keperawatan kritis

24
BAB I A. Pengertian Tekanan intra karnial (TIK) didefinisikan sebagai tekanan dalam kubah cranial yang berhubungan dengan tekanan atmosfer. Pemahaman tentang prisip umum konsep TIK akan memberikan perawat keperawatan kritis suatu kerangka kerja yang kemudian dapat ia terapkan untuk berbagai penyakit neurologis. Selain itu, dengan mengetahui agens farmakologi yang digunakan pada kedaruratan neurologis, seperti steroid, agend antihipertensif, diuretic, analgesic, sedative, barbiturate dan antikonvulsan (unyuk pasien yang mengalami cedera otak) akan lebih mempersiapkan perawat untuk menangani situasi tersebut. B. Narasi Askep Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh hipertensi intracranial. Kenaikan tekanan intra cranial dihubungkan dengan penurunan tekanan perfusi dan aliran darah serebral atau CBF dibawah tingkat kritis (60 mmHg) berakibat kerusakan otak iskemik.pengendalian TIK yang berhasil mampu meningkatkan out come yang segnifikan, penekanan tekanan dalam rongga tengkorak dapat menghambat aliran darah otak yang bisa berakibat gangguan fungsi otak yang permanen. Tengkorak bayi yang belum kaku,

description

PoltekkesSBY

Transcript of keperawatan kritis

Page 1: keperawatan kritis

BAB I

A. Pengertian

Tekanan intra karnial (TIK) didefinisikan sebagai tekanan dalam kubah

cranial yang berhubungan dengan tekanan atmosfer. Pemahaman tentang prisip

umum konsep TIK akan memberikan perawat keperawatan kritis suatu kerangka

kerja yang kemudian dapat ia terapkan untuk berbagai penyakit neurologis. Selain

itu, dengan mengetahui agens farmakologi yang digunakan pada kedaruratan

neurologis, seperti steroid, agend antihipertensif, diuretic, analgesic, sedative,

barbiturate dan antikonvulsan (unyuk pasien yang mengalami cedera otak) akan

lebih mempersiapkan perawat untuk menangani situasi tersebut.

B. Narasi Askep

Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh

hipertensi intracranial. Kenaikan tekanan intra cranial dihubungkan dengan

penurunan tekanan perfusi dan aliran darah serebral atau CBF dibawah tingkat

kritis (60 mmHg) berakibat kerusakan otak iskemik.pengendalian TIK yang

berhasil mampu meningkatkan out come yang segnifikan, penekanan tekanan

dalam rongga tengkorak dapat menghambat aliran darah otak yang bisa berakibat

gangguan fungsi otak yang permanen. Tengkorak bayi yang belum kaku,

merupakan pengecualian dan penekanan tekanan intracranial dapat diamati

dengan penonjolan fontanel.

Konsep penatalaksanaan TIK dan strategi intervensinya berdasarkan prinsip

bahwa tengkorak adalah sebuah rongga kaku yang tidak dapat meluas dan tidak

dapat berkontraksi. Isinya dibagi menjadi tiga bagian intracranial darah yang

terdapat dalam pembuluh darah, cairan sebrospinal (CSS) dan parenkim otak.

Kemampuan otak untuk mengatur diri sendiri berdasarkan doktrin Monro-Kelle

tentang volume intracranial yang tetap. Doktrin ini menyebabkan bahwa volume

intracranial sama volume darah serebral (3% - 10%); ditambah volume jaringan

otak yang tersusun atas lebih dari 80% air. Selam volume intracranial total tetap

sama, TIK tetap konstan. Untuk mempertahankan keseimbangan ini, tidak boleh

ada peningkatan volume pada salah satu komponen dalam kubah cranial, tanpa

respon dari dua komponen yang lain, dapat menyebabkan perubahan TIK.

Page 2: keperawatan kritis

Pengukuran TIK normal berbeda-beda antara 0 dan 15 mmHg.Pada sebagian

besar standar, hasil pengukuran TIK lebih dari 15 mmHg dianggap hipertensi

intracranial atau peningkatan TIK.

C. Penyebab Peningkatan Tekanan Intrakranial

Sindrom chusing

Sindrom cushing adalah sindrom klasik pada peningkatan TIK dan meliputi

peningkatan tekanan nadi, dan penurunan pernapasan dengan perubahan pupil.

