KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

117
KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN MENURUT HUKUM WARIS ADAT SUKU BIAK DI DAERAH PAPUA TESIS Oleh NOVILDA ANASTASIA RUMWAROPEN 147011155 / M.Kn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 Universitas Sumatera Utara

Transcript of KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

Page 1: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMAHARTA WARISAN MENURUT HUKUM WARIS ADAT SUKU

BIAK DI DAERAH PAPUA

TESIS

Oleh

NOVILDA ANASTASIA RUMWAROPEN147011155 / M.Kn

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN2017

Universitas Sumatera Utara

Page 2: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMAHARTA WARISAN MENURUT HUKUM WARIS ADAT SUKU

BIAK DI DAERAH PAPUA

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan PadaProgram Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NOVILDA ANASTASIA RUMWAROPEN147011155 / M.Kn

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN2017

Universitas Sumatera Utara

Page 3: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

Judul Tesis : KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAMMENERIMA HARTA WARISAN MENURUTHUKUM WARIS ADAT SUKU BIAK DI DAERAHPAPUA

Nama Mahasiswa : NOVILDA ANASTASIA RUMWAROPEN

Nomor Pokok : 147011155Program Studi : KENOTARIATAN

MenyetujuiKomisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum) (Dr. Yefrizawati, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)

Tanggal lulus : 07 February 2017

Universitas Sumatera Utara

Page 4: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

Telah diuji pada

Tanggal : 07 February 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum

2. Dr. Yefrizawati, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi, SH, CN, MHum

4. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, MHum

Universitas Sumatera Utara

Page 5: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : NOVILDA ANASTASIA RUMWAROPEN

Nim : 147011155

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAMMENERIMA HARTA WARISAN MENURUT HUKUMWARIS ADAT SUKU BIAK DI DAERAH PAPUA

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,Yang membuat Pernyataan

Nama : NOVILDA ANASTASIA RUMWAROPENNim : 147011155

Universitas Sumatera Utara

Page 6: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

i

ABSTRAK

Suku Biak menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu sistem kekerabatanyang menarik garis keturunan dari sisi ayah (laki-laki). Sama halnya dengan sistemPatrilineal pada umumnya, maka dalam hal waris, hukum adat masyarakat Suku Biakmengatur bahwa hanya anak laki-laki yang berhak menerima warisan dan akanmenutup hak-hak anak perempuan sebagai penerima bagian dari orang tuanya.Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian tesis iniadalah bagaimana mekanisme pembagian waris pada masyarakat Suku Biak di daerahPapua, bagaimana kedudukan hak waris anak perempuan pada masyarakat Suku Biakdan bagaimana upaya penyelesaian sengketa jika terjadi sengketa waris pada SukuBiak.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan yang digunakanadalah yuridis normatif dan yuridis empiris.Data yang dikumpulkan kemudian diolahdan dianalisis secara kualitatif, dengan menggunakan metode deduktif untuk ditariksuatu kesimpulan.

Pembagian warisan Masyarakat Suku Biak terjadi saat pewaris masih hidup,masyarakat Suku Biak menganut sistem kewarisan individual dan kolektif, anak laki-laki dan anak perempuan sama-sama mendapat warisan hanya bagian anak laki-lakilebih besar dari pada bagian anak perempuan. Apabila terjadi sengketa dalam halkewarisan adat, maka Para pihak dapat memilih jalan penyelesaian dengan melihatkembali keadaan para pihak yang bersengketa. Upaya penyelesaian yang dapatdilakukan adalah melalui musyawarah secara keluarga, melalui musyawarah denganmenghadirkan Mananwir atau orang-orang yang dituakan dalam adat dan dapat jugamelalui Lembaga Dewan Adat Biak yaitu “KanKain Karkara Byak”.

Kata Kunci : Kedudukan Anak Perempuan, Hukum Waris Adat Suku Biak.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

ii

ABSTRACT

Biak tribe follows patrilineal kinship system which draws line of descent fromfather side (man). As what occurs in patrilineal system, in inheritance, the adat(customary) law of Biak tribe regulates that only the son who has the right to inherithis parents’ wealth which means that daughters have no right at all. The researchproblems were as follows: how about the mechanism of the distribution of inheritancein Biak community in Papua, how about the position of a daughter in inheriting inBiak community, and how about the settlement of dispute, if any, in Biak community.

The research used descriptive analytic method with judicial normative andjudicial empirical approach. The data were gathered, processed, and analyzed byusing deductive method for drawing the conclusion.

The distribution of inheritance in Biak tribe occurs when a testator is stillalive. Biak community follows individual ad collective inheritance system. Both sonand daughter get inheritance although the share of the son is more than that of adaughter. When there is a dispute in the adat inheritance, the parties concernedchoose the method of settlement by viewing the condition of the conflicting parties.Settlement can be done by negotiation in consanguinity by presenting ‘Mananwir’ oradat leaders or through Adat Biak Council, ‘Kankain Karkara Byak’.

Keywords: Position of Daughter, Inheritance Law of Adat Biak Tribe

Universitas Sumatera Utara

Page 8: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

iii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

atas segala rahmat kasih dan karunia-Nya-lah penulis mampu menempuh dan

menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “Kedudukan Anak Perempuan

Dalam Menerima Harta Warisan Menurut Hukum Waris Adat Suku Biak di Daerah

Papua”.

Rasa syulur dan terima kasih bahwa beberapa kendala dan hambatan yang

dijumpai dalam penulisan tesis ini telah dapat diatasi dengan baik, disamping itu

penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna dan masih

banyak kekurangan-kekurangan lainnya, maka dari itu saran dan kritik yang

membangun dari semua pihak akan menjadi masukan yang sangat diharapkan.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan banyak terima kasih, khususnya

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Selaku Ketua Program

Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan selaku Ketua Komisi

Pembimbing yang telah memberi bantuan, bimbingan dan masukan dengan penuh

kesabaran sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH.,M.Hum, selaku anggota Komisi

Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,

masukan serta arahan untuk penyelesaian tesis ini.

5. Ibu Dr. Yefrizawati, SH., M.Hum, selaku anggota Komisi Pembimbing yang

telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan serta arahan

untuk penyelesaian tesis ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

iv

6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi, SH, CN, M.Hum dan Ibu Dr. Rosnidar Sembiring,

SH, M.Hum, selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan bimbingan

dan saran terhadap penyempurnaan tesis ini.

7. Bapak Gerald Kafiar, selaku Ketua Dewan Adat Suku Biak di daerah Papua

yang telah meluangkan waktu untuk memberi informasi dan pengetahuan yang

berkaitan dengan penulisan tesis ini.

8. Para Guru Besar dan Staf pengajar Program studi Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara.

9. Para pegawai/ karyawan pada program studi Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara.

10. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa angkatan 2014 program studi Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Teristimewa kepada orang tua dari penulis Bapak Ir. Simon Rumwaropen dan

Ibu Delila Wanma yang telah memberikan doa, dukungan moril dan materil dengan

tulus kepada penulis hingga penyelesaian studi dan menempuh gelar Magister

Kenotariatan. Kepada kakak Irnawati Nazar, Irwansyah Nazar & Sadfa Alhamid,

Roni Kasman, Ria Ronsumbre, Jili Rumwaropen dan kepada adik Medtra

Rumwaropen, Imelda Rumwaropen, Wihelmina Rumwaropen, Frederik Rumwaropen

dan yang terkasih Maratama Prima Habicaran Siregar, atas semua doa dan

dukungannya hingga diselesaikannya penulisan tesis ini. Kepada seluruh keluarga

besar Rumwaropen dan Wanma di Papua yang telah mendukung hingga diselesaikan

penulisan tesis ini.

Penulis juga berterima kasih atas bantuan dan perhatian dari semua

pihak dalam penelitian ini yang tidak mungkin dapat disebutkan satu persatu dan

semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan dengan berkat yang

melimpah dan damai sejahtera selalu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

v

Dan akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, penulis panjatkan doa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, agar kiranya berkenan untuk memberkati dan melindungi kita

semua. Amin

Medan, Februari 2017Penulis

Novilda A Rumwaropen

Universitas Sumatera Utara

Page 11: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

2005 dari SMP Negeri 01 Prafi Manokwari Papua Barat oleh karena penulis pindah

sekolah mengikuti orang tua penulis yang pindah tugas. Kemudian pada tahun 2005

penulis melanjutkan pendidikan S

Manokwari Papua Barat dan tamat pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis

melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Swasta, tepatnya di Universitas HKBP

Nommensen (UHN) dengan mengambil Program Studi Ilmu Hukum dan pen

menyelesaikan kuliah strata

kemudian melanjutkan pendidikan Strata

di Universitas Sumatera Utara (USU)dengan mengambil Program Studi Magister

Kenotariatan yang kemudian peneliti menyelesaikan kuliah tersebut pada tahun 2017.

Peneliti selalu beryukur untuk semua pencapaian sampai saat ini, peneliti menyadari

bahwa semua hanya karena anugerah Tuhan. Peneliti juga mempunyai motto “Long

Life Education” yaitu teru

sebelum mencoba semua hal yang bisa dilakukan. Demikian riwayat hidup peneliti.

[email protected]

Ayub 42:2

vi

DAFAR RIWAYAT HIDUP

Novilda Anastasia Rumwaropen, dilahirkan di

Kota Jayapura Papua tepatnya di rumah sakit

umum Dok II Jayapura pada tanggal 26

November 1990, merupakan anak kedua dari

enam bersaudara pasangan Ir. Simon

Rumwaropen dan Ny. Delila Wanma.

menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar

(SD) YPPK Dunumamoi Kabupaten Kerom

Provinsi Papua pada tahun 2002. Setelah tamat

Sekolah Dasar maka di tahun 2002 Peneliti

melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 01

Kabupaten Kerom Papua dan tamat pada tahun

2005 dari SMP Negeri 01 Prafi Manokwari Papua Barat oleh karena penulis pindah

sekolah mengikuti orang tua penulis yang pindah tugas. Kemudian pada tahun 2005

penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 01

Manokwari Papua Barat dan tamat pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis

melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Swasta, tepatnya di Universitas HKBP

Nommensen (UHN) dengan mengambil Program Studi Ilmu Hukum dan pen

menyelesaikan kuliah strata-I (S1) Pada tahun 2013. Pada tahun 2014 Peneliti

kemudian melanjutkan pendidikan Strata-II (S2) di Perguruan Tinggi Negeri tepatnya

di Universitas Sumatera Utara (USU)dengan mengambil Program Studi Magister

ang kemudian peneliti menyelesaikan kuliah tersebut pada tahun 2017.

Peneliti selalu beryukur untuk semua pencapaian sampai saat ini, peneliti menyadari

bahwa semua hanya karena anugerah Tuhan. Peneliti juga mempunyai motto “Long

Life Education” yaitu terus belajar seumur hidup dan jangan pernah menyerah

sebelum mencoba semua hal yang bisa dilakukan. Demikian riwayat hidup peneliti.

[email protected]

Ayub 42:2

DAFAR RIWAYAT HIDUP

Novilda Anastasia Rumwaropen, dilahirkan di

Kota Jayapura Papua tepatnya di rumah sakit

umum Dok II Jayapura pada tanggal 26

November 1990, merupakan anak kedua dari

bersaudara pasangan Ir. Simon

Delila Wanma. Peneliti

menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar

(SD) YPPK Dunumamoi Kabupaten Kerom

Provinsi Papua pada tahun 2002. Setelah tamat

Sekolah Dasar maka di tahun 2002 Peneliti

ikan di SMP Negeri 01

Kabupaten Kerom Papua dan tamat pada tahun

2005 dari SMP Negeri 01 Prafi Manokwari Papua Barat oleh karena penulis pindah

sekolah mengikuti orang tua penulis yang pindah tugas. Kemudian pada tahun 2005

ekolah Menengah Atas di SMA Negeri 01

Manokwari Papua Barat dan tamat pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis

melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Swasta, tepatnya di Universitas HKBP

Nommensen (UHN) dengan mengambil Program Studi Ilmu Hukum dan peneliti

I (S1) Pada tahun 2013. Pada tahun 2014 Peneliti

II (S2) di Perguruan Tinggi Negeri tepatnya

di Universitas Sumatera Utara (USU)dengan mengambil Program Studi Magister

ang kemudian peneliti menyelesaikan kuliah tersebut pada tahun 2017.

Peneliti selalu beryukur untuk semua pencapaian sampai saat ini, peneliti menyadari

bahwa semua hanya karena anugerah Tuhan. Peneliti juga mempunyai motto “Long

s belajar seumur hidup dan jangan pernah menyerah

sebelum mencoba semua hal yang bisa dilakukan. Demikian riwayat hidup peneliti.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

vii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ..................................................................................................... i

ABSTRACT ..................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. vii

DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Perumusan Masalah .............................................................. 6

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 7

D. Manfaat Penelitian ................................................................ 7

E. Keaslian Penelitian ................................................................ 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi................................................ 10

1. Kerangka Teori ............................................................... 10

2. Kerangka Konsepsi ......................................................... 12

G. Metode Penelitian................................................................... 16

1. Sifat dan Jenis Penelitian ................................................ 16

2. Lokasi Penelitian............................................................. 16

3. Populasi dan Sampel ....................................................... 17

4. Responden dan Informan ................................................ 18

5. Sumber Data.................................................................... 19

6. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ............................... 20

7. Analisis Data ................................................................... 21

BAB II MEKANISME PEMBAGIAN WARIS PADAMASYARAKAT SUKU BIAK DI DAERAH PAPUA ............ 23

A. Masyarakat Suku Biak ........................................................... 23

1. Sejarah Suku Biak........................................................... 23

Universitas Sumatera Utara

Page 13: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

viii

2. Sistem Kekerabatan Suku Biak....................................... 29

B. Pembagian Warisan Pada Masyarakat Suku Biak ................. 42

C. Asas-asas Dalam Hukum Waris Adat Suku Biak .................. 47

D. Harta Warisan Pada Masyarakat Suku Biak .......................... 51

E. Ahli Waris Pada Masyarakat Suku Biak................................ 56

F. Tata Cara Membagi Harta Warisan........................................ 62

BAB III KEDUDUKAN HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADAMASYARAKAT SUKU BIAK DI DAERAH PAPUA ............ 70

A. Perkembangan Kedudukan Anak Perempuan........................ 70

B. Gambaran Umum Pendidikan Wanita Indonesia................... 73

C. Kedudukan Anak Perempuan Sebagai Ahli Waris ................ 76

D. Porsi Dan Pembagian Untuk Anak Perempuan ..................... 81

BAB IV UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA JIKA TERJADISENGKETA WARIS PADA SUKU BIAK DI DAERAHPAPUA ......................................................................................... 86

A. Sengketa Warisan Pada Suku Biak ........................................ 86

B. Penyelesaian Sengketa Warisan Pada Suku Biak .................. 88

1. Hukum adat Biak tentang penyelesaian sengketakhususnya dalam hukum waris adat Suku Biak ............. 88

2. Upaya yang dilakukan para pihak dalam penyelesaiansengketa........................................................................... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 96

A. Kesimpulan ............................................................................ 96

B. Saran ...................................................................................... 97

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 99

Universitas Sumatera Utara

Page 14: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

ix

DAFTAR ISTILAH

1. Borias : Kekuatan atau Ilmu gaib/ mistik

2. Ern K’bordan Insos : Upacara inisiasi pemuda dan pemudi

3. Fam : Marga

4. Fan nanggi : Upacara persembahan kepada tuhan langit

5. Insos : Perempuan dalam bahasa Biak

6. Iyakyaker : Mas kawin

7. Keret : Marga

8. Kainkain Karkara Byak : Bermusyawarah, bermufakat untukmemutuskan satu keputusan

9. Kamam : Kakek (Tete) sebutan Orang Papua

10. Kamasan : Orang-orang yang mempunyai

keterampilan khusus

11. Mampapok : Pemuda-pemuda yang kuat baik fisikmaupun mental dan yang berani sertaberpengalaman

12. Mananwir : Kepala suku

13. Mananwir keret : Kepala Marga

14. Mananwir Mnu : Kepala suku dalam satu kampong

15. Mansorandak : Upacara selamatan bagi seseorang yanguntuk pertama kalinya pergi ketempatasing

16. Melintas Keret : Perempuan yang kawin keluar kepadamarga lain

17. Mite atau Mitos : Cerita proposa rakyat yang ditokohi paradewa atau makhluk setengah dewa yangterjadi di dunia lain atau khayangan dandianggap benar-benar terjadi olehempunya cerita atau penganutnya

18. Mnu : Kampung

19. Ram rem : Memberikan wangi-wangian ataumencelupkan wangi-wangian

Universitas Sumatera Utara

Page 15: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

x

20. Rum Sram : Pembangunan atau perbaikan rumahPemuda

21. Sim-sim : Keluarga-keluarga batih

22. Seriar : Berkumpul atau rapat

23. Sarak : Gelang besi putih

24. Sex Ratio : Perbandingan antara jumlah penduduklaki-laki dan jumlah penduduk perempuandi suatu daerah atau Negara pada suatuwaktu tertentu

25. Tanah Baboser : Tanah Pemberian dari Orang tua/Saudara-saudara laki-laki mereka kepadaPerempuan

26. Wor : Upacara Sakral / Nyanyian Tradisional

27. Wor Fasfesmandwampur : Upacara yang dilakukan untuk ibu hamil,untuk menjaga kehamilannya

28. Wor Papaf : Penyapihan anak

29. Wor Kapanaknik : Upacara cukur rambut anak

30. Wor Kabor : Pesta inisiasi keluarga inti

Universitas Sumatera Utara

Page 16: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Sistem kekerabatan pada masyarakat Suku Biak............................... 33

Tabel 2 Pembagian Warisan Pada Masyarakat Suku Biak ............................. 45

Tabel 3 Kelompok Ahli Waris Pada Masyarakat Suku Biak ......................... 58

Tabel 4 Anak Angkat Sebagai Ahli Waris Pada Masyarakat Biak ................ 60

Tabel 5 Saat Pembagian Warisan Pada Masyarakat Suku Biak .................... 63

Tabel 6 Jenis Harta Warisan Dalam Sistem Kewarisan Kolektif danIndividual Pada Masyarakat Suku Biak di Daerah Papua ................ 70

Tabel 7 Pendidikan/ Education ...................................................................... 75

Tabel 8 Jenis-jenis Gelar Adat Perempuan Biak ........................................... 77

Tabel 9 Kedudukan Anak Perempuan Sebagai Ahli Waris ............................ 79

Tabel 10Bagian Warisan Anak Perempuan ..................................................... 82

Tabel 11 Jenis Sengketa yang Sering Terjadi Pada Masyarakat Suku Biak 87

Universitas Sumatera Utara

Page 17: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia mempunyai beragam adat, budaya serta latar belakang yang

melandasi kehidupan masyarakatnya. Begitu pula dalam hukum waris berdasarkan

adat sangatlah beragam bergantung dari sifat kedaerahannya. Oleh sebab itu di

Indonesia terdapat beraneka sistem hukum kewarisan yang berlaku bagi warga

Negara Indonesia.1 Sistem hukum kewarisan yang saat ini ada di Indonesia yaitu

hukum waris berdasarkan pada KUHPerdata, hukum waris berdasarkan adat dan

hukum waris Islam.

Hukum waris adat meliputi norma-norma hukum yang menetapkan harta

kekayaan baik yang materiil maupun yang immateriil yang manakah dari seseorang

yang dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat,

cara dan proses peralihannya.2 Proses peralihannya itu sendiri, sesungguhnya sudah

dapat dimulai semasa pemilik harta kekayaan itu sendiri masih hidup serta proses itu

selanjutnya berjalan terus hingga keturunannya itu masing-masing menjadi keluarga-

keluarga baru yang berdiri sendiri-sendiri.3

1Mohd. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat(Burgerlijk Wetboek), (Jakarta: Sinar Grafika,1993), Hal. 1

2Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta: PT. Toko GunungAgung,1995), Hal. 161

3Ibid

1

Universitas Sumatera Utara

Page 18: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

2

Hukum waris adat sebenarnya adalah hukum penerus harta kekayaan dari

suatu generasi kepada keturunannya, seperti yang dikemukakan oleh Ter Haar:

“Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur carabagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaanyang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi berikut”4

Hukum adat mengatur bahwa anak-anak dari sipeninggal warisan merupakan

golongan ahli waris yang terpenting oleh karena mereka pada hakikatnya merupakan

satu-satunya golongan ahli waris, apabila sipeninggal warisan meninggalkan anak-

anak. Jadi dengan adanya anak-anak, maka kemungkinan lain-lain anggota keluarga

dari sipeninggal warisan untuk menjadi ahli waris menjadi tertutup.5 Hukum waris

adat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan yang berlaku pada

masyarakat yang bersangkutan, yang mungkin merupakan prinsip patrilineal murni,

patrilineal beralih-alih (alternerend) matrilineal ataupun bilateral (walaupun sukar

ditegaskan dimana berlakunya di Indonesia), adapula prinsip unilateral berganda atau

(dubbel-unilateral). Prinsip-prinsip garis keturunan terutama berpengaruh terhadap

penetapan ahli waris maupun bagian harta peninggalan yang diwariskan (baik yang

materiel maupun immateriel).6

Dari berbagai pemaparan di atas, dapat dilihat dan diketahui bahwa

keberagaman mengenai hukum waris yang ada di Indonesia, dipengaruhi oleh adanya

kehidupan masyarakat Indonesia yang pluralisme. Dari keberagaman hukum waris

4 Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan R. Ng Surbakti Presponoto,Let. N. Voricin Vahveve, (Bandung: 1990), hal. 47

5Ibid., hal. 1826 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 259,

(Selanjutnya Disebut Buku 1)

Universitas Sumatera Utara

Page 19: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

3

yang ada, akan lebih dibahas mengenai hukum waris adat khususnya kepada

masyarakat adat Suku Biak di daerah Papua. Di daerah Papua ada beragam suku, adat

dan bahasa di mana masing-masing suku dapat terbagi lagi adat dan bahasanya.

