Kehamilan Ektopik Terganggu

47
BAB I REKAM MEDIS 1.1. Identifikasi Nama : Ny R Umur : 27 tahun Alamat : Dalam kota Agama : Islam Status : Menikah Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga MRS : 3 November 2009

description

ket

Transcript of Kehamilan Ektopik Terganggu

1

BAB I

REKAM MEDIS

1.1. Identifikasi

Nama : Ny R

Umur : 27 tahun

Alamat : Dalam kota

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

MRS : 3 November 2009

1.2. Anamnesis (Autoanamnesis)

Keluhan Utama :

Hamil muda dengan nyeri perut sebelah kanan bawah

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Sejak + 2 bulan sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh

tidak menstruasi. Riwayat mual muntah (+). Riwayat payudara tegang (+).

+ 2 hari sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh perut

mules dan nyeri perut sebelah kanan bawah. Penderita juga mengeluh

keluar darah dari kemaluan berwarna hitam, banyaknya ± 1 kali ganti

celana dalam. Riwayat keluar gumpalan darah seperti daging (-), riwayat

keluar gelembung seperti mata ikan (-). riwayat trauma (-), riwayat pasca

senggama (-), riwayat minum obat/ jamu peluruh (-). Os mengaku hamil 2

bulan.

Riwayat Reproduksi :

Menarche : 12 tahun

Siklus haid : 28 hari, teratur, lamanya 7

1

2

hari

HPHT : 14-09-2009

Riwayat perkawinan : 1 kali, lamanya 2 tahun

Riwayat obstetri : G1P0A0

Riwayat penyakit yang pernah diderita : (-)

Riwayat operasi : (-)

Riwayat abortus : (-)

Riwayat memakai kontrasepsi : (-)

1.3. Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 112 x/mnt

Frekuensi pernafasan : 22 x/mnt

Suhu : 37,2 oC

Berat badan : 50 kg

Tinggi badan : 150 cm

Konjunctiva palpebra pucat : (-/-)

Sklera ikterik : (-/-)

Gizi : cukup

Payudara hiperpigmentasi : (+/+)

Jantung : HR 112 x/menit, regular, BJ I dan II

normal, gallop (-), murmur (-)

Paru-paru : Suara nafas vesikuler normal, wheezing (-),

ronkhi (-)

Hati dan lien : sulit dinilai

Edema pretibia : (-/-)

Varises : (-/-)

Refleks fisiologis : +/+

3

+/+

Refleks patologis : -/-

-/-

Status Ginekologi

Pemeriksaan luar : Abdomen tegang, simetris, nyeri tekan (+), nyeri

lepas (+), tanda cairan bebas (+)

Pemeriksaan dalam :

Inspekulo :

Portio livide, OUE tertutup, fluor (-), fluxus (+), darah tak aktif,

erosi (-), laserasi (-), polip (-)

Vaginal Toucher :

Vulva/Vagina : Vulva tenang, mukosa vagina licin

Serviks : Portio lunak, OUE tertutup, nyeri goyang portio

(+)

Corpus uteri : sesuai usia kehamilan 8 minggu, lunak

Adnexa/parametrium : kanan dan kiri tegang

Cavum Douglas : menonjol, kuldosintesis (+) terdapat darah

merah kehitaman tidak membeku.

Rectal Toucher :

TSA baik, mukosa licin, ampula recti kosong, massa intralumen

(-), adnexa parametrium kanan dan kiri tegang, corpus uteri sesuai

usia kehamilan 8 minggu, cavum douglas menonjol.

1.4. Pemeriksaan Penunjang

1. Tes Kehamilan

Hasil : (+)

2. Pemeriksaan Laboratorium

Darah : Hb serial (3x)

Hb 1 : 10,1 g/dl Leukosit 1: 12500/ul

4

Hb 2 : 9,1 g/dl

Hb 3 : 8,9 g/dl

3. Kuldosentesis :

Kuldosintesis (+), terdapat darah merah kehitaman tidak membeku.

