreal tentang Zat-zat yang Merusak Lapisan

Ozon, Copenhagen, 1992) melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 92 Tahun 1998. Selain itu, Kementerian Perdagangan dan Perindustrian

juga menerbitkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 24/M-DAG/

PER/6/2006 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Ozon dan Peraturan

Menteri Perindustrian Nomor 33/M-IND/PER/4/2007 tentang Larangan

Memproduksi Bahan Perusak Lapisan Ozon serta Memproduksi Barang yang

Menggunakan Bahan Perusak Lapisan Ozon.

Selanjutnya perlu pula dicatat bahwa pada periode ini (sekitar tahun

2006-2007) terdapat inisiatif penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU)

Pengelolaan Udara Bersih yang akan merupakan Undang-Undang yang bersifat lex

specialis terhadap Undang Undang No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup. Salah satu pertimbangan perlunya disusun peraturan payung mengenai

udara adalah karena udara bersifat global.41 Namun proses penyusunan RUU

ini kemudian terhenti dan yang kemudian lahir adalah Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang

menggantikan UU 23/1997.

Berdasarkan uraian tersebut PP 41/1999 dapat dikatakan sebagai upaya

pertama sistematisasi regulasi nasional mengenai pengendalian pencemaran

udara dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Namun demikian, patut dicatat

beberapa kelemahan dari peraturan pemerintah ini yaitu42: (a) belum mengatur

secara rinci peran sektor terkait ataupun pemerintah daerah, (b) masih berorientasi

41 “Kesimpulan Kelompok Substansi Udara Bersih,” accessed May 3, 2016, http://langitbiru.menlh.go.id/upload/program/pdf/kes-rakor.pdf.

42 Dede Nurdin Sadat et al., Udara Bersih Hak Kita Bersama (Jakarta: Pelangi, 2003).

CECEP AMINUDIN

Page 28: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

19

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

pada penanggulangan dan pemulihan ketika baku mutu udara ambien terlampaui

namun belum mengatur pencegahan/pemeliharaan ketika baku mutu udara

ambien sudah terpenuhi, (c) belum mencantumkan norma dasar dalam penetapan

baku mutu udara ambien nasional, (d) belum mengatur pengembangan model

dispersi pencemaran udara, (e) masih mengandalkan pada pendekatan command

and control, (f) belum mengatur parameter pencemar udara yang bersifat toksik, (g)

yang wajib membuat baku mutu udara ambien daerah seharusnya daerah dengan

kriteria tertentu.

Instrumen kebijakan yang diterapkan pada periode ini masih berupa

instrumen CAC dengan memperkuat pengaturan baku mutu emisi, baku mutu

udara ambien, Amdal sebagai prasyarat izin usaha, pengawasan dan sanksi

administrasi, serta sanksi pidana. Pendekatan LDC juga diperkuat dengan aturan

ganti rugi dan strict liability dalam UU 23/1997. Pendekatan E&I mulai diterapkan

dengan dimasukannya aspek pencemaran udara dalam program PROPER dan

program Peringkat Hasil Uji Tipe Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru.

Dengan demikian, pendekatan kebijakan bauran (policy mixes) mulai diterapkan

pada periode ini. Dari sisi cakupan kebijakan, respon terhadap tekanan (pressures)

ditambahkan dengan respon terhadap sumber pencemar udara dari kebakaran

hutan, respon terhadap kondisi (state) kualitas udara diperjelas dengan adanya

ISPU dan respon terhadap dampak (impacts) mulai terlihat dengan pengaturan

mengenai penanggulangan dan keadaan darurat.

VI. 2009 – Sekarang: Menuju Pengaturan Pengelolaan Kualitas Udara

yang Lebih Komprehensif?

Periode ini ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009) yang

menggantikan UU 23/1997. Beberapa Pasal yang terkait dengan Pengelolaan

Kualitas Udara dalam UU 32/2009 adalah Pasal 11 mengenai inventarisasi

lingkungan hidup, penetapan ekoregion dan Rencana Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), Pasal 12 ayat (4) mengenai tata

cara penetapan daya dukung dan daya tampung, Pasal 20 ayat (4) mengenai

baku mutu udara ambien, Pasal 56 mengenai pengendalian pencemaran, Pasal

Page 29: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

20

57 ayat (5) mengenai konservasi dan pencadangan sumber daya alam dan

pelestarian fungsi atmosfer, Pasal 75 mengenai tata cara pengangkatan pejabat

pengawas lingkungan hidup dan tata cara pelaksanaan pengawasan, serta Pasal

83 mengenai sanksi administratif, yang perlu dijabarkan lebih lanjut dalam

Peraturan Pemerintah.

Pengendalian Emisi Sumber Tidak Bergerak. Pengendalian emisi sumber tidak

bergerak pada periode ini dilakukan dengan melanjutkan pengaturan baku mutu

emisi, standar kompetensi penanggungjawab pengendalian pencemaran udara,

penilaian peringkat kinerja perusahaan, serta Amdal dan Izin Lingkungan.

Baku Mutu dan Beban Emisi. Pada periode ini dihasilkan 3 peraturan menteri

yaitu: (a) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2014

Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan / atau Kegiatan

Pertambangan yang mencakup kegiatan pertambangan bijih nikel, bijih bauksit,

bijih timah, bijih besi, bijih mineral lainnya dan batubara, (b) Peraturan Menteri

Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2009 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber

Tidak Bergerak Bagi Usaha dan atau Kegiatan Minyak Bumi dan Gas yang

kemudian disusul dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.

12 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penghitungan Beban Emisi Kegiatan Industri

Minyak dan Gas Bumi; dan (c) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.

07 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan

/ atau Kegiatan Industri Rayon.

Standar Kompetensi Penanggungjawab Pengendalian Pencemaran Udara. Pada

periode ini juga perkenalkan instrumen pengendalian pencemaran udara yang

baru berupa standar kompetensi sumber daya manusia di bidang pengendalian

pencemaran udara dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Lingkungan

Hidup No. 04 Tahun 2011 Tentang Standar Kompetensi Penanggungjawab

Pengendalian Pencemaran Udara.

Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan. Program penilaian peringkat kinerja

perusahaan terus dilanjutkan pada periode ini yang antara laian ditandai dengan

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 03 Tahun 2014 tentang Program

Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Penaataan perusahaan terhadap baku mutu emisi tiap parameter pencemar udara

CECEP AMINUDIN

Page 30: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

21

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

menjadi salah satu aspek penilaian.

Amdal dan Izin Lingkungan. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan kemudian dicabut dan digantikan

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

Sementara itu, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012

Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan Hidup menggantikan dan mencabut Peraturan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006. Beberapa jenis

kegiatan diwajibkan memiliki Amdal dengan pertimbangan dampaknya terhadap

pencemaran udara seperti pembangunan gedung, pembangunan terminal,

pembangunan bandar udara, eksploitasi minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan,

panas bumi dan pengelolaan limbah B3.

Pengaturan Emisi Sumber Bergerak. Pengaturan emisi sumber bergerak pada

periode ini dilakukan dengan menyempurnakan pengaturan emisi gas buang

kendaraan bermotor dan ambang batas kebisingan kendaraan bermotor.

Emisi Gas Buang. Pada periode ini diterbitkan Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2009 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang

Kendaraan Bermotor Tipe Baru. Selain itu juga diterbitkan Peraturan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas

Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3 (roda 2) yang kemudian diubah

dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 2012.43

Kebisingan. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 07 Tahun 2009

Tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru. PermenLH

ini merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 10 ayat(1), Pasal 41 ayat (3),

dan Pasal 42 ayat (3) PeraturanPemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran Udara.

Pencemar Udara Organik yang Persisten. Pada tahun 2009 Indonesia juga

mengesahkan Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang

Persisten dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan

Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants. Ratifikasi ini merupakan

43 Peraturan ini merubah sebagian PermenLH 04/2009.

Page 31: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

22

tindaklanjut dari penandatanganan Stockholm Convention on Persistent Organic

Pollutants oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 23 Mei 2001. Konvensi ini

terkait dengan pencemaran udara dari emisi pencemar organik yang persisten

seperti dioxin dan furan.44

Penanggulangan dan Pemulihan. PP 41/1999 memberikan mandat perlunya

pedoman teknis penanggulangan dan pemulihan pencemaran udara,45 namun

pedoman teknis tersebut belum pernah diterbitkan. Pada tahun 2011, Kementerian

Lingkungan Hidup kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan

Hidup No. 13 Tahun 2011 Tentang Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan/atau

Kerusakan Lingkungan Hidup yang kemudian direvisi dengan Peraturan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan

Hidup Akibat Pencemaran dan / atau Kerusakan Lingkungan Hidup. Sebagian

materi muatan peraturan ini berkaitan dengan penanggulangan dan pemulihan.

Pelestarian Fungsi Atmosfer. Berdasarkan UU 32/2009, pelestarian fungsi atmosfer

meliputiupaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, upaya perlindungan

lapisan ozon, dan upaya perlindungan terhadap hujan asam.46 Pada tahun 2009

juga disahkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi,

Klimatologi dan Geofisika yang didalamnya juga mengatur mengenai mitigasi

dan adaptasi perubahan iklim.47 Dalam rangka mitigasi perubahan iklim, pada

tahun 2011 diterbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun

2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.Upaya

perlindungan lapisan ozon pada periode ini dilakukan dengan penerbitan Peraturan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 35 Tahun 2009 tentang Pengelolaan

Halon.

Pengembangan Kapasitas Daerah. Upaya pengembangan kapasitas daerah di

bidang pengendalian pencemaran udara ditandai dengan terbitnya Peraturan

44 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pengesahan Stockholm Convention On Persistent Organic Pollutants (Konvensi Stockholm Tentang Bahan Pencemar Organik Yang Persisten), 2009.

45 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara, n.d. Pasal 25 (2).

46 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2009. Pasal 57 (4).

47 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 Tentang Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika, 2009. Pasal 65-67.

CECEP AMINUDIN

Page 32: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

23

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan

Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah. Peraturan Menteri yang bertujuan

untuk memberikan pedoman bagi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/

kota dalam melaksanakan pengendalian pencemaran udara tersebut mengatur

pedoman mengenai: (a) penetapan baku mutu udara ambien; (b) penetapan status

mutu udara ambien daerah; (c) penetapan baku mutu emisi, baku mutu emisi

gas buang, dan baku mutu gangguan; (d) pelaksanaan koordinasi operasional

pengendalian pencemaran udara; dan (e) koordinasi dan pelaksanaan pemantauan

kualitas udara. Peraturan Menteri tersebut merupakan norma, standar, prosedur,

dan kriteria (NSPK) yang merupakan penjabaran Pasal 9 Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Pada saat artikel ini ditulis, pemerintah sedang mempersiapkan Rancangan

Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Udara sebagai pelaksanaan

dari UU 32/2009. Draft tersebut berisi ketentuan umum, perencanaan, pemanfaatan,

pengendalian, pemeliharaan, pengelolaan informasi, pengawasan dan sanksi

administrasi serta pembiayaan.48

Dari uraian tersebut terlihat bahwa perkembangan yang ada pada periode ini

menegaskan diterapkannya pendekatan bauran (policy mixes) dalam pengendalian

pencemaran termasuk pencemaran udara. Penguatan instrumen CAC melalui

pengaturan baku mutu emisi, baku mutu udara ambien, Amdal, izin lingkungan

sebagai prasyarat izin usaha, pengawasan, sanksi administrasi serta sanksi pidana.

Demikian juga dengan pendekatan LDC melalui pengaturan sanksi perdata (ganti

rugi dan strict liability) dalam UU 32/2009.Untuk sumber tidak bergerak instrumen

CAC dan LDC ini dibaurkan dengan instrumen E&I berupa program PROPER

dan standar kompetensi penanggung jawab pengendalian pencemaran udara.UU

32/2009 sebenarnya memungkinkan dikembangkannya instrumen ekonomi dan

instrumen manajemen serta perencanaan (M&P) melalui keterkaitan dengan tata

ruang dan konsep ekoregion. Dengan demikian respon terhadap faktor pemicu

(driving forces), khususnya pada aspek kesesuaian antara penataan ruang dengan

upaya pengelolaan kualitas udara dapat lebih dielaborasi. Respon terhadap dampak

48 “DRAFT RPP UDARA,” accessed May 5, 2016, http://proper.menlh.go.id/portal/filebox/130423095940DRAFT%20RPP%20UDARA.pdf.

Page 33: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

24

(impacts),juga dapat dielaborasi dengan memberikan perhatian yang memadai

pada pemantauan dampak pencemaran udara terhadap kesehatan masyarakat

serta keterkaitan antara pencemaran udara dengan terjadinya hujan asam.49 Hal

ini akan mendukung dan terkait dengan instrumen LDC yang berkaitan dengan

mekanisme ganti rugi akibat pencemaran udara.

VII. Simpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan uraian pada bagian-bagian sebelumnya, dikaitkan dengan

pokok permasalahan yang dicoba diulas dalam tulisan ini, dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut:

a. Evolusi pengaturan kualitas udara di Indonesia berkembang seiring dengan

meningkatnya kesadaran dan perhatian pemerintah serta masyarakat

terhadap masalah lingkungan hidup termasuk kualitas udara. Dalam tulisan

ini diindikasikan dengan bertambahnya jumlah peraturan serta perjanjian

lingkungan internasional yang diratifikasi. Perkembangan yang cukup

signifikan terjadi setelah diundangkannya UU 4/1982 dan dibentuknya

kementerian khusus yang menangani lingkungan hidup pada tahun 1978.

Hal ini menunjukan adanya pengaruh faktor keberadaan lembaga pelaksana

(implementing agency) terhadap perkembangan regulasi pengelolaan kualitas

udara. Meskipun demikian, upaya pertama untuk mensistematisasikan

pengaturan mengenai pengendalian pencemaran udara baru dapat dilakukan

pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya PP 41/1999. Seperti ditunjukan

pada periode-periode awal, peranan pemerintah daerah juga cukup penting,

dan perlu terus mendapat perhatian dalam konteks otonomi daerah.

b. Instrumen kebijakan yang diterapkan juga semakin berkembang seiring

dengan bertambahnya jumlah peraturan. Instrumen kebijakan yang diatur

telah bergeser dari hanya menggunakan pendekatan tradisional command and

control ke arah bauran kebijakan (policy mixes) dengan menerapkan intrumen

liability and damage compensation, dan instrumen edukasi dan informasi.

Namun, instrumen ekonomi dan instrumen perencanaan dan manajemen

49 Eko Cahyono, “Pengaruh Hujan Asam Pada Biotik Dan Abiotik,” Berita Dirgantara LAPAN Vol 8 (September 3, 2007): 48–51.

CECEP AMINUDIN

Page 34: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

25

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

belum banyak terelaborasi dalam konteks pengelolaan kualitas udara.

c. Respon kebijakan yang termuat dalam peraturan berkembang dari hanya

mengatasi tekanan, kepada upaya mengatasi kondisi kualitas udara dan

pada sebagian dampak. Sementara itu, respon terhadap faktor pemicu dan

keseluruhan dampak belum banyak terelaborasi.

Dari kesimpulan tersebut dapat diajukan beberapa rekomendasi sebagai

berikut:

a. Penguatan lembaga pelaksana (implementing agency) pada tingkat pusat

dan daerah perlu terus dilakukan. Kompleksitas pengelolaan kualitas

udara (multi sumber-multi pencemar-multi dampak) juga mengisyaratakan

dengan jelas perlunya koordinasi antar lembaga secara vertikal maupun

horizontal.Terkait hal ini, artikel ini masih dapat dikembangkan lebih lanjut

dengan meneliti perkembangan regulasi pengelolaan kualitas udara di

daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) serta sektor-sektor terkait seperti

Perhubungan, Perindustrian, Energi dan Sumber Daya Mineral, Kesehatan

serta sektor lainnya yang belum sepenuhnya tercakup dalam tulisan ini.

Analisis lebih lanjut dapat dilakukan dengan melihat perkembangan tingkat

sinkronisasi peraturan perundang-undangan tersebut baik secara horizontal

(dalam tingkat peraturan yang sama) maupun secara vertikal (antara

peraturan yang lebih rendah dengan peraturan yang lebih tinggi. Dengan

demikian dapat dilihat tingkat koherensi kebijakan yang diterapkan, karena

kualitas pengaturan tidak hanya bisa dilihat dari segi jumlah.

b. Seiring dengan meningkatnya tantangan dalam pengelolaan kualitas udara,

diperlukan kerangka pengaturan yang lebih komprehensif yang dapat

merespon faktor pemicu (driving forces), tekanan (pressures), kondisi kualitas

udara (state) dan dampak (impacts) yang terjadi. Peraturan Pemerintah

yang baru sebagai pelaksanaan UU 32/2009 diharapkan dapat memberikan

landasan hukum yang lebih komprehensif tersebut. Kompleksitas pengelolaan

kualitas udara mungkin akan membuat peraturan pelaksanaan UU 32/2009

tidak bisa mewadahi semuanya. Oleh karena itu, rekomendasi pada bagian

(a) di atas perlu diperhatikan.

Page 35: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

26

c. Instrumen kebijakan lainnya seperti instrumen ekonomi, pendekatan

sukarela (voluntary approach) dan pendekatan perencanaan dan manajemen

(management and planning) perlu dielaborasi lebih lanjut. Penerapan berbagai

instrumen kebijakan tersebut perlu dilakukan dalam pendekatan kebijakan

campuran (policy mixes) yang koheren (saling terkait dan berhubungan dalam

suatu sistem yang logis).Penelitian mengenai efektivitas pengaturan dan

instrumen kebijakan yang dimuatnya juga perlu dilakukan untuk melihat

sejauh mana pengaturan tersebut dapat mengatasi perkembangan tantangan

yang dihadapi sebagai respon terhadap faktor pemicu (driving forces), tekanan

(pressures), kondisi kualitas udara (state) dan dampak (impacts) yang terjadi.

Penelitian semacam ini idealnya dilakukan dengan pendekatan multidisiplin

yang tidak hanya menggunakan disiplin ilmu hukum namun juga disiplin

ilmu lainnya yang relevan.

CECEP AMINUDIN

Page 36: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

27

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi. 1997. Penegakan Hukum Lingkungan. Jakarta: Sapta Arta Jaya.

Maria Persson , Åsa. 2007. “Choosing Environmental Policy Instruments: Case

Studies Of Municipal Waste Policy In Sweden And England.” A thesis

submitted to the Department of Geography and Environment of the London

School of Economics and Political Science for the degree of Doctor of

Philosophy.

“Badan Pusat Statistik.” Accessed May 3, 2016. http://www.bps.go.id/

linkTabelStatis/view/id/1413.

Sukana, Bambang and Naseh , Syahrudji. 1993. “Pencemaran Udara Di DKI Jakarta

(Review).”Media Litbangkes III, Nomor 4: 6–12.

Dede Nurdin Sadat, Fathi Hanif, Lucentezza Napitupulu, Moekti H. Soejachmoen,

Prayekti Murhajanti, Shanty M.F. Syahril, and Sukanda Husin. 2003. Udara

Bersih Hak Kita Bersama. Jakarta: Pelangi.

“DRAFT RPP UDARA.”Accessed May 5, 2016. http://proper.menlh.go.id/portal/

filebox/130423095940DRAFT%20RPP%20UDARA.pdf.

Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 587 Tahun 1980 Tentang Penetapan Kriteria

Ambient Kualitas Udara Dan Kriteria Ambient Bising Dalam Wilayah DKI Jakarta,

1980.

Keputusan Menteri Negara Kependudukan Dan Lingkungan Hidup Nomor: Kep-02/

Menklh/I/1988 Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan, 1988.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 1997 Tentang Indeks

Standar Pencemar Udara, 1997.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1978 Tentang Perubahan,

Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1978 Tentang Kedudukan, Tugas Pokok,

Fungsi, Dan Tatakerja Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, Menteri

Negara Pengawasan Pembangunan Dan Lingkungan Hidup, Menteri Negara Riset

Dan Teknologi Serta Susunan Organisasi Stafnya, 1978.

Page 37: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

28

“Kesimpulan Kelompok Substansi Udara Bersih.” Accessed May 3, 2016. http://

langitbiru.menlh.go.id/upload/program/pdf/kes-rakor.pdf.

Hardjasoemantri, Koesnadi. 2009. Hukum Tata Lingkungan. 8th ed. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Syarif, La Ode Muhammad. 2001. The Implementation of International Responsibilities

for Atmospheric Pollution: A Comparison Between Indonesia and Australia. Jakarta:

ICEL.

M. Didin Khaerudin, Fitri Harwati, John H.P. Tambun Mulia, and Dian Sugiarti.

2009. Kota Di Persimpangan Jalan: Pedoman Perancangan Strategi Pengendalian

Emisi Dari Sektor Transportasi Jalan Di Kawasan Perkotaan. Jakarta: Kementerian

Lingkungan Hidup.

OECD. 2001. Sustainable Development Critical Issues: Critical Issues. OECD Publishing.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1985 Tentang Tata Cara Pengendalian

Pencemaran Bagi Perusahaan-Perusahaan Yang Mengadakan Penanaman Modal

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 196 Dan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1968., 1985.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara,

n.d.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 Tentang Kendaraan Dan Pengemudi, 1993.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 04 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan Dan

Atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan

Dan Atau Lahan, 2001.

Republik Indonesia.Keputusan Menteri Perindustrian No. 12/M/SK/1/78 Tentang

Pencegahan Dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Sebagai Akibat Dari

Usaha Industri, 1978.

———. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Pokok - Pokok Pengelolaan

Lingkungan Hidup, 1982.

———. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, 2007.

———. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan

CECEP AMINUDIN

Page 38: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

29

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Lingkungan Hidup, 2009.

———. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pengesahan

Stockholm Convention On Persistent Organic Pollutants (Konvensi Stockholm

Tentang Bahan Pencemar Organik Yang Persisten), 2009.

Soedomo, Moestikahadi. 1999. Kumpulan Karya Ilmiah Mengenai Pencemaran Udara.

Bandung: Penerbit ITB.

Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 670/2000 Tanggal 28 Maret 2000

Tentang Penetapan Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Di Propinsi DKI

Jakarta, 2000.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 Tentang Meteorologi, Klimatologi Dan

Geofisika, 2009.

Undang-Undang Gangguan (Hinderordonnantie) Hinder Ordonnantie Staatsblad Tahun

1926 Nomor 226, 1926.

United Nations. 1972. “Report of the United Nations Conference on the Human

Environment.” United Nations. http://www.un-documents.net/aconf48-

14r1.pdf.

Vaz, S.G., T. Ribeiro, and EEA. 2001. Reporting on Environmental Measures: Are We

Being Effective? Environmental Issue Report. European Environment Agency.

http://www.eea.europa.eu/publications/rem/issue25.pdf.

Page 39: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

30

Page 40: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

31

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Perlindungan dan Pengembangan usaHa mikro kecil

bidang Perikanan sebagai uPaya Pengendalian Pencemaran

wilayaH Pesisir dan laut

Nur Sulistyo Budi Ambarini1

Abstrak

Usaha Mikro dan Kecil jumlahnya cukup besar di Indonesia. Khususnya dalam

sistem bisnis perikanan sub sektor pengolahan hasil perikanan merupakan usaha

yang menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu juga berpotensi dikembangkan

untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan dalam dan luar negeri. Di sisi lain

juga memiliki banyak kelemahan dan berpotensi menghasilkan limbah yang

dapat menimbulkan pencemaran lingkungan laut. Tulisan ini merupakan hasil

penelitian yang bertujuan mengkaji perlindungan usaha mikro kecil sebagai entitas

ekonomi yang dapat dikembangkan agar mampu berperan dalam pengendalian

pencemaran wilayah pesisir dan laut. Menggunakan metode penelitian hukum

non doktrinal dengan pendekatan socio-legal research. Untuk melindungi dan

pengembangan usaha mikro kecil dalam bidang perikanan harus dilakukan

secara komprehensif. Pengembangan SDM, manajemen, kelembagaan serta aspek

legalitas baik institusional maupun operasional harus menjadi perhatian penting.

Untuk memberikan perlindungan hukum perlu dilakukan penguatan kelembagaan

terhadap Usaha mikro dan kecil di bidang perikanan dalam wadah badan hukum

koperasi. Dalam wadah koperasi, pelaku usaha mikro dan kecil selain dapat

mengaktualisasi kepentingan-kepentingan ekonomi, juga memperoleh pendidikan

1 Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, mengajar matakuliah Hukum Ekonomi, Hukum Lingkungan, Sosiologi Hukum; telah menyelesaikan pendidikan S3 di Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro-Semarang.

Page 41: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

32

dan pembelajaran berkaitan dengan ekonomi, lingkungan hidup. Berkaitan dengan

pengelolaan lingkungan melalui proses pendidikan dapat ditransformasikan

konsep ADS, agar dapat diterapkan dalam aktivitas UMKM perikanan sehari-

hari. Dengan demikian pada akhirnya UMKM perikanan dapat berperan dalam

mengendalikan pencemaran lingkungan di wilayah pesisir dan laut.

Kata Kunci: Perlindungan , Pengembangan, Usaha Mikro dan Kecil, Pengendalian,

Pencemaran.

Abstract

Micro, Small and large enough in Indonesia. Particularly in the fisheries sub-sector

business system processing of fishery products is a business that employs many workers.

It also has the potential to be developed to meet the needs of food at home and abroad. On

the other side also has many weaknesses and the potential to produce waste that can cause

pollution of the marine environment. This is the result of research that aims to study the

protection of small micro enterprises as an economic entity which can be developed to be

able to participate in pollution control coastal and marine areas. Using the methods of

legal research non-doctrinal approach to socio-legal research. To protect small and micro

enterprise development in the field of fisheries must be done comprehensively. Human

resources development, management, institutional and legal aspects of both institutional

and operational levels should be the paramount concern. To provide legal protection

necessary to strengthen institutions to micro and small businesses in the field of fisheries

in the container cooperative legal entities. In the container of cooperatives, micro and small

businesses in addition to actualize economic interests, as well as education and learning

related to economic, environmental. Relating to environmental management through

education can be transformed ADS concept, to be applied in everyday activities of SMEs

fisheries. Thus at the end of MSMEs fisheries can play a role in controlling environmental

pollution in coastal and marine areas.

Keywords: Protection, Development, Micro and Small Enterprises, Control, Pollution.

NUR SULISTYO BUDI AMBARINI

Page 42: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

33

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

I. Pendahuluan

UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan entitas ekonomi

yang tidak dapat diabaikan keberadaanya dalam proses pembangunan ekonomi

di Indonesia. Pada tahun 2013 telah mencapai 55,2 juta unit yang sebagian besar

(54,6 juta) usaha mikro, 602.195 unit usaha kecil dan 44.280 unit usaha menengah.2

Pada umumnya merupakan usaha perorangan dan/ atau kelompok yang tidak

memiliki legalitas baik secara institusional maupun operasional. Secara struktural

menempati posisi dan peranan penting serta merupakan potensi yang perlu

digali dan dikembangkan dalam perekonomian nasional di era global.3 Selain

memiliki daya lentur terhadap kondisi krisis, juga berpotensi sebagai penggerak

ekonomi riil dalam pembangunan perekonomian berkelanjutan yang berwawasan

lingkungan. UMKM umumnya bergerak pada bidang usaha informal dan formal,

serta dalam bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan padat karya seperti

pertanian, perikanan, perkebunan, tanaman pangan, peternakan, perdagangan,

kehutanan, home industry, pariwisata dan lain-lain. Secara sektoral, sekitar 60%

dari total usaha kecil-mikro adalah usaha yang bergerak di bidang pertanian,

peternakan, kehutanan dan perikanan.4

Perikanan merupakan kegiatan ekonomi yang umumnya dilakukan oleh

UMKM. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

menyebutkan bahwa perikanan adalah kegiatan yang berhubungan dengan

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari pra

produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu

sistem bisnis perikanan. Definisi tersebut menggambarkan bahwa sistem bisnis

perikanan merupakan rangkaian beberapa aktivitas ekonomi. Menurut Ahmand

Fauzi, sebagai suatu sistem bisnis, sektor perikanan memiliki struktur komponen

yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu: basis sumber daya (resources base),

industri perikanan primer dan industri pengolahan dan perdagangan.5 Demikian

2 Ade Komarudin, Politik Hukum Integratif UMKM, Cetakan ke-1 (Jakarta: Penerbit RMBOOKS, 2015), hlm. 3

3 Ahmad Erani Yustika, Pembangunan dan Krisis (Memetakan Perekonomian Indonseia),Cetakan 1 (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo), 2002), hlm. 63-65.

4 Prihatin Lumbanraja, “Bersama UKM Membangun Ekonomi Rakyat Dan Lingkungan Hidup”, Jurnal Ekonomi, Vol 14, No 2, April 2011.

5 Ahmad Fauzi, Ekonomi Perikanan, Teori, Kebijakan dan Pengeloaan, Cetakan.1 (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 25.

Page 43: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

34

pula Rohmin Dahuri,6 sistem bisnis perikanan terdiri dari subsistem produksi,

pengolahan, pasca panen dan pemasaran yang didukung oleh subsistem sarana

produksi yang mencakup sarana dan prasarana, finansial, SDM dan IPTEK serta

hukum dan kelembagaan. Secara teknis kegiatan tersebut dibagi dalam tiga (3)

sektor yaitu sektor primer, sektor sekunder dan sektor tersier.

Dari aspek kelembagaan dan hukum, aktivitas ketiga sektor tersebut

merupakan aktivitas suatu perusahaan. Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang

Dokumen Perusahaan menyebutkan Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang

melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh

keuntungan, baik yang diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan

usaha berbadan hukum maupun yang tidak beradan hukum. Umumnya usaha

sektor perikanan tersebut merupakan usaha perorangan atau kelompok yang tidak

berbadan hukum skala mikro dan kecil. Secara yuridis tidak memiliki legalitas

institusional maupun operasional.

UMKM perikanan di Indonesia jumlahnya cukup besar dan sebagian besar

berada di wilayah pesisir. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan

tahun 2013, unit pengolahan ikan (UPI) sebanyak 63.887 unit yang terdiri dari 917

unit skala menengah besar dan 62.272 unit atau 99 persen adalah skala mikro kecil.7

Dilihat dari besarnya potensi sumberdaya perikanan dan penyerapan tenaga kerja,

industri perikanan skala UMKM sangat potensial untuk dikembangkan. UMKM

Pengolahan ikan merupakan industri pangan yang sifat produknya menjadi

sumber bahan pangan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan pangan

dalam negeri maupun luar negeri sebagai sumber devisa negara. Di sisi lain juga

berpotensi menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan hidup disekitarnya

terutama di wilayah pesisir dan laut. Limbah yang dihasilkan oleh industri skala

UMKM biasanya tidak dilakukan penanganan khusus tetapi langsung dibuang

ke selokan/ sungai di sekitar tempat usaha, yang secara komulatif berpotensi

mencemari/merusak lingkungan yang dapat mempunyai dampak lingkungan

cukup besar. Sebagai contoh, limbah yang dihasilkan dari proses pengasapan

6 Rohmin Dahuri, “Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis kelautan”, Orasi Ilmiah Guru Besar tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, 2003, hlm. 13.

7 http://unitpengolahanikan.com/tentang/ , diaksestanggal 12 April 2016.

NUR SULISTYO BUDI AMBARINI

Page 44: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

35

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

ikan di Sentra Pengasapan Ikan Desa Wonosari meliputi limbah cair, padat dan

asap. Limbah cair yang keruh, berbau amis dan berlemak dihasilkan dari proses

pencucian ikan. Dalam pembuangan limbah cair tersebut langsung dialirkan ke

badan sungai tanpa mengalami pengolahan lebih dahulu.8 Walaupun demikian

menurut Otto Soemarwoto, UMKM juga merupakan komponen esensial dalam

pembangunan ramah lingkungan hidup. Dengan berlandaskan konsep ADS (Atur

Diri Sendiri) proses pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dapat dilakukan

melalui pengembangan UMKM.9 Untuk itu perlu dukungan dan bantuan pihak

lain, baik Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Oleh karena itu yang menjadi

persoalan, bagaimana kebijakan Pemerintah dalam mengembangkan UMKM

Perikanan, agar dapat berperan mengendalikan pencemaran dan kerusakan

di wilayah pesisir dan laut? Dengan penelitian hukum non doktrinal yang

menggunakan pendekatan socio-legal studies, dan memanfaatkan data primer yang

diperoleh melalui pengamatan dan wawancara di lapangan serta data sekunder

yang berupa bahan-bahan hukum primer dan sekunder, tulisan ini berupaya

menguraikan perlindungan dan pengembangan UMKM perikanan agar dapat

mendukung pengendalian pencemaran di wilayah pesisir dan laut.

II. Pembahasan

1. UMKM Perikanan

UMKM merupakan salah satu pilar dalam perekonomian nasional. UMKM

sebagai suatu perusahaan yang jumlahnya cukup banyak di Indonesia. Menurut

8 Hidayatus Shoimah; Hartuti Purnaweni; Bambang Yulianto, “Pengelolaan Lingkungan di Sentra Pengasapan Ikan Desa Wonosari Kecamatan Bonang Kabupaten Demak”, Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013, ISBN 978-602-17001-1-2, hlm. 567.

9 Otto Soemarwoto. .Atur Diri Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup,Cetakan ke-2 (Yogyakarta: Gajah Mada University Press), 2001, hlm.152-153; Makna ADS adalah tanggungjawab menjaga kepatuhan dan penegakan hukum lebih banyak ditanggung oleh masyarakat, yang dipelopori oleh dunia usaha. Konsep ADS merupakan pendekatan alternatif dalam sistem pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat memberi insentif dan disinsentif.Instrumen insentif-disinsentif (IID) diciptakan masyarakat sendiri, Masyarakat mengatur sikap dan kelakuannya sendiri, sehingga lebih mudah untuk diinternalkan sebagai nilai sosial masyarakat dan menjadi sarana kontrol sosial yang efektif. Dengan konsep ADS dikembangkan strategi bisnis-lingkungan hidup yang terintegrasi.Internalisasi lingkungan hidup bukan lagi suatu yang merugikan bisnis tetapi sebaliknya justru menguntungkan karena bisnis menjadi ‘ramah lingkungan hidup’.

Page 45: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

36

Molengraaft,10 perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara

terus menerus, bertindak ke luar untuk memperoleh penghasilan, dengan cara

memperdagangkan atau menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian.

UMKM umumnya bergerak di berbagai bidang termasuk bidang sumberdaya

alam perikanan. Secara yuridis perikanan diatur dalam Undang-Undang No. 31

tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang

Perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun 2004. Undang-Undang tersebut

mendefinisikan Perikanan adalah “semua kegiatan yang berhubungan dengan

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari

praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan

dengan suatu sistem bisnis perikanan”. Kegiatan memproduksi, mengolah dan

memasarkan sumberdaya ikan merupakan suatu usaha atau pekerjaan yang

secara konstitusional dijamin dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-

Undang Dasar Negara RI 1945.

Aktivitas bisnis perikanan mulai kegiatan pra produksi hingga pemasaran

secara umum masih dilakukan dilakukan secara tradisional. Pada sektor primer

(pra produksi dan produksi) proses penangkapan ikan dilakukan oleh nelayan

tangkap yang jumlahnya di Indonesia mencapai 2,2 juta jiwa (Kementerian

Kelautan dan Perikanan, 2012). Dari jumlah tersebut, lebih dari 95 persen adalah

nelayan kecil dan nelayan tradisional. Lazimnya pelaku ekonomi tradisional, alat

tangkap, dan modal produksi yang dipergunakan masih sederhana dan terbatas.11

Nelayan tersebut dalam Pasal 1 angka (11) UU No. 31 Tahun 2004 disebut dengan

nelayan kecil yaitu orang yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun

2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi daya ikan dan

Petambak Garam, Pasal 1 angka (4) Nelayan kecil adalah orang yang melakukan

penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang

tidak menggunakan kapal penangkap ikan maupun yang menggunakan kapal

penangkap ikan berukuran paling besar 10 gros ton (GT). Pasal 1 angka (5) Nelayan

Tradisional adalah Nelayan yang melakukan penangkapan ikan di perairan yang

10 Tuti Rastuti, Seluk Beluk Perusahaan dan Hukum Perusahaan, Cetakan.1 (Bandung: Refika Aditama, 2015), hlm. 7

11 Kiara,”Menghadirkan Negara untuk Melindungi dan Menyejahterakan Nelayan”, http://www.kiara.or.id/temu-akbar-nelayan-indonesia-2015/, diakses tanggal 12 April 2016

NUR SULISTYO BUDI AMBARINI

Page 46: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

37

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

menjadi hak perikanan tradisional yang telah dimanfaatkan secara turun temurun

sesuai budaya dan kearifan lokal. Hal tersebut menunjukan bahwa perikanan

bukan hanya aktivitas ekonomi tetapi juga merupakan kegiatan sosial budaya

yang penting dalam suatu daerah atau negara.

Dalam konteks kegiatan ekonomi, penangkapan ikan yang dilakukan

nelayan kecil maupun tradisional tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan

sendiri, tetapi juga kepentingan orang lain. Sebagaimana dikatakan Mikhael Dua

yang mengacu pemikiran Plato, bahwa kegiatan produksi dan distribusi dalam

masyarakat tidak semata-mata memenuhi kebutuhan tiap orang. Dalam perspektif

yang lebih luas bisnis dibangun oleh motif bagaimana setiap anggota masyarakat

memiliki kesempatan untuk menyumbangkan pikiran dan tenaganya untuk

kesejahteraan bersama.12 Artinya dalam pengertian tersebut meskipun nelayan

kecil maupun tradisional menangkap ikan untuk kebutuhan hidup sehari-

hari, hasil tangkapan dijual untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat

disekitarnya. Berdasarkan data BPS Propinsi Bengkulu terdapat 12.939 rumah

tangga nelayan di Bengkulu, yang menurut Rinaldi (Kepala Dinas Kelautan

dan Perikan Provinsi Bengkulu) sekitar 5000 nelayan tergolong miskin yang

menangkap ikan di pinggir pantai dengan kapal berbobot 10 GT dan peralatan

sederhana.13 Setiap hari nelayan ini menangkap ikan secara berkelompok dari alam

sebagai basis sumberdaya (resources base). Selanjutnya hasil tangkapan dijual di

TPI baik melalui pedagang perantara atau pengumpul yang disebut Cingkau, yang

kemudian mendistribusikan kepada pengolah ikan maupun kepada pedagang

pengecer yang langsung ke konsumen akhir.

Pada sektor sekunder, proses pengolahan hasil perikanan dilakukan di unit

pengolahan ikan (UPI). Pasal 20 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2004 menyebutkan

pengolahan hasil perikanan adalah rangkaian kegiatan dan/atau perlakuan

dari bahan baku ikan sampai produk akhir untuk dikonsumsi manusia. Hasil

perikanan adalah bahan pangan yang sifatnya mudah rusak, sehingga pengolahan

12 Mikhael Dua, Filsafat Eknomi, Upaya Mencari Kesejahteraan Bersama, Cetakan 1 (Jogyakarta: Kanisius, 2008), hlm. 17.

13 Boyke LW, “5.000 nelayan di Bengkulu dikategorikan miskin”, http://www.antarabengkulu.com/berita/24162/5000-nelayan-di-bengkulu-dikategorikan-miskin, 7 Mei 2014; diakses tanggal 25 April 2016.

Page 47: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

38

merupakan upaya mempertahankan kualitas agar tahan lama dan mempertinggi

nilai ekonomisnya. Pengolahan dapat dilakukan dengan cara modern dan

tradisional. Berdasarkan data statistik Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan

(P2HP) tahun 2014, jumlah UPI sebanyak 60.163 unit dengan sebaran UPI skala

mikro-kecil berjumlah 58.256 unit yang umumnya merupakan UKM skala rumah

tangga dengan kemampuan SDM dan finansial terbatas, serta menggunakan cara-

cara sederhana dan tradisional. Jenis olahan umumnya ikan pindang, ikan asin

dan ikan asap sebanyak 67,0%, kerupuk ikan dan abon ikan sebanyak 17,9% terasi

ikan dan tepung ikan 6,0% dan sisanya 4,9% olahan ikan segar dan ikan beku, serta

4,1% olahan bakso ikan, empek-empek ikan, otak-otak ikan dan olahan produk

value-added lainnya. Dari aspek kelembagaan sebanyak 55.909 unit tidak berbadan

hukum, 188 unit berbentuk CV, selebihnya berbadan hukum dalam bentuk PT (469

unit), PT. Tbk (202 unit), Koperasi (99 unit) dan badan hukum lainnya 3.438 unit.

Dapat diasumsikan UPI yang tidak berbadan hukum secara yuridis tidak memiliki

legalitas instiusional maupun operasional. Sementara itu UPI yang bersertifikat

kelayakan pengolahan (SKP) tahun 2010-2014 sebanyak 1.340 unit. Di Bengkulu

terdapat 361 UPI hanya 1 (satu) unit memiliki SKP, selebihnya adalah UPI skala

mikro dan kecil yang mengolah ikan secara tradisional terutama dengan produk

ikan kering/asin.

Pada sektor tersier, ikan hasil tangkapan atau hasil olahan didistribusikan

melalui kegiatan pemasaran. Menurut Kotler dan Amstrong(2001), pemasaran

adalah suatu proses sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok

memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan

pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.14 Hasil penelitian

Rini Oktary, Aris Baso, Andi Adri Arief (2014), terdapat dua saluran pemasaran

yang terbentuk, yaitu saluran pemasaran 1 (satu) dipasarkan secara langsung ke

pedagang pengumpul kemudian dipasarkan kembali ke pedagang pengecer dan

didistribusikan ke konsumen akhir. Saluran pemasaran 2 (dua) dipasarkan secara

langsung ke pedagang pengecer dan didistribusikan ke konsumen akhir.15Pola

14 Armstrong, Gery dan Philip Kotler,Prinsip-Prinsip Pemasaran, Jilid 1. Edisi Kedelapan, Jakarta: Erlangga, 2001).

15 Rini Oktary; Aris Baso; Andi Adri Arief,” Produksi Dan Pemasaran Perikanan Tangkap Unit Penangkapan Purse Seine Di Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar”, http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/e1f1268d5d32180a9c8f8ebec10fb544.pdf , diakses tanggal 15 April 2016

NUR SULISTYO BUDI AMBARINI

Page 48: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

39

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

pemasaran tersebut juga dilakukan di banyak tempat seperti di Banyuwangi dan

Pengambengan16 serta di Bengkulu17 termasuk di lokasi penelitian baik dalam

bentuk ikan segar maupun olahan.

