KATA PENGANTAR -...

173
i KATA PENGANTAR Segala puji Bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Shalawat serta salam tertuju pada Junjungan kami baginda Nabi Besar Muhammad Sallallahu alaihi wasallam yang telah sangat berjasa memberikan ajaran yaitu Islam sebagai agama kami serta kami berharap Syafaat beliau di hari kiamat kelak. Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses yang saya lakukan dari semenjak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian dan akhirnya adalah proses penulisan saya telah melalui banyak hal, dari yang mudah hingga yang sangat sulit. Mengumpulkan data-data dan informasi yang menyangkut Tionghoa apalagi yang berkaitan dengan Islam bukanlah hal yang mudah, ini membuat saya harus betul-betul fokus dalam melaksanakannya. Banyak kekurangan di sana-sisni memang saya rasakan, hal ini mengingat sumber-sumber primer yaitu pelaku sejarah sudah tidak hidup lagi, keturunannyapun tidak terlalu memperhatikan bagaimana sejarah mereka berjalan, ditambah lagi dengan terbatasnya literatur mengenai Tionghoa di UIN Syarif Hidayatullah. Semoga Penelitian ini dapat memicu sehingga ada pihak lain yang melakukan penelitian tentang Tionghoa secara lebih mendalam. Pada kesempatan ini pula saya ingin menyampaikan terimakasih atas kepada : 1. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Prof. Dr. Sukron Kamil M.Ag yang selalu memberi semangat agar dapat menyelesaikan studi dengan baik.

Transcript of KATA PENGANTAR -...

Page 1: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

i

KATA PENGANTAR

Segala puji Bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam yang telah

melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini. Shalawat serta salam tertuju pada Junjungan kami

baginda Nabi Besar Muhammad Sallallahu alaihi wasallam yang telah sangat

berjasa memberikan ajaran yaitu Islam sebagai agama kami serta kami

berharap Syafaat beliau di hari kiamat kelak.

Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

yang saya lakukan dari semenjak penyusunan proposal, pelaksanaan

penelitian dan akhirnya adalah proses penulisan saya telah melalui banyak

hal, dari yang mudah hingga yang sangat sulit. Mengumpulkan data-data

dan informasi yang menyangkut Tionghoa apalagi yang berkaitan dengan

Islam bukanlah hal yang mudah, ini membuat saya harus betul-betul fokus

dalam melaksanakannya.

Banyak kekurangan di sana-sisni memang saya rasakan, hal ini

mengingat sumber-sumber primer yaitu pelaku sejarah sudah tidak hidup

lagi, keturunannyapun tidak terlalu memperhatikan bagaimana sejarah

mereka berjalan, ditambah lagi dengan terbatasnya literatur mengenai

Tionghoa di UIN Syarif Hidayatullah. Semoga Penelitian ini dapat memicu

sehingga ada pihak lain yang melakukan penelitian tentang Tionghoa secara

lebih mendalam.

Pada kesempatan ini pula saya ingin menyampaikan terimakasih atas kepada

:

1. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Prof. Dr. Sukron Kamil M.Ag

yang selalu memberi semangat agar dapat menyelesaikan studi

dengan baik.

Page 2: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

ii

2. Prof. DR. M. Dien Madjid, yang banyak sekali memberi dukungan

moral juga buku beliau Sejarah Kabupaten Tangerang yang sarat

dengan arsip-arsip colonial sehingga saya mendapatkan gambaran

beberapa peristiwa itu sebagai fakta atau sekedar fiksi, mengingat

peninggalan arkeologis berupa artefak sangat sulit didapat.

3. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, MA, selaku Dosen Pembimbing yang

dengan sabar membimbing saya dalam menyusun hasil penelitian ini

menjadi tesis.

4. Dr. Parlindungan Siregar, Dosen Pembimbing yang selalu memberi

support serta membimbing dalam proses penyusunan tesis ini.

5. Pengurus Program Magister Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas

Adab, terutama kepada Dr. Abdullah M.Ag sebagai Direktur

Program, serta Dr. M. Adib Misbahul Islam M.Hum yang selalu

bersedia membantu saya agar dapat menyelesaikan kewajiban

akademik, serta jajaran dosen-dosen Program Magister SKI yang

telah memberi pencerahan, transfer ilmu dan pengetahuan.

6. Istri tercinta Endarisi Retno Astuti, S.Pd, Ananda Kaylasyifa ANH.

Serta Kefiyya Milladunka NB. Yang tak henti-hentinya

menyemangati dan mengingatkan saya.

7. Ibunda tercinta Marida, yang selalu memberi restu sehingga langkah

saya menjadi ringan dalam melaksanakan studi.

8. Sahabat Johan Wahyudi, M.Hum, yang tak bosan-bosan memberi

masukan dalam penulisan tesis ini.

9. Sahabat Violano Tenori Sitorus, yang memberi saya bantuan dan

keleluasaan waktu baik semasa studi maupun dalam penyusunan

tesis.

Di atas semuanya itu, tentunya saya berterima kasih kepada Allah SWT.

Page 3: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

iii

Saran dan kritik juga saya harapkan dari semua pihak agar menjadi perhatian

saya dan dikemudian hari saya dapat menghasilkan karya tulis yang lebih

baik lagi

Harapan saya semoga tesis ini bisa memperluas khasanah kajian mengenai

Tionghoa serta menjadi pemicu terlaksananya penelitian tentang Tionghoa

yang lebih komprehensif.

Tangerang, 20 Mei 2017

Bambang Permadi, SE

Page 4: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Bambang Permadi, SE

NIM : 2112022100010

Tempat/tanggal lahir : Palembang, 14 Maret 1970

Jurusan : Sejarah Kebudayaan Islam

Fakultas : Adab dan Humaniora

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis yang berjudul “Islam

dan Etnis Tionghoa, Studi Kasus Komunitas Cina Benteng di

Tangerang” (Tinjauan Historis) adalah benar asli karya saya, kecuali

kutipan – kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila terdapat temuan,

kesalahan dan kekeliruan didalamnya, menjadi tanggung jawab saya

sepenuhnya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya.

Jakarta, 20 Mei 2017

Yang membuat pernyataan,

Bambang Permadi, SE

NIM. 2112022100010

Page 5: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

v

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Bambang Permadi

NIM : 2112022100010

Program Studi : Sejarah dan Kebudayaan Islam

Fakultas : Adab dan Humaniora

Judul Tesis : “Islam dan Etnis Tionghoa, Studi Kasus Komunitas

Cina Benteng di Tangerang” (Tinjauan Historis)

Telah berhasil dipertahankan pada sidang dan diterima sebagai persyaratan

yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Humaniora (M.Hum)

Program Studi Sejarah Kebudayaan Islam Konsentrasi Islam Nusantara pada

Program Magister Sejarah Kebudayaan Islam Konsentrasi Islam Nusantara

Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Panitia Sidang

Ketua Sidang

Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag

NIP: 19690415 199703 1 004

Sekretaris Sidang

Dr. M. Adib Misbahul Islam, M.Hum

NIP: 19730224 200801 1 009

Penguji I

Prof. Dr. M. Dien Madjid, MA

NIP: 19490706 197109 1 001

Tanggal :..........................

Penguji II

Dr. Awalia Rahma, MA. NIP: 197106212001122001

Tanggal :....................................

Pembimbing I

Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, MA

NIP: 19590203 198903 1 003

Tanggal :....................................

Pembimbing II

Dr. Parlindungan Siregar, M.Ag.

NIP : 19590115 199403 1 002

Tanggal :....................................

Page 6: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

vi

ABSTRAK

Cina Benteng, adalah sebutan yang lazim untuk masyarakat keturunan

entnis Tionghoa di Tangerang, Banten. Penyebutan kata Benteng mengacu

pada bangunan sebuah benteng yang didirikan oleh pemerintah colonial

Belanda di kota Tangerang, tepatnya sebelah Selatan sungai Cisadane.

Walaupun sekarang mereka sudah menyebar ke seantero tangerang namun

penyebutan kata Benteng terlanjur identik dengan Tangerang sehingga

untuk masyarakat Tionghoa yang tinggal di Tangerang disebut dengan Cina

Benteng.

Dari sisi identitas, masyarakat Cina Benteng berbeda dari komunitas

masyarakat Tionghoa lain di Indonesia. Cina Benteng lebih akomodatif

terhadap budaya pribumi bahkan dari beberapa kesenian dan tradisi

tergambar kolaborasi yang harmonis antara alat-alat musik dari Tionghoa

dengan alat musik tradisional Jawa dan Melayu seperti yang terlihat pada

kesenian Gambang Kromong. Dalam beberapa hal budaya Tiongkok juga

ikut mewarnai sendi-sendi kehidupan masyarakat pribumi.

Cina Benteng adalah bentuk sempurna dari akulturasi budaya

masyarakat keturunan Tionghoa dengan masyarakat pribumi. Peristiwa

kawin campur yang terjadi sejak ratusan tahun lalu menyebabkan

penampilan fisik orang Cina Benteng tak berbeda dengan warga pribumi

Tangerang. Ada sebutan yang agak merendahkan terhadap orang Cina

Benteng yang berkulit gelap, yaitu Hitaci, Singkatan dari kalimat Hitam Tapi

Cina. Hampir tak pernah ada konflik yang serius antara pribumi dan

keturunan Tionghoa.

Page 7: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

vii

Penerimaan orang-orang Cina Benteng terhadap budaya pribumi yang

notabene Islam rupanya tidak berbanding lurus dengan penerimaan mereka

terhadap Islam sebagai dogma. Sangat sedikit orang Cina Benteng yang

memeluk agama Islam jika dibandingkan dengan mereka yang memeluk

Kristen atau Budha. Hal ini menjadi anomali manakala kita percaya pada

anggapan bahwa sebagian dari Walisongo, penyebar Islam di tanah Jawa

merupakan keturunan dari etnis Tionghoa.

Pendekatan historis dipilih penulis untuk mengungkap apa yang menjadi

penyebab Islam sebagai agama tidak menarik untuk diikuti oleh sebagian

besar warga Cina Benteng. Tentunya sejarah kedatangan para leluhur mereka

ke Nusantara dan lebih spesifik ke Tangerang menjadi hal yang menarik

untuk dikaji. Hal paling penting yang ingin diungkap penulis adalah

bagaimana relasi orang Cina Benteng dengan Islam sebagai agama dan

sebagai budaya orang pribumi.

Page 8: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................

KATA PENGANTAR........................................................................

HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI...............................

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………

ABSTRAK........................................................................................

DAFTAR ISI.....................................................................................

i

iv

v

vi

viii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………….

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah …………………….

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian…………………………

D. Penelitian Terdahulu………………………………………

E. Metode Penelitian………………………………………….

F. Landasan Teoritis………………………………………….

G. Sistematika Penulisan……………………………………..

TERMINOLOGI DAN KOSMOLOGI TIONGHOA

A. Terminologi Tionghoa........................ ……………………

1. Pengertia Orang Cina Dan Orang Tionghoa ....................

2. Penghapusan Terminologi “Tiongkok” dari Bahasa

Indonesia ………………………………………………..

3. Penggunaan Terminologi “China” Sebagai Kompromi…

4. Penggunaan Kembali Terminologi “Tiongkok” Di masa

Reformasi………………………………………….........

B. Kosmologi Orang Tionghoa……………………………

1

1

9

10

11

13

16

23

26

26

26

29

31

32

34

Page 9: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

ix

BAB III

BAB IV

C. Mitologi Orang Tionghoa…………………………………

D. Agama Orang Tionghoa………………………………….

1. Konsep agama bagi orang Tionghoa………………….

2. Agama-agama orang Tionghoa ………………..……

a. Konfusianisme……………………………………….

b. Daoisme (Taoisme)…………………………………..

c. Budhisme…………………………………………….

d. Mohisme……………………………………………..

e. Islam………………………………………………….

KEDATANGAN, INTERAKSI DAN AKULTURASI

DENGAN PRIBUMI…………………………………………..

A. Kedatangan Orang Tionghoa ke Tangerang……………….

B. Pemukiman Awal Masyarakat Cina Benteng

di Tangerang……………………………………………….

C. Pembentukan identitas Masyarakat Cina Benteng……...

D. Relasi Orang Cina Benteng dengan Penduduk Setempat

E. Akulturasi Budaya………………………………………..

PENGARUH KOLONIAL PADA MASYARAKAT CINA

BENTENG…………………………………………………….

A. Awal Masuknya Kekuasaan Kolonial di Tangerang……

B. Tanah Partikelir di Tangerang……………………………

C. Catatan aksi kekerasan fisik terhadap warga Tionghoa…

1. Chinese Moord 1740…………………………………...

2. Jaman Gedoran……………………………………….

a. Gedoran 1942………………………………………..

b. Gedoran 1946………………………………………..

38

40

40

46

46

50

55

58

59

64

64

71

75

78

88

97

97

101

108

108

112

112

113

Page 10: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

x

BAB V

BAB VI

ISLAM DAN MASYARAKAT CINA BENTENG ….………

A. Islam sebagai Ingatan Sejarah Orang Tionghoa………...

B. Islam sebagai pribumisasi orang Tionghoa……………..

C. Faktor Penghambat Berkembangnya Islam di kalangan

Cina Benteng …………………………………………….

D. Konfersi agama pada masyarakat Cina Benteng………….

PENUTUP…………………………………………………..…

A. Kesimpulan……………………………………………….

B. Saran…………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………….

118

118

125

135

144

148

148

153

155

Page 11: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

xi

Page 12: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam etnis dan suku

bangsa. Di antara mereka, terdapat kilasan-kilasan historis yang

memberitakan bagaimana mereka bisa terus eksis dalam jajaran pergaulan

dengan orang di luar kelompoknya. Proses interaksi yang demikian intens

pada gilirannya mengakibatkan pertukaran budaya. Komunikasi dan ikatan

hidup sehari-hari menjadi dua magnet yang mempertemukan mereka dalam

wahana-wahana kehidupan, dan dengan perlahan-lahan ikut menyumbang

pendewasaan serta kearifan dalam tubuh suku bangsanya.

Salah satu suku bangsa yang paling banyak menyebar ke seantero jagad

adalah orang-orang yang berasal dari Tiongkok yang kemudian disebut

dengan Orang Tionghoa. Diantara berbagai wilayah yang banyak dijadikan

tujuan migrasi orang-orang Tionghoa adalah wilayah Selatan dataran

Tiongkok, yang mereka sebut Nanyang. Wilayah yang dimaksud Nanyang

juga seperti yang kita kenal dengan Asia Tenggara. Suku Tionghoa

merupakan salah satu etnis yang sejak lama mendiami kawasan-kawasan

Nusantara. Kedatangan mereka terjadi karena berbagai alasan, diantaranya

adalah karena aktifitas perdagangan. Sudah bukan rahasia umum lagi jika

bangsa Tionghoa merupakan salah satu bangsa dunia yang memiliki tradisi

berniaga yang kuat. Ekspansi bisnis mereka sejak lama sudah menjangkau

wilayah-wilayah di luar Tiongkok.

Page 13: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

2

Ma Huan, sekretaris dan juru bahasa laksamana Cheng Ho, pada

muhibahnya yang keempat (tahun 1413-1415) ke Jawa Timur, sempat

merekam aktivitas orang Tionghoa dalam catatannya, mereka telah berdiam

di kawasan pesisir Jawa.1 Saat itu di Jawa Timur terdapat tiga kelompok

bangsa. Pertama, orang-orang Islam yang berasal dari kerajaan-kerajaan

sebelah barat yang datang ke Majapahit untuk berniaga. Pakaian yang

dikenakan mereka tampak layak dan bersih. Kedua, orang-orang Tionghoa

yang berasal dari zaman Dinasti Tang, yang datang dari provinsi Kuang-

tung, Chang-chou, Ch‟uan Chou dan wilayah-wilayah lainnya. Mereka

datang sebagai pelarian dari daerah asalnya. Banyak di antara mereka yang

memeluk Islam, melakukan shalat dan puasa. Ketiga, penduduk pribumi

yang rambutnya kusut, tidak memakai alas kaki, dan masih menyembah

hantu-hantu.2

Di masa sebelum kedatangan Belanda, aktivitas perdagangan Tionghoa

mendapatkan reputasi dan kepercayaan yang tinggi di kalangan raja-raja di

pesisir. Yogyakarta paska perjanjian Giyanti tahun 1755, misalnya, pernah

menempatkan orang Tionghoa sebagai pihak yang bisa membangun sektor

finansial kerajaan. Di Yogyakarta sendiri kala itu sudah terdapat pemukiman

orang Tionghoa dalam jumlah yang cukup besar, maka diangkatlah To In

sebagai Kapitan Cina pertama yang menjabat 1755-1764. To In dan

penerusnya menerima tugas sebagai penarik pajak gerbang tol. Setelah

berpulangnya Sultan Hamengku Buwono I pada Maret 1794, jumlah pajak

1 Catatan ini diterbitkan tahun 1416 dengan judul Yingya Shenglan “Catatan Umum

Pantai-Pantai Samudra” Ma Huan sendiri adalah seorang Muslim dan bisa berbahasa Arab.

Lihat W.P. Groeneveldt, Nusantara dalam Catatan Tionghoa (Depok: Komunitas Bambu,

2009) hlm. xix-xx. 2 Amen, Budiman, Masyarakat Islam Tionghoa di Indonesia (Semarang: Penerbit

Tanjung Sari, 1979) hlm. 10.

Page 14: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

3

yang dikumpulkan mencapai f 128.000, naik tiga kali lipat dari jumlah tahun

1755.3

Keberadaan orang Tionghoa, diyakini pihak istana Jawa, amat

dibutuhkan untuk menggerakkan ekonomi kerajaan. Mereka dianggap

sebagai pihak yang bisa memberikan pinjaman uang dan sebagai ahli

perdagangan. Mereka adalah para tenaga terampil di bidang finansial, suatu

profesi yang masih amat jarang dijumpai dari kalangan penduduk Jawa.

Sebaliknya, orang Tionghoa juga menganggap dirinya dengan istana harus

terjalin suatu ikatan yang erat. Ikatan inilah yang akan menjadi jaminan bagi

keberhasilan perniagaan mereka di wilayah pedalaman.4

Pada perkembangannya, para pendatang Tionghoa di Jawa juga

menjalin hubungan baik dengan masyarakat pribumi. Mereka yang datang

kebanyakan adalah laki-laki, dan di antara mereka ada yang mempersunting

wanita-wanita pribumi sebagai istri, baik yang berasal dari kalangan

bangsawan maupun dengan rakyat kebanyakan. Sebagai contoh, terdapat

cerita mengenai seorang Babah Cina yang menikahi seorang penari

Ronggeng di wilayah Sunda Kelapa. Situs makamnya terletak di dekat

Kelenteng Cina. Kelenteng ini diperkirakan oleh sebagian sejarawan dulunya

adalah masjid. Pernikahan lintas etnis ini kemudian membentuk sub etnis

baru yang kemudian dinamakan Tionghoa Peranakan atau Cina Peranakan

3 Didi, Kwartananda, “Perang Jawa (1825-1830) dan Implikasinya terhadap Hubungan

Tionghoa-Jawa” pengantar (edisi ke-2) dalam Peter Carey, Orang Cina, Bandar Tol, Candu

dan Perang Jawa; Perubahan Persepsi Tentang Cina 1755-1825, Terj. Wasmi Alhaziri

(Depok; Komunitas Bambu, 2015) hlm. vi. 4 Peter, Carey, Orang Cina ..., hlm. 6.

Page 15: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

4

yang mengimbangi istilah Cina Totok atau orang Tionghoa yang

berorangtuakan dan berleluhur asli Tiongkok.5

Selanjutnya, di kalangan istana Jawa juga ditemukan pernikahan antara

orang Tionghoa dan Jawa. Wanita Tionghoa kerap diambil para penguasa

lokal sebagai istri kedua (selir atau Garwa Ampeyan). Bagi Orang Tionghoa,

pernikahan ini adalah suatu jalan untuk merawat hubungan yang baik dengan

pihak penguasa, di samping hubungan-hubungan baik lainnya. Pernikahan-

pernikahan Tionghoa-Jawa ini perlahan semakin meluas dan menjadi sarana

akulturasi orang Tionghoa ke dalam budaya Jawa. Mereka tidak lagi merasa

kesulitan untuk mempraktekkan tingkah laku dan bahasa orang Jawa. Hal ini

juga semakin menabalkan identitas mereka sebagai Tionghoa Peranakan.6

Di masa kongsi dagang VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)

bercokol di Nusantara, orang Tionghoa menjadi mitra dagang bagi mereka.

Ketika masa awal para pedagang VOC datang, sebagai orang asing mereka

merasa perlu menjalin hubungan dengan pedagang asing lainnya, yakni

orang Tionghoa. Mereka bekerjasama khususnya di bidang distribusi,

sedangkan perdagangan perantara sendiri kala itu sudah banyak dikuasai

oleh pedagang Tionghoa.

Perkenalannya dengan VOC dan tugasnya dalam membantu bagian

distribusi, membuat wilayah jelajah Tionghoa menjadi lebih luas. Dari

pekerjaannya ini mereka berkesempatan untuk mengirimkan barang-barang

dari kota ke penduduk desa, dan darinya mereka mendapatkan uang tembaga

dari penduduk desa. uang tembaga yang dimaksud adalah semacam uang

kecil yang menjadi alat tukar yang standar di pedesaan. Uang-uang ini

5 Sumanto, Al Qurtuby, Arus Cina-Islam-Jawa; Bongkar Sejarah Atas Peranan

Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV dan XVI (Yogyakarta:

Inspeal Ahimsakarya Press, 2003) hlm. 93. 6 Peter, Carey, Orang Cina ..., hlm. 6-7.

Page 16: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

5

kemudian dijual ke VOC. Dari hal-hal tersebut kian lama hubungan antara

pedagang Tionghoa dan VOC semakin akrab.7

Pemukiman kaum Tionghoa terdapat di hampir semua kota penting di

pantai utara Jawa, salah satunya adalah Tangerang. Kedatangan orang

Tionghoa ke kawasan ini, utamanya di Teluk Naga, didorong oleh faktor

perniagaan dan juga diplomasi yang dilakukan Orang Tiongkok. Di masa

Laksamana Cheng Ho melakukan muhibahnya sekitar tahun 1570. Dua tahun

kemudian yakni 1572 dua orang utusan Laksamaa Cheng Ho mendarat di

Teluk Naga, Tangerang. Salah seorang dari mereka bernama Chen Ci Lung.8

Angka tahun tersebut boleh dikatakan merupakan waktu pertama yang

dipercaya warga Cina Benteng sebagai awal kedatangan orang Tionghoa ke

Tangerang.

Diceritakan bahwa tatkala rombongan armada Cheng Ho sampai di

Teluk Naga diutuslah dua orang untuk meneliti keadaan sekitar pesisir itu.

Oleh sebab kapal-kapal armada Cheng Ho besar-besar maka armada itu tidak

semuanya sampai menyentuh garis daratan pantai, mengingat kala itu Teluk

Naga masih berupa pelabuhan kecil. Dua utusan tersebut datang

menggunakan perahu kecil atau semacam sekoci pada masa itu. Setibanya di

daratan, mereka meneliti daerah tersebut dan setelahnya mereka kembali dan

melaporkan temuannya kepada Ma Huan, juru tulis Cheng Ho. Sejak itu,

kian waktu semakin banyak orang Tiongkok terutama dari etnis Hokkian

yang datang dan bermukim di Teluk Naga.

Diperkirakan, komunitas Tionghoa awal di Teluk Naga adalah

beragama Islam. Kelompok Tionghoa di sana terbentuk karena inisiasi

7 Onghokham, Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina; Sejarah Etnis Cina di

Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2008) hlm. 1-2. 8 Wawancara Dengan Oey Tjin Eng, (Tangerang, Pengurus Perkumpulan Bun Tek Bio

27 Agustus 2015)

Page 17: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

6

Cheng Ho yang berkeinginan memperkuat kedudukan kulturalnya dengan

menitahkan beberapa pelautnya untuk membuat suatu pemukiman dan

masjid di sana. Namun, seiring berjalannya waktu, orang-orang Tionghoa di

sana tidak mampu mempertahankan keyakinannya, karena disinyalir setelah

Cheng Ho kembali ke Tiongkok, mereka kembali memeluk keyakinan

semula. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat banyak di antara pengikut Cheng

Ho adalah orang taklukan yang beragama Konghucu baik mereka yang

berkeyakinan Konfusian maupun Taoisme.

Menginjak tahun 1740, di Batavia terjadi geger pecinan yakni

pembunuhan besar-besaran etnis Tionghoa oleh pemerintah VOC.9 Kala itu

gubernur jenderal VOC, Adrian Vaalkenier merasa kedudukan Tionghoa di

bidang ekonomi sedemikian kuat, sampai-sampai bisa mengancam

kedudukan pemerintah Batavia. Perbedaan cara pandang ini menimbulkan

gesekan di antara orang Tionghoa dan pemerintah Belanda dan berakhir

dengan eksekusi mati orang-orang Tionghoa di sana. Kenyataannya, tidak

semua orang Tionghoa mati, banyak dari mereka yang berhasil melarikan

diri ke arah timur hingga mencapai Mataram. Banyak juga yang keluar dari

Batavia menuju kota terdekat, Tangerang.

Di Tangerang, pelarian Tionghoa Batavia ini bertemu dengan para

pemukim yang merupakan keturunan dari pengikut-pengikut Cheng Ho.

Pertemuan mereka tidak sampai menimbulkan friksi kultural, melainkan di

antara mereka saling tolong-menolong, mengingat akar budaya mereka sama.

Mereka menganggap orang Tionghoa berasal dari satu keturunan yaitu

keturunan Kaisar Kuning. Seiring berjalannya waktu, mereka sudah saling

melebur, lantas menjadi cikal bakal etnis Tionghoa yang di kemudian waktu

9 Susan, Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun,Terj. Gatot Triwira (Depok:

Komunitas Bambu, 2011) hlm. 37-39.

Page 18: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

7

disebut dengan Cina Benteng atau Tionghoa Benteng. Sejak itu mayoritas

mereka adalah pemeluk Konghucu dan jumlah kelompok Muslimnya amat

minim sekali.

Keberadaan etnis Cina Benteng perlahan membentuk identitas

ketionghoaannya sendiri. Struktur budaya dan sosial mereka amat berlainan

dengan komunitas Tionghoa yang terdapat di Batavia dan di tempat-tempat

lain. Jika di Betawi diyakini Tionghoa turut andil dalam membentuk struktur

dan produk kebudayaannya.10

Yang terjadi di Tangerang justru sebaliknya,

kebudayaan lokal yang membentuk tradisi dan kebudayaan orang Tionghoa-

nya. Hal ini bisa dilihat ketika menyaksikan resepsi pernikahan Cina

Benteng yang selalu menampilkan seni Gambang Kromong dan Tarian

Cokek. Para penggiat seni tersebut mayoritas adalah warga lokal Tangerang

yang berasal dari etnis Sunda.

Perbedaan lain terlihat ketika memperhatikan bahasa yang mereka

gunakan. Biasanya orang Hokkian akan menggunakan bahasa Haka sebagai

alat komunikasi di antara mereka. Namun yang terlihat di komunitas Cina

Benteng, mereka justru menggunakan bahasa Sunda maupun Jawa. Bahkan

di antara mereka ada yang sudah tidak bisa berbahasa Haka lagi. Ini justru

berkebalikan dengan orang Hokkian lainnya yang menganggap bahasa Haka

merupakan salah satu tradisi yang harus terus dipertahankan, minimal di

antara sesama orang Tionghoa.

Fokus kajian peneliti adalah mengetahui bagaimana interaksi antara

maysyarakat Cina Benteng dan Islam. Dalam hal ini Islam bukan saja

sebagai ajaran agama, tetapi juga sebagai kebudayaan bahkan identitas dari

10

Sebagai contoh bisa dilihat dari busana adat pernikahan wanita Betawi yang tata

busananya banyak mengambil model pakaian orang Tionghoa. Bahkan tata riasnya

dinamakan dandanan care None Pengantin Cine. Lihat Abdul Chaer, Betawi Tempo Doeloe;

Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi (Depok: Komunitas Bambu, 2015) hlm. 105.

Page 19: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

8

masyarakat pribumi. Perspektif pembahasan masalah tersebut menggunakan

tinjauan secara historis. Pola ini dimaksudkan untuk lebih memahami suatu

keadaan berdasarkan hal yang melatarbelakanginya.

Pengetahuan awal yang didapat oleh penulis adalah bahwa penyebar

agama Islam di Tanah Jawa sebagian tokohnya adalah orang keturunan

Tiong Hoa. Hal itu tak dapat disangkal jika kita mengamati bangunan Masjid

yang menjadi tempat ibadah dan pusat aktifitas pendidikan dan sosial Islam,

di sana banyak terdapat ornamen-ornamen khas Tiongkok. Arsitektur masjid

yang menggunakan atap tumpang adalah merupakan ciri arsitektur

Tiongkok.

Jika diperhatikan kondisi sekarang, komunitas Cina Benteng merupakan

minoritas dari struktur masyarakat yang ada di Tangerang dan Islam hanya

merupakan agama minoritas dalam komunitas masyarakat Cina Benteng itu

sendiri. Peneliti menganggap ini merupakan gejala yang bisa

diperbincangkan dalam sudut pandang teori kepercayaan atau agama. Tentu

akan banyak dijumpai faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Termasuk

dalam tujuan penelitian ini adalah bagaimana bangunan kebudayaan

masyarakat Cina Benteng serta interaksi mereka dengan penduduk lainnya.

Diharapkan dengan bahasan tersebut, dapat diketahui secara utuh bagaimana

relasi orang Cina Benteng terhadap Islam.

Peneliti menyadari, informasi oral yang nantinya didapatkan, bisa saja

berasal dari tokoh Cina Benteng yang non-Islam. Untuk itu, peneliti

mengenyampingkan keyakinan atau agama informan, namun yang ingin

diketahui adalah sejauh mana Islam berkembang dan mengisi masyarakat

Cina Benteng dari waktu ke waktu. Keterangan dari tokoh masyarakat atau

orang yang dianggap mengerti dari kalangan Cina Benteng tentu akan

Page 20: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

9

bermanfaat dalam merekonstruksi pandangan orang Cina Benteng terhadap

Islam, agama yang pernah eksis dalam kehidupan para leluhurnya.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Penelitian ini adalah penelitian sejarah religio-antropologis, yakni

dengan menyorot pada masalah sejarah etnis Cina Benteng di Tangerang.

Fokus pembahasan pada interaksi komunitas Cina Benteng dengan Islam

yang konotatif dengan pribumi. Islam yang dikabarkan disebarluaskan di

Tanah Jawa oleh tokoh-tokoh Tionghoa atau keturunan Tionghoa yang

didukung oleh penguasa Demak dan Mataram kemudian diterima dengan

baik di Banten. Demikian pula di Tangerang yang sebelumnya merupakan

wilayah bagian dari kerajaan Pajajaran. Kepercayaan pribumi yang

kebanyakan adalah Sunda Wiwitan dan Hindu, secara massif beralih

memeluk Islam. Islam menjadi sebuah peradaban pribumi. Penelitian ini

dibatasi pada hal-hal yang menyangkut interaksi antara komunitas Cina

Benteng dengan Islam (pribumi). Dinamika yang terjadi di sekitar

persentuhan antara keduanya menjadi objek dari penelitian ini.

Orang Cina Benteng merupakan sekumpulan orang Tionghoa yang

awalnya mendiami pesisir pantai Tangerang (sekitar Teluk Naga) lalu

merambah di sepanjang bantaran Cisadane sampai ke pusat kota Tangerang

dan menyebar ke berbagai pelosok, ke Selatan (Karawaci, Legok, Cisauk

dan Serpong) dan Ke Utara (Pasar Baru, Kedaung, Sepatan hingga Mauk).

Mudahnya, sebutan Cina Benteng hanya berlaku untuk orang Tionghoa yang

bermukim sejak lebih dari tiga generasi di Tangerang.11

Mereka yang tinggal

bukan di Tangerang, maka bukan termasuk dalam sebutan Cina Benteng.

11

Wawancara dengan Oey Tjin Eng,

Page 21: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

10

Hal lain yang dibatasi adalah mengenai pembicaraan tentang Islam itu

sendiri. Islam bagi orang Tionghoa pada umumnya merupakan agama yang

bukan berasal dari tradisi mereka. Untuk itu, bisa dimaklumi jika dalam

pengumpulan sumber nantinya, hal-hal yang mengenai Islam bukan sekedar

berkisar pada masalah doktrin dan amalan secara komprehensif, melainkan

Islam yang dilihat dalam perspektif orang di luarnya (liyan). Islam pada titik

ini bisa dimaknai sebagi produk peradaban di kalangan orang Cina Benteng.

Penelitian sejarah ini bersifat kronologis, yakni menjelaskan kehidupan

Cina Benteng dari waktu ke waktu dikarenakan peneliti ingin mendapatkan

gambaran yang utuh mengenai kehidupan Cina Benteng. Oleh sebab masalah

yang diangkat masih amat luas, maka dibutuhkan rumusan masalah yang

lebih konkret, yang dibentuk dalam beberapa pertanyaan sebagaimana di

bawah ini:

1. Bagaiamana kehidupan masyarakat Cina Benteng di masa awal ?

2. Bagaimana proses akulturasi budaya antara orang Cina Benteng

dengan orang pribumi ?

3. Bagaimana dinamika yang terjadi dalam interaksi Cina Benteng

dengan Islam, baik sebagai doktrin agama maupun sebagai budaya.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penulisan tesis ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana kedatangan orang-orang Tionghoa di

Tangerang hingga terbentuknya sebuah tatanan sosial yang dikenal

dengan Cina Benteng .

2. Memahami bagaimana struktur kebudayaan dan kehidupan sosial

masyarakat Cina Benteng serta

Page 22: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

11

3. Mengetahui bagaimana tanggapan mereka terhadap Islam, baik

sebagai doktrin maupun peradaban.

Sedangkan, kegunaan dari penulisan tesis ini adalah:

1. Memperkaya khazanah pengetahuan mengenai perkembangan

komunitas Tionghoa di Tangerang

2 Menjadi referensi awal untuk penelitian selanjutnya di Fakultas Adab

dan Humaniora dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta lembaga-

lembaga pendidikan tinggi lainnya

3. Menjadi bahan bacaan untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya

anggapan orang Tionghoa terhadap Islam, khususnya di kalangan

masyarakat Cina Benteng.

D. Penelitian Terdahulu

Tulisan mengenai Cina Benteng kaitannya dengan Islam memang masih

sangat jarang dijumpai. Jikapun ada sifatnya parsial, terserak di dalam tema-

tema penulisan lain yang lebih luas. Meskipun begitu, dalam skala yang

lebih umum, penulis menemukan beberapa buku, tulisan tematik serta

sumber tertulis lainnya yang membahas tentang sejarah muslim Tionghoa di

Nusantara.

Amen Budiman menulis mengenai sejarah keberadaan orang Tionghoa

di Nusantara berjudul Masyarakat Islam Tionghoa di Indonesia (terbit tahun

1979). Buku ini memaparkan tentang latar belakang kedatangan dan sejarah

orang Tionghoa muslim sampai pada masa kekinian, yakni saat buku itu

dibuat. Budiman berupaya merekonstruksi sejarah Muslim Tionghoa dalam

peta sejarah Nusantara. Beberapa uraiannya termasuk pendirian PITI

Page 23: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

12

(Pembina Iman Tauhid Islam) berserta aktivitas dakwahnya. 12

Uraian buku

ini sangat berguna dalam menambah khazanah literatur penulis. Meskipun

demikian, informasi mengenai sejarah perkembangan Cina Benteng tidak

dijelaskan secara panjang lebar, dan berlainan dengan maksud penelitian ini.

Sumanto Al Qurtuby mengupas masalah sejarah pertalian Cina-Islam-

Jawa dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa; Bongkar Sejarah atas Peranan

Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV dan XVI.

Buku ini menitikberatkan pada asal mula pembentukan identitas Cina-Islam-

Jawa. Sumanto banyak menyorot sejarah awal perkembangan Islam di Jawa

sebagai latar awal terbentuknya identitas religio-kultural tersebut. Dikatakan

bahwa sudah sejak abad 15, eksistensi Muslim Tionghoa sudah terlihat di

pesisir utara pantai Jawa. Keberadaan Muslim Tionghoa terekam dalam

catatan para pengembara asing, babad-babad dan sejarah lisan. Selain itu,

budaya Tionghoa juga telah berpadu dalam kebudayaan lokal yang terlihat

pada peninggalan kepurbakalaan seperti yang bisa dilihat di masjid kuno

Mantingan-Jepara, menara masjid Banten, bangunan gapura makam Sunan

Giri dan lain sebagainya.13

Di buku ini juga belum ditemukan bahasan

mengenai Cina Benteng yang berkaitan dengan tema yang penulis pilih.

Selanjutnya, Onghokham juga mengupas permasalahan sejarah Cina

Peranakan lewat bukunya Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina;

Sejarah Etnis Cina di Indonesia. Buku ini berisi kumpulan tulisan yang

terkait dengan sejarah Tionghoa di Nusantara. Onghokham banyak

mengkhususkan diri dalam sejarah Tionghoa pada masa kolonial. Dalam

salah satu tulisannya berjudul “Etnis Cina di Indonesia; Sebuah Catatan

Sejarah”, Ong menjelaskan bahwa orang Tionghoa memang sudah ada sejak

12

Amen,Budiman, Masyarakat Islam Tionghoa di Indonesia (Semarang: Tanjung Sari,

1979) hlm. 42-43. 13

Sumanto, Al Qurtuby, Arus Cina-Islam-Jawa …, hlm. 39-41.

Page 24: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

13

masa prakolonial, hanya saja segala sesuatu yang terlihat sebagai identitas

orang Tionghoa masa kini, akar-akarnya bisa dilihat sejak masa kolonial,

tepatnya di zaman Hindia Belanda.14

Di buku tersebut, sempat disinggung mengenai komunitas Cina di

Tangerang. Pada 1945, dibentuk semacam milisi orang Cina di tengah

pertempuran antara orang Belanda melawan bangsa Indonesia. Mereka

terlibat di kancah perang itu, hingga terkepung dalam serangan anti-rasial.

Ong menegaskan bahwa kerusuhan-kerusuhan yang terjadi sekitar tahun

1945, jika ada di antara korbannya adalah orang Tionghoa, maka secara

umum sifatnya adalah insidental, kebetulan saja, atau mungkin mereka salah

sasaran. Namun, pengecualian terjadi di Tangerang.15

Dikarenakan buku

Ong ini berisi kumpulan tulisan, maka wacana mengenai Cina Benteng

hanya berupa sisipan, dan tidak ada bab khusus yang membahasnya.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian sejarah Cina Benteng khususnya

mengenai interaksi antara mereka dengan Islam. Islam di sini tentu saja

mencakup aspek yang luas, bisa dikatakan mencakup doktrin dan peradaban.

Uraian yang nantinya akan disampaikan akan diterangkan secara kronologis.

Untuk itu, diperlukan langkah-langkah penelitian yang perlu dijelaskan di

bawah ini.

Pertama, yakni masalah pengumpulan sumber atau heuristik. Sumber

yang dikumpulkan secara fisik terbagi dalam dua jenis yakni sumber tertulis

dan sumber lisan. Sumber tertulis terdiri atas buku, catatan-catatan pribadi

14

Onghokham, Anti Cina …, hlm. 1. 15

Onghokham, Anti Cina ..., hlm. 7.

Page 25: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

14

seseorang yang mengalami suatu peristiwa sejarah, jurnal, dan lain

sebagainya. Sedangkan sumber lisan adalah hasil dari observasi dan

wawancara dengan beberapa orang atau tokoh yang dianggap menegrti.

Observasi dan wawancara dengan nara sumber harus juga mengakomodasi

unsur representasi dari bagian-bagian dalam masyarakat. Sumber lisan di sini

dikategorikan sebagai tradisi lisan, yakni penutur memberikan jawaban

sesuai dengan pertanyaan yang diajukan, namun kedudukannya bukanlah

sebagai pelaku sejarah. Meskipun begitu dalam tema-tema yang lebih

kontemporer, sebisa mungkin ditampilkan para aktor sejarah atau orang yang

mengalami suatu peristiwa di masa lampau. Kedudukannya adalah sebagai

orang yang memberikan sejarah lisan dan amat penting sebagai salah satu

rujukan utama.16

Selanjutnya dalam studi sejarah dikenal dua macam jenis sumber, yakni

sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber

penulisan sejarah yang diproduksi pada zaman-zaman yang bersamaan

ketika terjadinya suatu peristiwa sejarah. Termasuk dalam sumber primer

adalah catatan pribadi, buku tulisan pribadi, memoar, rekaman suara serta

hasil wawancara dari orang yang berpartisipasi dalam suatu even masa

lampau. Kemudian, sumber sekunder adalah sumber yang bukan diproduksi

dalam suatu masa terjadinya peristiwa terkait. Antara peristiwa dan

kehadiran sumber ini terpaut masa yang berbeda. Biasanya, sumber itu

dibuat setelah suatu even historis berlangsung.17

Termasuk dalam langkah-langkah mendapatkan sumber adalah dengan

pengamatan. Peneliti mendatangi beberapa tempat yang diketahui merupakan

16

M. Dien, Madjid dan Johan, Wahyudhi, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar (Jakarta:

Kencana, 2014) hlm. 122-123. 17

Louis,Gottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Pres,

2006) hlm. 73-74 dan 93-94.

Page 26: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

15

peninggalan atau tempat yang diyakini pernah menjadi latar peristiwa masa

lalu yang berkaitan dengan objek kajian. Observasi lapangan ini berfungsi

untuk melacak sumber-sumber lainnya, yang berupa kunjungan ke klenteng,

museum Benteng Heritage serta ke pemukiman Cina Benteng awal di Teluk

Naga dan lain-lain. Hasil pengamatan ini akan digunakan sebagai tambahan

analisa peneliti. Peneliti telah melakukan penelusuran awal yang berguna

untuk membentuk jejaring pengetahuan awal perihal sejarah Cina Benteng.

Penelusuran ini bersifat pengamatan yang dikaitkan dengan sumber-sumber

yang didapat.

Kedua, setelah materi-materi penulisan sejarah berhasil dikumpulkan,

maka akan masuk dalam tahap kritik sumber. Kritik sumber berguna untuk

menentukan otentisitas dan keotoritatifan sumber sejarah. Dalam studi

sejarah dikenal dua macam kritik, yakni kritik eksternal dan kritik internal.

