Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta bukan penyakit keturunan, tetapi merupakan penyakit menular. Penyakit menular ini pada umumnya mempengaruhi kulit dan saraf perifer, tetapi mempunyai cakupan manifestasi klinis yang luas (CDC , 2003) . Penularan kusta terjadi lewat droplet, dari hidung dan mulut, kontak yang lama dan sering pada klien yang tidak diobati. Manusia adalah satu-satunya yang diketahui merupakan sumber Mycobacterium leprae. Kusta menular dari penderita yang tidak diobati ke orang lainnya melalui pernapasan dan kontak kulit (Ditjend PPM & PL , 2002) . Morbus Hansen atau lepra atau kusta merupakan penyakit tertua sekaligus penyakit menular yang sangat menakutkan. Penyakit ini ditemukan oleh GH Armauer Hansen (Norwegia) pada tahun 1873, dengan menemukan Mycobacterium leprae sebagai kuman penyebab. Sampai datangnya AIDS, leprae adalah penyakit yang paling menakutkan daripada penyakit menular lainnya. Penyakit ini menyesatkan hidup berjuta-juta orang, terutama di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Penyakit ini di Indonesia lebih dikenal dengan penyakit Kusta. Menurut Sub Direktorat Kusta dan Frambusia Direktorat P2M 1

description

kesehatan

Transcript of Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

Page 1: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kusta bukan penyakit keturunan, tetapi merupakan penyakit menular.

Penyakit menular ini pada umumnya mempengaruhi kulit dan saraf perifer, tetapi

mempunyai cakupan manifestasi klinis yang luas (CDC, 2003).

Penularan kusta terjadi lewat droplet, dari hidung dan mulut, kontak yang

lama dan sering pada klien yang tidak diobati. Manusia adalah satu-satunya yang

diketahui merupakan sumber Mycobacterium leprae. Kusta menular dari penderita

yang tidak diobati ke orang lainnya melalui pernapasan dan kontak kulit (Ditjend

PPM & PL, 2002).

Morbus Hansen atau lepra atau kusta merupakan penyakit tertua sekaligus

penyakit menular yang sangat menakutkan. Penyakit ini ditemukan oleh GH

Armauer Hansen (Norwegia) pada tahun 1873, dengan menemukan

Mycobacterium leprae sebagai kuman penyebab. Sampai datangnya AIDS, leprae

adalah penyakit yang paling menakutkan daripada penyakit menular lainnya.

Penyakit ini menyesatkan hidup berjuta-juta orang, terutama di Amerika  Selatan,

Afrika, dan Asia.  Penyakit ini di Indonesia lebih dikenal dengan penyakit Kusta.

Menurut  Sub Direktorat Kusta dan Frambusia Direktorat P2M Ditjen PPM& PL

(2010), penyakit kusta merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup besar

di Indonesia, dimana Indonesia merupakan negera ke tiga terbesar penyumbang

kasus kusta. Adapun situasi kusta di DKI Jakarta yaitu,saat ini jumlah penduduk

DKI Jakarta yaitu: 9.604.329 jiwa, Prevalensi penyakit kusta: 0,98/10.000 jiwa.

B. Tujuan Penulisan

1

Page 2: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Dan Definisi Kusta

Konon, kusta telah menyerang manusia sejak 300

SM, dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok

kuna, Mesir kuna, dan India. Pada 1995, Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat

dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen

karena kusta. Walaupun pengisolasian atau

pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis,

beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai belahan dunia,

seperti India dan Vietnam.

Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir

1940-an dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga,

bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan

menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan

multiobat pada awal 1980-an dan penyakit ini pun mampu ditangani kembali.