Menangkap ikan, mengolah dan memasarkan hasil perikanan merupakan

pekerjaan atau usaha produktif yang dilakukan secara terus menerus, selain

untuk keperluan sendiri hasilnya didistribusikan untuk memasok kebutuhan

bahan pangan (sumber protein) bagi masyarakat. Dengan demikian nelayan

kecil maupun tradisional dapat juga disebut sebagai pelaku ekonomi18 atau

pelaku usaha dalam kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur Pasal 6

Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Berdasarkan Pasal 1 butir

(b) UU No. 3 Tahun1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan Pasal 1 butir (1)

UU No. 8 Tahun 1987 tentang Dokumen Perusahaan, menjalankan kegiatan

secara terus menerus, terang-terangan dalam upaya mendapatkan keuntungan

merupakan suatu perusahaaan.Meskipun secara administrasi tidak ada kewajiban

pendaftaran ataupun memiliki perizinan, menurut H.Polak: suatu usaha untuk

dapat dimasukan dalam pengertian perusahaan harus mengadakan pembukuan

dalam segala sesuatunya untuk keperluan penghitungan laba rugi.19Ketentuan ini

pada dasarnya telah diatur dalam KUHDagang Bab. 2 Buku I Pasal 6,7,8,9 dan

12. Demikian pula pada Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1997.

Ketentuan tersebut dalam praktik di lapangan belum menjadi perhatian bagi

UMKM terutama usaha mikro (UMI) dan usaha kecil (UK) termasuk di bidang

perikanan.20 Alasan selain usaha yang dilakukan umumnya adalah usaha turun

temurun yang sudah lama dilakukan, melakukan pembukuan terlalu rumit karena

16 Nur Sulistyo B Ambarini, Perlindungan Hukum UMKM di Bidang Perikanan Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan, (Semarang: PDIH Universitas Diponegoro, 2012), Disertasi (tidak dipublikasikan)

17 Nur Sulistyo B Ambarini, dkk, Pengembangan Model Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Pelaku Usaha Perikanan Skala Mikro dan Kecil Dalam Upaya Meningkatkan Daya Saing Produk, (Bengkulu: Universitas Bengkulu, 2015), Laporan Penelitian Hibah Strategi Nasional (STRANAS)- tidak dipublikasikan.

18 Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, Cet.2 (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hlm. 95; Pelaku ekonomi/pelaku usaha/pelaku bisnis adalah organ masyarakat yang mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai pemasok semua kebutuhan masyarakat (primer, sekunder dan tersier); dan sebagai penyerap tenaga kerja masyarakat.

19 Chaidir Ali, Badan Usaha,Edisi I, Cetakan ke-3 (Bandung: Penerbit Alumni, 2005), hlm. 105

20 Nur Sulistyo B Ambarini, dkk, 2015, Op.Cit.

Page 49: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

40

tidak terbiasa. Faktor pendidikan yang rata-rata masih rendah bahkan ada yang

masih tidak bisa baca tulis, sangat mempengaruhi hal tersebut.

2. Pencemaran Wilayah Pesisir dan Laut

Pasal 1 angka (2) dan (7) UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan

Pulau-Pulau Kecil menyebutkan Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara

ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

Sedangkan Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi

perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang

menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa

payau, dan laguna. Penangkapan ikan oleh nelayan kecil umumnya dilakukan

di perairan pesisir seperti halnya di lokasi penelitian. Demikian pula pengolahan

dan pemasaran dilaksanakan di wilayah daratan pesisir. Kegiatan perikanan

melibatkan banyak pihak (stakeholders) baik di wilayah laut maupun pesisir. Secara

ekonomi memberikan kontribusi cukup besar bagi perekonomian daerah maupun

nasional. Tetapi di sisi lain juga dapat berpotensi menimbulkan pencemaran

terhadap lingkungan laut maupun pesisir.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup Pasal 1 angka (14), menjelaskan bahwa pencemaran adalah

masuk atau dimasukkannya makhluk hidup hidup, zat, energi, dan/atau komponen

lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku

mutu lingkungan hidup yang ditetapkan. Pencemaran laut sebagaimana diatur

Pasal 1 angka (2) PP No. 9 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/

atau Perusakan Laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,

zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan

manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan

lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya; demikian

pula pencemaran pesisir pada Pasal 1 angka (28) UU No. 1 Tahun 2014 adalah adalah

masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen

lain ke dalam lingkungan Pesisir akibat adanya kegiatan Setiap Orang sehingga

kualitas Pesisir turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan

Pesisir tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

NUR SULISTYO BUDI AMBARINI

Page 50: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

41

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Berdasarkan definisi tersebut pada intinya pencemaran laut dan pesisir

disebabkan oleh aktivitas manusia. Sumber pencemaran pesisir dan laut berasal

dari laut sendiri (marine base pollution) dan daratan (land base pollution).21 Baik

dari laut maupun darat dapat terjadi karena dampak aktivitas perikanan yaitu

penangkapan ikan di laut yang menggunakan cara-cara dan bahan-bahan

yang merusak lingkungan. Demikian pula pengolahan hasil perikanan yang

merupakan kegiatan industri yang mengolah masukan (input) menjadi keluaran

(output).22 Dalam hal ini input atau bahan baku berupa ikan hasil tangkapan yang

mengalami proses pengolahan menjadi produk hasil perikanan yang bernilai

tambah. Suatu proses pengolahan dari kegiatan industri selain menghasilkan

produk bernilai tambah juga menghasilkan limbah.23 Limbah industri hasil

perikanan terdiri dari limbah padat (basah dan kering); limbah cair dan limbah

hasil samping, dan dapat diklasifikasikan mempunyai nilai ekonomis dan non

ekonomis.24 Limbah padat basah dari usaha perikanan berupa potongan-potongan

ikan yang tidak dimanfaatkan. Limbah tersebut berasal dari proses pembersihan

ikan sekaligus mengeluarkan isi perut berupa jerohan dan gumpalan-gumpalan

darah; dan dari proses cleaning berupa kepala, ekor, kulit, sisik, insang. Limbah

padat kering berupa sisa/potongan kemasan plastik, kertas, kaleng, tali pengemas

dan sebagainya. Komposisi limbah padat tersebut terdiri dari daging merah

(25%), bone (kepala, duri, ekor) sebanyak 55%, isi perut/jerohan dan darah (15%),

karton, plastik dan lain-lain (5%). Limbah cair merupakan limbah yang dominan

dari usaha pengolahan hasil perikanan. Limbah tersebut mengandung cairan

darah, lendir ikan, potongan daging, kulit, sisik, isi perut (Sugiharto, 1987; Jenie

dan Rahayu, 1993); sejumlah karbohidrat, protein, lemak, garam mineral, sisa-

sisa bahan kimia, kertas, plastik, sisa bahan kemasan dan lain-lain (Sulistijorini,

2003; Dewantoro, 2003; dan berbagai studi). Limbah hasil samping merupakan sisa

produksi yang masih dapat dipergunakan untuk keperluan produksi yang lain,

seperti potongan daging dalam merapikan filet (trimming) dan termasuk jenis-jenis

21 Mukhtasor, Pencemaran Pesisir dan Laut, Cetakan Pertama (Jakarta: PT. Pratnya Paramita, 2007), hlm. 8

22 Philip Kristanto, Ekologi Industri, Cet.2, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004), hlm. 166.

23 I b i d, hlm. 169; Limbah adalah buangan yang kehadirannya suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki karena tidak mempunyai nilai ekonomis dan dapat menimbulkan pencemaran.

24 Mukhtasor, Op.Cit, hlm. 155-157.

Page 51: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

42

ikan yang tertangkap tetapi tidak/kurang ekonomis untuk diolah lebih lanjut yang

kemudian dibuang. Limbah Limbah yang mengandung bahan cemaran berupa

limbah padat dan cair yang membusuk, sehingga menghasilkan bau busuk/amis.

Limbah tersebut tidak hanya berasal dari pabrik modern tetapi juga dari UPI

tradisional.

Berdasarkan hasil observasi, pengolahan hasil perikanan di lokasi penelitian

dilakukan secara tradisional mengolah menjadi ikan kering/asin. Pengolahan

dimulai dari pembersihan, pencucian dan penjemuran/pengeringan dilakukan

di sekitar pemukiman warga yang tidak jauh dari tempat pendaratan ikan.

Meskipun belum dapat dikatakan telah terjadi pencemaran, pembuangan limbah

padat, cair maupun hasil samping telah menimbulkan tingkat kebauan yang dapat

mengganggu kenyamanan lingkungan dan kesehatan manusia, sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 1 angka (2) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.

Kep-50/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan. Terdapat dua aspek

dampak lingkungan dari kegiatan pengolahan ikan kering yaitu aspek sanitasi

dan hiygenis. Limbah padat yang berupa potongan-potongan ikan (kepala, sisik,

jerohan, insang), genangan limbah cair yang mengandung darah dan minyak ikan,

serta hasil samping yang tidak dimanfaatkan dan dibuang seperti ikan kecil, teri,

udang dan sebagainya, menimbulkan bau busuk yang menyengat, sehingga dapat

berpotensi mencemari lingkungan. Selain itu mengganggu estetika, genangan air,

tumpukan karton, plastik, kayu dan sebagainya terkesan kumuh, dapat menjadi

sumber penyakit (sarang nyamuk, tikus dan lain-lain) yang dapat mengganggu

kesehatan manusia. Hal tersebut apabila tidak diantisipasi dan dikendalikan, pada

akhirnya dapat menimbulkan pencemaran lingkungan baik di darat atau pesisir

maupun laut.

3. Perlindungan dan Pengembangan UMKM Sebagai Upaya Pengendalian

Pencemaran wilayah Pesisir dan Laut

Menurut Daud Silalahi, keberadaan hukum lingkungan yang merupakan

kumpulan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip hukum yang diberlakukan

untuk tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.25 Demikian

25 Daud Silalahi, Hukum Lingkungan (Dalam Penegakan hukum Lingkungan), (Bandung: Alumni, 1996), hlm. 9

NUR SULISTYO BUDI AMBARINI

Page 52: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

43

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

pula Moestadji, bahwa peran hukum lingkungan secara garis besar adalah

mengendalikan perilaku manusia untuk tidak melakukan tindakan yang

menimbulkan kerusakan lingkungan dan berkurangnya sumber daya alam.26

Dalam konteks pengendalian pencemaran limbah UPI, pengusaha UPI baik usaha

besar maupun UMKM mempunyai kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (1)UUPPLH, usaha yang tidak termasuk

dalam kriteria berdampak penting berkewajiban memiliki UKL-UPL. Sedangkan

usaha yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL wajib membuat surat pernyataan

kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (Pasal 35 ayat 1).

Kedua hal tersebut dikecualikan untuk kegiatan usaha mikro dan kecil sebagaimana

diatur Pasal 35 ayat (2) huruf (b). Meskipun usaha mikro dan kecil tidak wajib

memiliki UKL-UPL dan membuat surat pernyataan, tidak terlepas dari kewajiban

untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Kewajiban tersebut tertera

pada Pasal 67, Pasal 68 huruf (b) dan (c); Pasal 69 ayat (1) huruf (a).

Kewajiban-kewajiban tersebut pada dasarnya sebagai konsekuensi dan

penghormatan terhadap adanya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat

yang menjadi bagian dari hak asasi manusia. Hak tersebut adalah hak subyektif

dan hak konstitusional setiap orang sebagaimana diatur Pasal 28H UUD NRI 1945.

Walaupun demikian tidak hanya ditujukan terhadap hak asasi manusia tetapi juga

hak asasi alam dan seluruh kehidupan. Menurut Aldo Leopold dan penganut teori

etika lingkungan biosentrisme dan ekosentrisme, hak asasi tidak hanya dimiliki

oleh manusia sebagai spesies khusus, melainkan oleh semua makhluk hidup di

dalam komunitas biotis atau ekologis.27 Oleh karena itu melaksanakan kewajiban-

kewajiban hukum lingkungan tidak hanya untuk kepentingan manusia, tetapi

juga kepentingan lingkungan dan sumber daya alam yang mendukung seluruh

kehidupan.

26 Moestadji, “Peranan Hukum Dalam Mewujudkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan”, Jakarta: ICEL, Jurnal Hukum Lingkungan, Tahun I Nomor 1 Tahun 1994, hlm. 26.

27 A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan, Cetakan 1. (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), Hlm. 105.

Page 53: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

44

Bagi UMKM UPI melaksanakan kewajiban menjaga dan memelihara

kelestarian dan daya dukung lingkungan, pada dasarnya akan berpulang pada

keberlanjutan usahanya. Tetapi hal tersebut belum disadari dan dipahami

oleh pelaku UMKM karena berbagai faktor terutama kelemahan-kelemahan

yang melekat pada UMKM baik secara internal maupun faktor eksternal.

Ketidakmampuan UMKM untuk berkembang dan keluar dari kemiskinan,

menjadi salah satu penyebab UMKM UPI belum dapat berperan dalam

pengendalian pencemaran lingkungan baik yang disebabkan oleh usahanya

maupun yang ada disekitarnya. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk

memberikan perlindungan dan mengembangkan UMKM di bidang perikanan.

Hal tersebut dapat dilakukan oleh berbagai pihak baik pemerintah, dunia usaha

dan masyarakat sebagaimana diatur pada Pasal 7 Undang-Undang No. 20 Tahun

2008 tentang UMKM.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa UMKM perikanan tidak memiliki

legalitas usaha baik secara institusional maupun operasional. Oleh sebab itu

untuk memberikan perlindungan dan mengembangkan UMKM perlu dilakukan

penguatan kelembagaan. Upaya tersebut telah dilakukan terhadap pelaku usaha

pengolah ikan di lokasi penelitian melalui kegiatan pengabdian masyarakat.

Pengolah ikan yang tergabung dalam kelompok Usaha Bersama ‘Ceria’ di

Kelurahan Sumber Jaya – Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu, secara

kelembagaan telah ditingkatkan statusnya menjadi badan hukum Koperasi

“ASINTA”.28 Dalam wadah Koperasi selain memiliki legalitas usaha, sebagai

anggota koperasi akan dapat mengembangkan diri sebagai pelaku usaha maupun

usahanya. Hal tersebut dimungkinkan karena koperasi pada dasarnya merupakan

lembaga ekonomi sekaligus lembaga pendidikan. Menurut Mohammad Hatta,

berbagai didikan Koperasi di dalam praktik, untuk membentuk moril yang kuat

dan moral yang tinggi di dalam dada manusia. Koperasi mendidik manusia sosial

dengan mempunyaitanggungjawab sosial terhadap masyarakat. Sebab itu pula

koperasi yang mengemukakan kesejahteraan bersama, menjadi pendorong kearah

pelaksanaan keadilan sosial.29 Demikian pula Emil Salim (1998) mengatakan,

28 Nur Sulistyo B Ambarini, “Penguatan Kelembagaan Usaha Mikro Kecil Bidang Perikanan Pada Masyarakat Pesisir di Kota Bengkulu”, (Bengkulu: Univeritas Bengkulu, 2014), Laporan Akhir Program IPTEK Bagi Masyarakat (IbM), 2014, hlm. 27.

29 Mohammad Hatta, Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun, Gagasan & Pemikiran,

NUR SULISTYO BUDI AMBARINI

Page 54: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

45

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

bahwa koperasi mempunyai makna sebagai lima pokok wahana yaitu ekonomi,

pengembangan manusia (pendidikan), pendemokrasian rakyat, penyeimbang

BUMN dan Swasta, serta penghayatan ideologi Pancasila. Koperasi dapat berusaha

secara efektif sebagai ‘agent’ perubahan ekonomi dan sosial secara evolusioner.

Perubahan sosial mencakup perubahan mentalitas manusia yang terlibat dalam

proses yang bersangkutan.30

Secara ekonomi dalam wadah koperasi, pelaku UMKM perikanan dapat

mengaktualisasikan kepentingan-kepentingan ekonomi, menjalin kerjasama

antar anggota koperasi maupun pihak lain secara seimbang. Selain itu dapat

melakukan pembelajaran bersama berdasarkan prinsip-prinsip koperasi terkait

dengan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dalam wadah koperasi melalui

proses pendidikan dapat ditransformasikan konsep ADS (Atur Diri Sendiri)

kepada pelaku UMKM sebagai anggota koperasi. Konsep ADS merupakan

pendekatan alternatif dalam sistem pengelolaan lingkungan, yang mempunyai

makna bahwa tanggungjawab menjaga kepatuhan dan penegakan hukum lebih

banyak ditanggung oleh masyarakat. Pendekatan ini dipelopori dunia usaha, yang

memberikan kebebasan untuk mengatur diri sendiri dengan mengembangkan

praktik pengelolaan lingkungan yang bersifat sukarela.31

Dengan menerapkan konsep ADS pelaku UMKM dapat mengubah pandangan

tentang lingkungan hidup sebagai faktor eksternal menjadi faktor internal dalam

kegiatan bisnis. Dengan mengatur diri sendiri dapat mengembangkan strategi

bisnis yang terintegrasi dengan lingkungan hidup. Sebagaimana dikemukakan Otto

Sumarwoto, dengan berlandaskan konsep ADS, UMKM yang faktanya memiliki

modal terbatas dapat dikembangkan dan dimotivasi untuk dapat berperan

mendukung pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan.32 Demikian

halnya UMKM perikanan yang menjadi anggota koperasi yang berbadan hukum,

dengan menerapkan konsep ADS dalam kegiatan usahanya selain secara ekonomi

dapat mengembangkan usahanya juga dapat berperan dalam mengendalikan

Cetakan. 1 (Jakarta:Pusat Koperasi Pegawai negeri, 1971; diterbitkan kembali Penerbit Buku Kompas, 2015), hlm. 217

30 Titik Kartika Pratomo; Abdul Rahman Soejono, Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi, Cetakan 1 (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 123.

31 Otto Sumarwoto, Op.Cit, hlm. 108

32 I b i d, hlm. 166

Page 55: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

46

pencemaran di wilayah pesisir dan laut disekitarnya. Hal tersebut dapat dilakukan

dengan menerapkan konsep reuse, recovery, dan recycle. Misalnya mengolahlimbah

padat maupun cair menjadi produk samping yang mempunyai nilai ekonomi

seperti tepung ikan, petis, pupuk dan sebagainya ke lingkungan di sekitarnya.

Penerapan konsep ADS tersebut dapat dilakukan dengan berlandaskan pada

aturan-aturan lokal yang berlaku bagi masyarakat pesisir di lokasi penelitian.

Aturan lokal tersebut antara lain tidak diperbolehkan menangkap ikan yang

masih kecil dan menggunakan racun/potas di perairan sungai, pantai maupun

laut.33 Namun kepatuhan terhadap aturan lokal tersebut telah berkurang karena

penggunaan alat tangkap seperti jaring trawl, pukat harimau, pukat udang

(shrimp net), bahan peledak dan lain-lain. Oleh karena itu dengan konsep ADS

melalui usaha bersama (UB) pengolah ikan tidak membuang limbah padat atau

cair sembarangan, melainkan mengolah kembali menjadi produk samping yang

memiliki nilai ekonomis.

Di wilayah pesisir Propinsi Bengkulu ditemukan sebagian besar ditemukan

produk pangan olahan yang terbuat dari bahan baku utama perikanan (62,86%) baik

laut maupun air tawar.34 Hasil perikanan tangkap dan ikan bandeng merupakan

komoditi unggulan sumberdaya pesisir kota Bengkulu yang berdaya saing baik.

Oleh karena itu perlu dikembangkan untuk memunculkan keunggulan kompetitif,

efisien, dan berwawasan lingkungan serta bertumpu pada sumberdaya lokal agar

terwujud sistem yang berkelanjutan.35 Tetapi hal ini perlu mendapat dukungan

pemerintah daerah berupa regulasi untuk memberdayakandan mengembangkan

aturan-aturan lokal yang relevan. Selain itu juga pembinaan, pendampingan secara

berkelanjutan dari berbagai pihak, baik pemerintah, dunia usaha, masyarakat

termasuk perguruan tinggi.

33 Nur Sulistyo B Ambarini, Pemberdayaan Hukum Lokal Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di Daerah”, Supremasi Hukum Vol. 12, No. 2, ISSN: 1693-766X, Agustus 2007, hlm. 81-91.

34 Wuri Marsigit, “Pengembangan Diversifikasi Produk Pangan Olahan Lokal Bengkulu Untuk Menunjang Ketahanan Pangan berkelanjutan”, AGRITECH, Vol.30, No. 4 Nopember 2010, hlm 256-264.

35 Bonodikun; Putri Suci Astriani; Ellys Yuliarti “ kajian Agoridustri Unggulan Wilayah Pesisir Kota Bengkulu”, AGRISEP Vol. 14 No. 1. ISSN: 1412-8837, Maret 2015, hlm. 79-84

NUR SULISTYO BUDI AMBARINI

Page 56: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

47

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

III. Simpulan dan Rekomendasi

Seperti halnya UMKM pada umumnya, UMKM perikanan memiliki berbagai

keterbatasan dalam menjalankan usahanya. Jumlahnya yang banyak mempunyai

peranan penting dalam perekomian nasional sebagai sumber pangan terutama

sumber protein. Di sisi lain aktivitasnya juga memiliki potensi menimbulkan

pencemaran di wilayah pesisir dan laut. Walaupun demikian dapat juga berperan

mengendalikan pencemaran di wilayah pesisir dan laut. Hal tersebut dapat

dilakukan dengan memberikan perlindungan hukum dan mengembangkan

UMKM di bidang perikanan. Perlindungan hukum dapat diberikan melalui

penguatan kelembagaan UMKM untuk memperoleh legalitas usaha. Hal tersebut

dapat diupayakan dengan meningkatkan status hukum UMKM yaitu dengan

menghimpun dalam wadah badan hukum koperasi. Dalam wadah Koperasi,

UMKM perikanan dapat mengaktualisasikan kepentingan-kepentingan ekonomi,

sekaligus mendapatkan pendidikan dan pembelajaran hal-hal terkait ekonomi,

sosial dan lingkungan hidup. Dalam hal ini dengan mentranformasikan konsep

ADS agar UMKM dapat mengintegrasikan strategi bisnis dan lingkungan.

Dengan demikian UMKM perikanan akan dapat berperan dalam mengendalikan

pencemaran di wilayah pesisir dan laut.

Rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan paparan sebelumnya antara

lain adalah:

1. Perlu ada kebijakan Pemerintah Daerah yang dapat memberikan perlindungan

hukum dalam pembinaan dan pengembangan UMKM khususnya di bidang

perikanan.

2. Perlu adanya program pemerintah untuk melakukan penguatan kelembagaan

UMKM dan revitalisasi fungsi Koperasi Perikanan yang ada.

3. Perlu adanya pembinaan dan pendampingan dari berbagai pihak baik

Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat termasuk Perguruan Tinggi secara

berkelanjutan.

Page 57: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

48

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Chaidir. 2005. Badan Usaha. Edisi 1, Cetakan 3. Bandung: Penerbit Alumni.

Ambarini, Nur Sulistyo B. 2007. “Pemberdayaan Hukum Lokal Dalam Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Laut di Daerah”. Supremasi Hukum Vol. 12, No. 2, ISSN:

1693-766X, Agustus.

Ambarini, Nur Sulistyo B. 2012. “Perlindungan Hukum UMKM di Bidang

Perikanan Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan”, Semarang:

PDIH Universitas Diponegoro, 2012). Disertasi (tidak dipublikasikan).

Ambarini, Nur Sulistyo B. 2014. “Penguatan Kelembagaan Usaha Mikro Kecil

Bidang Perikanan Pada Masyarakat Pesisir di Kota Bengkulu”, (Bengkulu:

Univeritas Bengkulu, 2014). Laporan Akhir Program IPTEK Bagi Masyarakat

(IbM).

Ambarini, Nur Sulistyo B, dkk. 2015. “ Pengembangan Model Perlindungan

Hukum Bagi Perempuan Pelaku Usaha Perikanan Skala Mikro dan Kecil

Dalam Upaya Meningkatkan Daya Saing Produk”, Bengkulu: Universitas

Bengkulu, 2015,Laporan Penelitian Hibah Strategi Nasional (STRANAS)- tidak

dipublikasikan.

Bonodikun; Putri Suci Astriani; Ellys Yuliarti. 2015. “Kajian Agoridustri Unggulan

Wilayah Pesisir Kota Bengkulu”, AGRISEP Vol. 14 No. 1. ISSN: 1412-8837.

2015.

Boyke LW, 2014. “5.000 nelayan di Bengkulu dikategorikan miskin”, http://

www.antarabengkulu.com/berita/24162/5000-nelayan-di-bengkulu-

dikategorikan-miskin, 7 Mei 2014

Dahuri, Rohmin. 2003. “Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis

kelautan”. Orasi Ilmiah Guru Besar tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya

Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Dua, Mikhael. 2008. Filsafat Eknomi, Upaya Mencari Kesejahteraan Bersama, Cetakan

1. Jogyakarta: Kanisius.

NUR SULISTYO BUDI AMBARINI

Page 58: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

49

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Erani Yustika, Ahmad. 2002. Pembangunan dan Krisis (Memetakan Perekonomian

Indonseia). Cetakan 1. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo)

Fauzi, Ahmad. 2010. Ekonomi Perikanan, Teori, Kebijakan dan Pengeloaan. Cetakan 1.

Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Hartono, Sri Redjeki. 2007. Hukum Ekonomi Indonesia. Cetakan 2. Malang :

Bayumedia Publishing.

Hatta, Mohammad. 2015. Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun, Gagasan &

Pemikiran. Jakarta: Pusat Koperasi Pegawai negeri, 1971; diterbitkan kembali

Penerbit Buku Kompas, Cetakan. 1.

http://unitpengolahanikan.com/tentang/ , tanggal 12 April 2016.

Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan

Menengah.

Indonesia, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tenatng Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Indonesia, Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil.

Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang No.

27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.U

Indonesia, Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

Keraf, A. Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Cetakan 1. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Kiara. 2016. “Menghadirkan Negara untuk Melindungi dan Menyejahterakan

Nelayan”, diunduh tanggal 12 April 2016 dari http://www.kiara.or.id/temu-

akbar-nelayan-indonesia-2015/

Komarudin, Ade. 2014. Politik Hukum Integratif UMKM. Cetaka 1. Jakarta: Penerbit

RMBOOKS

Kotler, Philip; Armstrong, Gery. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid 1. Edisi

Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Kristanto, Philip. 2004., Ekologi Industri. Cetakan 2. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Page 59: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

50

Lumbanraja, Prihatin. 2011. “Bersama UKM Membangun Ekonomi Rakyat Dan

Lingkungan Hidup”, Jurnal Ekonomi, Volume 14, No 2, April 2011.

Marsigit, Wuri. 2010. “Pengembangan Diversifikasi Produk Pangan Olahan Lokal

Bengkulu Untuk Menunjang Ketahanan Pangan berkelanjutan”, AGRITECH,

Vol.30, No. 4 Nopember 2010.

Moestadji. 1994. “Peranan Hukum Dalam Mewujudkan Konsep Pembangunan

Berkelanjutan”. Jurnal Hukum Lingkungan, Tahun I Nomor 1 Tahun 1994.

Jakarta: ICEL

Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Cetakan 1. Jakarta: PT. Pratnya

Paramita.

Oktary, Rini; Aris Baso; Andi Adri Arief. 2016.” Produksi Dan Pemasaran Perikanan

Tangkap Unit Penangkapan Purse Seine Di Kecamatan Galesong Utara,

KabupatenTakalar”, diakses tanggal 15 April 2016 melalui http://pasca.

unhas.ac.id/jurnal/files/e1f1268d5d32180a9c8f8ebec10fb544.pdf

Pratomo, Titik Kartika ; Abdul Rahman Soejono. 2002. Ekonomi Skala Kecil/Menengah

dan Koperasi. Cetakan 1. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rastuti, Tuti. 2015. Seluk Beluk Perusahaan dan Hukum Perusahaan. Cetakan 1.

Bandung: Refika Aditama.

Shoimah, Hidayatus; Hartuti Purnaweni; Bambang Yulianto. 2013. “Pengelolaan

Lingkungan di Sentra Pengasapan Ikan Desa Wonosari Kecamatan Bonang

Kabupaten Demak”, Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya

Alam dan Lingkungan 2013, ISBN 978-602-17001-1-2, hlm. 567.

Silalahi, Daud. 1996. Hukum Lingkungan (Dalam Penegakan hukum Lingkungan),

Bandung: Alumni.

Soemarwoto, Otto. 2001. .Atur Diri Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan

Hidusp. Cetakan 2. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

NUR SULISTYO BUDI AMBARINI

Page 60: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

51

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

tanggung renteng dalam Perkara Perdata

Pencemaran udara dari kebakaran Hutan dan laHan

Fajri Fadhillah1

Abstrak

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Indonesia selain

menimbulkan kerusakan lingkungan hidup juga menimbulkan pencemaran udara.

Kerugian atas terjadinya pencemaran udara dari karhutla sangat besar, meliputi

berbagai bidang seperti kesehatan dan pendidikan. Namun belum pernah ada

gugatan ke pengadilan terhadap pelaku pencemaran udara dari karhutla tersebut.

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan korban pencemaran udara

dari karhutla menuntut ganti rugi secara perdata terhadap beberapa pelaku

pencemaran udara dari karhutla. Tulisan ini menggunakan metode penulisan

yuridis normatif berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku

di Indonesia sebagai bahan hukum primer. Tulisan ini juga bersumber pada teori

dari literatur-literatur hukum dan informasi dari internet yang menjadi bahan

hukum sekunder. Tulisan ini menunjukan bahwa gugatan perdata terhadap

beberapa pelaku pencemaran udara dari karhutla dapat dilakukan. Gugatan

tersebut dapat dilakukan dalam bentuk gugatan tanggung renteng (joint and several

liability). Selain itu, pertanggungjawaban mutlak dan asas kehati-hatian dapat

menjawab tantangan pembuktian kausalitas dalam gugatan ini.

1 Penulis kini bekerja sebagai asisten peneliti di Indonesian Center for Environmental Law (ICEL). ICEL beralamat di Jalan Dempo II No. 21, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120. Penulis memiliki perhatian khusus pada bidang studi hukum pencemaran lingkungan. Penulis memperoleh gelar sarjana hukum dari Universitas Indonesia pada Februari 2015.

Page 61: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

52

Kata kunci: pencemaran udara, kebakaran hutan dan lahan, tanggung

renteng, kausalitas

Abstract

Forest and land fires phenomena in Indonesia inflicted to air pollution besides the

environmental harm. Injuries stemmed from the forest fires air pollution was somewhat

huge, comprise to various sectors such as health and education. Unfortunately, there is no

legal action alleging the air pollution tortfeasors from forest and land fires to the court until

now. This article aims to see any possibilities that air pollution from land and forest fires

victims could file a lawsuit against multiple tortfeasors. This article employed a normative

study based on the enacted law in Indonesia as a primary source. This article also based

on theories from kinds of law literature and information from the internet as a secondary

source. This article shows that there is a possibility to file a civil lawsuit against multiple

tortfeasors who causing an air pollution from land and forest fires. The civil lawsuit could

be conducted in a joint and several liability formulation. Furthermore, strict liability and

precautionary principle could answer the challenge arising from causation aspect in this

particular case.

Keywords: air pollution, forest and land fires, joint and several liability, causation

I. Pendahuluan

Kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan/atau lahan (karhutla) di

Indonesia pada tahun 2015 menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah. Kerugian

ekonomi akibat karhutla pada tahun tersebut mencapai angka 221 triliun rupiah.2

Bahkan kerugian sebesar 221 triliun rupiah tersebut belum termasuk hitungan

kerugian dari dampak terhadap kesehatan dan pendidikan.3 Angka 221 triliun

rupiah tersebut lebih besar dua kali lipat dibandingkan dengan kerugian ekonomi

akibat bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 silam.4

Lebih mengerucut lagi, dampak karhutla terhadap kesehatan publik juga

2 “Longsor Paling Mematikan”, Kompas, 19 Desember 2015.

3 Ibid.

4 Ibid.

FAJRI FADHILLAH

Page 62: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

53

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

tak kalah mencengangkan. Sebanyak 24 orang meninggal dan lebih dari 600.000

jiwa menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) akibat terjadinya karhutla.5

Angka mengenai jumlah korban tersebut menjadi hal yang tidak mengherankan

jika melihat fakta berikut ini: pada periode bulan September sampai Oktober 2015,

masyarakat di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan

Kalimantan Barat menjalani kehidupan sehari-hari dengan kualitas udara yang

sangat berbahaya.6

Dampak pencemaran udara dari karhutla yang dirasakan oleh sekian banyak

orang tersebut terjadi tentu bukan tanpa sebab. Berdasarkan catatan Wahana

Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), terdapat sekitar 423 perusahaan diduga

terlibat langsung dalam karhutla di tahun 2015.7 Hasil investigasi yang dilakukan

Eyes on the Forest di Provinsi Riau dalam kurun waktu Oktober sampai November

2015, menunjukan bahwa terdapat 38 perusahaan yang konsesinya terbakar.8

Kerugian di bidang kesehatan yang timbul karena pencemaran udara dari

karhutla sudah terlihat nyata dan juga cukup meyakinkan: menderita sakit

ISPA bahkan hingga kematian.9 Indikator yang menentukan bahwa telah terjadi

5 Ibid.

6 Pada periode waktu September sampai Oktober 2015, Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) di kelima Provinsi tersebut berada di atas angka 400. ISPU Provinsi Kalimantan Tengah bahkan mencapai angka 1.987 pada bulan September dan 2.230 pada bulan Oktober. Lihat dalam: Pusdatin Kementerian Kesehatan RI, “Masalah Kesehatan Akibat Kabut Asap Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2015”, http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-asap.pdf, diakses tanggal 16 Maret 2016.

7 “Ratusan Perusahaan Diduga Terlibat Pembakaran Hutan”, http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/01/22/o1cgje361-ratusan-perusahaan-diduga-terlibat-pembakaran-hutan, diakses tanggal 21 Maret 2016.

8 Eyes on the Forest, “Terlibat Kejahatan Kemanusiaan, Para Pelaku Layak Diseret ke Pengadilan”, http://eyesontheforest.or.id/attach/Laporan%20Ringkas%20EoF%20(Dec2015)%20Pembakaran%20hutan%20lahan%20di%2037%20lokasi%20Riau%20FINAL2.pdf, diakses tanggal 21 Maret 2016.

9 Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, memberikan keterangan bahwa ada 10 korban tewas akibat kabut asap di Sumatera dan Kalimantan, baik lewat dampak langsung maupun tidak langsung. Menurut Sutopo Purwo Nugroho, korban tewas akibat dampak langsung kebakaran hutan dan lahan contohnya adalah korban yang meninggal saat memadamkan api lalu ikut terbakar. Sedangkan korban yang tewas akibat dampak tidak langsung adalah korban yang sakit akibat asap, atau yang sudah punya riwayat sakit lalu adanya asap memperparah sakitnya. Lihat dalam: bbc.com, “Asap Kebakaran Hutan Sampai Jakarta, http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151024_indonesia_jakarta_kabutasap, diakses pada tanggal 21 Juni 2016.

Page 63: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

54

pencemaran udara akibat asap dari karhutla pun tersedia. Selain itu, informasi

mengenai para pihak yang diduga sebagai penyebab terjadinya pencemaran udara

dari karhutla pun sudah cukup diketahui. Dengan fakta dan informasi tersebut,

ternyata tidak pernah ada gugatan atas dasar pencemaran udara dari karhutla

untuk memperoleh kompensasi atas kerugian yang dialami.

Penegakan hukum terhadap peristiwa karhutla dapat dilakukan melalui tiga

jalur, yakni melalui jalur pidana, perdata, dan administrasi. Di antara ketiga jalur

tersebut, jalur pidana menjadi jalur yang sering digunakan oleh pemerintah dalam

penegakan hukum karhutla.10 Sementara untuk penegakan hukum perdata dalam

kasus karhutla, terdapat beberapa putusan pengadilan yang sudah dihasilkan.11

Putusan pengadilan dalam perkara perdata karhutla yang dianggap berhasil adalah

putusan Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh No. 12/PDT.G/2012/PN.MBO12 antara

Menteri LHK (Penggugat) melawan PT. Kallista Alam (Tergugat). Gugatan perdata

dalam kasus karhutla tersebut merupakan hal yang patut diapresiasi namun

sayangnya gugatan ini hanya menyentuh kerusakan lahan yang ditimbulkan

10 Andri G. Wibisana, “Menggugat Kebakaran Hutan”, Kompas, Rabu 07 Oktober 2015. Dalam opini tersebut, Andri menyatakan bahwa Polri telah menetapkan 140 tersangka dalam kasus karhutla di tahun 2015.

11 Putusan pengadilan yang sudah dihasilkan dalam perkara perdata karhutla, yakni:

• Putusan PN Meulaboh No. 12.PDT.G/2012/PN.MBO antara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) vs PT. Kallista Alam;

• Putusan PN Jakarta Selatan No. 700/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel. antara Menteri LHK vs PT. Surya Panen Subur. Dalam perkara ini Majelis Hakim menolak seluruh gugatan Penggugat;

• Putusan PN Palembang No. 24/Pdt.G/2015/PN.Plg. antara Menteri LHK vs PT. Bumi Mekar Hijau. Dalam perkara ini Majelis Hakim menolak seluruh gugatan Penggugat; dan

• Putusan PN Jakarta Utara No. 108/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Utr, antara Menteri LHK vs PT. Jatim Jaya Perkasa. Dalam perkara ini, Majelis Hakim mengabulkan sebagian gugatan Penggugat.

• Putusan PN Jakarta Selatan No. 591/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel, antara Menteri LHK vs PT. National Sago Prima. Dalam perkara ini, Majelis Hakim mengabulkan sebagian gugatan Penggugat.

12 Sengketa ini sudah sampai pada tahap kasasi di Mahkamah Agung (MA) dan juga telah diputuskan. MA menolak kasasi yang diajukan oleh PT. Kallista Alam. Lihat: “Kasasi Ditolak, Kalista Alam Harus Bayar Rp 366 Miliar, Menteri Siti: Penuhi Rasa Keadilan”, http://www.mongabay.co.id/2015/09/13/kasasi-ditolak-kalista-alam-harus-bayar-rp366-miliar-menteri-siti-penuhi-rasa-keadilan/, diakses tanggal 24 Maret 2016.

FAJRI FADHILLAH

Page 64: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

55

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

dari karhutla.13 Pencemaran udara dari karhutla yang menimbulkan kerugian

kesehatan pada masyarakat belum pernah dijadikan salah satu bentuk kerugian

yang dijadikan tuntutan di dalam gugatan keperdataan.

Jika ditelisik lebih lanjut, gugatan perdata terhadap pencemaran udara

yang ditimbulkan dari karhutla memang memiliki tantangan yang lebih

berat dibandingkan dengan gugatan perdata terhadap kerusakan lahan yang

ditimbulkan dari karhutla. Menurut penulis, terdapat beberapa alasan yang

melatarbelakangi argumen ini: Pertama, pencemaran udara berkaitan dengan

material yang intangible – tidak dapat diraba – sehingga membutuhkan usaha

yang lebih besar dalam membuktikan bahwa asap dari lahan suatu perusahaan

yang mencemari sekelompok orang atau masyarakat; Kedua, terdapat banyak

pihak yang berkontribusi terhadap terjadinya pencemaran udara dari karhutla,

seperti perusahaan hutan tanaman industri dan perusahaan perkebunan sawit.14

Keadaan tersebut menyulitkan korban untuk menentukan pihak mana yang

berkontribusi terhadap pencemaran udara dan seberapa besar kontribusinya

terhadap pencemaran udara. Ketiga, mobilitas dari material pencemar udara dari

karhutla yang cukup luas. Material-material pencemar ini dapat menempuh jarak

hingga ratusan kilometer dari sumbernya sehingga sulit bagi para korban untuk

meyakinkan Majelis Hakim dalam pengadilan bahwa kerugian yang mereka derita

berasal dari pihak-pihak tertentu.

13 Penggugat dalam Menteri LHK vs PT. Kallista Alam mendalilkan beberapa hal yang berkaitan dengan kerugian akibat perbuatan Tergugat. Kerugian tersebut di antaranya meliputi kerugian ekologis (pembuatan dan pemeliharaan reservoir, pengaturan tata air, pembentuk tanah, dll), kerugian hilangnya keanekaragaman hayati dan sumber daya genetika, kerugian akibat terlepasnya karbon ke udara, dan kerugian ekonomis. Keempat jenis kerugian tersebut mayoritas merupakan kerugian atas kerusakan lahan. Memang terdapat kerugian akibat terlepasnya karbon ke udara yang merupakan bentuk pencemaran udara dari karhutla. Namun kerugian ini tidak menyangkut kerugian pencemaran udara yang diderita oleh masyarakat yang terdampak asap dari karhutla. Lihat dalam Menteri LHK vs PT. Kallista Alam, Putusan PN Meulaboh No. 12/PDT.G/2012/PN.MBO, bagian Gugatan, hal. 36 – 47.

14 Mas Achmad Santosa mengemukakan pendapat yang serupa perihal sifat-sifat khas dalam kasus pencemaran lingkungan, antara lain: 1). Penyebabnya tidak selalu dari sumber tunggal, akan tetapi berasal dari berbagai sumber (multi sources); 2). Melibatkan disiplin-disiplin ilmu lainnya serta menuntut keterlibatan pakar-pakar di luar hukum sebagai saksi ahli; dan 3). Seringkali akibat yang diderita tidak timbul seketika, akan tetapi selang beberapa lama kemudian (long period of latency). Lihat dalam Mas Achmad Santosa, “Teori Pertanggungjawaban Pencemaran (Liability Theories)” dalam Sulaiman N. Sembiring (ed.), Hukum dan Advokasi Lingkungan, (ICEL, 1998), hal. 89.

Page 65: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

56

Menurut penulis, tantangan tersebut berujung pada tidak adanya gugatan

yang dilakukan terhadap pencemaran udara dari karhutla yang diduga terjadi

akibat perbuatan, usaha, dan/atau kegiatan dari perusahaan perkebunan dan/

atau kehutanan. Di sisi lain, sebenarnya tantangan tersebut dapat ditelisik lebih

lanjut untuk melihat peluang-peluang dilakukannya gugatan pencemaran udara

dari karhutla yang merugikan masyarakat terdampak. Tulisan ini akan menelisik

peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan dalam gugatan pencemaran udara

dari karhutla tersebut.

Tulisan ini menggunakan metode penulisan yuridis normatif berdasarkan

pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagai bahan

hukum primer. Tulisan ini juga bersumber pada teori dari literatur-literatur hukum

dan informasi dari internet yang menjadi bahan hukum sekunder. Tulisan ini akan

dibagi ke dalam beberapa bagian.

Setelah bagian Pendahuluan ini, bagian kedua akan membahas mengenai

bentuk gugatan tanggung renteng yang dapat diterapkan terhadap peristiwa

yang merugikan yang diduga disebabkan oleh perbuatan sekelompok subjek

hukum. Lalu pada bagian ketiga akan dibahas perihal joint and several liability yang

merupakan bentuk tanggung renteng di dalam sistem hukum common law. Bagian

keempat akan membahas peluang dan tantangan gugatan tanggung renteng

terhadap peristiwa pencemaran udara dari karhutla. Bagian kelima akan menjadi

penutup yang menyimpulkan beberapa hal dari tulisan ini.

