Koko Proposal

205
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI (COMPETENCE BASE EDUCATION AND TRAINING) DAN MOTIVASI DIRI TERHADAP KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF TUNA GRAHITA PROPOSAL OLEH KOMAR HIDAYAT,M.Pd NIM.

Transcript of Koko Proposal

PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

(COMPETENCE BASE EDUCATION AND TRAINING) DAN MOTIVASI DIRI

TERHADAP KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF TUNA

GRAHITA

PROPOSAL

OLEH

KOMAR HIDAYAT,M.Pd

NIM.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadlirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan proposal disertasi berjudul

Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competence Base Education

and Training) dan Motivasi Diri Terhadap Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani

Adaptif Tuna Grahita.

Proposal ini disusun untuk memenuhi dari syarat melakukan penulisan disertasi

untuk memperoleh gelar Doktor Pendidikan di Program Studi Pendidikan Jasmani

Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak demi

perbaikan di masa yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberi manfaat bagi dunia

pendidikan.

Bandung, Juni 2015

Penulis

6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memasuki era otonomi daerah tahun 2003, terjadi perbagai perubahan

mendasar dalam kehidupan masyarakat. Arus perubahan yang tidak menentu menjadikan

masyarakat kehilangan pijakan, sehingga memunculkan berbagai kecenderungan

pelanggaran tatanan hidup kemasyarakatan. Mengantisipasi hal tersebut peran tugas dan

fungsi lembaga-lembaga pemerintahan khususnya penatalaksana penegakan hukum dan

ketertiban, diharapkan mampu mengantisipasi perubahan dimaksud sesuai dengan amanat

Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 1999, Pasal 120 yang mengatur

tentang keberadaan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

Pengarusutamaan Satpol PP ditekankan pada upaya dalam membina

ketenteraman ketertiban masyarakat (tramtibmas), memberi peringatan dini dan

penanggulangan pemeliharaan tramtibmas. penegakan peraturan daerah (perda) yang

harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan prosedural. Upaya ini diwujudkan

dalam bentuk sistem perlindungan masyarakat, dimana kepentingan masyarakat sebagai

hal yang utama. Kepentingan utama dimana pendekatan pengayoman, pencegahan,

pembinaan hingga penindakan atas pelanggaran peraturan yang berlaku dalam

masyarakat.

13

Menatalaksanakan tugas-tugas atas kewenangan tersebut, Satpol PP selalu

berpijak pada protab dalam sistem yang telah baku dimana mengikat keberadaan dari

Satpol PP untuk bertindak dalam kerangka kewenangan prosedural yang harus jelas dan

terukur. Kerangka yang menjadi pijakan bagi petugas untuk mejalankan tugas pelayanan

sehari-hari.

Keberadaan Satpol PP di DKI Jakarta, saat ini diperkirakan lebih 8.000

personel terdiri dari laki-laki dan perempuan yang tersebar di lima wilayah yaitu: Jakarta

Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat2. Hanya saja yang

sudah ditetapkan secara resmi dalam Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta sampai

dengan tahun 2003 belum ada separuhnya, sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat. Suatu jumlah yang sangat tidak memadai untuk melakukan layanan

perlindungan dan upaya penegakan peraturan daerah. Dimana perbandingan idealnya

adalah 1:900, untuk menjangkau luas wilayah DKI 661,260Km2 dengan kuantitas

penduduk diperkirakan 12.000.000 jiwa.3

Memenuhi harapan masyarakat atas upaya perlindungan dan ketertiban,

merupakan tantangan tersendiri bagi kelembagaan Satpol PP, khususnya aparat/guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifitu sendiri dalam

memenuhi tugas pokok dan fungsinya. Dimana perlu didukung oleh kualitas sumber daya

optimal, anggaran operasional dan sarana prasarana aparat Satpol PP yang memadai.

Sumber daya manusia, anggaran operasional dan sarana prasarana aparat

memiliki sisi lemah terutama berkenaan dengan kemampuan skill dan

14

manajerial khususnya pemahaman, pendalaman pengetahuan indikator aspek hukum

dalam menjalankan tugas-tugas di lapangan. Faktor-faktor penyebab utamanya adalah

minimnya kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh petugas Satpol PP.

Ketersediaan sumber daya manusia yang maksimal belum dapat dipenuhi dalam sistem

perekrutan aparat. Belum adanya standar layanan minimal sampai dengan saat ini

menyulitkan ruang gerak petugas Satpol PP. Sistem tata kerja kelembagaan yang ada

masih belum sinergis dari hulu hingga hilir, dimana menempatkan guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifsebagai ujung tombak dalam

menyelesaikan suatu permasalahan pada sisi hilirnya, tanpa pelibatan proses sejak awal.

Kurangnya alokasi rutin yang dianggarkan oleh Anggaran Pembangunan

Belanja daerah (APBD), operasionalisasi kegiatan lebih bersifat projektif, akibatnya

sarana dan prasarana yang bersifat fasilitas keperluan dinas belum memadai. Guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifpada umumnya memiliki

status kepegawaian yang masih bersifat honorer dengan gaji di bawah Upah Minimum

Regional (UMR) nasional.

Tugas operasional lapangan dan penetapan sanksi masih menjadi kendala bagi

petugas Satpol PP. Hambatan pelaksanaan tugas aparat Satpol PP di luar anggaran rutin

umumnya pada pelaksanaan tugas penertiban, terutama masih banyaknya oknum tertentu

yang melindungi pelaku-pelaku pelanggar Perda yang kebanyakan pada sektor hiburan

malam dan prostitusi. Sementara itu penerapan sanksi yang bersifat pemaksaan

terkendala oleh aturan hukum akibat otoritas yang terbatas khususnya menyangkut sanksi

penangkapan, penahanan dan kurungan.

15

Berkaitan dengan kesulitan tugas di lapangan, tugas aparat satpol PP dilapangan

perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah daerah. Selain pengetahuan tentang

hukum Dinas Tramtib, petugas juga harus dibekali dengan pengetahuan yang luas tentang

masalah kemasyarakatan termasuk di dalamnya kemampuan penanggulangan penyakit

masyarakat (patologi sosial) seperti masalah alkoholisme, kenakalan remaja, miras,

gelandangan, dan pelacuran. sehingga ungkapan ketidaktahunan tentang berbagai

fenomena sosial di dalam masyarakat terutama di kota yang menjadi wilayah tugasnya

dapat dihindari dan diantisipasi dengan tepat.

Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifbukan

hanya semata merupakan kekuasaan belaka. Namun lebih sebagai pengayom, pencegah

maupun penegak perlindungan dan ketertiban. Guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifdituntut untuk dapat melindungi masyarakat dari kekerasan

yang berujung pada pelanggaran HAM. Tingkat kemajuan masyarakat yang tinggi

diiringi dengan kecenderungan munculnya segala bentuk ketidakadilan, kesenjangan dan

distorsi. Sehingga bila harapan masyarakat tidak dapat dipenuhi, tersalurkan dan

terselesaikan secara memadai, akan dapat menyebabkan gejolak emosional, kerusuan

sosial dan gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Berbagai kecenderungan

tersebut memunculkan krisis kepercayaan dan mengakibatkan menurunnya kewibawaan

pemerintah. Sehingga respon dalam menangkal berbagai friksi sosial yang terjadi di

masyarakat menjadi sangat rendah.

Masyarakat tidak dapat begitu saja menyerahkan sepenuhnya upaya pemenuhan

keamanan, perlindungan dan ketertiban pada petugas Satpol PP. Masyarakat juga

berkewajiban untuk turut serta secara aktif dalam

16

menyelenggarakan upaya perlindungan dan ketertiban dengan cara mematuhi segala

ketentuan yang ada, memberikan masukan dalam pembuatan kebijakan dan mengontrol

atas pelaksanaan kebijakan tersebut. Karena keamanan dan ketertiban pada dasarnya

adalah merupakan tanggung-jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Kebersamaan yang sinergis antara masyarakat dan pemerintah menjadikan guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptiflebih bersemangat dan

bertanggung jawab dalam penegakan perda. Satpol PP sebagai satuan organisasi perlu

memilliki kemampuan untuk menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan segala daya

dan potensi sumber daya secara optimal. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui

pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang terfokus pada peningkatan

kompetensi yang semestinya dimiliki oleh setiap petugas untuk dapat lakukan tugas

tanggung jawab dan fungsinya sebagai pengayom masyarakat. Melalui assesment dari

hulu sampai hilir, didukung pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi akan

mengarahkan seseorang pada kemampuan standart, yang pada akhirnya akan berpengaruh

pada persesuaian kompetensi terhadap kebutuhan pengembangan organisasi.

Kebutuhan akan pengembangan diri dan organisasi dapat dimotivasi dari diri

sendiri, dengan upaya memperoleh kebebasan dan otonomi untuk menumbuhkan

semangat kerja. Pimpinan yang tanggap akan dapat mengetahui motivasi dari

bawahannya, sehingga dapat membuka jalan menuju produktivitas kerja yang diharapkan

organisasi. sehingga akan mendorong motivasi, semangat kerja dan meningkatkan

prestasi dan produktivitas kerja, serta meningkatkan antusias kebersamaan dalam

menjalankan tugas-tugas perorangan dan

17

kelompok dalam organisasi menurut ukuran atau batasan-batasan yang ditetapkan.

Motivasi dapat ditempatkan sebagai bagian yang fundamental dari kegiatan

manajemen. Seseorang yang termotivasi dalam melakukan pekerjaannya, maka dengan

sendirinya kinerja seseorang tersebut dengan sendirinya akan meningkat juga. Memenuhi

harapan tersebut, kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifperlu didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai. Kualitas

sumber daya manusia dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan yang baik.

Salah satunya adalah melalui Competency Based Education and Training (CBET).

Melalui Competency Based Education and Training (CBET) diharapkan dapat

meningkatkan motivasi guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifdan meingkatkan kinerja dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak

perlindungan dan ketertiban. Motivasi yang ada pada guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifharus senantiasa dipacu, karena tanpa motivasi kerja

yang tinggi yang dilakukan oleh organisasi belumlah optimal. Masih perlu ditingkatkan

agar memberikan kinerja yang baik dilapangan. Kinerja yang baik tentunya harus

ditunjang oleh kualitas SDM yang baik. Sehingga dipandang perlu untuk meningkatkan

kompetentisi petugas satpol PP. Sehingga dapat diketahui sejauhmana Competency Based

Education and Training (CBET) dan motivasi berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.

Sehingga melalui penelitian ini akan menemukan relevansinya.

18

B. Identifikasi Masalah

Mengacu pada konsep otonomi daerah yang diamanatkan Undang Undang No.

22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah. Pasal 120 menekankan pada keberadaan

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), yang bertugas membina ketenteraman ketertiban

masyarakat, memberi peringatan dini, pemeliharaan, penanggulangan, dan penegakan

peraturan daerah (perda) yang harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan

prosedural dimana mengacu pada kepentingan terbaik untuk masyarakat.

Mengacu pada pemahaman diatas, maka penelitian dapat diidentifikasi sebagai

berikut:

1. Bagaimana mengembangkan kualitas sumber daya petugas Satpol PP?

2. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam mengembangkan kualitas sumber

daya petugas Satpol PP?

3. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan kualitas sumber

daya petugas Satpol PP?

4. Bagaimana meningkatkan kinerja petugas Satpol PP?

5. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas kinerja

petugas Satpol PP?

6. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas kinerja

petugas Satpol PP?

7. Bagaimana mengembangkan motivasi guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifdalam melaksanakan tupoksinya?

8. Bagaiman strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan motivasi guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifdalam melaksanakan

tupoksinya?

19

9. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan motivasi kerja

petugas Satpol PP?

10. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training

(CBET) terhadap peningkatan kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptif?

11. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training

(CBET) terhadap pengembangan motivasi guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptif?

12. Bagaimana pengaruh pendekatan Competency-based Education and Training

(CBET) terhadap peningkatan kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifperempuan ?

13. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training

(CBET) terhadap pengembangan motivasi guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifperempuan ?

14. Apakah terdapat korelasi antara pendekatan Competency-based education and

training (CBET), terhadap pengembangan motivasi guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifperempuan ?

C. Pembatasan masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pembahasan tentang pengaruh

motivasi dan pelatihan terhadap kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifdidalam lingkup Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta.

D. Perumusan Masalah

Dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka dalam penelitian ini

perumusan masalah dirumuskan sebagai berikut:

20

1. Apakah terdapat perbedaan kinerja antara guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti model pelatihan Competency Based

Education and Training (CBET) dengan model pelatihan konvensional ?

2. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja

terhadap kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptif?

3. Apakah kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifyang memiliki motivasi kerja tinggi dan mengikuti pelatihan model

Competency Based Education and Training

(CBET) lebih tinggi dibandingkan kinerja satpol PP yang memiliki motivasi tinggi

dan mengikuti pelatihan konvensional ?

4. Apakah kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifyang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti model pelatihan

konvensional lebih tinggi daripada kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang memiliki motivasi rendah dan mengikuti

Competency Based Education and Training (CBET)?

E. Kegunaan hasil penelitian

Penelitian ini baik secara teoritis maupun praktis mempunyai berbagai

manfaat sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritik

Hasil penelitian dapat dijadikan landasan untuk menyusun konsep dan strategi baru

dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifguna mempersiapkan personil SDM yang

memadai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dari petugas Satpol PP.

21

2. Kegunaan Praktis

Penelitian yang dilakukan di Dinas Satpol PP provinsi DKI ini diharapkan

dapat memberikan masukkan atau rekomendasi khususnya kepada pihak

manajemen dalam peningkatan kompetensi guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang lebih baik di masa yang akan datang dengan

mengutamakan kepentingan terbaik untuk masyarakat.

22

BAB II

KERANGKA TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

Acuan teori yang merupakan landasan konseptual dalam penelitian menekankan

pada kajian tentang kinerja, model pendidikan dan pelatihan, serta motivasi petugas

Satpol PP.

A. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Satpol PP merupakan perangkat aparat pelaksana layanan perlindungan

dan penegak hukum dalam konteks institusi ketenteraman dan ketertiban (tramtib)

di lingkungan dimana ditugaskan. Kinerja Satpol PP mengacu pada tugas pokok

dan fungsinya sebagai pembina ketenteraman ketertiban masyarakat (tramtibmas),

pemberi layanan perlindungan, pemberi peringatan dini dan penanggulangan

pemeliharaan tramtibmas, dan penegak peraturan daerah (perda). Secara

keseluruhan ruang geraknya dijiwai untuk kepentingan terbaik bagi masyarakat,

dan sesuai dengan tatanan nilai yang berlaku dalam masyarakat secara umum.

Tuntutan tugas aparat Satpol PP yang bagitu luas ini tentu merupakan suatu beban

kerja tersendiri. Kuantitas beban kerja yang demikian berat tentunya merupakan

permasalahan kinerja yan spesifik bagi aparat satpol PP.

Karena tentunya suatu organisasi, dalam hal ini Satpol PP sangat

menginginkan adanya peningkatan kinerja sesuai dengan standar yang

23

telah ditentukan untuk mencapai tujuan. Mewujudkan pencapaian tujuan tersebut

harus ditopang oleh semangat dan kegairahan kerja pegawai. Oleh karena itu

organisasi atau instansi perlu mengetahui berbagai kelemahan dan menguatkan

kelebihan. Suatu hal yang lumrah mengetahui kekurangan, hal ini diperlukan guna

meningkatkan produktivitas dan pengembangan pegawai. Menjawab kebutuhan

tersebut, perlu dilakukan kegiatan penilaian kinerja secara periodik yang

berorientasi pada masa lalu atau masa yang akan datang bagi para petugas Satpol

PP.

Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun dengan

mengedepankan kapasitas sumber daya. Implementasi kinerja dilakukan oleh

sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan

kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumberdaya

manusianya akan mempengaruhi sikap dan perilaku sumber daya tersebut dalam

menjalankan kinerja.

Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat

dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan, konsumen, dan memberikan

kontribusi pada ekonomi sehingga seseorang berupaya untuk melakukan pekerjaan

dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja harus dapat diejawantahkan

sebagai apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.

Fremont dalam internet Journal (2000) memberikan konsep umum tentang

prestasi adalah kinerja = f (kesanggupan, usaha dan kesempatan).

Persamaan ini menampilkan faktor atau variabel pokok yang menghasilkan prestasi,

mereka adalah masukan (inputs) yang jika digabung, akan

24

menentukan hasil usaha perorangan dan kelompok. Kesanggupan (ability) adalah

fungsi dari pengetahuan dan skill manusia dan kemampuan teknologi. Ia

memberikan indikasi tentang berbagai kemungkinan prestasi. Usaha (effort) adalah

fungsi dari kebutuhan. Sasaran, harapan dan imbalan. Besar kemampuan terpendam

manusia yang dapat direalisir itu bergantung pada tingkat motivasi individu

dan/atau kelompok untuk mencurahkan usaha fisik dan mentalnya. Tetapi tak akan

ada yang terjadi sebelum manajer memberikan kesempatan (opportunity) kepada

kesanggupan dan usaha individu untuk dipakai dengan cara-cara yang bermakna.