Kritik eksternal berkisar pada pengetahuan tentang keaslian fisik sumber

sejarah. Misalnya saja peneliti mendapatkan babad, maka sebelum ditelaah

kandungannya, penulis terlebih dahulu memeriksa keaslian kertas, tinta,

watermark, bentuk tulisan, stempel atau tanda tangan (jika ada), serta segala

aspek yang menyangkut kondisi bendawi dari babad tersebut. Selanjutnya,

kritik internal adalah mengetahui kebenaran isi informasi di dalam teks

tersebut.18

Ketiga, sumber yang telah melalui fase kritik, kemudian mencapai tahap

interpretasi. Perlu diketahui, beberapa sumber sejarah, mungkin saja telah

digunakan oleh peneliti lainnya, namun informasi tersebut tetaplah terbuka

untuk dianalisa, disesuaikan dengan tema atau judul yang dipilih. Dengan

begitu dapat dijumpai pembahasan yang berbeda menggunakan sumber yang

18

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang, 1995) hlm. 99-100;

lihat juga Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah ..., hlm. 98-99 dan 112.

Page 27: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

16

sama. Misalnya saja ada peneliti yang menulis tentang perjalanan orang

Tionghoa ke Nusantara maka akan mengutip sumber semacam Yingya

Shenglan, namun dalam kesempatan lain peneliti bisa pula mengakses karya

itu sebagai sumber sejarah. Pada titik ini, yang membedakan di antara

keduanya adalah interpertasi atau pembacaan ulang disertai komentar atau

catatan kritis mengenainya. Tidak bisa dipungkiri, luasnya tema kajian

berikut interpertasi mengenainya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari

dinamika penulisan sejarah.19

Keempat atau terakhir, setelah proses di atas sudah dilalui, baru

kemudian dilakukan penulisan sejarah (historiografi). Susunan pembahasan

mengenai judul yang diangkat, akan dibahas secara kronologis, yakni dengan

mengedepankan aspek runutan kurun waktu yang melingkupi eksistensi

warga Cina Benteng. Pembahasan akan terfokus pada masalah yang

diangkat, ketika sampai pada bab terakhir sebelum kesimpulan.20

F. Landasan Teoritis

Penelitan ini berusaha mengungkap perubahan sosial yang terjadi di

tengah masyarakat Cina Benteng berkaitan dengan pergumulan mereka

dengan Islam baik Islam sebagai dokma maupun Islam sebagai kultur yang

hidup disekitar mereka. Masyarakat Cina Benteng bagaimanapun leluhur

mereka berasal dari daratan Tiongkok dengan tradisi budaya yang kuat

tentunya masih dalam pengaruh kosmologi dan agama-agama Konfusius,

Taoisme dan Budhisme serta filsafat-filsafat Tiongkok yang nanti akan

dibahas dalam bab berikut. Pengaruh Kosmologi dan agama-agama tersebut

19

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu ..., hlm. 100. 20

Dudung, Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Tangerang: Logos Wacana

Ilmu, 1999) hlm. 91-93.

Page 28: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

17

tercermin dalam ritual-ritual yang kerap diadakan oleh komunitas Cina

Benteng. Eksistensi mereka sebagai komunitas masyarakat yang tinggal di

Tangerang hingga kini masih diakui dan bahkan diapresiasi oleh masyarakat

dari komunitas lain.

Meskipun hari ini sebagian besar masyarakat Cina Benteng tidak

beragama Islam, namun peneliti ingin mendapatkan kelengkapan informasi

yang ditunjang dengan analisa pribadi mengenai bagaimana mereka

memandang Islam, hidup berdampingan dengan tradisi Islam, baik sebagai

agama maupun kebudayaan. Yang dimaksud dengan Islam sebagai agama

adalah mengenai doktrin-doktrin maupun ritual keagamaan. Sedangkan yang

dimaksud Islam sebagai budaya adalah mengenai nilai-nilai Islam yang yang

berkembang dalam sebuah masyarakat. Dengan kata lain Islam sebagai

fungsi sosialnya.

Ketika melihat Tionghoa sebagai satu kesatuan tradisi maka secara tidak

langsung akan berkaitan pula dengan kepecayaannya kepada ketuhanan.

Taoisme, Konfusianisme dan Budhisme, bagi orang Tionghoa sudah menjadi

keyakinan yang membentuk kebudayaan mereka. Proses itu sudah

berlangsung sejak lama, bahkan sebelum para leluhur mereka sampai di

Nusantara. Kepercayaan mereka diwariskan secara turun temurun dan terus

sambung-menyambung, dan akarnyapun bisa ditelisik sejak leluhur mereka

di Tiongkok. Kepercayaan mereka bersambung dengan tradisi ketionghoaan

yang awalnya dibawa oleh para pendahulu mereka dan diwariskan secara

turun temurun. Atau dengan kata lain beragama sesuai dengan agama

orangtuanya. Agama menurut Durkheim bukanlah hal tentang kepercayaan

kepada kekuatan-kekuatan supernatural, seperti tuhan dan dewa-dewa. Tidak

semua agama percaya kepada tuhan walaupun mereka meyakini akan

kekuatan supernatural. Dalam pengamatannya, Durkheim menemukan

Page 29: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

18

karakteristik paling mendasar dari setiap kepercayaan agama yang bukan

terletak pada elemen-elemen supernatural melainkan pada konsep tentang

“yang sakral”. Dalam masyarakat beragama manapun, dunia dibagi menjadi

dua bagian terpisah yaitu “dunia yang sakral” dan “dunia yang profan”,

bukan seperti yang selama ini dikenal, yaitu naturan dan supernatural. Hal-

hal yang sakral selalu diartikan sebagai sesuatu yang superior, berkuasa,

dalam keadaan normal dia tidak tersentuh dan selalu dihormati. Sementara

hal yang profan adalah yang merupakan kebiasaan sehari-hari dan bersifat

biasa-biasa saja. Konsentrasi utama agama terletak pada yang sakral.

Menurut Emile Durkheim, agama adalah manifestasi natural dari

aktivitas manusia. Semua agama, apapun jenisnya, bersifat instruktif. Segala

bentuk tata laku ritualnya, membantu pemeluknya untuk memahami aspek-

aspek keagamaan. Merupakan bagian dari studi agama, yaitu mengetahui

bagaimana mereka hidup di tengah peradaban manusia. Definisi mengenai

agama, tidaklah bisa diketahui, jika belum melihat di mana tempat agama itu

berasal. Dari tempat awal perkembangannya itulah bisa diketahui

karakteristik-karakteristik yang membentuk agama tersebut.21

Agama dalam definisi Durkheim dikatakan bahwa agama adalah satu

sistem kepercayaan dengan perilaku-perilaku yang utuh dan selalu dikaitkan

dengan yang sakral, yaitu sesuatu yang terpisah dan terlarang. Apakah tujuan

yang sakral ini ? maka jawabannya akan ditemukan dalam definisi kedua

yang diberikan Durkheim. Perilaku-perilaku tersebut disatukan dalam

komunitas moral, tempat masyarakat memberikan kesetiaannya.22

Yang

menjadi kata kunci adalah komunitas. Yang sakral tersebut memiliki

pengaruh luas, menentukan kesejahteraan dan kepentingan anggota

21

Emile,Durkheim, The Elementary Forms of The Religious Life, Terjemahan dari

Bahasa Prancis oleh Joseph Ward Swain (New York: Dover Publication, Inc, 2008) hlm. 24. 22

Durkheim, Elementary Forms…, hlm. 47

Page 30: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

19

masyarakat. Pada pihak lain yang profan tidak memiliki pengaruh yang

begitu besar, melainkan hanya merefleksikan keseharian individu-individu,

baik menyangkut aktifitas pribadi maupun kebiasaan yang dilakukan setiap

individu dan keluarga. Durkheim selanjutnya memperingatkan agar jangan

salah artikan konsep ini sebagai pembagian moral, bahwa yang sakral

sebagai kebaikan sedangkan yang profan sebagai keburukan. Di dalam yang

sakral bisa jadi terdapat kebaikan juga keburukan, tetapi yang sakral tidak

akan berubah menjadi yang profan. Demikian pula sebaliknya, dalam yang

profan bisa juga terdapat kabaikan sekaligus keburukan tetapi yang profan

tidak akan berubah menjadi yang sakral.

Sebagaiman yang disebut oleh pemikir Yunani, Archimides dengan pou

sto, yang berarti dimana ia berdiri. Durkheim dengan jelas memperlihatkan

posisi itu yang ia tunjukkan dari mana ia memulai argumentasinya. Jika

diperhatikan definisi agama yang ia tulis di bagian awal buku The

Elementary, agama menurutnya didasarkan pada pembedaan yang dibuat

oleh setiap masyarakat antara yang sakral dan yang profan. Perhatian utama

agama ditujukan kepada yang sakral, yang harus selalu dijaga agar tidak

tercampur atau tertukar dengan yang profan. Yang sakral selalu terikat

dengan peristiws-peristiwa besar dalam sebuah klan. Begitu juga sebaliknya,

yang profan merupakan bagian dari kehidupan pribadi. Konsep ini menjadi

dasar bagi seluruh bangunan teori Durkheim.

Nilai lebih dari studi yang dilakukan Durkheim terletak pada tekadnya

untuk melakukan studi hanya pada satu tipe budaya. Dalam hal ini Durkheim

mengambil objek studinya pada budaya masyarakat Aborigin Australia dan

menjelaskan agama dalam konteks budaya masyarakat tersebut. Dalam

pelaksanaannya dia sangat mengandalkan laporan etnografi dari Spencer dan

Gilen serta para peneliti lainnya. Kemudian menyandarkan teorinya kepada

Page 31: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

20

bukti-bukti yang didapat oleh ilmuwan-ilmuwan itu. Nilai ilmiah dari

pendekatan Durkheim sudah jelas dan tidak dapat ditolak., akan tetapi masih

memiliki kelemahan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada laporan-

laporan ilmuwan tadi atau otentisitas bacaan Durkheim atas karya karya

mereka diantaranya adalah apa yang tersisa dari teori Durkheim sendiri.

Inilah yang menjadi titik yang dianggap lemah dari teori Durkheim dan

mendapat kritik dari beberapa kalangan. Seorang sosiolog yang sebelumnya

bekerja bersama Durkheim bernama Gaston Richard menyatakan dengan

cermat, dia kembali meneliti masyarakat Australia dan memperlihatkan yang

justru berlawanan dengan kesimpulan Durkheim. Richard juga menyatakan

bahwa kebanyakan teori Durkheim dibangun bahkan sebelum dia menelaah

laporan-laporan mengenai Australia itu sendiri.23

Fungsionalisme sosiologis adalah kata kunci dalam metode eksplanasi

Durkheim. Dalam hal-hal tertentu, pendekatan yang dilakukan Durkheim tak

perlu dipertanyakan lagi. Adalah kenyataan bahwa kepercayaan dan ritual-

ritual keagamaan sering kali tercampur dengan tujuan-tujuan sosial,

meskipun seringkali umat beragama tidak menyadarinya. Agama dan

masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat, bahkan keduanya tak dapat

dipisahkan satu sama lain. Meski demikian tetap harus dipertanyakan

bagaimana cara kerja sebenarnya dari hubungan itu. Durkheim selalu

menyatakan bahwa agama akan selalu bergantung pada masyarakat.

Masyarakat mengontrol sedangkan agama yang merefleksikannya.

Setiap kali penjelasan fungsionalisme terhadap agama kelihatan sangat

alami dan cocok sehingga tak ada orang yang menyangkalnya. Contoh yang

diajukan, masyarakatlah yang melahirkan keyakinan serta ritual keagamaan

23

Danie, L., Pals, Seven Theories Of Religion, Terj. Inyiak, Ridwan, Munzir, & M.

Syukri, (Jokjakarta : IRCiSoD, 2011) hlm. 171

Page 32: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

21

sedangkan agama dianggap tidak bisa melakukan hal yang sebaliknya

kepada masyarakat. 24

Kritik terhadap Durkheim.

Durkheim selalu mengingatkan bahwa struktur sosial adalah realita dan

seolah-olah hanya satu-satunya realita sedangkan agama hanya dianggap

sebagai suatu penampakan. Perlu digaris bawahi bahwa di samping klaim-

klaim Durkheim tentang tujuan agama, agama juga mempunyai fungsi sosial,

tetapi seolah-olah Durkheim mereduksi makna dan nilai agama hanya

terletak pada fungsi sosialnya saja. Bahwa yang menyangkut individu dari

pemeluk agama dianggap sesuatu yang profan dan yang menyangkut tentang

sosial kemasyarakatan dianggap sebagai suatu yang sakral. Durkheim

memang melakukan penelitian untuk mendasari teorinya pada agama primitif

seperti totemisme pada masyarakat aborigin di Australia. Teori Durkheim

masih relefan menyangkut agama-agama seperti Konfusianisme, Taoisme

dan Budhisme. Agama-agama tersebut tidak memiliki konsep tentang hukum

yaitu pahala dan dosa yang keduanya menjadi tanggung jawab individu bagi

pemeluk agama dan akan dimintakan pertanggungjawaban itu di kehidupan

berikutnya.

Apa yang ditawarkan Durkheim yang menjelaskan agama hanya sebagai

bentuk luarnya saja yang dalam istilahnya disebut effervescence25

yang

dibentuk oleh realitas sosial yang lebih mendalam. Durkheim masih

menganggap bahwa agama bagi sebagian masyarakat masih memiliki arti

penting bagi kesejahteraan sosial, berbeda dari Sigmund Freud yang

menganggap agama sebagai satu jenis penyakit akibat trauma psikologis.

Dalam masalah agama, Durkheim dan Freud sama-sama dapat digolongkan

24

Pals, Seven Theories Of Religion, hlm. 25

Pals, Seven Theories…..,Hlm.172

Page 33: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

22

sebagai aliran fungsionalis reduksionis agresif, tujuannya adalah mereduksi

agama hanya pada fungsi sosialnya saja.

Islam, memerintahkan umatnya untuk melakukan shalat lima waktu

setiap hari. Keutamaan ritual shalat memang lebih pada pelaksanaan yang

berjamaah, dalam arti dilakukan bersama-sama namun shalat adalah perintah

kepada setiap orang yang mengimani Islam. Shalat yang dilakukan secara

sendiri-sendiri untuk melaksanakan perintah dan menggugurkan kewajiban

tetap saja merupakan suatu yang sakral. Sebagaimana kita ketahui bahwa

Durkheim menganggap suatu yang dilakukan individu adalah bukan suatu

yang sakral melainkan yang profan.

Kebanyakan umat beragama menganggap teori-teori Durkheim tidak

dapat diterima. Dalam pandangan iman agama, pendekatan-pendekatan

reduksionis ini telah gagal memahami apa yang ada dalam agama tersebut

terutama agama-agama monoteis. Dalam kontek Konfusianisme, Taoisme

dan Budhisme, teori-teori Durkheim masih dapat diterima mengingat agama-

agama tersebut sebenarnya bukan agama monoteistik. Mereka menyembah

banyak dewa, bahkan seseorang yang dianggap banyak berjasa pada

manusia, setelah kematiannya bisa saja dipuja sebagai dewa. Cheng Ho

adalah salah satu sebab kemunculan pemukiman Tionghoa awal di

Tangerang. Kedudukannya begitu dihormati bahkan oleh sebagian orang

Tionghoa, Cheng Ho dipuja sebagai dewa.26

Kendatipun mereka mengetahui

bahwa Cheng Ho sebenarnya beragama Islam.

Sejak kedatangan orang-orang Tionghoa dari Batavia akibat peristiwa

pembantaian 1740, Keberagamaan dan kebudayaan Tinghoa seperti

menemukan kembali penguatan tradisinya dengan banyak digelarnya ritual-

26

Onghokham, Anti Cina ..., hlm. 118.

Page 34: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

23

ritual serta upacara-upacara pemujaan terhadap dewa-dewa dan arwah para

leluhur. Inilah yang dimaksud Durkheim dengan pentingnya ritual-ritual

tersebut sebagai penguat ikatan sosial bagi penganutnya hingga hal demikian

itu menjadi identitas masyarakat Cina Benteng hingga sekarang. Agama

sekali lagi bukan hanya berfokus pada fungsi sosialnya saja dalam sebuah

masyarakat, individu-individupun harus menjadi fokus agama.

Bagaimanapun, masyarakat terdiri dari individu-individu kesakralan

beragama juga dapat terakomodasi dari nilai-nilai yang bersifat individu.

G. Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan disajikan secara kronologis, dan terdiri atas 6 bab.

Bab pertama berisi tentang hal-hal yang menyangkut landasan berpikir, baik

secara teoritis maupun langkah penelitian yang akan ditempuh. Bab ini

tersususun dari beberapa sub bab, antara lain, latar belakang, pembatasan dan

perumusan masalah, kegunaan dan manfaat penelitian, penelitian terdahulu,

metode penelitian, landasan teoritis dan sistematika penulisan.

Bab kedua mengetengahkan tentang pengertian yang menyangkut

identitas orang Tionghoa. Seperti diketahui, terminologi mengenai Tionghoa,

Tiongkok, Cina, dan China masihlah belum terjelaskan secara komprehensif.

Penulis juga menganggap penting untuk kita memahami rasa kebatinan

orang-orang Tionghoa terhadap sebuah kekuatan diluar dirinya. Untuk itu

selain terminologi, penulis juga menjelaskan tentang kosmologi dan mitologi

orang-orang Tionghoa dalam bab ini.

Penulis menganggap penjelasan ini menjadi penting untuk memahami

bagaimana orang Tionghoa memaknai kehidupan dan alam ini. Pemahaman

orang Tionghoa yang menganggap ada kekuatan lain di alam ini selain

Page 35: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

24

manusia yaitu Tuhan (Tian) dan dewa-dewa perlu dijelaskan agar pembaca

mempunyai pemahaman dalam hal melihat orang Tionghoa memahami

agama.

Onghokham menjelaskan bahwa saat membicarakan agama orang Cina

maka jangan samakan dengan agama monoteistik semacam Kristen, Yahudi

ataupun Islam. konsep agama orang Cina lebih dekat dengan model

beragama orang Yunani dan Romawi, yakni pemujaan terhadap dewa-dewa.

Tidak ada ketetapan resmi, dewa-dewa apa yang dipuja di kalangan orang

Cina, karena pemujaan ini sudah menyatu dalam konsep tradisi orang Cina.

Bisa saja ditemukan di satu kampung Tionghoa hanya satu dewa saja yang

dipuja, dan di kampung lainnya memuja dewa yang berlainan. Kepercayaan

yang diyakininya ini adalah warisan dari para leluhur (ancestral cult).

Bab ketiga, pembahasan difokuskan pada bahasan historis orang Cina

Benteng di Tangerang. Sejarah kedatangan orang-orang Tionghoa ke

Tangerang, Pembentukan masyarakat awal Cina Benteng dan Aklturasi di

masa kolonial Belanda, Tionghoa kerap dijadikan sebagai teman atau kawan.

Kerusuhan 1740 di Batavia yang menyebabkan perpindahan sebagian orang

Tionghoa dari Batavia ke Tangerang, menjadi realitas yang menguatkan

pendapat bahwa tidak sepenuhnya orang Belanda memberi perlakuan

khusus kepada Tionghoa atau masyarakat Timur Asing pada umumnya.

Bab empat mengetengahkan pengaruh kolonial terhadap kehidupan

masyarakat Tionghoa di Tangerang. Panjangnya rentang waktu penjajahan

terutama oleh Belanda tentu meninggalkan kebiasaan yang membekas dalam

sendi-sendi kehidupan termasuk bagi masyarakat Tionghoa terutama di

Tangerang. Kebijakan politik kolonial tentunya berpengaruh besar. Tentang

pengelolaan tanah-tanah partikelir dan beberapa peristiwa kekerasan yang

menimpa etnis Tionghoa di Tangerang turut juga dibahas dalam bab ini.

Page 36: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

25

Letak geografis Tangerang yang bersebelahan dengan pusat kekuasaan yaitu

Batavia, mau tidak mau menjadikan Tangerang sebagai wilayah yang tak

pernah lepas dari perhatian kolonial. Pembahasan dalam bab ini diharapkan

dapat memberikan gambaran kepada pembaca mengenai seberapa besar

pengaruh kebijakan politik kolonial terhadap kehidupan masyarakat Cina

Benteng.

Kemudian di bab selanjutnya, akan dipaparkan penjelasan mengenai

bagaimana pandangan orang Cina Benteng terhadap Islam. Islam pada titik

ini mencakup doktrin dan peradaban. Diharapkan pada bagian ini akan

didapatkan keterangan lebih bagaimana Orang Cina Benteng menilai dan

memposisikan Islam, yang notabene pernah ikut membangun sejarah para

leluhurnya di Tangerang. Turut dijelaskan pula mengenai perkembangan

kontemporer mengenai Islam di kalangan orang Cina Benteng. Bab terakhir

berisi kesimpulan dan saran.

Page 37: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

26

BAB II

TERMINOLOGI DAN KOSMOLOGI TIONGHOA

A. Terminologi Tionghoa

1. Pengertian Orang Cina dan Orang Tionghoa

Sebelum masuk dalam pembahasan mengenai Cina Benteng lebih

lanjut, peneliti menganggap perlu memberikan penjelasan awal mengenai

terminologi atau istilah-istilah yang tertulis dalam judul tesis ini yaitu Cina,

China, Tiongkok dan Tinghoa. Hemat peneliti, hal ini merupakan elemen

dasar dalam membincangkan persoalan-persoalan lain yang akan

dibicarakan.

Dalam bahasa Inggris, secara konsisten digunakan istilah “People‟s

Republic of China”27

, yang merupakan nama resmi negara asal tempat orang

Cina. Dalam penyebutan masa lampau wilayah Tiongkok sekarang, bahkan

sejak sebelum era Konfusius, yakni sejak pemerintahan raja-raja Shang

(sekitar 1400 SM) disebut Cina.28

Penyebutan ini sudah tercatat di dalam

keanggotaan PBB. Tetapi dalam Bahasa Indonesia, masih sering terjadi

kerancuan dalam penyebutan negara itu, apakah terjemahannya menjadi

“Republik Rakyat Tiongkok” atau “Republik Rakyat Cina” atau “Republik

Rakyat China”?

Penggunaan kata Cina (China dalam bahasa Inggris, Chine dalam

bahasa Prancis dam bunyi mirip itu dalam bahasa-bahasa Eropa lainnya).

27

Diunduh dari https://www.cia.gov/library/publications/resourcesthe-world-

factbook/geos/ch.html. Pada Pukul 14.36 WIB, Rabu 22 Juni 2016. 28

H. G. Creel, Alam Pikiran Cina; Sejak Confucius Sampai Mao Zedong (Yogyakarta:

Tiara Wacana Yogya, 1990) hlm. 11.

Page 38: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

27

Kata China berasal dari Qin (dibaca „Cin‟). Qin adalah dinasti asal

Manchuria yang mempersatukan dan menguasai sebagian besar daratan

Tiongkok dan berkuasa dari tahun 221 sampai dengan 206 SM. Meski hanya

berkuasa 15 tahun, bangsa Qin memiliki pengaruh besar dan bahkan bisa

mengalahkan supremasi bangsa Han (mayoritas) yang memiliki jumlah

rakyat yang jauh lebih banyak, dan dengan demikian istilah Zhung Guo -

penyebutan wilayah orang Cina sebelum China - di dunia luar lebih tergeser

oleh istilah Cin yang kemudian menjadi China di Inggris, misalnya.

Kata Tiongkok berasal dari dari kata Zhong Guo (中国)yang dibaca

sebagai „cung kuo‟. Kata ini mengacu pada wilayah Manchuria, Mongolia

Dalam, Xinjiang, Tibet dan Taiwan. Kata Tionghoa berasal dari Zhong Hua

digunakan sebagai penanda sifat (modifier) bagi hal-hal yang berkenaan

dengan Tiongkok. Bila dianalogikan dengan penyebutan internasional untuk

kawasan ini, maka Tiongkok sepadan dengan China, dan Tionghoa sepadan

dengan Chinese.

Sebutan Tiongkok berasal dari zaman Dinasti Shang ketika daratan

Tiongkok terpecah jadi banyak kerajaan kecil. Ketika Dinasti Shang

menguasai wilayah di bagian tengah wilayah yang sekarang menjadi

People’s Republic of China, kerajaan ini disebut “Zhong Guo”, yang berarti

“Negara Tengah”.29

Secara kebahasaan, istilah “Tiongkok” dan “Tionghoa” hanya

ditemukan di Indonesia karena lahir dari pelafalan “Zhong Guo” dalam

Bahasa Indonesia dan dialek Hokien (yang digunakan di Provinsi Fujian,

dari mana banyak etnis Tionghoa di Indonesia berasal). Oleh karena itu,

kedua istilah tersebut tidak didapatkan di negara-negara tetangga yang

29

Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa Kasus Indonesia (Jakarta: LP3ES,

2002) hlm. 101.

Page 39: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

28

bahasanya juga mempunyai akar bahasa Melayu seperti Malaysia dan

Brunei. Namun demikian, di Asia, variasi dari istilah “Tiongkok” digunakan

di Jepang (“Chugoku”), Korea (“Jungguk”), dan Vietnam (“Trung Quoc”).30

Pada 1900, nasionalisme orang Tionghoa di Hindia Belanda mulai

muncul, ditandai dengan berdirinya Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) yaitu

perkumpulan Orang Tionghoa di Jakarta.31

Masyarakat Tionghoa di

Indonesia membangun organisasi-organisasi dan sekolah-sekolah sebagai

upaya untuk pengenalan lebih mendalam terhadap tanah leluhur. Dalam

proses tersebut, penyebutan “Cina” (pada saat itu ditulis “Tjina”) dikurangi

karena dianggap merendahkan. Sebagai gantinya, istilah “Tiongkok”

digunakan untuk penyebutan negara, dan “Tionghoa” untuk sebutan orang

Tiongkok.

Pada tahun 1910, Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan undang-

undang kewarganegaraan dan menyebut masyarakat Tionghoa dengan

terminologi Cina.32

Dari perspektif masyarakat Tionghoa di Indonesia,

penggunaan istilah Cina merupakan bentuk penghinaan, terutama karena

status kelas masyarakat Tionghoa di Indonesia diletakkan lebih rendah dari

orang Barat dan Jepang. Pada tahun 1928, Gubernur Jenderal Belanda saat

itu mengganti penggunaan istilah menjadi Tiongkok dan Tionghoa. Sejak

saat itu pula, tokoh-tokoh nasional Indonesia seperti Ki Hajar Dewantoro,

H.O.S. Tjokroaminoto, Sutomo dan Sukarno menggunakan istilah Tiongkok

dan Tionghoa.

Pada saat pembukaan hubungan diplomatik RI dan RRT di tahun 1950,

dokumen resmi yang ditandatangi kedua belah pihak menggunakan Republik

30

Diunduh dari http://www.tionghoa.info/sejarah-migrasi-dan-populasi-kelompok-

etnis-tionghoa/ pada pukul 9.21 WIB, Selasa 19 April 2016. 31

Leo Suryadinata, Tokoh-tokoh Tionghoa & Identitas Indonesia (Depok: Komunitas

Bambu, 2010) hlm. 2. 32

Diunduh dari : ejournal.lipi.go.id/index.php/jmi/article/download/630/422

Page 40: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

29

Rakyat Tiongkok untuk sebutan Zhong Hua Ren Min Gong He Guo, yang

selanjutnya digunakan dalam segala persuratan resmi di antara kedua negara.

Di bawah ini akan dipaparkan beberapa penjelasan mengenai

terminologi Cina dan Tiongkok, secara lebih spesifik:

2. Penghapusan Terminologi “Tiongkok” dari Bahasa Indonesia

Tren penggunaan istilah “Tiongkok” dan “Tionghoa” berubah setelah

meletusnya peristiwa G30S-PKI dan semakin maraknya arus anti-Cina di

tanah air. Dalam iklim politis yang kurang kondusif demikian, pada tahun

1966, Seminar Angkatan Darat ke-2 di Bandung dalam laporannya

mengambil kesimpulan sebagai berikut:

“Demi memulihkan dan keseragaman penggunaan istilah dan bahasa yang

dipakai secara umum di luar dan dalam negeri terhadap sebutan negara

dan warganya, dan terutama menghilangkan rasa rendah-diri rakyat

negeri kita, sekaligus juga untuk menghilangkan segolongan warga negeri

kita yang superior untuk memulihkan penggunaan istilah „Republik

Rakyat Tjina‟ dan „warganegara Tjina‟ sebagai ganti sebutan „Republik

Rakyat Tiongkok‟ dan warga-nya.”33

Pada 25 Juli 1967, Presidium Kabinet Ampera mengesahkan keputusan

Seminar tersebut dengan pertimbangan bahwa istilah tersebut adalah yang

disenangi rakyat Indonesia. Kebijakan ini diresmikan dengan penerbitan

Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera No. 6 Tentang Masalah Cina, yang

isinya secara spesifik melarang penggunaan istilah “Tiongkok” dan

“Tionghoa” karena nilai-nilai psikologis yang dianggap merugikan rakyat

Indonesia.34

Dalam tanggapannya, Pemerintah RRT melalui surat kabar Renmin

Ribao pada tanggal 27 Oktober 1967 menyampaikan bahwa “perubahan

sepihak Pemerintah Indonesia atas sebutan nama negara Tiongkok, adalah

penghinaan besar dan rakyat Tiongkok menyatakan „sangat marah‟ atas

33

elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/12/DIKSRIMINASI-WARGA-TIONGHOA.pdf 34

http://jdih.ristekdikti.go.id/?q=system/files/perundangan/12158490547.pdf

Page 41: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

30

sikap Pemerintah Indonesia yang tidak bersahabat tersebut.” Protes tersebut

disampaikan berkali-kali sampai akhirnya hubungan diplomatik kedua

negara dibekukan.

Pada tanggal 6 Desember 1967, ditetapkan Inpres No. 14 Tentang

Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina, yang tujuannya untuk semakin

menekan kebebasan berekspresi masyarakat Tionghoa di Indonesia,

termasuk penggunaan istilah Tiongkok dan Tionghoa.

Semenjak itu, praktis tidak pernah lagi terdengar penggunaan istilah

Tiongkok dan Tionghoa dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia. Yang

ada hanya istilah Cina, yang walaupun secara tata bahasa dinilai netral,

namun kerap digunakan dengan tendensi merendahkan.

Parsudi Suparlan menambahkan bahwa keengganan orang Tionghoa

menggunakan istilah orang Cina karena menurut mereka Cina adalah sama

dengan ejekan. Mereka merasa tidak nyaman apabila diejek “Cina, lu”.

Sedangkan sebutan Tionghoa, bagi mereka adalah suatu sebutan yang

membesarkan perasaan mereka, karena menurut mereka sebutan itu

pengakuan bahwa mereka adalah orang dari Kerajaan Tengah yang

merupakan pusat pemerintahan negeri Cina. Mereka seperti ingin

diperlakukan layaknya tamu kerajaan yang datang ke Nusantara. Mereka

adalah bangsa asing yang ingin dihargai karena keasingannya, bukan karena

mereka adalah bagian dari penduduk lokal. Peneguhan akan keasingan

mereka semakin diperkuat dengan begitu bangganya jika mereka dipanggil

chinese, sebutan yang dialamatkan kepada mereka di luar Indonesia.35

35

Parsudi Suparlan, “Kesukubangsaan dan Posisi Orang Cina dalam Masyarakat

Majemuk Indonesia” dalam Antropologi Indonesia, vol. 71, 2003, hlm. 32.

Page 42: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

31

3. Penggunaan Terminologi “China” Sebagai Kompromi

Pada saat normalisasi hubungan diplomatik Indonesia dan RRC di tahun

1990, penyebutan People’s Republic of China dalam bahasa Indonesia

menjadi salah satu faktor perselisihan antara kedua pihak yang berunding.

Secara prosedural, Surat Presidium Kabinet Tahun 1967 masih melarang

penggunaan istilah Tiongkok, sedangkan pihak Pemerintah RRT menilai

penggunaan istilah Cina tidak merefleksikan itikad baik dari proses

normalisasi hubungan diplomatik. Mengingat kepentingan untuk normalisasi

hubungan diplomatik, kedua belah pihak akhirnya mencapai kesepakatan

resmi untuk memformulasikan penggunaan “Republik Rakyat China”, atau

menggunakan ejaan “Cina” dalam bahasa Inggris. Dengan penulisan seperti

ini, maka dalam pelafalannya, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa

Indonesia, Tiongkok disebut dengan “cai.na”.

Dapat dimengerti alasan dari proses kompromi ini. Namun demikian,

yang menjadi permasalahan adalah status istilah “China” dalam bahasa

Indonesia yang baik dan benar. Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) edisi ke-empat tahun 2008 versi daring, istilah “Cina” tetap dieja

tanpa hufu “h” dan dibaca “Ci.na”, bukan “Cai.na”. Selain itu, penjelasan

mengenai Cina adalah “1. sebuah negeri di Asia; Tiongkok; 2. Bangsa yg

tinggal di Tiongkok; Tionghoa”.36

Oleh karena itu, penggunaan istilah “China” (baik dalam penulisan

maupun pelafalannya) dapat dilihat sebagai pemaksaan istilah bahasa Inggris

“China” ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini mungkin bisa saja diterima oleh

masyarakat Indonesia.

36

. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/cina

Page 43: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

32

4. Penggunaan Kembali Terminologi “Tiongkok” di masa Reformasi

Memasuki masa awal Reformasi di Indonesia, Presiden Abdurrahman

Wahid mencabut Inpres No. 14 Tahun 1967 yang dianggap diskriminatif dan

tidak sesuai dengan norma dan cita-cita reformasi. Meskipun demikian, Surat

Presidium Kabinet Ampera No. 6 Tahun 1967 (mengenai pelarangan

penggunaan istilah-istilah “Tiongkok” dan “Tionghoa”) tidak ikut dicabut.37

Presiden Wahid adalah salah seorang tokoh Reformasi yang memutuskan

kembali penggunaan istilah Tiongkok dan Tionghoa. Di dalam laporan kerja

Pemerintah bulan Agustus 2000, Presiden Wahid secara tegas menggunakan

sebutan Republik Rakyat Tiongkok dan tidak lagi menyebut Republik

Rakyat Cina.

Presiden Megawati Soekarnoputri juga melakukan hal yang sama pada

masa kepemimpinannya. Bahkan pada tahun 1998, sewaktu Presiden

Megawati ketika dirinya menjabat sebagai Wakil Presiden, beliau

mengatakan di hadapan suatu forum di Jawa Timur bahwa “sejak dahulu

sampai sekarang, saya tetap menggunakan sebutan Tiongkok dan Tionghoa,

keyakinan saya ini tidak berubah untuk selama-lamanya”.38

Pada masa pemerintahan setelahnya, Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono mengeluarkan Keputusan Presiden No 12 tahun 2014 tentang

Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-

06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967. Keppres yang ditandatangani

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 Maret 2014 ini,

maksudnya adalah menghapus sebutan/istilah China atau Cina dan

menggantinya menjadi Tiongkok. Nama negara Republik Rakyat Cina

diganti menjadi Republik Rakyat Tiongkok.

37

Lihat juga Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967, diunduh

dari http://www.hukumonline.com/ pada pukul 10.06 WIB, hari Jumat tanggal 2 Mei 2016. 38

Page 44: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

33

Dengan berlakunya keputusan tertanggal 14 Maret 2014 itu, maka

dalam semua kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, penggunaan istilah

orang atau komunitas Tjina/China/Cina diubah menjadi orang atau

komunitas Tionghoa. Sedangkan negara Republik Rakyat Cina kini disebut

Republik Rakyat Tiongkok.

Meskipun sebagian pihak menilai keputusan presiden ini merupakan

bagian dari manuver politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk

menggalang dukungan etnis Tionghoa menjelang pemilu, Asvi Warman

Adam berpendapat, secara umum keputusan ini berdampak positif. "Lebih

baik menyebut suatu kaum sebagaimana mereka ingin disebut," ujarnya.39

Demikian penjelasan penulis mengenai istilah atau terminologi Cina,

China, Tiongkok dan Tionghoa. Jadi dalam penulisan tesis ini peneliti

mengacu pada Keppres No. 12 tahun 2014. Namun demikian dalam hal

penyebutan Cina Benteng, penulis masih menggunakan terminologi “Cina”

hal itu dikarenakan istilah Cina Benteng sudah menjadi makna tersendiri dan

sejauh ini baik di dalam masyarakat maupun media masih menggunakan

istilah Cina Benteng bukan Tionghoa Benteng. Orang-orang Cina Benteng

sendiri tidak merasa direndahkan dalam penyebutan istilah itu walaupun

beberapa pihak menganggap penggunaan istialah Cina pada kalimat Cina

Benteng terkesan seperti merendahkan.

Edi Purwanto menyebutkan bahwa di masa kini, istilah Cina Benteng

kerap dialamatkan pada sesuatu yang merendahkan martabat orang

Tionghoa. Cina Benteng sama halnya dengan sebutan untuk Tionghoa udik

(kampungan), miskin dan kurang pendidikan. Anggapan demikian kerap

disematkan kepada mereka oleh orang Tionghoa yang tinggal di Jakarta.

39

Diunduh dari https://m.tempo.co/read/news/2014/03/19/078563591/sebut-cina-atau-

tionghoa, pada pukul 22.31 WIB, Rabu 22 Juni 2016.

Page 45: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

34

Kondisi yang dialami masyarakat Cina Benteng amat bertentangan dengan

fakta bahwa banyak orang Tionghoa yang kaya, bahkan etnis Tionghoa telah

sedemikian identik dengan kemakmuran berlandaskan pada harta yang

banyak serta jaringan bisnis yang luas.40

B. Kosmologi Orang Tionghoa

Filsafat dan keyakinan agama Tionghoa kuno muncul dari keyakinan

primitif animisme yang memandang alam adalah kekuatan tertinggi. Karena

itu pada jaman neolitik orang-orang Tionghoa menyembah matahari, bulan,

bintang, petir, gunung, batu karang, air, api, bumi, langit, hujan dan lain

sebagainya. Muncul dari rasa takut terhadap alam semesta, pikiran orang

Tionghoa tertuju pada hubungan manusia dengan langit.

Mereka meyakini bahwa semua peristiwa termasuk nasib mereka

ditentukan oleh Tianyi (Titah atau mandat dari langit).41

Para penguasa dan

rakyat tidak punya kendali atas nasib dan terhadap bencana-bencana alam

dan sosial seperti kekeringan, banjir, gempa bumi, kebakaran, kemiskinan,

kelaparan dan lain sebagainya. Mereka takut akan mahluk-mahluk gaib

seperti hantu, dewa dan menjaga jarak dengan hal-hal tersebut. Mereka

menghormati mahluk-mahluk gaib itu dengan melayaninya, memberikan

sesaji, mengutamakan dewa-dewa dalam setiap upacara. Mereka percaya

akan dewa-dewa atau “Di” atau “Shangdi” (Tuhan Yang Maha Kuasa). Dia

adalah penguasa tertinggi kosmos dan memiliki control mutlak terhadap

segala sesuatu di dunia fisik. Dia mengirimkan berkah dan bencana, memberi

40

Edi Purwanto, “Kompeksitas Kemiskinan Tionghoa Benteng”, Disertasi (belum

diterbitkan), Universitas Kristen Satyawacana, 2002, hlm. 1 dan 11. 41

. Tan Ta Sen, Cheng Ho Penyebar Islam dari China ke Nusantara (Jakarta : Kompas

Media Nusantara, 2010) hlm. 32

Page 46: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

35

perlindungan dalam setiap pertempuran, menjatuhkan sangsi serta

memutuskan takdir dan nasib manusia termasuk penunjukan dan pencopotan

terhadap pejabat. Dia juga memberi kepercayaan kepada raja-raja dengan

mandate untuk memerintah. Karena itu raja harus meminta persetujuananya

sebelum melakukan sesuatu.

Kehendak Yang Maha Kuasa dapat diketahui dengan membaca guratan-

guratan yang tertulis pada tulang belulang yang memuat ramalan-ramalan.

Dari guratan itu dapat diketahui peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada

masa mendatang begitu juga keadaan cuaca atau musim. Guratan-guratan

yang tampak di tulang-belulang lalu ditafsirkan sebagai respon dari

pertanyaan pertanyaan yang diajukan. Jelaslah ketergantungan mereka akan

dunia materi pada keinginan yang gaib.

Konsep tentang langit mengacu pada kekuatan moral kosmos yang suci

dan hak dinasti untuk memerintah didasarkan justifikasi etika, kekuasaan

bedasarkan kebajikan. Jika raja melalaikan tugas sucinya dan menjadi

seorang tiran, Langit akan memperlihatkan ketidaksenangannya dengan

menurunkan bencana-bencana. Jika raja lalai memperhatikan peringatan-

peringatan itu, Langit aka menarik kembali mandatnya . Akhirnya Langit

akan memilih penggantinya yang lebih bijak42

. Raja bertindak sebagai

penengah antara langit dan alam manusia. Kebijakan raja menjamin harmoni

yang sebenarnya dari keduanya.

Pada perkembangannya peramalan menggunakan guratan-guratan

tulang belulang mengalami perubahan dengan mulai ditulisnya kitab-kitab

peramalan. Pembacaan guratan pada tulang belulang dianggap kurang dapat

memenuhi harapan karena hanya dapat dibaca oleh seorang tabib atau dukun.

42

Yao Xinzhong, An Introduction to Confucianism (Cambridge: Cambridge Univesity

Press, 2000) hlm. 147

Page 47: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

36

Dengan demikian unsur subjektifitas menjadi terlalu kuat. Keterbatasan

pengetahuan sang tabib sering kali menjadikan jawaban-jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meleset.

Peramalan melalui pembacaan guratan tulang-belulang bergeser pada

pembacaan kitab-kitab peramalan yang ditulis oleh seseorang yang dianggap

kompeten. Ia mengamati setiap kejadian dan perubahan-perubahan yang

dikonotasikan sebagai sebuah tanda-tanda akan terjadinya sebuah situasi atau

peristiwa di masa datang. Peramalan dianggap begitu penting karena dengan

memperoleh informasi mengenai yal yang akan dihadapi, orang Tionghoa

menjadi lebih siap.