II. Gugatan Tanggung Renteng

2.1 Tanggung Renteng dalam Hubungan Perikatan

Gugatan tanggung renteng merupakan salah satu bentuk gugatan yang

dapat digunakan dalam sengketa keperdataan. Dalam hukum perdata Indonesia,

gugatan tanggung renteng sebenarnya dilakukan dalam sengketa wanprestasi

dalam hubungan hukum perikatan antara lebih dari dua pihak. Hal ini terlihat

dalam rumusan Pasal 1278 dan 1280 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPer) yang menjelaskan pengertian dari tanggung renteng dalam hubungan

FAJRI FADHILLAH

Page 66: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

57

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

perikatan.15 Pasal 1278 KUHper mengatur:

“Suatu perikatan tanggung-menanggung atau perikatan tanggung renteng

terjadi antara beberapa kreditur, jika dalam bukti persetujuan secara tegas kepada

masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh utang,

sedangkan pembayaran yang dilakukan kepada salah seorang di antara mereka,

membebaskan debitur, meskipun perikatan itu menurut sifatnya dapat dipecah

dan dibagi antara para kreditur tadi.”16

Lalu, Pasal 1280 KUHPer mengatur juga perihal tanggung renteng dengan

rumusan: “Di pihak para debitur terjadi suatu perikatan tanggung-menanggung,

manakala mereka semua wajib melaksanakan satu hal yang sama, sedemikian

rupa sehingga salah satu dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pelunasan oleh

salah satu dapat membebaskan debitur lainnya terhadap kreditur.”17

Berdasarkan pada Pasal 1278 dan 1280 KUHPer, dapat ditarik beberapa

kesimpulan mengenai pengertian perikatan tanggung renteng, seperti:18 1) Suatu

perikatan dengan lebih dari satu kreditur di satu sisi dengan satu debitur, di sisi

lain; atau 2) Suatu perikatan dengan lebih dari satu debitur pada satu sisi dengan

satu kreditur pada sisi lain; atau 3) Suatu perikatan dengan lebih dari satu kreditur

di satu sisi dan juga dengan lebih dari satu debitur di sisi lain. Pilihan terhadap

dua perikatan yang awal memiliki beberapa konsekuensi hukum, di antaranya:19

• Dalam hal terdapat lebih dari satu kreditur, masing-masing kreditur berhak

untuk menuntut pemenuhan perikatannya dari debitur;

• Dalam hal terdapat lebih dari satu debitur, masing-masing debitur dapat

dituntut untuk memenuhi seluruh isi perikatannya oleh kreditur.

• Dalam hal terdapat lebih dari satu kreditur, pemenuhan perikatan kepada

salah satu kreditur adalah pemenuhan perikatan kepada semua kreditur; dan

15 Giska Matahari Gegana, Penerapan Prinsip Tanggung Renteng Dalam Hal Kreditur Melakukan Wanprestasi Terhadap Perjanjian Kredit Sindikasi, (Skripsi FHUI, Depok: Juni 2011), hal. 25.

16 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1278, diakses melalui jejaring: http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kolonial_kuh_perdata.pdf.

17 Ibid., Pasal 1280.18 Giska Matahari Gegana, loc. cit.19 Ibid., hal. 26.

Page 67: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

58

• Dalam hal terdapat lebih dari satu debitur, pemenuhan perikatan oleh salah

satu debitur adalah pemenuhan perikatan oleh semua debitur.

Dengan pengertian dan konsekuensi hukum dari perikatan tanggung renteng

tersebut, maka terdapat dua jenis perikatan tanggung renteng, yaitu:20

• Perikatan tanggung renteng yang bersifat aktif, yaitu perikatan dengan lebih

dari satu kreditur, di mana masing-masing kreditur berhak untuk menuntut

pemenuhan perikatannya dari debitur, dan pemenuhan perikatan kepada

salah satu kreditur adalah pemenuhan perikatan kepada semua kreditur; dan

• Perikatan tanggung renteng yang bersifat pasif, yaitu perikatan dengan lebih

dari satu debitur, di mana masing-masing debitur dapat dituntut untuk

memenuhi seluruh isi perikatannya oleh kreditur, dan pemenuhan perikatan

oleh salah satu debitur adalah pemenuhan perikatan oleh semua debitur.

Gugatan tanggung renteng bisa dilakukan ketika terjadi wanprestasi dalam

dua jenis perikatan di atas. Sengketa wanprestasi yang menggunakan gugatan

tanggung renteng misalnya bisa dilihat dalam sengketa wanprestasi antara

PT. Mandira Pelita Utama (Penggugat) melawan PT Hastin International, dkk.

(Tergugat).21 Dalam kasus tersebut, PT. Mandira Pelita Utama sebagai debitur

menggugat secara tanggung renteng tujuh PT yang bertindak sebagai kreditur

atas wanprestasi yang dilakukan tujuh PT tersebut terhadap isi perjanjian kredit

sindikasi yang telah disepakati bersama.22 Majelis Hakim pada tiga tingkat

peradilan yang mengadili sengketa tersebut memutuskan bahwa ketujuh Tergugat

telah melakukan wanprestasi, lalu membatalkan isi perjanjian kredit sindikasi di

antara para pihak dan menghukum para Tergugat untuk membayar kerugian yang

diderita oleh Penggugat.23

20 Ibid.21 PT. Mandira Pelita Utama vs PT. Hastin International, et. al., Putusan PN Jakarta Pusat No.

219/Pdt.G/1999/PN.JKT.PST.22 Giska Matahari Gegana, op. cit., hal. 9023 Ibid., hal. 92 – 93. Berkaitan dengan gugatan tanggung renteng yang disampaikan oleh

Penggugat dalam kasus a quo, Majelis Hakim PN Jakarta Pusat, melalui Putusan No. 219/Pdt.G/1999/PN.JKT.PST, memutuskan bahwa gugatan tanggung renteng terhadap ketujuh Tergugat tidak dapat dikabulkan. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa ganti kerugian harus dibebankan kepada Tergugat sesudai dengan porsi keikutsertaan Para Tergugat dalam perjanjian kredit sindikasi. Lihat dalam: Ibid., hal. 97. Penulis berpendapat bahwa gugatan secara tanggung renteng dilakukan oleh

FAJRI FADHILLAH

Page 68: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

59

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

2.2 Tanggung Renteng dalam PMH

Meskipun dasar hukumnya hanya mengatur gugatan terhadap tindakan

wanprestasi, gugatan tanggung renteng dipraktikan juga dalam gugatan perbuatan

melawan hukum. Dua contoh sengketa perdata yang menggunakan gugatan

tanggung renteng di antaranya:

• Dedi, dkk. vs PT. Perhutani, dkk., yang diperiksa di PN Bandung,24 mengenai

longsornya Hutan Mandalawangi akibat kegiatan kehutanan dari PT.

Perhutani (kasus ini dikenal dengan istilah “Mandalawangi”); dan

• Aswardi, dkk. vs PT. Cahaya Bintan Abadi, dkk., yang diperiksa di PN

Tanjung Pinang,25 tentang pencemaran lingkungan laut akibat pertambangan

dan penimbunan tanah merah untuk pembangunan dermaga.

Jika kita menelisik dalil-dalil mengenai gugatan tanggung renteng di dalam

dua putusan di atas, kita dapat melihat bahwa baik Penggugat maupun Majelis

Hakim tidak mendasarkan pada dasar hukum tertulis dalam mendalilkan atau

mempertimbangkan gugatan tanggung renteng. Dalam sengketa antara Aswardi,

dkk. vs PT. Cahaya Bintan Abadi, dkk. misalnya, para Penggugat dalam gugatannya

mendalilkan perihal tanggung renteng dalam posita mengenai jumlah kerugian

materiil dan immateriil yang diderita akibat perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III.26 Para Penggugat kembali

mendalilkan perihal tanggung renteng dalam bagian petitum gugatannya, yakni

memohon Majelis Hakim untuk menghukum dan memerintahkan Tergugat I,

Tergugat II, dan Tergugat III secara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada

para Penggugat sebesar Rp 100.057.600.000.27 Penggugat tidak mendasarkan pada

Penggugat dengan tujuan memperoleh jaminan bahwa keseluruhan kerugian yang diderita oleh Penggugat dapat dibayar oleh salah satu Tergugat atau lebih. Selain itu, gugatan dilakukan secara tanggung renteng juga agar gugatan bisa lebih efisien dibandingkan dengan menggugat masing-masing Tergugat secara terpisah.

24 Dedi, dkk. vs PT. Perhutani, dkk. Putusan PN Bandung No. 49/Pdt.G/2003/PN.BDG.

25 Aswardi, dkk. vs PT. Cahaya Bintan Abadi, dkk. Putusan PN Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI,

26 Ibid., Bagian posita gugatan, hal. 15.

27 Ibid., hal. 23. Majelis Hakim dalam putusannya mengabulkan sebagian gugatan dari para

Page 69: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

60

dasar hukum tertulis dalam merumuskan dalil gugatan tanggung renteng, baik itu

dalam posita atau pun petitum-nya.

Terdapat sedikit perbedaan di dalam perkara “Mandalawangi” perihal

perumusan gugatan tanggung renteng. Di dalam perkara “Mandalawangi”, para

Penggugat tidak mendalilkan secara eksplisit bentuk tanggung renteng di dalam

surat gugatannya.28 Namun Majelis Hakim perkara “Mandalawangi” di dalam

pertimbangannya terhadap petitum Penggugat, menyatakan bahwa biaya pemulihan

kerusakan hutan di Gunung Mandalawangi harus ditanggung oleh Tergugat I (PT.

Perhutani) dan Tergugat III (Menteri Kehutanan) secara tanggung renteng.29 Majelis

Hakim perkara “Mandalawangi” juga memutuskan bahwa Tergugat I, Tergugat III,

Tergugat IV (Gubernur Jawa Barat), dan Tergugat V (Bupati Garut) secara tanggung

renteng membayar ganti kerugian kepada korban longsor Gunung Mandalawangi

sebesar Rp 10.000.000.000,-.30 Majelis Hakim perkara “Mandalawangi” tidak

mendasarkan pada dasar hukum tertulis dalam pertimbangan tersebut, melainkan

mendasarkan pada rasa keadilan dan kepatutan.31

Dari kedua sengketa tersebut dapat dilihat bahwa gugatan tanggung renteng

atas perbuatan melawan hukum dilakukan tidak berdasarkan pada suatu dasar

hukum tertentu. Dalam perkara antara Aswardi, dkk. vs PT. Cahaya Bintan Abadi,

dkk., pihak Penggugat merumuskan dalil tanggung renteng dalam posita dan

petitum-nya tanpa didasarkan pada suatu dasar hukum tertentu. Dalam perkara

“Mandalawangi”, Majelis Hakim PN Bandung mendasarkan pada rasa keadilan

dan kepatutan dalam mempertimbangkan pemulihan dan ganti rugi secara

tanggung renteng oleh beberapa Tergugat. Dengan kata lain, perihal tanggung

renteng dalam PMH didasarkan pada kebiasaan serta rasa keadilan dan kepatutan.

Penggugat, salah satunya dalam hal ganti rugi, yakni menghukum Tergugat I, II, dan III secara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada para Penggugat sebesar Rp 10.760.000.000. Lihat: Ibid., hal, 128 – 129.

28 Perumusan dalil tanggung renteng di dalam petitum seperti yang terlihat dalam perkara Aswardi, dkk. vs PT. Cahaya Bintan Abadi, dkk. tidak terlihat di dalam gugatan Dedi, dkk. dalam perkaranya melawan PT. Perhutani, dkk. Lihat dalam: Dedi, dkk. vs PT Perhutani, dkk.. Putusan PN Bandung No. 49/Pdt.G/2003/PN.BDG., Bagian Petitum, hal. 10 – 12.

29 Ibid., hal. 104 dan 108..

30 Ibid.

31 Ibid., hal. 104.

FAJRI FADHILLAH

Page 70: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

61

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

2.3 Para Pihak dalam Gugatan Tanggung Renteng

Hal yang perlu dicermati dalam gugatan tanggung renteng adalah pihak-

pihak yang dapat dijadikan Tergugat di dalam sengketa. Terdapat perbedaan antara

pihak-pihak yang dapat dijadikan Tergugat dalam gugatan tanggung renteng pada

sengketa wanprestasi dan PMH. Dalam gugatan tanggung renteng pada sengketa

wanprestasi, pihak-pihak yang dapat dijadikan Tergugat berkaitan erat dengan

para pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan kata lain, pihak yang merasa

dirugikan atas wanprestasi dalam perjanjian tanggung renteng harus menyertakan

seluruh pihak yang terikat kepada perjanjian tanggung renteng tersebut.32

Disertakannya seluruh pihak dalam gugatan tanggung renteng pada sengketa

wanprestasi merupakan hal yang krusial karena adanya kemungkinan gugatan

dinyatakan niet ontvankelijke verklaard (NO) atau tidak dapat diterima oleh Majelis

Hakim apabila gugatan dinilai kurang pihak. Hal ini berdasarkan pada logika

bahwa pihak Penggugat, dalam sengketa wanprestasi, mengetahui pihak mana saja

yang merupakan penyebab terjadinya kerugian yang ia derita. Selain itu, gugatan

tanggung renteng dalam sengketa wanprestasi memang harus didasarkan pada

perikatan yang sah di antara para pihak, di mana pilihan dilakukannya gugatan

tanggung renteng juga harus dinyatakan dengan tegas di dalam perikatan tersebut.

Berbeda dengan sengketa wanprestasi, dalam gugatan tanggung renteng

pada PMH Penggugat tidak dibatasi dengan keharusan melakukan gugatan

dengan jumlah Tergugat yang sudah pasti atau lengkap. Hal ini dikarenakan

gugatan PMH tidak didasari pada perikatan di antara para pihak, melainkan pada

ketentuan-ketentuan hukum yang hidup di dalam masyarakat.33 Selain itu, pihak

yang merasa dirugikan dalam sengketa PMH biasanya berada dalam keadaan

minim informasi mengenai pihak mana yang telah menyebabkan kerugian yang

ia derita, terlebih lagi dalam sengketa dengan multipihak di dalamnya. Maka dari

32 Misalnya dalam sengketa wanprestasi atas perjanjian kredit sindkasi antara PT. Mandira Pelita Utama vs PT. Hastin International Bank, dkk., pihak PT. Mandira Pelita Utama yang merasa dirugikan atas wanprestasi yang dilakukan oleh PT. Hastin International Bank, dkk. harus menyertakan seluruh pihak yang terikat pada perjanjian kredit sindikasi tersebut.

33 Dasar gugatan PMH, selain berdasarkan pada ketentuan hukum tertulis, dapat juga di antaranya dilakukan berdasarkan pada nilai-nilai kepatutan, kehati-hatian, dan ketelitian yang hidup di dalam masyarakat. Lihat dalam: Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Pascasarjana FHUI, 2003), hal. 4-8.

Page 71: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

62

itu, gugatan tanggung renteng pada sengketa PMH tidak mengharuskan seorang

Penggugat untuk tahu dengan pasti pihak mana saja yang telah menyebabkan

kerugian yang ia derita.

III. Perbandingan Tanggung Renteng dengan Joint and Several Liability

Gugatan tanggung renteng di dalam sistem hukum common law dikenal dengan

istilah joint and several liability. Applegate dan Laitos berpendapat, sebagaimana

dikutip oleh Wibisana, bahwa makna dari joint and several liability adalah, “the entire

burden can be shifted to any contributor to the harm, even one that has only a tiny role,

leaving to that party the task of seeking contribution from other defendants, if possible”.34

Berdasarkan makna tersebut, Wibisana berpendapat bahwa dalam joint and several

liability, Penggugat pada pokoknya meminta para Tergugat secara bersama-sama

membayar ganti rugi atas kerugian yang ia derita.35 Tergugat mana di antara para

Tergugat yang akan membayar kerugian yang diderita oleh Penggugat sepenuhnya

diserahkan kepada kesepakatan para Tergugat. Apakah ganti rugi tersebut akan

seluruhnya ditanggung oleh seorang Tergugat, atau akan dibagi rata berdasarkan

proporsi tertentu menjadi urusan para Tergugat.36 Dengan kata lain, Penggugat

tidak perlu membuktikan proporsi/kontribusi dari tiap Tergugat atas kerugian

yang diderita Penggugat.37

Perihal penerapan dari joint and several liability, ulasan dari The Law Commission

of New Zealand dapat dijadikan sebagai acuan. Menurut ulasan tersebut, aturan joint

and several liability berkaitan dengan dua isu utama, yakni:38 Pertama, karakteristik

dari kerugian. Apakah tindakan atau kelalaian dari para Tergugat menimbulkan

suatu kerugian yang tak dapat dipisahkan atau kerugian tersebut terpisah atau

dapat dipisahkan. Kedua karakteristik kerugian tersebut menentukan apakah joint

34 Andri Gunawan Wibisana, Pertanggungjawaban Perdata dan Pembuktian Dalam Hukum Lingkungan Indonesia, (Makalah disampaikan dalam lokakarya kebakaran hutan dan lahan Walhi, Oktober 2015), hal. 35.

35 Ibid.

36 Ibid.

37 Ibid.

38 Law Commission of New Zealand, “Review of Joint and Several Liability”, November 2012, Wellington, New Zealand, Issues Paper 32, hal. 10.

FAJRI FADHILLAH

Page 72: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

63

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

and several liability dapat diterapkan atau tidak; kedua, perihal pembagian beban

pertanggungjawaban di antara para Tergugat.

Pada isu mengenai karakteristik kerugian, hanya ketika seluruh kerugian

yang diderita Penggugat memiliki karakter yang sama, atau tindakan dari masing-

masing Tergugat seluruhnya berkontribusi pada keseluruhan kerugian, maka joint

and several liability dapat diterapkan.39 Ketika kondisi tersebut terpenuhi dan salah

satu Tergugat tidak mampu melakukan ganti rugi, Tergugat lainnya akan secara

bersama-sama membayar keseluruhan ganti rugi.40

Lalu pada isu yang kedua, yakni perihal pembagian beban pertanggung-

jawaban, menurut hukum yang berlaku di New Zealand,41 pembagian beban

pertanggungjawaban bukanlah beban dari Penggugat.42 Jika seorang Penggugat

hanya menggugat terhadap satu Tergugat saja dan Tergugat tersebut berpendapat

bahwa terdapat pihak-pihak lainnya yang seharusnya bertanggung jawab juga,

Tergugat tersebut dapat mengikutsertakan para pihak-pihak yang dianggap ikut

bertanggung jawab ke dalam proses persidangan atau membuat klaim kontribusi

dari pihak-pihak lain secara terpisah setelah adanya putusan terhadap gugatan yang

disampaikan oleh Penggugat.43 Penggugat harus membuktikan bahwa Tergugat

yang dipilih untuk digugat merupakan penyebab terjadinya kerugian yang ia

derita, akan tetapi Penggugat tidak diwajibkan untuk menelusuri kontribusi atau

kesalahan masing-masing Tergugat dibandingkan dengan pihak-pihak lain yang

berpotensi menjadi Tergugat. Dengan kata lain, Penggugat dapat memilih untuk

menggugat hanya satu Tergugat saja dan menyerahkan pada Tergugat tersebut

untuk memutuskan apakah Tergugat akan mencari pihak lain yang berkontribusi

juga pada kerugian Penggugat.44

Aturan joint and several liability melindungi Penggugat dengan mengatur bahwa

masing-masing pihak yang telah menyebabkan terjadinya kerugian bertanggung

39 Ibid. hal. 11.

40 Ibid.

41 Perlu dicatat bahwa aturan perihal pembagian beban pertanggungjawaban yang dimaksud dalam kalimat ini berlaku pada tahun 2012, ketika ulasan ini dilakukan oleh The Law Commission of New Zealand.

42 Ibid.

43 Ibid.

44 Ibid.

Page 73: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

64

jawab untuk membayar secara penuh kerugian Penggugat.45 Jika Penggugat tidak

dapat mendapatkan ganti rugi dari satu Tergugat, Penggugat dapat memperoleh

ganti rugi secara penuh dari Tergugat lainnya. Prinsip dasar dari aturan ini adalah

pendekatan common law terhadap kausalitas, yakni: masing-masing Tergugat telah

menyebabkan terjadinya kerugian yang tak dapat dipisahkan yang diderita oleh

Penggugat, maka masing-masing Tergugat harus bertanggung jawab terhadap

kerugian tersebut. Dalam sistem hukum common law, pihak yang menderita

kerugian tidak seharusnya menanggung risiko tidak adanya Tergugat atau

ketidaksanggupan Tergugat untuk membayar ganti rugi. Sebaliknya, pengadilan

dalam sistem hukum common law mengalokasikan risiko tersebut kepada para

pihak yang dinilai telah menyebabkan kerugian pada Penggugat.46

3.1 Joint and Several Liability dalam Putusan Pengadilan di Amerika Serikat

Terdapat dua putusan pengadilan yang cukup terkenal di Amerika Serikat

yang menerapkan joint and several liability dalam perkara PMH. Dua perkara

tersebut adalah: 1). United States v. Chem-Dyne Corp; dan 2). O’Neil v. Picillo. Penulis

akan mengulas hal-hal penting berkaitan dengan joint and several liability di dalam

dua perkara tersebut.

a. United States v. Chem-Dyne Corp.

Perkara United States v. Chem-Dyne Corp merupakan perkara antara

Pemerintah Federal Amerika Serikat melawan sekelompok perusahaan yang

membuang limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) ke dalam fasilitas yang

dimiliki oleh Chem-Dyne Corp.47 Di dalam perkara tersebut, pemerintah federal

Amerika Serikat menggugat sekelompok perusahaan tersebut secara tanggung

renteng untuk membayar biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah

untuk melakukan penanggulangan dan pemulihan pencemaran limbah B3.

Di sisi lain, para Tergugat di dalam perkara tersebut memohon kepada Majelis

Hakim untuk memutus bahwa para Tergugat tidak bertanggung jawab secara

45 Ibid.

46 Ibid.

47 Perkara ini diadili di United States District Court, Southern District of Ohio pada tahun 1983. Lihat: Jeffrey G. Miller dan Craig N. Johnson, 2nd Edition, The Law of Hazardous Waste Disposal and Remediation: Cases-Legislation-Regulation-Policies, (St. Paul: Thomson West, 2005), hal. 584.

FAJRI FADHILLAH

Page 74: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

65

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

tanggung renteng terhadap biaya pemulihan Chem-Dyne.48

Dalam perkara tersebut, Pemerintah Federal Amerika Serikat menegaskan

bahwa perumusan mengenai joint and several liability sudah cukup jelas

tergambar di dalam bahasa pengaturan Comprehensive Environmental Response,

Compensation, and Liability Act (CERCLA). Akan tetapi, Majelis Hakim Southern

District of Ohio menilai bahwa rumusan pasal mengenai ruang lingkup

pertanggungjawaban di dalam CERCLA bersifat ambigu.49 Dengan keadaan

tersebut, Majelis Hakim mencoba melihat maksud dari pembentuk CERCLA

dengan mengkaji ulang proses legislasi dari CERCLA.50

Berdasarkan hasil kaji ulang terhadap proses legislasi dari CERCLA,

Majelis Hakim mengidentifikasi alasan dihapuskannya terminologi strict liability

dan joint and several liability dalam CERCLA pada tanggal 24 November 1980.

Alasan penghapusan kedua terminologi tersebut di dalam CERCLA didalilkan

juga oleh Chem-Dyne Corp. melalui pernyataan Senator Helms, yakni:51

“Retention of joint and several liability in S. 1480 received intense

and well-deserved criticism from a number of sources, since it could

impose financial responsibility for massive costs and damages

awards on person who contributed only minimally (if at all) to

a release or injury. Joint and several liability for costs and damages

was especially pernicious in S. 1480, not only because of the exceedingly

broad categories of persons subject to liability and the wide array of

damages available, but also because it was coupled with an industry-

based fund. Those contributing to the fund will frequently be paying for

conditions they had no responsibility in creating or even contributing to.

To adopt a joint and several liability scheme on top of this would

have been grossly unfair.

The drafters of the Stafford Randolph substitute have recognized

this unfairness, and the lack of wisdom in eliminating any meaningful

48 Ibid.

49 Ibid.

50 Ibid.

51 Ibid., hal. 584 – 585.

Page 75: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

66

link between culpable conduct and financial responsibility. Consequently,

all references to joint and several liability in the bill have been

deleted...

It is very clear from the language of the Stafford Randolph substitute

itself, from the legislative history, and from the liability provisions of

section 311 of Federal Water Pollution Control Act, that now the Stafford

Randolph bill does not in and of itself create joint and several liability.”52

(penebalan berasal dari penulis)

Di sisi lain Majelis Hakim dalam perkara United States v. Chem-Dyne

Corp. juga mengutip pernyataan Senator Stafford Randolph yang menjelaskan

alasan di balik penghapusan terminologi joint and several liability. Pernyataan

Senator Stafford Randolph ini akan menunjukan bagaimana seharusnya joint

and several liability diterapkan dalam perkara-perkara dengan pihak Tergugat

yang jumlahnya lebih dari satu. Berikut ini pernyataan Senator Stafford

Randolph:53

“We have kept strict liability in the compromise, specifying the

standard of liability under section of 311 of the Clean Water Act, but we

have deleted any reference to joint and several liability, relying

on common law principles to determine when parties should be

severally liable… the changes were made in recognition of the

difficulty in prescribing in statutory terms liability standards

which will be applicable in individual cases. The changes do not

reflect a rejection of the standards in the earlier bill. It is intended

that issues of liability not resolved by this act, if any, shall be

governed by traditional and evolving principles of common

law. An example is joint and several liability. Any reference to

these terms has been deleted, and the liability of joint tortfeasors will be

52 Pandangan Senator Helms mengenai perumusan terminologi joint and several liability dalam CERCLA bertentangan dengan panduan yang dibuat oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat. Senator Helms merupakan pihak yang menentang disusunnya CERCLA. Maka dari itu, pernyataan Senator Helms ditujukan untuk memperkecil ruang penafsiran dari CERCLA. Lihat: Ibid., hal. 585.

53 Ibid.

FAJRI FADHILLAH

Page 76: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

67

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

determined under common or previous statutory law.” 54 (penebalan

berasal dari penulis).

Berdasarkan paparan dari Senator Stafford Randolph tersebut, kita

dapat melihat bahwa dihapuskannya perihal scope of liability dan joint and

several liability dalam CERCLA dilakukan untuk menghindari adanya suatu

standar yang dapat diterapkan dalam semua situasi, yang mana dapat

menghasilkan putusan yang tidak adil dalam beberapa kasus tertentu.55 Akan

tetapi penghapusan tersebut tidak dimaksudkan sebagai penolakan terhadap

joint and several liability. Sebetulnya, terminologi joint and several liability

dihapuskan agar scope of liability dapat ditentukan dengan mengacu pada

prinsip-prinsip common law, di mana pengadilan akan menilai kelayakan

penerapan joint and several liability berdasarkan pada basis individual dari

sekian jumlah Tergugat.56

Pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa joint and several

liability diterapkan dengan mengacu pada prinsip-prinsip common law juga

memunculkan dua isu lainnya. Isu yang pertama adalah menentukan state

common law atau federal common law yang seharusnya diterapkan dalam

perkara a quo. Isu yang kedua adalah menentukan apakah interpretasi lingkup

pertanggungjawaban dilakukan berdasarkan pada gabungan state law dari

beberapa Negara bagian atau berdasarkan pada “a federally created uniform law”.

Dalam menjawab isu pertama, Majelis Hakim mempertimbangkan

adanya Erie Doctrine. Erie Doctrine menyatakan bahwa federal court harus

menerapkan state substantive law dalam perkara-perkara yang melintasi

lebih dari satu jurisdiksi.57 Akan tetapi, Majelis Hakim berpendapat bahwa

state law tidak wajib diterapkan di dalam perkara United States v. Chem-Dyne

Corp. karena karakteristik perkara tersebut termasuk ke dalam makna dari

54 Senator Stafford Randolph merupakan pihak yang mendukung penyusunan CERCLA. Majelis Hakim juga mengutip pernyataan dari Representatives Florio and Waxman yang isinya serupa dengan pernyataan dari Senator Stafford Randolph. Lihat: Ibid.

55 Ibid., hal. 586.

56 Ibid.

57 Penjelasan lebih lanjut mengenai Erie Doctrine dapat dilihat di dalam: http://civilprocedure.uslegal.com/choice-of-law/erie-doctrine/ (diakses pada 31 Juli 2016).

Page 77: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

68

“uniquely federal interest.58 Sebaliknya, karena adanya uniquely federal interest

dalam perkara a quo, Majelis Hakim menyimpulkan bahwa perihal hak

dan pertanggungjawaban dari United States di dalam Pasal 107 CERCLA

ditentukan berdasarkan pada “federal rule of decision”.59

Isu yang kedua adalah menentukan apakah interpretasi lingkup

pertanggungjawaban dilakukan berdasarkan pada gabungan state law

dari beberapa Negara bagian atau berdasarkan pada “a federally created

uniform law”. Menurut Majelis Hakim, penentuan interpretasi lingkup

pertanggungjawaban merupakan kebijakan yudisial yang bergantung pada

bermacam-macam pertimbangan.60 Pertimbangan tersebut berkaitan dengan

esensi dari kepentingan-kepentingan spesifik suatu pemerintahan dan

bagaimana efeknya terhadap mereka yang menerapkan state law.61 Program-

program Pemerintah Federal Amerika Serikat yang pada esensinya harus

seragam dalam karakternya di seluruh Negara bagian di Amerika Serikat,

mengharuskan adanya perumusan “federal rules of decision”. CERCLA

merupakan contoh dari program Pemerintah Federal Amerika Serikat.

Standar pertanggungjawaban yang bervariasi di setiap forum Negara bagian

akan melemahkan kebijakan-kebijakan dalam CERCLA dengan mendorong

58 Erie Doctrine telah mengeliminasi kekuasaan federal courts untuk menciptakan federal general common law. Akan tetapi kekuasaan untuk membuat federal specialized common law tetap tidak tersentuh ketika kekuasaan tersebut diperlukan untuk melindungi “uniquely federal interest”. Lihat dalam Jeffrey G. Miller dan Craig N. Johnson, op. cit., hal. 586.

59 Terdapat dua alasan yang melatarbelakangi diterapkannya “federal rule of decision” dalam perkara United States v. Chem-Dyne Corp. Pertama, pembuangan bahan-bahan beracun dan berbahaya (B3) merupakan permasalahan nasional yang besar dan kompleks. Biasanya, tempat buangan limbah yang tidak diperhatikan akan terdiri dari limbah yang dihasilkan oleh bermacam-macam perusahaan dari Negara-negara bagian yang berbeda dalam suatu area atau region. Terjadinya pencemaran pada tanah, air tanah, dan air permukaan sebagai konsekuensi dari pembuangan limbah tersebut menghasilkan permasalahan lintas Negara bagian. Kedua, alasan yang melatarbelakangi penyusunan CERCLA adalah pengakuan bahwa respon terhadap permasalahan yang dapat meluas ini pada tingkatan Negara Bagian dirasa masih tidak memadai. Terlebih lagi, dana Superfund yang digunakan untuk melakukan pemulihan berasal dari “general revenues” dan “excise taxes”. Maka dari itu, tingkatan bagi pemerintah federal Amerika Serikat untuk dapat melindungi kepentingan finansialnya di dalam “trust fund” berhubungan secara langsung pada lingkup pertanggungjawaban berdasarkan CERCLA dan tidak mungkin bergantung pada aturan hukum dari Negara bagian. (penebalan berasal dari penulis). Lihat penjelasan ini dalam: Ibid.

60 Ibid., hal. 587.

61 Ibid

FAJRI FADHILLAH

Page 78: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

69

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

dilakukannya pembuangan limbah yang illegal di Negara bagian dengan

aturan hukum pertanggungjawaban yang lebih longgar. Maka dari itu,

interpretasi lingkup pertanggungjawaban ditentukan dengan didasarkan

pada “a federally created uniform law”.62

Setelah melihat pertimbangan Majelis Hakim bahwa federal common

law yang digunakan dalam memeriksa perkara United States v. Chem-Dyne

Corp., maka langkah terakhir yang diperlukan adalah melihat bagaimana

federal common law menginterpretasikan joint and several liability. Penelusuran

terhadap common law menunjukan bahwa ketika dua pihak atau lebih

melakukan perbuatan secara independen yang menyebabkan suatu kerugian

tunggal atau kerugian yang dapat dibedakan, yang mana terdapat dasar yang

wajar untuk melakukan pembagian berdasarkan kontribusi dari masing-

masing pihak, maka masing-masing pihak tersebut bertanggung jawab hanya

terhadap sebagian dari total kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya.63

Tetapi, ketika dua pihak atau lebih menyebabkan terjadinya kerugian tunggal

dan kerugian tersebut tidak dapat dibagi-bagi, masing-masing pihak tersebut

bertanggung jawab untuk keseluruhan kerugian.64 Lebih jauh lagi, ketika

perbuatan dua atau lebih pihak telah melanggar ketentuan di dalam Pasal 107

CERCLA, dan salah satu Tergugat atau lebih meminta adanya pembatasan

pertanggungjawaban dengan alasan bahwa keseluruhan kerugian dapat

dilakukan pembagian, beban pembuktian terhadap pembagian kerugian

tersebut ada pada masing-masing Tergugat.65

Pada akhirnya, upaya menentukan apakah para Tergugat dalam

perkara United States v. Chem-Dyne Corp. bertanggung jawab secara bersama-

sama (jointly) atau secara terpisah (severally) atas biaya pemulihan menjadi

62 CERCLA mengatur hak bagi Pemerintah Federal Amerika Serikat untuk melakukan reimbursement atas biaya yang dikeluarkan untuk pemulihan suatu area yang tercemar.

Hak tersebut dibutuhkan untuk penanganan permasalahan pencemaran secara nasional yang seragam. Maka dari itu, hak untuk memeroleh reimbursement tersebut sebaiknya tidak dihadapkan dengan ketidakpastian aturan-aturan lokal dari Negara-negara bagian yang variatif. Lihat dalam: Ibid.

63 Ibid.

64 Ibid.

65 Ibid.

Page 79: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

70

pembuktian faktual yang cukup kompleks.66 Chem-Dyne menampung

bermacam-macam limbah B3 yang berasal dari 289 penghasil atau pengangkut

limbah yang berat totalnya mencapai sekitar 608.000 pon. Beberapa limbah

B3 tersebut telah bercampur tetapi sumbernya masih tidak dapat dipastikan.

Fakta bahwa limbah B3 tersebut bercampur telah menaikkan isu mengenai

dapat atau tidaknya kerugian dipisah-pisahkan berdasarkan pihak yang

menyebabkan terjadinya kerugian tersebut.67 Lebih jauh lagi, perdebatan

juga terjadi mengenai limbah B3 mana yang telah mencemari air tanah, juga

mengenai tingkat migrasi limbah B3, serta bahaya pada kesehatan yang dapat

ditimbulkan dari limbah B3 tersebut.68 Selain itu, upaya memperkirakan resiko

yang terkandung dalam suatu limbah dengan mendasarkan pada volume

limbah yang dibuang oleh penghasil limbah bukanlah langkah yang tepat.

Hal ini dikarenakan potensi racun dan migrasi dari suatu limbah B3 tertentu

secara umum bervariasi dan tidak tergantung pada volume dari limbahnya.69

Karena adanya isu-isu fakta material mengenai dapat atau tidaknya

kerugian dipisahkan berdasarkan pihak yang menyebabkan kerugian

serta mengenai dapat atau tidaknya dilakukan pembagian beban

pertanggungjawaban, permohonan Tergugat (Che-Dyne Corp.) kepada Majelis

Hakim untuk diputuskannya “judgment as a matter of law”70 ditolak.71

b. O’Neil v. Picillo

O’Neill v Picillo merupakan perkara pencemaran limbah B3 yang terjadi di

Coventry, Rhode Island, Amerika Serikat. Pencemaran limbah B3 ini bermula

ketika Picillo sepakat untuk memperbolehkan sebagian dari peternakan babi

66 Ibid.

67 Ibid., hal. 588.

68 Ibid.

69 Ibid.

70 Judgment as a matter of law adalah permohonan yang diajukan oleh salah satu pihak dalam perkara di pengadilan sebelum kasus diserahkan kepada Juri. Salah satu pihak tersebut mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan yang menguntungkan pihak tersebut dengan alasan tidak cukupnya bukti awal yang ditunjukan oleh pihak lain kepada juri. Judgment as a matter of law dikenal juga dengan istilah directed verdict. Lihat dalam: “Motion for Judgment as a Matter of Law”, https://www.law.cornell.edu/wex/motion_for_judgment_as_a_matter_of_law, diakses pada 31 Juli 2016.

71 Jeffrey G. Miller dan Craig N. Johnson, loc. cit.

FAJRI FADHILLAH

Page 80: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

71

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

miliknya digunakan sebagai tempat pembuangan limbah B3 dalam jumlah

yang besar.72 Ribuan barel limbah B3 yang dibuang di dekat peternakan

Picillo pada akhirnya menimbulkan terjadinya kebakaran dikarenakan

penyimpanan limbah B3 yang ceroboh. Pada tahun 1979, The State of Rhode

Island dan Environmental Protection Agency (EPA) melaksanakan pemulihan

pencemaran limbah B3 di lokasi tersebut.73

The State of Rhode Island menggugat 35 perusahaan untuk membayar

biaya pemulihan yang sudah dikeluarkan di antara tahun 1979 sampai 1982

dan juga meminta 35 perusahaan tersebut bertanggung jawab untuk seluruh

biaya di masa depan yang dikeluarkan berkaitan dengan tempat tercemar

limbah B3 tersebut.74 30 perusahaan dari total 35 perusahaan tersebut

pada awal persidangan di pengadilan tingkat pertama bersepakat untuk

melakukan pembayaran sebesar $ 5.800.000 yang akan dibagikan kepada The

State of Rhode Island dan EPA.75 Pengadilan tingkat pertama pada akhirnya

memutuskan bahwa tiga dari lima perusahaan lainnya bertanggung jawab

secara tanggung renteng (joint and several liability) atas seluruh biaya pemulihan

terdahulu yang tidak tercakup di dalam kesepakatan pembayaran (oleh 30

perusahaan) serta turut bertanggung jawab juga untuk biaya pemulihan di

masa depan.76 Dua dari tiga perusahaan yang diputuskan bertanggung jawab

di pengadilan tingkat pertama, American Cyanamid dan Rohm and Haas,

melakukan banding terhadap putusan tersebut.77

American Cyanamid dan Rohm and Haas (para Pembanding)

mengajukan banding berdasarkan dua alasan. Pada alasan yang pertama, para

Pembanding menyatakan bahwa kontribusi keduanya terhadap pencemaran

tidak signifikan sehingga tidaklah adil untuk memutuskan kedua perusahaan

72 Ibid.73 Berdasarkan keterangan di District Court (pengadilan tingkat pertama), The State of Rhode

Island dan EPA pada saat melakukan pemulihan pencemaran menemukan banyak parit dan lubang berukuran besar. Parit dan lubang besar tersebut dipenuhi oleh “free-flowing, multi-colored, pungent liquid wastes” dan ribuan “dented and corroded drums containing a veritable potpourri of toxic fluids”. Lihat dalam: Ibid.

74 Ibid.

75 Ibid.

76 Ibid.

77 Ibid.

Page 81: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

72

tersebut bertanggung jawab secara tanggung renteng atas pengeluaran State

of Rhode Island yang tidak tercakup di dalam kesepakatan pembayaran oleh

30 perusahaan lainnya.78 Para Pembanding mendalilkan bahwa sebelum joint

and several liability dapat dijatuhkan, pihak Pemerintah memiliki beban untuk

membuktikan bahwa para pembanding merupakan penyebab “substansial”

terjadinya kerugian.79 Jika pemerintah tidak dapat membuktikan bahwa

para Pembanding merupakan kontributor “substansial”, maka joint and

several liability tidak dapat dijatuhkan dan beban para Pembanding untuk

membuktikan bahwa kerugian dapat dipisahkan menjadi hilang.80

Majelis Hakim di pengadilan tingkat banding menolak dalil para

Pembanding tersebut. Majelis Hakim menolak untuk menempatkan beban

kepada Pemerintah untuk membuktikan bahwa para Pembanding merupakan

kontributor “substansial” dalam gugatan joint and several liability.81 Majelis

Hakim mencermati bahwa beberapa putusan pengadilan juga telah menolak

menempatkan beban kepada pemerintah untuk membuktikan bahwa

para Tergugat merupakan kontributor “substansial” terjadinya kerugian.82

Beberapa putusan pengadilan tersebut menyadari pertimbangan Congress

yang menyatakan bahwa upaya pemulihan jangan sampai tersandera oleh

kewajiban yang memakan waktu lama dan juga hampir mustahil dilakukan,

yakni: menelusuri sumber seluruh limbah yang ditemukan di tempat

pembuangan limbah.83

Majelis Hakim pengadilan tingkat banding lalu kembali mendasarkan

pada aturan yang ada di dalam Restatement (Second) of Torts, yakni: kerugian

harus dibagi hanya jika para Tergugat dapat membuktikan bahwa kerugian

dapat dipisahkan.84 Aturan ini pun menjadi dasar bagi alasan banding para

Pembanding yang kedua, yakni: para Pembanding telah berhasil membuktikan

78 Ibid.

79 Para Tergugat mengacu pada Restatement (Second) of Torts 433B. Ibid., hal. 589.

80 Ibid.

81 Ibid.

82 Ibid., hal. 590.

83 Ibid.

84 Ibid., hal. 589.

FAJRI FADHILLAH

Page 82: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

73

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

bahwa kerugian dalam perkara ini dapat dipisahkan.85

Para Pembanding berpendapat, karena merupakan hal yang mungkin

untuk menentukan jumlah barel limbah yang mereka buang ke tempat

pembuangan, maka dimungkinkan pula untuk menentukan berapa proporsi

dari biaya pemulihan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dapat

dibebankan kepada para Pembanding.86 Penentuan proporsi tersebut bisa

dilakukan dengan cara memperkirakan besaran biaya pengangkatan satu

barel.87 Berdasarkan pada pemikiran tersebut, para Pembanding menjelaskan

bagaimana proporsi mereka terhadap terjadinya pencemaran.

