KH. Mas Abdurrahman: 'Ulama Kharismatik dari Pandeglang

1
Nidia Zuraya N amanya memang tak setenar KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan KH Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama). Namun demikian, kontribusinya bisa disejajarkan dengan kedua nama tokoh besar Islam di nusantara tersebut. KH Mas Abdurrahman berperan penting dalam memajukan duia pendidikan di Indonesia, teruta- ma di wilayah Banten. Salah satu kontribusinya dalam bidang pen- didikan adalah perguruan pendidikan Islam Mathla’ul Anwar (MA) yang terletak di Menes, Pandeglang, Banten. Hingga kini perguruan MA itu masih berdiri kokoh dan sudah menyebar ke penjuru nusantara. Kini MA mendirikan lembaga pendidikan mulai TK hingga perguruan tinggi. Siapakah sebenarnya sosok KH Mas Abdurrahman ini? Dia adalah salah seorang pendiri organisasi Mathla’ul Anwar (MA). Bersama sembilan tokoh Islam lainnya, KH Mas Abdurrahman mendirikkan Mathla’ul Anwar, yang berarti Tempat Terbitnya Cahaya. KH Mas Abdurrahman dilahirkan di daerah Janaka, Pandeglang. Mengenai tahun kelahiran- nya, terdapat beberapa versi. Muhammad Idjen, dalam bukunya berjudul KH Mas Abdurrahman: Ulama Besar Kharismatik Dari Tutugan Gunung Aseupan, mengungkapkan bahwa Kiai Mas Abdurrahman dilahirkan pada 1882 di Kampung Janaka, tepatnya di lereng Gunung Aseupan, Kecamatan Jiput, Kabupaten Pandeglang, dan wafat 1943. Muhammad Nahid Abdurrahman dalam bukunya KH Abdurrahman Pendiri Mathla’ul Anwar menyebutkan bahwa KH Mas Abdurrahman lahir sekitar 1875 dan wafat pada 16 Agustus 1944 dan dimakamkan di Cikaliung Sodong, Kecamatan Saketi, Pandeglang, atau sekitar lokasi Perguruan Tinggi Mathla’ul Anwar. Sementara itu, dalam buku berjudul Dirasah Islamiyah I: Sejarah dan Khittah MA yang diter- bitkan Pengurus Besar Mathla’ul Anwar dise- butkan bahwa KH Mas Abdurrahman lahir pada 1868 dan wafat 1943. Ayah KH Mas Abdurrahman bernama KH Mas Jamal, adalah sosok orang tua yang memiliki keinginan tinggi agar anaknya menjadi seorang ulama dan pendidik dalam memajukan umat. Karena pada saat itu kondisi bangsa Indonesia sedang kacau akibat penjajahan Belanda. Keluarga KH Mas Jamal berasal dari kalangan taat ibadah, bertekad untuk menyebarkan ajaran Islam dan memajukan pendidikan umat. Untuk menularkan keilmuan yang dimilikinya, KH Mas Jamal menekankan pentingnya ajaran agama bahkan mengajar mengaji kepada putranya, KH Mas Aburrahman. Karenanya, KH Mas Abdurrahman kerap ikut mengaji bersama ayahnya, meski harus mendaki gunung. Terkadang, sang ayah terpaksa menggendongnya, karena tidak kuat naik gunung. KH Mas Abdurrahman pernah belajar pada KH Shahib. Setelah cukup dewasa, ia dimasukkan ke sebuah Pondok Pesantren Alquran yang berada di daerah Serang. Di sini, ia berada di bawah bimbingan KH Ma’mun yang merupakan seorang guru spesialis dalam bidang Alquran. Saat usia 10 tahun, ayahnya pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Namun, di saat sedang melaksanakan haji, sang ayah meninggal. Jasadnya kemudian dikuburkan di Tanah Suci. Peristiwa tersebut tidak membuatnya larut dalam kedukaan. Sebaliknya, ia selalu berdoa agar bisa pergi ke tanah suci yang tujuannya untuk ibadah haji, menuntut ilmu, dan melihat makam ayahnya. Bermukim di Makkah Kesempatan untuk