Propinsi Papua memiliki keanekaragaman budaya yang merupakan suatu

potensi yang besar selain potensi alamnya, untuk itu perlu perhatian baik dari segi

pembinaan maupun segi pelestarianya. Memang tidak dapat disangkal bahwa di

Papua memiliki suku-suku yang sangat banyak. Oleh karena itu Dinas Kebudayaan

Propinsi Papua bekerja sama dengan Jurusan Antropologi Universitas Cenderawasih

(UNCEN), Summer Institute Linguistic (SIL), Dewan Adat Papua (DAP), Badan

Pusat Statistik (BPS) Propinsi Papua, berupaya mengumpulkan data tentang seluruh

suku-suku di wilayah Tanah Papua secara implisit. Memang selama ini angka yang

digunakan untuk menyatakan jumlah suku bangsa di wilayah Papua adalah 250,

bahkan ada pernyataan 253 dan beberapa angka lain, tanpa ada pembuktian yang

valid. Dari hasil pengumpulan data oleh tim dan setelah diseleksi dan ditetapkan

melalui seminar yang melibatkan tokoh Adat, tokoh Agama, tokoh Perempuan, tokoh

Pemuda dan tokoh Masyarakat mewakili 7 wilayah adat, ternyata ada sebanyak 248

suku.7

Adapun dalam pendataan lainnya disebutkan bahwa kelompok suku asli di

Papua terdiri dari 255 suku, dengan bahasa yang masing-masing berbeda. Suku-suku

tersebut antara lain :

7nfokebudayaanpapua.blogspot.com/2010/02/buku-pemetaan-suku-suku-di-tanahpapua_20.html, diakses pada tanggal 16 Maret 2016, Jam 01.45 WIB

Universitas Sumatera Utara

Page 20: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

4

1) Ansus;2) Amungme;3) Asmat;4) Ayamaru;5) Bauzi;6) Biak;7) Dani;8) Empur;9) Amberbaken;10) Hatam;11) Iha;12) Komoro;13) Mee;14) Meyakh;15) Moskona;16) Nafri;17) Sentani;18) Souk;19) Waropen;20) Wamesa mendiami daerah sebelah selatan Teluk Wondawa (wandamen);21) Muyu;22) Tobati;23) Enggros;24) Korowai;25) Fuyu.8

Dari berbagai suku yang ada di daerah Papua, adapun akan dibahas secara

khusus mengenai hukum waris adat yang ada pada suku Biak yaitu salah satu

masyarakat adat yang ada di daerah Papua. Kabupaten Biak Numfor terdiri dari 19

(Sembilan belas) Kecamatan. Suku Biak merupakan salah satu kelompok masyarakat

Papua yang hidup dan tinggal di kabupaten Biak/Biak Numfor. Secara turun temurun,

setiap kegiatan yang terkait dengan alur kehidupan masyarakat adat ini berjalan

8Website Resmi Pemerintah Provinsi Papua, https://papua.go.id/view-detail-page-254/Sekilas-Papua-.html, diakses pada tanggal 17 Maret 2016, jam 00:21 WIB

Universitas Sumatera Utara

Page 21: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

5

berdasarkan aturan adat. Aturan adat itu berasal dari para leluhur suku Biak yang

diyakini sebagai ketua adat.

Kepulauan Biak-Numfor yang merupakan tempat asal dan tempat tinggal

orang Biak terletak di sebelah utara Teluk Cendrawasih dan terdiri dari tiga pulau

besar dan puluhan pulau-pulau kecil. Tiga pulau besar adalah Pulau Biak, Pulau

Supiori dan Pulau Numfor. Sedangkan pulau-pulau kecil adalah gugusan Kepulauan

Padaido, yang terdapat di sebelah timur Pulau Biak, Pulau-pulau Rani dan Insumbabi

yang terdapat di sebelah selatan Pulau Supiori, Pulau-pulau Meosbefandi dan Ayau

yang terdapat di sebelah utara Pulau Supiori dan Kepulauan Mapia yang letaknya

jauh di sebelah utara Pulau Ayau. Secara geografis Kepulauan Biak-Numfor terletak

antara 134043’-137050’ Bujur Timur dan antara 010-10045’ Lintang Selatan. Luas

seluruh pulau-pulau yang tergabung dalam gugusan Kepulauan Biak-Numfor adalah

2.500 km2 dengan perincian Pulau Biak dengan luas 1.832 km2, Pulau Supiori

dengan luas 434 km2 dan Pulau Numfor dengan luas 324 km2. Kecuali Pulau

Supiori, yang merupakan salah satu punggung sisi luar dari lipatan sedimen formasi

zone Pasifik Utara yang merupakan lanjutan dari lipatan sedimen Kepala Burung,

pulau-pulau lainnya dari gugusan Kepulauan Biak-Numfor, secara geologis

merupakan pulau-pulau karang yang masih dalam proses pertumbuhan.

Suku Biak menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu sistem kekerabatan

yang menarik garis keturunan dari sisi ayah (laki-laki). Sistem Patrilineal pada suku

Biak mengatur bahwa kelompok keturunan laki-laki selain sebagai penerus marga

(suku/klan) juga dapat menerima gelar-gelar adat misalnya dalam sistem

Universitas Sumatera Utara

Page 22: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

6

kepemimpinan dalam kampung di mana suatu kampung dapat terbagi menjadi klen-

klen kecil atau keret-keret, di mana masing-masing keret dikepalai oleh seorang

pemimpin yang disebut mananwir keret.9 Sama halnya dengan sistem Patrilineal

pada umumnya, maka dalam hal waris, hukum adat masyarakat Suku Biak mengatur

bahwa hanya anak laki-laki yang berhak menerima warisan dan akan menutup hak-

hak anak perempuan sebagai penerima bagian dari orang tuanya.

Dari uraian-uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul:

“Kedudukan Anak Perempuan Dalam Menerima Harta Warisan Menurut Hukum

Waris Adat Suku Biak Di Daerah Papua”.

B. Perumusan Masalah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme pembagian waris pada masyarakat Suku Biak di daerah

Papua?

2. Bagaimana kedudukan hak waris anak perempuan pada masyarakat Suku Biak di

daerah Papua?

3. Bagaimana upaya penyelesaian sengketa jika terjadi sengketa waris pada Suku

Biak di daerah Papua?

9George Mentansan, Etnografi Papua, (Yogyakarta: Kepel Press, 2013), hal. 110

Universitas Sumatera Utara

Page 23: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

7

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui mekanisme pembagian waris pada masyarakat Suku Biak di

daerah Papua.

2. Untuk mengetahui kedudukan hak waris anak perempuan pada masyarakat Suku

Biak di daerah Papua.

3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian sengketa jika terjadi sengketa waris pada

Suku Biak di daerah Papua.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaatnya baik bagi

penulis sendiri maupun bagi pihak lain. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Memperluas wawasan atau wacana terkait dalam hukum waris khususnya

Hukum waris adat Masyarakat Suku Biak di daerah Papua.

b. Dapat memberikan bahan dan masukan serta referensi bagi penelitian yang

dilakukan selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penulisan tesis ini diharapkan akan memberikan manfaat secara

praktis, yaitu kepada:

Universitas Sumatera Utara

Page 24: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

8

a. Instansi terkait dan praktisi hukum, yaitu untuk memberikan masukan

mengenai kedudukan hak waris anak perempuan Suku Biak di daerah Papua.

b. Peneliti, yaitu memberikan masukan dan bahan pembandingan bagi para

peneliti yang tertarik mendalami hal-hal yang berkaitan dengan hukum waris

adat, khususnya hukum waris adat Suku Biak di daerah Papua.

E. Keaslian Penelitian

Menurut data yang ada berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil judul

penelitian yang ada pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU), penelitian

mengenai Kedudukan Anak Perempuan Menurut Hukum Waris Adat Suku Biak di

Daerah Papua belum pernah dilakukan, hingga penelitian ini ditulis, meskipun dalam

bentuk makalah pada seminar-seminar, maupun dalam diskusi panel sudah pernah

dilakukan pembahasan atau diskusi. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang

menyangkut masalah kedudukan anak perempuan dalam hukum waris adat, di

antaranya adalah:

1. Tigor Sinambela (Nim : 117011115), Mahasiswa Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Status Kepemilikan Tanah

Pemberian Orang tua Kepada Anak Perempuan Melalui Pauseang Pada

Masyarakat Batak di Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang

Hasundutan”. Rumusan permasalahan yang dibahas adalah:

Universitas Sumatera Utara

Page 25: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

9

1) Mengapa dilakukan pemberian tanah oleh orangtua kepada anak

perempuannya melalui pauseang di Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten

Humbang Hasundutan?

2) Bagaimana status kepemilikan tanah yang diberikan kepada anak perempuan

melalui pauseang?

2. Tiorista (Nim : 067011100), Mahasiswi Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Pergeseran Hak Mewaris Anak

Perempuan Dalam Masyarakat Patrilineal (Studi Di Kabupaten Samosir)”.

Rumusan permasalahan yang dibahas adalah:

1) Bagaimanakah struktur kekerabatan masyarakat Batak Toba dalam kaitannya

dengan kedudukan anak perempuan di Kecamatan Pangururan Kabupaten

Samosir ?

2) Bagaimanakah kedudukan anak perempuan dalam hukum waris pada

masyarakat Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir ?

3) Apakah ada pergeseran sistem pembagian harta warisan dalam masyarakat

Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir ?

Oleh karena itu, dapat dipertanggungjawabkan bahwa penelitian ini memiliki

keaslian dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu

jujur, rasional, objektif serta terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dari proses

menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk

kritisi yang sifatnya konstruktif (membangun).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Suatu penelitian sangat membutuhkan teori sebagai pemandu untuk dijadikan

sebagai bahan untuk memperjelas dan mempertajam permasalahan yang diteliti.10

Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses

tertentu terjadi. 11 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis

artinya mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka

teoritis yang relevan sehingga mampu menerangkan masalah tersebut. Teori

berfungsi sebagai pisau analisis dalam penelitian dan teori merupakan suatu

penjelasan yang bersifat rasional serta harus dengan obyek yang dipermasalahkan dan

harus didukung dengan adanya fakta atas permasalahan yang diteliti agar dapat diuji

kebenarannya. 12 Dengan pedoman tersebut diharapkan akan memberi wawasan

berpikir untuk menemukan kebenaran dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian. Penelitian hukum harus berpijak pada teori hukum, karena teori

hukum adalah seluruh pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem

konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut

untuk sebagian yang penting dipositifkan.

Teori menempati kedudukan yang penting dalam dunia ilmu sebagai sarana

untuk merangkum serta memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal yang semula

10Sugiyo, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung : Alfabeta, 2011),hal. 1011Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,

1986), hal.22, (Selanjutnya Disebut Buku 2)12Ibid., hal. 22

Universitas Sumatera Utara

Page 27: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

11

tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu

sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara

mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakannya.13

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya

mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis

yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.14 Kerangka teori adalah

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai kasus atau permasalahan

(problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.15

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Living Law yang

dikemukakan oleh Eugen Ehrlich dan teori keadilan. Titik pokok teori Living Law

dalam pendekatan Ehrlich adalah meremehkan perbedaan antara hukum dan norma-

norma sosial lainnya yang bersifat memaksa. Aturan-aturan tersebut merupakan

norma-norma sosial aktual yang mengatur semua aspek kemasyarakatan yang

olehnya disebut sebagai hukum yang hidup (Living Law).16

Teori Keadilan diperlukan juga untuk menjelaskan dengan adanya perbedaan

kedudukan hak waris adat antara anak laki-laki dan anak perempuan khususnya pada

Suku Biak di daerah Papua. Keadilan adalah kebajikan utama dalam institusi sosial,

sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran. Suatu teori, betapapun elegan dan

ekonomisnya, harus ditolak atau direvisi jika ia tidak benar; demikian juga hukum

13Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 25314Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta:

Andi, 2006), hal. 615M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 8016Muslan Abdurrahman, Sosiologi Dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: UMM Press,

2009), hal. 13

Universitas Sumatera Utara

Page 28: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

12

dan institusi, tidak peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi atau

dihapuskan jika tidak adil. Setiap orang memiliki kehormatan yang berdasar pada

keadilan sehingga seluruh masyarakat sekalipun tidak bisa membatalkannya. Atas

dasar ini keadilan menolak jika lenyapnya kebebasan bagi sejumlah orang dapat

dibenarkan oleh hal lebih besar yang didapatkan orang lain. 17

Pada teorinya Aristoteles mengemukakan bahwa ada 5 jenis perbuatan yang

tergolong dengan adil. Lima jenis keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles ini

adalah sebagai berikut.

1. Keadilan Komutatif

2. Keadilan Distributif

3. Keadilan Kodrat Alam

4. Keadilan Konvensional

5. Keadilan Perbaikan.18

Adapun teori keadilan menurut Aristoteles tersebut yang dapat digunakan

dalam penelitian ini yaitu teori keadilan kodrat alam. Teori keadilan kodrat alam

adalah memberi sesuatu sesuai dengan apa yang diberikan oleh orang lain kepada kita

sendiri.19

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan

17John Rawls, Teori Keadilan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal. 3-418 http://www.habibullahurl.com/2015/01/teori-keadilan-menurut-aristoteles.html, diakses

pada tanggal 18 Maret 2016, 01:40 WIB19Ibid,

Universitas Sumatera Utara

Page 29: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

13

kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.20

Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan

atau konsep-konsep khusus yang akan diteliti yaitu mengenai struktur kekerabatan

masyarakat Suku Biak di Daerah Papua dalam kaitannya dengan kedudukan anak

perempuan menurut hukum waris adat pada Suku Biak di Daerah Papua. Adapun

uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

a. Hukum adat;

Adalah kompleks-kompleks yang kebanyakan tidak dikitabkan (dibukukan),

tidak dikodifisir (ongecodofoceerd), dan bersifat paksaan (dwang),

mempunyai sanksi (dari itu hukum) yang mempunyai akibat hukum

(rechtsgevolg), kompleks ini disebut hukum adat (adatrecht).21

b. Hukum adat waris;

Adalah norma-norma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik yang

materiil maupun yang immaterial yang manakah dari seseorang yang dapat

diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat, cara

dan proses peralihannya.22

c. Patrilineal;

20Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo, 1998), hal. 3121Hendra Nurtjahjo, Legal Standing Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Berperkara di

Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), Hal. 1122Soerojo Wignjodipoero, Loc. Cit.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

14

Adalah sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak bapak.23

d. Altenerend;

Adalah sistem kekerabatan yang penarikan garis keturunan dilakukan

terhadap klan pihak bapak dan ibu secara berganti-ganti.24

e. Pewaris;

Adalah setiap orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta

peninggalan (harta kekayaan).25

f. Ahli waris;

Adalah orang yang mempunyai hak untuk dapat menerima warisan,

dimana ahli waris merupakan keturunan garis lurus baik garis lurus ke atas

orang tua, kakek nenek dan seterusnya ke atas, maupun garis lurus ke bawah

yaitu anak-anak, cucu dan seterusnya ke bawah.26

g. Harta warisan;

Adalah harta yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia kepada

ahli warisnya.27

h. Harta bawaan atau harta asal;

Adalah harta yang dimiliki seseorang sebelum kawin dan harta itu akan

kembali kepada keluarganya bila ia meninggal tanpa anak.28

23Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, (Bandung: Alumni,1993), Hal. 48

24Ibid25Mohd. Idris Ramulyo, Op. cit., hal. 2126Zainuddin Ali, Loc. cit.27Ibid., hal. 328Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 31: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

15

i. Harta bersama dalam perkawinan;

Adalah harta yang diperoleh dari hasil usaha suami-istri selama dalam

ikatan perkawinan.29

j. Harta pusaka;

Yaitu harta warisan yang hanya diwariskan kepada ahli waris tertentu

karena sifatnya tidak terbagi, melainkan hanya dinikmati/dimanfaatkan

bersama oleh semua ahli waris dan keturunannya.30

k. Harta yang menunggu;

Harta yang menunggu adalah harta yang akan diterima oleh ahli waris,

tetapi karena satu-satunya ahli waris yang akan menerima harta itu tidak

diketahui dimana ia berada. 31

l. Anak;

Adalah keturunan yg kedua.32

m. Orang tua;

Adalah ayah ibu kandung.33

n. Masyarakat Suku Biak;

Suku Biak adalah salah satu kelompok masyarakat Papua yang hidup dan

tinggal di kabupaten Biak atau Biak Numfor.34

29Ibid., hal. 430Ibid31Ibid32Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)33ibid34http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1115/suku-biak, diakses pada tanggal 05 April

2016, jam 13:08 WIB

Universitas Sumatera Utara

Page 32: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

16

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, bersifat Deskriptif

karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari

fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi

sesuatu yang terjadi.35

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka jenis penelitian

yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis empiris yaitu

untuk mengevaluasi keterkaitan aspek-aspek empiris atau normatif.36 Yuridis empiris

melihat respon masyarakat Suku Biak di daerah Papua berkaitan dengan kedudukan

hak waris anak perempuan dalam masyarakat adat tersebut.

Penelitian yuridis normatif digunakan untuk mengkaji hukum waris adat,

khususnya hukum waris adat Suku Biak. Penelitian yuridis empiris digunakan untuk

mengkaji hak waris anak perempuan pada masyarakat Suku Biak.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi dari penelitian ini yaitu Kabupaten Biak di Daerah Papua, dimana

Kabupaten Biak terdiri dari 19 (Sembilan belas) Distrik/ Kecamatan. Lima Distrik

diantaranya ada di Pulau Numfor yaitu Numfor Barat, Numfor Timur, Orkeri, Poiru,

dan Bruyadori. Sementara itu terdapat 12 distrik di Pulau Biak yaitu Distrik Oridek,

Biak Timur, Biak Kota, Samofa, Yendidori, Biak Utara, Yawosi, Andey, Bondifuar,

35Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Garanit, 2004), hal. 5836Muslan Abdurrahman, Op. cit, hal. 94

Universitas Sumatera Utara

Page 33: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

17

Warsa, Biak Barat, dan Swandiwe. Adapun 2 (dua) Distrik lainnya berada di

Kepulauan yaitu Distrik Padaido, dan Aimando.37

Dari 19 (Sembilan belas) kecamatan ini akan dipilih 3 (tiga) kecamatan yaitu

Kecamatan Biak Kota, Kecamatan Biak Utara dan Kecamatan Biak Timur, dengan

alasan:

1) Masyarakat Suku Biak yang ada pada kecamatan-kecamatan tersebut masih

menggunakan hukum adat yang berlaku;

2) Masih sedikit dari pengaruh-pengaruh perkembangan zaman yang dapat

merubah pemahaman masyarakat Suku Biak tersebut terhadap hukum

adatnya;

3) Kedudukan anak perempuan pada masyarakat Suku Biak masih di bawah

kedudukan anak laki-laki.

3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama.

Populasi dapat berupa himpunan orang, benda (hidup atau mati), kejadian, kasus-

kasus, waktu atau tempat, dengan sifat atau ciri yang sama.38 Oleh karena populasi

biasanya sangat besar dan luas, kerap kali tidak mungkin untuk meneliti seluruh

populasi itu tetapi cukup diambil sebagian saja untuk diteliti sebagai sampel sehingga

memberikan gambaran yang tepat dan benar.

37 Badan Pusat Statistik Biak Numfor dalam Angka 201638 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011), hal. 118

Universitas Sumatera Utara

Page 34: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

18

Pembatasan populasi pada orang atau unit atau dapat berupa kumpulan kasus-

kasus yang terkait dengan kedudukan hak waris anak perempuan pada masyarakat

Suku Biak. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Suku Biak yang tinggal

di 3 (tiga) Kecamatan yang ada pada Pulau Biak yaitu Kecamatan Biak Kota,

Kecamatan Biak Timur dan Biak Utara.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara

random sampling. Random Sampling adalah cara pengambilan sampel secara random

(tidak pandang bulu), artinya setiap elemen dari populasi mendapat kesempatan yang

sama untuk dipilih menjadi sampel. 39 Teknik random sampling digunakan dalam

penelitian ini oleh karena masyarakat adat Suku Biak yang tinggal di daerah Papua

bersifat homogen.

Sampling dalam penelitian ini ditetapkan pada masyarakat adat Suku Biak

yang pernah membagi waris atau sedang membagi waris yang tinggal di 3 (tiga)

Kecamatan tersebut dengan cara Random Sampling.

4. Responden Dan Informan

1) Responden;

Responden dalam penelitian ini yaitu:

1. Kecamatan Biak Kota , diambil sebanyak 10 (sepuluh) orang yang terdiri dari

5 (lima) orang laki-laki dan 5 (lima) orang perempuan.

2. Kecamatan Biak Timur, diambil sebanyak 10 (sepuluh) orang yang terdiri dari

5 (lima) orang laki-laki dan 5 (lima) orang perempuan.

39Muslan Abdurrahman,Op. Cit, hal. 105

Universitas Sumatera Utara

Page 35: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

19

3. Kecamatan Biak Utara, diambil sebanyak 10 (sepuluh) orang yang terdiri dari

5 (lima) orang laki-laki dan 5 (lima) orang perempuan.

Jadi, jumlah responden untuk keseluruhannya adalah sebanyak 30 (tiga puluh)

orang.

