Keracunan Opiat

download Keracunan Opiat

of 21

Transcript of Keracunan Opiat

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    1/21

    Keracunan Opiat

    Filed under:Forensik,med papersningrum @ 9:42 am

    PENDAHULUAN

    Seratus tahun yang lalu belum ada obatobat antibiotik, obat hormonal, atau antipsikotik.

    Sesungguhnya belum ada obatobat yang betul bermanfaat, namun beberapa jenis morfin

    secara efektif telah menghilangkan nyeri yang hebat. Obatobat ini juga dapat mengontrol

    diare, batuk, ansietas, dan insomnia,. Dengan alasan ini Sir William Osler menamakan morfin

    sebagai obat dewa (Gods own medicine).

    Istilah narkotik, sering digunakan dalam hubungannya dengan golongan obat ini, dan

    istilah ini merupakan istilah yang tepat, karena narcosis berarti juga sebagai suatu keadaan

    stupor atau keadaan penurunan kesadaran (somnolent).(1)

    Masalah narkotika dan maraknya kenakalan remaja menjadi perhatian yang serius dari semua

    pihak. Presiden RI melalui Instruksi Presiden No 6/1971, tentang penanggulangan peredaran

    gelap dan penyalahgunaan narkotika seperti morphine, heroin, obat-obatan yang mengandung

    opium dan merokok ganja. Undang- undang yang mengatur tentang zat- zat ini sudah jelas,

    yaitu Undang- Undang No. 9 tahun 1976 yang berkaitan dengan narkotika.

    Dalam UU Narkotika, yang tergolong narkotika adalah ganja, kokain, dan opioid/opiat.

    Sedangkan yang termasuk jenis opiat adalah morfin dan heroin. Narkotika adalah jenis obat

    yang biasa digunakan dalam terapi untuk menghilangkan rasa nyeri seperti pada penderita

    kanker. Sementara, kini, peredaran ilegal narkotika semakin marak. Penyalahgunaan

    narkotika di kalangan remaja semakin sulit dibendung. Akibatnya, selama satu dekadeterakhir di negeri ini telah ditemukan ratusan ribu pecandu narkotika dan zat adiktif lainnya.

    Keracunan narkotika juga cepat terjadi dengan menekan pusat pernapasan, napas menjadi

    lambat, pengguna merasa melayang, tekanan darah menurun, dan dapat membuat pengguna

    menjadi koma hingga meninggal dunia. Sekitar 2% dari pengguna narkotika melalui suntikan

    meninggal dunia setiap tahunnya karena overdosis atau infeksi. Morfin adalah obat yang

    mewakili kelompok besar opioid yang terdiri dari opium alam (asli), sintetis, semi sintetis,

    devirat dan garamnya. Sering disalahgunakan untuk memperoleh efek yang tidak ada pada

    medikasi medis, morfin mempunyai efek analgesik dan morfin sendiri sedikit sekali

    diabsorpsi dari saluran cerna.

    Sangat mungkin bagi seorang dokter untuk membuat visum et repertum yang berkaitan

    dengan kasus-kasus penyalahgunaan narkotika ini, oleh karena itu, selayaknya kitamengetahui dan memahami zat-zat yang berkaitan dengan narkoba (narkotika dan obat-

    obatan lainnya), salah satunya adalah morfin dimana gejala-gejala keracunan morfin yang

    mungkin ditemui pada korban, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.(2,3)

    SEJARAH

    Sumber opium, zatzat dari opium yang belum diolah, dan morfin bersumber dari bunga

    opiumPapaver somniferum. Tanaman ini telah digunakan selama lebih dari 6000 tahun, dan

    penggunaanya terdapat dalam dokumendokumen kuno Mesir, Yunani, dan Romawi. Yang

    menarik pada opium ialah bahwa sampai pada abad ke 18 belum ada perhatiaan akan

    kecenderungan adiksi opium.

    http://ningrumwahyuni.wordpress.com/category/med-papers/forensik/http://ningrumwahyuni.wordpress.com/category/med-papers/forensik/http://ningrumwahyuni.wordpress.com/category/med-papers/http://ningrumwahyuni.wordpress.com/category/med-papers/http://ningrumwahyuni.wordpress.com/category/med-papers/http://ningrumwahyuni.wordpress.com/category/med-papers/http://ningrumwahyuni.wordpress.com/category/med-papers/forensik/
  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    2/21

    Dasar dari farmakologi modern telah diletakkan oleh Sertner, seorang ahli farmasi Jerman,

    yang mengisolasi suatu zat alkali murni yang aktif dari opium pada tahun 1803. Hal ini

    peristiwa penting dimana telah dimungkinkan untuk menstandarisasi potensi suatu produk

    alamiah. Setelah melakukan pengujian pada dirinya sendiri dan beberapa kawannya, Sertner

    mengajukan morfin untuk senyawa ini, yang berasal dari bahasa Yunani ; Morpheus yang

    berarti mimpi dari Dewa (God of dreams).(1,4)

    DEFINISI

    Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor

    morfin, misalnya. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan

    dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri paska pembedahan.(4)

    RESEPTOR OPIOID

    Reseptor opioid yang terdapat didalam susunan saraf pusat sama baiknya dengan yang ada

    disepanjang jaringan periper. Reseptorreseptor ini normalnya distimulasi oleh peptidaendogen (endorphins, enkephalins, dan dynorphins) diproduksi untuk merespon rangsangan

    yang berbahaya. Dalam dokumendokumen yunani namanama dari reseptor opioid

    berdasarkan atas bentuk dasar agonistnya (tabel 1).(4)

    Mu () (agonis morphine) reseptorreseptor Mu terutama ditemukan di batang otak,

    dan thalamus medial. Reseptorreseptor Mu bertanggung jawab pada analgesia

    supraspinal, depresi pernapasan, euphoria, sedasi, mengurangi motilitas

    gastrointestinal, ketergantungan fisik. Yang termasuk bgiannya ialah Mu1 dan Mu2,

    yang mana Mu1 berhubungan dengan analgesia, euphoria, dan penenang, Mu2

    berhubungan dengan depresi pernapasan, preritus, pelepasan prolaktin,

    ketergantungan, anoreksia, dan sedasi. Ini juga disebut sebagai OP3 atau MOR

    (morphine opioid receptors).

