KTI Fraktur
-
Upload
harry-afrian -
Category
Documents
-
view
349 -
download
6
description
Transcript of KTI Fraktur
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sitem Muskuluskuletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung
jawab terhadap komponen utama dari sistem muskuloskletal adalah jaringan ikat.
System ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon ligamen gursa jaringan
khusus yang menghubungkan struktur ini. Dalam hal ini tulang sebagai jaringan
yang dinamis mempunyai fungsi ganda yaitu fungsi mekanik dan metabolik.
Tulang sebagai pembentuk rangka tubuh yang mempunyai bergai jenis bentuk.
Menurut bentuknya tulang dibedakan tulang panjang, tulang pendek dan tulang
pipih.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebab kan oleh ruda paksa atau trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung (R. Sjamsuhidajat Win
de Jong 1997)
Negara indonesia merupakan Negara yang berkembang yang berada dalam
taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyrakat / mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi
peningkatan penggunaan alat-alat transportasi / kendaraan bermotor khususnya
bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehinga menambah kesemrawutan
arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan
2
kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermoto . Kecelakaan tersebut
sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur.
Jumlah korban Tahun 2008 di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000
kasus cedera yang di sebabkan olah raga papan selancar dan sekuter, dimana
kasus cedera terbanyak adalah Frakktur sebanyak 39 % yang sebagian besar
penderitanya laki-laki di bawah umur 15 tahun. Di Negara maju seperti Australia
masalah frakur merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendapat
perhatiaan serius, dengan jumlah korban setiap tahun 20.000 penduduk.
Sedangkan di Negara Maju lainnya seperti di Kamerun dan Maroko dimana pada
tahun 2007 perbandingan insiden frktur pada kelompok umur 50 – 65 tahun, Pria
4,2 % penduduk, dan Wanita 5,4 % penduduk. Di Maroko pada tahun 2009
insiden fraktur pada pria 43,7 % penduduk, pada wanita 52 % penduduk.
Jumlah korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia yaitu 47.401 orang pada
tahun 1989, menjadi 32.815 orang pada tahun 1995. Rasio jumlah korban cedera
sebesar 16,80 per 10.000 penduduk dan dan rasio korban meninggal sebesar 5,63
per 100.000 penduduk. Angka kematian tertinggi berada di wilayah Kalimantan
Timur, yaitu 11,07 per 100.000 penduduk dan terendah di Jawa Tengah, yaitu
sebesar 2,67 per 100.000 penduduk (Lukman, 2009).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2007 terdapat lebih dari
delapan juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta
orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang mengalami
prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstermitas bawah sekitar 46,2%
3
dari insiden kecelakaan yang terjadi.( Http:// Lukman
rohamin.Blogspot.com.html.).
Berdasarkan data Kepmenkes 116/Menkes/SK/VIII/2007 di dapatkan 25 %
penderita fraktur mengalami kematiaan, 45% mengalami cacat fisik, 15 %
mengalami stress psikologis karena cemas bahkan depressi, dan 10 % mengalami
kesembuhan dengan baik. Kecelakaan merupakan pembunuh nomor 3 di
indonesia.
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan
keperawatan langsung kapada klien yang mengalami fraktur, sebagai mendidik
memberi kan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai
peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada
klien fraktur melalui metode ilmiah.
Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan Asuhan Keperawatan pada
dengan Gangguan Muskuloskletal Fraktur Tibia dan Fibula.
1.1. Tujuan Penulisan
1.1.1.Tujuan Umum
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan yang diterapkan pada pasien.
Dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal Post Op Fraktur Tibia Fibula yang
dirawat di Rumah Sakit.
1.1.2.Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian dengan melakukan pendekatan secara
Sistematis untuk mengumpulkan data, menganalisa dan menegakkan
diagnosa keperawatan.
4
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada dengan Gangguan Sistem
Muskuloskletal, Post Op Fraktur Tibia Fibula.
c. Mampu membuat perencanaan Asuhan Keperawatan Pada Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskletal,Pots Op Fraktur Tibia Fibula.
d. Melaksanakan tindakan Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskletal Post Op Fraktur Tibia Fibula.
e. Mampu membuat evaluasi berdasarkan tindakan keperawatan yang
dilakukan.
1.2. Ruang Lingkup Masalah
Mengingat luasnya permasalahan Gangguan Sistem Muskuloskletal, maka
dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis membatasi ruang lingkup
Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal Post Op
Fraktur Tibia Fibula.
1.3. Metode Penulisan
Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menggunakan metode
deskriftif yaitu metode ilmiah yang bersifat menggambarkan, mengumpulkan
data, menganalisa data dan menarik kesimpulan. Sedangkan cara
mengumpulkan data yang penulis lakukan adalah:
1.4.1. Study Literatur
Dengan cara mempelajari buku-buku perpustakaan, makalah, skripsi dalam
tulisan ini yang berhubungan dengan kasus ini.
5
1.4.2.Wawancara (interview)
Tanya jawab langsung dengan pasien, keluarga pasien, serta tim kesehatan
lainnya.
1.4.3.Observasi
Mengamati gejala yang muncul pada pasien dengan insfeksi, palpasi, untuk
memperoleh dan mengatasi keadaan pasien sebenarnya.
1.4.4.Dokumentasi
Dengan cara melihat dan mempelajari catatan medis dan Asuhan Keperawatan
pasien itu sendiri.
1.5. Sistematika Penulisan
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini disusun secara sistematika yang terdiri dari
5 (lima) BAB yaitu:
BAB I Pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang, Tujuan Penulisan,
Ruang Lingkup, Metode Penulisan, serta Sistematika
Penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka Terdiri Dari:
a. Tinjauan Pustaka Medis, yang meliputi:
Defenisi, Etiologi, Anatomi Fisiologi, Patofisiologi,
Tanda dan Gejala, Komplikasi, Penatalaksanaan Medis.
b. Tinjauan Pustaka Keperawatan, yang meliputi:
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi,
Rasional.
6
BAB III : Tinjauan kasus yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi, catatan
perkembangan.
BAB IV : Pembahasan yang meliputi tahap pengkajian, tahap diagnosa
keperawatan, tahap intervensi, tahap implementasi, tahap
evaluasi.
BAB V : Kesimpulan dan saran.
7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tujuan Teoritis Medis
2.1.1 . Defenisi
Fraktur adalah : Patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner & Suddrat, 2000)
2.1.2. ETIOLOGI
Fraktur dapat disebabkan oleh: pukulan langsung gaya remuk, gaya
punter, mendadak, dan kontraksi otot ekstrem (Suratun, dkk, 2008).
Trauma kerena kecelakaan dari kendaraan, jatuh, olahraga, dan sekunder dari
penyakit ostogenesis imperfekta. (Suriadi 2000).
8
2.1.3. Anatomi Fisiologi
Gambar 2.1. Anatomi Tulang (Evelyn 2007)
Tulang ialah suatu bentuk khusus jaringan ikat ditandai dengan sel bercabang
panjang - panjang dan terletak (osteosit )yang mengisi rongga-rongga (lekukan )
didalam matriks yang keras terdiri atas serabut kologen pada jaringan amorf yang
mengandung gangguan fosfat kalsium.
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawa
dan terletak medial dari fibula atau tulang betis; tibia adalah tulang pipa dengan
sebuah batang dan dua ujung.
9
Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah, tulang
itu adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung (Evelyn, 2007).
Sendi tibia fibula dibentuk antara ujung atas dan ujung bawah,kedua tungkai
bawah batang dari tulang - tulang itu digabungkan oleh sebuah ligmen antara tulang
membentuk sebuah sendi ketiga antara tulang-tulang itu (Drs.H.Syahrifuddin, 2006).
Tulang terdiri dari
1. Tulang pipih (Tulang kepala , pelpis)
2. Tulang kobaid (Tulang Vetebrata)
3. Tulang tersilia/ tulang panjang (tulang femur, tulang fibia)
Tulang panjang terdiri dari:
1. Dinfensis (Tulang kompakta dengan rongga sum-sum tulang )
2. Efisis ( Tulang sponglosa)
Fungsi Tulang
Fungsi tulang secara umum:
1. Formasi kerangka
Tulang-tulang membentuk rangka tubuh untuk menentuka bentuk dan
ukuran tulang tubuh tulang -tulang menyongkong struktur tubuh yang
lain.
2. Formasi Sendi
Tulang- tulang membentuk persendiaan yang bergerak dan tidak bergerak
tergantung kebutuhan fungsional.
10
3. Perlengketan otot
Tulang- tulang menyediakan permukaan untuk tempat melekatnya otot.
4. Sebagai Pengungkit
Untuk bermacam-macam aktivitas selama pergerakan.
5. Menyongkong Berat Badan
Memelihara sikap tegak tubuh manusia dan menahan gaya tarikan dan
gaya tekanan yang terjadi pada tulang.
6. Proteksi
Tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi struktur
yang halus seperti otak.
7. Hemopotesis
Sumsum tulang tempat penbebntukan sel-sel darah.
8. Limfosit Imunologi
Limfosit “B” dan makrofag dibentuk dalam sistem retikuloendotel sum-
sum tulang.
9. Penyimpanan Kalsium
Tulang mengandung 97% kalsium yang terdapat dalam tubuh baik dalam
bentuk anorganik maupun garam-garam teutama kalsium fosfat.. ( Syaifudin
2006).
11
Fungsi Tulang Secara Khusus :
1. Sinus –sinus paranalisis dapat menimbulkan nada khusus pada suara.
2. Emai gigi di khususkan untuk memotong, mengigit dan menggilas
makanan
3. Tulang-tulang kecil telinga dalam mengkonduksi gelombang suara untuk
fungsi pendengaran.
4. Panggul wanita di khususkan untuk memudahkan proses kelahiran bayi.
5. Hilangnya kemampuan gerak, penderita mungkin biasa sedikit
menggerakkan bagian yang cedera, tetapi tidak bisa menggerakkan secara
penuh. (Syaifudin 2006).
