Kiritik Sosial Politik Dalam Cerpen Kemarau
-
Upload
afida-ariffin -
Category
Documents
-
view
93 -
download
2
Transcript of Kiritik Sosial Politik Dalam Cerpen Kemarau
Kiritik Sosial Politik dalam Cerpen Kemarau :
Kajian Semiotik
Abstrak : Artikel ini membahas gagasan kritik social politik yang terdapat dalam cerpen
kemarau karya Andrea Hirata. Tujuan pengkajian cerpen ini adalah agar tercipta pemaknaan
lebih dalam ketika pengapresiasian sebah karya sastra. Karya sastra dengan media bahasa
tentu terdapat banyak tanda didalamnya oleh karena itu dilakukan pengkajian semiotic untuk
cerpen ini. Pengkajian semiotic dalam cerpen ini dilakukan dengan pembacaan heuristic dan
hermeutik atau retroaktif.
Pendahuluan
Hingga saat ini Perkembangan karya sastra cukup dinamis. Hal tersebut terlihat dari semakin
banyaknya karya sastra yang lahir dari para kreatornya. Karya sastra merupakan suatu objek
yang cukup menarik untuk dikaji. Banyak hal yang bisa diungkapkan dari karya sastra tersebut.
Terkadang banyak hal yang sengaja disembunyikan sang kreator di dalam karyanya terhadap
pembacanya, sehingga perlu pengkajian yang mendalam untuk mengungkapkannya.
Kajian sastra adalah sebuah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antar unsur
dalam sebuah karya sastra yang bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu
(Aminudin 1995:39). Maka itu, secara sederhana dapat dikatakan bahwa kegiatan mengkaji
karya sastra adalah sebuah kegiatan yang akan melibatkan teori dan cara kerja tertentu disertai
dengan menggunakan sebuah pendekatan tertentu.
Apresiasi sastra menurut Effendi (2002) adalah sebuah kegiatan menggauli karya sastra secara
sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, pikiran kritis, dan kepekaan
perasaan yang baik terhadap karya sastra. Selanjutnya, kritik sastra. Kritik sastra merupakan
Penilaian atau pertimbangan baik buruk suatu hasil kesusastraan dengan memberikan alasan-
alasan mengenai isi dan bentuk hasil kesusastraan tersebut. Kekuatan dan kelemahan karya
sastra itu harus ditunjukkan dengan alasan yang adekuat. Alasan adekuat didapat dengan
menganalisis unsur-unsur dan kaitan antar unsur karya sastra (Jassin, 1991:95)
Karya sastra sebagai sebuah karya seni dengan medium bahasa tidak pernah lepas dari tanda,
berbeda dengan seni musik atau seni lukis yang bermedium netral (pradopo, 1995 :121).
dalam arti belum mempunyai arti, mempunyai system dan konvensi. Medium seni lukis adalah
cat atau warna, medium seni music suara atau bunyi, semuanya belum mempunyai arti sebagai
bahan. Bahan sastra adalah bahasa yang sudah berarti, bahasa berkedudukan sebagai bahan
dalam hubungannya dengan sastra, sudah mempunyai sistem dan konvensi sendiri, maka
disebut system semiotic tingkat pertama. Sastra yang mempunyai system dan konvensi sendiri
yang mempergunakan bahsa, disebut system semiotic tingkat kedua.
Karya sastra adalah sebuah bentuk ekspresi tidak langsung maka dari itu dalam praktiknya
baik itu bentuk karya sastra dalam puisi maupun prosa, bahasa yang menjadi mediumnya tidak
hanya sebatas bahasa sebagai Langue (bahasa dalam system linguistic) namun juga menjadi
mempunyai “makna” dalam sastra yang dapat merefleksikan banyak hal dan multi tafsir.
Karya sastra sebagai buah piker manusia telah lama, sejak jaman nenek moyang menjadi
pewarna yang baik dalam membangun system budaya dalam masyarakat, para penggiat sastra
adalah para polisi norma yang melakukan kritik terhadap perilaku manusia terhadap alam dan
sesama. Dengan media sastra baik itu prosa maupun puisi, para pelaku sastra meniru alam dan
isinya (mimetic) dan melakukan pemikiran yang mendalam dan anlisis terhadap kehidupan
karena pada akhirnya para penyair adalah para filsuf yang mencari kehidupan.
