Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan
-
Upload
ajeng-estu-ulan -
Category
Documents
-
view
110 -
download
3
description
Transcript of Kusta Dan Frambusia Dan Pencegahan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kusta bukan penyakit keturunan, tetapi merupakan penyakit menular.
Penyakit menular ini pada umumnya mempengaruhi kulit dan saraf perifer, tetapi
mempunyai cakupan manifestasi klinis yang luas (CDC, 2003).
Penularan kusta terjadi lewat droplet, dari hidung dan mulut, kontak yang
lama dan sering pada klien yang tidak diobati. Manusia adalah satu-satunya yang
diketahui merupakan sumber Mycobacterium leprae. Kusta menular dari penderita
yang tidak diobati ke orang lainnya melalui pernapasan dan kontak kulit (Ditjend
PPM & PL, 2002).
Morbus Hansen atau lepra atau kusta merupakan penyakit tertua sekaligus
penyakit menular yang sangat menakutkan. Penyakit ini ditemukan oleh GH
Armauer Hansen (Norwegia) pada tahun 1873, dengan menemukan
Mycobacterium leprae sebagai kuman penyebab. Sampai datangnya AIDS, leprae
adalah penyakit yang paling menakutkan daripada penyakit menular lainnya.
Penyakit ini menyesatkan hidup berjuta-juta orang, terutama di Amerika Selatan,
Afrika, dan Asia. Penyakit ini di Indonesia lebih dikenal dengan penyakit Kusta.
Menurut Sub Direktorat Kusta dan Frambusia Direktorat P2M Ditjen PPM& PL
(2010), penyakit kusta merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup besar
di Indonesia, dimana Indonesia merupakan negera ke tiga terbesar penyumbang
kasus kusta. Adapun situasi kusta di DKI Jakarta yaitu,saat ini jumlah penduduk
DKI Jakarta yaitu: 9.604.329 jiwa, Prevalensi penyakit kusta: 0,98/10.000 jiwa.
B. Tujuan Penulisan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Dan Definisi Kusta
Konon, kusta telah menyerang manusia sejak 300
SM, dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok
kuna, Mesir kuna, dan India. Pada 1995, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat
dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen
karena kusta. Walaupun pengisolasian atau
pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis,
beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai belahan dunia,
seperti India dan Vietnam.
Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir
1940-an dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga,
bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan
menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan
multiobat pada awal 1980-an dan penyakit ini pun mampu ditangani kembali.
Adapun didalam literatur pengobatan Islam (al-Thîb al-Islamy) Kusta
dibedakan dalam dua jenis:
Pertama, al-Judzam, yakni penyakit yang diakibatkan penetrasi cairan hitam
dari empedu ke sekujur badan hingga mengakibatkan perubahan sifat (resam
2
tubuh), karakter serta penampakan organ tubuh. Dan pada fase berikutnya, ketika
tidak segera diobati akan berakibat cacat permanen. Dalam islam, penyakit ini
dinamakan dâ' al-asad (penyakit macan), dengan ditandai bercak merah pada
tubuh terutama wajah kemudian menghitam dengan diikuti bau yang kurang sedap
dan terakhir ketika terlambat diobati akan berakibat kecacatan.1 Untuk jenis ini
lebih tepat dikatagorikan sebagai kusta basah.
Kedua, al Abrash, yaitu penyakit kusta yang ditandai bercak putih pada
bagian luar kulit hingga selanjutnya dapat berakibat belang kulit serta
menghilangkan kemampuan peredaran darah dalam kulit.2 Dan biasanya rambut
yang tumbuh pada organ tubuh yang terjangkit akan berwarna putih. Jenis inilah
yang biasa diistilahkan dengan kusta kering. Namun dalam spesifikasinya mirip
dengan bagian pertama, yakni ketika pengobatan terlambat dilakukan maka
kecacatan juga mungkin terjadi.
B. Gejala Dan Ciri-ciri Kusta
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung
dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut. Secara umum,
tanda-tanda itu adalah :
Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh
1 Ayyub al-Zar'i "al-Thiib al-Nabawy" hal. 116 Dar el-Fikr dan Wuzara' al-Auqaf wa al-Syu'un al-Islamiyah bi al-Kuwait "al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah" juz. VIII hal. 77 Wuzarah al-Auqaf
2 Ibid, hal. 77
3
manusia. Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit,
tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak.
Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris,
medianus, aulicularis magnus seryta peroneus. Kelenjar
keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan
mengkilat.
Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig
tersebar pada kulit
Alis rambut rontok
Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies
leomina (muka singa)3
Gejala-gejala umum pada kasus kusta adalah, reaksi :
• Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.