Daya
Tulang
Fraktur
Resiko FrakturEmboli Paru
Emboli Lemak
Terbuka Tertutup
Infeksi
Gas Gangren
Debdridemenn Delayed Union
Debdridemen
Union Malunion
Reduksi
Pemulihan
Union
Imobilisasi
Mobilisasi
12
2.1.1. Patofisiologi
Gambar 2.2. Skema Patofisiologi ( Lukman, 2009)
Trauma
13
Jenis-jenis Patah Tulang
1. Fisura Tulang
Disebabkan oleh cedera tunggal hebat atau oleh cedera terus menerus yang
cukup lama seperti juga di temukan pada retak stress pada struktur logam.
2. Patah tulang serong
3. Patah tulang lintang
4. Patah tulang komunitif oleh cedera hebat.
5. Patah tulang segmental karena cedera hebat.
6. Patah tulang dahan hijau, pertosttetap utuh .
7. Patah tulang kompresi akibat kekuatan besar patah tulang pendek atau
epifisis tulng pipa.
8. Patah tulang impaksi, kadang juga disebut inklavasi.
9. Patah tulang impresi.
10. Patah tulang patoogis akibat tumor tulang atau proses desktruksi lain.
( R.Sjamsuhijadat Wim De Jong, 1997)
Ciri- ciri Patah Tulang
1. Situasi sekitar menimbulkan dugaan bahwa telah terjadi cedera (tulang
mencuat keluar kulit).
2. Terasa nyeri yang menusuk pada area cedera.
3. Kelainan bentuk, kadang-kadang kepatahan tulang menyebabkan bentuk yang
tidak biasa atau pembengkokan dari bagian tubuh.
14
2.1.4. Manifistasi Klinis
1. Nyeri yang hilang dengan istirahat
2. Nyeri tekanan
3. Bengkak
4. Kerusakan Fungsi
5. Gerakan terbatas
6. Ekimalis disekitar fraktur
7. Status neurovaskuler pada daerah distal dari tempat fraktur mengalami
penurunan
8. Krepitus disis fraktur
9. Atropi distal
2.1.5. Komplikasi
1. Deformitas ekstermitas
2. Perbedaan panjang ekstermitas
3. Keganjilan pada sendi
4. Keterbatasa garak
5. Cedera saraf yang dapat menyebabkan mati rasa
6. Pembentukan sirkulasi
7. Kontraktur iskemik volkam
8. Ganggren
9. Sindrom Kompatemen (Celci 2002)
15
2.1.6. Klafikasi
Fraktur terbagi dua :
1. Fraktur tertutup
Adalah Fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga
tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan /tidak mempunyai hubungan
luar.
2. Fraktur Terbuka
Adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk From Within (dari dalam),
Atau From without (dari luar). (Arif Muttaqin 20004)
Klasifikasi Fraktur berdasarkan garis Patah Yaitu:
a. Sudut Patah
1. Fraktur Transversal
Adalah fraktur yang garis patahanya tegak lurus terhadap sumbu panjang
tulang
2. Fraktur Oblik
Adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang
3. Fraktur Sipiral
Timbul akibat torsi pada ektermitas
b. Fraktur Multipel pada sudut tulang
1. Fraktur Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang menyebabkan terpisahnya
segmental dari suplai darahnya.
16
2. Fraktur koordinata
Adalah serpihan terputusnya kebutuhann jaringan dengan lebih dari dua
fragmen tulang.
c. Fraktur Impaksi
1 .Fraktur Kompresi
Terjadi ketika dua tulang menumpuk (akibat tubrukan) tulang ketiga yang
berada di antranya, seperti satu vetebrata dengan dua bertebrata lainnya.
Fraktur Patologik
d. Fraktur yang terjadi pada daerah-daerah tulang yang menjadi lemah oleh
karena tumor atau proses patologik lainnya.
e. Fraktur beban (kelelahan) lainya
1. Fraktur beban terjadi pada orang
2. Orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka
f. Fraktur Grensik
Fraktur yang tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak korteks dan
peridiumnya menarik utuh. Fraktur ini akan segera sembuh dan segera
mengalami nomedeling kebentuk dan fungsi normal.
g. Fraktur avulsi memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon
atau pun ligament Fraktur adalah fraktur yang melibatkan sendi.
(Sylvia Anderson, 2006)
17
Fraktur terbagi 3 derajat yaitu :
1. Derajat I
Fraktur dengan luka kurang dari 1 cm, luka bersih yang di akibatkan oleh
proporsi tonjolan tulang kecil.
2. Derajat II
Fraktur dengan luka lebih dari 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang
luas.
3. Derajat III
Fraktur dengan luka lebih dari 1 cm dengan kerusakan yaitu dengan
cedera jaringan lunak yang masih memadai,III B, yaitu fraktur dengan
kehilangan kulit, III C, yaitu fraktur yang disertai dengan cedera arteri.
( Gustit ,Merkow dan Templemen , 2005)
2.1.2. Penatalaksanaan Medis
Pada prinsipnya terapi fraktur Tibia dan Fibula adalah reposisi dan
imobilisasi. Sebagian besar fraktur dengan sedikit kerusakan jaringan lunak
dapat diterapi secara tertutup jika praktek tak bergeser atau sedikit bergeser,
gips panjang dari paha atas sampai leher natotarsal jika fraktur bergeser ini
dapat direduksi dibawah anastesi umum dengan pengawasan sinar-x diposisi
tidak perlu tetapi penjajaran harus mendekati sempurna kemudian dipasang gips
dari paha atas leher metatarsal, kemudian posisi dicetak dengan sinar-x, tungkai
ditinggikan dan pasien diobservasi selama 48-72 jam kalau terjadi
pembengkakan gips dibelah.
18
Selama dua minggu posisi dicetak dengan sinar-x, gips dipertahankan
sampai fraktur dimana pada anak + 8 minggu dan orang dewasa + 16 minggu.
Proses penyembuhan fraktur :
1. Pembentukan hematom fraktur.
2. Sel radang mulai muncul pada hematom/prekaleus.
3. Pembentukan kaleus (anyaman tulang fibrosa).
4. Konsolidasi (anyaman tulang yang dirangkai kembali menjadi tulang
hamelar dan fraktur diperlukan sangat kuat).
5. Remodeling : Tulang yang baru berbentuk kembali seperti struktur
normalnya.
Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi. Dan
beberapa patah tulang dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan
dengan pengobatan ini biasanya patah tulang selangka (terutama pada anak-
anak), tulang bahu, tulang iga, jari kaki, dan jari tangan akan sembuh sempurna.
Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digunakan (imobilisasi)
imobilisasi bisa dilakukan melalui :
1. Pembidaian
Benda keras yang ditempatkan didaerah sekeliling tulang.
2. Pemasangan Gips
Merupakan bahan kuat yang dihubungkan disekitar tulang yang patah.
3. Penarikan (traksi)
Menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya.
4. Fiksasi Internal
19
Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batangan logam
pada pecahan-pecahan tulang merupakan pengobatan terbaik untuk patah
tulang disertai komplikasi.
2.1 Tinjauan Pustaka Keperawatan
2.1.1 Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Tanda : Keterbatasan gerak kehilangan fungsi mootorik pada bagian
yang terkena (dapat segara atau sekunder akibat pembengkakan
/nyeri). Adanya kesulitan istrahat tidur akibat dari nyeri.
2. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansitas) atau hipotensi (hipivolomi). Takikardi (respon stress
,hipovelemia). Penurunan tak teraba nadi distal, pengisian kapiler
lammmbat (Capillaryrefill), kulit dan kuku pucat? sianotik
pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
3. Neurosensori
Gejala : Hilang gerak, sensasi, spasme otot, kebas, kesemutan (parestesis).
Tanda : Deformitas lokal, ongulasi abnormal, pemendekann rotasi,
krepiasi, spasme otot, kelemahan/hilang fungsi. Angitasi
berhubungan dengan nyeri, ansietas, trauma lain.
20
4. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat terjadi cedera, (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang
pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat kerusakan syaraf.
Spasme /kram otoot (setelah imobilisasi)
5. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, ovulasi jaringan, perdarahan, perubahan warna
pembengkakan lokal.
6. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera. (Lukman 2009)
2.1.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap trauma bila kehilangan integritas (fraktur).
Tujuan : Mempertahankan stabilitas dan posisi fraktur.
Kriteria hasil : Meningkatkan stabilitas dan posisi fraktur,
Intervensi Rasional
- Pertahankan tirah baring
ekstremitas sesuai indikasi.
Berikan sokongan sendi diatas
dan dibawah fraktur bila
bergerak/membalik.
- Letakkan papan dibawah
- Meningkatkan stabilitas,
menurunkan kemungkinan
gangguan posisi / penyembuhan.
- Tempat tidur lembut atau lentur
21
tempat tidur atau tempatkan
pasien pada tempat tidur
orthopedi.
- Sokong fraktur dengan
bantal/gulungan selimut.
- Tugaskan petugas yang cukup
untuk membalikan pasien
dengan gips spika.
- Evaluasi pembebat ektremitas
terhadap resolusi edema.
- Pertahankan posisi integritas
traksi.
dapat membuat deformasi gips
yang masih basah, mematahkan
gips yang sudah kering atau
mempengaruhi dengan
penarikan traksi.
- Mencegah gesekan yang perlu
dan perubahan posisi.
- Gips panggul/tubuh atau
multipasi dapat membuat berat
dan tidak praktis secara ekstrem,
kegagalan untuk menyokong
ekstremitas yang di gips dapat
menyebabkan gips patah.
- Pembebat koaptasi mungkin
digunakan untuk memberikan
mobilisasi fraktur dimana
pembengkakan jaringan
berlebihan.
- Traksi memungkinkan tarikan
pada fraktur tulang dan
mengatasi tegangan
otot/pemendekan untuk
22
- Yakinkan bahwasanya semua
klem berfungsi.
- Pertahankan katrol tidak
terhambat dengan beban bebas
menggantung, hindari
mengangkat/menghilangkan
berat.
- Kaji ulang tahanan yang
mungkin timbul karena terapi,
contoh pergelangan tidak
menekuk/duduk dengan traksi
Buck atau tidak memutar di
bawah pergelangan dengan
traksi Russell.
- Kaji integritas alat fiksasi
eksternal.
memudahkan posisi/penyaluran.
- Yakinkan bahwa susunan
berfungsi dengan tepat untuk
penyambungan fraktur.
- Jumlah beban traksi optimal
dipertahankan. Catatan :
memastikan gerakan bebas
beban selama mengganti posisi
pasien menghindari penarikan
berlebihan tiba-tiba pada fraktur
yang menimbulkan nyeri dan
spasme otot.