Dalam cerpen “Kemarau” karya andrea hirata ini mencoba melakukan kritik terhadap keadaan
social dan politik masyarakat kekinian, yang semakin kehilangan esensi kehidupan
bermasyarakat (gotong royong dan tengang rasa) karena pergeseran budaya yang disebabkan
oleh serbuan budaya asing (individulisme dan opportunisme) yang kian gencar.
Sekilas tentang semiotik
Secara leksikal, semiotik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan
lambang dalam kehidupan manusia, sedangkan semiotika adalah ilmu atau teori tentang
lambang dan tanda (bahasa, lalu lintas, kode morse, dsb); atau semiologi adalah ilmu tentang
semiotik (KBBI 2007).
Semiotik (kadang-kadang juga dipakai istilah semiologi) ialah ilmu yang secara sistematik
mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang (semeion, bahasa Yunani=tanda), sistem-
sistem lambang dan proses-proses perlambangan (luxemburg, 1984:44).
Tokoh yang dianggap pendiri semiotik adalah dua orang yang hidup sezaman, yang bekerja
dalam bidang yang terpisah dan dalam lapangan yang tidak sama (tidak saling mempengaruhi),
yang seorang ahli linguistik yaitu Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan seorang ahli filsafat
yaiutu Charles Sander Peirce (1839-1914). Saussure menyebut ilmu semiotik dengan nama
semiologi, sedangkan Pierce menyebutnya semiotik (semiotics). Kemudian hal itu sering
dipergunakan berganti-ganti dengan pengertian yang sama. Di Perancis dipergunakan nama
semiologi untuk ilmu itu, sedang di Amerika lebih banyak dipakai nama semiotik (Pradopo,
2005:119).
Metode Hermeutika
Dikaitkan dengan fungsi utama hermeutika untuk memahami agama, maka metode ini dianggap
tepat untuk memahami karya sastra dengan pertimbangan bahwa diantara karya tulis yang
paling dekat dengan agama adalah karya satra
Visi sastra modern menyebutkan bahwa dalam karya sastra ada ruang-ruang kososng,
ditempat itulah pembaca memberikan berbagai macam penafsiran, dan metode hermeutik tidak
mencari makna yang benar tapi yang paling optimal karena kebenaran sebuah makna adalah
hak pribadi pengarang
Metode Analisis Isi
Dasar pelaksanaan metode analisis isi adalah penafsiran. Dasar penafsiran dalam metode
analisis isi memberikan perhatian pada isi pesan. Penelitian menekankan bagaimana
memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa
komunikasi.
Metode Penilitian
Raiffaterre berkata Untuk dapat member makna sajak secara semiotic, pertama kali dapat
dilakukan dengan pembacaan heuristic dan hermeutik atau retrokatif (Pradoppo, 1995:134)
Pembacaan heuristik adalah pembacaan beradasarkan struktur bahasanya atau secara
semiotic adalah berdasarkan system semiotic tingkat pertama. Pembacaan hermeutik adalah
pembacaan karya berdasarkan sisem semiotic tingkat kedua atau berdasarkan konvensi
sastranya. Pembacaan hermeutik adalah pembacaan ulang (retroaktif) sesudah pembacaan
heuristic dengan member konvensi sastranya.
Pembacaan heuristik dalam cerpen adalah pembacaan “tata bahasa” ceritanya dari awal hingga
akhir, oleh karena itu untuk mempermudah pembacaan ini dapat berupa dibuat sinopsis dari
ceritanya.
Sinopsis cerpen Kemarau :
Tokoh aku adalah seorang perantau yang pulang kekampung halamanya dimana ia
mengenang masa kecilnya, tentang musim kemarau yang tidak menyenangkan dikampungnya
dimana tidak ada tempat hiburan atau pun saran rekreasi keluarga yang memadai satu-satunya
yang menarik perhatian hanyalah jam berukuran besar tengah kampong yang telah mati
diangka 5 dan patung patung pejuang 45 yang sedang mengepalkan tangannya, dimana
kemudian dimusim kampanye politik, tepat didepan patung tersebut di pasangi banyak baliho
calon parpol dan tinju patung para pejuang tepat mengarah kepada parpol tersebut.
Tempat lain yang ada didesa tersebut adalah museum yang didalamnya terdapat kebun
binatang dimuseum tersebut tersimpan benda-benda tua keramat peninggalan kerajan local
sekitar dan juga terdapat kebun binatang dengan populasi binatang yang hanya jantan saja dan
sudah tua-tua pula.
Selain itu ada juga kapal keruk yang terbawa tsunami dan karam ditengah kota, kapal rongsok
itu adalah tempat favorit tokoh aku untuk melamun dan melihat seisi kota.