4. USG

1.5. Diagnosis Banding

1. Kehamilan ektopik terganggu

2. Abortus inkompletus

3. Torsi kistoma ovarii

4. Appendisitis akut

1.6. Diagnosa Kerja

Kehamilan ektopik terganggu

1.7. Penatalaksanaan

1. Observasi tanda vital dan perdarahan

2. Resusitasi cairan, IVFD RL 500 ml dalam 15 menit pertama ataun 2 L

dalam 2 jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung).

3. Transfusi darah

4. Antibiotika: cefotaxim 3x1g IV

5. Rencana laparotomi cito

6. Persiapan operasi (izin, alat, obat, darah)

1.8. Prognosis

Quo ad vitam et fungsionam : dubia

5

LAPORAN OPERASI

Hari/Tanggal : Selasa/3 November 2009

Nama Pasien : Ny. R/27 tahun

Alamat : Dalam kota

Premedikasi : SA 50 mg+Pethidine 50 mg

Anestesi : Recofol 100 mg

Maintenance : O2 + N20 + Ethrane + Tracrium

Pukul 14.15 WIB. Operasi dimulai

Penderita dalam posisi terlentang dalam narcose umum. Lapangan operasi

dipersempit dengan doek steril. Dilakukan insisi mediana antara simphisis dan

pusat sepanjang + 10 cm, incisi diperdalam secara tajam dan tumpul sampai

menembus peritoneum. Setelah peritoneum dibuka, dilakukan eksplorasi dan

didapatkan :

Darah dan bekuan darah + 800 ml.

Tampak ruptur tuba pars ampularis dekstra, ovarium dextra dalam batas

normal

Uterus sebesar kehamilan 8 minggu

Diputuskan untuk melakukan salpingektomi dekstra dengan cara sebagai

berikut:

Menjepit, memotong, mengikat tuba dan mesosalfing dextra dengan

chromic cat gut no.2.0

Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya. Setelah diyakini tidak ada perdarahan,

dilanjutkan pencucian cavum abdomen dengan NaCl 0,9%, kemudian dilakukan

penutupan dinding abdomen lapis demi lapis dengan cara :

Lapisan peritoneum dijahit jelujur dengan plain catgut no. 2.0

Lapisan otot dijahit jelujur dengan plain catgut no. 2.0

Fascia dijahit jelujur feston dengan Vicryl no.1.0

6

Subcutis dijahit secara terputus satu-satu dengan plain catgut no. 2.0

Cutis dijahit secara subcuticuler dengan Vicryl no. 3.0

Luka operasi ditutup dengan Sofratule dan Oppsite

Pukul 15.20 WIB. Operasi selesai

Cairan masuk : Cairan keluar :

RL : 1000 cc Darah : 800 cc

Hemacell : 500 cc Urine : 500 cc

Whole blood : 300 cc

Total : 1800 cc Total :1300 cc

Diagnosis pra bedah : Kehamilan ektopik terganggu

Diagnosis pasca bedah : Ruptur tuba pars ampularis dekstra

Tindakan : Salpingektomi dekstra

7

BAB II

PERMASALAHAN

2.1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

2.2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?

2.3. Apakah penyebab terjadinya kehamilan ektopik pada penderita ini?

2.4. Bagaimana prognosis ibu untuk kehamilan selanjutnya?

8

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi

berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Termasuk

dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, kehamilan ovarial,

kehamilan intra ligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal

primer atau sekunder. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang

berbahaya karena tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan

untuk tumbuh kembang mencapai aterm.

Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik,

karena kehamilan di pars interstitialis dan kanalis servikalis masih

termasuk kehamilan intrauterin, tetapi jelas bersifat ektopik.

Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana

timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun

ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.

3.2. Epidemiologi

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik

berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari

60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-

ekonomi rendah dan tinggal di daerah dengan prevalensi gonore dan

prevalensi tuberkulosa yang tinggi. Pemakaian antibiotik pada penyakit

radang panggul dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik

terganggu. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik terganggu, yang banyak

terjadi ialah pada daerah tuba (90%).