Prestasi organisasi adalah hasil dari sukses individu dan kelompok dalam mencapai

sasaran yang relevan.

Pada organisasi atau unit kerja di mana input dapat teridentifikasi secara

individu dalam bentuk kuantitas misalnya pabrik jamu, indikator kinerja

pekerjaannya dapat diukur dengan mudah, yaitu banyaknya output yang dicapai

dalam kurun waktu tertentu. Namun untuk unit kerja kelompok atau tim, kinerja

tersebut agak sulit, dalam hubungan ini Simamora4 (1995 : 132) mengemukakan

bahwa kinerja dapat dilihat dari indiktor-indikator sebagai berikut : 1) keputusan

terhadap segala aturan yang telah ditetapkan organisasi, 2) Dapat melaksanakan

pekerjaan atau tugasnya tanpa kesalahan (atau dengan tingkat kesalahan yang

paling rendah), 3) Ketepatan dalam menjalankan tugas.

25

Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam

penilaian perilaku secara mendasar meliputi: (1) kualitas kerja; (2) kuantitas kerja;

(3) pengetahuan tentang pekerjaan; (4) pendapat atau pernyataan yang

disampaikan; (5) keputusan yang diambil; (6) perencanaan kerja; (7) daerah

organisasi kerja.

Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena

sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Sehubungan dengan

itu maka upaya untuk mengadakan penilain kinerja merupakan hal yang sangat

penting.

Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas,

karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai

tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Jadi untuk mendapatkan

gambaran tentang kinerja seseorang, maka perlu pengkajian khusus tentang

kemampuan dan motivasi. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah

kemampuan dan kemauan. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak

mau sehingga tetap tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak

orang mau tetapi tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa.

Senada dengan pemahaman diatas, Mangkunegara berpendapat bahwa

kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual

performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang

dicapai seseorang)5. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kinerja karyawan (prestasi

kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan kepadanya. Pendapat serupa juga disampaikan oleh

Irawan yang mengemukakan bahwa kinerja merupakan satu-satunya petunjuk

yang dapat kita percayai untuk menyimpulkan apakah suatu organisasi, unit

atau pegawai sukses atau gagal, berprestasi atau tidak.6

Menurut Hariandja kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan

oleh pegawai atau perilaku nyata yang dinyatakan sesuai dengan perannya

dalam organisasi atau instansi.7 Sedangkan Husein mendefinisikan kinerja

sebagai hasil kerja yang dicapai seseorang tenaga kerja dalam melaksanakan

tugas dan pekerjaannya yang dibebankan kepadanya.8

Handoko mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai

seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang

didasarkan atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan waktu.9

Sedangkan definisi kinerja menurut Gomes adalah ungkapan seperti out

put, efisiensi serta efektivitas dan sering dihubungkan dengan

produktivitas.

Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam

usaha organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan harus

dilakukan orgisasi atau instansi untuk meningkatkannya. Salah satu

diantaranya adalah melalui penilaian kinerja. Menurut Efendi Hariandja

Penilaian kinerja merupakan salah satu proses organisasi atau instansi dalam

menilai kinerja pegawainnya11. Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara

umum adalah untuk memberikan feedback kepada pegawai dalam upaya

memperbaiki tampilan kerja dan upaya meningkatkan produktivitas

organisasi. Secara khusus dilakukan dengan berbagai kebijaksanaan terhadap

pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan.

Dikemukakan oleh Tika bahwa kinerja adalah hasil-hasil fungsi

pekerjaan (motivasi, kecakapan, persepsi peranan) seseorang dalam suatu

organisasi atau instansi yang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk

mencapai tujuan organisasi atau instansi.12 Berkaitan dengan motivasi kerja,

Victor Vroom yang dikutip dalam Efendi Hariandja tentang teori motivasi

expentansi, mengatakan bahwa salah satu unsur penting dalam motivasi

adalah adanya kemungkinan bahwa seseorang dapat mencapai kinerja yang

diharapkan, yang disebut dengan expectancy, disamping adanya hubungan

yang jelas antara kinerja dengan reward/imbalan yang

didapat (instrumentality), serta imbalan yang akan didapat sesuai dengan bentuk

yang sangat diinginkan saat ini (valens).

Kinerja di dalam suatu organisasi dilakukan oleh segenap sumber daya

manusia dalam organisasi atau instansi, baik unsur pimpinan maupun pekerja.

Banyak sekali aspek maupun faktor yang dapat mempengaruhi sumberdaya

manusia dalam menjalankan kinerjanya. Adapun aspek-aspek standar pekerjaan

menurut Mangkunegara14 terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek

kualitatif meliputi: (1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan; (2) Waktu yang

dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan; (3) Jumlah kesalahan dalam

melaksanakan pekerjaan; dan (4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam

bekerja. Sedangkan aspek kualitatif meliputi: (1) Ketepatan kerja dan kualitas

pekerjaan; (2) Tingkat kemampuan dalam bekerja; (3) Kemampuan menganalisis

data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan; dan (4)

Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen).

Ukuran-ukuran keberhasilan dalam pekerjaan dapat ditentukan dengan

tepat dan lengkap, dan diuraikan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan

diukur secara cermat dan tepat. Sehingga dalam pelaksanaan pengelolaan kinerja

karyawan, hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

kinerja seseorang (karyawan).

Menurut Robbins yang dikutip oleh Rivai dan Basri mengemukakan

bahwa kinerja adalah sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau

Ability (A), motivasi atau Motivation (M) dan kesempatan atau Opportunity

(O), yaitu kinerja = f(A x M x O)”.15 Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh

faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah

tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya

rintangan-rintangan yang mengendalikan karyawan itu. Sedangkan menurut Davis

dan Newstrom yang di kutip Husein yang menyebutkan variabel-variabel yang

mampu mempengaruhi tingkat prestasi dan kinerja (performance) organisasi,

yakni : kewenangan organisasi, kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungan

organisasi.16

Sementara menurut Wibowo mengemukakan bahwa faktor yang dapat

mempengaruhi sumber daya manusia dalam menjalankan kinerjanya, terdapat

faktor yang berasal dari dalam diri sumber daya manusia sendiri maupun dari luar

dirinya antara lain: (1) Kemampuan berdasar pada pengetahuan dan keterampilan,

kompetensi yang sesuai dengan pekerjaannya, motivasi kerja dan kepuasan kerja,

kepribadian, sikap dan perilaku; (2) Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan dalam

organisasi atau instansi, yaitu: bagaimana pemimpin menjalin hubungan dengan

pegawai, bagaimana mereka memberi penghargaan kepada pegawai yang

berprestasi, dan bagaimana mereka mengembangkan serta memberdayakan

pegawainya; (3) Sumber dana, bahan, peralatan, teknologi, dan mekanisme kerja

yang berlangsung dalam organisasi; dan

(4) Lingkungan kerja atau situasi kerja yang merupakan faktor lingkungan

kerja internal organisasi atau instansi, seperti kondisi hubungan antarmanusia di

dalam organisasi, baik antara atasan dengan bawahan maupun diantara rekan

sekerja.17

Berpijak dari berbagai pandangan para pakar di atas terdapat banyak

variabel yang mempengaruhi pencapaian kinerja organisasi yaitu faktor

kepemimpinan, faktor motivasi, faktor disiplin dan faktor kinerja dari sumber daya

manusia dalam hal ini adalah pegawai.

Menurut Simamora dalam Mangkunegara bahwa upaya peningkatan

kinerja (performance) pegawai dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya :

1) Faktor individual, yang berupa kapasitas untuk mengerjakan sesuatu, terdiri

dari kemampuan dan keahlian, latar belakang dan demografi.

2) Faktor psikologis, berupa persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan

motivasi, yang dapat membentuk keinginan mencapai sesuatu.

3) Faktor organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu. Terdiri

dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan (imbalan), struktur dan job

design.18

Memahami hal tersebut, kinerja pegawai akan tercipta bila di dukung oleh

adanya kesiapan yang dimiliki karyawan itu sendiri baik secara kemampuan,

mental (psikologis) dan adanya dukungan dari organisasi berupa kesempatan.

Karena acapkali terjadi, meski seorang individu

bersedia dan mampu, tetapi bisa saja ada rintangan yang ada dapat menjadi

penghambat yang cukup berarti.

Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara

lain dikemukakan Amstrong dan Baron (1998,16) yang dikutip oleh Wibowo yaitu,

sebagai berikut :

a) Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan kompetensi yang

dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

b) Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan

dukungan yang dilakukan pimpinan dan team leader.

c) Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan

sekerja.

d) System factors, ditunjukkan oleh system kerja dan fasilitas yang diberikan

organisasi.

e) Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat

tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.19

Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik

yang bersumber dari pegawai sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari

pegawai sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu,

dari segi organisasi atau instansi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin

memberdayakan pegawainya, bagaimana mereka memberikan penghargaan pada

pegawai, dan

bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pegawai

melalui coaching, mentoring dan counselling.20

Indikator kinerja atau performance indikators kadang-kadang

dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja (performance

measures), tetapi banyak pula yang membedakannya. Pengukuran kinerja

berkaitan dengan hasil yang dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah

kejadian. Sementara itu, indikator kinerja dipakai untuk aktivitas yang hanya

dapat ditetapkan secara kualitatif atas dasar perilaku yang dapat diamati.

Menurut Hersey, Blanchard, dan Jhonson yang di kutip oleh Nengah, terdapat

tujuh indikator kinerja, yang digambarkan sebagai berikut:

competenc

feedback

motive

goals

means

standard

opportunity

Gambar 1: Indikator Kinerja

Gambar ketujuh indikator kinerja diatas dapat dijelaskan, sebagai

berikut:

1) Goals (tujuan) merupakan suatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai

dimasa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan merupakan arah ke mana

kinerja harus dilakuakan. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila

dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

2) Standard (standar) merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang dinginkan

dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan dapat

tercapai. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai

standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan.

3) Feedback (umpan balik) merupakan masukan yang dipergunakan untuk

mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan

umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat

dilakukan perbaikan kinerja. Masukan berupa feedback

ini dapat berasal dari dalam dan luar organisasi. Umpan balik dari dalam

organisasi merupakan evaluasi yang dilakukan secara bersama atau melalui tim

khusus yang dibentuk untuk memberikan masukan terhadap sebuah pencapaian

tujuan organisasi. Umpan balik dari luar organisasi dapat dilihat dari respon

masyarakat (pengguna) dari produk maupun jasa yang di hasilkan oleh

organisasi.

4) Means (alat atau sarana) merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan

untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana

merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan.

5) Competence (kompetensi) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh

seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan

baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan

dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

6) Motive (motif) merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk

melakukan sesuatu. Pimpinan memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan

insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang,

menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan

melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan

sumber daya yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang

mengakibatkan disintesif.

7) Opportunity (peluang) merupakan peluang untuk menunjukkan prestasi

kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan adanya

kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan

kemampuan untuk memenuhi syarat.

Kinerja amat bergantung sejauh mana upaya seseorang untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Tujuan yang telah ditetapkan ini

merupakan tujuan yang terukur dan dapat diobservasi oleh seluruh anggota

organisasi sehingga tujuan merupakan sesuatu yang konkrit dan nyata bukan

merupakan hal yang abstrak dan mengawang jauh dari kenyaataan. Kemampuan

organisasi untuk meramu bentuk dari tujuan yang ingin dicapai menjadi amat

penting, karena hal itu dapat memberikan kejelasan kepada anggota organisasi

untuk mencapai target tujuan yang hendak dicapai.

Sarana dan kompetensi merupakan faktor pendukung yang penting yang

diperlukan oleh setiap anggota untuk mencapai tujuan organisasi. Sarana dan

kompetensi memungkinkan seorang anggota organisasi dapat mewujudkan tugas

yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

Motif yang dimiliki seorang anggota organisasi merupakan hal yang

cukup penting dalam usaha mendorong seorang anggota organisasi untuk mencapai

tujuan organisasi. Kemampuan seorang pemimpin untuk memfasilitasi motif dari

setiap anggotanya menjadi faktor kunci bagi kelancaran pergerakan organisasi

untuk mencapai tujuan organisasi.

Peluang yang diperoleh oleh seorang anggota organisasi juga memegang

peranan penting bagi anggota untuk turut andil mencapai tujuan

organisasi. Ketersedian waktu yang dimiliki oleh seorang anggota organisasi memegang

peranan penting guna menunjukkan prestasi kerjanya secara optimal sesuai dengan

kebutuhan upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Prestasi kerja seorang anggota

organisasi perlu ditunjang oleh kemampuan untuk memenuhi syarat yang ditetapkan oleh

organisasi untuk melakukan suatu pekerjaan.

Beberapa penjabaran di dapat dirangkumkan kedalam beberapa kata kunci untuk

menunjukkan kinerja seorang anggota satpol PP yaitu: Hasil pekerjaan, insentif dan

produktifitas. Hasil pekerjaan hasil pekerjaan yang dicapai oleh individu dan terkait pada

tujuan organisasi yang telah ditetapkan oleh organisasi dan tunjang oleh sistem,

kepemimpinan, sarana, dan dukungan organisasi yang diberikan oleh organisasi. Sedangkan

insentif merupakan hal-hal yang berkaitan dengan motif dan kebutuhan yang ada dalam diri

individu. Dan produktifitas berkaitan dengan kemampuan seorang anggota organisasi untuk

menghasikan jumlah pekerjaan sesuai dengan kompetensi dan peluang yang dimiliki oleh

seorang anggota organisasi menyelesaikan pekerjaannya.

Berdasarkan penjabaran konsep di atas maka kinerja yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah perbuatan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai

hasil tertentu. Perbuatan tersebut mencakup hasil, insentif dan produktifitas yang hasilkan

melalui proses yang terfokus pada tujuan yang hendak dicapai serta dengan terpenuhinya

standar pelaksanaan dan kualitas yang diharapkan.

2. Dimensi dan Indikator Kerja

Sebagaimana definisi kinerja yang dirumuskan di atas, maka dalam mengukur

kinerja terdapat beberapa faktor atau dimensi yang harus terpenuhi yaitu kualitas kerja,

kunatitas kerja, pengetahuan, keandalan, kehadiran dan kerjasama. Masing-masing

faktor tersebut dijabarkan dalam beberapa indikator sebagaimana diuraikan dalam tabel

berikut :

Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Kinerja

No Dimensi Indikator

1 Kualitas Kerja - Ketelitian bekerja

- Ketepatan dalam berkerja

- Kerapian bekerja

- Keterampilan dan kecakapan kerja

- Empati dalam bereja bersama dengan masyarakat

2 Kuantitas kerja - Jumlah hasil kerja yang telah dicapai

- Kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan

- Menurunnya kecenderungan penyimpangan dan

pelanggaran dalam masyarakat

3 Pengetahuan - Pemahaman terhadap tugas yang dikerjakan

- Etika bekerja bersama masyarakat sipil

4 Keandalan - Mengikuti instruksi pimpinan

- Memiliki inisiatif

- Disiplin dalam kerja

- Memiliki empati dalam bekerja

5 Kehadiran - Hadir dalam rapat rutin

- Aktif dalam setiap rapat

- Aktif melaksanakan tugas piket harian dan lapangan

- Aktif melakukan patroli keliling

- Aktif melakukan penjangkauan masyarakat yang

bermasalah

6 Kerjasama - Kemampuan bekerjasama dengan teman seprofesi

- Kemampuan bekerjsama dengan atasan

- Kemampuan dalam melaksanakan fungsi referal

- Kemampuan dalam menjalin jejaring kemasyarakatan

khususnya bidang layanan perlindungan dan

penegakan ketertiban

- Kemampuan penguatan masyarakat untuk secara

39

No Dimensi Indikator

madani menyelenggarakan sistem kontrol sosial

untuk mnegakkan perlindungan dan ketertiban

bermasyarakat

- Kemampuan menjadikan dirinya guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifyang ramah terhadap lingkungan dimana

bekerja.