menunaikan ibadah haji baru terlaksana pada 1905. Dengan bekal hanya cukup untuk ongkos pergi, KH Mas Abdurrahman pun berangkat ke tanah suci. Di samping menu- naikan ibadah haji, kesempatan tersebut juga ia gunakan untuk bermukim guna menuntut ilmu agama sekaligus berziarah ke makam ayahan- danya walaupun tidak jelas di mana kuburannya. Semua hambatan dan rintangan, baik uang saku yang terbatas maupun kondisi alam di Makkah yang berbeda dengan Indonesia, berhasil ia atasi. Karena uang saku yang minim, selama tinggal di Makkah ia memilih untuk tidur maupun belajar di dalam Masjidil Haram. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terkadang ia pergi ke luar kota mencari kayu bakar untuk dijual dan hasilnya ditukar dengan beras. Karena sulitnya mendapatkan bahan makanan, saat menanak nasi ia mencampurkan satu sendok beras berbanding satu liter air. Hal ini dilakukan hampir setiap hari selama 10 tahun bermukim di Makkah. Kecuali jika musim haji tiba, beliau banyak mendapat penghasilan lebih dari hasil mengantar jamaah haji yang berziarah. Kendati hidup pas-pasan, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat KH Mas Abdurrahman untuk menimba ilmu. Seluruh pelajaran diikutinya dengan penuh perhatian dan ketekunan walau sarana serta peralatan menulis tidak lengkap. Karenanya, ia lebih banyak mengandalkan pendengarannya. Dengan sistem hafalan, ia berhasil menyerap ilmu- ilmu yang diajarkan para gurunya, khususnya dalam bidang agama seperti ilmu bahasa Arab, fikih, ushul fikih, nahwu, sharaf, balaghah, tafsir, dan tasawuf. Di antara guru-guru beliau banyak yang berasal dari Indonesia. Mereka adalah Syekh Nawawi al- Bantani yang terkenal dengan kitab tafsirnya, Syekh Achmad Khatib yang berasal dari Minangkabau dan terkenal dengan ilmu tasawufnya. KH Mas Abdurrahman juga semasa dengan KH Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama) dan KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah). ed: syahruddin e B5 REPUBLIKA AHAD, 25 JULI 2010 K eberhasilan KH Mas Abdurrah- man dalam menguasai ilmu agama selama bermukim di Makkah, mengantarkannya sebagai asisten pengajar di tempat ia menuntut ilmu. Namun, karena adanya permohonan dari para ulama Banten agar beliau segera kembali ke Tanah Air, maka rencana tersebut urung terlak- sana. Ketika ditinggal KH Mas Abdurrah- man, kondisi kampung halamannya, Menes, dan daerah di sekitarnya sangat memprihatinkan. Berbagai kemaksiatan merajalela, seperti judi, pencurian, pertengkaran, pacaran, dan lain-lain. Bahkan, setiap ada acara sunatan atau hajatan selalu diselenggarakan hiburan yang dibarengi dengan pesta minum- minuman keras. Dengan kondisi ini membuat prihatin seorang ulama bernama KH Soleh yang memiliki pesantren. Tetapi, kondisi tersebut tidak bisa ia tangani sendiri. Bahkan, KH Soleh pernah dicaci maki oleh masyarakat setempat. KH Soleh kemudian menemui salah seorang kenalannya, KH Jasin, untuk berkonsul- tasi. Kedua ulama ini berembuk untuk memulangkan KH Mas Abdurrahman dari Makkah. Sosok KH Mas Abdurrah- man dianggap keduanya sangat cocok dan mampu mengatasi kondisi yang terjadi di Menes. KH Mas Abdurrahman kembali dari Makkah sekitar tahun 1910. Sepulangnya ke Tanah Air, beliau aktif melakukan dakwah dan menggalakkan