Kajian Teks Al-quran Dan Hadis Berkumpulan

39
HIQ 3033- KAJIAN TEKS AL-QURAN DAN HADIS SOALAN NO : 20 Bincangkan perkembangan penafsiran al-Qur’an dan pada zaman Rasulullah SAW dan zaman Khulafa’ al-Rashidhin serta kepentingan dalam pembentukan hukum yang sesuai dengan perubahan masyarakat dan tempat. DISEDIAKAN OLEH: NAMA NO. ID / NO K/P NO. TELEFON / EMAIL AZAM BAKRI BIN CHE ALI MAWARIDI BIN ABDULLAH HUSSAIN BIN MAT SALLEH D20102043150 / 730508035621 D20102042381 / 720804035053 D20102045888 720627025419 012-4563348 / [email protected] 019-8433390 / [email protected] 019-5102128 / hussainmatsalleh@yahoo. com NAMA PENSYARAH: DR AHMAD YUNUS BIN KASIM 0

Transcript of Kajian Teks Al-quran Dan Hadis Berkumpulan

HIQ 3033- KAJIAN TEKS AL-QURAN DAN HADIS

SOALAN NO : 20

Bincangkan perkembangan penafsiran al-Quran dan pada zamanRasulullah SAW dan zaman Khulafa al-Rashidhin serta kepentingandalam pembentukan hukum yang sesuai dengan perubahan masyarakat dan tempat.

DISEDIAKAN OLEH:

NAMANO. ID / NO K/PNO. TELEFON / EMAIL

AZAM BAKRI BIN CHE ALI

MAWARIDI BIN ABDULLAH

HUSSAIN BIN MAT SALLEH

D20102043150 / 730508035621

D20102042381 / 720804035053

D20102045888720627025419

012-4563348 / [email protected]

019-8433390 /[email protected]

019-5102128 / [email protected]

NAMA PENSYARAH: DR AHMAD YUNUS BIN KASIM

UNIVERSITI PENDIDIKAN SULTAN IDRISTANJONG MALIM, PERAK.

Isi KandunganBilKandunganHalaman

1Pengenalan.2

2Definisi Istilah3

3Sejarah Ilmu Tafsir.....5

45Ilmu Tafsir Zaman RasulullahIlmu Tafsir zaman Khulafak Ar-Rasyidin..610

6Kepentingan ilmu tafisr dalam pembentukan hukum yang sesuai dengan perubahan masyarakat dan tempat..................17

7Kesimpulan..25

Rujukan.27

1.0 PengenalanAl Quran merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Setidaknya itulah yang diindikasikan oleh surat al Baqarah ayat 185.

185. (Masa Yang Diwajibkan kamu berpuasa itu ialah) bulan Ramadan Yang padanya diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi keterangan-keterangan Yang menjelaskan petunjuk dan (menjelaskan) perbezaan antara Yang benar Dengan Yang salah. Di samping itu, dalam ayat dan surat yang sama, dimaklumkan bahawa al Quran sekaligus menjadi penjelasan (bayyinaat) dari petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeza (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk. Di sinilah manusia mendapatkan petunjuk dari al Quran. Manusia akan mengerjakan yang baik dan akan meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap petunjuk al Quran tersebut. Al-Quran adalah kalaamullaah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril as. Dalam fungsinya sebagai petunjuk, al Quran dijaga keasliannya oleh Allah swt. Salah satu hikmah dari penjagaan keaslian dan kesucian al Quran tersebut adalah agar manusia mampu menjalani kehidupan di dunia ini dengan benar-menurut Sang Pencipta Allah azza wa jalla sehingga kemudian selamat, baik di sini, di dunia ini dan di sana , di akhirat sana. Bagaimana mungkin manusia dapat menjelajahi sebuah hutan belantara dengan selamat dan tanpa tersesat apabila peta yang diberikan tidak digunakan, didustakan, ataupun menggunakan peta yang jelas-jelas salah atau berasal dari pihak yang tidak dapat dipercaya? Oleh karena itu, keaslian dan kebenaran al Qur`an terdeterminasi dengan pertimbangan di atas agar manusia tidak tersesat dalam mengarungi kehidupannya ini dan selamat dunia-akhirat.

Kemampuan setiap orang dalam memahami lafaz dan ungkapan Al Quran tidaklah sama, padahal penjelasannya sedemikian gemilang dan ayat-ayatnya amat terperinci. Umat Islam kebanyakannya hanya dapat memahami makna-makna yang zahir dan pengertian ayat-ayatnya secara global, sedangkan dalam kalangan cendekiawan dan terpelajar akan dapat mengumpulkan pula dari pandangan makna-makna yang menarik. Dan diantara cendikiawan kelompok ini terdapat aneka ragam dan tingkat pemahaman maka tidaklah menghairankan jika Al-Quran mendapatkan perhatian besar dari umatnya melalui pengkajian intensif terutama dalam rangka menafsirkan kata-kata garib (aneh-ganjil) atau mentakwil tarkib (susunan kalimat) dan menterjemahkannya ke dalam bahasa yang mudah difahami. Justeru dalam penulisan ini penulis akan membincangkan tentang sejarah ilmu tafsir dan kepentingan ilmu tafsir dalam mengembangkan hukum-hukum dalam islam.2.0 Definisi IstilahMenurut Rosmawati Ali (2010)Tafsir berasal daripada perkataan al-Fasr , yang bermaksud menjelaskan atau menerangkan. Maksud tafsir mengikut pengertian kamus Lisan al-Arab iaitu perkataan al-fasr bermaksud membuka sesuatu yang tersembunyi.Manakala perkataan al-tafsir membawa maksud membuka atau menerangkan sesuatu lafaz yang aneh dan sukar. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Furqan ayat 33:

33. dan mereka tidak membawa kepadamu sesuatu kata-kata Yang ganjil (untuk menentangmu) melainkan Kami bawakan kepadamu kebenaran dan penjelasan Yang sebaik-baiknya (untuk menangkis Segala Yang mereka katakan itu).Sebahagian ulama menyatakan perkataan tafsir berasal dari kata safara, iaitu lawan kepada fasara yang bermaksud membuka atau al-kasyf .Tafsir menurut bahasa juga ialah menyatakan dan menerangkan.Sebagaimana firman Allah:

33. dan mereka tidak membawa kepadamu sesuatu kata-kata Yang ganjil (untuk menentangmu) melainkan Kami bawakan kepadamu kebenaran dan penjelasan Yang sebaik-baiknya (untuk menangkis Segala Yang mereka katakan itu).Menurut istilah tafsir adalah suatu ilmu yang membicarakan secara khusus tentang kalam Allah dan mentakwilkan ayat-ayat-Nya.menerangkan lafaz-lafaznya, membahasakan tantang cara dan bentuk pengucapannya, menerangkan petunjuk-petunjuknya, menerangkan dan membentangkan tentang makna-maknanya, mengetahui nasikh dan mansukh[footnoteRef:1], sebab Nuzul, qarinanh-qarinan yang menjelaskan hikmat-himah yang ada dalam al-Quran dan lainnya berkaitan dengan ayat-ayat al-Quran. [1: Naskh menurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah (menghilangkan) atau memindahkan sesuatu dan mengalihkannya dari satu kondisi ke kondisi lain. Sementara ia sendiri tetap seperti sedia kala. Sedang secara istilah adalah seruan pembuat syari'at yang menghalangi keberlangsungan hukum seruan pembuat syari'at sebelumnya yang telah ditetapkan.Adapun nasikh (penghapus), kadang digunakan untuk menyebut Allah.