B. Pendidikan dan Pelatihan

1. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan Pelatihan (Education and Training) atau biasa

disingkat Diklat adalah bagian yang tak terpisahkan dan terpenting dalam

peningkatan kinerja. Mengacu dalam bahasa inggris, education

(pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi

peningkatan.23 Dalam pengertian sempit, McLeod mendefinisikan pendidikan

sebagai perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.24

Tardif yang dikutip Syah mendefisikan pendidikan sebagai seluruh tahapan

pengembangan kemampuan dan perilaku manusia dan proses penggunaan

pengalaman kehidupan.25 Nedle dalam Tilaar mengartikan pendidikan adalah

proses belajar mempersiapkan individu untuk pekerjaan yang berbeda pada

masa yang akan datang.26

M. Chabib Thoha menyatakan bahwa untuk memahami pengertia

npendidikan dengan benar, pendidikan perlu dibedakan menjadi dua

pengertian yaitu pengertian yang bersifat teoritis dan pengertian pendidikan

dalam arti praktis.Menururtnya, pendidikan dalam arti pertama adalah

pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk

memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada

pemikiran normative spekulatif rasional empirik, rasional filosofik maupun

historic filoisofik.

Pendidikan dalam arti praktis para ahli pendidikan merumuskan

secara bervariasi.

a. Menurut Goerge F. Kneller.

“Education is the Process of self realization. In which the self

realizesand develops all its parentialitles.”29 Artinya : “Pendidikan dalam

realisasi diri dimana (pribadi Individu) merealisasikan dan

mengembangkan semua potensi-potensinya”.

b. Menururt Frederick J. McDonald

“Education is a process aran activity which is directed at

producing desirable changes in the behavior of human being.” Artinya:

pendidikan adalah suatu prosews atau aktivitas yang secara langsung

diharapkan dapat menghasilkan bisa menghasilkan perubahan tingkah

laku.

“Etimologycall the world education means just a proccess of

leading or bringing of. When we have the out come of the process in

mind we speakz of education as shaping, forming, molding activity that

is, a shaping into the standart from of social activity.”31 Artinya, secara

etimologi, kata pendidikan hanya berarti suatu proses memimpin atau

mengasuh, jika kita telah menghsilkan proses kejiwaan, kita katakan

bahwa pendidikan adalah proses pembentukan pembinaan, dan

percetakan aktivitas, yakni pembentukan ke dalam bentuk standar dari

aktivitas sosial.

Menurut Chabib Thoha, Pendidikan dalam arti praktek atau

“suatu proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi-

potensi yang dimiliki subjek didik untuk mencapai perkembangan secara

optimal serta membudayakan manusia melalui proses tranformasi nilai-

nilai yang utama.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan

bahwa pendidikan merupakan suatu proses pengembangan pribadi dalam

semua aspek-aspeknya. Atau dapat juga diartikan sebagai suatu proses

pengembangan pribadi dalam semua aspek-aspeknya untuk

merealisasikan manusia yang berbudi luhur.

Pelatihan adalah suatau kegiatan untuk memperbaiki kemampuan

kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas tertentu. Dessler

mengartikan pelatihan sebagai proses pembelajaran. Donaldson dan Scannel

memaknai pelatihan sebagai upaya perubahan perilaku. menurutnya

pendikan dan pelatihan harus diorganisir agar dapat mengantarkan perubahan

perilaku peserta pelatihan.

Jucius dalam Bernardin menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan

digunakan untuk menunjukkan setiap proses, dimana bakat, kecakapan dan

kemampuan para pegawai dikembangkan agar mereka dapat menyelsaikan

pekerjaan tertentu. Kemudian Bernardin menyebutkan secara ideal bahwa

pelatihan harus disesuaikan dengan keinginan mewujudkan dan mencapai

tujuan organisasi.36

Pelatihan bagi Bosker adalah suatu kegiatan pembelajaran yang

terprogram dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan

peserta.37 Makna kemampuan dan keterampilan di sini tidak hanya sekadar

ranah psikomotorik, namum juga meliputi aspek kemampuan dan

keterampilan yang utuh. Termasuk dalam makna kemampuan di sini adalah

kecerdasan majemuk (multiple intelegencies) dan aspek-aspek psikologis lain,

seperti motivasi kerja, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan

sebagainya yang dapat dikembangkan melalui pelatihan.

Menurut Brown, pelatihan merupakan salah satu kegiatan pokok

dalam pengembangan sumberdaya manusia. Hal ini karena kondisi dan

tuntutan lingkungan yang selalu berubah, serta perkembangan ilmu dan

teknologi, menyebabkan organisasi atau lembaga harus selalu menyesuaikan

diri. Untuk itu sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi harus selalu

ditingkatkan kemampuannya. Sebagian besar kegiatan pengembangan

sumberdaya manusia dilakukan melalui program

pelatihan.

Pelatihan menurut Wexley dan Yukl adalah suatu proses di mana

pegawai mempelajari keterampilan, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang

diperlukan guna melaksanakan pekerjaannya secara efektif. Sementara

menurut Amstrong, pelatihan adalah kegiatan untuk mengisi kesenjangan

antara apa yang dapat dikerjakan seseorang dan siapa yang seharusnya

mampu mengerjakannya, agar secepat mungkin pegawai dapat mencapai

suatu tingkat kemampuan kerja dalam jabatan mereka, dan menambah

keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk memperbaiki prestasi

dalam jabatan yang sekarang atau mengembangkan potensinya untuk

masa yang akan datang.

Berpijak pada beberapa pengertian di atas, maka pengertian

pendidikan dan pelatihan dalam penelitian ini adalah kegiatan yang

dilakukakan untuk membina kepribadian, meningkatkan dan

mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan karyawan dalam

bekerja.

Pelaksanaan diklat sangat beragam jenis program dan model yang

digunakan. Berikut adalah dua model diklat yang biasa dilakukakan dalam

berbagai kegiatan.

2. Competence Based Education and Training (CBET)

Competence Based Education Training (Pendidikan dan Pelatihan

Berbasis Kompetensi) merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan yang

dirancang untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan secara khusus,

untuk mencapai hasil kerja yang berbasis target kinerja (performance target)

yang telah ditetapkan. Target kinerja yang dimaksud adalah kompetensi.

Artinya, pendidikan dan pelatihan yang diperuntukkan bagi sumberdaya bukan

sekedar membentuk kompetensi, tetapi kompetensi tersebut harus relevan

dengan tugas dan jabatannya. Dengan kata lain, kompetensi itu secara

langsung dapat membantu di dalam melaksanakan tugas sehari-hari dari

sumber daya tersebut.

Makna kompetensi secara umum menurut Anderson adalah sebagai

sebagai karakteristik dasar yang terdiri dari kemampuan (skill), pengetahuan

(knowledge) serta atribut lainnya yang mampu membedakan seseorang yang

perform dan tidak perform. Berdasarkan pengertian tersebut diatas,

kompetensi dipandang sebagai alat penentu untuk memprediksi keberhasilan

kerja seseorang.

Senada dengan pengertian tersebut, Mulyasa menjelaskan bahwa

kompetensi merupakan indikator yang menunjuk pada perbuatan yang bisa

diamati dan sebagai konsep yang mencakup aspek–aspek pengetahuan,

keterampilan, nilai dan sikap serta tahap–tahap pelaksanaannya secara utuh.

Bagi Spencer dan Spencer kompetensi adalah karakteristik yang

mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam

pekerjaannnya.42 Kompentensi seorang individu merupakan sesuatu yang

melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat

kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat,

pengetahuan maupun kemampuan/keahlian. Kompentensi individu yang

berupa kemampuan dan pengetahuan bisa dikembangkan melalui pendidikan

dan pelatihan.

Selanjutnya menurut Spencer dan Spencer kompetensi dapat dibagi

atas 2 (dua) kategori yaitu threshold competencies dan differentiating

compentencies. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang

harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi

tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata.

Sedangkan differentiating competiencie adalah factor-faktor yang

membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.43 Misalnya seorang

dosen harus mempunyai kemampuan utama mengajar, itu berarti

pada tataran threshold competencies, selanjutnya apabila dosen dapat mengajar

dengan baik, cara mengajarnya mudah dipahami dan analisanya tajam sehingga

dapat dibedakan tingkat kinerjanya maka hal itu sudah masuk kategori

differentiating competencies.

Mengacu pada berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

kompetensi yang dimaksud adalah kompetesi yang mencakup tugas, ketrampilan,

sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh seseorang untuk dapat melaksanakan

tugas-tugas sesuai tugas pokok dan fungsi sumber daya tersebut.

Kompetensi seseorang dapat berkembang atau meningkat melalui

beberapa cara, seperti melalui pengalaman, belajar sendiri, pendidikan formal

maupun melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) tertentu. Masing-masing pola

perkembangan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, namun sebaiknya

diperoleh melalui perpaduan dari semua cara tersebut.

Merujuk pada aspek teoritis dan praktis perkembangan kompetensi yang

diperoleh melalui Diklat dapat dikatakan lebih lengkap dan mendalam dari pada

melewati pengalaman. Hal ini karena pada pelaksanaan diklat dirancang

berdasarkan sistem belajar yang terstruktrur yang dibimbing oleh banyak fasilitator

dan penyelenggara. Lain halnya dengan perkembangan kompetensi yang diperoleh

melalui pengalaman, dimana lebih banyak didasarkan pada kegiatan praktek

langsung sebagai respon dari kebutuhan hidup dimana selama ini sumber daya

tersebut tinggal dan bermukim.

Competency Based Education and Training (CBET) merupakan salah satu

pendekatan dalam pengembangan kompetensi sumber daya

manusia yang berfokus pada hasil akhir (outcome). Competency Based

Education and Training (CBET) sangat fleksibel dalam proses kesempatan

untuk memperoleh kompetensi dengan berbagai cara. Hasil Competency

Based Education and Training (CBET) menuntut persyaratan dan

karakteristik tersendiri, khususnya bila diterapkan untuk diakui secara

nasional. Hal ini berbeda dengan pendidikan dan pelatihan yang pada

umumnya dilakukan (tradisional) yang berfokus pada masukan (input),

proses, dan keluaran (output) yang sangat bervariasi dan bisa jadi tidak sesuai

dengan standar kebutuhan pekerjaan / tugas.

Tujuan Competency Based Education and Training (CBET) adalah

agar peserta didik dan latih mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan. Secara khusus, tujuan utama

Competency Based Education and Training (CBET) adalah menghasilkan

kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk

pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai

pekerjaan dan jabatan.

Penelusuran (penilaian) kompetensi yang telah dicapai dan

sertifiikasi. Hasil Competency Based Education and Training (CBET)

hendaknya dihubungkan dengan standar kompetensi yang akan diberikan.

Program pendidikan dan pelatihan didasarkan atas uraian kerja Kebutuhan

multi – skilling Alur karir (career path). Menurut Rylatt 44, terdapat 9 prinsip

yang harus diperhatikan dalam Competency Based Education and Training

(CBET):

a) Bermakna.

Praktek terbaik Kompetensi harus merefleksikan kebutuhan utama bisnis, yang

didasarkan atas standar industri / kejuruan yang terbaik.

b) Hasil pembelajaran

Competency Based Education and Training (CBET) lebih difokuskan pada

hasil pembelajaran, bukan pada penyampaian pendidikan dan pelatihan.

c) Fleksibel

Competency Based Education and Training (CBET) dapat dilakukan dengan

berbagai cara dan metode, baik yang bersifat formal maupun informal.

d) Mengakui pengalaman belajar sebelumnya.

Competency Based Education and Training (CBET) mengakui pengalaman

belajar yang dimiliki oleh peserta, sehingga mereka tidak dituntut harus

mengikuti pendidikan dan pelatihan sampai akhir. Bila kemudian peserta

mengikuti ujian dan lulus ujian kompetensi maka mereka berhak memperoleh

kelulusan dan kualifikasi.

e) Tidak didasarkan atas waktu.

Competency Based Education and Training (CBET) tidak dibatasi oleh waktu.

Perbedaan kemampuan setiap peserta akan menentukan lamanya proses

pendidikan dan pelatihan

f) Penilaian yang diperlukan.

Competency Based Education and Training (CBET) sangat memperhatikan

kemampuan memperagakan kompetensi sehingga setiap orang perlu untuk

dnilai tingkat kompetensinya.

g) Monitoring dan evaluasi.

Proses ini mutlak diperlukan mulai dari masukan, proses sampai pada keluaran.

h) Konsistensi secara nasional.

Competency Based Education and Training (CBET) berlandaskan pada

penampilan kompetensi yang secara nasional konsisten dengan kebutuhan

industri sehingga hasilnya seseorang karyawan dapat dterima di tempat lain

dan dapat dipekerjakan secara nasional.

i) Akredetasi pembelajaran

Kurikulum yang digunakan dalam Competency Based Education and Training

(CBET)harus memperoleh pengakuan dari badan / instansi

yang berkompeten.

Sistem Competency Based Education and Training (CBET) dapat

dilakukan dengan berbagai model, salah satu diantaranya adalah Model Sistem

Strategik Competency Based Education and Training (CBET) pada perusahaan

yang dilakukan melalui 5 tahap. Menurut Dubois45, tahap-tahap tersebut adalah

Analisis kebutuhan penilaian dan perencanaan, Pengembangan Model Kompetensi,

Perencanaan Kurikulum, Perancangan dan Pengembangan Intervensi Pembelajaran,

dan Evaluasi.

3. Pelatihan Konvensional

Pelatihan konvensional adalah kegiatan pelatihan yang lebih banyak

menekankan pada input (masukan berupa misalnya materi, kriteria peserta

dan lain lain) dan proses serta produk yang banyak variasi dalam upaya

meningkatkan kinerja peserta. Model pelatihan ini karena terlalu banyak

variasi kadang-kadang output yang ingin dicapai menjadi tidak terukur.

Memperhatikan pelatihan model konvensional, kriteria keberhasilan

selalu ditentukan oleh pihak penyelenggara. Peserta latih hanya menjadi

objek pelatihan yang tidak dapat menentukan kehendak yang ingin

dicapainya sendiri sebagaimana dalam Competency Based Education and

Training (CBET).

Pemahaman yang dimaksud model pelatihan konvensional dalam

peneltian ini adalah segala kegiatan pendidikan dan pelatihan yang lebih

menekakan kepada variasi input, proses dan produk (lulusan) dalam

mencapai peningkatan kinerja. Atau dengan kata lain, model pelatihan

konvensional adalah model pendidikan dan pelatihan yang tidak berbasis

kompetensi.

B. Motivasi Kerja Kerja

1. Pengertian Motivasi Kerja

Tindakan seseorang dalam kontek apapun termasuk dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya diawali oleh adanya tenaga

dorongan dari dalam dirinya serta rangsangan yang berasal dari

lingkungannya. Dorongan dari dalam dirinya berkaitan erat dengan

kebutuhannya, sedangkan rangsangan dari luar berkaitan erat dengan cita-cita

dan harapannya seperti status sosial, uang, jabatan dan lain-lain.

Menurut Danim, motivasi (motivation) diartikan sebagai kekuatan,

dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan atau mekanisme psikologi yang

mendorong seseorang atau kelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu

sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Terkait arti kognitif, motivasi

diasumsikan sebagai aktivitas individu untuk menentukan kerangka dasar

tujuan dan penentuan perilaku untuk mencapai tujuan. Menekankan pada arti

afeksi, motivasi bermakna sikap dan nilai dasar yang dianut oleh seseorang

atau sekelompok orang untuk bertindak atau tidak bertindak.

Menurut Hasibuan, motivasi adalah daya penggerak yang

menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama,

bekerja efektif dan terintegerasi dengan segala upaya-upayanya untuk

mencapai kepuasan. Selanjutnya menurut Hasibuan ada hal-hal yang

dapat memotivasi bawahan, yaitu:

1) Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang

yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggungjawab, kemajuan

dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya penagkuan atas

semuanya itu.

2) Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang

bersifat embel-embel pada pekerjaan, tunjangan, sebutan jabatan, hak,

gaji, dan lain-lain.

3) Karyawan kecewa jika peluang untuk berprestasi terbatas, mereka akan

sensitif pada lingkungannya serta mencari-cari kesalahan.

Sedangkan Akitson dan Hilgard yang dikutip Hariandja motivasi

diartikan sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku

atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan

dalam usaha yang keras atau lemah.48

Bila apa yang merupakan kebutuhan pegawai itu sudah dapat

diketahui dan dirumuskan dengan pasti, maka selanjutnya perlu direncanakan

cara-cara memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan perkataan lain harus

ditemukan pula metode-metode, alat dan sarana-sarana yang cocok untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Maslow seperti dikutip oleh Husein berhasil mengembangkan suatu

teori tentang adanya tingkat kebutuhan manusia :

1) Kebutuhan fisik (the physiological needs)

2) Kebutuhan akan rasa aman (the safety needs)

3) Kebutuhan untuk dicintai (the love needs)

4) Kebutuhan untuk dihargai (the esteem needs)

5) Kebutuhan untuk aktualitas diri (the needs for self-actualization)

Teori Maslow mengenai motivasi didasarkan kepada adanya tingkat-

tingkat kebutuhan dan perubahan daya dorongnya. Perubahan daya dorong dalam

istilah Maslow disebut prepotency berarti bahwa apabila semua tingkat kebutuhan

manusia tidak dapat dipenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan dasar yang bersifat fisik

seperti sandang, pangan, papan akan merupakan kebutuhan yang dominan. Apabila

kebutuhan tingkat awal sudah dapat terpenuhi akan mendorong manusia untuk

mencapai tingkat berikutnya dan seterusnya.

