Karil yuliana nim. 822177824
-
Upload
operator-warnet-vast-raha -
Category
Documents
-
view
199 -
download
2
Transcript of Karil yuliana nim. 822177824
PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ENERGI DAN PENGGUNAANNYA
DI KELAS IV SD NEGERI 12 KONTUNAGA
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Mata Kuliah Teknik Penulisan Karya
Ilmiah
NAMA : YULIANA
NIM : 822177824
PRODI : S.1 PGSD
POKJAR : LOHIA
UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ KENDARI
TAHUN 2015
ABSTRAK
YULIANA (822177824) Telah melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan
Pendekatan Konstruktivisme dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Materi Energi dan
Penggunaanya di Kelas IV SD Negeri 12 Kontunaga”, dibawah bimbingan Drs. La Masi,
M.Pd. Penelitian ini berfokus pada hasil belajar siswa pada materi energi dan penggunaannya
dalam pembelajaran IPA, yang belum memenuhi KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 65. Hal
ini disebabkan guru dalam pembelajaran IPA khususnya energi dan penggunaannya hanya
menggunakan model Konvensional serta kurang melibatkan siswa dalam proses
pembelajaran. Rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah penerapan pendekatan
Konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa pada materi energi dan
penggunaannya di kelas IV SDN 12 Kontunaga?”. Tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA khususnya pada materi energi dan
penggunaannya. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas berdaur ulang/siklus,
meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, obsevasi, dan refleksi. Data penelitian
adalah aktivitas siswa belajar selama proses pembelajaran IPA berdasarkan model
pembelajaran konstruktivisme serta hasil tes siklus yang diperoleh siswa pada proses
pembelajaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan pada aktivitas siswa
serta hasil tes siklus yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran IPA melalui
pendekatan konstruktivisme. Pada siklus I hasil belajar siswa mencapai nilai rata-rata 67,5
dengan persentase ketuntasan hasi belajar 67 %, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi
83 % dengan nilai rata-rata 70,0, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA siswa
kelas IV SDN 12 Kontunaga dapat ditingkatkan melalui pendekatan konstruktivisme.
Kata Kunci : Konstruktivisme, Meningkatkan Hasil Belajar IPA, Siswa SDN 12
Kontunaga
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini,
pembangunan dibidang pendidikan sangat sangat memegang peranan penting. Pembangunan
pendidikanyang diharapkan tidak hanya terbatas pada ukuran kuantitatif tetapi yang lebih
panjang adalah ukuran kualitatif,karena proses pendidikan pada dasarnya adalah proses
pembangunan sumber daya manusia. Sejalan dengan hal tersebut arah kebijakan pemerintah
dewasa ini berupayauntuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin
secara terarah,terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan kreatif oleh
seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai
dengan hak dukung dan lingkungannya sesuai dengan potensinya (Sukmadinata 2004).
Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar (SD) pada umumnya adalah untuk
mengembangkan pengetahuan dasar siswa terhadap pelajaran IPA. Menurut kurikulum 2006,
pembelajaran IPA di sekolah dasar sebagai bagian dari system pendidikan nasional, bertujuan
antara lain agar siswa memiliki kemampuan dalam pembelajaran yang menekankan pada
pemahaman konsep.
Oleh karena itu, seorang guru perlu mengetahui dan memahami berbagai teori
belajar,pendekatan mengajar,dan metode mengajar dalam pembelajaran IPA, sehingga dapat
diaplikasikan dalam pembelajaran di kelas. Melalui penguasaan dan pengaplikasian teori,
metode dan pendekatan mengajar IPA yang telah dikuasai, guru dapat membimbing siswa
untuk menemukan sendiri konsep dan prinsip IPA. Dengan begitu siswa dapat lebih
memahami konsep dan prinsip IPA tersebut melalui pengkonstruksian pemikiran sendiri.
Sejalan dengan itu, Niskon (Hasbullah,1993:3) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah
suatu upaya membantu siswa mengkonstruksi (membangun) konsep – konsep dan prinsip
IPA dengan kemampuan sendiri melalui internalisasi sehingga konsep dan prinsip itu
terbangun kembali. Namun, kenyataannya di kelas IV SD Negeri 12 Kontunaga, pelajaran
IPA pada materi Energi dan penggunaanya, belum dapat dikuasai oleh siswa dengan baik.
Hal ini dibuktikan dengan hasil evaluasi dalam pembelajaran. Nilai rata – rata belum
memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65 (berdasarkan ketetapan sekolah).
Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar siswa. Salah satunya
model pembelajaran yang digunakan masih menggunakan pembelajaran konvensional.
Artinya, proses pembelajaran siswa hanya duduk diam menerima materi pelajaran yang
disampaikan guru, siswa tidak aktif menerima pelajaran. Oleh karena itu masih banyak materi
pelajaran yang belum dikuasai siswa. Model pembelajaran konvensional ini diperkirakan
salah satu penyebab rendahnya prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri 12 Kontunaga.
Olehnya itu guru perlu merancang dan melaksanakan suatu pembelajaran yang
memungkinkan siswa mengkonstruksi pemikiranya sendiri untuk menemukan konsep IPA
yang sudah ada, kemudian siswa tersebut mengetahui dari mana dan untuk apa konsep
tersebut dipelajari.
Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstrktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini erupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.