2) Informan;

Informan penelitian adalah seseorang yang, karena memiliki informasi (data)

banyak mengenai objek yang sedang diteliti, dimintai informasi mengenai objek

penelitian tersebut. Lazimnya informan penelitian ini ada dalam penelitian yang

subjek penelitiannya berupa “kasus” (satu kesatuan unit), antara lain yang berupa

lembaga atau organisasi atau institusi (pranata) sosial. Di antara sekian banyak

informan tersebut, ada yang disebut key informan–seorang ataupun beberapa

orang, yaitu orang atau orang-orang yang paling banyak menguasai informasi

(paling banyak tahu) mengenai objek yang sedang diteliti tersebut.40 Informan

yang akan diwawancarai adalah:

a. Kepala-kepala Suku Biak di Biak Kota, Biak Timur dan Biak Utara.

b. Kepala-kepala marga Suku Biak di Biak Kota, Biak Timur dan Biak Utara.

c. Pemuka adat masyarakat Suku Biak di Biak Kota, Biak Timur dan Biak Utara.

5. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui data primer dan data

sekunder. Data primer didapat dengan melihat dan meneliti mengenai kedudukan hak

40 http://iiesweety.blogspot.co.id/2012/12/objek-penelitian-subjek-penelitian.html, diaksespada hari senin, 21 Maret 2016 Jam 14:21 WIB

Universitas Sumatera Utara

Page 36: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

20

waris adat anak perempuan Suku Biak di daerah Papua. Selanjutnya data primer

dilakukan melalui wawancara dengan informan yang berkaitan dengan kedudukan

anak perempuan menurut hukum waris adat suku Biak tersebut.

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap

bahan kepustakaan yang bersumber dari:

1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat

sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya

adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang No.1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan.

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan

bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan

hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari

kalangan ahli hukum, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan

masalah kedudukan hak waris anak perempuan menurut hukum waris adat

suku Biak di daerah Papua.

3) Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, jurnal

ilmiah, esiklopedia yang berhubungan atau berkaitan dengan materi

penelitian.

6. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Berkaitan dengan penelitian yuridis empiris maka metode pengumpulan data

dilakukan dengan cara:

Universitas Sumatera Utara

Page 37: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

21

a. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi kepustakaan

(Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau

mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran

lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.41

b. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara studi lapangan (Field

Research), data tersebut diperoleh dengan cara:

1) Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara.

Pedoman wawancara yang digunakan yaitu wawancara mendalam (in-

depth interview) atau menggali informasi lebih dalam (Probing), sehingga

diperoleh jawaban yang lebih mengarah.42

2) Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuisioner campuran

di mana kombinasi pertanyaan tertutup dan terbuka yaitu jenis pertanyaan

ini jawabannya sudah ditentukan tetapi tetapi kemudian disusul dengan

pertanyaan terbuka.43

7. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data

kualitatif, ialah data yang tidak berbentuk angka44 tetapi berdasarkan atas peraturan

perundang-undangan, yurisprudensi, pandangan-pandangan nara sumber sehingga

dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini. Semua data yang diperoleh disusun

41Muis, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, (Medan: Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara, 1990), hal. 48

42Muslan Abdurrahman, Op.,Cit, hal. 11543Ibid, hal. 11244Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 38: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

22

secara sistematis, diolah dan diteliti serta dievaluasi. Oleh karena itu data yang

dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif. Dengan menggunakan

metode deduktif ditarik suatu kesimpulan dari analisis yang telah selesai diolah

tersebut yang merupakan hasil penelitian, sehingga dari kesimpulan diharapkan akan

memberi solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

23

BAB II

MEKANISME PEMBAGIAN WARIS PADA MASYARAKAT SUKU BIAKDI DAERAH PAPUA

A. Masyarakat Suku Biak

1. Sejarah Suku Biak

Kabupaten Biak Numfor terdiri dari 19 (Sembilan belas) Distrik/ Kecamatan.

Lima Distrik di antaranya ada di Pulau Numfor yaitu Numfor Barat, Numfor Timur,

Orkeri, Poiru, dan Bruyadori. Sementara itu terdapat 12 (dua belas) Distrik di Pulau

Biak yaitu Distrik Oridek, Biak Timur, Biak Kota, Samofa, Yendidori, Biak Utara,

Yawosi, Andey, Bondifuar, Warsa, Biak Barat, dan Swandiwe. Adapun 2 (dua)

Distrik lainnya berada di kepulauan yaitu Distrik Padaido, dan Aimando.45

Kepulauan Biak-Numfor yang merupakan tempat asal dan tempat tinggal

orang Biak terletak di sebelah utara Teluk Cendrawasih dan terdiri dari tiga pulau

besar dan puluhan pulau-pulau kecil. Tiga pulau besar adalah pulau Biak, pulau

Supiori dan pulau Numfor. Sedangkan pulau-pulau kecil adalah gugusan Kepulauan

Padaido, yang terdapat di sebelah timur pulau Biak, pulau-pulau Rani dan Insumbabi

yang terdapat di sebelah selatan pulau Supiori, pulau-pulau Meosbefandi dan Ayau

yang terdapat di sebelah utara pulau Supiori dan Kepulauan Mapia yang letaknya

jauh di sebelah utara pulau Ayau.

45 Badan Pusat Statistik Kabupaten Biak Numfor, Katalog BPS: 1102001. 9409, Biak Numfordalam Angka 2016.

23

Universitas Sumatera Utara

Page 40: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

Secara geografis Kepulauan Biak

Bujur Timur dan antara 010

tergabung dalam gugusan Kepulauan Biak

perincian pulau Biak dengan luas 1.832 km2, pulau Supiori dengan luas 434

pulau Numfor dengan luas 324 km2. Kecuali pulau Supiori, yang

satu punggung sisi luar dari lipatan sedimen formasi Zone Pasifik Utara yang

merupakan lanjutan dari lipatan Kepala Burung, pulau

Kepulauan Biak-Numfor, secara geologis merupakan pulau

dalam proses pertumbuhan.

Jumlah penduduk Kabupaten Biak Numfor tahun 2014 adalah 135.831 jiwa

yang terdiri dari 69.908 jiwa penduduk laki

46J.R. Mansoben,

Tradisional. Volume 01 No. 03 Agustus 2003

Secara geografis Kepulauan Biak-Numfor terletak antara 134043’

Bujur Timur dan antara 010-10045’ Lintang Selatan. Luas seluruh pulau

tergabung dalam gugusan Kepulauan Biak-Numfor adalah 2.500 km2 dengan

perincian pulau Biak dengan luas 1.832 km2, pulau Supiori dengan luas 434

pulau Numfor dengan luas 324 km2. Kecuali pulau Supiori, yang

satu punggung sisi luar dari lipatan sedimen formasi Zone Pasifik Utara yang

merupakan lanjutan dari lipatan Kepala Burung, pulau-pulau lainnya dari gugusan

Numfor, secara geologis merupakan pulau-pulau karang yang

m proses pertumbuhan.46

Sumber: Penelusuran Google (Internet)

Jumlah penduduk Kabupaten Biak Numfor tahun 2014 adalah 135.831 jiwa

yang terdiri dari 69.908 jiwa penduduk laki-laki dan 65.923 jiwa penduduk

J.R. Mansoben, Jurnal Sistem Politik Tradisional Etnis Byak Kajian Tentang Pemerintahan. Volume 01 No. 03 Agustus 2003

24

Numfor terletak antara 134043’-137050’

ng Selatan. Luas seluruh pulau-pulau yang

Numfor adalah 2.500 km2 dengan

perincian pulau Biak dengan luas 1.832 km2, pulau Supiori dengan luas 434 km2 dan

pulau Numfor dengan luas 324 km2. Kecuali pulau Supiori, yang merupakan salah

satu punggung sisi luar dari lipatan sedimen formasi Zone Pasifik Utara yang

pulau lainnya dari gugusan

pulau karang yang masih

Jumlah penduduk Kabupaten Biak Numfor tahun 2014 adalah 135.831 jiwa

laki dan 65.923 jiwa penduduk

Jurnal Sistem Politik Tradisional Etnis Byak Kajian Tentang Pemerintahan

Universitas Sumatera Utara

Page 41: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

25

perempuan. Jumlah ini menunjukkan penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk

perempuan. Sex rasio Kabupaten Biak Numfor pada tahun 2014 menunjukkan angka

setiap 100 perempuan terdapat 106 laki-laki. Dengan luas wilayah 2.602 km2,

kepadatan penduduk di Kabupaten Biak Numfor sebesar 52,20 jiwa per km2.

Kepadatan tertinggi terjadi di Distrik Biak Kota, yakni hampir mencapai 1.039 jiwa

per km2.47

Pada waktu pemerintah Belanda berkuasa di daerah Papua hingga awal tahun

1960-an nama yang dipakai untuk menamakan Kepulauan Biak-Numfor adalah

Schouten Eilanden, menurut nama orang Eropa pertama berkebangsaan Belanda,

yang mengunjungi daerah ini pada awal abad ke-17. Nama-nama lain yang sering

dijumpai dalam laporan-laporan tua untuk penduduk dan daerah kepulauan ini adalah

Numfor atau Wiak. Fonem w pada kata wiak sebenarnya berasal dari fonem v yang

kemudian berubah menjadi b sehingga munculah kata Biak seperti yang digunakan

sekarang. Dua nama terakhir itulah kemudian digabungkan menjadi satu nama yaitu

Biak-Numfor, dengan tanda garis mendatar di antara dua kata itu sebagai tanda

penghubung antara dua kata tersebut, yang dipakai secara resmi untuk menamakan

daerah dan penduduk yang mendiami pulau-pulau yang terletak di sebelah utara

Teluk Cenderawasih itu. Dalam percakapan sehari-hari orang hanya menggunakan

nama Biak saja yang mengandung pengertian yang sama juga dengan yang

disebutkan di atas.

47 Badan Pusat Statistik Kabupaten Biak Numfor, Katalog BPS: 1102001. 9409, Biak Numfordalam Angka 2016.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

26

Tentang asal-usul nama serta arti kata tersebut ada beberapa pendapat.

Pertama ialah bahwa nama Biak yang berasal dari kata v’iak itu yang pada mulanya

merupakan suatu kata yang dipakai untuk menamakan penduduk yang bertempat

tinggal di daerah pedalaman pulau-pulau tersebut. Kata tersebut mengandung

pengertian orang-orang yang tinggal di dalam hutan’,‘orang-orang yang tidak pandai

kelautan’, seperti misalnya tidak cakap menangkap ikan di laut, tidak pandai berlayar

di laut dan menyeberangi lautan yang luas dan lain-lain. Nama tersebut diberikan oleh

penduduk pesisir pulau-pulau itu yang memang mempunyai kemahiran tinggi dalam

hal-hal kelautan. Sungguhpun nama tersebut pada mulanya mengandung pengertian

menghina golongan penduduk tertentu, nama itulah kemudian diterima dan dipakai

sebagai nama resmi untuk penduduk dan daerah tersebut. 48

Pendapat lain, berasal dari keterangan cerita lisan rakyat berupa mite, yang

menceritakan bahwa nama itu berasal dari warga klen Burdam yang meninggalkan

Pulau Biak akibat pertengkaran mereka dengan warga klen Mandowen. Menurut mite

itu, warga klen Burdam memutuskan berangkat meninggalkan Pulau Warmambo

(nama asli Pulau Biak) untuk menetap di suatu tempat yang letaknya jauh sehingga

Pulau Warmambo hilang dari pandangan mata. Demikianlah mereka berangkat, tetapi

setiap kali mereka menoleh ke belakang mereka melihat Pulau Warmambo nampak di

atas permukaan laut. Keadaan ini menyebabkan mereka berkata, v’iak wer’, atau

‘v’iak’, artinya ia muncul lagi. Kata v’iak inilah yang kemudian dipakai oleh mereka

48 J.R. Mansoben, Jurnal Sistem Politik Tradisional Etnis Byak Kajian Tentang PemerintahanTradisional. Volume 01 No. 03 Agustus 2003

Universitas Sumatera Utara

Page 43: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

27

yang pergi untuk menamakan Pulau Warmambo dan hingga sekarang nama itulah

yang tetap dipakai.49

Nama-nama lain yang sering dijumpai dalam laporan-laopran tua untuk

penduduk dan daerah kepulauan ini adalah Numfor atau Wiak. Fonem ‘W’ pada kata

Wiak sebenarnya berasal dari fonem ‘V’ yang kemudian berubah menjadi ‘B’

sehingga munculah kata ‘Biak” seperti yang digunakan sekarang. Dua nama terakhir

itulah kemudian digabungkan menjadi satu nama yaitu Biak-Numfor.50

Kata Biak secara resmi dipakai sebagainama untuk menyebut daerah dan

penduduknya yaitu pada saat dibentuknya lembaga Kankain Karkara Byak pada

tahun 1947. Lembaga tersebut merupakan pengembangan dari lembaga adat kankain

karkara mnu yaitu suatu lembaga adat yang mempunyai fungsi mengatur kehidupan

bersama dalam suatu komunitas yang disebut mnu atau kampung.51

Nama Numfor berasal dari nama pulau dan golongan penduduk asli Pulau

Numfor. Penggabungan nama Biak dan Numfor menjadi satu nama dan

pemakaiannya secara resmi terjadi pada saat terbentuknya lembaga dewan daerah di

Kepulauan Schouten yang diberi nama Dewan daerah Biak-Numfor pada tahun 1959.

Nama Biak-Numfor digunakan untuk menyebut daerah geografisnya dan

daerah administrasi pemerintahannya. Nama Biak digunakan untuk menyebut bahasa

dan orang yang memeluk kebudayaan Biak yang bertempat tinggal di daerah

49 J.R. Mansoben, Jurnal Sistem Politik Tradisional Etnis Byak Kajian Tentang PemerintahanTradisional. Volume 01 No. 03 Agustus 2003

50 Diakses dari Internet Wikipedia Pada Tanggal 02 Desember 201651 J.R. Mansoben, Jurnal Sistem Politik Tradisional Etnis Byak Kajian Tentang Pemerintahan

Tradisional. Volume 01 No. 03 Agustus 2003

Universitas Sumatera Utara

Page 44: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

28

Kepulauan Biak-Numfor sendiri maupun yang bertempat tinggal di daerah-daerah

perantauan yang terletak di luar kepulauan tersebut.

Tentang sejarah orang Biak, baik sejarah asal usul maupun sejarah kontaknya

dengan dunia luar, tidak diketahui banyak karena tidak tersedia keterangan tertulis.

Satu-satunya sumber lokal yang memberikan keterangan tentang asal-usul orang Biak

seperti halnya juga pada suku-suku bangsa lainnya di Papua, adalah mite. Menurut

mite moyang orang Biak berasal dari satu daerah yang terletak di sebelah timur,

tempat matahari terbit. Moyang pertama datang ke daerah kepulauan ini dengan

menggunakan perahu. Ada beberapa versi cerita kedatangan moyang pertama itu.

Salah satu versi mite itu menceritakan bahwa moyang pertama dari orang Biak terdiri

dari sepasang suami isteri yang dihanyutkan oleh air bah di atas sebuah perahu dan

ketika air surut kembali terdampar di atas satu bukit yang kemudian diberi nama oleh

kedua pasang suami isteri itu Sarwambo. Bukit tersebut terdapat di bagian timur laut

Pulau Biak (di sebelah selatan kampung Korem sekarang). Dari Bukit Sarwambo,

moyang pertama itu bersama anak-anaknya berpindah ke tepi Sungai Korem dan dari

tempat terakhir inilah mereka berkembang biak memenuhi seluruh Kepulauan Biak-

Numfor.

Orang Biak, baik yang bertempat tinggal di daerah Kepulauan Biak-Numfor

maupun yang berdomisili di tempat-tempat perantauan, menggunakan satu bahasa,

yaitu bahasa Biak. Walaupun mereka menggunakan satu bahasa yang sama akan

tetapi terdapat perbedaan dialek antara penduduk pada satu daerah dengan daerah

yang lainnya. Namun, secara prinsip dialek-dialek yang berbeda itu tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 45: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

29

menghalangi mereka untuk saling mengerti satu sama lain. Di Kepulauan Biak-

Numfor sendiri terdapat sepuluh dialek sedangkan di daerah-daerah migrasi atau

perantauan terdapat tiga dialek.

Secara linguistik, bahasa Biak adalah salah satu bahasa di Papua yang

dikategorikan dalam keluarga bahasa Austronesia dan khususnya termasuk pada sub

grup South-Halmahera-West New Guinea. Oleh karena bahasa tersebut digunakan

oleh para migran Biak di daerah-daerah perantauan, maka ia berfungsi di tempat-

tempat itu sebagai bahasa pergaulan antara orang-orang asal Biak dengan penduduk

asli. Jumlah penduduk yang menggunakan bahasa Biak di daerah Kepulauan Biak-

Numfor sendiri pada saat sekarang berjumlah ± 70.000 orang. Membandingkan

jumlah penduduk yang menggunakan bahasa Biak dengan bahasa-bahasa daerah

lainnya di Papua, maka bahasa Biak termasuk dalam kelompok bahasa-bahasa daerah

di Papua yang jumlah penuturnya lebih dari 10.000 orang. Kecuali itu, jika dilihat

dari segi luas wilayah pesebarannya maka bahasa Biak merupakan bahasa yang

paling luas wilayah pesebarannya di seluruh Papua.52

2. Sistem Kekerabatan Suku Biak

a. Sistem kekerabata dalam hukum adat

Dalam hukum waris adat perlu dilihat kembali pada hukum kekerabatan yang

berlaku dalam suatu masyarakat. Kaitan hukum kekerabatan dan hukum kewarisan,

52J.R. Mansoben, Jurnal Sistem Politik Tradisional Etnis Byak Kajian Tentang Pemerintahan

Tradisional. Volume 01 No. 03 Agustus 2003

Universitas Sumatera Utara

Page 46: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

30

Wirjono Prodjodikoro dalam hal ini mengemukakan pendapat yang pokoknya dapat

diuraikan sebagai berikut::

“manusia di dunia ini mempunyai macam-macam sifat kekeluargaan dan sifatwarisan yang dalam suatu masyarakat tertentu berhubung erat dengan sifatkekeluargaan serta berpengaruh pada kekayaan dalam masyarakat itu. Sifat darikekeluargaan tertentu menentukan batas-batas, yang berada dalam tiga unsur darisoal warisan yaitu peninggal warisan (erflater), ahli waris (erfgenaam) dan hartawarisan (natalatenschap). Maka dalam membicarakan hukum waris perludiketahui kekeluargaan masyarakatnya. Di Indonesia di berbagai daerah terdapatsifat kekeluargaan yang berbeda dan dapat dimasukkan dalam tiga macamgolongan :1. Sifat kebapakan (partriarchaat, faderrechfelijk),2. Sifat keibuan (matriarchaat, moedrrechtelijk), dan3. Sifat kebapakibuan (parental, ouderrechtelijk).53

Sebelum membahas tentang keluarga, uraian ini diawali dengan persekutuan

hukum yang ada di Indonesia dan pernah digagas oleh ahli hukum. Masyarakat asli

Indonesia mempunyai kaum atau warga yang teratur dan yang tampak bahwa orang-

orangnya sudah menetap diam dan mempunyai pemerintahan sendiri, yang terdiri

atas kepala persekutuan adat dengan pembantu-pembantunya.54

Persekutuan-persekutuan hukum di Indonesia memiliki perbedaan satu sama

lain dalam susunannya antara lain:

a) Persekutuan hukum yang geneologis

Pada persekutuan hukum (masyarakat hukum) genealogis dasar pengikat utama

anggota kelompok adalah persamaan dalam keturunan, artinya anggota-anggota

kelompok itu terikat karena merasa berasal dari nenek moyang yang sama.

53 Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1988), Hal. 14-1654 Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, Pelajaran Hukum Indonesia, (Jakarta: Gunung

Agung, 1957), Hal. 75

Universitas Sumatera Utara

Page 47: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

31

Menurut para ahli hukum adat di masa Hindia Belanda masyarakat hukum

genealogis ini dapat dibedakan dalam tiga macam yaitu yang bersifat patrilineal,

matrilineal dan parental.55

b) Persekutuan hukum yang teritorial berdasarkan kependudukan, yakni

persekutuan hukum yang dipengaruhi, baik faktor geneologis maupun faktor

teritorial.56 Dasar dari pada ikatan-ikatan anggota persekutuan hukum territorials

(wilayah) ialah hubungan bersama terhadap suatu daerah yang sama atau

tertentu 57 , contoh dari pada masyarakat territorials ini adalah di desa Jawa,

Sunda, Madura dan Bali dan lainnya. Orang-orang yang mendiami dusun atau

wilayah dalam masyarakat territorials ini merupakan suatu golongan dan satu

kesatuan, dengan kekuasaan pembelaan keluar dan penyusunan ke dalam.

Sistem kekeluargaan/kekerabatan yang hidup dalam kelompok masyarakat

yang satu dengan kelompok masyarakat yang lainnya tidak selalu sama. Hal tersebut

umumnya dapat diketahui dari susunan kelompok masyarakat yang bersangkutan.

Salah satu cara untuk melihat hal tersebut adalah dengan memperhatikan susunan

kelompok masyarakat tersebut berdasarkan ikatan genealogis.

Berdasarkan ikatan genealogis, susunan masyarakat pada dasarnya terbagi ke

dalam 4 (empat) kelompok, yaitu patrilineal, matrilineal, parental dan alternerend.

1) Patrilineal

55 Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Rafika Aditama), 2005, Hal.210

56 Nani Soewondo, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat, Hal. 2957 Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2003), Hal. 584

Universitas Sumatera Utara

Page 48: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

32

Pada susunan patrilineal penarikan garis keturunan dilakukan terhadap

klan pihak bapak. Susunan masyarakat tersebut ditemui pada masyarakat Nias,

Gayo, Batak, dan lain-lain.