Mansukh adalah hukum yang diangkat atau yang dihapuskan.Seperti hukum iddah setahun penuh bagi wanita yang ditingggal mati suaminya.Dalam naskh, hukum yang dinaskh secara syar'I wajib ditunjukkkan oleh dalil yang menjelaskan dihilangkannya hukum secara syar'I, yang datangnya setelah khitab yang hukumnya dinaskh.]

Menurut pengertian yang diberikan oleh Abu Hayyan tafsir ilmu yang membicarakan tentang cara ucapan lafaz al-Quran. Iaitu ilmu qiraat, dilalah yang ditunjukkan oleh lkafaznya, hukum-hukum serta susunan makna-makna yang dapat melengkapkannya, yang meliputi ilmu saraf, Irab, bayan dan badi.Ia juga meliputi pengertian lafaz yang hakiki atau majaz, nasikh dan mansukh, sebab nuzul dan lainnya.Menurut pendapat al-Zarkasyi, tafsir ialah suatu ilmu yang berkaitan dengan pemahaman atau untuk memahami al-Quran, serta menjelaskan makna-makna serta mengeluarkan hukum.Ia juga meruapakan ilmu untuk mengetahui dan memahami al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan menerangkan makna-maknanya, mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmat-hikmatnya.(Muhammad Ibnu Bahadur Zarkashi, 1988)Menurut al-Kurjani tafsir adalah membuka dan melahirkan.Menurut istilah, pengertian tafsir adalah ilmu yang mempelajari kandungan kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW., berikut penjelasan maknanya serta hikmah-hikmahnya.Sebagian ahli tafsir mengemukakan bahawa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang al-Quran al-Karim dari segi pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia.Secara lebih sederhana, tafsir dinyatakan sebagai penjelasan sesuatu yang diinginkan oleh kata.Menurut Dr. Manna Khalil Qathan dalam Mabahis fi Ulum Quran maksud tafsir dari sudut bahasa ialah penerangan dan menyingkap sesuatu, menjelaskan sesuatu atau menyingkap sesuatu rahsia.Maksud tafsir dari segi istilah pula ialah ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan ke atas Nabi Muhammad s.a.w. dan menjelaskan maknanya serta mengeluarkan hukum-hukum dan pengajaran yang dipetik dari al-Quran.(Manna al-Qattan, 1999)Takrif yang diberikan oleh Abu Hayyan tentang ilmu tafsir dalam kitabnya al-Bahru al-Mahith sebagai berikut:Ilmu Tafsir ialah ilmu yang membicarakan tentang bagaimana hendak menuturkan perkataan-perkataan al-Quran (dari segi tajwid) dan memberikan makna menurut keadaan perkataan dan hukuman-hukuman pada ketika ia satu perkataan (mufrad) dan pada ketika bersusun (murakab) dan makna-makna yang boleh diertikan pada ketika hakikat atau majaz.Juga membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan nasikh dan mansukh dan sabab nuzul.Ilmu tafsir juga ditakrifkan sebagai ilmu yang menjelaskan makna ayat sesuai dengan dilalah (petunjuk) yang zahir (lahir) dalam batas kemampuan manusia.Ertinya ilmu tafsir mengkaji bagaimana menjelaskan kehendak Allah s.w.t. yang terkandung dalam al-Quran melalui lafaz dan makna serta menjelaskan hukum-hukum yang dikandungnya, sesuai dengan kemampuan mufassir (ahli tafsir).2.0 Sejarah ilmu tafsirIlmu tafsir al-Quran telah bermula sejak diturunkan al-Quran kepada Nabi Muhammad S.A.W sehinggalah sekarang.Namun terdapat perbezaan yang nyata di antara zaman Rasulullah, sahabat dan zaman tabiin.Ini merujuk kepada perkembangan ilmu tafsir yang semakin berkembang dan pecahan dalam ilmu tafsir juga telah diperluaskan.

2.1 Sejarah Ilmu Tafsir Zaman RasulullahAl-Quran diturunkan dengan bahasa Arab sehingga majoriti orang Arab memahami makna dari ayat-ayat al-Quran.Tentetan daripada itu, ramai di antara mereka yang memeluk Islam setelah mendengar bacaan al-Quran dan mengetahui kebenarannya.Akan tetapi tidak semua sahabat mengetahui makna yang terkandung dalam al-Quran, antara satu dengan yang lainnya sangat sukar dalam memahami isi dan kandungan al-Quran.Sebagai orang yang paling mengetahui makna al-Quran, Rasulullah selalu memberikan penjelasan kepada sahabatnya, sebagaimana firman Allah dalam surah

44. (Kami utuskan Rasul-rasul itu) membawa keterangan-keterangan Yang jelas nyata (yang membuktikan kebenaran mereka) dan Kitab-kitab suci (yang menjadi panduan); dan Kami pula turunkan kepadamu (Wahai Muhammad) Al-Quran Yang memberi peringatan, supaya Engkau menerangkan kepada umat manusia akan apa Yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkannya.Contohnya hadis yang diriwayatkan Muslim dari Uqbah bin Amir berkata : Saya mendengar Rasulullah berkhutbah diatas mimbar membaca firman Allah : kemudian Rasulullah bersabda : Ketahuilah bahawa kekuatan itu pada memanah.Juga hadis Anas yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim Rasulullah bersabda tentang Al-Kautsar adalah sungai yang Allah janjikan kepadaku (nanti) di syurga.Ilmu tafsir merupakan cetusan ilmu-ilmu al-Quran.Ia muncul berkembang seiring dengan penurunan al-Quran. Rasulullah merupakan pentafsir terunggul, menerangkan segala pengertian ayat dan lafaz yang tidak difahami oleh para sahabat, menerangkan sebab-sebab nuzul al-Quran dan pelbagai permasalahan yang berhubung dengan al-Quran.Al-Quran merupakan sebuah kitab agung yang diturunkan oleh Allah S.W.T kepada Nabi Muhammad S.A.W selama dua puluh tiga tahun secara beransur-ansur. Allah S.W.T memberi jaminan memeliharanya dalam dada Nabi Muhammad serta menerangkan segala pengertian seperti yang dijelaskan oleh Allah S.W.T dalam firman Nya dalam Surah Qiyaamah ayat 17 hingga 19:

17. Sesungguhnya Kamilah Yang berkuasa mengumpulkan Al-Quran itu (dalam dadamu), dan menetapkan bacaannya (pada lidahmu);18. oleh itu, apabila Kami telah menyempurnakan bacaannya (kepadamu, Dengan perantaraan Jibril), maka bacalah menurut bacaannya itu;19. Kemudian, Sesungguhnya kepada Kamilah terserah urusan menjelaskan kandungannya (yang memerlukan penjelasan).Nabi Muhammad S.A.W memahami segala pengertian ayat-ayat al-Quran secara umum dan secara perinciannya.Baginda dirugaskan oleh Allah untuk menerangkan kepada seluruh umat. Hal ini dapat dilihat melalui firman Nya dalam ayat Surah al-Nahl ayat 44:

44. (Kami utuskan Rasul-rasul itu) membawa keterangan-keterangan Yang jelas nyata (yang membuktikan kebenaran mereka) dan Kitab-kitab suci (yang menjadi panduan); dan Kami pula turunkan kepadamu (Wahai Muhammad) Al-Quran Yang memberi peringatan, supaya Engkau menerangkan kepada umat manusia akan apa Yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkannya.Menerusi kedua-dua ayat tersebut jelas kepada kita bahawa Rasulullah ditugaskan untuk memelihara kitab al-Quran di samping menerangkan pengertiannya kepada umat manusia.