    Kappa () (agonis ketocyklazocine) reseptor reseptor Kappa dijumpai didaerah

    limbik, area diensephalon, batang otak, dan spinal cord, dan bertanggung jawab pada

    analgesia spinal, sedasi, dyspnea, ketergantungan, dysphoria, dan depresi pernapasan.

    Ini juga dikenal dengan nama OP2 atau KOR (kappa opioid receptors).

    Delta () (agonis delta-alanine-delta-leucine-enkephalin) reseptorreseptor Delta

    lokasinya luas di otak dan efekefeknya belum deketahui dengan baik. Mungkin

    bertanggung jawab pada psykomimetik dan efek dysphoria. Ini juga dikenal dengan

    nama OP1 dan DOR (delta opioid receptors).

    Sigma () (agonis N-allylnormetazocine) reseptorreseptor Sigma bertanggungjawab pada efekefek psykomimetik, dysphoria, dan stres-hingga depresi.(4)

    Tabel 1 : efek analgesia pada reseptorreseptor opioid.(3)

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    3/21

    Gambar 1 : struktur reseptor opioid.(3)

    KLASIFIKASI OPIOIDYang termasuk golongan opioid ialah :

    obat yang berasal dari opium-morfin

    senyawa semisintetik morfin

    senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.(2)

    Didalam klinik opioid dapat digolongkan menjadi lemah (kodein) dan kuat (morfin). Akantetapi pembagian ini sebetulnya lebih banyak didasarkan pada efikasi relatifnya, dan

    bukannya pada potensinya. Opioid kuat mempunyai rentang efikasi yang lebih luas, dan

    dapat menyembuhkan nyeri yang berat lebih banyak dibandingkan dengan opioid lemah.

    Penggolongan opioid lain adalah opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain),

    semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain) dan sintetik (petidin, fentanil,

    alfentanil, sufentanil dan remifentanil). Sedangkan berdasarkan kerjanya pada reseptor opioid

    maka obat-obat Opioid dapat digolongkan menjadi :

    1.Agonis opoid

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    4/21

    Merupakan obat opioid yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan , dan mungkin

    pada reseptor k contoh : morfin, m reseptor, terutama pada reseptor papaveretum, petidin

    (meperidin, demerol), fentanil, alfentanil, sufentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin.

    2.Antagonis opioid

    Merupakan obat opioid yang tidak memiliki aktivitas agonis pada semua reseptor dan pada

    saat bersamaan mencegah agonis merangsang reseptor, contoh : nalokson.

    3.Agonis-antagonis (campuran) opioid

    Merupakan obat opioid dengan kerja campuran, yaitu yang bekerja sebagai agonis pada

    beberapa reseptor dan sebagai antagonis atau agonis lemah pada reseptor lain, contoh

    pentazosin, nabulfin, butarfanol, bufrenorfin.(4)

    Berikut ini merupakan turunan opioit yang sering disalahgunakan : (5)

    1. Candu

    Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap (menggores) buah yang

    hendak masak. Getah yang keluar berwarna putih dan dinamai Lates. Getah ini dibiarkan

    mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah

    akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak. Inilah yang dinamakan candu

    mentah atau candu kasar. Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang

    sering disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat tua atau coklat kehitaman. Diperjual

    belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap, antara lain ular,

    tengkorak,burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb. Pemakaiannya dengan cara

    dihisap.

    Gambar 2 : sediaan candu

    2. Morfin

    Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupaakan alkaloida utama

    dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putihatau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.

    Gambar 3 : sediaan morfin

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    5/21

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    6/21

    5. Demerol

    Nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan.Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.

    Gambar 6 : sediaan Demerol

    FARMAKOKINETIK

    A. Absorpsi : Kebanyakan analgesik opioid diabsorpsi dengan baik pada pemberian

    subkutan dan intramuskular yang sama baiknya dengan absorpsi dari permukaan mukosa

    hidung atau mulut dan saluran cerna. Selain itu, absorpsi transdermal fentanil menjadi cara

    pemberian yang penting. Akan tetapi, walaupun absorpsi melalui saluran cerna mungkin

    cepat, ketersediaan hayati dari beberapa senyawa yang dilakukan dengan cara ini mungkinberkurang karena metabolismefirst-pass yang jelas dengan glukoronidasi dalam hati. Oleh

    karena itu diperlukan dosis oral yang jauh lebih tinggi untuk memperoleh efek terapi daripada

    dosis yang diperlukan bila digunakan cara pemberian parenteral. Karena jumlah enzim yang

    dapat memberikan respons pada reaksi ini sangat bervariasi pada individuindividu yang

    berlainan, maka dosis oral yang efektif dari suatu senyawa mungkin sulit ditentukan. Kodein

    dan oksikodon mempunyai rasio potensi oral : parenteral yang tinggi karena konjugasinya

    dicegah oleh gugusan metil pada gugusan hidroksil aromatik.

    B. Distribusi :ambilan opioid oleh berbagai organ dan jaringan adalah merupakan fungsi

    faktor fisiologik dan kimia. Meskipun semua opioid terikat pada proteinprotein plasma

    dengan berbagai tingkat afinitas, senyawasenyawa ini dengan cepat meninggalkan darahdan terlokalisasi dengan konsentrasi tertinggi di jaringanjaringan yang perfusinya tinggi

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    7/21

    seperti di paru, hati, ginjal, dan limpa. Walupun konsentrasi obat di otot rangka dapat sangat

    rendah, jaringan ini merupakan tempat simpanan utama untuk obat karena masanya yang

    lebih besar. Walaupun demikian, akumulasi dalam jaringan lemak juga penting, terutama

    pada pemakaian dosis tinggi opioid yang sangat lipofilik, yang lambat dimetabolisme seperti

    pada fentanil. Kadar opioidopioid dalam otak biasanya relatif rendah dibanding dengan

    diorganorgan tubuh lain karena adanya sawar darah otak. Namun demikian , sawar darahotak lebih mudah dilewati oleh senyawasenyawa hidroksil aromatik yang disubstitusi pada

    atom C3, seperti pada heroin dan kodein. Tampaknya lebih banyak kesulitan untuk

    memperoleh kadar dengan senyawasenyawa amfoter (misalnya obatobat yang

    mempunyai sifatsifat asam dan basa) seperti morfin. sawar ini pada neonatus masih belum

    sempurna. Penggunaan analgesik opioid untuk analgesia obstetri dapat menimbulkan depresi

    pernapasan pada bayi baru lahir.