• Anoreksia.
• Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.
• Cephalgia.
• Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.
• Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan
hepatospleenomegali.
• Neuritis.
3 Dr. Widoyono MPH. Epidimiologi Penyakit Teropis, (ERLANGGA : 2008), h. 39
4
C. Penyebab Kusta
Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus
Hansen, adalah sebuah penyakit infeksi menular kronis yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae.4 Indonesia
dikenal sebagai satu dari tiga negara yang paling banyak
memiliki penderita kusta. Dua negara lainnya adalah India dan
Brazil.
Bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ahli
fisika Norwegia bernama Gerhard Armauer Hansen, pada tahun
1873 lalu. Umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang
sedang berkembang, dan sebagian besar penderitanya adalah
dari golongan ekonomi lemah.
D. Penularan Kusta ( Patofisiologi)
Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis
telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara.5 Selain
manusia, hewan yang dapat tekena kusta adalah armadilo, simpanse, dan monyet
pemakan kepiting. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh
kuman M. leprae menderita kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut berperan,
4
5 Reich CV (1987). "Leprosy: cause, transmission, and a new theory of pathogenesis". Rev. Infect. Dis. 9
5
setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di
keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang
berbeda pada setiap individu. Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan
faktor penyebab.
Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak
antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat. Kemudian muncul Laporan
yang berhasil juga dikemukakan dengan pencobaan pada mencit dengan
pemaparan bakteri di lubang pernapasan. Banyak ilmuwan yang mempercayai
bahwa saluran pernapasan adalah rute yang paling dimungkinkan menjadi gerbang
masuknya bakteri, walaupun demikian pendapat mengenai kulit belum dapat
disingkirkan.
E. Dampak Penyakit Kusta
Penyakit kusta memberikan dampak sosial dan psikologis bagi penderita
dimana penderita seringkali diasingkan dan dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya
akibat penyakitnya dan juga karena kecacatan yang ditimbulkannya.
Kecacatan pada kusta dibagi menjadi dua, yaitu kecacatan primer dan
kecacatan sekunder.Kecacatan primer disebabkan langsung oleh invasi secara
langsung dari kuman Mycobacterium leprae pada saraf yang menyebabkan
kerusakan saraf, sedangkan kecacatan sekunder merupakan komplikasi yang
mengikuti kecacatan primer yang diabaikan, misalnya ulkus plantaris.
6
Kerusakan saraf pada penderita kusta meliputi 3 komponen yaitu
kerusakan saraf sensoris yang mengakibatkan anestesi, kerusakan saraf otonom
yang mengakibatkan kekeringan kulit dan kerusakan saraf motoris yang
menyebabkan paralisis.
Penatalaksanaan ulkus (terutama ulkus plantaris) meliputi dua hal yaitu
pencegahan timbulnya ulkus dan pengobatan. Dengan penanganan yang baik
engan perawatan luka, imobilisasi, debridement dan pemberian antibiotika serta
beberapa terapi lain seperti okupasi dan ozon maka bisa didapatkan hasil yang
baik sehingga bisa dihindari terjadinya komplikasi.
F. Pengobatan Dan Penanggulangan
إن الله لم ينزل داء إال أنزل له شفاء علمه من علمه وجهله من
جهله
Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan obatnya. Dia memberikan (pengetahuan) kepada siapa yang mengetahui dan meniadakan pengetahuan itu dari mereka yang tidak tahu". HR. Turmudzi
Dari Hadist di atas jelas dikatakan bahwa Allah tidak akan menurunkan
sebuah penyakit tanpa adanya obat bagi penyakit tersebut. Banyak obat yang
masih dirahasiakan Allah kepada manusia. Seperti dalam kusta yang dulu sulit
disembuhkan, itu semata mata Allah belum memberikan pengetahuan pada
7
manusia akan obatnya. Dan terbukti, kini dunia medis telah mampu menjawab
tantangan penyakit kusta dengan pengobatan yang efektif dan efisien.
Sampai pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940an, tidak
ada pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat
bakterisidal (pembasmi bakteri) yang lemah terhadap M. leprae. Penggunaan
tunggal dapson menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal. {ada 1960an,
dapson tidak digunakan lagi.