Para Pembanding menyatakan bahwa upaya pemindahan barel yang

dilakukan pemerintah terdiri dari empat tahap, di mana masing-masing

tahap saling berkaitan dengan pemulihan pada parit-parit dengan lokasi yang

berbeda. Parit-parit tersebut terletak di area-area yang berbeda dengan tempat

pembuangan limbah, namun para Pembanding tidak menjelaskan jarak

antara parit-parit tersebut. Berdasarkan gambaran tersebut, para Pembanding

menegaskan bahwa biaya pemulihan yang dilakukan pemerintah dapat

dibagi karena adanya bukti yang menjelaskan:88 1). Total jumlah barel yang

diangkat di setiap tahapan; 2). Jumlah barel dalam masing-masing tahap

yang dapat dikaitkan dengan para Pembanding; dan 3). Total pengeluaran

biaya yang berkaitan dengan masing-masing tahapan. Lebih spesifik lagi,

masing-masing Pembanding memberikan penekanan pada pernyataan

Majelis Hakim di pengadilan tingkat pertama, yaitu:89 1). Majelis Hakim

menemukan bahwa American Cyanamid bertanggung jawab atas 10 barel

B3 yang ditemukan di tempat pembuangan; dan 2). Untuk Rohm and Haas,

Majelis Hakim setuju dengan estimasi pemerintah, yakni Rohm and Haas

berkontribusi sebanyak 49 barel dan 303 ember limbah. Para Pembanding

kemudian menambahkan bahwa 10 barel limbah milik American Cyanamid

tersebut ditemukan pada tahap ke-2 dan 49 barel dan 303 ember limbah milik

85 Ibid.

86 Ibid., hal. 590.

87 Ibid.

88 Ibid.

89 Ibid.

Page 83: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

74

Rohm and Haas ditemukan di tahap ke-3. Pada akhirnya, para Pembanding

menyimpulkan bahwa American Cyanamid seharusnya hanya bertanggung

jawab terhadap sebagian kecil $ 995.697,30 yang dikeluarkan pemerintah

untuk mengangkat sekitar 4.500 barel pada tahap ke-2.90 Sedangkan untuk

Rohm and Haas, para Pembanding menyimpulkan bahwa Rohm and Haas

seharusnya hanya bertanggung jawab untuk sebagian kecil $ 58.237 yang

dikeluarkan pemerintah dalam pengangkatan sekitar 3.300 barel pada tahap

ke-3.91

Majelis Hakim di pengadilan tingkat banding menolak pernyataan dari

para Pembanding tersebut. Majelis hakim di pengadilan tingkat banding

telah mencermati pernyataan Majelis Hakim di pengadilan tingkat pertama

mengenai jumlah limbah B3 yang dapat dikaitkan dengan masing-masing

Pembanding.92 Menurut Majelis Hakim pengadilan tingkat banding, Majelis

Hakim di pengadilan tingkat pertama tidak bermaksud untuk menyatakan

bahwa para Pembanding hanya berkontribusi sebanyak 49 barel (Rohm and

Haas) dan 10 barel (American Cyanamid).93 Akan tetapi hanyalah sejumlah

49 dan 10 barel limbah yang dapat secara meyakinkan dikaitkan kepada

para Pembanding.94 (penebalan berasal dari penulis)

John Leo memberikan kesaksian bahwa dari sekitar 10.000 barel yang

diangkat selama empat tahapan, hanya tiga ratus sampai empat ratus

barel yang memiliki tanda yang dapat ditelusuri asalnya.95 John Leo juga

memberikan kesaksian bahwa bukan hanya tidak adanya tanda yang dapat

dibaca yang menghalangi pemerintah untuk mengidentifikasi sumber

90 Ibid.

91 Ibid.

92 Pernyataan Majelis Hakim di pengadilan tingkat pertama mengenai jumlah limbah B3 yang dapat dikaitkan dengan para pembanding didasarkan pada kesaksian dari John Leo, insinyur yang dipekerjakan oleh pemerintah untuk meninjau proses pelaksanaan pemulihan. Lihat dalam Ibid.

93 Ibid.

94 Ibid.

95 Hal ini tidak mengejutkan mengingat di tempat pembuangan limbah B3 tersebut terjadi kebakaran besar. Kebakaran tersebut menyebabkan barel berisi limbah cair tersebut bocor sehingga limbah-limbah cair dari barel-barel yang berbeda bercampur dan musnah di luar barelnya. Lihat: Ibid., hal. 591.

FAJRI FADHILLAH

Page 84: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

75

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

mayoritas besar barel tersebut, tetapi juga dikarenakan tingkat bahaya dalam

menangani barel-barel tersebut. Berdasarkan fakta bahwa sebagian besar

limbah tidak dapat diidentifikasi sumbernya, dan bahwa para Pembanding

yang memiliki beban untuk mempertanggungjawabkan ketidakpastian

tersebut, Majelis Hakim pengadilan tingkat banding berpendapat bahwa

Majelis Hakim pengadilan tingkat pertama tidak melakukan kesalahan

dalam memutuskan bahwa para pembanding bertanggung jawab secara

tanggung renteng (joint and several liability).96 (penebalan berasal dari

penulis)

IV. Gugatan Tanggung Renteng Dalam Pencemaran Udara dari Karhutla

Setelah melalui pembahasan gugatan tanggung renteng baik di dalam sistem

hukum Indonesia dan perbandingannya dengan sistem hukum common law, pada

bagian ini penulis akan membahas perihal relevansi gugatan tanggung renteng

terhadap peristiwa pencemaran udara dari karhutla. Pembahasan pada bagian

ini akan meliputi para pihak yang bersengketa, kerugian, hubungan kausalitas,

dan aturan-aturan hukum yang dapat memudahkan gugatan tanggung renteng

terhadap pencemaran udara dari karhutla.

4.1 Para Pihak Dalam Sengketa Pencemaran Udara dari Karhutla

Seperti yang sudah dijelaskan di dalam bagian nomor 2 dan 3 dalam tulisan

ini, gugatan tanggung renteng dapat dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan

akibat perbuatan sekelompok orang. Dalam kasus pencemaran udara dari karhutla,

masyarakat yang menderita kerugian karena pencemaran udara yang timbul dari

karhutla dapat menggugat sekelompok orang, dalam hal ini badan hukum, yang

dinilai telah menyebabkan terjadinya pencemaran udara tersebut. Misalnya di

Provinsi Sumatera Selatan, masyarakat Kota Palembang yang menderita kerugian

akibat pencemaran udara dari karhutla dapat menggugat secara tanggung renteng

perusahaan-perusahaan Hutan Tanaman Industri dan perkebunan sawit yang

konsesinya terbakar dan mengeluarkan asap pencemar udara.

96 Ibid.

Page 85: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

76

Penggugat tidak diharuskan mengetahui dengan pasti jumlah dan pihak atau

perusahaan mana saja yang telah menyebabkan terjadinya pencemaran udara

dari karhutla. Misalnya, Penggugat dapat menggugat secara tanggung renteng

hanya tiga perusahaan penyebab terjadinya pencemaran udara dari karhutla yang

merugikan penggugat. Tiga perusahaan tersebut dapat diminta untuk membayar

100% kerugian yang diderita oleh Penggugat. Perihal kemungkinan adanya pihak-

pihak lain yang sebenarnya berkontribusi juga terhadap kerugian Penggugat, hal

ini menjadi beban Tergugat untuk menarik pihak-pihak tersebut ke dalam proses

persidangan untuk ikut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita Penggugat.

Gugatan tanggung renteng meringankan beban Penggugat untuk melakukan

upaya memperoleh kompensasi atas kerugian yang dideritanya dengan

memindahkan urusan pembagian pertanggungjawaban kepada para Tergugat. Hal

ini relevan dengan kasus pencemaran udara dari karhutla mengingat informasi

perihal pihak-pihak yang dianggap sebagai penyebab terjadinya pencemaran

udara dari karhutla seringkali sulit diperoleh terutama oleh korban yang menderita

kerugian.97

Selain itu, karakteristik kerugian akibat pencemaran udara dari karhutla yang

tidak dapat dibagi-bagi (indivisible) menjadi relevan untuk dilakukannya gugatan

tanggung renteng. Kerugian dari pencemaran udara pada kesehatan misalnya

tidak dapat dipisah-pisah atau dibagi-bagi kepada sekian pihak yang dinilai

sebagai penyebabnya. Mayoritas jenis kerugian kesehatan yang diderita akibat

pencemaran udara dari karhutla juga memiliki kesamaan, misalnya penyakit-

penyakit pada saluran pernafasan seperti ISPA. Oleh karena itu, gugatan secara

tanggung renteng oleh masyarakat98 yang menderita akibat pencemaran udara dari

97 Misalnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK) tidak mempublikasikan informasi yang lengkap perihal nama-nama perusahaan yang lahannya terbakar pada saat periode musim kemarau di Tahun 2015. Lihat dalam: “Pemerintah Tak Akan Buka Nama Perusahaan yang Bakar Hutan”, http://nasional.kompas.com/read/2015/10/26/13254171/Pemerintah.Tak.Akan.Buka.Nama.Perusahaan.yang.Bakar.Hutan?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khiprd, diakses tanggal 12 April 2016. Selain nama-nama perusahaan, untuk melakukan gugatan masyarakat membutuhkan pula informasi-informasi lainnya seperti luas lahan perusahaan yang terbakar, jenis lahan yang terbakar, dan tingkat pencemaran udara yang terjadi pada saat asap timbul dari karhutla.

98 Adanya kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara masyarakat yang menderita kerugian akibat pencemaran udara dari karhutla, maka

FAJRI FADHILLAH

Page 86: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

77

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

karhutla kepada sekelompok perusahaan yang dianggap sebagai penyebabnya

sangat mungkin untuk dilakukan.

4.2 Kerugian Akibat Pencemaran Udara dari Karhutla

Perihal kerugian akibat pencemaran udara dari karhutla, penulis berpendapat

bahwa terdapat beberapa jenis kerugian yang relevan untuk dimintakan ganti rugi

kepada para pihak yang dianggap sebagai penyebabnya. Beberapa jenis kerugian

tersebut misalnya:

• Kerugian biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengobatan

terhadap penyakit-penyakit yang diderita akibat pencemaran udara dari

karhutla (contohnya ISPA);99 dan

• Kerugian tidak dapat dilaksanakannya kegiatan belajar mengajar karena

indeks pencemaran udara yang sudah mencapai tingkat bahaya.100

Kedua jenis kerugian ini dapat dibatasi ke dalam suatu rentang waktu,

misalnya dimulai pada saat indeks standar pencemar udara berada pada tingkat

bahaya sampai indeks standar pencemar udara kembali pada keadaan aman.

Selain itu, penghitungan kerugiannya juga bisa dibatasi pada kerugian akibat

pencemaran udara yang terjadi pada tahun 2015 saja. Menurut penulis, kedua jenis

kerugian ini dapat dijadikan sebagai bagian dari posita dan petitum dalam gugatan

tanggung renteng atas pencemaran udara dari karhutla.

4.3 Kausalitas

Kausalitas dalam gugatan tanggung renteng terhadap pencemaran udara dari

karhutla akan menjadi tantangan tersendiri bagi Penggugat. Menurut Smith dan

Shearman, sebagaimana dikutip oleh Elena, kausalitas telah dinilai sebagai ‘the

gugatan tanggung renteng ini bisa dilakukan melalui gugatan perwakilan kelompok (class action). Hal ini serupa dengan kasus Mandalawangi atau kasus Aswardi, dkk. vs PT. Cahaya Bintan Abadi, dkk. dalam bagian nomor 2 tulisan ini.

99 ISPA merupakan salah satu contoh penyakit yang dominan diderita oleh masyarakat yang terpapar asap dari karhutla. Lihat misalnya dalam: Pusdatin Kementerian Kesehatan RI, op. cit., hal. 3 – 4.

100 Keputusan agar para siswa melakukan kegiatan belajar untuk sementara di rumah terjadi juga karena pencemaran udara dari karhutla. Lihat misalnya dalam: “Sekolah di Sumsel Masih Diliburkan Akibat Asap”, http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150918_indonesia_asap, diakses tanggal 12 April 2016.

Page 87: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

78

greatest obstacle to the majority of plaintiffs’.101

Berkaitan dengan kausalitas, pandangan Smith dan Shearman terhadap

kausalitas dalam gugatan atas perubahan iklim menarik untuk ditelisik. Menurut

mereka, sebagaimana dikutip oleh Elena, terdapat dua isu utama berkaitan

dengan kausalitas. Pertama, pertanyaan perihal apakah persyaratan-persyaratan

hukum dan probabilitas dari kausalitas sudah layak atau cukup fleksibel untuk

mengakomodasi kompleksitas yang inheren di dalam ilmu pengetahuan mengenai

pemanasan global. Kedua, pertanyaan mengenai apakah bukti ilmiah yang ada

sudah cukup untuk membuktikan adanya kausalitas.102

Berkaitan dengan isu yang pertama, pandangan Wibisana mengenai kausalitas

dalam pertanggungjawaban mutlak (strict liability) bisa menjadi jawaban terhadap

isu tersebut. Menurut Wibisana, yang mengutip pendapat dari Vernon Palmer,

strict liability memiliki ciri khas yang berbeda dengan pertanggungjawaban

dengan kesalahan (negligence)103 dalam hal pembuktian kausalitas.104 Ciri khas yang

pertama adalah pembuktian kausalitas dari sisi penyebab faktual (cause in fact)

dalam strict liability dilakukan secara sederhana. Maksudnya adalah pengadilan

tidak perlu membuktikan kausalitas dengan pengujian yang bersifat hipotetis

(hypothetical atau counterfactual).105 Dengan kata lain, pembuktian penyebab faktual

dalam strict liability terfokus pada pertanyaan apakah kerugian Penggugat secara

faktual disebabkan oleh kegiatan yang dilakukan oleh Tergugat.106

101 Elena Kosolapova, “Liability for Climate Change-Related Damage in Domestic Courts: Claims for Compensation in the USA”, dalam Michael Faure and Marjan Peeters (eds), Climate Change Liability, (Edward Elgar, Cheltenham UK: 2011), hal. 197.

102 Ibid., hal. 198.

103 Sebenarnya pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (fault-based liability) tidak hanya dalam bentuk negligence, namun juga ada dalam bentuk intentional tort. Fault atau kesalahan dalam intentional tort ditunjukan dengan kesengajaan pihak Tergugat untuk menghasilkan kerugian pada Penggugat sedangkan fault pada negligence ditunjukan dengan pelanggaran terhadap aturan kehati-hatian yang layak (reasonable care) yang hidup di dalam masyarakat. Lihat dalam: Andri G. Wibisana, op. cit., hal. 9.

104 Ibid., hal. 31.

105 Pembuktian penyebab faktual dalam negligence biasanya dilakukan melalui pengujian “but for”. Pengujian tersebut dilakukan dengan mengajukan pertanyaan hipotetis seperti: apakah kerugian akan tetap terjadi seandainya Tergugat melakukan perbuatan yang berbeda dengan perbuatan yang ia lakukan? Pengujian seperti ini dianggap counterfactual karena pada kenyataannya Tergugat tidak melakukan perbuatan yang berbeda seperti yang ada dalam pertanyaan hipotetis tersebut. Lihat: Ibid., hal. 32.

106 Ibid.

FAJRI FADHILLAH

Page 88: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

79

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Ciri khas yang kedua adalah perihal kausalitas dari sisi legal atau yang

biasa dikenal dengan istilah proximate cause.107 Dalam strict liability, pembuktian

proximate cause tidak berada pada ranah pembuktian kausalitas lagi akan tetapi

berpindah pada pembuktian dalam konteks abnormally dangerous test. Jadi

pembuktian proximate cause dilakukan untuk menentukan apakah strict liability

dapat diterapkan atau tidak berdasarkan karakteristik abnormally dangerous dari

usaha dan/atau kegiatan Tergugat.108

Proximate cause juga biasanya berkaitan dengan pengujian ada atau tidaknya

intervening cause (penyebab lain yang mengintervensi) atau superseding cause

(penyebab eksternal yang dianggap lebih mempengaruhi terjadinya kerugian

dibandingkan dengan kegiatan Tergugat). Dalam strict liability, intervening cause

atau superseding cause dikanalisasi menjadi persoalan pembelaan (defense) bagi

Tergugat dan bukan lagi menjadi beban pembuktian kausalitas oleh Penggugat.109

Satu hal lagi yang berkaitan dengan proximate cause adalah perihal foreseeability dari

resiko usaha dan/atau kegiatan dari Tergugat.110 Menurut MacAyeal, sebagaimana

dikutip oleh Wibisana, dalam strict liability unsur foreseeability dari resiko usaha

dan/atau kegiatan Tergugat bersifat objektif.111 Dengan kata lain, ukuran untuk

107 Proximate cause merupakan bentuk kausalitas yang melengkapi kausalitas dalam bentuk cause in fact atau penyebab faktual. Dikatakan melengkapi karena pembuktian adanya kausalitas dalam bentuk penyebab faktual saja masih belum cukup untuk membuat seseorang dinyatakan bertanggung jawab atas suatu kerugian tertentu. Setelah membuktikan adanya penyebab faktual, Penggugat masih harus membuktikan adanya proximate cause atau disebut juga legal cause. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai proximate cause jika perbuatan tersebut merupakan sebab yang cukup “dekat” dengan kerugian Penggugat. Lihat: Ibid., hal. 29. Ada dua pendekatan yang bisa digunakan dalam membuktikan adanya proximate cause, yakni dari sisi ada atau tidaknya intervening dan superseding causes serta dari sisi foreseeability terjadinya kerugian. Dua pendekatan proximate cause ini akan dibahas dalam paragraf berikutnya.

108 Ibid. Biasanya ruang lingkup pertanggungjawaban dalam strict liability yang merupakan bagian dari proximate cause sudah ditentukan oleh undang-undang. UU PPLH misalnya menentukan bahwa ruang lingkup pertanggungjawaban dalam strict liability meliputi tindakan, usaha, dan/atau kegiatan yang menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup. Lihat dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, LN Tahun 2009 No. 140, TLN No. 5059, Pasal 88.

109 Ibid., hal. 33.

110 Syarat foreseeability dalam proximate cause merupakan sebuah syarat bahwa kerugian yang terjadi merupakan hal yang sudah dapat diperkirakan sebelumnya. Lihat: Ibid.

111 Ibid.

Page 89: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

80

menentukan foreseeability dalam strict liability adalah pandangan secara umum/

luas terhadap risiko dari sebuah kegiatan tertentu.112

Maksud dari pemaparan di atas adalah untuk menunjukan bahwa tantangan

pembuktian kausalitas dalam gugatan tanggung renteng terhadap pencemaran

udara dari karhutla dapat dijawab dengan menggunakan dasar gugatan strict

liability. Penulis memperkirakan bahwa tantangan dalam gugatan tanggung

renteng terhadap pencemaran udara dari karhutla terletak salah satunya dari sisi

pembuktian intervening cause atau superseding cause. Salah satu karakteristik dalam

gugatan pencemaran lingkungan adalah adanya pencemar-pencemar lain di luar

kontribusi pencemaran yang dilakukan oleh Tergugat. Zat-zat pencemar dari pihak

di luar Tergugat bercampur di udara dengan zat-zat pencemar yang dikeluarkan

oleh Tergugat.113 Karakteristik ini lah yang bisa menjadi intervening cause dalam hal

pencemaran udara dari karhutla.

Akan tetapi, dengan dasar gugatan strict liability, pembuktikan ada atau

tidaknya pihak lain yang lebih berperan terhadap kerugian akibat pencemaran

udara yang diderita Penggugat kini tidak lagi menjadi beban pembuktian bagi

Penggugat. Dalam strict liability, perihal intervening cause tersebut menjadi bagian

pembelaan Tergugat. Tergugat lah yang harus membuktikan bahwa terdapat

sebab atau pihak lain yang lebih berperan terhadap terjadinya kerugian akibat

pencemaran udara yang diderita oleh Penggugat.

Selain itu, Penggugat mungkin akan dihadapkan dengan minimnya

kepastian ilmiah dalam membuktikan hubungan kausalitas antara pencemaran

udara dari karhutla dengan kerugian yang diderita oleh Penggugat. Minimnya

kepastian ilmiah ini misalnya dalam membuktikan bahwa dampak pencemaran

udara yang diderita Penggugat memang disebabkan oleh asap yang timbul dari

karhutla dalam konsesi sekelompok Tergugat. Selain itu, Penggugat juga mungkin

mengalami kesulitan dalam menunjukan bukti-bukti bahwa asap yang dihasilkan

akibat dari karhutla di dalam konsesi Tergugat merupakan kontributor terbesar

terhadap kerugian yang dialami Penggugat dibandingkan dengan pencemaran

udara dari sumber-sumber lainnya.

112 Ibid., hal. 34.

113 Kontribusi zat-zat pencemar udara di luar karhutla misalnya berasal dari alat transportasi atau berasal dari kegiatan yang mengeluarkan emisi sejenis dengan karhutla.

FAJRI FADHILLAH

Page 90: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

81

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Penerapan asas kehati-hatian dapat menjadi jawaban bagi persoalan ini.

Menurut Elena, apabila pengadilan berkehendak untuk menerapkan asas kehati-

hatian dalam sengketa perubahan iklim, maka minimnya kepastian ilmiah

seharusnya tidak memutuskan hubungan kausalitas di dalam sengketa tersebut.114

Maka dalil penerapan asas kehati-hatian dalam gugatan tanggung renteng terhadap

pencemaran udara dari karhutla bisa membantu Penggugat dalam pembuktian

kausalitas.

V. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dalam tulisan ini, dapat dilihat bahwa masyarakat

dapat melakukan gugatan untuk memperoleh ganti rugi atas kerugian yang diderita

akibat pencemaran udara dari karhutla. Gugatan tanggung renteng menjadi bentuk

gugatan yang relevan mengingat kerugian yang terjadi diakibatkan oleh lebih dari

satu pihak. Gugatan tanggung renteng memberikan jalan bagi penggugat untuk

menggugat beberapa perusahaan saja untuk membayar keseluruhan kerugian

yang diderita. Pembelaan kurangnya pihak dalam gugatan tanggung renteng

menjadi tidak relevan mengingat kemungkinan minimnya informasi yang dimiliki

Penggugat mengenai pihak mana saja yang menyebabkan terjadinya kerugian.

Penarikan pihak-pihak lain yang dinilai ikut berkontribusi terhadap kerugian

yang diderita oleh Penggugat menjadi beban dari Tergugat.

Tulisan ini juga memperlihatkan bahwa sudah ada praktik-praktik gugatan

tanggung renteng terhadap perbuatan melawan hukum di bidang lingkungan

hidup seperti kasus Mandalawangi dan Aswardi, dkk. melawan PT. Cahaya

Bintan Abadi, dkk. Gugatan tanggung renteng juga berlaku di dalam sistem

hukum common law dengan istilah joint and several liability. Putusan pengadilan

dalam erkara United States v. Chem Dyne Corp. dan O’Neil v. Picillo menjadi contoh

putusan di mana dalil joint and several liability diterima di dalam sistem hukum

common law.

114 Elana Kosolapova, op. cit., hal. 199. Elena memberikan beberapa contoh penerapan asas kehati-hatian seperti dalam kasus Gray v Minister for Planning and Ors (2006) NSWELC 720; Walker v Minister for Planning (2007) NSWLEC 741; dan Gippsland Coastal board v South Gippsland SC & Ors (2008) VCAT 1545.

Page 91: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

82

Adanya peluang gugatan tanggung renteng terhadap pencemaran udara dari

karhutla diiringi juga dengan adanya tantangan dalam hal pembuktian kausalitas.

Tantangan tersebut misalnya ketika zat-zat pencemar dari sumber di luar karhutla

bercampur dengan zat-zat pencemar yang bersumber dari karhutla. Keadaan

tersebut bisa menjadi intervening cause yang pada akhirnya melemahkan pembuktian

kausalitas oleh Penggugat. Namun kombinasi gugatan tanggung renteng dengan

strict liability dapat membantu Penggugat dalam pembuktian kausalitas karena

beban adanya intervening cause tersebut berpindah kepada Tergugat dalam bentuk

pembelaan (defense). Di sisi lain, penerapan asas kehati-hatian dalam gugatan

ini juga dapat membantu ketika Penggugat diliputi minimnya kepastian ilmiah

dalam membuktikan hubungan kausalitas antara kerugian yang diderita dengan

pencemaran udara yang berasal dari kegiatan Tergugat.

Pada akhirnya peluang-peluang yang disampaikan dalam tulisan ini menjadi

strategis untuk dilakukan agar terjadi perubahan keadaan bagi masyarakat yang

menderita kerugian akibat pencemaran udara dari karhutla. Perubahan keadaan

tersebut adalah perubahan dari keadaan tidak adanya pertanggungjawaban dari

para pencemar (no liability) menuju dilaksanakannya pertanggungjawaban dari

pencemar atas kerugian yang diderita oleh masyarakat.

FAJRI FADHILLAH

Page 92: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

83

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Rosa. 2003. Perbuatan Melawan Hukum. Pascasarjana FHUI. Jakarta.

bbc.com, “Asap Kebakaran Hutan Sampai Jakarta”, http://www.bbc.com/

indonesia/berita_indonesia/2015/10/151024_indonesia_jakarta_kabutasap,

diakses pada tanggal 21 Juni 2016.

bbc.com. “Sekolah di Sumsel Masih Diliburkan Akibat Asap”, http://www.bbc.

com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150918_indonesia_asap, diakses

tanggal 12 April 2016.Kompas. “Longsor Paling Mematikan”. 19 Desember

2015.

Eyes on the Forest. 2015. “Terlibat Kejahatan Kemanusiaan, Para Pelaku Layak

Diseret ke Pengadilan”, http://eyesontheforest.or.id/attach/Laporan%20

Ringkas%20EoF%20(Dec2015)%20Pembakaran%20hutan%20lahan%20

di%2037%20lokasi%20Riau%20FINAL2.pdf, diakses tanggal 21 Maret 2016.

Gegana, Giska Matahari. 2011. “Penerapan Prinsip Tanggung Renteng Dalam Hal

Kreditur Melakukan Wanprestasi Terhadap Perjanjian Kredit Sindikasi”.

Skripsi FHUI. Depok.

Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie).

kompas.com. “Pemerintah Tak Akan Buka Nama Perusahaan yang Bakar Hutan”,

http://nasional.kompas.com/read/2015/10/26/13254171/Pemerintah.Tak.

Akan.Buka.Nama.Perusahaan.yang.Bakar.Hutan?utm_source=RD&utm_

medium=inart&utm_campaign=khiprd, diakses tanggal 12 April 2016.

Kosolapova, Elena. 2011. “Liability for Climate Change-Related Damage in

Domestic Courts: Claims for Compensation in the USA”, dalam Michael

Faure and Marjan Peeters. (eds). Climate Change Liability. Cheltenham UK:

Edward Elgar.

Law Commission of New Zealand. 2012. “Review of Joint and Several Liability”.

Wellington: Issues Paper 32.

Page 93: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

84

Legal Information Institute. “Motion For Judgment As A Matter Of Law”. https://

www.law.cornell.edu/wex/motion_for_judgment_as_a_matter_of_law.

Cornell University Law School. (diakses pada 31 Juli 2016).

Miller, Jeffrey G. dan Craig N. Johnson. 2005. (2nd Edition). The Law of Hazardous

Waste Disposal and Remediation: Cases-Legislation-Regulation-Policies. St. Paul:

Thomson West.

mongabay.co.id. “Kasasi Ditolak, Kalista Alam Harus Bayar Rp 366 Miliar, Menteri

Siti: Penuhi Rasa Keadilan”, http://www.mongabay.co.id/2015/09/13/

kasasi-ditolak-kalista-alam-harus-bayar-rp366-miliar-menteri-siti-penuhi-

rasa-keadilan/, diakses tanggal 24 Maret 2016.

Pengadilan Negeri Bandung. Dedi, dkk. vs PT. Perhutani, dkk. Putusan PN

Bandung No. 49/Pdt.G/2003/PN.BDG.

Pengadilan Negeri Meulaboh. Menteri LHK vs PT. Kallista Alam. Putusan PN

Meulaboh No. 12/PDT.G/2012/PN.MBO.

Pengadilan Negeri Tanjung Pinang. Aswardi, dkk. vs PT. Cahaya Bintan Abadi,

dkk. Putusan PN Tanjung Pinang No. 26/PDT.G/2009/PN.TPI.

Pusdatin Kementerian Kesehatan RI. 2015. “Masalah Kesehatan Akibat Kabut

Asap Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2015”, http://www.depkes.go.id/

resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-asap.pdf, diakses

tanggal 16 Maret 2016.

republika.co.id. “Ratusan Perusahaan Diduga Terlibat Pembakaran Hutan”, http://

nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/01/22/o1cgje361-

ratusan-perusahaan-diduga-terlibat-pembakaran-hutan, diakses tanggal 21

Maret 2016.

Santosa, Mas Achmad. 1998. “Teori Pertanggungjawaban Pencemaran (Liability

Theories)” dalam Sulaiman N. Sembiring. (ed.). Hukum dan Advokasi

Lingkungan. ICEL.

Uslegal.com. “Erie Doctrine”. http://civilprocedure.uslegal.com/choice-of-law/

erie-doctrine/ (diakses pada 31 Juli 2016).

FAJRI FADHILLAH

Page 94: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

85

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Wibisana, Andri Gunawan. “Menggugat Kebakaran Hutan”. Kompas. Rabu 7

Oktober 2015.

Wibisana, Andri Gunawan. “Pertanggungjawaban Perdata dan Pembuktian Dalam

Hukum Lingkungan Indonesia”. Makalah disampaikan dalam lokakarya

kebakaran hutan dan lahan oleh Walhi. Jakarta, Indonesia: Eksekutif Nasional

Walhi, Oktober 2015.

Page 95: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

86

Page 96: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

87

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

mengatasi kabut asaP melalui mekanisme

citizen lawsuit

Oleh: Mulyani Zulaeha1

Abstrak

Permasalahan kabut asap akibat terbakarnya hutan dan lahan di Indonesia

merupakan kejadian berulang setiap tahun. Dampak kabut asap tidak saja dialami

oleh masyarakat sekitar, namun juga berdampak ke wilayah lain di Indonesia

bahkan menjadi kado tahunan bagi beberapa negara tetangga Indonesia. Kerugian

yang diderita tidak saja bersifat materiil bahkan sampai merenggut nyawa.

Dengan metode yuridis normatif, dapat dijelaskan persoalan kabut asap yang

mengakibatkan warga negara tidak mendapatkan haknya atas lingkungan udara

yang baik dan sehat dapat di jadikan sebagai dasar mengajukan gugatan citizen

lawsuit. Gugatan dilakukan agar penyelenggara negara mengeluarkan suatu

kebijakan yang bersifat umum agar kelalaian atau kegagalan dalam pemenuhan

hak warga negara tersebut di masa mendatang tidak terjadi lagi. Potensi mengatasi

kabut asap melalui mekanisme citizen lawsuit yaitu pemerintah akan mengeluarkan

suatu aturan yang lebih tegas agar kejadian kabut asap tidak lagi terulang.

Kata Kunci : Kabut asap, Citizen Lawsuit, kebakaran hutan dan lahan

Abstract

Problem of smoke fog effect of burnt of farm in Indonesia represent recurring occurance

every year. Fog smoke impact is not even experienced of by society about, but also effect to

1 Penulis adalah Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarma-Penulis adalah Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarma-sin, Bidang Kekhususan Hukum Acara.

Page 97: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

88

other region in Indonesia even become annual souvenir to some Indonesia neighbouring

state. Suffered loss not even the character of material even snatch soul. With method can

be explained by problem of smoke fog resulting citizen do not get its rightsof healthy and

good air environment earm in making as suing base of citizen lawsuit. Suing conducted

government body to release an policy arranging failure to or negligence in accomplishment

of the citizen rights in period to come do not happened again. Potency overcome smoke fog

through mechanism of citizen law suit that is government will release an more coherent

order so that occurance of smoke fog shall no logger recurred.

Keywords : forest haze, Citizen Lawsuit, forest and land fires

I. Pendahuluan

Udara sebagai media lingkungan merupakan kebutuhan dasar manusia,

tanpa udara tidak akan dapat hidup. Lingkungan udara memiliki fungsi yang

sangat vital bagi kehidupan manusia, menjaga keberlangsungan fungsinya adalah

mutlak menjadi tanggung jawab bersama. Udara yang bersih akan menciptakan

kondisi lingkungan yang sehat dan bersih, ditandai dengan kualitas udara yang

bebas dari pencemaran udara.2 Pencemaran udara menurut Pasal 1 angka 1

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran

Udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke

dalam udara ambient oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai

ketingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient tidak dapat memenuhi

fungsinya. Menurut Pasal 1 angka 14, pencemaran lingkungan hidup adalah

masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain

ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku

mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Kabut asap merupakan salah satu bentuk pencemaran udara yang terjadi

sebagai imbas dari adanya kebakaran hutan atau lahan, baik yang dilakukan atas

dasar kesengajaan atau terjadi karena faktor alam. Faktor kesengajaan melakukan

2 Pencemaran udara diartikan sebagai keadaan atmosfir, dimana satu atau lebih bahan-bahan polusi yang jumlah dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup, merusak properti, mengurangi kenyamanan di udara. Lihat Hadin Muhjad. 2015. Hukum Lingkungan : Sebuah Pengantar Untuk Konteks Indonesia. Yogyakarta : Genta Publishing. hlm 127.

MULYANI ZULAEHA

Page 98: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

89

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

pembakaran hutan /lahan lebih dominan menjadi pemicu terjadinya kabut

asap. Udara yang kita hirup tidak dapat disekat-sekat. Terjadinya pencemaran

udara di suatu wilayah akan dirasakan pula dampaknya di wilayah lain, bahkan

dalam radius puluhan dan ratusan kilometer. Hal ini terjadi karena persoalan

lingkungan merupakan satu kesatuan ekosistem yang memiliki keterkaitan satu

sama lain tanpa mengenal batas wilayah. Kebakaran hutan dan lahan tahun 2015

di Sumatera dan Kalimantan, dampak kabut asapnya dihirup oleh masyarakat di

beberapa provinsi lain bahkan sampai ke luar Indonesia.Menurut Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2015 sebaran kabut asap yang berasal

dari Sumatera dan Kalimantan menyebabkan puluhan ribu jiwa terpapar asap

mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita Inveksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA),3 serta berdampak pula pada kualitas udara di beberapa negara tetangga

seperti Malaysia, Singapura, dan yang terburuk terjadi di Thailand.4

Luas area kebakaran hutandan lahan tahun 2015 setara dengan 32 kali wilayah

provinsi DKI Jakarta atau empat kali Pulau Bali atau seluas 2.089.911 hektare5, Total

kerugian negara akibat kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 diperkirakan lebih

dari Rp. 20 triliun,6 angka ini jauh melebihi kerugian negara dalam kasus korupsi

3 Jumlah korban ISPA akibat asap yang terdata di Rumah Sakit dan Puskesmas adalah 503.874 jiwa di 6 provinsi sejak 1 juli-23 oktober 2015, dengan perincian 80.263 di Riau, 129.229 di Jambi, 101.333 di Sumatera Selatan, 43.477 di Kalimantan Barat, 52 142 di Kalimantan Ten-gah dan 97.430 di Kalimantan Selatan. Lihat 10 Tewas, 503 Ribu Jiwa ISPA, dan 43 Juta Jiwa Terpapar Asap, BNPB.go.id, tanggal 24 Oktober 2015, diakses tanggal 24 Maret 2016.

4 Asap Kebakaran Hutan Sampai Jakarta, www.bbc.com>Indonesia>2015. tanggal 24 Oktober 2015. Diakses tanggal 10 Pebruari 2016.

5 Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lihat BNPB : Kebakaran Hutan 2015 Seluas 32 Wilayah DKI, CNN Indonesia.com, tanggal 31 Oktober 2015, diakses tanggal 24 Maret 2016. Menurut Lembaga Pener-bangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dengan menggunakan data terra modis didukung densitas hotspot satelit Terra&Aqua dan Satelit SNPP dengan sensor modis, merilis luas lahan terbakar 1 Juli-20 Oktober 2015,luas area terbakar terdiri dari Sumatera 832.99 hektare (267.974 hektar gambut, 565.025 non gambut), Kalimantan 806.817 hektare (319.386 hektare gambut, 478.431 non gambut), Papua 353.191 hektare (31.214 hektare gambut, 321.977 hek-tare non gambut), lahan terbakar non gambut di Sulawesi 30.162 hektare, Jawa 18.768 hek-tare dan Maluku 17.063 hektare. Lihat Tiga Bulan, Hutan dan Lahan Terbakar Setara 4 kali Luas Bali.Mongabay.com Situs Berita Informasi Lingkungan, tanggal 31 Oktober 2015, di akses tanggal 24 Maret 2016.

6 BNPB :Kebakaran Hutan…..Ibid.

Page 99: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

90

dan suap.7 Besarnya total kerugian negara akibat kebakaran hutan dan lahan perlu

mendapatkan perhatian serius.

Lingkungan (udara) yang baik dan sehat adalah hak asasi warga negara,

negara bertanggung jawab atas pemenuhan hak asasi warga negara ini. Negara

harus dapat memberikan perlindungan hak asasi manusia, terutama hak untuk

mendapatkan udara yang baik dan sehat. Bentuk pemenuhan atas perlindungan

hak warga negara untuk mendapatkan lingkungan udara yang baik dan sehat dapat

berupa perlindungan yang bersifat preventif yaitu pencegahan agar tidak terjadi,

maupun berupa perlindungan yang bersifat refresif. Meskipun berbagai peraturan

dan upaya telah dilakukan oleh pemerintah terkait kebakaran hutan dan lahan

sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32

Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutananyang telah

diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, namun belum

cukup efektif mengatasi tidak terulangnya kejadian kabut asap akibat kebakaran

hutandanlahan. Sehingga setiap tahun masyarakat Indonesia selalu menerima

menu tahunan berupa kabut asap.

Penyelesaian sengketa atas lingkungan hidup yang buruk sebagai akibat

pencemaran atau kerusakan lingkungan telah diatur dalam undang-undang

yang dapat dilakukan dengan jalur pengadilan maupun di luar pengadilan. Jalur

pengadilan yang dapat ditempuh baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat.

Upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk mendapatkan pemenuhan

hak atas udara yang baik dan sehat secara perdata adalah dengan mengajukan

gugatan. Gugatan dapat diajukan dalam bentuk gugatan perwakilan kelompok

(class action), hak gugat organisasi (legal standing), dan gugatan warga negara

(citizen lawsuit/action popularis).

7 Data Indonesia Corruption Watch (ICW) Komisi Pemberantasan Korupsi rata-rata menyidik 15 kasus korupsi selama periode 2010-2014, kerugian Negara kurun waktu itu Rp 1,1 triliun, dan selama semester 1 tahun 2015 KPK menyidik kasus korupsi dengan kerugian Negara Rp. 106,4 miliar. Ibid.

MULYANI ZULAEHA

Page 100: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

91

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Diantara ketiga gugatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat maka gugatan

warga negara (citizen lawsuit/action popularis) merupakan mekanisme yang relatif

baru dikenal di Indonesia. Gugatan citizen lawsuit bukan gugatan yang berujung

pada tuntutan ganti kerugian, melainkan tuntutan berupa dikeluarkannya kebijakan

bersifat umum oleh pemerintah. Berdasarkan uraian di atas, maka menarik untuk

dilakukan suatu pembahasan tentang upaya warga negara untuk mendapatkan

hak atas lingkungan udara yang baik dan sehat melalui mekanisme citizen lawsuit

dan bagaimana potensi mekanisme citizen lawsuit dalam menyelesaikan kabut asap

agar tidak terulang. Analisis untuk membahas persoalan ini dilakukan dengan

metode yuridis normatif melalui pendekatan undang-undang8 dan pendekatan

konsep.9

II. Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Lingkungan (Udara)

yang Baik dan Sehat

Keberadaan hak asasi manusia membawa pengaruh positif dalam berbagai

bidang kehidupan, Pemerintah berupaya melaksanakan pembangunan dengan

berorientasi pada pendekatan hak asasi manusia, agar segala perubahan yang

ada tidak merugikan hak-hak yang dimiliki oleh warga negaranya. Dengan kata

lain, pendekatan berbasis hak asasi diyakini akan membawa proses pembangunan

kearah perubahan yang lebih efektif, lebih berkelanjutan, lebih rasional dan

lebih sungguh-sungguh karena akan meningkatkan partisipasi, kontribusi dan

akuntabilitas, dengan mengidentifikasi secara spesifik tugas dan tanggung jawab

negara sebagai pemangku kewajiban hak asasi atas pembangunan.10

Penyelenggara Negara Republik Indonesia adalah pengemban amanat

Pembukaan UUD 1945, yakni untuk melindungi, memajukan, menegakkan

dan menjamin pemenuhan hak asasi setiap warga Negara Republik Indonesia.

8 Pendekatan undang-undang yaitu dilakukan dengan menelah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani

9 Pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan penelusuran terhadap pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum yang bersumber dari pendapat para ahli maupun teori.

10 Muhammad Syafari Firdaus (et.all).2007. Pembangunan Berbasis Hak Asasi Manusia: Sebuah Panduan. Jakarta : Komisi Nasional HAM Bekerjasama dengan Australian Government (AusAID). hlm. 3.

Page 101: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

92

Sebagaimana dipertegas dalam batang tubuh UUD 1945 yaitu Pasal 28 I ayat

(4) UUD 1945, “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi

manusia adalah tanggung jawab negara, terutama Pemerintah”. Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Pasal 8, “Perlindungan,

pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi

tanggung jawab Pemerintah”.

Lingkungan terdapat dua komponen penting yaitu komponen biotik dan

abiotik. Udara merupakan salah satu komponen abiotik yang bermanfaat bagi

kelangsungan hidup makhluk hidup.Manusia dan lingkungan hidup memang

tidak dapat dipisahkan, diperlukan keselarasan hubungan antara manusia dan

lingkungan hidup, baik lingkungan hidup fisik maupun lingkungan sosial

budaya.11 Keselarasan antara pemanfaatan lingkungan hidup oleh manusia dengan

pengelolaan lingkungan hidup merupakan keniscayaan karena lingkungan hidup

yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap

warga negara Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H ayat (1), menyebutkan “setiap

orang orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak mendapatkan

pelayanan kesehatan”. Selanjutnya ketentuan tersebut diimplementasikan dalam

Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyebutkan “setiap orang berhak atas

lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia”,

demikian juga dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal

3 menyebutkan “ masyarakat berhak atas lingkungan hidup yang lebih baik dan

sehat”. Makna dari ketentuan ini adalah negara memberikan jaminan terhadap

hak atas lingkungan hidup yang baik sehat sebagai hak konstitusional bagi setiap

warga negara Indonesia agar setiap orang terhindar dari pencemaran yang dapat

membahayakan kesehatan masyarakat. Termasuk hak untuk mendapatkan udara

yang baik dan sehat.

Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi juga

dimuat dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang

11 Koesnadi Hardjasoemantri. 1983. Hukum Tata Lingkungan. Cetakan ke-1, Yogyakarta : Gad-jah Mada University Press. hlm 42.

MULYANI ZULAEHA

Page 102: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

93

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu “Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup

yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga

Negara Indonesia. Oleh karena itu, Negara, pemerintah dan seluruh pemangku

kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar

lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup

bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain”.

Indonesia sebagai negara hukum modern yang demokratis, menjamin setiap

warga negaranya memiliki hak yang sama di hadapan hukum, sebagaimana

tertuang dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “Setiap orang

berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil

serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Rasionalisasi dari jaminan ini

menurut Jean Jacques Rousseau adalah bahwa warga negara merupakan pihak

yang tidak terpisahkan dengan negara, karena negara disusun berdasarkan kontrak

sosial antara warga negara/yang diperintah dengan penyelenggara negara/

yang memerintah.12 Sebagai aplikasinya rakyat berhak mengingatkan pemimpin

negaranya apabila melakukan kesalahan yang mengakibatkan kerugian terhadap

kepentingan umum.