    C. Metabolisme :sebagian besar opioidopioid dikonversi menjadi metaboitmetabolit

    polar, sehingga mudah disekresi oleh ginjal. Senyawa yang mempunyai gugusan hidroksil

    bebas seperti morfin dan levorfanol dengan mudah dikonjugasi dengan asam glukoronat.

    Senyawasenyawa bentuk ester (seperti meperidin dan heroin) lebih cepat dihidrolisis olehesterase yang umum terdapat dalam jaringan. Heroin (diasetilmorfin) dihidrolisis menjadi

    monoasetilmorfin dan akhirnya jadi morfin, yang kemudian di konjugasi dengan asamglukoronat. Metabolit yang dikonjugasi dengan glukoronat ini bersifat polar diperkirakan

    tidak aktif, tetapi penemuan terakhir menunjukkan bahwa morfin-6-glukoronid mempunyai

    sifatsifat analgesik yang yang mungkin lebih besar dari morfin sendiri. Akumulasi

    metabolit aktif ini dapat dijumpai pada pasienpasien gagal ginjal serta dapat

    memperpanjang dan lebih kuat efek analgesiknya meskipun yang masuk ke SSP tebatas.

    Opioid juga mengalami N-dimetilasi oleh hati, tetapi ini hanya sebagian kecil saja.

    Akumulasi metabolit meperidin, normeperidin, dapat ditemukan pada pasienpasien fungsi

    ginjal yang menurun atau pasien yang menerima obat dalam dosis yang jauh lebih tinggi.

    Dalam konsentrasi yang cukup tinggi, metabolit dapat menimbulkan kejang terutama pada

    anak.

    D. Ekskresi :Metabolit polar opioid diekskresi terutama melalui ginjal. Sebagian kecil

    opioid diekskresi dalam bentuk tidak berubah. Konjugasi glukoronid juga diekskresi kedalam

    empedu, tetapi sirkulasi enterohepatik hanya merupakan bagian kecil dari proses ekskresi. (1,4)

    MEKANISME KERJA

    Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas diseluruh jaringan system saraf pusat, tetapi lebih

    terkonsentrasi di otak tengah yaitu di sistem limbic, thalamus, hipothalamus corpus striatum,system aktivasi retikuler dan di korda spinalis yaitu substantia gelatinosa dan dijumpai pula

    di pleksus saraf usus. Molekul opioid dan polipeptida endogen (metenkefalin, beta-endorfin,

    dinorfin) berinteraksi dengan reseptor morfin dan menghasilkan efek. Reseptor tempat

    terikatnya opioid disel otak disebut reseptor opioid (keterangan tentang reseptor opioit telah

    dijelaskan sebelumnya).

    Suatu opioid mungkin dapat berinteraksi dengan semua jenis reseptor akan tetapi dengan

    afinitas yang berbeda, dan dapat bekerja sebagai agonis, antagonis, dan campuran. Opioid

    mempunyai persamaan dalam hal pengaruhnya pada reseptor, karena itu efeknya pada

    berbagai organ tubuh juga mirip. Perbedaan yang ada menyangkut kuantitas, afinitas pada

    reseptor dan tentu juga kinetik obat yang bersangkutan.(4)

    Secara umum, efek obat-obat narkotik/opioid antaralain:

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    8/21

    A. Efek sentral

    Menurunkan persepsi nyeri dengan stimulasi (pacuan) pada reseptor opioid

    (efekanalgesi).

    Pada dosis terapik normal, tidak mempengaruhi sensasi lain.

    Mengurangi aktivitas mental (efek sedative).

    Menghilangkan konflik dan kecemasan (efek transqualizer).

    Meningkatkan suasana hati (efek euforia), walaupun sejumlah pasien merasakan

    sebaliknya (efek disforia).

    Menghambat pusat respirasi dan batuk (efek depresi respirasi dan antitusif)

    Pada awalnya menimbulkan mual-muntah (efek emetik), tapi pada akhirnya

    menghambat pusat emetik (efek antiemetik)

    Menyebabkan miosis (efek miotik)

    Memicu pelepasan hormon anti deuretik (efek anti deuretik)

    Menunjukkan perkembangan toleransi dan dependensi dengan pemberian dosis yang

    berkepanjangan.(2)

    B. Efek Perifer

    Menunda pengosongan lambung dengan kontriksi piloru.

    Mengurangi motilitas gastrointestinal dan menaikkan tonus (konstipasi spastik).

    Kontraksi sfingter saluran empedu.

    Menaikkan tonus otot kandung kencing.

    Menurunkan tonus vaskuler dan menaikkan resiko reaksi ortostastik.

    Menaikkan insidensi reaksi kulit, urtikaria dan rasa gatal karena pelepasan histamin,

    dan memicu bronkospasme pada pasien asma.(2)

    MORFINMeskipun morfin dapat dibuat secara sintetik, tetapi secara komersial lebih mudah dan

    menguntungkan, yang dibuat dari bahan getah papaver somniferum. Morfin paling mudah

    larut dalam air dibandingkan golongan opioid lain dan kerja analgesinya cukup panjang (long

    acting). Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif, yakni tidak

    begitu mempengaharui unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi), penglihatan

    dan pendengaran, bahakan persepsi nyeripun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin

    dosis terapi.(2,6)

    Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme :

    (1) morfin meninggikan ambang rangsang nyeri

    (2) morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul

    dikorteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari thalamus

    (3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.(2)

    FarmakodinamikEfek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek

    morfin pada system syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi.

    Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar.

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    9/21

    Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiper aktif reflek spinal,

    konvulsi dan sekresi hormone anti diuretika (ADH). (4)

    FarmakokinetikMorfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga

    dapat mmenembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelahpemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian

    parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui

    janin. Ekresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam

    tinja dan keringat.

    Indikasi Morfin dan opioid lain terutama diidentifikasikan untuk meredakan atau

    menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Lebih

    hebat nyerinya makin besar dosis yang diperlukan.(4)

    Morfin sering diperlukan untuk nyeri yang menyertai :

    Infark miokard

    Neoplasma

    Kolik renal atau kolik empedu

    Oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner

    Perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan

    Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.(7)

    Dosis dan sediaan Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam

    bentuk larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau

    mengguranggi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2

    mg intravena dan dapat diulang sesuai yamg diperlukan.

