Kuliah 2 (Physical Chemical Principles)
-
Upload
aisya-amalia-muslima -
Category
Documents
-
view
245 -
download
0
description
Transcript of Kuliah 2 (Physical Chemical Principles)
PHYSICAL-CHEMICAL PRINCIPLES [PERANAN BIOFARMASETIKA]
Taofik Rusdiana
PENGERTIAN Pharmaceutics : Bidang ilmu (sains) yang berkenaan
dengan preparasi, penggunaan dan pemberian (dispensing) dari obat.
Biopharmaceutics: BioBios : “living organisms or tissues” (Wolf, 1981) Biopharmaceutics : Ilmu tentang preparing, using, and
administering drugs to living organism or tissues Dalam Biofarmasetik dibahas Keterkaitan aspek biologis dari
kehidupan organisme (pasien) dan prinsip-prinsip fisiko-kimia yang mengendalikan proses pembuatan (preparasi) dan karakter zat aktif atau produk obat.
Ilmu yang mempelajari bagaimana (menguji) hubungan saling terkait antara sifat fisika-kimia obat (physicochemical properties of the drug), bentuk sediaan (dosage forms) dan rute pemberian (routes of administration) mempengaruhi kecepatan dan derajat absoprsi obat.
Biofarmasetika melibatkan faktor-faktor yang
mempengaruhi: 1) Stabilitas obat di dalam produk; 2) Kecepatan pelepasan obat; 3) Kecepatan disolusi obat pada tempat absorpsi 4) Ketersediaan hayati (absorpsi sistemik) obat
Padat : Tablet Kapsul dll
Semipadat : Krim Gel Salep Dll
Cair : Larutan Suspensi cair
Gas : aerosol
BENTUK SEDIAAN DAN RUTE PEMBERIAN
Pelepasan (Disintegrasi)
Media GIT
Terdispersi secara molekular dalam
media
Terlarut (dissolve)
Disolusi
Membran intestinal
GIT GIT
EFEK Blood Distribusi
Metabolisme
Ekskresi
Obat dalam Bentuk sediaan padat oral
Copyright @ Taofik Rusdiana, October 25, 2008 (revised on Sept 5, 2014)
Absorpsi
LDA PROCESSES
Fase Biofarmsetika : LDA : Liberation, Dissolution and Absorption Fase Farmakokinetika : ADME: is an acronym in pharmacokinetics and
pharmacology for absorption, distribution, metabolism, and excretion, and describes the disposition of a pharmaceutical compound within an organism.
Skema di atas menunjukan hubungan dinamis antara obat, produk obat dan efek farmakologi
The plasma level-time curve
Pharmacokinetics (PK) response
by Taofik Rusdiana, 2006
Obat dalam Bentuk Sediaan
Partikel
Pelepasan Hancur
Terlarut
Pelarutan
O
o
O
O
O
O
Absorpsi
Hati
Obat Bebas Obat
Bebas Obat Terikat Reseptor
Kompartemen Tepi
(k2)
k12 k21
Plasma Darah (k1)
IV
BIOFARMASETIK FARMAKOKINETIK FARMAKODINAMIK
Metabolisme
(Sumber : American J. Pharm. Education, 52, 958-981, 1968)
FAKTOR-FAKTOR FARMASETIK YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI OBAT Pertimbangan dalam merancang sediaan obat yang
akan menghantarkan zat aktif sesuai dengan karakteristik ketersediaan hayati yang diinginkan, adalah:
Jenis produk obat (eg, solution, suspension, suppository),
Sifat alamiah bahan tambahan (eksipien) produk obat
Sifat fisika kimia molekul obat rute pemberian obat
(Fredrik Johansson and Ronnie Paterson, Drug Absorption studies, 2008)
DISINTEGRATION (WAKTU HANCUR) Proses dan Uji disintegrasi diperuntukkan bagi
bentuk sediaan padat oral, lepas cepat Diuji sesuai standar yg ditetapkan oleh
Farmakope (FI, USP) Produk obat padat yg dikecualikan :
Troches (pil), tablet kunyah tablet sustained released (prolonged or repeated
action)
Proses disintergrasi (hancur), tidak mecerminkan disolusi sempurna dari suatu tablet/obat.
Complete disintegration is defined by the USP as "that state in which any residue of the tablet, except fragments of insoluble coating, remaining on the screen of the test apparatus in the soft mass have no palpably firm core."
Waktu hancur dinyatakan sempurna menurut Farmakope adalah keadaan dimana sisa sediaan tablet pada kasa alat uji berupa masa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas (kecuali penyalut tidak larut air) .