Sindrom ini biasanya terjadi hanya pada konsidi lesi fosa posterior dan jarang

pada kondisi lesi massa supratentorial yang lebih sering teramati, seperti

hematoma subdural. Saat tanda Kocher-Cushing klasik ini disertai lesi

supratentorial, hal ini dihubungkan dengan peningkatan tekanan tiba-tiba dan

biasanya menimbulkan keadaan dekompensasi. Kerusakan otak biasanya

ireversibel jika terjadi dalam waktu lama, dan kematian tidak dapat dicegah jika

tidak dilakukan intervensi.

Edema Serebral

Edema serebral yang menyebabkan peningkatan TIK adalah proses yang umum

terjadi pada penyakit neurologis multiple. Edema serebralmenyebabkan

komplikasi sekunder yang terkait dengan ekspansi jaringan otak dalam ruang

tertutup cranium. Tanpa disertai apa pun, edema serebral dapat menyebabkan

peningkatan TIK yang nyata dan harus diterapi dengan agresif. Umumnya, setelah

timbul, edema berkembang secara cepat dan sulit dikendalikan.

Penanganan edema serebral mencakup pemakaian kortikosteroid serta diuretic

osmotic yang bertujuan untuk mengurangi TIK. Agens ini bekerja dengan

meningkatkan osmolaritas plasma, yang menarik cairan keluar dari jaringan otak

dan membawanya ke dalam aliran darah. Tujuan terapi adalah mempertahankan

osmolaritas plasma hingga 320 mOsm/l.

Edema Vasogenik

Tipe edema serebral yang paling sering terjadi adalah edema vasogenik, yang

ditandai dengan gangguan sawar otak-darah dan ketidakmampuan dinding sel

untuk mengendalikan perpindahan air kedalam dan ke luar sel. Permeabilitas

Page 3: keperawatan kritis

kapiler terganggu dan cairan dan protein dapat keluar dari plasma menuju ruang

ekstraseluler, yang menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraselular

terutama di substansia alba. Proses yang biasanya menyebabkan edema vasogenik

adalah tumor otak, abses serebral dan stroke iskemik atau hemoregik.

Edema Sitotosik

Edema sitotosik ditandai dengan pembengkakan neuron dan sel endotel itu

sendiri, yang meningkatkan cairan dalam ruang intraselular dan mengurangi ruang

ekstraselular yang tersedia, yang mempengaruhi substansia grisea. Akhirnya

membrane sel tidak dapat mempertahankan keefektifan sawar sehingga air dan

natrium dapat masuk ke sel, yang menyebabkan pembengkakan dan hilangnya

fungsi. Edema sitotosik terjadi setelah cedera seperti anoksia aau cedera hipoksik.

Herniasi

Herniasi adalah pergeseran cairan melalui lubang yang kaku. Pergeseran jaringan

otak melalui lubang yang kaku di tengkorak menyebabkan pergeseran garis

tengah struktur otak dan menekan struktur yang luwes didalam system saraf pusat

(SSP), yang mengakibatkan sindrom herniasi klinis tradisional.

Kemungkinan Penyebab Peningkatan Tekanan Intrakranial

Fisiologis yang berperan

Komponen Intrakranial yang terlibat

Kemungkinan Penyebab

Kemungkinan Terapi

Produksi CSS berlebihan

Ruang CSS Papiloma pleksus koroid

Pengangkatan melalui pembedahan, diuretik

Reabsorpsi CSS tidak adekuat (hidrosefalus obstruksi)

Ruang CSS Perdarahan subaraknoid

Drainase CSS dari tempat intratekal lumbal, pemasangan pirau

Blokade sirkulasi CSS

Ruang CSS Tumor fosa posterior, cedera kepala, cacat lahir (spina bifida)

Drainase ventricular, pengangkatan obstruksi melalui pembedahan

Edema (vasogenik, sitotosik)

Jaringan otak Tumor, infeksi, infark, hipoksia, malformasi

Drainase CSS, pengangkatan lesi, oksigenasi kuat

Page 4: keperawatan kritis

arteriovenosaMassa ekpansi Jaringan otak Tumor, abses,

perdarahan intraserbral

Pengangkatan melalui bedah, steroid

Vasospasme Sirkulasi intrakranial

Perdarahan subaraknoid

Hipervolemia, terapi hipertensif, antagonis saluran kalsium

Vasodilatasi Sirkulasi intrakranial

Peningkatan PaCO², vasodilator sistemik (agens alfa adrenergic)

Hiperventilasi, penghentian agens yang mengancam

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Computed tomografi (CT)

Computed tomografi (CT) scanning biasanya normal pada fase akut

tapi seiring waktu dapat menunjukkan edema, kabur dari

persimpangan abu-abu putih, dan pada kasus yang berat pola herniasi.

