KOORDINASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN · PDF fileRuang pengawasan jalan(Ruwasja). Ayat 2 tertulis...

4
A177 ISBN 9789791834216 KOORDINASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UTILITAS PADA BEBERAPA RUAS JALAN DI KOTA SURABAYA Yuyun Tajunnisa 1 , Djoko Sulistiono 1 Amalia Firdaus Mawardi 1 1 Dosen Program Diploma Teknik Sipil FTSP-ITS Jalan Menur 127 Surabaya 60116 ABSTRAK Pembangunan utilitas yang kurang terkoordinasi sering dijumpai di kota Surabaya, sehingga saling mengganggu kepentingan berbagai pihak yang terkait seperti Pemerintah Kota, Pengembang, PDAM, TELKOM, PN Gas,PLN dll. Koordinasi yang kurang baik akan berdampak pula pada penurunan kualitas jalan raya dan kepentingan masyarakat kota pada khususnya. Kerugian masyarakat secara langsung diantaranya perjalanan tidak lancar / macet, tidak aman / nyaman dikarenakan jalan yang sudah baik digali kembali, biaya operasi kendaraan tinggi. Permasalahan, bagaimana pengaruh lemahnya koordinasi pelaksanaan pembangunan utilitas terhadap tingkat pelayanan jalan ? Faktor – faktor yang mempengaruhi lemahnya koordinasi? Adakah tempat pada ruang milik jalan untuk pembangunan utlitas ? Tujuan pada pembahasan yaitu mendapatkan penanganan yang tepat untuk mengatasi lemahnya koordinasi dan kesepakatan lokasi utilitas, untuk memperkecil dampak negatif terhadap masyarakat. Pembahasan mengacu pada aturan yang terkait seperti UU Republik Indonesia No. 38 th 2004 tentang jalan, terutama pasal 11 ayat 1, 2, dan 3, PP 34 tahun 2006 pasal 47 ayat 2 dan RSNI T - 14 – 2004 tentang geometri jalan perkotaan,mengacu PP.No.26 tahun 1985 tentang jalan Keppres No. 80 th 2003, Edaran Menteri BUMN tentang pengadaan barang dan jasa disamping teori tentang kegiatan atau proses manajemen ( Planning, Organizing/Staffing, Directing, Coordinating dan Controlling ). Hasil pembahasan menunjukan perlu kesepakatan waktu / sinkronisasi pelaksanaan lelang / pekerjaan bagi masing - masing pihak terkait dan kesepakatan dalam penentuan lokasi utilitas mengacu pada UU No. 38 th 2004 dan RSNI T – 14 -2004. Kata kunci : koordinasi, infrastruktur, utilitas PENDAHULUAN Kota Surabaya merupakan kota metropolitan dengan jumlah penduduk yang cukup besar, yaitu sekitar ± 3.000.000,- jiwa. Kemudian dengan luas wilayah 33.048 Ha, kota Surabaya secara terus melakukan pembangunan infrastruktur untuk menunjang fungsinya sebagai ibukota Propinsi Jawa Timur dan pintu gerbang dari / ke Kawasan Timur Indonesia. Pembangunan infrastruktur seperti jalan raya, jaringan telepon, jaringan pipa air / gas harus terkoordinasi dengan baik agar terjaga kepentingan berbagai pihak yang terkait. Kenyataan di lapangan sering dijumpai keadaan yang sebaliknya, sehingga terjadi penggalian pada jalan yang baru diperbaiki, hal seperti ini mengganggu masyarakat kota dalam bentuk kemacetan, tidak aman / nyaman serta memberi beban biaya operasi kendaraan tinggi (BOK) pada masyarakat. Permasalahan, bagaimana pengaruh lemahnya koordinasi pelaksanaan pembangunan utilitas terhadap tingkat pelayanan jalan? Faktor-faktor yang mempengaruhi koordinasi yang lemah? Adakah tempat pada Ruang Milik Jalan (Rumija) bagi pembangunan utilitas? Permasalahan tersebut diatas dapat dijawab melalui pembahasan berikut ini. DASAR TEORI Kegiatan / proses manajemen meliputi kegiatan koordinasi, setelah kegiatan Planning, Organizing / Staffing, Directing dan Controlling. Koordinasi ini tidak terbatas dalam organisasinya, tetapi juga mencakup diluar organisasinya agar diperoleh hasil kerja yang baik / terintegrasi. Planning sendiri merupakan kegiatan pendayagunaan sumber daya untuk mencapai sasaran yang ditetapkan, meliputi sumber daya manusia, bahan, peralatan, uang dan metode kerja. Apabila salah satu sumber daya tidak tersedia, kegiatan tidak bisa berjalan dengan baik.