9

3.3. Etiologi dan Faktor Risiko

Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui.

Setelah sel telur dibuahi di bagian ampula tuba, maka setiap hambatan

perjalanan sel telur ke dalam rongga lahir memungkinkan kehamilan tuba.

Kehamilan ovarial dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel De

Graaf yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam

folikel atau apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah

endometriosis di ovarium. Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi

sekunder dari kehamilan tuba atau ovarial yang mengalami ruptur dan

mudigah masuk di antara 2 lapisan ligamentum latum. Kehamilan servikal

berkaitan dengan faktor multiparitas yang memiliki riwayat abortus atau

operasi pada rahim termasuk seksio sesarea. Kehamilan abdominal

biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba. Adapun penyebab lain

kehamilan ektopik, antara lain:

1. Gangguan transportasi dari hasil konsepsi yaitu sebagai akibat adanya:

a. Radang panggul (PID)

Terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasisilia lipatan

mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan

kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai

akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba

falopii.

b. Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)

c. Penyempitan lumen akibat tumor

d. Pasca tindakan bedah mikro pada tuba

Memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha untuk

memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.

e. Abortus

Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/infeksi pasca nifas,

apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya

tuba atau penyempitan lumen.

10

2. Kelainan hormonal

a. Induksi ovulasi

b. Fertilisasi invitro

c. Ovulasi yang terlambat

d. Transmigrasi ovum terutama pada kasus perkembangan duktus

mulleri yang abnormal.

e. Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon

estrogen dan progesteron.

3. Penyebab yang masih diperdebatkan

a. Endometriosis

b. Cacat bawaan

c. Kelainan kromosom

d. Kualitas sperma dan lain-lain

3.4. Klasifikasi

Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya

implantasi dari kehamilan ektopik, dapat dibedakan menurut:

1. Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba

Fallopi. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di:

- Tuba (95%)

- Ampulla / Pars Ampularis (55%)

- Isthmus / Pars Isthmika (25%)

- Fimbrial / Pars infundibuaris (17%)

- Interstisial / Pars insterstisialis (2%)

11

Gambar 1. Lokasi Kehamilan Ektopik

2. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh

kehamilan ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium.

3. Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang

sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan

tumbuhnya telur, serviks mengembang. Kehamilan serviks jarang

melewati usia gestasi 20 minggu sehingga umumnya hasil konsepsi

masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase.

4. Kehamilan Abdominal

Kehamilan ini terjadi bila kantong kehamilan berimplantasi di luar

uterus, ovarium dan tuba Fallopi. Kehamilan Abdominal ada 2

macam:

a. Primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam

rongga perut.

b. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi di tempat yang lain

misalnya di dalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya

berpindah ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari

tempat asalnya. Hampir semua kasus kehamilan abdominal

merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat rupture atau aborsi

kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga abdomen.

12

Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup

bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati

sebelum tercapai maturitas (bulan ke 5 atau ke 6) karena pengambilan

makanan kurang sempurna.

5. Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat terjadi

bersama dengan kehamilan intrauterin.

Kehamilan heterotopik dapat di bedakan atas :

a. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu

kehamilan yang dapat berlangsung dalam waktu yang sama dengan

kehamilan intrautrin normal.

b. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu

terjadinya kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi

kehamilan ektopik yang telah mati atau pun ruptur dan kehmilan

intrauterin yang terjadi kemudian berkembang seperti biasa.

6. Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars

interstitialis tuba. Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan

kornual (kahamilan intrauteri, tetapi implantasi plasentanya di daerah

kornu, yang kaya akan pembuluh darah). Karena lapisan myometrium

di sini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira pada bulan

ke 3 atau ke 4.