2. Magnetic resonance imaging (MRI)

Magnetic resonance imaging (MRI) dengan pencitraan difusi-

tertimbang mungkin lebih mengungkapkan, menunjukkan

hyperintensity dari pita kortikal konsisten dengan nekrosis laminar

akut, Jika ada perbatasan-zona infark, terjadi dalam pengaturan dari

terutama hipertensi daripada acara hipoksia, CT scan atau MRI bisa

menunjukkan berkembang stroke iskemik.

3. Electroencephalography (EEG)

Electroencephalography (EEG) dalam pengaturan ini tidak sering

menambah pemeriksaan klinis. Ini mungkin menunjukkan

perlambatan, gelombang trifasik, penindasan meledak, atau disebut

alpha koma.

4. Pemeriksaan opthalmologi

5. Analisa gas darah, elektrolit, darah lengkap

E. Penatalaksanaan

Pada tahap antara awitan penngkatan TIK dan herniasi, banyak terapi yang

tersedia untuk menurukan TIK dan mempertahankan perfusi cerebral yang

Page 5: keperawatan kritis

adekuat. Tidak ada satupun penatalaksanaan rutin yang tepat untuk semua pasien.

Selain alur klinis dan protokol asuhan keperawatan, algoritma untuk penerapan

peningkatan dan penyapihaan penatalaksanaan TIK telah dikembangkan.

Sebagian besar teknik pentalaksanaan peningkata TIK bertujuan untuk

mengendalikan volume darah cerebral dan sirkulasi CSS, dua mekanisme mayor

yang bertugas mengatur TIK. Meskipun protokolmya berbeda-beda, tindakan

untuk mengurangi TI Kbiasanyaa dimulai saat TIK pasien meningkat hingga kira-

kira 15 mmHg.

Meskipun reimen terapi yang telah diterima secara umum, tujuan terapi

untuk pasien yang mengalami peningkatan TIK adalah sebagai berikut :

menurunkan TIK, mengoptimalkan CPP, dan menghindari pergeseran otak.

Terapi Tahap Pertama

1. Pemberian Manitol

Manitol, suatu larutan kristaloid hiperttonik yang mengurangi edema

serebral, jika digunakan sebagai terapi tahap pertama untuk menurunkan TIK

setelah cedera otak. Larutan ini biasanya diberikan sebagai infus intravena, bolus

intravena (IV) 10-30 menit dalam dosis yag berkisar dari 0,25-2gr/kg berat badan.

Efek segera dari ekspansi plasma yang dimiliki manitol, yang mengurangi

fiskositas darah, meningkatkan CBF dan metabolisme oksigen serebral,

memungkinkan penurunan diameter arteriol serebral. Keadaan ini mengurangi

volume darah serebral dan TIK, sambil mempertahankan CBF konstan.

2. Bantuan Pernafasan

Tekanan jalan nafas rerata (MAP) adalah faktor utama yang mempengaruhi TIK

pada pasien yang terpasang ventilasi. Tekanan jalan nafas positif dikirim keruang

intrakranial melalui mediastinum. Oleh karena itu, setiap kondisi yang

mengurangi kompliance paru atau penggunaan tekanan akhir-pernafasan positif

meningkatkan tekanan jalan napas rerata dan mungurangi MAP serta CPP.

Apabila peningkatan TIK tidak membahayakan, terapi hyperventilasi dalam waktu

lama dan kronis PaCO2 < 25 mmHg harus dihindari setelah cedera otak

traumatik. Penggunaan terapi profilaksis PaCO2 < 35 mmHg. Selama 24 jam

pertama setelah cedera otak traumatik harus dihindari karena dapat mengganggu

Page 6: keperawatan kritis

perfiusi serebral selama masa penurunan CBF yang kritis. CBF setelah trauma

adalah 30 ml/ 100 gram per menit selama 8 jam pertama setelah cedera.

