KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM...

134
KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN DAN GENI JORA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Ila Nurlaila 109013000041 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Transcript of KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM...

Page 1: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM

NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN DAN GENI

JORA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Ila Nurlaila

109013000041

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
Page 3: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
Page 4: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
Page 5: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

ABSTRAK

ILA NURLAILA, 109013000041, ―Ketidakadilan Gender Pada Perempuan dalam

novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora Serta Implikasinya terhadap

Pembelajaran Sastra di Sekolah‖. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. Dosen Pembimbing: Rosida Erowati, M. Hum.

Gender merupakan konsep kultural yang dibangun oleh masyarakat. Hal inilah

yang menyebabkan adanya kesulitan pergerakan bagi perempuan untuk

menembus perubahan pandangan terhadap gender karena hal ini dibangun oleh

sekelompok masyarakat. Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimana struktur yang membangun novel Perempuan Berkalung Sorban

dan Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy? 2) Bagaimana ketidakadilan pada

perempuan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora Karya

Abidah El Khalieqy? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketidakadilan

pada perempuan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi. Subjek

penelitian ini adalah ketidakadilan terhadap perempuan dalam novel Perempuan

Berkalung Sorban dan Geni Jora, dan sebagai objek penelitian adalah novel

Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora. Teknik pengumpulan data pada

penelitian ini menggunakan metode penentuan unit analysis, pencatatan data dan

analisis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, tampak ketidakadilan gender yang terjadi

pada perempuan dalam novel ―Perempuan Berkalung Sorban‖ dan ―Geni Jora‖

meliputi lima aspek, yaitu, . 1) Marginalisasi terhadap perempuan. 2) Subordinasi

terhadap perempuan. 3) Stereotip terhadap perempuan. 4) Violence (kekerasan)

yang terjadi pada perempuan. 5) Beban kerja terhadap perempuan. Sikap-sikap

yang ditunjukan oleh tokoh utama dan nilai-nilai yang terkandung dalam kedua

novel tersebut dapat dijadikan pembelajaran sastra. Kata Kunci: Ketidakadilan, Gender, Perempuan

i

Page 6: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

ABSTRACT

ILA NURLAILA, 109013000041, " Gender Inequalities toward Women in

―Perempuan Berkalung Sorban‖ and ―Geni Jora‖ novel and its Implications for

Literature Learning at School". Indonesian Language and Literature Departement,

Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, State Islamic of Syarif Hidayatullah

Jakarta. Advisor: Rosida Erowati, M.Hum.

Gender is a cultural concept which is built by the society. This caused movement

difficulty to break gender point of view because this concept is built by certain

society. Mirroring that concept, this research focuses on problem; 1) how is the

structure of Perempuan Berkalung Sorban by Abidah El Khalieqy novel is? 2)

how does the author face the gender inequalities in Perempuan Berkalung Sorban

and Geni Jora novel by Abidah El Khalieqy? The aim of this study is to know the

author’s attitude of inequitable gender in Perempuan Berkalung Sorban and Geni

Jora novel.

The method used in this study is content analysis method. The subject of this

study, gender inequalities toward women of the Perempuan Berkalun Sorban and

Geni Jora novel by Abidah El Khalieqy, and as the object research is Perempuan

Berkalung Sorban and Geni Jora novel. Data collection in this study using the

method of determining the unit of analysis, data recording, and analysis.

Based on the research, gender inequalities toward women includes five aspects: 1)

The marginalization toward women. 2) The subordinate toward women. 3) The

stereotype toward women. 4) The violence toward women. 5) The force labor

toward women. These atittudes showed by main character a moral values inside

both novel. These attitudes are valued for literature.

Keyword: Inequalities, Gender, Women

ii

Page 7: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi Yang

Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan Rahmat dan

Hidayah-Nya, serta kesehatan jasmani dan rohani kepada penulis sehingga

diberikan kemudahan untuk dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

―Ketidakadilan Gender dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora

Serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah‖. Solawat Serta

salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw, dan

kesejahteraan semoga selalu menyertai keluarga Beliau, para sahabatnya, dan kita

sebagai umatnya yang mengarapkan syafa’at darinya.

Penulis menyusun skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Penulis berharap skripsi

ini dapat bermanfaat bagi kepentingan pembacanya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat banyak nasihat, saran,

bantuan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada:

1. Dra. Nurlena Rifa’I, MA., P.h.D., selaku Dekan FITK UIN Jakarta

yang telah mempermudah dan melancarkan penyelesaian skripsi ini;

2. Dra. Mahmudah Fitriyah Z. A., M. Pd., selaku Ketua Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu memberikan Ilmu,

bimbingan, dan motivasi dalam proses penyusunan skripsi ini;

3. Rosida Erowati, M. Hum., selaku dosen Pembimbing skripsi yang

telah sedia meluangkan waktunya, sabar dalam membimbing,

mengarahkan, dan memberikan ilmunya kepada penulis. Hingga

akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

4. Seluruh Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Dosen

FITK yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya, yang telah

memberikan ilmunya selama penulis menjadi mahasiswi di Jurusan

iii

Page 8: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Jakarta. Ilmu yang

Bapak dan Ibu berikan sangat bermanfaat bagi penulis;

5. Dra. Siti Sahara selaku dosen penasihat Akademi yang memberikan

motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

6. Ucapan teristimewa ditujukan kepada kedua orang tua penulis, yaitu

Drs. Zaenal Abidin S. Pd. I. dan Komariyah A.Z. S.Pd. I. yang telah

merawat, membimbing, dan tak henti-hentinya memberikan semangat

dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Ucapan teristimewa juga ditujukan kepada kakak terbaik penulis, Eva

Rifa’atul Mahmudah, S. Pd. yang selalu memberikan semangat dan

motivasi kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat terbaik penulis, yaitu Dessy Triwulansari Sudrajat, S.

Pd., Dian Ahati Mulyani, AMG., Puri Restiana Dewi, S.IP., Riska

Rosiana Sularno, AMGK., Ratu Dewi Fauziah, Amd. Kep., Qaulfillah

Medina Nurdin, Emma Purnama Sari S. Pd., Wulan Alfitiana S. Pd.,

Nurul Mardiah S. Pd., Irina Widya Ningsih S. Pd., Nuraida Marliani

Sari S. Pd.. Terimakasih atas semua dukungan dan motivasi yang telah

kalian berikan selama ini, kalian adalah sahabat terbaik penulis.

9. Teman-teman penulis, Harmella S. Pd., Ummul Kulsum S. Pd., Ina

Rofiatul Husna S. Pd., Inayah, Anis Novita S. Pd., Santi Novianti S.

Pd., Helrahmi Yusman S. Th. Q., Siti Nurfitriani, S. Pd., Slamet Yahya

Sri Abdullah S. Pd. I., Mutia Mutmainah S. Pd., Rhani Az-Zhara,

Sonya Maryana.

10. Teman-teman satu perjuangan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sasra

Indonesia angkatan 2009 khususnya kelas A yang tidak bisa

disebutkan satu per satu.

11. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi

ini.

iv

Page 9: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

Semoga semua bantuan doa, motivasi, serta bimbingan yang telah

diberikan mendapatkan balasan dari Allah Swt. Selain itu, penulis berharap

semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak agar dapat

membantu meningkatkan mutu pembelajaran dan pengajaran bahasa dan

sastra Indonesia.

Jakarta, 2 Mei 2014

Ila Nurlaila

v

Page 10: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

ABSTRACT…………………………………………………………………. ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 4

C. Batasan Masalah .................................................................................. 4

D. Rumusan Masalah ................................................................................ 5

E. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5

F. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5

G. Metodologi Penelitian .......................................................................... 6

A. BAB II LANDASAN TEORI ............................................................ 9

A. Hakikat Gender .................................................................................... 9

B. Hakikat Novel ...................................................................................... 12

C. Unsur Intrinsik Novel........................................................................... 13

D. Hakikat Pembelajaran Sastra............................................................... 19

E. Penelitian yang Relevan ....................................................................... 23

BAB III BIOGRAFI PENGARANG ........................................................... 27

B. Biografi Abidah El Khalieqy............................................................. 27

1. Abidah dan Kultur Pesantren ........................................................... 30

2. Konsep Dasar Pembuatan Novel Perempuan Berkalung Sorban dan

Geni Jora ......................................................................................... 31

C. Sinopsis Perempuan Berkalung Sorban .......................................... 33

D. Sinopsis Geni Jora ............................................................................... 34

BAB IV HASIL ANALISIS........................................................................... 37

A. Unsur Intrinsik Perempuan Berkalung Sorban.................................... 37

1. Tema ................................................................................................ 37

vi

Page 11: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

2. Tokoh dan Penokohan ..................................................................... 38

3. Alur .................................................................................................. 45

4. Latar ................................................................................................. 49

5. Sudut Pandang ................................................................................. 53

B. Struktur Geni Jora ............................................................................... 54

1. Tema ................................................................................................ 55

2. Tokoh dan Penokohan ..................................................................... 56

3. Alur .................................................................................................. 66

4. Latar ................................................................................................. 68

5. Sudut Pandang ................................................................................. 71

C. Analisis Ketidakadilan Gender Pada Perempuan yang Terdapat dalam

Novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora .......................... 72

1. Marginalisasi Terhadap Perempuan ................................................ 74

2. Subordinasi Terhadap Perempuan ................................................... 80

3. Stereotip Terhadap Perempuan........................................................ 83

4. Kekerasan Terhadap Perempuan ..................................................... 87

5. Beban Kerja Terhadap Perempuan .................................................. 92

D. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ............................ 97

BAB V PENUTUP.......................................................................................... 100

A. Simpulan .............................................................................................. 100

B. Saran..................................................................................................... 102

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 103

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1: RPP

Lampiran 2 : Materi

PROFIL PENULIS

vii

Page 12: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Selama berabad-abad manusia telah membuat gambaran tentang

perempuan dengan cara pandang yang ambigu. Perempuan dipuja sekaligus

direndahkan. Ia dianggap sebagai keindahan bagaikan bunga yang baru saja

mekar, lalu kemudian dicampakkan begitu saja setelah layu. Tubuh

perempuan identik dengan pesona dan kesenangan, tetapi dalam waktu yang

bersamaan ia dieksploitasi demi hasrat dan keuntungan. Masyarakat muslim

memuji perempuan, dalam hadis yang mengatakan bahwa ―Surga di bawah

kaki ibu‖ dan pada saat lain, ketika ia menjadi seorang istri, ia harus tunduk

sepenuhnya kepada suami, tak boleh keluar rumah sepanjang suami tak

mengijinkan. Dalam pandangan masyarakat yang kolot perempuan selalu

dianggap nomor dua dibanding laki-laki. Perempuan hanyalah makhluk

lemah yang tidak berdaya, yang bisanya hanya menangis. Perempuan

tugasnya hanyalah memasak di dapur, mengurus anak, melayani suami dan

patuh terhadap suami. Perempuan dianggap tidak mampu melakukan

pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki. Perempuan juga tidak harus

memperoleh pendidikan yang tinggi, cukup mampu baca tulis saja.

Banyak perempuan yang rela menerima kodratnya dan menjalani

keadaan hidup dengan pasrah mengabdi pada kaum laki-laki. Namun, tidak

sedikit pula perempuan yang merasakan ketidakadilan pada dirinya dan ingin

terlepas dari anggapan bahwa perempuan itu makhluk lemah yang tidak bisa

apa-apa. Anggapan terhadap perbedaan gender inilah yang pada akhirnya

akan menimbulkan ketidakadilan gender. Perbedaan gender sebenarnya

bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan gender

(gender inequalities). Namun, yang menjadi masalah adalah ternyata

1

Page 13: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

2

perbedaan gender ini telah menimbulkan berbagai ketidakadilan, baik bagi

kaum laki-laki dan utamanya terhadap kaum perempuan.1

Islam sebagai agama, pada hakikatnya terlihat pada aspek nilai-nilai

kemanusiaan yang terkandung di dalamnya. Salah satu bentuk elaborasi dari

nilai-nilai kemanusiaan itu adalah pengakuan tulus terhadap kesamaan dan

kesatuan manusia.2 Islam menghapuskan sekat-sekat diskriminasi dan

subordinasi. Atas dasar keadilan dan kesetaraan semua dipersaudarakan

dalam Islam.3 Namun kenyataannya posisi perempuan masih dalam posisi

subordinasi dari laki-laki. Dipinggirkan, dan mendapat diskriminasi dalam

berbagai kesempatan dan dalam berbagai sektor kehidupan.

Dalam aspek pendidikan perempuan merupakan salah satu pihak yang

paling sedikit tersentuh dalam pembaharuan pemikiran Islam. Hal ini terbukti

menurut intelektual Palestina D. Ghada Karni sebagaimana dikutip oleh

Faridi yang mengatakan bahwa di sektor pendidikan perempuan jauh

ketinggalan, baik dari tingkat kebutaaksaraan terlebih partisipasinya pada

lembaga pendidikan formal. Dalam kebutaaksaraan kondisi Somalia

merupakan Negara terparah karena 80 persen perempuan buta huruf, di Irak

dan Libia, tingkat kebutaaksaraan mencapai 51 persen, di Kwait 33 persen.4

Dari data tersebut terlihat bahwa pada kenyataan dalam dunia pendidikan

perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki.

Dalam lingkungan keluarga perempuan sering mendapat kekerasan

yang dilakukan oleh anggota keluarga yang lain seperti suami. Jumlah

kekerasan yang terjadi pada perempuan di Indonesia meningkat tiap

tahunnya. Data kekerasan yang terjadi pada perempuan di Indonesia adalah

sebagai berikut: pada tahun 2001 terdapat 3.169 kasus kekerasan pada

1 Riant Nugroho, Gender dan Stratedi Pengarus-Utamaannya di Indonesia, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008), h. 9

2 Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, (Yogyakarta, Kibar Press, 2006), h. 3-4

3 Ibid., h. 10 4 Asnal Mala, Perspektif Gender dalam Pendidikan Pesantren,

https://groups.yahoo.com/neo/groups/IslamProgresif/conversations/topics/370 diunduh pada 27 Maret 2014, pukul 15.45 WIB.

Page 14: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

3

perempuan, tahun 2002 sebanyak 5.163 kasus, tahun 2003 sebanyak 7.787

kasus, tahun 2004 sebanyak 14.040 kasus, tahun 2005 sebanyak 20.391

kasus, tahun 2006 sebanyak 22.512 kasus, dan pada tahun 2007 sebanyak

25.522 kasus.5 Dilihat dari data tersebut, kekerasan yang terjadi pada

perempuan terus meningkat setiap tahunnya.

Sebagai bentuk kepeduliannya terhadap persoalan-persoalan yang

terjadi pada perempuan, Abidah El Khalieqy mengajak pembaca untuk

mengetahui secara lebih detail permasalahan yang sering terjadi pada

perempuan terkait dengan ketidakadilan gender yang biasa dialami

perempuan. Penggambaran Abidah tentang sosok perempuan Islam berbeda

dengan sosok perempuan Islam yang biasa diceritakan pada novel-novel yang

bernuansa Islam lainnya seperti Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih

karya Habiburrahman El Shirazy. Dalam karyanya, Abidah menunjukkan

sosok perempuan yang sangat berani untuk menuntut kebebasan dari patriarki

dan juga mengkritisi dunia laki-laki yang tergambarkan pada novelnya yang

berjudul Perempuan Berkalung Sorban (2001) dan Geni Jora (2003).

Perempuan Berkalung Sorban merupakan novel yang pernah mendapatkan

protes dan menjadi kontroversi di kalangan masyarakat. Dua tahun kemudian

Abidah menulis novel yang berjudul Geni Jora. Geni Jora merupakan novel

Abidah yang mendapatkan juara kedua dalam Sayembara Novel Dewan

Kesenian Jakarta. Permasalahan yang cukup kompleks mengenai kedudukan

wanita dalam Islam, keluarga dan masyarakat juga terlihat dalam novel

Perempuan Berkalung Sorban. Sebagai karya yang berbicara mengenai

agama dan moral, Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora merupakan

salah satu yang dianjurkan untuk dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran

sastra.

Sebagai lembaga pendidikan, sekolah bertugas memberikan

pembelajaran moral, agama, dan sosial kepada para siswanya. Pembelajaran

5 Ninik Rahayu, Penghapusan Undang-Undang No. 23 tahun 2004. Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-pidana/653- undang-undang-no-23-tahun-2004-tentang-penghapusan-kekerasan-dalam-rumah-tangga-uu- pkdrt.html. diunduh pada tanggal 10 Januari 2014 pukul 07. 50

Page 15: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

4

ini bisa dilakukan dengan memberikan pembinaan melalui karya sastra. Pada

hakikatnya, Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora merupakan buku

yang berisi cerita yang baik dan menarik yang turut memberikan pengaruh

dan peranan yang sangat penting dalam pembentukan watak, prilaku, dan

kepribadian anak. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangkat

skripsi yang berjudul “Ketidakadilan Gender Pada Perempuan dalam Novel

Perempuan Berkalung Sorban dan Novel Geni Jora serta Implikasinya

terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”

B. Identifiksi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat

diidentifikasikan beberapa masalah, sebagai berikut:

1. Secara keseluruhan Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora karya

Abidah El Khalieqy sangat menarik untuk dikaji, sehingga perlunya

pemahaman lebih mendalam mengenai novel tersebut.

2. Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora karya Abidah El Khalieqy

menggambarkan perjuangan perempuan untuk mendapatkan kebebasan

dari budaya patriarki. Oleh karena itu, hampir semua bagian

mengungkapkan perjuangan perempuan untuk bebas dari budaya

patriarki.

3. Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora karya Abidah El Khalieqy

relevan dengan dunia pendidikan, sehingga dapat diimplikasikan dalam

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah ini diharapkan agar pembahasan dalam penelitian

tidak meluas. Adapun pembatasan masalahdalam penelitian ini yaitu, analisis

ketidakadilan gender pada perempuan yang terdapat dalam novel Perempuan

Berkalung Sorban dan Geni Jora karya Abidah El Khalieqy.

Page 16: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

5

D. Rumusan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini menjadi jelas dan terarah,

perlu adanya perumusan masalah. Perumusan masalah dalam penelitian

adalah:

1. Bagaimana struktur yang membangun novel Perempuan Berkalung

Sorban dan Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy?

2. Bagaimana ketidakadilan gender pada perempuan dalam novel Perempuan

Berkalung Sorban dan Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan struktur novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni

Jora karya Abidah El Khalieqy

2. Mendeskripsikan ketidakadilan gender pada perempuan dalam novel

Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pembacanya.

Adapun manfaat yang diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Bagi pembaca umum, diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai

studi analisis terhadap sastra di Indonesia, terutama dalam bidang penelitian

novel Indonesia, dan juga diharapkan dapat mempermudah pemahaman

makna novel dan dunia pemikiran yang melatarbelakanginya.

b. Bagi pendidik, diharapkan dapat menggunakan penelitian ini sebagai

Implikasi di dunia pendidikan.

Page 17: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

6

G. Metodologi Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan September 2013 sampai

April 2014. Penelitian ini tidak terkait dengan tempat tertentu karena bersifat

kepustakaan.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara-cara, strategi untuk memahami realitas,

langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat.

Metode penelitian berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih

mudah untuk dipecahkan dan dipahami.6 Metode penelitian mengemukakan

secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik

analisis isi (content analysis) yang sering kali digunakan untuk mengkaji

pesan-pesan. Metode analisis ini digunakan untuk menelaah isi dari suatu

dokumen. Dokumen yang dimaksudkan di sini adalah novel Perempuan

Berkalung Sorban (PBS) dan Geni Jora (GJ) karya Abidah El Khalieqy.

Sedangkan pendekatan kualitatif merupakan salah satu pendekatan yang yang

secara primer menggunakan paradigma pengetahuan berdasarkan pandangan

konstruktivis (seperti makna jamak dari pengalaman individual, makna yang

secara sosial dan historis dibangun dengan maksud mengembangkan suatu

teori atau pola. Pendekatan ini juga menggunakan strategi penelitian seperti

naratif. Peneliti mengumpulkan data penting secara terbuka terutama

dimaksudkan untuk mengembangkan tema-tema dari data.7 Data yang

dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Ini

dikarenakan penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang temuan-

temuannya tidak diperoleh dari hasil statistik atau bentuk hitungan.

6Nyoman, Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 34.

7 Emzir, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitaf dan Kualitatif, (Jakarta, PT Raja Trafindo Persada, 2008), h. 28.

Page 18: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

7

Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan

angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif,

selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap

apa yang sudah diteliti.8

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dan objek penelitian adalah tempat memperoleh data. Dalam

penelitian ini yang menjadi subjek penelitian data adalah ketidakadilan

gender dalam novel PBS dan GJ karya Abidah El-Khalieqy. Sedangkan objek

yang digunakan pada penelitian ini adalah novel PBS dan novel GJ karya

Abidah El Kahlieqy.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik pustaka. Teknik pustaka yaitu mempergunakan sumber-sumber

tertulis untuk memperoleh data. Dalam pengumpulan data ini peneliti

menyimak novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy secara cermat dan

teliti. Setelah itu peneliti mencatat data-data yang yang berhubungan dengan

tujuan penelitian. Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam novel

GJ yaitu: 1. Membaca cermat novel GJ dan novel PBS karya Abidah El

Khalieqy, 2. Mencatat kalimat yang menggambarkan adanya ketidakadilan

gender terhadap perempuan dalam novel GJ karya dan PBS Abidah El

Khalieqy, 3. Menganalisis ketidakadilan gender terhadap perempuan dalam

novel GJ dan novel PBS karya Abidah El Khalieqy.

5. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu metode yang

memberikan perhatian terhdap data alamiah, data yang berhubungan dengan

8 Lexy J Moelong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rusdakarya.2001), h. 11.

Page 19: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

8

konteks keberadaannya.9 Sesuai dengan namanya yaitu metode kualitatif,

memperlihatkan nilai-nilai dan sumber datanya merupakan karya, naskah, dan

penelitiannya sebagai data formal adalah kata, kalimat, dan wacana.

Dalam pendekatan kualitatif semua permasalahan yang ada dalam sastra

dapat dianalisis dengan sebaik-baiknya. Terdapat lima ciri utama penelitian

kualitatif, diantaranya:

a. Latar alamiah (natural setting) sebagai sumber data, dan peneliti

merupakan instrument kunci, maksudnya dalam penelitian kualitatif

berasumsi bahwa perilaku manusia secara signifikan dipengaruhi oleh latar

situasi dan budaya di mana perilaku itu muncul.

b. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif yang berarti data terurai dalam

bentuk data-data atau gambar-gambar, bukn dalam bentuk angka-angka.

c. Lebih mengutamakan proses bukan hasil. Dalam hal ini analisis data

cenderung induktif. Dalam penelitian ini, peneliti mengkontruksi konsep

secara lebih jelas di tengah kegiatan penelitian setelah mengumpulkan

berbagai data fenomena dan memeriksa bagian-bagiannya.

d. Makna merupakan sesuatu yang esensial bagi pendekatan kualitatif.

Dengan demikian peneliti akan memberikan makna terhadap fenomena

yang ditelitinya.10

Berdasarkan uraian di atas maka, peneliti akan menggunakan metode

penelitian kualitatif karena sesuai dengan objek yang akan diteliti.

9 Nyoman, Kutha Ratna., op. cit. h. 47 10 M. Atar Semi, Metode Penelitian Sastra, (Bandung: Angkasa, 1993), h. 25-26

Page 20: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Gender

Gender adalah berbagai atribut dan tingkah laku yang dilekatkan pada

perempuan dan laki-laki dan dibentuk oleh budaya.1 Dalam Womens Studies

Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang

berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan

karakteristik mental emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang

di masyarakat.2 Oakley dalam Riant Nugroho mengartikan gender sebagai

konstruksi sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia yang dibangun pada

kebudayaan manusia. Gender merupakan behavioral defferences (perbedaan

perilaku) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara secara sosial,

yakni perbedaan yang bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh

manusia (bukan kodrat) melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Caplan

dalam Riant Nugroho mengemukakan bahwa behavioral defferences (perbedaan

perilaku) antara perempuan dan laki-laki bukanlah sekedar biologis, namun

melalui proses sosial dan kultural. Sementara itu, Kantor Kementrian Negara

Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dalam Riant Nugraha

mengartikan bahwa gender adalah peran-peran sosial yang dikontruksikan oleh

masyarakat, serta tanggung jawab dan kesempatan laki-laki dan perempuan yang

diharapkan agar peran-peran sosial tersebut dapat dilakukan oleh keduanya (laki-

laki dan perempuan).3

1 Edriana Noerdin, Potret Kemiskinan Perempuan. (Jakarta, Women Research Institute, 2006) h. 1

2 Siti Musdah Mulya, op. cit. h. 55 3 Riant Nugroho, op.cit., h. 3

9

Page 21: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

10

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa gender adalah

pembeda antara perempuan dengan laki-laki baik itu mengenai hak, kewajiban,

tanggung jawab, dan peran yang dapat dibentuk dan diubah oleh kultur budaya,

tradisi, pemahaman agama, dan status sosial masyarakat setempat. Gender yang

berlaku dalam suatu masyarakat ditentukan oleh pandangan masyarakat antara

laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu gender berbeda dengan jenis kelamin.

Jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) merupakan ketentuan Tuhan yang

mutlak sedangkan gender terwujud dari ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh

manusia bukan oleh Tuhan.

1. Perbedaan Gender

Gender differences (perbedaan gender) sebenarnya bukan suatu masalah

sepanjang tidak menimbulkan gender inequalities (ketidakadilan gender).

Namun, yang menjadi masalah adalah ternyata perbedaan gender ini telah

menimbulkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan utamanya

terhadap kaum perempuan.

Di masyarakat, laki-laki selalu digambarkan dengan sifat-sifat maskulin,

seperti perkasa, berani, rasional, keras dan tegar. Sebaliknya perempuan

digambarkan dengan sifat-sifat feminis, seperti lembut, pemalu, penakut,

emosional, rapuh dan penyayang.4 Feminisitas dan maskulinitas ini telah

dianggap sebagai kodrat yang sudah tertanamkan dari lahir.

2. Ketidakadilan Gender

Gender inequalities (ketidakadilan gender) merupakan sistem dan struktur

di mana kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut

dengan demikian agar dapat memahami perbedaan yang menyebabkan

4 Siti Musdah Mulya, op. cit., h. 56.

Page 22: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

11

ketidakadilan, maka dapat dilihat dari berbagai manifestasinya, yaitu sebagai

berikut: 5

a. Marginalisasi

Bentuk marginalisasi yang biasa terjadi pada perempuan adalah yang

disebabkan oleh gender defferences (perbedaan gender). Gender defferences

sebagai akibat dari beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu,

serta marginalisme dari proses marginalisasi kaum perempuan. Bentuk

marginalisasi terhadap kaum perempuan dapat terjadi dalam rumah tangga,

masyarakat atau kultur, dan bahkan negara.

b. Subordinasi

Subordinasi timbul sebagai akibat pandangan gender terhadap kaum

perempuan, sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak

penting muncul dari adanya anggapan bahwa perempuan itu emosional atau

irasional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin merupakan bentuk

dari subordinasi yang dimaksud.

c. Stereotip

Pelebelan atau penandaan negatif terhadap kelompok atau jenis kelamin

tertentu, secara umum dinamakan stereotip. Akibat dari stereotip ini biasanya

timbul diskriminasi dan berbagai ketidakadilan. Salah satu bentuk stereotip ini

adalah bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali stereotip yang terjadi

di masyarakat yang dilekatkan kepada umumnya kaum perempuan, sehingga

berakibat menyulitkan, membatasi, memiskinkan, dan merugikan kaum

perempuan.

d. Violence

Violence (kekerasan) merupakan assoult (invasi) atau serangan terhadap

fisik maupun intregitas mental psikologis seseorang yang dilakukan terhadap

jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan sebagai akibat dari perbedaan

5 Riant Nugroho, op.cit., h. 9.

Page 23: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

12

gender. Violence terhadap perempuan banyak sekali terjadi karena stereotip

gender. Gender violence pada dasarnya disebabkan karena ketidaksetaraan

kekuatan yang ada dalam masyarakat. Violence yang disebabkan oleh bias

gender ini disebut gender—relalite violence.

e. Beban Kerja

Peran gender perempuan dalam anggapan masyarakat luas adalah

mengelola rumah tangga sehingga banyak perempuan yang menanggung

beban kerja domestik lebih banyak dan lebih berat dibanding kaum laki-laki.

Kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok

untuk menjadi kepala keluarga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik

rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan.6

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketidakadilan gender

yang terwujud dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, stereotip, dan beban

kerja pada umumnya telah terjadi pada berbagai kalangan masyarakat. Semua

perwujudan ketidakadilan gender ini saling terkait satu sama lain. Perwujudan

ketidakadlinan gender itu tersosialisasikan kepada perempuan dan laki-laki

dan pada akhirnya laki-laki dan perempuan menjadi terbiasa dan menganggap

bahwa peran gender itu merupakan suatu kodrat yang harus dijalani.

B. Hakikat Novel

Kata novel berasal dari kata latin novellas yang diturunkan pula dari kata

novies yang berarti baru. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan

jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka novel ini

muncul kemudian.7 Pengertian novel menurut Sudjiman adalah prosa rekaan

yang panjang yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian

6 Riant Nugroho, op.cit., h. 9. 7Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1993), h. 164.

Page 24: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

13

peristiwa dan latar secara tersusun.8 Sedangkan menurut Wellek dan Warren,

novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada

saat novel itu ditulis. Romansa, yang ditulis dalam bahasa yang agung dan

dipindah, menggambarkan apa yang tidak pernah terjadi dan tidak mungkin

terjadi.9

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah

karya sastra fiksi yang di dalamnya memaparkan pengalaman pengarang dengan

mencantumkan tokoh, watak, latar, sudut pandang, alur, tema, amanat, dan lain-

lain.

C. Unsur Intrinsik Novel

Novel memiliki struktur yang kompleks dan biasanya dibangun dari unsur-

unsur yang dapat didiskusikan. Salah satunya adalah unsur intrinsik novel. Unsur

intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung membangun karya sastra itu

sendiri. Unsur-unsur ini secara faktual dijumpai pembaca pada saat membaca

karya sastra. Kepaduan antara unsur intrinsik inilah yang membuat suatu novel

dapat terwujud.

Unsur intrinsik novel terdiri dari tema, alur, penokohan, latar dan sudut

pandang.

1. Tema

Pembahasan mengenai makna yang terdapat di dalam sebuah karya

sastra (novel) merupakan pembahasan mengenai tema. Tema adalah ide,

gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya

sastra.10 Tema berarti kandungan umum dari isi yang ada di dalam karya

sastra tersebut atau juga disebut dengan ide dari cerita yang dimaksud.

8 Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1998), h. 53 9 Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

1993), h. 282. 10 Fanannie, Telaah Sastra, (Surakarta: Anggota IKAPI Jateng, 2001), Cet.II, h.84

Page 25: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

14

Istilah tema menurut Scharbach dalam Aminuddin berasal dari bahasa latin

yang berarti ―tempat meletakkan suatu perangkat‖. Disebut demikian karena

tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperanan juga sebagai

pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang

diciptakannya.11

Staton dalam Nurgiantoro mengartikan tema sebagai ―makna sebuah

cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara

yang sederhana‖.12

Karena sastra adalah refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang

diungkapkan bisa bermacam-macam. Tema bisa berupa permasalahan moral

etika, sosial, agama, budaya yang berhubungan erat dengan kehidupan.

2. Alur (Plot)

Menurut Abrams dalam Wahyudi Siswanto alur ialah rangkaian cerita

yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah

cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.13 Selain itu, alur

adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan hukum

sebab akibat. Artinya peristiwa pertama menyebabkan peristiwa kedua,

peristiwa kedua menyebabkan terjadinya peristiwa ketiga. Dan demikian

selanjutnya hingga pada dasarnya peristiwa terakhir ditentukan terjadinya

peristiwa pertama.14

Ada berbagai pendapat tentang tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu

peristiwa. Aminudin dalam Wahyudi Siswanto membedakan tahapan-

tahapan peristiwa atas pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian,

dan penyelesaian. Pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita

rekaan atau drama yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Yang

11 Aminuddin, Pengantar Apresiasi Sastra, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2002), h. 91. 12 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press,2009), h. 70 13 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, ( Jakarta: PT Grasindo, 2008 ), h.159. 14 Yakob Sumarjo dan Saini KM, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia, 1986), h.

139.

Page 26: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

15

dikenalkan dari tokoh ini misalnya, nama, asal, ciri fisik, dan sifatnya.

Konflik atau tikaian adalah ketegangan atau pertentangan antara dua

kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan atau drama. Komplikasi

atau rumitan adalah bagian tengah alur rekaan atau drama yang

mengembangkan tikaian. Klimaks adalah bagian alur cerita rekaan atau

drama yang melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi

tanggapan emosional pembaca. Leraian adalah bagian struktur alur yang

sesudah tercapai klimaks. Pada tahap ini peristiwa-peristiwa yang terjadi

menunjukkan perkembangan lakuan ke arah selesaian. Selesaian adalah

tahap akhir suatu cerita atau drama. Dalam tahap ini semua masalah dapat

diuraikan, kesalahpahaman dijelaskan; rahasia dibuka.15

Berdasarkan beberapa pendapat tentang alur yang telah dikemukakan

di atas alur merupakan rangkaian peristiwa yang di dalamnya terdapat

pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan akhirnya cerita itu

mencapai penyelesaian bagaimana cerita itu dapat terselesaikan.

3. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dan penokohan adalah salah satu unsur yang terpenting dalam

suatu cerita. Kehadiran tokoh ikut menentukan apakah ia mempunyai peran

baik atau buruk, yaitu sebagai tokoh yang dipuja atau dipuji (protagonis)

atau sebagai tokoh yang menghalangi tujuan tokoh protagonis (antagonis).

Di dalam sebuah karya fiksi, istilah tokoh merujuk pada pelaku yang

ada dalam cerita tersebut. Istilah tokoh dalam sebuah cerita, menunjuk pada

penempatan atau pelukisan gambaran tokoh-tokoh tertentu dengan watak

tertentu. Tokoh cerita adalah orang orang yang ditampilkan dalam karya

sastra yang sifatnya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan

memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang

15 Wahyudi Siswanto, op.cit., h. 159-160.

Page 27: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

16

diekspresikan dalam ucapan dan tindakan.16 Dari penjelasan Abrams

tersebut, sudah jelas bahwa pengertian ―Tokoh‖ mengacu pada orangnya

(pelaku cerita).

Istilah penokohan mempunyai pengertian yang lebih luas daripada

pengertian tokoh. Nurgiyantoro mengatakan bahwa penokohan menyangkut

masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, bagaimana

penempatan dan pelukisannya dalam cerita sehingga mampu memberikan

gambaran yang jelas bagi pembaca.17 Dengan demikian Nurgiyantoro

berpendapat bahwa penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan

perwatakan, sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh, cerita,

bagaimana perwatakan, bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam

sebuah cerita sehingga mampu memberikan gambaran yang jelas kepada

pembaca.

Dilihat dari fungsi penampilan, tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu:18

a. Tokoh protagonis

Altenberhand dan Lewis dalam Burhan Nurgiyantoro

mengemukakan bahwa tokoh protagonis sebagai tokoh yang kita kagumi,

tokoh yang berpendirian pada norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi

kita.

b. Tokoh antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh yang menjadi penyebab terjadinya

konflik. Biasanya berbanding terbalik dengan tokoh protagonis secara

langsung maupun tidak langsung.

16 M.H. Abrams, A Glosaary Literary Terms, (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1981), h. 20.

17 Burhan Nuriyantoro. Op. cit ., h. 166. 18 Ibid., h. 178.

Page 28: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

17

4. Latar

Latar adalah segala keterangan, petunjuk atau pengacuan yang

berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu

karya sastra.19Nurgiyantoro mengatakan bahwa latar memberikan pijakan

cerita secara konkret dan jelas yang sangat penting untuk memberikan kesan

realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu, yang seolah-olah

sungguh ada dan terjadi.20 Rusnaya mengatakan bahwa latar berfungsi untuk

menunjukkan tempat kejadian dan untuk memberikan kemiripan kenyataan

dalam hal menimbulkan kesungguhan.21 Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa latar adalah tempat, waktu atau suasana yang

memperjelas kondisi peristiwa-peristiwa yang ada dalam sebuah karya

sastra.

Stanton dalam Nurgiyantoro mengelompokan latar bersama dengan

tokoh dan plot ke dalam fakta (cerita), sebab ketiga hal inilah yang akan

dihadapi dan dapat diimajenasi oleh pembaca secara faktual jika membaca

cerita fiksi. Ketiga hal inilah yang secara kongkret dan langsung membentuk

cerita: tokoh cerita adalah pelaku dan penderita kejadian-kejadian yang

bersebab-akibat dan itu perlu pijakan, di mana dan kapan.‖22

Secara garis besar, latar dalam fisik dapat dikelompokkan menjadi

beberapa jenis latar, diantaranya adalah:

a. Latar tempat

Gambaran tentang peristiwa atau cerita dalam fiksi terjadi. Gambaran

latar tempat itu ada yang sangat luas ada pula yang sangat sempit. Tempat itu

bisa terdiri atas negara, kota, kampung atau desa, pelosok, pantai, hutan,

rumah, kapal laut, mobil, kereta, di udara, di darat.

19 Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1991), h.30. 20 Burhan Nurgiyantoro, op.cit., h. 217. 21 Yus Rusyana, Metode Pengajaran Sastra, (Bandung: Gunung Larang, 1982), h. 48. 22 Burhan Nurgiyantoro, op.cit., h. 216.

Page 29: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

18

b. Latar waktu

Unsur yang menggambarkan kapan, masa dan saat tertentu terjadinya

peristiwa dalam karya fiksi itu. Faktor waktu ini ada hubungannya dengan

tempat, gambaran suatu tempat pada waktu, masa, zaman, atau musim

tertentu. Latar waktu mempunyai kaitan erat dengan sejarah. Latar waktu juga

bisa dihubungkan dengan yang berlaku setiap hari, yaitu malam, siang, tengah

hari, pagi, sore dan lain sebagainya.23

Adapun fungsi latar adalah memberikan informasi sebagaimana adanya,

selain itu latar berfungsi sebagai pemerjelas konflik, pemerjelas tokoh, dan

adanya latar juga berfungsi sebagai simbol yang menunjukkan keadaan atau

jati diri tokoh. Menurut Panuti Sudjiman latar berfungsi sebagai proyeksi

keadaan batin para tokoh.24

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa latar merupakan landasan

berlangsungnya berbagai peristiwa dan kisah yang diceritakan dalam cerita

fiksi. Latar memberikan landasan berpijak secara konkret dan jelas. Hal itu

akan memberikan kesan realis kepada pembaca, bahwa cerita yang dikisahkan

seolah-olah ada dan sungguh-sungguh terjadi.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita.25

Sudut pandang (point of view) dapat dipahami sebagai cara sebuah cerita

dikisahkan. Menurut Robert Stanton dalam Adib Sofia dan Sugihastuti

mengartikan sudut pandang sebagai posisi yang merupakan dasar berpijak kita

untuk melihat secara hati-hati agar ceritanya memiliki hasil yang sangat

memadai.26

23 Tuloli. Teori Fiksi. (Gorontalo, BMT Nurul Jannah. 2000), h. 155 24 Sudjiman, op. cit., h. 46. 25Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Bersastra, (Bandung: Yrama Widya, 2012), h.69. 26Adib Sofia dan Sugihastuti, Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam

Layar Terkembang, (Bandung: Katarsis, 2003), h. 16

Page 30: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

19

Secara garis besar sudut pandang dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu berperan langsung sebagai orang pertama, sebagai tokoh yang terlibat

dalam cerita yang bersangkutan dan hanya sebagai orang ketiga yang berperan

sebagai pengamat.

Pada sudut pandang yang menggunakan orang pertama, pengarang

memakai istilah ―aku‖ dalam ceritanya, ia menjadi tokoh utama. Dalam hal ini

narator ikut terlibat dalam cerita. Narator masuk ke dalam cerita menjadi

tokoh ―aku‖, yaitu tokoh yang menceritakan kesadaran dirinya sendiri, serta

segala peristiwa atau tindakan yang diketahui, didengar, dilihat, dialami,

dirasakan, serta sikapnya terhadap tokoh lain, kepada pembaca. Pembaca

hanya menerima apa yang diceritakan oleh tokoh aku.

Adapun sudut pandang orang ketiga, narator menjadi seorang yang

berada di luar cerita. Pengarang menampilkan tokoh-tokoh dengan

menyebutkan nama, atau menggunakan kata ia, dia, mereka. Nama-nama

tokoh cerita, khususnya tokoh utama, terus menerus tersebut, dan sebagai

variasi digunakan kata ganti. Hal ini akan memudahkan pembaca dalam

mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak.

Dilihat dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sudut

pandang adalah cara pengarang menentukan posisinya dalam suatu karyanya

sastra. Dan caranya pun bermacam-macam, hal tersebut disesuaikan dengan

penceritaan dan peristiwa yang akan diciptakan oleh pengarang.

D. Hakikat Pembelajaran Sastra

Materi atau bahan pelajaran merupakan salah satu komponen penting selain

komponen pengajar dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Proses

pembelajaran bisa disebut interaktif edukatif yang sadar akan tujuan, artinya

interaksi yang telah dicanangkan untuk satu tujuan tertentu, setidaknya tercapai

tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam satuan

Page 31: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

20

pembelajaran.27 Pelajaran-pelajaran yang dirancang tentunya memiliki peranan

yang sangat penting bagi terlaksananya tujuan pendidikan. Tujuan dari

pembelajaran tersebut terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan kognitif, tujuan afektif,

dan tujuan psikomotorik. Ada banyak materi pembelajaran di sekolah, salah

satunya adalah pembelajaran sastra. Kaitannya dengan pembelajaran, sastra

memiliki konstribusi yang sangat besar dalam dunia pendidikan khususnya bagi

pembelajaran sastra di sekolah. Sebagaimana yang disebutkan dalam kurikulum

1994 dan Garis-garis Besar Program Pengajaran bahasa Indonesian tentang

pembelajaran sastra tertera bahwa pembelajaran sastra dimaksudkan untuk

meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan

mengapresiasi sastra berkaitan dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran,

dan daya khayal serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan

hidup.

Berdasarkan pedoman tersebut, jelas sekali bahwa pembelajaran sastra

memiliki tujuan yang jelas, secara tidak langsung melalui pembelajaran sastra.

Peserta didik dituntut untuk mengapresiasikan karya sastra yang dibaca dan

dipelajarinya. Mengapresiasi berarti menilai dan memaknai dari karya sastra itu

sendiri, mengungkapkan nilai dan pesan apa yang ingin disampaikan oleh

pengarang kepada pembacanya. Oemarjati mengungkapkan bahwa:

Mengapresiasikan sastra berarti menanggapi sastra dengan kemampuan

afektif yang disatu pihat peka terhadap nilai-nilai yang dikandung sastra

yang bersangkutan baik yang tersurat maupun tersirat dan kerangka

tematik yang mendasarinya. Di lain pihak kepekaan tanggapan tersebut

berupaya memahami pola tata nilai yang diperolehnya dari bacaan di

dalam proporsi yang sesuai dengan konteks persoalan. Dengan demikian

pembelajaran di sekolah dilakukan dengan metode yang tepat mengacu

kepada kemampuan afektif siswa, sehingga menjadi apresiatif.28

27 Iskandarwassid, dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 202.

28 Boen, S Oemarjati, ―PembinaanApresiasi Sastra dalam Proses Belajar-Mengajar‖ dalam Bambang Kaswanti Purwa (ed), ―Bulir-Bulir Sastra dan Bahasa: Pembahasan Pembelajaran‖, (Yogyakarta: Kanisisus, 1991), h. 58.

Page 32: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

21

Karya sastra mengandung unsur pendidikan dan pengajaran. Pengajaran

tersebut berkaitan dengan pembelajaran sastra di sekolah yang mempunyai

intruksional khusus bagi pendidikan. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa

dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam kurikulum 2004, yaitu 1) Agar peserta

didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan

kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan kemampuan

berbahasa; 2) peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia

sebagai khazanah budaya dan intelektuan manusia Indonesia. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa karya sastra yang baik selalu mengandung sesuatu yang

patut direnungkan. Hasil perenungan itu pada akhirnya dapat memperkaya

pengetahuan intelektual pembaca dan menumbuhkan semacam emosi dan

dorongan positif terhadap perkembangan pengetahuan manusia itu sendiri.

Seperti yang dikemukakan oleh Horace bahwa fungsi karya sastra sebagai dulce

et utile, yaitu sebagai penghibur sekaligus berguna.29 Pengertian ini menunjukan

bahwa fungsi karya sastra bukan hanya untuk mengibur, tetapi juga karya sastra

dapat mengajarkan sesuatu yang berguna.

Seperti kita ketahui ada empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak,

berbicara, membaca, dan menulis. Mengikutsertakan sastra dalam kurikulum

berarti akan membantu siswa melatih keterampilan membaca, dan mungkin

ditambah sedikit kemampuan menyimak, berbicara, dan menulis yang saling

berhubungan satu sama lain.

Dalam pengajaran sastra, siswa dapat melatih keterampilan menyimak

dengan mendengarkan suatu karya yang dibacakan oleh guru, teman, atu lewat

pita rekaman. Siswa dapat melatih kemampuan bicara dengan ikut berperan

dalam suatu lakon drama. Siswa juga dapat meningkatkan keterampilan

membaca dengan membacakan puisi atau pun prosa cerita, dan karena sastra itu

29

Achadiati Ikram, dkk, ―Sejarah Kebudayaan Indonesia Bahasa, Sastra, dan Aksara‖, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 33.

Page 33: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

22

menarik, siswa dapat mendiskusikannya dan kemudian menuliskan hasilnya

sebagai latihan keterampilan menulis.30

Dengan demikian, kehadiran sastra dalam pembelajaran mempunyai

peranan yang sangat penting. Karena dengan pembelajaran sastra siswa dapat

menemukan fakta-fakta yang berisikan pengetahuan. Fakta-fakta yang ditemukan

itu dapat berupa nilai-nilai kemanusiaan seperti, nilai moral, nilai pendidikan,

nilai sosial, nilai budaya, dan nilai religius. Bahkan dapat lebih dari itu, dengan

pembelajaran sastra, siswa dapat melatih kemampuan dalam menganalisis dan

merealisasikan nilai-nilai tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam hal pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah

kecakapan yang bersifat indra, yang bersifat penalaran, yang bersifat afektif, dan

yang bersifat sosial.31 Dalam pelaksanaan pengajaran sastra dapat membantu

pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membantu

keterampilan berbahasa, meningkatkan kemampuan budaya, mengembangkan

cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Sesuai dengan amanat

Kurikulum 2004, pembelajaran sastra hendaknya digunakan peserta didik sebagai

salah satu kecakapan hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan

harus dicapai peserta didik melalui pengalaman belajar. Dalam kurikulum 2004

kecakapan hidup ini disebut sebagai Standar Kompetensi Lintas Kurikulum.

Kecakapan hidup dapat dikelompokkan ke dalam lima jenis. Kelima jenis

kecakapan itu adalah:

1. Kecakapan mengenal diri (self awarenesses) atau kecakapan personal

2. Kecakapan berpikir rasional (thinking skill)

3. Kecakapan sosial (social skill)

4. Kecakapan akademik (academic skill)

5. Kecakapan vokasional (cocasional skill)32

30 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), Cet VIII, h. 17. 31 Ibid., h. 19. 32 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: 2008), h. 171-173.

Page 34: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

23

Mengacu pada amanat kurikulum di atas, maka dapat dikatakan bahwa

pembelajaran sastra memiliki peranan yang sangat besar terhadap pembentukan

siswa, karena dengan pembelajaran sastra siswa dituntut mengapresiasikan nilai-

nilai yang terkandung dalam karya sastra yang telah dipelajarinya. Dan nilai-nilai

kemanusiaan tersebut ditanamkan dalam diri siswa sehingga dapat

mempengaruhi daya imajinasi, pola pikir, emosional, kreatifitas, dan intelektual

siswa.

Banyak jenis karya sastra yang dapat diapresiasikan oleh siswa untuk

pembelajara, salah satunya adalah novel. Novel biasanya sering dipilih untuk

diapresiasi karena novel adalah jenis karya sastra yang menceritakan kehidupan

seorang manusia. Dalam novel terdapat konflik permasalahan yang terkadang

terjadi pula dalam kehidupan nyata yang menjadikan cerita itu tidak terlihat

monoton. Cerita itu disampaikan oleh penulis dengan menggunakan bahasa yang

sehari-hari. Selain itu dalam sebuah novel juga biasanya terdapat nila-nilai

kemanusiaan yang bisa direnungkan pada kehidupan sehari-hari. Begitulah sastra

dengan hasil karyanya, dapat memberikan sisi positif bagi kehidupan, terutama

dalam dunia pendidikan.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang

penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Penulis melakukan tinjauan di

internet dan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam hal ini penulis

tidak menemuka judul skripsi yang sama dengan yang penulis kaji. Pada bagian

ini dipaparkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

pertama skripsi dengan judul ‖Kehidupan Pesantren dalam Novel Geni Jora

Karya Abidah El Khalieqy Kajian Sosiologi Sastra‖. Penelitian ini dilakukan

oleh Ana Fitria Vivi Suhartina mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Universitas Sebelas Maret pada tahun 2011. Penelitian dibatasi pada

kehidupan pesantren yang ada dalam novel Geni Jora karya Abidah El Kalieqy.

Page 35: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

24

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Aspek sosial budaya pesantren dalam novel

Geni Jora karya Abidah El Khalieqy yaitu: (a) Kedudukan Pondok Pesantren

dalam Novel Geni Jora , (b) Kedudukan Kyai sebagai Pembawa Nilai Sosial

Budaya dalam Novel Geni Jora , (c) Masjid dan Masyarakat Pesantren dalam

Novel Geni Jora , (d) Santri, Kyai, dan Pondok Pesantren dalam Novel Geni Jora

(2) Tanggapan pembaca terhadap novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy

adalah selain menceritakan tentang feminisme, novel ini juga banyak

mengandung nilai- nilai agama khususnya agama islam karena dalam novel ini

settingnya ada di Pesantren.

Persamaan penelitian Ana Fitria Vivi Suhartina dengan penelitian ini

terletak pada pengarang yang sama dari objek yang dikaji, yaitu Abidah El

Khaieqy. Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek kajian dan objek

kajiannya. Peneliti Ana Fitria Vivi Suhartina mengkaji tentang kehidupan

pesantren yang ada dalam novel Geni Jora. Sedangkan di sini penulis mengkaji

tentang ketidakadilan gender pada perempuan dalam novel Perempuan

Berkalung Sorban dan Geni Jora.

Kedua, skripsi dengan judul ‖Novel Menebus Impian Karya Abidah El

Khalieqy Kajian Feminisme dan Nilai Pendidikan‖. Penelitian ini dilakukan oleh

Primasari Wahyuni mahasiswi Universitas Sebelas Maret pada tahun 2011.

Penelitian dibatasi pada nilai pendidikan yang ada dalam novel Menembus

Impian karya Abidah El Khalieqy. Hasil penelitian ini sebagai berikut: (1)

eksistensi perempuan dalam novel Menebus Impian yang meliputi: (a) kebebasan

memilih bagi perempuan (kebebasan memilih pasangan hidup, memilih

pekerjaan, menentukan pendidikan, dan menentukan nasibnya sendiri); dan (b)

perlawanan perempuan; (2) pokok-pokok pikiran feminisme, meliputi: (a)

kekerasan yang dialami perempuan (kekerasan fisik, seksual, kekerasan psikis,

dan kekerasan ekonomi); (b) kemandirian tokoh perempuan; (c) tokoh profeminis

dan kontra feminis; (d) analisis feminisme liberal dalam novel; (3) keadaan sosial

masyarakat yang terdapat dalam novel; dan (4) nilai-nilai pendidikan dalam

Page 36: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

25

novel Menebus Impian antara lain: nilai agama, nilai moral, nilai sosial, dan nilai

budaya/adat. Hasil penelitian ini merupakan model kajian secara feminisme yang

dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran apresiasi sastra,

khususnya apresiasi prosa fiksi.

Persamaan penelitian Primasari Wahyuni dengan penelitian ini terletak

pada pengarang yang sama dari objek yang dikaji, yaitu Abidah El Khaieqy.

Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek kajian dan objek kajiannya. Peneliti

Ngismatul Marfuah meneliti nilai pendidikan yang ada dalam novel Menembus

Impian. Sedangkan di sini penulis mengkaji tentang ketidakadilan gender pada

perempuan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora.

Ketiga, skripsi dengan judul ―Aspek Sosial dalam novel Menembus Impian

Karya Abidah El Khalieqy dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA‖.

Penelitian ini dilakukan oleh Ngismatul Marfuah mahasiswi Pendidikan Bahasa

Dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo pada tahun 2013.

Penelitian dibatasi pada aspek sosial yang ada dalam novel Menembus Impian

karya Abidah El Khalieqy. Hasil penelitian ini adalah: (1) aspek-aspek sosial

dalam novel Menebus Impian karya Abidah El Khalieqy, meliputi (a) aspek cinta

kasih terdiri dari cinta kasih antara Nur Kemalajati kepada Emak, cinta kasih

Emak kepada Nur Kemalajati, dan cinta kasih Nur Kemalajati kepada Dian

Septiaji, (b) aspek agama ditunjukkan dengan ketaatan dalam menjalankan

perintah agama, (c) aspek ekonomi ditunjukkan dengan adanya perubahan

tingkat perekonomian, (d) aspek pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan

non-formal. (2) hubungan aspek-aspek sosial dalam novel Menebus Impian

antara lain: (a) hubungan aspek cinta kasih dengan aspek pendidikan, (b) aspek

cinta kasih dengan ekonomi, (c) aspek ekonomi dengan aspek pendidikan. (3)

novel Menebus Impian karya Abidah El Khalieqy dapat digunakan sebagai bahan

pembelajaran di kelas XI SMA.

Persamaan penelitian Ngismatul Marfuah dengan penelitian ini terletak

pada pengarang yang sama dari objek yang dikaji, yaitu Abidah El Khaieqy.

Page 37: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

26

Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek kajian dan objek kajiannya. Peneliti

Ngismatul Marfuah meneliti aspek sosial yang ada dalam novel Menembus

Impian. Sedangkan di sini penulis mengkaji tentang ketidakadilan gender pada

perempuan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora.

Page 38: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

27

BAB III

BIOGRAFI PENULIS, SINOPSIS PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN

DAN GENI JORA

A. Biografi Abidah El-Khalieqy

Abidah Al-Khalieqy lahir Jombang, Jawa Timur 1 Maret 1965 dan dikenal

sebagai perempuan penyair kontemporer Indonesia. Setamat Madrasah

Ibtidaiyah, melanjutkan sekolah selama 6 tahun di Pondok Pesantren PERSIS,

Bangil, Pasuruan, SMA Muhammadiyah, Jakarta Utara, Madrasah Aliyah

Negeri, Klaten, dan Fakultas Syari’ah (Hukum) IAIN Sunan Kalijaga,

Yogyakarta. Pembina Seni dan Sastra pada IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Pendiri Sudi Apresiasi Sastra (SAS) Yogyakarta tahun 1987, Pengurus Lingkar

Penyair Yogyakarta (1987-1990).1

Di pesantren Persis, ia mulai menulis puisi dan cerpen dengan nama

Idasmara Prameswari, Ida Arek Ronopati, atau Ida Bani Kadir. Memperoleh

ijazah persamaan dari Madrasah Aliyah Muhammadiyah Klaten, dan menjadi

juara Penulisan Puisi Remaja Se-Jawa Tengah (1984). Alumni Fakultas Syariah

IAIN Sunan Kalijaga ini menulis tesis ―Komoditas Nilai Fisik Perempuan dalam

Perspektif Hukum Islam‖ (1989). Pernah aktif dalam Forum Pengadilan Puisi

Yogyakarta (1986-1988). Kelompok Diskusi Perempuan Internasional (KDPI)

Yogyakarta, 1988-1990). Menjadi peserta dalam pertemuan APWLD (Asian

Pacific Forum on Women, Law and Development, 1989).2

1 Abidah El Khalieqy, Geni Jora, (Bandung: Qanita, 2009), h. 270. 2 Abidah El Khalieqy, Mikraj Odyssey, (Bandung: Qanita, 2009), h. 163.