- Mempertahankan integritas
tarikan traksi.
- Traksi Hoffman memberikan
stabilisasi dan sokongan kaku
untuk tulang fraktur tanpa
menggunakan katrol, tali atau
23
- Kaji ulang foto/evaluasi.
- Berikan/pertahankan stimulasi
listrik bila digunakan.
beban, memungkinkan
imobilisasi/ kenyamanan pasien
lebih besar dan memudahkan
perawatan luka.
- Memberikan bukti visual
mulainya pembentukan
kalus/proses penyembuhan
untuk menentukan tingkat
aktivitas dan kebutuhan
perubahan/tambahan terapi.
- Mungkin diindikasikan untuk
meningkatkan pertumbuhan
tulang pada keterlambatan
penyembuhaan/tidak menyatu.
2. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera
pada jaringan lunak, ditandai dengan keluhan nyeri dan distraksi.
Tujuan : Nyeri hilang/terkontrol.
Kriteria hasil :Mampu berpartisipasi dalam aktivitas/istirahat dengan
tepat.
24
Intervensi Rasional
- Pertahankan imobilisasi bagian
yang sakit dengan tirah baring,
gips, pembebat.
- Tinggikan ekstremitas yang
sakit.
- Hindari penggunaan
sprei/bantal plastik di bawah
ekstermitas dalam gips.
- Tingkatkan penutup tempat
tidur, pertahankan klien
terbuka pada ibu jari kaki.
- Evaluasi nyeri, lokasi,
karakteristik, intensitas (skala
0-10). Pertahankan petunjuk
nyeri non verbal (perubahan
tanda vital dan emosi/prilaku.
- Dorong klien untuk
mengekspresikan masalah
berhubungan dengan cedera.
- Jelaskan prosedur sebelum
- Mengurangi nyeri dan mencegah
kesalahan posisi tulang/tegangan
jaringan yang cedera.
- Meningkatkan aliran balik vena,
mengurangi edema, dan nyeri.
- Meningkatkan kenyamanan
karena peningkatan produksi
panas dalam gips yang kering.
- Mempertahankan kehangatan
tubuh tanpa ketidaknyamanan
karena tekana selimut pada
bagian yang sakit.
- Mempengaruhi efektifitas
intervensi, tingkat ansietas.
Klien dapat merasakan
kebutuhan untuk menghilangkan
pengalaman terhadap nyeri.
- Membantu mengatasi ansietas.
Klien dapat merasakan
kebutuhan untuk menghilangkan
pengalaman kecelakaan.
- Memungkinkan klien untuk siap
25
memulai tindakan.
- Berikan obat sebelum
perawatan latihan rentang
gerak pasif/aktif.
- Lakukan dan awasi latihan
/aktivitas.
- Berikan alternative tindakan
kenyamanan, seperti pijatan
punggung, perubahan posisi.
- Dorong penggunaan untuk
periode yang manajemen
stress, seperti relaksasi
progresif, latihan nafas dalam,
imajinasi visualisasi, sentuhan
terapeutik.
- Identifikasi aktivitas terapeutik
yang tepat untuk usia klien,
secara mental dalam melakukan
aktivitas, dan berpartisipasi
dalam mengontrol tingkat
ketidaknyamanan.
- Meningkatkan relaksasi otot dan
partisipasi klien.
- Mempertahankan
kekuatan/mobilitas otot yang
sakit dan memudahkan resolusi
inflamasi pada jaringan yang
cedera.
- Meningkatkan sirkulasi umum,
menurunkan area tekanan lokal
dan kelelahan otot.
- Memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan rasa
control, dan dapat meningkatkan
kemampuan koping dalam
manajemen nyeri, yang mungkin
menetap yang lama.
- Mencegah kebosanan,
menurunkan ketegangan,
26
kemampuan fisik, dan
penampilan pribadi.
- Observasi adanya keluhan
nyeri yang tidak biasa, tiba-tiba
atau dalam, lokasi progresif
atau buruk tidak hilang dengan
analgesik.
- Lakukan kompres dingin 24-48
jam pertama sesuai kebutuhan.
- Berikan obat sesuai order:
narkotik dan analgesik non
narkotik, NSAID. Berikan
narkotik sesuai order selama 3-
5 hari.
- Berikan/awasi analgesik yang
dikontrol klien.
meningkatkan kekuatan otot.
- Dapat mengindikasikan
terjadinya komplikasi, seperti
infeksi, iskemia jaringan,
sindrom kompartemen.
- Menurunkan edema atau
pembentukan hematom,
menurunkan sensasi nyeri.
- Untuk menurunkan nyeri dan
atau spasme otot.
- Pemberian rutin
mempertahankan kadar
analgesik darah secara adekuat,
mencegah fluktuasi dalam
menghilangkan nyeri akibat
spasme/ tegangan otot.
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer terjadi interupsi
27
aliran darah.
Tujuan : Aliran darah kembali normal.
Kriteria hasil : Mempertahankan perfusi jaringan terhadap disfungsi
neurovaskuler perifer.
Intervensi Rasional
- Lepaskan perhiasan dari
ekstremitas yang sakit.
- Evaluasi kualitas nadi perifer
distal terhadap cedera dengan
palpasi. Bandingkan dengan
ekstremitas yang sehat.
- Kaji aliran kapiler, warna kulit,
dan kehilangan distal pada
fraktur.
- Lakukan pengkajian
neuromuskuler. Perhatikan
perubahan fungsi motorik atau
- Dapat menyebabkan
bendungan bila terjadi edema.
- Penurunan/tak adanya nadi dapat
menggambarkan cedera vaskuler
dan perlunya evaluasi medis
segera terhadap status sirkulasi.
Waspadai bahwa kadang-kadang
nadi dapat terhambat oleh bekuan
halus dimana pulsasi mungkin
teraba.
- Kembalinya harus cepat (<3).
Warna kulit putih menunjukkan
gangguan arterial. Sianotik
diduga ada gangguan vena.
- Perasaan kebas, kesemutan,
peningkatan penyebaran nyeri
terjadi bila sirkulasi pada syaraf
28
sensori. Minta klien untuk
melokalisasi nyeri.
- Tes sensasi syaraf perifer
dengan menusuk pada kedua
selaput antara ibu jari pertama
dan kedua, kemudian kaji
kemampuan untuk dorsofleksi
ibu jari bila diindikasikan.
- Kaji jaringan sekitar akhir gips
untuk titik kasar/tekanan.
Selidiki keluhan “rasa
terbakar” dibawah gips.
- Awasi posisi/lokasi cincin
penyokong bebat.
- Pertahankan peninggian
ekstremitas yang cedera
kecuali ada kontra indikasi,
seperti adanya sindrom
kompartemen.
tidak adekuat atau syaraf rusak.
- Panjang dan posisi syaraf perifer
meningkatkan resiko cedera pada
adanya fraktur kaki,
edema/sindrom kompartemen,
atau malposisi alat traksi.
- Faktor ini disebabkan atau
mengindikasikan tekanan
jaringan/iskemia, menimbulkan
kerusakan/nekrosis.
- Alat traksi dapat menyebabkan
tekanan pada pembuluh darah
saraf, terutama pada aksila dan
lipat paha, mengakibatkan
iskemia dan kerusakan saraf
permanen.
- Meningkatkan drainase
vena/menurunkan edema.
29
- Kaji keseluruhan panjang
ekstremitas yang cedera untuk
pembengkakan/pembentukan
edema.
- Perhatikan keluhan nyeri
ekstrem untuk tipe cedera atau
peningkatan nyeri pada
gerakan pasif ekstremitas,
terjadinya parestesia, tegangan
otot/nyeri tekan dengan
eritema, dan perubahan nadi
distal.
- Selidiki tanda iskemia
ekstremitas tiba-tiba, contoh
penurunan suhu kulit, dan
peningkatan nyeri.
- Dorong pasien untuk secara
rutin latihan jari / sendi distal
cedera. Ambulasi sesegera
mungkin.
- Selidiki nyeri tekan,
- Peningkatan lingkar ekstremitas
yang cedera dapat diduga ada
pembengkakan jaringan/edema
umum tetapi dapat menunjukkan
perdarahan.
- Perdarahan/pembentukan edena
berlanjut dalam otot tertutup
dengan fasia ketat dapat
menyebabkan gangguan aliran
darah dan iskemia miositis atau
sindrom kompartemen, perlu
intervensi darurat untuk
menghilangkan
tekanan/memperbaiki sirkulasi.
- Dislokasi fraktur sendi dapat
menyebabkan kerusakan arteri
yang berdekatan, dengan akibat
hilangnya aliran darah ke distal.
- Meningkatkan sirkulasi dan
menurunkan pengumpulan darah
khususnya pada ekstremitas
30
pembengkakan pada
dorsofleksi kaki.
- Awasi tanda vital.
- Tes feses/aspirasi gaster
terhadap darah nyata.
- Berikan kompres es sekitar
fraktur sesuai indikasi.
- Bebat/buat spalk sesuai
kebutuhan.
- Kaji /awasi tekanan
intrakompartemen.
- Siapkan intervensi bedah
( fibulektomi/fasiotomi).
bawah.
- Terjadi peningkatan potensial
untuk tromboflebitis dan emboli
paru pada pasien imobilisasi
selama 5 hari atau lebih.
- Ketidak adekuatan volume
sirkulasi akan mempengaruhi
sistem perfusi jaringan.
- Peningkatan insiden perdarahan
gaster menyertai fraktur/trauma.
- Menurunkan
edema/pembentukan hematoma,
yang dapat mengganggu
sirkulasi.
- Mungkin dilakukan pada
keadaan darurat.
- Peninggian tekanan kebutuhan
evaluasi segera dan intervensi.
- Mempercepat tindakan
pembedahan.
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan, pertukaran gas dan perubahan aliran
darah/emboli lemak.
31
Tujuan : Pertukaran gas tidak terjadi.
Kriteria hasil : Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat dibuktikan
tidak adanya syanosis, frekuensi pernafasan dalam batas
normal.
Intervensi Rasional
- Awasi frekuensi pernafasan
dan upayanya.
- Auskultasi bunyi nafas,
perhatikan terjadinya ketidak-
samaan bunyi hiperesonan juga
adanya gemericik/ronki/mengi
dan inspirasi mengorok/bunyi
sesak napas.