1. Identifikasi Masalah
Setelah proses belajar mengajar pada pembelajaran IPA yang diakhiri dengan evaluasi
ternyata hasilnya belum mencapai target yang ditetapkan. Hal ini merupakan suatu masalah
yang harus diselesaikan dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Berdasarkan data yang ada selaku guru/peneliti meminta salah seorang guru teman
sejawat dan supervisor untuk mengidentifikasi kekurangan dalam pembelajaran yang
dilaksanakan. Dari diskusi dengan teman sejawat dan supervisor terungkap beberapa masalah
yang terjadi dalam pembelajaran yaitu:
a. Nilai prestasi siswa yang masih rendah.
b. Siswa kurang berminat menerima pelajaran
c. Siswa belum memahami materi pelajaran
d. Siswa tidak aktif dalam proses pembelajaran
2. Analisis Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas, maka saya sebagai guru di kelas IV
melakukan hal – hal sebagai berikut:
a. Menganalis daftar hadir siswa
b. Menganalisis daftar nilai siswa
c. Melakukan refleksi terhadap cara mengajar guru di kelas
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut, “Apakah
Penerapan Pendekatan Konstruktivisme dapat Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa pada
Materi Energi dan Penggunaanya di Kelas IV SD Negeri 12 Kontunaga?”
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan dari perbaikan ini adalah untuk
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahua Alam (IPA)
khususnya pada materi energi dan penggunaanya.
D. Manfaat Perbaikan Pembelajaran
Hasil dari perbaikan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti dari
beberapa pihak:
1. Bagi siswa, dapat membantu sekaligus mempermudah siswa dalam belajar IPA pada
materi energi dan penggunaanya di kelas IV SD Negeri 12 Kontunaga.
2. Bagi guru, dapat memperbaiki model pembelajaran dan meningkatkan mutu
pembelajaran di kelas.
3. Bagi sekolah, dapat memberikan masukkan yang baik dalam rangka perbaikan
pembelajaran IPA pada khususnya .
4. Peneliti sendiri, Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman tentang kondisi dan
permasalahan pembelajaran di sekolah serta dapat menerapkan model pembelajaran yang
sesuai.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Konsep Pembelajaran, Mengajar dan Prestasi Belajar
Pengajaran adalah susunan informasi dan lingkungan yang memfasilitasi pembelajaran.
Lingkungan tidak hanya tempat berlangsungnya pembelajaran, tetapi juga metode, media dan
peralatan yang diperlukan untuk menyampaikan informasi dan membimbing siswa belajar.
Sedangkan pembelajaran adalah mengembangkan pengetahuan, keterampilan atau sikap baru
pada saat individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan.
Setiap saat dalam kehidupan seseorang terjadi suatu proses belajar mengajar,baik sengaja
maupun tidak disengaja, disadari atau tidak disadari. Jadi belajar adalah suatu usaha yang
dilakukan seseorang secara sengaja dan terencana untuk mencapai tujuan tertentu. Sejalan
dengan itu, maka Slameto (1995 : 27) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Dalam usaha mencapai tujuan belajar tersebut, maka perlu diciptakan adanya
sistem lingkungan atau kondisi belajar yang lebih kondusif. Hal ini berkaitan langsung
dengan proses mengajar,sebab mengajar adalah sebagai usaha menciptakan sistem
lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal.
Hal senada dikemukakan oleh Sudjana (1998 : 28) bahwa belajar sebagai suatu proses
yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seorang siswa. Perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuannya,
pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, dan lain- lain aspek yang ada pada individu
siswa.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
suatu aktivitas yang dilakukan siswa dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya,
sehingga menyebabkan terjadinya tingkah laku pada siswa yang dinyatakan sebagai hasil
belajar. Proses mengubah atau memperbaiki aspek – aspek tingkah laku melalui latihan,
pengalaman, dan interaksi dengan lingkungan, perubahan yang terjadi relative menetap dan
berbekas.
Mengajar pada hakekatnya merupakan proses mengatur, mrngorganisasi lingkungan
yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan
proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/
bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar (Sudjana, 1998 : 29).
Slameto (1988 : 30) mendefenisikan mengajar sebagai usaha bimbingan kepada siswa
dalam proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa yang aktif dan mengalami proses belajar
adalah siswa. Sementara guru hanya membimbing dan menunjukkan jalan dengan
memperhitungkan kepribadian siswa. Kesempatan untuk berbuat aktif dan berpikir lebih
banyak diberikan kepada siswa. Dari pendapat para ahli tersebut di atas tentang mrngajar,
dapat dikatakan bahwa mengajar merupakan suatu aktivitas yang direncanakan untuk
mencoba membimbing dan mengarahkan siswa dalam proses belajar.
Dalam proses belajar mengajar akan diperoleh suatu hasil yang disebut hasil
pembelajaran atau prestasi siswa. Agar memperoleh prestasi belajar yang optimal, maka
proses belajar mengajar harus dilakukan secara sadar dan sengaja serta terorganisasi secara
baik.
Prestasi belajar merupakan suatu indikator dari perubahan yang terjadi pada siswa
setelah mengalami proses belajar. Untuk mengungkapkan prestasi siswa ini, maka digunakan
suatu alat penilaian yang disebut tes prestasi belajar. Menurut Mappa (1978 :34) bahwa
prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa dalam bidang studi tertentu yang
menggunakan tes standar sebagai alat ukur keberhasilan mengajar. Jadi keberhasilan belajar
seorang siswa dalam menempuh proses belajar di sekolah dapat dilihat dari hasil penilaian
yang digunakan oleh seorang guru.
Keberhasilan guru dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah merupakan
parameter yang diguakan untuk menilai proses perkembangan siswa. Jika hasil yang dicapai
siswa baik, proses perkembangan siswa berjalan dengan baik pula. Oleh karena itu perlu
diupayakan agar faktor – faktor penunjang yang dapat mempengaruhi proses perkembangan
prestasi belajar siswatersebut terutama sarana dan prasarana pendidikan serta pengembangan
kualitas profesionalitas guru di sekolah.