Implikasi manajerial teori Maslow disini adalah bagaimana memotivasi

pegawai atau mengaktifkan, menggerakan perilaku kerja pegawai kearah

peningkatan efektivitas organisasi. Sesuai dengan teori ini, seorang pegawai tidak

akan termotivasi untuk bekerja dengan baik bilamana pelaksanaan pekerjaan tidak

dapat memenuhi kebutuhannya. Gaji, upah atau uang merupakan sarana yang

sangat pentinguntuk memenuhi kebutuhan fisik. Oleh karena itu, memberikan gaji

yang layak kepada karyawan menjadi factor motivasional yang penting untuk

memenuhi kebutuhan tingkat pertama, meskipun gaji dapat juga menjadi sarana

untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Sesuai dengan teori diatas

juga, bilamana kebutuhan fisik terpenuhi, kebutuhan rasa aman akan meningkat

intensitasnya. Program seperti tunjangan kesehatan, pension, asuransi dan

keselamatan kerja merupakan faktor motivasional yang sangat penting. Penyediaan

sarana ibadat, olahraga, dan berbagai kegiatan yang bersifat social yang

memungkinkan terjadinya interaksi intensif diantara karyawan juga merupakan

faktor motivasional untuk memenuhi kebutuhan tingkat ketiga. Kesempatan

mengembangkan diri melalui program pendidikan merupakan faktor motivasional

untuk memenuhi kebutuhan tingkat yang lebih tinggi, meskipun tidak semua

pegawai memiliki intensitas kebutuhan untuk ini.

Kemudian Randall S. Schuler dalam Husein menerangkan kaitan antara

motivasi dengan perilaku pegawai atau individu dalam suatu organisasi memotivasi

pegawai berarti upaya mendapatkan pegawai dengan cara terus menerus berusaha

menghilangkan prilaku yang tidak dikehendaki oleh organisasi.50 Perilaku yang

tidak dikehendaki oleh organisasi adalah rendahnya kinerja pegawai, tingginya

tingkat ketidakhadiran pegawai, tingkat keluar masuknya pegawai dan perilaku

pegawai yang menghindari tugas dan tanggung jawab. Sedangkan perilaku yang

diinginkan oleh organisasi adalah, kinerja, kehadiran, keterikatan pegawai pada

organisasi dan budaya kerja.

Teori tentang motivasi selanjutnya dijelaskan oleh Sudarwan Danim

melalui teori Pengharapan (Expectancy theory) tentang motivasi dibangun atas

pendekatan kognitif. Ada tiga konsep esensial yang

mendasari motivasi manusia, yaitu pengharapan, nilai dan penghargaan.

Melalui teori Pengharapan (Expectancy theory) menerangkan bahwa manusia

dalam pekerjaannya biasanya mempunyai beberapa alternatif-alternatif untuk

dipilih. Dan dia harus memilih satu diantara alternatif-alternatif tersebut

berdasarkan pengharapannya. Dengan perkataan lain, alternatif yang dipilih

haruslah alternatif yang memberi imbalan yang sesuai dengan prestasi kerja yang

dicapai pegawai bersangkutan. Nilai sendiri adalah tingkatan kesenangan atau

kesukaan yang ada di dalam diri individu untuk mendapatkan sejumlah keuntungan.

Nilai yang dimaksud di sini seperti insentif atau uang, prestasi yang dicapai, kondisi

kerja yang baik, kesempatan untuk meningkatkan karier, dan lain-lain. Karena itu

nilai juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mereka harapkan dari

pekerjaan yang dilakukannya. Sedangkan penghargaan adalah kepercayaan bahwa

perilaku yang ditampilkan oleh individu adalah esensial dalam kerangka

pemerolehan keuntungan atau kepuasan atas nilai itu.

Menurut Porter dan Miles yang dikutip Sudarwan Danim yang merupakan

pengembangan teori pengharapan, mengemukakan bahwa ada tiga variabel yang

mempengaruhi motivasi individu dalam bekerja, yaitu:

1) Sifat-sifat individual pekerja, antara lain meliputi kepentingan setiap individu,

sikap, kebutuhan, atau harapan yang berbeda dari setiap individu.

2) Sifat-sifat pekerjaan, antara lain mencakup tugas-tugas yang harus

dilaksanakan, tanggung jawab yang diemban dan kepuasan yang muncul.

3) Lingkungan kerja dan situasi kerja karyawan. Pola interaksi antar

karyawan sangat mempengaruhi aktivitasnya dalam bekerja. Dia dapat

dimotivator oleh rekan kerja. Penghargaan atasan dan manfaat

organisasi menentukan motivasi bekerja seseorang.

Jelas terlihat bahwa maka motivasi memiliki peran penting bagi

organisasi untuk menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan segala daya

dan potensi tenaga kerja yang ada kearah pemanfaatan yang optimal sesuai

dengan batas-batas kemampuan manusia dengan didukung sarana dan

prasarana. Jelas terlihat bahwa motivasi berperan sebagai pendorong kemauan

dan keinginan untuk melaksanakan tugas menurut ukuran dan batasan yang

telah ditentukan. Adanya motivasi yang tinggi dari para sumber daya akan

terdorong untuk bekerja keras dengan memanfaatkan kemampuan dan

keterampilan yang dimilikinya dalam melaksanakan tugas pekerjaan yang

dibebankannya.

Pengertian motivasi kerja menurut Liang Gie yang dikutip

Samsudin, motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh manjer dalam

memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal

ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu.53

Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang atau

karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil yang dikehendaki

orang-orang tersebut. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan

dorongan atau semangat kerja karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

atasan, kolega, sarana fisik, kebijaksanaan, peraturan, imbalan jasa uang dan non

uang, jenis pekerjaan dan tantangan. Selain itu juga dipengaruhi oleh kepentingan

pribadi dan kebutuhannya masing-masing.

Menurut teori Modern tentang motivasi kerja antara lain dikembangkan

Douglas McGregor yang dikutip Sudarwan Danim yang disebut Teori Y.

Menekankan pada asumsi bahwa motivasi manusia akan terdorong jika dia diberi

tanggung jawab dan dihadapkan kepada tantangan-tantangan. Teori ini

menggariskan bahwa didalam kerjasama antar-manusia organisasional, faktor

lingkungan memberi pengaruh yang signifikan atau tidak sedikit. Menurut teori ini

juga, manusia modern bekerja semata-mata bukan karena rasa takut, terancam,

diarahkan atau sebatas imbalan saja. Ada beberapa hal alasan manusia bekerja,

yaitu:

1) Adanya kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak

2) Tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja dan menjadikan ukuran

keberhasilannya.

3) Dorongan untuk berprestasi

4) Rasa ingin mencapai tujuan secara cepat atau kesadaran akan tujuannya, didasari

oleh: pertama, memiliki kesediaan dan kesadaran yang tinggi untuk menerima

ide dan memecahkan masalah-masalah

bersama secara inovatif. Kedua, berani mengemukakan pendapat dan

mempertanggungjawabkan demi kemajuan organisasi. Ketiga, menghargai dunia

organisasi dan kepemimpinan orang lain. Keempat, rasa hrga diri yang tinggi,

dan tidak terjebak dalam fanatisme sempit.

Kelima, menghargai data statistik sebagai hasil dari pengamatan langsung,

menghargai prestasi diri sendiri dan orang lain secara wajar.

Keenam, memeiliki antisipasi atau berpikir ke depan dengan memperhatikan

masa sekarang dan kearifan masa lalu. Dan ketujuh, memperhatikan kepentingan

umum di samping kebutuhan individu.

5) Suasana atau iklim lingkungan kerja yang sehat

6) Terpenuhinya kebutuhan pribadi, seperti rasa ingin tumbuh dan berkembang

dalam hal rasa ingin berprestasi, keinginan menerima tanggungjawab, harga diri,

kebutuhan biologis, dan penghargaan hasil yang dicapai.

Mengacu pada berbagai pandangan diatas, dapat disimpulkan bahwa

motivasi kerja merupakan dorongan dari dalam atau luar diri seseorang untuk

bekerja dengan tekun dan fokus agar dapat mencapai tujuan perusahaan maupun

tujuan pribadinya sehingga akan meningkatkan kinerja pegawai dalam suatu

organisasi. Dengan termotivasinya pegawai didalam melakukan pekerjaannya maka

dengan sendirinya kinerja pegawai akan meningkat juga.

2. Dimensi dan Indikator Motivasi Kerja

Berpijak dari berbagai konsep teori motivasi yang dideskripsikan

diatas, indikator motivasi kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah

didasari oleh teori pengharapan menurut Porter dan Miles yang dikutip Danim

yang merupakan pengembangan teori tersebut, mengemukakan bahwa ada tiga

variabel yang mempengaruhi motivasi individu dalam bekerja, antara lain

sifat-sifat individual pekerja, sifat-sifat pekerjaan, dan lingkungan kerja serta

situasi kerja karyawan.

Selain itu, juga terkait teori modern tentang motivasi kerja yang

dikembangkan Douglas McGregor sebagaimana dikutip Danim yang disebut

dengan Teori Y dengan asumsi bahwa motivasi manusia akan terdorong jika

dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan kepada tantangan-tantangan”.56

Teori ini menggariskan bahwa didalam kerjasama antar-manusia

organisasional, faktor lingkungan memberi pengaruh yang signifikan atau

tidak sedikit. Menurut teori ini juga, manusia modern bekerja semata-mata

bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan atau sebatas imbalan saja. Ada

beberapa alasan manusia bekerja, antara lain: adanya kebutuhan dan tuntutan

untuk hidup layak, tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja, dorongan

untuk berprestasi, rasa ingin mencapai tujuan secara cepat dengan kesadaran

akan tujuan, suasana atau iklim lingkungan kerja yang sehat, dan terpenuhinya

kebutuhan pribadi.

Berdasarkan penjabaran di atas maka dimensi dalam motivasi kerja

terdiri atas motif, harapan dan komitmen. Masing-masing dimensi dijabarkan

dalam beberapa indikator sebagaimana disebutkan dalam tabel berikut:

Tabel 2.2. Dimensi dan Indikator Motivasi Kerja

Dimensi Indikator

Segenap kemampuan dan tenaga

Kepuasan dari pekerjaan

Hasrat yang kuat dalam bekerja

Motif Mencari tantangan baru

Kemampuan bekerja

Pekerjaan menantang.

Membuat jadwal

Menerapkan program

Memiliki jalur karir yang baik

Harapan Menunjukkan loyalitas

Adanya penerapan sanksi yang adil

Termotivasi dalam segala hal

Adanya kesempatan untuk maju

Komitmen Kebebasan menjalankan ibadah

Tanggung jawab

D. Hasil penelitian yang relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Seger menganalisa tentang hubungan

antara motivasi, diklat dalam kaitannya dengan disiplin kerja pegawai di

lingkungan Badan Diklat Keuangan Departemen Keuangan. Penelitian ini

membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara variabel diklat dan

motivasi terhadap disiplin pegawai. Artinya dengan

disiplin yang dimiliki oleh pegawai maka akan memudahkan para pimpinan

membina bawahannya. Disiplin terkait dengan pemberian motivasi,

pemberian pendidikan dan pelatihan, dan kepuasan kerja pegawai dan

dengan disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab

seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

Penelitian yang dilakukan oleh Sahlan menganalisa tentang

pengaruh disiplin dan insentif terhadap prestasi kerja karyawan pada PT.

Rapico Busana Permata Indah membuktikan bahwa keduanya (disiplin dan

insentif) mempunyai hubungan yang signifikan secara bersama-sama.

Artinya pula apabila antara keduanya maka disiplin mempunyai pengaruh

terhadap prestasi karyawan sedangkan insentif juga mempunyai pengaruh

terhadap prestasi karyawan.

Penelitian tersebut mendorong penulis untuk melakukan analisis

yang sama pada satuan Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifdengan mengembangkan hasil-hasil yang diperoleh pada

penelitian sebelumnya melalui desain yang berbeda dengan variabel bebas

yaitu model pelatihan, motivasi, dan variabel terikat yaitu kinerja pegawai.

E. Kerangka Berfikir

Setiap guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifdituntut untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan

dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan yaitu membina

ketenteraman ketertiban masyarakat

(tramtibmas), memberi peringatan dini dan penanggulangan pemeliharaan

tramtibmas dan penegakan peraturan daerah (perda) yang harus ditaati oleh semua

pihak dengan kewenangan prosedural. Tugas dan fungsi yang luas ini menuntut

kinerja yang baik dari setiap personil satpol PP, untuk itu pendidikan dan pelatihan

melalui pendekatan Competency Based Education and Training (CBET) perlu

dilakukan.

Pendidikan dan Pelatihan pada dasarnya mampu meningkatkan berbagai

pengetahuan dan ketrampilan serta usaha untuk memberikan kemungkinan

perubahan sikap yang dilandasi oleh motivasi untuk berpartisipasi, dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung pendidikan dan pelatihan

menggunakan pendekatan Competency Based Education and Training (CBET) dan

motivasi adalah faktor penunjang peningkatan kinerja petugas Satpol PP.

Motivasi kerja merupakan suatu hal yang terkait erat dengan kinerja

petugas satpol PP, kualitas sumber daya manusia yang baik sangatlah dipengaruhi

oleh motivasi yang positif sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kinerja guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptiftersebut.

Termotivasinya guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifdidalam melakukan pekerjaannya maka dengan sendirinya kinerja guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifakan meningkat juga.

Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan

tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan

pengalaman dan kesungguhan. Kinerja yang baik dapat diketahui dari produktivitas

dan kepuasan dalam bekerja. Dan kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifsangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

63

kemampuan, ketrampilan fisik tingkat pengetahuan lingkungan dimana guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifbertugas serta sarana

penunjang lainnya termasuk latihan, bimbingan atau pengaruh dari pimpinan.

Tanpa pendekatan pendidikan dan pelatihan yang baik, sulit bagi organisasi dinas

tramtib dan linmas DKI Jakarta mencapai hasil yang optimal. Pendekatan Strategis

Competency-Based Education and Training (CBET) ini berfokus pada peningkatan

kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk pencapaian

standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai pekerjaan dan

jabatan petugas Satpol PP. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan

terwujudnya tujuan organisasi, pimpinan dan guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifitu sendiri.

Berdasarkan hal tersebut maka kerangka berpikir dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti model

Competency Based Education and Training (CBET) dengan kinerja petugas

yang mengikuti model pelatihan konvensional.

Kerangka ini berdasarkan uraian di atas bahwa pelatihan berbasis

kompetensi lebih baik dibandingkan model pelatihan lain. Hal ini dikarenakan

dalam Competency Based Education and Training (CBET), seorang sumber daya

dituntut untuk dapat menentukan kompetesi yang diinginkan sesuai dengan tujuan

yang dirumuskan dalam suatu organisasi.

Competency Based Education and Training (CBET) lebih fleksibel dalam

penentuan kompetensi tersebut. Dalam Competency Based Education and

64

Training (CBET), diberlakukan penilaian autentik dimana peserta sendiri yang

menilai dirinya apakah ia sudah mampu mengusai kompetensi yang

dimaksudkan atau tidak.

Berbeda dengan model pelatihan biasa yang cenderung menuntut

kompetensi tertentu baik dalam hal input peserta, proses yang harus dilakukan

dan lain sebagainya sehingga kadang-kadang pelatihan yang diadakan tidak

sesuai dengan kebutuhan peserta. Akhirnya tujuan pelatihan untuk

meningkatkan kinerja karyawan justru tidak tercapai secara maksimal. Oleh

karena itu, dapat diduga bahwa kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti model Competency Based Education

and Training (CBET) pada lebih tinggi dibandingkan kinerja guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti model

pelatihan konvensinal.

2. Terdapat Pengaruh Interkasi antara model Pelatihan dengan motivasi

kerja terhadap kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptif

Salah satu faktor utama dalam kinerja adalah motivasi seseorang.

Sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan di atas, motivasi kerja seseorang

sangat mempengaruhi kinerjanya. Orang yang memiliki motivasi kerja tinggi

cenderung melakukan berbagai aktifitas tertentu yang dapat mendukung dalam

meningkatkan kinerjanya. Salah satu aktifitas yang dapat ia lakukan adalah

mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan.