III. Landasan Yuridis Citizen Lawsuit di Indonesia

Hak gugat warga negara atas kepentingan umum berangkat dari kesadaran

untuk mengawal perlindungan hak asasi manusia.13Citizen lawsuit adalah

mekanisme gugatan sebagai perwujudan akses individual/orang perorangan

warga negara untuk kepentingan keseluruhan warga negara atau kepentingan

umum menggugat tanggung jawab penyelenggara negara atas kelalaian dalam

memenuhi hak-hak warga negara. Kelalaian tersebut didalilkan sebagai perbuatan

melawan hukum dalam memenuhi hak warga negara, sehingga citizen lawsuit

diajukan dalam lingkup peradilan umum dalam hal ini perkara perdata.

12 Jean Jacques Rousseau dalam Isrok dan Rizki Emil Birham. 2010. Citizen Lawsuit : Pen-egakan Hukum Alternatif Bagi Warga Negara. Malang : UB Press. hlm 2.

13 Ibid, hlm 4.

Page 103: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

94

Secara umum citizen lawsuit adalah akses orang perorangan warga negara

untuk kepentingan publik mengajukan gugatan di pengadilan yang dimaksudkan

untuk melindungi warga negara sebagai akibat dari tindakan pembiaran (omisi)

yang dilakukan negara terhadap hak-hak warga negara,14 agar pemerintah

atau negara melakukan penegakan hukum yang diwajibkan kepadanya untuk

memulihkan kerugian publik yang terjadi.15

Bentuk gugatan oleh warga negara yang mengatasnamakan kepentingan

umum sampai saat ini belum diatur secara khusus dalam peraturan perundang-

undangan di Indonesia. Gugatan warga negara untuk menggugat penyelenggara

negara merupakan mekanisme gugatan yang dikenal dalam sistem hukum common

law. Citizen lawsuit di Amerika Serikat, Australia dan India lahir dan berkembang

pesat khususnya dalam hukum lingkungan.16 Contoh kasus citizen lawsuit di

Amerika Serikat adalah, Robert Cohen warga Negara Amerika Serikat menggugat

FDA dan Department of Health and Human Services karena kedua lembaga tersebut

telah melanggar Freedom of Act dengan tidak mempublikasikan pengetahuan kedua

lembaga tersebut bahwa RBST (Recombinant Bovine Somatotropin) hormon yang

disuntikkan pada sapi-sapi penghasil susu dapat memicu kanker pada manusia,

padahal masyarakat Amerika Serikat banyak yang mengkonsumsi susu tersebut

tanpa tahu bahayanya. Di India, seorang warga Negara India mengajukan citizen

lawsuit mengatasnamakan kepentingan umum menggugat pemerintah India yang

melalaikan pengelolaan sungai gangga sehingga tercemar, sedangkan sungai

gangga bagi masyarakat Hindu di India merupakan tempat yang suci.

Pengakuan terhadap gugatan citizen lawsuit di Indonesia pertama kali

dilakukan pada tahun 2003 berdasarkan pada ketentuan Pasal 16 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu Hakim tidak

boleh menolak perkara yang diajukan dengan alasan belum ada hukumnya. Pasal

27 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,

14 Susanti Adi Nugroho. 2010. Class Action dan Perbandingannya Dengan Negara Lain. Cetakan 1, Jakarta : Prenadia Media Group. hlm 385.

15 Dhabi K. Gumayra (Kontributor). 2006. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia. Jakarta : Aus-said YLBHI, PSHK dan IALDF. hlm 382.

16 Indro Sugiantoro. 2004. Kasus Nunukan : Hak Gugat Warga Negara (Citizen Lawsuit) Terhadap Negara. Jurnal Kajian Putusan Pengadilan Dictum, Edisi 2. hlm 34.

MULYANI ZULAEHA

Page 104: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

95

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

yaitu Hakim wajib menggali, mengikuti, memahami nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat. Pasal 28 UUD 1945, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung bahwa Hakim menggali hukumnya dalam

masyarakat.

Beberapa gugatan citizen lawsuit yang telah diterima di pengadilan adalah

putusan Nomor 28/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst mengenai penelantaran buruh migran

di Nunukan, putusan Nomor 228/Pdt.G/2006/PN. Jkt.Pst mengenai gugatan

korban penyelenggaraan ujian nasional, putusan Nomor 55/PDT.G/2013/

PN.SMDA mengenai penerbitan izin pertambangan batubara di Samarinda sebagai

pemicu pemanasan global yang memperparah dampak terjadinya perubahan iklim

di wilayah Kota Samarinda Kalimantan Timur.

Penerimaan model gugatan warga negara di Indonesia merupakan adaptasi

guna menjawab berbagai peristiwa yang berkembang dalam masyarakat tidak

hanya terbatas dalam konteks hukum materiil saja, namun hukum acara sebagai

hukum formil yang berfungsi untuk menegakkan hukum materiil pun dilakukan.

Penegakan hukum dalam perjalanannya harus dinamis mengikuti perkembangan

lingkungannya. Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sebagaimana

dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja mengisyaratkan bahwa pembangunan

hukum tidak dapat dipisahkan dari perkembangan masyarakat dan diikuti

pula dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat. Untuk

memenuhi kebutuhan hukum masyarakat yang berubah seiring dengan pesatnnya

perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, sistem hukum Indonesia

yang menganut sistem civil law banyak mengadopsi mekanisme hukum yang berasal

dari sistem hukum common law yang dianut oleh negara-negara anglo saxon.17

Beberapa mekanisme dalam upaya penegakan hukum di Indonesia yang

mengadaptasi hukum asing yang bersumber pada sistem hukum common law,

seperti legal standing, class action, decenting opinion, dan citizen lawsuit. Mekanisme

class action secara formal telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1

Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Class Action. Sedangkan untuk mekanisme

citizen lawsuit belum diatur secara formal, namun Mahkamah Agung telah

17 Efa Laela Fakhriah. 2008. Actio Popularis (Citizen Lawsuit) Dalam Perspektif Hukum Acara Perdata. Makalah. hlm 1.

Page 105: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

96

menyatakan bahwa citizen lawsuit sebagai salah satu cara yang dapat digunakan

untuk menyelesaikan perkara perdata lingkungan, yang tertuang dalam Keputusan

Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 36/KMA/SK/II/2013

tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup, yang

ditetapkan pada tanggal 22 Pebruari 2013.

IV. Mekanisme Gugatan Citizen LawsuitSebagai Upaya Untuk Mendapatkan

Hak Dasar Berupa Lingkungan Udara yang Baik dan Sehat

Gugatan warga negara adalah suatu gugatan yang dapat diajukan oleh setiap

orang terhadap suatu perbuatan melawan hukum, dengan mengatasnamakan

kepentingan umum. Kepentingan umum merupakan hakikat dari citizen lawsuit.

Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan yang harus didahulukan

dari kepentingan pribadi atau individu atau kepentingan lainnya, yang meliputi

kepentingan bangsa dan negara, pelayanan umum dalam masyarakat luas, rakyat

banyak dan atau pembangunan di berbagai bidang. Menurut Theo Huijber,

kepentingan umum ialah kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan yang

memiliki ciri-ciri tertentu antara lain menyangkut perlindungan hak-hak individu

sebagai warga negara dan menyangkut pengadaan serta pemeliharaan sarana

publik dan pelayanan publik.18 Kepentingan umum dalam konteks penyelesaian

lingkungan menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia

Nomor: 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan

Perkara Lingkungan Hidup adalah kepentingan lingkungan dan kepentingan

makhluk hidup yang potensial atau sudah terkena dampak pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan.

Syarat formil gugatan citizen lawsuit yang bersifat khusus adalah adanya

pemberitahuan atau notifikasi yang dilakukan oleh penggugat kepada

tergugat. Indonesia belum memiliki peraturan formal secara khusus berkaitan

notifikasi dalam gugatan citizen lawsuit, sehingga beberapa hakim pengadilan

memiliki pandangan dan penafsiran yang berbeda berkaitan dengan prosedur

18 Theo Huijber. 2000. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Jakarta : UI Press. hlm 23.

MULYANI ZULAEHA

Page 106: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

97

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

notifikasi.19Hal ini mengakibatkan beberapa gugatan citizen lawsuit dinyatakan

tidak dapat diterima.20Mekanisme notifikasi yang berlaku di Amerika Serikat, yaitu

pemberitahuan harus dikirimkan kepada tergugat paling lambat 60 hari sebelum

gugatan diajukan.Maksud pemberitahuan ini adalah proses khusus semacam

somasi, dalam bentuk statement dari penggugat kepada tergugat yang berisi dasar

pelanggaran dan tuntutan spesifik yang dimintakan. Notifikasi merupakan tahap

pendahuluan dari gugatan citizen lawsuit yang sekurang-kurangnya memuat

informasi tentang informasi pelaku pelanggaran dan lembaga yang relevan

dengan pelanggaran, jenis pelanggaran, peraturan perundang-undangan yang

telah dilanggar, dan kepentingan umum yang dimaksud.

Notifikasi untuk perkara perdata lingkungan secara khusus terdapat dalam

Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 36/KMA/

SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan

Hidup,21yaitu Notifikasi/somasi wajib diajukan dalam jangka waktu 60 hari kerja

19 Perbedaan pandangan atau penafsiran terkait prosedur notifikasi meliputi jangka waktu pengajuan, pengajuan sebelum atau setelah gugatan, bentuk notifikasi (pemberitahuan ter-tulis atau somasiterbuka).

20 a). Gugatan citizen lawsuit oleh para penggugat yang mengatasnamakan Masyarakat Pengguna Jalan Tol pada Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR), dalam putusan Nomor

40/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel tanggal 19 mei 2008 dinyatakan bahwa gugatan para penggugat tidak dapat diterima karena tidak terpenuhinya syarat formil berupa notifikasi

b). Gugatan citizen lawsuit oleh para penggugat yang mengatasnamakan warga Negara pemegang hak untuk memilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2009, dalam putusan Nomor 145/Pdt.G/2009/PN. Jkt. Pst tanggal 3 juni 2009, dinyatakan bahwa gugatan para penggugat tidak dapat diterima karena tidak terpenuhinya syarat formil yaitu tidak dapat memenuhi syarat jangka waktu notifikasi.

c). Gugatan citizen lawsuit oleh Tim Advokasi Warga Negara Menggugat (Tawan Gugat) 23 warga negara yang menggugat kemaikan harga Bahan Bakar Minyak Bersubsidi, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Gugatan Tidak Dapat Diterima karena tidak memenuhi syarat formil berupa Notifikasi.

d). Gugatan citizen lawsuit yang diajukan Masyarakat Sipil untuk Kesejahteraan Rakyat (MSKR) Nusa Tenggara Barat terhadap Newmont Nusa Tenggara, dalam putusan Nomor 241/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst, dinyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima karena notifikasi diajukan terlalu singkat dalam waktu 7 hari sehingga tidak memenuhi syarat notifikasi.

21 Keputusan Ketua Mahkamah Agung bukan merupakan peraturan yang berisi ketentuan yang bersifat hukum acara, tetapi merupakan surat keputusan yang dikeluarkan Ketua Mahkamah Agung mengenai suatu hal tertentu, sehingga ketentuan mengenai Notifikasi yang dinyatakan dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan

Page 107: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

98

sebelum adanya gugatan dan sifatnya wajib. Apabila tidak ada notifikasi/somasi

gugatan wajib dinyatakan tidak dapat diterima; Notifikasi/somasi dari calon

penggugat kepada calon tergugat dengan tembusan kepada Ketua Pengadilan

Negeri setempat; Jangka waktu 60 hari kerja bertujuan untuk memberikan

kesempatan kepada Pemerintah melaksanakan kewajiban hukumnya sebagaimana

diminta atau dituntut oleh calon penggugat.22

Secara umum pemberitahuan ini bertujuan untuk; a) memberikan dorongan/

insentif bagi pelanggar agar melakukan penataan, b) memberikan kesempatan

secara adil kepada tergugat untuk mengajukan bantahan dalam kesempatan

paling awal dari proses penanganan perkara, c) kegagalan dalam menyediakan

pemberitahuan yang memenuhi syarat dapat dipergunakan sebagai alasan menolak

gugatan, d) memberikan pendidikan kepada penggugat untuk menyajikan gugatan

dengan dilengkapi bukti dan fakta yang akurat.23

Standing penggugat dalam gugatan citizen lawsuit tidak didasarkan atas

hubungan kepentingan secara langsung. Gugatan citizen lawsuit dilakukan atas

dasar kepentingan umum sedangkan asas utama hukum acara perdata Indonesia

adalah asas point d’interet point d’action artinya barang siapa yang mempunyai

kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak/gugatan ke pengadilan dan asas

actori incumbit probation yang artinya barang siapa yang mempunyai sesuatu

hak atau mengemukakan suatu peristiwa harus membuktikan adanya hak atau

peristiwa itu.24 Menurut Elly Kristiani telah terjadi pergeseran asas point d’interset

Hidup tidak mengikat bagi hakim yang memeriksa gugatan citizen lawsuit di luar perkara lingkungan hidup.

22 Catatan Khusus terkait Notifikasi yang dinyatakan dalamKeputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedo-man Penanganan Perkara Lingkungan Hidupadalah Notifikasi/Somasi dalam Citizen Law-suit (CLS) berbeda dengan notifikasi dalam gugatan Class Action (CA). Dalam gugatan CLS notifikasi/somasi oleh pihak penggugat kepada pemerintah dan ditembuskan ke Pengadi-lan Negeri setempat dan notifikasi/somasi disampaikan sebelum gugatan diajukan di pen-gadilan karena isi notifikasi tersebut dipakai sebagai dasar gugatan. Dalam surat gugatan wajib dilampirkan notifikasi/somasi dengan bukti tanda terima pengadilan atau resi surat tercatat, dan notifikasi dalam gugatan CA diajukan atas perintah hakim dengan putusan sela setelah gugatan CA dinyatakan telah memenuhi syarat formalitas untuk sahnya gu-gatan CA.

23 Abdul Fatah. 2013. Gugatan Warga Negara Sebagai Mekanisme Pemenuhan Hak Asasi Manusia Dan Hak Konstitusional Warga Negara. Jurnal Yuridika Volume 28 No 3, September-Desem-ber. hlm 298.

24 Kekuatan hukum standing penggugat dalam gugatan citizen lawsuit terdapat dua sudut

MULYANI ZULAEHA

Page 108: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

99

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

point d’action hal ini didasarkan pada hakim memiliki tugas dan fungsi untuk

memberikan sisi kemanfaatan dan keadilan hukum bagi pencari keadilan dalam

perkara yang diajukan kepadanya, sebagai konsekuensi kewajiban memberikan

sisi keadilan, kepastian hukum, dan kemanfataan bagi para pihak hakim dapat

menggali hukum yang hidup dalam masyarakat termasuk adopsi dari sistem

hukum lain. Sehingga dalam adopsi mekanisme gugatan citizen lawsuit tidak

memerlukan asas dasar kepentingan hukum yang cukup bagi penggugat (point

d’interset point d’action).25

Isi petitum yang dapat diajukan dalam gugatan citizen lawsuit mempunyai

karakteristik yaitu :26

1. Petitum dalam gugatan tidak boleh meminta adanya ganti rugi materiil,

karena warga negara yang menggugat bukan kelompok yang dirugikan

secara materiil dan memiliki kesamaan fakta hukum sebagaimana gugatan

class action

2. Petitum gugatan citizen lawsuit harus beirisi permohonan agar Negara

mengeluarkan suatu kebijakan peraturan umum agar perbuatan melawan

hukum berupa kelalaian dalam pemenuhan hak warga Negara tersebut di

masa yang akan datang tidak terjadi lagi

3. Petitum citizen lawsuit tidak boleh berupa pembatalan atas Keputusan

Penyelenggara Negara (Keputusan Tata Usaha Negara) yang bersifat konkrit

dan final karena hal tersebut merupakan kewenangan dari peradilan TUN

4. Petitum citizen lawsuit juga tidak boleh berupa pembatalan atas suatu Undang-

Undang (UU) karena itu merupakan kewenangan dari Mahkamah Konstitusi

(MK). Selain itu, citizen lawsuit juga tidak boleh meminta pembatalan atas

pandang yang berbeda, pertama, dalam sudut pandang citizen lawsuit maka asas point d’interset point d’action dalam hukum acara perdata di Indonesia tidak berlaku, sedangkan pandangan kedua, adalah jika posisi penggugat dilihat dalam sudut hukum acara perdata maka asas point d’interset point d’action mutlak harus dipenuhi karena sifat dari hukum aca-ra perdata adalah bersifat memaksa dan tidak bisa disimpangi.

25 Elly Kristiani Purwendah. Pergeseran Asas point d’interset point d’action Dalam Gugatan Citizen Lawsuit Dan Actio Popularis Sebagai Pemenuhan Asas Manfaat Dalam Peradilan Perdata, Maka-lah, hlm 10.

26 Mahkamah Agung. 2009. Laporan Penelitian Class Action & Citizen Lawsuit, Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Mahkamah Agung RI. hlm 65.

Page 109: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

100

peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang karena hal

tersebut merupakan kewenangan mahkamah Agung (MA) di bawah judicial

review.

Karakteristik citizen lawsuit, sebagai berikut; 1) Tergugat dalam citizen lawsuit

adalah penyelenggara negara mulai dari presiden dan wakil presiden sebagai

pimpinan teratas, menteri dan terus sampai kepada pejabat negara di bidang yang

dianggap telah melakukan kelalaian dalam memenuhi hak warga negaranya.

2) Perbuatan melawan hukum yang didalilkan dalam gugatan adalah kelalaian

penyelenggara negara dalam pemenuhan hak-hak warga negara, dalam hal ini

harus diuraikan bentuk kelalaian apa yang telah dilakukan oleh negara dan hak

warga negara apa yang gagal dipenuhi oleh Negara. 3) Penggugat adalah warga

Negara, yang bertindak mengatasnamakan warga Negara, penggugat dalam

hal ini cukup membuktikan bahwa dirinya adalah Warga Negara Indonesia.

4) Memberikan notifikasi kepada penyelenggara negara. 5) Petitum tidak boleh

meminta ganti rugi, petitum citizen lawsuit berupa permohonan agar Negara

mengeluarkan suatu kebijakan yang mengatur umum (Regeling) agar perbuatan

melawan hukum berupa kelalaian dalam pemenuhan hak warga Negara tersebut

di masa yang akan datang tidak terulang kembali.27

Unsur-unsur dalam gugatan citizen lawsuit sebagai upaya mengatasi kabut

asap untuk mendapatkan lingkungan udara yang baik dan sehat , antara lain :

a. Setiap orang atau setiap warga Negara

Setiap orang pada hakikatnya tidak mendapat halangan untuk dapat

mengajukan gugatan citizen lawsuit, karena setiap orang memiliki standing

untuk mengajukan gugatan tanpa mensyaratkan adanya kerugian yang

bersifat nyata dan langsung pada dirinya, dengan membuktikan bahwa ia

adalah Warga Negara Indonesia.

b. Kepentingan Umum

Unsur kepentingan umum merupakan dasar utama dalam gugatan citizen

lawsuit. Persoalan kabut asap merupakan pencemaran udara yang telah

banyak membawa akibat baik berupa kesehatan bahkan kematian,28 serta

27 Abdul Fatah. Op.Cit. hlm 297.

28 Berdasarkan data yang disampaikan Menteri Sosial Khofi fah Indar Parawansa, jumlah ko-Berdasarkan data yang disampaikan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, jumlah ko-

MULYANI ZULAEHA

Page 110: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

101

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

dampak sosial ekonomi lainnya. Sehingga aspek kepentingan umum

terpenuhi.

c. Perbuatan Melawan Hukum

Unsur perbuatan melawan hukum adalah berupa kelalaian penyelenggara

negara dalam mengatasi kabut asap, sehingga dampaknya sampai meluas

dan terjadi dalam hitungan bulan, sehingga masyarakat tidak mendapatkan

udara yang sehat.

d. Petitum

Petitum dalam citizen lawsuit harus berisi tuntutan agar pemerintah

mengeluarkan suatu kebijakan peraturan umum untuk mengatasi persoalan

kabut asap.

Potensi Mengatasi Kabut Asap Melalui Mekanisme Citizen Lawsuit

Gugatan citizen lawsuit telah diterima dalam sistem peradilandi Indonesia,

meskipun belum diatur secara khusus dalam peraturan. Gugatan citizen lawsuit

telah mendorong terbentuknya beberapa peraturan perundang-undangan dan

kebijakan yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam gugatan.Contoh

pengaruh gugatan citizen lawsuit terhadap lahirnya undang-undang adalah

putusan Nomor 28/Pdt.G/2003/PN.JKT.PST mengenai kasus penelataran

buruh migran di Nunukan yang diputus tanggal 8 Desember 2003 mendorong

terbentuknya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang disahkan dan diundangkan pada

tanggal 18 Oktober 2004. Undang-undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia juga mengamanatkan dibentuknya Badan Nasional Penempatan

dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

Selanjutnya gugatan citizen lawsuit dalam kasus Ujian Nasional putusan

Nomor 2596 K/PDT/2008 jo putusan Nomor 377/PDT/2007/PT.DKI jo putusan

Nomor 228/PDT/G/2006 memberikan suatu kabar gembira bagi siswa peserta

Ujian Nasional dengan dikeluarkannya kebijakan bahwa penentuan kelulusan

rban meninggal dunia akibat kabut asap tahun 2015 sebanyak 19 orang, 5 orang di Kali-mantan Tengah, 5 orang di Sumatera Selatan, 5 orang di Riau, 1 orang di Jambi dan 3 orang di Kalimantan Selatan. Lihat Ini Jumlah Korban Meninggal Korban Kabut Asapversi Mensos, JPNN.com. 28 Oktober 2015, diakses tanggal 24 Maret 2016.

Page 111: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

102

siswa tidak lagi semata-mata didasarkan pada hasil nilai Ujian Nasional, namun

dengan melakukan penggabungan nilai-nilai selama proses belajar mengajar di

satuan pendidikan dengan nilai hasil Ujian Nasional.

Citizen lawsuit terkait penyelenggaraan jaminan sosial dengan nomor perkara

278/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst yang diputus pada tanggal 13 Juli 2011 merupakan

salah satu faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rancangan Undang-Undang

tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU tentang BPJS) sebagai usul

inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat. RUU tentang BPJS selanjutnya disahkan dan

diundangkan pada tanggal 25 November 2011.

Perkara perlindungan hukum kepada pekerja rumah tangga yang diajukan

oleh Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) yang diputus

dengan putusan Nomor 146/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst pada tanggal 7 Pebruari 2012

mendorong DPR untuk segera melakukan pembahasan RUU tentang Perlindungan

Pekerja Rumah Tangga.29

Khusus berkaitan dengan persoalan mengatasi kabut asap, maka melalui

gugatan citizen lawsuit juga mempunyai potensi untuk mendorong terbentuknya

peraturan perundang-undangan dan kebijakan. Riau merupakan salah satu wilayah

yang paling parah terdampak asap akibat kebakaran hutan dan lahan pada tahun

2015, masyarakat Riau melalui Gerakan Riau Melawan Asap30 yang terdiri dari

empat organisasi kemasyarakatan di Provinsi Riau (Lembaga Adat Melayu Riau,

Wahana Lingkungan Hidup Riau, Rumah Budaya Sikukeluang dan Jaringan Kerja

Penyelamat Hutan Riau) telah mengajukan gugatan citizen lawsuitdi Pengadilan

Negeri Pekanbaru. Pihak yang digugat adalah Presiden Indonesia, Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pertanian, Kepala Badan Pertahanan

Nasional dan Gubernur Riau pada Maret 2016.31Sesuai dengan isi ketentuan dalam

Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 36/KMA/SK/

II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup

29 Febry Liany. 2014. Peranan Gugatan Warga Negara Dalam Pembentukan Hukum Di Indonesia, Jurnal Prodigy Vol 2 No 2 – Desember. hlm 265.

30 Hal yang sama juga dilakukan oleh Gerakan Anti Asap (GAAs) Kalimantan Tengah yang telah menyampaikan notifikasicitizen lawsuit. Lihat Rakyat Kalteng Resmi Gugat 7 Lembaga Negara, www.menara.com, tanggal 10 Maret 2016. Diakses tanggal 24 Maret 2016.

31 Kebakaran Hutan : Gugat Presiden dan 4 Menteri, 4 Organiasai di Riau Ajukan Citizen Law Suit, bisnis.com. tanggal 10 Maret 2016, diakses tanggal 24 Maret 2016.

MULYANI ZULAEHA

Page 112: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

103

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

maka gugatan citizen lawsuit ini telah diawali dengan menyampaikan notifikasi

kepada calon tergugat. Namun karena setelah 60 hari sejak notifikasi disampaikan

pihak tergugat tidak memberikan respon atas notifikasi, maka pihak penggugat

menindaklanjuti dengan mengajukan gugatan citizen lawsuit.32 Persidangan

dilakukan menurut ketentuan hukum acara perdata yang diawali dengan mediasi.

Mediasi yang dilakukan berhasil membuat kesepakatan damai antara para pihak.33

Konsep perdamaian yang dihasilkan dalam gugatan citizen lawsuit terhadap

persoalan kabut asap di Riau menunjukan bahwa mengatasi kabut asap sebagai

implikasi dari kebakaran hutan lahan tidak saja menuntut peran pemerintah

semata, namun diperlukan juga peran serta masyarakat dalam pencegahan dan

penanganan kebakaran hutan dan lahan. Poin yang dapat digaris bawahi dari

hasil gugatan citizen lawsuit terkait kabut asap di Riau adalah telah menghasilkan

adanya komitmen pihak pemerintah untuk menerbitkan suatu kebijakan yang pro

terhadap kepentingan lingkungan untuk menyelesaikan persoalan asap khususnya

di Provinsi Riau dan tentunya juga wilayah lain di Indonesia.

Hak atas lingkungan yang baik dan sehat yang telah dijamin oleh konstitusi

yang bermakna melakukan perlindungan. Apabila dalam implementasinya

terdapat tindakan pembiaran oleh penyelenggara negara yang merugikan warga

negara untuk memperoleh udara yang sehat, maka melalui mekanisme gugatan

citizen lawsuit terhadap kabut asap dapat menjadi dasar agar pemerintah segera

membuat peraturan untuk mengatasi kabut asap yang lebih komprehensif, tidak

saja dalam bentuk undang-undang, peraturan pelaksana undang-undang maupun

berupa kebijakan.

32 Masyarakat Riau Gugat Negara Terkait Kasus Asap, geotimes.co.id. tanggal 11 Maret 2016, diakses tanggal 24 Maret 2016.

33 Kesepakatan damai yang tertuang dalam Akta Perdamaian yaitu 1). Para tergugat berkomit-Kesepakatan damai yang tertuang dalam Akta Perdamaian yaitu 1). Para tergugat berkomit-men bersama-sama menanggulangi kebakaran hutan dan lahan melalui tindakan-tindakan dan penerbitan kebijakan guna menyelesaikan persoalan asap yang terjadi di Provinsi Riau, 2). Para penggugat berkomitmen untuk berperan serta aktif dalam pencegahan dan penan-ganan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, 3). Tergugat I dan Tergugat II segera menyelesaikan Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 4). Tergugat bersedia untuk menga-lokasikan dana penanggulangan bencana dalam APBN dan APBD dengan memperhati-kan kemampuan keuangan Negara, dan 5). Tergugat setuju untuk memperkuat fasilitas pelayanan korban kebakaran hutan dan lahan serta mengembangkan sistem informasi ke-bakaran hutan, lahan dan perkebunan di wilayah Provinsi Riau. Lihat CLS : Gugatan Kabut Asap Di Riau Pengadilan Negeri Pekanbaru,Metropekanbaru.com. tanggal 24 Mei 2016, diak-ses tanggal 30 Mei 2016.

Page 113: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

104

V. Simpulan dan Rekomendasi

Citizen lawsuit telah diterima sebagai bagian dari penyelesaian persoalan

lingkungan khususnya dalam lingkup perdata. Citizen lawsuitmerupakan hak gugat

warga negara atas kepentingan umum, sebagai perwujudan akses individual/

orang perorangan warga negara untuk kepentingan keseluruhan warga negara

atau kepentingan umum menggugat tanggung jawab penyelenggara negara atas

kelalaian dalam memenuhi hak-hak warga negara. Persoalan kabut asap yang

mengakibatkan warga negara tidak mendapatkan haknya atas lingkungan udara

yang baik dan sehat dapat di jadikan sebagai dasar gugatan citizen lawsuit, apabila

unsur-unsur terkait adanya kelalaian penyelenggara negara dan demi kepentingan

umum dapat terpenuhi.

Potensi menggunakan mekanisme citizen lawsuit sebagai upaya mengatasi

kabut asap, merupakan suatu keniscyaan karena tuntutan yang diminta oleh warga

negara dalam gugatannya adalah agar pemerintah mengeluarkan peraturan baik

dalam bentuk undang-undang, peraturan pelaksana, atau melakukan tindakan-

tindakan tertentu lainnya merupakan upaya preventif maupun refresif untuk

mengatasi persoalan kabut asap agar tidak lagi terulang di masa yang akan datang.

Pemerintah seyogyanya memformulasikan mekanisme citizen lawsuit

sebagai hukum formil Indonesia, sehingga dapat digunakan sebagai upaya

penegakan hukum yang legimate. Mengingat ketika penyelenggara negara

melakukan kelalaian dalam memenuhi hak warga negara, melalui mekanisme

citizen lawsuit hak-hak yang terabaikan dapat dipulihkan dan tidak terulang

kembali.

MULYANI ZULAEHA

Page 114: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

105

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

DAFTAR PUSTAKA

Fakhriah, Efa Laela. 2008.Actio Popularis (Citizen Lawsuit) Dalam Perspektif Hukum

Acara Perdata. Makalah.

Fatah, Abdul. 2013.Gugatan Warga Negara Sebagai Mekanisme Pemenuhan Hak Asasi

Manusia Dan Hak Konstitusional Warga Negara. Jurnal Yuridika Volume 28 No

3, September-Desember.

Firdaus, Muhammad Syafari (et.all).2007. Pembangunan Berbasis Hak Asasi Manusia:

Sebuah Panduan. Jakarta : Komisi Nasional HAM Bekerjasama dengan

Australian Government (AusAID).

Gumayra, Dhabi K(Kontributor). 2006. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia.

Jakarta : Aussaid YLBHI, PSHK dan IALDF.

Hardjasoemantri, Koesnadi. 1983.Hukum Tata Lingkungan. Cetakan ke-1, Yogyakarta

: Gadjah Mada University Press.

Huijber, Theo, 2000. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Jakarta : UI Press.

Isrok dan Rizki Emil Birham. 2010.Citizen Lawsuit : Penegakan Hukum Alternatif bagi

Warga Negara. Malang : UB Press.

Liany, Febry. 2014. Peranan Gugatan Warga Negara Dalam Pembentukan Hukum Di

Indonesia. Jurnal Prodigy Vol 2 No 2 – Desember.

Mahkamah Agung. 2009. Laporan Penelitian Class Action & Citizen Lawsuit. Bogor :

/Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum

dan Mahkamah Agung RI.

Muhjad, Hadin. 2015.Hukum Lingkungan : Sebuah Pengantar Untuk Konteks Indone-

sia. Yogyakarta : Genta Publishing.

Nugroho, Susanti Adi. 2010. Class Action dan Perbandingannya Dengan Negara Lain.

Cetakan 1, Jakarta : Prenadia Media Group.

Purwendah, Elly Kristiani. Pergeseran Asas point d’interset point d’action Dalam

Gugatan Citizen Lawsuit Dan Actio Popularis Sebagai Pemenuhan Asas Manfaat

Dalam Peradilan Perdata. Makalah.

Page 115: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

106

Sugiantoro, Indro. 2004. Kasus Nunukan : Hak Gugat Warga Negara (Citizen Lawsuit)

Terhadap Negara. Jurnal Kajian Putusan Pengadilan Dictum, Edisi 2.

Artikel Internet :

Asap Kebakaran Hutan Sampai Jakarta, www.bbc.com>Indonesia>2015. tanggal 24

Oktober 2015. Diakses tanggal 10 Pebruari 2016.

BNPB : Kebakaran Hutan 2015 Seluas 32 Wilayah DKI, CNN Indonesia.com, tanggal

31 Oktober 2015, diakses tanggal 24 Maret 2016.

CLS : Gugatan Kabut Asap Di Riau Pengadilan Negeri Pekanbaru,Metropekanbaru.

com. tanggal 24 Mei 2016, diakses tanggal 30 Mei 2016.

Ini Jumlah Korban Meninggal Korban Kabut Asap versi Mensos, JPNN.com. 28 Oktober

2015, diakses tanggal 24 Maret 2016.

Kebakaran Hutan : Gugat Presiden dan 4 Menteri, 4 Organiasai di Riau Ajukan Citizen

Law Suit, bisnis.com. tanggal 10 Maret 2016, diakses tanggal 24 Maret 2016.

Masyarakat Riau Gugat Negara Terkait Kasus Asap, geotimes.co.id. tanggal 11 Maret

2016, diakses tanggal 24 Maret 2016

Rakyat Kalteng Resmi Gugat 7 Lembaga Negara, www.menara.com, tanggal 10 Maret

2016. Diakses tanggal 24 Maret 2016.

Tiga Bulan, Hutan dan Lahan Terbakar Setara 4 kali Luas Bali.Mongabay.com Situs

Berita Informasi Lingkungan, tanggal 31 Oktober 2015, di akses tanggal 24

Maret 2016.

10 Tewas, 503 Ribu Jiwa ISPA, dan 43 Juta Jiwa Terpapar Asap, BNPB.go.id, tanggal 24

Oktober 2015, diakses tanggal 24 Maret 2016.

MULYANI ZULAEHA

Page 116: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

107

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Fungsi izin dalam Pengendalian Pencemaran lingkungan

(studi kasus: gugatan Penerbitan izin Pembuangan limbaH

cair di sungai cikiJing)

Nadia Astriani1

Yulinda Adharani2

Abstraksi

Permasalahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan di Kecamatan

Rancaekek, Kabupaten Bandung, sudah berlangsung lebih dari 20 tahun.

Pencemaran Sungai Cikijing berdampak pada menurunnya produksi pertanian

dan/atau perikanan. Pencemaran ini seharusnya tidak terjadi jika perusahaan

mengolah limbah sebagaimana mestinya. Oleh karena itu Koalisi Melawan

Limbah yang terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat (WALHI Jabar),

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, dan Paguyuban Warga Peduli

Lingkungan (PAWAPELING) menggugat penerbitan Izin Pembuangan Limbah

Cair (IPLC) ke Sungai Cikijing yang dikeluarkan oleh Bupati Sumedang. Penelitian

ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini akan

memaparkan fungsi izin dalam pengendalian lingkungan dengan menganalisa

teori-teori hukum perizinan dan teori-teori hukum lingkungan serta penerapan

teori-teori ini dalam praktek. Kasus ini menunjukkan bahwa fungsi izin sebagai

1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, merupakan sekretaris Departemen Hukum Lingkungan, Tata Ruang, dan Agraria, bidang kekhususan hukum lingkungan. Menyelesaikan S1 Ilmu Hukum, dan S2 Ilmu Lingkungan di Universitas Padjadjaran

2 Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, merupakan anggota Departemen Hukum Lingkungan, Tata Ruang, dan Agraria, bidang kekhususan hukum lingkungan. Menyelesaikan S1 dan S2 Ilmu Hukum di Universitas Padjadjaran

Page 117: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

108

pengendali kegiatan di Indonesia pada kenyataannya masih jauh dari yang

diharapkan. Dalam kasus ini Sungai Cikijing yang telah tercemar menjadi korban

dari pemberian izin pembuangan limbah cair oleh Bupati Sumedang kepada PT.

Kahatex, PT. Five Star Textil dan PT. Insan Sandang Internusa. Seharusnya dalam

menerbitkan izin, pemerintah juga harus memperhatikan asas-asas yang ada dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Selain itu, pemerintah harus melakukan pengawasan kepada

perusahaan-perusahaan yang telah diberikan izinnya, karena itu merupakan

kewajiban pemerintah dalam rangka melindungi dan mengelola lingkungan

hidup.

Kata Kunci : izin, pencemaran lingkungan, Sungai Cikijing, izin pembuangan

limbah cair

Abstract

The problems of pollution and / or damage to the environment in the district Rancaekek,

Bandung regency, has lasted more than 20 years. As a result of the pollution is the

contamination of the river Cikijing thus impacting the decline in agricultural production

and / or fisheries. This contamination should not occur if the companies treat waste

properly. Therefore, Koalisi Melawan Limbah consisting of the Wahana Lingkungan Hidup

of West Java (WALHI Jabar), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, and Paguyuban

Warga Peduli Lingkungan (PAWAPELING) sued the publishing permit Waste Disposal

Liquid to River Cikijing issued by Sumedang Regent. This research will be presented in the

Environmental Control consent function by analyzing theories licensing laws and theories

of environmental law as well as the application of these theories in practice. This case shows

that the consent function as a control activity in Indonesia in reality is still far from the

expected. In this case Cikijing River is polluted because of granting discharge of effluent

by Regent Sumedang against PT. Kahatex, PT.Five Star Textil and PT. Insan Clothing

Internusa. Supposedly in issuing permit, the government must also consider the principles

contained in Law No. 32 of 2009 on the Protection and Environmental Management.

Other than that, the government should conduct surveillance to companies that have been

granted permission, because it is the government’s obligation to protect and manage the

environment.

NADIA ASTRIANI dan YULINDA ADHARANI

Page 118: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

109

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Keywords : Permit, environmental pollution, Cikijing River, wastewater discharge

permit.

I. Pendahuluan

Prinsip otonomi daerah yang telah ditegaskan dalam Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya disebut UU

23/2014, memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengambil

kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Salah satu bentuk kewenangan yang menjadi perhatian adalah

kewenangan pemerintah daerah dalam menerbitkan izin, yang lahir berdasarkan

wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada pemerintah daerah.3 Selain

dalam UU 23/2014, kewenangan pemerintah daerah dalam menerbitkan izin juga

diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup selanjutnya disebut UU 32/2009.4

Dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan, pemerintah/

kelembagaan yang berwenang melakukan upaya akan pencegahan dan

penanggulangan dampak negatif serta pemulihan kualitas lingkungan memiliki

peran yang sangat penting.5 Salah satu bentuk pengendalian pencemaran

lingkungan adalah izin lingkungan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Izin

lingkungan dikeluarkan oleh badan atau pejabat yang berwenang dalam bentuk

Keputusan Tata Usaha Negara selajutnya disebut KTUN.6 KTUN adalah suatu

penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara

yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan

3 Lihat pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Lihat huruf K (tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup) Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244.

4 Lihat Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140.

5 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan Nasional, (Surabaya: Airlangga University Press, 1996), hlm. 4

6 Lihat Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 mengenai Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079.

Page 119: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

110

perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final,

yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau juga badan hukum perdata.7

Dalam prakteknya, penerbitan suatu KTUN dapat juga menimbulkan kerugian

terhadap masyarakat karena adanya suatu unsur kesalahan atau kekeliruan.

Diterbitkannya KTUN oleh badan atau pejabat berwenang yang mengandung

unsur kesalahan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan akan menimbulan

kerugian bagi lingkungan dan masyarakat secara umum. Apabila hal ini terjadi,

pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan di peradilan tata usaha negara,

dan meminta agar KTUN tersebut dibatalkan atau dinyatakan tidak sah. Gugatan

seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan

ke peradilan tata usaha negara berisi tuntutan agar izin itu dinyatakan batal atau

tidak sah oleh hakim.8

Izin Lingkungan mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup. Dalam hal pengendalian pencemaran lingkungan,

salah satu jenis izin yang harus dimiliki oleh pemrakarsa adalah izin pembuangan

limbah cair selanjutnya disebut IPLC.9 IPLC adalah izin yang membolehkan

pembuangan limbah oleh perusahaan ke sumber air yang disediakan oleh

pemerintah daerah atau sumber air yang berada di bawah pengawasan pemerintah

daerah. Untuk memperolah IPLC, perusahaan diharuskan untuk mengolah

limbah cair yang dihasilkan sampai kepada suatu kadar yang tidak berbahaya

sebelum dibuang ke dalam air.10 Namun dalam prakteknya, beberapa perusahaan

belum melakukan pengolahan sebagaimana mestinya sehingga limbah cair yang

dibuang ke badan air menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan

menimbulkan pencemaran air pada sungai, sebagaimana yang terjadi pada Kasus

Pencemaran di Sungai Cikijing.

Dalam berkas perkara Nomor 178/G/2015/PTUN Bandung yang diajukan

oleh Koalisi Melawan Limbah ke PTUN Bandung, Koalisi Melawan Limbah

7 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

8 Bandingkan dengan pendapat Siti Sundari Rangkuti, Op. Cit., hlm. 121.

9 Lihat Penjelasan Pasal 48 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

10 Bandingkan Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

NADIA ASTRIANI dan YULINDA ADHARANI

Page 120: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

111

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

menggugat Surat Keputusan Bupati Sumedang Nomor 660.31/Kep.509-IPLC/2014

tentang Izin Pembuangan Limbah Cair ke Sungai Cikijing bagi PT Kahatex

tertanggal 7 Juli 2014; Surat Keputusan Bupati Sumedang Nomor 660.31/Kep.784-

IPLC/2014 tentang IPLC bagi PT Five Star Texile Indonesia tertanggal 30 Januari

2014; dan Surat Keputusan Bupati Sumedang Nomor 660.31/Kep.198-IPLC/2013

tentang IPLC ke Sungai Cikijing kepada PT. Insan Sandang Internusa. Koalisi

yang terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat (Walhi Jabar), Lembaga

Bantuan Hukum (LBH) Bandung, dan Paguyuban Warga Peduli Lingkungan

(Pawapeling) menggugat izin yang diberikan oleh Bupati Sumedang kepada tiga

perusahaan tekstil di Sumedang. Penggugat mendalilkan pembuangan limbah

cair yang dilakukan oleh tiga perusahaan tersebut memperparah pencemaran di

Sungai Cikijing.

Pencemaran berawal dari pembangunan industri di Kecamatan Cikeruh,

Kabupaten Sumedang. Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah ini

membentuk cluster industri yang sebagian besar menghasilkan limbah cair dan

membuangnya ke badan air Sungai Cikijing. Dari puluhan perusahaan di sekitar

Jalan Raya Rancaekek, yang berada di Kecamatan Cikeruh, terdapat 3 Perusahaan

yaitu: PT. Kahatex, PT. Insan Sandang dan PT Five Star, yang proses produksinya

maupun debit limbah cairnya diduga memberikan konstribusi signifikan terhadap

peningkatan beban pencemaran Sungai Cikijing. Pencemaran Sungai Cikijing

dibuktikan dengan sudah terlampauinya Baku Mutu Air Permukaan sungai

tersebut. Karena tidak ada sumber air lainnya, air yang sudah tercemar berbagai

bahan kimia (termasuk logam berat)11 tetap dipergunakan untuk mengairi sawah

dan kolam ikan, bahkan dipakai juga untuk mandi, cuci dan memasak. Luas areal

pertanian dan perikanan yang terkena dampak pencemaran di 4 (empat) desa ±

415 hektar. Jumlah penduduk di keempat desa tersebut lebih dari 50.000 orang.