Hyperventilasi mungkin dibutuhkan selama periode singkat saat terjadi gangguaan

neurologis akut atau jika peningkatan TIK tidak dapat dikendalikan dengan sedasi,

paralisis, drainase CSS dan diuretik osmotik. Oleh karena itu, literatur

menyarankan untuk menghindari hyperventilasi selama 5 hari pertama seteelah

cedera traumatik dan terutama selama 24 jam pertama setelah trauma.

3. Analgesik dan sedasi

Pasien yang mengalami gangguan fungsi neurologis mungkin

membutuhkan analgesik dan sedasi untuk mengurangi kecemasan daan

menurunkan kesadaran terhadap rangsang yang membahayakan.pada pasien yang

megalami cedera kepala berat (nilai GCS <8), obat-obatan nyeri dan sedatif

digunakan untuk :

Mengurangi agitasi, ketidaknyamanan dan nyeri

Memfasilitasi venttilsi mekanis dengan menekan batuk

Membatasi respon terhadap stimulus, seperti pengisapan, yang dapat

meningkatkan TIK.

Pasien mengalami kedaruratan neurologis harus mendapatkan penanganan

nyeri dan diberikan sedasi. Pasien yang mengalami cedera otak membutuhkan

pengkajian neurologi secara sering. Yang dapat dipengaruhi oleh obat-obatan

nyeri, akan tetapi pasien mempunyai hak untuk mendapatkan pereda nyeri yang

adekuat. Ahli neurologis harus dimintai konsultasi lebih awal pada masa

perawatan pasien di rumah sakit untuk membantu penetapan dosis obat yang

semestinya, sehingga pengkajian neurologis yang sering dapat dilakukan.

4. Analgesik

Narkotik opiak, khususnya memengaruhi SSP. Ventanil dan morfin adalah

2 narkotik opiak yang sering digunakan yang :

Membatasi nyeri akibat cedera dan intervensi keperawatan.

Membantu ventilasi mekanis

Menguatkan efek sedatif.

Efek merugikan dari narkotik yang kemungkinan mengancam jiwa mencakup

depresi pernafasan, penekanan reflek batuk, perubahan mood, mual, dan muntah.

Page 7: keperawatan kritis

5. Sedatif

Sedatif yang paling sering digunakan di ICU adalah benzodiazepin yang

menguatkan agen analgesik, midazolam, diazepam, dan clorazepam digunakan

secara sering untuk sedasi sebelum prosedur ICU dan sesuai kebutuhan untuk

mengatasi kecemasan. Clorazepam sering kali digunakan untuk kondisi putus

alkohol atau untuk terapi anti kejang. Midazolam sering kali digunakan untuk

sedasi sebelum prosedur guna menimbulkan amnesia terhadap kejadian yang akan

terjadi. Benzodiazepin menyebabkan sedikit perubahan pada CBF, TIK, dan laju

metabolik serebral. Efek samping sedatif mencakup depresi pernafasan, hipotensi,

dan somnolen. Benzodiazepin harus diberikan pada dosis yang serendah mungkin

yang menimbulkan sedasi efektif, tanpa menyebabkan somnolen. Seperti agen

analgesik lain, tanda-tanda vital harus diukur dengan sering pada pemberian

sedatif. Dokumentasi minimal tanda-tanda vital harus dilakukan setiap jam selama

4 jam, dan setiap 15 menit setiap perubahan dosis.

6. Anastetik

Propofol (diprifan) adalah anastetik larut lemak yang diberikan sebagai

infus kontinu untuk mengurangi agitasi pada pasien yang sakit kritis. Studi

menunjukkan bahwa propofol dapat mengurangi CBF , TIK, CPP, dan fungsi

metabolik serebral. Propofol mudah ditirasikan berdasarkan pada respon pasien.

Selain itu, obat ini mempunyai waktu paruh yang singkat dan dapat dihentikan

untuk pengkajian neurologis yang sering. Propofoll dapat menyebabkan

penurunan tingkat kesadaran dalam 2 menit. Efek samping yang umum terjadi

mencakup hipotensi, karenanya pemantauan tekanan darah yang sering harus

dilakukan, khususnya jika pasien mengalami peningkatan TIK. Perlindungan jalan

nafas yang seksama juga harus diberikan pada pasien yang mendapatkan propofol.