Winkel (1983 : 29) berpendapat bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti dari usaha
yang dicapai. Jadi dalam hal ini prestasi belajar merupakan bukti dari usaha belajar yang
dilkukan seorang siswa sehubungan dengan apa yang dipelajarinya. Prestasi belajar yang
dicapai siswa merupakan bukti utama dari proses belajar karena didalamnya akan
menampakkan suatu perubahan tingkah laku sebagai cermin nyata dari kegiatan belajar.
Prestasi belajar adalah ukuran nyata dari hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran tertentu.
Pemahaman terhadap konsep – konsep yang telah diajarkan nampak setelah melalui tekhnik
pengukuran tertentu.jenis, yaitu untuk mendapat pengetahuan, penanaman konsep dan
keterampilan serta pembentukkan sikap.
2. Proses Pembelajan IPA
Belajar IPA adalah bentuk belajar yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan terencana
yang dalam pelaksanaanya dibutuhkan suatu proses yang aktif untuk memperoleh
pengalaman atau pengetahuan baru hingga menyebabkan perubahan tingkah laku.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari keseluruhan proses pendidikan dengan guru
sebagai pemegang peranan utama. Belajar mengajar adalah suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubunngan timbal balik
antara guru dan siswa merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar.
Interaksi dalam proses belajar mengajar mempunyai arti yang sangat luas, tidak sekedar
hubungan guru dengan siswa tetapi interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya
menyampaikan pesan berupa materi pelajaran, melainkan juga nilai dan sikap pada diri siswa
yang sedang belajar.
Untuk lebih memahami prinsip proses belajar mengajar, akan diuraikan sebagai berikut.
Pengertian proses dalam tulisan ini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang
terdapat dalam proses belajar yang satu sama lain saling berhubungan dalam ikatan mencapai
suatu tujuan (Usman,1990 : 17). Belajar diartikan sebagai suatu bentuk pertumbuhan dalam
diri seseorang yang dinyatakan dalam cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman atau
latihan ( Hamalik, 1993 : 9).
Dengan adanya benda – benda konkret dapat membuat siswa tertarik untuk
mengadaptasikan dirinya pada pembelajaran dengan menggunakan benda – benda nyata yang
ada di sekitarnya. Dalam proses ini seorang siswa akan menggunakan struktur yang sudah
ada dalam pikiranya untuk mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan. Dalam proses
akomodasi, siswa memerlukan modifikasi struktur mental (schemata) yang sudah ada dalam
mengadakan respon terhadap tantangan / masalah yang dihadapi di lingkunganya. Teori
piaget tentang perkembangan intelektual ini menggambarkan tentang kontruksi pembentukan
pengetahuan, bahwa perkembangan intelektual adalah suatu proses dimana anak secara aktif
membangun pemahamannya dari hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya.
Impliksi dariteori Piaget ini adalah agar siswa berhasil dalam mempelajari IPA, maka siswa
tersebut harus berinisiatif dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
Berdasarkan uraian diatas bahwa untuk belajar IPA siswa harus melibatkan diri secara
aktif dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru. Keterlibatan siswa tersebut dapat
diupayakan jika pembelajaran dilakukan dengan benda – benda konkret yang dikenal siswa di
lingkungannya sehingga menunjukkan adanya tantangan dan inisiatif yang kuat bagi siswa
untuk memecahkannya.
3. Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme dapat membantu siswa memahami pelajaran IPA pada
materi energi dan penggunaanya, dengan mengkonstruksi pemikiran sendiri anak akan lebih
memahami materi dengan baik. Pendekatan konstruktivisme juga memberikan penekanan
tentang bagaimana siswa mengkonstruksi pengetahuan sendiri berdasar permasalahan yang
diberikan, Suherman (Latri, 2003 : 6). Bahkan Suherman (2001 : 71) mengatakan bahwa
belajar IPA merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan IPA .
Siswa yang lebih banyak berpikir terhadap permasalahan yang tengah dihadapi sekaligus
melatih daya pikirnya.
Esensi dari teori konstruktivisme adalah siswa itu sendiri yang harus menemukan dan
mentransfer informasi – informsi yang akan dijadikan miliknya. Peranan guru adalah
menyediakan fasilitas dan membantu siswa menemukan dan mentransfer informasi itu.
Sebagaimana Slavin (Wardani, 1999 : 4) mengatakan bahwa teori belajar konstruktivisme
adalah teori yang berpandangan bahwa siswa itu sendiri yang harus menemukan dan
mentrasformasi informasi komplek, mengecek informasi baru, kemudian dibandingkan
dengan aturan lama dan merevisi aturan itu apa tidak sesuai lagi. Hal ini diperkuat oleh
Anders (Wardani, 1999 : 5) bahwa konstruktivisme adalah pandangan tentang belajar
mengajar yang menempatkan pelajar sendiri arti atau pengetahuan dari pengalaman dan
interaksi dengan yang lain dan peranan guru menyediakan pengalaman yang berarti bagi
siswa. Berdasarkan kedua pendapat diatas maka pandangan konstruktivisme dalam belajar
adalah siswa sendiri yang membangun pengetahuan yang dimilikinya.