27

Page 39: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

28

Karya-karya kesustraannya diikutkan dalam berbagai buku antologi

bersama seperti: ASEANO: An Antology of Poems Southeast Asia (1996), Cyber

Album Indonesia – Australia (1998), Force Majeure (2007), Rainbow:

Indonesian Womens Poet (2008), Word Without Borders (2009), E-books

Library For Diffabel (2007) dan lebih dari 15 buku sastra lainnya.3

Sebagian karya-karya kesusastraannya terhimpun dalam antalogi Ibuku

Laut Berkobar (1998) dan Percintaan dan Kemabukan. Sedangkan puisi-puisinya

tentang perempuan dan aborsi diterjemahkan oleh Geo Fax dan dirilis dalam

bentuk Cyberalbum. Selain tertuang dalam dua antologi di atas, serta novel Atas

Singgasana, karya-karya Abidah juga terdapat dalam ASEANO : Anthology of

Poems Shout East Asia, Antologi-antologi dan leksikon sastra modern Indonesia.

Karya-karyanya banyak juga dipublikasikan melalui media massa baik

lokal maupun nasional. Sebagai seorang penyair yang kreatif pada 1994 hingga

2000, Abidah diundang Dewan Kesenian Jakarta untuk membaca karya puisinya

di Taman Ismail Marzuki dan membacakan puisi-puisinya di sekretariat ASEAN.

Selain membaca puisi-puisinya juga menjadi pembicara pada Forum Penyair

Abad 21 di TIM, menjadi pembicara dalam Program Sastrawan Bicara, Siswa

Bertanya (2000).

Abidah tercatat pernah mewakili Indonesia dalam ASEAN Writer’s

Conference Workshop Poetry di Manila Pilipina pada tahun 1995 dan menjadi

pendamping dalam Bengkel Kerja Penulisan Kreatif Majelis Sastra Asia

Tenggara (MASTERA) pada tahun 1997. Selain itu, Abidah pun pernah

mendapat penghargaan Seni di bidang Sastra dari Pemerintah DIY.

Abidah juga pernah mengikuti Konferensi Perempuan Islam se-Asia

Pasifik dan Timur-Tengah pada tahun 1999, International Literary Festival

3 Abidah El Khalieqy, Perempuan Berkalung Sorban, (Yogyakarta: Araska, 2012), h. 242.

Page 40: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

29

Biennale pada tahun 2007, Jakarta International Litelary Festival pada tahun

2008, Aceh International Litelary Festival pada tahun 2009.

Berikut ini merupakan buku-buku karya Abidah El Khalieqy yang sudah

diterbitkan:

1. Ibuku Laut Berkobar (1997)

2. Menari Di Atas Gunting (2001)

3. Perempuan Berkalung Sorban (2001, Sudah difilmkan dan dicetak lebih dari

50.000 ex)

4. Atas Singgasana (2002, menjadi bacaan di SMA seluruh Indonesia, dan

dicetak oleh Diknas Lebih dari 30.000 ex.)

5. Geni Jora (2004, juara kedua dalam Sayembara Novel Dewan Kesenian

Jakarta)

6. Mahabbah Rindu (2007)

7. Nirzona (2008)

8. Mikraj Odyssey (2009)

9. Menembus Impian (2010, sudah difilmkan)

10. Lampuki (2011), dan

11. Mataraisa (2012)

Abidah juga dikenal sebagai sosok aktivis dalam berbagai kegiatan diskusi,

menjelajah kota-kota, mesjid-mesjid dan situs-situs kuno di Timur Tengah,

Damaskus, Marrakesh, Casablanca, Tangier, El-Shareque, Amman, puing-puing

kota Iran. Selain sebagai aktivis, Abidah juga dikenal sebagai sosok yang

menyenangi alunan musik. Bahkan Abidah sangat hafal lagu-lagu Arab, Suriah

dan Maroko dari El-Arabi Serghini, Omar Metioui, Jorge Rozemblum, Majida al-

Roumi, Mayada el Hennawi sampai Rasheed Thaha.

Page 41: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

30

1. Abidah dan Kultur Pesantren.

Sejak kecil Abidah hidup di tengah keluarga santri. Kognisi sosial

kaum santrilah yang membentuk kepribadian dan pemikirannya. Abidah

adalah salah satu produk masyarakat santri yang bersentuhan dengan dunia

modern. Jombang, kota kelahirannya di mana ia melalui masa kecilnya

adalah salah satu pusat pesantren besar di Indonesia, yang tertua adalah

Pesantren Gedang, yang didirikan oleh kakek Kyai Hasyim Asy’ari,

kemudian Pesantren Tambak Beras, Sambong, Sukopuro, Paculgung,

Watugajah dan masih ada sekitar 15 lebih pesantren kecil yang di wilayah

Jombang.

Masyarakat santri adalah masyarakat Indonesia yang mempunyai ciri

unik dan khusus. Mereka mempunyai sebuah tradisi intelektual yang

diwarisi dari generasi ke generasi. (Sachiko:2000). Tradisi tersebut

dipelihara dan dikembangkan di pondok-pondok pesantren, yakni tradisi

keilmuwan keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab salaf yang amat kuat

mereka pegang. Istilah-istilah seperti NU, Bahtsul Masail, Kyai, Gus,

mazhab Syafi’i, Tareqat, Manaqib,Dhiba’, Sholawat, Tahfidz Qur’an,

Rebana, adalah istilah-istilah yang diasosioriskan pada masyarakat unik ini.

Tokoh–tokoh seperti Gus Dur, Gus Mus, Emha, Nurkholis Majid, hampir

semua masyarakat Indonesia tahu bahwa mereka berasal dari dan tergolong

sebagai kaum santri. Kantong-kantong wilayah santri yang terkenal adalah

Banten-Jawa Barat, Sarang-Rembang-Lasem-Jateng Jateng, Lirboyo-Kediri,

Tebu Ireng-Tambak Beras-Jombang, Tremas-Pacitan Jatim. Tetapi saat ini

hampir di seluruh pelosok pulau Jawa terdapat pondok pesantren baik kecil

maupun besar. Hal ini tak lepas dari perjuangan tokoh-tokoh santri dalam

berdakwah dan menyebarkan ajaran pesantren.

Kultur pesantren adalah kultur yang khas. Cliffort Geertz

menggambarkan bahwa santri adalah bagian dari masyarakat Jawa

sebagaimana pernyataannya: ―Santri mewakili sikap menitik beratkan pada

Page 42: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

31

segi-segi Islam dalam sinkretisme, pada umumnya berhubungan dengan

unsur pedagang dan petani. Abangan mewakili sikap yang menitik beratkan

segi-segi sinkretisme Jawa yang menyeluruh, secara luas berhubungan

dengan unsur-unsur mistik kerakyatan. Dan priyayi menitik beratkan pada

segi-segi Hinduisme dan berhubungan dengan unsur-unsur birokrasi.‖

Karena pada umumnya pusat-pusat pesantren ada di daerah pedesaan,

kehidupan sehari-hari kaum santri lebih akrab dengan kehidupan masyarakat

desa dari pada kota, kehidupan mereka yang sebenarnya kurang terekspos ke

luar wilayah mereka. Tetapi ketika perkembangan zaman semakin pesat,

benturan-benturan dengan dunia luar mulai mereka rasakan. Bahkan kini pun

banyak pesantren-pesantren besar eksis di tengah-tengah masyarakat kota.4

2. Konsep Dasar Pembuatan Novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni

Jora

Menurut Abidah persoalan perempuan itu tidak lekang oleh zaman.

Sejak Adam sampai Muhammad, sejak zaman Muhammad sampai sekarang,

persoalan perempuan dengan berbagai macam sisinya masih saja aktual

untuk dibicarakan. Itu sebabnya perempuan disebut-sebut dalam Al-Quran

dan Hadist sebagai bagian dari masalah kehidupan dunia selain kekuasaan

dan harta. Dalam sejarahnya sampai kini, persoalan perempuan timbul lebih

disebabkan oleh sumber-sumber tiranik yang bergerak melalui sistem

patriarki. Oleh pikiran dan konstruksi budaya kaum lelaki. 5

Bagi Abidah sebagai penulis, yang menjadi konsep dasar pembuatan

novel Perempuan Berkalung Sorban adalah sebagai pengingat dan motivasi

bagi kaum laki-laki dan perempuan, khususnya kaum muslimah untuk

4Fatichatus Sarifah, Biografi Abidah El Khalieqy, Artikel diakses di

http://www.solopos.com/2012/07/06/abidah-el-khalieqy-menulis-adalah-panggilan-hidup-199603 pada tanggal 26 Agustus 2013, pukul 07.08 WIB

5Siti Rizkia Kamilah, Skripsi, Analisis Isi Pesan Dakwah Pada Novel Perempuan Berkalung Sorban, (Wawancara pribadi dengan Abidah El-Khalieqy melalui email: Jakarta, 04 Juni 2010)

Page 43: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

32

melakukan perubahan sosial dan budaya yang didasarkan pada prinsip-

prinsip kemanusiaan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan

yang sama di hadapan Tuhan YME. Sehingga tidak ada seorang pun dari

mereka yang dapat merandahkan bahkan menindas sesamanya. Selain itu

juga sebagai penyemangat bagi kaum perempuan agar bisa lebih berani

mengkritisi terhadap ajaran-ajaran Islam (khususnya hadits-hadits misoginis)

yang disalahgunakan atau dijadikan alasan untuk merendahkan kaum

perempuan. Maka untuk dapat melakukan itu perempuan harus memiliki

pengetahuan yang memadai, dan membangun sikap yang mandiri.

Hampir di setiap tulisannya, Abidah sebagai pengarang novel selalu

menggambarkan sosok perempuan yang kuat, cerdas, dan pandai. Hal ini

merupakan sebuah harapan dari Abidah agar menjadi inspirasi bagi

pembacanya, terutama bagi generasi perempuan saat ini dan masa yang akan

datang. Dan itu merupakan bagian yang penting dari proses kreasi hasil

karyanya.

Secara ideal perempuan menginginkan keadilan sosial dan persamaan

pada segala aspek kehidupannya, seperti dalam bidang ekonomi, politik,

sosial, dan budaya. Tapi itu semua seakan sulit terwujud karena pada

kenyataannya masih banyak keluarga muslim yang melihat perempuan

hanya sebagai ibu rumah tangga. Menurut Abidah kondisi perempuan di

Indonesia masih sangat termarginalkan. Abidah ingin mencari akar

permasalahannya dan ia beritakan ke publik melalui novel. Walaupun

selama ini permasalahan perempuan sudah banyak ditulis, mulai dari

masalah penderitaan mereka sampai keterpinggiran mereka. Tetapi Abidah

merasa perlu membahas bagaimana solusi ke depannya untuk menyikapi

kondisi tersebut. Oleh karena itu lahirlah novel Perempuan Berkalung

Sorban dan Geni Jora sebagai media dari pemberdayaan perempuan.

Page 44: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

33

B. Sinopsis Perempuan Berkalung Sorban

Seorang gadis kecil bernama Anisa hidup di lingkungan pesantren sebagai

putri seorang kiai. Anisa adalah anak yang lincah dan cerdas, namun posisinya

sebagai perempuan menjadikannya tidak bebas berkreasi. Anisa selalu merasa

keluarganya dan adat sangat tidak adil. Ia dilarang berkuda, berbicara saat

makan, berpendapat, dan bergurau bersama, sementara kedua kakak laki-lakinya

diizinkan melakukan hal tersebut. Ia juga harus rajin belajar dan bangun pagi,

sementara kakaknya boleh bermalas-malasan sesuka hati, semua itu hanya karena

ia seorang perempuan. Anisa tidak pernah tinggal diam atas prlakuan itu, ia

selalu berontak. Anisa mempunyai seorang saudara sekaligus sebagai satu-

satunya sahabat yang selalu memahaminya, Lek Khudori, begitu panggil Anisa.

Namun, kedekatan mereka harus terenggang ketika Khudori harus melanjutkan

studinya ke Kairo, dan hanya suratlah penyambung bisu hubungan keduanya.

Setelah lulus sekolah dasar, Anisa dipaksa menikah dengan putra seorang

kiyai, dialah Samsudin. Samsudin selalu melakukan kekerasan dalam rumah

tangga, selalu membentak, memukul, memaksa, bahkan dalam berhubungan

suami-istri Samssudin sering meminta yang tidak wajar. Suatu ketika, Anisa

didatangi seorang janda yang tengah hamil tua, dia mengaku bahwa anak tersebut

adalah buah hatinya bersama Samsudin. Kemudian Anisa harus bersedia

dipoligami. Merasa senasib mendapat perlakuan kurang baik dari Syamsudin,

Anisa dan mbak Kalsum, si istri muda, sepakat untuk saling bantu. Mbak Kalsum

juga sering belajar mengaji pada Anisa.

Di sisi lain, kembalinya Khudori dari Kairo mengembalikan harapan Anisa

untuk memerdekakan diri pula. Dengan ditemani Khudori, Anisa berani

menceritakan semua kejadian yang ia alami selama berumah tangga dengan

Syamsudin. Kemudian, keluarga Anisa melakukan musyawarah dengan keluarga

Syamsudin untuk perceraian mereka. Perceraian itupun terjadi, Anisa merasa

sangat lega. Namun, Anisa dan Khudori kembali resah ketika cinta mereka yang

tumbuh seiring dengan berjalannya waktu itu tidak mendapat restu dari orang tua

Page 45: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

34

Anisa. Mereka kemudian melanjutkan hidup masing-masing sambil menunggu

masa idah Anisa dan restu dari orang tuanya.

Anisa melanjutkan studinya, ia kuliah di Yogjakarta. Di sana ia mengikuti

organisasi yang mengurusi hak-hak perempuan. Ia juga aktif dalam duni tulis-

menulis. Di tengah-tengah kesibukan yang ia nikmati, Khudori kembali datang

dan meminangnya. Kali ini Khudori sudah mendapat restu dari orang tua Nisa.

Mereka pun menikah. Kehidupan rumah tangga mereka sangat damai. Khudori

sering membantu Anisa menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Walaupun

kadang terjadi masalah, keduanya bisa mengatasi itu dengan baik. Kebahagiaan

mereka bertambah lengkap setelah cukup lama menunggu dengan sabar untuk

mendaptkan momongan. Anisa melahirkan seorang bayi yang kemudian diberi

nama Mahbub yang berarti cinta kasih.

Suatu hari Anisa dan Khudori menghadiri sebuah undangan pernikahan

teman lamanya di kampung kelahirannya. Di situ, mereka bertemu kembali

dengan Syamsudin. Dari matanya, nampak kebencian dan keirian Syamsudin

pada Khudori. Kemudian Syamsudin meninggalkan tempat itu. Tak jauh dari

pertemuan itu, Anisa mendapat kabar bahwa Khudori mengalami kecelakaan dan

tidak dapat diselamatkan lagi. Tuduhan Anisa selalu mengarah pada satu nama:

Syamsudin. Namun, bagaimanapun juga ia tak punya bukti yang nyata. Akhirnya

ia harus menjalani hidup ini tanpa Khudori dan membesarkan Mahbub seorang

diri.

C. Sinopsis Geni Jora

Nama tokoh utama cerita ini adalah Kejora. Kejora merupakan seorang

perempuan yang cerdas, selalu ranking satu di kelas. Ia pun merupakan

perempuan mandiri dengan cita-cita tinggi yaitu mendobrak dominasi laki-

laki. Untuk seorang anak dari seorang ayah yang tunduk patuh pada ajaran-ajaran

Islam, agak aneh juga ia dinamai Kejora. Kakak perempuannya bernama

Bianglala. Kedua saudara lelaki mereka bahkan bernama Samudra dan Prahara.

Page 46: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

35

Kejora terlahir dari seorang ibu berstatus istri kedua, Kejora beserta ketiga

saudaranya tumbuh di dalam rumah besar dengan tiga dinding tinggi tebal

mengurung mereka seperti sebuah harem, hanya bagian pintu pagar saja yang

agak terbuka memperlihatkan dunia luar. Ibu tirinya, istri pertama ayahnya,

tinggal di dalam harem itu juga.

Rumahnya dengan rumah mereka beradu punggung, hanya dipisahkan oleh

sebuah halaman seluas lapangan bulutangkis. Kejora kecil hanya dibolehkan ke

luar halaman untuk sekolah dan les bahasa Arab. Sementara, adik lelakinya,

Prahara, boleh bermain sepuasnya di luar rumah dari pagi hingga petang. Ini

membuat Kejora kesal karena merasa dibeda-bedakan.

Ketika Kejora dan Lola (nama panggilan Bianglala) menginjak remaja,

mereka menyukai pemuda yang berada di sebelah rumah. Setiap pagi, kedua

gadis cilik itu memanjat pohon yang banyak tumbuh di halaman rumah mereka,

demi mengintip pemuda tetangga keturunan Arab bernama Ali Baidawi alias

Alec Baldwin, jogging. Memanjat pohon dan mengintip Alec Baldwin adalah

bentuk perlawanan terhadap perlakuan diskriminasi orang tua mereka.

Rumah tangga orang tuanya benar-benar sebuah lembaga patriarkhi yang

memberi tempat utama bagi lelaki. Sementara perempuan seperti dirinya, ibunya,

ibu tirinya, dan Lola, hanya berada di urutan kedua. Selalu ke dua, meski ia jauh

lebih cerdas dari adik lelakinya itu. Neneknya, oleh sebab lama berada di bawah

dominasi para lelaki, akhirnya justru menjadi salah satu agen patriarkhi di rumah

tersebut. Kesemua ini membuat Kejora tumbuh dengan sebuah "dendam" di hati.

Dendam kepada penguasaan para lelaki.

Selanjutnya, Kejora, oleh ayahnya, disekolahkan ke pesantren paling top di

kotanya. Di pesantren ini, para santrinya dididik dengan aturan dan disiplin keras

berdasarkan syariat Islam dan diajarkan pula ilmu pengetahuan umum lainnya,

tidak semata-mata pelajaran agama saja. Dari sini, kelak diharapkan akan lahir

perempuan-perempuan muslim cerdas dengan pengetahuan dan ilmu yang tak

kalah hebat dibanding mereka yang jebolan sekolah umum. Kejora mewakili

Page 47: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

36

gambaran seorang santri ideal tersebut. Ia yang berpikiran moderat kerap kali

mendebat para ustadznya terutama untuk hal-hal yang dirasa mengganggu

logikanya.

Dalam pesantren ini ia menemukan kejanggalan-kejanggan seperti ada

persaingan akademis yang berbuah kecemburuan, ada geng-gengan yang saling

bermusuhan, sampai dengan skandal asmara sejenis alias lesbianisme. Tak

terhindarkan memang, mengingat sehari-hari yang mereka temui dan gauli

adalah kaum sejenis. Sudah tentu, lesbian merupakan sesuatu yang haram di

pesantren tersebut dan pelakunya pasti diganjar hukuman rotan.

Setelah menyelesaikan sekolahnya di pesantren, Kejora melanjutkan

kuliahnya di Damaskus dengan mendapatkan beasiswa dari pesantrennya dulu.

Di sana Kejora bertemu dengan Zakky yang tak lain adalah putra dari pemilik

pesantren tempat ia bersekolah. Dan pada akhirnya ia menjalin kasih dengan

Zakky. Zakky yang merupakan play boy terkadang membuat Kejora cemburu

sampai pada akhirnya Kejora yang tak tahan lagi melihat tingkah Zakky yang

menyukai Lola, memutuskan untuk mengencani Asaav sahabat Zakky untuk

membalaskan rasa sakit hatinya itu. Zakky yang tidak terima dengan tindakan

yang akan dilakukan Kejora pun pada Akhirnya berjanji bahwa akan menjadikan

Kejora sebagai satu-satunya wanita di sisi Zakky.

Page 48: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

37

BAB IV

HASIL ANALISIS

A. Unsur Intrinsik Novel Perempuan Berkalung Sorban

Analisis unsur intrinsik dalam novel PBS berupa tema, tokoh dan

penokohan, alur, latar (tempat, waktu, sosial), dan sudut pandang. Unsur-unsur

tersebut didapat dari data atau fakta yang ada dalam novel PBS karya Abidah El

Khalieqy melalui pembacaan yang cermat dan berulang.

A. Tema

Tema dari novel PBS adalah pembebasan seorang perempuan dari

budaya patriarki yang selama ini memasungnya. Tema tersebut tergambar

jelas dari perjalanan hidup Annisa untuk memperoleh kesetaraan gender

antara perempuan dan laki-laki. Penggambaran tokoh Annisa dalam novel

PBS ini dibuat untuk mengembangkan gagasan kesetaraan gender. Hampir

seluruh bab dalam novel PBS ini membahas tentang usaha tokoh utama

Annisa untuk mendapatkan keadilan antara perempuan dan laki-laki. Hal ini

dapat dilihat dari kutipan novel PBS sebagai berikut: ―….. Selembut embun

pagi yang menetes dari langit biru. Mengisi jadwal dan kewajiban hari-

hariku untuk tetap melangkah, memerdekakan kaumku yang masih saja

lemah. Agar mereka selalu hadir dan mengalir di tengah zaman. Membawa

kemudi. Panji matahari.‖ ( PBS. h. 241)

Kutipan tersebut menjelaskan tekad kuat Annisa untuk tetap

memperjuangkan hak-hak kaum perempuan yang selama ini termarginalkan.

Bukan hal yang mudah bagi Annisa untuk mendapatkan hak-haknya sebagai

perempuan. Annisa harus menghadapi berbagai macam rintangan. Salah

satunya adalah orang tua Annisa yang masih menjunjung tinggi nilai

patriarki. Pada akhirnya ia mendapatkan apa yang selama ini ia cari yaitu

37

Page 49: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

38

kesetaraan yang ia dapatkan ketika menikah dengan Khudhori yang sangat

mendukung akan kesetaraan gender antara laki-laki dengan perempuan.

B. Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan pelaku yang ada dalam sebuah cerita. Penokohan

dalam novel PBS dapat diketahui melalui perbuatan, kebiasaan, dialog yang

dilakukan oleh tokoh tersebut. Penokohan dapat berubah-ubah sesuai

dengan kedalaman cerita tersebut. Perubahan itu terjadi dari jahat menjadi

baik atau tokoh baik yang tetap baik. Dengan demikian tokoh dan

penokohan tersebut dapat dikenali oleh pembaca.

Nurgiyantoro membedakan tokoh ke dalam beberapa kriteria.1 Dilihat

dari fungsi penampilan, tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Tokoh Protagonis

Berikut ini merupakan tokoh protagonis yang ada dalam novel

PBS karya Abidah El Khalieqy:

1) Annisa

Annisa merupakan tokoh utama dalam novel ini. Tokoh

Annisa memiliki porsi penceritaan yang banyak tentang

kehidupannya, Annisa juga berperan sebagai pencerita sehingga ia

selalu muncul mulai dari awal hingga akhir cerita. Annisa

digambarkan secara analitik oleh pengarang sebagai anak dari

seorang Kiai yang mempunyai pondok pesantren khusus

perempuan di daerahnya. Hal ini dapat dibuktikan dalam kitipan

berikut: ‖……Pondok Pesantren Putri yang didirikan oleh

Bapakku, Kiai Haji Hanan Abdul Malik, memiliki cita-cita dan

harapan untuk mendidik dan menjadikan remaja putri agar

menjadi kaum muslimmah yang berguna….‖ (PBS. h. 53)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa pengarang membuat tokoh

utama yang seorang anak dari tokoh terpandang di desanya, yang

1 Nurgiantoro, op. cit., h. 178.

Page 50: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

39

menjunjung nilai-nilai patriarki. Melalui penggambaran kondisi

keluarga Annisa yang disampaikan pengarang secara analitik telah

memberikan gambaran terhadap pembaca bahwa Annisa

dibesarkan dalam lingkungan yang menekankan nilai-nilai

patriarki.

Annisa merupakan tokoh perempuan yang diciptakan oleh

pengarang sebagai pelopor perbaikan derajat perempuan,

khususnya dalam lingkungan pesantren salaf. Annisa berusaha

membebaskan diri dari cara pandang orang-orang yang

memandang sesuatu hanya dari jenis kelamin. Annisa digambarkan

sebagai sosok yang memiliki tekad kuat dan pantang menyerah.

Tekad tersebut ia implementasikan ketika ia sedang tersudutkan.

Seperti pada kutipan berikut: ―Apa pun yang terjadi, aku harus

bisa, aku mesti belajar naik kuda, aku akan tetap belajar naik

kuda, naik kuda.‖ (PBS. h. 35)

Secara dramatik, pengarang memunculkan penokohan Annisa

sebagai sosok yang kritis, ini terbukti dengan rasa ingintahuannya

yang sanggat tinggi terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya.

Ia selalu mempertanyakan tentang perbedaan perlakuan yang

didapatkannya. Selain itu Annisa juga digambarkan secara

dramatik sebagai orang yang sangat menyukai ilmu pengetahuan.

Annisa juga memiliki sifat pasrah, sifat pasrah ini

ditunjukkan ketika Annisa dijodohkan dengan Samsudin. Ia tidak

bisa menolak permintaan kedua orang tuanya untuk menikah,

padahal saat itu ia masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah.

Tetapi sifat pasrah yang ditujukkan Annisa ini bertentangan dengan

sifatnya yang berontak. Dari awal cerita pengarang

menggambarkan Annisa secara dramatik sebagai sosok yang sering

berontak dan melanggar aturan yang dibuat ayahnya.

Selama hidup dengan Samsudin, Annisa sama sekali tidak

pernah bercerita tentang kekerasan yang selalu diterimanya dari

Page 51: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

40

Samsudin. Ini bertentangan dengan penggambaran usianya yang

masih sangat muda yaitu duduk di kelas 1 Madrasah Tsanawiyah.

Pengarang menghadirkan tokoh utama yang masih sangat muda

dan harus menjalani kekerasan pisik, psikis, dan seksual tiap

harinya, dan ia masih bisa bertahan tanpa ada sedikitpun rasa takut

yang dihadirkan kepada sosok Samsudin.

2) Khudhori

Khudhori merupakan tokoh utama tambahan dalam novel

PBS ini. Porsi penceritaannya banyak walaupun tidak sebanyak

porsi penceritaan Annisa. Khudhori digambarkan secara analitik

melalui tokoh Annisa sebagai sosok yang mempunyai wawasan

yang luas. Ini terbukti dari pemahamannya yang sangat banyak

tentang puisi-puisi kuno, memahami nilai-nilai ajaran islam secara

luas dan mendalam, ia juga mengenal dengan sangat baik karya-

karya Mozart dan Beethoven. Selain itu ia juga dapat melanjutkan

pendidikannya di Mesir dan juga Berlin. Ini menunjukkan bahwa

selain memiliki wawasan yang luas, ia juga memiliki semangat dan

kemauan yang tinggi, seperti pada kutipan berikut: ―……Lek

Khudhori suka pada puisi, bahkan juga mengenal nama-nama

penyair dunia yang terkenal.‖ (PBS. h. 36)

Pengarang mencoba menggambarkan sosok Khudhori

sebagai sosok yang cuek tidak peduli akan masalah yang sedang

dihadapinya. Ini terbukti dengan ketidakpeduliannya terhadap

fitnah yang ditujukkan padanya. Padahal fitnahan tersebut sudah

membuatnya bertengkar dengan istrinya Annisa, seperti pada

kutipan: ―…. Jika ada yang bilang aku sudah menikah, aku tidak

mau melacak dari mana sumbernya, silahkan Nisa melacaknya

sendiri. Sebab aku tidak suka melayani fitnah. Oke?‖ (PBS. h. 217)

Dari kutipan di atas, pengarang menjelaskan bahwa Khudhori

tidak pernah menanggapi apa pun kabar jelek yang menerpa

Page 52: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

41

dirinya. Ini terlihat janggal karena Khudhori merupakan seorang

suami yang berarti merupakan seorang pemimpin dalam

keluarganya yang seharusnya dapat mengatasi permasalahan dalam

rumah tangga. Bukan malah membiarkannya melarut dan semakin

menjadi.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Khudhori

memiliki sifat cuek, bijaksana, penyayang, serta memiliki wawasan

yang sangat luas.

Penggambaran tokoh Khudhori mendukung terbentuknya tema

dalam novel Perempuan Berkalung Sorban ini. Sikap Khudhori

yang selalu mendukung pemikiran-pemikiran yang dimiliki Annisa

tentang sistem patriarkat yang seharusnya sudah tidak dijadikan

patokan dalam kehidupan. Penggambaran tokoh Khudhori

diceritakan semuanya oleh Annisa.

3) Kalsum

Kalsum adalah istri kedua Samsudin yang usianya jauh di

atas usia Samsudin. Kalsum digambarkan secara analitik oleh

Annisa sebagai seorang yang matrialistis. Salah satu alasan

mengapa ia mau menikah dengan Samsudin adalah karena

Samsudin memiliki warisan yang sangat banyak. Ini terbukti pada

kutipan berikut: Satu hal yang menjadi pikiran serius bagi Kalsum

adalah masalah uang. Ia anak perempuan dari seorang makelar

tanah yang selalu bau rupiah. (PBS. h. 105)

Dalam hal ini Kalsum mengalami perubahan karakter.