Klien harus diintubasi dan secara mekanis harus diventilasi. Saat propofol

diberikan untuk mencegah depresi pernafasan. Oleh karena itu pasien yang

mendapatkan infus propofol kontinu harus dirawat di ICU, dengan pengawasan

perawat perawatan kritis yang konstan.

Terapi Tahap Kedua

1. Hipotermia

Page 8: keperawatan kritis

Hipotermia terapeutik yang diinduksi adalah penurunan suhu tubuh pasien

dengan sengaja, biasanya dengan pertukaran panas melalui mesin jantung-paru

atau melalui pendinginan permukaan. Hipotermia terus digunakan untuk

penatalaksanaan pasien yang mengalami cedera otak traumatik yang berat,

meskipun bukti pasti yang mendukung pemakaiannya sedikit. Ini adalah metode

yang menjelaskan dengan baik tentang pencegahan kerusakan otak pasca-iskemik

setelah henti sirkulasi total untuk pembedahan kardiotoraksik.

2. Koma barbiturat

Koma barbiturat yang diinduksi telah digunakan pada kasus peningkatan

TIK berat yang sulit diatasi. Kriteria pemakaian barbiturat pada pasien yang

cedera kepala mencakup nilai GCS kurangg dari 7; TIK lebih dari 25 mmHg

selama 10 menit saat pasien beristirahat; dan pemakaian maksimum drainase CSS,

manitol, analgesia, dan sedasi. Biasanya baik pentobarbital atau tiopental

digunakan untuk menginduksi koma barbiturat ; lama koma biasanya adalah 72

jam.

Barbiturat menekan aktifitas kejang dan mengurangi aktifitas metabolik

serebral serta kebutuhan oksigen serebral. Barbiturat mempengaruhi CBF,

kebutuhan metabolik, aktifitas elektroencepalograf (EEG), dan haemodinamik

sistemik, CBF dapat berkurng 50%. Barbiturat tampak mempuyai efek restriktif

langsung pada sistem pembuluh darah serebral dengan mengalihkan sejumlah

kecil darah dari area dengan perfusi baik ke area yang iskemik, sehingga

meningkatkan tekanan serebral. Spasme vaskular berkurang dengan peningkatan-

peningkatan CBF. Pemberian barbiturat mengurangi tekana darah sistemik, yang

dapat mecegah gangguan sawar darah-otak. Efek dari rangsang yang

membahayakan seperti bunyi ICU, pengaturan posisi, dan pengisapan menjadi

berkurang. Relaksasi otot total dan imobilisasi mengurangi tekanan vena serebral.

Baik tekanan darah maupun TIK menjadi sedikit labil.

3. Terapi Anti Hipertensi

Pengaturan tekanan darah adalah aspek penting dari penatalaksanaan

pasien yang mengalami peningkatan TIK. Penatalaksanaan farmakologis pada

peningkatan TIK mencakup pemberian anti hipertensi yag agresif untuk

Page 9: keperawatan kritis

memanipulasi tekanan darah sistolik dan arteri rerata guna mempertahankan CPP

yang adekuat.

Tekanan darah secara langsung berhubungn dengan volume darah serebral,

tekanan perfusi, iskemia, dan komplians. Otak menentukan aliran darah

berdasarkan kebutuhan metaboliknya pada saat istirahat dan pada keadaan stres.

Dalam keadaan stres, kebutuhan kalori otak yang cedera dapat meningkat hingga

100% dan CBF harus meningkat agar sesuai dengan kebutuhan metaboliknya,

atau terjadi kematian jaringan serebral. Karena autoregulasi seringkali mengalami

gangguan pada otak yang cedera, pasien yang iskemik, atau mengalami cedera

traumatik dapat membutuhkan terapi antihipertensi guna menangani yang

mengancam nyawa dan melindungi otak dari cedera sekunder.

4. Kraniektomi Dekompresif

Strategi lain yang tengah diteliti untuk penatalaksanaan hipertensi

intrakranial yang sulit diatasi adalah kraniotomi dekompresif. Terapi ini

berdasarkan pada konsep bahwa TIK dapat dikurangi melalui pembukaan

tengkorak yang kaku dengan pembedahan. Meskipun menjanjikan, studi pada

pasien dewasa dan anak masih memiliki hasil akhir yang meragukan. Studi lebih

lanjut tengah dilakukan untuk mengevaluasi risiko dan manfaat kraniektomi pada

pasien cedera kepala dan infark kortikal teritorial luas. Evaluasi angka morbiditas

dan mortalitas jangka panjang serta waktu terbaik untuk prosedur ini terus

berlanjut.