2) Matrilineal

Susunan matrilineal merupakan kebalikan dari susunan patrilineal. Pada

susunan tersebut, penarikan garis keturunan dilakukan terhadap klan pihak ibu.

Susunan masyarakat tersebut ditemui pada masyarakat Minangkabau, Kerinci

dan lain-lain.

3) Parental

Pada susunan parental penarikan garis keturunan dapat dilakukan terhadap

kedua pihak, yaitu klan pihak bapak dan klan pihak ibu. Susunan masyarakat

tersebut ditemui pada masyarakat Jawa.

4) Alternerend

Pada susunan alternerend penarikan garis keturunan dilakukan terhadap

klan pihak bapak dan klan pihak ibu secara berganti-ganti. Susunan masyarakat

tersebut dapat dijumpai pada masyarakat Indonesia bagian timur.

Ruang lingkup hukum kekeluargaan pada dasarnya meliputi pertalian

darah, hubungan orang tua dan anak, pengambilan anak dan perwalian. Tiga hal

pertama sangat erat hubungannya dengan hukum kewarisan, yaitu berkaitan

dengan siapa-siapa yang merupakan ahli waris.58

58Otje Salman, Loc. cit

Universitas Sumatera Utara

Page 49: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

33

b. Sistem Kekerabatan Pada Masyarakat Suku Biak

Masyarakat Suku Biak menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu

penarikan garis keturunan dilakukan terhadap klan pihak bapak, hal ini dapat dilihat

pada masyarakat Suku Biak yang menarik garis keturunan dengan memiliki marga

yang diambil dari bapak/ ayahnya kemudian diturunkan kepada anak-anaknya. Hal

ini dapat dilihat dari pendapat responden seperti tercantum dalam tabel berikut.

Tabel. 1

Sistem kekerabatan pada masyarakat Suku Biak n = 30

Keterangan L= Responden Laki-lakiP = Responden Perempuan

Budaya Suku Biak dan juga orang Papua, menganut sistem kekerabatan

patrilineal, sehingga melalui sistem ini pada saat dilahirkan sudah tahu bahwa

mereka hidup ikut pada klan pihak bapak bukan pada klan pihak ibu. Suku Biak

menganut sistem kekerabatan patrilineal murni karena sekali mengikuti marga dari

klan pihak bapak maka harus tetap mengikuti marga dari klan pihak bapak dan tidak

dapat diubah dengan mengikuti marga dari klan pihak ibu. Namun, Pada masyarakat

No. Sistemkekerabatan

BiakKota

BiakTimur

BiakUtara

Frekuensi volume

L P L P L P1.

2.

3.

Patrilineal

Matrilineal

Parental

5

-

-

5

-

-

5

-

-

5

-

-

5

-

-

5

-

-

30

-

-

100%

-

-

Total 30 100%

Universitas Sumatera Utara

Page 50: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

34

Suku Biak sering juga ditemukan anak yang mengikuti garis keturunan dari klan

pihak ibunya, hal ini disebabkan karena seorang bapak yang pergi meninggalkan anak

atau melepas tanggung jawabnya sebagai orang tua sehingga anak tersebut atas

persetujuan saudara-saudara dari pihak ibunya diberi marga dari klan pihak ibunya

tersebut. Hal ini menurut Suku Biak dinyatakan salah karena sistem kekerabatan yang

dianut adalah sistem patrilineal dan hal ini dikatakan dosa karena anak tersebut telah

diambil dari marga lain atau klan pihak bapak.59

Sistem kekerabatan patrilineal yang dianut pada masyarakat Suku Biak ini,

pada akhirnya menimbulkan hubungan-hubungan hukum seperti:

a) Hubungan Suami dan Istri pada masyarakat Suku Biak

Hubungan suami isteri pada masyarakat Suku Biak di daerah Papua dalam

kekeluargaan patrilineal, seorang isteri setelah dibeli dengan dibayarnya mas

kawin atau pada suku Biak disebut iyakyaker oleh pihak keluarga suaminya

kepada keluarga pihak isteri, maka isteri tersebut telah masuk ke dalam keluarga

suaminya dan berperan penting di dalam keluarga suaminya. 60

Hubungan suami isteri merupakan hubungan hak dan kewajiban yang tidak

saja dimaksudkan untuk menegakkan rumah tangga,61 tetapi juga dimaksudkan

untuk mendapatkan dan meneruskan keturunan serta memelihara hubungan

59Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar Ketua Dewan Adat Suku Biak di GedungLembaga Dewan Adat Biak pada Tanggal 03 Agustus 2016

60Wawancara dengan Bapak Mananwir Jhon Rumansara di Biak Timur Pada Tanggal 02Agustus 2016

61Lihat pasal 30 Undang-undang no.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan

Universitas Sumatera Utara

Page 51: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

35

kekerabatan kedua pihak. Hubungan kekerabatan dalam arti tolong menolong dan

saling memperhatikan antara kerabat yang satu dan kerabat yang lain.

Terjadinya hubungan suami dan istri ini diawali dengan terjadinya perkawinan

di mana setelah perkawinan isteri melepaskan kewargaan adat dari kerabat

bapaknya dan memasuki kewargaan adat kerabat suaminya. Hak dan kedudukan

suami lebih tinggi dari hak dan kedudukan isteri.

Isteri adalah pendamping dan pembantu suami dalam menegakkan rumah

tangga, dalam mempertahankan kedudukan suami, meneruskan keturunannya

serta memelihara hubungan kekerabatan antara pihak suami dan pihak isteri.

Suami adalah kepala keluarga dalam kehidupan rumah tangga, dan jika ia anak

tertua laki-laki seperti berlaku di Lampung, maka suami adalah juga kepala

kerabat dan isteri adalah juga sebagai ibu dari seluruh anggota kerabat.

Bertambah tua kedudukan suami dalam keturunan kerabatnya bertambah luas

peranannya dalam hubungan kekerabatan.

Di dalam musyawarah adat untuk menentukan kedudukan seseorang warga

adat, bukan hak dan kewajiban isteri melainkan hak dan kewajiban suami.

Namun, keputusan yang akan diambil oleh musyawarah adat dengan

memperhatikan usul pendapat yang dikemukakan oleh para isteri. Jadi isteri tidak

dibenarkan bersikap tindak dan mengambil keputusan sendiri terhadap hal-hal

yang menyangkut kepentingan keluarga atau kerabat.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

36

Suami isteri wajib saling cinta mencintai dan hormat menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir batin antara yang satu dan yang lain.62 Tetapi kewajiban

itu tidak semata-mata hanya diperuntukan bagi suami isteri itu sendiri, melainkan

juga harus diberikan kepada orang tua (mertua) dan kerabat kedua pihak, terutama

dipihak laki-laki.

b) Hubungan Anak Dan Orang Tua

Sejauh mana kedudukan anak terhadap orang tuanya, yang menyebabkan

adanya hak dan kewajiban yang timbal balik antara anak dan orang tua

dipengaruhi oleh susunan kekerabatan, sistem pertalian darahnya, perkawinan dan

bentuk perkawinan dari ayah ibunya dan tidak adanya pertalian adat diantara

sianak dan orang tua. Dalam susunan kekerabatan yang patrilineal maka sistem

pertalian darah lebih diutamakan adalah kewangsaan ayah dan pada umumnya

berlaku adat perkawinan dengan pembayaran jujur, di mana setelah perkawinan

isteri masuk dalam kekerabatan suami. Kemudian jika tidak mempunyai

keturunan berlaku adat pengangkatan anak laki-laki.

Dalam susunan kekerabatan patrilineal kewangsaan lebih dititikberatkan

menurut garis keturunan laki-laki, maka kedudukan anak laki-laki lebih diutamakan

dari anak perempuan. Anak laki-laki adalah penerus keturunan bapaknya yang ditarik

dari satu bapak asal, sedangkan anak perempuan disiapkan untuk menjadi anak orang

lain yang akan memperkuat keturunan orang lain. Oleh karenanya apabila suatu

62Lihat Pasal 33 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Universitas Sumatera Utara

Page 53: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

37

keluarga tidak mempunyai anak laki-laki lebih-lebih tidak mempunyai keturunan

sama sekali dikatakan “putus keturunan” (Batak: punu, Lampung: mupus, Bali:

putung).

Pada umumnya menurut hukum adat sebagaimana juga diatur di dalam

Undang-undang no.1 tahun 1974, bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan

mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri

sendiri. Sebaliknya anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak

mereka yang baik, serta wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan

keluarga dalam garis lurus ke atas.

Kedudukan anak dalam masyarakat adat pada umumnya dan di Biak pada

khususnya di dasarkan pada hubungan:

(1) Pertalian darah

Dalam susunan kekerabatan yang pertalian darahnya lebih mengutamakan

keanggotaan kerabat menurut garis keturunan laki-laki (Batak: marga; Rejang:

petulai; Lampung: buai; Timor: kanaf, fukun; Rote: leo; Biak: Fam), maka

semua anggota kerabat merasa mempunyai hubungan kewangsaan yang akrab

dari satu Poyang asal pendiri kesatuan keturunannya, sedangkan anak-anak

perempuan adalah pembuah dari keturunan laki-laki yang kedudukannya

dibawah pengaruh kekuasaan ayahnya dan saudara-saudara laki-laki ayahnya,

dan apabila ia kawin mengikuti suaminya ia berada di bawah pengaruh

kekuasaan suami dan saudara-saudara suaminya.

(2) Pertalian perkawinan

Universitas Sumatera Utara

Page 54: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

38

Selain dari apa yang diuraikan di atas, kedudukan anak laki-laki terhadap

orang tuanya dalam kekerabatan patrilineal, dapat pula dilihat dari latar

belakang sah tidaknya perkawinan orang tuanya serta bentuk perkawinan

orang tuanya dan bentuk perkawinannya sendiri. Begitu pula jika bapaknya

mempunyai beberapa isteri, maka kedudukan anaknya pun dipengaruhi

kedudukan ibunya.

Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat

perkawinan yang sah.Sedangkan anak yang dilahirkan diluar perkawinan

hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dengan keluarga

ibunya.63

Pada dasarnya baik menurut hukum perundang-undangan maupun adat

untuk menentukan sah tidaknya sianak adalah dilihat pada kenyataan yuridis

bukan kenyataan biologis.

(3) Pertalian adat

Hubungan anak dengan orang tua karena pertalian adat yang dimaksud

adalah hubungan anak yang bukan anak kandung, yang terjadi karena adanya

pengangkatan anak adat atau anak akuan. “Anak akuan” adalah anak orang

lain yang diakui sebagai anak, misalnya seperti “anak pungut” atau “anak

piara”.

63Lihat Pasal 42-43 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Universitas Sumatera Utara

Page 55: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

39

Kedudukan anak akuan dalam keluarga berbeda dengan kedudukan anak

kandung dan anak tiri. Ia tidak mempunyai hak sebagai waris dari orang tua

yang mengakuinya dan ia hidup hanya tergantung pada belas kasihan dari

orang tua yang mengakuinya. Tetapi juga ia tidak terikat pada ikatan

kekerabatan adat dari keluarga yang mengakuinya, ia bebas untuk mentukan

sendiri kedudukannya, apakah ia ingin tetap ada hubungan dengan keluarga

bersangkutan atau ia ingin beralih ke keluarga lain atau “mandiri”.

Kedudukan anak angkat pada masyarakat suku Biak, diketahui pada

umumnya orang Biak tidak pandang bulu, anak angkat mendapat perhatian

dan kasih sayang yang sama dengan anak kandung. Kebanyakan dari orang

Biak lebih mencurahkan kasih sayang mereka kepada anak angkatnya,

berbeda dengan suku-suku lain yang ada di tanah yang besar, orang Biak

sedikit berbeda.64

c) Hubungan Anak Dan Kerabat

Adanya hubungan anak dan kerabat terjadi dikarenakan ayah dan ibu

sianak mempunyai hubungan kekerabatan. Jika ayah dan atau ibu tidak

mempunyai kerabat atau menjauhi hubungan kekerabatan, maka dengan

sendirinya hubungan kekerabatan antara anak dan kerabat orang tuanya tidak

ada. Hubungan kekerabatan dimaksud ialah hubungan timbal balik yang

mengandung hak dan kewajiban antara anak dan kerabat orang tuanya.

64Wawancara dengan Bapak Jhon Rumansara Mananwir di Biak Timur Pada Tanggal 02Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 56: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

40

Hubungan kekerabatan antara anak dan kerabat orang tua ada yang luas

danada yang sempit. Yang luas nampak pada susunan masyarakat yang

patrilineal dan matrilineal, sedangkan yang sempit nampak pada susunan

masyarakat yang parental atau pada keluarga-keluarga modern yang menetap

diam di kota-kota besar, yang dikarenakan penuh kesibukan tugas sehari-hari

hubungan kekerabatannya lemah.

a) Anak dan kerabat bertali darah

Hubungan anak dan kerabat bertali darah yang diuraikan disini dilihat dari

dua segi, yaitu yang sepertalian darah dari pihak bapak dan yang sepertalian darah

dari pihak ibu. Yang mana dalam susunan patrilineal, kerabat dari pihak bapak

lebih diutamakan dari kerabat pihak ibu.

b) Sepertalian darah dari bapak

Semua anak laki-laki dan perempuan yang berasal dari satu bapak asal

yang ditarik dari bapak kandung adalah anggota kerabat seketurunan bapak

(Batak: dongan sebutuha, semarga; Lampung: jak beteng sai, sebuway), artinya

yang berasal dari satu perut bapak. Ke semua anak terutama anak laki-laki

merasakan dan menyatakan bahwa semua laki-laki saudara bapaknya, adalah

bapaknya juga.

c) Sepertalian darah dari ibu

Anak-anak terhadap anggota-anggota kerabat yang sepertlian darah

(semarga, sebuway) dengan ibu, terutama yang laki-laki beserta isterinya, yang

Universitas Sumatera Utara

Page 57: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

41

setingkat dengan orang tua sianak, adalah juga merupakan orang tuanya yang

patut dihormati dan dijunjung tinggi. Orang-orang tua menyatakan bahwa hidup

ini tidak ada jika ibu tidak ada, oleh karenanya hormatilah kerabat asal dari ibu.

d) Anak dan kerabat bertali perkawinan

Dikarenakan terjadinya ikatan perkawinan maka timbul hubungan

kekerabatan, menantuan, besanan, periparan, persemendaan, yang diberbagai

daerah terdapat istilah-istilah kekerabatan tersendiri berupa tutur, panggilan dan

sebutan yang mengandung makna dan sekaligus menunjukan kedudukan,fungsi

dan peranan seseorang didalam hubungan kekerabatan.

(1) Anak menantu dengan mertua

(2) Periparan dan persemendaan

e) Anak dan kerabat bertali adat

Hubungan kekerabatan bertali adat terjadi diantara anggota-anggota

kerabat yang tidak bertali darah atau bertali perkawinan. Hubungan mana dapat

dibedakan antara hubungan yang beradat dan hubungan yang tidak beradat.

Hubungan yang beradat adalah hubungan kekerabatan yang terjadi karena adanya

ikatan berdasarkan hukum adat, sedangkan hubungan yang tidak beradat adalah

hubungan kekerabatan yang terjadi karena berdasarkan pengakuan oleh keluarga

tertentu saja.

Pada masyarakat Suku Biak di daerah Papua, anak laki-laki dan anak

perempuan mempunyai hubungan yang erat dengan kerabat-kerabat dari orang

tuannya. Sebagai contoh anak laki-laki pada Suku Biak mempunyai hubungan

Universitas Sumatera Utara

Page 58: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

42

yang erat dengan pamannya atau saudara laki-laki dari klan ibunya. demikian juga

anak perempuan. Pada masyarakat Suku Biak, peran paman sangat penting

terhadap keponakan-keponakannya. Hal ini dapat di lihat dalam adat Suku Biak

dahulu kala hingga saat ini dimana seorang keponakan laki-laki bertanggung

jawab untuk menjaga dan melindungi paman dari klan pihak ibunya, sehingga

saudara-saudara ibunya atau pamannya juga bertanggung jawab untuk memberi

kekuatankepada keponakannya laki-laki secara adat. Kekuatan yang dimaksud

adalah kekuatan mistik, di Suku Biak ini disebut dengan istilah borias. Selain

bertanggung jawab menjaga dan melindungi pamannya, keponakan laki-laki juga

bertanggung jawab untuk membalaskan dendam kepada orang-orang yang

mencelakai atau membunuh pamannya tersebut, sehingga paman atau om wajib

memberi kekuatan tambahan kepada keponakannya laki-laki pada Suku Biak

dikenal dengan istilah ram rem yaitu memberikan wangi-wangian atau

mencelupkan wangi-wangian di atas kepala keponakannya pada saat keponakan

itu menjelang dewasa atau pada saat akan membentuk rumah tangga baru. Hal ini

juga merupakan berkat dari paman kepada keponakan laki-laki tersebut. 65

Hubungan anak dengan kerabat pada masyarakat Suku Biak masih sangat luas hal

ini dapat dilihat dalam upacara-upacara adat di dalam hukum adat Suku Biak.

B. Pembagian Warisan Pada Masyarakat Suku Biak

65Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar Ketua Dewan Adat Suku Biak di GedungLembaga Dewan Adat Biak pada Tanggal 03 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 59: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

43

Hukum waris adat mempunyai kaitan erat dengan hukum kekerabatan dan

hukum perkawinan. Pembentukan hukum waris adat suatu masyarakat tidak terlepas

dari pengaruh hukum kekerabatan dan hukum perkawinannya.

Menurut Soerojo Wignjodipuro :

“bahwa hukum waris adat sangatlah erat hubungannya dengan sifat-sifatkekeluargan dari masyarakat hukum yang bersangkutan, serta berpengaruhpada harta kekayaan yang ditinggalkan dalam masyarakat tersebut. Olehsebab itu, dalam membicarakan masalah kewarisan mesti dibahas pula tentanghukum kekerabatan dan hukum perkawinan masyarakat”.66

Sistem pewarisan yang ada dalam masyarakat Indonesia menurut Djaren

Saragih adalah:

1) Sistem pewarisan di mana harta peninggalan dapat dibagi-bagikan,

2) Sistem pewarisan di mana harta peninggalan tidak dapat dibagi-bagikan.

Sistem yang pertama pada umumnya terdapat pada masyarakat bilateral

seperti di Pulau Jawa, sedangkan sistem yang kedua terdapat pada masyarakat

unilateral. Sistem kedua dapat dibedakan lagi dalam bentuk sistem pewarisan kolektif

dan sistem pewarisan mayorat. Sistem pewarisan kolektif, harta peninggalan dilihat

sebagai keseluruhan dan tidak terbagi-bagi dimiliki bersama-sama oleh para ahli

waris, seperti pada masyarakat Minangkabau dan Ambon. Sistem Pewarisan mayorat,

harta peninggalan secara keseluruhan tidak dibagi-bagi, tetapi jatuh ke tangan anak

yang tertua. Dalam sistem pewarisan mayorat, ada yang bersifat mayorat laki-laki

66 Soerojo Wignyodipoero, Op.Cit., Hal. 165

Universitas Sumatera Utara

Page 60: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

44

yang berarti harta peninggalan jatuh ke tangan anak laki-laki tertua dan mayorat

perempuan di mana harta peningglan jatuh ke tangan anak perempuan yang tertua. 67

Tentang sistem pewarisan individu, kolektif dan mayorat pada prinsipnya,

Hilman Hadikusuma mengemukakan pendapat yang sama hanya ditambahkannya

bahwa sistem individual banyak berlaku di kalangan masyarakat yang sistem

kekerabatannya parental sebagaimana di kalangan masyarakat adat Jawa atau juga di

kalangan masyarakat adat lainnya seperti masyarakat Batak yang berlaku adat manjae

(Jawa, rnancar, mentas); atau juga di kalangan masyarakat adat yang kuat

dipengaruhi hukum Islam, seperti di kalangan masyarakat adat Lampung beradat

peminggir, di pantai-pantai Selatan Lampung.68 Kebaikan sistem pewaris individual,

ahli waris dapat bebas menguasai dan memiliki harta warisan tanpa dapat dipengaruhi

anggota keluarga yang lain. Kelemahannya, pecahnya harta warisan dan

merenggangnya tali kekerabatan serta timbulnya hasrat ingin memiliki kebendaan

secara pribadi dan mementingkan diri sendiri.

Selanjutnya, kebaikan sistem pewarisan kolektif tampak apabila fungsi harta

kekayaan digunakan untuk kelangsungan hidup keluarga besar itu pada masa

sekarang dan masa seterusnya masih tetap berperan, tolong menolong antara yang

satu dan yang lain di bawah pimpinan kepala kerabat yang penuh tanggung jawab

masih tetap dapat dipelihara, dibina dan dikembangkan. Kelemahan sistem tersebut

dapat menimbulkan cara berpikir yang terlalu sempit kurang terbuka bagi orang luar,

67 Djaren Saragih, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali,1980), Hal. 16368 Hilman Hadikusuma, Hukum Kekerabatan Adat, (Jakarta: fajar Agung, 1997), Hal. 24.

(Selanjutnya Disebut Buku I)

Universitas Sumatera Utara

Page 61: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

45

sulit mencari kerabat yang kepemimpinannya bisa diandalkan, di samping rasa setia

kawan dan rasa setia kerabat semakin bertambah luntur. Sistem pewarisan mayorat

sebenarnya merupakan sistem pewarisan kolektif, hanya saja penerusan hak diberikan

kepada anak tertua sebagai pemimpin keluarga, menggantikan ayah dan ibunya. Ia

hanya berkedudukan sebagai pemegang mandat, dan bukan pemilik harta secara

perseorangan. Kebaikan sistem ini terletak pada kepemimpinan anak tertua, bila ia

penuh tanggung jawab maka keutuhan dan kerukunan keluarga dapat dipertahankan,

sedangkan kelemahannya bila terjadi sebaliknya.