    Morfin diperdagangkan secara bebas dalam bentuk:

    1. Bubuk atau serbuk berwarna putih dan mudah larut dalam air. Dapat disalahgunakan

    dengan jalan menyuntikkan, merokok atau mencampur dalam minuman, adakalanya

    ditaburkan begitu saja pada luka-luka bekas disilet sendiri oleh para korban.

    2. Cairan berwarna putih disimpan dalam ampul atau botol, pemakaiannya hanya

    dilakukan dengan jalan menyuntik.

    3. Balokan dibuat dalam bentuk balok-balok kecil dengan ukuran dan warna yang

    berbeda-beda.4. Tablet Dibuat dalam bentuk tablet kecil putih.(5)

    Morfin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian subkutan (dibawah kulit) atau intra

    muskuler, tetapi tidak diabsorbsi dengan baik di saluran pencernaan. Oleh sebab itu morfin

    tidak pernah tersedia dalam bentuk obat minum. Efek subyektif yang dialami oleh individu

    pengguna morfin antara lain merasa gembira, santai, mengantuk, dan kadang diakhiri dengan

    mimpi yang menyenangkan. Pengguna morfin umumnya terlihat apatis, daya konsentrasinya

    menurun, dan pikirannya sering terganggu pada saat tidak menggunakan morfin. Efek

    tersebut yang selanjutnya menyebabkan penggunanya merasa ketagihan. Disamping memberi

    manfaat klinis, morfin dapat memberikan resiko efek samping yang cukup beragam, antara

    lain efek terhadap sistema pernafasan, saluran pencernaan, dan sistema urinarius.

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    10/21

    Efek pada sistema pernafasan berupa depresi pernafasan, yang sering fatal dan menyebabkan

    kematian. Efek ini umumnya terjadi beberapa saat setelah pemberian intravenosa atau sekitar

    satu jam setelah disuntikkan intramuskuler. Efek ini meningkat pada penderita asma, karena

    morfin juga menyebabakan terjadinya penyempitan saluran pernafasan. Efek pada sistema

    saluran pencernaan umumnya berupa konstipasi, yang terjadi karena morfin mampu

    meningkatkan tonus otot saluran pencernaan dan menurunkan motilitas usus. Pada sistemaurinarius, morfin dapat menyebabkan kesulitan kencing. Efek ini timbul karena morfin

    mampu menurunkan persepsi terhadap rangsang kencing serta menyebabkan kontraksi ureter

    dan otot- otot kandung kencing. Tanda- tanda pemakaian obat bervariasi menurut jenis obat,

    jumlah yang dipakai, dan kepribadian sipemakai serta harapannya. (7)

    Gejala kelebihan dosis :

    Pupil mata sangat kecil (pinpoint), pernafasan satu- satu dan coma (tiga gejala klasik). Bila

    sangat hebat, dapat terjadi dilatasi (pelebaran pupil). Sering disertai juga nausea (mual).

    Kadang-kadang timbul edema paru (paru-paru basah).

    Gejalagejala lepas obat :

    Agitasi, nyeri otot dan tulang, insomnia, nyeri kepala. Bila pemakaian sangat banyak (dosis

    sangat tinggi) dapat terjadi konvulsi(kejang) dan koma, keluar airmata (lakrimasi), keluar air

    dari hidung(rhinorhea), berkeringat banyak, cold turkey, pupil dilatasi, tekanan darahmeninggi, nadi bertambah cepat, hiperpirexia (suhu tubuh sangat meninggi), gelisah dan

    cemas, tremor, kadang-kadang psikosis toksik.(4,7)

    Gambar 7: Struktur dari Morphin

    DIAGNOSA KETERGANTUNGAN NARKOTIKA

    Diagnosis ketergantungan penderita opiat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis (medikpsikiatrik) dan ditunjang dengan pemeriksaan urine. Pada penyalahgunaan narkotika jenis

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    11/21

    opiat, seringkali dijumpai komplikasi medis, misalnya kelainan pada organ paru-paru dan

    lever. Untuk mengetahui adanya komplikasi, dilakukan pemeriksaan fisik pada penderita oleh

    dokter ahli penyakit dalam, ditunjang oleh pemeriksaan X-ray thorax foto dan laboratorium

    untuk mengetahui fungsi lever (SGOT dan SGPT).

    Banks A. dan Waller T. (1983) menyatakan bahwa edema paru akut merupakan komplikasi

    serius, terutama pada pecandu narkotika dosis tinggi (over dosis). Selanjutnya, komplikasilainnya adalah hepatitis (4%). Komplikasi medis ini erat kaitannya dengan cara penggunaan

    narkotika tersebut, yaitu dengan dihirup (chasing dragon) melalui mulut atau hidung, heroin

    yang dipanasi di atas kertas alumunium foil, atau suntikan intravena. Khasiatnya terutama

    adalah analgetik (menghilangkan rasa nyeri) dan euforia (gembira). Pemakaian yang

    berulangkali dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Penyalahgunaan narkotika

    merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat patologik paling sedikit satu bulan

    lamanya. Opioida termasuk salah satu yang sering disalahgunakan manusia. Menurut ICD 10

    (International Classification Diseases), berbagai gangguan mental dan perilaku akibat

    penggunaan zat dikelompokkan dalam berbagai keadaan klinis, seperti intoksikasi akut,

    sindroma ketergantungan, sindroma putus zat, dan gangguan mental serta perilaku lainnya.

    Sindroma putus obat adalah sekumpulan gejala klinis yang terjadi sebagai akibatmenghentikan zat atau mengurangi dosis obat yang persisten digunakan sebelumnya.

    Keadaan putus heroin tidak begitu membahayakan. Di kalangan remaja disebut sakau dan

    untuk mengatasinya pecandu berusaha mendapatkan heroin walaupun dengan cara merugikan

    orang lain seperti melakukan tindakan kriminal. Gejala objektif sindroma putus opioid, yaitu

    mual/muntah, nyeri otot, lakrimasi, rinorea, dilatasi pupil, diare, menguap/sneezing, demam,

    dan insomnia. Untuk mengatasinya, diberikan simptomatik. Misalnya, untuk mengurangi rasa

    sakit dapat diberi analgetik, untuk menghilangkan muntah diberi antiemetik, dan sebagainya.