7. Kehamilan intraligamenter

Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba

yang pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra

peritoneal ini apabila lapisan korionnya melekat dengan baik dan

memperoleh vaskularisasi di situ fetusnya dapat hidup dan

berkembang dan tumbuh membesar. Dengan demikian proses

kehamilan ini serupa dengan kehamilan abdominal sekunder karena

keduanya berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah.

8. Kehamilan tubouteina merupakan kehamilan yang semula mengadakan

implantasi pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi

secara perlahan-lahan ke dalam kavum uteri.

13

9. Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula

megadakan implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba, secara beangsur

mengadakan ekstensi ke kavum peritoneal.

10. Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat

pada tuba dan sebagian pada jaringan ovarium.

3.5. Patogenesis

Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang

terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau

interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung

atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh

kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan

direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot

endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari

lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan

pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-

kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk ke

dalam otot-otot tubadengan merusak jaringan dan pembuluh darah.

Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor,

yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan

yang terjadi oleh invasitrofoblas. Di bawah pengaruh hormon esterogen

dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan trofoblas, uterus menjadi

besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa

perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nukleus

hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas

menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati

sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga

terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan

disebut sebagai reaksi Arias-Stella.

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi

kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan

14

yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus

disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif. Sebagian besar kehamilan

tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena

tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin

tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang

mungkin terjadi adalah:

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi.

Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena

vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.

2. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah

oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat

melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan

robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan

antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah

bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui

ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan

tersebut perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.

3. Ruptur dinding tuba

Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili

korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur

tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus

dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya rupture yang

terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat

terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti

pada koitus dan pemeriksaan vagina

3.6. Manifestasi Klinis

Gejala dari kehamilan ektopik tergantung pada lokasinya. Tanda

dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya

15

kehamilan tersebut. Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium

antara lain :

1. Keluhan gastrointestinal

Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan

ektopik terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan

pentingnya keluhan gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening.

Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman dalam hal insiden

terjadinya akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di samping

keterlambatan diagnosis.

2. Nyeri tekan abdomen dan pelvis

Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan,

khususnya dengan menggerakkan serviks, dijumpai pada lebih dari tiga

per empat kasus kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami

ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadinya.

3. Amenore

Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih.

Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan

pervaginam yang lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid

yang normal, dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang

keliru.

4. Spotting atau perdarahan vaginal

Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus

biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari

endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan

mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit,

bewarna cokelat gelap dan dapat terputus-putus atau terus-menerus.

5. Perubahan Uterus

Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh

masa ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau

ligamentum latum terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran

hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh sebagian kecil pasien,

16

mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat disertai

oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan

jaringan abortus dari kavum uteri.

6. Tekanan darah dan denyut nadi

Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan

pada denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang

sama seperti yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi

donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan darah atau respon

vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.

7. Hipovolemi

Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi

duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya

penurunan volume darah yang cukup banyak. Semua perubahan

tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius.

8. Suhu tubuh

Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau

bahkan menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam

keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran

yang penting untuk membedakan antara kehamilan tuba yang

mengalami ruptura dengan salpingitis akut, dimana pada keadaan ini

suhu tubuh umumnya diatas 38oC.

9. Masa pelvis

Masa pelvis dapat teraba pada ± 20% pasien. Masa tersebut

mempunyai ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya

masa ini berukuran 5-15 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan

tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah

masa tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan

di sebelah posterior atau lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan

kerap kali mendahului terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi.

17

10. Hematokel pelvis

Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap

akan diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam

lumen tuba, kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif

tidak terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun

darah yang terus merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang

lebih terbungkus dengan adanya perlekatan dan akhirnya membentuk

hematokel pelvis.

3.7. Penegakan Diagnosis

Gambaran klinis bervariasi tergantung cepat lambatnya diagnosis

dibuat, lokasi implantasi, dan sudah terjadi ruptur atau belum.