- Atasi jaringan cedera tulang
dengan lembut, khusuisnya
selama beberapa hari pertama.
- Instruksikan dan bantu dalam
latihan napas dalam dan batuk.
- Perhatikan peningkatan
kegelisahan, kacau, letargi,
stupor.
- Observasi sputum untuk tanda
- Takipnea, dispnea dan
perubahan dalam mental dan
tanda dini insufisiensi
pernafasan dan mungkin hanya
indikator terjadinya emboli paru
pada tahap awal.
- Perubahan dalam/adanya bunyi
adventisus menunjukkan
tejadinya komplikasi
pernapasan.
- Ini dapat mencegah terjadinya
emboli lemak.
- Meningkatkan ventilasi alveolar
dan perfusi.
- Gangguan pertukaran
32
adanya darah.
- Infeksi kulit untuk ptekie
diatas garis putting pada sila,
meluas ke abdomen/tubuh,
mukosa mulut, palatum keras,
kantung konjungtiva dan
retina.
- Bantu dalam spirometri
insentif.
- Berikan tambahan 02 bila
diindikasikan.
gas/adanya emboli paru dapat
menyebabkan penyimpangan
pada tingkat kesadaran pasien
seperti terjadinya
hipoksemia/asidosis.
- Hemodialisa dapat terjadi
dengan emboli paru.
- Ini adalah karakteristik paling
nyata dari tanda emboli lemak,
yang tampak dalam 2-3 hari
setelah cedera.
- Memaksimalkan
ventilasi/oksigenasi.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai
tujuan dalam lingkungan fisik.
Tujuan : Mobilitas fisik stabil.
Kriteri hasil : - Mempertahankan mobilitas fisik
33
- Memperhatikan posisi fungsional.
- Mampu melakukan aktivitas.
Intervensi Rasional
- Kaji imobilisasi yang
dihasilkan oleh
cedera/pengobatan dan
perhatikan persepsi pasien
terhadap imobilisasi.
- Dorong partisipasi pada
aktivitas terapeutik rekreasi.
- Dorong penggunaan latihan
isometrik mulai dengan
tungkai yang tidak sakit.
- Berikan papan kaki, bebat
pergelangan, gulungan
trokanter/tangan yang sesuai.
- Berikan dalam posisi telentang
secara periodik bila mungkin.
- Pasien mungkin dibatasi oleh
pandangan diri persepsi tentang
keterbatasan fisik aktual
memerlukan informasi untuk
kemajuan kesehatan.
- Memberikan kesempatan untuk
mengeluarkan energi,
memfokuskan kembali perhatian.
- Kontraksi otot isometrik tanpa
menekuk sendi atau
menggerakkan tungkai dan
membantu mempertahankan
kekuatan dan massa otot.
- Berguna dalam mempertahankan
posisi fungsional ekstremitas,
tangan/kaki dan mencegash
komplikasi.
- Menurunkan resiko kontraktur
fleksi panggul.
34
- Instruksikan dorong
menggunakan trapeze dan
pasca posisi untuk fraktur
tungkai bawah.
- Berikan atau bantu dalam
mobilisasi dengan kursi roda,
tongkat sesegera mungkin.
- Bantu dalam perawatan diri/
kebersihan.
- Awasi TD dengan melakukan
aktivitas.
- Ubah posisi secara periodik
dan dorong untuk latihan
batuk/napas dalam.
- Auskultasi bising usus.
- Dorong peningkatan masukan
cairan 2000-3000 ml/hari.
Termasuk air asam/jeruk.
- Berikan diet tinggi protein,
karbohidrat, vitamin dan
- Memudahkan gerakan selama
hygiene/perawatan kulit.
- Mobilisasi dini menurunkan
komplikasi tirah baring.
- Hipotensi postural adalah masalah
umum menyertai Tirah baring
lama dan dapat memerlukan
intervensi khusus.
- Mencegah dan menurunkan
komplikasi kulit/pernapasan.
- Tirah baring, penggunaan
analgesik, dan perubahandalam
keadaan diet.
- Mempertahankan hidrasi tubuh,
menurunkan resiko infeksi.
- Pada adanya cedera
muskuloskletal.
- Penambahan bulk pada feses
35
mineral.
- Tingkatkan jumlah diet kasar.
Batasi makanan pembentuk
gas.
- Konsul dengan ahli terapi fisik/
okupasi/rehabilitasi spesialis.
- Lakukan program defekasi
sesuai indikasi.
- Rujuk ke perawat spesialis
psikiatrik klinikal.
membantu mencegah konstipasi.
- Berguna dalam membuat aktivitas
individual/program latihan.
- Dilakukan untuk meningkatkan
evakuasi usus.
- Pasien/orang terdekat
memerlukan tindakan intensif.
- Berguna dalam membuat aktivitas
individual / program latihan
pasien dapat berlatih aktivitas.
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan
dengan cedera tusuk, fraktur terbuka ditandai dengan nyeri, kebas dan
gangguan permukaan kulit.
Tujuan : Kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria hasil : Mengatakan ketidaknyamanan hilang mencapai penyembu-
han luka sesuai waktu.
Intervensi Rasional
- Balik pasien dengan sesering
mungkin jika dapat dilakukan.
- Bersihkan kulit dengan air
- Meminimalkan tekanan pada
sekitar tepi gips.
- Menurunkan kadar kontaminasi
36
sabun hangat.
- Berikan tintur bezoin gunakan
plester fraksi kulit.
- Tandai garis dimana plester
keluar sepanjang ekstremitas.
- Letakkan bantal pelindung
dibawah kaki dan diatas
tonjolan tulang.
- Palpasi jaringan tiap hari dan
catat nyeri tekan.
- Tekuk ujung kawat/pen dengan
karet atau gabus pelindung.
- Beri bantal/pelindung dari kulit
domba, busa.
- Gunakan tempat tidur busa
bantal apung atau kasur udara
sesuai indikasi.
kulit.
- Kekuatan untuk penggunaan
traksi plester, traksi melingkar
tungkai dapat mempengaruhi
sirkulasi.
- Memungkinkan untuk
pengkajian cepat terhadap benda
yang terselip.
- Meminimalkan tekanan pada
zona ini.
- Bila zona dibawah plester nyeri
tekan ada iritasi kulit dan
siapkan untuk membuka balutan.
- Mencegah cedera pada bagian
kulit lain.
- Mencegah tekanan berlebihan
pada kulit meningkatkan
evaporasi kelembaban yang
menurunkan resiko nekrosis.
- Karena imobilisasi bagian tubuh
tonjolan dari zona yang sakit
oleh gips mungkin sakit karena
37
penurunan sirkulasi.
7. Resiko tinggi terhadap infeksi dan prosedur infasif dan traksi tulang.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu tidak
terjadi demam.
Inetrvensi Rasional
- Infeksi kulit adanya intraksi
atau robekan kontinuitas.
- Kaji sisa pen/kulit perhatikan
keluhan peningkatan nyeri,
rasa terbakar atau adanya
edema entema drainase/bau tak
enak.
- Berikan perawatan kawat/pen
steril.
- Observasi luka perubahan
warna kulit, bau drainase yang
tak enak.
- Pen atau kawat tidak harus
dimasukkan melalui kulit yang
terinfeksi atau abrasi.
- Dapat mengidentifikasi
timbulnya infeksi lokal inekrosis
jaringan yang dapat
menimbulkan osteomielesis.
- Mencegah kontaminasi silang
dan kemungkinan infeksi.
- Tanda perkiraan infeksi gangren.
38
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Bantu prosedur. Contoh
insisi/drainase, therapy 02.
- Siapkan pembedahan sesuai
indikasi.
- Antibiotik spektrum luas dapat
digunakan secara profilaktik atau
dapat ditujukan pada
mikroorganisme khusus.
- Banyak prosedur dilakukan pada
pengobatan infeksi lokal gangren
gas.
- Sequestrektomi (pengangkatan
tulang nekrotik) perlu untuk
membantu pengobatan dan
mencegah perluasan proses
infeksi.
8. Kurangnya pengetahuan terhadap prognosis penyakit berhubungan dengan
salah interpretasi dirtandai dengan sering bertanya dan permintaan
informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien meningkat.
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman tentang penyakit.
Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan tindakan.
39
Intervensi Rasional
- Kaji ulang patologis prognosis
dan harapan yang akan datang.
- Beri pengetahuan metode
mobilisasi dan ambulansi
sesuai dengan terapi fisik bila
diindikasikan.
- Dorong pasien untuk
melanjutkan latihan aktif untuk
sendi atas dan bawah fraktur.
- Memberikan dasar pengetahuan
pasien dapat membuat pilihan
informasi.
- Banyak fraktur yang
memerlukaan gips, gabat atau
penjepit selama proses
penyembuhan, kerusakan lanjut
dapat terjadi sekunder terhadap
ketidaktahuan penggunaan alat
ambulansi.
- Mencegah kekakuan sendi
kontraktur dan kelelahan otot,
meningkatkan kembali aktifitas
40
- Diskusikan pentingnya
perjanjian evaluasi klinis.
- Kaji ulang perawatan pen/luka
yang tepat.
sehari-hari secara dini.
- Penyembuhan fraktur
memerlukan waktu tahunan
untuk sembuh lengkap dan kerja
sama dengan pasien membantu
untuk penyatuan yang tepat.
- Menurunkan resiko
tulang/jaringan daru infeksi yang
dapat berlanjut menjadi
osteomelitis.
(Marillyn. E. Doenges, 2000)
41
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Pengkajian
I. Identitas Pasien
An.J dengan jenis klamin laki-laki, tempat dan tanggal lahir Lampung, 14 Agustus
1997. Pendidikan SMP dan menganut Agama Kristen Protestan. Pasien bertempat
tinggal di Jln. Tanah Jawa Panambean Marjanji Kab. Simalungun. Belum menikah,
bersuku bangsa Batak / Indonesia dan masuk ke Rumah Sakit Umum Daerah
dr.Pirngadi Kota Medan pada tanggal 17 Maret 2013. Dengan diangnosa Post Op
Fraktur Tibia Fibula Sinistra, dan dirawat sekarang di ruang VII dengan nomor RM.
00.87.54.61.
II. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang :
1. Tanda Vital
TD : 118 / 75 mmHg S : 35 0 C
HR : 80 x / i BB : 47 kg
RR : 20 x / i TB : 160 cm
42
2. Alasan masuk ke Rumah Sakit
Pasien datang ke RSU Dr. Pirngadi Medan tanggal 17 Maret 2013
melalui UGD dengan keluhan kaki sebelah kiri pasien mengalami
patah tulang kecelakaan dari mobil Pick up.
3. Keluhan Utama :
Nyeri adanya patah tulang dibagi anterior (depan) tulang tibia dan
fubula dengan intensitas nyeri (4-6). Pasien tidak bisa berjalan.
- Faktor Pencetus : Kerena kecelakaan
- Lamanya keluhan : 1 hari yang lalu
- Upaya yang dilakukan : Pasien di bawah ke Rumas sakit Dr.
Pirngadi kota Medan
- Faktor yang memperberat : Terputusnya kontinius jaringan tulang
- Dimana lokasinya : Fraktur dibagian tibia dan fibula
sinistra
- Kapan mulai timbul : Sering
- Bagaimana terjadinya : Bertahap
- Diangnosa medis : Post Op Fraktur Tibia dan Fibula
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Informasi yang diperoleh pada saat pengkajian, pasien menumpang mobil pick
up terbuka. Pasien terjatuh dan kemudian di lindas oleh sepeda motor yang
melintas di belakang mobil pick up tersebut. Menyebabkan tulang tibia fibula
sinistra fraktur. Pasien menyatakan belum pernah di operasi dan tidak memiliki
riwaya alergi
43
.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penjelasan :
Pasien berinisisal An. J anak Pertama dari 3 bersaudara anak dari Tn. W dan
Ny. R pada saat ini dirawat diruang VII. Dengan kondisi Fraktur Tibia Fibula
Sinistra dan sudah dilakukan tindakan infasif pembedahan dengan Debridement
dan pemasangan Backslab. Pada saat pengkajian, pasien terpasang Backslab
bagian extremitas bawah Sinistra dengan kondisi luka bekas operasi ± 10 cm,
sudah mulai mengering dengan jumlah jahitan 10 jahitan. Intensitas nyeri sedang
(4-6).
d. Pola kebiasaan sehari- hari
Tn. W Ny. R RR
15 Thn
44
1. Biologi
No Pola Sebelum Masuk RS Setelah Masuk RS
1. Nutrisi
- Pola makan
- Makanan yang disukai
- Diet
- Pola minum
- Jenis minuman
- Banyaknya
- Minuman yang disukai
3 x Sehari
Nasi Goreng
Makanan biasa
7 – 8 gls/ hari
Air putih
7 – 8 gls / hari
Jus
3 x Sehari
Tidak ada
Makanan biasa
5 – 6 gls / hari
Air putih
4 – 5 gelas
Tidak ada
2. Pola Tidur
- Kebiasaan tidur malam
- Kebisaan tidur siang
- Kesulitan tudur
- Cara mengatasinya
6 – 8 jam
1 – 2 jam
Tidak ada
Tidak ada
7 jam
2 – 3 jam, tidak teratur
Tidak ada
Tidak ada
3. Pola Eleminasi Fekal / BAB
- Frekuensidan benyaknya
- Konsistensi dan warna
1 kali sehari
Lembek dan
Kekuning - kuningan
1 x sehari
Lembek dan
Kekuning – kuningan
4. Pola Eleminasi Urine
Frekuensi dan banyak nya 1500 - 2000 cc / hari 1000 – 1500 cc / hari
45
- Kejernihan dan warnanya Jernih kekuning–
kuningan
Jernih kekuning – kuningan
5. Pola Aktivitas
- Pekerjaan sekarang
- Lama bekerja
Pelajar
Tidak tentu
Tidak ada
Tidak ada
6. Pola Hygiene Personal
- Kebiasaan mandi
- Menggosok gigi
- Mencuci rabut
- Memotong kuku
- Hambatan dalam personal
Hygiene
2 x sehari
2 x sehari
1 x sehari
1 x seminggu
Tidak ada
1 x sehari
1 x sehari
Tidak tentu
1 x seminggu
Ada, Pasien di bantu oleh
keluarganya ke toilet.
2. Psikologis
Presepsi penyakit pasien mengerti tentang penyakitnya dan optimis unuk
sembuh,konsep diri baik, pasien berharap cepat sembuh, emosi pasien stabil,
pasien dapat beradaptasi dengan baik, mekanisme pertahanan diri baik, pasien
slalu berdoa agar penyakitnya segera sembuh.
3. Sosial
46
Hubungan antara anggota kelurga pasien harmonis, Pasien dapat membina
hubungan dengan orang lain. Respon pasien terhadap lawan bicara baik,
komunikasi 2 arah. Bahasa yangg digunakan sehari-hari adalah bahasa Batak dan
Indonesia.
4. Spiritual
Pola ibadah pasien taat beribadah. Mengikuti kebaktian, keyakinan tentang
kesehatan, pasien yakin akan sembuh dengan pengobatan dan perawatan di rumah
sakit .
III. Pemeriksaan Fisik
A. Tanda – tanda Vital . Tgl: 08 April 2013
Pasien berinisial An.J pada saat ini dirawat diruang VII dengan kondisi
Fraktur tibia fibula sinistra. Tinggkat kesadarannya compos mentis, suhu 350 C,
tekann darah 118 / 75, Nadi / denyut jantung 80 x / i, pernafasan 20 x / i, tinggi
badan 160 cm dan berat badan 47 kg.
B. Head to toe dan pengkjiaan system
1. Kepala.
Bentuk kapala pasien bulat, posisi simetris kanan dan kiri, warna rambut
hitam, ikal, kulit kepala bersih tidak ada keluhan pada kepala.
2. Mata / Pengelihatan.
Bentuk mata pasien bulat, tidak ada anemis pada konjungtiva, pupil
isokor kanan dan kiri, dan keadaan simetrisi, ketajaman pengelihatan baik
(dapat membaca buku ± 30 cm). Refleks cahaya baik, tidak memakai alat
47
bantu dan tidak ditemukan tanda-tanda peradangan, serta kebutuhan pada
lensa.
3. Hidung / Penciuman.
Posisi simetris kanan dan kiri. Tidak ada peradangan, perdarahan dan
sumbatan (polip). Fungsi penciuman baik (dapat membedakan bau parfum
dan buah mangga).
4. Tenggorokkan.
Pasien tidak mengalami kesulitan menelan dan tidak ada tanda-tanda
peradangan pada kelenjar thyroid.
5. Telinga / Pendengaran.
Bentuk dan posisi telinga pasien simetris kanan dan kiri, tidak ada
ditemukan tanda-tanda peradangan, perdarahan. Fungsi pendengaran
pasien baik dan dapat mendengar suara panggilan keluarganya. Pasien
tidak memakai alat bantu pendengaran dan tidak ada keluhan.
6. Mulut dan Gigi.
Bibir dan mukosa gusi pasien lembab, tidak ada masalah pada lidah,
terdapat caries gigi, tidak ada pembengkakan tonsil, fungsi pengecapan
baik, tidak ditemukan tanda-tanda peradangan dan perdarahan.
Nutrisi :
Jenis diet makanan biasa, nafsu makan pasien baik. Tidak ada smasalah
seperti mual dan muntah. Intake 1500-2000 ml /hari OutPut 1000-1500
ml/hari, terpasang infuse RL 20 gtt / i.
48
7. Thorak.
Bentuk thorak pasien simetris kanan dan kiri. Bunyi nafas vesikuler dan
teratur. Jenis pernafasan thorakoabdominal, sesak (-) dan nyeri dada (-).
8. Sirkulasi.
HR : 80 x / i tidak terjadi haematoma pada (fraktur) dan terpasangnya
backslab pada kaki sebelah kiri.
9. Abdomen.
Bentuk abdomen pasien simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, tidak
ada pembesaran hepar, ginjal tidak teraba, bising usus 12 x/I, tidak ada
nyeri abdomen, fungsi pencernaan baik.
10. Genetalia.
Kebersihan genetalia terjaga karena pasien dapat menjaga personal
hygiene (genetalia) dengan baik, tidak ada peradangan, alat genetalianya
terjaga kebersihannya.
11. Genitounaria.
Pasien tidak memakai kateter karena dapat bereleminasi kekamar mandi
dan tidak ada masalah, hematuri tidak ada, inkontinensia urine out put tidak
tentu tetapi ke kamar mandi perlu dibantu keluarganya seperti BAK, ini di
karenakan Tibia Fibula Sinistra terpasang beckslab.
12. Ekstermitas Atas.
Bentuk simetris kanan dan kiri, rentang gerak normal, tangan kiri
terpasang infuse RL. 20 gtt / i. Post tranfusi darah 700 cc (RBC) Free
operasi.
49
13. Ekstermitas Bawah.
Terjadi fraktur tibia dan fibula sinistra, dengan indikasi pemasangan
Backslab. Rentang gerak tidak baik ( harus di gerakkan perlahan ) elastis
dan skala nyeri ( 4 – 6), berjalan dengan menggunakan tongkat dan kadang
- kadang di bantu oleh keluarganya bila ingin ke toilet.
14. Neurologis.
Tingkat kesadaran pasien compos mentis dengan, dapat berorientasi
dengan baik terhadap orang lain, dapat mengenal perawat, keluarga dan
pasien lain diruangannya.
15. Muskuloskletal.
Terjadi gangguan integritas tulang (fraktur) dan luka bekas operasi
dengan tindakan pembedahan debridement dan backslab.