1. Aliran Yijing (Buku tentang perubahan tentang), Yin - Yang dan

Wuxing (Lima Unsur/agen perubahan)

Kitab Yijing kemungkinan besar merupakan kitab peramalan tertua yang

ditulis sekitar abad 11 SM. Kitab tersebut oleh Dinasti Han dijadikan

pedoman bagi apa saja dan salah satu kitab paling berpengaruh tentang

kebiasaan orang Tionghoa mulai dari ramalan nasib hingga strategi

kemiliteran.43

Kitab Yijing merefleksikan pandangan dunia kosmos orang Tionghoa

tentang perubahan. Alam semesta tidak bersifat statis tetapi alam adalah

sebuah kegiatan yang bergerak terus-menerus yang merupakan realitas dari

pertentangan, perjuangan, dan keanekaragaman serta perbedaan. Perubahan

adalah intisari dari eksistensi. Yijing adalah kitab yang menjelaskan hasrat

untuk bertindak sesuai dengan jalan atau aliran alam semesta yang dapat

menjamin keberhasilan perubahan dalam kerangka kehidupan yang

43

Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 37

Page 48: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

37

senantiasa berubah.44

Yijing merrupakan kitab yang merujuk pada pencarian

keseimbangan dan keteraturan dalam dunia yang kacau-balau.

Setiap perubahan berkaitan dengan dua kekuatan yaitu Yin, sebagai

unsur yang bersifat pasif, feminis. Unsur Yang adalah bersifat aktif dan

maskulin. Yin dan Yang adalah dua elemen yang saling melengkapi.

Interaksi antar dua unsur tersebut akan mengarah pada perkembangan

moralitas dan peradaban masyarakat. Interaksi dua kekuatan kosmos tersebut

menghasilkan evolusi budaya, ide, dan system.

Doktrin Yin dan Yang dihubungkan dengan teori Lima Unsur atau Lima

Agen, yaitu Logam, Kayu, Air, Api dan Tanah. Semua materi kehidupan

mengandung lima unsur itu. Doktrin memasukkan konsep penting tentang

rotasi yang menggambarkan keterhubngan antara penciptaan dan

pemusnahan yang bergantung pada siklus pergerakan Lima Unsur.

Hubungan antara perjuangan, keselarasan, persaingan dan pertentangan

adalah han yang mendasar bagi doktrin Yin dan Yang serta Lima Unsur.

Konsep Yin dan Yang serta Lima Unsur juga melengkapi kerangka

intelektual orang Tionghoa di bidang pengobatan dan biologi. Seluruh bagian

tubuh dipandang saling berkaitan dan munculnya penyakit diakibatkan

gangguan terhadap keseimbangan Yin dan Yang atau Lima Unsur. Karena

itu diagnosis mengenai ketidakseimbangan tersebut menjadi penting untuk

menentukan terapi yang harus dijalankan maupun obat yang akan diberikan.

Ketepatan membaca keseimbangan tersebut sangat menentukan keberhasilan

sebuah pengobatan.

Kosmologi berdasarkan teori perubahan Yin dan Yang serta Lima Unsur

menandai kemajuan luar biasa dalam memikiran filsafat Tionghoa. Jika

44

. Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 37

Page 49: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

38

sebelumnya alam semesta dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan spiritual

dengan hasrat dan keinginan yang disampaikan kepada manusia melalui

peramalan, berikutnya manusia dapat menentukan dan memprediksi operasi

kekuatan-kekuatan alam secara objektif melalui metode analisa. Aliran

tersebut juga menghasilkan Feng shui, tongshu (almanac Cina).

C. Mitologi Orang Tionghoa

Menurut mitologi Orang Tionghoa, disebutkan bahwa nenek moyang

mereka adalah Kaisar Kuning Huang Ti, salah seorang pahlawan

kebudayaan Tiongkok. Kedudukannya lebih bersifat mitologis dan hanya

didasarkan pada legenda, ketimbang sosok nyata yang pernah hidup.

Kuburannya terdapat di Huang Ling, sebuah kota kecil di tepi Sungai

Kuning. Nama lengkapnya Shen Yeng Huang, kaisar ketiga menurut mitologi

Tiongkok dan pendiri Taoisme. Gelarnya merefleksikan bahwa ia dilahirkan

pada hari unsur tanah (kuning adalah warna tanah) pada 2704 SM.45

Kaisar Kuning memperkenalkan perhitungan secara matematis dan

kalender dengan siklus 60 tahunan yang sampai sekarang masih dipakai. Ia

juga dikenal sebagai penemu mata uang, blok-blok bangunan dan jarum

kompas. Ia juga mengajarkan kepercayaan dengan memberikan korban

kepada langit (surga) yang diletakkan di atas meja/altar (meja

sembahyang/samkai). Dialah yang pertama membangun istana kekaisaran,

mendatangkan bambu ke Tiongkok, membuat peralatan musik dan

mendesain perlengkapan dapur dari kayu, tanah dan logam. Kaisar ini juga

dipercaya sebagai pembuat kapal, alat pengangkut, kereta yang ditarik lembu

dan mempelajari pengobatan untuk memperpanjang usia. Orang-orang

45

Benny G Setiono. Tionghoa Dalam Pusaran Politik (Jakarta: Tansmedia, 2008) hlm.

38

Page 50: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

39

Tionghoa yang mengikuti ajarannya berusaha hidup dengan saleh dan

kebijaksanaan yang sempurna.

Di samping Huang Ti, orang Tionghoa secara turun-temurun mengakui

Yen Ti atau Kaisar Yen sebagai nenek moyang mereka. Yen Ti juga dikenal

sebagai Shen Nung atau suami teladan. Ia adalah orang yang selalu disebut-

sebut saat orang membicarakan ilmu pengobatan Tiongkok. Hal tersebut

dikarenakan menurut tradisi dirinya telah mempelajari dedaunan sebagai

obat dan membuat dunia farmasi Tionghoa menjadi kenyataan. Daftar 365

jenis tanaman obat yang dibuatnya kemudian menjadi dasar dari obat-obatan

Tionghoa. Menurut mitologi Tiongkok, Shen Nung adalah kaisar kedua yang

dilahirkan pada abad 28 SM dengan kepala seperti banteng dan berbadan

manusia. Dalam legenda Tionghoa, Shen Nung pernah menjinakkan lembu

dan kuda untuk menarik gerobak dan bajak. Ia mengajari rakyat cara

mengolah tanah dengan bantuan binatang dan karenanya ia dikenal sebagai

orang yang membangun pertanian.

Berdasarkan legenda, Kaisar Kuning mempunyai 25 orang anak dan 14

orang di antaranya diberi nama keluarga yang berbeda oleh ayahnya. Kuat

dugaan bahwa seluruh nama Tionghoa berkembang dari 14 nama tersebut.

Hal ini juga yang menjadi latar belakang pengumuman yang dilakukan

Kaisar Dinasti Ming, bahwa semua orang Tionghoa, tidak peduli di manapun

mereka berada, menetap dan beranak-pinak, mereka tetap dianggap sebagai

warga atau kawula Tiongkok.46

Gambaran di atas setidaknya menjelaskan dua hal. Pertama,

Kebudayaan Tiongkok sudah terbilang maju, jauh mendahului negeri-negeri

lain termasuk Eropa. Dengan demikian orang Tionghoa dapat dikatakan

sudah lebih mampu menjalani kehidupan dengan baik dibading dengan

46

Benny G Setiono. Tionghoa dalam …, hlm. 38-39.

Page 51: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

40

bangsa-bangsa lainnya. Teknologi dan peralatan-peralatan sudah banyak

digunakan. Berkaca pada penjelasan tersebut, seharusnya bangsa Tionghoa

hidup lebih sejahtera. Pertanyaan besar kemudian muncul, mengapa terjadi

arus kepergian bangsa Tionghoa ke luar Tiongkok? Apakah kebudayan

mereka tidak dapat menjawab tuntutan alam di Tiongkok, atau ada faktor

lain yang melatarbelakanginya ?

Kedua, hubungan emosional yang dibangun oleh orang-orang Tionghoa

memang sudah dilakukan sejak awal yaitu dengan menciptakan mitos bahwa

mereka berasal dari satu keturunan, yaitu keturunan Kaisar Kuning. Ini

cukup memberikan alasan , mengapa budaya nenek moyang di kalangan

orang-orang Tionghoa begitu mengakar kuat. Bangsa Tionghoa percaya pada

suatu dogma bahwa supremasi Tiongkok terhadap negara-negara lain begitu

tertanam dalam benak bangsa Tionghoa. Kaisar mereka ditunjuk oleh langit

untuk menjadi pemimpin seluruh dunia.47

Dalam beberapa naskah ditemukan

bahwa mereka menyebut bangsa-bangsa lain dengan sebutan bangsa barbar.

D. Agama Orang Tionghoa

1. Konsep agama bagi orang Tionghoa

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Onghokham, tidaklah cocok jika

dipandang sebagai agama monoteistik. Agama monoteistik adalah agama

yang bertumpu pada pemujaan Tuhan yang Esa, seperti Islam, Kristen dan

Yahudi. Agama orang Tionghoa lebih cocok dibincangkan melalui sudut

pandang agamanya orang Yunani atau Romawi, yakni pemujaan terhadap

banyak dewa dan dewi dan demon (iblis).48

Struktur keagamaan orang

47

W.P. Groeneveldt. Nusantara Dalam Catatan Tionghoa (Depok: Komunitas Bambu,

2009) hlm. 6. 48

Onghokham, Anti Cina ..., hlm. 118.

Page 52: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

41

Tionghoa telah tersistematisasi ke dalam kultur orang Tionghoa itu sendiri.

Dengan kata lain, antara agama dan kebudayaan sudah menjadi satu kesatuan

yang tidak terpisahkan. Orang Tionghoa secara tradisi sudah memiliki

keyakinan akan kepercayaan tertentu sejak lahir. Ini tentu berbeda dengan

agama monoteistik, yang merupakan produk kebudayaan baru dalam

kehidupan suatu komunitas manusia, yang tidak ada sangkut paut historis

dengan proses awal turunnya wahyu atau pendirian agama itu sendiri.

Misalnya saja Islam di Arab tentu tidak serta merta langsung cocok dengan

keyakinan orang Jawa yang sebelumnya masih Hindu-Budha.

Tidak ada kesepakatan yang jelas, dewa mana yang disembah oleh

orang Tionghoa. Bisa terjadi, antara satu kampung di Tionghoa dengan

kampung lainnya, menyembah dewa yang berbeda. Dewa bukan hanya

berasal dari tokoh mitologis, orang yang dianggap berjasa besar di masa lalu

bisa pula dijadikan sebagai dewa, seperti Laksamana Cheng Ho. Bahkan,

orang Tionghoa di Tiongkok dengan Tionghoa peranakan bisa menyembah

dewa yang berbeda. Merupakan kesulitan tersendiri untuk mengidentifikasi

dewa-dewa lokal baik di Tiongkok maupun di perantauan.49

Konghucu merupakan kepercayaan yang populer di kalangan orang

Tionghoa. kepercayaan ini merujuk pada pengamalan ajaran-ajaran seorang

tokoh agung Tiongkok bernama Kong Fu Tse atau Konfusius (551-449 SM).

Konghucu seyogyanya bukanlah agama, karena ajaran ini tidak mengandung

pengetahuan tentang hidup setelah mati, doa sebagai komunikasi antara

orang yang hidup dan mati serta bagaimana seseorang mempertahankan

pertalian antara orang yang hidup dengan yang sudah mati. Konghucu tidak

membicarakan semua ajaran itu. Penganut Konghucu menyembah roh-roh

dan Tian (Tuhan). Meskipun begitu, konsepnya tentang Tuhan, tidaklah

49

Onghokham, Anti Cina ..., hlm. 118.

Page 53: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

42

sama dengan Kristen. Konghucu mendudukkan posisi Tuhan sebagai nasib,

alam dan proses alamiah.

Munculnya ajaran Konghucu merupakan respon atas kehancuran tatanan

orang Cina akibat pertempuran yang tidak kunjung usai. Pertikaian politik

yang berkepanjangan di antara penguasa menyebabkan kehidupan

masyarakat semakin jauh dari kebaikan dan banyak tumbuh kebiasaan

asusila di antara mereka. Awalnya, Konfusius ingin mendapatkan posisi

penting di tataran politik, agar lebih mudah menerapkan aturan yang

dianggapnya benar, namun hal tersebut tidak kunjung didapatkan. Ia juga

rajin melakukan penyadaran melalui ajaran-ajarannya, namun tidak

mendapat hasil yang diharapkan. Kejadian itu berlangsung sampai ia

meninggal. Lima belas tahun setelah kematiannya, ajarannya mulai

mendapat simpati di kalangan orang Tiongkok dan dipraktekkan dalam

kehidupan sehari-hari.50

Selain pemujaan dewa dan para leluhur, serta Konfusianisme, agama

atau kepercayaan yang dipeluk oleh orang Tionghoa lainnya yang menjadi

identitas dari kebudayaan mereka adalah Budha dan Taoisme. Budha

merupakan kepercayaan yang menitikberatkan pada pemujaan terhadap

Budha yang tercerahkan (Bodisatva). Di dalam Budha sendiri terdapat

beberapa aliran. Selain itu, orang Tionghoa juga ada yang percaya akan

ajaran Taoisme. Taoisme atau Daoisme adalah serangkaian ajaran mengenai

kehidupan yang diperkenalkan oleh Yang Chu (hidup sekitar 279-289 SM

yang lebih dikenal dengan nama Lao-tzu (Lao Tse) yang bermakna “Empu

Tua”. Lao Tsu sendiri hidup sezaman dengan Konfusius. Kitab umat

Daoisme adalah Tao-Te-Ching yang bermakna kitab klasik mengenai jalan

50

Leo Suryadinata, Negara dan Etnis ..., hlm. 167.

Page 54: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

43

dayanya. Sepeninggal Lao Tzu, tokoh daois yang terkenal adalah Chuan Tzu

(hidup sekitar 286 SM).51

Dalam sebagian sejarah eksistensi Tionghoa di Nusantara, terselip juga

sejarah tentang Muslim Tionghoa. Sejak zaman Dinasti Ming (1368-1645),

agama Islam mazhab Hanafi telah berkembang di Tiongkok. Orang-orang

Tiongkok yang Muslim kebanyakan berasal dari Yunnan. Sekitar tahun

1407, armada Tiongkok berhasil merebut Kukang (Palembang) yang

beberapa waktu sebelumnya dijadikan sarang perompak Tionghoa non-

Muslim. Kepala perampoknya bernama Tjen Tsu Ji. Sang pimpinan

perompak ditawan dan dihukum mati di Peking. Di Kukang kemudian

dibangunlah suatu pemukiman Muslim Tionghoa Hanafi yang pertama di

Nusantara. Tidak lama berselang pemukiman serupa juga dibangun di

Sambas, Kalimantan. Dalam rentang waktu 1411-1416, pemukiman

Tionghoa Muslim juga dibentuk di Semenanjung Malaya, Jawa dan di

Filipina. Di pesisir pulau Jawa didirikan beberapa masjid seperti di Ancol

(Jakarta), Sembung (Cirebon), Lasem, Tuban, Tse Tsun (Gresik), Djiaotung

Djorotan (Jiaotung Jorotan), Tjangki (Cangki) Mojokerto dan lain-lain.52

Amen Budiman menjelaskan bahwa keberadaan orang Tionghoa

Muslim di Nusantara adalah sejak abad ke 9. Saat itu Tiongkok sedang

berada pada akhir kekuasaan Dinasti Tang tepatnya pada 874. Menginjak

tahun 880, umat Islam saat itu berada pada tahun-tahun kesedihan. Di

Canton, tempat-tempat pemukiman orang Islam mengalami kerusakan yang

serius. Abu Zaid, seorang pengelana Arab yang pada tahun 878 mengunjungi

Tiongkok, melaporkan bahwa di Kota Hang-chow-fu terjadi kemelut yang

51

Bagus Takwin, Filsafat Timur; Sebuah Pengantar ke Pemikiran-Pemikiran Timur

(Depok: Jalasutra, 2009) hal. 93. 52

Mangaradja Onggang Parlindungan, Tuanku Rao (Yogyakarta: LKiS, 2007) hlm.

652-653.

Page 55: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

44

menewaskan sekitar 120.000 orang di antara mereka adalah orang Muslim,

Yahudi, Kristen dan Persia. Akibat dari kerusuhan itu, kemungkinan banyak

di antara Muslim Tionghoa yang mencari tempat aman yakni dengan

mengunjungi daerah-daerah baru, seperti di Pulau Jawa. Jika demikian, maka

besar kemungkinan para keturunan mereka inilah yang disaksikan Ma Huan

sekitar abad 15, sudah bermukim di pantai Jawa Timur.53

Keberadaan kelompok Tionghoa Muslim berpengaruh di pesisir utara

Pantai Jawa dibuktikan oleh banyaknya tokoh penyebar Islam awal di Jawa

(Wali Songo) yang merupakan keturunan Tionghoa. sekitar tahun 1445,

Bong Swi Hoo (diyakini sebagai Raden Rahmad, Sunan Ampel) dipercaya

oleh Swan Liong (seorang pembesar di Jawa Timur), untuk menghadap Haji

Gan Eng Tju di Tuban untuk ditempatkan sebagai Kapten Cina Islam di

suatu tempat. Haji Gan Eng Tju sendiri memiliki nama asli dari Ario Tejo

yang mendapat gelar “A Lu Ya” dari Radja Su King Ta (Ratu Suhita) yang

bekruasa pada 1427-1447. Di Tuban Bong Swi Hoo menikah Nyi Ageng

Manila. Bong Swi Hoo sendiri adalah Raden Rahmat atau Sunan Ampel.54

Gang En Tju mempunyai anak bernama Gan Si Cang yang mempunyai

nama lain Sunan Kalijaga. Suatu ketika Sunan Kalijaga meminta kepada Kin

San (Raden Kusen) untuk membantu mendirikan masjid di Demak.

Permintaan ini dikabulkan dan di sanalah ia kemudian berdakwah. Di masjid

itu terdapat saka tatal yang dibuat Gan Si Cang dengan meniru model tiang

utama kapal-kapal Cina. Di pesisir Jawa Barat terdapat seorang Tionghoa

Muslim yang juga mempunyai peran besar dalam pengembangan Islam di

53

Amen Budiman, Masyarakat Islam Tionghoa di Indonesia (Semarang: Penerbit

Tanjung Sari, 1979) hlm. 13. 54

Mangaradja Onggang, Tuanku Rao ..., hlm. 654-655.

Page 56: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

45

sana. Ia bernama Toh A Bo yang disebut sebagai Sunan Gunung Jati.

Diceritakan bahwa ia adalah putra dari Sultan Trenggana.55

Melihat pada pemaparan historis di atas, bisa dipahami bahwa

kontribusi Muslim Tionghoa di Nusantara juga tidak bisa dianggap kecil.

Namun, amat disayangkan, jumlah pemeluk Islam pada saat ini (sampai

tahun 2016) di kalangan orang Tionghoa masihlah minim. Ingatan bahwa

umat Islam Tioghoa ikut pula membangun dakwah Islam di Nusantara

sepertinya tidak membekas dalam hal kuantitas, yang berarti banyaknya

umat Muslim di kalangan orang Tionghoa saat ini. Peneliti melihat

keengganan orang Tionghoa memeluk Islam adalah karena ajaran Islam

melarang beberapa tradisi Tionghoa yang sudah berurat akar. Dalam Islam

tidak diperkenankan makan daging babi, berjudi dan minum arak. Padahal

hal tersebut merupkan kebiasaan orang Tionghoa yang sudah membudaya.

Sebenarnya, wacana masuk Islam sudah didengungkan oleh umat

Muslim Tionghoa yang lebih dahulu masuk Islam. Junus Jahja, salah satu

tokoh Muslim Tionghoa mengatakan bahwa masuknya orang Tionghoa ke

agama Islam, menunjukkan bahwa dirinya telah mempunyai identitas orang

Indonesia. Bagi Junus, Islam adalah pemecahan dari segenap permasalahan

yang menyangkut kedudukan orang Tionghoa dalam masyarakat Indonesia.

Ia meyakini, karena Islam-lah umat yang berbeda suku bangsa bisa berada

dalam satu kesamaan tanpa mempersoalkan kembali identitas kesukuan.

Islam dapat ditonjolkan sebagai bukti bahwa orang Tionghoa adalah bagian

dari mayoritas penduduk negeri ini, dengan tidak mengabaikan faktor

genetika mereka yang memang keturunan Tionghoa.56

55

Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara

Islam di Nusantara (Yogyakarta: LKiS, 2009) hlm. 99 dan 103. 56

Leo Suryadinata, Negara dan Etnis ..., hlm. 53.

Page 57: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

46

Sekitar tahun 1950-an, pernah diperkenalkan suatu kategorisasi baru

mengenai kepercayaan orang Tionghoa, yakni Tri Darma atau Sam Kao.

Ajaran Tri Darma mengandung unsur Budha, Konfusius dan Tao. Tujuan

dari ajaran ini adalah menghidupkan Klenteng sebagai rumah ibadah orang

Tionghoa. meksipun begitu ajaran ini pernah sempat dihapus, namun kini

sepertinya masih tetap eksis. Sebenarnya, memisahkan dunia spiritual orang

Tionghoa dengan klenteng, amatlah sulit dilakukan. Hal ini mengingat

Klenteng adalah bagian dari instrumen kelengkapan peribadatan orang

Tionghoa, seperti juga kuatnya pengaruh Islam dalam keraton Yogyakarta.57

Seiring berjalannya waktu banyak pula keturunan Tionghoa atau

Tionghoa asli Tiongkok yang memeluk agama-agama lainnya, seperti

Katolik, Protestan dan lain-lain. Cikal bakal tertariknya orang Tionghoa

masuk Kristen adalah keinginan mereka untuk berintegrasi dengan

masyarakat Eropa di abad 19. Saat itu diberlakukan tiga stratifikasi sosial

bagi penduduk Hindia Belanda, di mana orang Tionghoa dan kelompok

Timur Asing lainnya dikelompokkan sebagai warga negara kelas dua.

Beberapa orang Tionghoa menganggap berpendidikan Barat adalah salah

satu jalan untuk mencapai kedudukan yang sama dengan orang Eropa,

karena itu mereka ada yang beralih kepercayaan, karena banyak pula di

antara mereka yang sekolah di sekolah misi Kristen Belanda.58

2. Agama-agama orang Tionghoa

a. Konfusianisme

Konfusius atau Konghucu (15 – 479 SM) lahir si sebuah negeri kecil

Lu. Beliau berkelana bersama murid-muridnya ke banyak negeri mencari

57

Onghokham, Anti Cina ..., 122. 58

Parsudi Suparlan, “Kesukubangsaan ...”, hlm. 29.

Page 58: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

47

penguasa yang mau mendengarkan ajarannya dan menjalankan pemerintahan

yang berahlak. Dia pernah mengabdi sebagai pejabat pada pemerintahan Lu

dan pemerintahan Wei, namun terlalu muda untuk mendesakkan pengaruh

pada pemerintahan. Beliau kecewa dan memutuskan mundurdari jabatan

pemerintahan dan memusatkan perhatian pada bidang pengajaran.59

Konfusius berulang kali bicara mengenai jaman ideal dengan

mengungkapkan sebuah visi tentang masyarakat yang lebih sempurna

dimana penguasa dan rakyat, bangsawan dan orang kebanyakan, orang tua

dan anak-anak, suami dan istri, kakak dan adik, serta sesame kawan semua

akan menerima spenuh hati peran yang diberikan pada mereka, mengabdikan

diri sebagai bentuk tanggung jawab mereka kepada orang lain. Beliau juaga

menghomati tradisi dan mengajarkan seni tradisional sembari tetap

memberlakukan standar moral yang tinggi.

Ajaran Konfusius diwariskan melalui ujaran-ujarannya yang dicatat

murid-muridnya dalam kitab Lunyu (The analects). Tema utama ajaran-

ajarannya adalah :

1). Li (Ritual)

Dalam bahasa Tinghoa Li bermakna upacara, ritual, etika moral serta

aturan tatakrama. Konfusius sangat percaya pada pentingnya ritual dan

upacara serta nilai penting budi pekerti dan kesopanan. Konfusius dan

murid-muridnya mentransformasikan praktik-praktik keagamaan Dinasti

Shang dan Dinasti Zhou menjadi doktrin sistematis yang digunakan sebagai

pedoman bagi praktik-praktik resmi pemerintahan dan juga rakyat biasa.60

Hal itu membantu menegakkan system administrasi kerajaan dan memberi

59

Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 39 60

Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 39

Page 59: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

48

otoritas untuk menafsirkan keyakinan dan praktik-praktik agama. Jika setiap

orang ber prilaku sesuai Li, maka dunia akan tertib, tentram dan damai.

Kinerja ritual yang ketat dan tegas merupakan bagian esensial dari

pemerintahan suatu Negara, karena ini akan menjamin harmoni,

kebahagiaan, dan kemakmuran untuk negara. Bagi Konfusius dan murid-

muridnya, ritual adalah sebuah wahana kearifan dan makna hidup yang

diwujudkan.

2). Ren (kebajikan), Zhong (kepedulian dan kesetiaan), Shu (Tenggang

Rasa)

Bagi Konfusius pendidikan dan olah diri sangatlah penting untuk

membentuk karakter pribadi yang memiliki de (kearifan). Kearifan yang

diajarkan Konfusius adalah ren, yang berarti kebajikan, kemanusiaan,

kebaikan, cinta kasih, dan sebagainya. Dalam spek keseimbangan dan

harmoni individu dan masyarakat, ren dinyatakan dengan istilah Zhong

(peduli pada orang lain), Shu (tenggang rasa) dan yi (kebajikan). Manusia

yang ingin mengukuhkan diri harus terlebih dahulu mengukuhkan orang lain.

Jika ingin menonjol dan terkenal harus menolong orang lain agar dikenal.

Sebaliknya hal yang kamu tidak suka pada dirimu jangan kamu lakukan pada

orang lain. Demikianlah shu, yang merupakan aspek negative dari ren. Pesan

yang mendasari prilaku semacam itu merupakan sifat zhong dan shu yang

mengutamakan kepentingan orang banyak daripada kepentingan individu.

Zhong dan shu mengarah pada pengamalan dan tanggung jawab dan tugas

seseorang dalam masyarakat yang mengandung kualitas yi (kesalehan).61

3). Tianming (jalan langit) dan Zhiguo (memerintah)

61

Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 42

Page 60: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

49

Pada masa tiga dinasti kuno, kekuatan spiritual disebut Di, atau (shandi

(Tuhan Yang Maha Esa) namun Konfusius tidak pernah menyebut Di tetapi

sering kali bicara tentang Tian (Langit) dan Tianming (mandat dari langit).

Namun langit tidak lagi sebagai kekuatan tertinggi yang menguasai dunia

melalui para penguasa. Langit hanya memerintah dengan meninggalkan

hukum dan moral untuk bekerja sendiri. Itu adalah jalan dimana peradaban

harus dibangun dan manusia harus berprilaku sesuai moral dan hukum.

Konfusius sangat memercayai humanisme dan menekankan pentingnya

kehidupan sekarang dan manusia ketimbang kehidupan setelah kematian dan

kekuatan-kekuatan spiritual. Dia percaya bahwa manusia adapat membuat

Dao (jalan) hebat dan bukan jalan yang membuat manusia menjadi hebat.

Dia mendukung pemerintahan yang baik, yang memerintah dengan arif dan

memberi teladan moral ketimbang mengutamakan pemberian hukuman.

Dalam Analect, Konfusius mengatakan ;

“Apabila anda memimpin rakyat dengan bantuan peraturan dan

memelihara ketertiban dengan bantuan hukuman, mereka akan kehilangan

hati nurani dalam usaha untuk menghindari aturan dan hukuman tersebut.

Apabila anda memimpin mereka dengan menggunakan kebajikan dan

mempertahankan ketertiban di antara mereka dengan upacara keagamaan,

mereka akan mempunyai suara hati dan akan memperbaiki diri.”62

4). Tertib sosial (Sangang dan Wuchang)

Penganut ajaran Konfusius memiliki visi tentang tatanan masyarakat

ideal dimana terdapat lima relasi menusia yang utama, yakni penguasa dan

yang dikuasai, ayah dan anak, suami dan istri, kakak dan adik serta sesame

teman. Setiap individu dalam masyarakat akan menerima peran terhormat

mereka dan mencurahkan tanggung jawab mereka untuk orang lain. Syarat-

syarat moral dan politik Konfusianisme kemudia diejawantahkan sebagai

62

Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 43

Page 61: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

50

“Tiga Prinsip Membimbing” (sangang) dan “Lima Peraturan Tetap”

(wuchang). Tiga Prinsip Membimbing yaitu rakyat kepada penguasa, anak

pada ayah, istri pada suami. Sementara Lima Peraturan Tetap mengacu pada

kearifan Konfusian ; Ren (cinta kasih), Yi (kebenaran/keadilan/

kebaikan/kewajiban), Li (ritual/tatakrama/kesusilaan), Zhi (bijaksana) dan

Xin (Kejujuran). Prinsip-prinsip dan aturan itu diterima sebagai etika

Konfusian yang mengatur prilaku sosial. Prinsip itu membekali negara

dengan sebuah format ideologis dan melengkapi pemerintahan dengan

standar-standar perilaku dan pemikiran.63

b. Daoisme (Taoisme)

Taoisme juga dikenal dengan Daoisme, diprakarsai oleh Laozi sejak

akhir Zaman Chunqiu yang hidup pada 604-517 SM atau abad ke-6 sebelum

Masehi. Taoisme merupakan ajaran Laozi yang berdasarkan Dao De Jing .

Awalnya Dao De Jing disebut Laozi Wuqianyan atau Tulisan Laozi Lima

Ribu Kata. Selanjutnya Dia meninggalkan ibu kota dan tidak pernah

terdengar lagi kabar beritanya. Belakangan, semasa Dinasti Han (202 – 221

SM) kitab itu mulai disebut Daodejing, karena membahas mengenai Dao (

Jalan ) dan De (Kebajikan) yang diajarkan Laozi.64

Kitab singkat yang berjudul Dao De Jing itu, untuk selanjutnya menjadi

kitab pegangan utama bagi para penganut Daoisme. Pengikut Laozi yang

terkenal adalah Zhuangzou yang merupakan tokoh penulis kitab yang

berjudul Zhuangzi. Selain itu ada Lie Zi, Huainan zi juga termasuk filsuf

Taoisme. Lie Zi, Huainan Zi juga membuat kitab yang berjudul Lie Zi dan

Huainan Zi.

63

Yao Xinzhong, An Introduction…, hlm. 34 64

Diunduh dari http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/188-riwayat-lao-zi

Page 62: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

51

Taoisme adalah sebuah aliran filsafat yang berasal dari Cina. Taoisme

sudah berumur ribuan tahun, dan akar-akar pemikirannya telah ada sebelum

masa Konfusiusme. Hal ini dapat disebut sebagai tahap awal dari Taoisme.

Bentuk Taoisme yang lebih sistematis dan berupa aliran filsafat muncul kira-

kira 3 abad SM. Selain aliran filsafat, Taoisme juga muncul dalam bentuk

agama rakyat, yang mulai berkembang 2 abad setelah perkembangan filsafat

Taoisme.

Naskah Dao De Jing yang ditulis Laozi yang lahir abad 7 sebelum

masehi dan naskah Chuang Tzu (Zuangzhi) yang ditulis Zuangzhou (369 –

286) SM adalah dua naskah klasik Daois. Ketidak setujuan terhadap segala

yang tidak alami dan artifisial merupakan konsep pokok Daoise. Daoisme

mengkritik keras Konfusianisme yang memakai pandangan dunia

intervensionis dan pejabat kerajaan yang menekankan sebuah tertib social

dan kehidupan aktif. Pandangan sebaliknya dunia Daois adalah wuwei (non

aktif) dan zuochan (meditative) sera berpusat pada kehidupan dan

keheningan individual.

Laozi mengatakan, “Segala sesuatu di dunia terjadi dari Yu (Ada) dan

Ada menjadi ada dari Wu (Tiada)”. Artinya, jika kita menganalisis

keberadaan berbagai hal, yang kita lihat kali pertama seharusnya Ada

sebelum yang lain. Dao tidak bernama, Dao adalah Tiada (non-being) dan

berdasarkan Tiada maka semua hal mewujud. “Karena itu sebelum Ada

mewujud, harus ada Tiada, dari mana Ada mewujud.

Gagasan-gagasan penuntun Laozi adalah Taiyi (Yang Maha) dan Ada

serta Tiada yang tidak berubah. “Yang Ada” adalah Dao yang alami, abadi,

spontan dan tak bernama. Bila Dao dimiliki oleh sesuatu yang individual, dia

menjadi karakter atau kebajikannya (de). Dia menjadi azas penuntun bagi

Page 63: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

52

kehidupan ideal seorang individu, keteraturan ideal bagi masyarakat, dan tipe

pemerintahan yang ideal. 65

Dalam kehidupan sehari-hari, Laozi menyarankan agar memahami

hukum-hukum alam dan melakukan tindakan yang selaras dengan hukum-

hukum alam. Ketika sesuatu mencapai titik ekstrim, ia akan kembali pada

titik keseimbangan, bisa jadi, titik keseimbangan baru. Secara sederhana saat

berkurangnya sesuatu, dia akan bertambah. Ketika sesuatu bertambah, dia

akan berkurang.

Kaidah Daois lainnya adalah, jika ingin menjadi kuat, maka harus

memulainya dengan merasa lemah. Tidak menonjolkan diri karena sebuah

keberhasilan. Itu juga strategi Daois dalam membimbing orang agar hidup

tentram di dunia dan dapat menggapai tujuan-tujuannya. Demikian pula

ajaran Daois lainnya yaitu Wuwei (Tidak bertindak) yang bukan dalam

keadaan tidak aktif, melainkan tidak melakukan tindakan yang bertentangan

dengan alam. Dengan kata lain, membiarkan alam bertindak sekehendaknya

tanpa kepalsuan dank e sewenang-wenangan. Filosofi dasar dari wuwei

adalah jika kita mengikuti arus alam dan menjadi bagian dari jalan Dao, kita

akan dikabulkan dan dipuaskan. Jika yang dilakukan adalah sebaliknya, kita

akan menciptakan masalah bagi diri sendiri. Laozi menulis dalam Dao De

Jing,

“Jalan yang dapat dibahas adalah bukan jalan sejati.

Nama yang dapat dinamakan adalah bukan nama yang tidak berbeda.

Nama yang tidak dikenal adalah sumber langit dan bumi.

Namanya adalah ibu dari semua ciptaan.

Sejak tanpa hasrat, seseorang dapat mengamati rahasianya.

Sejak memiliki hasrat, manusia dapat mengamati perwujudannya.

Dua kebenaran itu adalah sama, tetapi tampil dengan nama yang

berbeda.

65

Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 52

Page 64: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

53

Identitas mereka dapat disebut sebagai sebuah misteri”.66

Walaupun Daoisme mengedepankan kelemahan, tak bernama, dan

kehampaan ideal, namun bukan berarti ini adalah eskapisme, atau

negatifisme atau penarikan diri. Sesungguhnya filosofi itu mengajarkan kiat-

kiat praktis untuk bertindak sebagaimana dia mengajarkan kepatuhan dan

menentang pemerintahan yang menindas. Kebijakan terbaik penguasa yang

arif adalah tidak campur tangan dan cara hidup terbaik manusia adalah

mengikuti alam sebagaimana digambarkan Dao De Jing tentang negara dan

masyarakat yang ideal ;

“Pada jaman purba, mereka yang menonjol dalam jalan. Tidak

memanfaatkannya untuk membuat rakyat cerdas tapi menjaga mereka agar

tetap bodoh.

Bila rakyat sulit diatur, ini karena mereka terlalu banyak tahu.

Jadi, mereka yang menggunakan pengetahuan untuk memerintah negara.

Adalah bencana bagi negeri.

Mereka yang tidak menggunakan pengetahuan untuk memeriintah negara.

Adalah berkah bagi negeri.

Pahami kedua hal itu, keduanya adalah ukuran.

Pengakuan tetap terhadap ukuran disebut kabajikan yang misterius.

Kebajikan misterius yang mendalam dan luas;

Kembali bersama berbagai hal sepanjang jalan menuju keselarasan

sempurna”.67

Laozi merasa bahwa Negara ideal seharusnya kecil dengan sedikit

rakyat yang berhenti mengunakan peralatan mereka dan kembali

menggunakan anyaman tali (sebagai ganti kegiatan tulis-menulis). Maka

rakyat akan hidup damai. “Rakyat dari Negara tetangga yang berdekatan

dapat saling melihat dan mendengan suara-suara anjing dan ayam-ayam

mereka yang beranjak tua tanpa pernah mengunjungi satu sama lain”.

66

Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 53

Page 65: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

54

Sedangkan bagi Zhuangzi, alam bukan hanya spontanitas tetapi juga

tetap mengalir secara alamiah dan berubah tiada henti sebagai proses

semesta yang mengikat segala sesuatu menjadi satu, Menyamakan segala hal

dan semua pandangan. Dia berharap meraih emansipasi dan perdamaian

(pencerahan) absolut dengan mengetahui kemampuan dan keterbatasan sifat

dasar seseorang, memelihara dan menyesuaikannya pada proses transformasi

semesta.

Zhuangzi memberi sejumlah tambahan penting kepada Daoisme. Dao

dalam teks Laozi bersifat duniawi, tetapi dalam teks Zhuangzi menjadi

Transendental. Dia tidak berbicara tentang pembaruan seperti Laozi dan

lebih suka berkelana melampaui dunia yang fana.

“Sendiri ditemani Langit dan Bumi dan ruh, tanpa melepaskan atau

memandang rendah sesuatu yang bersifat duniawi. Dia tidak bertengkar

mengenai benar atau salah, dan bergaul dengan masyarakat biasa.

Di atas dia mengembara bersama Sang Pencipta, dan di bawah dia

bersahabat dengan mereka yang lebih mementingkan kehidupan dan

kematian serta melampaui permulaan dan akhir. Berkaitan dengan yang

hakiki dia berpandangan luas, komprehensif, amat mendalam, dan terikat.

Berkaitan dengan hal yang fundamental, dia mampu menyelaraskan segala

sesuatu dan menembus tingkat tertinggi”.68

Seperti Laozi ia juga menyokong pemerintahan melalui non-pemerintah.

Dia menggunakan air tenang sebagai metefora untuk wuwei. “Langit dan

Bumi terpantul di dalamnya, cermin semua kehidupan. Kosong, tak beriak,

tenang, datar, hening, senyap, non-aktif, itulah keterpusatan Langit dan Bumi

serta Dao dan kebajikan”.

68

Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 54

Page 66: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

55

c. Budhisme

Sakyamuni, atau Gautama Sidaharta, dia adalah pendiri Budhisme yang

juga dikenal sebagai Budha (orang yang telah mencapai Pencerahan

Sempurna). Dia adalah putra raja ksatrya dari Suku Sakya, salah satu suku

yang berdiam di kaki Himalaya. Dilahirkan pada tahun 566 SM sedikit lebih

awal dari Konfusius 551 SM. Dia menjalani kehidupan sebagai pangeran

muda di dalam istana yang megah dan indah. Dia adalah seorang yang

terpelajar dan mempelajari semua seni. Ketidakpuasan dan kegelisahan

dalam menjalani kehidupan membuat ia memutuskan meninggalkan keluarga

dan kehidupannya yang serba ada untuk menjalani takdirnya sebagai pertapa.

Setelah enam bulan berlalu, ia menyadari bahwa bertapa bukanlah jalan yang

tepat sehingga ia mengalihkan ke meditasi sebagai media penyelamatan

spiritual untuk mencari kadamaian batin.

Pada hari ke empat puluh Sembilan ia menerima pencerahan hingga

memahami penyebab penderitaan di dunia. Tujuh minggu berikutnya, ia

melanjutkan meditasinya di bawah pohon Bodhi. Budha menyampaikan

khotbah pertamanya di Taman Rusa dihadapan lima orang murid pertamanya

yang sebelumnya juga seorang pertapa.

Khotbah pertama disebut Memutar Roda Hukum yang merupakan inti

dari ajaran Budhis. Ia menggabungkan;

* Empat Kebenaran Mulia – dipenuhi dengan penderitaan, penderitaan

disebabkan oleh hasrat manusia, penyangkalan hasrat adalah jalan menuju

penyelamatan, penyelamatan dimungkinkan melalui Delapan Ruas Jalan

Kemuliaan.

* Delapan Ruas Jalan Kemuliaan – terdiri dari delapan prinsip tindakan

yang mengarah pada kehidupan sederhana dan seimbang, yaitu : pandangan

Page 67: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

56

tepat, ketetapan hati, cara berbicara, perilaku, mata pencaharian, upaya,

ingatan dan meditasi. Itulah yang dianggap sebagai kombinasi yang

digambarkan sebagai Jalan Tengah.69

Pada awal abad kedua, Budhisme terpecah menjadi dua cabang, yaitu

Hinayana atau Budhisme Theravada yang ortodoks dan Mahayana yang

cenderung revormis. Hinayana popular di Sri Lanka, Myanmar dan Asia

Tenggara, Sementara Mahayana menjadi aliran mainstream di India, Asia

Tengah, Tibet, Tiongkok dan Jepang. Aliran Hinayana dianggap lebih dekat

dengan ajaran Budha yang orisinal. Ajaran kunci Hinayana adalah bahwa

alam semesta ini menyedihkan, bersifat sementara serta tidak berjiwa karea

itu adalah sebuah agama tanpa jiwa dan tanpa dewa. Bagi Hinayana dalam

transformasi roh setelah kematian tak satupu yang melewati satu kehidupan

menuju kehidupan lain kecuali bahwa suatu kehidupan yang baru, muncul

sebagai bagian dari rantai peristiwa yang mencakup kehidupan lama.

Penganut Budha Mahayana menyembah Budha sebagai dewa dan ada

banyak Budaha-budha yang lain. Selain itu juga ada banyak Bohisatwa di

alam semesta. Mereka bekerja dengan kearifan dan kasih sayang melalui

banyak kehidupan sehingga dapat menjadi Budha. Penganut Budha

Mahayana meyakini doktrin reinkarnasi dan alih kebajikan dari kehidupan

satu ke kehidupan lainnya. Kematian bukanlah akhir kehidupan, tapi

merupakan awal kehidupan yang baru. Dia yang mati akan lahir kembali.