Sekian lama berlalu dan keadaan seisi kota masih sama ketika ia kecil dulu baliho para parpol
masih menutupi patung para pejuang yang setia mengepalkan tinju kearah mereka. Jam
dinding besar jarumnya masih juga tak beranjak dari angka lima, hanya saja yang berbeda kini
adalah tak ada lagi kapal keruk karam itu yang berisi kenangan si tokoh aku.
Lalu ia pun pulang kekota Jakarta dan tiba-tiba sangat merindukan sosok ayahnya.
Unsur intrinsik dalam cerpen kemarau :
Tema :
Kondisi Sosial masyarakat Desa
Judul :
Kemarau : kering karen lama tidak turun
hujan (tt musim) (KBBI 2007)
“Barangkali karena hawa panas yang tak mau menguap dari kamar-kamar sempit yang dimuati
tujuh anak. Barangkali lantaran mertua makin cerewet karena gerah. Barangkali karena musim
kemarau telanjur berkepanjangan, kampung kami menjadi sangat tidak enak setelah bulan
Maret sampai September”.
Latar :
Tempat : Sebuah kampung melayu diluar pulau Jawa
“Konon, mereka dihibahkan ke kampung kami karena telah afkir dari sebuah kebun binatang di
Jawa”
Waktu :
masa sepuluh tahun yang lalu ( musim kemarau, masa kecil si tokoh Aku)
“Sering aku minta dibangunkan jika ayah berangkat kerja pukul dua pagi itu”
Masa setelah sepuluh tahun (musim kemarau, masa dewasa si tokoh aku)
“Sepuluh tahun telah hangus sejak terakhir aku melamun di rongsokan kapal keruk itu”
Tokoh dan Penokohan :
Aku : peka terhadap lingkungan social
“Barangkali karena hawa panas yang tak mau menguap dari kamar-kamar sempit yang dimuati
tujuh anak. Barangkali lantaran mertua makin cerewet karena gerah. Barangkali karena musim
kemarau telanjur berkepanjangan, kampung kami menjadi sangat tidak enak setelah bulan
Maret sampai September”
Pedagang Tebu : sangat Sabar dan ramah
”Mau ke mana kau, Bujang?” sapa penjual tebu waktu aku melintas dekat patung pajuang 45.
Sepuluh tahun telah lewat, apa dia tak punya pertanyaan lain? Malas aku menjawabnya…
Ayah : Pekerja keras
“Tak kan pernah kulupa, setiap pukul dua pagi, truk pengangkut buruh kapal keruk menjemput
ayahku. Kudengar suara klakson. Ayah keluar rumah di pagi buta itu sambil menenteng rantang
bekal makanan dari ibu.”
Gaya penceritaan :
Aku lirih (sudut pandang utama pelaku utama)
“Karena aku ingin melihat ayah dengan seragam mekaniknya yang penuh wibawa, yang ada
test pen di sakunya, yang berbau sangat lelaki”
Pembacaan hermeutik (analisis semiotik):
Tema :
Kondisi Sosial masyarakat Desa
Judul :
Kemarau : Kemarau disini dalam konvensi sastra dapat diartikan kehidupan yang tak kunjung
menemukan kemakmuran. Atau kebahagiaan yang tak kunjung menemui masyarakat
pedesaan tersebut.
“Barangkali karena hawa panas yang tak mau menguap dari kamar-kamar sempit yang dimuati
tujuh anak. Barangkali lantaran mertua makin cerewet karena gerah. Barangkali karena musim
kemarau telanjur berkepanjangan, kampung kami menjadi sangat tidak enak setelah bulan
Maret sampai September”.
Latar :
Latar yang menceritakan tentang bagaimana kondisi social sebuah perkampungan melayu
ditengah suasana musim kemarau, banyak melambangan realitas kehidupan yang secara
kontekstual memang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini.
Gagasan kemunduran atau kemadekan suatu bangsa :
“Patung satunya lagi juga besar dan tinggi, adalah patung para pejuang kemerdekaan tahun 45.