11 Dalam kompilasi hasil riset AMDAL, parameter kimia yang telah melampaui baku mutu berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air kelas II yaitu : Amonium bebas dan Nitrit (NO2-N), sedangkan parameter lainnya yang konsentrasinya cukup tinggi adalah Seng (Zn), Kamium (Cd), Krom hexavalen, tembaga (Cu), Timabl (Pb), fenol.Tingginya parameter tersebut memungkinkan bersumber dari aktifitas industri pada bagian hulunya. Konsentrasi BOD berkisar antara 48,522 – 110,725 mg/l sedangkan baku mutu menetapkan 6 mg/l, cukup tingginya BOD dimungkinkan pengaruh buangan limbah cair dari aktivitas domestik/pemukiman serta niaga. Adapun COD nilainya berkisar antara 82,191 – 1205,377 mg/l dan baku mutu menetapkan konsentrasi maksimum adalah 50 mg/l, sehingga tidak memenuhi baku mutu.

Page 121: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

112

Terjadinya pencemaran lingkungan diindikasikan dengan menurunnya kualitas

lahan pertanian dan menyebabkan menurunnya produksi, bahkan menyebabkan

kematian tanaman padi atau bulir padinya hampa dan ikan yang mati. Selain itu,

terdapat indikasi kuat bahwa pencemaran di kawasan tersebut telah menyebabkan

meningkatnya berbagai penyakit, termasuk penyakit dalam. Persoalan pencemaran

lingkungan, yang semula hanya berdimensi teknis, telah berkembang ke dimensi

sosial, hukum, ekonomi, kesehatan, keamanan, bahkan politik dan budaya.12

Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan dibahas

dalam artikel ini, apakah fungsi izin sebagai pengendali kegiatan dapat berperan

secara optimal dalam pelestarian fungsi lingkungan? Dan bagaimana peran

pengambil kebijakan dalam menilai permohonan izin yang diajukan, baik dari

sisi mandat maupun implementasinya? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui peran pengambil kebijakan, khususnya pemberi izin, dalam menilai

permohonan izin yang diajukan, sehingga fungsi izin sebagai pengendali kegiatan

dapat diterapkan secara optimal dengan melihat kasus gugatan penerbitan izin

pembuangan limbah cair PT. Kahatex, PT. Five Star Textil Dan PT. Insan Sandang

Internusa.

Kajian hukum atas Fungsi Izin Dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan

(Studi Kasus: Gugatan Penerbitan Izin Pembuangan Limbah Cair di Sungai

Cikijing) ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif

dalam arti menggunakan data kepustakaan/ sekunder (baik berupa bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier) sebagai bahan

utama penelitian. Dalam hal ini digunakan metode penelitian yang bersifat

deskriptif analitis dengan pendekatan sistemik.

Analisis yuridis kualitatif digunakan dengan mengandalkan pada kemampuan

abstraksi-teoritis atas bahan-bahan hukum di atas, dengan menggunakan metode

penafsiran hukum dan konstruksi hukum atas peraturan perundang-undangan

terkait materi kajian. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan.

Data kepustakaan diperoleh dari perpustakaan perguruan tinggi yang diperkirakan

memiliki kompetensi di bidang yang terkait dengan materi penelitian termasuk

12 Lihat Bagian D. dalam Pokok Sengketa Gugatan dalam berkas perkara Nomor 178/G/2015/PTUN Bandung

NADIA ASTRIANI dan YULINDA ADHARANI

Page 122: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

113

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

pada instansi atau lembaga-lembaga penelitian dan lembaga negara yang terkait

dengan materi penelitian. Selain studi pustaka, pengumpulan informasi dilakukan

dengan menggunakan metode wawancara dengan nara sumber yang ditentukan

secara purposif (judgemental). Wawancara dilakukan secara terarah dengan

menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun sebagai arahannya.

II. Kerangka Hukum Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air

2.1. Perizinan Sebagai Instrumen Pengendali Pencemaran Lingkungan

Izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-

undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang

dari ketentuan larangan perundang-undangan.13 Menurut Sjachran Basah, izin

adalah “perbuatan hukum administrasi egara bersegi satu yang mengaplikasikan

peraturan dalam hal concreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana

ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.”14 Izin dapat dikatakan

sebagai landasan hukum, dapat dipahami bahwa kegiatan tertentu memang tidak

dapat dilakukan oleh warga masyarakat tanpa adanya izin dari organ pemerintah

yang berwenang. Kenyataan tersebut dapat dimengerti karena berbagai hal sering

kali terkait dengan kegiatan yang akan dilakukan oleh pemohon izin. Oleh karena

itu, izin menjadi dasar hukum bagi pelaku kegiatan untuk dapat memulai kegiatan

tersebut. Hak dan kewajiban pemohon izin berkaitan dengan dilakukannya

kegiatan, lahir setelah adanya izin. Tanpa izin, suatu pihak tidak dapat melakukan

kegiatan yang dimuat dalam izin itu.15

Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap

ketaatan penanggung jawab usaha. Kewenangan ini dapat didelegasikan kepada

pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab. Selain itu, pemerintah dapat

menetapkan pejabat pengawas lingkungan yang merupakan pejabat fungsional.

Izin Lingkungan yang telah diperoleh oleh penanggung jawab usaha/kegiatan

harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang seharusnya. Menteri, Gubernur,

13 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, (Yuridika, Surabaya, 1993), hlm. 2-3.

14 Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi. Makalah pada Penataran Hukum Administrasi dan Lingkungan di Fakultas Hukum Unair Surabaya, hlm. 3.

15 Y. Sri. Pudyatmoko, Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan, (Grasindo, Jakarta, 2009), hlm. 22.

Page 123: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

114

Bupati/Walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab

usaha/kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin

lingkungan.

Sistem perizinan lingkungan sebagai instrumen pencegahan kerusakan dan/

atau pencemaran lingkungan hidup hakikatnya merupakan pengendalian aktivitas

pengelolaan lingkungan hidup. Oleh karena itu, pengaturan dan penyelenggaraan

perizinan lingkungan harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang terdapat dalam

UU 32/2009. Secara teoritis, perizinan memiliki beberapa fungsi, yaitu16:

1. Izin sebagai instrumen rekayasa pembangunan

Pemerintah dapat membuat regulasi dan keputusan yang memberikan

insentif bagi pertumbuhan sosial ekonomi. Demikian juga sebaliknya, regulasi

dan keputusan tersebut dapat pula menjadi penghambat (sekaligus sumber

korupsi) bagi pembangunan.

2. Izin sebagai fungsi keuangan (budgetering)

Yaitu izin menjadi sumber pendapatan bagi negara. Pemberian izin dilakukan

dengan kontraprestasi berupa retribusi perizinan. Negara mendapatkan

kedaulatan dari rakyat, maka retribusi perizinan hanya bisa dilakukan melalui

peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini dianut prinsip no taxation

without the law.

3. Izin sebagai fungsi pengaturan (reguleren)

Yaitu menjadi instrumen pengaturan tindakan dan perilaku masyarakat.

Sebagaimana prinsip pemungutan pajak, perizinan dapat mengatur pilihan-

pilihan tindakan dan perilaku masyarakat. Jika perizinan terkait dengan

pengaturan untuk pengelolaan sumber daya alam, lingkungan, tata ruang, dan

aspek strategis lain, prosedur dan syarat yang harus ditetapkan oleh peraturan

perundang-undangan harus pula dengan pertimbangan-pertimbangan

strategis. Harus ada keterkaitan antara tujuan pemberian perizinan dengan

syarat-syarat yang ditetapkan dalam izin.

4. Izin sebagai fungsi pengendalian

Pemerintah melakukan pengendalian terhadap kegiatan masyarakat dengan

16 Adrian Sutedi, dalam Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, (Jakarta Sinar Grafika 2012), hlm. 81-87.

NADIA ASTRIANI dan YULINDA ADHARANI

Page 124: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

115

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

menggunakan instrumen perizinan. Izin dimaksudkan untuk mencapai

berbagai tujuan tertentu.

Izin sebagai suatu bentuk keputusan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang,

atau sebagai ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha

negara bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum

bagi seseorang atau badan hukum perdata.17

Efektifitas dan efisiensi pengendalian pencemaran air dipengaruhi oleh salah

satu instrumen pencegahan pencemaran lingkungan yaitu perizinan. Dalam

Pasal 14 UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

disebutkan bahwa izin merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran

dan/atau kerusakan lingkungan. Perusahaan yang kegiatannya berdampak pada

lingkungan harus memiliki izin lingkungan. Izin Lingkungan terdiri dari izin

perlindungan dan pengelolaan lingkungan, salah satu jenis dari izin perlindungan

dan pengelolaan lingkungan adalah izin pembuangan limbah cair (IPLC).18

Izin pembuangan limbah cair adalah pembuangan limbah ke sumber air yang

disediakan Pemerintah Daerah atau sumber air yang berada di bawah pengawasan

Pemerintah Daerah. Izin ini sesungguhnya mutlak adanya bagi setiap usaha atau

perusahaan yang aktivitasnya menimbulkan limbah cair. Dengan tiadanya izin ini,

maka membuang limbah langsung ke sungai adalah perbuatan melanggar hukum

dan dapat dikenai sanksi.19

Penggunaan izin sebagai instrumen pengawasan ditunjukkan dengan

pemberian izin-izin tertentu bagi aktivitas masyarakat. Berbagai persyaratan-

persyaratan dalam pengurusan izin merupakan pengendali dalam memfungsikan

izin itu sebagai alat untuk mengawasi aktivitas masyarakat, dan perbuatan

yang dimintakan izin adalah perbuatan yang memerlukan pengawasan khusus.

Pengawasan dibutuhkan sebagai perlindungan hukum bagi warga negara

terhadap dampak dari penerbitan keputusan tata usaha negara. Pemerintah

17 Lihat Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

18 Bandingkan Penjelasan Pasal 48 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

19 Muhammad Subhi, Perizinan Pembuangan Limbah Cair Kegiatan Industri Dalam Hubungannya Dengan Pengendalian Pencemaran Air (Studi Di Kabupaten Ketapang), Jurnal Universitas Tanjungpura, Vol. 2 No. 2 Tahun 2012, hlm. 10.

Page 125: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

116

menjalankan pemerintahan melalui pengambilan keputusan pemerintahan yang

bersifat strategis, policy atau ketentuan-ketentauan umum melalui tindakan-

tindakan pemerintahan yang bersifat menegakkan ketertiban umum, hukum,

wibawa negara, dan kekuasaan negara.

Dalam UU 32/2009 terdapat asas-asas yang berkaitan dengan kasus yang

akan dibahas, antara lain ialah asas tanggungjawab negara; asas kelestarian dan

keberlanjutan; asas kehati-hatian; asas partisipatif; serta asas tata kelola pemerintah

yang baik. Asas-asas ini seharusnya diperhatikan oleh pemberi izin sebelum

mengeluarkan izin (dalam hal ini Bupati Sumedang). Selain asas ini, terdapat pula

pengaturan mengenai apa yang harus dilakukan oleh pemberi izin apabila hasil

analisis daya tampung beban pencemaran air melewati batas.

“Bupati/walikota wajib menolak permohonan izin yang diajukan

penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan apabila berdasarkan hasil

analisis penetapan daya tampung beban pencemaran air menunjukkan

bahwa rencana lokasi usaha dan/atau kegiatan yang diajukan merupakan

faktor penyebab terlewatinya daya tampung beban pencemaran air.”20

2.2. Pengendalian Pencemaran Lingkungan Melalui Baku Mutu Lingkungan

Masalah lingkungan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,

berbeda dengan masalah lingkungan di negara maju atau negara industri. Masalah

lingkungan di negara maju disebabkan oleh pencemaran sebagai akibat sampingan

yang menggunakan banyak energi, teknologi maju yang boros energi pada

industri, kegiatan transportasi dan komunikasi serta kegiatan-kegiatan ekonomi

lainnya. Masalah lingkungan di Indonesia terutama berakar pada keterbelakangan

pembangunan. Karena itu, apabila negara industri mempunyai pandangan

yang kuat untuk mengatasi masalah lingkungan dengan tidak meningkatkan

pembangunan, lazim dikenal dengan pertumbuhan nol (zero growth), bagi

Indonesia justru untuk mengatasi masalah lingkungan diperlukan pertumbuhan

ekonomi dengan meningkatkan pembangunan nasional.21

20 Pasal 12 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air

21 M Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, (Alumni, Bandung, 2001), hlm. 18

NADIA ASTRIANI dan YULINDA ADHARANI

Page 126: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

117

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas ataupun kualitas tidak

merata, sedangkan kegiatan pembangunan membutuhkan sumber daya alam yang

semakin meningkat. Kegiatan pembangunan juga mengandung risiko terjadinya

pencemaran dan kerusakan lingkungan. Kondisi ini dapat mengakibatkan daya

dukung, daya tampung, dan produktivitas lingkungan hidup menurun yang pada

akhirnya menjadi beban sosial.

Dalam hukum lingkungan terdapat instrumen penaatan, instrumen penaatan

ini penting karena dapat mencegah pencemaran dan dapat membuat perusahaan

taat terhadap hukum lingkungan. Tujuan penaatan hukum lingkungan adalah

mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan dengan menerapkan

persyaratan lingkungan terhadap kegiatan usaha dan/atau perorangan.22 Dalam

UU 32/2009 dijelaskan mengenai instrumen penaatan hukum lingkungan, salah

satunya adalah baku mutu lingkungan.23

Berkaitan dengan kasus yang akan dibahas, instrumen penaatan yang

digunakan ialah baku mutu lingkungan karena dalam mengeluarkan IPLC,

pemberi izin harus melihat kelas air24, daya tampung beban pencemaran air25,

baku mutu ambien, serta baku mutu effluent dari sungai yang akan menampung

beban limbah tersebut agar kualitas airnya tetap terjaga. Penentuan terjadinya

pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.

Baku mutu lingkungan hidup adalah “ukuran batas atau kadar makhluk hidup,

zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar

yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur

lingkungan hidup.”26 Sedangkan baku mutu air adalah “ukuran batas atau kadar

22 Nadia Astriani, Instrumen Ekonomi dalam Perspektif Penaatan Hukum Lingkungan, dalam Prosiding Perkembangan Hukum Lingkungan Kini dan Masa Depan, (LoGoz Publishing: Bandung 2013), hlm. 511.

23 Lihat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

24 Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu(Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air)

25 Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar (Pasal 1 angka13 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air)

26 Lihat Pasal 1 Angka 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Page 127: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

118

makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau

unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.”27

Baku mutu lingkungan merupakan instrumen teknis untuk menentukan

terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat pelaksanaan suatu izin usaha dan/

atau kegiatan. Agar lingkungan hidup mampu mendukung kegiatan pembangunan

yang berkesinambungan, usaha untuk memelihara dan mengembangkan mutu

lingkungan hidup Indonesia penting.28

Baku mutu air bukan hanya merupakan salah satu instrumen penaatan

lingkungan, tetapi baku mutu air juga dapat menjadi instrumen pengelolaan

lingkungan. Hal ini dikarenakan dengan ditetapkannya baku mutu air pada

sumber air dan memperhatikan kondisi airnya, akan dapat dihitung berapa beban

zat pencemar yang dapat ditenggang adanya oleh air penerima sehingga air dapat

tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Beban pencemaran ini merupakan

daya tampung beban pencemaran bagi air penerima yang telah ditetapkan

peruntukannya.29

Terdapat syarat administrasi dan syarat teknis dalam pengajuan permohonan

IPLC, syarat administrasi yang dimaksud adalah formulir izin; izin yang berkaitan

dengan usaha/kegiatan; serta dokumen AMDAL/UKL-UPL/dokumen lain yang

dipersamakan.30 Sedangkan yang dimaksud syarat teknis ialah upaya pencegahan

pencemaran, minimisasi air limbah, serta efisiensi energi dan sumberdaya yang

harus dilakukan oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang berkaitan

dengan pengelolaan air limbah; dan kajian dampak pembuangan air limbah

terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman, kualitas tanah dan air tanah,

serta kesehatan masyarakat.31

27 Penjelasan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

28 M Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, (Alumni Bandung 2001), hlm. 116

29 Lihat Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

30 Bandingkan Pasal 23 ayat (1) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air

31 Lihat Pasal 23 ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air

NADIA ASTRIANI dan YULINDA ADHARANI

Page 128: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

119

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

III. Pembahasan

Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup

serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan

hidup. Untuk dapat melakukan kegiatan yang kemungkinan berpengaruh

terhadap lingkungan hidup tersebut, maka seseorang atau suatu badan hukum

harus memiliki izin. Izin tersebut akan diawasi oleh pemberi izin dalam upaya

menjaga kelestarian fungsi lingkungan.32

Melalui instrumen izin, maka pemerintah (dalam kasus ini Pemerintah

Kabupaten Sumedang) dapat membatasi aktivitas yang berpengaruh pada

lingkugan hidup agar tidak terjadi kerusakan atau menimbulkan bahaya pada

lingkungan atau masyarakat sekitar. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi

sebagai pengarah, untuk mengarahkan tingkah laku warga. Perizinan juga

memiliki fungsi pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan. Izin

dikeluarkan oleh penguasa sebagai instrumen untuk mempengaruhi hubungan

dengan para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna mencapai

tujuan yang konkret.33

Dalam UU 32/2009, asas yang dianut adalah asas otonomi daerah. Asas ini

memberikan dasar bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.34

Kasus yang diangkat oleh penulis dalam tulisan ini adalah kasus pembuangan

limbah cair ke Sungai Cikijing. Sungai Cikijing merupakan sungai yang melintasi 2

kabupaten yaitu, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung, Sungai Cikijing

pada awalnya merupakan sungai alami yang berfungsi sebagai irigasi sawah di dua

32 Bandingkan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup

33 Santi H D Adikancana, Tinjauan Yuridis Kewenangan Pemerintah dalam Hal Penegakan Hukum Lingkungan dan Penerapan Sanksi Administratif, dalam Prosiding Perkembangan Hukum Lingkungan Kini dan Masa Depan, (LoGoz Publishing: Bandung 2013), hlm. 490.

34 Lihat Pasal 1 huruf n Penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Page 129: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

120

kabupaten tersebut serta perairan bagi perikanan, peternakan dan perkebunan.35

Sungai Cikijing yang berada di Kabupaten Bandung, melewati 4 desa, yaitu Desa

Jelegong, Desa Linggar, Desa Sukamulya dan Desa Bojong Loa, di mana keempat

Desa tersebut adalah Kawasan Pertanian Lahan Basah dan Kawasan Pemukiman.36

Sungai Cikijing juga sering dipakai oleh para petani dan peternak di keempat desa

tersebut untuk mengairi sawahnya dan menghidupi hewan ternaknya, namun dari

tahun 1994–2000 para petani dan peternak mengalami kerugian, hingga di tahun

2000 hingga sekarang banyak petani yang gulung tikar, dan tidak sedikit petani

yang enggan menyewa lahan atau memakai lahannya untuk bertani kembali,

begitu pula para peternak. Menurut data yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan

Kehutanan Kabupaten Bandung, Hingga tahun 2009 lahan sawah yang tercemar

limbah industri di Desa Linggar, Sukamulya, Jelegong, dan Bojongloa seluas 415 Ha

atau 42,2% dari total baku lahan sawah (983 Ha) di keempat desa tersebut dengan

hasil sekitar 0,50 – 0,60 ton GK/H, sehingga penurunan produktivitas lahan sawah

dari 1993 hingga 2009 pada 4 desa tersebut merosot hingga 91,17 %.37

35 Lihat Bagian D. dalam Pokok Sengketa Gugatan dalam berkas perkara Nomor 178/G/2015/PTUN Bandung

36 Lihat Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No 3 Tahun 2008 tentang RTRW Kabupaten Bandung 2007 – 2027,

37 BPLHD Jabar, Pengantar Diskusi (FGD) Bedah Kasus Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung: “Meretas Jalan Panjang Menggapai Kebenaran dan Keadilan”, http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/layanan/k2-categories-2/item/41-pengantar-diskusi-fgd-bedah-kasus-pencemaran-dan-atau-kerusakan-lingkungan, diakses pada tanggal 28 Maret 2016 Pk. 14.00 WIB

NADIA ASTRIANI dan YULINDA ADHARANI

Page 130: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

121

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Gambar 1. Peta Sungai Cikijing (Sumber: Google Earth, 2016)

Masing-masing surat Keputusan Bupati Sumedang38 menimbulkan akibat

hukum bagi PT. Kahatex, PT Five Star Textile Indonesia dan PT Insan Sandang

Internusa sehingga dapat membuang limbah cair ke Sungai Cikijing di Desa

Cisempur dan Desa Cintamulya, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang.

Atas dasar Surat Keputusan itulah Koalisi Melawan Limbah yang terdiri dari

Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat (WALHI Jabar), Lembaga Bantuan Hukum

(LBH) Bandung, dan Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (PAWAPELING)

menggugat penerbitan Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) ke Sungai Cikijing

ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung dengan berkas perkara bernomor

178/G/2015/PTUN Bandung. Koalisi Melawan Limbah beranggapan bahwa

Sungai Cikijing telah tercemar dan seharusnya Bupati Sumedang tidak menerbitkan

38 Surat Keputusan Bupati Sumedang Nomor 660.31/Kep.509-IPLC/2014 tentang IPLC ke Sungai Cikijing bagi PT Kahatex tertanggal 7 Juli 2014, Surat Keputusan Bupati Sumedang Nomor 660.31/Kep.784-IPLC/2014 tentang IPLC bagi PT Five Star Texile Indonesia tertanggal 30 Januari 2014, dan Surat Keputusan Bupati Sumedang Nomor 660.31/Kep.198-IPLC/2013 tentang IPLC ke Sungai Cikijing kepada PT. Insan Sandang Internusa.

PT . K AHAT EX

PT . FIV EST AR

K AWASAN DWIPAPURI

PT . INSAN SANDANG

Aliran Sungai Cikijing

Page 131: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

122

Izin Pembuangan Limbah Cair ke Sungai Cikijing. Hal ini dapat dilihat dari hasil

uji baku mutu air permukaan sungai Cikijing di bawah ini.

Hasil Uji Baku Mutu Air Permukaan Sungai Cikijing Tahun 2013

NO PARAMETER SAT Bulan Februari

Bulan Agustus

Bulan Desember

BAKUMUTU

METODE/STANDAR

Parameter Fisika

1 Temperatur 0C 30,2 27,4 34,2 deviasi 3 SNI 06 6989.23-2005

2 TDS (Residu Terlarut) mg/L 1187 2093 2707 1000 SNI 06-6989.27-2005

3 TSS (Residu Tersuspensi) mg/L 229 280 56 50 SNI 06-6989.3-2004

4 DHL µS/cm 1,760 3,050 4,15 - Metoda TOA DKK

Parameter Kimia

1 Ph - 7,50 7,63 7,72 6 - 9 SNI 06 6989.11-2004

2 BOD5 mg/L 26 171 109 3 SNI 06-2503-1991

3 COD mg/L 78 268 270 25 HACH Method 8000

4 DO*) mg/L 3,5 5,7 1,9 > 4 Metoda TOA DKK

5 Phosphat (PO4

3--P) mg/L 0,08 0,63 0,49 0,2 APPA AWWA 4500

6 Nitrat (NO3-N) mg/L < 0,2 8,4 35 10 HACH Method 8171

7 Kadmium (Cd) mg/L < 0,01 < 0,01 < 0,01 0,01 SNI 06-6989.16-2004

8Krom Heksavalen (Cr+6)

mg/L < 0,016 < 0,016 0,03 0,05 APPA AWWA

9 Tembaga (Cu) mg/L < 0,07 < 0,07 < 0,07 0,02 SNI 06-6989.6-2004

10 Timbal (Pb) mg/L < 0,35 <0,35 <0,35 0,03 SNI 06-6989.8-2004

11 Seng (Zn) mg/L 0,1155 0,1059 0,0864 0,05 SNI 06-6989.7-2004

12 Sianida (CN-) mg/L 0,011 0,012 < 0,008 0,02 HACH Method 8027

13 Fluorida (F-) mg/L 0,3 0,58 0,76 1,5 HACH Method 8029

14 Nitrit (NO2-N) mg/L 0,02 0,2 0,150 0,06 HACH Method 8507

15 Klorin Bebas (Cl2)

mg/L 0,11 0,17 < 0,02 0,03 HACH Method 8021

Parameter Mikrobiologi

1 Total Coliform Jml/0,1L 395 380 53000 5000 SNI 06-6858-2002

NADIA ASTRIANI dan YULINDA ADHARANI

Page 132: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

123

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Kimia Organik

1 Detergen mg/L 0,082 0,039 0,058 0,2 HACH Method 8028

2 Fenol mg/L 0,0270 0,0961 0,0530 0,001 JIS K 0102 : 1998, 28

NO PARAMETER SAT Bulan Mei Bulan September

Parameter Fisika

1 Temperatur 0C 31,2 29,8

2 TDS (Residu Terlarut) mg/L 540 2910

3 TSS (Residu Tersuspensi) mg/L 58 48

Parameter Kimia

1 pH - 7,17 8,23

2 BOD5 mg/L 6 152

3 COD mg/L 32 335

4 DO*) mg/L 1,0 0,0

5Phosphat

(PO43--P)

mg/L 0,14 1,36

6 Nitrat (NO3-N) mg/L 2,1 3,5

7 Kadmium (Cd) mg/L < 0,01 < 0,004

8Krom Heksavalen (Cr+6)

mg/L 0,03 0,03

9 Tembaga (Cu) mg/L < 0,07 0,0710

10 Timbal (Pb) mg/L <0,35 < 0,09

11 Seng (Zn) mg/L 0,0833 < 0,06

12 Sianida (CN-) mg/L 0,16 0,05

13 Fluorida (F-) mg/L 0,37 0,28

14 Nitrit (NO2-N) mg/L 0,173 3,4

15 Klorin Bebas (Cl2)

mg/L 0,10 0,33

Parameter Mikrobiologi

1 Fecal Coliform Jml/0,1L 50000 1240000

2 Total Coliform Jml/0,1L 290000 2600000

Kimia Organik

1 Detergen mg/L 0,039 0,28

2 Fenol mg/L 0,0527 0,1357

Page 133: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

124

Hasil Uji Baku Mutu Air Permukaan Sungai Cikijing Tahun 2014

Keterangan :

• Baku Mutu yang digunakan adalah Baku Mutu Air Kelas II PP 82

tahun 2001

• tt : Tidak Tertentu

• tanda Parameter melebihi Baku Mutu

Gambar 2. Hasil Uji Baku Mutu Air Permukaan Sungai Cikijing Tahun 2013 dan 2014 (Sumber: BPLHD Jawa Barat, 2016)

Berdasarkan hasil uji baku mutu air permukaan Sungai Cikijing tahun 2013

dan 2014 di atas, kriteria pencemar seperti (TSS) (TDS) (BOD) dan (COD) melebihi

baku mutu, selain itu fisik dari airnya pun keruh, berwarna cokelat hingga hitam

dan berbau. Menurut Hasil/Laporan Valuasi Ekonomi Dampak Pencemaran

di Kawasan Industri Rancaekek dari Tim Peneliti UNPAD tahun 2015, dengan

menggunakan pendekatan Total Economic Valuation (tanpa mengikutsertakan

biaya abai baku mutu) maka nilai ekonomi total dari pencemaran di wilayah 4

Desa tersebut adalah sebesar Rp. 11.385.116.564.664,- (Sebelas triliun tiga ratus

delapan puluh lima milyar seratus enam belas juta lima ratus enam puluh empat

ribu enam ratus enam puluh empat rupiah).39

Walaupun Sungai Cikijing telah tercemar, tetapi Bupati Sumedang masih

menerbitkan izin kepada PT Kahatex, PT Insan Sandang Internusa dan PT Five Star

Textile Indonesia untuk membuang limbahnya ke Sungai Cikijing. Jangka waktu

Izin Pembuangan Limbah Cair tersebut, Izin Pembuangan Limbah berjangka

waktu 5 tahun dan pemegang izin harus melakukan daftar ulang per 1 tahun

sekali.40 Selama beroperasi, ketiga perusahaan ini telah mendapatkan teguran,

sanksi administrasi, pelaporan dari masyarakat, sanksi membayar ganti rugi

terhadap masyarakat bahkan salah satu dari ketiga perusahaan tersebut pernah

diberikan sanksi pidana karena tidak dioperasikannya IPAL, pembuangan limbah

secara langsung dan pembuangan limbah yang melebihi baku mutu air limbah.41

39 BPLHD Jabar, Loc. Cit

40 LihatPasal 11 Keputusan Bupati Sumedang No. 26 Tahun 2013 tentang Izin Pembuangan Limbah Cair

41 Hasil Wawancara dengan Dhanur Santiko, Tim Kuasa Hukum Koalisi Melawan Limbah, LBH Bandung, 13 April 2016

NADIA ASTRIANI dan YULINDA ADHARANI

Page 134: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

125

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Berdasarkan yang telah diuraikan di atas, maka dalam penerbitan izin

lingkungan Pejabat (dalam kasus ini Bupati Sumedang) harus mempertimbangkan

berbagai asas yang termuat dalam pasal 2 UU 32/2009, yaitu di antaranya42 :

1. Asas tanggung jawab negara:

a. negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan

manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup

rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan;

b. negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan

sehat;

c. negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam

yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

Apabila dikaitkan dengan kasus ini, asas tanggung jawab negara menjelaskan

tentang kewajiban-kewajiban pemerintah daerah (dalam kasus ini Bupati

Sumedang) termasuk di dalamnya pengawasan dan penegakkan hukum yang

dilakukan demi pelestarian fungsi lingkungan. Dalam kasus ini, pemerintah

telah lalai dalam melakukan pengawasan terhadap pembuangan limbah cair

yang dilakukan oleh 3 perusahaan tersebut (dalam izin sebelumnya) sehingga

IPLC dianggap layak untuk dikeluarkan.43

2. Asas kelestarian dan keberlanjutan, yaitu bahwa setiap orang memikul

kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap

sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya

dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup;

Berkaitan dengan kasus, asas kelestarian dan keberlanjutan menjelaskan

bahwa dalam menerbitkan kebijakan, pemerintah (dalam kasus ini Bupati

Sumedang) harus memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan dari

lingkungan sekitarnya. Dengan dikeluarkannya IPLC oleh Bupati Sumedang,

secara langsung yang bersangkutan tidak memperhatikan kelestarian dan

keberlanjutan dari Sungai Cikijing dan lingkungan di sekitarnya.

42 Lihat Pasal 2 Penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

43 Bandingkan Bagian D. dalam Pokok Sengketa Gugatan dalam berkas perkara Nomor 178/G/2015/PTUN Bandung

Page 135: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

126

3. Asas kehati-hatian, yaitu bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu

usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan

dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah

meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup;

Pemerintah harus mengedepankan asas ini untuk menghindari ancaman

terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Dalam kasus

yang dibahas, Bupati Sumedang tidak mengedepankan asas ini karena telah

mengeluarkan IPLC. Hal ini juga diperkuat oleh Pertimbangan Hakim dalam

Putusan Perkara Nomor 178/G/2015/PTUN Bandung yang menyatakan

bahwa Bupati Sumedang tidak memperhatikan Asas Kehati-Hatian karena

telah memberikan IPLC yang limbahnya dibuang ke sungai yang bukan

hanya akan tercemar akan tetapi sudah tercemar.

4. Asas partisipatif, yaitu bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk

berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung

maupun tidak langsung;

Asas partisipatif ini menjadi penting, khususnya dalam kasus Sungai

Cikijing, adalah salah satu contoh nyata dimana pengambilan keputusan

tidak melibatkan masyarakat terdampak maupun masyarakat berpotensi

terdampak, maka dari itu masyarakat menggugat IPLC tersebut.

5. Asas tata kelola pemerintahan yang baik, yaitu bahwa perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi,

akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan;

Dalam hal ini, kebijakan tidak boleh meniadakan aspek kehidupan sosial,

ekonomi masyarakat dan lingkungan. Kebijakan harus lahir dari sebuah

usulan dan kepentingan sosial ekonomi dan lingkungan. Bupati Sumedang

tidak memperhatikan asas ini dalam mengeluarkan IPLC, hal ini terlihat dari

cacatnya IPLC karena tidak disertai salah satu kajian dalam syarat teknis.

Kasus gugatan tata usaha negara ini memberikan gambaran bahwa

pengembangan ekonomi (investasi) tidak sejalan dengan perlindungan

NADIA ASTRIANI dan YULINDA ADHARANI

Page 136: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

127

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

lingkungan. Ketiga perusahaan memberikan sumbangan yang signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Sehingga pengawasan terhadap

ketiga perusahaan tersebut cenderung longgar. Kontribusi ekonomi yang besar

dari kehadiran ketiga perusahaan tersebut juga menyebabkan ketiga perusahaan

mendapatkan prioritas dan kemudahan dalam mengurus perizinan. Akibatnya

dampak negatif terhadap lingkungan cenderung terabaikan.

Pemerintah memiliki tanggung jawab mengelola lingkungan dan mencegah

pencemaran terhadap lingkungan. Tindakan Pemerintah Kabupaten Sumedang

memberikan izin pembuangan limbah cair ke dalam sungai yang telah tercemar,

menunjukkan Pemerintah Kabupaten Sumedang tidak memegang fungsi izin

sebagai pengendalian pencemaran, sebaliknya hanya melihat fungsi budgeter dari

izin tersebut. Dalam memberikan izin, Pemerintah Kabupaten Sumedang hanya

memperhatikan syarat-syarat admnistrasi dari pengajuan izin tanpa memperhatikan

syarat teknis dari izin tersebut.44 Sehingga fungsi izin sebagai pengendalian tidak

dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Sumedang. Lebih lanjut, pemberian izin ini

menunjukkan Pemerintah Kabupaten Sumedang melupakan tanggung jawabnya

terhadap perlindungan lingkungan, dengan membiarkan pencemaran lingkungan

terus-menerus dilakukan. Artinya Pemerintah Kabupaten Sumedang telah lalai

dalam menjalankan tanggung jawabnya mengelola lingkungan dan menyediakan

lingkungan yang sehat bagi masyarakat.

Dalam putusan kasus, Majelis Hakim PTUN Bandung bukan hanya memutus

pokok perkara membatalkan sekaligus memerintahkan Bupati Sumedang untuk

mencabut Surat Keputusan Bupati Sumedang Nomor 660.31/Kep.509-IPLC/2014

tentang Izin Pembuangan Limbah Cair Ke Sungai Cikijing di Desa Sempur

Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang Kepada PT. Kahatex tertanggal 7

Juli 2014, Surat Keputusan Bupati Sumedang Nomor 660.31/Kep.784-IPLC/2014

tentang Izin tentang Izin Pembuangan Limbah Cair Ke Sungai Cikijing di Desa

Cintamulya Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang Kepada PT. Five Star

Texile Indonesia tertanggal 30 Januari 2014, Surat Keputusan Bupati Sumedang

44 Hal ini diperkuat oleh pertimbangan hakim dalam Putusan Berkas Perkara Nomor 178/G/2015/PTUN Bandung yang menyatakan bahwa IPLC tidak memenuhi syarat penerbitan karena tidak disertainya salah satu kajian dalam syarat teknis, serta Bupati Sumedang tidak memperhatikan Asas Kehati-Hatian karena telah memberikan IPLC yang limbahnya dibuang ke sungai yang bukan hanya akan tercemar akan tetapi sudah tercemar.

Page 137: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

128

Nomor 660.31/Kep.198-IPLC/2013 tentang Izin tentang Izin Pembuangan Limbah

Cair Ke Sungai Cikijing di Desa Cintamulya Kecamatan Jatinangor Kabupaten

Sumedang Kepada PT. Insan Sandang Internusa. Lebih dari itu Pengadilan Tata

Usaha Negara Bandung melalui Penetapan Majelis Hakim Nomor 178/G/2015/

PTUN-BDG tanggal 24 Mei 2016 meyatakan penundaan pelaksaan Keputusan

Bupati Sumedang terkait Izin Pembuangan Limbah Cair PT Kahatex, PT Five Star

Texile dan PT Insan Sandang Internusa.45 Salah satu pertimbangan Majelis Hakim

menganggap bahwa SK yang dikeluarkan oleh Bupati Sumedang tentang IPLC

menyalahi aturan hukum dan tidak memperhatikan aspek kehati-hatian sebagai

pejabat publik. Walaupun izin yang dikeluarkan oleh Bupati Sumedang disertai

dengan dokumen lingkungan hidup, tetapi dalam dokumen lingkungan hidup

tersebut tidak disertai dengan kajian tersendiri tentang dampak pembuangan

limbah cair terhadap ikan, hewan, tanah dan kesehatan masyarakat.46 Oleh karena

tidak ada kajian seperti disebutkan di atas, maka tidak dapat dievaluasi beban

pembuangan air limbah ke Sungai Cikijing. Hakim memeriksa ex-tum fakta-fakta

yang terungkap di persidangan termasuk bukti tertulis, dan juga melakukan

pemeriksaan setempat di Sungai Cikijing diperoleh fakta bahwa kandungan bahan

pencemar Sungai Cikijing telah melampaui baku mutu pencemaran air.

IV. Simpulan dan Rekomendasi

Kasus ini menunjukkan bahwa fungsi izin sebagai pengendali kegiatan

di Indonesia pada kenyataannya masih jauh dari yang diharapkan. Langkah

besar yang harus ditempuh oleh Pemerintah Indonesia dalam mewujudkannya

adalah membangun kesadaran dari seluruh aparat pengambil keputusan untuk

menyadari akibat jangka panjang dari pemberian izin terhadap lingkungan, dalam

kasus ini Sungai Cikijing yang telah tercemar menjadi korban dari pemberian Izin

Pembuangan Limbah Cair oleh Bupati Sumedang terhadap PT. Kahatex, PT.Five

Star Textil dan PT. Insan Sandang Internusa. Tidak hanya itu, Pemerintah juga harus

melakukan pengawasan kepada perusahaan-perusahaan yang telah diberikan

45 Muhnur Satyahaprabu, Press ReleasePTUN Bandung Cabut 3 Izin Pembuangan Limbah Cair, Bandung 24 Mei 2016.

46 Lihat Syarat Teknis Izin dalam Pasal 23 ayat (2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air

NADIA ASTRIANI dan YULINDA ADHARANI

Page 138: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

129

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

izinnya, karena itu merupakan kewajiban pemerintah dalam rangka melindungi

dan mengelola lingkungan hidup.

Dalam setiap pengambilan keputusan atau kebijakan, pemerintah harus

mengedepankan asas kehati-hatian untuk menghindari ancaman terhadap

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pada kasus ini, Bupati

Sumedang sebelum mengeluarkan IPLC seharusnya menerapkan asas kehati-

hatian. Selain itu, perlu dilakukan pengawasan ketat atas terbitnya izin

pembuangan limbah cair, apalagi limbah cair yang berasal dari wilayah-wilayah

hulu suatu kawasan. Pengawasan yang lemah mengakibatkan pencemaran

lingkungan sehingga instrumen izin tidak berfungsi sebagai pengendali kegiatan

yang berpotensi mencemari lingkungan. Tulisan ini diharapkan menjadi masukan

bagi pengambil kebijakan khususnya pemberi izin dalam menilai permohonan izin

yang diajukan, sehingga fungsi izin sebagai pengendali pencemaran lingkungan

dapat diterapkan secara optimal.

Page 139: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

130

DAFTAR PUSTAKA

Adikancana, Santi H D. Tinjauan Yuridis Kewenangan Pemerintah dalam Hal

Penegakan Hukum Lingkungan dan Penerapan Sanksi Administratif, dalam

Prosiding Perkembangan Hukum Lingkungan Kini dan Masa Depan, LoGoz

Publishing: Bandung 2013.

Astriani, Nadia. Instrumen Ekonomi dalam Perspektif Penaatan Hukum Lingkungan,

dalam Prosiding Perkembangan Hukum Lingkungan Kini dan Masa Depan,

LoGoz Publishing: Bandung 2013

BPLHD Jabar, Pengantar Diskusi (FGD) Bedah Kasus Pencemaran dan/atau Kerusakan

Lingkungan di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung: “Meretas Jalan Panjang

Menggapai Kebenaran dan Keadilan”, http://www.bplhdjabar.go.id/index.

php/layanan/k2-categories-2/item/41-pengantar-diskusi-fgd-bedah-kasus-

pencemaran-dan-atau-kerusakan-lingkungan, diakses pada tanggal 28 Maret

2016.

Danusaputro, Munadjat. 1980. “Hukum Lingkungan, Buku 1 : Umum”. Bandung:

Binacipta.

Hardjasoemantri, Koesnadi. 1998. “Hukum Tata Lingkungan”. Edisi kedelapan

Cetakan kesembilan belas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Helmi, 2012, “Hukum Perizinan Lingkungan Hidup”, Jakarta: Sinar Grafika.

Indonesia. Keputusan Bupati Sumedang No 26 tahun 2013 tentang Izin Pembuangan

Limbah Cair.

Indonesia. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No 3 Tahun 2008 tentang RTRW

Kabupaten Bandung 2007 – 2027

Indonesia. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata

Laksana Pengendalian Pencemaran Air

Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas

Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

NADIA ASTRIANI dan YULINDA ADHARANI

Page 140: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

131

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Indonesia. Putusan Hakim dalam Berkas Perkara 178/G/2015/PTUN Bandung

Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

M. Hadjon, Philipus. 1993. “Pengantar Hukum Perizinan”. Surabaya: Yuridika

Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. “Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan’. Jakarta:

Grasindo.

Rangkuti, Siti Sundari. 1996. “Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan

Nasional”. Surabaya: Airlangga University Press.

Satyahaprabu, Muhnur. Press Release PTUN Bandung Cabut 3 Izin Pembuangan

Limbah Cair. Bandung 24 Mei 2016.

Silalahi, M Daud. 2001. “Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum

Lingkungan Indonesia. Bandung: Alumni.

Page 141: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

132

Page 142: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

133

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

kontribusi industri tekstil dalam Penggunaan

baHan berbaHaya dan beracun terHadaP

rusaknya sungai citarum

Oleh : Desriko Malayu Putra1

Abstrak

Indonesia merupakan Negara yang masuk dalam jajaran 10 besar pengekspor

pakaian terbesar dunia dan pada tahun 2011 Indonesia merupakan negara

pengekspor terbesar ke-11 di dunia. Indonesia adalah negara dengan ekonomi

yang paling besar di Asia Tenggara, dan sektor tekstil menyumbang 8,9 persen

total ekspor Indonesia pada 2010. Tulisan ini akan melihat bagaimana kontribusi

sektor industri tekstil terhadap rusaknya Sungai Citarum. Metodologi penulisan

ini munggunakan pendekatan yuridis normatif yang diperkuat oleh kasus kegiatan

industri yang letaknya bersebelahan dengan Sungai Citarum. Sungai Citarum

memiliki reputasi buruk sebagai sungai terkotor di dunia. Masalah kasat mata

berupa sampah dan limbah domestik memang terlihat parah. Tetapi limbah dari

bahan berbahaya dan beracun yang digunakan dalam industri tekstil merupakan

sumber besar dari pencemaran dengan konsekuensi jangka panjang yang lebih

serius, terutama di bagian hulu Sungai Citarum di mana terdapat 68 persen pabrik

tekstil.