Pembagian warisan pada masyarakat Suku Biak di daerah Papua juga dilihat

pada sistem kekerabatan yang dianut yaitu sistem kekerabatan patrilineal.

Tabel. 2

Pembagian Warisan Pada Masyarakat Suku Biak

n=30

No. PembagianWarisan

Jawaban Responden Frekuensi Volume

BiakKota

BiakTimur

BiakUtara

L P L P L P

1. Hanya anaklaki-laki yangmenerimabagian dariorang tuanya

2 2 3 1 4 1 13 41%

Universitas Sumatera Utara

Page 62: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

46

Keterangan : L= Responden Laki-lakiP= Responden Perempuan

Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat Suku Biak, 41% responden

menyatakan bahwa hanya anak laki-laki yang berhak menerima harta warisan dari

orang tuanya. Namun, 59% responden lagi menyatakan bahwa anak perempuan juga

menerima warisan dari orang tuanya namun bagiannya tidak lebih besar dari pada

bagian anak laki-laki. Pada tabel 2 jika dilihat dari segi anak perempuan Suku Biak

maka dapat dilihat bahwa 4 (empat) anak perempuan dari 15 (lima belas) anak

perempuan di tiga Kecamatan tersebut di atas menyatakan bahwa hanya anak laki-

laki yang menerima warisan dari orang tuanya dan ada 11 (sebelas) responden

perempuan yang menyatakan bahwa perempuan juga menerima bagian warisan dari

orang tuanya, namun bagiannya tidak lebih besar dari pada bagian yang diterima oleh

anak laki-laki.

Masyarakat Suku Biak pada dasarnya memandang bahwa hanya anak laki-laki

yang dapat menerima bagian dari pewaris. Oleh sebab itu, sebagian dari anak

perempuan menyatakan bahwa mereka tidak dapat berbuat apa-apa dan menganggap

bahwa dirinya sudah menikah keluar/melintas keret dan sudah seharusnya seperti itu.

2. Anakperempuansebagai ahliwaris

2 4 2 4 2 3 17 59%

Total 30 100%

Universitas Sumatera Utara

Page 63: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

47

Namun, sebagian perempuan ada yang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan

tindakan yang tidak adil, bahwa hanya anak laki-laki yang berhak untuk menerima

warisan dari orang tuanya, akan tetapi mereka berkata bahwa tidak dapat menuntut

bagiannya. Anak perempuan hanya bisa diam dan menunggu untuk diberi bagian dari

orang tua maupun saudara laki-laki mereka yang mewaris.69

C. Asas-asas Dalam Hukum Waris Adat Suku Biak

1. Asas Hukum Waris Adat Secara Umum

Asas-asas yang terdapat dalam hukum waris adat yaitu kalau hukum

kewarisan adat masyarakat di Indonesia dianalisis, maka ditemukan 5 (lima) asas

hukum kewarisan adat. Hal dimaksud, diuraikan sebagai berikut.

a. Asas KeTuhanan dan Pengendalian diri

Asas KeTuhanan dan pengendalian diri, yaitu adanya kesadaran bagi para

ahli waris bahwa rezeki berupa harta kekayaan manusia yang dapat dikuasai

dan dimiliki merupakan karunia dan keridhaan Tuhan atas keberadaan harta

kekayaan. Oleh karena itu, untuk mewujukan ridha Tuhan bila seorang

meninggal dan meninggalkan harta warisan, maka para ahli waris itu

menyadari dan menggunakan hukum-Nya untuk membagi harta warisan

mereka, sehingga tidak berselisih dan saling berebut harta warisan karena

perselisihan di antara para ahli waris memberatkan perjalanan arwah pewaris

untuk menghadap kepada Tuhan. Oleh karena itu, terbagi atau tidak

69 Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar Ketua Dewan Adat Biak di Distrik Biak KotaPada Tanggal 03 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 64: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

48

terbaginya harta warisan bukan tujuan tetapi yang penting adalah menjaga

kerukunan hidup di antara para ahli waris dan semua keturunannya.

b. Asas Kesamaan dan Kebersamaan Hak

Asas kesamaan dan kebersamaan hak, yaitu setiap ahli waris mempunyai

kedudukan yang sama sebagai orang yang berhak untuk mewarisi harta

peninggalan pewarisnya, seimbang antara hak dan kewajiban tanggung jawab

bagi setiap ahli waris untuk memperoleh harta warisannya. Oleh karena itu,

memperhitungkan hak dan kewajiban tanggung jawab setiap ahli waris

bukanlah berarti pembagian harta warisan itu mesti sama banyak, melainkan

pembagian itu seimbang berdasarkan hak dan tanggung jawabnya.

c. Asas Kerukunan dan Kekeluargaan

Asas kerukunan dan kekeluargaan, yaitu para ahli waris mempertahankan

untuk memelihara hubungan kekerabatan yang tenteram dan damai, baik

dalam menikmati dan memanfaatkan harta warisan tidak terbagi maupun

dalam menyelesaikan pembagian harta warisan terbagi.

d. Asas Musyawarah dan Mufakat

Asas musyawarah dan mufakat, yaitu para ahli waris membagi harta

warisannya melalui musyawarah yang dipimpin oleh ahli waris yang dituakan

dan bila terjadi kesepakatan dalam pembagian harta warisan, kesepakatan itu

bersifat tulus ikhlas yang dikemukakan dengan perkataan yang baik yang

keluar dari hati nurani pada setiap ahli waris.

e. Asas Keadilan

Universitas Sumatera Utara

Page 65: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

49

Asas keadilan, yaitu keadilan berdasarkan status, kedudukan, dan jasa,

sehingga setiap keluarga pewaris mendapatkan harta warisan, baik bagian

sebagai ahli waris maupun bagian sebagai bukan ahli waris, melainkan bagian

jaminan harta sebagai anggota keluarga pewaris.

2. Asas Hukum Waris Adat Biak

Berdasarkan data yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner maka,

asas-asas yang terdapat dan dikenal dalam hukum waris adat suku Biak adalah:

a. Asas musyawarah mufakat;

Asas musyawarah mufakat dilihat pada masyarakat Suku Biak dalam

pembagian hak waris di mana para ahli waris bersama-sama duduk dengan

seluruh keluarga yang hendak membagi waris, mendengar pesan dan nasehat

dari orang yang akan membagi waris baik oleh mananwir ataupun pewaris, di

mana semua duduk bersama, bicara bersama-sama dan memutuskan apa yang

menjadi keputusan akhir secara bersama-sama dengan jujur, tulus dan iklas.

b. Asas kerukunan dan kekeluargaan;

Asas kerukunan dan kekeluargaan yaitu para ahli waris mempertahankan

untuk memelihara hubungan kekerabatan yang tenteram dan damai, baik

dalam menikmati dan memanfaatkan harta warisan tidak terbagi maupun

dalam menyelesaikan pembagian harta warisan terbagi. Pada masyarakat Suku

Biak hal ini dilihat dalam kebiasaan orang tua meninggalkan warisan leluhur

yang tidak dapat di bagi-bagi yang dinikmati dan dijaga secara bersama-sama

oleh semua ahli waris laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

Page 66: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

50

c. Asas keadilan;

Asas keadilan, yaitu keadilan berdasarkan status dan kedudukan. Hal ini

dapat dilihat dalam hukum waris adat Suku Biak yang tidak membedakan

antara kedudukan anak kandung dan anak angkat.

d. Kebersamaan hak;

Asas kebersamaan hak, yaitu setiap ahli waris mempunyai kedudukan

yang sama sebagai orang yang berhak untuk mewarisi harta peninggalan

pewarisnya, seimbang antara hak dan kewajiban tanggung jawab bagi setiap

ahli waris untuk memperoleh harta warisannya. Oleh karena itu,

memperhitungkan hak dan kewajiban tanggung jawab setiap ahli waris

bukanlah berarti pembagian harta warisan itu mesti sama banyak, melainkan

pembagian itu seimbang berdasarkan hak dan tanggung jawabnya. Hal ini

dapat dilihat dalam hukum waris adat Suku Biak dalam hal pemberian warisan

berdasarkan besarnya hak dan tanggung jawab antara setiap ahli waris.70

Berdasarkan asas-asas yang diuraikan di atas, ditemukan warga

masyarakat yang melaksanakan pembagian harta warisannya memahami

bahwa hukum waris berkaitan dengan proses pengalihan harta peninggalan

dari seseorang (pewaris) kepada ahli warisnya. Tolok ukur dalam proses

pewarisan itu, supaya penerusan atau pembagian harta warisan dapat berjalan

70 Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar Ketua Dewan Adat Suku Biak di GedungLembaga Dewan Adat Biak pada Tanggal 03 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 67: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

51

dengan rukun, damai, dan tidak menimbulkan silang sengketa di antara para

ahli waris atas harta peninggalan yang ditinggalkan oleh pewaris.71

D. Harta Warisan Pada Masyarakat Suku Biak

Harta warisan adalah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh sesorang yang

meninggal dunia kepada ahli warisnya. Segala harta keluarga, dengan tidak

mengindahkan asalnya, jadi baik barang asal suami, barang asal istri, maupun barang

gono-gini, barang pencarian, akan oper kepada anak-anak, demikian kata Soepomo.72

Harta warisan ada yang dapat dibagi-bagi dan ada pula harta warisan yang

tidak dapat dibagi-bagi. Dalam hal ini Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa untuk

mengetahui apakah harta dapat terbagi atau memang tidak terbagi, harta warisan itu

perlu dikelompokkan ke dalam harta asal, harta pencaharian dan harta pemberian.73

Termasuk ke dalam harta asal, semua kekayaan yang dikuasai dan dimiliki

pewaris, baik berupa harta peninggalan ataupun harta bawaan yang dibawa masuk ke

dalam perkawinan. Harta peninggalan dapat dibedakan lagi dengan harta peninggalan

yang tidak terbagi, peninggalan yang belum terbagi dan peninggalan yang terbagi.

Harta pencaharian merupakan harta yang didapat suami isteri secara bersama selama

dalam ikatan perkawinan. Di samping itu, dikenal harta pemberian yang merupakan

harta warisan yang bukan karena jerih payah seseorang bekerja untuk

mendapatkannya. Pemberian dapat dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau

71H Zainudin Ali, Op.Cit., Hal. 8-1072Otje Salman, Op. cit, Hal. 5673 Hilman Hadikusuma, Op.Cit., Hal. 37

Universitas Sumatera Utara

Page 68: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

52

seseorang atau kepada suami-isteri. Untuk harta pemberian ini, bila terjadi perceraian

maka dapat dibawa kembali oleh masing-masing, sebagaimana peruntukan yang

dimaksud pemberinya.

Di pihak lain Soerjono Soekanto mengatakan :

“di dalam setiap perkawinan pada dasarnya diperlukan harta yang menjadidasar materiel bagi kehidupan keluarga. Harta tersebut dinamakan hartakeluarga atau harta perkawinan, mencakup: (1) Harta suami atau isteri yangdiperoleh sebelum perkawinan atau sebagai warisan, (2) Harta suami danisteri yang didapat atas hasil usahanya sebelum atau semasa perkawinan (hartapembujangan atau harta penantian) (3) Harta yang diperoleh suami dan isteribersama-sama selama perkawinan (4) Harta yang diberikan kepada mempelaiketika menikah”.74

Harta warisan itu terdiri atas:

1. Harta bawaan atau harta asal

Harta bawaan atau harta asal adalah harta yang dimiliki seseorang sebelum

kawin dan harta itu akan kembali kepada keluarganya bila ia meninggal tanpa

anak.

2. Harta perkawinan

Harta bersama dalam perkawinan adalah harta yang diperoleh dari hasil usaha

suami-istri selama dalam ikatan perkawinan.

3. Harta pusaka

Harta pusaka adalah harta warisan yang hanya diwariskan kepada ahli waris

tertentu karena sifatnya tidak terbagi melainkan hanya dinikmati/ dimanfaatkan

bersama oleh semua ahli waris dan keturunannya. Harta pusaka yang biasa

74 Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Hukum Adat, (Bandung: Alumni,1981), Hal. 61,(Selanjutnya disebut Buku III).

Universitas Sumatera Utara

Page 69: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

53

disebut mbara-mbara nimana dalam hukum waris adat suku Kaili di Sulawesi

Tengah, dan

4. Harta yang menunggu.

Harta yang menunggu adalah harta yang akan diterima oleh ahli waris, tetapi

karena satu-satunya ahli waris yang akan menerima harta itu tidak diketahui di

mana ia berada.

Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang dilakukan pada masyarakat Suku

Biak di daerah Papua, diperoleh keterangan melalui wawancara bahwa jenis-jenis

harta warisan yang terdapat pada masyarakat Suku Biak baik harta warisan yang

berwujud maupun yang tidak berwujud dan harta warisan yang dapat terbagi-bagi

dan yang tidak dapat terbagi-bagi adalah sebagai berikut:

a. Harta bersama dalam perkawinan

Harta bersama dalam perkawinan adalah harta yang diperoleh dari hasil

usaha suami-istri selama dalam ikatan perkawinan. Dalam hal ini berupa

benda berwujud yang dapat di bagi-bagi seperti rumah, perhiasan, peralatan

rumah, piring-piring, guci, gelang (sarak) dan lainnya.

b. Harta pusaka

Harta pusaka adalah harta warisan yang hanya diwariskan kepada ahli

waris tertentu karena sifatnya tidak terbagi melainkan hanya dinikmati/

dimanfaatkan bersama oleh semua ahli waris dan keturunannya. Jenis-jenis

harta warisan pada masyarakat Suku Biak yang merupakan warisan leluhur

Universitas Sumatera Utara

Page 70: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

54

dan tidak dapat dibagi-bagi adalah berupa tanah, dusun sagu, dusun kelapa,

sungai, tanjung, pesisir, pantai/ laut, goa dan lainnya, semua itu merupakan

warisan leluhur nenek moyang yang dijaga, diolah dan dinikmati bersama/

merupakan hak milik bersama marga.

Masyarakat Suku Biak juga mengenal jenis-jenis warisan yang tidak

berwujud. Warisan yang tidak berwujud tersebut dapat dilihat pada ilmu-ilmu

atau mistik yang dimiliki oleh orang tua dan dapat diwariskan kepada anak

mereka kelak. Dalam adat Biak hal ini dikenal dengan istilah “borias” yaitu

kekuatan atau ilmu. Contoh ilmu atau borias yang diberikan oleh orang tua

adalah ilmu yang dipakai untuk mencari ikan di laut, mencari harta, dipakai

untuk menjadi ahli tempa perahu dan juga membuat parang yang pada suku

Biak dikenal dengan istilah “Kamasan” artinya yaitu orang-orang ahli yang

mempunyai keterampilan khusus, dan ilmu ini juga dapat dipakai untuk

“Wor” atau menyanyi.75

Wor merupakan upacara sakral yang berfungsi melindungi individu dalam

momen peralihan peran sosialnya, mulai lahir, hidup hingga mati. Upacara

wor ini memiliki banyak jenis, berkenaan dengan kepentingan

dilaksanakannya upacara tersebut. Wor fasfesmandwampur dilakukan untuk

ibu hamil, khususnya untuk menjaga kehamilannya. Selain jenis tersebut juga

dikenal wor asfasnai, wor anmam, wor papaf (penyapihan), wor kapanaknik,

75Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar Ketua Dewan Adat Suku Biak di GedungLembaga Dewan Adat Biak pada Tanggal 03 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 71: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

55

wor kabor, wor beba, wor farbakbuk, upacara berkabung, wor rasnus, dan

masih banyak jenis yang lain.

Sementara itu, wor sebagai nyanyian tradisional, bentuknya mirip puisi

yang dilagukan. Wor sebagai nyanyian ini tidak dapat dipisahkan dari wor

sebagai upacara adat. Hal ini bersinggungan dengan kenyataan bahwa orang

Biak tidak mengenal seni pertunjukan. Tarian, nyanyian, lukisan, dan ukiran

merupakan bagian dari upacara adat. Sebagai nyanyian, wor berfungsi sebagai

pelindung hidup.76

c. Harta bawaan

Harta bawaan, yaitu harta yang dibawa baik oleh mempelai wanita

maupun pria ke dalam perkawinan. Harta bawaan dapat berupa harta benda

pemberian seperti rumah, tanah, perhiasan dan lainnya. 77 Pada Suku Biak

harta yang dibawa masuk ke dalam perkawinan atau harta bawaan menjadi

harta yang bercampur yaitu dimiliki bersama oleh suami dan istri.78

Warisan yang sesungguhnya menurut adat ini bukan berupa rumah dan

perabot-perabot, tetapi warisan itu adalah hak yang diperoleh yang dapat

menghidupkan secara turun-temurun yaitu seperti tanah, laut/ air, dusun,

pantai, dan lainnya, di mana ketika pewaris meninggal maka anak cucu pun

dapat hidup dan menikmati peninggalan/ warisan tersebut. Sedangkan harta

warisan berupa rumah dan perabot-perabot yang dikumpulkan selama hidup

76Sabjan Badio, Aku Papua Aku Indonesia, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo), Hal. 19-2077Soerjono Soekanto., Op.Cit, Hlm. 27878 Bapak David Rumwaropen, Responden Laki-laki di Biak Kota

Universitas Sumatera Utara

Page 72: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

56

untuk diwariskan itu sudah merupakan hal biasa yang dapat diwariskan oleh

setiap suku yang ada. Oleh sebab itu hak waris tersebut tidak dapat

sembarangan diberikan kepada anak perempuan, karena anak lagi-laki yang

akan dianggap sebagai pencari nafkah bagi isteri dan anak-anaknya di dalam

kelurga.79 Harta warisan yang dimaksud ini termasuk ke dalam jenis harta

pusaka yaitu dimiliki dan diolah bersama oleh marga/ keluarga.

E. Ahli Waris Pada Masyarakat Suku Biak

Ahli waris adalah orang yang berhak mewarisi harta peninggalan pewaris,

yakni anak kandung, orang tua, saudara, ahli waris pengganti, dan orang yang

mempunyai hubungan perkawinan dengan pewaris (janda atau duda). Selain itu,

dikenal juga anak angkat, anak tiri, dan anak luar kawin, yang biasanya diberikan

bagian harta warisan dari ahli waris bila para ahli waris membagi harta warisan di

antara mereka.80

Terdapat suatu perbedaan antara suatu daerah dengan daerah yang lain tentang

para waris, baik terhadap ahli waris yang berhak mewarisi maupun yang bukan ahli

waris tetapi mendapat warisan. Berhak atau tidaknya para waris sebagai penerima

warisan sangat dipengaruhi oleh sistem kekerabatan dan agama yang dianut. Secara

umum menurut Hilman Hadikusuma para waris ialah anak termasuk anak dalam

kandungan ibunya jika lahir hidup, tetapi tidak semua anak adalah ahli waris,

kemungkinan para waris lainnya seperti anak tiri, anak angkat, anak piara, waris balu,

79Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar Ketua Dewan Adat Suku Biak di Biak Kota PadaTanggal 03 Agustus 2016

80H Zainuddin Ali, Op.Cit., Hal.1-6

Universitas Sumatera Utara

Page 73: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

57

waris kemenakan dan para waris pengganti seperti cucu, ayah-ibu, kakek-kakek,

waris anggota kerabat dan waris lainnya.81

Ahli waris atau para ahli waris dalam sistem hukum waris adat patrilineal,

terdiri atas:

1. Anak laki-laki

Yaitu semua anak laki-laki yang sah yang berhak mewarisi seluruh harta

kekayaan. Baik harta pencaharian maupun harta pusaka. Jumlah harta kekayaan

pewaris dibagi sama di antara para ahli waris. Apabila pewaris tidak mempunyai

anak laki-laki, yang ada hanya anak perempuan dan isteri, maka harta pusaka

tetap dapat dipakai, baik oleh anak-anak perempuan maupun oleh isteri seumur

hidupnya, setelah itu harta pusaka kembali kembali kepada asalnya atau kembali

kepada “pengulihen”.82

2. Anak angkat

Dalam masyarakat Karo, anak angkat merupakan ahli waris yang

kedudukannya sama seperti halnya anak sah, namun anak angkat ini hanya

menjadi ahli waris terhadap harta pencaharian/ harta bersama orang tua

angkatnya. Sedangkan untuk harta pusaka, anak angkat tidak berhak.83

3. Ayah dan Ibu serta saudara-saudara sekandung si pewaris.

Apabila anak laki-laki yang sah maupun anak angkat tidak ada, maka yang

menjadi ahli waris adalah ayah dan ibu serta saudara-saudara kandung si pewaris

yang mewaris bersama-sama.84

81 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung: Cipta Aditya Bakti, 1993), Hal. 67,(Selanjutnya Disebut Buku II)

82H. Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, (Bandung: PT Reika Aditama, 2013), Hal. 47

83 ibid84 ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 74: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

58

4. Keluarga terdekat dalam derajat yang tidak tertentu.

Apabila anak laki-laki yang sah, anak angkat, maupun saudara-saudara

sekandung pewaris dan ayah-ibu pewaris tidak ada, maka yang tampil sebagai

ahli waris adalah keluarga terdekat dalam derajat yang tidak tertentu.85

5. Persekutuan adat

Apabila para ahli waris yang disebutkan di atas sama sekali tidak ada, maka

harta warisan jatuh kepada persekutuan adat.86

Dari uraian di atas, hukum waris adat pada masyarakat Suku Biak tidak

mengenal adanya garis pokok penggantian atau penggantian tempat. Ahli waris

menurut hukum waris adat Suku Biak yaitu:

Tabel. 3

Kelompok Ahli Waris Pada Masyarakat Suku Biak

n=30

85 Ibid86 Ibid., Hal. 48

No Ahli Warisdi Masyarakat Biak

Jawaban Responden Frekuensi Persen

BiakKota

BiakTimur

BiakUtara

L P L P L P1. Anak laki-laki 2 1 1 1 3 2 10 32%

2. Anak perempuan- - - - - - - -

3. Anak laki-laki dananak perempuan 3 4 4 4 2 3 20 68%

Total 30 100 %

Universitas Sumatera Utara

Page 75: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

59

Pada masyarakat Suku Biak berdasarkan data yang diperoleh melalui

kuesioner, dilihat bahwa ada 10 (sepuluh) responden yang terdiri dari 6 (enam) orang

laki-laki dan 4 (empat) orang perempuan yang menyatakan bahwa hanya anak laki-

laki yang menjadi ahli waris pada Suku Biak. Sedangkan, ada terdapat 20 (dua puluh)

responden lagi yang terdiri dari 9 (sembilan) orang laki-laki dan 11 (sebelas) orang

perempuan yang menyatakan bahwa anak laki-laki dan anak perempuan sama-sama

merupakan ahli waris pada Suku Biak.

a. Anak laki-laki

Yaitu semua anak laki-laki yang berhak mewarisi seluruh harta kekayaan baik

yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang dapat dibagi-bagi dan tidak

dapat dibagi-bagi.

b. Anak angkat

Masyarakat Suku Biak biasanya tidak membedakan antara anak kandung dan

anak angkat. Orang Biak kebanyakan mencurahkan kasih sayang kepada anak

angkat. Dalam hal warisan juga anak angkat dan anak kadung mendapat bagian

yang sama/ sama rata. Hal ini merupakan sedikit perbedaan dari suku Biak.87

Dari tiga puluh responden yang pendapatnya diambil melalui data kuesioner,

ada 10 (sepuluh) orang responden yang terdiri dari 6 (enam) orang laki-laki dan 4

(empat) orang perempuan yang memiliki anak angkat dan 20 (dua puluh) orang

responden lagi yang terdiri dari 10 (sepuluh) orang laki-laki dan 10 (sepuluh)

orang perempuan menyatakan bahwa mereka tidak memiliki anak angkat. Dari

87Wawancara dengan Bapak Jhon Rumansara Mananwir Biak Timur Pada Tanggal 02Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 76: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

60

hasil data kuesioner tersebut, baik yang memiliki anak angkat ataupun tidak

memiliki anak angkat, ada terdapat 26 (dua puluh enam) orang responden dari 30

(tiga puluh) responden, yang terdiri dari 14 (empat belas) orang laki-laki dan 12

(dua belas) orang perempuan atau 88% responden yang menyatakan bahwa anak

angkat mendapat kasih sayang yang sama dengan anak kandung oleh karena telah

dianggap sebagai anak sendiri, demikian pula dalam hal menerima warisan maka

anak angkat mendapat bagian yang sama dengan anak kandung, baik anak

perempuan maupun anak laki-laki. Sedangkan, ada 12% responden yang terdiri

dari 3 (tiga) orang perempuan dan 1 (satu) orang laki-laki yang menyatakan

bahwa anak angkat bukan merupakan ahli waris dan tidak mendapat bagian

warisan.