Pelatihan yang baik adalah pelatihan yang mampu mengarahkan

peserta latihan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pendidikan dan

Pelatihan harus mampu melihat karakteristik peserta latih sebagai acuan dalam

proses dan pendekatan yang digunakan dalam pendidikan dan pelatihan. Salah

satu karakterstik peserta yang harus diperhatikan dan menjadi landasan adalah

motivasi kerja para peserta. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa terdapat

pengaruh interaksi model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja

sseorang.

Pendidikan dan pelatihan yang mendasarkan diri pada penilaian

autentik sangat sesuai dengan tipe peserta yang memiliki motibasi kerja yang

tinggi. Sebaliknya model pelatihan yang konvensional bersesuaian dengan

peserta yang memiliki motivasi rendah. Oleh karena itu, dalam pengaruh

interaksi ini, terdapat dua dugaan yaitu, pertama, bahwa kinerja guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki

motivasi tinggi dan mengikuti model

Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dibandingkan

kinerja peserta yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti pelatihan

konvensioal. Dugaan kedua adalah kinerja guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki motivasi rendah dan

mengikuti pelatihan konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki

motivasi rendah dan mengikuti Competency Based Education and Training

(CBET).

F. Hipotesis penelitian

Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berfikir di atas, maka diajukan

hipotesis sebagai berikut:

1) Terdapat perbedaan kinerja antara guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti

Competency Based Education and Training (CBET) dan pelatihan

konvesional. Kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifyang mengikuti model

Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi

dibandingkan dengan petugas yang mengikuti model pelatihan

konvensional.

2) Terdapat pengaruh interaksi kinerja antara model pelatihan dengan motivasi

kerja petugas Satpol PP.

3) Kinerja satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi dan mengikuti

Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi daripada

kinerja satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti pelatihan

konvensional.

4) Kinerja satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti pelatihan

konvensional lebih tinggi daripada kinerja satpol PP yang memiliki motivasi

rendah dan mengikuti pelatihan Competency Based Education and Training

(CBET).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan penelitian

Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja

antara guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang

mengikuti model pendidikan dan pelatihan dengan mempertimbangkan motivasi kerja.

Secara rinci, tujuan penelitian operasional penelitian ini adalah untuk mengetahui:

3. Perbedaan kinerja antara petugas Satpol PP yang mengikut model

Competency Based Education and Training (CBET) dan pelatihan konvensional.

4. Pengaruh interaksi model pendidikan dan pelatihan dengan motivasi kerja terhadap

kinerja petugas Satpol PP.

5. Kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti model

Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari dibandingkan

kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti model pelatihan

konvensional.

6. Kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti model pelatihan

konvensional lebih tinggi dibandingkan kinerja guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki motivasi kerja rendah dan

mengikuti pelatihan konvensional.

B. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib) DKI

Jakarta. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa Dinas Tramtib Provinsi

DKI Jakarta merupakan institusi yang membawahi guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifdi tingkat provinsi. Dinas tramtib Provinsi DKI

Jakarta adalah pusat komado bagi guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifdi provinsi DKI jakarta.

Adapun waktu penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, terhitung bulan

November 2008 sampai dengan April 2009.

C. Metode dan desain penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian quasi eksperimen karena penelitian ini

menguraikan hubungan antara suatu perlakuan varaibel dengan variabel lain dimana

perlakukan tersebut adalah peristiwa yang telah terjadi sebelumnya. Artinya perlakuan

tersebut terjadi bukan disebabkan oleh peneliti.

Variabel penelitian terdiri dari: (1) variabel perlakuan (bebas), (2) variabel

atribut dan (3) variabel terikat. Variabel perlakuan adalah model pelatihan, variabel

atribut adalah motivasi kerja, dan variabel terikat atau varibel kriteria adalah kinerja

petugas Satpol PP. Varibel model pelatihan terdiri dari model Competence Based

Education and Training, dan model pelatihan konvensional, variabel motivasi kerja

terdiri dari tinggi dan rendah.

Disain yang digunakan adalah factorial group design dengan rancangan A x B .

Konstalasi variabel tersebut di atas, dapat dilihat dalam disain penelitian seperti pada

tabel 1 di bawah ini.

69

Tabel 3.1. Rancangan Faktorial A x B

Motivasi

Model Pelatihan

Kerja

(A)

(B)

Competency Based

Konvensional ( A2 )

Education and

Training (CBET) (A1)

Tinggi (B1) A1B1 A2B1

Rendah

A1B2 A2B2

( B2 )

Keterangan:

A1 = Model Competence based Education and Training

A2 = Model Pelatihan Konvensional

B1 = Motivasi kerja tinggi

B2 = Motivasi kerja rendah

A1B1 = Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model

Competency Based Education and Training (CBET) dan

memiliki motivasi kerja tinggi

A1B2 = Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model

Competency Based Education and Training (CBET) dan

memiliki motivasi kerja rendah

A2B1

= Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifyang mengikuti model pelatihan

konvensional dan memiliki motivasi tinggi

A2B2

= Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifyang mengikuti model pelatihan

konvensional dan memiliki motivasi rendah

70

D. Populasi, sample dan teknik sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifdi Dinas Tramtib Provinsi DKI Jakarta

sebagai populasi target. Dipilihnya guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifdari Dinas Tramtib DKI Jakarta karena petugas dari

Dinas Trambib Provinsi DKI Jakarta merupakan guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifdengan jangkaun tugas paling luas, khusus di

Provinsi DKI Jakarta mencakup seluruh Kotamadya di seluruh wilayah DKI

Jakarta. Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifberjumlah 8000 personel.

2. Sampel Penelitian

Dari jumlah populasi terjangkau di atas, maka dilakukan penarikan sampel

dengan teknik random klaster berstrata (stratified cluster random sampling).

Pengambilan sampel dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:

a. Menentukan instansi dinas tramtib yang akan menjadi kerangka sampel. Dalam

penelitian ini, ditentukan Dinas Tramtib Provinsi DKI Jakarta menjadi

kerangka sampel.

b. Menghitung jumlah seluruh petugas tramtib dari Dinas Tramtib Provinsi DKI

Jakarta. Dari seluruh petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang telah

mengikuti pelatihan konvensional dan CBET maka, kemudian ditentukan

jumlah sampel guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifyang akan telah mengikuti pelatihan konvensional maupun pelatihan

CBET pada tahun anggaran 2008 sebanyak 80 guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifsebagai responden dan 20 guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifsebagai sampel

uji coba untuk

71

menguji validitas dan reliabilitas angket yang dipergunakan sebagai

alat ukur motivasi dan kinerja petugas satpol PP.

c. Untuk masing-masing kelompok baik untuk kelompok pelatihan konvensional

dan metode CBET ditentukan sampel sejumlah 40 orang, sehingga total

sampel adalah 80 orang.

d. Dari masing-masing kelompok pelatihan dibagi lagi menjadi dua yaitu 20

orang untuk motivasi tinggi dan 20 orang untuk motivasi rendah. Dengan

demikian, komposisi masing-masing subjek sebagai sampel penelitian adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.2. Sampel Penelitian

Model Pelatihan

Motivasi JumlahCompetency

Base Education Konvensional

And Training

(CBET)

Tinggi 20 20 20

Rendah

20 20 20

Jumlah 40 40 80

E. Instrumen penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data jenis kelamin, data

motivasi dan data kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifDinas Provinsi DKI Jakarta. Data jenis kelamin diperoleh melalui teknik

dokumentasi, sehingga dalam penelitian ini tidak dilakukan pengembangan instrumen

dan uji coba

72

terhadap data tersebut. Data motivasi dan kinerja petugas satpol PP

diperoleh dengan mengembangkan instrumen kedua variabel tersebut.

73

1. Instrumen Motivasi Kerja

a. Definisi Konseptual

Motivasi pada dasarnya merupakan motif atau dorongan dari dalam atau luar

diri seseorang untuk bekerja dengan tekun dan fokus agar dapat mencapai

tujuan perusahaan maupun tujuan pribadinya sehingga akan meningkatkan

kinerja pegawai dalam suatu organisasi. Motivasi manusia akan terdorong

jika dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan kepada tantangan-tantangan.

manusia bekerja semata-mata bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan

atau sebatas imbalan saja. Ada beberapa alasan manusia bekerja, antara lain:

adanya kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak, adanya komitmen dalam

bentuk tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja, dorongan untuk

berprestasi, dan adanya harapan serta rasa ingin mencapai tujuan secara cepat

dengan kesadaran akan tujuan.

b. Definisi Operasional

Bedasarkan definisi konseptual tersebut, secara operasional motivasi dapat

didefinisikan sebagai penilaian terhadap motif, harapan, dan komitmen.

Dalam upaya untuk mengukur tingkat motivasi guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifmaka peneliti menggunakan angket yang

terdiri atas 15 item pernyataan dengan nilai skor jawaban terdiri dari skala 1

(sangat tidak setuju) hingga nilai tertinggi yaitu 5 (sangat setuju).

74

2. Instrumen Kinerja

a. Definisi Konseptual

Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang guru pendidikan jasmani

mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifdalam melaksanakan tugas dan

pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Adapun peningkatan kinerja dapat

diidentifikasi melalui hasil kerja yang sebesar-besarnya dari pekerjaan

tersebut. Peningkatan kinerja suatu guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifdapat ditingkatkan salah satunya dengan

pemberian insentif dan penghargaan terhadap produktivitas kerjanya.

b. Definisi Operasional

Bedasarkan definisi konseptual tersebut, secara operasional kinerja dapat

didefinisikan sebagai penilaian terhadap hasil, insentif, dan produktifitas.

untuk mengukur tingkat kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifmaka peneliti menggunakan angket yang terdiri

atas 15 item pernyataan dengan nilai skor jawaban terdiri dari skala 1 (sangat

tidak setuju) hingga nilai tertinggi yaitu 5 (sangat setuju).

75

3. Kisi-kisi Instrumen

a. Kisi-kisi instrumen

Dalam rangka pengukuran keseluruhan variabel penelitian terdiri atas 15 item

digunakan skala ordinal dengan rentang skala 1 (satu) hingga 5 (lima).

Adapun kisi-kisi keempat variabel pertanyaan dalam penelitian adalah

sebagai berikut :

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Variabel Dimensi Indikator

Nomor

Jumlah Jawaban

Butir

Segenap kemampuan dan Sangat

tenaga

Setuju

Setuju

Kepuasan dari pekerjaan 1,2,3,4,5, Cukup

Motif Hasrat yang kuat dalam

6 6

Tidak

Setuju

bekerja

Sangat

Tidak

Mencari tantangan baru

Setuju.

Mampu bekerja

Pekerjaan menantang.

Membuat jadwal

Motivasi

Menerapkan program

Memiliki jalur karir yang

Harapan baik

7,8,9,10, 5

11Menunjukkan loyalitas

Adanya penerapan sanksi

yang adil

Termotivasi dalam segala 12,13,14, 4

hal

15

Komitmen Adanya kesempatan untuk

maju

76

Variabel Dimensi Indikator

Nomor

Jumlah Jawaban

Butir

Kebebasan menjalankan

ibadah

Tanggung jawab

Kinerja Puas dengan pekerjaan Sangat

Setuju

(Y)

Pekerjaan tepat waktu

Setuju

Hasil Menyelesaikan pekerjaan 5 Cukup

1,2,3,4,5

Tidak

Keyakinan bekerja

Setuju

Inovasi baru dalam Sangat

pekerjaan

Tidak

Setuju.

Pemberian bomus

Insentif 6,7 2

Menyelesaikan pekerjaan

tenang

Mebutuhkan kemampuan

Bangga terhadap

pekerjaan 8,9,10,11

Produktif

,12,13,14 8

Tenang dan nyaman

,15

Hasl pekerjaan

Mendalami pengetahuan

tugas

Menjaga kesehatan

Mengabdikan diri dan

pikiran

b. Pembobotan

Perhitungan pembobotan menggunakan skala Likert untuk

pertanyaan yang diberikan pilihan yang ditentukan berdasarkan skala

Likert, seperti terlihat pada Tabel 2.

77

Tabel 3.4. Skala Likert dalam Lembar Kuesioner/Angket

Jawaban Skor Nilai

Sangat Setuju 5

Setuju 4

Cukup 3

Tidak Setuju 2

SangatTidakSetuju 1

Sumber: Sugiyono, (2002 ; 74)

Jawaban yang telah diberi diisi oleh responden, kemudian dijumlahkan untuk

dijadikan skor penelitian terhadap variabel-variabel yang diteliti. Data dari

kuesioner disebut dengan data primer.

F. Uji coba instrumen

1) Pengujian Validitas Instrumen

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara

butir satu dengan yang lain dari variable A atau B, apakah ada keselarasan

antara butir. Selanjutnya, butir tersebut valid atau tidak dapat diketahui dengan

cara mengkorelasikan antara skor butir dengan skor total. Bila harga korelasi di

bawah 0,361 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrument tersebut tidak

valid sehingga perlu diperbaiki atau dibuang karena tidak selaras dengan butir

yang lain. Dan sebaliknya jika harga korelasi di atas 0,361 maka butir

instrument tersebut valid.59

Dari hasil uji coba perhitungan validitas dilakukan terhadap jawaban 30

reponden dan kemudian mereduksi item-item yang tidak

59 Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. (Alfabete:IKAPI. Bandung, 2002), hlm. 287.

78

valid. Nilai α (tingkat kepercayaan) yang digunakan untuk uji validitas

dan uji reabilitas adalah 0,05 dengan derajat bebas N-2 sehingga sampel

30 responden didapatkan nilai r-tabel 0,361. Dan hasil perhitungan

dengan menggunakan program SPSS.v.17, dihasilkan validitas data

sebagai berikut :

Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Kerja

Item-Total Statistics

Perny Corrected Cronbach's

ataan Scale Mean if Scale Variance Item-Total Alpha if Item

Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted

X_1 35.10 91.059 .532 .904

X_2 36.17 81.385 .814 .893

X_3 34.90 90.369 .415 .910

X_4 36.23 85.220 .727 .897

Perny Corrected Cronbach's

ataan Scale Mean if Scale Variance Item-Total Alpha if Item

Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted

X_6 35.87 93.568 .470 .906

X_8 35.83 85.868 .646 .900

X_9 35.43 90.944 .567 .903

X_10 36.40 83.145 .861 .892

X_11 35.23 90.323 .594 .902

X_12 36.30 85.666 .897.728

X_15 35.67 93.057 .906.474

X_16 35.40 91.145 .468 .906

X_18 35.70 91.666 .565 .903

X_19 36.20 85.338 .648 .900

X_20 35.30 91.872 .474 .906

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan 1 sampai dengan

pertanyaan 15 dinyatakan valid karena nilai korelasinya lebih 0,361. Jadi

kesimpulannya bahwa secara keseluruhan pertanyaan yang ada dalam

79

kuesioner motivasi tersebut dapat digunakan untuk menganalisis

penelitian tersebut.

Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas Instrumen Kinerja

Item-Total Statistics

Perny Scale Mean Scale Corrected Cronbach's

ataan if Item Variance if Item-Total Alpha if Item

Deleted Item Deleted Correlation Deleted

Y_1 32.67 87.678 .448 .884

Y_2 32.50 81.845 .606 .878

Y_3 32.73 85.444 .481 .883

Perny Scale Mean Scale Corrected Cronbach's

ataan if Item Variance if Item-Total Alpha if Item

Deleted Item Deleted Correlation Deleted

Y_4 33.67 83.954 .603 .878

Y_5 32.77 85.702 .529 .881

Y_6 32.47 84.257 .430 .887

Y_7 33.53 83.430 .552 .880

Y_8 33.60 87.007 .512 .882

Y_10 33.60 84.041 .646 .877

Y_11 33.43 79.702 .770 .871

Y_12 33.53 79.913 .722 .873

Y_13 33.47 81.913 .775 .872

Y_16 33.27 84.616 .397 .889

Y_17 33.23 82.392 .508 .883

Y_18 32.07 85.995 .438 .885

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan 1 sampai dengan

pertanyaan 15 dinyatakan valid karena nilai korelasinya lebih 0,361. Jadi

kesimpulannya bahwa secara keseluruhan pertanyaan yang ada dalam kuesioner

kinerja tersebut dapat digunakan untuk menganalisis penelitian tersebut.

80

2) Pengujian Reliabilitas Instrumen

Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur derajat ketepatan

alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Pada tahap ini pengujian

dilakukan dengan menggunakan teknik alpha Cronbach. Untuk keperluan

tersebut maka butir-butir instrument penelitian yang telah valid dibelah menjadi

dua kelompok yaitu bagian genap dan bagian ganjil. Pengujian variabel dengan

menggunakan program SPSS versi 12. for windows. Hasil perhitungan

reliabilitas kemudian dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai reliabilitas

di bawah ini.