Adapun didalam literatur pengobatan Islam (al-Thîb al-Islamy) Kusta

dibedakan dalam dua jenis:

Pertama, al-Judzam, yakni penyakit yang diakibatkan penetrasi cairan hitam

dari empedu ke sekujur badan hingga mengakibatkan perubahan sifat (resam

2

Page 3: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

tubuh), karakter serta penampakan organ tubuh. Dan pada fase berikutnya, ketika

tidak segera diobati akan berakibat cacat permanen. Dalam islam, penyakit ini

dinamakan dâ' al-asad (penyakit macan), dengan ditandai bercak merah pada

tubuh terutama wajah kemudian menghitam dengan diikuti bau yang kurang sedap

dan terakhir ketika terlambat diobati akan berakibat kecacatan.1 Untuk jenis ini

lebih tepat dikatagorikan sebagai kusta basah.

Kedua, al Abrash, yaitu penyakit kusta yang ditandai bercak putih pada

bagian luar kulit hingga selanjutnya dapat berakibat belang kulit serta

menghilangkan kemampuan peredaran darah dalam kulit.2 Dan biasanya rambut

yang tumbuh pada organ tubuh yang terjangkit akan berwarna putih. Jenis inilah

yang biasa diistilahkan dengan kusta kering. Namun dalam spesifikasinya mirip

dengan bagian pertama, yakni ketika pengobatan terlambat dilakukan maka

kecacatan juga mungkin terjadi.

B. Gejala Dan Ciri-ciri Kusta

Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung

dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut. Secara umum,

tanda-tanda itu adalah :

Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh

1 Ayyub al-Zar'i "al-Thiib al-Nabawy" hal. 116 Dar el-Fikr dan Wuzara' al-Auqaf wa al-Syu'un al-Islamiyah bi al-Kuwait "al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah" juz. VIII hal. 77 Wuzarah al-Auqaf

2 Ibid, hal. 77

3

Page 4: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

manusia. Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit,

tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak.

Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris,

medianus, aulicularis magnus seryta peroneus. Kelenjar

keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan

mengkilat.

Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig

tersebar pada kulit

Alis rambut rontok

Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies

leomina (muka singa)3

Gejala-gejala umum pada kasus kusta adalah, reaksi :

• Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.

• Anoreksia.

• Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.

• Cephalgia.

• Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.

• Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan

hepatospleenomegali.

• Neuritis.

3 Dr. Widoyono MPH. Epidimiologi Penyakit Teropis, (ERLANGGA : 2008), h. 39

4

Page 5: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

C. Penyebab Kusta

Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus

Hansen, adalah sebuah penyakit infeksi menular kronis yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae.4 Indonesia

dikenal sebagai satu dari tiga negara yang paling banyak

memiliki penderita kusta. Dua negara lainnya adalah India dan

Brazil.

Bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ahli

fisika Norwegia bernama Gerhard Armauer Hansen, pada tahun

1873 lalu. Umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang

sedang berkembang, dan sebagian besar penderitanya adalah

dari golongan ekonomi lemah.

D. Penularan Kusta ( Patofisiologi)

Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis

telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara.5 Selain

manusia, hewan yang dapat tekena kusta adalah armadilo, simpanse, dan monyet

pemakan kepiting. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh

kuman M. leprae menderita kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut berperan,

4

5 Reich CV (1987). "Leprosy: cause, transmission, and a new theory of pathogenesis". Rev. Infect. Dis. 9

5

Page 6: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di

keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang

berbeda pada setiap individu. Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan

faktor penyebab.

Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak

antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat. Kemudian muncul Laporan

yang berhasil juga dikemukakan dengan pencobaan pada mencit dengan

pemaparan bakteri di lubang pernapasan. Banyak ilmuwan yang mempercayai

bahwa saluran pernapasan adalah rute yang paling dimungkinkan menjadi gerbang

masuknya bakteri, walaupun demikian pendapat mengenai kulit belum dapat

disingkirkan.

E. Dampak Penyakit Kusta

Penyakit kusta memberikan dampak sosial dan psikologis bagi penderita

dimana penderita seringkali diasingkan dan dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya

akibat penyakitnya dan juga karena kecacatan yang ditimbulkannya.