Tabel. 4

Anak Angkat Sebagai Ahli Waris Pada Masyarakat Biak

n=30

Anak angkat mendapat bagian atas dasar

waris

tidak

memb

erikan

bagian

kepad

a anak

No Anak AngkatPada

MasyarakatSuku Biak

BiakKota

BiakTimur

BiakUtara

Frekuensi Persen

L P L P L P

1.

Anak angkatsebagai ahli

waris/mendapat

bagian

5 4 5 5 4 3 26 88%

2.

Anak angkatbukan ahliwaris/ tidakmendapat

bagian

- 1 - - 1 2 4 12%

Total 30 100%

Universitas Sumatera Utara

Page 77: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

61

angkat tersebut.

c. Ayah dan Ibu serta saudara-saudara sekandung si pewaris.

Apabila anak laki-laki maupun anak angkat tidak ada, maka yang menjadi ahli

waris adalah anak-anak perempuan atau ayah dan ibu serta saudara-saudara kandung

si pewaris yang mewaris bersama-sama, tergantung keputusan si pewaris kepada

siapa akan diberikan harta warisannya. Orang-orang yang dipilih oleh pewaris untuk

dapat menerima warisan yaitu kembali kepada penilaian pewaris. Apabila pewaris

tidak mempunyai anak laki-laki baik anak kandung ataupun anak angkat, maka

pewaris berhak memberikan harta kepada anak-anaknya yang perempuan. Hal ini

menjadi penilaian dari pada pewaris kepada ahli warisnya. Biasanya pada suku Biak

orang tua melihat anak-anak yang baik atau menghormati orang tuanya maka mereka

dapat menerima warisan yang lebih dari orang tuanya. Demikian pula halnya warisan

yang akan diberikan kepada saudara-saudaranya. Pewaris melihat dan menilai

saudara-saudara mana yang dapat menerima warisan dari padanya. Biasanya atas

dasar hubungan kasih sayang dan kedekatan antara pewaris dengan saudara-

saudaranya. 88

Jadi, dalam hal ini yang menjadi prioritas bagi pewaris untuk memberikan

warisan kepada anak-anak perempuan atau saudara-saudaranya, yaitu atas dasar kasih

sayang dan rasa percaya kepada siapa akan diberikan warisan tersebut.

d. Keluarga terdekat dalam garis lurus ke atas

88 Wawancara dengan Eddyan Wanma Responden Laki-laki di Biak Kota, 02 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 78: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

62

Apabila ahli waris anak, orang tua dan saudara-saudara kandungnya tidak ada,

maka akan dilihat kembali melalui garis lurus ke atas yaitu saudara-saudara dari tete

(kamam)/ kakek. Dalam hal ini yang menjadi ahli waris yaitu saudara-saudara

kandung dari kakek dan nenek dari pewaris beserta keturunannya. Pewarisan

diberikan oleh pewaris menurut penilaian dari pewaris kepada siapa hendak memberi

warisan tersebut yaitu atas dasar kasih sayang dan kedekatan hubungan antara

pewaris dan ahli waris serta rasa percaya dari pewaris kepada keluarganya yang

hendak menjadi ahli waris tersebut.89

F. Tata Cara Membagi Harta Warisan

Soepomo menyatakan bahwa Hukum waris itu memuat peraturan-peraturan

yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan

barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu

angkatan manusia (generatie) kepada turunannya. Proses itu telah mulai dalam waktu

orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi akut oleh sebab orang tua

meninggal dunia. Memang meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang

penting bagi proses itu, akan tetapi sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal

proses penerusan dan pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut.90

Proses pewarisan yang berlaku menurut hukum adat di dalam masyarakat

Indonesia hanya ada dua bentuk. Pertama, proses pewarisan yang dilakukan semasa

89 Wawancara dengan Eddyan Wanma Responden laki-laki di Biak Kota, 02 Agustus 201690Soerjono Soekanto, Op.Cit., (Buku I), Hal. 259

Universitas Sumatera Utara

Page 79: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

63

pewaris masih hidup. Kedua, proses pewarisan yang dilakukan setelah pewaris wafat.

Proses pewarisan itu sendiri menurut Hilman Hadikusuma adalah :

“merupakan cara bagaimana pewaris berbuat untuk meneruskan ataumengalihkan harta kekayaan yang akan ditinggalkan kepada waris ketikapewaris itu masih hidup dan bagaimana cara warisan itu diteruskan penguasadan pemakaiannya atau cara bagaimana melaksanakan pembagian warisankepada para waris setelah pewaris wafat”.91

Pembagian warisan pada masyarakat Suku Biak berlangsung pada saat

pewaris masih hidup atau sebelum adanya kematian dari pewaris.

Tabel. 5

Saat Pembagian Warisan Pada Masyarakat Suku Biak

n=30

91 Hilman Hadikusuma, Op.Cit., Hal. 95

No Saatpewarisan

diMasyarakatSuku Biak

Jawaban Responden Frekuensi Volume

BiakKota

BiakTimur

BiakUtara

L P L P L P

1. Pewarismasih hidup 5 5 5 5 5 5 30 100%

2. Pewaris telahmati - - - - - - - -

Total 30 100 %

Universitas Sumatera Utara

Page 80: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

64

Pewarisan terjadi selagi orang tua masih hidup.92 Apabila pewaris atau orang

tua laki-laki meninggal dan belum sempat membagi-bagikan waris maka yang berhak

untuk membagi warisan menggantikan orang tua adalah bapak tua/ atau saudara laki-

laki dari pewaris. Jika pewaris adalah anak tunggal maka yang dapat memberi

warisan adalah garis lurus ke atas yaitu melihat saudara-sudara dan anak-anak laki-

laki dari kakek (tete) dalam bahasa Biak disebut kamam. Tante atau kakak perempuan

tertua juga isteri dari pewaris tidak mempunyai hak untuk membagi warisan

tersebut.93 Pembagian warisan terjadi setelah 3 (tiga) bulan ke atas sejak kematian

pewaris.94 Namun, sejauh ini pewarisan pada masyarakat Suku Biak dilakukan selagi

pewaris masih hidup dan masih kuat. Hal ini dilakukan oleh orang tua (pewaris) agar

menghindari konflik atau pertikaian diantara para ahli waris. Oleh sebab itu, selagi

orang tua masih ada dan masih kuat maka mereka membagikan warisan kepada anak-

anaknya.95

Tata cara pembagian waris sebelum pewaris meninggal dunia pada

masyarakat Suku Biak dalam hal ini terhadap harta waris dalam keluarga (harta

bersama), yaitu dilakukan dengan cara lisan di dalam keluarga dimana pewaris

memanggil anak-anak dan istri/ suami, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yaitu orang-

orang yang dituakan dalam keluarga/ keret atau dihadiri oleh mananwir keret (kepala

marga), oleh karena masyarakat Suku Biak menganggap bahwa saksi-saksi yang

92 Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar, Ketua Dewan Adat Suku Biak di Papua, PadaTanggal 03 Agustus 2016

93Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar Ketua Dewan Adat Suku Biak di GedungLembaga Dewan Adat Biak pada Tanggal 03 Agustus 2016

94 Bapak Eddyan wanma Responden Laki-laki di Biak Kota pada Tanggal 02 November 201695 Bapak S. Rumwaropen Responden Laki-laki di Biak Kota pada Tanggal 18 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 81: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

65

hadir dalam musyawarah keluarga merupakan alat bukti yang kuat dan sah,

masyarakat Suku Biak secara adat tidak mengakui pembuktian dengan sertifikat,

melainkan percaya dan mengakui keterangan atau cerita dari saksi yang hadir dalam

musyawarah keluarga yang membagi warisan96. Pewarisan dapat dilakukan dalam

keluarga itu sendiri tanpa dihadiri oleh keluarga yang lainnya atas dasar rasa saling

percaya. Hal ini menjadi keputusan dari pewaris dengan cara apa dapat membagi-

bagikan harta kepada anak-anaknya.

Bagian-bagian pewarisan pada masyarakat Suku Biak adalah sebagai berikut:

1) Anak Laki-laki;

Anak laki-laki di Suku Biak dapat menerima harta warisan secara otomatis

dari orang tuanya. Harta warisan yang diterima secara otomatis itu berupa hak-

hak ulayat yaitu hak milik bersama marga yang dipakai/ diolah dan dijaga

bersama-sama oleh seluruh ahli waris. Harta warisan ini tidak dapat terbagi-bagi

namun untuk dipakai bersama. Hak ulayat ini tidak diterima oleh anak

perempuan. Jika dalam suatu keluarga tidak memiliki anak laki-laki maka

dianggap “sial”. Harta dapat diberikan kepada anak perempuan atas toleransi dari

orang tuanya dan saudara-saudaranya harus menghargai keputusan tersebut dari

orang tuanya.97

96Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar Ketua Dewan Adat di Gedung Lembaga Dewan

Adat Suku Biak di Distrik Biak Kota Pada Tanggal 03 Agustus 201697Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar Ketua Dewan Adat di Gedung Lembaga Dewan

Adat Suku Biak di Distrik Biak Kota Pada Tanggal 03 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 82: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

66

Bagian yang diterima anak laki-laki dari orang tuanya adalah sama rata.

Bentuk warisannya biasanya berupa tanah dan rumah. Cara pembagian warisan

dalam bentuk tanah masih dilakukan dengan cara lisan (berbicara) dengan

memberi patok-patok. Pembagian waris ini harus dihadiri saksi-saksi dari keret-

keret yang lain.98

2) Anak Perempuan;

Berdasarkan hasil penelitian maka dari data yang diperoleh dikatakan bahwa

anak perempuan mempunyai hak atas harta warisan dari orang tuanya. Namun,

besar bagian yang dapat diterima oleh anak perempuan tidak lebih besar dari

anak laki-laki, karena anak perempuan dianggap telah kawin keluar dan masuk

ke dalam keret suaminya (melintas keret). Bahkan, anak perempuan terkadang

tidak diberi bagian haknya oleh orang tuannya. Banyak anak perempuan banyak

yang merasa tidak adil dengan keadaan tersebut, namun hanya dapat diam dan

menunggu bagian yang akan diberikan kepadanya.

3) Anak Angkat;

Besar bagian yang diterima anak angkat berdasarkan hasil penelitian, sebagian

besar menyatakan bahwa bagian anak angkat dan anak kandung adalah sama

besar oleh karena anak angkat telah dianggap masuk dan menjadi anak sendiri.

Anak angkat bahkan mendapat kasih sayang yang sedikit lebih dari anak

kandung baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Anak angkat dalam hal ini

98Wawancara dengan Bapak Jhon Rumansara Mananwir Biak Timur Pada Tanggal 02Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 83: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

67

yaitu karena keluarga yang mengangkat anak tersebut tidak mempunyai

keturunan (anak), anak yang diangkat karena orang tua yang menelantarkan anak

tersebut (tidak bertanggungjawab), hal ini biasa terjadi di dalam keluarga/ antara

keluarga dekat. Inilah yang menjadi dasar pada masyarakat Suku Biak dalam

mengangkat anak.99

Orang Biak biasanya tidak membeda-bedakan antara anak kandung dan anak

angkat. Orang Biak kebanyakan memberikan kasih sayang yang lebih kepada

anak angkat baik atas dasar tidak memiliki keturunan atau karena anak angkat

tersebut ditinggalkan oleh orang tuanya yang tidak bertanggungjawab . oleh

sebab itu, dalam hal warisan juga anak angkat dan anak kadung mendapat bagian

yang sama/ sama rata. Hal ini merupakan sedikit perbedaan dari Suku Biak.100

Contoh hal waris terhadap anak angkat yaitu dikatakan oleh mananwir keret

di Biak kota bahwa beliau memiliki 2 (dua) orang anak 1 (satu) anak kandung

dan 1 (satu) lagi anak angkat dan keduanya mendapat kasih sayang yang sama

dengan tidak ada perbedaan, demikian juga dalam menerima warisan.101

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan serta tata cara pembagian dan

besar bagian yang diterima masing-masing ahli waris, maka dapat dikatakan

masyarakat Suku Biak menganut sistem kewarisan individual dan sistem

kewarisan kolektif.

99 Ibu Delila Rumwaropen Perempuan Responden di Biak Kota100 Wawancara dengan Bapak Jhon Rumansara Mananwir di Biak Timur Pada Tanggal 02

Agustus 2016101Wawancara dengan Bapak Tinus Rumwaropen Mananwir Keret di Biak Kota Kampung

Yenures Pada Tanggal 25 Juli 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 84: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

68

Tabel. 6

Jenis Harta Warisan Dalam Sistem Kewarisan Kolektif dan IndividualPada Masyarakat Suku Biak di Daerah Papua

No Jenis Harta Kewarisan Individual Kewarisan Kolektif

1. Berwujud Harta berwujud yang dapatditerima oleh anak perempuansecara ind ividual dari orangtuanya atau saudara-saudaralaki-lakinya. Contohnyaadalah seperti tanah baboser.

---

2. Tidak berwujud Harta warisan jenis ini hanyadapat diterima oleh anak laki-laki yaitu berupa ilmu/ mistikyang dalam masyarakat Biakdikenal dengan istilah“Borias”. Namun, kepada anakperempuan juga dapat diberidalam hal tertentu yaitu seperti“wor”.

---

3. Dapat dibagi-bagi Harta warisan dari orang tuakepada anak perempuanberupa, perhiasan, piring,gelang (sarak), peralatan dapur(rumah) dan lainnya. Kepadaanak laki-laki berupa rumah,tanah dan harta lainnya yangdapat dibagi-bagi.

---

4. Tidak dapat di

bagi-bagi

---

Harta warisan yanghanya dapat diterimaoleh anak laki-laki dansifatnya tidak dapatterbagi-bagi. Jenis hartawarisan tersebut adalahhak ulayat/ hak milikbersama marga. Contoh:Hak ulayat atas tanah,dusun, pesisir, pantai,laut dan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

69

Dari besar bagian yang diterima oleh ahli waris pada masyarakat Suku Biak,

anak laki-laki dan anak perempuan sama-sama mempunyai hak dalam memperoleh

harta warisan dari orang tuanya demikian juga anak angkat. Namun, untuk besar

bagian yang dapat diterima oleh masing-masing ahli waris, ditentukan kembali oleh

orang tua sebagai pewaris.

Universitas Sumatera Utara

Page 86: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

70

BAB III

KEDUDUKAN HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKATSUKU BIAK DI DAERAH PAPUA

A. Perkembangan Kedudukan Anak Perempuan

a. Sejarah munculnya gender

Kesamaan perempuan dan laki-laki dimulai dengan dikumandangkannya

“emansipasi” di tahun 1950 dan 1960-an. Setelah itu tahun 1963 muncul gerakan

kaum perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Kesamaan perempuan dan laki-laki diperkuat

dengan deklarasi yang dihasilkan dari konferensi PBB tahun 1975, yang

memprioritaskan pembangunan bagi kaum perempuan. Berkaitan dengan itu

dikembangkan berbagai program pemberdayaan perempuan, dan mulai diperkenalkan

tema woman in development (WID), yang bermaksud mengintegrasi perempuan

dalam pembangunan. Sampai akhirnya sekitar tahun 1980-an, berbagai studi

menunjukan bahwa kualitas kesetaraan lebih penting dari pada sekedar kuantitas,

maka tema WID diubah menjadi Woman and Development (WAD).102

Tahun 1992 dan 1993, studi Anderson dan Moser memberikan rekomendasi

bahwa tanpa kerelaan, kerjasama, dan keterlibatan kaum laki-laki maka program

pemberdayaan perempuan tidak akan berhasil dengan baik. Dengan alasan tersebut

maka dipergunakan pendekatan gender yang dikenal dengan Gender and

102Maria Kaban, Kesetaraan Perempuan Dalam Pengambilan Keputusan, (Medan: PustakaBangsa Press, 2011), Hlm. 14

70

Universitas Sumatera Utara

Page 87: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

71

Development (GAD) yang menekankan prinsip hubungan kemitraan dan

keharmonisan antara perempuan dan laki-laki.103

Pada tahun 2000 konferensi PBB menghasilkan “The Millenium Development

Goals” (MDGs) yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

perempuan sebagai cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan

penyakit serta menstimulasi pembangunan yang sungguh-sungguh dan

berkelanjutan.104

b. Kedudukan Wanita di Mata Hukum

Segi-segi hukum wanita dalam dapat dirumuskan berbagai ketentuan-

ketentuan hukum yang mempengaruhi peranan dan kedudukan wanita. Adapun

ketentuan-ketentuan hukum yang disoroti dalam tulisan ini terutama yang

menyangkut peranan sentralnya dalam keluarga dan sebagai pencari nafkah (gainful

employment).

Menyoroti kedudukan pria-wanita di dalam hukum yang berlaku di Indonesia

perlu kiranya diketahui asas umum apa yang dipakai sebagai dasar pelaksanaan

hukum di Indonesia sekarang. Berkaitan dengan masalah ini baiklah dicari pada

Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa segala warga Negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung

hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga Negara

berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.105

103Ibid

104Ibid.105Lihat Pasal 27 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945

Universitas Sumatera Utara

Page 88: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

72

Melalui konsep antropologi diketahui bahwa di dalam masyarakat dengan

teknologi sederhana ini, wanita pun punya kedudukan penting dibanding pria. Hal ini

dapat dijelaskan karena pada masa dimana tinggal teknologi rendah dan pada masa

manusia masih mengembara dalam kelompok-kelompok kecil, bahaya yang paling

besar adalah musnahnya kelompok itu. Karena anggota kelompok ini satu-persatu

meninggal, untuk mempertahankan eksistensi kelompok, jumlah anggota kelompok

sedapat-dapatnya diperbesar dengan menambah kelahiran (bayi-bayi) baru. Disini

fungsi wanita adalah mempertahankan eksistensi kelompoknya dengan melahirkan

(fungsi reproduksi) bayi-bayinya.

Keadaan di mana wanita secara relatif dianggap lebih penting dari pria

menciptakan kondisi di mana kaum wanita lebih mendapat perlindungan dari

pekerjaan-pekerjaan yang memberi kemungkinan akan membahayakan bagi

keselamatan dirinya.

Dengan pemahaman secara fungsional, tampak bahwa dalam unit keluarga

ada dua fungsi utama/ dasar, yakni fungsi untuk membesarkan dan mendidik anak-

anak dan fungsi lain menghasilkan makanan. Agar fungsi ini dapat dilaksanakan

dengan baik, diperlukan adanya pembagian kerja di mana wanita karena fungsi

utamanya melahirkan, maka dia mendapat kedudukan di rumah tangga, sedang fungsi

kedua diberikan kepada pasangan hidupnya (suaminya).