Tanda- tanda dan gejala baru timbul setelah ada gangguan. Gejala

dan tanda yang karakteristik pada kehamilan ektopik terganggu, antara

lain:

1. Mendadak rasa nyeri perut bagian bawah

2. Amenorrhea (75 % - 90 %)

3. Perdarahan pervaginam (50 % - 80 %)

4. Tanda-tanda kesakitan dan pucat

5. Tanda-tanda syok, seperti hipotensi

6. Suhu kadang naik sehingga sukar dibedakan dengan infeksi pelvis

7. Perut mengembung dan nyeri tekan

8. Nyeri goyang serviks

9. Cavum Douglas menonjol dan nyeri raba

10. Massa pada pelvis atau hematokel pada pelvis

11. Anemia akut

Sedangkan kehamilan ektopik belum terganggu menunjukkan

gejala dan tanda sebagai berikut:

1. Biasanya penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas

2. Amenore

3. Tanda kehamilan muda, seperti nausea

18

4. Nyeri di perut bawah yang tidak khas

5. Kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar

ditentukan

Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik, dilakukan

beberapa pemeriksaan bantuan sebagai berikut:

1. Uji Kehamilan

Uji kehamilan positif membantu diagnosis, tetapi sebaliknya uji

kehamilan negatif tidak dapat menyingkirkan kemungkinan kehamilan

ektopik.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hb serial untuk mengukur kuantitas jumlah kehilangan

darah yang terjadi, pemeriksaan beta-HCG (penurunan nilai beta-

HCG), serum kreatinin kinase (masih diperdebatkan).

3. Kuldosentesis

Tujuan: untuk mengetahui apakah dalam Cavum Douglas terdapat

darah atau cairan lain. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan

ektopik belum terganggu.

Teknik:

a. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.

b. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.

c. Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan

tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan hingga forniks

posterior ditampakkan.

d. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam Cavum Douglas dan

dengan semprit 10 ml dilakukan pengisapan.

19

Gambar 2. Kuldosentesis

Hasil:

a. Kuldosentesis yang positif, bila dikeluarkan berupa darah tua

berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau berupa

bekuan-bekuan kecil.

b. Kuldosentesis yang negatif, bila yang ditemukan adalah cairan

jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau

kista ovarium yang pecah; nanah yang mungkin berasal dari PID

(nanah harus dikultur); darah segar berwarna merah yang dalam

beberapa menit akan membeku

c. Kuldosentesis yang non diagnostik, bila pada pengisapan tidak

berhasil dikeluarkan darah atau cairan lain.

4. Sonografi

Diagnosis pasti apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang

didalamnya tampak denyut jantung janin. Pada kehamilan ektopik

terganggu sering tidak ditemukan kantung gestasi ektopik. Gambaran

yang tampak ialah cairan bebas dalam rongga peritoneum terutama di

Cavum Douglas. Tidak jarang dijumpai hematokel pelvik sebagai

suatu massa ekogenik di adneksa yang dikelilingi daerah kistik dengan

batas tepi yang tidak tegas.

20

Gambar 3. Sonografi Kehamilan Ektopik

5. Laparoskopi

Laparoskopi dapat membantu menegakkan diagnosis kehamilan tuba

yang belum terganggu yang hanya menunjukkan sedikit perubahan,

baik mengenai bentuk maupun warnanya. Adanya darah dalam rongga

pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini

menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.

6. Hasil Kuretase

Dipikirkan suatu kehamilan ektopik jika hasil kuretase hanya

menunjukkan desidua. Meskipun demikian, ditemukannya

endometrium dalam fase sekresi, fase proliferasi atau fase deskuamasi

tidak dapat menyingkirkan kemungkinan suatu kehamilan ektopik.

3.8. Diagnosis Banding

1. Salfingitis

Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang

setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan

yang dapat diraba pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral.

Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,5oC,

selain itu leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik

terganggu dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.

21

2. Abortus imminens atau abortus incompletus

Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih

merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah

median dan adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa

tidak enak di perut lebih menunjukkan ke arah abortus imminens atau

permulaan abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan

di samping atau di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak

menimbulkan rasa nyeri.