Kecacatan pada kusta dibagi menjadi dua, yaitu kecacatan primer dan

kecacatan sekunder.Kecacatan primer disebabkan langsung oleh invasi secara

langsung dari kuman Mycobacterium leprae pada saraf yang menyebabkan

kerusakan saraf, sedangkan kecacatan sekunder merupakan komplikasi yang

mengikuti kecacatan primer yang diabaikan, misalnya ulkus plantaris.

6

Page 7: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

Kerusakan saraf pada penderita kusta meliputi 3 komponen yaitu

kerusakan saraf sensoris yang mengakibatkan anestesi, kerusakan saraf otonom

yang mengakibatkan kekeringan kulit dan kerusakan saraf motoris yang

menyebabkan paralisis.

Penatalaksanaan ulkus (terutama ulkus plantaris) meliputi dua hal yaitu

pencegahan timbulnya ulkus dan pengobatan. Dengan penanganan yang baik

engan perawatan luka, imobilisasi, debridement dan pemberian antibiotika serta

beberapa terapi lain seperti okupasi dan ozon maka bisa didapatkan hasil yang

baik sehingga bisa dihindari terjadinya komplikasi.

F. Pengobatan Dan Penanggulangan

إن الله لم ينزل داء إال أنزل له شفاء علمه من علمه وجهله من

جهله

Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan obatnya. Dia memberikan (pengetahuan) kepada siapa yang mengetahui dan meniadakan pengetahuan itu dari mereka yang tidak tahu". HR. Turmudzi

Dari Hadist di atas jelas dikatakan bahwa Allah tidak akan menurunkan

sebuah penyakit tanpa adanya obat bagi penyakit tersebut. Banyak obat yang

masih dirahasiakan Allah kepada manusia. Seperti dalam kusta yang dulu sulit

disembuhkan, itu semata mata Allah belum memberikan pengetahuan pada

7

Page 8: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

manusia akan obatnya. Dan terbukti, kini dunia medis telah mampu menjawab

tantangan penyakit kusta dengan pengobatan yang efektif dan efisien.

Sampai pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940an, tidak

ada pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat

bakterisidal (pembasmi bakteri) yang lemah terhadap M. leprae. Penggunaan

tunggal dapson menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal. {ada 1960an,

dapson tidak digunakan lagi.

Dalam Islam di kala dahulu juga banyak dikenalkan beberapa pengobatan

kusta dengan melalui beberapa media. Diantaranya dapat kita simak berikut ini.

a.       Pengobatan dengan empedu burung nasar

Muhammad Satha' menawarkan pengobatan dengan mempergunakan

empedu dari burung nasar yang dicampur dengan minyak yang terbuat dari biji

anggur (dahn al-'inab). Perbandingan campuran dari keduanya, menurut beliau,

harus seimbang, kemudian dioleskan ke sekujur tubuh yang terjangkit kusta

selama tiga hari. Dengan ijin Allah, kusta akan sembuh.6

b.       Manfaat brotowali (al-handzal)

Disebutkan oleh Ibn Muflih tentang salah satu khasiat brotowali, yakni

dapat menghilangkan serta memutus penyakit kusta. Digunakan dengan cara

digosokkan ke bagian tubuh yang terjangkit kusta.

6 Muhammad Satha' al-Dimyathi " I'anah al-Thalibien " juz III hal. 335

8

Page 9: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

c.        Pengobatan Dengan Pembekaman (Hijamah)

Pembekaman atau semacam tusuk jarum yang pada intinya menghilangkan

darah penyakit dalam tubuh kita, dapat menjadi alternatif penyembuhan kusta.

Dalam sebuah hadis :

بالحجامة داء عليكم وسبعين اثنين من شفاء فإنها

Artinya :"Menetapilah kalian untuk melakukan pembekaman, karena pembekaman dapat menyembuhkan dari tujuhpuluh dua penyakit"

Dan disebutkan, salah satu penyakit yang dapat disembuhkan adalah kusta.