Kehidupan sebelumnya melahirkan kehidupan sekalang dan kehidupan

mendatang akan melahirkan kehidupan berikutnya. Hakikat individu adalah

hasil dari apa yang dia perbuat dalam kehidupan sekarang dan akan

menentukan kehidupan berikutnya yang diinginkan.

69

Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 78

Page 68: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

57

Kedatangan Budhisme Di Tiongkok dari India sejak abad ke 1

menghasilkan perubahan-perubahan besar dalam budaya dan kehidupan

orang Tionghoa. Pengaruh tersebut mencapai puncaknya pada masa Dinasti

Shui dan Dinasti Thang. Budhisme menuntaskan proses sinisisasi secara

utuh.

Budhisme sebagai agama asing yang muncul di Kerajaan Tengah pada

abad ke 1 SM. Tiongkok tidak memusuhi hal-hal dari luar. Orang Tionghoa

tidak mengembangkan agama negara yang berwatak eksklusif terhadap

masuknya budaya,filsafat maupun agama-agama dari luar Tiongkok.

Konfusianisme, intinya adalah filsafat, sedangkan Daoisme menekankan

pada non-tindakan, akibatnya penyebaran Budhisme ke Tiongkok tidak

menemui kendala berarti.

Keberhasilan penyebaran Budhisme di Cina tak lepas dari sistem

patronase politik dan interaksi yang intens antara sarjana-sarjana Konfusian

juga Daois dengan biksu-biksu Budhis. Kondisi sosial di Tiongkok yang

sedan kacau balau membuat konsep-konsep Budhis mendapat perhatian

khusus dari orang-orang Tiongkok awam. Budhisme yang menyokong

kesetaraan social, belas kasih, kemurahan hati, perdamaian, harmoni tanpa

kekerasan rupanya memang merupakan nilai-nilai yang sejalan dengan

budaya Tiongkok. Pengolahan diri dan pencerahan sangat bersesuaian

dengan ajaran Konfisian tentang pendidikan diri, konsep reinkarnasi Budhis

juga dianggap memperkuat keyakinan orang Tionghoa yang menyembah

arwah leluhur dan roh-roh. Budhisme menyediakan jalan menuju

keselamatan dan mencari kedamaian batin, terutama selama masa-masa

gejolak social dan politik di Tiongkok.

Sinkretisme Budhisme dengan Konfusianisme dan Daoisme adalah pola

transformasi agama dan budaya yang menjalin kontak dengan agama

Page 69: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

58

dan budaya setempat. Budhisme melakukan adaptasi tersebut setelah

menyebar ke Tiongkok pada masa Dinasti Han. Hal itu adalah realita yang

telah diperhitungkan oleh penyebar Budhisme dari Asia Barat agar dapat

memperoleh tempat berpijak di tanah Tiongkok.

Proses akulturasi Budhisme dari agama asing asal India menjadi

Budhisme Tiongkok yang tersinisisasi sepenuhnya menciptakan sebuah

model yang bagus bagi agama-agama asing yang datang berikutnya agar

dapat menyebar dengan baik di dataran Tiongkok, demikian juga dengan

masuknya Islam ke Tiongkok.

d. Mohisme

Pendiri Mohisme adalah Mozi (479 – 438 SM). Mozi bersikap kritis

pada ajaran konfusius. Mozi menentang upacara-upacara pemakaman yang

rumit, masa berkabung yang terlalu lama, tata upacara formal, musik dan

kepercayaan kepada takdir yang dikedepankan Konfusius. Dia mengajarkan

kasih saying universal, mengutuk peperangan dan mengedepankan kehendak

Langit. Akan tetapi kaum Mohis juga mengaitkan doktrin-doktrin tersebut

dengan keuntungan yang dapat mereka hasilkan. Karenanya kaum Mohis

juga disebut penganut utilitarianisme.70

Kasih saying yang bersifat universal adalah doktrin Mohisme yang

paling penting. Seperti Konfusius, Mozi juga menekankan arti penting ren

(kemanusiaan, kedermawanan) dan Yi (kebajikan), namun kemanusiaan dan

kebajikan Mozi berarti cinta kasih kepada semua. SEtiap orang di dunia ini

seharusnya mencintai orang lain dengan adil tanpa diskriminasi. Konfusius

juga mengajarkan cinta kasih kepada semua tetapi diskriminatif karena

70

Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 55

Page 70: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

59

mengutamakan cinta kepada orang tua masing-masing. Bagi kaum Mohis,

mencintai dan menyayangi orangtua orang lain seperti orang tua sendiri.

Mozi mengajarkan bahwa setiap orang harus menghormati Negara lain

seperti menghargai negaranya sendiri, kota lain seperti kotanya dan rumah

lain seperti rumahnya sendiri, dengan demikaian pasti tidak akan terjadi

peperangan, penyerbuan terhadap bangsa lain, juga penindasan suatu bangsa

terhadap bangsa yang lain.

Untuk mempengaruhi rakyat agar mengamalkan kasih saying universal,

Mozi memperkenalkan konsep kehendak dari Langit. Mozi menyajikan dua

bab ( Kehendak Langit dan Bukti Kebenarah Roh) dalam bukunya yang

berjudul Mozi. Kaum Mohis mengakui adanya Dewa (Langit) dan pelbagai

Roh dengan tingkat yang lebih rendah. Dewa menyukai kebajikan dan

membenci kejahatan. Dia mencintai umat manusia dan kehendakNya adalah

bahwa semua manusia harus saling mencintai. Dia tak pernah berhenti

mengawasi kegiatan-kegiatan manusia, terutama penguasa. Dewa akan

mengganjar mereka yang mematuhi kehendakNya dengan keberuntungan

berlimpah, namun menghukum mereka yang tidak mematuhi kehendakNya

dengan malapetaka dan musibah. Demikian pula dengan roh-roh yang

tingkatannya lebih rendah, yang juga akan mengganjar mereka yang

mengamalkan kasih saying universal dan menghukum yang tidak

mengamalkan kasih saying universal.

e. Islam

Kontak antara Tiongkok dengan dunia Islam terjadi sejak abad ke 7

Masehi, tak lama setelah Nabi Muhammad memproklamirkan Islam di

Tanah Arab. Berbeda dengan kedatangan Budhisme yang disebarkan dengan

proaktif, Kedtangn Islam merupakan produk sampingan dari hubungan

Page 71: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

60

perdagangan dan hubungan diplomatic anrata Tiongkok dengan Bangsa Arab

semasa inasti Tang dan Dinasti Song.

Islam adalah agama asing baru yang dperkenalkan ke Tiongkok bukan

oelh pera juru da‟wah melainkan orang-orang awam seperti para serdadu dan

saudagar. Mereka membangun kantong-kantong pemukiman di pusat-pusat

perdagangan. Sikap dan perhatian dari pemerintahan Tang dan Song

terhadap Islam dan minoritas muslim ternyata cukup mendukung sehingga

mereka dapat bertahan di bawah aturan-aturan non Islami.

Ideologi politik di sepanjang Dinasti Tang didominasi oleh

Konfusianisme dan sebagian kecil Daoisme dan Budhisme. Penganut

Konfusianisme mengendalikan pemerintahan dan administrasi, sementara

Budhisme dan Daoisme popular dikalangan masyarakat awam di sekitar

istana. Penganut Konfusianisme memperbesar pengaruh melalui sistem

pendidikan serta ujian-ujian masuk kepegawaian. Mereka juga berupaya

memperkuat ajaran Konfusianisme tentang tata cara pemerntahan yang

manusiawi dan pengolahan diri yang menekankan pentingnya aturan-aturan

keluarga dan tanggung jawab social.

Kelompok-kelompok minoritas Muslim di Chang-an dan di kota-kota

pelabuhan utama sepanjang jalur perdagangan Guangzhou, Yangzhou,

Quanzhou, Mingzhou, dan Hangzhou. Mereka memosisikan diri sebagai

bukan ancaman bagi Konfusianisme, Budhisme dan Daoisme. Demikian pula

penguasa-penguasa Tang dan Song juga bersikap lunak dan toleran terhadam

Islam dan kaum Muslim. Pada periode itu kaum muslimin terdiri dari

pedagang-pedagang kaya dari Arab dan Persia. Mereka sangat adalah

pedagang rempah-rempah, batu permata dan pengobatan yang sangat

menguntungkan. Mereka adalah kelompok yang sangat dihormati dan

disegani oleh otoritas setempat.

Page 72: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

61

Meskipun dianggap tidak mengancam, namun tetap saja dianggap perlu

langkah-langkah antisipasi agar Islam tidak sampai masuk ke Istana dan

berpotensi menggusur dominasi Kunfusian di kalangan istana. Pemerintahan

Dinasti Tang sempat mengeluarkan larangan bagi Kaum Muslim menikahi

perempuan Tionghoa walaupun larangan itu akhirnya dicabut pada

pemerintahan Dinasti Song. Mereka tidak diijinkan memiliki property sendiri

dan hidup dalam sebuah lokalisasi yang disebut Fanfang dengan alasan

untuk menjamin keamanan mereka.71

Pada Abad ke 13 Bangsa Mongol yang merupakan suku-suku nomaden,

di bawah kepemimpinan Temujin mencoba menaklukkan dunia. Temujin

menyatukan suku-suku nomaden dan membentuk kekuatan militer yang luar

biasa kuat. Temujin menyandang gelar Jengis Khan, penguasa alam semesta

dari Padang Steppa pada sekitar tahun 1206. Ia memprokalamirkan diri

sebagai utusan Langit dan setiap yang menghalanginya dianggap menentang

kehendak Langit.

Kendati Jengis Khan mengklaim sebagai sebagai orang yang memegang

mandal langit namun keberhasilan penaklukan bangsa Mongol atas Tiongkok

lebih disebabkan oleh keunggulan militer, bukan karena De (kebajikan).

Jengis Khan Menyatukan suku-suku Mongol dan membentuk mereka

menjadi mesin perang yang maha dahsyat. Penguasa-penguasa yang

menentang Jengis Khan akan dilumat dan menyaksikan rakyat mereka

dibantai dan kota-kota mereka luluh-lantak.

Bangsa Mongol mendirikan Dinasti Yuan (1271 – 1368) di bawah

pinmpinan cucu Jengis Khan, Kubilai Khan. Bangsa Mongol harus

menghadapi kompleksitas permasalahan Negara seperti beragamnya ras dan

71

Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 116

Page 73: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

62

agama penduduk wilayah yang ditaklukannya. Meskipun memiliki

keunggulan militer namun budaya mereka masih tertinggal dengan negeri-

negeri taklukan bahkan luas negeri taklukan mereka ribuan kali lebih luas

dari wilayah mereka sendiri.

Konfusian mulai kehilangan dominasinya di kalangan istana karena

tidak lagi menjadi ideologi resmi Negara. Semasa Dinasti Yuan sistem ujian

untuk merekrut pejabat negara tidak lagi berdasarkan sarjana-sarjana

Konfusian namun diperlebar oleh Kubilai Khan menjadi terbuka untuk

semua golongan, bangsa Han, Mongol dan juga Kaum Semu ( Muslim)72

Bangsa Mongol memerlukan dukungan pihak lain untuk emnghapus

dominasi Bangsa Han di Tiongkok. Orang-orang Muslim (semu) diberi

kesempatan untuk duduk sebagai pejabat Negara. Kesempatan itu tidak

terlepas dari rekam jejak kaum semu dalam keikutsertaan mereka dalam

perang Kubilai Khan melawan Dinasti Song Selatan juga peran besar mereka

dalam dinamika perdagangan Timur – Barat.

Dalam aksi militer Mongol ke Barat untuk menundukkan kawasan

Muslim Arab, banyak orang Arab, Persia dan Asia Tengah yang ditangkap

dan diwajibkan mengikuti wajib militer dan membentuk tentara Hui Hui

yang berperang bersama bala tentara Mongol untuk merebut kerajaan-

kerajaan Jin, Xi Liao, serta kekaisaran Song Selatan. Seusai perang mereka

diharuskan menetap. Banyak dari mereka yang di tempatkan di Tingkok

Barat Laut juga ke selatan Sungai Yangtze. Mereka kemudian menikahi

perempuan-perempuan setempat. Bangsa Mongol juga menangkap sejumlah

72

Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 124

Page 74: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

63

pengrajin dan pekerja dari Bukhara, Samarkand dan daerah Asia tengah

lainnya untuk dikirim dan dipekerjakan di Tingkok. 73

Berkat terciptanya keamanan jalur perniagaan, Perdagangan

internasional dan anter benua meningkat dengan tajam. Semakin banyak

pedagang-pedagang asal Arab dan Persia yang dating membuka pangkalan

dagang di Tiongkok. Meningkatnya arus perdagangan juga diikuti oleh arus

migrasi para ahli mesin, astronom, sarjana, ahli fisika serta bidanglain

termasuk para juru dakwah berbondong-bondong memasuki Tiongkok.

Penduduk Muslim di Tiongkok pada akhirnya meningkattajam.

Kondisi ini menjadi gambaran penting untuk mengkonfirmasi peran

orang-orang Muslim dalam pemerintahan di Tiongkok khususnya pada masa

Dinasti Yuan dan awal kekuasaan Dinasti Ming. Hal ini juga menjawab

pertanyaan beberapa kalangan yang masih meragukan peran seorang utusan

yang melakukan muhibah ke negara-negara selatan dengan membawa

armada yang luar biasa besar, Laksamana Cheng Ho.

Penerimaan orang Tiongkok atas ajaran Islam didasarkan pada asas

kesetaraan, kesederhanaan dan nilai-nilai kemanusiaan lain sebegaimana

yang diajarkan Konfusianisme, Daoisme serta Budhisme namun ada hal yang

sangat sulit diterima oleh orang-rang yang sebelumnya menganut tiga aliran

kepercayaan itu. Hal itu adalah kosep tentang Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi

menyembah dewa-dewa dan pemujaan terhadap arwah leluhur membuat

konsep Tuhan Yang Maha Esa tak sejalan dengan tradisi mereka. Selain itu,

hukum tentang halal-haram. Islam yang mengharamkan makan Daging Babi,

minum arak serta berjudi, sangat tidak dapat diterima karena hal itu sudah

menjadi tradisi dan budaya yang mengakar kuat di kalangan orang Tionghoa.

73

Tan Ta Sen, Cheng Ho…, hlm. 123

Page 75: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

64

BAB III

KEDATANGAN, INTERAKSI DAN AKULTURASI DENGAN

PRIBUMI

A. Kedatangan Orang Tionghoa ke Tangerang

Keberadaan orang Cina Benteng di Tangerang tidak terlepas dari sejarah

panjang hadirnya orang Tionghoa ke Nusantara. Kedatangan mereka dari

daratan Tingkok di kepulauan Nusantara terekam dalam catatan pendeta

Budha Tionghoa, Fa Xien (Fa Hien). Saat itu ia mengunjungi pulau Jawa

dalam perjalannya menuju India yang berlangsung antara tahun 399 sampai

414 M. Perjalanan itu diuraikan dalam bukunya Fahueki.74

WP. Groeneveldt,

dalam buku terjemahan yang berjudul “Nusantara Dalam Catatan Tionghoa”

juga menyebut; “ Fo Guo Ji, “Catatan Negara-negara Budhis”, ditulis oleh

seorang biksu bernama Faxian. Pada 400 Masehi dia melakukan perjalanan

darat dari Tiongkok menuju India untuk mencari buku-buku agama Budha.

Dia kembali ke Tiongkok melalui lautan dan singgah di Sri Lanka dan Jawa.

Buku ini ditulis dari narasinya dan diterbitkan tidak lama setelah dia

meninggal”.75

Catatan perjalanan yang populer tentang perjalanan pendeta Budha

lainnya adalah yang dibuat pendeta I-Tsing yang berangkat dari Kanton ke

Nalanda (India) melalui Sriwijaya tahun 671. Sebelum abad ke-8

perjalanan-perjalanan bangsa Tionghoa ke Nan Yang (negara-negara Selatan)

74

Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu dan Timbulnya Negara-negara Islam

Di Nusantara (Yogyakarta: LKiS, 2005) hlm.. 81. 75

W.P. Groneveldt, Nusantara dalam CatatanTionghoa (Depok: Komunitas Bambu,

2009) hlm. xxi.

Page 76: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

65

terbatas pada perjalanan keagamaan melalui jalur laut karena ganasnya alam

jika menempuh perjalanan darat.

Setelah abad ke 8 barulah perjalanan dagang banyak dilakukan ke Nan

Yang, mengingat banyaknya komoditi yang dihasilkan dari daratan

Tiongkok. Perdangangan tidak hanya memperjualbelikan komoditi barang

dan hasil bumi, melainkan juga manusia sebagai komoditas dagang. Sejak

arus perdagangan ke Selatan mulai ramai, Migrasi bangsa Tionghoa akhirnya

juga memasuki wilayah kepulauan Nusantara. Sangat mungkin orang-orang

yang datang dari daratan Tiongkok lebih banyak sebagai tenaga kerja

dibanding dengan pedagang. Penguasaan teknologi pertanian dan

pertukangan bahkan pertambangan membuat tenaga-tenaga kerja dari

Tiongkok banyak dibutuhkan dalam pembangunan di wilayah Nan Yang.

Leonard Blusse menerangkan bahwa: “Jung-jung dan wangkang dari Amoy,

Kanton, Chenhai dan Ningpo setiap musim semi datang memasok Batavia

dengan aneka macam barang dagangan dari Cina, mulai dari barang-barang

besar sampai pada barang-barang mewah. Satu-satunya “barang muatan”

yang paling istimewa : beribu-ribu orang Cina setiap tahun dikapalkan

menuju ke pantai Jawa”. 76

Pada masa ketika banyak orang Tionghoa berdatangan itu, di Nusantara

sedang memasuki zaman kerajaan Hindu-Budha. Uka Tjandrasasmita

mengatakan bahwa kerajaan-kerajaan Hindu-Budha Nusantara telah

mempunyai jaringan perdagangan internasional. Biasanya kerajaan-kerajaan

itu mempunyai bandar-bandar besar dan ibukota yang berbentuk negara-kota

(city-state). Tata kota seperti demikian dibangun dengan menimbang

posisinya sebagai pusat perniagaan, selain sebagai legitimasi berpusatnya

76

Leonard Blusse, Persekutuan Aneh; Pemukim Cina, Wanita Peranakan dan Belanda

di Batavia VOC, Terj. Abdur Rozaki (Yogyakarta: LKiS, 2004) hlm. 180.

Page 77: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

66

kekuasaan raja serta sentral pengawasan atas tanah-tanah bawahan.

Sriwijaya, Majapahit dan Pajajaran – dengan Pakuan Pajajaran sebagai

ibukotanya – merupakan perwujudan dari negara-kota.77

Sama dengan Uka, Abdul Chair juga meyakini bahwa Tangerang

merupakan salah satu pelabuhan Pajajaran. Penduduk di daerah pelabuhan,

baik di Tangerang, Pontang, Banten maupun Kalapa, umumnya bermata

pencaharian sebagai pedagang. Di wilayah pedalaman, masyarakat Sunda

masih berkeyakinan Hindu-Budha. Masuknya pengaruh Hindu-Budha

disinyalir terjadi saat penduduk Sunda sudah berinteraksi dengan para

pedagang dari India sejak abad ke satu Masehi. Di antara mereka juga ada

yang berkeyakinan Animisme dan Dinamisme, atau yang lebih dikenal

dengan istilah Sunda Wiwitan. Selain beternak dan bertani mereka mengisi

hari-hari mereka dengan berkesenian seperti tukang ngamen, tukang banyol

(pelawak), gamelan, wayang dan penyanyi.78

Perjalanan legendaris bangsa Tionghoa ke Nusantara terekam dalam

catatan Ma Huan yang mendampingi sang duta terkenal Zeng He atau kita

lebih mengenalnya dengan Laksamana Cheng Ho yang diterbitkan tahun

1416, Yingya Shenglan (Catatan Umum Pantai-pantai Samudra). Dalam

kata pengantarnya, Ma Huan menyatakan bahwa ia dikirim bersama Zeng He

ke negeri-negeri asing pada 1413.79

Terbentuknya ingatan historis mengenai kehadiran komunitas Muslim

Tionghoa di Tangerang tidak bisa dilepaskan dari perjalanan muhibah

Laksamana Cheng Ho ke Nusantara. Laksamana Cheng Ho (1371-1433)

77

Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara (Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 2009) hlm. 38. 78

Abdul Chaer, Betawi Tempo Doeloe; Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi

(Depok: Komunitas Bambu, 2015) hlm. 31 dan 35. 79

Groeneveldt, Nusantara ..., hlm. xx.

Page 78: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

67

adalah seorang pelaut Tiongkok yang mengabdikan waktu hidupnya selama

28 tahun (1405-1433) memimpin armada besar Tiongkok mengunjungi 30

negara yang terletak di Asia Tenggara, Samudera Hindia, Laut Merah,

Afrika Timur dan lain-lain. Cheng Ho melakukan pelayaran selama tujuh

kali selama 28 tahun, dan waktu pelayarannya ini tidak bisa disamakan

dengan para pelaut Eropa pada masa yang sama, misalnya saja Christopher

Colombus berlayar sekitar tahun 1451-1506, Vasco da Gama sekitar 1460

sampai 1524 dan Ferdinand Magellan sekitar 1480-1521.80

Diceritakan bahwa Laksamana Cheng Ho membawa armada yang besar

dengan manusia yang banyak pada setiap pelayarannya. Pada pelayarannya

yang pertama, ia disertai dengan 62 kapal besar dengan jumlah awak kapal

lebih dari 27.800 orang. Pada pelayarannya yang ketiga, Cheng Ho

membawa 48 kapal besar berjenis Junk dengan awak kapal berjumlah lebih

dari 27.000 orang. Pada pelayaran ketujuh, kapal besar yang ikut sekitar 61

buah yang ditumpangi oleh lebih dari 27.550 awak kapal.

Dalam setiap pelayarannya, rata-rata Cheng Ho mengajak serta sekitar

60 buah kapal besar ditambah kapal sedang dan kecil yang jumlah

kesemuanya bisa mencapai 200 buah. Kapal terbesar dalam armada Cheng

Ho disebut Kapal Pusaka yang mempunyai panjang 44,4 zhang (138 m) dan

lebanya 18 zhang (56 m2). Kapal seperti itu termasuk kapal yang terbesar di

dunia. Kapal Pusaka ini adalah kapal induk. Di samping itu ada pula kapal

kuda yang mengangkut barang-barang dan kuda, kapal tempur, kapal

pembawa bahan makanan serta kapal duduk yang merupakan kapal

80

Hembing Wijayakusuma, Muslim Tionghoa Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibah

di Nusantara (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007) hlm. 3.

Page 79: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

68

komando. Kapal-kapal dengan kegunaan lain juga terdapat dalam armada ini,

disesuaikan dengan kebutuhan.81

Keberadaan armada Cheng Ho di pantai-pantai Nusantara, sejatinya

merupakan respon atas perniagaan yang digalang Tiongkok dengan negara-

negara sekutunya di Nan Yang. Perdagangan rempah-rempah dan keramik

adalah wahana yang memantik kesadaran Dinasti Ming untuk mengirim

suatu ekspedisi guna merawat hubungan yang baik dengan pasar-pasar di

pesisir Asia Tenggara. Selain itu, pelayaran Cheng Ho juga menandai babak

baru penyebaran Islam di kawasan kepulauan itu.82

Ekspedisi pelayaran Cheng Ho berhasil menemukan beberapa

pemukiman orang Tiongkok sepanjang pantai Jawa dan Sumatra. Para

pemukim Tiongkok ini mempunyai beberapa ciri, yakni; 1) mereka adalah

minoritas; 2) kedatangan mereka ke Nusantara adalah didorong oleh

pertikaian politik di daerah asalnya, banyak dari mereka yang berasal dari

Guangdong dan Quanzhou, Fujian serta Zhangzou; 3) sebagian besar dari

mereka berprofesi sebagai saudagar kaya yang dimuliakan oleh penguasa

lokal; 4) dalam beberapa hal, mereka memiliki otoritas tersendiri dalam

mengatur kebutuhannya, utamanya mengenai komunitas mereka.83

Di samping itu, pemukim Tionghoa di pantai Jawa sebagian adalah

keturunan pasukan Mongol-Tiongkok yang menyerang Jawa sekitar 1297.

Pendapat itu disampaikan oleh Wang Dayuan, yang pernah mengunjungi

beberapa tempat di Asia Tenggara antara 1337 sampai 1339 dalam

catatannya Daoyi Zhilue.84

Di dalam tubuh pasukan Mongol itu terdapat

81

Hembing, Muslim Tionghoa ..., hlm. 3-4. 82

Tan Ta Sen, Cheng Ho Penyebar Islam dari China ke Nusantara, Terj. Abdul Kadir

(Jakarta: Kompas, 2010) hlm. 215-216. 83

Tan Ta Sen, Cheng Ho ..., hlm. 255. 84

Tan Ta Sen, Cheng Ho ..., hlm. 265.

Page 80: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

69

orang Hui-Hui yang beragama Muslim. Dengan kata lain, orang Tiongkok

Muslim yang dijumpai Cheng Ho di pesisir Jawa adalah keturunan orang

Hui-Hui tersebut.85

Ike Mese yang berkunjung ke Jawa sebelum 1292, dan

sempat mencatat kekalahan pasukan Tiongkok-Mongol dalam Sejarah

Dinasti Yuan, menyebut bahwa sebagian pasukan itu ada yang hidup dan

memutuskan untuk kembali ke kapalnya dan tidak lagi memulai pertempuran

baru.86

Ma Huan dalam Yingya Shenglan atau “Catatan Umum Perjalanan di

Lautan” (diterbitkan pada 1436) menyebutkan bahwa di Pantai Majapahit

ditemukan orang Tiongkok yang beragama Islam. Mereka berasal dari

Guangdong, Zhangzou dan Quanzhou (kedua lokasi terakhir terdapat di

Fujian, tidak jauh dari Xiamen). Mereka melarikan diri dari tanah asalnya

dan menetap di Majapahit (Moa-cia-pah-i, menurut lafal orang Tionghoa

Fujian (Hokkian) selatan.87

Dari dua catatan Tiongkok di atas, diketahui bahwa pemukiman orang

Tiongkok sudah ada sejak sebelum muhibah Laksamana Cheng Ho. Besar

kemungkinan, mereka sudah sedemikian rupa membangun hubungan yang

baik dengan masyarakat dari benua lain, serta penduduk lokal. Di masa

Majapahit sendiri, pelabuhan pesisir Jawa Timur sudah menjadi tempat

perkumpulan saudagar dari regional Asia Tenggara maupun dari

mancanegara. Mereka dipersatukan oleh tujuan yang sama, yakni mendulang

untung sebesar-besarnya dari perniagaan setempat. Didi Kwartanada

85

Tan Ta Sen, Cheng Ho ..., hlm. 265. 86

Groeneveldt, Nusantara ..., hlm. 48. 87

Groeneveldt, Nusantara ..., hlm. 67 dan 69.

Page 81: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

70

menambahkan bahwa sejak masa prakolonial, orang Tiongkok banyak yang

dipercaya men jadi syahbandar.88

Menurut wawancara dengan Oey Tjin Eng, Sejarawan Cina Benteng

yang juga pengurus perkumpulan sosial Bun Tek Bio, menyatakan ketika

Cheng Ho melakukan muhibah ke Pantai Utara Jawa sekitar tahun 1570, ia

mengutus dua orang yang mengendarai kapal kecil untuk meneliti keadaan

sekitar pesisir setempat (Teluk Naga, Tangerang). Setelah itu, para utusan

kembali ke Kapal Induk dan melaporkan penglihatannya kepada sekretaris

kapal, Ma Huan. Saat itu, kapal-kapal besar Cheng Ho tidak bisa menepi ke

pelabuhan, mengingat saat itu Teluk Naga masih berupa pelabuhan kecil.

Sejak itu secara berangsur-angsur banyak orang dari Tiongkok yang datang

dan memutuskan bermukim di Taluk Naga. Mereka dipercaya adalah leluhur

kaum Cina Benteng masa awal. Banyak dari mereka adalah beragama Islam.

Oey menambahkan bahwa salah satu dari utusan Cheng Ho tersebut bernama

Chen Ci Lung.89

Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa amat mungkin ditemukan

pada abad 15 pemukiman orang Tiongkok di beberapa pelabuhan di pesisir

Jawa. Pemukiman mereka membentang dari timur hingga barat pantai utara

Jawa. Di wilayah Tatar Sunda, mereka mendirikan rumah-rumah di Cirebon,

Kalapa (Jayakarta) dan Banten.90

Ketika pasukan Banten bertempur melawan

VOC di sekitar Tangerang, maka di wilayah pesisir sudah berdiri

pemukiman orang Tiongkok. Biasanya, mereka membentuk pemukiman sub-

88

Didi Kwartanada, “Perang Jawa (1852-1830) dan Implikasinya terhadap Hubungan

Tionghoa-Jawa” pengantar dalam Peter Carey, Orang Cina, bandar Tol, Candu, dan Perang

Jawa; Perubahan Persepsi tentang Cina 1755-1825 (Depok: Komunitas Bambu, 2015) hlm.

vi. 89

Wawancara dengan Oey Tjin Eng Humas Klenteng Bun Tek Bio, pada 27 Agustus

2015 di Kantor Klenteng Bun Tek Bio Tangerang. 90

Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Nusantara ..., hlm. 92.

Page 82: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

71

urban di kota-kota pelabuhan, dan pemukiman mereka lebih dikenal dengan

nama pecinan.91

Pernyataan Uka Tjandrasasmita dan Oey Tjin Eng bersesuaian dengan

kenyataan di lapangan tentang pemukiman pecinan dan kedatangan utusan

laksamana Cheng Ho ke Tangerang. Peneliti menemukan bahwa pemukiman

Orang Tionghoa di Tangerang tersebar dari Pantai Tanjung Burung di Teluk

Naga lalu merangsek ke tengah kota menyusuri bantaran Sungai Cisadane.

B. Pemukiman Awal Masyarakat Cina Benteng di Tangerang.

Jauh sebelum kedatangan utusan Laksamana Cheng Ho ke Tangerang, orang

Tionghoa sudah lebih dahulu sampai dan menetap disana. Mereka adalah

para pedagang dalam kelompok-kelompok kecil yang hidup dari aktifitas

perdagangan di Tangerang. Mereka belum mempunyai keterikatan satu sama

lain dan belum mempunyai kesadaran untuk hidup bersama dan membangun

kebudayaan untuk mencapai kesejahteraan hidup.

Yang penulis maksud dengan masyarakat Cina Benteng adalah sebuah

masyarakat yaitu sekumpulan individu-individu yang hidup bersama, bekerja

sama untuk memperoleh kepentingan bersama yang telah memiliki tatanan

kehidupan, norma-norma, dan adat istiadat yang ditaati dalam

lingkungannya.

Pengertian masyarakat terbagi atas dua yaitu pengertian masyarakat dalam

arti luas dan pengertian masyarakat dalam arti sempit. Pengertian masyarakat

dalam arti luas adalah keseluruhan hubungan hidup bersama tanpa dibatasi

lingkungan, bangsa dan sebagainya. Sedangkan pengertian masyarakat

91

Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Nusantara ..., hlm. 92.

Page 83: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

72

dalam arti sempit adalah sekelompok individu yang dibatasi oleh golongan,

bangsa, teritorial, dan lain sebagainya. Pengertian masyarakat juga dapat

didefinisikan sebagai kelompok orang yang terorganisasi karena memiliki

tujuan yang sama. Pengertian Masyarakat secara Sederhana adalah

sekumpulan manusia yang saling berinteraksi atau bergaul dengan

kepentingan yang sama. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang relatif

mandiri, yang hidup bersama-sama yang cukup lama, yang mendiami suatu

wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian

besar kegiatan dalam kelompok itu.

Dalam buku pengantarnya, Museum Benteng Hetitage mengutip catatan

sejarah Sunda “Tina Layang Parahyangan” yang menyatakan bahwa pad

tahun 1407 rombongan orang Tionghoa yang dipimpin oleh Chen Cie Lung

(Ha Lung) mendarat di pantai Utara Tangerang yang dikenal dengan Teluk

Naga. Mereka kemudian bermukim dan membuka lahan pertanian di

sepanjang sungai Cisadane. Rombongan ini diyakini merupakan pengikut

Laksamana Cheng Ho (Zheng He), Seorang Muslim Tionghoa yang diutus

oleh Kaisar Yongle (Zhu Di) dari Dinsti Ming, Tiongkok.

Terbentuknya masyarakat karena manusia menggunakan perasaan, pikiran

dan keinginannya memberikan reaksi dalam lingkungannya. Kesadaran

bersama akan upaya pencapaian kesejahteraan adalah cita-cita bersama yang

menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat. Penjabaran arti dari

masyarakat di atas dimaksudkan penulis untuk menjelaskan masyarakat Cina

Benteng yang dimaksud adalah orang-orang Tionghoa di Tangerang yang

dengan kesadaran membentuk sebuah masyarakat dengn identitas tertentu.

Mereka itu bukanlah orang-orang Tionghoa di yang hanya melakukan

kegiatan perdagangan di Tangerang.

Page 84: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

73

Teluk Naga dianggap wilayah yang tepat untuk membuat suatu

pemukiman. Faktor Sungai Cisadane merupakan faktor utama mengapa

wilayah ini dipilih sebagai basis pemukiman mereka. Sungai selain

menjamin ketersediaan air untuk kehidupan sehari-hari juga memberikan

pasokan air yang penting bagi kegiatan bercocok tanam. Sungai Cisadane

juga sebagai sarana transportasi yang merupakan tulang punggung

perdaganagan, yaitu jalur distribusi hasil bumi dari wilayah hulu ke wilayah

hilir sungai, bahkan hingga ke muara hingga pelabuhan Teluk Naga. Dari

pelabuhan Tangerang, komoditas-komoditas perniagaan bisa didistribusikan

lagi ke Kalapa, sebagai bandar dagang yang utama bagi Kerajaan Pajajaran

untuk diteruskan sebagai perdagangan antar pulau maupun antar negeri,

begitu pula sebaliknya. Pelabuhan-pelabuhan Sunda menggantungkan

eksistensinya pada aliran sungai-sungai yang bermuara tidak jauh dari

lokasinya.

Barang-barang dagang yang menjadi produk ekspor kala itu adalah lada,

beras, asam, sayur-mayur, daging dan ternak seperti sapi, kambing, babi,

domba dan buah-buahan. Hasil bumi itu sebagian ada yang diteruskan

sampai ke Malaka, Maladewa dan negeri-negeri lainnya. Relasi perniagaan

juga dilakukan kepada kerajaan-kerajaan Nusantara lainnya. Komoditas

tersebut umumnya didapatkan dari para petani dan peternak yang hidup di

pedalaman. Gambaran lebih lanjut mengenai komoditas dan perdagangan

pesisir-pedalaman Sunda ini bisa dilihat di naskah Sunda bernama

Sanghyang Sisikandang Karesian (ditulis sekitar tahun 1518).

Bandar Kalapa sendiri merupakan bandar yang menerima komoditas

impor dari negeri-negeri asing. Komoditas itu antara lain adalah belacu,

yakni pakaian dari Cambay dan Keling, serta keramik dan lain-lain. Di

pelabuhan Kalapa sendiri telah ramai dikunjungi orang-orang mancanegara,

Page 85: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

74

seperti dari India, Tiongkok dan Melayu, serta dari belahan Nusantara

lainnya. Di samping mata uang lokal yang disebut tumdaya, mata uang asing,

seperti mata uang cash, yang berasal dari Tiongkok, beredar di pasar-pasar

pelabuhan Kalapa. Mata uang ini berbentuk kecil-kecil dan memiliki lubang.

Biasanya orang membawa mata uang ini dengan menyusunnya dalam ikatan

benang, seperti mata uang ceiti.92

Melihat pada aktifitas perniagaan yang begitu massif menghubungkan

pedalaman dan pesisir Jawa Barat tersebut, maka tidak menutup

kemungkinan leluhur Cina Benteng ikut andil di dalamnya. Pelabuhan

Tangerang memang tidak sebesar Pelabuhan Kalapa, namun kedudukannya

tidak bisa dikesampingkan sebagai penyuplai kebutuhan dari pedalaman,

terlebih yang lokasinya berdekatan dengan jalur sungai besar, Sungai

Cisadane. Dari perniagaan ini, mereka merasa betah dan lebih dekat dengan

penduduk lokal, karena terlibat dalam kegiatan yang saling menguntungkan.

Sungai Cisadane merupakan sebuah ecofact atau fakta ekologi dimana

masyarakat Cina Benteng awal mulai beraktifitas. Kondisi sekarang yang

ditemukan oleh peneliti, sepanjang sungai Cisadanae dari Tanjung Burung

hingga pusat Kota Tangerang adalah merupakan pemukiman Cina Benteng

yang tidak terputus.

Di bantaran Sungai baik sisi bagian Barat maupun Timur banyak

dijumpai kegiatan usaha perbaikan kapal. Hal ini menunjukkan bahwa

bantaran sungai Cisadane wilayah hilir adalah wilayah yang cocok bagi

usaha-usaha sarana transportasi yang berbasis air. Dari perahu perahu kecil

hingga ke kapal-kapal yang ukurannya lebih besar yang memungkinkan

memasuki daerah aliran sungai Cisadane tersebut.

92

Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam ..., hlm. 138-139.

Page 86: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

75

Aktifitas masyarakat Cina Benteng awal adalah berdagang dan bercocok

tanam serta pembuatan/perbaikan kapal (Perlu penelitian lebih jauh). Selain

Pedagang, orang Cina Benteng adalah petani, Hingga hari ini masih banyak

orang Cina benteng yang mencari nafkah dengan bercocok tanam atau

bertani, baik sebagai pemilik lahan maupun hanya sebagai buruh tani.

Teknologi pertanian yang dibawa oleh orang-orang dari Tiongkok membuat

hasil usaha dari bidang ini meningkat tajam. Teknologi pembalikan lapisan

tanah dengan menggunakan cang-kul ditengarai dibawa oleh meraka. Hal ini

dikonfirmasi sebuah artefak cangkul yang terbuat dari kayu yang pada mata

cangkulnya dilapisi logam yang sekarang merupakan salah satu koleksi dari

Museum Benteng Heritage. Alat dengan fungsi serupa untuk membalikkan

lapisan tanah yang ditarik oleh binatang yaitu lu-ku juga diperkirakan adalah

teknologi yang dibawa dari daratan Tiongkok.

Pemukiman masyarakat Cina Benteng terus merangsek ke arah hulu

hingga tengah kota menyusuri daerah aliran Sungai Cisadanae. Daerah yang

sekarang dikenal dengan Pasar Lama adalah sebagai pusat aktifitas

masyarakat Cina Benteng yang berprofesi sebagai pedagang. Hingga

sekarang daerah pasar lama adalah situs peradaban masyarakat Cina

Benteng dimana terdapat klenteng tertua di Tangerang yaitu Klenteng Boen

Tek Bio.

C. Pembentukan identitas Masyarakat Cina Benteng.

Sekelompok orang yang dengan kesadaran memilih hidup bersama

dalam suatu teritori yang kemudian disebut masyarakat itu tentunya

memerlukan pengakuan akan eksistensi mereka dari kelompok masyarakat

lainnya. Untuk mendapatkan pengakuan tersebut sekelompok masyarakat

Page 87: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

76

membutuhkan identitas. Kebutuhan tersebut memicu mereka menciptakan

ikatan-ikatan social tertentu sebagai syarat bagi lahirnya sebuah kelompok

social. Selanjutnya mereka akan menemukan kesamaan-kesamaan maupun

perbedaan-perbedaan baik terhadap hal-hal yang terkait dengan kepentingan-

kepentingan maupun unsur-unsur yang membentuk konsep diri mereka.

Kelompok social inilah yang kemudian mampu berperan sebagai sumber

pembentukan identitas dan pemberi rasa aman bagi anggota-anggotanya.

Kajian terhadap proses interaksi antar kelompok sosial tersebut yang

kemudian dikenal dengan sebutan teori identitas sosial. Khasanah kajian

teori identitas sosial adalah pembahasan tentang prilaku individu-individu

dalam konteks hubungan antar kelompok yang mencerminkan keberadaan

unit-unit lebih besar dimana individu-individu dapat bernaung di dalamnya.

Identitas sosial terbentuk dari keterlibatan, rasa peduli dan rasa bangga

individu sebagai bagian dari kelompok sosial yang dinaunginya. Hal tersebut

merupakan bagian dari konsep diri individu yang bersumber dari

pengetahuannya selama berada dalam suatu kelompok sosial tertentu.

Selanjutnya individu itu dengan sengaja menginternalisasi nilai-nilai, turut

berpartisipasi serta mengembangkan kepedulian dan kebanggaan terhadap

kelompoknya.

Paparan di atas menjelaskan bahwa komunitas Cina benteng dengan

kesadaran membangun suatu simtem sosial diantara individu-individu di

dalamnya dengan menetapkan nilai-nilai serta norma-norma yang pada

gilirannya membentuk sebuah budaya. Eksistensi komunitas Cina Benteng

harus dapat menunjukkan rasa peduli, serta menumbuhkan kebanggaan

sebagai bagian dari sebuah kelompoknya dihadapan kelompok masyarakat

lainnya baik kelompok pribumi maupun kelompok pedagang timur asing

lainnya.

Page 88: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

77

Bentuk identitas sosial terus mengalami penyesuaian seiring perjalanan

waktu yang dipengaruhi persentuhan mereka dengan lingkungan social

seperti situasi politik, kebijakan penguasa menjadikannya sebuah realita

social yang turut memberi andil besar dalam perubahan atau penyesuaian

identitas social. Turner, JC. Dalam self-categorization theory menjelaskan

bahwa realitas social merupakan tempat berkembangnya nilai-nilai yang

menjadi acuan bagi identitas kelompok, dan dalam perkembangannya

kemudian melahirkan batas-batas kelompok. Identitas social yang mewujud

dalam interaksi social dengan demikian merupakan penjelmaan dari kegiatan

memilih, menyerap sekaligus mempertahankan nilai-nilai tersebut. Pada

dasarnya setiap kelompok akan membawa dan memperjuangka kepentingan

mereka dalam interaksi social. Kecenderungan sebuah kelompok social

untuk menyerap nilai-nilai tertentu dibanding kelompok lainnya merupakan

cara kelompok tersebut dalam membuat batas pembeda dengan kelompok-

kelompok lainnya. Proses yang mewakilinya itu disebut kategorisasi diri.93

Bagi individu yang menjadi bagian dari kelompok social tersebut selanjutnya

akan menempatkan nilai-nilai yang berkembang dalam kelompoknya itu

sebagai rujukan dalam berperilaku dan menjadi bagian dari identitas

sosialnya., sementara disaat yang sama ia akan bersikap sebaliknya yang

cenderung menganggap rendah nilai-nilai yang berkembang yang dianut

kelompok lain.