3. Corpus luteum atau kista folikel yang pecah

4. Torsi kistoma ovarii

Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan

perdarahan pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium

lebih besar dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.

5. Appendisitis

Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan serviks

uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri

perut bagian bawah pada apendisitis terletak pada titik McBurney.

6. Gastroentritis

7. AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)

3.9. Komplikasi

1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu

telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini

merupakan indikasi operasi.

2. Infeksi

3. Sterilitas

4. Pecahnya tuba falopi

5. Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnyaembrio

22

3.10. Penatalaksanaan

Dalam menangani kasus kehamilan ektopik, beberapa hal harus

diperlihatkan dan dipertimbangkan, yaitu: kondisi penderita, keinginan

penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi

anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah operator, dan

kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat.

1. Perbaiki keadaan umum dengan memberikan cairan dan transfusi

darah.

2. Pemberian cairan dilakukan untuk koreksi terhadap hipovolemia dan

anemia.

3. Jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat

dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi dengan

salpingostomi (pada kehamilan di ampula dan infundibulum) atau

reanastomosis tuba (pada kehamilan di isthmus).

4. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada

tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk salfingektomi.

5. Kehamilan kornu dilakukan salfingooforektomi dan;

1. Histerektomi bila umur > 35 tahun.

2. Fundektomi bila masih muda untuk kemungkinan masih bisa haid.

3. Insisi bila kerusakan pada kornu kecil dan kornu dapat direparasi.

6. Salfingektomi dapat dilakukan dalam beberapa kondisi, yaitu:

1. Kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok.

2. Kondisi tuba buruk, terdapat jaringan parut yang tinggi risikonya

akan kehamilan ektopik berulang.

3. Penderita menyadari kondisi fertilitasnya dan menginginkan

fertilitasi invitro, maka dalam hal ini salfingektomi mengurangi

risiko kehamilan ektopik pada prosedur fertilisasi invitro.

4. Penderita tidak ingin punya anak lagi.

7. Kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila

dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan

maka dapat dilakukan tindakan sistektomi ataupun oovorektomi.

23

8. Kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang sering

mengakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi

9. Apabila tindakan konservatif dipikirkan, maka harus dipertimbangkan:

1. Kondisi tuba yang mengalami kehamilan ektopik, yaitu berapa

panjang bagian yang rusak dan berapa panjang bagian yang masih

sehat, berapa luas mesosalfing yang rusak, dan berapa luas

pembuluh darah tuba yang rusak.

2. Kemampuan operator akan teknik bedah mikro dan kelengkapan

alatnya, oleh karena pelaksanaan teknik pembedahan harus sama

seperti pelaksanaan bedah makro.

Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah

methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang

akan mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara

menginhibisi kerja enzim dihydrofolate reduktase. MTX ini akan

menghentikan proliferasi trofoblas.

Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv, im atau injeksi lokal

dengan panduan USG atau laparoskopi. Regimen yang dipakai saat ini

adalah dengan pemberian dosis tungal MTX 50 mg/m2 luas

permukaan tubuh. Sebelumnya, penderita diperiksa dulu kadar hCG,

fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7

setelah pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali.

Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa

pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG

diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat

dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila

kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan

kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka

diberikan MTX 50 mg/m2 kedua.

Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya

penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif

adalah nyeri abdomen, FHB (+).

24

10. Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan

dalam divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan

tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan

menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan.

Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga

abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan serta memberikan transfusi

darah.

11. Untuk kendali nyeri pasca tindakan, dapat diberikan:

a. Ketoprofen 100 mg supositoria

b. Tramadol 200 mg iv

12. Atasi anemia dengan tablet besi, sulfas ferrous 600 mg per hari.

13. Konseling pasca tindakan, antara lain berisi:

a. Kelanjutan fungsi reproduksi

b. Risiko hamil ektopik ulangan

c. Kontrasepsi yang sesuai

d. Asuhan mandiri selama di rumah

e. Jadwal kunjungan ulang

3.11. Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun

dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup tetapi bila

pertolongan terlambat angka kematian dapat meningkat.

Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik

bersifat bilateral. Sebagian wanita setelah mengalami kehamilan ektopik

pada satu tuba, dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang

lain. Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi

fertilitas wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat

50-60% kemungkinan wanita steril.

Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-

14,6%. Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu

mempunyai risiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu

25

berulang. Ibu yang sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu

sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami kehamilane

ktopik terganggu berulang. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup

sebaiknya pada operasi dilakukan salfingektomi bilateral. Dengan

sendirinya hal ini perlu disetujui untuk suami istri sebelumnya.

26

BAB IV

ANALISIS KASUS

27

Pada tanggal 9 November 2009, Ny R berusia 27 tahun, alamat dalam

kota, kebangsaan Indonesia, pekerjaan ibu rumah tangga datang ke RSMH dengan

keluhan hamil muda dengan nyeri perut sebelah kanan bawah sejak + 2 hari

SMRS. Riwayat tidak menstruasi (+), riwayat mual dan muntah (+), dan riwayat

payudara tegang (+). Penderita juga mengeluh keluar darah dari kemaluan

berwarna hitam, banyaknya ± 1 kali ganti celana dalam. Riwayat keluar gumpalan

darah seperti daging (-), riwayat keluar gelembung seperti mata ikan (-). riwayat

trauma (-), riwayat pasca senggama (-), riwayat minum obat/jamu peluruh (-),

riwayat pemakaian kontrasepsi (-). Penderita mengaku hamil 2 bulan.

Berdasarkan anamnesis, adanya keluhan hamil muda dengan nyeri perut

sebelah kanan dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit, seperti kehamilan

ektopik terganggu, abortus immines/abortus incompletus, penyakit radang

panggul, torsi kista ovarii, dan appendisitis. Akan tetapi, adanya gejala dan tanda

kehamilan serta adanya perdarahan pervaginam yang juga dikeluhkan penderita

dapat menyingkirkan kemungkinan torsi kista ovarii.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran

kompos mentis, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 112x/menit, pernafasan

22x/menit, suhu 37,20 C, dan keadaan organ lainnya dalam batas normal. Dari

pemeriksaan keadaan umum, tampak penderita mengalami syok dengan tekanan

darah yang relatif turun dan takikardi.

Pemeriksaan luar didapatkan abdomen tegang, simetris, nyeri tekan (+),

nyeri lepas (+), dan tanda cairan bebas (+). Pada pemeriksaan dalam, inspekulo

didapatkan mukosa vagina licin, portio livide, OUE tertutup, fluor (-), fluxus (+),

darah tak aktif, erosi (-), laserasi (-), polip (-). Vaginal toucher didapatkan portio

dalam konsistensi lunak, nyeri goyang portio (+), OUE tertutup, corpus uteri yang

sesuai dengan kehamilan 8 minggu, adneksa/parametrium kanan dan kiri tegang,

dan cavum Douglas menonjol.

28

Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan ginekologi yang diperoleh

baik dari pemeriksaan luar maupun dalam, diagnosis banding seperti abortus

immines dan abortus incompletus dapat disingkirkan karena pada abortus

perdarahan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi

di daerah median, serta pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping

atau di belakang uterus, dan nyeri goyang serviks tidak ada. Selain itu, diagnosis

kehamilan disertai apendisitis akut juga dapat disingkirkan karena pada apendisitis tidak

ditemukan nyeri pada gerakan servik uteri seperti yang ditemukan pada

penderita. Nyeri perut bagian bawah pada apendisitis terletak padatitik

McBurney. Jadi, dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, kemungkinan diagnosis

penderita adalah kehamilan ektopik terganggu.