pendidikan Islam.Tetapi, beliau berpikir bahwa pendidikan itu harus diajarkan secara terarah dan memiliki kurikulum yang jelas. Maka, ia pun kemudian mulai merintis sebuah lembaga pendidikan Islam di Menes yang nantinya akan dikelola dan diasuh secara jamaah dengan mengoor- dinasikan berbagai disiplin ilmu, teruta- ma ilmu Islam, yang dianggap merupakan kebutuhan yang mendesak saat itu. Pada 10 Juli 1916 didirikanlah sebuah lembaga pendidikan Islam bernama Mathla’ul Anwar (MA) yang memiliki arti ‘terbitnya cahaya’. Saat awal berdiri, kegiatan belajar mengajar diselenggarakan di rumah KH Mustaghfiri, seorang dermawan Menes yang bersedia meminjamkan ruangan di rumahnya untuk dipergunakan sebagai tempat belajar mengajar. Selanjutnya, dengan modal wakaf tanah dari Ki Demang Djasudin yang ter- letak di pinggir jalan raya, dibangunlah sebuah gedung madrasah dengan cara gotong royong oleh seluruh masyarakat Menes pada 1920. Bangunan pertama ini berukuran seluas 1.000 meter persegi, yang sampai saat ini masih berfungsi sebagai tempat penyeleng- garaan pendidikan mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai Madrasah Aliyah (setingkat SMA). Dari bangunan madrasah inilah mulai dihasilkan kader-kader mubaligh serta kiai dan ulama Mathla’ul Anwar yang kemudian bergerak menyebarluaskan lembaga pendidikan ini hingga ke luar daerah Pandeglang, seperti ke Kabupaten Lebak, Serang, Tangerang, Bogor, Karawang sampai ke wilayah Lampung. Pada 1936, jumlah madrasah Mathla’ul Anwar telah mencapai 40 yang tersebar di tujuh daerah tersebut. Perhatian masyarakat terhadap keberadaan Mathla’ul Anwar tidak lagi terbatas dari kalangan pelajar, tetapi kaum intelektual pun mulai berpartisi- pasi aktif. Dengan proses perkembang- annya yang sangat pesat, maka timbu- lah gagasan-gagasan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas serta mengembangkan lembaga pen- didikan ini menjadi sebuah wadah organ- isasi masyarakat Islam. Maka, pada 1936 diadakan kongres pertama Mathla’ul Anwar. Kendati keberadaan Mathla’ul Anwar sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam pada awalnya tidak terlepas dari peranan KH Mas Abdurrahman, namun dalam muktamar pertama tersebut beliau tidak ikut serta duduk dalam kepengurusan organisasi Islam ini. Oleh para pengurus Mathla’ul Anwar, beliau dipercaya sebagai inspektur (pengawas) yang berkedudukan di pusat. Jabatan ini diamanatkan kepada KH Mas Abdurrahman sampai wafatnya. Selama berkiprah di Mathla’ul Anwar, KH Mas Abdurrahman pernah mengelu- arkan fatwa dan pandangannya. Beliau pernah mengeluarkan pandangannya bahwa pemerintah kolonial Belanda adalah kafir. Karenanya, menurut dia, menerima gaji dari pemerintah kolonial Belanda adalah haram, sampai-sampai anaknya pun tidak boleh masuk ke sekolah yang didirikan oleh penjajah Belanda saat itu. Satu lagi fatwanya, jika seseorang dinikahkan oleh Naib atau petugas laki-laki di KUA maka dianggap tidak syah dan harus dinikahkan kembali oleh kiai yang bukan pegawai pemerintah kolonial Belanda. nidia zuraya, ed: syahruddin e Berdakwah di Jalur Pendidikan hujjatul islam KH MAS ABDURRAHMAN Ulama Kharismatik dari Menes, Pandeglang Beliau adalah pendiri Mathla’ul Anwar bersama sembilan orang tokoh Muslim lainnya. DOK MATHLAUL-ANWAR