Lengkap dengan senapan dan bambu runcing. Mereka mengacungkan tinju dengan geram,
siap menyikat Belanda. Juga sejak kecil aku bertanya-tanya, mengapa pematung membuat
kepalan patung-patung itu secara anatomis sangat besar? Baru belakangan kutahu
jawabannya, yaitu di depan patung itu kini dipasang papan reklame dan di situ para politisi
sering berbusa-busa membanggakan program-program mereka. Maka tampaklah kini para
pejuang 45 itu seperti ingin menonjok mereka. Jika ingin tahu definisi dari visi seorang seniman,
patung itu memberi contoh yang sangat pas. Jam besar, patung pejuang 45, dan papan
reklame itu adakalanya bagiku tampak bak panggung parodi, adakalanya bak wangsit, dan
adakalanya bak segitiga Bermuda, yang menyimpan misteri politik republik ini.”
Penggalan salah satu bagian cerita dari cerpen kemarau diatas jika ditinjau makna secara
konvensi sastra yaitu:
Bagaimana para pejuang terdahulu berjuang dengan gigih mempertaruhkan jiwa dan raga
dengan hanya memakai bambu runcing melawan para penjajah Belanda, tapi kini seolah
perjuangan mereka tidak ada yang meneruskan tapi malah ditutupi oleh keburukan para
anggota DPR yang terus menerus menjajikan perubahan tanpa bukti. Hingga yang terjadi
adalah kemarau (kemalangan) berkepanjangan yang terjadi di daerah terpencil.
Gagasan tentang Budaya yang salah :
“Baiklah, mari bicara soal museum. Di sana ada sebuah ruangan yang jika dimasuki harus
membuka sandal dan mengucapkan assalamualaikum demi menghormati tombak-tombak
karatan, peninggalan para hulu balang antah berantah. Uang kecil yang diselipkan ke dalam
kotak di samping tombak-tombak itu dapat menyebabkan pendermanya awet muda dan enteng
jodoh. Anak-anak yang tak sengaja menunjuk tombak itu harus mengisap telunjuknya agar tidak
kualat.”
Tradisi masyarakat kita yang memang ketika masa nenek moyang dulu menganut Animisme
dan Dinamisme, menyebabkan pembodohan yang berkepanjangan bahkan ketika sudah dating
ajaran agama yang notabenenya mengajarkan kebaikan dan memberikan pencerahan .
masyarakat kita malah mengakulturasi kedua budaya tersebut hingga menimbulkan budaya
baru yang sangat “khas” namun sangat menyimpang jiga dibenturkan pada nilai-nilai religiutas
agama.
Tokoh dan Penokohan :
Aku : peka terhadap lingkungan social
“Barangkali karena hawa panas yang tak mau menguap dari kamar-kamar sempit yang dimuati
tujuh anak. Barangkali lantaran mertua makin cerewet karena gerah. Barangkali karena musim
kemarau telanjur berkepanjangan, kampung kami menjadi sangat tidak enak setelah bulan
Maret sampai September”
Tokoh aku sebagai sorang pengkritik aktif, disini mungkin melambanglan seorang intelektual
(mahasiswa) yang lahir dari keadaan masyarakat yang sangat kaya dengan budaya leluhur
namun ternyata setelah ia berkuliah dan mendapat ilmu bnyak didapati bahwa banyak hal
menyimpang dari paradigma masyrakatnya yang harus segera ia benahi.
Juga ia gusar ketika melihat kondisi ekonomi masyrakat kampunnya yang tak kunjung membaik
malah selalu saja jadi korban monopoli para petinggi.
Pedagang Tebu : sangat Sabar dan ramah
”Mau ke mana kau, Bujang?” sapa penjual tebu waktu aku melintas dekat patung pajuang 45.
Sepuluh tahun telah lewat, apa dia tak punya pertanyaan lain? Malas aku menjawabnya…
pedagang tebu adalah perlambbang sorang rakyat kecil yang senatiasa konsisten dengan
kemiskinannya namunt ap optimis dan tabah menjalani kehidupannya, tanpa banyak protes dan
mengeluh.
Simpulan :
Cerpen kemarau ini menyoroti bagaimana kehidupan social masyarakat diluar pulau tentang
budaya dan norma serta penyimpangannya, berlaku disekit jawa yang selalu saja jadi korban
kebijakan para petinggi dan mengkritik bagaimana para petinggi yang berada di DPR tidak
menyelesaikan apapu selain menambah buruk keadaan dan menodai nilai-nilai perjuangan
para pejuang dahulu kala.
Daftar Pustaka
Pradopo, Rahmat Djoko, 1995.Beberapa Teori Sastra Metode Kritik dan
Penerapannya.. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai Pustaka.
Kutha, Nyoman. 2009. Teori, Metode, dan Tekhnik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka.
http://cetak.kompas.com/read/2010/07/25/04381167/kemarau