Para sahabat Rasulullah pada dasarnya memahami pengertian ayat-ayat al-Quran secara umum.Namunpemahaman secara perinciannya bukanlah merupakan perkara yang mudah bagi mereka.Ia memerlukan kajian, penelitian dan mestilah dirujuk kepada Rasulullah apabila terdapat ayat yang sukar difahami. Ini kerana ayat al-Quran terdapat ayat-ayat yang mujmal[footnoteRef:2], mubayyan[footnoteRef:3], mutlak, am, mubham, musykil, mutasyabihah[footnoteRef:4] dan sebagainya. Oleh itu, sunnah berperanan menjelaskan perkara-perkara tersebut. Terdapat beberapa hadis yang menunjukkan Rasulullah menerangkan tentang maksud ayat-ayat al-Quran yang tidak difahami oleh para sahabat, antaranya: [2: Secara bahasa berarti samar-samar dan beragam/majemuk. Secara istilah berarti: lafadz yang maknanya tergantung pada lainnya, baik dalam menentukan salah satu maknanya atau menjelaskan tatacaranya, atau menjelaskan ukurannya.] [3: Mubayyan artinya yang dinampakkan dan yang dijelaskan, secara istilah berarti lafadz yang dapat dipahami maknanya berdasar asal awalnya atau setelah dijelaskan oleh lainnya.] [4: Manna Khalil Al-Qattan menjelaskan Muhkam dan Mutasyabih dalam buku studi Ilmu-Ilmu Quran, bahwa menurut bahasa Muhkam berasal dari kata yang artinya saya menahan binatang itu, juga bisa diartikan,saya memasang hikmah pada binatang itu. Hikmah dalam ungkapan ini berarti kendali.Muhkam berarti (sesuatu) yang dikokohkan, jadi kalam Muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya. Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh, yakni bila salah satu dari 2 (dua) hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain, karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkrit maupun abstrak. Jadi, tasyabuh Al-Kalam adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagainya membetulkan sebagian yang lain.]