Keadaan tersebut di atas berkembang terus melalui tahap-tahap dan tingkat

budaya masyarakat, sampai sekarang di mana masyarakat telah mengenal teknologi

maju membutuhkan pembagian peran dari lembaga-lembaga masyarakat semakin

Universitas Sumatera Utara

Page 89: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

73

khusus dan kompleks. Pembagian peran ini didapati pula dalam unit keluarga

misalnya di mana dulu kondisi wanita demikian rupa, sehingga dia dituntut

kehadirannya untuk tetap dirumahnya.

Dengan adanya pergeseran beberapa fungsi yang dilakukan wanita di rumah,

menciptakan kondisi baru bagi wanita, yang mana wanita tidak berperan sentral lagi

di rumah (konsumtif) sehingga dimungkinkan melakukan fungsi lain di luar rumah,

antara lain turut dalam proses produksi (menciptakan). Keadaan baru ini tentunya

akan mempengaruhi hukum yang berlaku terutama yang menyangkut hak-hak dan

kewajiban-kewajiban wanita.106

B. Gambaran Umum Pendidikan Wanita Indonesia

Di Indonesia, semenjak sistem ko-edukasi (didikan bersama) dan ko-instruksi

(belajar bersama) mulai diperkenalkan maka anak-anak laki-laki dan perempuan

mulai diberi kesempatan menempuh pendidikan dan pengajaran bersama-sama. Pada

mulanya memang ada yang tidak setuju adanya ko-edukasi, karena ada anggapan

bahwa adalah kurang baik akan hal berkumpulnya gadis dengan laki-laki. Sebenarnya

ini tidaklah bertentangan dengan kodrat maupun adat istiadat pada umumnya; dapat

dijumpai atau dilihat dalam kehidupan keluarga. Meskipun dari satu keluarga pada

umumnya terlihat bahwa sebelum anak mengalami masa remaja (puberteits periode)

maka anak laki-laki dan perempuan mendapat pengajaran dan pendidikan bersama.

Apabila pubertas datang, maka hanya di waktu malam saja anak laki-laki dan

106 Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 90: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

74

perempuan dipisahkan, tetapi dalam sehari-harinya mereka tetap dapat bergaul seperti

biasa.

Menurut sensus penduduk tahun 1971 di Indonesia sejumlah 60.135.000

orang adalah terdiri dari wanita (50,8%), dan sejumlah 59.008.000 orang adalah laki-

laki. Pada umumnya pendidikan wanita di Indonesia untuk semua golongan umur dari

tingkat membaca dan menulis terus-menerus mengalami kenaikan.

Pendidikan khusus untuk wanita telah diadakan sejak lama. Hanya pada

permulaannya sekolah tersebut masih terbatas untuk wanita Eropa di Indonesia

sebagai realisasi gerakan emansipasi wanita di Eropa. Pada tahun 1876 mulai

didirikan sekolah rendah Eropa untuk wanita yang pertama di Betawi. Sesudah itu

sekolah menengah untuk wanita juga didirikan. Kemudian pengaruh gagasan R. A.

Kartini, pemerintah (Hindia-Belanda) mulai memberikan perhatian kepada

pendidikan kejuruan kewanitaan. Pada tahun 1918 didirikan sekolah Kepandaian

Putri, yang juga memakai nama Huishoud School (Sekolah Rumah Tangga).

Pendidikan ini setingkat Sekolah Lanjutan Pertama sekarang. Lama pendidikan 3

(tiga) tahun dan menerima lulusan HIS (Hollandsch Inlandsches School), HCS

(Hollandsch Chineessches School) dan Schakel School (setingkat Sekolah Dasar

sekarang). Sesudah itu hingga sekarang juga didirikan pendidikan sejenis dari tingkat

SLP sampai tingkat pendidikan tinggi, di mana kemudian proses pembangunan mulai

menyentuh bidang pendidikan ini.107

107Victor Situmorang, Kedudukan Wanita Di Mata Hukum, (Jakarta: PT. Bina Aksara,1988),Hlm. 52

Universitas Sumatera Utara

Page 91: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

75

Gambaran pedidikan masyarakat Suku Biak di ambil dari website resmi

Badan Statistik adalah sebagai berikut:

Tabel 7PENDIDIKAN/ EDUCATION

Persentase Penduduk Usia 7-24 Tahun Menurut Jenis Kelamin, KelompokUmur Sekolah, dan Partisipasi Sekolah di Kabupaten Biak Numfor 2015

Sumber Badan Pusat Statistik Kabupaten Biak Numfor, Katalog BPS: 1102001. 9409, BiakNumfor dalam Angka 2016.

(1) (2) (3) (4)

Partisipasi Sekolah

Laki-laki/ male

Perempuan/ Female

Laki-laki + Perempuan

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional kor, maret 2015

Jenis Kelamin dankelompok umur

sekolah

Tidak/Belumpernah sekolah

Masih Sekolah Tidak sekolah lagi

7-12 2.10 32.75 0.1013-15 0.00 16.66 0.0016-18 0.00 13.25 3.4719-24 0.00 15.02 16.637-24 2.10 77.69 20.21

7-12 0.75 35.22 1.2013-15 0.10 16.39 0.0016-18 0.00 14.70 1.8919-24 0.57 10.91 18.287-24 1.43 77.21 21.37

7-12 1.46 33.92 0.6213-15 0.05 16.53 0.0016-18 0.00 13.94 2.7219-24 0.27 13.08 17.417-24 1.78 77.46 20.76

(1) (2) (3) (4)

Universitas Sumatera Utara

Page 92: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

76

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten

Biak Numfor, dapat dilihat bahwa pendidikan anak perempuan di suku Biak cukup

baik. Hal tersebut dapat dilihat pada angka/ jumlah perempuan dan laki-laki yang

masih sekolah ataupun tidak sekolah lagi memiliki angka yang hampir sama. Angka/

jumlah anak perempuan yang masih sekolah adalah 77.21 dan anak laki-laki yang

masih sekolah berjumlah 77.69.

C. Kedudukan Anak Perempuan Sebagai Ahli Waris

1. Kedudukan perempuan Biak sebagai ahli waris

Perempuan pada Suku Biak disebut dengan insos. Kedudukan anak

perempuan dalam hukum adat Suku Biak dapat dijuluki sebagai “Binsyowi” yaitu

“perempuan terhormat” dalam kedudukannya sebagai perempuan Biak. Disebut

sebagai binsyowi oleh karena perempuan yang mempunyai multi fungsi yaitu

perempuan yang dapat mencari nafkah, bisa memberi jiwa, dapat menghasilkan

ekonomi bagi keluarganya misalnya keluarga dapat menerima harta dari pemberian

mas kawin kepada anak perempuannya baik berupa uang, piring dan harta lainnya.

Dalam situasi perangpun perempuan hadir sebagai pendamai dan sebagai penebus

apabila saudaranya telah membunuh/ menjatuhkan korban pada saat perang

tersebut.108

108Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar Ketua Dewan Adat Biak Di Distrik Biak KotaPada Tanggal 03 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 93: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

77

Binsyowi merupakan salah satu gelar adat yang pada umumnya dapat

diberikan kepada anak perempuan yang layak atau memenuhi syarat untuk dapat

menerima gelar tersebut. Adapun beberapa gelar yang diberikan kepada perempuan

Biak sesuai fungsinya di dalam Masyarakat Suku Biak diantaranya adalah:

Tabel. 8Jenis-jenis Gelar Adat Perempuan Biak

Sumber: Wawancara dengan Bapak Jhon Rumansara

No Nama Gelar Makna & Pemberian Gelar

1. Binsyowi Binsyowi artinya adalah perempuan

terhormat. Gelar ini diberikan kepada

anak perempuan yang kuat dan

berintegritas, mempunyai multifungsi

dalam keluarganya.

2. Bin Mambri Bin mambri adalah perempuan yang

mempunyai kekuatan, yaitu selalu

membela kebenaran, tampil sebagai

pemimpin dan membela pihak

perempuan.

3. Bin Serf Bin serf yaitu perempuan yang disayang.

Universitas Sumatera Utara

Page 94: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

78

Pemberian gelar-gelar adat tergantung kepada siapa dapat diberikan. Cara

pemberiannya yaitu, seseorang datang dan orang tua melihat dan menilai, kemudian

mereka menggelari pertemuan adat dan menggelari orang tersebut di mana gelar itu

harus dipertanggung jawabkan. Dalam pemberian gelar ini sebelumnya harus

disiapkan piring, gelang dan lainnya kepada seseorang yang akan menerima gelar

adat tersebut.

Gelar-gelar adat yang dapat diberikan kepada anak perempuan yaitu;

“binsyowi”; perempuan yang dihormati, di mana perempuan yang masih ingat akan

saudara-saudaranya, dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan, perempuan

yang punya integritas dan tidak gampang terhadap rayuan dan menikah secara

murnih. “bin mambri”; perempuan yang punya kekuatan, yaitu selalu membela

kebenaran, tampil sebagai pemimpin, membela pihak perempuan dan juga membela

saudara-saudaranya. “bin serf”; perempuan yang disayang, dan lainnya.109

Pada saat ini yang menjadi persoalan dalam hal kaitannya dengan anak

perempuan pada masyarakat Suku Biak yaitu tentang pergeseran nilai-nilai, dimana

perempuan dilihat hanya sebagai nilai komersil. Hal tersebut dilihat dalam hal

perempuan yang akan menikah yang dipikir oleh keluarga hanya harta iyakyaker (mas

kawin), padahal adat yang sesungguhnya adalah bagaimana seorang perempuan dapat

menjadi investasi yang besar bagi keluarga di masa depan. Perempuan juga memiliki

multi fungsi yaitu perempuan dapat melahirkan anak bagi keturunan, dapat mencari

109Wawancara dengan Bapak Jhon Rumansara Mananwir Di Biak Timur Pada Tanggal 02Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 95: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

79

makan (bekerja), bisa menjadi perempuan pendamai, dapat melintas keret misalnya

perempuan berasal dari keret Rumwaropen, dia dapat melitas kepada keret Koibur

yaitu melalui pernikahan. Laki-laki tidak dapat melintas keret karena Suku Biak

menganut sistem patrilinealisme.

Kedudukan anak perempuan dalam hukum adat Biak dari penjelasan di atas

sangat dihargai dan mempunyai peran yang penting dalam fungsinya sebagai

perempuan. Oleh sebab itu, jika dihubungkan kedudukan perempuan di dalam hukum

waris adat Suku Biak, maka dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa anak

perempuan dan anak laki-laki mempunyai hak yang sama dalam menerima harta

warisan.110

Tabel. 9

Kedudukan Anak Perempuan Sebagai Ahli Waris

n=30

110 Wawancara dengan Bapak Yan Pitter Yarangga, Ketua Dewan Adat Papua, Pada Tanggal08 Agustus 2016

No. Nama Kecamatan RespondenLaki-laki

Respondenperempuan

Ya Tidak Ya Tidak1. Biak Kota 3 2 4 1

2. Biak Timur 4 1 2 3

3. Biak Utara 2 3 3 2

Total 9 6 9 6

Universitas Sumatera Utara

Page 96: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

80

Kedudukan anak perempuan sebagai ahli waris pada Suku Biak dari data

kuesioner yang diperoleh, maka terdapat 18 (delapan belas) orang responden yang

terdiri dari 9 (Sembilan) orang laki-laki dan 9 (Sembilan) orang perempuan yang

menyatakan bahwa anak perempuan merupakan ahli waris. Namun, 12 (dua belas)

responden lagi yang terdiri dari 6 (enam) responden laki-laki dan 6 (enam) responden

perempuan menyatakan bahwa anak perempuan bukan merupakan ahli waris.

Pada dasarnya hanya anak laki-laki yang berhak menerima harta warisan dari

orang tuanya karena anak perempuan dianggap telah kawin keluar (melintas keret).

Perempuan tidak masuk dalam menerima warisan oleh karena perempuan kawin

keluar hal ini dilihat pada sistem kekerabatan patrilineal pada masyarakat Suku Biak.

Perempuan dapat menerima warisan atas dasar toleransi dan kasih sayang dari

saudara-saudaranya dan juga orang tuanya.111

Oleh sebab itu, kedudukan anak perempuan menurut hukum waris adat Suku

Biak di daerah Papua mempunyai hak atas warisan orang tuanya. Namun, karena

dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang dianut yaitu kekerabatan patrilineal, maka

perbedaan antara anak laki-laki dan anak anak perempuan muncul, dimana hak anak

laki-laki lebih diutamakan dari pada hak anak perempuan oleh karena anak laki-laki

dianggap sebagai penerus keturunan. Oleh sebab itu, anak perempuan hanya dapat

menunggu bagian yang akan diberikan kepadanya atas dasar toleransi dari orang

tuanya ataupun saudaranya laki-laki.

111Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar, Ketua Dewan Adat Suku Biak di Papua, PadaTanggal 03 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 97: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

81

D. Porsi Dan Pembagian Untuk Anak Perempuan

Masyarakat Suku Biak menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu menarik

garis keturunan dari klan pihak ayah (laki-laki). Hal ini terlihat dari marga/ Fam yang

dipakai oleh orang Biak yang turun dari marga ayahnya. Melihat dari hal ini jugalah

secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah atau laki-laki dalam masyarakat adat

dapat dikatakan lebih tinggi dari kaum wanita. Namun, bukan berarti kedudukan

wanita lebih rendah, dengan adanya perkembangan zaman yang menyetarakan

kedudukan antara wanita dan pria terutama dalam hal pendidikan.

Hal-hal tersebut di atas sangat mempengaruhi sistem kewarisan adat

masyarakat Suku Biak. Berdasarkan hasil penelitian, banyak masyarakat Suku Biak

yang telah dipengaruhi oleh perkembangan zaman sehingga orang tua dalam memberi

warisan kepada anak-anaknya tidak lagi membedakan antara anak laki-laki dan anak

perempuan. Dalam bahasa Biak dikatakan “Sinan suya su rarwas nana (robena)

subena fara romawa inai subesi” yang artinya kedua orang tua membagikan harta

warisan kepada anak laki-laki dan anak perempuan mereka. Hal ini dikarenakan

orang tua dalam memberikan warisan atas dasar kasih sayang kepada anak-

anaknya.112

Pada Suku Biak anak laki-laki dan anak perempuan sama-sama mempunyai

hak dalam menerima warisan dari orang tuanya. 113 Dari data yang dikumpulkan

banyak yang menyatakan bahwa anak laki-laki dan anak perempuan sama-sama

mendapat warisan hanya bagian anak laki-laki lebih besar dari pada bagian anak

perempuan karena perempuan di anggap kawin keluar.

112 Wawancara dengan Ibu Paula Kafiar di distrik Biak Kota pada Tanggal 11 Agustus 2016113 Wawancara dengan Bapak Yan Pitter Yarangga Ketua Dewan Adat Papua Di Distrik Biak

Kota pada Tanggal 08 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 98: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

82

Anak perempuan pada Suku Biak dari pembahasan sebelumnya dinyatakan

bahwa mempunyai hak yang sama dengan anak laki-laki terhadap harta warisan orang

tuanya. Namun, karena anak perempuan dianggap akan/ telah kawin keluar (melintas

keret) ke keluarga suaminya maka anak perempuan dianggap tidak dapat menerima

warisan. Dalam keadaan demikian anak perempuan merasa tidak adil namun hanya

dapat diam dan menunggu bagian yang akan diberikan kepadanya atas dasar

toleransi/ atau kasih sayang dari orang tua dan saudara-saudaranya laki-laki.

Berdasarkan hasil penelitian maka 75% orang menyatakan bahwa anak

perempuan mendapat bagian warisan dari orang tuanya namun untuk porsi atau

bagian yang diterima anak perempuan tidak lebih besar dari bagian yang diterima

oleh anak laki-laki.

Tabel. 10Bagian Warisan Anak Perempuan

n=30

Dari data kuesioner yang diperoleh, ada 8 (delapan) responden yang terdiri

dari 5 (lima) responden laki-laki dan 3 (tiga) responden perempuan menyatakan

No. Porsi / bagianperempuan

BiakKota

BiakTimur

BiakUtara

Total

L P L P L P1. Menerima ½ bagian

dari orang tua3 1 2 1 - 1 8

2. Menerima seluruhbagian

- - - - - - -

3. Tidak menerima - - - - - - -

4. Menerima sebagiankecil dari orang tuadan saudara laki-

lakinya

2 4 3 4 5 4 22

Universitas Sumatera Utara

Page 99: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

83

bahwa anak perempuan menerima ½ (setengah) bagian dari orang tuanya. ½ bagian

yang dimaksud adalah sisa ½ dari warisan orang tuanya yang sudah terbagi. Maka,

sisa ½ bagian tersebut kemudian dibagikan kepada anak perempuan. Sedangkan, 22

(dua puluh dua) responden lagi yang terdiri dari 10 (sepuluh) responden laki-laki dan

12 (dua belas) responden perempuan menyatakan bahwa anak perempuan menerima

sebagian kecil dari orang tua ataupun saudara laki-lakinya. Sebagian kecil yang

dimaksud adalah menurut ukuran/ porsi orang tua ataupun saudara laki-lakinya dalam

memberi warisan kepada saudara perempuannya.

Harta warisan yang diterima oleh anak perempuan dari orang tuanya biasanya

dalam bentuk hibah seperti peralatan-peralatan dapur/ rumah tangga, perhiasan dan

lainnya. Anak perempuan dapat menerima warisan berupa tanah, dusun sagu, dusun

kelapa, pantai atau laut, sungai, danau dan lainnya apabila dihibahkan oleh saudara-

saudaranya laki-laki atau oleh orang tuanya atas dasar kasih sayang. Harta yang

diberikan tersebut akan menjadi hak milik bagi anak perempuan dan tidak dapat

ditarik kembali atau diganggu oleh saudara-saudaranya laki-laki karena hak milik

tersebut sudah menjadi hak mutlak. Hak milik anak perempuan yang dimaksud

adalah hak milik secara adat, untuk kepengurusan sertifikat belum bisa atau tidak

mungkin karena kepemilikannya sangat luas dan besar. Misalnya pembagian pada

saat itu tidak menggunakan atau menarik meter berapa kali berapa akan tetapi orang

tua hanya berbicara menentukan dengan menggunakan patok atau batas-batas

kepemilikan atas tanah tersebut.114

114 Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar Ketua Dewan Adat Biak di Distrik Biak KotaPada Tanggal 03 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 100: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

84

Oleh sebab itu, apabila orang tua maupun saudara-saudara laki-laki hendak

memberi kepada saudara perempuannya maka akan diberikan sebagian kecil saja atas

kesepakatan bersama marga atau keluarganya. Sedangkan, untuk anak laki-laki tidak

dapat diberikan sebagian kecil untuk menjadi hak miliknya seperti halnya kepada

anak perempuan, karena anak laki-laki secara otomatis memiliki warisan leluhur

tersebut dengan hak ulayat yaitu hak milik bersama marga oleh keluarga besar baik

Kakek atau dalam Suku Biak disebut Kamam, bapak dan sampai kepada anak laki-

laki seterusnya secara turun temurun.115

Pada Suku Biak anak perempuan kadang kala diberikan bagian oleh orang tua

atau saudara laki-lakinya. Pemberian ini dalam bentuk hibah oleh saudara laki-laki

kepada perempuan di Suku Biak dikenal dengan istilah “tanah baboser” yaitu tanah

yang diberikan kepada pihak perempuan. Pemberian tanah tersebut atas dasar kasih

sayang di mana saudara laki-lakinya ingat kepada saudara perempuannya yang telah

kawin keluar/ melintas keret. Maka, saudara laki-laki tersebut memberikan tanah

baboser kepada pihak perempuan, supaya suatu hari nanti anak-anak mereka bisa

bekerja dengan saudara perempuannya itu di tanah baboser tersebut. Tanah baboser

itu apabila saudara perempuannya telah meninggal maka tidak dapat ditarik kembali

oleh paman-pamannya atau saudara-saudaranya karena itu sudah menjadi hak milik

dari saudara perempuannya.116

115Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar Ketua Dewan Adat Biak di Distrik Biak KotaPada Tanggal 03 Agustus 2016

116Wawancara dengan Bapak Jhon Rumansara Mananwir di Biak Timur Pada Tanggal 02Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 101: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

85

Anak perempuan biasanya dapat menerima borias dari orang tuanya dalam

bentuk lain. Borias yang biasa diberikan orang tua kepada anak perempuan adalah

borias atau ilmu untuk dapat menyembuhkan orang sakit dan juga ilmu untuk

menyanyi atau wor. Cara pemberian borias atau ilmu tersebut dari orang tua kepada

anak-anaknya yaitu diberi dalam bentuk air yang diminum, dalam bentuk batu, tanah,

kayu, daun dan juga angin.

Dari penjelasan mengenai porsi dan pembagian kepada anak perempuan maka

bagian anak perempuan tidak lebih besar dari pada bagian yang diberikan kepada

anak laki-laki. Anak perempuan pada masyarakat Suku Biak juga menerima warisan

dalam bentuk hibah dari saudara laki-lakinya. Warisan yang diberikan oleh orang tua

kepada anak perempuan menjadi hak milik yang tidak dapat di tarik kembali oleh

saudara-saudaranya.

Universitas Sumatera Utara

Page 102: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

86

BAB IV

UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA JIKA TERJADI SENGKETA WARISPADA SUKU BIAK DI DAERAH PAPUA

A. Sengketa Warisan Pada Suku Biak

Hukum waris adat Suku Biak di daerah Papua berdasarkan hasil penelitian

pada masyarakat Suku Biak, dikatakan bahwa anak perempuan tidak pernah menuntut

hak warisnya sampai menimbulkan sengketa, baik di dalam keluarga yang membagi

waris maupun sampai ke Lembaga adat Biak.