Hadis ini juga menjadi rekomendasi kesehatan tabib tabib jaman dahulu.

d.       Pengobatan Kusta Kering

Salah satu penanganan yang dulu biasa dipraktekkan adalah dengan

mempergunakan air mawar yang dipakai sebagai lulur dalam mandi.7

Sampai pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940an,

tidak ada pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat

bakterisidal (pembasmi bakteri) yang lemih terhadap M. leprae. Penggunaan

tunggal dapson menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal. {ada 1960an,

dapson tidak digunakan lagi. Pencarian terhadap obat anti kusta yang lebih baik

dari dapson, akhirnya menemukan klofazimin dan rifampisin pada 1960an dan

1970an. 8

Kemudian, Shantaram Yawalkar dan rekannya merumuskan terapi

7 Muhammad Satha' Of. Cit.8 Rees RJ, Pearson JM, Waters MF (1970). "Experimental and clinical studies on

rifampicin in treatment of leprosy". Br Med J 688 (1): 89-92

9

Page 10: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

kombinasi dengan rifampisin dan dapson, untuk mengakali kekebalan bakteri.

Terapi multiobat dan kombinasi tiga obat di atas pertama kali direkomendasi oleh

Panitia Ahli WHO pada 1981. Cara ini menjadi standar pengobatan multiobat.

Tiga obat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk mencegah kekebalan

atau resistensi bakteri.

Terapi di atas lumayan mahal, maka dari itu cukup sulit untuk masuk ke

negara yang endemik. Pada 1985, kusta masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat di 122 negara. Pada Pertemuan Kesehatan Dunia (WHA) ke-44 di

Jenewa, 1991, menelurkan sebuah resolusi untuk menghapus kusta sebagai

masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000, dan berusaha untuk ditekan

menjadi 1 kasus per 100.000. WHO diberikan mandat untuk mengembangkan

strategi penghapusan kusta.

Kelompok Kerja WHO melaporkan Kemoterapi Kusta pada 1993 dan

merekomendasikan dua tipe terapi multiobat standar.[29] Yang pertama adalah

pengobatan selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin,

klofazimin, dan dapson. Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta

tuberkuloid dengan rifampisin dan dapson.

Sejak 1995, WHO memberikan paket obat terapoi kusta secara gratis pada

negara endemik, melalui Kementrian Kesehatan. Strategi ini akan bejalan hingga

akhir 2010.

F. Perlakuan Terhadap Penderita Kusta

10

Page 11: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

د7 9س9 >أل ا م7ن9 9ف7ر@ ت 9م9ا ك 7 >م9ج>ذIو>م ال م7ن9 Mف7ر

Artinya:"Menghindarlah kamu dari orang yang terkena judzam (kusta), sebagaimana engkau lari dari singa yang buas" (HR. Bukhari)

د)    ا,أل*س* م)ن* ك* ار* ر* ف) ذ1و,م) ا,لم*ج, م)ن* ر3 و*ف)

Artinya: "Menghindarlah kamu dari orang yang terkena judzam (kusta), sebagaimana engkau lari dari singa yang buas" (HR. Bukhari)

Catatan :

Dalam kitab Tabyinul Haqa'iq Syarah Kanzu ad-Daqa'iq dijelaskan bahwa

arti tekstual hadits ini “perintah untuk menghindar”, secara Ijmâ' (konsensus

ulama) bukanlah makna yang dikehendaki. Karena siapapun diperkenankan

mendekat (bergaul) dengan penderita kusta dan bahkan dijanjikan pahala atas

segala upaya pelayanan dan perawatannya9

Dari syariat disebutkan beberapa ketentuan mengenai penderita kusta, di

antaranya tentang hak perceraian dengan model khiyar (pilihan pembatalan

nikah). Hak ini diberikan dalam konteks rumah tangga atas dasar hadis Nabi :

أهلها إلى فردها بياضا بكشحها رأى أدخلت فلما بامرأة تزوج أ*ن3ه

Artinya; "Sesungguhnya (Nabi) mengawini seorang perempuan, dan ketika (perempuan itu) masuk ke kamar Nabi, Beliau melihat di sekitar lambungnya, belang-belang putih. Maka Nabipun mengembalikannya kepada keluarganya"