Tabel Interpretasi Nilai Reliabilitas60

NILAI ALPA KRITERIA

Alpha < 0.7 kurang meyakinkan (inadequate)

Alpha > 0.7 baik (good)

Alpha > 0.8 istimewa (excellent)

Tabel 3.7. Hasil Analisis Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's N of

Alpha Items

.908 15

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS v.17

Berdasarkan pengujian tersebut, 15 pernyataan tentang motivasi

dinyatakan realibel karena memililiki r hitung (α) sebesar = 0,908 (nilai alpha).

Dengan nilai r hitung (α) sebesar = 0,908 maka relaibilitas

60 Nunnally, Jum C., psychometrics 2nd edition,, (New york: Mc Graw Hill, 2002) h, 245

81

instrumen motivasi kerja satpol PP memiliki kriteria reliabilitas yang sangat

tinggi.

Tabel 3.8. Hasil Analisis Reabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.887 15

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS v.17

Berdasarkan pengujian tersebut, 15 pernyataan tentang kinerja

dinyatakan realibel karena memililiki r hitung (α) sebesar = 0,887 (nilai alpha).

Dengan nilai r hitung (α) sebesar = 0,887 maka relaibilitas instrumen Kinerja

Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifmemiliki

kriteria reliabilitas yang sangat tinggi.

G. Analisis data

Data yang sudah diperoleh dianalisis secara deskriptif dan inferensial.

Analisis deskriptif digunakan untuk menyajikan data dalam bentuk histogram,

grafik, perhitungan mean, median, modus, simpangan baku, dan rentang teoritik

masing-masing variabel.

Selanjutnya dilakukan analisis inferensial untuk menguji hipotesis melalui

analisis varian (anava) dengan dua faktor. Anava yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah menguji hipotesis (1) main effect yaitu efek A dan B, (2) interaction

effect yakni efek interaksi A-B dan (3) simple effect.

82

Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka perlu diuji persyaratan analisis

data, yaitu uji normalitas dan homogenitas. Uji normalitas dilaksanakan untuk

mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi

normal, sedangkan uji homogenitas dilaksanakan untuk mengetahui apakah data

penelitian yang telah dikumpulkan berasal dari populasi yang homogen. Untuk

menguji normalitas data digunakan rumus uji Lilliefors, dan untuk menguji

homogenitas data digunakan rumus uji Barlett.

H. hipotesis statistik

1. Main effect :

H0 : μA1 = μA2

H1 : μA1 > μA2

2. Interaction effect

H0 : μA-B = μA-B

H1 : μA-B > μA-B

3. Simple Effect :

1) H0 : μA1B1 = μA2B1

H1 : μA1B1

μA2B1

2) H0 : μA1B2 =

μA2B2 H1 : μA1B2

μA2B2

83

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Sebaran Skor Model Competence based Education and Training guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptif(A1)

Hasil analisis data 40 orang guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang menggunakan Model Competence based

Education and Training menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai

dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari 78 sampai 134.

Harga rerata (mean) sebesar 105,08; simpangan baku (standar deviation)

sebesar

17,433 median sebesar 102,5 dan modus sebesar 122.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor Model

Competence based Education and Training petugas satpol PP.

Tabel 4.1:

Distribusi frekuensi skor Model Competence based Education and

Training guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptif(A1)

No Nilai f. Absolut f. Relatif

f. Kumulatif

(%)

1 78,5 - 87,5 7 17,5 17,5

2 87,5 - 96,5 10 25 42,5

3 96,5 - 105,5 4 10 52,5

4 105,5 - 114,5 3 7,5 60

5 114,5 - 123,5 10 25 85

6 123,5 – 134 6 15 100

Jumlah 40 100

Gambar 4.1:

Skor Model Competence based Education and Training guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptif(A1)

84

12

10

8

6

4

2

0

78,5 - 87,5

87,5 - 96,5 96,5 -

105,5 105,5 -

114,5 - 123,5 -

134

114,5 123,5

2. Sebaran Skor Model Pelatihan Konvensional Guru pendidikan jasmani

mata pelajaran pendidikan jasmani adaptif(A2)

Hasil analisis data 40 orang guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang menggunakan model pelatihan konvensional

menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150,

sedangkan rentangan empiriknya dari 61 sampai 112. Harga rerata (mean)

sebesar 75,5; simpangan baku (standar deviation) sebesar 14,245 median

sebesar 71 dan modus sebesar 67.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor model

pelatihan konvensional petugas satpol PP.

85

Tabel 4.2:

Distribusi frekuensi skor Model Pelatihan Konvensional guru

pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptif(A2)

No Nilai

f.

f. Relatif

f. Kumulatif

Absolut (%)

1 61,5 - 70 20 50 50

2 70 - 78,5 10 25 75

3 78,5 - 87 4 10 85

4 87 - 95,5 1 2,5 87,5

5 95,5 - 104 1 2,5 90

6 104 - 112,5 4 10 100

Jumlah 40 100

Gambar 4.2:

Skor Model Konvensional Guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptif(A2)

25

20

15

10

5

0

61,5 - 70 70 - 78,5 78,5 - 87 87 - 95,5 95,5 - 104

104 -

112,5

3. Sebaran Skor Motivasi Kerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (B1).

Hasil analisis data motivasi kerja 40 orang guru pendidikan jasmani

mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki motivasi kerja tinggi

menunjukkan bahwa rentangan

86

teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari

74 sampai 134. Harga rerata (mean) sebesar 103,3; simpangan baku (standar

deviation) sebesar 20,817 median sebesar 109,5 dan modus sebesar 76.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor motivasi

kerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang

memiliki motivasi kerja tinggi.

Tabel 4.3:

Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifyang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (B1)

No Nilai f. Absolut f. Relatif

f. Kumulatif

(%)

1 74,5 - 84,5 13 32,5 32,5

2 84,5 - 94,5 1 2,5 35

3 94,5 - 104,5 3 7,5 42,5

4 104,5 - 114,5 7 17,5 60

5 114,5 - 124,5 10 25 85

6 124,5 - 134,5 6 15 100

Jumlah 40 100

87

Gambar 4.3:

Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP

yang memiliki Motivasi Tinggi (B1)

14

12

10

8

6 Series

1

4

2

0

74,5 - 84,5 84,5 - 94,5 94,5 - 104,5 - 114,5 - 124,5 -

104,5 114,5 124,5 134,5

4. Sebaran Skor Motivasi Kerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang memiliki Motivasi Kerja rendah (B2).

Hasil analisis data motivasi kerja 40 orang guru pendidikan jasmani

mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki motivasi kerja

rendah menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150,

sedangkan rentangan empiriknya dari 61 sampai 103. Harga rerata (mean)

sebesar 77,25; simpangan baku (standar deviation) sebesar 13,167 median

sebesar 73 dan modus sebesar 67.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor motivasi

kerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang

memiliki motivasi kerja rendah.

88

Tabel 4.4:

Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifyang memiliki Motivasi Kerja Rendah (B2)

No Nilai f. Absolut f. Relatif

f. Kumulatif

(%)

1 61,5 - 68,5 20 50 50

2 68,5 - 75,5 0 0 50

3 75,5 - 82,5 3 7,5 57,5

4 82,5 - 88,5 6 15 72,5

5 88,5 - 95,5 8 20 92,5

6 95,5 - 103 3 7,5 100

Jumlah 40 100

Gambar 4.4:

Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP

yang memiliki Motivasi Rendah (B2)

25

20

15

10

5

0

61,5 - 68,568,5 - 75,5 75,5 - 82,582,5 - 88,588,5 - 95,5

95,5 -

103

5. Sebaran Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence based

Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A1B1).

Hasil analisis data 20 orang guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence

based Education and Training yang

89

memiliki motivasi kerja tinggi menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor

mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari 102 sampai

134. Harga rerata (mean) sebesar 120,85; simpangan baku (standar deviation)

sebesar 7,435 median sebesar 122 dan modus sebesar 122.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan

Model Competence based Education and Training yang memiliki motivasi

kerja tinggi.

Tabel 4.5:

Distribusi Frekuensi Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence

based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi

(A1B1).

No Nilai f. Absolut f. Relatif

f. Kumulatif

(%)

1 102,5 - 107,5 1 5 5

2 107,5 - 112,5 2 10 15

3 112,5 - 117,5 2 10 25

4 117,5 - 122,5 7 35 60

5 122,5 - 127,5 4 20 80

6 127,5 - 134,5 4 20 100

Jumlah 20 100

90

Gambar 4.5:

Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence

based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja

Tinggi (A1B1).

8

7

6

5

4

3

2

1

0

102,5 - 107,5 - 112,5 - 117,5 - 122,5 - 127,5 -

107,5 112,5 117,5 122,5 127,5 134,5

6. Sebaran Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence based

Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2).

Hasil analisis data motivasi kerja 20 orang guru pendidikan jasmani

mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model

Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja

Rendah menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150,

sedangkan rentangan empiriknya dari 78 sampai 103. Harga rerata (mean)

sebesar 89,3; simpangan baku (standar deviation) sebesar 6,681 median

sebesar 90 dan modus sebesar 90.

91

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor Guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti

pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki

Motivasi Kerja Rendah.

Tabel 4.6:

Distribusi Frekuensi Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence

based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah

(A1B2).

No Nilai f. Absolut f. Relatif

f. Kumulatif

(%)

1 78,5 - 82,5 3 15 15

2 82,5 - 86,5 3 15 30

3 86,5 - 90,5 7 35 65

4 90,5 - 94,5 3 15 80

5 94,5 - 98,5 2 10 90

6 98,5 - 103,5 2 10 100

Jumlah 20 100

Gambar 4.6:

Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence

based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja

Rendah (A1B2).

8

7

6

5

4

3

2

1

0

78,5 - 82,5 82,5 - 86,5 86,5 - 90,5 90,5 - 94,594,5 - 98,5

98,5 -

103,5

7. Sebaran Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki

Motivasi Kerja Tinggi (A2B1).

92

Hasil analisis data motivasi kerja 20 orang guru pendidikan jasmani

mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan

Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi menunjukkan bahwa

rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan

empiriknya dari 74 sampai 112. Harga rerata (mean) sebesar 85,8; simpangan

baku (standar deviation) sebesar 1,369 median sebesar 77,5 dan modus

sebesar 76.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor Guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti

pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi.

Tabel 4.7:

Distribusi Frekuensi Skor Guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan

Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1).

No Nilai f. Absolut f. Relatif

f. Kumulatif

(%)

1 74,5 - 80,5 11 55 55

2 80,5 - 86,5 3 15 70

3 86,5 - 92,5 0 0 70

4 92,5 - 98,5 2 10 80

5 98,5 - 104,5 0 0 80

6 104,5 - 112,5 4 20 100

Jumlah 20 100

93

Gambar 4.7:

Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifyang mengikuti pelatihan Konvensional yang

memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1).

12

10

8

6

4

2

0

74,5 - 80,5 80,5 - 86,586,5 - 92,5

92,5 -

98,5

98,5 - 104,5 104,5 -

112,5

8. Sebaran Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki

Motivasi Kerja Rendah (A2B2).

Hasil analisis data motivasi kerja 20 orang guru pendidikan jasmani

mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan

Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah menunjukkan bahwa

rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan

empiriknya dari 61 sampai 68. Harga rerata (mean) sebesar 65,2; simpangan

baku (standar deviation) sebesar 2,353 median sebesar 66 dan modus sebesar

67.

Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti

pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah.

94

Tabel 4.8:

Distribusi Frekuensi Skor Guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan

Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja

Rendah (A2B2).

No Nilai f. Absolut f. Relatif

f. Kumulatif

(%)

1 61,5 - 62,5 3 15 15

2 62,5 - 63,5 1 5 20

3 63,5 - 64,5 4 20 40

4 64,5 - 65,5 1 5 45

5 65,5 - 66,5 3 15 60

6 66,5 - 68,5 8 40 100

Jumlah 20 100

Gambar 4.8:

Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifyang mengikuti pelatihan Konvensional yang

memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2).

9

8

7

6

5

4

3

2

1

0

61,5 - 62,5 62,5 - 63,5 63,5 - 64,5 64,5 - 65,5 65,5 - 66,5

66,5 -

68,5

Apabila hasil-hasil keseluruhan deskripsi data tersebut di atas dinyatakan

dalam bentuk tabel, maka diperoleh data-data sebagai berikut:

95

Tabel 4.9:

Rekapitulasi deskripsi data rata-rata model pelatihan dan Motivasi

kerja terhadap kinerja petugas satuan polisi pamong praja

Skor Hasil

NO Kelompok N Belajar Mean SD Me Mo

Max Min

Sebaran Skor Model

Competence based

1 Education and Training 40 134 78

105,0 17,43 102,

122

8 3 5

guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani

adaptif(A1)

Sebaran Skor Model

14,24

2 Pelatihan Konvensional 40 112 61 75,5 71 67

5Guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani

adaptif(A2)

Sebaran Skor Motivasi

Kerja Petugas Satpol PP

3 yang memiliki Motivasi 40 134 74 103,3

20,81 109,

76

7 5

Kerja Tinggi (B1).

Sebaran Skor Motivasi

Kerja Petugas Satpol PP

4 yang memiliki Motivasi 40 103 61 77,25

13,16

73 67

7

Kerja rendah (B2).

Sebaran Skor Petugas

Satpol PP yang mengikuti

pelatihan Model Com-

120,8

5 petence based Education 20 134 102 7,435 122 122

5

and Training yang

memiliki Motivasi Kerja

Tinggi (A1B1).

96

Skor Hasil

NO Kelompok N Belajar Mean SD Me Mo

Max Min

Sebaran Skor Petugas

Satpol PP yang mengikuti

pelatihan Model Com-

6 petence based Education 20 103 78 89,3 6,681 90 90

and Training yang

memiliki Motivasi Kerja

Rendah (A1B2).

Sebaran Skor Petugas

Satpol PP yang mengikuti

7 pelatihan Konvensional 20 112 74 85,8 1,369 77,5 76

ya- ng memiliki Motivasi

Kerja Tinggi (A2B1)

Sebaran Skor Petugas

Satpol PP yang mengikuti

8 pelatihan Konvensional 20 68 61 65,2 2,353 66 67

ya- ng memiliki Motivasi

Kerja Rendah (A2B2).

B. Pengujian Persyaratan Analisis Data

Pengujian atau uji hipotesis dengan analisis varian dua jalan (Two-way

ANOVA) memerlukan persyaratan analisis data: (1) sampel diambil secara acak; (2)

ukuran sampel minimum dipenuhi; (3) data sampel masing-masing variabel

berdistribusi normal dan homogen.

Persyaratan pertama dan kedua telah dipenuhi sebab sampel penelitian diambil

secara acak dengan ukuran sampel 80 orang (>30 kasus).61 Pengujian persyaratan ketiga

yaitu bahwa sebaran data penelitian berdistribusi normal. Masing-masing untuk

variabel Y, X1 dan X2 melalui piranti lunak SPSS diuji normalitas dan

homogenitasnya.62

61Masri Singarimbun, dkk. 1989, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, p. 171.

62Singgih Santoso, 2002, Buku Latihan SPSS Statistik Multivarian, Jakarta:

Elexmedia Komputindo.

97

1. Uji Normalitas

Uji normalitas terhadap sebaran data di atas, yaitu data kinerja guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifberdasarkan pemberian model

pelatihan dan Motivasi kerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptif(data kelompok A1B1, A2B1, A1B2 dan A2B2 sebagai mana dibahas

pada deskripsi data di awal Bab 4 ini). Secara manual uji normalitas dapat dilakukan

dengan uji Lilliefors atau dapat juga dengan Chi-square,63 dari hasil perhitungan

menggunakan uji Lilliefors skor guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and

Training dan metode konvensional yang dikelompokkan berdasarkan motivasi kerja

yang dimiliki. Adapun kriteria pengujiannya adalah jika Lhitung > Ltabel maka data

berdistribusi normal dan jika Lhitung < Ltabel maka data tidak berdistribusi normal.

Hasil perhitungan uji Lilliefors Skor guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence based

Education and Training yang memiliki motivasi tinggi (A1B1) diperoleh Lhitung sebesar

0,1438. Untuk Ltabel dengan α sebesar 0,05 pada tabel Lilliefors sebesar 0,1900. Jika

dibandingkan Lhitung

(0,1438) > Ltabel (0,1900), maka dapat disimpulkan bahwa data Skor guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model

Competence based Education and Training yang memiliki motivasi tinggi (A1B1)

adalah berdistribusi normal. Sedangkan untuk hasil perhitungan uji Lilliefors Skor guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan

Model Competence based Education and Training yang memiliki motivasi rendah

(A1B2) diperoleh Lhitung sebesar 0,1102. Untuk Ltabel dengan α sebesar 0,05 pada tabel

Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan

63 H.R. Santosa Nurwani, 1999, Statistika Terapan (Teknik Analisa Data), Jakarta:

Program Pasca Sarjana UHAMKA, p. 18-20.