Demikian juga yang dilakukan komunitas Cina Benteng pada masa

awal, mereka menyerap nilai-nilai budaya dari luar kelompoknya yaitu

kelompok masyarakat pribumi dan pedagang asing yang ada di Tangerang,

memila-milah nilai-nilai mana yang menguntungkan dan dapat diterapkan

dalam kelompoknya, dalam waktu yang bersamaan ia memperkenalkan nilai-

93

Afthonul Afif, , Identitas Tionghoa Muslim Indonesia, (Depok, Kepik, 2012) hlm. 33.

Page 89: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

78

nilai yang dianggap luhur yang dibawa dari tanah leluhur mereka untuk

diperkenalkan kepada kelompok lain sehingga menimbulkan apresiasi

terhadap kelompok mereka. Nilai-nilai kesetiaan terhadap penguasa yang

ditunjukkan oleh kelompok pribumi merupakan suatu nilai yang baik yang

dapat diserap dan diterapkan dalam kelompok masyarakat Cina Benteng.

Hingga masa itu, belum pernah ditemukan informasi mengenai gerakan

makar maupun separatis dari orang pribumi Tangerang terhadap Pajajaran

maupun Kesultanan Banten. Di lain pihak kita banyak mendengar gerakan-

gerakan melawan penguasa yang dilakukan oleh orang-orang Tiongkok

dengan dalih apapun.

Kebudayaan dan tradisi dan budaya Tiongkok yang disokong oleh

ideologi Konfusianisme, Daoisme dan Budhisme membentuk nilai-nilai

menjadikan budaya Tiongkok begitu kuat mempengaruhi sendi-sendi

kehidupan sosial di wilayah Tangerang. Penggabungan antara nilai-nilai

lokal yang diserap dengan eksistensi nilai-nilai Tiongkok menjadikan

masyarakat Cina Benteng suatu identitas masyarakat baru sebagai realitas

sosial masyarakat di wilayah Tangerang. Dengan kata lain setiap perubahan

jaman selalu menuntut penyesuaian, begitupun dalam hal identitas sosial.

Dalam perkembangannya, ada beberapa peristiwa yang menandai

sebuah kurun waktu tertentu yang sangat berpengruh terhadap perubahan

sosial yang terjadi dalam masyarakat Cina Benteng.

D. Relasi Orang Cina Benteng dengan Penduduk Setempat

Jika mengikuti pendapat Oey Tjin Eng, bahwa masyarakat Cina Benteng

masa awal adalah berasal dari utusan atau anak buah dari Laksamana Cheng

Ho yang Mendarat di Teluk Naga. Seorang sejarawan yang juga pemilik dari

Page 90: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

79

Museum Benteng Heritage yaitu Udaya Halim alias Liem Tjin Peng juga

sepakat bahwa masyarakat awal Cina Benteng awal adalah mereka yang

mendarat di Teluk Naga. Hanya saja Udaya Halim menjelaskan

kemungkinan mereka adalah kelompok yang tercecer dari rombongan besar

yang ikut dalam misi muhibah Cheng Ho ke Nusantara. Mereka menempati

pemukinan di tepi sungai Cisadane. 94

Sungai Cisadane menjadi jalan air yang berguna untuk penghidupan

orang Tionghoa. Secara berkala, mereka menggunakannya sebagai jalur

perdagangan untuk mendapatkan komoditas alam dari daerah hulu sungai

hingga pedalaman dengan junk-junk mereka.95

Profesi mereka sebagai

pedagang perantara ini, semakin memperkuat posisinya dalam keseharian

masyarakat Nusantara. Mereka membawa porselin-porselin Tiongkok yang

kemudian ditukar dengan rempah-rempah. Beberapa dari mereka juga ada

yang bekerja di pelabuhan Kalapa sebagai ahli-ahli servis kapal. Selain itu

ada pula yang berprofesi sebagai pembuat arak dan penyedia air bersih bagi

kapal-kapal yang bertambat di Kalapa.96

Orang pedalaman yang dimaksud di atas terhitung sampai abad 16,

adalah orang Sunda yang beragama Hindu-Budha atau sunda wiwitan. Iklim

politik di pedalaman relatif stabil, hal ini berbeda dengan di kawasan pesisir

yang mulai terjadi pergesekan antara Pajajaran, Islam (Banten) dan Portugis.

Belakangan, Pajajaran menjalin hubungan dengan Portugis untuk

membendung pengaruh Islam. Salah satu bukti perjanjian Pajajaran dan

Portugis bisa dilihat di prasasti Padrao yang berangka tahun 1521 M. Isi

94

Wawancara dengan Udaya Halim als. Liem Tjin Peng, 64 Th, di Museum Benteng

Heritage, Pasar Lama, Tangerang, tgl. 7 Maret 2017. 95

Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, Terj. Gatot Triwira (Depok:

Komunitas Bambu, 2012) hlm. 22-23. 96

Susan Blackburn, Jakarta Sejarah ..., hlm. 8-9.

Page 91: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

80

prasasti itu antara lain Portugis diperkenankan mendirikan markas dagang di

Kalapa dan Portugis wajib memberikan imbalan kepada Raja Pajajaran.97

Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal atau Padrão Sunda Kelapa adalah

sebuah prasasti berbentuk tugu batu (padrão) yang ditemukan pada tahun

1918 di Batavia, Hindia-Belanda. Prasasti ini menandai perjanjian Kerajaan

Sunda–Kerajaan Portugal yang dibuat oleh utusan dagang Portugis dari

Malaka yang dipimpin Enrique Leme dan membawa barang-barang untuk

"Raja Samian" (maksudnya Sanghyang, yaitu Sang Hyang Surawisesa,

pangeran yang menjadi pemimpin utusan raja Sunda). Padrão ini didirikan di

atas tanah yang ditunjuk sebagai tempat untuk membangun benteng dan

gudang bagi orang Portugis.

Prasasti ini ditemukan kembali ketika dilakukan penggalian untuk

membangun fondasi gudang di sudut Prinsenstraat (sekarang Jalan Cengkeh)

dan Groenestraat (Jalan Kali Besar Timur I), sekarang termasuk wilayah

Jakarta Barat. Padrao tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional

Republik Indonesia, sementara sebuah replikanya dipamerkan di Museum

Sejarah Jakarta. 98

Perjumpaan orang Tiongkok dan penduduk Sunda bukan sesuatu yang

terjadi dalam waktu yang sebentar. Di salah satu kawasan tua yang bernama

Banten Girang, ditemukan banyak pecahan kramik dari Tiongkok, Siam dan

Annam. Keramik-keramik ini diidentifikasi berasal dari masa Dinasti Tang,

Song (Sung) dan Yuan. Ditemukan juga uang-uang Kepeng yang juga

berasal dari Tiongkok dan Indocina. Penemuan ini memperkuat anggapan

sudah terjadi kontak perdagangan antara orang Sunda dengan dunia

97

Abdul Chaer, Jakarta ..., hlm. 33-36. 98

www.wikipedia.com

Page 92: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

81

internasional yang jika ditelisik terjadi di masa yang lebih awal, yakni sekitar

abad 12 – 13. Banten Girang, yang berada di bawah kekuasaan Pajajaran,

sudah dijadikan semacam wilayah istimewa oleh pemerintah pusat.99

Komposisi penduduk lokal yang semula Hindu-Budha secara berangsur-

angsur menjadi Islam. Hal ini tidak terlepas dari pergerakan pasukan Demak,

Cirebon sampai Mataram dari arah Timur dan Banten dari arah Barat yang

rajin menanamkan pengaruh di wilayah pedalaman Sunda yang tujuan

utamanya adalah mengancam kedudukan Portugis-Pajajaran di pedalaman

Sunda sampai wilayah pesisir. Masa-masa perpindahan agama ini terjadi

antara abad 16 dan di abad-abad berikutnya. Terhitung sejak 1527, sudah

terjadi perubahan kondisi sosio-politik di Jawa sejak masuknya Islam ke

kantung-kantung kekuasaan. Salah satu momentumnya, adalah dikuasainya

Cirebon oleh kelompok Islam yang kemudian menjadi sekutu Demak, juga

Banten yang kemudian menjadi kerajaan Islam.100

Di wilayah Tangerang, etnis Sunda tinggal di daerah Tangerang Selatan

dan Tangerang Tengah yang tersebar di kecamatan Tangerang, Cikupa,

Serpong, Curug, Tigaraksa dan Legok. Dalam Kronik Sejarah Banten

terdapat uraian yang menjelaskan tentang kedatangan orang Sunda ke

wilayah Tangerang, yakni mengenai keberadaan pasukan dari Priangan yang

membantu pasukan Mataram menyerbu Batavia. Setelah perang usai,

beberapa orang Priangan tidak ikut pulang dan meminta izin untuk menetap

di Tangerang.

99

Lukman Nurhakim, “Banten Girang, Pakuan Pajajaran dan Banten Lama Pendekatan

Arkeologi Sejarah Masa Transformasi Hindu-Islam: dalam Hasan Muarif Ambarai,ed,

Masyarakat dan Budaya Banten; Kumpulan Karangan dalam Ruang Lingkup Arkeologi,

Sejarah, Sosial dan Budaya (Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1996) hlm. 33. 100

Abdul Chaer, Jakarta ..., hlm. 35.

Page 93: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

82

Mereka yang dinamakan orang Sunda, hingga kini, mudah untuk

menngidentifikasinya. Orang Sunda hampir pasti menggunakan bahasa

Sunda dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, mereka menamai

kampungnya dengan nama layaknya di wilayah Sunda lainnya, seperti

Kampung Priangan, Kampung Lengkong Sumedang dan lain-lain. pada

umumnya, mereka menggantungkan hidup sebagai petani dan membuat

barang-barang kerajinan. Mereka dikenal sebagai Muslim yang taat.

Selain orang Sunda, penduduk lokal lainnya adalah orang Betawi.

Pemukiman mereka banyak tersebar di wilayah perbatasan Batavia, yakni

Teluk Naga, Batu Ceper, Ciledug dan Ciputat. Selain berprofesi sebagai

petani, sebagian yang lain adalah pedagang. Para petani Betawi menanam

sayur-mayur dan buah-buahan di kebunnya. Pilihan hidup sebagai petani

dirasa lebih menguntungkan, karena barang dagangan mereka bisa segera

dijajakan di Batavia. Hal ini mengingat tempat tinggal mereka yang tidak

jauh dari kota itu. Mereka juga dikenal sebagai penganut Islam yang taat.

Secara berkala mereka melakukan ibadah hariannya di masjid dan langgar

yang didirikan tidak jauh dari rumah-rumah mereka.

Orang Jawa juga sejak lama dikenal sebagai penduduk Tangerang masa

awal. Mereka menempati wilayah Tangerang sebelah barat laut dan utara

yakni tempat-tempat yang dekat dengan pantai. Kampung-kampung mereka

berdiri di Mauk, Kronjo, Kresek dan Rajeg. Secara historis, mereka adalah

keturunan dari para prajurit Mataram yang ditugaskan menyerang Batavia

bersama Sultan Agung. Sehari-harinya mereka menghabiskan waktu di

sawah dan ladang, atau melaut ke lepas pantai.101

101

M. Dien Madjid dkk, Sejarah Kabupaten Tangerang (Tangerang: Pemerintah

daerah Tingkat II Tangerang bekerjasama dengan Lembaga Penetlitian dan Pengabdian

Masyarakat (LPPM) UNIS Tangerang, 1992) hlm. 22-23.

Page 94: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

83

Baik sebagian orang Tionghoa peranakan dengan orang Sunda, Betawi

dan Jawa mereka sama-sama menjadi penduduk Tangerang dan hidup damai,

belum ditemukan persengketaan maupun pertikaian di antara mereka,

terutama yang mengakibatkan suatu goncangan tatanan sosial. Mereka hidup

dalam harmoni, yakni berjalan bersamaan dengan peran ekonomi dan sosial

yang telah tersemat dalam kehidupannya sehari-hari. Perniagaan benar-benar

menjadi kesibukan yang membangun kerukunan di antara warga Tangerang

saat itu. Gejolak politik yang terjadi di pesisir Tangerang tidak lantas

menggugurkan pertalian mereka, yakni penduduk pedalaman dan pesisir.

Lodewycks menuturkan bahwa di pusat kerajaan Banten, sekitar tahun

1596, sudah ada pemukiman Muslim Tionghoa. Mereka tinggal di sana

dalam waktu yang sudah cukup lama. Bukti laporan Lodewycks ini diperkuat

dengan keberadaan reruntuhan masjid pecinan di Banten, dekat makam-

makan orang Tiongkok. Reruntuhan itu masih menyisakan suatu bekas

menara. Pada 1902, Stutterheim, seorang sarjana Eropa, menerangkan bahwa

di sekitar tempat itu terdapat menara masjid yang bergaya Eropa, namun

memiliki corak hiasan ala Tiongkok. Jika dilihat sekilas, mirip dengan yang

ditemukan di Masjid Kasunyatan di Banten Selatan.102

Di Banten, orang Tionghoa sudah sedemikian dekat dengan kehidupan

masyarakat lokal. Mereka sudah berhasil meleburkan dirinya dari penduduk

“luar negeri” sampai kepada “dalam negeri”. Kedudukan mereka berubah

semenjak beberapa dari mereka dipercaya sebagai syahbandar maupun

sebagai pejabat bupati atau jabatan eksekutif lainnya. Reputasi mereka

bertumpu pada penguasaan jejaring perdagangan perantara serta pedagang

lada. Aktivitas demikian adalah bagian dari upaya perbaikan ekonomi

penduduk Banten. Kelihaian berdagang inilah yang disebut Blusse sebagai

102

Amen Budiman, Masyarakat Islam ..., hlm. 32.

Page 95: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

84

“Kuda Troya”-nya orang Tionghoa untuk memperoleh keuntungan-

keuntungan lainnya.103

Keterangan mengenai keberadaan komplek pemukiman dan masjid

pecinan menandaskan bahwa orang Tionghoa memiliki persamaan hidup

layaknya orang dari suku bangsa lainnya. Belum ada ditemukan kerusuhan di

Banten dilatarbelakangi perbedaan etnisitas, apalagi dengan menonjolkan

status pribumi atau non-pribumi. Semua yang tinggal di pelabuhan adalah

duta atau saudagar yang harus dihormati pihak kerajaan beserta

masyarakatnya, karena hal itu menjadi dasar bagi keberlangsungan hubungan

internasional suatu kerajaan. Tidak terkecuali bagi orang Tionghoa yang

tinggal sejak lama di wilayah yang lebih jauh dari pusat kota, maka mereka

pun dipandang sebagai rekan yang menguntungkan dan membawa kebaikan

bagi bersama.

Sangat sedikit orang Tionghoa yang ada di Banten, Kalapa, Tangerang,

serta di pesisir utara Jawa bagian Barat menganut Islam terhitung sampai

pertengahan abad 18. Sejauh yang peneliti dapatkan pemukiman Tionghoa di

Tangerang pertama adalah saat pertama Laksamana Cheng Ho menempatkan

beberapa anak buah kapalnya yang beragama Islam. Namun besar

kemungkinan, sepeninggal Cheng Ho anak buahnya yang berasal dari orang-

orang taklukan terutama mereka para mantan bajak laut yang pernah

ditaklukan di Palembang, Bintan dan Bangka, mereka adalah orang-orang

Hokian yang dahulu menganut tradisi leluhur yaitu Konghucu dan Taoisme

kembali kepada kepercayaan lamanya.

Oey Tjin Eng beranggapan bahwa orang-orang perompak yang pernah

ditaklukan di Palembang, Bangka, dan Bintan kemudian banyak dari mereka

103

Leonard Blusse, Persekutuan Aneh; Pemukim Cina, Wanita Peranakan dan

Belanda di Batavia VOC (Yogyakarta: LKiS, 2004) hlm. 73-74.

Page 96: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

85

yang mengabdi pada Cheng Ho dan tak sedikit dari mereka yang kemudian

masuk Islam. Rombongan Orang Tionghoa yang tiba di Teluk Naga

pimpinan Chen Tjie Lung ditengarai juga banyak yang beragama Islam.

Setelah kepergian Cheng Ho, mereka banyak yang kembali pada keyakinan

semula yaitu Konfusianisme, Daoisme dan Budhisme. Sejauh penelusuran

peneliti di sepanjang Tanjung Burung, Teluk Naga, menyusuri Bantaran

Sungai Cisadane hingga Pasar Lama, belum menemukan artefak berupa

tempat ibadah (Masjid atau Mushalla) yang dibangun oleh orang-orang Cina

Benteng untuk komunitas mereka. Boleh jadi karena sifat masyarakat Cina

Benteng yang inklusif, berbaur dengan masyarakat setempat hingga tak ada

ciri-ciri khusus pada masjid-masjid pada masa itu.

Peneliti menemukan beberapa legenda yang mengarah pada perubahan

fungsi masjid ke klenteng, diantaranya, Klenteng Tjo Soe Kong, di Tanjung

Kait. Konon pertama kali bangunan itu ditemukan di tengah belukar,

bentuknya menyerupai Masjid karena memiliki mihrab (paimaman). Karena

Lahan tempat bangunan itu ditemukan adalah milik orang Cina, maka

bangunan yang dianggap ajaib itu dikeramatkan dan dibangun sebagai

klenteng. Mengenai alih fungsi bangunan masjid menjadi kelenteng ini sudah

banyak terjadi di banyak tempat di Pantai Utara Jawa seperti Cirebon dan

Ancol.

Banyaknya larangan dalam Islam termasuk tradisi yang sudah mendarah

daging seperti minum arak dan berjudi dirasa sangat memberatkan. Belum

lagi perintah untuk menjalankan ritual shalat yang harus lima kali dalam

sehari. Bandingkan dengan ritual pemujaan leluhur mereka yang hanya satu

kali, itupun tak ada sanksi dosa jika tidak melaksanakannya. Hal di atas

ditambah dengan ancaman kehidupan setelah mati yang menakutkan dimana

Page 97: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

86

ada siksa kubur dan siksa neraka. Sangat wajar jika pada akhirnya mereka

memilih meninggalkan Islam dan kembali pada agama leluhur.

Dalam kenyataannya banyak juga orang-orang Cina Benteng yang

memutuskan masuk Islam, namun hal itu kebanyakan disebabkan oleh

perkawinan silang dengan perempuan pribumi. Biasanya keluarga-keluarga

pribumi yang putrinya akan dipersunting oleh laki-laki Tionghoa, mereka

mengajukan satu syarat bahwa harus masuk Islam sebelum ijab-kabul

pernikahan dilangsungkan. Biasanya mereka yang masuk Islam lantaran

ingin mengawini perempuan pribumi yang notabene Islam, mereka tidak

menjadi Muslim yang taat. Anak-anak hasil perkawinan itu yang kemudian

banyak menjadi Muslim yang taat karena menjalani pendidikan dalam

keluarga Muslim (Ibunya).

Perkawninan campur lebih banyak dilakukan oleh laki-laki Cina

Benteng dengan perempuan pribumi. Perempuan-perempuan Cina Benteng

jarang yang mau melakukan kawin campur dengan laki-laki pribumi karena

hal itu akan mengakibatkan terputusnya garis keturunan mereka. Anak-anak

yang akan dilahirkan dari perkawina semacam itu dipastikan akan

kehilangan marga keluarga. Faktor ketidak inginan kehilangan marga

keluarga lebih dominan jika dibandingkan dengan persoalan agama yang

ditimbulkan. Misalnya jika sang lelaki beragama Islam dan perempuannya

beragama Konghucu maka si perempuan mengikuti agama laki-laki yaitu

Islam. Demikian juga jika agama Laki-laki Konghucu, ia harus mengikuti

agama si perempuan yaitu Islam.

Dikalangan keluarga Cina Benteng yang sudah befikiran lebih moderat,

perkawinan campur antara perempuan Cina Benteng dengan laki-laki

pribumi bukan lagi dianggap sebagai masalah. Menurut mereka kebahagiaan

adalah kehidupan yang akan dijalani bersama pasangan hidup yang

Page 98: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

87

mempunyai visi yang sama dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Garis

keturunan, marga keluarga bukan lagi menjadi faktor penentu bagi

berlangsungnya sebuah perkawinan.

Dalam penelusurannya, penulis menemui Maesaroh alias Siti Kholishoh

alias Oey Hong Nio 55 th di desa Sangiang, kecamatan Sepatan Timur.

Sebelum menikah, ia sudah masuk Islam. Ia mengalami perjalanan spiritual

yang unik dimana ia bermimpi, dalam mimpinya ia diarahkan untuk masuk

Islam. Mimpi itu berlanjut beberapa kali, setiap ia ceritakan mimpi itu pada

keluarganya, keluarganya menanggapinya dengan pertanyaan-pertanyaan.

Pertanyaan-pertanyaan itu kemudian mendapat jawaban pada mimpi-

mimpinya berikutnya. Hal itu terjadi beberapa kali hingga akhirnya seluruh

keluarga Ibu Maesaroh yang saat itu tinggal di Tanjung kait, masuk Islam.104

Lain halnya yang terjadi pada Nia Naenia alias Yo Song Ni, 35 tahun di

desa Kali Baru, Kecamatan Pakuhaji. Ia dipersunting oleh Abdul Gani,

teman semasa sekolahnya. Keluarga Nia adalah keluarga Cina Benteng yang

moderat, bahkan ayah dan ibunya penganut Kristiani. Nia pernah

menanyakan pada Kakeknya tentang agama yang paling benar menurutnya.

Sang kakek menjelaskan bahwa sebenarnya agama yang paling benar dan

baik menurut kakeknya adalah Islam. Kedekatan Nia dengan keluarga Abdul

Gani disebabkan upaya Nia untuk memperoleh penjelasan mengenai Islam.

Kebetulan sang ayah dari Abdul Gani adalah seorang tokoh agama yang

cukup dikenal di kalangan masyarakat Kali Baru. Walaupun agama dalam

104

Wawancara dengan Maesaroh, alias Siti Kholishoh alias Oey Hong Nio 55 th, di

Desa Sangiang, kecamatan Sepatan Timur, Tangerang

Page 99: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

88

keluarga besarnya berbeda-beda namun hubungan kekeluargaan diantara

mereka tetap erat. 105

Jaringan perdagangan yang luas dengan orang-orang Tionghoa lain,

membuat usaha Kaum Tionghoa di Tangerang mengungguli saudagar dari

kalangan lain. Penguasaan aspek pemasaran juga menjadi faktor yang sangat

mendukung usaha dibidang pertanian. Teknologi pertanian yang dibawa dari

tanah Tiongkok tergolong lebih maju dari teknologi yang sebelumnya

digunakan oleh petani-petani pribumi. Petani Tionghoa tidak mengalami

kesulitan ketika harus menjual komoditi hasil pertanian mereka karena

jaringan distribusi hasil bumi didominasi oleh kalangan orang-orang

Tionghoa. Meski demikian, banyak orang-orang Cina benteng yang

berprofesi sebagai buruh rendah, baik di bidang perdagangan maupun

sebagai buruh tani.

E. Akulturasi Budaya

Geger Pecinan di Batavia tahun 1740 memaksa terjadinya migrasi

secara massif orang-orang Tionghoa keluar dari Batavia. Daerah terdekat dan

aman bagi mereka adalah Tangerang jika dibandingkan dengan daerah

sekitar Batavia lainnya seperti Bekasi dan Bogor. Tangerang menjadi lebih

aman karena di Tangerang telah lebih dulu didiami oleh banyak warga

keturunan Tionghoa yang kemudian kita sebut dengan Cina Benteng.

Warga Cina Benteng dapat menerima mereka sebagai saudara satu

leluhur yaitu Kaisar Kuning. Mereka berbaur kemudian menjadi lebih kuat.

Untuk menghindari represi dari penguasa colonial mereka memilih untuk

105

Wawancara dengan Nia Naenia alias Yo Song Ni, 35 tahun di Desa Kali Baru,

Kecamatan Pakuhaji, Tangerang

Page 100: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

89

meleburkan diri dengan penduduk pribumi, mereka bahkan mengadopsi

tradisi budaya pribumi setempat dan kemudian dijadikan sebagai salah satu

Identitas komunitas mereka. Contoh paling sempurna dalam bahasan ini

adalah musik Gambang Kromong. Gambang Kromong adalah salah satu

musik harmoni yang terdiri dari banyak instrument musik diantaranya,

gambang yang terbuat dari bilah-bilah kayu yang disusun dan terdiri dari

banyak nada. Kromong adalah alat musik terbuat dari logam berbentuk

seperti Botol-botol gemuk atau dalam bahasa jawa dikenal sebagai bonang.

Selain itu ada tehyan, alat musik gesek khas Tiongkok, gong, kendang,

kecrek dan sebagainya.

Jika diamati, Komposisi gambang kromong terdiri dari berbagai alat

musik yang bersal dari beberapa daerah, Orkes gambang kromong

merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur pribumi dengan unsur

Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik gesek

yaitu sukong, tehyan, dan kongahyan. Perpaduan kedua unsur kebudayaan

tersebut tampak pula pada perbendaharaan lagu-lagunya. Di samping lagu-

lagu yang menunjukkan sifat pribumi, seperti lagu-lagu Dalem (Klasik)

berjudul: Centeh Manis Berdiri, Mas Nona, Gula Ganting, Semar Gunem,

Tanjung Burung, Kula Nun Salah, dan Mawar Tumpah dan sebagainya, dan

lagu-lagu Sayur (Pop) berjudul: Jali-jali, Stambul, Centeh Manis, Surilang,

Persi, Balo-balo, Akang Haji, Renggong Buyut, Jepret Payung, Kramat

Karem, Onde-onde, Gelatik Ngunguk, Lenggang Kangkung, Sirih Kuning

dan sebagainya, terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak Tionghoa, baik

nama lagu, alur melodi maupun liriknya, seperti Kong Ji Liok, Sip Pat Mo,

Poa Si Li Tan, Peh Pan Tau, Cit No Sha, Ma Cun Tay, Cu Te Pan, Cay Cu

Page 101: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

90

Teng, Cay Cu Siu, Lo Fuk Cen, dan sebagainya.106

Dalam gambang kromong

terlihat terjadinya tawar-menawar budaya antara budaya Tiongkok dengan

budaya pribumi. Harmoni dalam berkesenian tentu merupakan gambaran

harmoni dalam keseharian.

Pillihan untuk melakukan akulturasi budaya dilakukan untuk

membentuk suatu identitas komunitas baru Tionghoa agar lebih dapat

diterima oleh masyarakat pribumi. Di sisi lain pembentukan komunitas

masyarakat baru Tionghoa yang bukan sekedar dimaksudkan agar dapat

menghindari kewajiban-kewajiban pajak dan kewajiban lain yang ditetapkan

oleh pemerintah Hindia Belanda kepada warga Tionghoa.

Pembauran Tionghoa dan pribumi menemukan bentuk yang paling

sempurna di Tangerang. Hampir tak pernah ada friksi antara keduanya. Dari

sisi budaya kedua belah pihak dapat menerima dan sekaligus memberi nilai-

nilai tradisi mereka. Jika dalam paparan di atas komunitas Cina Benteng mau

menerima budaya pribumi sebagai suatu identitas, demikian juga sebaliknya,

budaya Tionghoa juga sangat kental mewarnai kehidupan masyarakat. Di

bidang pertanian, alat-alat pertanian dari cangkul, luku, hingga topi lebar

untuk melindungi diri dari sengatan matahari langsung, banyak diadaptasi

dari peralatan pertanian Tiongkok. Belum lagi makanan, mie, pao, kecap,

baso dan sebagainya, semua itu beasal dari Tiongkok. Di Tangerang hingga

kini ada dua pabrik kecap legendaris yang masih berproduksi, letaknya tidak

jauh dari Pasar Lama. Dahulu, sebutan Kecap Benteng (kecap dari

Tangerang) merupakan jaminan rasa yang enak bagi salah satu penyedap

rasa berbahan dasar kedelai itu.

106

Wawancara Dengan Go Yong, Seniman dan pembuat tehyan, di rumahnya di

Neglasari, Tangerang, 20 Desember 2017.

Page 102: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

91

Di kampung Tanjung Kait, sekarang Desa Tanjung Anom terdapat

sebuah klenteng Tionghoa yaitu Klenteng Tjo Soe Kong, selain tempat ritual

pemujaan terhadap leluhur, Klenteng Tjo Soe Kong juga merupakan pusat

kebudayaan warga Tionghoa dan pribumi, bukan saja dari sekitar klenteng,

melainkan juga banyak didatangi oleh warga Tionghoa dari luar daerah

seperti Bogor, Bandung, Semarang bahkan Surabaya. Setiap tahun di

Klenteng Tjo Soe Kong diselenggarakan taradisi budaya bertajuk “Wayang

Tanjung” biasanya berlangsung sekitar 7 hari. Selama 7 hari tersebut

dipentaskan beberapa jenis kesenian dari mulai Tarian Barongsai, Liong,

Wayang Potehi, Wayang Golek, Topeng, Lenong dan sebagainya. Kesenian

yang berasal dari Tiongkok dipentaskan terkadang berkolaborasi dengan

kesenian pribumi. Perayaan Wayang Tanjung bukan sekedar pesta dan

pentas kesenian, lebih dari itu Wayang Tanjung dipercaya sebagai penanda

dimulainya musim tanam padi bagi petani di seantero Tangerang. Dalam hal

ini menjadi jelas bagaimana budaya Tionghoa sebagai budaya pendatang

mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat pribumi.

Dalam hal toleransi, penulis menemukan contoh sempurna di kampung

Kebon Baru, Desa Marga Mulya, Kecamatan Mauk terdapat Komplek

Makam Keramat Emak Dato, Makam Emak Dato adalah makam keramat

yang sering didatangi orang Tionghoa. Konon Emak Dato adalah sosok

wanita yang sangat dihormati semasa hidupnya. Emak Dato terdampar di

pantai Tanjung Kait tak jauh dari komplek tersebut setelah menempuh

perjalanan dagang dari Bali. Di kampung Kebon Baru ia membeli sebidang

tanah dan akhirnya menetap di sana.

Profesi Emak Dato sendiri selain pedagang juga sebagai tabib yang

sering kali memberikan pertolongan bukan sekedar masalah-masalah

kesehatan tapi juga urusan lain seperti usaha, peramalan dan sebagainya.

Page 103: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

92

Singkatnya keberadaan Emak Dato menjadi bermanfaat bagi penduduk

sekitar. Dalam aktifitasnya menolong orang, Emak menggunakan kendaraan

sado atau delman. Mang Compreng adalah partner setia sebagai kusir yang

mengantar Emak kemanapun di perintah. Tak jelas berasal dari suku mana

Emak Dato tapi Mang Compreng adalah seorang Muslim yang taat.

Setelah Emak Dato Wafat dimakamkan di komplek tersebut, tak lama

kemudian Mang Compreng menyusul dan dimakamkan hanya beberapa

meter di sebelah makam Emak Dato. Komplek Pemakaman tersebut

dianggap keramat karena terdapat makam seorang yang dianggap mampu

menebarkan berkah bagi manusia lainnya sehingga layak mendapatkan

pemujaan. Makam tersebut dianggap keramat juga karena pada saat

meletusnya gunung Krakatau tahun 1883, seluruh pantai di utara pulau Jawa

mengalami tsunami yang dahsyat, Akibat tsunami tersebut pantai-pantai di

utara jawa kebanjiran. Anehnya komplek makam Emak Datok tidak

kebanjiran sehingga warga sekitar menjadikannya sebagai tempat

pengungsian. Itulah sebabnya komplek makam tersebut dianggap keramat

dan layak mendapatkan pemujaan dari orang-orang Tionghoa sekitar.

Makam Emak Dato dibangun layaknya makam-makam Tionghoa

sedangkan makam Sang Kusir, Mang Compreng juga dibangun, disediakan

ruang berdo‟a lengkap dengan berbagai buku-buku dan kitab yang bertema

Islam dan dihiasi ornament kaligrafi yang mengagungkan Allah dan

memulyakan Nabi Muhammad SAW.

Setiap Tahun Pengelola situs Emak Dato mengadakan pesta yang

bertajuk “Ulang Tahun Emak Dato” Selama 7 hari digelar berbagai pentas

kesenian baik kesenian pribumi maupun yang berasal dari Tiongkok. Dalam

perayaan tersebut juga digelar pesta makanan dimana semua orang baik

Tionghoa maupun pribumi bebas makan di tempat itu. Uniknya dalam pesta

Page 104: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

93

itu tidak boleh ada makanan dan minuman yang haram menurut Islam seperti

Babi dan arak. Hal itu dimaksudkan untuk menghargai Mang Compreng dan

juga maysarakat pribumi.

Kehidupan orang Tionghoa di Nusantara memang sudah terbiasa dengan

pola spiritualitas yang akulturatif. Mereka dikenal sebagai sosok yang tidak

selalu fanatik dengan keyakinannya. Masuk dalam Islam tidak selalu

didorong oleh hidayah, melainkan karena melihat peluang dan keuntungan

yang lebih menjanjikan ketika mereka menjadi Muslim. Salah satu alasan

utama orang Tionghoa menjadi Muslim di Tangerang adalah karena

perkawinan dengan wanita penduduk setempat. Mereka tidak segan untuk

berganti agama menjadi Islam, karena biasanya masyarakat lokal begitu

teguh memegang keyakinannya, laki-laki Tionghoa memilih mengalah dan

menjadi Muslim.107

Dalam hal kebudayaan dan tradisi orang pribumi, masyarakat Cina

Benteng dapat menerimanya bahkan menjadikannya sebagai sebuah identitas

bagi komunitas mereka. Penerimaan masyarakat Cina benteng terhadap

budaya pribumi tidak berbanding lurus dengan penerimaan mereka terhadap

ajaran agama Islam. Dalam hal pemilihan agama mereka lebih memilih

Kristen, hal ini disebabkan Islam mengharamkan tradisi judi, minum arak

dan makan daging babi. Kristen, baik protestan maupun katolik masih

mentolerir hal tersebut. Untuk kalangan elit Tionghoa, Islam dianggap tak

berpendidikan, kampungan dan sebagainya, sedangkan Kristen terkesan

lebih modern. Keadaan demikian memang diciptakan oleh pemerintah

kolonial dimana masyarakat digolongkan dam tiga bagian atau strata. Strata

teringgi adalah warga dan keturunan orang Eropa. Tentu saja penggolongan

107

Wawancara dengan Marsudi (Yo Bun Siong) di rumahnya di Desa Kohod pada 11

Juni 2016. Anak Marsudi bernama Nia Naenia (Yo Song Ni) menikah dengan seorang

Muslim bernama Abdul Gani.

Page 105: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

94

orang Eropa ditujukan kepada orang-orang Belanda mengingat sangat sedikit

orang Eropa dari Negara selain Nederland. Penyebutan Eropa juga

dimaksudkan untuk mendapat dukungan moral dari orang-orang Eropa lain

pelaku Imperialisme. Golongan kedua adalah masyarakat yang berasal dari

Asia Timur Asing (Tionghoa) dan Timur Tengah (Arab). Penggolongan

mereka pada kasta kedua ini dimaksudkan agar mereka mau bekerjasama

dengan pemerintah mengingat posisi mereka yang begitu kuat dalam jajaran

perdagangan, jaringan distribusi dan pedagang perantara. Kasta ketiga adalah

masyarakat dari kalangan pribumi yang diposisikan begitu rendah.

Penggolongan mereka kepada kasta terendah tentunya dimaksudkan untuk

meruntuhkan mental mereka, menghancurkan rasa percaya diri dan akhirnya

terkubur dalam jurang keputusasaan.

Tentu saja, orang-orang Tionghoa yang sudah merasa berada pada strata

kedua, tidak menginginkan untuk masuk ke dalam strata masyarakat

terendah. Mereka yang mempunyai ambisi besar pasti ingin dipersamakan

dengan golongan orang-orang Eropa. Banyak dari mereka yang mencukur

kuncirnya bukan lantaran menjadi Muslim tetapi karena ingin dipersamakan

dengan orang Eropa. Cara berpakaian mulai menggunakan jas ala Eropa.

Gaya hidup mereka juga mengikuti orang eropa dengan mengikuti pesta-

pesta bahkan membuat acara pesta-pesta dansa dengan mengundang orang-

orang Eropa. Mereka ini pada akhirnya menyempurnakan dengan berpindah

agama menjadi Kristen atau Katolik layaknya agama orang-orang Eropa.

Setelah kerusuhan di Batavia, rupanya tidak menghentikan kedatangan

imigran Tionghoa lainnya. Para pendatang yang disebut Sing keh (tamu baru)

atau Cina Totok ini banyak juga yang memilih Tangerang sebagai lokasi

Page 106: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

95

menyambung hidupnya. Mereka juga menggantungkan diri dengan bertani

dan berladang.108

Identitas Tionghoa Tangerang yang hari ini dikenal sebagai Cina

Benteng menemui penguatan historisnya pada periode ini. Cina Benteng,

awalnya merujuk pada orang Tionghoa yang tinggal di sekitar benteng VOC

yang beberapa tahun sebelumnya didirikan sebagai basis perlawanan

terhadap serangan pasukan Banten. Bangunan ini berdiri di tepi sungai

Cisadane. Benteng ini merupakan benteng terdepan yang mebatasi wilayah

pengaruh VOC dan Kesultanan Banten. Keberadaan benteng ini, ikut pula

mengundang beberapa Tionghoa sekitar untuk ikut berinteraksi dengan para

pejabat VOC yang bertugas di benteng tersebut.109

Pendapat lain mengatakan bahwa istilah Cina Benteng memang tercipta

paska tragedi 1740. Banyak orang Tionghoa yang memilih tinggal di sekitar

bekas benteng VOC yang terletak di tepi sungai Cisadane. Keturunan mereka

itulah yang menyandang sebutan Cina Benteng. Mereka hidup membaur

dengan masyarakat non-Tionghoa setempat. Bahkan, beberapa dari mereka

ada yang masuk Islam dan menolak memakan babi.

Terdapat beberapa keterangan mengenai dorongan mereka memeluk

Islam, yakni menghindari diri dari pajak yang dialamatkan khusus kepada

etnis Tionghoa, karena dengan masuk Islam kedudukan mereka dianggap

sama dengan pribumi. Kedua, fenomena ini terjadi akibat pergaulan yang

kian dekat dengan orang-orang Muslim. amalgamasi, yakni menikah dengan

108

M. Dien Madjid dkk, Sejarah Kabupaten Tangerang (Tangerang: Pemerintah

Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang dan Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat

(LPPM) UNIS Tangerang, 1992) hlm. 24-25. 109

Muhamad Arif, “Model Kerukunan Sosial Pada Masyarakat Multikultural Cina

Benteng (Kajian Historis dan Sosiologis)” dalam Sosio Didaktika, Vol. I, No. 1 Mei 2014,

hlm. 58.

Page 107: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

96

wanita setempat menjadi wahana yang memperteguh proses pribumisasi

mereka dengan penduduk lokal Tangerang.110

Pillihan untuk melakukan akulturasi budaya dilakukan untuk

membentuk suatu identitas komunitas baru Tionghoa agar lebih dapat

diterima oleh masyarakat pribumi. Jika terjadi krisis politik yng kemudian

berkembang menjadi krisis sosial, orang Cina Benteng bisa berlindung pada

orang-orang pribumi. Peristiwa 1740 di Batavia benar-benar taraumatik

sehingga sebisa mungkin dihindari.

110

Muhamad Arif, “Model Kerukunan ...”, hlm. 58.

Page 108: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

97

BAB IV

PENGARUH KOLONIAL PADA MASYARAKAT CINA BENTENG

A. Awal Masuknya Kekuasaan Kolonial di Tangerang (Banten)

Direbutnya Bandar Jayakarta oleh VOC pada 1619111

, semakin

memantapkan posisi VOC di mata dunia. Di bawah pengelolaan VOC,

Batavia menjadi kota pelabuhan yang semakin ramai dikunjungi banyak

saudagar dan pelaut mancanegara. Jejaring perdagangan VOC yang perlahan

semakin melebar, membentuk jejaring kuasa-dagang yang bertumpu pada

monopoli yang dijadikan senjata mereka merebut kantong-kantong ekonomi

masyarakat lokal. Batavia menjadi kota kosmopolitan yang kedudukannya

sepadan dengan kota-kota Eropa, terutama karena kedudukannya sebagai

pusat komando VOC di Nusantara

Semakin meningginya posisi Batavia dalam rantai niaga di Nusantara,

membawa serta pada daerah-daerah sekitarnya. Tangerang kian waktu kian

dipadati oleh pendatang baik dari penduduk pedalaman maupun bangsa

asing, seperti Tiongkok. Posisi mereka secara sosial kian kuat, bahkan

menjadi golongan menengah yang berpengaruh. Hal ini dicapainya berkat

memaksimalkan bakat berdagangnya dan jaringan distribusi yang dikuasai

kelompok ini.

111

Onghokham, Anti Cina ..., hlm. 57.

Page 109: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

98

Iklim politik yang berubah secara drastis, di mana kekuatan Banten serta

kekuatan lokal lainnya perlahan surut dari pantai utara Jawa, sama sakali

tidak mengganggu aktivitas orang Tionghoa secara signifikan.

VOC menilai orang Tionghoa merupakan sekutu yang sepadan. Mereka

hadir di kepulauan Nusantara didorong oleh semangat perbaikan hidup,

begitu pula Belanda. Mereka berdua sama-sama yakin, hanya dengan

perniagaan-lah kemakmuran bisa diraih. Ketika Batavia diperintah oleh Jan

Pieterzoon Coen (memerintah pada 1619-1623), ia menganggap orang

Tionghoa adalah aset ekonomi yang penting. Bahkan, ia sampai membujuk

orang Tionghoa yang tinggal di Banten untuk pindah ke Batavia. Di Batavia,

mereka banyak bergerak sebagai tukang, pedagang, kontraktor hingga kuli.