a. Ciri – ciri Pendekatan Konstruktivisme
Ciri – ciri pembelajaran sesuai pandangan konstruktivisme menurut Hudoyo (Inganah,
2003 : 12) antara lain: 1) siswa terlibat aktif dalam belajarnya, 2) Informasi baru harus
dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dengan skema (jaringan konsep) yang
dimiliki siswa, 3)orientasi pembelajaran adalah infestigasi dan penemuan yang pada dasarnya
adalah pemecahan masalah. Agar pembelajaran IPA dapat tercapai secara optimal maka harus
disediakan lingkungan belajar yang konstruktivisme pula. Karakteristik utama belajar
menurut pendekatan Konstruktivisme, Mustaji dan Sugiarso (Aisyah, 2007 : 7), belajar
adalah proses aktif dan terkontrol yang maknanya terkonstruksi oleh masing – masing
individu. Belajar adalah aktivitas yang sosial yang ditentukan dalam kegiatan bersama dan
memiliki sudut pandang yang berbeda, 4) Belajar melekat dalam pembangunan suatu artifak
yang dilakukan dengan saling berbagi dan kritik oleh teman sebaya.
b. Prinsip – prinsip Pendekatan Konstruktivisme
Prinsip – prinsip pembelajaran menurut pendekatan konstruktivistik (Aisyah, 2007 : 9)
adalah:
1. Menciptakan lingkungan dunia nyata dengan menggunakan konteks yang relevan,
2. Menekankan pendekatan realistik guna memecahkan masalah dunia nyata,
3. Analisis strategi yang dipakai untuk memecahkan masalah dilakuakan oleh siswa,
4. Tujuan pembelajaran tidak dipaksakan tetapi dinegosiasikan bersama,
5. Menekankan antara hubungan konseptual dan menyediakan perspektif ganda mengenai isi
6. Evaluasi harus merupakan alat alat analisis diri sendiri,
7. Menyediakan alat dan lingkungan yang membantu siswa menginterpretasikan perspektif
ganda tentang dunia,
8. Belajar harus dikontrol secara internal oleh siswa sendiri dan dimediasi oleh guru.
Pendekatan konstruktivisme cenderung menyediakan lingkungan belajar bagi siswa yang
maksimal agar siswa dapat mengkonstruk pengetahuanya untuk menyelesaikan persoalan
yang yang tengah dihadapi. Terkait dengan penyediaan lingkungan belajar yang maksimal,
Knuth dan Cunningham (Inganah, 2003 : 13) memberi 7 prinsip yaitu: 1) Menyediakan
pengalaman belajar belajar siswa yang memungkinkan siswa dapat bekerja melalui proses
kontruksi pengetahuan; 2) Menyediakan pengalaman dalam berbagai pandangan yaitu
masalah dalam dunia nyata dan kehidupan sehari – hari; 3) Mengaitkan pembelajaran dengan
realita dan konteks yang sesuai; 4) Mendorong siswa untuk aktif dalam proses belajar; 5)
mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman sosial; 6) Menggunakan berbagai model
presentasi, yaitu menggunakan berbagai media pembelajaran; 7) Melibatkan faktor emosional
siswa dalam kostruksi pengetahuan.
4. Pendekatan Kontruktivisme Terhadap Pembelajaran IPA
Mengajar menurut pandangan konstruktivisme, belajar bukanlah kegiatan memindahkan
pengetahuan dari guru kesiswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa untuk
membangun sendiri pengetahuan, Suparno (Latri 2003 : 13). Dalam pembelajaran, guru harus
secara terus menerus menyadarkan untuk mencoba melihat aksi siswa dari sudut pandang
siswa sendiri. Seseorang yang memandang bahwa belajar suatu transmisi, maka proses
mengetahui akan mengikuti model imposition (pembebasan). Sedangkan yang berpandangan
bahwa mengajar adalah suatu proses yang memfasilitasi suatu konstruksi, maka ia akan
mengikuti model negosiasi. Aktivitas guru di kelas dipengaruhi oleh paham mereka tentang
pembelajaran.
Selanjutnya dalam pandangan konstruktivisme bahwa siswa sendiri yang harus
menemukan dan mentransfer pengetahuan yang dipelajari. Oleh karena itu, strategi
konstuktivisme merupakan pengajaran yang berpusat pada siswa. Dalam kegiatan,
konstruktivisme lebih menekankan pada pengajaran “Top down” dalam arti pembelajaran
IPA dengan cara membiasakan siswa memecahkan masalah yang kompleks dan guru
membimbing pemecahannya (Wardhani,1999 : 16).
Berg (Wardhani, 1999 : 17) menyatakan bahwa menurut konstruktivisme materi atau
palajaran baru harus disambungkan dengan konsepsi awal siswa yang sudah ada atau
membongkar konsep lama dan membangun kembali jika konsep yang ada menyimpang dari
konsep yang sudah ada. Materi IPA yang dipelajari siswa tersusun dalam struktur yang
hierarkis dan bagian – bagiannya saling berhubungan. Oleh karena itu untuk mempelajari
suatu topik IPA selalu ada topik IPA lain sebagai prasyaratnya.
Dalam pembelajaran IPA perlu adanya kontruksi interaksi antar siswa untuk membangun
iklim belajar yang konstruktivisme pula. Sebagaimana dikemukakan oleh Piaget dan
Vygostki (Wardhani, 1999 : 18) bahwa perlu adanya hakekat sosial atau interaksi dalam
belajar. Keduanya menyarankan penggunaan kelompok belajar dengan kemampuan anggota
kelompok yang beragam untuk mengupayakan perubahan konseptual. Banyak materi IPA
yang cocok bila dipelajari secara berkelompok. Hal ini untuk memahami siswa dalam kelas
yang berasal dari ragam yang berbeda seperti perbedaan individu dalam kelas.