DISSOLUTION AND SOLUBILITY Dissolution adalah proses dimana zat obat padat
menjadi terlarut di dalam suatu pelarut Solubility adalah massa solut yang terlarut di
dalam suatu massa atau volume pelarut tertentu pada temperatur yang diberikan (eg, 1 g of NaCl dissolves in 2.786 mL of water at 25°C).
Solubility : sifat yang statis Sedangkan, dissolution : sifat yang dinamis. Di dalam sistem biologis, disolusi obat di dalam
medium cair merupakan pra-kondisi yang penting untuk proses absoprsi sistemik
Kecepatan dari obat-obat yg poor aqueous solubility, yg terlarut dari bentuk utuh atau bentuk terdisintergrasi di dalam saluran GI sering mengendalikan absorpsi sitemik dari obat
Oleh karena itu, uji disolusi dapat digunakan utk memprediksi ketersediaan hayati dan dapat digunakan utk membedakan faktor-faktor formulasi yang mempengaruhi ketersediaan hayati.
1.1. KELARUTAN (SOLUBILITY)
Kelarutan adalah suatu parameter termodinamik yang didefinisikan sebagai banyaknya materi (obat) yang dapat terlarut dalam suatu solven pada kesetimbangan Kelarutan berkaitan dengan disolusi (pelarutan) yaitu laju larutnya suatu zat dalam satuan waktu dalam seperangkat kondisi. Kelarutan merupakan parameter biofarmasetik kritik untuk pemberian oral, karena obat harus larut dalam cairan lambung sebelum diabsorpsi. Kinetika Solubiliti : jumlah obat dalam larutan sebagai fungsi dari waktu sebelum mencapai kesetimbangan; dapat diexplor dalam aplikasi farmasetik untuk memanipulasi drug delivery
PRINSIP-PRINSIP FISIKA-KIMIA
1.2. HIDROFILISITAS/LIPOFILISITAS
Koefisien partisi atau distribusi (log P atau log D) dari suatu obat
merupakan suatu ukuran relatif dari kecenderungan senyawa untuk
terbagi antara solven hidrofil dan lipofil, dan ini mengindikasikan sifat
hidrofilik/lipofilik material tersebut.
Lipofilisitas penting dalam biofarmasetik karena sifat tersebut berefek
terhadap partisi pada membran biologis dan karenanya mempengaruhi
permeabilitas melalui membran yaitu berikatan atau berdistribusi pada
jaringan in vivo
1.3. BENTUK GARAM DAN POLIMORF
Senyawa obat dapat berada dalam beragam bentuk, termasuk garam,
solvat, hidrat, polimorf atau amorf.
Bentuk padatan akan mempengaruhi sifat zat padat tersebut antara lain
kelarutan, laju disolusi, stabilitas, higroskopisitas, dan juga memberi
dampak pada proses manufaktur dan kinerja klinis.
Bentuk garam dapat dipilih, yang mempunyai kelarutan lebih besar, dan ini
akan memperbaiki laju disolusi dari zat aktif.
Polimorf stabilitas produk dan performa karakter biofarmasetik
Comparison of mean blood serum levels after the administration at chloramphenicol palmilate suspensions using varying ratios of the stable (α) and the metastable (β) polymorphs. % : polimorf β
The dissolution behaviour for erythromycin as anhydrate, monohydrate and dihydrate, showing a progressively faster dissolution rate as the level ol hydrate is increased.
1.4. STABILITAS
Stabilitas kimia dari obat amat penting untuk menghindarkan pembentukan
pengotor (impurities) yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan implikasi aktivitas farmakologik dan/atau toksikologik. Profil stabilitas pH juga penting dari perspektif fisiologik dengan pertimbangan rentang nilai pH yang terjadi in vivo, khususnya dalam saluran cerna. Stabilitas fisik mengacu pada perubahan senyawa obat padat yaitu termasuk transisi polimorfik, solvatasi/desolvatasi. Ditingkat produk stabilitas menyangkut integritas sifat mekanis (kekerasan, friabilitas, swelling) dan perubahan pada tampilan produk.
1.5. SIFAT PARTIKEL DAN SERBUK
Sifat ruah (curah) serbuk farmasetis termasuk ukuran partikel,
kerapatan, aliran, wettability, dan luas permukaan. Beberapa sifat
tersebut penting dari pandangan proses pabrikasi (manufaktur) ,
misalnya kerapatan dan aliran, sedangkan sifat lainnya dapat
berpengaruh kuat pada laju disolusi produk obat (ukuran partikel,
wettability, dan luas permukaan.
Rerata kadar plasma fenasetin dari 6 sukarelawan dewasa setelah diberikan dosis 1,5 g fenasetin.