Jenis-jenis sengketa yang sering terjadi pada masyarakat Suku Biak baik di

dalam keluarga bahkan sampai ke Lembaga adat Biak yang sering ditangani di

antaranya adalah mengenai masalah pelanggaran norma-norma adat, sengketa tanah

adat, pembunuhan dan yang paling banyak ditangani adalah masalah pelanggaran

norma-norma adat tersebut.117

Jenis sengketa yang sering terjadi pada anak perempuan Suku Biak yaitu

mengenai sengketa pelanggaran norma-norma adat di antaranya seperti kekerasan

dalam rumah tangga (KDRT), anak perempuan yang hamil di luar nikah (kumpul

kebo) dan masalah tanah adat. Tanah adat yang dimaksud adalah tanah yang telah

diberikan oleh orang tua kepada anak perempuan dan saudara-saudaranya mengklaim

kepemilikan atas tanah tersebut. Sengketa tersebut kemudian diproses secara adat di

mana tanah yang dihibahkan tersebut adalah sebagian dari tanah adat yang di proses

117Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar, Ketua Dewan Adat Suku Biak di Papua, PadaTanggal 03 Agustus 2016

86

Universitas Sumatera Utara

Page 103: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

87

dan di dalamnya ada pengakuan dan saksi yang mendengar dan melihat bahwa tanah

tersebut merupakan tanah yang telah diberikan oleh orang tuanya kepada anak

perempuan itu. Dengan adanya hal tersebut maka saudara-saudaranya harus mundur

karena tanah itu sudah menjadi hak milik dan bukan merupakan hak ulayat lagi yaitu

hak milik bersama marga.118

Tabel 11

Jenis Sengketa yang Sering Terjadi

Pada Masyarakat Suku Biak

No Jenis Sengketa Objek Sengketa

1. Tanah 1. Kepemilikan atas tanahBaboser yaitu tanahpemberian orang tuayang diberikan kepadaanak perempuannya dankemudian di klaimkembali oleh saudara-saudaranya ataskepemilikan tanahtersebut.

2. Batas-batas tanah adat3. Kepemilikan atas tanah-

tanah ulayat2. Tanjung (pantai) 1. Kepemilikan atas

tanjung yaitu antarapihak marga yang satudengan pihak margayang lain. Contohperebutan TanjungSaruni di Biak Utaraantara keret Noriwari

118Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar, Ketua Dewan Adat Suku Biak di Papua, PadaTanggal 03 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 104: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

88

dan keretRumwaropen.119

3. Kampung/ wilayah 1. Kepemilikan bataswilayah. Contohkepemilikan ataskampung Sor di BiakUtara. Menurut ceritasilsilah keret yangpertama kali datang danmenempati daerah Soradalah keretRumwaropen, olehsebab itu, keretRumwaropen saat iniberusaha merebutkembali kepemilikanatas batas wilayahtersebut.120

B. Penyelesaian Sengketa Warisan Pada Suku Biak

1. Hukum adat Biak tentang penyelesaian sengketa khususnya dalam hukumwaris adat Suku Biak

Siapapun yang ingin mengetahui tentang berbagai lembaga hukum yang ada

dalam suatu masyarakat, seperti lembaga hukum tentang perkawinan, lembaga hukum

tentang pewarisan, lembaga hukum tentang jual beli barang, lembaga hukum tentang

milik tanah dan lain-lain, harus mengetahui struktur masyarakat yang bersangkutan.

Struktur masyarakat menentukan sistem (struktur) hukum yang berlaku di masyarakat

itu, Soepomo menulis: “penyelidikan hukum adat, yang hingga sekarang telah

berlangsung kira-kira 50 (lima puluh) tahun, sungguh membenarkan pernyataan Van

119 Wawancara dengan Bapak Hugo Rumwaropen, Mananwir di Biak Utara pada Tanggal 04Agustus 2016

120Wawancara dengan Bapak Hugo Rumwaropen, Mananwir di Biak Utara pada Tanggal 04

Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 105: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

89

Vollenhoven dalam orasinya pada tanggal 02 Oktober 1901; bahwa untuk mengetahui

hukum, maka perlu diselidiki untuk waktu dan di daerah manapun juga, siat dan

susunan badan-badan persekutuan hukum, di mana orang-orang yang dikuasai oleh

hukum itu, hidup sehari-hari. Paling dirasakan gunanya mempelajari masyarakat adat

itu, jikalau kita hendak memahami segala hubungan hukum dan tindakan hukum di

bidang perkawinan menurut adat, di bidang pertalian anak (keluarga) menurut adat

dan di bidang waris menurut adat.121

Hukum adat Biak dalam mengatur masyarakat adatnya atau pun dalam

penyelesaian setiap sengketa-sengketa yang berkaitan dengan masyarakat Suku Biak,

memiliki suatu lembaga adat yang disebut “Aidoram Kankain Karkara Byak” yang

artinya “bermusyawarah, bermufakat untuk memutuskan satu keputusan”.

Musyawarah tersebut dapat berlangsung selama satu sampai dengan dua hari

tergantung dari apa yang dibahas. Lembaga Dewan Adat tersebut memiliki stuktur

kepemimpinan yang telah disusun melalui proses-proses adat yang berlaku. Gedung

Lembaga adat ini terletak di Jalan Majapahit Distrik Biak kota.

Selain adanya Lembaga Dewan Adat yang berlaku mengatur seluruh

masyarakat Suku Biak, adapun Lembaga Kankain Karkara Mnu. Dalam struktur

pemerintahan mnu, atau kampung pada orang Biak dikenal suatu lembaga yang

disebut kankain karkara mnu atau dewan kampung. Dewan tersebut dipimpin oleh

mananwir mnu dan anggota-anggotanya terdiri dari para mananwir keret ialah

kepala-kepala keret, para sinan keret atau tokoh-tokoh tua keret, para mampapok

121Bushar Muhammad, Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2006), Hal. 21

Universitas Sumatera Utara

Page 106: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

90

(pemuda-pemuda yang kuat baik fisik maupun mental dan yang berani serta

berpengalaman) dan perempuan-perempuan dewasa yang berpengalaman luas.

Tempat berapat atau berunding lembaga tersebut biasanya di halaman terbuka dalam

kampung. Itulah sebabnya lembaga itu disebut juga seriar, artinya berkumpul atau

berapat di luar. Lembaga tersebut selain berfungsi sebagai wadah untuk

merundingkan segala aktivitas yang menyangkut bidang pemerintahan, juga berfungsi

sebagai badan pengadilan yang memutuskan hukuman bagi mereka yang melanggar

ketentuan-ketentuan adat. Masalah-masalah yang dirundingkan dalam bidang

pemerintahan itu meliputi aspek keamanan dan gengsi, aspek ekonomi dan aspek

agama.122

Dalam aspek keamanan dan gengsi, dewan bertugas untuk memutuskan hal-

hal seperti :

a. Berperang terhadap musuh atau tidak;

b. Melakukan ekspedisi pengayauan dan pengkapan budak ke tempat lain (yang

jauh atau dekat);

c. Menerima atau menolak tawaran kampung lain untuk membantu dalam

perang menghadapi lawannya;

d. Bersaing dengan kampung lain untuk berlayar ke tempat-tempat yang jauh

yang belum pernah didatangi oleh orang lain;123

122J.R. Mansoben, Jurnal Sistem Politik Tradisional Etnis Byak Kajian Tentang

Pemerintahan Tradisional. Volume 01 No. 03 Agustus 2003123Unsur bersaing untuk melebihi orang atau kelompok lain sangat kuat dalam kebudayaan

orang Biak. Hal itu disebut fanandi atau korfandi. Wujud fanandi itu antara lain dinyatakan dalam hal

Universitas Sumatera Utara

Page 107: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

91

e. Merundingkan pemberian gelar kepada keponakan atau menerima gelar dari

paman.124

Dalam aspek ekonomi, dewan memutuskan hal-hal seperti:

a. Membuat perahu dagang baru;

b. Melakukan pelayaran perdagangan;

c. Melakukan perburuan atau penangkapan ikan untuk kepentingan umum

tertentu;

d. Membuka kebun baru.

Dalam aspek agama, dewan bertugas untuk merundingkan hal-hal seperti:

a. Pembangunan atau perbaikan rumah pemuda, rum sram ;

b. Upacara ern k’bordan insos yaitu upacara inisiasi pemuda dan pemudi;

c. Upacara fan nanggi (nangki) atau upacara persembahan kepada ‘tuhan

langit’:

d. Upacara mansorandak yaitu upacara selamatan bagi seseorang yang untuk

pertama kalinya pergi ke tempat asing.125

mengunjugi tempat-tempat yang jauh letaknya dari Kepulauan Biak-Numfor, seperti Kepulauan RajaAmpat, Ternate, Tidore atau Seram. Keret atau kampung yang warganya mengunjugi tempat-tempatyang lebih jauh letaknya dan belum pernah didatangi mengangkat prestise dimuka kelompok lawanatau orang lain.

124 J.R. Mansoben, Jurnal Sistem Politik Tradisional Etnis Byak Kajian TentangPemerintahan Tradisional. Volume 01 No. 03 Agustus 2003

125 J.R. Mansoben, Jurnal Sistem Politik Tradisional Etnis Byak Kajian TentangPemerintahan Tradisional. Volume 01 No. 03 Agustus 2003

Universitas Sumatera Utara

Page 108: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

92

Selanjutnya kedudukan lembaga kankain karkara mnu sebagai lembaga

pengadilan ialah bertugas untuk menyelesaikan atau memutuskan hal -hal seperti:

a. Penetapan pembalasan atau pembayaran atas pembunuhan tertentu;

b. Pembayaran denda karena perbuatan zina;

c. Pembayaran kembali maskawin karena isteri menyeleweng;

d. Menyelesaikan sengketa yang timbul antara warga kampung karena masalah

tanah atau hasil hutan;

e. Pembayaran denda karena menghina orang lain.

Masyarakat Suku Biak di dalam mengatur setiap masyarakat adatnya memiliki

aturan-aturan atau norma-norma adat berlaku. Apabila adanya pelanggaran terhadap

norma-norma adat tersebut maka berlakulah seluruh ketentuan hukum adat.126

Apabila terjadinya sengketa maka dari data yang diperoleh dikatakan bahwa

penyelesaian sengketa dilakukan secara keluarga apabila masalah tersebut tak dapat

diselesaikan secara keluarga maka akan di panggil mananwir, bila mananwir tidak

dapat menyelesaikan masalah tersebut maka diselesaikan melalui Dewan adat di

kantor Lembaga Dewan Adat.127

Adapun dalam penyelesaian masalah pada masyarakat Suku Biak dapat dilihat

dalam skema sebagai berikut:

126J.R. Mansoben, Jurnal Sistem Politik Tradisional Etnis Byak Kajian Tentang PemerintahanTradisional. Volume 01 No. 03 Agustus 2003

127Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar, Ketua Dewan Adat Suku Biak di Papua, PadaTanggal 03 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 109: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

93

Langkah Kedua Langkah Ketiga Langkah Keempat

Langkah Pertama

Hukum adat Biak khususnya dalam penyelesaian sengketa waris adat

berdasarkan pada hasil penelitian maka dikatakan bahwa masalah waris pada

masyarakat Suku Biak sebelum sampai ke pengadilan, harus ada keputusan adat

terlebih dahulu. Apabila perkara tersebut langsung ke pengadilan maka pihak

pengadilan akan bertanya tentang penyelesaian secara adat terlebih dahulu. Hukum

waris adat Biak tidak melihat pembuktian dengan sertifikat tetapi kembali melihat

pembuktian secara adat yaitu dengan adanya saksi yang menyatakan benar atas

kepemilikan tersebut.128

2. Upaya yang dilakukan para pihak dalam penyelesaian sengketa

Upaya yang dilakukan dalam penyelesaian sengketa waris adat dalam

keluarga yang membagi waris adalah sebagai berikut:

128Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar, Ketua Dewan Adat Suku Biak di Papua, PadaTanggal 03 Agustus 2016

Skema Penyelesaian

Sengketa Masyarakat Biak

Konflik

KeluargaKeluarga

Mananwir

KeretKantor

Dewan Adat

Pengadilan

Negeri

Universitas Sumatera Utara

Page 110: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

94

1) Kekeluargaan;

Orang tua berperan penting dalam penyelesaian sengketa tersebut, dimana

orang tua dapat mengumpulkan semua anak-anaknya kemudian memberikan

arahan kepada anak-anaknya dan mencari jalan keluar bersama-sama secara

kekeluargaan.

2) Melalui Mananwir keret;

Apabila masalah waris tersebut tidak dapat diselesaikan secara keluarga,

maka akan di panggil mananwir yang bertanggung jawab atas keret keluarga

yang bersengketa, untuk duduk bersama dan mencari penyelesaian bersama

dimana mananwir akan memberi nasehat-nasehat kepada pihak yang

bersengketa.

3) Lembaga Dewan Adat;

Lembaga ini adalah upaya terakhir yang akan di pakai dalam

penyelesaian sengketa khususnya dalam hal waris adat. Pada Lembaga Dewan

adat ini maka para pihak di sidang, kemudian dicari keputusan akhir yang baik

bagi para pihak. Apabila ada pihak yang dinyatakan salah dalam hal ini maka

dewan adat akan memberi sanksi/ hukuman berdasarkan pada hukum adat

Biak.

Universitas Sumatera Utara

Page 111: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

95

Penyelesaian sengketa khususnya mengenai hukum waris adat suku Biak,

dapat memilih jalan penyelesaian mana yang dapat ditempuh dengan melihat kembali

keadaan para pihak yang bersengketa.129

129Wawancara dengan Bapak Gerald Kafiar, Ketua Dewan Adat Suku Biak di Papua, Pada tanggal03 Agustus 2016

Universitas Sumatera Utara

Page 112: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

96

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pembagian warisan pada masyarakat Suku Biak berlangsung pada saat pewaris

masih hidup. Masyarakat Suku Biak menganut sistem kewarisan individual di

mana para ahli waris menerima warisan secara perorangan yaitu terhadap jenis

harta yaitu harta bersama baik yang berwujud maupun tidak berwujud benda

yang dapat dibagi-bagi. Masyarakat Suku Biak juga menganut sistem kewarisan

kolektif di mana para ahli waris secara bersama-sama mewarisi harta

peninggalan yang tidak dapat dibagi-bagi dalam hal ini terhadap hak ulayat/ hak

milik bersama marga. Anak laki-laki dan anak perempuan sama-sama mendapat

warisan hanya bagian anak laki-laki lebih besar dari pada bagian anak perempuan

karena perempuan dianggap kawin keluar dan laki-laki dianggap sebagai penerus

marga serta pencari nafkah bagi keluarganya.

2. Kedudukan anak perempuan dalam hukum adat Biak sangat dihargai dan

mempunyai peran yang penting dalam fungsinya sebagai perempuan. Oleh sebab

itu, kedudukan perempuan di dalam hukum waris adat Suku Biak sangat kuat

karena anak perempuan berhak sebagai ahli waris sama halnya dengan anak laki-

laki. Namun, warisan yang diterima oleh anak perempuan tidak lebih besar (tidak

sama) dari pada bagian yang diterima oleh anak laki-laki. Anak perempuan selain

96

Universitas Sumatera Utara

Page 113: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

97

menerima bagian warisan dari orang tuanya juga menerima bagian warisan yang

diberikan kepadanya atas dasar kasih sayang dari saudara laki-lakinya.

3. Para pihak dalam penyelesaian sengketa khususnya mengenai hukum waris adat

Suku Biak, dapat memilih jalan penyelesaian dengan melihat kembali keadaan

para pihak yang bersengketa. Upaya penyelesaian yang dapat dilakukan adalah

pertama melalui musyawarah secara keluarga, kedua melalui musyawarah

dengan menghadirkan Mananwir atau orang-orang yang dituakan dalam adat dan

ketiga dapat juga melalui Lembaga Dewan Adat Biak yaitu “KanKain Karkara

Byak”.

B. Saran

Adapun saran-saran dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam mekanisme pembagian menurut hukum waris adat Suku Biak, diharapkan

agar menjaga kerukunan di dalam keluarga dengan lebih memperhatikan hak

waris adat anak perempuan. Hal tersebut agar adanya keadilan yang dapat

dirasakan dan diterima oleh anak perempuan di dalam keluarga, dengan melihat

kesetaraan gender pada saat ini dan perempuan juga sebagai penghasil ekonomi

bagi keluarganya.

2. Diharapkan agar pernyataan bahwa hak anak perempuan dan anak laki-laki

adalah sama terhadap warisan orang tuanya, benar-benar diwujudkan dengan

tidak menganggap bahwa anak laki-laki lebih tinggi kedudukannya dari pada

anak perempuan. Anak perempuan memiliki multi fungsi di dalam keluarga

Universitas Sumatera Utara

Page 114: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

98

untuk itu hak anak perempuan harus lebih diperhatikan lagi khususnya dalam

hukum waris adat Suku Biak.

3. Apabila terjadinya sengketa waris di dalam keluarga yang membagi waris,

diharapkan agar dapat menyelesaikannya melalui upaya secara keluarga dengan

bermusyawarah mencari jalan keluar bersama yang menciptakan keadilan

diantara para ahli waris sehingga tidak ada pihak manapun yang merasa

dirugikan. Diharapkan juga kepada para orang tua untuk lebih bijaksana dalam

mengambil keputusan dalam membagi warisan kepada para ahli waris baik anak

laki-laki maupun anak perempuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 115: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

99

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdurrahman Muslan, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press,Bandung, 2009.

Achmadi Abu & Narbuko Cholid, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta,2001.

Adi Rianto, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Garanit, Jakarta, 2004.

Ali Zainuddin H, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,2008.

Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Rafika Aditama, 2005.

Badio Sabjan, Aku Papua Aku Indonesia, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2014.

Haar Ter, Asas-asas dan Tatanan Hukum Adat, Mandar Maju, Bandung, 2011.

Hadikusuma Hilman, Hukum Kekerabatan Adat, Fajar Agung, Jakarta, 1997.

-------------------------, Hukum Waris Adat, Cipta Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Kaban Maria, Kesetaraan Perempuan Dalam Pengambilan Keputusan, PustakaBangsa Press, Medan, 2011.

Lubis Solly. M, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994.

Mentansan George, Etnografi Papua, Kepel Press, Yogyakarta, 2013.

Muhammad Bushar, Asas-asas Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006.

Muis, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara, Medan, 1990.

Nasution Johan Bahder, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008.

Nurtjahjo Hendra, Legal Standing Kesatuan Masyarakat Hukum Adat DalamBerperkara di Mahkamah Konstitusi, Salemba Humanika, Jakarta, 2010.

99

Universitas Sumatera Utara

Page 116: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

100

Perangin Effendi, Hukum Waris, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.

Prodjodikoro Wirjono, Hukum Warisan di Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta, 1980.

Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Ramulyo Idris, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat(Burgerlijk Wetboek), Sinar Grafika, Jakarta, 1993.

Rawls John, Teori Keadilan (A Theory Of Justice), Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2006.

Salman Otje, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, Alumni,Bandung, 1993.

Saragih Djaren, Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1980.

Shadily Hassan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2003).

Situmorang Victor, Kedudukan Wanita Di Mata Hukum, PT. Bina Aksara, Jakarta,1988.

Soewondo Nani, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat,

Soekanto Soerjono, Hukum Adat Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.

-----------------------, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,Jakarta, 1986.

------------------------, Pokok-pokok Hukum Adat, Alumni, Bandung, 1981.

Sastro Woerjono dan Simorangkir, Pelajaran Hukum Indonesia, Gunung Agung,Jakarta, 1957.

Sugiyo, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Alfabeta, Bandung,2011.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2011.

Suparman Eman H, Hukum Waris Indonesia, PT Reika Aditama, Bandung, 2013.

Suryabrata Samadi, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 1998.

Universitas Sumatera Utara

Page 117: KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN DALAM MENERIMA HARTA WARISAN ...

101

Wignjodipoero Soerojo, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, PT. Gunung-gunungAgung, Jakarta, 1995.

Wiratha Made, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis,Andi,Yogyakarta, 2006.

B. Peraturan Undang-undang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

C. Jurnal

Mansoben, J.R, Sistem Politik Tradisional Etnis Byak Kajian Tentang Pemerintahan

Tradisional, Jurnal Antropologi Papua, Volume 01, No. 03 Agustus 2003.

D. Internet

nfokebudayaanpapua.blogspot.com/2010/02/buku-pemetaan-suku-suku-di-tanah-papua_20.html, diakses pada tanggal 16 Maret 2016, Jam 01.45 WIB.

Website Resmi Pemerintah Provinsi Papua, https://papua.go.id/view-detail-page-254/Sekilas-Papua-.html, diakses pada tanggal 17 Maret 2016, jam 00:21 WIB.

http://www.habibullahurl.com/2015/01/teori-keadilan-menurut-aristoteles.html,diakses pada tanggal 18 Maret 2016, 01:40 WIB.

http://akperku.blogspot.co.id/2012/06/atnografi-papua-suku-biak.html, diakses padatanggal 18 Maret 2016.

http://www.subliyanto.id/2010/06/subyek-penelitian-dan-responden.html, diaksespada hari Senin 21 Maret 2016, jam 14:35 WIB.

http://iiesweety.blogspot.co.id/2012/12/objek-penelitian-subjek-penelitian.html,diakses pada hari senin, 21 Maret 2016 Jam 14:21 WIB.

Metodologi Penelitian: Apa Itu Riset atau Penelitian?,diakses, sabtu 12 maret, jam00:52 WIB.

Universitas Sumatera Utara