50
DATA PENUNJANG / PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal Pemeriksaan : 17 Maret 2013-06-03
No.RM : 00.87.54.61
Pemeriksaan Hasil Nilai NormalHEMATOLOGI
Darah RutinWBCRBCHGBHCTMCVMCHPLT
Glukosa AdrondomUreum
CreatininUric Acid
Atrium, kalium, cloridaNatriumKalium
107003,398,125,474,923,9
18100010837
1,056,81434,0
4000 – 10000 / UL4,5 – 5,5 / 10 6 / UL
13 – 16 / gr / dl39,0 – 48,0 / %80,0 – 97,0 / FL27,0 – 33,7 / pg
150000 – 440000 / UL<140 mg / dl /
10 – 50 mg / dl / 0,6 – 1,2 mg / dl /3,5 – 7,0 mg / dl /
136 – 155 mmol / dl /3,5 – 5,5 mmol / dl /
Therapy :
1. Infus RL. 20 gtt / i
2. Inj. Terfacef 1 gr / 12 jam
3. Inj. Metronidazole 500 mg / 12 jam
4. Inj. Ketorolac 1 amp / 8 jam
5. Inj. Ranitidine 1 amp / 8 jam
6. Inj. Gentamycin 80 mg / 12 jam
51
ANALISA DATA
No Data Kemungkinan penyebab Masalah
1. Ds : Pasien mengatakan
nyeri pada kaki kiri
dengan intensitas
nyeri sedang(4-6)
Do : Pasien tampak
meringis kesakitan
dan tidak tampak
haematoma pada sisi
fraktur. Terpasang
backslab dengan
kondisi luka bersih.
TD : 118 / 75 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 22 x/i
Temp : 35 ºc
Trauma
Fraktur Tibia Fibula dan
terpasang backslab
Nyeri
Nyeri
52
2. Ds : Pasien mengatakan
kaki kiri sulit
untuk digerakkan.
Do : Aktivitas pasien
dibantu keluarganya.
Terpasang
infuse RL 20 gtt/ i
pada tangan kiri,
backslab terpasang
daerah fraktur.
Post op Fraktur Tibia
Fibula sinistra
Keterbatasan gerak
Intoleransi aktivitas
Imobilisasi
Imobilisasi
3. Ds : Pasien mengatakan
susah untuk bergerak
karena kaki kiri
terdapat luka bekas
operasi.
Do : Pada bagian anterior
Kaki kiri pasien
tampak luka bekas
operasi ± 10 cm,
dengan 10 jahitan.
Terpasang backslab.
Trauma
langsung/kecelakaan
Open fraktur
Post op debridement dan
backslab
Luka operasi masih basah
Resiko tinggi infeksi
Resiko tinggi
infeksi
53
3.2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan trauma ditandai dengan pasien meringis
kesakitan dan tidak tampak haematoma pada sisi fraktur. TD : 118/75
mmHg, HR : 80 x / i, RR : 20 x / i Temp : 35 ºc.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan post op fraktur tibia fibula
ditandai dengan Aktivitas pasien dibantu keluarganya. Terpasang infus RL
20 gtt / i pada tangan kiri, backslab terpasang daerah fraktur.
3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan post operasi
debridement dan backslab. Tampak ada luka bekas operasi ± 10 cm,
dengan jumlah jahitan 10 jahitan.
54
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : An. J Tanggal Masuk : 17 Maret 2013
J. Kelamin : Laki - laki Ruangan : VII / VIII
Tanggal : 10 April 2013 Diagnosa Medis : Fraktur Tibia dan
Fibula sinistra
No Tanggal Data Diagnosa Keperawatan Tujuan / KH Rencana KeperawatanIntervensi Rasional
1 10 – 04-2013 Ds : Pasien mengatakan
nyeri pada kaki kiri.
Dengan intensitas
nyeri sedang (4-6).
Do : Pasien tampak
meringis
kesakitan dan tidak
Nyeri berhubungan
dengan trauma ditandai
dengan pasien meringis
kesakitan dan tidak
tampak haematoma pada
sisi fraktur.
Nyeri hilang
K/H :
Melaporkan nyeri
hilang / terkontrol.
- Pertahankan
imobilisasi
bagian yang
sakit.
- Tinggikan dan
dukung daerah
- Menghilangkan
nyeri dan
mencegah
kesalahan
posisi tulang.
- Meningkatkan
aliran balik
55
tampak
haematoma pada sisi
fraktur.
TD : 118/75 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
Temp : 35 ˚c.
TD : 118/75 mmHg,
HR : 80 x/I,
RR : 20 x/i
Temp : 35 ºc.
yang cedera.
- Atur posisi yang
Nyaman.
- Evaluasi keluhan
nyeri dan skala
nyeri.
- Lakukan jadwal
perawatan luka
yang telah
dianjurkan
vena.
- Memberikan
posisi yang
nyaman pada
pasien.
- Meningkatkan
kenyamanan
pasien dan
mengetahui
skala nyeri.
- Mencegah
terjadinya
infeksi.
56
dokter setiap
hari.
- Jelaskan
Prosedur
Sebelum
Melakukan
tindakan.
- Dorong pasien
untuk
mendiskusikan
- Memumingkan
pasien untuk siap
secara mental
untuk aktivitas dan
berpartisipasi
dalam tindakan
pengobatan.
- Membantu
menghilangkan
ansietas.
57
masalah
sehubungan
dengan cedera.
- Kolaborasi
dengan dokter
dalam
pengobatan.
- Menentukan
pengobatan yang
tepat.
2 11-04 -2013 Ds : Pasien mengatakan
kaki kirinya sulit
digerakkan.
Do : Aktivitas pasien
dibantu keluarganya.
Terpasang infus RL
20 gtt / i pada tangan
Kerusakan mobilitas
fisik berhubungan
dengan post op fraktur
tibia fibula dextra
ditandai dengan
Aktivitas pasien dibantu
keluarganya. Terpasang
infuse RL 20 gtt / i pada
Mobilitas fisik
stabil.
K/H :
Mampu melakukan
aktivitas.
- Kaji mobilitas
fisik yang
dihasilkan oleh
cedera.
- Instrusikan pada
pasien untuk
bantu dalam
- Pasien mungkin
dibatasi oleh
pandangan dari
keterbatasan fisik
aktual.
- Meningkatkan
aliran darah ke
otak dan tulang
58
kiri. Backslab
terpasang pada
daerah fraktur.
tangan kiri, backslab
terpasang daerah
fraktur.
rentang gerak
aktif pada
ekstremitas yang
sakit dan yang
sehat.
- Perhatikan
balutan / perban
elastis.
- Bantu dalam
mobilisasi
dengan tongkat.
- Berikan
untuk
meningkatkan
tonus otot.
- Mencegah
terjadinya
penyatuan fraktur
yang salah.
- Menurunkan
komplikasi tirah
baring.
- Membantu proses
penyembuhan
59
diet tinggi protein
karbohidrat dan
kalsium.
- Kolaborasi
dengan dokter
dala pengobatan.
dengan diet yang
baik.
- Menentukan
pengobatan
yang tepat.
3 12-04-2013 Ds : Pasien mengatakan
susah untuk bergerak
karena kaki kiri
terdapat luka operasi.
Do : Pada bagian
anterior Kaki
kiri pasien
tampak ada luka
bekas operasi ± 10
Resiko tinggi terjadinya
infeksi berhubungan
dengan post operasi
debridement dan
backslab.
Infeksi tidak
terjadi.
K/H :
Mencapai
penyembuhan luka
sesuai waktu, tidak
terjadi demam.
- Kaji tanda-tanda
infeksi.
- Observasi luka,
perubahan warna
kulit, bau yang
kurang sedap.
- Anjurkan pada
- Dapat
mengidentifikasi
terjadinya infeksi.
- Tanda perkiraan
infeksi ganggren.
- Mencegah
60
cm, dengan jumlah
jahitan 10 jahitan.
Terpasan backslab.
pasien untuk tidak
menyentuh luka
bekas operasi.
- Pantua TTV
pasien.
- Gunakan anti
septic (sabun)
untuk mencuci
tangan.
- Kolaborasi
dengan dokter
dalam pengobatan
terjadinya
kontaminasi yang
menyebabkan
infeksi.
- Mengetahui
keadaan umum
pasien.
- Mencegah
terjadinya infeksi
silang.
- Menentukan
pengobatan yang
tepat.
61
62
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : An.J Tanggal Masuk : 17 Maret 2013
J.Kelamin: Laki – laki Ruangan : VII
Tanggal : 10 – 04 2013 Dx Medis : Fraktur Tibia Dan Fibula
Sinistera
Hari / Tanggal
No. DX
Jam Implementasi Jam Evaluasi
Rabu
10-04-2013
08.30
08.30
08.35
08.40
- Mempertahankan
mobilisasi bagian yang
cedera dengan tirah
baring.
- Meninggikan bagian kaki
yang cedera dengan 1
bantal.
- Mengatur posisi pasien
yang nyaman dengan
memberikan 1 bantal
yang tinggi dan
merapikan tempat tidur.
- Mengevaluasi adanya
keluhan nyeri dan skala
nyeri 4 – 6 (sedang)
13.00
S : Pasien mengatakan
kaki kirinya masih
terasa sakit.
O : Pasien masih tampak
meringis kesakitan.
TD : 118 / 75 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
T : 350c
A : Masalah belum
teratasi.
P : Rencana tindakan
dilanjutkan.
63
12.00
12.10
12.40
ditandai dengan pasien
masih tampak meringis
kesakitan.
- Menjelaskan prosedur
tindakan saat akan
memberi injeksi
Gentamycin 80 mg/12
jam.
- Memotivasi pasien agar
mau mendiskusikan
masalah sehubungan
dengan cedera.
- Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat.
- Infus RL. 20 gtt / i
- Inj. Terfacef 1 gr / 12
jam
- Inj. Gentamycin 80 mg /
12 jam
- Inj. Metronidazole 500
mg / 12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp / 8
64
jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/8
jam
Rabu
10-04-2013
2 09.00
09.10
09.15
09.20
10.00
- Mengkaji imobilitas fisik
yang dihasilkan cedera
(fraktur) pasien tidak
dapat menggerakan jari –
jari kakinya.
- Menginstruksikan pasien
untuk melatih gerak aktif
pada kaki yang cedera
dengan cara
menggerakkan jari – jari
kakinya.
- Memperhatikan
balutan/perban elastis
masih terpasang dengan
tepat.
- Membantu pasien
menggunakan tongkat
saat berjalan.
- Memberikan diet tinggi
protein karbohidrat dan
14.00
S : Pasien mengatakan
kaki kirinya tidak
dapat digerakkan
spontan dan tidak
dapat melakukan
aktivitas.
O : Pasien dibantu
keluarga dalam
melakukan aktivitas
(berjalan kekamar
mandi akan BAK).
Terpasang infus RL
20 gtt/i, dibagian
tangan kiri, terpasang
backslab kaki kirinya.