description

Beliau adalah pendiri Mathla’ul Anwar bersama 9 orang tokoh Muslim lainnya.

Transcript of KH. Mas Abdurrahman: 'Ulama Kharismatik dari Pandeglang

Page 1: KH. Mas Abdurrahman: 'Ulama Kharismatik dari Pandeglang

Nidia Zuraya

Namanya memang tak setenarKH Ahmad Dahlan (pendiriMuhammadiyah) dan KHHasyim Asy’ari (pendiriNahdlatul Ulama). Namundemikian, kontribusinya bisadisejajarkan dengan kedua

nama tokoh besar Islam di nusantara tersebut.KH Mas Abdurrahman berperan penting dalammemajukan duia pendidikan di Indonesia, teruta-ma di wilayah Banten.

Salah satu kontribusinya dalam bidang pen-didikan adalah perguruan pendidikan IslamMathla’ul Anwar (MA) yang terletak di Menes,Pandeglang, Banten. Hingga kini perguruan MAitu masih berdiri kokoh dan sudah menyebar kepenjuru nusantara. Kini MA mendirikan lembagapendidikan mulai TK hingga perguruan tinggi.

Siapakah sebenarnya sosok KH MasAbdurrahman ini? Dia adalah salah seorangpendiri organisasi Mathla’ul Anwar (MA).Bersama sembilan tokoh Islam lainnya, KH MasAbdurrahman mendirikkan Mathla’ul Anwar,

yang berarti Tempat Terbitnya Cahaya.KH Mas Abdurrahman dilahirkan di daerah

Janaka, Pandeglang. Mengenai tahun kelahiran-nya, terdapat beberapa versi. Muhammad Idjen,dalam bukunya berjudul KH Mas Abdurrahman:Ulama Besar Kharismatik Dari Tutugan GunungAseupan, mengungkapkan bahwa Kiai MasAbdurrahman dilahirkan pada 1882 di KampungJanaka, tepatnya di lereng Gunung Aseupan,Kecamatan Jiput, Kabupaten Pandeglang, danwafat 1943.

Muhammad Nahid Abdurrahman dalambukunya KH Abdurrahman Pendiri Mathla’ulAnwar menyebutkan bahwa KH MasAbdurrahman lahir sekitar 1875 dan wafat pada16 Agustus 1944 dan dimakamkan di CikaliungSodong, Kecamatan Saketi, Pandeglang, atausekitar lokasi Perguruan Tinggi Mathla’ul Anwar.

Sementara itu, dalam buku berjudul DirasahIslamiyah I: Sejarah dan Khittah MA yang diter-bitkan Pengurus Besar Mathla’ul Anwar dise-butkan bahwa KH Mas Abdurrahman lahir pada1868 dan wafat 1943.

Ayah KH Mas Abdurrahman bernama KH MasJamal, adalah sosok orang tua yang memilikikeinginan tinggi agar anaknya menjadi seorangulama dan pendidik dalam memajukan umat.Karena pada saat itu kondisi bangsa Indonesiasedang kacau akibat penjajahan Belanda.Keluarga KH Mas Jamal berasal dari kalangantaat ibadah, bertekad untuk menyebarkan ajaranIslam dan memajukan pendidikan umat.

Untuk menularkan keilmuan yang dimilikinya,KH Mas Jamal menekankan pentingnya ajaranagama bahkan mengajar mengaji kepadaputranya, KH Mas Aburrahman. Karenanya, KHMas Abdurrahman kerap ikut mengaji bersamaayahnya, meski harus mendaki gunung.Terkadang, sang ayah terpaksamenggendongnya, karenatidak kuat naikgunung.

KH MasAbdurrahmanpernah belajarpada KHShahib.Setelah cukupdewasa, iadimasukkan kesebuah PondokPesantren Alquranyang berada di daerahSerang. Di sini, ia berada dibawah bimbingan KH Ma’munyang merupakan seorang guru spesialis dalambidang Alquran.

Saat usia 10 tahun, ayahnya pergi ke Makkahuntuk menunaikan ibadah haji. Namun, di saatsedang melaksanakan haji, sang ayah meninggal.Jasadnya kemudian dikuburkan di Tanah Suci.Peristiwa tersebut tidak membuatnya larut dalam

kedukaan. Sebaliknya, ia selalu berdoa agar bisapergi ke tanah suci yang tujuannya untuk ibadahhaji, menuntut ilmu, dan melihat makamayahnya.