Menurut pakar hukum Islam, hak tersebut berlaku ketika kondisi kusta yang

dideritanya sudah mencapai fase kritis (istihkam). Bahkan menurut sebagian

9 Utsman bin Aly Al-Zaila'i Al-Hanafi " Tabyinul Haqa'iq Syarah Kanzud Daqa'iq " Juz IV hal. 24 Dâr Al-Kitab Al-Islamy

11

Page 12: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

pendapat harus diberikan kesempatan berobat selama satu tahun, baru kemudian

seseorang boleh menggunakan hak semacam ini.

Sebenarnya kita dapat memahami hal ini lewat sebuah kenyataan, dimana

menurut pakar hukum Islam, ekses yang dibawa oleh penyakit kusta terutama

dalam kehidupan rumah tangga tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Karena

rata rata tabiat manusia selalu berusaha menjauhi hal hal yang menjijikkan. Serta

cenderung menjaga diri dari segala bentuk penularan penyakit, maka menjauhi

penderita kusta merupakan sebuah hal yang bisa kita pahami. Apalagi esensi

pernikahan dari suami istri tentu tidak lepas dari kebutuhan kebutuhan biologis

yang menuntut adanya persinggungan.

Pertimbangan dampak seperti di atas dapat kita bawa dalam permasalahan

lain yang juga disebutkan oleh syariat. Seperti dispensasi jamaah bagi penderita

kusta dan masalah masalah lainnya. Namun dengan catatan kusta yang sudah

mencapai taraf berpotensi mengganggu orang lain.

12

Page 13: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

BAB III

Kesimpulan

Penyakit kusta memberikan dampak sosial dan psikologis bagi penderita

dimana penderita seringkali diasingkan dan dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya

akibat penyakitnya dan juga karena kecacatan yang ditimbulkannya.

Dalam menyelesaikan persoalan kusta, kita harus mengetahui duduk

permasalahan yang selama ini kurang dipahami mengenai kusta. Terlebih lagi

ketika dipandang dari kacamata agama.

Islam menunjukkan nilai rahmatan lil 'alamiennya dengan berbagai aturan

serta kepedulian yang dalam penanganan penyakit kusta. Salah besar mereka yang

menilai kusta sebagai penyakit kutukan dan tidak benar kusta sulit disembuhkan.

Kusta menurut Islam tetap mendapatkan hak sebagaimana warga biasa

meskipun ketika kusta mencapai tahapan tertentu, syariat juga menerapkan

kebijakan berbeda. Hal ini bukan karena kusta merupakan penyakit yang harus

dijauhi, akan tetapi lebih bersifat dampak gangguan sosial. Sehingga jikalau mulai

sekarang kita mampu menciptakan iklim masyarakat yang menempatkan porsi

13

Page 14: Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan

solidaritas lebih besar dibandingkan porsi kepentingan sesaat, sangat mungkin

kusta dan penderitanya akan disikapi sebagaimana penyakit penyakit kulit

lainnya. Sehingga masyarakat tidak perlu merasa risih dengan keberadaannya.

Dan tidak kalah pentingnya, penderita juga termotifasi untuk sembuh dan menatap

masa depan dengan lebih cerah.

Refrensi

Dr. Widoyono MPH. Epidimiologi Penyakit Teropis, Epidimiologi, penularan,

pencegahan dan pemberantasannya , ERLANGGA, Jakarta 2008

Utsman bin Aly Al-Zaila'i Al-Hanafi " Tabyinul Haqa'iq Syarah

Kanzud Daqa'iq " Juz IV . Dâr Al-Kitab Al-Islamy

Reich CV (1987). "Leprosy: cause, transmission, and a new theory of

pathogenesis". Rev. Infect. Dis. 9

Rees RJ, Pearson JM, Waters MF (1970). "Experimental and clinical studies on

rifampicin in treatment of leprosy". Br Med J 688 (1): 89-92

http://id.wikipedia.org/wiki/Kusta

14