98

Lhitung (0,1102) > Ltabel (0,1900), maka dapat disimpulkan bahwa data Skor guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan

Model Competence based Education and Training yang memiliki motivasi rendah

(A1B2) adalah berdistribusi normal.

Untuk hasil perhitungan uji Lilliefors Skor guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan model konvensional

yang memiliki motivasi tinggi (A2B1) diperoleh Lhitung sebesar 0,1706. Untuk Ltabel

dengan α sebesar 0,05 pada tabel

Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan Lhitung (0,1706) > Ltabel (0,1900),

maka dapat disimpulkan bahwa data Skor guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan model konvensional yang

memiliki motivasi rendah (A2B1) adalah berdistribusi normal. Sedangkan untuk hasil

perhitungan uji Lilliefors Skor guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan model konvensional yang memiliki motivasi

rendah (A2B2) diperoleh Lhitung sebesar 0,1517. Untuk Ltabel dengan α

sebesar 0,05 pada tabel Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan Lhitung

(0,1517) > Ltabel (0,1900), maka dapat disimpulkan bahwa data Skor petugas

Satpol PP yang mengikuti pelatihan model konvensional yang memiliki motivasi

rendah (A2B2) adala berdistribusi normal.

Dari perhitungan uji normalitas dengan menggunakan Uji Liliefors keempat

kelompok data di atas, maka dapat dirangkumkan dalam tabel di bawah ini:

99

Tabel Tabel 4.10:

Tabel Pengujian Normalitas

Sumber

Lhitung Ltabel Kesimpulan

Data

A1B1 0,1438 0,1900 Data Berdistribusi Normal

A1B2 0,1102 0,1900 Data Berdistribusi Normal

A2B1 0,1706 0,1900 Data Berdistribusi Normal

A2B2 0,1517 0,1900 Data Berdistribusi Normal

2. Uji Homogenitas Variansi

Uji homogenitas variansi dimaksudkan untuk menguji homogenitas varian antar

kelompok-kelompok skor Y yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan nilai X.

Pengujian homogenitas dilakukan dengan menggunakan Uji F. Yakni menghitung rasio

antara varians terbesar dengan varians terkecil dari kelompok yang diuji. Hasilnya adalah

sebagai berikut:

a. Pengujian Homogenitas Variansi A1B1 atas A2B1

Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas variansi motivasi bekerja

kelompok data A1B1 atas kelompok data A2B1 diperoleh output SPSS sebagai

berikut:

Tabel 4.12:

Test of Homogeneity of Variances

A1B1

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

1.32

8a 11 63 .230

100

Test of Homogeneity of Variances

A1B1

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

1.32

8a 11 63 .230

Tabel 4.13:

ANOVA

A1B1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 548.750 13 42.212 .505 .858

Within Groups 501.800 6 83.633

Total 1050.550 19

Adapun kriteria pengujian homogenitas variansi ini adalah sebagai

berikut:

a) Distribusi data dinyatakan homogen bila nilai Sig. (dibaca: probabilitas

signifikasi) baik pada tabel Test of Homogenity of Variances maupun

tabel ANOVA di atas lebih besar dari 0, 05.

b) Distribusi data dinyatakan tidak homogen bila nilai Sig. baik pada tabel

Test of Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di

atas lebih kecil dari 0, 05.64

Dengan memperhatikan nilai Sig. pada tabel Test of Homogenity of

Variances sebesar 0, 230 dan pada tabel ANOVA sebesar 0,858, maka dinyatakan

bahwa homogenitas variansi A1B1 atas A2B1 terpenuhi.

64 Santoso.2002., Loc.Cit.

101

b. Pengujian Homogenitas Variansi A1B1 atas A1B2

Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas variansi hasil belajar Bahasa

Indonesia kelompok data A1B1 atas kelompok data A1B2 diperoleh output SPSS

sebagai berikut:

102

Tabel 4.14:

Test of Homogeneity of Variances

A1B1

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

1.29

9a 10 63 .251

Tabel 4.15:

ANOVA

A1B1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 761.800 14 54.414 .942 .578

Within Groups 288.750 5 57.750

Total 1050.550 19

Adapun kriteria pengujian homogenitas variansi ini adalah sebagai berikut:

a) Distribusi data dinyatakan homogen bila nilai Sig. (dibaca: probabilitas

signifikansi) baik pada tabel Test of Homogenity of Variances maupun tabel

ANOVA di atas lebih besar dari 0, 05.

b) Distribusi data dinyatakan tidak homogen bila nilai Sig. baik tabel Test of

Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di atas lebih kecil dari 0, 05.65

Dengan memperhatikan nilai Sig. pada tabel Test of Homogenity of Variances

sebesar 0, 251 dan pada tabel ANOVA sebesar 0,578; maka dinyatakan bahwa

homogenitas variansi A1B1 atas A1B2 terpenuhi.

65 Ibid.

103

c. Pengujian Homogenitas Variansi A1B1 atas A2B2

Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas variansi hasil belajar Bahasa

Indonesia kelompok A1B1 atas kelompok data A2B2 diperoleh output SPSS

sebagai berikut:

Tabel 4.16:

Test of Homogeneity of Variances

A1B1

Levene

Statistic df1

df

2 Sig.

.761 4 13 .569

Tabel 4.17:

ANOVA

A1B1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 457.417 6 76.236 1.671 .206

Within Groups 593.133 13 45.626

Total 1050.550 19

Adapun kriteria pengujian homogenitas variansi ini adalah sebagai berikut:

a) Distribusi data dinyatakan homogen bila nilai Sig. (dibaca: probabilitas

signifikansi) baik pada tabel Test of Homogenity of Variances maupun tabel

ANOVA di atas lebih besar dari 0, 05.

b) Distribusi data dinyatakan tidak homogen bila nilai Sig. baik pada tabel Test of

Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di atas lebih kecil dari 0, 05.66

66 Ibid.

104

Dengan memperhatikan nilai Sig. (dibaca: probabilitas signifikansi) pada

tabel Test of Homogenity of Variances sebesar 0,569 dan pada tabel ANOVA sebesar

0,206; maka dinyatakan bahwa homogenitas variansi A1B1 atas A2B2 terpenuhi.

Dengan terpenuhinya normalitas dan homogenitas data, maka penelitian

korelasional ini dapat dilakukan dengan menggunakan data mentah (raw score) dari

keempat kelompok data kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptiftersebut.

C. Pengujian Hipotesa

Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan teknik Analisis Variansi (ANAVA) dua

jalan. Tujuan ANAVA dua jalan adalah menyelidiki dua pengaruh utama dan satu

pengaruh interaksi. Pengaruh utama dibedakan atas model Pelatihan dan motivasi kerja

petugas satpol PP. Hasil perhitungan ANAVA dua jalan disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.18

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:kinerja_Petugas

Type III Sum

of

Source Squares Df

Mean

Square F

Corrected Model 31691.238a 3 10563.746 144.159

Model_pelatihan 17493.613 1 17493.613 238.728

motivasi_kerja 13598.113 1 13598.113 185.568

Model_pelatihan *

599.512 1 599.512 8.181

motivasi_kerja

Total 689407.000 80

Corrected Total 37260.388 79

105

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:kinerja_Petugas

Type III Sum

of

Source Squares Df

Mean

Square F

Corrected Model 31691.238a 3 10563.746 144.159

Model_pelatihan 17493.613 1 17493.613 238.728

motivasi_kerja 13598.113 1 13598.113 185.568

Model_pelatihan *

599.512 1 599.512 8.181

motivasi_kerja

Total 689407.000 80

a. R Squared = ,851 (Adjusted R

Squared = ,845)

1. Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifyang diberi Model Pelatihan CBET lebih besar dari pada Kinerja Guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi

Model Pelatihan Konvensional.

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas pada bagian atau kolom source baris

kedua tertulis model pelatihan dan kolom terkanan atau kolom F (dibaca: Fhitung) pada

baris yang sama tertulis 238.728 lebih besar dari F tabel = 4,88 untuk taraf signifikansi

0,01 (Fhitung = 238,728 > Ftabel = 4,88). Hal ini berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima.

Dengan demikian hal ini menunjukkan

bahwa bentuk Pelatihan CBET mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP. Ini berarti

perbedaan bentuk Pelatihan dalam CBET menentukan variasi atau keberagaman

kinerja petugas Satpol PP. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan, ”Rata-rata

kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi

pelatihan CBET lebih tinggi daripada kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang diberi pelatihan konvensional”, diterima dan teruji

kebenarannya.

106

2. Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifyang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi

adalah lebih tinggi dari pada kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang diberi model pelatihan konvensional dan

memiliki motivasi kerja tinggi.

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas bagian atau kolom source baris ketiga

tertulis motivasi kerja dan kolom F (dibaca: Fhitung) pada baris yang sama tertulis

158,568 lebih besar dari Ftabel = 4,88 untuk taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 158,568 >

Ftabel = 4,88). Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian bahwa

motivasi kerja mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP. Dengan demikian, hipotesis

yang menyatakan, ”Rata-rata Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi

kerja tinggi lebih tinggi dari pada kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki

motivasi kerja tinggi”, diterima. Kesimpulannya kedua jenis model pelatihan

memberikan kinerja yang berbeda pada petugas Satpol PP.

3. Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifyang diberi Model Pelatihan CBET dan memiliki Motivasi Kerja Rendah

adalah lebih tinggi dari pada Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang diberi Model Pelatihan Konvensional dan

memiliki Motivasi Kerja Rendah.

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas bagian atau kolom source baris ketiga

tertulis motivasi kerja dan kolom F (dibaca: Fhitung) pada baris yang sama tertulis

158,568 lebih besar dari Ftabel = 4,88 untuk taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 158,568 >

Ftabel = 4,88). Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Hal

107

ini menunjukkan bahwa motivasi kerja mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP.

Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan, ”Rata-rata kinerja guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi model pelatihan CBET

dan memiliki motivasi kerja rendah adalah lebih tinggi dari pada kinerja guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi model

pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja rendah.”, diterima.

Kesimpulannya kedua jenis model pelatihan memberikan memberikan kinerja yang

berbeda pada petugas Satpol PP.

4. Terdapat pengaruh interaksi antara Model Pelatihan dengan Motivasi

Kerja terhadap Kinerja Petugas Satpol PP.

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas pada bagian atau kolom source baris keempat

tertulis Model Pelatihan*Motivasi kerja dan kolom F (dibaca: Fhitung) pada baris yang

sama tertulis 8,181 lebih besar dari Ftabel = 4,88 untuk taraf signifikansi 0,01 (Fhitung =

8,181 > Ftabel = 4,88). Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. menunjukkan bahwa

Ho : μA-B = μA-B ditolak. Ini berarti interaksi antara model pelatihan dan motivasi kerja

menentukan variasi atau keberagaman kinerja petugas Satpol PP. Dengan demikian,

hipotesis yang menyatakan,

”Terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap

kinerja petugas satpol PP”, diterima dan teruji kebenarannya.

Secara umum analisa ini lazimnya dilanjutkan lagi untuk mengetahui atau

mengindikasikan rata-rata kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptiftersebut di atas yang berbeda satu dari lainnya, atau mencari mana

diantara A1B1, A2B1 dan A1B2 dan A2B2 yang paling tinggi.

108

Analisis biasanya dilanjutkan dengan uji Turkey67 karena dalam hal ini jumlah

data setiap kelompok sama banyaknya yaitu n = 40. Perhitungan uji Turkey melalui

piranti lunak SPSS hanya dapat dilakukan bila setiap variabel bebas yang diteliti

dibedakan atas 3 level atau lebih. Variabel Model pelatihan dan motivasi kerja guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifdalam penelitian ini

hanya dibedakan atas 2 level bentuk model pelatihan (CBET dan konvensional), dan 2

level tipe motivasi kerja (Tinggi dan Rendah).

Dengan kata lain, untuk mengetahui interaksi mana yang paling berpengaruh

mengakibatkan kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifmencapai skor yang maksimal dapat dilakukan cukup dengan hanya melihat

skor rata-rata dari 4 kelompok data (A1B1, A2B1, A1B2 dan A2B2) tersebut.

Hasilnya adalah sebagai berikut:

67 Ibid.

109

Tabel 4.19

Perbandingan Skor Rata-rata

Kinerja Petugas Satpol PP

Kelompok Data Peringkat Rata-rata Ki-

Rata-rata Kinerja

Petugas Satpol nerja Petugas Satpol

No. Petugas Satpol PP

PP PP

1 A1B1 120,85 1

2 A1B2 89,3 2

3 A2B1 85,8 3

4 A2B2 65,2 4

Berdasarkan Tabel 4.20 di atas dapat dinyatakan dua hal sebagai berikut:

a. Interaksi antara Model Pelatihan dan motivasi kerja mengakibatkan kinerja guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifdapat mencapai

skor yang maksimal. Sebaliknya, skor terburuk atau paling rendah dari kinerja

guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifdiakibatkan

oleh interaksi model Pelatihan konvensional dengan petugas yang memiliki

motivasi kerja rendah

b. Interaksi A1B1 dan A1B2 yang kontradiktif, artinya dengan bentuk model

pelatihan yang sama (model CBET) namun petugasnya berada dalam dua

kelompok motivasi yang berbeda mengakibatkan kinerja mereka juga berbeda

justru menunjukkan adanya interaksi yang signifikan antara model pelatihan dan

motivasi yang dimiliki petugas Satpol PP.

110

D. Interpretasi Hasil Penelitian

Hipotesis penelitian pertama yang menyatakan, “tidak terdapat perbedaan rata-

rata kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang

mengikuti model pelatihan CBET dan yang mengikuti model pelatihan konvensional”

tidak dapat diterima. Sehingga hipotesis yang diterima adalah hipotesis alternatif yang

menyatakan bahwa ”Rata-rata kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti model pelatihan CBET lebih tinggi

daripada petugas yang diberi model pelatihan konvensional”, diterima dan teruji

kebenarannya. Hal itu selanjutnya membuktikan bahwa kinerja guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki motivasi kerja tinggi

dan diberi model pelatihan CBET lebih tinggi daripada petugas yang memiliki

motivasi kerja rendah dan diberi model pelatihan konvensional.

Hipotesis penelitian keempat yang menyatakan, ”Terdapat pengaruh interaksi

antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas Satpol PP”,

diterima dan teruji kebenarannya. Hal itu selanjutnya membuktikan bahwa petugas

yang mengikuti model pelatihan yang tidak sama dan motivasi kerjanya juga berbeda,

kinerja satu dengan lainnya berbeda pula.

E. Pembahasan

Penelitian ini mengungkapkan bahwa Model Pelatihan dan motivasi kerja

secara signifikan mempengaruhi variasi kinerja petugas Satpol PP. Kinerja guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi Pelatihan

CBET lebih tinggi dari pada kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang diberi pelatihan konvensional. Seperti terlihat

111

pada tabel 4.1 dan tabel 4.2, dari kedua tabel tersebut terlihat bahwa kinerja guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti

pelatihan CBET memiliki variasi sebaran skor pada 87,5 – 96,5 dan 114,5 – 123,5

(lihat tabel 4.1). Sebaran skor pada rentang ini merupakan sebaran skor yang tinggi

jika dibandingkan dengan sebaran skor kinerja guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan konvensional yang

sebagian besar berada pada rentangan skor 61,5 – 70 dan 70 78,5 (lihat tabel 4.2). dari

perbedaan rentang skor ini dapat dikatakan bahwa model pelatihan yang diberikan

kepada guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifmemberikan dampak pada peningkatan skor kinerja petugas Satpol PP. Kinerja

guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi

pelatihan CBET lebih tinggi karena dengan menggunakan pelatihan CBET seorang

guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptiflatih untuk mampu

mengerjakan tugas dan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Pelatihan ini dilaksanakan melalui proses pelatihan yang bermakna dimana

kompetensi di refleksikan kepada kebutuhan utama dalam menjalankan tugas Satpol

PP, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hasil pelatihan CBET berupa kinerja

merupakan fokus dari hasil pelatihan CBET. Model pelatihan CBET mengakui

pengalaman belajar guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifsebelumnya, sehingga guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifdalam pelatihan tidak dituntut untuk mengikuti proses pelatihan sampai

akhir akan tetapi jika guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptiflulus mengikuti ujian kompetensi maka mereka memperoleh kelulusan.

CBET merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan kompetensi

sumber daya manusia yang berfokus pada hasil akhir (outcome).