Dalam Islam di kala dahulu juga banyak dikenalkan beberapa pengobatan
kusta dengan melalui beberapa media. Diantaranya dapat kita simak berikut ini.
a. Pengobatan dengan empedu burung nasar
Muhammad Satha' menawarkan pengobatan dengan mempergunakan
empedu dari burung nasar yang dicampur dengan minyak yang terbuat dari biji
anggur (dahn al-'inab). Perbandingan campuran dari keduanya, menurut beliau,
harus seimbang, kemudian dioleskan ke sekujur tubuh yang terjangkit kusta
selama tiga hari. Dengan ijin Allah, kusta akan sembuh.6
b. Manfaat brotowali (al-handzal)
Disebutkan oleh Ibn Muflih tentang salah satu khasiat brotowali, yakni
dapat menghilangkan serta memutus penyakit kusta. Digunakan dengan cara
digosokkan ke bagian tubuh yang terjangkit kusta.
6 Muhammad Satha' al-Dimyathi " I'anah al-Thalibien " juz III hal. 335
8
c. Pengobatan Dengan Pembekaman (Hijamah)
Pembekaman atau semacam tusuk jarum yang pada intinya menghilangkan
darah penyakit dalam tubuh kita, dapat menjadi alternatif penyembuhan kusta.
Dalam sebuah hadis :
بالحجامة داء عليكم وسبعين اثنين من شفاء فإنها
Artinya :"Menetapilah kalian untuk melakukan pembekaman, karena pembekaman dapat menyembuhkan dari tujuhpuluh dua penyakit"
Dan disebutkan, salah satu penyakit yang dapat disembuhkan adalah kusta.
Hadis ini juga menjadi rekomendasi kesehatan tabib tabib jaman dahulu.
d. Pengobatan Kusta Kering
Salah satu penanganan yang dulu biasa dipraktekkan adalah dengan
mempergunakan air mawar yang dipakai sebagai lulur dalam mandi.7
Sampai pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940an,
tidak ada pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat
bakterisidal (pembasmi bakteri) yang lemih terhadap M. leprae. Penggunaan
tunggal dapson menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal. {ada 1960an,
dapson tidak digunakan lagi. Pencarian terhadap obat anti kusta yang lebih baik
dari dapson, akhirnya menemukan klofazimin dan rifampisin pada 1960an dan
1970an. 8
Kemudian, Shantaram Yawalkar dan rekannya merumuskan terapi
7 Muhammad Satha' Of. Cit.8 Rees RJ, Pearson JM, Waters MF (1970). "Experimental and clinical studies on
rifampicin in treatment of leprosy". Br Med J 688 (1): 89-92
9
kombinasi dengan rifampisin dan dapson, untuk mengakali kekebalan bakteri.
Terapi multiobat dan kombinasi tiga obat di atas pertama kali direkomendasi oleh
Panitia Ahli WHO pada 1981. Cara ini menjadi standar pengobatan multiobat.
Tiga obat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk mencegah kekebalan
atau resistensi bakteri.
Terapi di atas lumayan mahal, maka dari itu cukup sulit untuk masuk ke
negara yang endemik. Pada 1985, kusta masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di 122 negara. Pada Pertemuan Kesehatan Dunia (WHA) ke-44 di
Jenewa, 1991, menelurkan sebuah resolusi untuk menghapus kusta sebagai
masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000, dan berusaha untuk ditekan
menjadi 1 kasus per 100.000. WHO diberikan mandat untuk mengembangkan
strategi penghapusan kusta.
Kelompok Kerja WHO melaporkan Kemoterapi Kusta pada 1993 dan
merekomendasikan dua tipe terapi multiobat standar.[29] Yang pertama adalah
pengobatan selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin,
klofazimin, dan dapson. Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta
tuberkuloid dengan rifampisin dan dapson.
Sejak 1995, WHO memberikan paket obat terapoi kusta secara gratis pada
negara endemik, melalui Kementrian Kesehatan. Strategi ini akan bejalan hingga
akhir 2010.