Kata kunci : sungai citarum, pencemaran, industri tekstil

1 Penulis adalah aktivis lingkungan, pernah berafiliasi sebagai pengkampanye di Greenpeace Indonesia dan Deputi Direktur WALHI Sumatera Barat.

Page 143: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

134

Abstract

Indonesia is a country that is included in the top 10 of the world’s largest apparel

exporter and in 2011 Indonesia was the 11th biggest exporter in the world. Indonesia is

the country with the biggest economy in Southeast Asia, and the textile sector accounted

for 8.9 percent of Indonesia’s total exports in 2010. This article will look at how the textile

industry contributes to the destruction of the Citarum River. This paper will usenormative

juridical approach is reinforced by theindustry case located near Citarum River. The

Citarum River has bad reputation as the dirtiest river in the world. Visible problem of

garbage and domestic waste can be dismal. But hazardous waste and toxic use in the textile

industry is also a major source of pollution, especially in the upper Citarum where 68

percent of the industry establishment are textile factories.

Keywords : citarum river, polluting, textile industries

I. Pendahuluan

Indonesia merupakan Negara yang masuk dalam jajaran 10 besar pengekspor

pakaian terbesar dunia yang pada tahun 2011 merupakan negara pengekspor

garmen terbesar ke-11 di dunia. Indonesia adalah negara dengan ekonomi yang

paling besar di Asia Tenggara, dan sektor tekstil menyumbang 8,9 persen dari

total ekspor negara ini pada 2010.2 Tak bisa dipungkiri, perkembangan industri

tekstil di Indonesia sedang “naik daun” seiring dengan kemajuan gaya berpakaian

(fashion style) masyarakat. Lihat saja bagaimana desain baru pakaian berganti

cepat, baik dalam bentuk motif yang sangat beragam maupun gaya yang disajikan

yang menarik dan mencolok dan menjadi daya tarik tersendiri bagi kebutuhan

gaya generasi muda saat ini.

Di Indonesia, khususnya di provinsi Jawa Barat yang merupakan pusat tekstil

modern dan industri busana, banyak pabrik manufaktur beroperasi, misalnya di

kawasan Bandung. Keberadaan industri tekstil di daerah ini telah berkontribusi

pada pencemaran Sungai Citarum. Meski persoalan air limbah domestik yang

tidak dikelola dan sampah secara kasatmata terlihat parah, namun limbah industri

2 Business Vibes; Industry Insight (2013). Tekstile Industry in Indonesia, http://www.busiinessvibes.com/blog/industry-insight-textile-industry-indonesia, export in term of monetary value.

DESRIKO MALAYU PUTRA

Page 144: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

135

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

juga merupakan penyebab penting terhadap pencemaran sungai. Secara kuantitas

limbah industri diklaim lebih sedikit dibandingkan limbah domestik, tetapi

berdasarkan kajian air limbah industri lebih terkonsentrasi dan mengandung

banyak materi-materi berbahaya. Sebagai contoh, kajian pada tahun 2005

mengenai sumber-sumber pencemaran air di hulu Sungai Citarum3 menemukan

bahwa pencemaran sebagian besar disebabkan oleh aktivitas industri di bagian-

bagian hulu sungai. Pada saat itu lebih dari 800 pabrik tekstil beroperasi di

kawasan Majalaya dan sekitarnya, sebelah selatan Bandung4. Namun tidak dapat

dipungkiri bahwa pencemaran Sungai Citarum sudah berawal di bagian atas, di

dekat hulunya, sektor pertanian juga berkontribusi terutama dalam penggunaan

pestisida-pestisida yang persisten dan berbahaya seperti DDT (dichloro-diphenyl-

trichloroethane) yang di Indonesia telah dilarang penggunaannya beberapa tahun

yang lalu5 dan lindane6. Bukti pencemaran bahan kimia berbahaya mungkin tidak

terlalu kasat mata, tetapi dapat menimbulkan ancaman serius jangka panjang baik

bagi lingkungan maupun kesehatan manusia.

Sungai Citarum memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi,

tidak hanya bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya tetapi juga bagi mereka

yang tinggal ratusan kilometer nan jauhnya. Sungai Citarum merupakan sumber

pasokan air minum bagi penduduk Jawa Barat dan ibukota Jakarta. Daerah aliran

Sungai Citarum didominasi oleh sektor industri manufaktur seperti tekstil, kimia,

kertas, kulit, logam/elektroplating, farmasi, produk makanan dan minuman,

dan lainnya. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat (BPLHD

Jabar) telah mengkonfirmasi bahwa limbah industri jauh lebih intens dalam hal

konsentrasi dan mengandung bahan-bahan berbahaya. Sebanyak 48% industri

yang diamati, rata-rata pembuangan limbahnya 10 kali melampaui baku mutu

yang telah ditetapkan.7

3 Parikesit, Salim H, Triharyanto E, Gunawan B, Sunardi, Abdoellah OS & Ohtsuka R (2005). Multi-Source Water Pollution in the Upper Citarum Watershed, Indonesia, with Special Reference to its Spatiotemporal Variation. Environmental Sciences 12 3 (2005), 121-131, MYU Tokyo. http://122.249.91.209/myukk/free_journal/Download.php?fn=ES587_full.pdf

4 Ibid.

5 Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun

6 Parikesit et al (2005) op cit.

7 BPLHD Provinsi Jawa Barat. Status Lingkungan Hidup Daerah 2010.

Page 145: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

136

Kontaminasi bahan-bahan kimia berbahaya dan beracun industri dibuktikan

oleh sejumlah penelitian. Perhatian utama diberikan pada bahan kimia beracun

yang ditemukan di sungai, yaitu logam berat. Logam berat merupakan elemen

yang tidak dapat terurai (persisten) dan dapat terakumulasi melalui rantai

makanan (bioakumulasi), dengan efek jangka panjang yang merugikan pada

makhluk hidup8. Sebuah investigasi mengenai bioakumulasi mengungkapkan

bahwa logam berat seperti Kadmium (Cd), Tembaga (Cu), Nikel (Ni), dan Timbal (Pb)

ditemukan dalam kadar yang tinggi pada dua spesies ikan yang biasa dimakan,

Oreochromis nilotica dan Hampala macrolepidota9.

II. Berbagai produk : Dibuat di Indonesia untuk Dunia

Beberapa waktu belakangan terjadi peningkatan jumlah ekspor barang yang

mempunyai nilai tambah seperti jaket, celana panjang, gaun, dan busana resmi,

baik untuk pria maupun wanita dibanding dengan bahan-bahan dasar.10 Banyak

merk busana terkemuka dunia menggunakan Indonesia sebagai lokasi manufaktur

untuk menopang ekspor global mereka dan sekitar 61 persen garmen diekspor ke

pasar international.

Di Indonesia, tidak kurang dari 80 persen dari total industri manufaktur

terkonsentrasi di Pulau Jawa, seperti Bandung yang merupakan kawasan

dengan keberadaan pabrik manufaktur terbanyak (37 persen) dari total industri

manufaktur di Jawa Barat pada tahun 200711 , disamping itu Propinsi Jawa Barat juga

merupakan pusat tekstil modern dan industri busana di Indonesia. Kebanyakan

8 Terangna. 1991. Water Polution. The Course of The Environmental Impact Assessment.Instituteof Ecology. Padjajaran University

9 Greenpeace Asia Tenggara, Walhi Jawa Barat (2012), Bahan Beracun Lepas Kendali, Sebuah Potret Pencemaran Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun di Badan Sungai Serta Beberapa Titik Pembuangan Industri Tak Bertuan, Studi Kasus Sungai Citarum.http://www.greenpeace.org/seasia/id/PageFiles/469211/Full%20report%20_Bahan%20Beracun%20Lepas%20Kendali.pdf

10 Global Business Guide Indonesia (2013). Manufacturing Indonesia’s Garment and Apparel Sectorhttp://www.gbgindonesia.com/en/manufacturing/article/2012/indonesia_s_garment_and_apparel_sector.php

11 Wahyudi ST & Mohd Dan Jantan MD (2010). Regional Patterns of Manufacturing Industries: a Study of Manufacturing Industries in Java Region, Indonesia, Philippine Journal of Development Number 68, First Semester 2010, Volume XXXVII, No. 1, p.96 http://www3.pids.gov.ph/ris/pjd/pidspjd10-1indonesia.pdf

DESRIKO MALAYU PUTRA

Page 146: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

137

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

industri beroperasi di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Citarum. Banyaknya

berdiri pabrik-pabrik manufaktur di daerah ini tidak terlepas dari ketersediaan

lahan yang cukup, infrastruktur yang memadai, sumberdaya alam, dan kedekatan

jarak dengan Jakarta atau pusat bisnis.

Sekitar 60 persen dari total produsen atau perusahaan tekstil nasional

berada di Jawa Barat atau di sepanjang DAS Citarum.12 Pabrik tekstil di Sungai

Citarum juga paling mendominasi dibanding sektor lainnya, mewakili 46 persen

dari keseluruhan industri13. Penggunaan bahan kimia berbahaya dalam industri

tekstil khususnya dalam kegiatan pewarnaan tidak dapat “terhindari”. Industri

lebih memilih menggunakan pewarna berbahan kimia karena mudah didapatkan

dalam jumlah banyak di pasaran. Sementara pewarna alami dari tumbuhan

membutuhkan proses panjang dan rumit dalam mengekstraknya. Pewarna kimia

sintetis secara besar-besaran yang dikombinasikan dengan penggunaan bahan

kimia lainnya digunakan untuk mengantikan pewarna alami, dimana di antara

bahan-bahan yang digunakan tersebut mengandung bahan berbahaya beracun(B3)

di antaranya nonylphenol (NP) dan tributyl phosphate (TBP). Penggunaan bahan-

bahan kimia secara besar-besaran dalam proses produksi berbanding lurus dalam

terhadap limbah yang dihasilkan. Industri akan melakukan pengelolaan terhadap

limbah buangan tersebut namun dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh

banyak pihak di Sungai Citarum menemukan berbagai kandungan bahan kimia

yang digunakan oleh industri tekstil di Sungai Citarum turut berkontribusi pada

rusaknya Sungai Citarum14.

Sektor pewarnaan tekstil memiliki sejarah panjang di sepanjang aliran Sungai

Citarum. Nama Citarum berasal dari nama Tarum, tanaman ini dulunya tumbuh di

sepanjang Sungai Citarum. Dahulunya, tumbuhan ini digunakan sebagai pewarna

alami yang digunakan oleh para pembuat batik. Tanaman ini tidak serta merta

dapat langsung dijadikan sebagai pewarna, namun harus diekstrak terlebih dahulu

12 Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (2011). Citarum River Basin Status Map. http://www.citarum.org/upload/knowledge/document/Citarum_Basin_Status_Map_2011.pdf, diakses pada tanggal 25/2/2013

13 Greenpeace Asia Tenggara, Walhi Jawa Barat (2012)op cit.

14 Pencemaran Sungai Citarum Akibat Industri Manufaktur, Uploaded by Muhammad Habibi.https://www.academia.edu/7606825/PENCEMARAN_SUNGAI_CITARUM_AKIBAT_INDUSTRI_MANUFAKTUR

Page 147: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

138

dan memang membutuhkan waktu yang panjang dan sedikit sulit. Penggunaan

pewarna dari tanaman ini merupakan bagian dari budaya masyarakat di sekitar

Citarum. Namun, seiring dengan berjalannya waktu upaya penyelamatan atau

pengembangbiakan tanaman tidak dilakukan, dan kini tanaman Tarum tidak lagi

dapat ditemukan atau tumbuh di sepanjang aliran Sungai Citarum. Kondisi ini yang

kemudian menjadi salah satu pemicu bagi pembuat batik beralih menggunakan

pewarna sintetis.15

Greenpeace International pernah melakukan investigasi dan mengungkap

hubungan bisnis atau setidak-tidaknya berhubungan dengan bagian dari PT.Gistex

Group perusahan yang terasosiasi dengan pabrik yang melakukan pencemaran

(Divisi Tekstil PT. Gistex) di Indonesia dengan beberapa merk-merk fashion global.

Di antaranya adalah GAP Inc (yang memiliki merk Gap, Old Navy dan Banana

Republic), Marubeni Corporation, Brook Brother, Adidas Group dan H&M. Namun

Adidas Group dan H&M sedikit lebih maju dibanding yang lainnya dimana kedua

perusahaan ini telah membuka informasi kepada publik terkait dengan rantai

produksi global mereka,16 dan termasuk membuat data pencemaran yang mudah

diakses (melalui pemasok mereka) oleh publik secara online, seperti skema IPE17.

Keterbukaan informasi memiliki peranan penting dalam mengatasi

pencemaran bahan-bahan kimia berbahaya dari industri tekstil. Keterbukaan

informasi ini juga akan menjembatani kepentingan industri dengan berbagai

merk dalam komitmen perlindungan terhadap lingkungan. Hubungan yang erat

dan kuat antara pemasok dan merk-merk (Supply Chain) tentu akan membantu

terwujudnya sumber air yang aman dan bersih, termasuk dengan merk-merk yang

terhubung dengan industri tekstil yang beroperasi di sepanjang Sungai Citarum.

Selanjutnya konsumen juga berhak tahu mengenai praktik-praktik produksi yang

dilakukan oleh produsen, jenis dan bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan

produksi termasuk sistem pengelolaan limbah serta pembuangan limbah ke badan

air setelah melalui tahapan pengelolaan.

15 Wahyudi ST & Mohd Dan Jantan MD (2010), op cit.

16 Greenpeace International, Toxit Threads: Meracuni Surga, dipublis pada bulan April 2013

17 IPE, or the Institute of Public& Environmental Affairs, is anenvironmental NGO in China:http://www.ipe.org.cn/en/pollution/index.aspx

DESRIKO MALAYU PUTRA

Page 148: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

139

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Keindahan motif, warna dan model dari pakaian adalah pemikat bagi konsumen

untuk membeli dan memiliki dari berbagai model yang ditawarkan tersebut. Jika

tidak selektif dalam memilih dan mencari tahu mengenai proses produksinya

dapat dipastikan bahwa konsumen juga berkontribusi terhadap pencemaran

yang dilakukan oleh produsen dengan asumsi bahwa belum seluruhnya industri-

industri tekstil “ramah” terhadap lingkungan atau berkomitmen terhadap nol

buangan limbah bahan berbahaya dan beracun dalam produksinya.

Indahnya fashion tidak mesti harus mengorbankan lingkungan. Konsumen

bisa menggunakan pengaruh atau memainkan peran dalam mewujudkan masa

depan bebas limbah. Terutama terhadap merk-merk yang menjadi idola di pasaran.

Partisipasi publik dalam mendorong produsen untuk membersihkan rantai produk

mereka dari bahan berbahaya dan beracun sekaligus memastikan tidak ada lagi

bahan kimia berbahaya dalam pakaian yang kita gunakan. Dorongan itu bisa

saja datang lebih luas dari kalangan aktifis, perancang busana, pengamat, blogger

dan para pecinta busana. Konsumen adalah raja, pepatah ini diakui oleh kalangan

produsen dimana tidak dapat dipungkiri konsumen dapat memberikan pengaruh

dalam memainkan perananannya masing-masing.

III. Membuang Limbah di Sungai Citarum

Sungai Citarum merupakan sungai terbesar di Jawa Barat. Airnya bersumber

dari puncak gunung vulkanik di kawasan pesisir selatan jawa dan mengalir ke arah

barat laut sejauh 270 kilometer. Pada 200 kilometer pertama sungai mengalir melalui

dataran bergunung-gunung dan berbukit, kemudian melalui tiga bendungan dan

pada 70 kilometer berikutnya mengairi tanah dataran yang luas sebelum berakhir

di Laut Jawa di sebelah timur Jakarta.18 Karakter iklimnya dibagi dalam dua garis

besar musim: musim hujan pada November hingga April, dan selebihnya adalah

musim kering. Banjir adalah bagian yang biasa, terutama di musim penghujan.

Sungai Citarum memiliki peran penting di kawasan ini sebagai sumber air

bagi pertanian, rumah tangga, industri, dan sebagai asimilasi pencemaran. Sungai

Citarum juga menyediakan energi bagi tiga bendungan listrik tenaga air, dan

18 Fullazaky MA (2010). Water quality evaluation system to assess the status and the suitability. Environ Monit Assess (2010) 168:669-684. Also see Chapter 3.

Page 149: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

140

menurut laporan menyumbang hingga 20 persen pendapatan domestik kotor (gross

domestic product) Indonesia dari sektor manufaktur serta 80 persen permukaan

airnya, melalui kanal Tarum Barat, menyuplai sumber air minum Jakarta. Air dari

Sungai Citarum juga digunakan untuk irigasi ratusan ribu hektar lahan persawahan

dan lahan pertanian, serta menyuplai kebutuhan air minum bagi kota-kota besar

termasuk Bandung dan Jakarta. Hampir 40 juta orang bergantung pada Sungai

Citarum19,pada tahun 1984, Pemerintah mengidentifikasi Sungai Citarum sebagai

“sungai superprioritas”20.

Sebuah penelitian terhadap kualitas air sungai pada tahun 2010 menyimpulkan

bahwa Sungai Citarum secara umum berada dalam kualitas yang sangat

buruk menurut parameter polusi,21 kecuali di bagian sungai yang telah melalui

Bendungan Jatiluhur (karena telah mendapat efek pemurnian alami dari tiga

danau-danau buatan). Penelitian ini juga memperingatkan akan meningkatnya

degradasi kualitas air dari tahun ke tahun, akibat meningkatnya pasokan polusi

dari limbah industri serta limbah domestik yang tidak dikelola, terutama yang

terjadi di kawasan Bandung.

Pertumbuhan industri dan penduduk yang bermukim di tepi sungai

menjadikan Sungai Citarum sebagai tempat umum untuk membuang limbah

domestik dan limbah-limbah industri, dimana dalam beberapa kasus pembuangan

limbah akibat kegiatan industri tanpa melalui proses pengelolan sama sekali bahkan

untuk penanganan tingkat dasar sekalipun.22 Pada bulan Mei 2012, Greenpeace

Indonesia melakukan sampling air limbah yang dibuang oleh PT.Gistex di tiga

titik pembuangan (Outfall). Dari sampel itu terindentifikasi beragam bahan kimia

banyak di antaranya yang mengandung unsur berbahaya, ada yang merupakan

toksik bagi kehidupan akuatik dan bersifat persisten yaitu akan bertahan dalam

waktu lama pada saat dilepaskan ke lingkungan.23 Walau demikian, masalah air

19 Press Release, Melwan Lupa Citarum. http://www.sorgemagz.com/press-release-melawan-lupa-citarum/#.V1fxCJF97IU

20 Indonesia, Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri No.19/1984; Menteri Kehutanan No.059/1984 dan Menteri Pekerjaan Umum No.124/1984, Citarum adalah sungai prioritas super untuk Indonesia.

21 Fullazaky MA (2010) opcit.

22 Greenpeace International, Toxit Threads: Meracuni Surga (2013), op. cit

23 Brigden K, Labunska I, Santillo D &Wang M (2013). Organic chemicaland heavy metal contaminants in wastewaters discharged from two textilemanufacturing facilities in

DESRIKO MALAYU PUTRA

Page 150: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

141

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

limbah domestik yang tidak dikelola dan secara kasatmata memang keberadaan

sampah terlihat parah.Pembedanya bahwa limbah industri lebih terkonsentrasi

dan mengandung banyak materi-materi berbahaya. Bukti pencemaran bahan

kimia berbahaya mungkin tidak terlalu kasat mata, tetapi dapat menimbulkan

ancaman serius jangka panjang baik bagi lingkungan maupun kesehatan manusia.

Kajian pada tahun 2005 mengenai sumber-sumber pencemaran air dibagian

hulu Sungai Citarum24 menemukan bahwa level pencemaran sebagian besar

disebabkan oleh aktivitas industri di bawah hulu sungai. Secara jumlah, limbah

industri memang lebih sedikit jika dibandingkan dengan limbah domestik yang

beragam jenis dan bentuknya, tetapi berdasarkan kajian pemerintah air limbah

industri lebih terkonsentrasidan bersifat persisten dan dapat berada dalam sungai

dalam periode waktu lama setelah dibuang serta beberapa diantaranya mampu

berakumulasi di dalam tubuh makhluk hidup.25 Sementara pada penelitian pada

tahun 2009 menemukan konsentrasi logam berat tembaga, timah dan nikel di dalam

ikan secara umum meningkat di Sungai Citarum dari hulu ke hilir.26 Pencemaran

logam berat merupakan masalah serius yang juga harus segera ditangani, salah

satunya dengan melakukan identifikasi sumber pencemarannya. Dan tidak

tertutup kemungkinan logam berat tersebut berasal dari fasilitas-fasilitas dalam

industri tekstil dan berbagai industri lainnya di sepanjang Sungai Citarum. Kajian

di atas menunjukkan bahwa persoalan limbah bahan kimia dari sektor industri

belum ditangani dengan serius baik dalam bentuk penegakan hukum seperti

aspek penaatan melalui standar baku mutu yang ditetapkan oleh regulasi maupun

dalam bentuk kegiatan pemantauan berkala atau monitoring ilmiah.

Indonesia.http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-reports/Toxics-reports/Polluting-Paradise

24 Parikesit et al (2005) op cit.

25 BPLHD Provinsi Jawa Barat. Status Lingkungan Hidup Daerah 2010, op.cit

26 Roosmini D, Hadisantosa F, Salami IRS, Rachmawati S, (2009), Heavymetals level in Hypocarcus Pargalis as biomarker in upstream Citarum River,West Java, Indonesia, p31-36, in South East Asian Water Environment,2009 IWA Publishing. http://books.google.co.uk/books/about/Southeast_Asian_Water_Environment_3.html?id=6pahUcse7TcC

Page 151: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

142

IV. Mengungkap Bahan Kimia di Citarum

Pada tahun 2012, sebuah investigasi dilakukan oleh Greenpeace Asia

Tenggara bersama WALHI Jawa Barat, dibantu oleh Institute of Ecology, Universitas

Padjadjaran dan Lab. Afiliasi Kimia, Univesitas Indonesia, menelusuri dampak

polusi industri terhadap Sungai Citarum. Riset ini mengukur buangan limbah dan

kualitas air sungai di 10 lokasi, mulai dari sumber mata air yang asri, hingga hilir

sungai.27 Beberapa titik pembuangan limbah tak bertuan atau yang lazim dikenal

dengan sebutan “pipa siluman” bersama dengan air sungai dan sedimennya

dijadikan sampel. Sampel yang diuji adalah kandungan logam berat seperti Timbal

(Pb), Merkuri (Hg), Mangan (Mn), Ferrum (Fe), Krom (Cr), Seng (Zn), Cadmium (Cd)

dan lain-lain serta berbagai parameter polusi air pada umumnyadiantaranya

Biochemical oxygen demand (BOD), Chemical oxygen demand (COD), Total suspended

solids (TSS), Amonia Total (NH3-N), Sulfida dan Keasaman (pH) dan bahan kimia

organik berbahaya. Hasilnya menunjukkan keberadaan bahan kimia dalam sampel

limbah cair, termasuk logam berat seperti Merkuri, Kromium Heksavalen, Timbal dan

Cadmium. Sedimen sungai juga dianalisis dan hasilnya menunjukkan kandungan

Kromium, Tembaga dan Timbal yang cukup tinggi pada titik-titik sampling

tertentu.28 Berbagai bahan kimia organik berbahaya juga terdeteksi di sampel-

sampel limbah cair, di antaranya: Phthalates, termasuk DEHP, DiBP, DBP dan DEP,29

yang terdeteksi pada lima dari tujuh sampel limbah cair, serta BHT.30 Penelitian

ini mengingatkan kita betapa seriusnya masalah yang dihadapi Sungai Citarum.

Harus segera dilakukan evaluasi apakah regulasi saat ini cukup memadai dalam

mengatur persoalan limbah kimia yang jenisnya setiap waktu terus bertambah.

Begitu pula dengan dorongan dalam melakukan melakukan tindakan penegakan

hukum atas pencemaran yang terjadi.

Kandungan logam berat akan memberikan dampak signifikan terhadap

lingkungan dan kesehatan manusia. Misalkan saja Timbal (Pb) dapat menghambat

pembentukan homoglobin (sebabkan anemia), kerusakan sistem syaraf dan

27 Greenpeace Asia Tenggara, Walhi Jawa Barat (2012)op cit.

28 Ibid.

29 Bis(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP), Di-isobutyl phthalate (DiBP), Dibutyl phthalate (DBP), Diethyl phthalate (DEP)

30 2,6-bis (dimethyl ethyl-4 methyl) phenol, also known as butylated hydroxyltoluene (BHT)

DESRIKO MALAYU PUTRA

Page 152: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

143

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

bersifat karsinogenik. Paparan Mangan (Mn) melalui jalur kulit mengakibatkan

tremor, gangguan koordinasi dan tumor. Merkuri (Hg) bersifat racun dan akan

terakumulasi dalam ginjal, otak, hati dan janin. DiBP (Di-isobutyl phthalate)

menganggu kerja kelenjar endoktrin dan bersifat racun bagi kehidupan akuatik.31

Dan banyak kandungan lainnya yang memberikan dampak serius bagi kesehatan.

V. Investigasi Terhadap Perusahaan Tekstil

Tekstil dan pakaian merupakan bagian penting dari ekonomi Bandung.

Industri tekstil telah memberikan sumbangan terhadap bagi pendapatan daerah

serta banyak menyerap tenaga kerja dan juga memberikan multiplier effect/ bagi

usaha lainnya.

PT. Gistex adalah salah satu perusahaan manufaktur tekstil polyester yang

terletak di dekat Desa Lagadar Margaasih atau di sebelah barat Kota Bandung.

Lokasi berada tepat di pinggir Sungai Citarum. Perusahaan ini didirikan pada

tahun 1975 hingga sampai tahun 2007, perusahaan ini telah memiliki delapan

pabrik dengan jumlah karyawan sekitar 3.000 orang dan memproduksi 12 juta

potong pakaian per tahun dan 6 juta yard (5,5 juta meter) bahan pakaian per bulan32.

PT. Gistex merupakan salah satu perusahaan manufaktur (pembuatan) terbesar di

Bandung, dengan fokus pada tekstil dan busana. Produk-produknya juga diekspor

ke berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, PT. Gistex memiliki enam lokasi fasilitas

dengan kantor pusat Divisi Tekstil dan Garmen berlokasi di Bandung.

Fasilitas Pabrik PT. Gistex berbatasan dengan perumahan penduduk dan

peternakan, Sungai Citarum ada di selatan pabrik. Limbah dari proses tekstil

dilaporkan telah ditangani dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL),

sebelum akhirnya dialirkan ke sungai melalui pipa pembuangan (outfall) utama

(khususnya pada jam-jam operasi). Terdapat dua titik pembuangan (outfall) selain

pipa pembuangan utama yang sesekali digunakan untuk membuang air limbah

meski secara kasat mata tidak jelas dari titik mana dari dalam pabrik air limbah

31 Widowati, Dr. Ir., Msi, Astiana Sastiono, Dr. Ir. MSc & Raymond Jusuf R, Dr. Msi. 2008. Efek Toksik Logam: pencegahan dan penanggulangan pencemaran. Penerbit Andi Yograkarta. h. 409

32 Gistex, Indonesia Integrated Textile Industry, 32 Years Anniversary,1975 - 2007

Page 153: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

144

itu keluar. Beragam bahan kimia teridentifikasi dalam sampel limbah cair yang

dilakukan oleh Greenpeace di salah satu perusahaan yang limbahnya berujung

pada Sungai Citarum. Empat sampel air limbah dikumpulkan pada dua hari yang

berbeda dari outfall fasilitas PT.Gistex. Semua sampel dianalisa di laboratorium

riset Greenpeace(Universitas Exeter, Inggris) dan hasilnya menyimpulkan banyak

bahan kimia yang dikenal memiliki sifat berbahaya, termasuk bersifat toksik

terhadap akuatik, persisten (sulit terurai) dan dapat terakumulasi pada tubuh

makhluk hidup.33

Bahan kimia yang ditemukan di outfall utama, di antaranya; nonylphenol

(NP), kontaminan lingkungan yang sudah terkenal bersifat persisten dengan sifat

menganggu kerja hormon, serta ditemukan nonylphenol ethoxylates (NPEs), yang

digunakan sebagai deterjen dan surfaktan pada produksi dan pencucian tekstil,

dimana NPEs kemudian akan terurai menjadi NP.Tributyl phosphate (TBP), sebuah

materi kimia berbahaya yang digunakan pada industri tekstil sebagai carrier untuk

cat tertentu, sebagai plasticiser dan antifoaming agent, dimana materi ini bersifat

beracun bagi kehidupan akuatik dan persiten taraf sedang. Terdapat antimony

terlarut dalam konsentrasi yang tinggi, sebuah metaloid toksik yang digunakan

dalam produksi polyster. Sementara di outfall lainnya ditemukan bahwa air

limbah yang dikeluarkan dari salah satu outfall lainnya yang lebih kecil bersifat

sangat basa (pH14), membahayakan perairan dan organisme yang berkontak

dengannya. Limbah tersebut juga mengandung asam p-terephthalic (bahan baku

yang digunakan dalam produksi PET Polyester), hal ini menunjukkan bahwa

limbah cair tersebut bahkan belum menerima pengolahan yang paling mendasar

sekalipun sebelum dibuang ke badan air.34 Secara umum dapat disampaikan

bahwa PT. Gistex merupakan contoh nyata akan penggunaan dan pembuangan

bahan kimia berbahaya dari produsen tekstil Indonesia. Praktik ini dapat menjadi

ilustrasi terhadap persoalan pembuangan limbah kimia ke sungai di sektor industri

tekstil dan garmen.

Nonylphenol (NP) dan Nonylphenolethoxylates (NPEs)

Salah satu kegunaan Nonylphenol (NP) adalah untuk produksi berbagai

Nonylphenolethoxylates (NPEs). Setelah digunakan NPEs akan terurai kembali

33 Greenpeace International, Toxit Threads: Meracuni Surga (2013), op cit.

34 Ibid.

DESRIKO MALAYU PUTRA

Page 154: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

145

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

menjadi NP. NP dikenal dengan sifatnya yang persisten, bioakumulatif dan toksik,

termasuk risikonya menganggu kerja hormon. NPEs adalah kelompok bahan

kimia buatan manusia. Bahan ini digunakan sebagai deterjen dan surfaktan dan

termasuk dalam berbagai formulasi bahan yang digunakan produsen tekstil.

Penggunaan NP dan NPEs dalam industri tekstil dan pembuangan limbahnya

belum diatur dalam regulasi di Indonesia, namun di Negara lain jenis bahan ini

sudah lama diatur dan dibatasi penggunaannya.35

VI. Meningkatkan Kontrol Dalam Upaya Pencegahan

Saat ini regulasi yang tersedia dalam mengatasi pencemaran air di Indonesia

masih mengandalkan model pendekatan atur dan awasi (command and control).

Dalam hal ini Pemerintah bertugas menetapkan baku mutu dan persyaratan yang

harus dipatuhi oleh pelaku usaha. Di antaranya menetapkan kelas air seperti kelas

I, II, III dan IV yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan

tertentu termasuk penetapan baku mutu air guna mengatur level maksimum

polutan dengan parameter tertentu. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor

82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran

Air Pasal 8 ayat (1) menyebutkan bahwa; a) Kelas satu, air yang peruntukannya

dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; b) Kelas dua,

air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut; c) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut; d) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan

untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan

mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut36.

35 Ibid.

36 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

Page 155: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

146

Sementara ketentuan mengenai baku mutu limbah diatur dalam Peraturan

Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah.

Terdapat 42 jenis tipe industri yang diatur mengenai baku mutu air limbahnya.37

Di luar parameter umum seperti Biochemical oxygen demand (BOD), Chemical

oxygen demand (COD), Total suspended solids (TSS), standard yang ditetapkan untuk

industri tekstil hanya berupa Kromium, Fenol, Ammoniadan Sulfida, untuk berbagai

tipe proses tekstil. Pengaturan ini dipandang terdapat kelemahan-kelemahan,

yaitu tetap mengizinkan kandungan bahan berbahaya beracun walau sampai

batas tertentu tanpa memperhatikan perkembangan dalam penggunaan bahan

kimia tersebut di industri tekstil

Guna memenuhi aturan baku mutu, pelaku usaha mengandalkan instalasi

pengolahan akhir limbah (IPAL) atau lebih populer disebut dengan istilah end-

of-pipe dalam mengelola buangan limbahnya. Terlepas dari masalah kurangnya

kemampuan Pemerintah dalam mendeteksi dan menindak pelanggaran yang kerap

terjadi terutama dalam hal buangan limbah secara ilegal, namun terdapat masalah

mendasar yang tidak dapat ditangani oleh sistem IPAL. Sistem pengelohan limbah

akhir yang kita kenal saat ini dengan prinsip kerja menguraikan, memisahkan dan

mengencerkan kontaminan sebelum limbah dilepaskan ke lingkungan. Artinya

sistem ini diasumsikan bahwa semua polutan dapat terurai, pada kenyataannya

tidak semua polutan dapat diuraikan.

Pengaturan seperti ini sepertinya menyimpulkan semua persoalan polutan

tersebut akan selesai dengan cara diuraikan, dipisahkan dan diencerkan. Di atas

telah dijelaskan bahwa tidak semua polutan dapat diatasi dengan sistem seperti

itu. Efektifitas penggunaan model ini sebagai langkah dalam upaya kontrol dan

pencegahan masih diragukan. Maka perlu pengetatandalam pemberian izin serta

pembatasan pengunaan kandungan bahan berbahaya dan beracun dalam produksi

tekstil terutama terhadap jenis-jenis dari bahan tersebut dengan memperhatikan

perkembangan dari sifat bahan kimianya, bisa diuraikan atau tidak, disinilah

kuncinya. Singkatnya yang diatur adalah bahannya karena tidak semua polutan

dapat diuraikan dalam sistem end-of-pipe.

37 Indonesia, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Limbah

DESRIKO MALAYU PUTRA

Page 156: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

147

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Bersandar pada sistem pengolahan limbah akhir merupakan pemecahan

masalah yang bersifat reaktif karena limbah terlanjur tercipta. Kegiatan pengolahan

limbah hanya mengubah bentuk limbah, memindahkan dari satu media ke media

lain, terutama terhadap materi limbah yang persisten atau tidak dapat diurai.

Untuk itu sebaiknya adalah memastikan tidak ada materi persisten khususnya

dari bahan berbahaya beracun yang digunakan sejak awal produksi sampai

proses akhir. Serta menekankan prinsip kehati-hatian atas sebuah tindakan yang

memungkinkan terjadinya kerusakan pada lingkungan. Mencegah adalah pilihan

yang lebih baik dan aman, untuk itu rancangan produk juga harus mulai beralih

dari ketergantungan dalam penggunaan bahan kimia berbahaya.

Bagian berikutnya peranan kontrol juga bisa maksimal dilakukan jika terdapat

ketersediaan informasi yang cukup dari sebuah kegiatan industri. Indonesia

sendiri telah memberikan jaminan hukum bagi setiap orang atau individu guna

memperoleh akses informasi terutama dalam pemenuhan hak masyarakat

atas lingkungan. Artinya, sudah barang tentu bahwa semua perusahaan wajib

memberikan informasi yang benar mengenai pelaksanaan-pelaksanaan kewajiban-

kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian polutan guna menegakkan

ketaatan hukum. Namun memang informasi mengenai pelaksanaan kewajiban

pelaku usaha atau industri jarang ditemukan, kalaupun ada kebanyakan informasi

yang berkaitan tidak dipublikasi. Keterlibatan publik sebagai bagian dari

pengawasan publik sulit melakukan peranannya dalam memberikan masukan,

pendapat dan saran ataupun menyampaikan keberatan atas kegiatan industri

yang tidak melakukan kewajiban dalam mewujudkan kelestarian lingkungan atau

diduga melanggar aturan yang berlaku.

Tidak heran bahwa tingkat kesadaran, partisipasi dan ketaatan pada hukum

oleh industri masih kecil. Beberapa waktu belakangan, Badan Lingkungan

Hidup Daerah (BPLHD) Propinsi Jawa Tengah memberikan sanksi terhadap 29

perusahaan garmen dan tekstil karena melanggar peraturan terkait kelestarian

lingkungan dan pembuangan limbah industri yang berujung pada pencemaran

lingkungan.38 Sementara di Jawa Barat, 14 perusahaan dari berbagai sektor industri,

termasuk pembuatan garmen menerima sanksi administratif dan kriminal karena

38 http://www.suntexasia.com/details/newsid/2950/ttl/29_industry_garment_and_textile_in_central_java_pollute_the_environment.html

Page 157: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

148

mencemari Sungai Citarum dengan limbah berbahaya. Hanya saja pemerintah

mencatat bahwa masih ada kasus-kasus serupa di Sungai Citarum.39 Kondisi

ini menggambarkan bahwa kurangnya pengawasan terhadap praktik-praktik

pembuangan limbah industri ke media lingkungan salah satunya sungai, maka jika

keadaan ini dibiarkan tanpa pengetatan pengawasan, perbaikan dan penggunaan

bahan berbahaya beracun di berbagai sektor, maka pencemaran akan terus terjadi.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup pada bagian pencegahan40 telah mengatur tentang instrumen

kebijakan dalam rangka mencegah pencemaran sejak dari awal pelaksanaan usaha

atau kegiatan diataranya melalui kajian analisis mengenai dampak lingkungan

(Amdal) yang akan mengidentifikasi seluruh persoalan yang akan berdampak

di kemudian hari dan upaya pemantauan serta pengelolaannya. Amdal menjadi

salah satu persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan dan bagian dari

upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sebagai rujukan

dalam melakukan pengawasan.Tapi tentunya tindakan represif juga harus segera

dilakukan dalam hal kerusakan sudah terjadi maka harus ada penegakan hukum

yang efektif terhadap pelaku pengrusakan atau pencemaran tersebut. Intinya

penekanan pertanggungjawaban mutlak terhadap usaha atau kegiatan yang

berdampak pada lingkungan.

Menyadari berbagai dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari sebuah

usaha atau kegiatan mengharuskan mengedepankan pendekatan pencegahan

secara dini. Disamping menggunakan semua instrumen lingkungan yang harus

dipenuhi, keterlibatan publik sebagai wujud dari partisipasi sosial juga harus

ditekankansalah satunya dengan cara menyediakan informasi yang cukup atas

sebuah usaha atau kegiatan termasuk informasi input dan output pada setiap

tahapan produksi. Tegasnya mencegah dari sumber bahan produksi.

39 http://kabar24.bisnis.com/read/20121218/78/110498/pencemaran-lingkungan-14-perusahaan-pencemar-citarum-jabar-kena-sanksi

40 Indonesia, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

DESRIKO MALAYU PUTRA

Page 158: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

149

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

VII. Penutup

Sungai Citarum memiliki reputasi buruk sebagai sungai terkotor di dunia.

Beragam aktivitas industri yang berada disepanjang aliran Sungai Citarum patut

diduga menjadi penyumbang atas kerusakan yang terjadi, dan tak bisa dipungkiri

juga bahwa aktifitas domestik turut serta memberikan kontribusinya. Di atas telah

diuraikan bagaimana kontribusi industri tekstil terhadap kerusakan yang ada,

terlebih pada penggunaan bahan berbahaya dan beracun dan bahan kimia lainnya,

dimana diantara bahan-bahan kimia yang digunakan dalam industri tekstil belum

diatur secara khusus dalam regulasi yang ada. Sehingga sulit untuk mengeliminiasi

penggunaan bahan tersebut serta pembuangannya. Pendekatan pencegahan

dalam penggunaan bahan kimia berbahaya dibutuhkan atau sekurang-kurangnya

mengedepankan prinsip kehati-hatian sebagai upaya yang harus dipertimbangkan

sejak awal.

Penghentian pembuangan bahan kimia berbahaya oleh pabrik tekstil termasuk

di seluruh sektor industri membutuhkan komitmen dari produsen dan kemauan

politik dalam menuju nol pembuangan semua bahan berbahaya dan beracun. Apa

yang terjadi atas pencemaran Sungai Citarum saat ini menjadi bahan evaluasi

yang mendalam atas berporasinya ratusan industri terkstil dan industri lainnya

di sepanjang sungai. Mendesak untuk dilakukan penyusunan sebuah daftar

bahan berbahaya dan beracun agar memudahkan dalam melakukan penataan

dalam penggunaan maupun pengawasan yang kemudian didukung oleh sistem

registrasi data penggunaan dan pembuangan limbah berbahaya dan beracun dan

harus menjadi prioritas untuk ditindaklanjuti segera.Tentu juga harus dibuatkan

daftar-daftar bahan kimia yang dibatasi, dikurangi atau tidak boleh sama sekali

atau dieliminasi dari penggunaannya. Terakhir adalah melakukan pengawasan

yang ketat atas keberadaan bahan kimia berbahaya yang terdapat di pasaran atau

yang diperdagangkan secara bebas.

Walaupun saat ini telah tersedia kebijakan perizinan mengenai pembuangan

limbah bahan berbahaya dan beracun, namun tetap harus dibatasi khususnya

mengenai jenis limbah dari bahan berbahaya dan beracun itu sendiri.Keterbukaan

informasi mengenai daftar pengunaan dan pembuangan atau transfer limbah

menjadi penting, agar publik sebagai wujud partisipasi sosial dapat melakukan

Page 159: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

150

pengawasan di lapangan. Pemerintah juga dapat lebih aktif terutama dalam

mengontrol peredaran bahan kimia berbahaya yang dijual bebas di pasaran.

Terakhir, aspek penegakan hukum memiliki peranan penting dalam memastikan

sebuah kebijakan dijalankan melalui peningkatan kontrol dan penindakan.

Konsumen juga harus berperan aktif terutama dalam menggunakan

pengaruhnya dalam mendesakindustri-industri dalam mewujudkan masa depan

nol pembuangan limbah semua berbahaya dan beracun. Perilaku konsumen

juga harus di tata, bahwa semakin tinggi pembelian terhadap produk baru dapat

memberikan pengaruh pada pencemaran dalam sistem produksi dibagian hulu.

Maka setidak-tidaknya harus mengurangi pembelian produk baru secara berkala.

Konsumen juga dapat mendorong komitmen produsen terhadap tanggungjawab

terhadap kelestarian lingkungan dan , khususnya pada perusahaan pemilik merk-

merk pakaian yang saat ini digemari oleh publik atau menguasai pasar. Tentunya

dengan beraksi bersama kita akan mampu mendorong pemerintah untuk lebih

mempertahatikan kinerja industri di sektor tekstil.