A : Masalah belum
teratasi
P : Rencana tindakan
65
11.40
kalsium yaitu makanan
biasa + sup.
- Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat
- Infus RL. 20 gtt/i
- Inj. Terfacef 1 gr/12 jam
- Inj. Gentamycin 80
mg/12 jam
- Inj. Metronidazole 500
mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8
jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/8
jam
dilanjutkan.
Rabu
10-04-2013
3 08.50
10.00
- Mengkaji perubahan rasa
nyeri dengan bertanya
langsung pada pasien
skala nyeri 4 – 6
- Mengobservasi
perubahan warna kulit
untuk mendeteksi tanda –
14.35
S : Pasien mengatakan
susah untuk bergerak
karena kaki sebelah
kirinya terdapat luka
bekas operasi.
O : Pada bagian anterior
kaki kiri pasien
tampak luka bekas
66
10.00
12.00
13.00
13.30
tanda infeksi, tidak
tampak kemerahan pada
sekitar luka, luka tidak
bau.
- Menganjurkan pasien
agar tidak menyentuh
bagian luka operasi.
- Memantau TTV pasien
TD : 110 / 70 mmHg
HR : 82 x/i
RR : 22 x/i
T : 36,5 0c
- Menggunakan antiseptik
saat cuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan
tindakan.
- Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat.
operasi ±10 cm,
backslab.
A : Masalah belum
teratasi.
P : Rencana tindakan
dilanjutkan.
67
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : An.J Tanggal Masuk : 17 Maret 2013
J.Kelamin : Laki – laki Ruangan : VII
68
Tanggal : 11 April 2013 Dx Medis : Fraktur Tibia dan Fibula
Sinistera
Hari / Tanggal
No. DX
Jam Implementasi Jam Evaluasi
Kamis
11-04-2013
1 08.30
08.30
08.35
08.40
- Mempertahankan
mobilisasi bagian yang
cedera dengan tirah
baring.
- Meninggikan bagian kaki
yang cedera dengan 1
bantal.
- Mengatur posisi pasien
yang nyaman dengan
memberikan 1 bantal
yang tinggi dan
merapikan tempat tidur.
- Mengevaluasi adanya
keluhan nyeri dan skala
nyeri 4 – 6 (sedang)
ditandai dengan pasien
masih tampak meringis
12.30
S : Pasien mengatakan
kaki kirinyanya masih
terasa sakit.
O : Pasien masih tampak
meringis kesakitan.
TD : 118 / 75 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
T : 350c
A : Masalah belum
teratasi.
P : Rencana tindakan
dilanjutkan.
69
12.00
12.10
12.40
kesakitan.
- Menjelaskan prosedur
tindakan saat akan
memberi injeksi
Gentamycin 80 mg/12
jam.
- Memotivasi pasien agar
mau mendiskusikan
masalah sehubungan
dengan cedera.
- Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat.
- Infus RL. 20 gtt/i
- Inj. Terfacef 1 gr/12 jam
- Inj. Gentamycin 80
mg/12 jam
- Inj. Metronidazole 500
mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8
jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/8
70
jam
Kamis
11-04-2013
2 09.00
09.10
09.15
09.20
10.00
- Mengkaji imobilitas fisik
yang dihasilkan cedera
(fraktur) pasien tidak
dapat menggerakan jari –
jari kakinya.
- Menginstruksikan pasien
untuk melatih gerak aktif
pada kaki yang cedera
dengan cara
menggerakkan jari – jari
kakinya.
- Memperhatikan
balutan/perban elastis
masih terpasang dengan
tepat.
- Membantu pasien
menggunakan tongkat
saat berjalan.
- Memberikan diet tinggi
protein karbohidrat dan
kalsium yaitu makanan
14.00
S : Pasien mengatakan
kaki kirinyanya tidak
dapat digerakkan
spontan dan tidak
dapat melakukan
aktivitas.
O : Pasien dibantu
keluarga dalam
melakukan aktivitas
(berjalan kekamar
mandi akan BAK).
Terpasang infus RL
20 gtt/i, dibagian
tangan kiri, terpasang
backslab kaki kirinya
.
A : Masalah belum
teratasi
P : Rencana tindakan
dilanjutkan.
71
11.40
biasa + sup.
- Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat
- Infus RL. 20 gtt/i
- Inj. Terfacef 1 gr/12 jam
- Inj. Gentamycin 80
mg/12 jam
- Inj. Metronidazole 500
mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8
jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/8
jam
Kamis
11-04 2013 3 08.50 - Mengkaji perubahan
rasa nyeri dengan
bertanya langsung
pada pasien skala
nyeri 4 – 6
14.35
S : Pasien mengatakan
susah untuk bergerak
karena kaki sebelah
kirinya terdapat luka
72
10.00
10.00
12.00
13.00
13.30
- Mengobservasi
perubahan warna kulit
untuk mendeteksi tanda –
tanda infeksi, tidak
tampak kemerahan pada
sekitar luka, luka tidak
bau.
- Menganjurkan pasien
agar tidak menyentuh
bagian luka operasi.
- Memantau TTV pasien
TD : 118 / 75 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 35 0c
- Menggunakan antiseptik
saat cuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan
tindakan.
- Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
bekas operasi.
O : Pada bagian anterior
kaki kiri pasien
tampak luka bekas
operasi ±10 cm,
dengan 10 jahitan
terpasang backslab.
A : Masalah belum
teratasi.
P : Rencana tindakan
dilanjutkan.
73
obat.
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : An. J Tanggal Masuk : 17 Maret 2013
J.Kelamin : Laki – laki Ruangan : VII
74
Tanggal : 12 April 2013 Dx Medis : Fraktur Tibia dan Fibula
Sinistera
Hari / Tanggal
No. DX
Jam Implementasi Jam Evaluasi
jumat
12-04-2013
1 08.30
08.30
08.35
08.40
- Mempertahankan
mobilisasi bagian yang
cedera dengan tirah
baring.
- Meninggikan bagian kaki
yang cedera dengan 1
bantal.
- Mengatur posisi pasien
yang nyaman dengan
memberikan 1 bantal
yang tinggi dan
merapikan tempat tidur.
- Mengevaluasi adanya
keluhan nyeri dan skala
nyeri 4 – 6 (sedang)
ditandai dengan pasien
masih tampak meringis
12.30 S : Pasien mengatakan
kaki kirinya masih
terasa sakit.
O : Pasien masih tampak
meringis kesakitan.
TD : 118 / 75 mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
T : 350c
A : Masalah belum
teratasi.
P : Rencana tindakan
dilanjutkan.
75
12.00
12.10
12.40
kesakitan.
- Menjelaskan prosedur
tindakan saat akan
memberi injeksi
Gentamycin 80 mg/12
jam.
- Memotivasi pasien agar
mau mendiskusikan
masalah sehubungan
dengan cedera.
- Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat.
- Infus RL. 20 gtt/i
- Inj. Terfacef 1 gr/12 jam
- Inj. Gentamycin 80
mg/12 jam
- Inj. Metronidazole 500
mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8
jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/8
76
jam
Jumat
12-04-2013 2 09.00
09.10
09.15
09.20
10.00
- Mengkaji imobilitas fisik
yang dihasilkan cedera
(fraktur) pasien tidak
dapat menggerakan jari –
jari kakinya.
- Menginstruksikan pasien
untuk melatih gerak aktif
pada kaki yang cedera
dengan cara
menggerakkan jari – jari
kakinya.
- Memperhatikan
balutan/perban elastis
masih terpasang dengan
tepat.
- Membantu pasien
menggunakan tongkat
saat berjalan.
- Memberikan diet tinggi
protein karbohidrat dan
kalsium yaitu makanan
14.00 S : Pasien mengatakan
kaki kirinya tidak
dapat digerakkan
spontan dan tidak
dapat melakukan
aktivitas.
O : Pasien dibantu
keluarga dalam
melakukan aktivitas
(berjalan kekamar
mandi akan BAK).
Terpasang infus RL
20 gtt/i, dibagian
tangan kiri, terpasang
backslab kaki kiri.
A : Masalah belum
teratasi
P : Rencana tindakan
dilanjutkan.
77
11.40
biasa + sup.
- Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat
- Infus RL. 20 gtt/i
- Inj. Terfacef 1 gr/12 jam
- Inj. Gentamycin 80
mg/12 jam
- Inj. Metronidazole 500
mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8
jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/8
jam
Jumat
12-04-2013
3 08.50
10.00
- Mengkaji perubahan rasa
nyeri dengan bertanya
langsung pada pasien
skala nyeri 4 – 6
- Mengobservasi
perubahan warna kulit
untuk mendeteksi tanda –
tanda infeksi, tidak
14.35 S : Pasien mengatakan
susah untuk bergerak
karena kaki sebelah
kirinya terdapat luka
bekas operasi.
O : Pada bagian anterior
kaki kiri pasien
tampak luka bekas
78
10.00
12.00
13.00
13.30
tampak kemerahan pada
sekitar luka, luka tidak
bau.
- Menganjurkan pasien
agar tidak menyentuh
bagian luka operasi.
- Memantau TTV pasien
TD : 118 / 75 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 35 0c
- Menggunakan antiseptik
saat cuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan
tindakan.
- Berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
obat.
operasi ±10 cm,
A : Masalah belum
teratasi.
P : Rencana tindakan
dilanjutkan.
79
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah penulis melaksanakan dan menerapkan asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan muskuloskuletal fraktur tibia dan fibula post op debridement
dan pemasangan backslab di ruang VII RSU dr. Pirngadi kota medan yang di
80
observasi 3 hari, maka penulis akan membahas setiap permasalahan dan kesenjangan
yang di jumpai pada asuhan keperawatan pada kasus pasien.
Dalam hal ini penulis akan membahas melalui tahapan – tahapan proses
keparawatan yaitu : pengkajian, diangnosa keperawatan, intervensi, implementasi,
dan evaluasi.
4.1. Tahap Pengkajian
Didalam tahap pengkajian penulis mengadakan wawancara langsung pada
pasien. Pengkajian diawali dari pengumpulan data tentang identitas pasien, riwayat
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan sekarang dan kebiasaan hidup sehari-hari.
Selama pasien dirawat dirumah sakit dilakukan pengkajian yang meliputi bio,
psiko, sosio dan spiritual. Selain itu juga didukung oleh data yang ada dalam catatan
keperawatan / studi dokumentasi yang mendukung pengkajian penulis.