Transcript of KOORDINASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN · PDF fileRuang pengawasan jalan(Ruwasja). Ayat 2 tertulis...

Page 1: KOORDINASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN · PDF fileRuang pengawasan jalan(Ruwasja). Ayat 2 tertulis Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud ayat 1 meliputi badan jalan, saluran tepi jalan,

A‐177 ISBN 978‐979‐18342‐1‐6 

KOORDINASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UTILITAS PADA BEBERAPA

RUAS JALAN DI KOTA SURABAYA

Yuyun Tajunnisa1

, Djoko Sulistiono1 Amalia Firdaus Mawardi1

1 Dosen Program Diploma Teknik Sipil FTSP-ITS Jalan Menur 127 Surabaya 60116

ABSTRAK

Pembangunan utilitas yang kurang terkoordinasi sering dijumpai di kota Surabaya, sehingga saling mengganggu kepentingan berbagai pihak yang terkait seperti Pemerintah Kota, Pengembang, PDAM, TELKOM, PN Gas,PLN dll. Koordinasi yang kurang baik akan berdampak pula pada penurunan kualitas jalan raya dan kepentingan masyarakat kota pada khususnya. Kerugian masyarakat secara langsung diantaranya perjalanan tidak lancar / macet, tidak aman / nyaman dikarenakan jalan yang sudah baik digali kembali, biaya operasi kendaraan tinggi. Permasalahan, bagaimana pengaruh lemahnya koordinasi pelaksanaan pembangunan utilitas terhadap tingkat pelayanan jalan ? Faktor – faktor yang mempengaruhi lemahnya koordinasi? Adakah tempat pada ruang milik jalan untuk pembangunan utlitas ? Tujuan pada pembahasan yaitu mendapatkan penanganan yang tepat untuk mengatasi lemahnya koordinasi dan kesepakatan lokasi utilitas, untuk memperkecil dampak negatif terhadap masyarakat. Pembahasan mengacu pada aturan yang terkait seperti UU Republik Indonesia No. 38 th 2004 tentang jalan, terutama pasal 11 ayat 1, 2, dan 3, PP 34 tahun 2006 pasal 47 ayat 2 dan RSNI T - 14 – 2004 tentang geometri jalan perkotaan,mengacu PP.No.26 tahun 1985 tentang jalan Keppres No. 80 th 2003, Edaran Menteri BUMN tentang pengadaan barang dan jasa disamping teori tentang kegiatan atau proses manajemen ( Planning, Organizing/Staffing, Directing, Coordinating dan Controlling ). Hasil pembahasan menunjukan perlu kesepakatan waktu / sinkronisasi pelaksanaan lelang / pekerjaan bagi masing - masing pihak terkait dan kesepakatan dalam penentuan lokasi utilitas mengacu pada UU No. 38 th 2004 dan RSNI T – 14 -2004.

Kata kunci : koordinasi, infrastruktur, utilitas

PENDAHULUAN

Kota Surabaya merupakan kota metropolitan dengan jumlah penduduk yang cukup besar, yaitu sekitar ± 3.000.000,- jiwa. Kemudian dengan luas wilayah 33.048 Ha, kota Surabaya secara terus melakukan pembangunan infrastruktur untuk menunjang fungsinya sebagai ibukota Propinsi Jawa Timur dan pintu gerbang dari / ke Kawasan Timur Indonesia.

Pembangunan infrastruktur seperti jalan raya, jaringan telepon, jaringan pipa air / gas harus terkoordinasi dengan baik agar terjaga kepentingan berbagai pihak yang terkait. Kenyataan di lapangan sering dijumpai keadaan yang sebaliknya, sehingga terjadi penggalian pada jalan yang baru diperbaiki, hal seperti ini mengganggu masyarakat kota dalam bentuk kemacetan, tidak aman / nyaman serta memberi beban biaya operasi kendaraan tinggi (BOK) pada masyarakat.