Perbedaan individu di kelas berimplikasi bahwa guru diisyaratkan untuk
mempertimbangkan bagaimana menerapkan pembelajaran IPA agar dapat melayani secara
cukup perbedaan – perbedaan individu siswa. Guru harus memandang siswa sebagai suatu
totalitas yang heterogen dalam memahami sesuatu yang tengah dihadapinya. Hal ini agar
pemahaman terhadap pembelajaran konsep IPA dapat terkonstruksi. Terkait dengan hal
tersebut Grouws (Latri, 2003 : 13) menyatakan bahwa pembelajaran IPA dalam pandangan
konstruktivisme adalah membantu siswa untuk membangun konsep – konsep / prinsip –
prinsip IPA dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep /
prinsip itu terbangun kembali.
Secara utuh pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran IPA terhadap siswa pada
dasarnya adalah lebih menekankan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan IPA yang
dipelajari melalui konteks atau budaya dan dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
Siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari
sedangkan guru hanya akan memberikan jika diperlukan. Diantaranya adalah menyediakan
pengalaman mengajar berupa obyek – obyek yang ada di lingkungan siswa sehingga
pengetahuan dapat terkonstuksi secara maksimal. Sebab pengalaman bersentuhan langsung
dengan obyek belajar siswa dapat memberikan makna dan pengalaman yang sangat berarti
bagi siswa. Dengan cara ini siswa dapat menjalani proses mengkonstruksi pengetahuan baik
berupa konsep, ide maupun pengertian tentang sesuatu yang sedang dipelajari. Hal ini sesuai
yang dikemukakan oleh Suparno (Latri, 2003 : 12) pengetahuan yang diperoleh siswa selama
pembelajaran merupakan hasil bentukan siswa sendiri.
Langkah – langkah dalam proses pembelajaran dalam IPA dengan konstruktivisme
meliputi 3 fase yaitu : fase eksplorasi, fase pengenalan konsep dan fase aplikasi konsep.
a. Fase eksplorasi guru menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan
gagasannya yang mungkin bertentangan dan dapat menimbulkan perdebatan serta suatu
analisis mengenal mengapa siswa mempunyai gagasan demikian. Disamping itu juga
membawa para siswa pada identifikasi suatu pola keteraturan dalam fenomena yang
diselidiki. Pada kegiatan fase eksplorasi, guru melakukan penilaian awal yang berkaitan
dengan materi energi dan penggunaannya . Hal ini dapat dilakukan secara tertulis atau
lisan misalnya memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan energi . Tujuannya untuk
mengenali pengetahuan awal siswa melalui pertanyaan yang sesuai dengan pengalaman,
lingkungan anak, atau sesuai dengan topik yang akan diajarkan. Untuk mengenal
pengetahuan atau pikiran yang ada pada diri siswa, guru dapat mengajukan pertanyaan
seperti apa itu energi. Setelah siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut diatas, guru
dapat melanjutkan dengan menggali pengetahuan anak tentang energi, kemudian guru
mengajukkan berbagai pertanyaan untuk melacak pemahaman anak tentang energi dan
penggunaannya.
b. Fase pengenalan konsep dimulai dengan memperkenalkan suatu konsep atau konsep yang
ada hubungannya dengan fenomena yang diselidiki dan didiskusikan dalam konteks yang
telah diamati selama fase eksplorasi. Langkah kedua adalah pengenalan konsep energi
melalui kegiatan praktek tentang penggunaan energi.
c. Fase aplikasi konsep menyediakan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan konsep
yang telah dikenalnya untuk melatih kemampuan berpikir tentang energi dan
penggunaannya. Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memantapkan konsep dengan menyelesaikan soal – soal energi sesuai dengan konsep yang
telah dipelajari, siswa mengemukakan permasalahan yang muncul berkaitan dengan
konsep, dan siswa menyelesaikan soal – soal yang bervarisi sesuai dengan konsep yang
dipelajarinya. Dari tiga fase kegiatan ini, keterlibatan guru dalam memberikan arahan dan
bimbingan diminimalkan bantuan diberikan apabila siswa membutuhkan.
Tiga fase yang telah dijelaskan diatas, guru memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk mengolah bahan, mencerna bahan, memikirkan, menganalisa dan
akhirnya yang terpenting merangkumnya sebagai suatu kontruksi pengetahuan berdasar pada
pengalaman atau pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Pada kegiatan ini siswa
mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru kedalam skema yang cocok
dengan rangsangan baru atau memodifiksiskema yang ada sehingga cocok dengan
rangsangan tersebut.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk melacak tingkat pemahaman siswa terhadap materi
yang telah dipelajarinya. Guru dapat mengajukan berbagai macam pertanyaan atau
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan idea tau pendapat baik cara
berpikirnya dalam memanipulasi benda konkret maupun cara siswa menemukan jawaban.
Fenomena yang dialami siswa tersebut, akan menjadi unsur penting pada diri siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Yang dijadikan subjek dalam penelitian perbaikan pembelajaran ini adalah siswa
kelas IV SD Negeri 12 Kontunaga, mata pelajaran IPA dengan jumlah siswa 24 orang (10
laki – laki dan 14 perempuan) mulai bulan Mei 2015 karena melihat hasil belajar siswa
masih tergolong lemah. Jadwal pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilaksanakan dalam dua
siklus yaitu tanggal 7 mei 2015 untuk siklus 1, dan tanggal 11 mei 2015 untuk siklus 2.
B. Deskripsi Per Siklus (Rencana, Pelaksanaan, Pengamatan / Pengumpulan Data /
Instrumen, Refleksi)
SIKLUS I
Penelitian ini dilaksanakan dua siklus dan pada siklus kedua ternyata indikator kinerja
telah tercapai maka penelitian ini dihentikan pada siklus II. Tiap siklus dilaksanakan satu kali
pelaksanaan tindakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Berdasarkan hasil
evaluasi dalam proses pembelajaran di kelas pada siswa kelas IV SD Negeri 12 Kontunaga
mata pelajaran IPA pada energi dan penggunaannya masih tergolong rendah, sehingga
ditetapkan tindakan yang akan dipergunakan untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada
materi energi dan penggunaanya yaitu model pembelajaran konstruktivisme.