Bermukim di MakkahKesempatan untuk menunaikan ibadah haji

baru terlaksana pada 1905. Dengan bekal hanyacukup untuk ongkos pergi, KH Mas Abdurrahmanpun berangkat ke tanah suci. Di samping menu -nai kan ibadah haji, kesempatan tersebut juga iagunakan untuk bermukim guna menuntut ilmuagama sekaligus berziarah ke makam ayahan-danya walaupun tidak jelas di mana kuburannya.

Semua hambatan dan rintangan, baik uangsaku yang terbatas maupun kondisi alam diMakkah yang berbeda dengan Indonesia, berhasilia atasi. Karena uang saku yang minim, selamatinggal di Makkah ia memilih untuk tidurmaupun belajar di dalam Masjidil Haram.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,terkadang ia pergi ke luar kota mencari kayubakar untuk dijual dan hasilnya ditukar denganberas. Karena sulitnya mendapatkan bahanmakanan, saat menanak nasi ia mencampurkansatu sendok beras berbanding satu liter air. Halini dilakukan hampir setiap hari selama 10 tahunbermukim di Makkah. Kecuali jika musim hajitiba, beliau banyak mendapat penghasilan lebihdari hasil mengantar jamaah haji yang berziarah.

Kendati hidup pas-pasan, namun hal tersebuttidak menyurutkan semangat KH MasAbdurrahman untuk menimba ilmu. Seluruh pelajaran diikutinya dengan penuh perhatian danketekunan walau sarana serta peralatan menulistidak lengkap. Karenanya, ia lebih banyak mengandalkan pendengarannya. Dengan sistem

hafalan, ia berhasil menyerap ilmu-ilmu yang diajarkan para

gurunya, khususnyadalam bidang

agama sepertiilmu bahasa

Arab, fikih,ushul fikih,nahwu,sharaf, balaghah,

tafsir, dantasawuf.Di antara

guru-guru beliaubanyak yang berasal

dari Indonesia. Merekaadalah Syekh Nawawi al-

Bantani yang terkenal dengan kitab tafsirnya,Syekh Achmad Khatib yang berasal dariMinangkabau dan terkenal dengan ilmutasawufnya. KH Mas Abdurrahman juga semasadengan KH Hasyim Asy’ari (pendiri NahdlatulUlama) dan KH Ahmad Dahlan (pendiriMuhammadiyah). ■ ed: syahruddin e

B5REPUBLIKA ● AHAD, 25 JULI 2010

Keberhasilan KH Mas Abdurrah -man dalam menguasai ilmuagama selama bermukim diMakkah, mengantarkannya

sebagai asisten pengajar di tempat iamenuntut ilmu. Namun, karena adanyapermohon an dari para ulama Bantenagar beliau segera kembali ke Tanah Air,maka rencana tersebut urung terlak-sana.

Ketika ditinggal KH Mas Abdurrah -man, kondisi kampung halamannya,Menes, dan daerah di sekitarnya sangatmemprihatinkan. Berbagai kemaksiatanmerajalela, seperti judi, pencurian,pertengkaran, pacaran, dan lain-lain.Bahkan, setiap ada acara sunatan atauhajatan selalu diselenggarakan hiburanyang dibarengi dengan pesta minum-minuman keras.

Dengan kondisi ini membuat prihatinseorang ulama bernama KH Soleh yangmemiliki pesantren. Tetapi, kondisitersebut tidak bisa ia tangani sendiri.Bahkan, KH Soleh pernah dicaci makioleh masyarakat setempat. KH Solehkemudian menemui salah seorangkenalannya, KH Jasin, untuk berkonsul-tasi. Kedua ulama ini berembuk untukmemulangkan KH Mas Abdurrahmandari Makkah. Sosok KH Mas Abdurrah -

man dianggap keduanya sangat cocokdan mampu mengatasi kondisi yangterjadi di Menes.

KH Mas Abdurrahman kembali dariMakkah sekitar tahun 1910.Sepulangnya ke Tanah Air, beliau aktifmelakukan dakwah dan menggalakkanpendidikan Islam.Tetapi, beliau berpikirbahwa pendidikan itu harus diajarkansecara terarah dan memiliki kurikulumyang jelas.