1.Penjelasan Rasulullah tentang maksud al-Quwwah:Daripada Uqbah bin Amir r.a bahawa Rasulullah S.A.W membaca ayat lalu Baginta berkata: Ketahuilah, sesungguhnya al-quwwah ialah memanah baginda berkata begitu sebanyak tiga kali.2.Penjelasan Rasulullah S.A.W tentang maksud khait al-Abyadh dan khait al-aswad kepada Adly bin hHatim seperti terdapat dalam hadith Maksudnya:Daripada Adliy bin Hatim beliau berkata ketika turunnya ayat-ayat yang bermaksud sehingga nyata kepada kamu benang putih (cahaya siang) daripada benang hitam (kegelapan malam) iaitu waktu fajar. Maksud demikian itu ialah kecerahan siang daripada kegelapan malam.3.Penjelasan Rasulullah S.A.W tentang maksud salat al-Wusta dalam hadith yang diriwayatkan oleh Samurah bin Jundub:Daripada Samurah bin Jundub r.a bahawa Rasulullah S.A.W bersabda Solat al-Wusta ialah Solat Asar.Daripada contoh-contoh tersebut jelas menunjukkan bahawa Rasulullah S.A.W merupakan pentafsir al-Quran yang tidak difahami oleh para sahabat.Dalam mentafsir ayat al-Quran Rasulullah tidak mentafsirkan ayat yang boleh segera difahami oleh semua orang.Baginda juga tidak mentafsirkan sesuatu yang disembunyikan oleh Allah dalam ilmu Nya seperti waktu berlakunya Kiamat, hakikat roh dan sebaginya.Rasulullah hanya mentafsirkan bagi para sahabatnya sebahagian datipada maksud yang tidak jelas yang memang Allah jadikan begitu lalu memerintahkan supaya Nabi Muhammad menerangkan kepada umatnya. Rasulullah lebih banyak menumpukan kepada tafsiran yang diketahui ulamak dalam mengkhususkan yang am, menerangkan yang mujmal, menjelaskan yang musykil dan seumpamanya. Menurut Hasani Said (2000) menyatakan bahawa Nabi Muhammad merupakan ahli tafsir dan pentafsir yang paling pakar dan arif.Hal tersebut kerana bagindalah yang menerima al-Quran, memahaminya dan menyebarkannya kepada seluruh umat manusia.Menurut Dr Subhi Soleh menyatakan bahawa sebenarnya pertumbuhan ilmu tafsir telah bermula sejak zaman Nabi lagi.Inilah yang buktinya. Cuma terdapat perbezaan di antara pentafsiran Rasulullah dengan pentafsiran ahli tafsir lain ialah dari sudut pengertiannya sahaja, di mana nabi mentafsir melalui hadis baginda yang mana ia merupakan ulasan dan penerangan terhadap al-Quran.Tafsir yang dibuat oleh Nabi atau disampaikan oleh baginda melalui hadis merupakan tafsir yang paling tinggi nilainya dan adalah benar dan muktamad.Apa yang jelasnya dan untuk kefahaman kita, pentafsiran yang dilakukan oleh Nabi melalui hadis baginda tidak dinamakan al-Tafsir. Hal tersebut adalah kerana bertujuan untuk mengelakkan tanggapan umat Islam dan masyarakat umum seluruhnya bahawa sumber rujukan dan sumber asas Islam dan masyarakat umum itu ialah al-Quran sahaja, kerana hadis juga merupakan rujukan penting.Dalam konteks lain, pentafsiran yang dilakukan atau dibuat oleh Nabi tidak dibukukan dan Nabi juga melarang para sahabat menulis atau membukukannya. Hal tersebut bertujuan supaya ia tidak bercampur aduk dengan al-Quran. Oleh itu, tidak ada kitab tafsirr atau tidak ada tafsir yang dibukukan pada zaman Nabi.2.1.1 Sumber ilmu tafsir zaman NabiPerlulah difahami sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Quran, bahawa Allah telah mempertanggungjawabkan ke atas Rasulullah Saw supaya menjaga dan menjelaskan isi kandungan al-Quran.Oleh sebab itu, Rasulullah tentunya merupakan orang yang memahami al-Quran dengan tepat.Samada secara keseluruhannya ataupun secara terperinci.Selain itu, Baginda dipertanggungjawabkan pula menerangkan kehendak serta maksud isi kandungan al-Quran kepada sahabat.Hal tersebut kerana merekalah yang merupakan generasi pertama yang mewarisi al-Quran secara langsung daripada Rasulullah.2.2 Sejarah Ilmu Tafsir Zaman Khulafa Al-RasyidinZaman sahabat bermula selepas kewafatan Rasulullah s.a.w pada tahun dua belas hijrah.Ia berakhir patahun tahun 100 hijrah selepas kewafatan Abu al-Tufail Amir bin Wathilah, iaitu sahabat yang terakhir meninggal dunia. Selepas kewafatan baginda pentafsiran al-Quran berpindah kepada sahabat-sahabat baginsa.Mereka orang yang bertanggungjawab menghuraikan ayat-ayat al-Quran, menerangkan sebab-sebab turun dan menjawab kepada generasi mereka segala persoalan yang berhubung dengan al-Quran.Di kalangan para sahabat pula adalah tidak sama taraf pemikiran mereka. Ia disebabkan perbezaan kecerdasan, tidak sama pengetahuan dan tempoh atau masa pergaulan mereka dengan Nabi. Antara lain juga perbezaan tingkat pentafsiran di kalangan sahabat kerana perbezaan antara mereka dari sudut pengetahuan tentang sastera Arab, gaya bahasa Arab, ungkapan dalam al-Quran dan sebagainya. Tafsir dan pentafsiran al-Quran yang dilaksanakan pada masa tersebut majoritinya adalah dengan bersumberkan daripada nabi sendiri.Justeru itu semua sahabat menetapkan bahawa asas dan pokok pentafsiran al-Quran adalah secara mathur daripada Nabi. Untuk itu juga tafsir yang berasal daripada nabi dikenali sebagai nama tafsir al-Manqul dan ia diterima secara sepakat di kalangan sahabat. Dalam konteks lain, tentang pentafsiran atau tafsir yang bersumberkan kepada ijtihad para sahabat sendiri ada perselisihan di antara mereka di mana sebahagian sahabat menggunakan tafsir ijtihad sendiri da nada sebahagian yang lain hanya memakai dan mengikuti tafsir yang berdasarkan riwayat hadis sahaja.Menurut Mohamed T. El-Mesawi (2008) perbezaan corak pentafsiran sahabat dan Rasulullah adalah disebabkan para sahabat orang-orang Arab dan berbahasa Arab, tetapi pengetahuan mereka tentang bahasa Arab berbeza-beza, seperti berbeza-bezanya pengetahuan para sahabat tentang sastra Arab, gaya bahasa Arab, adat istiadat dan sastra Arab Jahiliyah, kata-kata yang terdapat dalam Al Quran dan sebagainya. sehingga tingkatan mereka dalam memahami ayat-ayat Al Quran berbeza-beza pula.Ada sababat yang sering mendampingi Nabi Muhammad saw, sehingga banyak mengetahui sebab-sebab ayat-ayat Al Quran diturunkan dan ada pula yang jarang mendampingi beliau. Pengetahuan tentang sebab-sebab Al Quran diturunkan itu, sangat diperlukan untuk mentafsirkan Al Quran. Kerana itu sahabat-sahabat yang banyak pengetahuan mereka tentang sebab Al Quran diturunkan itu, lebih mampu mentafsirkan ayat-ayat Al Quran dibandingakan dengan yang lain.Sebagai contoh dapat dikemukakan sebagai berikut: Diriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khaththab telah mengangkat Qudamah sebagai gabenor Bahrain. Dalam suatu peristiwa datanglah Jarud mengadu kepada Khalifah Umar, bahawa Qudamah telah meminum khamar dan mabuk. Umar berkata: "Siapakah orang lain yang ikut menyaksikan perbuatan tersebut?" kata Jarud:"Abu Hurairah telah menyaksikan apa yang telah kukatakan". Khalifah Umar memanggil Qudamah dan mengatakan: "Ya Qudamah! Aku akan mendera engkau!". Lalu berkata Qudamah: "Seandainya aku meminum khamar sebagaimana yang mereka katakan, tidak ada suatu alasan pun bagi engkau untuk mendera". Umar bertanya: "Kenapa?" jawab Qudamah: "Kerana Allah telah berfirman dalam surat Al Maaidah ayat 93:Ertinya: Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan rnengerjakan amalan yang saleh, kerana memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.Sedang saya adalah orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, kemudian bertakwa dan beriman, saya ikut bersama Nabi Muhammad saw. dalam perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq dan peperangan yang lain." Umar berkata: "Apakah tidak ada di antara kamu sekalian yang akan membantah perkataan Qudamah?". Berkata lbnu Abbas: "Sesungguhnya ayat 93 surah Al Ma-aidah diturunkan sebagai melindungi umat di masa sebelum ayat 90 ini diturunkan, kerana Allah berfirman:Surat Al Maa-idah ayat 90 (yang bermaksud):Ertinya:"Hal orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum khamar, berjudi. (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji; termasuk perbuatan syaitan. Kerana itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar mendapat keberuntungan (kejayaan)".

Berkata Umar: "Benarlah lbnu Abbas."Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahawa lbnu Abbas lebih mengetahui sebab-sebab diturunkannya ayat 93 surah Al Maa-idah dibanding dengan Qudamah. Sebab menurut riwayat Ibnu Abbas, bahawa setelah ayat 90 surat Al Maa'idah diturunkan, sahabat-sahabat saling menanyakan tentang keadaan para sahabat yang telah meninggal, padahal mereka dahulu sering meminum khamar seperti Sayidina Hamzah, bapa saudara Nabi yang gugur sebagai syuhadaa pada perang Uhud. Ada sahabat yang mengatakan bahawa Hamzah tetap berdosa kerana perbuatannya yang telah lalu itu. kerana itu turunlah ayat 93 surah Al Maa-idah, yang menyatakan bahawa umat Islam yang meninggal sebelum turunnya ayat 90 surah Al Maa'idah tidak berdosa kerana meminum khamar itu, tetapi umat sekarang berdosa meminumnya.Perbezaan tingkat pengetahuan para sahabat tentang adat istiadat, perkataan dan perbuatan Arab Jahiliyah. Para sahabat yang mengetahui haji di masa Jahiliyah akan lebih dapat memahami ayat-ayat Al Quran yang berhubungan dengan haji. dibanding dengan para sahabat yang kurang tahu.Perbezaan tingkat pengetahuan para sahabat tentang yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani di Jaziratul Arab, pada waktu suatu ayat Al Quran diturunkan.Sebab suatu ayat diturunkan ada yang berhubungan dengan penolakan atau sanggahan terhadap perbuatan-perbuatan orang-orang Yahudi dan Nasrani itu.akan lebih dapat memahami ayat-ayat tersebut dibanding dengan yang tidak mengetahui.Walau bagaimanapun , di kalangan sahabat yang berijtihad adalah mereka yang mahir dalam bahasa Arab, sastera, gaya bahasa, nahu, ungkapan serta sebab nuzul. Di antara mereka ialah : Abu Bakar dan Umar al-Khattab. Walaupun zaman itu ada kalangan sahabat yang berijtihad dengan pendapat sendiri, namun jumlah mereka adalah sedidikt sahaja.Yang mana tumpuan utama para sahabat adalah terhadap pentafsiran secara Mathur sahaja.Adapun kaedah sahabat dalam menafsirkan al-Quran adalah; Menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran, menafsirkan Al-Quran dengan sunnah Rasulullah, atau dengan kemampuan bahasa, adat apa yang mereka dengar dari Ahli kitab (Yahudi dan Nasroni) yang masuk Islam dan telah bagus keislamannya.