F. Penatalaksanaan Keperawatan

Aktivitas asuhan keperawatan dapat meningkatkan gangguan intrakranial

primer dan sekunder yang menyebabkan perburukan cepat pada pasien tidak stabil

yang telah kehilangan komplien intrakranial, autoregulasi, dan tonus vasomotor.

Posisi pasien, keadaan emosi, status nyeri, status haemodinamik, dan status

pernafasan dan aktivitas kejang dapat memengaruhi TIK pasien. Berikut beberapa

strategi tentang penatalaksanaan pasien untuk menurunkan TIK :

1. Pengaturan posisi

Page 10: keperawatan kritis

Pengaturan posis primer untuk pasien dengan ancaman atau peningkatan

TIK mencakup pengaturan kepala dan leher pada posisi netral. Fleksi, ekstensi,

atau rotasi leher ekstrim menghambat aliran vena dari kepala menuju sistem vena

jugularis internal dan fleksus vena vertebral yang meningkatkan isi intrakranial

total.

Peninggian kepala tempat tidur terbukti meningkatkan aliran vena dan

menurunkan TIK. Kepala ditinggikan 15-30º kecuali dikontraindikasikan karena

adanya fraktur tulang belakaang dan ekstremitas.

2. Pertimbangan Lingkungan

Stimulus lingkungan yang menyebabkan nyeri, stres, atau kecemasan

dapat meningkatkan laju metabolik dan aliran darah serebral yang mengacaukan

penatalaksanaan peningkatan TIK.

3. Penyekat neuromuskular

Agen penyekat neuromuskular (neuromuskular blokading, NMB)

digunakan untuk menimbulkan kelumpuhan otot guna menangani cedera paru

akut yang berat pada pasien cedera kepala. Agen NMB menyekat pengiriman

acetil kolin di motor end plate, yang menyebabkan kelumpukan otot rangka.

G. Analisa Data

1. Penurunan kesadaran

2. Nilai GCS kurang dari 15

3. Perubahan pupil

4. Perubahan tanda-tanda vital

5. Nyeri kepala

6. Defisit neurologi

7. Perubahan pola pernafasan

8. Bradikardia, muntah, kejang

9. Analisa gas darah

10. Hasil CT Scan, MRI adanya edema, infark, perdarahan serebri.

H. Diagnosa Keperawatan

Page 11: keperawatan kritis

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan

tekanan intrakranial

2. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

terapi diuretik

3.

I. Intervensi

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan

tekanan intrakranial

Kriteria hasil :

1. Tekanan perfusi cerebral > 60 mmHg. Tekanan intrakrania < mmHg.

Tekanan arteri rata-rata 80-100 mmHg.

2. Menunjukkan tingkat kesadaran normal.

3. Pola napas normal 14-20 kali/ menit.

4. Keadaan pupil sesuai dengan ukuran normal, stimulus terhadap cahaya

baik.

Intervensi Rasional

Monitor secara berkala tanda

dan gejala peningkatan TIK :

1. Kaji perubahan tingkat

kesadaran, orientasi, memori,

periksa nilai GCS.

2. Kaji tanda vital dan

bandingkan dengan keadaan

sebelumnya.

3. Kaji fungsi sensori

1. Mengetahui fungsi

retikular aktivating sistem dalam

batang otak, tingkat kesadaran

memberikan gambaran adanya

perubahan volume dan tekanan

intrakranial.

2. Lebih lanjut untuk

mengetahui keadaan umum

pasien, karena pada stadium awal

tanda vital tidak berkolerasi

langsung dengan kemunduran

status neurologi.

3. Mengevaluasi kemampuan

sensori dan fungsi dari pusat

Page 12: keperawatan kritis

4. Kaji fungsi motorik :

kekuatan otot, tonus otot, refleks

tendon.

5. Kaji fungsi autonom :

jumlah dan pola pernafasan,

ukuran dan refleks pupil,

pergerakan otot.