Permasalahan, bagaimana pengaruh lemahnya koordinasi pelaksanaan pembangunan utilitas

terhadap tingkat pelayanan jalan? Faktor-faktor yang mempengaruhi koordinasi yang lemah? Adakah tempat pada Ruang Milik Jalan (Rumija) bagi pembangunan utilitas? Permasalahan tersebut diatas dapat dijawab melalui pembahasan berikut ini.

DASAR TEORI

Kegiatan / proses manajemen meliputi kegiatan koordinasi, setelah kegiatan Planning, Organizing / Staffing, Directing dan Controlling. Koordinasi ini tidak terbatas dalam organisasinya, tetapi juga mencakup diluar organisasinya agar diperoleh hasil kerja yang baik / terintegrasi. Planning sendiri merupakan kegiatan pendayagunaan sumber daya untuk mencapai sasaran yang ditetapkan, meliputi sumber daya manusia, bahan, peralatan, uang dan metode kerja. Apabila salah satu sumber daya tidak tersedia, kegiatan tidak bisa berjalan dengan baik.

Page 2: KOORDINASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN · PDF fileRuang pengawasan jalan(Ruwasja). Ayat 2 tertulis Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud ayat 1 meliputi badan jalan, saluran tepi jalan,

A‐178   Seminar  Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009 

Setiap organisasi / instansi mempunyai tugas pokok yang berbeda, sehingga jenis pekerjaan dan jadual kerja masing – masing tidak sama. Kegiatan beberapa instansi seharusnya dapat dintegrasikan dalam satu kesatuan planning, untuk memudahkan koordinasi dalam pelaksanaan pekerjaan. Bentuk yang sederhana dari planning tersebut berupa barchart, tapi bila lebih komplek dapat dibuat PDM (Precedence Diagram Method), sebagai salah satu metode lintasan kritis (CPM). Planning dalam bentuk yang lain bisa juga dilengkapi dengan lengkung S atau S Curve.

Menurut UU Republik Indonesia No. 38 tahun 2004 tentang jalan terutama pasal 11, pada ayat 1 tertulis bagian-bagian jalan meliputi Ruang manfaat jalan (Rumaja), Ruang milik jalan (Rumija) dan Ruang pengawasan jalan(Ruwasja). Ayat 2 tertulis Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud ayat 1 meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamanannya. Kemudian ayat 3 tertulis, Ruang milik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi Ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu diluar ruang manfaat jalan. Peraturan pemerintah No. 34 Tahun 2006 Pasal 47 Ayat 2 mengatakan bahwa bangunan utilitas yang berada di atas / dibawah tanah dapat di tempatkan pada jarak tertentu –dari tepi luar bahu jalan atau trotoar. Jarak tertentu tersebut ditentukan oleh penyelenggara berdasarkan keputusan Menteri. Selanjutnya RSNI T – 14 – 2004 Geometri jalan perkotaan, yang masih mengacu PP. No.26 Tahun 1985. mengatur penempatan utilitas dapat dilakukan di Ruang Manfaat Jalan, dengan ketentuan sebagai berikut, utilitas yang berada diatas muka tanah, ditempatkan 0,60 m dari tepi luar bahu jalan atau perkerasan jalan,sedangkan utilitas yang berada dibawah muka tanah ditempatkan 1,50 m dari tepi luar bahu jalan / perkerasan jalan.

PEMBAHASAN

Koordinasi pelaksanaan pembangunan utilitas adalah hal yang perlu dilakukan instansi terkait, agar mendapat hasil yang memuaskan semua pihak / tidak merugikan masyarakat. Koordinasi yang lemah berakibat dapat merugikan masyarakat luas, contoh jalan yang baru dilapisi ulang (overlay) harus dibongkar lagi karena ada kebocoran pipa air PDAM, hal ini tidak dapat dihindari karena penempatan lokasi utilitas yang kurang tepat. Selanjutnya dalam pelaksanaan perbaikan, kualitas perbaikan yang kurang baik memicu timbulnya

kerusakan yang lebih luas dan lebih parah. Contoh lainnya jalan yang masih dalam kondisi baik terpaksa harus dibongkar karena adanya pemasangan kabel sebagaimana terlihat di Jalan Arief Rachman Hakim dan Jalan Raya Kedung Baruk Surabaya.