Diantara tokoh mufassir pada masa ini adalah: Khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali), Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Masud, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair dan Aisyah. Namun yang paling banyak menafsirkan dari mereka adalah Ali bin Abi Tholib, Abdullah bin Masud dan Abdullah bin Abbas yang mendapatkan doa dari Rasulullah. (Fadzil, 2007).Manakala menurut Rosmawati Ali (2010) di antara metod dan bentuk pentafsiran yang berlangsung pada zaman nabi dan sahabat tersebut adalah:i. Pentafsiran yang dilakukan hanyalah sekadar untuk menerangkan makna-makna ayat.ii. Pentafsiran untuk kefahaman dari segi bahasa dengan keterangan yang ringkas sahaja.iii. Pentafsiran secara umum tanpa menjelaskan atau tanpa mengistinbatkan hukum.iv. Ibn Taimiyah berpendapat, Rasulullah menerangkan kesemua ayat kepada para sahabat. Namun jumhur ulama berpendapat, tidak semua ayat Rasulullah terangkan kepada para sahabat. Di mana sebahagian ayat yang sukar difahami tidak diterangkan, begitu juga Rasulullah tidak mmenerangkan sesuatu yang mudah difahami.Penafsiran sahabat yang didapatkan dari Rasulullah kedudukannya sama dengan hadis marfu atau paling kurang adalah Mauquf (Rosmawati Ali, 2010)

2.2.1 Sumber ilmu tafsir zaman Khulafa Al-RasyidinPara sahabat juga secara sendiri dapat memahami al-Quran, kerana al-Quran diturunkan secara terperinci, terutamanya di dalam persoalan-persoalan yang sukar dan rumit.Di samping itu juga, di kalangan para sahabat terdapat perbezaan dalam pemahaman atau taraf kefahaman. Di mana apa yang difahami oleh seseorang sahabat itu mungkin tidak difahami oleh sahabat yang lain dan begitulah sebaliknya. Pada umumnya di dalam membuat tafsiran terhadap ayat-ayat al-Quran, para sahabat didapati berpegang kepada tiga sumber sebagaimana berikut:a. Berpegang kepada al-Quran itu sendiri. Hal tersebut merujuk kepada keadaan di mana terdapat ayat al-Qurang yang pada satu tempat datang dalam bentuk ringkas, maka akan terdapat ayat di tempat lain dalam al-Quran datang menjelaskan lebih lanjut ayat yang ringkas tersebut. Ataupun terdapat ayat yang mutlak tanpa ikatan atau ayat yang umum, kemudian turun pula ayat lain untuk mengikat dan mengkhususkan ayat berkenaan. Maka tafsiran bentuk ini dinamakan dengan tafsiran al-Quran dengan al-Quran. Contohnya firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 1:

1. Wahai orang-orang Yang beriman, penuhi serta sempurnakanlah perjanjian-perjanjian. Dihalalkan bagi kamu (memakan) binatang-binatang ternak (dan sebagainya), kecuali apa Yang akan dibacakan (tentang haramnya) kepada kamu. (Halalnya binatang-binatang ternak dan sebagainya itu) tidak pula bererti kamu boleh menghalalkan perburuan ketika kamu Dalam keadaan berihram. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum apa Yang ia kehendaki.

Ayat tersebut telah ditafsirkan oleh firman Allah yang lain iaitu ayat surah al-Maidah ayat 3:

3. diharamkan kepada kamu (memakan) bangkai (binatang Yang tidak disembelih), dan darah (yang keluar mengalir), dan daging babi (termasuk semuanya), dan binatang-binatang Yang disembelih kerana Yang lain dari Allah, dan Yang mati tercekik, dan Yang mati dipukul, dan Yang mati jatuh dari tempat Yang tinggi, dan Yang mati ditanduk, dan Yang mati dimakan binatang buas, kecuali Yang sempat kamu sembelih (sebelum habis nyawanya), dan Yang disembelih atas nama berhala; dan (diharamkan juga) kamu merenung nasib Dengan undi batang-batang anak panah. Yang demikian itu adalah perbuatan fasik.pada hari ini, orang-orang kafir telah putus asa (daripada memesongkan kamu) dari ugama kamu (setelah mereka melihat perkembangan Islam dan umatnya). sebab itu janganlah kamu takut dan gentar kepada mereka, sebaliknya hendaklah kamu takut dan gentar kepadaKu. pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu ugama kamu, dan Aku telah cukupkan nikmatKu kepada kamu, dan Aku telah redakan Islam itu menjadi ugama untuk kamu. maka sesiapa Yang terpaksa kerana kelaparan (memakan benda-benda Yang diharamkan) sedang ia tidak cenderung hendak melakukan dosa (maka bolehlah ia memakannya), kerana Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.b. Berpegang kepada penjelasan Nabi. Ini kerana baginda sebagaimana yang telah dijelaskan di atas merupakan pentafsir dan pemberi penjelasan terhadap isi kandungan al-Quran. Dalam hubungan ini para sahabat kembali merujuk kepada Nabi apabila mereka menghadapi kamusykilan dalam memahami atau menghuraikan ayat-ayat al-Quran. Contohnya ialah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibn Masud dengan katanya: Sewaktu turunnya ayat berikut Surah al-Anam ayat 82:

82. orang-orang Yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka Dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang Yang mendapat keamanan dan merekalah orang-orang Yang mendapat hidayah petunjuk.

Dengan turunnya ayat tersebut, para sahabat agak kelam kabut kerana mereka memahami perkataan Zulm dalam ayat tersebut adalah sama dengan kezaliman biasa. Oleh sebab itu, mereka telah bertanya kepada Rasulullah.Siapakah di antara kami yang tidak melakukan kezaliman? Baginda menjawab: Kezaliman di dini bukan sebagaimana yang dimaksudkan. Baginda bersabda:Apakah tidak kamu mendengar apa yang diucapkan oleh seorang hamba yang soleh, sebagaiman termaktub di dalam al-Quran sebagaimana firman Allah dalam ayat 13 surah Luqman:

13. dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, semasa ia memberi nasihat kepadanya:" Wahai anak kesayanganku, janganlah Engkau mempersekutukan Allah (dengan sesuatu Yang lain), Sesungguhnya perbuatan syirik itu adalah satu kezaliman Yang besar".Dimana maksud Zulm ini adalah syirik.Berpegang kepada kefahaman dan ijtihad.Para sahabat itu apabila mereka tidak menemui tafsiran terhadap ayat-ayat tertentu di dalam al-Quran, tidak juga mereka temui dari penjelasan yang ditinggalkan oleh Rasulullah. Maka mereka akan berijtihad berdasarkan kefahaman mereka sendiri. Tafsiran al-Quran dari ijtihad para sahabat seumpama ini mempunyai nilai yang tinggi kerana mereka terdiri daripada kalangan orang Arab yang memahami bahasa Arab dan Balaghah.