6. Kaji status saraf kranial

7. Kaji adanya nyeri kepala,

mual, muntah, papila edema,

diplopia, kejang.

Ukur, cegah dan turunkan TIK

:

1. Pertahankan posisi

dengan meninggikan bagian

kepala 15-30º, hindari posisi

telungkup atau fleksi tungkai

secara berlebihan.

sensori (postsentral girus, lobus

parietal).

4. Respon motorik

menggambarkan keutuhan fungsi

motorik.

5. Respon pupil dapat

melihat keutuhan fungsi batang

otak dan pons.

6. Meningkatnya TIK dapat

menekan batang otak dan

mengganggu saraf kranial.

7. Merupakan tanda

peningkatan TIK.

1. Peninggian bagian kepala

dari tempat tidur akan

mempercepat aliran darah balik

dari otak. Posisi fleksi tungkai

akan meninggikan tekanan

intraabdomen atau intrathorakal

yang akan mempengaruhi aliran

darah balik dari otak.

2. Memudahkan aliran balik

vena.

Page 13: keperawatan kritis

2. Pertahankan posisi kepala

dalam keadaan neural, hindari

fleksi.

3. Monitor analisa gas darah,

pertahankan PaCO2 35-45

mmHg, PaO2 > 80 mmHg.

4. Kolaborasi dalam

pemberian oksigen .

5. Bersihkan jalan nafas,

lakukan suction jika ada indikasi.

6. Kurang metabolisme sel,

hindari kejang, nyeri dan cemas.

Hindari faktor-faktor yang

dapat meningkatkan TIK :

1. Identifikasi aktivitas yang

dapat meningkatkan TIK,

seperti : batuk, mengejan, bersin,

suction.

2. Istirahatkan pasien,

hindari tindakan keperawatan

yang dapat mengganggu tidur

pasien

3. Berikan sedativ atau

analgetik dengan kolaboratif

4. Kaji distensi bladder,

illeus paralisis, konstipasi.

3. Menurunnya CO2

menyebabkan vasokontriksi

pembuluh darah.

4. Memenuhi kebutuhan

oksigen.

5. Jalan napas yang adekuat

mempermudah arus ventilasi

6. Meningkatnya

metabolisme sel akan

meningkatkan kebutuhan oksigen

dan meningkatkan produksi

karbondioksida.

1. Memberikan petunjuk

rencana perawatan selanjutnya.

2. Keadaan istirahat

mengurangi kebutuhan oksigen.

3. Mengurangi peningkatan

TIK

4. Keadaan tersebut dapat

meningkatkan tekanan

intraabdomen dan menekan

Page 14: keperawatan kritis

diafragma

1. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

terapi diuretik

Data pendukung :

1. Pasien mengeluh haus

2. Mukosa mulut kering

3. Kulit kering

4. Berat badan turun

5. Turgor kulit kurang

6. Meningkat atau menurunnya output urine

7. Keadaan urine pekat, keruh

8. Pasien nampak lesu dan lemah

9. Intake cairan yang kurang

10. Hipotensi, nadi cepat dan dangkal

11. Hasil laboratorium Ht meningkat, ketidakseimbangan elektrolit

12. Penggunaan terapi diuretik

13. BJ urine meningkat

Kriteria hasil :

1. Berat badan stabil

2. Intake dan output seimbang

3. Elektrolit, BUN, kreatinin dalam batas normal

4. BJ urine 0,010- 0,025

Intervensi Rasional

Kurangi edema serebri

1. Berikan diuretik dan

larutan hiperosmolar (manitol,

urea) sesuai program

1. Pembatasan cairan dengan

obat-obatan membantu menurunkan

volume cairan ekstra sel sehingga

mengurangi edema serebri.

Page 15: keperawatan kritis

2. Berikan terapi

kortikosteroid (dexametasone)

3. Batasi cairan 1200-1500

ml/ hari

4. Catat intake dan output

cairan

5. Monitor keadaan kepekatan

urine

2. Kortikosteroid mempunyai

efek menurunkan edema dengan cara

menyerap cairan

3. Membatasi bertambahnya

volume cairan sel

4. Mengetahui keseimbangan

cairan.

5. Kepekatan urine

menunjukkan ketidakseimbangan

cairan.

Page 16: keperawatan kritis

TINJAUAN PUSTAKA

Morton. Patricia gonce, Keperawatan kritis vol.2