    Pengobatan sindroma putus opioid harus diikuti dengan program terapi detoksifikasi dan

    terapi rumatan. Kematian akibat overdosis disebabkan komplikasi medis berupa gangguan

    pernapasan, yaitu oedema paru akut (Banks dan Waller). Sementara, Mc Donald (1984)

    dalam penelitiannya menyatakan bahwa penyalahgunaan narkotika mempunyai kaitan erat

    dengan kematian dan disabilitas yang diakibatkan oleh kecelakaan, bunuh diri, dan

    pembunuhan.

    Penyalahgunaan obat- obatan sangat beragam, tetapi yang paling banyak digunakan adalah

    obat yang memiliki tempat aksi utama di susunan saraf pusat dan dapat menimbulkan

    gangguan- gangguan persepsi, perasaan, pikiran, dan tingkah laku serta pergerakan otot- otot

    orang ynag menggunakannya. Tujuan penyalahgunaan pada umumnya adalah untuk

    mendapatkan perubahan mental sesaat yang menyenangkan. Efek menenangkan sering

    dipergunakan untuk mengatasi kegelisahan, kekecewaan, kecemasan, dorongandorongan

    yang terlalu berlebihan oleh orang yang lemah mentalnya atau belum matang kepribadiannya.

    Sedangkan efek merangsang sering dipakai untuk melancarkan pergaulan, atau untuk suatutugas, menambah gairah sex, meningkatkan daya tahan jasmani.(2,4)

    Penyalahgunaan obat dapat diketahui dari hal-hal sebagai berikut :

    tanda- tanda pemakai obat

    keadaan lepas obat

    kelebihan dosis akut

    komplikasi medik ( penyulit kedoktearn )

    komplikasi lainnya (sosial, legal, dsb).(2)

    GAMBARAN FORENSIK

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    12/21

    Pemeriksaan Barang Bukti Hidup Pada Kasus Pemakai Morfin

    Kasus keracunan merupakan kasus yang cukup pelik, karena gejala pada umumnya sangat

    tersamar, sedangkan keterangan dari penyidik umumnya sangat minim. Hal ini, tentu saja

    akan menyulitkan dokternya, apalagi untuk racun- racun yang sifat kerjanya mempengaruhi

    sistemik korban. Akibatnya pihak dokter/ laboratorium akan terpaksa melakukanpendeteksian yang sifatnya meraba- raba, sehingga harus melakukan banyak sekali percobaan

    yang mana akan menambah biaya pemeriksaan. Untuk memudahkan pemeriksaan, dilakukan

    pembagian kasus keracunan sebagai berikut:

    Anamnesa dan Pemeriksaan fisik

    Gejala klinis :

    1. pada umumnya sama dengan gejala klinis keracunan barbiturate; antara lain nausea,

    vomiting, nyeri kepala, otot lemah, ataxia, suka berbicara, suhu menurun, pupil

    menyempit, tensi menurun dan sianosis.2. pada keracunan akut : miosis, koma, dan respirasi lumpuh.

    3. gejala keracunan morfin lebih cepat nampak daripada keracunan opium.

    4. gejala ini muncul 30 menit setelah masuknya racun, kalau parenteral, timbulnya

    hanya beberapa menit sesudah masuknya morfin.(1)

    Tahap 1, tahap eksitasi, Berlangsung singkat, bahkan kalau dosisnya tinggi, tanpa ada tahap

    1, terdiri dari :

    Kelihatan tenang dan senang, tetapi tak dapat istirahat.

    Halusinasi.

    Kerja jantung meningkat, wajah kemerahan dan kejang-kejang.

    Dapat menjadi maniak.(2)

    Tahap 2, tahap stupor, dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam (gejala ini

    selalu ada), terdiri dari :

    Kepala sakit, pusing berat dan kelelahan.

    Merasa ngantuk dan selalu ingin tidur.

    Wajah sianosis, pupil amat mengecil.

    Pulse dan respirasi normal.(2)

    Tahap 3, tahap koma, tidak dapat dibangunkan kembali, terdiri dari :

    Tidak ada reaksi nyeri, refleks menghilang, otot-otot relaksasi.

    Proses sekresi.

    Pupil pinpoint, refleks cahaya negative. Pupil melebar kalau ada asfiksisa, dan ini

    merupakan tanda akhir.

    Respirasi cheyne stokes.

    Pulse menurun, kadang-kadang ada kejang, akhirnya meninggal.(2)

    Pemeriksaan Toksikologi Sebagai barang bukti :

    1. Urin, cairan empedu dan jaringan tempat suntikan.

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    13/21

    2. Darah dan isi lambung, diperiksa bila diperkirakan keracunannya peroral.

    3. Nasal swab, kalau diperkirakan melalui cara menghirup.

    4. Barang bukti lainnya.(8)

    Metode yang digunakan :

    1.

    Dengan Thin Layer Chromatographyatau dengan Gas Chromatography (Gas Liquid

    Chromatography) Pada metode TLC, terutama pada keracunan peroral: barang bukti

    dihidroliser terlebih dahulu sebab dengan pemakaian secara oral,morfin akan

    dikonjugasikan terlebih dahulu oleh glukuronida dalam sel mukosa usus dan dalam

    hati. Kalau tanpa hidrolisa terlebih dahulu, maka morfin yang terukur hanya berasal

    dari morfin bebas, yang mana untuk mencari beberapa morfin yang telah digunakan,

    hasil pemeriksaan ini kurang pasti.

    2. Nalorfine Test. Penafsiran hasil test : Kadar morfin dalam urin, bila sama dengan 5

    mg%, berarti korban minum heroin atau morfin dalam jumlah sangat banyak. Bilakadar morfin atau heroin dalam urin 5-20 mg%, atau kadar morfin/heroin dalam darah

    0,1-0,5 mg%, berarti pemakaiannya lebih besar dosis lethalis. Permasalahan timbul

    bila korban memakai morfin bersama dengan heroin atau bersama kodein. Sebab hasil

    metabolic kodein, juga ada yang berbentuk morfin, sehingga morfin hasil metabolic

    narkotika tadi berasal dari morfinnya sendiri dan dari kodein. Sebagai patokan dapatditentukan, kalau hasil metabolit morfinnya tinggi, sedang mensuplai morfin hanya

    sedikit, dapat dipastikan korban telah mensuplai juga kodein cukup banyak.(2,8)

    Pemeriksaan Barang Bukti Mati Pada Kasus Pemakai Morfin

    Penyelidikan pada kasus kematian akibat pemakaian narkoba memerlukan kerja sama dalam

    satu tim yang terdiri dari kepolisian (penyidik), ahli forensic, psikiater maupun ahli

    toksikologi. Pertanyaanpertanyaan yang sering muncul sehubungan dengan hal di atas

    meliputi apakah kejadian tersebut merupakaan kesengajaan (bunuh diri), kecelakaan, ataupun

    kemungkianan pembunuhan? jenis obat apakah yang digunakan? Melalui cara bagaimanakah

    pemakaian obat tersebut? Adakah hubungan antara waktu pemakaian dengan saat kematian?