3.0 Kepentingan Ilmu Tafsir Dalam Pembentukan Hukum Yang Sesuai Dengan Perubahan Masyarakat Dan Tempat.Menurut Syeikh Muhammad Ali Ash Shabuni (2007) kita perlu mentafsir al-Quran unuk membebaskan manusia dari penyembahan kepada hamba Allah. Untuk mempertemukan individu dan masyarakat dengan zat Tuhan yang Maha Agung.Al-Quran adalah pedoman umat, petunjuk dan syariat Allah untuk makhluk di bumi ini. Ia merupakan nur allah, petunjuk samawi dan syariat umum yang abadi. Memuat apa saja yang diperlukan oleh manusia, baik dalam urusan agama ataupun dunia mereka yang lengkap, memuat berbagai macam aspek kehidupan manusia baik, aqidah, ibadah, akhlaq, muamalah, politik dan hukum perdamaian dan perang, mahupun soal ekonomi dan hubungan antarabangsa.Ia kitab Allah SWT yang lengkap, diturunkan-Nya sebagai penjelasan bagi segala sesuatu, petunjuk dan rahmat-Nya bagi kaum yang beriman. Al-Quran akan menjunjung semua itu dengan sempurna tanpa cacat atau kurang sedikit pun. Maka tidak hairan bahawa tidak boleh memperoleh kebahagiaan melainkan dengan petunjuknya dan mengikuti apa yang dibawanya. Ia merupakan ubat bagi hati, sekaligus juga benteng dari segala bentuk keburukan yang timbul di kalangan masyarakat. Firman Allah dalam surah al-Israk ayat 82:

82. dan Kami turunkan Dengan beransur-ansur dari Al-Quran Aya-ayat suci Yang menjadi ubat penawar dan rahmat bagi orang-orang Yang beriman kepadanya; dan (sebaliknya) Al-Quran tidak menambahkan orang-orang Yang zalim (disebabkan keingkaran mereka) melainkan kerugian jua.Menurut Rosmawati Ali (2010) menyatakan antara sebab seseorang perlu mempelajari ilmu Tafsir adalah:i. Kerana al-Quran itu sangat tinggi mutunya dari segi bahasa, sehingga masyarakat dan orang awam sukar untuk memahaminya. Justeru itu, ia memerlukan pentafsiran daripada Rasulullah, para sahabat, tabiin dan Ulama.ii. Disebabkan banyak perkara dan permasalahan yang tidak diterangkan secara jelas di dalam al-Quran atau juga terdapat nas dan ayat yang masyarakat anggap ia tidak perlu penjelasan, tetapi sebenarnya perlu keada kita untuk mengetahui secara lebih terperinci dan halus.iii. Terdapat beberapa ayat al-Quran yang berbentuk majaz atau musytarak. Justeru itu ia perlu kepada pentafsiran supaya tidak menyalahi dan tidak disalahanggap mengenai kehendak dan tujuan sebenar ayat-ayat tersebut.Tujuan mempelajari ilmu tafsiri. Untuk memahami makna-makna al-Quran dengan lebih sempurna dan tepat.ii. Untuk mengambil hukum atau intinbatkan hukum yang terkandung dalamnya.iii. Untuk memahami dan mengikuti hikmat-hikmat yang terdapat dalam al-Quran.iv. Untuk beramal dengan petunjuk dan akhlak yang terdapat dan dijelaskan di dalam al-Quran.v. Dengan mempelajari dan memahami ilmu tafsir akan dapat menghindarkan seseorang daripada mentafsir dan memahami ayat dengan cara yang salah atau menyeleweng daripada maksud sebenar.vi. Tafsir bertujuan untuk mengulas kalam Allah supaya dapat beramal dengan baik.vii. Matlamat Tafsir ialah untuk memahami kalam Allah dengan jelas dan terang.viii. Ilmu Tafsir amat perlu bagi setiap individu muslim untuk mendalamkan ilmu pengetahuan bagi mengukuhkan iman.

Islam merupakan suatu ajaran yang mengatur kehidupan manusia dengan peraturan yang begitu rapi dan indah.Ia meletakkan seluruh jurusan kegiatan manusia sebagai jalan pengabdian diri kepada Allah SWT. Hampir tiada ruang bagi manusia untuk tidak mahu patuh atau tunduk kepada syariat Allah SWT.Kerana sememangnya mereka dicipta oleh Allah SWT dan semestinya tunduk kepada sistem atau peraturan Allah SWT.Justeru ilmu tafsir perlu memainkan peranan yang penting untuk memastikan hukum yang dikeluarkan adalah berlandasakan kepada ajaran Islam.Ini kerana selepas kewafatan Rasulullah tampuk pemerintahan Islam telah diambil oleh sahabat Rasulullah.Berdasarkan kepada perkembangan agama Islam ini maka adalah perlu untuk membuat tafsiran secara teliti terhadap ayat al-Quran kerana negara Islam semakin berkembang dan umat Islam semakin bertambah. Ini akan menimbulkan pelbagai persoalan dan juga permasalahan berkaitan dengan hukum-hukum dalam Islam. Pentafsiran al-Quran perlu dibuat dengan terperinci dan tepat untuk memastikah hukum yang dikeluarkan tepat dan bersesuaian dengan kehendak Allah.Ia juga untuk memastikan umat Islam seluruhnya memahami al-Quran dengan betul dan tidak berbelah bagi.Oleh yang demikian, disebabkan Al-Quran ini diturunkan dalam bahasa arab maka ianya merupakan satu kewajipan kepada umat Islam untuk mengetahui ilmu tafsir supaya dapat menjelaskan maksud-maksudnya yang tidak difahami oleh orang yang bukan arab (Ajam) bahkan terdapat banyak ayat dalam Al-Quran yang bangsa arab sendiri pun tidak memahaminya lantaran tinggi bahasa dan sasteranya, agung makna dan penyusunan kata-katanya sehingga ianya benar-benar menjadi mukjizat dan cabaran kepada sesiapa yang tidak beriman untuk mencipta sepertinya sebagaimana cabaran Allah SWT kepada hamba-Nya dengan berfirman : Dan jika kamu meragui akan apa yang kami turunkan (Al-Quran) kepada hamba kami (Muhammad), maka buatlah satu surah sepertinya (Surah Al-Baqarah : 23). Sebagai contoh seperti yang disebut oleh Abu Ubaidah dari riwayat Mujahid dari Ibn Abbas ra bahawa katanya Aku tidak mengetahui apakah itu fathirul Samawatul wal Ardh sehinggalah datang 2 orang arab yang bersumpah di tepi telaga dan seorangnya mengatakan , Ana fathiruha : yang bermaksud akulah yang membuatnya (memulakan penciptaannya).Lalu penafsiran Al-Quran itu dilakukan demi memahami maksud sebenar disebalik perumpamaan-perumpamaan yang digunakan dalam Al-Quran bagi menyampaikan sesuatu maksud atau mengeluarkan hukum dan perintah dari sesuatu ayat atau memahami tegahan dan larangan disebalik iktibar kisah dan penjelasan keburukan sesuatu perkara. Tafsir berperanan mencungkil hikmah dan rahsia yang tersembunyi disebalik firman dan kalam Allah yang berupa mukjizat dan sesungguhnya ilmu tafsir ialah ilmu mengenali hikmah Al-Quran seperti firman Allah :

Sesungguhnya Allah memberi hkmah kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya dan barangsiapa yang diberikan hikmah maka sesungguhnya dia telah mendapat kebaikan yang banyak. (Surah Al-Baqarah : 269).Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim dari riwayat Ibn Abi Talhah dari Ibn Abbas ra dalam menafsirkan ayat ini dengan berkata itu bermaksud Mengenal Al-Quran, memahaminya serta mengetahui nasakh dan mansukh, ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat, mengetahui yang awal dan akhir diturunkan serta mengetahui halal dan haram dan yang berkaitan dengannya.Menyentuh perihal tafsir, maka para ulama telah menetapkan panduan dan kaedah khusus dalam membuat penafsiran pada ayat-ayat Quran.Sepertimana disebut oleh Imam Ibn Katsir ra yang mengatakan sebaik-baik tafsir ialah tafsir dengan menggunakan Al-Quran bagi menafsirkan Al-Quran.Sesungguhnya penafsiran Al-Quran dengan menggunakan Al-Quran ialah tafsiran yang paling utama dan benar kerana hanya Allah mengetahui apa yang dimaksudkannya dan lafaz tertentu dalam Al-Quran akan dapat diketahui dengan merujuk ayat yang lain tapi membawa makna kepada ayat yang tidak difahami itu.