Muhtar (2000 : 22) mengemukakan beberapa prosedur pelaksanaan penelitian
tindakan kelas sebagai berikut : (1) perencanaan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi dan
evaluasi; dan (4) refleksi.
Secara rinci prosedur pelaksanaan tindakan kelas dijabarkan sebagai berikut :
1. Perencanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi :
a. Membuat perangkat pembelajaran (RPP dan LKS).
b. Membuat instrumen penelitian yang meliputi alat evaluasi berupa tes disertai kunci
jawaban dan lembar observasi.
c. Menyiapkan bahan dan media pembelajaran yang diperlukan untuk membantu siswa
agar lebih cepat memahami materi pelajaran.
2. Pelaksanakan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu melaksanakan proses pembelajaran
di kelas IV SD Negeri 12 Kontunaga, pada mata pelajaran IPA pada materi energi dan
penggunaannya dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme, yang dilaksanakan
dua kali pelaksanaan tindakan kelas. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh teman sejawat yang
bertugas mengamati proses pelaksanaan pembelajaran yang telah dirancang pada tahap
perencanaan. Secara umum prosedur pelaksanaan tindakan dijabarkan sebagai berikut : a)
mengajukan pertanyaan tentang materi sebelumnya sebagai kegiatan awal; b) membahas
mata pelajaran dengan peragaan alat / media; c) memberikan kesempatan kepada siswa untuk
melakukan sendiri peragaan didepan kelas; d) menyimpulkan materi pelajaran; e)
memberikan pekerjaan rumah.
3. Pengamatan / Pengumpulan Data / Instrumen
Kegiatannya adalah melaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan
terhadap kegiatan guru dan siswa dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat.
Proses observasi dilakukan sejak awal hingga akhir penelitian. Dan melakukan evaluasi pada
setiap akhir siklus. Evaluasi bertujuan untuk melihat apakah hasil belajar IPA siswa dapat
meningkat dengan mengggunakan model pembelajaran Konstruktivisme. Sedangkan cara
pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1) sumber data yaitu personil penelitian adalah
guru dan siswa; 2) jenis data yatu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh
melalui lembar observasi sedangkan data kuantitatif melalui tes hasil belajar; 3) Data
mengenai kondisi pelaksanaan model pembelajaran konstruktivisme diambil dengan
menggunakan lembar observasi; 4) Data mengenai hasil belajar siswa diambil dengan
menggunakan tes hasil belajar.
4. Refleksi
Pada tahap ini, hasil tes akan dilihat apakah telah memenuhi target yang ditetapkan
pada indikator kinerja. Jika belum, maka penelitian akan dilanjutkan pada siklus berikutnya.
Kelemahan atau kekurangan yang terjadi pada siklus sebelumnya akan diperbaiki pada siklus
berikutnya.
SIKLUS II
Berdasarkan hasil evaluasi pembelajaran pada siklus I di kelas pada siswa kelas IV
SD Negeri 12 Kontunaga mata pelajaran IPA pada materi energi dan penggunaannya masih
belum mencapai target yang telah ditetapkan dalam indikator kinerja, sehingga ditetapkan
tindakan yang akan dipergunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran IPA
pada materi energi dan penggunaannya yaitu model pembelajaran konstruktivisme.
Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas dijabarkan sebagai berikut :
1. Perencanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi :
a. Meninjau kembali scenario pembelajaran
b. Membuat perangkat pembelajaran( RPP dan LKS).
c. Membuat instrument penelitian yang meliputi alat evaluasi berupa tes disertai kunci
jawaban dan lembar observasi.
d. Menyiapkan bahan dan media pembelajaran yang diperlukan untuk membantu siswa agar
lebih cepat memahami materi pelajaran.
2. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu melaksanakan proses pembelajaran
di kelas IV SD Negeri 12 Kontunaga mata pelajaran IPA pada materi energi dan
penggunaannya dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme, yang dilaksanakan
satu kali pelaksanaan tindakan dalam satu siklus. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh teman
sejawat yang bertugas mengamati proses pelaksanaan pembelajaran yang telah dirancang
pada tahap perencanaan. Secara umum prosedur pelaksanaan tindakan dijabarkan sebagai
berikut :
a) Mengajukan pertanyaan tentang materi sebelumnya sebagai kegiatan awal; b) Membahas
materi pelajaran dengan peragaan alat / media; c) Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melakukan sendiri peragaan didepan kelas; d) Menyimpulkan materi pelajaran; e)
Memberikan pekerjaan rumah.
3. Pengamatan / Pengumpulan Data / Instrumen
Kegiatannya adalah melaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan
terhadap kegiatan guru dan siswa dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat.