Pengarang secara dramatik menggambarkan tokoh Kalsum yang

pada awalnya suka mengatur dan tidak ramah terhadap Annisa

menjadi sosok yang ramah dan menjadi teman berkeluh kesah

Annisa.

Page 53: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

42

4) Haji Hanan Abdul Malik (Ayah Annisa)

Haji Hanan Abdul Malik adalah pemilik salah satu pesantren

putri di Jawa Timur sekaligus ayah Anissa yang selalu menerapkan

sistem patriarki di lingkungan keluarga dan pesantrennya.

Pengarang menggambarkan penokohan Haji Hanan Abdul Malik

secara dramatik. Haji Hanan digambarkan sebagai sosok yang

tegas dalam mengambil keputusan. Ini terlihat ketika Annisa

melanggar peraturan yang dibuat ayahnya ini, ia tidak segan-segan

untuk menghukum Annisa walaupun Annisa merupakan putrinya,

seperti pada kutipan berikut: ― Sekarang dengar! Mulai hari ini

kau tidak boleh keluar rumah selain sekolah dan ke pondok. Jika

sekali ketahuan membangkang, bapak akan kunci kamu dalam

kamar selama seminggu, paham?‖ (PBS. h. 40)

Selain itu, Haji Hanan juga digambarkan sebagai orang yang

bijaksana. Ini terbukti ketika ia dihadapkan dengan persoalan

Annisa yang ingin bercerai dengan Samsudin karena kelakuan

Samsudin yang selalu berbuat kasar terhadap Annisa. Ia tidak mau

mengambil keputusan secara gegabah karena khawatir akan

membuat hubungannya dengan keluarga besar Samsudin yang

notabenenya adalah teman dekat ayahnya menjadi renggang karena

persoalan ini, seperti pada kutipan berikut ini: ―Tentu saja bu,

masalahnya bukan aku mau atau tidak mau, tetapi aku sedang

berpikir, kira-kira ini akan mengganggu persahabatan kami

selanjutnya.‖ (PBS. h. 147) Kutipan tersebut menunjukan bahwa Haji

Hanan Abul Malik merupakan orang yang sangat hati-hati dalam

mengambil keputusan. Bahkan walaupun keputusan tersebut

berhubungan erat dengan nasib putrinya. Hal ini sedikit janggal

karena sebagai orang tua ia seharusnya lebih mengutamakan

keselamatan dan kebahagiaan anaknya.

Pada dasarnya dalam sebuah keluarga setiap anak

mempunyai hak dalam mendapatkan perlakuan dan didikan yang

Page 54: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

43

sama tanpa dibeda-bedakan dengan anak yang lainnya. Akan tetapi

dalam novel ini Haji Hanan memperlakukan anak perempuan dan

laki-lakinya dengan berbeda. Membuat kecemburuan terjadi pada

pihak yang merasa dinomorduakan.

Dalam novel ini tokoh Haji Hanan Abdul Malik mengalami

perubahan sikap yang pada awalnya sangat keras apalagi mengenai

hal-hal yang berhubungan dengan budaya patriarki, menjadi

melunak dan tidak terlalu terpatok pada budaya patriarki. Ini

terbukti ketika Annisa diijinkan untuk melanjutkan kuliahnya di

Yogyakarta. Padahal sebelumnya ia menentang keras Annisa

melanjutkan sekolah apalagi di luar kota.

Dari kutipan diatas, terlihat bahwa Haji Hanan Abdul Malik

memiliki sifat yang tegas dan bijaksana

5) Hajah Mutminah (Ibu Annisa)

Hajah Mutmainah merupakan ibu dari Annisa. Peranan ibu

dalam novel ini hanya di lingkup domestik, seperti mengasuh anak,

mencuci, membersihkan rumah dan sebagainya. Itu pula yang ia

ajarkan kepada Annisa. Pengarang menceritakan penokohan hajah

Mutminah dalam PBS ini secara dramatik. Hajah Mutminah

digambarkan sebagai seorang yang bijaksana. Ini terbukti ketika

ketika Annisa dan Rizal yang baru saja pulang dengan basah

kuyup. Iya tidak memarahi Annisa dan menyalahkannya atas

kejadian Rizal yang tercebur di bumblang seperti yang dilakukan

oleh suaminya. Ia hanya menyuruh keduanya untuk lekas mandi,

seperti pada kutipan berikut: ―‟ Sudah, sudah, sekarang mandi

sana. Kau Rizal, kau juga Nisa.‟ Suara ibu menyela sambil

mendekati kami berdua, memberi keputusan yang adil.‖ (PBS. h. 22)

Selain bijaksana, Hajah Mutminah juga digambarkan oleh

pengarang sebagai seorang ibu yang penyayang. Seperti pada

kutipan berikut: ―Apapun reaksinya, Pak, kita harus menyelesaikan

Page 55: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

44

masalah ini secara kekeluargaan. Demi Nisa pak. Bapak harus

membincangkan masalah ini dengan Kyai Nasir.‖ (PBS. h. 147)

Kutipan tersebut menunjukan ibu yang panik mendengar anak

perempuannya dianiaya oleh suaminya. Hal yang pada umumnya

dilakukan semmua ibu ketika mendengar anaknya terluka.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hajah

Mutminah mempunyai sifat yang bijaksana dan penyayang.

b. Tokoh Antagonis

Samsudin

Samsudin diceritakan sebagai seorang sarjana hukum yang

sama sekali tidak mengerti tentang hukum. Secara dramatik,

pengarang memunculkan penokohan Samsudin dengan karakter

sosok yang kejam, hal ini terbukti dengan perlakuannya terhadap

istrinya yang selalu kasar tanpa belas kasih. Ia selalu memukul,

menendang, menjambak rambut Annisa tanpa merasa bersalah

sedikitpun atas apa yang telah ia lakukan, seperti pada kutipan

berikut: ―Ia menampar mukaku bertubi-tubi hingga pipi dan

mukaku lebam kebiru-biruan. Untuk kali pertama, kucakar

wajahnya dan ia membanting badanku ke lantai.‖ (PBS. h. 111) Hal

ini tidak sesuai dengan peranannya sebagai suami yang seharusnya

bisa melindungi istrinya.

Samsudin digambarkan secara analitik oleh Annisa sebagai

seseorang yang suka memaksakan kehendaknya. Ini terbukti ketika

samsudin memaksa untuk menggauli Annisa, padahal ia dalam

keadaan haid (tidak suci).

Seusai gombal begitu, ia memaksakan lidahnya untuk

dimasukkan ke mulutku, dan jika aku menolaknya, ia

mengulanginya dengan beringas dan mengirim kembali air

kotoran itu ke mulutnya. Seperti biasanya, sembari menahan

Page 56: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

45

rasa mual di perut, lambungku terasa kejang dan ingin

muntah. Lalu kedua kaki juga kejang…..(PBS. h. 110)

Penggambaran karakter Samsudin bertolak belakang dengan

latar belakang keluarganya yang merupakan Kyai, yang seharusnya

dapat bersikap baik, menghargai istrinya, tidak melakukan

kekerasan dalam rumah tangganya. Selain itu, hal ini juga tidak

sesuai dengan latar belakang pendidikannya yaitu Sarjana hukum

yang seharusnya lebih mengerti dan paham mengenai masalah

hukum dan tidak seharusnya melakukan kekerasan dan

pemerkosaan dalam rumah tangga.

Samsudin juga didambarkan secara analitik melalui tokoh

Annisa sebagai sosok pemalas dan juga jorok, seperti pada kutipan

berikut: Samsudin bangun saat matahari terbit dan tanpa berkumur

atau cuci muka dulu, ia langsung menhirup kopi panas di meja

baru kemudian ke kamar mandi. Sekalipun dalam kondisi junub, ia

hanya mandi biasa. Hanya kadang-kadang ia mandi junub, atau

kebetulan gatal karena banyak ketombe dan terpaksa ia

menyamponya. (PBS. h. 88)

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Samsudin

memiliki sifat yang kejam, suka memaksakan kehendaknya, malas

dan jorok.

3. Alur

Alur adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan

dengan hukum sebab akibat. Artinya peristiwa pertama menyebabkan

peristiwa kedua, peristiwa kedua menyebabkan terjadinya peristiwa ketiga.

Page 57: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

46

Dan demikian selanjutnya hingga pada dasarnya peristiwa terakhir

ditentukan terjadinya peristiwa pertama.2

Alur yang digunakan dalam novel PBS adalah alur maju. Peristiwa-

peristiwa yang diceritakan dalam novel ini menceritakan kehidupan tokoh

utama dalam menghadapi permasalahan dalam hidupnya. Alur disusun

mulai dari pengenalan, kemudian dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi

mulai terdapat konflik, komplikasi, klimaks, peleraian dan penyelesaian.

Cerita ini diawali dengan pengenalan tokoh utama Annisa. Tahap

pengenalan ini berfungsi untuk memberikan informasi awal kepada

pembaca. Informasi awal yang yang diperkenalkan kepada pembaca yaitu

ketika Annisa yang sedang melihat-lihat buku kenanangannya. Melalui

penceritaan sorot balik, cerita beralih ke masa lalu melalui lamunan tokoh

utama. ―Meski sudah berlalu, jauh di belakang waktu, masa kanak itu

banyak menyimpan cerita. Kadang mengasyikkan, tapi lebih banyak

menyebalkan. Dan kini, setelah aku mendapatkan gelar, sudah memiliki

Mahbub, anak semata wayangku, cerita itu sering muncul seturut dengan

pengetahuan yang kudapatkan dari lembaran buku kehidupan.‖ (PBS. h. 17)

Kutipan di atas bermaksud untuk mempersiapkan pembaca melihat

cerita selanjutnya. Situasi berkembang dengan adanya perbedaan perlakuan

yang dirasakan tokoh utama dengan kaum laki-laki. Kesenjangan yang

dirasakan Annisa ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

1. Tradisi dalam keluarga

Tradisi dalam keluarga Annisa yang sangat menjunjung nilai-nilai

patriarki membuatnya dibedakan dengan kedua kakak laki-lakinya.

Pengarang menggambarkan kedua kakak laki-laki Annisa diberi

kebebasan untuk melakukan apa saja yang diinginkannya tanpa

mendapat tekanan dari siapa pun. Sedangkan perempuan hanya

2 Yakob Sumarjo dan Saini KM, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia, 1986), h.

139.

Page 58: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

47

mendapatkan tugas dengan bentuk segala macam pelayanan untuk

kaum laki-laki. ‖Apa ibu belum mengatakan padamu kalau naik kuda

hanya pantas dipelajari oleh kakakmu Rizal, atau kakakmu Wildan.

Kau tahu, mengapa? Sebab kau ini anak perempuan, Nisa. Nggak

pantas, anak perempuan kok naik kuda, pencilakan, apalagi keluyuran

mengelilingi ladang, sampai ke blumbang segala. Memalukan!‖ (PBS. h.

21)

Adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki diperlihatkan

dengan sangat jelas dalam novel ini. Latar belakang pendiri pesantren

putri salaf, mendukung terjadinya konflik dalam keluarga. Ayah Annisa

yang merupakan pendiri Pesantren Putri merasa harus benar-benar

menerapkan aturan dengan berkiblat pada sistem patriarki.

2. Tadisi berpendapat

Budaya dalam pesantren salaf yaitu perempuan tunduk dengan

aturan dan perintah laki-laki. Setiap perkataan dan perintah harus

dipatuhi dan inilah yang membuat perempuan tidak memiliki hak untuk

mengutarakan pendapatnya.

Begitu juga yang terjadi pada Annisa. Meskipun banyak

pertanyaan yang ia miliki untuk diutarakan berkaitan dengan

peranannya yang dimarginalkan, ketika ia menanyakan semua itu maka

jawaban yang didapatkan tidaklah sesuai dengan yang ia harapkan.

Ujung-ujungnya akan kembali pada pokok persoalan semula bahwa

perempuan tidak layak untuk bertanya terlalu banyak. Bahkan pada

persoalan mendasar mengenai hak dan kewajiban, seperti pada kutipan

berikut:

‖’Tidak perlu diteruskan. Lebih baik kita memperdalam topik

kita malam ini, ‖ tegas pak Kiai dengan nada memutus. Ada

yang terasa aneh dalam benakku.

Ada yang aneh dalam benakku, bukannya pertanyaanku juga

dalam rangka memperdalam topik malam ini. (PBS. h. 76)

Page 59: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

48

3. Tradisi perjodohan

Masyarakat pesantren yang masih menjunjung kebudayaan

patriarki menjadikan adanya sekat antara perempuan dan laki-laki. Para

Kyai yang menjadi sosok yang dipercayai oleh masyarakat masih

terikat dengan pola pikir yang sangat tua yaitu perempuan harus

diajarkan menjadi seorang ibu rumah tangga dan menjadi pelayan

suami bahkan untuk suami yang bukan merupakan pilihannya sendiri.

Dalam tradisi pesantren, perempuan diajarkan untuk selalu menerima

posisinya sebagai seorang ibu, istri dan seorang perempuan yang

mempunyai posisi kedua setelah laki-laki.

Tradisi perjodohan ini juga sangat melekat dalam budaya Jawa

yang diangkat dalam novel PBS ini yaitu ketika Annisa harus dengan

terpaksa menerima perjodohan dengan Samsudin saat dirinya masih

duduk di bangku MTs (setara dengan SMP) seperti pada kutipan

berikut:

Rupanya mereka tengah merundingkan sesuatu untuk masa

depanku. Alangkah jauhnya mereka melewati nasibku. Begitu

riangnya mereka menggambari masa depanku semau-maunya.

Pastilah mereka mengira, alangkah bodoh dan naifnya aku ini,

sehingga untuk menentukan nasib masa depanku sendiri, tak perlu

lagi mereka melibatkanku. (PBS. h. 81)

Dalam novel ini perempuan menikah pada usia yang relatif muda

sudah menjadi hal yang lumrah. Mereka tidak perlu menunggu sesuatu,

seperti menunggu menuntut ilmu, karena menuntut ilmu bukanlah hal

yang diwajibkan untu perempuan. Perempuan hanya diwajibkan

menuntut ilmu yang berkaitan dengan tugasnya sebagai perempuan

yang nantinya akan mendampingi laki-laki. Dalam novel ini pengarang

mengungkap tradisi dalam pesantren yang lebih mementingkan mengaji

kitab-kitab kuning, dan ironisnya dalam novel ini pengarang

menggambarkan interpretasi terhadap kitab-kitab kuning itu dilakukan

oleh kaum lelaki sehinga menjadi suatu kewajaran jika keadilan untuk

Page 60: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

49

perempuan menjadi sangat bias. Keberadaan laki-laki dan perempuan

menjadi tidak seimbang.

Konflik mencapai klimaksnya ketika Annisa selalu mendapatkan

penyiksaan secara bertubi-tubi yang dilakukan oleh suami pertamaya,

Samsudin. Annisa mendapat kekerasan secara pisik mupun psikis yang

membuat Annisa mengalami trauma. Leraian dalam novel ini yaitu

ketika keluarga Annisa mengetahui kekejaman yang telah dilakukan

oleh Samsudin, dan pada akhirnya mencari jalan keluar untuk

permasalahan Samsudin dan Annisa yaitu dengan cara perceraian. Pada

tahap ini keluarga Annisa mulai tidak bersikap keras pada Annisa,

ruang lingkupnya yang dulu dibatasi mulai direnggangkan sedikit demi

sedikit, dan pada akhirnya diberikan izin untuk menikah dengan

Khudhori

Bagian terakhir dari novel ini yaitu pengarang memberikan

penyelesaian yang sangat jelas. Pengarang meniadakan tokoh Khudhori

yang selama ini menjadi tokoh yang selalu ada untuk mendukung tokoh

utama, dan mengharuskan Annisa hidup berdua dengan putra semata

wayangnya. Pada tahap penelesaian ini pengarang menjadikan tokoh

utama sebagai perempuan yang harus hidup mandiri tanpa sosok laki-

laki yang selalu mendukungnya.

4. Latar

Latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa

dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa

yang sedang berlangsung. Latar mencakup latar tempat dan waktu yang

diceritakan dalam sebuah cerita. Penggambaran latar dalam novel PBS

adalah sebagai berikut:

a. Latar Tempat

Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa dalam

sebuah karya fiksi. Adapun latar tempat utama dalam novel ini

Page 61: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

50

yaitu di Jawa Timur, ini dapat terlihat dari bahasa yang digunakan

pengarang yaitu bahasa Indonesia yang bercampur dengan bahasa

Jawa, seperti pada kutipan berikut: ―O.... jadi rupanya kamu yang

mempunyai inisiatif, bocah wedok. Kamu yang mengajarkan

kakakmu jadi penyelam seperti ini? Kamu yang membujuk

kakakmu mengembara?‖ (PBS. h. 21)

Pada kutipan di atas terdapat kata wedok yang berarti

perempuan dalam bahasa Jawa terutama Jawa Timur. Selain pada

kutipan tersebut, kata-kata yang memakai bahasa Jawa seperti

bumblang, kecemplung, pencikalan dan lain-lain. Selain dengan

penggunaan kosakata dalam bahasa Jawa, latar belakang penulis

juga mempengaruhi latar tempat dalam novel ini. Seperti yang telah

diketahui, bahwa Abidah El-Khalieqy berasa dari Jawa Timur.

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peristiwa

dalam cerita ini berlangsung di daerah Jawa Timur.

Pengarang juga menggunakan beberapa latar tempat untuk

novel PBS ini. Latar tempat yang digunakan pengarang yaitu:

1) Pesantren

Dalam cerpen ini digambarkan bahwa Annisa merupakan

anak dari pemilik pesantren putri di Jawa Timur. Pesantren

seringkali dianggap sebagai sub-kultur yang memiliki aturan

main dan sistem nilai sendiri di dalam kultur besar di negeri

ini. Dalam masyarakat kesalapahaman antara gender dan seks

seringkali terjadi dan bahkan semuanya dianggap sebagai

kodrat. Kesahlakaprahan semacam ini, juga seringkali terjadi

di kalangan pesantren khususnya dalam pola pemikiran Kyai

dan santri.3 Hal tersebut terlihat sekali dalam novel PBS ini.

Pola pikir para Kyai yang cenderung kolot, dengan menjadikan

perempuan sebagai sosok nomor dua setelah laki-laki membuat

perempuan tidak dapat melakukan hal sesuai dengan

3Asnal Mala, op, cit.

Page 62: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

51

keinginannya. Melalui penjelasan secara deskriptif dan juga

melalui dialog-dialog yang ada, latar pesantren ini

mempengaruhi pola pikir masyarakat di sekitar pesantren. Pola

pikir yang keliru inilah yang diajarkan juga di pesantren putri

milik ayah Annisa, sehingga dalam penerapan terhadap

santrinya, para ustadz dan Kyai selalu mendoktrin santrinya

agar berpola pikir yang sama dengan pola pikir mereka, seperti

pada kutipan berikut:

―Pondok Pesantren Putri yang didirikan oleh bapakku,

Kyai Haji Hanan Abdul Malik memiliki cita-cita dan

harapan untuk mendidik dan menjadikan remaja putri

agar menjadi kaum muslimah yang berguna bagi bangsa

dan Negara. Meskipun pada prakteknya pondok kami

selalu menekankan pendidikan akhlak perempuan dalam

bermasyarakat dan berumah tangga.‖ (PBS. h. 53)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa pengarang

menggambarkan kehidupan pesantren yang dimiliki oleh ayah

Annisa merupakan pesantren yang masih kental dengan

budaya patriarki. Dalam budaya pesantren, laki-laki

digambarkan sebagai sosok yang bisa melakukan apa saja yang

ia inginkan tanpa adanya batasan, aturan dan larangan yang

berlaku. Sementara itu perempuan dimarginalisasikan dengan

adanya interpretasi tentang kitab-kitab yang menjadi bacaan

wajib di pesantren. Ini dapat dilihat dari kebebasan kedua

saudara laki-laki Annisa, yaitu Rizal dan Wildan. Mereka

berdua dapat dengan bebas melakukan apa saja yang

diinginkan tanpa mendapat tentangan dari orang-orang

sekitarnya termasuk kedua orang tuanya yang merupakan

pemilik pondok pesantren.

Menurut Ayah Annisa antara laki-laki dan perempuan

mempunyai dunianya masing-masing. Dunia perempuan

merupakan dunia rumah tangga yang nanti pada akhirnya

perempuan dididik dengan pola pikir bahwa perempuan

Page 63: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

52

diciptakan untuk menjadi pelayan laki-laki (suami). Tidak

sepantasnya laki-laki melakukan tugas perempuan yaitu tugas

rumah tangga.

2) Rumah Samsudin

Melalui penggambaran secara deskriptif dan melalui

dilalog yang ada, latar tempat yang ada pada cerita ini terdapat

di rumah Samsudin. Sesuai dengan kutipan: ―Selain Samsudin,

hanya akulah satu-satunya penghuni rumah ini. Jika ia pergi

perasaanku menjadi seluasa untuk berbuat apa saja yang

kusuka. Mau masak dulu atau mencuci dulu, sama sekali tidak

masalah. Akan menjadi masalah jika tetangganya yang datang

dan menanyakan ke mana Samsudin pergi.....‖ (PBS. h. 96)

Kutipan tersebut, memperlihatkan Annisa yang telah menikah

dan mendiami rumah Samsudin. Semua kekerasan dan

penyiksaan yang terjadi pada Annisa terjadi di rumah Samsudin.

Karena hanya di rumahnya lah Samsudin dapat melakukan

kekerasan terhadap Annisa tanpa bisa diketahui oleh orang lain.

3) Yogyakarta

Secara deskriptif, pengarang menggambarkan latar tempat

yang lainnya, yaitu di daerah Yogyakarta. Yogyakarta yang

dikenal sebagai kota pelajar menjadi pilihan latar tempat

selanjutnya oleh pengarang. ‖Yogyakarta mendapat julukan kota

pelajar, kota budaya dan kota wisata. Disebut sebagai kota

pelajar karena banyak terdapat sekolah dan tempat kursus,

sehingga banyak penduduk yang menetap untuk menuntut

ilmu.‖ 4 Latar Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar

dipilih pengarang untuk dijadikan simbol pendidikan yang

4 Renggo Astuti, Wahyuningsih, Taryati. Pengetahuan Sikap, Kepercayaan, dan Perilaku

Generasi Muda Terhadap Budaya Tradisional di Kota Yogyakarta. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1998)., h.12.

Page 64: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

53

sedang dijalani oleh Annisa. Annisa yang dulunya tidak pernah

diijinkan untuk melanjutkan sekolahnya. Kemudian diberi ijin

oleh kedua orang tuanya untuk melanjutkan sekolahnya di

Yogyakarta.

b. Latar Waktu

Latar waktu yang digunakan dalam novel PBS yaitu sekitar

tahun 80-an. Karena di dalam novel tersebut menceritakan tentang

perjuangan seorang wanita untuk menyamakan kedudukan dan

haknya dengan laki-laki. Dan pada tahun 80-an kedudukan wanita

masih berada di bawah laki-laki. Banyaknya kesenjangan-

kesenjangan sosial yang terjadi pada perempuan. Kesenjangan-

kesenjangan sosial antara laki-laki dan perempuan pada tahun 80-an

itu diangkat pengarang melalui ketidakadilan yang dialami tokoh

Annisa pada tahun 80-an.

Selain itu alasan yang mendukung bahwa novel ini berlatar

waktu tahun 80-an adalah kejadian-kejadian atau kehidupan tokoh

Annisa yang menggambarkan kehidupan pada era 80-an, seperti,

peralatan atau alat komunikasi yang digunakan masih berupa surat,

telepon masih jarang sekali dimiliki oleh masyarakat. ―Pada saat

usia kandunganku mencapai lima bulan, ibu dan bapak mengunjungi

kami untuk melihat dengan mata kepala sendiri cerita kehamilanku

yang telah kukabarkan melalu surat. Terlihat ibu begitu terharu dan

gembira dan bapak mengeleng-gelengkan kepala terus menerus,

seakan tak percaya dengan semuanya.‖ (PBS. h. 222)

5. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah cara pengarang menceritakan sebuah cerita,

bagaimana menampilkan tokoh, latar, dan peristiwa-peristiwa yang ada

dalam cerita pada pembaca. Dalam novel PBS ini, Abidah El Khalieqy

Page 65: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

54

menggunakan sudut pandang orang pertama tokoh utama. Karena

dalam novel PBS ini, pengarang menggunakan kata ―aku‖ untuk

mendeskripsikan tokoh utama dan dengan kata ―aku‖ tokoh utama ini

dapat mendeskripsikan tokoh lainnya. Dengan menggunakan sudut

pandang ―aku‖ membuat pembaca merasa seperti berada dalam cerita,

karena pembaca mudah meresapi cerita tersebut. Kutipan yang

mendukung sudut pandang orang pertama tokoh utama pada novel PBS

ini yaitu sebagai berikut: ―….. seorang laki-laki hitam bertubuh pendek

dengan perut menonjol Sembilan senti ke arah depan tiba-tiba

nyelonong di antara kami. Sejurus aku terpana. Darah mendesir dan

lidahku kelu.‖ (PBS. h. 62)

Penggunaan sudut pandang orang pertama tokoh utama ini

menggambarkan bahwa pengarang tidak ikut dalam cerita. Posisi

pencerita pada sudut pandang ini adalah pada tokoh utama. Tokoh

utama yang menggambarkan berbagai peristiwa yang terjadi dalam

cerita. Hal itu dapat dilihat dari peristiwa yang dialami Annisa,

penggambaran tokoh-tokoh lainnya dari sudut pandang tokoh utama.

Melalui tokoh Annisa, pengarang menuangkan kehidupan masyarakat

desa tempat tinggalnya sebagai masyarakat yang masih patuh dengan

sistem patriarki. Perasaan batin kehidupan perempuan yang ingin bebas

dari belenggu patriarki banyak dituangkan melalui tokoh Annisa.

B. Unsur Intrinsik Novel Geni Jora

Analisis unsur intrinsik dalam novel GJ berupa tema, tokoh dan

penokohan, alur, latar (tempat, waktu, sosial), dan sudut pandang. Unsur-

unsur tersebut didapat dari data atau fakta yang ada dalam novel GJ karya

Abidah El Khalieqy melalui pembacaan yang cermat dan berulang.

Page 66: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

55

1. Tema

Tema dalam novel GJ termasuk tema mayor, yaitu makna pokok

cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya. Tema dari

novel ini sendiri adalah sebuah gugatan untuk menuntut perlakuan yang

adil terhadap kaum perempuan. Hampir seluruh bab pada novel GJ

membahas gugatan untuk menuntut perlakuan yang adil terhadap kaum

perempuan. Perjuangan tokoh utama yang bernama Kejora untuk

mendapatkan posisi yang setara dengan laki-laki. Ia berpegang pada

prinsip keadilan antara laki-laki dan perempuan. Dapat dilihat dari

kutipan berikut:

―Jika misalnya Zakky poligami, apa reaksi Kak Jora,‖ tanya

Najwa,

―Aku akan poliandri, pakai cara-cara yang legal.‖

―Seperti apa?‖

―Pertama aku akan mengkhulu’nya. Lalu menikah lagi dengan

bintang film yang gantengnya melebihi Zakky. Poliandri atau tidak,

yang penting rasa adilnya. Sama-sama dua.‖ (GJ. h. 192)

Kutipan tersebut menjelaskan tokoh utama Kejora yang memegang

teguh prinsipnya agar disejajarkan dengan kaum laki-laki. Bukan hal

yang mudah bagi Kejora untuk memperjuangkan keadilan gender.

Apalagi ia harus dihadapkan pada kemunafikan yang diperlihatkan oleh

Zakky, dan kekolotan pola pikir nenek yang masih kental dengan budaya

patriarki. Tokoh Zakky ini mengalami simbolisasi sebagai pendukung

patriarki yang punya tendensi seksualitas, perempuan hanya pemuas

hasrat petualangannya sebagai lelaki. Kejora menemukan sikap

ketidakseimbangan dalam diri Zakky, yaitu antara intelektualitas-religius

dan libido-seksualnya. Kejora tidak mau begitu saja menyerah pada

kemunafikan Zakky. Dalam pandangan Kejora ideologi patriarki penuh

kepalsuan. Kecenderunannya ada pada tendensi libido seksual laki-laki.