Adapun data yang penulis temukan pada teori dan tidak ditemukan pada kasus
fraktur meliputi :
a. Keterbatasan fungsi / kehilangan fungsi pada bagian yang cedera
b. Pembengkakan / hematoma pada sisi fraktur
c. Spasme otot
d. Deformitas, pemendekan otot, keterbatasan gerak
e. Nyeri
f. Perdarahan atau perubahan warna kulit
81
g. Hipertensi, hipotensi, takikardia, tidak ada nadi pada bagian distal, pengisian
kapiler lambat dan parastesis.
Dari data-data tersebut (secara teori) ada beberapa data yang tidak penulis
temukan pada kasus antara lain :
a. Pemendekan Tulang
Pada kasus An. J tidak terdapat adanya deformitas. Karena sudah dilakukan
tindakan infasif pembedahan debridement dan backslab serta fraktur tampak
bersih.
b. Hipertensi, hipotensi, takikardia, tidak ada nadi pada bagian distal, pengisian
kapiler lambat dan parastesis tidak penulis temukan pada kasus karena pada
saat pengkajian penulis mendapatkan TTV pasien, TD : 118 / 75 mmHg, HR :
80 x/i, RR : 20 x/i, S : 35 0c. Karena fraktur yang dialami An. J sudah
dilakukan tindakan infasif pembedahan debridement dan pemasangan
backslab dengan grade III dan kemungkinan sangat kecil.
4.2. Tahap Diagnosa Keperawatan
Pada diagnosa keperawatan dalam tinjauan teoritis penulis menemukan 8
(delapan) diagnosa keperawatan yaitu :
1. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas
tulang (fraktur).
2. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak.
82
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neuromuskuler perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah.
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan aliran darah.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler.
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilisasi.
7. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Dari diagnosa keperawatan diatas tersebut ada beberapa diagnosa
keperawatan yang tidak penulis temukan pada kasus antara lain :
1. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas
tulang (fraktur).
Hal ini tidak ditemukan karena pasien sudah menjalani tindakan infasif
pembedahan dengan debridement dan pemasangan backslab.
2. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah, cedera vaskuler.
Menurut teori hal ini terjadi karena penurunan aliran darah, cedera vaskuler.
sedangkan pada kasus ini tidak dijumpai. Dimana dijumpai data terabanya
nadi, TTV stabil, pengeluaran urine normal dan kulit hangat.
83
3. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan aliran darah, emboli lemak.
Hal ini tidak ada ditemukan pada kasus dibuktikan dengan tidak adanya
syanosis, frekwensi pernafasan 20 x/i.
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilisasi fisik.
Hal ini tidak ditemukan dalam kasus karena pasien hanya mengalami fraktur
tibia fibula sinistra dan sebagian anggota gerak yang lain dapat digerakkan
dengan normal kecuali daerah yang dioperasi. Maka dalam hal ini tidak
terdapat kerusakan integritas kulit.
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Hal ini tidak ditemukan pada kasus karena pasien memiliki keluarga yang
memberikan pengetahuan dan informasi tentang penyakitnya.
Sedangkan 3 (tiga) diagnosa yang penulis temukan pada An. J ada pada
diagnosa keperawatan tinjauan pustaka.
4.3. Tahap Intervensi
Berdasarkan dari intervensi pada diagnosa yang sama pada teori dan pada
kasus tidak semua direncanakan.
1. Nyeri.
84
Pada teori terdapat intervensi untuk mengatasi nyeri dengan melakukan
kompres dingin (es) 20 – 28 jam pertama sesuai keperluan. sedangkan pada
kasus An. J hal ini tidak dilakukan karena luka tidak terjadi hematoma tetapi
luka yang ada akibat insisi post operasi debridement dan pemasangan
backslab.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik.
Pada teori yang terdapat pada intervensi untuk mengatasi kerusakan
mobilitas fisik dengan konsul, dengan ahli terapi fisik / okupasi. Tetapi pada
kasus An. J kerusakan mobilitas fisik hanya ditangani dengan tindakan
mandiri saja misalnya melatih untuk menggerakkan kaki perlahan – lahan
melatih berjalan dengan tongkat.
3. Resiko Tinggi Terhadap Infeksi
Hal ini tidak ditemukan pada kasus An. J karena infeksi / ganggren tidak
terjadi dan intervensi persiapan pembedahan sesuai indikasi. Hal ini juga tidak
terdapat pada kasus An.J karena sudah dilakukan debridement dan
pemasangan backslab sebelumnya, dan tidak di jumpai tanda - tanda infeksi.
4.4. Tahap Implementasi
Pada tahap ini penulis melaksanakan semua yang sesuai dengan apa yang
direncanakan, pada prinsipnya semua yang direncanakan pada setiap diagnosa
85
keperawatan dapat dilaksanakan pada pasien tersebut dan sebelumnya penulis
memilih tindakan keperawatan yang sudah diberikan pada pasien.
Selama pelaksanaan penulis menemukan beberapa faktor pendukung dalam
melaksanakan tindakan keperawatan yaitu : adanya kerja sama perawat ruangan
dengan penulis, adanya kerjasama antara penulis dengan tim kesehatan lainnya
dan adanya kerjasama antara penulis dengan pasien itu sendiri.
Sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan tindakan yaitu :
implementasi yang diharapkan tidak sesuai dengan intervensi yang ada
sehingga adanya keterbatasan dalam pemberian tindakan. Dan tindakan yang
diberikan hanya berdasarkan kepada implementasi yang sudah tercantum pada
rencana keperawatan. Sedangkan faktor penghambat lainnya dalam pelaksanaan
tindakan yaitu: keterbatasan waktu, dari penulis untuk melakukan tindakan
keperawatan pada pasien.
4.5. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi ini merupakan penilaian terhadap hasil dari tindakan yang
dilakukan pada tahap pelaksanaan.
Adapun diagnosa yang terdapat pada kasus antara lain :
a. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak ditandai dengan pasien
meringis kesakitan. TD : 118 / 75 mmHg, HR : 80 x/i, RR : 20 x/i, T : 35 0. S :
Pasien mengatakan susah untuk bergerak karena kaki sebelah kiri terdapat
86
luka bekas operasi. O : Pada bagian anterior kaki kiri pasien tampak luka
bekas operasi ± 10 cm dengan jumlah jahitan 10 jahitan, terpasang backslab di
kaki kiri, A : Masalah belum teratasi, P : Rencana tindakan dilanjutkan.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neurovaskuler ditandai dengan aktivitas dibantu keluarganya. Terpasang infus
RL 20 gtt/i pada tangan kiri, terpasang backslab pada, kaki kiri, teratasi pada
hari ke-5. sedangkan diagnosa yang sebagian masalahnya teratasi yaitu nyeri
berhubungan dengan cedera jaringan lunak ditandai dengan pasien meringis
kesakitan. TD : 118 / 75 mmHg, RR : 20 x/i, T : 350c, sehingga rencana
dilanjutkan oleh perawat ruangan. S : Pasien mengatakan susah bergerak
karena kaki kiri terdapat luka bekas operasi 10 cm, terpasang backslab di kaki
kiri. O : Pada bagian anterior kaki kiri pasien tampak ada luka bekas operasi ±
10 cm dengan jumlah jahitan 10 jahitan. Terpasang backslab di kaki kiri A :
Masalah sebagian teratasi, P : Intervensi dilanjutkan.
c. Resiko tinggi infeksi Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan
post operasi debridement dan backslab. Terpasang infus RL 20 gtt/i pada
tangan kiri, terpasang backslab pada, kaki kiri, teratasi pada hari ke-5.
sedangkan diagnosa yang sebagian masalahnya teratasi yaitu nyeri
berhubungan dengan cedera jaringan lunak ditandai dengan pasien meringis
kesakitan. TD : 118 / 75 mmHg, RR : 20 x/i, T : 350c, sehingga rencana
dilanjutkan oleh perawat ruangan. S : Pasien mengatakan susah bergerak
karena kaki kiri terdapat luka bekas operasi 10 cm, terpasang backslab di kaki
kiri. O : Pada bagian anterior kaki kiri pasien tampak ada luka bekas operasi ±
87
10 cm dengan jumlah jahitan 10 jahitan. Terpasang backslab di kaki kiri
A : Masalah sebagian teratasi, P : Intervensi dilanjutkan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan, penulis membuat kesimpulan :
88
1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang
utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/ruda paksa atau tenaga fisik yang
ditentukan jenis dan luasnya trauma.
2. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau
kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut (usila) prevalensi cenderung lebih
banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang
terkait dengan perubahan hormon
3. Pada kondisi lebih lanjut, penderita fraktur kemungkinan besar akan
mengalami tindakan amputasi apabila kondisi fraktur tidak tertolong.
4. Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur, hal ini adalah salah satu metode mobilisasi
fraktur dengan Fiksasi Interna melalui Operasi Orief. Penanganan tersebut
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
5. Keberhasilan tindakan asuhan keperawatan pada pasien fraktur sangat
tergantung kerja sama antara pasien, keluarga, dan tim kesehatan dalam hal
pengobatan sehingga dapat mencapai hasil yang optimal.
6. Pada prinsipnya terapi fraktur Tibia dan Fibula adalah reposisi dan
imobilisasi.
7. Imobilisasi pada pasien fraktur bisa dilakukan melalui :
1. Pembidaian
Benda keras yang ditempatkan didaerah sekeliling tulang.
2. Pemasangan Gips
89
Merupakan bahan kuat yang dihubungkan disekitar tulang yang patah.
3. Penarikan (traksi)
Menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada
tempatnya.
4. Fiksasi Internal
Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batangan
logam pada pecahan-pecahan tulang merupakan pengobatan terbaik untuk
patah tulang disertai komplikasi.
5.2. Saran
Adapun saran penulis antara lain :
1. Diharapkan kepada keluarga, masyarakat terutama pasien lebih berhati – hati
dalam mencegah terjadinya suatu trauma yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Diharapkan kepada pasien fraktur agar dapat mengikuti terapi yang diberikan
selama perawatan dan juga pengobatan.
3. Diharapkan kepada pasien fraktur agar dapat melakukan mobilisasi atau
gerakan-gerakan agar melatih daerah fraktur untuk dapat kembali normal.