Sebagai contoh seperti yang dilakukan sendiri oleh para sahabat ra dalam memahami ayat-ayat Allah dengan menafsirkannya kepada ayat-ayat yang lain yang membawa makna ayat yang tidak difahami atau menjelaskan apa yang tidak jelas atau mengkhususkan apa yang terlalu umum seperti firman Allah swt : Bagi kamu dihalalkan memakan binatang ternak kecuali yang akan didatangkan kepada-mu selain itu. (Surah Al-Maidah :1).Pada ayat di atas perintah dan kebenaran memakan binatang sangatlah umum kerana tidak disebut binatang yang bagaimanakah pula yang tidak boleh dimakan sebab pengecualian kepada halal tidak disebut jelas sehinggalah para sahabat mentafsirkannya dengan ayat 3 Surah Al-Maiadah yang membawa maksud dan pemahaman yang lebih jelas iaitu pada firman-Nya : "Diharamkan kepada kamu memakan bangkai , darah, daging khnzir (babi) dan binatang yang tidak disembelih dengan nama Allah. (Surah Al-Maidah :3).

Manakala dalam perkara yang tiada disebut dalam Al-Quran maka tafsir dilakukan dengan menggunakan As-Sunnah kerana sunnah rasulullah itu merupakan sebaik-baik tafsir bagi Al-Quran selepas Al-Quran itu sendiri dalam mencapai makna dan pemahaman yang sahih sebagaimana firman Allah : Dan kami turunkan kepada kamu Al-Zikr (Al-Quran) sebagai memberi penerangan kepada manusia. (Surah An-Nahl : 44).Fungsi sunnah ialah sebagai pentafsir dan penjelas kepada isi-isi kandungan Al-Quran sebagaimana disebut oleh baginda salallahualaihiwasalam : Bukankah aku ini diberikan Al-Quran kepadaku dan sesuatu yang menyerupainya (Sunnah) (Hadith Sahih, riwayat Abu Daud).Imam Syafie ra juga pernah mengatakan Setiap yang dihukumkan oleh rasulullah merupakan apa yang hasil dari Al-Quran. .Dengan berkembang pesat umat Islam ke seluruh dunia, pentafsiran al-Quran perlu kembang dan diperluaskan.Allah memuliakan umat Islam dengan penurunan al-Quran, kitab penuh dengan kebesaran dan bukti keesaan Allah.Allah menyifatkan al-Quran sebagai sebaik-baik perkataan peringatan dan kisah (ahsan al-Hadith al-Mathani).

Firman Allah dalam surah Surah al-Zumar, ayat 23:

23. Allah telah menurunkan sebaik-baik perkataan Iaitu Kitab suci Al-Quran Yang bersamaan isi kandungannya antara satu Dengan Yang lain (tentang benarnya dan indahnya), Yang berulang-ulang (keterangannya, Dengan berbagai cara); Yang (oleh kerana mendengarnya atau membacanya) kulit badan orang-orang Yang takut kepada Tuhan mereka menjadi seram; kemudian kulit badan mereka menjadi lembut serta tenang tenteram hati mereka menerima ajaran dan rahmat Allah. Kitab suci itulah hidayah petunjuk Allah; Allah memberi hidayah petunjuk Dengan Al-Quran itu kepada sesiapa Yang dikehendakiNya (menurut undang-undang peraturanNya); dan (ingatlah) sesiapa Yang disesatkan Allah (disebabkan pilihannya Yang salah), maka tidak ada sesiapa pun Yang dapat memberi hidayah petunjuk kepadaNya.Bidang tafsir adalah bidang paling ramai ulama berkhidmat padanya kerana mereka ingin berkhidmat kepada kitab Allah.Penafsiran al-Quran sentiasa berlaku sepanjang zaman sejak zaman Nabi Muhammad SAW sehinggalah hari akhirat.Penafsiran al-Quranakan berterusan dan tidak terhenti zaman ini saja. Tafsir bermaksud penjelasan dan keterangan sementara daripada sudut istilah bermaksud ilmu membahaskan cara menuturkan lafaz al-Quran, mengetahui hukum terkandung dalamnya, menerangkan perkara kurang jelas dan mengetahui nasikh, mansukh dan sebab penurunannya. Oleh itu, ulama menetapkan syarat untuk menafsirkan al-Quran iaitu mengetahui ilmu bahasa Arab kerana dengan ilmu itu dapat mengetahui makna perkataan dengan lebih tepat terutama penggunaannya di kalangan bangsa Arab.Ilmu nahu[footnoteRef:5] dan ilmu Ma'ani[footnoteRef:6] kerana al-Quran mengandungi kandungan tata bahasa dan balaghah yang tinggi.Di samping itu, pentafsir perlu mengetahui sebab penurunan ayat, ilmu hadiah, kalam, qiraat dan feqah.Ini adalah sebahagian syarat untuk menafsirkan al-Quran dan umat Islam disuruh supaya belajar dan memahami al-Quran.Tuntutan tadabur al-Quran supaya Muslimin dapat memahami dan berinteraksi dengan al-Quran secara akal serta hati. [5: NAHWU adalah kaedah-kaedah Bahasa Arab untuk mengetahui bentuk kata dan keadaan-keadaannya ketika masih satu kata (Mufrod) atau ketika sudah tersusun (Murokkab). Termasuk didalamnya adalah pembahasan SHOROF.Karena Ilmu Shorof bagian dari Ilmu Nahwu, yang ditekankan kepada pembahasan bentuk kata dan keadaannya ketika mufrodnya.] [6: Ilmu maaniy adalah ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-ihwan lafazh bahasa arab yang mencocoki terhadap muqtadhal haal-nya, oleh karena itu perbedaan bentuk-bentuk kalam mengindikasikan berbedanya hal-ihwal (maqom/motif).]