Page 67: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

56

2. Tokoh dan penokohan

Penokohan dalam novel GJ dapat diketahui melalui perbuatan,

kebiasaan, dialog yang dilakukan oleh tokoh tersebut. Dalam sastra

populer penokohan dapat berubah-ubah sesuai dengan kedalaman cerita

tersebut. Perubahan itu terjadi dari jahat menjadi baik atau tokoh baik

yang tetap baik. Dengan demikian tokoh dan penokohan tersebut dapat

dikenali oleh pembaca. Ada pun tokoh dan penokohan dalam novel GJ

diuraikan sebagai berikut:

a. Tokoh Protagonis

Ada pun tokoh dan penokohan dalam novel GJ diuraikan sebagai

berikut:

1). Kejora

Tokoh Kejora merupakan tokoh utama dari novel GJ. Tokoh

Kejora berperan sebagai pencerita, sehingga ia selalu muncul dari

awal hingga akhir cerita. Kejora memiliki porsi penceritaan yang

sangat banyak tentang kehidupannya.

Kejora digambarkan secara analitik melalui tokoh Nadia dan

dirinya sendiri sebagai perempuan yang memiliki paras cantik dengan

matanya yang belok. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

―Kamu tidak adil Kejora‖ kata Nadia, ―ayo ceritakan, alam

seperti apa yang telah melahirkan gadis cantik sepertimu.…‖ (GJ. h. 30)

Kejora namaku, matakku belok, seperti boneka cantik dari

negeri Antah….. (GJ. h. 47)

Kejora dibesarkan di lingkungan keluarga yang menjunjung

tinggi nilai-nilai budaya patriarki. Ia selalu dijadikan yang nomor dua

dan harus selalu mengalah dari saudara laki-lakinya. Oleh sebab itulah

Kejora menjadi sosok yang tidak mau mengalah, seperti pada kutipan

berikut: ―……jika ditonjok hidungmu, ganti tonjok hidungnya. Jika

dia meninjumu, tinju dia dengan kekuatan yang sama. Sebagaimana

Page 68: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

57

Zakky mengiris hatiku, kuiris pula hatinya hingga luka berdara-

darah oleh cemburu..

Pada usianya yang masih muda yaitu usia sembilan tahun,

Kejora sudah dapat merefleksikan dirinya dan kaum perempuan di

lingkungannya yang selalu di nomorduakan. Melalui dialog antara

Kejora dan juga nenek, pengarang menggambarkan sikap kritis kejora

yang sudah muncul dari usia Sembilan tahun:

―Jadi selama ini nenek selalu mengalah?‖

―Itulah yang harus nenek lakukan cucu.‖

―Pantas nenek tak pernah diperhitungkan.‖

―Diperhitungkan?‖ Nenek terlonjak

―Benar, nenek tidak pernah diperhitungkan, nenek tahu apa

sebabnya?‖

―Sebab nenek mematok harga mati, dan harga mati nenek adalah

kekalahan. (GJ. h.81)

Sikap kritis yang digambarkan oleh pengarang ini bertentangan

dengan usia Kejora saat itu. Kejora yang masih berusia sembilan tahun

sudah dapat berpikir tentang dia dan kaum perempuan yang selalu di

nomorduakan. Pemikiran Kejora saat itu tidak sesuai dengan usianya

pada saat itu.

Kejora melanjutkan sekolahnya di pesantren. Kejora merupakan

santri yang sangat pandai. Hal ini terbukti dari dia yang selalu

mendapatkan peringkat pertama di sekolahnya. Bukan hanya itu dia

bahkan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Damaskus.

Padahal sekolah hanya memberikan beasiswa untuk satu orang saja.

Pengarang secara analitik menggambarkan Kejora sebagai sosok

yang tegas. Ini terbukti ketika Kejora menggantikan posisi Encik

Rahmah (petugas yang selalu memeriksa bawaan santri) yang selalu

melakukan pelanggaran. ―Telah berkali-kali kusaksikan perilaku Encik

Rahmah yang melanggar itu. Saat tiba giliranku diangkat menjadi

ketua majelis tahkim, aku pun bertindak untuk mengganjar kenakalan

Encik Rahmah. Pada akhirnya, ia pun digeser kedudukannya oleh

Encik yang lain.‖ (GJ. h.161)

Page 69: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

58

Secara dramatik pengarang memunculkan penokohan Kejora

dengan sifat pecemburu. Hal ini terbukti dengan kecemburuannya yang

besar terhadap kakaknya Lola. Padahal Lola adalah kakaknya yang

amat menyayanginya dan tidak mungkin menghianatinya dengan cara

berhubungan dengan Zakky. Sesuai dengan kutipan berikut: ―Kakak

kandungku jatuh cinta pada pandangan pertama dengan calon

suamiku,ini keterlaluan…..‖(GJ. h. 215)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Kejora adalah

seorang perempuan yang cantik dan cerdas. Ia memiliki sifat yang tegas

dalam mengambil setiap keputusan. Ia orang yang mempunyai usaha

yang keras untuk dapat membuktikan dirinya. Ia juga seorang yang

tidak mau mengalah, baik pada saudara laki-lakinya ataupun pada

Zakky kekasihnya. Kejora sangat sabar ketika Sonya temannya

menggosipkan dia meliki hubungan khusus dengan Elya sahabatnya.

Selain itu Kejora juga mudah cemburu. Ia memperlihatkan

kecemburuannya yang amat besar ketika Zakky membuat janji dengan

kakaknya Bianglala.

2). Zakky Hedouri

Zakky Hedouri adalah putra madirul ma’had tempat Kejora

menuntut ilmu sekaligus kekasih hati Kejora. Porsi penceritaan Zaaky

dalam novel ini cukup banyak, walau tidak sebanya kemunculan

Kejora. Zakky digambarkan secara analitik melalui tokoh Kejora

sebagai seorang play boy yang senang mengoleksi perempuan cantik.

―Kau benar, Nadia. Zakky sendiri adalah petualang kelas kakap.

Kupikir, ia mengenal semua ciri-ciri perempuan cantik Maroko, dari

Sijjilmasa hingga Pulau Magadore, dari Ausara hingga Tician Ticha,

selama tiga tahun ia kuliah di sini.‖ (GJ. h.45)

Zakky digambarkan secara analitik oleh Kejora sebagai sosok

yang pintar dan mempunyai banyak kelebihan yang dapat membuat

Page 70: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

59

para gadis tergila-gila. Selain itu, ia juga digambarkan sebagai sosok

yang gemar minum-minuman keras, seperti pada kutipan berikut ini:

―…..Aktivitas intelektual yang cukup bergengsi di Taqiyeh, itu

saja sudah membuat para perempuan yang ada di majelisnya

saling mmeremas jemari, setiap kali Zakky melontarkan humor di

antara kajian-kajian seriusnya……. Masih banyak kelebihan yang

ia miliki.‖ (GJ. h.160)

……kegemaran Zakky minum khamar dan berganti-ganti

pasangan. Semua yang kemilau menjadi pudar dan kusam oleh

tingkah laku yang tak terpuji.‖ (GJ. h.148)

Sifat Zakky yang gemar minum-minuman keras dan berganti-

ganti pasangan ini sangat bertolak belakang dengan latar belakang

keluarganya yaitu pemilik pesantren terkenal. Di mana seharusnya

sebagai putra pemilik pesantren ia sersikap baik, alim, dan mentaati

ajaran agamnya, tidak suka berganti-ganti pasangan dan tidak suka

minum-minuman keras. Pada cerita ini pun Zakky digambarkan

sebagai sosok yang pecemburu dan tidak bisa menahan emosinya.

Seperti pada kutipan berikut:

―Kalian bersekongkol untuk melecehkanku ya? Berkonspirasi

untuk menghianatiku? Dasar para penghianat!!

Kursi ditendang. Meja dilantakkan, buku berhamburan. Kamarku

banjir makian. (GJ. h.181)

Pengarang membuat sosok Zakky yang tidak mudah terbawa

emosi dan pecemburu ini menjadi sosok yang lemah dan selalu

mengalah jika dihadapkan dengan kekasihnya Kejora. Seolah

pengarang ingin menyampaikan bahwa bukan hanya laki-laki saja

yang bisa mengendalikan situasi keadaan. Perempuan pun bisa

melakukannya. Ini ditunjukkan dari tokoh Kejora yang tidak mau

mengalah pada siapa saja, dan tokoh Zakky yang seakan lemah dan

patuh di hadapan perempuan (Kejora). ―Aku tidak akan poligami. Ini

janjiku. Jika aku mengingkarinya, kau boleh melalukan hal yang

sama. Dan itu adalah hukuman paling menyakitkan untukku. Aku

tidak siap. Dan tidak akan pernah siap menyaksikan kau dengan yang

lain, Jora. Aku ingin kau hanya untukku. Selamanya!‖ (GJ. h. 260)

Page 71: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

60

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa Zakky adalah seorang

yang pandai dan cerdas. Ia memiliki sifat playboy karena dia suka

berganti-ganti pasangan. Tetapi setelah bertemu dengan Kejora dia

sudah tidak suka meladeni perempuan yang mendekatinya lagi. Mau

mengalah, walaupun Zakky adalah seorang laki-laki tetapi ia tidak

sungkan untuk mengalah pada kekasihnya Kejora. Selain itu Zakky juga

seorang yang mudah cemburu, mudah terbawa emosi.

3). Elya Huraibi

Elya diceritakan sebagai sahabat baik Kejora. Ia digambarkan

sebagai seorang yang perhatian dan penyayang terutama terhadap

Kejora. Ia sangat terkesan dengan kecerdasan yang dimiliki oleh

Kejora. Ia juga tak segan-segan memperlihatkan kekagumannya

tersebut kepada Jora. Pengarang menggambarkan penokohan secara

dramatic. Elya digambarkan sebagai sahabat yang sangat setia kawan.

Ia selalu ada di samping Kejora dan selalu mendengarkan cerita Kejora

mengenai keadaan keluarganya dan sistem patriarki yang selalu

ditanamkan dalam keluarganya. Elya digambarkan sebagai perempuan

yang tegas, perhatian dan penyayang, seperti pada kutipan berikut:

―Seperti seorang kaka yang penuh perhatian. Elya senantiasa

mendorongku untuk maju dengan kritik dan pujian. Ia mengkritikku

dengan luapan kasih saying dan memujiku hampir setiap waktu.

Kadang, aku merasa, Elya lebih memperhatikanku daripada dirinya

sendiri.‖ Kejora menggambarkan Elya sebagai sosok yang begitu

perhatian dan penuh kasih sayang. Selain itu ia juga sangat mengagumi

kepintaran dan kecerdasan Kejora. Elya selalu ada di sisi Kejora saat ia

senang atau pun saat Kejora sedang sedih, ia akan menjadi pendengar

yang selalu bisa menenangkan hati Kejora.

Elya juga digambarkan sebagai seorang yang cuek tidak peduli

atas gosip yang terjadi mengenai dirinya. Ini terbukti ketika ia dan

Kejora digosipkan memiliki hubungan khusus melebihi perteman. Ia

Page 72: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

61

tidak mengambil pusing gosip tersebut dan membiarkannya hilang

dengan sendirinya, seperti pada kutipn berikut:

―……beberapa kakak kelas enam terus menanyaiku‖

―Masa? Siapa mereka?‖

―Diantaranya ka Lubna dan ka Sekha,‖

―Mereka menanyakan persahabatan kita atau gosip murahan?‖

―Gosip murahan‖ katanya ―lalu kujawab dengan gosip mahalan.‖

Lanjut Elya, sambil terus menerus tertawa. (GJ. h.127)

Dari kutipan di atas, pengarang menjelaskan bahwa Elya Huraibi

tidak pernah menanggapi gosip yang mengatakan bahwa ia dan Kejora

merupakan pasangan Lesbi. Ini bertentangan karena sangatlah wajar

jika Elya berusaha menepis gosip yang menimpanya. Gosip tersebut

telah mencemarkan nama baiknya dan juga teman dekatnya dan

seharusnya Elya melakukan pencegahan agar gossip itu tidak semakin

menjadi dan bukan malah membiarkannya begitu saja.

Penggambaran tokoh Elya mendukung terbentuknya tema dalam

novel Geni Jora. Sikap dan pemikiran-pemikirannya Elya yang yang

selalu mendukung pandangan Kejora. Penggambaran tokoh Elya

diceritakan semuanya oleh Kejora.

4). Bianglala

Bianglala atau sering disebut Lola ini merupakan kakak kandung

Kejora. Pengarang menghadirkan Lola ketika Kejora mendapatkan

perlakuan tidak adil di lingkungan rumahnya. Lola dan Jora sama-sama

tidak mendapatkan kebebasan di dalam rumahnya sendiri. Porsi

penceritaan Lola sendiri pun tidak terlalu banyak. Lola digambarkan

secara analitik oleh Kejora sebagai perempuan yang memiliki wajah

cantik, seperti kutipan berikut: ― Bianglala. Seperti pelangi sore hari,

saat matahari bersinar di sebelah barat dan hujan turun di sebelah

timur. Ia adalah spectrum besar yang melengkung oleh terurainya

cahaya yang menembus rintik hujan. Merah, jingga, kuning, hijau, biru,

dan ungu. Indah nian penampilanmu Lola.‖ (GJ. h.212)

Page 73: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

62

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Bianglala mempunyai

keindahan rupa yang sangat mempesona. Tidak hanya berwajah cantik,

Lola juga merupakan orang yang professional dalam mengerjakan

pekerjaannya. Ketika ia medapatkan sebuah pekerjaan ia akan

menyelesaikannya tanpa menunda-nundanya. Terbukti pada kutipan

berikut:

―……Sorry ya Zak, ini uang honorariummu dan lain lain. Tinggal

tanda tangan, ayo silakan!

―Acara masih besok kenapa terburu-buru?‖

―Aku ingi segala sesuatunya beres lebih awal. Nggak apa-apa

kan?‖ (GJ. h. 263)

Dari kutipan di atas, terlihat jelas bahwa Lola memiliki sikap

yang bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Bertentangan dengan

kebiasaan dalam kultur patriarki. Dalam GJ Abidah menawarkan tokoh-

tokoh perempuan yang berpendidikan dan memiliki pekerjaan di area

publik.

5). Asaav Muscovic

Asaav Muscovic adalah sahabat baik Zakky yang merupakan

seorang mualaf keturunan Yahudi. Pengarang menggambarkan Asaav

secara analitik melalui tokoh Kejora sebagai seorang yang ramah dan

suka dengan humor. Seperti pada kutipan berikut: ―Biasanya orang

Yahudi pintar dalam berdagang dan pelitnya minta ampun. Tetapi

Asaav lain. Ia membawa sebagian kebiasaan bangsa Yahudi yang suka

humor.‖ (GJ. h.175) Penggambaran sikap Asaav yang memiliki humor

juga terlihat secara dramatik ketika ia sering melontarkan humor-humor

segar yang membuat suasana nyaman jika beradadi dekatnya.

Pengarang menggambarkan penokohan Asaav secara dramatik

sebagai seorang yang tidak mudah terbawa emosi. Ini terbukti ketika

Zakky yang memukulnya bertubi-tubi karena kesalahpahaman. Ia tidak

membalasnya. Seperti pada kutipan berikut: ―tersinggung dan malu

oleh sindiran Asaav. Lebih malu lagi karena Asaav tidak membalasnya,

Page 74: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

63

tak meladeni kemarahan yang kekanak-kanakan.‖ (GJ. h. 225) Kutipan

tersebut menjelaskan bahwa sikapnya yang tidak mudah terbawa emosi

ini tidak sesuai dengan penggambaran orang-orang Yahudi yang

biasanya pelit dan mudah terbawa emosi.

Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa Asaav merupakan orang

yang memiliki humor dan tidak mudah terbawa emosi.

b. Tokoh Antagonis

1) Nenek

Nenek adalah tokoh yang menerapkan sistem patriarki dalam

keluarga Kejora. Tokoh neneklah yang selalu menempatkan

perempuan sebagai kelas dua, inferior, dan harus selalu mengalah

dalam hubungannya dengan laki-laki sangat jelas.

Pandangan nenek Kejora yang mengatakan, ―Perempuan harus

selalu mengalah, sebab jika perempuan tidak mau mengalah, dunia ini

akan jungkir balik berantakan seperti pecahan kaca. Tidak ada laki-

laki yang mau mengalah. Laki-laki selalu ingin menang dan menguasai

kemenangan,‖ (GJ. h. 81) kutipan tersebut menunjukkan begitu kuatnya

ideologi patriarki menguasai tatanan kehidupan ini.

Tokoh nenek digambarkan secara dramatik sebagai sosok yang

pasrah menerima apa adanya apa pun yang terjadi pada dirinya, seperti

pada kutipan berikut:

―Jadi selama ini nenek selalu mengalah?‖

―Itulah yang harus nenek lakukan, cucu.‖

―Pantas nenek tidak pernah diperhitungkan.‖

―Diperhitungkan?‖ nenek terlonjak

―Benar. Nenek tidak pernah diperhitungkan. Nenek tahu kenapa?‖

―Apa sebabnya, cucu?‖

―Sebab nenek telah mematok harga mati, dan harga mati nenek

adalah kekalahan. Siapakah yang mau memperhitungkan pihak

yang kalah?‖ (GJ. h. 82)

Sikap pasrah dan selalu mengalah dari kaum laki-laki itu terjadi

karena nenek sangat menjunjung tinggi budaya patriarki. Itu juga ia

Page 75: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

64

terapkan dalam cara mendidik anggota keluarga laki-laki dan

perempuan. Pada dasarnya setiap anak berhak mendapatkan perlakuan

dan didikan yang sama tanpa menimbang-nimbang apakah ia anak laki-

laki atau perempuan. Akan tetapi dalam novel ini nenek

memperlakukan cucu perempuan dan laki-lakinya dengan berbeda.

Membuat kecemburuan terjadi pada pihak yang merasa dinomorduakan.

2) Sonya Al-Katiri dan Namya Al-Katiri

Sonya Al-Katiri dan Namya Alkatiri adalah teman Kejora saat ia

masih di pesantren. Sonya dan Namya digambarkan secara dramatik

sebagai perempuan yang tidak hormat pada orang tua, sesuai dengan

kutipan berikut: ―Samar-samar kedengar dari ujung sebelah kiri

seorang santri menyahut, „Andai ada seribu Kejora, Ustad Omar akan

lupa istrinya. Andai….‟ (dengan intonasi orang membaca puisi)‖ (GJ. h.

52) kutipan tersebut menegaskan bahwa Namya sama sekali tidak

memiliki rasa hormat kepada gurunya. Hal ini bertentangan dengan

statusnya sebagai santri di pesantren tersebut, yang seharusnya bisa

menghormati orang yang lebih tua terlebih lagi gurunya sendiri. Dalam

pendidikan di pesantren tentunya diajarkan bagaimana cara

memperlakukan orang lain dengan baik dan itu tidak terlihat dari diri

Alkatiri bersaudara ini.

Secara dramatik, pengarang menggambarkan Namya sebagai anak

yang suka berbohong. Terbukti ketika di ruang kelas ia yang sedang

menggoda Kejora dan ketika ditanya oleh ustadnya ia tidak

menjawabnya dengan jujur.

―Ustad Omar jatuh cinta padamu.‖

………..

―Kau Namya! Coba ulangi sekali lagi apa yang kau katakan tadi?‖

―Saya bilang pada Jora bahwa otaknya hebat.‖ (GJ. h. 53)

Namya dan Sonya Tidak hanya itu saja, latar belakang keluarga

mereka yang kaya raya membuat mereka senang memamerkan barang-

barang mewah yang mereka miliki, seperti pada kutipan berikut: ―Ia

Page 76: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

65

berdiri di muka cermin daan memberikan komentar panjang lebar

tentang kehebatan gaunnya kepada teman-teman yang bersedia

mendengarkan.‖ (GJ. h. 61)

Sonya dan Namya juga suka membuat keonaran di lingkungan

pesantren. Kadang-kadang mereka mencuri makanan milik teman-

temannya, bolos tidak masuk pada jam pelajaran, dan sebagainya.

Sikap-sikap yang terdapat dalam diri Sonya dan Namya bertentangan

dengan kodratnya sebagai perempuan yang biasanya bersikap lembut,

menghormati orang lain dan tidak melakukan hal-hal yang buruk.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa tokoh Sonya dan Namya

memiliki sifat yang sama, yaitu sama-sama tidak memiliki rasa hormat

pada orang tua, pamer, pembohong, dan juga suka mencari keributan di

pesantren.

3) Khalil dan Hasan

Khalil dan Hasan adalah paman Kejora sekaligus orang

kepercayaan ayah Kejora. Khalil dan Hasan digambarkan secara

analitik melalui Kejora sebagai lelaki yang memiliki sikap semena-

mena terhadap Kejora dan Bianglala. Mereka sering sekali melakukan

pelecehan seksual terhadap Kejora dan Bianglala, seperti pada kutipan

berikut:

…..pandanganku masih terlalu jelas untuk mengintip tangan

paman Hasan yang memegang pundak Lola, dan secepat kilat

Lola menepisnya. Kulihat paman mengucapkan sesuatu dan Lola

menggeleng. Paman bangkit berdiri di belakang Lola tetapi

tangannya menjulur cepat ke payudaranya. Lola tersentak, tetapi

paman Khalil di sampingnya malah tertawa. (GJ. h. 112) Ketipan tersebut pengarang mendeskripsikan bahwa kedua paman

Kejora telah melakukan tindak pelecehan seksual terhadap Bianglala.

Hal tersebut bertentangan dengan status Khalil dan Hasan yang masih

keluarga dekat Kejora yang seharusnya bisa menyayangi dan

melindungi Jora dan Lola.

Page 77: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

66

3. Alur

Alur adalah rangkain cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan

peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadikan oleh para pelaku

dalam suatu cerita.5 Alur atau Plot yang digunakan dalam novel GJ adalah

alur maju. Tahapan alur dalam novel ini meliputi penyituasian atau

pengenalan, peristiwa mulai bergerak melalui pengembangan masalah

dalam cerita, konflik, klimaks dan peristiwa ditutup dengan penyelesaian.

Tahap pengenalan terlihat dari panorama tempat yang menjadi latar cerita.

Kejora merupakan tokoh utama dalam novel ini bersama kekasihnya Zakky

yang yang sedang bepergian di negara Timur Tengah.

Novel ini terbentuk oleh satu alur utama dan dua alur bawahan. Alur

utama dimulai dengan pengenalan tokoh Kejora yang sedang melakukan

perjalanan untuk mendatangi Konferensi Perempuan Dunia. Setelah itu

melalui penceritaan sorot balik, cerit beralih ke masa lalu melalui lamunan

tokoh utama. Seperti pada kutipan berikut: ―…..Spanyolan sepanjang

perjalanan mengingatkanku saat Rihlah Mahabbah keliling Jawa sebagai

acara perpisahan setelah lulus pesanntren beberapa tahun silam. Dan kamu

memutar Syidi Ana-nya Mayada untuk Jawa Barat,….. Apa kabarmu, Javis-

syarqi? Kifak Inta?‖ (GJ. h. 45—46) Kutipan tersebut dimaksudkan untuk

mempersiapkan pembaca untuk cerita selanjutnya, yaitu cerita Kejora

semasa di Pesantren, dan masuk dalam alur bawahan pertama. Alur

bawahan pertama ini dimulai dengan Kejora yang sedang menghadapi ujian

yang diadakan pesantrennya. Seperti pada kutipan berikut:

―Sebutkan hal-hal yang membatalkan salat?‖

―Hanya ada satu ustadz.‖

―Iya, sebutkan‖

…………….

―Tidak memiliki imajenasi.‖

Beliau pun tertawa dan memintaku menjelaskan jawabanku. (GJ. h. 49)

5 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grsindo, 2008), h, 159

Page 78: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

67

Informasi pertama yang diberikan dari alur bawahan adalah Kejora

yang cerdas dan memiliki pemikiran tersendiri. Situasi berkembang dengan

adanya fitnah yang disebarkan oleh Sonya mengenai Kejora dan juga Elya

yang merupakan sepasang kekasih.

Konflik mencapai klimaksnya ketika Kejora mulai merasakan benih-

benih cinta kepada Elya. Kedekatan Elya dan juga Kejora dan ditambah

pesantren yang didiami Kejora merupakan pesantren Khusus putri ini

membuat Jora merasa nyaman dengan kedekatannya dengan Elya, dan mulai

menganggap dirinya sudah memiliki rasa cinta terhadap Elya sahabatnya.

Pada tahap ini Kejora pertengkaran di dalam batinnya mengenai

perasaannya terhadap Elya, dan pada akhirnya Kejora mulai menjaga jarak

dengan Elya.

Bagian terakhir dari alur bawahan ini Kejora yang mulai menyadari

kekeliruan mengenai perasaan yang dirasakannya terhadap Elya. Dan

akhirnya mereka mulai dekat kembali, walau pun gossip buruk terus saja

menerpa mereka.

Alur bawahan pertama terbentuk dari peristiwa-peristiwa ketika

Kejora sedang berada di pesantren. Sedangkan alur bawahan yang kedua

terbentuk dari peristiwa-peristiwa menyangkut kehidupan Kejora saat ia

masih kecil.

Selanjutnya alur bawahan pertama ini masuk ke dalam alur utama,

pada peristiwa yang menggambarkan kehidupannya setelah ia kuliah di

Damaskus. Pada tahap ini ditunjukkan suara emosional yang semakin panas

karena tokoh mulai dilibatkan dengan konflik. Konflik pada alur utama

adalah ketika Zakky cemburu pada sahabatnya sendiri Assav.

Konflik mencapai klimaksnya ketika Kejora juga merasakan

kecemburuan terhadap kakaknya Lola. Leraian dalam alur utama pada novel

Geni Jora ini adalah ketika Zakky menjelaskan kesalahpahaman yang

terjadi antara dia dan juga Kejora.

Page 79: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

68

Bagian terakhir pada alur utama dalam novel ini adalah pengarang

memberikan penyelesaian yang jelas. Pengarang membuat sosok Zakky

yang pada mulanya adalah seorang play boy, menjadi seoang laki-laki yang

berkomitmen dengan Kejora bahwa dia tidak akan pernah poligami dan juga

akan selalu mencintai Kejora. Dalam hal ini Kejora mendapatkan apa yang

ia inginkan yaitu posisinya sebagai perempuan dihargai oleh pasangannya.―

Aku tidak akan poligami. Ini janjiku. Jika aku mengingkarinya, kau boleh

melakukan hal yang sama. Dan itu adalah hukuman paling menyakitkan

untukku. Aku tidak siap. Dan tidak akan pernah siap menyaksikan kau

dengan yang lain, Jora. Aku ingin kau hanya untukku. Selamanya!‖ (GJ. h.

261)

.

4. Latar

Latar merupakan segala sesatu yang merujuk pada apa saja yang ada

di dalam peristiwa., baik tempat maupun waktu. Penggambaran latar pada

novel GJ adalah sebagai berikut:

a. Latar Tempat

Secara keseluruhan, tempat yang menjadi latar cerita dalam

novel GJ mengambil lokasi yang berada di Timur Tengah yang salah

satunya adalah Maroko. Maroko merupakan Negara islam yang

menghargai kebebasan untuk perempuan. Pada tahun 2004 Raja

Mohammed VI dari Maroko memulai suatu Undang-Undang

Keluarga Maroko baru. UU tersebut dimaksudkan untuk mengatasi

ketidaksetaraan yang dipaksakan atas kaum perempuan, melindungi

hak-hak anak, dan menjaga martabat kaum lelaki. Kaum perempuan

di Maroko diberi kebebasan, termasuk kemerdekaan mengenakan

jilbab atau tidak.6 Tema dari novel ini pun mendukung pemilihan

latar tempat di negara Timur Tengah, seperti Maroko. Negara Islam

6 Murai Yusuko, Kathleen Martinez, dan Meriem Boulekbod, artikel Pandangan Kaum

Muda Perubahan Kebudayaan di Maroko http://www.commongroundnews.org/article.php?id=20170&lan=ba&sp=0 , diunduh pada 13 Maret 2014 pukul 20.05 WIB.

Page 80: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

69

yang di dalam pemerintahannya sangat menghargai kebebasan bagi

kaum perempuan.

Latar tempat dalam novel ini diceritakan secara deskriptif oleh

tokoh Kejora, seperti pada kutipan berikut.

Setelah Damaskus, inilah perjalanan kedua yang menggetarkan

jaringan sarafku. Maroko. Sebuah tempat penuh kontras dan

keindahan yang menakjubkan. Negara modern dengan jiwa

yang bersahaja. Lebih dari separuh buminya adalah sahara,

taman Allah sebagaimana legenda arab yang terjaga.