Untuk membantu penegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,

maka dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan

kehamilan dimana didapatkan hasil positif (+) hamil, pemeriksaan laboratorium

berupa pemeriksaan Hb serial, didapatkan Hb 10,1 g/dl (1), Hb 9,1 g/dl (2), dan

Hb 8,9 g/dl (3). Dari pemeriksaan Hb serial ini didapatkan penurunan Hb secara

bermakna, yang mengindikasikan bahwa kemungkinan adanya perdarahan yang

masih berlangsung (ongoing bleeding). Selain itu, dilakukan juga pemeriksaan

kuldosintesis, yaitu dimana dari pemeriksaan kuldosentesis didapatkan hasil

positif, yaitu adanya darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak

membeku.

Dari anamnesis, pemeriksaan ginekologis, serta pemeriksaan penunjang

yang didapatkan maka pasien ini didiagnosa kehamilan ektopik terganggu.

29

Dalam menangani kasus kehamilan ektopik, beberapa hal harus

diperlihatkan dan dipertimbangkan, yaitu: kondisi penderita, keinginan penderita

akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ

pelvis, kemampuan teknik bedah operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi

invitro setempat. Pada kasus ini, penatalaksanaan yang perlu dilakukan meliputi

perbaiki keadaan umum dengan memberikan cairan dan transfusi darah.

Pemberian cairan ini dilakukan untuk koreksi terhadap hipovolemia dan anemia.

Selanjutnya terapi yang dilakukan adalah tindakan operatif, dari hasil laparotomi

didapatkan ruptur tuba pars ampularis dekstra dan dilakukan salpingektomi

dekstra. Selain itu, diberikan juga antibiotika cefotaxim 3x1g IV karena

kehamilan ektopik biasanya berkaitan dengan gangguan fungsi transportasi tuba

yang disebakan oleh proses infeksi. Pemberian anti nyeri untuk mengontrol nyeri

pasca tindakan juga dapat diberikan seperti ketoprofen 100 mg supositoria,

tramadol 200 mg iv.

Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui. Penyebab

kehamilan ektopik dapat disebabkan oleh gangguan transportasi dari hasil

konsepsi (radang panggul, alat kontrasepsi dalam rahim (IUD), penyempitan

lumen akibat tumor, pasca tindakan bedah mikro pada tuba, abortus) dan kelainan

hormonal. Pada kasus ini, penyebab kehamilan ektopik pada pasien tidak

diketahui karena dari hasil anamnesis tidak ditemukan adanya faktor resiko yang

mungkin mendasari terjadinya kehamilan ektopik pada pasien ini.

Prognosis ibu quo ad vitam and functionam dubia. Sebagian wanita setelah

mengalami kehamilan ektopik pada satu tuba, dapat mengalami kehamilan

ektopik lagi pada tuba yang lain. Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat

mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu

terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril. Angka kehamilan ektopik yang

berulang dilaporkan antara 0-14,6%.

30

BAB V

KESIMPULAN

5.1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan penunjang yaitu dengan adanya tanda-tanda kehamilan ektopik

terganggu.

5.2. Penyebab kehamilan ektopik pada pasien ini tidak diketahui.

5.3. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat yaitu dengan resusitasi cairan

tubuh dengan IVFD RL dan melakukan laparotomi dan dari hasil

laparotomi didapatkan ruptur tuba pars ampularis dekstra.

5.4. Angka rekurensi untuk terjadinya kehamilan ektopik pada wanita ini yaitu

sebesar 0-14,6%.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Hanifa, W, Abdul, BS, dan Trijatmo, R (editor). Ilmu bedah kebidanan.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006

2. Hanifa, W, Abdul, BS, dan Trijatmo, R (editor). Ilmu kandungan. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008.

3. Abdul, BS, George, A, Gulardi, HW, dan Djoko, W. Pelayanan kesehatan

maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. 2006.

4. Lutan, Delfi, dkk. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jakarta : EGC. 1998.

5. Bangun, Rospinda. Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik

terganggu (KET) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan Tahun 2003-2008. Medan: USU repository. 2009 (di

akses 2 Juni 2012). Di unduh dari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14667/1/09E

00840.pdf