Di kota ini jumlah orang Tionghoa cukup besar, bahkan sempat menjadi

penduduk mayoritas di Batavia.112

Orang Tionghoa di kemudian waktu diajak oleh VOC untuk bersama

melakukan kerja-kerja sosial. Misalnya, pada tahun 1655, pemerintah VOC

tergabung dalam suatu Dewan Perwalian (boedelmeesters) bersama dengan

orang Tionghoa yang mengurusi masalah harta peninggalan orang Tionghoa

yang kaya yang sebelum meninggal tidak mempunyai wasiat dan tidak

mempunyai anak. Harta-harta tersebut kemudian disalurkan untuk

membangun rumah sakit, rumah yatim piatu dan fasilitas umum lainnya.

Keduanya juga kerap memikirkan perbaikan sanitasi di Batavia. Di dalam

dunia perbankan, keduanya juga menjalin kerja sama, khususnya di bidang

debitor-kreditor yang menyangkut dua bangsa itu.

Di lain pihak, orang Tionghoa begitu menikmati fasilitas Hukum

Dagang Belanda di Batavia. Mereka merasa VOC bisa melindungi harta

112

Onghokham, Anti Cina ..., hlm. 55.

Page 110: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

99

benda mereka. Dilihat secara fisik, Batavia merupakan kota yang sudah

dibangun sedemikian rupa dengan sistem keamanan yang tarpadu di

zamannya. Dari sini mereka bisa menjalin jejaring bisnis dengan pelaku-

pelaku ekonomi lainnya, yang di antaranya adalah orang Tionghoa yang

tinggal di luar Batavia, termasuk dengan Tangerang, di mana salah satu

profesi orang Tionghoa adalah sebagai pedagang perantara.113

Pada 17 April 1684, VOC menandatangani suatu perjanjian dengan

Banten. Secara umum perjanjian ini dapat diartikan sebagai kemenangan

VOC atas Banten, dan berarti pula Kompeni berhak melebarkan

kepentingannya di wilayah yang semula diduduki Banten. Perjanjian ini pula

yang menjadi pintu gerbang dikuasainya wilayah Tangerang oleh VOC.

Untuk memperkuat posisinya atas wilayah itu, Kompeni mendirikan

Kabupaten Tangerang dan yang menjadi pemimpinnya adalah seorang

bergelar bupati. Kabupaten Tangerang ini berdiri sejak 1682 hingga 1890,

sampai ketika Tangerang dipecah kembali menjadi tanah-tanah partikelir.

“Dan harus diketahui dengan pasti sejauhmana batas-batas daerah kekuasaan

yang sejak masa lalu telah dimaklumi maka akan tetap akan ditentukan yaitu

daerah yang dibatasi oleh sungai Untung Jawa atau Tangerang dari pantai

Laut Jawa hingga pegunungan-pegunungan sejauh aliran sungai tersebut

dengan kelokan-kelokannya dan kemudian menurut garis lurus dari selatan

hingga utara hingga sampai di Laut Selatan. Bahwa semua tanah di

sepanjang Untung Jawa atau Tangerang akan jadi milik atau ditempati

Kompeni.”114

Demikian isi salah satu pasal perjanjian antara Kompeni dengan Banten yang

ditandatangani oleh Sultan Haji pada 17 April 1684 menyusul tertangkapnya

Sultan Ageng Tirtayasa. Perjanjian itu menandai berakhirnya perlawanan

masyarakat Banten terhadap Kompeni dengan kata lain dapat diartikan

sebagai kemenangan Kompeni. Sejak itu seluruh Tangerang menjadi milik

113

Onghokham, Anti Cina ..., hlm. 55-57. 114

M. Dien, Madjid, Sejarah…, hlm.51

Page 111: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

100

Kompeni. Untuk mengurus wilayah yang baru diperolehnya itu Belanda

menjadikan Tangerang sebagai daerah administrasi berupa kabupaten yang

dipimpim oleh seorang bupati.

Pada tahun 1800 VOC sebagai kongsi dagang Belanda yang menguasai

monopoli perdagangan hampir di seluruh Nusantara, bahkan mencapai

Afrika Selatan, Malabar, Sailan dan Formosa mengalami kebangkrutan

akibat korupsi yang merajalela di kalangan pimpinan kongsi dagang itu.

Sejak itu semua kegiatan serta hak milik termasuk tanah jajahan diambil alih

oleh Kerajaan Belanda. Pemerintah Belanda melanjutkan politik yang

dijalankan oleh VOC di tanah jajahan dengan tujuan memperoleh

keuntungan sebesar-besarnya bagi kerajaan Belanda.

Untuk mengurusi tanah daerah-daerah jajahan terutama Hindia Belanda,

pada tahun 1802 dibentuk sebuah komisi. Tugas komisi ini adalah untuk

menjamin jalannya pemerintahan agar dapat memberikan keuntungan

sebesar-besarnya sebagai penerimaan keuangan bagi Kerajan Belanda.

Penerimaan keuangan benar-benar diperlukan oleh kerajaan pada saat itu

mengikan kondisi kas negara benar-benar kosong akibat konflik dengan

Inggris dan Prancis.

Sebagai pimpinan pemerintahan tanah jajahan dipercayakan pada

Herman William Daendels dengan jabatan Gubernur Jenderal Hindia

Belanda padatahun 1808. Untuk mendapatkan dana segar dalam waktu cepat

Pemerintah Hindia Belanda menjual dan menyewakan tanah-tanah yang

ditinggalkan pemiliknya maupun hasil rampasan kasus-kasus criminal

maupun pajak. Tanah-tanah ini yang disewakan dan dijual kepada para

pemilik modal atau tuan-tuan tanah. Di Batavia, para tuan tanah didominasi

oleh orang-orang Belanda namun di Tangerang, tuan-tuan tanah didominasi

oleh kalangan Tionghoa selain Arab dan pribumi kaya.

Page 112: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

101

B. Tanah Partikelir di Tangerang.

Didorong oleh hasrat investasi yang tinggi, banyak pejabat-pejabat

senior VOC yang membeli tanah di pinggiran Batavia. Tanah-tanah itu

kemudian disewakan kepada orang Tionghoa untuk digarap. Di tanah

garapan itu, terjalin hubungan yang erat antara petani lokal dengan orang

Tionghoa yang dampaknya bisa dirasakan bagi keuntungan Batavia.

Kemajuan ekonomi ini nyatanya tidak dimaksudkan untuk pembangunan

Batavia yang berkelanjutan. Banyak dari para pejabat yang menyimpan hasil

keuntungan itu untuk memperkaya diri dan berfoya-foya di Belanda.

Sebenarnya, orang Belanda tidak begitu memperdulikan kegiatan apa yang

dilakukan oleh orang yang hidup dari tanah pertanian sekitar kota.115

Penduduk di daerah Batavia dan sekitarnya yang tanahnya dijual kepada

tuan tanah harus menyerahkan sebagian dari hasil buminya kepada tuan

tanahnya. Mereka juga harus menjalani kerja wajib untuk tuan tanah mereka.

Cenderung terjadi tindakan penghisapan yang dilakukan tuan tanah terhadap

penduduk pekerja mereka. Kesewenangan kerap terjadi, yang mengakibatkan

kurang harmonisnya hubungan diantara mereka. Penduduk yang hidup di

tanah partikelir mendapatkan tekanan hidup yang berat, mereka juga harus

membayar berbagai pajak (cuke).116

Sampai tahun 1930, banyak orang Tionghoa yang tinggal di kawasan

pedesaan. Jika dibandingkan dengan populasi Tionghoa yang hidup di kota,

maka jumlahnya lebih besar di kawasan pedesaan. Masyarakat Cina Benteng

awal yang tersebar dari Teluk Naga menyusuru Bantaran sungai Cisadane

menuju kota kemudian berbaur dengan orang-orang Tionghoa dari Batavia

115

Jean Gelman Taylor, Kehidupan Sosial di Batavia, Terj. Tim Komunitas Bambu

(Depok: Komunitas Bambu, 2009) hlm. 13. 116

M. Dien, Madjid, Sejarah…, hlm.76

Page 113: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

102

lalu mulai menyebar ke Karawaci, Legok, lalu ke Selatan menuju Cisauk dan

Serpong. Sedangkan kearah Utara menuju Pasar Baru, Sangiang, Kedaung,

Sepatan, Mauk hingga Tanjung Kait. Di bagian Utara seperti Sepatan dan

Mauk, Orang-orang Tionghoa mengupayakan pertanian pangan karena di

daerah seperti Sepatan dan Mauk area persawahan terbentang luas,

Sedangkan di bagian selatan mereka mengupayakan perkebunan, utamanya

Karet dan buah-buahan seperti rambutan, durian dan buah lainnya.

Di Tangerang tanaman kopi tidak dapat tumbuh dengan baik karena

memang letak geografis Tangerang berada di dataran rendah sedangkan kopi

hanya dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi dengan suhu udara yang

lebih rendah. Tanaman yang dapat tumbuh denga baik di tangerang adalah

padi, palawija, kelapa dan tebu. Tanah-tanah partikelir di daerah tangerang

hapir seluruhnya dikuasai oleh orang-orang Tionghoa karena tuan tanah

orang belanda biasanya mengelola perkebunan yang hasil buminya untuk

keperluan ekspor ke Eropa seperti Kopi, Tembakau dan Lada. Kebetulan

tanaman-tanaman itu tidak tumbuh dengan baik di Tangerang. Tuan-tuan

tanah Tionghoa di Tangerang pada umumnya adalah pekerja keras, mereka

mempekerjakan orang-orang pribumi dan juga orang Tionghoa lainnya.

Buruh-buruh ini menggarap tanah milik tuan tanah yang ditanami padi.

Mereka mengolah mulai persiapan, pembibitan, hingga panen. Pembagian

hasil panen dilakukan dengan bagi hasil. Ada kuli tetap, ada juga kuli-kuli

lepas. Hanya pada saat-saat dibutuhkan tenaga yang banyak saja mereka

dipekerjakan, misalnya penanaman dan pemanenan karena pekerjaai itu

harus dilakukan secara serempak dalam waktu yang bersamaan.

Cara lain dalam mengelola tanah partikelir adalah dengan menyerahkan

pengelolaannya kepeda penduduk untuk diolah dengan syarat tuan tanah

menerima sebagian hasil dari pengelolaan tanah tersebut dengan cara

Page 114: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

103

perpuluh atau 1/10 bagian merupakan hak tuan tanah. Selain membagi hasil

panen, penduduk masih harus membayar pajak-pajak yang lain.

Cina Benteng ada yang berstatus sebagai tuan tanah namun banyak juga

diantara mereka yang merupakan buruh buruh tani saja. Sebagai tuan tanah

mereka dituntut untuk memperbaiki fasilitas-fasilitas umum di daerah

mereka yang pada saat itu kondisinya buruk seperti jalan dan jembatan,

disamping tentu saja melakukan pengawasan atas pajak yang diterima

pemerintah. Pemerintah kolonial turun tangan dalam hal menjaga keamanan

di tanah-tanah partikelir terutama di Batavia dan sekitarnya.

Lahan pertanian yang diolah oleh orang Tionghoa ini banyak juga yang

merupakan tanah orang Belanda. Baik pejabat senior VOC maupun

pengusaha Belanda swasta sudah banyak yang mempunyai tanah yang

terletak di sekitar Batavia. Mereka menyewakan tanah-tanah itu untuk

kemudian dikelola oleh orang-orang Tionghoa. Bahkan, dalam

perkembangannya, tanah-tanah itu banyak yang dimiliki oleh orang

Tionghoa. Merujuk pada “Straat der Partikuliere Landerijen in 1879” yang

dimuat dalam Regering Almanak 1891, di wilayah sebelah barat Batavia

hingga Tangerang, tanah-tanah partikelirnya banyak yang dimiliki oleh

orang Tionghoa.

Tidak seluruh orang Tionghoa menggarap tanahnya sendiri, beberapa

dari mereka juga menggunakan tenaga orang pribumi. Bagi sebagian orang

pribumi tinggal di tanah yang dikelola orang Tionghoa lebih nyaman

ketimbang tinggal di tanah orang Belanda yang langsung dikelola oleh

mereka. Alasan utama yang melatarbelakangi anggapan tersebut, adalah

karena orang Tionghoa lebih memilih tanaman konsumsi lokal seperti

jagung, padi, kacang, singkong dan tanaman palawija lainnya, sedangkan

Page 115: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

104

tanah-tanah orang Eropa banyak ditanami tanaman komoditas ekspor, seperti

kopi, teh dan karet. 117

Yang dimaksud sebagai tanah pertanian, tanah sewa atau tanah partikelir

bukanlah tanah kosong tidak bertuan. Tanah-tanah itu sudah ditinggali oleh

penduduk pribumi yang sudah mendiami lahan itu secara turun-temurun.

Mereka adalah kelompok rakyat biasa yang menggantungkan hidup dari

kebun dan sawahnya yang di atasnya terdapat tanaman kelapa, padi dan

rumput. Setelah tanah-tanah itu secara formal dimiliki oleh para tuan tanah,

penduduk di situ dipekerjakan sebagai buruh dengan upah yang murah atau

mereka dikenakan pajak atau sewa tanah dengan harga yang cukup tinggi.

Terkadang penarik pajak memperlakukan para penduduk yang tidak bisa

membayar pajak dengan semena-mena. Suatu tindakan yang dikemudian

waktu menyulut perlawanan warga dan kerap diselesaikan dengan aksi

militer pasukan kolonial.118

Ketimpangan sosial yang terjadi di tanah-tanah partikelir antara tuan

tanah dan buruh sering kali menimbulkan perasaan tertindas dari kaum buruh

tani hingga batas-batas tertentu perasaan itu taktertahankan lagi dan akhirnya

meletus menjadi sebuah tindakan perlawanan baik yang terang-terangan

maupun yang sembunyi-sembunyi. Bagi yang tidak tahan terhadap

penindasan tuan tanah dan pemerintah, meraka yang punya keberanian lebih

banyak yang memilih hidup sebagai bandit dan rampok. Untuk melindungi

keamanan para tuan tanah, pemerintah memperbolehkan para mador untuk

117

Abdul Chaer, Betawi Tempo Doeloe; Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi

(Depok: Komunitas Bambu, 2015) hlm. 52. 118

Abdul Chaer, Betawi Tempo ..., hlm. 54.

Page 116: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

105

memegang senjata api, tentunya dengan seijin dan terdaftar pada komisaris

urusan bumiputera.119

Untuk kepentingan jangka panjang, para tuan tanah Tionghoa biasanya

menjalin hubungan yang baik dengan warganya. Mereka membangun

hubungan yang akrab dengan para buruhnya. Mereka kerap mengakomodir

kebutuhan warga mereka, mulai dari kebutuhan harian sampai peminjaman

uang. Dalam bergaul, tuan Tionghoa dengan warganya kerap terlibat dalam

suasana yang luwes, menggunakan bahasa Melayu yang sama-sama

dimengerti kedua belah pihak. Suasana sedemikian tentu tidak umum tercipta

manakala warga pribumi bertemu dengan tuan tanahnya yang berbangsa

Eropa.120

Di pertengahan abad 19, terjadi perubahan model ekonomi dengan

maraknya pembukaan perkebunan-perkebunan di pelbagai wilayah

Nusantara. Pada tahun 1870, digulirkan undang-undang bahwa para penyewa

tanah hanya boleh menyewa selama lima tahun. Tujuannya adalah agar tidak

terjadi perampasan tanah warga secara semena-mena. Kekhawatiran ini

muncul karena banyak para pemodal swasta yang berinvestasi di Tangerang.

Tanah-tanah di Tangerang sudah banyak yang ditanami tanaman produksi

seperti karet. Muncul tren baru di kalangan para pemilik tanah yang banyak

di antaranya adalah orang Cina dan Arab yakni mereka semakin leluasa

mengeksploitasi wilayahnya dan di sisi lain mereka juga mendapat

perlindungan hukum dari pemerintah.

Kian kemari, semakin banyak orang Tionghoa, baik yang asli Cina

Benteng maupun yang Singkeh, yang memiliki tanah partikelir. Dalam Tabel

Tanah Partikelir Tangerang Tahun 1900-1910 misalnya tercatat nama orang

119

M. Dien, Madjid, Sejarah…, hlm.78 120

Abdul Chaer, Betawi Tempo ..., hlm. 53.

Page 117: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

106

Tionghoa seperti Ong Jam San yang menyewa Pondok Djagoeng dengan

luas tanah 723 bahu (1 bahu = 500m2)

dengan jumlah penduduk di dalamnya

sebanyak 1446 jiwa, Oei Giok Koen menggarap tanah Poris seluas 1556

bahu dengan jumlah pemukim 7891 jiwa, Tjiong Goan Ho dkk menyewa

tanah Sepatan dengan luas 3259 bahu dengan penduduk sebanyak 6768

orang dan lain sebagainya.121

Para petani keturunan Tionghoa di Tangerang terbagi dalam tiga golongan. Kesatu,

golongan “petani besar”. Ialah mereka jang memiliki tanah-tanah atau sawah-sawah jang

terkadang luasnja sampai beberapa ratus HA. Tanah-tanah atau sawah-sawah itu mereka

peserah dalam pengusahaan para petani jang tidak mempunjai tanah sendiri. Hasil panen

dibagi antara pemilik dan pengusaha menurut kebiasaan jang lazim berlaku. Mengenai ini

sebentar akan didjelaskan lebih djauh.

Kedua adalah petani-petani ketjilan jang mempunjai sedikit tanah atau sawah

(beberapa HA). Mereka mengusahakan sendiri atau kalau dapat membijajainja

menggunakan tenaga beberapa pembantu. Ada pula jang berikan tanah atau sawahnja dalam

pengusahaan kepada orang lain.122

Menurut data yang dilansir dari Publicaties van de Afdeeling Handel

Jaar 1919, No. 1 (Publikasi Bagian Perdagangan Tahun 1919, No. 1) sawah

padi di Tangerang adalah salah satu yang terluas di Jawa, selain Krawang,

Brebes dan Temanggung. Namun begitu luasnya sawah tidak menjamin

kemakmuran penduduknya. Terbukti Banyuwangi dan Jember yang luas

sawahnya tidak sebanding dengan daerah-daerah tersebut, mempunyai

tingkat kemakmuran yang lebih tinggi.123

Semakin menguatnya posisi tuan tanah Tionghoa, membuka celah baru

dalam perhubungan dengan warga lokal. Perlahan mulai terdengar kabar-

kabar yang tidak sedap mengenai arogansi tuan tanah atas para warganya.

Kekecewaan yang dihadapi para buruh seidkit demi sedikit terakumulasi

121

M. Dien Madjid, Sejarah Tangerang ..., hlm. 68-70. 122

. Star Weekly, Koran Mingguan, No. 372, 14 Peb. 1953 123

C. De Savorvir Lohman, “Verhouding de Sawahpadi-Productie; Tot de Dichtheid

Der Bevolking Op Java En Madoera In En Ult o, 1917” dalam Publicaties van De Afdeeling

Handel, 1919, No. 1 (Batavia: Drukkerij G. Kolff & Co., 1919) hlm. 3.

Page 118: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

107

menjadi kebencian etnisitas. Perasaan bahwa tanah yang mereka garap

sejatinya adalah tanah leluhurnya, dan keberadaan mereka serta pemerintah

Belanda adalah orang luar perlahan meluas. Ledakkan kemarahan warga

buruh terlihat salah satunya dalam peristiwa pemberontakan mesianistik

yang dipimpin oleh Kain Bapa Kayah pada 1924.

Kain Bapa Kayah merupakan sosok panutan di masyarakatnya, yakni di

Pangkalan. Awalnya Kain adalah seorang buruh tani yang mempunyai

tempat tinggal di atas tanah milik saudara perempuannya. Karirnya sebagai

petani kian membaik. Ia sempat mencicipi profesi kalangan menengah pada

masa itu, seperti mandor, pembantu polisi, pembantu dalang sampai menjadi

dalang. Kehidupannya semakin membaik setelah ia menikah dengan wanita

Tionghoa yang banyak memberi dampak pada sikap dan perbuatannya

menjadi lebih terpandang di lingkungannya. Kain dikenal sebagai sosok yang

memiliki ilmu kanuragan atau kesaktian seperti mampu mendatangkan

mendung, banjir, bisa menghilang dan berganti wajah.

Salah satu penyebab pemberontakan Kain ini adalah represi para tuan

tanah Tionghoa kepada para buruhnya. Orang Tionghoa yang bergerak di

bidang pertanian, yang dalam penggarapannya mengandalkan buruh

setempat, disebut teko. Di Pangkalan, daerah Kain, orang Tionghoa lebih

banyak mempunyai tanah dibanding pribumi, yakni satu banding tiga.

Gerakan ini tidak bisa dimaknai sebagai kerusuhan etnis, mengingat di dalam

keluarga Kain sendiri terdapat unsur Tionghoa. Istri Kain, Tan Tjeng Nio

atau dikenal sebagai Nyonya Banten, kebetulan adalah orang Tionghoa dan

kemungkinan besar adalah berasal dari kelompok Cina Benteng. Salah

Page 119: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

108

seorang guru pedalangan Kain yang berasal dari Mauk, adalah juga seorang

Tionghoa.124

C. Catatan aksi kekerasan fisik terhadap warga Tionghoa

1. Chinese Moord 1740

Penaklukan Jayakarta tahun 1619 oleh jan Pieterzon Coen menandai

kekuasaan Belanda di Jayakarta yang kemudian diubah namanya menjadi

Batavia, suatu kota yang telah lama diidam-idamkan Kompeni.

“Pondasi dari suatu titik temu yang lama kita dambakan, pada hari ini telah

diletakkan, mulai saat ini tanah yang subur serta laut yang makmur di

kelilingnya adalah milik tuan.” 125

Demikian nukilan surat Coen kepada pimpinan VOC di Negeri Belanda.

Sejak itu Batavia dibangun sedemikian rupa hingga nyaman untuk didiami.

Daerah sekitar yang merupakan wilayah yang subur oleh imigran Tionghoa

dan Eropa dikembangkan sebagai daerah pertanian dan industri.

Tahun 1740 perekonomian Batavia mengalami kemunduran. Pembangunan

kota dihentikan, buruh-buruh kesulitan mendapatkan pekerjaan, akibatnya

angka pengangguran meningkat tajam. Membanjirnya imigran asal Tiongkok

semakin menambah kompleksitas permasalahan sosial di Batavia. Keadaan

tersebut disebabkan setidaknya oleh dua hal yaitu, masalah lingkungan hidup

dimana hutan-hutan sekitar Batavia yang selama ini memasok bahan bakar

bagi pabrik-pabrik gula sudah habis ditebangi. Hal ini menyebabkan

124

M. Dien, Madjid, Sejarah…, hlm.87 125

Van Helsdingen-Hoogenberk, Mission Interupted, The Dutch in the East Indies and

Their Work in the XXth Century, Elsevier, Amsterdams-Brussel-London-New York 1945,

p.25

Page 120: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

109

meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan industry untuk mendapatkan

bahan bakar. Di sisi yang lain, pertumbuhan industry gula di luar Jawa

seperti Malaka, Filipina, Benggala dan Hindia Barat membuat persaingan

harga gula di pasaran dunia menjadi sangat tajam. Berdagang gula bagi

Kompeni tidak lagi menguntungkan, mereka menurunkan harga pembelian

dari pabrik. Tentusaja produsen gula , orang-orang Tionghoa tentu saja

menjadi pihak pertama yang harus menanggung kerugian.126

Jumlah pengangguran yang besar tentunya berakibat pada angka kriminalitas

yang tinggi, namun keadaan itu tidak menyurutkan keinginan orang-orang

Tionghoa masuk ke Batavia. Tahun 1739 angka penduduk Batavia tercatat

10.574 jiwa, dari sebelumnya tahun 1719 sekitar 7.55 jiwa.127

Angka-angka

tersebut adalah angka resmi, tentunya jumlah sebenarnya jauh lebih besar,

mengingat banyaknya pendatang Tionghoa secara illegal.

Pesatnya perkembangan angka penduduk Tionghoa di Batavia tentunya

mengundang kekhawatiran dari pihak Kompeni. Untuk membendung laju

peningkatan jumlah penduduk Tionghoa di Batavia, Kompeni

memberlakukan aturan berupa pengetatan perijinan hingga kewajiban

membayar dengan sejumlah uang. Ancaman deportasi hingga pembuangan

ke Seilong Sri Lanka membuat orang-orang Tionghoa ketakutan dan menjadi

bulan-bulanan pejabat Kompeni. Mereka ditangkap dan dilepas kembali

setelah membayar sejumlah uang, namun tak lama kemudian ia ditangkap

kembali. Aturan bermotif ekonomi itu disinyalir karena VCO mulai

mengalami kemerosotan keuangan yang luar biasa. Hal itu disebabkan

126

Leonard, Blusse, Persekutuan Aneh Pemukiman Tionghoa-Wanita Peranakan dan

Belanda di Batavia VOC (Yogyakarta : LKiS, Pelangi Aksara, 2004) hlm. 51 127

Hembing, Wijayakusuma, Pembantaian Massal 1740, (Jakarta : Pustaka Populer

Obor, 2005) hlm. 80.

Page 121: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

110

jatuhnya pasaran harga rempah di Eropa dan VOC mulai kalah bersaing

dengan Kongsi Dagang Inggris, EIC (East Indie Company).128

Suasana Batavia semakin mencekam ketika orang-orang Tionghoa

merayakan Imlek, Kompeni mulai melakukan penangkapan besar-besaran

terhadap orang Tionghoa yang dicurigai tak memiliki ijin tinggal. Kekacauan

mulai timbul saat orang-orang Tionghoa mulai bergerombol membentuk

kumpulan untuk mempertahankan diri. Jika pada awalnya mereka bertindak

defensive, namun kemudian mereka mulai agresif. Menurut lapuran kepala

personalia VOC De Roy kepada Gubarnur Jenderal Vackenier, 4 Februari

1740, orang Tionghoa mulai menyerang penjara untuk membebaskan rekan-

rekan mereka yang ditahan.129

Gubernur Jenderal Valckenier lalu meminta pendapat Dewan Hindia

atas situasi tersebut. 25 Juli 1740, Dewan Hindia membuat keputusan bahwa

warga Tionghoa, baik yang memeliki ijin tinggal maupun tidak, apabila

dicurigai melakukan perbuatan yang tidak baik akan ditangkap. Mereka yang

terbukti belum mempunyai pekerjaan akan dibuang ke Sri Lanka.130

Akhir September 1740 segerombolan orang Tionghoa yang berjumlah sekitar

1.000 orang terlihat berkumpul di pabrik gula di Gandaria (sekarang wilayah

Jakarta Selatan) di bawah komando seorang Tionghoa yang biasa dipanggil

Kompeni dengan nama Khe Panjang. Tokoh yang kelak menempati posisi

sentral dalam Perang Tionghoa-Jawa melawan Kompeni tahun 1743.

Bermula dari Gandaria gerombolan Tionghoa mulai menyerang pos-pos

Kompeni yang berda di pinggir kota seperti Tangerang, Meester Cornelis

(Jatinegara) dan De Qual. Serangan terhadap De Qual terjadi pada pagi hari

128

Daradjadi, Geger Pecinan…, hlm. 30 129

Hembing, Wijayakusuma, Pembantaian Massal …, hlm. 82 130

Hembing, Wijayakusuma, Pembantaian Mas sal…, hlm. 82

Page 122: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

111

tanggal 7 Oktober 1740 saat pasukan Kompeni dalam perjalanan ke

Tangerang diserang di Kaduwang (Kedaung). Sore harinya segerombol

pasukan Tionghoa sudah berjaga di sekitar gerbang Batavia.

Mengantisipasi situasi tersebut, Kompeni mengeluarkan maklumat.

Pertama : Semua orang dilarang masuk kota untuk membawa keluar

perempuan Tionghoa. Ketentuantersebut dipicu sehari sebelumnya banyak

perempuan-perempuan Tionghoa tela diungsikan ke luar kota. Kedua : Orang

Tionghoa yang menolak menyerahkan senjata atau menyerang pejabat

hukum atau pasukan Kompeni akan ditembak mati. Ketiga: Mulai pukul

18.30 semua orang Tionghoa harus berdiam di rumah masing-masing dan

tidak menyalakan lampu. Maklumat tersebut diumumkan tanggal 8 Oktober

1740 pagi.131

Keesokan harinya, pemberontak Tionghoa yang semula berkumpul di

gerbang kota berhasil dibubarkan. Dalam operasi itu banyak yang ditangkap

dan diperintahkan untuk dibuang ke Ceylon. Hal tersebut menimbulkan

desas-desus bahwa mereka akan dibuang ke tengah laut. Berita itu

menimbulkan kepanikan di kalangan orang Tionghoa baik yang

memberontak maupun yang tidak. Mereka berusaha melarikan diri keluar

dari Batavia untuk mencari perlindungan, termasuk pada para pemberontak.

Kompeni berusaha menghalangi mereka dengan melepaskan tembakan. Tak

pelak korban bergelimpangan tersebar di seluruh kota.

Gubernur Jenderal Valckenier segera mengerahkan seluruh kekuatan untuk

membentai orang Tionghoa tanpa pandang bulu. Selain itu Kompeni

membujuk penduduk Batavia untuk ikut menumpas pemberontakan orang

Tionghoa. Orang Tionghoa menjadi buruan Kompeni, Pribumi, dan orang

131

Hembing, Wijayakusuma, Pembantaian Massal …, hlm. 97.

Page 123: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

112

asing lainnya termasuk orang Moor. Adapun orang Eropa dan golongan

budak merupakan kelompok yang paling banyak membantai.132

Mereka yang

berhasil keluar dari Batavia banyak yang menuju Tangerang dan sekitarnya.

2. Jaman Gedoran

a. Gedoran 1942

Jaman Gedoran adalah sebuah sebutan yang merujuk pada suatu

kejadian kekerasan terhadap warga Tionghoa di Tangerang. Istilah gedoran

sendiri mengacu pada caracaa kekerasan itu dilakukan, yaitu dengan

menggedor pintu dan melempar keluar rumah harta-harta berharga milik

warga Tionghoa dan kemudian rakyat pribumi menjarah harta-harta tersebut.

Peristiwa ini dilakukan oleh serdadu-serdadu Jepang kepada warga

Tionghoa sebagai aksi balas dendam para serdadu Jepang akibat terjadinya

perang antara Tiongkok dengan Jepang sehingga menimbulkan rasa tidak

suka serdadu-serdadu Jepang kepada orang-orang Tionghoa. Sebagaimana

diketahui bahwa Jepang mengobarkan Perang Dunia ke II dengan melakukan

penaklukan-penaklukan kepada Negara-negara Asia dan sekitarnya.

Penguasaan wilayah asia juga dimaksudkan untuk membangun kekuatan

militer mereka dalm rangka menghadapi pasukan sekutu. Dalam pelaksanaan

imperialime Jepang tentunya mendapat perlawanan dari bangsa-bangsa yang

tak mau dijajah dan dijadikan martir untuk melawan sekutu. Perlawanan

sengit dilakukan oleh bangsa Korea dan Tiongkok. Ini yang mengakibatkan

timbulnya dendam para tentara Jepang kepada orang-orang Tionghoa.

Aksi ini juga dimaksudkan agar terjadi antipati penduduk pribumi terhadap

warga Tionghoa, demikian juga sebaliknya. Traumatik yang mendalam

132

MC. Ricleft, Sejarah Indonesia Modern (, Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2005)

hlm. 209-210

Page 124: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

113

membekas pada sebagian warga Tionghoa. Mereka menyampaikan kepada

generasi penerusnya agar jangan percaya kepada pribumi. Mereka tak

berpendidikan sehingga tak tahu berterima kasih. Banyak pribumi yang

kesehariannya bekerja pada orang Tinghoa tetapi ternyata malah ikut-ikutan

menjarah harta-harta orang Tionghoa.133

Salah satu korban aksi ini adalah Oey Kim Tiang, seorang sastrawan

dan budayawan Tionghoa yang sangat nasionalis yang juga menulis cerita

silat dengan nama samaran OKT. Dalam buku catatan laporan ke kepolisian,

ia menuliskan pada covernya “Lelakon Djeman Gedoran”.134

Maret 1942, sekelompok pasukan Jepang menggedor rumah-rumah

orang Tionghoa di Tangerang, terlebih mereka yang berpendidikan dan

mempunyai harta yang relative banyak. Barang-barang yang ada di dalamnya

seluruhnya dilemparkan keluar rumah. Pasukan Jepang juga sudah

menyiapkan orang-orang pribumi untuk menjarah barang-barang yang

dilemparkan keluar rumah tersebut. Harta benda, perabot rumah tangga,

pakaian, pusaka keluarga, sapu lidi, kipas bamboo, lukisan, meja altar, semua

ludes tak tersisa, hingga daun-daun jendela juga diangkut oleh para

begundal. Peristiwa ini dengan cepat meluas tak terkendali.

b. Gedoran 1946

Tahun 1946 adalah masa transisi pemerintahan. Republik belum kuat,

Jepang belum sepenuhnya pergi, Belanda ingin berkuasa lagi. Taka da yang

merasa sepenuhnya aman, terlebih masyarakat Tionghoa yang pernah

mengalami tindak kekerasan oleh Belanda tahun 1740, belum sembuh luka

133

Wawancara dengan Maesaroh 134

Wawancara dengan Udaya Halim

Page 125: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

114

akibat kekerasan oleh serdadu Jepang dan begundal pribumi. Mereka

terpecah. Ada yang pro kepada Republik, ada pula yang pro kepada Belanda.

Pembentukan organisasi massa menjadi salah satu fenomena baru di

kalangan orang Indonesia. sebelumnya, mereka belum pernah terlibat secara

serius, dengan jumlah yang besar dan tidak dibatasi oleh penguasa dalam hal

pembelajaran berorganisasi. Organisasi massa yang paling menonjol di masa

ini adalah yang berhaluan politik dan militer. Para angkatan muda berlomba-

lomba memasuki organisasi ini. Kejadian yang sama juga terlihat di

Tangerang di mana kaum lelakinya banyak tergabung dalam beberapa

kelompok yang bergerak di bidang politik dan militer seperti Barisan

Banteng, Kelompok Banteng Merah, Kelompok Hoo Koo Kay (HKK),

Kelompok Curug dan lain-lain.

Orang Cina Benteng tidak tinggal diam. Phoa Chin Houw, seorang

Tionghoa, bergerak mengumpulkan simpatisan dari kalangan pemuda

Tionghoa untuk berkumpul di markasnya di Babakan, Sukasari, Tangerang

membentuk kelompok. Organisasi ini bernama Poa An Tui. Para pemuda

yang dikumpulkan berasal dari kampung-kampung sekitar. Alasan

terbentuknya kelompok ini adalah masih membekasnya rasa kekhawatiran

bahwa mereka akan menjadi korban dari gesekan politik yang terjadi

berikutnya. Di masa itu, kelompok Tionghoa dituduh memberi informasi

pada Kempetai (Polisi Jepang) dalam menangkap para pejuang. Rakyat yang

marah menjadikan mereka sebagai sasaran kebencian. Mereka pun hidup

dalam suasana yang tidak tenang.

Pada awalnya, kegiatan Poa An Tui hanya sekedar berjaga-jaga di

sekitar kampung-kampung Tionghoa. Oleh sebab siatuasi yang semakin

tidak memihak, mereka mulai beralih memusuhi pasukan revolusi. Tidak

semua orang Tionghoa di Tangerang mendukung kegiatan organisasi ini.

Page 126: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

115

Banyak di antara orang Tionghoa di kota lebih memilih netral.135

Poa An Tui

dikatakan sebagai sepasukan Tionghoa yang dipersenjatai Belanda yang

dianggap kontra-revolusioner. Keberadaan mereka juga dikecam oleh

kelompok Tionghoa pro-republik.136

Masyarakat Cina Benteng sempat bersitegang dengan penduduk non-

Tionghoa pasca Proklamasi Kemerdekaan. Kerusuhan anti-Tionghoa meletus

kembali pada tahun 1946 di Tangerang. Di beberapa tempat terjadi

pertikaian antara orang Tionghoa lokal dengan orang Indonesia dan semakin

mengerucut pada konflik yang berdarah-darah. Akar dari masalah ini adalah

sikap netral yang ditujukan orang Tionghoa yang tidak berpihak pada

Belanda dan tidak pula tertarik menggabungkan diri dalam barisan tentara

Indonesia. Pemerintah Jakarta bahkan sampai menekan orang-orang

Tionghoa untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap kemerdekaan

Indonesia. Sikap netral ini ditujukan karena kelompok Tionghoa merasa

tidak ada kejelasan masa depan mereka jika negara ini merdeka, terlebih saat

itu sistem politik dan ekonomi belum menjamin adanya distribusi keadilan

dan kemakmuran yang merata.137

Tokoh Tionghoa pro-republik seperti

Siauw Giok Tjhan dan Dan Dokter Tjoa Sik Ien dengan tegas menyalahkan

bahwa kerusuhan Tangerang didalangi oleh Belanda.138

Sumber lain mengatakan bahwa meledaknya kerusuhan antaretnis

tersebut dilatarbelakangi oleh adanya seorang tentara NICA beretnis

Tionghoa yang menurunkan bendera Merah Putih dan menggantinya dengan

bendera Belanda. Tentara Republik yang mengetahui hal itu segera

bergabung dengan barisan lascar rakyat mengepung dan menyerang rumah-

135

M. Dien Madjid, Sejarah Tangerang ..., hlm. 109. 136

Leo Suryadinata, Tokoh Tionghoa dan Identitas Indonesia; Dari Tjoe Bou San

sampai Yap Thiam Hien (Depok: Komunitas Bambu, 2010)hlm. 85. 137

Leo Suryadinata, Tokoh Tionghoa ..., hlm. 120-121. 138

LeoSuryadinata, Tokoh Tionghoa ..., hlm. 86.

Page 127: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

116

rumah orang Cina Benteng. Rosihan Anwah dalam harian Merdeka tanggal

13 Juni 1946, menyebut bahwa saat itu hubungan Cina Benteng dengan

warga pribumi berada pada kemunduran paling ekstrem. Poh Antui bergerak

mengungsikan orang Cina Benteng ke Batavia. Pasukan Belanda dibantu Poh

Antui kemudian menggempur lawannya, dan berakhir dengan mundurnya

pasukan Republik dari medan laga.

Ketika pemukiman-pemukiman Cina Benteng diketahui kosong,

masyarakat pribumi berbondong-bondong melakukan penjarahan di sana.

Sekembalinya dari pengungsian orang-orang Cina Benteng mendapati harta

bendanya tidak lagi berada dalam kondisi semula. Rumah-rumah mereka

mengalami kerusakan yang parah. Tanah-tanah mereka diambil alih oleh

orang-orang pribumi. Saat itu bisa dikatakan sebagi titik balik kehidupan

para tuan tanah Cina Benteng, dari yang semula kaya raya, kini menjadi

kalangan tidak berpunya.139

Penderitaan warga Tionghoa di Tangerang, penulis mengutip berita dari

Star Weekly, Sebuah korang minguan yang terbit pada masa itu ;

“Noraka bagi pendoedoek Tionghoa”

Sasoedah tentara Blanda masoek di Tangerang, lantes moelai

penderitaan bangsa kita jang amat heibat.

Pada malem tanggal 28 Mei (besoknya tentara Blanda masoek) lascar

rahayat soedah sediaken banjak minjak, maksoednya terang sekali aken

bakar abis kota Tangerang. Aken tetapi setjara jang tida didoega di itu hari

sorenja boleh toeroen oedjan begitoe besar dan begitoe deres, dengan

disertaken djoega goentoer, hingga maksoed marika itu tida kesampean.

Besoknja tentara Blanda telah masoek di kota Tangerang, dan ini bearti

pendoedoek Tionghoa di itoe kota terhindar dari bahaja maoet. Tapi

139

Mohammad Arif, “Model Kerukunan ...”, hlm. 59.

Page 128: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

117

sebaliknja pendoedoek jang ada di loear kota joestroe telah mesti menampak

nasib jang menjedihken sekali.

Orang-orang Indonesiers, jang mengakoeh ada djadi anggota Laskar

Rakjat seperti kerangsokan setan telah pada masoek di roemah-roemah orang

Tionghoa, dengen bawa sendjata tadjem, senapan biasa, pistol atawa karabijn

dan pedang Djepang. Marika lakoeken perampasan dan perampokan dan

djoega memboenoeh setjara boeta-toeli. Lebih Djau roemah-roemah laloe

dibakar dan korban-korbannjya jang telah dianiajah, tapi belon binasa djadi

ketamboes idoep-idoep.

Djoega anak ketjil, ia malahan anak baji jang belon ngarti soeatoe apa,

poen tiada loepoet dari kekedjamannja itoe binatang-binatang alas.

Anak-anak jang lagi didoedoeng oleh iboenja, telah dirampas dan di

depan mata sang iboe djuga dilempar ka dalem api jang sedeng berkobar-

kobar. Bagaimana rasanja orang jangdjadi iboe, itoelah pembatja bisa

bajangin sendiri.

Toean-toean Ang Soen Kim, Ang Ke Ang, dan Tjie A joeng telah binasa

terboenoeh, kemudian maitnja ditjemplungken ka dalem Soemoer. Satoe

prampoean toea, oemoer 80 taon, jalah mamanja toean Oey Boen Seng pun

dapet seroepa nasib.

Di kampoeng panggang, bilangan Tjilongok, 3 orang Tionghoa dibakar

idoep-idoep. Banjak sekari rapportan jang kita trima tentang kedjadian-

kedjadian seroepa itoe djoega, jang satoe lebih kdjem dari pada djang laen.

Dan kaloe semoea itoe moesti ditoelis di sini, rasanja halaman kita tiada aken

tjoekoep tempatnja.140

Demikian gambaran Star Weekly tentang peristiwa yang menimpa

masyarakat Tionghoa di Tangerang pada tahun 1946. Masyarakat sering

menyebut peristiwa itu juga dengan Jaman Gedoran.

Ada beberapa peristiwa lagi setelah itu yang juga menjadikan warga

Tionghoa sebagai korban kekerasan, seperti peristiwa 1965 dan peristiwa

Mei 1998 namun peristiwa tersebut sudah banyak diungkapkan di banyak

media dan forum.

140

Star Weekly, No. 23 Tahon ke 1, 9 Juni 1946.