Menandingi Sahara yang perkasa, Pegunungan Atlas

membentang bagai tulang punggung Maroko. (GJ. h. 11)

Pemilihan latar tempat di Negara Maroko ini karena sebagai

simbol dari kebebasan untuk perempuan yang terlihat di sana. Selain

di Maroko, Abidah juga menggambarkan latar di rumah Kejora.

Penggambaran latar ini diceritakan melalui dialog-dialog antara

Kejora dan anggota keluarganya, seperti Lola, Nenek, Prahara dan

Ibu. Di rumah ini lah Kejora dan saudara perempuannya Lola

mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan anggota keluarganya

yang laki-laki. Pandangan nenek Kejora yang masih kolot, yang

selalu berpikir bahwa kaum laki-laki adalah pemimpin yang

peringkatnya selalu berada di atas perempuan memicu tokoh Kejora

untuk dapat membuktikan diri bahwa perempuan bukanlah makhuk

nomer dua yang selalu berada di bawah laki-laki.

Pesantren juga menjadi latar tempat pada novel ini.

Penggambaran latar ini disampaikan secara deskriptif. Di pesantren

inilah Abidah memcoba menceritakan sisi lain yang biasanya ada di

pesantren. Seperti santri-santi yang mengalami lesbian (penyuka

sesama jenis), dan beberapa santri yang suka membuat keributan di

pesantren seperti yang dilakukan oleh geng Sonya dan Geng Detty.

Semua hal ini sangat meresahkan dan sulit sekali untuk diberantas

tuntas hingga ke akar-akarnya.

Selain itu, Yogyakarta menjadi latar tempat yang lain dalam

novel ini. Pengarang menggambarkan latar tempat Yogyakarta

Page 81: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

70

secara deskriptif melalui penggambaran dari Kejora tentang kota-

kota yang berada di daerah Yogyakarta, seperti pada kutipan berikut

ini:

Sepanjang emperan Malioboro, anda akan menemukan segala

keindahan barang-barang kerajinan dengan harga yang relatif

murah. Berbekal kepandaian menawar, anda bisa memborong

berbagai bentuk tas kulit, topi, sepatu, gelang gading, baju

batik, segala macam aksesoris, mainan anak, alat kesehatan,

rupa- rupa cincin, dan batu akik. (GJ. h. 254)

Selain itu pengambilan latar tempat Yogyakarta sebagai simbol

bahwa perempuan pun mempunyai hak yang sama dalam

mendapatkan pendidikan, karena Yogyakarta merupakan tempat

yang terkenal dengan kualitas pendidikannya yang baik.

b. Latar Waktu

Latar Waktu dalam novel GJ tidak begitu dijelaskan secara

rinci mengambil latar pada tahun berapa. Banyak latar waktu yang

disebutkan secara deskriptif maupun melalui dialog-dialog yang ada

tentang latar waktu yang hanya sekedar latar waktu pagi, siang, sore

dan malam. Selain itu dalam novel GJ terdapat perubahan periode

waktu yang terjadi selama penceritaan.

Tedapat dua perubahan periode waktu yang terjadi dalam novel

GJ. Perubahan periode waktu yang pertama dimulai dari Kejora

masih duduk di kelas lima Sekolah Dasar dan berusia 9 tahun sampai

Kejora duduk di kelas empat di pesantrennya (setara dengan kelas

satu Sekolah Menengah Atas) yang panjang waktu penceritaannya

selama lima tahun. Perubahan periode waktu yang kedua diawali

dari Kejora yang berada di kelas lima di Pesantrennya sampai Kejora

melanjutkan kuliah di Damaskus yang panjang waktu penceritaanya

berkisar enam tahun. Jadi perubahan periode waktu keseluruhan

dalam novel GJ adalah sebelas tahun.

Page 82: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

71

5. Sudut pandang

Sudut pandang merupakan cara pengarang untuk menceritakan

sebuah cerita, bagaimana menampilkan tokoh, latar, dan peristiwa-

peristiwa yang ada dalam cerita kepada pembaca. Dalam novel GJ ini,

Abidah El Khalieqy menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku

utama. Dalam novel ini tokoh utama akuan adalah Kejora. Karena dalam

novel GJ ini tokoh utamanya yaitu Kejora yang menceritakan tentang

kehidupan yang dialaminya dan tokoh Kejora pula lah yang menceritakan

tokoh tokoh lainnya. Dengan menggunakan sudut pandang aku ini

membuat pembaca seakan-akan masuk ke dalam cerita dan dapat lebih

meresapi cerita. Kutipan yang mendukung sudut pandang orang pertama

pelaku utama ini sebagai berikut: ―Ibu seorang perempuan sederhana

yang mengelola rumahnya menjadi kastil yang indah bagi anak-anak dan

suaminya. Ia tak pernah kemana-mana. Ia melangkahi pintu besar hanya

diwaktu takziah, pesta pernikahan, atau menjadi imam salat jumat di

langgar yan khusus untuk perempuan.‖ (GJ. h. 102) Pada kutipan tersebut,

tokoh aku (Kejora) lah yang menceritakan bagaimana tokoh-tokoh

lainnya ada dan mengisi cerita dalam novel ini. Tokoh lainnya

diceritakan melalui pendapat dan pandangan tokoh Kejora. Dengan

menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama ini pembaca

dapat merasa lebih dekat dan masuk ke dalam cerita.

Penggunaan sudut pandang orang pertama pelaku utama ini

menunjukkan bahwa pengarang tidak sama sekali masuk ke dalam cerita.

Posisi pencerita dalam sudut pandang ini terdapat pada tokoh utamanya

yaitu Kejora. Segala bentuk peristiwa yang ada dalam cerita digambarkan

melalui pandangan Kejora. Selain itu, penggambaran tokoh-tokoh lain

yang terdapat pada novel ini juga digambarkan melalui pandangan

Kejora. Melalui tokoh Kejora pengarang mengungkapkan bagaimana

system patriarki yang harus diterima oleh Kejora.

Page 83: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

72

C. Analisis Ketidakadilan Gender Pada Perempuan yang Terdapat dalam

Novel Perempuan Berkalung Sorban dan Novel Geni Jora

Abidah El-Khalieqy merupakan sastrawan yang berasal dari Jawa

Timur. Kekhasan Abidah dalam menulis karya sastra dapat dibedakan dengan

mudah ketimbang sastrawan lain, karena Abidah memiliki ciri-ciri khusus,

yaitu setiap karyanya baik novel maupun cerpen tidak terlepas dari hal-hal

yang bersangkutan dengan agama, khususnya agama islam. Dalam beberapa

karyanya Abidah mengangkat tentang posisi perempuan dalam agama dapat

dilihat dengan jelas dari beberapa karyanya, seperti, novelnya yang berjudul

Perempuan berkalung Sorban (2001) dan Geni Jora (2003). Dalam karyanya

tersebut, Abidah mengkritisi tradisi dan pandangan beragama yang kental

dengan budaya patriarki dan cenderung tidak memihak pada perempuan

terutama dalam lingkungan pesantren salaf. Pandangan dan pengamatannya

mengenai posisi perempuan dalam islam terutama dalam lingkup pesantren

ini ia tuangkan dalam cerpen maupun novel. Perempuan Berkalung Sorban

(2001) contohnya, Abidah mengungkapkan bahwa tujuannya dalam membuat

novel PBS ini adalah untuk mensosialisasikan hak-hak reproduksi perempuan

yang sudah diratifikasi oleh PBB.7

Dalam PBS Abidah berbicara tentang budaya patriarki yang sudah

mendarah daging. Novel ini, erat kaitannya dengan nilai-nilai kegamaan.

―Agama merupakan batu fondasi perbedaan gender.‖8 Dari kutipan tersebut

terlihat bahwa dalam agama pun membahas tentang gender. Perbedaan ini

dibahas dalam beberapa kitab yang biasa dipelajari di pesantren seperti kitab

Uqud al Lujani. Menurut penelitian Martin Van Bruinisen, professor Belanda

yang meneliti kitab kuning di Indonesia, kitab Uqud al Lujani adalah salah

satu kitab yang banyak dipelajari di pesantren. Padahal, kelompok kritis islam

Indonesia menyimpulkan bahwa kitab ini sangat tidak ramah pada perempuan

7 Wawancara dengan Abidah EL Khalieqy dalam Koran Tempo (Edisi 15 Februari 2009) 8 Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007) h. 84

Page 84: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

73

karena banyak pernyataan yang dinilai menyudutkan perempuan.9 Pada novel

ini dikisahkan seorang perempuan yang ingin mendapatkan pengakuan

kesetaraan dari kaum laki-laki. Melalui tokoh utamanya, Annisa, ia

menyampaikan kritiknya terhadap Kyai dan kitab-kitab yang berkarakter

menyudutkan perempuan. Selain itu, dalam PBS juga membahas hak-hak

reproduksi perempuan dengan memunculkan tokoh Samsudin yang sering

melakukan kekerasan terhadap Annisa. Setelah ia mendapatkan perbedaan

perlakuan yang dilakukan di lingkungan rumah dan pesantren serta

mendapatkan kekerasan seksual oleh Samsudin, pada akhirnya Annisa

menikah dengan Khudhori yang tidak memandang permasalahan atas dasar

gender dan dapat menghargai Annisa sebagai perempuan walaupun pada

akhirnya Annisa harus rela kehilangan Khudhori dan hidup sendiri bersama

anaknya.

Dari cerita di atas sangat jelas bahwa Abidah menginginkan perempuan

meraih kemandiriannya sendiri tanpa ketergantungan pada kaum laki laki,

dan perempuan harus menguasai ilmu pengetahuan agar ia dapat mandiri.

Kematian Khudhori, suami keduanya, yang membuat Annisa harus hidup

sendiri dan membesarkan anaknya sendiri menjadi simbol bahwa perempuan

harus mampu hidup mandiri tanpa bantuan laki-laki.

Keputusan Abidah untuk mengkritik para Kyai dan kehidupan

pesantren kitab-kitab yang menyudutkan perempuan ini berdampak negatif.

Terlebih setelah novel PBS ini difilmkan, ia dianggap melecehkan agama

Islam.

Berdasarkan paparan tersebut, sangatlah jelas bahwa keputusan Abidah

mengkritik kehidupan pesantren salaf yang terlalu berpatok pada kitab-kitab

yang menyudutkan perempuan memunculkan reaksi negatif dari pembaca.

Pada tahun 2004 ia menerbitkan sebuah novel yang berjudul Geni Jora yang

masih bercerita tentang upaya pembebasan perempuan dari budaya patriarki

9 Asnal Mala, Op,cit.

Page 85: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

74

namun Abidah tidak menyampaikan kritiknya secara terang-terangan seperti

pada novel PBS. Berikut ini adalah pembahasan mengenai Ketidakdilan

Gender yang terlihat dalam novel PBS dan GJ.

1. Marginalisasi terhadap Perempuan

Salah satu bentuk ketidakadilan yang terdapat dalam novel PBS

dan GJ adalah marginalisasi. Marginalisasi pada perempuan merupakan

batasan-batasan yang diterima oleh perempuan. Nilai-nilai partriarki

yang sangat kental membuat kaum perempuan mengalami diskriminasi

dalam kehidupannya. Di dalam keluarga, marginalisasi terhadap

perempuan sudah terjadi dalam bentuk diskriminasi atas anggota

keluarga laki-laki dan perempuan. ―Keluarga merupakan pengaruh

pertama dan utama dalam perkembangan seorang anak.‖10 Kutipan

tersebut menyatakan bahwa seorang anak akan tumbuh menjadi

seseorang yang berkarakter seperti apa itu tergantung dari bagaimana

cara didikan yang diterapkan oleh orang keluarganya. orang tua

selayaknya dapat memperlakukan anak-anak mereka tanpa melakukan

diskriminasi atas dasar jenis kelamin.

Dalam PBS disinggung bagaimana cara didik orang tua yang

selalu membeda-bedakan perlakuan untuk anak laki-laki dan anak

perempuan. Hal ini dialami oleh tokoh utama yang selalu mendapatkan

perlakuan yang berbeda dengan saudara laki-lakinya, seperti pada

kutipan berikut: ―Tidak seperti Wildan dan Rizal yang bebas keluyuran

dalam kuasanya, main bola, dan main layang-layang, sementara aku

disekap di dapur untuk mencuci kotoran bekas makanan mereka,

mengiris bawang hingga mataku pedas demi kelezatan dan

kenyamanan perut mereka.‖ (PBS. h. 23) Kutipan tersebut bercerita

tentang bagaimana tokoh utama mendapatkan perlakuan berbeda yang

dilakukan oleh ayahnya. Sikap tidak suka akan perbedaan perlakuan

10 Saparinah Sadli, Berbeda tetapi Setara, (Jakarta, Kompas, 2010) , h. 158.

Page 86: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

75

yang diterima, ditunjukan oleh sikap tokoh utama yang sering

melanggar aturan-aturan yang ada. Sikap-sikap yang ditunjukan oleh

tokoh utama bermakna bahwa ia inginkan pembebasan dari budaya

patriarki yang ada di lingkungannya. Ia tidak menerima hanya karena

alasan ia merupakan seorang anak perempuan membuat ia diperlakukan

berbeda.

Pengambilan latar tempat di daerah Jawa juga mempengaruhi

terjadinya diskriminasi terhadap perempuan pada novel ini. ―Dalam

konstruksi budaya Jawa, munculnya kecenderungan boy preference

(lebih berpihak pada anak laki-laki). Kecenderungan tersebut akhirnya

menimbulkan ketidakadilan yang terefleksi dalam perlakuan yang

berbeda terhadap anak laki-laki dan perempuan.‖11 Seperti yang

dijelaskan pada kutipan tersebut, bahwa dalam budaya masyarakat Jawa

anak laki-laki lebih diutamakan dan dihargai kebebasannya daripada

anak perempuan. Ini pula yang terjadi dalam novel PBS yang

mengambil latar di daerah Jawa Timur.

Sikap yang ditunjukkan oleh Annisa menunjukkan bahwa ia

memiliki keinginan untuk diperlakukan secara adil, meskipun ia

seorang perempuan. Ia tidak menerima perlakuan orang-orang di

sekitarnya yang menganggap perempuan sebagai makhuk lemah.

Perlakuan orang-orang terhadap perempuan tentunya bertentangan

dengan Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 13:

ابا شع ث جانام كر و نا جاناا ن ان ي أا

لا عجلنا ن جاا د نلا دا ر ك جا اى نا ونشال

عكأني

11 Rahmawati dalam Amiroh Ambarwati, Perspektif Feminis dalam Novel Perempuan di Titik Nol Terjemah Novel Imra‟ atun‟ inda Nuqtah Karya Nawal El Sadaawi dan Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy. (Muwazah: 2009)., h. 27

Page 87: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

76

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu

dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan

menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku

supaya saling mengenal. Sesungguhnya orang yang

paling mulia di antara kamu di sisi Allah iialah orang

yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya

Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. al-

Hujurat/49;13).

Dari ayat tersebut tampak jelas bahwa hubungan antara manusia

dan laki-laki diatur oleh norma agama. Ayat tersebut memberi penjelasan

bahwa pada dasarnya manusia semua diciptakan sama, meskipun berasal

dari bangsa, suku, budaya yang berbeda. Hal ini bertentangan dengan

perlakuan yang dilakukan oleh orang-orang sekitar Annisa, yang

membeda-bedakannya dengan saudara laki-lakinya.

Dalam Al Qur-an pun dijelaskan bahwa perempuan dan laki laki

pada dasarnya sama, yang membedakan antara keduanya hanyalah iman

ketakwaannya. Jadi tak seharusnya batasan-batasan terhadap kaum

perempuan itu dibuat. ―Al-Qur‟ an sangat menekankan nilai keadilan,

kesetaraan dan keharmonisan. Islam sebagai agama yang memberi

rahmat bagi semesta alam, tentu anti rasialisme dan menolak

diskriminasi.‖12

Kembali pada pembahasan terhadap marginalisasi pada perempuan,

hal ini juga terlihat ketika Samsudin melakukan praktek poligami secara

terbuka. Meskipun dalam hukum islam poligami diperbolehkan, bukan

berarti suami boleh melakukan praktek poligami seenaknya. Tokoh

utama dalam novel ini dipoligami dengan alasan suami yang ingin

menyakiti istrinya. Ia kemudian melakukan perselingkuhan yang

membuat wanita lain ini mengalami kehamilan dan akhirnya meminta

pertanggungjawaban Samsudin. Apalagi dalam melakukan praktik

12 Eti Nurhayati, Psikologi Perempuan dalam Berbagai Perspektif, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012) h. 26.

Page 88: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

77

poligaminya, Samsudin tidak bisa berlaku adil ketika memperlakukan

istri pertama dan istri keduanya.

Dua tahun kemudian Abidah kembali menulis novel yang

bertemakan sama dengan Perempuan Berkalung Sorban, yaitu novel

Geni Jora. Marginalisasi juga terjadi pada tokoh utama GJ yaitu, Kejora.

Tidak jauh berbeda dengan penggambaran Annisa pada PBS, pada GJ

Abidah menggambarkan Kejora selalu mendapatkan diskriminasi dari

neneknya. Ia selalu dinomorduakan dari adik laki-lakinya, Prahara.

Perlakuan nenek yang cenderung memarginalkan perempuan

menyebabkan tidak adanya penghargaan terhadap prestasi yang

diperoleh perempuan. Oleh karena itu, Kejora selalu termotivasi untuk

melawan ketidakadilan tersebut, seperti tampak pada kutipan berikut:

―Ini kah nilai rapot sekolahan, Cucu. Betapa pun nilai Prahara di

sekolahan, sebagai laki-laki, ia tetap ranking pertama di dunia

kenyataan. Sebaliknya kau. Berapa pun rankingmu, kau adalah

perempuan dan akan tetap sebagai perempuan.‖ (GJ. h. 82) Sebagai

perlawanan terhadap ketidakadilan yang didapatnya, Kejora selalu

belajar dan terus meningkatkan prestasinya.

Pada GJ, Abidah juga mengangkat tentang praktik poligami. Di sini

yang melakukan praktik poligami adalah ayah Kejora. Namun,

penggambaran praktik poligami dalam GJ lebih baik dari penggambaran

praktik poligami dalam PBS. Dalam GJ alasan ayah Kejora melakukan

praktik poligami adalah karena istri pertamanya tidak bisa mendapatkan

keturunan dan ayah Kejora memperlakukan kedua istrinya dengan adil.

‖Semuanya lebih dari cukup, Sayang. Tak ada sesuatu pun yang kurang.

Allah melimpahkan segala kesenangan, kebahagiaan dan kenikmatan

yang tak terhingga pada kita semua. Dan ini harus kita syukuri‖ (GJ. h.

102) Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh ayah mampu berlaku

adil dalam praktik poligaminya. Dilihat dari konsep ceritanya, tokoh ayah

memiliki sifat yang jauh berbeda dengan tokoh Samsudin dalam PBS.

Sikap tokoh ayah Kejora yang melakukan praktik poligami dikarenakan

Page 89: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

78

istri pertamanya tidak mampu memberikan keturunan ini lebih masuk

akal dan dapat ditolerir daripada sikap Samsudin yang sengaja

melakukan perselingkuhan dan praktik poligami untuk menyakiti Annisa.

Walaupun begitu terlihat jelas sikap Abidah menunjukkan bahwa

―poligami sebagai keadaan darurat, dapat dilakukan asal syarat-

syaratnya dapat dipenuhi.‖13 Kutipan tersebut menyatakan pandangan

Abidah bahwa sesungguhnya poligami dapat dilakukan jika memang

dalam keadaan yang terdesak seperti dalam PBS ketika Kalsum datang

ke Annisa untuk minta dinikahi oleh Samsudin karena dirinya sudah

terlanjur hamil. Dan dalam GJ, ayah Kejora melakukan praktik poligami

karena tidak memiliki keturunan dari istri pertamanya. Walaupun begitu

praktik poligami juga harus dilakukan dengan cara yang adil. M Quraish

Shihab dalam Wiyatmi menyatakan bahwa ―poligami itu bukan anjuran,

tetapi salah satu solusi yang diberikan kepada mereka yang sangat

membutuhkan dan memenuhi syarat-syaratnya.‖14 Dari kutipan di atas

terlihat bahwa poligami itu ada dan boleh dilakukan pada saat-saat

terdesak saja, dan itu pun harus dengan ketentuan-ketentuan yang ada,

tidak bisa sembarangan melakukan poligami. Selain itu, pada GJ

digambarkan juga sikap Kejora yang menolak jika dia harus dimadu. Hal

ini menunjukan pada dasarnya tidak ada wanita yang menginginkan

dimadu. Berbeda dengan sikap Annisa yang tidak dapat berbuat apa-apa

saat ia harus dimadu.

Dilihat dari konsep cerita, tokoh Kejora dalam GJ memiliki sifat

yang hampir sama dengan Annisa dalam PBS. Tetapi yang membedakan

antara Annisa dalam PBS dengan Kejora dalam GJ adalah pada sikap

Annisa yang pasrah dan menerima begitu saja untuk dijodohkan dengan

laki-laki pilihan orang tuanya, dan juga menerima keputusan Samsudin

berpoligami dikarenakan ia sama sekali tidak mencintai Samsudin.

Berbeda dengan Kejora yang dibebaskan untuk memilih calon

13 Wiyatmi, op.cit, h. 169 14 Ibid., h. 170

Page 90: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

79

pendamping hidupnya sendiri, ia juga bersikeras menolak poligami

dengan alasan apa pun.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa dalam kedua novelnya, yaitu

Perempuan Berkalung Sorban (2001) dan Geni Jora (2003) Abidah

selalu mengangkat isu diskriminasi yang terjadi pada perempuan dan

praktik poligami yang biasa dilakukan laki-laki. Dalam penceritaannya,

Annisa dan Kejora memiliki perbedaan dalam menuntut kesetaraan.

Tokoh Annisa dalam PBS mentuntut keadilan dan kesetaraan secara

terang-terangan, tetapi di sini tokoh utama tetap menerima keputusan

yang diberikan oleh orang-orang sekitarnya, seperti perjodohan. Namun

dalam GJ, Abidah menjadi lebih baik dalam memposisikan tokoh utama.

Tokoh utama GJ tidak dijodohkan secara paksa, ia juga digambarkan

sebagai perempuan yang tidak mau mengalah terhadap ketidakadilan

yang terjadi padanya.

Dalam novel PBS dan juga GJ terlihat ada dua pola poligami yang

terjadi, pola pertama, poligami dilakukan dengan terbuka, istri pertama

terpaksa memberi izin, hubungan antara istri pertama dengan kedua

kurang baik. Penyebab poligami dilakukan karena hubungan antara

suami dengan istri pertama tidak harmonis, keduanya menikah karena

perjodohan dan bukan atas landasan saling mencintai, suami melakukan

perselingkuhan yang menyebabkan kehamilan perempuan lain. Dan ini

terjadi dalam PBS. Pola kedua, poligami dilakukan dengan terbuka, ada

izin istri pertama, kedua istri berhubungan dengan baik. Penyebab

poligami karena istri pertama tidak dapat memberikan keturunan.15 Dari

kutipan tersebut terlihat bahwa Abidah ingin Jika sesuatu ketidakadilan

terjadi padanya ia akan membalasnya satu tingkat dari apa yang

diterimanya, bahkan ia tak segan-segan untuk berpoliandri jika suatu saat

pasangannya melakukan poligami.

15 Wiyatmi, op,cit., h. 162

Page 91: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

80

2. Subordinasi terhadap Perempuan

Subordinasi adalah suatu sikap yang menempatkan perempuan

pada posisi yang tidak penting muncul dari adanya anggapan bahwa

perempuan itu emosional atau irasional sehingga perempuan tidak bisa

tampil memimpin.16 Konsep subordinasi pada perempuan dalam PBS

berbeda dengan konsep subordinasi pada perempuan dalam GJ. Dalam

PBS subordinasi terlihat dalam lingkup rumah tangga yaitu melalui

pendidikan yaitu dengan memprioritaskan anak laki-laki untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dibandingkan perempuan,

ini disebabkan adanya anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah

tinggi-tinggi karena pada akhirnya akan menjadi ibu rumah tangga yang

kerjaannya hanya untuk mengurusi urusan rumah tangga. Dalam PBS

tokoh utama tidak diizinkan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang

lebih tinggi, sedangkan kedua saudara laki-lakinya boleh. Tapi walaupun

demikian Abidah tetap menggambarkan tokoh utama yang memiliki

pintar. Tokoh utama yang diceritakan menikah ketika ia baru lulus

Sekolah Dasar karena perjodohan, tetap melanjutkan sekolahnya setelah

ia menikah. ―Maka, sekalipun sudah hampir dua minggu aku absen dari

panggilan guru,, kupaksakan diri ini untuk kembali ke sekolah

Tsanawiyah. Dengan penuh keyakinan bahwa segalanya akan berubah

ketika lautan ilmu itu telah berkumpul di sini, dalam otakku.‖(PBS. h. 98)

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh utama tidak ingin putus

sekolah lantaran ia sudah menikah. Ia tetap melanjutkan sekolahnya

sampai akhirnya Aliyah (setara dengan SMA). Saat Aliyah ia bercerai

dengan Samsudin dengan alasan karena selama ini Samsudin selalu

berbuat kasar dan tak henti-hentinya menyakitinya. Terlihat bahwa

tokoh-tokoh perempuan dalam PBS tidak memiliki kesempatan untuk

melanjutkan sekolahnya dan hanya menjadi ibu rumah tangga saja.

Pemikiran yang seperti inilah yang coba disingkirkan dengan

16 Rian Nugroho, op. cit., 13

Page 92: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

81

penggambaran tokoh Annisa yang teguh kukuh tak menyerah untuk terus

bersekolah.

Peranan orang tua yang seharusnya bisa melindungi hak-hak anak,

baik itu anak laki-laki ataupun perempuan, dan memberikan pendidikan

yang layak kepada anaknya, tidak memaksakan kehendak orang tua

terutama dalam pernikahan dan pemilihan jodoh. Anak perempuan

memiliki kebebasan sendiri menentukan pasangan hidupnya, dan orang

tua hanya cukup memberikan nasihat dan pertimbangannya. Semua hal

itu tidak terlihat dalam novel ini yang hampir semua tokoh

perempuannya tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang tinggi, dan

pemaksaan pernikahan yang dilakukan oleh orang tua tokoh utama.

Dua tahun kemudian dalam novel yang berjudul Geni Jora karya

Abidah El Khalieqy terlihat penggambaran yang berbeda mengenai

pendidikan untuk perempuan. Dalam GJ dijelaskan bahwa pendidikan

bagi wanita pun penting. Ini ditunjukkan dari keadaan Kejora yang sama

sekali tidak mengalami kesulitan untuk menuntut ilmu meskipun ia

adalah seorang perempuan. Berbeda dengan PBS yang hampir semua

tokoh perempuannya tidak melanjutkan sekolahnya ke jenjang lebih

tinggi. Dalam GJ tokoh perempuan di sini mendapatkan dukungan untuk

melanjutkan sekolahnya ke jenjang lebih tinggi, seperti pada kutipan

berikut:

―Kami mau les, Om.‖ Aku menjawab

―Mau les? Les apa?‖

―Les bahasa Arab.‖

―Masa? Kalian mau jadi TKW?‖

Idih! Om norak. Kami sih mau masuk pesantren, bukan jadi TKW

Om.‖

―Oh...begitu. hebat, dong. Ngomong-ngomong bukannya kalian

selama ini juga tinggal di pesantren?‖ (GJ. h. 105)

Kutipan di atas menyatakan bahwa dari kecil Kejora dan Lola

sudah dipersiapkan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Bahkan

Page 93: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

82

sampai mengikuti les agar bisa diterima di sekolah yang diinginkan.

Walaupun biasanya mereka tidak pernah diijinkan untuk keluar dari

rumah tapi untuk menuntut ilmu mereka diijinkan untuk membuka

gerbang rumahnya. Penggambaran perempuan yang sulit mendapatkan

pendidikan yang diperlihatkan dengan sangat jelas di PBS tidak terlihat

dalam novel GJ. Selain itu, melalui tokoh Omi (ibunda Zakky) dijelaskan

bahwa perempuan pun mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan

pendidikan. Abidah juga memberikan pandangannya tentang pendidikan

dalam tradisi Syi’i, yaitu pendidikan bagi perempuan lebih penting

daripada pendidikan bagi laki-laki, seperti pada kutipan berikut: ―Akan

sangat berbeda jika sudah membicarakan masalah pendidikan. Omi Ida

banyak dipengaruhi pernikahan Fathimiyah yang justru tidak

mengkoloni Turki. Dalam tradisi Syi‟ I, pendidikn untuk perempuan bagi

perempuan lebih utama dibandingkan pendidikan bagi laki-laki.‖ (GJ. h.