    Apakah korban baru pertama kali memakai, atau sudah beberapa kali memakai, ataupun

    sudah merupakan pecandu berat? Adakah riwayat alergi terhadap obat tersebut? Apakah jenis

    narkoba yang digunakan memprovokasi penyakit- penyakit yang mungkin sudah ada pada

    korban? Apakah mungkin penyakit tersebut terlibat sehubungan dengan kematian korban?

    Ringksnya, penyidikan terhadap kasus narkoba meliputi 4 aspek, yaitu :

    1. TKP (Tempat Kejadian Perkara).

    2. Riwayat korban.

    3. Otopsi.

    4. Pemeriksaan Toksikologi

    Dalam kaitannya dengan TKP, dapat ditemukan bukti- bukti adanya pemakaian narkoba.

    Semua pakaian maupun perhiasan dan juga barang bukti narkoba yang ditemukan di TKPharus diperiksa dan dianalisa lebih lanjut. Riwayat dari korban yang perlu digali meliputi

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    14/21

    riwayat pemakaian narkoba yang bisa didapatkan melalui catatan kepolisian, informasi dari

    keluarga, teman, maupun saksi- saksi yang berkaitan dengan informasi penggunaan narkoba

    (Tedeschi, 1977).

    Otopsi dikonsentrasikan pada pemeriksaan luar dan dalam dan juga pada pengumpulan

    sampel yang adekuat untuk pemerikasaan toksikologi. Biasanya temuan yang paling seringdidapatkan pada pemeriksaan luar adalah busa yang berasal dari hidung dan mulut. Hal ini

    merupakan karakteristik kematian yang disebabkan oleh pemakaian narkoba meskipun tidak

    bersifat diagnostik, karena pada kasus tenggelam, asfiksia, maupun gagal jantung dapat juga

    ditemukan tanda kematian di atas. Selain itu pada pemeriksaan luar dapat juga ditemukan

    bekas penyuntikan maupun sayatan- sayatan di kulit yang khas pada pemakaian narkoba.

    Pada pemeriksaan dalam, penyebab kematian harus digali dengan cara mencari tanda- tanda

    dari komplikasi akibat pemakaian narkoba. Pembukaan cavum pleura dan jantung dibarengi

    dengan mengguyur air untuk melihat adanya pneumothoraks, maupun emboli udara. Pada

    pemeriksaan paru, biasanay didapatkan paru membesar sebagai akibat adanya edema dan

    kongesti. Pada pemeriksaan getah lambung jarang didapatkan bahanbahan narkoba yang

    masih utuh tetapi warna dari cairan lambung daapt memberi petunjuk mengenai jenis narkobayang dikonsumsi. Saluran pencernaan harus diperiksa secara keseluruhan untuk mencari

    bukti adanya usahausaha penyelundupan narkoba ( Tedeschi, 1977).(8)

    Pemeriksaan makroskopis meliputi pemeriksaan kulit dan vena pada daerah- daerah yang

    dicurigai merupakn tempat suntikan. Penilaian mengenai adanya perdarahan, peradangan,

    benda- benda asing, dan tingkat ketebalan vena akan dapat memberikan informasi mengenai

    berapa lama telah dilakukan kebiasaan menyuntik.

    Ahli toksikologi perlu mendapatkan riwayat paling lengkap dan berbagai macam barang

    bukti untuk dilakukan pemeriksaan. Jaringan dan cairan tubuh yang diperiksa meliputi hepar,

    ginjal, paru, otak, getah lambung, urine, darah, dan cairan empedu. .Cairan empedu dan urine

    secara khusus sangat penting pada kasus- kasus kematian akibat pemakaian opiate. Rambut

    dan kuku kadang- kadang perlu diperiksa untuk pemeriksaan toksikologi lain. Usapan

    mukosa hidung kadang- kadang dapat menunjukkan bekas hisapan pada pemakaian kokain

    maupun heroin (Knight, 1996).(8)

    Pemeriksaan pada kematian akibat pemakaian opioid (morfin atau heroin)

    A. Pemeriksaan luarTanda- tanda yang khas sukar didapat, namun masih ada beberapa

    petunjuk yang dapat dipakai sebagai acuan membuat kesimpulan sebab kematian.

    1.

    Needle marks Lokasi : fossa ante cubiti, lengan atas, dan punggung tangan dan kaki.Tempat lain adalah leher, dibawah lidah, perineal, dan pada perempuan disekitar

    papilla mamae. Needle marks yang masih baru sering disertai tanda- tanda perdarahan

    sub kutan, perivenous, yaitu kalau dipencet akan keluar cairan serum atau darah. Pada

    kasus ketagihan, banyak terdapat bekas suntikan yang lama berupa jaringan parut

    titik- titik sepanjang lintasan vena dan disebut intravenous mainline tracks. Kadang

    kadang untuk menyamarkan needle marks itu dituttup dengan gambaran tattoase.

    Juga dapat ditemukan abses, granuloma atau ulkus, yang mana cara ini serinag

    didapatkan pada korban yang melakukannya dengan cara suntikan subkutan. Dengan

    demikian efek toksikologinya diperlama, artinya efek kenikmatannya menjadi lebih

    tahan lama. Pada mereka inilah sering diketemukan adanya tanda- tanda abses dan

    lain sebagainya. Bagaimana kalau tidak terdapat tanda bekas suntikan? Bisa saja halini terjadi, sebab mungkin sekali korban menggunakan cara lain, misalnya denngan

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    15/21

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    16/21

    Perubahan ini nampak lebih jelas pada korban yang sudah lama menyandu. Terdapat

    pengumpulan limfosit, sel-sel PMN, dan beberapa sel-sel narkotika. Juga nampak fibrosis

    jaringan, dan adanya sel-sel ductus biliaris yang mengalami proliferasi.

    Ada 4 kelainan :

    1. Hepatitis agresif kronika : tandanya ada pembentukan septa.

    2. Hepatitis persisten kronika : adanya infiltrasi sel radang didaerah portal

    3.Hepatitis reaktif kronika.