Page 129: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

118

BAB V

ISLAM DAN MASYARAKAT CINA BENTENG

A. Islam sebagai Ingatan Sejarah Orang Tionghoa

Islam merupakan agama yang ikut membangun peradaban orang Cina

Benteng. Hal ini bisa dilihat dari pembangunan awal pemukiman Tionghoa

Muslim saat masa pelayaran ketiga Cheng Ho. Namun, kenyataan historis ini

tidak mampu menjadi pondasi yang kuat lahirnya masyarakat Islam yang

bertahan dari generasi ke generasi hingga saat ini. Yang terjadi justru

semakin banyak jumlah orang Cina Benteng yang beragama non-Muslim.

Apa yang terjadi dalam tubuh masyarakat Cina Benteng ini dapat

dikatakan sebagai anomali sejarah. Bagaimana mungkin jumlah penganut

Islam mengalami penurunan, sedangkan di sebagian besar wilayah yang

semula belum Islam lantas menjadi Islam, perkembangan jumlah

penganutnya cenderung beranjak naik. Salah satu contohnya adalah wilayah

Jawa Timur yang semula dikuasai kerajaan-kerajaan beragama Hindu-Budha

sejak sebelum abad 15. Penduduknya semakin banyak yang menganut Islam

terhitung sejak naiknya pamor Demak hingga saat ini, penduduk Jawa

mayoritas adalah beragama Islam.141

Kawasan Tangerang, ditinjau secara geografis, memang bukanlah pusat

pemerintahan yang besar di masa lalu. Sejak zaman Pajajaran hingga

penjajahan Belanda, wilayah ini dibayangi oleh kebesaran Kerajaan Banten

dan Batavia yang terletak sejajar dengannya di wilayah pesisir utara Jawa

141

M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Terj. Dharmono Hardjowidjono

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995) hlm. 55-56.

Page 130: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

119

Barat. Jumlah pemukim kawasan ini tentu saja tidak sebesar di Batavia atau

di Banten. Melihat pada sejarah panjang masyarakat Tionghoa di sana,

terdapat satu hal yang mencuat, yakni masalah pembauran antara pendatang

dan pribumi. Dalam beberapa segi dikatakan bahwa orang Tionghoa di

Tangerang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sebutan “Masyarakat

pribumi”, suatu sebutan yang sempat dipermasalahkan, ketika membicarakan

kedudukan orang Tionghoa dalam negeri ini.142

Riwayat Cina Benteng memang tidak bisa disamakan dengan riwayat

orang Tionghoa di tempat lain seperti Palembang, Semarang atau Surabaya.

Di ketiga tempat itu historisitas orang Tionghoa banyak dicatat dalam

laporan-laporan pada masa itu dan kajian-kajian mengenainya juga tidak

sulit untuk didapatkan.143

Keberadaan masyarakat Cina Benteng secara

historis masih menjadi suatu yang sumbernya masih tercecer di tinggalan

geografis, cerita lisan, maupun catatan kolonial. Bisa dikatakan, sumbernya

masih terserak dan masih sedikit menemukan ulasan atau penjelasan tertulis

mengenainya.

Ketika membicarakan Islam dalam hal peradaban, agaknya akan berbeda

ketika mendudukannya dalam pembicaraan dari segi keimanan. Islam di

kalangan Cina Benteng dalam sejarahnya sudah sedemikian menjelma

menjadi daur keseharian mereka, khususnya mereka yang memilih untuk

meninggalkan kebudayaan Tionghoanya, lantas berpindah mengikuti

kebudayaan kelompok masyarakat pribumi seperti Sunda. Ini menimbulkan

kesulitan tersendiri dalam mengidentifikasi mana yang telah termobilisasi ke

dalam kebudayaan lokal dan mana yang justru mendirikan suatu komunitas

142

Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia; Sebuah Bunga

Rampai 1965-2008 (Jakarta: Kompas, 2010) hlm. 184. 143

Salah satu sumber yang bisa dilihat mengenai sejarah orang Tionghoa di beberapa

tempat di Jawa adalah H. J. De Graaf dkk, Cina Muslim di Jawa Abad XV dan XVI antara

Historisitas dan Mitos (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998).

Page 131: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

120

Muslim yang menjadi wahana berkumpul mereka yang beragama Islam

namun tetap mempertahankan tradisi ketionghoannya.

Asimilasi memang sejak lama dijadikan metode mendekatkan diri orang

Tionghoa dengan masyarakat. Saat mereka berpindah keyakinan menjadi

Muslim, maka pada tahap itu mereka sudah melakukan sebagian dari proses

asimilasi. Belakangan, istilah asimilasi diartikan secara luas sebagai

pembauran. Islam terbukti efektif meredam perbedaan status pribumi atau

non-pribumi, keadaan yang sempat menjadi kenyataan kelam bagi orang-

orang Tionghoa di negeri ini. Jika sudah menjadi Muslim, maka

persaudaraan dengan Muslim lainnya dengan sendirinya terbentuk. Seorang

Muslim adalah saudara bagi muslim lainnya (al-muslim akhul muslim),

demikian dikatakan dalam suatu riwayat.144

Dalam bentangan sejarah Islam di Tiongkok Daratan, agama Islam

hanya mempengaruhi sebagian kecil jalannya sejarah pemerintahan

Tiongkok. Jikapun ada tokoh-tokoh Tionghoa Muslim, seperti Cheng Ho di

sana, perannya dalam pengembangan Islam sampai kini belum banyak

diketahui. Yang didapat dari mereka adalah kontribusinya memajukan

kekaisaran Tiongkok, sebagaimana yang dilakukan Cheng Ho tatkala

berkunjung ke Nusantara atas nama Kaisar Tiongkok dan bukan didorong

oleh maksud menyebarkan Islam.

Di beberapa kawasan Tiongkok, sebagai kekuatan politik, Islam

berkembang dengan lambat. Seperti di Xinjiang, umat Islam di sana kerap

terlibat dalam konflik, yang satu di antaranya adalah diakibatkan karena

kebijakan pemerintah Beijing. Xinjiang adalah wilayah yang terletak di Tibet

bagian Utara. Pada tahun 1884, Dinasti Ching (berkuasa 1644-1911)

144

Abdul Baqir Zein, Etnis Cina dalam Potret Pembauran di Indonesia (Jakarta:

Prestasi Insan Indonesia, 2000) hlm. 94.

Page 132: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

121

menamai daerah ini sebagai Xinjiang, menggantikan nama sebelumnya yakni

Turkistan Timur. Masyarakat Xinjiang terdiri dari berbagai macam etnis

seperti Uyghur, Hui, Kazakh, Kyrgiz, Tajik, Uzbek dan Tatar. Identitas

mereka lama kelamaan melebur menjadi sebuah bangsa yang diikat dengan

kesamaan agama, yakni Islam.

Dinasti Ching banyak melakukan kebijakan adu domba dalam memecah

belah persatuan Muslim. Etnis beragama Islam kerap terlibat pertikaian

dengan orang Mongol, Han, dan Tibet yang kesemuanya dilakukan untuk

mencapai superioritas bangsa satu atas yang lainnya. Pada prakteknya,

permusuhan ini membuat mereka berada dalam keadaan yang semakin

lemah. Saat Dinasti ini memimpin, terdapat beberapa pemberontakan yang

diinisiasi oleh etnis muslim kepada pemerintah pusat, di antaranya adalah

Perang Lanchu, Chekamo, Sinkiang (Xinjiang/Turkistan Timur), Yunan dan

Shansi.145

Di Indonesia kaum Tionghoa juga mengalami tekanan. Akar-akar

represi terhadap orang Tionghoa terjadi pada masa kolonial. Penggolongan

bangsa Tionghoa sebagai warga koloni kelas dua, menyebabkan mereka

harus puas duduk sebagai warga yang mendapatkan pelayanan di bawah

orang Eropa. Lahan-lahan bisnis yang terbuka lebar nyatanya tidak mampu

mengalihkan perhatian mereka untuk menjadi warga setingkat orang Eropa.

Kekerasan tahun 1740, begitu membekas di hati mereka sebagai salah satu

bentuk diskriminasi ras yang dilakukan pemerintah Belanda saat itu. Alasan

tersebut mendorong mereka berlomba-lomba menjadi warga koloni kelas

satu, sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkan Belanda. Alih-alih mendapat

status itu, mereka justru semakin dikurung dalam “ketionghoaan” mereka.

Maksudnya, adalah mereka diharuskan menggunakan atribut Tiongkok,

145

Dhurorudin Mashad, Muslim di Cina (Jakarta: Pensil 324, 2006) hlm. 5-6.

Page 133: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

122

seperti baju twikkif dan memelihara kuncir. Mereka yang menginginkan

status layaknya orang Eropa biasanya didorong oleh naluri gengsi atau

keinginan untuk mengadopsi kebudayaan Eropa dalam keluarga mereka

secara radikal.146

Terdapat semacam reaksi berseberangan ketika orang Belanda

memandang agama orang Tionghoa. Jika dalam bidang perniagaan mereka

begitu menganggap tinggi kedudukan mereka, maka hal sebaliknya terjadi

saat mereka melihat kepercayaan orang Tionghoa. Seorang rohaniawan

Belanda, K. Gutzlaff, yang sempat berdiam di Nusantara pada tahun 1850-

an, menyebut bahwa banyak orang Tionghoa yang sejak lama menetap di

Hindia Belanda, hidup jauh dari pendidikan, tidak beradab dan penuh dengan

dosa.147

Pernyataan ini sedikitnya mengindikasikan betapa orang Tionghoa

bukan sekedar mengalami represi di bidang politik, namun juga di bidang

pendidikan dan agama.

Dalam keadaan itu, bagi sebagian kelompok yang memang terbiasa

menjalankan tradisi Tionghoa Daratan bukanlah masalah yang berat. Kecuali

pada pajak konde yang menuntut mereka membayar lebih karena disinyalir

Batavia sempat menjadi tempat pelarian dari orang Tiongkok saat Dinasti

Manchu berkuasa. Ditekan secara status kenegaraan, nyatanya tidak

membuat mereka membuat aksi perlawanan, sebagian dari mereka merasa

nyaman dengan budaya dan tradisi Tionghoa yang kental, sehingga membuat

dakwah Islam di lingkungan mereka sulit berkembang. Ini adalah salah satu

poin penting yang menjadi alasan mengapa perkembangan jumlah Muslim

146

Onghokham, Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina; Sejarah Etnis Cina di

Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2008) hlm. 57-58. 147

K. Gutzlaff, Aan mijne mede-christenen in Nederland (Amterdam: Loman Jr, 1850)

hlm. 2.

Page 134: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

123

semakin menurun di kalangan masyarakat Tionghoa, seperti yang terlihat

pada masyarakat Cina Benteng.

Warga Cina Benteng yang masih bertahan dalam tradisi

ketionghoannya, termasuk dalam aspek keagamaannya, adalah mereka yang

bernenek moyang kelompok di atas. Mereka senantiasa menjaga bentuk-

bentuk tradisi leluhur, termasuk memulyakan para dewa serta roh para

pendahulu mereka. Antara tradisi, warisan serta agama sudah sedemikian

menyatu dan menjadi sesuatu yang estabilished dalam daur hidup mereka.

Dalam keadaan ini, ajakan dakwah Islam belum mampu merubah hal

tersebut secara masif. Jikapun ada, maka karena faktor hidayah, atau karena

kerelaan orang per orang Cina Benteng memeluk Islam, melanjutkan agama

orang tua (ibu) atau karena faktor pernikahan. Bisa dikatakan, Islam belum

mampu berbicara banyak dalam mendorong perpindahan agama secara

massal di tubuh masyarakat Cina Benteng, terutama mereka yang masih

menjalankan tradisi dan budaya nenek moyang. Ritual-ritual yang dilakukan

suatu agama dapat mempererat ikatan sosial diantara mereka. Agama adalah

suatu system kepercayaan dengan perilaku-perilaku yang utuh dan selalu

dikaitkan dengan yang sakral, yaitu sesuatu yang terpisah dan terlarang.

Yang sakral inilah yang kemudian meyatukan umatnya dalam satu

komunitas moral tempat mereka memberikan kesetiaannya.148

Dalam hal ritual-ritual keagamaan orang Tionghoa dan demikian juga

yang terjadi pada agama pribumi yang diwakili Islam. Penulis menganggap

kondisi pribumi di Tangerang sejak masa Kolonial hingga Geertz melakukan

penelitian di Mojokuto (Pare) Jawa Timur hampir sama dengan masyarakat

Islam di Tangerang.

148

Daniel L. Pals, Seven Theories…, hlm. 145

Page 135: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

124

Islam yang menurut Geertz terbagi dalam tiga lapisan masyarakat yaitu

Abangan, Santri dan Priyai, mempunyai persamaan dengan agama Tionghoa

terutama pada aktifitas ritual-ritual. Slametan adalah akifitas yang lazim

dilakukan baik dalam lingkup yang besar hingga lingkup keluarga dan

tetangga. Pada ritual-ritual baik yang dilakukan oleh orang pribumi (Islam)

seringkali juga melibatkan atau mengundang orang Tionghoa, demikian juga

sebaliknya seperti yang terjadi pada ritual Ulang Tahun Emak Dato di

kampung Kebon Baru, Desa Margamulya, Kecamatan Mauk.

Orang Tionghoa, sejak ketika masih di Tiongkok Daratan, adalah etnis

yang amat dekat dengan kebudayaan leluhur. Peran pemerintah dalam

kehidupan mereka tidak banyak berpengaruh. Rakyat Tiongkok menganggap

keberadaan pemerintah, baik ketika masa kekaisaran serta memasuki fase

negara modern tidak lebih adalah penengah dari pihak-pihak yang bertikai.

Negara tidak hadir di setiap momen kehidupan rakyat. Negara dianggap

sebagai sesuatu yang amat jauh dari kehidupan orang Tionghoa

kebanyakan.149

Anggapan semacam ini sedikit banyak juga dibawa, bahkan

ditularkannya kepada generasi-generasi yang berdiam di perantauan. Dengan

adanya kebijakan rasis kolonial, perasaan ini terasa semakin mengkristal.

Menginjak pasca kemerdekaan, orang Tionghoa di Jakarta dan

sekitarnya justru disibukkan oleh perbedaan sikap berpolitik. Sebagian dari

mereka mendukung lahirnya Republik dan menjalani apa yang kemudian

ditetapkan pemerintah yang berkuasa. Yang lain terjebak dalam perbedaan

politik tanah nenek moyang, antara mendukung Kuomintang atau gerakan

Komunis Mao. Kelompok yang lain merasa di Jakarta atau di Indonesia pada

umumnya, mereka hanya ingin menjalankan bisnis dan tidak berkeinginan

149

H.G. Creel, Alam Pikiran Cina; Sejak Confusius sampai Mao Zedong, Terj. Soejono

Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990) hlm. 253.

Page 136: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

125

untuk terlibat dalam haru biru politik.150

Perpecahan sudut pandang ini

sedikit banyak membawa pengaruh pada semakin asingnya wacana

keislaman dalam kehidupan mereka.

Ekonomi, benar-benar dimaknai sebagai pelarian yang menguntungkan

bagi orang Tionghoa. Catatan episode panjang penderitaan mereka, seakan

hilang terhapus seiring dengan semakin maju usaha-usaha yang dilakukan

mereka. Arti agama tidak lebih hanya sematan, yang urgensinya tidaklah

terlalu signifikan dalam kehidupan mereka. Namun, tentu tidak seluruh

orang Tionghoa dapat sukses dalam usaha bisnisnya, banyak pula di antara

mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan seperti yang dialami orang

Cina Benteng.

B. Islam sebagai pribumisasi orang Tionghoa

PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) merupakan salah satu

organisasi Muslim Tionghoa yang aktif menggiatkan dakwah di kalangan

Tionghoa dan masyarakat umum. Beragam kegiatan positif mereka lakukan,

tidak terkecuali PITI Tangerang Selatan. Pada hari Senin tanggal 2

November 2015, PITI Tangerang Selatan diwakili oleh Ustadz Sholihin Sani

melakukan kunjungan ke Kantor al-Haram Media. Kunjungan ini adalah

bagian dari safari dakwah yang dilakukan PITI di 14 provinsi di Indonesia.

Dalam pertemuan ini terlihat pegawai al-Haram menyimak pengalaman-

pengalaman dakwah Ustadz Sholihin. Salah satu yang dibicarakannya adalah

pengalamannya berdakwah di Bangka-Belitung. Saat itu ia memutuskan

untuk berdakwah sendiri tanpa ada sponsor. Dari informasi ini diketahui

bahwa Muslim Tionghoa di Tangerang Selatan sudah mempunyai kepedulian

150

Susan, Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, Terj. Gatot Triwira (Depok:

Komunitas Bambu, 2012) hlm. 218.

Page 137: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

126

yang tinggi untuk mensyiarkan Islam ke wilayah lain. Diskusi semacam ini

adalah upaya sederhana orang Tionghoa Muslim di Tangerang Selatan untuk

mendekatkan diri dengan elemen masyarakat lainnya, termasuk dengan awak

media.151

Pada tanggal 25 Mei 2016, peneliti berkesempatan menelusuri jejak-

jejak masa lalu Cina Benteng di kawasan muara Tanjung Burung,

Tangerang. Di bantaran sungai sebelah kanan dan kiri,masih banyak

dijumpai pemukiman orang Cina Benteng. Sebagian besar dari mereka masih

menganut kepercayaan Tionghoa, sedangkan muslim berada dalam jumlah

yang lebih kecil. Pertanian dan perikanan masih menjadi mata pencaharian

kebanyakan dari mereka. Sungai Cisadane yang membelah pemukiman ini

masih dimanfaatkan sebagai jalur transportasi air, kendati kapal-kapal yang

melintas tidak terlalu besar.

Di masa lalu, sekitar kawasan ini dikenal sebagai kawasan produksi dan

perbaikan kapal. Lokasinya yang dekat dengan kawasan pesisir, mampu

diterjemahkan penduduknya sebagai kesempatan menciptakan lapangan

kerja yang bersinggungan dengan lokus geografis yang mereka tempati. Di

daerah itulah, disinyalir, ABK Cheng Ho yang mendarat di pantai Tangerang

bermukim. Hal ini mengingat daerah tersebut adalah pemukiman Cina

Benteng yang tertua di Tangerang, selain juga melihat posisi pemukiman ini

yang berada di kawasan pantai, wilayah yang memang di masa lalu kerap

ditinggali para pendatang asing.152

151

http://amanah.alharamnews.com/post/481/safari-dakwah-pengurus-piti-tangerang-

selatan-silaturahmi-di-kantor-alharam-media diunduh pada hari Senin, 16 Mei 2016, pukul

9. 23 WIB. 152

Wawancara dengan Oey Tjin Eng

Page 138: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

127

Prosentase jumlah pemukim keturunan dan pribumi sekitar 60 – 40153

.

Beberapa Tinghoa keturunan bahkan menyandang jabatan sebagai ketua

Rukun Tetangga (RT) maupun ketua Rukun Warga (RW). Sepintas, atribut-

atribut ketionghoaan sudah sangat jarang dijumpai dalam keseharian mereka.

Bahasa yang digunakan pun adalah Sunda dan bukan bahasa Hakka.

Memang, tidak ada citra dominan yang muncul bahwa daerah itu didiami

mayoritas orang peranakan. Hal berbeda jika kita benar-benar mengamati

dan bertanya kepada beberapa penduduk setempat mengenai masa lalu

tempat ini.154

Muslim Tionghoa, oleh sebagian kalangan, dinilai telah menjadi orang

Indonesia seutuhnya. Junus Jahja menyebutkan bahwa dengan masuknya

orang Tionghoa ke Islam, maka dengan sendirinya ia mendapatkan Identitas

keindonesiaannya. Ia meyakini bahwa Islam merupakan faktor pemersatu

umat, terlepas dari etnis mana ia berasal. Seorang Tionghoa yang telah

muslim, tidak harus tidak mengakui ketionghoaannya. Mereka harus tegas

menjawab, jika ditanya siapa mereka, maka jawablah, dirinya adalah seorang

warga negara Indonesia, keturunan Tionghoa dan beragama Islam.

Junus berkeyakinan bahwa Islam menjadi solusi tepat untuk

memecahkan masalah identitas Tionghoa. Lewat yayasan yang pernah

didirikannya pada 1981 bernama Yayasan Ukhuwah Islamiyah, ia

mendakwahkan pesan positif ajaran Islam. Ia meyakini, sebenarnya tidaklah

ada persinggungan antara agama, etnis dengan identitas kebangsaan.

Masalah yang dihadapi Tionghoa yakni berupa peminggiran politik dan

sosial,agaknya bisa sedikit demi sedikit tertanggulangi, apabila mereka

153

Wawancara dengan Tan Wan Chang, Penjaga Vihara Atta Naga Vimutti, Desa

Tanjung Burung, Kec. Teluk Naga 154

Wawancara dengan Marsudi (Yo Bun Siong) di rumahnya di Desa Kohod pada 11

Juni 2016.

Page 139: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

128

masuk Islam. Setidaknya dengan memeluk Islam, mereka sudah menjadi

bagian umat Islam indonesia.155

Salah satu sebab yang ditinggalkan tatkala orang Tionghoa sudah beralih

menjadi Muslim adalah penghilangan identitas ketionghoaannya.156

Anggapan ini meskipun menggembirakan, namun juga menyisakan

kekhawatiran, khususnya mengenai kelangsungan Tionghoa sebagai suatu

sistem budaya. Memang, kepercayaan tradisional berkaitan erat dengan

pernak-pernik keseharian orang Tionghoa. Bisa dilihat di toko-toko milik

orang Tionghoa, yang memasang altar kecil persembahan bagi leluhur atau

dewa yang disembahnya. Melepaskan diri dari agama Tonghoa, sama halnya

dengan meninggalkan kepecayaan yang diwariskan oleh leluhur. Sedangkan

belum ada semacam produk-produk kebudayaan yang konsisten

mengawinkan wawasan ketionghoaan-keindonesiaan-keislaman. Jikapun ada

maka belumlah menjadi suatu identitas yang baku dan mengakar.

Sebagian orang Cina Benteng meyakini bahwa Islam hanyalah tradisi

masyarakat pribumi. Semua agama pada hakekatnya mengajarkan kebaikan.

Berbeda agama bukan berarti halangan untuk bermasyarakat. Kedudukan

Islam sama dengan ajaran Tao yang diajarkan oleh leluhur. Islam telah

menjadi tradisi orang Tangerang pribumi (non-Tionghoa).157

Memudarnya pengaruh ketionghoaan dalam tubuh Orang Cina Benteng

juga sedikit banyak terlihat. Penggunaan perangkat budaya setempat yang

dipengaruhi kebudayaan Sunda, Jawa dan Betawi juga semakin menjauhkan

mereka dari ketersambungan dengan tradisi nenek moyang mereka. Untuk

155

Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa Kasus indonesia (Jakarta: LP3ES,

2002) hlm. 53. 156

Leo Suryadinata, Negara dan Etnis ..., hlm. 54. 157

Wawancara dengan Salim (Lim Han Liong) di Klenteng Lun Shan Bio, Kedaung,

Tangerang pada 11 Juni 2016.

Page 140: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

129

memikirkan ini mereka tentu tidak memiliki waktu yang banyak, bahkan

mungkin saja mereka tidak menyadari akan fenomena demikian. Hal ini

dikarenakan banyak dari mereka yang hidup di bawah batas berkecukupan.

Mereka hanya menjalankan apa yang sudah didapat dari orang tuanya.

S.H. Alatas menggambarkan para imigran Tiongkok menjadi

penyumbang terbesar ketidakberdayaan orang Melayu di Malaysia mengatasi

masalah hidupnya. Hampir semua yang dikerjakan oleh orang Melayu, bisa

ditiru oleh orang Tionghoa bahkan mereka bisa mengerjakannya lebih baik

dan mau diupah lebih murah. Ketekunan orang Tionghoa perlahan

menggeser posisi orang Melayu dalam bidang perdagangan kecil dan

pertukangan. Setelah posisi ekonominya mantap, Orang Tionghoa

melakukan apa yang dilakukan generasi pendahulunya di Tiongkok Daratan,

yakni memantapkan koneksi orang Tionghoa yang berprofesi sebagai

petugas atau pegawai dengan kelompok pedagang. Suap menyuap menjadi

pelicinnya. Pada titik ini orang Tionghoa di Malaysia perlahan menegakkan

supremasi ekonominya.158

Keadaan semacam itu agaknya tidak terlihat di Tangerang. Meskipun

dalam sejarahnya Orang Tionghoa pernah menjadi penguasa kecil masalah

perkebunan dan pajak di sana.159

Reputasinya ini perlahan menurun saat

Indonesia telah merdeka. Ditambah dengan keberadaan orang Cina Benteng

yang lebih kerasan mengikuti pola hidup orang pribumi, semakin mencerai-

beraikan perspektif persatuan Tionghoa mereka. Mereka memilih

menyibukkan diri dalam kontestasi mencari penghidupan dalam

158

S. H. Alatas, Mitos Pribumi Malas; Citra Orang Jawa, Melayu dan Filipina dalam

Kapitalisme Kolonial, Terj. Akhmad Rofi‟ie (Jakarta: LP3ES, 1988) hlm. 218. 159

Ilyas, “Gerakan Millenarian Kaiin Bapa Kayah: Protes Sosial Petani Tangerang

1942” Tesis belum diterbitkan (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016) hlm. 59.

Page 141: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

130

kesehariannya. Sudah bukan rahasia lagi, jika kemiskinan menjadi momok

orang Cina Benteng hingga saat ini.160

Sebenarnya, integrasi Orang Cina Benteng ke dalam masyarakat

pribumi, bukanlah merupakan masalah yang perlu diperdebatkan. Berbeda

dengan orang Tionghoa pada umumnya, mereka sejak lama sudah menjadi

bagian dari masyarakat Tangerang dan bergaya hidup layaknya suku bangsa

lainnya yang sudah menyandang status sebagai Orang Tangerang. Hampir

tidak ada perbedaan yang mencolok di antara mereka. Dalam keseharian

mereka kerap disebut Hitaci yang merupakan kependekan dari “Hitam tapi

Cina”. Hitam merujuk pada warna kulit mereka yang sama dengan warga

pribumi lainnya. Selain karena faktor keturunan karena menikahi perempuan

pribumi yang sudah berlangsung lebih dari sepuluh generasi, kulit hitam juga

dialamatkan pada profesi Orang Cina Benteng yang banyak menjadi petani,

nelayan atau pedagang kecil yang memaksa kulit mereka terpapar sinar

matahari langsung yang menyebabkannya menjadi gelap.

Keyakinan atau kepercayaan orang Tionghoa yang menyelipkan

kepercayaan dunia adi kodrati dengan tradisi asal, mempertegas pandangan

bahwa kepercayaan tidak bisa dilepaskan dari asal muasal agama itu lahir

dan berkembang. Agama memiliki karakteristik yang berasal dari tempat

kelahirannya. Tata cara ritual agama bersifat natural dan dekat dengan

kondisi latar kehidupan para penganutnya.161

160

Leo Suryadinata mengatakan bahwa kesuksesan ekonomi Tionghoa dalam kasus

Indonesia, umumnya ditemukan pada orang Tionghoa yang “belum membaur” dengan

budaya Indonesia. Mereka bisa berbahasa Tionghoa dan menggunakan klik-klik bisnis

mereka yang bersifat eksklusif, dan tidak semua orang Tionghoa bisa mengaksesnya.

Prosentase jumlah orang Tionghoa yang miskin lebih banyak dari yang kaya. Lihat Leo

Suryadinata, Etnis Tionghoa..., 184. 161

Emile Durkheim, The Elementary Forms of The Religious Life, Terj. Joseph Ward

Swain (New York: Dover Publication, Inc, 2008) hlm. 24.

Page 142: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

131

Agama adalah sesuatu yang sangat sosial. Kendatipun sebagai individu

yang memiliki pilihan-pilihan dalam hidup ini, namun pilihan-pilihan itu

tetap dalam kerangka sosial. Faktanya manusia adalah mahluk sosial. Sejak

kelahirannya manusia lahir dalam sebuah kelompok. Berbicara bukan

dengan bahasa yang kita buat sendiri, menggunakan perkakas bukan yang

dibuatnya sendiri, ilmu pengetahuan yang dimiliki bukan dari hasil

penggalian sendiri. Dalam setiap kebudayaan, agama adalah bagian yang

paling berharga dari seluruh kehidupan sosial. Agama melayanai anggota

masyarakat dengan menyediakan ide, ritual-ritual dan perasaan-perasaan

yang akan menuntun seseorang dalam hidup bermasyarakat.

Jika diperhatikan, masyarakat Cina Benteng adalah buah dari proses

dialogis kehadiran mereka di Tangerang sejak masa yang lama. Kepercayaan

pada leluhur yang mendarah daging serta ritual keagamaan yang bersifat

warisan yang harus terus dilakukan merupakan bukti kesinambungan masa

lalu dengan masa kini serta masa depan. Denyut kepercayaan Tionghoa akan

tetap semarak manakala anggota etnisnya tetap melestarikan peninggalan

leluhur. Sama seperti suku-suku lain yang masih mempraktekkan adat

istiadat lokal, begitu pula orang Tionghoa yang memiliki adat istiadat

tersendiri. Meskipun ritual kepercayaan yang mereka lakukan tidaklah selalu

sama dengan yang ditemui di Republik Rakyat Tiongkok masa kini, paling

tidak mereka masih merasa mengerjakan apa yang menjadi wasiat nenek

moyang.

Ritual-ritual keagamaan, lebih utama dan lebih fundamental sehingga

melahirkan keyakinan. Jika memang ada sesuatu yang paling abadi dalam

agama, maka kebutuhan masyarakat akan ritual-ritual itulah yang paling

abadi, yang berupa upacara-upacara peneguhan kembali dedikasi setiap

anggota masyarakat. Dengan ritual-ritual tersebut seluruh anggota

Page 143: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

132

masyarakat diingatkan kembali bahwa kepentingan bersama lebih utama

dibandingkan kepentingan pribadi. Sebaliknya, keyakinan bukanlah hal yang

paling abadi karena fungsi-fungsi sosial dari ritual keagamaan akan selalu

konstan, sebaliknya muatan intelektual agama akan selalu mengalami

perubahan. Perbedaan ide-ide dalam agama yang ada di dunia akan selalu

dijumpai bahkan ide-ide dalam satu agama juga kadang-kadang berbeda

namun kebutuhan akan ritual-ritual akan selalu ada. Ritual dan upacara

merupakan sumber dari kesatuan sosial, pengikat utama seluruh anggota

masyarakat. Ritual-ritual itu akhirnya akan dapat mengungkap arti agama

sesungguhnya.

Agama sangat dekat dengan aspek supernatural162

, begitu pula yang

ditemui dalam kepercayaan Tionghoa. Hal ini bisa dilihat dari kepercayaan

mereka tentang memulyakan orang tua. Meskipun para leluhur sudah

meninggal, mereka tetap bersembahyang atas namanya. Orang Cina Benteng

masih melestarikan tradisi ini. Di pemukiman Orang Cina Benteng di

bantaran Kali Cisadane terdapat beberapa klenteng dan rumah warga yang di

dalamnya menyimpan persembahan untuk para leluhur mereka. Bisa

dikatakan ini merupakan wujud ritual agama orang Tionghoa yang asli dan

telah menjadi identitas dari sistem kepercayaan mereka.

Biasanya, pemujaan terhadap leluhur juga dibuktikan dengan

menyimpan abu dalam rumah, dan ayah sebagai kepala keluarga yang

memimpin upacara. Kewajiban ini diturunkan kepada anak lelaki sulung dan

begitu selanjutnya. Anak perempuan yang telah menikah akan ikut dengan

suaminya, dan ia akan memuja leluhur pihak suaminya. Ada semacam

pemahaman bahwa anak lelaki adalah penting keberadaannya, karena ia akan

melanjutkan tradisi hao (bakti) leluhurnya. Kebutuhan anak laki-laki bukan

162

Emile Durkheim, The Elementary Forms ..., hlm. 24.

Page 144: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

133

hanya sekedar pelanjut she-nya (nama keluarga), namun juga untuk

menggantikan tugas ayahnya sebagai perawat abu leluhurnya.163

Dalam ajaran Kong Fu Tse, dikatakan bahwa merupakan suatu

ketidakbaktian (put hao), jika melakukan tiga hal, yang salah satunya adalah

tidak mempunyai anak.164

Berbakti kepada orang tua memang merupakan

suatu ajaran yang umum ditemui oleh suku dan bangsa apapun. Tetapi, orang

tua dalam perspektif orang Tionghoa menempati sesuatu yang sangat

penting, menyangkut kehidupan duniawi dan ukhrawi. Orang Tionghoa

memposisikan orang tua dan leluhur bukan sekedar sosok yang

“melahirkan”namun juga “mengadakan” mereka. Istilah itu memang

terkesan sama, namun kata “mengadakan” mencakup semua hal yang

dialami oleh manusia, lebih daripada kelahiran dari perspektif biologis.

Sosok yang melahirkan adalah sebuah subjek yang punya andil besar

dalam keberadaan mahluk. Melahirkan adalah sebuah proses kehidupan yang

menandai dimulainya sebuah kehidupan di alam dunia. Sebelumnya

didahului oleh fase kehidupan di alam rahim. Orang tua menjadi berarti

ketikan mempunyai andil dalam melaksanakan fase-fase kehidupan. Zat

yang mengadakan adalah kekuatan yang mempunyai kehendak akan

hadirnya sebuah kehidupan bagi mahluk melalui jalan yang dikehendakinya

juga. Yang mengadakan adalah yang menciptakan dari tidak ada menjadi

ada. Dalam hal ini ruh-ruh leluhur dianggap dapat mempengaruhi jalannya

kehidupan. Ruh-ruh leluhur dianggap dapat memberikan pertolongan kepada

manusia yang masih hidup untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dan

juga bisa memberikan bantuan untuk melimpahkan berkat kepada orang-

orang yang memujanya.

163

Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal (Ciputat: Mazhab Ciputat,

2013) hlm. 210. 164

Lebba Kadorre, Islam dan Budaya ..., hlm. 210.

Page 145: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

134

Orang Tionghoa menganggap bahwa keberadaan mahluk mustahil

terjadi tanpa melalui peran orang tua yaitu melaui proses evolusi biologis.

Berbeda dengan Islam yang percaya bahwa zat Yang Maha Pencipta dapat

melakukan apa saja termasuk penciptaan manusia melalui proses yang

dikehendakiNya, melalui peran orang tua ataupun tidak. Tuhan dipercaya

pernah menciptakan Isa tanpa peran seorang ayah. Tuhan juga digambarkan

telah menciptaka Adam tanpa peran orang tua sama sekali baik ayah ataupun

ibu.

Arti penting ritual keagamaan pada gilirannya akan membawa kita pada

inti dari teori Durkheim, yaitu penjelasan fungsional tentang agama. Dalam

pendekatan intelektualis, keyakinan dan ide-ide yang disebut Durkheim

sebagai sisi spekulatif agama adalah kata kunci untuk menjelaskan

kebudayaan. Sebagai contoh, bagaimana memahamisimbol-simbol dalam

upacara-upacara kematian orang Tionghoa. Ada replica dari benda-benda

kesayangan milik “si mati” semasa hidupnya yang dibakar. Begitu juga

dengan uang-uang kertas yang dibakar. Walaupun banyak kalangan mereka

sendiri menganggap hal seperti itu adalah absurd, bahkan mereka sendiri

menyebutnya sebagai Hell‟s Money, atau uang neraka. Jika hal-hal tersebut

dianggap absurd, lalu mengapa ritual-ritual itu tetap dipertahankan dalam

rentang waktu yang demikian panjang ?

Jawaban dari pertanyaan itu hanya bisa ditemukan pada satu titik, yaitu

pada fungsi sosialnya, bukan pada muatan-muatan keimanan atau apa yang

mereka yakini. Arti penting agama justru terletak pada ritual-ritual yang

dapat memberikan semangat kepada individu-individu kelompok mereka.

Ritual dan upacara juga berfungsi sebagai pengikat yang dapat mempererat

hubungan antar individu tersebut. Pada akhirnya ritual dan upacara tersebut

kemudian menciptakan kebutuhan akan adanya satu simbol yang

Page 146: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

135

menggambarkan ide-ide dan keyakinan tentang roh-roh leluhur dan dewa-

dewa.

Walaupun ide-ide agama dianggap absurd dan salah oleh beberapa

kalangan namun perilaku keagamaan akan tetap selalu ada dalam setiap

masyarakat, karena perilaku keagamaan berupa ritual maupun upacara

dianggap memberikan kekuatan pada masyarakat. Ide-ide dan keyakinan bisa

diperdebatkan, tapi ritual-ritual atau bentuk-bentuk lainnya yang sama

fungsinya akan tetap dipertahankan. Masyarakat tidak akan eksis tanpa

adanya upacara-upacara karena dengan begitu agama akan tetap selalu ada.

Islam merupakan alat asimilasi yang pernah didengungkan sebagai cara

alternatif mengatasi problem ketionghoaan. Namun, ketika melihat kasus

Cina Benteng, Islam tidak bisa dikatakan hanya alat tunggal dalam hal

tersebut. Lingkungan budaya serta bahasa yang justru menjadi alat asimilasi

yang lebih dominan. Mereka masih tetap menjalankan beberapa ritual dan

kepercayaan leluhur, meskipun bentuknya berlainan dengan yang ditemukan

di Tiongkok Daratan.Sebagai contoh, mereka tetap memulyakan leluhur

dengan cara memujanya. Ini seperti kompromi dari upaya resistensi mereka

akan tradisi leluhur di tengah lingkungan yang berbeda, yang perlahan

membentuk kepribadian berbudaya yang sama dengan suku bangsa lainnya.

C. Faktor Penghambat Berkembangnya Islam di kalangan Cina Benteng

Merupakan pandangan yang bisa dimaklumi,jika disebutkan Islam

merupakan agama minoritas bagi masyarakat Cina Benteng. Apalagi di

antara Tionghoa Keturunan, dalam sejarahnya banyak yang memilih menjadi

warga pribumi dengan meninggalkan adat istiadat serta budaya yang menjadi

identitas Tionghoa. Akan muncul dua sudut pandang antara Cina Benteng

Page 147: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

136

yang Muslim yang masih melakukan tradisi ketionghoaan dan Cina Benteng

Muslim yang berasimilasi dengan penduduk pribumi, sehingga mereka

hampir tidak bisa lagi dikatakan sebagai Tionghoa Keturunan. Terlepas dari

itu, setidaknya kini masih dapat dijumpai orang Cina Benteng yang Muslim

meskipun jumlahnya masih terbatas.

Maksud dari penulisan tesis ini sejatinya tidaklah ingin menghubungkan

wacana kesejarahan dengan sesuatu yang bersifat kuantitas. Memang, bisa

dikatakan besarnya peradaban Islam akan berdampak signifikan bagi jumlah

umat Islam yang jumlahnya banyak. Terlebih wacana Islam sudah menjadi

doktrin dalam keluarga, budaya dan lingkungan sosial. Dalam kasus Cina

Benteng, anggapan mengenai sejarah dan kuantitas semacam itu sudah

selaiknya dipinggirkan. Karena, peneliti hanya ingin mengangkat sejarah

Islam dalam tubuh Cina Benteng hanya sebagai suatu ingatan historis atau

bahan telaah bahwa sejatinya Islam pernah pula beredar di kalangan leluhur

mereka, meskipun relevansi kontinyuitasnya pada masa kini belum terlalu

kelihatan. Apalagi jika dihubungkan pada masalah islamisasi Cina Benteng,

maka masih amat sedikit informasi yang didapat.

Keinginan orang memeluk Islam seyogyanya tidak berhenti pada

masalah hidayah. Petunjuk dari Tuhan merupakan lahan lain, yang sifatnya

transendental, tidak bisa diungkap secara ilmiah. Jikapun bisa maka sifatnya

terlalu subjektif. Ketertarikan orang akan suatu agama, juga bisa dilihat dari

kondisi sosial, yakni menyangkut pergaulannya dengan orang di sekitarnya.

begitu pula sebaliknya, ada faktor sosial lainnya yang menyebabkan

seseorang justru enggan masuk dalam suatu agama. Alasan terkuat salah

satunya adalah menyangkut latar belakang budaya yang dimilikinya.

Page 148: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

137

Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi mengapa

perkembangan Islam terhambat dalam tubuh masyarakat Cina Benteng,

antara lain sebagai berikut:

Pertama, budaya judi dan makan daging babi yang telah mendarah

daging di tengah kehidupan orang Tionghoa. Judi merupakan salah satu

kebiasaan orang Tionghoa yang sudah mengakar, termasuk juga makan

daging babi. Bagi mereka keduanya lebih dari pada sekedar aktivitas harian,

melainkan sudah menjadi tradisi yang perlahan menyokong identitas

ketionghoaan mereka. Dua hal ini merupakan larangan dalam ajaran Islam.

Jika sudah menjadi Muslim, maka tidak diperkenankan untuk melakukan dua

kegiatan itu. Bagi orang Tionghoa, meninggalkan keduanya adalah berat,

sama halnya dengan memutuskan diri dari jalinan budaya nenek moyang.

Di Museum Benteng Heritage yang terletak di Kota Tangerang, terdapat

meja judi orang Cina Benteng tempo dulu yang bentuknya unik. Meja ini

dibentuk sedemikian rupa, untuk memenuhi aktifitas berjudi. Meja itu

dilengkapi dengan laci tempat uang serta tempat makan bagi masing-masing

pelakunya. Penyediaan fasilitas tempat makanan menggambarkan bahwa

aktifitas judi bagi orang Tionghoa bisa berlangsung dalam tempo yang

panjang sehingga dianggap perlu untuk menyediakan tempat makanan agar

pelakunya tak perlu harus meninggalkan arena hanya karena rasa lapar.

Peninggalan ini sekaligus menjadi penguat bahwa budaya judi begitu lekat

dengan orang Cina Benteng. Berjudi merupakan wahana yang tepat dalam

memupuk semangat kolektivitas. Terkadang jumlah yang dipertaruhkan

tidaklah menjadi soal, asalkan mereka bisa berkumpul dengan teman

sebangsanya. Jika mengalami kekalahan dalam berjudi, mereka

menganggapnya sebagai buang sial.