189) Kutipan tersebut terlihat bahwa Abidah menambahkan pandangan

tentang kebudayaan yang mengutamakan pendidikan untuk perempuan

dibandingkan laki-laki melalui tokoh Omi Ida yang merupakan ibu dari

Zakky. Melalui tokoh Omi Ida, Abidah ingin menyampaikan

pandanganya bahwa pendidikan juga sangat penting bagi kaum

perempuan.

Pemilihan Negara Timur Tengah sebagai tempat untuk melanjutkan

sekolah karena Negara-negara di Timur Tengah dapat dijadikan sebagai

simbol kebebasan. Seperti kutipan berikut.

Di sini kutemukan orang Afrika bergandengan tangan dengan

orang Prancis. Orang Prancis bermain football bersama orang Arab

dan orang Yahudi menjual taring macan pada orang Herber.

Sementara orang Herber berdesak-desakan memotong permadani

Tazenakht dengan permata asli untuk ditawarkan kepada orang

Afrika. Berduyun-duyun manusia dari berbagai ras yang berkulit

hitam, berkulit cokelat, dan berkulit putih, meramaikan kebidupan

dan membentuk kebudayaan Maroko. (GJ. h. 12—13)

Page 94: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

83

Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan dalam menggambarkan Subordinasi pada perempuan dalam

PBS dan GJ. Dalam PBS, digambarkan bahwa pendidikan bagi

perempuan tidaklah penting, oleh karena itu tokoh-tokoh perempuan

dalam PBS tidak melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi.

Sedngkan dalam GJ tokoh-tokoh perempuannya dapat melanjutkan

sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi, bahkan ke luar negeri. Selain itu

dalam PBS tokoh utamanya dipaksa untuk menerima perjodohan oleh

orang tuanya yang berujung pada perceraian. Sedangkan dalam GJ tokoh

utamanya diberi kebebasan untuk memilih dan menentukan pendamping

hidupnya.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan saat

menggambarkan subordinasi pada perempuan kedua novelnya, yaitu

Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora. Dalam PBS Abidah selalu

mengangkat isu subordinasi yaitu mengenai pendidikan yang tidak terlalu

penting bagi perempuan. Akan tetapi pada GJ, Abidah tida menyinggung

subordinasi mengenai pendidikan. Karena semua tokoh perempuan

dalam GJ berpendidikan tinggi.

3. Stereotip terhadap Perempuan

Stereotip adalah pelebelan atau penandaan negatif terhadap

kelompok atau jenis kelamin tertentu.17 Stereotip-stereotip itu

mencerminkan kesan umum mengenai bahasa perempuan dan laki-laki.

Stereotip-stereotip tersebut jarang sekali berpihak pada perempuan.18

Dalam PBS dan GJ, terdapat pandangan yang berbeda tentang

stereotipe yang terjadi pada perempuan. Bentuk stereotip yang

ditampilkan dalam PBS yaitu anggapan bahwa perempuan itu

penggoda, seperti pada kutipan berikut: ‖…… keakrabanmu dengannya

17 Riant Nugroho, op.cit., h. 12 18 David Graddol dan Joan Swann, Gender Voice: Telaah Kritis, Relasi Bahasa Gender,

(Pedati: 2003), h. 2

Page 95: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

84

akan menimbulkan kecurigaan masyarakat. Terlebih sekarang ini.

Ingatlah, bahwa kau adalah seorang janda, Nisa. Dan statusmu itulah

yang membuat pikiran orang dalam menilaimu. Jika sedikit saja kau

lengah, mereka akan berebut menggunjingkanmu. ‖ (GJ. h. 145) dari

kutipan berikut terlihat bahwa budaya dalam masyarakat PBS

memberikan stereotif yang negatif bagi perempuan, yaitu perempuan

sebagai makhluk penggoda. Ini ditunjukkan dari tokoh Annisa yang

mendapatkan pelbelan negatif itu hanya karena ia seorang perempuan

dan seorang janda, sehingga msyarakat menyimpulkan bahwa ia

seorang perempuan penggoda saat ia sering pergi berdua dengan

Khudhori.

Selain itu, adanya keyakinan di masyarakat bahwa tugas

perempuan adalah untuk melayani suami berakibat pada

menomorduakan pendidikan bagi perempuan, hal ini terlihat pada

kutipan berikut:

―.....dalam budaya nenek moyang kita, seorang laki-laki memiliki

kewajiban dan seorang perempuan memiliki kewajiban.

Kewajiban seorang laki-laki, yang terutama adalah bekerja

mencari nafkah, baik di kantor, di sawah, di laut, atau di mana

saja asal bisa mendatangkan rezeki halal. Sedangkan seorang

perempuan, mereka juga memiliki kewajiban, yang terutama

adalah mengurus urusan rumah tangga dan mendidik anak.....” (PBS. h. 27)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa budaya yang ada membentuk

anggapan bahwa dalam rumah tangga yang seharusnya mencari nafkah

adalah laki-laki (suami) dan tugas perempuan (istri) adalah mengurus

segala keperluan rumah tangga dan melayani. Hal ini membuat stereotip

tentang pendidikan untuk perempuan tidak terlalu diutamakan. ―Tetapi

anak perempuan kan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Sudah cukup

jika telah mengaji dan khatam. Sudah ikut sorongan kitab kuning. Kami

juga tidak terlalu terburu. Ya, mungkin menunggu si Udin Wisuda

kelak.‖ (PBS. h. 81) Kutipan tersebut menunjukkan bahwa pandangan

orang-orang terhadap pendidikan untuk anak perempuan pada masa itu

Page 96: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

85

tidaklah penting. Karena perempuan bukanlah pemimpin dalam

keluarga yang berkewajiban untuk mencari nafkah, jadi bagi mereka

(perempuan) pendidikan bukanlah hal yang utama yang harus mereka

dapatkan.

Tetapi penggambaran Abidah mengenai sosok Samsudin yang

malas, tidak bertanggung jawab dan kepala keluarga yang tidak

memiliki pekerjaan seakan melelehkan stereotip tentang suami yang

seharusnya mencari nafkah di luar rumah, sesuai dengan kutipan beriku:

―sekalipun sarjana, Samsudin tidak bekerja atau belum mendapat

pekerjaan.‖ Kutipan tersebut telah mematahkan stereotip yang ada pada

novel ini, karena sebagai laki-laki Samsudin benar-benar tidak bisa

diandalkan. Untuk biaya hidup mereka pun masih mengandalkan orang

tua Samsudin.

Dua tahun kemudian, dalam novelnya yang berjudul Geni Jora,

Abidah juga memperlihatkan pelebelan yang negative untuk kaum

perempuan, seperti pada kutipan berikut: ―Ayah akan berpihak pada

mereka, sebab mereka orang kepercayaannya. Belum lagi kalau Nenek

tahu, ia akan memojokanku, memojokkan kita berdua.sebab itu, jaga

mulutmu.‖ (GJ. h. 91) Pada kutipan tersebut terlihat bahwa Lola yang

sudah dilecehkan oleh kedua pamannya namun tak mau memberitahu

kepada siapa pun perihal tersebut, ini dikarenakan ia beranggapan

bahwa Ayah dan Neneknya tidak akan membelanya, bahkan akan

menyalahkannya. Anggapan seperti inilah yang diangkat oleh Abidah

dalam GJ. Anggapan yang mengatakan bahwa pelecehan seksual yang

sering terjadi pada perempuan tidak terlepas dari kesalahan perempuan.

Dalam hal ini perempuan menjadi korban yang disalahkan.

Selain itu, dalam GJ juga dijelaskan bahwa laki-laki adalah pihak

yang nantinya akan mencari nafkah untuk membiayai kehidupan

keluarganya. Namun dalam GJ, pentingnya pendidikan untuk

Page 97: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

86

perempuan juga mendapat porsi yang sama dengan pentingnya

pendidikan bagi laki-laki, sehingga semua tokoh perempuan dalam GJ

bersekolah sampai jenjang yang tinggi.

Penggambaran tokoh utama sebagai salah satu mahasiswa yang

sedang kuliah di Damaskus. Selain Kejora, Elya, dan Lola tokoh

perempuan dalam GJ juga melanjutkan sekolahnya ke jenjang

perguruan tinggi. Ini berbeda dengan tokoh-tokoh perempuan yang ada

dalam PBS yang mayoritasnya pendidikan terakhirnya SD, SMP,

ataupun SMA. Dalam PBS hanya Annisa yang memperjuangkan

haknya untuk terus mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-

laki. Dalam GJ Abidah mencoba menunjukkan pandangannya pada

pembaca bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-

laki dalam hal mendapatkan pendidikan yang yang tinggi juga layak.

Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa dalam PBS dan GJ sama-

sama mengangkat isu tentang stereotip yang sering dipasangkan pada

perempuan, perempuan sebagai makhluk penggoda yang, dan walaupun

mereka mengalami kekerasan atau pelecehan seksual, itu tetap saja

perempuanlah yang akan dipersalahkan. Gambaran seperti inilah yang

masih kita temui dalam kehidupan nyata. Perbedaan terlihat ketika

Abidah menggambarkan laki-laki sebagai pencari nafkah yang

berakibat pendidikan bagi perempuan dinomorduakan dalam PBS.

Namun dalam GJ adanya anggapan bahwa laki-laki merupakan orang

yang mencari nafkah dalam keluarga tidak membuat hak perempuan

dalam mendapatkan pendidikan menjadi hilang.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa dalam kedua novelnya,

yaitu PBS dan PBS Abidah mengangkat isu pelebelan negatif yaitu

pelebelan bahwa perempuan merupakan makhluk penggoda. Dalam

PBS, Annisa yang merupakan janda dianggap sering menggoda

Khudhori karena mereka berdua sering pergi keluar bersama. Begitu

Page 98: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

87

pula dalam GJ, Lola yang dilecehkan oleh kedua pamannya, tidak

berani melaporkannya kepada ayahnya karena takut nantinya ia yang

akan disalahkan. Selain itu anggapan bahwa laki-laki merupakan

pencari nafkah membuat perempuan sulit untuk mendapatkan haknya di

dunia pendidikan dalam PBS, sedangkan dalam GJ, anggapan seperti

itu tidak mempengaruhi pendidikan yang akan mereka (perempuan)

jalani.

4. Kekerasan (Violence) terhadap Perempuan

Violence (kekerasan) merupakan assoult (invasi) atau serangan

terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang yang

dilakukan terhadap jenis kelamin tertentu. Kekerasan terhadap sesama

manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun kekerasan

terhadap satu jenis kelamin tertentu disebabkan oleh anggapan gender.

Dikaitkan dengan novel PBS dan GJ, diceritakan kekerasan dan

pelecehan seksual yang diterima tokoh utama. Dalam PBS, jenis

kekerasan yang pertama kali munculkan adalah tindakan pelecehan

yang dialami oleh tokoh utama dan sahabatnya ketika mereka pergi ke

bioskop. Di sini detegaskan bahwa banyak sekali tindak pelecehan yang

terjadi pada perempuan di tempat umum, seperti pada kutipan berikut:

―’Maaf mungkin lain kali. Sebab seseorang sedang menunggu kami di

ujung jalan itu.’ Aku menirukan Aisyah lalu secepatnya pergi ke utara.

Tetapi lelaki itu tidak gampang dibohongi, ia menangkap tanganku dan

berusaha meringkus tubuhku...‖ (GJ. h. 45) Dari kutipan tersebut dapat

diketahui bahwa pelecehan pada perempuan dapat terjadi di mana saja,

kapan saja dan oleh siapa saja.

Selain itu, pada PBS digambarkan bahwa tokoh utamanya yang

selalu mendapatkan kekerasan baik kekerasan fisik maupun seksual.

Kekerasan seksual yang dialami Annisa adalah pemerkosaan oleh

suaminya sendiri. Dikatakan sebagai perkosaan, padahal dilakukan

Page 99: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

88

oleh suami sendiri ini karena hubungan suami-istri dibangun atas dasar

mencintai dan saling memahami, tidak ada paksaan di dalamnya apalagi

jika perilaku seksual yang dilakukan itu menyimpang, ini bisa

dikategorikan dalam kasus pemerkosaan. Di sini Abidah mengangkat

mengenai pemerkosaan dalam perkawinan dengan memunculkan tokoh

utama yang selalu mendapatkan semua hal itu dari suaminya. Seperti

yang terlihat pada kutipan berikut.

Dengan paksa pula ia membuka bajuku dan semua yang nempel

di badan. Aku meronta kesakitan tapi ia kelihatan semakin buas

dan tenaganya semakin lama semakin berlipat-lipat. Matanya

mendelik ke wajahku. Kedua tangannya mencengkeram

lenganku. Beban gajihnya begitu berat menindih tubuhku

sehingga semuanya menjaid tidak tertahankan. Seperti ada

peluru karet yang menembus badanku. (PBS. h. 90)

Kutipan di atas menunjukan bahwa tokoh utama dalam PBS

mendapatkan kekerasan seksual oleh suaminya sendiri. Sehingga

menimbulkan trauma yang besar kepapa tokoh Annisa. Samsudin

sebagai suami merasa mempunyai hak dan kekuasaan penuh atas

Annisa, ia tidak peduli bagaimana perasaan Annisa saat itu. Hal ini

bertentangan dengan Al-Quran surat Annisa ayat 19 yang artinya ―Hai

orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita

dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena

hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan

kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang

nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila

kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin

kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya

kebaikan yang banyak.‖ (Q.S. Annisa/4: 19)

Dari ayat tersebut tampak jelas bahwa seorang suami haruslah

memperlakukan dan menggauli istrinya dengan baik. Tidak dengan

paksaan apalagi dengan kekerasan. Ini sangat bertolak belakang pada

Page 100: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

89

penggambaran suami (Samsudin) pada PBS yang memperlakukan dan

menggauli istrinya secara paksa dan kasar.

Selain itu Annisa juga mendapatkan kekerasan secara fisik yang

dilakukan oleh Samsudin. Anissa mendapatkan kekerasan fisik ketika ia

mulai memberontak terhadap prilaku Samsudin yang menyimpang.

Seperti yang terlihat dari kutipan berikut: ―Plak! Plaakk!! Ia menampar

mukaku bertubu-tubi hingga pipi dan pundakku lebam dan kebiru-

biruan.‖ (GJ. h.111). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Annisa

mendapat tindak kekerasan oleh suaminya sendiri hanya karena ketika

Samsudin menginginkan berhubungan intim dengan Annisa tanpa

ditutupi selimut, sedangkan Annisa menginginkan selimut itu membuat

Samsudin geram. Kekerasan seperti ini tidak selayaknya dilakukan

seorang suami terhadap istrinya. Karena pada dasarnya pemerintah pun

melindungi perempuan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga

(KDRT) melalui sebagaimana dikemukakan dalam:

Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah setiap

perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang

berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk

ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau

perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup

rumah tangga.19

Kekerasan yang terjadi pada Annisa membuatnya mengalami

trauma. Selain kekerasan seksual dan fisik dari Samsudin, ia juga sering

dicemooh dan dimaki. Bahkan yang lebih keterlaluan lagi, Annisa

diperlihatkan oleh Samsudin cara berhubungan suami istri dengan istri

barunya, Kulsum. Samsudin melakukan hubungan seksual dengan istri

keduanya tepat dihadapan Annisa dan hal ini menimbulkan perasaan

19 Ninik Rahayu penghapusan Undang-Undang No. 23 tahun 2004. Tentang Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga. http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-pidana/653- undang-undang-no-23-tahun-2004-tentang-penghapusan-kekerasan-dalam-rumah-tangga-uu- pkdrt.html. diunduh pada tabffal 10 Januari 2014 pukul 07. 50 WIB

Page 101: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

90

yang menjijikkan dalam jiwa Annisa, dan pada akhirnya ini menjadi

tekanan mental yang dialami oleh Annisa ketika menikah dengan

Samsudin.

Lewat tokoh Annisa, Abidah ingin memberi gambaran tentang

bagaimana seorang istri yang selalu di siksa secara lahir maupun batin

oleh suaminya. Dalam PBS, Abidah memunculkan sosok tokoh utama

yang selalu melawan kekerasan dan pemaksaan yang dilakukan oleh

suaminya. Sosok Samsudin yang digambarkan sebagai putra seorang

Kyai dan telah menjadi sarjana hukum, namun perangainya tidaklah

seperti orang yang mengerti agama dan hukum. Menunjukkan bahwa

tidak semua orang yang berasal dari keluarga Kyai atau pun ulama

merupakan orang yang arif yang mengerti dan mengaplikasikan

ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

Dua tahun kemudian dalam novel yang berjudul Geni Jora.

Abidah mengangkat pelecehan seksual pada perempuan yang sering

terjadi. Hampir sama dengan PBS, dalam GJ tokoh utama beserta

kakaknya mengalami tindak pelecehan seksual. Jika dalam PBS tokoh

utama dan sahabatnya dilecehkan oleh orang lain yang tidak memiliki

hubungan darah dan pelecehan itu terjadi di tempat umum, dalam GJ

pelecehan itu dilakukan oleh pamannya sendiri, dan terjadi di rumah

Kejora. Seperti yang ditunjukkan pada kutipan berikut.

..sore itu senja hampir turun, tetapi pandanganku masih terlalu

jelas untuk mengintip tangan paman Hasan yang memegang

pundak Lola, dan secepat kilat Lola menepisnya. Kulihat paman

mengucapkan sesuatu dan Lola menggeleng. Paman bangkit

berdiri di belakang Lola tetapi tangannya menjulur cepat ke

payudaranya. Lola tersentak, tetapi paman Khalil di sampingnya

malah tertawa. (GJ. h. 90)

Kutipan di atas menyatakan bahwa penegasan pandangan Abidah

tentang pelecehan yang terjadi pada perempuan. Memiliki hubungan

darah tidak menutup kemungkinan untuk untuk melakukan tindak

Page 102: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

91

pelecehan. Rumah yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan

nyaman bagi penghuninya berubah menjadi tempat yang tidak aman

bagi penghuninya. Dalam novel ini dominasi patriarki yang terwujud

dalam tindak semena-semena dan kekerasan seksual yang dilakukan

oleh laki-laki dan dilakukan oleh orang terdekat (keluarga) sendiri..

Pelecehan seksual yang sering dilakukan oleh kedua paman Kejora

terhadap Kejora dan Bianglala menunjukkan adanya dominasi

patriarki tersebut. Kejora dan Bianglala tidak mau melaporkan

perbuatan tersebut kepada ayahnya, karena mereka tidak yakin ayahnya

akan berpihak padanya. Oleh karena itu, keduanya bersepakat pada

suatu hari harus dapat membalas perbuatan tersebut.

―Kau akan membalasnya? Kapan?‖

―Nanti, tunggu saja,‖ jawab Lola dingin, namun tegas dan pasti.

Aku merinding, tak kusangka, kakakku Bianglala yang pendiam,

ternyata dalam dirinya menyimpan magma. Tak kubayangkan

saat magma itu meledak, seratus prahara bakal menderak-derak,

melantakkan paman Hasan si biludak burik. Aku senang

mendengar ucapan kakakku dan ―hari pembalasan‖ terus

kutunggu-tunggu. (GJ. h. 122)

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Jora dan Lola

menunjukkan sikap perlawanan yang ingin dilakukannya, untuk

membalaskan dendam kepada pamannya yang telah melecehkan ia dan

adiknya. Tetapi di sini tidak diceritakan bagaimana Lola membalaskan

dendamnya. Di sini hanya di jelaskan ketika sudah besar saat Kejora

bertemu dengan pamannya, cara pandangannya kepada Kejora penuh

hormat dan rasa takut. Seakan pernah terjadi suatu kejadian antara

mereka.

Dari kedua novel karyanya, dapat disimpulkan bahwa pengarang

mengangkat isu kekerasan yang terjadi pada perempuan dalam bentuk

pemerkosaan pada perempuan, serangan fisik dan tindakan pemukulan

yang terjadi dalam rumah tangga, dan pelecehan seksual. Terdapat

perbedaan pandangan kekerasan yang terlihat dalam PBS dan GJ.

Page 103: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

92

Dalam PBS Abidah mengangkat isu kekerasan terhadap perempuan

dalam bentuk pemerkosaan pada perempuan, serangan fisik dan

tindakan pemukulan yang terjadi dalam rumah tangga, dan pelecehan

seksual. Sedangkan dalam GJ Abidah hanya mengangkat peleceh

seksual yang sering terjadi pada perempuan. Kekerasan yang

digambarkan dalam PBS sering kita jumpai dalam realitas kehidupan

sosial yang ada, di mana hak-hak reproduksi perempuan seakan dicabut

dan perempuan yang kehilangan hak-hak reproduksinya diperlakukan

secara semena-mena.

5. Beban Kerja Terhadap Perempuan

Bentuk ketidakadilan yang terakhir terdapat dalam PBS dan GJ

adalah beban kerja. Anggapan yang menyebutkan bahwa perempuan

memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok menjadi kepala

rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah

tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.20 Kutipan tersebut

menjelaskan bahwa sudah sejak lama anggapan mengenai perempuan

yang hanya boleh memiliki pekerjaan yang hanya di area domestik saja

Menurut Sugihastuti Citra wanita dalam aspek keluarga dgambarkan

sebagai wanita dewasa, seorang istri dan seorang ibu rumah tangga.21

Pencitraan perempuan yang lemah lembut membuat dia harus berada di

sektor domestik. Pandangan inilah yang membuat perempuan sulit

bergerak di ruang publik.

Dikaitkan dengan novel PBS terdapat gambaran mengenai beban

kerja ditunjukan melalui tokoh utama dalam novel PBS. Dalam PBS

tokoh utama yang dari kecil sudah ditekankan bahwa pekerjaan

perempuan adalah di rumah menjadi ibu rumah tangga, seperti pada

20 Riant Nugroho, op,cit, h. 16 21 Sugihastuti, Wanita di Mata Wanita: Perspektif Sajak-Sajak Toeti Heraty, (Bandung:

Nuansa, 2000), h. 123.

Page 104: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

93

kutipan berikut: ―Tidak seperti Wildan dan Rizal yang bebas keluyuran

dalam kuasanya. Main bola, layang-layang, sementara aku disekap di

dapur untuk mencuci kotoran bekas makanan mereka, mengiris bawang

hingga mataku pedas demi kelezatan dan kenyamanan perut mereka...‖

(PBS. h. 49)

Kutipan di atas menyatakan bahwa beban kerja pada perempuan

memang sekitar pekerjaan domestik seperti memasak, mencuci,

membersihkan rumah, dan lainnya. Sebenarnya pekerjaan rumah tangga

itu bukanlah kodrat yang harus dijalani oleh perempuan seperti yang

dijelaskan oleh Lusi Margiyani dalam Muhammad Hidayat ―Memang

benar perempuan mempunyai kodrat haid, mengandung, melahirkan dan

menyusui, tetapi mengasuh anak yang dikandung bukanlah kodrat.

Begitu pula memasak, mencuci dan seterusnya adalah bukan kodrat.‖22

Dari kutipat tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan perempuan untuk

memasak, mencuci dan pekerjaan rumah tangga lainnya bukan

merupakan kodrat yang diterimanya dari lahir. Tapi semua itu adalah

sistem budaya dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Hal ini juga

diperlihatkan pada tokoh-tokoh perempuan dalam PBS, seperti pada

tokoh Lek Umi dan ibu Annisa yang selalu mengerjakan pekerjaan

rumah tangga walaupun mereka dalam keadaan lelah. Dalam novel ini

ditunjukkan juga bahwa pekerjaan dalam sektor domestik bukan

merupakan kodrat yang harus diterima perempuan dengan memasukkan

tokoh ibu Dita yang selalu bekerja mencari nafkah sedangkan suaminya

hanya bermalas-malasan di rumah di awal cerita PBS.

‖Tetapi ibunya Dita juga pergi ke kantor, pak guru, dan tidak

pernah ke pasar.‖

―Oya? Siapa itu Dita?‖

―Tetangga saya, pak.‖

22 Lusi Margiyani dalam Muhammad Hidayat Rahz, Perempuan dengan Bebaskan Tumbuh dalam Perempuan yang menuntun, (Ashoka Indonesia, 2000) h. 91

Page 105: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

94

―Baik.. baik.. jad anak-anak, memang ada seorang ibu yang juga

pergi ke kantor, mungkin karena suaminya sudah meninggal

sehingga si ibu harus mencari nafkah sendiri untuk....‖

―Tetapi ayahnya Dita belum meninggal, pak. Ayahnya Dita

memiliki banyak burung dan setiap burungnya diberi makan

burung dan mengajarinya kalimat... rezeki nomplok, rezeki

nomplok, rezeki nomplok.‖ (PBS. h. 25—25)

Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa bukan hanya laki-laki saja

yang bisa mencari nafkah di luar sana, tetapi di perempuan juga bisa

melakukannya. Dengan memunculkan cerita ibu Dita yang membanting

tulang untuk mencari nafkah sedangkan ayahnya hanya asik-asikan di

rumah dengan burung-burung peliharaannya. Sindiran yang dilakukan

untuk menunjukkan bahwa beban kerja yang dialami perempuan kian

bertambah ketika suami yang seharusnya mencari nafkan malah

bersantai-santai di rumah, dan menganggap semua burung-burung yang

dipeliharanya itu yang mendatangkan rezeki.

Pandangan lain tentang berban kerja oleh perempuan ditunjukkan

ketika tokoh Annisa menikah dengan Khudori. Annisa tidak menanggung

beban kerja rumah tangga sendiri. Sebelum ia mempunyai pembantu

rumah tangga, Khudhori selalu membantunya dalam mengerjakan

pekerjaan rumah. ―Nisa... Nisa... eh, tak kulihat suamimu sejak tadi, apa

ia sedang pergi? Sedang nyuci popok di belakang, sebentar lagi juga

selesai. Maklum PRT-nya belum dapat juga, Mbak. Mungkin besok

didatangkan dari kampung, ibu yang carikan..‖ (PBS. h. 230) Pada kutipan

tersebut terlihat beban rumah tangga tidak ditanggung oleh Annisa

sendiri, tetapi terkadang dibantu juga oleh suaminya dan itu semua

mereka lakukan bersama sebelum datangnya pembantu rumah tangga.

Karena setelah adanya pembantu rumah tangga pekerjaan Annisa lebih

ringan lagi.

Dua tahun kemudian dalam novelnya GJ, terlihat perbedaan yang

terjadi dalam penceritaan beban kerja untuk perempuan. Dalam GJ

Page 106: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

95

tokoh-tokoh perempuannya tidak diberikan beban kerja yang menumpuk

seperti yang terjadi pada tokoh-tokoh perempuan dalam PBS, karena di

sini diceritakan bahwa keluarga Kejora adalah keluarga yang kaya raya,

dan mereka mampu mempekerjakan tiga pembantu untuk satu rumah.

―Kini Wak Girun, dan Wak Tiwar dua dari enam pembantu kami, telah

siap dengan lawakannya sebelum mempertontonkan kobolehannya untuk

menari zapin.‖ (GJ. h. 86)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan dalam GJ, Abidah tidak

menyinggung masalah beban kerja terhadap perempuan. Tidak

semestinya semua beban kerja di di terima oleh pihak perempuan.

Apalagi jika perempuanlah yang menjadi tulang punggung keluarga,

maka beban kerja itu akan semakin menumpuk dan membebani.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa ada perbedaan pengangkatan

masalah beban kerja pada perempuan dalam PBS dan GJ. Dalam PBS,

Abidah menceritakan bahwa tokoh utama dan tokoh-tokoh perempuan

yang ada di PBS ini diberikan beban kerja yang amat banyak. Seluruh

pekerjaan rumah tangga harus dikerjakan oleh perempuan tanpa adanya

campur tangan laki-laki. Ini dikarenakan faktor lingkungan dan kebiasaan

mereka yang memang patuh pada budaya patriarki. Tetapi melalui tokoh

Khudhori yang akhirnya menjadi suami Annisa. Pandangan tersebut

mulai ditepiskan. Sebagai suami Annisa Khudhori tidak segan segan

untuk membantu istrinya dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Berbeda dengan GJ, dalam GJ, tokoh perempuan tidak diberikan beban

kerja. Ini sesuai dengan kultur patriaki, sosok ayah dalam GJ

digambarkan sebagai orang yang hebat, kaya, berkuasa, berwibawa, dan

menguasai ilmu agama. Jadi dalam ceritanya tidak ada penggambaran

beban kerja terhadap perempuan.