Maka, ia pun kemudian mulai merintissebuah lembaga pendidikan Islam diMenes yang nantinya akan dikelola dandiasuh secara jamaah dengan mengoor-dinasikan berbagai disiplin ilmu, teruta-ma ilmu Islam, yang dianggap merupakankebutuhan yang mendesak saat itu.

Pada 10 Juli 1916 didirikanlahsebuah lembaga pendidikan Islambernama Mathla’ul Anwar (MA) yangmemiliki arti ‘terbitnya cahaya’. Saatawal berdiri, kegiatan belajar mengajardiselenggarakan di rumah KHMustaghfiri, seorang dermawan Menesyang bersedia meminjamkan ruangan dirumahnya untuk dipergunakan sebagaitempat belajar mengajar.

Selanjutnya, dengan modal wakaftanah dari Ki Demang Djasudin yang ter-letak di pinggir jalan raya, dibangunlah

sebuah gedung madrasah dengan caragotong royong oleh seluruh masyarakatMenes pada 1920. Bangunan pertamaini berukuran seluas 1.000 meterpersegi, yang sampai saat ini masihberfungsi sebagai tempat penyeleng-garaan pendidikan mulai dari tingkatTaman Kanak-kanak (TK) sampaiMadrasah Aliyah (setingkat SMA).

Dari bangunan madrasah inilah mulaidihasilkan kader-kader mubaligh sertakiai dan ulama Mathla’ul Anwar yangkemudian bergerak menyebarluaskanlembaga pendidikan ini hingga ke luardaerah Pandeglang, seperti keKabupaten Lebak, Serang, Tangerang,Bogor, Karawang sampai ke wilayahLampung. Pada 1936, jumlah madrasahMathla’ul Anwar telah mencapai 40 yangtersebar di tujuh daerah tersebut.

Perhatian masyarakat terhadap keberadaan Mathla’ul Anwar tidak lagiterbatas dari kalangan pelajar, tetapikaum intelektual pun mulai berpartisi-pasi aktif. Dengan proses perkembang -annya yang sangat pesat, maka timbu-lah gagasan-gagasan untukmeningkatkan kualitas dan kuantitasserta mengembangkan lembaga pen-didikan ini menjadi sebuah wadah organ-isasi masyarakat Islam. Maka, pada

1936 diadakan kongres pertamaMathla’ul Anwar.

Kendati keberadaan Mathla’ul Anwarsebagai sebuah lembaga pendidikanIslam pada awalnya tidak terlepas dariperanan KH Mas Abdurrahman, namundalam muktamar pertama tersebutbeliau tidak ikut serta duduk dalamkepengurusan organisasi Islam ini. Olehpara pengurus Mathla’ul Anwar, beliaudipercaya sebagai inspektur (pengawas)yang berkedudukan di pusat. Jabatan inidiamanatkan kepada KH MasAbdurrahman sampai wafatnya.

Selama berkiprah di Mathla’ul Anwar,KH Mas Abdurrahman pernah mengelu-arkan fatwa dan pandangannya. Beliaupernah mengeluarkan pandangannyabahwa pemerintah kolonial Belandaadalah kafir. Karenanya, menurut dia,menerima gaji dari pemerintah kolonialBelanda adalah haram, sampai-sampaianaknya pun tidak boleh masuk kesekolah yang didirikan oleh penjajahBelanda saat itu. Satu lagi fatwanya, jikaseseorang dinikahkan oleh Naib ataupetugas laki-laki di KUA maka dianggaptidak syah dan harus dinikahkankembali oleh kiai yang bukan pegawaipemerintah kolonial Belanda.

■ nidia zuraya, ed: syahruddin e

Berdakwah di Jalur Pendidikan

hujjatul islamKH MAS ABDURRAHMAN

Ulama Kharismatikdari Menes,Pandeglang

Beliau adalah pendiri Mathla’ulAnwar bersama sembilan orang

tokoh Muslim lainnya.

DOK MATHLAUL-ANWAR