Tafsir al-Ra'yi atau dirayah ialah tafsiran bersandarkan kepada ijtihad dan penelitian oleh ulama dalam memahami al-Quran.Wujud perselisihan pendapat mengenai penggunaan Tafsir al-Ra'yi.Ada ulama melarang penafsiran jenis ini disebabkan dakwaan menyebutkan Nabi Muhammad SAW melarang menggunakan akal dan pendapat sendiri untuk menafsirkan al-Quran.Oleh itu, ulama mensyaratkan beberapa prinsip dan syarat ketat bagi membolehkan seseorang itu menafsirkan al-Quran supaya tidak mengikut hawa nafsu dan tanpa memiliki ilmu mantap.Perkara ditegah ialah penafsiran mengikut hawa nafsu dan tidak mengikut kaedah ditetapkan.Mereka berdalilkan hadis dari Ibn Abbas yang bermaksud: "Dan sesiapa yang mengatakan sesuatu mengenai al-Quran dengan pendapatnya sendiri, maka bersiap-siaplah tempatnya di dalam api neraka." Beliau mengambil pandangan Imam Abu Muhammad Ibn Atiyyah dalam mukadimah al-Muhharrar al-Wajiz yang menyebutkan: "Ini bermakna bahawa seseorang yang bertanya mengenai sesuatu makna dalam al-Quran, kemudian ia menjawab dengan pendapatnya, tanpa mempelajari dulu apa yang dikatakan ulama mengenai hal itu, dan makna yang dihasilkan berdasarkan kepada kaedah keilmuan seperti ilmu nahu dan usul fiqh. Tidak termasuk dalam kategori hadis ini jika ahli bahasa Arab menafsirkan bahasa al-Quran, ahli nahu mengkaji nahu al-Quran, ahli fiqh mengkaji hukumnya dan setiap orang menghasilkan ijtihadnya yang dibangunkan di atas kaedah ilmu dan penyelidikan, maka orang yang mengeluarkan pendapat dengan sifat seperti itu, tidak termasuk dalam golongan yang mengeluarkan pendapat semata-mata hasil kefahaman pemikirannya saja." Oleh demikian, pendekatan terbaik menafsirkan al-Quran ialah menggabungkan antara (mathur) riwayat dan (ra'yi) dirayat. Di samping itu, menafsirkan al-Quran dengan ayat al-Quran lain.Oleh yang demikian kepentingan mempalajari ilmu tafsir adalah tepat sebagaimana yang dinyatakan oleh (Rosmawati Ali, 2010), (Syeikh Muhammad Ali Ash Shabuni, 2007) dan juga (Mohammad Abdu al-Azim Zarqaniy, 1999).

4.0 KesimpulanKita sekarang berada di zaman globalisasi iaitu zaman kemudahan untuk pencarian sumber maklumat tentang apa sahaja untuk dicari. Ianya boleh dicari di mana-mana sahaja dengan satu klik sahaja di dalam pencarian di Internet. Namun adalah tafsir yang dipilih dan dipegangi itu tafsir yang betul?.Umumnya, masyarakat akan mendapat maklumat tentang tafsir al-Quran di Malaysia daripada pelbagai cara. Antaranya ialah daripada TV, radio, suratkhabar, Internet, buku-buku dan majalah awam.Namun setiap sumber itu memerlukan pengesahan dan telah ditetapkan sebagai tafsir yang muktabar untuk memastikan kita umat Islam tidak sesat. Ini kerana Pentingnya al-Quran bagi setiap juslim tidak dapat dinafikan, kerana alquran merupakan sumber utama bagi individu muslim untuk mebdapat keberkatan dan pengajaran tentang hukum-hukum allah, sama ada yang berkaitan dengan aqidah, syariat atau akhlak.Sesungguhnya al-Quran termasuk dalam rukun iman yang wajib dipercayai kebenarannya dan dipelajari isi kandungannya, akan tetapi akhir-akhir ini perhatian terhadap pengajaran al-Quran di abaikan dan penglibatan orng islam terhadapnya merosot. Natijah dari ini maka banyaklah keluhan dan rungutan serta rintihan daripada masyarakat islam kerana kewujudan bilangan anak-anak muda yang tidak mampu membaca al-Quran dan jauh sekali daripada memahami akan kandungan al-Quran.Membaca al-Quran itu satu ibadah, disamping itu ada ibadat lain yang memerlukan bacaan al-Quran iaitu solat. Jadi anak-anak yang diajar membaca al-Quran bukanlah sia-sia, sebaliknya ia boleh membacanya semasa menunaikan solat setiap hari dan kadar yang paling minimum ialah membaca surah al-fatihah.

RujukanAbdul Qadir Umar Usman al-Hamidy. (2003). Pengantar ilmu-ilmu Al-Quran/tafsir. Brunei Darul Salam: Institut Pengajian Islam Sultan Haji Omar Ali Saifuddien.Abu Ghuddah. (1998). Lumhat min Tarikh as-Sunnah wa Ulum al-Hadith. Beirut.Adian Husaini. (2007). Hermeneutika & Tafsir Al Quran. Jakarta: Gema Insani.Afzal Ur Rahman. (2007). Ensiklopedi Ilmu Dalam Al-quran. Jakarta: Pustaka Mizan.Fadzil, A. (2007). Anatomi al-Quran: mengenal ilmu, sejarah & kandungan al-Quran. Kuala Lumpur: PTS Islamika.Hasani Said. (2000). Sejarah dan Ulumul al-Quran. Jakarta: Pustaka Firdaus.Ibnu Najib Al-Husaimi. (2011, 2 11). Retrieved 4 10, 2013, from http://ibnnajib.blogspot.com/2012/10/ringkasan-ulum-hadis.Insan Ali Fauzi. (1994). "Membumikan" Al-Quran: fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat. Jakarta: Pustaka Mizan.M. Hasbi Ash Shiddieqy (T.). (1977). Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur-an/Tafsir. Brunei: Bulan Bintang.Manna al-Qattan. (1999). Mabahith fi Ulum al-Quran. Beirut: Muassasah al-Risalah.Mohamed T. El-Mesawi. (2008). Fenomena Al-Quran: esei tentang teori berkenaan al-Quran. Kuala Lumpur: ITNMB.Mohammad Abdu al-Azim Zarqaniy. (1999). Menyingkap rahsia ilmu Al-quran: pembahasan secara mendalam tentang 'Ulumul Quran. Jakarta: Pustaka Ilmi.Muhammad Ibnu Bahadur Zarkashi. (1988). al-Burhan fi ulum al-Qur'an. Jakarta: Darul Fikir.Muhammad Najib Abdul Kadir. (2004). Israiliyyat: pengaruh dalam kitab tafsir. Kuala Lumpur: Utusan Publications.Muhammad Saed Abdul-Rahman. (2009). Tafsir Ibn Kathir. London: MSA Publications Limited.Rosmawati Ali. (2010). Pengantar Ulum al-Quran. Kuala Lumpur: Pustaka Salam.Ruslan Adjun. (1986). Mengenal al-Quran: beberapa masalah dalam pengantar ilmu tafsir. Jakarta: Pustaka al-Mizan.Syamsudin Arif. (2005). Al-Quran dan serangan orientalis. Jakarta: Gema Insani.Syeikh Muhammad al-Ghazali. (1991). Al-quran Kitab Zaman Kita. Jakarta: PT Mizan Publika,.Syeikh Muhammad Ali Ash Shabuni. (2007). Sejarah dan Dasar Pengajian Ilmu Al-Quran. Kuala Lumpur: Percetakan Putrajaya Sdn Bhd.Yahaya Jusoh. (2012). Falsafah ilmu dalam al-Quran: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Skudai: Penerbit UTM.

5