Gambar 1 “Galian pada perkerasan Jalan Arief Rachman Hakim”

Gambar 2 Galian pada perkerasan Jalan Raya Kedung Baruk

Gambar 3 Galian pada perkerasan Jalan Raya Kedung Baruk

Koordinasi yang lemah dalam pelaksanaan pembangunan utilitas karena jadual pencairan anggaran (dana) yang tidak sama disetiap instansi, termasuk bervariasinya waktu lelang pekerjaan perencanaan dan pekerjaan fisik, yang tidak sesuai dengan Keppres No. 80 tahun 2003, sehingga perlu adanya sinkronisasi lelang antara pihak yang terkait

Page 3: KOORDINASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN · PDF fileRuang pengawasan jalan(Ruwasja). Ayat 2 tertulis Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud ayat 1 meliputi badan jalan, saluran tepi jalan,

A‐179 ISBN 978‐979‐18342‐1‐6 

agar supaya pekerjaan dapat dimulai/diakhiri dalam satu kesatuan planning. Hal seperti ini dimungkinkan sehubungan adanya edaran Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) No S-298 / -S.MBU/2007 tanggal 25 Juni 2007, bahwa pengadaan barang dan jasa yang dananya berasal dari dana BUMN, tidak perlu mengikuti Keppres No 80 tahun 2003.

Ruang milik jalan yang berada diluar ruang manfaat jalan, sesuai pasal 11 ayat 1 UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan, dan PP No. 34 tahun 2006 pasal 47 ayat 3 digunkan untuk penempatan utilitas jalan luar kota, sedang untuk jalan dalam kota, sesuai pasal 47 ayat 2 bisa ditempatkan pada ruang manfaat jalan. Kemudian dilengkapi lagi dalam RSNI T -14 -2004 Geometri Jalan Perkotaan yang mengacu PP No. 26 tahun 1985 tentang jalan, sehingga kesepakatan lokasi untuk meletakkan utilitas harus dapat dilakukan para pihak yang terkait seperti Pemerintah Kota, Pengembang, PT PLN PDAM, Telkom, PN Gas agar kepentingan masing-masing tidak dirugikan. Lokasi yang tepat untuk penempatan utilitas sesuai aturan-aturan diatas, diperlihatkan pada gambar-gambar berikut ini, dengan catatan lahan terbatas pagar bangunan bisa berbatasan dengan pagar.

Gambar 4

Penempatan utilitas pada potongan melintang Jalan (Menurut RSNI T – 14 – 2004)

Gambar 5

Penempatan utilitas pada potongan melintang Jalan (Menurut UU No. 38 tahun 2004)

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut : − Koordinasi pelaksanaan pekerjaan antar instansi

sangat penting dilakukan agar tidak timbul dampak yang merugikan masyarakat kota,

− Koordinasi yang lemah dalam pelaksanaan pembangunan utilitas karena jadual anggaran yang tidak sama disetiap instansi, sehingga perlu sinkronisasi pelaksanaan lelang masing - masing pihak terkait.

− Kesepakatan dalam penentuan lokasi utilitas perlu dilakukan oleh pihak terkait yang mengacu pada UU No. 38 tahun 2004 dan RSNI T – 14 – 2004.

DAFTAR PUSTAKA

− Edaran Kementerian BUMN 2007 tentang Pengadaan barang dan jasa BUMN.

− Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985 tentang jalan.

− Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006. − Rismaharini, Tri, 2008, “ Pengembangan

Infrastruktur Kota Surabaya Antara Problem dan Solusi”Seminar Nasional ATPP Program Diploma Teknik Sipil FTSP-ITS.

− RSNI T – 14 – 2004, “Geometri Jalan Perkotaan”.

− Sulistiono, Djoko. 2008 “Manajemen Pelaksanaan Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS.Buku ajar Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS.

− Undang – Undang N0. 38 tahun 2004 tentang jalan.

Page 4: KOORDINASI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN · PDF fileRuang pengawasan jalan(Ruwasja). Ayat 2 tertulis Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud ayat 1 meliputi badan jalan, saluran tepi jalan,

A‐180   Seminar  Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2009 

Halaman ini sengaja dikosongkan