CBET sangat fleksibel dalam proses kesempatan untuk memperoleh kompetensi

dengan berbagai cara. Hasil CBET menuntut persyaratan dan

112

karakteristik tersendiri, khususnya bila diterapkan untuk diakui secara nasional. Hal ini

berbeda dengan pendidikan dan pelatihan yang pada umumnya dilakukan (tradisional)

yang berfokus pada masukan (input), proses, dan keluaran (output) yang sangat

bervariasi dan bisa jadi tidak sesuai dengan standar kebutuhan pekerjaan / tugas.

Tujuan CBET adalah agar peserta didik dan latih mampu mengerjakan tugas

dan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Secara khusus, tujuan

utama CBET adalah menghasilkan kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang

ditentukan untuk pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam

berbagai pekerjaan dan jabatan. Aplikasi metode pelatihan CBET memerlukan

perancangan yang matang dan sesuai dengan kondisi dari peserta didik. Guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifmenjalankan tugas yang

begitu variatif dan memiliki resiko perkerjaan yang tinggi, dimana guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifharus berhadapan dengan

masyarakat, khususnya ketika berhadapan dengan masyarakat yang melanggar

ketetapan Pemerintah Daerah Prov. DKI Jakarta. Di sisi lain guru pendidikan jasmani

mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifmerupakan pelayan masyarakat untuk

menjaga ketertiban, maka seorang guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan

jasmani adaptifdituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang baik kepada

masyarakat. Beban pekerjaan seorang guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang cukup tinggi ini tentunya harus diimbangi dengan

kemampuan kompetensi yang tinggi yang harus dimiliki oleh seorang petugas Satpol

PP. Kesadaran akan kebutuhan kompetensi yang tinggi ini telah nampak pada guru

pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti

pelatihan CBET, hal ini dapat dilihat dari skor petugas Satpol PP

113

yang mengikuti model pelatihan model CBET yang memiliki motivasi kerja tinggi

(lihat gambar 4.5).

Pelatihan konvensional berbeda dengan pelatihan CBET, dimana kegiatan

pelatihan yang lebih banyak menekankan pada input (masukan berupa misalnya

materi, kriteria peserta dan lain lain) dan proses serta produk yang banyak variasi

dalam upaya meningkatkan kinerja peserta. Model pelatihan ini karena terlalu banyak

variasi kadang-kadang output yang ingin dicapai menjadi tidak terukur. Banyaknya

variasi dari hasil (produk) yang dicapai dalam pelatihan konvensional ini

menyebabkan peserta pelatihan kurang termotivasi untuk mengikuti pelatihan. Karena

perbadaan pencapaian hasil pelatihan pada setiap peserta pelatihan merupakan hal

yang wajar, sehingga peserta kurang termotivasi untuk meraih suatu kondisi tertentu

sebagai capaian hasil pelatihan. Hal inilah yang kemudian dapat berakibat pada

motivasi peserta pelatihan. Seperti terlihat pada tabel 4.7, bahwa sebagian besar (55%)

guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti

pelatihan konvensional yang memiliki motivasi kerja tinggi berada pada rentangan

skor terendah dalam rentangan skor motivasi tinggi.

Memperhatikan pelatihan model konvensional, kriteria keberhasilan selalu

ditentukan oleh pihak penyelenggara. Peserta latih hanya menjadi objek pelatihan

yang tidak dapat menentukan kehendak yang ingin dicapainya sendiri sebagaimana

dalam CBET.

Secara kualitatif dengan memperhatikan hasil analisis variasi dua arah (Two-

way ANOVA) pada Tabel 4.18 di atas khususnya nilai F hitung kekuatan pengaruh

model pelatihan lebih besar daripada motivasi kerja petugas satpol

114

PP serta interaksi antar keduanya terhadap kinerja petugas satpol PP. Hal ini dapat

dipahami, mengingat motivasi dapat timbul dari dalam (intrinsik) dan luar diri

individu (ekstrinsik). Model pelatihan yang diberikan kepada anggota Satpol PP

merupakan suatu kondisi lingkungan yang dapat merangsang motivasi ekstrinsik

seorang petugas satpol PP. Pelatihan CBET merupakan pelatihan yang lebih

menekankan seseorang untuk menguasai bidang kompentesi dalam tugas

pekerjaannya. Sehingga, ketika seorang guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifmengikuti pelatihan ini, ia akan termotivasi untuk dapat

mengusai kompetensi yang menjadi tuntutan dalam pekerjaannya. Hal ini yang

memungkinkan metode pelatihan CBET ini dapat merangsang petugas Satpol

PP untuk meningkatkan kinerjanya.

F. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini membuktikan bahwa model pelatihan dan motivasi kerja memberi

pengaruh yang signifikan terhadap variasi kinerja petugas Satpol PP. Ditemukan pula

bahwa adanya interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberikan model pelatihan

CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi memiliki potensi kinerja yang lebih

berkualitas daripada lainnya. Namun demikian, bagaimanapun terdapat beberapa

keterbatasan penelitian sebagai berikut:

1. Dipahami bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya faktor-faktor lain disamping

model pelatihan dan motivasi kerja, yang mempengaruhi variasi kinerja petugas

satpol PP. Misalnya, pada kondisi (iklim kerja) yang berbeda, juga terdapat faktor

lain yang lebih dominan berpengaruh

115

terhadap variasi kualitas kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifdibandingkan dengan model pelatihan dan motivasi

kerja. Hal ini luput dari penelitian ini dan menjadikannya sebagai suatu

keterbatasan.

2. Ditinjau dari sisi jumlah cakupan sampel, sangat mungkin dengan cakupan

sampel lebih luas, namun penelitian ini tentu akan berbeda pula. Artinya, dengan

jumlah responden yang lebih besar ada kemungkinan hasil penelitiannya berbeda.

Hal inilah yang menjadikan hasil penelitian ini menjadi terbatas referensinya.

116

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh beberapa temuan

penelitian sebagai berikut:

Pertama, Secara keseluruhan kinerja guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberikan model pelatihan

Competence Based Education and Training

(CBET) lebih tinggi daripada kelompok guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifyang diberikan model pelatihan Konvensional. Dengan

demikian untuk meningkatkan kinerja petugas satpol PP, diperlukan pemberian

model pelatihan Competence Based Education and Training (CBET).

Kedua, Bagi guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifyang memiliki motivasi kerja tinggi, kinerja guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberikan model pelatihan Competence

Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari pada guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi model pelatihan

konvensional. Dengan demikian, untuk meningkatkan kinerja petugas Sapol PP

yang memiliki motivasi kerja tinggi perlu diberikan model pelatihan Competence

Based Education and Training

(CBET).

Ketiga, Bagi guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani

adaptifyang memiliki motivasi kerja rendah, kinerja guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberikan model pelatihan Competence

Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari pada guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi model pelatihan

konvensional. Dengan demikian, untuk meningkatkan kinerja petugas Sapol PP

yang memiliki motivasi kerja rendah

117

juga perlu diberikan model pelatihan Competence Based Education and

Training (CBET).

Dari hasil temuan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan

kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifdapat

dilakukan melalui kegiatan penerapan model pelatihan Competence Based Education

and Training

(CBET) dengan mempertimbangkan motivasi kerja Petugas satpol PP.

B. Implikasi

Dari hasil analisis data yang dihasilkan dalam penenlitian ini telah terbukti

bahwa model pelatihan Competence Based Education Training

(CBET) dapat meningkatkan kinerja dan motivasi Guru pendidikan jasmani mata

pelajaran pendidikan jasmani adaptifdi Provinsi DKI Jakarta sehingga secara statistik

dapat dikatakan hubungan yang signifikan dan bersifat positif. Implikasi dari pelatihan

Competence Based Education Training (CBET) adalah dengan memberikan sertifikasi

kepada guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang telah

memiliki kemampuan dan sikap yang sesuai dengan standar dalam menerapkan tugas

pokok dan fungsinya kedalam kegiatan area tugas di lapangan. Sertifikasi ini

merupakan alat yang digunakan untuk menunjukkan bahwa seorang guru pendidikan

jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang telah mengikuti proses

sertifikasi dapat menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan yang baik dan sesuai

dengan standar yang telah ditentukan. Proses sertifikasi ini hendaknya dilaksanakan

melalui program pelatihan yang selanjutnya diadakan penilaian (assessment). Hasil

penilaian dari proses sertifikasi ini adalah diketahuinya level kompetensi dari setiap

petugas satpol PP.

118

C. Saran

1. Dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di lingkungan satpol PP

Provinsi DKI Jakarta sebaiknya menggunakan metode Pelatihan Comptence

Based Education Learning (CBET) karena sudah terbukti dapat meningkatkan

kinerja dan motivasi karyawan secara signifikan.

2. Model Pelatihan Competence Based Education Learning (CBET) dilakakukan

dalam berbagai level untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam

mengembangkan sumber daya manusia di satpol PP Provinsi DKI Jakarta.

3. Melakukan pelatihan untuk Instruktur Model Pelatihan Competence Based

Education Learning (CBET) kepada pegawai terseleksi sehingga dapat

melakukan pelatihan secara internal. Hal ini penting mengingat bahwa jumlah

pegawai di satpol PP Provinsi DKI Jakarta berjumlah ribuan orang, sehingga

diperlukan percepatan dalam mengembangkan potensi sumber daya manusia

di satpol PP.

4. Melakukan program sertifikasi bagi petugas satpol PP. Sehingga melalui

program ini dapat merangsang guru pendidikan jasmani mata pelajaran

pendidikan jasmani adaptifuntuk meningkatkan kualitas dirinya sendiri.

Sertifikasi ini mengacu kepada pelaksanaan tugas dan fungsi pokok dari

petugas satpol PP.

119

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Michael. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terj. Sofyan Cikman dan

Hariyanto. Jakarta: Elex Media Kompotindo, 199P0.

Berita Jakarta.Com, Media On Line DKI Jakarta, Jakarta 26.09.2007, diunduh 15 Maret

2009.

Bernardin. Human Resources Management. Jakarta: Mc. Graw-Hill Inc., 1993.

Bosker, J. Training effectiveness. New York: Pergamon, 1997.

Brown, M. J. The Effectiveness of Organization. California: Fearon, Belmont California,

1999.

Danim, Sudarwan. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka

Cipta, 2004.

Deseler, Gary. Personal Management, ter. Agung Dharma. Jakarta: Erlangga, 1997.

Donaldson dan Scannel. Human Resources Development. terj.Ya’kub. Jakarta:

Gaya Media Pratama, 1993.

Handoko T. Hani. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta: BPFE, 2002.

Hariandja, Marihot Tua Efendi. Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan,

Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Pegawai.

Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

Hasibuan, Malayu H. Organisasi dan Motivasi Peningkatan Produktivitas.

Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Husein, Umar. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2002.

Irawan, Prasetya et.al. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: STIA-LAN, 2002

John M. Echols dan Hassan Shadily Kamus Inggris Indoensia. Jakarta: Gramedia, 2005

Mangkunegara, Anwar P. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung: Refika

Aditama, 2005.

Moh. Pabundu Tika. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan.

Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

120

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakaya,

2008.

Mulyasa, E, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 2007), hal. 26

Ranupanjoyo dan Husnan. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE, 1995.

Sadili, Samsudin. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV. Pustaka,

2006.

Sahlan, Pengaruh Disiplin dan Insentif Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada PT.

Rapico Busana Permata Indah. Jakarta: Tesis Program Pascasarjana Magister

Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia, 2007.

Sidney Siegel, Statistik Nonparamatrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta:

Gramedia, 1992.

Seger, Analisis Hubungan Motivasi, Pendidikan dan Pelatihan dan Kepuasan Kerja

Terhadap Disipli Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Badan Pendidikan dan

Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan. Yakarta: Tesis Program

Pascasarjana Magister Manajemen. Universitas Bhayangkara, 2005.

Sugiyono, Statistik Nonparametrik, Bandung: CV. ALFABETA, 2004.

Spencer, M. Lyle and M. Signe Spencer. Competence at Work: Models for Superrior

Performance. New York: John Wily & Son, 1993.

Tilaar, H.A.R. Manajemen Pendidikan Nasional Bandung: Rosadakarya, 2001.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

Veithzel Rivai dan Ahmad F.M. Basri. Performance Appraisal. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2005.

Wexley, Kenneth dan Gary A Yukl. Organizational Behavior and Personal Psychology.

Ontorio: Richard D. Irwan. Inc, 1997.

Wibowo. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

William T McLoad, (edt.). The New Collins Dictionary and Thesaurus. Glasgow:

William Collins Sons and Co.Ltd., 1989.

121

BIOGRAFI PENULIS

AGUS SUTIYONO, lahir di Solo, tanggal 10 februari 1968, bergama

islam. Alamat rumah pesona anggrek harapan C3.no. 15 Bekasi 17124 Jl.

Kaliabang Raya Bekasi Utara.

Pendidikan formal SD Negeri 06 Cilandak lulus 1983, SMP

Negeri 41 Ragunan, lulus tahun 1986, SMA Negeri 60 mampang, lulus

1989 IKIP Jakarta, Lulus 1994, Program Magister Manajemen IPMI

Jakarta spesialisasi program Manajemen Sumber Daya

Manusia 1996, Indonesia-Australia Specialist Project II, Human Rights Program -

University Of Sydney (UTS) – Australia 2003.

Pendidikan Non Formal : Sumber Daya Manusia, Prasetya Mulya 1993,

Successful Selling Skill, LPM Jakarta 1994, Management People, Prasetya Mulya 1994,

Custumer Service , LPM 1993, Mercuri International (Internal Development) NLP At

Work (Metamind) 2005, Hypnotherapi-THII-2008,Workload Analisis Program-HRD

Forum 2010, Turbo Hypnosis-Tranzwork-2010, Pernah bekerja sebagai Program

Manager & Penyiar Radio Ros Jakarta, Consultan Trainer La Rose Foundations, Jl. Tebet

Barat Raya 19 Jakarta Selatan (1990-1994), Penyiar Berita TVRI Jl. Gerbang Pemuda

Senayan No.1 Jakarta Selatan (1993-2001); Coorporate Public Relations PT. Rainbow

Cipta Utama Advertising, jl. Tomang raya 49 fgh Jakarta Barat (1994 – 1996); Consultant

& Trainer Mercuri International (1996 – 1999); PT.Elnusa Petrofin Jl. TB Simatupang

Kav.1b Jakarta 12560 (1999 – 2002), dan Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat

Universitas Negeri Jakarta, Kepala Pusat Afiliasi Pengembangan Wilayah Dan Alumni

(Desember 2001 – 2006), Sekretrais Jurusan Pendidikan Luar Sekolah-Fakultas Ilmu

Pendidikan-Universitas Negeri Jakarta – sampai sekarang.

Aktifitas Pekerjaan Consultant/Trainer PT Interbat (2000-sekarang);

Consultant/Trainer PT Indofarma (2003-2004); Consultant/Trainer PT.Mandira Era

Wisata (2002-sekarang); Consultant/Trainer PT.Patrakom (2003); Consultant/Trainer PT.

Indosat (2000-2003); Consultant/Tariner PT.Pertamina (2000-2003); Consultant/Trainer

Badan Pemberdayaan Masyarakat Propinsi DKI Jakarta (2002-sekarang);

Consultant/Tenaga Ahli Dinas Trantib DKI Jakarta (2002-sekarang); Tenaga Ahli Dirjen

Ham Departemen Kehakiman Dan Ham (2003-sekarang); Trainer & Motivator

Pengembangan Sat-Pol PP DKI Jakarta 2004-sekarang, Ketua Tim pengkajian dan

pengumpulan data Bidang Mutu Pendidikan Mendiknas 2008, Consultant/Trainer-

Pengembangan Sumber

Daya Manusia Dirjen Cipta Karya-Departemen pekerjaan Umum 2006-sekarang,

Hypnotherapist Register International 2010

Aktif dalam organisasi yaitu, Purna Prakarya Muda Indonesia, Alumni Pertukaran

Pemuda Antar Propinsi (Tahun 1987 – sekarang); Ikatan Abang None Jakarta, Alumni

atau Purna Program Abang None Jakarta (Tahun 1990 – sekarang); MPPI (Majelis

Pembimbing Purna Paskibraka Indonesia) Purna Program Paskibraka (Tahun 1994 –

1996); Ketua Kerjasama Antar Lembaga Senat Mahasiswa IKIP Jakarta (Tahun 1993 –

1994); Ikatan Ulumni Orientasi Kewaspaas Nasional, Bakortanasda; Pembantu Andalan

Nasional Gerakan Pramuka Kwartir Nasional Bidang Kehumasan (Tahun 1998 – 2003);

Ketua

122

Pokja Ham Alumni Program IASTP, Indonesia dan Australia (Tahun 2003 – 2005)

Sekeretaris Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta 2007- sekarang,

Humas BK3S DKI Jakarta-2010-2015, Dewan Penasehat GEPAK (Gerakan Pemuda Anti

Korupsi) DKI Jakarta periode 2010-2015.