Proses observasi dilakukan sejak awal hinggga akhir penelitian. Dan melakukan evaluasi
pada setiap akhir siklus. Evaluasi bertujuan untuk melihat apakah hasil belajar IPA pada
materi energi dan penggunaannya dapat meningkat dengan mengunakan model pembelajaran
konstruktivisme. Sedangkan cara pengumpulan data adalah sebagai berikut : a) sumber data
yaitu personil penelitian adalah guru dan siswa; b) jenis data yaitu data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui lembar observasi sedangkan data kuantitatif
melalui tes hasil belajar; c) Data mengenai kondisi pelaksanaan model pembelajaran
konstruktivisme diambil dengan menggunakan lembar observasi; d) Data mengenai hasil
belajar siswa diambil dengan menggunakan tes hasil belajar
4. Refleksi
Pada tahap ini, hasil evaluasi belajar siklus II telah memenuhi target yang ditetapkan
pada indikator kinerja. Kelemahan atau kekurangan yang terjadi telah diperbaiki, untuk itu
peneliti bersama teman sejawat melakukan diskusi, penelitian ini dihentikan pada siklus II
karena indikator keberhasilan sudah dicapai.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.2 : Skor Dan Nilai Tes Siklus 1 Siswa Kelas IV SD Negeri 12
Kontunaga Kec. Watopute Kab. Muna Tahun Pelajaran 2014/2015 adalah sebagai berikut :
No. Nama Siswa Nilai Kategori
1. HALIM 65 Tuntas
2. DARFAN 70 Tuntas
3. ASRUN SALAMA 66 Tuntas
4. MUH.HALIM MUSTIARA 70 Tuntas
5. LA ODE ISBAR 62 Belum Tuntas
6. SAPRIL PRATAMA 62 Belum Tuntas
7. AGENG JAYA AWALANDO 75 Tuntas
8. AAN NURALAM 65 Tuntas
9. AKBAR KUNU 70 Tuntas
10. ENDRI 60 Belum Tuntas
11. NENI MUNALTI 65 Tuntas
12. WA LIANI 65 Tuntas
13. WA ASNA 70 Tuntas
14. WA MINA 62 Belum Tuntas
15. NASMAI 64 Belum Tuntas
16. WD.ZAHRA AULIA 64 Belum Tuntas
17. LINAR 70 Tuntas
18. WD.WARNIATI 62 Belum Tuntas
19. HARIANA 75 Tuntas
20. FITRIANI 80 Tuntas
21. WA SANTI 70 Tuntas
22. EMILIA PUTRI 63 Belum Tuntas
23. SITI HASNIATI 75 Tuntas
24. HASMAWATI 70 Tuntas
Jumlah Nilai 1.620
Rata – rata Kelas 67,5
Ketuntasan Belajar Secara Klasikal 67%
Dari tabel hasil tes siklus 1 di atas menunjukan baru 67 % siswa memperoleh nilai diatas
65, dalam hal ini sekitar 33% siswa belum mencapai indikator keberhasilan ketuntasan hasil
belajar siswa (belum mencapai indikator 70 %), maka kegiatan penelitian perbaikan
pembelajaran ini dilanjutkan pada siklus II.
Tabel 4.5 : Skor Dan Nilai Tes Siklus 2 Siswa Kelas IV SD Negeri 12
Kontunaga Kec. Watopute Kab. Muna Tahun Pelajaran 2014/2015 adalah sebagai
berikut :
No. Nama Siswa Nilai Kategori
1. HALIM 70 Tuntas
2. DARFAN 80 Tuntas
3. ASRUN SALAMA 80 Tuntas
4. MUH.HALIM MUSTIARA 75 Tuntas
5. LA ODE ISBAR 75 Tuntas
6. SAPRIL PRATAMA 64 Tidak tuntas
7. AGENG JAYA AWALANDO 64 Tidak tuntas
8. AAN NURALAM 70 Tuntas
9. AKBAR KUNU 70 Tuntas
10. ENDRI 65 Tuntas
11. NENI MUNALTI 65 Tuntas
12. WA LIANI 65 Tuntas
13. WA ASNA 70 Tuntas
14. WA MINA 70 Tuntas
15. NASMAI 64 Tidak tuntas
16. WD.ZAHRA AULIA 70 Tuntas
17. LINAR 70 Tuntas
18. WD.WARNIATI 64 Tidak tuntas
19. HARIANA 75 Tuntas
20. FITRIANI 80 Tuntas
21. WA SANTI 70 Tuntas
22. EMILIA PUTRI 63 Tidak tuntas
23. SITI HASNIATI 75 Tuntas
24. HASMAWATI 70 Tuntas
Jumlah Nilai 1684
Rata-rata 70
Ketuntasan Belajar Secara Klasikal 83 %
Dari tes yang dilakukan menunjukkan bahwa hasil belajar IPA pada materi energi dan
penggunaannya melalui model pembelajaran konstruktivisme mengaami peningkatan. Hasil
belajar IPA rata- rata 70 dengan ketuntasan hasil belajar 83 % atau sebanyak 20 siswa dari 24
siswa telah memperoleh nilai > 65.
Dari data peningkatan hasil belajar yang dilakukan menunjukkan bahwa hasil belajar
IPA siswa pada materi energi dan penggunaannya di kelas IV SD Negeri 12 Kontunaga
meningkat.
Pembahasan
Berdasarkan observasi pada siklus I guru/peneliti dan siswa melakukan sebagian
kegiatan pembelajaran dengan baik. Namun demikian masih terdapat kekurangan-
kekurangan yang perlu diperbaiki antara lain pada pelaksanaan tindakan pertama peneliti
belum melaksanakan semua proses pembelajaran seperti mengoptimalkan siswa kearah
pembelajaran, kegiatan membimbing siswa serta pemantauan terhadap kegiatan siswa dalam
kelompok masih ada yang terabaikan, dan pada pelaksanaan tindakan kedua, peneliti sudah
dapat melaksanakan semua proses pembelajaran sesuai waktu yang ditentukan dan
pemantauan terhadap kegiatan siswa dalam memperagakan alat peraga sudah mulai optimal
terbukti dengan tidak ada siswa yang terabaikan dalam pemantauan peneliti.