DESRIKO MALAYU PUTRA

Page 160: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

151

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (2011). Citarum River Basin Status Map.

http://www.citarum.org/upload/knowledge/document/Citarum_Basin_

Status_Map_2011.pdf, diakses pada tanggal 25/2/2013

Brigden K, Labunska I, Santillo D &Wang M (2013). Organic chemicaland heavy

metal contaminants in wastewaters discharged from two textilemanufacturing

facilities in Indonesia.

Business Vibes; Industry Insight (2013). Tekstile Industry in Indonesia, http://

www.busiinessvibes.com/blog/industry-insight-textile-industry-indonesia,

export in term of monetary value.

Environment_3.html?id=6pahUcse7TcC

Fullazaky MA (2010). Water quality evaluation system to assess the status and the

suitability. Environ Monit Assess (2010) 168:669-684. Also see Chapter 3.

Greenpeace Asia Tenggara, Walhi Jawa Barat (2012), Bahan Beracun Lepas Kendali,

Sebuah Potret Pencemaran Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun di Badan

Sungai Serta Beberapa Titik Pembuangan Industri Tak Bertuan, Studi Kasus

Sungai Citarum. http://www.greenpeace.org/seasia/id/PageFiles/469211/

Full%20report%20_Bahan%20Beracun%20Lepas%20Kendali.pdf

Greenpeace International, Toxit Threads: Meracuni Surga, dipublis pada bulan

April 2013.

http://www.greenpeace.org/international/en/publications/Campaign-reports/

Toxics-reports/Polluting-Paradise

Indonesia, Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri No.19/1984; Menteri Kehutanan

No.059/1984 dan Menteri Pekerjaan Umum No.124/1984, Citarum adalah sungai

prioritas super untuk Indonesia

Indonesia, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku

Mutu Limbah

Page 161: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

152

Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas

Air dan Pengendalian Pencemaran Air

Indonesia, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 Tentang

Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun

IPE, or the Institute of Public& Environmental Affairs, is anenvironmental NGO in

China:http://www.ipe.org.cn/en/pollution/index.aspx

Parikesit, Salim H, Triharyanto E, Gunawan B, Sunardi, Abdoellah OS & Ohtsuka

R (2005). Multi-Source Water Pollution in the Upper Citarum Watershed,

Indonesia, with Special Reference to its Spatiotemporal Variation. Environmental

Sciences 12 3 (2005), 121-131, MYU Tokyo. http://122.249.91.209/myukk/

free_journal/Download.php?fn=ES587_full.pdf

Pencemaran Sungai Citarum Akibat Industri Manufaktur, Uploaded by Muhammad

Habibi. https://www.academia.edu/7606825/PENCEMARAN_SUNGAI_

CITARUM_AKIBAT_INDUSTRI_MANUFAKTUR

Press Release, Melwan Lupa Citarum. http://www.sorgemagz.com/press-release-

melawan-lupa-citarum/#.V1fxCJF97IU

Roosmini D, Hadisantosa F, Salami IRS, Rachmawati S, (2009), Heavymetals

level in Hypocarcus Pargalis as biomarker in upstream Citarum River,West

Java, Indonesia, p31-36, in South East Asian Water Environment,2009 IWA

Publishing.http://books.google.co.uk/books/about/Southeast_Asian_

Water_

Wahyudi ST & Mohd Dan Jantan MD. (2010). Regional Patterns of Manufacturing

Industries: a Study of Manufacturing Industries in Java Region, Indonesia,

Philippine Journal of Development Number 68, First Semester 2010, Volume

XXXVII, No. 1, p.96

DESRIKO MALAYU PUTRA

Page 162: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

153

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

anotasI Putusan Perkara tata usaha negara

antara kuat, Cs. melawan PemerIntah dkI Jakarta

tentang PemBatalan IzIn Pelaksanaan reklamasI Pulau g

(No. 193/G/LH/2015/PTUN-JKT)

Oleh: Rayhan Dudayev1

I. Pendahuluan

Selasa, 31 Mei 2016 merupakan hari yang menandai kemenangan Nelayan

Muara Angke terhadap gugatan yang mereka lakukan terhadap Izin Pelaksanaan

Reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. Lima orang nelayan bersama dua organisasi

lingkungan hidup, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Koalisi

Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengajukan gugatan terhadap SK

Gubernur DKI Jakarta No. 2238 Tahun 2014 di Pengadilan Tata Usaha Negara

(TUN) Jakarta. Pasca tujuh bulan berselang, ketua majelis hakim, Adhi Budhi

Sulistyo yang merupakan hakim lingkungan, mengabulkan gugatan nelayan dan

menyatakan batal atau tidak sah SK yang dikeluarkan gubernur tersebut.

Putusan ini jelas memberikan angin segar bagi para nelayan dan masyarakat

lainnya yang telah berjuang dalam mempertahankan tempat tinggal dan lingkungan

hidup mereka terhadap pembangunan di kawasan pesisir bernama reklamasi. Di

lain sisi, ada beberapa pihak, putusan ini dinilai politis dan dapat menghambat

1 Rayhan Dudayev adalah peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) dalam Divisi Maritim. Penulis lulus S1 dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia program kekhususan Hukum dan Masyarakat pada tahun 2014.

Page 163: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

154

kepastian investasi di negara ini2. Namun, sebelum masuk ke dalam asumsi-

asumsi tersebut, masyarakat luas perlu mengetahui pertimbangan-pertimbangan

yang digunakan hakim untuk mengabulkan gugatan para nelayan. Ada beberapa

poin mengapa hakim mengabulkan tuntutan penggugat, yaitu:

1. Mengabaikan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014

tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007.

2. Tidak adanya rencana zonasi kawasan sebagaimana diamanatkan Pasal 7 ayat

1 UU Nomor 27 Tahun 2007.

3. Proses penyusunan amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) tidak

partisipatif dan tidak melibatkan nelayan.

4. Menimbulkan kerusakan lingkungan dan berdampak kerugian bagi para

penggugat (nelayan).

Penting untuk mengelaborasi poin-poin tersebut. Terutama, pertimbangan

hakim bersertifikat lingkungan ini banyak mempertimbangkan aspek-aspek

hukum lingkungan yang dapat menjadi preseden yang baik bagi hakim lain dalam

menangani kasus lingkungan hidup. Secara keseluruhan, hakim mengabulkan

gugatan penggugat karena pasal 53 ayat (2) huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun

1986 unsurnya terpenuhi, bahwa objek gugatan yang dikeluarkan gubernur DKI

Jakarta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

II. Kasus Posisi

Sebelum memulai pengelaborasian pertimbangan putusan hakim, perlu

diketahui terlebih dahulu kasus posisi dari terjadinya permasalahan terhadap

penerbitan izin pelaksanaan reklamsi tersebut. Objek gugatan yang digugat oleh

nelayan tidak berdiri dengan sendirinya. Beberapa proses menarik terjadi pada

2 Detik.com, “Pengelola Pulau G: Putusan PTUN yang Menangkan Nelayan Ganggu Investasi.” Sumber: http://news.detik.com/berita/3222283/pengelola-pulau-g-putusan-ptun-yang-menangkan-nelayan-ganggu-investasi diakses pada 11 Agustus 2016

RAYHAN DUDAYEV

Page 164: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

155

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

proses penerbitan objek sengketa dimulai dari penerbitan izin prinsip hingga

masuknya gugatan terhadap objek sengketa. Rangkaian dan momen penting

dalam proses itu yaitu:

1. SK tentang pelaksanaan izin reklamasi diawali dikeluarkannya persetujuan

prinsip reklamasi No. 1291/-1.794.2 yang dikeluarkan oleh Gubernur Fauzi

Bowo pada 21 September 2012.

2. Sosialisasi AMDAL mulai dilakukan PT. Muara Wisesa (tergugat intervensi)

melalui dibuatnya surat No. 002/OGL/MWS-PM/ X/2012 tanggal 10 Oktober

2012 yang ditujukan kepada Lurah Kelurahan Pluit perihal Permohonan

Sosialisasi Amdal.

3. Tergugat telah mengumumkan perihal studi AMDAL pada Koran Harian

Terbit halaman 10 pada tanggal 17 Oktober 2012 dan di media cetak Indopos

halaman 9 tanggal 17 Oktober 2012.

4. Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Daerah Khusus

Ibukota (DKI) Jakarta telah menerbitkan surat No. 30/Andal/-1.774.151

tanggal 30 Juli 2013 Perihal Rekomendasi Andal RKL-RPL Reklamasi Pulau G.

5. Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dinas Pekerjaan Umum

menerbitkan surat No. 33310/-1.797.1 tanggal 16 Oktober 2014 Perihal Izin

Membangun Prasarana yang ditujukan kepada PT.Muara Wisesa Samudra.

6. PT. Nusantara Regas dengan PT.Muara Wisesa Samudera telah melakukan

suatu kerjasama yang dituangkan Nota Kesepahaman Bersama tentang Kajian

keselamatan Pipa Gas Bawa laut No. 00800/ NR/ D000/P/2014 tertanggal 3

Nopember 2014.

7. Kepala BLHD DKI Jakarta menerbitkan Surat Keputusan Nomor: 107 Tahun

2014 tanggal 7 Pebruari 2014 Tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana

Kegiatan Reklamasi Pulau G dan Surat Keputusan Nomor: 108 Tahun 2014

tanggal 7 Pebruari 2014 Tentang Izin Lingkungan Kegiatan Rencana Reklamasi

Pulau G dengan waktu yang bersamaan.

8. Tergugat menerbitkan Keputusan Gubenur Propinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta Nomor: 2238 Tahun 2014 tertanggal 23 Desember 2014 tanggal tentang

Page 165: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

156

Izin Pelaksaaan Reklamasi Pulau G kepada PT. Muara Wisesa Samudra (Vide

Bukti P-1, Bukti T- 1, dan T.II Intervensi-1)

9. Tergugat melakukan publikasi objek sengketa sejak Bulan Januari 2015

di website (www.jakarta.go.id). Para penggugat di dalam dalilnya baru

mendapatkan SK Keputusan Obyek pada tanggal 18 Juni 2015.

10. Pada tanggal 23 Maret 2015 Jakarta Monitoring Network (JMN) mengajukan

gugatan di PTUN dengan objek sengketa yang sama yaitu SK No. 2238 Tahun

2014 dan pengadilan mengeluarkan penetapan Nomor 61/G/2015/PTUN-JKT.

11. Pada 22 April 2015, terdapat pernyataan dari salah satu anggota Walhi yang

bernama Putra yang mengatakan akan melakukan gugatan terhadap SK izin

pelasakanaan reklamasi Pulau G.

12. Perkara atas nama penggugat JMN dibacakan di muka umum dan diliput

media nasional pada tanggal 12 Mei 2015.

13. Pada 29 Mei 2016 terdapat pemberitaan dari www.aktual.com yang

memberitakan adanya kunjungan proyek reklamasi Pulau G oleh beberapa

organisasi seperti Walhi Jakarta, LBH Jakarta, PBHI, YLBHI, dan ICEL.

14. Pada Bulan Mei 2016, JMN mencabut gugatan No. 61/G/2015/PTUN-JKT.

15. KIARA melakukan Permohonan Informasi sesuai dengan UU No. 14 Tahun

2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik untuk meminta SK Gubernur DKI

Jakarta No. 2238 Tahun 2014 pada tanggal 13 Mei 2016 dan menyerahkan surat

keberatan informasi pada 3 Juni 2015 karena tidak mendapatkan tanggapan.

16. Pada tanggal 15 September 2015 para penggugat yang terdiri dari nelayan

Muara Angke, Kuat, Gobang, Saefudin, Tri Sutrisno, dan Mohammad Tahir

yang kemudian disebut penggugat I sampai V bersama organisasi lingkungan

hidup Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Koalisi Rakyat

untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang disebut penggugat VI dan VII

memasukan gugatan ke pengadilan negeri tata usaha negara (TUN).

RAYHAN DUDAYEV

Page 166: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

157

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

III. Pertimbangan Putusan Hakim

A. Kedudukan Hukum Para Penggugat

Dalam gugatan SK Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G, terdapat penggugat

dari perseorangan yang merupakan nelayan dan juga organisasi lingkungan hidup

yang terdiri dari Walhi dan KIARA. Di dalam eksepsinya, Tergugat dan Tergugat

Intervensi menyatakan bahwa seluruh penggugat tidak mempunyai kepentingan

terhadap objek sengketa dan tidak memenuhi unsur pasal untuk menjadi wakil

lingkungan hidup. Namun, hakim berpendapat lain. Hakim menerima standing

para pihak terkecuali salah satu organisaisi.

a. Nelayan Muara Angke

Dalam gugatan SK Izin Pelaksanaan Reklamasi No. 2238 Tahun 2014,

terdapat gugatan dari masyarakat (orang perorangan) dan organisasi

lingkungan hidup. Dalam hal ini, masyarakat dari Muara Angke, Kuat,

Gobang, Saefudin, Tri Sutrisno, dan Mohammad Tahir yang kemudian

disebut penggugat I sampai V mengajukan gugatan, menuntut pencabutan

izin tersebut. Hakim berpendapat gugatan yang diajukan oleh para nelayan

tidak kabur dan para nelayan mempunyai standing untuk melakukan gugatan

tersebut. Pertama, hakim berpendapat terdapat hubungan kausalitas secara

langsung (causal verband) antara objek sengketa dengan para Penggugat

(Penggugat I, II, III, IV, dan V). Selain itu, kerugian dalam kaitannya dengan

lingkungan hidup tidak bisa hanya diukur dari kecilnya kerugian materiil

saja, melainkan jika berpotensi menimbulkan akibat hukum khususnya bagi

masyarakat Nelayan Muara Angke.

Dalam hal ini, hakim berpendapat, para nelayan yang sudah mulai

terhambat akses keluar masuk ke laut merupakan unsur potensial kerugian.

Dalam pertimbangan ini, hakim merujuk pada dasar hukum Pasal 87 UU

No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan yang menyatakan

Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum, dikualifisir sebagai

perluasan unsur konkrit, individual, final dari Keputusan Tata Usaha Negara.

Untuk itu, hakim tidak menerima eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi

Page 167: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

158

tentang gugatan Para Penggugat yang menyatakan Penggugat I,II,III,IV, dan V

sangat kabur dan tidak jelas.

b. Hakim Menerima Hak Gugat Walhi

Hakim menerima standing Walhi sebagai sebagai wakil lingkungan hidup.

Menariknya, hakim menggunakan landasan filosofis tentang pentingnya

keberadaan wakil untuk membela hak-hak yang dimimliki lingkungan hidup,

sebagaimana dikemukakan Christoper Stone. Dalam putusannya, hakim

mengutip pemikiran Stone bahwa semua benda-benda alam mempunyai

hak yang dilindungi hukum (legal rights). Walaupun benda-benda ini bersifat

inanimatif, ia tetap mempunyai hak. Supaya hak-hak ini dapat dijalankan

maka kelompok-kelompok yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan

dapat ditunjuk sebagai wali dari lingkungan tersebut.

Berangkat dari pemikiran tersebut, hakim menyatakan konsep hak gugat

konvensional berkembang seiring dengan perkembangan hukum terkait

dengan public interest law. Artinya, Saat ini, kepentingan masyarakat luas atas

pelanggaran-pelanggaran hak publik khususnya terkait dengan lingkungan

hidup, perlindungan konsumen hak civil dan politik dapat diwakilkan oleh

wali atau guardian. Seseorang atau sekelompok orang atau organisasi dapat

bertindak sebagai Penggugat walaupun tidak memiliki kepentingan hukum

secara langsung. Hak gugat tidak hanya dilandasi prinsip konvensional point

d’interest point d’interest3 saja atau atau kepentingan materiil berupa kerugian

yang dialami langsung (injury in fact).

Selain itu, hakim berpendapat hukum positif Indonesia telah megakui

adanya gugatan melalui organisasi lingkungan hidup. Hak gugat lingkungan

hidup diatur dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan lingkungan hidup (UUPPLH) yang diatur dalam pasal 92 yang

rumusannya adalah sebagai berikut :

(1) Dalam rangka pelaksanaan tangung jawab Perlindungan dan Pengelolaan

lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan

untuk kepentingan pelestarian lingkungan hidup ;

3 Tiada gugatan tanpa kepentingan hukum

RAYHAN DUDAYEV

Page 168: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

159

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

(2) Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan

tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil ;

(3) Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi

persyaratan:

a. Berbentuk Badan Hukum ;

b. menegaskan didalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut

didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan

c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya

paling singkat 2 (dua) tahun;

c. KIARA dikeluarkan karena tidak memenuhi unsur pasal 92 UUPPLH

Menurut hakim, KIARA tidak memenuhi semua ketentuan pasal 92.

KIARA dianggap tidak memenuhi syarat huruf (a) dari Pasal 92 ayat (3)

Undang-Undang Lingkugan Hidup sehingga Perkumpulan KIARA /

Penggugat VI tidak mempunyai hak gugat (Legal standing ) oleh karenannya

Perkumpulan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) harus

dikeluarkan sebagai pihak dalam sengketa ini. Pertimbangan hakim yaitu:

1. Perkumpulan Indonesia yang sudah berbadan hukum harus didaftarkan

dalam suatu register khusus pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan

diumumkan dalam Berita Negara (pasal 18-19 Stb. 1942-13 jo 14). Oleh

karenanya untuk sebuah perkumpulan menjadi berbadan hukum, harus

mendapatkan pengesahan dari pejabat yang berwenang terlebih dahulu.

Pada saat ini, pengesahan perkumpulan berbadan hukum diberikan oleh

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

2. KIARA mengajukan gugatan sengketa Tata Usaha Negara dalam

konteks sengketa lingkungan hidup belum mendapat persetujuan

bahkan pengesahan dari Direktoral Jendral Administrasi Hukum Umum

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Namun, KIARA dianggap mempunyai anggaran dasar yang bertujuan

untuk perlindungan lingkungan hidup, terutama ekosistem laut. Selain itu,

berdasarkan bukti-bukti yang diajukan penggugat, KIARA telah terbukti

Page 169: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

160

melakukan kegiatan terkait perlindungan lingkungan hidup seperti

penerbitan buku terkait nelayan, pengujian UU Minerba, Menguji UU

Perikanan, dll selama dua tahun. Namun dalam KIARA sebagai penggugat,

hakim tidak menggunakan dasar huku maupun teori dalam mengeluarkan

KIARA sebagai pihak.

B. Pertimbangan terkait jangka waktu

Hakim menganggap gugatan para penggugat masih masuk dalam tenggat waktu

dan dua penggugat gugatannya telah melewati batas waktu sebagaimana yang diatur

di dalam Pasal 55 UU No. 5 Tahu 1986 dengan beberapa argumentasi yaitu:

1. Gugatan yang diajukan oleh Jakarta Monitoring Network (JMN) pada Bulan

Mei tidak membuat para penggugat seperti para nelayan mengetahui objek

sengketa secara serta merta. Selain itu, hakim berpendapat bahwa Penetapan

No. 61/G/2015/PTUN-JKT tidak mempunyai kekuatan mengikat daya

berlakunya dengan perkara yang diajukan oleh nelayan beserta WALHI

dan KIARA dengan No. 193/G/LH/2015/PTUN-JKT. Menurut majelis

hakim, gugatan yang diajukan JMN masih dalam tahap awal yaitu tahap

pemeriksaan persiapan yang dibacakan dalam persidangan yang terbuka

untuk umum. Penetapan pencabutan atas gugatan JMN tersebut hanya

mempunyai kekuatan kepada subyek hukum yang melakukan pencabutan

gugatan tersebut. Selanjutnya, yang menarik yaitu pendapat hakim yang

mengatakan bahwa penetapan pencabutan suatu gugatan TUN tidak berlaku

asas orga omnes.

2. Alasan hakim mengeluarkan Walhi sebagai penggugat dikarenakan keterangan

anggota WALHI yang bernama Putra pada Bulan Mei 2015 yang mengatakan

akan melakukan gugatan. Selain itu, WALHI dianggap mengetahui objek

sengketa karena telah melakukan kunjungan lapangan ke pelaksanaan

reklamasi Pulau G pada tanggal 29 Mei 2015. Hakim menganggap sejak

tanggal 29 Mei 2015 WALHI telah mengetahui objek sengketa, sedangkan

gugatan yang diajukan pada 15 Septermber 2015 sudah memakan waktu 142

hari atau melebih 90 hari sebagaimana yang tercantum dalam pasal 55 UU

No. 5 Tahunn 1986. VII Berdasarkan hal tersebut, hakim mengeluarkan Walhi

RAYHAN DUDAYEV

Page 170: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

161

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

sebagai Penggugat. Sedangkan KIARA dikeluarkan sebagai penggugat karena

dianggap telah mengetahui informasi melalui permohonan informasi sejak 3

Juni 2015 yang artinya gugatan yang diajukan sudah memasuki hari ke 104

atau lebih dari 90 hari.

3. Mengenai pertimbangan penggugat I-V, para nelayan, hakim

mempertimbangkan para penggugat tersebut belum melewati 90 hari

gugatannya. Adapun alasan-alasan yang digunakan hakim yaitu tidak

ada satu pun nama penggugat, Gubang, Muhammad Tahir, Nur Saepudin,

Tri Sutrisno, dan Kuat termuat di dalam media cetak. Hakim menganggap,

para penggugat belum mengetahui obyek sengketa. Selain itu, Hakim

mempetimbangkan pemberitaan media yang mengutip pernyataan

Muhammad Isnur yang menyatakan bahwa nelayan baru mengetahui objek

gugatan melalui bantuan LBH Jakarta dengan proses pengajuan keterbukaan

informasi publik. Berdasarkan ketentuan tersebut, Isnur menyatakan nelayan

baru mendapatkan informasi sekitar Bulan Maret – April. Para penggugat

dianggap mengetahui objek sengketa setelah mendapatkan informasi dair

KIARA pada tanggal 18 Juni 2015 melalui jawaban permohonan informasi

yang diajukan KIARA.

IV. Pokok Perkara

A. Pertimbangan AMDAL yang tidak partisipatif

Hakim memutuskan bahwa izin lingkungan yang dimiliki PT. Muara Wisesa

cacat formil karena dianggap proses penyusunan AMDAL tidak transparan dan

partisipatif. Hakim mengawali pertimbangannya dengan penjelasan Hukum

Administrasi Lingkungan mempunyai peran yang sangat signifikan di dalam

sistem perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hukum Administrasi

Lingkungan berfungsi sebagai sarana yuridis yang sifatnya pencegahan

(preventif) terhadap kerusakan lingkungan. Instrumen pencegahan ini adalah

menjadi substansi dari hukum administrasi lingkungan didalam menciptakan

pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dibidang lingkungan hidup

Page 171: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

162

Menurut hakim, hukum administrasi lingkungan dimaknai dengan

pelaksanaan sistem perizinan lingkungan dalam pengelolaan lingkungan hidup

dan adanya prosedur administrasi yang berupa AMDAL. Kedua instrumen

tersebut dianggap kedua mempunyai kaitan satu sama lainnya, serta pentingnya

penerapan prinsip-prinsip hukum lingkungan seperti pelestarian lingkungan,

prinsip perlindungan, dan prinsip pencegahan pencemaran lingkungan hidup.

Dari poin tersebut, hakim berangkat untuk mengargumentasikan pertimbangannya

terkait dengan pentingnya mematuhi syarat formil yang diatur dalam UU No. 32

Tahun 2009 untuk memastikan terlaksananya prinsip pembangunan berkelanjutan.

Dalam poin ini, hakim meyakin, hukum administrasi lingkungan dapat mencegah

pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup.

Pada proses penyusunan AMDAL, hakim menganggap Tergugat terbukti

telah melanggar Pasal 30 ayat (1) UUPPLH dan prosedur formal yaitu keterlibatan

masyarakat terkait Penetapan Wakil Masyarakat dalam penyusunan dokumen

Amdal. Secara substantif keterlibatan masyarakat sangat mempengaruhi proses

pelingkupan dalam penyusunan dokumen Amdal. Adapun yang menjadi dasar

pertimbangan hakim terkait penyusunal AMDAL yang tidak parsipatif yaitu:

1. Walaupun PT. Muara Wisesa telah melakukan pengumuman terhadap

aktivitas penyusunan AMDAL melalui media cetak Indopos pada halaman

9 tanggal 17 Oktober 2012 dan sosialisasi jugaa tanggal 17 Oktober 2012,

hakim tidak menganggap proses tersebut cukup partisipatif dan transparan.

Hakim memandang, sosialisasi secara intens harus dilakukan, terutama

terhadap Warga Muara Angke, warga yang terkena dampak. Masyarakat

Muara Angke dianggap belum sepakat terhadap proses pembangunan.

Ihwal tersebut diperkuat juga dengan keterangan saksi ahli yang diajukan

oleh Pihak Tergugat Intervensi II, Hesti D.W. Nawangsidi yang menyatakan

masyarakat tidak puas dengan rencana pembangunan proyek reklamasi.

2. Berdasarkan Notulen Pembahasan Tim Teknis Penilai AMDAL Daerah Provinsi

DKI Jakarta, di lampiran undangan Pembahasan Dukumen Andal oleh Tim Teknis

Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tidak melibatkan dan mengikutsertakan

masyarakat yang terkena dampak, pemerhati lingkungan hidup dan atau yang

terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.

RAYHAN DUDAYEV

Page 172: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

163

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

3. Pemrakarasa juga dianggap melanggar tata cara pengikutsertaan masyarakat

dalam proses Amdal secara teknis diatur pada Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2012 Tentang Pedoman Keterlibatan

Masyarakat. Dalam dokumen AMDAL, tidak terdapat pembahasan tentang

penetapan wakil masyarakat baik dalam bentuk persetujuan ataupun surat

kuasa yang ditanda tangani oleh yang diwakili berupa penetapan wakil

masyarakat sebagaimana ditentukan pada Peraturan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2012.

4. Ragam partisipan keterlibatan masyarakat harus diperhatikan sehingga

dalam tahap pemberian saran, pendapat dan tanggapan secara substantif

benar-benar mewakili aspirasi masyarakat.

5. Hakim menganggap penerbitan izin lingkungan dari izin pelaksanaan Pulau

G tidak sah karena tidak sesuai dengan prosedur pasal 39 UU 32 Tahun 2009.

Berdasarkan bukti-bukti yang diajukan baik dari pihak Tergugat maupun

Tergugat II tidak ada satu buktipun yang menunjukan bahwa tergugat telah

melakukan pengumuman sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-

Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup pasal 39 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin

Lingkungan pasal 44.

B. Objek Sengketa tidak sesuai peraturan perundang-undangan

Penerbitan Izin Pelakssanaan reklamasi tidak sesuai dengan ketentuan hukum.

Penerbitan objek sengketa oleh Pihak Tergugat cacat hukum karena selain terbukti

penerbitan objek sengketa in litis telah bertentangan dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan, juga terbukti melanggar azas-azas Umum Pemerintahan

yang Baik (AAUPB) seperti azas kecermatan dan ketelitian. Beberapa poin yang

melandasi pernyataan hakim yaitu:

1. Izin Prinsip Reklamasi dan Perpanjangan Izin Prinsip Reklamasi tidak

mencantumkan secara lengkap dasar hukum penerbitan objek sengketa. Di

dalam objek sengketa tidak dicantumkannya Undang-Undang Nomor 27

Tahun 2007 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Page 173: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

164

2014 di dalam konsideran. Hakim mengacu pada ketentuan Pasal 5 ayat (1)

Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan

“Setiap keputusan harus diberi alasan pertimbangan yuridis, soiologis dan filosofis

yang menjadi dasar penetapan Keputusan” selanjutnya dalam ketentuan Pasal

56 ayat (1) “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan keputusan yang tidak sah.”

2. Pemda DKI Jakarta belum membentuk Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir

dan Pulau Pulau Kecil (RZWP-3-K). Perda tersebut merupakan mandat dari

Pasal 7, Pasal 9 dan Pasal 10 Undang Undang No. 27 Tahun 2007 sebagaimana

telah diubah dengan Undang Undang No. 1 Tahun 2014. tentang WP3K.

Pemerintah Daerah wajib menyusun Rencana Zonasi serta menetapkannya

dengan Perda. Rencana Zonasi tersebut berfungsi sebagai alat kontrol untuk

keseimbangan pemanfaatan, perlindungan pelestarian, dan kesejahteraan

masyarakat sekaligus berfungsi memberikan kepastian dan perlindungan

hukum dalam pemanfaatan perairan pesisir.

C. Objek putusan dianggap hakim mendesak untuk dilakukan penundaan

dilihat dari dampak ekologis dan sosial

Dalam perkara ini, hakim berpendapat apabila objek sengketa tetap

dilaksanakan, kerusakan yang akan ditimbulkan akan lebih besar dibandingkan

manfaat yang akan dirasakan masyarakat. Hakim mengabulkan tuntutan

penundaan pelaksanaan KTUN karena tidak ada sangkut pautnya dengan

kepentingan umum dalam rangka pembangunan sesuai Pasal 67 ayat (4) huruf

a dan b UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Hakim menganggap objek sengketa

cukup mendesak untuk dihentikan berdasarkan keterangan dari Saksi Ahli yang

dihadirkan Tergugat, Hesti Nawangsidi dan juga saksi ahli yang dihadirkan

penggugat, Alan Karopitan, yaitu:

1. Banyak sekali dampak–dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas reklamasi.

Dampak lingkungan hidup yang perlu dikaji dampaknya bisa bersifat fisik,

biotik, sosial ekonomi dan juga terhadap infrastruktur.4

4 Keterangan ahli Hesti Nawangsidi di dalam persidangan

RAYHAN DUDAYEV

Page 174: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

165

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

2. Reklamasi akan menimbulkan pencemaran terhadap perairan laut. Kegiatan

reklamasi akan mengubah lingkungan sekitarnya. Kegiatan-kegiatan seperti

mengurug di perairan laut berpoteni menimbulkan butiran-butiran yang

tersebar ke perairan disekitarnya.

3. Kemampuan natural flushing (kemampuan air laut untuk membersihkan

dirinya) akan berkurang drastis dengan adanya reklamasi. Dengan

bertambahnya flushing time atau waktu pencuciannya, sedimentasi akan

meningkat dan menumpuk. Kandungan cemar di Teluk Jakarta semakin lama

tertinggal dasar laut dan berakumulasi.5

4. Objek Gugatan tidak termasuk dalam definisi pembangunan untuk

kepentingan umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun

2012.

D. Kewenangan Mengeluarkan Objek Sengketa ada di Tangan Gubernur

Walaupun hakim mengabulkan tuntutan para penggugat, namun hakim

tidak menerima dalil para penggugat yang menyatakan bahwa kewenangan

mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi Pulau G ada di tangan gubernur.

Dikarenakan tidak diatur secara jelasnya kewenangan mengeluarkan izin di

dalam izin pelaksanaan reklamasi di dalam Undang-Undang, hakim mengacu

kepada peraturan yang lebih rendah, yaitu Perpres No. 122 Tahun 2012 tentang

Pelaksanaan Reklamasi di WP3K dan Permen KP No. 28 Tahun 2014. Dalam hal ini,

hakim berpendapat bahwa walaupun Teluk Jakarta merupakan Kawasan Strategis

Nasional (KSN), tetapi kewenangan mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi

tetap ada di gubernur. Alasan utamanya yaitu di dalam Perpres 122 Tahun 2012

hanya mengatakan bahwa kewenangan mengeluakan izin oleh pemerintah pusat

hanya di Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) bukan KSN.

Namun, putusan hakim ini sebenarnnya menimbulkan dampak laten

terhadap pelaksanaan reklamasi yang izinnya dapat dikeluarkan dengan mudah

oleh pemerintah daerah. Walaupun hakim mempertimbangkan untuk menunda

objek sengketa karena berpotensi menimbulkan dampak buruk terhadap

5 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta No. 193/G/LH/2015/PTUN-JKT, hal. 165.

Page 175: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

166

lingkungan hidup, hakim tidak mengindahkan bunyi pasal 105 PP No. 26 Tahun

2008 tentang Kawasan Strategis Nasional. Di dalam aturan tersebut, pembangunan

yang berdampak besar terhadap lingkungan hidup, maka kewenangannya ada

di pemerintah pusat. Seharusnya, dengan mengacu pada keterangan-keterangan

ahli, terutama yang terkait dengan lingkungan laut, reklamasi dapat dikatakan

merupakan pembangunan yang dapat menimbulkan dampak luas terhadap

lingkungan hidup.

V. Simpulan

Di dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta dengan perkara No. 193/G/

LH/2015/PTUN-JKT, terdapat beberapa poin yang perlu digarisbwahi yang

penting untuk masuk dalam kesimpulan, yaitu:

1. Hakim tidak menerima standing KIARA karena dianggap tidak punya standing

karena belum terdaftar dalam Kemenkumham sehingga tidak memenuhi unsur

Pasal 92 UU 32 Tahun 2009 yang mengisyarakatkan organisasi lingkungan

hidup harus berbentuk badan hukum.

2. Gugatan Walhi dianggap telah melewati jangka waktu yang diatur dalam

PerUUan karena Walhi dianggap telah mengeluarkan pernyataan terkait objek

sengketa jauh sebelum melakukan gugatan.

3. Hakim berpendapat para nelayan sebagai penggugat mempunyai hubungan

kausalitas secara langsung (causal verband), antara objek sengketa dengan

para Penggugat.

4. Seseorang atau sekelompok orang atau organisasi dapat bertindak sebagai

Penggugat walaupun tidak memiliki kepentingan hukum secara langsung

seiring adanya konsep guradian berdasarkan pemikiran Christoper Stone.

Hak gugat tidak hanya dilandasi prinsip konvensional point d’interest point

d’interest saja atau atau kepentingan materiil berupa kerugian yang dialami

langsung (injury in fact).

5. Hakim memutuskan bahwa izin lingkungan yang dimiliki PT. Muara Wisesa

cacat formil karena dianggap proses penyusunan AMDAL tidak transparan

RAYHAN DUDAYEV

Page 176: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

167

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

dan partisipatif.

6. Penerbitan Izin Pelakssanaan reklamasi tidak sesuai dengan ketentuan hukum

dikarenakan tidak didahului RZWP3K sebagai dasar perencanaan ruang di

WP3K dan tidak memasukan UUWP3K di dalam konsideran objek sengketa.

7. Hakim mengabulkan tuntutan penundaan dikarenakan kerusakan yang akan

ditimbulkan akan lebih besar dibandingkan manfaat yang akan dirasakan

masyarakat.

8. Hakim memutuskan kewenangan mengeluarkan Izin Pelaksanaan Reklamasi

Pulau G ada di tangan gubernur tanpa mempertimbangkan pasal 105 PP No.

26 Tahun 2008 yang kaitannya dengan kewenangan izin yang dikeluarkan

pemerintah pusat terhadap kegiatan yang berdampak besar terhadap

lingkungan hidup.

Page 177: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

168

Page 178: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

ix

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

P e d o m a n P e n u l I s a n

J urnal Hukum Lingkungan Indonesia (JHLI) adalah media enam bulanan

yang diterbitkan oleh Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)

sebagai upaya mempublikasikan ide dan gagasan mengenai hukum

lingkungan dan regulasi mengenai sumber daya alam. Jurnal Hukum Lingkungan

Indonesia ditujukan bagi pakar dan para akademisi, praktisi, penyelenggara

Negara, kalangan LSM serta pemerhati dan penggiat hukum lingkungan dan

permasalahan tata kelola sumber daya alam.

Tema dan Topik

JHLI Volume 3 Issue 2, Januari 2017, memuat tulisan yang mengangkat tema

umum hukum dan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

dalam sektor apapun.

Beberapa topik* yang dapat menjadi acuan dalam menyempitkan tema

tersebut adalah: (1) Pencemaran air, udara, tanah dan bahan beracun berbahaya

(B3); (2) Pengelolaan sampah; Perlindungan dan pengelolaan keanekaragaman

hayati; (4) Tata kelola hutan dan lahan; (5) Perlindungan dan pengelolaan sumber

daya alam laut; (6) Kesehatan lingkungan dan hak asasi manusia; (7) Keadilan

lingkungan; (8) Tata ruang dan lingkungan hidup; dan lain-lain.

Untuk setiap topik, diharapkan ulasan dapat menjawab satu atau lebih

pertanyaan kunci berikut:

1. Bagaimana permasalahan hukum/kebijakan dari topik yang bersangkutan

dalam tataran norma?

2. Bagaimana persoalan-persoalan yang dihadapi dalam mengimplemen-

tasikan norma hukum/kebijakan dari topik yang bersangkutan?

3. Bagaimana gagasan-gagasan dalam memperbaiki dan mengembangkan

hukum dan kebijakan terkait topik yang bersangkutan?

*) Topik tidak bersifat wajib/mutlak, melainkan hanya sebagai panduan untuk

mempermudah penulis dalam memilih isu terkait. Penulis dapat memilih topik apa

saja yang masih relevan dan masuk dalam ruang lingkup tema besar.

Page 179: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

x

Prosedur Pengiriman**

Untuk Vol. 3 Issue 2 (Januari 2017), Penulis diharapkan mengirimkan abstrak

sebelum 15 September 2016 dengan menyertakan (1) nama lengkap; (2) institusi

asal; (3) nomor telepon yang dapat dihubungi. Redaksi akan menghubungi penulis

yang naskahnya yang diterima. Naskah final diterima redaksi paling lambat 30

November 2016.

Abstrak maupun naskah artikel dapat dikirimkan melalui surat elektronik

maupun melalui pos. Pengiriman melalui surat elektronik ditujukan ke jurnal@

icel.or.id dengan di-cc ke [email protected]. Pengiriman melalui pos

disertai dengan tulisan “Jurnal Lingkungan Hidup Indonesia” di sudut kiri atas

amplop, ditujukan ke alamat berikut:

Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)

Jl. Dempo II no. 21, Kebayoran Baru

Jakarta Selatan 12120

DKI Jakarta

Pemilihan Tulisan

Pemilihan abstrak bersifat prosedural untuk menyaring artikel yang relevan

dengan aspek hukum dan kebijakan, dilakukan secara internal oleh para peneliti

ICEL. Redaksi akan menghubungi penulis yang abstraknya diterima selambat-

lambatnya pada 29 Februari 2016.

Pemilihan tulisan akhir melalui penelaahan formil dan plagiarisme oleh

Redaksi, yang dilanjutkan dengan penelaahan substantif oleh Sidang Redaksi

yang terdiri dari para peneliti ICEL dan Mitra Bebestari. Tulisan yang dimuat

akan diberikan honorarium yang layak, sementara tulisan yang tidak dimuat

akan diberikan notifikasi pada tanggal 30 Mei 2015 dan merupakan hak penulis

sepenuhnya. Sidang Redaksi dapat meminta penulis untuk melakukan perbaikan

substansi maupun teknis terhadap tulisannya.

Persyaratan Formil

1. Abstrak ditulis dalam dua bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris).

Panjang abstrak tidak lebih dari 150 kata yang ditulis dalam satu alinea.

PEDOMAN PENULISAN

Page 180: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

xi

JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 3 ISSUE 1, JULI 2016

Abstrak mengandung ringkasan dari latar belakang, tujuan, metodologi, hasil

dan kesimpulan;

2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan

EYD dengan kalimat yang efektif;

3. Naskah diketik dengan Microsoft Word, ukuran halaman A4 dengan margin

kiri 4 cm; kanan, atas, dan bawah 3 cm. Tulisan menggunakan huruf Times

New Roman (TNR) 12 pt, spasi satu setengah tanpa spasi antar paragraph,

dengan panjang naskah 4000 – 5000 kata (tidak termasuk abstrak, catatan

kaki, daftar pustaka);

4. Tabel atau gambar harus jelas, dan ditempatkan di dalam naskah dengan

keterangan daftar tabel dan/atau gambar pada bagian akhir naskah setelah

daftar pustaka;

5. Artikel yang pernah disajikan dalam pertemuan ilmiah/seminar/lokakarya

namun belum pernah diterbitkan dalam bentuk prosiding, perlu disertai

keterangan mengenai pertemuan tersebut sebagai catatan kaki;

6. Judul artikel singkat dan jelas (maksimal 15 kata), diketik dengan huruf kapital.

Nama ilmiah dan istilah asing lainnya diketik dengan huruf miring;

7. Semua kutipan harus mencantumkan referensi, dengan catatan kaki atau

catatan akhir dengan format Chicago style sebagaimana dijelaskan dalam

poin 7 dan 8, dan daftar pustaka pada bagian akhir naskah.

8. Tabel dan/atau gambar juga harus mencantumkan sumber. Untuk

memudahkan koreksi naskah, diharapkan penulisan catatan kaki (footnote)

mengikuti ketentuan:

a. Phillipe Sands, Principles of Environmental Law, (Cambridge: Cambridge

University Press, 2007), hlm. 342 – 344;

b. Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Cetakan ke-8, Edisi ke-

5, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), hlm. 201 – 208;

c. Paul Scholten, Struktur Ilmu Hukum, Terjemahan dari De Structuur der

Rechtswetenschap, Alih bahasa: Arief Sidharta, (Bandung: PT Alumni, 2003),

hlm. 7;

d. “Peningkatan Kualitas Hakim Lingkungan Mendesak”, Sinar Harapan, 15

Januari 2014;

Page 181: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,

xii

Sedangkan untuk penulisan Daftar Pustaka sebagai berikut:

a. Sands, Phillipe. 2007. Principles of Environmental Law. Cambridge:

Cambridge University Press.

b. Burchi, Tefano. 1989. “Current Developments and Trends in Water

Resources Legislation and Administration”. Paper presented at the 3rd

Conference of the International Association for Water Law (AIDA).

Alicante, Spain: AIDA, December 11-14.

c. Dewiel, Boris. 2000. “What Is the People? A Conceptual History of Civil

Society,” dalam Democracy, A History of Ideas. Vancouver: University of

British Columbia Press.

d. Rahayu, Muji Kartika. 2006. “Sistem Peradilan Kita Harus Dibenahi:

Analisis Putusan MK tentang UU Komisi Yudisial,” Jurnal Konstitusi,

Volume 3, Nomor 3, September 2006. Jakarta: Mahkamah Konstitusi.

e. Indonesia. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

f. Sinar Harapan. “Peningkatan Kualitas Hakim Lingkungan Mendesak”. 15

Januari 2014.

g. Tjiptoherijanto, Prijono. Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia, http://

www.pk.ut.ac.id/jsi, diakses tanggal 2 Januari 2005.

Panduan lebih detail dalam hal pengutipan akan diberikan Redaksi untuk

Abstrak yang diterima.

9. Identitas penulis meliputi:

a. Nama lengkap penulis (dengan gelar akademis)

b. Asal institusi penulis

c. Keterangan mengenai penulis untuk korespondensi disertai nomor

telepon, handphone dan fax, serta alamat e-mail

**) Tidak berlaku bagi Penulis dengan Undangan

PEDOMAN PENULISAN

e. Prijono Tjiptoherijanto, “Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia”,

http://www.pk.ut.ac.id/jsi, diakses tanggal 2 Januari 2005.

Page 182: JURNAL - icel.or.id · pendekatan kontrol pencemaran dilakukan berdasarkan media lingkungan, yaitu 1 Kementerian Lingkungan Hidup, Status Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: KLH,