    4.Perlemakan hati.

    GETAH BENING

    Lokasi : terutama di daerah portal hepatic, di sekitar kaput pankreas dan duktus kholedocus.Makin berat menyandunya, makin banyak kelainanya.

    Makroskopis : tampak pembesaran

    Mikroskopis : tampak adanya hyperplasia dan hipertropi limfosit.

    C. Pemeriksaan toksikologi

    1. Urin, cairan empedu, dan jaringan temapt suntikan.

    2.Darah dan isi lambung, diperiksa bila keracunanya peroral.

    3. Nasal swab, kalau diperkirakan melalui cara membau dan menghirup

    4. Barang bukti lainnya.(2,8)

    PROGRAM PENGOBATAN ATAU TERAPI (ANTI DOTUM)

    Naloxone merupakan salah satu obat untuk melawan keracunan narkotika atau disebut opiat

    antagonis. Obat lain untuk melawan pengaruh morfin atau heroin adalah nalorphine,

    levallophan, cyclazocine, tetapi risikonya cukup berbahaya. Naloxone dapat membantudengan cepat kalau diberikan dalam bentuk suntikan. Pemberian dalam bentuk suntikan

    naloxone HCl (Narcan, Nokoba) yang dimulai dengan dosis 0,4 mg/dl, dapat memperbaiki

    keadaan gangguan pernapasan. Pemberian sebaiknya langsung masuk pembuluh darah balik

    atau intravena. Setelah disuntik, diperhatikan keadaan pernapasannya. Jika belum membaik,

    setelah diobservasi dalam 35 menit dapat diulangi lagi ditambah satu ampul lagi sampai

    efeknya tercapai dengan respons perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pernapasan, dan

    dilatasi pupil.

    Program terapi penyalahgunaan narkotika terdiri atas 2 fase, yaitu:

    Terapi detoksifikasi

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    17/21

    Terapi rumatan (pemeliharaan)

    Kedua terapi di atas harus berkesinambungan, sebab terapi detoksifikasi saja bukan

    merupakan penyembuhan. Setelah penderita melewati fase kritisnya maka dia harus

    menghentikan ketergantungannya melalui program terapi di atas. Para pecandu narkotika

    jumlahnya semakin tahun semakin meningkat. Penyembuhan secara medis untuk parapecandu narkotika sering menimbulkan kondisi relaps, kambuh lagi. Pasien ketergantungan

    narkotika dimungkinkan menjalani detoksifiksi di rumahnya selama 5 hari berturut-turut.

    Selain itu, untuk penyembuhan membutuhkan terapi rumatan (pemeliharaan). Khusus untuk

    ketergantungan opioida, diperlukan suatu program terapi khusus. Selain diberikan terapi obat,

    perlu dilakukan terapi sosial, terapi okupasional, atau terapi religius. Pendekatan holistik

    melibatkan tim profesional seperti dokter/psikiater, perawat, psikolog, tokoh agama, dan

    pekerja sosial akan memberikan hasil yang memuaskan.(9)

    Dsm iv

    Diagnostic Criteria for Substance Dependence/Ketergantungan ZatSuatu pola pengguanaan zat yang maladaptif mengarah pada gangguan atau

    penderitaan yng bermakna klinis, bermanifestasi sebagai 3 (tiga) atau lebih hal-hal

    berikut yang terjadi pada tiap saat dalam periode 12 bulan:

    toleransi yang didefinisikan sbb:

    peningkatan nyata jumlah kebutuhan zat untuk mendapatkan efek yang didamba

    atau mencapai intoksikasi.

    Penurunan efek yang nyata dengan penggunaan kontinyu jumlah yang sama dari

    zat.

    drawal, bermanifestasi sebagai salah satu dari:

    sindroma withdrwal khas untuk zat penyebab ( criteria A dan B dari gejala

    withdrawal zat).

    Zat yanga sama atau sejenis digunakan untuk menghilangkan atau menghindari

    gejala-gejala withdrawal.

    zat yng dimaksud sering digunakan dalam jumlah yang besar atau lewat dari batas

    waktu pemakaiannya.

    adanya hasrat menetap atau ketidakberhasilan mengurangi atau mengendalikan

    pemakaian zat.

    adanya aktifitas yang menyita waktu untuk kebutuhan mendapatkan zat

    (mis.mendatangi berbagai dokter atau sampai melakukan perjalan jauh), untuk

    menggunakan zat (merokok tiada sela) atau untuk pulih dari efek2nya.

    kegiatan-kegiatan soial yang penting,pekerjaan atau rekreasi dilalaikan ataudikurangi karena penggunaan zat.

    penggunaan zat tetap berlanjut meskipun mengetahui bahwa problem2 fisik dan

    fisiologis menetap atau berulang disebabkan oleh penggunaan zat (mis.sementara

    menggunakan kokain meskipun mengetahui itu menginduksi depresi atau tetap

    meneguk-alkohol- meskipun mengetahui hal itu memperburuk ulcus gaster).

    Tentukan jika:

    Dengan ketergantungan fisiologis: terbukti adanya toleransi atau withdrawal.

    Tanpa ketergantungan fisiologis: tidak terbukti adanya toleransi atau withdrawal.

    Tentukan perlangsunganya: Remisi dini penuh

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    18/21

    Pemisi dini parsial

    Remisi penuh menetap

    Remisi parsial menetap

    Dalam terapi agonis

    Dalam lingkungan yang diatur

    DSM-IV-TR: Diagnostic Criteria for Substance Abuse

    Penyalahgunaan Zat

    . Suatu pola pengguanaan zat yang maladaptif mengarah pada gangguan atau

    penderitaan yng bermakna klinis, bermanifestasi sebagai 1 (satu) atau lebih hal-

    hal berikut yang terjadi dalam periode 12 bulan:

    penggunaan berulang zat menyebabkan kegagalan memenuhi tugas utama

    ditempat kerja,sekolah atau dirumah (mis. berulangkali bolos hasil kerja yang

    buruk karena penggunaan zat, bolos,diganjar atu dikeluarkan dari sekolah karenapenggunaan zat,mengabaikan anak atau anggota keluarga).

    berulangkali menggunakn zat dalm situasi yang membahayakan fisik

    (mis.mengemudikan kendaraan atau mengoperasikan mesin saat terganggu oleh

    pemakaiannya).

    berulangkali berurusan dengan hukum karena penggunaan zat (ditangkap karena

    ulah berkaitan dengan penggunaannya).

    meneruskan penggunaan zat meskipun tetap atau berulang memiliki problem

    sosial atau interpersonal disebabkan atau kambuhnya efek2 dari zat (mis.berdebat

    dengan pasangan tentang akibat intoksikasi,berkaelahi).