Dari paparan mengenai ketidakadilan gender terhadap perempuan

yang meliputi marginalisasi, subordinasi, stereotip, violence, dan beban

Page 107: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

96

kerja dalam PBS dan GJ, dapat disimpulkan bahwa ketidakadilan gender

yang selalu dibahas dan muncul dalam kedua novel tersebut meliputi,

diskriminasi terhadap perempuan, praktik poligami yang dilakukan laki-

laki, dan pelecehan seksual. Penulis dapat menyimpulkan bahwa

pengarang tetap konsisten membahas diskriminasi terhadap perempuan,

praktik poligami yang dilakukan laki-laki, dan pelecehan seksual dan

itulah isu ketidakadilan gender yang ingin dipertahankan oleh pengarang.

Perempuan masih dikurung secara normatif sebagai penunggu

rumah, pengasuh anak, dan ’thengak-thenguk’ di depan tungku api.

Bergelut dengan suara riuh dan sumpah serapah di tengah pasar , di

jalan dan kantor. Realitas demikian memperlihatkan bahwa hasil

keringat dan darah perempuan bukan mereupakan milik mereka

sepenuhnya. Hak-hak reproduksi perempuan, keselamatan dan

kebahagiaan dalam menjalani kehidupan, masih saja dicuri dan

diselewengkan oleh kaum partriarki dan oleh berbagai alasan yang

diambil dari ayat-ayat suci, kitab-kitab keagamaan, dan fatwa para

Kiai.‖23 Kutipan di atas menjelaskan mengapa dalam novelnya Abidah

mengangkat tema Ketidakadilan gender terhadap perempuan yang

didasarkan nilai-nilai partriarki yang melekat dan penyalahartian ayat-

ayat suci seperti pada surat An-Nisa ayat 3 yang menyatakan laki-laki

dapat menikahi empat perempuan dengan berbagai syarat:

Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi masing-masing

dua, tiga, atau empat—kemudian jika kalian takut tidak akan

berlaku adil, kawinilah seorang saja—atau kawinilah budak-budak

yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada

tindakan pada tidak berbuat aniaya. (QS, An-Nisa; 3) Sebelumnya sudah menjadi hal biasa jika seorang pria Arab

mempunyai istri banyak tanpa ada batasan. Dengan diturunkannya

ayat ini, seorang muslim dibatasi hanya boleh beristri maksimal

empat orang saja, tidak boleh lebih dari itu.24 Dari kutipan di atas, dapatlah dipahami turunnya ayat itu karena

untuk memberi batasan menikah terhadap laki-laki tetapi untuk

23 AD. Eridani, Perawan Kumpulan Fiksi Pembela Perempuan, (Jakarta: Rahima, 2009), h.

7. 24 Wiyatmi, op.cit. h. 157-158.

Page 108: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

97

melindungi perempuan dari kesewenang-wenangan laki-laki yang terjadi

dahulu. Karena dijelaskan dalam ayat tersebut, bahwa jika seseorang

hendak melakukan poligami, dia harus bisa berlaku adil pada setiap

istrinya, namun pada dasarnya seadil-adilnya pernikahan adalah

pernikahan yang monogami. Hal ini yang kemudian diangkat oleh

Abidah dalam novelnya PBS.

D. Impikasi dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah

Pendidikan merupakan salah satu faktor kemajuan bangsa. Bangsa bisa

maju karena didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

Maka dari itu diperlukan upaya untuk menciptakan dan mengembangkan

pendidikan guna menciptakan generasi bangsa yang berkualitas. Pendidikan

berkualitas dapat dilihat dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang

dimiliki oleh setiap individu. Sebagai bentuk kepedulian terhadap pendidikan,

terlihat upaya pemerintah dalam mengembangkan pendidikan. Pemerintah

telah melakukan berbagai usaha dengan melakukan beberapa perubahan

untuk kemajuan pendidikan, khususnya perubahan dalam kurikulum.

Perubahan kurikulum ini bertujuan untuk menjadikan pendidikan semakin

berkembang sesuai zamannya. Sebagai proses kemanusiaan manusia

pendidikan menjadi esensi untuk memberdayakan manusia sebagai individu

yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tonggak kokohnya

peradaban bangsa.

Secara umum tujuan pembelajaran mata pelajaran bahasa dan sastra

indonesia bidang sastra adalah: 1) Peserta didik mampu menikmati dan

memanfaatkan karya sastra untuk memanfaatkan karya sastra untuk

mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan serta meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan berbahasa. 2) Peserta didik menghargai dan

mengembangkan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya intelektual

Page 109: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

98

manusia Indonesia. Tujuan itu dijabarkan ke dalam kompetensi

mendengarkan, berbicara, dan menulis sastra. 25

Sesuai dengan tujuan pembelajaran di atas, telihat bahwa peserta didik

haruslah mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk

memperluas wawasan. Tujuan ini berhubungan dengan pembentukan dan

pengembangan karakter peserta didik yang sejalan dengan sistem

pembelajaran di Indonesia. Oleh sebab itu, sebagai upaya pembentukan

karakter peserta didik, diperlukan campur tangan dari berbagai pihak,

terutama pendidik. Pendidik diharapkan mampu mendidik, memberi arahan,

membimbing, dan mendukung peserta didik agar menjadi kepribadian yang

baik.

Pembentukan kepribadian ini dapat dilakukan dengan memberikan

pembelajaran kepada peserta didik. Pendidik dapat memberikan pembelajaran

dengan memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu,

pembentukan karakter juga dapat dilakukan dengan pengenalan saatra kepada

peserta didik. Dengan mengajarkan sastra pada peserta didik, diharapkan

peserta didik mampu menyerap nilai-nilai positif yang terkandung dalam

karya sastra tersebut. Tetapi pendidik haruslah cermat dalam menentukan

karya sastra mana yang bisa dijadikan pembelajaran di sekolah, karena setiap

bacaan yang dibaca dapat mempengaruhi perkembangan setiap individu yang

membacanya. Oleh karena itu, pendidik harus pandai dalam memilah dan

memilih bacaan mana yang tepat dan mengandung nilai-nilai positif untuk

diberikan pada peserta didiknya. Salah satu karya yang cocok dan dapat

dijadikan referensi dalam pembelajaran sastra adalah karya dari Abidah El-

Khalieqy. Ia merupakan sastrawan yang dalam setiap karyanya mengandung

nilai-nilai religi, moral, sosial dan budaya. Contoh karya Abidah yang dapat

menjadi rujukan untuk pembelajaran sastra di sekolah adalah novel PBS dan

GJ.

25 Siswanto, op.cit. h. 171

Page 110: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

99

Dalam pembelajaran ini, standar kompetensi yang harus dikuasai oleh

peserta didik adalah dapat mengidentifikasi unsur intrinsik novel seperti tema,

alur, tokoh dan penokohan, sudut pandang, dan latar, dan juga unsur

ekstrinsik yang meliputi latar belakan tentang pembuatan karya tersebut.

Dalam novel PBS dan GJ, pendidik dapat memberikan rujukan kepada

peserta didik untuk membacanya, kemudian menemukan nilai-nilai yang

terkandung di dalamnya, serta mengetahui apa latar belakang penulis

membuat novel tersebut. Maka dengan demikian, peserta didik dapat

mengambil manfaat dan contoh yang baik dari berbagai peristiwa dan

karakter yang ada pada novel tersebut.

Nilai positif dapat dilihat dari penggambaran tokoh utama dalam PBS

yang mempunyai rasa ingintahu yang tinggi, ia ilmu pengetahuan yang

menjadikannya pandai dan cerdas. Selain itu ia juga mempunyai tekat yang

kuat dan pantang menyerah dalam menghadapi masalah yang

menyudutkannya. Selain itu nilai positif juga dapat diambil dari tokoh

Khudhori yang mempunyai sifat bijaksana, tenang dalam menghadapi suatu

permasalahan dan berpikiran positif. Apabila kita melihat sikap dari tokoh

Samsudin yang pemalas, kasar dan suka memfitnah ini, siswa dapat

mengetahui bahwa itu merupakan sifat yang negatif yang jangan sampai

ditiru oleh siswa.

Nilai positif dalam GJ juga bisa kita ambil dari tokoh Kejora yang

memiliki kecerdasan tinggi dan memiliki jiwa kepemimpinan. Ini dapat

dijadikan sebagai contoh untuk siswa agar karaktenya dapat terbentuk dengan

sifat-sifat pisitif.

Dengan mengetahui sikap-sikap dari beberapa tokoh dalam novel PBS

dan GJ ini diharapkan peserta didik mampu mengembangkan karakter yang

ada di dirinya dan mampu menyerap nilai-nilai positif yang ada. Pada

dasarnya pembelajaran pembacaan novel ini diharapkan dapat membantu

siswa dalam membentuk karakternya menjadi lebih baik.

Page 111: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

99

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam novel

Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora karya Abidah El Khalieqy,

dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Sruktur yang membangun novel Perempuan Berkalung Sorban meliputi

tema yang diangkat dari perjuangan seorang perempuan untuk

memperoleh hak dan kebebasan dari budaya patriarki. Alur yang

digunakan adalah alur maju dengan tokoh utama Annisa. Selain tokoh

utama Annisa, tokoh-tokoh tambahan yang ada pada novel ini adalah,

Khudhori, Samsudin, ayah Annisa, ibu Annisa, Rizal, dan Wildan. Latar

tempat yang terdapat dalam novel ini yaitu bertempat di daerah Jawa,

sedangkan latar waktu terjadinya peristiwa cerita dalam novel adalah pada

tahun 1980-an. Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen ini adalah

sudut pandang orang pertama, tokoh utama. Selanjutnya ialah struktur

yang membangun bovel Geni Jora. Tema yang diangkat dalam novel ini

adalah tentang gugatan yang menuntut perlakuan yang adil terhadap kaum

perempuan dengan tokoh utama Kejora. Tokoh tambahan yang

mendukung novel ini adalah, Zakky, Elya, Asaav,Lola, Sonya dan Nenek.

Alur yang digunakan pengarang adalah alur maju dengan memunculkan

peristiwa batin di dalamnya. Latar tempat yang dipakai dalam novel ini

adalah daerah-daerah negara Timur tengah seperti Damaskus, Tangier,

dan Cassablanca, selain di negara Timur Tengah, Geni Jora juga

mengambil latar tempat di indonesia, yaitu Yogyakarta. Latar waktu pada

novel Geni Jora tidak diketahui kapan tepatnya terjadi, hanya

menunjukkan malam, siang, sore dan pagi hari saja. Dalam novel ini

sudut pandang yang dipakai adalah sudut pandang orang pertama tokoh

utama.

99

Page 112: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

100

2. Ketidakadilan Gender yang terjadi pada perempuan dalam novel

Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora dikelompokan menjadi lima

aspek. 1) Marginalisasi terhadap perempuan. Diskriminasi pada

perempuan sangat terlihat pada kedua novel ini. 2) Subordinasi terhadap

perempuan. Dalam hal ini, terlihat perbedaan penyampaian subordinasi

pada kedua novel ini. Ini terlihat dari tokoh-tokoh perempuan dalam

Perempuan Berkalung Sorban yang tidak berpendidikan tinggi,

sedangkan dalam Geni Jora tidak terlihat sama sekali pandangan bahwa

perempuan tidak perlu sekolah terlalu tinggi karena semua tokoh

perempuan dalam Geni Jora digambarkan berpendidikan dan pintar. 3)

Stereotip terhadap perempuan. Dalam hal ini Abidah mengangkat

pandangan yang biasanya didapatkan oleh perempuan yaitu perempuan

sebagai makhluk penggoda. 4) Violence (kekerasan) yang terjadi pada

perempuan. Dalam hal ini pengarang mencoba untuk mengungkap

kekerasan yang sering terjadi pada perempuan. Terdapat perbedaan

pandangan mengenai kekerasan yang ditunjukkan pengarang pada

Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora. Dalam Geni Jora Abidah

tidak mengangkat masalah kekerasan fisik seperti yang terjadi dalam

Perempuan Berkalung Sorban. Namun, dalam Geni Jora diceritakan pula

pelecehan seksual yang dialami tokoh utama. 5) Beban kerja terhadap

perempuan. Beban kerja yang harus diterima oleh perempuan dalam

Perempuan Berkalung Sorban tokoh-tokoh wanitanya dibebankan dengan

pekerjaan di sektor domestik sedangkan pada Geni Jora tokoh

perempuannya tidak dibebankan dengan beban kerja.

3. Ketidakadilan Gender yang terjadi pada perempuan dalam novel

Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora dapat diimplikasikan pada

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di tingkat SMA kelas XII,

dalam aspek membaca. Dalam pembelajaran ini, standar kompetensi yang

harus dikuasai adalah memahami isi novel dengan kriteria dasar mampu

mengidentifikasi tema, alur, penokohan, latar dan sudut pandang serta

menemukan unsur ekstrinsik dalam novel yang telah dibaca.

Page 113: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

101

Pembelajaran Sastra melalui pembacaan novel, ini diharapkan dapat

membantu siswa dalam menemukan hal-hal yang positif dalam dua karya

ini. Hal-hal positif yang terkandung dalam kedua novel ini dapat

membantu membentuk karakter siswa. Hal-hal positif yang terdapat pada

kedua novel ini adalah sifat tegas yang ditunjukkan oleh tokoh Ayah

dalam mendidik anak-anaknya, serta dalam tokoh Annisa yang tegas

dalam menghadapi Samsudin. Selain tegas ada juga cerdas dan

berwawasan luas, ini ditunjukkan oleh Annisa, dan Kejora yang memiliki

kecerdasan dan kritis dalam menanggapi kejadian-kejadian yang terjadi di

sekitarnya, dan menghadapi kenyataan hidup dengan penuh harapan.

B. Saran

Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan, ada beberapa saran yang

diajukan penulis:

1. Diharapkan Guru dan mahasiswa program sastra hendaknya dapat

memaksimalkan penggunaan bahan pembelajaran sastra. Novel

Perempuan Berkalung Sorban dan novel Geni Jora dapat dijadikan

pembelajaran sastra di sekolah. Oleh karena itu, diharapkan pendidik dapat

memanfaatkan karya sastra ini sebagai media pembelajaran di sekolah.

2. Pembaca karya sastra sebaiknya mengambil nilai-nilai positif dalam karya

sastra yang telah dibacanya dalam kehidupan di masyarakat. Perempuan

Berkalung Sorban dan Geni Jora merupakan novel yang mengandung

nilai-nilai positif dan tidak ada salahnya untuk membaca novel tersebut.

Page 114: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

Daftar Pustaka

Abrams, M.H. A Glosaary Litertaty Terms. New York: Holt, Rinehart and

Winston. 1981.

Aminuddin. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2002.

Al-Quranul Karim dan Terjemahannya. Jakarta: PT. Syaamil Cipta Media. 2005.

Astuti Renggo, Wahyuningsih, Taryati. Pengetahuan Sikap, Kepercayaan, dan

Perilaku Generasi Muda Terhadap Budaya Tradisional di Kota

Yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1998.

AD, Eridani. Perawan: Kumpulan Fiksi Pembela Perempuan. Jakarta: Rahima.

2009

Edriana Noerdin, Potret Kemiskinan Perempuan. Jakarta: Women Research

Institute. 2006.

Emzir. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitaf dan Kualitatif. Jakarta: PT Raja

Trafindo Persada. 2008.

Fayumi, Badriyah dkk. Keadilan dan Kesetaraan Jender (Perspektif Islam). Tim

Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI. 2001.

Graddol David dan Joan Swann. Gender Voice: Telaah Kritis Relasi Bahasa

Gender. Pedati. 2003.

Ikram, Achadiati, dkk. Sejarah Kebudayaan Indonesia Bahasa, Sastra, dan

Aksara. Jakarta: Rajawali Pers. 2009.

Iskandarwassid, dan Dadang Suhendar. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung:

Remaja Rosdakarya. 2008.

102

Page 115: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

103

Kamilah, Siti Rizkia. Skripsi, Analisis Isi Pesan Dakwah Pada Novel Perempuan

Berkalung Sorban. Jakarta.2010.

Khalieqy Abidah El. Geni Jora. Bandung: Qanita. 2009.

Khalieqy Abidah El. Mikraj Odyssey. Bandung: Qanita. 2008

Khalieqy Abidah El. Perempuan Berkalung Sorban. Yogyakarya: Araska. 2009

Kosasih. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya. 2012.

Mala, Asnal. Perspektif Gender dalam Pendidikan Pesantren,

https://groups.yahoo.com/neo/groups/IslamProgresif/conversations/topics

/370 diunduh pada 27 Maret 2014, pukul 15.45 WIB.

Margiyani, Lusi dalam Muhammad Hidayat Rahz, Perempuan dengan Bebaskan

Tumbuh dalam Perempuan yang Menuntun, Ashoka Indonesia. 2000.

Moeleong, lexy. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rusdakarya.

2001.

Mosse Cleves Julia. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Offset. 2007.

Murai Yusuko, Kathleen Martinez, dan Meriem Boulekbod, Pandangan Kaum

Muda Perubahan Kebudayaan di Maroko

http://www.commongroundnews.org/article.php?id=20170&lan=ba&sp=

0 , diunduh 13 Maret 2014 pukul 20.05 WIB.

Ninik Rahayu, Penghapusan Undang-Undang No. 23 tahun 2004. Tentang

Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-pidana/653-undang-undang-

no-23-tahun-2004-tentang-penghapusan-kekerasan-dalam-rumah-tangga-

uu-pkdrt.html. diunduh 10 januari 2014 pukul 07. 50 WIB.

Page 116: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

104

Noerdin, Edriana dkk. Potret Kemiskinan Perempuan. Jakarta: Women Research

Institute. 2006.

Nugroho, Riant. Gender dan Strategi Pengarus Utamanya di Indonesia.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2008.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Press.

2000.

Nurhayati, Eti. Psikologi Sastra dalam Berbagai Perspektif. Jakarta: Pustaka

Pelajar. 2012.

Nurkhoiron, M. Jilbab, Komodifikasi, dan Pergulatan Identitas Islam. Depok:

Srinthil Kajian Multikultural Desantara. 2009.

Pradotokusumo, Partini Sardjono. Pengkajian Sastra. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama. 2008.

Purwo, Bambang Kaswanti. Bulir-bulir Sstra dan Bahasa Pembahasan

Pembelajaran. Yogyakarta: Kanisius. 1991.

Rahmanto. B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. 2000.

Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. 2007.

Rusyana, Yus. Metode Pengajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang. 1982.

Saldi, Saparinah. Berbeda tetapi Setara. Jakarta: Kompas. 2010

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo. 2008.

Sudjiman, Panuti Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. 1998.

Page 117: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

105

Sugihastuti, Wanita di Mata Wanita: Perspektif Sajak-Sajak Toety Heraty.

Bandung: Nuansa. 2000.

Tarigan, Henry, Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 1993.

Tuloli, Nani. Teori Fiksi. Gorontalo: BMT Nurul Jannah. 2000.

Waluyo, Herman. Apresiasi dan pengajaran sastra. Suarkarta: Sebelas Maret

University Press. 2002.

Wellek Rene dan Austin Weren . Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. 1993.

Wiyatmi. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya dalam Sastra Indonesia.

Yogyakarta: Ombak. 2012.

Page 118: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

Lampiran 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

MATA PELAJARAN : Bahasa dan Sastra Indonesia

KELAS/ SEMESTER : XII (dua belas) / I (satu)

PROGRAM : Umum

ALOKASI WAKTU : 4 x 45 menit

ASPEK : Mendengarkan

A. STANDAR KOMPETENSI

Memahami pembacaan novel

B. KOMPETENSI DASAR

Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel

C. INDIKATOR PEMBELJARAN

Indikator Pencapaian Kompetensi Nilai Budaya dan

Karakter Bangsa

Kewirausahaan/

Ekonomi Kreatif

Siswa mampu mendengarkan

pembacaan penggalan novel

dengan baik.

Siswa mampu menceritakan

kembali penggalan novel yang

diceritakan.

Siswa mampu menentukan unsur-

unsur intrinsik pada penggalan

novel yang telah dibacakan.

Siswa mampu mengidentifikasi

Aktif

Komunikatif

Kreatif

Mandiri

Kepemimpinan

Page 119: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

Lampiran 1

D. STRATEGI PEMBELAJARAN E. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Tahap Kegiatan Pembelajaran Alokasi

Waktu

Nilai Budaya

dan Karakter

Bangsa

Pembuka

(Apresiasi)

Apresiasi berupa absen dan motivasi

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran

secara komunikatif

Guru dan siswa bertanya jawab tentang

penokohan, latar dan juga alur

Guru dan siswa bertanya jawab

20 menit Aktif

Komunikati

f

unsur-unsur intrinsik pada

penggalan novel yang telah

dibacakan.

Materi Pokok Pembelajaran Penggalan novel yang dibacakan

Penokohan dalam novel

Latar dalam novel

Alur dalam novel

Cara mengidentifikasi tema, penokohan,

latar dan alur dalam novel

Tatap Muka Terstruktur Mandiri

Memahami pembacaan

penggalan novel

Mengidentifikasi alur,

penokohan, dan latar

dalam penggalan novel

yang dibacakan

Siswa mampu

berdiskusi mengenai

alur, penokohan, dan

latar novel yang sudah

diidentifikasi

Page 120: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

Lampiran 1

mengenai cara mengidentifikasi

penokohan, latar, dan alur dalam novel

Inti a. Eksplorasi

Siswa mendengarkan pembacaan

penggalan novel melalui rekaman/

siswa lain

Siswa secara mandiri mengidentifikasi

penokohan novel

Siswa secara mandiri mengidentifikasi

latar novel

Siswa secara mandiri mengidentifikasi

alur novel

b. Elaborasi

Siswa mendiskusikan alur,

penokohan, latar penggalan novel

yang sudah dibacakan

Siswa saling memberi masukan

kekurangan hasil identifikasinya

Siswa mempresentasikan hasil

identifikasi alur, penokohan, dan latar

novel yang sudah diperbaiki

c. Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, siswa:

Menyimpulkan tentang hal-hal yang

belum diketahui

Menjelaskan tentang hal-hal yang

belum diketahui

150 menit Mandiri

Kreatif

Penutup Siswa diminta menjelaskan 10 menit Komunikatif

Page 121: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

Lampiran 1

(internalisasi

dan persepsi)

kesulitannya dalam menyimak

pembacaan novel

Siswa diminta mengungkapkan

pengalamannya dalam

mengidentifikasi alur, penokohan dan

latar dalam novel.

Siswa mengungkapkan permasalahan

di masyarakan yang sesuai dengan

permasalahan dalam novel

Siswa mengerjakan uji kompetensi

dan menjawab kuis uji teori

F. METODE DAN SUMBER BELAJAR Sumber Belajar V Pustaka rujukan Engkos Kosasih. Cerdas Berbahasa

Indonesia untuk SMA/MA Kelas

XII. Jakarta Halaman13-15.

Burhan Nurgiyantoro. 2005. Teori

Pengkajian Fiksi. Yogyakrta:

Gajah Mada University Press,

Halaman 23.

V Media cetak dan

elektronik

Artikel atau siaran pembahasan novel

Geni Jora

V Website internet Artikel pembahasan novel Geni Jora

V Lingkungan Kejadian di masyarakat yang sesuai

dengan penokohan alur dan latar novel

Metode V Presentasi

V Diskusi Kelompok

Page 122: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

Lampiran 1

V Inquri dan

pemeragaan model

PENILAIAN

Mengetahui, Jakarta, 21 April 2014

Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran,

————————————– ——————————

NIP NIP

TEKNIK DAN

BENTUK

V Tes Lisan

V Tes Tertulis

V Observasi Kinerja/Demontrasi

V Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio

V Pengukuran Sikap

INSTRUMEN /SOAL

Daftar pertanyaan lisan tentang pengertian dan perbedaan novel Indonesia & terjemahan

Tugas/perintah untuk melakukan diskusi, presentasi, pemberian tanggapan

Daftar pertanyaan uji kompetensi dan kuis uji teori untuk mengukur tingkat pemahaman

siswa terhadap teori dan konsep yang sudah dipelajari

Page 123: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

Lampiran 2

Uraian Materi

Mengidentifikasi alur, latar, dan penokohan dalam penggalan novel yang

dibacakan.

1. Alur

Alur adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu

per satu dan saling berkaitan menurut hokum sebab akibat dari awal

sampai akhir cerita. Alur dapat juga disebut sebagai rangkaian kejadian

atau susunan peristiwa yang membentuk sebuah cerita. Alur meliputi

beberapa tahapan, yaitu:

a. Tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan pengenalan

situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap

pembuka cerita, pemberian informasi awal yang berfungsi

melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.

b. Tahap pemunculan konflik. Masalah-masalh dan peristiwa-peristiwa

yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan.

c. Tahap peningkatan konflik, konflik yang telah dimunculkan pada tahap

sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar

intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita

semakin mencekam dan menegangkan.

d. Tahap klimaks, konflik ata pertentangan-pertentangan yang terjadi,

yang diakui dan ditimpakankepada para tokoh cerita mencapai titik

intensitas puncak.

e. Tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi

penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain , sub-

sun konflik atau konflik tambahan, jika ada juga diberi jalan keluar dan

cerita diakhiri.

2. Latar

Latar dapat diartikan sebagai waktu dan tempat terjadinya peristiwa di

dalam sebuah karya sastra. Latar perlu digambarkan sebelum cerita

Page 124: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

Lampiran 2

digubah dan watak tokoh dibangun dan dikembangkan. Oleh karena itu

maka terdapat beberapa jenis latar, diantaranya:

a. Latar tempat, yaitu gambaran tentang di mana peristiwa atau cerita

dalam fiksi terjadi. Gambaran latar tempat itu ada yang sangat luas

ada pula yang sangat sempit. Tempat itu nisa berdiri atas Negara, kota,

kmpung atau desa, pelosok, pantai, hutan, rumah, kapal laut, mobel,

kereta.

b. Latar waktu, merupakan unsur yang menggambarkan kapan masa

dalam fiksi terjadi. Faktor waktu ini ada hubungannya dengan tempat,

gambbaran suatu tempat pada waktu yang berlaku setiap hari, yaitu

malam, siang, tengah hari, sore, dan lain sebagainya.

c. Ltar social, berhubungan dengan prilaku kehidupan social masyarakat

di suatu tempat. Kehidupan social sangat banyak aspek yang

terkandung di dalamnya, seperti agama, kebiasaan, adat istiadat,

padangan hidup, cara berpikir, emosi, status, kedudukan social,

pendidikan dan ekonomi.

3. Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan pemeran dalam suatu karya sedangkan penokohan

merupakan sifat yang diberikan pada setiap tokoh. Berikut di bawah ini

merupakan teknik-teknik yang dilakukan oleh pengarang untuk

menggambarkan dan mengembangkan watak para tokoh diantaranya

sebagai berikut:

a. Menggambarkan secara langsung atau metode analitik

b. Metode kontekstual, pengarang menggambarkan melalui konteks

bahasa dan wacana

c. Metode aliran kesadaran, yang diutamakan bukan aspek dari luar fisik

tokoh, tetapi aspek dalam batin dan pikirannya

d. Melalui tingkah laku tokoh

e. Melalui tokoh dan tokoh lain

f. Melalui latar kehidupan tokoh lain

g. Melalui gambaran fisik tokoh

Page 125: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
Page 126: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
Page 127: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
Page 128: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
Page 129: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
Page 130: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
Page 131: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
Page 132: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
Page 133: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG
Page 134: KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24434/1/Ila... · KETIDAKADILAN GENDER PADA PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG

Profil Penulis

Ila Nurlaila, lahir di Pandeglang, pada 02 Juni

1991 ini biasa disapa Ila. Ia adalah anak kedua dari

dua bersaudara. Ia menuntaskan pendidikan dasar di

SD Negeri 2 Pandeglang, kemudian melanjutkan

pendidikannya di SMP Negeri 1 Pandeglang. Setelah

itu, ia melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1

Pandeglang. Setelah lulus SMA pada tahun 2009, ia

memilih melanjutkan pendidikannya di Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

dengan pilihan jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Penulis sangat menyukai seni, khususnya dalam seni peran. Itulah yang

menjadi alasan mengapa ia masuk menjadi anggota UKM Teater Syahid. Ia

tercatat pernah menjadi sutradara pementasan drama Buku Wajah karya Irina

Widia Ningsih (2012) dan juga pernah menjadi pengajar di Binus International

School.