Dan untuk siswa pada pelaksanaan tindakan pertama, siswa terlihat masih asing dengan
pembelajaran yang diterapkan mengingat pembelajaran melalui model pembelajaran
konstruktivisme merupakan hal baru bagi mereka. Hal ini tergambar dari sikap siswa yang
masih pasif selama berada dalam kelas, dan siswa belum bisa mengemukakan pendapatnya
dan tidak memberikan sanggahan pada saat siswa yang lain mempresentasikan hasil kerjanya,
serta siswa masih takut jika namanya ditunjuk.
Hasil evaluasi pada siklus I menunjukkan scenario pembelajaran hanya terlaksana 72 %
dan peningkatan hasil belajar IPA siswa telah diterapkan pembelajaran melalui model
pembelajaran konstruktivisme adalah hasil belajar IPA siswa rata- rata 67,5 dengan
ketuntasan hasil belajar 67 % atau sebanyak 16 siswa dari 24 siswa telah memperoleh nilai ≤
65.
Bertitik tolak dari kekurangan yang masih ada dimana skenario pembelajaran baru
terlaksana72 % serta hasil belajar IPA siswa rata- rata 67,5 % dengan ketuntasan hasil belajar
67 % atau sebanyak 16 siswa dari 24 siswa telah memperoleh nilai ≤ 65. Sehingga belum
mencapai indikator keberhasilan dalam penelitian ini, maka penelitian dilanjutkan pada
tindakan siklus II. Pada tindakan siklus II pembelajaran melalui model pembelajaran
konstruktivisme kembali dilaksanakan.
Berdasarkan hasil observasi pada siklus II, guru dan siswa telah melakukan kegiatan
pembelajaran sesuai yang diharapkan. Kekurangan- kekurangan pada siklus I sudah dapat
diperbaiki. Guru sudah mampu mengorganisasikan waktu dengan baik sehingga tidak ada
lagi kegiatan yang tidak dilaksanakan. Guru/peneliti sudah mampu mengefektifkan
pemantauan dan bimbingan terhadap siswa dalam memperagakan alat peraga dan
menemukan konsep IPA sehingga tidak ada lagi siswa yang merasa terabaikan. Disamping
itu siswa sudah terlihat aktif dalam mengikut kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran konstruktivisme serta siswa sudah berani menyampaikan
pendapat/gagasannya.
Hasil evaluasi yang dilakukan pada siklus II dapat dikatakan bahwa pembelajaran
melalui penggunaan model pembelajaran konstruktivisme memberikan dampak yang positif
terhadap hasil belajar siswa. Mereka sudah mampu bersosialisasi dengan baik, bahkan
sebagian besar siswa sudah dapat menemukan konsep pembelajaran IPA dengan mengunakan
model pembelajaran konstruktivisme dan siswa sudah berani mengeluarkan pendapat dan
menjawab pertanyaan yang diberikan. Ada beberapa siswa yang hingga akhir tindakan siklus
memiliki hasil belajar < 65. Meskipun demikian, mereka menberikan penghargaan dan sikap
positif pada saat pembelajaran dengan penggunaan model pembelajaran konstruktivisme
yang diterapkan.
Pada tindakan siklus II, semua skenario pembelajaran telah tercapai dan ketuntasan
belajar secara klasikal mencapai hasil belajar IPA siswa rata- rata 70 dengan ketuntasan hasil
belajar 83 % atau sebanyak 20 siswa dari 24 siswa telah memperoleh nilai > 65. Dan
berdasarkan data tabel peningkatan hasil belajar siswa terjadi peningkatan hasil belajar siswa.
Maka penelitian ini dihentikan pada tindakan siklus II. Ini berarti hipotesis tindakan telah
terjawab yaitu dengan melalui model pembelajaran konstruktivisme hasil belajar IPA siswa
kelas IV SD Negeri 12 Kontunaga dapat ditingkatkan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pada setiap siklus dari penelitin perbaikan
pembelajaran ini, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA pada materi energi dan
penggunaannya di kelas IV SD Negeri 12 Kontunaga dapat ditingkatkan melalui model
pembelajaran konstruktivisme.
B. SARAN
Penelitian menyarankan hal- hal sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada siswa untuk belajar dengan giat agar pelajaran yang diberikan dapat
dipahami dan dimengerti.
2. Diharapkan kepada guru agar dapat menerapkan model pembelajaran konstruktivisme
dalam upaya meningkatkan hasil belajar IPA karena dalam penelitian perbaikan
pembelajaran ini model pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
3. Diharapkan kepada pihak sekolah agar dalam pembelajaran menggunakan model
pembelajaran dan alat peraga sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
4. Dihimbau kepada pemerintah untuk memperhatikan dunia pendidikan dengan memberikan
pelatihan- pelatihan kepada guru- guru tentang model pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud, 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar. Depdikbud
Hasbullah, 1993. Dasar- dasar Ilmu Pengetahuan.Jakarta : Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK.
Hudoyo, H, 1988. Mengajar Belajar IPA . Jakarta : Depdikbud P2LPTK.
Hamalik, oemar, 1993,Evaluasi Kurikulum. Gramedia Rosda Karya, Bandung.
Nurkanca,1986. Evaluasi pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional
Ruseffendi, 1998. Pengantar Membantu Guru Mengembangkan Kopetensi Dalam Pengajaran
IPA untuk meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito
Slameto. 1998. Malajar dan faktor- faktor yang mempenga///ruhinya. Jakarta : Bina aksi
E.Kuraesin, 2004. Belajar SAINS 4 Bandung : PT Sarana panca karya nusa.
Suparno. P. 21. Filsafat konstrutivismr dalam pendidikan.Kansius Yogyakarta
Sofyan,Gusami, amirudin, 2008. Model- modelSD/MI. Kendari : FKHI . Unhalu
Wardani sri.1999 konstruktivisne. Jakarta Deodikbud