    . Gejala-gejalanya tidak memenuhi kriteria Ketergantungan zat yang digunakan.

    DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Substance Intoxication

    Intoksikasi Zat

    . Terjadinya sindroma reversible zat spesifik karena barusan menelannya atauterpapar olehnya.cat. zat yang berbeda dapat memberi sindroma yang mirip atau

    sama.

    . Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perobahanpsikologis karena efek dari zat terhadap sitim saraf pusat (mis. keadaan siap

    tempur,labilitas mood,gangguan kognitif, penilaian,sosial dan fungsi pekerjaan)

    yang terjadi segera setelah penggunaan zat.

    . Gejala-gejalanya tidak karena kondisi medis umum ataupun gangguan mental

    lainnya.

    DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Substance withdrawal

    Putus Zat

    . Terjadinya sindroma zat spesifik karena penghentian mendadak (atau

    pengurangan) penggunaan zat yang lama dan berat.. Sindroma diatas menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    19/21

    gangguan dalam hal sosial,pekerjaan atau area fungsi-fungsi penting lainnya

    . Gejala-gejalanya tidak karena kondisi medis umum ataupun gangguan mental

    lainnya.

    DSM-IV-TR Opioid Related DisorderOpioid use disorder

    Opiod dependence

    Opiod abuse

    Opioid induce disorder

    Opioid intoxication

    Specify if : with perceptual disturbance

    Opioid withdrawal

    Opioid intoxication delirium

    Opioid-induce psycotic disorder, with hallusination

    Specify if : with onset during intoxication

    Opioid induce-mood disorderSpecify if : with onset during intoxication

    Opioid induce sexual dysfunction

    Specify if : with onset during intoxication

    Opioid induce sleep disorder

    Specify if : with onset during intoxication

    With onset during withdrawal

    Opioid related disorder not otherwise specified

    DSM-IV-TR- Diagnostic Criteria for Opioid Intoxification

    Intoksikasi Zat

    . Barusan menggunakan Opioid.

    . Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perubahan psikologis (mis.

    mulanya euforia disusul apatis,disforia,agitasi atau retardasi psikomotor,gangguan

    penilaian atau fungsi sosial atau pekerjaan) yang terjadi selama atau segera setelah

    pemakaian opioid.

    . Kostriksi pupil (atau dilatasi ok anoxia akibat overdosis) disertai satu atau lebih tanda2

    berikut yang terjadi selama atau segera setelah pemakaian opioid.

    yang terjadi selama atau segera setelah pemakaian opioid.drowsiness atau coma.

    bicara spt orang mabuk

    gangguan perhatian dan memori.

    . Gejala-gejalanya tidak karena kondisi medis umum ataupun gangguan mental lainnya.

    Tentukan jika disertai gangguan persepsi.

    .

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    20/21

    DSM-IV-TR Kriteria diagnosis pada Putus Zat Opioid

    . Salah satu dari berikut ini:

    penghentian mendadak (atau reduksi) penggunaan yang berat dan lama (beberapa

    minggu atau lebih)pemberian antagonis opioid setelah suatu periode penggunaan opioid.

    . Tiga atau lebih hal-hal berikut terjadi dalam hitungan menit sampai beberapa hari

    setelah kriteria A:

    mood disforik.

    nausea atau vomitus

    nyeri otot.

    lakrimasi atau rhinorrhea.

    midriasis,piloerction atau persipirasi.

    diare.

    sering menguap.

    febris.insomnia.

    . Gejala-gejala kriteria B diatas menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis

    atau gangguan dalam hal sosial,pekerjaan atau area fungsi-fungsi penting lainnya

    . Gejala-gejalanya tidak karena kondisi medis umum ataupun gangguan mental lainnya.

    Tanda dan gejala pada syndrom penghentian benzodiazepin

    DSM-IV-TR Diagnostik Criteria for Amphetamine Intoxication

    A. Barusan menggunakan amfetamin atau zat sejenis (mis. methylphenidate).

    Terdapat beberapa tanda yang timbul pada keadaan penghentian penggunaan

    benzodiazepin: mereka menunjukkan gejala kecemasan yang sebenarnya (rekuren),

    pemburukan gejala kecemasan yag sebenarnya (rebound) atau kedaruratan gejala baru

    (true withdrawal) :

    Perubahan mood dan kognisi

    Cemas, khawatir , disforia, pesimis, iritabilitas, obsessif terhadap masa lalu, dan

    paranoid

    Perubahan jam tidur

    Insomnia, perubahan jam tidur dan megantuk pada siang hari.

    Tanda dan gejala fisik

    Takikardia dan peningkatan tekanan darah, hiperefleksi, ketegangan otot, gelisah,tremor, mioklonik, nyeri otot dan persendian, mual, coryza, diaforesis, ataxia, tinitus dan

    kejang grand mall.

    Perubahan persepsi

    Hiperakusis, depersonalisasi,penglihatan yang kabur, ilusi dan halusinasi.

  • 8/10/2019 Keracunan Opiat

    21/21

    B. Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perubahan psikologis (mis.

    euforia atau afek tumpul,perubahan kemampuan sosial,sensitifitas

    interpersonal,hiperwaspada, anxietas, ketegangan atau gusar ,perilaku sterotipik,

    psikomotor,gangguan penilaian atau fungsi sosial atau pekerjaan) yang terjadi selama atau

    segera setelah pemakaian amfetamin dan sejenisnya.

    C. Adanya dua atau lebih tanda-tanda berikut ) yang terjadi selama atau segera setelahpemakaian amfetamin dan sejenisnya:

    1. Taki- atau bradikardi.

    2. midriasis.

    3. tekanan darah meningkat atau turun.

    4. persipirasi atau menggigil.

    5. nausea atau vomitus.

    6. penurunan berat badan.

    7. agitasi atau retardasi psikomotor.

    8. kelemahan otot,depresi respirasi,nyeri dada atau aritmia.

    9. kebingungan,kejang,diskinesia atau koma.

    D. Gejala-gejalanya tidak karena kondisi medis umum ataupun gangguan mental lainnya.