F. Perlakuan Terhadap Penderita Kusta
10
د7 9س9 >أل ا م7ن9 9ف7ر@ ت 9م9ا ك 7 >م9ج>ذIو>م ال م7ن9 Mف7ر
Artinya:"Menghindarlah kamu dari orang yang terkena judzam (kusta), sebagaimana engkau lari dari singa yang buas" (HR. Bukhari)
د) ا,أل*س* م)ن* ك* ار* ر* ف) ذ1و,م) ا,لم*ج, م)ن* ر3 و*ف)
Artinya: "Menghindarlah kamu dari orang yang terkena judzam (kusta), sebagaimana engkau lari dari singa yang buas" (HR. Bukhari)
Catatan :
Dalam kitab Tabyinul Haqa'iq Syarah Kanzu ad-Daqa'iq dijelaskan bahwa
arti tekstual hadits ini “perintah untuk menghindar”, secara Ijmâ' (konsensus
ulama) bukanlah makna yang dikehendaki. Karena siapapun diperkenankan
mendekat (bergaul) dengan penderita kusta dan bahkan dijanjikan pahala atas
segala upaya pelayanan dan perawatannya9
Dari syariat disebutkan beberapa ketentuan mengenai penderita kusta, di
antaranya tentang hak perceraian dengan model khiyar (pilihan pembatalan
nikah). Hak ini diberikan dalam konteks rumah tangga atas dasar hadis Nabi :
أهلها إلى فردها بياضا بكشحها رأى أدخلت فلما بامرأة تزوج أ*ن3ه
Artinya; "Sesungguhnya (Nabi) mengawini seorang perempuan, dan ketika (perempuan itu) masuk ke kamar Nabi, Beliau melihat di sekitar lambungnya, belang-belang putih. Maka Nabipun mengembalikannya kepada keluarganya"
Menurut pakar hukum Islam, hak tersebut berlaku ketika kondisi kusta yang
dideritanya sudah mencapai fase kritis (istihkam). Bahkan menurut sebagian
9 Utsman bin Aly Al-Zaila'i Al-Hanafi " Tabyinul Haqa'iq Syarah Kanzud Daqa'iq " Juz IV hal. 24 Dâr Al-Kitab Al-Islamy
11
pendapat harus diberikan kesempatan berobat selama satu tahun, baru kemudian
seseorang boleh menggunakan hak semacam ini.
Sebenarnya kita dapat memahami hal ini lewat sebuah kenyataan, dimana
menurut pakar hukum Islam, ekses yang dibawa oleh penyakit kusta terutama
dalam kehidupan rumah tangga tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Karena
rata rata tabiat manusia selalu berusaha menjauhi hal hal yang menjijikkan. Serta
cenderung menjaga diri dari segala bentuk penularan penyakit, maka menjauhi
penderita kusta merupakan sebuah hal yang bisa kita pahami. Apalagi esensi
pernikahan dari suami istri tentu tidak lepas dari kebutuhan kebutuhan biologis
yang menuntut adanya persinggungan.
Pertimbangan dampak seperti di atas dapat kita bawa dalam permasalahan
lain yang juga disebutkan oleh syariat. Seperti dispensasi jamaah bagi penderita
kusta dan masalah masalah lainnya. Namun dengan catatan kusta yang sudah
mencapai taraf berpotensi mengganggu orang lain.
12
BAB III
Kesimpulan
Penyakit kusta memberikan dampak sosial dan psikologis bagi penderita
dimana penderita seringkali diasingkan dan dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya
akibat penyakitnya dan juga karena kecacatan yang ditimbulkannya.
Dalam menyelesaikan persoalan kusta, kita harus mengetahui duduk
permasalahan yang selama ini kurang dipahami mengenai kusta. Terlebih lagi
ketika dipandang dari kacamata agama.
Islam menunjukkan nilai rahmatan lil 'alamiennya dengan berbagai aturan
serta kepedulian yang dalam penanganan penyakit kusta. Salah besar mereka yang
menilai kusta sebagai penyakit kutukan dan tidak benar kusta sulit disembuhkan.
Kusta menurut Islam tetap mendapatkan hak sebagaimana warga biasa
meskipun ketika kusta mencapai tahapan tertentu, syariat juga menerapkan
kebijakan berbeda. Hal ini bukan karena kusta merupakan penyakit yang harus
dijauhi, akan tetapi lebih bersifat dampak gangguan sosial. Sehingga jikalau mulai
sekarang kita mampu menciptakan iklim masyarakat yang menempatkan porsi
13
solidaritas lebih besar dibandingkan porsi kepentingan sesaat, sangat mungkin
kusta dan penderitanya akan disikapi sebagaimana penyakit penyakit kulit
lainnya. Sehingga masyarakat tidak perlu merasa risih dengan keberadaannya.
Dan tidak kalah pentingnya, penderita juga termotifasi untuk sembuh dan menatap
masa depan dengan lebih cerah.
Refrensi
Dr. Widoyono MPH. Epidimiologi Penyakit Teropis, Epidimiologi, penularan,
pencegahan dan pemberantasannya , ERLANGGA, Jakarta 2008
Utsman bin Aly Al-Zaila'i Al-Hanafi " Tabyinul Haqa'iq Syarah
Kanzud Daqa'iq " Juz IV . Dâr Al-Kitab Al-Islamy
Reich CV (1987). "Leprosy: cause, transmission, and a new theory of
pathogenesis". Rev. Infect. Dis. 9
Rees RJ, Pearson JM, Waters MF (1970). "Experimental and clinical studies on
rifampicin in treatment of leprosy". Br Med J 688 (1): 89-92
http://id.wikipedia.org/wiki/Kusta
14