1. 6. IONISASI DAN pKa
Tetapan ionisasi merupakan sifat fundamental dari senyawa kimia yang berpengaruh terhadap sifat fisikokimia di atas. Adanya grup terionisasi menjadikan efek hubungan kelarutan − pH, dan ini dapat digunakan untuk memanipulasi sifat fisik dan perilaku biologik dari obat. Bagi senyawa yang terionkan, kelarutannya dalam air lebih besar daripada yang tak terionisasi disebabkan oleh polaritas yang lebih tinggi diberikan grup fungsional terionisasi tersebut.
Persamaan Henderson – Hasselbalch:
( )( )
( )( )
( )pKapH
HAA
asamgaram −
−
== 10 : LEMAH ASAM
( )( )
( )( )
( )pKapH
RNHRNH
garambasa −
+ == 10 :LEMAHBASA 3
2
TakterionTerionpKpH a log+=
Asam salisilat pKa=3,0, dalam plasma pH 7,4 akan berada lebih banyak sebagai bagian terion yang larut dalam air.
41051,2
log0,34,7 log
×=
=−→+=
TakterionTerion
TakterionTerion
TakterionTerionpKpH a
Di dalam lambung, pH 1,2, maka asam salisilat mempunyai rasio:
21058,1
log0,31,2 log
−×=
=−→+=
TakterionTerion
TakterionTerion
TakterionTerionpKpH a
Acids
Bases
Acetylsalicylic acid Barbital Benzylpenicillrn Boric acid Dicoumarol Phenobarbital Phenytoin Sulfanilamide Theophylline Thiopental Tolbutamide Warfarin
3.5 7.9 2.8 9.2 5.7 7.4 8.3 10.4 9.0 7.6 5.5 4.8
Amphetamine Apomorphine Atropine Caffeine Chlordiazepoxide Cocaine Codeine Guanethidine Morphine Procaine Quinine Reserpine
9.8 7,0 9.7 0.8 4.6 8.5 7,9 11,8 7,9 9,0 8,4 6,6
NILAI pKa BEBERAPA OBAT ASAM DAN BASA
1.7. Formulasi
Bahan tambahan (eksipien) ditambahkan dalam
suatu produk dapat
mempengaruhi
absorpsi obat.
• menaikkan kelarutan
obat, menaikkan laju absorpsi obat
• menaikkan waktu penahan obat dalam saluran cerna, hingga dapat menaikkan jumlah obat yang terabsorpsi
• menaikkan difusi obat melintasi dinding usus.
• memperlambat pelarutan (disolusi), menurunkan absorpsi obat.
Excipients in the drug product may also affect the dissolution kinetics of the drug, either by altering the medium in which the drug is dissolving or by reacting with the drug itself.
Other excipients include suspending agents that increase the viscosity of the drug vehicle and thereby diminish the rate of drug dissolution from suspensions.
Tablet lubricants, such as magnesium stearate, may repel water and reduce dissolution when used in large quantities.
Coatings, particularly shellac, will crosslink upon aging and decrease the dissolution rate.
However, surfactants may affect drug dissolution in an unpredictable fashion. Low concentrations of surfactants decrease the surface tension and increase the rate of drug dissolution, whereas higher surfactants concentrations tend to form micelles with the drug and thus decrease the dissolution rate.
Large drug particles have a smaller surface area and dissolve more slowly than smaller particles.
High compression of tablets without sufficient disintegrant may cause poor disintegration of a compressed tablet
Some excipients, such as sodium bicarbonate, may change the pH of the medium surrounding the active drug substance.
Aspirin, a weak acid when formulated with sodium bicarbonate, will form a water-soluble salt in an alkaline medium, in which the drug rapidly dissolves.
The term for this process is dissolution in a reactive medium. The solid drug dissolves rapidly in the reactive solvent surrounding the solid particle.
However, as the dissolved drug molecules diffuse outward into the bulk solvent, the drug may precipitate out of solution with a very fine particle size.
These small particles have enormous collective surface area, dispersing and redissolving readily for more rapid absorption upon contact with the mucosal surface.
Efek lubrikan terhadap kecepatan disolusi dan absorpsi
BAGAIMANA UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KELARUTAN?
UPAYA-UPAYA MENINGKATKAN KELARUTAN Pembentukan komplek garam (theophylline to
aminophylline) Penggunaan pencegah pengendapan : HPMC, PVP,
PVA, PEG Pengubahan pH Lingkungan : pH = -log [H3O]+
contoh : buffer Aspirin Solubilisasi (pH dan misel) Solvent evaporation : nipedipin Co-solvency: PEG, PG or Ethanol Solid dispersi Mikropartikle Nanopartikel cocrystalization
REFERENCES Biopharmaceutics Application in Drug
Development, R. Krishna and L. Yu