kejang-demam

15
KEJANG DEMAM A. Definisi Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat kenaikan suhu tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995). Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah satu diantaranya adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer, 2000). Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun (AAP, Provisional Committee on Quality Improvement. Pediatrics 1996; 97:769- 74). 1

description

tugas

Transcript of kejang-demam

KEJANG DEMAM

KEJANG DEMAM

A. DefinisiIstilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat kenaikan suhu tubuh. Kejang demam ialah bangkitan kejang yg terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38(C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995).Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah satu diantaranya adalah : Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer, 2000).Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun (AAP, Provisional Committee on Quality Improvement. Pediatrics 1996; 97:769-74).Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam (ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34;592-8).Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam (ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34;592-8).Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam (Kesepakatan Saraf Anak 2005).Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam (Nelson KB, Ellenberg JH. Prognosis in Febrile seizure. Pediatri).

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial (Annegers JF, Hauser W, Shirts SB, Kurland LT. Factors prognostic of unprovoked seizures after febrile convulsions. NEJM).

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam (Shinnar S. Febrile seizures Dalam: Swaiman KS, Ashwal S, eds. Pediatric Neurology principles and practice. St Lois: Mosby).

B. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan

Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem saraf parasimpatis).Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan piamater.Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :a. Cerebrum (otak besar)

Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media.Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran/auditorik, pusat penglihatan/visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis. Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :

1) Thalamus

Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.

2) Hypothalamus

Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses patologik ekstrakranium.

3) Formation Reticularis

Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini terjadi stimulasi/rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke cortex cerebri.

b. Serebellum

Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka.System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang :

1) N. 1: Nervus Olfaktorius2) N. 2: Nervus Optikus3) N. 3: Nervus Okulamotorius4) N. 4: Nervus Troklearis5) N. 5: Nervus Trigeminus6) N. 6: Nervus Abducen7) N. 7: Nervus Fasialis8) N. 8: Nervus Akustikus9) N. 9: Nervus Glossofaringeus10) N. 10: Nervus Vagus11) N. 11: Nervus Accesorius12) N. 12: Nervus Hipoglosus.

System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system simpatis dan parasimpatis.Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :

1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis3) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral.

System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :

1. Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak2. Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.

C. Etiologi

Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan pasti. Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran kemih (Soetomenggolo,2000). D. Klasifikasi

Kejang demam terbagi menjadi 2 bagian yaitu

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam (ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia).

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

1) Kejang lama > 15 menit

2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

E. Patofisiologi

Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion lain, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat dirubah dengan adanya :a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselulerb. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnyac. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya sehingga terjadi kejang.Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38( C, sedang pada ambang kejang tinggi baru terjadi pada suhu 40( C atau lebih. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi (Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2002).F. Tanda dan Gejala

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood) yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16% paisen (Soetomenggolo, 2000).

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39C atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan menyeluruh (Nelson, 2000).G. Diagnosa

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang demam antara lain:

1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke arah kejang demam, seperti:

a. Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.

b. Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39 C.

2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:

a. Suhu tubuh mencapai 39C.

b. Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.

c. Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang tergantung pada jenis kejang.

d. Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.

e. Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar.

3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium

a. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III, rekomendasi D).

b. Pungsi lumbalPemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:

1) Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan2) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan3) Bayi > 18 bulan tidak rutin

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

c. ElektroensefalografiPemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level II-2, rekomendasi E).Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

d. PencitraanFoto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti: 1) Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)2) Paresis nervus VI3) PapiledemaPada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari (Soetomenggolo, 2000).H. Diagnosis Banding

Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan kejang demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat, dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam (Soetomenggolo, 2000).I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan saat kejangBiasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang demam).Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. Pemberian obat pada saat demam1. AntipiretikTidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan (level III, rekomendasi E).

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C (level I, rekomendasi A).

Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.

Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam (level II rekomendasi E)

3. Pemberian obat rumat

Indikasi pemberian obat rumatPengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):1) Kejang lama > 15 menit2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.3) Kejang fokal4) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

a) Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.b) Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.c) Kejang demam > 4 kali per tahun.Penjelasan:1. Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat2. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat3. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.

4. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatPemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (level I).

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (rekomendasi D).

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.

Lama pengobatan rumatPengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.J. KomplikasiPada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy.Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam:1. Pneumonia aspirasi2. Asfiksia3. Retardasi mentalK. Prognosis Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologisKejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.

Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan Kemungkinan berulangnya kejang demamKejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:1. Riwayat kejang demam dalam keluarga2. Usia kurang dari 12 bulan 3. Temperatur yang rendah saat kejang4. Cepatnya kejang setelah demamBila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor risiko terjadinya epilepsiFaktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari.Faktor risiko menjadi epilepsi adalah:1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.2. Kejang demam kompleks3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49% (Level II-2). Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

L. Edukasi Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.2. Memberitahukan cara penanganan kejang 3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:

1. Tetap tenang dan tidak panik2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.5. Tetap bersama pasien selama kejang6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.M. VaksinasiSejauh in tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang.Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.

PAGE 9