Page 149: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

138

Kedua, sisi kehidupan meterialistik yang ditunjukkan saat upacara

kematian. Perayaan kematian merupakan salah satu episode kehidupan

paling penting bagi orang Tionghoa. Kematian tidak selesai jika hanya

didoakan lantas dikremasi begitu saja. Mereka yang berasal dari kelompok

berpunya, akan menjadikan kematian ini sebagai perayaan serta unjuk

kekayaan yang disokong oleh megahnya pesta kematian serta jumlah massa

yang datang berduyun-duyun. Upacara kematian orang Tionghoa kerap

diselenggarakan hampir menyerupai suatu parade budaya yang sekaligus

menampilkan kebesaran orang yang mati serta keluarga yang menyertainya.

Dalam prosesi penguburan jenazah, biasanya ikut dikuburkan pula

barang-barang kesayangan si mati di masa-masa yang lalu. Barang

kesayangan ini disertakan dalam liang pekuburan. Misalnya ia mencintai

perhiasan serta uangnya, maka barang-barang itu akan dikuburkan di sisinya.

Kepercayaan ini dilakukan agar si jenazah dapat tenang di alam kemudian.

Benda-benda kesayangannya akan digunakan sebagai modal di sana. Orang

Tionghoa percaya uang, perhiasan atau emas itu akan digunakan oleh roh

orang yang mati sebagai bekal hidup di alam kelanggengan, sama seperti

bekal kubur pada masyarakat pra sejarah.

Lambat laun, penggunaan barang-barang asli sebagai bekal kubur mulai

ditinggalkan. Sebagai gantinya, mereka membuat miniatur replika barang-

barang tersebut, misalnya replika pesawat, mobil, emas-emasan, bahkan

uang pun yang nantinya menjadi bekal adalah uang palsu atau dalam istilah

mereka disebut “uang neraka”. Tidak jelas memang mengapa uang itu

dinamakan demikian, namun yang jelas terjadi semacam perubahan persepsi

mengenai barang-barang demikian, yang disandarkan pada pemikiran

pragmatis. Jika barang-barang palsu tersebut diyakini bisa menjadi bekal,

maka mengapa harus menyertakan barang yang asli ? Yang masih

Page 150: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

139

mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan dapat dipergunakan oleh

keluarganya yang masih hidup, demikian hemat mereka.

Onghokham menyebutkan bahwa label Orang Tionghoa yang dikatakan

sebagai “manusia ekonomi”, sesungguhnya adalah bentukan zaman. Sejak

masa kolonial hingga Orde Baru, orang Tionghoa mengalami peminggiran

hak-hak bernegara, berbudaya dan berpolitik dan satu-satunya peluang yang

dimiliki mereka adalah bergerak di sektor ekonomi. Sejak masa kolonial,

orang Tionghoa yang kaya sudah terbiasa menyelenggarakan upacara

pemakaman yang monumental, seperti pemakaman Mayor Tan Tjien Kie,

Mayor Cina Cirebon, Opsir Cina yang terkaya sepanjang abad 19. Biaya

pemakamannya menyentuh angka 100.000 gulden. Mereka yang sudah

meninggal disemayamkan di musoleum yang indah dan megah sebagaimana

bisa dijumpai di pemakaman Karet Jakarta. Belum lagi yang hidup

diharuskan membangun meja sembahyang untuk pemujaan nenek moyang

yang menelan biaya yang tidak sedikit.165

Sekarang, Komplek pemakaman yang mewah juga disediakan bagi

orang-orang yang kaya seperti di San Diego Hills, Karawang Jawa Barat.

Sebagian besar yang dikebumikan disana tak lain adalah orang-orang dari

etnis Tionghoa.

Sepertinya, kemegahan penguburan orang Tionghoa telah menjadi

tradisi yang akarnya bisa ditemukan sejak masa prasejarah. Tonkin, disebut-

sebut merupakan tempat asal migrasi produk-produk kebudayaan ke kawasan

Nusantara. Daerah tersebut adalah pusat kebudayaan perunggu di Asia

Tenggara. Di Dongson, juga ditemukan kepingan uang zaman Dinasti Han

165

Onghokham, Anti Cina ..., hlm. 44.

Page 151: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

140

(Sekitar 100 tahun SM) dan nekara kecil sebagai bekal orang mati.166

Sejak

masa yang lama kebudayaan orang Tiongkok telah sampai ke Indonesia. Hal

ini bisa dijadikan alasan mengapa hingga kini orang Tionghoa masih

menyertakan benda-benda yang dianggap mewakili kekayaan semasa hidup

sebagai bekal kubur. Semakin kaya seseorang semasa hidupnya, semakin

banyak nilai bekal kubur yang disertakannya.

Dalam Islam dikenal kesamaan tindakan dalam memperlakukan orang

mati. Baik miskin ataupun kaya, berpangkat atau tidak, maka tetap saja

mereka akan disucikan, dikafani, dishalati lantas dimakamkan.167

Secara

umum hampir tidak ada perbedaan yang mencolok dari prosesi kematian

semua orang Muslim di Indonesia. Jika diperhatikan ajaran Islam lebih

menempatkan prosesi kubur sebagai bentuk bersahaja dari pengamalan

ketentuan Islam. Simbol-simbol yang terlihat berupa penggunaan kain putih

sebagai pembungkus mayat, penguburan di tanah merah dan setiap prosesi

diiringi dengan salawat kepada Nabi SAW dan doa adalah rangkaian

kegiatan yang jauh dari sifat materialistis. Amat berbeda dengan ajaran

Orang Tionghoa.

Dalam kehidupan Muslim, kematian dianggap sebagai suatu fenomena

yang pasti akan dialami setiap manusia. Tidur, dalam ajaran Islam sudah

dianggap sebagai keadaan tubuh “mati sementara” yang tercermin dalam doa

bangun tidur: “Segala puji bagi-Mu ya Allah, yang telah menghidupkan

kembali diriku setelah kematianku, dan hanya kepada-Mu nantinya kami

semua akan berpulang kepada-Mu. Oleh orang Jawa, hidup diartikan sebagai

“hanya mampir minum”, yang mengindikasikan bahwa dunia kematian

166

Sidi Ibrahim Boechari, Prasejarah Indonesia (Jakarta: Gunung Tiga, 1985) hlm. 81-

82. 167

Lebih lanjut mengenai tata cara memperlakukan mayat menurut hukum Islam lihat

Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, Fathul Mu’in Jilid 1, Terj. Aliy As‟ad

(Kudus: Menara Kudus, 1980) hlm. 354-366.

Page 152: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

141

adalah justru kehidupan yang sebenarnya. Setiap warna kehidupan sudah

seharusnya diterima secara lapang dada dan disyukuri. Pada titik ini ada

korelasi antara pandangan hidup orang Jawa dan ajaran Islam yang bermuara

pada kepasrahan dan kebersahajaan.168

Bagi orang Tionghoa yang masih memegang teguh adat nenek moyang

serta kebesaran nama keluarga, penguburan model Islam tentu menjadi hal

yang tidak terpikirkan. Mengantar orang yang mati dengan kebesaran adalah

suatu tugas mulia, sebagai bentuk penghormatan terakhir baginya. Model

penguburan orang Islam yang penuh kesahajaan dianggap bukan meruapakan

bukti penghormatan yang seharusnya dan bukan merupakan ajaran Tionghoa

yang otentik. Untuk itu alasan ini kiranya juga menjadi latarbelakang

mengapa orang Tionghoa, terutama yang kaya, enggan memeluk Islam.

Ketiga, orang Tionghoa akan mempertimbangkan agama Budhha

ketimbang Islam. Secara kultural, ajaran Buddha lebih dekat dengan tradisi

Tionghoa. Sama seperti Islam, ajaran ini juga mengedepankan kepasrahan

dan kebersahajaan bagi penganutnya. Bahkan dalam beberapa segi, ajaran

Buddha lebih radikal dalam mendudukkan makna kesederhanaan. Sama

seperti Konghuchu, Budha merupakan kepercayaan yang banyak dipeluk

orang Tionghoa. Bahkan pada satu fase, kepercayaan ini sempat mengalami

fusi ke dalam aliran Tri Dharma, bersama pengikut ajaran Tao dan

Konfusius.

Jika dilihat arsitektur vihara pengikut Tri Dharma bentuknya unik.

Bangunannya begitu didominasi oleh unsur-unsur budaya Tionghoa, seperti

cat berwarna merah, patung naga liong dan lain sebagainya. Namun yang

menjadi fokus keunikan, adalah ketika memasuki ruang sembahyang utama,

168

Abdul Karim, “Makna Kematian dalam Perspektif Tasawuf” dalam Esoterik, Vol. I,

No. 1, Juni 2015, hlm. 23-26.

Page 153: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

142

di meja altar terdapat tiga patung persembahan yang diletakkan sejajar.

Ketiga patung itu adalah Buddha Gautama, Lao Tse dan Konfusius. Vihara

ini menjadi titik berkumpul penganut tiga aliran ini.169

Sisi positif yang bisa

dilihat dari keberadaan Tri Dharma adala menciptakan persatuan Tionghoa

berbasiskan tradisi dan ajaran nenek moyang.

Meskipun tata cara peribadatan Buddha lebih sederhana, namun ajaran

ini termasuk banyak dianut oleh orang Tionghoa. Kebersahajaan yang

ditampilkan mampu memikat orang-orang yang mendambakan

kesederhanaan dan berusaha positif dalam kehidupan. Di tambah lagi, aliran

Budha termasuk kepercayaan yang sudah berkembang pesat di Tiongkok

Daratan.170

Tionghoa penganut Buddha tentu merasa mereka masihlah

berada dalam koridor tradisi nenek moyang, dan tidak tercerabut jauh dari

para kerabatnya yang menganut kepercayaan penyembahan dewa-dewa yang

amat banyak itu.

Bikkhu Sujato menjelaskan bahwa dalam perspektif Budhis, kehidupan

manusia layaknya api. Di dalam kehidupan berisi segala bentuk problematika

hidup. Seseorang yang ingin mencapai nirwana,maka harus “keluar dari

nyala api”. Proses berada di alam api adalah sebagian dari proses spiritual

yang harus dilalui dan masanya adalah panjang tidak bisa hanya seketika

(sebentar). Kalimat “keluar dari api” terjadi secara alami,yakni setelah

169

Salah satu Vihara Tri Dharma yang pernah dikunjungi adalah Vihara Tri Dharma

Cariya di Marga Mulya, Mauk, Tangerang. 170

Ajaran Buddha datang dari India ke Tiongkok sekitar 2000 tahun yang lalu. Ajaran

Buddha di sini dikasifikasikan ke dalam tiga komunitas berdasarkan tiga bahasa yang

digunakan, yakni Mandarin, Tibet dan Bali. Kelompok Buddha Mandarin berasal dari suku

Han Tiongkok, aliran Buddha Tibet (disebut juga Lamaist) adalah orang-orang dari bangsa

Tibet, Mongolia, Uyghur, Lhoba, Moinba dan Tujia. Sedangkan ajaran Buddha berbahasa

Bali dianut oleh etnis Dai dan Bulang yang mendiami Provinsi Yunan. Lihat “Mengenal

Agama dan Kepercayaan di Tiongkok” diunduh dari http://yinhuadaily.com/mengenal-

agama-dan-kepercayaan-di-tiongkok/ pada hari Jumat, tanggal 17 Juni 2016, pukul 09.40

WIB.

Page 154: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

143

manusia merasakan api itu sendiri. dengan kata lain “keluar dari api” adalah

hasil dari pencapain spiritual yang hampir selesai.171

Keempat, Islam adalah agama yang dianut oleh mayoritas pribumi,

Islam adalah representasi dari pribumi yang identik dengan kurang

berpendidikan, miskin, primitif dan barbar. Kristen menjadi pilihan pertama

bagi orang Cina benteng yang ingin melakukan konversi agama. Pada masa

colonial, masuk ke dalam Kristen dapat menyejajarkan diri dengan orang-

orang Eropa. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada masa kolonial,

masyarakat dibagi menjadi tiga golongan, yang paling atas adalah golongan

Eropa, yang kedua adalah golongan Asia (Jepang dan Tiongkok) dan Timur

asing (Arab). Yang paling bawah adalah Pribumi, bangsa terjajah.

Dengan memeluk Kristen, mereka dapat beribadah bersama orang-orang

eropa, dapat mengenakan busana eropa, mengikuti pesta dansa yang sering

kali diadakan orang-orang eropa, Menggunakan nama-nama eropa di depan

nama keluarga mereka, dan pada gilirannya dapat menjalin hubungan bisnis

dengan orang-orang eropa yang biasanya mereka terdiri dari aparat penguasa

kolonial dan pengusaha besar yang biasanya menguasai perkebunan besar

yang tentu saja mereka membutuhkan sarana distribusi bagi hasil perkebunan

mereka.

Keempat faktor di atas merupakan sebagian dari alasan mengapa Orang

Tionghoa tidak mau menjadi Muslim. Meskipun ketiga faktor ini bisa jadi

berbeda dengan apa yang dilihat orang lain, setidaknya peneliti telah

menemukan beberapa alasan di balik sedikitnya jumlah orang Tionghoa

Muslim. Islam bagi masyarakat Cina Benteng memang menjadi suatu

171

Bikkhu Sujato, Kelahiran Kembali dan Keadaan Antara dalam Buddhisme Awal,

Terj. Ariyakumara (t. Tp: Dhammacitta Press, 2008) hlm. 20-21; artikel ini bisa diunduh di

http://dhammacitta.org pada hari Selasa, tanggal 14 Juni 2016, pukul 08. 30 WIB.

Page 155: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

144

ingatan historis keberadaan mereka. Mereka tidak menampik bahwa leluhur

mereka ada yang berasal dari kalangan Tionghoa Muslim. Bagi Tionghoa

peranakan, Ibu mereka juga orang pribumi yang dapat dipastikan Muslim.

Namun, pada perkembangannya Islam tidak menjadi agama mayoritas yang

dipeluk oleh Tionghoa. Ini merupakan suatu kasus unik dalam kajian sejarah

Indonesia, di mana Islam justru surut dalam perkembangannya.

D. Konversi agama pada masyarakat Cina Benteng.

Konversi agama pada Masyarakat Cina Benteng terjadi dalam beberapa

fase dari Masa awal terbentuknya masyarakat Cina Benteng, Masa Kolonial,

masa orde baru hingga sekarang. Konversi agama yang dimaksudkan penulis

adalah konversi agama yang bersifat massif.

Pertama, yaitu pada masa awal. Sebagaimana dijelaskan di depan bahwa

masyararakat awal Cina Benteng adalah mereka yang mendarat di Teluk

Naga. Sebagai pengikut Laksamana Cheng Ho, tentu banyak dari mereka

yang menganut Islam karena Laksamana Cheng Ho sendiri adalah seorang

Muslim dengan nama aslinya yaitu Ma He. Ma adalah singkatan bagi

Muhammad, jadi nama aslinya adalah Muhammad He.172

Ternyata banyak dari pengikut Cheng Ho adalah orang-orang taklukan.

Mereka adalah para perompak yang dikalahkan Cheng Ho di Malaka, Bintan

dan Palembang.173

Sebagai orang-orang taklukan mereka mengikuti Cheng

Ho dan akhirnya menganut Islam sebagaimana agama yang dianut

Laksamana Cheng Ho. Setelah mereka menetap di Tangerang dan misi

muhibah Laksamana Cheng Ho kembali ke Tiongkok, Orang-orang taklukan

ini mulai banyak yang kembali kepada agama leluhur. Seperti yang terjadi di

172

Wawancara dengan Udaya Halim 173

Parlindungan,MO, Tuank Rao……, Hlm.652

Page 156: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

145

Semarang, Masjid yang dibangun berubah menjadi kelenteng Sam Po

Kong.174

Kedua, pasca peristiwa 1740 di Batavia, Banyak orang-orang Tionghoa yang

mengungsi ke wilayah Tangerang dan menemukan saudara satu leluhur

mereka. Para pendatang dari Batavia itu sering kali melakukan ritual-ritual

upacara yang menghidupkan kembali budaya dan tradisi Tionghoa. Orang-

orang Cina Benteng yang banyak memeluk Islam karena menikah dengan

perempuan pribumi (Islam) kembali kepada agama leluhur mereka yaitu

Konfusianisme, Taoisme dan Budhisme.

Ketiga, Pada masa kolonial banyak orang-orang Tionghoa yang

mengubah keyakinan agamanya kepada Kristen. Hal tersebut terjadi lebih

disebabkan factor sosial dan ekonomi. Seperti telah dijelaskan di muka

bahwa pada masa colonial, Belanda menggolongkan masyarakat menjadi

tiga strata, yang teratas adalah golongan Eropa. Bagian ini diisi oleh orang-

orang Belanda baik sebagai aparat pemerintahan colonial maupun para

pengusaha. Selain orang Belanda ada juga pengusaha dari Inggris.

Sebagaimana diketahui bahwa Inggris juga sempat menguasai atau menjajah

di Nusantara. Demikian pula dengan orang-orang dari Perancis. Golongan

dibawahnya adalah golongan Asia dan Timur Asing, yaitu orang-orang

Tionghoa, Jepang, India dan Timur Tengah. Biasanya mereka adalah para

saudagar. Pada strata masyarakat yang paling rendah didisi oleh pribumi

yang mempunyai konotasi tak berpendidikan dan miskin. Tentunya banyak

orang Tionghoa yang ingin naik kelas, stidaknya bisa dekat dan akrab

dengan orang-orang Eropa yang berkonotasi lebih berpendidikan dan

174

Muljana Slamet, Runtuhnya Kerajaan Hindu………….., Hlm. 193

Page 157: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

146

seabagai penguasa kolonial. Jika mereka masuk ke dalam Kristen mereka

dapat beribadah bersama-sama dengan orang Eropa, bergaul dengan mereka

dan berpenampilan seperti orang Eropa serta berpeluang mendapatkan

fasilitas untuk digunakan mengambil keuntungan ekonomi.

Seperti yang diungkapkan Karl Marx, bahwa agama sama saja dengan

negara, seni, tatanan moral,dan hasil karya intelektual lain. Semua itu

merupakan superstruktur masyarakat yang sangat tergantung pada pondasi

ekonomi. Maka, seandainya terjadi perubahan ekonomi, agamapun akan ikut

berubah. 175

Keempat adalah pada masa Orde Baru. Pemerintahan orde Baru hanya

mengakui empat agama yaitu Islam, Kristen dimana Protestan dan Katolik

ada di dalamnya, Hindu dan Budha. Pada masa pemerintahan Orde Baru,

Orang orang Tionghoa mengalami diskriminasi dimana agama mereka, yaitu

Konghucu dan Taoisme tidak diakui oleh negara. Agar mendapat pengakuan

secara administratif dari negara, kebanyakan dari mereka mengubah

keyakinan mereka menjadi Budha. Budha adalah ajaran agama yang paling

dekat dengan kosmologi orang Cina Benteng. Banyak juga dari mereka

menganut Budha sejak nenek moyang mereka. Kelenteng-kelenteng mereka

diubah namanya menjadi vihara agar dari luar mereka dianggap Budha

walaupun setelah masuk ke dalam kelenteng, mereka beribadat menurut

ajaran Konfusius. Di Desa Tanjung burung peneliti menemukan sebuah

vihara yaitu Vihara Atta Naga Vimutti. Dari namanya, terkesan bahwa vihara

ini adalah tempat ibadah bagi umat Budha. Pada kenyataannya didalam

Vihara ini memang terdapat altar Budha tetapi di sebelahnya juga terdapat

altar pemujaan Dewi Kwan Im yaitu Dewi Welas Asih yang banyak dipuja

oleh umat Konghucu.

175

. Palls, Seven Theories…, hlm 213

Page 158: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

147

Budha adalah agama yang merupakan paling banyak dipilih oleh

kalangan masyarakat Cina Benteng. Pilihan terhadap Budha tentuna di

latarbelakangi oleh sejarah agama Budha di Tiongkok yang juga

mendapatkan sambutan yang luas. Pada urutan berikutnya adalah masuk

Kristen, baik Protestan maupun Katolik. Pilihan ini juga didasarkan pada

alasan-alasan sosial ekonomi, sama seperti yang terjadi pada masa kolonial.

Pilihan masuk Islam adalah urutan berikutnya. Biasanya motivasinya adalah

kedekatan hubungan personal dengan guru-guru spiritual. Motivasi yang

terbanyak adalah perkawinan dengan perempuan pribumi.

Page 159: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

148

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kumunitas Cina Benteng atau masyarakat tionghoa yang tinggal di

Tangerang dengan identitas yang melekat sehingga berbeda dengan

komunitas Tionghoa lain di seluruh nusantara tentunya tidak terjadi dengan

sendirinya. Perjalanan panjang sejarah hingga terbentuklah suatu kelompok

masyarakat dengan identitas yang khas inilah yang coba diulas oleh penulis

serta interaksi dengan masyarakat pribumi secara sosiologis. Tentu saja

terjadi sebuah tawar-menawar antara keduanya. Orang Tionghoa dengan

latar belakang budaya yang kuat dengan budaya pribumi dengan akar budaya

yang juga kuat. Pandangan mereka tentang kosmos dan ajaran kebaikan atau

agama dari keduanya juga merupakan sesuatu yang menarik untuk

dibicarakan.

Pertama, kehidupan masyarakat Cina Benteng masa awal. Dari beberapa

catatan perjalanan baik dari para pendeta Budha I-Tsing maupun berita dari

Tome Pires serta kronik lainnya, bisa jadi pada masa itu sudah terdapat orang

dari daratan Tiongkok yang datang ke Tangerang. Yang dimaksud dengan

masyarakat Cina Benteng adalah masyarakat yang mendiami sebuah

pemukiman hingga membentuk suatu identitas masyarakat itu sendiri,

biasanya dikaitkan dengan lokasi dimana pemukiman itu didirikan bisa juga

identitas tersebut dikaitkan dengan tradisi atau budaya dari masyarakat

tersebut. Dalam hal ini identitas itu terkait dengan tempat atau lokasi dimana

masyarakat itu tinggal yaitu Benteng, sebutan sebuah kota dimana terdapat

Page 160: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

149

Benteng Belanda. Yang dimaksud dengan daerah Benteng tak lain adalah

Tangerang.

Pemukiman awal masyarakat Cina Benteng ditengarai adalah wilayah

Tanjung Burung, Teluk Naga dimana di sana mendarat utusan dari armada

kapal Laksamana Ceng Ho yang dipimpin Tjen Tji Lung. Di Teluk Naga

mereka membangun sebuah pemukiman. Aktifitas mereka beragam, dari

bercocok tanam, penangkap ikan, hingga berdagang. Pemukiman mereka

berkembang ke arah pusat kota Tangerang menyusuri bantaran sungai

Cisadane. Setelah mereka mencapai kota, mereka seolah tak terbendung

kemudian menyebar ke seantero Tangerang.

Tragedi 1740 di Batavia seolah menambah kekuatan mereka,

gelombang pengungsi orang Tionghoa dari Batavia seperti mendapatkan

sambutan hangat dari saudara satu leluhur mereka. Pengalaman bersentuhan

dengan pribumi dari pendatang Tionghoa dari Teluk Naga dengan cara

berbaur dengan mereka membuahkan hasil yang gemilang, di sisi lain

pengalaman pahit orang Tionghoa pengungsi dari Batavia menimbulkan

traumatik tersendiri membuat mereka mengikuti langkah pendahulunya

untuk berbaur dengan masyarakat pribumi.

Bermula dari Teluk Naga, ke hulu menyusuri bantaran sungai Cisadane

hingga ke tengah kota Tangerang. Setelah menguasai jalur distribusi mereka

menyebar ke selatan, ke Karawaci, Legok, Serpong dan Cisauk, ke utara

melalui Kedaung, Sepatan, Pakuhaji, Mauk hingga Kronjo. Cina Benteng

seolah tak berjarak dengan pribumi. Menguasai jalur distribusi membuat

orang Tionghoa di Tangerang menguasai sendi-sendi perdagangan. Tidak

hanya bidang perdagangan, pertanianpun menjadi bidang yang dikuasai oleh

orang Tionghoa. Teknologi pertanian dari Tiongkok turut berpengaruh dalam

peningkatan produksi pertanian.

Page 161: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

150

Melebur dengan pribumi, bukan sekedar menikahi perempuan pribumi

tapi juga meleburkan diri dengan budaya pribumi. Tawar menawar budaya

terjadi, akulturasi sempurna antara orang Tionghoa dengan orang pribumi di

segala sendi kehidupan pada akhirnya melahirkan identitas baru bagi

masyarakat Tionghoa yang tinggal di Tangerang yang dikemudian hari

dikenal dengan Cina Benteng.

Kedua, terjadi konversi agama di kalangan Cina Benteng. Orde Baru

mengakui empat agama di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Hindu dan Budha.

Sebagai warga negara harus menganut salah satu agama yang diakui Negara,

jika tidak resikonya akan terlalu berat. Bakal dicap sebagai ateis atau

komunis, sebuah paham yang diharamkan keberadaannya di bumi pertiwi

terutama pada masa orde baru. Menganut sebuah agama akan tercatat dalam

kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk, hal ini memaksa warga Cina

Benteng untuk memilih salah satu agama yang diakui, seperti kita ketahui

pada masa itu Konghucu belum diakui menjadi salah satu agama di

Indonesia.

Warga muslim Cina Benteng pada waktu itu lebih banyak merupakan

muslim keturunan dari ibu mereka yang pribumi dan ayah yang baru masuk

Islam. Mereka bukanlah muslim yang taat, banyak dari mereka yang masih

menjalankan tradisi-tradisi leluhur seperti judi dan minum arak. Saudara

dari ayah mereka masih merupakan orang Tionghoa yang memuja para

Dewa. Ketika diharuskan oleh pemerintah untuk mencantumkan agama

sebagai identitas pribadi, maka mereka akan memilih satu dari empat agama

tersebut sesuai kepentingan mereka.

Budha, adalah agama yang paling banyak dipilih oleh mereka lantaran

sejak masih di tanah Tiongkok mereka sudah mengenal Budhisme dengan

baik. Untuk mengelabui pemerintah ada upaya mengkolaborasikan agama

Page 162: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

151

nenek moyang dengan Budha. Istilah Tridharma adalah penyatuan antara

Konfisianisme, Taoisme dan Budhisme. Pada masa orde baru klenteng-

klenteng diubah sebutannya menjadi vihara seolah-olah itu adalah tempat

ibadah agama Budha. Ada beberapa klenteng yang juga menyediakan altar

Budha tetapi ada juga yang tidak.

Kristen, baik Katolik maupun Protestan adalah terbanyak ke dua yang

dipilih sebagai agama orang Cina Benteng pada masa itu. Alasannya Kristen

tidak mewajibkan ritual menyembah Tuhan setiap hari hingga beberapa kali,

Kristen juga tidak melarang dengan keras kebiasaan berjudi, minum arak dan

makan daging babi. Disamping hal-hal diatas, Kristen juga membawa nuansa

modern, kebarat-baratan hingga terkesan lebih berpendidikan dan lebih

terpandang.

Islam berada pada urutan ke tiga sebagai agama yang dipilih oleh orang-

orang Cina Benteng. Pilihan terhadap Islam biasanya disebabkan oleh

keinginan untuk mempersunting wanita pribumi dan pihak wanita pribumi

mempersyaratkan harus masuk Islam terlebih dahulu. Keengganan memilih

Islam juga disebabkan oleh ancaman yang menakutkan akan siksa di alam

kubur, belum lagi siksa neraka. Sangat sedikit orang Cina Benteng beralih ke

Islam karena kesadaran berketuhanan atau hidayah. Hindu dapat dikatakan

hampir tidak ada kecuali orang Tionghoa keturunan dari Bali yang tinggal di

Tangerang.

Konversi agama yang massive pada masa itu terjadi dari Taoisme dan

Konfusianisme ke Budha dan Kristen, sayangnya konversi ke Islam hanya

sedikit sekali terjadi, mungkin benar karena tidak ada paksaan dalam

memeluk Islam. Sebelumnya konversi agama juga terjadi dari orang

Tionghoa muslim yang tidak taat kembali ke agama leluhur mereka yaitu

ketika gelombang pengungsi Tionghoa dari Batavia tahun 1740 masuk ke

Page 163: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

152

Tangerang. Hal tersebut dengan sendirinya menambah semarak khasanah

tradisi dan budaya Tiongkok. Itu menyebabkan orang-orang Tionghoa yang

sudah memeluk Islam karena menikah dengan pribumi yang Islam ataupun

keturunan dari hasil kawin campur tersebut, kembali pada keyakinan awal

mereka yaitu memuja dewa-dewa dan arwah leluhur mereka. Sayangnya

penulis tidak menemukan data pasti perubahan komposisi angka yang

mencerminkan hal itu. Keterangan itu penulis dapatkan dari beberapa

wawancara dengan nara sumber.

Ketiga, Pandangan Masyarakat Cina Benteng Terhadap Islam. Sebagai

sebuah budaya, Islam dapat diterima dengan baik oleh seluruh masyarakat,

tak terkecuali masyarakat Cina Benteng. Nilai-nilai rahmatan lil alamin

ternyata dapat dengan jelas dirasakan oleh mereka. Tradisi dan kebudayaan

pribumi yang notabene Islam juga dapat diterima dan diakomodir dalam

keseharian mereka. Menggunakan sarung dan peci bukanlah hal yang aneh

bagi orang Cina Benteng. Dalam hal berkesenian, kolaborasi antara

permainan alat-alat musik khas Tiongkok dengan permainan alat musik lokal

menjadi simbol dapat diterimanya budaya dan tradisi Islam oleh masyarakat

Cina Benteng.

Penerimaan Budaya dan tradisi Islam oleh kalangan orang Cina Benteng

tidak berbanding lurus dengan Islam sebagai agama dan doktrin. Kewajiban

menjalankan rukun Islam bagi setiap pribadi muslim ini dirasa sangat

memberatkan mereka. Larangan terhadap aktifitas judi, makan babi dan

minum arak juga dianggap terlalu berat karena kegiatan itu sudah mendarah

daging menjadi tradisi turun temurun. Doktrin tentang dosa, siksa kubur dan

siksa neraka dirasa sangat menakutkan. Kesan tidak modern juga terlanjur

melekat pada masyarakat pribumi yang kebetulan muslim. Terlalu banyak

hal yang harus dirubah jika seorang Tionghoa mau masuk ke dalam Islam.

Page 164: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

153

Orang Cina Benteng bisa menerima Islam sebagai budaya dan tradisi

tapi sebagai agama yang mengajarkan doktrin mereka tidak mau mengikuti,

sebagai ajaran agama mereka lebih memilih agama lain yang membolehkan

tradisi leluhur mereka dan mereka berdalih bahwa semua agama sama-sama

mengajarkan kebaikan.

B. Saran

Dalam melakukan penelitian tentang topik ini penulis merasa kesulitan

dalam hal referensi serta literatur mengenai Tionghoa lebih khusus lagi

mengenai komunitas masyarakat Tionghoa Tangerang atau yang lazim

disebut Cina Benteng.

Penulis menyarankan agar UIN Syarifhidayatullah melakukan kajian

mendalam terhadap tema-tema yang berkaitan dengan Tionghoa mengingat

besarnya pengaruh orang-orang atau masyarakat keturunan Tionghoa dalam

arus sejarah nusantara dari masa ke masa.

Issue Tionghoa selalu menjadi seksi jika dikaitkan dengan Islam,

mengingat kontroversi pendapat mengenai penyebar Islam keturunan

Tionghoa. Maka penting kiraya UIN Syarifhidayatullah melakukan

penelitian khusus mengenai tema ini. Hasil penelitian tersebut nanti

diharapkan dapat memberikan perspektif baru atau membenarkan salah satu

pendapat mengenai peran orang-orang Tionghoa sebagai penyebar Islam.

Perpustakaan UIN sudah seharusnya menjalin kerjasama dengan

berbagai pihak terkait untuk mendapatkan beberapa catatan perjalanan dari

orang-orang dari daratan Tiongkok yang pernah memasuki kawasan

nusantara.

Page 165: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

154

Semoga penelitian ini berguna dan memperkaya khazanah sejarah

orang-orang Tionghoa di Indonesia. Penulis berharap semoga tulisan ini

memicu penulis lain melakukan penelitian yang lebih sempurna terhadap

masalah-masalah Tionghoa lebih khusus lagi tentang masyarakat Cina

Benteng yang memiliki karakteristik berbeda dengan komunitas Tionghoa

lain di Indonesia.

Page 166: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

155

Daftar Pustaka

A. Buku

Abdurrahman Dudung, Metode Penelitian Sejarah (Tangerang: Logos

Wacana Ilmu, 1999)

Al Qurtuby Sumanto, Arus Cina-Islam-Jawa; Bongkar Sejarah Atas

Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara

Abad XV dan XVI (Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya Press, 2003)

Alatas S. H., Mitos Pribumi Malas; Citra Orang Jawa, Melayu dan Filipina

dalam Kapitalisme Kolonial, Terj. Akhmad Rofi‟ie (Jakarta: LP3ES,

1988)

Arif Muhamad, “Model Kerukunan Sosial Pada Masyarakat Multikultural

Cina Benteng (Kajian Historis dan Sosiologis)” dalam Sosio

Didaktika, Vol. I, No. 1 Mei 2014

Azra Azyumardi, (Ed), Perspektif Islam di Asia Tenggara (Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia)

Blackburn Susan, Jakarta Sejarah 400 Tahun, Terj. Gatot Triwira (Depok:

Komunitas Bambu, 2012)

Blusse Leonard, Persekutuan Aneh; Pemukim Cina, Wanita Peranakan dan

Belanda di Batavia VOC, Terj. Abdur Rozaki (Yogyakarta: LKiS,

2004)

Boechari Sidi Ibrahim, Prasejarah Indonesia (Jakarta: Gunung Tiga, 1985)

Page 167: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

156

Budiman Amen, Masyarakat Islam Tionghoa di Indonesia (Semarang:

Penerbit Tanjung Sari, 1979)

Carey Peter, Orang Cina, Bandar Tol, Candu dan Perang Jawa; Perubahan

Persepsi Tentang Cina 1755-1825, Terj. Wasmi Alhaziri (Depok;

Komunitas Bambu, 2015)

Chaer Abdul, Betawi Tempo Doeloe; Menelusuri Sejarah Kebudayaan

Betawi (Depok: Komunitas Bambu, 2015)

Creel H.G., Alam Pikiran Cina; Sejak Confusius sampai Mao Zedong, Terj.

Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990)

De Graaf H. J. dkk, Cina Muslim di Jawa Abad XV dan XVI antara

Historisitas dan Mitos (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998).

Durkheim Emile, The Elementary Forms of The Religious Life, Terjemahan

dari Bahasa Prancis oleh Joseph Ward Swain (New York: Dover

Publication, Inc, 2008)

Elvian Akhmad, Perang Bangka Tahun 1812-1851 Masehi (Pangkalpinang:

Disbudparpora Kota Pangkalpinang, 2012)

Fairservis Walter A., Asal-Usul Peradaban Orang-Orang Jawa dan

Tionghoa, Terj. Anwar (Surabaya: Surabaya Selasar Publishing, 2009

Gottschalk Louis, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI

Pres, 2006)

Groeneveldt W.P.. Nusantara Dalam Catatan Tionghoa (Depok: Komunitas

Bambu, 2009)

Page 168: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

157

Gutzlaff K., Aan mijne mede-christenen in Nederland (Amsterdam: Loman

Jr, 1850)

Jahja Junus, Peranakan Idealis; Dari Lie Eng Hok dampai Teguh Karya

(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2003)

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang, 1995)

Lohman C. De Savorvir, “Verhouding de Sawahpadi-Productie; Tot de

Dichtheid Der Bevolking Op Java En Madoera In En Ult o, 1917”

dalam Publicaties van De Afdeeling Handel, 1919, No. 1 (Batavia:

Drukkerij G. Kolff & Co., 1919)

Madjid M. Dien dan Wahyudhi Johan, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar

(Jakarta: Kencana, 2014)

Madjid M. Dien dkk, Sejarah Kabupaten Tangerang (Tangerang:

Pemerintah daerah Tingkat II Tangerang bekerjasama dengan

Lembaga Penetlitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNIS

Tangerang, 1992)

Mulyana Slamet, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-

Negara Islam di Nusantara (Yogyakarta: LKiS, 2009)

Onghokham, Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina; Sejarah Etnis

Cina di Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2008)

Oostwouder Alexander J., “ Passenger Pasar; Chinese Junk Trade and

Passenger Transport Batavia 1825-1875”, Disertasi (belum

diterbitkan), Universitas Leiden, 2012

Pals, Daniel, L., Seven Theories of Religion,

Page 169: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

158

Parlindungan, Mangaradja, Onggang, Tuanku Rao, (Yogyakarta : LKiS,

2007)

Pongsibanne Lebba Kadorre, Islam dan Budaya Lokal (Ciputat: Mazhab

Ciputat, 2013)

Purwanto Edi, “Kompeksitas Kemiskinan Tionghoa Benteng”, Disertasi

(belum diterbitkan), Universitas Kristen Satyawacana, 2002

Reid Anthony, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680: Tanah di

Bawah Angin, Terj. Mochtar Pabotinggi (Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor, 2011)

Reid Anthony, Perjuangan Rakyat; Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di

Sumatera, Terj. Tim PSH (Jakarta: Sinar Harapan, 1987)

Ricklefs M.C., Sejarah Indonesia Modern, Terj. Dharmono Hardjowidjono

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995)

Sen Tan Ta, Cheng Ho Penyebar Islam dari China ke Nusantara, Terj.

Abdul Kadir (Jakarta: Kompas, 2010)

Setiono Benny G., Tionghoa Dalam Pusaran Politik (Jakarta: Tansmedia,

2008)

Suparlan Parsudi, “Kesukubangsaan dan Posisi Orang Cina dalam

Masyarakat Majemuk Indonesia” dalam Antropologi Indonesia, vol.

71, 2003

Suryadinata Leo, Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia; Sebuah

Bunga Rampai 1965-2008 (Jakarta: Kompas, 2010)

Page 170: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

159

Suryadinata Leo, Negara dan Etnis Tionghoa Kasus Indonesia (Jakarta:

LP3ES, 2002)

Suryadinata Leo, Tokoh Tionghoa dan Identitas Indonesia; Dari Tjoe Bou

San sampai Yap Thiam Hien (Depok: Komunitas Bambu, 2010)

Takwin Bagus, Filsafat Timur; Sebuah Pengantar ke Pemikiran-Pemikiran

Timur (Depok: Jalasutra, 2009)

Taylor Jean Gelman, Kehidupan Sosial di Batavia, Terj. Tim Komunitas

Bambu (Depok: Komunitas Bambu, 2009)

Tjandrasasmita Uka, Arkeologi Islam Nusantara (Jakarta: Kepustakaan

Populer Gramedia, 2009)

Wijayakusuma Hembing, peny, Muslim Tionghoa Cheng Ho: Misteri

Perjalanan Muhibah di Nusantara (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2007)

Yong Liu, The Dutch East-India Company’s Tea Trade with China 1757-

1781 (Leiden: Brill, 2007)

Zein Abdul Baqir, Etnis Cina dalam Potret Pembauran di Indonesia

(Jakarta: Prestasi Insan Indonesia, 2000)

B. Jurnal Ilmiah

Alexander J. Oostwouder, “ Passenger Pasar; Chinese Junk Trade and

Passenger Transport Batavia 1825-1875”, Disertasi (belum

diterbitkan), Universitas Leiden

Page 171: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

160

Arif Muhamad, “Model Kerukunan Sosial Pada Masyarakat Multikultural

Cina Benteng (Kajian Historis dan Sosiologis)” dalam Sosio

Didaktika, Vol. I, No. 1 Mei 2014

Ilyas, “Gerakan Millenarian Kaiin Bapa Kayah: Protes Sosial Petani

Tangerang 1942” Tesis belum diterbitkan (Jakarta: UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2016)

Lukman Nurhakim, “Banten Girang, Pakuan Pajajaran dan Banten Lama

Pendekatan Arkeologi Sejarah Masa Transformasi Hindu-Islam:

dalam Hasan Muarif Ambarai,ed, Masyarakat dan Budaya Banten;

Kumpulan Karangan dalam Ruang Lingkup Arkeologi, Sejarah,

Sosial dan Budaya (Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional,

1996)

C. Media online

“Mengorek Asal-Usul Bahasa Indonesia” diunduh dari

http://www.antaranews.com/print/121004/mengorek-asal-usul-

bahasa-indonesia.

Ardian C. dkk, “Membahas Teori “ouf of Yunnan” artikel dalam

http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/3710-membahas-

teori-out-of-yunnan diunduh pada pukul 10.59

Arif Ahmad, “Jejak Pembauran Melanesia dan Austronesia” artikel diunduh

dari

http://sains.kompas.com/read/2015/11/23/15030471/Jejak.Pembauran

.dan.Austronesia.

Page 172: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

161

Darmosumarto Santo, “”Tiongkok”, “Cina” dan “China” dalam Diplomasi

Indonesia”, artikel diunduh dari http://diplomatic-

knots.blogspot.com/2011/08/tiongkok-cina-dan-china-dalam-

diplomasi.html?m=1

Darmosumarto Santo, “Istilah “Tiongkok”, “Cina” dan “China”, artikel

diunduh dari http://kompasiana.com/sdarmosumarto/istilah-tiongkok-

cina-dan-china_550e2b62813311c22cbc61a6

http://amanah.alharamnews.com/post/481/safari-dakwah-pengurus-piti-

tangerang-selatan-silaturahmi-di-kantor-alharam-media

http://www.tionghoa.info/sejarah-migrasi-dan-populasi-kelompok-etnis-

tionghoa/

http://yinhuadaily.com/mengenal-agama-dan-kepercayaan-di-tiongkok/

https://www.cia.gov/library/publications/resourcesthe-world-

factbook/geos/ch.html

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1967, diunduh dari

http://www.hukumonline.com/

Marpaung Rooslynda, “Meraih Eksistensi Kaum Tionghoa Indonesia” artikel

diunduh dari http://www.kompasiana.com/rooslyndam/meraih-

eksistensi-kaum-tionghoa-indonesia_54f3488d745513972b6c6f25

Setiono Budi, “Hikayat Ali-Baba”, artikel diunduh dari

http://historia.id/modern/hikayat-alibaba

Page 173: KATA PENGANTAR - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36463/1/BAMBANG... · Alhamdulillah, tugas akhir ini dapat saya rampungkan, segala proses

162

Wu Thng Liang dan Hian Liao King, “Sekilas Sejarah Tiongkok (bagian

pertama” artikel diunduh dari http://web.budaya-

tionghoa.net/index.php/item/3788-sekilas-sejarah-tiongkok-bagian-

pertama